Samantabadra S
ebelum matahari terbit, es memang keras bagaikan logam. Api, ketika tidak tersentuh air sama panasnya dengan besi cair. Tetapi, es yang terkeras
sekalipun akan lumer dengan mudah dalam matahari musim panas, dan bahkan api yang terpanas sekalipun dengan mudah dapat dipadamkan oleh air. (Surat Perihal Badan Ringan-Hukum Berat)
SAMANTABADRA |SEPTEMBER 2014 | NOMOR. 248
Peserta Kensyu Lansia NSI 2014
gosyo kensyu SURAT KEPADA OTO GOZE PERIHAL BADAN RINGAN-HUKUM BERAT liputan KENSYU LANSIA NSI 2014
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
September
2 0 1 4
09 # 248
Siger
Peserta Kensyu Lansia NSI 2014
Kensyu Lansia NSI. Sukabumi 2014.
K
etika Kumarajiva membawa Saddharmapundarika-sutra ke negeri Tiongkok. Raja Surga Vaishravana mengirimkan sejumlah besar barisan tentara untuk
mengawalnya agar selamat melewati Pamirs. Ketika Guru Dharma Dosyo membaca
E
s terbuat dari air, tetapi lebih dingin daripada air. Pewarna biru dihasilkan dari nila, tetapi apabila sesuatu berulang kali dice!upkan di dalamnya,
akan menjadi lebih biru daripada tanaman nila itu sendiri. Sama dengan
dan menyebut Saddharmapundarika-sutra di lapangan, harimau yang tak
Saddharmapundarika-sutra; semakin Anda memperkuat keyakinan, Anda akan
terhitung jumlahnya berkumpul melindunginya. Tiada alasan mengapa Anda tidak
mendapat kebajikan lebih daripada orang lain.
akan dilindungi dengan cara yang sama seperti Kumarajiva dan lainnya. (Surat Perihal Badan Ringan-Hukum Berat)
(Surat Perihal Badan Ringan-Hukum Berat)
Samantabadra Samantabadra Peserta Kensyu Lansia NSI 2014
S
ebelum matahari terbit, es memang keras bagaikan logam. Api, ketika tidak tersentuh air sama panasnya dengan besi cair. Tetapi, es yang terkeras
sekalipun akan lumer dengan mudah dalam matahari musim panas, dan bahkan api yang terpanas sekalipun dengan mudah dapat dipadamkan oleh air.
CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Ketua Dharma NSI Dharma Duta
LIPUTAN Kensyu Lansia NSI 2014
MATERI AJARAN Gosyo Kensyu Surat Kepada Oto-goze Gosyo Cabang Surat Perihal Dua Macam Kepercayaan Forum Diskusi Tanya Jawab Ajaran Hati Kepercayaan
(Surat Perihal Badan Ringan-Hukum Berat)
2 7 14 16
22 60 70
WAWASAN Seto Mulyadi : Menjadi Anak NSI yang Cerdas dan Kreatif 76 REFLEKSI Mengatasi Penyakit
SAMANTABADRA |SEPTEMBER 2014 | NOMOR. 248
daftar isi
gosyo kensyu liputan
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
September 2014
Halaman Muka
P
eserta Kensyu Lansia NSI 2014 melakukan gongyo bersama di alam terbuka penginapan, Sukabumi, Jawa Barat. Berita selengkapnya di halaman 16.
SURAT KEPADA OTO GOZE PERIHAL BADAN RINGAN-HUKUM BERAT KENSYU LANSIA NSI 2014
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
September
2 0 1 4
09 # 248
SHARING Kyanne Virya :Thank you, NSI!
82
OPINION Young Love
84
RESEP Kacang Mede
86
DUKA CITA
86
JADWAL KEGIATAN
87
VIHARA DAN CETYA NSI
88
16
79
16 Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami di : Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia
PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENASEHAT Suhadi Sendjaja PENANGGUNG JAWAB Sumitra Mulyadi PEMIMPIN REDAKSI Minto WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Samanta KONTRIBUTOR Silviani, Kyanne Virya, Wantie, Jason S STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999
September 2014 | Samantabadra
1
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja “Surat Balasan Kepada Shiiji Shiro� Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 19-20 Juli 2014
Nammyohorengekyo,
Daisyonin jelaskan tentang perlindungan dan Awal dari Gosyo keselamatan. Ini cerita ini Niciren Daisyonin kapal yang bisa membawa mengatakan, “Saya kita selamat menyeberang. menerima informasi dari Maka kita harus meletakkan Anda ternyata setelah perasaan kita, betapa Saya cek kebenarannya beruntungnya kita bisa bisa diterima.� Dari Kensyu hari ini. Dalam kalimat tersebut, kita Gosyo yang kita bahas belajar mengamati pada Kensyu bulan Juni, kehidupan di sekitar kita forum diskusi, Buddha dengan penglihatan dan menceritakan orang pendengaran yang tepat yang mempunyai empat dengan didasari oleh prajna isteri. Suatu waktu sang Buddha. suami ini akan pergi jauh, Secara arif kita harus maka dia mengajak isteri melihat banyak kejadianpertama, tetapi ternyata kejadian di depan kita tidak mau ikut dengannya, yang memang tidak bisa selanjutnya dia ajak isteri kita prediksi. Misalnya, ada kedua yang ternyata juga kejadian pesawat jatuh, tidak mau mengikutinya, seperti yang terjadi barudemikian juga dengan istri baru ini, ada 12 orang yang ketiga, dan hanya Indonesia yang jadi korban. mau mengantar sampai di Maka butuh agama yang perbatasan kota. Selanjutnya bisa menjawab kejadian ini, diajaklah istri yang Jawabannya menurut agama keempat, yang memang Buddha adalah soal karma, sudah bertekad untuk ada faktor rejeki, faktor mengikuti kemanapun sang mala petaka dan faktor sauami pergi. perlindungan. Maksud istri-istri dalam Dengan Gosyo ini kita cerita tersebut yaitu, isteri simak apa yang Niciren pertama adalah badan kita 2
Samantabadra | September 2014
yang sangat kita sayangi, vitamin yang bagus-bagus kita makan, tapi kalau kita mati dia tidak ikut, sehari, dua hari, tiga hari juga sudah membengkak. Isteri kedua adalah barangbarang, harta kita, kalau kita mati, yang mengambil adalah orang yang masih hidup, kita tidak bisa membawa. Isteri yang ketiga adalah keluarga atau sanak saudara yang kadang-kadang rebutan warisan. Kalau tidak bertemu rindu, tetapi kalau kita meninggal palingpaling hanya mengantar sampai ke kuburan. Isteri keempat adalah perasaan jiwa kita yang tidak pernah kita perhatikan, padahal perasaan jiwa itulah yang menentukan nasib kita menjadi baik atau jadi buruk, perasaan jiwa itulah yang menjadi karma dan karma itulah yang kita bawa ketika kita
Ketua Umum
meninggal. Segala sekejapsekejap perasaan jiwa kita membentuk nasib, bisa nasib baik atau nasib buruk. Pada Masa Akhir Dharma ini, pasti muncul pelaksana Saddharmapundarikasutra dan bila dihadapi kesulitan besar ia merasa gembira karena memiliki kepercayaan yang amat kuat. Bukankah kalau kita menambah kayu bakar ke dalam api unggun, maka apinya makin berkobar? Dan begitu banyak air sungai mengalir ke dalam lautan besar, tapi lautan belum pernah menolak kembali air sungai yang mengalir ke dalamnya. Dalam lautan besar pelaksana Saddharmapundarikasutra, berbagai kesulitan besar akan mengalir masuk bagai air sungai yang tidak terhitung jumlahnya, tapi janganlah sekali-kali mencoba untuk menahan dan menolaknya. Karena tanpa adanya air sungai, lautan besar pun tidak akan pernah ada, tanpa adanya kesulitan besar, tidak mungkin seseorang disebut pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Kita yang beragama Buddha itu baru bisa tahu nasib itu apa? Nasib ada yang baik dan buruk, kita semua pasti tidak mau memiliki nasib yang buruk,
pasti semua inginnya nasib yang baik. Nasib baik adalah hasil perbuatan-perbuatan dari sebab-sebab yang baik yang muncul dari sekejapsekejap perasaan jiwa, yaitu isteri keempat yang sering kita abaikan. Tapi ternyata soal kesulitan itu bukan berbicara mau atau tidak, tapi kesulitan itu menjadi satu kebutuhan. Niciren Daisyonin mengatakan, kalau kita membuat api unggun perlu kayu bakar, kalau ingin api unggun yang besar harus menambah kayu bakar. Kayu bakar itu adalah kesulitan, api unggun itu adalah kehidupan. Kalau mengerti seperti ini berarti bukan kesulitan yang membuat kita menderita, sebab kesulitan itu akan membuat kita semakin berkobar dalam hidup ini. Kesulitan itu juga seperti air sungai, semua air sungai berakhir di lautan. Niciren Daisyonin mengatakan, air sungai itu seperti kesulitan, lautan besar itu adalah jiwa kita yang besar, air sungai yang mengalir ke lautan besar itu adalah kesulitan. Maka dengan dua contoh ini, diharapkan kita punya pengertian dalam percaya Gohonzon. Ajaran Niciren Daisyonin membimbing bahwa kesulitan itu bukan sesuatu yang harus dihindari tapi kesulitan
itu adalah kebutuhan yang akan membuat kita semakin maju, kalau kita bisa memaknai apa itu kesulitan. Kesulitan adalah kayu bakar, kesulitan adalah air sungai yang mengalir ke lautan besar. Kita harus menjadi lautan besar, karena lautan besar itu adalah sebuah kondisi kejiwaan yang bisa menerima apapun, air laut itu asin sendiri, semua apapun yang masuk ke lautan besar berubah jadi asin sendiri. Begitupun kita, kalau kita adalah lautan besar, semua kesulitan yang masuk akan membuat jiwa kita semakin tercerahkan, akan membuat jiwa Buddha kita semakin berkembang. Anggaplah Anda menyampaikan sepatah kata atau sepotong kalimat ajaran Saddharmapundarikasutra kepada orang lain adalah karena dalamnya jodoh masa lampau, itulah sebabnya kenapa kita ada disini datang Kensyu. Generasi muda yang ada disini juga ada kaitan dengan jodoh masa lampau. Niciren Daisyonin mengatakan, kita yang percaya GohonzonNammyohorengekyo dari San Dai Hiho karena ada jodoh dari masa lampau. Agama Buddha menjelaskan bahwa hidup ada tiga masa September 2014 | Samantabadra
3
ceramah gosyo (Masa lampau, sekarang dan akan datang). Maka hidup kita yang sekarang adalah kelanjutan dari yang dulu, nasib itu adalah hasil perbuatan di masa lampau, masa lampau itu bisa 1.000 tahun yang lalu, kemarin, bisa juga satu jam yang lalu. Akan datang itu bisa besok, lusa atau 100 tahun lagi atau 1.000 tahun lagi, tetapi lampau, sekarang dan akan datang menyambung, maka orang-orang yang berpendirian 3 masa ini adalah orang-orang yang bertanggung jawab. Kita hari ini adalah kelanjutan dari masa lampau, maka kondisi kita apapun hari ini, baik atau buruk adalah hasil perbuatan kita masingmasing. Maka Niciren Daisyonin mengatakan yang percaya Gohonzon, bisa melaksanakan semua ajaran dari Saddharmapundarikasutra, dulunya pernah bertemu dengan Buddha Sakyamuni dan sudah berjodoh dengan Saddharmapundarikasutra dan dulu ikut pesamuan tentang Saddharmapundarika-sutra, sehingga sekarang kita lanjutkan untuk menjadi utusan Sang Tathagata, utusan Sang Buddha untuk menyebarluaskan Saddharmapundarika-sutra, untuk menyebarluaskan 4
Samantabadra | September 2014
Nammyohorengekyo. Maka kita ketemu lagi dengan Gohonzon dan hari ini kita Kensyu, anak-anak ikut TGM dan hari ini ikut Kensyu untuk menjalankan tugas dari utusan Sang Tathagata atau Buddha untuk menyebarluaskan Nammyohorengekyo. Pelaksanaan kita ini harus Jigyo-Keta. Jigyo untuk sendiri, Keta untuk orang lain. Sebab semua di alam semesta ini harus JigyoKeta. Agama Buddha mengajarkan kita untuk membangun perasaan, maka kita harus membangun sesuatu demi menyebarluaskan Nammyohorengekyo, kita harus paham Nammyohorengekyo, harus tahu Ajaran Niciren Daisyonin dan kita pun harus sudah membuktikan Ajaran Niciren Daisyonin di dalam kehidupan kita, karena kita percaya kepada Buddha, bahwa agama ini adalah Ajaran satu-satunya yang bisa menyelamatkan kebahagiaan umat manusia di Masa Akhir Dharma. Hal tersebut diibaratkan seperti kapal, yang dikatakan oleh Buddha, seperti orang ingin menyeberangi lautan mendapat kapal. Karena itu judul Gosyo ini adalah Nyoto Tokusen. Perjalanan hidup
kita diibaratkan seperti kita mau menyeberangi seluruh lautan besar, karena harus melalui proses lahir, tua, sakit dan mati. Pada umumnya yang belum sadar merasakan bahwa lahir menderita, tua menderita, sakit menderita, sehingga mudah tersinggung, karena kurang percaya diri. Dianggap seperti perjalanan pada lautan besar karena seperti tidak ada habishabisnya. Buddha mengatakan, perjalanan itu tidak harus menjadi penderitaan kalau kita punya kapal dan naik ke kapal itu sehingga perjalanan ini menyenangkan. Kapal itu bisa memuat/menampung kita semua. Yang penting kapal tersebut bukan diberikan oleh orang lain dan bukan berarti kalau kita duduk di dalam kapal itu, dengan sendirinya akan sampai ke tujuan. Tetapi, jiwa kita yang percaya kepada Hukum Sakti menjadi kapal tersebut, pelaksanaan dan belajar kita menjadi tenaga pendorong kapal tersebut. Ternyata kita semua harus menjadi kapal dengan harus percaya Gohonzon, sebab kapal itu adalah Gohonzon dan kita sendiri harus menjadi kapal. Artinya kita harus menjadi orang-orang yang bisa mengarungi perjalanan
Ketua Umum
lahir, tua, sakit dan mati bebas dari penderitaan dan keterikatan penderitaan. Kita lahir tidak menderita karena kita punya nasib lampau yang bagus, kita tumbuh menjadi tua kita pun bisa mengisi hidup kita dengan penuh makna yang berarti, penuh dengan nilai-nilai kebaikan dan perombakan sifat jiwa, sehingga semua orang akan mengatakan, “Wah dia hebat dan berhasil, dia adalah orang Niciren Syosyu, dengan begitu dia turut menyebarluaskan Nammyohorengekyo. Maka dia berusaha membangun dirinya harus lebih baik, sehingga dia menjadi lebih bahagia, membuat karma-karma yang baik, itu maksudnya. Begitu juga bukan kita asal duduk andai kata ada kapalnya, padahal kapalnya adalah diri kita sendiri, maka kita harus mendayung kapal itu, tenaga pendayungnya adalah pelaksanaan dan belajar. Maka Syinjin kita adalah Syin Gyo Gaku. Hari ini Bapak-Ibu ikut kensyu ini adalah wujud belajar untuk mencari tenaga pendorong, supaya kita bisa laksanakan dalam kehidupan seharihari, sehingga kita yang menjadi kapal ini bisa mengarungi perjalanan lahir, tua, sakit dan mati
dan lepas dari penderitaan. Kitapun bisa tahu, kalau ada kesulitan, oohh..ini kayu bakar, kalau ingin apinya tambah besar, harus ditambah kayu bakar, kalau tidak maka apinya akan padam dan kedinginan. Begitu juga kngin menjadi lautan besar, maka harus bisa merima air dari semua sungai. Menerima semua kesulitan-kesulitan, sehingga jiwa kita semakin terbuka dan semakin besar, kesulitan apapun kita bisa terima untuk semakin memajukan diri kita sendiri. Jadi kapal itu adalah kita sendiri, kita harus menjadi kapal. Yang memegang kemudi adalah Buddha Sakyamuni, karena Buddha Sakyamuni adalah orang yang paling berpajna. Sekarang Buddha Sakyamuni sudah meninggal, tapi Beliau meninggalkan ajaranNya dan ajaran-Nya tak pernah mati. Kalau Buddha Sakyamuni yang memegang kemudi, artinya kita harus berpegang kepada Ajaran Buddha Sakyamuni. Ajaran Buddha Sakyamuni untuk masa akhir Dharma adalah ajaran Niciren Daisyonin, tanpa Niciren Daisyonin, ajaran Buddha Sakyamuni untuk Masa Akhir Dharma tidak bisa dipraktekkan. Ajaran Buddha Sakyamuni untuk Masa Akhir Dharma
bisa dipraktekkan karena ada petunjuk dari Buddha Niciren yaitu melalui Gosyo-gosyo. Maka otak kita yang sudah menjadi kapal ini harus diisi dengan Gosyo-gosyo Niciren Daisyonin. Ajaran Buddha Sakyamuni ada 4 rasa 8 ajaran, maksudnya adalah Saddharmapundarikasutra yang oleh Buddha Sakyamuni dibabarkan pada masa 8 tahun, yang menjelaskan bahwa seluruh umat manusia bisa menjadi Buddha. Ajaran-ajaran itu yang diumpamakan seperti kapal bisa mengangkut semua penumpang, seluruh umat manusia. Artinya bisa menyelamatkan seluruh umat manusia. Kapal ini dibuat dari kayu-kayu, yaitu semua macam ajaran, ketika dirakit menjadi satu harus dibuang bagian-bagian yang tak dibutuhkan. Artinya kalau kita ingin mengisi pikiran, otak dan perasaan kita dengan ajaran Niciren Daisyonin, kita harus kesampingkan ajaranajaran yang dulu sempat kita percayai, karena ajaran itu tidak tepat untuk Masa Akhir Dharma. Kalau tidak, kapal kita bisa bocor. Tujuan agama kita adalah agar mencapai Kesadaran Buddha, untuk mencapai Kesadaran Buddha kita membutuhkan September 2014 | Samantabadra
5
ceramah gosyo kesulitan, maka dalam hati kepercayaan kita, harus membuang pahampaham yang tidak sesuai agar kapal kita tidak bocor. Paham-paham yang tidak sesuai seperti masih minta perlindungan dari luar. Kita semua harus bisa menjadi kapal yang bisa menyeberangi lautan hidup-mati dan mengajak orang lain untuk bisa menyeberangi lautan hidupmati. Inti dari segala Hukum adalah Myohorengekyo, maka setiap hari kita sebut Nammyohorengekyo berulang-ulang, artinya kita adalah orang-orang yang bertekad untuk namu dari segala hukum. Semua di alam semesta ini ada kehidupan, ada kematian, ada keberuntungan, ada mala petaka. Kita adalah orang-orang yang ingin namu kepada Myohorengekyo. Artinya orang-orang yang ingin hidup sesuai dengan alam semesta. Niciren Daisyonin menegaskan, orang yang mengajar serta menyebarluaskan Hukum Sakti ini adalah utusan Sang Tathagata. Dengan menjalankan tugas mulia sebagai utusan Sang Tathagata, jiwa Buddha kita pun dapat berkembang. Kita semua mau menjadi 6
Samantabadra | September 2014
Buddha. Artinya orang yang sadar. Ternyata orang yang sadar adalah orang yang paling bahagia. Orang menderita itu karena tidak sadar, kalau dia sadar, dia tidak akan menderita. Orang tidak menderita dianggapnya kalau ia banyak duit, ini sudah tidak berlaku pada jaman sekarang. Banyak orang yang duitnya banyak tetapi menderita, karena dia tidak bisa menerima. contohnya banyak orang yang banyak uangnya, tetapi saat sekarang menjalani hidup di penjara. maka dia tak bahagia. Maka sadar adalah Kebahagiaan, sehingga sadar itu paling penting. Di atas ‘Sadar’ ini ingin menjadi pengusaha besar atau pejabat tinggi boleh saja. Itulah sebabnya Hukum Buddha itu sangat diperlukansekarang. “Sepatah katapun kalau dicamkan dalam hati” berarti percaya dan melaksanakan Nammyohorengekyo dari Ketiga Hukum Rahasia Agung. Selanjutnya, “Pasti dapat menolong dalam mencapai daratan Kesadaran Buddha”. Berarti siapapun akan sanggup mencapai Kesadaran Buddha. Tapi ini bukan berarti ada orang lain yang membuatkan “kapal” untuk kita, melainkan jiwa kita
yang telah mencamkan Saddharma akan menjadi “kapal” tersebut. Maksudnya adalah kita harus menjadi “kapal”, untuk itu kita harus percaya dan melaksanakan. Percaya itu artinya Syin Gyo Gaku. Sedangkan tenaga untuk mengarungi lautan besar hidup-mati adalah “merenungkan” dan “melaksanakan”. “Merenungkan” berarti membaca dan menghayati Gosyo dengan sikap sebagai murid Sang Buddha Niciren Daisyonin. “Melaksanakan” berarti menjalankan pertapaan agama Buddha Niciren Daisyonin yang mencakup Jigyo Keta. Jadi, kedua jalan : melaksanakan dan belajar inilah yang mendorong kita ke arah pencapaian Kesadaran Buddha. eee
Ketua Dharma
Rangkuman Ceramah Ketua Dharma NSI Bapak Sumitra Mulyadi “Surat Balasan kepada Shiji Shi-ro� Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 19-20 Juli 2014
Nammyohorengekyo,
kepada penguasa berupa nasihat yang disebut Nyoto Tokussen Gosyo Rissyo Ankoku Ron. atau Shinkyo Hujo Shishin Karena pada waktu itu di Jepang terjadi banyak Guho Gosyo ini adalah musibah, bencana alam, surat yang diberikan penyakit menular dan kepada Shiji Shiro ketika Niciren Daisyonin berusia lain-lainnya yang sangat menakutkan, rakyat 40 tahun, tepatnya tanggal 28 bulan 4 tahun sangat menderita, maka Niciren Daisyonin 1261. mencari tahu berdasarkan Nyoto Tokusen kalimat sutra dengan artinya adalah orang mengumpulkan datayang ingin menyeberang data, mengapa dalam mendapatkan kapal. Shiji Shiro adalah satu negara bisa timbul bencana yan begitu seorang penganut yang besar? Apa sebabnya? sudah lama mempunyai Niciren Daisyonin hubungan dekat dengan menyadari, bahwa semua Shijo Kingo dan Toki itu karena memfitnah Jonin. Ketika Niciren Daisyonin wafat Shiji Dharma secara besarbesaran, maka Niciren Shiro-pun mengikuti Daisyonin mengirim surat iringan upacara dengan Rissyo Ankoku Ron yang membawakan pakaian menyatakan kalau Jepang Niciren Daisyonin. Sebagaimana kita tahu ingin aman, tentram, pada tahun 1260 Niciren damai dan sejahtera harus menggunakan Daisyonin menulis surat
Hukum Sakti (Filsafat yang benar). Tetapi pihak penguasa tidak menanggapi nasihat tersebut. Sambil menunggu tanggapan pihak pemerintah Niciren Daisyonin menjelasakan makna Hukum Sakti itu. Tetapi Niciren Daisyonin justru ditangkap pihak penguasa dan dibuang ke Semenanjung Izu. Pada situasi seperti itu Shiji Shiro banyak memberi laporan mengenai situasi masyarakat pada masa itu, mengenai sekte-sekte lain dan gerakan-gerakannya, juga tentang murid-murid Niciren Daisyonin dan lain-lainnya, sehingga Niciren Daisyonin merasa sangat berterima kasih dan kemudian September 2014 | Samantabadra
7
ceramah gosyo memberi dorongan kepada Shiji Shiro untuk meningkatkan hati kepercayaan agar semakin bisa melihat dan mendengar secara tepat apa yang terjadi di masyarakat. Isi gosyo ini garis besarnya dapat dibagi menjadi 3 bagian. Pertama, karena Shiji Shiro telah menyampaikan berbagai informasi kepada Niciren Daisyonin, maka Beliau memberi dorongan kepadanya agar makin tajam dan tanggap dalam melihat serta mendengar kejadian-kejadian masyarakat, seperti halnya kedua tokoh jaman Tiongkok Kuno, yaitu Se Kwang yang unggul dalam indera penglihatan dan Li Lou yang unggul dalam indera pendengaran. Kemudian member contoh mengenai sungai yang pada akhirnya mengalir ke lautan besar. Beliau menganjurkan kepadanya untuk tetap memiliki kepercayaan kuat tanpa keraguan, sekalipun menghadapi kesulitan yang amat besar. Kedua, Niciren Daisyonin mengajarkan, batapa 8
Samantabadra | September 2014
sulitnya penyebaran Hukum Sakti pada Masa Akhir Dharma, tetapi justru karena hal itu sulit dilakukan, maka di situlah letak keagungannya. Dengan demikian Beliau mengajarkan, siapapun yang menerima dan mempertahankan Saddharmapundarikasutra pasti akan mencapai Kesadaran Buddha. Dengan menggunakan kata-kata dari Mahaguru Miao Lo, Beliau menekankan pentingnya ketiga prinsip yaitu percaya, melaksanakan dan belajar. Ketiga, mengutip kalimat Saddharmapundarikasutra yang berbunyi, “seperti seseorang yang ingin menyeberang mendapatkan kapal.� Niciren Daisyonin mengajarkan, Myoho Renge Kyo adalah Hukum Agung, yang dapat mengangkut atau membawa seluruh umat manusia ke Daratan Kesadaran Buddha. Kalau kapal yang tidak benarbenar baik kwalitasnya tidak bisa mengantarkan orang menyeberangi lautan itu yang penuh dengan mara bahaya.
Nahkodanya juga harus yang benar-benar berpengalaman, kalau tidak pengalaman bisa nyasar di tengah lautan. Niciren Daisyonin menerangkan kekuatan Saddharmapundarikasutra ibarat kapal untuk menyeberangi lautan penderitaan hidup-mati. Dengan penegasannya, bahwa orang-orang yang dapat menaiki kapal ini adalah Niciren Daisyonin dan murid-muridNya. Sebenarnya Beliau secara tersirat mengatakan, Niciren Daisyonin adalah Sang Buddha Masa Akhir Dharma yang sanggup membimbing seluruh umat manusia mencapai Kesadaran Buddha. Terakhir Niciren Daisyonin menganjurkan Shiji Shiro untuk giat menjalankan kepercayaan bersama Shijo Kingo. Saya telah menanyakan kepada orang bersangkutan mengenai laporan Anda kepada Saya beberapa hari yang lalu, ternyata kenyataannya tidak berbeda sama sekali dengan apa yang Anda ceritakan. Maka Saya harap Anda makin memperkuat kepercayaan
Ketua Dharma
dan memperoleh kekuatan karunia Saddharmapundarikasutra. Dengar dan lihatlah kejadian-kejadian dalam masyarakat seperti telinga Se Kwang dan mata Li Lou. Artinya bisa melihat dan mendengar makna sesungguhnya. Jadi bukan hanya melihat dan mendengar saja sebab kalau seperti itu tidak tahu apa makna yang sesungguhnya yang terjadi di masyarakat. Dalam Masa Akhir Dharma ini, pasti muncul pelaksana Saddharmapundarikasutra. Dan bila dihadapi kesulitan besar, ia merasa gembira karena memiliki kepercayaan amat kuat. Bukankah kalau kita menambah kayu bakar ke dalam api unggun, maka apinya makin berkobar? Dan begitu banyak air sungai mengalir ke dalam lautan besar, tetapi lautan besar belum pernah menolak kembali air sungai yang mengalir ke dalamnya. Dalam lautan besar pelaksana Saddharmapundarikasutra, berbagai kesulitan akan mengalir masuk sebagai air sungai
yang tidak terhitung jumlahnya, tetapi jangan sekali-kali mencoba untuk menahan dan menolaknya. Karena tanpa adanya air sungai, lautan besarpun tidak akan pernah ada. Tanpa adanya kesulitan besar, tidak mungkin seseorang disebut pelaksana Saddharmapundarikasutra. Hal inilah yang dimaksud Tian-tai. Begitulah banyak air sungai mengalir ke laut dan kayu bakar membuat api semakin berkobar. Dengan hal inilah Niciren Daisyonin membimbing shiji shiro, bahwa di Masa Akhir Dharma tidak mudah untuk membabarkan Saddharmapundarikasutra, akan berhadapan dengan begitu banyak kesulitan besar, maka diumpamakan seperti air sungai yang masuk ke dalam lautan membawa banyak kotoran sampah, bangkai dan lainlainnya masuk ke lautan, kemudian diolah oleh laut itu sendiri dinetralisir, sehingga lautan tetap bersih. Maka lautan itu begitu maitri karuna, diumpamakan sebagai
kebesaran jiwa dari pada manusia itu, dia bisa menerima itu semua dengan lapang dada dan positif. Begitu juga dengan api unggun, ketika ditambah kayu bakar, ia tidak mati, malah semakin besar apinya. Artinya kalau kita menghadapi kesulitan, seharusnya hati kepercayaan kita semakin meningkat, bukan malah mati, bila demikian ini bukan yang dimaksud oleh Niciren Daisyonin. Maka apapun kesulitan dalam hidup apabila ada hati kepercayaan kepada Gohonzon, pasti ada kekuatan untuk mengatasi kesulitankesulitan itu, dengan demikian seseorang baru dapat dikatakan sebagai pelaksana Saddharmapundarikasutra. Maka kita tidak perlu ragu-ragu, tidak perlu khawatir dengan apapun yang terjadi, karena semua ini muncul untuk kita atasi. Niciren Daisyonin membimbing kita semua untuk menjadi manusia seperti itu. Anggaplah Anda menyampaikan sepatah kata atau September 2014 | Samantabadra
9
ceramah gosyo sepotong kalimat ajaran Saddharmapundarikasutra kepada orang lain adalah karena dalamnya jodoh masa lampau. Jadi kita yang sudah percaya Gohonzon, apalagi kalau sudah menjadi pengurus dan lainnya, seperti Dharmaduta atau penceramah itu karena adanya jodoh yang sangat dalam dengan Gohonzon. Ini yang sulit dipercaya dan sulit dimengerti. Maka Saddharmapundarikasutra penekanannya adalah kepercayaan. Itulah sebabnya sekarang ini kita percaya Gohonzon, menjadi penceramah, Dharmaduta atau pengurus dan lainnya, itu karena dalamnya jodoh dari masa lampau, memang mempunyai tugas seperti itu. Dalam Bab Dharmaduta Saddharmapundarikasutra dikatakan, “Jika putra dan putri yang baik ini, setelah kemoksyaan Ku, dapat membabarkan meskipun hanya sepatah kata dari ‘Sutra Bunga Hukum Ini’ kepada seseorang dengan cara rahasia, maka ketahuilah, 10
Samantabadra | September 2014
orang-orang ini adalah utusan Sang Tathagata. Artinya kita bisa menjalankan tugas jiwa itu berarti kita adalah utusan Sang Tathagata. Ini harus kita yakini. Pertapaan Agama Buddha tujuannya adalah untuk mencapai Kesadaran Buddha pada hidup kali ini, hanyalah terdapat dalam pelaksanaan tugas mulia sebagai utusan Sang Tathagata. Karena penyelamatan umat manusia dalam arti yang sebenarnya hanyalah dapat dilakukan dengan pembabaran Hukum Sakti. Sepatah kata yang dimaksud di sini tidak lain adalah Myohorengekyo atau Nammyohorengekyo. Karena dalam Hukum Tunggal Saddharmapundarikasutra sudah tercakup segala Hukum di alam semesta ini. Inti dari segala hal adalah Myohorengekyo, maka di sini Niciren Daisyonin menegaskan orang yang mengajar serta menyebarluaskan Hukum Sakti ini adalah utusan Tathagata. Dengan menjalankan tugas
mulia sebagai utusan Sang Tathagata, jiwa Buddha kitapun dapat berkembang. Maka marilah kita makin giat menunaikan tugas mulia sebagai utusan Sang Tathagata dalam kehidupan seharihari harus menjalankan Syin, Gyo, Gaku secara penuh, yaitu percaya melaksanakan dan belajar. Kalau kita tidak melaksanakan dan tidak belajar, bagaimana kita bisa menjadi utusan Sang Buddha? Maka, hanya orang yang Syin, Gyo dan Gaku itu baru bisa disebut utusan Sang Tathagata. Barang siapa yang mendengar meskipun hanya sepatah kata atau sepotong kalimat sutra ini, kemudian mencamkannya dalam hati adalah ibarat kapal yang dapat menyeberangi lautan besar hidupmati. Maksudnya sutra ini adalah Saddharmapundarikasutra, tetapi sepatah kata atau sepotong kalimat adalah Nammyohorengekyo dari ketiga Hukum Rahasia Agung yang merupakan Inti Hakikat dari
Ketua Dharma
Saddharmapundarikasutra. Mendengar di sini berarti percaya dan menerimanya, mencamkan dalam hati berarti menjalankan ketiga prinsip percaya, melaksanakan dan belajar, sama halnya kalau kita mencelup kain, warnanya akan menjadi semakin nyata bila diulang beberapa kali. artinya bila proses percaya melaksanakan dan belajar bila dilaksanakan bertahun-tahun. Maka keyakinan kita pun akan semakin mendalam, tetapi ini tergantung dengan kesungguhan hati kita. Ibarat kapal yang dapat menyeberangi lautan besar hidup-mati, maksudnya di dalam Agama Buddha kesesatan umat manusia biasanya diumpamakan sebagai lautan besar, hidup mati adalah proses lahir tua, sakit, mati. Karena penderitaan ini tidak ada habis-habisnya bagi seorang manusia biasa yang penuh kesesatan diumpamakan sebagai lautan besar yang amat luas. Namun di lautan yang dalam dan luas ini terdapat daratan
Kesadaran Buddha, yang pertama mencapai Kesadaran Buddha adalah Sang Buddha Sakyamuni sendiri dan kita semua apabila menjalankan kehidupan ini tepat sebagaimana petunjuk Sang Buddha, daratan Kesadaran Buddha pun akan dapat tercapai juga. Artinya kalau kita sungguh-sungguh menjalankan sesuai dengan ajaran Sang Buddha, kita pasti akan dapat mencapai daratan Kesadaran Buddha, yang penting kapal itu bukan diberikan oleh orang lain dan bukan berarti asal kita duduk di dalam kapal dengan sendirinya sampai ke tempat tujuan, tetapi jiwa kita yang percaya Hukum Sakti yang menjadi kapal tersebut, kemudian pelaksanaan dan belajar kita akan menjadi tenaga pendorong dari kapal itu, ini sebagai umpama orang yang mau menyeberang mendapatkan kapal yang bisa menyeberangi lautan besar hidup dan mati, tetapi bukan hanya duduk duduk saja, tetapi hati kepercayaan kita kepada Gohonzon. Pelaksanaan
kita dan belajar kita, kesungguhan hati ini yang membuat kita bisa menyeberangi lautan besar hidup dan mati. Maka sesungguhnya kitalah yang mengarungi lautan besar hidup dan mati berdasarkan hati kepercayaan, kita itu bisa, sebab dalam Saddharmapundarikasutra Bab 23, (Bab Baisyajaraja) diterangkan oleh Buddha Sakyamuni bahwa sutra ini adalah sutra yang mampu menyelamatkan semua umat. Sutra ini mampu membebaskan seluruh makhluk dari duka dan nestapa. Sutra ini mampu menyelamatkan umat manusia dan mampu memenuhi segala keinginan mereka seperti sebauah kolam yang jernih dan dingin mampu membebaskan mereka yang kehausan. Seperti orang yang kedinginan mendapatkan perapian. Seperti orang telanjang mendapatkan pakaian. Seperti rombongan pedagang yang mendapatkan pimpinan. Seperti seorang anak yang mendapatkan ibunya. Seperti seorang September 2014 | Samantabadra
11
ceramah gosyo yang ingin menyeberang mendapatkan kapal. Seperti orang sakit yang mendapatkan tabib. Seperti orang miskin mendapatkan permata. Seperti rakyat yang mendapatkan seorang raja. Seperti pedagang yang mendapatkan keuntungan. Seperti obor yang menerangi kegelapan. Maka demikianlah halnya dengan Hukum Sutra Bunga Teratai ini yang mampu membebaskan semua umat dari kesengsaraan serta penderitaan dan membebaskan semua umat dari ikatan-ikatan kehidupan yang tidak kekal. Jadi artinya, Saddharmapundarikasutra bisa memenuhi seluruh keinginan umat manusia dan memusnahkan penderitaan dan lainlainnya. Ini adalah kata-kata Buddha Sakyamuni, salah satunya adalah seseorang yang ingin menyeberang mendapatkan kapal, hal inilah yang dikutip oleh Niciren Daisyonin untuk menjelaskan Gosyo ini. Kurnianya 12
Samantabadra | September 2014
begitu besar bagi orang yang sungguh percaya dan melaksanakan ajaran Sang Buddha, yaitu menyebut Nammyohorengekyo dari ketiga Hukum Rahasia Agung, kita bisa menyeberangi lautan besar hidup dan mati adalah seperti itu. Tetapi tidak otomatis asal naik kapal beres urusannya. Justru di sini menerangkan harus dengan hati kepercayaan yang kuat dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh baru bisa menyeberangi lautan besar hidupmati dan mencapai Kesadaran Buddha untuk mengarungi lautan besar hidup-mati tidak mungkin dapat dilakukan selain dengan kapal Myohorengekyo. Kapal yang dimaksud kalimat Saddharmapundarikasutra “seperti seseorang yang ingin menyeberang mendapat kapal, adalah kapal yang dibuat oleh pendiri ajaran, yaitu Sang Buddha yang Maha Agung, sebagai ahli pembuat kapal yang tidak terbatas prajnaNya,
dengan menggunakan bahan-bahan kayu Empat Rasa Delapan Ajaran yang diserutnya untuk membuat Ajaran Sementara secara jujur, kemudian bahan-bahan itu dipotong dan dirakit sebagai kesatuan sifat baik dan sifat buruk dipaku dengan kebenaran tunggal. Jadi yang digunakan adalah Ajaran Saddharmapundarikasutra yang diajarkan pada waktu 8 tahun terakhir yang diumpamakan sebagai kapal. Artinya adalah Nammyohorengekyo dari ketiga Hukum Rahasia Agung inilah yang bisa menyelamatkan seluruh umat manusia menyeberangi lautan besar hidup-mati. Yang memegang kemudi adalah Buddha Sakyamuni, karena Beliau adalah orang pertama yang telah mencapai Kesadaran Buddha Tathagata Prabutharatna memegang tali layar, sementara keempat Maha Bodhisattva mendayung bersama dengan irama yang harmonis. Inilah kapal yang dimaksud kalimat tadi.
Ketua Dharma
Jadi hanya orang yang mempunyai hati kepercayaan baru bisa mencapai daratan Kesadaran Buddha. Kalau ragu-ragu pasti tidak akan sampai. Orang-orang yang dapat menaiki kapal ini adalah Niciren Daisyonin dan murid-muridNya. Percayalah sungguhsungguh akan hal ini. Maka kita harus yakin bahwa dengan percaya Nammyohoregenkyo kita bisa mencapai Kesadaran Buddha dan mencapai bahagia mutlak. Sebab tidak mudah mempertahankan sutra ini. Sulit dipercaya dan sulit dimengerti, padahal untuk mencapai Kesadaran Buddha itu ada pada ‘mempertahankan’. Untuk mempertahankan hati kepercayaan ada 2 hal yang harus diwaspadai. 1). Timbulnya keraguraguan di dalam diri kita sendiri kepada Gohonzon. 2) Gangguan pengaruh buruk dari luar. Kedua hal ini harus benarbenar kita waspadai agar benar-benar kita tidak tergoyahkan oleh gejala, tetapi benar-benar yakin sepenuhnya kepada
Gohonzon, tetapi kalau sampai timbul keraguan, maka kita akan gagal untuk menyeberangi lautan penderitaan hidup-mati, maka kita harus terus menjalankan Syin, Gyo, Gaku secara rutin dan selalu kita mengoreksi kembali syinjin kita. Kesulitan sebenarnya adalah kurnia kebajikan yang besar, sebab dengan adanya kesulitankesulitan yang besar itulah menyadarkan kita, tanpa kesulitan kita sulit bisa sadar akan kesesatan-kesesatan kita, maka sambil mengatasi kesulitan kita akan menjalankan perombakan sifat jiwa, sehingga hati kepercayaan kita semakin meningkat dan akhirnya kita menjadi pemenang di dalam kehidupan kita. Marilah kita semua sungguh-sungguh menuntut (belajar sungguh-sungguh) Ajaran Buddha untuk masa yang akan datang dan benarbenar agar ajaran ini bisa disebarluaskan dan terjaga kemurniannya sesuai dengan yang diinginkan Sang Buddha Niciren Daisyonin.
Ingat, kita mempunyai tugas sebagai utusan Sang Tathagata, maka kita harus bisa merasakan tugas jiwa dari masa lampau, memang tidak mudah memahami hal ini, tetapi yang penting walaupun kita belum bisa memahami kita harus percaya. Niciren Daisyonin mengatakan; kalau kita sudah sadar kita akan mengerti, kalau belum mengerti, maka percaya saja dan menjalankan. Sebab kata-kata Buddha tidak ada yang bohong atau membual. eee
September 2014 | Samantabadra
13
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman “Surat Balasan Kepada Shiji Shi-ro� Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 19-20 Juli 2014
Nammyohorengekyo, Bapak-Ibu yang saya hormati, dalam Gosyo dikatakan, Saya telah menanyakan kepada orang bersangkutan mengenai laporan Anda kepada Saya beberapa hari yang lalu, ternyata kenyataannya tidak berbeda sama sekali dengan apa yang Anda ceritakan. Di sini kita dapat belajar dengan Niciren Daisyonin, bahwa pertama-tama kita ingin mendengarkan apa yang diutarakan seseorang kepada kita, kemudian kita jangan menerima begitu saja, artinya bagaimana kita berusaha memahami hal yang sebenarnya. Selanjutnya dikatakan, Maka Saya 14
Samantabadra | September 2014
harap Anda makin memperkuat kepercayaan dan memperoleh kekuatan karunia Saddharmapundarikasutra. Dengar dan lihatlah kejadian-kejadian dalam masyarakat seperti telinga Se-Kwang dan mata Li-Lou. Jadi yang harus kita dengar adalah hal yang pas dan yang akan datang bagaimana di lingkungan kita, di masyarakat kita. Begitu juga mata Li-Lou, artinya, kita melihat, kita mendengar tentunya harus melihat juga baru kita bisa mengatakan yang sebenarnya. Jaman sekarang pada umumnya sifat manusia sukar mendengarkan pembicaraan seseorang. Di sini Niciren Daisyonin mengajarkan bagaimana
menghormati semua umat, karena mereka semua ada jiwa Buddhanya, maka kita harus mendengarkan orang lain yang bicara, kita terima dulu, kita pikir, kita cerna dulu, begitu juga di dalam kita menjalankan hati kepercayaan, di susunan kita di daerah, di cabang, di ranting, pada saat pertemuan empat bagian, rapat pimpinan, kita harus ikuti agar kita tidak jalan sendiri, sesuaikan dengan jadwal susunan kita, sehingga kita tahu siapa yang tidak datang dan para penanggung jawab tahu, sekarang pusat arahnya kemana? Maka mari kita sama-sama satu hati melaksanakan kebijaksanaan dari Pusat,
Dharma Duta
sama-sama mengajak agar umat gembira. Kita pun harus berani memberi tahu. Niciren Daisyonin khawatir Shiji Shiro tidak berani memberi tahu, begitupun dengan kita, kadang-kadang kita diam sajalah, ini salah. Kalau seperti itu, berarti kita membiarkan orang yang menjalankan pemfitnahan Dharma, karena meremehkan umat, memakai caranya sendiri, itu memfitnah Dharma. Untuk itu kita harus benar-benar berani menghadapi kesulitan. Niciren Daisyonin mengatakan jangan takut dengan kesulitan, sebab kesulitan itu untuk memperkuat hati kepercayaan kita, dengan kesulitan ini
kita bisa cari dimana salahnya? Kalau ada kesulitan, yang akan kita cari adalah Gohonzon, Daimoku agar timbul prajna dan menyadari di mana sebabnya kesulitan itu, sehingga kita bisa meperbaiki. Kalau ada kesulitan tidak ada lagi menyalahkan kiri-kanan, depan-belakang. Mulai sekarang kita harus yakin, maju ke depan, jangan lihat ke belakang lagi, maka akhirnya kita dapat berjalan dengan gembira dan itu yang kita inginkan. Dharma Duta tugasnya adalah membabarkan Dharma. Kita pun sebagai Bodhisattva yang muncul dari Bumi mempunyai tugas untuk membabarkan Dharma sebagai utusan
Buddha, yaitu (1). Daimoku, berjuang benar-benar melakukan perombakan sifat jiwa. Tanpa Daimoku tidak ada kekuatan jiwa Buddha, sukar menjalankan tugas sebagai utusan Sang Tathagata, apalagi menjelang HUT NSI ke-50 pada Oktober 2014, pasti banyak tantangan, obatnya hanya Daimoku. (2). Menyiarkan Dharma atau Syakubuku, mulai dari diri kita sendiri, tingkah laku kita mencerminkan Syakubuku kita. (3). Dana paramitha untuk HUT 50 tahun NSI. Ini semua adalah tugas kita bersama untuk menciptakan nilai secara Itai Dosyin. eee
September 2014 | Samantabadra
15
liputan
Kensyu Lansia NSI 2014 Mewujudkan Lansia yang Mandiri dan Bahagia
Foto bersama peserta Kensyu Lansia bersama DPP NSI.
16
Samantabadra | September 2014
S
ebanyak 175 orang umat lansia NSI pada tanggal 10 Agustus 2014 hingga 12 Agustus 2014 mengikuti penataran Kensyu Lanjut Usia NSI di Sela Bintana, Sukabumi, dengan tema, “ Lansia NSI Hidup Mandiri, Hidup Bahagia Dalam Kegembiraan Syinjin.� September 2014 | Samantabadra
17
liputan
DPP NSI dan Koordinator Lansia NSI pada sesi pembabaran dharma,
P
ada hari Minggu (10/8) pagi seluruh peserta khususnya daerah DKI Jakarta, Tangerang, Bekasi berkumpul di Vihara Sadhaparibhuta NSI, mengawali Kensyu lansia dengan dokyo sodai bersama, lalu dengan menempuh perjalanan sekitar 5 jam, opa oma bisa menikmati pemandangan dan suasana menuju Sukabumi. Ada 3 bus yang berangkat dari Jakarta, sedangkan opa oma dari Bogor, Sukabumi, Bandung, berangkat dari daerah masingmasing menuju lokasi di Sela Bintana, pusat wisata dan penginapan di Sukabumi. Dalam perjalanan, opa oma belajar menyanyi dan juga yel lansia yang disiapkan khusus untuk semakin memotivasi opa oma. 18
Samantabadra | September 2014
Tiba di Sela Bintana, opa oma menikmati makan siang dengan menu yang spesial, sambil menikmati pemandangan serba hijau di Sela Bintana. Dimulai dengan acara perkenalan, opa oma diajak untuk berkenalan dalam kelompok masingmasing, dengan ketua kelompoknya. Ada kelompok A hingga N pada kensyu lansia kali ini dan opa oma berkesempatan juga untuk mengatur diri dengan baik dan mengatur kelompok dengan baik. Setiap kali acara akan dimulai, setiap kelompok akan memastikan apakah anggota kelompok sudah terkumpul semua atau belum. Rangkaian acara pun siap dimulai. Udara yang sejuk, pohon-pohon hijau, rintik
hujan menemani suasana gongyo sore bersama. Di malam hari sesi gosyo membahas mengenai gosyo Shiji Syiro, bahwa dengan hukum Nammyohorengekyo, rintangan seperti apapun pasti bisa dilalui. Tidak perlu lagi ada keraguan. Beberapa lansia sempat merasa ragu apakah mampu untuk mengikuti kensyu lansia ini, kondisi fisik dirasakan kurang kuat, tetapi siapa sangka, suasana jiwa yang baik akan mempengaruhi kesehatan fisik juga. Masalah kesehatan dan penyakit, rintangan dari diri sendiri, masalah ekonomi adalah beberapa masalah yang dirasakan oleh opa oma sebagai sumber rintangan. Namun setiap kali sadar akan tugas sebagai Bodhisatva
poin penting dari gosyo Shiji Shiro. Dengan serius dan penuh penghayatan, para peserta secara bergantian mengungkapkan pemahaman akan materi yang sudah dipelajari dan juga kaitannya dengan pengalaman menjalani hati kepercayaan mereka. Di siang hari para peserta Ketua Umum NSI memberi dorongan semangat kepada lansia NSI. Ibu Joeng mendapatkan pembekalan dari Bogor turut menyampaikan kesannya mengenai bagaimana menjadi pada kensyu lansia. lansia Indonesia yang tangguh Muncul Dari Bumi, saat itu dari Ibu Elizabeth Kuji, juga muncul keinginan kuat Direktur Bina Ketahanan untuk bisa terus aktif berbuat Keluarga Lansia dan Rentan sebab baik. Selesai pertemuan, BKKBN. Berbagai pertanyaan opa oma langsung menuju bermunculan selama sesi kamar masing-masing untuk pembekalan, mulai dari beristirahat malam. bagaimana mengatasi Di hari kedua kensyu kepikunan, bagaimana supaya lansia, jam 6 pagi para opa tetap bisa kreatif dan mandiri oma menikmati makan pagi di usia senja, dan bagaimana lalu bisa berjalan menyusuri bisa memiliki fungsi dan hamparan rumput hijau, manfaat dalam hidup tidak jauh dari lokasi bermasyarakat. ruang pertemuan. Tampak Acara yang dinantikegembiraan dan keceriaan di nanti di malam hari adalah wajah para peserta. Kegiatan persembahan spontanitas kensyu dimaksudkan agar kesenian dari para peserta lansia bisa menikmati suasana lansia, ada yang menari, keakraban dengan sesama menyanyi, drama yang umat dan juga menyehatkan mengangkat permasalahan tubuh di suasana alam yang hidup opa oma, persembahan masih segar. puisi dari Trio Uban dan Pada sesi Focus Group Golden Five NSI, dan juga Discussion, para peserta fashion show yang menjadi berdiskusi mengenai poinajang ekspresi opa oma.
Ibu Elizabeth Kuji dari BKKBN menyampaikan pembekalan didahului dengan ice breaking untuk menghangatkan suasana.
Untuk menambah keceriaan di malam itu, diadakan pemilihan Raja dan Ratu pada malam keakraban Kensyu Lansia NSI 2014 yang jatuh pada pasangan lansia (suami-istri) Bapak dan Ibu Lukman Tanjung, karena teladan keaktifan mereka di dalam susunan NSI / syinjin dan konsistensi untuk bisa mengajak anakcucu untuk ikut meneruskan hati kepercayaan. Suara musik terus berbunyi dan para opa oma terus bergoyang sampai tiba saatnya untuk istirahat malam. September 2014 | Samantabadra
19
liputan
Apresiasi terhadap Bapak Lukman Tanjung dan istri atas konsistensinya dan teladan syinjin bagi keluarganya.
Tidak terasa sampai di penghujung acara Kensyu Lansia NSI, pada sesi kesan pesan, para peserta mengungkapkan perasaannya setelah mengikuti rangkaian acara Kensyu Lansia. “Saya gembira, karena kebahagiaan sejati tidak bisa dicari di mana-mana, hanya di susunan ini,� ungkap seorang oma dengan ekspresi harunya. Pengalaman tersendiri pun dirasakan oleh Bapak Haeri, lansia dari daerah Sukabumi yang baru saja sembuh dari sakit di bulan Juli, dengan keyakinan dan tekad yang kuat, Bapak Haeri yang berusia 80 tahun ini, dengan aktif dan energik begitu bersemangat dalam setiap sesi acara. Kemandirian dan ketangguhan lansia akan semakin mantap dengan sungguh hati menjalankan ajaran Buddha Niciren, tidak berhenti untuk melakukan prinsip syin, gyo, dan gaku. Rangkaian acara Kensyu Lansia NSI ditutup dengan gongyo sore bersama di lapangan rumput terbuka, lalu seluruh peserta pun kembali ke daerah masing-masing. (Maya) 20
Samantabadra | September 2014
Penampilan peserta kensyu lansia pada sesi malam keakraban.
Kesan Kensyu Lansia NSI 2014
“Saya merasa bahagia dalam kensyu lansia kali ini, walau ada sedikit sakit, tetapi saya bisa mengikuti acara-acara kensyu, bisa sumbang tari lansia, sakit saya pun sembuh rasanya. Saya senang bisa mendapat pengetahuan untuk menjadi lansia tangguh. Sungguh gembira. Tahun depan saya ingin ikut lagi” (Ibu Listiowati, Jatinegara)
“Saya sangat gembira bisa ikut kensyu lansia, bisa berkenalan dengan anggota luar daerah, bisa satu hati, dan itai dosyin” (Ibu Lie Cu Ing, Bandung)
“Dari tiga hari kensyu Lansia NSI Mandiri ini saya belajar untuk bisa mengurus diri sendiri, bertanggung jawab untuk bisa mandiri, dan produktif, baik secara ekonomi maupun kesehatan” (Bapak Ginarsih)
“Kensyu ini membuat lansia mendapat bekal hidup untuk semakin ceria dan merasakan meski lanjut usia, tetapi dengan hidup mandiri bisa tetap merasakan tugas sebagai Bodhisatva Muncul dari Bumi” (Ibu Sri Anggraini, DKI Jakarta) “Selama tiga hari dua malam, saya betul-betul merasa sangat bahagia, bisa belajar kata-kata Buddha, belajar bagaimana untuk semakin mandiri dan hidup bahagia. Yang tidak terpikirkan juga adalah bisa terpilih sebagai raja dan ratu semalam pada kensyu kali ini” (Bapak Lukman Tanjung, DKI Jakarta)
Yel-Yel Lansia
September 2014 | Samantabadra
21
materi ajaran | gosyo kensyu
Gosyo Kensyu
Surat kepada Otogoze Perihal Badan Ringan Hukum Berat LATAR BELAKANG |
S
urat ini ditulis pada tanggal 4 bulan 8 tahun 1275 (Kenji 1) di Gunung Minobu ketika Niciren Daisyonin berusia 54 tahun. Tulisan aslinya sudah tidak ada lagi. Nama lain dari surat ini adalah Badan Ringan Hukum Berat. Walau surat mi ditujukan kepada Otogoze, tetapi bila menilik isi suratnya, ini ditujukan kepada ibunya. Dalam surat ini pertama-pertama dikutip contoh masuknya agama Buddha ke Tiongkok, dan kemudian diterangkan unggul lemahnya antara ajaran agama Buddha dengan ajaran non Buddhis. Selanjutnya, ditandaskan dalam ajaran agama Buddha, juga terdapat unggul rendah dan dalam dangkalnya ajaran; dan di antara itu, kalau diperbandingkan dengan sutra lainnya, Saddharmapundarikasutra adalah ajaran yang paling unggul dan menakjubkan. Akhirnya diajarkan, di antara Guru Manusia dari berbagai sekte, terdapat yang unggul dan yang rendah, yang dalam dan yang dangkal; seperti halnya sutrasutra. Terutama, membandingkan 22
Samantabadra | September 2014
guru Syingon yang sangat jaya pada waktu itu dengan pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Bila guru Syingon diibaratkan sebagai anjing, pelaksana Saddharmapundarika-sutra adalah singa; kalau guru Syingon adalah Asura, pelaksana Saddharmapundarikasutra sama dengan matahari. Demikianlah keunggulan pelaksana Saddharmapundarika-sutra tidak dapat dibandingkan dengan guru Syingon. Melalui surat ini, Niciren Daisyonin memuji dan menghargai sikap menuntut agama Buddha dari Ibu Otogoze sebagai seorang wanita yang karena rindu, datang mengunjungi Niciren Daisyonin di Pulau Sado yang terpisah jauh maupun di Gunung Minobu yang sulit dikunjungi. Sikap ibu Otogoze ini dihargai dan dipuji sebagai suatu hal yang aneh. Meskipun telah ditinggal suami, kalau memperkuat hati kepercayaan, karunia kebajikan dari Saddharmapundarika-sutra besar tak terhitung. Demikian dorongan semangat dari Niciren Daisyonin.
ISI GOSYO |
D
i Tiongkok, sebelum agama Buddha diperkenalkan, karya tulis orangorang arif seperti Tiga Penguasa dan Lima Kaisar, Ketiga Raja, Tai Kung Wang, Pangeran Tan dari Chou, Lao Tze dan Konfucu disebut sastra klasik atau norma-norma kesusilaan. Ajaran-ajaran ini mengajarkan rakyat akan tata susila dan memberitahukan kehadiran ayah bunda, serta menetapkan raja dan menteri untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Rakyat mematuhi pimpinan yang mengikuti ajaran-ajaran ini dan Surga mengabulkan doa-doa mereka. Anak yang tidak patuh dihukum sebagai anak tidak berbakti dan penduduk yang melanggar dihukum sebagai pengkhianat. Ketika sutra agama Buddha pertama kali dibawa dari India ke Tiongkok. sekelompok orang menolak untuk menggunakannya sedangkan yang lain menyetujui. Suatu perselisihan timbul dan penguasa memanggil kedua kelompok tersebut untuk mempertemukan mereka dalam suatu perdebatan. Para pengikut ajaran non Buddhis telah dikalahkan oleh pĐ°ra murid ajaran agama Buddha. Setelah itu, apabila murid-murid agama Buddha dan orang non buddhis bertemu, bagaikan es dicairkan sinar matahari atau api dipadamkan air, bukan saja orang-orang non buddhis dikalahkan murid-murid agama Buddha, bahkan mereka sama seperti orang yang tak ada nilainya. Kemudian, lebih banyak lagi sutra-sutra agama Buddha dibawa ke Tiongkok dan menjadi jelas di antara sutra agama Buddha tersebut, ada yang unggul dan rendah, ada yang dangkal dan dalam. Artinya, ada Sutra Hinayana dan Mahayana, eksoterik (Kenkyo) dan esoterik (Mikkyo), Sementara dan Sesungguhnya. Sebagai gambaran, semua batu tanpa terkecuali lebih rendah mutunya dari pada emas, tetapi emas itu sendiri terbagi lagi dalam beberapa tingkatan mutu. Emas yang terdapat dalam dunia manusia tidak dapat menandingi emas yang ditambang dari Jambunadasvarna. Namun, emas dari Jambunada-svarna jauh lebih tidak berharga dari pada emas yang disimpan dalam Surga Brahma. Sama halnya, kalau seluruh sutra agama Buddha dibandingkan dengan ajaran non buddhis, sama seperti emas; tetapi dalam ajaran agama Buddha sendiri ada yang unggul dan rendah, dangkal dan dalam. Sutra-sutra Hinayana sama seperti kapal atau perahu kecil yang hanya dapat membawa dua atau tiga penumpang, tidak seratus atau seribu. Sekalipun hanya dua atau tiga penumpang di dalamnya, perahu tersebut tetap harus berada di dekat pantai dan sukar menyeberang ke pantai lainnya; dapat diisi dengan sejumlah muatan kecil, sukar untuk muatan yang besar. Sebaliknya, ajaran Sutra Mahayana sama seperti kapal besar yang memuat sepuluh atau dua puluh penumpang serta dapat diisi dengan sejumlah muatan besar. Kapal ini dapat berlayar dari Kamakura sampai sejauh Propinsi Cekusyi di sebelah selatan atau Propinsi Micinoku di utara. September 2014 | Samantabadra
23
materi ajaran | gosyo kensyu Tetapi, besar kapal Ajaran Sesungguhnya tak terbandingkan dengan kapalkapal Sutra Semi Mahayana, diisi dengan timbunan pusaka langka dan membawa seratus atau seribu penumpang serta dapat berlayar sepanjang jalan ke negeri Korea. Saddharmapundarika-sutra, Ajaran Ekayana, tepat sama dengan sutra jenis ini. Devadatta adalah manusia terjahat di seluruh dunia, tetapi dalam Bab Devadatta Saddharmapundarika-sutra, ia diramalkan akan menjadi seorang Buddha dengan gelar Tathagata Devaraja. Meskipun Ajatasatru adalah seorang raja jahat yang membunuh ayahnya sendiri, ia ada di antara mereka yang hadir ketika Saddharmapundarika-sutra dikhotbahkan. Dan, setelah mendengar hanya satu bait syair atau satu kalimat, ia ikut menganut dan dengan demikian membentuk hubungan jodoh dengan sutra tersebut. Putri Naga, seorang wanita bertubuh seperti ular, telah memperoleh kesadaran Buddha dengan mendengarkan Saddharmapundarika-sutra yang dikhotbahkan oleh Bodhisattva Manjusri. Tambahan pula, Sang Buddha telah menetapkan era buruk Masa Akhir Dharma sebagai saat yang tepat bagi tersebarluasnya Saddharmapundarika-sutra, dan telah melimpahkannya kepada kaum pria dan wanita dari zaman Lima Kekeruhan itu. Seluruh umat Saddharmapundarika-sutra, Ajaran Ekayana, dapat berlayar dan menyeberang kemanapun sekehendak hati seperti karafune (kapal yang dapat berlayar ke manapun). Demikianlah, perbandingan semua sutra agama Buddha terhadap sastra non buddhis, bagaikan emas dengan batu. Dan, bila berbagai Sutra Mahayana, seperti Avatamsaka, Mahavairocana, Amitayurdhyana, Amitabha dan Vaipulya dibandingkan dengan Saddharmapundarika-sutra, bagaikan kunang-kunang dengan sang surya atau rembulan atau busut (onggokan tanah sarang semut) dengan gunung Hua. Terlebih lagi, unggul rendahnya tidak hanya ada di antara sutra-sutra tersebut, tetapi juga di antara para gurunya. Ketika guru sekte Syingon berhadapan dalam perdebatan dengan pelaksana Saddharmapundanka-sutra, mereka bagaikan api yang dipadamkan air atau embun yang lenyap dihembus angin. Orang mengatakan, bila seekor anjing menggonggong seekor singa, ususnya akan membusuk. Iblis Asura yang memanah matahari, kepalanya sendiri terpecah menjadi tujuh bagian. Seluruh guru sekte Syingon bagaikan anjing atau asura, sedangkan pelaksana Saddharmapundarika-sutra bagaikan matahari atau singa tersebut. Sebelum matahari terbit, es memang keras bagaikan logam. Api, ketika tidak tersentuh air sama panasnya dengan besi cair. Tetapi, es yang terkeras sekalipun akan lumer dengan mudah dalam matahari musim panas, dan bahkan api yang terpanas sekalipun dengan mudah dapat dipadamkan oleh air. Berbagai guru sekte Syingon tampaknya paling unggul dan berprajna. Tetapi mereka seperti orang yang tak pernah melihat matahari menginginkan es tetap keras atau orang yang tak pernah melihat air mengira api akan membakar selama-lamanya. 24
Samantabadra | September 2014
Seperti Anda ketahui, sebelum terjadi serangan Mongolia. kesombongan rakyat masa ini melampaui batas. Namun, semenjak bulan kesepuluh tahun lalu tak seorangpun dari mereka berani bersikap sombong lagi. karena seperti yang telah Anda dengar. hanya Saya. Nichiren, yang telah meramalkan serangan dari luar negeri ini. Apabila Mongolia menyerang lagi negeri kita. tak seorang rakyat pun memiliki keberanian untuk menghadapi. Mereka bagaikan kera ketakutan terhadap anjing atau katak gemetar ketakutan di hadapan ular. Semua ini karena negara membiarkan bhikku-bhikku sekte Syingon, Nembuce, Rice dan lainnya membenci Nichiren. Pelaksana Saddharmapundarika-sutra dan utusan Buddha Sakyamuni, sehingga membahayakan diri mereka sendiri. Demikian pula, negara membangkitkan kebencian dewa-dewa sehingga seluruh rakyat menjadi pengecut, bagaikan api takut akan air, sebatang pohon takut kepada kapak. seekor Burung Kuau yang ketakutan hingga kehilangan akalnya ketika melihat seekor Burung Elang, atau seekor tikus yang diancam oleh kucing. Tak seorangpun dari mereka akan luput. Apa yang akan mereka perbuat ? Dalam medan perang, prajurit menganggap Dewan Jendral sebagai nyawa mereka. Apabila Dewan Jendral kehilangan keberanian, prajuritnya turut menjadi pengecut. Nyawa seorang wanita adalah suaminya. Wanita tanpa suami bagaikan tak bernyawa. Sekarang, wanita yang memiliki suami sekalipun masih sukar hidup di masyarakat. Meskipun Anda tidak mempunyai suami sebagai andalan jiwa, dalam masyarakat, Anda hidup lebih unggul dari pada mereka yang bersuami. Didalam hati, Anda mempertahankan keyakinan terhadap dewa-dewa dan meneruskan memuja Sang Buddha. Memang, Anda seorang wanita yang luar biasa! Ketika Saya berada di Kamakura, dengan mengenyampingkan para penganut Nembuce dan sekte lainnya, Saya tidak dapat memastikan dalam dangkalnya keyakinan masing-masing penganut Saddharmapundarika-sutra. Hal ini baru Saya ketahui setelah Saya membangkitkan ketidaksenangan para penguasa dan dibuang ke Pulau Sado. Meski tidak ada orang datang mengunjungi Saya. Anda seorang wanita tidak hanya mengirimkan berbagai persembahan. tetapi juga telah mengadakan perjalanan secara pribadi untuk menjenguk. Hal ini terlalu menakjubkan sebagai suatu kenyataan. Dan, sebagai tambahan, Anda kini telah mengunjungi Saya di sini, di Minobu. Saya tidak dapat mencari kata-kata untuk berterimakasih kepada Anda. Sudah pasti dewa-dewa melindungi dan Dasa Raksasi memuji Anda. Sang Buddha telah berjanji dalam Bab Bodhisattva Baisyajaraja Saddharmapundarikasutra, bahwa bagi wanita, Sutra tersebut bagaikan obor dalam kegelapan, seperti kapal ketika ia menyeberangi lautan, dan bagai seorang pelindung ketika ia berjalan melalui tempat-tempat berbahaya. Ketika Kumarajiva membawa Saddharmapundarika-sutra ke negeri Tiongkok. Raja Surga Vaishravana mengirimkan sejumlah besar barisan tentara untuk mengawalnya agar selamat melewati Pamirs. Ketika Guru Dharma Dosyo membaca September 2014 | Samantabadra
25
materi ajaran | gosyo kensyu dan menyebut Saddharmapundarika-sutra di lapangan, harimau yang tak terhitung jumlahnya berkumpul melindunginya. Tiada alasan mengapa Anda tidak akan dilindungi dengan cara yang sama seperti Kumarajiva dan lainnya. Ketiga puluh enam Dewa Bumi dan kedua puluh Delapan Dewa Bintang akan memberikan Anda perlindungan. Lebih lanjut, setiap orang memiliki dua orang dewa surgawi yang senantiasa mendampinginya, tepat seperti bayangan yang mengikuti badan. Yang satu disebut Dewa Dosyo dan yang lainnya Dewa Domyo. Masing-masing berada di atas pundak kanan dan kiri, dan menjaganya. Oleh karena itu, surga tidak pernah menghukum mereka yang tidak melanggar kesalahan, apalagi orang yang baik. Itulah sebabnya Mahaguru Miao-lo menyatakan, “Semakin kuat keyakinan seseorang, semakin kuat perlindungan dewa-dewa. Sepanjang seseorang mempertahankan keyakinan yang teguh, ia pasti menerima perlindungan yang kuat dari para dewa. Saya katakan hal ini demi Anda. Saya tahu, keyakinan Anda senantiasa terpuji, tetapi kini Anda harus lebih memperkuatnya. Hanya dengan demikian, Dasa Raksasi akan memberikan perlindungan yang lebih besar. Anda tidak perlu mencari contoh dari tempat lain. Setiap orang di Jepang dari penguasa hingga rakyat jelata, tanpa terkecuali telah mencoba membahayakan Saya, tetapi Saya tetap selamat sampai hari ini. Hal ini dikarenakan meskipun Saya, Nichiren seorang diri, Saya memiliki kepercayaan yang kuat terhadap Saddharmapundarikasutra. Apabila sebuah kapal dikemudikan oleh juru mudi yang tidak terampil, maka akan mendatangkan kerugian bagi jiwa seluruh penumpang. Sama halnya, sekalipun seseorang memiliki tenaga fisik yang kuat, jika semangatnya lemah, bagaimanapun banyak keistimewaan tidak akan ada gunanya. Dalam negeri ini, kelihatannya banyak orang arif, tetapi karena dibimbing oleh jendral yang tidak cakap, harapan mereka tidak dapat diwujudkan. Pada serangan Mongolia terakhir, di Iki, Cesyima, dan kesembilan propinsi (Kyusyu). Puluhan ribu prajurit dan juga rakyat sipil, pria dan wanita telah dibunuh, ditangkap, tenggelam di laut, atau terjatuh dari jurang hingga mati. Apabila Mongolia menyerang lagi, akan timbul malapetaka yang lebih besar dan tidak terbandingkan. Kyoto dan Kamakura akan mengalami sama seperti Iki dan Cesyima di masa lalu. Bersiaplah sebelumnya dan larikan diri ke tempat lain. Pada saat itu, mereka yang menyatakan tidak ingin melihat atau mendengarkan Saya, akan mengatupkan kedua telapak tangan dan menaruh kepercayaan kepada Saddharmapundarika-sutra. Bahkan para penganut Nembuce dan Zen akan menyebut Nammyohorengekyo. Saddharmapundarika-sutra menerangkan, bila ada pria dan wanita yang memiliki keyakinan yang kokoh terhadap Sutra ini, mereka akan didukung di atas pundak dan digendong di atas punggung. Ketika Kumarajiva bertualang ke Kuca, patung kayu Buddha Sakyamuni menggendongnya di atas punggung. Ketika Saya hampir dipenggal, Mahabodhi Bhagavat telah menggantikan tempat Saya. Sekarang 26
Samantabadra | September 2014
juga, tepat seperti yang lalu. Kalian semua adalah penganut Nichiren. Bagaimana mungkin gagal mencapai kesadaran Buddha? Tak peduli siapa yang menjadi suami Anda, Anda tidak boleh mengikutinya apabila ia musuh Saddharmapundarika-sutra. Perkuatlah keyakinan Anda lebih daripada sebelumnya. Es terbuat dari air, tetapi lebih dingin daripada air. Pewarna biru dihasilkan dari nila, tetapi apabila sesuatu berulang kali dice!upkan di dalamnya, akan menjadi lebih biru daripada tanaman nila itu sendiri. Sama dengan Saddharmapundarika-sutra, semakin Anda memperkuat keyakinan, Anda akan mendapat keuntungan lebih daripada orang lain, seperti semakin unggulnya warna. Kayu mudah diserang api, tetapi kayu cendana tidak dapat terbakar. Api dapat dipadamkan air, tetapi api nirvana yang mengkremasi jasad Sang Buddha tidak dapat dipadamkan. Meskipun bunga-bunga bertebaran ditiup angin, namun bunga-bunga yang mekar dalam Surga Suddhavasa tidak akan layu. Air menguap dalam kemarau panjang, tetapi tidak demikian apabila ia masuk ke dalam sungai Kuning. Raja jahat yang bernama Mihira Kula tidak mendapat hukuman meskipun ia memenggal kepala seorang bhikku India, tetapi ketika ia memenggal kepala Aryasimha, pedangnya jatuh ke bumi bersama lengannya sendiri. Ketika Raja Pushyamitra membakar musnah Vihara Kukkutarama, kepalanya dibelah oleh tongkat Dua Belas Dewa. Demikian pula halnya dengan rakyat Jepang, karena menjadi musuh Saddharmapundarika-sutra, mereka membawa kehancuran pada diri sendiri dan negerinya. Dan, karena Saya mengumumkan ini, Saya dikatakan terlalu tinggi hati oleh mereka yang kurang mengerti. Sesungguhnya Saya tidak berkata karena kesombongan. Hanya, jika Saya tidak mengatakannya, Saya bukan Pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Terlebih lagi, ketika kata-kata Saya kemudian terbukti kebenarannya, umat dapat cepat percaya. Dengan meninggalkan tulisan ini, umat di kemudian hari akan mengenal prajna Saya yang dapat melihat dengan jelas masa akan datang yang jauh. Suatu ulasan Sutra Nirvana menyatakan, bahwa badan itu ringan sedangkan Hukum itu berat dan mengorbankan jiwa demi penyebaran Hukum. Walau badan Nichiren ringan dan hina. Dipukul dan dibenci orang sekalipun, tetapi karena Hukum itu berat, pasti tersebar luas. Apabila Saddharmapundarika-sutra tersebar luas, reliks Saya menjadi berat, dan jika reliks Saya menjadi berat, maka akan memberi manfaat kepada umat. Kalau ada manfaatnya, Saya akan dipuja seagung Mahabodhisattva Haciman sekarang ini. Anda hendaknya mengerti, pada saat itu kaum pria dan wanita yang menyumbang Nichiren akan dihormati seagung Takesyiuci no Sukune dan Wakamiya yang memuja Mahabodhisattva Haciman. Rejeki yang diperoleh karena membuka mata seorang buta tidak dapat dilukiskan. Apabila dapat membuka mata seluruh umat negeri Jepang, bagaimana mungkin karunia yang diperoleh dapat dikatakan? Terlebih lagi dapat membuka penglihatan yang buta seluruh umat manusia di Jambudwipa dan Ketiga Benua Bumi, rejekinya September 2014 | Samantabadra
27
materi ajaran | gosyo kensyu tidak dapat dibayangkan! Dalam Saddharmapundarika-sutra jilid keempat terbaca, “Setelah kemoksyaan Sang Buddha, mereka yang sungguh-sungguh memahami makna Hukum Buddha akan menjadi mata segenap makhluk surgawi dan masyarakat. Sesudah kemoksyaan Sang Buddha, mereka yang mempertahankan Saddharmapundarika-sutra mempunyai mata makhluk surgawi untuk umat. Oleh karena itu, orang-orang Jepang yang bersikap bermusuhan dengan Saya, sesungguhnya sedang mencungkil mata segenap makhluk surgawi dan masyarakat. Sebagai akibatnya surga menjadi marah sekali, dan hari demi hari berbagai bencana dicurahkan dan Dewa Bumi murka, bencana alam terjadi bertubi-tubi bulan demi bulan. Sakra Devanam Indra adalah Dewa surgawi, namun ia sangat menghormati srigala yang telah mengajarkannya Hukum; sebagai akibatnya, sekarang ia adalah Buddha Sakyamuni. Putra Himalaya menghormati iblis sebagai gurunya dan menjadi Buddha dari Triloka. Orang-orang arif dan agung di masa lampau dengan rendah hati tidak membuang Hukum. Saya, Nichiren, mungkin seorang yang bodoh, tetapi Saya sudah pasti tidak lebih rendah daripada seekor srigala atau iblis. Manusia termulia pada zaman sekarang, sama sekali tidak lebih unggul dari Sakra Devanam Indra atau Putra Himalaya, namun karena dalam masyarakat, kedudukan Nichiren rendah, mereka membuang dan tidak menggunakan prinsip Saya yang benar. Itulah sebabnya, negeri ini sekarang sedang berada di jurang keruntuhan. Sungguh amat memprihatinkan! Dan yang lebih menyedihkan lagi, Saya tidak dapat menyelamatkan para murid yang sering mengikuti dan membantu. Apapun bencana yang menimpa, hendaknya Anda segera datang mengunjungi Saya disini, di Minobu. Anda akan disambut sepenuh hati. Seandainya terjadi hal terburuk. marilah kita bersama-sama mati kelaparan dalam gunung ini. Saya dapat membayangkan putri Anda, Otogoze, telah tumbuh menjadi seorang wanita muda dan cerdas. Saya akan menyurati lagi kelak. Hari keempat bulan kedelapan kepada Otogoze tertanda,
Nichiren
28
Samantabadra | September 2014
| KUTIPAN GOSYO
1
Ajaran-ajaran ini mengajarkan rakyat tata susila dan memberitahukan kehadiran ayah bunda, serta menetapkan raja dan menteri untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Rakyat mematuhi pimpinan yang mengikuti ajaranajaran ini dan surga mengabulkan doadoa mereka.
yang menguasai dan mengendalikan kehidupan masyarakat, ajaran Konfucu memperoleh dukungan kuat dari golongan yang berkuasa, sehingga dapat dikatakan menjadi filsafat golongan berkuasa. Dinasti Chou berhasil menyatukan Tiongkok menjadi negara kesatuan yang besar. Walau terjadi berbagai pergolakan, ketentraman dapat dipertahankan hal ini Keterangan: tidak pernah terlihat dalam peradaban Untuk menjelaskan masyarakat di mana pun karena ajaran Saddharmapundarika-sutra adalah Konfucu digunakan sebagai landasan sutra yang terunggul, pertama-tama spiritual negara. Sebagai filsafat golongan diterangkan bahwa dalam sejarah yang berkuasa, sudah barang tentu Tiongkok semenjak agama Buddha masuk terdapat keterbatasan yang mudah ke sana, kekuatan ajaran non Buddhis terjerumus menjadi penekanan terhadap yang ada sebelumnya, menjadi hilang. kebebasan rakyat oleh golongan yang Jadi, pertama-tama dijelaskan unggul berkuasa. Namun demikian, Nichiren rendahnya ajaran non Buddhis dan agama Daisyonin secara obyektif memberi Buddha berdasarkan bukti-bukti sejarah. penghargaan terhadap ajaran Konfucu Ajaran Konfucu, yang merupakan yang berjasa bagi kemajuan spiritual tiang pokok ideologi Tiongkok semenjak manusia. sebelum kedatangan agama Buddha Dalam Surat Membuka Mata tertulis. di sana, menerangkan secara singkat “Pada masa sebelum Tiga Raja, rakyat kewajiban masyarakat Tiongkok. Sifat hidup seperti binatang dan tidak tahu khas ajaran Konfucu menentukan suri ayahnya sendiri. Tetapi semenjak tauladan hubungan antar manusia masa pemerintahan Lima Kaisar dan dalam masyarakat. “Mengajarkan seterusnya, mereka belajar mengenal rakyat tata susila” berarti mengajarkan ayah dan ibu serta memperlakukan tata krama hubungan antar manusia. mereka sesuai dengan rasa bakti. “Memberitahukan kehadiran ayah bunda (Gosyo. hal. 186). Ajaran Tiga Raja, “berarti penghormatan dan penghargaan yang dikatakan sebagai sumber aliran dari dasar hati terhadap ayah bunda Konfucu mengajarkan budi ayah. yang telah melahirkan, mendidik dan Sebagai umpama, di antara ketiga membina. “Menetapkan raja dan menteri” kaisar, ada hubungan pengajaran berarti menjaga keberadaan masingteknologi seperti Fu I mengajarkan cara masing dalam kehidupan bermasyarakat berburu dan menangkap ikan dan Shen dan bernegara. Berdasarkan teori pokok Nung mengajarkan teknik pertanian. September 2014 | Samantabadra
29
materi ajaran | gosyo kensyu Bersamaan dengan itu, Hubungan orang tua dan anak kian dipererat melalui alih teknologi. Selanjutnya, dengan meneguhkan sistem kekeluargaan Lima Kaisar mengajarkan ibu dan ayah yang telah berusia lanjut harus dirawat oleh anaknya. Dengan demikian, ajaran Konfucu yang berpijak pada sistem kekeluargaan dapat meneguhkan etika moral dan tata krama yang diperlukan dalam kehidupan berkelompok yang disebut negara, serta dapat membina landasan kehidupan masyarakat yang stabil. Meskipun demikian, agama Buddha tetap menganggap ajaran non Buddhis seperti itu sebagai pengantar untuk masuk ke dalam ajaran agama Buddha. Selanjutnya, ketika agama Buddha datang, ajaran Konfucu yang mengajarkan sopan santun dan tata karma mempermudah pemahaman terhadap ajaran Buddha. Ini karena, ajaran Konfucu menentukan suri tauladan hubungan antar manusia. Tetapi untuk segi kejiwaan yang diwakili oleh karma, ajaran Konfucu tidak dapat memberikan cara penyelesaian. Jadi. bila hanya melaksanakan jalan kelima kebiasaan (Dunia Kemanusiaan, Dunia Surga, Dwiyana, dan Dunia Bodhisattva) yang ada dalam kehidupan sekarang, tidak seorang manusia pun dapat dibina menuju kebahagiaan yang kekal; apalagi untuk memecahkan kesesatan pokok yang tidak jelas (Gampon no Mumyo). Kalau ajaran Konfucu dibandingkan dengan Hukum Agama Buddha, itu masih merupakan hal yang sangat dangkal dan tipis. Ketika melakukan hubungan dengan berbagai suasana dari dunia luar dan orang-orang lain, jiwa manusia bergerak 30
Samantabadra | September 2014
berdasarkan Hukum Sebab Akibat yang mencakupi ketiga masa lampau, sekarang dan akan datang, yang terdapat di dalam jiwa yang paling dalam. Dengan demikian, kalau tidak mengerti dengan tepat teori Hukum Sebab Akibat yang menggerakkan jiwa ini, maka kebahagiaan dari dasar pokok dan masyarakat yang tentram tidak akan dapat diperoleh. Ajaran Konfucu tidak dapat menegakkan pandangan hidup yang sesungguhnya, karena tidak mengetahui Hukum Sebab Akibat ini, sehingga bila dibandingkan dengan ajaran agama Buddha, Konfucu dikatakan sebagai ajaran non Buddhis. Dalam Surat Membuka Mata, Nichiren Daisyonin dengan tegas mengatakan, “Empat orang arif dan Tiga Pertapa dari ajaran-ajaran Konfucu dan Brahma disebut sebagai orang arif, tetapi nyatanya mereka tidak lebih dari manusia biasa yang belum memutuskan ketiga kesesatan. Mereka dikatakan sebagai orang arif, tetapi nyatanya mereka tidak lebih dari anak kecil yang tidak mengetahui Hukum Sebab Akibat. Bila mereka dijadikan sebagai kapal, mungkinkah dapat menyeberangi lautan hidup dan mati? Bila mereka dijadikan sebagai jembatan, dapatkah seseorang terbebas dari perangkap perputaran Enam Dunia?� (Gosyo, hal. 188). Sebab akibat yang diajarkan dalam kutipan kalimat di atas tidak lain menunjukkan Hukum Sebab Akibat kejiwaan. Seperti tertulis dalam isi Gosyo, “Para pengikut ajaran non Buddhis telah dikalahkan oleh para murid ajaran agama Buddha. Setelah itu, apabila murid-murid agama Buddha dan orang non Buddhis bertemu, bagaikan es dicairkan sinar matahari atau api dipadamkan air, bukan
dan Sutra Esoterik (Mikkyo). Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya. Ajaran Sutra Hinayana hanya dapat menyelamatkan umat dalam jumlah sedikit. Sedang Sutra Mahayana dapat menyelamatkan orang banyak. Sutra Hinayana dikatakan, ajaran yang hanya dapat menyelamatkan sedikit, karena berupaya sekuat tenaga untuk memutuskan dan memusnahkan Kemudian, lebih banyak lagi hawa nafsu diri sendiri. Umumnya, manusia tidak dapat menghindarkan sutra-sutra agama Buddha dibawa ke Tiongkok dan diri dari masyarakat nyata yang penuh menjadi jelas di antara sutra agama dengan penderitaan hawa nafsu dan Buddha tersebut, ada yang unggul bahkan dalam upaya mempertahankan dan rendah, ada yang dangkal dan keberlangsungan hidup harus berhadapan dalam. Artinya ada Sutra Hinayana langsung dengan penderitaan hawa nafsu dan Mahayana, eksoterik (Kenkyo) tersebut, sehingga ajaran Hinayana sulit dan esoterik (Mikkyo); Sementara dan dilaksanakan. Di samping itu, seperti tertulis dalam Gosyo, “Sekalipun hanya Sesungguhnya. dua atau tiga penumpang di atasnya, perahu tersebut tetap harus berada di Keterangan: dekat pantai dan sukar menyeberang Menyambung bagian di atas yang membandingkan ajaran non ke pantai lainnya�, maka pemutusan dan pemusnahan hawa nafsu itu, pada Buddhis dengan ajaran agama Buddha, bagian ini membandingkan akhimya akan menjerumuskan pada penyangkalan terhadap keberadaan diri Ajaran Mahayana dengan Ajaran sendiri, sehingga tidak mungkin dapat Hinayana untuk menjelaskan bahwa Saddharmapundarika-sutra merupakan mencapai tepian seberang sana yang Sutra Mahayana yang sesungguhnya. dikatakan sebagai suasana jiwa Kesadaran Buddha. Jadi, jangankan umat yang Kalau seluruh sutra yang telah sedikit, diri sendiri pun sesungguhnya dibabarkan Buddha Sakyamuni dibandingkan dengan sutra-sutra tidak dapat diselamatkan. dan kitab-kitab non Buddhis, maka Perbandingan Sutra Sementara dengan Sutra Sesungguhnya adalah perbandingan keunggulannya bernilai tinggi seperti emas. Namun demikian, di antara antara Ajaran Sementara yang bersifat seluruh sutra yang dibabarkan Sang upaya dengan ajaran yang menjelaskan Kesadaran Buddha yang sesungguhnya. Buddha, secara tegas diterangkan adanya perbedaan unggul lemah dan Sesungguhnya, Buddha Sakyamuni telah berusaha membabarkan inti hakikat dangkal dalamnya ajaran. Di situ terjadi perbandingan antara Sutra Hinayana dan kesadaran jiwa Beliau, tetapi karena Sutra Mahayana, Sutra Eksoterik (Kenkyo) pada waktu itu umat manusia belum saja orang-orang non Buddhis dikalahkan murid-murid agama Buddha, bahkan mereka sama seperti orang yang tak ada nilainya�, agama yang memiliki kekuatan untuk mengatasi penderitaan kehidupan manusia, walau pada mulanya ada rintangan dan hambatan, namun akhirnya pasti diterima dalam hati orang-orang dan dapat disebarluaskan.
2
September 2014 | Samantabadra
31
materi ajaran | gosyo kensyu dapat percaya dan menerima, maka selama 40 tahun lebih Beliau menata bakat umat dengan membabarkan sebagian kesadaran-Nya. Memberikan anak kecil ilmu pengetahuan yang canggih tentu tidak mungkin. Untuk mencapai taraf itu, terlebih dahulu harus diberikan ilmu pengetahuan dasar agar pengertiannya dapat terbina. Sama halnya dengan sutra-sutra sementara yang dibabarkan sebelum Hukum Kesadaran Sesungguhnya, yaitu Saddharmapundarika- sutra yang dibabarkan selama 8 tahun terakhir. Saddharmapundarika-sutra sebagai Sutra Sesungguhnya memiliki kekuatan menyelamatkan orang yang bagaimanapun juga. Dwiyana yang dalam sutra-sutra sebelum Saddharmapundarika-sutra dinyatakan “tidak dapat mencapai kesadaran Buddha untuk selama-lamanya”, dalam Saddharmapundarika-sutra berturutturut diberikan penganugerahan pencapaian kesadaran Buddha pada masa mendatang. Devadatta, orang terjahat di dunia, dalam Bab XII, ‘Devadatta’, Saddharmapundarikasutra diperkenankan mencapai kesadaran Buddha dengan menerima anugerah sebagai Tathagata Devaraja. Begitupun dengan Putri Naga wanita yang bertubuh ular dan raja jahat Ajatasatru yang membunuh ayahnya, dalam Saddharmapundarika-sutra inilah, untuk pertama kali mereka dapat mencapai Kesadaran Buddha. Hal ini tidak lain menunjukkan kekuatan gaib dan mutlak dari Dharma yang dijelaskan dalam Saddharmapundarika-sutra. Selain itu, Saddharmapundarika-sutra yang membabarkan Dharma, yang dapat 32
Samantabadra | September 2014
menyelamatkan orang yang melanggar dosa terberat, yaitu Lima Dosa Besar, mewujudkan dirinya sebagai sutra yang terunggul. Di samping itu, Saddharmapundarikasutra sama sekali tidak dibabarkan untuk umat manusia masa hidup Buddha Sakyamuni atau masa Purwaka Dharma dan Madya Dharma. Seperti yang tertulis, “Sang Buddha telah menetapkan era buruk manusia Akhir Dharma sebagai saat yang tepat bagi tersebarluasnya Saddharmapundarikasutra, dan telah melimpahkannya kepada kaum pria dan wanita dan zaman Lima Kekeruhan itu”, Dharma yang terpendam dan dirahasiakan di da1amnya dapat menyelamatkan umat manusia Masa Akhir Dharma yang sejak mula tidak memiliki akar kebaikan (Honmiuzen), yang sebenamya tidak dapat diselamatkan lagi. Sang Buddha mewariskan Dharma Agung yang terpendam di dasar kalimat Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata sebagai Hukum untuk menyelamatkan seluruh umat manusia Masa Akhir Dharma yang keruh ini. Ini tak lain dari tujuh aksara Nammyohorengekyo, Hukum Inti Hakikat Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata Ajaran Pokok. Sesuai ramalan Saddharmapundarikasutra yang dibabarkan Buddha Sakyamuni, Nichiren Daisyonin muncul pada awal Masa Akhir Dharma sebagai Buddha Masa Akhir Dharma untuk menyelamatkan seluruh umat manusia. Beliau menjelaskan Saddharma dari Tri Maha Dharma Sakti yang terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan dari Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata dan menyebarkan Daimoku -
Nammyohorengekyo dan mewujudkan Dai Gohonzon untuk diberikan kepada seluruh umat manusia di dunia ini (Icien Bodai Soyo). Nammyohorengekyo adalah kekuatan sumber pokok seluruh gejala alam semesta dan inti Hakikat Hukum Agama Buddha. Dalam Surat Balasan kepada Soya Nyudo Dono tertulis “Nammyohorengekyo tidak hanya merupakan inti hakikat seluruh ajaran seumur hidup Sang Buddha, bahkan hati, badan, dan intisari Saddharmapundarika-sutra.” (Gosyo, hal. 1058). Ini menjelaskan Nammyohorengekyo adalah inti hakikat dan badan sesungguhnya dari Saddharmapundarika-sutra. Kemudian dijelaskan sebagai “perilaku Trikaya yang tidak dibuat-buat (Musa Sanjin no Syosa).” (Ongi Kuden, paruh awal (hal. 752). Bersamaan itu, “subyek dan lingkungan dari Sepuluh Dunia”, seluruhnya adalah Wujud Sesungguhnya (Totai Gisyo). Menanggapi hal ini, Bhikku Tertinggi Niciren Syosyu ke-26, Nicikan Syonin, dalam Surat Penjelasan Kanjin no Honzon (Kanjin no Honzon Bundan), bagian paruh awal menandaskan kekuatan Gohonzon dari Tri Maha Dharma Sakti yang diwujudkan Nichiren Daisyonin, “Karunia kebajikan Honzon ini mencakup fungsi gaib (Myoyu) yang luas, dalam, dan jauh tak terhingga. Oleh karena itu, walau hanya sekejap percaya Honzon ini dengan menyebut Nammyohorengekyo, tiada doa yang tidak terkabulkan, tiada dosa yang tidak terhapuskan, tiada rejeki yang tidak kunjung datang, tiada kebenaran yang tidak dinyatakan.” Saddharma dari Tri Maha Dharma Sakti ini merupakan Badan Hukum yang diwujudkan Buddha
Masa Akhir Dharma dan makna inti hakikat Saddharmapundarika-sutra yang paling utama. Ini diajarkan sebagai “Sutra Ekayana.”
3
Terlebih lagi, unggul rendahnya tidak hanya ada di antara sutra-sutra tersebut, tetapi juga di antara para gurunya. Ketika guru Sekte Syingon berhadapan dalam perdebatan dengan pelaksana Saddharmapundarika-sutra, mereka bagaikan api yang dipadamkan air atau embun yang lenyap dihembus angin.
Keterangan: Dalam bagian ini dijelaskan unggul lemah, dangkal dalamnya guru masingmasing sekte bergantung pada unggul lemah, dalam dan dangkalnya sutra pegangannya. Dalam hal ini, terutama perbedaan antara guru Dharma Sekte Syingon dengan Pelaksana Saddharmapundarika-sutra yang bagaikan langit dengan bumi, awan dan tanah. Kalimat “karena Hukumnya gaib, manusianya menjadi agung”, yang terdapat dalam Surat Balasan kepada Nanjo Dono (Gosyo, hal. 1578), merupakan teori mendasar yang juga terdapat dalam berbagai Gosyo lainnya. Yang dimaksud dengan sutra pegangannya berarti sutra apa yang menjadi pokok dan berdasarkan pada filsafat yang bagaimana. Tinggi rendahnya filsafat yang dijadikan pegangan sama seperti orang yang berdiri di lantai. Walau lantai itu sama datarnya, di antara orangorang itu akan terdapat perbedaan tinggi, bergantung dari tinggi badan orang itu. Seseorang dikatakan memiliki filsafat September 2014 | Samantabadra
33
materi ajaran | gosyo kensyu yang tinggi bila ia dapat mengatasi berbagai masalah kehidupan, masyarakat, alam semesta, dan lain-lain, dengan wawasan yang luas, dalam dan kekal. Kalau teorii filsafat itu telah menyatu dengan dirinya, melalui kekuatan hidup yang kuat sebagai manusia, dia dapat meraih kemenangan. Sebaliknya, kalau filsafat pegangannya itu rendah, wawasannya akan menjadi sempit dan tidak dapat mengembangkan kekuatan lebih jauh lagi. Oleh karena itu, bila seseorang telah menyatukan filsafat yang rendah ke dalam dirinya, ia tidak akan dapat mengatasi permasalahan dan mengalami kegagalan. Tidaklah berlebihan jika dikatakan, orang yang memiliki sutra, tetapi membaca secara formalitas saja dan menjadi sekedar pengetahuan belaka, ia tidak mendapat manfaat sedikit juga. Bila seseorang hanya percaya, tetapi tidak meresapkan dalam jiwa dan tidak berusaha melaksanakan, orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelaksana sutra itu. Yang terpenting dalam kepercayaan terhadap Hukum Agama Buddha Nammyohorengekyo, Saddharmapundarika-sutra Masa Akhir Dharma, adalah meresapkan dalam jiwa dan mewujudkannya sebagai kekuatan hidup, prajna dan rejeki dalam kehidupan yang nyata. Orang-orang yang giat berusaha untuk ini, akan sama seperti Saddharma yang mengungguli berbagai sutra lainnya; tidak hanya dapat merombak jiwa yang agung, bahkan pasti memberi bukti nyata kemenangan sebagai manusia yang mulia dalam kehidupan ini. Kalau kedua belah pihak langsung berhadapan muka, tidak pelak lagi 34
Samantabadra | September 2014
kemenangan akan diperoleh orang yang mempertahankan sutra yang unggul. Kutipan kalimat, “Bila seekor anjing menggonggong kepada seekor singa, ususnya akan membusuk. Iblis Ashura yang memanah matahari, kepalanya akan terpecah menjadi tujuh bagian�, mengajarkan keyakinan kuat Nichiren Daisyonin bahwa orang yang menentang diriNya, pelaksana Saddharmapundarikasutra, sama seperti anjing yang menggonggong singa atau Ashura yang memanah matahari; tidak lain hanya memusnahkan dirinya sendiri. Kita juga harus yakin, hal ini juga berlaku bagi kita yang melaksanakan Saddharma. Sebenarnya yang menentang dan menindas Nichiren Daisyonin adalah berbagai sekte agama Buddha yang ada pada waktu itu, seperti Nembuce, Syingon, dan Zen. Tetapi dalam surat ini khususnya diperbincangkan Sekte Syingon kerena ada beberapa alasan. Pertama, ibu Otogoze, penerima surat ini yang sesungguhnya diperkirakan telah percaya kepada Sekte Syingon sebelum menganut Nichiren Daisyonin. Hal ini hanya perkiraan, karena tidak ada bukti kuat yang mendukung. Wajarlah bila dalam membalas surat yang ditujukan kepada seseorang, diperkirakan pendirian orang tersebut yang tercermin dalam isi suratnya. Kedua, dalam kalangan agama Buddha pada waktu itu, Sekte Syingon memegang kekuatan kekuasaan. Sebenarnya, kalau dilihat dari kekuatan, Sekte Jodo melebihi Sekte Syingon, tetapi karena Sekte Tientai dikuasai Sekte Syingon, maka Sekte Syingon lebih memegang kekuasaan di dalam dunia ajaran Buddha. Apalagi satu tahun sebelum surat ini ditulis, telah
terjadi peristiwa Bun-ei. Mengetahui kemungkinan akan timbulnya serangan kembali, penguasa memohon Sekte Syingon memanjatkan doa. Hal ini yang sebenarnya merupakan pangkal kesukaran menarik keluar rakyat Jepang dari malapetaka. Kutipan “Berbagai guru Sekte Syingon tampaknya paling unggul dan berprajna� berarti seluruh rakyat menerima dan mengagungkannya sebagai orang yang dapat dipercaya. Tetapi Nichiren Daisyonin, Pelaksana Saddharmapundarika-sutra Masa Akhir Dharma, dengan keyakinan mutlak menandaskan, bahwa karena Hukum Syingon itu sama seperti es yang disinari matahari dan api yang disiram dengan air, maka kalau bergantung pada kekuasaan Syingon, sama halnya berpegang pada sesuatu yang segera hancur.
4
Seperti anda ketahui, sebelum terjadi serangan Mongolia, kesombongan rakyat masa ini melampaui batas. Namun, semenjak bulan ke-lO tahun lalu, tak seorang pun dari mereka berani bersikap sombong lagi.
Keterangan: Negara Jepang yang menghina Nichiren Daisyonin, Pelaksana Saddharmapundarika-sutra Masa Akhir Dharma, dengan tidak mau mendengar nasihat yang tulus dan hanya percaya kepada ajaran berbagai sekte yang dianggap benar, telah ditinggalkan oleh para dewa pelindung. Seluruh rakyat mengalami kecemasan dan kegembiraan silih berganti dalam menghadapi bencana negara, sehingga tercekam dalam
kengerian. Dalam Teori Lima Bahan Baku (tanah, air, api, emas, dan kayu), ada hubungan interaksi antara satu dengan lainnya, seperti antara air terhadap api, emas terhadap kayu. Dikatakan, api takut terhadap air, kayu takut terhadap emas. Demikian pula Burung Kuau terkejut ketika Burung Elang muncul, tikus takut terhadap sorotan mata kucing. Timbulnya rasa ketakutan seperti ini terhadap serangan dari Mongolia, negara besar di arah Barat, ditandaskan bukan hanya karena ketidakpercayaan terhadap ajaran Nichiren Daisyonin, bahkan merupakan akibat memberikan penderitaan dan penganiayaan besar yang hampir merenggut jiwa Buddha Masa Akhir Dharma. Kalau mengkaji hal-hal yang dijelaskan dalam bagian ini secara seksama, untuk melindungi negara dari serangan musuh dan demi ketentraman serta kebahagiaan negara dan bangsa, diperlukan pemimpin yang memiliki keberanian. Keberanian berarti dapat menangani segala masalah secara mantap dan bijaksana. Untuk itu, perlu dapat melihat kebenaran secara tepat, bahkan perlu kepekaan terhadap halhal yang belum terjadi. Dalam hal ini, hanya Nichiren Daisyonin seorang diri yang secara intuitif mengetahui terlebih dahulu kegawatan serangan Mongolia yang merupakan malapetaka terbesar pada waktu itu. Beliau tidak hanya memberi peringatan, bahkan menelusuri sampai ke sumber akarnya. Kenyataan ini membuktikan, Nichiren Daisyonin mampu membimbing rakyat Jepang dengan benar dan sebagai dewan jendral yang berhasil mengatasi malapetaka ini, dan ini berarti orang yang memiliki kebajikan majikan. September 2014 | Samantabadra
35
materi ajaran | gosyo kensyu Bagi orang-orang Jepang yang belum pernah berhadapan dengan musuh dan tidak berpengalaman dalam peperangan, serangan tentara Mongolia di Iki dan Cesyima pada bulan ke-10 tahun 1274 (Bun-ei 11) membuat mereka tercekam dalam ketakutan. Dalam Surat Balasan Kepada Soya Nyudo pada bulan ke 11 tahun yang sama dikatakan, “Banyak perampok dari tempat lain telah masuk ke dalam negeri dan mengakibatkan berbagai penderitaan sehingga tidak ada tempat yang aman dan tentram. Saya teringat akan kalimat Sutra yang sama seperti ini”. (Gosyo hal. 1024). Hal ini disebabkan pandangan sesat terhadap Hukum Buddha (artinya perbedaan antara Sekte Syingon dengan sekte Saddharmapundarika-sutra). Bagian paruh awal surat ini yang mematahkan kesesatan pandangan Sekte Syingon dengan tuntas dimaksudkan memberi kepastian munculnya penderitaan karena pemberontakan dalam negeri dan serangan luar negeri. Kutipan “Sebelum terjadi serangan Mongolia, kesombongan rakyat masa ini melampaui batas”, berarti sikap orangorang pada waktu itu yang memfitnah Saddharmapundarika-sutra dan berkalikali menganiaya Nichiren Daisyonin. Kemudian kutipan “Namun, semenjak bulan kesepuluh tahun lalu...”, berarti kepanikan orang-orang karena serangan Mongolia. Semenjak itu, mereka baru mengetahui adanya negara yang besar dan kuat yang disebut Mongolia. Pada bulan ke-7 tahun 1260 (Bun-o 1), Nichiren Daisyonin telah menulis Surat Menenteramkan Negara dengan Menegakkan Filsafat yang Benar, yang ditujukan kepada penguasa 36
Samantabadra | September 2014
terdahulu, Hojo Tokiyori. Walau di dalam surat tersebut telah diramalkan dengan tegas kedua penderitaan, pemberontakan dalam negeri dan serangan luar negeri, tiada seorang pun, baik orang biasa maupun pemerintah, yang percaya sungguh-sungguh terhadap perkataan Nichiren Daisyonin. Bahkan, walau pada tahun 1268 (Bun-ei 5) utusan Mongolia telah datang, mereka masih bermaksud memenggal Nichiren Daisyonin di Tacenokuci dan menindas murid dan penganut Beliau dengan menyita harta kekayaan dan menjatuhi hukuman penjara. Ramalan Nichiren Daisyonin tepat terbukti dengan adanya serangan Mongolia. Beruntung sekali serangan tersebut dapat dihindari dengan terjadinya angin topan yang menyingkirkan kapal perang Mongolia. Tetapi rasa ketakutan masyarakat terhadap kuatnya tentara Mongolia, tidak dapat dilukiskan dengan katakata. Keadaan orang-orang pada waktu itu yang kehilangan kepercayaan diri dan ketakutan dalam kebingungan, sama seperti katak dalam tempurung yang baru mengetahui lautan luas. Nichiren Daisyonin memberi petunjuk dengan tegas bahwa malapetaka akibat memfitnah Hukum Sakti bukan hanya tidak dapat mengatasi serangan dari luar, bahkan melanda jiwa orang Jepang, sehingga mereka kehilangan prajna dan keberanian.
5
Dalam medan perang, prajurit menganggap dewan jendral sebagai nyawa mereka. Apabila dewan jendral kehilangan keberanian, prajuritnya turut menjadi pengecut.
Keterangan: Kalau diamati secara mendalam, kalimat ini mengandung makna yang luas tak terhingga. Dalam menyelesaikan segala permasalahan, besar maupun kecil, baik kesulitan pribadi, lingkungan, seluruh masyarakat, negara, bahkan seluruh umat, sikap pemimpim menjadi faktor penentu. Dapat dikatakan, bagian ini menunjukkan sikap sesungguhnya sebagai seorang pemimpin. Dalam usaha apapun, faktor penting penentu keberhasilan terdapat dalam sikap seorang pemimpin. Dengan kata lain, bimbingan seorang pemimpin, tidak hanya menentukan kemajuan dan kemunduran suatu organisasi, bahkan terlebih lagi, menentukan nasib organisasi itu. Dengan demikian, dari kutipan ini dapat dipelajari bagaimana seharusnya seorang pemimpin. Sesungguhnya, kutipan ini mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus dapat menilai segala permasalahan dengan tepat, memiliki prajna yang tajam, keberanian yang berlandaskan keyakinan, dan memutuskan suatu tindakan dengan bijaksana dan bertanggungjawab. Kiranya kutipan ini dapat ditafsirkan, bahwa untuk mengembangkan kecakapan yang bersifat hakiki ini, perlu dimiliki Nammyohorengekyo dari Tri Maha Dharma Sakti di dasar jiwa. Ketika terjadi serangan Mongolia. kehadiran dewan jendral yang menjadi nyawa prajurit amat diperlukan. Dalam kutipan ini telah dijelaskan untuk mengetahui siapakah sesungguhnya dewan jendral yang dapat mengatasi kecemasan rakyat. Dalam Surat Laporan Kepada Ryokan Kuil Gokuraku dikatakan, “Sudahkah ditentukan Hukum rahasia
untuk menghadapi Mongolia? Nichiren, pelaksana Saddharmapundarika-sutra di Jepang, adalah jendral yang dapat mengatasi serangan Mongolia. Dalam Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Di antara seluruh umat manusia, orang ini adalah yang paling utama.� (Gosyo, hal.174). Kutipan kalimat ini menandaskan, pertama, di antara seluruh umat manusia, Nichiren Daisyonin adalah pelaksana tunggal Saddharmapundarikasutra; dan kedua, Beliau satu-satunya jendral yang dapat menyelamatkan Jepang. Bagian ini menunjukkan bukti kalimat sutra dan kebajikan majikan di antara ketiga kebajikan : majikan, guru, dan orang tua.
6
Sang Buddha telah berjanji dalam Bab Bodhisattva Baisyajaraja Saddharmapundarika-sutra, bahwa bagi wanita, sutra tersebut bagaikan obor dalam kegelapan, seperti kapal ketika ia menyeberangi lautan, dan sebagai seorang pelindung ketika ia berjalan melalui tempat-tempat berbahaya.
GM
Keterangan: Nichiren Daisyonin memuji sikap menuntut Hukum Agama Buddha dari ibu Otogoze. Walau ditinggalkan suaminya, ia memiliki keberanian yang melebihi wanita bersuami, menganut dengan hati kepercayaan yang tebal terhadap Saddharmapundarika-sutra. Kemudian karena mengidamkan perjumpaan dengan Nichiren Daisyonin, dengan susah payah ia berkunjung ke Pulau Sado. Juga, ia telah mengunjungi Gunung Minobu yang tak berpenghuni setelah Nichiren Daisyonin September 2014 | Samantabadra
37
materi ajaran | gosyo kensyu memasukinya. Kemudian Nichiren Daisyonin memberi bimbingan untuk memperkuat hati kepercayaan dengan menarik perumpamaan yang dialami Beliau sendiri dalam mempertahankan hidup dari penganiayaan, yakni ketika berpijak pada hati kepercayaan yang demikian berat, pasti memperoleh perlindungan dari para dewa. Ketiga perumpamaan “bagaikan obor dalam kegelapan”, “seperti kapal ketika menyeberangi lautan”, dan “sebagai pelindung ketika berjalan melalui tempattempat berbahaya”, mengajarkan bahwa Saddharmapundarika-sutra merupakan satu-satunya Hukum pencapaian kesadaran Buddha bagi wanita. Pada waktu itu keadaan masyarakat sangat kacau. Setelah Peristiwa Bun-ei, negeri Jepang dicekam kegelisahan dan ketakutan akan serangan kembali Mongolia. Kehidupan ibu Otogoze sebagai seorang janda yang tidak memiliki andalan hidup, apalagi dengan anak yang masih kecil, benar-benar sulit dan menderita serta tertekan perasaannya. Diperkirakan surat ini ditujukan untuk memberi dorongan semangat bagi ibu tersebut. “Kegelapan” berarti akhirat, atau dunia setelah kematian. “Lautan” yang dimaksud adalah lautan hidup mati dan dalam hal ini ditekankan pada hal mati. Demikian pula “tempat-tempat berbahaya” dimaksudkan sebagai keadaan jiwa setelah kematian, harus menuju tempat berbukit yang menakutkan. Kesemuanya ini menjelaskan dunia setelah kematian. Saddharmapundarika-sutra yang akan menjadi “obor dalam kegelapan”, “kapal ketika menyeberangi lautan”, dan “pelindung ketika berjalan melalui 38
Samantabadra | September 2014
tempat-tempat berbahaya”, memberi perlindungan akan terwujudnya kebahagiaan setelah kematian. Dengan kata lain, dapat dikatakan sebagai Hukum pencapaian kesadaran Buddha. Meskipun demikian, Saddharmapundanika-sutra bukanlah semata-mata Hukum untuk kepentingan setelah kematian. Mengenai masalah inti hakikat pencapaian kesadaran Buddha, kalau ada sutra yang memiliki kekuatan sedemikian rupa, pasti mampu mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan ini. Episode Kumarajiva dan guru Dharma Dosyo dijelaskan sebagai teladan karunia dan kehidupan sekarang.
7
Lebih lanjut, setiap orang memiliki dua dewa surgawi yang senantiasa mendampinginya, tepat seperti bayangan yang mengikuti badan. Yang satu disebut Dewa Dosyo dan yang lainnya Dewa Domyo.
GM
Keterangan: Dewa Dosyo dan Dewa Domyo adalah dua dewa surgawi yang selalu me-ngikuti tubuh dan keduanya silih berganti melaporkan seluruh kebaikan dan keburukan ke surga. Katanya, mereka akan melaporkan seluruh karma orang dalam kehidupan kepada Yamaraja pada sidang sepuluh raja setelah kematian. Dalam surat ini ada beberapa nuansa yang berbeda. Kedua dewa yang terdapat di pundak seseorang mewujudkan perlindungan terhadap orang itu, agar orang yang tidak berdosa tidak dihukum oleh dewa. Umumnya kedua dewa tersebut memberi kesan seperti jaksa yang menuntut terdakwa, tetapi dalam
surat ini digambarkan sebagai pengacara yang membela orang yang tak berdosa. Karena mengenai karma baik dan buruk disampaikan dengan tepat kepada surga, maka fungsi Dewa Dosyo dan Dewa Domyo sama sekali tidak berlainan. Dengan demikian, akibat imbalan yang tegas sesuai dengan perilaku, baik kebaikan maupun kejahatan yang dilaporkan secara teliti dan tepat ke surga, pada dasarnya menunjukkan Hukum Sebab Akibat kejiwaan. Pokoknya, kalau melakukan kebaikan akan mendapat imbalan baik, dan sebaliknya bila melakukan kejahatan pasti mewujudkan imbalan buruk. Inilah prinsip Hukum Sebab Akibat yang tepat. Hendaknya yakin akan hal ini.
8
Anda tidak perlu mencari contoh dari tempat lain. Setiap orang di Jepang dan penguasa hingga rakyat jelata, tanpa terkecuali telah mencoba membahayakan Saya, tetapi Saya tetap selamat sampai hari ini. Hal ini dikarenakan meskipun Saya, Nichiren seorang diri, Saya memiliki kepercayaan yang kuat terhadap Saddharmapundarika-sutra.
Anak Cabang
Keterangan: Kutipan “tidak perlu mencari contoh dari tempat lain” mengajarkan perumpamaan nyata dari perkataan Mahaguru Miao Lo dalam Gukece,” Semakin kuat keyakinan seseorang, semakin kuat perlindungan dewa-dewa”. Ini terlihat pada sikap Nichiren Daisyonin sebagai Buddha Masa Akhir Dharma yang dilanda dengan berbagai penganiayaan. Kalau akibat seluruh penganiayaan besar yang dialami Nichiren Daisyonin
diperhatikan secara seksama, maksud kutipan kalimat ini dapat dimengerti dengan tepat. Penyebarluasan Agama Buddha Nichiren Daisyonin dimulai dengan diproklamirkannya Sekte Nichiren di Kuil Seico, Tojogo, Nagasaki gori, Propinsi Awa pada tanggal 28 bulan ke-4 tahun 1253, ketika Beliau berusia 32 tahun. Perjuangan Nichiren Daisyonin dalam meluruskan pandangan sesat terhadap berbagai sekte dinyatakan dengan empat syair, “Nembuce Avici, Zen Iblis Surga, Syingon meruntuhkan negara, Rice pengkhianat”. Seluruh rakyat yang menaruh kepercayaan terhadap berbagai sekte pada waktu itu menjadi tersentak, bagai mendengar petir di siang hari yang terang benderang. Kemudian Beliau meninggalkan Kuil Seico menuju Macebagayace di Nagoe, Kamakura, untuk mendirikan gubuk tempat tinggal. Penderitaan rakyat karena malapetaka, kelaparan dan wabah penyakit yang disaksikan sendiri, membuat Beliau semakin tegas mematahkan kesesatan berbagai sekte yang menjadi sumber pokok malapetaka tersebut. Akhirnya, pada tanggal 16 bulan ke-7 tahun 1260 (Bun-o 1) pada usia 39 tahun, Beliau menasihati Hojo Tokiyori, penguasa pada waktu itu, dengan menyerahkan Surat Menenteramkan Negara dengan Menegakkan Filsafat yang Benar melalui perantaraan Yadoya Nyudo. Di dalam surat itu, selain diterangkan sumber malapetaka juga diramalkan penderitaan akibat pemberontakan di dalam negeri dan serangan luar negeri. Syair dua puluh baris yang ada dalam Bab Nasihat untuk Mempertahankan Saddharmapundarika-sutra dibaca September 2014 | Samantabadra
39
materi ajaran | gosyo kensyu oleh Beliau sendiri, dengan adanya penganiayaan bertubi-tubi yang disebabkan oleh peringatan pertama kepada penguasa. Di antaranya ada empat penganiayaan besar : 1. Penganiayaan di Macebagayace tanggal 27 bulan ke-8 tahun 1260 (Bun-o 1). 2. Hukuman Pembuangan ke Semenanjung Izu (dari tanggal 12 bulan ke-5 tahun 1261 s/d tanggal 22 bulan ke-2 tahun 1263). 3. Penganiayaan Komacebara (tanggal 11 bulan ke-11 tahun 1264). 4. Penganiayaan Tacenokuci (tanggal 12 bulan ke-9 tahun 1271) dan sesudah itu dibuang ke Pulau Sado sampai bulan ke-3 tahun 1274 (Bun-ei 11). Di dalam Surat Perihal Penganiayaan-penganiayaan yang Menimpa Arif Bijaksana yang ditulis pada tahun 1279 (Ko-an ke-2) dijelaskan penganiayaan besar yang disebut di atas. Akan tetapi, dalam 27 tahun ini, Nichiren dibuang ke Propinsi Izu pada hari ke-12 bulan ke-5 tahun Koco 1 (1261), dilukai di kepala dan tangan kiri-Nya patah pada hari ke11 bulan ke- 11 tahun Bun-ei ke-1 (1264), Ia juga harus dipenggal pada hari ke-12 bulan ke-9 tahun Bun-ei ke-8 (1271), tetapi kemudian diganti dengan pembuangan ke Propinsi Sado�. (Gosyo, hal. 1189).
Mengenai penganiayaan itu, di satu pihak Nichiren Daisyonin menjelaskan adanya dosa pemfitnahan Hukum pada masa lampau sebagai manusia biasa yang dapat dihapuskan dengan penderitaan yang dialami pada 40
Samantabadra | September 2014
masa sekarang. Dan di lain pihak membuktikan dengan jiwa akan kalimat Saddharmapundarika-sutra, bahwa pelaksana Saddharmapundarikasutra akan dihadapi dengan berbagai penganiayaan. Penganiayaan tersebut menunjukkan hambatan dan rintangan yang ditimbulkan oleh Raja Iblis Surga Keenam yang takut akan perkembangan agama Buddha. Jadi, proses penderitaan itu di satu pihak demi pencapaian kesadaran Buddha diri sendiri, sedang di pihak lain demi pengembangan dan penyebarluasan Agama Buddha; dan di situ pasti dapat membuka jalan yang luas. Apalagi dalam Saddharmapundarika-sutra dijelaskan dengan prinsip yang kuat dapat mengatasi penderitaan dan dengan demikian mewujudkan fungsi perlindungan para dewa terhadap Hukum Sakti. Seperti dijelaskan dalam kutipan ini, meskipun Nichiren Daisyonin dilanda dengan berbagai penganiayaan besar yang tak terhingga, Beliau berhasil mempertahankan hidup demi meneruskan perjuangan penyebarluasan Hukum Agama Buddha. Dalam peristiwa Macebagayace, tak sedikit pun Beliau merasa gentar. Selama masa pembuangan di Semenanjung Izu selama 3 tahun, Beliau senantiasa memperoleh perlindungan. Penganiayaan pedang di Komacebara tidak berhasil merenggut jiwa Beliau, demikian pula dalam peristiwa pemenggalan kepala di Tacenokuci; Para Dewa memberi perlindungan yang kuat. Ketika selanjutnya menjalankan hukuman pembuangan di Pulau Sado,
Beliau dapat mengatasi ancaman dari penganut Sekte Nembuce dan lainnya serta bahaya kelaparan dan kedinginan. Memang, Abucebo dan lainnya banyak membantu Beliau, tetapi ini merupakan perwujudan perlindungan Para Dewa. Setelah mengalami masa pembuangan yang kejam selama 3 tahun, akhirnya pada tanggal 8 bulan ke-3 tahun 1274 (Bun-ei ke-11), Beliau menerima surat pembebasan dan selamat tiba di Kamakura pada tanggal 26 bulan ke-3 tahun 1274. Semua peristiwa di atas dijelaskan dengan terinci dalam Surat Perilaku Sang Buddha Masa Akhir Dharma. Hal-hal tersebut di atas dikarenakan “Meskipun Saya Nichiren seorang diri, Saya memiliki kepercayaan yang kuat terhadap Saddharmapundarika-sutra”. Dalam jiwa Nichiren Daisyonin terdapat keyakinan kuat sebagai Buddha Pokok dan merasakan tugas jiwa penyebarluasan Hukum Agama Buddha. Kalimat “semakin kuat keyakinan seseorang” dari kutipan kalimat Gukece Mahaguru Miao Lo “semakin kuat keyakinan seseorang, semakin kuat perlindungan dewadewa”, bagi Nichiren Daisyonin tidak lain hati yang bertanggung jawab untuk menyelamatkan seluruh umat manusia di Masa Akhir Dharma yang kekal abadi. Ini menunjukkan maitri karuna agung Beliau. Kalimat “meskipun Saya Nichiren seorang diri” berarti ketika Nichiren Daisyonin melihat penderitaan negeri Jepang karena kedua malapetaka, pemberontakan di dalam negeri dan serangan dari luar negeri, Beliau ingin menyelamatkan dengan menyebarluaskan Gohonzon dari Tri Maha Dharma Sakti. Hanya Beliau seorang yang dapat merasakan diri sebagai Buddha Pokok sehingga berhasil
mengatasi berbagai penganiayaan dan penderitaan. Kalimat di atas melukiskan perasaan jiwa Beliau. Dalam perjuangan agung penyebarluasan Hukum Agama Buddha, demi menyelamatkan seluruh umat manusia di Masa Akhir Dharma ini, kita juga harus memiliki keyakinan bahwa dengan semangat berdiri seorang diri, walau dihalangi oleh rintangan iblis apapun, bila meneruskan pelaksanaan hati kepercayaan yang kuat, pasti perlindungan dari Para Dewa akan diperoleh dan tujuan akan berhasil dicapai.
9
Sekalipun seseorang memiliki tenaga fisik yang kuat, jika semangatnya lemah, bagaimanapun banyak keistimewaannya tidak ada gunanya.
Anak Cabang
Keterangan: Yang menggerakkan kekuatan lahiriah seorang manusia adalah hatinya. Walau memiliki badan yang sehat dan kuat serta kemampuan, diperlukan keberanian hati untuk menghadapi keburukan dan hal-hal yang mengakibatkan malapetaka, sehingga berfungsi menimbulkan nilai kebaikan demi diri sendiri maupun orang lain. Dalam mengatasi hal tersebut, harus dimiliki prajna yang dapat memandang secara tepat, dan untuk itu diperlukan hati dan semangat. September 2014 | Samantabadra
41
materi ajaran | gosyo kensyu Dengan perkataan lain, dapatlah dikatakan sebagai hubungan antara ilmu pengetahuan dengan prajna. Prajnalah yang dapat mempergunakan ilmu pengetahuan seluas apapun. Dalam hal pendidikan manusia di masa sekarang maupun akan datang, hubungan antara badan dengan hati ini, yakni hubungan antara teknik keterampilan, ilmu pengetahuan dan semangat dengan prajna, adalah masalah pokok yang tak dapat diabaikan untuk selama-lamanya. Betapapun keduanya itu haruslah seimbang. Ini tidak terbatas pada pendidikan, bahkan menjadi tema pokok terpenting dari keseluruhan kebudayaan. Pokoknya, dalam diri seorang manusia, hatilah yang sangat penting. Kalau diumpamakan dengan-kapal, ia adalah nakhoda yang mengemudikan kapal itu pada alur yang tepat. Kalau diumpamakan dalam satu negara, ia adalah presiden, penguasa tertinggi. Kalau orang yang memiliki kekuasaan tertinggi menitikberatkan kebenaran dan keadilan dengan memperkembangkan prajna yang bijaksana, rakyat negara itu akan terhindar dari penderitaan dan memperoleh kehidupan yang makmur dan sejahtera. Nichiren Daisyonin mengajarkan bahwa untuk membimbing masyarakat yang nyata, diperlukan prajna sesungguhnya dan keberanian yang kuat.
10
Pada serangan Mongolia terakhir di Iki, Cesyima, dan kesembilan propinsi (Kyusyu), puluhan ribu prajurit dan juga rakyat sipil, pria dan wanita telah dibunuh, ditangkap, tenggelam di laut, atau terjatuh dari jurang hingga mati. 42
Samantabadra | September 2014
Apabila Mongolia menyerang lagi, akan timbul malapetaka yang lebih besar dan tak terbandingkan. Keterangan: Di sini ditegaskan kembali bahwa kalau Mongolia kembali menyerang Jepang, orang-orang Jepang akan mengikuti Nichiren Daisyonin. Surat ini ditulis pada tanggal 4 bulan ke-8 tahun 1275 (Kenji 1), yakni sekitar 10 bulan setelah terjadinya serangan Mongolia yang pertama atau “peristiwa Bun-ei.� Pada peristiwa Bun-ei, tentara Mongolia dengan kekuatan 25.000 tentara Yen dan Sung, ditambah 8.000 tentara Korea dan 6.000 pelaut menyerang Jepang. Walau pada waktu itu Mongolia berusaha menghindari musim taufan, namun serangan itu berakhir dengan kegagalan. Karena sebagian besar kapal perangnya tenggelam dilanda taufan. Namun demikian, pada bulan ke-4 tahun berikutnya (l275), utusan Mongolia kembali datang menyampaikan nota untuk rnenyerang kembali. Pada bulan ke-5, penguasa baru memerintahkan pemerintah daerah sebelah Barat Jepang untuk mempersiapkan pertahanan dan pada bulan ke-7 menginterogasi sanak keluarga yang tidak turut dalam peperangan Bun-ei. Hal ini tidak lain untuk meneguhkan sikap perang. Akan tetapi, Dalam peristiwa Bun-ei, mereka menyaksikan sendiri kekuatan tentara Mongolia tidaklah seimbang. Para prajurit menjadi ketakutan, terlebih lagi ketakutan rakyat. Ketakutan mereka tidaklah dapat dilukiskan dengan katakata.
Seperti yang dijelaskan dalam surat, dalam serangan tentara Mongolia di Iki dan Cesyima, selain serdadu, banyak juga rakyat jelata yang dibunuh, ditangkap dan disiksa. Selanjutnya, tentara Mongolia yang telah mendarat di Pulau Kyusyu dengan kekuatan yang tidak dapat diimbangi, telah mendesak sampai ke benteng pemerintah daerah. Ini disebabkan karena sistem perang tentara Jepang masih kuno, satu lawan satu, sedang tentara Mongolia memiliki pengalaman menaklukkan sebagian besar Benua Asia dan Eropa dengan perang secara berkelompok. Di samping itu, tidak hanya kekuatan busur tentara Mongolia lebih kuat, mereka juga telah menggunakan mesiu. Akan tetapi. Permasalahan sebenarnya tidak hanya pada masalah teknik, tetapi pihak Jepang masih mengandalkan pertolongan doa Syingon. Berarti mereka masih mengharap kekuatan dari luar yang membuat timbulnya hati ketakutan. Beruntung sekali, Jepang terselamatkan dari serangan Mongolia, karena pada malam hari tentara Mongolia yang kembali ke kapal ditenggelamkan oleh angin taufan. Setelah berselang kurang dari setengah tahun, utusan Mongolia kembali menyampaikan nota serangan. Ini terjadi setelah 7 tahun berselang, pada tahun Koan ke-4 dan dikenal dengan peristiwa Koan. Kekuatan tentara pada waktu itu empat kali lipat dari Peristiwa Bun-ei, sejumlah 140.000 orang. Sebenarnya, pada tahun 1275 (Kenji 1), besar kekuatan Mongolia tidaklah diketahui, tetapi dengan memperhitungkan kegagalan pertama, dapat dipastikan pada serangan kembali ini dipersiapkan tentara yang lebih besar. Oleh karena itu, walau kekhawatiran menyelubungi
seluruh masyarakat, seluruh negeri Jepang dengan prihatin bertekad untuk berkorban demi nusa dan bangsa. Dengan mengamati keadaan negara Jepang yang diliputi keadaan demikian, Nichiren Daisyonin memperkirakan, dengan peperangan kali ini, orang-orang akan menganut Saddharmapundarika-sutra; baik penganut Nembuce maupun Zen, dan lainnya akan turut menyebut Nammyohorengekyo.
11
Ketika Saya hampir dipenggal, Mahabodhi Bhagavat telah menggantikan tempat Saya. Sekarang juga tepat seperti yang lalu. Kalian semua adalah penganut Nichiren, bagaimana rnungkin gagal mencapai kesadaran Buddha? Keterangan: Kutipan “sekarang juga tepat seperti yang lalu� menjelaskan perihal Kumarajiva dan Nichiren Daisyonin yang disebut sebelum kutipan ini. Dalam suatu episode dijelaskan bahwa pada siang hari Kumarajiva memanggul Buddharupa Sakyamuni, sedangkan pada malam harinya Kumarayana dipanggul Buddharupa tersebut. Kalau mencurahkan jiwa raga demi Hukum Agama Buddha, pasti memperoleh perlindungan Hukum Agama Buddha. Nichiren Daisyonin mengalami berbagai penganiayaan dan membuktikan kebenaran sesungguhnya Saddharmapundarika-sutra yang dibabarkan Buddha Sakyamuni. Dalam Surat Perihal PenganiayaanSeptember 2014 | Samantabadra
43
materi ajaran | gosyo kensyu penganiayaan yang Menimpa Arif Bijaksana tertulis, “Bila Nichiren tidak hadir di Masa Akhir Dharma, Sang Buddha akan menjadi pembual besar dan Tathagata Prabhutaratna serta seluruh Buddha lainnya akan menjadi saksi dari bualan besar tersebut. Dalam waktu 2.230 tahun lebih semenjak kemoksyaan Sang Buddha, Nichiren adalah satusatunya orang di seluruh dunia yang dapat memenuhi ramalan Sang Buddha.” (Gosyo, hal. 1190). Dalam peristiwa penganiayaan pemenggalan kepala di Tacenokuci, yang merupakan penganiayaan terbesar bagi Nichiren Daisyonin, Buddha Sakyamuni, cikal bakal Saddharmapundarika-sutra, sebagai Mahabodhi Bhagavat, te1ah mewakili Beliau. “Mahabodhi Bhagavat telah menggantikan tempat saya” berarti Nichiren Daisyonin meninggalkan pendirianNya sebagai manusia biasa dan mewujudkan Tathagata Sambhogakaya yang muncul atas kehendak sendiri semenjak masa lampau yang tak berawal (Jijoyuhossyin Nyorai Kuon Ganjo). Mengenai hal ini, dalam Surat Membuka Mata bagian paruh akhir dikatakan, “Pada tanggal 12 bulan 9 tahun yang lalu, di antara jam tikus dan sapi (jam 01.00 - jam 03.00 pagi), orang yang bernama Nichiren ini, telah dihukum penggal kepala. ArwahNya yang datang ke Pulau Sado, pada bulan 2 dan tahun berikutnya, terkurung oleh salju, menulis surat ini untuk dikirimkan kepada penganut-penganut yang berada di Kamakura dan berjodoh dekat. Hal ini telah diramalkan oleh Buddha Sakyamuni, Tathagata Prabhutaratna dan Buddha-Buddha dan sepuluh penjuru di dalam Saddharmapundarika-sutra. 44
Samantabadra | September 2014
Maka, perilaku Nichiren adalah cermin terang dari ramalan Bab Penegakkan Saddharmapundarika-sutra yang merupakan tanda mata bagi Nichiren, dan surat mi merupakan wasiat Nichiren. (Gosyo, hal.223). Yang Arya Bhikku Tertinggi ke26 Nichiren Syosyu, Nicikan Syonin memberi penjelasan tentang kutipan kalimat ini sebagai berikut, “Maksud sebenarnya kalimat ini adalah Badan Pokok leluhur arif bijaksana Nichiren Daisyonin yang kelihatan sebagai manusia biasa yang menyadari terkandungnya jiwa Buddha (Myoji Bonpu) tercapai menjadi Tathagata Sambhogakaya yang muncul atas kehendak sendiri dari masa lampau yang tak berawal dan badan sesungguhnya kesadaran Buddha telah dibuktikan di dalam jiwa Beliau dan secara nyata mewujudkan Buddha Pokok Pembibitan Masa Akhir Dharma. Kalimat ini dengan jelas menerangkan hal ini. Melalui kutipan di atas, jelas kiranya makna sesungguhnya kutipan “Mahabodhi Bhagavat telah menggantikan tempat Saya”. Berdasarkan teori dasar Hukum Agama Buddha, kalau melaksanakan sesuai dengan ajaran Nichiren Daisyonin, maka setiap penganut Nichiren Daisyonin, tanpa ada yang tertinggal, dapat mencapai kesadaran Buddha. Dengan mengutip berbagai perumpamaan, bagian ini menunjukkan bahwa kalau berpegang teguh pada hati kepercayaan, maka siapapun dan bagaimanapun tidak dapat dihancurkan. Ibu Otogoze telah dibimbing dengan kehangatan bahwa “Tak peduli siapa yang menjadi suami Anda …tidak
boleh mengikutinya apabila ia musuh Saddharmapundarika-sutra�. Yang terpenting, ibu Otogoze sendiri semakin memperkuat kepercayaan dan memupuk sendiri rezeki yang tak akan dapat dihancurkan oleh siapapun.
12
Sama dengan Saddharmapundarikasutra, semakin Anda memperkuat keyakinan, Anda akan mendapat keuntungan lebih daripada orang lain, seperti semakin unggulnya warna. Keterangan: Es memang terbuat dan air, tetapi lebih dingin daripada air. Warna biru memang dibuat dari nila, tetapi warna biru itu lebih tua daripada nila. Sama halnya, walau Saddharmapundarika-sutra yang dipertahankan sama, tetapi semakin kuatnya hati kepercayaan, semakin cemerlang kekuatan Saddharmapundarikasutra dan karunia kebajikan yang diperoleh melebihi orang lain. Yang dimaksud Saddharmapundarika-sutra adalah Gohonzon dari Tri Maha Dharma Sakti. Dengan demikian, melalui kutipan kalimat ini diajarkan bahwa dalam menerima dan mempertahankan Gohonzon, yang terpenting adalah hati kepercayaan orang yang mempertahankanNya. Gohonzon adalah Badan Sebenarnya (Totai) dari kekuatan agung yang dirahasiakan. Muncul kekuatan tersebut secara nyata akan sesuai dengan kadar hati kepercayaan orang yang menerima dan mempertahankannya serta pelaksanaan yang kuat dan tekun. Walau kekuatan tersebut mutlak dan amat besar, kalau hati kepercayaannya lemah dan tidak
melaksanakan, kekuatan tersebut tidak akan nyata muncul. Karena itu, janganlah sekali-kali bersikap manja dengan beranggapan pasti pertolongan diberikan karena Gohonzon sangat agung. Betapapun, yang terpenting adalah membangkitkan kepercayaan dan kekuatan pelaksanaan diri sendiri dengan menyebut Daimoku secara berkesinambungan dan mengatasi segala permasalahan dengan kekuatan jiwa tersebut. Demikian pula halnya dengan perjuangan agung penyebarluasan Hukum Agama Buddha ini. Agama Buddha yang agung ini tak akan tersebar luas dengan sendirinya. Usaha orang-orang yang menerima dan meneruskan semangat Nichiren Daisyonin dan melaksanakan penyebarluasan Hukum Agama Buddha sepenuh jiwa raga dengan giat, akan menghasilkan kemajuan penyebarluasan Hukum Agama Buddha dan akhirnya pencapaian kebahagiaan seluruh umat manusia secara luas dan merata akan terwujud.
13
Kayu mudah diserang api, tetapi kayu cendana tidak dapat terbakar. Api dapat dipadamkan oleh air, tetapi api nirvana yang mengkremasi jasad Sang Buddha tidak dapat dipadamkan. Meskipun bunga-bunga bertebaran ditiup angin, namun bunga-bunga yang mekar dalam surga Suddhavasa tidak akan layu. Air menguap dalam kemarau panjang, tetapi tidak demikian apabila ia masuk ke sungai Kuning. September 2014 | Samantabadra
45
materi ajaran | gosyo kensyu Keterangan: Perumpamaan-perumpamaan ini menunjukkan bahwa orang yang menerima, mempertahankan dan melaksanakan kepercayaan terhadap Gohonzon tidak dapat dihancurkan walau dihadapi penderitaan apapun, bahkan dalam menetap pada suasana Vajra Kokoh Yang Tak Dirusakkan (Kongo Fu E). Kayu biasa yang terbakar oleh api mengibaratkan jiwa manusia yang terbakar penderitaan hawa nafsu. Orang yang percaya Saddharma akan memunculkan Badan Buddha dan hal ini diumpamakan dengan kayu cendana yang tidak terbakar api penderitaan hawa nafsu yang bagaimanapun juga. Api yang padam oleh siraman air mengumpamakan jiwa manusia biasa yang terpadamkan oleh air hidup dan mati. Orang yang menerima dan mempertahankan Saddharma dapat membuka kesadaran hidup mati adalah nirvana, sehingga tak akan dapat dipadamkan oleh air apapun. Sama halnya, bunga yang berguguran ditiup angin mengumpamakan kebahagiaan masyarakat pada umumnya. Kebahagiaan orang yang melandaskan kehidupan pada Saddharma seperti bunga surga Suddhavasa yang tidak akan layu walau dilanda taufan penderitaan apapun. Begitu pula, air kolam dan sungai kecil yang menjadi kering ketika kemarau panjang mengibaratkan ketergantungan pada rejeki dari tumpukan karma baik masa lampau. Rejeki orang yang menyerahkan jiwa raga kepada Saddharma yang melibatkan alam semesta raya, diibaratkan sebagai kumpulan pusaka yang tiada tara nilainya, adalah sama seperti air yang mengalir ke dalam sungai Kuning yang tak mengering pada kemarau panjang. 46
Samantabadra | September 2014
14
Raja jahat yang bernama Mihira Kula tidak mendapatkan hukuman meskipun ia memenggal kepala seorang bhikku India, tetapi ketika ia memenggal kepala Aryasimha, pedangnya jatuh ke bumi bersama lengannya sendiri. Ketika Raja Pushyamitra membakar musnah Vihara Kukkutarama, kepalanya dibelah oleh tongkat dua belas dewa. Demikian pula halnya dengan rakyat Jepang, karena menjadi musuh Saddharmapundarika-sutra, mereka membawa kehancuran pada dirinya sendiri dan negerinya. Keterangan: Besarnya suatu dosa bergantung pada orang yang dimusuhi. Kalau orang yang dimusuhi hina dina, dosanya tidak terlalu besar. Kutipan “Raja Mihira Kula tidak mendapatkan hukuman, meskipun ia memenggal kepala seorang bhikku India� menunjukkan hal ini. Tetapi Aryasimha adalah penerus pelita Dharma (Ia pewaris ke-24 dari Buddha Sakyamuni). Kedudukannya sangat agung dan mulia. Pemenggalan Aryasimha sama dengan memotong dan memutuskan pelita Dharma, sehingga Raja Mihira Kula seketika mendapatkan hukuman Sang Buddha berupa langsung putus lengannya. Sama halnya dengan Raja Pushyamitra yang hancur kepalanya dipukuli pentungan dua belas dewa, karena ia membakar Vihara Kukkutarama (Kuil ini dibangun oleh Raja Asoka). Halhal ini sama dengan orang-orang di Jepang sekarang yang “menjadi musuh Saddharmapundarika-sutra� yang
memusuhi Nichiren Daisyonin. Mereka akan menderita dosa besar yang melebihi akibat penganiayaan terhadap siapapun, tidak hanya diri sendiri, bahkan negara juga akan musnah. Kutipan selanjutnya menjelaskan keyakinan agung Nichiren Daisyonin bahwa pada masa akan datang, hal ini akan menjadi bukti nyata. Orang-orang masa akan datang mengakui Nichiren Daisyonin sebagai seorang yang benarbenar menyadari seluruh Hukum Agama Buddha, sehingga Beliaulah Buddha Pokok. Mungkin orang menilai perkataan “penindasan terhadap diri Nichiren Daisyonin akan meruntuhkan satu negara� sebagai suatu kesombongan. tetapi sebenarnya tulisan ini diwariskan untuk menyadarkan orang-orang pada masa akan datang pada Hukum Agama Buddha yang sesungguhnya. Jadi, penegasan serupa ini maupun pewarisan tulisan ini merupakan perilaku maitri karuna Beliau untuk orang-orang pada masa mendatang yang kekal abadi.
15
Suatu ulasan Sutra Nirvana mengatakan, badan itu ringan, sedangkan Hukum itu berat, dan mengorbankan jiwa demi penyebaran Hukum.
Keterangan: Kutipan ini menjelaskan bahwa semangat dasar pokok penyebarluasan Hukum Agama Buddha adalah pelaksanaan dengan mengorbankan jiwa raga. Nichiren Daisyonin sendiri telah memberi suri tauladan dalam menyebarluaskan Hukum dengan
mengorbankan jiwa raga. Oleh karena itu, kalau meneruskan semangat Nichiren Daisyonin sewajarnyalah penyebarluasan Hukum dengan mengorbankan jiwa raga secara giat. Mengapa harus mengorbankan jiwa raga demi penyebarluasan Hukum? Karena badannya ringan, Hukumnya berat, badan kita manusia biasa penuh dengan tiga racun, sedangkan Hukumnya adalah Nammyohorengekyo semenjak masa lampau yang tak berawal yang merupakan sumber pokok kelahiran seluruh Buddha dari sepuluh penjuru dan ketiga masa. Karena Hukum ini tidak tertandingi oleh apapun, maka Hukumnya berat, badannya ringan. Dengan demikian, kita tidak boleh menyayangi jiwa raga dalam menyebarluaskan Hukum. Walau badan manusia biasa ini harus dikorbankan dalam menghadapi tiga rintangan empat iblis dan tiga musuh besar, Hukum pasti tersebar luas. Semangat dasar pokok pelaksanaan Hukum Agama Buddha yang tidak boleh dilupakan adalah bagaimanapun juga harus mementingkan Hukum dan menyebarluaskannya.
16
Apabila Saddharmapundarikasutra tersebar luas, reliks Saya menjadi berat dan jika reliks Saya menjadi berat, maka akan memberi manfaat kepada umat. Keterangan: Kutipan “Apabila Saddharmapundarika-sutra tersebar luas, reliks Saya menjadi berat� mempunyai arti dan prinsip yang sama September 2014 | Samantabadra
47
materi ajaran | gosyo kensyu dengan kutipan “Karena Hukumnya gaib, manusianya menjadi agung”. Kalau senantiasa mementingkan Hukum dengan mengorbankan jiwa sendiri, badan sendiri akan menjadi berat karena Hukum itu. “Berat” yang dimaksud di sini berarti keagungan dan kemuliaan. Kutipan “Apabila Saddharmapundarikasutra tersebar luas”, umumnya berarti akan tersebar luas di antara masyarakat secara nyata, khususnya berarti Nichiren Daisyonin telah mencurahkan seluruh jiwaNya sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra yang sesungguhnya. Walau pada waktu itu orang yang menganut Hukum Sakti masih berjumlah sedikit, tetapi keberadaan Beliau sebagai Buddha Masa Akhir Dharma tidak dapat diragukan, fungsi jiwa Beliau tiada tara dan tidak terbatas. Jodoh bertentangan (Gyaku En) dapat membuat banyak orang menjalin jodoh dengan Hukum Sakti, sehingga hal tersebut mengandung sama dengan makna “tersebarluas”. “Reliks” yang dimaksud di sini bukanlah arti secara lahiriah seperti sisa tulang Beliau. Kalau dipikirkan secara mendalam, ini adalah seperti yang tertulis dalam Surat Kepada Kyo-o Dono, “Nichiren sendiri mencurahkan seluruh jiwa ragaNya dalam tinta sumi”, yaitu Dai Gohonzon yang diwariskan pada umat manusia Masa Akhir Dharma. Kutipan jika reliks Saya menjadi berat, maka akan memberi manfaat kepada umat. Kalau ada manfaatnya, Saya akan dipuja seagung Maha Bodhisattva Haciman sekarang ini”, menjelaskan keyakinan agung tercapainya penyebarluasan Agama Buddha. Gohonzon yang dapat mengabulkan 48
Samantabadra | September 2014
segala doa, pasti akan dianut dan disembah, persis seperti seluruh umat di Jepang, memuja Mahabodhisattva Haciman. Pasti tiba saat terwujudnya kebahagiaan seluruh umat manusia secara luas dan merata dan seluruh umat menganut dan percaya kepada Gohonzon. Kutipan “Anda hendaknya mengerti. Pada saat itu kaum pria dan wanita yang menyumbang Nichiren, akan dihormati seagung Takesyiuci no Sokune dan Wakamiya yang memuja Maha Bodhisattva Haciman berarti memberi sumbangan dan membantu Nichiren Daisyonin dalam penyebarluasan agama Buddha akan menghasilkan jasa dihormati oleh orang-orang masa akan datang. Yang kita dambakan adalah meninggalkan nama baik untuk agama Buddha demi masa akan datang.
17
Rejeki yang diperoleh karena membuka mata seorang buta tidak dapat dilukiskan. Apalagi dapat membuka mata seluruh umat negeri Jepang, bagaimana mungkin karunia yang diperoleh dapat dikatakan?
Keterangan: Mata buta yang dimaksud disini bukan secara lahiriah, tetapi mata hati dan mata prajna. Kalau sumber akar hakikat diri sendiri dapat dibuka. Mata dari hati dan mata dari prajna ini dapat memandang teori sesungguhnya dari seluruh Hukum dalam alam semesta raya atau berarti memiliki prajna Buddha. Dalam Saddharmapundarika-sutra diterangkan prajna Buddha (Buce Ciken) dan prajna para Buddha lainnya dari sepuluh
penjuru dan ketiga masa (Syobuce Cie). Nichiren Daisyonin yang mengajarkan seluruh umat untuk membuka mata yang buta ini mewujudkan prajna inti hakikat Hukum Agama Buddha. Membuka mata prajna seseorang akan memberi orang itu kebebasan yang sebenarnya dan kemandirian. Orang yang buta akan bergantung pada tongkat sehingga tidak dapat bergerak dengan bebas dan mandiri. Kebutaan prajna mengandung arti ketidakbebasan dan mengandalkan pada sumber dasarnya. Dengan demikian, kalau membuka mata prajna sumber pokok lebih mendalam, akan diperoleh kebebasan yang lebih luas dan kemandirian. Hendaknya diketahui, hidup yang bergantung pada orang lain sama sekali tak ada suasana kebebasan diri sendiri, dan juga tidak ada keagungan sebagai manusia. Hukum Agama Buddha yang membuka mata prajna dari sumber pokoknya akan meneguhkan manusia yang bebas dan mandiri dari sumbernya, dengan demikian mewujudkan keagungan manusia. Orang yang mempertahankan Hukum Agama Buddha ini adalah “Mata segenap mahluk surgawi dan masyarakat�. Orang yang mengajarkan Hukum Agama Buddha adalah orang yang membuka mata manusia seluruh dunia. Orang yang menentang dan merusaknya sama dengan bermusuhan dengan keagungan manusia sehingga perbuatan ini akan mendapatkan imbalan “surga menjadi marah sekali�. Orang yang membenci dan menindas orang-orang yang giat melaksanakan penyebarluasan Hukum demi kemajuan agama Buddha harus mengetahui kalimat ini, juga harus
mengetahui bukti nyata hukuman berat yang dialami sebagai akibatnya.
18
Sakra Devanam Indra adalah Dewa Surgawi, namun ia sangat menghormati serigala yang telah mengajarkannya Hukum, sebagai akibatnya sekarang ia adalah Buddha Sakyamuni. Putra Himalaya menghormati iblis sebagai gurunya dan menjadi Buddha dari Triloka. Orang-orang arif dan agung di masa lampau dengan rendah hati tidak membuang Hukum. Saya, Nichiren, mungkin seorang yang bodoh, tetapi Saya sudah pasti tidak lebih rendah dan seekor serigala atau iblis. Manusia termulia pada zaman sekarang sama sekali tidak lebih unggul dari Sakra Devanam Indra atau Putra Himalaya, namun karena dalam masyarakat kehidupan Nichiren rendah, mereka membuang dan tidak menggunakan prinsip Saya yang benar. Itulah sebabnya negeri ini sekarang berada di jurang keruntuhan. Keterangan: Kutipan bagian ini menjelaskan bahwa janganlah sekali-sekali terperangkap pada bentuk luar seseorang dalam mempelajari Hukum Agama Buddha. Serigala adalah binatang, iblis adalah iblis kelaparan. Perumpamaan ini mengajarkan betapapun hinanya kedudukan seseorang, kalau ia memahami dan menguasai Hukum Agama Buddha, kita harus menghormati, menuntut dan menerima pelajaran agama Buddha darinya. Sikap inilah yang harus dimiliki oleh orang yang menuntut Hukum Buddha. Bila seseorang September 2014 | Samantabadra
49
materi ajaran | gosyo kensyu terperangkap pada segi luar berupa kaya miskin dan kedudukan dalam masyarakat , orang itu tidak dapat disebut sebagai penganut agama Buddha. Karena Nichiren Daisyonin tidak memiliki kedudukan atau kekuasaan dalam kalangan agama Buddha pada waktu itu, orang-orang tidak hanya meremehkannya, bahkan kata-kata yang diucapkan dengan kesungguhan dan kebenaran, ditanggapi dengan pandangan picik dan tidak mau didengar. Ini telah mengundang bencana serangan Mongolia dan keruntuhan negara. Bila dibandingkan dengan serigala dan iblis, bhikku manusia biasa pasti jauh lebih unggul. Setinggi apapun kedudukan mereka yang menghina dan meremehkan Nichiren Daisyonin, pasti tidak lebih unggul dari Dewa Indra dan Putra Himalaya. Dengan demikian, Nichiren Daisyonin menyesali kebodohan orangorang pada waktu itu. Walau hal tersebut di atas menunjuk penguasa pada waktu itu yang memfitnah Hukum Agama Buddha, namun prinsip ini juga berlaku bagi penganut yang percaya dan melaksanakan Hukum Agama Buddha. Yang terpenting, hendaknya setiap orang dapat mengukir dalam jiwa sikap ini dan menjaga suasana menuntut Hukum Agama Buddha yang murni.
19
Dan yang lebih menyedihkan lagi, Saya tidak dapat menyelamatkan para murid yang sering mengikuti dan membantu. Apapun bencana yang menimpa, hendaknya Anda sering datang mengunjungi Saya di sini, di Minobu. Anda akan disambut sepenuh 50
Samantabadra | September 2014
hati, seandainya terjadi hal terburuk, marilah kita bersama-sama mati kelaparan dalam gunung ini. Keterangan: Kutipan kalimat ini mewujudkan luapan maitri karuna Nichiren Daisyonin kepada murid dan penganutNya. Dalam suasana yang tak menentu, karena kemungkinan penyerbuan dari Mongolia, Nichiren Daisyonin menyesali diri karena tidak dapat membantu murid dan penganutNya. Seandainya Mongolia berhasil dalam serbuannya, hendaknya datang ke Gunung Minobu untuk tinggal bersama Beliau. Keadaan di gunung tentu tidak leluasa, Nichiren Daisyonin seorang diri saja sulit untuk mempertahankan hidup, apalagi kalau orang-orang datang; pasti makanan tidak akan mencukupi. Meskipun demikian, Beliau dengan senang hati menyambut kedatangan dan menolong mereka. Kalau makanannya habis, Beliau bertekad untuk mati kelaparan bersama. Ibu Otogoze semakin gembira dan penuh keberanian, mendapat surat yang dengan penuh maitri karuna menanyakan dan mengharapkan pertumbuhan putrinya. eee
English
The Supremacy of The Law W
hen Buddhism had not yet been introduced in China, the writings of such sages as the Three Sovereigns, the Five Emperors, and the Three Kings, T’ai-kung Wang, Tan the Duke of Chou, Lao Tzu, and Confucius were called the canons or classics. Through these teachings, the people learned propriety and came to understand the debt of gratitude they owed their parents, and a clear distinction was drawn between the ruler and the ruled, so that the country was governed wisely. The people obeyed the leaders who followed these teachings, and heaven answered their prayers. A child who failed to obey them was labeled as unfilial, and a subject who violated them was punished as a traitor. When the Buddhist scriptures were first brought to China from India, some people said that they should be accepted, while others said they should be rejected. A conflict arose, and the ruler summoned the two groups to meet and debate the issue. The adherents of non-Buddhist teachings were defeated by the supporters of Buddhism. After that, whenever the two groups engaged in polemics, the devotees of nonBuddhist scriptures were defeated by the Buddhists as easily as ice melts in the sun, or as fire is extinguished by water. Eventually they ceased to offer any effective opposition to Buddhism. As more Buddhist sutras were brought to China, it became apparent that some were superior in content or more profound than others. They belonged to different categories such as Hinayana and Mahayana, exoteric and esoteric, provisional and true. To illustrate, all stones are invariably inferior to gold, but gold itself is divided into several grades. No gold found in the human world can match the gold mined from the Jambu River. But the gold from the Jambu River is in turn far less valuable than the gold stored in the Brahmā heaven. In the same way, all the Buddhist sutras are like gold, but some are finer and more profound than others. Those sutras that are called Hinayana are like small boats. They can carry two or three passengers, but not a hundred or a thousand. Even with only two or three persons aboard, they must remain close to this shore and cannot cross over to the other shore. They can be loaded with a small amount of cargo, but not with a large amount. In contrast, theMahayana sutras are like those huge vessels that, carrying ten or twenty people and loaded with large quantities of cargo, can sail from Kamakura as far as Tsukushi or Mutsu Province. But the ship of the true Mahayana sutra is incomparably greater than those huge ships that are the other Mahayana sutras. Loaded with a hoard of rare treasures and carrying a hundred or a thousand passengers, it can sail all the way to the land of Korea. The sutra called the Lotus Sutra of the one vehicle is like this. Devadatta was the most evil man in the entire land of Jambudvīpa, but the Lotus Sutra predicted that he would become the Thus Come One Heavenly King. AlthoughAjātashatru was a wicked king who killed his own father, he was among those present when the Lotus Sutra was preached, and after hearing only a verse or a phrase, formed a connection with the sutra [that would enable him to attain enlightenment in the future]. The dragon king’s daughter, a woman with a reptile’s body, attained Buddhahood by listening to Bodhisattva Manjushrī preach the Lotus Sutra. Furthermore, the Buddha designated the evil era of the Latter Day of the Law as the very time for the Lotus Sutra to be propagated, and bequeathed it to the men and women of that impure age. The Lotus Sutra, the teaching of theone vehicle, is then a sutra as great and as powerful as the ships of the China trade. Thus all the Buddhist sutras are to the non-Buddhist scriptures as gold is to stones. And all the various Mahayana sutras, such as the Flower Garland, Mahāvairochana, Meditation, Amida, and Wisdom sutras, are to the Lotus Sutra as fireflies are to the sun or moon, or anthills to Mount Hua. Moreover, there is superiority and inferiority not only among the sutras, but also among their adherents. The various teachers of the True Word school, who believe in the Mahāvairochana Sutra, are like fire being put out by water, or September 2014 | Samantabadra
51
materi ajaran | gosyo kensyu dew being blown away by the wind when confronted in debate by the votary of the Lotus Sutra. If a dog barks at a lion, its bowels will rot. The asura demon who shot an arrow at the sun had his head split into seven pieces. The True Word teachers are like the dog or the asura, while the votary of the Lotus Sutra is like the sun or the lion. Before the sun rises, ice is as hard as metal. Fire, when untouched by water, is as hot as molten iron. But even the hardest ice easily melts away in the summer sun, and even the hottest fire is easily extinguished by water. The various True Word teachers appear to be most dignified and wise, but they are like one who, forgetful of the sun, expects ice to remain hard forever, or who, not taking water into account, thinks that fire will burn indefinitely. As you know, before the Mongol attack, the arrogance of the people of our day knew no bounds. Since the tenth month of last year, however, none of them has dared to assume a haughty attitude, for as you have heard, Nichiren alone predicted this foreign invasion. If the Mongols attack our country again, none of the people will have the courage to face them. They will be like a monkey terrified by a dog, or a frog cowering before a snake. This is solely because it is a country that, by allowing thevotary of the Lotus Sutra, who is an emissary of Shakyamuni Buddha, to be hated by all the priests of the True Word, Nembutsu, Precepts, and other schools, has harmed itself and incurred the particular wrath of the heavenly gods. Thus all its people have become cowards. They are like fire fearful of water, a tree dreading the ax, a pheasant frightened out of its wits at the sight of a hawk, or a mouse threatened by a cat. Not one of them will be saved. At such a time, what will they do? In battles soldiers regard the general as their soul. If the general were to lose heart, his soldiers would become cowards. Women regard their husband as their soul. Without their husband, they lack a soul. Nowadays, even married women find it difficult to get along in the world. Though you have lost your soul, you lead your life more courageously than those who have one. Furthermore, because you maintain your faith in the gods and you revere the Buddha, you are indeed a woman who surpasses others. Setting aside the adherents of the Nembutsu and other schools, while I was in Kamakura, I had no way of determining whether the faith of individual believers in the Lotus Sutra was deep or shallow. This I came to know only after I had incurred the wrath of the authorities and had been exiled to the island of Sado. Though no one else came to visit me, you, a woman, not only sent me various offerings, but personally made the journey to see me. It was almost too amazing to be true. In addition, you have now called on me here in Minobu. I know of no words with which to thank you. Certainly the heavenly gods will protect you, and the ten demon daughters will have compassion on you. The Buddha promised in the Lotus Sutra that, for women, the sutra will serve as a lantern in the darkness, as a ship when they cross the sea, and as a protector when they travel through dangerous places. When the Tripitaka Master Kumārajīva was carrying the Lotus Sutrato China, the heavenly king Vaishravana dispatched a vast number of troops to escort him safely over the Pamirs. When the Dharma TeacherDōshō read the Lotus Sutra in the midst of a field, innumerable tigers gathered to protect him. There is no reason why you should not be protected in the same way. The thirty-six deities on earth and the gods of the twenty-eight constellations in the heavens will lend you protection. Furthermore, human beings have two heavenly gods who always accompany them, just as a shadow follows the body. One is named Same Birth and the other Same Name. Perched on one’s left and right shoulders, they protect one [by reporting all of one’s deeds to heaven]. Therefore, heaven never punishes those who have committed no error, let alone people of merit. That is why the Great Teacher Miao-lo stated, “The stronger one’s faith, the greater the protection of the gods.” So long as one maintains firm faith, one is certain to receive the great protection of the gods. I say this for your sake. I know your faith has always been admirable, but now you must strengthen it more than ever. Only then will the ten demon daughters lend you even greater protection. You need not seek far for an example. Everyone in Japan, from the sovereign on down to the common people, without exception has tried to do me harm, but I have survived until this day. You should realize that this is because, although I am alone, I have firm faith.
52
Samantabadra | September 2014
English If a boat is handled by an unskilled steersman, it may capsize and drown everyone aboard. Likewise, though someone may have great physical strength, if he lacks a resolute spirit, even his many abilities will be of no use. In this country, there may be many wise people, but they cannot utilize their wisdom because they are governed by foolish leaders. In the last Mongol invasion, tens of thousands of soldiers as well as civilians, both male and female, in Iki, Tsushima, and the nine provinces [Kyushu] were killed, captured, drowned in the sea, or fell from cliffs to their death. If the Mongols attack again, this time they will wreak incomparably greater havoc. Kyoto and Kamakura will meet the same fate as Iki and Tsushima. Prepare in advance and flee to some other place. At that time, those who declared they would not see or listen to me will join their palms together and take faith in the Lotus Sutra. Even the adherents of the Nembutsu and Zen schools will chant Nam-myoho-renge-kyo. The Lotus Sutra states that if there are men and women who have firm faith in this sutra the Buddha will support them on his shoulders and carry them on his back. The Tripitaka Master Kumārayāna was carried by a wooden statue of Shakyamuni. When I was about to be beheaded, the World-Honored One of Great Enlightenment took my place. It is the same in the present as it was in the past. All of you are my lay supporters, so how can you fail to attain Buddhahood? No matter whom you may marry, if he is an enemy of the Lotus Sutra, you must not follow him. Strengthen your resolve more than ever. Ice is made of water, but it is colder than water. Blue dye comes from indigo, but when something is repeatedly dyed in it, the color is better than that of the indigo plant. The Lotus Sutra remains the same, but if you repeatedly strengthen your resolve, your color will be better than that of others, and you will receive more blessings than they do. Wood is vulnerable to fire, but sandalwood cannot be burned. Fire is extinguished by water, but the fire that cremated the Buddha’s remains could not be quenched. Although flowers are scattered by the wind, those that bloom in the heavens of purity do not wither. Water evaporates in a time of great drought, but not if it enters the Yellow River. The wicked king named Dammira did not incur punishment even when he cut off the heads of Indian monks. But when he beheaded the Venerable Āryasimha, his sword fell to the ground and his arm with it. When King Pushyamitra burned Kukkutārāma Monastery to ashes, his head was split by the staves of the twelve gods. Likewise the people of Japan, by becoming enemies of the Lotus Sutra, have brought ruin on themselves and their country. And because I proclaim this, I am called arrogant by those of little understanding. But I do not speak out of arrogance. It is simply that if I did not speak out I would not be the votary of the Lotus Sutra. Moreover, when my words prove later to be true, people will be able to believe all the more readily. And because I write this down now, the people of the future will recognize my wisdom. [The Annotations on the Nirvana Sutra states,] “One’s body is insignificant while the Law is supreme. One should give one’s life in order to propagate the Law.” Because my body is insignificant, I am struck and hated, but because the Law is supreme, it will spread without fail. If the Lotus Sutra spreads, my mortal remains will be respected, and if my remains are respected, they will benefit the people. Then I will come to be revered as highly as Great Bodhisattva Hachiman is now. You should understand that, at that time, the men and women who supported me will be honored as greatly as Takenouchi and Wakamiya. The benefits that come from opening the eyes of even one blind person are beyond description. How then is it possible to describe the benefits that derive from opening the blind eyes of all the Japanese people, and from giving the gift of sight to all human beings throughoutJambudvīpa and the other three continents? In the fourth volume of the Lotus Sutra it reads, “If after the Buddha has passed into extinction one can understand the meaning of this sutra, one will be the eyes of the world for heavenly and human beings.” Those who uphold the Lotus Sutra will be the eyes for all of the heavenly and human beings in the world. Therefore, those Japanese who are hostile to me are in effect gouging out the eyes of all the heavenly and human beings in the world. As a result, heaven is enraged and strange events occur in the skies day after day, while earth is infuriated and calamities strike in a series month after month. Shakra was a heavenly lord, yet he greatly respected the fox who taught him the Law. As a result, he was reborn as Shakyamuni Buddha, the lord of teachings. The boy Snow Mountains honored a demon as his teacher and became the lord of the threefold world. Great sages and honorable priests of old did not reject September 2014 | Samantabadra
53
materi ajaran | gosyo kensyu the Law, no matter what the appearance of its teachers. I may be a foolish man, but I am surely not inferior to a fox or a demon. The noblest people in the present age are in no way superior to Shakra or the boy Snow Mountains, yet because of my low social position, they have rejected my wise words. That is why the country is now on the brink of ruin. How lamentable! And what I find even sadder is that I will be unable to save those disciples of mine who have pitied my sufferings. If anything at all happens, please come over here. I will welcome you. Let us die of starvation together among the mountains. And I would imagine that your daughter, Oto, has become a fine, intelligent girl. I will write you again.
Nichiren
The fourth day of the eighth month To Oto
54
Samantabadra | September 2014
中文
September 2014 | Samantabadra
55
materi ajaran | gosyo kensyu
56
Samantabadra | September 2014
中文
September 2014 | Samantabadra
57
materi ajaran | gosyo kensyu
58
Samantabadra | September 2014
中文
September 2014 | Samantabadra
59
materi ajaran | gosyo cabang
Gosyo Cabang Surat Jawaban kepada Ueno Dono Perihal Dua Macam Kepercayaan: Api dan Air Gosyo Zensyu halaman 1544 LATAR BELAKANG | Surat ini ditulis tanggal 25 bulan 2 tahun Kenji ke-4 (1278) ketika Niciren Daisyonin berusia 57 tahun dan merupakan jawaban kepada Nanjo Tokimitsu. Surat aslinya kini sudah tak ada lagi. Sejak musim kemarau tahun lalu terjadi bencana kelaparan karena kekeringan melanda masyarakat, bahkan sejak musim gugur penyakit menular mulai berjangkit. Dalam keadaan demikian parah, Nanjo Tokimitsu memikirkan kehidupan Niciren Daisyonin di Gunung Minobu, maka ia mengirim berbagai sumbangan. Sambil
60
Samantabadra | September 2014
memuji sikap hati kepercayaan dan ketulusan hati Tokimitsu yang tidak berubah dalam keadaan apapun, Niciren Daisyonin menunjukkan adanya dua sikap hati percaya: ”Seperti api” dan “Seperti air”. Beliau mengajarkan, hati percaya seperti air mengalir sangatlah penting dan agung.
ISI GOSYO | Telah diterima talas kecil, serenceng buah kesemek kering, beras panggang, buah kastanye, rebung dan setabung cuka. Pernah ada seorang raja di India, yaitu Maharaja Asoka. Saat itu seperempat dunia ini telah berada dalam genggamannya serta dengan mengendalikan raja naga ia dapat menurunkan hujan sekehendak hatinya. Ia juga menggunakan ‘ki’ sebagai pembantunya. Mulanya ia adalah seorang raja buruk, tapi kemudian setelah menganut Hukum Buddha, tiap hari ia menyumbang kepada 60.000 orang Bhiksu dan mendirikan stupa batu sejumlah 84.000 buah. Bila meninjau masa lampau Maharaja ini, ketika masa Buddha Sakyamuni hidup ada dua orang anak kecil bernama Tokusyo Doji (Sri Sambhava) dan Musyo Doji. Dua anak kecil ini menyumbang kue moci tanah kepada Buddha. Berkat sikap pelaksanaan karunia kebajikan tersebut, 100 tahun kemudian terlahir sebagai Raja Asoka. Meskipun Buddha adalah seorang yang dihormati, jika dibandingkan dengan Saddharmapundarika-sutra terdapat perbandingan unggul-rendah bagaikan perbandingan kunang-kunang dengan matahari dan bulan. Perbandingan tinggi rendahnya dapat juga dikatakan sebagai langit dan bumi. Bila dengan menyumbang Sang Buddha saja sudah memperoleh kurnia kebajikan sebesar itu, apalagi bila menyumbang kepada Saddharmapundarika-sutra! Sumbangan kue moci tanah saja mempunyai karunia kebajikan seperti ini, apalagi Anda telah menyumbang berbagai buah-buahan. Ketika Sri Sambhava dan Musyo Doji menyumbang kue moci tanah kepada Buddha, negerinya tidak mengalami kelaparan. Sekarang, seluruh negeri mengalami kelaparan. Jika memikirkan hal ini, bagaimana mungkin Buddha Sakyamuni, Buddha Prabutaratna, Dasaraksasi tidak melindungi Anda? Sekarang, ada orang yang percaya kepada Saddharmapundarika-sutra. Ada yang percaya seperti api dan ada juga yang percaya seperti air mengalir. Yang disebut orang percaya pintu hukum seperti api, ketika mendengar pikirannya berkobar seperti api. Namun, sejalan berlalunya waktu, timbul perasaan hati ingin membuangNya. Yang disebut orang percaya seperti air menunjukkan percaya tanpa hati ingin mundur. Anda, kapanpun selalu tidak mundur mengunjungi Niciren. Maka, Anda menjalankan kepercayaan seperti air mengalir. Hal ini agung sekali, agung sekali. Apakah benar ada orang sakit dirumah anda? Meskipun hal itu benar, tak mungkin adalah perbuatan ‘ki’. Mungkinkah Dasaraksasi menguji bagaimana hati kepercayaan Anda. Jika ‘ki’ yang benar adalah ‘ki’ baik, maukah menyusahkan hati pelaksana Saddharmapundarika-sutra dengan memecahkan kepalanya sendiri? September 2014 | Samantabadra
61
materi ajaran | gosyo cabang
Jalankanlah dengan kepercayaan yang mendalam bahwa Buddha Sakyamuni dan Saddharmapundarika-sutra tidak mungkin membual.
Disampaikan dengan hormat. Tanggal 25 bulan 2 Surat Jawaban kepada Ueno Dono Tertanda, Niciren
| KUTIPAN GOSYO
1
Mulanya ia adalah seorang raja buruk, tapi kemudian setelah menganut Hukum Buddha, tiap hari ia menyumbang kepada 60.000 orang Bhiksu dan mendirikan stupa batu sejumlah 84.000 buah. Keterangan: Pada awal surat dikutip legenda bahwa Raja Asoka pada masa lampau adalah Sri Sambhava dan Musyo Doji. Karena karunia kebajikan menyumbang kue moci tanah kepada Buddha, maka ia terlahir sebagai Maharaja. Dengan membandingkan antara Buddha Sakyamuni dengan Saddharmapundarika-sutra diuraikan, sumbangan kepada Sang Buddha saja sudah terdapat karunia kebajikan demikian besar, apalagi besarnya karunia kebajikan Tokimitsu yang menyumbang kepada Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon) tidaklah dapat diukur. Mengenai perbandingan barang sumbangan, menyumbang kue moci 62
Samantabadra | September 2014
tanah saja sudah mendapat karunia kebajikan sedemikian besar, karena itu karunia kebajikan sumbangan talas kecil dan rencengan buah kesemek, pasti jauh lebih besar. Terlebih lagi jika ditinjau situasi yang ada. Ketika orang-orang semasa hidupnya Buddha Sakyamuni tidak sedang dilanda bencana kelaparan, dibandingkan dengan yang sedang mengalami bencana kelaparan semasa hidupnya Buddha Niciren Daisyonin waktu itu, diuraikan betapa besar karunia kebajikan Tokimitsu. Maharaja Asoka adalah raja ketiga Dinasti Maurya di India. Ia membangun masa kejayaan dinasti tersebut. Masa pemerintahannya diperkirakan pada tahun 268 - 232 SM. Sejak kecil ia bersikap kasar dan memiliki badan kuat. Karena itu ia tidak disayangi ayahanda raja. Setelah ayahanda raja meninggal dalam perebutan tahta kerajaan, Asoka banyak membunuh saudara-saudara tirinya, membunuh para menteri serta wanita. Kelakuannya benar-benar kejam. Ia lalu dijuluki “Raja Asoka yang kejam
dan lalim”. Karena itulah, dalam isi surat dikatakan: “Mulanya ia raja buruk”. Tapi ia unggul dalam strategi perang, hingga ia berulang kali memenangkan perang atas musuh-musuhnya. Karena itu, ia menjadi Maharaja dan menguasai empat penjuru negeri, seperti dikatakan “seperempat dunia ini telah berada dalam genggamannya”. Seiring berjalannya waktu, ia merenungkan, meninjau dan mengubah kekejamannya itu. Ia kemudian mengikuti Hukum Buddha dan menjalankan pemerintahan yang baik berdasarkan maitri karuna. Ia berjuang untuk membangkitkan Hukum Buddha dengan “tiap hari menyumbang kepada 60.000 orang Bhiksu” dan “mendirikan stupa batu sejumlah 84.000 buah”. Baktinya kepada Hukum Buddha amatlah besar. Selain menyumbang Stupa untuk reliks Buddha Sakyamuni, ia juga mengutus para bhiksu ke-4 penjuru untuk menyebarluaskan Hukum Buddha, Beliau juga jadi pelindung bagi 1000 orang Bhiksu yang berkumpul pada Konsili Agama Buddha ke-3 untuk mengumpulkan Sutra-sutra dan sastra Hukum Buddha. Mengenai asal-usul lahirnya Raja Asoka dikeluarga raja diuraikan dalam Sutra Fuhozo dan lainnya. Raja Asoka, pada masa lampau adalah Sri Sambhava. Sri Sambhava adalah seorang anak yang menyumbang kue moci tanah pada Buddha Sakyamuni yang sedang melakukan pertapaan mengemis makanan di Rajagriha. Suatu ketika Buddha Sakyamuni lewat disebuah jalan raya, dua orang anak Sri Sambhava dan Musyo Doji sedang bermain tanah. Sri Sambhava melihat sinar keemasan
terpancar dari tubuh Sang Buddha yang menyinari benteng istana. Ia merasa sangat gembira, hingga menyumbang kue moci tanah kedalam bokor tempat meminta makanan Sang Buddha. Buddha Sakyamuni meramalkan, 100 tahun setelah Beliau moksya, anak tersebut akan terlahir kembali sebagai Raja Asoka dan percaya terhadap Hukum Buddha. Ia juga akan menjadi Raja Cakravarti yang membangun 84.000 stupa dan menyumbang stupa tempat menyimpan reliks. Sesuai ramalan itu, dikatakan “pada 100 tahun kemudian” terlahir sebagai maharaja Raja Asoka. Disini diuraikan barang sumbangan Sri Sambhava adalah kue moci tanah yang tak dapat dimakan, namun, karena sumbangan tersebut berasal dari hati nurani yang mendambakan kesempatan untuk menjadi sebab karunia, maka ia mendapat imbalan besar. Sedang sumbangan Nanjo Tokimitsu, berupa berbagai buah dan beras panggang, disumbang dengan ketulusan hati yang tak berbeda, tapi jauh lebih unggul dalam mutu barang. Ia menyumbang dengan sikap: “meskipun jawawut ringan, tapi karena berusaha sepenuhnya sesuai dengan apa yang dimiliki dan sesuai kisah ladangnya yang unggul, maka mendapatkan imbalan unggul” (Gosyo Zensyu halaman 1511). Karena obyek yang disumbang agung, maka telah menerima karunia kebajikan besar. Juga dikatakan: “Meskipun Buddha adalah seorang yang dihormati. Jika dibandingkan dengan Saddharmapundarika-sutra…..”. Berarti perbandingan antara Buddha Sakyamuni (manusia) sebagai “Buddha sementara yang dihias-hias” dengan September 2014 | Samantabadra
63
materi ajaran | gosyo cabang Saddharmapundarika-sutra (hukum pokok) yang menetap secara kekal sejak asal mula (Honmu Joju), maka dikatakan “bagaikan kunang-kunang dengan matahari dan bulan” dan “tinggi rendahnya bagaikan langit dan bumi”. Melalui perbandingan ini diuraikan, yang unggul adalah hukumnya, sedangkan manusianya rendah. Meskipun disebut Buddha, namun yang menjadi guru adalah hukum, hukum adalah dasar pokoknya. Maka seperti dikatakan, “Dengan menyumbang Sang Buddha memperoleh karunia kebajikan seperti itu, apalagi bila menyumbang pada Saddharmapundarika-sutra.” Berarti, karunia kebajikan menyumbang Saddharmapundarika-sutra yang lebih unggul daripada Buddha Sakyamuni, besar dan luasnya tidak dapat diukur. Disini jika dibaca setahap lebih mendalam, Niciren Daisyonin adalah wujud nyata dari prinsip: Hukum adalah Manusia dan Manusia adalah Hukum, atau Tathagata Jijuyuhosyin masa lampau tidak berawal dan Kemanunggalan Manusia dan Hukum. Karena Kemanunggalan Manusia dan Hukum, maka sumbangan Nanjo Tokimitsu dikatakan, “Sumbangan kepada Saddharmapundarika-sutra”, serta pada masa Sri Sambhava hidup orang-orang tidaklah dilanda kelaparan. Memang, tentu saja kue moci tanah itu tidak ada hubungannya dengan rasa lapar, karena Buddha Sakyamuni menerima berbagai sumbangan dari orang banyak. Jika sumbangan Tokimitsu dibandingkan dengan hal tersebut, maka barangbarang yang disumbangkan itu sangat berharga bagi Tokimitsu sendiri maupun keluarganya mengingat waktu itu sedang 64
Samantabadra | September 2014
terjadi bencana kelaparan. Ketulusan hati menyumbang itu sungguh luar biasa. Juga, sumbangan itu sendiri mempunyai makna agung dalam menunjang jiwa Niciren Daisyonin yang menerimanya. Maka, karunia kebajikan itu tak dapat terhitung. Mengenai sumbangan ada bermacam jenis, seperti dana paramita, dana dharma dan sebagainya. Namun, baik dana paramita maupun dana dharma, dengan adanya icinen yang penuh getaran hati kepercayaan murni, seluruhnya menjadi akar kebaikan dan karunia kebajikan yang akan mencemerlangkan jiwa dan kehidupan kita menjadi penuh dengan karunia kebajikan. Sekarang, ada orang yang percaya pada Saddharmapundarika-sutra. Ada yang percaya seperti api dan ada juga yang percaya seperti air mengalir.
2
Keterangan: “Sekarang” berarti masa Akhir Dharma sekarang ini. Terdapat berbagai jenis manusia di antara orang-orang yang percaya Hukum Buddha Niciren Daisyonin sebagai Hukum Sakti. Sikap kepercayaannya itu garis besarnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu “seperti api” dan “seperti air”. Namun ditekankan pentingnya hati kepercayaan seperti air. Kepercayaan seperti api diuraikan, “ketika mendengar, pikirannya berkobar seperti api. Tapi, sejalan berlalunya waktu timbul perasaan hati ingin membuangNya”, itu menunjukkan hati kepercayaan yang mudah memanas,
tapi tiada kesinambungannya. Dalam Surat Perihal Mendengarkan Ceramah juga diuraikan: “Maksudnya seperti api, ketika mendengar sutra ini bagaikan api berkobar dan perasaan hatinya agung serta sungguh ingin percaya. Namun, makin lama makin padam. Waktu itu kelihatannya hati kepercayaannya kuat, tapi api hati percaya seperti itu mudah padam” (Gosyo Zensyu hal. 841). Pada masyarakat umum juga dikatakan, ”mudah menjadi panas, mudah menjadi dingin.” Maksud hati percaya seperti api, adalah keadaan pada saat penuh gairah seperti berkobarnya api, menyebut Daimoku dengan serius, dan menjalankan penyebarluasan hukum dengan giat. Tapi, lambat laun sejalan berlalunya waktu, hati kepercayaannya pun hilang seperti api padam, keadaannya pun jadi mundur. Apalagi hati percaya seperti api tersebut, saat sedang berkobar kadang kala menjadi sikap percaya membabi-buta atau kepercayaan yang terlalu fanatik. Kepercayaan seperti ini akhirnya menimbulkan tingkah laku tidak wajar hingga dapat menimbulkan kesalahpahaman terhadap Hukum Buddha yang pada akhirnya berakibat lebih merendahkan hukum. Timbulnya “hati yang ingin membuang” dengan berlalunya waktu tentu tak dapat dikatakan: “berhati teguh”. Harus dengan kekuatan kesadaran sendiri yang keras, mawas diri dan menguasai diri sendiri, meneruskan hati kepercayaan tanpa mundur, itulah sikap pelaksanaan hati kepercayaan yang teguh. Apalagi dalam pertapaan Jalan Kebuddhaan, seperti diuraikan dalam Gosyo: “Menerima mudah, mempertahankan sukar. Tapi
pencapaian kesadaran Buddha terletak pada mempertahankan” (Gosyo Zensyu hal. 1136). Karena itu, dasar pokok terpenting untuk mencapai Jalan Kebuddhaan adalah mempertahankan kesinambungan seumur hidup dalam menjalankan hati kepercayaan. Disini diajarkan pentingnya menjalankan hati kepercayaan bagai mengalirnya air. Meski dikatakan “seperti air”, bukan berarti seperti air yang berhenti mengalir di kolam yang keruh, tapi seperti yang dikatakan “selalu tidak mundur”, menunjukkan sikap hati kepercayaan bagai air mengalir secara tetap tanpa henti sedikitpun. Seperti yang diuraikan dalam Surat Perihal Mendengarkan Ceramah: “Yang disebut pelaksanaan seperti air adalah seperti air mengalir siang-malam tanpa henti, sedikit pun tak pernah beristirahat. Demikianlah, orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra seperti itu dikatakan sebagai pelaksana seperti air” (Gosyo Zensyu hal. 841). “selalu tidak mundur” merupakan kunci penting untuk senantiasa maju berkesinambungan. Untuk itu jadikanlah Hukum Buddha sebagai darah daging diri sendiri. Karena semangat Hukum Buddha dan ajaran Niciren Daisyonin jika benar-benar dipahami dalam diri sendiri, meskipun berdiri seorang diripun takkan menjadi mundur atau berhenti. Nanjo Tokimitsu bukan hanya melindungi saat Niciren Daisyonin hidup, setelah Niciren Daisyonin wafat pun, ketika lima Bhiksu senior menyelewengkan hukum, ia pun melindungi Nikko Syonin, Bhiksu Tertinggi ke-2. Sebagai seorang penganut awam utama ia merupakan teladan dalam September 2014 | Samantabadra
65
materi ajaran | gosyo cabang menjalankan hati kepercayaan dan turut mendirikan Kuil Pusat Taiseki-ji. Sikap seperti ini benar-benar merupakan “hati kepercayaan bagaikan air”. Dalam Surat Perihal Orang Arif yang Tertimpa Berbagai Penganiayaan terbaca: “Bulan demi bulan, hari demi hari , perkuatlah hati kepercayaan. Sedikit saja hati lengah, iblis akan mendapat kabar akan hal itu”. (Gosyo Zensyu hal. 1190). Pelaksanaan hati kepercayaan yang baik dapat dikatakan perang melawan iblis setiap kejapnya. Kita harus bersikap memecahkan atau mematahkan rintangan iblis. Sikap tersebut harus kita miliki sejak kemarin, hari ini dan esok. Kita harus sungguh-sungguh maju dengan keinginan hati yang berinisiatif menuntut, hingga jiwa kita lebih maju dan berkembang. Inilah hati kepercayaan bagai air mengalir. Dan juga dikatakan: “Pelaksana seperti api memang banyak, tapi pelaksana seperti air sedikit”. (Gosyo Zensyu hal. 841). Maka “Kapanpun selalu” berarti diharapkan dapat meneruskan hati kepercayaan bagai air mengalir dengan sikap hati percaya yang kokoh seumur hidup.
3
Apakah benar ada orang sakit di rumah anda ? Meskipun hal itu benar, tak mungkin adalah perbuatan ‘ki’. Mungkinkah Dasaraksasi menguji bagaimana hati kepercayaan Anda. Keterangan: Sebagai penutup, Niciren Daisyonin mengkhawatirkan adanya orang sakit dalam keluarga Nanjo. Beliau memberi dorongan dengan mengatakan, penyakit tersebut adalah karena Dasaraksasi 66
Samantabadra | September 2014
mencoba mengukur kuat lemahnya hati kepercayaan. Untuk itu hendaknya meneruskan hati kepercayaan agar menjadi semakin kokoh. Pada dasarnya, ada dua macam ki, yaitu ki baik dan ki buruk. Perbuatan ki tersebut dikatakan, “Ki baik memakan musuh Saddharmapundarikasutra, ki buruk memakan pelaksana Saddharmapundarika-sutra” (Gosyo Zensyu hal. 1246). Maksud “memakan” adalah melemahkan kekuatan atau merenggut kekuatan jiwa. Ki buruk ini mempunyai hubungan erat dengan penyakit. Mahaguru Tien-tai mengungkapkan enam macam sebab timbulnya penyakit. Sebab keempat adalah “mengundang datangnya ki”. Namun dikatakan, yang sekarang menyusahkan keluarga Nanjo bukanlah ki. Hal ini karena dalam Bab Dharani Saddharmapundarika-sutra, Dasaraksasi telah berprasetya: “Jika ada yang mengacau atau menyesatkan pembabar Saddharmapundarika-sutra, akan diberi hukuman berupa kepalanya pecah menjadi tujuh”. Maka, tidaklah wajar kalau ada ki yang kepalanya sendiri ingin dipecahkan oleh Dasaraksasi. Dasaraksasi mulanya adalah ki buruk, sebagaimana dikatakan, “adalah ki berbakat tinggi yang memakan energi manusia. Mereka ini adalah ki utama dari penyakit menular”. (Gosyo Zensyu hal. 1246). Jadi, dalam hal ki, keberadaan Dasaraksasi amat kuat. Dasaraksasi, dalam Bab ke-26 Dharani Saddharmapundarika-sutra, berprasetya kepada Buddha Sakyamuni akan melindungi orang yang menerima dan mempertahankan Saddharmapundarikasutra, maka dikatakan, ki lainnya tak
mungkin berani melanggar prasetya ini. Karena itu, sakit yang sekarang sedang dihadapi merupakan perilaku Dasaraksasi sendiri, mungkin untuk mengukur kuatnya hati kepercayaan. Dasaraksasi mulanya adalah ki buruk yang menyusahkan dan menyesatkan orang. Tapi, kepada orang yang berhati kepercayaan kuat kepada Saddharmapundarikasutra, ia menunjukkan perilaku yang melindungi, artinya jika kita menegakkan hati kepercayaan yang kuat dan mantap, saat itu juga berubah menjadi perilaku yang melindungi dan menjaga. Dengan demikian, penyakit itu sendiri merupakan suatu tempaan dari karmanya sendiri untuk membina kuatnya hati kepercayaan. Pokoknya, kekuatan karunia Buddha Sakyamuni - Saddharmapundarika-sutra, dengan maha maitri karuna mutlak melindungi orang yang menerima dan mempertahankan Saddharmapundarikasutra. Gosyo ini ditutup dengan penegasan hendaknya percaya bahwa Buddha tidak mungkin membual. Yang dikatakan “Buddha Sakyamuni – Saddharmapundarika-sutra”, dalam kalimat ini bila dibaca lebih mendalam, maka Buddha Sakyamuni adalah Niciren Daisyonin (Nin Honzon), Saddharmapundarika-sutra adalah Nammyohorengekyo (Ho Honzon), yakni Gohonzon dari Kemanunggalan Manusia dan Hukum, yang dalam prinsip ajaran 4 kekuatan: kekuatan percaya dan kekuatan pelaksanaan (pada diri kita, yaitu manusia) sedang kekuatan hukum dan kekuatan Buddha (pada Gohonzon). Maksud kalimat: “Jalankanlah dengan kepercayaan yang
mendalam bahwa Buddha Sakyamuni dan Saddharmapundarika-sutra tak mungkin ada bualan”, berarti jalankan terus kepercayaan kepada Gohonzon tanpa ada keraguan, bahwa tiada kekuatan apapun yang dapat melebihinya. Marilah kita yakini kalimat ini sepenuhnya dan mendalami, jika percaya kepada Gohonzon dengan teguh, akan muncul nyata prajna dan kekuatan untuk dapat mengatasi penyakit dan rintangan apapun. eee
September 2014 | Samantabadra
67
materi ajaran | gosyo cabang
68
Samantabadra | September 2014
中文
September 2014 | Samantabadra
69
materi ajaran | forum diskusi
Forum Diskusi
Tanya Jawab Ajaran Hati Kepercayaan adalah Kehidupan Pertanyaan: agaimana hubungan antara Hukum Buddha dan Hukum Masyarakat?
B
Jawab: Teori dasar dari pertanyaan ini adalah hati kepercayaan adalah penghidupan (Syinjin Soku Sekatsu). Teori ini merupakan Hukum Buddha Niciren Daisyonin yang sangat istimewa. Apabila teori ini dipandang dari sudut masyarakat, maka kalimatnya menjadi, “Hukum Buddha adalah Hukum Masyarakat juga”. Sedangkan apabila dipandang dari sudut masing-masing individu, maka akan menjadi, “Hati kepercayaan adalah kehidupan”. Teori dasar ini menjelaskan bahwa Hukum Buddha tidak dapat terlepas dari kehidupan Anda sehari-hari. Anda tidak dapat mengatakan bahwa Hukum Buddha itu berada di luar kehidupan Anda. Akan tetapi justru sebenarnya di dalam kehidupan Anda inilah terdapat jiwa Buddha. Secara lebih dalam lagi,
70
Samantabadra | September 2014
ini berarti bahwa kesungguhan hati kepercayaan Anda akan terbukti nyata di dalam kehidupan. Inilah yang menyebabkan bahwa Syinjin Soku Sekatsu dikatakan sebagai teori dasar yang amat penting. Saddharmapundarika-sutra sangat mementingkan kehidupan yang nyata. Akan tetapi sutra-sutra Nizen yang diwakili oleh Amitabha (Nembutsu) memisahkan Hukum Buddha dengan masyarakat. Oleh karena itu pandangan sutra-sutra tersebut mengenai Hukum Buddha dan masyarakat masingmasing berdiri secara terpisah-pisah. Umpamanya, sekte Nembutsu tidak menyenangi dunia nyata yang penuh dengan hawa nafsu. Mereka merasa bahwa masyarakat sesungguhnya sangat keruh dan buruk. Maka apabila seseorang dengan penuh kesungguhan hati menyebut Amitabha, tentu ia dapat mencapai Kesadaran Buddha di dunia khayal, yang dikatakan sebagai tanah suci Nirvana. Filsafat seperti itu membuat manusia yang percaya akan ajarannya melarikan
diri dari kehidupan nyata. Mereka akhirnya kehilangan harapan dan kekuatan hidup yang sebenarnya. Hal itu disebabkan karena mereka ingin berdiam di tanah surga, yang berada di dunia yang lain. Di situ dikatakan ada Hukum Buddha, maka dari pandangan ini lahirlah filsafat yang demikian. Sebaliknya Hukum Buddha Niciren Daisyonin yang dijelaskan dalam Gosyo mengatakan, “Menjalankan Hukum yang sesungguhnya dapat terbukti nyata di masyarakat, dan akhirnya menjadikan seluruh Hukum Masyarakat sebagai Hukum Buddha juga”. (Gosyo 1597). Ini berarti bila melaksanakan Hukum Buddha dalam kehidupan masyarakat yang penuh dengan berbagai gejala, Hukum Buddha dapat mengeluarkan bukti yang nyata. Oleh karena itu keduanya ini merupakan satu badan. Karena Hukum yang sesungguhnya selalu terlihat nyata dengan bermacammacam gerakan dalam kehidupan manusia pada masyarakat. Maka ajarannya dapat mewujudkan bukti nyata. Teori dasar mengenai Hukum Buddha adalah Hukum Masyarakat, ini sebenarnya Hukum Buddha menjelaskan masyarakat ada hubungan yang kuat dengan keadaan jiwa manusia-manusianya. Karena dalam masyarakat yang segala struktur politik diadakan untuk menyesuaikan dengan struktur ekonomi, dan semua ini bergerak, meskipun demikian sebenarnya seluruh gerakan ini dapat bergerak dikarenakan ada manusia di dalamnya, maka yang
dapat membuktikan bahwa Hukum Buddha dan Hukum Masyarakat adalah menyatu sebenarnya adalah manusiamanusia itu sendiri. Maka, di dalam Surat Kalpa Mengurang dikatakan, “Orang bijaksana tidak melaksanakan Hukum Buddha di luar Hukum Kemasyarakatan, yang sungguhsungguh mengetahui Hukum untuk mengatur negara disebut sebagai orang arif”. (Gosyo Zensyu hal. 1466). Melaksanakan Hukum Buddha bukan di luar masyarakat, tetapi melaksanakan Hukum Buddha adalah di dalam masyarakat, maka orang yang dapat mengetahui ini akan dapat melaksanakannya. Di sinilah dikatakan sebagai orang yang arif. Pertanyaan: ikatakan hati kepercayaan seharusnya dibuktikan secara nyata di dalam masyarakat, bagaimana penjelasannya?
D
Jawab: Sekarang, bagaimana ajaran mengenai keadaan hubungan Hukum Masyarakat dan Hukum Buddha, yang sesuai dengan kita, sehingga dapat menjalankan “Hati kepercayaan adalah kehidupan (Syinjin Soku Sekatsu). Mengenai hal ini, selanjutnya di dalam Kanjin no Honzon syo Niciren Daisyonin mengajarkan, “Apabila langit terang, tentu akan menerangi tanahnya. Orang yang mengetahui Saddharma, harus mengetahui Hukum Masyarakat” (Gosyo hal.254). Kalimat ini September 2014 | Samantabadra
71
materi ajaran | forum diskusi mengajarkan bahwa dengan menerima dan mempertahankan Hukum Buddha dan menjadi orang yang benar-benar dapat menembus teori filsafat Hukum Buddha, akan dapat mengetahui dan dapat memandang wajah sesungguhnya dari berbagai gejala di kehidupan serta di dalam masyarakat. Kehidupan kita merupakan wujud nyata dari gerakan akar pokok jiwa diri sendiri secara tuntas, sedangkan Hukum Buddha membabarkan Hukum akar pokok jiwa. Oleh karena itu yang dikatakan dengan mengetahui Saddharma berarti; dengan dasar kepercayaan, maka Hukum Buddha yang dimiliki oleh diri sendiri terwujud nyata menjadi prajna, yang berupa tenaga yang dapat mencipta nilai kreatif yang juga merupakan tenaga hidup yang unggul dan besar. Keadaan demikian disebut sebagai “mengetahui Saddharma”. Sedangkan “Hukum Masyarakat” berarti; tenaga hidup dan prajna yang demikian terang dan baik, terwujud secara nyata di dalam kehidupan. Hal ini menjadi dasar yang mencakupi seluruh aspek dalam masyarakat, baik pandangan, pengetahuan, teknik serta tenaga yang dapat melihat tembus akan segala gejala yang terjadi. Dengan kata lain, memiliki cara hidup yang demikian pintar dan berpengetahuan, atau juga boleh dikatakan sebagai orang yang menjalankan kehidupan dengan pandai / pintar. Oleh karena itu, teori dasar “Syinjin Soku Sekatsu” adalah harus mengetahui, bukan mengajarkan. Bila memiliki hati
72
Samantabadra | September 2014
kepercayaan, tanpa berusaha pun dapat memperoleh Hukum Masyarakat, sehingga demikian mudah menjalankan kehidupannya. Karena orang yang menerima dan mempertahankan Saddharma, dapat menarik keluar kepintaran atau kepandaian yang tiada batasnya yang ada dalam diri masingmasing dan seharusnyalah merupakan orang yang secara aktif mencipta nilai, baik dalam kehidupan maupun dalam masyarakat. Maka orang yang menerima dan mempertahankan Gohonzon ini, harus mengetahui bagaimana merombak kehidupan diri sendiri menjadi kehidupan yang baik. Juga bagaimana dapat maju dalam pekerjaannya. Bila tidak mau tahu akan hal ini, karena sama sekali tidak ada usaha dan sungguh-sungguh berpikir untuk merombak kehidupan serta memperoleh kemajuan dalam pekerjaannya, maka orang itu tidak mengetahui Hukum Masyarakat di atas kehidupan. Sehingga apabila pekerjaannya tidak dapat berjalan dengan lancar, dapat menimbulkan pikiran bahwa tidak ada kurnia kebajikan dari Gohonzon, dan Gohonzon tidaklah mempunyai kekuatan, baik pada diri sendiri maupun di diri orang lain yang melihat kehidupan orang tersebut, sehingga dengan demikian bagaimanapun hal ini menjadi pemfitnahan Dharma. Hubungan hati kepercayaan dengan kehidupan yang demikian, diumpamakan sebagai hubungan tanah besar dengan pohon dan rumput.
Tanah besar diumpamakan sebagai hati kepercayaan, sedangkan pohon dan rumput sebagai kehidupan ini. Apabila tanah besarnya subur dan kaya, bagaimanapun juga pohon dan rumput yang ditanam di tanah itu menjadi subur dan lebat. Dengan menerima dan mempertahankan Gohonzon dan mengikuti akar pokok Hukum alam semesta raya yang dikatakan sebagai Nammyohorengekyo, rejeki jiwa seperti akar di dalam tanah besar yang penuh dengan makanan dan kebaikan yang walau terus menerus diambil tetap tiada habisnya dan tiada batasnya. Oleh karena itu, untuk seterusnya harus memperdalam tenaga hati kepercayaan dan tenaga pelaksanaan, sehingga bagaimana pun juga, apabila dasarnya ada tenaga hati kepercayaan dan tenaga pelaksanaan, akan dapat mengatasi seluruh kesesatan dan rintangan, yang pada akhirnya kehidupan kita dapat menjadi kehidupan yang senantiasa mempunyai tenaga mencipta nilai (kreatif). Judul: issyo Ankokuron (Menegakkan Filsafat Sejati Untuk Mententramkan Negara) adalah filsafat untuk merombak realita.
R
Keterangan: Hukum Buddha Niciren Daisyonin adalah filsafat yang merombak kenyataan hidup dengan ikut menderita bersama-sama dengan
rakyat dan mengatasi seluruh penderitaan itu dengan tenaga yang kuat. Salah satu perilaku Niciren Daisyonin, mulai memperingatkan pemerintah dengan dasar filsafat Rissyo Ankokuron yang ditulis pada tanggal 16 Juli 1260, Bun O ke I. Surat ini dikirimkan pada Tokoyori Hojo yang memegang kedudukan tertinggi pada waktu itu. Sejak saat itu sikap seumur hidup Niciren Daisyonin yang berdasarkan pada Rissyo Ankokuron tidak pernah berubah. Mengenai sikap Niciren Daisyonin ini, Nicikan Syonin mengatakan bahwa, “Bimbingan dan petunjuk dari Niciren Daisyonin dan diakhiri juga dengan Rissyo Ankokuron�. Dengan mata kepala sendiri Niciren Daisyonin melihat rakyat yang demikian menderita dalam keadaan suasana yang penuh dengan malapetaka dan peperangan. Sebab dasar penderitaan ini dikarenakan oleh filsafat sesat, seperti ajaran Nembutsu dan Zen. Niciren Daisyonin berseru dengan suara yang besar bahwa; tanpa berani menghadapi dan mematahkan filsafat Nembutsu dan Zen ini, maka baik kebahagiaan umat maupun kemakmuran masyarakat sama sekali tidak akan terwujud. Mengenai hal ini selanjutnya diterangkan dalam Rissyo Ankokuron, “Rombaklah hati kepercayaan Anda secara langsung dengan secepatnya, ikutilah hanya satu kebaikan Ekayana dengan segera. Dengan demikian ini berarti seluruh Triloka adalah September 2014 | Samantabadra
73
materi ajaran | forum diskusi negara Buddha, apakah mungkin negara Buddha dapat runtuh ! Sepuluh penjuru semuanya adalah tanah Pusaka, bagaimana mungkin tanah Pusaka akan dapat hancur ! Bila negaranya tidak akan runtuh dan tanahnya tidak akan hancur serta musnah, badan ini pun terasa aman dan hati ini akan memperoleh kesadaran”. (Gosyo Zensyu hal. 32). Keinginan dasar hati Niciren Daisyonin, Buddha Pokok Masa Akhir Dharma, ingin melindungi dan menyayangi bukan hanya setiap orang yang tenggelam dalam lautan penderitaan, tetapi juga lingkungan, tanah negara tempat di mana manusia itu tinggal, serta lebih luas lagi termasuk seluruh alam semesta raya ini. Arti Rissyo Ankokuron adalah Menegakkan Filsafat Sejati demi mengamankan dan mententramkan negara. Menegakkan Hukum Sejati berarti Hukum yang sesungguhnya pada Masa Akhir Dharma yang dasarnya hati kepercayaan kepada Sandaihiho. Dalam Ongikuden dikatakan, “Hukum yang sesungguhnya pada Masa Akhir Dharma adalah Nammyohorengekyo. Lima aksara ini adalah Hukum rahasia yang tidak akan membohongi seluruh umat manusia”. (Gosyo Zensyu hal. 786). Tetapi sebenarnya dimanakah Menegakkan Hukum sesungguhnya ini secara nyata? Tidak lain hanya ditegakkan dan diyakinkan di diri masing-masing umat manusia. Menegakkan Hukum sesungguhnya berarti di dalam hal apapun tetap berdasarkan kepercayaan. Maka
74
Samantabadra | September 2014
tujuan Rissyo ini adalah tercapainya Kesadaran Buddha bagi satu persatu manusia yang berarti perombakan sifat jiwa. “Negara berarti seluruh dunia”. Selanjutnya akan diterangkan secara jelas mengenai ‘Negara’ dari mengamankan dan menentramkan Negara (Ankoku). Dalam Hukum Buddha Niciren Daisyonin, yang dikatakan ‘Negara’, bukanlah menunjuk dari segi politik. Tetapi kalimat Rissyo Ankokuron tadi mengatakan, “Seluruh Triloka adalah negara Buddha, sepuluh penjuru seluruhnya adalah Tanah Pusaka”. Maka tujuan keinginan Niciren Daisyonin, dalam kata ‘negara’ mengandung arti yang lebih luas. Yakni Triloka berarti; dunia hawa nafsu, dunia jasmani yaitu dunia materi, dunia rohani yaitu dunia spiritual. Triloka atau Tiga Dunia ini menunjuk pada seluruh masyarakat umat manusia. Sedangkan sepuluh penjuru berarti; dengan 4 penjuru dari Utara, Selatan, Timur, dan Barat sebagai pusat serta seluruh lingkungan yang termasuk alam semesta dan lingkungan kita. Dengan demikian, ‘Negara yang diartikan oleh Niciren Daisyonin., bukan hanya tempat di mana umat-Nya hidup sehari-hari, tetapi dapat dikatakan ‘negara’ bukan berarti hanya satu negara, tetapi termasuk tanah negara, masyarakat dan lebih luas lagi juga seluruh Dunia. Oleh karena itu, Menegakkan Hukum Sesungguhnya bagi masing-masing manusia
merupakan pokok dasar untuk mengamankan dan menentramkan negara. Bila demikian, mengapa tidak dapat membangun “Negara yang aman dan tentram tanpa menegakkan Hukum sesungguhnya ?� Niciren Daisyonin menegaskan sebab pokok dasar yang mengundang Tiga Malapetaka Tujuh Musibah adalah karena seluruh masyarakat menentang Hukum sesungguhnya dan mengikuti filsafat sesat. Saddharma (Myoho), Hukum sesungguhnya adalah Hukum dan irama sumber pokok yang menembus dasar alam semesta raya alam dunia, masyarakat dan manusia. Oleh karena itu, bila menentang Myoho, akan mengacaukan irama jiwa dan menghancurkan tenaga alam semesta raya serta masyarakat. Yang disebut malapetaka pun, sumber pokok terjadinya malapetaka itu ada di dalam jiwa manusia sendiri. Misalnya, peperangan, bukanlah malapetaka yang datang dari luar menimpa manusia, tetapi sifat marah, benci yang merupakan satu sisi jiwa yang kotor yang ada dalam diri manusia itu sendiri, meledak dan keluar, terlihat menjadi dunia neraka. Meskipun masing-masing diri manusia itu mungkin dirasa kecil, tetapi Icinen yang kotor dari manusia itu menginjak jiwa manusia sehingga merusak dan menghancurkan tanah negara serta alam semesta. Maka dengan membuka mata terhadap Hukum Buddha Niciren Daisyonin, akan
menegakkan dan meyakinkan Myoho dalam jiwa masing-masing manusia, dapat merombak sifat jiwa dan menjalankan perilaku sebagai manusia seutuhnya. Perilaku orang-orang yang telah menjalankan perombakan sifat jiwa ini, memungkinkan terwujudnya keamanan dan ketentraman masyarakat dan perdamaian dunia. Hubungan Rissyo (Menegakkan Filsafat Sesungguhnya) dan Ankoku (Menentramkan Negara), bukan semata-mata ingin menetapkan keadaan masyarakat hanya pada satu filsafat, tetapi membebaskan sifat daya kreatif mencipta nilai yang tak terbatas dari jiwa setiap manusia sehingga masyarakat pun senantiasa akan berubah secara kreatif mencipta nilai tanpa henti-hentinya. Dengan dasar hati kepercayaan, segala problema yang ada dalam masyarakat sekarang ini, yang menyebabkan dunia manusianya penuh dengan penderitaan dan kesulitan dapat dirombak menjadi masyarakat yang manusianya hidup dapat sebagai manusia seutuhnya. Teori dasar Rissyo Ankokuron itu menentang kenyataan-kenyataan buruk yang tak terbatas yang ada dalam masyarakat, berperilaku sebagai manusia seutuhnya yang memungkinkan mencipta masyarakat yang penuh kemanusiaan. Demikianlah teori dasar pelaksanaan sebagai manusia seutuhnya. eee
September 2014 | Samantabadra
75
wawasan
Menjadi Anak NSI yang Cerdas dan Kreatif Seto Mulyadi Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak RI disampaikan pada Tansi 23
Setiap anak memiliki kecerdasan masing-masing Kak Seto mengambil contoh yang paling sederhana seperti pada binatang monyet dan bebek. Monyet dapat memanjat pohon dengan gesitnya namun tidak bisa berenang di air, sementara bebek dapat berenang dengan lincahnya di air namun tidak dapat memanjat. Ini menunjukkan bahwa kemampuan setiap mahkluk berbeda-beda. Hendaknya perbedaan ini tidak membuat suatu tekanan namun samasama dapat mengembangkan kemampuan dan keahlian masing-masing. Setiap anak pun sama, terlahir dengan kecerdasan berbeda-beda. Oleh karenanya, karya setiap anak harus dihargai dan tidak melakukan pemaksaan sebagai orangtua terhadap keahlian-keahlian tertentu yang tidak dikuasai oleh si anak.
Efek bullying yang selalu muncul dan terjadi di sekolah-sekolah Peran orang tua sangat penting dalam tumbuh76
Samantabadra | September 2014
kembang anak-anak. Hendaknya orangtua bisa memberikan perhatian khusus terhadap aktivitas mereka di sekolah. Bullying (ejekan / olokan) bukan tren baru di kalangan remaja, bahkan anak-anak pun mengalami hal tersebut dalam lingkungan sekolahnya. Bahkan ada satu kasus di Jawa Tengah dimana anak TK bunuh diri karena sering diolok-olok oleh teman sekolahnya dan tetap dipaksa sekolah oleh orangtuanya. Yang salah adalah pihak sekolah. Lebih baik mencari sekolah lain karena sekolah masih banyak, orangtua dapat membuat pilihan dan tentu saja di Indonesia saat ini ada tiga jalur pendidikan yang dapat ditempuh yakni jalur formal, informal dan non-formal (homeschooling). Efek bullying juga berakibat pada kenakalan remaja di sekolah sehingga timbul aksiaksi tawuran, merokok dan narkoba. Merokok itu tidak baik dan tidak sehat maka dianjurkan bagi anak-anak untuk tidak mencobanya.
Kecerdasan emosi, padatnya aktivitas belajar di sekolah, dan peran orangtua Beberapa bulan belakangan terjadi kasus dimana seorang anak TK terjun dari apartemen kamarnya karena tidak diperbolehkan orangtuanya nonton film “Spiderman�. Ini berkaitan dengan kecerdasan emosional dimana anak-anak terlalu stress dengan pelajaran di sekolah dan memang harus diakui kurikulum belajar untuk sekolah-sekolah di Indonesia memang terlampau padat, sehingga anakanak tidak memiliki ruang untuk berkreasi. Semoga dengan adanya pemimpin baru, kurikulum belajar di Indonesia bisa berubah. Kurikulum sekarang belum berpihak dengan hak anak. Anak-anak harus diberikan suasana belajar yang jauh dari stress, bentak-bentak, cubit dan aksi lainnya yang sering dilakukan oleh orangtua pada umumnya. Anak-anak harus merasa senang ketika belajar. Suasana belajar yang efektif adalah suasana belajar yang gembira.
Nakal pada anak merupakan nakal yang kreatif sehingga sebagai orangtua harus bisa mengarahkan dan bukan bersikap antipati dengan marah-marah kepada anak. Mendidik anak janganlah kasar dan stop kekerasan sekarang juga. Faktanya, banyak kekerasan justru sering terjadi dalam keluarga, dengan menjewer dan membentak-bentak pada anak itu termasuk kekerasan pada anak. Hendaknya para orangtua bisa mendidik anak-anak melalui nyanyiannyanyian, bukan omelan. Anak-anak pada dasarnya adalah anak yang baik, yang manis dan cerdas yang harus dididik dengan kekuatan cinta. Jadi bagi para orangtua stop kekerasan terhadap anak, karena anak-anak pun dilindungi oleh undangundang. Hendaknya sebagai Ibu bisa selalu tersenyum dalam segala aktivitas yang dilakukan di rumah, belajar lebih sabar, dan memberikan ruang dan waktu untuk bermain bagi anak karena bermain adalah hak anak. Negara Indonesia juga mewujudkan Indonesia yang ramah anak. Begitu pun dengan ayah, selalu bisa pulang ke rumah sepulang kerja dengan menyambut anak-anak dengan senyum, jangan sampai tekanantekanan di pekerjaan dibawa pulang dan anak yang dijadikan sasaran kemarahan orangtua. Setiap anak ada
yang pintar musik tapi tidak pintar matematika, ada yang pintar melukis, menyanyi, hendaknya apapun kepintaran anak tersebut bisa di apresiasi oleh orangtuanya dan tidak memaksakan kehendak kepada anak.
Keharmonisan hubungan orangtua mempengaruhi suasana dalam keluarga Hendaknya suamiisteri selalu menanamkan kemesraan setiap saat. Berapa suami atau isteri yang dalam kesehariannya masih membisikkan kata “I love you� kepada pasangan masingmasing. Kemudian suasana di rumah, hendaknya bagi ayah dan ibu tidak merokok yang dapat merugikan kesehatan seluruh penghuni rumah. Hendaknya dapat memantau intensitas anak bermain dengan gadget, sibuk dan asyik ber-bbm sendiri, main video games atau media eletronik, terutama cyber bullying, anak-anak dimakimaki di rumah kemudian menuliskan segala keluhannya melalui media sosial, sehingga kesempatan tersebut diambil oleh pihak yang tidak baik, sehingga sering muncul kasus-kasus penculikan anak, salah satu sumbernya dari cyber bullying tersebut. Efek media elektronik juga mempersempit perkembangan anak karena lebih banyak menyajikan berita-berita kekerasan maupun sinetron yang tidak mendidik, ruang media dalam
hal pendidikan anak masih kecil sekali presentasenya. Oleh karena itu, pendidikan anak harus kembali kepada orangtua masingmasing karena orangtua adalah pendidik sejati dan hanya orangtualah yang dapat mendidik dengan kekuatan cinta terhadap anaknya. Harus menanamkan komunikasi yang baik dalam keluarga seperti kebiasaan makan bersama atau rapat keluarga yang efektif, tidak dengan anak-anak yang sibuk dengan handphone mereka masing-masing. Perlu peran serta orangtua dengan pendekatan yang penuh cinta kepada anak-anaknya agar terjalin kembali hubungan komunikasi yang baik dalam keluarga. Sebagai orangtua, ada apa-apa harus cepat peduli. Sepulang anakanak sekolah, jangan terus menanyakan tentang prestasi akademisnya, melainkan tanyakan apakah anak tersebut gembira di sekolah. Faktor emosional anak perlu diperhatikan secara lebih khusus. Kunci sukses dalam mendidik anak adalah dengan bersikap kreatif. Para orangtua hendaknya tidak melampiaskan kekesalan dan kemarahan terhadap anak. Andaikata Ibu yang di rumah emosi, cukup pergi ke dapur dan cucilah piring dan panci yang kotor, andaikata masih emosi, marah dan kesal, maka pergilah sikat lantai atau mengepel, tapi jangan melampiaskan emosi kepada anak. September 2014 | Samantabadra
77
wawasan Anak-anak yang berani berkata “TIDAK� terhadap orang-orang yang tidak dikenal Seperti diketahui bersama, baru-baru ini ada kasus pelecehan seksual terhadap anakanak yang terjadi di salah satu sekolah Internasional di Jakarta. Kasus-kasus baru kemudian bermunculan di media elektronik dan menimbulkan keresahan baik bagi para orangtua maupun anak-anak. Masukan dari Kak Seto bahwa anak-anak harus berani berkata TIDAK jika ada orangorang tertentu yang tidak mereka kenal mencoba untuk menyentuh tubuh anak-anak tersebut. Terutama pada bagian-bagian ini; mulut, dada, alat kelamin dan pantat, anak-anak harus berani berteriak TIDAK! Jika anak-anak menemukan sikap-sikap tidak senonoh yang menganggu zona aman mereka, anak-anak tidak perlu takut dan diam saja, tapi harus berani berteriak TIDAK kepada orang-orang yang memaksa ataupun mau menyentuh badan kita, kemudian teriakkan, “TIDAK! SAYA MARAH!� sebagai wujud ketidaksetujuan anak-anak terhadap sikap yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kemudian kalau ada pemaksaan maka anak-anak harus berani berteriak TOLONG! Kalau ada nada membentak maka anak-anak harus berteriak JANGAN! Hal ini harus diajarkan oleh orangtua kepada anak-anaknya di rumah, sehingga minimal anak-anak tahu apa dan bagaimana kondisi yang harus dihadapinya dan punya keberanian menghadapinya. Anak-anak harus berani menolak terhadap hal-hal yang tidak bertanggungjawab yang mungkin terjadi pada mereka. Terkadang hal-hal tersebut justru terjadi dan dilakukan oleh orang-orang terdekat kita. Oleh karena itu anak-anak jangan mudah terbujuk rayu. Anak-anak yang terlibat dalam kekerasan atau pelecehan seksual karena tidak mendapatkan perhatian yang cukup dan baik dari orangtuanya di rumah. Itulah hal yang harus diwaspadai oleh para orangtua. Intinya orangtua harus mendidik anak-anaknya dengan kekuatan cinta, karena dengan cinta anak-anak tersebut akan hidup dengan bahagia dan hidup dengan bersinar. Orangtua harus membangun komunikasi yang baik dengan anak seperti kebiasaan untuk menghantarkan tidur anaknya dengan mendongeng. Anak-anak itu memang unik dan berbeda, oleh karenanya orangtua hendaknya selalu bisa memberikan pujian dan acungan jempol terhadap kemampuan apapun dari anaknya. Menjadi anak-anak yang HEBAT Belajar anak-anak akan lebih efektif kalau dalam suasana gembira, harus ada permainan, nyanyian dan sebagainya. Kemudian para orangtua harus selalu berfikir positif dan selalu bersyukur bahwa anak-anaknya adalah anak-anak yang hebat, jangan dicari kesalahan atau kekurangan tapi ditemukan dan disyukuri kelebihan putra-putrinya. Kemudian terapkan sikap rajin berolahraga untuk semua karena dengan olahraga akan menjadikan badan lebih sehat, hati lebih tenang. Anak-anak juga tidak boleh bertengkar tetapi harus berteman, harus menerapkan rasa persatuan. Anak-anak pun harus rajin belajar. Belajar itu bukan sekedar pelajaran yang ada di sekolah saja, tetapi belajar musik, belajar bernyanyi, melukis dan sebagainya juga bagian dari belajar. Anak yang cerdas selalu rajin belajar dan bisa kreatif, kemudian rajin tersenyum dan rajin berolahraga. Para orangtua harus latihan berbicara dengan tenang dengan anaknya dan anak-anak latihan berbicara untuk dapat bersahabat dengan yang lain. Cara mengajar anakanak pun harus dengan cara yang unik. eee
78
Samantabadra | September 2014
refleksi
Mengatasi Penyakit Siapapun dapat terkena penyakit berat yang menghambat mereka untuk aktif dan beraktivitas di susunan NSI. Bagaimanakah penyikapan kita agar situasi individual dan sosial dapat kembali normal? Pada prinsipnya, penyakit seberat apapun adalah bagian dari proses lahir-tua-sakit-mati yang perlu kita tanggapi dengan icinen yang sabar, tabah dan mewujudkan ketahanan jiwa yang bersumber pada Dharma myoho-renge-kyo.
B
uddha Dharma mengenal syo-ryo-byo-syi alias jo-ju-e-ku, lahir-tua-sakit-mati. Istilah yang pertama digunakan untuk kita, makhluk hidup. Yang kedua terjemahannya lahirterbentuk-lapuk-musnah berlaku untuk benda mati. Ketika muda dan sehat, kita tak pernah berpikir tentang sakit, tua dan mati. Ketika beranjak tua dan fisik mulai menurun, mulai terpikirkan tentang mati. Namun, ketika muda dan terkena penyakit berat, mulai terpikirlah pula tentang mati. Terlebih lagi jika sudah tua dan sakit berat. Menghadapi penyakit berat saja sudah sangat sukar, apalagi menghadapi kematian. Sungguh sukar dan tak mudah, mengerikan dan penuh ketidakpastian. Ada rumusan gosyo tentang sebab-musabab penyakit sebagai berikut. Dalam Kitab Maksyikan Jilid ke-8 dikatakan, “Ada 6 sebab-pemicu timbulnya suatu penyakit. Pertama, karena tidak teraturnya Keempat Unsur Besar. Kedua, karena tidak teraturnya minum dan makan. Ketiga, karena tidak teraturnya kehidupan. Keempat, karena mendapat serangan kuman-kuman. Kelima, karena hasil pebuatan iblis. Keenam, karena timbulnya karma.� (Surat Balasan kepada Ota Nyudo) Penyakit-penyakit ringan, seperti masuk angin, flu dengan segala gejalanya: pusing, demam, batuk, sakit perut, termasuk golongan pertama hingga yang keempat. Penyakit-penyakit berat seperti diabetes, stroke, jantung, gagal ginjal, kanker bahkan AIDS termasuk yang keenam. Ketiga penyakit yang disebutkan terakhir hingga saat ini tanpa obat yang pasti. Pihak peneliti di seluruh dunia berupaya menemukan obat spesifiknya. Penyakit akan lebih merusak manakala mengenai orang yang sudah tua. Ketika sudah lansia alias berusia di atas 60 tahun, banyak gejala penyakit yang bermunculan. Kondisi memburuk terlebih lagi bagi para opa dan oma yang memang sudah menderita sakit kronis. Melihat secara umum, ada dua golongan orang tua berpenyakit. Ada yang kondisi jasmaninya masih bagus, tetapi sudah pikun. Ada lagi yang kondisi jasmaninya menurun, tetapi kondisi benaknya masih bagus. Pada kelompok kedua ini, berkenaan dengan kualitas organ tubuh yang sudah menurun, mereka merasa frustrasi karena memori dan kalbunya masih kuat. Pikirannya September 2014 | Samantabadra
79
refleksi masih berfungsi dengan baik. Pikirannya sungguh kontras dengan kondisi organ-organ tubuhnya. Pikirannya masih berangka 10, tertinggi, namun organ-organ tubuhnya sudah tinggal 4 atau 3, menjelang 1, terendah. Situasi seperti ini membuat yang bersangkutan. putus asa. Sungguh terjadi interaksi kuat antara kondisi raga yang rapuh dengan perasaannya. Kita kenal syiki syin funi/Jiwa dan Raga Terpadu-satu. Artinya salah satu sisi cacat, sisi diri kita lainnya pasti terkena dampak. Misalnya jiwanya tak harmonis, raganya akan terganggu. Sebaliknya, raganya sakit, maka jiwanya pun terguncang. Ketika sehat kita dapat berkonsentrasi melaksanakan pertapaan. Sering diingatkan bahwa saat ajal adalah sekarang, maka itu berbuatlah kebaikan sampai ajal tiba. Akan tetapi ketika telah usia lanjut dan atau terkena penyakit berat, ajaran seperti ini sungguh sukar dipahami dan dilaksanakan. Secara alamiah, konsentrasi kita bergeser ke penyakit berat itu. Segala bimbingan Buddha seakan terlupakan ketika kita menghadapi penyakit berat, seperti diabetes, stroke, jantung, gagal ginjal, kanker bahkan AIDS. Gejala-gejalanya tak dapat diramalkan dan obat tidak ada yang spesifik untuk penyakit-penyakit mematikan ini. Jangan dilupakan periode pra-sakit. Periode ini adalah pemupukan rejeki jiwa pada saat kita melaksankan pertapaan. Ingatlah kutipan gosyo tentang 3 harta. Di dalam Gosyo perihal Kaisar Su syun, Niciren Daisyonin menyatakan: Harta badan lebih unggul dari harta gudang atau harta benda. Tetapi harta jiwa lebih unggul daripada harta badan, dan harta jiwa merupakan yang terunggul di antara segala macam harta. Maka, setelah membaca surat ini, timbunlah harta jiwa Anda. Dengan demikian, karma kebaikan yang telah kita perbuat selama sehat, harta jiwa kita, akan menjadi tabungan yang dapat dipakai ketika sedang sakit. Dapat bertemu dengan dokter yang bijaksana dan teliti menjadi buah kita. Suasana keluarga yang mendukung pun menjadi hasil karma baik kita selama ini. Hal-hal lain yang sifatnya mendukung pun menjadi modal kejiwaan kita selanjutnya. Jiwa kita diuji dan teruji manakala ada gejala-gejala penyakit ini bermunculan tak terkendali. Apakah yang dapat kita perbuat? Berdaimokulah sebanyak-banyaknya untuk mengisi waktu luang alias menganggur selama sakit. Ada seorang anggota yang dapat berdaimoku sampai empat jam sehari ketika sedang menunggu operasi. Hal ini berlangsung berbulan-bulan. Langkah kedua, kita harus menerima dengan tabah dan penuh yakin bahwa saya dapat mengatasi penyakit ini. Jangan biarkan iblis masuk alias mengambil peluang. Yakini bahwa Nammyoho-renge-kyo bagaikan auman singa yang dapat menghalau segala macam hewan lainnya. Ingatlah kutipan gosyo: Saddharma-pundarika-sutra ibarat rajanya singa, raja segala macam hewan. Kaum wanita yang mempertahankan rajanya singa Saddharma-pundarika-sutra tak perlu takut pada ratusan binatang seperti segala Neraka, Kelaparan, Kebinatangan dsb. (Surat Balasan kepada Senniciama Goze)
Secara lebih khusus, “Nam-myoho-renge-kyo bagai raungan singa sehingga penyakit bagaimanakah dapat mengganggunya?� (Surat Balasan kepada Kyo O Dono). Yakinilah kita tetap memiliki jiwa Buddha yang sangat kuat, yang dengan berdaimoku akan terbangkitkan melawan gejala-gejala penyakit apapun yang aneh-aneh. Simaklah kutipan gosyo sebagai berikut : 80
Samantabadra | September 2014
Segenap umat manusia di Jambudwipa adalah orang-orang sakit. Akan tetapi ada obat Saddharma-pundarika-sutra. Dalam tiga hal sudah terbukti kecocokannya mana mungkin diri Anda tidak terselamatkan? (Surat kepada Takahasyi Nyudo) Dengan bersakit itu kita dapat lebih memperdalam syinjin kita. Begitu bimbingan dalam salah satu gosyo ybl., ‌ orang yang berpenyakit dapat menimbulkan hati yang menuntut jalan kebuddhaan. Di bagian lain dikatakan, ‌ karena penyakit itu siang dan malam selalu timbul keinginannya untuk menjalankan hati kepercayaan, sehingga percaya kepada Saddharmapundarika-sutra (Surat Balasan kepada Myosyin Ama Goze). Ada juga orang terkena penyakit malah semakin panjang hidupnya, karena yang bersangkutan. berusaha mengobati penyakitnya sehingga akhirnya ia lebih berhati-hati menjaga kesehatannya. Niciren Daisyonin mengingatkan, Di antara semua penyakit, Buddha paling memprihatinkan Kelima Dosa Besar, Icchantika, dan pemfitnahan Dharma sebagai penyakit yang terberat. Artinya penyakit yang muncul itu sungguh berat sehingga sukar disembuhkan secara medis. Bagaimana menyikapi penyakit seperti ini? Perlu pendekatan kejiwaan via syinjin kepada Gohonzon, tentunya diiringi sikap tobat yang tulus. Kita perlu mengkaji sumber penyakit di dalam jiwa sebagai bawaan karma [masa lampau]. Ini sesuai dengan kutipan gosyo di atas soal 6 sebabpemicu penyakit. Ada hal-hal yang tak dapat dijelaskan dengan pola berpikir yang linier/lurus. Kita perlu kanjin, diiringi sikap tobat yang tulus, berdaimoku di depan Gohonzon melihat ke dalam diri mengenai sifat, kebiasaan, dan avidya/kesesatan jiwa kita. Termasuk di sini perasaan dan emosi negatif terhadap anggota keluarga lain dan atau rekan sekerja yang merupakan orang-orang terdekat dan sering ditemui sehingga menimbulkan timbunan karma pemfitnahan Dharma yang tak disadari yang bersangkutan. Karma berkaitan erat dengan gaya hidup seseorang: merokok, minum minuman keras, makan tidak teratur, kurang tidur, terlalu banyak mengkonsumsi daging, kurang sayuran hijau dan buah-buahan. Jangan lupa faktor olahraga. Manusia banyak mengikuti Tiga Racun: Serakah, Marah dan Bodoh-batin sehingga mengambil salah satu gaya hidup ini. Selain itu, kesabaran yang didasari perasaan menerima menjadi kunci pokok menghadapi penyakit berat. Jika tidak, erangan, keluhan dan sumpah serapah akan bermunculan. Kesabaran memang bagian dari watak sebagian manusia. Tidak semua orang dapat bersabar. Namun, kesabaran dapat dipelajari apalagi dengan bersumber pada Nam-myoho-renge-kyo. Icinen sabar, tabah dan tahan akan mengatur kondisi fisik kita, betapapun buruknya, sebagai dampak penyakitnya. Janganlah disamakan dengan kondisi fisik kita pada 30 tahun yang lalu. Sewajarnya jasmani kita sudah jauh menurun sejalan dengan tingginya usia. Solusi atas penyakit akan muncul dan bermunculan ketika perasaan kita dapat terkendali dan teratur dengan icinen positif ini. Sungguh icinen ini bagaikan penulis mahir yang dapat menggambari apapun dengan indahnya. Terjadinya penurunan kondisi jasmani karena penyakit degeneratif-kronis sebagai bagian kecil dari proses lahir-tua-sakit-mati kita sikapi dengan icinen sabar, tabah dan tahan bermuara pada Dharma myoho-renge-kyo. Tingkatkan terus kualitas jiwa kita ketika sedang menderita apapun. Janganlah menyerah. Ketika ada upaya, di situ ada harapan. “Nam-myoho-renge-kyo bagai raungan singa sehingga penyakit bagaimanakah dapat mengganggunya?â€? (Kyanne Virya)
September 2014 | Samantabadra
81
sharing
Kyanne Virya
“Thank you, NSI!”
C
oming to October 2014, we feel great. NSI has been 50 years old, half century old! What have we got by joining this particular Buddhist organization? I guess we have got lots of things, ranging from spirit, encouragement, being knowledgeable up to self-actualization. Lots of benefits, merits and blessings could be presented in front of us. In my opinion, joining NSI has given a lot of things from organizational stuff up to self-development in line with Kosenrufu and Issho Jobutsu. Let me tell you my experience since the beginning of my shinjin career. My mother and late father received the Gohonzon in 1968. I joined NSI myself in 1975 in the beginning of my Junior High School years once our father came back from a Tozan. There was an intrinsic motivation that moved me to learn how to chant gongyo from my mom by being excited to see so many new kyobons around. The books had inspired me to learn gongyo.
82
Samantabadra | September 2014
I joined so many Zadankais/ meetings ranging from the youth or students up to the shibu which was attended by senior citizens. Some youth leaders would come to my house to visit me. They would encourage my shinjin and practices. As a beginner, their support really gave me a lot. I continued coming to the zadankais. I started with attending the Students Meeting, continued with the zadankais held for adults, such as Chiku and Shibu Zadankais. Not only that, but I joined Pencak Silat as the youngest member; the rest were the gentlemen. Some of them have passed away. A few are left now. Could you imagine how old they were when they joined Pencak Silat? They were about 30s. Now they have been 70s. Not only that, but I participated in Gamelan around 1977. The teacher was Pak Oman. Most of the players were those gentlemen from Pencak Silat. Why did we do so? These were some cultural activities to apply one of the doctrines of the Daishonin. NSI members refer to the gosho quotation: I will be the pillar of Japan. I will be the eyes of Japan. I will be the great ship of Japan. This is my vow, and I will never forsake it! (The Opening of the Eyes). No
matter wherever and whenever we are, we should uphold and protect the national culture of the local community. That’s why Nichiren Shoshu members all over the world cultivate and develop any aspect of the national culture of each community. This reminds me of another activity dealing with Public Relations with the local administration of Bogor Municipality. In 1977, the mayor then, Pak Suratman, was so cooperative that he facilitated our Sundanese dancers. He supported our activities by inviting us to perform in front of the bureaucrats and public. Behind this Public Relations was Pak Suhadi, our present NSI chairman, who was so wholeheartedly to propagate our Secret Law to the bureaucrats in the Bogor Municipality Administration under the Mayor Pak Suratman. His good will based on the Ichinen to uphold Kosenrufu with a good people skill had met a good bureaucrat. I learn a lot about his people skill so that everybody in a unit of local government knows him. This is due to his Buddhist practice with the Gohonzon. This action is in reference to a gosho quotation that all these
are not due to the Daishonin’s dignity, but the excellence of the Lotus Sutra. During this era, there was Sisingaan Dance taken from Subang. This involved over 20 youngsters. This dance had been performed so many times in public. In addition, NSI around Jabotabek opened Boy Scouts and Girl Guides movement to educate the youth starting from primary school children up to university students in the early 1980s. What we learned have shaped our character now of being efficient and effective in all aspects of life by not wasting time and material. Many of the members have become managers even directors of the companies in Jakarta and Bogor. In 1983, the government stipulated that Vesak should become a public holiday to satisfy Buddhists in addition to the Seclusion Day for Hindus. This moment made the NSI youth to do more propagation of the doctrines to the public by making hundreds of banners to be mounted all over the cities around Jabotabek.
We notice that “Only the ship of Myoho-renge-kyo enables one to cross the sea of the sufferings of birth and death.” Joining NSI will take us to cross the sea of the sufferings from the simplest things in our routines as a community member, to the matter of birth and death by the end of our present existence. No matter how hard our life is, we could survive and become the winner in this life. As a Buddha as well as a poet, the Daishonin describes the ship as follows :
My beloved family photo; with my Mom, my wife, and my three children. The flow of shinjin continues in our family.
The Lotus Sutra speaks of “someone finding a ship in which to cross the water.” This “ship” might be described as follows: As a shipbuilder of infinitely profound wisdom, the WorldHonored One of Great Enlightenment, the lord of teachings, gathered the lumber of the four flavors and eight teachings, planed it by honestly discarding the provisional teachings, cut and assembled the planks, forming a perfect unity of both right and wrong, and completed the craft by driving home the spikes of the one true teaching that is comparable to the flavor of ghee. Thus he launched the ship upon the sea of the sufferings of birth and death. Unfurling its sails of the three thousand realms on the mast of the one true teaching of the Middle Way, driven by the fair wind of “the true aspect of all phenomena,” the vessel surges ahead, carrying aboard all people who can “gain entrance through faith alone.” The Thus Come One Shakyamuni is at the helm, the Thus Come One Many Treasures takes up the mooring rope, and the four bodhisattvas led by Superior Practices row quickly, matching one another as perfectly as a box and its lid. This is the ship in “a ship in which to cross the water.” Those who are able to board it are the disciples and lay supporters of Nichiren. Believe this wholeheartedly. (A Ship to Cross the Sea of Suffering)
What I feel now after involving myself in the process of Kosenrufu and Issho Jobutsu is that I am grateful, satisfied and established. I have got married to a supportive wife, Murni with 3 great children: Marvel, Ovidian and Fenella; each child has his/her own pluses. I am now a branch manager of a leading language school, LIA, with all bright ideas as part of the wisdom I get from the Buddhist practices. All the administrative things I have learned from NSI. These have been of use in my daily work as a leader and manager. I couldn’t agree more that these are the merits, blessings and benefits of the faith in the Gohonzon of the Sandai Hiho/Three Great Secret Laws. All in all, facing the fiftieth year of our NSI organization establishment since 1964, I would appreciate it as the infrastructure of the propagation of the Gohonzon of the Sandai Hiho/Three Great Secret Laws. Being part of NSI has given me a lot of things from administrative points up to self-concept in respect of Kosenrufu and Issho Jobutsu. Nam-myoho-renge-kyo. eee September 2014 | Samantabadra
83
opinion
Young Love “I love you without knowing how, or when, or from where. I love you simply, without problems or pride: I love you in this way because I do not know any other way of loving but this, in which there is no I or you, so intimate that your hand upon my chest is my hand, so intimate that when I fall asleep your eyes close.” ― Pablo Neruda, 100 Love Sonnets
Love itself is a variety of different feelings, states, and attitudes that range from interpersonal affection (e.g. “I love my Mother.”) to pleasure (e.g. “I love that food.”). It can also refer to a strong emotion or a strong attraction to something or “someone” or it can also be a personal attachment. In Ancient Greek, there is four kind of love which are: kinship or familiarity (Greek: storge), friendship (philia), sexual and/or romantic desire (eros), and finally selfless or divine love (agape). Modern authors has also found other variety of romantic love. Western traditions has also found many similar variety.
Love Comes to Good People If you want to find the right love for you, you must be a good person first. Your attitude must be good and be the kind of a person that try to understand others, also believe in your self. Have some confidence.
84
Samantabadra | September 2014
We may want a person who love us has all the good characteristics, such as a good attitude, faithful, cheerful, kind, honest, not noisy, caring, and more good things we expect. However, we learn from the Buddha that all the good and bad things are attracted by our own mind and attitude. So, in order to attract a good person to love you, firstly you need to be the one you expect others to be. To some extent, it is a good thing if we can make a relationship with a person that has a common faith as you. As in NSI, you can do syinjin together (chanting gongyo and daimoku together), supporting and motivating each other under the guidance of Buddha Niciren. Maintaining a Good Relationship The approaching process may be difficult for youth who has just enganged with the so-called calf love. However, soon enough, you will see
that maintaining a good relationship is harder by much. You may see that your couple eventually is not as good as you thought, or saw during the approaching process. At that time, you will start to compare your couple with others, thinking about how your couple should have been doing. Your ego plays. At this point, a deep faith to Nammyohorengekyo will help you realize to look back at yourself instead of pointing out what others should do. A Reminder At bottom line, we have to remember that a relationship, especially at young age (teenager), is not a priority in your life. Don’t fall into a lifestyle exposure that sees having a relationship as a must at young age. What we need to do is, make as many friends as we can, and treat them well, because friendship last longer.
(Jason, Feny)
Catatan
September 2014 | Samantabadra
85
resep
Kacang Mede Oleh : Ibu Oking D, Bogor
Bahan A : 500 gram Kacang Mede
Bahan B : 40 gram bawang putih 10 gram penyedap rasa ½ sdt garam 1 sdt baking powder
Bahan C : 75 gram gula pasir 35 CC putih telur
Bahan D : 75 gram tepung terigu
Berita Duka Cita
Cara Membuat : 1. Kacang mede direndam dengan air panas, lalu tiriskan dan keringkan. 2. Bahan B dihaluskan. 3. Kocok bahan C sampai kental, lalu masukkan bahan B. 4. Satukan kacang mede, lalu taburi dengan terigu. 5. Goreng dalam minyak panas sampai agak kekuningan, lalu diangkat, dan didinginkan. Simpan di toples. 6. Atau digoreng, baru kasih terigu.
Ibu Yunani Dani Meninggal pada usia 71 tahun 26 Juni 2014 Umat NSI Daerah Gajah Mada DKI Jakarta
Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha. Nammyohorengekyo.
86
Samantabadra | September 2014
Kornea mata almarhum Ibu Yunani diberikan ke pihak Bank Mata oleh pihak keluarga, didampingi oleh Ibu Daerah NSI Gajah Mada.
Jadwal Kegiatan Susunan NSI
Bulan September 2014 TGL HARI 1 Senin 2 Selasa 3 Rabu
JAM KEGIATAN 13;00 Pendalaman Gosyo
19:00 Pendalaman Gosyo Penceramah 19:00 Pendalaman Gosyo Koord. GM Jabotabekcul
Kamis Jumat 19:00 Ceramah Gosyo Sabtu Minggu 10:00 Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul 10;00 Pertemuan Anak‐anak 10:00 Daimoku Bersama 14:00 Rapat Koordinator Lansia 8 Senin 19:00 Pelajaran Pimpinan Daerah & Cabang 9 Selasa 14:00 Pertemuan Wanita Umum 10 Rabu 19:00 Pertemuan Ibu/Wanita Karier 19:00 Pertemuan Pria Umum 11 Kamis 12 Jumat 19:00 Pertemuan Cabang 13 Sabtu 14 Minggu 10:00 Pertemuan Anak‐Anak Daerah / Kelompok 15 Senin 19:00 Pelajaran Pimpinan Anak Cabang / Ranting 16 Selasa 17 Rabu 14:00 Pertemuan Wanita Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Pria Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Koord. Generasi Muda Jabotabekcul 18 Kamis 19 Jumat 19:00 Pertemuan Anak Cabang / Ranting 20 Sabtu 19:00 Pertemuan PK‐2 21 Minggu 10:00 Pertemuan Generasi Muda Daerah/Kelompok 14:00 Pertemuan Lansia Umum 22 Senin 19:00 Pertemuan 4 ( empat ) Bagian 23 Selasa 24 Rabu 14:00 Pendalaman Gosyo Untuk Dharmaduta 19:00 Musyawarah DPW & DPD 25 Kamis 26 Jumat 19:00 Musyawarah DPD 27 Sabtu Kensyu Gosyo Umum 28 Minggu Kensyu Gosyo Umum 29 Senin 13;00 Pendalaman Gosyo 30 Selasa 4 5 6 7
TEMPAT lt 2 V. Sadaparibhuta
KET
lt 2 V. Sadaparibhuta lt 2 V. Sadaparibhuta
Pusat Pusat
V. Sadaparibhuta lt 1 V. Sadaparibhuta lt 2 V. Sadaparibhuta lt 2 V. Sadaparibhuta lt 2 V. Sadaparibhuta Lt.1 , Gd. STAB
Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat
G. Baru Lt. dsr
Pusat
Daerah Masing²
Daerah Masing²
Daerah Masing² Daerah Masing² RRBP Daerah Masing² Daerah Masing² Cetya Fajar Daerah Masing²
Pusat Pusat
Pusat
Daerah Masing² V. Saddharma V. Saddharma lt 2 V. Sadaparibhuta September 2014 | Samantabadra
87
Vihara & Cetya
BALAI PUSAT NSI
Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782 PROVINSI LAMPUNG Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728 PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903
88
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia
Vihara Vimalakirti Muncul Diresmikan 3 Mei 1986 Dipugar 28 okt 2007 Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Vihara Vimalakirti Cisauk Depan SMU 1 Serpong Desa Setu (Muncul) – Kec. Cisauk Kabupaten Tangerang Telp. (021) 75872730 Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Rajawali Jl. Ampera IV No. 12 RT 005/RW 09 Jakarta Utara Telp. (021) 64710728, 6401168 Cetya Tanjung Priok Jl. Deli No. 31, Tanjung Priok – Jakarta Utara Telp. (021) 4356309 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969 PROVINSI JAWA BARAT Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034
Samantabadra | September 2014
Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319 Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 4 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851 Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821 Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Jl. Merdeka, No. 57 RT 05/03 Kel. / Kec. Lemah Wungkuk Kabupaten Cirebon Telp. (0231) 202793 PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo
Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340 Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682 Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201 Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Ponorogo Jl. Ontorejo 93 Kabupaten Ponorogo Telp. (0352) 681241
Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen
Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan
Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang
Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan
Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali
Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep
Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo
PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510