Samantabadra 2014-12

Page 1

Samantabadra W

SAMANTABADRA |DESEMBER 2014 | NOMOR. 251

Umat NSI lintas generasi dalam Gerak Jalan Kerukunan Antarumat Beragama “50 Tahun NSI” di Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat. 19 Oktober 2014.

alau seseorang kurang memiliki pengetahuan, selama ia menyebut Nammyohorengekyo, dapat menghindarkan diri dari jalan buruk; seperti

bunga teratai yang berpaling ke arah matahari, walaupun bunga teratai tidak bermaksud menuju ke arah itu; atau seperti sejenis pisang raja yang tumbuh sejalan dengan gemuruh guntur. Walaupun tumbuhan ini tidak mempunyai telinga untuk mendengar. Sekarang kita bagaikan bunga teratai atau pisang raja itu, dan Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra bagaikan matahari atau guntur. (Surat Perihal Daimoku dari Saddharmapundarika-Sutra)

gosyo kensyu SURAT PERIHAL DAIMOKU DARI SPS liputan AUDIENSI KU NSI DENGAN GUBERNUR DKI JAKARTA liputan GERAK JALAN KERUKUNAN DAN SYUKURAN “50 TAHUN NSI”

MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT

PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA

Desember

2 0 1 4

12 # 251


Pagelaran Seni Syukuran 50 Tahun NSI


Samantabadra Samantabadra Umat NSI lintas generasi dalam Gerak Jalan Kerukunan Antarumat Beragama “50 Tahun NSI” di Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat. 19 Oktober 2014.

W

SAMANTABADRA |DESEMBER 2014 | NOMOR. 251

daftar isi

alau seseorang kurang memiliki pengetahuan, selama ia menyebut Nammyohorengekyo, dapat menghindarkan diri dari jalan buruk; seperti

bunga teratai yang berpaling ke arah matahari, walaupun bunga teratai tidak bermaksud menuju ke arah itu; atau seperti sejenis pisang raja yang tumbuh sejalan dengan gemuruh guntur. Walaupun tumbuhan ini tidak mempunyai telinga untuk mendengar. Sekarang kita bagaikan bunga teratai atau pisang raja itu, dan Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra bagaikan matahari atau guntur. (Surat Perihal Daimoku dari Saddharmapundarika-Sutra)

gosyo kensyu liputan liputan

MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT

SAMBUTAN Menag RI: Syukuran 50 Tahun NSI Menag RI: Gerak Jalan Kerukunan “50 Tahun NSI” CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Ketua Dharma NSI Dharma Duta

LIPUTAN Gerak Jalan Kerukunan “50 Tahun NSI” Kensyu dan Syukuran 50 Tahun NSI MB Mandarava NSI pada Parade Kebangsaan Kemensos RI KU NSI Saksi Ahli di MK KU NSI Nara Sumber Diskusi Anti Korupsi Audiensi KU NSI dan Gubernur DKI Jakarta GM NSI pada STG Tingkat Provinsi DKI Jakarta dan Nasional 2014 Penggunaan Kembali Vihara Vimalakirti NSI Bandung

2 4 7 9 14

16 19 21 22 23 24 25 27

Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami di : Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia

SURAT PERIHAL DAIMOKU DARI SPS AUDIENSI KU NSI DENGAN GUBERNUR DKI JAKARTA GERAK JALAN KERUKUNAN DAN SYUKURAN “50 TAHUN NSI”

PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA

Desember

2 0 1 4

Desember 2014

Halaman Muka

G

Ketua Umum NSI memberikan kaligrafi Mandarin sebagai bentuk apresiasi dan dukungan kepada Gubernur DKI Jakarta yang baru menjabat. Berita selengkapnya di halaman 24.

12 # 251

MATERI AJARAN Gosyo Kensyu Surat Perihal Daimoku dari SPS Gosyo Cabang Surat Balasan Kepada Myoichi Ama Goze Forum Diskusi Segala Sesuatu Dapat Diterima Dengan Ringan CERMIN KEHIDUPAN Nitya Citrawati: Saya Ada Sampai Hari Ini, Karena Gohonzon

28 65

16

68

72

WAWASAN Uji Materi UU No. 1 Tentang Perkawinan Dalam Perspektif Buddhis 77 NSI Post-50 Years & The New Indonesia’s Govt. 79 RESEP Baso Emplung

DUKA CITA JADWAL KEGIATAN VIHARA DAN CETYA NSI

19

82

22

82 83 84

PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENASEHAT Suhadi Sendjaja PENANGGUNG JAWAB Sumitra Mulyadi PEMIMPIN REDAKSI Minto WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Samanta KONTRIBUTOR Silviani, Kyanne Virya, Wantie, Vinni. STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999

24

Desember 2014 | Samantabadra

1


sambutan

SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI DALAM RANGKA SYUKURAN PERINGATAN 50 TAHUN PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA (NSI) Asalamu’alaikum Wr. Wb. Namo Buddhaya, Nammyohorengekyo Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, Para Tamu undangan yang saya hormati dan hadirin sekalian yang berbahagia. Marilah kita bersama-sama memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah dan rahmat-Nya, kita masih memperoleh kekuatan serta kesehatan, sehingga kita dapat mengabdi kepada bangsa dan Negara. Pada hari ini saya merasa bangga dapat berkumpul bersama para Tokoh Agama Buddha, serta umat Buddha Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia dalam suasana guyub dan bahagia. Saudara-saudara sekalian, Peringatan 50 tahun NSI merupakan peringatan emas, sekaligus simbol kedewasaan diri, baik dalam berorganisasi maupun dalam pembinaan dan pelayanan umat Buddha Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia. Oleh karena itu, saya turut berbahagia dan mengucapkan terima kasih atas peran serta PBDNSI dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang berkeadaban ini. Pemerintah, khususnya Kementerian Agama RI perlu memberikan perhatian terhadap organisasi keagamaan yang memiliki peran penting dalam pembangunan moral keagamaan seperti ini. Dalam hal ini Kementerian Agama RI melalui Ditjen Bimas Buddha memiliki program yang salah satunya pemberian pembinaan kerukunan intern umat Buddha. Hal Ini merupakan bentuk apresiasi kami selaku pemerintah yang diberikan kepada umat Buddha dalam pembinaan kerukunan, dan pengembangan Buddha Dharma. Saudara-saudara sekalian, Saya juga menyambut baik dalam peringatan 50 tahun Parisadha Buddha Dharma Niciren Syusyu Indonesia (NSI) dengan menggelar kesenian daerah yang bernuansa kebhinekaan. Seni dan Budaya yang membawa suasana penuh kedamaian dan ketenangan. Pentas seni seperti ini memiliki arti penting untuk mengingatkan kita semua bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar. Dari sini perlu kita ingat bahwa bangsa dan Negara yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah dan menjunjung tinggi seni dan budayanya sendiri. Selain itu, kesenian juga merupakan salah satu sarana penting dalam menjaga dan mengembangkan nilai-nilai ajaran agama dan budaya luhur di tengah kehidupan masyarakat. Karena kesenian bukan hanya melibatkan dimensi estetika, tapi juga melibatkan 2

Samantabadra | Desember 2014


dimensi spiritual. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan Negara-Bangsa yang relijius dan menjunjung tinggi spiritualitas. Meski memiliki beragam suku, agama, dan ras, namun semua senantiasa hidup bersatu dalam kebhinekaan serta mampu memelihara dan meningkatkan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Saudara-saudara sekalian, Peringatan 50 tahun NSI ini jatuh pada bulan Oktober yang bertepatan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda. Hal ini sekaligus menjadi momentum kita untuk meneguhkan kesatuan dan persatuan kita semua, serta momentum untuk menumbuhkembangkan jiwa patriotisme dan nasionalisme terhadap satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa yakni Indonesia. Saudara-saudara sekalian, Kepada Pengurus dan umat Parisadha Buddha Dharma Nichiren Shoshu Buddha Dharma Indonesia, semoga acara syukuran Peringatan 50 tahun ini merupakan upaya tugas mulia dan pengabdian pada agama, masyarakat, bangsa dan Negara untuk membangun jati diri bangsa dan Negara yang kita cintai. Demikian pesan, harapan, dan ajakan saya pada kesempatan yang mulia ini. Akhirnya, seraya memohon ridha Tuhan Yang Maha Esa, pada acara Syukuran peringatan 50 tahun Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia saya ucapkan selamat atas terselenggaranya Syukuran 50 Tahun NSI 26 Oktober 2014. Semoga Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa memberikan rahmat dan perlindungan-Nya kepada bangsa dan Negara kita. Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Namo Buddhaya. Nammyohorengekyo. Jakarta, 26 Oktober 2014 Menteri Agama RI

Lukman Hakim Saifuddin

Desember 2014 | Samantabadra

3


sambutan

SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI DALAM RANGKA GERAK JALAN KERUKUNAN “50 TAHUN”

PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA (NSI) Asalamu’ alaikum Wr. Wb, Namo Buddhaya, Nammyohorengekyo, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, Para Tamu undangan yang saya hormati; Para Peserta Gerak Jalan Kerukunan, 50 Tahun NSI yang berbahagia. Marilah kita bersama-sama, memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, kita masih memiliki kesehatan serta kekuatan untuk melanjutkan kehidupan, karya, tugas, dan pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa dan negara. Kita juga patut bersyukur, karena pada hari ini kita dapat berkumpul bersamasama dengan para tokoh agama dan umat Buddha dalam suasana yang penuh kedamaian, persahabatan, dan kerukunan.

Saudara-saudara sekalian yang berbahagia, Setelah 50 tahun berdiri, Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (PBDNSI) telah dan terus memberikan sumbangsih yang besar kepada umat Buddha khususnya dan kepada seluruh bangsa Indonesia pada umumnya. Pendirian NSI sendiri memang bertujuan untuk membangun bangsa Indonesia secara keseluruhan, bukan untuk menciptakan kehidupan yang ekslusif dan tidak peduli pada bangsa dan negara. Karena itulah, di akhir nama organisasi PBDNSI ada kata “Indonesia”, sehingga perjuangan dan langkah-langkah organisasi ini harus sejalan dan juga memperkuat cita-cita negara Indonesia sebagai bangsa yang majemuk, toleran, dan damai. Saudara-saudara sekalian yang berbahagia, Maaf seribu maaf jika saya salah mengucap atau salah mengeja, ajaran-ajaran Buddha aliran Nichiren Syosyu, seperti maitri karuna (welas asih), icien bodai soyo (anugerah untuk seluruh umat manusia), dan esyo funi (ketidakterpisahan 4

Samantabadra | Desember 2014


manusia dan alam) telah nyata-nyata memberikan sumbangsih yang besar kepada seluruh bangsa Indonesia untuk mencintai sesama dan mencintai lingkungan alam, dalam kehidupan yang penuh kedamaian, kerukunan, dan persahabatan. Ajaran agama Buddha dan ajaran agama-agama lain yang ada di Indonesia yang mendorong toleransi dan kekeluargaan telah menjadi perekat utama dari keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu, dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya mengajak kepada diri saya khususnya dan kepada seluruh umat Buddha untuk selalu mengedepankan dan mensosialisasikan ajaran-ajaran agama yang menjunjung tinggi kerukukan. Apalagi bangsa Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa, bahasa, dan ras. Tanpa ajaran agama yang toleran, seperti yang sudah diperjuangkan umat Buddha melalui NSI, bangsa kita akan mudah tercerai berai dalam kubangan perpecahan dan konflik, yang sudah pasti akan merugikan kita semua. Jika sudah pecah, sangat sulit bagi kita semua untuk mempersatukan kembali. Pengalaman sejarah membuktikan bahwa sekurang-kurangnya kita membutuhkan 350 tahun untuk mempersatukan kembali bangsa kita dari berbagai perpecahan. Karena itu, sekali lagi, kita tidak boleh bermain-main, apalagi meremehkan, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sekali kita terjerumus pada perpecahan, maka risikonya akan sangat besar, karena setidak-tidaknya membutuhkan beberapa generasi untuk memperbaikinya.

Saudara-saudara sekalian yang berbahagia, Saya menyambut gembira GERAK JALAN KERUKUNAN ini. Pertama karena, acara ini menjadikan kerukunan sebagai tagline. Ini berarti PBDNSI masih berada di garis terdepan untuk menciptakan kehidupan yang beragama yang penuh kerukunan. Kerukunan adalah modal dasar kita untuk membangun bangsa dan negara menuju keadilan dan kesejahteraan bersama. Kedua, GERAK JALAN KERUKUNAN juga bermakna bahwa kerukunan beragama di Indonesia harus terus bergerak dan berjalan sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa, juga citacita para pendiri NSI. Elemen bangsa Indonesia, termasuk NSI, tidak boleh kalah terhadap mereka yang intoleran dan selalu menagung-agungkan perbedaan dan permusuhan di antara sesama anak bangsa. Ketiga, GERAK JALAN KERUKUNAN juga bermakna perjuangan untuk meraih kesehatan jasmani dan ruhani. Salah satu ciri dari Manusia Indonesia seutuhnya adalah manusia yang sehat jasmani dan rohani. Sehat Jasmani dapat diraih melalui kesehatan rohani, dengan meningkatkan keyakinan, memiliki pikiran positif, serta menjalankan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pula sebaliknya, kesehatan rohani harus didukung dengan kesehatan jasmani, sehingga kita punya energi yang besar untuk terus memasyarakatkan pemikiran yang positif. Sekali lagi, kami selaku pribadi maupun pemerintah menyambut baik Desember 2014 | Samantabadra

5


sambutan kegiatan gerak jalan kerukunan ini, karena selain bertujuan untuk memperoleh kesehatan, juga menambah kerukunan dan menjaga hubungan yang baik di antara intern umat Buddha khususnya dan antar umat beragama umumnya. Selayaknya, kegiatan yang baik ini dapat terus dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan. Kualitas penyelenggaraan dan kuantitas peserta juga perlu terus ditingkatkan, dengan mendatangkan peserta dari berbagai manca negara, sehingga kelak acara ini menjadi even berskala internasional. Walau begitu, kami juga perlu mengingatkan bahwa acara ini merupakan bagian dari upaya untuk mencapai tujuan bersama, yaitu meningkatkan kerukunan kehidupan beragama di Indonesia, dalam rangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, meskipun kelak acara ini sudah berskala internasional, kita tetap mengingat tujuan dasar diadakannya acara seperti ini. Saudara-saudara sekalian yang berbahagia, Demikian sambutan ini disampaikan, semoga kegiatan ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kita semua. Semoga Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa memberikan rahmat dan perlindungan-Nya kepada bangsa dan Negara kita. Selamat bergerak jalan dalam kerukunan. Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia. Namo Buddhaya. Nammyohorengekyo

Jakarta, 19 Oktober 2014 Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin

6

Samantabadra | Desember 2014


ceramah gosyo

Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja “Surat Balasan Kepada Kyo’o Dono” Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 24-26 Oktober 2014

Nammyohorengekyo,

Selama ini NSI melakukan konsolidasi dari tahun 1994 sampai dengan Kensyu dalam rangka sekarang, tahun 2014, di hari jadi NSI yang ke-50 usianya yang ke-50 tahun, tahun dihadiri oleh umat NSI dari 13 provinsi. Semua NSI semakin solid dan eksis dalam memfasilitasi umat peserta tiba di Mahavihara terhadap kebutuhan ibadah. Saddharma NSI dengan sehat dan gembira. Generasi Terima kasih kepada segenap umat dan pengurus muda NSI yang hadir juga NSI, sehingga kita bisa banyak sekali. Hubungan bersama-sama berkumpul persahabatan di antara di sini. Hal ini bukanlah para umat NSI di seluruh sesuatu yang bisa dicapai tanah air perlu selalu dengan begitu mudah. Hal dikembangkan, sehingga ini merupakan hasil dari terbangun hubungan segala kesungguhan hati emosional. Bagi generasi yang dilaksanakan oleh muda, ketika kalian umat NSI sekalian. Pada 50 besar, jaringan sosial ini tahun NSI, kita menetapkan menjadi sangat berarti. sebuah tema yaitu “Berjalan Indonesia begitu luas, di atas Jalan Dharma tapi kalian sudah punya Sesungguhnya menuju teman di 13 provinsi. Ini Indonesia Jaya”. Ini adalah adalah harta yang sangat hakekat dari keinginan berarti. Apalagi sekarang Buddha Niciren Daisyonin teknologi komunikasi agar manusia pada masa begitu maju, memelihara akhir dharma dapat menuju komunikasi bisa dilakukan kebahagiaan. dari jarak yang berjauhan Buddha Niciren menggunakan telepon dan Daisyonin muncul ke internet. dunia ini tujuannya

hanya satu, yaitu memberitahukan bahwa Ajaran Sesungguhnya dari Buddha Sakyamuni adalah Nammyohorengekyo. Itulah sikap NSI selama tahun 1964 sampai 2014. Kita berusaha berjalan di atas Jalan Dharma Sesungguhnya berdasarkan gosyo-gosyo Buddha Niciren Daisyonin. Mengenai Hubungan Darah, Niciren Daisyonin menjelaskan, kekuasaankekuasaan keagamaan yang bertujuan untuk kepentingan pribadi atau kelompok akan memecah belah susunan, sehingga muncul susunan-susunan lain. Namun sampai sekarang NSI tetap eksis, tetapi bertambah besar setelah 20 tahun (dari tahun 1994-2014). Sekarang NSI sudah punya 56 Vihara Vimalakirti. Ini adalah hasil kekuatan umat NSI sekalian yang berjalan di atas Jalan Dharma Desember 2014 | Samantabadra

7


ceramah gosyo yang Sesungguhnya. Dari sikap hidup kita, orang bisa melihat kekuatan Gohonzon. Kalau kita sungguhsungguh Syinjin, kita pergi kemana saja tak ada rasa takut. Di Bali ada seorang Ibu, namanya Ibu Aha, Beliau orangnya pendiam, datang ke pertemuan dari rumahnya jalan kaki selama empat jam, sampai polisi yang di jalan sudah kenal. Dia datang ke Vihara untuk Daimoku saja. Beliau ikut berangkat ke Jepang, tujuannya di samping ikut rombongan, dia pun ingin bertemu dengan anaknya yang bekerja di Jepang. yang hebat adalah Ibu ini membawa satu karung Samantabadra untuk anaknya di Jepang. Ini adalah kesungguhan hati dari Ibu ini yang ingin

8

Samantabadra | Desember 2014

membawakan Hukum Buddha untuk anaknya. Ini adalah gambaran kesungguhan hati kepercayaan dari Ibu ini. Hari ini Ibu ini lebih sehat dari dulu, anaknya ikut Kensyu Tahun Baru. Dia menuliskan icinennya di pohon Icinen bahwa “tahun depan saya mau menikah� dan ternyata begitu dia ikut TGM, berkenalan dengan GM Putri dari Tangerang dan jadi menikah dan sekarang Ibu Aha sudah punya cucu dan anak yang di Jepang sekarang sudah pulang. Begitu besar kurnia dari Gohonzon membuat kita yang betul-betul percaya, kemana saja kita bisa pergi dengan tenang, tak ada rasa takut.

Kalau diibaratkan, Gohonzon seperti pedang yang tajam, tapi kalau yang pegang penakut, tak ada gunanya. Pedang yang tajam harus dipegang oleh orang yang berani, baru pedang itu berguna. Gohonzon juga seperti pedang yang tajam, tapi kalau dipegang oleh orangorang penakut, tak berani percaya, maka manfaat dari Gohonzon yang begitu besar keagungannya tak terasa oleh kita. Maka kita harus menjadi orang yang berani percaya, harus betul-betul menjadi orang yang betulbetul berani percaya. eee


Rangkuman Ceramah Ketua Dharma NSI Bapak Sumitra Mulyadi “Surat Balasan Kepada Kyo’o Dono” Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 24-26 Oktober 2014

Nammyohorengekyo,

dalamnya ditegaskan bahwa Gohonzon adalah Jiwa Raga Surat Balsan Kepada Niciren Daisyonin. Maka Kyo’o Dono ini ditulis ditekankan pentingnya sebagai balasan atas kepercayaan dari dasar hati laporan suami istri Syijo kepada Gohonzon. Kingo menegnai keadaan Pada peristiwa penyakit Kyo’o Goze, Tatsunokuchi, Niciren puteri mereka. Walaupun Daisyonin telah surat ini ditujukan kepada menanggalkan pendirian Kyo’o Goze, namun pada sementaraNya dan waktu itu tahun 1273, mewujudkan pendirian Kyo’o Goze masih bayi, sebenarnya sebagai Buddha maka sebenarnya surat Pokok Masa Akhir Dharma, ini diberikan kepada Syijo membuka dan mewujudkan Kingo atau isterinya, Nicigen suasana jiwa Beliau sebagai Nyo. Meskipun pada waktu Kuon Ganjo Jijuyusyin itu Niciren Daisyonin Nyorai. telah berada di rumah Ici Murid-murid Niciren no Sawa Nyudo di daerah Daisyonin pada waktu Icinosawa, Pulau Sado, itu, terutama Syijo Beliau tetap merupakan Kingo mengetahui orang yang tidak bebas bahwa harus membuang karena sedang menjalankan Ajaran Sementara dan hukuman pembuangan, percaya hanya kepada oleh karena itu kiriman Saddharmapundarika-sutra uang dari Syijo Kingo serta menyebut Daimoku diterima dengan sangat sebagai pelaksanaan gembira. Sekalipun surat sehari-hari. Akan tetapi ini tidak panjang isinya mereka sama sekali tidak sangat penting karena di mengetahui bahwa Niciren

Daisyonin adalah Pusaka Pemujaan. Kebanyakan mereka berpikir bahwa Pusaka Pemujaan adalah patung Buddha Sakyamuni, maka dalam surat ini diajarkan apa yang menjadi dasar pokok kepercayaan dan pelaksanaan serta bagaimana sikap yang harus dilaksanakan sebagai kepercayaan yang tepat, maka Gosyo ini amat penting. Berikut ini adalah salah satu kutipan gosyonya. Tepat setelah saya mengharapkan dapat mendengar kabar setelah perjumpaan yang terakhir, bagaikan mengetahui keinginan Saya, Anda mengirimkan utusan dan uang yang berguna untuk segalanya, telah Saya terima dengan baik. Perihal Kyo’o Goze telah saya doakan kepada Dewa Surya dan Dewa Chandra siang dan Desember 2014 | Samantabadra

9


ceramah gosyo malam. Gohonzon yang telah diberikan beberapa waktu yang lalu hendaknya diterima dan dipertahankan. Tidak boleh terlepas dari badan sekejap pun. Raja Singa dikatakan maju tiga langkah mundur satu langkah, baik ketika menerkam semut maupun binatang buas lainnya gairahnya sama. Dalam menulis dan mewujudkan Gohonzon yang sungguh dijaga ini Niciren Daisyonin bersikap tidak lebih rendah dari Raja Singa. Inilah yang dikatakan “segenap kekuatan Raja Singa yang terdapat dalam Bab Bodhisattva Muncul dari Bumi, Saddharmapundarikasutra, hendaknya percaya sungguh-sungguh kepada Mandala ini (Gohonzon) Nammyohorengekyo sama seperti raungan Raja Singa. Penyakit apapun tidak dapat menghalanginya. Dalam kalimat sutra tertera bahwa Hariti dan Dasa Raksasi akan menlindungi orang yang mempertahankan Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra. Jadi Nammyohorengekyo itu bukan sekedar salam, tetapi adalah mantera yang agung. Namun begitu tergantung orang yang menyebutnya, kalau menyebut dengan kesungguhan hati dan 10

Samantabadra | Desember 2014

kepercayaan yang penuh bahwa Nammyohoregenkyo adalah mantera yang agung akan dapat memunculkan Kesadaran Buddha, dibandingkan kalau menyebut aal-asalan saja. Waktu kita Daimoku bisa kita perhatikan, temanteman kita saat Daimoku bersama ada yang asalasalan, tidak dengan kesungguhan hati yang serius, malah kadangkadang sambil sms dan lainlain. Tetapi ada juga yang sungguh-sungguh sehingga hasilnya memberikan efek yang berbeda. Jadi Niciren Daisyonin mengatakan, kalau sungguhsungguh Daimoku dengan penuh kesungguhan hati kepercayaan itu seperti raungan Raja Singa, penyakitpun tidak bisa menghalanginya, karena akan muncul kekuatan dari dasar jiwa kita, akibatnya Hariti dan Dasa Raksasi akan melindungi orang yang mempertahankan Daimoku dari Saddharmapundarikasutra atau Gohonzon. Jadi ketika ada hati kepercayaan kita dari dalam bangkit pasti akan ada perlindungan dari luar. Maka ada atau tidaknya perlindungan tergantung kekuatan hati kepercayaan kita masing-masing. Juga terkabul tidaknya doa kita semua tergantung

dari hati kepercayaan kita masing-masing, semua buka kesalahan Niciren. Jadi artinya kalau sampai tidak ada bukti nyata pasti ada kekeliruan dalam diri kita, atau kurang kesungguhan hati kita, kurang pemahaman kita sehingga pelaksanaan kita kurang tepat, dan tidak memunculkan fungsi perlindungan dari para dewa. Banyak terjadi dalam kehidupan ini, tidak berjalan lancer, senang dan tenang, selalu muncul berbagai kesulitan, karena bagaimanapun karma kita dari masa lampau itu pasti ada dan bermunculan, tergantung kalau kita sungguh-sungguh berdoa, bisa melihat kekurangan diri sendiri dan bisa menerimannya dengan sepenuh hati, tidak dengan keluh kesah atau menuntut Gohonzon yang menyelesaikan semua masalahnya, pasti akan ada perlindungan dari luar. Artinya bertemu dengan jodoh-jodong baik yang bia membawa kita kea rah pemecahan masalah. Ini harus diyakini, seperti orang yang sakit mendapatkan dokter yang baik yang bisa menyembuhkan penyakitnya. Dalam Bab 23, Saddharmapundarika-


sutra, Buddha Sakyamuni menyebutkan bahwa Sutra Ini bisa memenuhi seluruh keinginan kita. Seperti air telaga yang dingin dan jernih bisa menghilangkan dahaga semua orang. Seperti orang telanjang mendapatkan pakaian. Seperti hendak menyeberang mendapatkan perahu. Seperti orang sakit ketemu tabhib. Seperti orang miskin mendapatkan permata. Seperti dalam kegelapan mendapatkan penerangan, dan lain-lain Hal tersebut memastikan bahwa tidak ada doa yang tidak terkabulkan, tetapi berpulang kepada keyakinan kita kepada Gohonzon samapai dimana. Kalau kita menjalankannya dengan penuh kesungguhan hati, sedikitpun tidak meragukan kekuatan Gohonzon, pasti semua akan terwujud. Tetapi kadang-kadang kita sendiri yang masih ragu-ragu, tidak yakin akan dapat mengatasinya berdasarkan hati kepercayaan kepada Gohonzon. Bahkan kita lebih percaya kepada yang lainnya, sehingga tidak dapat mengatasi permasalahannya. Oleh karenanya Syin, Gyo dan Gaku merupakan hal yang sangat penting. Walaupun kita percaya dan melaksanakan, tetapi

kalau kita kurang belajar, kita bisa salah memahami, mengukur kurnia Gohonzon sekehendak diri sendiri, karena kurnia kebajikan Gohonzon itu tidaklah terbatas, seluas alam semesta. Apapun bisa terjadi, tetapi dalam pikiran kita sering meragukan, tidak yakin akan hal itu. Padahal yang tidak mungkin bisa jadi mungkin, karena huruf ‘Myo’ pada Nammyohorengekyo mempunyai makna yang gaib. Ada 3 makna gaibnya; 1). Membuka, membuka Dunia Buddha yang tidak bisa kita pikirkan dengan pikiran kita sendiri. 2). Bulat Sempurna, siapapun manusia dapat mencapai Kesadaran Buddha, termasuk orang jahat (Devadatta). 3). Hidup Kembali, maka dikatakan bahwa Saddharmapundarikasutra seperti tabhib yang pandai yang bisa merubah racun menjadi obat, bisa mengobati bibit yang sudah mati untuk hidup (bertunas) kembali. Hal ini yang kadang-kadang kita tidak percaya. Tetapi kekuatan Gohonzon memang di luar pikiran kita. Oleh karena itu Buddha Sakyamuni menekankan selalu harus percaya. Hukum alam semesta ini tidak terbatas kekuatannya, tetapi kita

sering mencoba mengukur berdasarkan pikiran kita sendiri, sehingga kita penuh ragu dan khawatir, hal ini adalah kesalahan besar. Niciren Daisyonin mengatakan, kebahagiaan yang setara denga Raja Raga Raja (Aigen Myo’o) dan karunia yang setara dengan Dewa Vaisravana lamabat laun akan terkandung. Artinya kurnia kebajikan yang kita peroleh menjadi nyata dan pasti akan terwujud, yaitu terpenuhi sandang, pangan dan papan, aitu sudah pasti apabila kita sungguhsungguh menjalankan. Juga kurnia sunyata ini paling penting, kelihatannya tidak ada apa-apa, tetapi ketika kita membutuhkan akan ada jalannya, itu adalah kebahagiaan yang lengkap dari seorang manusia akan terpenuhi apanila menjalankan hati kepercayaan yang sungguhsungguh kepada Gohonzon. Jadi sebetulnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kalau percaya Gohonzon ini semua akan terpenuhi, hal inilah yang kadangkadang kita sendiri yang meragukan. Padahal sudah pasti, tetapi kesesatan kesesatan jiwa kita ini yang mengganggu . Bhiksu Tertinggi ke – 26, mengatakan orang yang percaya Gohonzon harus Desember 2014 | Samantabadra

11


ceramah gosyo mewaspadai 2 hal, yaitu : 1). Keraguan yang timbul dari dalam hatinya sendiri/ kesesatan jiwa kita yang meragukan, mengawatirkan, rasa ketakutan dan lainlainnya lagi. 2). Pengaruh buruk dari lingkungan yang menggangu hati kepercayaan kita, orang lain membicarakan macammacam tentang kita. Jadi Nieikan Syonin mengatakan bahwa kita harus mewaspadai 2 hal itu. Ketika perasaan jiwa kita tidak enak, sebaiknya secepatnya kita mengahadap Gohonzon, kalau kita tidak dapat mengatasi perasaan itu akan mengganggu kita, membuat kita ragu-ragu akan kekuatan Gohonzon. Maka kita harus mempertahankan Gohonzon seumur hidup, maka dikatakan menerima itu mudah, sedangkan mempertahankan itu sulit. Tetapi pencapaian Kesadaran Buddha ada di dalam mempertahankan. Maka kita harus mempertahankan dengan mematahkan kesesatan jiwa kita dengan banyak Daimoku. Jadi orang yang percaya Gohonzon akan banyak Daimokunya. Daimoku adalah pertapaan pokok, setiap hari paling sedikit harusnya antara setengah sampai dengan satu jam, itu baru namanya 12

Samantabadra | Desember 2014

syinjin, percaya, kalau tidak begitu belum betulbetul percaya. Kita harus berusaha ada waktu untuk Daimoku, kalau tidak bagaimana kita disebut percaya kepada Gohonzon. jangan begitu ada masalah baru mau Daimoku matiamatian, bila demikian sikap syinjinya kurang benar. Bermain dan berada dimanapun pasti tidak akan terjadi malapetaka, di manapun dapat bergerak dan bermain dengan tenang dan senang tanpa takut, seperti Raja Singa. Di antara Dasa Raksasi, kekuatan perlindungan dari Khunti khususnya sangatlah mendalam. Artinya apabila sungguhsungguh menjalankan hati kepercayaan dengan benar, perasaan jiwa akan menjadi kuat sehingga bisa bermain dan bersenang-senang. Ini bukan berarti tidak ada kesulitan. Kesulitan pasti aka nada, tetapi karena ada kekuatan jiwa semua masalah pasti dapat diatasi, sehingga perasaan jiwa kita menjadi tenang dan senang. Di sinilah kekuatan dari Hukum Nammyohorengekyo. Di tangan orang yang tidak memiliki keberanian, pedang tajampun tidak ada gunanya. Pedang tajam yang dinamakan Saddharmapundarika-

sutra ini dapat digunakan khusus oleh orang yang memiliki hati kepercayaan yang kuat. Sama dengan ‘Ki’ yang dipersenjatai dengan tongkat besi. Jadi Nammyohorengekyo oleh Niciren Daisyonin diumpamakan seperti pedang yang tajam, pedang ini bisa memutuskan kesesatan jiwa, tetapi tergantung orang yang memegang pedang ini, sampai dimana hati kepercayaannya kepada Gohonzon. Orang yang hati kepercayaannya kuat dapat menggunakan Nammyohorengekyo sebagai pedang tajam untuk memutuskan kesesatan pokok jiwanya sehingga bisa membuka kesesatan menjadi kesadaran. Tetapi di tangan seorang penakut apabila diberikan pedang tajam akan dibuangnya dan lari, maka kita harus berlatih, harus berani percaya meneladani Niciren Daisyonin, ketika hendak dipenggal kepalaNya di Tatsunokuchi tetap menyebut Nammyohorengekyo. Beliau tidak takut, dengan kekuatanNya alampun member perlindungan, meteor muncul sehingga membatalkan hukuman pemenggalan kepala tersebut. Maka kita harus belajar, berani percaya


seperti Beliau. Kita sering takut mati, padahal kalau karma tetap sudah sampai pasti akan mati juga. Niciren Daisyonin adalah seorang ksatria, maka murid Nya harus pemberani juga seperti Beliau. Niciren Daisyonin melarutkan seluruh jiwa raga dalam tinta sumi untuk menulis Gohonzon ini. Hendaknya percayalah. Keinginan hati Buddha adalah Saddharmapundarikasutra. Keseluruhan jiwa Niciren tidaklah melebihi Nammyohorengekyo. Jadi tujuan kelahiran Buddha Sakyamuni di dunia ini adalah Saddharmapundarika-sutra. Tetapi jiwa Niciren adalah Nammyohorengekyo itu sendiri. Buddha Sakyamuni mencapai Kesadaran Buddha berdasarkan Nammyohorengekyo, sedangkan Niciren Daisyonin jiwanya memang sudah Nammyohorengkyo, maka Niciren Daisyonin disebut sebagai Buddha Pokok. Buddha Sakyamuni adalah Buddha Pemanenan (Hon Ga Myo) sedangkan Niciren Daisyonin adalah Buddha Pembibitan (Hon In Myo), maka jangan salah memahami, kita bukan murid Buddha Sakyamuni, tetapi murid Niciren Daisyonin,

Buddha Sakyamuni mencapai Kesadaran Buddha karena Hukum Nammyohorengekyo, sama kita juga bisa mencapai Kesadaran Buddha dengan Hukum Nammyohorengekyo. Hal ini tidak bermaksud merendahkan Buddha Sakyamuni, Niciren Daisyonin sangat menghormati Buddha Sakyamuni, hal ini adalah karena fungsi tugasnya yang berbeda, jadi jangan salah paham. Hidup sekarang senang dan tenang, di masa yang akan dating dilahirkan di tempat yang lebih baik. Hal ini bukan berarti tidak ada kesulitan, tetapi dengan kekuatan Nammyohorengekyo kesulitan dapat diatasi dengan tenang, sehingga dapat merombak nasib dan mencapai kebahagiaan. Tidak diragukan lagi, semua akan terjadi sesuai dengan kalimat sutra. Artinya kata-kata sutra itu tidak akan membual, apa yang dikatakan dalam kalimat sutra, pasti terjadi, ini adalah kepastian, bukan janji, maka yakinlah. Setahun kemudian Niciren Daisyonin dibebaskan dari Pulao Sado dan kembali ke Kamakura untuk menemui Syijo Kingo dan anakanya.

Beliau akan berdoa sekuat tenaga agar mendapat pertolongan dari para Dewa. Ikutilah jejak Putri Naga dan Nyonya Vimaladatta. Artinya, karena Kyo’o Goze masih bayi jadi belum dapat melaksanakan hati kepercayaan, maka Niciren Daisyonin mendoakan siang dan malam agar mendapat pertolongan sehingga Kyo’o Goze bisa selamat. Niciren Daisyonin membimbing Syijo Kingo bahwa obyek pemujaan itu adalah Gohonzon, bukan yang lainnya, maka Niciren Daisyonin memesan kepada Syijo Kingo agar Gohonzon yang diberikan kepadanya tidak terlepas dari badannya. Gosyo ini mempertegas bahwa hati kepercayaan yang sesungguhnya adalah apa? Dan bagaimana melaksanakannya? Kurnia kebajikan dari hati kepercayaan luar biasa sekali besarnya, baik perlindungan dari dewadewa maupun kurnia kebajikan Gohonzon di dalam kehidupan ini semua akan terpenuhi sesuai dengan keinginan kita, tetapi semua kembali kepada keberanian kita untuk percaya kepada Gohonzon, inilah yang penting. eeď Ľ Desember 2014 | Samantabadra

13


ceramah gosyo

Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman “Surat Balasan Kepada Kyo’o Dono” Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 24-26 Oktober 2014

Nammyohorengekyo,

kita terima jangan sekalikali ada keinginan untuk Bapak-Ibu, ada seorang mengembalikannya, harus Ibu MeiLan, Beliau kita pertahankan sampai menabung selama 10 tahun akhir hayat kita. Buddha untuk bisa datang Kensyu Sakyamuni membabarkan ke Ciapus bersama anaknya, 80.000 gudang sutra, tapi karena kemana-mana ia belum ada Gohonzon, selalu bersama anaknya. dan Gohonzon itu baru Ada Ibu Aceng dari Bangka, diwujudkan oleh seluruh ia baru keluar rumah sakit jiwa raga Niciren Daisyonin karena demam berdarah 2 seorang diri, maka bukan hari, tapi hari ini dia hadir main bangganya kita bersama kita. sebagai murid Niciren Di Gosyo ini Syijo Daisyonin karena tujuan Kingo begitu prihatin dan Gohonzon ini adalah untuk memperhatikan Kyo’o pencapaian Kesadaran Goze yang sedang sakit. Buddha bagi semua umat Kita belajar dari Niciren agar semua umat bisa Daisyonin yang begitu mencapai kebahagiaan mengagungkan jiwa seorang mutlak. anak kecil dan begitu Maka kita yang sekarang merasakan keresahan dari sudah ada Gohonzon Syijo Kingo suami-isteri dan susunan NSI pasti yang anaknya sedang merasa bangga. Pada sakit. Niciren Daisyonin masa akhir Dharma hanya mengingatkan Syijo Kingo, Gohonzon satu-satunya Gohonzon yang sudah yang bisa memunculkan diterima, dijaga di badan, jiwa Buddha kita yang bisa jangan dilepaskan, ini memunculkan prajna dan contohnya Omamori. Jadi menjalankan perombakan Niciren Daisyonin juga sifat jiwa untuk mengatasi mengingatkan kita bahwa segala kesulitan maupun Gohonzon yang sudah penderitaan apapun yang 14

Samantabadra | Desember 2014

kita hadapi di dalam kehidupan kita seharihari, maka ada apapun juga hanya berdoa di depan Gohonzon, tinjau diri dan menjalankan hati kepercayaan kita tunggal tak ada yang lain hanya kepada Gohonzon. kita bisa bertahan sampai sekarang selama 20 tahun berarti NSI benar-benar berjalan di atas Dharma yang sebenarnya, maka kita jangan ragu-ragu, kekuatan Gohonzon tak terbatas, tak terbayangkan. Seperti gerakan menuju 50 tahun NSI bukan main tantangannya. Kalau tak tahan-tahan, kuping bisa copot. Tapi kita mau balas budi, mau menyebarluaskan keagungan Nammyohorengekyo sesuai dengan tema “Berjalan di atas Jalan Dharma yang Sesungguhnya menuju Indonesia Jaya” itu adalah pelaksanaan kita seharihari.


Kurnia kebajikan kita ada yang nyata dan tak nyata/sunyata. Gerak jalannya belum semua tapi Marching Band-nya sudah di belakang buntut, ini belum pernah terjadi, ini adalah Myoho, kekuatan dari Nammyohorengekyo. Kensyu bulan ini benarbenar penuh. Sejak pecah, kita terus berjuang, dari tak punya Vihara sampai punya MYOHO-JI ini. Setiap Kensyu penuh antara 600700 umat. Vihara dimanamana berdiri, umat yang menerima Gohonzon pun bertambah. Sekarang kita sudah mantap, Gohonzon yang kecilpun kekuatannya sama. Semua tergantung kekuatan hati kepercayaan dan kekuatan pelaksanaan

kita dan pasti kita akan mendapat kekuatan Hukum dan kekuatan Buddha yang menjadi prajna kita di dalam kehidupan kita sehari-hari, maka jangan ragu-ragu lagi. Kekuatan Gohonzon itu penyakit apapun tak dapat menghalanginya, artinya kalau kita benar-benar mempertahankan hati kepercayaan, kesulitan apapun pasti kita dapat atasi. Maka kita harus menjaga Gohonzon Nammyohoengekyo ini. Niciren Daisyonin katakana kepada suamiisteri Syijo Kingo ini, bila Saya telah dibebaskan dari hukuman pembuangan di Pulau Sado ini, Saya akan berkunjung ke Kamakura

untuk menjumpai Anda, sebab waktu itu Niciren Daisyonin ada di Pulau Sado. Saat itu orang yang dibuang ke Pulau Sado umumnya pulang tinggal nama, tapi Niciren Daisyonin begitu yakin setelah Saya dibebaskan, itu keyakinannya bukan main. Kita pun harus seperti itu, jiwanya sama dengan Niciren Daisyonin, tujuannya pun harus sama. HUT NSI ke-50 tahun harus kita ikuti sampai Honmakukyoto. Tapi setelah 50 tahun bukan bilang kita sudah selesai, masih jauh ke depan sebab penyebaran Dharma Nammyohorengekyo untuk selama-lamanya. eee

Catatan

Desember 2014 | Samantabadra

15


liputan

Peringatan Hari Jadi ke-50 Tahun NSI

Gerak Jalan Kerukunan

Menteri Agama RI melepas peserta Gerak Jalan Kerukunan NSI menggunakan bendera simbol NSI.

D

alam rangka menyambut peringatan hari jadi NSI yang ke-50 tahun, NSI menyelenggarakan “Gerak Jalan Kerukunan� yang diadakan pada tanggal 19 Oktober 2014. Setidaknya lima ribu umat NSI dari berbagai daerah, khususnya Jabotabekcul, wilayah Jawa Barat, Banten, dan Lampung. NSI juga mengundang majelis agama lintas agama untuk berpartisipasi. Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari Kementerian Agama RI. Kegiatan dipusatkan di Kantor Kementerian Agama RI, Jl. MH. Thamrin, Jakarta Pusat (titik berkumpul, start dan finish). Para peserta sudah mulai berdatangan dari jam 5 pagi. 16

Samantabadra | Desember 2014

Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin, berkenan membuka dan melepas kontingen Gerak Jalan Kerukunan NSI. Dalam sambutannya, beliau mengungkapkan apreasiasi yang tinggi terhadap kegiatan NSI yang positif dalam menyambut hari jadinya yang ke-50 tahun. bahwa sebagai bangsa yang besar, majemuk, dan plural, masyarakat Indonesia harus senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kerukunan. Menurutnya, bangsa ini selalu berproses menjadi dewasa dalam konteks kerukunan, karena pengalaman sejarah telah membuktikan sekurangkurangnya kita membutuhkan 350 tahun untuk mempersat-

ukan bangsa ini dari berbagai macam perpecahan. Gerak jalan ini mencerminkan kerukunan antar beragama dan untuk memperkuat keharmonisan antar umat beragama. “Kerukunan merupakan kata kunci. Walau kita berbeda-beda, tapi kita disatukan oleh semangat nilainilai agama yang hakekatnya ditemukan pada satu titik yang sama,� tambahnya. Menurut Menag, dalam ajaran Buddha dikenal ajaran tentang tidak adanya keterpisahan manusia dengan alam, tidak ada perbedaan di antara manusia selama manusia itu kembali ke jati dirinya. Untuk itu umat Buddha, lanjut Menag, sudah semestinya selalu


Ribuan umat NSI berjalan di sepanjang Jalan MH. Thamrin, Jakarta.

Derap Marching Band Mandarava NSI memandu rombongan peserta Gerak Jalan Kerukunan NSI.

Ketua Umum NSI memberikan sambutan sesaat sebelum Gerak Jalan Kerukunan NSI dimulai.

Desember 2014 | Samantabadra

17


liputan

Foto bersama Ketua Umum NSI, Menteri Agama RI, Suhu Dutavira, Dirjen Bimas Buddha Kemenag RI, Pimpinan Walubi dan bhiksu sangha, Ketua Majelis Lintas Agama, Ketua Matakin, dan jajaran pengurus Ditjen Bimas Buddha Kemenag RI, sebelum gerak jalan dimulai.

mengedapankan dan mesosialisasikan ajaran-ajaran agama yang menjunjung tinggi nilai kerukunan. Sementara itu, Ketua Umum NSI, Suhadi Sendjaja mengatakan bahwa gerak jalan kerukunan ini merupakan rangkaian kegiatan peringatan 50 Tahun NSI. Menurutnya, kerukunan merupakan suasana yang sangat diperlukan untuk pembangunan bangsa menuju Indonesia Jaya. Sebagai komunitas agama Buddha, NSI ingin menguatkan semangat kerukunan beragama ini, dengan melibat-

kan seluruh umat dari majelis Buddha di Indonesia, majelismajelis lintas agama, dan institusi pemerintahan. “Jika minggu lalu (12/10) sebanyak 1000 umat NSI berkumpul untuk berdonor darah, dan pada hari ini dilaksanakan Gerak Jalan kerukunan beragama ini melibatkan peserta sebanyak 5000 umat NSI,� jelasnya. Hadir dalam kegiatan tersebut Dirjen Bimas Buddha, Utusan Ketua Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin), Ketua Gereja Kristen

Indonesia, Perwakilan Hindu Dharma Indonesia (PHDI), KWI, Kepala Pusat Krukunan Umat Beragama (PKUB) Kementeran Agama RI, dan tokoh-tokoh lintas agama. Selain itu, ikut juga dalam gerakjalan ini, Forum Kerukunan Umat Beragama, instansi pemerintahan, umat dari berbagai majelis agama Buddha, dan umat dari majelis lintas agama yang ada di Indonesia. Mereka turut serta dalam gerak jalan menyusuri Jalan MH Thamrin, Bundaran HI, dan kembali ke kantor Kementerian Agama RI. (referensi: http://kolut.kemenag.go.id/index.

php?a=detilberita&id=101)

Ketua Umum NSI, menteri agama, segenap umat NSI dan peserta gerak jalan kerukunan berjalan di depan gedung Kementerian Agama RI.

18

Samantabadra | Desember 2014


Kensyu dan Pagelaran Seni Syukuran Hari Jadi NSI ke-50 Tahun

R

angkaian kegiatan menyambut hari jadi NSI yang ke-50 tahun pada bulan Oktober 2014, diawali dengan bakti donor darah (12 Oktober), dilanjutkan dengan Gerak Jalan Kerukunan (19 Oktober). Acara selanjutnya adalah kensyu gosyo umum dan pagelaran seni (syukuran) yang berlangsung pada 24-26 Oktober 2014. Kensyu gosyo yang diselenggarakan di Mahavihara Saddharma NSI diikuti oleh umat NSI dari 12 provinsi, meliputi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kep. Bangka-Belitung, Jambi, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Barat. Acara kensyu berlangsung tertib dan hangat. Selain mendengarkan pembabaran dharma, peserta kensyu juga diajak untuk menyalurkan kreativitasnya dalam lomba menghias nasi tumpeng. Selain itu, NSI juga mengundang Ditjen Bimas Buddha untuk memberikan pembekalan kepada umat. Seusai kegiatan kensyu di Mahavihara Saddharma NSI, umat dan pengurus NSI bersiap menuju Hall D Jakarta International Expo Kemayoran (Pekan Raya Jakarta), tempat dilangsungkannya pagelaran seni dalam rangka syukuran peringatan hari jadi NSI ke-50 Tahun. Acara syukuran dihadiri oleh pejabat negara, pimpinan majelis lintas agama, tokoh lintas agama, umat NSI dan para undangan lainnya. Hadir di antaranya

Tarian oleh umat NSI wilayah Banten, mengangkat panji “50 Tahun NSI�.

Menteri Agama RI yang diwakili oleh Dirjen Bimas Buddha RI, Dasikin, Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof. Hamdan Zoelva, Prof. Maria Farida, Prof. Komarudin Hidayat, anggota DPR, Daniel Johan, para bhiksu / sangha, pimpinan Walubi, majelis-majelis agama Buddha, pengurus majelis lintas agama dan tokoh agama nasional. Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia(NSI) yang berdiri sejak Desember 2014 | Samantabadra

19


liputan

Foto bersama DPP NSI dan umat NSI wilayah Sumatera Utara bersama kreasi nasi tumpeng “50 Tahun NSI.”

Ketua Umum NSI membuka acara syukuran 50 Tahun NSI dengan menyebut tiga kali Nammyohorengekyo di depan para hadirin.

tahun 1964, kini setengah abad sudah NSI berkiprah di Indonesia dengan mengagungkan ajaran Buddha, telah melakukan berbagai kegiatan sebagai bagian dari bakti negara, seperti membersihkan taman makam pahlawan, donor darah, donor mata, mengikuti jambore pramuka, gerak jalan kerukunan dan lainlain. Malam syukuran NSI merupakan spesial pagelaran pentas seni budaya dari umat dan untuk umat dalam satu rangkaian peringatan hari jadi ke 50 tahun, agar umat 20

Samantabadra | Desember 2014

Buddha NSI dapat menjadi pelaksana dharma yg unggul untuk membangun mental dan akhlak diri sendiri dan membangun bangsa Indonesia. Demikian penggalan sambutan oleh Ketua umum NSI, Maha

Pandita Utama Suhadi Sendjaja ketika membuka acara syukuran. Tidak kurang dari lima ribu undangan hadir dalam acara syukuran malam itu. eee

Tarian “Gending Sriwijaya” dibawakan oleh umat NSI wilayah Sumatera Selatan, Jambi, dan Lampung, sebagai pembuka acara syukuran.


Mandarava NSI Melepas Parade Kebangsaan Peringatan Hari Pahlawan Kemensos RI

D

alam rangka memperingati Hari Pahlawan, pada tanggal 09 November 2014 Kementerian Sosial RI mengadakan kegiatan “Parade Kebangsaan.� Parade ini diikuti oleh mobil-mobil dari perkumpulan otomotif dan mobil hias, yang bergerak dari Kawasan JI Expo Kemayoran (Pekan Raya Jakarta), menuju Taman Makam Pahlawan Kalibata. NSI diundang untuk menampilkan Marching Band Mandarava NSI pada sesi pembukaan kegiatan ini. Menteri Sosial RI, Khofifah Indar Parawansa dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (PPA), Yohana Susana Yembise, membuka dan melepas kontingen parade sambil diiringi alunan musik dari Marching Band Mandarava NSI. eee

MB Mandarava NSI bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI

MB Mandarava NSI bersama Menteri Sosial RI

Desember 2014 | Samantabadra

21


liputan

Ketua Umum NSI Menjadi Saksi Ahli dalam Uji Materi Undang-Undang di MK Ketua umum NSI, Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja, pada tanggal 5 November 2015 di Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi – Jakarta menjadi Saksi Ahli dalam Uji Materi UndangUndang Nomor 1 tahun 1974, tentang Perkawinan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pada sidang itu para tokoh agama dimintai pandangannya mengenai perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda. Pada sidang tersebut Beliau mengatakan bahwa pada prinsipnya akan meminta umatnya untuk menikah dengan umat yang seagama, akan tetapi apabila karma umat yang bersangkutan adalah berjodoh dengan umat yang tidak seagama, maka tidak bisa menghalangi, karena berdasarkan Ajaran Karma bahwa bertemunya suami – istri adalah sebab masa

22

Samantabadra | Desember 2014

lampau yang sangat kuat. Pada tanggal 18 November 2014, Ketua Umum NSI kembali menjadi Nara Sumber pada Sidang Perkara Uji Materi UndangUndang Nomor 1, tahun 1974, tentang Perkawinan, yang diajukan oleh Yayasan Kesehatan Perempuan,

pada sidang perkara kali ini yang diuji khususnya adalah mengenai usia perkawinan yaitu usia 16 tahun, sebagaimana dicantunkan pada pasal 7 (1) UU Perkawinan No. 1 tahun 1974. (Minto)


Ketua Umum NSI Menjadi Nara Sumber Diskusi Umum Anti Korupsi Dalam Rangka Hari Pahlawan 2014

P

ada tanggal 10 November 2014, bertempat di Gedung Juang 45 Jakarta, diselenggarakan Diskusi Umum dengan mengangkat thema “Pahlawan Itu Anti Korupsi�, menghadirkan Nara Sumber tokoh lintas agama plus akademisi, Selain Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja sebagai Tokoh Agama Buddha Niciren Syosyu, antara lain yaitu, Prof. Dr. Sarlito Wirawan (akademisi), Romo Magnis Suseno (Katolik), Pdt.

Calvin Pindon (Kristen), Bante Citavaro, (Buddha Theravada), Heru Purnomo (Himpunan Penghayat Kepercayaan). Pada kesempatan itu Ketua Umum NSI menyatakan bahwa Pahlawan itu adalah orang yang rela mengorbankan jiwa raganya demi kepentingan bangsa dan Negara dengan demikian seorang pahlawan tidak berjuang untuk kelompok/suku/ras/ golongan/agamanya sendiri tetapi perjuangan yang tulus iklas untuk semua.

Diskusi umum ini dikaitkan dengan peristiwa akan dilantiknya Plt. Gubernur DKI Jakarta, yaitu Basuki Cahaya Purnama, yang lebih di kenal dengan Ahok, yang mengundang pro dan kontra dari beberapa pihak, pihak yang kontra beralasan Ahok tidak bisa menjadi Gubernur karena berasal dari komunitas agama tertentu yang minoritas jumlahnya, namun pihak yang lain berpandangan bahwa hal itu tidak masalah karena dijamin oleh undang-undang, jadi siapapun orangnya, agama apapun, suku apapun selama yang bersangkutan memiliki kapabilitas dan kredibilitas bisa menjadi pejabat pemerintah di Indonesia. (Minto)

Desember 2014 | Samantabadra

23


liputan

Ketua Umum NSI Menyampaikan Petuah dalam Kaligrafi Kepada Gubernur DKI Jakarta

K

etua Umum NSI melakukan audiensi dengan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Cahaya Purnama (Ahok) di kantor Gubernur, Jakarta Pusat pada tanggal 17 Nopember 2014, sehari sebelum beliau dilantik. Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum NSI memberikan selamat dan menyampaikan tiga syair berbahasa Mandarin (Kaligrafi) yang mengandung 24

Samantabadra | Desember 2014

pesan moral, yaitu, 1) Seorang yang hebat tidaklah emosional. 2) Terlalu banyak berkata dapat berbuah kegagalan. 3) Sembilan kali pertimbangan baru berbicara. Gubernur DKI menyambut baik niat baik Ketua Umum

NSI sebagai atensi dan dukungan terhadapnya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kiranya pesan moral tersebut dapat memberikan inspirasi kepada Bapak Basuki dalam memajukan kota Jakarta.


Partisipasi Generasi Muda NSI pada STG Tingkat Provinsi DKI Jakarta dan Tingkat Nasional 2014

P

ada tanggal 26-28 September 2014, Generasi Muda NSI berkesempatan untuk ikut perpartisipasi dalam acara Swayamvara Tripitaka Gatha (STG) Tingkat provinsi DKI Jakarta, yang diadakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Kegiatan ini bertujuan agar umat Buddha mampu membaca kitab suci Tripitaka dan kidung keagamaan sektenya masing-masing dengan baik serta dapat memahami isinya, ungkap Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama RI, Bapak Dasikin. Acara ini diselenggarakan di Hotel Best Western Hariston, Jakarta Utara. Peserta yang juara dalam STG tingkat provinsi akan dikirim ke STG tingkat Nasional IX tahun 2014 yang juga diselenggarakan di Jakarta. Peserta Seleksi Swayamvara Tripitaka Gatha Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 ini diikuti oleh 300 orang yang merupakan utusan dari berbagai vihara dan cetya di lingkungan wilayah Provinsi DKI Jakarta. NSI mengirimkan perwakilan dari generasi muda untuk mengikuti 6 cabang

lomba : 1. Dhammadesana Bahasa Indonesia (1 putra dan 1 putri), 2. Dhammadesana Bahasa Inggris (1 putra dan 1 putri), 3. Dhammadesana Bahasa Mandarin (1 puteri), 4. Menyanyi Solo (1 putra), 5. Seni Patung (1 putri), dan 6. Paduan Suara (12 orang: 4 putra dan 8 putri). Hasil seleksi STG tingkat propinsi DKI Jakarta berhasil menyaring peserta STG sebanyak 37 orang untuk 10 cabang perlombaan. Dari cabang perlombaan tersebut, NSI terpilih mewakili kontingen DKI untuk bersaing di STG tingkat nasional untuk cabang lomba Dhammadesana Bahasa Indonesia, menyanyi solo (putra) dan paduan suara. Pada lomba Dhammadesana Bahasa Inggris-Putri (Jessie Juwita - Sunter), dan lomba seni patung-Putri (Secilia – Tangerang), masing-masing mendapat juara harapan I.

Desember 2014 | Samantabadra

25


liputan

STG tingkat nasional IX 2014 diselenggarakan di Hotel Mercure Ancol, Jakarta pada 20-25 Oktober 2014. Pelaksanaan STG IX diikuti oleh 29 kontingen mewakili provinsi se-Indonesia dengan jumlah peserta sebanyak 1.189 orang. STG tingkat nasional IX 2014 kali ini bertajuk : “Kita tingkatkan pengabdian dan kebersamaan dalam pembangunan bangsa�. NSI mewakili DKI Jakarta dalam cabang tari kreasi Buddhis dan drama cerita Buddhis, dan berhasil mendapat juara 3 untuk drama cerita Buddhis. Kontingen DKI Jakarta berhasil menjadi juara umum pada Swayamvara Tripitaka Gatha (STG) Tingkat Nasional IX Tahun 2014. Kontingen DKI Jakarta berhasil merebut piala presiden yang sebelumnya berada di tangan kontingen Banten. Pada salah satu sesi di acara STG, generasi muda NSI yang mengikuti kegiatan ini menyanyikan lagu-lagu TGM dan yel-yel GM NSI di hadapan semua peserta. Di tengah-tengah kesibukan mereka sebagai pelajar maupun karyawan, generasi muda NSI mau berpartisipasi dalam mengisi kegiatan-kegiatan internal dan eksternal NSI. Semua dilakukan dengan penuh ketulusan dan kegembiraan untuk mengagungkan Hukum Nammyohorengekyo. (Vinni) 26

Samantabadra | Desember 2014


Penggunaan Kembali Vihara Vimalakirti NSI Bandung P

ada tanggal 08 Nopember 2014, Ketua Umum NSI meresmikan penggunaan kembali Vihara Vimalakirti NSI Bandung setelah selesai dibangun dan direnovasi. DPP NSI, DPD Bandung dan segenap umat NSI hadir dalam acara tersebut. Ketua Umum NSI memimpin upacara dokyo syodai yang dilanjutkan dengan sambutan dan pembabaran dharma.

Desember 2014 | Samantabadra

27


materi ajaran | gosyo kensyu

Gosyo Kensyu

Daimoku dari Saddharmapundarikasutra LATAR BELAKANG |

G

osyo ini ditulis tahun 1266, ditujukan kepada seorang wanita lanjut usia. Tiada yang mengetahui mengenai wanita ini selain bahwa ia adalah penganut baru dalam Agama Buddha Niciren Daisyonin dan bermukim di Amace, Propinsi Awa. Dengan kata-kata biasa, Gosyo ini menerangkan imbalan karunia pelaksanaan sederhana dalam Agama Buddha yang benar, dengan mengajarkan bahwa Nammyohorengekyo mencakup seluruh potensi Buddha, dan barang siapa menyebutnya dapat membuka seluruh karunia Buddha tersebut dan membangkitkan kembali semangat hidupnya. Akhir tahun 1264, setahun setelah Beliau dibebaskan dari pembuangan di Semenanjung Izu, Niciren Daisyonin kembali kedaerah kelahiranNya untuk pulang kerumah. Namun, Tojo Kagenobu, pengurus daerah itu dan penganut Nembuce yang bernafsu masih menyimpan kemarahan atas maklumat Daisyonin mengenai Agama 28

Samantabadra | Desember 2014

Buddha yang benar sebelas tahun yang lalu dan tetap menunggu kesempatan membalas dendam terhadap Beliau. Tujuan pertama Daisyonin adalah mengunjungi IbundaNya. Berkumpulnya mereka kembali terlihat membawa pengaruh besar atas IbundaNya, sehingga Beliau sembuh dengan cepat. Daisyonin menguraikan kejadian ini dalam surat kepada istri Toki Jonin tahun 1279: “Ketika Saya, Niciren berdoa untuk Ibu Saya, bukan saja penyakitnya sembuh, bahkan hidupnya telah diperpanjang selama empat tahun�. (Gosyo Zensyu hal. 985). Kudo Yosyitaka dan murid-murid Daisyonin lainnya didaerah itu juga sangat ingin berjumpa dengan Beliau dan memohon Beliau untuk mengunjungi puri Yosyitaka. Niciren Daisyonin berangkat pada 11 Nopember 1264, bersama utusan yang dikirim untuk mengawal Beliau. Namun ketika rombongan tiba di Komacebara, mereka tiba-tiba diserang oleh Tojo Kagenobu beserta sekelompok penganut Nembuce. Kudo Yosyitaka dan lain-lainnya segera datang


menyelamatkan Daisyonin. Pengikut Kagenobu membunuh Yosyitaka dan seorang murid lain, yaitu Kyonin-bo. Daisyonin mendapat goresan pedang didahi dan tangan kiriNya patah. Dengan menanggung resiko pribadi yang besar, Daisyonin tetap tinggal di Awa dari tahun 1264 s/d 1267 dan melakukan kegiatan penyebarluasan yang gigih, bekerja diantara rakyat jelata. Usahanya menghasilkan banyak penganut dan awal gerakan keagamaan mulai terbentuk. Di Kazuka sampai bagian utara Propinsi Awa, Beliau telah meraih seluruh suku Sakuma Hyogo. Jakunicibo Nikke yang dikemudian hari membangun Kuil Tanjo di Kominato untuk menandai tempat kelahiran Daisyonin, adalah seorang dari suku tersebut. Tahun 1266, Daisyonin berdiam beberapa saat di Kuil Seico, tempat dan saat ditulisnya Gosyo ini, Beliau juga menulis beberapa uraian mengenai ajaran, mungkin ditujukan untuk kepentingan Bhiksu Gijobo dan Jokenbo, kakak seperguruanNya ketika Beliau mempelajari agama Buddha pada masa remajaNya. Gosyo ini terdiri dari dua bagian. Pertama, menguraikan imbalan karunia yang diperoleh melalui pengucapan Daimoku dari Saddharmapundarikasutra, walau seseorang menyebut Daimoku Nammyohorengekyo tanpa mengerti makna dari Saddharmapundarika-sutra, dan menekankan pentingnya keyakinan dalam mencapai kesadaran Buddha. Mengutip contoh tentang Mahakasyapa

dan Sariputra, Beliau menyatakan bahwa walau tanpa pengertian, seseorang dapat menghapus segala karma buruk dan menimbun rejeki tak terhingga, selama ia melaksanakan penyebutan Daimoku dengan kepercayaan yang kuat pada agama Buddha yang benar. Kedua, Daisyonin menjelaskan karunia besar yang terkandung dalam lima huruf Myohorengekyo, judul dari Saddharmapundarika-sutra. Beliau menjelaskan ketiga makna dari Myo (Gaib) yaitu: membuka, bulat sempurna, dan hidup kembali. Terakhir, Beliau menyatakan bahwa hanya Saddharmapundarika-sutra yang memungkinkan kaum wanita mencapai kesadaran Buddha, dan menganjurkan penerima surat ini untuk menyebut Nammyohorengekyo, Daimoku dari Hukum Gaib dan menanggalkan keterikatannya pada Nembuce. Pada awal surat ini, Niciren Daisyonin menyebut diriNya sebagai seorang “pengikut Mahaguru Dengyo�. Mahaguru Dengyo adalah pendiri sekte Tien-tai di Jepang, aliran ortodoks Agama Buddha. Beliau pergi ke Tiongkok untuk mempelajari ajaran Tien-tai, setelah kembali di Jepang, menolak semua aliran yang berdasarkan pada ajaran sementara Sang Buddha dan mencurahkan dirinya untuk menyebarluaskan Saddharmapundarika-sutra. Kalimat “pengikut Mahaguru Dengyo� berarti Daisyonin adalah pewaris sah ajaran Sang Buddha. Desember 2014 | Samantabadra

29


materi ajaran | gosyo kensyu ISI GOSYO | Pertanyaan 1: Apakah mungkin, tanpa memahami arti dari Saddharmapundarika-sutra, tapi hanya dengan menyebut kelima huruf atau ketujuh huruf 1 Nammyohorengekyo sekali sehari, sekali sebulan, sekali setahun, sekali sedekade atau sekali seumur hidup, dapat menghindarkan diri dari membuat kejahatan besar maupun kecil, luput dari terjatuh kedalam Empat Dunia Buruk, sebaliknya akhirnya dapat mencapai tingkat Tidak-akan-mundur?2 Jawab: Ya, demikian.

Pertanyaan 2: Anda dapat saja berbicara tentang api, tapi bila anda tidak meletakkan tangan Anda kedalam nyala api. Anda tidak akan terbakar. Anda dapat mengatakan, “air, air!” tapi bila Anda tidak meminumnya, Anda takkan pernah dapat memuaskan dahaga. Dengan demikian, bagaimana mungkin hanya dengan menyebut Daimoku dari Nammyohorengekyo tanpa memahami artinya, Anda dapat terhindar dari karma buruk? Jawab: Dikatakan bahwa jika Anda membunyikan kecapi dengan senar yang terbuat dari urat singa, maka segala jenis senar lain akan putus. Dan jika Anda mendengar kata “acar prem”, mulut anda akan segera mengeluarkan liur. Dalam hidup sehari-hari saja dapat terjadi kegaiban serupa itu, maka sesungguhnya betapa lebih besar lagi kegaiban Saddharmapundarika-sutra. Dikisahkan bahwa burung beo yang dapat mengucapkan empat Kesunyataan Mulia3 dari ajaran Hinayana dapat terlahir kembali di surga4 dan bahwa manusia yang hanya dengan menghormati Sang Tri Ratna dapat terhindar dari kemungkinan ditelan ikan raksasa.5 Dengan demikian, betapa lebih hebat lagi kekuatan Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra yang merupakan inti hakikat dari delapan puluh ribu ajaran suci 6 Sang Buddha, dan juga merupakan mata dari para Buddha yang tak terhingga! Bagaimana dapat anda ragukan lagi bahwa dengan menyebutnya saja, anda dapat terhindar dari ke Empat Dunia Buruk? Dalam Saddharmapundarika-sutra, dikatakan bahwa Sang Buddha dengan tulus membuang seluruh ajaran Sementara, dikatakan bahwa seseorang dapat “dengan percaya dapat memasuki keBuddhaan (I syin toku nyu)”7 Dan dalam sutra Nirvana, yang dikhotbahkan Sang Buddha dihutan pohon sal pada saat-saat akhir hidupNya, dinyatakan: “walaupun terdapat pertapaan yang tak terhitung jumlahnya dapat membawa seseorang mencapai kesadaran Buddha, namun hanya satu ajaran: percaya, akan mencakup seluruh pertapaan tersebut.” Maka, percaya adalah hal yang 30

Samantabadra | Desember 2014


paling diperlukan untuk memasuki jalan keBuddhaan. Dalam kelima puluh dua tingkat pertapaan kebodhisatvaan, sepuluh tingkat pertama yang menyangkut kepercayaan adalah yang menjadi dasar, dan tingkat pertama dari sepuluh tingkat ini adalah membangkitkan kepercayaan yang tulus. Walau seseorang tidak memiliki pengetahuan Agama Buddha, bahkan teramat bodoh, tapi bila ia mempunyai kepercayaan yang tulus, maka ia dapat dianggap sebagai orang berpandangan benar. Tapi walau seseorang memiliki pengetahuan Agama Buddha, bila ia tidak memiliki kepercayaan, maka ia dapat digolongkan sebagai pemfitnah, “Iccantika” atau orang yang tak dapat diperbaiki lagi ketidak percayaannya. Bhikku Sunaksyatra8 menjalankan dua ratus lima puluh pantangan9, menguasai empat tingkat meditasi10, dan ahli dalam dua belas jenis sutra11, sedang Devadatta mempelajari 60.000 ajaran non Buddhis dan 80.000 ajaran Buddha dan dapat mewujudkan delapan belas kekuatan gaib12 dengan tubuhnya. Walau demikian, dikatakan bahwa orang-orang ini sekarang berada dalam Neraka Avici yang tiada terputus penderitaannya, karena mereka memiliki pengetahuan tanpa kepercayaan. Sebaliknya, Mahakasyapa dan Sariputra yang kurang berpengetahuan tapi memiliki kepercayaan, menurut ramalan Sang Buddha mereka masing-masing akan menjadi Rasmiprabha Tathagata (Tathagata Cahaya Gemilang) dan Padmaprabha Tathagata (Tathagata Kecermelangan Bunga). Sang Buddha menyatakan: “Seseorang yang menjadi ragu-ragu dan tidak memiliki kepercayaan pasti jatuh kejalan buruk”13. Perkataan ini ditujukan kepada mereka yang memiliki pengetahuan tanpa kepercayaan. Para cendekiawan masa kini masih bertanya: “Bagaimana mungkin hanya dengan menyebut Nammyohorengekyo dengan penuh kepercayaan tanpa pengertian, dapat terhindar dari karma buruk?” Bila kita menerima kata-kata Sutra, maka para cendekiawan ini hampir tak dapat luput dari terjatuh kedalam Neraka Avici yang tiada terputus penderitaannya. Demikianlah dapat kita lihat, walau seseorang kurang memiliki pengetahuan, selama ia menyebut Nammyohorengekyo, dapat menghindarkan diri dari jalan buruk. Ini seperti bunga teratai yang berpaling ke arah matahari, walaupun bunga teratai tidak bermaksud menuju ke arah itu; atau seperti sejenis pisang raja yang tumbuh sejalan dengan gemuruh guntur, walaupun tumbuhan ini tidak mempunyai telinga untuk mendengar, sekarang kita bagaikan bunga teratai atau pisang raja itu, dan Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra bagaikan matahari atau guntur. Orang mengatakan, bila Anda mengikatkan sebatang cula badak di badan Anda dan masuk ke dalam air, air itu tidak akan menenggelamkan Anda. Mereka juga mengatakan, bila tumbuh sehelai daun pohon tan-than akan menyebabkan perubahan pada pohon eranda14 pada kejauhan jarak 40 yojana15, dalam hal ini, karma buruk kita dapat disamakan dengan pohon eranda atau air, dan Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra bagaikan cula badak atau daun pohon tan-than. Desember 2014 | Samantabadra

31


materi ajaran | gosyo kensyu Intan amat keras, sehingga hampir tidak dapat dipotong oleh apapun kecuali oleh tanduk kambing atau kulit penyu. Dahan pohon Nyagrodha16 begitu besar, sehingga burung terbesar sekalipun dapat bertengger diatasnya tanpa mematahkannya, meskipun demikian dahan itu dapat rapuh oleh ulat plum17 yang teramat kecil sehingga hampir-hampir dapat membangun sarangnya diatas bulu mata seekor nyamuk. Disini karma buruk kita dapat disamakan dengan intan atau pohon nyagrodha, dan Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra disamakan dengan tanduk kambing atau ulat plum. Batu ambar dapat menarik debu atau batu magnet dapat menarik partikel besi, karma buruk kita serupa dengan debu atau besi, dan Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra seperti batu ambar atau batu magnit. Bila kita mempertimbangkan persamaan ini, kita dapat mengerti mengapa kita harus selalu menyebut Nammyohorengekyo. Dalam Saddharmapundarika-sutra jilid pertama dinyatakan: “Amatlah sukar untuk mendengar Hukum ini dalam waktu kalpa yang tak terhitung jumlahnya�18. Dan dalam jilid ke 5 dikatakan: “Mengenai Saddharmapundarika, sepanjang negara yang tak terhitung jumlahnya seorangpun tidak dapat mendengar namanya�19. Maka, sungguh kesempatan yang jarang sekali dapat mendengar nama Saddharmapundarika-sutra. Walaupun Buddha Susyanta20 dan Tathagata Prabhutaratna muncul didunia, mereka tidak banyak mengucapkan hal lain seperti nama Saddharmapundarika-sutra. Dan sekalipun Buddha Sakyamuni memunculkan diriNya dengan tujuan semata-mata untuk membabarkan Saddharmapundarika-sutra, namun selama 42 tahun, Beliau menyimpan nama sutra ini secara rahasia dan tidak pernah mengacu padaNya. Baru ketika Beliau mencapai usia 72 tahun Beliau mulai mendengungkan judul dari sutra Myohorengekyo. Tapi, umat dari negara yang jauh seperti Tiongkok dan Jepang tentunya tidak dapat mendengarnya pada waktu itu. Setelah seribu tahun berlalu barulah Tiongkok dapat mendengar nama Sutra tersebut dan 350 tahun kemudian atau lebih baru dapat terdengar di Jepang. Dengan demikian, berjumpa dengan sutra ini sangatlah langka, bagaikan berseminya bunga udumbara21, yang terjadi sekali dalam tiga ribu tahun, atau kura-kura bermata satu22 yang menemukan sepotong kayu cendana terapung yang hanya terjadi sekali dalam kalpa-kalpa yang tak terhitung. Misalkan seseorang menegakkan sebatang jarum dibumi dengan ujung tajamnya menghadap keatas dan menjatuhkan biji mostar yang kecil dari istana Dewa Brahma dilangit. Seseorang dapat lebih cepat membuat biji mostar itu jatuh tertembus ujung jarum tersebut daripada berjumpa dengan Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra. Atau misalkan seseorang menempatkan dengan tegak sebatang jarum dipuncak Gn. Semeru disuatu dunia dan kemudian berdiri dipuncak Gn. Semeru dari dunia lain disuatu hari yang bertiup angin kencang, mencoba melemparkan seutas benang sampai gunung lainnya dan tepat melalui lubang jarum itu. Orang itu akan 32

Samantabadra | Desember 2014


lebih cepat dapat memasukkan benang kejarum dengan cara ini daripada bertemu dengan Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra. Karena itu, ketika Anda menyebut Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra, hendaknya Anda sadar bahwa hal ini adalah lebih menggembirakan daripada seseorang yang terlahir buta mendapat penglihatan dan melihat ayah bundanya atau suatu kejadian yang lebih jarang daripada seseorang yang tertawan oleh musuh yang kuat, kemudian dilepaskan dan berkumpul kembali dengan anak-istrinya.

Pertanyaan 3: Kutipan kalimat manakah yang dapat diambil sebagai bukti untuk menunjukkan bahwa seseorang harus menyebut Daimoku saja? Jawab: Jilid kedelapan Myohorengekyo23 menyatakan: “Seseorang yang menerima dan memeluk nama dari Saddharmapundarika-sutra akan menikmati karunia rejeki diluar batas dugaan.” Dalam Syohokkekyo dikatakan: “Jika seseorang mendengar Sutra ini dan mempermaklumkan dan memeluk judulnya, ia akan menikmati karunia di luar batas perkiraan”. Dan dalam “Tembonhokekyo” dikatakan, “Seseorang yang menerima dan memeluk nama dari Saddharmapundarika-sutra akan menikmati nasib baik diluar batas perkiraan”. Kutipan-kutipan kalimat ini menunjukkan nasib baik yang diterima seseorang karena hanya menyebut Daimoku adalah diluar batas perkiraan. Memeluk, membaca, menyalin, merasa senang dan menjaga seluruh delapan jilid dan kedua puluh delapan Bab Saddharmapundarika-sutra dikatakan sebagai pelaksanaan umum. Menerima dan menjaga Bab Upaya Kausalya (Hobenpon) dan Panjangnya Usia Sang Tathagata (Nyorai Juryo-hon) dikatakan sebagai pelaksanaan yang dipersingkat. Dan menyebut suatu syair dan keempat suku kata atau Daimoku dan menjaga mereka yang melakukannya, dikatakan sebagai pelaksanaan pokok. Maka, diantara ketiga jenis pelaksanaan ini, yaitu pelaksanaan umum, yang dipersingkat dan pokok, Daimoku digolongkan sebagai pelaksanaan pokok”.

Pertanyaan 4: Berapa besarkah karunia yang terkandung dalam kelima huruf Myohorengekyo? Jawab: Samudera luas mengandung seluruh sungai yang mengalir kedalamnya, bumi besar mengandung seluruh makhluk berperasaan dan tak berperasaan, dan Permatapengabul-segala-kehendak (Nyoi Hoju)24 dapat mengeluarkan harta pusaka yang tak terhitung dan Dewa Mahabrahma memerintah seluruh Triloka. Kelima huruf Myohorengekyo dapat dibandingkan dengan kesemua hal ini. Segenap makhluk sembilan dunia, sebagaimana halnya yang berada dalam Dunia Buddha, tercakup didalamnya. Karena segenap makhluk Sepuluh Dunia (subyek, Syoho) tercakup diDesember 2014 | Samantabadra

33


materi ajaran | gosyo kensyu dalamnya, begitu pula lingkungannya (obyek, Eho). Marilah kita meneliti kenyataan bahwa kelima huruf Myohorengekyo mencakup seluruh ajaran. Huruf tunggal “Kyo” atau “Sutra” adalah raja seluruh Sutra, sebaliknya seluruh sutra lain tercakup didalamnya. Sang Buddha muncul didunia dan selama lebih dari lima puluh tahun mengkhotbahkan delapan puluh ribu ajaran suci. Saat itu usia wajar manusia dikatakan rata-rata seratus tahun25. Sang Buddha wafat pada tengah malam tanggal 15 bulan 2 dari tahun dengan tanda putaran “mizunoesaru” (949 sm).26 Setelah itu, selama 90 hari pada musim panas, atau masa sejak tanggal 8 bulan 4 s/d tanggal 15 bulan 7 tahun yang sama, seratus orang arahat berkumpul pada konsili pertama dan menulis seluruh sutra. Setelah itu, selama seribu tahun masa Purwaka Dharma (Syoho), seluruh sutra ini tersebar dikelima negeri bagian di India,27 tapi tidak tersebar sampai ke Tiongkok. Baru setelah lima ratus tahun berlalu dimasa Madya Dharma (Zoho) atau 1.015 tahun setelah Sang Buddha moksha baru patung-patung Buddha dan Sutra-sutra diperkenalkan ke Tiongkok untuk pertama kalinya. Inilah tahun yang ditandai dengan tanda putaran “Hinoto-u” (tahun 67), tahun ke-10 pada masa Yung Ping dalam masa pemerintahan Kaisar Ming, penerus Dinasti Han Muda. Dari masa itu sampai tahun dengan tanda putaran “Kanoe-uma” (730), tahun ke-18 dari masa Kaiyuan dalam masa pemerintahan Kaisar Hsuan-tsung dari Dinasti Tang, sejumlah 176 penerjemah pergi ke Tiongkok, membawa 1.076 sutra, mengerjakan 5.048 jilid peraturan-peraturan dan uraiannya yang terdiri dari 480 gulungan. Seluruh surat suci ini merupakan kelanjutan dari huruf tunggal Kyo atau sutra dari Saddharmapundarika-sutra. Di antara sutra-sutra yang dikhotbahkan Sang Buddha selama periode 40 tahun lebih sebelum Beliau membabarkan Myohorengekyo, salah satu diantaranya berjudul Daihokobuce Kegon Sutra (bagian dari Avatamsaka Sutra). Sutra yang dipertahankan dalam istana Raja Naga28 ini terdapat dalam tiga versi. Versi pertama berisi bab yang jumlahnya sebanyak butir-butir debu dari sepuluh tata surya. Versi kedua berisi 498.800 syair dan versi ketiga berisi 100.000 syair dalam 48 bab. Diluar ketiga versi ini, hanya versi 80 jilid dan 60 jilid29 tersimpan di Tiongkok dan Jepang. Sebagai tambahan terdapat sutra-sutra Hinayana, seperti sutra Agam dan berbagai Sutra Mahayana dari kelompok Vaipulya dan Prajna Paramitha. Diantara yang disebut kemudian, teks Sanskerta dari Sutra Mahavairocana Avarahakha,30tidak mengatakan apapun tentang syair-syair yang tak terhitung yang digunakan untuk menerangkan “bibit”31bentuk-bentuk agung dan samayas32 dari berbagai Buddha. Tapi di Tiongkok, wejangan itu terdapat hanya dalam 6 dan atau 7 jilid saja. Sutra Nirvana, yang dikhotbahkan Sang Buddha dalam hutan pohon sal di saat-saat akhir hidup-Nya, tersimpan di Tiongkok dalam suatu versi yang tertulis dalam 40 jilid banyaknya dan versi Sansekerta dari tulisan ini terdapat dalam jilid yang lebih banyak lagi. Seluruh sutra ini adalah pendukung Saddharmapundarika-sutra, yaitu inti ajaran Sang Buddha Sakyamuni. 34

Samantabadra | Desember 2014


Sebagai tambahan, seluruh Sutra yang dibabarkan oleh ketujuh Buddha dimasa lampau,33ribuan Buddha, atau para Buddha dari kalpa-kalpa lampau tak terhingga, demikian pula yang dibabarkan oleh para Buddha yang sekarang berdiam dikawasan sepuluh penjuru, semua merupakan pendukung huruf “Kyo” dari Saddharmapundarika-sutra. Maka, dalam bab Baisyajaraja Saddharmapundarika-sutra, Sang Buddha menyapa Bodhisattva Nakshatraraga (Syukuoke), berkata dengan inti, “Saddharmapundarika-sutra bagaikan lautan, yang terutama diantara segala macam bentuk air, seperti sungai dan jeram; bagaikan gunung Semeru, yang terutama diantara segala gunung; atau bagaikan Dewata Candra, yang terutama diantara segala jenis benda-benda angkasa (Bersinar dilangit malam).” Mahaguru Miao-lo berkomentar akan hal ini: ”(Sutra ini) adalah yang terutama diantara segala sutra yang telah dikhotbahkan oleh Sang Buddha, dan yang akan dikhotbahkan.”34 Dalam huruf tunggal “Kyo” ini terkandung seluruh sutra dari seluruh alam semesta. Ini seperti Permata pengabul segala kehendak (Nyoi Hoju) yang didalamnya berisi seluruh harta pusaka, atau keluasan alam yang mencakup segala gejala. Dan karena huruf tunggal “Kyo” dari Myohorengekyo adalah ajaran tertinggi yang dibabarkan seumur hidup Sang Buddha, maka keempat huruf lainnya, Myo-ho-renge juga melampaui seluruh delapan puluh ribu ajaran lainnya yang diajarkan Sang Buddha. BERSAMBUNG

Desember 2014 | Samantabadra

35


materi ajaran | gosyo kensyu | KUTIPAN GOSYO

1

luput dari terjatuh kedalam Empat Apakah mungkin, tanpa Dunia Buruk”, berarti orang yang memahami arti dari memiliki kepercayaan terhadap SaddharmapundarikaNammyohorengekyo tidak akan sutra, tapi hanya dengan menyebut tertarik oleh sebab jodoh yang telah kelima huruf atau ketujuh huruf diperbuatnya, sehingga tidak akan Nammyohorengekyo sekali sehari, terjatuh kedalam Dunia Neraka, sekali sebulan, sekali setahun, sekali Kelaparan, Kebinatangan dan sedekade atau sekali seumur hidup, Kemurkaan. Jadi walau memiliki dapat menghindarkan diri dari sebab karma masa lampau yang amat membuat kejahatan besar maupun berat, jika menyebut Daimoku dengan kecil, luput dari terjatuh kedalam sungguh tulus, pasti dapat mengubah Empat Dunia Buruk, sebaliknya nasib dan melangkah menuju hidup akhirnya dapat mencapai tingkat bahagia. Tidak-akan-mundur? Kutipan kalimat, “dan sebaliknya pada akhirnya dapat mencapai tingkat Keterangan: tidak akan-mundur” berarti akhirnya Yang sedang kita pelajari sekarang pasti dapat mencapai kesadaran adalah bagian awal Gosyo yang berisi Buddha. Disini dikatakan, “menyebut pertanyaan, apakah tanpa memahami sekali sehari, sekali sebulan atau arti Saddharmapundarika-sutra dan sekali setahun, sekali sedekade atau hanya dengan menyebut Daimoku dapat sekali seumur hidup”, adalah sebagai mengatasi ketidak bahagiaan, bahkan syarat pencapaian kesadaran Buddha. akhirnya dapat mencapai kesadaran Kalau berpikir, “oleh karena dalam Buddha. Dijawab, memang demikian. seumur hidup cukup hanya menyebut “Tanpa memahami arti sekali, maka tidak perlu setiap hari Saddharmapundarika-sutra” pada menyebutnya”, ini merupakan satu umumnya berarti tidak mengetahui kekeliruan amat besar. Kata “sekali” isi ajaran Saddharmapundarikadigunakan untuk menandaskan sutra, namun lebih khusus lagi dapat besarnya karunia yang terkandung dikatakan tidak mengerti filsafat dalam satu kata Nammyohorengekyo. Hukum Agama Buddha maupun makna Selanjutnya dijelaskan betapa Nammyohorengekyo. Orang-orang penting menyebut Daimoku dengan seperti ini termasuk golongan yang hati kepercayaan yang kuat dan tidak mempunyai pengertian namun mendalam. Kalau seseorang memiliki memiliki kepercayaan. hati kepercayaan yang kuat dan Kutipan kalimat, “dapat mendalam, tidak mungkin hanya menghindarkan diri dari membuat menyebut Daimoku sekali saja. kejahatan besar maupun kecil, Hendaknya kita berusaha menyebut

GM

36

Samantabadra | Desember 2014


Daimoku sekuat kemampuan kita secara berkelangsungan. Demikianlah sikap kepercayaan yang sesungguhnya. Dalam penyebutan Daimoku yang penuh ketulusan hati dan semangat yang kuat, walau hanya menyebut satu kali, terdapat kekuatan yang agung. Hendaklah disadari bahwa inilah maksud Niciren Daisyonin yang sesungguhnya.

2

Anda dapat saja berbicara tentang api, tetapi bila anda tidak dapat meletakkan tangan Anda dalam nyala api. Anda tidak akan terbakar. Anda dapat mengatakan “air, air!� tapi bila Anda tidak meminumnya, Anda tidak akan pernah memuaskan dahaga. Dengan demikian, bagaimana mungkin hanya dengan menyebut Daimoku dari Nammyohorengekyo tanpa memahami artinya, Anda dapat terhindar dari karma buruk?

GM

Keterangan: Pertanyaan selanjutnya menegaskan sekali lagi apakah mungkin hanya dengan menyebut Daimoku tanpa mengerti artinya kita dapat terhindar dari karma buruk. Untuk menjawab pertanyaan tersebut Niciren Daisyonin mengambil berbagai contoh dalam masyarakat dan dalam Agama Buddha untuk menjelaskan fungsi gaib jiwa yang dapat mewujudkan karunia. Bila menganalisa hal ini, tangan terbakar oleh api disebabkan karena kekuatan panas yang dimiliki api dan kulit yang berubah karena terbakar.

Sebaliknya, kalau hanya mengucapkan dan memikirkan api tentu tidak akan terjadi apa-apa. Sebaliknya, Nammyohorengekyo adalah Hukum Pokok yang disadari oleh para Buddha dan juga merupakan sesuatu yang dimiliki tiap jiwa manusia sejak asal mula. Penyebutan Daimoku merupakan perbuatan jiwa kita dan akan mengakibatkan perubahan “dapat terhindar dari karma buruk�. Berarti, menyebut Nammyohorengekyo dengan bersuara akan dapat membangkitkan kekuatan Nammyohorengekyo yang terdapat dalam dasar jiwa kita, karena suara itu sendiri merupakan perwujudan jiwa. Dari contoh buah prem dapat kita simpulkan bahwa karena kesan yang mendalam dipikiran kita terhadap rasa buah yang sedemikian masam, maka hanya dengan mendengarnya saja kelenjar air liur akan bekerja. Begitu pula karena jiwa Saddharma semenjak masa lampau yang tak terbatas tersembunyi didasar jiwa kita yang terdalam, maka sekarang walau hanya menyebut Nammyohorengekyo, jiwa Saddharma yang terdapat dalam jiwa kita itu akan dapat disadari dan dibangkitkan.

3

Dengan demikian, betapa lebih hebat lagi kekuatan Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra yang merupakan inti hakikat dari 80 ribu ajaran suci Sang Buddha, dan juga merupakan mata dari para Buddha yang tak terhingga! Bagaimana dapat anda ragukan lagi bahwa Desember 2014 | Samantabadra

37


materi ajaran | gosyo kensyu dengan menyebutnya saja, anda dapat terhindar dari ke Empat Dunia Buruk?

PK2

Keterangan : “Inti hakikat dari 80 ribu ajaran suci Sang Buddha”, kalau dipandang berdasarkan sudut pandang Hukum, inti hakikat berarti inti sari filsafat seluruh Hukum Agama Buddha. “Mata para Buddha yang tak terhingga”, berdasarkan sudut pandangan Manusia, berarti inti hakikat dari prajna dan kesadaran seluruh Buddha. Jadi baik berdasarkan sudut pandangan Manusia maupun Hukum, inti hakikat dari seluruh ajaran suci Sang Buddha adalah Daimoku dari Saddharmapundarikasutra, yaitu Nammyohorengekyo. Dalam kalimat Gosyo dijelaskan bahwa menyebut Empat Kesunyataan Mulia dari ajaran Hinayana maupun percaya kepada Triratna saja mendapat karunia, apalagi bila menyebut Nammyohorengekyo yang mengandung arti memasrahkan jiwa raga kepada Saddharma, pasti sebab jodoh karma masa lampau yang betapa berat pun akan dapat dihancurkan. Dan karena berhubungan dengan sebab akibat Saddharma, maka akan terhindar dari Empat Dunia Buruk. Hal ini tepat seperti contoh yang diambil Niciren Daisyonin mengenai senar yang terbuat dari urat singa. “Jika Anda membunyikan kecapi dengan senar yang terbuat dari urat singa, maka segala jenis senar lain akan putus”. Sebagai manusia kita telah membuat berbagai karma buruk dimasa lampau, karena itu jiwa 38

Samantabadra | Desember 2014

kita dapat dikatakan terlibat dengan sebab akibat yang menyebabkan jatuh kedalam Empat Dunia Buruk. Namun sekarang dengan percaya dan menyebut Nammyohorengekyo, kita telah membuat sebab pasti pencapaian kesadaran Buddha. Senar sebab akibat pencapaian keBuddhaan ini amat kuat bagaikan senar urat singa, maka dapat memutuskan sebab akibat lainnya.

4

Maka, kepercayaan adalah yang paling diperlukan untuk memasuki jalan keBuddhaan.

Anak Cabang

Keterangan: Untuk membangkitkan kekuatan agung Saddharma dari dasar jiwa kita, kepercayaan merupakan unsur mutlak. Walau Niciren Daisyonin mengajarkan, dalam Daimoku terdapat kekuatan sedemikian hebat, namun bila kita raguragu, itu sama sekali tidak mempunyai arti. Jadi, yang terpenting adalah percaya dan melaksanakan ajaran Niciren Daisyonin secara tepat. Bila hanya mengerti, tapi tidak dilaksanakan, maka itu juga tidak mempunyai arti bagi diri sendiri. Percaya berarti menerima seluruh ajaran Buddha dengan segenap jiwa raga dan melaksanakannya secara tepat. Kutipan kalimat yang berbunyi, “Walau seseorang tidak memiliki pengetahuan Agama Buddha dan bahkan teramat bodoh, tapi bila ia mempunyai kepercayaan yang tulus, maka ia dapat dianggap sebagai orang yang berpandangan benar. Tapi walaupun seseorang memiliki


pengetahuan Agama Buddha, bila ia tidak memiliki kepercayaan, maka ia dapat digolongkan sebagai pemfitnah, Iccantika atau orang yang tak dapat diperbaiki lagi ketidakpercayaannya”, mengajarkan kita betapa pentingnya kepercayaan yang menerima ajaran Sang Buddha dengan segenap jiwa raga. Harap camkan kalimat ini dalam jiwa sebagai nasihat yang keras.

ilmu pengetahuan dan peradaban. Ilmu pengetahuan dan peradaban ini ditujukan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Saddharma mencakupi seluruh karunia ilmu pengetahuan dan peradaban. Baik ajaran sementara maupun seluruh pengetahuan tidaklah lebih dari sekedar teori kebenaran yang bersifat sebagian saja, Saddharmalah yang memberi nilai dan arah Samudera luas mengandung seluruh sungai yang mengalir menuju kebahagiaan. Dalam kutipan diatas Niciren menjelaskan bahwa kedalamnya, bumi besar Saddharma yang mencakup segala mengandung seluruh makhluk kebenaran dengan memberikan empat berperasaan dan tak berperasaan, perumpamaan. Pertama, adalah dan Permata-pengabul-segala24 kutipan yang berbunyi, “Samudera kehendak (Nyoi Hoju) dapat mengeluarkan harta pusaka yang tak luas mengandung seluruh sungai yang mengalir kedalamnya”. Ini terhitung dan Dewa Mahabrahma berarti Saddharma mencakupi segala memerintah seluruh Triloka. sesuatu. Kemudian kutipan, “Bumi Kelima huruf Myohorengekyo dapat besar mengandung seluruh makhluk dibandingkan dengan kesemua berperasaan dan tak berperasaan”, hal ini. Segenap makhluk sembilan berarti bahwa Saddharma adalah dunia, sebagaimana halnya yang dasar yang menunjang segala sesuatu. berada dalam Dunia Buddha, Kutipan, “Permata-pengabul-segalatercakup di dalamnya. kehendak dapat mengeluarkan harta pusaka yang tak terhitung”, berarti KETERANGAN : Saddharma melahirkan segala Saddharma merupakan prinsip sesuatu dan merupakan sumber dasar pokok segala sesuatu, karena itu dalam kutipan kalimat diatas dikatakan untuk menciptakan nilai. Kemudian yang terakhir, “Dewa Mahabrahma mencakupi segala karunia. Hukum memerintah seluruh Triloka”, agama Buddha tidak menjelaskan berarti Saddharma melindungi segala sesuatu secara terperinci, tetapi menjelaskan sumber pokok dari segala dan menggerakkan segala sesuatu. Dengan demikian Niciren Daisyonin yang ada, sehingga mencakup segala menjelaskan melalui perumpamaansesuatu. Saddharma merupakan Hukum dasar perumpamaan tersebut diatas, bahwa Saddharma adalah sesuatu yang pokok yang terdapat dalam berbagai

5

Anak Cabang

Desember 2014 | Samantabadra

39


materi ajaran | gosyo kensyu mencakup seluruh prinsip Hukum yang menjadi dasar dan menciptakan nilai untuk diwujudkan dalam kehidupan nyata di masyarakat. Demikian pula kutipan kalimat “Kelima huruf Myohorengekyo dapat dibandingkan dengan kesemua hal ini. Segenap makhluk sembilan dunia, sebagaimana halnya yang berada dalam Dunia Buddha, tercakup didalamnya”, tidak lain menyatakan bahwa Saddharma merupakan sesuatu yang mencakup jiwa kita umat manusia dan menjadi penunjang serta pegas untuk menciptakan kebahagiaan. Kutipan “…… tercakup didalamnya” berarti untuk mencapai kesadaran Buddha haruslah berdasarkan pertapaan dan menyadari Saddharma. Saddharma merupakan sumber pokok bagi seluruh Buddha ketiga masa. Hidup kita tidak hanya tergantung pada lingkungan maupun nasib. Bila kita setiap hari hidup berdasarkan pada Saddharma, maka kita dapat hidup dengan penuh karunia. Inilah karunia kebajikan Hukum Agama Buddha Niciren Daisyonin.

6

Karena segenap makhluk Sepuluh Dunia (subyek, Syoho) tercakup didalamnya, begitu pula lingkungannya (obyek, Eho).

Anak Cabang

Keterangan : Dalam kutipan ini dijelaskan bahwa keagungan Saddharma tidak terbatas pada manusia, tetapi mencakup juga lingkungannya. Jadi kita dapat melihat tolok ukur kepercayaan kita 40

Samantabadra | Desember 2014

dalam kehidupan sehari-hari. Bila kita kelihatannya telah melaksanakan kehidupan penciptaan nilai yang penuh keberisian dalam rohani berdasarkan Hukum Agama Buddha Niciren Daisyonin, tetapi keadaan lingkungan kita sama sekali tak tampak ada perubahan, maka sikap kepercayaan kita belumlah dapat dikatakan benar. Hukum Agama Buddha Niciren Daisyonin adalah teori filsafat yang mencakup lingkungan, sehingga melalui kepercayaan yang kuat akan mempengaruhi dan mewujudkan karunia dan kebajikan dalam lingkungan. Bila tidak dapat mempengaruhi dan mewujudkan karunia dan kebajikan dalam lingkungan, maka tidaklah dapat dikatakan Hukum Agama Buddha yang sesungguhnya. Kalau hanya memberi ketenangan dalam kehidupan rohani dan sama sekali tidak memperhatikan keadaan masyarakat yang sesungguhnya, maka tak dapat dikatakan sebagai suatu agama sejati. Dengan memikul tanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat baru dapat dikatakan sebagai Agama Buddha sesungguhnya. Dengan demikian, pelaksanaan kepercayaan kita tidaklah terlepas dari usaha mensejahterakan masyarakat disekitar kita. Melalui kepercayaan yang teguh kita dapat membuktikan bahwa Saddharma merupakan sumber karunia dan kebajikan. Perjuangan melawan kesulitan dalam kehidupan akan dapat membuktikan hal ini. Bila memiliki kepercayaan yang kuat dan ulet pasti


bukan hanya diri sendiri saja yang berubah, tapi dapat juga merombak lingkungan. Kesulitan yang kita hadapi merupakan waktu untuk mewujudkan karunia dari Saddharma.

Keterangan kata-kata: 1. Lima atau tujuh huruf: Kelima huruf adalah Myo-ho-ren-ge dan kyo. Dalam tulisan-tulisan Niciren Daisyonin, Myoho-renge-kyo seringkali digunakan bersamaan artinya dengan Nam-myoho-renge-kyo, terdiri dari 7 huruf Kanji. 2. Tingkat Tidak-akanmundur: Kesebelas dari 52 tingkat pelaksanaan Bodhisatva dan yang pertama dari 10 tingkat penetapan (Juju). Seseorang yang mencapai tingkat ini tidak akan mundur, dipastikan akan mencapai kesadaran Buddha. 3. Empat Kesunyataan Mulia (Catur-arya-satyani): Ajaran dasar Agama Buddha yang menguraikan sebab penderitaan dan cara pembebasannya, yaitu: (a). Semua keberadaan adalah penderitaan (Dukkha); (b). Penderitaan disebabkan oleh nafsu mementingkan diri sendiri (Dukkha Gamudaya); (c). Membasmi nafsu mementingkan diri sendiri menghasilkan berhentinya penderitaan dan memungkinkan seseorang mencapai nirwana (Dukkha Niroda); dan (d). Membasmi nafsu hanya dapat dicapai dengan mematuhi ke Delapan Jalan Benar/Utama (Dukkha Magga).

4. Cerita ini muncul dalam Sutra Kengu jilid ke-12. Menurut Sutra ini, ketika Buddha Sakyamuni tinggal di Sharavasti, murid-Nya, Ananda, memelihara dua ekor burung beo di rumah pelindung Sang Buddha, Sudatta, dan mengajarkan mereka menyebut keempat kesunyataan mulia (Chaturarya-satyani). Suatu malam seekor anjing buas menyerang dan memangsa keduanya. Tetapi dikatakan bahwa mereka dilahirkan kembali di Surga Empat Raja Langit (Catur-maharajakayika) karena karunia penyebutan berulang-ulang keempat kesunyataan mulia. 5. Cerita ini muncul dalam Sutra Mahakarunapundarika (Daihi), jilid ke-3. Triratna adalah Buddha, Dharma dan Sangha (Bhiksu). Menurut Sutra, suatu saat ketika seorang pedagang sedang berlayar di lautan luas, seekor ikan raksasa yang disebut “makara� hampir menelan kapalnya. Walaupun penumpang lainnya telah putus asa, ia memusatkan pikirannya pada Sang Triratna dan memohon maitri karuna seluruh Buddha. Melihat hal ini, penumpang lainnya turut bersamasama dalam doa yang khusuk dengan tangan terkatup, dan ikan raksasa berhenti menyerang mereka. 6. Delapan puluh ribu ajaran suci: Seluruh ajaran Buddha Sakyamuni. Ungkapan ini digunakan untuk menyatakan keseluruhan ajaran Agama Buddha dan tidak merupakan angka Desember 2014 | Samantabadra

41


materi ajaran | gosyo kensyu yang sebenarnya dari jumlah Sutra. 7. Saddharmapundarikasutra, jilid ke-3 8. Sunakshatra: Seorang anak yang menurut beberapa sumber, diangkat anak oleh Buddha Sakyamuni sebelum Beliau meninggalkan keduniawian, Ia memasuki pertapaan Agama Buddha, tetapi karena dipengaruhi oleh kawan-kawan jahat, ia kehilangan penguasaannya atas keempat tingkatan meditasi dan terbelenggu oleh pandangan yang salah bahwa tidak adanya Sang Buddha, tidak ada Dharma, dan tidak ada pencapaian nirwana. Ia dikatakan akhirnya terjatuh hidup-hidup ke dalam neraka. 9. Dua ratus lima puluh pantangan: Peraturan disiplin Hinayana yang harus ditaati oleh bhiksu-bhiksu yang telah dinobatkan penuh. 10. Empat tingkat meditasi (Chatur-dhyana): Empat tingkat meditasi yang memungkinkan umat dari Kamadhatu melenyapkan angan-angan dan dilahirkan kembali pada Empat Surga Dhyana dari Rupadhatu. Meditasi yang pertama membimbing umat kepada surga pertama dan seterusnya. 11. Dua belas jenis Sutra: Satu metode pengelompokan ajaran Buddha Sakyamuni menurut isi dan gaya penyampaiannya. Menunjukkan semua Sutra. 12. Delapan belas kekuatan gaib: Bermacam-macam tindakan 42

Samantabadra | Desember 2014

dan penampilan yang diwujudkan para Buddha dan Bodhisattva, untuk membimbing umat kepada kesadaran. Penjelasannya berlainan tergantung Sutranya. 13. Saddharmapundarikasutra, bab ke-15. 14. Eranda: Pohon yang tinggi dan mengeluarkan bau beracun, tumbuh di India. 15. Yojana: Satu ukuran panjang di India Purba, diperkirakan sama dengan jarak yang ditempuh angkatan darat kerajaan bila berbaris dalam satu hari penuh. Perkiraan berkisar dari 9,6 – 18 atau 24 km. 16. Nyagrodha: Pohon banyan yang tumbuh didaerah tropis dan sub-tropis Asia, umumnya mencapai antara 30 – 40 kaki. Daun-daunnya yang rimbun memberikan naungan yang teduh dari teriknya sinar matahari. 17. Ulat plum: Sejenis burung yang amat kecil. Juga dikatakan bahwa burung ini termasuk kategori ulat, disebut juga ulat plum. Pohon besar yang tidak dapat dipatahkan oleh burung besar tapi dapat ditumbangkan karena dilubangi oleh ulat kecil ini. 18. Saddharmapundarikasutra, bab ke-2. 19. Saddharmapundarikasutra, bab ke-14. 20. Susyanta: Seorang Buddha yang disebut dalam Sutra Panchavimshatisahasrika-


prajnaparamitha (Daibon Hannya) dan sumber-sumber lainnya. Beliau dikatakan mewujudkan suatu aspek yang fana di dunia, demi untuk membimbing murid-muridnya ke jalan pelaksanaan Bodhisattva. Setelah berkhotbah selama setengah kalpa dan menyelesaikan tugasnya. Beliau memasuki nirvana. 21. Udumbara: Suatu tumbuhan khayalan yang dikatakan berbunga sekali setiap 3.000 tahun, untuk menyambut kedatangan seorang raja pemutar roda emas atau seorang Buddha. Seringkali disebut dalam tulisan-tulisan Agama Buddha sebagai kiasan bagi suatu hal luar biasa yang jarang sekali terjadi. 22. Kura-kura bermata satu: Menunjuk pada cerita yang sekilas disebut dalam Bab ke-27 Saddharmapundarika-sutra, kisah Raja Cahaya Gemilang (Raja Shubhavyuha). Cerita dibelakang keterangan ini muncul pada Sutra Zo-Agon. Seekor kura-kura buta, panjang umurnya adalah kalpa tak terukur, tinggal didasar lautan. Sekali dalam 100 tahun ia muncul dipermukaan laut. Hanya terdapat satu kayu mengapung dilautan yang mempunyai lubang yang sesuai dengan ukuran kura-kura. Karena kura-kura itu buta dan kayu itu pun diombang-ambingkan oleh angin dan ombak, sangat jauh kemungkinan kura-kura itu dapat menemukan kayu itu. 23. Myohorengekyo: Salah satu dari ketiga versi Tiongkok yang masih ada dari

Saddharmapundarika-sutra, terdiri dari 8 jilid dan 28 bab, diterjemahkan oleh Kumarajiva pada tahun 406. Dua lainnya adalah Syohokke-kyo, terdiri dari 7 jilid dan 27 bab, diterjemahkan oleh Inanagupta dan Dharmagupta pada tahun 601. Diantara ketiga ini, Myoho-renge-kyo dari Kumarajiva adalah yang paling terkenal. Karena itu, di Tiongkok dan Jepang, nama Saddharmapundarika-sutra biasanya menunjuk kepada Myohorengekyo. 24. Permata-pengabul-segalakehendak: Sebuah permata yang dikatakan memiliki kekuatan untuk mengabulkan segala yang dikehendaki seseorang. Melambangkan keagungan dan kebajikan seorang Buddha dan ajaranajaran agama Buddha. 25. Menurut Abhidharmakosya-sastra (Kusya Ron), dalam perputaran kelangsungan kalpatahap kedua dari empat tahap perputaran : Pembentukan, Kelangsungan, Pelapukan, dan Penghancuranpanjang usia manusia mengulangi satu siklus perubahan, berkurang satu faktor dari satu tahun setiap 100 tahun sampai mencapai umur ratarata hanya 10 tahun, kemudian naik kembali dengan perhitungan yang sama sampai mencapai umur 80.000 tahun. Kemudian mulai berkurang lagi sampai mencapai umur 10 tahun dan seterusnya. Dikatakan bahwa Buddha Sakyamuni muncul di dalam Kalpa Perputaran Kelangsungan saat ini, pada masa ke-9 dari pengurangan, Desember 2014 | Samantabadra

43


materi ajaran | gosyo kensyu ketika panjangnya umur manusia ratarata adalah 100 tahun. 26. Menurut Syusyo no Iki atau Catatan Keajaiban-keajaiban dalam Buku dari Chou. Buddha Sakyamuni wafat tanggal 15 Februari, tahun ke-52 pemerintahan Raja Mu (949 S. M.) 27. Lima negeri di India. Timur, barat, selatan, utara dan tengah dari India, menunjukkan keseluruhan negara India. 28. Istana Raja Naga: Istana dalam dongeng yang terletak didasar laut, penuh pusaka agung dan perhiasan-perhiasan indah. Dikatakan bahwa Bodhisattva Nagarjuna memperoleh Sutra Avamtasaka di istana ini. 29. Versi 80 jilid dan 60 jilid: 80 jilid Sutra Avamtasaka, disebut terjemahan baru, diterjemahkan oleh Syiksyananda pada Dinasti Tang, dan 60 jilid Sutra Avamtasaka, disebut terjemahan lama, diterjemahkan oleh Buddhabhadra pada Dinasti Chin Timur. 30. Avarahakha: Lima huruf a, va, ra, ha, dan kha menunjukkan berturut-turut lima unsur alam semesta yaitu: tanah, air, api, angin dan ruang. Ajaran Rahasia Sekte Syingon memegang prinsip ini sebagai salah satu kebenaran rahasia yang dibabarkan oleh Buddha Mahavairocana. Satu kata ini digunakan sebagai mantera dan dikatakan untuk menekankan kualitas, kebijaksanaan, penampilan dan pelaksanaan Sang Buddha. 44

Samantabadra | Desember 2014

31. Bibit: Lambang dalam ilmu ejaan (orthografi) bahasa Sansekerta, digunakan untuk melambangkan berbagai Buddha dan Bodhisattva dalam ajaran rahasia. 32. Samayas: Berbagai sifat para Buddha dan Bodhisattva, terutama prasetya mereka untuk membimbing semua umat menuju kesadaran tertinggi. Istilah ini seringkali digunakan dalam ajaranajaran rahasia. 33. Tujuh Buddha masa lampau. Buddha Sakyamuni dan enam Buddha yang dikatakan mendahului Beliau. Enam Buddha adalah Buddha Vipashyin (Bibasyi), Syikhin (Syiki), Vishvabhu (Bishabu), Krakucchanda (Kuruson), Kanakamuni (Kunagon) dan Kasyapa (Kasyo). Ketiga pertama muncul pada Kalpa Gemilang dimasa lampau, sedangkan keempat lainnya termasuk Buddha Sakyamuni muncul pada Kalpa Kebijaksanaan masa kini. Seribu Buddha dikatakan muncul di Kalpa Gemilang masa lampau. 34. Hokke Mongu Ki, jilid ketujuh.


Desember 2014 | Samantabadra

45


materi ajaran | gosyo kensyu

46

Samantabadra | Desember 2014


Desember 2014 | Samantabadra

47


materi ajaran | gosyo kensyu

48

Samantabadra | Desember 2014


Desember 2014 | Samantabadra

49


materi ajaran | gosyo kensyu

50

Samantabadra | Desember 2014


Desember 2014 | Samantabadra

51


materi ajaran | gosyo kensyu

52

Samantabadra | Desember 2014


Desember 2014 | Samantabadra

53


materi ajaran | gosyo kensyu

54

Samantabadra | Desember 2014


Desember 2014 | Samantabadra

55


materi ajaran | gosyo kensyu

The Daimoku of The Lotus Sutra Question: Is it possible, without understanding the meaning of the Lotus Sutra, but merely by chanting the five or seven characters ofNam-myoho-renge-kyo once a day, once a month, or simply once a year, once a decade, or once in a lifetime, to avoid being drawn into trivial or serious acts of evil, to escape falling into the four evil paths, and instead to eventually reach the stage of nonregression? Answer: Yes, it is. Question: You may talk about fire, but unless you put your hand in a flame, you will never burn yourself. You may say “water, water!” but unless you actually drink it, you will never satisfy your thirst. Then how, just by chanting the daimoku of Nam-myoho-renge-kyo without understanding what it means, can you escape from the evil paths of existence? Answer: They say that, if you play a koto strung with a lion’s sinews, then all the other kinds of strings will snap. And if you so much as hear the words “pickled plum,” your mouth will begin to water. Even in everyday life there are such wonders, so how much greater are the wonders of the Lotus Sutra! We are told that parrots, simply by twittering the four noble truthsof the Hinayana teachings, were able to be reborn in heaven, and that men, simply by respecting the three treasures, were able to escape being swallowed by a huge fish. How much more effective, then, is thedaimoku of the Lotus Sutra, which is the very heart of all the eighty thousand sacred teachings of Buddhism and the eye of all the Buddhas! How can you doubt that by chanting it you can escape from the four evil paths? The Lotus Sutra, wherein the Buddha honestly discarded expedient means, says that one can “gain entrance through faith alone.” And theNirvana Sutra, which the Buddha preached in the grove of sal trees on the last day of his life, states, “Although there are innumerable practices that lead to enlightenment, if one teaches faith, then that includes all those practices.” Thus faith is the basic requirement for entering the way of the Buddha. In the fifty-two stages of bodhisattva practice, the first ten stages, dealing with faith, are basic, and the first of these ten stages is that of arousing pure faith. Though lacking in knowledge of Buddhism, a person of faith, even if dull-witted, is to be reckoned as a person of correct views. But even though one has some knowledge of Buddhism, if one is without faith, then one is to be considered a slanderer and anicchantika, or person of incorrigible disbelief. The monk Sunakshatra observed the two hundred and fifty precepts, mastered the four stages of meditation, and was versed in all the twelve divisions of the scriptures, while Devadatta memorized the sixty thousand non-Buddhist teachings and the eighty thousand Buddhist teachings, and could manifest eighteen miraculous powers with his body. And yet it is said that these men, because they had knowledge but no faith, are now in the great citadel of the Avīchi hell. Mahākāshyapa and Shāriputra on the other hand lacked knowledge but had faith, and the Buddha accordingly predicted that they would become the Thus Come Ones Light Bright and Flower Glow, respectively. The Buddha stated, “If one should harbor doubt and fail to believe, one will fall at once into the evil paths.” These words refer to those who have knowledge but are without faith. And yet contemporary scholars ask, “How is it possible, simply by chanting Nam-myoho-rengekyo with faith but no understanding, to avoid the evil paths?” If we accept the words of the sutra, these scholars themselves can hardly avoid falling into the great citadel of the Avīchi hell. Thus, as we have seen, even those who lack understanding, so long as they chant Nam-myoho56

Samantabadra | Desember 2014


renge-kyo, can avoid the evil paths. This is like lotus flowers, which turn as the sun does, though the lotus has no mind to direct it, or like the plantain that grows with the rumbling of thunder, though this plant has no ears to hear it. Now we are like the lotus or the plantain, and the daimoku of the Lotus Sutra is like the sun or the thunder. People say that, if you tie a piece of living rhinoceros horn to your body and enter the water, the water will not come within five feet of you. They also say that, if one leaf of the sandalwood tree unfurls, it can eradicate the foul odor of the eranda trees for a distance of forty yojanas. In this case, our evil karma may be likened to the eranda trees or the water, and the daimoku of the Lotus Sutra may be likened to the rhinoceros horn or the sandalwood leaf. Diamonds are so hard that almost no substance will cut them, and yet they can be cut by a sheep’s horn or a turtle’s shell. The limbs of the nyagrodha tree are so stout that the largest birds can perch on them without breaking them, and yet they are vulnerable to the tailorbird, which is so tiny it could almost build its nest on the eyelashes of a mosquito. Here, our evil karma is analogous to the diamond or the nyagrodha tree, and the daimoku of the Lotus Sutra, to the sheep’s horn or the tailorbird. Amber draws dust, and a magnet attracts iron particles; here our evil karma is like the dust or iron, and the daimoku of the Lotus Sutra is like the amber or the magnet. If we consider these [analogies, we can see why] we should always chant Nam-myoho-renge-kyo. The first volume of the Lotus Sutra states, “Throughout incalculable, innumerable kalpas it is rare that one may hear this Law.” And the fifth volume says, “As for this Lotus Sutra, throughout immeasurable numbers of lands one cannot even hear its name.” Thus it is an extremely rare thing to hear the name of the Lotus Sutra. Though the Buddhas Sushānta and Many Treasures made their appearance in the world, they did not utter so much as the name of the Lotus Sutra. And though the Thus Come One Shakyamuni made his advent expressly for the purpose of preaching the Lotus Sutra, he kept the name of that sutra a secret and never referred to it for a period of forty-two years. It was only when he reached the age of seventy-two that he first began to intone Myohorenge-kyo, the daimoku of the sutra. However, the people of faraway countries such as China and Japan were unable to hear of it at that time. It was over a thousand years before China heard so much as the name of the sutra, and another three hundred and fifty or more years before it was heard in Japan. Thus, encountering this sutra is as rare as the blossoming of theudumbara flower, which occurs but once in three thousand years, or theone-eyed turtle finding a floating piece of sandalwood, which happens only once in innumerable, boundless kalpas. Suppose one were to place a needle in the earth point up and throw down tiny mustard seeds at it from the palace of the great king Brahmāin the heavens. One could sooner impale a mustard seed on the point of a needle in this way than encounter the daimoku of the Lotus Sutra. Or suppose one were to place a needle upright on top of the Mount Sumeruin one world and then, standing atop the Mount Sumeru of another world on a very windy day, were to try to cast a thread so that it reached the other mountain and passed through the eye of the needle. One could sooner thread a needle in this way than encounter the daimoku of theLotus Sutra. Therefore, when you chant the daimoku of this sutra, you should be aware that it is a more joyful thing than for one who was born blind to gain sight and see one’s father and mother, and a rarer thing than for a man who has been seized by a powerful enemy to be released and reunited with his wife and children. Question: What passages of proof can be cited to show that one should chant only the daimoku? Answer: The eighth volume of the Lotus Sutra of the Wonderful Law states that one who accepts and upholds the mere name of theLotus Sutra will enjoy immeasurable good fortune. Desember 2014 | Samantabadra

57


materi ajaran | gosyo kensyu The Lotus Sutra of the Correct Law says that, if one hears this sutra and proclaims and embraces its title, one will enjoy merit beyond measure. And the Supplemented Lotus Sutra of the Wonderful Law says that one who accepts and upholds the name of the Lotus Sutra will enjoy immeasurable good fortune. These statements indicate that the good fortune one receives from simply chanting the daimoku is beyond measure. To accept, uphold, read, recite, take delight in, and protect all the eight volumes and twentyeight chapters of the Lotus Sutra is called the comprehensive practice. To accept, uphold, and protect the “Expedient Means” chapter and the “Life Span” chapter is called the abbreviated practice. And simply to chant one four-phrase verse or the daimoku, and to protect those who do so, is called the essential practice. Hence, among these three kinds of practice, comprehensive, abbreviated, and essential, the daimoku is defined as the essential practice. Question: How great are the blessings contained within the five characters of Myoho-rengekyo? Answer: The great ocean contains all the numerous rivers that flow into it, the great earth contains all sentient and insentient beings, thewish-granting jewel is capable of showering down innumerable treasures, and the heavenly king Brahmā rules over all the threefold world. The five characters of Myoho-renge-kyo are comparable to these. All beings of the nine worlds, as well as those in the world ofBuddhahood, are contained within them. And since all beings of the Ten Worlds are contained within them, so are their environments. Let us first examine the fact that the five characters, Myoho-renge-kyo, contain within them all teachings. The single character kyō, or “sutra,” is the king of all sutras, and all the other sutras are encompassed by it. The Buddha appeared in the world and over a period of fifty years preached eighty thousand sacred teachings. At that time the life span of human beings is said to have been one hundred years. The Buddha passed away in the middle of the night on the fifteenth day of the second month of the year with the cyclical sign mizunoe-saru. Thereafter, during some ninety days of summer, or the period from the eighth day of the fourth month until the fifteenth day of the seventh month of the same year, one thousand arhats gathered at the compilation hall and set down all the sutras. After that, during the one thousand years of the Former Day of the Law, all these various sutras spread throughout the five regions of India, but they did not reach as far as China. It was only in the fifteenth year of the Middle Day of the Law [1,015 years after the Buddha’s passing] that Buddhist sutras were first introduced to China. This was in the year with the cyclical sign hinotou, the tenth year of the Yung-p’ing era (c.e. 67) in the reign of Emperor Ming of the Later Han dynasty. From that time until the year with the cyclical sign kanoe-uma, the eighteenth year of the K’ai-yüan era (c.e. 730) in the reign of Emperor Hsüan-tsung of the T’ang dynasty, a total of 176 translators went over to China, taking with them 1,076 sutras, works on discipline, and treatises comprising 5,048 volumes contained in 480 scroll cases. All of these sacred writings are followers of the single character kyō of the Lotus Sutra. Among the sutras that the Buddha preached during the more than forty years before he expounded the Lotus Sutra, there is one called the Great and Vast Buddha Flower Garland Sutra. This sutra is preserved in the dragon king’s palace in three versions. The first version contains as many chapters as the dust particles of ten major world systems. The second version contains 498,800 verses, and the third version contains 100,000 verses in forty-eight chapters. Outside of these three versions, only the smaller texts such as the eighty-volume and sixty-volume versions are preserved in China and Japan. In addition, there are the Hinayana Āgama sutras, and the variousMahayana sutras of the Correct and Equal and the Wisdom periods. Among the latter, the Sanskrit text of 58

Samantabadra | Desember 2014


the Mahāvairochana Sutra devotes a total of thirty-five hundred verses simply to the explanation of the five characters of the mantra avarahakha, to say nothing of the countless verses it uses to describe the seeds, august forms, and samayas16 of the various honored ones. In China, however, the text exists in a mere six- or seven-volume form. The Nirvana Sutra, which the Buddha preached in the sal grove on his last day, is preserved in China in a version that is only forty volumes long, though in this case, too, the Sanskrit versions of the text have many more volumes. All these various sutras are followers of the Lotus Sutra, the most profound teaching of the Thus Come OneShakyamuni. In addition, all the sutras expounded by the seven Buddhas of the past, the thousand Buddhas, or the Buddhas of countless kalpas ago, as well as those expounded by the Buddhas presently living in theten directions, are followers of the single character kyō of the Lotus Sutra. Thus, in the “Medicine King” chapter of the Lotus Sutra, the Buddha addresses Bodhisattva Constellation King Flower, saying that, just as the ocean is foremost among all the rivers, streams, and other bodies of water, just as Mount Sumeru is foremost among all the mountains, and just as the moon is foremost among the heavenly bodies, [so the Lotus Sutra is likewise among all the sutras]. The Great Teacher Miao-lo says in his commentary that the Lotus Sutra is “foremost among all the sutras preached in the past, now being preached, or to be preached in the future.” Within this single character kyō are contained all the sutras in the worlds throughout the ten directions. It is like the wish-granting jewelthat contains within it all manner of treasures, or the vastness of space that encompasses all phenomena. And because this single character kyōof Myohorenge-kyo is the supreme achievement of the Buddha’s lifetime of teaching, the other four characters, Myōhō-ren-ge, likewise surpass all the other eighty thousand doctrines that the Buddha taught. Coming now to the character myō, the Lotus Sutra says, “This sutra opens the gate of expedient means and shows the form of true reality.” The Great Teacher Chang-an states, “Myō means to reveal the depths of the secret storehouse.” The Great Teacher Miao-lo says of this, “To reveal means to open.” Hence the character myō means to open. If there is a storehouse full of treasures but no key, then it cannot be opened, and if it cannot be opened, then the treasures inside cannot be seen. The Buddha preached the Flower Garland Sutra, but he did not therein expound the key to open this sutra. Likewise, in the more than forty years that followed, he preached the sutras of the Āgama, Correct and Equal, and Wisdom periods as well as the Meditation Sutra, but he did not reveal their meaning. Their doors remained closed, and therefore no one could understand these sutras. Even though people thought they understood, their understanding was in fact distorted. But then the Buddha preached the Lotus Sutra and in this way opened the storehouses of the sutras. And for the first time in more than forty years, all the people of the nine worlds were able to view the treasures that lay within. To give an analogy, even though there are people and animals, plants and trees on the earth, without the light of the sun or moon, even those with good eyes cannot make out their shapes and colors. It is when the sun or moon rises that one can discern for the first time what these things really look like. The sutras that preceded the Lotus Sutra were shrouded in the darkness of a long night, and the essential and theoretical teachings of the Lotus Sutra were like the sun and moon. Among the bodhisattvas with their two good eyes, the cross-eyed people of the two vehicles, ordinary people with their blind eyes, or icchantikas who have been blind since birth, there were none who could make out the true color or shape of things by means of the earlier sutras. But when the Lotus Sutra was preached and the moon of the theoretical teaching came forth, first the bodhisattvas with their two good eyes gained enlightenment, and then the cross-eyed people of the two vehicles. Next the blind eyes of ordinary people were opened, and then even icchantikas, Desember 2014 | Samantabadra

59


materi ajaran | gosyo kensyu who had been blind from birth, were able to establish a relationship with the Lotus Sutra that assured them that their eyes would one day open. All this was due entirely to the virtue of the single character myō. There are two myō, or mystic, principles expounded in the Lotus Sutra, one in the first fourteen chapters, which constitute the theoretical teaching, and one in the latter fourteen chapters, which constitute theessential teaching. From another point of view, there are twenty mystic principles, ten in the theoretical teaching and ten in theessential teaching; or there are sixty mystic principles, thirty in thetheoretical teaching and thirty in the essential teaching. From yet other points of view, forty mystic principles may be discerned in each half of the Lotus Sutra. By adding these to the forty mystic principles concerning the observation of the mind, the single character myō will be found to contain fully one hundred and twenty myō, or mystic, principles. One fundamental myō, or mystic, principle underlies every one of the 69,384 characters that make up the Lotus Sutra. Hence the Lotus Sutra comprises a total of 69,384 mystic principles. Myō in India is rendered as sad, and in China, as miao. Myō means to be fully endowed, which in turn has the meaning of “perfect and full.” Each word and each character of the Lotus Sutra contains within it all the 69,384 characters that compose the sutra. To illustrate, one drop of the great ocean contains within it the waters of all the various rivers that flow into the ocean, and a single wish-granting jewel, though no bigger than a mustard seed, is capable of showering down the treasures that one could wish for with all the wish-granting jewels. To give another analogy, plants and trees are withered and bare in autumn and winter, but when the sun of spring and summer shines on them, they put forth branches and leaves, and then flowers and fruit. Before the preaching of the Lotus Sutra, the people in the nine worldswere like plants and trees in autumn and winter. But when the single character myō of the Lotus Sutra shone on them like the spring and summer sun, then the flower of the aspiration for enlightenment blossomed, and the fruit of Buddhahood or rebirth in the pure landemerged. Bodhisattva Nāgārjuna in his Treatise on the Great Perfection of Wisdom says, “[The Lotus Sutra is] like a great physician who can change poison into medicine.” This quotation occurs in a passage in Great Perfection of Wisdom that explains the virtues inherent in the charactermyō of the Lotus Sutra. The Great Teacher Miao-lo remarks, “Because it can cure what is thought to be incurable, it is called myō, or wonderful.” In general, there are four kinds of people who have great difficulty in attaining Buddhahood or rebirth in the pure land. First are those predestined for the two vehicles, second are icchantikas, third are those who cling to the doctrine of void, and fourth are those who slander the Law. But through the Lotus Sutra, all of these people are able to become Buddhas. That is why the Lotus Sutra is called myō. Devadatta was the eldest son of King Dronodana and a nephew of King Shuddhodana [the father of the Buddha Shakyamuni], which made him the Buddha’s cousin. He was also the elder brother of the Buddha’s disciple, the Venerable Ānanda. He was thus by no means a person of low station in the southern continent, Jambudvīpa. He became a disciple of the monk Sudāya and entered the religious life. From the Venerable Ānanda he learned the eighteen miraculous powers, and he committed to memory the sixty thousand teachings of the non-Buddhist schools and the eighty thousand teachings of Buddhism. He observed the five ascetic practices and appeared almost more saintly than the Buddha himself. Thinking to make himself a leader like the Buddha, he dared to commit the crime of disrupting the Buddhist Order by establishing his own ordination platform on Mount Gayashīrsha and inviting the Buddha’s disciples over to his side. He confided to Crown PrinceAjātashatru: “I intend to kill the Buddha and become the new Buddha. You must kill your father, the king [Bimbisāra], and become the new king in his place!” 60

Samantabadra | Desember 2014


After Crown Prince Ajātashatru had in fact killed his father,Devadatta kept watch on the Buddha’s activities and with a large stone caused his blood to flow. He also struck and killed the nun Utpalavarnāwho had reached the state of arhat. Thus he committed fully three of thefive cardinal sins. In addition, with the Venerable Kokālika as his disciple and King Ajātashatru as his patron, Devadatta began to attract followers from everywhere, until throughout the five regions of India with its sixteen great states, five hundred middle-sized states, and ten thousand small states, every soul guilty of one, two, or three of the cardinal sins was a member of his group. They gathered about him as the various rivers gather in the great ocean, or as plants and trees gather on a great mountain. As the wise gathered about Shāriputra, and those with transcendental powers flocked to Maudgalyāyana, so did evil persons throw in their lot with Devadatta. As a result, the great earth, which is 168,000 yojanas thick and rests on a windy circle as hard as a diamond, nevertheless split open, plunging Devadatta alive into the great citadel of the hell of incessant suffering. His leading disciple Kokālika also fell into hell alive, as did the Brahman’s daughter Chinchā, King Virūdhaka, and the monk Sunakshatra. Moreover, the people of India with its five regions andsixteen great states, five hundred middle-sized states, and ten thousand small states all observed this. Those in the six heavens of the world of desire and in the four meditation heavens, all beings in both the worlds of form and formlessness, including Brahmā, Shakra, the devil king of the sixth heaven, and King Yama, likewise witnessed their fate. All the beings throughout the major world system and the worlds of the ten directions heard about this, and unanimously concluded that, even though as many kalpas should pass as there are dust particles of the land, Devadatta and the others would never escape from the great citadel of the hell of incessant suffering, and that, though the stone that marks the duration of a kalpa might be worn completely away, they would continue to suffer in the Avīchi hell. How astounding, then, that in the “Devadatta” chapter of the Lotus Sutra Shakyamuni Buddha should reveal that Devadatta was his teacher in a past existence and should predict that he would attain enlightenment in the future as aThus Come One called Heavenly King! If the sutras preached before theLotus Sutra are true, then the Lotus Sutra must be an outrageous lie. But if the Lotus Sutra is true, then the previous sutras must be guilty of perpetrating the wildest deceptions. If Devadatta, who committed three of the five cardinal sins and in addition was guilty of countless other grave offenses, could become theThus Come One Heavenly King, then there can be no doubt that the other evildoers who committed only one or two of the cardinal sins will surely attain the way as well. For if the great earth itself could be overturned, then the plants and trees on it would as a matter of course be overturned. And if one can crush the hardest stone, one can certainly bend the pliant grasses. Therefore, the Lotus Sutra is called myō. Coming now to the subject of women, we find that they are strongly condemned in both the Buddhist and non-Buddhist writings. The works known as the Three Records and the Five Canons of the Three Sovereignsand Five Emperors of ancient China depict them as fawning and crooked. For this reason, disaster is said to have come about because of the three women of antiquity. Thus women are identified as the cause of the downfall of a nation and its people. The Flower Garland Sutra, the first great teaching that the Buddha preached following his enlightenment, states, “Women are messengers of hell who can destroy the seeds of Buddhahood. They may look like bodhisattvas, but at heart they are like yaksha demons.” The Nirvana Sutra, the Buddha’s last teaching that he delivered in the grove of sal trees, says, “All rivers and streams are invariably winding and devious, and all women are invariably fawning and crooked.” It also says, “If all the desires and delusions of all the men throughout the major world system were lumped together, they would be no greater than the karmic impediment of one single woman.” Desember 2014 | Samantabadra

61


materi ajaran | gosyo kensyu When the Flower Garland Sutra says that women “can destroy the seeds of Buddhahood,” it means that they scorch and burn the seeds that would otherwise allow them to become Buddhas. When clouds mass in the sky in a time of great drought and heavy rain falls to earth, then countless withered plants and trees everywhere will put forth blossoms and bear fruit. But this is not true of seeds that have been scorched. They will never sprout; rather the heavy rain makes them rot. Now the Buddha is like the masses of clouds, his teachings are like the heavy rain, and the withered plants and trees are like all living beings. When they are watered by the rain of the Buddhist teachings and observe the five precepts, the ten good precepts, and the meditative practices, all of which bring merit, they will put forth blossoms and bear fruit. The scorched seeds that never sprout even though the rain falls on them, but instead rot are comparable to women, who, though they encounter the Buddhist teachings, cannot free themselves from the sufferings of birth and death, but instead turn away from the truth of Buddhism and fall into the evil paths. This is what the sutra means when it says that women “can destroy the seeds of Buddhahood.” The passage in the Nirvana Sutra cited above says that, just as all rivers and streams twist and wind, so too are women perverse and devious. Because water is a pliant substance, when its path is blocked by some hard object such as a rock or a mountain, it will split into two streams or turn aside, flowing now this way, now that. Women are the same; their minds are soft and weak. Though they may believe that a certain course is right, if they come up against the strong will of a man and find their way blocked, then they will turn in some direction quite different from the one they originally intended. Again, though you may trace pictures on the surface of the water, nothing of what you have drawn will remain. Women are the same, for lack of steadfastness is their basic character. Hence they will think a certain way at one moment, and then a moment later have quite a different view. But the basic character of a Buddha is honesty and straightforwardness. Hence women, with their devious ways, can never become Buddhas. Women are doomed to the five obstacles and the three types of obedience. Hence the SilverColored Woman Sutra says that, even if the eyes of the Buddhas of the three existences were to fall to the ground, no woman could ever attain Buddhahood. Great Perfection of Wisdom says that one could sooner catch the wind than grasp the mind of a woman. Yet though all female beings were so despised in the various sutras, when Bodhisattva Manjushrī spoke the single character myō, a woman was instantly able to become a Buddha. So extraordinary was this occurrence that Bodhisattva Wisdom Accumulated, the foremost disciple of the Buddha Many Treasures in the World of Treasure Purity, and the Venerable Shāriputra, who was known among the Thus Come One Shakyamuni’s disciples as the foremost in wisdom, protested. They said that, according to all the Mahayana and Hinayana sutras that the Buddha had preached in the previous forty years and more, the dragon king’s daughter could not possibly become a Buddha. And yet in the end their arguments were of no avail, and in fact she did become a Buddha. Thus the passage in the Buddha’s first sutra declaring that women “can destroy the seeds of Buddhahood,” and that in his final sermon in the sal grove about how “all rivers and streams are invariably winding and devious,” were utterly contradicted, and the views reflected in theSilver-Colored Woman Sutra and Great Perfection of Wisdom were proven to be nonsense. Wisdom Accumulated and Shāriputra were obliged to still their tongues and shut their mouths, while all the human and heavenly beings present at the great gathering where the Lotus Sutra was preached pressed their palms together in an excess of joy. All this was due entirely to the virtue of the single character myō.

62

Samantabadra | Desember 2014


In this southern continent of Jambudvīpa there are twenty-five hundred rivers, and every single one of them is winding. They are devious like the minds of the women of Jambudvīpa. And yet there is one river called the Sahaya that follows a course as straight as a taut rope, flowing directly into the western sea. A woman who has faith in the Lotus Sutra will be like this river, proceeding directly to the Pure Land in the west. Such is the virtue inherent in the single charactermyō. Myō means to revive, that is, to return to life. For example, it is said that, though the chick of a yellow crane may die, if the mother crane calls the name of Tzu-an, then the dead chick will come back to life. Or, in the case of the fish and shellfish that have been killed because a poisonous bird called a chen has entered the water, it is said that, if they are touched with a rhinoceros horn, they will all be brought back to life. Similarly, persons of the two vehicles, icchantikas, and women were described in the sutras that preceded the Lotus Sutra as having scorched and killed the seeds that would have allowed them to become Buddhas. But by holding fast to this single character myō, they can revive these scorched seeds of Buddhahood. T’ien-t’ai says: “The icchantikas, or persons of incorrigible disbelief, nevertheless have minds, and so it is still possible for them to attainBuddhahood. But persons of the two vehicles have annihilated consciousness, and therefore cannot arouse the mind that aspires to enlightenment. And yet the Lotus Sutra can cure them, which is why it is called myō, or wonderful.” Miao-lo says: “The reason that the other sutras are called ‘great’ but not myō is simply that it is easy to cure those who have a mind, but difficult to cure those who are without a mind. Because it [the Lotus Sutra] can cure what is thought to be incurable, it is called myō, or wonderful.” These passages refer to the fact that sutras such as the Great and Vast Buddha Flower Garland Sutra, the Great Collection Sutra, the Great Perfection of Wisdom Sutra, and the Great Nirvana Sutra all have the character “great” in their titles but not the character myō, or wonderful. This is because they can only cure the living but are unable to cure the dead. The Lotus Sutra, however, can cure the dead as well as the living, and therefore it has the character myō in its title [Myohorenge-kyo]. Thus, with the other sutras, persons who should by rights become Buddhas cannot do so. But with the Lotus Sutra, even those who would ordinarily find it impossible to do so can attain Buddhahood, not to mention those for whom it is relatively easy. This being the case, in the time since the Lotus Sutra was preached, there ought not to be a single person who adheres to the other sutras. Now the two thousand years of the Former and Middle Days of theLaw have passed, and we have entered the Latter Day of the Law. In such an age, it is a hundred, thousand, ten thousand, million times more difficult for ordinary people to attain Buddhahood or rebirth in the pure land than it was for even the persons of the two vehicles or icchantikas who lived when the Buddha was alive. And yet people nowadays think that, by relying on the Meditation Sutra or some other of the sutras preached in the more than forty years before the Lotus Sutra, they can escape the sufferings of birth and death. How futile, how utterly futile! Women, whether they live at the time of the Buddha or in the Former, Middle, or Latter Day of the Law, cannot attain Buddhahoodthrough any teaching but the Lotus Sutra. None of the other sutras expounded by any of the Buddhas anywhere can help them. The Great Teacher T’ient’ai Chih-che, who heard the Buddha’s teachings at Eagle Peak and later attained an awakening in the place of meditation, has stated unequivocally, “The other sutras only predict Buddhahood . . . for men, but not for women; . . . This sutra predicts Buddhahood for all.” The Thus Come One Shakyamuni, in the presence of Many Treasures Buddha and the Buddhas of the ten directions, preached theLotus Sutra over a period of eight years at the place called Eagle Peaknortheast of Rājagriha in the kingdom of Magadha. The Great Teacher[T’ien-t’ai] ChihDesember 2014 | Samantabadra

63


materi ajaran | gosyo kensyu che was present and heard him preach. “During my fifty years of teaching,” said the Buddha, “I have preached various sacred doctrines, all in order to bring benefit to living beings. In the sutras of the first forty-two years, I taught that it was not possible for women to attain Buddhahood. But now with the Lotus Sutra, I declare that women can become Buddhas.” Northeast of Eagle Peak, at a distance of some 108,000 ri beyond the mountains and seas, there is a country called Mahachina [in Sanskrit]. We know it as China. Some fifteen hundred years after the Buddha’s passing, there appeared in this country a messenger of the Buddha called the Great Teacher T’ien-t’ai Chih-che, who declared that women could never attain Buddhahood through any teaching other than the Lotus Sutra. Three thousand ri to the east of China, there is a country called Japan. Some two hundred years after the Great Teacher T’ien-t’ai passed away, he was reborn in this country and bore the name of the Great Teacher Dengyō. He then wrote a work entitled The Outstanding Principles of the Lotus Sutra in which he stated: “Neither teacher nor disciples need undergo countless kalpas of austere practice in order to attain Buddhahood. Through the power of the Lotus Sutra of theWonderful Law they can do so in their present form.” Thus he made clear why the dragon king’s daughter was able to become a Buddha. It may seem somewhat difficult for women of the age we live in to attain Buddhahood in their present form. But if they put their trust in the Lotus Sutra, there is no doubt that they will be reborn in the Pure Land of Perfect Bliss. They will reach it more readily than the rivers and streams flowing into the great ocean, or more swiftly than the rain falling from the sky. And yet we find that the women throughout Japan do not chantNam-myoho-renge-kyo. Instead they put their faith in works such as theTwo-Volumed Sutra or the Meditation Sutra, which can never lead women to the pure land or to Buddhahood. They intone the name of the Buddha Amida sixty thousand or a hundred thousand times a day.Amida is indeed the name of a Buddha, and to invoke it would seem to be a laudable practice. But because the women who do so are relying upon sutras that can never lead women to Buddhahood or to rebirth in the pure land, they are in effect merely counting other people’s riches. This comes about solely because they are led astray by evil teachers. All the women of Japan face an enemy more fearful than tigers or wolves, mountain bandits or pirates at sea, their parents’ foes or their husbands’ concubines. Their real enemies are those who, instead of teaching them the Lotus Sutra, teach them the Nembutsu. Only after chanting Nam-myoho-renge-kyo sixty thousand, a hundred thousand, or even ten million times a day, may women who put their faith in the Lotus Sutra, if they still have some time to spare, now and then murmur to themselves the name of Amida or one of the other Buddhas. But women these days spend their whole lives constantly reciting the name of Amida and busying themselves with matters concerning the Nembutsu. They never recite the Lotus Sutra or give alms for its sake. True, there are a few who have the Lotus Sutra read by those who uphold its teachings. But they look up to the Nembutsupriests as though they were their parents or brothers, and treat the upholders of the Lotus Sutra with less respect than they would their retainers or followers. And yet they claim that they are believers in theLotus Sutra. By contrast, Lady Pure Virtue gave permission for her sons, the two princes, to enter the Buddhist Order and encouraged them to propagate the Lotus Sutra. Moreover, the dragon king’s daughter took a vow, saying, “I unfold the doctrines of the great vehicle to rescue living beings from suffering.”46 These women surely took no vow to practice only the teachings of the other sutras and to neglect the practice of the Lotus Sutra. Nevertheless, that is what the women of today do, paying all their attention to the practice of other sutras and none to that of the Lotus Sutra. You must reform your thinking immediately. Nam-myoho-renge-kyo, Nam-myoho-renge-kyo. Nichiren 64

Samantabadra | Desember 2014


materi ajaran | gosyo cabang

Gosyo Cabang

Surat Balasan Kepada Myoichi Ama Goze (Surat Perihal Makna Pokok Hati Kepercayaan) (Gosyo Zensyu Halaman 1255) ISI GOSYO | Yang dimaksud dengan hati kepercayaan bukanlah suatu hal khusus yang sulit. Itu bagaikan istri yang rindu kepada suami dan suami yang berkorban jiwa demi istri, orang tua tidak akan membuang anaknya dan anak tidak mungkin terlepas dari ibu. Memasukkan kepercayaan kepada Saddharmapundarika-sutra, Buddha Sakyamuni, Tathagata Prabhutaratna, para Buddha sepuluh penjuru, Bodhisattva, Dewa Pelindung dan sebagainya dengan menyebut NAMMYOHORENGEKYO, dikatakan sebagai Hati Kepercayaan. Bukan itu saja, kalimat sutra Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra mengatakan, “Dengan tulus dan jujur membuang ajaran sementara dan membabarkan jalan Agung tiada tara”. Dan bagian syair Bab Perumpamaan berbunyi, “(Bersikap anjali sambil menundukkan kepala memanjatkan doa dan hanya menerima dan mempertahankan sastra Sutra Mahayana) tidak menerima satu bait pun sastra lainnya”. Kalimat sutra ini sama seperti seorang wanita yang tidak membuang cermin dari badannya dan kaum pria yang senantiasa membawa pedang. Demikianlah hendaknya sekejap pun tidak ada hati untuk membuang serta menjaga dan mempertahankan (hati kepercayaan). Tanggal 18 bulan 5 Surat Balasan Kepada Myoichi Ama Goze

tertanda, Niciren

Desember 2014 | Samantabadra

65


materi ajaran | gosyo cabang | KUTIPAN GOSYO

1

sulit”.

“Yang dimaksud dengan Hati Kepercayaan bukanlah sesuatu hal khusus yang

Keterangan : Surat ini memang singkat tetapi isinya mengajarkan hati kepercayaan secara jelas. Kalimat “yang dimaksud dengan hati kepercayaan bukanlah sesuatu hal khusus yang sulit” berarti Hati Kepercayaan kepada Hukum Buddha yang sesungguhnya bukanlah hal istimewa yang terlepas dari kewajaran sebagai manusia atau hubungan antara suami dan istri, orang tua dan anak, demikianlah hati kepercayaan kepada Saddharmapundarika-sutra, Buddha Sakyamuni, Tathagata Prabhutaratna, Bodhisattva, Dewa-dewi pelindung, atau dengan perkataan lain hati kepercayaan dengan menyebut Nammyohorengekyo kepada Gohonzon. Pada umumnya kita cenderung berpikir bahwa hati kepercayaan adalah suatu hal khusus yang berbeda dengan hal-hal kemasyarakatan jaman sekarang, tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Pikiran bahwa gerakan hati yang khusus merupakan kepercayaan dari agama membuat tekanan dari agama terhadap kemanusiaan dan bahkan menjadikan agama sebagai dunia khayal idaman yang terlepas dari 66

Samantabadra | Desember 2014

kemanusiaan. Bagaimanapun menurut Niciren Daisyonin, Hukum Buddha berdasarkan pada kemanusiaan sebagai titik tolak. Akan tetapi kadang kala kasih sayang kepada manusia ini berkaitan erat dengan hawa nafsu dan tergantung pada obyeknya. Kasih sayang yang ditujukan kepada Saddharma yang menetap secara kekal bukanlah kasih sayang kepada manusia yang tidak kekal. Ini berarti, menerima dan mendarahdagingkan Saddharma dan menegakkan dalam diri sendiri sehingga dapat tercapai makna mencapai kesadaran Buddha dalam badan apa adanya. Dengan demikian, agama Buddha bukanlah sesuatu yang terlepas dari manusia melainkan suatu dasar yang kokoh bagi kemanusiaan.

2

Dengan tulus dan jujur membuang ajaran sementara dan membabarkan jalan Agung tiada tara dan tidak menerima satu bait pun sutra lainnya”. Keterangan : Kalimat, “Dengan tulus dan jujur membuang ajaran sementara dan membabarkan jalan Agung yang tiada tara dan tidak menerima sepatah kata pun syair sutra lainnya” menunjukkan keharusan mempunyai sikap mawas diri dengan penuh disiplin sehingga tidak menerima hal-hal yang membuat tercampurnya hati kepercayaan dengan filsafat lainnya sedikitpun.


Perumpamaan “Seorang wanita yang tidak membuang cermin dari badannya dan kaum pria yang senantiasa membawa pedang” menguraikan sikap hati kepercayaan yang lurus seperti diuraikan di atas. Bagi samurai atau prajurit, pedang bukanlah suatu perlengkapan biasa, melainkan bagai jiwanya sendiri. Demikian pula cermin bagi kaum wanita, cermin itu bagaikan jiwanya sendiri. Pantangan Saddharmapundarika-sutra yang disebut “Dengan tulus dan jujur membuang ajaran sementara” pada hakikatnya merupakan sikap hati dalam menerima dan mempertahankan Gohonzon seperti halnya cermin bagi kaum wanita dan pedang bagi kaum pria yang bagaikan jiwanya sendiri, demikian pula hendaknya sikap menerima dan mempertahankan “Sekejap pun tidak ada hati untuk membuang, selalu menjaga dan mempertahankan (hati kepercayaan)”.

Desember 2014 | Samantabadra

67


materi ajaran | forum diskusi

Forum Diskusi

Segala Sesuatu Dapat Diterima dengan Ringan Melalui Hati Kepercayaan Pertanyaan: Bila percaya kepada Gohonzon dan melaksanakan kepercayaan itu, apa yang dapat dirombak dan bagaimana caranya ? Jawab: Hati kepercayaan kepada Hukum Agama Buddha Niciren Daisyonin adalah percaya kepada Gohonzon, menyebut Daimoku dengan sungguh-sungguh, serta melaksanakan. Kita menjalankan Gongyo Daimoku adalah untuk mewujudkan Dunia Buddha yang ada dalam jiwa sendiri, sehingga dapat membersihkan jiwa. Yang dimaksud dengan mewujudkan Dunia Buddha, secara mudah dengan satu kata, yaitu timbulkan tenaga jiwa yang kuat, ingin memikirkan kebahagiaan orang lain, menyayangi orang lain dan dapat memperoleh prajna, sehingga mampu bertindak dengan tepat dalam menghadapi segala permasalahan. Niciren Daisyonin mengatakan, “Menyebut satu kali Daimoku dapat memanggil jiwa Buddha seluruh umat manusia dan waktu itu sifat Dharma dari jiwa sendiri atau Trikaya tertarik keluar (Dharma, Prajna dan Perilaku sendiri 68

Samantabadra | Desember 2014

menjadi Dharmakaya, Sambhogakaya dan Nirmanakaya), dan menjadi nyata�. (Gosyo, hal. 489). Di sini, yang dimaksud dengan Dharmakaya adalah jiwa Buddha yang kekal, Sambhogakaya adalah prajna Buddha yang dapat melihat segalanya tembus, Nirmanakaya adalah hati yang menyayangi seluruh umat manusia. Ketika mulai percaya, mungkin beranggapan akan menjadi manusia yang berkepribadian istimewa dan seluruh rupa akan berubah; tetapi sebenarnya tidak demikian. Sebelum memiliki hati kepercayaan, penderitaan itu membuat kita susah hati dan ingin melarikan diri dari penderitaan itu, tetapi setelah hati kepercayaan timbul, tenaga jiwa yang kuat dari dalam jiwa sendiri akan terwujud nyata, sehingga berani menghadapi penderitaan dan mengatasinya dengan kekuatan sendiri secara tenang hati. Bila diperumpamakan, hidup yang menderita bagaikan terombang-ambing dalam gelombang. Setelah menjalankan hati kepercayaan dapat mengikuti gelombang tersebut dengan senang dan dapat merombak menjadi hidup yang bergembira. Dengan demikian, percaya kepada Gohonzon ini tidak berarti secara langsung


tidak ada penderitaan dalam lingkungan. Kita harus dapat menerima gelombang itu sebagai pupuk kebahagiaan diri sendiri di masa akan datang dan menggunakan tenaga sifat inisiatif yang kuat. Di samping itu, setiap orang mempunyai bermacam-macam nasib dan hidup memikul dosa karma yang berat dari masa lampau hingga sekarang. Tetapi, dengan sungguh-sungguh berdoa kepada Gohonzon, segalanya dapat diterima dengan ringan. Dalam salah satu suratNya Niciren Daisyonin mengatakan, “Nammyohorengekyo adalah kegembiraan terbesar di atas kegembiraan�. (Gosyo, hal. 788). Dengan menjalankan hati kepercayaan kehidupan akan terbuka, sehingga dapat menikmati suka-duka kehidupan itu dengan gembira, senang dan tenang. Dengan demikian, segala macam penyakit, ketidakharmonisan keluarga dan berbagai kesulitan lainnya merupakan pembuka jalan untuk mengatasi segala permasalahan. Mengenai hal ini, pengalamanpengalaman dan bukti nyata tak terhitung banyaknya dari orang-orang yang melaksanakan hati kepercayaan dalam Niciren Syosyu. Bahkan perombakan sifat jiwa dari satu orang dapat menimbulkan getaran dalam lingkungan orang tersebut sampai ke masyarakat, sehingga menimbulkan bermacam-macam gelombang kebahagiaan. Pertanyaan: Dapatkah saya merombak sifat jiwa kalau menjalankan hati kepercayaan kepada Gohonzon? Jawab: Anda bertanya demikian, mungkin karena mendapat kesulitan yang

disebabkan oleh sifat diri sendiri. Tetapi sebenarnya sifat itu sendiri bukan merupakan kesulitan; hanya saja karena sifat ini, anda tidak dapat berhubungan lancar dengan orang lain dan sering kesalahpahaman atau mungkin tidak disenangi oleh orang lain, maka akhirnya menjadi demikian kesulitan. Bila tidak ada keberanian atau malas, disenangi atau disayangi oleh orang banyak, tentu sifat tersebut tidak menjadi kesulitan. Biasanya, sifat merupakan keistimewaan seseorang dalam berhubungan serta menghadapi orang lain. Manusia tidaklah dapat hidup sendiri dan selalu berhubungan dengan bermacam-macam orang. Dalam berhubungan dengan bermacam-macam orang itulah kita menginginkan kepuasan dan ketenangan hati, yaitu kita ingin selalu mencari kebahagiaan dalam hidup. Cara dalam mencari kebahagiaan inilah yang dinamakan “sifat�. Yang sering terjadi, tidak adanya rasa percaya diri sendiri membuat sifat penakut atau rendah diri; orang yang sama sekali tidak mempercayai segala hal seringkali ragu-ragu sehingga sukar bertindak; dan orang yang selalu ingin menjadi pusat perhatian akan memperkuat kemarahan dan ketidaksenangannya. Sebaliknya bila memiliki rasa percaya diri pada diri sendiri dan mempunyai hati kepercayaan yang kuat kepada Gohonzon tentu akan menjadi orang yang simpatik, yang dapat menghadapi orang lain secara apa adanya dan orang lain pun dapat menerima dengan simpatik tanpa merasakan perbedaan. Oleh karena itu, nilailah diri sendiri berdasarkan perasaan kita, adakah rasa percaya diri sendiri dan adakah kepercayaan dari orang lain. Dari situ menentukan apakah kita menderita atau Desember 2014 | Samantabadra

69


materi ajaran | forum diskusi tidak menghadapi orang lain. Sifat ini dapat diumpamakan seperti bentuk sungai yang lebar dan berlikuliku. Bentuk ini tidak akan berubah, tetapi air yang mengalir di dalamnya bisa kotor atau jernih. Ini berarti, dasar sifat tidak berubah. Dengan adanya rasa percaya pada diri sendiri dan membangkitkan kepercayaan orang lain kepada kita, sifat tidaklah menjadi kesulitan bagi diri sendiri. Tenaga penggerak dari asal mula untuk membangkitkan kembali rasa percaya diri dan rasa percaya dari orang lain kepada kita dari segi akar pokok ada di dalam Hukum Buddha Niciren Daisyonin. Bunga sakura adalah sakura, bunga prem adalah prem, tetapi semuanya mekar menjadi bunga yang indah. Bunga itu dapat mekar dengan baik karena mempunyai daya mekar; dan daya mekar ini adalah pelaksanaan Hukum Buddha. Kebanyakan orang mengalami kesulitan dengan sifat diri sendiri disebabkan karena mengharap pertolongan dari orang lain, atau mengharap tenaga dari luar. Tetapi orang yang selalu ingin mendengar kebahagiaan orang lain dengan keaktifan pelaksanaan maitri karuna dapat membangun kembali rasa percaya pada diri sendiri. Ajaran pelaksanaan penyelamatan umat manusia ini adalah Hukum Buddha Niciren Daisyonin. Pertanyaan: Mengapa orang yang sudah percaya Gohonzon tetap tidak berbahagia dan kehidupannya tidak berubah?

Jawab: Sebab dari keadaan sekarang yang tidak berbahagia sudah terdapat dalam jiwa sendiri semenjak dahulu. Hati kepercayaan yang dilaksanakan sekarang merupakan 70

Samantabadra | Desember 2014

usaha untuk menghapus sebab-sebab buruk itu dan usaha yang merupakan proses itulah fakta nyata yang harus diakui. Seandainya setelah menjalankan hati kepercayaan tetap mendapat penyakit atau mengalami kebangkrutan atau tiba-tiba mendapat kecelakaan seperti tertabrak mobil, kejadian ini dikarenakan setiap manusia mempunyai berbagai macam nasib dan dosa. Pada suatu waktu, ketika meremehkan hati kepercayaan, kejadian-kejadian seperti itu merupakan pertanda, sehingga kembali mau menjalankan hati kepercayaan dengan sungguh hati dan kembali mendapatkan tenaga karunia kebajikan; oleh karena itu hal-hal tersebut dapat diatasi dan akhirnya suasana jiwa menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Untuk itu, harus meninjau diri dan menunjukkan perombakan sifat jiwa akan sikap yang sampai sekarang penuh dengan kesombongan, egoistik, manja, mementingkan diri sendiri dan lain sebagainya. Dengan demikian ketidakbahagiaan kecil itu akan menjadi jodoh untuk mendapatkan kebahagiaan besar. Kebahagiaan atau ketidakbahagiaan haruslah dilihat dari jangka waktu yang panjang. Tetapi, karena sikap jiwa setiap orang berbeda, biasanya tidak memikirkan mengenai nasib dan karma serta meninjau dangkal dalamnya hati kepercayaan diri sendiri, hanya menginginkan cepat dapat mengatasi segala permasalahan dalam satu waktu kehidupan itu, atau terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa Gohonzon itu tidak ada kekuatan. Lagipula apakah yang menjadi tolak ukur kebahagiaan atau ketidakbahagiaa? Pertanyaan ini mungkin ditujukan pada kesulitan ekonomi dan banyaknya penyakit dalam keluarga, tetapi sebenarnya


kebahagiaan itu tidak dapat diukur dari segi materi. Dalam dunia ini ada orang yang mempunyai nama baik dan kekayaan, dan pihak luar menilai bahwa orang inilah yang berbahagia. Bila melangkah masuk ke dalam dunia kejiwaan atau spiritual orang tersebut, barulah kita mengetahui betapa tidak bahagianya orang itu. Ada syair yang mengatakan, “Bagaimanapun jeleknya pakaiannya, dalam hatinya bagaikan kain yang terbuat dari emas�. Dapatkah dikatakan seseorang yang hatinya sungguhsungguh hidup dengan penuh kepuasan, walaupun yang terlihat dari luar tidak memadai, dikatakan sebagai orang rendah kebahagiaannya? Manusia senantiasa penuh dengan kumpulan hawa nafsu, sehingga tentu tak mungkin tanpa kesulitan sama sekali. Tetapi pada pokoknya kesulitan itu hendaknya dapat dijadikan sebagai batu loncatan untuk meningkatkan diri sebagai manusia dan untuk menyempurnakan diri, sehingga akhirnya dapat tercapai hidup yang maju dan makmur. Yang dapat membuat tercapainya keadaan seperti itu adalah akar sumber tenaga dan prajna yang diwujudkan oleh Niciren Daisyonin sebagai Nammyohorengekyo dari Tri Maha Dharma Sakti.

Setelah percaya Gohonzon tidak berarti langsung memutuskan nasib dan karma berat serta menghapuskan semua karma dari masa lampau hingga sekarang. Pelaksanaan hati kepercayaan kita sehari-hari bertujuan untuk memikul, menghantam serta melawan nasib masingmasing, sehingga dapat mengatasinya dengan dasar ketenangan hati. Hal terakhir yang tidak boleh dilupakan adalah tujuan diajarkannya hukum Buddha, yaitu agar manusia dapat mencapai kesadaran Buddha, bukan mencapai surga. Manfaat yang utama dari tujuan akar pokok hati kepercayaan adalah tercapainya kesadaran Buddha. Berbagai keuntungan di dalam hidup ini menjadi masalah yang kecil bila dibandingkan dengan tercapainya kesadaran Buddha. Bila terikat pada hal-hal dari luar dan tidak dapat melihat karunia kebajikan di dalam jiwa, berarti tidak dapat mengerti makna arti Hukum Buddha Niciren Daisyonin yang sebenarnya.*

Catatan

Desember 2014 | Samantabadra

71


cermin kehidupan

Nitya Citrawati

Saya Ada Sampai Hari Ini, Karena Gohonzon

I

bu Nitya Citrawati (Li Fen), yang akrab disapa dengan Miss Nitya, adalah umat NSI daerah Kelapa Gading, DKI Jakarta. Mengenal GohonzonNammyohorengekyo sejak kecil, Ibu Guru Nitya mengatasi banyak tantangan hidup dengan hati kepercayaan yang konsisten. Walau telah divonis menderita penyakit berat beberapa tahun silam, namun hingga saat ini ia masih bertahan dan semakin semangat menjalankan syinjin. Keberadaannya hari ini, tidak lain karena kekuatan hati kepercayaannya kepada Gohonzon.

Awal mula syinjin kepada Gohonzon

Awal mula saya syinjin dari mama saya. Mama yang di-syakubuku tahun 1966, karena sakit. Waktu itu saya berumur empat tahun, dan kondisi ekonomi keluarga sangat sulit. Ditambah lagi tekanan dari mertua dan ipar. Mama punya empat anak perempuan. Saya anak pertama. Sebenarnya keluarga kami ingin sekali punya anak laki-laki. Mertua juga masih percaya tradisi kuno (totok), jadi sangat mengharapkan sekali anak laki-laki dalam keluarga. Kebetulan anak mama yang nomor 1 sampai 3 semua perempuan. Kemudian lahir lagi anak ke-4, laki72

Samantabadra | Desember 2014

laki. Tapi tidak berapa lama, sekitar umur 40 hari, bayi laki-laki itu meninggal. Lalu punya anak ke-5, perempuan lagi. Punya anak ke-6 laki-laki, tapi kemudian meninggal juga. Seorang ibu pasti sangat sedih dan menderita bila ditinggal oleh anaknya. Ditambah tekanan dari keluarga. Sama seperti perasaan mama saya waktu itu. Akhirnya mama saya stress. Mama saya sempat masuk Rumah Sakit pada waktu itu. Namun karena tidak ada biaya, akhirnya dibawa pulang dan berobat jalan ke dokter syaraf. Ketika membeli obat di apotek, kebetulan apotekernya adalah

teman mama waktu sekolah (Ibu Hok Nie). Waktu itu dia berkata, “kalau minum obat, sembuhnya hanya sementara. Kalau mau sembuh total harus sebut Nammyohorengekyo.� Setelah itu mama diajak ke pertemuan daerah di Jl. Pangeran Jayakarta. Saya yang baru berusia empat tahun pun ikut-ikutan menyebut Nammyohorengekyo. Dengan keaktifannya di susunan NSI, pada tanggal 12 Maret 1970 mama saya siap menerima Gohonzon. Mama mencari nafkah dengan berdagang. Sejak menerima Gohonzon, mama mengumpulkan uang untuk ikut tosan, karena ingin terima kasih kepada Dai


Gohonzon. Dalam sehari ia bisa daimoku tiga sampai lima jam. Sesama anggota NSI di daerah Pangeran Jayakarta (dulu namanya daerah Pecah Kulit) tidak percaya. Orangorang pikir mama stress lagi. Orang-orang berpikir, “kok orang susah mau pergi tosan?” Orang-orang mengatakan pada saya, “yakin, mama kamu mau ikut tosan? Orang yang ada uang pun belum tentu bisa pergi.” Tapi akhirnya mama benar-benar bisa pergi tosan. Sepulangnya dari Jepang, mama bisa membuka mata saudarasaudara dari keluarga papa, terutama ipar dan mertua sehingga mereka tidak lagi memandang mama dengan sebelah mata. Saya pun mulai ikut pertemuan saat kira-kira berusiar 7 tahun. Saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Saya ikut pertemuan anak-anak di jalan Pangeran Jayakarta. Saya mulai sering ikut kensyu, aktif ikut tari bali dan sempat pentas di balai sidang. Sewaktu saya di SMP, saya juga ikut kegiatan Marching Band, waktu itu saya pegang snare drum. Lalu waktu saya SMA, nama Marching band berubah jadi Drumband Mandarava NSI, saya pun turut serta dalam Drumband, ikut widyawisata (kunjungan ke desa-desa) sampai dengan angklung. Setiap ada pentas kebudayaan pasti saya selalu ikut. Saya juga aktif menjadi Pembina di kalangan SMP/

SMA. Saat saya pertemuan pelajar sewaktu SMP, kakakkakak Pembina (senior) di NSI pada waktu itu selalu bilang, “Jadilah orang yang berejeki.” Saya bingung apa maksudnya jadi orang yang berejeki. Lalu kakak-kakak Pembina menjelaskan kalau orang yang berejeki itu adalah orang yang mau apapun pasti bisa mewujudkannya. Saya selalu inget kata-kata itu. Mulai saat itu, saya selalu menanamkan icinen, saya ingin menjadi orang yang berejeki. Saya ingin punya tiga harta; harta jiwa, harta badan untuk bisa ikut dalam perjalanan konsenrufu dan juga harta gudang, untuk dana paramita agar bisa mendukung semua kegiatan konsenrufu. Tidak lama setelah saya mulai syinjin, sekitar tahun 1984, setelah saya bisa bekerja dan menabung, saya ikut tosan, untuk melihat langsung Dai Gohonzon, sebagai ungkapan rasa terima kasih.

Menjadi Guru Bukan CitaCita Saya Menjadi seorang guru sebenarnya bukan citacita saya. Waktu saya mau naik ke kelas 3 SMA, saya pilih penjurusan IPA. Saya ingin sekali menjadi dokter. Karena dulu, saya mengalami kesulitan ekonomi, jadi di dalam pikiran saya, jadi dokter itu keren, gajinya besar, banyak uang. Ketua umum NSI terdahulu, Pak Seno sering mengajak saya

diskusi mengenai cita-cita saya. Pada satu kesempatan Pak Seno bertanya, “Li Fen, kamu nanti mau jadi apa?” Saya jawab, “Saya mau jadi dokter, Pak.” Pak Seno tanya lagi, “Kenapa kamu mau jadi dokter?” Saya jawab, “Saya mau menolong orang, Pak.” Beliau lalu berkata, “Mulia ya cita-cita kamu. Tapi lebih mulia menjadi guru.” Setelah saya duduk di kelas 3 SMA sampai saya lulus SMA pun, setiap pulang dari pertemuan, Pak Seno terus menanyakan hal yang sama. Beliau selalu memberikan respon yang sama, “Mulia ya cita-cita kamu, tapi lebih mulai jadi guru.” Lama kelamaan kata-kata itu meresap ke diri saya. Sejujurnya saya tidak terpikir sama sekali untuk jadi guru. Saya pikir buat apa jadi guru, capek, gajinya juga kecil. Keluarga saya kan susah. Saya ingin menjalankan profesi yang menurut anggapan umum hebat dan menghasilkan, seperti dokter. Saya juga terinspirasi dari kakak-kakak Pembina, yang notabene adalah mahasiswa UI, seperti Iwan Sastrowardoyo, Bakhtiar. Saya akhirnya ikut ujian seleksi masuk Perguruan Tinggi Negri (pada waktu itu namanya “Perintis I”). Saya pilih kedokteran. Alternatif keduanya saya ikut ujian “Proyek II” di IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) sebagai cadangan. Saya pilih Desember 2014 | Samantabadra

73


cermin kehidupan keguruan. Tapi kalau mau jadi guru, saya juga bingung mau jadi guru apa. Saya teringat kepada guru matematika saya yang kurang disukai oleh teman-teman. Tapi menurut saya cara mengajarnya baik, dan saya bisa mengerti apa yang dia ajarkan. Seketika saya terpikir, saya mau jadi guru matematika yang disukai oleh murid-murid saya. Waktu itu saya doa pada Gohonzon : “Gohonzon, kalau saya mesti jadi guru, saya ingin jadi guru matematika yang menyenangkan dan disukai murid-murid.” Hari-hari pun berlalu. Tibalah pada hari pengumuman hasil ujian masuk perguruan tinggi. Saya lihat nama saya tidah ada di koran Kompas (pengumuman ujian Perintis I pada waktu itu dimuat di koran Kompas). Berarti saya tidak lolos masuk kedokteran UI, tapi ternyata saya lulus ujian masuk IKIP. Saya sedih. Menjadi guru bukanlah keinginan utama saya. Walau terkadang saya mengeluh, namun hari-hari kuliah di IKIP pun saya jalani hingga saya lulus kuliah.

Hikmah Menjadi Guru; Kesempatan Syakubuku

Waktu diterima masuk IKIP, saya bingung mau mengambil D1, D2, D3 atau S1. D1 dan D2 itu bisa jadi guru SMP. D3 itu bisa jadi guru SMA. Awalnya saya pikir D1 itu 1 tahun, D2 itu 2 tahun. Jadi saya ambil D1, saya tidak mau sekolah lama74

Samantabadra | Desember 2014

lama, kalau ternyata sekolah 1 tahun saja, saya bisa jadi guru. Ternyata D1 dan D2 itu bisa jadi pegawai negri. Setelah saya lulus dari IKIP, di Surat Keputusan (SK) saya menugaskan di SMPN 59, di daerah Glodok. Saya diangkat jadi pegawai negeri golongan 2A. Pada waktu itu, yang bersekolah di SMPN 59 banyak orang keturunan Tionghoa. Setiap hari Jumat ada pelajaran Agama. Guru agama Buddha yang mengajar di sana sering tidak datang. Karena kepala sekolah saya tahu kalau saya sering ke Vihara, beliau meminta saya menggantikan mengajar agama Buddha. Sebelumnya, saya juga mengatakan pada beliau, kalau agama Buddha yang akan saya ajarkan adalah ajaran Buddha Niciren Daisyonin berdasarkan Saddharmapundarika Sutra, karena saya tidak tahu ajaran agama Buddha yang lainnya. Lalu kepala sekolah mengatakan : “Tidak apa-apa. Saya percaya pada kamu.” Pada saat mengajar agama Buddha di sekolah, saya mengatakan pada murid-murid saya, “Ibu tidak sebut Namu Buddhaya, tapi Ibu sebutnya Nammyohorengekyo.” Lalu saya jelaskan apa makna Nammyohorengekyo, saya juga jelaskan tentang Saddharmapundarika Sutra. Saya sudah terbiasa menjelaskan Saddharmapundarika Sutra

karena di susunan NSI saya juga koordinator bagian SMP/SMA pada waktu itu. Murid-murid saya pada waktu itupun menyebut Nammyohorengekyo. Pada masa itu juga saya mengalami tekanan dari pihak luar. Saat itu NSI dikecam sebagai agama sesat. Banyak orang dari pihak luar yang datang ke sekolah tempat saya bekerja dan menghasut para guru dan kepala sekolah bahwa ajaran agama Buddha yang saya ajarkan itu sesat. Tapi sikap yang diambil kepala sekolah waktu itu adalah beliau menghadapi orang yang datang menghasut tersebut. Beliau mengatakan, “Saya percaya, kalau ibu Li Fen agamanya sesat, tidak mungkin ibu Li fen jadi orang yang baik.” Saya sangat terkejut mendengar pernyataan tersebut. Ternyata kalau kita menjalankan ajaran agama dengan benar, kita pasti akan dapat perlindungan dari apapun.

Menghadapi Penyakit

Kondisi fisik saya yang lemah sebenarnya sudah saya rasakan sejak saya masih remaja. Sering kali selepas dari latihan Marching band atau Drumband, saya merasa nyeri, seperti rematik, pada persendian. Papa rajin sekali menyiapkan air hangat untuk merendam kaki saya. Saya tidak mengira rasa nyeri pada persendian itu berujung pada penyakit yang cukup serius. Awalnya saya merasakan


ada benjolan di belakang telinga saya. barang-barang saya habis terbakar, termasuk Saya ingin coba periksa ke dokter. Saya paspor. Kemudian orangtua murid dengan bertanya referensi dokter ke salah satu bantuan salah satu guru mempersiapkan orangtua murid di sekolah saya. Beliau mekeberangkatan saya ke Singapura, tanpa sepengetahuan saya. Saat saya diberitahu referensikan saya ke salah satu dokter di Singapura. Pada pertengahan tahun 2004, bahwa dokter dari Singapura meminta saya saya check-up ke Singapura. untuk kembali ke Singapura, seorang guru di Beberapa bulan kemudian rumah saya di sekolah mengatakan : “Miss Nitiya, kamu harus kawasan karang anyar, pasar baru terbakar. segera berangkat ke Singapura.” Akhirnya saya Saat itu kami sekeluarga pulang dari Kensyu minta ijin atasan saya di sekolah dan berangkat di Mega Mendung. ke Singapura. Kami sekeluarga tidak Sesampainya di tahu. Kondisinya Singapura, dokter waktu itu papa sudah itu menjelaskan duduk di kursi roda. kepada saya tentang Kami sangat kaget hasil check-up sekali. Sepulang dari saya. Ternyata saya kensyu, rumah kami menderita penyakit sudah rata dengan lupus. Saya sangat tanah. Waktu mama kaget begitu divonis mengatakan pada saya menderita papa : “Kok rumah lupus. Dokter itu pun kita bisa terbakar menjelaskan apa sampai habis?” itu lupus. Setelah Papa menjawab, divonis mengidap “Tidak apa-apa, penyakit lupus, yang penting anaksaya tidak patah anak selamat.” Saya semangat. Saya mulai dalam hati berkata, mencari tahu tentang “Wahh terima kasih penyakit lupus. Saya Gohonzon, papa tetap menjalankan mama saya hebat kehidupan seharisekali. Dalam kondisi hari, tapi tetap seperti itu tidak menjaga kesehatan Saya bersama mama tercinta pada peringatan Hari Ibu 2012 di Vihara Sadaparibhuta NSI. ada menyalahkan dengan tidak terlalu suasana. Malah bisa lelah, minum obat mengambil hikmah baiknya.” Akhirnya kami teratur dan cukup istirahat. Keluarga dan sekeluarga tinggal di rumah adik saya di eman-teman di sekitar juga memberikan kawasan Cengkareng. dorongan semangat pada saya. Setelah berlalu beberapa bulan dari check-up di Singapura, dokter di Singapura Hikmah dari Menerima Keadaan menghubungi orangtua murid yang Setelah rumah kami terbakar, orangtua memperkenalkan dokter itu kepada saya. saya tetap tinggal di rumah adik saya di Citra Dokter itu meminta orangtua murid saya Garden, tapi saya kos kamar di daerah tanah untuk segera menghubungi saya dan pasir supaya lebih dekat ke sekolah bersama meminta saya untuk menjalani pengobatan adik dan keponakan saya, hingga berlalu lebih lanjut di Singapura. Saat itu semua beberapa bulan, sampai pada suatu hari ada Desember 2014 | Samantabadra

75


cermin kehidupan orangtua murid mengabarkan kalau ada cicilan apartemen di daerah kelapa gading. Saya pun membeli apartemen itu dengan cicilan. Saya tidak terpikir bisa membeli apartemen pada waktu itu. Kemudian tahun 2005, saya ajak papa dan mama saya tinggal bersama di apartemen. Tahun 2005 pun kita mulai kensyu di Ciapus tidak lagi di Mega Mendung. Saat itu kondisi papa saya sakit, duduk di kursi roda. Jadi kalau kensyu agak repot, mama mesti selalu menemani. Saat itu ada Ibu Sisca yang menawarkan saya untuk membeli tanah untuk dibangun menjadi sebuah villa di sebelah Vihara. Saat itu saya tidak mengatakan apa-apa. Tidak mengatakan saya tidak punya uang, dan lain-lain. Setelah berdiskusi dengan keluarga, saya putuskan untuk membeli tanah itu dan membangunnya. Begitu saya kasih uang muka, saya memberitahu kepada papa saya kalau kita sudah mau punya rumah di Ciapus. Saat itu papa saya hanya bisa menjawab “Iya�. Malam harinya beliau menghembuskan napas terakhir. Saya sedihnya karena beliau belum sempat menempati rumah itu. Rumah saya yang terbakar pun saya bangun kembali, lalu kemudian saya jual. Harga jualnya hampir sama dengan uang yang saya keluarkan untuk membeli tanah dan membangun villa di Ciapus. 76

Samantabadra | Desember 2014

Kalau diingat-ingat, kurnia Gohonzon begitu besar. Rejeki dalam hidup terus ada selama kita mewujudkan hati kepercayaan yang sungguhsungguh dan tulus.

Semangat 50 tahun NSI

Untuk 50 thun NSI ini, saya ingin sekali bisa menyumbang. Tapi saya bingung mau menyumbang apa. Saya pikir mau jadi penerima tamu, tapi adik-adik saya mengingatkan untuk tetap menjaga kesehatan, jangan terlalu memaksakan diri. Kalau jadi penerima tamu takutnya saya tidak kuat dan kembali drop. Tapi saya selalu daimoku demi kesuksesan perayaan 50 tahun NSI. Rangkaian kegiatan untuk memperingati 50 tahun NSI mulai dari donor darah tanggal 12 Oktober, gerak jalan tanggal 19 Oktober, kensyu tanggal 24-26 Oktober dan puncaknya pagelaran seni syukuran tanggal 26 Oktober. Saya ingin sekali mengisi rangkaian kegiatan ini, tidak mau tertinggal satu pun. Saya berpesan kepada adik-adik generasi muda, selagi kita bisa jalankan, maka jalankanlah dengan sungguh-sungguh. Sekarang ini saya bisa merasakan dan menyaksikan langsung perayaan 50 tahun NSI, itu suatu hal yang luar biasa sekali. Untuk perayaan 50 tahun yang kedua, mungkin saya tidak bisa menikmatinya seperti sekarang. Kalaupun saya masih hidup, pasti

ada keterbatasan fisik yang membatasi. Saya dengar juga Bapak Ketua Umum mengatakan tahun depan mau ada kunjungan keagamaan lagi ke Jepang. Saya bericinen ingin sekali ikut. Saya ingin berdoa di depan Dai Gohonzon. Kesuksesan peringatan 50 tahun NSI dibawah pimpinan Pak Suhadi kami jalankan sebagai tugas Boddhisatva yang muncul dari bumi sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Saddharmapundarika Sutra. Saya juga berdoa semoga saya sekeluarga bisa turut serta.

Tidak Ada Doa yang Tidak Terwujud Nyata Selama ini saya sudah menjalankan hidup saya berdasarkan ajaran Buddha Niciren. Kalau tidak ada Gohonzon, berarti tidak ada saya hari ini. Jadi saya selalu mengatakan kepada keponakan-keponakan saya, karena saya ada Gohonzon maka saya bisa ada hari ini. Yang awalnya hanya mama saja yang syinjin, sampai akhirnya satu keluarga saya bisa ikut syinjin semua. Itu merupakan hal yang sangat membahagiakan. Bisa menyebut Nammyohengekyo dan menjadi orang yang paling berejeki. Nammyohorengekyo. eee


wawasan

Materi Penjelasan Pandangan Agama Buddha Pada Sidang Perkara Uji Materi UU No. 1 Tentang Perkawinan Tahun 1974 Usia Pernikahan Dari Sudut Pandang Agama Buddha Di Mahkamah Konstitusi Pada Tanggal 18 November 2014 Oleh : Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja

Hukum Buddha Bersifat Universal Hukum Buddha adalah hukum kewajaran yang bersifat universal dan mencakupi hukum kemasyarakatan. Agama Buddha menjunjung tinggi budaya, tradisi, dan adat istiadat pada suatu daerah (Zui Ho Bi Ni). Sesungguhnya Hukum Buddha adalah hukum masyarakat, hukum masyarakat adalah Hukum Buddha (Buppo Soku Seiho, Seiho Soku Buppo). Hukum Buddha adalah hukum kejiwaan alam semesta maupun umat manusia. Hukum Buddha sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat umat manusia, karena setiap manusia memiliki jiwa Buddha yang hakiki dan untuk terlahir menjadi manusia tidaklah mudah. Di dalam Sadharmapundarika Sutra Bab 16 Panjangnya Usia Tathagatha, Sang Buddha telah secara tegas menyatakan bahwa alam semesta raya ini adalah sedemikian luas dan tidak terbatas. Sejak lama agama Buddha sudah menjelaskan banyak hal mengenai alam semesta yang belum diketahui di masa sekarang. Seiring dengan kemajuan teknologi, halhal yang dulu tidak terpikir dan terjangkau oleh pikiran manusia, bisa dijelaskan dengan ilmiah. Dengan demikian agama Buddha mendukung adanya penemuan-penemuan ilmiah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan di alam semesta. Agama Buddha adalah agama untuk masa sekarang dan masa akan datang (Gento Nise) Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan & Teknologi Hukum Buddha selaras dan tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan (sains). Di dalam perkembangan ilmu pengetahuan tersebut, termasuk di dalamnya perkembangan ilmu kesehatan yang terus maju. Berdasarkan Sadharmapundarika Sutra, ajaran Buddha menjelaskan bahwa segala sesuatu berdasarkan hukum kewajaran alam semesta, sehingga hal tersebut menjadi sumber acuan dalam menjalani kehidupan. Jika setiap orang bisa hidup selaras dengan hukum kewajaran alam semesta (Saddharmapundarika Sutra), maka kehidupan pun akan menjadi harmonis dan sesuai dengan norma kehidupan yang tepat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang, menyatakan bahwa usia ideal menikah dari seorang wanita adalah minimal 18 tahun, karena pada minimal usia tersebut, seorang wanita dianggap sudah siap secara fisik, psikologis, dan pengetahuan untuk berkeluarga dan menghasilkan keturunan. Adanya batasan ini didasari oleh penjelasan secara medis, bahwa sebelum usia 18 tahun, seorang wanita masih membutuhkan banyak hormon untuk pertumbuhan fisiknya. Apabila seorang wanita mengalami kehamilan di usia kurang dari 18 tahun, akan terjadi perebutan gizi antara si ibu dan si calon bayi yang akan mempengaruhi kesehatan si ibu dan anak. Dari Desember 2014 | Samantabadra

77


wawasan aspek pendidikan, sesuai dengan program Wajib Belajar 12 Tahun yang dicanangkan oleh pemerintah apabila seorang anak mulai bersekolah di usia 6 tahun, maka ketika anak tersebut menyelesaikan program Wajib Belajar 12 tahunnya, usianya genap 18 tahun. Dengan demikian, di usia 18 tahun, seorang wanita diharapkan telah memiliki bekal pendidikan dan pengetahuan yang cukup untuk berumah tangga dan menjadi seorang ibu yang berkualitas baik. Ajaran Buddha menjunjung kesetaraan, harkat, dan martabat perempuan. Demi menjaga keselamatan jiwa dari perempuan itu sendiri pada saat melahirkan, serta demi melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas, maka Hukum Buddha mendukung adanya undang-undang yang mengatur batasan usia pernikahan di Indonesia yang didasari oleh pertimbangan berbagai aspek. Hal ini merupakan suatu langkah bijaksana dalam mewujudkan generasi penerus bangsa Indonesia yang kokoh, sehat, cerdas menuju Indonesia Jaya. eee

10 Tips Sehat untuk Manusia yg Berusia diatas 50 Tahun 1. Fokus untuk menyenangkan orang lain, bukan lagi mengejar dan menumpuk harta materi. 2. Menggunakan tabungan dengan bijaksana, jalan-jalan kalau masih ada kesempatan dan kuat. 3. Hiduplah disini dan sekarang dgn amalan baik, bukan besok atau kemarin (besok belum tentu ada dan kemarin sudah lewat) 4. Bermain dengan cucu (kalau ada), bukan menjadi baby sitter dan bukan pula menjadi satpam kalau anak ke luar negeri. 5. Menerima semua kemunduran fisik, nyeri,  sakit atau lemah, sebagai proses ketuaan 6. Menikmati saja kondisi yang ada sekarang, tidak perlu banting tulang lagi. 7. Menikmati hidup dengan pasangan, anak atau cucu dan teman-teman yang merasa dekat dengan anda, bukan karena harta atau kedudukan. 8. Minta maaf dan memberi maaf. Maafkanlah diri sendiri dan orang lain. Menikmati ketenangan batin, menghilangkan dendam dan benci. 9. Bersahabat dengan kematian, sebagai bagian dari hidup yang normal. Jangan takut mati. 10. Berusahalah untuk tetap damai di hati Anda bersenda gurau secara wajar dengan orang-orang disekitar Anda.

Pasti lebih sehat dan lebih tenang serta  berbahagia. 78

Samantabadra | Desember 2014


NSI Post-50 Years and The New Indonesia’s Government F

acing and preparing for the 50th anniversary, each NSI member has done so many things: practicing national dances, cultural performances, making accessories, inviting relations. The theme was Walking on the Real Dharma. At least 3 programs have been done: Blood Donor, Harmony Fun Walk with other religious communities and Dharmasanti. At the same time Joko Widodo and Jusuf Kalla have been inaugurated as president and vice president of this republic. What are the relationships between the 2 big events: NSI 50th anniversary and the new presidency? NSI has lots of experience handling human revolution as the umbrella of mental revolution proclaimed by Mr. Joko Widodo. Blood Donor was done on Sunday, 10/12, at NSI Headquarters, Minangkabau St., Jakarta. The target was 1,000 donors. Harmony

(interfaith) Fun Walk was held on Sunday, 10/19, started at Ministry of Religious Affairs Office to M.H. Thamrin St and back to the Ministry Office. The target was 5,000 NSI members and people from other such religious communities as: Moslem, Hindu and ChristianCatholic and Confucian. The third part was the Cultural Festival, the so-called Dharmasanti. Those event were practically done and contributed by NSI members, who are not professional artists. They are housewives, students, employees. In the Saddharma-pundarikasutra, they are laymen. They, however, act as the Bodhisattvas of the earth who are able to do so many things to improve people’s quality based on the Dharma Nam-myoho-renge-kyo. NSI members are now everywhere in the society: bureaucrats, house members, structural

officers in private and public sectors. They could influence their own communities as practical implementation of their belief in the Gohonzon of the Three Great Secret Laws. They develop Buddhist creations and creativities in their workplaces. The prajna comes out in each case coming up in their institutions. All in all, the Buddhahood illuminates their social behavior. They believe that once they control and change their negative emotions, they will change their lives. This will change their family, neighborhood, the city and the country as well as the whole world in turn. This is the so-called human revolution in Nichiren Shoshu Buddhism. While we were preparing for the 50th anniversary of NSI, the presidency process was ongoing as well. Joko Widodo was elected as president in May this year. What so special about Joko Widodo? Desember 2014 | Samantabadra

79


wawasan He was not a bureaucrat before but an entrepreneur, different from other presidents who were more military personnel (Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono) and civilians with special features (Soekarno, B.J. Habiebie, Abdurrahman Wahid, and Megawati Soekarnopoetri). He is a layman with no special features but idealism, hardworking and always acting-out. He is a president who was elected from outside the military and political elite. The style of the new President is typical. He likes making unannounced visits (the so-called blusukan; Javanese term) to check local conditions. This break from the traditional reserve of Javanese rulers achieved dramatic results when he was mayor of Solo and governor of Jakarta. (The Wall Street Journal)

Human Revolution vs Mental Revolution He has come as a president with a very good mission of mental revolution. Is this similar to our Nichiren Shoshu’s human revolution? Which one is deeper in meaning: the former or the latter? We would claim that the latter, human revolution, has much deeper meaning. What we 80

Samantabadra | Desember 2014

perceives and carries out as part of our Buddhist practice is that we try hard to go over our feelings and emotions in front of the Gohonzon to reflect against the unquestionable truth of the Dharma Nammyoho-renge-kyo. By doing so while chanting Nammyoho-renge-kyo, we are internally moved to change our bad habits and at the most our bad character to be modified into a better and more productive one. This will influence our social environment from the smallest, our family, into the largest community, the globe.

That way, the Dharma Nam-myoho-renge-kyo could be spread throughout the world. This is part of human revolution which makes others realize and act based on the Dharma. What Pak Jokowi means is much different from this physical revolution. No more physical revolution is needed nowadays. He wants something changing in every bureaucrat’s way of thought. He wants them to have national idealism instead of hedonism. Some examples are given: the new ministers would make do with the existing limos, bought five years ago. As incoming president, Jokowi had been A quote from Shoho privy to the details of the Jisso Sho about the idea of 2015 budget prepared by spreading the Law, reads: the outgoing administration Only I, Nichiren, and was aghast at finding at first chanted Nama Rp 18 trillion item for “meetings of ministries”. He myoho-renge-kyo, but was able to save money by then two, three and slashing many unnecessary a hundred followers, spending items here and chanting and teaching there, including the frequent others. Likewise, replacements of printer and propagation will photocopy machines. (The unfold, this way in the Jakarta Post, September 14) future. Doesn’t this Not everyone is on signify “emerging from the earth?” At the time board with his idea of of kosen-rufu, the entire revolutionizing their way of thinking and doing, least Japanese nation will of all the bureaucracy. chant Nam-myohoAccording to him, the renge-kyo, as surely as concept of mental revolution an arrow aimed at the is that it should begin with earth cannot miss the reforming your mindset. The target.


bureaucracy, famous for sticking to set procedures and ways of thinking and doing things, is the prime target of the revolution. (The Jakarta Post, September 14) He added that the nation needed a bureaucracy that people could depend on, a system that really served the people. The new president intends to fight the mentality that prevails in the country, particularly among those responsible for the running of the government. Fortunately, the incoming president knows how to fight his battles with the bureaucracy from his experience as Governor of Jakarta since October 2012 and as Mayor of Surakarta in Central Java for the seven previous years. (The Jakarta Post, May 12) He does not want people to have to serve bureaucracy. Bureaucracy in Jakarta and local areas gives a lot of headache to the people, indeed. He has exposed some pluses that our country has: Corruption Eradication Commission/ KPK, regional autonomy and also many of our national and regional laws modification. We also have held elections that are periodically conducted at the national and regional level. All of these are aimed at improving the management of this democratic and

accountable country,” Jokowi said. However, all efforts have been in vain because they are not carried out in parallel with reform in the populace’s mind-set. The efforts have been failed due to wrong mental condition of the personnel. He said that to achieve success, the country needed what he called a mental revolution. (The Jakarta Post, May 12) The first step in achieving such a task would be by creating a political system that is accountable, free of corrupt practices and intimidation. “We need to fix how we recruit political players, who must rely more on their skills and track records rather than their money and closeness to decision makers,” Jokowi said. (The Jakarta Post, May 12) Jokowi also said that he selected the ministers based on their capabilities, as well as their leadership and managerial skills. (The Jakarta Post, October 27) In this case, he keeps the Minister of Religion, Lukman Hakim Saifuddin. This means NSI gets more opportunity to improve religious life in the country as we already know him well before. Keep giving Buddhist inputs on the state issues just to influence our nation mentality in terms of the

mental revolution. Jokowi also noted the importance of a strong military to defend and unite the country. In addition, in terms of the economy, he argued that Indonesia needed to be more independent and rely less on other countries. “Food and energy independence are something that we can’t argue about,” he said. “Indonesia needs to move in that direction with a clear and structured program.” (The Jakarta Post, May 12) Jokowi administration is in line with our principle of Buddhism, that is, we put stress on our mental power to make changes in daily lives. What we see will be what we have in hearts. People’s actions are their minds. To change this nation, we need to start from our hearts. NSI has much gone through how to cope with human revolution as the basic of mental revolution stated by our newly appointed president, Mr. Joko Widodo. Sources: Endy M. Bayuni, The Jakarta Post, Jakarta | Opinion | Sun, September 14 2014, 1:58 PM Hans Nicholas Jong, The Jakarta Post, Jakarta | National | Mon, May 12 2014, 9:51 AM Ina Parlina and Hasyim Widhiarto, The Jakarta Post, Jakarta | Headlines | Mon, October 27 2014, 9:46 AM ScanNews October 21, 2014 The Wall Street Journal Wikipedia. Indonesian National Revolution

Desember 2014 | Samantabadra

81


resep

Baso Emplung

Oleh : Ibu Oking D, Bogor

Cara Membuat : 1. Semua adonan digiling jadi satu, sampai tercampur kemudian dibuat bulat-bulat terus kukus sampai matang. 2. Setelah matang hidangkan dengan kuah ayam.

Bahan: ¼ kg daging babi di potong-potong ¼ kg udang basah ½ ons udang kering (disanggrai) ½ ons bawang merah goreng 1 butir bawang putih Bokmie, wortel, soun (secukupnya) 1 butir telur ayam Bumbu: Lada, garam, vetsin (secukupnya)

Berita Duka Cita

Sdr. Hendra Kurniawan Putra dari Bapak Keng Yong Meninggal pada usia 29 tahun 07 Oktober 2014 Umat NSI Daerah Cengkareng DKI Jakarta

Ibu Lim A Cu

Ibunda dari Ibu Moni Meninggal pada usia 87 tahun 20 Juli 2014 Umat NSI Daerah Mangga Besar DKI Jakarta

Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha. Nammyohorengekyo.

82

Samantabadra | Desember 2014

Ibu H. Susanny Ko

Istri dari Bapak Tansil Meninggal pada usia 64 tahun 06 Nopember 2014 Umat NSI Daerah Cengkareng DKI Jakarta


Jadwal Kegiatan Susunan NSI

Bulan Desember 2014 TGL 1 2 3 4 5 6 7

HARI Senin Selasa Rabu

JAM KEGIATAN 13.00 Pendalaman Gosoyo

19:00 Pendalaman Gosyo Penceramah 19:00 Pendalaman Gosyo Koord. GM Jabotabekcul

Kamis Jumat 19:00 Ceramah Gosyo Sabtu Minggu 10:00 Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul 10;00 Pertemuan Anak‐anak 10:00 Daimoku Bersama 14:00 Rapat Koordinator Lansia 8 Senin 19:00 Pelajaran Pimpinan Daerah & Cabang 9 Selasa 14:00 Pertemuan Wanita Umum 10 Rabu 19:00 Pertemuan Ibu/Wanita Karier 19:00 Pertemuan Pria Umum 11 Kamis 12 Jumat 19:00 Pertemuan Cabang 13 Sabtu 14 Minggu 10:00 Pertemuan Anak‐Anak Daerah / Kelompok 15 Senin 19:00 Pelajaran Pimpinan Anak Cabang / Ranting 16 Selasa 17 Rabu 14:00 Pertemuan Wanita Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Pria Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Koord. Generasi Muda Jabotabekcul 18 Kamis 19 Jumat 19:00 Pertemuan Anak Cabang / Ranting 20 Sabtu 19:00 Pertemuan PK‐2 21 Minggu 10:00 Pertemuan Generasi Muda Daerah/Kelompok 14:00 Pertemuan Lansia Umum 22 Senin 19:00 Pertemuan 4 ( empat ) Bagian 23 Selasa 24 Rabu 13:00 Pendalaman Gosyo Untuk Dharmaduta 19:00 Musyawarah DPW & DPD 25 Kamis 19:00 Musyawarah DPD 26 Jumat Kensyu Gosyo Umum + Kensyu Tahun Baru 27 Sabtu Kensyu Gosyo Umum + Kensyu Tahun Baru 28 Minggu Kensyu Gosyo Umum + Kensyu Tahun Baru 29 Senin 13.00 Pendalaman Gosoyo 30 Selasa 31 Rabu 19:00 Pendalaman Gosyo Penceramah 19:00 Pendalaman Gosyo Koord. GM Jabotabekcul

TEMPAT Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Daerah Masing‐Masing

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 3 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 4 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 1 Daerah Masing‐Masing

Daerah Masing‐Masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1 Daerah Masing‐Masing Daerah Masing‐Masing RRBP

Daerah Masing‐Masing

Daerah Masing‐Masing Vihara Vimalakirti NSI Muncul Daerah Masing‐Masing

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Daerah Masing‐Masing Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2

Desember 2014 | Samantabadra

83


Vihara & Cetya

BALAI PUSAT NSI

Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782 PROVINSI LAMPUNG Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728 PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903

84

Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia

Vihara Vimalakirti Muncul Diresmikan 3 Mei 1986 Dipugar 28 okt 2007 Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Vihara Vimalakirti Cisauk Depan SMU 1 Serpong Desa Setu (Muncul) – Kec. Cisauk Kabupaten Tangerang Telp. (021) 75872730 Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Rajawali Jl. Ampera IV No. 12 RT 005/RW 09 Jakarta Utara Telp. (021) 64710728, 6401168 Cetya Tanjung Priok Jl. Deli No. 31, Tanjung Priok – Jakarta Utara Telp. (021) 4356309 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969 PROVINSI JAWA BARAT Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034

Samantabadra | Desember 2014

Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319 Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 4 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851 Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821 Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Jl. Merdeka, No. 57 RT 05/03 Kel. / Kec. Lemah Wungkuk Kabupaten Cirebon Telp. (0231) 202793 PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo

Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340 Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682 Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201 Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Ponorogo Jl. Ontorejo 93 Kabupaten Ponorogo Telp. (0352) 681241

Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen

Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan

Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang

Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan

Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali

Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep

Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo

PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.