Samantabadra 2015-12

Page 1

Samantabadra

Konfigurasi Siger (Mahkota wanita khas Lampung) pada Tari Muli Limban Waya yang dibawakan oleh umat NSI Lampung pada Festival Tari Nusantara NSI 2015.

tidaknya doa Anda semata-mata tergantung pada hati kepercayaan Anda, sama sekali bukan

kesalahan Niciren. Kalau airnya jernih, bayangan bulan akan terpantul dengan indah. Bila angin bertiup, ranting pohon akan berayun. Hati manusia sama seperti air. Hati kepercayaan yang lemah sama seperti air keruh. Hati kepercayaan yang bersemangat dan tulus hati sama seperti air jernih. (Surat Perihal Doa Demi Turunnya Hujan)

SAMANTABADRA | DESEMBER 2015 | NOMOR. 263

J

anganlah sekali-kali mengukur karunia kebajikan Gohonzon sekehendak hati sendiri. Terkabul

gosyo kensyu SURAT PERIHAL DOA DEMI TURUNNYA HUJAN liputan KENSYU NASIONAL PERINGATAN HUT 51 TAHUN NSI DAN DEKLARASI VIHARA BERGERAK MENYELAMATKAN BUMI

MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT

PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA

Desember

2 0 1 5

12 # 263


Malam Kesenian Kensyu Peringatan Hari Jadi NSI ke-51 Tahun Teater NSI

Modern Dance Generasi Muda NSI Bekasi

Vocal Group Ibu Tite Ito Sumardi & friends Marching Band Mandarava NSI

T

anaman pohon pun kalau ditunjang dengan penopang yang kuat, tidak akan tertumbangkan oleh angin besar. Walau pohon yang sudah kokoh tumbuh sejak dahulu, kalau akarnya lemah akan tumbang. Orang

yang lemah kalau ditunjang oleh orang kuat tidak akan terjatuh. Walau seseorang agak kuat keadaannya, jika berjalan seorang diri saja akan tergelincir pada jalan yang buruk. (Surat Perihal Doa Demi Turunnya Hujan)

Grup Tari Lansia NSI Paduan Suara Umat NSI Banten


Samantabadra Desember 2015 Samantabadra

Konfigurasi Siger (Mahkota wanita khas Lampung) pada Tari Muli Limban Waya yang dibawakan oleh umat NSI Lampung pada Festival Tari Nusantara NSI 2015.

J

anganlah sekali-kali mengukur karunia kebajikan Gohonzon sekehendak hati sendiri. Terkabul tidaknya doa Anda semata-mata tergantung pada hati kepercayaan Anda, sama sekali bukan

kesalahan Niciren. Kalau airnya jernih, bayangan bulan akan terpantul dengan indah. Bila angin bertiup, ranting pohon akan berayun. Hati manusia sama seperti air. Hati kepercayaan yang lemah sama seperti air keruh. Hati kepercayaan yang bersemangat dan tulus hati sama seperti air jernih. (Surat Perihal Doa Demi Turunnya Hujan)

SAMANTABADRA | DESEMBER 2015 | NOMOR. 263

daftar isi

SURAT PERIHAL DOA DEMI TURUNNYA HUJAN KENSYU NASIONAL PERINGATAN HUT 51 TAHUN NSI DAN DEKLARASI VIHARA BERGERAK MENYELAMATKAN BUMI

gosyo kensyu liputan

MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT

SAMBUTAN 51 TAHUN NSI Menteri KLHK RI Menteri Agama RI Bupati Bogor Ketua Umum NSI CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Ketua Dharma NSI

LIPUTAN Kensyu Hari Jadi NSI-51 dan Deklarasi Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi Dokyo Syodai Peringatan Hari Jadi NSI (28 Oktober) Kebersihan Umat NSI Bogor Roundtable Discussion dengan Menlu Denmark KU NSI dalam Expert Meeting Komite III DPD RI KU NSI Nara Sumber Seminar Nasional di UIN

2 6 8 10 12 14

18 29 30 31 33 35

MATERI AJARAN Gosyo Kensyu Surat Perihal Doa Demi 37 Turunnya Hujan (1/2) Gosyo Cabang Surat Balasan Kepada 56 Nicigon Ama Goze Forum Diskusi Tanya Jawab Agama Buddha 60 Niciren Daisyonin

PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA

Desember

2 0 1 5

Halaman Muka

F

oto bersama peserta Kensyu Nasional dalam rangka HUT NSI ke-51 Tahun, memakai baju hijau-hijau seusai Deklarasi Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi. Simak berita selengkapnya di halaman 18.

12 # 263

BAGI RASA Kesan Pesan Kensyu Peringatan Hari Jadi NSI ke-51 Tahun

64

WAWASAN Konvensi Hak Anak untuk Beragama Chanting for Unlimited Selfesteem

66

RESEP Lobak Kao

70

DUKA CITA

70

TEKA-TEKI SILANG

71

KIBA-KRUBU Makan Bersama

72

JADWAL KEGIATAN

73

VIHARA DAN CETYA NSI

74

67

18

29

31 Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami di : Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia

PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENASEHAT Suhadi Sendjaja PENANGGUNG JAWAB Sumitra Mulyadi PEMIMPIN REDAKSI Minto WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Samanta KONTRIBUTOR Arya, Kyanne Virya, Vicky, Lilia, Mayasari, Megahria, Felicia, Phopy, David, Denny S, Denny A STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999

Desember 2015 | Samantabadra

1


sambutan

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN RI DALAM RANGKA DEKLARASI “VIHARA BERGERAK MENYELAMATKAN BUMI” Bogor, 31Oktober 2015

Yang terhormat, - Menteri Agama RI; - Bupati Bogor;

- Bapak Din Syamsuddin selaku Ketua Pengarah Gerakan “Indonesia Bergerak Menyelamatkan Bumi”; - Ketua Umum Walubi; - Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI); - Ketua Majelis-Majelis Agama Buddha; - Umat Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI); - Tamu undangan yang berbahagia.

Selamat Siang, Salam sejahtera bagi kita semua. Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan YME atas rahmat yang dilimpahkan kepada kita, hari ini kita dapat bertemu dalam rangka Deklarasi “Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi” di Komplek Maha Vihara Saddharma NSI, di Ds. Sukaluyu, Kec. Tamansari, Kabupaten Bogor. Saya memberikan apresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada seluruh pimpinan dan umat Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) atas peran serta dan partisipasinya terhadap upaya kelestarian lingkungan dan hutan, 2

Samantabadra | Desember 2015


sehingga dapat mendukung terwujudnya Indonesia hijau dan masyarakat sejahtera. Hadirin yang berbahagia, Pada tanggal 21 September 2015 yang lalu, bertepatan dengan peringatan Hari Perdamaian Dunia, Tokoh-tokoh Lintas Agama bersama-sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Organisasi Pecinta Lingkungan dengan pelopor dari Bapak Din Syamsuddin telah sepakat dan berkomitmen untuk berperan serta dalam upaya-upaya perbaikan terhadap lingkungan dan kehutanan Indonesia melalui Gerakan “Siaga Bumi�. Deklarasi ini ditindaklanjuti oleh masing-masing agama, salah satunya oleh NSI melalui pendeklarasian gerakan “Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi�. Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan global dan bersifat universal. Dengan berbicara tentang lingkungan hidup, berarti berbicara tentang persoalan yang dihadapi seluruh umat manusia. Persoalan lingkungan hidup yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena kejadian alam sebagai peristiwa yang harus terjadi sebagai proses dinamika alam itu sendiri. Kedua, karena ulah dan perbuatan tangan manusia, yang ternyata lebih besar perannya terhadap kerusakan lingkungan. Untuk meminimalisir peran manusia sebagai penyebab kerusakan lingkungan, maka diperlukan kesadaran dan pemahaman terhadap pentingnya lingkungan bagi kehidupan manusia. Dalam hal inilah tokoh-tokoh agama perlu memberikan bimbingan dan menanamkan cinta lingkungan kepada umatnya. Termasuk para tokoh agama Buddha, memiliki andil dalam menentukan dan membentuk masyarakat untuk memahami ajaran agamanya tentang pemeliharaan lingkungan hidup, sehingga mampu menggerakkan masyarakat untuk peduli terhadap masalah lingkungan yang terjadi. Hadirin yang kami hormati, Keberadaan hutan di kawasan hutan negara maupun lahan milik masyarakat, sangat penting dalam perannya sebagai pilar penyangga kehidupan, pilar pengawetan, dan pilar pemanfaatan. Peran tersebut antara lain tercermin dalam manfaat hutan sebagai penyedia barang dan jasa yang bermanfaat bagi kehidupan manusia seperti kayu, rotan, getah-getahan, madu, minyak atsiri, pangan, air, sumber energi terbarukan, dan jasa lingkungan lainnya termasuk tata air, keindahan alam, keanekaragaman hayati, penyimpanan dan penyerapan karbon. Desember 2015 | Samantabadra

3


sambutan Di dalam ajaran masing-masing agama di dunia, termasuk agama Buddha tentunya kita diajarkan untuk dapat memanfaatkan alam dan hutan secara seimbang dan bijaksana tanpa merusaknya. Akan tetapi seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi, pemanfaatan alam dan hutan saat ini sering memberikan dampak negatif terhadap keberadaannya. Banyaknya alih fungsi lahan dan hutan untuk proyekproyek pembangunan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan menyebabkan terganggunya ekosistem hutan dan semakin banyaknya lahan kritis yang terbentuk. Tahun 2015 ini Indonesia sedang berduka. Beberapa wilayah Indonesia terutama Sumatera dan Kalimantan, dan bahkan telah menyebar sampai ke Papua dan Sulawesi mengalami bencana kebakaran hutan dan lahan dalam skala besar, sehingga menambah jumlah emisi karbon yang disumbangkan Indonesia kepada dunia. Tentunya ini menjadi keprihatinan bagi kita semua dan menjadi bahan introspeksi bagi kita dalam memposisikan peranan hutan bagi kelangsungan hidup masyarakat Indonesia dan dunia. Oleh karenanya, kami mengharapkan bantuan saudara-saudara sekalian dari NSI untuk membantu program-program pemerintah, salah satunya gerakan penanaman dan pemeliharaan pohon untuk memperbaiki fungsi hutan, merehabilitasi lahan kritis, dan meningkatkan penyerapan karbondemi masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik. Hadirin yang berbahagia, Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, maka perlu digalakkan budaya cinta lingkungan sejak dini mulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Hal ini tentunya membutuhkan peran ibu dan ayah yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap perkembangan anak-anak masa depan Indonesia. Pengetahuan dan informasi yang diberikan oleh ibu dan ayah kepada anaknya akan terpatri sangat dalam di benak anak-anak. Untuk itu, kami menghimbau kepada seluruh umat NSI untuk menanamkan budaya cinta lingkungan serta budaya menanam dan memelihara pohon kepada seluruh anggota keluarga dan sanak kerabat. Tak lupa kami juga meminta agar tokoh-tokoh agama Buddha memberikan teladan, menyebarkan ajaran, dan memberikan bimbingan tentang cinta lingkungan kepada seluruh umatnya, sehingga terbentuk kesadaran yang tinggi terhadap lingkungan dan kehutanan. Selain melalui bantuan dari tokoh-tokoh agama (MoU dengan Kementerian Agama RI Nomor NK.6/MenLHK-V/2015 dan Nomor 11 tahun 2015), pemerintah 4

Samantabadra | Desember 2015


juga telah berupaya menjalin kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (NK.6/MenLHK-V/2015 dan 04/VI/NK/2015) serta Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi (NK.6/MenLHK-V/2015 dan 16/M/SKB/VI/2015) untuk menggerakkan potensi seluruh peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan mulai dari sekolah dasar sampai dengan Perguruan Tinggi dalam menyukseskan program Pemerintah Rehabilitasi hutan dan lahan, terutama dalam hal penanaman dan pemeliharaan pohon. Dengan kerjasama yang telah terjalin ini, kami berharap target-target Pemerintah terkait dengan lingkungan dan kehutanan dapat tercapai dengan dukungan dari seluruh komponen masyarakat.

Hadirin yang saya hormati, Pada kesempatan ini, kami minta kepada segenap warga Buddha untuk turut menyelamatkan bumi, yang diwujudkan dalam aksi nyata di lapangan bukan hanya dalam bentuk deklarasi. Demikian beberapa hal yang perlu saya sampaikan semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada upaya-upaya kita bersama yang ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Terima kasih. Selamat Berkarya.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN RI

SITI NURBAYA

Desember 2015 | Samantabadra

5


sambutan

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI DALAM RANGKA PERINGATAN HARI JADI KE-51 PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYVU INDONESIA (NSI) SERTA PENDEKLARASIAN “VIHARA BERGERAK MENYELAMATKAN BUMI” Bogor, 31Oktober 2015

Nammyohorengekyo,

Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Para Tamu undangan yang saya hormati dan hadirin sekalian yang berbahagia.

Mariah kita bersama-sama, memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah-Nya, kita memiliki kesehatan serta keselamatan, sehingga kita dapat menghadiri Peringatan Hari Jadi ke-51 NSI serta Pendeklarasian “Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi.”

Hadirin yang berbahagia,

Peringatan Hari Jadi ke-51 NSI ini, sekaligus Pendeklarasian “Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi” bertema: “Doa yang “terkabul adalah pelaksanaan untuk membahagiakan seluruh umat manusia berdasarkan Saddharmapundarika Sutra.”

Hal ini bermakna bahwa setiap doa harus diikuti dengan usaha yang mengarah pada pencapaian doa tersebut. Seperti deklarasi “Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi” juga bermakna bahwa Vihara bukan lagi semata-mata tempat ibadah, melainkan sebagai sarana untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, kerukunan, serta kenyamanan dalam hidup bermasyarakat. Saya mengapresiasi atas niat luhur NSI yang telah mencanangkan Vihara Saddharma sebagai “Eco Vihara.” Pencanangan itu sebagai kelanjutan dari program “Siaga Bumi” dalam rangka menjaga kelestarian bumi dan seisinya. Hal ini menunjukkan, bahwa kelompok agamawan seperti NSI juga memiliki kepedulian terhadap pelestarian lingkungan serta pemanfaatan sumber daya alam bagi kesejahteraan manusia. Kegiatan-kegiatan yang 6

Samantabadra | Desember 2015


bersifat umum seperti ini dapat dijadikan sebagai sarana pemersatu dalam kebhinekaan serta mampu memelihara dan meningkatkan persatuan dan kesatuan, sejalan dengan tujuan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Seiring dengan Peringatan Hari Jadi ke-51 NSI serta Pendeklarasian “Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi� yang bertepatan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda, diharapkan kegiatan ini dapat menumbuhkembangkan jiwa patriotisme dan nasionalisme terhadap satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa yakni Indonesia yang salah satunya diawali dengan kepedulian kita terhadap lingkungan hidup. Hadirin yang berbahagia,

Kepada Pengurus dan umat NSI saya ucapkan selamat memperingati Hari Jadi ke-51, semoga semakin menambah kedewasaan dalam pengabdian pada agama, masyarakat, bangsa dan Negara untuk membangun jati diri bangsa dan Negara yang kita cintai. Demikian pesan, harapan dan ajakan saya pada kesempatan ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa memberikan berkah dan perlindungan-Nya kepada bangsa dan negara kita. Nammyohorengekyo.

Bogor, 31 Oktober 2015 MENTERI AGAMA RI

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN

Desember 2015 | Samantabadra

7


sambutan

SAMBUTAN BUPATI BOGOR DALAM RANGKA PERINGATAN HARI JADI KE-51 TAHUN PARISADDHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA (NSI) DAN DEKLARASI “VIHARA BERGERAK MENYELAMATKAN BUMI” Nammyohorengekyo, Bismillaahirrahmaanirrahiim, Assalamu ’alaikum wr.wb. Salam sejahtera bagi kita semua.

Yth. Menteri Agama Republik Indonesia; Yth. Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia; Yth. Ketua Pengarah “Siaga Bumi”, Bapak Din Syamsuddin; Yth. Camat Beserta Segenap Jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan Tamansari; Yth. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI); - Para Tokoh Masyarakat Dan Keluarga Besar Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia Serta Hadirin Undangan Yang Kami Hormati. - - - - -

Terlebih dahulu marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadapan tuhan yang maha kuasa, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-nya, pada kesempatan ini kita dapat bersamasama memperingati hari ulang tahun ke-51 Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (nsi) yang dirangkaikan dengan deklarasi “vihara bergerak menyelamatkan bumi”. Terlebih dahulu perkenankanlah kami atas nama pemerintah kabupaten bogor mengucapkan selamat datang kepada menteri agama republik indonesia, menteri lingkungan hidup dan kehutanan republik indonesia serta ketua pengarah “siaga bumi”, bapak din syamsuddin yang telah berkenan mengunjungi kabupaten bogor pada kesempatan ini dalam rangka memberikan dukungan bagi pengembangan program “vihara bergerak menyelamatkan bumi” yang digagas oleh Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia. Kami pun mengucapkan “selamat” kepada seluruh keluarga besar Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia yang pada kesempatan ini berulang tahun ke-51. Disertai harapan semoga Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia semakin solid dengan tetap menebarkan kebaikan serta menyebarkan kegembiraan dan kemanfaatan bagi masyarakat. Selanjutnya, mengingat pada kesempatan ini juga dilaksanakan bakti sosial pengobatan warga dan penyerahan bibit jahe merah kepada kelompok pemberdayaan keluarga kecamatan tamansari, kami juga mengucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. 8

Samantabadra | Desember 2015


Bagi kami, kegiatan ini memberikan gambaran yang meyakinkan, bahwa aktivitas Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia tidak hanya berkaitan dengan fungsi keagamaan, akan tetapi juga memberi ruang ekspresi kepedulian dan kesetiakawanan sosial yang merupakan salah satu modal yang penting dalam membangun tatanan sosial yang rukun, damai, sejahtera dan berkualitas. Hadirin undangan yang kami hormati Makna strategis dari program “vihara bergerak menyelamatkan bumi” yang dideklarasikan pada kesempatan ini adalah pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat agar lebih kritis terhadap isu-isu lingkungan serta mengerti tindakan-tindakan yang harus dilakukan dalam meningkatkan ketahanan dan kelestarian lingkungan. Kegiatan ini juga memiliki makna khusus, karena selain merupakan upaya pencerdasan publik untuk menyelamatkan bumi secara sadar dengan mendukung program-program yang berdimensi kelestarian lingkungan hidup, juga memperlihatkan adanya upaya untuk membangun sinergitas antara pemerintah kalangan dunia usaha dan masyarakat dalam mendorong terlembaganya paradigma cinta lingkungan. Saya berharap, kegiatan ini tidak terbatas hanya dalam lingkup Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia, akan tetapi juga menyentuh pemikiran masyarakat dalam spektrum yang lebih luas agar tergerak untuk lebih aktif memperhatikan kebersihan, kesehatan dan keasrian lingkungan dalam rangka menjamin tegaknya fungsi regional kabupaten bogor sebagai daerah konservasi dan kelestarian lingkungan hidup. Sejalan dengan pemahaman dan kepedulian akan pentingnya upaya penyelamatkan bumi dan lingkungan hidup, kami memberikan apresiasi dan penghargaan yang setingg-tingginya kepada parisadha buddha dharma niciren syosyu indonesia, atas inisiatifnya memperingati hari ulang tahun dengan melaksanakan kegiatan “vihara bergerak menyelamatkan bumi” pada kesempatan ini. Dengan membantu masyarakat untuk lebih peduli dan mencintai bumi, tentunya parisadha buddha dharma niciren syosyu indonesia telah menjadi pejuang lingkungan yang aktif dan mendukung langkah pemerintah kabupaten bogor dalam menjamin pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; Saudara-saudara hadirin yang kami hormati Demikian beberapa hal yang perlu kami sampaikan. Marilah terus berjuang meningkatkan kualitas dan kelestarian lingkungan hidup di mana pun kita berada. Semoga tuhan yang maha kuasa meridhoi langkah kebaikan kita. Amiin ya robbal ‘alamiin. Billahittaufik wal hidayah, Wassalamu ’alaikum wr.wb.

BUPATI BOGOR Hj. NURHAYANTI

Desember 2015 | Samantabadra

9


SAMBUTAN KETUA UMUM PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA (NSI) DALAM RANGKA DEKLARASI “VIHARA BERGERAK MENYELAMATKAN BUMI” DAN HARI JADI NSI YANG KE-51 TAHUN Mahavihara Saddharma NSI, 31 Oktober 2015 Nammyohorengekyo, Setengah abad sudah eksistensi Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) sebagai wadah pembinaan umat Buddha NSI yang berlandaskan pada Saddharmapundarikasutra—Nammyohorengekyo. Dalam perkembangannya, NSI selalu memfokuskan diri pada upaya membabarkan dharma yang aplikatif, agar umat dapat merasakan manfaat langsung dari belajar Buddhisme di dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Peringatan hari jadi NSI ke-51 tahun kiranya menjadi momentum bagi kita semua untuk semakin meningkatkan hati kepercayaan kita kepada Nammyohorengekyo. Hal ini berarti kualitas pelaksanaan pertapaan kita sehari-hari perlu lebih dihayati. Gongyo-daimoku dalam mengawali dan mengakhiri hari kita, hendaknya menjadi suatu kesempatan untuk memusatkan segenap pikiran dan tekad kita untuk meninjau ke kedalaman perasaan jiwa kita, kemudian menatanya agar senantiasa dapat memunculkan kesadaran Buddha yang memberikan kemanfaatan bagi entitas di sekitar kita.

Bertepatan dengan momen hari jadi NSI, saya hendak menyoroti aspek lingkungan hidup dan bagaimana umat Buddha NSI pada khususnya dan segenap masyarakat Indonesia pada umumnya, dapat berkontribusi secara optimal dalam upaya-upaya pelestarian lingkungan alam. Kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia sudah semakin parah, dan akan menjadi bom waktu yang dapat menghancurkan kehidupan apabila kita tidak mengubah perlakuan buruk kita terhadap lingkungan. Salah satu aksi pelestarian lingkungan di kalangan tokoh lintas agama nasional, belum lama ini diwujudkan dalam bentuk deklarasi “Indonesia Bergerak Menyelamatkan Bumi,” pada tanggal 21 September 2015 bertepatan dengan Hari Perdamaian Dunia. Di sana saya terlibat bersama Bapak Din Samsyudin selaku Ketua Pengarah gerakan tersebut. Dan hari ini, bertepatan dengan hari jadi NSI ke-51 tahun, NSI sebagai unsur Buddhis Indonesia bertekad untuk berperan aktif dalam gerakan pelestarian lingkungan, yang terwujud dalam sebuah deklarasi “Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi.” Mendapat dukungan langsung dari Kementerian Agama RI dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, deklarasi ini pada dasarnya adalah wujud dari tekad yang mendalam dari umat Buddha untuk selaras dengan alam semesta (lingkungan), menyadari setiap saat 10

Samantabadra | Desember 2015


bahwa kelestarian alam adalah krusial untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

Deklarasi “Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi” diharapkan dapat menggugah partisipasi umat Buddha terhadap upaya pelestarian lingkungan yang dimulai dari diri sendiri. Dengan demikian, aktivitas utama umat Buddha di vihara, yaitu beribadah dan berdoa, menjadi landasan pergerakan umat dalam mewujudkan sebab-sebab kebajikan dalam melestarikan lingkungan. Hal ini sekaligus menjadi inspirasi bagi tema peringatan hari jadi NSI kali ini, yaitu, “Doa yang ‘terkabul’ adalah pelaksanaan untuk membahagiakan seluruh umat manusia berdasarkan Saddharmapundarika-Sutra.” Diharapkan, inisiasi ini dapat menjadi salah satu modal untuk memperluas gerakan “Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi” secara nasional. Ketua-ketua Majelis Agama Buddha dan tokoh-tokoh lintas agama kami undang pada hari ini untuk bersama-sama menyatukan potensi yang dimiliki dan mendeklarasikan “Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi” bersama dengan Menteri Agama RI dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Gerakan peduli lingkungan lainnya yang telah NSI pelopori adalah pendayagunaan komplek Mahavihara Saddharma NSI sebagai laboratorium lingkungan hidup. Hal ini mendapat pengakuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI sebagai eco-vihara atau vihara yang ramah lingkungan. Hal ini berarti komplek rumah peribadatan umat Buddha yang ramah lingkungan dengan memperhatikan aspek ekologis yang dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitar maupun umat. Di dalam eco-vihara, terdapat fasilitas pengolahan limbah dari aktivitas umat di vihara, yang antara lain menghasilkan bio-gas dan pupuk organik, efisiensi konsumsi listrik, dan pemanfaatan alam di sekitar vihara sebagai sumberdaya energi. Kepedulian NSI terhadap lingkungan senafas dengan ajaran Buddha Niciren Daisyonin yang mengajarkan tentang keterkaitan antara manusia dengan lingkungan (prinsip Esyo Funi), dan hal ini sudah berlangsung sejak permulaan NSI berkembang. Saya berharap umat Buddha NSI dan umat Buddha secara umum dapat mengaplikasikan Buddha dharma ke dalam sikap-sikap hidup yang menjaga lingkungan, mulai dari hal-hal kecil yang bisa kita lakukan di vihara dan di rumah. Selamat hari jadi NSI yang ke-51 tahun untuk kita semua. Semoga kita dapat semakin menghayati Buddha dharma di dalam setiap lini kehidupan kita. Nammyohorengekyo.

KETUA UMUM PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA MAHA PANDITA UTAMA SUHADI SENDJAJA

Desember 2015 | Samantabadra

11


ceramah gosyo

Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja Surat Perihal Doa (2/2) Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 30-31 Oktober 2015

Nammyohorengekyo,

sutra bukan berdoa kepada Gohonzon untuk menuntut aat ini kita mengalami atau meminta, tetapi doa yang disertai dengan usaha kemarau panjang atau pelaksanaan. Doa kita yang mengakibatkan adalah doa dari pelaksana kekeringan dan kebakaran Saddharmapundarika sutra. hutan, sehingga banyak Apabila ingin “terkabul� masyarakat yang berdoa atau berhasil, yang perlu agar turun hujan. Di kita lakukan ketika berdoa mana-mana mengalami kebakaran hutan, terutama adalah jangan berpikir bahwa nanti akan ada yang wilayah Kalimantan dan memberi kepada kita. Kalau Sumatera, seperti Jambi, kita beranggapan bahwa yang diselimuti oleh terkabulnya doa adalah asap. Banyak bayi di sana karena ada yang memberi, yang meninggal karena hal ini dapat menimbulkan paru-parunya tidak kuat pemahaman keliru seperti menerima udara yang dengan hanya duduk di banyak mengandung depan Gohonzon tiba-tiba partikel-partikel debu. bisa keluar apapun yang Pemerintah berusaha kita inginkan di hadapan untuk memadamkan api dengan berbagai cara. kita. Tidak seperti itu. Yang menentukan Tetapi belum berhasil “terkabul� atau tidaknya secara tuntas, dengan bantuan dari luar negeri doa kita juga adalah sekalipun. Sebenarnya alam kualitas dari sikap dan perilaku kita selepas semestalah yang dapat memadamkan api tersebut gongyo-daimoku di depan Gohonzon. Gosyo bulan lalu melalui hujan. mengingatkan kepada kita, Pelaksana dari apabila dasar sikap dan Saddharmapundarika

S

12

Samantabadra | Desember 2015

perilaku hidup kita adalah Saddharmapundarika sutra, pasti doanya akan terkabul, Hal ini berarti kita harus menjadi pelaksana Saddharmapundarika sutra, berdasarkan kepada hukum yang tepat waktu yaitu ajaran yang sudah disiapkan oleh Buddha Sakyamuni untuk masa Akhir Dharma; Saddharmapundarika sutra. Ajaran yang tepat waktu pasti tepat guna. Sekarang kita sudah mendapatkan ajaran yang tepat waktu dan tepat guna, pertanyaannya, apakah kita sudah menjadi pelaksana Saddharmapundarika sutra? Penghayatan dharma ini yang perlu kita bangun pada diri kita masingmasing. Doa yang diajarkan oleh Buddha Niciren adalah menyebut Nammyohorengekyo, dengan begitu kita akan dapat memunculkan


Ketua Umum

prajna kebijaksanaan untuk memahami berbagai permasalahan hidup, misalnya tentang penyakit, bagaimana mengatasi perasaan jiwa yang salah, tentang bagaimana kita harus bisa berhubungan baik dengan lingkungan kita, tentang bagaimana kita bisa memunculkan kekuataan supaya kita bisa memberi manfaat kepada orang lain, karena gerakan memberi manfaat itu adalah gerakan yang membuat badan kita memproduksi berbagai enzim dan hormon yang positif. Sebaliknya, perasaan benci, iri hati dan marah akan membuat tubuh kita memproduksi enzim dan hormon yang negatif, membuat pembuluh darah kita menjadi sempit,

banyak endapan-endapan. Kecenderungan perasaan yang negatif ini dapat berubah menjadi potensi yang positif dengan doa dari Saddharmapundarika-sutra. Doa yang terwujud adalah doa yang berdasarkan Nammyohorengekyo. Oleh karena itu, doa yang paling unggul adalah dengan menyebut Nammyohorengekyo dari Sandaihiho. Hendaknya dalam keyakinan kita tidak ada yang lain. Niciren Daisyonin menjelaskan bahwa dalam mewujudkan Gohonzon beliau mencurahkan segenap jiwa raga karena berdasarkan Saddharmapundarika sutra. Maka itu kalau ingin

doanya terkabul harus memegang ajaran yang tepat waktu dan tepat guna yaitu Nammyohorengekyo dari Sandaihiho, Gohonzon dari Sandaihiho. Karena Hukumnya tepat waktu dan tepat guna, oleh karena itu kita harus mempraktikkan dengan sangat baik. Jangan sampai perilaku kita tidak sesuai dengan Nammyohorengekyo. Maka kita harus berdoa sesuai dengan Hukum Nammyohorengekyo yaitu dengan pelaksanaan sikap hidup kita yang selalu memikirkan kebahagiaan orang lain dan bermaitri karunia berdasarkan Saddharmapundarika sutra.

eee

Desember 2015 | Samantabadra

13


ceramah gosyo

Rangkuman Ceramah Ketua Dharma NSI Bapak Sumitra Mulyadi Surat Perihal Doa (2/2) Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 30-31 Oktober 2015

Nammyohorengekyo, Pada bagian awal gosyo “Surat Perihal Doa�, disebutkan bahwa dosa sang ayah dapat mempengaruhi anak, dosa guru dapat mempengaruhi murid. Maksudnya adalah kesalahan orang tua itu kemungkinan besar akan diikuti oleh anakanaknya, dengan demikian akan mempengaruhi sikap anak di kemudian hari. Begitu juga kesalahan guru, guru yang berpegang pada ajaran sesat, muridnya akan terpengaruh oleh ajaran sesat itu. Dengan demikian muridnya juga akan menanggung akibatnya dari berpegang kepada filsafat sesat itu. Selanjutnya diterangkan, bahwa ketika Niciren Daisyonin belajar di Gunung Hiei untuk belajar kebhikkuan dan memperdalam Ajaran Agama Buddha, karena Gunung Hiei merupakan pusat Agama Buddha ketika itu. Berdirinya Ajaran Gunung Hiei awalnya ketika Mahaguru Dengyo pergi ke Tiongkok 14

Samantabadra | Desember 2015

belajar dan mengambil ajaran Sekte Tien Tai dan membawa kembali ke Jepang mendirikan Sekte Tien Tai di Gunung Hiei. Jadi sejak itu Gunung Hiei menjadi pusat Agama Buddha, dan direstui oleh Kaisar sehingga beliau juga mendapatkan julukan Mahaguru, karena dia meluruskan sekte-sekte yang lain dengan menjadikan Saddharmapundarika sutra sebagai sutra yang paling unggul. Dengan demikian dia diangkat sebagai Mahaguru. Masalahnya timbul Mahaguru Dengyo meninggal, muncul orang yang bernama Kobo. Kobo dengan pandainya mendekati Kaisar, sehingga akhirnya dia juga mendapat gelar Mahaguru dan menyebarluaskan ajaran Syingon. Ajaran Syingon dibawa dari Tiongkok dimana Ajaran Syingon lebih mengutamakan sutra Mahavairocana dan menyatakan bahwa sutra Mahavairocana adalah yang utama, yang kedua adalah Sutra Avatamsaka dan yang ketiga adalah

Saddharmapundarika sutra. Jadi oleh Sekte Syingon Saddharmapundarika sutra begitu direndahkan, walaupun menurut mereka Ajaran Syingon sama-sama bersumber dari Icinen Sanzen tetapi dalam sutra Mahavairocana itu ada Mudra, berupa gerakan-gerakan dan mantra. Hal ini menarik perhatian orang, sehingga banyak juga yang percaya pada ajaran ini, padahal pandangan seperti ini tidak sesuai dengan ajaran Buddha Sakyamuni. Buddha Sakyamuni di dalam Saddharmapundarikasutra Bab X mengatakan bahwa, “Dari semua sutra yang telah, sedang, dan akan Saya babarkan, yang paling unggul adalah Saddharmapundarika sutra�. Tetapi Mahaguru Kobo mengatakan yang paling unggul adalah sutra Mahavairocana. Jadi Mahaguru Kobo ini tidak menggunakan sutra manapun dan hanya berdasarkan


Ketua Dharma

pandangan dan pikiran sendiri dengan menyatakan sutra Mahavairocana adalah sutra yang paling unggul. Yang menjadi masalah bahwa catatan tersebut diikuti selama ratusan tahun oleh Bhikku Tinggi dan orangorang terpelajar tanpa menyelidiki lebih mendalam, sehingga akhirnya semua terpengaruh. Yang menyedihkan lagi adalah murid dari Mahaguru Dengyo yang kemudian menjadi Bhikku Tertinggi Ketiga yaitu Jikaku dan Cisyo lebih tertarik pada ajaran Syingon dari Kobo daripada ajaran dari Mahaguru Dengyo, bahkan menentang gurunya sendiri Mahaguru Dengyo, sehingga Gunung Hiei yang menjadi pusat Agama Buddha menjadi runtuh dan rusak, maka dari itu ketika Niciren Daisyonin belajar di sana melihat para bhikku tidak karuan dan tidak ada lagi hati kepercayaan, mereka membakar kuil dan membakar beribu-ribu jilid sutra, membakar stupa dan Kuil serta altarnya dan gentanya diambil, saling berperang antara satu sama lain, dan lama kelamaan mulai menggunakan senjata sehingga timbul pasukan Bhikku. Maka Niciren Daisyonin mengatakan apakah Sairenbo benar belajar di Gunung Hiei, kalau gurunya tidak benar maka akan mempengaruhi, maka dikatakan dosa ayah akan mempengaruhi anak dan dosa

guru akan mempengaruhi murid, itu maksudnya. Jadi Sairenbo harus menyadari bahwa telah terjadi ketidakbenar seperti itu, maka Niciren Daisyonin mengatakan perilaku Bhikku yang demikian buruk mana mungkin doanya bisa terkabul. Hal lain yang menjadi masalah adalah bahwa hubungan antara Kaisar (Istana) dengan Gunung Hiei begitu erat karena Gunung Hiei itu terletak di arah Timur Laut dari Istana di Kyoto. Oleh kepercayaan waktu itu, Timur Laut dikatakan sebagai pintu Iblis, jadi kalau di Timur Laut ada kuil dimana ada pertapaan maka akan dapat melindungi Istana, sehingga hubungan Istana dengan Kuil ini begitu erat. Jadi kegembiraan Gunung Hiei merupakan kegembiraan Istana, kesusahan Istana juga merupakan kesusahan Gunung Hiei, sehingga pihak Gunung Hiei sering minta bantuan pihak Istana. Dalam keributan dan segala persoalan. Akibatnya karena Hukum Agama Buddha rusak maka Hukum Raja/Negara juga ikut runtuh. Kemudian Niciren Daisyonin menerangkan dan memberikan satu contoh, ketika terjadi pertempuran antara kekaisaran di Jepang dengan penguasa militer di Kamakura. Waktu itu terjadi pemberontakan pasukan samurai yang ingin berdiri sendiri, yang seharusnya samurai ini melindungi dan

mendukung Kekaisaran tetapi sebaliknya malah bertentangan. Pihak Kaisar meminta agar diadakan doa-doa untuk mengusir pasukan yang ada di Timur di Kamakura sehingga diadakan doa-doa berdasarkan ajaran Syingon dan segala macam doa dibacakan dipimpin oleh Bhikku Tertinggi nya, tetapi akhirnya karena doadoanya sesat akhirnya kalah. Sedangkan pihak Kamakura/ Syogun tidak pakai doa tetapi langsung menyerbu, akhirnya pihak Kaisar kalah, tiga mantan Kaisar dibuang ke Pulau Oki, Pulau Sado, dan lainnya, serta banyak pejabatpejabat yang dihukum mati. Dengan demikian kekuataan politik negara pindah dari Istana di Kyoto ke Syogun di Kamakura. Jadi runtuhnya agama Buddha menyebabkan juga runtuhnya Hukum Kaisar. Jadi rejeki Kaisar habis, otomatis pindah ke tangan Samurai. Jadi ini Niciren Daisyonin memberikan contoh, bahwa Syingon meruntuhkan negara, karena ajaran sesat digunakan untuk doa-doa seperti itu akhirnya memukul diri sendiri dan itu sangat membahayakan, maka dari itu kalau mendoakan negara berdasarkan Hukum Sakti pasti negara akan maju, tetapi kalau mendoakan negara berdasarkan ajaran sesat itu akan membahayakan. Itu adalah prinsip seperti itu. Mengenai doa turun hujan pun begitu, tapi kita Desember 2015 | Samantabadra

15


ceramah gosyo belum masuk kepada Gosyo mengenai doa turun hujan. Jadi sebetulnya ajaranajaran bisa digunakan untuk doa menurukan hujan, tetapi untuk hujan yang turun, yang paling bagus adalah berdasarkan Saddharmapundarika sutra, dimana dikatakan hujannya tidak meretakan tanah, tidak mematahkan ranting, dan lain sebagainya. Tetapi ada juga ketika berdoa hujannya lama tidak turun atau ketika turun diikuti dengan angin ribut, itu bermacam-macam jadi tergantung ajarannya. Kalau ajarannya sesat tidak memberikan kebahagiaan bahkan kecelakaan. Kemudian Niciren Daisyonin mempertegas lagi mengenai mengapa Syingon dikatakan sesat, antara lain karena mereka khususnya Mahaguru Kobo sebagai pendiri ajaran Syingon di Jepang menggunakan sutra Mahavairocana sebagai ajaran yang utama, dan meletakan Saddharmapundarika sutra di urutan yang ketiga, direndahkan sedemikian rupa, dan menggunakan pandangan pikiran sendiri sehingga dengan demikian menjadi menetang Buddha Sakyamuni. Kedua Mahaguru Kobo juga mengatakan bahwa guruguru di Tiongkok katanya mencuri rasa Sarpimanda Syingon. Jadi sebetulnya di sutra Nirwana Buddha Sakyamuni mengatakan kalau ada seekor sapi yang mempunyai susu, susunya 16

Samantabadra | Desember 2015

bernama Kashira, susu ini bisa dibuat jadi krim itu disebut Dadi, jadi krim dapat dibuat jadi Keju itu Nahwanita, dari Keju bisa dibuat jadi mentega itu Gola, dan mentega dapat menjadi mentega murni itu Sarpimanda, jadi suatu rasa yang sangat halus dan harum dan dapat mengobati banyak penyakit. Dengan perumpamaan tersebut Buddha Sakyamuni ingin menjelaskan bahwa Saddharmapundarikasutra adalah yang paling tinggi seperti Sarpimanda yang mempunyai manfaat besar dan dapat menjadi obat, disamping rasa dan sebagainya yang paling istimewa. Mahaguru Tientai mengambil dari sutra Nirwana mengatakan, Saddharmapundarika sutra sebagai rasa Sarpimanda, tetapi Mahaguru Kobo mengatakan bahwa seolaholah Tien-tai mencuri makna Sarpimanda dari Ajaran Syingon, ini yang oleh Niciren Daisyonin sangat membingungkan karena Mahaguru Kobo dari Syingon masuk ke Tiongkok dari India itu dua ratus tahun setelah Mahaguru Tien-tai meninggal, jadi waktu Mahaguru Tientai hidup tidak ada ajaran Syingon, dengan demikian apa yang dicuri dari Syingon, bagaimana bisa dicuri ajaran Syingonnya sendiri belum ada. Dan umumnya umat begitu percaya dan mudah percaya. Sampai sekarang ajaran Syingon itu masih ada.

Maka dari itu harus berhatihati dan memahami jangan sampai salah mengikuti jalanjalan salah semacam itu yang penuh dengan penipuan dan sebagainya. Niciren Daisyonin mengatakan bahwa Beliau hanya mengungkapkan dua contoh, satu adalah karena menggunakan Sutra Mahavairocana sebagai ajaran yang utama dan merendahkan Saddharmapundarika sutra, dan perkataan yang menyebut Mahaguru Tientai sebagai pencuri. Jika mengatakan Mahaguru Tien-tai sebagai pencuri maka sama saja mengatakan Buddha Sakyamuni sebagai pencuri juga karena Buddha Sakyamuni yang membabarkan Saddharmapundarika-sutra yang diumpamakan sebagai Sarpimanda. Maka dari itu yang aneh, murid dari Mahaguru Dengyo yang sejak kecil mengikuti dan menjadi Bhikku Tertinggi Ketiga Jikaku malah cenderung percaya ajaran Kobo. Dengan demikian, ajaran Sekte Tientai di Gunung Hiei menjadi runtuh dan bercampur baur dengan ajaran Syingon. Mahaguru Dengyo sendiri ditentang oleh muridnya sendiri. Muridnya malah menentang gurunya. Gurunya yang menjalankan ajaran dengan benar tetapi dikatakan seperti jalan berlumpur, padahal yang membawa lumpur ke dalam Gunung Hiei


Ketua Dharma

adalah Jikaku, begitu juga Bhikku Tertinggi Keempat sama seperti itu. Itulah yang sangat menyakitkan, Niciren Daisyonin mengatakan bahwa walaupun tahu juga tidak dapat berbuat apaapa terhadap pemfitnahan Dharma besar-besaran seperti itu, maka dari itu Beliau bangkit dan meluruskan itu semua, yaitu dengan menegakkan Hukum Nammyohorengekyo dan mewujudkan Dai Gohonzon, tanpa hal ini habislah Hukum Agama Buddha yang sesungguhnya. Buddha Sakyamuni mengatakan, beberapa ribu tahun yang lalu kalau pada lima ratus tahun terakhir ini tidak disebarluaskan, sutra ini akan hilang, para manusia Mara dan Gandarva akan mengambil kesempatan. Maka dari itu Nammyohorengekyo harus tersebar luas, jika tidak maka akan dikuasai oleh ajaran-ajaran yang membuat umat manusia menderita. Dan sayangnya umat manusia biasa umumnya mudah sekali percaya dan jarang yang ingin belajar, jangankan manusia biasa seperti ini, para Bhikku sendiri belum tentu ingin mendalami lebih lanjut

mengenai Hukum Agama Buddha. Niciren Daisyonin mengatakan, dapat terlahir sebagai manusia merupakan suatu kesempatan yang luar biasa dan tidak mudah, makanya kalau kita sudah menjadi manusia ini kalau ada yang benar atau yang salah kita harus ingin mengetahui dan harus ingin belajar. Jika tidak seperti itu sangat disayangkan karena tidak ingin mencapai kesadaran, padahal segalanya memungkinkan sebagai seorang manusia, jadi itu sangat prihatin, makanya kita harus menjaga kemurnian ajaran dan jangan sampai masuk ajaran-ajaran yang tidak benar, yang akhirnya secara turun temurun akan diikuti semua orang tanpa mencari benar maupun salahnya, akhirnya semua menjadi korban. Dalam Gosyo ini yang terakhir Niciren Daisyonin menjelaskan mengenai Mahaguru Jikaku, yang kemudian ketika menjadi Bhikku Tertinggi merasa sudah mencapai kesadaran dan menulis buku kemudian ditaruh di altar serta melakukan meditasi akhirnya

bermimpi memanah matahari dan merasa itu sebagai suatu hal yang membahagiakan. Padahal di Jepang mimpi seperti itu tidak disukai dimana dengan memanah matahari berarti memanah negerinya sendiri. Sebagai contoh Asura yang membenci Dewa Indra ketika memanah mengenai matahari akhirnya panahnya kembali mengenai matanya sendiri, jadi ini beberapa hal yang Niciren Daisyonin ungkapkan mengapa doa-doa dari mereka yang tidak berdasarkan Saddharmapundarika sutra itu tidak ada yang terkabul. Tidak ada dukungan, perlindungan, dan sebagainya, karena menentang kebenaran yang sesungguhnya. Dengan demikian, tidak ada gunanya, bahkan memukul balik orang-orang yang mengutuk, baik orang berdoa maupun orang yang menyuruh berdoa kedua-duanya akan jatuh ke dalam penderitaan. Memang kelihatannya kalau dibaca agak rumit, tetapi secara sederhana ingin menjelaskan hal seperti ini, artinya ajaranajaran yang salah itu akan membawa malapetaka. Baik bagi diri sendiri maupun lingkungan dan negara. eee

Desember 2015 | Samantabadra

17


liputan

Kensyu Peringatan Hari Jadi NSI ke-51 Tahun

Doa Pelaksanaan Untuk Kebah

18

Samantabadra | Desember 2015


hagiaan Seluruh Umat Manusia

Desember 2015 | Samantabadra

19


liputan Ketua Umum NSI memberikan sambutan dalam rangka peringatan hari jadi NSI ke 51 tahun dan deklarasi vihara bergerak menyelamatkan bumi.

Rangkaian kegiatan Kensyu peringatan Hari Jadi NSI ke-51 semakin mematangkan tekad dan komitmen untuk meneruskan tujuan tertinggi Buddha Niciren, yaitu menyebarluaskan hukum agung Nammyohorengekyo. Demi kebahagiaan dan pencapaian kesadaran Buddha bagi semua umat.

S

iang tanggal 31 Oktober 2015, warna hijau memenuhi seisi ruangan Mahavihara Sadharma NSI. Pemandangan segar dari 800 umat NSI berbagai propinsi yang mengenakan seragam hijau, berkumpul untuk menjadi saksi sejarah perkembangan agama Buddha di Indonesia. Di hari berbahagia itu juga, seluruh majelis agama Buddha di Indonesia hadir untuk bersama-sama mendeklarasikan tekad 20

Samantabadra | Desember 2015

untuk berperan aktif dalam gerakan-gerakan penyelamatan lingkungan hidup. Keselamatan bumi adalah tanggung jawab kita bersama. Manusia dan lingkungan tidaklah terpisahkan, sehingga setiap umat Buddha seyogyanya memiliki kesadaran untuk selalu berperilaku berkesadaran lingkungan. Peringatan ini dihadiri oleh Menteri Agama RI yang diwakili Dirjen Bimas Buddha Drs. Dasikin, M.Pd., Menteri Lingkungan

hidup dan kehutanan yang diwakili Dirjen PDASL, Bupati Bogor yang diwakili Camat Ciapus, dan Ketua Umum Walubi. Turut hadir juga Ketua MUI perwakilan Bogor, Ketua FKUB, Ketua Majelis-Majelis Agama Buddha, dan para Bhiksu Sangha. Penghargaan yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI kepada Mahavihara Sadharma NSI sebagai Eco Vihara ini adalah titik awal untuk menginspirasi banyak

Gongyo bersama peserta Kensyu Lansia.


pihak untuk bersama-sama menyelamatkan bumi. Deklarasi Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi menjadi tindak lanjut dari program “Siaga Bumi� dalam rangka menjaga kelestarian dan seisinya. Kegiatan ini dapat dijadikan sebagai sarana pemersatu dan meningkatkan persatuan dan kesatuan sejalan dengan tujuan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti kita ketahui bahwa selama dua bulan terakhir ini, beberapa titik lokasi di Indonesia mengalami masalah dengan polusi asap yang tidak kunjung selesai. Situasi ini menjadi jodoh baik untuk semakin meningkatkan kualitas jiwa dan keyakinan. Seperti yang dirasakan oleh umat dari Medan, Jambi, dan sekitarnya,

Dirjen KLH, Dirjen Bimas Buddha, Camat Tamansari, dan tamu undangan meninjau lokasi pengolahan limbah di Mahavihara Saddharma NSI.

Ketua Umum NSI, Plt. Ketua Umum Walubi, Perwakilan Bhiksu/Sangha, dan Dirjen Bimas Buddha mendapat sebuah pohon dari Kementerian LHK RI sebagai bagian dari gerakan Vihara Menyelamatkan Bumi.

Ketua Umum NSI memberikan bibit pohon jahe merah kepada kelompok tani di Kecamatan Tamansari sebagai bentuk jalinan kerjasama lingkungan dengan warga sekitar komplek vihara,

Desember 2015 | Samantabadra

21


liputan yang berjuang untuk bisa mengikuti kegiatan penataran di Bogor, Ciapus. “Kami daimoku khusus untuk menurunkan hujan, selama berhari-hari, tiada henti,� cerita seorang umat dari Medan. Pengalaman mereka semakin membuktikan kekuatan getaran yang tidak bisa dipungkiri lagi dari mantera Nammyohorengekyo. Sebelum keberangkatan, hujan turun deras setelah sekian lama kekeringan. Para umat bisa datang ke Jakarta dengan selamat dan juga kembali ke daerah masing-masing dengan

lancar. Hal ini juga tampak selama kensyu berlangsung, setiap hari hujan turun menemani suasana acara kensyu. Doa yang terkabul adalah doa yang sesuai dengan Sadharmapundarika Sutra, yaitu doa yang ingin selalu memikirkan kebahagiaan banyak orang dan juga untuk keselamatan bangsa dan Negara. Selama tiga hari, umat NSI belajar lebih mendalam lagi mengenai makna doa sebagai pelaksanaan sehari-hari. Setiap saat melantunkan doa melalui pelaksanaan dan perubahan diri lebih

Stand pameran foto kegiatan NSI. Kiri: Ketua Umum NSI menjelaskan kepada Dirjen Bimas Buddha dan Dirjen KLHK perihal foto yang sedang dilihat.

22

Samantabadra | Desember 2015

baik dalam kehidupan nyata. Apapun yang kita butuhkan sudah tercakup di alam semesta ini, doa sesungguhnya adalah keinginan untuk selalu memberi dan memberi. Seperti matahari yang selalu memberi, seperti kasih ibu yang tidak pernah meminta. Demikian pula sikap doa yang baik dan benar yang bisa kita lakukan, sesuai dengan anjuran Buddha Niciren.

(Maya)

Referensi: http://bimasbuddha.kemenag. go.id/baca/detil/765/13/02/11/2015/hut-ke51-parisadha-buddha-dharma-niciren-syosyuindonesia-pbdnsi-dan-penklarasian-viharabergerak-menyelamatkan-bumi#.VkFY8dIrKM8


Ketua Umum NSI melakukan penanaman pohon di halaman Mahavihara Saddharma NSI seusai deklarasi.

Foto bersama segenap umat NSI dan para tamu undangan seusai pelaksanaan Deklarasi Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi.

Foto bersama Ketua-Ketua Majelis Agama Buddha atau yang mewakili dan Dirjen Bimas Buddha Kemenag RI pada saat penandatanganan Deklarasi Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi.

Paduan Suara Gita Pundarika dan Mandavara Chamber Orchestra mengiringi jalannya kegiatan Deklarasi Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi.

Desember 2015 | Samantabadra

23


liputan Foto bersama DPP NSI, Ibu Siti Hartati Murdaya, para juri, dan pemenang Festival Tari Nusantara NSI 2015. Juara 1 Tari Lengiteun, Umat NSI Banten (tengah). Juara 2 Tari Pukat, Umat NSI DKI Jakarta (kanan), Juara 3 Tari Muli Limban Waya, Umat NSI Lampung (kiri).

Festival Tari

Tari Zapin Kipas, Umat NSI Sumatera Selatan.

24

Samantabadra | Desember 2015

Tari Jaleuleu, Umat NSI Bogor, Jawa Barat.

Tari Genjring Party, Umat NSI Banten.


Nusantara NSI 2015

Tari Jemparing, Umat NSI DKI Jakarta

Tari Shinta Obong, Umat NSI DKI Jakarta

Desember 2015 | Samantabadra

25


liputan

Tari Jaleuleu

Tari Zapin KIpas

Tari Muli Limban Waya

Tarian Lansia NSI

26

Samantabadra | Desember 2015

Tari Pukat


Kehadiran istimewa Ibu Tite Ito Sumardi, Istri Duta Besar RI untuk Myanmar

Tari Genjring Party

Tari Shinta Obong

Marching Band Mandarava NSI

Tari Kreasi Generasi Muda NSI Bekasi, Jawa Barat. Paduan Suara Umat NSI Banten

Desember 2015 | Samantabadra

27


liputan

M

ahavihara Saddharma NSI tahun lalu sudah diakui sebagai eco vihara oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI. Kirakira kriterianya sudah terpapar, apa yang dinilai oleh Kementrian KLHK itu, vihara kita sudah dicanangkan dan diakui sebagai eco vihara. Dalam rangka hari jadi NSI ke-51, tentu perlu dimaknai dengan tidak sekedar berkumpul di vihara, namun secara lebih mendalam, kita mengangkat tema doa yang “terkabul� (diberi tanda kutip). Di agama Buddha Niciren, “terkabul� bermakna mendapatkan akibat yang baik, sesuai dengan hukum karma. Jadi, tidak ada pihak yang memberi. Segala sesuatu yang terjadi dan menimpa diri kita adalah hasil perbuatan sendiri. Doa yang terkabul adalah niatan/keinginan mendalam yang diwujudkan dalam pelaksanaan untuk membahagiakan seluruh umat manusia berdasarkan Saddharmapundarika Sutra, atau yang sering kita sebut sebagai doa pelaksanaan. Doa pelaksanaan bukan hanya duduk di depan altar, namun harus ditindaklanjuti dengan pelaksanaan dalam kehidupan. Maka dari itu, pada hari ini kita semua berkumpul di sini menggunakan kaus hijau, berarti kita semua bertekad, sepulang dari sini ada 56 vihara dan cetya NSI, semua pimpinan dan umat NSI bertekad untuk menjadikan eco vihara dan eco cetya di daerahnya masing-masing. Itu tekad kami, sehingga dengan demikian, maka pada hari ini kita juga ingin mencetuskan tekad itu dalam sebuah deklarasi dan juga mengajak saudarasaudara sedharma kami dari majelis agama Buddha lainnya, seperti Madatantri, Maha Nikaya, dan Maitreya. Untuk 5 tahun ke depan, saya bertekad untuk seluruh vihara NSI yang tersebar di 18 provinsi seluruhnya bisa menjadi eco vihara. (Sambutan KU NSI dalam Deklarasi Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi)

Teks Deklarasi

Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi 1. 2. 3. 4. 5.

28

Kami umat Buddha Indonesia, sebagai bagian yang integral dari bangsa Indonesia, bertekad untuk mengembangkan sikap hidup sehari-hari yang berlandaskan Buddha dharma, demi kelestarian lingkungan dan keharmonisan hidup.

Kami umat Buddha Indonesia, bertekad untuk memelihara kebersihan lingkungan vihara, rumah, dan di manapun kami berada, karena sebagai Buddhis kami menyadari bahwa kelangsungan hidup manusia dan lingkungan alam adalah tidak terpisahkan dan saling membentuk. Majelis-Majelis agama Buddha melalui pemuka-pemuka agamanya, kepala vihara, dan para pengurusnya, bertekad untuk membangun vihara yang ramah lingkungan (ecovihara), sesuai dengan panduan eco-vihara yang disepakati bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Majelis-majelis agama Buddha berkomitmen untuk memasukkan muatan-muatan praktis pemeliharaan lingkungan kepada umat di dalam ceramah atau sesi pembinaan, dengan Buddhisme sebagai landasan berpikirnya. Di dalam pembangunan vihara dan pemeliharaan vihara-vihara yang sudah ada, para pengurus majelis atau vihara akan meningkatkan kawasan hijau di lingkungan vihara, melakukan swa-kelola sampah, melakukan efisiensi air dan listrik, dan mereduksi penggunaan botol plastik, stereofoam, dan bahan-bahan lain yang tidak ramah lingkungan di dalam setiap kegiatan yang diadakan majelis atau vihara. Samantabadra | Desember 2015


Dokyo Syodai Peringatan Hari Jadi NSI ke-51 Tahun

Upacara Dokyo Syodai di Vihara Sadaparibhuta NSI dipimpin oleh Ketua Umum NSI.

DPP, Pimpinan Wilayah dan Daerah NSI DKI Jakarta melakukan syoko.

P

eringatan hari jadi NSI ke-51 tahun pada tanggal 28 Oktober 2015, diperingati oleh segenap pimpinan dan umat NSI dengan melaksanakan upacara dokyo syodai di vihara-vihara NSI di seluruh Indonesia. Di wilayah DKI Jakarta, upacara berlangsung di Vihara Sadaparibhuta NSI dan dipimpin oleh Ketua Umum NSI. Seusai upacara dokyo syodai dan kata sambutan oleh Ketua Umum NSI, DPP NSI beserta Upacara dokyo syodai juga dilakukan di segenap pimpinan Wilayah DKI Jakarta dan wilayah lain di Indonesia, di antaranya Wilayah umat melakukan simbolis tiup lilin sebagai Kalimantan Barat, Pontianak. eee penanda hari jadi NSI yang ke-51 tahun.

Upacara dokyo syodai di Vihara Vimalakirti NSI Pontianak, dipimpin oleh Ketua Wilayah NSI Kalimantan Barat.

Desember 2015 | Samantabadra

29


liputan

Dalam Rangka Hari Jadi NSI ke-51 Tahun

Bakti Kebersihan Umat NSI Bogor di Mahavihara Saddharma NSI

D

alam rangka menyambut hari jadi NSI ke-51 tahun di kompleks Mahavihara Saddharma NSI, umat NSI Bogor dan beberapa umat NSI Muncul melakukan karya bakti membersihkan vihara yang diselenggarakan pada Minggu, 18 Oktober 2015, dari pagi hingga siang hari. Sekitar seratus umat NSI yang terdiri dari anak-anak, generasi muda, bapakibu, dan lansia, berangkat bersama-sama dari Vihara Vimalakirti NSI Bogor dengan perasaan jiwa yang gembira maupun icinen untuk dapat menjalankan visi dan misi kita sebagai Boddhisatva yang Muncul

30

Samantabadra | Desember 2015

dari Bumi yaitu isyo jobutsu dan kosenrufu. Para umat dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dan masing-masing bertugas membersihkan ruang utama vihara/bhaktisala, tangga belakang dan depan sekaligus corn block lapangan. Walau sinar matahari bersinar terik, tidak menyurutkan semangat umat untuk membersihkan rumah ke dua mereka. Umat Muncul turut serta dalam kegiatan ini, dengan membawa alat steam berikut kompresornya agar pembersihan dan pembilasan tangga bisa lebih sempurna. Ada beberapa bagian permukaan tangga yang sulit dibersihkan

seperti kerak dan lumut, namun secara keseluruhan tangga terlihat lebih cerah dan bersih setelah dibersihkan. Kegiatan kebersihan di Mahavihara Saddharma NSI secara rutin dilakukan oleh umat NSI Bogor, khususnya bagian ibu sebulan 1-2 kali. Ke depannya diharapkan tidak hanya ibu-ibu, tapi seluruh elemen empat bagian dapat berpartisipasi dalam melakukan bakti kebersihan di daerahnya masing-masing, di Mahavihara Saddharma NSI dan Vihara Sadaparibhuta NSI. (David)


Roundtable Discussion dengan Menteri Luar Negeri Denmark mengenai Kerukunan Antarumat Beragama di Indonesia

D

iskusi dengan tokohtokoh agama menjadi salah satu agenda yang dicantumkan oleh menteri luar negeri Denmark dalam kunjungan kenegaraannya ke Indonesia. Denmark ingin mengetahui bagaimana Indonesia bisa menciptakan suasana kehidupan bernegara yang rukun dengan keanekaragaman suku, agama, budaya, ras, dan antargolongan. Dalam kesempatan ini Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI)

Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja dipercaya oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) sebagai tokoh agama yang mewakili seluruh umat Buddha di Indonesia. Diskusi ini dilakukan di Masjid Istiqlal pada hari Kamis, 22 Oktober 2015 di ruang terbuka dengan posisi duduk melingkari meja, oleh karena itu diskusi ini disebut dengan istilah roundtable meeting. Dalam diskusi tersebut Ketua Umum NSI menyampaikan

pandangan bahwa warga negara Indonesia bisa hidup rukun di dalam keanekaragaman karena memiliki dasar negara Pancasila (Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia), ketika seluruh warga negara Indonesia mampu mengejawantahkan dasar negara tersebut di dalam kehidupan sehariDesember 2015 | Samantabadra

31


liputan hari maka pasti kerukunan akan terwujud. Beliau menjelaskan bahwa jumlah penganut agama Buddha di Indonesia tidak banyak, namun di Indonesia ini semua komunitas agama punya hari libur, termasuk agama Buddha. Oleh karena itu tentu saya ingin mengajak bahwa kita perlu melihat jauh lebih ke belakang bahwa ada suatu kearifan dari bangsa ini. Tentu ini tidak bisa dilihat hanya dalam ukuran kemerdekaan, tapi jauh sebelumnya dan

dan membawa simbolsimbol agama. Konflik yang ada di Syria maupun konflik yang ada di Myanmar dan juga di Indonesia, yang disebut sebagai konflik antarumat beragama, sebenarnya tidaklah seperti itu. Diskusi ini juga dihadiri oleh tokoh-tokoh dan

kemudian bangsa ini memproklamasikan diri dan meletakkan sebuah filsafat negara, yaitu Pancasila. Dalam paparannya, beliau juga memberikan pandangan bahwa sebetulnya tidak pernah ada konflik antaragama, tetapi agama ini sering dijadikan alat, sering disalahgunakan untuk kepentingankepentingan pribadi dan kelompok tertentu yang mengatasnamakan agama

cendikiawan agama lain seperti Prof.Komarudin Hidayat, Prof. Muhammad Quraish Sihab, serta Yenny Wahid (Putri Sulung Presiden RI ke-4, alm. KH.Abddurahman Wahid) ketiganya merupakan perwakilan dari agama Islam, serta Imam Besar Masjid Istiqlal. MPU Suhadi Sendjaja menjadi satusatunya tokoh agama yang mewakili agama di luar Islam dan Kristen.

Setelah selesai melakukan diskusi di Masjid Istiqlal, Menteri Luar Negeri Denmark Kristian Jensen, Duta Besar Denmark untuk Indonesia Caspiar Kiynge beserta rombongannya dan seluruh tokoh agama berjalan kaki menuju Gereja Katedral yang terletak tepat diseberang Masjid Istiqlal untuk melihat salah satu wujud nyata dari kehidupan kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Letak kedua rumah ibadah besar yang saling berdampingan ini

Foto bersama tokoh lintas agama di Gereja Katedral Jakarta bersama Menteri Luar Negeri Denmark.

32

Samantabadra | Desember 2015

memang sudah ditanamkan oleh para pendiri negara Indonesia agar Indonesia dapat menjadi bangsa yang rukun, aman, besar, dan sejahtera, karena kesejahteraan dan kebesaran sebuah bangsa dimulai dari kerukunan yang diciptakan oleh seluruh individu di dalam kehidupannya sehari-hari.

(Kyanne, Arya)


Expert Meeting Komite III DPD RI

Masukkan Tokoh Lintas Agama terhadap Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

K

erukunan menjadi hal yang sangat penting di dalam membangun bangsa yang maju dan beradab, hal ini menjadi tanggung jawab dari seluruh elemen yang ada di dalamnya, termasuk Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Sebagai wujud dari tanggung jawabnya sebagai bagian dari elemen bangsa untuk menjaga kerukunan bangsa Indonesia, maka, Komite III DPD RI yang salah satu tanggung jawabnya adalah memperhatikan urusan agama di daerah dan masyarakatnya, menyelenggarakan Expert Meeting pada tanggal 26 Oktober 2015 bersama tokohtokoh agama dengan tema “Kerukunan Umat Bergama di Indonesia.�

Tujuan dari kegiatan ini adalah agar anggota DPD RI khususnya Komite III mendapatkan masukkan dari para ahli dalam hal ini ahli kerukunan umat beragama yaitu tokoh-tokoh agama. Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja menjadi tokoh agama yang mewakili umat Buddha di Indonesia (Walubi) untuk memberikan tambahan pengetahuan dan kebijaksanaan kepada anggota DPD RI mengenai kerukunan umat beragama di Indonesia dalam perspektif Buddhisme. Hadir juga tokoh dari Umat Islam yang diwakili oleh Ketua Bidang Kerukunan Majelis Ulama Indonesia

(MUI), Dr.Yusna Yusuf, Tokoh Umat Hindu, Ketut Parwata, dan Tokoh dari Umat Katolik. Dalam pemaparannya, Ketua Umum NSI menyampaikan bahwa, kerukunan itu harus dipelihara, karena itu merupakan salah satu modal yang sangat penting untuk pembangunan menuju keadilan sosial bagi seluruh bangsa indonesia. Menurut sensus penduduk, bangsa Indonesia ini terdiri dari kurang lebih dua ratus lima puluh juta penduduk, untuk mengatur jumlah penduduk yang banyak ini tidak bisa hanya mengandalkan kesadaran dari penduduk saja, idealnya memang menggunakan kesadaran, tetapi harus ada peraturan. Oleh karena itu Desember 2015 | Samantabadra

33


liputan

Foto bersama para pembicara pada Expert Meeting Komisi III DPD RI yang juga merupakan para pemuka agama.

semenjak negara ini didirikan pada tahun 1945, para pendiri negara ini memiliki kearifan. Indonesia ini tidak hanya dibangun dengan bambu runcing, tapi ada satu hal yang sekarang sudah mulai dilupakan, bahwa founding father Indonesia memiliki kearifan yang luar biasa, karena mereka itu betul-betul merupakan orang-orang yang sangat memikirkan nasib dari bangsa ini. Semua sepakat kalau Islam, Buddha, Hindu, Kristen, Konghucu dan agama-agama lainnya adalah umat beragama yang rukun. Pertama kita harus samasama meyakini, sesungguhnya tidak pernah ada konflik agama, tetapi banyak orang yang meyalahgunakan agama, membonceng agama untuk kepentingan yang lain. Sebetulnya, tidak pernah ada konflik agama, begitupun konflik antarumat bergama. Ketua Umum NSI juga menyampaikan sebuah 34

Samantabadra | Desember 2015

cerita yang didapatkanya dari salah satu tokoh umat Islam, KH.Hasyim Muzadi, ketika itu Pak Kiyai Hasyim baru mengunjungi negara Taiwan, beliau mengatakan jika koper dan/atau barangbarang kita tertinggal di dalam taksi di Taiwan, kita tidak perlu khawatir, karena koper itu pasti kembali lagi dan itu pasti diantarkan. Adua faktor yang menyebabkan terjadinya hal ini, pertama karena masyarakatnya punya kesadaran seperti itu, kedua karena regulasinya mendukung. Pengembalian barang tersebut termasuk biayanya dijamin oleh negara, tetapi jika tidak mengembalikan itu pidana. Jadi, Pak Hasyim mengatakan, Taiwan itu bukan negara Islam, tapi perilaku orang Taiwan Islami. Hal terakhir yang disampaikan oleh MPU Suhadi Sendjaja di dalam pembekalannya adalah bahwa agama itu muncul

dengan tujuan ingin memberikan landasan dan ingin memayungi umatnya, karena sebetulnya agama lah yang melindungi umat. Tetapi sekarang muncul “pasukanpasukan� yang tampil untuk membela agama, padahal agama sebetulnya tidak perlu dibela. Hal-hal semacam ini perlu disadari sebagai aksi oknum tertentu yang ingin menyukseskan kepentingan pribadi dan kepentingan kelompoknya dengan mengatasnamakan agama. Peraturan/aturan sudah terlalu banyak, saat ini yang terpenting adalah penegakan hukum, kekuatan untuk bisa menjalankan aturanaturan yang sudah ada ini secara baik. Inilah yang harus dijalankan bersama-sama dan bahu membahu untuk mewujudkan hal tersebut. (Arya)


Ketua Umum NSI Menjadi Nara Sumber dalam Seminar Nasional UIN M

asa depan kehidupan umat beragama di Indonesia diangkat menjadi topik diskusi yang menarik oleh para calon Cendikiawan muslim di Universitas Islam Negeri (UIN), Ciputat. Diskusi ini diselenggarakan oleh mahasiswa Fakultas Ushuluddin (perbandingan agama) UIN pada hari Rabu, 28 Oktober 2015. Mahasiswa UIN ingin mengetahui seperti apa pandangan para tokoh agama di Indonesia mengenai topik tersebut. Diskusi ini dihadiri oleh Tokoh dari agama Buddha, Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja (Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia/ NSI), tokoh dari agama Islam, Dr.Yusna Yusuf (Ketua Bidang Kerukunan Majelis Ulama Indonesia), tokoh agama Konghucu, Uung Sendana (Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia / MATAKIN), dan juga Prof.Dr. Ridwan Lubis

(Guru Besar UIN) sebagai akademisi dari kampus UIN. Pada mulanya suasana

Agama Buddha menyoroti bahwa seorang Buddha itu memiliki empat kekuatan, yaitu: Jiwanya Kuat, tenang, suci, dan bebas. Pengertian bebas disini tentu bukan bebas seperti tidak ingin menggunakan baju, ditengah-tengah keramaian, bukan bebas yang seperti itu, bebas disini artinya perasaan jiwa yang tidak terikat, tidak terikat oleh hawa nafsu, tidak diskusi nampak sangat serius, terikat oleh keserakahan, itu namun suasana mulai berubah namanya bebas. Kemudian menjadi lebih menenangkan dalam konteks beragama, dan menyenangkan karena tentu negara juga akhirnya diikuti dengan humor dan memikirkan mengenai hal penyampaian yang tenang ini, maka muncullah pasal dan jelas ketika Ketua di dalam Undang-undang Umum NSI mendapatkan Dasar (UUD) Negara Republik giliran untuk menyampaikan Indonesia tahun 1945 yang pandangan dari agama mengatur tentang kebebasan Buddha mengenai masa depan beragama, yaitu pada pasal 29, umat beragama di Indonesia. yang menyampaikan bahwa Dalam pemaparannya, beliau negara menjamin kebebasan menyampaikan bahwa seluruh warga negaranya pemikiran yang muncul dari untuk menganut dan seorang yang sudah mencapai melaksanakan ajaran agama kebuddhaan itu pasti tepat sesuai dengan keyakinannya guna dan tepat waktu, kalau masing-masing. Oleh karena sudah tepat guna dan tepat itu menurut Ketua Umum waktu sudah pasti bagus. NSI, sebetulnya masa depan Desember 2015 | Samantabadra

35


liputan dari kebebasan beragam di Indonesia itu terjamin, karena ada di dalam UUD 1945, sehingga dari aspek hukum, sudah terjamin, sepanjang negara ini masih berdiri sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sepanjang seluruh warga negara Indonesia ini masih konsisten dan sepakat untuk bersatu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, pasti bangsa ini akan tetap kokoh berdiri, tetap bersatu, dan kebebasan kehidupan beragama di Indonesia pun pasti terjamin. Pada dasarnya setiap orang itu berbeda-beda, cara berpikirnya, cara berucapnya, cara bertindaknya, keinginannya berbeda, seleranya berbeda, banyak sekali perbedaan antara setiap manusia, sehingga terkadang kita akan merasa kecewa ketika orang lain tidak sesuai dengan keinginan kita. Banyak kekecewaan tersebut muncul karena hal ini, dalam menjalin hubungan dengan pacar, dalam menjalin hubungan dengan orang tua, guru, masyarakat, dan juga hubungan antar umat beragama. Agama Buddha melihat bahwa hal tersebut merupakan kekecewaan

36

Samantabadra | Desember 2015

yang salah, kita harus paham, bahwa orang lain pasti tidak sama dengan kita. Nah oleh karena itu, yang harus bisa diupayakan adalah kita coba memahami orang lain. Itu pemikiran Buddha, kita coba memahami orang lain, begitu juga dalam konteks beragama. Indonesia ini terdiri dari komunitas-komunitas agama, dan komunitas-komunitas agama ini bisa memberikan, bisa mengupayakan, agar umatnya itu bisa lebih dan sangat memahami ajaran yang diyakini, dan pemahaman itu kemudian dipraktikkan di dalam kehidupan seharihari. Kecintaan di sini bukan menjadi sebuah kecintaan yang buta, karena ada orang yang egois dan cenderung mau menang sendiri. Oleh karena itu, tanggung jawab dari semua komunitas agama adalah harus betul-betul sangat memahami ajaran agamanya secara tepat dan aplikatif. Dalam agama Buddha ada sebuah prinsip mengenai dua tetapi bukan dua, satu tetapi bukan satu karena ada dua yang saling mempengaruhi, sama halnya dengan warga negara dan umat beragama adalah dua hal tetapi

merupakan satu kesatuan. Pada badan kita harus menjadi warga negara dan umat bergama yang baik, kalau bisa seperti itu sikap dan perilaku dari seluruh umat beragama dan warga negara, pasti keinginan, cita-cita bangsa ini yang menginginkan untuk menjamin kebebasan seluruh warga negaranya dalam beragama pasti akan cerah. Kalau di masa depan nanti tidak cerah maka sebetulnya umat beragama ini belum memahami dan menerapkan agama yang diyakininya. Buddha tidak bisa merubah nasib umat manusia, tapi Buddha bisa menunjukkan jalan. Oleh karena itu Buddha mengatakan, “Saya sekarang sudah menjadi orang yang paling bahagia, saya mengibaratkan bahagia itu diseberang sana, mau mencapai sana, inilah jalannya�, Buddha hanya menunjukkan itu, kalau kita ingin mencapai kebahagiaan tersebut, kita harus jalan, tidak bisa orang lain yang jalan lalu kita yang mencapai kebahagiaan, ini merupakan prinsip dari umat Buddha. (Arya)


materi ajaran | gosyo kensyu

Gosyo Kensyu (1/2)

Surat Perihal Doa Demi Turunnya Hujan dari Ketiga Orang Sanzo (Subhakarasimha, Vajrabodhi, dan Amogha)

LATAR BELAKANG|

S

urat ini ditulis pada tanggal 22 bulan ke 6 tahun 1275 (Kenji-1) di Gunung Minobu, ketika, Niciren Daisyonin berusia 54 tahun dan diberikan kepada NisyiyamaNyudo. Nisyiyama Nyudo adalah kepala desa Nisyiyama, wilayah Fuji daerah Surugayang juga disebut sebagai Ouci Tasaburo Yasukiyo karena sesuai dengan nama tanahmiliknya sehingga disebut Nisyiyama Dono. Sebelum Beliau menganut kepercayaan terhadap Niciren Daisyonin adalah penganut Sekte Syingon. Di dalam surat inipun telah mensitir dan meluruskan kesalahan penyebarluasan Hukum Agama Buddha dari ketiga Sanzo dan Kobo, kemudian menjelaskan bahwa hendaknya melepaskan kepercayaan terhadap Syingon yang merupakan sumber pengaruh buruk dan beralih percaya kepada Niciren Daisyonin sebagai guru dari prajna baik yang tertinggi. Dengan demikian pasti

dapat memperoleh kurnia kebajikan pencapaian Kesadaran Buddha. Judul surat ini mewujudkan prajna baik yang telah mengutip perihal pemanjatan doa demi turunnya hujan dari ketiga orang Sanzo. Karena dalam surat ini menjelaskan alasan dan sebab-sebab terjadinya pengaruh yang buruk, sehingga surat ini dinamakan sebagai Surat Perihal Pemanjatan Doa demi Turunnya Hujan dari Ketiga Orang Sanzo. Lembaran asli dari surat ini masih disimpan baik di Kuil AgungTaisekiji.

Desember 2015 | Samantabadra

37


materi ajaran | gosyo kensyu ISI GOSYO |

T

anaman pohon pun kalau ditunjang dengan penopang yang kuat, tidak akan tertumbangkan oleh angin besar. Walau pohon yang sudah kokoh tumbuh sejak dahulu, kalau akarnya lemah akan tumbang. Orang yang lemah kalau ditunjang oleh orang kuat tidak akan terjatuh. Walau seseorang agak kuat keadaannya, jika berjalan seorang diri saja akan tergelincir pada jalan yang buruk. Di dalam ketiga ribu dari Ribuan Dunia Besar, terkecuali Sariputra dan Maha Kasyapa, kalau Sang Buddha tidak muncul dalam dunia ini, maka tidak tertinggal seorang pun, semuanya akan terjatuh ke dalam Ketiga Dunia yang Buruk. Namun karena sebab jodoh yang kuat, sehingga dapat mengandalkan diri pada Sang Buddha, maka banyak di antara umat manusia yang dapat mencapai Kesadaran Buddha. Apalagi, para orang jahat seperti Raja Ajatasatru dan Angulimala yang dengan cara bagaimanapun tidak mungkin dapat mencapai Kesadaran Buddha, dan pasti harus jatuh ke dalam Neraka Avici; justru karena perilaku yang agung dari leluhur Buddha Sakyamuni, sehingga mereka dapat mencapai Kesadaran Buddha. Untuk itu perjalanan menuju pencapaian Kesadaran Buddha, tidak ada sesuatu yang lebih mengungguli prajna dan pengaruh yang baik (Zencisyiki). Apakah gunanya prajna kita sebagai manusia biasa yang hanya mengetahui suhu panas dan dingin, padahal yang terpenting sesungguhnya adalah prajna dan pengaruh yang baik (Zencisyiki)? Namun demikian, sulit sekali untuk bertemu dengan prajna dan pengaruh yang baik. Oleh karena itu, perihal untuk bertemu dengan prajna dan pengaruh yang baik, diumpamakan sebagai kura-kura bermata satu yang berusaha mencari dan memasukkan tubuhnya ke dalam kayu cendana yang terapung; dan juga sama seperti menjatuhkan benang dari Langit Surga Brahma untuk memasukkan ke dalam lubang jarum yang diletakkan di atas bumi besar. Untuk itu, dalam masyarakat yang buruk dari masa Akhir Dharma, pengaruh yang buruk, jumlahnya jauh melebihi debu-debu bumi besar, sedangkan prajna dan pengaruh yang baik jumlahnya lebih sedikit dari pada tanah yang berada di atas kuku. Walau Boddhisattva Avalokitesvara dari Gunung Potalaka merupakan pengaruh baik dari Sudhanakumarasya (Putra Zen-zai) yang telah mengajarkan kedua ajaran dari Ajaran Khusus (Bekkyo) dan Ajaran Sempurna (Enkyo), namun masih belum mengajarkan Saddharma Pundarika Sutra dari Ajaran Sempurna Sesungguhnya. Ketika Boddhisattva Sadapralapa menjual dirinya untuk menuntut prajna dan pengaruh yang baik, telah bertemu dengan Boddhisattva Dharmodgata, namun hanya diajarkan Ajaran Perantara (Cekyo), Ajaran Khusus (Bekkyo) dan Ajaran Sempurna (Enkyo) dan sama sekali tidak diajarkan Saddharma Pundarika Sutra. Sariputra yang menjadi prajna dan pengaruh yang baik telah mengajarkan selama 90 hari kepada para pandai besi, namun ternyata mereka telah menjadi orang Iccantika. Furuna yang mengkhotbahkan Dharma selama satu musim panas, telah mengajarkan orang berbakat Mahayana dengan Ajaran Hinayana, sehingga mereka telah menjadi orang-orang Hinayana. Para Arif Bijaksana Agung sekalipun tidak diperkenankan untuk menjelaskan Saddharma Pundarika Sutra, bahkan Arahat yang telah matang pun tidak mengetahui 38

Samantabadra | Desember 2015


bakat umat. Untuk itu, para sarjana agama Buddha pada masyarakat buruk masa Akhir Dharma ini harus dinilai dengan berdasarkan pada perumpamaan di atas. Barang siapa yang menaruh kepercayaan terhadap orang yang mengatakan bahwa langit dikatakan sebagai bumi; Timur dikatakan sebagai Barat; api dikatakan sebagai air; bintang lebih unggul dari bulan; maupun gundukan tanah dari semut dikatakan lebih tinggi dari Gunung Semeru, maka mereka adalah lebih rendah daripada orang jahat yang tidak pernah belajar Agama Buddha. Niciren dalam menentukan unggul lemahnya Hukum Agama Buddha senantiasa berdasarkan pada prinsip kewajaran dan bukti tertulis yang otentik. Terlebih dari itu, daripada prinsip kewajaran dan bukti tertulis yang otentik, kiranya tiada sesuatu yang lebih mengungguli bukti nyata. Namun demikian, kira-kira pada tahun Bun-ei kelima yang lalu di bagian Timur Jepang telah timbul pemberontakan, sedangkan di bagian Barat telah kedatangan utusan dari Mongolia yang menuntut upeti dari Jepang terhadap Mongolia. Untuk itu, Niciren menerangkan secara mendalam bahwa, “Hal ini timbul karena tidak percaya Hukum Agama Buddha yang sesungguhnya, mungkin harus diselenggarakan doa demi mengatasi hal tersebut; dan itu telah dijalankan berdasarkan pada ajaran Sekte Syingon.� Di antara ketiga negara yakni lndia, Tiongkok dan Jepang, sementara tidak membahas perihal India, namun negara Tiongkok dan Jepang telah runtuh karena percaya kepada Sekte Syingon. Ketika Subhakarasimha datang ke Tiongkok, pada masa kekuasaan Raja Sien Cung dari Kerajaan Tang. Saat itu Negara sedang dilanda kemarau panjang, Beliau telah diminta untuk mendoakan agar hujan turun, dan telah berhasil menurunkan hujan. Namun ketika seluruh rakyat sedang berada dalam kegembiraan, sesaat kemudian telah bertiup angin taufan, sehingga semuanya menjadi kecewa. Dan juga, pada waktu Vajrabodhi datang ke Negara Tiongkok, juga telah melaksanakan doa menurunkan hujan. Selama tujuh hari baru turun hujan, ketika rakyat dalam kegembiraan timbul taufan yang dahsyat yang belum pernah dialami sebelumnya. Sehingga Sekte Syingon dikecam untuk dikembalikan ke India, karena dianggap sebagai Hukum Jahat yang menakutkan, namun dapat bertahan karena pembelaan dengan berbagai alasan yang dibuat-buat. Kemudian pada masa kerajaan yang sama, Amogha mendoakan turunnya hujan, selama tiga hari turun hujan yang deras. Kegembiraan rakyat sama seperti pada masa sebelumnya, namun sesaat kemudian telah bertiup taufan besar yang lebih dahsyat daripada yang terjadi dua kali sebelumnya, dan berlangsung selama sepuluh hari lebih. Sungguh merupakan suatu hal yang gaib. Baik orang arif bijaksana maupun orang bodoh di Negeri Jepang, tiada seorang pun yang mengetahui hal ini. Seandainya ingin mengetahuinya selama Niciren masih hidup, kiranya dapat dipertanyakan secara seksama. Di Negeri Jepang pada bulan kedua tahun Tenco kesatu telah terjadi kemarau panjang. Mahaguru Kobo pun telah memanjatkan doa demi turunnya hujan di Taman Syinzen; dan pada saat itu terdapat seorang yang bernama Syubin yang mengajukan suatu tantangan dengan berkata, “Ajaran dari Kobo adalah dangkal, sedangkan ajaran saya lebih mendalam, hendaknya kesempatan pertama diberikan kepada saya.� Usulnya diterima, sehingga Syubin melaksanakan doa demi turunnya hujan. Setelah hari ketujuh barulah Desember 2015 | Samantabadra

39


materi ajaran | gosyo kensyu hujan turun, tetapi hujan itu hanya turun di Ibukota Kyoto, sedangkan daerah pertanian di desa sama sekali tidak turun hujan. Selanjutnya, ketika giliran Mahaguru Kobo, meski telah berlalu tujuh hari, hujan belum juga turun, bahkan setelah berlalu 14 sampai dengan 21 hari, masih tetap tidak berhasil menurunkan hujan, sehingga sang raja sendiri yang memanjatkan doa barulah hujan turun. Namun demikian, para penganut Kuil Toji tetap bersikeras mengatakan guru merekalah yang berhasil menurunkan hujan. Untuk jelasnya dapat dibuktikan dalam catatan harian kerajaan. Pada waktu itu telah terjadi kemunafikan yang paling menyesatkan di atas bumi ini. Kecuali itu terjadi pula suatu ketahayulan yang aneh dalam menghadapi wabah penyakit menular yang terjadi pada musim semi tahun Konin ke-9 yang dikatakan seolah-olah telah teratasi hanya dengan melemparkan tombak Sanko. Hal tersebut telah tersiar sebagai buah bibir masyarakat. Ketika terjadi kemarau panjang pada masa Kerajaan Cen di Tiongkok, Mahaguru Tientai sedang membaca dan menghafal Saddharmapundarika-sutra, seketika hujan turun, sang raja beserta para menterinya telah memberi hormat kepadanya, dan seluruh rakyat memberi hormat dengan sikap anjali. Turunnya hujan tidak terlalu lebat, begitupun angin tidak bertiup dengan kencang, sungguh merupakan hujan yang didambakan. Sehingga Raja Cen duduk terpaku di hadapan Mahaguru Tien-tai dan lupa untuk kembali ke istana. Pada saat itu, Raja Cen telah memberikan penghormatan dengan sikap anjali kepada Mahaguru Tien-tai. Pada musim semi tahun Konin ke-9 di Negeri Jepang telah terjadi kemarau panjang. Kaisar Saga memerintahkan Fujiwara agar menterinya yang bernama Wake no Macena untuk memohon kepada Mahaguru Dengyo memanjatkan doa demi turunnya hujan. Ketika Mahaguru Dengyo memanjatkan doa demi turunnya hujan dengan membaca Saddharmapundarika-sutra, Suvarnaprabhasa Uttamendra Raja Sutra (Konkomyo) dan Manusendra Sutra (Ninnokyo), pada hari ketiga, cuaca mulai mendung, dan karena hujan rintik-rintik membahasahi bumi maka sang kaisar sangat bergembira, sehingga telah mengabulkan didirikannya Altar Agung Mahayana, yang merupakan suatu hal yang tersulit dapat terlaksana di Negeri Jepang waktu itu. Guru dari Mahaguru Dengyo, adalah seorang arif yang bernama Gomyo merupakan bhikku utama di Ibukota Selatan, ketika mendoakan turunnya hujan dengan membaca Manusendra Sutra (Ninnokyo) dengan didampingi 40 orang muridnya, pada hari yang kelima hujan mulai turun. Meskipun telah berhasil menurunkan hujan pada hari kelima yang merupakan sesuatu hal yang luar biasa, namun bila dibandingkan dengan turunnya hujan pada hari yang ketiga atas doanya Mahaguru Dengyo, masih tetap lebih lemah sifatnya, disamping itu karena hujannya pun dibarengi dengan angin ribut, sehingga Mahaguru Dengyo, tetap mengungguli Gomyo. Seharusnya hal ini dijadikan sebagai pedoman untuk menilai doa demi menurunkan hujan dari Kobo tersebut di atas. Berlanjut pada Samantabadra edisi Januari 2016

40

Samantabadra | Desember 2015


| KUTIPAN GOSYO

1

Untuk itu, perjalanan menuju pencapaian Kesadaran Buddha, tidak ada sesuatu yang lebih mengungguli prajna dan pengaruh yang baik (Zencisyiki). Apakah gunanya prajna kita sebagai manusia biasa yang hanya mengetahui suhu panas dan dingin, padahal yang terpenting sesungguhnya adalah prajna dan pengaruh yang baik (Zencisyiki).

GM

Keterangan: Bagian ini menjelaskan pentingnya prajna dan pengaruh yang baik. Dalam melaksanakan pertapaan Hukum Agama Buddha, berjumpa dengan prajna dan pengaruh yang baik merupakan hakikat yang penting dalam usaha menuju pencapaian Kesadaran Buddha. Meski, kita manusia biasa hanya memiliki prajna yang mengetahui suhu panas dan dingin, namun justru dengan menuntut, mencari dan mendekati prajna dan pengaruh yang baik dapat memperoleh kemungkinan untuk mencapai Kesadaran Buddha. Prajna dan pengaruh yang baik adalah pengaruh sebab jodoh baik yang memberikan kesempatan untuk mencapai Kesadaran Buddha; berarti menjadi orang yang berkebajikan. Terlepas dari apakah seseorang berada dalam Dunia Buddha, Dunia Boddhisattva, Dwiyana, Dunia Kemanusiaan atau Dunia Surga, orang yang dapat membimbing orang lain untuk mencapai Kesadaran Buddha dikatakan sebagai prajna dan pengaruh yang baik. Sebaliknya kawan atau guru jahat yang menghalang-halangi dan menyesatkan umat manusia dalam melaksanakan pertapaan Hukum Agama Buddha dikatakan sebagai pengaruh yang buruk.

Oleh karena itu, pada awal dari surat ini menandaskan, bahwa hal yang terpenting dalam pertapaan Hukum Agama Buddha demi pencapaian Kesadaran Buddha, adalah berjumpa dengan prajna dan pengaruh yang baik; hal mana diperjelas dengan menarik perumpamaan hubungan antara pohon dan penunjangnya; seseorang yang berjalan seorang diri pada jalan yang buruk. Selanjutnya menjelaskan, bahwa meskipun orang jahat seperti Raja Ajatasatru, dan Angulimala, karena berternu dengan prajna dan pengaruh yang baik, yakni Sang Buddha Sakyamuni, sehingga dapat mencapai Kesadaran Buddha.

2

Untuk itu, dalam masyarakat yang buruk dari masa Akhir Dharma, pengaruh yang buruk, jumlahnya jauh melebihi debu-debu bumi besar, sedangkan prajna dan pengaruh yang baik jumlahnya lebih sedikit daripada tanah yang berada di atas kuku.

GM

Keterangan: Bagian pertama menjelaskan pentingnya prajna dan pengaruh yang baik, kemudian bagian ini menjelaskan sulitnya bertemu dengan prajna dan pengaruh yang baik, dengan mengutip cerita SangBuddha tentang kura-kura bermata satu. Selanjutnya mengajarkan dan menunjukkan sikap para sarjana Agama Buddha dari masyarakat buruk masa Akhir Dharma dengan menarik perumpamaan dari Boddhisatva Avalokitesvara, Boddhisatva Dharmodgata, Sariputra, Furuna dan lain-lain. Bertemu dengan prajna dan pengaruh Desember 2015 | Samantabadra

41


materi ajaran | gosyo kensyu barang tentu bukan pengaruh yang baik. Dalam kutipan surat ini dikatakan “langit dikatakan sebagai bumi, Timur dikatakan sebagai Barat, api diajarkan sebagai air,” hal mana menunjukkan bahwa Sekte Syingon memfitnah dengan mengatakan, bahwa Sang Buddha Sakyamuni adalah manusia biasa, sedangkan kutipan kalimat yang berbunyi : “Bintang lebih unggul dari bulan, gundukan tanah dari semut lebih tinggi dari Gunung Semeru,” hal mana menunjukkan bahwa Sutra Vairocana lebih unggul daripada Saddharma Pundarika Sutra. Kalau orang menaruh kepercayaan kepada ajaran dari para pengaruh buruk, yang sedemikian rupa memutarbalikkan kebenaran, maka kejahatan dari orang tersebut melebihi orang jahat masyarakat biasa, yang sama sekali tidak mempelajari Bahkan Arahat yang telah Agama Buddha dan akan terjatuh ke matang pun tidak mengetahui dalam neraka penderitaan yang tak bakat umat. terputus-putusnya. Hendaknya melalui perumpamaan di atas, ketahuilah betapa Keterangan: menakutkan pengaruh yang buruk Bagian ini menunjukkan bahwa tersebut. Sariputra telah menyebabkan orangDengan demikian, yang terpenting orang menjadi orang Iccantika karena adalah menjauhkan diri dari pengaruh menjelaskan pandangan “perihal tidak bersih” kepada pandai besi, dan pandangan yang buruk dan mendekati prajna dan pengaruh yang baik; namun dalam “perihal menghitung nafas” kepada para kenyataan di dalam masyarakat buruk tukang cuci baju. Dan juga menunjukkan ini telah penuh dengan pengaruh yang Furuna yang telah menjelaskan Sutra buruk. Dalam hal ini, yang terpenting bagi Hinayana kepada umat manusia yang orang yang telah mengetahui Hukum Sakti memiliki bakat untuk menerima ajaran adalah bukannya hidup dengan sikap Sutra-sutra Mahayana, sebagai akibatnya mereka telah menjadi umat dari Hinayana. pesimis yang semata-mata menghindari dan melarikan diri dari pengaruh yang Sekalipun para Arahat telah memperoleh buruk, melainkan dengan kekuatan jiwa Keenam Kekuatan Gaib yang luar biasa yang tabah menjadikan pengaruh yang yang dimiliki oleh Sang Buddha dan Boddhisatva seperti Sariputra, dan Furuna, buruk menjadi pengaruh yang baik. Hal mana berarti bahwa ketika diri sendiri namun mereka tidak dapat melihat berdiri tegak pada pendirian yang kokoh tembus bakat seseorang. Apalagi para untuk menjadikan sesuatu sebagai prajna sarjana agama Buddha masyarakat buruk dan pengaruh yang baik, meski dihadapi masa Akhir Dharma sekarang ini sudah

yang baik lebih sedikit daripada tanah yang berada di atas kuku, menunjukkan bahwa Boddhisattva Avalokitesvara yang telah mengajarkan kedua ajaran dari Ajaran Perantara dan Ajaran Khusus kepada Sudhanakumarasya; di samping itu Boddhisatva Dharmodgata yang telah mengajarkan ketiga ajaran dari Ajaran Perantara (Cekyo), Ajaran Khusus (Bekkyo) dan Ajaran Sempurna (En-kyo) dari Sutra Prajna kepada Boddhisattva Sadapralapa. Para Arif Bijaksana ini, betapapun hanya berakhir pada tingkat Ajaran Sempurna dalam Nizen dan tidak dapat mengajarkan serta menyebarluaskan Ajaran Saddharmapundarika-sutra yang murni dan sempurna.

3

42

Anak Cabang

Samantabadra | Desember 2015


dengan suasana yang bagaimanapun juga, maka akan mengubah pengaruh yang buruk menjadi prajna dan pengaruh yang baik.

4

Mengajarkan kedua ajaran dari Ajaran Khusus (Bekkyo) dan Ajaran Sempurna (Enkyo), namun masih belum mengajarkan Saddharmapundarika-sutra dari Ajaran Sempurna Sesungguhnya. Ketika Boddhisatva Sadapralapa menjual dirinya untuk menuntut prajna dan pengaruh yang baik, telah bertemu dengan Boddhisatva Dharmodgata, namun hanyadiajarkan Ajaran Perantara (Cekyo), Ajaran Khusus (Bekkyo) dan Ajaran Sempurna (Enkyo) dan sama sekali tidak diajarkan Saddharma Pundarika Sutra.

Anak Cabang

Keterangan: Mahaguru Tien Tai telah berhasil mensistematiskan isi ajaran seluruh kehidupan Sang Buddha Sakyamuni menjadi Keempat Ajaran dari tingkat pembabaran Hukum (Keho), yakni Pitaka (Zo), Perantara (Ce),Khusus (Bece) dan Sempurna (En). Ajaran Pitaka (Zokyo) berarti AjaranTripitaka yang menjelaskan prinsip kewajaran dari Enam Dunia berdasarkan pada Sutra Agam. Tripitaka berarti: (1) Sutra Pitaka (Citta Pitaka); (2) Vinaya Pitaka (Sila Pitaka); dan (3) Sastra Pitaka. Dengan demikian, walau ajaran Tripitaka menjelaskan ketiga hal dari Sila, Citta dan Prajna, namun pokok tubuhnya adalah Sila. Dengan menjalankan Sila Vinaya, manusia biasa dari Enam Dunia dapat memperoleh kesadaran. Ketiga hal Sila, Citta, dan Prajna ini merupakan suatu pertapaan yang harus dilaksanakan bagi seorang pertapa Hukum

Agama Buddha, yakni ketiga prinsip dasar pokok yang disebut sebagai Trini Siksani (San Gaku). Sila berarti mencegah kesalahan dan menghentikan kejahatan. Dalam Sutrasutra Sang Buddha dikatakan terdapat Lima Sila. Dalam Sutra Hinayana terdapat Sila yang tegas untuk dilaksanakan dalam pertapaan, yakni membuat bendungan yang dapat membendung air dari ketiga karma dari badan, mulut dan hati, agar kesalahan dan kejahatan tidak mengalir ke luar. Citta berarti bermeditasi yakni dengan tenang memikir secara mendalam, Citta diperumpamakan sebagai air. Citta yang tenang dan teguh. Prajna adalah prajna yang mengetahui dengan jelas akan prinsip kewajaran, yakni hati yang dapat mempertimbangkan sesuatu kebenaran secara tepat. Siksani (Gaku) berarti nasihat dan pertapaan. Dalam Hukum agama Buddha Nicircn Daisyonin, Trini Siksani (San Gaku) dari Sila, Citta, dan Prajna adalah Ketiga Hukum Rahasia Agung. Sila adalah Altar Sila Agung dari Ajaran Sejati (Honmon no Kaidan). Menerima dan mempertahankan adalah mempertahankan Sila, mempertegas sikap irama kepercayaan adalah kehidupan dengan mewujudkan jiwa Buddha. Citta (Jo) adalah Dai Gohonzon (MandalaAgung) dari Ajaran Sejati, yakni dengan menjadikan Gohonzon sebagai segala dasar, akan meneguhkan cara hidup pada pandangan tujuan kehidupan manusia untuk menunaikan tugas demi pencapaian Kesadaran Buddha dan penyelamatan kebahagiaan umat manusia. Prajna (E) adalah Daimoku dari Ajaran Sejati. Dengan melaksanakan penyebutan Daimoku yang mencakupi pelaksanaan untuk diri sendiri maupun orang lain akan Desember 2015 | Samantabadra

43


materi ajaran | gosyo kensyu melengkapi pelaksanaan pertapaan Trini Siksani (San Gaku) yang dijelaskan di dalam seluruh Sutra Sang Buddha. Ajaran Perantara (Cekyo) adalah awal dari Ajaran Mahayana. Walau menjelaskan Trini Siksani (San Gaku) dari Sila, Citta, dan Prajna, namun pada umumnya hanya berkisar pada Keenam Dunia, karena berlaku untuk Ajaran Pitaka maupun Ajaran Khusus, sehingga disebut sebagai Ajaran Perantara. Dikatakan kedua ajaran Pitaka maupun Ajaran Perantara tidak pernah dijelaskan, bahwa dalam jiwa manusia biasa dari Keenam Dunia terdapat Dunia Buddha, kalau melaksanakan pertapaan dengan mengarahkan pikiran pada tujuan mencapai tingkat Sravaka, Pratyekabuddha, Boddhisatva dan Buddha, maka dikatakan dapat mencapai Kesadaran Buddha. Ajaran Khusus (Bekkyo) adalah ajaran yang bersifat khusus yang berlainan dengan kedua Ajaran Pitaka dan Ajaran Perantara yang terdahulu maupun Ajaran Sempurna yang terakhir, hingga dikatakan sebagai Ajaran Khusus. Begitupun Ajaran

Catatan

44

Samantabadra | Desember 2015

Khusus ini menjelaskan Trini Siksani (San. Gaku) dari Sila, Citta dan Prajna, yang hanya ditujukan kepada Boddhisattva dengan menjelaskan pertapaan yang berkalpa-kalpa yang terpisah dengan Sravaka dan Pratekyabuddha. Karena hanya menjelaskan prinsip teori dari Aspek Nyata danAspek Hakikat, sehingga dikatakan sebagai Tiga Aspek (San-Tai) yang terkotak-kotak, dan Sutranya adalah Sutra Avatamsaka. Ajaran Sempurna (Enkyo): adalah ajaran pencapaian Kesadaran Buddha Sempurna dan Terpadu, yang menjelaskan Hukum Tiga Aspek (San Tai), Icinen Sanzen secara sempurna dan terpadu. Akan tetapi, Ajaran Sempurna ini disamping mencakupi Ajaran Khusus, juga merupakan kesempurnaan dan keutuhan Saddharmapundarika-sutra. Ketiga Ajaran Perantara, Ajaran Khusus, dan Ajaran Sempurna dari ketiga kalimat di atas, menunjukkan kesempurnaan yang mencakupi kesempurnaan dari tingkat Ajaran Khusus. eee


Desember 2015 | Samantabadra

45


materi ajaran | gosyo kensyu

46

Samantabadra | Desember 2015


Desember 2015 | Samantabadra

47


materi ajaran | gosyo kensyu

48

Samantabadra | Desember 2015


Desember 2015 | Samantabadra

49


materi ajaran | gosyo kensyu

50

Samantabadra | Desember 2015


Three Tripitaka Masters Pray for Rain W

hen a tree has been transplanted, though fierce winds may blow, it will not topple if it has a firm stake to hold it up. But even a tree that has grown up in place may fall over if its roots are weak. Even a feeble person will not stumble if those supporting him are strong, but a person of considerable strength, when alone, may fall down on an uneven path. Moreover, had the Buddha not appeared in the world, then, with the exception of the Venerable Shāriputra and the Venerable Mahākāshyapa, every single person in the major world system would have sunk into the three evil paths. But through the strong bonds formed by relying upon the Buddha, large numbers of people have attained Buddhahood. Even wicked people such as King Ajātashatru or Angulimāla, who one would expect could never reach enlightenment but would invariably fall into the Avīchi hell, by encountering a great person, the Buddha Shakyamuni, were able to attain Buddhahood. Therefore, the best way to attain Buddhahood is to encounter a good friend. How far can our own wisdom take us? If we have even enough wisdom to distinguish hot from cold, we should seek out a good friend. But encountering a good friend is the hardest possible thing to do. For this reason, the Buddha likened it to the rarity of a one-eyed turtle finding a floating log with a hollow in it the right size to hold him, or to the difficulty of trying to lower a thread from the Brahmā heaven and pass it through the eye of a needle on the earth. Moreover, in this evil latter age, evil companions are more numerous than the dust particles that comprise the land, while good friends are fewer than the specks of dirt one can pile on a fingernail. Bodhisattva Perceiver of the World’s Sounds of Mount Potalaka acted as a good friend to the boy Good Treasures, but though the bodhisattva taught him the two doctrines of the specific and perfect teachings, he did not reveal to him the pure and perfect teaching [of the Lotus Sutra]. Bodhisattva Ever Wailing sold himself as an offering in his quest for a good teacher, whereupon he encountered Bodhisattva Dharmodgata. But from the latter he learned only the three doctrines of the connecting, specific, and perfect teachings, and did not receive instruction in the Lotus Sutra. Shāriputra acted as a good friend to a blacksmith and gave him instruction for a period of ninety days, but succeeded only in making him into an icchantika, or a person of incorrigible disbelief. Pūrna discoursed on the Buddhist doctrine for the space of an entire summer, but he taught Hinayana doctrines to persons who had the capacity for Mahayana doctrines, and thereby turned them into Hinayana adherents. Thus even great sages [such as Perceiver of the World’s Sounds and Dharmodgata] were not permitted to preach the Lotus Sutra, and even arhats who had obtained the fruit of emancipation [such as Shāriputra and Pūrna] were not always able to gauge people’s capacity correctly. From these examples, you may imagine how inadequate are the scholars of this latter, evil age! It is far better to be an evil person who learns nothing of Buddhism at all than to put one’s faith in such men, who declare that heaven is earth, east is west, or Desember 2015 | Samantabadra

51


materi ajaran | gosyo kensyu fire is water, or assert that the stars are brighter than the moon, or an anthill higher than Mount Sumeru. In judging the relative merit of Buddhist doctrines, I, Nichiren, believe that the best standards are those of reason and documentary proof. And even more valuable than reason and documentary proof is the proof of actual fact. In the past, around the fifth year of the Bun’ei era (1268), when the Ezo barbarians rebelled in the east and the Mongol envoys arrived from the west with their demands, I surmised that these events had come about because people did not put faith in the correct Buddhist doctrines. I guessed that prayer rituals would surely be performed to subdue the enemy, and that such rituals would be conducted by the priests of the True Word school. Of the three countries of India, China, and Japan, I will leave aside India for the moment. But I am certain that Japan, like China, will be undone by the True Word school. The Tripitaka Master Shan-wu-wei journeyed to China from India in the reign of Emperor Hsüan-tsung of the T’ang dynasty. At that time there was a great drought, and Shan-wu-wei was ordered to conduct prayers for rain. He succeeded in causing a heavy rain to fall, and as a result, everyone from the emperor on down to the common people was overcome with joy. Shortly thereafter, however, a great wind began to blow, wreaking havoc throughout the land, and the people’s enthusiasm quickly palled. During the same reign, the Tripitaka Master Chin-kang-chih came to China from India. He too prayed for rain, and within the space of seven days, a heavy rain fell and people rejoiced as they had earlier. But when a great wind of unprecedented violence arose, the ruler concluded that the True Word school was an evil and fearsome doctrine and came near to sending Chin-kang-chih back to India. The latter, however, made various excuses and contrived to remain. Again, in the same reign, the Tripitaka Master Pu-k’ung prayed for rain. Within three days a heavy rain fell, producing the same kind of joy as before. But once more a great wind arose, this time even fiercer than on the two previous occasions, and raged for several weeks before subsiding. How strange were these occurrences! There is not a single person in Japan, whether wise or ignorant, who knows about them. If there is anyone who wishes to find out, that person had better question me in detail and learn about these matters while I am still alive. Turning to the case of Japan, in the second month of the first year of the Tenchō era (824), there was a great drought. The Great Teacher Kōbō was requested to pray for rain in Shinsen’en garden. But a priest named Shubin came forward and, protesting that he had been a member of the priesthood longer and ranked higher than Kōbō, asked that he be allowed to conduct the ritual. Shubin was granted permission and carried out the prayers. On the seventh day a heavy rain fell, but it fell only on the capital and not in the surrounding countryside. Kōbō was then instructed to take over the task of praying, but seven days went by without any rain falling, then another seven days, and still another seven days. Finally, the emperor himself prayed for rain and caused it to fall. But the priests of Tō-ji, Kōbō’s temple, referred to it as “our teacher’s rain.” One need only consult the records to learn the details. 52

Samantabadra | Desember 2015


This was one of the greatest frauds ever known in our nation. And in addition, there were the matters of the epidemic that broke out in the spring of the ninth year of the Kōnin era (818) and of the three-pronged diamond-pounder, which were also frauds of a most peculiar kind. These things had best be shared in person. There was a major drought in China in the period of the Ch’en dynasty, but the Great Teacher T’ien-t’ai recited the Lotus Sutra, and in no time at all rain began to fall. The ruler and his ministers bowed their heads, and the common people pressed their palms together in reverence. Moreover, the rain was not torrential, nor was it accompanied by wind; it was a soft shower. The Ch’en ruler sat entranced in the presence of the great teacher and forgot all about returning to his palace. At that time, he bowed three times [in acknowledgment to the great teacher]. A great drought occurred in Japan in the spring of the ninth year of the Kōnin era. Emperor Saga ordered Fuyutsugu to send the lower-ranking official Matsuna [to the Great Teacher Dengyō to ask him to offer prayers for rain]. The Great Teacher Dengyō prayed for rain, reciting the Lotus, Golden Light, and Benevolent Kings sutras, and on the third day thin clouds appeared and a gentle rain began to fall. The emperor was so overjoyed that he gave permission for the building of a Mahayana ordination platform, the establishment of which had been the most difficult undertaking in Japan. Gomyō, the teacher of the Great Teacher Dengyō, was a sage and the foremost priest in Nara, the southern capital. He and forty of his disciples joined together in reciting the Benevolent Kings Sutra to pray for rain, and five days later rain began to fall. It was certainly splendid that rain fell on the fifth day, but less impressive than if it had fallen on the third day, [as in the case of the Great Teacher Dengyō]. Moreover, the rain was very violent, which made Gomyō’s performance inferior. From these examples, you may judge how much more inferior were Kōbō’s efforts to produce rain. Thus, the Lotus Sutra is superior, while the True Word school is inferior. And yet, as though deliberately to bring about the ruin of Japan, people these days rely exclusively on the True Word. Considering what had happened in the case of the Retired Emperor of Oki, I believed that if the True Word practices were used to try to subdue the Mongols and the Ezo barbarians Japan would surely be brought to ruin. Therefore, I determined to disregard my own safety and speak out in warning. When I did so, my disciples tried to restrain me, but in view of the way things have turned out, they are probably pleased at my actions. I was able to perceive what not a single wise man in China or Japan had understood in more than five hundred years! When Shan-wu-wei, Chin-kang-chih, and Pu-k’ung prayed for rain, rain fell, but it was accompanied by violent winds. You should consider the reason for this. There are cases of people making rain fall even through the use of non-Buddhist teachings, even those of the Taoists, which are hardly worth discussion. And of course with Buddhist teachings, even if those of the Hinayana are correctly applied, then how could rain fail to fall? And how much more so if one uses a text such as the Mahāvairochana Sutra, which, though inferior to the Flower Garland and Wisdom sutras, is still somewhat superior to the Āgama sutras [of the Hinayana]! Thus rain did indeed fall, but the fact that it was accompanied by violent winds Desember 2015 | Samantabadra

53


materi ajaran | gosyo kensyu is an indication that the doctrines being applied were contaminated by grievous errors. And the fact that the Great Teacher Kōbō was unable to make rain fall although he prayed for twenty-one days, and that he misappropriated the rain that the emperor had caused to fall and called it his own, indicates that he was even more gravely in error than Shan-wu-wei and the others. But the wildest falsehood of all is what the Great Teacher Kōbō himself recorded when he wrote, “In the spring of the ninth year of the Kōnin era, when I was praying for an end to the epidemic, the sun came out in the middle of the night.” This is the kind of lie this man was capable of! This matter is one of the most important secrets that is entrusted to my followers. They should quote this passage to drive their opponents to the wall. Setting aside for the moment the question of doctrinal superiority, I simply wish to stress that the matters I have written of above are of the utmost importance. They should not be discussed lightly or passed on to others. It is because you have shown yourself to be so sincere that I am calling them to your attention. And what of these admonitions of mine? Because people regard them with suspicion and refuse to heed them, disasters such as those we now face occur. If the Mongols should attack us with great force, I am sure that the teachings of the Lotus Sutra will spread far and wide in this present lifetime. At such a time, those persons who have treated me harshly will have reason to regret. The non-Buddhist teachings [of India] date from about eight hundred years before the time of the Buddha. At first they centered around the two deities and the three ascetics, but eventually they split into ninety-five schools. Among the non-Buddhist leaders were many wise men and persons endowed with supernatural powers, but none of them was able to free himself from the sufferings of birth and death. Moreover, the people who gave allegiance to their teachings, whether faithful or not all ended by falling into the three evil paths. When the Buddha appeared in the world, these ninety-five groups of non-Buddhists conspired with the rulers, ministers, and common people of the sixteen major states of India, some of them reviling the Buddha, others attacking him or slaying his disciples and lay supporters in incalculable numbers. But the Buddha did not slacken his resolve, for, he said, were he to cease preaching the Law because of intimidation from others, then all living beings alike would surely fall into hell. He was deeply moved by pity and had no thought of desisting. These non-Buddhist teachings came about through a mistaken reading of the various sutras of the Buddhas who preceded Shakyamuni Buddha. The situation today is much the same. Though many different Buddhist doctrines are being taught in Japan, originally they all derive from the eight schools, the nine schools, or the ten schools.12 Among the ten schools, I will set aside for the moment the Flower Garland and others. Because Kōbō, Jikaku, and Chishō were deluded as to the relative merits of the True Word and Tendai schools, the people of Japan have in this life been attacked by a foreign country, and in their next p.602life they will fall into the evil paths. And the downfall of China as well as the fact that its people were destined to fall into the evil paths also came about through the errors of Shan-wu-wei, Chin-kang-chih, and Pu-k’ung. 54

Samantabadra | Desember 2015


Moreover, since the time of Jikaku and Chishō, the priests of the Tendai school have been constrained by the false wisdom of these men and developed their school into something quite unlike what it once was. “Is this really true?” Some of my disciples may be asking. “Does Nichiren really have an understanding superior to that of Jikaku and Chishō?” But I am only going by what the Buddha predicted in the sutras. The Nirvana Sutra states that, in the Latter Day of the Law, those people who slander the Buddha’s teaching and fall into the hell of incessant suffering as a result will be more numerous than the dust particles that comprise the land, while those who uphold the correct teaching will be fewer than the specks of dirt one can pile on a fingernail. And the Lotus Sutra says that, even though there might be someone capable of lifting up Mount Sumeru and hurling it away, it will be hard indeed to find anyone who can preach the Lotus Sutra just as it teaches in the Latter Day of the Law of Shakyamuni Buddha. The sutras Great Collection, Golden Light, Benevolent Kings, Protection, Parinirvāna, and Sovereign Kings record that, when the Latter Day of the Law begins, if a person who practices the correct teaching should appear, then those who uphold false teachings will appeal to the ruler and his ministers. The ruler and his ministers, believing their words, will revile that single person who upholds the correct teaching or attack him, send him into exile, or even put him to death. At that time, the king Brahmā, Shakra, and all the other innumerable gods as well as the heavenly and earthly deities will take possession of the wise rulers of neighboring countries and cause them to overthrow the nation where these things take place. Doesn’t the situation we face today resemble that described in these sutras? I wonder what good causes formed in your past lives have enabled all of you to visit me, Nichiren. But whatever you might discover in examining your past, I am sure that this time you will be able to break free from the sufferings of birth and death. Chūdapanthaka was unable to memorize a teaching of fourteen characters even in the space of three years, and yet he attained Buddhahood. Devadatta, on the other hand, had committed to memory sixty thousand teachings but fell into the hell of incessant suffering. These examples exactly represent the situation in the world in this present latter age. Never suppose that they pertain only to other people and not to yourselves. There are many other things that I would like to say, but I will stop here. I do not know how to thank you for all you have done in these troubled times, so I have here outlined for you some important points in our doctrine. Thank you for the cowpeas and green soybeans. Nichiren The twenty-second day of the sixth month Reply to Nishiyama

Desember 2015 | Samantabadra

55


materi ajaran | gosyo cabang

Gosyo Cabang

Surat Balasan Kepada Nicigon Ama Goze Gosyo Zensyu halaman 1262 LATAR BELAKANG |

S

urat ini ditulis di Gunung Minobu tanggal 29 bulan 11 tahun Koan ke-3 (1280) ketika Niciren Daisyonin berusia 59 tahun dan merupakan surat balasan atas surat permohonan doa serta kiriman sumbangan uang dan pakaian musim panas dari Nicigon Ama. Mengenai Nicigon Ama, dalam Surat Warisan Murid dan Penganut, Bhiksu

Tertinggi Niciryo Syonin menyatakan, “Riwayat Nicigon Ama tidaklah jelas, namun diperkirakan Beliau mempunyai hubungan keluarga dengan Takahasyi Rokuro Hyoe Nyudo.� Ada juga yang mengatakan bahwa Beliau adalah Ibu Nicigen dari Kuil Jisso di Iwamoto. Kepastiannya tidaklah jelas.

ISI GOSYO |

S

urat permohonan doa yang diajukan oleh Nicigon Ama pada tanggal 8 bulan 11 tahun Koan ke-3 (1280) beserta sumbangan satu renceng uang dan sehelai pakaian musim panas yang dijahit dari kain kasa telah dipersembahkan dihadapan Pusaka Saddharmapundarika-sutra dan hal ini juga telah disampaikan kepada Dewa Surya dan Dewa Candra. Selanjutnya, janganlah sekali-kali mengukur karunia kebajikan Gohonzon sekehendak hati sendiri. Terkabul tidaknya doa Anda semata-mata tergantung pada hati kepercayaan Anda, sama sekali bukan kesalahan Niciren. Kalau airnya jernih, bayangan bulan akan terpantul dengan indah. Bila angin bertiup, ranting pohon akan berayun. Hati manusia sama seperti air. Hati kepercayaan yang lemah sama seperti air keruh. Hati kepercayaan yang bersemangat dan tulus hati sama seperti air jernih. Pohon sama dengan teori kewajaran 56

Samantabadra | Desember 2015


Hukum Buddha, angin yang bertiup menggoyangkan pohon sama dengan melaksanakan pertapaan membaca kalimat sutra. Camkanlah hal-hal tersebut diatas. Selamat.

Bulan 11 tanggal 29 Balasan Kepada Nicigon Ama

tertanda, Niciren

KUTIPAN GOSYO |

1

Terkabul tidaknya doa Anda semata-mata tergantung pada hati kepercayaan Anda, sama sekali bukan kesalahan Niciren. Keterangan : Bagian ini menjelaskan perkataan Niciren Daisyonin bahwa terkabul tidaknya suatu doa tergantung pada tebal tipisnya hati kepercayaan, dan sama sekali bukan merupakan kesalahan Beliau. Mengenai isi permohonan doa yang diajukan Nicigon Ama tidaklah jelas, tetapi dengan dikirimkannya surat permohonan doa ini kepada Niciren Daisyonin kemungkinan ia sedang dilanda kesulitan besar. Menanggapi hal ini, Niciren Daisyonin mengajarkan dengan jelas dan tegas, sikap yang terpenting adalah hati kepercayaan kepada Saddharmapundarika-sutra. Dikatakan bahwa terkabul tidaknya suatu doa sepenuhnya tergantung pada kekuatan kepercayaan orang itu, berarti Beliau ingin memecahkan dan mematahkan pandangan mendasar dalam berdoa yang mudah menjerumuskan kita, yaitu kebiasaan mengandalkan kekuatan dari luar diri sendiri. Karena isi permohonan doanya tidak jelas, di sini tidak dapat dikatakan secara pasti. Tapi dengan adanya bimbingan

Niciren Daisyonin yang jelas dan tegas mengenai sikap hati kepercayaan, dapatlah diperkirakan adanya sikap manja pada diri Nicigon Ama. Kemungkinan ia mengira dengan mengajukan permohonan doa secara langsung kepada Niciren Daisyonin, Buddha Pokok Masa Akhir Dharma, pasti doanya akan terkabulkan. Dengan demikian, bimbingan ini dimaksudkan untuk memperbaiki secara tegas dasar pokok hati kepercayaan Nicigon Ama yang manja dan juga mengajarkan untuk mempunyai inisiatif serta harus membangkitkan hati kepercayaan yang tegar dan kokoh. Bimbingan ini dapat dikatakan berisi kasih sayang seorang ayah yang maitri karuna. Kita, manusia biasa, mudah lupa berterima kasih kepada Gohonzon apabila segala sesuatunya berjalan dengan tenang dan lancar. Sebaliknya, bila berhadapan dengan hal-hal yang kurang menyenangkan atau timbul berbagai kesulitan, baru teringat untuk berdoa dihadapan Gohonzon. Kalau akibat doa tersebut tidak menjadi nyata, dengan mudah timbul pikiran, “Saya sudah berdoa atau sudah menjalankan lama sekali, kok� Sikap berdoa dengan hati kepercayaan seperti ini bukanlah sikap yang benar. Yang terpenting, hati kepercayaan harus Desember 2015 | Samantabadra

57


materi ajaran | gosyo cabang seperti air mengalir. Hati kepercayaan yang manja, yang sehari-harinya lupa kepada Gohonzon dan baru ingat berdoa kembali setelah menghadapi suatu kesulitan, sama sekali bukan hati kepercayaan Saddharmapundarika-sutra. Tidak terkabulnya suatu keinginan atau doa sama sekali bukan karena Gohonzon tidak mempunyai kekuatan, tetapi karena lemahnya kekuatan kepercayaan dan kekuatan pelaksanaan. Kekuatan Buddha dan kekuatan Hukum tidaklah terbatas besarnya. Pokoknya, hati kepercayaan yang manja tidaklah memiliki doa yang sungguhsungguh karena pada waktu berdoa, tidak benar-benar dengan rasa percaya dari dasar hati. Hendaknya diketahui bahwa perasaan hati yang tidak percaya seperti ini akan terwujud nyata dalam kehidupan. Icinen kita dalam menyebut Nammyohorengekyo akan tersebar keseluruh alam semesta tanpa berkurang sedikit pun. Dengan menetapkan Icinen yang kuat terhadap Gohonzon ketika menyebut Daimoku, timbullah Dunia Buddha, hingga jiwa jadi kuat dan bergerak. Maka keinginan atau doanya akan terkabulkan.

2

Kalau airnya jernih, bayangan bulan akan terpantul dengan indah… pohon sama dengan teori kewajaran Hukum Buddha, angin yang bertiup menggoyangkan pohon sama dengan melaksanakan pertapaan membaca kalimat sutra.

Keterangan : Seperti dikatakan dalam kutipan “Hati kepercayaan yang bersemangat dan tulus hati sama seperti air jernih” dan “Angin yang bertiup menggoyangkan pohon sama dengan melaksanakan pertapaan membaca kalimat sutra,” maka hati kepercayaan yang mengakibatkan terkabulnya 58

Samantabadra | Desember 2015

keinginan adalah hati kepercayaan yang tulus, sungguh-sungguh dan berani, serta membutuhkan pelaksanaan yang kuat. Kata “bulan” dari kalimat “Kalau airnya jernih, bayangan bulan akan terpantul dengan indah,” berarti kekuatan dan prajna Buddha sama seperti raja dari singa. Hati kepercayaan yang jernih sama sekali tidak meragukan kekuatan kebajikan Saddharma. Dengan demikian Hukum Buddha yang agung ini diwujudkan dalam jiwa kita, manusia biasa. Namun, tidaklah cukup bila hanya memiliki kepercayaan yang tulus dan sungguh-sungguh. Dengan terwujudnya sifat Buddha dalam jiwa kita, kekuatan dan prajna Buddha itu harus digunakan untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah yang nyata. Bila tidak demikian, tentu akibatnya tidak akan terwujud. Selanjutnya dikatakan bahwa pelaksanaan Hukum Buddha adalah, “Melaksanakan pertapaan membaca kalimat sutra” Hal ini sama dengan, “Angin yang bertiup menggoyangkan pohon.” Pohon adalah teori kewajaran, dan angin yang menggoyangkan berarti menggoyangkan kewajaran. Berarti, dalam menghadapi keadaan suasana sekarang berdasarkan hati kepercayaan, paling sedikit pasti ada perombakan kearah perbaikan. Dengan melaksanakan Hukum Buddha sepenuh jiwa raga, keadaan dilingkungan kita juga dapat dirombak. Yang dimaksud dengan, “Melaksanakan pertapaan membaca kalimat sutra,” adalah melaksanakan Gongyo dan menyebut Daimoku serta menjalankan petuah Buddha, yaitu menyebarluaskan Hukum Buddha dan memikirkan kebahagiaan orang lain. Tentu saja hal ini diajarkan dalam semua Gosyo.

eee


Desember 2015 | Samantabadra

59


materi ajaran | forum diskusi

Forum Diskusi

Tanya Jawab Mengenai Hukum Agama Buddha Niciren Daisyonin

1

Hati kepercayaan seperti apa yang harus kita utamakan agar doa kita tercapai?

Jawab: Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama sebagai kesimpulan adalah harus dapat melihat nasib diri sendiri yang sebenarnya. Perombakan sifat diri sendiri merupakan kunci untuk menyelesaikan segala permasalahan. Yang terpenting adalah berdoa dan melaksanakan dengan ketetapan hati dan icinen seperti itu. Di dunia ini ada bermacam-macam manusia yang tinggal di tempat yang berbeda-beda dan mempunyai cara hidup yang berlainan pula, tetapi semua mempunyai keinginan yang sama, ingin hidup bahagia. Sesungguhnya, dapat bertemu dan menerima Hukum agama Buddha sudah merupakan kebahagiaan. Walau sudah mendapat kebahagiaan ini masih mengajukan bermacam-macam alasan, seperti bahasanya susah dimengerti, ajarannya tidak bisa dimengerti, tak ada waktu karena kesibukan sehari-hari; timbul alasan ini dan itu. Di bagian dunia manapun, semua orang bisa mengerti bahwa rasa gula itu manis. Tetapi, bila tidak dirasakan tak akan tahu manisnya gula. Demikian pula dengan karunia Gohonzon. Karunia Gohonzon adalah sama di seluruh dunia, tetapi bila 60

Samantabadra | Desember 2015

tidak percaya dan tidak melaksanakan, karunia itu tidak bisa dirasakan oleh diri sendiri. Ada seorang wanita yang bersifat keras, suaminya jatuh cinta kepada wanita lain sehingga ia marah sekali. Ia tak mau bicara dengan suaminya dan tak menaruh perhatian sedikitpun, bahkan makanan untuk suaminya tak diperhatikan. Wanita ini ingin berpisah dengan suaminya, sehingga ia menyebut Daimoku sebanyak satu juta kali agar keinginannya tercapai. Setelah menyebut satu juta kali Daimoku keinginannya tidak juga tercapai. Timbul pertanyaan si wanita itu, “Saya dengar, tak ada doa yang tak terkabulkan. Saya telah berdoa, tetapi mengapa sama sekali tak tercapai ?� Bila doa itu didasarkan keinginan diri sendiri agar orang lain berbahagia, tentu dapat tercapai; tetapi bila menginginkan orang lain menjadi susah tentu saja tak tercapai. Bisa berbahaya kalau apapun yang didoakan dan apapun yang diinginkan bisa tercapai. Anda menyebut Daimoku satu juta kali dengan tujuan ingin berpisah dengan suami, tetapi berapa kalikah anda berdoa agar suami dapat percaya Gohonzon? Tetapi si wanita itu berkilah, “Saya membenci suami, mana mungkin suami saya bisa percaya Gohonzon. Saya tak bisa Daimoku untuk itu�. Dalam pandangan masyarakat mungkin dapat dibenarkan bahwa karena suaminya jahat istrinya


menjadi menderita, tetapi dalam Hukum Buddha tidaklah demikian. Terlebih lagi bila kejadian seperti wanita ini menimpa orang yang sungguh-sungguh aktif, orang pasti mengatakan, “Anda gila-gilaan menjalankan keaktifan, sehingga tidak memperhatikan suami !� Bermacam-macam keluar perkataan orang. Adakalanya orang yang biasa menjalankan keaktifan pun menggunakan cara-cara ketika nasibnya timbul. Sebenarnya karena orang itu mempunyai nasib menderita karena suami, maka nasib seperti itu timbul. Orang ini terus menerus membicarakan keburukan suami, tetapi tidak menyadari apakah dirinya sendiri telah menjadi istri yang baik. Niciren Daisyonin sendiri, ketika memberi semangat kepada Ikegami Bersaudara yang kepercayaannya ditentang oleh sang ayah, mengatakan, “Memang, perbuatan ayah tidak dapat dibenarkan, tetapi mengapa beliau menentang? Ini merupakan karma, diri sendirilah yang membuat suasana serupa ini�. Bila menghadapi suasana dengan sikap menyalahkan, seperti suami itu buruk, orang itu jahat, kejelekan diri sendiri tidak akan dapat dirasakan. Dengan perasaan jiwa atau kecenderungan jiwa seperti itu, berapa orangkah sudah kita buat susah hati? Tanpa menyadari hal ini dan terus menyalahkan suasana berarti semakin menumpuk dosa. Memang, suatu penderitaan yang berat bagi seorang wanita bila suami sudah tak menyayangi lagi atau menyayangi orang lain, tetapi bagaimanapun juga karma ini dibuat oleh diri sendiri. Karena itu, karma ini harus diputuskan. Karma adalah gerakan jiwa, dapat diartikan sebagai sifat. Tapi, kalau perasaan ini bertambah dalam, ingin jadi begini, ingin jadi begitu, ingin orang lain senantiasa baik terhadap diri sendiri, dan bermacam-macam perasaan seperti ini, akhirnya karmanya semakin berat.

Dalam agama Buddha, bila suaminya buruk berarti istrinya juga buruk. Kecenderungan jiwa yang sama memungkinkan mereka menjadi suami istri. Karena itu, bila suasana orang tersebut terus menerus buruk dan menentang suasana, dengan sendirinya membuat karma buruk terus menerus, dan akhirnya menumpuk penderitaan. Semua ini mengakibatkan kehidupan yang susah dan akhirnya menimbulkan penyakit. Tanpa kita rasakan, perilaku mengentengkan orang lain membuat banyak orang susah hati. Sebenarnya semua ini dikarenakan dasar diri sendiri yang bersifat egosentris. Karena itu, di hadapan Gohonzon hendaknya dapat mengakui perilaku diri sendiri dan Daimokulah untuk meminta maaf. Bila menyebut Daimoku yang banyak sambil merenungkan perilaku diri sendiri semenjak kecil, lambat laun akan dapat dirasakan bahwa diri sendiri benar-benar egosentris. Bila ingin menghapuskan karma ini, hati egosentris ini harus dialihkan demi kebahagiaan orang lain. Hendaknya dapat meninjau perilaku sikap kepercayaan. Bila masih sering timbul emosi dan memarahi orang yang telah percaya dan aktif atau membencinya, penghapusan karma ini tak akan tercapai dan bahkan akan menimbulkan keluhan. Sebenarnya tujuan kita aktif adalah untuk mematahkan perasaan serupa ini, tetapi bila perasaan ini timbul, kita menjadi rugi. Hendaknya dapat meninjau diri, apakah sampai saat ini saya telah menjadi ibu yang baik atau mungkin bila dilihat dari mata suami saya ini istri yang buruk. Hendaknya menekadkan hati, semenjak sekarang saya mau menjadi istri yang baik, ibu yang baik, dan mau menjadi orang yang berbakat dalam memajukan pernyebarluasan Hukum Nammyohorengekyo. Doa dan pelaksanaan yang sungguh-sungguh untuk tujuan demikian, pasti timbul akibat yang baik. Desember 2015 | Samantabadra

61


materi ajaran | forum diskusi Bila tak ada sebab tentu tak ada akibat. Gohonzon ini adalah sebab akibat. Sekali lagi saya tegaskan, kuncinya adalah memecahkan perombakan nasib diri sendiri. Menetapkan icinen, berdoa dan melaksanakan merupakan hal yang sangat penting.

2

Adakalanya ketika kita memberitahu seseorang agar dia bisa bahagia, orang tersebut salah menerimanya dan menjadi tidak senang. Mengapa bisa terjadi seperti itu?

Jawab: Dalam Bab Nasehat Bodhisattva Samantabadra Saddharmapundarikasutra tertulis, “Bila melihat orang yang menerima dan mempertahankan Sutra ini (Gohonzon), dengan alasan yang tepat atau tidak, bersikap merendahkan orang tersebut dengan rasa benci, akhirnya akan mendapat penyakit kusta, dan lainnya�. Berarti bila merendahkan dan mentertawakan orang tersebut, giginya akan tumbuh dengan tidak teratur, mukanya menjadi jelek, atau kaki tangannya menjadi bengkok, atau timbul bisul yang ganas dan asma, serta lainnya. Begitulah penyakit berat yang dapat timbul. Orang yang menjalankan kepercayaan secara kebiasaan saja —asal jalan tetapi tak ada semangat— akan menjadi sombong dan sok tahu akan bermacam-macam teori. Bila melihat orang yang mengerjakan sesuatu dengan jelek, dia langsung mengatakan, “Kamu salah!� Kalau kita mengatakan seperti di atas kepada orang yang tidak melakukan keburukan, tentu kita salah. Tetapi mengapa kita tidak boleh mengatakan buruk kepada orang yang benar-benar melakukan keburukan? Kalau pemimpin itu jelek, harus diakui bahwa memang jelek, kalau buruk ya buruk. Kan keterlaluan kalau kita membiarkan 62

Samantabadra | Desember 2015

kejelekan orang lain. Tetapi bila bermacammacam suara timbul karenanya, kita tetap harus menjaga orang yang melaksanakan Saddharmapundarika-sutra. Dalam Gosyo dikatakan, “Tanpa maitri, memberitahu kesalahan seseorang merupakan sifat yang buruk; tetapi bila benar-benar berdasarkan maitri, memberitahunya merupakan hal yang baik�. Walau perkataan yang kita sampaikan itu benar, bila mengeluarkan kata-kata yang buruk atau mengkritik orang tersebut di belakangnya, bagaimanapun itu semua menjadi dosa berat. Pada dasarnya, kemarahan itu ada yang dilandasi dengan kebaikan dan keburukan. Bila memarahi seseorang dengan benarbenar menginginkan orang tersebut bahagia, kemarahan seperti itu menjadi kebaikan. Tetapi bila kemarahan itu dilontarkan karena merasa tidak senang perkataannya tidak didengarkan, yang pada dasarnya mementingkan diri sendiri, kemarahan itu menjadi buruk. Biar bagaimanapun kita tak boleh membenci atau mengentengkan atau membicarakan orang di belakangnya; terlebih lagi terhadap orang yang telah menerima dan mempertahankan Gohonzon. Sebenarnya, sifat membenci, mengentengkan, ingin menjelek-jelekkan orang di belakang sudah merupakan sifat diri sendiri yang terdapat di dasar jiwa. Bila dirasa sekilas, kelihatannya seolah-olah memikirkan orang lain, tetapi bila sungguhsungguh meninjau diri, sebenarnya terselip sifat mengentengkan orang lain. Susunan kita merupakan tempat berkumpulnya manusia biasa yang masih menjalankan pertapaan. Di dalam susunan, ketika menghadapi dan berhubungan dengan orang lain tentu ada orang yang disenangi ada pula orang yang tak disenangi. Di antara orang-orang seperti itu kita berkumpul bersama demi menyebarluaskan Hukum


agama Buddha Niciren Daisyonin. Saya rasa, yang dimaksud dengan menyebarkan Hukum oleh Niciren Daisyonin adalah penyebaran di dalam rakyat dan untuk rakyat. Karena itu, setiap orang di antara kita dapat menumbuhkan rasa kemanusiaan dan dapat saling menyayangi demi tujuan yang lebih luas untuk memajukan dan memakmurkan negara demi rakyat Indonesia, termasuk diri kita sendiri; dan dalam hidup kita kali ini dapat mencapai kesadaran. Untuk itu, kita mewujudkan susunan yang harmonis sambil berusaha menjalankan keharmonisan itu.

3

Ayah dan ibu seringkali tak ada di rumah karena menjalankan keaktifan dalam susunan atau pergi ke pertemuan. Waktu itu ibu berkata, “Menjaga rumah sama artinya dengan aktif dan melaksanakan kepercayaan; karena itu pasti ada karunia kebajikan.� Saya tak bisa mengerti mengapa menjaga rumah sama artinya dengan yang dilakukan oleh ibu dan ayah dalam susunan serta mendapat karunia juga. Tolong dijelaskan.

Jawab: Ketika ibu ayah menjalankan keaktifan atau ke pertemuan, memang banyak anakanak yang masih kecil --- generasi penerus di masa akan datang --- tinggal di rumah untuk menjaga rumah. Memang kadang kala terasa sedih, tetapi sebenarnya menjaga rumah juga merupakan kewajiban yang paling penting. Bila kalian menjaga rumah dengan sungguh hati, pasti beliau berdua bisa meninggalkan rumah dengan hati yang tenang. Dengan demikian, menjaga rumah berarti menjaga pelaksanaan hati kepercayaan ayah dan ibu. Ketika meninggalkan kamu di rumah untuk menjalankan keaktifan, dalam diri ayah dan ibu tentu timbul bermacammacam kekhawatiran, ada juga perasaan

ingin bersama-sama, dan ada pula perasaan kasihan. Juga, beliau berdua pergi aktif karena sayang kepada kalian semua. Mereka ingin membuat masyarakat yang lebih baik dari yang sekarang. Dengan keyakinan seperti itu, seluruh rejeki tertimbun dalam jiwa kalian. Karena itu, perlihatkanlah kegembiraan kalian ketika menjaga rumah. Perhatikan juga hal-hal berikut ini. Pertama, kunci pintu rumah dan perhatikan api, jangan sampai api itu menimbulkan bahaya. Kakak adik juga harus rukun. Dan agar ayah dan ibu dapat melaksanakan dengan sungguh-sungguh, kalian jangan lupa belajar serta membuat PR. Ada sebuah cerita yang bagus dalam Saddharmapundarika-sutra. Ada dua orang kakak beradik yang bernama Vimalagarbha dan Vimalanetra. Kedua saudara ini bersatu hati dengan ibu mereka, Permaisuri Vimaladatta, untuk mengajarkan hati kepercayaan kepada ayah mereka, Raja Subavyuha. Akhirnya sang ayah turut menjalankan kepercayaan demi kebahagiaan umat manusia dan ketentraman rakyat serta negara. Tetapi sebenarnya, di masa lampau keempat orang ini adalah para pertapa yang menjadi satu keluarga. Bila keempatempatnya pergi menjalankan pertapaan tentu hidup mereka menjadi sukar dan sukar pula dalam hal makanan. Karena itu, salah seorang dari mereka memutuskan untuk menjaga rumah. Dengan keputusan itu, tiga orang lainnya dapat melaksanakan kepercayaan dengan tenang. Di kehidupan selanjutnya, orang yang bertanggung jawab menjaga rumah dan menunjang pelaksanaan pertapaan ketiga orang lainnya terlahir sebagai Raja Subavyuha. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hati kepercayaan juga berhubungan dengan orang yang menjaga rumah. eee

Desember 2015 | Samantabadra

63


bagi rasa

Kesan Pesan pada Kensyu Peringatan Hari Jadi NSI ke-51 Tahun

Gelora Semangat Syinjin dan Kegembiraan Umat NSI Saya sangat gembira bisa ikut kensyu peringatan ulang tahun NSI ke-51 ini. Tekad kita harus kuat, kita harus menjadi murid teladan dari Niciren Daisyonin. Kalau saya berumur panjang, saya akan ajak lebih banyak anggota lagi untuk ikut di kensyu HUT NSI ke-52. Doa saya semoga Bapak Suhadi panjang umur, sehat, dan bahagia selalu. (Ibu Ango, Medan-Sumatera Utara)

Bisa ikut berpartisipasi dalam Festival Tari Nusantara, memberikan makna tersendiri bagi saya. Persiapan kami untuk tarian tersebut tidak begitu lama, sehingga hasilnya mungkin kurang maksimal. Tetapi kami memiliki niat yang besar untuk menyumbang satu tarian yang merupakan ciri khas dari kota Palembang. Kondisi di Palembang saat ini masih dipenuhi dengan kabut asap. Meskipun berada dalam kondisi yang kurang baik, kami tetap semangat untuk berlatih. Menurut saya, gosyonya menarik, yaitu tentang doa yang terkabulkan. Mungkin bukan hanya saya yang banyak berdoa dan terkabul, tapi bapak dan ibu juga pasti merasakan hal yang sama. Mari kita bersama-sama melaksanakan ajaran Buddha Niciren dengan sungguh hati. (Sdr. Yansen, Palembang-Sumatera Selatan) Kensyu Oktober merupakan kensyu yang selalu dinanti-nanti. Kota Jambi sudah dipenuhi asap selama tiga bulan. Baju, mobil, dan barang-barang kami semuanya bau asap. Akibat bencana asap yang berkepanjangan, kondisi ekonomi di Jambi pun melemah. Kami berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan masalah ini. Pada kesempatan kali ini, Jambi tidak bisa menyumbangkan tarian, tetapi kami tetap semangat, kami berusaha untuk datang meskipun banyak tantangan. Bagi saya, tantangan bisa membuat kita menjadi manusia yang lebih kuat. Selain itu, kita juga harus selalu berpikir dan bertindak yang positif. (Ibu Jhonny Kho, Jambi)

Ada banyak kesan yang saya dapat di kensyu ini. Saya bangga terhadap Bapak Suhadi, karena dalam setiap kegiatan NSI selalu ada peningkatan dari waktu ke waktu. Doa itu terkabul atau tidak bukan tergantung Gohonzon, tetapi tergantung pada semangat dan kesungguhan hati kita dalam menjalankan syinjin. Doa itu bisa terkabul jika kita menjadi pelaksana dari Saddharmapundarika Sutra. Saya senang karena selama kensyu, saya bisa mendapatkan banyak pelajaran baru. Meskipun saat ini ada banyak bencana, seperti kemarau panjang dan kabut asap, tetapi selama kita berpegang pada Nammyohorengekyo pasti ada jalan keluarnya. Mari kita jalankan syinjin, karena syinjin ini akan memberikan getaran positif ke alam semesta sehingga alam semesta juga dapat mendukung kita dalam menjalankan kosenrufu. (Sdr. Aming, Pangkal Pinang-Kep. Bangka Belitung) 64

Samantabadra | Desember 2015


Perasaan saya sangat senang sekali, tidak menyangka Lampung bisa mendapat juara 3 di Festival Tari Nusantara. Waktu kami untuk latihan hanya dua bulan, semingu dua kali. Kami merasa bahwa kami kurang layak tampil. Kami hanya punya niat yang tulus untuk menyumbang dan menampilkan yang terbaik. Kami ingin ikut berpartisipasi dalam perayaan HUT NSI tahun ini. (Ibu Juju, Lampung)

Pada kensyu kali ini, kesan saya begitu luar biasa. Pertama, mengenai gosyo perihal doa melalui Saddharmapundarika Sutra pasti terkabul. Kemarin sudah ada bukti nyatanya. Sebelum berdoa, sudah hujan. Malamnya pun hujan. Kemudian hujan juga turun bertepatan dengan selesainya acara foto bersama. Hal ini membuktikan bahwa alam semesta mendukung setiap gerakan kita yang bersifat positif. Kedua, dari segi acara. Terutama untuk acara deklarasi “Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi�. Berubah ke arah yang positif itu memang tidak mudah, tetapi kita semua harus punya icinen untuk mau memperbaiki. Begitu juga dengan acara keseniannya, semua tampil dengan bagus. Ketiga, dari segi sikap umat NSI. Saya merasakan adanya getaran itai dosyin sehingga setiap acara bisa berjalan dengan baik. Pesan saya adalah 3 M. M yang pertama adalah melaksanakan ajaran Buddha Niciren Daisyonin dalam kehidupan sehari-hari. M yang kedua adalah mengajak semua keluarga dan teman kita untuk bisa belajar hukum Nammyohorengekyo. M yang ketiga adalah memberikan contoh yang baik. (Bapak Djohan Limanto, Surabaya-Jawa Timur) Saya merasa senang sekali bisa ikut kensyu kali ini. Tahun lalu, beberapa waktu sebelum kensyu HUT NSI ke-50, saya jatuh sakit. Saya doa pada Gohonzon bahwa saya sungguh-sungguh ingin ikut kensyu. Akhirnya saya kembali sehat dan bisa ikut kensyu. Saya percaya Gohonzon dan ada di NSI sudah lebih dari 30 tahun. Saya merasa bahwa selama berada di NSI, saya menjadi semakin pintar. Semakin saya menjalankan, semakin saya merasa gembira. Saya juga senang di umur saya yang ke-70 ini, saya punya kesempatan untuk bertemu dengan pejabat-pejabat negara melalui kegiatan-kegiatan di NSI. Oleh karena itu, kita semua harus satu hati di NSI. (Ibu Si Jie, Pontianak-Kalimantan Barat) Saya berterima kasih karena saya bisa hadir di kensyu HUT NSI ke-51. Saya tidak pernah ketinggalan dalam mengikuti kensyu HUT NSI. Hanya satu kali di HUT NSI ke-50, saya tidak bisa ikut karena suami saya sakit. Tapi saya tidak ketinggalan, karena saya ikut kegiatan donor darah dan gerak jalan. Saya juga hampir tidak bisa ikut kensyu kali ini, karena saya mengidap penyakit diabetes. Saya doa di depan Gohonzon agar saya bisa sembuh dan bisa ikut kensyu. Akhirnya luka di tubuh saya mengering dan saya bisa ikut kensyu. Segala permasalahan dan kesulitan dalam hidup kita, yang dapat menyelesaikannya hanyalah diri kita sendiri. Kalau kita sungguh-sungguh berdoa, pasti akan ada getaran dan bukti nyatanya. (Ibu Se Ping, Banten) Bagi saya, setiap kensyu HUT NSI selalu berkesan. Umat yang hadir semuanya semangat dan gembira. Salah satu keistimewaan kensyu HUT NSI adalah dihadiri oleh umat dari seluruh wilayah. Pesan saya adalah kita semua bisa mengikuti kensyu yang diadakan setiap bulannya. Kita perlu belajar dharma untuk memupuk rejeki jiwa, menimbulkan kekuatan jiwa, dan kesadaran Buddha. Ini merupakan hal yang penting dan harus dilaksanakan dalam kehidupan kita sehari-hari. (Bapak Niki, DKI Jakarta) Desember 2015 | Samantabadra

65


wawasan

Konvensi Hak Anak untuk Beragama Pasal 14 KHA 1. Negara-negara Peserta harus menghormati hak anak atas kemerdekaan berpikir, berkeyakinan, dan beragama. 2. Negara-negara Peserta harus menghormati hak dan kewajiban orang tua, dan apabila sesuai, hak dan kewajiban wali berkembang (P.6); dan yang sah, untuk memberikan pengara• Penghargaan terhadap pandangan anak han kepada anak dalam menjalankan (P.12) haknya dengan cara yang sesuai dengan • Pasal 14 ayat (1) perkembangan kemampuan si anak. 3. Kebebasan untuk memanifestasikan agaMenghormati hak anak atas kemerdekaan ma atau kepercayaan seseorang hanya berpikir, berkeyakinan, dan beragama. tunduk pada pembatasan-pembatasan – Hak anak untuk beragama; yang ditetapkan oleh undang-undang – Menjamin, melindungi, dan memenuhi yang diperlukan untuk melindungi hak anak untuk beragama; keamanan, ketertiban, kesehatan atau – Memberi akses kepada anak untuk moral umum, atau hak-hak asasi dan mendapatkan informasi dan meningkatkebebasan dasar orang lain. kan  pengetahuan, keterampilan, dan sikap; Latar Belakang – Role model; • Setiap anak memiliki hak asasi manusia; – Pasal 14 ayat (2) • Pasal 14 merupakan salah satu Pasal yang direservasi oleh Indonesia pada tahun 1990; akan tetapi ditarik oleh Indonesia pada 11 Januari 2005; • Bimbingan untuk orang tua merupakan keharusan untuk mengarahkan anak untuk mencapai kematangan sesuai dengan usia dan perkembangannya; • Pendekatan holistik dan terintegrasi  nilai-nilai agama mewarnai setiap aspek perkembangan anak. •

• • • • • 66

Tujuan Memperkuat pemahaman tentang makna KHA Pasal 14 dan impilikasinya bagi pemerintah, pemangku kepentingan di bidang agama, dan masyarakat; Implementasi KHA Pasal 12. Prinsip Non-diskriminasi (P.2); Kepentingan terbaik bagi anak(P.3) sebagai pertimbangan utama; Kelangsungan hidup, tumbuh, dan

Samantabadra | Desember 2015

Menghormati hak dan kewajiban orang tua (wali)  memberikan pengarahan  anak dalam menjalankan haknya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan kemampuan si anak – Meningkat kemampuan orangtua (wali) dalam pengasuhan; – Memfasilitasi orangtua (wali) diseminasi; pelatihan pengetahuan, keterampilan, dan sikap – Pasal 14 ayat (3)

Kebebasan untuk memanifestasikan agama atau kepercayaan: – Menciptakan rasa aman dan tenang; – Menegakan disiplin hal utama, tetapi dengan non-kekerasan; – Adanya pengawasan dari orang dewasa yang telah terlatih hak anak; – Adanya fasilitas dan mekanisme pengaduan yang respon dan menghormati pandangan anak. eee


Chanting to Become a Person of Unlimited Self Esteem

Y

ou can analyze your situation all you want. You have to get to the root of why “I don’t believe in the greatness of my life”. You have to grab it by the roots and yank it out of your life. The answer is probably so simple, but we tend to over-analyze, it gets complicated and the solution seems far away. Your mission as a Buddhist is to become happy – not to master suffering. We have the negative and positive sides of us – one says, “who are you kidding”, the other, “you can do it”. You have to fight to not to give in to your negativity. This is not about being a writer, an artist, an actor, etc. It is about becoming the man or woman that you always wanted to become, a man or woman who really values his/her life. The obstacles you face are the answer to your prayer Those feelings of self-doubt, those feelings that “I am a failure” – those are the feelings that you have to face and to address. How you feel about yourself, that feeling of self-loathing, of not being good enough, of being a sham. Those are the feelings you have to face. Your talent is not being questioned; it is about how you feel about yourself. That is the karma. You have to value your own life, to appreciate that it has nothing to do with anybody else validating you. Follow your heart; follow your Buddhahood and the effect from that, the benefit from that will be massive.

You need to follow your heart, truly treasure your life When Nichiren Daishonin inscribed the Gohonzon, he was already chanting daimoku out of the greatness of his life, his Buddhahood, his enlightened state; he inscribed the Gohonzon for all humanity so that everyone could relieve his or her suffering. When you sit in front of the Gohonzon and chant, you have to have the most reverence for your life, the same as the Daishonin’s; therefore your life deserves that kind of reverence. If you chant for two weeks to really be a person of unlimited self-esteem and to really, truly appreciate your life including your flaws, your accomplishments, your defeats and your losses, your victories, all that you have created and to truly appreciate your talent as XYZ for two weeks, everything will change.

Forget about the past garbage Put it away. That will only make you feel impotent. From today on, really chant about being that man/woman of unlimited self-esteem. Really appreciate everything about your life; all the things that make you incredibly unique and wonderful. All your sufferings, problems, heartaches, will be the stuff you need, in order to share your experience, to encourage and to inspire others. Desember 2015 | Samantabadra

67


Focus on really, truly awakening to your greatness. This is the opportunity (sufferings, obstacles, lack of self-esteem) you needed to go through in order to become outrageously successful – so you can fulfill your dream. If you focus on this – really valuing your life now, then everything will fall into place in a much bigger way. This is something no one can give you; the universe is showing you what you need to tackle. When you first chant this way, a lot of garbage may come out of your life, a lot of negativity, awful feelings may surface. We always bring into our lives what matches our life condition. So chant to feel incredible joy about your worth and you will feel and know self worth and greatness. You are not being able to do whatever you determine is a manifestation deep down of your feeling of fear, that you are not good enough, that you do not have it in you. You must get yourself to a place where there is the greatness of your life, then everything will be transformed. We have to believe in our Buddhahood. When we face the Gohonzon, we should say, “I am going to praise my wonderful life”. It is important to awaken to your own greatness. Your life is the Gohonzon. Now is the time for you to start over. When you pray to a deity, your prayer becomes passive. Our voice is the Mystic Law. This law is not outside of you. When you get a benefit, it was you who created it. You must awaken to your greatness, appreciate and value your own life. It is no different to the enlightened life of Nichiren Daishonin, embodied in the Gohonzon. Just as a beautiful piece of art elicits a response, or a great book touches your life in a certain way, we must elicit the Buddha nature from our own lives. It is right here, and the Gohonzon is the perfect vehicle to bring out that strength, joy and vibrant life condition; then you take that to the world and change the environment. We are not necessarily chanting for the house, the car, the job, the relationship, but we are chanting to elevate our life condition to attract that happiness. The results that we see in our lives are a reflection of our life condition. Every day as you chant Nam-myoho-renge-kyo consciously call forth your Buddhahood to manifest itself consistently. Chant to rise above your basic tendency of disbelief, or continually thinking that you are a common mortal who does not deserve good fortune in this life. Do not negate your life when you sit in front of the Gohonzon. Do not beg. Do not scream. Do not berate the Gohonzon. Believe in the greatness of your life; manifest the extraordinary side of you. The Gohonzon is the tool we need to bring out our Buddhahood. “My life is the Gohonzon.” Do not slander your life. The doubt is necessary to prove to myself that “I am a Buddha. I will fulfill every one of my dreams for myself.” We already possess something incredible – our Buddha nature, the Gohonzon. But we do not believe that the good fortune, the “million dollars” is truly mine. I will not be able to get it, or to enjoy it. Trust that the Gohonzon, your prayer, is the absolute means for you to transform your life. Trust and faith are the key words. Chant with the expectation that every one of your wildest dreams will be fulfilled beyond your wildest imagination. Chant to believe in your Buddhahood. Trust in the greatness of your life. In “On Attaining Buddhahood”, Nichiren Daishonin made a primary point: to free ourselves from the suffering of birth and death which we have endured in lifetime after lifetime, and to attain absolute happiness, we need to awaken to the mystic truth that has always been within our lives. That truth is Nam-myoho-renge-kyo. That truth is “I am a Buddha”. Trust that you have everything you need for your happiness. eee (Source: http://goo.gl/OoIOz4)

68

Samantabadra | Desember 2015


Catatan

Desember 2015 | Samantabadra

69


resep

Lobak Kao

Oleh : Ibu Oking D, Bogor

Bahan A: 300 gram tepung beras 20 gram sagu 1 ½ sdt garam 1 sdt lada 1 sdt gula 2 sdt chicken powder 1100 cc air ½ sdt pinza 180 gram lobak, dikupas dan blender sampai halus 50 gram wortel, dikupas dan blender sampai halus Bahan B: 50 gram udang kering, direndam 1 buah lapciong, potong kecil-kecil 1 sdm bawang putih cincang

Cara Membuat : 1. Aduk rata semua Bahan A. 2. Tumis semua Bahan B, lalu masukkan Bahan A. 3. Masak sampai kental, lalu tuangkan ke dalam loyang. 4. Kukus sampai matang. 5. Setelah mendingin, potong-potong dan goreng dalam minyak hingga matang.

Berita Duka Cita Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha. Nammyohorengekyo.

Bapak Ng Kun Sen

Ibu Sugiarti

Meninggal pada usia 60 tahun 12 September 2015 Umat NSI Daerah Bekasi Jawa Barat

Meninggal pada usia 60 tahun 16 September 2015 Umat NSI Daerah Bekasi Jawa Barat

Bapak Edward Surya (Lie Soen Tjoen)

Ibu Sri Utami

Meninggal pada usia 77 tahun 18 September 2015 Umat NSI Daerah Bekasi Jawa Barat

70

Samantabadra | Desember 2015

Meninggal pada usia 80 tahun 01 Nopember 2015 Umat NSI Daerah Kebayoran DKI Jakarta


teka teki silang 1 2

3

5

4

6

7

8 9 10

11

12

13

14 15

16

17

18

Mendatar

14.

lingkungan

Mendatar

15. Menurun

2. Salah satu dari ketiga racun

1. Tokoh dalam sutra, “Aku menyapu debu untuk membuang kotoran�

2.

keserakahan,kemarahan,..

6.

pengaruh baik

6.8.Pengaruh baikmerah (istilah Jepang) sel darah 8.10. Sel darah merah halte busway

12.Selaras, salahhidup satu dari Kedelapan Macam Angin 10. berdampingan 13.Salah tikus berkaki 12. satu dari dua Delapan Angin 16.

kota hujan

17.

produk fermentasi ampas tahu(kedelai)

18.

nama daerah di Pulau Sado

13. Tokoh kartun tikus 16. Kota Hujan

17. Produk hasil fermentasi ampas tahu (kedelai) Menurun 18. Nama daerah di Pulau Sado

pertapaan/perlaksanaan untuk orang lain

2. Oposisi, tidak setuju

3. Unsur kimia garam dapur

4. Bhiksu dari sekte Tien-tai

5. Moda transportasi bus terintegrasi di ibukota 7. Dunia Neraka sampai Dunia Buddha 9. Salah satu warna dalam pelangi 10. Kensyu generasi muda 12. Kebijaksanaan

1.

" Aku menyapu debu, untuk membuang kotoran "

2.

tidak setuju

3.

GARAM DAPUR

4.

seorang bikkhu sekte Tien-Tai

5.

alat transportasi

7.

sepuluh keadaan jiwa

9.

MEJIKUHIBINIU

11.

kegiatan tahunan di NSI

12.

periode ke-4 dalam 5 periode ajaran Buddha Sakyamuni

14. Lingkungan (istilah Jepang)

15. Pertapaan/pelaksanaan untuk kebahagiaan orang lain (istilah Jepang)

Jawaban TTS dapat dilihat pada Samantabadra Januari 2016

Desember 2015 | Samantabadra

71


Makan Bersama Di Sabtu sore yang cerah, Kiba mengikuti kensyu gosyo umum di Mahavihara Saddharma NSI. Kiba datang awal, sehingga dapat duduk di barisan depan ketika upacara gongyo.

Seusai gongyo sore, tiba waktunya makan malam. Kiba duduk bersama umat dari daerah lain, berkenalan dan mengajak mereka mengobrol.

Sebelum makan, Kiba mendengarkan terlebih dahulu petuah emas Buddha Niciren Daisyonin tentang kebaikan makan. Ia mendengarkan petuah yang dibacakan kakak pembina dengan khidmat sambil beranjali, lalu menyebut Nammyohorengekyo sebanyak tiga kali (sansyo) bersama-sama..

Kiba mempersilakan umat-umat yang semeja dengannya untuk mengambil makanan terlebih dahulu. Kiba menyantap makan malam dengan suasana hati yang gembira dan penuh kehangatan bersama teman-teman sedharma.

72

Samantabadra | Desember 2015

Krubu yang juga ikut kensyu, tiba pas-pasan menjelang gongyo sore, ketika ruangan sudah mulai dipadati umat yang lain.

Sedangkan Krubu memilih untuk diam dan memainkan telepon genggamnya. Padahal ini kesempatan bagus untuknya menambah teman dan menjalin keakraban dengan teman sedharma.

Krubu yang sudah lapar, tidak bisa menahan diri untuk mengambil makanan yang sudah tersaji di meja. Bukannya mendengarkan petuah Buddha Niciren, Krubu malah asyik menyendok makanan, akhirnya malah tumpah.

Krubu sibuk membersihkan meja yang terkena tumpahan makanannya, akhirnya membuat umat di sebelah-sebalahnya terganggu.


Jadwal Kegiatan Susunan NSI

Bulan Desember 2015 TGL

HARI

30/11 Senin 1 Selasa 2 Rabu 3 4 5 6

Kamis Jumat Sabtu Minggu

7 Senin 8 Selasa 9 Rabu

10 11 12 13 14 15 16

17 18 19 20

Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu

Kamis Jumat Sabtu Minggu

21 Senin 22 Selasa 23 Rabu

24 25 26 27 28 29 30 31 1/1 2/1

Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu

JAM

KEGIATAN

13.00 Pendalaman Gosyo

19:00 Pendalaman Gosyo Penceramah 19:00 Pendalaman Gosyo Koord. GM Jabotabekcul 19:00 Ceramah Gosyo

10:00 10:00 10:00 14:00 19:00 14:00 19:00 19:00

Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul Pertemuan Anak‐anak Daimoku Bersama Rapat Koordinator Lansia Pelajaran Pimpinan Daerah & Cabang Pertemuan Wanita Umum Pertemuan Ibu/Wanita Karier Pertemuan Pria Umum

19:00 Pertemuan Cabang

TEMPAT

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2

Daerah Masing‐Masing

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 3 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 4 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 1 Daerah Masing‐Masing

10:00 Pertemuan Anak‐Anak Daerah / Kelompok 19:00 Pelajaran Pimpinan Anak Cabang / Ranting

Daerah Masing‐Masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1

19:00 Pertemuan Anak Cabang / Ranting

Daerah Masing‐Masing

14:00 Pertemuan Wanita Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Pria Daerah / Kelompok

Daerah Masing‐Masing Daerah Masing‐Masing

10:00 Pertemuan Generasi Muda Daerah/Kelompok 14:00 Pertemuan Lansia Umum 19:00 Pertemuan Empat Bagian

Daerah Masing‐Masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Daerah Masing‐Masing

Kensyu Gosyo Umum‐Tahun Baru 2015 Kensyu Gosyo Umum‐Tahun Baru 2015 Kensyu Gosyo Umum‐Tahun Baru 2015 13.00 Pendalaman Gosyo

Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2

13:00 Pendalaman Gosyo Untuk Dharmaduta 19:00 Musyawarah DPW & DPD 19:00 Musyawarah DPD

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Daerah Masing‐Masing

Desember 2015 | Samantabadra

73


Vihara & Cetya

BALAI PUSAT NSI

Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782

Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia

Vihara Vimalakirti Muncul Diresmikan 3 Mei 1986 Dipugar 28 okt 2007 Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Vihara Vimalakirti Cisauk Depan SMU 1 Serpong Desa Setu (Muncul) – Kec. Cisauk Kabupaten Tangerang Telp. (021) 75872730 Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969

PROVINSI LAMPUNG

PROVINSI JAWA BARAT

Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728

Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034

PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903

74

Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821 Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Blok Wanakerta Selatan No. 61 RT 02 RW 09 Kelurahan Tuk Mundal, Sumber Kabupaten Cirebon PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo

Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319

Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340

Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 4 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851

Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682

Samantabadra | Desember 2015

Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201 Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.