Samantabadra B
arang siapa yang mendengar meskipun hanya sepatah kata atau sepotong kalimat Sutra ini, kemudian mencamkannya dalam hati, adalah ibarat
kapal yang dapat menyeberangi lautan besar hidup-mati. Mahaguru Miao Lo mengatakan, “Sepatah katapun kalau dicamkan dalam hati, pasti dapat menolong
SAMANTABADRA |AGUSTUS 2014 | NOMOR. 247
Peserta Temu Anak-Anak NSI ke-23
dalam mencapai daratan Kesadaran Buddha.” Terlebih lagi kalau itu direnungkan dan dilaksanakan, maka selamanya akan berguna untuk mengarungi lautan besar hidup-mati. Menyeberangi lautan hidup-mati, tidak mungkin dapat dilakukan selain dengan kapal Myohorengekyo. (Surat Balasan Kepada Shijii Shiro)
gosyo kensyu SURAT BALASAN KEPADA SHIIJI SHIRO liputan TANSI 23 liputan TGM 27
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
Agustus
2 0 1 4
08 # 247
Galeri Malam Kesenian TGM 27
Siger
Krakatau
Bandar Jaya
Kota Agung
Bakauheni
Way Kambas Pasir Putih
Tulang Bawang
Gisting
Rawa Jurai
Tim Pelaksana Kalianda
Kotabumi
Dari Redaksi Nam-myoho-renge-kyo,
D
irgahayu Indonesia ke-69! Teriring doa dan itikad baik dari kita semua, umat NSI, untuk semakin memajukan bangsa Indonesia, sehingga kemerdekaan yang sudah diproklamasikan oleh founding fathers kita, dapat benar-benar dalam wujud kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Masa kolonial boleh jadi sudah dilewati oleh bangsa kita. Namun kita harus selalu waspada terhadap bentuk “penjajahan� modern, dalam bentuk invasi informasi dan teknologi serta pembentukan gaya hidup. Sebagai Buddhis, kita belajar bahwa segala sesuatunya perlu kita manfaatkan dengan baik, sesuai peruntukan dan kebutuhannya, tidak terlepas dari koridor kewajaran. Pola pikir yang berlandaskan ajaran Buddha, tentu dapat mengarahkan perilaku hidup kita ke arah yang senantiasa sadar (aware) dan bertujuan untuk mencipta nilai kebaikan. Bangsa kita juga sedang menanti diumumkannya hasil pemilihan umum presiden untuk periode 2014-2019. Kita telah melaksanakan tugas kita sebagai warga negara dengan memanfaatkan hak pilih kita pada tanggal 09 Juli lalu. Sekarang, yang perlu kita lakukan adalah berdoa, menyiapkan diri, bahwa siapapun kelak presidennya, kita akan dukung sepenuh hati dan bersama-sama seirama membangun bangsa Indonesia. Susunan NSI baru saja menyelenggarakan dua kegiatan rutin tahunan, yaitu Tansi 23 dan TGM 27. Keduanya berjalan sukses dan lancar. Para peserta banyak menceritakan manfaat yang mereka dapat dengan mengikuti kegiatan ini. Khususnya bagi anak-anak dan generasi muda, penanaman fondasi mental berlandaskan Buddha dharma sangat baik bagi perkembangan dirinya kelak. Mereka akan mampu menjadi manusia yang “merdeka� dari kesesatan pikiran sehingga mampu membangun dirinya dan orang lain secara positif. Sebagai bagian dari bangsa yang majemuk, tidak lupa kita sampaikan salam dan selamat Idul Fitri kepada teman-teman muslim kita yang merayakan. Mari kita pelihara dan senantiasa tingkatkan tenggang rasa antar umat beragama. eee
Juli 2014 | Samantabadra
1
Samantabadra Samantabadra B
arang siapa yang mendengar meskipun hanya sepatah kata atau sepotong kalimat Sutra ini, kemudian mencamkannya dalam hati, adalah ibarat
kapal yang dapat menyeberangi lautan besar hidup-mati. Mahaguru Miao Lo
CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Ketua Dharma NSI Dharma Duta
mengatakan, “Sepatah katapun kalau dicamkan dalam hati, pasti dapat menolong
SAMANTABADRA |AGUSTUS 2014 | NOMOR. 247
daftar isi
Peserta Temu Anak-Anak NSI ke-23
dalam mencapai daratan Kesadaran Buddha.” Terlebih lagi kalau itu direnungkan dan dilaksanakan, maka selamanya akan berguna untuk mengarungi lautan besar hidup-mati. Menyeberangi lautan hidup-mati, tidak mungkin dapat dilakukan selain dengan kapal Myohorengekyo.
LIPUTAN Tansi 23 TGM 27
3 6 12 14 18
MATERI AJARAN Gosyo Kensyu Surat Balasan Kepada Shiiji 30 Shiro Gosyo Cabang Surat Balasan Kepada Shijo 45 Kingo Dono Forum Diskusi Tanya Jawab Hukum Agama 51 Buddha REFLEKSI Cinta Indonesia
SYIN GYO GAKU Kebaikan dan Kejahatan dari Perspektif SPS
(Surat Balasan Kepada Shijii Shiro)
gosyo kensyu SURAT BALASAN KEPADA SHIIJI SHIRO liputan TANSI 23 liputan TGM 27
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
Agustus
2 0 1 4
Agustus 2014
Halaman Muka
H
asil prakarya dari kelompok Kalianda pada TGM 27, yang menyatakan tekad generasi muda NSI untuk menjadi tiang, mata, dan bahtera bagi Indonesia. Simak liputan lengkap TGM 27 di halaman 18.
08 # 247
WAWASAN Partisipasi Politik dan Penyimpangan Sosial Education for Our Children Mengembangkan EQ
62 65 69
RESEP Keciput
72
JADWAL KEGIATAN
73
VIHARA DAN CETYA NSI
74
14
56
59
18 Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami di : Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia
2
Samantabadra | Juli 2014
PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENASEHAT Suhadi Sendjaja PENANGGUNG JAWAB Sumitra Mulyadi PEMIMPIN REDAKSI Minto WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Samanta KONTRIBUTOR Silviani, Megah Ria, Kyanne Virya, Wantie, Mayasari, Vinni, Meliana STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja “Surat Balasan Kepada Matsuno Dono� Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 28-29 Juni 2014
Nammyohorengekyo, Isi dalam Gosyo ini lebih panjang dari pada Gosyo yang lain, tetapi hampir setengahnya berisi cerita tentang Putra Himalaya. Gosyo ini perlu dipahami oleh kita semua, karena kita sekarang sedang berada di dalam suasana seperti yang ada di dalam Gosyo ini, maka kita harus berpegang kepada bimbingan Niciren Daisyonin, jangan berpegang kepada bimbingan siapapun. Dengan Gosyo ini Niciren Daisyonin memberikan bimbingan kepada Matsuno Dono. Sebelumnya dijelaskan seorang yang beragama Buddha, kekuatan ada pada Nammyohorengekyo. Pertanyaan Matsuno Dono kepada Niciren Daisyonin adalah apakah ada perbedaan Nammyohorengekyo yang disebut oleh manusia biasa dengan yang disebut oleh Arif Bijaksana?
Dalam menjawab pertanyaan dari Matsuno Dono tersebut Niciren Daisyonin mencotohkan sikap hati kepercayaan dari Bhiksu Nicigen yang semula berasal dari Kuil Jisso, daerah Iwamoto, sebelumnya menganut Ajaran Tien-tai, Kuilnya besar sekali, yang saat itu begitu dekat dengan penguasa, namun kemudian secara diamdiam menjadi penganut Niciren Daisyonin, setelah disyakubuku oleh Nikko Syonin dimana semangat syakubuku Nikko Syonin sangat luar biasa. Karena sungguh hatinya Nicigen sampai-sampai dibenci oleh rekanrekannya dan diintimidasi oleh penguasa ketika itu. Maka dalam Gosyo ini Niciren Daisyoin membimbing Matsuno Dono untuk meneladani sikap Nicigen karena Nicegen adalah seorang bhiksu yang baik. Niciren Daisyonin
memberikan bimbingan sesuai dengan Ajaran Buddha yang benar. Bhiksu yang baik teladannya adalah Nicigen, karena ada juga bhiksu yang kurang baik seperti yang disebutkan dengan jelas oleh Buddha Sakyamuni sebagaimana dalam Gosyo. Bhiksu Nicigen karena menganut hati kepercayaan kepada Nammyohorengekyo harta miliknya telah dirampas dan murid-muridnya/ pengikutnya diusir. Walaupun dalam keadaan yang membahayakan jiwanya, tetapi malah mengunjungi Saya (Niciren) dan memberikan perhatian yang tulus kepada para murid Saya. Saat itu Niciren Daisyonin ada di Gunung Minobu di dalam hutan yang sangat lebat, apabila siang hari matahari tidak Juli 2014 | Samantabadra
3
Ketua Umum
terlihat begitupun kalau malam hari bulan juga tidak terlihat dan masih banyak hewan liar seperti monyet dan lain-lain. Pada saat itu Nicigen mengunjungi. Maka Niciren Daisyonin mengatakan, Sesungguhnya tidak ada seorang pelajar Agama Buddha yang yang bisa menandingi kesungguhan hati dari Nicigen. Jadi kalau ada di antara kita yang bertanya seperti apa bhiksu yang baik? Adalah seperti Nicigen, yang telah melaksanakan pertapaan dengan tidak menyayangi jiwa raga untuk membalas budi kepada Buddha dan mengajarkan kesungguhan hati kepercayaan kepada Gohonzon. Sungguh merupakan hal yang gaib munculnya bhiksu yang baik, yang berkualitas, berkompetensi tinggi yang sungguhsungguh mengajarkan Agama Buddha kepada kita, membimbing kita dan membalas budi kepada Buddha serta mengajarkan kepada kita tentang berdanaparamitha kepada Buddha dan Dharma, ini adalah bhiksu yang baik, untuk saat ini kita belum bisa bertemu dengan bhiksu yang seperti ini. Ajaran yang unggul dari 4
Samantabadra | Juli 2014
Buddha adalah Ajaran ini (Saddharmapundarikasutra), inilah yang menjadi landasan kita, tetapi kita belum bisa menjadi yang terbaik karena kita belum bisa melaksanakan sebagaimana yang dilakukan oleh Bhiksu Nicigen. Walaupun penyebutan Nammyohorengekyo kita pada dasarnya tidak ada perbedaan, kalau kemudian hasilnya berbeda adalah karena melawan dari hati Saddharmapundarikasutra. Jadi daimokunya bhiksupun harusnya tidak menentang dari hati Saddharmapundarikasutra. Buddha mengatakan, bahwa Pada Masa Akhir Dharma bhiksu dan bhiksuni ‘jahat’ akan muncul sedemikian banyak bagaikan pasir-pasir di sungai gangga, karena pada Masa Akhir Dharma ini para Bhiksu dan Bhiksuni telah terikat oleh reputasi dan mencari keuntungan untuk diri sendiri. Oleh sebab itu apabila kita menjadi murid Buddha harus mampu mengatasi keinginan atau keuntungan diri sendiri. Apabila penampilannya berjubah bhiksu / bhiksuni tetapi pikirannya ingin umatnya selalu menjauhi
(tidak mempunyai hubungan baik) dengan bhiksu yang lain selain dirinya dengan melontarkan berbagai fitnahan, caci maki yang tidak masuk akal agar umatnya dapat dikuasai, dan dikatakan dalam Gosyo seperti seekor ajing yang selalu mencari rumah orang yang bisa memberinya makan. Kita jangan seperti itu, kita harus sungguh-sungguh dan tulus membabarkan dharma, sehingga kita bisa meningkatkan kualitas diri. Saat itu Nicigen di intimidasi oleh penguasa, murid-muridnya diusir, sekarang setelah 700 tahun lebih berselang, tindakan semacam ini masih ada, oleh sebab itu betapa beruntungnya kita bisa menerima Hukum Ini. Kita harus berpegangan kepada Eho Fu Enin. Sebetulnya kita sebagai murid Niciren Daisyonin yang baik harus bisa menyumbang kepada bhiksu yang menjelaskan Saddharmapundarikasutra, yang paling bisa menjelaskan adalah Niciren Daisyonin, maka kita harus menyumbang kepada dharma, yaitu dengan bergiat syakubuku; menyebarluaskan dharma ini, sekaligus
ceramah gosyo mempraktikkannya secara tepat dalam kehidupan pribadi kita. Sebetulnya Buddha tidak pernah meninggal. Badan-Nya memang sudah meninggal, tetapi ajaran / dharma-Nya tetap hidup hingga kini. Oleh sebab itu kita sebagai murid Buddha harus Eho Fu Enin (bersandar kepada AjaranNya, bukan kepada manusiaNya). Manusia secara fisik berlaku Hukum Kefanaan, tetapi di dasar itu ada yang kekal, yaitu jiwa, inilah yang harus menjadi pegangan kita. Jiwa Buddha tidak pernah mati, sudah 3.000 tahun lebih masih ada di sini. Maka harus dipahami, bahwa apabila kita menyebut Nammyohorengekyo jangan menentang jiwa dari Saddharmapundarikasutra, jangan melakukan 14 pemfitnahan dharma. Menganai Penyakit, ada dua macam, yaitu penyakit phisik dan kejiwaan. Kita semua sebenarnya adalah manusia yang berpenyakit jiwa. Ciri-ciri orang yang sakit jiwa adalah ia tidak merasa dirinya sakit, tetapi orang yang mudah tersinggung, mudah marah, sombong, marah bencinya kuat, pendendam, ini adalah ciri-ciri orang yang sakit jiwa dan kita tidak
menyadari akan hal itu. Sekarang kita sudah berjodoh dengan Gohonzon, jalankanlah pertapaan dengan sungguh hati, jangan melakukan 14 pemfitnahan dharma. Pada bagian ini terkandung bimbingan, yaitu : (1) Orang yang mempertahankan Saddharmapundarika-sutra tidak boleh membeci dan iri hati. (2) Walau betapa rendahnya kedudukan seseorang namun kalau ia mengetahui Hukum Agama Buddha, maka kita harus menghormati dan menuntut Hukum Buddha darinya. Hal ini perlu kita pahami, kerena banyak yang salah mengerti, karena tahunya agama kita dari Jepang jadi dianggap kalau orang jepang pasti lebih paham ajaran. Begitu juga kalau bukan bhiksu, walau dia paham Ajaran Buddha tidak begitu dihargai, padahal sebagaimana diceritakan dalam Gosyo, Putra Himalaya saja belajar Ajaran Buddha dari representasi iblis (3) Harus menuntut Hukum Agama Buddha dengan kesadaran mencurahkan jiwa raga. Jadi untuk bisa memahami Ajaran Buddha itu tidak hanya diam menunggu, tetapi diri sendiri
harus aktif menuntut, menjalankan pertapaan dalam tantangan, bukan dalam kesenang-senangan. (4) Dalam belajar Hukum agama Buddha sama sekali tidak boleh main-main dan tidak boleh tidak menuntut terhadap pemfitnahan hukum agama Buddha. Pencapaian Kesadaran Buddha ada di dalam kesungguhan hati kita sendiri dalam hal menuntut dan melaksanakan ajaran Buddha. (5) Sebagai penganut biasa hendaknya menyebut Daimoku dengan tanpa berpikir hal-hal lain, semata-mata demi mempertahankan Hukum Sakti dan menyumbang kepada Sangha yaitu, Bhikku yang betul-betul menjelaskan Saddharmapundarika Sutra, Niciren Daisyonin mengatakan, seandainya dia bukan bhiksu sekalipun, kalau bisa menjelaskan Saddharmapundarika Sutra, dia harus disumbang / didukung, harus dihormati, harus dijaga. Jadi penyebutan kita Nammyohorengekyo itu semua tergantung dari pada pelaksanaan kita yang persis sesuai dengan jiwa Saddharmapundarika Sutra. eee Juli 2014 | Samantabadra
5
Ketua Dharma
Rangkuman Ceramah Ketua Dharma NSI Bapak Sumitra Mulyadi “Surat Balasan kepada Matsuno Dono� Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 28-29 Juni 2014
Nammyohorengekyo, Surat Balasan kepada Matsuno Dono ini ditulis pada tahun 1276 ketika Niciren Daisyonin baru saja memasuki Gunung Minobu. Nama lain dari surat ini adalah Surat 14 Pemfitnahan Hukum. Beberapa bulan ini ada Gosyo yang berhubungan dengan Pemfitnahan Dharma, maka kita ambil Gosyo ini untuk menjelaskan Pemfitnahan Dharma itu apa? Dan bagaimana agar kita tidak melakukan pemfitnahan Dharma itu? Surat ini diberikan kepada Matsuno Dono karena pertanyaannya mengenai apakah terdapat keunggulan atau tidak kurnia kebajikan dari Daimoku, artinya apakah ada perbedaan dari Daimoku yang disebut oleh manusia biasa dengan Daimoku 6
Samantabadra | Juli 2014
dari arif bijaksana? Itu pertanyaan dari Matsuno Dono. Jawabannya adalah sebetulnya tak ada perbedaan kurnia untuk kita manusia biasa dengan para arif bijaksana. Tapi akan terjadi perbedaan kalau menyebutnya dengan menentang hati dari Saddharmapundarikasutra. Dengan cerita dari Putra Himalaya yang untuk mendengar setengah baik kalimat Sutra mau mengorbankan jiwanya, ini sebagai contoh dan menasehati kita untuk sungguh-sungguh menuntut Hukum Agama Buddha dengan berusaha keras mencurahkan jiwa raga. Kemudian menasehati para Bhikku bahwa sikap yang bermain-main dan tidak sungguh-sungguh adalah sama seperti binatang dan pencuri, dan melalui kedua bagian Honmon, Syakumon dan Parinirvana Sutra telah menjelaskan
usaha penyiaran Dharma yang tidak menyayangi jiwa raga. Sedangkan bagi penganut biasa adalah melaksanakan penyebutan Daimoku dan menjalankan Dana Paramitha hingga akhirnya mencapai suasana Kesadaran Buddha. Niciren Daisyonin setelah 3 kali mengajukan nasehat kepada Penguasa tetapi tidak diterima hingga akhirnya masuk ke Gunung Minobu, bukan untuk mengasingkan diri, tetapi untuk mendidik muridmurid untuk masa yang akan dating, di samping untuk menulis Gosyogosyo/ surat-surat penting dan membina orang-orang berbakat. Gunung Minobu tempatnya terpencil, biasanya orang jarang datang ke sana, bagi yang datang dan memberikan sumbangan untuk Niciren
ceramah gosyo Daisyonin, maka Niciren Daisyonin menyatakan terima kasih dan ini merupakan sesuatu yang gaib. Seikat uang, sekarung beras, sehelai pakaian telah Saya terima dengan baik, ini adalah sumbangan dari Matsuno Dono. Suasana Gunung Minobu, lingkungannya dikelilingi oleh banyak gununggunung dan sungai-sungai, sehingga sulit untuk orang berkunjung ke sana. Hutannya begitu lebat, sehingga pada siang hari cahaya matahari tidak tembus, malampun cahaya bulan juga tidak tembus, jadi gelap sekali. Pada musim kemarau, alangalang setinggi manusia, maka jalannya susah dilalui, sehingga jarang ada orang yang datang kecuali sanak saudara. Namun demikian karena Matsuno Dono sering berkunjung untuk membawakan sumbangan dan lainlainnya, maka Niciren Daisyonin mengatakan, ‘ini merupakan sesuatu yang gaib’. Memang saat itu terjadi Syakubuku besar-besaran yang dipimpin oleh Nikko Syonin karena Niciren Daisyonin mengundurkan diri ke Gunung Minobu, sehingga banyak Bhikku
dari Sekte lain pindah ke Niciren Daisyonin, salah satunya adalah Nicigen, murid Kuil Jisso, daerah Iwamoto, karena menganut kepercayaan terhadap Niciren, sehingga harta miliknya dirampas begitupun para murid serta penganutnya diusir olehg penguasa setempat. Namun demikian, walau dalam keadaan yang membahayakan jiwanya sebaliknya ia telah mengunjungi Saya dan memberikan perhatian yang tulus kepada para murid Saya. Ini merupakan kepercayaan yang sungguh-sungguh dan amat arif bijaksana. Ia telah melaksanakan pertapaan yang tidak menyayangi jiwa raganya dengan berkeinginan untuk membalas budi kepada Sang Buddha, maka Niciren Daisyonin merasakan sangat berterimakasih. Niciren Daisyonin mengutip Parinirvana Sutra, di mana Buddha Sakyamuni mengatakan bahwa, pada Masa Akhir Dharma para Bhikku dan Bhikkuni yang seperti anjing akan muncul sedemikian banyak, yang penampilannya seperti seorang Bhikku, memakai jubah tapi perilakunya tidak sesuai dengan yang semestinya, yaitu
keluar dari duniawi, tapi kenyataannya dikuasai oleh reputasi dan keuntungan di depan mata, sehingga berusaha menjaga penganut-penganutnya agar tidak berpindah ke tempat lain dan kalau ada penganutnya pindah ke sekte lain, akan timbul kemarahan, ini penjelasan dari Niciren Daisyonin, yang mengatakan seperti anjing itu adalah Buddha Sakyamuni, bahwa anjing itu berusaha mencari orang yang memberinya makan dan kalau ada anjing lain datang, dia takut makanannya dibagi untuk anjing itu, sehingga makanannya berkurang, maka ketika dia melihat anjing lain datang, dia marah, menyalak dan berkelahi sesamanya. Dalam Gosyo disebutkan, dalam Surat, Anda ada pertanyaan yang berbunyi, “Walau telah menganut dan mempertahankan Saddharmapundarikasutra atau Gohonzon dan tidak mundur dari hati kepercayaan dengan membaca kesepuluh Nyoze dari Bab Upaya Kausalya dan Jigage dari “Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata” maupun menyebut Daimoku. Apakah terdapat perbedaan kurnia Daimoku yang disebut Juli 2014 | Samantabadra
7
Ketua Dharma
oleh arif bijaksana dengan kurnia Daimoku yang disebut oleh kita, manusia biasa? Niciren Daisyonin menjawab, tidak ada perbedaan. Sebab emas yang dimiliki oleh orang bodoh dan emas yang dimiliki oleh arif bijaksana, atau, api yang dinyalakan oleh orang bodoh dan api yang dinyalakan oleh arif bijaksana adalah sama dan sama sekali tidak ada perbedaan. Namun, hanya kalau menyebut Daimoku dengan menentang/ berlawanan dengan hati Saddharmapundarikasutra, maka disitu terdapat perbedaan. Saddharmapundarikasutra di sini diartikan sebagai 14 Pemfitnahan Dharma, yaitu : 1. Kesombongan; dengan kesombongan hati meremehkan Hukum Agama Buddha, 2. Kemalasan; malas melaksanakan pertapaan Hukum Agama Buddha, 3. Kepicikan; menilai ajaran Hukum Agama Buddha dengan pandangan sendiri yang sempit, 4. Pandangan dangkal; karena tidak mengerti prinsip agama Buddha sehingga tidak ingin menuntut Hukum Agama Buddha, 5. Keserakahan; karena dikuasai oleh 8
Samantabadra | Juli 2014
nafsu sehingga tidak berkeinginan untuk menuntut Hukum Agama Buddha, 6. Tidak mengerti; tidak berkeinginan untuk mengerti Hukum Agama Buddha, 7. Tidak percaya; tidak percaya Hukum Agama Buddha, 8. Mengejek, 9. Keraguraguan; ragu-ragu terhadap Hukum Agama Buddha, 10. Memfitnah dan mengkritik Hukum Agama Buddha, 11. Meremehkan dan menghina orang yang percaya terhadap Hukum Agama Buddha, 12. Membenci orang yang percaya Hukum Agama Buddha, 13. Iri hati dan benci terhadap orang yang percaya Hukum Agama Buddha serta merusak persatuan dan kesatuan Sangha dan Penganut, 14. Dendam terhadap orang yang percaya Agama Buddha. Ini berlaku bagi Bhikku maupun penganut biasa. Bodhisattva Sadaparibhuta pada masa lampau telah menjalankan pertapaan sembah dengan beranggapan bahwa “Pada seluruh umat manusia terdapat jiwa Buddha, dimana kalau mempertahankan Saddharmapundarikasutra pasti mencapai Kesadaran Buddha�. Bodhisattva Sadaparibhuta
sedemikian hormat dengan menyembah kepada semua orang, walau orang tersebut belum menganut Saddharmapundarikasutra karena beranggapan, bahwa mungkin mereka akan menganut Saddharmapundarikasutra sebab pada jiwa semua orang pasti pada asal mulanya terdapat jiwa Buddha, sehingga sewajarnya harus dihormati. Kesesatan dan keburukan juga ada di dalam jiwa seorang Buddha. Keagungan seorang Buddha juga jiwanya ada di dalam jiwa umat manusia biasa, artinya, kesesatan dan kesadaran keduanya ada di dalam jiwa semua orang dan ketika dia sadar dia adalah Buddha, ketika dia sesat dia adalah manusia biasa. Artinya hampir tiap hari kita lakukan pemfitnahan Dharma seperti benci, marah dan lain-lainnya kepada seseorang, kita hanya melihat segi nyatanya saja dia sebagai seorang manusia, perilakunya seperti itu, tapi segi sunyatanya (tidak tampak) kita tidak melihat. Tanpa sadar akhirnya kita memfitnah Dharma, maka kita harus memaknai pemfitnahan Dharma sesuai
ceramah gosyo dengan Hukum Buddha yang dijelaskan oleh Niciren Daisyonin. Di dalam jiwa maha agung seorang Buddha juga terdapat kesesatan jiwa Seorang Buddha, tak terlepas dari icinen seorang manusia biasa. Kalau kita tak bisa memahami hal ini bahwa setiap orang ada jiwa Buddhanya, maka kita tak bisa lepas dari pemfitnahan Dharma. Maka Bodhisattva Sadaparibhuta selalu menghormati semua orang karena setiap orang ada jiwa Buddhanya. Kalau jiwa Buddhanya terbuka, apa yang kita lihat sebagai keburukan itu akan berubah, sehingga ia tak berbuat lagi keburukan. Niciren Daisyonin mengatakan, kalau kita tidak berpegang pada prinsip ini, kita setiap hari akan selalu memfitnah Dharma, karena kita akan bertemu dengan jodoh-jodoh orang yang kelakuannya tidak benar, sehingga kita marah-marah, timbul kebencian, bahkan sampai dendam bertahuntahun, mungkin dalam lingkungan saudara sendiri atau sesama umat. Jadi tanpa sadar setiap hari kita melakukan pemfitnahan Dharma, sehingga membuahkan akibat imbalan buruk bagi kita,
maka hendaknya membaca ke-14 pemfitnahan Dharma sesuai dengan makna sesungguhnya. Dalam “Bab Upaya Kausalya� dijelaskan “Orang yang dapat mendengar Hukum ini dengan percaya dan mempertahankan secara sungguh-sungguh adalah amat sedikit sekali�. Niciren Daisyonin mengatakan, kalau tidak muncul utusan Buddha yang tepat di dunia ini, maka Saddharmapundarikasutra sulit dijelaskan sesuai dengan maksud yang sesungguhnya dari Sang Buddha Sakyamuni. Artinya; Niciren Daisyonin, adalah yang memahami Saddharmapundarikasutra, kalau Beliau tidak muncul di dunia ini, Saddharmapundarika-putra akan di dalam kegelapan selamanya. Saddharmapundarikasutra sesungguhnya adalah Nammyohorengekyo dari Ketiga Hukum Rahasia Agung. Terlebih lagi sangat sedikit sekali orang yang menanyakan makna dari Sutra ini, hingga jelas dan dapat menganutnya dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, betapa rendah dan hinanya kedudukan seseorang dalam masyarakat, kalau orang itu memiliki prajna mengenai
Hukum Agama Buddha yang melebihi diri sendiri, maka tanyakanlah makna dari sutra ini kepadanya. Sebab Niciren Daisyonin walaupun memahami makna dari Saddharmapundarkasutra, Beliau adalah seorang Bhikku kecil yang tak memiliki Kuil dan lain-lainnya, maka orangorang tidak akan percaya kepada-Nya. Pada saat itu banyak Bhikku-bhikku yang luar biasa yang dihormati penguasa dan lain-lainnya. Oleh karena itu Ssesama umat tidak boleh saling memfitnah dan melontarkan keburukan dan lain-lainnya, menyimpang dari kata-kata Buddha yang sesungguhnya, ini harus kita waspadai, kita jangan sampai terjerumus ke dalam suasana seperti itu. Dalam Gosyo ini kita dibimbing agar jangan terjerumus ke dalam suasana kondisi seperti itu yang akan membuat kurnia kebajikan kita berkurang. Tuntutlah Hukumnya, janganlah sekali-sekali mengikuti orangnya. Untuk menjelaskan sikap menuntut (berupaya sungguh-sungguh) Hukum Agama Buddha, Niciren Daisyonin menjelaskan dengan mengambil cerita Putra Himalaya, yang hidup di Gunung Salju Juli 2014 | Samantabadra
9
Ketua Dharma
yang makan buah-buah dan lainnya, melihat dunia ini fana, artinya lahir, tua, sakit dan mati, maka Putra Himalaya ini mempelajari sesungguhnya dari kehidupan ini apa? Dalam kondisi seperti itu, Dewa Indra melihat dari atas dan mengatakan “banyak bibit ikan tapi yang jadi ikan itu sedikit, banyak bunga tapi yang jadi buah sedikit, juga banyak orang yang belajar Agama Buddha tapi yang jadi Buddha itu sedikit. Ia ingin mencoba Putra Himalaya kemudian ia menjelma sebagai Iblis di hadapan Putra Himalaya, ia mengeluarkan satu bait kalimat sutra dengan mengatakan bahwa “Segala gerakan apapun tidak kekal dan fana, ini adalah Hukum dari Hidup dan Kemusnahan”, kata-kata ini sangat mengejutkan Putra Himalaya dan ia yakin pasti ada kelanjutannya, kemudian terjadi dialog antara Putra Himalaya dan Iblis dan Iblis berkata belum makan dan lain-lainnya, lalu Putra Himalaya bertekad ingin menyumbang jiwa raganya agar bisa mendengar setengah bait selanjutnya dan Putra Himalaya berjanji akan menyerahkan badannya untuk mendengarkan 10
Samantabadra | Juli 2014
setengah bait berikutnya, “Segala gerakan apapun tak kekal dan fana, ini adalah Hukum dari Hidup dan Kemusnahan” ini yang tadi, yang selanjutnya adalah “ Hidup dan musnah berakhir dengan Kemusnahan, musnah dengan Kesadaran adalah Kegembiraan”. Artinya tiap orang pasti meninggal, tapi musnahnya seperti apa? Kalau musnah dalam kesesatan akan menjadi penderitaan, tapi musnah dengan kesadaran akan menjadi kegembiraan sebab jiwa itu akan lahir di masa akan datang, jadi menghapus karma buruk dan membuat karma baik untuk masa akan datang, maka dikatakan musnah dengan kesadaran adalah kegembiraan. Hal tersebut adalah kalimat Mahayana. Yang pertama adalah adalah kalimat Hinayana yang cenderung artinya fana dan akan mati dan lain-lainnya. Tapi pada Mahayana, walaupun musnah, akan musnah dengan kesadaran, memang lahir, tua, sakit dan mati itu adalah Hukum Alam Semesta, tapi bagaimana manfaat di dalam hidup ini, maka kalau mencapai kesadaran Buddha tidak ada masalah, dan yang harus dihindarkan adalah meninggal jatuh ke
dalam 3 dunia buruk. Akhirnya Putra Himalaya menyadari ini dan ia berpikir kalau hanya dia sendiri yang mendengar, tidak ada orang lain, sangat rugi sekali, kemudian dia mencatat di pohon dan lain-lainnya agar ada orang berikutnya bisa melihat dan ikut sadar. Setelah itu dia menyerahkan badannya dan meloncat dari pohon di hadapan iblis, tapi sebelum dia menyentuh tanah, telah disambut oleh Dewa Indra dan Dewa Indra meminta maaf dan lain-lainnya. Putra Himalaya sungguh-sungguh besar pengorbanannya demi setengah bait sutra, telah menghapus dosa hidup mati selama 12 kalpa yang panjang. Hal ini dikatakan dalam Parinirvana-sutra. Jadi kalau mengingat sikap dari Putra Himalaya dimana untuk mendengar setengah bait telah rela membuang jiwa raganya, bagaimana dengan kita, apakah kita dapat membalas budi dari kebajikan karena dapat mendengar satu bab maupun satu jilid dari Saddharmapundarika-sutra ini? Sesungguhnya kalau berdoa untuk masa akan datang maka perbuatan dan gerakan seperti Putra
ceramah gosyo Himalaya adalah sangat ideal. Seandainya kalau diri sendiri sedemikian miskin, tidak memiliki harta benda untuk disumbangkan, maka kalau dapat memperoleh kesempatan untuk mengorbankan jiwa raga demi Hukum Agama Buddha, korbankanlah jiwa raga untuk menuntut dan belajar Hukum Agama Buddha. Maksudnya mengorbankan jiwa raga bukan untuk bunuh diri tapi maksudnya sungguhsungguh mempelajari Hukum Agama Buddha dan menjalankan penyebarluasan Hukum Agama Buddha, jangan sayang diri, itu maksudnya, dengan demikian akan memperoleh kurnia kebajikan. Sebab dana paramitha itu disamping uang juga tenaga dan pikiran seperti itu, maka semua orang bisa berdana paramitha sesuai dengan kemampuan masingmasing. Terhadap hal apapun, jiwa ini pada akhirnya menjadi tanah gunung yang hampa, walau di sayangsayangi juga tak dapat berbuat apa-apa. Betapa menyayanginya pun namun tak dapat mencapai hal yang diidam-idamkan. Betapa panjangnya usia seseorang, namun jarang
yang melampaui umur 100 tahun lebih. Jangka waktu selama itu hanya berupa mimpi semalam. Kita telah dilahirkan sebagai seorang manusia yang sulit diperoleh, begitupun walau menjadi seorang Bhikku tetapi kalau belajar agama Buddha dengan tidak menuntut orang pemfitnah Hukum dan hanya semata-mata melewati hari-hari dengan bermain dan obrolan saja, tidak lain hanya merupakan binatang yang memakai jubah Dharma Duta. Dengan meminjam nama Dharma Duta untuk menghidupkan diri sendiri tetapi sama sekali tidak memiliki makna sebagai Dharma Duta, hal ini merupakan seorang pencuri yang mencuri nama sebagai Dharma Duta. Sungguh merupakan sesuatu yang menakutkan dan memalukan. Dalam Bab Penegakan Syakumon Saddharmapundarikasutra dikatakan, “Tidak menyayangi jiwa raga dan hanya menyayangi jalan agung�, artinya kita harus menyebarluaskan Hukum dengan tidak menyayangi jiwa raga. Orang yang menentang hal ini akan jatuh ke dalam dunia Neraka. Penganut biasa, yang terpenting adalah
tidak memikirkan halhal lain selain menyebut Nammyohorengekyo dan menyumbang kepada Bhikku yang sesuai dengan kalimat Sutra. Artinya yang melaksanakan Saddharmapundarikasutra, yang penting adalah menyebarkan Dharma kepada orang sesuai dengan kekuatan masing-masing dan saat gembira, sebutlah Nammyohorengekyo dan kegembiraan yang sesungguhnya adalah mencapai Kesadaran Buddha, itulah yang kekal. Gosyo ini bimbingan kepada kita termasuk kepada Bhikku. Tidak ada niatan sedikitpun dalam hal ini untuk kita melecehkan Bhikku dan sebagainya. Ini semua adalah Gosyo Niciren Daisyonin yang berdasarkan kalimat sutra menerangkan seperti itu. Jangan berpikiran hal ini disampaikan untuk melecehkan Bhikku, karena kalau demikian itu memfitnah Dharma. eee
Juli 2014 | Samantabadra
11
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman “Surat Balasan Kepada Matsudono Dono� Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 28-29 Juni 2014
Nammyohorengekyo, Bapak Ibu yang saya hormati, Ajaran Sementara menjelaskan, bahwa pencapaian Kesadaran Buddha bukan pada waktu hidup, tapi nanti setelah mati. Maka begitu mendengar penjelasan dari Niciren Daisyonin mengenai Saddharmapundarika Sutra Nammyohorengekyo, bahwa kita mempunyai jiwa Buddha, sehingga kita dapat mencapai Kesadaran Buddha. Maka dirasakan terima kasih kepada Niciren Daisyonin yang bisa mencetuskan Hukum Agung Nammyohorengekyo untuk pencapaian Kesadaran Buddha bagi semua umat. 12
Samantabadra | Juli 2014
Mengenai pertanyaan dari Matsuno Dono di antara kita juga sering mempunyai pertanyaan seperti itu. Kalau Matsuno Dono perbandingannya antara umat awam dengan arif bijaksana, kalau kita memperbandingkannya Daimoku kita dengan Daimoku di ‘sana’ (susunan lain) kekuatannya sama atau tidak? Nammyohorengekyo atau daimoku itu kekuatannya sama, emas milik ibu-ibu dengan emas milik bapak-bapak, tidak ada bedanya. Bedanya kalau kita menjalankan 14 pemfitnahan Dharma. Semalam Bapak Ketua Umum mengatakan, bahwa kita adalah
orang yang sakit, sebab kita masih mempunyai perasaan marah, benci, iri hati saat bertemu jodoh yang memancing kita, maka kita jangan bosan dengar gosyo mengenai 14 hobo. Karena tanpa sadar, kita masih menjalankan ini (14 hobo), maka dikatakan kita masih sakit, tetapi tidak merasa sakit malah rasanya kita sudah hebat, tahu-tahunya tanpa disadari menumpuk karma buruknya dan akibat buruk. Akhirnya muncul pertanyaan dalam diri sendiri, saya sudah gongyo-daimoku, tidak pernah absen pertemuan, hujan juga saya dating, tapi mengapa tidak ada bukti nyatanya? Waktu kita daimoku, sikapnya
Dharma Duta
bagaimana? Kalau tidak ada sebab tidak mungkin ada akibat? Maka dengan Gosyo ini kita belajar dari sekarang, hati-hati jangan sampai tahu-tahunya kita masih menjalankan 14 hobo ini, akhirnya hidup kita sekarang ini menjadi menderita. Padahal untuk mendengar setengah bait sutra Putra Himalaya rela mengorbankan jiwa raganya, apalagi dengan kita yang mendengar satu bab atau satu jilid dari Saddharmapundarika Sutra, adalah perasaan seperti Putra Himalaya. Dalam pertapaan Agama Buddha, hati ingin menuntut merupakan hal yang amat penting, (1) Hukum itu harus dituntut, tidak dapat diperoleh dengan hanya berpangku tangan saja! Jadi tak bisa hanya gongyo-daimoku saja di rumah, kalau kita tidak belajar, apa yang harus kita laksanakan, maka kita dianjurkan harus belajar. Karena Gohonzon merupakan kumpulan Pusaka Agung (Kesadaran Buddha) yang tidak diperoleh dengan sendirinya (2) Dalam menuntut Hukum
Agama Buddha harus melaksanakan dengan tidak menyayangi jiwa raga. Artinya jangan sayang diri, jangan malas, jangan takut tersentuh sebab ini adalah perjuangan yang membuat kita jadi kuat, jadi tabah, jadi sehat untuk pencapaian Kesadaran Buddha. (3) Tidak peduli siapapun yang menjelaskan Hukum agama Buddha, kalau ia unggul dalam Hukum agama Buddha, maka kita harus maju mengobarkan hati menuntut Hukum agama Buddha kepada mereka tanpa ada perbedaaan. (4) Kesadaran Hukum agama Buddha sama sekali tidak terdapat di dalam ajaran yang istimewa, melainkan terdapat di dalam lingkungan kehidupan diri sendiri yang terdekat. Dalam kehidupan yang singkat ini, kita seharusnya mencurahkan jiwa raga demi Hukum agama Buddha. Sikap hati kepercayaan bagi penganut biasa adalah harus maju melangkah pada penyebutan Daimoku. Dari gosyo yang hari ini kita pelajari,
kita harus ada rasa terima kasih, ingin balas budi kepada Gohonzon, untuk mengsukseskan 50 tahun NSI adalah tugas yang besar. Untuk menyebarluaskan Dharma jangan kita sia-siakan kesempatan ini, menyebarluaskan Dharma atau syakubuku dan melaksanakan dana paramita yang merupakan dana untuk 50 tahun NSI, itu adalah perjuangan kita dari kita untuk kita semuanya. Semuanya kita harus bangkit, jangan sampai ketinggalan, jangan kita hanya mengubar kebahagiaan yang sementara, yang harus kita capai adalah kebahagiaan mutlak yaitu pencapaian Kesadaran Buddha. eee
Juli 2014 | Samantabadra
13
liputan
Tansi 23 Membangun Sikap Keterbukaan dan Kesadaran Sosial pada Anak
14
Samantabadra | Juli 2014
Foto bersama peserta Tansi 23, DPP NSI, dan Kak Seto di depan Mahavihara Saddharma NSI. Juli 2014 | Samantabadra
15
liputan
P
ada tanggal 2829 Juni 2014, bersamaan dengan Kensyu Gosyo Umum, NSI menyelenggarakan Temu Anak-Anak NSI (Tansi) yang ke-23. Anak-anak NSI dari usia sekolah PAUD hingga 6 SD menjadi peserta aktif dalam kegiatan tahunan NSI yang bertujuan untuk memberikan pelatihan mental dan pembentukan karakter sejak dini berdasarkan ajaran Buddha Niciren. NSI turut menghadirkan Bapak Seto Mulyadi, atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Kak Seto�, Ketua Komnas Perlindungan Anak, untuk memberikan pembekalan dan motivasi
Dharma duta, Ibu Sisca, membabarkan dharma kepada para peserta Tansi 23.
kepada anak-anak NSI agar menjadi anak yang sukses dan berakhlak baik. Dalam paparannya, Kak Seto mengingatkan kembali terhadap pentingnya melakukan pembinaan yang
intensif dan komprehensif terhadap anak, sehingga sejak dini anak memiliki pemahaman yang memadai terhadap mana hal yang baik dan mana hal yang buruk di masyarakat.
Para peserta Tansi unjuk kebolehan dalam seni gamelan dan tari sunda (daerah Bogor), pon-pon, bermain biola, dan dansa (DKI Jakarta).
16
Samantabadra | Juli 2014
Kak Seto menyampaikan pesan-pesan positif kepada anak-anak melalui pemaparan yang interaktif, menggunakan lagu, ilustrasi gambar, dan bantuan boneka tangan.
Setidaknya, anak diharapkan mampu mengidentifikasi keadaan yang dapat menimbulkan kerugian terhadap dirinya, dan mampu mengomunikasikannya dengan orang dewasa yang dapat mereka percaya. Peran orang tua juga tidak kalah penting dalam pembinaan anak. Orang tua perlu belajar lebih sabar dan mengarahkan anak-anak dengan cara yang positif, tidak dengan kekerasan dan pembiaran. Hubungan antar anggota keluarga juga mempengaruhi psikologis anak dalam proses tumbuh kembangnya, karena anak belajar dari lingkungannya. Melalui kegiatan di susunan NSI, anak mendapat pembekalan yang baik untuk membangun fondasi mental agar kelak dapat menjadi manusia yang bijak di masyarakat. (Sam)
Ketua Umum NSI memberikan plakat apresiasi dalam rangka Tansi 23 kepada Kak Seto.
Beberapa anak NSI menyampaikan kesan-pesannya selama mengikuti kegiatan Tansi 23.
Juli 2014 | Samantabadra
17
liputan
Foto bersama peserta TGM 27 dengan Prof. Sarlito Wiryawan dan DPP NSI di Vihara Vimalakirti NSI Lampung.
Temu Generasi Muda NSI ke 27 (TGM 27) yang diselenggarakan
pada tanggal 2-6 Juli 2014 di Lampung telah berlalu, namun gema dan semangat TGM 27 masih bergema di sanubari masing-masing pesertanya. Mengusung tema “Mengarungi Samudera Hidup Mati Menuju Indonesia Jaya�, TGM 27 menyajikan rangkaian kegiatan yang mengembangkan intelektualitas, bakat dan kreativitas, hingga kemampuan bersosialisasi. Diharapkan, generasi muda NSI dapat terus mengembangkan diri dan lingkungannya ke arah kemajuan, demi membangun tanah air Indonesia hingga akhir hayat.
18
Samantabadra | Juli 2014
TGM 27 Mengarungi Samudera Hidup-Mati Menuju Indonesia Jaya
G
ema TGM 27 sudah mulai dirasakan sejak persiapan TGM yang diselenggarakan bertepatan dengan pertemuan generasi muda gabungan di Teluk Naga pada bulan Juni lalu. Para peserta sudah dikenalkan dengan anggota sekelompoknya. Briefing singkat seputar TGM sudah dilakukan, mengenai perlengkapan apa
saja yang perlu dibawa dan mata acara apa saja yang akan diselenggarakan di TGM, mulai dari lomba cerdas cermat, debat, yel-yel kelompok, membuat scrapbook, sampai dengan parodi video clip untuk malam kesenian. Briefing ini disambut hangat oleh seluruh peserta TGM. Para peserta terlihat sangat antusias berdiskusi seputar TGM.
Briefing formal TGM 27 dilakukan pada tanggal 30 Juni 2014, tiga hari sebelum keberangkatan. Peserta diberikan penjelasan teknis yang lebih terperinci seputar keberangkatan ke Lampung dan hal-hal yang harus diperhatikan selama kegiatan TGM berlangsung. Briefing ini juga memberikan kesempatan kepada para peserta untuk semakin mendekatkan diri satu sama lain. Juli 2014 | Samantabadra
19
liputan
Peserta bersiap menjalankan upacara pembukaan TGM 27. Hadir Dirjen Bimas Buddha Kemenag RI sebagai inspektur upacara.
Suasana keseruan peserta TGM ketika mengikuti lomba cerdas cermat antar kelompok.
Ketua Umum NSI memberikan plakat apresiasi dalam rangka TGM 27 kepada Prof. Sarlito Wiryawan.
Hari pertama TGM 27 (2 Juli 2014) diawali dengan gongyo pagi bersama di balai pusat NSI (Honbu) pada jam 04.30 pagi. Tepat pukul 6 pagi, peserta TGM berangkat menuju pelabuhan Merak untuk menyebrang ke pelabuhan Bakauheni, Lampung. Perjalanan dari Jakarta menuju Lampung cukup jauh, ditambah lagi infrastruktur jalan dari pelabuhan Bakauheni ke kota Lampung yang masih dalam perbaikan. Namun secara umum perjalanan keberangkatan cukup lancar. Rombongan tiba di Vihara Vimalakirti NSI Lampung sekitar jam tiga sore.
20
Samantabadra | Juli 2014
Ketua Umum NSI memberikan plakat apresiasi dalam rangka TGM 27 kepada Dirjen Bimas Buddha Kemenag RI.
Daimoku bersama pada malam pertama TGM di Vihara Vimalakirti NSI Lampung, dipimpin Sdr. Arya dari Bogor.
Sesampainya di Vihara Vimalakirti NSI Lampung, langsung diadakan upacara pembukaan TGM yang dibuka secara resmi oleh Dirjen Bimas Buddha Republik Indonesia, Drs. Dasikin, M.Pd. Hari pertama dilanjutkan dengan pembekalan ajaran Buddha Niciren mengenai keempat belas pemfitnahan dharma (14 hobo) dan gosyo mengenai menyebrangi samudera hidup mati seperti tema TGM 27 kali ini. Hal ini bermakna bahwa kita yang telah percaya hukum Nammyohorengekyo dari Saddharmapundarika-sutra dan dibimbing oleh Buddha Niciren, sebenarnya telah berada dalam kapal kokoh yang dapat mengantarkan kita mengarungi lautan kehidupan hingga akhir hayat. Berbekal dharma Buddha dan menjalani hati kepercayaan secara tulus dan sungguh-sungguh, kita akan mampu mengatasi kesulitan apapun dalam hidup. Malam pertama TGM ditutup dengan daimoku bersama. Masih berada di Vihara Lampung, pada hari kedua para peserta berdiskusi dengan Prof. Sarlito Wirawan, pakar psikologi yang juga guru besar Fakultas Psikologi UI, mengenai wawasan kebangsaaan terkait pemilu dan pedofilia. Para peserta sangat antusias berdiskusi dengan Bapak Sarlito yang sudah tidak asing lagi bagi sebagian peserta, karena beliau pernah hadir sebelumnya dalam acara kensyu di Mahavihara Saddharma NSI.
Peserta bersiap meninggalkan Vihara Vimalakirti NSI Lampung menuju Pulau Tanjung Putus.
Malam harinya, diadakan lomba cerdas cermat antarkelompok yang mengasah wawasan dan intelektualitas para peserta. Pertanyaan soal cerdas cermat seputar pengetahuan umum, ilmu sosial, matematika dan pengetahuan alam seperti kimia. Setelah lomba cerdas cermat, peserta diajak untuk mengikuti tes berbahasa Inggris ala toefl sederhana. Malam ini
Perahu yang membawa peserta TGM dari darmaga Ketapang ke Pulau Tanjung Putus ketika hendak berlayar (atas) dan berlabuh (bawah).
pun ditutup dengan daimoku bersama. Setelah dua hari bermalam di Vihara Lampung, para peserta bersiap menuju ke Pulau Tanjung Putus. Pada pukul 6 pagi, para peserta sudah melaksanakan gongyo
pagi. Tepat pukul 7 pagi seluruh peserta sudah duduk rapi di dalam bus dan berangkat menuju Dermaga Ketapang untuk menyeberang ke Pulau Tanjung Putus. Menjelang makan siang, seluruh peserta telah tiba di Pulau Tanjung
Beberapa peserta menggunakan perahu motor kecil menuju Tanjung Putus.
Juli 2014 | Samantabadra
21
liputan Putus. Setelah mengetahui pembagian kamar, para peserta memiliki waktu untuk rehat sejenak sambil berdiskusi dengan teman sekelompok terkait yel-yel kelompok, scrapbook maupun kreativitas parodi video clip. Kemudian dilanjutkan dengan gongyo sore. Sore harinya, seluruh peserta diajak bermain games olahraga dalam sebuah rangkaian lomba mirip trialthon; lari estafet, memindahkan air dengan menggunakan spons, dan menaikkan layang-layang, yang dijadikan satu rangkaian lomba. Setelah berolahraga, peserta diberikan waktu bebas sejenak untuk bermain-main di pantai sambil melihat ikan-ikan dan terumbu karang yang sangat indah. Setelah makan malam, para peserta kembali berdiskusi dengan anggota kelompoknya, mengerjakan scrapbook, mematangkan yel-yel serta parodi video clip untuk malam kesenian. Malam harinya ditutup dengan daimoku bersama. Hari ke tiga TGM diawali dengan sarapan dan gongyo pagi. Setelah itu acara debat dimulai. 12 kelompok dibagi menjadi dua kelompok besar; SMP/SMA dan mahasiswa-mahasiswi/pemuda-pemudi, sehingga ada enam perdebatan di tiap kelompok besar. Topik yang diperdebatkan seputar masalah sosial-politik terkini, seperti partisipasi dalam pemilu, peran dokter di Indonesia, dan penggunaan bahasa Indonesia-bahasa asing. Sore harinya, para peserta kembali bermain mini games yang tidak kalah serunya dengan games olah raga pada
Peserta TGM 27 dengan seksama mengikuti sesi pengarahan dari Ketua Umum NSI.
22
Samantabadra | Juli 2014
Sesi pengarahan oleh Ketua Umum NSI di Tanjung Putus, didampingi oleh DPP NSI dan dipandu Sdr. Swee Hin.
hari sebelumnya. Terdapat 12 pos permainan yang harus didatangi oleh setiap kelompok. Permainan dalam tiap pos bertujuan untuk melatih kekompakan, ketangkasan, serta meningkatkan keakraban di antara para peserta dalam satu kelompok. Di setiap pos, masing-masing kelompok menunjukkan kebolehan yel-yelnya terlebih dahulu, yang juga berfungsi sebagai penyemangat sebelum mulai beraksi. Seusai makan malam, tibalah pada puncak acara yang ditunggu-tunggu oleh seluruh peserta, yaitu malam kesenian. Antusiasme para peserta masih terlihat hingga sesaat sebelum malam kesenian di mulai, mereka masih sibuk berlatih (rehearsal). Berbeda dengan TGM-TGM sebelumnya, malam kesenian TGM 27 sangatlah spesial karena diadakan di tepi pantai. Pada malam kesenian kali ini, seluruh peserta ikut berperan aktif. Masing-masing kelompok peserta TGM menunjukkan kemampuan dan kreativitas terbaik mereka dalam tema parodi video clip. Seusai malam kesenian, peserta menyaksikan pelepasan lampion. Alam semesta pun sangat mendukung. Awalnya gerimis mulai turun, tetapi lama kelamaan bulan muncul dan gerimis pun reda. Hujan baru turun lebat pada dini hari, memasuki hari terakhir TGM.
Di sela-sela waktu kosong, para peserta menyelesaikan karya scrapbook kelompoknya.
Gongyo pagi pada hari ke empat TGM 27.
Hari terakhir ditutup dengan acara kesan pesan. Pukul 11 siang para peserta bersiap meninggalkan Tanjung Putus menuju dermaga Ketapang untuk kembali ke Jakarta. Perjalanan pulang terbilang lancar. Jam 23.30 WIB rombongan tiba di Balai Pusat (Honbu), Jakarta dengan selamat. Sesampainya di Honbu, seluruh peserta pun sansyo bersama sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada alam semesta, bahwa semua pihak yang terlibat dalam kegiatan TGM 27 dapat saling menunjang sehingga acara berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi para peserta.
Suasana serius tapi santai pada sesi debat di kelompok mahasiswa / pemuda.
Perjalanan TGM dari hari pertama sampai dengan hari terakhir penuh dengan warna-warni yang tidak terlupakan. Melalui TGM, kita mendapatkan teman baru, mengembangkan kreativitas dan bakat yang mungkin terpendam, menambah wawasan, meningkatan kualitas intelektual, juga meningkatkan kualitas spiritual. Sampai jumpa di TGM 28! (Vinni, Sam)
Sansyo bersama, dipimpin oleh Ketua Umum NSI, sesampainya para peserta TGM 27 di balai pusat NSI / Vihara Sadaparibhuta NSI, Jakarta.
Juli 2014 | Samantabadra
23
liputan
Keakraban, Kekompakan, dan Keseruan dalam TGM 27 S
24
elama lima hari para peserta TGM memiliki kesempatan untuk mengasah kecerdasan-kecerdasan dan mengenali diri lebih baik lagi. Ada yang kurang menyukai aktivitas fisik (olahraga), tetapi lebih menikmati aktivitas prakarya. Ada peserta yang kurang menguasai bahasa, tetapi ternyata berbakat dalam seni dan gerak. Setiap orang memiliki obaitori (keistimewaan) masing-masing yang unik, tetapi sebenarnya kecerdasan tidak ada batasnya. Bisa saja seseorang yang kurang ahli menggambar, ternyata bisa mengembangkan kemampuan menggambarnya dengan rutin berlatih. Untuk bisa menjadi individu yang unggul dan berprestasi, semakin banyak kecerdasan yang diasah dan dilatih, akan semakin mampu bersaing dalam hidup di masa depan. Howard Gardner, peneliti dari Universitas Harvard dikenal dengan penemuannya mengenai multiple intelligence atau kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh setiap orang. Pada dasarnya setiap individu memiliki kecerdasan yang majemuk yang akan menentukan produktivitas dan keberhasilannya dalam hidup ini. Melalui kegiatan TGM NSI, peserta diajak untuk melatih kecerdasan-kecerdasan tersebut, sebagai berikut. Samantabadra | Juli 2014
1. Kecerdasan Spiritual – Sesi Gongyo, Daimoku, belajar ajaran Buddha sebagai fondasi dalam rangkaian kegiatan yang dibuat selama TGM. Bentuk kecerdasan ini dapat dipandang sebagai sebuah kombinasi dan kesadaran interpersonal dan kecerdasan intrapersonal dengan sebuah komponen “nilai� yang ditambahkan padanya. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan rohaniah, yang menuntun diri kita menjadi manusia yang utuh, berada pada bagian yang paling dalam diri kita. 2. Kecerdasan Spasial/ Visual – dengan aktivitas membuat karya seni / prakarya. Bentuk kecerdasan ini umumnya terampil menghasilkan imaji mental dan menciptakan representasi grafis, mereka sanggup berpikir tiga dimensi, mampu mencipta ulang dunia visual. Kecerdasan ini dapat ditemukan pada pelukis, pematung, programmer komputer, desainer, arsitek. Berhubungan dengan pelajaran menggambar. Tokoh yang dapat diceritakan berkaitan dengan kecerdasan ini, misalnya Picasso, Walt Disney, Garin Nugroho.
3. Kecerdasan Tubuh/Kinestetik – aktivitas fisik, permainan, olah raga. Bentuk kecerdasan ini memungkinkan terjadinya hubungan antara pikiran dan tubuh yang diperlukan untuk berhasil dalam kegiatan seperti menari, melakukan pantomim, berolahraga, seni bela diri dan memainkan drama. Sebut saja Michael Jordan, Martha Graham (penari balet), Susi Susanti. Kecerdasan ini berkaitan dengan pejaran olahraga atau kegiatan ekstrakurikuler seperti menari, bermain teater, pantomim. 4. Kecerdasan Musical/Ritmik – Malam Kesenian, yell-yell. Bentuk kecerdasan ini mendengarkan pola musik dan ritmik secara natural dan kemudian dapat memproduksinya. Bentuk kecerdasan ini sangat menyenangkan, karena musik memiliki kapasitas unutk mengubah kesadaran kita, menghilangkan stress dan meningkatkan fungsi otak. Berkaitan dengan kegiatan ekstrakurikuler. Tokoh – tokoh yang sudah mengembangkan kecerdasan ini misalnya Stevie Wonder, Melly Goeslow, Titik Puspa. 5. Kecerdasan Interpersonal Selama TGM berlangsung, peserta dibagi dalam kelompok dan melatih kemampuan untuk berinteraksi dengan anggota kelompok dengan karakter yang bervariasi. Para peserta belajar untuk menerima perbedaan dan beradaptasi dengan situasi yang bisa menyenangkan maupun kurang menyenangkan. Bentuk kecerdasan ini wajib bagi tugas – tugas di tempat kerja seperti negosiasi dan menyediakan umpan balik atau evaluasi. Manajer, konselor, terapis, politikus, mediator menunjukkan bentuk kecerdasan ini. Mereka biasanya pintar membaca suasana hati, temperamen, motivasi dan maksud orang lain. Abraham Lincoln dan Mahatma Gandhi memanfaatkan kecerdasan ini untuk mengubah dunia. 6. Kecerdasan Intrapersonal Bentuk kecerdasan ini merupakan kemampuan untuk memahami dan mengartikulasikan cara kerja terdalam dari karakter dan kepribadian. 7. Kecerdasan Alam/ Naturalistik – Sesi bertualang di alam bebas, di pantai Tanjung Putus. Kemampuan untuk bisa menikmati alam, untuk menghargai alam, dan berada dekat dengan lingkungan hidup, seperti alam terbuka. 8. Selain itu kecerdasan linguisik dilatih dengan tes kemampuan bahasa Inggris, kecerdasan logika dan matematika dilatih dalam kegiatan cerdas cermat di Vihara Vimalakirti Lampung.
S
(Referensi: The Distance Learning Technology Resource Guide,” oleh Carla Lane)
emua peserta TGM 27 secara umum menunjukkan sikap yang baik selama kegiatan berlangsung. Namun para peserta dari dua kelompok berikut ini menunjukkan kekompakkan dan partisipasi aktif lebih pada TGM 27 (kesungguhan hati, kerajinan, disiplin, perilaku, kerjasama, kemandirian, kepedulian, kebersihan, kreativitas, yang tercermin dari kegiatan prakarya, cerdas cermat, olahraga, ketangkasan, parodi musik, debat) : Kelompok Siger dan Kota Agung Hendaknya semangat positif yang didapat dari TGM 27 dapat dijaga untuk senantiasa meningkatkan hati kepercayaan kepada Gohonzon-Nammyohorengekyo, demi memajukan nusa bangsa. eee
Kelompok Unggulan per Mata Kegiatan Prakarya: Bakauheni Cerdas Cermat: Kota Agung Olahraga: Tulang Bawang Ketangkasan (Permainan Pos): Pasir Putih
Parodi Musik & Yell: Siger Kompetisi Debat: Siger & Gisting
Juli 2014 | Samantabadra
25
liputan
Kesan Pesan TGM 27 Novi (Pemudi, Jambi) Saya mendapat pelajaran yang berharga pada TGM kali ini sejak baru berangkat. Saya telat sampai di Honbu sehingga tertinggal rombongan. Malu banget. Padahal saya mau ditunjuk sebagai mentor, tapi saya telat. Akhirnya saya menyusul rombongan di pertengahan jalan. Hal itu jadi pelajaran bagi saya untuk lebih disiplin waktu. Untuk gosyonya buat kita menjadi lebih semangat. Jadi jangan takut untuk menghadapi kesulitan, karena adanya kesulitan itu membuat kita menjadi lebih unggul lagi. Pada sesi pembekalan dari Prof. Salito, pembahasan pertama mengenai politik, jujur saja saya mengantuk, tapi menahan mata agar tetap terbuka. Kalau pembahasan yang kedua mengenai pedofillia matanya sudah mulai terbuka. Sesampainya di Pulau Tanjung Putus, enak banget. Suasana pantai, benar-benar menyegarkan. Ditambah lagi malam keseniannya oke banget. Kayaknya saya lihat teman-teman sangat persiapan sekali untuk acara malam kesenian kali ini. Walaupun semalam begadang membuat scrapbook, tetapi it’s okay. Tetap semangat! Apalagi pada TGM kali ini bagi saya adalah TGM terakhir dengan status single, karena saya akan menikah dalam waktu dekat. Daimona (SMA, Pontianak) Dari pertama datang TGM, saya kira gak akan seru dan akan membosankan. Pasti gosyo terus. Ternyata gosyonya sangat meningkatkan kualitas diri kita, masukkan yang baik supaya kita bisa mengontrol emosi kita. TGM kali ini saya belajar untuk lebih disiplin dalam segala hal. Adi (Mahasiswa, DKI Jakarta) Saya baru pertama kali ikut TGM. Dan yang saya dapatkan di TGM pertama saya yaitu dapat teman baru, pelajaran dari gosyonya, pembekalan mengenai politik dan pedofillia yang menambah pengetahuan. Makanan selama TGM enak-enak.
Toni (Pemuda, DKI Jakarta) Saya juga baru pertama kali ikut TGM. Sering diajak pacar saya yang sudah syinjin terlebih dahulu, tapi belum pernah bisa, karena memikirkan pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Kali ini saya ikut. Akhirnya sekarang kesampaian. Luar biasa banget. Yang saya dapat, saya bisa memaksimalkan diri saya untuk bergabung dengan teman-teman dan semuanya. Malam keseniannya luar biasa.
Martin (Pemuda, Banten) Kali ini TGM yang sangat berkesan buat saya. Bisa dibilang paling istimewa dan spesial buat saya. TGM kali ini saya bisa mengajak pacar saya. Dan saya bisa ikut TGM benar-benar Myoho. Saya bisa mengatur pekerjaan saya. Sudah dua kali TGM sebelumnya saya tidak ikut. Sekarang saya bisa mengaturnya dengan baik. Dan saya bisa tetap semangat syinjin bersama temanteman. 26
Samantabadra | Juli 2014
Mengenai gosyonya itu luar biasa banget. Menambah spirit buat saya untuk menjalankan Syinjin yang lebih baik lagi. Karena dengan gosyo itu kita diingatkan terus untuk menjadi lebih baik. Kita harus terus di charge seperti handphone. Dan saya rasakan kali ini TGM, sesi gosyonya kurang, perlu ditambahin waktu untuk gosyonya, karena generasi muda NSI harus mendasari sikap dan perilakunya dari gosyo dan ajaran Buddha. Satu hal yang paling berkesan pada saat debat, sebenarnya saya belum selesai bicara dan waktunya sudah habis. Dan kali ini saya dilatih untuk menjadi lebih dewasa lagi.Untuk malam keseniannya semuanya all out banget. Pesan untuk teman-teman semua tambah semangat buat jalanin Syinjin.
Justin (SMP, Banten) Dari TGM ke 27 ini saya mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan. Gosyonya juga bagus, inti dari gosyo ini yang saya dapatkan adalah orang tidak akan menjadi besar kalau tidak pernah mendapat kesulitan. Hal ini jadi memotivasi saya, jadi kalau ada masalah, yah tidak apa-apa. Dihadapi saja. Kan lama-lama menjadi orang besar. Di TGM bisa belajar menjaga barang sendiri, tepat waktu mengikuti jadwal. Yang paling berkesan pada saaat malam kesenian. Pada romantis semua, ada yang galau. Sampai jadi ingin punya pacar. Pas lagi terbangin lampion, lampion kelompok saya ga terbang-terbang. Tapi kelompok lain bisa terbang lampionnya dan saya lihat jadi pemandangan yang bagus karena suasananya berbeda, di pantai jadi lebih bagus.
Delivia (SMP, DKI Jakarta) Saya baru pertama kali ikut TGM, dari kemarin-kemarin sempat ragu mau ikut atau tidak. Dan akhirnya ikut juga. Kalau untuk pelajaran yang didapat banyak. Jadi lebih kenal dengan temanteman karena sudah beberapa hari, mengenal berbagai macam sifat orang. Mengenai gosyo nya, dalam menghadapi masalah apapun, kita harus sebut Nammyohorengekyo, agar muncul prajna Buddha untuk mengatasi kesulitan. Yurike (Pemudi, Bangka) Dimulai dari Gosyo itu banyak sekali yang saya dapat. Di sini kita diajarkan untuk bagaimana caranya bukan masalah hidup atau matinya, tetapi bagaimana cara kita menjalani hidup mati itu prosesnya. Dan bagaimana kita bisa menerima kesulitan, agar kesulitan itu bisa membuat kita semakin meningkatkan syinjin. Dan saya mendapatkan tambahan pengetahuan yang luar biasa. Pendidikan terakhir saya adalah SMK, tapi di kegiatan TGM, saya mendapatkan banyak pengetahuan yang setara dengan sekolah tinggi. Pesannya untuk teman-teman, semangatnya jangan hanya disini saja, khususnya teman-teman daerah. Semangatnya di bawa terus ke daerahnya dan ceritakan betapa bahagianya mengikuti acara TGM ini, agar teman yang di daerah juga bersemangat dalam membangun susunan NSI di daerahnya. Hal-hal baik di TGM harus kita terapkan di dalam kehidupan kita. Dan saya tanam icinen tahun depan ikut TGM lagi. Santica (Pemudi, Sumatera Utara) Kesan saya untuk TGM kali ini kalau mengenai gosyo saya ingat, semakin banyak air sungai yang mengalir kelautan, maka lautan itu menjadi besar. Kalau diibaratkan sebagai kesulitan kita sebagai manusia, ketika kita mendapatkan kesulitan maka kita semakin kuat dan semakin meningkat kualitas jiwanya. Dari pembekalan mengenai partisipasi politik, ada pesan bahwa kita harus membantu Juli 2014 | Samantabadra
27
liputan membangun bangsa. Sekarang profesi saya adalah guru. Tahun depan jika saya dapat beasiswa, saya mau mengambil S2. Saya mau masuk ke Dinas Pendidikan. Jadi saya juga bisa membantu pendidikan anak-anak di Indonesia. Kesan saya mengikuti TGM yang paling terasa adalah perasaan jiwa. Karena masing-masing teman-teman punya kendala, saya pun juga demikian. Sebelum saya memutuskan untuk ikut TGM, padahal saya sudah mempersiapkan semuanya. Tiket sudah dibeli. Pada hari tersebut jam 4, saya baru memutuskan untuk pergi atau tidak. Dan saya memutuskan pergi. Perasaannya bebas dan enjoy banget. Apalagi pas sesampainya ikut TGM, permainannya seru banget.
Tedi (Pemuda, Lampung) Saya merasa berterima kasih sekali kepada susunan NSI. Kita semua bisa ikut serta TGM 27 dalam keadaan sehat. Kesan yang saya dapatkan, kita semua diajarkan untuk bertanggung jawab, disiplin dalam mengatur waktu, belajar mengerti satu sama lain, memikirkan orang lain pada saat mandi karena jumlah air yang terbatas. Karena peserta bukan hanya kita saja. Banyak hal positif yang saya dapat di TGM 27 ini. saya mendapatkan banyak teman. Bukan hanya teman sekelompok saja, tetapi juga dengan kelompok lain. Dan pada saat malkes itu saya sangat terkesan semua peserta itu menujukan bakatnya masing-masing. Pesan saya kita sama-sama icinen ikut dan mengajak teman kita lainnya di TGM 28. Putri (SMA, Papua) Ini adalah TGM pertama saya. Pada saat saya di Papua, saya sudah mendengar bahwa TGM kali ini akan diadakan di Lampung. Pengalaman di sini sungguh luar biasa. Mengenai gosyonya luar biasa. Penampilan malam keseniannya bagus-bagus dan keren-keren. Banyak hal baru yang saya pelajari, mendapat teman-teman baru, lebih disiplin, dapat menjaga barang dan bisa mengatur waktu dengan baik.
Hartina (Mahasiswi, Jawa Barat) TGM kali ini adalah TGM kedua tanpa mama. Karena biasa mama ikut. Mengenai gosyonya dan semuanya dapat sekali maknanya. Kalau ada masalah itu kita harus hadapi, jangan kabur. Masalah itu ada karena kita tidak pernah berani dalam mengambil keputusan. Ketika kita dapat mengambil keputusan, maka masalah akan selesai. Jadi masalah itu harus diterima, dihadapi dan dijalani. Dan itu merupakan kesempatan kita untuk memperbaiki diri kita sendiri. TGM tahun ini peserta diajak untuk melengkapi profil peserta lain di buku panduan. Ada parafnya juga. Yang awalnya ragu dan malu untuk minta tanda tangan, akhirnya jadi bisa kenal sama para peserta TGM. Makanannya enak-enak. Pada saat malam keseniannya semua all out banget. Jenifer (Pemudi, Singapura) Dulu pada saat masih sekolah mau ikut TGM mudah sekali. Karena bertepatan saat liburan sekolah. Sekarang sudah kerja, dari tahun lalu sudah lihat tanggal dan langsung ajukan cuti. Untuk cuti tahun depan, sudah harus mulai lihat dari sekarang. Gosyonya bagus banget. Mengingatkan kita bahwa jika ketemu masalah harus dihadapi. Di Singapura, saya tidak terlalu banyak belajar gosyo, tetapi kalau di sini banyak belajarnya. Dulu jarang mencatat, dengar saja. Sekarang duduk di depan dan mulai mencatat. Dari hari pertama berangkat sampai hari terakhir, walaupun senin harus sudah kerja lagi, kita harus tetap semangat. 28
Samantabadra | Juli 2014
Kurnia Nirmala (Pemudi, DKI Jakarta) TGM 27 kali ini saya merasa lebih berbaur bersama teman-teman semua. Untuk mengikuti TGM, saya sudah persiapkan perasaan jiwa, dan rejeki badan (kesehatan). Cuti juga sudah disiapkan dari tahun lalu. Karena di kantor saya dalam satu tim kalau mau mengajukan cuti harus salah satu, tidak boleh dua orang. Dan dari beberapa bulan lalu, saya sudah bilang ke teman kerja dalam tim saya, bahwa bulan Juli saya mau cuti. Dan teman-teman saya sangat mendukung. Karena dari icinen saya tahun kemarin mengikuti TGM 26, saya icinen ikut TGM 27, dan tahun ini saya icinen tahun depan ikut TGM ke 28. Gosyonya bagus mengenai kesulitan dan 14 pemfitnahan dharma. Terkadang saya juga bisa kesal dengan teman, seperti dalam kegiatan TGM, perasaan jiwa harus benar-benar dijaga. Terima kasih kepada susunan NSI dan Bapak Suhadi. Acaranya benar-benar seru. Dan pada saat malam kesenian suasananya penonton gelap (backlight), jadi saya bisa tampil lebih percaya diri. Prasetyo D (Mahasiswa, DKI Jakarta) Mengenai kelompok, saya sangat terkesan dengan kelompok saya tahun ini, anggotanya bandelbandel. Ada beberapa yang suka menghilang pada saat gongyo pagi. Tetapi semakin hari terlihat perubahannya menjadi lebih baik. Ada juga yang masih malu-malu, padahal mereka punya potensi. Harus ditingkatkan lagi percaya dirinya. Dan TGM kali ini generasi angkatan saya yang ikut sedikit. Icinen saya tahun depan ikut TGM 28. eee
Juli 2014 | Samantabadra
29
materi ajaran | gosyo kensyu
Gosyo Kensyu
Nyoto Tokusen Gosho atau Shinkyo Hoju Shinshin Guho Gosyo (Gosyo Zensyu halaman 1448) LATAR BELAKANG | Gosyo ini adalah surat yang diberikan kepada Shiiji Shiro ketika Nichiren Daisyonin berusia 40 tahun, tepatnya tanggal 28 bulan 4 tahun 1261. Karena dalam Gosyo ini Nichiren Daisyonin memberi bimbingan dengan mengutip kalimat Saddharmapundarika-sutra yang berbunyi: “Seperti seorang yang ingin menyeberang mendapat kapal,” maka Gosyo ini juga dikatakan sebagai Nyototokusen Gosyo berarti: Surat mengenai seseorang yang ingin menyeberang mendapat kapal. Di samping itu, karena dalam Gosyo ini diuraikan betapa agungnya seseorang yang menjalankan penyebaran Dharma dengan menghadapi dan mengatasi berbagai rintangan, berbareng pada saat yang sama mengadakan perombakan sifat jiwa, maka judul lain Gosyo ini ialah Shinkyo Hoju Shishin Guho Gosyo atau Surat Mengenai Sikap Merendahkan Diri Sendiri dan Menjunjung Tinggi Dharma dan menyebarkan Dharma dengan mengorbankan diri sendiri. 30
Samantabadra | Juli 2014
Tidak banyak hal yang diketahui mengenai penerima Gosyo ini (Shiiji Shiro), tapi karena dalam Gosyo ini Nichiren Daisyonin menganjurkan untuk berdiskusi dengan Syijo Kingo, sedang dalam salah satu Gosyo yang diberikan kepada Toki Jonin Beliau menulis: “Saya sudah mengetahui tentang Shiiji Shiro”, maka dapat diperkirakan, ia adalah seorang penganut dengan hubungan cukup erat dengan Syijo Kingo maupun Toki Jonin. Selain itu, menurut catatan kemoksyaan Nichiren Daisyonin yang dibuat Nikko Syonin, Shiiji Shiro dinyatakan turut hadir dalam iring-iringan upacara kemoksyaan Nichiren Daisyonin dengan membawa salah satu pakaian Nichiren Daisyonin. Dari data data ini dapat kita bayangkan, Shiiji Shiro adalah seorang penganut yang telah lama menganut ajaran Nichiren Daisyonin. Gosyo ini ditulis menjelang pembuangan Nichiren Daisyonin ke Semenanjung Izu.. Pada masa itu, ancaman dan siasat licik kaum Nembutsu makin menjadi-jadi,
sementara pemerintah Kamakura pun mulai mencoba menindas Nichiren Daisyonin, karena pada tahun sebelumnya (1260) Nichiren Daisyonin telah mengajukan karya tulis Rissyo Ankoku Ron kepada pihak penguasa. Dalam situasi serupa inilah rupanya Shiiji Shiro berperan aktif memberi berbagai informasi kepada Nichiren Daisyonin, maka surat ini dapat dianggap sebagai tanggapan Nichiren Daisyonin mengenai pengabdiannya itu. Isi Gosyo ini garis besarnya dapat dibagi tiga bagian. Pertama, karena Shiiji Shiro telah menyampaikan berbagai informasi kepada Nichiren Daisyonin, maka Beliau memberi dorongan kepadanya agar makin tajam dan tanggap dalam melihat serta mendengar kejadian-kejadian masyarakat, seperti halnya kedua tokoh jaman Tiongkok kuno: Se Kwang yang unggul dalam indera pendengaran serta Li Lou yang unggul dalam indera penglihatan. Selanjutnya, dengan mengambil contoh sungai-sungai yang akhirnya mengalir kelautan besar, Beliau menganjurkan kepadanya untuk tetap memiliki kepercayaan kuat tanpa keraguan, sekalipun dihadapi kesulitan amat berat. Kedua, Nichiren Daisyonin mengajarkan, betapa sulitnya penyebaran Hukum Sakti dalam masa Akhir Dharma, tapi justru karena hal itu sulit dilakukan, maka disitulah letak keagungannya. Dengan demikian Beliau mengajarkan, siapapun yang menerima dan mempertahankan Saddharma pasti akan mencapai Kesadaran Buddha.
Dengan menggunakan kata-kata dari Miao Lo, Beliau menekankan pentingnya ketiga prinsip: percaya, melaksanakan dan belajar. Ketiga, mengutip kalimat Saddharmapundarika-sutra yang berbunyi: “Seperti seseorang yang ingin menyeberang mendapat kapal�, Nichiren Daisyonin mengajarkan, Myohorengekyo adalah Hukum Agung yang dapat mengangkut seluruh umat manusia ke daratan kesadaran Buddha. Artinya, disini Nichiren Daisyonin menerangkan, kekuatan Saddharma ibarat kapal untuk menyeberangi lautan penderitaan hidup-mati. Dengan penegasannya bahwa orang-orang yang dapat menumpangi kapal ini adalah Nichiren dan murid-muridNya, sebenarnya Beliau secara tersirat menyatakan, Nichiren Daisyonin adalah Sang Buddha Masa Akhir Dharma yang sanggup membimbing seluruh umat manusia mencapai kesadaran Buddha. Terakhir, Nichiren Daisyonin menganjurkan Shiiji Shiro untuk giat menjalankan kepercayaan bersama Syijo Kingo.
Juli 2014 | Samantabadra
31
materi ajaran | gosyo kensyu ISI GOSYO |
S
aya telah menanyakan kepada orang bersangkutan mengenai laporan Anda kepada Saya beberapa hari yang lalu, ternyata kenyataannya tidak berbeda sama sekali dengan apa yang Anda ceritakan. Maka Saya harap Anda makin memperkuat kepercayaan dan memperoleh kekuatan karunia Saddharmapundarika-sutra. Dengar dan lihatlah kejadiankejadian dalam masyarakat seperti telinga Se Kwang dan mata Li Lou.
Dalam Masa Akhir Dharma ini, pasti muncul pelaksana Saddharmapundarikasutra. Dan bila dihadapi kesulitan besar, ia merasa gembira karena memiliki kepercayaan amat kuat. Bukankah kalau kita menambah kayu bakar kedalam api unggun, maka apinya makin berkobar? Dan begitu banyak air sungai mengalir kedalam lautan besar, tapi lautan besar belum pernah menolak kembali air sungai yang mengalir kedalamnya. Dalam lautan besar pelaksana Saddharmapundarikasutra, berbagai kesulitan besar akan mengalir masuk sebagai air sungai yang tak terhitung jumlahnya, tapi janganlah sekali-kali mencoba untuk menahan dan menolaknya. Karena tanpa adanya air sungai, lautan besarpun takkan pernah ada. Tanpa adanya kesulitan besar, tidak mungkin seseorang disebut pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Inilah yang dimaksud Tien-tai, “Begitu banyak air sungai mengalir kelaut dan kayu bakar membuat api makin berkobar”. Anggaplah Anda menyampaikan sepatah kata atau sepotong kalimat ajaran Saddharmapundarika-sutra kepada orang lain adalah karena dalamnya jodoh masa lampau. Sedang dalam Bab Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “.... dan lagi mereka tidak mendengar Hukum Sakti. Orang-orang seperti ini sukar diselamatkan.” Maksud Hukum Sakti dalam kalimat ini adalah Saddharmapundarikasutra, jadi artinya orang yang tidak mendengar Sutra ini sulit diselamatkan. Sementara dalam Bab Dharma Duta Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “jika putera-putera dan puteri-puteri yang baik ini, setelah kemoksyaanKu, dapat membabarkan meskipun hanya sepatah kata dari Sutra Bunga Hukum ini kepada seseorang dengan cara rahasia, maka ketahuilah, orang-orang ini adalah utusan Sang Tathagata.” Jadi, baik bhiksu, bhiksuni, penganut pria maupun wanita yang membabarkan meskipun sepatah kata kepada orang lain, adalah utusan Sang Tathagata. Maka, karena Anda seorang penganut pria, Anda termasuk putera-putera yang baik. Barang siapa yang mendengar meskipun hanya sepatah kata atau sepotong kalimat Sutra ini, kemudian mencamkannya dalam hati, adalah ibarat kapal yang dapat menyeberangi lautan besar hidup-mati. Mahaguru Miao Lo mengatakan, “Sepatah katapun kalau dicamkan dalam hati, pasti dapat menolong dalam mencapai daratan Kesadaran Buddha”. Terlebih lagi 32
Samantabadra | Juli 2014
kalau itu direnungkan dan dilaksanakan, maka selamanya akan berguna untuk mengarungi lautan besar hidup-mati. Menyeberangii lautan hidupmati, tidak mungkin dapat dilakukan selain dengan kapal Myohorengekyo.
Sesungguhnya kapal yang dimaksud dalam kalimat Saddharmapundarika-sutra “Seperti seseorang yang ingin menyeberang mendapat kapal� adalah kapal yang dibuat oleh pendiri ajaran, yaitu Sang Buddha Sakyamuni yang Maha Agung, sebagai ahli pembuat kapal yang tak terbatas prajnanya, dengan menggunakan bahan-bahan kayu Empat Rasa Delapan Ajaran, yang diserutnya untuk membuang ajaran sementara secara jujur; kemudian bahan-bahan itu dipotong dan dirakit sebagai kesatuan sifat baik dan sifat buruk dipaku dengan Kebenaran Tunggal Sarpimanda (Daigo), lalu diluncurkan ke lautan besar hidup-mati dengan tiang kebenaran tunggal Jalan Tengah yang berlayarkan Tiga Ribu Dunia. Maka, angin Syoho Jisso mendorong kapal itu melaju dengan berpenumpang seluruh umat manusia yang memasuki pintu Hukum Buddha dengan hati percaya. Tathagata Sakyamuni memegang kemudi, Tathagata Prabhutaratna memegang tali layar, sementara keempat Maha Bodhisattva mendayung bersama dalam irama yang harmonis. Inilah kapal yang dimaksud dalam kalimat tadi. Orang-orang yang dapat menumpangi kapal ini adalah Nichiren dan murid-muridNya. Percayalah benar-benar akan hal ini. Bila Anda bertemu Syijo Kingo, berdialoglah dengannya dengan sebaik-baiknya. Untuk keterangan yang lebih rinci akan Saya kirimi Anda surat lagi.
Tanggal 28 bulan 4
Kepada sdr. Shiiji Shiro Hormat Saya:
Niciren
Juli 2014 | Samantabadra
33
materi ajaran | gosyo kensyu | KUTIPAN GOSYO
1
Anggaplah Anda menyampaikan sepatah kata atau sepotong kalimat ajaran Saddharmapundarika-sutra kepada orang lain adalah karena dalamnya jodoh masa lampau.
kejiwaan penyebarluasan Saddharma. Selanjutnya dari kutipan diatas, Nichiren Daisyonin mengutip kalimat Saddharmapundarika-sutra yang berbunyi: �....dan lagi mereka tidak mendengar Hukum Sakti. Orang-orang seperti ini sukar diselamatkan�. Keterangan: Dengan kutipan ini, sebenarnya Pertapaan agama Buddha yang Beliau menyatakan, orang-orang yang sesuai untuk Masa Akhir Dharma tidak mau mendengar Hukum Sakti adalah percaya dan menerima atau Saddharma sulit diselamatkan, Nammyohorengekyo, yaitu tapi bagaimanapun kita harus Saddharmapundarika-sutra Masa Akhir berusaha untuk menerangkan dan Dharma, kemudian melaksanakan memperdengarkannya kepada mereka. kepercayaan yang mencakup Jigyo-Keta, Hendaknya sejenakpun kita tidak yaitu pertapaan diri sendiri dan usaha melupakan tugas dan usaha untuk untuk kebahagiaan orang lain. menerangkan dan memperdengarkan Kutipan diatas, secara ringkas kekuatan Saddharma kepada kawanNichiren Daisyonin menerangkan kawan kita, sebagaimana dianjurkan kesulitan dan keagungan usaha Sang Buddha dalam kutipan ini. penyebaran Dharma yang pada dasarnya termasuk usaha demi Jadi, baik bhiksu, bhiksuni, kebahagiaan orang lain atau Keta. penganut pria maupun Dalam ungkapan “Sepatah kata atau wanita yang membabarkan sepotong kalimat�, Beliau sebenarnya meskipun hanya sepatah kata menjelaskan betapa sulitnya menganut pada orang lain, adalah utusan dan menyebarluaskan Hukum Sakti. Sang Tathagata. Maka, karena Tapi justru karena sulit, disitulah Anda seorang penganut pria, Anda terdapat keagungannya. termasuk putera-putera yang baik. Kemudian pada bagian ini juga, Keterangan: Beliau menghimbau dan memberi Dengan mengutip sebuah kalimat Bab dorongan kepada kita agar menyadari Dharma Duta Saddharmapundarikabahwa terlahirnya kita dalam Masa Akhir Dharma sampai kita bisa percaya, sutra, Nichiren Daisyonin mengajarkan, siapapun yang membabarkan melaksanakan dan menyebarluaskan Saddharmapundarika-sutra meskipun Hukum Sakti adalah karena dalamnya jodoh masa lampau kita. Menyadari hal hanya sepatah kata kepada orang lain, adalah utusan Sang Tathagata. ini, tidak lain berarti sadar akan tugas
GM
2
GM
34
Samantabadra | Juli 2014
Pertapaan agama Buddha dalam Masa Akhir Dharma ini, yang bertujuan untuk mencapai kesadaran Buddha dalam hidup kali ini, hanyalah terdapat dalam pelaksanaan tugas mulia sebagai utusan Sang Tathagata. Karena penyelamatan umat manusia dalam arti yang sebenarnya hanyalah dapat dilakukan dengan pembabaran Hukum Sakti. ‘Sepatah kata’ yang dimaksud disini tidak lain adalah Myohorengekyo, karena dalam Hukum Tunggal Saddharma sudah tercakup segala Hukum dialam semesta ini. Inti dari segala Hukum adalah Myohorengekyo. Maka disini Nichiren Daisyonin menegaskan, orang yang mengajar serta menyebarluaskan Hukum Sakti ini adalah utusan Sang Tathagata. Dengan menjalankan tugas mulia sebagai utusan Sang Tathagata, jiwa Buddha kita pun dapat berkembang. Maka, marilah kita makin giat menunaikan tugas mulia sebagai utusan Sang Tathagata dalam kehidupan sehari-hari.
Hukum Rahasia Agung yang merupakan inti hakekat Saddharmapundarikasutra. ‘Mendengar’ disini berarti percaya dan menerimanya. ‘Mencamkannya dalam hati’ berarti menjalankan ketiga prinsip: percaya, melaksanakan dan belajar. Seperti halnya kalau kita mencelup kain, warnanya akan jadi makin jelas bila diulang beberapa kali. Begitu pula dengan proses percaya, melaksanakan dan belajar bila diteruskan bertahun-tahun, maka keyakinan kita pun akan jadi makin mendalam. Dalam kutipan diatas disebutkan: “Ibarat kapal yang dapat menyeberangi lautan besar hidup-mati”, karena dalam agama Buddha kesesatan jiwa manusia biasa diumpamakan sebagai lautan besar hidup-mati. Yang dimaksud hidup-mati adalah penderitaan dalam proses: lahir-tua-sakit-mati. Karena penderitaan ini tiada habis-habisnya bagi seorang manusia biasa yang penuh kesesatan, maka diumpamakan sebagai lautan besar yang amat luas. Barangsiapa yang mendengar Namun, dilautan yang besar dan luas ini terdapatlah daratan kesadaran Buddha meskipun hanya sepatah atau kebahagiaan mutlak. kata atau sepotong kalimat Orang pertama yang mencapai Sutra ini, kemudian mencamkannya dalam hati, adalah ibarat kapal yang daratan tersebut adalah Sang Buddha sendiri, dan kita sendiripun bila dapat menyeberangi lautan besar menjalankan kehidupan ini tepat hidup-mati. sebagaimana petunjuk Sang Buddha, daratan tersebut tentu akan tercapai Keterangan: juga. Maksudnya ‘Sutra ini’ adalah tidak Yang penting ialah, kapal untuk lain Saddharmapundarika-sutra, tapi menyeberangi lautan tersebut bukan ‘sepatah kata atau sepotong kalimat’ adalah Nammyohorengekyo dari Ketiga diberikan orang lain dan juga bukan
3
GM
Juli 2014 | Samantabadra
35
materi ajaran | gosyo kensyu berarti asal kita duduk dalam kapal itu dengan sendirinya akan sampai ketujuan. Tapi jiwa kita yang percaya pada Hukum Sakti yang menjadi kapal tersebut, kemudian pelaksanaan dan pelajaran kita akan jadi tenaga pendorong bagi kapal tersebut.
4
Mahaguru Miao Lo mengatakan: “Sepatah katapun kalau dicamkan dalam hati, pasti dapat menolong dalam mencapai daratan Kesadaran Buddha”. Terlebih lagi kalau itu direnungkan dan dilaksanakan, maka selamanya akan berguna untuk mengarungi lautan besar hidup-mati.
Daisyonin yang mencakup Jigyo Keta. Jadi, kedua jalan: melaksanakan dan belajar inilah yang mendorong kita kearah pencapaian kesadaran Buddha.
5
Menyeberangi lautan hidupmati, tidak mungkin dapat dilakukan selain dengan kapal Myohorengekyo.
PK2
Keterangan: Bagian ini menegaskan, selain dengan percaya, menerima, melaksanakan dan mempempertahankan Nammyohorengekyo dari Ketiga Hukum Rahasia Agung, takkan mungkin kita menyeberangi lautan besar hidup-mati. Maka dapat dipastikan, berbagai pikiran dan pandangan sesat yang Keterangan: Sebagaimana uraian diatas: “Sepatah bertentangan dengan kebenaran ini dan berbagai sikap kompromi yang kata pun kalau dicamkan dalam hati” mencampur baurkan Kebenaran berarti percaya dan melaksanakan Nammyohorengekyo dari Ketiga Hukum Tunggal ini dengan pikiran sesat adalah Rahasia Agung. Selanjutnya “Pasti dapat bagaikan kapal tua yang telah bocor dan kandas, hingga dengan menumpanginya menolong dalam mencapai daratan pada suatu saat kita akan tenggelam ke kesadaran Buddha” berarti, siapapun dasar lautan neraka. akan sanggup mencapai kesadaran Buddha. Tapi ini bukan berarti ada Sesungguhnya kapal yang orang lain yang membuatkan ‘kapal’ dimaksud dalam kalimat untuk kita, melainkan jiwa kita yang Saddharmapundarikatelah mencamkan Saddharma akan sutra: “Seperti seseorang yang ingin menjadi ‘kapal’ tersebut. Sedangkan tenaga untuk mengarungi menyeberang mendapat kapal” adalah kapal yang dibuat oleh lautan besar hidup-mati adalah pendiri ajaran, yaitu Sang Buddha “merenungkan” dan “melaksanakan”. “Merenungkan” berarti membaca dan Sakyamuni yang Maha Agung, menghayati Gosyo dengan sikap sebagai sebagai ahli pembuat kapal yang murid Sang Buddha Nichiren Daisyonin. tak terbatas prajnanya, dengan menggunakan bahan-bahan kayu “Melaksanakan” berarti menjalankan Empat Rasa Delapan Ajaran, yang pertapaan agama Buddha Nichiren
PK2
6
36
Samantabadra | Juli 2014
diserutnya untuk membuang ajaran sementara secara jujur, kemudian bahan-bahan itu dipotong dan dirakit sebagai kesatuan sifat baik dan sifat buruk dipaku dengan Kebenaran Tunggal Sarpimanda (Daigo), lalu diluncurkan ke lautan besar hidupmati dengan tiang kebenaran tunggal Jalan Tengah yang berlayarkan Tiga Ribu Dunia. Maka, angin Syoho Jisso mendorong kapal itu melaju dengan berpenumpang seluruh umat manusia yang memasuki pintu Hukum Buddha dengan hati percaya. Tathagata Sakyamuni memegang kemudi, Tathagata Prabhutaratna memegang tali layar, sementara keempat Maha Bodhisattva mendayung bersama dalam irama yang harmonis. Inilah kapal yang dimaksud dalam kalimat tadi.
prajnanya, kemudian seluruh ajaran Sang Buddha Sakyamuni yang dinyatakan sebagai Empat Rasa Delapan Ajaran, diumpamakan sebagai bahanbahan kayu untuk membuat kapal tersebut. Tapi bahan-bahan kayu ini tak mungkin digabung begitu saja; bagianbagian yang tidak diperlukan harus diserut dan dipotong. Inilah yang berarti membuang segala ajaran sementara secara jujur dan ikhlas. Kaum Sravaka, Pratyekabuddha atau juga kaum wanita dan orang jahat tidak diperkenankan mencapai kesadaran Buddha dalam ajaranajaran sebelum Saddharmapundarikasutra atau Nizenkyo. Tapi dalam Saddharmapundarika-sutra yang menjelaskan prinsip Sepuluh Dunia Mencakupi Sepuluh Dunia, mereka dipastikan dapat mencapai kesadaran Buddha. Kapal perumpamaan diatas memang Keterangan: terbuat dari rakitan ajaran yang Dengan mengutip kalimat dari benar-benar dapat menyelamatkan Bab Bodhisatva Baisyajaraja segenap umat manusia secara adil Saddharmapundarika-sutra, dan merata. Hal ini diungkapkan oleh Nichiren Daisyonin membuat suatu Nichiren Daisyonin sebagai “Bahanperumpamaan yang amat indah dan bahan itu dipotong dan dirakit sebagai mengena, menandaskan, Hukum Agung kesatuan sifat baik dan sifat buruk, yang dapat membuat seluruh umat dipaku dengan Kebenaran Tunggal manusia mencapai kesadaran Buddha, Sarpimanda”. tiada lain kecuali Myohorengekyo. Ungkapan-ungkapan berikutnya Kalimat Sutra yang dikutip bagian ini seperti “Tiang kebenaran tunggal Jalan mengumpamakan Saddharma sebagai Tengah yang berlayarkan Tiga Ribu kapal untuk menyeberangi lautan besar Dunia” ataupun “angin Syoho Jisso” hidup-mati. menyatakan, ajaran Icinen Sanzen yang Nichiren Daisyonin mengumpamakan merupakan inti SaddharmapundarikaBuddha Sakyamuni sebagai ahli sutra adalah kunci ajaran untuk pembuat kapal yang amat unggul pencapaian kesadaran Buddha.
Anak Cabang
Juli 2014 | Samantabadra
37
materi ajaran | gosyo kensyu Kapal tersebut mengangkut “seluruh umat manusia yang memasuki pintu agama Buddha dengan hati percaya”. Jadi sudah jelas kapal ini hanya dapat ditumpangi orang-orang yang Namu pada Hukum Putih Agung Myohorengekyo. Mereka yang masih memendam keraguan: apakah kapal ini benar-benar sampai ke tujuan atau apakah kapal ini tidak kandas di tengah jalan, takkan mungkin ikut menumpang kapal ini. Sebagaimana telah diungkapkan diatas, Sang Buddha Sakyamuni sendiri yang memegang kemudi kapal tersebut, memang Saddharma adalah suatu ajaran yang secara pasti membawa seluruh umat manusia kepada tujuan pencapaian kesadaran Buddha. Karena itu, sikap ‘percaya‘ amat diutamakan dalam Saddharmapundarika-sutra. Kemudian keempat Maha Bodhisatva seperti Visishtakaritra dan lain-lain “mendayung bersama dalam irama yang harmonis” berarti kepercayaan terhadap Saddharma akan membangun i tai do syin serta pelaksanaan tugas penyebarluasan Dharma akan jadi tenaga pendorong menuju pencapaian kesadaran Buddha. Pada kesimpulannya, kapal yang dimaksud dalam perumpamaan ini tidak lain adalah Gohonzon Nammyohorengekyo dari Ketiga Hukum Rahasia Agung.
38
Samantabadra | Juli 2014
7
Orang-orang yang dapat menumpangi kapal ini adalah Nichiren dan muridmuridNya. Percayalah benar-benar akan hal ini. Keterangan: Disini Buddha Nichiren Daisyonin menegaskan, murid-murid Beliau yang benar-benar percaya, melaksanakan dan mempertahankan ajaran Beliau pasti dapat menumpangi kapal yang menyeberangi lautan besar hidup-mati, kemudian melaju secara pasti menuju pencapaian kesadaran Buddha. Orang yang dapat menumpangi kapal ini adalah mereka yang mempertahankan kepercayaan dengan kuat. Mereka adalah orang-orang yang mempertahankan keyakinan tidak akan mundur dan giat menjalankan pelaksanaan Jigyo-Keta dan menuntut ajaran agama Buddha dengan penuh semangat. Jadi yang penting disini adalah sikap kepercayaan yang takkan pernah menyerah menghadapi kesulitan apapun, bahkan semakin menghadapi kesulitan, semakin giat pula melaksanakan dan menuntut ajaran Sang Buddha. Juga takkan goyah menghadapi fitnahan dan rintangan. Harus disadari, dalam kehidupan berdasarkan agama Buddha, mengatasi kesulitan adalah berbareng dengan perombakan sifat jiwa. Begitulah kepercayaan kita yang dituntut sesuai petunjuk Nichiren Daisyonin pada bagian ini. Hendaknya kita mencamkan dalam-dalam petunjuk Beliau
Anak Cabang
“Percayalah benar-benar akan hal ini”. Dan kutipan diatas secara tersirat menyatakan, Nichiren Daisyonin adalah Sang Buddha Masa Akhir Dharma yang sanggup membimbing seluruh umat manusia mencapai kesadaran Buddha. Maka marilah kita makin mempertebal kepercayaan dan berusaha lebih giat mengajak lebih banyak kawan kedalam ‘kapal’ Hukum Sakti ini.
Keterangan istilah:
1. Empat Rasa Delapan Ajaran: Suatu klasifikasi seluruh ajaran Buddha Sakyamuni yang dibuat oleh Tientai. Istilah Empat Rasa berasal dari perumpamaan “Lima Macam Rasa Susu” yang terdapat dalam Sutra Nirvana. Dengan menggunakan perumpamaan ini, Tien-tai menerangkan adanya 5 periode dalam pembabaran Buddha Sakyamuni. Masing-masing adalah sebagai berikut: a. Ksira: rasa susu segar, menunjuk kepada periode Avatamsaka atau Kegon. b. Dadhi: hasil proses pemurnian susu segar yang komponen utamanya adalah lemak. Contohnya adalah rasa keju atau mentega. Ini menunjuk kepada peiode Agam atau Agon. c. Navanita: sejenis cream yang terdapat diatas Dadhi, contohnya adalah rasa susu kental. Menunjuk kepada periode Vaipulya atau Hoto. d. Ghola: hasil proses fermentasi Navanita berupa susu asam yang harum dan mengandung mikroorganisme yang baik untuk
kesehatan. Menunjuk kepada periode Prajna atau Hannya. e. Sarpimanda (Daigo-mi): adalah suatu cairan yang diperoleh dengan memurnikan Ghola, amat wangi dan lezat rasanya, digunakan juga sebagai obat. Menunjuk kepada periode Saddharmapundarika dan Nirvana (Hokke Nehan).
2. Delapan Ajaran terdiri dari Empat Macam Isi Ajaran dan Empat Macam Cara Pembinaan:
Empat Macam Isi Ajaran adalah: a. Zokyo: ajaran yang hanya menerangkan kesunyataan. b. Tsukyo: ajaran yang juga menerangkan hal-hal di luar kesunyataan. c. Bekkyo: ajaran yang hanya ditujukan kepada kaum bodhisatva. d. Enkyo: ajaran yang bulat sempurna.
Empat Macam Cara Pembinaan: a. Tonkyo: secara langsung menerangkan kesadaran. b. Zenkyo: pembinaan secara bertahap, dari yang rendah menuju yang tinggi. c. Himitsukyo: menerangkan kurnia yang berbeda-beda untuk setiap orang. d. Fujokyo: cara pembinaan atau pembabaran sedemikian rupa sesuai tingkat penangkapan atau pemahaman pendengarnya berbeda satu sama lain.
Juli 2014 | Samantabadra
39
materi ajaran | gosyo kensyu 3. Kesatuan sifat baik dan sifat buruk: maksudnya dalam jiwa manusia terdapat sifat baik maupun sifat buruk. Berarti, dalam Saddharmapundarikasutra, baik orang jahat, Sravaka, Pratyekabuddha maupun kaum wanita telah diizinkan untuk mencapai kesadaran Buddha.
Catatan
40
Samantabadra | Juli 2014
4. Kebenaran Tunggal Sarpimanda (Daigo): kebenaran tunggal Saddharmapundarika-sutra. Mengenai Sarpimanda (Daigo), perhatikan keterangan no. 1 di atas.
English
A Ship to Cross the Sea of Suffering
W
hen I asked him about what you told me the other day, I found it to be exactly as you said. You should therefore strive in faith more than ever to receive the blessings of the Lotus Sutra. Listen with the ears of Shih K’uang and observe with the eyes of Li Lou. In the Latter Day of the Law, the votary of the Lotus Sutra will appear without fail. The greater the hardships befalling him, the greater the delight he feels, because of his strong faith. Doesn’t a fire burn more briskly when logs are added? All rivers flow into the sea, but does the sea turn back their waters? The currents of hardship pour into the sea of theLotus Sutra and rush against its votary. The river is not rejected by the ocean; nor does the votary reject suffering. Were it not for the flowing rivers, there would be no sea. Likewise, without tribulation there would be no votary of the Lotus Sutra. As T’ien-t’ai stated, “The various rivers flow into the sea, and logs make a fire burn more briskly.” You should realize that it is because of a profound karmic relationship from the past that you can teach others even a sentence or phrase of the Lotus Sutra. The sutra reads, “Nor will they hear the correct Law—such people are difficult to save.” The “correct Law” means the Lotus Sutra; it is difficult to save those who are deaf to the teachings of this sutra. A passage from the “Teacher of the Law” chapter reads: “If one of these good men or good women [in the time after I have passed into extinction is able to secretly expound the Lotus Sutra to one person, even one phrase of it, then you should know that] he or she is the envoy of theThus Come One.” This means that anyone who teaches others even a single phrase of the Lotus Sutra is the envoy of the Thus Come One, whether that person be priest or layman, nun or laywoman. You are already a lay practitioner and therefore one of the “good men” described in the sutra. One who listens to even a sentence or phrase of the sutra and cherishes it deep in one’s heart may be likened to a ship that crosses the sea of the sufferings of birth and death. The Great Teacher Miao-lostated, “Even a single phrase cherished deep in one’s heart will without fail help one reach the opposite shore. To ponder one phrase and practice it is to exercise navigation.” Only the ship of Myoho-rengekyoenables one to cross the sea of the sufferings of birth and death. The Lotus Sutra speaks of “someone finding a ship in which to cross the water.” This “ship” might be described as follows: As a shipbuilder of infinitely profound wisdom, the World-Honored One of Great Enlightenment, the lord of teachings, gathered the lumber of the four flavors and eight teachings, planed it by honestly discarding theprovisional teachings, cut and assembled the planks, forming a perfect unity of both right and wrong, and completed the craft by driving home the spikes of the one true teaching that is comparable to the flavor ofghee. Thus he launched the ship upon the sea of the sufferings of birth and death. Unfurling its sails of the three thousand realms on the mast of the one true teaching of the Middle Way, driven by the fair wind of “the true aspect of all Juli 2014 | Samantabadra
41
materi ajaran | gosyo kensyu phenomena,” the vessel surges ahead, carrying aboard all people who can “gain entrance through faith alone.” The Thus Come One Shakyamuni is at the helm, the Thus Come One Many Treasurestakes up the mooring rope, and the four bodhisattvas led by Superior Practices row quickly, matching one another as perfectly as a box and its lid. This is the ship in “a ship in which to cross the water.” Those who are able to board it are the disciples and lay supporters of Nichiren. Believe this wholeheartedly. When you visit Shijō Kingo, please have an earnest talk with him. I will write you again in more detail. With my deep respect, Niciren The twenty-eighth day of the fourth month To Shiiji Shirō
Catatan
42
Samantabadra | Juli 2014
中文
Juli 2014 | Samantabadra
43
中文
44
Samantabadra | Juli 2014
materi ajaran | gosyo cabang
Gosyo Cabang
Surat Balasan Kepada Syijo Kingo Dono LATAR BELAKANG | Nama lain dari surat ini adalah Sutra Ini Sulit Dipertahankan. Surat ini ditulis pada bulan 3 tahun 1275 (Bun-ei ke12), dan isinya mengajarkan sikap dasar pokok hati kepercayaan kepada Syijo Kingo yang suatu ketika dalam keadaan yang sangat menderita karena dibenci oleh rekan-rekan sekerja dan juga majikannya. Selain itu, juga memberi bimbingan dengan keras bahwa dalam keadaan sesulit apapun, yang paling penting adalah tetap terus mempertahankan hati kepercayaan. Terhadap pertanyaan “Orang yang mempertahankan Saddharmapundarikasutra dalam kehidupan kali ini akan merasa tenang dan senang serta pada masa akan datang akan dilahirkan di tempat yang baik, tetapi mengapa meneruskan kepercayaan dan mempertahankan Saddharmapundarika-sutra mendapat penganiayaan yang bagaikan turunnya hujan”, diberikan jawaban bahwa
timbulnya kesulitan penganiayaan ini merupakan bukti sebenarnya yang sesuai dengan pembabaran di dalam Saddharmapundarika-sutra, yakni “Sutra ini sulit dipertahankan” dan “sukar dipercaya sukar dimengerti”. Maka, bila dengan timbulnya kesulitan semakin yakin kepada Hukum Sakti dan terus mempertahankannya, saat itu akan memperoleh Jalan Hukum Buddha yang tiada tara keunggulannya. Untuk itu, yang terpenting adalah sungguh hati mendoakan Nammyohorengekyo yang sangat penting bagi seluruh Buddha ketiga masa. Karena itu, untuk mempertahankan Saddharma yang terpokok adalah menetapkan dalam jiwa bahwa Hukum ini sukar dimengerti dan sukar dipertahankan.
Juli 2014 | Samantabadra
45
materi ajaran | gosyo cabang ISI GOSYO |
Mengenai sulitnya mempertahankan sutra ini, Anda berkata kepada Ben Ajari Nissyo, “Ketika mendengar Anda mengatakan bahwa orang yang mempertahankan Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon) dalam kehidupan kali ini akan merasa tenang dan senang serta pada masa akan datang akan dilahirkan di tempat yang baik, saya telah melaksanakan hati kepercayaan yang tepat sama seperti yang Anda katakan. Tetapi dari tahun yang lalu sampai sekarang tidak merasa kehidupan masa ini tenang dan senang, bahkan penganiayaan besar turun seperti hujan”. Tetapi, apakah benar ini merupakan perkataan Anda ataukah Ben Ajari memberikan laporan yang keliru? Bagaimanapun juga, dalam kesempatan yang baik ini Saya akan menerangkan keragu-raguan tersebut. Sebuah kalimat Bab ke-10, Bab Dharma Duta Saddharmapundarika-sutra menerangkan, “Saddharmapundarika-sutra sukar dipercaya dan sukar dimengerti”. Banyak orang yang mendengar dan menerima Saddharmapundarika-sutra, tetapi sekalipun mendengar, percaya, dan menerima dengan sungguh hati, ketika menghadapi serangan penganiayaan yang amat besar hanya sedikit orang yang selalu merasakan, tetap mempertahankan Saddharmapundarika-sutra dan tidak melupakannya. Menerima adalah mudah, mempertahankan adalah sukar; tetapi dengan mempertahankan barulah dapat tercapai kesadaran. Oleh karena itu, hendaknya diketahui bahwa bila mempertahankan Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon) harus bersedia menghadapi kesulitan. Dalam Bab ke-11, Menara Pusaka, Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Orang yang mempertahankan Saddharmapundarika-sutra, sekalipun dalam waktu yang singkat, akan segera memperoleh Jalan Hukum Buddha yang tiada taranya. Tidak ada keragu-raguan sedikitpun mengenai hal ini”. Nammyohorengekyo sangat penting bagi para Buddha ketiga masa. Sungguhsungguh mendoakan ini berarti mempertahankan. Bab ke-13, Penegakan, Saddharmapundarika-sutra menyatakan, “Mempertahankan dan menjaga Nammyohorengekyo milik Buddha”. Mahaguru Tien-tai dalam Hokke Mongu ke-8 mengatakan, “Menerima karena kekuatan kepercayaan, mempertahankan karena kekuatan kesungguhan hati”. Bab ke-11, Menara Pusaka, Saddharmapundarikasutra membabarkan, “Saddharmapundarika-sutra sukar dipertahankan, bila orang mempertahankannya sekalipun dalam waktu yang singkat, Saya akan bergembira; demikian pula para Buddha lainnya turut bergembira”. Ketika ditambahkan kayu bakar, api akan semakin berkobar. Ketika angin bertiup kencang, kalakula akan semakin besar. Pohon cemara yang berusia ribuan tahunpun, cabangnya dapat dibengkokkan. Pelaksana Saddharmapundarika-sutra bagaikan 46
Samantabadra | Juli 2014
kalakula dan api, penganiayaan besar seperti kayu bakar dan angin. Pelaksana Saddharmapundarika-sutra adalah Tathagata dari panjang usia dari kuon; oleh karena itu, seperti perumpamaan pohon cemara, tanpa diragukan lagi cabang pertapaannya pasti dapat dipatahkan dan dibengkokkan. Semenjak sekarang hendaknya merenungkan tanpa lupa sekejappun keempat aksara “Sutra ini sulit dipertahankan (syi-kyo-nan-ji)”.
Tanggal 6 bulan 3 tahun Bun-ei ke-12 Syijo Kingo Dono Tertanda, Niciren
| KUTIPAN GOSYO
1
Menerima adalah mudah, mempertahankan adalah sukar; tetapi, dengan mempertahankan barulah dapat tercapai kesadaran. Oleh karena itu, hendaknya diketahui bahwa bila mempertahankan Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon) harus bersedia menghadapi kesulitan. Dalam Bab ke-11, Menara Pusaka Saddharmapundarikasutra dikatakan, “Orang yang mempertahankan Saddharmapundarika-sutra, sekalipun dalam waktu yang singkat, akan segera memperoleh Jalan Hukum Buddha yang tiada taranya. Tidak ada keragu-raguan sedikitpun mengenai hal ini”. Keterangan: Di sini diterangkan sikap mendasar dalam menerima dan mempertahankan
Gohonzon. Niciren Daisyonin menjelaskan mengapa menerima adalah mudah, mempertahankan adalah sukar. Tentu saja, menerima itu sendiri sebenarnya sudah sukar, tetapi untuk mempertahankan secara berkelangsungan jauh lebih sukar daripada menerima. Untuk dapat mempertahankan terus seumur hidup hingga saat ajal bukan main sukarnya, maka itu, di antara menerima dan mempertahankan, terutama dititikberatkan pada “mempertahankan” dengan mengatakan “mempertahankan adalah sukar”. Selain itu, pada diri orang yang menerima dan mempertahankan Gohonzon pasti timbul kesulitan. Apakah kesulitan itu? Yakni, rintangan dari 3 rintangan 4 iblis yang menghalangi pelaksanaan hati kepercayaan. Kesulitan ini mudah menggoyahkan hati kepercayaan, maka untuk mempertahankannya secara berkelangsungan amat Juli 2014 | Samantabadra
47
materi ajaran | gosyo cabang sukar. Oleh karena itu dikatakan, “Mempertahankan adalah sukar”. Tetapi, pencapaian kesadaran Buddha baru diperoleh dengan mengatasi kesukaran ini. Menghadapi kesulitan seberat apapun, bila tetap percaya dan mempertahankan Gohonzon sebagai Yang Esa dan mutlak dan terus melaksanakan, baru akan tercapai kesadaran Buddha. Pada akhirnya, dengan terus menghayati dan menerima perihal “mempertahankan” ini, dalam suasana bagaimanapun tetap menerima dan mempertahankan Gohonzon, ketika itu tanpa disadari dapat membangun suasana jiwa yang tertinggi.
2
Mahaguru Tien-tai dalam Hokke Mongu ke-8 mengatakan, “Menerima karena kekuatan kepercayaan, mempertahankan karena kekuatan kesungguhan hati”.
Keterangan: Dalam bagian ini dibabarkan secara jelas perbedaan mendasar antara menerima dan mempertahankan. Ini adalah perbedaan antara percaya dan kesungguhan keinginan hati (nen). Kepercayaan berarti masih menempatkan Saddharma, Gohonzon, atau kata-kata Buddha di luar diri sendiri, hanya berada pada tingkat tidak ragu-ragu. Ini menunjukkan kata “menerima”. Orang yang menerima masih bersikap pasif, yakni menerima apa yang diberikan. Sebaliknya, “nen” berarti menjadikan Saddharma, 48
Samantabadra | Juli 2014
ajaran Buddha dan Gohonzon sebagai jiwa sendiri, bersikap melaksanakan dengan penuh inisiatif dan aktif, karena merupakan ketetapan tegas yang diterapkan dalam diri sendiri, maka bagaimanapun dihadapi gangguan atau permusuhan serta tantangan dari luar, tidak akan hancur. Karena itu memungkinkan untuk mempertahankan seumur hidup. Yang dikatakan terdahulu, “Menerima adalah mudah, mempertahankan adalah sukar; tetapi dengan mempertahankan barulah dapat tercapai kesadaran”, bukan hanya dalam hubungan mempertahankan kepercayaan semenjak menerima Gohonzon, tetapi ingin menerangkan perbedaan sikap hati kepercayaan dari saat ke saat. Waktu “segera” dari “segera memperoleh Jalan Hukum Buddha yang tiada taranya”, tidaklah berarti segera dalam pengertian masa ini langsung dapat mencapai kesadaran (issyo jobuce), kebalikan dari melaksanakan pertapaan selama kalpa yang tak terputus-putus, tetapi ingin menerangkan Jalan untuk mencapai kesadaran dalam sekejap, yakni pencapaian kesadaran dengan badan seadanya (sokusyin jobuce) dalam sekejap. Ini berarti, Saddharma tidak berada di luar diri sendiri, tetapi yakin bahwa Saddharma ada di dalam diri sendiri, sehingga dapat terjadi Kemanunggalan Mutlak antara Suasana dan Prajna (kyoci myogo). Oleh karena itu, setiap kejapnya memasuki Jalan yang tiada tara keunggulannya. Dengan demikian, mewujudkan secara nyata jiwa Dunia
Buddha, memasuki suasana jiwa tercapai kesadaran Buddha. “Waktu yang singkat” dari kalimat “Bila orang mempertahankannya sekalipun dalam waktu yang singkat, Saya akan bergembira; demikian pula para Buddha lainnya turut bergembira”, tidak berkenaan dengan panjang pendeknya waktu, tetapi dalam arti “sekejap”. Kalau demikian, bagaimanakah seharusnya menanggapi hubungan antara mencapai kesadaran dalam setiap kejapnya dengan dapat mencapai kesadaran pada masa ini secara berkelangsungan seumur hidup? Meskipun dikatakan dapat mewujudnyatakan Dunia Buddha dalam sekejap, kalau kembali pada kehidupan sehari-hari, tentu saja pada Sembilan Dunia, Enam Jalan. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa pengulanganpengulangan seperti ini merupakan kehidupan orang beragama. Tetapi, dengan kehidupan yang berkeinginan untuk menyebarkan Hukum Buddha dan menyelamatkannya, lama kelamaan jiwa Buddha dan bodhisattva menjadi semakin kuat dan berkembang. Dan juga, tidak melalaikan Gongyo Daimoku setiap hari, akhirnya tercapai karma tetap diri sendiri menjadi Dunia Buddha. Demikianlah memasuki suasana Buddha, sesuai dengan perkataan “Kehidupan kali ini tenang dan senang, di masa akan datang terlahir di tempat yang baik”.
3
panjang usia dari kuon; oleh karena itu, seperti perumpamaan pohon cemara, tanpa diragukan lagi cabang pertapaannya pasti dapat dipatahkan dan dibengkokkan. Keterangan: Kalimat di atas menyimpulkan mengapa timbul berbagai penganiayaan dan tantangan. Bila mempertahankan Gohonzon ini, badan pokok jiwa yang dapat menyelamatkan orang-orang secara kekal, bagaimanapun rupa orang itu di dasar mendalam terdapat badan pokok jiwa Buddha yang maha agung dan mulia. Orang yang melaksanakan Saddharma akan menjadikan jiwanya sendiri sebagai Saddharma dari kuon ganjo, sehingga menjadi Trikaya yang tidak dibuat-buat dari kuon ganjo. Untuk dapat menjadi murid Buddha panjang usia dari kuon terdapat latihan pertapaan, maka sewajarnya ada berbagai penganiayaan yang sedemikian kejam. Oleh karena itu, bagaimanapun ada tantangan iblis, bagaimanapun penderitaan kesulitan, hendaknya semua kesulitan dan penganiayaan ini dijadikan makanan untuk menambah tenaga dalam memperbesar karunia kebajikan, sehingga melalui ini dapat mewujudkan jiwa Buddha dari kuon.eee
Pelaksana Saddharmapundarikasutra adalah Tathagata dari Juli 2014 | Samantabadra
49
materi ajaran | gosyo cabang
50
Samantabadra | Juli 2014
materi ajaran | forum diskusi
Forum Diskusi
Tanya Jawab Mengenai Hukum Agama Buddha Niciren Daisyonin Pertanyaan: engapa timbul rintangan dan iblis, sedangkan sesungguhnya kalau kita menganut Gohonzon bisa memperoleh kebahagiaan?
M
Jawab: Sudah pasti kalau kita menganut Gohonzon dari Ketiga Hukum Rahasia Agung, dan menjalankan kepercayaan sepenuh jiwa raga, maka dapat mencapai kebahagiaan. Namun kebahagiaan itu bukan berarti tidak ada kesulitan apapun. Itu berarti kita dapat meneguhkan kepribadian diri kita yang kokoh dan tak tergoyahkan menghadapi kesulitan dan penderitaan apapun. Namun, untuk meneguhkan dan mengokohkan diri, sikap hidup kita tidak boleh pasif, mengurung diri dalam kepicikan dan hanya mengharapkan ketenangan hidup, melainkan kita harus memiliki sikap hidup yang aktif, yang ingin menantang batasbatas kemampuan diri sendiri untuk memecahkan kepicikan jiwa diri
sendiri, sengaja melawan penderitaan dan kesulitan untuk melatih dan memperkuat diri sendiri. Justru melalui perjuangan menghadapi berbagai kesulitan dan penderitaan, kita dapat mencapai kemajuan sebagai seorang manusia dan kita juga dapat memunculkan kekuatan dan keunggulan kita. Prinsip ini berlaku untuk segala segi kehidupan. Terlebih lagi prinsip kita adalah perombakan sifat jiwa dan Issyo Jobutsu yang merupakan tujuan hidup pokok yang tak dapat dicapai oleh berbagai pelaksana agama Buddha di masa lampau. Dan ini harus kita wujudkan dalam diri kita sendiri. Maka itu, kita perlu memiliki kesadaran jiwa untuk menghadapi berbagai kesulitan besar dan rintangan yang tak terlukiskan. Dan juga, karena kita hendak menyebarluaskan Hukum agama Buddha yang tak pernah ada selama ini, yang menjelaskan jalan langsung untuk mencapai Kesadaran Buddha, jadi sudah pasti kita akan menerima tentangan dari orang-orang Juli 2014 | Samantabadra
51
materi ajaran | forum diskusi dalam masyarakat. Timbulnya kesulitan setelah menjalankan kepercayaan adalah membuktikan kebenaran agama Buddha tersebut. Selanjutnya, menerima kesulitan pada saat atau setelah menyebarluaskan Myoho, berarti kita menghapus kekotoran-kekotoran jiwa kita yang disebabkan oleh kesesatan dan karma-karma buruk kita di masa lampau. Dalam Gosyo dikatakan, “Semakin saudara-saudara sekalian percaya Saddharmapundarikasutra secara mendalam, akan dapat mengeluarkan ‘dosa-dosa’ besar di masa lampau”. (Gosyo, hal. 1082). Sungguh suatu kesulitan dapat dikatakan pintu gerbang yang tak dapat dihindari untuk merombak nasib. Niciren Daisyonin mengajarkan, “Dengan datangnya kesulitan, harus dianggap itu sebagai ketenangan hidup”. (Gosyo, hal. 750). Malah karena kita menghadapi kesulitan dan penderitaan, maka kita akan berusaha dan berdoa sepenuh jiwa raga, serta mengeluarkan tenaga dan hikmat untuk melatih dan memperkuat diri sendiri. Bilamana kita teguhkan diri kita yang kokoh dan terlatih melalui kelangsungan kepercayaan kita yang kuat, maka kesulitan dan penderitaan seperti apapun dapat kita atasi dengan tenang seperti bermain ombak.
Pertanyaan: alam Gosyo dikatakan, “Kalau giat melaksanakan kepercayaan, Ketiga Rintangan Empat Iblis akan bermunculan
D
52
Samantabadra | Juli 2014
secara ganas dan beruntun”. Namun di samping itu dikatakan: “Jika ada hati yang lengah sedikit saja, iblis akan mengambil kesempatan”. Kalau begitu bagaimana kita dapat membedakan iblis yang timbul karena kita giat menjalankan kepercayaan, dengan iblis yang timbul karena kita lalai dalam kepercayaan? Jawab: Iblis yang timbul karena kita giat atau lalai, adalah kita sendiri yang paling mengetahuinya. Pada dasarnya itu adalah masalah kesadaran diri sendiri. Rintangan yang timbul ketika kita maju dalam perombakan sifat jiwa menuju Issyo Jobutse dengan menggelorakan semangat untuk maju dalam kepercayaan yang kuat, adalah jelas termasuk iblis golongan pertama. Dalam hal ini, pada umumnya harus mempertahankan sikap kepercayaan untuk melawannya. Sebaliknya, pada jenis yang kedua, iblis akan muncul dalam keadaan yang tidak ada peningkatan kepercayaan, dikuasai kemalasan dan mundur, lalu ia akan menggerogoti jiwa. Dalam hal ini, secara konkritnya semangat orang bersangkutan akan dimakan habis oleh iblis hingga kehilangan kegembiraan dan keberanian dalam kepercayaan, dan dalam pelaksanaannya pun akan makin lalai. Yang harus kita perhatikan adalah sering kita tidak sadar bahwa kita dipengaruhi iblis. Di situlah pentingnya kita berada dalam susunan yang
Itai Dosyin, untuk saling menegur dan memberi dorongan, serta mendapatkan pimpinan yang baik. Ketika kita terjerumus dalam kondisi kepercayaan yang buruk entah karena iblis ataupun kesulitan, tiada sesuatu yang lebih meyakinkan daripada kehadiran pimpinan yang memberi dorongan dengan maitri karuna yang mendalam serta daya bimbing yang luas dan berkeyakinan mantap untuk memecahkan kesesatan pikiran kita. Agama Buddha mengajarkan bahwa sesama kawan kita penganut Myoho disebut “kawan baik”, dan harus merupakan hubungan kawan baik untuk memperdalam kepercayaan dan memajukan diri masing-masing. Pokoknya, sebagaimana dikatakan dalam Gosyo, “Kalau muncul Tiga Rintangan Empat Iblis, orang bijaksana akan bergembira dan orang bodoh akan mundur”, maka kita walau menghadapi rintangan iblis apapun, harus tetap maju dalam perombakan sifat jiwa, menjadi arif bijaksana Myoho, menuju Issyo Jobutsu. Pertanyaan: Dalam Kyodaisyo dikatakan: “Dunia ini adalah milik Raja Iblis Surga Keenam. Sejak zaman dahulu yang tak berawal, seluruh umat manusia adalah pengikut Raja Iblis tersebut”. (Gosyo, hal. 1081). Namun apakah perjuangan melawan rintangan iblis dan musuh besar tidak akan hilang untuk selamanya?
Jawab: Dapat dikatakan bahwa itu tidak akan hilang untuk selama-lamanya. Dengan kesadaran dan keyakinan demikian, kita selalu harus mempertahankan “Kepercayaan yang dapat mengenal iblis”, dan “Kepercayaan yang dapat mengatasi iblis”. Dalam Gosyo dikatakan, “Kesadaran Hukum Sumber Pokok (Gampon no Hossyo) pasti terwujud sebagai Bonten, Taisyaku dan sebagainya. Kesesatan Hukum Sumber Pokok (Gampon no Mumyo) pasti terwujud sebagai Raja Iblis Surga Keenam”. (Gosyo, hal. 997). Berarti, kalau kita tinjau dari filsafat jiwa agama Buddha, dalam jiwa kita itu memang sudah terdapat dwi-tunggal sifat Hukum Kesadaran (Hossyo) dan Kesesatan (Mumyo) secara hakiki. Jadi kesadaran dan kesesatan satu, dan dapat dikatakan sebagai perwujudan jiwa itu sendiri dalam bentuk yang berlainan. Dalam hal ini Kesesatan Sumber Pokok adalah perwujudan fungsi Raja Iblis Surga Keenam. Selama kita berjiwa/hidup, Raja Iblis Surga Keenam selalu mempunyai kemungkinan untuk merajalela. Lalu sebab apakah jiwa manusia itu diselimuti oleh Kesesatan Sumber Pokok? Yaitu tidak lain dari ketidak percayaan terhadap Hukum Sakti. Dalam kalimat Gosyo tadi dikatakan, “Dunia ini adalah milik Raja Iblis Surga Keenam”, zaman sekarang adalah zaman buruk yang penuh dengan kelima kekeruhan jiwa, sehingga sedemikian banyak orang yang tidak percaya terhadap Hukum Sakti. Juli 2014 | Samantabadra
53
materi ajaran | forum diskusi Namun, juga tidak salah bahwa dalam setiap jiwa manusia terdapat “Kesadaran Sumber Pokok”. Untuk memecahkan “Kesesatan Sumber Pokok dan mewujudkan Kesadaran Sumber Pokok, tidak lain hanya dengan percaya sepenuh jiwa raga terhadap Hukum Sakti. Ketika jiwa kita dirombak menjadi Kesadaran Sumber Pokok, kita dapat membuktikan kurnia agung agama Buddha, dan itu akan terwujud sebagai fungsi Bonten, Taisyaku yang melindungi kita. Hal ini jelas dari kalimat Gosyo yang berbunyi, “Bonten, Taisyaku dan sebagainya adalah ayah kandung kita, karena mereka menerima titipan milik Buddha Sakyamuni (Gosyo, hal. 1268). Dunia yang demikian disebut Dunia Buddha (Tanah Buddha). Perjuangan penyelamatan kebahagiaan umat manusia, dapat dikatakan sebagai perjuangan merombak dunia, agar dunia yang kita huni ini berubah dari tanah milik Raja Iblis Surga Keenam menjadi Tanah Buddha. Dalam perjuangan tersebut, karena dilakukan dialog agama Buddha yang menggoncangkan Kesesatan Sumber Pokok Jiwa orang-orang dari dasarnya, maka reaksinya akan muncul sebagai Onsyitsu dan amarah yang meluapluap. Itu yang merupakan rintangan kesulitan dari fungsi Raja Iblis Surga Keenam. Oleh karena itu, selama kita memperjuangkan penyelamatan kebahagiaan umat manusia tidak akan hilang perjuangan melawan rintangan iblis dan musuh besar. Kita tak boleh melupakan sikap melawan dan memecahkan Raja Iblis Surga Keenam. 54
Samantabadra | Juli 2014
Pertanyaan: pakah perbedaan antara hukuman dan kesulitan?
A
Jawab: Hukuman berarti imbalan ketidakbahagiaan yang diterima oleh pribadi maupun masyarakat sebagai akibat menentang pada Dharma. Kalau dalam istilah masyarakat umum, itu adalah kerugian ataupun gejala ketidakbahagiaan. Kalau kita mendengar kata “hukuman”, kita cenderung untuk membayangkan sebagai perlakuan yang dijatuhi oleh Buddha atau dewadewa terhadap perbuatan buruk seseorang, namun sesungguhnya sama sekali tidaklah demikian. Sesungguhnya itu bukanlah semacam ganjaran yang diberi dari luar, atau juga bukan sesuatu yang diciptakan oleh kehadiran yang melampaui alam semesta. Melainkan itu adalah akibat ketidakbahagiaan atau kerugian yang diterima sebagai akibat tidak menyesuaikan diri pada Dharma. Dalam Hukum Masyarakat dan Hukum Negara pun kalau kita menentang Hukum tersebut, baik sadar maupun tidak sadar, kita akan menerima imbalannya. Hukuman dalam agama Buddha adalah gejala ketidak bahagiaan yang muncul pada kehidupan diri sendiri, karena menentang Hukum Sumber Pokok Kejiwaan (fitnah Dharma), yang mencakupi manusia dan alam semesta. Sedangkan kesulitan adalah
penindasan atau penderitaan yang kita terima, ketika kita menganut Hukum Sakti dan bergiat dalam penyebaran Dharma demi penyelamatan kebahagiaan umat manusia. Namun hukuman maupun kesulitan, harus kita atasi dengan kepercayaan yang kuat, agar kita dapat membuka kebahagiaan dan kemajuan bagi orang lain maupun bagi diri sendiri yang lebih besar lagi. Walaupun kehidupan kita terlihat seperti terkena hukuman di mata masyarakat umum, karena kita difitnah dan ditindas demi Hukum agama Buddha, namun kalau dilihat dari mata Hukum agama Buddha, itu adalah kesempatan yang sangat baik untuk
meningkatkan kekuatan jiwa kita, tergantung pada dalam-dangkalnya kepercayaan kita. Sebaliknya, kalau kita kalah, timbul keragu-raguan lalu mundur, maka itu akan mengakibatkan hukuman. Kita harus tetapkan hati kita bahwa adalah wajar timbul kesulitan dalam perjalanan penyebaran Myoho, dan marilah kita bergiat dalam kepercayaan yang dapat mengatasi kesulitan. Rejeki ini akan tumbuh subur bagaikan sebatang pohon besar, dan kita akan dapat membuka kehidupan yang terpenuhi akan segala keinginan kita. eee
Catatan
Juli 2014 | Samantabadra
55
refleksi
Cinta Indonesia Megah Ria Bukan lautan hanya kolam susu Kail dan jala cukup menghidupimu Tiada badai tiada topan kau temui Ikan dan udang menghampiri dirimu Orang bilang tanah kita tanah surga Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
L
irik sederhana dari penggalan lagu Koes Plus di atas mampu menggambarkan betapa indah dan makmurnya sebuah negeri yang bernamakan Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sekitar 13.466 pulau lengkap dengan berbagai keindahan alam di dalamnya. Kepulauan Indonesia terbentuk dari pegunungan yang membujur dari barat ke timur, dilewati garis khatulistiwa, terletak di antara benua Asia dan Australia, serta dikelilingi oleh samudera Hindia dan Pasifik. Kondisi geografis inilah yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu wilayah strategis di dunia. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara terpadat keempat 56
Samantabadra | Juli 2014
di dunia dengan jumlah populasi sekitar 235 juta jiwa, yang terdiri dari 350 suku dengan 483 bahasa dan budaya. Berbagai kekayaan dan keanekaragaman ini seharusnya dapat dijadikan sebagai modal utama untuk memajukan sebuah bangsa. Namun, terkikisnya rasa cinta tanah air dan kurangnya kepedulian terhadap nasib ibu pertiwi, membuat wajah Indonesia tak lagi indah seperti dahulu kala. Hari kemerdekaan yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus seringkali terlewatkan begitu saja. Sebagian besar anak bangsa seolah tak paham betul makna sesungguhnya di balik kata “cinta” Indonesia. Oleh karena itu, alangkah baiknya bila kita bisa menghayati
beberapa perilaku di bawah ini, sebelum kita mulai berbicara tentang “cinta” Indonesia.
Pelestarian Budaya Melestarikan budaya merupakan salah satu cara untuk mewujudkan rasa cinta kita terhadap tanah air. Seperti yang kita ketahui, keanekaragaman budaya yang dimiliki bangsa Indonesia begitu banyak dan tidak akan pernah habis untuk dipelajari. Namun, kebudayaan ini bisa punah apabila kita sebagai sang pewaris tidak merasa bangga dan tidak berusaha untuk melestarikannya. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah generasi muda kita sepertinya lebih tertarik dengan budaya luar. Padahal, tidak sedikit budaya Indonesia yang telah berhasil menuai
decak kagum dan pujian dari berbagai negara. Salah satunya adalah kesenian batik yang sudah dikenal sejak jaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga sekarang. Batik dihasilkan dari proses penulisan gambar atau ragam hias pada media apapun dengan menggunakan alat bantu berupa canting dan lilin panas. Selain itu, Indonesia juga memiliki kesenian angklung. Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang di dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini terbuat
pencemaran air laut, pemanasan global, polusi udara, dan lain-lain. Berbagai masalah ini terjadi akibat keserakahan dan keegoisan manusia yang hanya memikirkan keuntungan pribadinya saja. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus, bukan tidak mungkin suatu saat nanti keindahan alam Indonesia hanya akan menjadi sejarah bagi anak cucu kita. Oleh karena itu, kita harus berperan aktif untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Mulailah dengan gerakandari bambu dan dibunyikan gerakan sederhana, seperti membiasakan berjalan dengan cara digoyangkan, kaki atau bersepeda saat sehingga mampu menghasilkan alunan suara berpergian jarak dekat, menggunakan kertas yang merdu. secara bijak, mematikan lampu yang tidak terpakai, Peduli Lingkungan mengurangi penggunaan Cinta Indonesia juga plastik berlebih, dan dapat kita wujudkan dengan memunculkan sikap membuang sampah pada peduli terhadap lingkungan. tempatnya. Sikap peduli lingkungan ini akan Tidak dapat dipungkiri bahwa isu lingkungan hidup menjadikan Indonesia sebagai negara yang bersih, telah menjadi isu global sehat, indah, dan nyaman. yang ramai dibicarakan beberapa tahun terakhir Dukung Pariwisata ini. Berbagai penelitian Indonesia di dunia telah dilakukan Pesona alam Indonesia guna menyelamatkan yang terbentang dari bumi kita dari kehancuran. Sabang hingga Merauke, Di Indonesia sendiri, memang tidak akan terdapat begitu banyak pernah habis untuk kita masalah lingkungan, nikmati. Sebut saja Pulau seperti kerusakan hutan, Juli 2014 | Samantabadra
57
refleksi Dewata Bali yang selalu ramai dikunjungi, baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Nuansa eksotis dan romantis bisa kita rasakan ketika berada di pantai Bali saat matahari terbit atau terbenam. Wisata lain yang tak kalah menakjubkan adalah Kepulauan Raja Ampat yang terletak di propinsi Papua Barat. Mata kita akan dimanjakan oleh keindahan alam bawah laut, berupa terumbu karang dan berbagai spesies hewan yang hidup di dalamnya. Keindahan lainnya dapat kita saksikan dari puncak gunung Bromo yang terletak di ketinggian 2.392 m dari permukaan air laut. Melihat begitu banyaknya tempat-tempat wisata yang dimiliki Indonesia, penting bagi kita untuk terus mendukung agar industri pariwisata negara kita semakin maju dan nama Indonesia semakin dikenal dunia. Hargai Produk Dalam Negeri Sebagai orang Indonesia, terkadang kita merasa malu jika harus menggunakan produk buatan dalam negeri. Kualitas produk Indonesia dianggap kurang bagus dan tidak sebanding dengan produk luar negeri. 58
Samantabadra | Juli 2014
Mayoritas masyarakat Indonesia lebih senang membeli barang-barang import meskipun harus merogoh kocek lebih dalam. Fenomena ini seolah-olah menggambarkan bahwa kita baru akan merasa bangga dan percaya diri selama barang yang kita pakai tidak ada tulisan “made in Indonesia� nya. Cara pandang seperti ini tentulah keliru, karena sebenarnya tidak sedikit produk asli Indonesia yang berhasil menembus pasaran internasional. Contohnya saja seperti kain batik, patung, ukiran, dan berbagai jenis kerajinan tangan lainnya. Oleh karena itu, kita sebagai bagian dari bangsa harus bisa menghargai produk-produk
buatan dalam negeri. Dengan menggunakan produk dalam negeri, artinya kita telah berperan serta dalam memajukan industri ekonomi kreatif Indonesia.
Referensi : http://www.stellamaris.co.id/detailarticle-535-1-5-warisan-budayaindonesia-yang-menjadi-kebanggaandunia.htm http://palingindonesia.com/pesona-batikmengalihkan-dunia/ http://www.indonesia.travel/id/discoverindonesia http://nationalgeographic.co.id/ berita/2012/02/hanya-ada-13466pulau-di-indonesia
syin gyo gaku
Mendiskusikan Pandangan Kebaikan dan Kejahatan dari Saddharmapundarika-Sutra S
ejak dahulu kala, terdapat banyak ahli yang membahas kejahatan dan keburukan sifat manusia. Konghucu misalnya mencanangkan “sifat kebaikan, namun tidak sedikit orang yang meragukan bahkan sulit mempercayainya�. Kemudian ada Chuang Che yang mencanangkan, “sifat kejahatan yang menyebabkan orang terpuruk dalam pesimisme atau menjurus kearah kekejaman�. Ada pula ahli lain yang mengatakan bahwa pada mulanya sifat manusia adalah sama seperti sehelai kertas putih yang bersih, yang kemudian hari apakah akan menjurus ke arah kebaikan atau ke arah kejahatan akan ditentukan oleh lingkungan di sekitarnya. Pandangan yang beraneka ragam tersebut tentu membuat orang bimbang dan bingung. Namun demikian, melalui pemahaman terhadap Saddharmapundharika sutra dapat ditentukan bahwa berbagai pandangan, termasuk pembabaran Dharma sebelum Saddharmapundharika sutra yang mencanangkan bahwa orang jahat tidak dapat menjadi Buddha, sehingga
terhenti pada titik pandangan pertentangan antara kebaikan dan keburukan. Pandangan tersebut masih berupa pembahasan sepihak atau pandangan parsial. Hanya Saddharmapundharika sutra yang menjelaskan pandangan mengenai hal ini secara keseluruhan. Bagaimanakah Saddharmapundharika sutra menjelaskan dan memilah kebaikan dan keburukan? Berikut penjelasannya.
1. Pandangan kejiwaan 10 dunia yang memiliki 10 dunia
Udin Tirta
sebaliknya. Di dalam jiwa Devadatta yang sangat jahat sekalipun terkandung jiwa Buddha. Ini lah yang disebut wujud sesungguhnya dari jiwa (jisso). Di dalam kebaikan terdapat kejahatan, di dalam kejahatan terdapat kebaikan. Pandangan jiwa yang mencakupi secara lengkap kebaikan dan kejahatan merupakan titik pijak mendasar hukum Buddha untuk mencapai kesadaran Buddha dari manusia biasa.
Di dalam dunia Buddha, dunia yang merupakan kebaikan tertinggi sebenarnya masih terkandung jiwa kejahatan dunia neraka seperti Devadatta. Begitu pula
Juli 2014 | Samantabadra
59
refleksi Budha Sakkyamuni di dalam bab Devadatta telah menjelaskan sebab jodoh masa lampau antara dirinya dengan Devadatta. Pada waktu itu, Buddha Sakkyamuni dilahirkan sebagai seorang raja dan demi menuntut jalan ke-Buddha-an telah menggabdi kepada Dewa Asita selama seribu tahun hingga akhirnya mencapai kesadaran Buddha. Dewa Asita adalah jiwa lampau dari Devadatta. Budha Sakkyamuni yang sangat unggul kebaikanya telah menggutarakan bahwa Devadatta yang sangat jahat adalah gurunya yang membuat dirinya menjadi Buddha. Beliau memandang Devadatta sebagai mitra yang baik (Zein Chi Shi Ki) untuk pencapaian kesadaran Buddha dirinya. Kemudian Devadatta yang sangat jahat di dalam bab Devadatta telah menerima penganugerahan untuk mencapai kesadaran Buddha. Memang kelihatannya kebaikan dan kejahatan sama sekali bertentangan. Memang dalam hukum Buddha secara tepat telah memecahkan pembabaran Dharma perihal pertentangan antara kebaikan dan kejahatan, sehingga telah mengumumkan wujud sesungguhnya dari jiwa (jisso). Dengan ini telah memberikan suatu titik pijak sesungguhnya yang memberikan pencapaian kesadran budha bagi seluruh umat manusia.
60
Samantabadra | Juli 2014
2. Kebaikan dan kejahatan yang merupakan satu kesatuan yang tidak mendua (Zein-Aku Funi) Kebaikan maupun kejahatan merupakan satu kehadiran yang selalu hadir bersama-sama dan sama sekali bukan sesuatu yang dapat dipisahkan menjadi dua. Hal ini sama seperti yang terdapat di dalam makna gaib dari Sadharma (Hokke Gengi) di mana Maha Guru Tientai mengajarkan, “di dalam kebaikan terdapat kejahatan terlepas dari kejahatan tidak ada kebaikan” dan “kejahatan adalah bahan yang menghidupkan kebaikan dan jika tidak ada kejahatan maka tidak ada kebaikan”. Namun demikian, “kesatuan kejahatan dan kebaikan yang tidak mendua” (Zein-Aku Funi) sama sekali tidak berarti kebaikan dan kejahatan adalah sama. Adapun inti hakekat makna sesungguhnya adalah kebaikan dan kejahatan dapat bertukar kedudukan sesamanya. Jadi, kejahatan dapat berubah menjadi kebaikan, begitupun dapat menghasilkan kebaikan. Ketika kejahatan berubah menjadi kebaikan atau membuat sesuatu menjadi kebaikan, maka kejahatan juga akan meningkat akan menjadi kebaikan. Sebaliknya kebaikan pun dapat menjurus ke arah kejahatan, yakni berkemungkinan akan terjatuh ke dalam kejahatan.
Di dalam jiwa dan di depan kita hubungan kebaikan dan kejahatan selalu hadir dalam waktu yang bersamaan. Misalnya, suatu malapetaka malah mendatangkan kebahagiaan. Atau karena terlalu gembira kemudian terperosok kedalam kesedihan yang luar biasa. Begitupun sama seperti Devadatta yang sangat jahat telah membantu Sakkyamuni mencapai kebaikan dunia Buddha dan menjadi Buddha. Sedangkan Devadatta karena keunggulan dirinya yang sangat luar biasa telah menimbulkan hati kesombongan yang menghianati agama Buddha. Inilah penjelasan yang terbaik dari kesatuan kebaikan dan kejahatan yang tidak mendua. 3. Kesimpulan
Dari pandangan tersebut kita dapat memahami wujud sesungguhnya dari jiwa adalah mencakupi secara utuh kebaikan dan kejahatan. Di dalam satu jiwa yang sama dapat menciptakan nilai keburukan, begitupun dapat menghasilkan akibat kejahatan. Semuanya tergantung ke arah mana yang diambil oleh jiwa itu sendiri. Jika kita bertujuan melaksanakan pertapaan hukum Buddha, maka kegiatan itu akan membuat jiwa secara berkelangsungan menciptakan kebaikan tertinggi dan seiringan dengan berkembangnya waktu akan merubah kejahatan menjadi kebaikan.
refleksi Yang dimaksud “kebaikan tertinggi� adalah pelaksanaan terhadap pandangan kehidupan yang membuat seluruh umat manusia mencapai kesadaran Buddha. Dengan demikian usaha “merubah kejahatan menjadi kebaikan� berada di dalam perjuangan yang tidak terputus-putusnya terhadap kejahatan yang berada di luar maupun yang berada di dalam jiwa sendiri, sehingga menyucikan jiwa diri sendiri hingga mencapai kebaikan. Baik Buddha Sakkyamuni maupun Nichiren Daishonin yang seluruh kehidupannya
adalah membaca Saddharmapundharika sutra dengan jiwa raga dan berjuang terhadap kejahatan sehingga berhasil mencapai kebaikan tertinggi. Dari sini secara gamblang terlihat pembabaran Dharma perihal kesatuan kebaikan dan keburukan yang tidak mendua dari Saddharmapundharika sutra ini adalah bulat sempurna dan tuntas. Kita pun seluruh anggota Nichiren Syosyu yang menjadikan kosenrufu sebagai tugas jiwa melalui pelaksanaan Jogyo dan Ketta sehari-harinya hingga berhasil merrombak suasana
jiwa diri sendiri sungguh merupakan pertapaan yang sama sekali tepat dan sesuai dengan hati dan kehendak Buddha. Hendaknya kita memandang kejahatan sebagai mitra kebaikan (zein chi shi ki) yang tertinggi hingga mencapai kemenangan dalam kehidupan. eee
Catatan
Juli 2014 | Samantabadra
61
wawasan
Partisipasi Politik dan Penyimpangan Sosial di Masyarakat Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia disampaikan pada TGM 27
Pendekatan Historis Konflik dan Partisipasi Politik di Indonesia Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah, tetapi mengapa sekarang banyak terjadi kekerasan dan konflik? Di antaranya adalah prasangka dan diskriminasi dalam bidang SARA (suku/ etnik, agama, ras, dan antar golongan). Beberapa contoh SARA yang pernah terjadi, yaitu: • Suku: Konflik Kalimantan Barat: Madura versus Melayu dan Dayak; Lampung: Lampung versus Bali, dan Konflik antarsuku di Timika • Agama: Terorisme, Kasus gereja Yasmin di Bogor, Kasus Syiah di Sampang, Madura, Kasus Ahmadiyah, dan Pengaruh konflik etnik Rohingya (Myanmar) ke komunitas Buddha Indonesia • Ras: Perang Jawa (1741–1743): Cina + Jawa melawan Belanda + Madura; Cina terusir dari desa dan kota kecil 1950-1960; KTP khusus untuk WNI Keturunan
62
Samantabadra | Juli 2014
Tiong Hoa (Tiongkok); Pelarangan kebudayaan, bahasa dan agama Tiongkok; Penggantian nama-nama Tionghoa ke nama-nama Indonesia; WNI Keturunan Tiong Hoa dibatasi masuk PTN; Kerusuhan Solo 1980, Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta • Antar Golongan: Antar Partai politik dan Antara Sipil - Militer
Semua konflik ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor sosiokultural-demografis (contoh: perbedaan antara etnik Dayak dan etnik Papua sangat terlihat jelas), faktor historis. Masalah agama pun masih rentan memicu konflik. Menelusuri akar sejarah ini, sejak zaman penjajahan, Indonesia memang dikondisikan dalam pengotak-ngotakaan golongan. Berdasarkan Indische Staatsregeling (Peraturan Ketatanegaraan Hindia Belanda) tahun 1927, penduduk Indonesia pernah terbagi dalam 3 golongan, sebagai berikut: • Golongan Eropa: Belanda, prang Eropa non-Belanda,
Jepang (alasan ekonomi), dan keturunannya. • Golongan Timur Asing: Golongan Tiong Hoa dan Timur Asing non-Tiong Hoa (Arab, India). Warga Timur Asing adalah pedagang dan perantara. Perekonomian memerlukan pedagang sampai ke pelosok. Orang pribumi (khususnya di Jawa), tidak mau jadi pedagang (hanya ada bangsawan dan petani). Kekosongan ini diisi oleh golongan Timur Asing. Untuk mengontrol para pedagang dari Tiongkok, Pemerintah Hindia Belanda memberikan pangkatpangkat militer kepada para pengusaha-pengusaha Tiongkok. • Golongan Pribumi. Adapun diskriminasi oleh pemerintah Hindia Belanda adalah adanya pembedaan antara rakyat jelata yang tidak bisa sekolah dengan bangsawan (mahasiswa Stovia bersama pemuda Belanda).
Namun sejak tanggal 28 Oktober 1928, Sumpah Pemuda dikumandangkan, secara berangsur penggolongan ini
mulai ditiadakan, meski efeknya masih terasa hingga saat ini. Tepatnya pada saat peristiwa reformasi di tahun 1998, sangat terasa dampaknya bagi warga keturunan Tiong Hoa. Semua yang sudah terjadi dan berlalu adalah sumber pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi dalam membangun bangsa kita. Kini terbentang luas kesempatan bagi siapapun untuk ikut membangun bangsa dan menciptakan perubahan, khususnya dalam kancah politik dan pemerintahan. Tidak tertutup juga kesempatan bagi golongan manapun untuk bisa berkontribusi dan memberikan sumbangsih bagi negara. Pada masa pesta politik saat ini, mau tidak mau kita ikut arus perpolitikan, berbagai cara dilakukan dalam kampanye, tetapi apa sebenarnya makna dari politik itu sendiri? Jangan sampai kita hanya menjadi penonton atau pengikut yang sebenarnya tidak paham dengan akar permasalahan bangsa, tetapi hanya sibuk berkomentar dengan fenomena politik yang ada di negara kita. Politik berarti berbagai strategi untuk bisa menentukan kebijakan-kebijakan. Masa depan Indonesia adalah milik kita bersama dan tanggung jawab kita untuk menjaga bangsa ini. Peran WNI Keturunan Tiong Hoa ke depannya adalah mengembangkan semangat dan keberanian untuk menjadi birokrat, bergabung dengan TNI/ Polri, karena lebih efektif untuk ikut memperbaiki negara apabila kita ikut bermain di arena politik ini. “Harapannya
akan semakin banyak bermunculan potensi-potensi yang mengungguli “Ahok” saat ini” Khususnya bagi warga keturunan Tiong Hoa untuk berani terjun ke dunia politik dan mengasah kemampuan berpolitiknya. Jika kita sudah selesai dengan diri kita, maka tidak akan ada lagi keinginan untuk memanipulasi atau mengambil keuntungan pribadi semata, yang ada hanyalah keinginan untuk memajukan negara ini.
Fenomena Pedofilia Tidak hanya anak-anak, remaja pun memiliki potensi pelecehan seksual, mulai dari di tempat umum, kendaraan umum, maupun di sekolah. Dr Krafft Ebing pertama kali meluncurkan istilah pedophilia erotica di kalangan kedokteran. Dr. Krafft hanya bertemu dengan empat pasien pedophilia sepanjang karirnya. Namun ada tiga sifat Pedophilia Erotica: – Karena bakat, bawaan, bukan karena pengaruh lingkungan. – Kedua, ketertarikan subyek lebih kepada anak-anak, ketimbang pada orang dewasa, – Perilaku yang ditunjukkan bukan hubungan kelamin, melainkan hanya menyentuh-nyentuh dan memanipulasi anak untuk melakukan sesuatu.
“persahabatan”. Pedophilia = cinta anak. Pedophilia = “Kecenderungan ketertarikan seksual (sexual preference) pada anak-anak, baik lakilaki maupun perempuan atau keduanya, biasanya yang berusia praremaja atau remaja awal”. Usia 16 tahun ke atas dianggap memenuhi definisi ini jika ia mempunyai kecenderungan ketertarikan seksual yang menetap atau yang dominan pada anak-anak praremaja yang paling sedikit lima tahun lebih muda.
Apa Saja Kriteria Pedophilia? Adanya khayalan yang merangsang secara seksual, perilaku atau dorongan untuk terlibat dalam aktivitas seksual tertentu dengan anak dan praremaja (sampai batas usia 13 tahun) selama enam bulan atau lebih, atau jika orang yang bersangkutan (subyek) melakukan sesuatu berdasarkan dorongandorongan ini atau merasa distres (tertekan) sebagai akibat dari adanya perasaanperasaan ini. Kriteria ini juga mengindikasikan bahwa subyek harus berumur minimum 16 tahun dan anak atau anak-anak yang dikhayalkannya paling sedikit lima tahun lebih muda darinya. Hubungan seksual yang terjadi antara anak berumur 12-13 tahun dengan seorang yang berusia remaja Apakah Pedofilia? akhir perlu dikecualikan. Jadi: Pedofilia berasal dari kata Tidak harus ada sanggama/ Yunani: παῖς (paîs), yang berarti penetrasi. “anak” dan, φιλία (philía), Disebutkan juga dalam yang berarti “cinta” atau DSM-5 bahwa “Kriteria Juli 2014 | Samantabadra
63
wawasan diganostik untuk kelainan pedophilia dimaksudkan untuk diterapkan pada orang-orang yang secara sukarela mengakui paraphilia (kelainan seksual) ini ataupun yang tidak mau mengakui bahwa ia mempunyai ketertarikan seskual pada anak-anak, terlepas dari bukti-bukti obyektif ke arah yang sebaliknya.
Apakah Pedophilia bisa tergolong child molester (penyiksa anak)? Tetapi tidak semua child molester adalah Pedophilia. • Anwar dkk (pelaku JIS) adalah child molester, tetapi bukan Pedophilia jika hanya melakukannya sekali itu saja, atau berselang lebih dari 6 bulan. • Robot Gedek dan Babe adalah pedophilia • Pedophilia tidak selalu dipersepsikan jahat oleh korban: salah satunya adalah Emon yang disayangi oleh korban, karena dinilai baik hati oleh anak-anak. Setiap hari ratusan anak-anak lebih banyak ditemani oleh Emon dibandingkan orang tuanya sendiri, Emon juga menemani anak-anak mengerjakan PR. Kondisi ini menggambarkan bahwa anak-anak membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang lebih, dan ketika tidak mendapatkannya dari orang tua, tidak tertutup kemungkinan anak-anak mencari sumber kasih sayang di luar rumah.
Apakah perempuan bisa menjadi pelaku pedophilia? Jarang terjadi, tetapi pernah ada kasus Mary Kay Letourneau di California pada tahun 1997. Dia adalah seorang guru berusia 31 tahun, dan korbannya adalah muridnya, Villy Fualaau (12 tahun). Mary Kay dipenjara selama 7,5 tahun, tetapi selepas dari penjara di tahun 2005, Mary Kay menikah dengan korbannya, dan pernikahan mereka masih berlangsung sampai sekarang.
Bagaimana penanganan bagi pelaku pedophilia dan korbannya? Ada 4 cara untuk menangani para pelaku pedophilia dari aspek psikologis dengan bantuan psikolog dan psikiater, yaitu: • Fisiolologik, tujuannya menon-aktifkan testoteron. Ada dua macam: kastrasi, tindakan operasi (kebiri) dan suntikan bahan-bahan kimia • Psikoanalitik: ekspolrasi alam ketidak sadaran • Terapi keluarga: pelibatan seluruh keluarga (paling efektif) • Terapi perilaku (Behavior Therapy) dan CBT (Cognitive Behavior Therapy)
Sedangkan untuk korban, perlu diberikan terapi pasca trauma, berupa terapi keluarga, terapi kelompok, dan terapi individu. Tidak ada jalan lain untuk melindungi diri dari pengaruh buruk dari lingkungan luar, selain memperkuat benteng diri dan membangun kualitas diri yang terbaik. Kebutuhan afeksi juga menjadi hal yang penting, agar bisa selalu terjaga dari pelecehan seksual. Konsep pelecehan seksual tidak hanya diperkenalkan kepada usia kanak-kanak saja, tetapi remaja juga perlu mendapatkan pembekalan mengenai bagaimana melindungi dan membentengi diri dari pengaruh buruk lingkungan luar. eee
64
Samantabadra | Juli 2014
Independence Day of Indonesia
Kyanne Virya
I
t has been 69 times we celebrate and commemorate our Independence Day. This year, 2014, we celebrate and commemorate our 69th Independence Day with all the upcoming events. Year to year we do a lot of things, from raising the red and white flag up to cultural-performance night. What could we do more to fill Independence Day in order to give further contribution to the country? Need we hold social funding event to help the poor? Need we call the people of achievement from all over Indonesia to get awards? Every colonized nation has its own Independence Day. The whole nation had to struggle to get its independence. Indonesia is one of them Indonesia proclaimed its independence on August 17, 1945 in Jakarta. Soekarno and Hatta were the
executors of the independence of Indonesia. Indonesia got its independence through a long social and political process which is made by the whole components of the nation under Soekarno-Hatta’s leadership. Indonesia had been colonized by the Dutch for 3.5 centuries. Japan also had captured our country for 3.5 years. My thesis says that all NSI members should do such things as teach and develop people, give more services, create new products, study hard to keep up our independence by implementing the Daishonin’s doctrines in which we work to improve human resources quality. What History Says Before going through the Buddhist viewpoint, let us see what the history says. The act of proclaiming Indonesia
Independence has started since 1908. The Indonesia independence movement began in 1908, which is commemorated as the Year of National Awakening, dated on May 20th, 1908. (Wikipedia, the free encyclopedia) Afterwards, the seeds of having Indonesia Independence grew until 1945. So many events happened between the two points of time starting from Aceh up to Irian. How could our founding fathers, Soekarno and Hatta, make up their minds to proclaim the Independence? Look at this illustration from Wikipedia: The Proclamation of Indonesia Independence was read at 10.00 a.m. on Friday, August 17, 1945. The declaration marked the start of the diplomatic and armedresistance of the Indonesian National Revolution, fighting against the forces of the Juli 2014 | Samantabadra
65
wawasan Netherlands and pro-Dutch civilians, until the latter officially acknowledged Indonesia’s independence in 1949. The document was signed by Sukarno (who signed his named “Soekarno” using the older Dutch orthography) and Mohammad Hatta, who were appointed President and Vice-president respectively the following day. This history did not stop then. Over 50 years,
66
Samantabadra | Juli 2014
the Netherlands did not officially accept the fact. The free encyclopaedia Wikipedia says, In 2005, the Netherlands declared that they had decided to accept de facto 17 August 1945 as Indonesia’s independence date. On the other side, the same source says, the United Nations, who mediated in the conflict, formally acknowledge the date of independence as 27 December 1949. Oh, dear, it is very hard to get acknowledgement, isn’t it? It is much harder to keep our independence by filling it with worthy activities, socially and economically speaking. From the date of Proclamation on, all the nation, not to mention few Chinese Indonesians, got busy holding weapons to uphold and keep this independence. The so-called Indonesian National Revolution occurred all over Indonesia. This revolution or Indonesian War of Independence was an armed conflict and diplomatic struggle between Indonesia and the Dutch Empire, and an internal social revolution. It took place between Indonesia’s declaration of independence in 1945 and the Dutch recognition of Indonesia’s independence at the end of 1949. (Wikipedia, the free encyclopaedia) So many victims fell down during the battles. Wikipedia has illustrated the incident this way:
The struggle lasted for over four years and involved sporadic but bloody armed conflict, internal Indonesian political and communal upheavals, and two major international diplomatic interventions. Dutch forces were not able to prevail over the Indonesians. Although Dutch forces could control the towns and cities in Republican heartlands on Java and Sumatra, they could not control villages and the countryside. Thus, the Republic of Indonesia ultimately prevailed as much through international diplomacy as it did through Indonesian determination in the armed conflicts on Java and other islands. (Wikipedia, the free encyclopaedia) The Celebration Nowadays To express our gratitude and happiness after being freed from colonialism, every one of us carries out some social activities in our neighbourhood. The social process usually takes place this way: neighbourhood associations often coordinate special activities for the neighbourhood children and may request donations from homeowners to sponsor games and prizes for the children. Schools hold contests to see which class can decorate their room in the most patriotic manner as well as holding games and races amongst lasses (http://www. expat.or.id/info/aug17th. html).
Not only that, but neighbourhood associations, or your local RT (neighbourhood head), may organize a clean up of the area or kerja bakti. Drains are swept, weeds are cut back, debris is burned and public areas are repainted. Women are asked to provide snacks to the hard working men. Homeowners may be requested by the RT to fly the Indonesian flag for a set period of time before and after the holiday. Businesses may be asked to make contributions to fund an extravaganza of fireworks and entertainment in Monas Square as well as for other more localized festivities. In years past, neighbourhood heads would ask homeowners to paint their homes, at least the front, in preparation for the big day (http://www.expat.or.id/info/ aug17th.html). In the capital city, the national program is that the President delivers the State of the Nation Address to the members of the House of Representatives, diplomatic corps and honoured guests on the day before Independence Day. (http://www.expat.or.id/ info/aug17th.html) On the D-day, that is on August 17th, the most solemn ceremony is the flag hoisting at the National Palace, televised live. Full of pomp and circumstance and conducted basically the same way each year, it is a spectacle of the greatest respect and
honour for the flag and the Republic. The ceremonies are led by the President and Vice President, and attended by the cabinet, military brass, family members of the current and preceding president, diplomatic corps and honoured guests. High School students from throughout the archipelago are chosen for their marching skills and put on a show of intricate steps and turns to hoist the flag. The military is out with all its brass in high shine, standing smartly at attention in their dress uniforms. (http://www. expat.or.id/info/aug17th. html) On the other side of the country, while the solemn
ceremonies are taking place, neighbourhoods gear up for fun and games for the kids. Krupuk (shrimp chips) eating contests, bike decorating, games, races and lots of fun fill the day. The women are busy in cooking contests to see who can make the biggest krupuk or the most delicious nasi tumpeng. (http://www.expat. or.id/info/aug17th.html) One of the most popular games is the Panjat Pinang. An Areca palm trunk is erected in a public area and well greased with a mixture of clay and oil. At the top are hung various prizes like bikes and TVs. Whoever makes it to the top wins the prize. Needless to say there are a lot of slippery,
Juli 2014 | Samantabadra
67
wawasan muddy kids and grownups alike climbing over each other and struggling to reach the goal. A good time is had by all, especially the crowd watching the gaiety. (http://www.expat. or.id/info/aug17th.html)
Following the Big Day What usually takes place after the D-day? Have a look at this fact: The government holds a spectacular Independence Day parade on the Sunday after the Independence Day; a spectacular parade of floats and marching bands which begins near the National Monument and travels down Jl. Thamrin and Jl. Sudirman. The floats are sponsored by government institutions, state companies, private firms and foundations. The artistic skills which won Indonesia acclaim in Tournament of Roses parades in years past are enjoyed by the tens of thousands of Jakartans who show up to enjoy the spectacle. (http://www.expat. or.id/info/aug17th.html) The Daishonin’s Point of View As a part of this big nation, NSI members who believe in the Gohonzon of Sandai Hiho, should feel grateful that we now could practice our Buddha’s teachings without getting any difficulties in the country. All the administrations, since Soeharto’s era up to today Susilo Bambang Yudhoyono’s 68
Samantabadra | Juli 2014
have supported our religious activities. NSI members, refer to the gosho quotation, I will be the pillar of Japan. I will be the eyes of Japan. I will be the great ship of Japan. This is my vow, and I will never forsake it! (The Opening of the Eyes) This quotation has shown Buddha Daishonin’s patriotism over His own country, Japan. He loved His country wholeheartedly. He would never do nothing, but He would do something to Japan. He would hold and develop it, He would show the way to its welfare. He would take the whole nation to betterment and improvement. This way of life should be applied now by Indonesians. We should never do nothing, but we should do something and so many things to the Republic of Indonesia. We should hold and develop it, show the way to its welfare. We should take the whole nation to a betterment and improvement. As a worker or an entrepreneur, we do our best for the sake of our country. Produce good and high quality products. As a student, we study hard at school for the sake of our country. Get more and more knowledge to be used in the future for the nation development. As a neighbourhood member, show our social concern and participation in all communal activities. Join any cultural activity around our community to sharpen our
sense as Indonesian citizens in order to keep and develop our national culture. All these could appear once we open our Buddhahood through chanting the Daimoku of the Three Great Secret Laws/ Sandai Hiho. To sum up, all NSI members ought to carry out useful and creative acts in terms of giving instructions for the sake of social and community development, supplying extra services, creating new products, learning hard at school and at campus to keep up our independence by applying the Daishonin’s doctrines in the daily life in which we work together to improve human resources quality. Our temples all over Indonesia should show social concern and provide social services to the closest neighborhood. They should become social change centers. Each of us has to be role models in our social position in this republic. eee
Mengembangkan Emotional Quantum (EQ)
E
mosional quantum adalah semacam kemampuan yang dimiliki setiap orang. EQ ini dapat ditingkatkan melalui berbagai pembelajaran dan latihan yang tidak terputus-putus, begitupun dapat berkembang melalui pengalaman dan kehidupan. Ketika kita mendengar seseorang menguji orang lain, yang memiliki karakter yang matang dan mantap, atau mencapai keberhasilan atau berkelas, ataupun memiliki suasana jiwa yang tinggi atau
bersifat pro aktif, optimistis atau ramah dan sopan. Sesungguhnya kesemua ini menujukan orang itu memiliki EQ yang tinggi. Sebaliknya orang yang memiliki EQ yang rendah sering dituding sebagai orang yang sombong sok berkuasa atau kejam tidak berperasaan. Menurut berbagai laporan hasil penelitian, orang yang memiliki EQ yang tinggi, tubuhnya sehat, usahanya berhasil, rumah tangganya rukun berbahagia. Jadi EQ merupakan pokok masalah
penting dari kehidupan yang bahagia. Laporan hasil penelitian dari Universitas Pennsylvania, Amerika terhadap 300 orang pimpinan tertinggi dari perusahaan besar, menunjukkan bahwa EQ merupakan syarat penting yang harus dimilki oleh pimpinan demi mencapai keberhasilan. Divdalam laporan penelitian tersebut ditunjukkan bahwa pemimpin yang produktif dan berdaya guna tinggi memiliki suatu sifat yang sama, yaitu memiliki Juli 2014 | Samantabadra
69
wawasan EQ yang sangat tinggi. Sebuah penelitian yang dipimpin oleh Daniel Goleman, pakar tertinggi dari EQ menyatakan bahwa pemimpin yang menampilkan penampilan yang unggul selalu EQ nya melebihi 2x lipat dari Quantum. Daniel juga membandingkan tiga macam quantum yang dimiliki oleh para pemimpin yang ungul itu, yakni quantum dalam kemampuan teknik bekerja sebagai umpama kemampuan merancang, kemampuan mengelolah perusahaan, kemudian intelegential Quantum berupa kemampuan menganalisis dan kemampuan menerapkan prinsip-prinsip dalam satu ilmu, sedangkan emotional
70
Samantabadra | Juli 2014
quantum perasaan diri sendiri terhadap penerimaan sesuatu hal dan kemampuan untuk memahami perasaan dan penerimaan orang lain. Dari hasil penelitaan tersebut ternyata semakin berhasilnya seorang pemimpin maka semakin tinggi emotional quantumnya dalam mengelolah perusahaannya. Dengan demikian dapat dikatakan tinggi rendahnya emotional quantum merupakan unsur sangat penting bagi seseorang untuk menjadi pemimpin yang sesungguhnya. Senang, marah, sedih, dan gembira merupakan perasaan yang dimiliki oleh seluruh manusia. Ini merupakan sesuatu yang tidak dapat
diabaikan layaknya manusia memerlukan makan 3x sehari. Terlebih lagi emosional quantum harus memperoleh perhatian khusus. Jika kita dapat dengan teliti dan seksama mengamati perasaan dan pemikiran negatif diri sendiri dan orang di sekeliling kita, maka kita dapat memberikan perhatian dan membimbing mereka untuk mengubah perasaan negatif berubah menjadi kekuatan yang positif. Pemilik usaha dalam menghadapi pengelolaan emosional atau perasaan harus lebih memiliki sikap yang menghormati, serta mau memahami untuk membimbing dan mengajak emosional atau perasaan berubah menjadi kekuatan pembantu yang kuat yang bersifat membangun amanah akan meningkatkan kekuatan produktifitas perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus memandang emosional menjadi sumber kekuatan massa. Karena kekuatan itu dapat mewujudkan masalah yang terkandung di dalam susunan secara nyata dan akan membantu kita untuk memahami dan mengetahui lancar atau tidaknnya pengelolaan susunan perusahaan. eee
Catatan
Juli 2014 | Samantabadra
71
resep
Keciput
Oleh : Ibu Oking D, Bogor
Bahan: 250 gram tepung ketan ketan ½ sdt sodium (biang gula) 1 sdt garam ½ sdt baking powder 150 cc air (untuk biang), didihkan 1 butir telur Biji wijen
Biang: 1 sdm tepung ketan dicampur dengan 1 sdm air biasa, lalu diaduk dengan 150 cc air mendidih
Cara Membuat : 1. Semua bahan diaduk menjadi satu, lalu pulung kecil-kecil sebesar kelereng. 2. Gulingkan di wijen 3. Goreng dengan minyak dingin
72
Samantabadra | Juli 2014
Jadwal Kegiatan Susunan NSI
Bulan Agustus 2014 TGL 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10
HARI Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu
Kamis Jumat Sabtu Minggu
11 Senin 12 Selasa 13 Rabu 14 15 16 17
Kamis Jumat Sabtu Minggu
18 Senin 19 Selasa 20 Rabu 21 22 23 24
Kamis Jumat Sabtu Minggu
25 Senin 26 Selasa 27 Rabu 28 29 30 31
Kamis Jumat Sabtu Minggu
JAM
KEGIATAN
TEMPAT
19:00 Pendalaman Gosyo Penceramah 19:00 Pendalaman Gosyo Koord. GM Jabotabekcul
lt 2 V. Sadaparibhuta lt 2 V. Sadaparibhuta
10:00 10;00 10:00 14:00 19:00 14:00 19:00 19:00
V. Sadaparibhuta lt 1 V. Sadaparibhuta lt 2 V. Sadaparibhuta lt 2 V. Sadaparibhuta lt 2 V. Sadaparibhuta Lt.1 , Gd. STAB
19:00 Ceramah Gosyo
Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul Pertemuan Anak‐anak Daimoku Bersama Rapat Koordinator Lansia Pelajaran Pimpinan Daerah & Cabang Pertemuan Wanita Umum Pertemuan Ibu/Wanita Karier Pertemuan Pria Umum
19:00 Pertemuan Cabang
Dirgahayu RI ke‐69 10:00 Pertemuan Anak‐Anak Daerah / Kelompok 19:00 Pelajaran Pimpinan Anak Cabang / Ranting
14:00 Pertemuan Wanita Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Pria Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Koord. Generasi Muda Jabotabekcul
19:00 19:00 10:00 14:00 19:00
Pertemuan Anak Cabang / Ranting Pertemuan PK‐2 Pertemuan Generasi Muda Daerah/Kelompok Pertemuan Lansia Umum Pertemuan 4 (empat) Bagian
14:00 Pendalaman Gosyo Untuk Dharmaduta 19:00 Musyawarah DPW & DPD 19:00 Musyawarah DPD Kensyu Gosyo Umum Kensyu Gosyo Umum
Daerah Masing²
Daerah Masing²
G. Baru Lt. dsr
Daerah Masing² Daerah Masing² RRBP
Daerah Masing²
Daerah Masing² V. Sadaparibhuta Daerah Masing²
Daerah Masing² V. Saddharma V. Saddharma
Juli 2014 | Samantabadra
73
Vihara & Cetya
BALAI PUSAT NSI
Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782 PROVINSI LAMPUNG Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728 PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903
74
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia
Vihara Vimalakirti Muncul Diresmikan 3 Mei 1986 Dipugar 28 okt 2007 Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Vihara Vimalakirti Cisauk Depan SMU 1 Serpong Desa Setu (Muncul) – Kec. Cisauk Kabupaten Tangerang Telp. (021) 75872730 Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Rajawali Jl. Ampera IV No. 12 RT 005/RW 09 Jakarta Utara Telp. (021) 64710728, 6401168 Cetya Tanjung Priok Jl. Deli No. 31, Tanjung Priok – Jakarta Utara Telp. (021) 4356309 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969 PROVINSI JAWA BARAT Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034
Samantabadra | Juli 2014
Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319 Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 4 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851 Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821 Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Jl. Merdeka, No. 57 RT 05/03 Kel. / Kec. Lemah Wungkuk Kabupaten Cirebon Telp. (0231) 202793 PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo
Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340 Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682 Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201 Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Ponorogo Jl. Ontorejo 93 Kabupaten Ponorogo Telp. (0352) 681241
Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen
Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan
Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang
Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan
Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali
Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep
Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo
PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510