Samantabadra SAMANTABADRA | OKTOBER 2015 | NOMOR. 261
gosyo kensyu SURAT PERIHAL DOA liputan PERJALANAN DELEGASI NSI KE YANGON DALAM RANGKA PERINGATAN HUT KE-70 RI KBRI YANGON
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
Oktober
2 0 1 5
10 # 261
R
Janganlah membuang emas karena kantungnya kotor; bila tidak dapat menghilangkan bau yang tak disukai,
tidak akan tercium harumnya cendana; bila tidak menyukai telaga di lembah tentu tidak akan dapat mengambil bunga teratai; seandainya tidak menyukai seorang pelaksana sehingga tidak melindungi dan menjaganya, maka tidak melaksanakan prasetya yang diucapkan di hadapan Sang Buddha. Setelah Masa Sadddharma dan Pratirupadharma berlalu, mencari bhikku yang mempertahankan sila bagaikan mencari Harimau di dalam kota. Sukarnya menemukan orang bijaksana sama seperti menginginkan tanduk jerapah. (Surat Perihal Doa)
Delegasi NSI untuk Peringatan HUT ke-70 RI KBRI Yangon foto bersama di depan Wisma Mitra milik KBRI Yangon. Myanmar, Agustus 2015.
Ketua Umum NSI didampingi Ibu, dalam jamuan makan malam diplomatik KBRI Yangon. Duta Besar RI untuk Myanmar, selaku tuan rumah bersama Menteri Kebudayaan Myanmar. Agustus 2015.
pengumuman
R
angkaian Kegiatan Kensyu Nasional dalam rangka peringatan Hari Jadi ke-51 NSI akan diselenggarakan pada tanggal 30, 31 Oktober dan 01 Nopember 2015 di Komplek Mahavihara Saddharma NSI, Bogor, Jawa Barat.
Acara pada rangkaian kensyu antara lain: 1. Pembabaran dharma (gosyo) 2. Festival Tari Nusantara 3. Malam Kesenian 4. Penyuluhan
Seluruh pimpinan dan umat NSI agar dapat mempersiapkan diri, melakukan pendaftaran dari sekarang melalui koordinator daerah masingmasing, dan bersama-sama mengikuti kegiatan kensyu dengan penuh kesungguhan hati dan ketulusan didasari semangat Bodhisattva Muncul Dari Bumi (Penyebarluasan Dharma).
R
evisi Jadwal Tayang Mimbar Agama Buddha Jalan Tengah episode khusus NSI di RCTI Hari Selasa (bukan Senin): - 29 September 2015 (Perlunya Rejeki Jiwa) - 13 Oktober 2015 (Membangun Kualitas GM) Oktober 2015 | Samantabadra
1
Samantabadra Oktober 2015 Samantabadra SAMANTABADRA | OKTOBER 2015 | NOMOR. 261
daftar isi
gosyo kensyu liputan
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
UCAPAN TERIMA KASIH Duta Besar RI untuk Myanmar CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Ketua Dharma NSI Dharma Duta
LIPUTAN Perjalanan Delegasi NSI ke Yangon Piagam Gubernur bagi Keluarga Pendonor Kornea KU NSI Menjadi Narsum Forum Harmoni Sosial Peringatan HUT ke-70 RI di Bogor dan Muncul
3 4 7 11
15 22 24 25
MATERI AJARAN Gosyo Kensyu 26 Surat Perihal Doa Gosyo Cabang Surat Balasan kepada Ueno 46 Dono Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami di : Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia
2
Samantabadra | Oktober 2015
SURAT PERIHAL DOA PERJALANAN DELEGASI NSI KE YANGON DALAM RANGKA PERINGATAN HUT KE-70 RI KBRI YANGON
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
Oktober
2 0 1 5
Halaman Muka
F
oto bersama Ketua Umum NSI dan istri, Duta Besar RI untuk Myanmar dan istri, serta Mas Didik Nini Thowok pada resepsi diplomatik Peringatan HUT ke-70 RI KBRI Yangon. Simak berita selengkapnya di halaman 15.
10 # 261
Forum Diskusi 10 Dunia yang Saling Mencakupi
52
MAKALAH Aplikasi Konsep Kebangsaan
57
REFLEKSI Youth Pledge
65
SYIN GYO GAKU Fungsi dan Manfaat Kensyu 63 RESEP Kue Cucur
67
KIBA-KRUBU Menonton Televisi
68
JADWAL KEGIATAN
69
VIHARA DAN CETYA NSI
70
15
22
25 PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENASEHAT Suhadi Sendjaja PENANGGUNG JAWAB Sumitra Mulyadi PEMIMPIN REDAKSI Minto WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Samanta KONTRIBUTOR Arya, Kyanne Virya.
STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999
Oktober 2015 | Samantabadra
3
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja Surat Perihal Itai Dosyin Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 29-30 Agustus 2015
Nammyohorengekyo, Akhir-akhir ini banyak orang khawatir karena nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin rendah, tetapi anehnya jalanan tetap macet, daya beli masyarakat masih cukup tinggi. Mal-mal tidak pernah sepi pengunjung, dan di akhir pekan tetap dipadati orang-orang yang membelanjakan uangnya. Bandar penerbangan juga selalu dipadati orang-orang yang hendak bepergian. Hal ini berarti menguatnya nilai dolar AS tidak terlalu berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian masyarakat Indonesia di kota besar. Kondisi seperti ini kadang-kadang membuat kita bertanya-tanya, katanya ekonomi lagi sulit, tetapi yang jalan-jalan ke luar negeri masih banyak. Kita sebagai umat NSI, hendaknya tidak terpengaruh oleh “delapan angin� (keberhasilan, kegagalan, kegembiraan, kesedihan, kehormatan, penderitaan, pujian, celaan), jadi buat kita ekonomi lagi susah kita 4
Samantabadra | Oktober 2015
juga tidak goyah, tenangtenang saja. Tidak akan sampai Indonesia seperti di Ethiopia yang sulit mendapatkan makanan. Jika kondisi ekonomi Indonesia memburuk, kita sebagai warga negara turut prihatin dengan melakukan penghematan konsumsi, sehingga dengan demikian kita bisa menghadapi kondisi tersebut dengan baik. Gosyo ini disebut memasuki satu tingkatan Anupattika Dharmasanti. Satu kondisi kejiwaan dimana kita bisa selalu tenang, karena memahami atau telah sadar akan kekal abadinya segala hukum. Hukum yang kekal abadi adalah Hukum Karma, yaitu Hukum Sebab Akibat. Kondisi ekonomi yang kini goyang pasti ada sebabnya. Oleh karena itu, kalau kita bisa memahami proses sebabakibat ini, kita tidak akan resah, kita akan bisa tetap dalam suasana jiwa yang tenang, beda dengan orang yang tidak memahami Hukum ini, mereka pasti resah. Pada situasi dan kondisi seperti ini, bangsa ini harus Itai
Dosyin (banyak orang namun bersatu hati), karena dengan persatuan hati baru kita bisa mengatasi masalah, jangan dalam kondisi seperti ini malah mencela. Hukum karma dalam agama Buddha adalah hukum Kekal Abadi, Hukum Sebab Akibat, Hukum Alam, Kekekalabadian. Jadi. Sampai kapanpun, siapapun presidennya, siapa pun pemimpin bangsanya, hukumnya pasti sama. Maka itu, bagaimanapun kondisi yang terjadi di luar diri kita, kita sendirilah yang harus berubah karena kita adalah pusat (badan) sedangkan lingkungan adalah bayangan yang mengikuti badan. Kondisi lingkungan seperti apapun, yang harus berubah adalah diri kita sendiri, jika kita ingin mengubah keadaan. Presiden Jokowi pun mencanangkan revolusi mental agar masyarakat Indonesia tergerak untuk melakukan perubahan yang dimulai dari perbaikan diri sendiri. Kehidupan kita sebagai
Ketua Umum
WNI tidak dapat terlepas dari kondisi lingkungan negara kita; keduanya saling membentuk dan mempengaruhi, sesuai dengan konsep esho funi (manusia dan lingkungan bukan dua), kalau kondisi negaranya tenang dan berkembang, maka rakyat akan ikut senang, tetapi kalau kondisinya negaranya kacau, ekonominya goncang, di mana-mana terjadi perampokan, hidup tak tenang. Buddha Niciren mengajarkan kepada kita bahwa dalam situasi apapun dalam hidup, hendaknya kita selalu mengutamakan sikap doa yang bertujuan untuk kedamaian dan ketentraman negara. Semua tergantung getaran, kalau dari hatinya keluar getaran-getaran untuk ketentraman Indonesia, pasti akan terwujud dalam kondisi negara yang baik. Oleh karena itu, rakyat harus menunjang dengan Itai Dosyin, kalau rakyat Indonesia Itai Dosyin, urusan sebesar apapun pasti bisa diatasi. Tapi kalau tidak Itai Dosyin, pasti akan hancur. Negara-negara besar pun kalau rakyatnya tidak satu hati pasti akan hancur. Prinsip Itai Dosyin juga berlaku untuk diri kita (batin/pikiran), tidak sebatas pemahaman kesatuan tujuan oleh orang yang berbeda-beda (lebih dari satu orang). Di dalam diri kita bisa terjadi pertentangan batin. Maka dari itu kalau ingin merubah nasib, kita juga harus memikirkan perubahan
nasib dari bangsa kita, kita seringnya terikat pada kesusahan hati sendiri sulit memikirkan orang lain, justru karena kita memikirkan orang lain, nasib kita dapat berubah. Kalau ingin berubah nasibnya kita harus berusaha memikirkan nasib orang lain. Tapi seringnya kita itu sulit memikirkan orang lain, semakin memikirkan kesusahan sendiri, semakin tidak dapat keluar dari kesulitan itu, karena kita terus ada disitu, dan tidak ada tenaga untuk bisa mengeluarkan kita dari kesulitan. Pada gosyo bulan lalu, Niciren Daisyonin menjelaskan, “Agama di dunia ini macam-macam, tetapi kelebihan dari Agama Buddha adalah ia karena menjelaskan tentang Hukum Sebab Akibat.� Agama Buddha juga bermacam-macam, Buddha mengajarkan ajarannya selama 50 tahun, 42 tahun disebut ajaran Hinayana, dan 8 tahun terakhir disebut ajaran Mahayana, dan pada periode delapan tahun ajaran inilah, Hukum Buddha menjelaskan semua, bahwa sebetulnya tujuan kelahiran Buddha adalah untuk menyampaikan Ajaran yang 8 tahun terakhir dan sudah waktunya untuk menjelaskan ajaran sesungguhnya. Yang dijelaskan pada waktu 8 tahun, adalah bahwa semua manusia dapat mencapai Kesadaran Buddha. Buddha juga menjelaskan
kita bisa menjadi Buddha di dalam kehidupan sekarang. Oleh karena itu tidak perlu menunggu nanti. Pada ajaran sebelum 8 tahun, Buddha masih memberikan contohcontoh, misalnya setelah meninggal di sebelah Barat terdapat tempat yang disebut Tanah Buddha. Itu hanyalah contoh. Menjadi Buddha hanya di dalam kehidupan sekarang, di dunia ini dengan cara menjalankan pertapan untuk menjadi Buddha, ada sebab pokoknya, ada tempat pokoknya, serta ada akibat pokoknya. Ajaran 8 tahun lebih unggul. Maka dari itu Buddha mengatakan, kalau memilih ajaran Agama, kita harus memilih Buddha, dan di antara ajaran Buddha kita harus memilih yang paling tepat, tepat waktu, dan tepat guna. Tepat waktunya adalah sekarang, yaitu ajaran Mahayana. Dua ribu tahun seterusnya sampai sekarang dan terus sampai puluhan ribu tahun ke depan, itu yang harus dipakai hanya Nammyohorengekyo dan ajaran dari Buddha Niciren Daisyonin. Sebagai umat NSI, maka kita harus yakini dan jalankan kata-kata Buddha Niciren. Beliau menjelaskan, “Hidup yang paling bahagia itu adalah menjalankan hidup yang mewujudkan Isyo Jobutsu dan Kosenrufu.� Tujuan hidup kita harus mencapai Kesadaran Buddha dalam kehidupan sekarang ini yang dinamakan Issyo Jobutsu, kita harus Oktober 2015 | Samantabadra
5
ceramah gosyo menjadi Buddha dan bahagia di dalam kehidupan sekarang. Saddharmapundarika sutra, mengatakan untuk menjadi Buddha tidak perlu menunggu mati, karena hakikat dari menjadi Buddha adalah kemampuan untuk memunculkan kesadaran Buddha dalam setiap kejap perasaan jiwa kita dari saat ini juga. Untuk memunculkan kesadaran Buddha kita harus menjalankan pelaksanaan dan penyebarluasaan Dharma. Di dalam hati kita hendaknya tidak ada lagi keyakinan lain kecuali kepada GohonzonNammyohorengekyo dari sandaihiho. “Di hatiku hanya ada Nammyohorengekyo,� kalau untuk agama jarang yang berujar seperti itu. Coba kalau orang pacaran bicara ke pasangannya, sering berujar, “di hatiku hanya ada kamu.� Kita tanamkan kesadaran bahwa di hati kita hanya ada Nammyohorengekyo, itu lebih utama dari hal apapun, kalau kita bisa pegang bersih di hati hanya ada Gohonzon,
6
Samantabadra | Oktober 2015
pasti kita bisa Itai Dosyin; diri kita sendiri bisa Itai Dosyin, kita bisa konsentrasi, punya keyakinan yang kuat, dan tenaga konsentrasi kita menjadi besar. Kebahagiaan dan kesulitan dalam hidup, sesungguhnya adalah hasil perbuatan kita sendiri. Gohonzon berfungsi sebagai jodoh terbaik bagi kita untuk memunculkan kesadaran Buddha. Muncul atau tidaknya kesadaran itu, sepenuhnya tergantung pada sejauh mana usaha dan keyakinan kita untuk mewujudkannya dengan pelaksanaan syinjin. Ketika kita sedang diliputi keberuntungan misalnya, kita anggap Gohonzon hebat, tetapi begitu kesulitan hadir sedikit saja, mulai bertanyatanya, apakah ada yang lebih hebat dari Gohonzon? Ketika di dalam diri sendiri Itai Dosyin, hati dan pikiran kita berada dalam kondisi yang selaras dan harmonis. Dengan demikian, akan mewujudkan sikap hidup yang juga selaras dalam
berhubungan dengan orang lain. Itai Dosyin di antara manusia dengan manusia lainnya dalam kelompok pun dapat terwujud. Jadi Itai Dosyin dimulai dari Itai Dosyin diri sendiri. Dalam kondisi hidup yang bagaimana pun, hendaknya kita selalu mengutamakan Syinjin. Perjalanan susunan NSI adalah perjalanan syinjin. Walaupun mengalami banyak tantangan dan hambatan, namun perjalanan yang didasari oleh syinjin pasti akan dapat mengatasi semua tantangan dan bangkit kembali. Buddha mengatakan, saat ajal bisa terjadi kapan saja. Oleh karena itu, jangan sia-siakan waktu, menundanunda pekerjaan atau keaktifan kita menjalankan syinjin. Kita semua harus tetap bersemangat apapun yang terjadi. Manusia yang berejeki adalah manusia yang syinjin sepenuh hati kepada Gohonzon, berupaya untuk mewujudkan Isyo Jobutsu dan Konsenrufu. eee
Ketua Dharma
Rangkuman Ceramah Ketua Dharma NSI Bapak Sumitra Mulyadi Surat Perihal Itai Dosyin Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 29 -30 Agustus 2015
Nammyohorengekyo, Bapak Ibu yang saya hormati, dalam Gosyo Surat Perihal Itai Dosyin Niciren Daisyonin dengan tegas mengajarkan bahwa Itai Dosyin itu adalah prinsip yang sangat penting dalam Agama Budda Nicirn Syosyu. Disebutkan dalam Gosyo bahwa apabila Hokibo (Niko Syonin), sadobo dan para penganut di daerah atsuhara dapat bersatu hati Itai Dosyin, yaitu berbeda badan tetapi satu hatinya. Maksudnya adalah berbedabeda badannya, beda sifat, kebiasaan bakat dan lain-lain. Sedangkan Dosyin artinya adalah tujuan, pandangan, pikiran yang sama, yang didasarkan kepada Hati Kepercayaan kepada Gohozon. Jadi dengan dasar hati kepercaaan kepada Gohonzon semua murid Niciren Daisyonin walaupun berbeda bakat, kedudukan, profesi dan sebagainya, tetapi tujuannya adalah harus sama yaitu menyebarluaskan Dharma,
menjalankan maitri karuna, membimbing umat inilah yang dimaksud dengan Itai Dosyin. Kalau hanya sekedar kompak, apalagi kalau kompak untuk menentang kebijakan hal ini bukan Itai Dosyin. Misalnya tidak mau mengikuti kebijakan untuk Dokyo Soday jam 10.00 siang, tetapi maunya malam saja, dengan mengatasnamakan semua umat di daerahnya sudah setuju, bukan seperti ini Itai Dosyin itu. Dikatakan di dalam Gosyo, apabila Hokibo, sadobo dan penganut atsuhara Itai Dosyin, maka segala sesuatu pasti dapat tercapai, tetapi apabila mereka Taido Isyin tidak akan tercapai apapun. Jadi walaupun sekumpulan orang kelihatannya kompak, tetapi karena hatinya berbedabeda maka tidak akan samapai kepada tujuan yang sesungguhnya bahkan akan tercerai berai. Maka diambil contoh waktu jaman Tiongkok Kuno terjadi perang antara Raja Chow dari Yin yang mempimipin 700.000 tentara
berkuda, melawan Raja Wu yang hanya mempimn 800 tentara, tetapi bisa dikalahkan karena tentara Raja Cho tidak bersatu hati. Ini adalah Ajaran (non Buddhis) apalagi kalau dasarnya adalah hati kepercayaan kepada Gohonzon, walau kita kecil pasti dapat membuat sesuatu hal yang besar. Bapak-Ibu percaya atau tudak, sebagai mana kita dulu alami sendiri tahun 1993, ketika susunan kita mengalami krisis (perpecahan) waktu itu kita tidak memiliki apapun, bisa dikatakan modal kita adalah modal dengkul, tidak ada seorangpun yang menyangka akan seperti sekarang ini, kita bisa memiliki Vihara di Ciapus ini, Balai Pusat dan di daerahdaerah lain, mau pertemuan tidak punya ruangan, mau kensyu harus dijadwal/ bergantian, itupun tidak bisa leluasa menggunakan karena kuncinya dikuasai pihak Ibu Seno. Walaupun awalnya kita Oktober 2015 | Samantabadra
7
ceramah gosyo dipandang remeh, dikatakan tidak ada bhiksunya dan lainlain, tetapi dengan satu hati, percaya kepada Gohonzon dengang tulus akhirnya kita dapat mewujudkan hal yang tidak terbayang sebelumnya. Jadi Itai Dosyin itu tidak sama dengan sekedar selogan bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Disebutkan, meskipun di dalam diri seseorang juga kalau terdapat dua hati yang bertentangan pasti segala sesuatu tidak akan tercapai, sebaliknya meskipun ratusan / ribuan orang kalau mereka memiliki hati yang satu pasti segala sesutunya akan tecapai. Jadi di dalam diri kita juga kita bisa terjadi dua hati yang bertentangan, bimbang, ragu, khawatir, ini salah-itu salah, hati kepercayaan yang bercabang/mendua, kalau seperti itu akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa. Maka dalam diri kita harus ada kemantapan yang dasarnya adalah hanya kepada Gohonzon, tidak dicampur aduk oleh pandangan diri sendiri/orang lain, tetapi semata-mata kepada Ajaran Buddha. Kalau kita masih menggunakan pikiran kita sendiri/orang lain (tidak sesuai dengan ajaran Buddha) maka tidak akan bisa menjalankan syinjin dengan benar, akan sia-sia dan tidak tercapai tujuan yang kita inginkan. Bebarapa waktu yang lalu kita belajar Gosyo yang mengatakan bahwa 8
Samantabadra | Oktober 2015
percaya itu adalah percaya sepenuhnya kata-kata Buddha, tanpa memasukan pandangan diri sendiri/orang lain. Kalau masuk pandangan diri sendiri/orang lain, sama seperti orang sakit sudah meminum obat manjur tetapi minum juga racun, akan sia-sia. Harus kita ingat selalu, setiap pandangan kita mulai bergeser kea rah cara berpikir/pandangan diri sendiri, maka kita harus bisa mematahkan dan segera kembali kepada dasar Ajaran Buddha. Dengan demikian baru muncul kekuatan untuk mewujudkan segala sesuatu yang unggul. Manusia di negeri Jepang yang jumlahnya banyak, tetapi mereka bersifat Taidoisyin (tidak satu hati), sehingga sulit untuk mencapai apapun juga, tetapi Niciren dan murid-muridnya mempunyai kesatuan hati (itai dosyin), sehingga meskipun jumlahnya sedikit dapat melakukan perbuatan yang besar, oleh karena itu Saddharmapundarikasutra pasti akan tersebur luas. Jadi tujuannya adalah Itaidosyin/penyebarluasan dharma sesuai bakat masing-masing, di mana bakat itu harus berkembang (Obaitori) karena setiap orang memiliki keistimewaannya sendiri-sendiri yang akan menunjang terwujudnya penyebarluasan Dharma. Tetapi kalau tidak dengan dasar hati kepercayaan, maka yang timbul adalah hanya
memikirkan keuntungan diri sendiri. Jadi satu kelompok walaupun kelihatannya satu badan, kalau di dalam masih mempunyai tujuan yang berbeda sesuai kepentingan pribadi tidak akan bisa bertahan, pasti akan hancur. Misalnya ingin kedudukan, reputasi, keuntungan diri sendiri pasti akhirnya muncul keributan. Itai dosyin itu benar-benar memikirkan umat, maitre karuna, bukan sekedar ramerame, narik-narik umat susunan lain, biar umat di susunannya menjadi banyak, bukan seperti itu. Umatnya banyak tetapi kalau tidak dibina dengan baik, akan menterlantarkan dan akan jatuh ke Neraka. Jadi kalau mau banyak-banyakan umat adalah untuk dibina / dibimbing sehingga mereka mencapai kesadaran/ kebahagiaan mutlak. Tujuan kita kensyu ini adalah seperti itu, bukan sekedar kumpul dan rame-rame aja. Kalau hanya seperti itu hanya akan membuang waktu, tenaga dan uang. Jadi tujuannya adalah demi kebahagiaan seluruh umat manusia. Niciren Daisyonin mengatakan, bahwa kejahatan yang banyak tidak pernah menang kepada satu kebaikan, sama seperti api yang besar dapat dipadamkam oleh setetas air, demikian pula dengan Niciren Daisyonin dan murid-muridnya. Jadi dalam hal ini kejahatan dimaksud adalah penganiayaan-
Ketua Dharma
penganiayaan dari sektesekte lain kepada Niciren Daisyonin dan para muridnya. Walau begitu banyak kejahatan tidak akan menang dengan satu kebaikan, yaitu adalah ketulusan ingin menyebarluaskan Dharma, ingin membuat orang mencapai Kesadaran Buddha. Oleh karena itu karena di NSI ini tujuan kita agung, yaitu hanya untuk membina umatnya, menjaga kemurnian Ajaran sehingga walaupun banyak pihak yang ingin menjatuhkan kita sejak dari tahun 1973 sampai hari ini tetap tidak akan bisa, karena susunan ini adalah susunan Buddha, bukan susunan sepak bola atau bulu tangkis atau yang semacamnya, sehingga walau waktu itu mereka meremehkan. Mereka menganggap dirinya sungai besar, kita hanya selokan kecil. Dianggapnya hanya mereka yang bisa membimbing umat, mereka sesumbar akan mengerahkan segala kekuatan untuk menghabisi kita (NSI), tetapi kita tetap eksis sampai hari ini, malah sebaliknya mereka tidak berkembang. Selama orangorang di dalam susunan ini menjaga kemurnian ajaran tidak akan bisa dihancurkan oleh siapapaun juga, ini harus menjadi keyakinan kita, dan ini harus menjadi pegangan untuk yang akan datang. Maka dari itu dikatakan sama seperti api besar dapat dipadamkan dengna setetas air.
Dikatakan juga dalam gosyo ini serangan dari Mongolia sudah amat dekat, runtuhnya Negeri Jepang memang merupakan suatu hal yang menyedihkan tetapi kalau ramalan saya dalam Riso Ankokuron meleset mereka akan semakin memfitnah Dharma. Tetapi karena nasehat (Riso Ankokuron) samapai tiga kali tidak mendapat tanggapan dari penguasa pada waktu. Yang terakhir disampaikan oleh Niciren Daisyonin setelah Beliau dibebaskan dari Pulao Sado. Pada waktu itu Beliau di tanya lagi oleh penguasa di Kamakura, yairu Haeno Saimon Nojo, kapan kirakira serangan dari Mongolia akan dilaksanakan, dijawab oleh Niciren Daisyonin dalam waktu dekat. Niciren Daisyonin sebenarnya sayang kepada negerinya, kalau negeri Jepang diserang oleh Mongolia pasti hancur, memang menyedihkan, tetapi kalau itu akan membuat orang Jepang menyadari kekeliruannya, sehingga mengurangi pemfitnahan dharma. Yang berbahaya adalah kalau tidak terjadi serangan dari Mongolia, akan menjadi membuat orang Jepang semakin sombong dan semakin memfitnah Saddharmapunarika-sutra, dengan demikian mereke akan jatuh ke dalam Neraka yang sangat berat. Walau begitu karena Niciren Daisyonin begitu mencintai tanah airnya Beliau sempat berdoa
agar para dewa menahan hukuman kepada negeriNya. Sehingga waktu itu Jepang tidak jadi runtuh. Waktu itu kapal-kapal Mongolia yang akan menyerang Jepang tersapu angin topan sehingga gagal menyerang Jepang. Ini barakibat panjang, tidak cukup untuk membuat mereka tobat sampai 1945 Perang dunia, orang Jepang merasa dilindungi oleh para dewa (Dewa Kamikaze), Kamikaze ini pula yang diguanakan untuk menamai skuadron angkatan udara Jepang pada waktu perang dunia II, sukadron ini begitu berani, dengan bunuh diri menyerang kapal-kapal angkatan laut Sekutu, sekutu sempat kuwalahan pada waktu itu akibat aksi Kamikaze dari pilot-pilot angkatan udaran Jepang, tetapi akhirnya mereka tidak berdaya setelah 2 kota mereka (Hirosima dan Nagasaki) di bom atom oleh sekutu. Hal inilah yang sebenarnya dikhawatirkan oleh Niciren Daisyonin sejak dulu, mereka tidak bertobat, malah semakin memfitnah dharma, akhirnya mereka jatuh neraka. Maka Niciren Daisyonin mengatakan kalau mereka (orang Jepang) bisa bertobat akan terhindar dari pemfitnahan Dharma, maka bisa mencapai Kesadaran Buddha tingkat kepercayaan yang tanpa akar, seperti Raja Ajatasatru yang tidak ada keinginan kepercayaan kepada Agama Buddha, sehingga tumbuh bisul di Oktober 2015 | Samantabadra
9
ceramah gosyo seluruh tubuhnya, namun karena sadar dan betobat kepada Buddha Sakyamanui dan akhirnya sembuh dan usianya diperpanjang selama 40 tahun. Niciren Daisyonin mengambil persamaan seperti itu, kalau orang Jepang bisa bertobat dengan jodoh
Catatan
10
Samantabadra | Oktober 2015
serangan Mongolia, atau Raja Ajatarastru bisa bertobat dengan jodoh penyakit bisul. Jadi Itai Dosyin ini harus kita mengerti dasarnya adalah hati kepercayaan kepada Gohonzon, bukan sekedar kumpul-kumpul, atau karena punya hobi yang sama, biar
hobi kita tidak sama tetapi kalau tujuan kita sama yaitu maitri karuna/membimbing umat, menjaga susunan, menjaga Ajaran maka ini adalah Itai Dosyin, kalau seperti itu pasti mempunyai kekuatan yang besar, inilah makna Itai Dosyin. eee
Dharma Duta
Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman Surat Perihal Itai Dosyin Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 29-30 Agustus 2015
Nammyohorengekyo, Bulan lalu, NSI membawa tim kesenian ke Myanmar, kita pasti bisa ikut merasakan walaupun tidak ikut ke sana, bisa seperti itu adalah karena adanya getaran jiwa dalam menjalankan misi penyebarluasan Dharma. Gosyo Itai Dosyin-Ji atau perihal Itai Dosyin, yang diberikan kepada Takahasyi Rokuro Hyoe Nyudo memiliki dua poin penting. Pertama, menjelaskan pentingnya Itai Dosyin, atau satu hati. Kedua, Niciren Daisyonin ingin menjelaskan mengenai serangan kedua dari Mongolia yang sudah di depan mata pada masa itu. Ini ada maknanya. Dalam Isi Gosyo, pertama-tama Niciren Daisyonin telah memberikan bimbingan kepada Hokibo atau Nikko Syonin, yang pada waktu itu sedang berjuang menyebarluaskan Dharma di daerah Atsuhara, di mana pada waktu itu di Atsuhara adalah tempat petani-petani yang di Syakubuku oleh Nikko Syonin, sehingga para petani itu begitu semangat menganut hati kepercayaan Nammyohorengekyo, yang
membuat penganut sekte lain, utamanya Nembutsu, menjadi marah, mungkin merasa umatnya banyak yang kemudian menganut kepercayaan kepada Namyohorengekyo. Peristiwa Atsuhara mempunyai makna yang begitu mendalam, karena Syinjin dari para petani begitu tulus, begitu yakin dengan Hukum Nammyohorengekyo walaupun penguasa merintangi agar mereka tidak lagi menyebut Nammyohorengekyo. Bahkan diancam kalau tetap menganut kepercayaan kepada Nammyohorengekyo akan dibunuh. Memang bukan main hati kepercayaan dari para petani itu walau mendapat ancaman tetap menyebut Nammyohorengekyo. Bahkan akhirnya bukan hanya ancaman, ada tiga orang petani, karena tetap percaya Nammyohorengekyo dipenggal kepalanya. Peristiwa ini memang benarbenar memperlihatkan hati kepercayaan seseorang kepada Nammyohorengekyo. Keberanian dari para petani membutuhkan Fuji
Shaku Shinmyo, apapun yang mengancam jiwa dan dirinya, tetap Nammyohorengekyo adalah nomor satu, dan dari kejadian petani yang dibunuh tersebut, Niciren Daisyonin pun bisa mengambil kesimpulan dan menyadari, bahwa memang sudah waktunya untuk mewujudkan Dai Gohonzon. Nyatanya rakyat biasa saja sudah memiliki hati kepercayaan yang sedemikian kuat. Dari hal ini menunjukan bahwa Nammyohorengekyo sudah mengakar di dalam jiwa kalangan rakyat jelata. Setelah kejadian itu, pada 12 Oktober 1279 diwujudkan Dai Gohonzon, sehingga kita sekarang pun terus bisa menganut hati kepercayaan dan menjalankan hati kepercayaan dengan berkelangsungan dengan jodoh Gohonzon. Dalam Gosyo ini Niciren Daisyonin menjelaskan, apabila kita ingin Hukum Oktober 2015 | Samantabadra
11
ceramah gosyo Nammyohorengekyo tersebarluas, maka kita harus mewujudkan sikap Itai Dosyin. Pada masa itu, Nikko beserta penganut yang lain begitu bersatu hati dan begitu sungguh hati, tujuannya adalah mau menyebarluaskan Nammyohorengekyo, demi kebahagiaan seluruh umat. Adanya tiga petani yang rela menyumbang jiwa raganya adalah sebagai bukti nyata kesungguhan dari muridmurid Niciren Daisyonin ketika itu. Pada masa kita sekarang ini tidaklah demikian, karena tidak ada yang mengancam, tetapi bisa atau tidak menumbuhkan semangat diri kita sendiri untuk menyebarluaskan Nammyohorengekyo tanpa mengeluh, biarpun lelah tetap ingin Syakubuku dan Daimoku. Harus seperti itu. Pada umumnya untuk melakukan hal itu terasa sangat berat, tetapi untuk menonton sinetron di televisi rasanya tidak ada lelahnya, kalau untuk Daimoku cepet merasa lelah. Prinsip Itai Dosyin sangatlah hebat, walaupun berlainan badan tetapi tujuannya adalah satu. Yang dimaksudkan satu adalah menganut kepercayaan hanya satu kepada Gohonzon, dan demi kebahagiaan umat, ingin menyebarluaskan dharma, dan ingin membahagiakan semua umat, tanpa ada kepentingan pribadi. Jadi waktu kita menjalankan tugas,
12
Samantabadra | Oktober 2015
yang kita pikirkan hanya Nammyohorengekyo. Setiap bulan kita bersama-sama mengikuti, selalu bertemu untuk Kensyu Gosyo padahal kita bukan satu keluarga, tetapi rasanya semua seperti keluarga yang bersatu demi Nammyohorengekyo, yang merupakan suatu Hukum yang bukan main getaran kebajikannya yang dapat mengikat kita semua, hanya karena Nammyohorengekyo ini. Waktu kita menyebut Nammyohorengekyo dan menganut kepercayaan ini, tujuannya adalah kepercayaannya hanya satu dan untuk menyebarluaskan dharma. Inilah hal paling utama sehingga jangan sampai kita menjadi ragu-ragu dengan Itai Dosyin ini. Begitu pun di susunan NSI, tujuan kita terus didengungkan untuk Kosenrufu dan Issyo Jobutsu, itu yang paling utama dan tidak ada yang lain. Dalam menjalankan keyakinan dan tujuan demikian karena dasarnya adalah Kosenrufu untuk yang besar, kebahagiaan umat, kebahagiaan kita pun akan tercakup di dalamnya. Ketika kita berpikir besar, maka otomatis hal-hal yang lebih kecil akan termasuk di dalamnya. Disebutkan dalam Gosyo, yang penting adalah bagaimana kita semua percaya dan berkeinginan untuk menyelamatkan umat. Jadi prinsip Itai Dosyin ini adalah membuat selaras
hubungan antar pribadi dan antar kelompok. Pribadi kita semua selaras dan seirama dengan susunan NSI. Itu paling penting. Tujuan dan misinya harus seirama, kalau kita tidak seirama, akhirnya kita tidak akan dapat menjalankan dengan penuh kegembiraan karena hati kita masih bercabang. Ketika kita melaksanakan Hukum ini, dasarnya adalah harus kepercayaan yang kuat kepada Hukum Nammyohorengekyo. Walaupun badan dan bakat kita berbeda-beda, ada yang pandai menyanyi, menari, kunjungan anggota, memberi saran, berbicara, semua dasarnya harus hati kepercayaan kepada Gohonzon. Ketika kita hanya pintar bernyanyi, kita tidak bisa hanya bernyanyi. Di dalam susunan NSI sebagai murid Niciren Daisyonin, dasar dari segala pergerakannya adalah Syinjin. Dengan dasar syinjin, berbagai macam karakteristik dari masing-masing umat bisa saling melengkapi dan bersatu untuk memajukan susunan dan menyebarluaskan dharma. Dua puluh tahun yang lalu, ketika NSI mengalami pergolakan, kita tidak mempunyai apa-apa, pertemuan pun sulit, tetapi pada saat itu kita betul-betul Itai Dosyin. Semuanya satu hati ingin membangkitkan NSI, memajukan NSI, membangun NSI agar tidak runtuh. Jadi tujuannya memang satu. Semua pertemuan di
Dharma Duta
mana-mana penuh. Maka kalau kita mulai lemah lagi, sesungguhnya kita kalah dengan pikiran kita sendiri. Ketika itu Iblis akan datang dan akhirnya kita kalah dengan suasana. Waktu kita maju tidak boleh sombong, jangan lengah. Maka di sini dicontohkan Raja Wu dengan Raja Chou. Di atas kertas yang akan menang pasti Raja Chou dengan 700.000 pasukan, sedangkan Raja Wu hanya 800 pasukan. Tetapi pada kenyataannya, yang memenangkan perang justru Raja Wu karena kesungguhan hatinya, tidak meremehkan. Raja Chou berpikir bahwa dirinya besar dan meremehkan lawannya serta penuh dengan kesombongan, akhirnya kalah. Raja Wu walaupun terlihat kecil tetapi dengan kesungguhan hati, merapatkan barisan, dan tujuannya satu, menjaga bangsa dan negara, akhirnya terwujud dengan bukti nyata kemenangannya. Tanpa kita sadari, terkadang kita mulai tidak Itai Dosyin dengan hati kepercayaan kita dan tujuan kita. Maka dikatakan di dalam diri kita sendiri juga memang mempunyai Taido Isyin, walaupun keliatannya kita menjalankan tetapi sebenarnya perasaan jiwa kita tidak menjalankan, masih ingin melihat yang lain. Di sini dijelaskan mengenai penyebab timbulnya hati yang tercerai berai adalah segala macam keterikatan,
seperti keterikatan pada kesombongan diri sendiri. Ketika orang menjadi sombong akan berpikir, bahwa dirinyalah paling pintar. Gosyo pun dirasakan tidak ada apaapanya, merasa tidak perlu mengikuti Kensyu, namun karena kesombongan pada akhirnya akan terjatuh di tengah jalan terikat terhadap pandangan dan pikiran sendiri yang picik serta hawa nafsu diri sendiri. Sering kali kita tidak merasa kalau kita sombong, dan menggunakan pikiran atau pandangan sendiri, merasa bahwa diri sendirilah yang paling benar, padahal picik dan hanya mengikuti hawa nafsu kita sendiri, lupa pada tujuan yang agung, sehingga akhirnya kalah dan putus di tengah jalan akibat tidak ada puasnya. Akhirnya tidak menjalankan syinjin dan mundur dari hati kepercayaan. Inilah yang dinamakan dengan kalah suasana. Apalagi jaman sekarang di mana banyak sekali gangguan, baik itu di masyarakat maupun dari dalam diri kita sendiri. Terkadang kita selalu ingin mengikuti egoisme dalam diri kita sendiri dan menyalahkan suasana. Ini karena di dalam diri kita sendiri sudah mulai timbul prasangka, ragu-ragu, kecewa. Dikatakan kejahatan yang begitu besar pun akan kalah dengan setetes kebaikan. Seperti kebakaran besar bisa dipadamkan hanya dengan setetes air. Kalau kita pikirkan dengan logika manusia hal
tersebut tidak mungkin, tetapi yang dimaksud dengan kejahatan itu adalah kobaran dari perasaan jiwa kita, dari luar yang mengancam kita, mencemooh kita, serta menghasut kita, kalau kita ikuti perasaan itu akan terus berkobar, tetapi satu hukum tunggal itu adalah setetes air, hanya dengan kepercayaan kepada hukum tunggal api dapat dipadamkan, dan memunculkan kesadaran. Makan kita harus kembali ke dasar Syinjin yang sebenarnya. Bila demikian akhirnya kita bisa sungguh-sungguh percaya lagi kepada hati kepercayaan kita. Perasaan kita dapat menular kepada orang lain, kawan-kawan di sekitar kita, perasaan baik maupun buruk. Setelah terjadi baru kita bisa menyadari. Seperti yang terjadi di Jepang, walaupun umatnya banyak tetapi tidak Itai Dosyin, banyak filsafat sesat, jadi negaranya pada waktu itu menjadi kacau. Walaupun Niciren Daisyonin membabarkan hukum yang agung tidak ada yang mendengarkan, dan pada akhirnya mendapat serangan dari Mongolia. Niciren Daisyonin mencontohkan walaupun pada waktu itu murid Niciren Daisyonin sedikit, bisa berkembang dan dapat tersebarluas. Jangan kita terikat jumlah yang banyak maupun yang sedikit. Jumlah yang kecil pun kita dapat melakukan Oktober 2015 | Samantabadra
13
ceramah gosyo perbuatan yang besar, dan Saddharmapundarika sutra akan tersebar luas. Sesuatu yang kecil bila menjadi satu, akan memiliki kekuatan yang besar. Satu pekarangan saja dapat dibersihkan dengan sekumpulan batang lidi. Jadi kita jangan raguragu terhadap kekuataan dari Namyohorengekyo. Jangan sebaliknya, karena keragu-raguan itu adalah kekuatan dari Iblis, Iblis yang menggerogoti jiwa kita. Kekuataan Namyohorengekyo bukan main besarnya, penyakit yang katanya tidak dapat disembuhkan dapat disembuhkan. Ada seorang ibu dari daerah Cikupa yang mempunyai penyakit kanker usus, sekarang dapat sembuh. Walaupun kesesatan jiwa kita sering menghalangi kita, yang penting di dalam hati kita tetap yakin. Itu semuanya adalah batu loncatan untuk kita. Jangan kalah dengan kesesatan diri sendiri. Dalam menjalani aktivitas di susunan NSI, hendaknya kita selalu yakin bahwa kita menjalankan aktivitas yang benar dan bermanfaat untuk pengembangan diri kita. Ketika kita jalankan dengan sungguh-sungguh sesuai dasar ajaran Buddha Niciren, pasti kurnia kebajikan akan mengikuti. Jangan kita banding-bandingkan dengan yang lain. Kita berjodoh di susunan NSI, maka kita sungguh-sungguh jalankan di NSI, tidak kalah dengan
14
Samantabadra | Oktober 2015
suasana apapun juga. Saya berharap kita semua mulai dari sekarang jangan lagi menanggapi hal macammacam yang tidak benar dan hanya membuat hati kita keruh. Niciren Daisyonin mengatakan, bahwa Itai Dosyin itu penting untuk mencapai tujuan hidup, kalau tidak Itai Dosyin segalanya akan berantakan. Di dalam berkeluarga juga seperti itu. Apabila suami-istri tidak Itai Dosyin dan tidak satu tujuan, rumah tangganya akan tercerai berai. Sesuai bimbingan Niciren Daisyonin, suami-istri haruslah seperti pilot dan co-pilot, bekerjasama untuk sampai di tujuan dengan selamat. Jika pilot dan co-pilotnya tidak sepaham, maka akan hilang kendali dan jatuh. Dalam aspek kehidupan apapun, kita harus satu hati. Semuanya harus dengan kesungguhan hati, barulah tujuan hidup kita dapat terwujud. Begitu juga di susunan NSI. kita harus sungguh hati, satu keyakinan, tidak ada yang lain. Percaya jangan kita bimbang ke sini apa kesana ya? Niciren Daisyonin mengatakan, bahwa Saya tidak senang kalau negara Jepang runtuh, tetapi karena Niciren Daisyonin bisa merasakan dan bisa melihat dari sebab akibat yang sudah terjadi. Sebab dari menganut filsafat yang sesat, akibatnya Tiga Bencana Tujuh Musibah. Salah satunya adalah serangan dari luar yaitu Mongolia. Di
dalam Gosyo ini dijelaskan bahwa pada kali ini sudah merupakan serangan yang kedua kali. Hal ini karena di negara Jepang diberitahu filsafat yang benar masih tidak mau percaya dengan Nammyohorengekyo, malah Niciren Daisyonin dijebloskan dan ingin dibunuh. Diberi tahu yang benar tidak mau, sama seperti kita. Gejala-gejala yang terjadi di sekitar kita merupakan tanda, bahwa kita juga harus mencintai tanah air dan bangsa kita sendiri. Selain itu juga, benarkah kita sudah sungguh-sungguh di NSI, kita harus jaga keseimbangan hati kepercayaan kita, bukan pamerkan segala kepintaran dan kehebatan kita, itu tidak ada gunanya, tetapi bagaimana kita bisa bersikap rendah hati, ingin satu hati, ingin sungguhsungguh menjalankan, terutama di NSI walaupun banyak tantangan yang tidak akan habis, tetapi semakin kita kuat Iblis dengan sendirinya bisa kita hadapi, satu persatu akan hilang. Tujuan kita adalah untuk kebaikan, untuk menyebarluaskan dharma dan membahagiakan umat, hal ini tentu berbeda tujuan dengan menghasut, yang dasarnya adalah kebencian dengan berbagai macam cara. Kita selalu diingatkan bahwa jangan hari tua kita seperti hanya menunggu saatnya meninggal, tidak seperti itu, tetapi kita harus berani untuk menghadapi kematian. eee
liputan
Perjalanan Delegasi NSI ke Yangon dalam Rangka Peringatan HUT ke-70 RI KBRI Yangon
D
alam rangka peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-70 tahun, NSI mendapat kehormatan diundang oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Myanmar, untuk hadir menampilkan kesenian tradisional Indonesia pada rangkaian acara yang berlangsung di Yangon.
Oktober 2015 | Samantabadra
15
liputan
B
erawal dari kunjungan Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI), Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja bersama ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) K.H Selamet Effendy Yusuf pada tahun 2014 dalam rangka misi perdamaian terkait konflik sosial-politik di wilayah Rakhine sekaligus menghadiri peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 di yang diselenggarakan oleh KBRI Yangon, Myanmar. Ketua Umum NSI menyampaikan kepada Dubes bahwa umat Buddha NSI selain aktif dalam melaksanakan ritual keagamaan dan mendengarkan ceramah dharma, juga aktif dalam melakukan gerakan cinta tanah air, salah satunya melalui kegiatan senibudaya, seperti angklung dan tarian-tarian tradisional Indonesia. Hal ini sejalan dengan bimbingan Buddha Niciren untuk mewujudkan balas budi kepada bangsa, mencintai tanah air dengan tulus dan sepenuh hati serta harus menjadi mata, tiang, dan bahtera bagi bangsa. Beliau siap menyumbangkan gerakan kesenian umat NSI sebagai ungkapan balas budi terhadap tanah air Indonesia sekaligus memperkenalkan kesenian-kesenian tradisional Indonesia kepada masyarakat di Myanmar. 16
Samantabadra | Oktober 2015
Kesungguhan dan niat baik Ketua Umum NSI disambut baik oleh Dubes, dan terwujud dalam undangan diplomatik terhadap NSI untuk menampilkan kesenian tari tradisional Indonesia pada peringatan HUT ke-70 Kemerdekaan RI di Yangon, Myanmar. NSI mempersiapkan empat tarian tradisional Indonesia, yaitu Tari Nyai Kembang, Tari Kamala Wijaya, Tari Sancang Gugat, dan Tari Shinta Obong. Semua penari adalah umat NSI yang berasal dari wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Dalam kesempatan tersebut, tim kesenian NSI juga didukung oleh maestro tari tradisional Indonesia, Didik Nini Thowok. Beliau melihat kegiatan ini bukan sekedar perayaan hari Kemerdekaan RI, namun juga sarana bagi warga Indonesia dan Myanmar untuk menjalin hubungan kemanusiaan, diplomatis, serta kerukunan antar kedua bangsa; Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam dengan Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Delegasi NSI yang terdiri dari para penari dan tim official berjumlah 39 orang.
Sebagai persiapan, pada tanggal 20 April 2015, Didik Nini Thowok dan kepala bidang kebudayaan dari KBRI Yangon, Ibu Rika, berkunjung ke kantor pusat NSI untuk melihat sesi latihan para penari NSI dan berbagi informasi seputar kegiatan yang akan berlangsung pada tanggal 20-23 Agustus 2015 itu. Dalam kunjungan tersebut, Mas Didik terkesan sekali dengan ketulusan dan kesungguhan hati dari Ketua Umum dan umat NSI yang bersedia menyumbangkan tenaga, waktu, materi, untuk berkontribusi dalam pelestarian budaya bangsa dan melakukan balas budi terhadap tanah air tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Hal ini sesungguhnya merupakan perwujudan dari pelaksanaan hati kepercayaan yang sesuai dengan ajaran Buddha Niciren Daisyonin.
Keberangkatan Menuju Yangon Rombongan NSI berkumpul di Terminal 2D Bandar Udara Internasional SoekarnoHatta, Banten, pada tanggal 20 Agustus 2015 dini hari, dan tinggal landas jam 04.40 WIB menuju Yangon, dengan
Rombongan NSI mengantri untuk check-in pada saat keberangkatan di bandara internasional Soekarno-Hatta, Banten.
Myanmar dan Indonesia, serta para eksekutif perusahaanperusahaan Indonesia yang berada di Myanmar, hadir memadati ballroom pada malam, 21 Agustus 2015.
Foto bersama Ketua Umum NSI, Dubes RI untuk Myanmar, dan delegasi NSI seusai jamuan makan malam pada hari kedatangan rombongan di Yangon.
transit sejenak di Kuala Lumpur, Malaysia. Pesawat mendarat di Bandar Udara Internasional Yangon jam 11.30 waktu Yangon. Sebagai tamu kenegaraan, rombongan NSI disambut oleh petugas KBRI Yangon, lalu bersama-sama menuju ke rumah makan untuk jamuan santap siang bersama. Setelah selesai, rombongan menuju Wisma Mitra milik KBRI Yangon, sebagai tempat penginapan selama berada di sana. Malam harinya, rombongan menghadiri jamuan santap malam bersama Duta Besar RI Myanmar.
Resepsi Diplomatik KBRI Yangon Penari Nyai Kembang, Kamala Wijaya, dan Mas Didik, melakukan persiapan untuk tampil dalam acara resepsi
diplomatik Peringatan HUT ke-70 RI KBRI Yangon di Hotel Novotel Yangon. Hadir sebagai tamu kehormatan representasi negara Myanmar, Menteri Kebudayaan Republik Uni Myanmar H.E.U Hye Myint Kyu beserta istrinya, bersama Dubes RI dan istri membuka resepsi diplomatik tersebut dan memberikan sambutan. Duta-duta besar negara sahabat, tamu kehormatan dari Indonesia, pengusaha
Foto bersama Ketua Umum NSI, Dubes RI untuk Myanmar, dan beberapa tamu undangan seusai makan siang di kediaman Dubes RI.
Ketua Umum NSI memberikan selamat kepada Mas Didik seusai penampilannya di resepsi diplomatik.
Penari Nyai Kembang dan Kamala Wijaya foto bersama Dubes RI untuk Myanmar seusai penampilan.
Gongyo sore dan daimoku bersama para penari dan official sebelum acara resepsi diplomatik di Hotel Novotel Max, Yangon.
Oktober 2015 | Samantabadra
17
liputan Joint Culture IndonesiaMyanmar Rangkaian kegiatan peringatan HUT ke-70 RI KBRI Yangon dilanjutkan dengan pertukaran budaya Myanmar dan Indonesia yang dikemas dalam acara Joint Cultural Show Myanmar-Indonesia yang dilaksanakan di Gedung National Theater Yangon pada 22 Agustus 2015. Acara ini terbuka untuk umum. Selain dihadiri oleh Menteri Kebudayaan Myanmar, dutaduta besar negara sahabat, acara ini juga dihadiri oleh kurang lebih seribu pengunjung. Acara diawali dengan sambutan dari Duta Besar RI untuk Myanmar dan dilanjutkan dengan penampilan tari-tarian dari Indonesia bergantian dengan tarian dari Myanmar. Tarian NSI pada kesempatan tersebut adalah Tari Sancang Gugat, Tari Shinta Obong, dan Tarian oleh Mas Didik. Kegiatan ini mendapatkan apresiasi yang sangat baik dari duta-duta besar negara sahabat dan masyarakat Myanmar.
Gongyo-daimoku bersama sebelum pelaksanaan joint-culture, di aula Wisma Mitra dipimpin oleh Ketua Umum NSI. Segala pergerakan NSI dasarnya adalah pelaksanaan syinjin kepada Gohonzon-Nammyohorengekyo. Para penari NSI saling membantu mempersiapkan diri menjelang pementasan.
Penari Shinta Obong (atas) dan Sancang Gugat (bawah) bersama Ketua Umum NSI seusai penampilan di Joint Culture Indonesia-Myanmar 2015.
Foto bersama Dubes RI untuk Myanmar, Menteri Kebudayaan Myanmar, dan seluiruh pendukung acara Joint-Culture Indonesia-Myanmar.
18
Samantabadra | Oktober 2015
Seusai acara tersebut, rombongan NSI mendapat kehormatan diundang ke kediaman Duta Besar RI Myanmar untuk santap malam bersama. Dalam kesempatan itu, Ketua Umum NSI bersama para tamu kehormatan negara Myanmar diminta oleh pihak KBRI untuk menyampaikan kesan-pesan di hadapan Dubes dan tamu kehormatan lainnya, di antaranya Ketua dan Wakil DPRD Banten, Direktur PT. Sinar Sosro, dan Kapolda Bali periode 20012003, Irjen Pol (purn) Budi Setiawan).
tulus adalah bentuk dana paramita yang akan menjadi sebab-sebab baik bagi kebahagiaan dirinya. Hubungan NSI dengan Myanmar, sudah terjalin pula ketika NSI bekerjasama dengan PGI dalam memfasilitasi kegiatan dialog kerukunan lintas agama Indonesia-Myanmar yang diselenggarakan di Jakarta, dan sempat mengunjungi Mahavihara Saddharma NSI di Bogor, pada Pebruari 2014. Dua orang di antara mereka hadir dan menyaksikan kegiatan joint culture show
Indonesia di Yangon (IISY), yang bersebelahan dengan wisma Mitra. Siang harinya, rombongan diajak oleh petugas KBRI untuk melihatlihat sejenak kota Yangon. Mereka mengunjungi Pasar Bojok (pasar yang terkenal di Kota Yangon dan menjadi tujuan turis mancanegara yang ingin membeli oleh-oleh khas Myanmar, khususnya batu-batu alam) dan Pagoda Shwedagon, yang merupakan Pagoda Buddha terbesar di Myanmar. Bangunan pagoda dilapisi dengan emas murni dan berbagai jenis batu alam yang berkilauan. Rombongan NSI kembali ke Jakarta pada tanggal 24 Agustus 2015.
Perjalanan Satu Hati Perjalanan NSI ke Myanmar sesungguhnya adalah wujud pelaksanaan tugas para murid Buddha Niciren Daisyonin Foto bersama seusai sesi kesan-pesan dengan Dubes RI untuk Myanmar. sebagai Boddhisatva Gadgasvara (Boddhisatva Ketua Umum NSI dan ikut santap malam yang menyebarluaskan hukum mengungkapkan bahwa berasama Duta Besar RI Buddha melalui kesenian). keberangkatan rombongan Myanmar. Penari-penari NSI NSI ke Yangon didukung Hubungan yang sudah bukanlah penari profesional. sepenuhnya oleh swadaya terjalin selama satu tahun umat NSI yang terlibat. Begitu dengan kedua warga Myanmar Mereka adalah umat Buddha mengetahui dirinya terpilih tersebut tetap terjaga dengan yang mayoritas berprofesi sebagai ibu rumah tangga, untuk mewakili NSI pada baik, hal ini menjadi bekal khususnya, dan Indonesia yang sangat berharga di masa pengusaha, karyawan, pada umumnya, tiap-tiap depan dalam rangka membina guru, namun memiliki kesungguhan hati untuk umat yang terlibat menabung, kerukunan antarumat belajar tari dengan didasari selama hampir setahun. Umat beragama lintas negara. tekad yang kuat untuk NSI senantiasa dibina dan Hari terakhir rangkaian menyebarluaskan dharma diberikan pemahaman bahwa kegiatan peringatan HUT agung Nammyohorengekyo. salah satu wujud dari Buddha ke-70 RI KBRI Yangon, Kesungguhan dan kesatuan dharma adalah balas budi ditandai dengan bazar dan hati inilah yang terpancar kepada tanah air Indonesia. panggung gembira yang dari badan para penari-penari Materi, waktu, dan pikiran diselenggarakan di lapangan NSI sehingga memiliki daya yang mereka kerahkan dengan sekolah internasional Oktober 2015 | Samantabadra
19
liputan
Menyanyikan lagu “Indonesia Raya� pada pembukaan acara panggung gembira, yang merupakan bagian dari rangkaian peringatan HUT ke-70 RI KBRI Yangon.
Simbolis pemotongan kue HUT ke-70 RI oleh Dubes RI untuk Myanmar, didampingi Ketua Umum NSI, Mas Didik, Direktur PT. Sinar Sosro, Pejabat KBRI, dan pengisi acara.
Suasana pagoda Shwedagon ketika dikunjungi rombongan NSI. Hujan sempat turun membasahi komplek pagoda pada petang hari.
20
Samantabadra | Oktober 2015
tarik tersendiri dan menggugah perhatian para penonton yang menyaksikannya. Hal tersebut terlihat dari banyaknya penonton yang menghampiri dan antusias ingin berfoto bersama para penari NSI seusai penampilan mereka. Perjalanan dari awal hingga selesai berlangsung lancar. Kondisi kesehatan rombongan NSI juga sangat baik. Seluruh umat yang terlibat saling bantu dan satu hati untuk mengharumkan nama Indonesia dan Buddha Niciren di forum internasional. Hal ini merupakan akibat dari kesungguhan dan ketulusan hati untuk mengagungkan hukum Nammyohorengekyo. Perjalanan yang mengandung misi kemanusiaan ini diharapkan mampu untuk memberikan semangat bagi seluruh umat NSI untuk menyebarluaskan Dharma Nammyohorengekyo dan membuat umat semakin satu hati dalam mewujudkan kosenrufu. Seperti yang disampaikan oleh Buddha Niciren di dalam Surat Perihal Itai Dosyin, “Meskipun di dalam diri seseorang, kalau terdapat dua hati yang saling bertentangan, maka pasti segala sesuatu tidak akan tercapai. Sebaliknya, meskipun ratusan dan ribuan orang, kalau mereka memiliki hati yang satu, maka pasti segala sesuatu akan tercapai.� Perjalanan keagamaan ke Myanmar kali ini menjadi bukti nyata dari bimbingan yang disampaikan oleh Buddha Niciren, bahwa jumlah yang kecil tidak membuat hasilnya kecil pula. Dengan Itai Dosyin (kesatuan hati) kita tetap mampu melakukan kontribusi besar untuk tersebarluasnya hukum Nammyohorengekyo. (Arya)
Official Brochure of Joint-Cultural Indonesia-Myanmar 2015
Oktober 2015 | Samantabadra
21
liputan
Keluarga Umat NSI Pendonor Kornea Menerima Piagam Penghargaan Gubernur DKI Jakarta
Foto bersama Ketua Umum NSI, grup Gita Pundarika NSI, dan pengurus Bank Mata, di Balaikota Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
M
anusia umumnya dapat melihat, namun sebagian di antara kita ada yang tidak seberuntung manusia pada umumnya. Mereka tidak dapat melihat karena kondisi mata yang rusak atau buta. Sejak dua abad yang lalu, kalangan medis telah berupaya untuk dapat memulihkan penglihatan tuna netra yang menderita kebutaan temporer. Sekitar 56 tahun yang silam ahli medis dapat memulihkan penglihatan seseorang yang menderita kebutaan, asalkan kebutaan yang dideritanya karena kerusakan atau kekeruhan kornea mata. Kemajuan ilmu pengetahuan kalangan medis 22
Samantabadra | Oktober 2015
ini berupa transplantasi (pemindahan) kornea mata dari mata orang yang telah meninggal, kepada seorang tuna netra. Untuk pertama kali usaha pencangkokan kornea mata di Indonesia dipelopori oleh Prof. Dr. Isak Salim dengan kornea sumbangan dari Bank Mata Internasional Srilanka. Praktik ini dilakukan pada pertengahan tahun 1967 dan menandakan dimulainya kegiatan transplantasi kornea di Indonesia. Resipien (calon penerima donor kornea) Penerima kornea ini dapat diperoleh dari Rumah Sakit mata maupun dari
klinik-klinik praktek dokter. Kenyataan jumlah resepien di Indonesia sangat banyak sehingga semua resepien menunggu gilirannya sampai berbulan-bulan. Sampai sekarang terlaksananya kegiatan transplantasi sangat tergantung dari adanya donor kornea dari Luar Negri (Amerika). Donor kornea lokal dari masyarakat Indonesia sendiri masih sangat sedikit.
Donor Kornea Transplantasi kornea hanya dapat berhasil bila penggantinya juga kornea mata manusia yang masih baik. Permulaan berdiri PPMTI-Bank Mata Indonesia, juga merupakan permulaan
menanamkan pengertian kepada masyarakat Indonesia tentang donor kornea,  masyarakat pada umumnya belum mengetahui. Mendengar berita tentang transplantasi kornea masyarakat menganggapnya suatu berita aneh, malah ada sebagian masih meragukan kepastian berita tersebut. Bagi masyarakat pengertian donor kornea merupakan hal yang baru. Sebagian masih meragukan tujuan dan manfaatnya seorang sebagai donor kornea dan menghubungkan masalah transplantasi ini dengan kaidah-kaidah agama. Pengertian yang masih ragu ini merupakan hambatan bagi organisasi PPMTI-Bank Mata Indonesia untuk menyantuni para tunanetra terutama yang mengharapkan donor kornea. Sesungguhnya penanggulangan masalah sosial bangsa kita yang masih mengharapkan sumbangan dari masyarakat Bangsa lain merupakan suatu sikap yang merendahkan martabat kita sendiri. Sampai saat ini sebagian besar transplantasi yang dilaksanakan di Indonesia 90%, donornya berasal dari sumbangan donor kornea luar negeri. Donor kornea yang berasal dari masyarakat di Indonesia baru 10%. Orang sering salah kaprah menganggap proses donor mata (lebih tepat disebut dengan donor kornea), adalah dengan cara diambil
(dicungkil) keseluruhan bola matanya. Padahal, yang diambil hanya korneanya (berupa selaput tipis), digurat dari permukaan bola mata, tanpa mengeluarkan bola mata dari tubuh. Terdorong rasa kemanusiaan dan maitri karunia maka Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) mendorong seluruh umatnya untuk menjadi calon pendonor mata, itulah
sebabnya sebagian besar umat NSI adalah calon pendonor mata. Apabila ada umat NSI yang belum mendaftar, dapat menghubungi pengurus NSI di daerah masing-masing. (Minto)
Referensi: http://www.pejuangdonormata. com/artikel/index.php?ia=14
Anggota keluarga umat NSI pendonor kornea yang menerima piagam penghargaan dari gubernur DKI Jakarta, didampingi Ketua Umum NSI dan Ibu.
Penampilan Paduan Suara Gita Pundarika NSI pada acara tersebut. NSI dan Bank Mata sudah menjalin kemitraan sejak beberapa dekade yang lalu.
Oktober 2015 | Samantabadra
23
liputan
KU NSI Menjadi Nara Sumber dalam Forum Koordinasi Harmoni Sosial Kemenkopolhukam RI
K
erukunan adalah modal dalam pembangunan, oleh karena itu kerukunan harus senantiasa dijaga dan dipupuk secara terus menerus. Itu pula sebabnya tanggal 10 September 2015 yang lalu Ketua Umum NSI diundang sebagai salah satu nara sumber dalam Forum Koordinasi dan Sinkronisasi Pemantapan Harmonisasi Sosial yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI. Tema forum yang diambil adalah, “Konsep dan Aplikasi Toleransi Kebhinnekaan Dalam Rangka Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa.� Nara sumber lain yang ikut mengisi acara tersebut adalah Prof. Dr. Machasin MA (Dirjen Bimas Islah, Kemenag RI), Prof. Dr. Syafiq A Mughni (Ketua Bidang Hubungan antar Agama dan Peradaban PP Muhammadiyah), Pastor YR Edy Purwanto Pr (Sekretaris Eksekutif KWI). Dalam pemaparannya, Prof. Dr. Syafiq A Mughni mengatakan bahwa kehadiran sebuah agama harusnya menjadi berkah bagi umat manusia, jangan justru menjadi kutukan bagi umat manusia. Dalam penutupan makalahnya, ia 24
Samantabadra | Oktober 2015
Ketua Umum NSI bersama Deputi VI Kemenkopolhukam RI dan narasumber lain pada Forum Koordinasi dan Sinkronisasi Pemantapan Harmonisasi Sosial.
juga menyebutkan bahwa penghormatan kepada setiap orang itu adalah sikap yang luhur. Sementara Pastor YR Edy Purwanto Pr lebih menyoroti kearifan lokal, di dalam makalahnya menyebutkan bahwa kearifan lokal merupakan sarana penegasan diri dan keberadaan sebuah masyarakat warga (civil society), bukan dalam semangat ketertutupan terhadap masyarakat lokal lainnya, melainkan dalam keterbukaan dan kesiapsediaan untuk diperkaya dan berdialektika (hidup dalam perjumpaan dengan komunitas masyarakat lainnya). Ketua umum NSI selain menyampaikan prinsip-
prinsip Buddhisme dalam menjaga harmonisasi antara sesame umat manusia dan alam semesta juga menyampaikan praktik langsung perwujudan harmonisasi di masyarakat. Beliau mencontohkan bahwa pada bulan Agustus 2015, NSI sebagai majelis agama Buddha membawa delegasi kesenian NSI (40 orang) ke Myanmar dalam rangka memenuhi undangan Kedutaan Besar RI di Myanmar dalam rangka HUT ke-70 RI. Hal ini berarti bahwa umat Buddha di Indonesia bisa menampilkan kesenian Indonesia karena hidup berdampingan secara damai dengan umat beragama yang lain sehingga segala aktivitasnya tidak mendapat tentangan dari umat agama lain. eee
Peringatan HUT ke-70 RI di Vihara Vimalakirti NSI Bogor dan Muncul Segenap umat NSI Bogor memberikan penghormatan kepada bendera merah putih, sebagai bentuk penghormatan dan apresiasi terhadap kemerdekaan Indonesia yang telah bergulir selama 70 tahun.
D
alam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70, tepat pada tanggal 17 Agustus 2015 yang lalu, umat NSI Bogor berkumpul di Vihara Vimalakirti dan dengan penuh semangat mengikuti Dokyo Syodai pada jam 10 pagi yang dipimpin oleh Ketua Daerah NSI Bogor, Bapak Oking Darmawan. Kegiatan dilanjutkan dengan penghormatan kepada bendera Merah Putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan beberapa lagu nasional, mendengarkan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, Tarian Payung oleh anak-anak NSI yang masih SD, penampilan permainan biola, serta pembacaan Teks Proklamasi dan puisi oleh generasi muda. Setelah itu diadakan lomba-lomba khas 17-an yang dapat diikuti oleh lansia, bapak/ibu, anak dan generasi muda. Mereka mengikuti aneka perlombaan, antara lain lomba makan mie dengan mata tertutup, merias wajah suami dengan mata tertutup, dan lomba balap karung. Rangkaian acara HUT RI ke-70 di Vihara Vimalakirti NSI Bogor diakhiri dengan makan siang bersama. Hal serupa terjadi di Vihara Vimalakirti NSI Muncul, di mana umat NSI Muncul memperingatinya pada hari Minggu, 23 Agustus 2015, dengan melakukan daimoku bersama dan selanjutnya bergembira ria dengan mengadakan perlombaan khas 17-an dan aneka lomba menarik lainnya, antara lain lomba balap karung, makan krupuk, bola terong, tarik tambang, Iempar balon air, sumpit sukro, dan memasukkan paku ke botol. Anak-anak, generasi muda, bapak-bapak dan ibu-ibu NSI menikmati momen kebersamaan memperingati hari kemerdekaan RI yang dimulai pada pagi hari jam 08.30 WIB hingga jam 13.00 WIB. Hal ini mencerminkan semangat ltai Dosyin di antara umat NSI Muncul dan umat NSI pada umumnya. (Marvita, red)
Aneka perlombaan khas 17-an yang diadakan oleh, dari, dan untuk umat NSI Muncul, dan diikuti oleh umat Muncul dari seluruh kalangan usia.
Oktober 2015 | Samantabadra
25
materi ajaran | gosyo kensyu
Gosyo Kensyu
Surat Perihal Doa
Pilihan Niciren, Sramana Negeri Ini
LATAR BELAKANG|
S
urat ini ditulis di Pulau Sado pada tahun 1272 (Bun-ei ke-9), diberikan kepada Sairenbo yang juga tinggal di Pulau Sado dan merupakan surat balasan terhadap pertanyaan Sairenbo. Surat aslinya sekarang sudah tak ada lagi. Isi surat ini pertama-tama menjelaskan, bahwa doa dari berbagai sutra pada umumnya adalah doa, namun doa yang berdasarkan percaya kepada Saddharmapundarika-sutra pasti terkabulkan. Kemudian, karena seluruh Buddha, Bodhisattva, Dwiyana, Manusia, Surga, dan lainnya telah mencapai Jalan Kesadaran Buddha melalui Saddharmapundarika-sutra, maka demi membalas budi tersebut, mereka melindungi orang yang berdoa dengan menerima dan mempertahankan 26
Samantabadra | Oktober 2015
Saddharmapundarika-sutra. Oleh karena itu, doa atau keinginan pelaksana Saddharmapundarika-sutra pasti terkabulkan. Demikian dikatakan oleh Buddha Niciren Daisyonin. Terlebih lagi, diajarkan dan dinyatakan bahwa doa berdasarkan Hukum Sesat Syingon dan lainnya tidak ada buktinya, bahkan orang yang berdoa maupun orang yang menyuruh berdoa akan memusnahkan badannya sendiri. Sebagai contoh nyata diambil peristiwa pemberontakan Syokyu, yang mengakibatkan kekalahan besar karena penguasa kerajaan berdoa berdasarkan Sekte Syingon.
ISI GOSYO |
P
ara Bodhisattva sebanyak debu-debu bumi besar yang dihancurkan telah mencapai tingkat tokaku, hanya tertinggal kesesatan dasar pokok jiwa (gampon no mumyo), setelah bertemu dengan Buddha Sakyamuni berharap dapat memecahkan batu besar kesesatan pokok jiwa tersebut. Tetapi Buddha Sakyamuni mengatakan, “harus membabarkan bagian sebab, tetapi tidak membabarkan bagian akibat.” Perkataan ini berarti, Beliau selama empat puluh tahun lebih tidak membabarkan dan mewujudkan karunia kebajikan myokaku, sehingga tidak seorang pun mencapai tingkat myokaku, dengan demikian tidak ada maknanya. Akan tetapi, karena selama delapan tahun di Gunung Suci Gridhrakuta dibabarkan dan diwujudkan, “yang dijadikan bagian akibat hanyalah yang dinamakan Ekayana.” Seluruh Bodhisattva tersebut dapat naik ke tingkat myokaku, sehingga mendapat kesadaran yang sederajat dengan Buddha Sakyamuni, sama seperti dengan mendaki puncak Gunung Semeru dapat melihat keempat penjuru atau terbitnya bulatan matahari membuat malam yang panjang menjadi terang. Maka, tanpa dianjurkan oleh Sang Buddha pun, tentu tidak ada orang yang berpikir bahwa mereka tidak menyebarkan Sadddharmapundarika-sutra atau menggantikan pelaksananya. Oleh karena itu, para Bodhisattva tersebut berprasetya, “Tidak akan menyayangi diri sendiri, hanya menyayangi jalan yang tiada taranya,” atau, “Tidak menyayangi jiwa,” atau, “Sungguh membabarkan sutra ini secara luas,” dan lain sebagainya. Tambahan pula, Buddha Sakyamuni adalah ayah yang maitri, Tathagata Prabhutaratna adalah ibu yang karuna. Dan para Buddha sepuluh penjuru yang membantu pembuktian seperti ayah ibu yang maitri karuna, semua hadir berbaris dalam pesamuan seperti bulan yang berkumpul dengan bulan, matahari berjajar dengan matahari. Pada saat itu Buddha Sakyamuni memperingatkan sebanyak tiga kali, “Saya umumkan kepada seluruh peserta pesamuan, setelah kemoksyaan-Ku nanti, siapakah yang dapat menjaga dan mempertahankan, membaca dan menyebut Sutra ini? Sekarang di hadapanKu, hendaknya mengucapkan prasetyanya!” Maka para Mahabodhisattva yang memenuhi delapan penjuru yang berasal dari 400 milyar nayuta negeri, seluruhnya menundukkan kepala, membungkukkan badan dan mengatupkan tangan secara serentak dan mengeluarkan suara, “Kami dengan sungguh hati melaksanakan seluruh amanat Sang Buddha.” Demikian mereka berjanji sebanyak tiga kali tanpa menyayangi suara. Dengan demikian, bagaimana mungkin mereka tidak menggantikan pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Orang yang bernama Fan Ie Cie menyerahkan kepalanya kepada Hui-kuo, orang yang bernama Chi-cha telah menaruh pedang di makam Raja Hsu. Mereka melakukannya secara sungguh hati agar tidak melanggar janji sendiri. Dalam hal ini, orang yang tinggal di tempat tandus di Tiongkok pun menepati janji kepada teman dengan mengorbankan nyawanya, pedang yang dirasakan sebagai jiwa sendiri juga ditaruh di sebuah makam. Apalagi para Mahabodhisattva yang semenjak semula telah memiliki maitri karuna agung ingin menggantikan umat manusia dalam menerima seluruh Oktober 2015 | Samantabadra
27
materi ajaran | gosyo kensyu penderitaan. Prasetya ini amat mendalam, sehingga sekalipun tidak diperingatkan oleh Sang Buddha bagaimana mungkin mereka membuang pelaksana Saddharmapundarikasutra? Tambahan pula sutra tersebut membuat tercapainya kesadaran Buddha bagi diri sendiri dan Sang Buddha telah memperingatkan dengan sungguh hati, pasti di hadapan Sang Buddha mereka bermaksud menegakkan prasetya sesungguh hati, tak diragukan lagi mereka pasti menolong pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Buddha adalah majikan manusia dan surga, ayah-bunda seluruh umat manusia dan bahkan guru yang membuka dan membimbing. Sekalipun, menjadi orang tua, ayah-bunda yang hina tidak mencakupi makna majikan. Meskipun majikan, kalau bukan ayah-bunda suatu saat akan merasa ketakutan. Walaupun dapat menjadi majikan dan ayah-bunda, belum tentu dapat menjadi guru. Para Buddha adalah orang yang paling dihormati (Bhagavat), sehingga merupakan majikan; akan tetapi, karena tidak muncul di dunia saha ini mereka tidak menjadi guru. Dan juga, karena tidak mengatakan, bahwa seluruh umat yang ada di dalamnya adalah anak sendiri, maka hanya Buddha Sakyamuni seorang yang mencakup ketiga makna sebagai majikan, guru, dan ayah bunda. Akan tetapi, bagaimanapun, karena selama empat puluh tahun lebih Beliau mengecam Devadatta, mencerca para Sravaka, menyembunyikan Hukum Bagian Akibat Kebodhisattvaan, maka sekalipun telah menjadi seorang Buddha kadang kala diragukan sebagai Iblis Surga atau orang buruk dan lainnya yang menyusahkan hati kita. Meskipun keragu-raguan ini tidak diutarakan kepada orang lain, tetap dirasakan di dalam hati. Keraguan hati ini tidak dapat lenyap selama empat puluh tahun lebih sampai pembabaran Dharma Saddharmapundarika-sutra. Walaupun demikian, selama delapan tahun di Gridhrakuta timbul Menara Pusaka di antariksa dengan kedua Buddha: Buddha Sakyamuni dan Tathagata Prabhutaratna yang duduk bersanding bagaikan matahari dan bulan. Seluruh Buddha menempati tanah besar dan terhimpun seperti gunung besar, bodhisattva dari 1.000 dunia yang muncul dari bumi kelihatan seperti bintang di angkasa. Ketika itu dibabarkan karunia kebajikan bagian akibat para Buddha. Hal ini kelihatan seperti membuka gudang pusaka untuk dibagikan kepada orang miskin, sama seperti menghancurkan Gunung Kunlun. Orang-orang tersebut hanya mengambil permata selama delapan tahun, sesuatu yang agung dan langka ini dapat meresap hingga ke kedalaman jiwa. Maka, para Bodhisattva tanpa menyayangi jiwa sendiri, dengan kata-kata yang tegas menegakkan prasetyanya. Karena itu, di dalam Bab Akhir Pesamuan Buddha Sakyamuni keluar dari Menara Pusaka dan menutup pintunya. Selanjutnya seluruh Buddha kembali ke negeri-Nya masing-masing dan para Bodhisattva serta lainnya mengikuti para Buddha kembali pulang. Kembalinya seluruh peserta pesamuan ini lama kelamaan membuat hati menjadi sedih. Saat itu Sang Buddha mengatakan, “Tiga bulan mendatang Saya benar-benar akan meninggalkan dunia dan mencapai parinirvana. “Pernyataan ini benar-benar mengejutkan dan membuat suasana semakin mencekam. Para Bodhisattva, Dwiyana, Manusia, Dewa serta lainnya, yang benar-benar mendengar Saddharmapundarika-sutra, melukiskan 28
Samantabadra | Oktober 2015
kebajikan budi Sang Buddha di dalam jiwa sendiri. Mereka bersedia membuang jiwa raga demi Saddharmapundarika-sutra dan ingin memperlihatkannya kepada Sang Buddha. Seandainya Sang Buddha moksya seperti yang dikatakan Beliau, terpikir betapa susah hatinya, maka kegelisahan melanda jiwa mereka. Ketika Sang Buddha berusia 80 tahun, pada waktu harimau kelinci tanggal 15 bulan 2 di tepi Sungai Ajitavati, Istana Kusyinagara, di negeri Sravasthi, India Timur Beliau telah memasuki nirvana. Berita ini bergema ke langit hingga mencapai Surga Akanistha yang tertinggi dan secara vertikal meliputi 3.000 Dunia Besar, membuat pandangan mata menjadi gelap, perasaan hati menjadi hampa dan lenyap. Di seluruh India yang terdiri dari 16 Negeri besar, 500 negeri menengah, 10.000 negeri kecil, serta negeri-negeri kecil yang tak terhitung bagaikan debu tidak seorangpun yang mempunyai waktu untuk merapihkan makanan dan pakaian mereka; begitupun, tanpa perbedaan derajat tinggi dan rendah, semua mengumpulkan sapi, kuda, anjing, kucing, burung-burung, serangga dan lainnya hingga 52 jenis. Satu jenis saja jumlahnya sama dengan debu halus dari bumi besar yang dihancurkan, apalagi 52 jenis, jumlahnya tidaklah terhitung. Seluruh jenis makhluk ini beserta bunga-bungaan, dedupaan, makanan dan pakaian akan dipersembahkan sebagai persembahan terakhir. Gema kesedihan yang terdengar bergemuruh bagaikan meruntuhkan jembatan pusaka, mencabut lepas mata dari seluruh umat manusia; menyerupai wafatnya orang tua, majikan dan guru seluruh umat manusia. Peristiwa ini, tidak hanya membuat seluruh bulu tubuh merinding, tidak hanya menyebabkan air mata keluar, bahkan membuat kepala serasa terpalu dan dada terpukul, mengumandangkan teriakan lantang tanpa menyayangi suara, sehingga air mata darah dan keringat darah tercurah di Istana Kusyinagara bagaikan hujan yang lebat dan mengalir lebih deras dari pada aliran sungai besar. Hal ini sematamata dikarenakan mereka dapat menjadi Buddha dalam Saddharmapundarika-sutra dan tidak dapat membalas budi Sang Buddha. Meskipun berada dalam penderitaan dan kesedihan seperti itu, dikumandangkan dengan lantang, bahwa musuh-musuh Saddharmapundarika-sutra harus dipotong lidahnya dan tidak diperkenankan mengikuti pesamuan. Bodhisattva Kasyapa, berprasetya bahwa di negara yang memusuhi Saddharmapundarikasutra ia akan mengubah diri menjadi hujan es dan salju. Pada saat itu Sang Buddha bergembira dan bangkit dari peraduan-Nya sambil memuji, “Baik sekali, baik sekali.� Para Bodhisattva merenungkan dan memperkirakan keinginan hati Sang Buddha bahwa kalau mengatakan akan menghantam musuh Saddharmapundarika-sutra sedikitnya dapat memperpanjang usia Beliau karena berpikir demikian, setiap orang menegakkan prasetyanya. Oleh karena itu, para Bodhisattva, para dewa, dan lainnya untuk memenuhi prasetya mereka di hadapan Sang Buddha memanggil keluar musuh-musuh Saddharmapundarikasutra. Sesudah: berprasetya di hadapan Sang Buddha, mereka berharap Buddha Sakyamuni, Tathagata Prabhutaratna, para Buddha dan lainnya berpikir, bahwa mereka tidak menyayangi jiwa dan reputasi sendiri demi Saddharmapundarika-sutra. Tetapi, mengapa bukti keinginan yang didoakan terlambat menjadi nyata? Seandainya Oktober 2015 | Samantabadra
29
materi ajaran | gosyo kensyu luput memanah bumi besar meskipun seseorang dapat mengikat awan dengan awan, sekalipun tidak terjadi arus pasang surut, atau matahari terbit dari arah barat, tidak mungkin ada doa pelaksana Saddharmapundarika-sutra yang tidak terkabulkan. Sekalipun hanya ada satu di antara ribuan pelaksana Sadddharmapundarika-sutra, bila para Bodhisattva, manusia surga, delapan kelompok umat dan lain-lain, dua suci, dua dewa, Dasaraksasi serta lainnya tidak datang untuk menjaga dan melindunginya, maka ke atas mereka membuat dosa meremehkan Buddha Sakyamuni, para Buddha dan lainnya, ke bawah membuat dosa mambohongi Sembilan Dunia; oleh karena itu, pasti tidak ada hal serupa itu. Sekalipun seorang pelaksana sejati memiliki prajna yang tidak bijak, badan yang tidak suci, tidak memiliki wibawa kebajikan, tetapi semata-mata menyebut Nammyohorengekyo dengan sungguh hati, bagaimanapun pasti akan dijaga dan dilindungi. Janganlah membuang emas karena kantungnya kotor; bila tidak dapat menghilangkan bau yang tak disukai, tidak akan tercium harumnya cendana; bila tidak menyukai telaga di lembah tentu tidak akan dapat mengambil bunga teratai; seandainya tidak menyukai seorang pelaksana sehingga tidak melindungi dan menjaganya, maka tidak melaksanakan prasetya yang diucapkan di hadapan Sang Buddha. Setelah Masa Sadddharma dan Pratirupadharma berlalu, mencari bhikku yang mempertahankan sila bagaikan mencari Harimau di dalam kota. Sukarnya menemukan orang bijaksana sama seperti menginginkan tanduk jerapah. Sebelum bulan keluar, obor dipergunakan; di tempat tidak ada permata pusaka, emas dan perak menjadi pusaka; karena ada perumpamaan budi angsa putih dibalas kepada burung yang hitam, demikian pula budi bhikku yang suci dibalas kepada bhikku manusia biasa; bila berdoa dengan sungguh-sungguh agar segera datang dan mandapatkan manfaat keuntungannya, bagaimana mungkin tidak tercapai doa yang diinginkan? Melihat kalimat bukti tentang teori kewajaran yang tertulis di atas, jika matahari dan bulan benar ada di langit, pohon dan rumput memang tumbuh di bumi besar, kalau ada siang dan malam di tanah negeri ini, bumi besar tidak terbalik dan tenggelam atau air pasang dan surut terjadi di samudera luas, maka doa dan keinginan orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra pada masa kini pasti terkabulkan dan tidak diragukan lagi di masa akan datang akan terlahir di tempat yang baik. Akan tetapi, selama 20 tahun lebih orang-orang yang terkenal, para bhikku dan sarjana Sekte Tien-tai, Sekte Syingon dan lainnya telah melakukan banyak doa yang sangat panting, tetapi saya rasa tidak ada bukti yang jelas. Bahkan, rasanya lebih rendah dari pada yang dipertahankan oleh kaum Nonbuddhis. Apakah hal ini menunjukkan kalimat Saddharmapundarika-sutra merupakan bualan belaka atau pelaksanaan pertapaannya yang tidak sesungguh hati, atau waktu dan bakatnya tidak tepat? Begitulah keragu-raguan yang melanda orang banyak. Merenungkan hal-hal ini semakin timbul keragu-raguan mengenai masalah yang sangat penting di masa akan datang. (Bersambung ke Samantabadra edisi Nopember 2015)
30
Samantabadra | Oktober 2015
| KUTIPAN GOSYO
1
Para Bodhisattva sebanyak debudebu bumi besar yang dihancurkan telah mencapai tingkat tokaku— hanya tertinggal kesesatan dasar pokok jiwa (gampon no mumyo).
GM
Keterangan: Bodhisattva adalah orang yang berkeinginan mendapat akibat Kebuddhaan, yaitu kesadaran terunggul tiadataranya. Pada awal pelaksanaan, seluruh Bodhisattva mengucapkan Empat Prasetya Bodhisattva. Dengan mempertahankan Sila Kebodhisattvaan dan menumpuk pencapaian Enam Paramita serta lainnya, mereka mendapat bukti akibat Kebuddhaan. Selain itu, dalam Ajaran Khusus (bekkyo) diterangkan, bahwa dari mulai timbulnya keiinginan sampai mencapai tujuan tersebut diperlukan 52 tingkat pertapaan. Ditentukan bahwa tingkat Bodhisattva adalah Tingkat Tokaku, tingkat ke-51, yaitu tingkatan yang setara dengan Sang Buddha. Akan tetapi, di dalam Tingkat Tokaku ini masih teringgal Kesesatan Akar Pokok Jiwa. Setelah mencapai tingkat tokaku, bila dapat menimbulkan Prajna Myokaku dalam hati terakhir sebelum memasuki Nirvana, maka dapat mematahkan kesesatan pokokjiwa. Sebelumnya, setelah mematahkan dua dari tiga kesesatan, yaitu Kesesatan Pandangan dan Pikiran, serta kesesatan yang bagaikan butir-butir pasir, baru Bodhisattva memasuki tingkat tokaku. Dan pada akhirnya, setelah mematahkan kesesatan pokok jiwa, barulah dapat naik ke tingkat Myokaku. Oleh karena itu, seluruh Bodhisattva yang telah mencapai Tingkat Tokaku mendambakan untuk mencapai tingkat Akibat Kebuddhaan yang telah dicapai Buddha Sakyamuni dengan memecahkan Kesesatan Pokok Jiwa. Tetapi, selama 40 tahun lebih Buddha Sakyamuni hanya membabarkan Hukum
Bagian Sebab dan tidak dapat membabarkan Bagian Akibat. Dengan demikian, meskipun Para Bodhisattva telah menerima dan memahami Pelaksanaan Tingkat Sebab yang dibabarkan, karena tidak dibabarkan suasana jiwa Kesadaran Buddha, tidak seorang pun dapat mencapai Tingkat Myokaku. Akan tetapi, di dalam pasamuan di Gridhrakuta selama 8 tahun, yaitu pembabaran Hukum Saddharmapundarika-sutra, Buddha Sakyamuni membabarkan dan mewujudkan Hukum Bagian Akibat, yaitu Hukum Tunggal Ekayana. Dalam Hokke Syuku Mahaguru Dengyo Menerangkan Hukum Bagian Akibat ini sebagai berikut: “Di dalam Saddharmapundarika-sutra terdapat kalimat, bahwa hukum yang telah dibuktikan dan diperoleh Sang Buddha sukar dipercaya dan sukar dimengerti. Hanya Sang Buddha yang dapat menjalankan hakikat ini hingga sedalam-dalamnya.” Ini berarti, di dalam Saddharmapundarika-sutra Buddha sendiri ménjelaskan bahwa suasana kesadaran seadanya yang dicapai oleh para Buddha dari sepuluh penjuru hanya terdapat dalam ajaran HukumTunggal Ekayana, yakni dengan membuka Hukum Triyana yang dibabarkan dalam berbagai Sutra Ajaran Sementara dan membabarkan Hukum yang terunggul yang tiada taranya, Ekayana Saddharmapundarika-sutra, Hukum yang terunggul tiada yang melebihinya. Maka, melalui Saddharmapundarika-sutra inilah seluruh Bodhisattva dapat naik ke Tingkat Myokaku, tingkat kesadaran yang sederajat dengan Buddha sehingga memperoleh suasana jiwa Buddha. Oleh karena itu, sekalipun Sang Buddha tidak menganjurkan, mereka pasti akan menyebarkan Saddharmapundarikasutra yang memberi budi besar kepada mereka dan bersedia menggantikan Oktober 2015 | Samantabadra
31
materi ajaran | gosyo kensyu penderitaan serta kesulitan yang diterima oleh pelaksana Saddharmapundaljkasutra. Tentu demikianlah yang mereka rasakan. Oleh karena itu, di dalam Bab XIII Saddharmapundarika-sutra, Bab Penegakkan, para Bodhisattva tersebut berprasetya, “Untuk membabarkan sutra ini tidak akan menahan seluruh penderitaan, demi menyayangi Jalan Terunggul yang tiada taranya.” Dan di da1am Bab XVI, Bab Panjang Usia Sang Tathagata dikatakan, “Sepenuh perasaan hati ingin melihat Sang Buddha, tanpa menyayangi jiwa sendiri.” Di dalam Bab XXI, Bab Kekuatan Gaib Sang Tathagata, para Bodhisattva ini juga berjanji, “Para Bodhisattva yang muncul dari bumi, sejumlah debu dari 1.000 dunia, setelah kemoksyaan Sang Buddha, akan menyebarkan sutra ini seluas -luasnya.” Seluruh kutipan di atas menunjukan, bahwa seluruh Bodhisattva berjanji akan menjaga pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Bagaimanapun, seluruh Bodhisattva ini berprasetya, bahwa demi menyebarkan Saddharmapundarikasutra mereka tidak akan menyayangi jiwa. Tentu saja prasetya tersebut berarti bahwa para Bodhisattva akan melindungi pelaksana Saddharmapundarika-sutra di Masa Akhir Dharma.
2
karuna.
Buddha Sakyamuni adalah ayah yang maitri, Tathagata Prabhutaratna adalah ibu yang
GM
Keterangan: Selanjutnya Buddha Sakyamuni menganjurkan dan menitahkan para Bodhisattva untuk menyebarluaskan Sutra setelah kemoksyaan Beliau. Sebagai jawaban, seluruh Bodhisattva berjanji untuk menyebarluaskan ajaran Beliau. Di dalam Bab XI Saddharmapundarika-sutra, Bab Menara Pusaka, tanah besar timbul terwujud menara tujuh pusaka. Dari dalam menara tersebut Tathagata Prabhutaratna membuktikan kebenaran Saddharmapundarika-sutra dan 32
Samantabadra | Oktober 2015
kemudian para Buddha dari sepuluh penjuru beserta seluruh keluarganya berkumpul. Kedua Buddha, Buddha Sakyamuni dan Tathagata Prabhutaratna duduk bersanding di dalam Menara Pusaka. Di hadapan keempat kelompok umat Sang Buddha Sakyamuni bertanya dengan lantang, “Siapakah yang di dalam dunia saha ini akan membabarkan Saddharmapundarika-sutra secara luas? Sekarang adalah saat yang tepat. Tak lama lagi Sang Buddha akan memasuki parinirvana. Sang Buddha mewariskan tugas Saddharmapundarika-sutra ini.” Kemudian dikatakan, “Diumumkan kepada seluruh umat, setelah kemoksyaan-Ku, siapakah yang akan menjaga dan mempertahankan, menjaga dan menyebut Sutra ini? Sekarang di hadapan Sang Buddha, ucapkanlah prasetya rnasing-masing.” Dengan demikian diulangi lagi anjuran untuk menyebarluaskan setelah kemoksyaan Sang Buddha. Selanjutnya, sebanyak 3 kali, anjuran tersebut kembali diulang, “Putra-putra-Ku yang baik, siapakah yang bcnar-benar akan menerima dan mempertahankan ‘Sutra Ini’, membaca dan menyebutnya? Sekarang, di hadapan Sang Buddha ucapkanlah prasetya diri sendiri.” Di dalam Bab Menara Pusaka sebanyak tiga kali Buddha Sakyamuni mengulangi anjuran untuk menyebarluaskan ajaran setelah kemoksyaan Beliau. Hal ini disebut sebagai Tiga Amanat Penugasan Sebaliknya di dalam Bab XXII, Bab Akhir Pesamuan, para Bodhisattva mengatakan, “Kami semua akan melaksanakan dan menyumbang semua yang Engkau amanatkan, janganlah Engkau khawatir!,” berjanji sebanyak tiga kali sesuai titah Sang Buddha untuk menyebarkan ajaran. Di dalam Hukum Masyarakatpun terdapat contoh orang yang selalu memenuhi janji, meskipun harus mengorbankan jiwa raga. Apalagi para Bodhisattva yang berprasetya untuk menghilangkan dan menggantikan penderitaan umat manusia. Sekalipun Sang Buddha tidak memperingatkan, mereka tidak akan
membuang pelaksana Saddharmapundarikasutra. Lagi pula budi sutra tersebut sangat besar karena memberi mereka pencapaian Kesadaran Buddha. Apalagi Sang Buddha selalu bersungguh hati menganjurkan serta memperingatkan untuk menyebarkan ‘Hukum Ini’ setelah kemoksyaan Beliau dan rnereka yang telah berjanji dengan sungguh hati di hadapan Sang Buddha, tidak diragukan lagi para Boddhisattva tersebut akan membantu pelaksana Saddharmapundarika-sutra.
3
Buddha adalah majikan manusia dan surga, ayah-bunda seluruh umat manusia, dan bahkan guru yang membuka dan membimbing.
Keterangan: Kekuatan Buddha Sakyamuni untuk menjaga dan melindungi umat merupakan kebajikan majikan, prajna untuk mengajar dan membimbing umat merupakan kebajikan guru dan perilaku maitri karuna kepada umat merupakan kebajikan ayah-bunda. Ketiga kebajikan ini sekarang tercakup secara keseluruhan karena Beliau membabarkan Saddharmapundarika-sutra. Di dalam Bab III Saddharmapundarika-sutra, Bab Perumpamaan, Buddha menerangkan kepada seluruh umat Dunia Saha mengenai tercakupnya ketiga kebajikan ini: “Sekarang, seluruh Triloka ini adalah milik-Ku (kebajikan majikan), seluruh umat di dalamnya adalah anak-anak-Ku (kebajikan orang tua), bermacam-macam penderitaan di dunia, hanya Saya seorang yang dapat melindungi dan menyelamatkan (kebajikan guru).” Para Buddha lainnya selain Buddha Sakyamuni, seperti Buddha Amitabha, tidak mempunyai jodoh dengan umat dunia saha karena tidak pernah dilahirkan di dunia saha. Dengan demikian mereka tidak lengkap dalam kebajikan guru, sehingga tidak dapat dikatakan sebagai Buddha yang mengandung tiga kebajikan. Oleh karena itu, sama sekali tidak ada manfaatnya mengikuti
Buddha semacam itu. Di dalam Surat Balasan Kepada Nanjo Hyoe Siciro, setelah Niciren Daisyonin menerangkan kalimat “Sakarang, seluruh Triloka ini” yang terdapat di dalam Bab Perumpamaan, selanjutnya Beliau mengatakan, “Hati kalimat ini adalah bagi kita, umat manusia, Buddha Sakyamuni, merupakan orang tua, guru dan majikan Buddha Amitabha, Buddha Baisyajaguru dan lainnya dapat menjadi majikan bagi kita umat manusia, tetapi tidak dapat menjadi orang tua dan guru. Satu-satunya Buddha yang mengandung budi yang sedemikian mendalam, yang memiliki tiga kebajikan secara lengkap, hanya Buddha Sakyamuni seorang diri”. (Gosyo, hal- 1494). Akan tetapi, sebelum membabarkan Saddharmapundarika-sutra Buddha Sakyamuni mengecam Devadatta dan mencerca Dwiyana dengan mengatakan, bahwa para murid golongan Dwiyana tidak akan dapat mencapai Kesadaran Buddha untuk selama-lamanya. Dan juga, kepada para Bodhisattva tidak dibabarkan hukum untuk mendapatkan bukti bagian akibat. Maka, ada di antara para Bodhisattva dan Sravaka yang mendengar hal itu merasa ragu-ragu dan barpikir, bahwa mungkin Iblis Surga tertarik merasuk ke dalam tubuh Sang Buddha untuk menyusahkan mereka. Di dalam Bab Perumpamaan Saddharmapundarika-sutra dikatakan, ketika pertama kali mendengar pembabaran Sang Buddha, timbul keragu-raguan dan keterkejutan yang amat sangat di dalam hati sehingga terpikir, sungguh-sungguh iblis telah menjelma menjadi Buddha untuk mengacaukan dan menyesatkan perasaan hati kita. Akan tetapi, di pesamuan Saddharmapundarika-sutra di Gridhrakuta, selama 8 tahun terakhir, terwujud nyata Menara Pusaka dengan kedua Buddha, Buddha Sakyainuni dan Tathagata Prabhutaratna, duduk bersanding dengan diikuti para Buddha dari sepuluh penjuru, dan juga bermunculan para Bodhisattva Oktober 2015 | Samantabadra
33
materi ajaran | gosyo kensyu yang muncul dari bumi sejumlah 1.000 dunia. Beliau membabarkan Hukum Karunia Kebajikan bukti bagian akibat para Buddha. Seluruh umat berhasil memperoleh mutiara pusaka pencapaian kesadaran dan merasa bagaikan membuka gudang pusaka untuk dibagikan kepada orang miskin, atau runtuhnya Gunung Kunlun yang mengandung permata. Untuk itu, para Bodhisattva telah berprasetya tidak menyayangi jiwa demi menyebarluaskan Saddharmapundarikasutra. Di dalam Bab XXII, Akhir Pesamuan, Buddha Sakyamuni mengusapkan tanganNya di atas kepala para Bodhisattva yang tidak terhitung dan mengatakan, “Kalian semua benar-benar bersungguh hati untuk menyebarluaskan hukum dan semakin menambah dan meluaskan manfaatnya.” Demikian Sang Buddha menugaskan penyebarluasan setelah kemoksyaan Beliau. Setelah para Bodhisattva menjawab amanat Sang Buddha tersebut dengan berprasetya akan menyebarluaskan Saddharmapundarikasutra, selanjutnya dikatakan, “Pada saat itu Buddha menitahkan para Buddha Emanasi sepuluh penjuru untuk kembali ke tanah pokok negeri masing-masing seraya berkata, “Wahai para Buddha sejahteralah kalian. Biarlah Menara Pusaka Tathagata Prabhutaratna kembali ke tempat asalnya.” Oleh karena itu, Buddha Prabhutaratna, para Buddha emanasi 10 penjuru dan Bodhisattva yang berkumpul itu kembali ke tanah pokok.
4
Saat itu Sang Buddha mangatakan, “Tiga bulan mendatang Saya benar-benar akan meninggalkan dunia dan mencapai parinirvana.” Pernyataan ini benar-benar mengejutkan dan membuat suasana semakin mencekam. Keterangan: Di dalam Sutra Hukum Pelaksanaan Bodhisattva Samantabadra dijelaskan mengenai keadaan Buddha Sakyamuni, 34
Samantabadra | Oktober 2015
setelah selesai membabarkan Saddharmapundarika-sutra, “Ketika sang Buddha berada negeri Vaishali diVihara Mahavana di aula jugace, Beliau mengatakan di muka para Bhikku, “Tiga bulan mendatang Saya memasuki parinirvana.” Demikian Beliau meramalkan sendiri, bahwa tiga bulan mendatang akan meninggalkan dunia ini. Ramalan ini kemudian terbukti. Sang Buddha Sakyamuni meninggal dunia dalam usia 80 tahun pada tanggal 15 bulan 2 di negeri Kusyinagara, India Timur di tepi Sungai Ajitavati, di sisi barat syararin. Kesedihan umat ketika Sang Buddha wafat diterangkan di dalam Nirvana sutra, “Hal yang teramat sulit adalah membalas budi Sang Buddha, karena dapat tercapainya Kesadaran Buddha hanya dengan Saddharmapundarika-sutra.” Dengan demikian seluruh umat bersusah hati dan bersedih karena sukar sekali membalas budi agung. Sang Buddha yang telah mewujudkan jalan untuk mencapai Kesadaran Buddha. Bodhisattva Kasyapa, berprasetya bahwa di negara yang memusuhi Saddharmapundarikasutra ia akan mengubah diri menjadi hujan es dan salju. Buddha Sakyamuni yang mendengar hal ini memujinya, “Baik sekali, baik sekali. Anda sekarang benar-benar menjaga Hukum Sakti. Penjagaan hukum seperti ini tidak akan membohongi orang. Karena memiliki jodoh karma baik tidak membohongi orang, maka berumur panjang dan benar-benar mengetahui nasib Sendiri.” Dari hal-hal tersebut di atas, para Bodhisattva, para dewa, dan 1ainnya merenungkan dan mengetahui keinginan Sang Buddha. Maka, setiap dari mereka berprasetya akan menghantam musuh Saddharmapundarika-sutra, agar meskipun sedikit dapat memperpanjang umur Sang Buddha.” Untuk memenuhi prasetya tersebut mereka memanggil datang musuh-musuh Saddharmapundarika-sutra. Dengan demikian, para Buddha dan Buddha Sakyamuni akan berpikir bahwa mereka tidak menyayangi jiwa raga. Oleh karena itu, orang
yang melaksanakan SaddharmapundarikaApalagi sekarang, telah berlalu Masa sutra di Masa Akhir Dharma,akan benar-benar Saddharma dan Masa Pratirupadharma dan dilindungi oleh para dewa dan lainnya, berarti memasuki Masa Akhir Dharma, Mahaguru doa dan keinginannya pasti tercapai. Dengyo menerangkan di dalam Catatani Mappo Tomyo, “Di Masa Akhir Dharma, orang Seandainya luput memanah yang mempertahankan sila merupakan hal bumi besar, meskipun seseorang yang aneh, bagaikan harimau di tengah mengikat awan dengan awan, kota. Siapakah yang akan mempercayai sekalipun tidak terjadi arus pasang-surut hal tersebut? Oleh karena itu, di Masa atau matahari terbit dari arah barat, tidak Akhir Dharma sama sekali tidak ada orang mungkin ada doa pelaksana yang tak yang mempertahankan sila, dan sukar terkabulkan. bertemu dengan orang berprajna, bagaikan mendambakan Tanduk Jerapah. Ini berarti Ketarangan: pelaksana Saddharmapundarika-sutra di Dalam bagian ini melalui perupamaan Masa Akhir Dharma tidak berwujud sebagai diterangkan bahwa doa dan keinginan orang yang mempertahankan sila atau orang pelaksana Saddharmapundarika-sutra yang berprajna, sebagaimana yang dikatakan pasti tercapai. Tidak akan pernah meleset oleh Niciren Daisyonin, “Buddha Masa orang yang memanah bumi besar, tidak Akhir Dharma adalah manusia biasa, bhikku pernah ada orang yang dapat mengikat manusia biasa. Dharma adalah Daimoku, angkasa, tidak akan tidak terjadi pasangSangha adalah kita yang melaksanakannya. surut air laut dan tidak mungkin matahari Karena itu meskipun dikatakan sebagai terbit dari barat. Semua hal ini pasti tidak Buddha, tetap adalah bhikku manusia biasa”, akan pernah terjadi. Tetapi, seandainya Pelaksana Saddharmapundarika-sutra terjadi hal tersebut, doa dan keinginan pada khususnya adalah Niciren Daisyonin. pelaksana Saddharmapundarika-sutra Dalam rupa bhikku biasa, Niciren Daisyonin pasti tetap tercapai. Pengungkapan ini lebih adalah Buddha. Hal ini menerangkan mempertegas, bahwa doa dan keinginan bahwa tidak boleh merendahkan pelaksana pelaksana Saddharmapundarika-sutra pasti Saddharmapundarika-sutra hanya melihat tercapai. rupanya. Pada bagian terdahulu telah diterangkan Kalimat, “Karena ada perumpamaan bahwa pelaksana Saddharmapundarikabudi angsa putih dibalas kepada burung sutra pasti dijaga dan dilindungi oleh yang hitam, demikian pula budi bhikku para Buddha, para dewa dan lain-lainnya. yang suci dibalas kepada manusia biasa”, Lebih dari itu, mengenai rupa pelaksana berarti para Bodhisattva dan lainnya yang Saddharmapundarika-Sutra sama sekali mendapat budi agung dari Buddha Sakyamuni tidak berkaitan dengan ada tidaknya prajna, akan membalasnya kepada pelaksana wibawa dan kebajikan, pokoknya bila Saddharmapundarika-sutra Masa Akhir menyebut Nammyohorengekyo dengan Dharma. Di sini diterangkan alasan mengapa sungguh hati doa dan keinginannya akan doa pelaksana Saddharmapundarika-sutrai tercapai. Hal ini disebabkan karena bila pasti tercapai dan kalimat, “Bila berdoa para Bodhisattva dan para dewa tidak dengan sungguh-sungguh agar segera datang menjaga atau tidak menyukai pelaksana dan mendapatkan manfaat kentungannya, Saddharmapundarika-sutra, mereka bagaimana mungkin tidak tercapai doa yang mengingkari janji yang diucapkan sendiri menganjurkan untuk semakin memperkuat dihadapan Sang Buddha. dan mengobarkan hati kepercayaan.
5
Anak Cabang
Oktober 2015 | Samantabadra
35
materi ajaran | gosyo kensyu Di dalam surat ini memang diterangkan para Bodhisattva, para dewa dan lainnya melindungi pelaksana Saddharmapundarikasutra. Hal ini menjadi alasan mengapa doa pelaksana Sutra tersebut pasti tercapai. Tetapi, bagaimanapun akar pokok hal ini tergantung kepada Kekuatan Buddha dan Kekuatan Hukum dari Gohonzon. Bhikku Tertinggi ke-26 Kuil Pusat Taiseki-ji, Nicikan Syonin mengatakan di dalam Kanjin no Honzon Syo Bundan, “Karunia kebajikan para Buddha sepuluh penjuru ketiga masa yang bagaikan jumlah butir-butir pasir Sungai Gangga, karunia kebajikan sutrasutra yang bagaikan debu sepuluh penjuru ketiga masa, semuanya bertitik tolak pada Pusaka Pemujaan yang tersirat di dasar kalimat pembibitan (Honzon montei gesyu), seperti halnya seratus ribu cabang dan daun timbul dari satu akar. Oleh karena itu karunia kebajikan ini tidak terhitung dan tidak terbatas. Fungsi gaib-Nya sangat luas, dalam dan jauh. Oleh karena itu, bila sungguhsungguh percaya kepada Gohonzon dan menyebut Nammyohorengekyo, tiada doa yang tak terkabulkan, tiada dosa yang tak musnah, tiada rejeki yang tak datang, dan setiap teori kewajaran pasti terwujud nyata. Gohonzon dari kalimat yang tersirat di dasar kalimat (montei gesyu) berarti, Dai Gohonzon dari altar sejati Ajaran Pokok yang diwujudkan Niciren Daisyonin pada tanggal 12 bulan 10 tahun Koan ke-2. Bila sungguhsungguh percaya Dai Gohonzon secara mendalam dan menyebut Daimoku, maka kekuatan kepercayaan, kekuatan pelaksanaan dari umat dapat dapat mewujudkan Kekuatan Buddha dan Kekuatan Hukum yang dimiliki oleh Gohonzon. Oleh karena itu, seluruh doa dan keinginannya dapat tercapai serta dapat mencapai Kesadaran Buddha dalam keadaan seadanya. Niciren Daisyonin mengatakan, “Terkabul atau tidaknya doa Anda tergantung kepada kekuatan hati kepercayaan Anda sendiri, sama sekali bukan kesalahan Niciren” 36
Samantabadra | Oktober 2015
(Gosyo, hal 1262). Dan “Bagaimanapun Niciren mendoakan, bila tidak percaya bagaikan mengeluarkan api dari alat yang basah. Maka kobarkanlah terus semangat kepercayaan Anda dengan kuat dan sungguh hati.” (Gosyo, hal. 1192). Dengan demikian Niciren Daisyonin menganjurkan untuk membangkitkan hati kepercayaan sesungguh hati. Oleh karena itu, laksanakanlah dengan penuh keyakinan hati kepercayaan yang mendalam kepada Gohonzon dan pelaksanaan yang penuh keberanian, baik untuk diri sendiri dan orang lain (jigyo-keta), agar seluruh doa dapat terkabul.
6
Pertanyaan: Melihat kalimat bukti tentang teori kewajaran yang tertulis di atas, jika matahari dan bulan benar ada di langit, pohon dan rumput memang tumbuh di bumi, kalau ada siang dan malam di tanah negeri ini, bumi besar tidak terbalik dan tenggelam, atau air pasang dan surut terjadi di samudera luas, maka doa dan keinginan orang yang percaya, Saddharmapundarikasutra pada masa kini pasti terkabulkan dan tidak diragukan lagi di masa akan datang akan terlahir di tempat yang baik.
Anak Cabang
Keterangan: Dalam bagian terdahulu telah dijelaskan bukti tertulis dan teori kewajaran bahwa doa pelaksana Saddharpundarika-sutra pasti terkabul karena adanya perlindungan para Bodhisattva dan para Dewa. Orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra, pada masa sekarang seluruh keinginan dan doanya pasti tercapai dan pada masa yang akan datang akan terlahir di tempat yang baik. Hal ini sedikitpun tidak dapat diragukan. Akan tetapi, dalam bagian ini diberi petunjuk dengan mengutip keragu-raguan sebagai pertanyaan, yakni mengapa doa yang sangat penting selama 20 tahun lebih oleh orangorang terkenal para guru besar sekte Tien-ltai, Sekte Syingon, tidak menunjukkan adanya bukti yang jelas.
Seandainya surat ini ditulis pada tahun Bun-ei ke-9 (1272), maka “20 tahun lebih” yang dimaksudkan dalam surat ini adalah kira-kira sejak tahun kenco ko-5 (1253), saat Niciren Daisyonin mendirikan sekte “Doa yang sangat penting” yang dimaksud di sini adalah doa untuk mengusir wabah penyakit menular yang telah dilakukan beberapa kali selama 20 tahun. Akan tetapi, doa yang terbesar dan terpenting adalah doa untuk mengusir Mongolia yang ingin menyerbu Jepang. Pada tahun Bun-ei ke-5, ketika datang surat dari Mongolia untuk pertama kalinya, keluarga kaisar atau pemerintah memerintahkan kuilkuil dan kelenteng-kelenteng mengadakan doa untuk mengalahkan Mongolia. Akan tetapi, pada selanjutnya pada tahun Bun-ei ke-6, ke-7 dan ke-8 berturut-turut datang surat ultimatum Mongolia, maka walau pada tahun Bun-ei ke-9 tentara Mongolia belum menyerbu Jepang, sudah dapat dipastikan mereka akan datang menyerang. Peristiwa ini merupakan fakta, sehingga Niciren Daisyonin dapat memastikan, bahwa doa yang dipanjatkan tidak menunjukkan bukti nyata dan mempermasalahkan apakah doa tersebut tidak tercapai karena kalimat sutra merupakan bualan atau karena perilaku pelaksananya yang bodoh dan salah, atau diragukan karena waktu dan bakatnya tidak tepat. Juga, dari perenungan tentang hal-hal ini timbul keragu-raguan mengenai yang akan terjadi di masa yang akan datang. Tentu saja Saddharmapundarika- sutra bukan bualan, sehingga kesalahanya terletak pada kebodohan pelaksananya, yang menentang Saddharmapundarika-sutra dengan berdoa mengikuti sekte Syingon. Juga, karena berdoa berdasarkan sutra-sutra Ajaran Sementara yang tidak sesuai dengan waktu dan bakat Masa Akhir Dharma, makna doa yang diinginkan tidak tercapai. Bila keinginan doa pada masa sekarang tidak tercapai, hal yang terpenting untuk masa akan datang juga tidak mungkin didapatkan, yakni tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha.
Dalam Surat Tanya Jawab tentang Mempertahankan Saddharmapundarikasutra dikatakan, “Dalam masyarakat sekarang terdapat doa yang terbalik, semuanya berasal dari Ajaran Sementara yang telah tersebarluas pada masa lampau dan bukan Dharma Sakti yang agung yang harus disebarluaskan pada Masa Akhir Dharma. Ini sama Seperti menggunakan penanggalan tahun yang lalu, atau mengganti Burung Bangau dengan Burung Gagak.” (Gosyo, hal 467). Doa yang digunakan Sekte Syingon untuk mendoakan keinginannya yang berdasarkan Ajaran Sementara bagaikan menggunakan kalender tahun yang lalu, bukan saja tidak sesuai dengan wakttunya bahkan bila mendasarkan kepercayaan kepada filsafat itu menimbulkan kekacauan di dalam kehidupan dan mengundang berbagai kerugian besar. (Bersambung pada Samantabadra edisi Nopember 2015)
Oktober 2015 | Samantabadra
37
materi ajaran | gosyo kensyu
38
Samantabadra | Oktober 2015
Oktober 2015 | Samantabadra
39
materi ajaran | gosyo kensyu
40
Samantabadra | Oktober 2015
Oktober 2015 | Samantabadra
41
materi ajaran | gosyo kensyu
42
Samantabadra | Oktober 2015
Oktober 2015 | Samantabadra
43
materi ajaran | gosyo kensyu
44
Samantabadra | Oktober 2015
Oktober 2015 | Samantabadra
45
materi ajaran | gosyo cabang
Gosyo Cabang
Surat Balasan kepada Ueno Dono Perihal Waktu yang Tepat untuk Menyebarluaskan Dharma
ISI GOSYO |
K
iriman beras putih satu muatan kuda telah diterima. Bukankah segala sesuatu tergantung pada waktu? Perihal ‘musim semi adalah bunga, musim gugur adalah bulan’, juga menerangkan akan kesesuaian dengan waktu. Demikian pula halnya dengan Buddha. Penyebab munculnya Buddha adalah Saddharmapundarika-sutra, namun Beliau tidak membabarkan Saddharmapundarika-sutra itu selama 40 tahun lebih dari masa kehidupan Beliau. Adapun mengenai alasannya dikatakan dalam Bab Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra, “Karena belum tiba waktunya untuk membabarkan�. Kimono dari bahan katun tebal yang diterima pada waktu musim panas dan sehelai pakaian tipis yang diterima pada musim salju memang akan diterima dengan hati yang gembira. Namun kegembiraan hati itu tidak akan sebesar bila menerima kimono dari bahan katun tebal pada musim salju dan menerima pakaian yang terbuat dari bahan tipis pada musim panas. Demikian pula, mendapat uang pada waktu kelaparan dan menerima persembahan makanan pada waktu kehausan memang menyenangkan hati, namun kesenangan itu tidak akan sebesar kesenangan yang timbul bila mendapatkan nasi (pada waktu kelaparan) dan air (pada waktu kehausan). Bukankah anak kecil yang menjadi Buddha karena menyumbang kue tanah kepada Buddha dan orang yang terjatuh ke Dunia Neraka karena menyumbang permata adalah karena disebabkan oleh hal ini (tidak sesuai dengan waktu)? Niciren, semenjak terlahir di negeri Jepang, tidak pernah menyesatkan orang dan tidak pernah mencuri. Dengan demikian Niciren sama sekali tidak berbuat kesalahan dalam masyarakat. Sebagai Guru Dharma pada Masa Akhir Dharma, mungkin badan ini 46
Samantabadra | Oktober 2015
mempunyai sedikit kesalahan. Pada waktu jaman raja yang memerintah menggemari sastra, jalan ksatria dibuang. Juga, orang yang jujur dibenci oleh para hidung belang. Demikian pula dengan Niciren, yang lahir dan menyebarluaskan Saddharmapundarikasutra pada jaman orang percaya pada Sekte Nembutsu, Sekte Zen, Sekte Syingon, serta Sekte Ritsu. Oleh karena itu, Niciren dibenci oleh raja beserta seluruh jajaran pejabat pemerintahannya, dan puluhan ribu rakyat, sehingga akhirnya Niciren berdiam di tengah gunung. (Jika demikian) bagaimanakah pengaturan dari para dewa? (Pada waktu musim dingin) salju tertumpuk setinggi lima syaku (sekitar 1,5 meter). Jalan setapak yang biasa dilalui orang di gunung ini tertutup oleh salju. Oleh karena itu tak ada orang yang datang berkunjung ke gunung ini. Pakaian yang dikenakan adalah pakaian yang tipis, sehingga tidak dapat menahan dingin. Pada waktu makanan habis, jiwa hampir melayang. Rasanya telah bertekad untuk mati kelaparan, maka kunjungan yang mencegah kematian kadang kala membuat hati gembira namun kadang kala membuat hati terasa sedih. Pada waktu itu, keadaannya (perihal menerima kiriman beras putih) adalah bagaikan sebuah pelita yang hampir padam dituangkan minyak kembali. Sungguh amat berharga ! Kesungguhan hati itu amat dihargai dan disyukuri. Mungkinkah Buddha Sakyamuni dan Saddharmapundarika-sutra mengatur hal ini? Sekian dan terima kasih.
Tanggal 27 bulan 12 tahun Ko-an ke-2 (1279) Surat Balasan Kepada Ueno Dono tertanda, Niciren
Oktober 2015 | Samantabadra
47
materi ajaran | gosyo cabang LATAR BELAKANG DAN PENJELASAN|
S
urat ini ditulis di Gunung Minobu pada tanggal 27 bulan 12 tahun Koan ke-2 (1279). Ketika itu Niciren Daisyonin berusia 58 tahun. Pada akhir tahun, yaitu pada tanggal 27 bulan 12, Nanjo Tokimitsu menyumbang beras dua karung. Tepat pada saat itu Niciren Daisyonin sedang mengalami kesulitan kekurangan makanan. Oleh karena itu sumbangan berupa beras dua karung itu dihargai Beliau sebagai sumbangan yang amat tepat dengan waktu. Surat aslinya hingga sekarang masih tersimpan di Kuil Pusat Taiseki-ji. Pada awal surat dikatakan, “Bukankah segala sesuatu tergantung pada waktu?” Sumbangan beras putih dari Ueno Dono bagi Niciren Daisyonin yang berada di Gunung Minobu adalah sangat tepat waktunya. Untuk menguraikan mengenai ketepatan waktu ini, pertama-tama ditegaskan terlebih dahulu akan pentingnya waktu dalam segala hal. Timbulnya perbedaan nilai dan manfaat dari segala hal dan gejala dalam masyarakat sepenuhnya tergantung pada musim dan arus jaman. Bunga dan bulan terdapat sepanjang tahun selama 4 musim. Akan tetapi mengapa biasa dikatakan “musim semi adalah bunga, musim gugur adalah bulan?” Perkataan itu muncul karena bunga sakura mekar pada musim semi sedangkan bulan purnama yang paling indah dapat dilihat pada musim gugur. Uraian ini menunjukkan bahwa walaupun bunga-bunga tumbuh sepanjang waktu, namun hanya pada musim semi bunga terindah, bunga sakura, bermekaran dengan indahnya. Juga walaupun tiap bulan dalam setahun dapat dilihat bulan di langit, namun bulan yang terindah adalah bulan purnama pada musim gugur. Dengan demikian waktu menentukan sekali dalam segala hal. Selanjutnya dikutip perumpamaan berdasarkan Hukum Buddha. Tujuan kehadiran Buddha Sakyamuni di 48
Samantabadra | Oktober 2015
dunia ini adalah untuk membabarkan Saddharmapundarika-sutra. Akan tetapi, selama 40 tahun lebih semenjak tercapainya Jalan Kebuddhaan, Beliau hanya membabarkan sutra-sutra Ajaran Sementara seperti Sutra Avatamsaka, Sutra Agam, Sutra Vaipulya, Sutra Prajna Paramita, dan sebagainya. Beliau tidak membabarkan Saddharmapundarika-sutra. Dengan demikian, seperti yang diterangkan di dalam Bab Upaya Kausalya, “Karena belum tiba waktunya untuk membabarkan”, semuanya tergantung pada waktu. Kemudian, diuraikan mengenai sumbangan kimono yang terbuat dari katun tebal yang diterima pada musim panas, serta pakaian tipis yang diterima pada musim salju. Sudah sepantasnya sumbangan ini dihargai seperti setiap sumbangan. Namun, seandainya kimono yang terbuat dari katun tebal diterima pada musim salju dan pakaian tipis diterima pada musim kemarau, sumbangan itu akan tepat dengan waktunya. Dengan demikian, sumbangan itu tentu akan lebih dihargai. Demikian juga halnya dengan sumbangan uang pada waktu kelaparan dan persembahan makanan pada waktu kehausan. Sumbangan seperti ini memang diterima dengan penuh rasa syukur. Namun rasa terima kasih ini akan jauh lebih besar bila pada waktu kelaparan mendapatkan nasi dan pada waktu kehausan mendapatkan air. Pada waktu lapar tidak ada yang lebih berharga dari pada nasi dan pada waktu haus tidak ada yang lebih berharga dari pada air. Hal yang sama dapat dikatakan pada sumbangan kepada Buddha. Dituliskan mengenai contoh anak yang menyumbang kue tanah kepada Buddha dan sebagai akibat imbalannya, anak itu terlahir sebagai Raja Asoka. Tetapi sebaliknya orang yang menyumbang permata terjatuh ke dalam Dunia Neraka. Kemudian dikatakan, “Niciren, semenjak terlahir di negeri Jepang, tidak pernah
menyesatkan orang dan tidak pernah mencuri. Dengan demikian, Niciren sama sekali tidak berbuat kesalahan dalam masyarakat. Sebagai Guru Dharma di Masa Akhir Dharma, mungkin badan ini mempunyai sedikit kesalahan”. Dari perkataan ini diuraikan bahwa memang Niciren Daisyonin sendiri tidak mempunyai dosa dalam masyarakat. Namun, Beliau tetap mengalami berbagai penganiayaan. Penganiayaan ini Beliau dapatkan karena menyebarkan Hukum Sakti dalam masyarakat yang percaya kepada Hukum Sesat. Pada akhirnya Beliau mengundurkan diri dan masuk ke Gunung Minobu. Sebagai seorang bhiksu, tentu wajar bila Beliau tidak melakukan kesalahan dalam masyarakat. Beliau tidak pernah melakukan kesalahan-kesalahan seperti menyiksa orang, mencuri, dan perbuatan-perbuatan semacam itu. Tetapi, mengapa hal ini ditulis? Karena, pada jaman saat Niciren Daisyonin hidup, banyak juga bhiksu yang melakukan dosa dalam hal kemasyarakatan. Kalimat selanjutnya mengatakan, “Sebagai Guru Dharma pada Masa Akhir Dharma mungkin badan ini mempunyai sedikit kesalahan”. Dari kalimat ini dapatlah ditafsirkan bahwa sebagai bhiksu pada Masa Akhir Dharma badan Beliau mempunyai sedikit kesalahan. Niciren Daisyonin terpaksa hidup di tengah Gunung Minobu karena Beliau dibenci oleh seluruh rakyat negeri Jepang. Beliau dibenci oleh penguasa yang tertinggi sampai puluhan ribu rakyat biasa. Mereka membenci Niciren Daisyonin karena Beliau menyebarkan Saddharmapundarika-sutra, Ajaran Sesungguhnya, di tengah masyarakat yang percaya kepada sutra-sutra Ajaran Sementara. Kita dapat membaca hal ini sebagai suatu penjelasan yang menerangkan mengenai masalah waktu. Selanjutnya, mengenai kalimat “Pada waktu jaman raja yang memerintah menggemari sastra, jalan ksatria dibuang. Juga, orang yang jujur dibenci oleh para hidung belang”. Niciren Daisyonin sendiri dibenci oleh raja, menteri dan seluruh rakyat karena Beliau giat
menyebarkan Saddharmapundarika-sutra, ajaran sesungguhnya, di tengah masyarakat yang percaya kepada empat sekte Ajaran Sementara: Sekte Nembutsu, Sekte Zen, Sekte Syingon, dan Sekte Ritsu. Pada akhirnya Beliau berdiam di tengah Gunung Minobu. Dipandang dari satu sisi, kehadiran Niciren Daisyonin kelihatannya melawan waktu. Namun, ditinjau dari ramalan Buddha Sakyamuni dalam Mahasanghata dan Saddharmapundarikasutra, jelas terlihat bahwa Saddharmapundarika-sutra yang merupakan ajaran Beliau adalah Sutra Sesungguhnya yang tepat dengan waktu; Saddharmapundarikasutra adalah ajaran yang tepat untuk Masa Akhir Dharma. Umat manusia Masa Akhir Dharma tidak mungkin dapat diselamatkan selain dengan Saddharmapundarika-sutra. Namun, rakyat negeri Jepang yang pada waktu itu tetap mempertahankan Ajaran Sementara, sama sekali tidak mau membuka telinga terhadap seruan yang penuh maitri karuna dari Niciren Daisyonin, Buddha Pokok Masa Akhir Dharma. Mereka bukan hanya tidak mau mendengar, mereka bahkan membalas dengan berbagai serangan dan menjatuhkan hukuman pembuangan sebanyak dua kali pada Beliau. Dengan demikian, orang yang benar-benar tak mengetahui tentang “waktu” sebenarnya adalah orang-orang negeri Jepang pada waktu itu, dari penguasa tertinggi sampai puluhan ribu rakyat biasa. Jika kita tinjau keadaan negeri Jepang pada saat itu di dunia yang sempit ini, kelihatannya kehadiran Niciren Daisyonin tidak tepat dengan waktu. Namun, bila dilihat dari segi irama Hukum Buddha yang luas, justru Niciren Daisyoninlah yang ‘tepat dengan waktu’. Oleh karena itu, Niciren Daisyonin menunjukkan kebenaran penyebarluasan Hukum dalam Gosyo lain, yaitu dengan rumus lima prinsip penyebarluasan ajaran, bakat, waktu, negara, dan urutan penyebarluasan. Terakhir, diuraikan mengenai betapa sulitnya kehidupan di Gunung Minobu. Sumbangan Nanjo Tokimitsu dipuji dan dihargai oleh Niciren Daisyonin sebagai Oktober 2015 | Samantabadra
49
materi ajaran | gosyo cabang sumbangan yang tepat dengan waktu. Keadaan di Gunung Minobu diuraikan dalam surat dengan penggambaran seperti, “Salju tertumpuk setinggi 5 syaku. Jalan setapak yang biasa dilalui orang di gunung ini tertutup oleh salju. Oleh karena itu, tidak ada orang yang datang berkunjung ke gunung ini. Pakaian yang dikenakan adalah pakaian yang tipis, sehingga tidak dapat menahan dingin. Pada waktu makanan habis, jiwa hampir melayang�. Demikianlah pada bulan 12 di akhir tahun itu salju turun dengan kerasnya, tidak ada manusia yang berlalu lalang, dan makanan
Catatan
50
Samantabadra | Oktober 2015
juga hampir tak ada. Dalam keadaan seperti itu, sumbangan beras satu muatan kuda dari Nanjo Tokimitsu dipuji Niciren Daisyonin sebagai ketulusan hati kepercayaan Nanjo Tokimitsu. Penghargaan ini dapat kita lihat pada bagian akhir surat, “Kesungguhan hati itu amatlah dihargai dan disyukuri. Mungkinkah Buddha Sakyamuni dan Saddharmapundarikasutra mengatur hal ini?� Dengan hati kepercayaan seperti ini, Tokimitsu pasti mendapat perlindungan dari Gohonzon. eee
Oktober 2015 | Samantabadra
51
materi ajaran | forum diskusi
Forum Diskusi
10 Dunia yang Saling Mencakupi (Jukkai Gogu)
1
Apa dan bagaimana hubungannya antara Sepuluh Dunia yang saling mencakupi (Jukkai Gogu) dengan perombakan sifat jiwa? Jawab: Perasaan jiwa kita terdiri atas Sepuluh Dunia (sepuluh tingkat perasaan jiwa), yaitu: Dunia Neraka, Dunia Kebinatangan, Dunia Keserakahan, Dunia Kemanusiaan, Dunia Surga, Dunia Sravaka, Dunia Pratyekabuddha dan Dunia Buddha. Tiap Dunia dari sepuluh Dunia ini mencakupi lagi sepuluh dunia lainnya. Artinya, Dunia Neraka pun tercakup sepuluh dunia lainnya, sebaliknya Dunia Buddha juga mencakupi hingga Dunia Neraka. Bila Anda bermaksud menganalisa suasana jiwa hanya berdasarkan sepuluh dunia saja (tanpa saling mencakupi), Anda takkan mendapat penjelasan sepenuhnya perasaan jiwa yang terus bergerak dan berubah secara dinamis. Sebagai contoh, bila anda berada di Dunia Neraka, terutama jika Anda berada dalam Dunia Keserakahan tetap di Dunia Keserakahan, tidak berusaha untuk berubah, maka sama sekali tiada kemungkinan dapat merombak kualitas kejiwaan anda. Hanya filsafat Jukkai Gogu ini yang mengajarkan bagaimana meningkatkan dinamika gerakan jiwa yang terus berubah sekejap demi sekejap. Jadi Jukkai Gogu adalah sepuluh dunia saling mencakupi sepuluh dunia lain. atau dalam satu dunia mencakupi adanya sepuluh dunia lainnya. Umpama, perasaan jiwa dalam Dunia Neraka, 52
Samantabadra | Oktober 2015
sebenarnya di dalamnya pun mengandung dunia lainnya. Agar mudah dimengerti, kita mengambil satu contoh Dunia Neraka yang mengandung sepuluh Dunia. Dasar suasana jiwa seseorang yang sedang dikuasai Dunia Neraka adalah orang tersebut berada dalam kesulitan dan penderitaaan, dan tidak memiliki semangat dan kekuatan untuk mengatasi kesulitan dan penderitaannnya itu, karena ia selalu tidak ingin berusaha menyelesaikannya. Malah sering timbul kemarahan dan kebencian terhadap suasana. Perasaan jiwa yang demikian adalah Dunia Neraka yang sebenarnya (Dunia Neraka dalam Dunia Neraka). Tapi, orang dengan dasar jiwa Dunia Neraka inipun, sewaktu-waktu dapat timbul Dunia Keserakahannnya atau ada kalanya ia berada dalam suasana Dunia Surga, bahkan bisa timbul pula Dunia Bodhisatva dalam jiwanya, karena memikirkan kebahagian orang lain. Namun, orang yang tenggelam dalam penderitaan Dunia Neraka pun, kalau berjodoh dengan Gohonzon pasti dapat muncul jiwa Buddhanya. Inilah yang dikatakan Dunia Neraka yang mengandung sepuluh Dunia. Kita akan melihat betapa dinamisnya gerak perasaan jiwa kita, bila kita memandangnya dari sudut waktu sekejap. Seseorang yang dalam sekejap ini berada dalam Dunia Neraka, mungkin dalam sekejap kemudian dapat berada dalam dunia-dunia lainnya. Hal ini disebabkan dalam Dunia Neraka itu sendiri tercakup dunia-dunia lainnya pula. Dengan demikian saat perasaan jiwa kita berada dalam
Dunia Neraka tersebut, sesungguhnya jauh dalam jiwa tersembunyi keadaan dunia-dunia yang lain. Dunia-dunia lain ini akan muncul sekejap kemudian, bila ada jodoh dari luar jiwa kita. Bagaimana kita dapat bertemu dengan jodoh baik (bukan jodoh buruk)? Semua tergantung pada sebab yang ada dalam jiwa itu sendiri. Yang dinamakan sebab adalah, perasaan jiwa yang terdapat diantara sepuluh dunia tersebut. Untuk lebih jelasnya, hal tersebut dapat dilihat dari contoh dibawah ini. Misalnya, anda merasa menderita karena harus menghadapi ujian yang cukup sulit. Dasar perasaan jiwa anda berada dalam Dunia Neraka. Tapi, setelah selesai menempuh ujian, perasaan jiwa anda rasanya lega dan senang. Waktu itu perasaan jiwa anda langsung berada dalam Dunia Surga. Namun Dunia Surgapun mengandung sepuluh dunia lain Sekejap kemudian, umpamanya anda mengalami musibah kecelakaan mobil, maka anda akan kembali kedunia neraka. Gerakan jiwa seperti inilah yang menggambarkan teori dasar sepuluh dunia yang saling mencakupi. Berdasarkan teori, pemahaman dan kesadaran dasar filsafat sepuluh dunia yang saling mencakupi sepuluh dunia (Jukkai Gogu) inilah, baru dapat dibuka jalan pencapaian kesadaran bagi seluruh umat manusia. Contoh diatas membuktikan, sepuluh dunia yang ada dalam jiwa manusia adalah mutlak dan tidak tergoyahkan. Dalam sutra-sutra Ajaran Sementara tidak diterangkan adanya makna sepuluh dunia yang saling mencakupi. Ajaran Hinayana membabarkan, antara Buddha dengan umat manusia terdapat perbedaan yang sangat tajam. Buddha dipandang hanya memiliki Dunia Buddha dan umat manusia hanya memiliki sembilan Dunia. Karena itu dalam Ajaran Hinayana diajarkan jalan atau pertapaan untuk mencapai kesadaran Buddha. Pertapaan yang utama adalah mematahkan dan memusnahkan sembilan dunia. Sesungguhnya tidak mungkin seseorang memusnahkan sembilan dunia dari jiwanya. Pertapaan tersebut hanya akan bertambah
terus penderitaannya. Bila kita memandang berdasarkan teori filsafat sepuluh dunia yang saling mencakupi sepuluh dunia (Jukkai Gogu), berarti suasana jiwa Buddha sebenarnya telah ada pada tiap jiwa manusia biasa. Teori ini membuktikan, dalam diri tiap manusia terdapat jiwa yang sangat agung. Disini terkandung pengertian dan makna yang sangat besar. Dalam filsafat Jukkai Gogu inilah diajarkan tentang keagungan jiwa manusia. Lalu bagaimana kita dapat menilai keadaan jiwa seseorang yang dasar kejiwaannya terdiri dari sepuluh dunia yang saling mencakupi sepuluh dunia (Jukkai Gogu)? Keadaan dasar jiwa seseorang bukan ditetapkan berdasarkan rupa dirinya, profesinya atau tingkat pendidikannya. Kita tak dapat mengatakan, orang yang sungguh-sungguh menuntut ilmu adalah orang ditingkat Dunia Dwiyana. Kesimpulan yang dapat diambil sebagai dasar keadaan dunianya adalah perasaan jiwa yang paling sering muncul mendominir kehidupan seseorang. Misalnya, perasaan yang sering muncul pada diri anda adalah perasaan yang selalu tidak puas dan dikuasai nafsu serakah, maka dasar jiwa anda adalah Dunia Kelaparan, sedangkan bila perasaan anda selalu ingin melebihi dan menguasai orang lain, maka dasar jiwa anda itu adalah Dunia Kemurkaan (Asyura), jika jiwa anda selalu memikirkan bagaimana memajukan masyarakat dan Negara serta selalu berusaha menyelamatkan umat manusia, maka keadaan jiwa seperti ini berarti jiwa anda adalah Dunia Bodhisatva. Berarti teori Jukkai Gogu adalah teori kejiwaan yang memberi bimbingan jalan merombak dasar/akar kesesatan jiwa dan membuka jalan terang pencapaian kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia. Jalan yang akhirnya mewujudnyatakan Dunia Bodhisatva dan Dunia Buddha dalam hidup anda sehari-hari. Berdasarkan teori kejiwaan ini, bila anda berhasil keluar dari belenggu ketiga jalan buruk dan kecenderungan buruk, berarti anda dapat meningkatkan kesadaran dari akar/ dasar jiwa. Ini adalah dasar dari perombakan Oktober 2015 | Samantabadra
53
materi ajaran | forum diskusi sifat jiwa. Sedangkan tujuan tertinggi dan paling mendasar dari perombakan sifat jiwa tidak lain adalah dapat mewujudkan Dunia Buddha. Dengan pengertian seperti inilah anda dapat menyadari, dalam jiwa anda pun tercakup Dunia Buddha. Sekarang persoalan terpenting adalah bagaimana agar dapat menimbulkan wujud jiwa Buddha tersebut. Untuk itulah Niciren Daisyonin telah mewujudnyatakan Gohozon dari Sandaihiho. Gohonzon dari Sandaihiho inilah yang memungkinkan umat manusia masa Akhir Dharma yang jiwanya sangat keruh itu dapat menimbulkan jiwa Buddha mereka. Gohonzon dari Sandaihiho adalah jodoh agung agar dapat menimbulkan secara nyata Dunia Buddha seluruh umat manusia. Kemampuan untuk dapat manunggal (Kyoci Myogo) dengan jiwa Buddha Niciren Daisyonin, memungkinkan timbulnya secara nyata jiwa Buddha anda. Tapi, hal ini sama sekali tidak mudah untuk dijalankan, karena itu, agar anda dapat mewujudkannya, anda harus memiliki hati kepercayaan bahwa jiwa Budha Niciren Daisyonin tercakup dan menyatu dalam Gohonzon. Karena itu, dengan selalu mendharmabaktikan diri dalam penyebutan Nammyohorengekyo, berarti anda menyesuaikan keinginan anda dengan keinginan Buddha Niciren Daisyonin. Pelaksanaan itu dapat diibaratkan kicauan burung dalam sangkar yang memanggil burung-burung lain yang berada dialam bebas. Demikianlah wujud nyata jiwa Buddha kita. Inilah yang sering dikatakan sebagai “getaran� (Kaimomyo) Itulah tujuan agung kelahiran Sang Buddha Niciren Daisyonin dalam mewujud nyatakan Gohonzon. Tujuan kelahirannya agar seluruh umat manusia dapat melaksanakan perombakan sifat jiwa dan akhirnya mencapai kesadaran Buddha. Dengan demikian, tidak lagi hanya sebagian kecil orang saja yang dapat mencapai kesadaran Buddha, walaupun harus melalui pertapaan yang sukar. 54
Samantabadra | Oktober 2015
2
Bagaimana dapat menampilkan Dunia Buddha dalam kehidupan kita sehari-hari?
Jawab: Yang dikatakan mencapai Dunia Buddha bukan berarti merubah rupa anda menjadi sesuatu yang istimewa. Memang, biasanya kita dengar kebanyakan orang menggambarkan rupa Sang Buddha berbeda dengan rupa manusia biasa pada umumnya, hingga dalam tiap pembabaran ajaran agama Buddha selalu dikatakan, rupa Sang Buddha adalah rupa yang sangat ideal. Tapi, dalam Dharma Buddha Niciren Daisyonin, sembilan dunia adalah Dunia Buddha dan Dunia Buddha adalah sembilan dunia. Karena itu, Dunia Buddha akan terwujud nyata dan tidak terlepas dalam kehidupan sehari-hari. Maka, yang dikatakan mewujudnyatakan Dunia Buddha bukan berarti merubah wujud menjadi rupa yang ideal, namun arti sebenarnya Dunia Buddha adalah berubahnya serta meningkatnya cara kehidupan anda sehari-hari. Bila kita mengambil perumpamaan sebuah pohon. Dalam penjelasan agama Buddha sebelum Niciren Daisyonin, pohon selalu dilukiskan sebagai hiasan atau lambang. Hiasan atau lambang yang sebenarnya tidak ada dalam kehidupan sehari-hari dan hanya bisa menjadi impian atau khayalan saja. Tapi, Dunia Buddha dalam Ajaran Buddha Niciren Daisyonin diumpamakan seperti pohon yang mengeluarkan akar yang kuat dan besar, yang dapat berdiri kokoh dibumi besar. Bila akarnya dalam, luas dan kuat pohonnya pun akan kuat dan besar, cabang maupun daun-daunnya akan tumbuh rimbun dan tinggi menjulang ke angkasa. Semua yang diumapakan sebagai cabang dan daun-daun berarti realitas hidup kita, yang akan tumbuh rimbun dan tegar tergantung kuat dan luasnya akar. Sedangkan pohon yang berakar kuat dan luas juga tergantung kesuburan tanahnya. Bila akarnya kuat dan luas, cabang dan daunnya pun pasti tidak akan tergoyahkan oleh angin topan yang
bagaimanapun kerasnya pada musim kemarau. Pada musim kemarau, meski pohon tersebut tampaknya meranggas, tapi begitu musim hujan datang, pohon-pohon akan hidup kembali dan akan mengeluarkan lagi tenaga jiwa hidup yang kuat. Semua ini sama halnya jiwa anda yang penuh hati kepercayaan dan kokoh bagaikan akar pohon yang kuat dan luas. Itu dikatakan sebagai Dunia Buddha, yang akan dirasakan dalam perasaan jiwa anda, bila anda mampu membuka jalan dalam kehidupan dengan penuh keyakinan mutlak. Bila kita umpamakan dengan kehidupan manusia, datangnya badai kehidupan yang besar, mungkin akan menyebabkan anda terbawa arus beberapa waktu, hingga anda hanyut. Namun kehanyutan ini pada akhirnya akan berubah menjadi vitamin atau energi. Waktu anda terhanyut itu, anda seakan ditarik mundur, hingga akhirnya dapat berubah menjadi suatu dorongan untuk melangkah lebih maju. Seperti halnya sebuah anak panah. Anak panah dapat meluncur jauh kedepan, jika panah itu ditarik terlebih dahulu kebelakang. Seseorang yang berhasil melangkah maju kedepan, akan berusaha pula untuk menyelamatkan umat manusia lainnya. Seperti halnya sebuah pohon yang tumbuh subur, mempunyai daun yang rimbun, hingga orangorang dapat berteduh di bawahnya, juga akan menghasilkan buah yang sarat, hingga dapat dinikmati manusia. Seperti itulah seseorang yang dapat mewujudnyatakan Dunia Buddha. Segenap tidak tanduknya akan menjadi suatu tenaga kekuatan pendorong dan teladan yang penuh maitri karuna terhadap orang lain. Ia mampu mencabut penderitaan dan memberi kebahahgiaan kepada orang lain. Perilaku dan gerakan orang tersebut menjadi penuh maitri karuna, namun tetap wajar dan tidak dibuatbuat.
3
Menurut filsafat Jukai Gogu, Dunia Neraka yang didasari Dunia Keserakahan, dijelaskan sebagai suasana jiwa yang menderita karena
terikat hawa nafsu yang tidak terpuaskan. Sedang Dunia Neraka yang didasari Dunia Bodhisatva, suasana jiwanya menderita karena masih ada orang lain yang menderita tapi belum juga mengerti akan Hukum Buddha. Melihat penjelasan di atas keduanya berada dalam suasana jiwa yang menderita. Apakah kedua penderitaan tersebut sama? Jawab: Bila diambil kesimpulan mengenai Dunia Neraka, Dunia Keserakahan dan Dunia Bodhisatva, maka Dunia Neraka adalah suasana jiwa seseorang yang sangat menderita kesulitan, yang disebabkan perasaan benci dan marah. Suasana jiwa seseorang yang berada dalam Dunia Keserakahan dikuasai hawa nafsu sendiri. Terutama karena tidak terpuaskannya berbagai keinginan, maka suasana jiwanya bagaikan orang yang sedang kelaparan, sedangkan Dunia Bodhisatva adalah timbulnya sifat kebajikan pada diri sendiri untuk membahagiakan orang lain dan masyarakat. Dengan demikian, suasana jiwanya merasa ingin sunguh-sungguh menjalankan kemanusiaan. Dalam teori dasar sepuluh dunia yang saling mencakupi (Jukkai Gogu) yang sudah diterangkan sebelumnya, gerakan Dunia Neraka itu mencakupi Dunia Bodhisatva. Bagaimanapun, kalau dilihat dari suasana jiwa, maka semuanya itu berada dalam penderitaan marah dan benci. Keadaan tersebut dapat dikatakan sama, karena semuanya berada dalam Dunia Neraka. Tapi, walau penderitaan marah dan benci dari keduanya terlihat sama, tapi dasar jiwa orang yang berada di Dunia Keserakahan dan di Dunia Bodhisatva berbeda jauh sekali dalam obyek serta perilakunya. Timbulnya perasaan Dunia Neraka yang didasari Dunia Keserakahan ini karena semata-mata terikat Hawa nafsu sendiri yang sering tidak terpuaskan. Suasana penderitaan ini adalah untuk kepentingan diri sendiri. Suasana jiwa jadi menderita karena didorong nafsu ingin cepat dipenuhinya keinginan yang Oktober 2015 | Samantabadra
55
materi ajaran | forum diskusi semata-mata untuk kesenangan pribadi. Sama sekali tidak ada waktu untuk memikirkan orang lain. Malah kadang-kadang sampai tega mengorbankan orang lain, asalkan dapat memenuhi keinginan diri sendiri. Karena itu, walau dapat keluar dari penderitaan ini, hanya terbatas dalam ruang lingkup pribadi saja dan bersifat semu. Sebaliknya penderitaan neraka yang didasari Dunia Bodhisatva adalah suasana jiwa yang sungguh sungguh memikirkan dan merasakan dengan mendalam kesulitan orang lain. Maka, walau dalam keadaan menderitapun tetap berusaha membahagiakan orang lain, berusaha memakmurkan masyarakat dan Negara. Ia berani membuang keuntungan dan kesenangan diri sendiri demi orang lain. Seluruh sikap hidupnya hanya dicurahkan demi memikirkan orang lain. Penderitaannya pun bernilai untuk membahagiakan orang lain dan masyarakat. Perasaan Jiwa Dunia Neraka yang berdasarkan Dunia Keserakahan, akan dipenuhi berbagai penderitaan yang timbul hanya karena ingin memenuhi keinginan diri sendiri, memenuhi
56
Samantabadra | Oktober 2015
kelaparan jiwa. Karena itu, kesulitan dan penderitaan ini malah akan kian bertambah, akhirnya menuju kejurang yang dapat menghacurkan diri sendiri. Sebaliknya, Dunia Neraka yang didasari Dunia Bodhisatva adalah perasaan yang menderita dan sulit karena memikirkan bagaimana memajukan masyarakat dan mewujudkan kebahgiaan orang lain. Gerakan jiwa ini akan memajukan jiwa sendiri, sehingga akhirnya mampu melewati berbagai penderitaan tersebut. Akhirnya dapat menemukan suasana jiwa diri sendiri yang terbuka besar dan luas. Maka, meskipun keduanya sama dalam keadaan suasana jiwa neraka, tapi yang satu berubah menjadi cerah dan gembira jiwanya, karena telah mencipta nilai yang tiada taranya. Sebaliknya, yang satu lagi malah merusak dan menghancurkan jiwa diri sendiri. Bukan hanya itu saja, malah juga akan mempengaruhi suasana lingkungan sekitarnya, hingga akhirnya lingkungan dan keluarga semuanya bisa ikut terbawa ke dalam kemusnahan pula.
eee
makalah
Aplikasi Konsep Kebangsaan dalam Menyikapi Akulturasi Budaya Untuk Mewujudkan Persatuan dan Pembangunan Bangsa Maha Pandita Utama. Suhadi Sendjaja Disampaikan dalam Forum Koordinasi dan Singkronisasi Pemantapan Harmonisasi Sosial Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Jakarta, 10 September 2015
I.
Pendekatan Historis
Karakter dasar bangsa Indonesia adalah keterbukaan. Alih-alih menolak, bangsa Indonesia cenderung menerima dan menyesuaikan kultur tersebut menjadi sebuah kultur hibrid yang mengandung unsur-unsur budaya lama dan budaya baru. Hal ini dapat kita lihat dari tinjauan historis masuk dan berkembangnya agama-agama di Indonesia, mulai dari Hindu, Buddha, Kristen, dan Islam. Semua agama masuk ke Indonesia secara damai, umumnya melalui interaksi perdagangan. Kesemua agama tersebut membawa corak budaya yang khas, yang dapat kita amati dari produk budayanya, seperti ukiran (kayu, patung), tempat ibadah, tarian, bahasa, musik, masakan, dan lain-lain. II. Agama dan Budaya
Walaupun unsur utama agama adalah nilai-nilai religi atau spiritual, di dalamnya terkandung banyak sekali unsur-unsur budaya, sehingga terkadang sulit untuk menentukan batas-batas tersebut karena dua hal tersebut saling bersinggungan satu sama lain. Sebagai contoh, dalam sejarah perkembangannya, agama Buddha masuk lebih dahulu ke Indonesia daripada Islam. Ketika agama Islam masuk dan berkembang di kalangan masyarakat yang sudah lebih dulu mengenal agama Buddha, terjadi proses akulturasi budaya. Kita bisa melihat dari corak masjid yang memiliki ukiran serupa seperti di candi, atau bentuk masjid yang menyerupai stupa/pura. Dalam contoh yang lebih kini, kita bisa melihat bahwa budaya Tiongkok dan Belanda yang masuk dan berkembang di Jakarta, mengalami proses akulturasi dengan budaya yang dianggap asli Jakarta, yaitu Betawi. Banyak perbendaharaan kata Tiongkok yang diserap ke dalam bahasa Betawi, seperti dalam menyebut besarnya uang (cepek-seratus, gopek-lima ratus, gocap-lima puluh), engkong (kakek), atau dari bahasa Belanda, seperti prei (vrij-libur), preman (vrijman-berandalan). Masakan khas Indonesia juga merupakan produk akulturasi budaya. mi tek-tek dan bakso misalnya dipengaruhi oleh gaya masakan Tionghoa. “Keterbukaan” sebagai karakteristik bangsa Indonesia adalah sebuah fundamental yang disadari oleh para founding fathers kita. Bangsa Indonesia secara alamiah memiliki keanekaragaman budaya yang sangat tinggi. Masuk dan berkembangnya budaya dari luar tidak meniadakan budaya lamanya, alih-alih terjadi proses akulturasi yang menghasilkan keragaman budaya baru. Konsep “Bhinneka Tunggal Ika” adalah output dari kebijaksanaan founding fathers Indonesia dalam membantu bangsa ini untuk mengidentifikasi jati dirinya. Mereka juga menyadari bahwa Indonesia sebagai jamrud khatulistiwa memiliki potensi luar biasa hebat untuk menjadi bangsa yang besar dan sentral perkembangan Asia, bahkan dunia. Letaknya yang strategis dan iklimnya yang kondusif, membuat tanah air Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Founding fathers kita juga telah membekali kita dengan pedoman berbangsa yang sangat mumpuni dan penuh kearifan lokal, yaitu Pancasila. Oktober 2015 | Samantabadra
57
makalah Apabila ketiga elemen bangsa ini (Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, dan sumber daya alam Indonesia), dapat bersinergi secara positif, bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang mandiri, sejahtera, adil dan merata. Namun sayangnya hal tersebut belum dapat terwujud secara utuh hingga saat ini. Jika kita perhatikan, urutan sila dalam Pancasila mencerminkan perjalanan yang sangat mendalam dan menyeluruh dalam membangun bangsa Indonesia dari dalam individu (mentalitas), hingga terwujud kesejahteraan bangsa. Secara singkat, dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Keyakinan terhadap konsep Ketuhanan adalah dasar/fundamental yang dipercaya turut membangun moral dan akhlak seseorang. Ketuhanan Yang Maha Esa tidak mengacu pada satu agama tertentu saja. Hal ini yang membuat negara Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukan negara agama. 2. Ketika seseorang memiliki akhlak dan mentalitas yang baik, maka ia akan mampu menjalin hubungan kemanusiaan yang adil dan beradab; mampu mengapresiasi eksistensi orang lain apa adanya.
3. Hubungan kemanusiaan yang manusiawi di antara masyarakat Indonesia yang memiliki beragam latar belakang sosial dan budaya, akan menciptakan persatuan bangsa Indonesia.
4. Persatuan bangsa Indonesia dipimpin oleh sebuah kebijaksanaan musyawarah mufakat yang memungkinkan tiap-tiap elemen bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk berekspresi dan berkembang. 5. Melalui kebijaksanaan pengelolaan negara melalui permusyawaratan (musyawarah mufakat) dalam menentukan kebijakan-kebijakan negara, maka keadilan sosial yang terwujud dalam kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah sebuah keniscayaan. III. Mewaspadai Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan (ATHG)
Kekayaan alam Indonesia sudah diketahui oleh bangsa-bangsa lain sejak dahulu kala. Itulah sebabnya mereka berlomba-lomba untuk menguasai Indonesia dengan berbagai cara. Walaupun Indonesia sudah merdeka secara de-facto 70 tahun silam, namun suka atau tidak, kenyataannya bangsa Indonesia masih belum merdeka secara utuh. Penjajahan masih berlanjut dalam bentuk yang lain, melalui sebuah metode yang lebih terstruktur dan sistematis ketimbang penjajahan melalui opresi fisik dahulu. Oknum lokal dan asing berusaha menguasai sumber daya Indonesia dengan cara meruntuhkan fondasi bangsa, salah satu cara yang paling sering digunakan adalah dengan memicu konflik bernuansa SARA. Oknum pemecah belah bangsa sangat paham bahwa Indonesia akan menjadi bangsa yang kuat, berdikari, dan mampu mengelola aset bangsanya, apabila mereka mampu menghayati ketiga elemen bangsa di atas. Oleh karena itu, sebisa mungkin mereka berusaha melemahkan potensi sumber daya manusia Indonesia melalui cara-cara terselubung, seperti propaganda negatif yang mengatasnamakan ajaran agama, menyusupi materialisme dan kapitalisme dalam lini-lini kehidupan bermasyarakat, menjadikan keberagaman atau perbedaan sebagai faktor timbulnya konflik. Ini semua adalah penyesatan pandangan yang berlangsung tanpa disadari dan meresap ke dalam pemahaman masyarakat Indonesia sebagai suatu hal yang lumrah. Masyarakat cenderung digiring untuk bersikap apatis, alih-alih kritis, dibiarkan terlena dengan hal-hal tidak substanstif yang mengalihkan pikiran mereka terhadap kepentingan kemajuan bangsa. IV. Pentingnya Memahami Keberagaman Indonesia Sebagai Identitas Bangsa
Kita perlu menyadari bahwa budaya yang kita klaim sebagai budaya asli Indonesia, pada dasarnya adalah produk akulturasi dari beragam budaya. Orisinalitas dari budaya Indonesia adalah 58
Samantabadra | Oktober 2015
“keberagaman” itu sendiri. Dengan adanya pemahaman seperti ini, kita dapat lebih mengapresiasi eksistensi budaya lain, karena kita menyadari bahwa eksistensi “kita” dan “selain kita” adalah saling terkait dan membentuk. Konflik bernuansa SARA yang pernah terjadi di Indonesia (dan bukan tidak mungkin dapat terjadi kembali di kemudian hari), salah satunya disebabkan oleh fanatisme sempit yang dibentuk oleh sosialisasi oknum terhadap sekelompok masyarakat, sehingga mereka menganggap diri dan kelompoknya superior dibandingkan orang dan kelompok lain. Perbedaan dimaknai sebagai sebuah entitas yang perlu ditiadakan karena dianggap mengancam eksistensi diri atau kelompoknya. Yang lebih parah, ada oknum-oknum yang mengatasnamakan dalil agama untuk menjadi dasar tindakan kekerasan dan main hakim sendiri. Hal ini tentu tidak sesuai dengan nafas kemunculan agama-agama di dunia yang membawa misi kedamaian di bumi dan kebahagiaan bagi umat manusia tanpa terkecuali. Kecintaan terhadap agama yang dianut adalah hal yang baik sehingga kita dapat semakin meningkatkan kualitas iman kita. Begitu pula dengan kecintaan terhadap etnis atau ras yang mengalir di darah kita, dapat menjadi motivasi untuk berkontribusi dalam melestarikan budaya lokal. Namun demikian, kecintaan tersebut perlu diarahkan agar tidak berubah bentuk menjadi fanatisme sempit yang membuahkan kebencian terhadap orang dengan entitas yang berbeda. Oleh karena itu, kita harus memegang erat benang merah yang dapat menghubungkan seluruh umat manusia tanpa memandang SARA, atau status sosial lainnya, yaitu “kemanusiaan,” dan hal ini sudah disadari oleh founding fathers Indonesia yang termaktub dalam Pancasila sila ke dua, “Kemanusiaan yang adil dan beradab.” V. Melemahnya Daya Rekat Konsep-Konsep Kebangsaan Indonesia
Perkembangan masyarakat Indonesia saat ini, cenderung ikut-ikutan, berkiblat pada budaya populer yang berasal dari negara lain. Ketersediaan informasi pun cenderung mengikuti sistem pasar yang kapitalistis, dengan demikian kepentingan pemilik modal atau kekuasaan ditempatkan di atas kepentingan publik. Jika kondisi ini tidak segera diantisipasi, nilai-nilai kebangsaan akan semakin memudar dan kehilangan maknanya di kalangan masyarakat Indonesia, tergerus oleh budaya individualisme dan materialisme (kapitalisme). Nilai-nilai atau konsep tersebut (yang relevan dalam pembahasan topik ini) antara lain Bhinneka Tunggal Ika, gotong royong, dan toleransi. Nilai-nilai kebangsaan tersebut adalah konsep-konsep perekat bangsa yang memiliki nilai positif dalam membangun masyarakat Indonesia secara orisinal, mewujudkan jati diri bangsa Indonesia. a. Bhinneka Tunggal Ika
Sesungguhnya apabila tiap-tiap warga Indonesia mengutamakan “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai semangat dan pedoman hidup, masyarakat Indonesia dapat lebih menghargai kekayaan budaya bangsanya. Di dalam diri tiap individu pasti melekat status sosial yang berhubungan dengan SARA, dan memiliki suatu kebanggaan terhadap statusnya tersebut. Hal ini dapat memicu terjadinya konflik apabila kebanggaan atas status sosial tersebut tidak dilandasi oleh Bhinneka Tunggal Ika. Pemahaman aplikatif terhadap Bhinneka Tunggal Ika terwujud dalam sebuah sikap berinteraksi yang mampu menghargai dan menghormati orang lain tanpa kehilangan identitas atau jati diri pribadinya. Di dalam sikap ber-Bhinneka Tunggal Ika juga terkandung pemahaman mendasar mengenai diri kita sebagai manusia Indonesia. Kita harus selalu ingat betapa besar kebaikan yang telah diberikan oleh tanah air Indonesia kepada kelangsungan hidup kita hingga saat ini. Sudah sepantasnya kita menempatkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia di atas etnosentrisme atau fanatisme golongan. Masalahnya, saat ini doktrin wawasan kebangsaan dan kecintaan terhadap Indonesia sudah semakin lemah di tengah-tengah dinamika masyarakat Indonesia. Oktober 2015 | Samantabadra
59
makalah Dalam sektor pendidikan misalnya. Di sekolah-sekolah dasar dan menengah, upacara bendera sudah tidak diwajibkan lagi, padahal ini adalah aplikasi nasionalisme dan patriotisme dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulum sekolah pun tidak lagi memasukkan materi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di dalamnya. Sebagian kalangan menilai P4 adalah warisan dari orde baru dan perlu ditinggalkan. Padahal, sosialisasi P4 dan wawasan kebangsaan di tingkat sekolah dasar dan menengah mampu menanamkan bibit rasa memiliki dan tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia. Pelajaran muatan lokal yang dulu berisi materi bahasa atau kesenian daerah, mengalami diversifikasi menjadi bahasa atau kesenian asing. Orang-orang yang menguasai bahasa atau kesenian daerah pun semakin berkurang karena tidak mengalami regenerasi. Di sekolah-sekolah nasional plus dan internasional, bahasa Inggris menjadi bahasa utama pengantar pelajaran. Tidak jarang yang menggunakan kurikulum asing (negara lain) sebagai pedoman pengajaran. Dari aplikasi di sektor pendidikan saja, sebenarnya kita sudah bisa meningkatkan taraf pemahaman masyarakat Indonesia terhadap Bhinneka tunggai Ika dalam kehidupan sehari-hari. Bhinneka Tunggal Ika harus ditarik dari tataran konsep, menjadi sebuah sikap hidup yang mampu berdampingan dengan manusia lainnya secara progresif. Bhinneka Tunggal Ika adalah kunci yang dapat mempersatukan keanekaragaman karakteristik budaya Indonesia apa adanya, tanpa menghilangkan satu karakter pun. Dari tinjauan Buddhisme, dalam Mazhab Agama Buddha Niciren Syosyu, dikenal prinsip “berbeda badan namun satu hati,“ yang berasal dari terminologi Jepang Itai Dosyin. Itai berarti berbeda badan, termasuk di antaranya perbedaan wajah, sifat, kepribadian, maupun bakat masing-masing manusia. Dosyin berarti kesatuan hati, memiliki tujuan dan pandangan hidup yang sama. Itai Dosyin adalah sebuah prinsip yang membuat selaras hubungan antara banyak pribadi ke dalam kelompok sehingga mampu mencapai segala sesuatu tujuan. Hal ini serupa dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika. Dalam prinsip Itai Dosyin ada beberapa hal yang harus diutamakan agar terwujud keselarasan dan tercapai tujuan bersama, yaitu: a. Memiliki keinginan hati yang sama (persatuan hati). b. Memiliki pandangan hidup dan tujuan yang sama. c. Mengembangkan kepribadian dan kemampuan masing-masing individu. Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama, dan golongan, memiliki satu tujuan, yaitu persatuan Indonesia. Dengan demikian, di dalam hati setiap warga negara Indonesia tidak boleh lagi ada keraguan dalam mengutamakan persatuan Indonesia. Pandangan hidup bernegara dan berbangsa dari Bangsa Indonesia adalah Pancasila. Sila kelima dari Pancasila sesungguhnya menyatakan tujuan yang hendak dicapai bersama oleh bangsa Indonesia, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Perbedaan suku, ras, agama, dan golongan adalah fakta yang memang ada di Indonesia, namun bukan berarti kita harus menghilangkan perbedaan itu dan memaksa semua suku, ras, agama, dan golongan menjadi sama atau seragam. Justru suku, ras, agama, dan golongan ini yang saling berbeda-beda, diharapkan makin mengembangkan kepribadian dan kemampuan masingmasing. Sehingga dengan didasari oleh hati yang sama, yaitu satu Indonesia, dan dilandasi oleh pandangan hidup berbangsa dan bernegara yang sama, yaitu Pancasila, maka kita semua pasti bisa bersatu dan saling bahu membahu untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. b. Gotong Royong
Gotong royong tidak hanya berarti bekerja sama. Konsep ini lahir dari karakteristik masyarakat Indonesia yang majemuk dan memiliki keterbukaan. Di dalamnya terkandung rasa 60
Samantabadra | Oktober 2015
senasib-sepenanggungan. Tidak ada rasa mementingkan diri sendiri. Semua orang yang terlibat dalam kegiatan gotong royong termotivasi untuk berkontribusi seoptimal mungkin. Mereka pun menemukan kebahagiaan dari interaksi mereka. Mereka semua memiliki perasaan ingin melayani, dan ingin meringankan beban sesama warga. Gotong royong adalah bentuk kerjasama yang unik dan khas dari masyarakat Indonesia. Namun sepertinya nilai luhur yang merupakan jati diri bangsa, kini menjadi asing di negerinya sendiri. Aplikasi gotong royong tidak hanya sebatas kerja bakti membersihkan lingkungan RT/RW, atau bahu-membahu membangun balai desa. Konsep gotong royong dapat diterapkan di dalam ranah birokrasi misalnya, dalam bentuk kepedulian pemimpin terhadap kinerja birokrasi secara keseluruhan. Tidak segan untuk turun langsung ke lapangan, berinteraksi dengan karyawan di jenjang terendah sekalipun, dan bersama-sama mengatasi kendala birokrasi di berbagai lini. Praktik gotong royong di dalam kehidupan sehari-hari, sesungguhnya berkenaan dengan sikap-sikap yang tidak egois, memikirkan kebaikan orang lain, dan mengutamakan kepentingan umum. Terkadang proses gotong royong itu sendiri menjadi lebih penting daripada output kegiatannya, karena pada saat berinteraksi itulah tercipta kebersamaan dan rasa saling memiliki, menghargai, yang meningkatkan kohesivitas sosial. Dalam lingkup keluarga misalnya, seorang suami bersedia tanpa pamrih untuk turut merawat mertua yang sakit di rumahnya bersama-sama dengan istri. c. Toleransi
Secara sederhana, bertoleransi berarti mampu untuk mengendalikan diri kita dalam menghadapi hal-hal yang sesungguhnya berbeda dengan keyakinan kita. Bentukan sosial kita cenderung mengarahkan kita untuk menyamaratakan atau menggeneralisasi suatu hal. Hal-hal yang berbeda dengan pandangan umum atau arus utama (mainstream), dianggap sebagai sebuah penyimpangan/tidak lazim, dengan demikian dianggap sebagai kesalahan. Vonis “benar� dan “salah� sesungguhnya kurang bijaksana diungkapkan ketika kita berinteraksi dengan manusia lainnya yang memiliki latar belakang sosial-budaya yang berbeda dengan kita karena dapat memicu timbulnya konflik. Di sinilah peran penting sikap toleransi, yang juga perlu diutamakan dalam interaksi kita dengan manusia lain, seperti halnya sikap kebhinnekaan dan gotong royong. Dalam praktik sehari-hari, kita perlu menyadari bahwa agama, status sosial (SARA) adalah bersifat personal. Kepentingannya adalah untuk pengembangan aspek mental dan spiritual kita agar mampu bersikap hidup secara manusiawi. Apabila pada praktiknya kita semakin menjauhi sikap-sikap yang manusiawi, maka kita perlu meninjau kembali pemahaman diri kita terhadap keyakinan atau status sosial yang melekat pada diri kita. Sewajarnya, keyakinan kita terhadap sebuah agama, atau kecintaan kita terhadap budaya lokal, mampu menghasilkan sikap toleransi yang memadai, menjauhkan kita dari prasangka buruk dan justifikasi terhadap orang dengan entitas berbeda. VI. Penutup
- Harmonisasi sosial adalah tujuan yang hendak dicapai dari aplikasi konsep-konsep kebangsaan dalam menalarkan akulturasi budaya. Kekayaan budaya Indonesia lahir dari proses asimilasi, menerima perbedaan budaya, menghasilkan budaya campuran (akulturasi), dan menjadi identitas dari Indonesia. - Sikap hidup toleran dalam berinteraksi dengan orang lain adalah hal yang mutlak untuk menciptakan suasana damai dalam bermasyarakat. - Suasana damai dan kondusif bagi sebuah bangsa akan mendorong percepatan pembangunannya dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan demikian, taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia dapat meningkat dan stabil. Oktober 2015 | Samantabadra
61
makalah - Perikemanusiaan adalah benang merah yang dapat menyatukan manusia-manusia dengan berbagai latar belakang sosial-budaya. Perikemanusiaan adalah nafas yang mengalir dalam setiap konsep kebangsaan Indonesia, dan merupakan perwujudan sikap dari Bhinneka Tunggal Ika.
- Kecintaan terhadap budaya bangsa Indonesia tidak mengacu pada satu budaya tertentu saja, tetapi pada akulturasi dan dinamika dari budaya tersebut, yang menciptakan keanekaragaman. Yang perlu diwaspadai adalah terpaan budaya populer yang melunturkan eksistensi budaya bangsa Indonesia. - Perlu adanya dekonstruksi pola pikir yang selama ini ada di masyarakat, sebagai contoh:
o Penggunaan bahasa Inggris terkesan lebih keren dan modern dibandingkan penggunaan bahasa Indonesia. Sebagai orang Indonesia, kita perlu menguasai bahasa Indonesia terlebih dahulu secara baik, karena ini adalah bahasa Ibu. Jangan sampai kita mampu berbahasa Inggris, namun tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
o Mempelajari budaya-budaya daerah (kesenian, bahasa) bukanlah sesuatu yang kuno. Pola pikir di kalangan generasi muda saat ini cenderung berorientasi ke luar negeri. Mereka kurang tahu kekayaan budaya yang mereka miliki sendiri, sehingga rasa ketertarikan mereka pun kurang tergali.
- Dalam kaitannya dengan dekonstruksi pola pikir ini, tokoh masyarakat dan lembaga sosial memiliki peran penting untuk menyampaikan pemahaman kepada khalayak tentang relevansi pelestarian budaya bangsa (sense of belonging), sikap toleran dan menghargai terhadap multikultur Indonesia, dan pembangunan bangsa Indonesia di berbagai aspek kehidupan.eee
Catatan
62
Samantabadra | Oktober 2015
syin gyo gaku
Fungsi dan Manfaat Kensyu
Kegiatan latihan musim hujan, cikal bakal kegiatan kensyu yang hingga saat ini, dan seterusnya, akan menjadi bagian dari kegiatan pembinaan NSI.
K
ensyu adalah bagian yang melekat dari pergerakan susunan NSI. Kegiatan kensyu sudah berlangsung sejak dekade 70an dan konsisten dilaksanakan hingga saat ini. Istilah “kensyu� berasal dari bahasa Jepang, yang berarti pelatihan. Pelatihan yang berlangsung saat kensyu pada dasarnya adalah sebagai sarana pendidikan Buddhis Niciren Syosyu bagi umat NSI untuk pengembangan akhlak dan pola pikir yang sesuai dengan ajaran Buddha Niciren. Pada kegiatan kensyu, umat NSI juga berkesempatan untuk melatih sikap dan perilaku disiplin dan welas asih. Pada perkembangan awalnya, penyelenggaraan
kensyu sesuai dengan musimnya. Dahulu disebut dengan Perkemahan Musim Hujan atau Perkemahan Musim Kemarau. Pola ini merujuk ke tradisi di Jepang yang pengadaannya berdasarkan musim. Seiring perkembangannya, kensyu dibuat rutin per bulan, dan secara berkala diadakan kensyu yang lebih spesifik peruntukannya, seperti kensyu lanjut usia dan kensyu generasi muda. Manusia memiliki 10 dunia perasaan jiwa yang senantiasa berubah setiap saat. Mengikuti kensyu sesungguhnya dapat menjadi sarana yang baik untuk meningkatkan kewaspadaan kita terhadap pergerakan
perasaan jiwa kita sendiri, agar tidak berputar-putar di dalam tiga dunia buruk (keserakahan, kemarahan, kebodohan). Di samping itu, kita juga melatih diri untuk berdisiplin waktu, ketertiban, dan kebersihan. Suasana berbagi pengalaman syinjin dan kebersamaan antar umat ketika kensyu dapat memberikan kehangatan dan semangat baru bagi kita untuk menghadapi dinamika hidup sehari-hari. Pembelajaran Buddha Dharma Niciren Syosyu di NSI dibuat dengan pola terfokus, terpadu dan intensif yang pada gilirannya dapat menjadi panduan utama dalam setiap langkah kehidupan kita. Semua kegiatan dalam sebuah kensyu bertujuan agar umat dapat menerapkan ajaran Buddha di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga taraf hidupnya lebih bermutu. Selama berkensyu, umat belajar mengendalikan diri, mengembangkan sikap menghargai orang lain tanpa memandang perbedaan status sosial, bergaul dengan umat dari berbagai daerah/ provinsi, belajar rendah hati, sekaligus mengembangkan sikap toleransi. Berdisiplin ketika kensyu dapat dipraktikkan ketika mengantri makan, mandi, secara tertib masuk dan keluar pertemuan, Oktober 2015 | Samantabadra
63
syin gyo gaku
Suasana kensyu di tahun 1980-an.
mengikuti kegiatan sesuai jadwal, tidak gaduh ketika ceramah berlangsung, membuang sampah pada tempatnya, meletakkan piring kotor setelah makan di tempatnya, mencuci piring/gelas setelah makan, tidak merokok, menggunakan bakiak ketika masuk ke kamar mandi, mengikuti nomor urut kasur/seprei yang ditentukan, dan sebagainya. Manfaat kensyu akan terasa maksimal ketika kita mengikutinya dari awal hingga selesai, termasuk menginap di asrama. Sebagian umat mungkin merasa lebih nyaman tidur di rumah dan memilih untuk pulang-pergi ke vihara tanpa bermalam di asrama. Jika demikian, sesungguhnya kita kehilangan sebagian momen untuk melatih diri tidur dalam kondisi yang sederhana dan mengembangkan kebersamaan di antara umat. Alangkah baiknya apabila kita semua bisa mengikuti kensyu secara utuh, karena hal tersebut akan sangat bermanfaat bagi kemampuan kita bertahan hidup di masyarakat, karena ketika kensyu kita melatih diri untuk keluar dari zona nyaman, yang mana bisa membuat kita terjebak dan sulit untuk maju. Mengikuti kensyu pada dasarnya memberikan kesempatan kepada kita untuk berdana paramita, karena kita menyumbangkan sumberdaya yang kita miliki agar keberlangsungan kegiatan kensyu terus terjaga. Manfaat yang diperoleh dari mengikuti kensyu dapat dirasakan secara unik oleh pribadi masing-masing. Ketua Umum NSI mengungkapkan manfaat kensyu bagi beliau, “Saya merasakan kensyu adalah suasana yang luar biasa. Saya sendiri belajar banyak dari kensyu, melatih diri datang tidak terlambat, makan menunggu dulu, mendengarkan terlebih dahulu kata-kata Buddha yang mengantarkan kita untuk makan, sebab kita makan pun dengan Sepuluh Dunia.” (Samantabadra, Juni 2015: 12) Yang sebaiknya kita terapkan bersama agar kualitas kensyu NSI meningkat sekaligus membuat diri kita menjadi lebih baik: • Mendaftarkan diri sebelum hari-H melalui koordinator daerah masing-masing, maksimal satu minggu sebelum kensyu berlangsung. Hal ini untuk menjaga ketertiban kensyu dan menghindari tidak tercukupinya konsumsi untuk seluruh peserta. • Mengikuti seluruh rangkaian acara kensyu sesuai jadwal/tidak terlambat. • Menghadirkan diri di tempat yang seharusnya. Ketika ceramah gosyo misalnya, kita berada di ruang pertemuan, bukannya di kantin atau asrama. • Mengikuti kensyu dari awal hingga selesai, termasuk bermalam di asrama. • Menjaga kebersihan vihara. • Meletakkan alas kaki pada rak yang disediakan. • Menggunakan bakiak ketika memasuki kamar mandi. • Tidak mengenakan alas kaki ketika memasuki vihara atau ruang asrama. Peningkatan kualitas kegiatan kensyu (dan kegiatan NSI lainnya), sejalan dengan peningkatan kualitas umat NSI. Kedua hal ini saling menguatkan. Oleh karena itu, kita perlu menjaga suasana kensyu agar tertib, penuh rasa kehangatan dan kekeluargaan. Hal ini membutuhkan upaya dari setiap umat berupa pelaksanaan syinjin dalam berhubungan dengan orang lain dan lingkungan. (Kyanne, Sam)
64
Samantabadra | Oktober 2015
refleksi
The 1928 Youth Pledge
Our Own Formal Promise to the Country W
ho has ever pronounced the Youth Pledge? Every Indonesian! When did we start to pronounce it? We have done so since we were in primary school. We actually pronounce our intention to have the only country, the only nation and the only language. All of us who have gone through formal education in the home country have again and again said the pledge. Unconsciously, we have memorized all the three items of the Youth Pledge. We need to apply the Youth Pledge in our daily life as a useful member of the community as part of the Daishonin’s doctrine. The rise of nationalism is worth discussing here before going over the Youth Pledge history. The nationalism of the early 20th century was the product of the new imperialism and was part of wider currents of unrest affecting many parts of Africa and Asia that remained the subjects of Western colonialism. In Indonesia nationalism was concerned not merely with resistance to Dutch rule but with new perceptions of nationhood— embracing the ethnic diversity
of the archipelago and looking to the restructuring of traditional patterns of authority in order to enable the creation of Indonesia as a modern state. It derived in part from specific discontents, the economic discriminations of colonial rule, the psychological hurt arising from the slights of social discrimination, and a new awareness of the all-pervading nature of Dutch authority. Important too was the emergence of the new elite, educated but lacking adequate employment opportunities to match that education, Westernized but still retaining its ties with traditional society. The nationalist sentiment resonated beyond political parties, however. On October 28, 1928, a number of representatives of youth organizations issued the historic Youth Pledge (Sumpah Pemuda), whereby they vowed to recognize only one Indonesian motherland, one Indonesian people, and one Indonesian language. It was a landmark event in the country’s history and also is considered the founding moment of the Indonesian language. (Encyclopaedia
Britannica) Before discussing the Daishonin’s doctrine on patriotism, let’s see what, when, who and how the Youth Pledge appeared in our state life 13 years before the Independence Day. The Youth Pledge, was a declaration made on October 28, 1928 by young Indonesian nationalists at a conference in the thenDutch East Indies. They proclaimed three ideals: one motherland, one nation and one language. The first Indonesian youth congress was held in Batavia, capital of the then-Dutch East Indies in 1926, however produced no formal decisions and did promote the idea of a united Indonesia. In October 1928, the second Indonesian youth congress was held at three different locations. In the first session, the hope was expressed that the congress would inspire the feeling of unity. The second session saw discussions about educational issues. In the third and final session, held at 126, Jalan Kramat Raya, on October 28 participants heard the future Indonesian national anthem Indonesia Raya by Wage Rudolf Supratman. Oktober 2015 | Samantabadra
65
refleksi The congress was closed with the reading of the Youth Pledge. In Indonesian, with the original spelling, the pledge reads:
Pertama, kami, poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia. Kedoea, kami, poetra dan poetri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga, kami, poetra dan poetri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
to Longman Dictionary of Contemporary English, a patriot is someone who loves his/her country and is willing to defend it, while patriotic means having or expressing a great love of your country. Meanwhile, patriotism is a teaching to become a patriot. Did our Buddha tell something about patriotism? Yes, he did. Look up the famous gosho quotation: I will be the pillar of Japan. I will be the eyes of Japan. I will be the great ship of Japan. This is my vow, and I will never forsake it! (The Opening of the Eyes)
This famous quote teaches us to be patriots of our beloved country, Indonesia. Be actors not spectators in the national development. We can do something for the sake of Indonesia as an entrepreneur, businessman, employer, employee, worker, college student, school children, and housewife. Be concerned about our country last condition. To explore the concept of the Youth Pledge, there are two illustrations to be elaborated hereinbelow. Now after discussing the Nowadays the youth has history let’s see what, when, been exposed to hedonism in who and how the Youth Pledge all aspects, from lifestyle to arose in our state life 13 years belief and everywhere: from before the Independence school to home. Hedonism Day. I am talking about the according to Webster Daishonin’s doctrine on Dictionary means the belief patriotism and nationalism. that pleasure or happiness is What is patriot? According the most important goal in In English, the pledge reads: Firstly, we, the sons and daughters of Indonesia, acknowledge one motherland, Indonesia. Secondly, we, the sons and daughters of Indonesia, acknowledge one nation, the nation of Indonesia. Thirdly, we, the sons and daughters of Indonesia, uphold the language of unity, Indonesian.
66
Samantabadra | Oktober 2015
life. Anybody can be hedonic if he keeps upholding something nice, pleasing or delighting. At home all private television stations have exposed this hedonism. Infotainment (information + entertainment) has been the keyword of all private television stations. Music, comedy, movies, celebrity news contain this idea of hedonism. They indulge in those programs. Students learn those bad things and follow them by copying the ideas. It is high time the youth change their orientation by using their time more efficiently and not wasting too much time watching such hedonic programs. Do something more productive instead of watching television at home. In 1990s, we collected gold jewellery to be sold to keep our Rupiah rate against US Dollar. We were suggested to deposit money in Rupiah instead of in Dollar. In the repeated situation in which the dollar rate has come to Rp 14,000 up. Love Rupiah instead of Dollar. Buy and use local products in place of imported stuff. Avoid using foreign products, try to find the comparable ones made in Indonesia. See how hard it is to be an Indonesian? We have to sacrifice and go beyond our comfort zone and go to the growth zone considering our country present condition. Be concerned about the country condition and do something to
help it out. This is how to be a good citizen while practicing the Daishonin’s doctrine on patriotism. Here we keep our country as the only that we love referring to the Youth Pledge. Back to the Youth Pledge, please use bahasa Indonesia in our daily communication not Chinese. The use of Chinese should be in a limited sphere: in the family, and among business partners, not in the public places such as in the mall, railway station or bus terminal. Our learning the Indonesian culture and performing arts from Aceh
to Papua will contribute to the application. This act will develop the Indonesian quality and weight in our social life. Every NSI member has developed his/her cultural and later on the social intelligence. This reminds me of why NSI 1st Chairman declared the Youth Pledge Day as the birthday of NSI. He would like to make NSI members aware of their positioning in this Indonesian community and exposing the nationalism – the whole nation, not pointing out only certain ethnic groups. Continue doing our best
Bahan-Bahan: 250 gram Tepung Terigu 500 gram Tepung Beras 250 gram Gula Merah + 250 gr Gula pasir + 800 cc Air (Masak dan dinginkan) 1 sendok teh garam Cara Membuat : 1. Semua bahan tepung diaduk menjadi satu, kemudian masukan air gula yang sudah dimasak dan didingingan tersebut di atas sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan sendok kawat. 2. Aduk terus menerus sampai adonan timbul gelembunggelembung, kemudian saring dan diamkan selama 12 jam atau bisa juga langsung digoreng. 3. Panaskan minyak di penggorengan, kemudian tuangkan adonan secukupnya, goreng dengan api kecil
in our own social position practicing the Daishonin’s principles, proving our human quality. As an NSI member, we should use the ideas of the Youth Pledge in our daily life as a helpful part of the community as a small component of the Daishonin’s teaching to be the pillar of Indonesia, to be the eyes of Indonesia, to be the great ship of Indonesia. This is our vow, and we will never forsake it! Start from the small stuff in our daily life. (Kyanne Virya) References: Encyclopaedia Britannica. Indonesia Wikipedia. The Youth Pledge
resep
Kue Cucur
Oleh : Ibu Oking D, Bogor
Oktober 2015 | Samantabadra
67
Menonton Televisi
Menjelang malam hari, Kiba menonton acara televisi kesayangannya.
Begitu pula Krubu, yang sudah asyik duduk di depan televisi.
Karena keseruannya, Kiba menonton dengan jarak yang terlalu dekat dengan televisi. Ibu Kiba menasehati agar Kiba duduk lebih mundur.
Ibu Krubu yang melihat Krubu duduk terlalu dekat dengan televisi, juga menasehatinya untuk menjauh dari televisi.
Kiba menuruti perkataan ibunya, dan memposisikan dirinya lebih jauh dari televisi.
Sedangkan Krubu membandel dan bergeming dari posisi duduk awalnya, walau Ibu terus memberitahunya bahwa hal itu dapat merusak matanya.
Karena Kiba terbiasa menonton televisi dalam jarak yang cukup jauh, kesehatan mata Kiba tetap terjaga.
Sedangkan Krubu yang membandel, terpaksa menggunakan kacamata akibat kebiasaan menonton televisi dalam jarak yang terlalu dekat.
68
Samantabadra | Oktober 2015
Jadwal Kegiatan Susunan NSI
Bulan Oktober 2015 TGL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
HARI Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu
Kamis Jumat Sabtu Minggu
12 Senin
13 Selasa 14 Rabu
15 16 17 18 19 20 21
Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu
22 23 24 25 26 27 28
Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu
Oktober 2015 KEGIATAN
JAM
19:00 Pendalaman Gosyo Penceramah 19:00 Pendalaman Gosyo Koord. GM Jabotabekcul
19:00 Ceramah Gosyo
TEMPAT
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
Daerah Masing-Masing
10:00 10;00 10:00 14:00 19:00
Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul Pertemuan Anak-anak Daimoku Bersama Rapat Koordinator Lansia Pelajaran Pimpinan Daerah & Cabang Dokyo syodai (Peringatan diwujudkannya Dai-Gohonzon) 14:00 Pertemuan Wanita Umum 19:00 Pertemuan Ibu/Wanita Karier 19:00 Pertemuan Pria Umum
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 3 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 4 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
19:00 Pertemuan Cabang
10:00 Pertemuan Anak-Anak Daerah / Kelompok 19:00 Pelajaran Pimpinan Anak Cabang / Ranting
Daerah Masing-Masing
Daerah Masing-Masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
14:00 Pertemuan Wanita Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Pria Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Koord. Generasi Muda Jabotabekcul
19:00 19:00 10:00 19:00
Pertemuan Anak Cabang / Ranting Pertemuan PK-2 Pertemuan Generasi Muda Daerah/Kelompok Pertemuan Empat Bagian
13:00 Pendalaman Gosyo Untuk Dharma Duta 19:00 Musyawarah DPW & DPD 29 Kamis 19:00 Musyawarah DPD 30 Jumat Kensyu Gosyo Umum + HUT ke-51 NSI 31 Sabtu Kensyu Gosyo Umum + HUT ke-51 NSI 1/11 Minggu Kensyu Gosyo Umum + HUT ke-51 NSI 2/11 Senin 13.00 Pendalaman Gosyo
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 1
Daerah Masing-Masing Daerah Masing-Masing RRBP
Daerah Masing-Masing
Daerah Masing-Masing Daerah Masing-Masing
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Daerah Masing-Masing Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
Oktober 2015 | Samantabadra
69
Vihara & Cetya
BALAI PUSAT NSI
Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782 PROVINSI LAMPUNG Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728 PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903
70
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia
Vihara Vimalakirti Muncul Diresmikan 3 Mei 1986 Dipugar 28 okt 2007 Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Vihara Vimalakirti Cisauk Depan SMU 1 Serpong Desa Setu (Muncul) – Kec. Cisauk Kabupaten Tangerang Telp. (021) 75872730 Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Rajawali Jl. Ampera IV No. 12 RT 005/RW 09 Jakarta Utara Telp. (021) 64710728, 6401168 Cetya Tanjung Priok Jl. Deli No. 31, Tanjung Priok – Jakarta Utara Telp. (021) 4356309 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969 PROVINSI JAWA BARAT Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034
Samantabadra | Oktober 2015
Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319 Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 4 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851 Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821 Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Jl. Merdeka, No. 57 RT 05/03 Kel. / Kec. Lemah Wungkuk Kabupaten Cirebon Telp. (0231) 202793 PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo
Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340 Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682 Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201 Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Ponorogo Jl. Ontorejo 93 Kabupaten Ponorogo Telp. (0352) 681241
Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen
Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan
Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang
Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan
Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali
Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep
Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo
PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510