Samantabadra
D
i dalam Parinirvana Sutra dikatakan, “Setelah memasuki Masa Akhir Dharma, orang yang terjatuh ke dalam neraka karena memfitnah Hukum agama Buddha, jumlahnya melebihi
debu dari bumi besar, sedangkan orang yang percaya dan menerima Hukum Sakti jumlahnya lebih sedikit daripada tanah di atas kuku.” Sedangkan di dalam Saddharma Pundarika Sutra tercatat bahwa, “Sebagai umpama terdapat orang yang dapat melemparkan Gunung Semeru, namun dalam Saddharmapundarika Sutra adalah sungguh sedikit sekali.” (Surat Perihal Doa Demi Turunnya Hujan)
SAMANTABADRA | JANUARI 2016 | NOMOR. 264
masa Akhir Dharma, orang yang dapat menjelaskan Hukum agama Buddha, sesuai dengan kalimat
gosyo kensyu SURAT PERIHAL DOA DEMI TURUNNYA HUJAN (lanjutan) liputan KU NSI DALAM DEKLARASI GERAKAN NASIONAL REVOLUSI MENTAL KEMENTERIAN AGAMA RI
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
Januari
2 0 1 6
01 # 264
S
uri Handoku meski selama tiga tahun masih tidak dapat menghafal kurang dari empat belas huruf sekalipun, telah berhasil mencapai Kesadaran Buddha. Sebaliknya walau
Devadatta dapat menghafal 60.000 gudang Sutra-sutra, justru telah terjatuh ke dalam neraka penderitaan yang tak terputus-putusnya. Hal ini tidak lain menunjukkan perihal kehidupan masyarakat sekarang di masa Akhir Dharma ini. Untuk itu, hendaknya jangan dianggap sebagai permasalahan orang lain.
Selamat tahun baru 2016
(Surat Perihal Doa Demi Turunnya Hujan)
Samantabadra Januari 2016 Samantabadra
D
i dalam Parinirvana Sutra dikatakan, “Setelah memasuki Masa Akhir Dharma, orang yang terjatuh ke dalam neraka karena memfitnah Hukum agama Buddha, jumlahnya melebihi
debu dari bumi besar, sedangkan orang yang percaya dan menerima Hukum Sakti jumlahnya lebih sedikit daripada tanah di atas kuku.” Sedangkan di dalam Saddharma Pundarika Sutra tercatat bahwa, “Sebagai umpama terdapat orang yang dapat melemparkan Gunung Semeru, namun dalam
(Surat Perihal Doa Demi Turunnya Hujan)
daftar isi
SAMANTABADRA | JANUARI 2016 | NOMOR. 264
masa Akhir Dharma, orang yang dapat menjelaskan Hukum agama Buddha, sesuai dengan kalimat Saddharmapundarika Sutra adalah sungguh sedikit sekali.”
SAMBUTAN Menteri Agama RI tentang Revolusi Mental CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Ketua Dharma NSI Dharma Duta
LIPUTAN KU NSI dalam Deklarasi Nasional Revolusi Mental Audiensi dengan Menag RI terkait Revisi PBM KU NSI dalam Deklarasi Tokoh Lintas Agama Jelang Pilkada Serentak MATERI AJARAN Gosyo Kensyu Surat Perihal Doa Demi Turunnya Hujan (2/2) Gosyo Cabang Surat Balasan Kepada Istri Maceno-dono Forum Diskusi Sikap Umat Niciren Syosyu
2 6 9 13
16 17 19
F
oto ilustrasi pemandangan matahari terbit di pegunungan, melambangkan semangat dan kekuatan berkesinambungan untuk memulai hari, bulan, dan tahun baru.
SURAT PERIHAL DOA DEMI TURUNNYA HUJAN (lanjutan) KU NSI DALAM DEKLARASI GERAKAN NASIONAL REVOLUSI MENTAL KEMENTERIAN AGAMA RI
gosyo kensyu liputan
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
Halaman Muka
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
Januari
2 0 1 6
01 # 264
WAWASAN Krilangkun The Youth and The Environment
54 56
RESEP Ayam Panggang Bongkot
59
DUKA CITA
59
TEKA-TEKI SILANG
61
KIBA-KRUBU Tahun Baru
62
JADWAL KEGIATAN
63
VIHARA DAN CETYA NSI
64
16
17
22 44
19
49
Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami di : Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia
PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENASEHAT Suhadi Sendjaja PENANGGUNG JAWAB Sumitra Mulyadi PEMIMPIN REDAKSI Minto WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Samanta KONTRIBUTOR Arya, Kyanne Virya, Felicia, Lilia, Phopy, David STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999
Januari 2016 | Samantabadra
1
sambutan
SAMBUTAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PENCANANGAN GERAKAN NASIONAL REVOLUSI MENTAL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA RI JAKARTA, 15 DESEMBER 2015 Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Yth. Yth. Yth. Yth. Yth.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI; Para Pejabat Eselon I dan II pada Kementerian Agama, Para Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Para Aparatur Sipil Negara di lingkungan Kementerian Agama, Para tokoh lintas Agama, Para Undangan dan keluarga besar Kementerian Agama, hadirin yang berbahagia,
Pertama-tama, marilah kita bersyukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena pada kesempatan yang berbahagia ini atas berkat rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberikan kesempatan, kekuatan, dan nikmat kesehatan untuk dapat melanjutkan misi perjuangan dan pengabdian kepada nusa, bangsa, dan agama, sehingga pada hari ini kita dapat hadir di sini dalam rangka menghadiri acara “Pencanangan Gerakan Nasional Revolusi Mental di Lingkungan Kementerian Agama” dalam keadaan sehat wal ‘afiyat. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman. Saudara-Saudara yang Saya Banggakan,
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah merupakan fakta yang tak terbantahkan. Sejarah juga pernah mencatat fase kejayaan Nusantara di bidang perdagangan internasional dan pemanfaatan kekayaan sumber daya alam terutama pada bidang kemaritiman, pertambangan, dan lain sebagainya. Namun, dewasa ini, fakta menunjukkan bahwa di tengah persaingan global dan kompetisi internasional, daya saing bangsa Indonesia belum bisa memainkan peran yang maksimal di pentas regional maupun dunia. Capaian Indeks Pembangunan Manusia terakhir yang dirilis oleh United Nations Development Programme (UNDP) Tahun 2014, misalnya, masih menempatkan Indonesia pada posisi 108 dari 187 negara. Kita kalah dengan beberapa negara ASEAN, seperti Singapura (9), Malaysia (62), dan Thailand (89). 2
Samantabadra | Januari 2016
Laporan yang dirilis oleh Lembaga Transparency International Indonesia (TII) juga menunjukkan bahwa Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2015 masih menempatkan Indonesia di posisi 117 dari 175 negara di dunia.
Padahal dilihat dari perspektif potensi sumber daya manusia, Indonesia merupakan salah satu negara yang berpenduduk paling besar nomor 4 di dunia dengan jumlah penduduk sejumlah 253,60 juta jiwa. Pada kurun tahun 2020-2030 Indonesia akan mengalami surplus demografi atau bonus demografi, di mana jumlah usia produktif lebih besar daripada usia tidak produktif. Fenomena ini berbalik dengan trend di sejumlah negara maju, di mana mereka akan mengalami defisit demografi, yakni generasi lanjut usia yang tidak produktif lebih besar daripada usia produktifnya. Ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia. Apabila kita dapat memanfaatkan bonus demografi ini dengan baik, maka hal ini akan menjadi modal penting bangsa Indonesia untuk meningkatkan daya saingnya di pentas dunia. Pertanyaan yang harus kita jawab sekarang adalah “mengapa dengan modal kekayaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia bangsa Indonesia yang luar biasa itu belum dapat mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan menjadi kiblat peradaban dunia?” Saya khawatir jangan-jangan kita selama ini dimanjakan dengan kekayaan alam, sehingga hilang kreativitas dan inovasi. Jangan-jangan kita selama bermain di zona nyaman yang sepi tantangan. Kita sering terhipnotis dan merasa bangga dengan ungkapan dan kenyataan bahwa “bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah”. Padahal, fakta menunjukkan bahwa kemajuan suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh seberapa besar kekayaan sumber daya alam, tetapi juga ditentukan oleh seberapa besar daya saing sumber daya manusia yang dimiliki yang dapat memaksimalkan dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah tersebut. Sekedar mengambil contoh bagaimana negara Singapura yang merupakan “negarakota” yang tidak mempunyai kekayaan sumber daya alam sebagaimana Indonesia, tetapi daya saing berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), jauh lebih tinggi daripada Indonesia. Demikian pula Jepang, negara yang pernah luluh lantak akibat perang dunia kedua, kini menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia. Mereka bangkit tidak mengandalkan kekayaan sumber daya alam, tetapi mereka bangkit dengan meningkatkan daya saing sumber daya manusia.
Dalam konteks ini, Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang dicanangkan oleh Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menemukan momentum strategisnya dalam rangka menyongsong era persaingan regional melalui MEA dan persaingan global melalui AFTA yang lebih kompetitif. Gerakan Nasional Revolusi Mental ini merupakan momentum strategis dalam rangka meningkatkan daya saing sumber daya manusia bangsa Indonesia yang lebih produktif, kreatif, dan inovatif. Untuk mewujudkan idealisme tersebut, maka reformasi birokrasi merupakan sebuah necessary condition terwujudnya revolusi mental. Birokrasi diperlukan sebagai Januari 2016 | Samantabadra
3
sambutan fasilitator dan katalisator yang lebih dinamis untuk menggerakkan dan meningkatkan produktivitas, kreativitas, dan inovasi dalam berbagai bidang, yaitu ekonomi, pendidikan, politik, hukum, dan sebagainya. Terlebih, sebagai sebuah Kementerian yang berbasis agama, Kementerian Agama dituntut untuk menjadi pelopor Revolusi Mental yang berbasis nilai-nilai luhur agama, seperti Integritas, Profesionalitas, Inovasi, Tanggung Jawab, dan Keteladanan. Itulah 5 (lima) pilar budaya kerja Kementerian Agama yang senantiasa kita junjung tinggi. Tema yang diambil oleh Kementerian Agama dalam pencanganan ini adalah Gerakan Nasional Revolusi Mental Dimulai Dari Pendidikan mengingat Kementerian Agama mengemban tugas pendidikan Agama dan Keagamaan dari jenjang PAUD sampai Pendidikan Tinggi, termasuk juga di dalamya pendidikan non formal dan informal. Pendidikan, dengan demikian, menduduki posisi sentral dalam gerakan nasional revolusi mental untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik di masa mendatang. Saudara-Saudara sekalian yang saya hormati,
Melalui momentum Gerakan Nasional Revolusi Mental ini, saya ingin menyampaikan pesan dan harapan.
Pertama, sebagai bangsa yang besar, kita tidak boleh minder dan bermental “inlander” yang menganggap bangsa lain lebih hebat daripada kita. Kita harus membangun optimisme dengan kemampuan bangsa sendiri. Banyak nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya luhur bangsa ini yang dapat kita revitalisasi dan kita jadikan sumber inspirasi dan revolusi mental untuk kebangkitan bangsa.
Kedua, saya mengingatkan kepada para pejabat dan para Aparatur Sipil Negara terutama di Kementerian Agama bahwa hakikatnya pejabat itu pelayan, bukan priyayi. Pejabat itu melayani, bukan dilayani. Para pejabat dan ASN tidak boleh terjebak pada kegiatan rutinitas saja yang tidak mempunyai signifikansi dampak kepada masyarakat, akan tetapi birokrasi dituntut untuk berpikir “out of the box” yang tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Kita sering mendengar sebuah pameo dalam dunia birokrasi bahwa: “kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah?”. Dalam konteks revolusi mental, pameo tersebut harus dibalik: “kalau bisa dipermudah, kenapa harus dipersulit?” Ketiga, dalam rangka mewujudkan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di lingkungan Kementerian Agama, saya instruksikan kepada para pejabat yang berwenang agar segera dibangun sistem pelayanan satu atap yang berbasis IT dan online, seperti layanan perizinan madrasah, layanan pengesahan Ijazah, layanan pendaftaran haji, layanan nikah, dan sebagainya. Pelayanan harus mengedepankan pada aspek kepuasan masyarakat yang dilayani. Masyarakat harus tahu Standard Operating Procedures (SOP) yang digunakan dan berapa lama output layanan tersebut dapat diselesaikan. Keempat, kepada para pejabat eselon III dan IV, saya minta untuk meningkatkan komitmen produktivitas dalam rangka mewujudkan reformasi birokrasi dan revolusi mental di unit kerja masing-masing. Saya melihat kedudukan eselon III dan IV sangat penting dan strategis untuk mewujudkan sebuah perubahan kultur organisasi, karena 4
Samantabadra | Januari 2016
merekalah sebenarnya pelaksana kebijakan di garda paling depan di sebuah organisasi pemerintahan. Ini artinya kualitas pelayanan kita sangat dipengaruhi oleh kualitas pelayanan Saudara-Saudara di jajaran eselon III dan IV. Jika Saudara-Saudara profesional dan amanah, tentu akan membawa dampak yang signifikan pada tataran Kementerian. Tentu tanpa mengesampingkan peran jajaran eselon I dan II yang juga sangat strategis untuk membuat perubahan.
Kelima, saya minta kepada seluruh pejabat untuk bisa menjadi sumber keteladanan dalam segala hal, baik dalam aspek profesionalitas maupun integritas. Saya meyakini jika pemimpinnya baik, makan ke bawahnya Insya Allah baik. Ini juga sekaligus mengingatkan saya juga sebagai pemimpin tertinggi di Kementerian Agama ini. Mari kita sama-sama menjadi orang baik dan dapat diteladani kebaikannya di Kementerian ini.
Dalam kesempatan yang baik ini, saya juga ingin menyerukan, mari kita sukseskan Gerakan Nasional Revolusi Mental dengan menerapkan 3 M: (1) MULAI DARI DIRI KITA, (2) MULAI DARI HAL-HAL YANG KECIL, dan (3) MULAI DARI SEKARANG. Mari kita mulai laksanakan revolusi mental dari hal-hal yang kecil, seperti datang ke kantor tepat waktu, tidak terlambat, hidup bersahaja, dan melayani dengan baik. Demikianlah beberapa hal yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini. Akhirnya, dengan terlebih dahulu memohon ridlo Allah SWT dan membaca bismillahirrahmanirrahim, saya canangkan Gerakan Nasional Revolusi Mental di Lingkungan Kementerian Agama. Sekian. Terima kasih.
Wallahul Muwaffiq Ilaa Aqwamith Thariq Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 15 Desember 2015 Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin
Januari 2016 | Samantabadra
5
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja Surat Perihal Doa Demi Turunnya Hujan dari Ketiga Sanzo (1/2) Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 28-29 Nopember 2015
Nammyohorengekyo, Gosyo yang kita bahas kali ini masih berkaitan dengan hal doa, bulan sebelumnya kita juga membahas mengenai doa. Tentu ini merupakan hal yang pokok dari agama kita. Doa merupakan salah satu tiang dari agama. Oleh karena itu, betapa beruntungnya kita yang dibimbing oleh guru kita Niciren Daisyonin, agar kita dapat melakukan doa dengan tepat. Doa dalam ajaran kita bukan menyampaikan atau meminta sesuatu. Sebagaimana penjelasan Niciren Daisyonin, dalam hal doa harus ada patokan, berbeda patokan akan berbeda hasilnya. Niciren Daisyonin di sini membandingkan dengan doa dari tiga orang Sanzo, yaitu Subhakarasimha, Vajrabodhi, dan Amogha, 6
Samantabadra | Januari 2016
tiga-tiganya merupakan orang arif dan pintar, berdoa untuk menurunkan hujan, namun hasilnya berbeda, karena sutra yang digunakan berbeda-beda. Hujannya turun, tetapi begitu turun hujan, terjadi angin topan. Doa-doa yang tidak berdasarkan Saddharmapundarika sutra memiliki dampak buruk. Niciren Daisyonin mengatakan bahwa agama yang baik harus memiliki patokan dari bukti teori, bukti tertulis, dan bukti nyata. Jadi tidak dapat sembarangan. Apalagi dalam Gosyo ini dijelaskan bahwa dalam perkembangan jaman, ada orang-orang yang mengaku beragama Buddha tetapi cenderung percaya akan hal-hal tahayul. Saddharmapundarika sutra adalah sutra yang paling unggul berdasarkan tiga bukti, yaitu bukti teori,
bukti tertulis, dan bukti nyata. Walau ajarannya mengemukakan tentang keunggulan dari tiga bukti ini, terkadang manusia lebih memercayai hal yang bersifat tahayul. Hidup di dunia pada masa Akhir Dharma ini pengaruh baik jauh lebih sedikit daripada pengaruh buruk. Karena sering diterpa oleh pengaruh buruk, lama-kelamaan kita tidak dapat membedakan mana pengaruh baik dan mana pengaruh yang buruk. Susunan ini adalah pengaruh baik karena senantiasa mengajak umat NSI untuk kembali kepada ajaran Niciren Daisyonin. Maka dari itu, Niciren Daisyonin selalu mendasarkan bukti tertulis, bukti teori dan bukti nyata, hal apapun
Ketua Umum
harus berdasarkan itu. Maka sekarang, kita dibimbing oleh Niciren Daisyonin tentang doa yang betul-betul tepat, yakni berdasarkan sutra yang tepat. Kalau doa yang tepat, pasti hasilnya nyata dan istimewa. Masa pembabaran Ajaran Buddha terbagi menjadi tiga masa, yaitu 1.000 tahun setelah Buddha Sakyamuni meninggal adalah Masa Theravada. Masa 1.000 tahun setelah Buddha Sakyamuni meninggal sampai dengan 2.000 tahun kemudian disebut Masa Semi Mahayana atau Ajaran Mahayana di atas permukaan. Kemudian untuk masa setelah 2.000 tahun sampai sekarang dan seterusnya sutra yang sesuai yang tepat adalah Saddharmapundarika sutra yang ada di dasar kalimat. Dengan demikian, doa yang tepat waktu dan tepat guna itu adalah Nammyohorengekyo dari Sandaihiho. Kalau kita berdoa berdasarkan Nammyohorengekyo dari Sandaihiho pasti akan terkabul. Maka dalam Gosyo ini dijelaskan adanya tiga pelaksanaan tentang Sila, Samadhi, dan
Prajna, atau Sila, Citta, dan Prajna. Ini disebut Sangaku atau Tri-siksani. Trisiksani ini adalah prinsip ajaran yang diterapkan oleh Buddha Sakyamuni, yang sebetulnya diartikan Tri Siksani oleh Buddha Niciren, salah satunya Sila berarti mencegah kesalahan dan menghentikan kejahatan di mana kita harus menjalankan perombakan sifat jiwa. Doa itu adalah pelaksanaan memikirkan kemajuan bangsa. Kalau kita ingin menjalankan Syin Gyo Gaku harus berusaha setiap saat untuk melakukan perombakan sifat jiwa, paling tidak mencegah kesalahan dan menghentikan kejahatan. Ini namanya perombakan sifat jiwa. Ini juga termasuk Sila. Kita harus menyikapi, bahwa orang Buddha itu percaya Hukum Karma, sebab baik dan sebab buruk, begitupun halnya dalam menyikapi kematian. Sekarang ini, pemerintah Indonesia terus mengarahkan pembangunan Indonesia sebagai negara bahari atau negara maritim. Indonesia sempat berjaya pada saat menjadi negara maritim
pada jaman kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim bercorak Buddha yang mempunyai pengaruh sampai ke daerah Sri Langka dan Tiongkok. Pada jaman kerajaan Majapahit juga demikian, lahir tokoh seperti Gadjah Mada dan Hayam Wuruk. Hal tersebut juga sejalan dengan pandangan agama Buddha Niciren Syosyu, karena Niciren Daisyonin merupakan Buddha yang bercorak bahari atau maritim, sebagaimana Buddha Niciren menjelaskan bahwa Beliau adalah mata, tiang, dan bahtera yang mengarungi lautan bagi bangsa-Nya. Maka dari itu, kita sebagai umat Niciren Syosyu harus menjalankan Sila dengan menjalankan perombakan sifat jiwa, kedua harus menjalankan Samadhi atau Citta berarti bermeditasi dengan tenang memikirkan secara mendalam melalui Gongyo-Daimoku dan mendengarkan pembabaran Gosyo dengan sungguh hati. Yang ketiga memunculkan Prajna, yaitu kondisi di mana kita dapat mengetahui secara jelas akan adanya prinsip Januari 2016 | Samantabadra
7
ceramah gosyo kewajaran, yakni hati yang dapat mempertimbangkan sesuatu kebenaran secara tepat. Prajna itu ada bermacam-macam, prajna dari dunia kelaparan, prajna dari dunia kemarahan, tetapi prajna yang dimaksud di sini adalah prajna yang berasal dari dunia Buddha, di mana kita dapat menentukan secara tepat, hal mana yang benar serta hal mana yang tidak benar. Niciren Daisyonin menjelaskan bahwa pertama yang namanya Sila adalah Altar Agung dari ajaran sejati atau Honmon No Kaidan, menerima dan mempertahankan adalah mempertahankan Sila. Jadi bagi kita sikapnya adalah Juji Soku Kanjin atau menerima dan mempertahankan Gohonzon, itu adalah Sila. Sila itu menjalankan pantangan, artinya bagi umat Niciren Syosyu adalah menerima dan mempertahankan Gohonzon. Mempertegas sikap irama kepercayaan adalah kehidupan dengan mewujudkan jiwa Buddha. Kedua, Citta atau meditasi, itu adalah Gohonzon dari Ajaran Sejati, yakni dengan 8
Samantabadra | Januari 2016
menjadikan Gohonzon sebagai segala dasar akan meneguhkan cara hidup pada pandangan dan tujuan kehidupan manusia untuk menunaikan tugas demi pencapaian Kesadaran Buddha dan penyelamatan kebahagiaan umat manusia. Pokoknya dalam kehidupan kita sebagai murid-murid Niciren Daisyonin, segala-galanya harus berdasarkan Gohonzon. Dengan menjadikan Gohonzon sebagai dasar dari segala hal, kita dapat memunculkan energi kita yang bersumber dari Dunia Buddha. Kemudian Prajna, itu adalah Daimoku dari Ajaran Sejati, yakni dengan melaksanakan penyebutan Daimoku yang mencakup pelaksanaan untuk diri sendiri maupun orang lain. Ternyata ketika kita melaksanakan Daimoku, sebagai murid Niciren Daisyonin, hidup kita adalah Jigyo Keta, pelaksanaan untuk diri sendiri dan orang lain. Maka itu pelaksanaan kita harus mencakupi Jigyo Keta. Jadi Sila (Honmon No Kaidan), Samadhi (Honmon No Honzon), Prajna (Honmon No Daimoku). Banyak
daimoku membuat kita mempunyai pemikiranpemikiran Buddha, yang tidak terjangkau oleh kepintaran manusia biasa. Setiap kensyu kita harus berada dalam keadaan suasana yang gembira dalam Syinjin, begitu pun pada pertemuanpertemuan daerah, pertemuan ceramah gosyo, pertemuan cabang, pertemuan empat bagian, semua harus menjadi pertemuan-pertemuan yang gembira, gembira karena hati kepercayaan, dan kita jangan menjadi pengaruh-pengaruh buruk, kita harus menjadi pengaruh-pengaruh yang baik. eee
Ketua Dharma
Rangkuman Ceramah Ketua Dharma NSI Bapak Sumitra Mulyadi Surat Perihal Doa Demi Turunnya Hujan dari Ketiga Sanzo (1/2) Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 28-29 Nopember 2015
Nammyohorengekyo, Dalam latar belakang Gosyo ini disebutkan bahwa Gosyo ini ditulis pada tahun 1275 dari Gunung Minobu diberikan kepada Nisyama Nyudo, sebagai kepala daerah Nisyama, Ia pada mulanya adalah penganut Syingon, sehingga Niciren Daisyonin menganjurkan untuk percaya kepada Saddharmapundarika Sutra agar dapat mencapai Kesadaran Buddha. Kemudian juga, menjelaskan mengenai makna sesat dari ajaran Syingon, dari Ketiga Orang Sanzo maupun Kobo. Tiongkok dan Jepang adalah dua negara yang runtuh akibat kesesatan Syingon. Gosyo ini menyebutkan tentang mewujudkan prajna baik, yang telah mengutip perihal pemanjatan doa dari ketiga orang Sanzo, karena di dalam Surat ini menjelaskan alasan dan sebab-sebab terjadinya pengaruh yang buruk, oleh karena
itu Gosyo ini dinamakan seperti judulnya (Perihal Pemanjatan Doa Demi Turunnya Hujan dari Ketiga Orang Sanzo). Disebutkan dalam Gosyo, bahwa tanaman pohon pun kalau ditunjang dengan penopang yang kuat tidak akan tumbang oleh angin besar. Jadi kalau ditunjang dengan penopang yang kuat tidak akan rubuh, tidak akan tumbang, begitu juga orang. Walaupun pohon kelihatannya kokoh tetapi kalau akarnya lemah pasti akan tumbang, manusia juga walaupun kelihatannya kokoh tapi kalau dibiarkan seorang diri di jalanan yang buruk, pasti suatu saat akan tergelincir. Jadi sangat dibutuhkan antara prajna dan pengaruh yang baik. Nichikan Syonin, Bhikku Tertinggi Ke-26 mengatakan bahwa di dalam melaksanakan hati kepercayaan terdapat dua hal yang harus diperhatikan oleh kita semua. Pertama, adalah halangan dari dalam
diri sendiri berupa kesesatan pokok jiwa. Kedua, adalah pengaruh dari luar yang menghalang-halangi dan menghambat sehingga membuat seseorang akhirnya mundur dari hati kepercayaan. Jadi di sini dikatakan dua hal prajna dan pengaruh yang buruk yang menjadi penghalang. Maka disini diberikan contoh seperti pohon maupun orang yang berada di jalan yang buruk. Kemudian dikatakan, bahwa di dalam Ketiga Ribu Dunia Besar, itu kecuali Sariputra dan Mahakasyapa, kalau Buddha tidak muncul, tidak seorang pun tertinggal, semuanya akan jatuh ke dalam penderitaan, karena Buddha sumber dari prajna dan pengaruh yang baik. Kalau Buddha tidak muncul, orang tidak akan bertemu prajna dan pengaruh yang baik, akhirnya mereka tidak dibimbing ke arah yang Januari 2016 | Samantabadra
9
ceramah gosyo benar, sehingga semua akan jatuh ke dalam penderitaan. Namun karena sebab yang agung dari sebab jodoh yang kuat sehingga dapat mengandalkan Sang Buddha, maka umat manusia dapat mencapai Kesadaran Buddha termasuk Raja Ajatasatru, orang jahat maupun Angulimala, meskipun dengan cara bagaimana sebetulnya mereka tidak bisa mencapai Kesadaran Buddha, tetapi karena bertemu dengan Buddha, mereka dapat dibimbing untuk mencapai Kesadaran Buddha, oleh karena keagungan dari Sang Buddha itu sendiri. Untuk itu perjalanan menuju pencapaian Kesadaran Buddha, tidak ada yang lebih mengungguli prajna dan pengaruh yang baik. Jadi di dalam perjalanan mencapai Kesadaran Buddha sangat dibutuhkan prajna dan pengaruh yang baik, dalam hal ini sebetulnya adalah Gohonzon, itu adalah pengaruh yang baik, prajna yang baik, dengan menyebut Nammyohorengekyo, Gongyo Daimoku, dan percaya kepada Gohonzon akan menimbulkan prajna yang baik, dapat mematahkan kesesatan pokok jiwa dan dapat memanggil jodoh yang baik serta dengan demikian pasti dapat membawa kita kepada pencapaian Kesadaran Buddha. 10
Samantabadra | Januari 2016
Niciren Daisyonin mengatakan, bahwa apa gunanya kita menjadi manusia biasa kalau prajnanya hanya dapat merasakan suhu panas dan dingin, kalau manusia adalah untuk mencapai Kesadaran Buddha. Namun demikian, sulit sekali untuk bertemu dengan prajna dan pengaruh yang baik sehingga Niciren Daisyonin mencontohkan seperti kura-kura bermata satu yang ingin mendapatkan kayu cendana terapung, sehingga dapat meletakkan badannya, punggungnya kedinginan selama ribuan tahun di dalam lautan sehingga dalam seribu tahun muncul satu kali adalah ingin memasukkan badannya ke kayu cendana yang berlubang di tengahnya agar bisa menghangatkan punggungnya dan mendinginkan perutnya. Jadi maksudnya untuk mencapai Kesadaran Buddha seperti itu sulitnya, atau menjatuhkan benang dari langit Brahma untuk masuk ke lubang jarung yang diletakkan di bumi besar, jadi begitu sulit bertemu dengan Nammyohorengekyo dalam masyarakat yang buruk pada masa Akhir Dharma. Dikatakan bahwa prajna dan pengaruh yang baik itu jumlahnya melebihi dari debu-debu dari bumi besar, begitu banyak keburukan yang terjadi, pengaruh
buruknya begitu banyak, lebih banyak dari debudebu bumi besar, sedangkan pengaruh yang baik dan prajna hanya sebanyak pasir di atas kuku, sedikit sekali. Memang ini bisa kita lihat kenyataan seperti demikian. Makanya di sini memberikan contoh seperti Avalokitesvara, katanya walaupun merupakan pengaruh yang baik tetapi tetap memberikan ajaranajaran yang sifatnya ajaran sementara, tidak bisa memberikan ajaran Saddharmapundarika Sutra yang sempurna dan sesungguhnya. Begitu juga yang lain. Jadi kecuali Buddha Sakyamuni, tidak ada yang bisa. Di sini memberikan contoh Sariputra, selama sembilan puluh hari melatih tukang pandai besi mengenai kebersihan, akhirnya semua mereka jadi Ichantika, tidak percaya Saddharmapundarika Sutra. Begitu juga Furuna yang mengajarkan ajaran Hinayana kepada orangorang berbakat Mahayana, akhirnya semua menjadi Hinayana. Manusia biasa tidak dapat melihat bakat umat manusia, sehingga bagaimana bisa membina umat manusia, itu tidak mungkin, hanya satu-satunya yang bisa adalah Buddha karena Buddha memiliki tiga kebajikan, sebagai Majikan,
Ketua Dharma
Guru, dan Orang Tua, jadi itulah sebabnya mengapa Buddha itu ditempatkan sedemikian rupa mempunyai prajna dan pengaruh yang baik, dalam hal ini tentu Gohonzon. Kemudian para arif bijaksana yang agung sekalipun, tidak dapat untuk menjelaskan Saddharmapundarika Sutra, walaupun Arahat sekalipun tidak bisa, kecuali Buddha. Maka itu tidak diserahkan kepada para Arahat. Untuk itu para sarjana agama Buddha pada masa Akhir Dharma ini harus dinilai dengan pandangan berdasarkan pada perumpaman di atas. Kemudian Niciren Daisyonin juga mengatakan, ‘Barang siapa yang mengatakan Timur adalah Barat, bintang lebih unggul dari bulan itu adalah orang jahat, lebih rendah dari orang yang tidak menganut Agama Buddha’. Di jaman sekarang orang seperti ini banyak sekali para guru dharma yang bisa memutarbalikkan ajaran, membuat ajaran sendiri, menentang katakata Buddha, oleh karena itu Niciren Daisyonin di dalam bersikap di dalam menentukan unggul lemahnya Hukum Agama Buddha senantiasa berdasarkan pada prinsip kewajaran dan bukti tertulis yang otentik. Jadi Niciren Daisyonin dalam
setiap Gosyo tidak pernah menggunakan pandangan dan pikiran sendiri, selalu mengutip kalimat sutra dan bukti-bukti kewajaran, dalam arti apabila diuraikan sesuai dengan kewajaran masyarakat atau tidak. Tetapi Niciren Daisyonin mengatakan lebih penting dari dua hal itu adalah bukti nyata, jadi walaupun ada bukti tertulis yang otentik dan bukti kewajaran pun, bukti nyata adalah yang paling pokok. Sekarang banyak orang yang tidak mengerti, karena mereka tidak mengerti dan tidak paham, diajak bicara teori dan kalimat sutra mereka tidak mengerti, tidak bisa, yang bisa mereka lihat adalah bukti nyata dan bukti kewajaran. Makanya itu yang paling pokok harus kita buktikan bukti nyata itu untuk Syakubuku orang, kalau kita Syakubuku dengan perdebatan Gosyo, percuma saja, buang waktu dan buang tenaga. Tapi kalau bukti nyata itu pasti diterima. Kenyataannya kita berhasil mengatasi segala kesulitan yang kita hadapi. Inilah sebabnya Niciren Daisyonin mengatakan dibandingkan ketiga hal ini, bukti nyata itu adalah yang paling penting. Niciren Daisyonin mengatakan, bahwa di Jepang pada waktu itu telah terjadi pemberontakan di dalam negeri dan
datangnya utusan Mongolia untuk meminta upeti dari Jepang. Niciren Daisyonin mengatakan bahwa harus diadakan doa karena hal ini disebabkan negeri Jepang tidak percaya agama Buddha yang sesungguhnya. Doanya malah dengan Syingon. Yang tidak sesuai dengan keinginan Sang Buddha, sehingga gagal. Kemudian Niciren Daisyonin mengatakan dari tiga negara India, Tiongkok, dan Jepang, Negara Tiongkok dan Jepang sudah runtuh karena ajaran Syingon, maka kemudian di sini dijelaskan, mengambil contoh ketika Subhakarasimha dari India datang ke Tiongkok pada zaman kekuasaan Raja Sien Cung, dari Kerajaan Tang, dimana Subhakarasimha ini membabarkan dan menyiarkan atau menyebarluaskan ajaran Vairocana sutra Mahavairocana, tapi waktu itu di Tiongkok sudah tersebarluas ajaran Saddharmapundarika Sutra, yang disebarkan oleh Mahaguru Tien Tai. Mahaguru Tien Tai sudah meninggal pada waktu dia datang, tetapi ajaran Saddharmapundarika Sutra sudah tersebarluas, sehingga menimbulkan kesulitan bagi Subharakarasimha untuk menyebarluaskan Ajaran Mahavairocana yang merupakan ajaran sebelum Saddharmapundarika sutra. Januari 2016 | Samantabadra
11
ceramah gosyo Oleh karena itu, dengan berbagai cara agar bisa diterima dan mendekati bhikku pelajar sekte Tien Tai untuk menyusun sebuah buku seolah-olah ajaran Syingon itu dengan ajaran Tien Tai itu mirip, Icinen Sanzennya dan sebagainya, padahal Icinen Sanzen hanya ada dalam Saddharmapundarika Sutra, tidak ada di sutra lain. Karena begitu akhirnya rusaklah ajaran Tien Tai dengan masuknya ajaran Syingon, karena orang beranggapan sama, dan tidak masalah untuk mengikuti kepercayaan Syingon, akhirnya hancur. Itu kejahatan daripada Subhakarasimha yang membawa masuk ajaran Syingon dari India ke Tiongkok. Kemudian memberikan contoh bukti nyata, ketika terjadi kemarau panjang, di mana diminta mendoakan turunnya hujan, walaupun hujan turun tetapi diikuti dengan angin topan, sehingga rakyat
12
Samantabadra | Januari 2016
menjadi kecewa. Begitu juga kawannya, Vajrabodhi ketika kemarau panjang meminta doa turunnya hujan, hujannya turun tapi juga diikuti topan yang besar sekali sehingga orang-orang menjadi ketakutan. Tapi dengan berbagai macam cara, bisa bertahan. Terakhir Amoga juga sama, doa turun hujan, hujan turun dengan disertai angin topan hingga sepuluh hari lebih. Jadi Niciren Daisyonin mengatakan sebetulnya dengan melihat bukti nyata seperti ini, orangorang harusnya sadar, tapi kelihatannya manusia dari jaman dahulu sama, biarpun ada bukti nyata seperti itu tetap tidak ambil pusing. Maka Syingon di Jepang memiliki kuil lebih banyak, sehingga banyak cerita memberikan perbandingan, Kobo itu membawa ajaran Syingon dari Tiongkok masuk ke Jepang. Ini juga ketika doa turunkan hujan, hujannya tidak pernah turun akhirnya Rajanya yang berdoa, baru turun
hujannya, tetapi pihak Kobo dan muridnya mengatakan, itu semua adalah doa gurunya. Kemudian juga memberi contoh Mahaguru Dengyo di Jepang, berhasil yang berhasil menurunkan hujan, dengan demikian lebih unggul Mahaguru Dengyo karena hujan yang turun tidak menimbulkan badai, sedangkan yang lain diikuti angin besar. Jadi di sini Niciren Daisyonin mengatakan harus jelas, mana ajaran yang lebih unggul, mana ajaran yang tidak. Saddharmapundarika sutra adalah ajaran yang paling unggul. Jadi sekarang juga fenomena ini terjadi, orang antara benar dan salah itu abu-abu. Kalau kita sendiri tidak bisa menegakkan diri kita sendiri, siapa lagi. Membiarkan tekanan-tekanan ini terus terjadi, oleh karena itu kita harus memegang teguh Saddharmapundarika-sutra ini agar kita dapat mencapai Kesadaran Buddha. eee
Dharma Duta
Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman Surat Perihal Doa Demi Turunnya Hujan dari Ketiga Sanzo (1/2) Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 28-29 Nopember 2015
Nammyohorengekyo, Mengenai Gosyo yang kita bahas pada kensyu kali ini memang masih berkaitan dengan doa, jadi lanjutannya adalah jika doa kita akan terwujud hanya dengan Nammyohorengekyo atau sebagai pelaksana Saddharmapundarika sutra. Karena tujuan dari pelaksanaan pertapaan kita itu adalah mencapai Kesadaran Buddha. Di sini dijelaskan untuk pencapaian Kesadaran Buddha perlu bertemu dengan prajna dan pengaruh yang baik. Jadi prajna dan pengaruh yang baik itu artinya adalah hukum atau objek pemujaan atau orang yang dapat membimbing kita untuk pencapaian Kesadaran Buddha. Tetapi untuk kita laksanakan hal ini tidaklah mudah, karena banyak sekali tantangan dan rintangan.
Maka, Niciren Daisyonin mengumpamakan seperti pohon harus ditunjang, pohon kalau tidak ditunjang oleh akar yang kuat akan rubuh. Prajna dan pengaruh yang baik bagi kita adalah hanya Nammyohorengekyo dari Ketiga Hukum Rahasia Agung dan sebagai objek pemujaannya adalah Gohonzon, di mana dapat memunculkan Dunia Buddha kita, sehingga kita dapat mengetahui hal mana yang baik dan benar, hal mana yang merupakan pengaruh baik dan pengaruh buruk. Untuk mempertahankan hati kepercayaan pelaksanaan kita ini, tentunya kita butuh kekuataan kepercayaan yang berkesinambungan, maka itu di dalam susunan kita selalu diajak untuk selalu belajar. Kalau kita tidak belajar, kita akan kalah suasana. Seringkali ketika kita benar-benar
ingin memunculkan prajna dan pengaruh yang baik, pengaruh buruk malah datang lebih banyak. Walau demikian, kita tetap harus yakin dan tidak terbawa suasana buruk yang dapat mengakibatkan kita juga melakukan hal yang buruk. Kita duduk dalam pertemuan dan kensyu juga harus menjadi pengaruh baik, terkadang kita juga dapat menjadi pengaruh yang buruk. Di sini dikatakan, bahwa dalam mencari pengaruh baik itu sulit, seperti kurakura bermata satu yang mencari kayu cendana berlubang. Maka dari itu, kita harus benar-benar mendengarkan Gosyo dan berusaha agar selalu bertemu dengan prajna Januari 2016 | Samantabadra
13
ceramah gosyo dan pengaruh yang baik serta tidak kalah terhadap suasana. Seperti dikatakan bahwa yang membuat kita kalah dengan pengaruh baik atau menjadi tantangan dan halangan bagi kita untuk bertemu prajna dan pengaruh baik adalah pertama halangan di dalam diri kita sendiri atau kesesatan pokok jiwa kita. Kesesatan pokok jiwa kita secara umum terdiri dari lima racun, seperti keserakahan, kemarahan, kebodohan, kesombongan, dan keragu-raguan yang selalu ada di dalam diri kita sendiri. Terkadang kita kalah dengan hal-hal tersebut. Kebahagiaan kita masih terikat dan tergantung pada hal-hal di luar diri kita, sehingga menjadikan diri kita raguragu. Maka itu kita harus pertahankan hal-hal ini dan memperkuat syinjin kita, dan berpandangan bahwa pokoknya hanya Nammyohorengekyo dan tidak ada yang lain. Halangan yang kedua adalah halangan yang berasal dari luar diri kita, seperti larangan dari suami atau istri untuk menjalankan ajaran ini. Jaman sekarang juga terkadang manusia 14
Samantabadra | Januari 2016
dapat kalah suasana karena permasalahan ekonomi. Pengaruh buruk terdapat di mana-mana, tidak melihat umur, tua atau muda, semua ada jodohnya masing-masing. Lahir sebagai manusia merupakan suatu rejeki, karena kalau kita lihat di antara semua makhluk di alam semesta, manusia merupakan makhluk paling berejeki. Apapun dapat dilakukan oleh manusia. kita dapat berjodoh dengan Nammyohorengekyo merupakan rejeki yang lebih membahagiakan lagi. Dapat mengikuti kensyu dan pertemuan juga merupakan rejeki yang bukan main. Kita merupakan manusiamanusia pilihan. Rejeki kita kalau tidak dimanfaatkan dan digunakan untuk tujuan kita lahir sebagai manusia dan tugas manusia yang berjodoh dengan Nammyohorengekyo seperti dijelaskan dalam Gosyo, tidak ada gunanya, sama seperti manusia yang hanya dapat merasakan panas dan dingin saja. Manusia mempunyai kesempatan untuk membahagiakan orang lain tetapi kita pakai hanya
untuk kepentingan diri sendiri sehingga tidak ada gunanya, kehidupan dan rejeki kita menjadi habis. Maka dari itu, bagaimana kita secara bersamasama menjalankan penyebarluasan Nammyohorengekyo seluas-luasnya, terutama kepada diri kita sendiri, kita buktikan bahwa diri kita sendiri merupakan wujud nyata dari pelaksana Saddharmapundarika sutra. Kemudian dikatakan bahwa Saddharmapundarika sutra tidak diijinkan dibabarkan oleh kaum arahat sekalipun. Hal tersebut karena mereka tidak mengetahui bagaimana cara memunculkan Kesadaran Buddha sebagaimana yang dimaksud dalam Saddharmapundarika sutra, seperti Sariputra yang mengajari seorang pandai besi untuk memperhatikan kebersihan dan tukang cuci diajari menghitung nafas, tidak sesuai dengan bakat manusia. Kekuataan Nammyohorengekyo itu bukan main, kita dapat melebihi kemampuan Sariputra, dan kita tidak
Dharma Duta
boleh merendahkan diri kita sendiri. Di sini dikatakan walaupun sudah mengetahui Saddharmapundarika sutra, Avalokitesvara masih tidak dapat memberi kebahagiaan yang sesungguhnya karena Saddharmapundarika sutra yang diajarkan hanya sebatas Saddharmapundarika sutra yang bersifat teori. Kita diajarkan bahwa kita memiliki sifat maitri karuna dan kita harus melaksanakan maitri karuna dalam kehidupan kita sehari-hari, kita yang melaksanakan sebagai pelaksana tetapi kita hanya mengandalkan kekuataan dari luar diri kita. Kalau syinjin kita seperti itu, janganlah kemudian mempertanyakan bukti nyata dari pelaksanaan syinjin kita, apabila pelaksanaan syinjin kita masih keliru dan tidak menerapkan secara tepat apa yang diajarkan oleh Buddha. Pelajaran dari Buddha Sakyamuni itu semua dari Cekyo, Bekyo, maupun Enkyo, tidak mengatakan sekaligus dapat mencapai kesadaran, harus melalui hidup mati yang sangat panjang, sampai kapan kita
akan dapat memunculkan kebahagiaan yang sesungguhnya karena memerlukan waktu yang sangat panjang. Yang paling sempurna sesungguhnya adalah Saddharmapundarika sutra yang ada di dasar kalimat, Nammyohorengekyo. Itu yang paling unggul langsung dapat mencapai kesadaran. Gohonzon sebagai jodoh untuk kita tinjau diri dan menjalankan perombakan sifat jiwa dan sekejap itu dunia Buddha langsung muncul, tidak menunggu lahir mati yang sangat panjang. Ini yang kita harus camkan baik-baik. Kita sudah mengetahui, bahwa hukum ini adalah hukum yang paling agung dan hebat di masa sekarang ini. Kita melihat contoh yang digambarkan dalam Gosyo ini dimana ketika ketiga Orang Sanzo dalam menurunkan hujan jutsru menimbulkan angin topan. Hal ini membuktikan bahwa sutra-sutra lain tidak berhasil. Hanya doa berdasarkan Saddharmapundarika sutra baru dapat berhasil sesungguhnya. Niciren Daisyonin
mengatakan mengenai tiga bukti, dan bukti nyata sebagai hal yang paling utama. Terwujud tidaknya doa kita bukan karena hal-hal di luar diri kita tetapi karena diri kita belum menjadi pelaksana Saddharmapundarika sutra, dan kita harus memperbaiki terus menerus. Menerima dan mempertahankan hati kepercayaan secara berkelangsungan dengan melakukan syakubuku anak cucu agar keluarga tetap mempertahankan hukum Nammyohorengkyo. Yakinlah apapun yang kita perbuat, pasti ada hasilnya. Jangan raguragu dalam menjalankan hati kepercayaan, hanya saatnya sekarang ini tepat waktu dan tepat guna adalah Nammyohorengekyo. eee
Januari 2016 | Samantabadra
15
liputan
Ketua Umum NSI dalam Deklarasi Gerakan Nasional Revolusi Mental di Lingkungan Kemenag RI
Ketua Umum NSI, Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja diundang mengikuti Deklarasi Gerakan Nasional Revolusi Mental yang diselenggarakan oleh Kementarian Agama RI.
R
evolusi Mental adalah suatu gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah saat ini, dengan tujuan mengubah perilaku, sikap, pola pikir masyarakat yang tidak baik (negatif) menjadi perilaku, sikap, pola pikir yang baik (positif), istilah ini dalam ajaran kita lebih dikenal dengan perombakan sifat jiwa, yaitu kondisi jiwa yang penuh kesesatan dirombak menjadi kesadaran. Harus diakui bahwa perilaku, sikap, pola pikir yang tidak baik (negatif) sangat merugikan, baik untuk diri sendiri juga untuk masyarakat, bangsa dan negara. 16
Samantabadra | Januari 2016
Perilaku, sikap, pola pikir yang tidak baik (negatif) lah yang bisa menjadi sumber permasalahan baik dalam hal ekonomi maupun sosial,
misalnya tidak rajin akibatnya pendapatannya tidak sebanyak orang yang rajin, dalam hal sosial misalnya egonya tinggi akibatnya
dikucilkan dari pergaulan, dan lain-lain. Karena sumber permasalahan dan sumber penyelesaiannya adalah di dalam diri masing-masing individu maka masing-masing
Audiensi dengan Menag RI Mengenai Rencana Revisi PBM No. 8 dan No.9 tahun 2006
Menteri Agama RI sedang memberikan pengarahan terkait rencana revisi PBM No. 8 dan 9 tahun 2006
individu perlu meresolusi diri, maka kemudian muncullah suatu gerakan yang dinamakan Revolusi Mental. Itulah sebabnya Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) menggelar acara Deklarasi Gerakan Nasional ‘Revolusi Mental Dimulai dari Pendidikan’ di Hall Basket Gelora Bung Karno, pada Hari Selasa, 15 Desember 2015 yang dihadiri juga oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Puan Maharani, juga para tokoh lintas agama yang salah satunya adalah Ketua umum NSI, Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja. (Minto)
P
ada dasarnya mendirikan rumah ibadah adalah sebuah niat yang suci dan baik, oleh karena itu pemerintah dalam hal ini menteri agama dan menteri dalam negeri dengan tokoh-tokoh agama di Indonesia membuat Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No.8 tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat agar dalam membangun rumah ibadat ini menjadi lebih tertib dan terkelola dengan baik, namun ada beberapa pihak yang menganggap bahwa peraturan ini hanya mempersulit pendirian rumah ibadat dan menginginkan agar peraturan ini dicabut. Salah satu hal yang dianggap mempersulit karena dalam mendirikan sebuah rumah ibadat dibutuhkan syarat-syarat tertentu, seperti harus memiliki 90 orang umat dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga daerah setempat, kemudian didukung oleh 60 warga sekitar Kelurahan tempat rumah ibadat itu akan didirikan (lintas agama), kalau satu kelurahan tidak mencapai 90 orang umat, boleh ditingkatkan menjadi satu kabupaten, kalau satu kabupaten tidak tercapai juga, maka boleh ditingkatkan menjadi satu provinsi, bahkan boleh ditingkatkan menjadi satu Indonesia, namun jika sudah memenuhi syarat Januari 2016 | Samantabadra
17
liputan
Foto bersama tokoh lintas agama bersama Menteri Agama RI (tengah) dan Hakim Konstitusi Prof.Maria Farida (tengah baju Biru).
90 orang umat di seluruh Indonesia tetapi belum mendapatkan dukungan dari 60 orang warga sekitar, maka Kepala Daerah setempat perlu untuk memikirkan cara agar kelompok agama yang ingin mendirikan rumah ibadat tersebut mendapatkan solusi terbaik. Hal ini sempat menjadi polemik yang cenderung bisa berdampak terhadap melunturnya kerukunan umat beragama di Indonesia, oleh karena itu Hari Rabu, 02 Desember 2015, di kantor kementerian agama Republik Indonesia Jalan Lapangan Banteng Jakarta Pusat, Tokoh-tokoh agama Indonesia yang menjadi Tim Perumus peraturan tersebut melakukan audiensi dengan Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman 18
Samantabadra | Januari 2016
Hakim Saifuddin untuk membahas permasalahan dan menemukan solusi terbaik. Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI), Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja adalah salah satu Tokoh agama yang menjadi tim Perumus dan berkontribusi dalam menyusun peraturan ini. Dalam kesempatan tersebut MPU Suhadi Sendjaja menjelaskan mengenai latar belakang dari dibuatnya peraturan bersama menteri ini kepada Menteri Agama, karena peraturan bersama ini diresmikan oleh menteri agama masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain menjelaskan mengenai latar belakang dibuatnya peraturan bersama ini, MPU Suhadi
Sendjaja juga menyampaikan jika peraturan bersama ini bisa berjalan dengan baik, maka sebetulnya akan membantu kepala daerah dalam mencapai prestasinya, karena Kerukunan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan dari seorang kepala daerah. MPU Suhadi Sendjaja menyampaikan, kalau pun peraturan bersama menteri ini harus direvisi, maka revisinya harus menjadi revisi yang lebih baik. Sebagai langkah selanjutnya Tokoh-tokoh agama ini akan melakukan audiensi dengan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Tjahjo Kumolo dalam waktu dekat.
(Arya)
KU NSI dalam Deklarasi Nasional Tokoh Lintas Agama Menjelang Pilkada Serentak
Ketua Umum NSI, Bapak Suhadi Sendjaja sebagai salah satu tokoh Agama Buddha berdeklarasi bersama-sama tokoh lintas agama.
U
ntuk pertama kalinya Indonesia menyelenggarakan Pilkada Serentak untuk memilih Gubernur-Wakil Gubernur dan Bupati-Wakil Bupati/Walikota-Wakil Walikota di daerah-daerah di Indonesia, walau belum serentak seluruh provinsi, kabupaten/kota. Pilkada dilakukan serentak
pada tanggal 09 Desember 2015 guna menekan tingkat kecurangan yang sering muncul dalam proses Pilkada. MUI bersama-sama dengan Tokoh Lintas Agama pada tanggal 27 November 2015 mengadakan Deklarasi Nasional Umat Beragama. Mempertegas Deklarasi ini, pada
tanggal 08 Desember 2015, Tokoh Lintas Agama kembali mengadakan pernyataan bersama untuk menyuseskan Pilkada Serentak dan menyerukan pesan perdamaian agar Pilkada Serentak dapat berjalan dengan sukses, aman dan damai. (Minto) Januari 2016 | Samantabadra
19
liputan
Teks Deklarasi Nasional Umat Beragama Jelang Pilkada Serentak 2015
20
Samantabadra | Januari 2016
Generasi Muda NSI Mengikuti Diskusi Pemuda Lintas Agama Tingkat Kabupaten Bogor
agama, bukan ajaran agama itu sendiri. Dari diskusi ini, para peserta semakin disadarkan bahwa generasi muda memiliki peran penting dalam menginisiasi dan mengembangkan toleransi antaragama di masyarakat. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan cara terlibat dalam diskusi dan dialog lintas agama. Dengan demikian, generasi muda dapat memahami pentingnya kerukunan dan dapat terhindar dari aksi negatif seperti anarkisme dan radikalisme.
Salah seorang peserta dari NSI, Chindy berpendapat, “Generasi muda NSI harus Para pembicara pada forum Diskusi Pemuda Lintas Agama tingkat Kabupaten Bogor. menjadi inspirator untuk bisa menumbuhkan semangat generasi muda lainnya, karena anak muda biasanya melihat menjadi pelaksana Saddharalam rangka pembiaction bukan sekedar bicara.” ma-pundarika-sutra. naan kerukunan umat Intisari dari dialog pemuda Pengalaman hari itu memberagama, para generasi muda buatnya secara pribadi sangat lintas agama ini adalah untuk NSI Bogor, David, Marvita, salut dengan Ketua Umum membangun kesadaran dan Yolanda, Pratty, Chindy, menNSI. “Beliau sangat luar biasa jadi utusan dari NSI untuk me- sikap saling menghormati sehingga NSI bisa diterima di perbedaan agama dan keyawakili agama Buddha. Acara tengah masyarakat yang bekinan masing-masing umat ini diiselenggarakan tepatnya gitu plural.” Semoga Generasi di Hotel & Conventions Taman beragama. Ketua FKUB Kapenerus bisa semakin menumCibinong 2 pada tanggal 26 bupaten Bogor memberitahu November 2015. Acara kali ini bahwa FKUB itu hanya sebagai buhkan rasa toleransi antar umat beragama. (David) dihadiri oleh Dewan Penasihat sarana konsultatif, sehingga MUI, Wakil Ketua FKUB, Wakil FKUB bersifat menjembatani apabila terjadi konflik antaruKetua Pondok Pesantren, mat beragama guna meredam Ketua Dewan Da’wah Islamiisu-isu yang dapat berkemyah, dan Badan Puslitbang Kementerian Agama RI. bang di masyarakat. Mengenai masalah sikap anarkis yang Kontribusi NSI dalam kegiatan lintas agama dan sosialmengatasnamakan agama yang belakangan ini menjadi kemasyarakatan semakin dikenal luas. Bangga menjadi isu global, anarkisme pada Generasi muda NSI Bogor yang mengikuti forum dasarnya dilakukan oleh okbagian NSI, bangga menjadi diskusi. murid Buddha Niciren, Bangga num yang mengatasnamakan
D
Januari 2016 | Samantabadra
21
materi ajaran | gosyo kensyu
Gosyo Kensyu (2/2)
Surat Perihal Doa Demi Turunnya Hujan dari Ketiga Orang Sanzo (Subhakarasimha, Vajrabodhi, dan Amogha)
LATAR BELAKANG|
S
urat ini ditulis pada tanggal 22 bulan ke 6 tahun 1275 (Kenji-1) di Gunung Minobu, ketika, Niciren Daisyonin berusia 54 tahun dan diberikan kepada NisyiyamaNyudo. Nisyiyama Nyudo adalah kepala desa Nisyiyama, wilayah Fuji daerah Surugayang juga disebut sebagai Ouci Tasaburo Yasukiyo karena sesuai dengan nama tanahmiliknya sehingga disebut Nisyiyama Dono. Sebelum Beliau menganut kepercayaan terhadap Niciren Daisyonin adalah penganut Sekte Syingon. Di dalam surat inipun telah mensitir dan meluruskan kesalahan penyebarluasan Hukum Agama Buddha dari ketiga Sanzo dan Kobo, kemudian menjelaskan bahwa hendaknya melepaskan kepercayaan terhadap Syingon yang merupakan sumber pengaruh buruk dan beralih percaya kepada Niciren Daisyonin sebagai guru dari prajna baik yang tertinggi. Dengan demikian pasti 22
Samantabadra | Januari 2016
dapat memperoleh kurnia kebajikan pencapaian Kesadaran Buddha. Judul surat ini mewujudkan prajna baik yang telah mengutip perihal pemanjatan doa demi turunnya hujan dari ketiga orang Sanzo. Karena dalam surat ini menjelaskan alasan dan sebab-sebab terjadinya pengaruh yang buruk, sehingga surat ini dinamakan sebagai Surat Perihal Pemanjatan Doa demi Turunnya Hujan dari Ketiga Orang Sanzo. Lembaran asli dari surat ini masih disimpan baik di Kuil AgungTaisekiji.
ISI GOSYO |
D
engan demikian, jelaslah bahwa Saddharmapundarika-sutra lebih unggul daripada Syingon; apakah masih mungkin Negeri Jepang ini akan runtuh? Padahal runtuhnya Negeri Jepang hanyalah dikarenakan Sekte Syingon. Ketika mengingat perihal pengalaman Kaisar Oki yang terdahulu, maka apakah ingin mengatasi masalah serangan Mongolia dan pemberontakan dalam negeri berdasarkan Ajaran Syingon, yang diperkirakan bahwa Negara Jepang besar kemungkinan akan runtuh. Maka Saya bertekad sekalipun harus mengorbankan jiwa raga untuk tetap mengutarakan hal ini secara tegas. Meskipun ketika Saya mengutarakan hal ini telah dilarang oleh para murid, namun karena sekarang telah terbukti dengan tepat apa yang pernah Saya katakan, barulah perasaan Saya akan lega. Dapat diperkirakan tiada seorangpun di antara para arif di Jepang dan Tiongkok yang mengetahui hal ini selama 500 tahun ini. Walau pemanjatan doa demi turunnya hujan dari Subhakarasimha, Vajrabodhi dan Amogha telah berhasil, namun harus diperhatikan apakah makna hujan yang dibarengi angin taufan? Meskipun ajaran di luar Hukum Agama Buddha atau ajaran dari pendeta yang tiada berarti masih memungkinkan turunnya hujan. Apalagi Hukum Agama Buddha, sekalipun Ajaran Hinayana, bila dilaksanakan sesuai dengan ajarannya, mana mungkin tidak menurunkan hujan. Terlebih lagi, meskipun Sutra Mahavairocana tidak seunggul Sutra Avatamsaka dan Sutra Prajna, tetapi paling tidak sudah pasti lebih unggul dari pada Sutra Agam. Apakah mungkin doa dengan Sutra Mahavairocana tidak dapat menurunkan hujan? Oleh karenanya, walau berhasil menurunkan hujan, namun telah dibarengi dengan angin taufan, berarti pasti terdapat kesalahan-kesalahan yang dikarenakan tercampur baur ajaran satu dengan lainnya. Mahaguru Kobo yang tidak berhasil menurunkan hujan, atas doanya selama 21 hari, kemudian baru berhasil atas doanya sang kaisar sendiri. Hal ini jelas terlihat kesesatan Mahaguru Kobo lebih besar. Bualan besar yang pertama dari Mahaguru Kobo terdapat dalam tulisannya sendiri yang menyatakan sebagai berikut, “Pada musim semi tahun Konin ke-9, ketika melaksanakan doa demi menghalau wabah penyakit menular, matahari telah terbit dalam kepekatan malam hari. Hal ini merupakan hal rahasia utama bagi murid dan penganut Niciren.� Dengan, mengutip kalimat tersebut di atas jelas menjadi suatu argumentasi yang tak dapat disanggah lagi. Untuk sementara marilah kita kesampingkan perihal unggul lemahnya Hukum agama Buddha itu sendiri. Uraian yang dijelaskan hingga bagian ini merupakan suatu hal yang terpenting dalam kehidupan di dunia ini. Janganlah sekali-kali dibicarakan kepada orang lain dengan sembrono. Saya menerangkan hal ini hanya karena kesungguhan hati Anda yang mantap. Mungkin nasihat dari Niciren terasa sedemikian mengejutkan, sehingga timbul hal (serangan Mongolia) yang sedemikian rupa, justru dikarenakan sikap yang ragu-ragu dan acuh. Dengan adanya serangan dari kerajaan Mongolia yang semakin kuat, sehingga memungkinkan penyebarluasan Saddharmapundarika Sutra di masa ini. Mungkin orang-orang yang sedemikian kuat menindas Niciren akan merasakan penyesalan. Yang dikatakan ajaran non Buddhis telah timbul sejak 800 tahun sebelum kelahiran Sang Buddha Sakyamuni. Walau pada mulanya hanya terdapat dua surga dan tiga dewa, kemudian telah terbagi menjadi 95 macam. Meskipun di antaranya terdapat banyak orang arif dan orang yang memperoleh kekuatan gaib. Namun, tiada seorang pun yang dapat melepaskan diri dari kesesatan hidup dan mati. Begitupun, orang-orangyang telah menganut ajaran tersebut di atas, baik karena kebaikan maupun karena keburukan, semua telah terjatuh ke dalam Ketiga Dunia Buruk. Januari 2016 | Samantabadra
23
materi ajaran | gosyo kensyu Seandainya Sang Buddha terlahir di sana, 95 macam ajaran non Buddhis tersebut akan bersatu padu dengan raja, para menteri dan rakyat untuk memukul atau mencemooh Sang Buddha atau bahkan telah membunuh umat Buddha yang tak terhitung jumlahnya. Walaupun demikian, Sang Buddha tidak pernah gentar. Justru karena menyayangkan mungkin seluruh umat manusia akan terjatuh ke dalam neraka, bila menghentikan pengkhotbahan Hukum ini, karena diancam oleh orang-orang, sehingga sama sekali tidak merasa gentar. Yang dikatakan sebagai ajaran non Buddhis adalah dikarenakan pada masa yang lampau telah keliru dalam memandang dan memahami ajaran Sang Buddha. Demikian pula sama halnya dengan keadaan di Jepang sekarang ini. Di Jepang terdapat banyak ajaran Hukum agama Buddha, namun sumbernya timbul dari 8 sekte, 9 sekte, dan 10 sekte. Di antara sepuluh sekte, marilah kita mengenyampingkan berbagai aliran dari Sekte Avatamsaka. Karena kesesatan pandangan dari Kobo, Jikaku, dan Cisyo terhadap unggul lemahnya Sekte Tien Tai dan Sekte Syingon, sehingga rakyat Jepang dalam kehidupan ini telah mengalami serangan dari negeri asing, dan akan terjatuh ke dalam neraka pada kehidupan yang akan datang. Baik keruntuhan negeri Tiongkok maupun terjatuhnya rakyat Tiongkok ke dalam neraka buruk, telah dimulai sejak kesalahan dan kesesatan dari pandangan Subhakarasimha, Vajrabodhi, dan Amogha. Para penganut Sekte Tien Tai, Setelah diselewengkan oleh Jikaku dan Cisyo telah ditekan prajnanya, sehingga tidak tepat seperti ajaran Sekte Tien Tai yang sebelumnya. Oleh karena itu, dalam mengingatkan para murid Saya, Niciren, selalu barkata, “Apakah mungkin terdapat hal demikian? Apalagi apakah mungkin Niciren lebih unggul dari mereka dalam mensitir kesalahan dan kesesatan Jikaku dan Cisyo.” Suatu hal yang tidak bertentangan dengan apa yang tercatat dalam Sutra-sutra Sang Buddha. Di dalam Parinirvana Sutra dikatakan, “Setelah memasuki Masa Akhir Dharma, orang yang terjatuh ke dalam neraka karena memfitnah Hukum agama Buddha, jumlahnya melebihi debu dari bumi besar, sedangkan orang yang percaya dan menerima Hukum Sakti jumlahnya lebih sedikit daripada tanah di atas kuku.” Sedangkan di dalam Saddharma Pundarika Sutra tercatat bahwa, “Sebagai umpama terdapat orang yang dapat melemparkan Gunung Semeru, namun dalam masa Akhir Dharma, orang yang dapat menjelaskan Hukum agama Buddha, sesuai dengan kalimat Saddharmapundarika Sutra adalah sungguh sedikit sekali.” Kemudian dalam Maha Sanghata Sutra (Daisyucekyo), Suvarnaprabhasa Uttamendraraja Sutra (Kongkomyo), Manusendra Sutra (Ninnokyo), Sutra Syugyo, Parinirvana Sutra dan Ajitaraja Sutra (Saisyookyo) tercatat bahwa, “Setelah memasuki masa Akhir Dharma, kalau muncul orang yang menjalankan dan mempertahankan Hukum Sakti akan dicemooh atau dituntut dan dijatuhi hukuman pembuangan atau bahkan dibunuh oleh sang raja yang percaya terhadap hasutan dari orang-orang yang percaya ajaran-ajaran yang tersesat. Pada waktu itu para Raja Dewa Brahma, Raja Dewa Indra dan para Dewa yang tak terhingga jumlahnya akan merasuk ke dalam raja yang arif dari Negara tetangga, untuk meruntuhkan negara itu.” Keadaan masyarakat sekarang ini mirip dengan pembabaran dalam Sutra ini. Namun demikian, mungkin Anda sekalian memiliki karma baik yang sedemikian rupa pada masa Iampau, sehingga mengunjungi Niciren. Kalau menelusuri masa lampau secara seksama, maka mungkin pada kehidupan kali ini dapat terlepas dari kesesatan hidup dan mati. Suri Handoku meski selama tiga tahun masih tidak dapat menghafal kurang dari empat belas huruf sekalipun, telah berhasil mencapai Kesadaran Buddha. Sebaliknya walau Devadatta dapat menghafal 60.000 gudang Sutra-sutra, justru telah terjatuh ke dalam neraka penderitaan yang tak terputus-putusnya. Hal ini tidak lain menunjukkan perihal kehidupan masyarakat sekarang di masa Akhir Dharma ini. Untuk itu, hendaknya jangan dianggap sebagai permasalahan orang lain. Meski masih banyak hal yang ingin disampaikan, namun Saya akan mengakhiri surat Saya di sini. 24
Samantabadra | Januari 2016
Akan tetapi, walau berada dalam keadaan yang sulit sekarang ini, kesungguhan hati Anda dalam memberikan sumbangan, tidak lain kami ucapkan terima kasih, dengan mengutarakan perihal Hukum Agama Buddha yang penting ini secara singkat. Kacang dan kacang hijau telah Saya terima dengan baik. Bulan Keenam tanggal 22 Kepada Nisyiyama Nyudo
Tertanda,
Niciren
Januari 2016 | Samantabadra
25
materi ajaran | gosyo kensyu | KUTIPAN GOSYO
1
Niciren dalam menentukan unggul lemahnya Hukum Agama Buddha senantiasa berdasarkan pada prinsip kewajaran dan bukti tertulis yang otentik. Terlebih dari itu, daripada prinsip kewajaran dan bukti tertulis yang otentik, kiranya tiada sesuatu yang lebih mengungguli bukti nyata. Namun demikian, kira-kira pada tahun Bun-ei kelima yang lalu di bagian Timur Jepang telah timbul pemberontakan, sedangkan di bagian Barat telah kedatangan utusan dari Mongolia yang menuntut upeti dari Jepang terhadap Mongolia. Untuk itu, Niciren menerangkan secara mendalam bahwa, “Hal ini timbul karena tidak percaya Hukum agama Buddha yang sesungguhnya, mungkin harus diselenggarakan doa demi mengatasi hal tersebut, dan itu telah dijalankan berdasarkan pada Ajaran Sekte Syingon.�
Ajaran dari Garbhadhatu. Garbhadhatu melambangkan prinsip keadilan dimana di dalam kandungan seorang wanita yang hina dina telah terdapat bibit yang agung dan mulia, begitupun dikatakan, bahwa di dalam hati jiwa manusia biasa yang kotor telah terdapat kurnia kebajikan dan maitri karuna Sang Buddha sejak masa kehidupan sebelumnya. Dunia Vajra dari Saharatathagata Sutra (Kongocokyo) melambangkan sesuatu perbedaan dari prajna. Vajra berarti kokoh tidak akan rusak oleh apapun. Prajna sesungguhnya dari Sang Tathagata melampaui kedua dunia dari kesesatan dan kesadaran, dan dengan mengatasi segala rintangan di atas dapat memperoleh kesadaran prinsip Hukum yang tak terbatas dari Sang Buddha. Kemudian menjelaskan Mandala dari Dunia Vajra dan Hukum mengenai sumbangan. Sutra Susidhi berdiri di antara kedua Keterangan: bagian dari Garbhadhatu dan Dunia Vajra, namun berporos pada kekuatan Dalam membedakan kebenaran dari menambah mempertahankan dari Darani Ajaran Hukum agama Buddha yang (bahasa gaib yang Mengandung Banyak terpenting adalah mempertimbangkan Arti dalam Satu Kata), untuk menuntut dengan berdasarkan pada teori Hukum kurnia kebajikan sebagai tujuan pokoknya. dan Bukti Tertulis. Namun demikian Inilah yang disebut sebagai Ajaran Rahasia pertimbangan yang lebih penting dari itu adalah Bukti yang Nyata. Yakni harus lengkap Syingon. Menambah mempertahankan berarti salah satu jenis dari doa, menambah dengan ketiga prinsip; Bukti Tertulis, Bukti berarti kekuatan perlindungan dari Sang Teori, dan Bukti Nyata. Dengan melihat Buddha, mempertahankan adalah kekuatan bukti nyata ini pun jelas terlihat, Sekte mempertahankan yang berkesinambungan. Syingon betapapun tidak sesuai dengan Ini adalah fungsi yang timbul saling ajaran Sang Buddha. Dengan demikian, berinteraksi dengan kekuatan kepercayaan bagaimanakah bentuk dan isi ajaran dari dari umat manusia. Sekte Syingon? Sekte Syingon adalah menjadikan ketiga Sutra dari Sutra Vairocana, Kekuatan menambah mempertahankan Sutra Saharatathagata, Sutra Susidhi sebagai ini didasarkan pada ajaran yang mencakupi Sutra pegangan dan menjadikan Tathagata ketiga asas rahasia dari badan, mulut dan Vairocana sebagai Pokok Pemujaannya. hati, sehingga mulai dari satu Buddha dan manusia saling mempengaruhi sehingga Di dalam Sutra Vairocana dijelaskan
GM
26
Samantabadra | Januari 2016
mencapai kesadaran Buddha. Ketiga asas rahasia dari badan, mulut dan hati adalah : 1. Rahasia badan dalam Sekte Syingon diwujudkan dengan Mudra, yakni menunjukkan berbagai bentuk dengan menyatukan kedua tangan. 2. Rahasia mulut menyebut jampi-jampi dalam bahasa Sansekerta. 3. Rahasia hati merahasiakan Hukum dalam hati. Karena menandaskan ketiga asas rahasia ini, sehingga dikatakan sebagai Ajaran Asas Rahasia. Dengan demikian, ketiga bagian dari Sutra Vairocana adalah Ajaran Asas Rahasia yang telah menjelaskan ketiga asas rahasia dan menandaskan bahwa Sutra Asas Rahasia tersebut merupakan yang terunggul di antara seluruh Sutra, karena seluruh Sutra lainnya adalah Sutra Nyata dan juga isinya lebih rendah. Ketiga bagian Sutra dari Vairocana ini adalah Sutra yang dikhotbahkan Sang Buddha Sakyamuni pada masa Vaipulya, salah satu segi Dharmakaya dari Trikaya Sang Tathagata dijelaskan sesuai dengan Tathagata Vairocana. Walau dalam membimbing menuju kesadaran sesungguhnya, Sang Buddha menjelaskan secara bertahap, namun dalam Sekte Syingon mengatakan, bahwa Vairocana Sutra bukan dijelaskan oleh Sang Buddha Sakyamuni, melainkan Surga Tertinggi dari Rupadhatu, yakni Surga Syikikukyo yang mewariskan Hukum secara langsung kepada Boddhisatva. Sekte Syingon di Tiongkok tidak disebut sebagai Sekte Syingon, dan mulai ketika Subhakarasimha (Zenmui Sanjo) datang dari India ke Tiongkok pada masa kerajaan Tang tahun 716 dengan menterjemahkan Sutra Vairocana, Vajrahodhi (Kongoci Sanzo) dan Amogha (Fuku Sanzo) dikatakan sebagai leluhur dari Sekte Syingon di Tiongkok.
Pada waktu itu di Tiongkok karena Sekte Tien-tai yang menjadikan Saddharma Pundarika Sutra sebagai Sutra pegangan telah tersebar luas, sehingga Subhakarasimha yang merasakan kesulitan dalam menyebarluaskan Sutra Vairocana yang merupakan Sutra-sutra sebelum Saddharma Pundarika Sutra, telah berhasil membujuk dengan berbagai siasat untuk mempengaruhi guru meditasi Isying, bhiksu pelajar dari Sekte Tien-tai untuk membuat penjelasan dari Sutra Vairocana, sehingga telah menjadi kitab ajaran dari Sekte Syingon. Karena isinya merupakan sesuatu yang berdasarkan pada makna ajaran dari Sekte Tien-tai, sehingga dikatakan “prinsipnya sama, kenyataannya lebih unggul�, yakni walau Sutra Vairocana merupakan kalimat Sutra yang menjelaskan prinsip Hukum yang sama dengan Saddharma Pundarika Sutra, namun karena Saddharma Pundarika Sutra hanya mengutarakan rahasia sesungguhnya dan meniadakan rahasia badan, dan rahasia mulut, sehingga dalam kenyataannya Sutra Vairocana lebih unggul. Kemudian mereka mendirikan Tathagata Vairocana sebagai pusat pemujaan (Honzon). Saddharma Pundarika Sutra dan seluruh sutra-sutra lainnya, karena merupakan pembabaran Dharma yang dilaksanakan oleh Sang Buddha Sakyamuni dari Nirmanakaya, sedangkan Sutra Vairocana dikhothahkan oleh Tathagata Vairocana dari Dharmakaya, kalau diperbandingkan dengan Tathagata Vairocana, maka dikatakan Sang Buddha Sakyamuni tidak dapat menandinginya. Yang menyebarluaskan Sekte Syingon ini ke Jepang adalah Mahaguru Kobo Kuhai. Dengan demikian mereka telah menghina dan merendahkan seluruh kehidupan leluhur Buddha Sakyamuni dan mendirikan Tathagata Vairocana yang keadaan sesungguhnya tidak jelas sebagai Buddha Dharmakaya. Justru hanya Sang Buddha yang mewujudkan Ekakaya yang Trikaya, yang Januari 2016 | Samantabadra
27
materi ajaran | gosyo kensyu dapat menghubungkan kita, umat manusia biasa dengan prajna dan maitri karuna. Karena Sekte Syingon secara mendadak menggantikan pokok utama, dengan yang didirikannya sendiri yang tiada berkekuatan, sehingga dikatakan Syingon adalah ajaran yang memusnahkan negara, keluarga dan manusia. Oleh karena itu, Sekte Syingon meskipun secara tertulis masih dapat menutupi kekurangannya, tetapi bukti nyata seperti terlihat dalam perumpamaan pemanjatan doa demi turunnya hujan oleh ketiga orang Sanzo dan Kobo, sehingga telah disitir oleh Niciren Daisyonin perihal betapa bodohnya berkeinginan untuk menaklukkan Mongolia dengan doa berdasarkan ajaran Syingon. Maka dalam surat ini Niciren Daisyonin menandaskan bahwa “Hal ini tiada seorang arif maupun bodoh di negeri Jepang ini yang mengetahui hal tersebut”. Tiada seorang pun kecuali Niciren Daisyonin yang dapat melihat tembus sumber pandangan yang tersesat itu. Selanjutnya perihal Bukti Tertulis, Bukti Teori, dan Bukti Nyata adalah salah satu prinsip perbandingan agama. Bukti Tertulis berarti apakah hakikat ajaran suatu agama tertulis secara tepat dengan apa yang diajarkan oleh leluhur agamanya. Dalam hal ini leluhur Agama Buddha adalah Sang Buddha Sakyamuni. Dan juga dengan berdasarkan pada kalimat Sutra yang manakah untuk menentukan tingkatan perbandingan. Pada umumnya, yang menamakan diri sebagai Agama Buddha, harus melaksanakan sesuai dengan ajaran leluhur Buddha Sakyamuni secara tepat. Karena ajaran Sang Buddha tercatat dalam sutra-sutra, maka pandangan hakikat Ajaran-Nya harus berdasarkan pada bukti yang tertulis dalam sutra, yakni yang dikatakan sebagai Bukti Tertulis. Oleh karenanya, dalam Surat Tanya Jawab Mempertahankan Saddharma Pundarika Sutra diajarkan, “Dikatakan pula, 28
Samantabadra | Januari 2016
semua yang tidak terdapat bukti tertulis adalah menyesatkan.” (Gosyo, hal. 462). Secara luasnya berarti bahwa dalam tulisan Sang Buddha mencakupi Sutra maupun Sastra. Terutama yang harus dipentingkan adalah kalimat Sutra, hal mana untuk menghindari agar tidak terpengaruh pada pandangan sesat yang licik dari para guru sastra dan guru manusia yang tidak berdasarkan pada kalimat Sutra Sang Buddha. Dalam Surat Tanya Jawab antara Orang yang Arif dan Orang yang Bodoh menjelaskan: “Gunakanlah kalau jelas kalimat sutranya, sedangkan tinggalkanlah kalau tidak terdapat bukti tertulisnya.” Bukti Teori berarti apakah segala sesuatu yang diuraikan sesuai dengan kewajaran, hal mana merupakan pedoman pertimbangan untuk menilai apakah makna dari sesuatu ajaran sesuai dengan kewajaran yang dapat diterima secara merata. Apabila suatu kewajaran dapat diterima secara merata dan meluas oleh masyarakat luas, berarti ajarannya memiliki nilai yang tinggi. Di dalam Surat kepada Syijo Kingo Dono dikatakan, “Yang dikatakan Hukum agama Buddha adalah kewajaran, sedangkan yang dikatakan kewajaran adalah sesuatu yang mengungguli segala apapun.”(Gosyo, hal. 1169). Bukti Nyata adalah bukti yang kokoh dan nyata, bahwa bila dilaksanakannya makna ajarannya dapat membuktikan isi ajaran yang dijelaskan tadi, dalam perwujudan kehidupan masyarakat sehari-hari yang nyata. Ini merupakan pedoman pertimbangan untuk menilai bagaimanakah bentuk perwujudan dari akibat pelaksanaan tersebut. Ajaran yang mewujudkan bukti nyata kekacauan hidup dan malapetaka dalam masyarakat adalah ajaran yang sesat. Ajaran yang mengakibatkan kebahagiaan, kemakmuran dan kesejahteraan dalam kehidupan yang nyata adalah Hukum Sakti. Bukti Nyata ini merupakan prinsip yang terpenting di antara
ketiga bukti di atas. Oleh karena itu, Niciren Daisyonin dalam Surat Ajaran Pelaksanaan dan Bukti Nyata (Kyo, Gyo, Syo) mengajarkan bahwa, “Segala sesuatu tidak ada yang dapat mengungguli bukti nyata.� Meskipun, tentu dasar pertimbangan bukan hanya berdasarkan pada bukti nyata saja. Kadang kala terhadap orang-orang yang mundur dari kepercayaan, orang yang tidak menghormati Sangha, atau orang yang merusak susunan, seolah-olah tidak muncul hukuman nyatanya. Niciren Daisyonin dalam Surat Membuka Mata mengatakan bahwa ketika orang-orang yang memfitnah pelaksana Saddharma Pundarika Sutra ditetapkan jatuh ke dalam neraka, namun masih belum muncul bukti nyatanya. Sebagai umpama, sama seperti orang yang telah dijatuhi hukuman mati, tidak akan ditambah dengan hukuman lainnya yang berkaitan dengan berbagai dosa kecil. Betapapun janganlah sekali-kali beranggapan bahwa karena memperoleh kurnia kebajikan sehingga merasakan dirinya tidak bersalah, atau karena tidak ada hukuman sehingga beranggapan bahwa diri sendiri benar. Justru yang terpenting, menanggapinya sebagai masalah diri sendiri, dengan berusaha sekuat tenaga mengoreksi diri hingga sedekat mungkin mencapai kesempurnaan. Daripada membicarakan permasalahan orang lain, lebih baik menghidupkan prajna dari kekuatan yang menguasai jiwa sendiri. Justru arus deras dari sinar prajna mencemerlangkan Saddharma (Myoho), akan merombak diri sendiri, orang lain, maupun masyarakat serta mencemerlangkan keindahan bukti nyata Hukum agama Buddha Niciren Daisyonin.
2
Dengan demikian, jelas bahwa Saddharma Pundarika Sutra lebih unggul daripada Syingon, apakah masih mungkin negeri Jepang ini akan runtuh?
GM
Keterangan: Bagian ini menjelaskan bahwa hujan dari hasil doanya pun terdapat berbagai bentuk dan wajah. Doa demi menurunkan hujan dari ketiga Sanzo, walau telah menurunkan hujan namun pada kenyataannya telah dilanda taufan. Hal mana tidak hanya disebabkan karena Sekte Syingon merupakan Ajaran Sementara yang rendah bahkan merupakan bukti nyata dari perwujudan memfitnah Hukum agama Buddha. Yang lebih buruk dan menjatuhkan nilai dari peristiwa ketiga Sanzo adalah Kobo yang sama sekali tidak berhasil menurunkan hujan. Malahan, doa Sang Kaisar yang berhasil menurunkan hujan dinyatakan sebagai hasil yang dicapai oleh dirinya, atau bualannya perihal yang tidak masuk akal, seperti dikatakannya bahwa pada suatu malam hari yang pekat dalam tahun 818 telah terbit sang surya. Selain itu, doa kali ini tidak hanya terbatas pada permasalahan turunnya hujan, bahkan menyangkut peperangan yang menentukan nasib dari negeri Jepang. Dalam kutipan yang berbunyi: “Perihal Sang Kaisar Oki berarti bahwa pada peristiwa pemberontakan dalam negeri, para Bhikku Syingon yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam kalangan agama Buddha pada Waktu itu telah melaksanakan doa dengan seluruh Hukum Rahasianya, namun tidak berhasil mengatasi serangan musuh, sebaliknya telah dikalahkan oleh pasukan Kamakura. Sebagai akibatnya Kaisar Gotoba dan Kaisar Juntoku telah dijatuhi hukuman pembuangan ke Pulau Sado�.
3
Yang dikatakan ajaran nonBuddhis telah timbul sejak 800 tahun sebelum kelahiran Sang Buddha Sakyamuni. Walau pada mulanya hanya terdapat dua surga dan tiga Dewa, kemudian telah terbagi menjadi 95 macam.
Anak Cabang
Januari 2016 | Samantabadra
29
materi ajaran | gosyo kensyu Keterangan: Niciren Daisyonin telah bangkit untuk menyelamatkan orang-orang yang gagal dalam membedakan kebenaran dan kesesatan suatu Hukum hingga terjerumus ke dalam malapetaka, sebaliknya Beliau telah menerima berbagai penganiayaan. Peristiwa tersebut mengingatkan kembali atas peristiwa-peristiwa yang sama terjadi ketika masa hidup Sang Buddha Sakyamuni. Pokok pandangan yang diwakili dengan pandangan-pandangan nihilisme, ideologi penyiksaan diri, maupun ideologi bersuka ria, adalah para rohaniwan yang mengkritik ajaran dari Brahmana; dan secara filsafat telah memberi interpretasi baru di luar filsafat agama Buddha. Ideologi itu terdapat bermacammacampan dangan, namun secara garis besarnya terbagi atas: 1. Jiwa yang tersesat di luar filsafat agama Buddha; merupakan ideologi nihilisme tanpa usaha perjuangan manusia. Kesimpulannya adalah bahwa manusia tidak lain hanya menyesuaikan diri dengan keadaanapa adanya. 2. Penyiksaan diri di luar filsafat agama Buddha; berpandangan bahwa jiwa akan memperoleh kesadaran setelah dibebaskan dari materi, sehingga dengan melaksanakan pertapaan yang ketat dan keras menyiksa tubuh sendiri dengan harapan akan memperoleh kesadaran. Ideologi Sila yang ekstrim ini telah pula dialami oleh Sang Buddha Sakyamuni tanpa hasil, kemudian Beliau telah beralih pada pertapaan jalan Tengah dan telah memperoleh kesadaran. 3. Ideologi bersuka ria di luar filsafat agama Buddha. Beranggapan bahwa dengan kematian, segalanya akan musnah tanpa meninggalkan sesuatu apa pun, sehingga menolak pandangan 30
Samantabadra | Januari 2016
baik maupun buruk, dan hanya mengutamakan cara hidup yang bergembira ria di masa sekarang ini yang nyata.
Pada kesimpulannya, karena filsafat menjelaskan hal tersebut sebagai karma di luar agama Buddha tidak dapat memandang Hukum Sebab Akibat yang terdapat di dalam jiwa manusia, maka sebagai umpama dalam menghadapi gejala gejala yang nyata, meskipun terdapat prajna dan kekuatan gaib, namun karena tidak dapat mengatasi penderitaan hidup dan mati, sehingga hanya akan berputar-putar dalam Keenam Dunia. Demi menyelamatkan dan memberikan bimbingan kepada umat manusia yang menderita dalam keadaan malapetaka pada umumnya, Sang Buddha Sakyamuni telah bangkit untuk berjuang. Beliau telah dihadapkan dengan berbagai penganiayaan kebencian yang keras dari mereka, hal mana tertulis dengan jelas dalam berbagai episode yang melukiskan kesembilan penganiayaan besar yang dialami Sang Buddha Sakyamuni.
4
Suri dan Handoku meski selama tiga tahun masih tidak dapat menghafal kurang dari 14 huruf sekalipun, telah berhasil mencapai Kesadaran Buddha.
Anak Cabang
Keterangan: Pada akhirnya, dalam surat ini Niciren Daisyonin menyatakan rasa terima kasih kepada Nisyiyama Nyudo dan lain-lainnya yang telah mengunjungi Beliau di Gunung Minobu, serta telah mempersembahkan berbagai barang sumbangan, dengan menjelaskan hal tersebut sebagai karma baik mereka di masa lampau. Dalam hal ini, walau Devadatta adalah seorang yang berprajna yang dapat menghafal 60.000 sutra-sutra, namun karena
menentang Hukum agama Buddha, maka dosanya telah menjatuhkannya ke dalam neraka penderitaan yang tak terputus-putus. Walau Suri dan Handoku adalah orangorang yang sangat bodoh, namun karena tulus menaruh kepercayaan kepada ajaran Sang Buddha, sehingga berhasil mencapai kesadaran Buddha. Cerita Suri dan Handoku ini terdapat dalam Sutra Dharmapada yang mengatakan bahwa pada dahulu kala, ketika Sang Buddha Sakyamuni berada di negeri Sravasti, seorang Bhikku tua bernama Handoku yang sifatnya sedemikian bodoh, walau 500 arahat setiap hari selama 3 tahun mengajarkannya satu bait dari Sutra, sekalipun hanya satu bait tidak dapat menghafalnya. Oleh karena itu, semua orang-orang di negeri Sravasti mengetahui kebodohannya. Sang Buddha sangat prihatin terhadap hal ini, untuk itu Beliau telah memanggil Handoku ke hadapan-Nya, kemudian mengajarkan satu bait sebagai berikut: “Jagalah mulut, resapkanlah dalam hati, hindarilah berbuat kesalahan; kalau dapat melaksanakannya sedemikian rupa pasti dapat mencapai Kesadaran Buddha di dunia ini.” Handoku merasakan maitri karuna Sang Buddha, sehingga menghafal dan mengucapkan bait itu. Icinen yang percaya dan ingin membalas budi maitri karuna agung Sang Buddha, telah membuatnya berhasil mengucapkan satu bait kata-kata tersebut. Setelah Sang Buddha menyaksikan hal tersebut, selanjutnya mulai memberitahukan dengan menjelaskan Hukum Agama Buddha: “Sekalipun Anda, sekarang telah lanjut usia, namun sesungguhnya telah berhasil memperoleh satu bait; sekarang demi Anda, Saya akan menjelaskan maknanya, harap dapat mendengarkan dengan seksama.”Selanjutnya Sang Buddha menjelaskan Tiga Badan, Empat Mulut, Tiga Hati yang saling berhubungan (Sepuluh Karma Baik, Sepuluh Karma Buruk), dan
kemudian dijelaskan perihal muncul tenggelamnya, perputaran dari Keenam Dunia dan alasan naik ke Surga maupun jatuh ke Neraka. Terlebih lagi menerangkan jalan untuk memperoleh nirwana; pada waktu itu hati Handoku terbuka dan memperoleh Jalan Arahat. Pada akhirnya ketika Sang Buddha mendampingi Handoku untuk menghadap Sang Raja Prasenajit, Sang Raja mengajukan pertanyaan dengan berkata, “Kalau dikatakan sifat dasar jiwa Handoku adalah bodoh, lalu bagaimana sesungguhnya sehingga ia dapat mengetahui satu bait tersebut dan dapat memperoleh kesadaran?” Sang Buddha menjawab kepada Sang Raja dengan berkata: “Dalam mempelajari Hukum Agama Buddha tidak mutlak harus belajar banyak, namun yang terpenting adalah mewujudkan pelaksanaan perihal yang telah dipelajari. Dalam hal ini Handoku setelah mengerti makna dari satu bait, langsung mencurahkan jiwa raga; seandainya banyak orang mempelajari agama Buddha, namun kalau tidak dilaksanakan, sama sekali tidak ada manfaatnya.” Selanjutnya menjelaskan bait yang berbunyi, “Walau hanya mengerti satu kalimat Hukum, namun kalau dilaksanakan pasti dapat memperoleh kesadaran.” Jalan mencapai kesadaran Buddha adalah percaya terhadap Sang Buddha. Sebagai umpama walau sekalipun hanya mengetahui satu kalimat, namun yang terpenting adalah melaksanakannya. Suri dan Handoku yang kebodohannya sedemikian rupa, walau selama tiga tahun mempelajari Hukum agama Buddha, namun satu bait yang terdiri hanya 14 kata tidak dapat dihafalnya. Tetapi setelah percaya kepada Sang Buddha Sakyamuni dan melaksanakan sesuai dengan kata-kata Sang Buddha, selanjutnya dalam Saddharma Pundarika Sutra telah dapat mencapai Kesadaran Buddha. Niciren Daisyonin mengutip cerita ini untuk mensitir cara pelaksanaan kepercayaan pada masa Mutakhir Dharma sekarang ini. eee Januari 2016 | Samantabadra
31
materi ajaran | gosyo kensyu MENGENAI PEMANJATAN DOA DEMI MENURUNKAN HUJAN Pada mulanya Kobo dari Sekte Syingon, meskipun telah gagal dalam doanya demi menurunkan hujan, namun dia telah membuat berbagai hasutan terhadap masyarakat. Selama dua puluh satu hari, Kobo tidak hanya tidak berhasil dalam doanya untuk menurunkan hujan, tetapi hujan yang turun merupakan hasil doa dari Sang Kaisar, namun ia telah menghasut masyarakat dengan mengatakan bahwa turunnya hujan tersebut adalah hasil dari doanya. Di samping itu, dalam surat ini telah disitir perihal berbagai bualan dan kemunafikan yang tidak masuk akal. Selanjutnya dijelaskan perihal doa demi menurunkan hujan dari Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo, dimana meski Kobo selama 21 hari terus menerus memanjatkan doa demi turunnya hujan, namun tidak berhasil menurunkan hujan, sebaliknya ketika terjadi musim kemarau panjang darimasa Kerajaan Cin, Mahaguru TienTai yang membaca dan menghafalkan Saddharma Pundarika Sutra, segera turun hujan yang welas asih. Oleh karenanya Raja Cin telah memberikan penghormatan selama tiga kali, hal mana tercatat dengan jelas dalam sejarah. Selanjutnya, dikatakan bahwa di Jepang, Mahaguru Dengyo yang melaksanakan doa selama tiga hari telah berhasil menurunkan hujan yang welas asih. Peristiwa doa demi menurunkan hujan ini telah menimbulkan pertimbangan yang mengingatkan kembali perasaan hati Sang Kaisar, yakni ketika setelah 12 tahun wafatnya Mahaguru Dengyo pada tanggal 11 bulan ke-6 tahun 822 (Konin ke-13) telah menyetujui permohonan dari Isyi Daijin Fujiwara untuk mendirikan Altar Agung Mahayana dari Ajaran Bayangan Saddharma Pundarika Sutra. eee
Catatan
32
Samantabadra | Januari 2016
Januari 2016 | Samantabadra
33
materi ajaran | gosyo kensyu
34
Samantabadra | Januari 2016
Januari 2016 | Samantabadra
35
materi ajaran | gosyo kensyu
36
Samantabadra | Januari 2016
Januari 2016 | Samantabadra
37
materi ajaran | gosyo kensyu
38
Samantabadra | Januari 2016
Three Tripitaka Masters Pray for Rain W
hen a tree has been transplanted, though fierce winds may blow, it will not topple if it has a firm stake to hold it up. But even a tree that has grown up in place may fall over if its roots are weak. Even a feeble person will not stumble if those supporting him are strong, but a person of considerable strength, when alone, may fall down on an uneven path. Moreover, had the Buddha not appeared in the world, then, with the exception of the Venerable Shāriputra and the Venerable Mahākāshyapa, every single person in the major world system would have sunk into the three evil paths. But through the strong bonds formed by relying upon the Buddha, large numbers of people have attained Buddhahood. Even wicked people such as King Ajātashatru or Angulimāla, who one would expect could never reach enlightenment but would invariably fall into the Avīchi hell, by encountering a great person, the Buddha Shakyamuni, were able to attain Buddhahood. Therefore, the best way to attain Buddhahood is to encounter a good friend. How far can our own wisdom take us? If we have even enough wisdom to distinguish hot from cold, we should seek out a good friend. But encountering a good friend is the hardest possible thing to do. For this reason, the Buddha likened it to the rarity of a one-eyed turtle finding a floating log with a hollow in it the right size to hold him, or to the difficulty of trying to lower a thread from the Brahmā heaven and pass it through the eye of a needle on the earth. Moreover, in this evil latter age, evil companions are more numerous than the dust particles that comprise the land, while good friends are fewer than the specks of dirt one can pile on a fingernail. Bodhisattva Perceiver of the World’s Sounds of Mount Potalaka acted as a good friend to the boy Good Treasures, but though the bodhisattva taught him the two doctrines of the specific and perfect teachings, he did not reveal to him the pure and perfect teaching [of the Lotus Sutra]. Bodhisattva Ever Wailing sold himself as an offering in his quest for a good teacher, whereupon he encountered Bodhisattva Dharmodgata. But from the latter he learned only the three doctrines of the connecting, specific, and perfect teachings, and did not receive instruction in the Lotus Sutra. Shāriputra acted as a good friend to a blacksmith and gave him instruction for a period of ninety days, but succeeded only in making him into an icchantika, or a person of incorrigible disbelief. Pūrna discoursed on the Buddhist doctrine for the space of an entire summer, but he taught Hinayana doctrines to persons who had the capacity for Mahayana doctrines, and thereby turned them into Hinayana adherents. Thus even great sages [such as Perceiver of the World’s Sounds and Dharmodgata] were not permitted to preach the Lotus Sutra, and even arhats who had obtained the fruit of emancipation [such as Shāriputra and Pūrna] were not always able to gauge people’s capacity correctly. From these examples, you may imagine how inadequate are the scholars of this latter, evil age! It is far better to be an evil person who learns nothing of Buddhism at all than to put one’s faith in such men, who declare that heaven is earth, east is west, or Januari 2016 | Samantabadra
39
materi ajaran | gosyo kensyu fire is water, or assert that the stars are brighter than the moon, or an anthill higher than Mount Sumeru. In judging the relative merit of Buddhist doctrines, I, Nichiren, believe that the best standards are those of reason and documentary proof. And even more valuable than reason and documentary proof is the proof of actual fact. In the past, around the fifth year of the Bun’ei era (1268), when the Ezo barbarians rebelled in the east and the Mongol envoys arrived from the west with their demands, I surmised that these events had come about because people did not put faith in the correct Buddhist doctrines. I guessed that prayer rituals would surely be performed to subdue the enemy, and that such rituals would be conducted by the priests of the True Word school. Of the three countries of India, China, and Japan, I will leave aside India for the moment. But I am certain that Japan, like China, will be undone by the True Word school. The Tripitaka Master Shan-wu-wei journeyed to China from India in the reign of Emperor Hsüan-tsung of the T’ang dynasty. At that time there was a great drought, and Shan-wu-wei was ordered to conduct prayers for rain. He succeeded in causing a heavy rain to fall, and as a result, everyone from the emperor on down to the common people was overcome with joy. Shortly thereafter, however, a great wind began to blow, wreaking havoc throughout the land, and the people’s enthusiasm quickly palled. During the same reign, the Tripitaka Master Chin-kang-chih came to China from India. He too prayed for rain, and within the space of seven days, a heavy rain fell and people rejoiced as they had earlier. But when a great wind of unprecedented violence arose, the ruler concluded that the True Word school was an evil and fearsome doctrine and came near to sending Chin-kang-chih back to India. The latter, however, made various excuses and contrived to remain. Again, in the same reign, the Tripitaka Master Pu-k’ung prayed for rain. Within three days a heavy rain fell, producing the same kind of joy as before. But once more a great wind arose, this time even fiercer than on the two previous occasions, and raged for several weeks before subsiding. How strange were these occurrences! There is not a single person in Japan, whether wise or ignorant, who knows about them. If there is anyone who wishes to find out, that person had better question me in detail and learn about these matters while I am still alive. Turning to the case of Japan, in the second month of the first year of the Tenchō era (824), there was a great drought. The Great Teacher Kōbō was requested to pray for rain in Shinsen’en garden. But a priest named Shubin came forward and, protesting that he had been a member of the priesthood longer and ranked higher than Kōbō, asked that he be allowed to conduct the ritual. Shubin was granted permission and carried out the prayers. On the seventh day a heavy rain fell, but it fell only on the capital and not in the surrounding countryside. Kōbō was then instructed to take over the task of praying, but seven days went by without any rain falling, then another seven days, and still another seven days. Finally, the emperor himself prayed for rain and caused it to fall. But the priests of Tō-ji, Kōbō’s temple, referred to it as “our teacher’s rain.” One need only consult the records to learn the details. 40
Samantabadra | Januari 2016
This was one of the greatest frauds ever known in our nation. And in addition, there were the matters of the epidemic that broke out in the spring of the ninth year of the Kōnin era (818) and of the three-pronged diamond-pounder, which were also frauds of a most peculiar kind. These things had best be shared in person. There was a major drought in China in the period of the Ch’en dynasty, but the Great Teacher T’ien-t’ai recited the Lotus Sutra, and in no time at all rain began to fall. The ruler and his ministers bowed their heads, and the common people pressed their palms together in reverence. Moreover, the rain was not torrential, nor was it accompanied by wind; it was a soft shower. The Ch’en ruler sat entranced in the presence of the great teacher and forgot all about returning to his palace. At that time, he bowed three times [in acknowledgment to the great teacher]. A great drought occurred in Japan in the spring of the ninth year of the Kōnin era. Emperor Saga ordered Fuyutsugu to send the lower-ranking official Matsuna [to the Great Teacher Dengyō to ask him to offer prayers for rain]. The Great Teacher Dengyō prayed for rain, reciting the Lotus, Golden Light, and Benevolent Kings sutras, and on the third day thin clouds appeared and a gentle rain began to fall. The emperor was so overjoyed that he gave permission for the building of a Mahayana ordination platform, the establishment of which had been the most difficult undertaking in Japan. Gomyō, the teacher of the Great Teacher Dengyō, was a sage and the foremost priest in Nara, the southern capital. He and forty of his disciples joined together in reciting the Benevolent Kings Sutra to pray for rain, and five days later rain began to fall. It was certainly splendid that rain fell on the fifth day, but less impressive than if it had fallen on the third day, [as in the case of the Great Teacher Dengyō]. Moreover, the rain was very violent, which made Gomyō’s performance inferior. From these examples, you may judge how much more inferior were Kōbō’s efforts to produce rain. Thus, the Lotus Sutra is superior, while the True Word school is inferior. And yet, as though deliberately to bring about the ruin of Japan, people these days rely exclusively on the True Word. Considering what had happened in the case of the Retired Emperor of Oki, I believed that if the True Word practices were used to try to subdue the Mongols and the Ezo barbarians Japan would surely be brought to ruin. Therefore, I determined to disregard my own safety and speak out in warning. When I did so, my disciples tried to restrain me, but in view of the way things have turned out, they are probably pleased at my actions. I was able to perceive what not a single wise man in China or Japan had understood in more than five hundred years! When Shan-wu-wei, Chin-kang-chih, and Pu-k’ung prayed for rain, rain fell, but it was accompanied by violent winds. You should consider the reason for this. There are cases of people making rain fall even through the use of non-Buddhist teachings, even those of the Taoists, which are hardly worth discussion. And of course with Buddhist teachings, even if those of the Hinayana are correctly applied, then how could rain fail to fall? And how much more so if one uses a text such as the Mahāvairochana Sutra, which, though inferior to the Flower Garland and Wisdom sutras, is still somewhat superior to the Āgama sutras [of the Hinayana]! Thus rain did indeed fall, but the fact that it was accompanied by violent winds Januari 2016 | Samantabadra
41
materi ajaran | gosyo kensyu is an indication that the doctrines being applied were contaminated by grievous errors. And the fact that the Great Teacher Kōbō was unable to make rain fall although he prayed for twenty-one days, and that he misappropriated the rain that the emperor had caused to fall and called it his own, indicates that he was even more gravely in error than Shan-wu-wei and the others. But the wildest falsehood of all is what the Great Teacher Kōbō himself recorded when he wrote, “In the spring of the ninth year of the Kōnin era, when I was praying for an end to the epidemic, the sun came out in the middle of the night.” This is the kind of lie this man was capable of! This matter is one of the most important secrets that is entrusted to my followers. They should quote this passage to drive their opponents to the wall. Setting aside for the moment the question of doctrinal superiority, I simply wish to stress that the matters I have written of above are of the utmost importance. They should not be discussed lightly or passed on to others. It is because you have shown yourself to be so sincere that I am calling them to your attention. And what of these admonitions of mine? Because people regard them with suspicion and refuse to heed them, disasters such as those we now face occur. If the Mongols should attack us with great force, I am sure that the teachings of the Lotus Sutra will spread far and wide in this present lifetime. At such a time, those persons who have treated me harshly will have reason to regret. The non-Buddhist teachings [of India] date from about eight hundred years before the time of the Buddha. At first they centered around the two deities and the three ascetics, but eventually they split into ninety-five schools. Among the non-Buddhist leaders were many wise men and persons endowed with supernatural powers, but none of them was able to free himself from the sufferings of birth and death. Moreover, the people who gave allegiance to their teachings, whether faithful or not all ended by falling into the three evil paths. When the Buddha appeared in the world, these ninety-five groups of non-Buddhists conspired with the rulers, ministers, and common people of the sixteen major states of India, some of them reviling the Buddha, others attacking him or slaying his disciples and lay supporters in incalculable numbers. But the Buddha did not slacken his resolve, for, he said, were he to cease preaching the Law because of intimidation from others, then all living beings alike would surely fall into hell. He was deeply moved by pity and had no thought of desisting. These non-Buddhist teachings came about through a mistaken reading of the various sutras of the Buddhas who preceded Shakyamuni Buddha. The situation today is much the same. Though many different Buddhist doctrines are being taught in Japan, originally they all derive from the eight schools, the nine schools, or the ten schools.12 Among the ten schools, I will set aside for the moment the Flower Garland and others. Because Kōbō, Jikaku, and Chishō were deluded as to the relative merits of the True Word and Tendai schools, the people of Japan have in this life been attacked by a foreign country, and in their next p.602life they will fall into the evil paths. And the downfall of China as well as the fact that its people were destined to fall into the evil paths also came about through the errors of Shan-wu-wei, Chin-kang-chih, and Pu-k’ung. 42
Samantabadra | Januari 2016
Moreover, since the time of Jikaku and Chishō, the priests of the Tendai school have been constrained by the false wisdom of these men and developed their school into something quite unlike what it once was. “Is this really true?” Some of my disciples may be asking. “Does Nichiren really have an understanding superior to that of Jikaku and Chishō?” But I am only going by what the Buddha predicted in the sutras. The Nirvana Sutra states that, in the Latter Day of the Law, those people who slander the Buddha’s teaching and fall into the hell of incessant suffering as a result will be more numerous than the dust particles that comprise the land, while those who uphold the correct teaching will be fewer than the specks of dirt one can pile on a fingernail. And the Lotus Sutra says that, even though there might be someone capable of lifting up Mount Sumeru and hurling it away, it will be hard indeed to find anyone who can preach the Lotus Sutra just as it teaches in the Latter Day of the Law of Shakyamuni Buddha. The sutras Great Collection, Golden Light, Benevolent Kings, Protection, Parinirvāna, and Sovereign Kings record that, when the Latter Day of the Law begins, if a person who practices the correct teaching should appear, then those who uphold false teachings will appeal to the ruler and his ministers. The ruler and his ministers, believing their words, will revile that single person who upholds the correct teaching or attack him, send him into exile, or even put him to death. At that time, the king Brahmā, Shakra, and all the other innumerable gods as well as the heavenly and earthly deities will take possession of the wise rulers of neighboring countries and cause them to overthrow the nation where these things take place. Doesn’t the situation we face today resemble that described in these sutras? I wonder what good causes formed in your past lives have enabled all of you to visit me, Nichiren. But whatever you might discover in examining your past, I am sure that this time you will be able to break free from the sufferings of birth and death. Chūdapanthaka was unable to memorize a teaching of fourteen characters even in the space of three years, and yet he attained Buddhahood. Devadatta, on the other hand, had committed to memory sixty thousand teachings but fell into the hell of incessant suffering. These examples exactly represent the situation in the world in this present latter age. Never suppose that they pertain only to other people and not to yourselves. There are many other things that I would like to say, but I will stop here. I do not know how to thank you for all you have done in these troubled times, so I have here outlined for you some important points in our doctrine. Thank you for the cowpeas and green soybeans. Nichiren The twenty-second day of the sixth month Reply to Nishiyama
Januari 2016 | Samantabadra
43
materi ajaran | gosyo cabang
Gosyo Cabang
Surat Balasan Kepada Istri Maceno-dono LATAR BELAKANG |
S
urat ini ditulis pada tanggal 1 bulan 9 1280 (Ko-an ke-3). Di samping merupakan surat balasan atas sumbangan dari istri Maceno Rokuro Saemon kepada Niciren Daisyonin, juga memberi makna pokok pertapaan hati kepercayaan. Setelah memasuki Saddharmapundarika-sutra baru diterangkan mengenai pencapaian kesadaran Buddha bagi kaum wanita, tetapi orang yang masih terikat pada ajaran Sutra Sementara dan ajaran upaya mempunyai jiwa yang keruh, sehingga tidak dapat mencapai kesadaran
Buddha. Di dalam jiwa yang suci dan bersih dari orang yang menerima dan mempertahankan Saddharmapundarikasutra secara sungguh-sungguh dan tulus, sang Buddha akan menetap, sehingga dapat mencapai kesadaran seperti yang diajarkan dengan perumpamaan mengenai kehamilan. Selanjutnya diajarkan bahwa mempertahankan hati kepercayaan yang kokoh dan berkelangsungan merupakan hal penting dalam pertapaan Hukum Buddha.
ISI GOSYO |
B
erbagai Sumbangan Berupa Beras Putih 1 To (Âą 18 1), Talas Satu muatan kuda, buah persatu keranjang, myoga, jahe, kacang kedelai, lobak radis dan lain-lain telah saya terima dengan baik. Air keruh tidak dapat memantulkan bayangan bulan, pada pohon yang meranggas burung tidak dapat membuat sarang. Demikian pula, Buddha tidak akan berdiam di badan wanita yang tidak memiliki hati kepercayaan. Wanita yang mempertahankan Saddharmapundarika-sutra sama seperti air yang jernih, dapat memantulkan bayangan bulan seperti memantulkan Buddha Sakyamuni. Sebagai umpama, ketika seorang wanita mulai hamil dirinya sendiri tidak merasakan; pada mulanya ia meragukan kemungkinan itu, baru setelah berlalunya hari dan bulan dapatlah dipastikan. Dan, wanita yang 44
Samantabadra | Januari 2016
berpengalaman dapat mengetahui dan merasakan apakah anak yang dilahirkan itu lakilaki atau perempuan. Hukum Saddharmapundarika-sutra juga sama seperti itu. Bila percaya Nammyohorengekyo (Gohonzon) sungguh-sungguh sampai lubuk hati yang terdalam, maka Buddha Sakyamuni akan menetap di hati ini sebagai tempat tinggal-Nya. Itupun pada mulanya tidak dirasakan, tetapi dengan bergantinya bulan demi bulan, sehingga lambat laun akan menimbulkan hati yang sangat bergembira. Hukum ini berjumlah banyak, tetapi untuk kali ini sampai di sini saja. Pada mulanya kelihatannya percaya Saddharmapundarika-sutra, tetapi sulit sekali untuk meneruskan hati kepercayaan sampai akhir. Seperti air yang bergerak karena angin dan warna bunga yang berubah karena embun, semuanya mudah berubah. Namun, bagaimanakah Anda hingga hari ini masih tetap mempertahankan hati kepercayaan? Kesemuanya ini tidak lain karena karunia kebajikan yang anda timbulkan pada kehidupan masa lampau. Oleh karena itu Buddha Sakyamuni menjaga Anda. Sungguh sesuatu yang luar biasa hebat! Hal-hal yang lebih mendalam telah disampaikan kepada Tuan Kai, hendaknya dengarlah darinya.
Tanggal 1 bulan 9 Balasan kepada istri Maceno Dono
tertanda, Niciren
KUTIPAN GOSYO |
P
ada mulanya kelihatannya percaya Saddharmapundarikasutra, tetapi sulit sekali untuk meneruskan hati kepercayaan sampai akhir. Keterangan : Yang disebutkan sebagai Saddharmapundarika-sutra masa Akhir Dharma sekarang ini adalah Gohonzon dari Sandaihiho. Mengenai mempertahankan Gohonzon ini, walau pada mulanya kelihatan percaya, namun sulit sekali
untuk meneruskan hati kepercayaan hingga saat terakhir. Kutipan kalimat di atas menjelaskan betapa sukarnya mempertahankan hati kepercayaan dari awal sampai akhir. Demikian diajarkan tegasnya pertapaan hati kepercayaan. Niciren Daisyonin menjelaskan bahwa karena perasaan hati manusia mudah berubah, sukar sekali untuk meneruskan keinginan semula. Dalam surat ini kutipan, “Seperti air yang bergerak karena angin dan warna bunga berubah karena embun�, adalah untuk menerangkan mudahnya hati Januari 2016 | Samantabadra
45
materi ajaran | gosyo cabang manusia berubah. Memang, sesungguhnya yang tidak dapat ditetapkan adalah gerakan perasaan hati manusia. Air akan bergerak bila ditiup angin. Kalau angin bertiup keras, permukaan air akan bergerak kuat; bila angin bertiup lemah, permukaan air pun akan bergetar karena pekanya, bahkan dapat menimbulkan riak kecil. Sama seperti air yang peka berubah sesuai kuat lemahnya angin, demikian pula hati manusia, mudah berubah secara rumit ketika berhubungan dengan jodoh dari luar. Warna bunga yang berulang kali disiram embun pagi akan berubah dari hari ke hari. Karena disiram oleh embun pagi selama satu hari, dua hari, atau selama beberapa hari, akhirnya warna bunga menjadi luntur dan keindahannya sirna. Serupa dengan itu, dengan berlalunya waktu, hati manusia berubah tanpa menetap di satu tempat. Sesungguhnya, jika kita benar-benar mengamati keadaan perasaan jiwa kita dalam kehidupan sehari-hari, sekejap pun tidak pernah ia berdiam di satu tempat yang sama. Perasaan hati akan berubah terus menerus sesuai dengan jodoh. Meneruskan hati semula, terlebih lagi dapat meneruskan kepercayaan kepada Hukum Buddha ini seumur hidup, bukan main sukarnya. Dengan demikian, yang paling utama dalam hal dapat tidaknya meneruskan hati semula adalah ketekadan hati masing-masing, jadi tergantung tebal tipis, dangkal dalamnya hati kepercayaan itu. Memang pada zaman itu ajaran Nembuce, Syingon dan lain-lain telah berakar kuat dalam segenap lapisan masyarakat, sehingga tentu saja seluruh lingkungan akan memfitnah, menghina dan menentang. Para penguasa yang tidak mengetahui benar sesatnya Hukum 46
Samantabadra | Januari 2016
Buddha menggunakan kekuasaannya dalam setiap kesempatan untuk menganiaya Niciren Daisyonin, terutama, dan murid-murid-Nya. Betapa kejam zaman pada waktu itu! Seperti diketahui, sebagian besar murid-murid Niciren Daisyonin terdiri dari para samurai, yang termasuk golongan menengah dan bawah. Kalau majikan para samurai itu menentang hati kepercayaan mereka, tanah milik mereka akan dikurangi atau disita. Tentu ini akan memutuskan penghasilan mereka, oleh karena itu keadaan mereka sangat menderita. Terlebih lagi para petani dan rakyat jelata, posisinya sangat lemah karena seluruh hak hidup mereka berada di tangan penguasa. Dengan demikian untuk dapat meneruskan hati kepercayaan dengan kuat dan kokoh diperlukan ketekadan hati dan keberanian yang luar biasa. Ketika surat ini ditulis, yaitu pada tahun 1280 (Ko-an ke-3), dampak peristiwa penganiayaan Acehara telah mulai mereda, tetapi masih tertinggal sedikit. Oleh karena itu, orang-orang seperti Daisyinbo dan Sanmibo yang memiliki hati kepercayaan lemah, kalah terhadap hal-hal di depan mata, sehingga mundur atau taiten. Akan tetapi, ada pula yang tidak kalah terhadap kekuasaan yang bagaimanapun, seperti Nanjo Tokimice. Ia menunaikan tugas perlindungan luar terhadap Niciren Daisyonin dengan mengorbankan jiwa raga sehingga mendapat nama “Ueno yang arif� dari Niciren Daisyonin. Hingga sekarang Beliau dapat dijadikan teladan sebagai orang yang memiliki hati kepercayaan yang kuat. Oleh karena itu, dapatlah dirasakan sekali bahwa tebal tipisnya hati kepercayaan bergantung pada icinen perasaan jiwa masing-masing.
Sungguh merupakan hal yang amat menyedihkan bahwa kelima Bhikku yang merupakan inti, yang senantiasa belajar dan bertapa di sisi Niciren Daisyonin, telah terjatuh ke dalam pemfitnahan Dharma karena langsung menentang makna sejati setelah kemoksyaan Beliau. Sesungguhnya ini merupakan bukti, sebenarnya dari kalimat “Pada mulanya kelihatan percaya Saddharmapundarika-sutra, tetapi sulit untuk meneruskan hati kepercayaan sampai akhir.� Pokoknya, meskipun memiliki pengertian terhadap Hukum, bila tidak memiliki icinen kepercayaan kepada Gohonzon, tidak akan dapat menunaikan hati kepercayaan yang sesungguhnya. Walau menerima ajaran langsung dari Niciren Daisyonin atau terus menimbun pelaksanaan dan pertapaan dalam waktu yang lama, tetap terjadi seperti itu. Dengan demikian, dapatlah dirasakan betapa
sukarnya meneruskan hati kepercayaan secara berkelangsungan. Tentu saja alasan setiap orang menerima Gohonzon adalah berlainan, demikian pula dengan tekad dalam menerima dan mempertahankan Gohonzon. Karena itu, terlebih sukar lagi melestarikan dan menuntaskan hati semula. Baik dalam mempelajari ilmu pedang, atau seni merangkai bunga, atau pekerjaan apapun juga, bila belajar kepalang tanggung, tidak akan ada kecakapan dan hasil karya. Dunia kepercayaan pun sama sekali bukan sesuatu yang istimewa. Seperti air yang mengalir tanpa terputus-putus, latihan membersihkan diri sendiri untuk hidup dalam jalan agung Saddharma merupakan akar sumber untuk mewujudkan bukti kemenangan dalam kehidupan, masyarakat dan negara. eee
Catatan
Januari 2016 | Samantabadra
47
materi ajaran | gosyo cabang
48
Samantabadra | Januari 2016
materi ajaran | forum diskusi
Forum Diskusi
Sikap Umat Niciren Syosyu
1
Apakah yang harus dilakukan setelah menjadi umat Niciren Syosyu dan bagaimana sikap hati kepercayaan yang terpenting ? Jawab: Mengenai pertanyaan ini akan dijawab sebagai berikut: umat Niciren Syosyu dengan menjalankan hati kepercayaan hendaknya berusaha untuk merombak kehidupan sehari-hari, kehidupan keluarga dan kehidupan manusia. Berarti, harus berusaha sepenuhnya agar perjalanan hidup sehari-hari itu sendiri penuh dengan rezeki dan karunia kebajikan dengan memperlihatkan rupa yang penuh dengan kebahagiaan. Mengenai Gohonzon, di dalam penjelasan Kanjin no Honzon dikatakan “Tiada doa yang tak terkabulkan, tiada dosa yang tak terhapuskan, tiada rezeki yang tak kunjung datang, dan setiap teori kewajaran pasti terwujud nyata�. Dengan demikian, Gohonzon memiliki kumpulan karunia kebajikan dari puluhan ribu pelaksana dan puluhan ribu kebajikan. Terhadap Gohonzon, jika meninjau kembali hati kepercayaan dan kehidupan, yang terpenting adalah harus merombak cara berpikir dalam hidup ini menjadi kehidupan sehari-hari adalah untuk melaksanakan hati kepercayaan.
Terutama dasar hati kepercayaan di dalam kehidupan adalah irama kehidupan seharihari terpusat pada penyebutan Daimoku. Niciren Daisyonin mengatakan, jiwa Niciren tidak melebihi Nammyohorengekyo. (Surat Balasan kepada Kyo O Dono, Gosyo Zensyu halaman. 1124). Dan juga karena Maitri Karuna Niciren luas dan besar, maka Nammyohorengekyo pasti akan tersebar luas, bukan hanya selama puluhan ribu tahun, tetapi hingga yang akan datang selama-lamanya. (Surat Membalas Budi, Gosyo Zensyu hal. 329). Demikianlah bimbingan yang diberikan. Maka, dasar pokok menjalankan hati kepercayaan bagi kita adalah Gohonzon yang dinamakan Kimyo Esyi. Berarti, melaksanakan hati kepercayaan dengan memasrahkan jiwa raga yang dipusatkan dan diandalkan hanya pada Gohonzon. Yang terpenting, kehidupan kita terikat pada Gohonzon dan menjalankan kehidupan sehari-hari dengan terpusat pada penyebutan Daimoku sehingga karunia kebajikan menjadi terwujud nyata. Titik tolak sikap terhadap Gohonzon adalah penyebutan Daimoku dari hati kepercayaan, yaitu menjalankan penyebutan Daimoku dengan sunggguhsungguh, dengan sikap berterima kasih diperkenankan menyebut Daimoku. Melalui ini, menimbulkan kesadaran untuk Januari 2016 | Samantabadra
49
materi ajaran | forum diskusi terikat hanya pada Gohonzon, Hukum Agung dari Kimyo Esyi. Dengan demikian, menimbulkan perasaan jiwa sendiri dapat membuka jalan kebahagiaan yang penuh rezeki dalam kehidupan sehari-hari sebagai manusia. Selanjutnya akan disampaikan bagaimana seharusnya sikap menyebut Daimoku Nammyohorengekyo. Namu dari Nammyohorengekyo berarti Kimyo, yakni mengembalikan jiwa kepada Hukum Nammyohorengekyo. Berarti, jiwa kita kembali terikat dan berhenti pada Nammyohorengekyo. Mengenai Namu, Niciren Daisyonin memberikan bimbingan sebagai berikut, Aksara yang disebut Namu adalah hati yang menghormati atau keinginan hati untuk mengikuti. (Surat balasan kepada Utsubusa Nyobo, Gosyo Zensyu hal. 1421). Maka, arti Namu adalah mengikuti hati kepercayaan. Nammyohorengekyo berarti percaya dan mengikuti Nammyohorengekyo, yaitu percaya dan mematuhi Gohonzon. Hal ini perlu sungguh-sungguh dihayati dalam jiwa. Mengenai cara menyebut Daimoku, Bhiksu Tertinggi ke-59, Nichiko Syonin memberikan bimbingan sebagai berikut, penyebutan Daimoku tidak dijalankan dengan sikap badan yang tidak pantas dan malas, tidak ada keinginan hati yang lain atau bermacam-macam pikiran. Dalam menyebut Daimoku, suara yang keluar dari mulut tidak boleh terlalu cepat agar suara Daimoku dapat terdengar dengan jelas. Dengan sikap yang tegak dan hati yang tenang menyebut Daimoku dan tidak dengan irama yang menurun, tetapi dengan irama yang kuat yang merata dan sedikit tekanan di bagian akhir. Kekuatan suara juga sedang. Jumlah penyebutan Daimoku tidak ditentukan, banyak sedikitnya bergantung pada orangnya, sedangkan 50
Samantabadra | Januari 2016
sikap badannya, jari kedua belah tangan terkatup dan ujung jari terarah ke bawah hidung, mata benar-benar menghadap Gohonzon dan seluruh badan penuh dengan getaran kegembiraan. Penyebutan Daimoku harus dijalankan sampai Gohonzon menjadi satu badan yang tidak terpisahkan. (Pedoman Dasar Niciren Syosyu). Ketika menyebut Daimoku, boleh juga dengan menentukan jumlah atau waktu supaya menyebut sebanyak mungkin, akan tetapi kalau terikat dengan jumlah dan waktu itu, Daimoku menjadi tidak ada isinya. Yang terpenting, jangan lupa menyebut Daimoku sungguh-sungguh dengan sepenuh jiwa raga. Agar dapat meneruskan penyebutan Daimoku dengan sungguh hati, Niciren Daisyonin memberi bimbingan mengenai hubungan Daimoku dengan kita, tanpa memilih agung atau hina, atas atau bawah, orang yang menyebut Nammyohorengekyo badannya adalah Stupa Pusaka dan badan sendiri adalah Tathagata Prabhutaratna. Tidak ada Stupa Pusaka selain dari Nammyohorengekyo. Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra adalah Stupa Pusaka dan Stupa Pusaka adalah Nammyohorengekyo. (Surat Kepada Abutsubo, Gosyo Zensyu hal. 1304). Secara luas Nammyohorengekyo disebut Hokai Henman (penuh menyeluruh dan menyebar ke dunia Hukum tanpa kurang sedikitpun), yaitu di dalam masyarakat umat manusia maupun di dalam segala ribuan gejala alam semesta, Nammyohorengekyo selalu menetap sejak asal mula. Skala kecilnya, di dalam keluarga kita dan pada badan kita sendiri, Badan Pokok Nammyohorengekyo ini sedikitpun tidak tertinggal dan selalu menetap bersama hati kepercayaan. Maka, bagi orang yang menjalankan hati kepercayaan,
yang terpenting adalah menyebut Gongyo Daimoku yang merupakan pelaksanaan untuk diri sendiri dalam menumpuk rezeki dan karunia kebajikan dan menjalankan maitri karuna yang merupakan pelaksanaan untuk orang lain.
2
Apakah yang harus diwaspadai dalam menjalankan hati kepercayaan ?
Jawab: Dalam menjalankan hati kepercayaan yang tekun dan maju, hal-hal yang harus diperhatikan, adalah sebagai berikut: 1. Untuk menjalankan hati kepercayaan diperlukan kehidupan, tetapi janganlah hati kepercayaannya kalah demi kehidupan. 2. Karena hati kepercayaan sungguhsungguh, menjalankan pekerjaan yang dikerjakan oleh lebih dari satu orang, tetapi jangan hati kepercayaannya dikalahkan oleh pekerjaan. 3. Dengan hati kepercayaan, menginginkan satu keluarga dapat percaya pada Gohonzon, bahagia dan harmonis, tetapi jangan menjalankan hati kepercayaan tanpa mengusahakan keharmonisan keluarga. 4. Sekalipun berkeinginan menjalankan hati kepercayaan dengan akrab dan menyukai kawan dan pimpinan seDharma, tapi jangan menjalankan hati kepercayaan yang tanpa disadari membenci dan iri hati pada mereka. 5. Meskipun menjalankan penyebarluasan dengan penuh maitri karuna dan berjuang untuk bangsa dan negara demi menumpuk rejeki dan karunia kebajikan serta menghapus dosa, tetapi tidak boleh menjalankan hati kepercayaan dengan
malas dan kalah oleh iblis dalam diri sendiri. 6. Harus menjalankan hati kepercayaan dengan membuang pandangan diri sendiri dan harus mematuhi bimbingan hati kepercayaan dalam menjalankan hati kepercayaan dengan sungguh hati seperti diuraikan di atas.
Yang harus diwaspadai adalah pandangan kita yang umumnya dipengaruhi oleh racun dan filsafat atau cara hidup yang sesat sampai sekarang ini. Kita harus membuka mata terhadap hal ini dan yakin bahwa rezeki dan karunia kebajikan ada di dalam hati kepercayaan sendiri. Melalui Abutsu-bo, Niciren Daisyonin memberikan bimbingan, Satu badan Abutsu-bo adalah 5 unsur, yaitu : tanah, air, api, angin dan ruang. Kelima unsur adalah 5 aksara Daimoku. Maka, Abutsu-bo adalah Stupa Pusaka, Stupa Pusaka adalah Abutsubo. (Surat kepada Abutsu-bo, Gosyo Zensyu hal. 1304). Demikian petunjuknya agar yakin bahwa Saddharma ada dalam jiwa diri sendiri.
3
Bagaimanakah dapat menang dari iblis ?
Jawab: Di sini akan disampaikan betapa pentingnya sekejap perasaan hati untuk mengalahkan iblis diri sendiri. Jika kita, sebagai murid dan penganut Niciren Daisyonin mempunyai sikap melupakan penyebarluasan Dharma dan maitri karuna kepada seluruh umat manusia, juga menganggap remeh dialog di antara anggota se-Dharma serta melalaikan pelaksanaan hati kepercayaan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain, maka Januari 2016 | Samantabadra
51
materi ajaran | forum diskusi karunia kebajikan yang telah ditumpuk sejak menganut hingga sekarang ini akan hilang dalam sekejap. Namun demikian, karena kita adalah manusia biasa, ketika mendengarkan bimbingan atau cerita pengalaman dari anggota lainnya memang timbul perasaan harus menjalankan hati kepercayaan dengan segenap tenaga, tetapi kenyataannya sehari-hari dikalahkan iblis yang datang dari masalah kehidupan. Kita tertarik ajakan mencari keuntungan sehingga tidak dapat menjalankan hati kepercayaan seperti yang telah ditekadkan. Misalnya :  Karena kakinya kesemutan kalau menjalankan Gongyo dan Daimoku, maka dikalahkan iblis sehingga malas untuk menjalankan Gongyo dan merasakan lebih baik menikmati acara televisi. Akhirnya, menjadi kehilangan kesempatan untuk mewujudkan kekuatan jiwa.  Karena dikalahkan iblis, malas menjalankan penyebarluasan dan keaktifan dalam susunan sehingga kehilangan karunia kebajikan yang disebut menghapus dosa.  Karena terikat hawa nafsu, maka merasa daripada berdana paramita, lebih penting mencari keuntungan untuk diri sendiri sehingga kehilangan kesempatan untuk menumpuk rezeki. Oleh karena itu, hati kepercayaan kita adalah segala perbuatan merupakan hal Buddha (Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata) serta suara dan bunyi adalah suara Buddha (Catatan Ajaran Lisan, hal. 708). Maka, dikatakan suara adalah getaran bunyi dari karunia kebajikan. Hal ini hendaknya jangan dilupakan. Demikianlah, kita harus menaruh perhatian dan waspada bahwa semua perilaku atau gerakan timbul dari sekejap perasaan jiwa 52
Samantabadra | Januari 2016
kita sendiri. Baik melalaikan tugas karena senang bermain-main, atau sebaliknya melaksanakan pertapaan hati kepercayaan sehingga menumpuk rezeki dan karunia kebajikan, keduanya ditentukan dari sekejap perasaan jiwa yang ada di dalam badan diri kita. Hati kepercayaan dalam sekejap perasaan hati kita dibangkitkan dengan penyebutan Daimoku sehingga memenangkan dan menghancurkan iblis hawa nafsu, karma dan penderitaan. Jangan melupakan hal ini dan camkanlah dalam hati. Sekejap perasaan hati yang dapat memenangkan iblis inilah yang akan diperhitungkan nanti dalam perhitungan plus dan minusnya perilaku dan sikap yang keluar dari sekejap perasaan hati. Pada akhirnya akan mendapatkan akibat hasil akhir dari perhitungan rezeki dan dosa. Kita harus menandaskan bahwa hal ini akan terjadi disaat tiba pada terminal akhir kehidupan manusia. Untuk itu, dengan hati kepercayaan kita harus membuka jiwa lebih besar sehingga memperoleh keuntungan dan kesenangan dalam kehidupan, sekaligus menjadi kehidupan Jiju Horaku (menerima sendiri hukum kesenangan). Yang penting di antara yang terpenting adalah menumpuk jasa hasil pelaksanaan hati kepercayaan yang membuka sekejap perasaan hati sehingga menimbulkan kegembiraan. Dengan menjalankan pelaksanaan ini, dapat memegang pusaka jiwa yang tertinggi dan tiada tara yang terdapat dalam sekejap perasaan jiwa adalah Gohonzon, dan perilakunya adalah pertapaan Gongyo dan Daimoku dan melaksanakan kata-kata Buddha. eee
Catatan
Januari 2016 | Samantabadra
53
wawasan
Krilangkun S
alah satu pembaca koran “Kompas” pernah bertanya, “Setiap kali membaca aktivitas Professor Yohanes yang berjuang untuk pendidikan, terutama untuk anak-anak yang tidak mampu namun berbakat tinggi, kemudian muncul pikiran bertanya dari mana Prof sendiri mendapat segala energi dan motivasi untuk perjuangan itu.” Yang ditanya, Profesor Yohanes Surya pun menjawab, “Motivasi itu berasal dari keyakinan bahwa kalau kita menginginkan sesuatu (kita berada dalam kondisi kritis) dan kita melangkah dan melangkah dengan tekun, maka terjadilah mestakung (semesta mendukung) di mana lingkungan sekitar kita (termasuk sel-sel tubuh kita) mengatur diri, mendukung agar apa yang kita inginkan itu akan terpenuhi.” Profesor Yohanes Surya sangat yakin bahwa Indonesia bisa menjadi salah satu negara terbaik dalam pengembangan sains dan teknologi kalau sebuah critical mass sudah terpenuhi, yakni sekitar 30.000 PhD. Itulah sasaran tembaknya. Lalu ia melangkah dan bertekun dalam bidang tersebut. 54
Samantabadra | Januari 2016
Tidak perlu dibahas prestasi dan reputasi yang telah dimiliki oleh Prof. Yo sebagai tokoh sentral, motivator ulung, pelatih sukses nomor wahid, yang membawa sejumlah siswa Indonesia merebut posisi terhormat dalam Olimpiade Fisika dan sekarang menjadi Penasihat Tim Olimpiade Fisika. Memang, tidak kurang kritik pedas yang dilontarkan berbagai pihak yang berbeda pandangan dengan Prof. Yo dalam soal apa yang harus diperjuangkan untuk memperbaiki pendidikan di negeri ini. Bagaimana pun, yang mau kita bicarakan dalam artikel pendek ini adalah resep sukses seorang Prof. Yo. Resep sukses Prof. Yo, seperti berulang kali
dikatakannya secara lisan maupun tertulis dalam berbagai kesempatan, tersimpan dalam tiga kata kunci: sasaran-kritis, melangkah, dan bertekun. Sederhana, namun berdampak luar biasa! Kritis Orang sukses, kata Prof. Yo, mesti berani menetapkan sasaran. Bukan sembarang sasaran, tetapi sasaran yang membuatnya berada di situasi kritis. Artinya, ini sasaran yang bukan sederhana. Bukan sasaran yang asal-asalan atau sekadar asal ada. Sasaran itu harus menempatkan kita pada situasi kritis, dan bila tidak tercapai risikonya bisa membuat malu tujuh turunan. Sasaran yang mendebarkan hati dan
jantung, yang membuat bulu kuduk berdiri. Sasaran yang membuat kita memikirkannya ketika baru bangun tidur, dan memikirkannya sepanjang hari, bahkan terus memikirkannya sampai tertidur. Sasaran yang pencapaiannya akan mengharumkan nama keluarga, nama suku dan nenek moyang, nama perusahaan atau organisasi, bahkan, kalau perlu nama bangsa dan negara juga dipertaruhkan. Sasaran ini makin tinggi makin baik. Seperti anjuran Bung Karno, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit.” Jadi, jangan membuat citacita hanya sebatas langitlangit rumah yang tingginya hanya tiga meteran. Tetapkan sasaran setinggi mungkin, yang menempatkan Anda dalam kondisi kritis, itulah anjuran pertama.
Melangkah Setelah sasaran ada, melangkahlah maju. Bertindaklah. Jangan malah pergi ke dukun atau minta dukungan peramal yang sendirinya tidak bisa meramalkan masa depannya. Pikirkan sesuatu yang bisa dilakukan untuk mendekatkan kita pada sasaran yang telah ditetapkan itu. Mulai dengan langkah-langkah paling kecil pun tak mengapa. Dalam melangkah ini, syukurilah setiap kemajuan, betapa pun kecilnya. Berdoalah dan bangunlah keyakinan pada
kemampuan diri sendiri. Belajarlah juga kepada pencopet, yang juga yakin bisa mencopet tanpa ketahuan. Sebab kalau tak yakin, tentu pencopet akan batal mencopet, bukan? Nah, kalau pencopet yang berbuat suatu kejahatan saja bisa yakin, mengapa kita yang punya cita-cita baik, mulia, dan luar biasa tidak yakin? Yakinlah akan kemampuanmu dan melangkahlah maju dengan keyakinan itu. Tekun Setelah melangkah, dan mendapatkan banyak tantangan-halanganhambatan di sana-sini, lalu apa? Bertekun. Bukan “terkun,” tidak sukses ke dokter lalu ke dukun. Tekun. Persisten. Berarti tidak menyerah hingga sampai ke tujuan. Jangan bimbang bila ada gelombang. Jangan gemetar dengar bunyi halilintar. Jangan menyerah di kala terasa susah. Jangan menjerit walau terasa sakit. Dalam ketekunan itu juga ada fokus. Seperti sinar matahari yang tidak bisa membakar kertas. Akan tetapi, jika sinar matahari itu difokuskan lewat sebuah kaca pembesar, maka sinar itu akan mampu tidak hanya membakar kertas, tetapi juga daging akan matang terbakar. Dengan sikap tekun, fokus, dan pantang menyerah ini, Prof. Yo mengingatkan tokoh pemenang Nobel Fisika dari Jepang, Masatoshi
Koshiba. Ketika SMA dia “dihina” gurunya karena tidak bisa fisika. Hinaan itu membuatnya dalam kondisi kritis. Ia menetapkan sasaran untuk bisa fisika. Ia belajar dan belajar dan terus belajar. Meski lulus dari Tokyo University dengan nilai terendah, Koshiba akhirnya menemukan momentum untuk menjadi profesor fisika ditempat ia pernah mendapatkan nilai terendah itu. Suatu ironi yang menginspirasi. Dan ketika ia dibuatkan Kamiokande, lab untuk neutrino, ia berhasil membuktikan keberadaan partikel elementer yang disebut neutrino sehingga melahirkan bidang penelitian baru, yakni astronomi neutrino. Hasil penemuan ini diganjar dengan hadiah Nobel Fisika tahun 2002. Begitulah, Profesor Yohanes Surya sudah membuktikan berulang kali dalam hidupnya, dan dalam pengamatannya kepada banyak tokoh dunia lainnya, bahwa resep sukses ini manjur: “Krilangkun”. Tetapkan sasaran yang membuat Anda dalam situasi kritis, kemudian melangkahlah, dan bertekun. (Referensi: http://www.yohanessurya.com/ activities.php?pid=401&id=70)
Januari 2016 | Samantabadra
55
wawasan
The Youth and The Environtment THIS 2015, a year after NSI golden anniversary, has become monumental as the Ministry of the Environment and Forestry of the Republic of Indonesia awards NSI head temple, the Saddharma-NSI temple as an eco-temple. This has made another milestone in NSI struggle in going green. As the follow-up, last October 2015, NSI declared “Temples Move to Save the Earth.� The declaration reads: Declaration Temples Move to Save the Earth
1. We, Indonesian Buddhists, as an integral part of Indonesian nation, make resolution to develop daily attitude which is based on Buddha Dharma, for the sake of the environment preservation and life harmony. 2. We, Indonesian Buddhists, make resolution to keep the environment cleanliness of temple, house, wherever we exist, because as Buddhists we are aware that human and natural environment longevity are inseparable and shape each other. 3. Buddhist Councils through their religious leaders, temple heads and the management, make resolution to establish ecologically friendly temples (eco-temples), in accordance with ecotemples guidelines agreed on together with the Ministry of the Environment and Forestry of the Republic of Indonesia. 4. Buddhist Councils are committed to inserting practical contents of the environment maintenance to their members in the preaching or coaching sessions, with Buddhism as the way of life. 5. In establishing a temple and maintaining the existing ones the council and temple management will improve green areas in the temple environment, carry out selfmanagement of garbage, carry out water supply and electricity efficiency, and reduce plastic bottles, Styrofoam, and other materials which are not environmentally friendly in each activity held by a council or temple. This declaration follows the predicate Eco-Temple given by the Ministry of the Environment and Forestry of the Republic of Indonesia. The declaration becomes our program to disseminate the green ideas to all of our NSI temples and others all over Indonesia. All the management from DPP up to DPD and members of NSI are responsible for the implementation of the declaration. This means all the people from the chairman up to the youth and kids should contribute to implementing the points of this monumental declaration.
What can the youth do to contribute to this? So many things! Since the 26th TGM/Youth Meeting of NSI on Bangka Island in 2013, the youth has been made more enlightened of how important the environment is to our quality life everywhere all over Indonesia. They have formulated several points to be suggested to the government applied by the members. Thesis: 56
Samantabadra | Januari 2016
referring to the principle of Oneness of Life and Its Environment (eshō-funi), the youth should become the agent of change by helping develop the green environment lifestyle through taking necessary measures inside and outside their temple, workplace, school, home and community.
To begin the discussion, what is eshō-funi? According to our Buddhism dictionary, Oneness of Life and Its Environment [依正不二] (eshō-funi) is the principle that life and its environment, though two seemingly distinct phenomena, are essentially non-dual; they are two integral phases of a single reality. Furthermore, it reads:
In the Japanese term eshō-funi, eshō is a compound of shōhō, meaning life or a living being, and ehō, its environment. Funi, meaning “not two,” indicates oneness or non-duality. It is short for nini-funi, which means “two (in phenomena) but not two (in essence).” Hō of shōhō and ehō means reward or effect. It indicates that “life” constitutes a subjective self that experiences the effects of its past actions, and “its environment” is an objective realm in which individuals’ karmic rewards find expression. Each living being has its own unique environment. The effects of karma appear in oneself and in one’s objective environment, because self and environment are two integral aspects of an individual.
To end the theoretical discussion, the dictionary entry says:
Nichiren (1222–1282) writes in his letter On Omens: “The ten directions are the ‘environment,’ and living beings are ‘life.’ To illustrate, environment is like the shadow, and life, the body. Without the body, no shadow can exist, and without life, no environment. In the same way, life is shaped by its environment.” He also writes in On Attaining Buddhahood in This Lifetime: “If the minds of living beings are impure, their land is also impure, but if their minds are pure, so is their land. There are not two lands, pure or impure in themselves. The difference lies solely in the good or evil of our minds.”
It is crystal clear that what people do will affect their environment consciously and unconsciously. Doing something green will certainly help the natural environment. What we think, feel, perceive, how we behave, perform and act in the context of going green is going to influence the closest natural environment. Young people should be the agent of change. We should be the role models for the other generations. Start from the small things around home. For example, do not leave your gadget in charging over 100%. From kenshu, every member should learn to control their bad habits. We ought to save water; never leave the tap on once they have finished taking shower. We should not smoke everywhere. We should not litter. We should not take too much food. We should put the waste properly: food [organic stuff] with food, but plastic [inorganic stuff] with plastic. That’s why the committee has supplied two cans: one can for organic stuff/wet waste and another one for inorganic stuff/dry waste. Never mix them up. Unfortunately, we still find out our carelessness in our behaviour to preserve our environment. One of the example was found at the canteen of Saddharma-NSI temple during kenshu. Some members still don’t know (or to the extent of don’t care) how not to mix the waste of organic and anorganic, even though seperate bins have been provided for each organic and anorganic waste. This makes the separation process of the waste more difficult and need more time. Januari 2016 | Samantabadra
57
wawasan
In some public areas, we can find more segmented trash bin, to make recycle, reduce, and reuse process easier to do.
To sum up with, upholding the principle of Oneness of Life and Its Environment (eshō-funi), each of us has the responsible to treat our environmental wisely. Young people as the more active element should become the agent of change by assisting to grow the environmentally friendly lifestyle 58
Samantabadra | Januari 2016
through taking necessary actions inside and outside their temple, workplace, school, home and community. This act will certainly affect socially the other generations like what the principle of Oneness of Life and Its Environment (eshō-funi) suggests that “life” constitutes a subjective self that experiences the effects of its past actions, and “its environment” is an objective realm in which individuals’ karmic rewards find expression. And “If the minds of living beings are impure, their land is also impure, but if their minds are pure, so is their land. There are not two lands, pure or impure in themselves. The difference lies solely in the good or evil of our minds”. (Kyanne Virya)
Notes
resep
Ayam Panggang Bongkot
Oleh : Ibu Oking D, Bogor
Bahan A: 1 ekor ayam muda (pejantan) 3 siung bawang merah 5 cabe merah 1 batang combrang 2 butir tomat sayur 1 sdt terasi bakar 1 sdt garam 1 sdt penyedap rasa 1 jari kencur 20 gram gula merah Bahan B: 5 gram garam 2 sdm minyak goreng 1 sdt penyedap 2 buah jeruk nipis
Cara Membuat : 1. Ayam dicuci terlebih dahulu sampai bersih. 2. Lumuri ayam yang telah dicuci dengan adonan Bahan B sampai menyerap lalu diamkan selama kurang lebih satu jam. 3. Bakar hingga mengering. 4. Tumis Bahan A, sangrai sampai harum lalu masukkan ayam yang telah dibakar. 5. Panggang lagi sampai ayam matang. 6. Lumuri dengan kecap manis, siap dihidangkan.
Berita Duka Cita
Ibu Tjia Lan Hoa
Ibu Etjeng Sutia
Bapak Roy Irvan
Meninggal pada usia 64 tahun 05 Nopember 2015 Umat NSI Daerah Jatinegara DKI Jakarta
Meninggal pada usia 84 tahun 23 Nopember 2015 Umat NSI Daerah Jelambar DKI Jakarta
Meninggal pada usia 66 tahun 05 Desember 2015 Umat NSI Daerah Jelambar DKI Jakarta
Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha. Nammyohorengekyo.
Januari 2016 | Samantabadra
59
Jawaban TTS Samantabadra Desember 2015 1 2
3
K E B O D O H A N
8
E R
I
N
T
T R O S
I
A N
6
R H A R M O N
S 11
K
J
G
A
13
M I
12
P U J A J
A B O G O R
E
H
R
N
P
A
E
I
U
N
N
L
L
D
B
A N
U
O
O
H
K
D
U
R
C K E Y
16
I
14
E 15
H
17
O N C O M
T
A
A
Mendatar
Bakti Donor Mata 2.
KEBODOHAN — keserakahan,kemarahan,..
6.
ZENCISYIKI — pengaruh baik
8.
ERITROSIT — sel darah merah
10.
HARMONI — halte busway
12.
PUJIAN — salah satu dari Kedelapan Macam Angin
13.
MICKEY — tikus berkaki dua
16.
BOGOR — kota hujan
17.
ONCOM — produk fermentasi ampas tahu(kedelai)
18.
NAKAOKI — nama daerah di Pulau Sado
A
I
L
10
R 7
S
S Y
Z E N C
T 9
4
U
A
O 5
S
I
K
U
E
N
T
I
18
N A K A O K
K
I
I
11.
KGM — kegiatan tahunan di NSI
12.
PRAJNA — periode ke-4 dalam 5 periode ajaran Buddha Sakyamuni
14.
EHO — lingkungan
15.
KETA — pertapaan/perlaksanaan untuk orang lain
Menurun 1.
SURIHANDOKU — " Aku menyapu debu, untuk membuang kotoran "
2.
KONTRA — tidak setuju
3.
NACL — GARAM DAPUR
4.
SAIRENBO — seorang bikkhu sekte Tien-Tai
5.
TRANSJAKARTA — alat transportasi
7. donor SEPULUHDUNIA — sepuluhumat keadaan jiwaBapak Roy Irvan (kiri) dan Ibu Etjeng Sutia Bakti mata almarhum NSI 9. NILA — MEJIKUHIBINIU (kanan), yang diserahkan secara simbolis dari pihak keluarga kepada pihak bank mata.
60
Samantabadra | Januari 2016
teka teki silang 1
2 3
6
4
7
5
8
9
10 11
12
13
14 15
16 17 18
19
20
21
22 23
24
Mendatar
25
Mendatar
Menurun Menurun
6. Nama depan “Da Vinci” 8. Kembang api ( istilah bahasa inggris )
1. Nama lain Daiyu Sakan 1. Nama lain Daiyu Sakan
11. Pengarang Buku “Mestakung”
3. Negara pemenang UEFA 2012
6.
Pemain film Titanic (Nama depan)
11. Pengarang buku MESTAKUNG 8. Kembang api (Bahasa Inggris) 12.
Salah satu organ dalam sistem pernafasan
15.
Toko buku
12. Salah organ sistem 18. satu Individu // dalam makhluk yangpernapasan berakal budi
2.
Putus asa ( istilah inggris )
2. Putus asa, tidak ada harapan (Bahasa Inggris)Sepak Bola 3. Pemenang Final Kejuaraan UEFA 2012
4.
Ero
Salah satu pangeran Negara Fucu
4. Nama salah 5. satu pengeran Fucu adanya ( istilah Jep Keadaannegara sebagaimana
7. Salah satu dari Ketiga Orang Sanzo 19. Gudang karma ( istilah Jepang) 15. Nama jaringan/vendor toko buku di 5. Memunculkan kebuddhaan dengan kondisi apa 9. Alat transportasi umum beroda 4 21. Salah satu dari dua yang terdapat dalam jiwa Indonesia manusia adanya (istilah Jepang) 10.
Salah satu nama Gubernur di JABODETAB
22. Zat organikbudi yang bersifat sukar larut dalam 7. airSalah satu dari ketiga orang Sanzo 18. Makhluk berakal 13. Jodoh bertentangan ( istilah Jepang ) 23.
Istilah pada hari ke-5 & hari terakhir dari masa
19. Gudangperayaan karma (istilah Imlek Jepang)
14.Inggris) Waisak ( istilah jepang ) 9. Taksi (Bahasa
22. Zat organik yang bersifat sulit larut dalam air
14. Festival peringatan Waisak di Jepang
24. satu Ayah dari Ikegami bersaudara 21. Salah dari dua konsep pelindung yang 25. Kesesatan ( istilah Jepang ) ada di bahu manusia sejak lahir
23. Peringatan hari ke-15 setelah hari tahun baru imlek 24. Nama ayah dari Ikegami bersaudara 25. Kesesatan (istilah Jepang)
Jawaban TTS ini dapat dilihat pada Samantabadra Pebruari 2016
16.
Seorang ksatria yang berbakti kepada kelua
10. Gubernur Provinsi Banten saat inimarga Hojo) Ema ( keturunan
17. Teori Subjek dan Lingkungan tidak terpisah 13. Jodoh bertentangan (istilah Jepang)
16. Murid Buddha Niciren yang tanahnya sempat direbut oleh majikannya (Ema) 17. Konsep “subyek dan lingkungan tidak terpisahkan”
20. Nama depan Presiden Indonesia saat ini
Januari 2016 | Samantabadra
61
Cerita Kiba & Krubu ide cerita: Samanta
62
gambar: Felicia F
Samantabadra | Januari 2016
TAHUN BARU
Jadwal Kegiatan Susunan NSI
Bulan Januari 2016 TGL
HARI
1 Jumat 2 Sabtu 3 Minggu 4 Senin 5 Selasa 6 Rabu
7 Kamis 8 Jumat 9 Sabtu 10 Minggu 11 Senin 12 Selasa 13 Rabu
14 Kamis 15 Jumat 16 Sabtu 17 Minggu 18 Senin 19 Selasa 20 Rabu
21 Kamis 22 Jumat 23 Sabtu 24 Minggu 25 Senin 26 Selasa 27 Rabu
28 Kamis 29 Jumat 30 Sabtu 31 Minggu
JAM
KEGIATAN
TEMPAT
Kensyu Gosyo Umum (Dokyo Syodai Tahun Baru 2016) 13.00 Pendalaman Gosyo
Mahavihara Saddharma NSI Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
19:00 Pendalaman Gosyo Penceramah 19:00 Pendalaman Gosyo Koord. GM Jabotabekcul
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
10:00 10:00 10:00 14:00 19:00 14:00 19:00 19:00
Mahavihara Saddharma Gedung STAB Samantabadra Lt. 3 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 4 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 1
19:00 Ceramah Gosyo
Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul Pertemuan Anak‐anak Daimoku Bersama Rapat Koordinator Lansia Pelajaran Pimpinan Daerah & Cabang Pertemuan Wanita Umum Pertemuan Ibu/Wanita Karier Pertemuan Pria Umum
19:00 Pertemuan Cabang
Daerah Masing‐Masing
Daerah Masing‐Masing
10:00 Pertemuan Anak‐Anak Daerah / Kelompok 19:00 Pelajaran Pimpinan Anak Cabang / Ranting
Daerah Masing‐Masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1
19:00 Pertemuan Anak Cabang / Ranting
Daerah Masing‐Masing
14:00 Pertemuan Wanita Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Pria Daerah / Kelompok
10:00 Pertemuan Generasi Muda Daerah/Kelompok 14:00 Pertemuan Lansia Umum 19:00 Pertemuan 4 ( empat ) Bagian
13:00 Pendalaman Gosyo Untuk Dharmaduta 19:00 Musyawarah DPW & DPD 19:00 Musyawarah DPD Kensyu Generasi Muda Kensyu Generasi Muda & Kensyu Gosyo Umum Kensyu Gosyo Umum
Daerah Masing‐Masing Daerah Masing‐Masing
Daerah Masing‐Masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Daerah Masing‐Masing
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Daerah Masing‐Masing Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Januari 2016 | Samantabadra
63
Vihara & Cetya
BALAI PUSAT NSI
Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia
Vihara Vimalakirti Muncul Diresmikan 3 Mei 1986 Dipugar 28 okt 2007 Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Vihara Vimalakirti Cisauk Depan SMU 1 Serpong Desa Setu (Muncul) – Kec. Cisauk Kabupaten Tangerang Telp. (021) 75872730 Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969
PROVINSI LAMPUNG
PROVINSI JAWA BARAT
Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728
Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034
PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903
64
Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821 Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Blok Wanakerta Selatan No. 61 RT 02 RW 09 Kelurahan Tuk Mundal, Sumber Kabupaten Cirebon PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo
Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319
Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340
Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 4 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851
Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682
Samantabadra | Januari 2016
Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201 Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510