Samantabadra S
etiap dari Anda hendaknya membangkitkan hati raja singa dan tidak kalah terhadap ancaman dari siapapun. Raja singa tidak takut terhadap ratusan binatang lainnya, demikian pula anak-anaknya. Para pemfitnah bagaikan anjing hutan yang menggonggong, tetapi pengikut-pengikut Niciren bagaikan singa yang meraung. (Surat Perihal Penganiayaan yang Menimpa Arif Bijaksana)
SAMANTABADRA | APRIL 2016 | NOMOR. 267
Marching Band Mandarava NSI pada Pesta Rakyat Bogor dalam rangka Cap Go Meh, di depan Museum Zoologi sebelum mulai parade. Februari 2016.
gosyo kensyu PERIHAL PENGANIAYAAN YANG MENIMPA ARIF BIJAKSANA liputan KESENIAN NSI PADA PESTA RAKYAT KOTA BOGOR liputan PERTEMUAN IBU NSI DKI-JABAR-BANTEN DI BANDUNG
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
A p r i l
2 0 1 6
04 # 267
Umat NSI Bogor menarikan Tari Rarangganis di Pesta Rakyat Bogor. Februari 2016
A
Ketika ditambahkan kayu bakar, api akan semakin berkobar. Ketika angin bertiup kencang, kalakula akan semakin besar. Pohon cemara yang berusia ribuan tahunpun, cabangnya dapat dibengkokkan. Pelaksana Saddharmapundarika-sutra bagaikan kalakula dan api, penganiayaan besar seperti kayu bakar dan angin. Pelaksana Saddharmapundarika-sutra adalah Tathagata dari panjang usia dari kuon; oleh karena itu, seperti perumpamaan pohon cemara, tanpa diragukan lagi cabang pertapaannya pasti dapat dipatahkan dan dibengkokkan.. (Surat Balasan kepada Syijo Kingo Dono)
K
ita manusia biasa sungguh bodoh, tidak takut terhadap peringatan dalam Sutra atau sastra sebegitu juga hal itu tidak berkenaan langsung dengan kita... Sebegitu jauh para penganut kita belum mengalami hal yang begitu menyedihkan... Bila kita juga harus menghadapi penganiayaan semacam ini demi hukum agama Buddha, kita akan mencapai kesadaran agama Buddha di masa yang akan datang. (Surat Perihal Penganiayaan yang Menimpa Arif Bijaksana)
Samantabadra April 2016 Samantabadra Marching Band Mandarava NSI pada Pesta Rakyat Bogor dalam rangka Cap Go Meh, di depan Museum Zoologi sebelum mulai parade. Februari 2016.
S
etiap dari Anda hendaknya membangkitkan hati raja singa dan tidak kalah terhadap ancaman dari siapapun. Raja singa tidak takut terhadap ratusan binatang lainnya, demikian pula anak-anaknya. Para pemfitnah bagaikan anjing hutan yang menggonggong, tetapi pengikut-pengikut Niciren bagaikan singa yang meraung. (Surat Perihal Penganiayaan yang Menimpa Arif Bijaksana)
SAMANTABADRA | APRIL 2016 | NOMOR. 267
daftar isi
gosyo kensyu liputan liputan
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
SAMBUTAN Ketua Umum NSI
CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Dharma Duta
LIPUTAN KGM Januari 2016 Dokyo-syodai Imlek Dokyo-syodai Kehadiran Buddha Niciren Pertemuan Ibu di Bandung Pertemuan GM di Cikupa Kesenian NSI pada Pesta Rakyat Kota Bogor Audiensi KU NSI dengan Bupati Purwakarta Talkshow Anti-Narkoba Pemuda Buddhis
2 4 6 8 9 10 11 13 14 16 17
MATERI AJARAN Gosyo Kensyu Surat Perihal Penganiayaan 18 pada Arif Bijaksana Gosyo Cabang Surat Balasan kepada Syijo 43 Kingo
Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami di : Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia
Halaman Muka
K
eindahan taman bunga sakura di musim semi.
PERIHAL PENGANIAYAAN YANG MENIMPA ARIF BIJAKSANA KESENIAN NSI PADA PESTA RAKYAT KOTA BOGOR PERTEMUAN IBU NSI DKI-JABAR-BANTEN DI BANDUNG
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
A p r i l
2 0 1 6
04 # 267
Forum Diskusi Sikap Umat Niciren Syosyu
48
REFLEKSI Single yang Berkualitas NSI Berkesenian Nasional
54 56
SYIN GYO GAKU Makna Peringatan 28 April
RESEP Kering Kentang Ebi
58
TEKA-TEKI SILANG
59
KIBA-KRUBU Pergi Pertemuan
60
JADWAL KEGIATAN
61
VIHARA DAN CETYA NSI
62
9
10
12 PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENASEHAT Suhadi Sendjaja PENANGGUNG JAWAB Sumitra Mulyadi PEMIMPIN REDAKSI Minto WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Samanta KONTRIBUTOR Arya, Megahria, Felicia, Lilia, Phopy, Kyanne Virya STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999
April 2016 | Samantabadra
1
sambutan SAMBUTAN KETUA UMUM NSI PADA PERINGATAN HARI BESAR NICIREN SYOSYU DAN TAHUN BARU IMLEK Nammyohorengekyo, Bapak-Ibu di seluruh tanah air yang saya cintai. Sebelumnya bagi yang merayakan, perkanankanlah saya mengucapkan Selamat Tahun Baru Imlek, kiranya kita semua senantiasa dalam suasana Buddha, sehingga dapat menjalani hari demi hari di tahun ini penuh dengan prajna kebajikan. Selain itu saya mengucapkan selamat merayakan Hari Besar Agama Buddha Niciren Syosyu, kiranya hati kepercayaan kita semakin meningkat, semakin dapat memahami makna-makna yang terkadung di balik peristiwa-peristiwa besar Agama Buddha Niciren Syosyu. Bapak-Ibu yang berbahagia. Dari seluruh sutra yang sudah, sedang dan akan dibabarkan, Saddharmapundarika-sutra adalah sutra yang paling unggul, yang dimaksud Saddharmapundarika-sutra tentu saja adalah Myohorengekyo, dengan demikian Niciren Syosyu adalah agama yang tepat waktu dan tepat guna, tepat waktu karena sekarang adalah Masa Akhir Dharma, tepat guna karena Saddharmapundarika-sutra adalah ajaran yang mampu memberi panduan menyelesaikan secara tuntas permasalahan umat manusia Masa Akhir Dharma yang jiwanya terpenuhi oleh racun keserakahan, kemarahan dan kebodohan. Bapak Ibu di seluruh tanah air yang saya banggakan. Sebuah agama tidak akan lepas dari peristiwa-peristiwa yang mengiringi perjalanan sejarahnya, yaitu kelahiran dan wafatnya pendiri agama tersebut atau berdirinya agama itu sendiri. Buddha Pokok Masa Akhir Dharma, Niciren Daisyonin pendiri Sekte Agama Buddha Niciren Syosyu lahir pada tanggal 16 Februari 1222, maka tanggal 16 Februari adalah merupakan Hari Besar Keagamaan Niciren Syosyu yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Dalam Gosyo disebutkan “Bila tidak karena ‘kelahiran’ Niciren di Masa Akhir Dharma, Sang Buddha (Sakyamuni) akan menjadi “pembual” besar, Tatagatha Prabutaratna serta seluruh Buddha lainnya akan menjadi saksi dari bualan tersebut. Dalam waktu 2.230 tahun lebih semenjak kemoksyaan sang Buddha, Niciren adalah satu-satunya orang di seluruh dunia yang dapat memenuhi ramalan Sang Buddha. Dengan demikian jelas bahwa tanpa kehadiran/kelahiran Niciren Daisyonin Ajaran Buddha Sakyamuni hanya menjadi karangan semata, tanpa bukti nyata. Oleh karena itu kehadiran/ kelahiran Niciren Daisyonin merupakan peristiwa besar bukan saja bagi Sekte Niciren Syosyu saja, tetapi dari Agama Buddha secara keseluruhan. Hari Besar Niciren Syosyu selanjutnya adalah 28 April 1253, hari di mana untuk pertama kalinya Nammyohorengekyo dikumandangkan oleh Buddha Pokok Masa Akhir Dharma, Niciren Daisyonin. Peristiwa penyebutan Nammyohorengekyo untuk pertama kalinya adalah tonggak penegakkan ajaran sesungguhnya dari Agama Buddha yang disadari oleh Buddha Niciren, yang merupakan Buddha Pokok sejak masa lampau yang tak terukur (kuon ganjo). Dengan disadari-Nya Ajaran Buddha yang sesungguhnya oleh Buddha Niciren, seluruh umat manusia dapat mewujudkan kebahagiaan sesungguhnya yaitu Kesadaran Buddha. 2
Samantabadra | April 2016
Pada tanggal 12 Oktober 1279 Buddha Niciren mewujudkan Mandala Pusaka Gohonzon/ Dai-Gohonzon yang diperuntukan bagi seluruh umat manusia Masa Akhir Dharma sebagai jodoh pembantu untuk memunculkan Kesadaran Buddha. Dengan telah dikumandangkannya Pusaka Pokok Mantra (Honmon No Daimoku) dan telah diwujudkannya Pusaka Pokok Pemujaan Gohonzon/Dai Gohonzon (Honmon No Honzon), maka dua dari Tiga Hukum Tersirat/Rahasia Agung (San Dai Hiho) telah diwujudkan. Dengan adanya peristiwa besar tersebut di atas, Niciren Daisyonin telah memenuhi tugas hidup-Nya secara lengkap dan utuh. Dengan telah memenuhi seluruh tugas kehadiran-Nya di Dunia sebagai badan manusia biasa yang tidak terlepas dari hukum lahir, sakit, tua dan mati, Beliau wafat pada tanggal 13 Oktober 1282. Walau saat sekarang ini Buddha sudah tidak ada, tetapi ‘jiwa’ (Dharma) Nya telah diwariskan kepada kita, tugas kita setiap saat adalah menghidupkan ‘jiwa’ dari Niciren Daisyonin tersebut secara Nyo Setsu Sugyo (melaksanakan sesuai dengan yang diajarkan Buddha). Segenap umat NSI yang berbahagia, Tahun 2016 ini Dewan Pimpinan Pusat NSI, mengambil kebijakan bahwa pelaksanaan peringatan Hari Besar Niciren Syosyu dilaksanakan di vihara/cetiya daerah masing-masing. Tahun-tahun sebelumnya peringatan-peringatan Hari Besar Niciren Syosyu dilaksankan umat NSI Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang dan Muncul secara bersama-sama di Vihara Sadaparibhuta NSI, Balai Pusat, dengan maksud agar umat dapat lebih memahami maknamakna yang terkadung dalam setiap peristiwa besar tersebut. Dengan dilaksanakannya peringatan Hari Besar Keagamaan Niciren Syosyu di cetiya/ vihara masing-masing daerah mulai tahun ini hendaknya umat NSI tidak melunturkan semangat, makna dan nilai yang terkadung dalam Hari Besar yang sedang dijalankan, jadi bukan hanya sekedar seremonial belaka, atau bahkan menjadi kesempatan untuk mengadakan perayaan secara berlebihan dengan dalih memperingati hari besar. Satu hal yang harus kita pegang teguh bahwa pada Masa Akhir Dharma ini satu-satunya ‘Dharma’ yang tepat waktu dan tepat guna adalah Myohorengekyo. Marilah kita berdoa dengan penuh kesungguhan hati, agar hari-hari besar keagamaan Niciren Syosyu lebih bermakna, hendaknya kita tidak beranggapan bahwa penghayatan makna hari-hari besar ini cukup hanya satu tahun sekali, lebih dari itu setiap saat hendaknya dapat menghayati makna-maknanya demi tercapainya cita-cita luhur Buddha Pokok Niciren Daisyonin, yaitu Isyo Jobutsu dan Kosenrufu bagi seluruh umat manusia Masa Akhir Dharma. Bapak Ibu yang berbahagia, Akhir kata selamat merayakan Hari Besar Niciren Syosyu, laksanakanlah dengan penuh kegembiraan bersama dengan umat di daerah masing-masing, tetapi jangan menghilangkan makna kebesarannya. Nammyohorengekyo.
Jakarta, 15 Februari 2016 SUHADI SENDJAJA Ketua Umum
April 2016 | Samantabadra
3
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja Surat kepada Shiiji Shiro Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 27-28 Februari 2016
Nammyohorengekyo,
Buddha, dan disimpulkan sebenarnya kehidupan Surat Kepada Shiiji Shiro manusia/makhluk itu adalah menjelaskan tentang “kapal� yuraku (gembira) dan dunia tetapi sebenarnya kapalnya ini adalah tempat yuraku, adalah diri kita sendiri, sebenarnya kita muncul di jadi bukan seperti kapal dunia saha ini adalah bukan penumpang, kita semua harus untuk menderita, pada menjadi kapal. Agama Buddha hakikatnya, asal mulanya menjelaskan perjalanan adalah di alam semesata ini hidup manusia dari lahir adalah yuraku, tetapi mengapa sampai mati, dan ini akan itu tidak terjadi pada kita, terus berulang-ulang dalam padahal kalau betul-betul perputaran, siklus, yaitu lahir, manusiawi, betul seperti menjadi tua, mengalami sakit kodratinya manusia akan dan mati, terus menerus menjalani hidupnya penuh seperti itu. Bukan hanya dengan kegembiraan. manusia saja tetapi seluruh Gosyo ini juga mengajarkan makhluk, binatang, pohon dan kepada kita semua, bahwa kita sebagainya. harus dapat menjadi kapal, Dalam alam semesta cara kapal yang dibuat dari bahan hidupnya sesungguhnya yang baik dengan menyerut sesuai dengan Hukum Alam, (membuang) ajaran yang tidak sepertinya semua berjalan sesuai, membuang sifat yang dengan bagitu alami, semua tidak baik kemudian dirakit begitu ceria, gembira, tetapi menjadi sebuah kapal yang mengapa kemudian menderita, baik. Dengan begitu kita akan lahir menderita, tua menjadi kapal yang dapat menderita, sakit menderita, menyebarangi lautan hidup mati menderita, jadi semua dan mati, dan kitapun harus perjalanan ini dirasakan dapat mengajak orang lain sebagai penderitaan semua, untuk juga menjadi kapal kalau begitu di mana letak seperti kita. kesalahannya? Inilah yang Saya sempat diminta ingin dijelaskan oleh Agama menjadi pembicara di Sekolah
4
Samantabadra | April 2016
Tinggi Filsafat Driyakara beberapa waktu lalu, temanya mengenai lingkungan hidup, buat kita punya vihara yang seperti ini (alami dan ramah lingkungan) sepertinya biasabiasa saja, tidak merasa bersyukur, padahal orang luar kagum terhadap tempat ini, beberapa di antara mereka menyatakan ingin berkunjung ke sini. Mengenai Gosyo, pada dasarnya semua Gosyo itu baik, maka dari itu generasi muda harus belajar Hukum Buddha dengan baik, nanti TGM ke-29 akan kita adakan di Jambi, mereka akan kitab ajak ke Candi Muaro Jambi, itu adalah candi peninggalan Masa Kerajaan Sriwijaya, generasi muda NSI harus melihat kebesaran Kerajaaan Sriwijaya pada saat itu, bisa jadi ketika itu yang dijadikan dasar adalah Saddharmapundarika-sutra juga, tetapi akhirnya Kerajaan Sriwijaya jatuh juga, karena mencampuradukkan Ajaran Buddha, sehingga tidak lagi menjadi kapal yang istimewa, jadinya kapal yang bocor, sifat-
Ketua Umum
sifat buruk atau faham yang salah tidak dibuang. Tahun ini kita sudah memulai mengadakan peringatan Hari besar keagamaan Niciren Syosyu di daerah masing-masing, dimulai pada pada tanggal 16 Februari 2016 yang lalu, yaitu peringatan pertama kali penyebutan Nammyohorengekyo, tetapi nampaknya tidak berjalan sebagaimana yang seharusnya, padahal sudah kita bekali dengan sambutan dan film riwayat Niciren Daisyoin. Ternyata ada daerah yang tidak hanya Dokyo-Syodai dan memutar film riwayat Niciren Daisyonin, ada juga yang menampilkan tarian, padahal sekarang kita sedang mentradisikan suasana keagamaan dalam peringatan hari Besar Niciren Syosyu. Untuk menampilkan kesenian dalam satu tahun sudah kita sediakan tiga momen yang bisa diisi dengan pentas seni, yaitu Waisak, 28 Oktober dan Tahun Baru. Kalau Hari Besar Keagamaan harus diisi dengan acara yang proposonal, jadi jangan bosan dengan dengan film riwayat Niciren Daisyonin, karena kita sedang mensosialisasikan hari-hari besar keagamaan kita, demikian juga dengan umat Kristen setiap tahun mereka menceritakan riwayat Yesus, mereka tidak bosan itu. Kita adalah orang-orang yang sedang merintis Agama Niciren Syosyu agar mengakar, membudaya, sehingga suatu waktu dapat menjadi agama
yang stabil, mengakar, dari anak-anak sudah mulai tahu, Buddha itu siapa, Nammyohorengekyo itu apa, ini penting untuk suatu agama. Hal-hal tersebut sebagai salah satu upaya agar kita dapat menjadi kapal yang baik untuk dapat mengarungi lautan hidup mati, sebab ketika mengarungi lautan hidup mati pada hakikatnya yang dapat menolong kita adalah diri kita sendiri, kita sendiri harus menjadi kapal, sehingga kita dapat mengarungi lautan hidup-mati. Jadi kekuatan kita sendiri, maka kita yang harus berupaya, bukan dari luar, jadi jangan punya pikiran kalau kita sembahyang Gohonzon nanti Gohanzon yang akan menolong kita, kalau berpikir seperti ini akhirnya akan mudah dibohongi, misalnya dengan perkataan bahwa Gohonzon NSI tidak ada kekuatan karena NSI tidak ada bhiksunya. Bila kita sudah terpengaruh oleh pemahaman bahwa ada pihak luar yang akan menolong kita, maka ibaratnya kapal kita sudah bocor, pasti tidak akan sampai tujuan. Segala hal harus sesuai dengan waktunya, demikian juga dengan Dharma Buddha. Buddha dalam mengajarkan Dharma membagi waktu yaitu, periode pertama selama 21 hari, kemudian 12 tahun disebut periode Agama, kemudian 16 tahun disebut periode Vaipulya, kemudian 14 tahun disebut periode Prajna dan 8 tahun periode Saddharmapundarika-sutra,
totalnya adalah 50 tahun. 50 tahun itu merupakan gambaran, bahwa Agama Buddha secara garis besar dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu pengajaran selama 42 tahun dan 8 tahun. Mahaguru Tientai, membagi menjadi 3 periode pengajaran Dharma, sejak Buddha Sakyamuni wafat, yaitu 1.000 tahun Masa Saddharma/Shoho, periode ini ajaran yang digunakan/tepat guna dan tepat waktu adalah Theravadha. kedua Masa Pratirupadharma/Zoho, yaitu 1.000 – 2.000 tahun setelah Buddha Sakyamuni wafat, ajaran yang tepat pada masa ini adalah Semi Mahayana dan sebagian Mahayana yang merupakan Syakumon, Periode selanjutnya yang terakhir adalah Akhir Dharma, adalah 2.000 tahun dan seterusnya, ajaran yang tepat guna adalah Saddharmapundarika-sutra (Myohorengekyo). Jadi masa sekarang ini kita harus menyerut/membuang ajaran yang tidak tepat waktu dan tidak tepat guna, bukan berarti ajaran Buddha Sakyamuni pada masa sebelumnya tidak benar, tetapi sudah tidak tepat waktu dan tidak tepat guna. Ajaran yang tepat waktu dan tepat guna pada Masa akhir Dharma sekarang ini adalah Myohorengekyo, sehingga apabila kita menyakini, memahami dan melaksanakan Ajaran/Dharma yang sesuai dengan masa dan peruntukannya pasti akan mendapat manfaat yang sebesar-besarnya. eee April 2016 | Samantabadra
5
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman Surat kepada Shiiji Shiro Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 27-28 Februari 2016
Nammyohorengekyo, Surat kepada Shiiji Shiro ini ditulis oleh Niciren Daisyonin pada usia 40 tahun, yaitu pada tangal 28 April 1261 (tanggal 28 April adalah peringatan pertama kali penyebutan Nammyohorengekyo). Dalam Surat ini disebutkan, Seperti orang yang ingin menyeberang mendapat kapal, nama lainnya adalah Shinkyo Hoju Shishin Guho, artinya surat mengenai sikap merendahkan diri sendiri dan menjujung tinggi dharma dan menyebarkan dharma dengan mengorbankan diri sendiri, orang yang menjalankan penyebaran Dharma dengan menghadapi berbagai macam rintangan, dengan merombak sifat jiwa, dengan begitu manusianya pun menjadi agung. Shiiji Shiro adalah penganut yang senior, berkawan baik Toki Jonin maupun Syijo Kingo. 6
Samantabadra | April 2016
Ketika itu keadaan di jepang banyak bencana alam, penyakit menular, sehingga rakyat menderita, maka dari itu Shiiji Shiro menerima surat ini sebagai bimbingan dari Niciren Daisyonin untuk memberikan mendorongan semangat agar hati kepercayaannya tetap kuat dan dapat melihat lebih jelas hal yang sesungguhnya keadaan masyarakat saat itu berdasarkan Hati kepercayaan. Menurut isi Gosyonya, Niciren Daisyonin memberi bimbingan agar memiliki ketajaman memperhatikan keadaan yang terjadi di masyarakat seperti Sekwang (yang unggul dalam indra pendengaran) dan Lilo (yang unggul dalam indra penglihatan). Dan mencontohkan untuk dapat mempunyai jiwa besar seperti lautan, dimana semua sungai, yang membawa kotoran apapun akhirnya mengalir ke lautan dan tidak ditolak,
serta menganjurkan untuk memiliki hati kepercayaan yang kuat tanpa ragu walau menghadapi kesulitan yang amat berat. Walaupun kita menganut Filsafat Agung ini, tetapi kalau tidak merombak sifat jiwa kita yang tidka baik dan hanya mengikuti naluri kita saja, tahu-tahunya kita memanggil jodoh yang buruk, maka dari itu pada jaman seperti sekarang ini kita harus mengenal kembali, sesuai dengan Ajaran sang Buddha, dimana selalu ingin umat saling menghormati, jangan kita saling menyakiti, saling menjatuhkan, karena semua manusia mempunyai jiwa Buddha. Seperti telah disebut di atas bahwa hendaknya memiliki jiwa besar seperti lautan, besarny lautan
Dharma Duta
adalah karena aliran sungai, tanpa ada aliran air dari sungai tidak akan ada lautan besar. Oleh karena itu janganlan kita takut dengan kesulitan, karena kesulitan itulah yang akan membesarkan kita, dengan adanya kesulitan Jiwa Buddha kita akan muncul, sehingga tidak lagi ada marah dan benci, inilah yang dimaksud kita harus berjiwa besar sepeti lautan luas, semua hal diterima dengan tulus. NSI sejak dulu banyak mengalami tantangan/ rintangan, tetapi kita semua hebat tetap bertahan di NSI, kesulitan yang datang kita terima, dari kita tidak punya vihara sampai kita punya vihara banyak, sekarang hampir semua wilayah sudah mempunyai vihara. Jadi kita tidak perlu takut dengan kesulitan, syinjin juga tidak mungkin lancar-lancar saja, suatu waktu pasti akan ada tantangan, kita tidak
boleh takut dengan iblis penyakit, kemiskinan juga kematian, justru dengan adanya hal demikian membuat kita menjadi seperti lautan, larutkan semua penderitaan, larutkan semua hawa nafsu kita menjadi kesadaran, Bono soku Bodai, dan kita harus tetap itai dosyin menjalankan hati kepercayaan dengan sungguh-sungguh dan tulus. Buddha mengajarkan betapa sulitnya menyebarluaskan Dharma pada Masa Akhir Dharma ini, tetapi justru karena pada kesulitan itulah letak keagungan dari Hukum Ini, kalau tidak ada kesulitan akan mudah dilupakan dan ditinggalkan. Sebagaimana dikatakan, Barang siapa yang menerima dan mempertahankan Saddharmapundarikasutra pasti akan mencapai Kesadaran Buddha, dengan menggunakan kata-kata Mahaguru Mialo Beliau
menekankan pentingnya ketiga prinsip, yaitu Percaya, Melaksanakan dan Belajar. Tantangan yang akan kita hadapi banyak, iblisnya juga banyak, oleh karena itu kita jangan bosanbosan untuk Syin Gyo dan Gaku. Seperti misalnya kita akan mewarna kain dengan mencelup kain, tidak cukup sekali dicelup, harus berkali-kali. Begitu juga hati kepercayaan kita, tidak cukup sekali gongyo, tidak cukup setahun sekali kensyu, setahun sekali sembahyang, kalau kita menjalankan Syin Gyo Gaku sesuai dengan Gosyo, dan melaksanakan dengan penuh sungguh hati, maka akan mendapat yang kita inginkan, dikatakan seperti orang yang ingin menyeberang mendapat kapal, oleh karena itu hendaknya kita tidak bosan untuk Percaya, Melaksanakan dan Belajar kata-kata Buddha. eee
April 2016 | Samantabadra
7
liputan
Kensyu Generasi Muda NSI Januari 2016
K
ensyu Generasi Muda NSI (KGM) yang diadakan pada tanggal 29-30 Januari 2016 dan bertempat di Mahavihara Saddharma NSI, diikuti oleh generasi muda NSI dari wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Kensyu dimulai jam 5 sore dengan acara gongyo sore dan dilanjutkan dengan makan malam bersama. Setelah makan malam, acara selanjutnya adalah sesi gosyo yang membahas tentang “Surat Perihal Hubungan Darah Satu Hal Penting dari Hidup Mati�. Sesi ini diawali dengan pembabaran gosyo oleh dharma duta Ibu Yulie Arif dan disimpulkan oleh Ketua Umum NSI, Bapak Suhadi Sendjaja. Dijelaskan bahwa hidup mati adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kematian bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti, karena hal tersebut merupakan proses yang harus kita lewati untuk dapat terlahir kembali. Penting bagi kita sebagai generasi muda untuk dapat memahami bagaimana cara mengisi hidup kita
8
Samantabadra | April 2016
dengan hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi orang lain. Suasana pertemuan berlangsung dengan cukup baik, para peserta terlihat serius dalam mendengarkan kata-kata Buddha yang disampaikan. Setelah sesi gosyo selesai, para peserta menjalankan daimoku marathon bersama selama kurang lebih satu jam. Keesokan harinya, acara dimulai dengan sarapan dan gongyo pagi bersama. Setelah itu, dilanjutkan dengan sesi Focus Group Discussion (FGD). Para peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan tingkat pendidikannya, yaitu SMP, SMA, Mahasiswa/i, dan Pemuda/i. Masing-masing kelompok diberikan lima pertanyaan sebagai bahan untuk didiskusikan bersama. FGD ini bertujuan untuk mengevaluasi seberapa dalam pemahaman gosyo yang sudah berhasil diserap oleh masingmasing peserta. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sesi Talk Show yang dibawakan
oleh saudara Tommy Martinus, salah satu generasi muda NSI dari daerah Tangerang. Talk Show ini membahas tentang tiga fenomena yang sedang marak terjadi di kalangan generasi muda belakangan ini. Fenomena pertama mengenai kasus pernikahan beda agama, di mana ada beberapa generasi muda NSI yang memilih untuk pindah agama setelah mereka menikah. Kedua, tentang kebiasaan hidup boros atau menghamburhamburkan uang. Ketiga, tentang penggunaan gadget atau smartphone yang terlalu berlebihan. Sesi Talk Show ini bertujuan untuk memberikan arahan dan wawasan yang tepat kepada para peserta mengenai tiga fenomena tersebut. Dengan mengikuti KGM ini, diharapkan generasi muda NSI bisa semakin kuat hati kepercayaannya terhadap Gohonzon, serta dapat memahami ajaran dengan baik dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. (Megah)
Dokyo Syodai dalam Rangka Tahun Baru Imlek
N
iciren Dasyonin selalu membimbing para pelaksana Saddharma Pundarika sutra untuk mengawali awal tahun dengan hukum sakti Nammyohorengekyo, kalimat tersebut tercantum di dalam isi Surat Balasan Kepada Nyonya Omonsu / lebih dikenal dengan Surat / Gosyo Musyimoci: “Tanggal 1 bulan kesatu adalah menandakan awal hari, awal bulan, awal tahun dan juga awal musim semi, sehingga barang siapa yang merayakannya berdasarkan Hukum Sakti, kebajikannya
semakin unggul dan dicintai semua orang, sama seperti bulan yang bergerak dari Barat ke Timur lambat laun menjadi penuh, matahari dari Timur menuju Barat lambat laun menjadi terang.� Hal ini menjadi sebuah bimbingan yang dihayati dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh seluruh umat Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI). Pada tanggal 08 Pebruari 2016 jam 10.00 WIB dalam rangka Tahun Baru Imlek 2567, umat NSI di seluruh
Indonesia melaksanakan Dokyo Syodai di vihara masing-masing. Ketua Umum NSI Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja memimpin pelaksanaan Upacara Dokyo Syodai dalam rangka Tahun Baru Imlek di Vihara Sadapaributha NSI DKI Jakarta di Jalan Minangkabau Nomor 23-25A, Manggarai, Jakarta Selatan. Setelah selesai melaksanakan Dokyo Syodai, Ketua Umum NSI memberikan ucapan selamat dan memberikan bimbingan kepada seluruh umat NSI yang hadir. (Arya) April 2016 | Samantabadra
9
liputan
Dokyo Syodai Peringatan Kehadiran Buddha Niciren Daisyonin (16 Februari 2016) A
B
C
A. Dokyo syodai umat NSI Muncul di Vihara Vimalakirti Muncul. B. Dokyo syodai umat NSI Jawa Timur di Cetya Surabaya. C. Dokyo syodai umat NSI Bekasi di Vihara Vimalakirti Bekasi. D. Umat NSI Semarang mengadakan diskusi dharma seusai Dokyo Syodai. 10
Samantabadra | April 2016
D
Perempuan NSI Memahami Etika Berumahtangga dan Bermasyarakat Sesuai Buddhisme
U
mat NSI dibawa untuk selalu meningkatkan kecerdasan spiritual, emosional dan, intelektual. Upaya tersebut terwujud dengan mengadakan suatu diskusi panel pada awal Maret lalu (8/3) bertempat di Vihara Vimalakirti NSI Bandung. Diskusi panel diikuti oleh lebih dari 500 perempuan NSI. Acara ini dihadiri oleh Bimas Buddha wilayah Jawa Barat dan Ibu Meta Suri yang membahas mengenai etika berumahtangga dan bermasyrakat. Dikemas dengan contoh-contoh praktis yang mudah dipahami, semuanya bertujuan
agar setiap perempuan meningkatkan kualitas diri yang unggul dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan ajaran agama Buddha sekte Niciren Syosyu yang selalu menekankan pentingnya sekejap perasaan jiwa dan tumpukan sebab akibat perbuatan kita baik terlihat maupun tidak terlihat akan membentuk nasib kita. “Perempuan NSI adalah agen perubahan bagi kehidupan yang lebih baik. Sebagai ibu, nenek, dan juga anak. Karena perempuan akan menjadi contoh bagi anak-anak dan generasi penerusnya. Moralitas dalam
rumah tangga dan masyarakat. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat. Lihat apa yang kita lakukan saat ini. Pengertian yang baik dan buruk adalah sebab akibat,� ujar Ibu Metta menjelaskan. Perempuan NSI juga kembali menyadari untuk selalu menghargai orang lain. Bagaimana bisa memberi manfaat bagi banyak orang lain. Hal menarik lain yang dibahas adalah bagaimana mengembalikan fungsi dari fasiltas teknologi yang ada seiring perkembangan zaman dan tidak terbawa arus zaman. “Gadget harusnya membawa manfaat bagi kita dan April 2016 | Samantabadra
11
liputan bukannya kita diperalat oleh gadget itu,� ungkap Ibu Metta yang menyoroti merosotnya hubungan dan komunikasi antar anggota keluarga karena sibuk dengan gadget masingmasing. Selain itu dijelaskan pula mengenai Hedonic treatmill, Situasi dimana selalu ada keinginan berlebihan mendapatkan sesuatu. Misalnya, jika dulu gaji 5 juta cukup, sekarang tidak lagi karena kebutuhan untuk memenuhi gaya hidup pun meningkat. Ukuran kedewasaan adalah kemampuan kita mengatasi kesulitan. Ketua Umum NSI menjelaskan bahwa setiap orang memiliki jiwa Buddha, jiwa welas asih. Segala yang kita hadapi dalam hidup, buruk atau baik pasti akan memperkaya kita. Oleh karena itu, hendaknya kita dapat mendayagunakan jodoh baik Nammyohorengekyo untuk bisa berbuat sebaik baiknya bagi kehidupan. (Maya)
12
Samantabadra | April 2016
Pertemuan GM di Cikupa D
alam rangka mendukung rencana pembangunan vihara di daerah Cikupa, pada hari Minggu, 13 Maret 2016, diadakanlah pertemuan generasi muda (GM) yang berlokasi di salah satu kediaman umat Cikupa. Pertemuan ini dihadiri sekitar 40 orang, yang didominasi oleh GM Cikupa dan Teluk Naga, serta beberapa GM dari DKI. Acara dimulai jam 09.45 dengan dokyo sodai bersama. Kemudian, dilanjutkan dengan pembahasan gosyo kensyu yang berjudul “Surat Kepada Shiji Shiro.� Dalam gosyo tersebut, dipaparkan tentang bagaimana caranya agar kita dapat membangun kapal kita sendiri, guna mengarungi lautan hidup mati dan mencapai daratan kesadaran Buddha. Kita harus sungguh-sungguh percaya terhadap hukum Nammyohorengekyo dan melaksanakan pertapaan Jigyo Keta, yaitu pertapaan diri sendiri dan usaha untuk kebahagiaan orang lain. Setelah sesi pembahasan gosyo selesai, acara dilanjutkan dengan makan siang bersama. Setelah itu, para GM diajak untuk meninjau lokasi yang nantinya akan menjadi tempat dibangunnya Vimalakirti NSI Cikupa. Untuk menumbuhkan rasa kepedulian terhadap lingkungan di vihara, bapak Ketua Umum juga mengajak para GM untuk melakukan penanaman pohon bersama. Sekitar jam 13.00, semua kembali berkumpul untuk mengikuti acara selanjutnya, yaitu Focuss Group Discussion (FGD). Dalam FGD ini, para GM dibagi ke dalam 7 kelompok dan diberikan dua pertanyaan seputar gosyo yang telah dibahas. Semua GM terlihat antusias dalam melakukan sesi diskusi. Dari hasil diskusi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar GM sudah percaya dengan hukum Nammyohorengekyo dan bertekad untuk lebih giat dalam menjalankan Syin Gyo Gaku. Mereka juga sudah mulai menyadari bahwa hukum Nammyohorengekyo adalah hukum yang paling tepat untuk dijadikan sebagai landasan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Pertemuan GM di Cikupa ini akan menjadi agenda rutin setiap bulannya. Diharapkan melalui pertemuan ini, hati kepercayaan dan semangat umat Cikupa akan semakin meningkat demi tercapainya visi misi bersama, yaitu Isyo Jobutsu dan Konsenrufu. (Megah) April 2016 | Samantabadra
13
liputan
Kesenian NSI pada Pesta Rakyat Kota Bogor 2016
NSI
diundang untuk berpartisipasi pada Pesta Rakyat dalam rangka Cap Go Meh di Kota Bogor. Acara akbar ini telah dimulai 14 tahun yang lalu ketika Pemerintah RI melalui Presiden Megawati menetapkan Hari Imlek sebagai hari libur nasional dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek tertanggal 9 April 2002. NSI sebagai organisasi sosial keagamaan mengembangkan potensi seni dan budaya Indonesia berlandaskan ajaran Buddha Niciren. Pada kesempatan tersebut, NSI menampilkan Marching Band Mandarava NSI dan Tari Rarangganis dari daerah Jawa Barat (Sunda) yang semuanya dibawakan 14
Samantabadra | April 2016
oleh umat NSI. Ketua Umum NSI, MPU. Suhadi Sendjaja mendorong pengurus dan umat NSI untuk terus mengembangkan kesenian nasional agar eksistensi NSI tetap bersifat nasionalis di dalam sistem sosial masyarakat Indonesia yang majemuk. Kemacetan lalu lintas sudah mulai terjadi sebelum parade pesta rakyat Cap Go Meh berlangsung jam dua siang di Bogor. Ujung Jl. Juanda menuju lokasi start di depan Vihara Dhanagun telah ditutup. Sebelum ditutup pun sudah terjadi kemacetan dari Jl. Jend Sudirman. Menurut perkiraan panitia, ada sekitar 100.000 penonton di sepanjang jalan yang dilalui parade, dan sekitar 10.000 pendukung acara terlibat dalam kegiatan akbar ini. Jalan yang dilalui
adalah Jl. Suryakencana dan Jl. Siliwangi sepanjang 1,6 km. Tahun ini pun ditandai dengan peresmian gerbang pecinan Bogor oleh Walikota Bima Arya, yakni Lawang Suryakencana, Kampung Tengah, Dayeuh Bogor, Buitenzorg beberapa hari sebelum Pesta Rakyat Cap Go Meh 2016. Proses persiapan dan keterlibatan NSI sudah dimulai sejak sejak bulan Desember 2015. Dua puluh tiga pemain Marching Band Mandarava NSI tampil prima walau dua kali hujan mengguyur. Pada jam 16.20 giliran NSI bergerak melewati panggung kehormatan di depan Bogor Plaza, salah satu mal tertua di Kota Bogor. Jarak tempuh 1,6 km ditempuh dalam waktu 1,5 jam di tengah kerumunan massa yang antusias melihat parade.
Ada tiga panggung di sepanjang jalan yang di lalui; panggung utama di samping Vihara Dhanagun, panggung The 101 Hotel dan panggung di pertigaan Batutulis. Dua panggung terakhir diisi dengan berbagai atraksi kesenian Sunda, mulai tarian hingga wayang golek. Pergerakan karnaval dan pawai budaya berakhir di pertigaan Batutulis, sedangkan pawai joli, barong dan liong berputar di pertigaan ini untuk kembali ke Vihara Dhanagun. Parade ini dilepas oleh Dirjen Kementerian Pariwisata didampingi Walikota Bogor, Bima Arya pada pukul 15 didahului dengan upacara pembukaan pukul 14.30. Pawai terdiri atas dua bagian, yaitu karnaval dan pawai budaya. Diawali dengan
Drum Band Pusdikzi, peserta pertama ialah karnaval menampilkan kreasi siswa SMKN 3 Jurusan Tata Busana dengan baju- baju kreasinya, dikawal dan diiringi oleh Drum Band Universitas Pakuan. Komunitas Perempuan Berkebaya begabung dengan Komunitas Cinta Berkain dengan komunitas sepeda onthel mengikutinya. Selebihnya ialah persembahan tujuh sanggar tari di Kota Bogor. Menjelang akhir parade budaya ini ada Ogoh-ogoh, patung Hanoman raksasa dari Banjar Suka Duka, Komunitas HIndu Bali-Bogor diiringi gamelan hidup. Sebagai penutup rangkaian parade budaya ini Marching Band Mandarava NSI diikuti oleh 15 penari NSI Bogor dengan kostum Sunda yang
khas. Umat NSI sebanyak 70 orang mulai anak SD hingga lansia berseragam kaus hijau “Vihara Bergerak Menyelamatkan Bumi� mengawal di samping dan di belakang para penari ini. Setelah rombongan NSI melewati panggung di The 101 Hotel, pada jam 17.30 tampillah delapan umat NSI penari Rarangganis di panggung ini untuk menghibur massa dan tamu VIP di sekitar hotel. Selepas pawai budaya nasional, tanpa terputus muncullah 12 mobil hias dengan tema 12 shio lambang kepercayaan tradisional Tiongkok. Dengan kesungguhan hati untuk syakubuku, umat NSI yang mengikuti kegiatan ini bergelora semangatnya mulai dari start hingga finish walau hujan membasahi. (Kyanne) April 2016 | Samantabadra
15
liputan
Ketua Umum NSI Sebagai Tamu Kehoramatan di dalam Acara Malam Inagurasi Penghargaan Bupati Kabupaten Purwakarta
K
etua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja menghadiri undangan Malam Inagurasi Gelar Kebudayaan (MIGK) Purwakarta 2016 yang diselenggarakan oleh kelompok Mufakat Budaya Indonesia (MBI) dan juga Federasi Teater Indonesia (FTI) yang dipimpin oleh budayawan Indonesia Bapak Radhar Panca Dahana serta bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Purwakarta sebagai salah satu tokoh / tamu kehormatan untuk memberikan penghargaan dan sambutan di dalam acara tersebut. Acara diselenggarakan pada hari Minggu, 06 Maret 2016 di Gedung Bale Citra Resmi Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dan dihadiri oleh para staff serta pejabat pemerintah daerah setempat. Inti dari acara MIGK Purwakarta 2016 ini adalah penganugerahan gelar kehormatan kepada Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi sebagai kepala daerah
16
Samantabadra | April 2016
yang dinilai berhasil memimpin dan membangun Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat dengan mengimplementasikan nilainilai luhur kebudayaan Sunda di dalam menjalankan pemerintahannya. Dedi Mulyadi bukan hanya berhasil membangun dari segi infrastruktur daerah, tetapi juga dari akar kemanusiaan penduduk Kab.Purwakarta. Acara diawali dengan makan malam bersama, dilanjutkan dengan penyerahan penghargaan dan sambutan-sambutan, Orasi Dedi Mulyadi, serta hiburan kesenian seperti pantomim, pembacaan puisi oleh Olivia Zalianty, dan juga penampilan dari Acil ‘Bimbo’. Ketua Umum NSI di dalam sambutannya menyampaikan bahwa organisasi NSI selalu membimbing seluruh umatnya untuk mencintai tanah air melalui kebudayaan Indonesia yang diwujudkan melalui gerakan kesenian-kesenian tradisional seperti tarian, permainan musik angklung, gamelan, dan lain
sebagainya. Beliau menyampaikan bahwa dirinya adalah orang keturunan Tionghoa yang lahir di Bogor. Ketika pemuda dirinya adalah pemain tarian ‘Sisingaan’ Khas daerah Subang, bukan hanya penari tetapi juga sebagai orang pertama yang membawa tarian ‘Sisingaan’ tersebut masuk ke daerah Bogor bersama Alm. Bapak Ahlan (tokoh Kesenian Subang) sehingga tarian ‘Sisingaan’ menjadi populer di daerah lainnya. Pada saat beliau menggeluti kesenian serta kebudayaan Sunda, beliau memiliki cita-cita untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa melalui kebudayaan, agar tidak ada lagi permasalahan yang disebabkan oleh perbedaan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) di bangsa ini. Dalam penutupan sambutannya, MPU Suhadi Sendjaja menyampaikan bahwa kebudayaan adalah salah satu landasan yang fundamental untuk memberikan ketahanan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (Arya)
Talkshow Muda-Mudi Buddhis Jawa Barat tentang Anti-Narkoba
P
ada hari Sabtu, 13 Februari 2016, 8 orang Generasi Muda umat NSI Bogor; David, Grady, Marvita, Yolanda, Pratty, Marvel, Nanda, dan Kireyna, didampingi Bapak Kyanne dan Ibu Chindy, mewakili NSI mengikuti acara Talk Show Muda-Mudi Buddhis se-Jawa Barat yang diselenggarakan oleh Pembimbing Masyarakat Buddha Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat. Acara ini diselenggarakan di Balai Sartika, Asrama Pusdikzi, Jalan Lawang Gintung, Sukasari, Bogor dengan tema Ketika Dhamma di Hatiku, Kenakalan Remaja Menjauh Dariku dan Narkoba Terlarang Bagiku. Pesertanya mayoritas muda-mudi Bogor, khususnya dari Sekolah Ananda. Hadir para pemuda dari Bekasi dan Karawang. Acara ini diisi oleh Y.A. Bhikkhu Atthadiro dan bebeapa petugas dari Polres Kota Bogor. Pada acara kali ini GM Bogor mendengarkan masukan dan mendapatkan arahan serta wawasan mengenai pentingnya mengenal bahaya
narkotika sejak dini. Petugas Polres Kota Bogor, Brigadir Ayu, memberikan banyak informasi seputar narkotika, mulai dari efek pemakaian narkotika, jenis-jenis narkotika, cara pendistribusian narkotika, tindak lanjut dari aparat yang berwenang dalam menangani kasus narkotika, lokas-lokasi rawan peredaran narkotika, dan rehabilitasi bagi pengguna narkotika, serta masih banyak informasi terkait dengan narkotika. Uniknya, kali ini para Narcotics Police ini membawa barang contoh yang nyata yang diperlihatkan kepada semua peserta. Sementara itu, Bhikkhu Atthadiro memberikan Dhamma yang terkait dengan bahaya narkotika, di antaranya tentang mawas diri / waspada terhadap pergaulan yang kini sungguh sangat memprihatinkan, beliau menjelaskan pentingnya dan perlunya memilih pergaulan, selain itu beliau juga menekankan kepada umat Buddha bahwa kita seyogyanya selalu sadar, kesadaran ini mampu mem-
buat kita untuk tetap dapat memilih jalan tengah yang diajarkan Buddha Sakyamuni. Selain itu, Dhamma yang menyinggung ajaran Saddharma-pundarika sutra adalah bahwa kita harus menjadi teratai yang indah di tengahtengah lumpur yang kotor. Perumpamaan ini mempunyai makna kita sebagai umat Buddha harus mampu meningkatkan jiwa kita menjadi lebih berkualitas di zaman yang keruh ini, mampu memberikan panutan yang benar kepada orang lain. Peserta GM NSI antusias dalam mendengarkan masukan, wawasan, dan ajaran Buddha yang lebih menekankan kepada kesadaran dan peninjauan diri sendiri dan meningkatkan kualitas Syinjin dalam menjalankan tugas sebagai Boddhisatva yang Muncul dari Bumi, demi terwujudnya Issyo Jobutsu dan Kosenrufu pada kehidupan kali ini. Semoga informasi dan semangat spiritual mampu memotivasi diri dan menaikkan kualitas jiwa kita semua untuk terus menjalankan penyebarluasan Dharma (David) April 2016 | Samantabadra
17
materi ajaran | gosyo kensyu
Gosyo Kensyu
Surat Perihal Penganiayaan yang Menimpa Arif Bijaksana
LATAR BELAKANG|
G
osyo ini merupakan Gosyo yang penting di antara seluruh Gosyo, ini adalah satu-satunya Gosyo yang khusus menerangkan tugas kehadiran Niciren Daisyonin di dunia ini. Karena pada umumnya Gosyo ini dianggap hanya menerangkan penganiayaanpenganiayaan yang dialami Niciren Daisyonin selama 27 tahun semenjak didirikannya Ajaran Niciren hingga diwujudkannya Dai Gohonzon, oleh karena itu surat ini diberi judul Syonin Gonanji atau Penganiayaan-penganiayaan yang Menimpa Arif Bijaksana. Tetapi bila dilihat dari sudut makna pokok yang terkandung di dalamnya, Gosyo ini seharusnya diberi judul Tugas Kehadiran Niciren Daisyonin (Syusse Honkai Syo).
Daisyonin mengatakan dalam Gosyo ini, “Bagi Saya, itu membutuhkan 27 tahun ‌..â€?, yang berarti selama 27 tahun Beliau memenuhi tugas kehadiran-Nya di dunia ini. Maka hendaknya kalimat ini dibaca dengan pengertian bahwa penganiayaan yang dialami selama 27 tahun itu merupakan sarana yang menyertai tugas kehadiran Niciren Daisyonin.
Tugas kehadiran Niciren Daisyonin adalah mewujudkan Dai Gohonzon bagi seluruh umat manusia. Perwujudan Dai Gohonzon pada tahun Ko-an ke-2 mempunyai rangkaian peristiwa yang panjang. Gohonzon tidak terwujud hanya karena peristiwa penganiayaan yang menimpa Niciren Daisyonin selama 27 tahun, tetapi sebenarnya semenjak Gosyo ini sebenarnya bukan Pembuangan ke Pulau Sado, Niciren menekankan penganiayaan yang dialami Daisyonin telah mewujudkan Gohonzon Niciren Daisyonin selama 27 tahun. Niciren yang diberikan kepada murid-murid18
Samantabadra | April 2016
Nya secara perseorangan. Ditinjau lebih jauh lagi, ketika Beliau membuka sejarah baru agama Buddha bagi umat Masa Akhir Dharma dengan memproklamirkan berdirinya Ajaran Niciren, sebenarnya Gohonzon telah diwujudkan dalam hati. Lebih mendalam lagi, titik tolak pendirian Ajaran ini adalah ketika Niciren Daisyonin dalam usia 16 tahun berdoa di hadapan Bodhisattva Akashagarbha dengan berkata, “Saya berdoa agar menjadi orang yang paling berprajna di Jepang�. Pada saat itu Beliau telah mendapat pusaka prajna. Demikianlah hendaknya kita menelaah asal muasal dari perwujudan Dai Gohonzon di tahun Ko-an ke-2. Bagaimana mewujudkan serta bagaimana bentuk dari wajah Gohonzon adalah masalah Niciren Daisyonin, tetapi setelah Dai Gohonzon terwujud untuk selanjutnya, ini adalah masalah bagi para penganutnya. Demikianlah makna tercapainya tugas kehadiran Niciren Daisyonin pada tahun Ko-an ke-2. Niciren Daisyonin mewujudkan Dai Gohonzon bukan untuk diri Beliau sendiri, karena Beliau adalah Buddha, melainkan untuk para penganut dan murid Beliau di masa akan datang. Oleh karena itu, sikap utama dari murid-murid dan penganut-Nya adalah menerima Gohonzon, perwujudan tugas kehadiran Niciren Daisyonin ini, dengan kepercayaan yang kuat, mendalam dan mantap. Terlebih lagi sikap terhadap Dai Gohonzon. Dai Gohonzon berbeda dengan Gohonzon yang pernah diberikan kepada murid-muridNya, karena Dai Gohonzon ditujukan untuk seluruh umat manusia Masa Akhir Dharma yang tak terbatas. Sampai di sini dapat dimengerti bahwa penganiayaan selama 27 tahun timbul sebagai akibat pelaksanaan dari
Niciren Daisyonin. Demikian pula, akibat pelaksanaan penyebarluasan Dharma di daerah Acehara oleh Nikko Syonin, maka timbullah penganiayaan terhadap kaum petani. Namun, karena kepercayaan para penganut petani yang mendalam, mereka tidak mundur satu langkah pun. Dengan Gosyo ini perwujudan Dai Gohonzon 11 hari kemudian, yaitu pada tanggal 12 Oktober 1279, menjadi jelas. Juga dapat dimengerti makna penganiayaan Acehara sebagai pertanda matangnya bakat dan jodoh dari perwujudan Dai Gohonzon.
Dalam Gosyo ini Niciren Daisyonin menerangkan tentang penganiayaanpenganiayaan besar yang dialaminya dan keadaan para penganut yang meninggalkan kepercayaan serta yang menindas Niciren Daisyonin beserta murid-muridNya sehingga akhirnya mendapat akibat imbalan yang menyedihkan. Oleh karena itu, dengan Gosyo ini Niciren Daisyonin memberi semangat kepada muridmuridNya untuk menghadapi kesulitan serta memecahkan kesulitan itu. Pada akhir Gosyo ini tertera “Surat ini hendaknya disimpan dengan baik oleh Saburo Saemon no Jo (Syijo Kingo)�. Ini berarti surat ini ditujukan kepada seluruh murid dan Syijo Kingo bertindak sebagai wakil dari para murid. Demikianlah sifat penting dan mendalam dari Gosyo ini bila dibanding dengan Gosyo lainnya.
April 2016 | Samantabadra
19
materi ajaran | gosyo kensyu ISI GOSYO |
K
ini adalah tahun Ko-an ke-2 (1279), dua puluh tujuh tahun semenjak Saya pertama kali mempermaklumkan Ajaran Sejati di Kuil Seico. Saat itu adalah siang hari pada hari ke-28 bulan ke-4 tahun Kenco ke-5 (1253), di sudut selatan aula Jibuce-do, dalam Syobuce-bo11 dari kuil, di desa Tojo. Tojo sekarang merupakan sebuah daerah, tetapi dahulunya merupakan bagian dari daerah Nagasa di Propinsi Awa. Di sini dahulu terletak yang kedua, tetapi sekarang terdapat pemujaan yang utama dari negeri ini terhadap Dewi Matahari yang dibangun oleh Yoritomo Minamoto, pendiri kesyogunan Kamakura. Sang Buddha memenuhi tujuan kehadiran-Nya dalam waktu 40 tahun lebih. Mahaguru Tien-tai memerlukan waktu 30 tahun lebih, dan Mahaguru Dengyo 20 tahun lebih. Saya telah berulangkali membicarakan penganiayaan yang tak terlukiskan yang mereka derita selama tahun-tahun itu. Bagi Saya, itu membutuhkan 27 tahun, dan penganiayaanpenganiayaan yang Saya hadapi selama masa itu telah diketahui dengan baik oleh Anda sekalian. Dalam Bab ke-10 Saddharmapundarika-sutra, Dharma Duta, terbaca, “Karena kebencian dan iri hati telah berlimpah-limpah selama masa hidup-Nya Sang Buddha, betapa akan lebih buruk lagi setelah kemoksyaan-Nya?� Buddha Sakyamuni menderita penganiayaan yang tak terkirakan banyaknya: selama 90 hari Beliau terpaksa memakan gandum makanan kuda, sebongkah batu besar dijatuhkan oleh Devadatta dan melukai jari kaki-Nya sehingga berdarah; kelompok 8 orang Bhiksu yang dipimpin oleh Sunakshatra, dari luar kelihatannya seakan-akan murid Sang Buddha tetapi sebenarnya berjiwa non-Buddhis, mengintai setiap kesempatan baik siang maupun malam untuk membunuhNya; Raja Virudhaka membunuh sejumlah besar Suku Sakya ; Raja Ajatasatru membuat banyak murid Buddha Sakyamuni mati terinjak-injak oleh gajah liar dan membuat Sang Buddha menderita serangkaian kesengsaraan. Demikian penganiayaan yang terjadi pada masa hidupNya Sang Buddha. “Setelah kemoksyaan-Nya� tidak seorang pun, bahkan Nagarjuna, Vasubandhu, Mahaguru Tien-tai atau Mahaguru Dengyo juga tidak menghadapi penganiayaanpenganiayaan yang lebih besar dari yang telah diramalkan akan terjadi. Tidak seorang pun dapat mengatakan bahwa mereka bukan pelaksana Saddharmapundarika-sutra, tetapi apabila mereka memang pelaksana Saddharmapundarika-sutra, mengapa tidak satu pun yang mengucurkan darah setetes juga sebagaimana Sang Buddha dan tidak juga mengalami rintangan yang lebih besar? Mungkinkah ramalan-ramalan dalam Sutra salah dan ajaran Sang Buddha tak lain hanya bualan besar belaka? Akan tetapi, dalam 27 tahun ini, Niciren dibuang ke propinsi Izu pada hari ke-12 bulan ke-5 tahun Koco pertama (1261), dilukai di kepala dan tangan kiriNya patah pada hari ke-11 bulan ke-11 tahun Bun-ei ke-1 (1264)22. Ia juga harus dipenggal pada hari ke-12 bulan ke-9 tahun Bun-ei ke-8 (1271), tetapi kemudian diganti dengan pembuangan ke Propinsi Sado. Dan lagi, banyak murid-muridNya yang dibunuh atau dipenggal, dibuang 1 2
20
Samantabadra | April 2016
atau dikenakan denda yang berat. Saya tidak tahu apakah penderitaan ini sama atau melebihi dari yang dialami Sang Buddha. Penderitaan yang dialami oleh Nagarjuna, Vasubandhu, Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo sama sekali belum menyamai Saya. Bila tidak karena kehadiran Niciren di masa Akhir Dharma, Sang Buddha akan menjadi pembual besar dan Tathagata Prabhutaratna serta seluruh Buddha lainnya akan menjadi saksi dari bualan besar tersebut. Dalam waktu 2230 tahun lebih semenjak kemoksyaan Sang Buddha, Niciren adalah satu-satunya orang di seluruh dunia yang dapat memenuhi ramalan Sang Buddha. Pada masa Akhir Dharma penguasa dan orang yang memandang rendah terhadap pelaksana Saddharmapundarika-sutra pada mulanya seolah terlepas dari hukuman, tetapi akhirnya mereka semua pasti mengalami keruntuhan. Di antara mereka yang menyerang Niciren, pada mulanya tidak terlihat adanya tanda-tanda akan terjadi hukuman. Selama 27 tahun ini dewa-dewa Buddhis yang bersumpah akan menjaga pelaksana Saddharmapundarika-sutra; Dewa Maha Brahma, Sakra Devanam Indra, Putra Dewata Surya dan Putra Dewata Candra, dan Caturmaharajakayika – hanya sedikit menolong Niciren. Tetapi, pada saat ini mereka telah menyadari bahwa mereka berada dalam keadaan yang mengerikan bila tidak memenuhi sumpah yang mereka ucapkan di hadapan Sang Buddha; mereka akan terjatuh ke dalam neraka yang tak terputus-putus penderitaannya. Oleh karena itu, mereka sungguh-sungguh melaksanakan sumpah mereka dengan menghukum orang yang menyerang pelaksana Saddharmapundarikasutra. Kematian yang mengerikan dari Ota Chikamasa, Nagasaki Tokicena dan Daisyin-bo33 sebagai contohnya, yang semuanya terlempar dari punggung kuda, dapat dihubungkan dengan pengkhianatan melawan Saddharmapundarika-sutra. Ada empat jenis hukuman: umum (so bace) dan khusus (bece bace), nyata (ken bace) dan sunyata (myo bace). Epidemi yang meluas, kelaparan yang dirasakan ke seluruh negara, pemberontakan di dalam negeri, khususnya di dalam puak (klan) Hojo, serta serangan dari luar negeri yang diderita oleh Jepang adalah hukuman umum. Wabah epidemi juga merupakan hukuman yang sunyata. Kematian Ota dan lainnya yang tragis merupakan hukuman yang nyata dan khusus. Setiap dari Anda hendaknya membangkitkan hati raja singa dan tidak kalah terhadap ancaman dari siapapun. Raja singa tidak takut terhadap ratusan binatang lainnya, demikian pula anak-anaknya. Para pemfitnah bagaikan anjing hutan yang menggonggong, tetapi pengikut-pengikut Niciren bagaikan singa yang meraung. Hojo Tokiyori dan Hojo Tokimune, penguasa yang terdahulu dan sekarang, mengampuni Saya ketika mereka mendapatkan bahwa Saya tidak bersalah dari tuduhan yang dijatuhkan. Penguasa tidak akan lagi melakukan tindakan apapun terhadap setiap tuduhan tanpa menegaskan keabsahannya. Anda harus yakin bahwa tidak seorang pun, bahkan orang yang dirasuk oleh iblis yang jahat juga tidak dapat mencelakakan Niciren, karena Dewa Maha Brahma, Sakra Devanam Indra, Putra Dewata Surya dan Putra Dewata Candra, Caturmaharajakayika, Tensyo Daijin, Bodhisattva Haciman melindungi-Nya. Perkuatlah kepercayaan Anda hari demi hari, bulan demi bulan. Bila Anda lengah walau sekejap, iblis akan terpanggil dan mengambil kesempatan. 3
April 2016 | Samantabadra
21
materi ajaran | gosyo kensyu Kita manusia biasa sungguh bodoh, tidak takut terhadap peringatan dalam Sutra atau sastra sebegitu juga hal itu tidak berkenaan langsung dengan kita. Hendaknya Anda benar-benar siap sedia untuk menghadapi malapetaka dari Heino Saemon, Jonosuke Akita44, dan lainnya yang akan melampiaskan kekejaman pada kita. Orang-orang kini sedang dikirim ke Cekusyi55 untuk bertempur dengan tentara Mongolia; anggaplah diri anda sama seperti mereka yang sedang dalam perjalanan atau yang telah berada dalam medan peperangan. Sebegitu jauh para penganut kita belum mengalami hal yang begitu menyedihkan. Akan tetapi para prajurit di Cekusyi kini sedang menghadapi hal yang mengerikan dan bila mereka terbunuh mereka akan terjatuh ke dalam neraka. Tetapi bila kita juga harus menghadapi penganiayaan semacam ini demi hukum agama Buddha, kita akan mencapai kesadaran agama Buddha di masa yang akan datang. Penderitaan kita sekarang ini bagaikan pengobatan moksibasi yang ketika sedang terbakar mengalami rasa panas dan sakit, namun karena kemudian akan menyembuhkan, maka sakit yang dirasakan tidaklah berarti. Anda tidak perlu menakut-nakuti penganut yang berkeyakinan lemah di Acehara, tetapi hendaknya Anda memberikan semangat, sehingga mereka mempunyai hanya satu kebulatan tekad bahwa kalau menerima akibat baik adalah sesuatu hal yang aneh, dan menerima akibat buruk adalah sesuatu hal yang biasa. Jika mereka tidak dapat menahan lapar, beritahukanlah tentang penderitaan Dunia Kelaparan. Jika mereka tidak dapat menahan dingin, ceritakanlah tentang kesengsaraan Delapan Neraka Dingin. Seandainya mereka mengatakan merasa ketakutan, terangkanlah bahwa keputus-asaan mereka bagaikan seekor burung kuau yang bertemu dengan elang, atau seekor tikus yang bertemu dengan kucing. Harap hal ini jangan dianggap sebagai masalah orang lain. Saya telah menuliskan mengenai hal-hal yang telah disampaikan berulang kali setiap tahun, setiap bulan, maupun setiap harinya. Sekalipun demikian, Nagoe no Ama, Syou-bo, Notobo, Sanmi-bo66 dan lainnya, tidak mempunyai keinginan untuk mencari Hukum Agama Buddha, sungguh pengecut, berpikiran picik, tamak dan penuh keragu-raguan, tidak mau mengerti walau telah diberi pengertian sehingga bagaikan menuang air ke atas pernis, atau memotong udara dengan pedang. Semenjak semula memang ada sesuatu yang amat janggal pada diri Sanmi-bo. Akan tetapi Saya khawatir peringatan apapun akan dianggap oleh mereka yang dungu sebagai rasa iri terhadap kecerdasannya, dan oleh karena itu sampai saat ini Saya menahan diri untuk berbicara dengan jelas. Lambat laun hati kejinya membawanya kepada pengkhianatan dan akhirnya menemui ajalnya dengan penganiayaan. Jika Saya menghardiknya lebih keras mungkin dia dapat diselamatkan, tetapi karena keburukannya telah melampaui batas, maka Saya tidak membicarakannya. Sekarang pun bila Saya membicarakan hal demikian, orang-orang yang dungu akan mengatakan bahwa karena dia sudah meninggal, Saya dapat saja mengatakan apapun sekehendak hati. Saya yakin mereka yang menganiaya para penganut di Acehara sedang ketakutan karena kematian Sanmi-Bo. 4 5 6
22
Samantabadra | April 2016
Bila terlihat adanya gerakan orang-orang yang ingin menindas dengan memakai senjata, hendaknya segera menulis surat untuk memberitahukan Niciren. Dengan rasa hormat yang mendalam,
Hari pertama bulan ke-10 Ditujukan kepada seluruh murid dan surat ini harus disimpan dengan baik oleh Saburo Saemon no Jo tertanda, Niciren
Keterangan Istilah : 1. Jibuce-do dan Syobuce-bo: Jibuce-do adalah ruang utama tempat disemayamkannya Pusaka Pemujaan. Syobuce-bo adalah tempat kediaman bhiksu. Niciren Daisyonin pertama kali menjelaskan Nammyohorengekyo di ruang utama tempat kediaman bhiksu di Kuil Seico. 2. Hari ke-11 bulan ke-11 tahun Bun-ei pertama (1264) tanggal penganiayaan Komacebara. 3. Ota Chikamasa, Nagasaki Tokicena, dan Daisyin-bo: Mereka pernah menjadi pengikut Niciren Daisyonin, tetapi kemudian meninggalkan kepercayaan dan bersekongkol melawan penganut lainnya ketika Penganiayaan Acehara. 4. Jonosuke Akita (1231 – 1285): pemimpin dari keluarga yang cukup berpengaruh dalam pemerintahan Hojo yang bersaing dengan Heino Saemon dalam hal kekuatan. 5. Cekusyi: nama terdahulu dari Kyusyu 6. Nagoe no Ama, Syou-bo, Noto-bo, dan Sanmi-bo : murid-murid yang mundur dari kepercayaan.
April 2016 | Samantabadra
23
materi ajaran | gosyo kensyu | KUTIPAN GOSYO
1
Kini adalah tahun Ko-an kedua (1279), dua puluh tahun semenjak Saya pertama kali mempermaklumkan Ajaran Sejati di Kuil Seico. Saat itu adalah siang hari pada hari ke-28, bulan ke-4, tahun Kenco ke-5 (1253), di sudut selatan aula Jibuce-do dalam Syobuce-bo dari kuil di desa Tojo. Tojo sekarang merupakan sebuah daerah, tetapi dahulunya merupakan bagian dari daerah Nagasa di Propinsi Awa.
GM
Keterangan : Pada bagian ini ditegaskan mengenai didirikannya Ajaran Niciren pada tanggal 28 April tahun Kenco ke-5 (1253). Semenjak saat itu hingga dua puluh tujuh tahun lamanya Niciren Daisyonin mengalami berbagai penganiayaan sampai tercapainya puncak tugas kehadiranNya pada tahun Ko-an ke-2 (1279). Di bagian selanjutnya dijelaskan mengenai lamanya waktu untuk memenuhi tugas kehadiran Buddha Sakyamuni, Mahaguru Tien-tai, dan Mahaguru Dengyo. Niciren Daisyonin sendiri mengatakan bahwa Beliau membutuhkan waktu 27 tahun untuk memenuhi tugas kehadiranNya. Dengan perkataan ini Beliau menunjukkan kepercayaan diri sendiri sebagai Buddha Masa Akhir Dharma, merasa bangga akan tugas kehadiranNya dan juga kegembiraan yang tak terbatas. Mengenai tempat, waktu, dan tanggal diproklamirkannya Ajaran Niciren diterangkan secara terperinci. Hal ini mempunyai makna masing-masing. Pertama, mengenai tempat, yaitu di sudut selatan aula Jibuce-do dalam Syobuce-bo dari Kuil Seico, daerah Tojo, Propinsi Awa. Daerah Tojo adalah tempat pertama di Jepang yang mempunyai Pusaka Pemujaan Amaterasu (Dewi Matahari) atau Tensyo Daijin. Bersama-sama dengan Haciman Daibosace, Tensyo Daijin menduduki 24
Samantabadra | April 2016
peringkat teratas dari dewa-dewa bangsa Jepang. Kedua dewa ini telah menjadi simbol pemujaan rakyat Jepang semenjak zaman dahulu. Aksara Haciman mengandung unsur kata sandang, pangan dan papan, sehingga Haciman Daibosace mempunyai tenaga untuk mewujudkan karunia kebajikan tanah air, yang dapat diolah menjadi materi. Tensyo Daijin adalah dewa nenek moyang bangsa Jepang. Di Mikuriya, kuilnya, tersimpan bermacammacam barang sumbangan dari zaman dahulu. Daerah Tojo adalah daerah yang paling utama di Jepang, maka dianggap sebagai daerah yang paling dilindungi oleh Tensyo Daijin. Kalau dilihat dari sudut kebudayaan, Kyoto dan Kamakura memang lebih unggul, tetapi menurut mitologi Jepang, daerah Tojo adalah pusat dimulainya manusia di Jepang yang berasal dari Tensyo Daijin. Mungkin Niciren Daisyonin juga berpikir dan merasakan hal ini, sehingga menjadikan tempat ini sebagai titik tolak penyebarluasan Hukum Putih Agung Masa Akhir Dharma. Mengenai ruang dan aula yang terdapat di Kuil Seico sudah diterangkan dalam isi Gosyo. Di Kuil Seico Niciren Daisyonin pernah berdoa di hadapan patung Bodhisattva Akashagarbha untuk menjadi orang yang paling berprajna di Jepang dan Beliau juga mendapatkan pusaka prajna. Kemudian Beliau meninggalkan kuil tersebut dan selama 16 tahun menjalankan pertapaan serta belajar di berbagai kuil lainnya. Beliau memilih Kuil Seico sebagai tempat memproklamirkan Ajaran Niciren adalah untuk membalas budi kepada Bodhisattva Akashagarbha. Tempat terdapatnya patung Bodhisattva ini tidaklah jelas, tetapi dengan dijelaskannya sudut selatan berarti Bodhisattva Akashagarbha berada di bagian belakang dari kuil. Akashagarbha berarti jiwa alam semesta. Di dalam jiwa alam semesta ini tersimpan pusaka prajna; inilah yang dinamakan Saddharma. Hanya Niciren Daisyonin yang mengetahui
hal ini, sehingga Beliau mengambil dan menggunakannya sebagai cahaya harapan yang menerangi kegelapan dan kekeruhan Masa Akhir Dharma. Kedua mengenai waktu, yaitu waktu Kuda, tepat pukul 12:00 siang ketika matahari mencapai titik paling tinggi dan bersinar paling terik. Hal ini mempunyai arti bahwa agama Buddha Niciren Daisyonin bagaikan matahari. Mempermaklumkan Ajaran Sejati untuk pertama kalinya dengan menghadap selatan dapat diartikan memproklamirkan dengan menghadap ke arah matahari. Ketiga, mengenai tanggal. Hukum Agung ini mulai disebarluaskan semenjak tanggal 28 April tahun Kenco ke-5 (1253) di Kuil Seico. Kiranya makna hal ini cukup sampai di sini saja. Tetapi bila memperhatikan halhal yang telah diterangkan sebelumnya, pasti tanggal tersebut juga mempunyai makna yang mendalam.
2
Sang Buddha memenuhi tujuan kehadiran-Nya dalam waktu 40 tahun lebih. Mahaguru Tien-tai memerlukan waktu 30 tahun lebih, dan Mahaguru Dengyo 20 tahun lebih.
Yang mendirikan filsafat Saddharmapundarika-sutra di Jepang adalah Mahaguru Dengyo (Saico). Pada tahun 804 dalam usia 23 tahun Beliau pergi ke Tiongkok yang pada saat itu dalam masa pemerintahan Dinasti Tang. Beliau mempelajari ajaran Mahaguru Tien-tai dan menerima tugas penyebarannya. Beliau berusaha untuk membangun altar pemujaan dari Saddharmapundarika aliran Tien-tai dan dikemudian hari, tujuh tahun setelah Beliau wafat, yaitu tahun 829 usaha ini terwujud. Sampai dengan terwujudnya tugas kehadiran Beliau ini diperlukan waktu selama 25 tahun. Melalui penjelasan pemenuhan tugas kehadiran Buddha Sakyamuni sebagai Buddha Masa Purwaka Dharma dan Mahaguru Tientai serta Mahaguru Dengyo sebagai Buddha masa Madya Dharma, Niciren Daisyonin menerangkan tujuan kehadiranNya sendiri yang dikatakan membutuhkan waktu selama 27 tahun. Demikianlah Niciren Daisyonin menyatakan keyakinan diriNya sendiri sebagai Buddha Masa Akhir Dharma secara pasti dan jelas.
GM 3
Keterangan : Setelah mencapai penerangan agung pada usia 30 tahun, Buddha Sakyamuni membabarkan bermacam-macam Sutra selama 40 tahun lebih dan kemudian selama 8 tahun terakhir masa hidup-Nya Beliau membabarkan Saddharmapundarika-sutra yang menjadi tugas kehadiranNya di dunia ini. Mahaguru Tien-tai (Chih-I) yang muncul di Tiongkok telah berhasil membabarkan filsafat Saddharmapundarika-sutra. Beliau mempelajari Saddharmapundarika-sutra dengan teliti semenjak berusia 23 tahun dan akhirnya pada usia 57 tahun Beliau membabarkan Maka Syikan yang menerangkan Hukum Icinen Sanzen. Hukum ini disadari oleh Mahaguru Tien-tai sebagai hakikat Saddharmapundarika-sutra. Pembabaran ajaran Maka Syikan inilah yang menjadi tugas kehadiran Mahaguru Tien-tai.
Dalam Bab ke-10 Saddharmapundarika-sutra, Dharma Duta, terbaca “Karena kebencian dan iri hati telah berlimpahlimpah selama masa hidupNya Sang Buddha, betapa akan lebih buruk lagi setelah kemoksyaanNya�?
GM
Keterangan : Dalam Bab ke-10 Saddharmapundarikasutra, Dharma Duta, diramalkan bahwa orang yang menyebarluaskan ajaran inti hakikat Saddharmapundarika-sutra setelah kemoksyaan Sang Buddha akan mengalami penganiayaan yang lebih besar dibandingkan dengan yang dialami Buddha Sakyamuni sendiri. Sampai sebelum kehadiran Niciren Daisyonin belum ada orang yang mengalami penganiayaan-penganiayaan besar seperti yang diterangkan dalam Bab Dharma Duta, sehingga bila hal ini terus terjadi maka kataApril 2016 | Samantabadra
25
materi ajaran | gosyo kensyu kata dalam Sutra itu tidak terbukti dan katakata Sang Buddha menjadi bualan belaka. Dalam Gosyo ini diterangkan mengenai penganiayaan-penganiayaan besar yang dialami oleh Niciren Daisyonin. Dengan meminjam kata-kata Saddharmapundarikasutra, Beliau menegaskan bahwa kehadiranNya telah membuktikan bahwa kata-kata Buddha Sakyamuni bukanlah bualan kosong belaka. Mengapa umat manusia yang dibimbing oleh agama Buddha menuju ke kebahagiaan mutlak, malah sebaliknya menimbulkan rasa antipati terhadapnya? Tujuan agama Buddha adalah membuka jalan sumber pokok kebahagiaan umat manusia. Untuk dapat berjalan di atas jalan ini, manusia harus dapat merombak sifat jiwanya secara tuntas. Dalam sutra-sutra sebelum Saddharmapundarikasutra tidak terdapat ajaran yang membina umat ke perombakan akar sifat jiwa, karena itu Sutra-sutra ini tidak terlalu mengundang rasa antipati. Berdasarkan teori Sepuluh Dunia yang Saling Mencakupi yang terkandung dalam filsafat Saddharmapundarika-sutra dijelaskan untuk mematahkan dan memecahkan Sembilan Dunia yang terikat pada pandangan khayalan dan membuka serta mewujudkan Dunia Buddha yang berada di dasar jiwa yang tidak tergoyahkan oleh suasana. Inilah makna filsafat Saddharmapundarika-sutra, oleh karena itu menimbulkan berbagai penganiayaan yang lebih besar. Walaupun Nagarjuna, Vasubandhu, Mahaguru Tien-tai, dan Mahaguru Dengyo membabarkan ajaran berdasarkan Saddharmapundarika-sutra, mereka tidak mengundang manusia-manusia yang menentang karena pembahasan perombakan sifat jiwa berdasarkan makna inti teori Saddharmapundarika-sutra dan pelaksanaan mereka tidak sampai pada tingkatan yang sedemikian mendalam. Dalam ajaran agama Buddha Niciren Daisyonin barulah dijelaskan badan sebenarnya dari hukum jiwa secara mendalam (Dunia Buddha), sehingga dapat membuka pelaksanaan perombakan jiwa dari akarnya. Dengan demikian maka perlu 26
Samantabadra | April 2016
ditimbulkan penganiayaan yang lebih dahsyat daripada semasa hidupNya Sang Buddha, sebagaimana diramalkan dalam Bab ke-10 Saddharmapundarika-sutra, Dharma Duta.
4
Saya tidak tahu apakah penderitaan ini sama atau melebihi dari yang dialami oleh Sang Buddha. Penderitaan yang dialami oleh Nagarjuna, Vasubandhu, Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo sama sekali belum menyamai Saya. Keterangan : Pada bagian terdahulu telah ditulis mengenai penganiayaan-penganiayaan yang dialami Niciren Daisyonin selama 27 tahun, dan seluruhnya tepat seperti yang diramalkan dalam Saddharmapundarikasutra. Dengan demikian Niciren Daisyonin membuktikan bahwa kata-kata “Apalagi setelah kemoksyaanNya Sang Buddha� adalah benar. Penganiayaan terberat yang dialami Buddha adalah dilukai sehingga mengeluarkan darah. Kalau dibandingkan dengan Niciren Diasyonin, penganiayaan ini sama dengan peristiwa Komacebara di tahun 1264. Pada peristiwa itu Niciren Daisyonin dilukai didahinya dan tanganNya patah. Penganiayaan yang dialami oleh Niciren Daisyonin yaitu dua kali pembuangan, ke Semenanjung Izu dan Pulau Sado, serta peristiwa pemenggalan kepala di Tacenokuci, tidaklah pernah dialami oleh Buddha Sakyamuni. Pada masa itu di Jepang ada 5 macam hukuman yang dijatuhkan menurut tingkat kejahatan yang dilakukan, yaitu : dipukul dengan rotan, dipukul dengan tongkat, diarak di tempat yang ramai, diasingkan atau dibuang, dan dihukum mati. Jelas bahwa hukuman pembuangan adalah hukuman yang berat karena hanya satu tingkat di bawah hukuman mati. Dengan adanya kekuasaan dari negara, tidak seorang pun dapat lari dari hukuman. Keadaan tempat pembuangan itu amatlah sulit dibayangkan karena buruknya. Keadaan orang yang mendapat hukuman pembuangan
itu amatlah menderita, terlebih lagi ditambah dengan sikap masyarakat pada waktu itu yang masih naif dan berpandangan sempit. Orang yang pernah dihukum buang dikucilkan oleh masyarakat, diejek, bahkan tidak seorang pun yang memperdulikannya bila ia dibunuh. Dengan demikian hukuman pembuangan benar-benar merupakan hukuman yang berat sekali. Bila Niciren Daisyonin tidak hadir di dunia ini dan penganiayaan selama 27 tahun tidak ada, maka ramalan di dalam Saddharmapundarika-sutra mengenai penganiayaan yang lebih besar setelah kemoksyaan Sang Buddha akan menjadi bualan besar belaka. Dengan pelaksanaan selama 27 tahun Niciren Daisyonin menerangkan kata-kata Saddharmapundarika-sutra dan membuktikan kebenarannya, juga memperlihatkan inti hakikat dari seluruh Saddharmapundarikasutra, bukan hanya perihal �apalagi setelah kemoksyaan Sang Buddha�. Telah dijelaskan teori sebenarnya dari pencapaian kesadaran Buddha bagi seluruh umat dan pembuktian inti hakikat dari teori tersebut menjadi nyata dengan tercapainya perwujudan Dai Gohonzon dari Sandaihiho.
5
Pada Masa Akhir Dharma, penguasa dan orang yang memandang rendah Pelaksana Saddharmapundarika-sutra pada mulanya seolah-olah terlepas dari hukuman, tetapi akhirnya mereka semua pasti mengalami keruntuhan.
Keterangan : Dasar dari seluruh pelaksanaan yang dilakukan oleh Niciren Daisyonin adalah untuk kebahagiaan seluruh umat manusia, sehingga sebagai akibatnya Beliau harus menghadapi bermacam-macam penganiayaan. Tetapi semua penganiayaan ini memang diperlukan untuk membuktikan kebenaran Saddharmapundarika-sutra. Bagaimanapun penganiayaan itu harus tetap terjadi, sehingga tidak perlu merasa cemas atau ingin
menghindarkan diri darinya. Seandainya melarikan diri dari kenyataan yang akan terjadi, ini berarti Niciren Daisyonin mengingkari prinsip kenyakinanNya sendiri. Singkatnya, penganiayaan itu pasti terjadi karena memang diperlukan. Namun anehnya, pada setiap peristiwa selalu terdapat orang yang melindungi keselamatan Niciren Daisyonin. Bahkan pada saat terjadi penganiayaan yang hampir membahayakan jiwa Beliau, alam semesta pun bergerak menjaganya. Dengan demikian, Niciren Daisyonin dapat menghadapi dan mengatasi penganiayaan-penganiayaan ini dengan tenang dan penuh keyakinan. Kalau kita berpikir berdasarkan prinsip Tak Terpisahnya antara Subyek dan Lingkungan (Esyo Funi), maka dasar jiwa Niciren Daisyonin yang penuh keyakinan dan tidak tergoyahkan sebagai subyek (syoho) akan terwujud dalam lingkungan (eho) sebagai aneka gerakan perubahan yang menjaga diri Beliau. Dengan berpegang pada prinsip yang sama, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa dalam menghadapi kesulitan apapun, yang terpenting adalah kepercayaan yang kuat dan tak tergoyahkan. Dalam menghadapi setiap kesulitan hendaknya dapat menjadikan kesulitan itu sebagai batu loncatan untuk meningkatkan kepercayaan dan keberanian, sehingga dewa-dewa pelindung agama Buddha akan bergerak dalam lingkungan untuk melindungi. Dan sebaliknya orang yang menindas Pelaksana Saddharmapundarika-sutra pasti mendapat hukuman. Niciren Daisyonin memberi dorongan semangat kepada murid-muridNya di Acehara yang sedang menghadapi kesulitan dengan menjelaskan penganiayaan-penganiyaan yang dialaminya selama 27 tahun. Dengan menguraikan pengalaman diriNya sendiri terlihat sikap Niciren Daisyonin yang tidak membedakan diriNya dengan murid-muriNya, walaupun sebenarnya Beliau adalah Buddha Pokok. Beliau menarik murid-muridNya sampai pada sikap dan perasaan jiwa yang setaraf dengan diriNya sehingga seluruh murid April 2016 | Samantabadra
27
materi ajaran | gosyo kensyu dapat menjadi wakil bagi umat masa Akhir Dharma dalam menerima jiwa Buddha Niciren Daisyonin untuk diwujudkan sebagai Dai Gohonzon. Untuk membina kematangan jiwa para murid ini, diperlukan waktu selama 27 tahun.
6
Ada empat jenis hukuman : umum (so bace) dan khusus (bece bace), nyata (ken bace), dan sunyata (myo bace). Epidemi yang meluas, kelaparan yang dirasakan ke seluruh negeri khususnya di dalam puak Hojo, serta serangan dari luar negeri yang diderita oleh Jepang adalah hukuman umum. Wabah epidemi juga merupakan hukuman yang sunyata. Kematian Ota dan lainnya yang tragis merupakan hukuman yang nyata dan khusus. Keterangan : Dalam mengerjakan segala sesuatu diperlukan untuk berpijak pada pandangan teori yang benar. Bila tidak sejalan dengan teori yang seharusnya dilakukan, pasti akan ditemui kesukaran-kesukaran yang kadangkadang dapat membahayakan jiwa. Bila melaksanakan segala teori dengan tepat, selain akan didapatkan rejeki dan keberuntungan, juga akan membawa kemantapan jiwa. Penelitian secara mendalam dibidang ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan teknologi yang mengakibatkan meningkatnya kesejahteraan manusia dalam bidang materi, inilah contoh dari rejeki. Sebaliknya, bila kemajuan teknologi ini disalahgunakan, tentu akan membahayakan keselamatan jiwa manusia sehingga manusia hidup dalam ketakutan, inilah contoh hukuman. Agama Buddha meneliti teori kejiwaan. Hasil dari penelitian ini merupakan hukum yang akan membawa kemajuan dan kebahagiaan yang nyata pada umat manusia. Kalau berlawanan dengan hukum ini, kreativitas jiwa akan mati; dan sebaliknya bila menjalankan hukum ini dengan benar, nilai yang tak terbatas dapat selalu dicipta. 28
Samantabadra | April 2016
Berdasarkan teori ini, yang dimaksud dengan hukum dalam Saddharmapundarikasutra tidaklah sama dengan pengertian dalam filsafat lain yang dinyatakan bahwa hukuman diberi oleh Yang Maha Kuasa. Kebanyakan orang beranggapan kalau mengikuti Saddharmapundarika-sutra akan mendapat karunia dan sebaliknya bila menentang akan dihukum. Untuk menghindari kesalahpahaman ini haruslah dipelajari dasar teori yang sebenarnya. Selanjutnya akan diterangkan perbedaan antara hukuman umum (so bace), hukuman khusus (bece bace), hukuman nyata (ken bace), hukuman sunyata (myo bace) secara terperinci. 1. Hukuman Umum (so bace) Ketidakbahagiaan masyarakat yang terjadi karena menentang Hukum Agama Buddha. Teori-teori yang terdapat dalam masyarakat merupakan satu kesatuan yang mengikat anggota masyarakat tersebut. Sebaik apapun tujuan dan keinginan individu masyarakat, bila titik tolak dari teori-teori tersebut salah, maka hukuman merata akan menimpa seluruh mayarakat tanpa kecuali. Karena itu, manusia tidak dapat menaruh harapan kepada teori yang salah ini. 2. Hukuman Khusus (bece bace) Berlainan dengan hukuman umum, hukuman khusus ini adalah hukuman secara perseorangan sebagai akibat perbuatan individu yang menentang ajaran agama Buddha. 3. Hukuman Nyata (ken bace) 4. Hukuman Sunyata (myo bace)
Hukum jiwa yang bertentangan dengan Hukum Agama Buddha membuat gerakan jiwa menjadi kacau dan lemah, sehingga akhirnya terwujud sebagai bermacam-macam penyakit. Penyakit ini tampaknya seperti hukuman nyata, tetapi sebenarnya ini
berasal dari sesuatu yang sunyata, yaitu tidak sejalan dengan Hukum Agama Buddha. Kebanyakan mata manusia biasa tidak bisa melihat hubungan antara hal-hal yang nyata dengan yang sunyata seperti tersebut diatas. Hukuman sunyata ini tidak selalu terwujud sebagai penyakit, dapat pula terwujud dalam bentuk lainnya. Inilah hukuman Saddharmapundarika-sutra yang sebenarnya. Hukuman nyata hanya terlihat pada kasus-kasus tertentu.
sebagai anak raja singa berarti mempunyai prinsip yang ulet tak terpatahkan dan tidak mudah terpengaruh oleh suasana, walaupun pada penampilannya nampaknya tenang. Ada juga orang yang terlihat kuat dan berani, padahal sebenarnya jiwanya mudah rapuh. Sesungguhnya orang yang mempunyai hati raja singa akan terpantul dalam sikap yang nyata. Niciren Daisyonin yang memiliki sikap pelaksanaan yang gagah berani diumpamakan sebagai raja singa. Kita sebagai muridmuridNya haruslah dapat menjadi anak dari raja singa. Raja singa sama sekali tidak takut kepada binatang lain dan mampu Dalam Saddharmapundarika-sutra yang mengalahkan binatang lainnya; demikian pula dimaksud dengan rejeki yang sebenarnya sifat anak dari raja singa yang secara alami adalah karunia yang tidak nyata (myoyaku). mewarisi sifat raja singa. Kadang-kadang terdapat pula karunia nyata Hati raja singa dari Saddharma adalah (kenyaku) dalam kasus-kasus tertentu. hubungan darah kepercayaan yang timbul Sekarang jalankanlah ajaran agama Buddha dari dalam diri sendiri. Keberanian harus dengan benar agar irama jiwa menjadi dilengkapi dengan tenaga pelaksanaan yang benar, tenaga jiwa penuh bergelora, sehingga sebenarnya. Anak raja singa harus mengikuti dapat digunakan dalam usaha memajukan jejak ayahnya, harus terlatih sehingga ketika kehidupan pribadi, masyarakat, dan negara. tumbuh dewasa dapat menjadi raja singa. Hal yang sama berlaku bagi kita menerima Setiap dari Anda hendaknya dan mempertahankan Saddharma. Dengan membangkitkan hati raja singa dan kepercayaan berdasarkan Saddharma kita tidak kalah terhadap ancaman dari mendapatkan hubungan darah dari ayah atau siapapun. Raja singa tidak takut terhadap Buddha. Kesulitan-kesulitan yang timbul ratusan binatang buas lainnya, demikian adalah ujian untuk mengembangkan tenaga pula anak-anaknya. pelaksanaan sehingga dapat mewujudkan tujuan sebenarnya, yaitu mewujudkan jiwa Keterangan : Buddha. “Hati raja dari singa� berarti jiwa Niciren Daisyonin dapat merasakan Buddha yang terdapat dalam jiwa sendiri. kesusahan hati para murid di daerah Acehara Dengan berdasarkan jiwa Buddha ini dapat yang sedang menghadapi penganiayaan secara dikeluarkan prajna, keberanian, serta perasaan langsung bagaikan seorang ayah yang melihat keadilan dan kebenaran dalam proporsi yang anaknya sedang menghadapi ujian. Tentu saja sebenarnya. Jiwa Buddha ini telah berada dalam menjaga dan melihat hal ini Niciren dalam jiwa secara terpendam semenjak asal Daisyonin mengambil sikap sebagai raja singa. muasal, karena itu dikatakan “membangkitkan�. Untuk menjadi dewasa dan sanggup berdikari, Keberanian yang dimaksud di sini siapapun harus melewati pintu ujian ini. bukanlah keberanian yang membabi buta Bila anak dan ayah mempunyai kekuatan atau keberanian yang semu, tetapi keberanian pelaksanaan yang seimbang, inilah yang sebagai anak raja singa yang berdasarkan dimaksud dengan hubungan murid dan guru pada prajna keadilan dan kebenaran dalam yang manunggal. Semangat guru atau ayah proporsi yang sebenarnya. Keberanian yang sedemikian rupa akan diwariskan kepada
7
April 2016 | Samantabadra
29
materi ajaran | gosyo kensyu murid atau anak, sehingga menjadi lestari. Oleh karena itu, Niciren Daisyonin dapat menitipkan Dai Gohonzon dari Altar Pusaka Agung yang diperuntukkan bagi seluruh umat kepada murid-murid-Nya.
8
Brahma, Sakra Devanam Indra, Putra Dewata Surya dan Putra Dewata Candra, Caturmaharajakayika, Tensyo Daijin, Bodhisattva Haciman melindungi-Nya.
Keterangan : Para Pemfitnah bagaikan anjing Yang dimaksud dengan “orang yang dirasuk hutan yang menggonggong, oleh iblis yang jahat� adalah para penindas tetapi pengikut-pengikut Niciren Pelaksana Saddharmapundarika-sutra yang Daisyonin bagaikan singa yang meraung. memiliki kekuasaan yang besar. Yang dimaksud dengan dewa dalam agama Keterangan : Buddha adalah kekuatan-kekuatan, baik yang Banyak orang mengejek, menghina, terdapat di alam semesta, dalam masyarakat, mencela, atau memakai kekuasaan pemerintah maupun dalam diri manusia itu sendiri. untuk menindas murid-murid Niciren Kekuatan ini menjadi sesuatu yang positif Daisyonin. Hal ini dikatakan oleh Niciren atau negatif tergantung dari penggunaannya. Daisyonin sebagai gonggongan anjing hutan. Kekuatan yang positif disebut dewa, sedang Melalui Surat Menentramkan Negara melalui yang negatif disebut iblis. Filsafat Yang Benar dan sebelas Gosyo lainnya Pada masa awal kehidupan manusia, Niciren Daisyonin menantang orang-orang ini manusia banyak berhubungan langsung untuk mengadakan perdebatan di forum yang dengan kekuatan alam semesta, tetapi sejalan tepat. Tetapi mereka menghindar, dan bahkan dengan kemajuan peradaban umat manusia, sebaliknya memfitnah Niciren Daisyonin manusia lebih banyak bergantung pada di hadapan para pejabat pemerintah. kekuatan yang terdapat dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk menghadapi hal ini Sesuai dengan mekanisme struktur Niciren Daisyonin sering kali menerangkan masyarakat, maka kekuatan masyarakat yang penafsiran yang tepat dari hukum di tempat terbesar adalah kekuasaan. umum, dan secara sistematik menunjukkan Para penindas menggunakan kekuasaan memecahkan kesalahan-kesalahan yang ini untuk menekan Hukum Sejati. Namun, selama ini telah menjadi anggapan umum. karena dalam melaksanakan tugas keDan dengan demikian Niciren Daisyonin ingin BuddhaanNya, Niciren Daisyonin menjalankan menunjukkan jalan besar menuju pencapaian Saddharma, dasar pokok alam semesta, maka kesadaran Buddha. Keinginan Niciren tenaga yang melindungi Beliau lebih besar. Daisyonin yang penuh tanggung jawab dalam Walaupun seluruh kekuatan kekuasaan di membantu umat yang berada dalam kesulitan Jepang dipersatukan untuk menekan Niciren dan mengenyahkan mara bahaya yang Daisyonin, namun sebagai akibatnya tenaga mengancam negara, membuat cara gerakan alam semesta yang bergerak melindungi dan sikapNya gagah berani serta terbuka. Niciren Daisyonin juga akan lebih kuat; antara Sedangkan pihak penindas mempunyai lain terwujud dalam bentuk serbuan tentara kecenderungan kuat untuk menjaga muka, Mongolia ke negeri Jepang. Contoh lain lagi, sehingga cara mereka menjadi sangat licik, turunnya meteor pada saat pemenggalan di kotor dan hina. Tacenokuci, yang menyebabkan kegagalan pelaksanaan hukuman tersebut, walaupun Anda harus yakin tidak seorangpun, hukuman itu diputuskan melalui kekuasaan bahkan orang yang dirasuk oleh pemerintah. iblis yang jahat juga tidak dapat Timbulnya kekuatan alam semesta, seperti mencelakakan Niciren, karena Dewa Maha kekuatan Dewa Maha Brahma, Sakra Devanam
9
30
Samantabadra | April 2016
Indra, dan lain-lain (Eho) tergantung pada pelaksanaan penganut yang menerima dan mempertahankan Saddharmapundarika-sutra. Berdasarkan prinsip ini sikap hidup seharihari hendaknya senantiasa penuh dengan semangat hidup yang bergelora dan waspada. Oleh karena itu perkuatlah kepercayaan hari demi hari, bulan demi bulan, “agar kepercayaan itu dapat terus meningkat”. Bila sikap ini melemah maka “iblis akan terpanggil dan mengambil kesempatan”.
10
Perkuatlah kepercayaan anda hari demi hari, bulan demi bulan, bila anda lengah walau sekejap, iblis akan terpanggil dan mengambil kesempatan.
Anak Cabang
Keterangan : Pengertian iblis di sini adalah perasaan jiwa yang sesat, karena dipengaruhi atau dikuasai oleh ketiga racun yaitu : keserakahan, kemarahan dan kebodohan. Sehingga seluruh kehidupan kita dikendalikan oleh perasaan jiwa yang penuh dengan sifat-sifat tersebut. Dan membuat sebab-sebab buruk yang akan mendapatkan akibat imbalan yang buruk pula, sehingga akan hidup menderita. Oleh karena itu kita harus selalu waspada, agar perasaan jiwa kita jangan sampai lemah, sehingga iblis tersebut terpanggil keluar dan mengambil kesempatan dalam arti menguasai perasaan jiwa kita dan melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Sang Buddha. Untuk itu kita harus selalu memperkuat hati kepercayaan kita dari hari ke hari, bulan ke bulan, agar jiwa kita menjadi kuat, bebas, suci dan tenang. Bagaimana caranya ? yaitu dengan sungguh-sungguh menjalankan gongyo daimoku secara rutin setiap hari, juga melaksanakan kata-kata Buddha. Untuk itu harus giat belajar ajaran Sang Buddha, sehingga dengan menjalankan ketiga prinsip tersebut, yaitu Syin, Gyo dan Gaku, pasti kita akan mampu mematahkan pengaruh iblis dalam jiwa kita, sehingga kita akan menjadi pemenang dalam hidup ini, menang terhadap
kelemahan-kelemahan diri sendiri.
11
Kita manusia biasa sungguh bodoh tidak takut terhadap peringatan dalam sutra atau sastra sebegitu jauh hal itu tidak berkenan langsung dengan kita.
Anak Cabang
Keterangan : Yang dimaksud dengan “peringatan dalam sutra atau sastra” berarti orang yang menyebarluaskan Hukum Saddharma pasti mengalami penganiayaan yang besar. Dalam Sutra telah ditentukan pelaksanaan penyebarluasan Hukum adalah sulit sekali. Walaupun hal ini telah tertera dengan jelas dalam Sutra atau sastra, seringkali manusia biasa menganggap hal ini sama sekali tidak ada hubungan dengan dirinya dan merupakan permasalahan dunia yang lain. Karena demikian, orang menjadi mudah terjerumus ke dalam pikiran yang sesat. Jalan penyebarluasan Myohorengekyo penuh rintangan, tidak mulus, penuh onak dan duri. Walau telah mendengar hal ini manusia biasa yang bodoh merasa hal ini tidak ada hubungan dengan dirinya. Niciren Daisyonin mengatakan, “tidak takut …. Hal itu tidak berkenan dengan kita.” Sebenarnya hal yang tidak berkenan langsung dengan kita bukanlah hal yang jauh. Demikian Niciren Daisyonin mengungkapkan kebodohan manusia. Dalam agama Buddha terdapat prinsip Fu Hen Syi Nyo No Ri (Teori Kebenaran Alam Semesta), sehingga dengan demikian kita tidak dapat menganggap remeh hal-hal yang dikatakan dalam Sutra. Apa yang terjadi pada diri orang lain, suatu saat dapat menimpa diri kita. Karena itu, sikap dasar pokok kita dalam mempelajari agama Buddha harus membacanya sebagai perihal diri sendiri. Dalam Surat Membuka Mata (hal. 234), “Kebodohan manusia biasa adalah melupakan janjinya pada saat penting”. Orang yang melaksanakan kepercayaan dengan kuat tidak takut menantang kesulitan pada saat yang penting. April 2016 | Samantabadra
31
materi ajaran | gosyo kensyu
12
Tetapi bila kita juga harus menghadapi penganiayaan semacam itu demi Hukum Agama Buddha, kita akan mencapai kesadaran Buddha di masa yang akan datang.
Anak Cabang
Keterangan : Tantangan perang dari Mongolia tidaklah dapat dihindarkan oleh rakyat Jepang, sehingga mau tidak mau harus dihadapi. Dibandingkan dengan mereka yang sedang terlibat peperangan di daerah Kyusyu, para penganut di Acehara belum dapat dikatakan sedang menghadapi penganiayaan yang besar. Demikianlah bimbingan Niciren Daisyonin kepada murid-muridNya untuk bersikap berani dan penuh kegembiraan dalam menghadapi kesulitan yang sedang terjadi. Ditegaskan pula bahwa kesulitan-kesulitan yang sekarang sedang terjadi adalah demi penyebarluasan Dharma yang akan membawa perombakan nasib diri sendiri, sehingga walaupun membuang jiwa untuk itu, di masa akan datang pasti mencapai kebahagiaan mutlak. Manusia pada umumnya bersedia mengorbankan jiwa demi kekuasaan, reputasi, dan keuntungan pribadi, dan bila pada akhirnya tidak mendapatkan apa yang diinginkan, akan terjatuh ke dalam tiga dunia buruk dan empat kecenderungan buruk. Usaha-usaha yang dilakukan ini tidaklah lebih dari gerakan jiwa dunia keserakahan, dunia kebinatangan, dunia kemurkaan. Hendaknya kita menyadari sebelumnya untuk apa kita menyumbang jiwa raga seumur hidup; tetapkanlah terlebih dahulu tujuan, gerakan jiwa, sehingga dengan demikian dapat menciptakan nilai dalam kehidupan.
13
Kalau menerima akibat baik adalah suatu hal yang aneh, dan menerima akibat buruk adalah sesuatu hal yang biasa.
32
Samantabadra | April 2016
Keterangan : Sambil memberi semangat untuk menerima penganiayaan, Niciren Daisyonin sekaligus menerangkan dengan tegas hukum tersirat dalam penganiayaan tersebut. Kata-kata pemberian semangat itu amatlah tegas dan tajam bagaikan butir-butir es di musim gugur. Kata-kata ini tidaklah mencerminkan kasih sayang seorang ibu, melainkan menampakkan ketegasan seorang ayah yang hanya menjaga dan melihat dari jauh dalam mendidik anak laki-lakinya untuk menjadi seorang ayah yang mandiri. Secara dangkalnya, kutipan di atas berarti bahwa dalam menghadapi penganiayaan penganut Acehara janganlah mengharap akan mendapatkan keadaan berubah menjadi baik. Pengharapan ini merupakan suatu pemikiran yang janggal. Dalam menghadapi penganiayaan hendaknya menetapkan hati secara keras dan tegas. Secara dalamnya, dapat kita lihat dalam kutipan Gosyo Sulitnya Mempertahankan Kepercayaan (Syikyo Nanji Hal. 1136), “Bila telah menetapkan hati untuk memegang teguh sutra ini, pasti akan dijumpai penganiayaan�. Demikianlah diterangkan sikap dasar orang yang percaya Hukum agama Buddha. Bila menghadapi kekejaman atau kesulitan janganlah terdapat pikiran yang mengenakkan diri sendiri atau ingin mengatasi dengan cara-cara yang seenaknya atau mudah saja. Harus menetapkan hati untuk keadaan yang terburuk. Seandainya dapat mengatasi dengan mudah pun, yang terpenting adalah memiliki perasaan yang tidak mudah diombangambingkan oleh suasana.
14
Jika mereka tidak dapat menahan lapar, beritahukanlah tentang penderitaan Dunia Kelaparan. Jika mereka tidak dapat menahan dingin, ceritakanlah tentang kesengsaraan Delapan Neraka Dingin. Seandainya mereka mengatakan merasa ketakutan, terangkanlah keputusasaan mereka bagaikan seekor
burung kuau yang bertemu dengan elang, atau seekor tikus yang bertemu dengan kucing.
Sebenarnya, penganiayaan yang sedang dihadapi adalah akibat dari ikatan karma yang memadat dari gudang karma karena berjalan di Tiga Jalan Buruk selama perputaran Keterangan : hidup dan mati. Tetapi karena bertemu Kesusahan hati para penganut di Acehara dengan hukum yang benar dan mengalami yang sedang ditindas oleh para penguasa dapat kesulitan-kesulitan ini, maka terbukalah dirasakan oleh Niciren Daisyonin. Penguasa kesempatan untuk keluar dari Tiga Jalan telah menahan dua puluh orang petani dan tiga Buruk ini. Hendaknya ikatan karma ini dapat diantaranya, yaitu Jinsyiro, Yagoro, Yarokuro dipatahkan melalui hati kepercayaan yang telah dipenggal kepalanya. Mengenai tanggal terus menerus diperkuat. Bila kalah, berarti yang tepat dari peristiwa ini tidaklah diketahui terlepas dari ujung tali hati kepercayaan dengan jelas. Ada surat yang menulis peristiwa dan terjatuh kembali ke dalam perputaran ini terjadi pada tanggal 8 bulan April tahun Tiga Jalan Buruk, seperti terjatuh ke dalam Ko-an ke-3 (1280) atau diambil perkiraan dari rawa yang berbahaya. Kini adalah saat surat ini yang ditulis pada bulan sepuluh tahun yang terpenting untuk merombak nasib. Ko-an ke-2 (1279). Petunjuk Niciren Daisyonin di atas bukan Walau ketepatan dari peristiwa itu tak hanya ditujukan kepada para penganut di diketahui, tetapi yang pasti para penganut Acehara, tetapi juga ditujukan kepada seluruh mengalami kesulitan karena tanah dan penganut Saddharmapundarika-sutra untuk tempat tinggalnya disita. Terlebih lagi pada dilaksanakan. Demikianlah hendaknya kita saat itu hampir memasuki musim dingin, dapat menerapkan bimbingan ini dalam pasti mereka menderita kedinginan dan kehidupan. kelaparan. Meskipun demikian Niciren Daisyonin mengatakan : untuk orang yang Saya telah menuliskan hampir mundur dari hati kepercayaan mengenai hal-hal yang karena tidak dapat menahan kelaparan, telah disampaikan berulang harus diberitahukan mengenai bagaimana kali setiap tahun, setiap bulan, pun setiap akibat orang yang memasuki jalan Dunia harinya. Sekalipun demikian, Nagoe no Ama, Kelaparan. Kalau tidak dapat menahan Syou-bo, Noto-bo, Sanmi-bo dan lainnya, dingin, beritahukanlah mengenai Delapan tidak mempunyai keinginan untuk mencari Neraka Dingin. Bagi orang yang ketakutan Hukum agama Buddha, sungguh pengecut, akan ditangkap atau dibunuh, hendaknya berpikiran picik, tamak, dan penuh keragudiberitahukan ajaran mengenai jalan Dunia raguan, tidak mau mengerti walau telah Kebinatangan. Bimbingan Niciren Daisyonin diberi pengertian sehingga bagaikan yang sedemikian tegas didasari oleh maitri menuang air ke atas pernis, atau memotong udara dengan pedang. karuna yang mendalam. Bila seseorang kalah oleh kesulitan dan mundur dari hati Keterangan : kepercayaan, pada akhirnya akan terjatuh ke Nagoe no Ama, Syou-bo, Noto-bo, Sanmi-bo dalam penderitaan yang lebih besar daripada yang dialami sekarang. Penderitaan kelaparan, adalah sebagian dari murid Niciren Daisyonin yang mundur dari hati kepercayaan. Niciren kedinginan, dan ketakutan yang dialami Daisyonin menjelaskan bahwa penyebab sekarang masih jauh lebih ringan daripada dari kemunduran ini adalah sifat pengecut, penderitaan jatuh ke dalam Tiga Jalan Buruk : pikiran yang picik, tamak, dan penuh keraguKelaparan, Neraka Dingin, dan Kebinatangan, karena bila terjatuh ke dalam Tiga Jalan Buruk, raguan. Penjelasan ini kedengarannya seperti mengatakan keburukan orang lain, tapi seseorang tidak dapat lari dari keadaan itu.
15
April 2016 | Samantabadra
33
materi ajaran | gosyo kensyu sebenarnya makna utama penjelasan Niciren Daisyonin ini bukanlah untuk membahas murid-murid yang telah mundur, melainkan untuk menjelaskan penyebab dari mundurnya hati kepercayaan. Inilah yang perlu diketahui untuk dijadikan pantangan dalam diri kita sendiri dalam meninjau diri. Pengecut berarti kehilangan keberanian untuk meneruskan prinsip hati kepercayaan ketika menghadapi larangan dari orangorang di lingkungan atau orang-orang yang lebih berkuasa. Berpikiran picik berarti seperti yang dikatakan Niciren Daisyonin, “Tidak mempelajari Hukum diri sendiri, selalu menganggap setiap masalah sebagai urusan orang lain, dan melupakannya�. Tamak berarti sifat orang serakah yang selalu menghitung untung rugi di depan mata dan akhirnya menjadi kebingungan sendiri. Penuh keraguraguan berarti tidak mau mengerti maksud
Catatan
34
Samantabadra | April 2016
sebenarnya dari bimbingan Niciren Daisyonin. Berdasarkan keterangan ini dapatlah diketahui tentang hal yang terpenting dalam melaksanakan hati kepercayaan. Pertama adalah keberanian, dan kedua adalah pengertian yang mendalam terhadap ajaran Niciren Daisyonin dan mengukirnya dalam jiwa. Hendaknya tidak menjadi ragu-ragu akan hal-hal di depan mata, dan meletakkan tujuan pada sasaran yang benar, yaitu pencapaian kesadaran Buddha dalam hidup kali ini (Issyo Jobutsu). Untuk itu diperlukan pelaksanaan hati kepercayaan berdasarkan ketiga prinsip : Percaya, melaksanakan, dan belajar. Dengan sikap seperti ini, kita tidak akan mundur ketika menghadapi kesulitan dan dapat senantiasa meningkatkan diri sendiri sehingga akhirnya dapat menemukan kunci pencapaian kesadaran Buddha pada kehidupan kali ini.
eee
April 2016 | Samantabadra
35
materi ajaran | gosyo kensyu
36
Samantabadra | April 2016
April 2016 | Samantabadra
37
materi ajaran | gosyo kensyu
38
Samantabadra | April 2016
April 2016 | Samantabadra
39
On Presecutions Befalling the Sage
N
ow, in the second year of Kōan (1279), cyclical sign tsuchinoto-u,it has been twenty-seven years since I first proclaimed this teaching at Seichō-ji temple. It was at the hour of the horse [noon] on the twenty-eighth day of the fourth month in the fifth year of Kenchō (1253), cyclical sign mizunoto-ushi, on the southern side of the image hall in the Shobutsu-bō of Seichō-ji temple in Tōjō Village. Tōjō is now a district, but was then a part of Nagasa District of Awa Province. Here is located what was once the second, but is now the country’s most important center founded by Minamoto no Yoritomo, the general of the right, to supply provisions for the shrine of the Sun Goddess. The Buddha fulfilled the purpose of his advent in a little over forty years, the Great Teacher T’ient’ai took about thirty years, and the Great Teacher Dengyō, some twenty years. I have spoken repeatedly of the indescribable persecutions they suffered during those years. For me it took twenty-seven years, and the great persecutions I faced during this period are well known to you all. The Lotus Sutra reads, “Since hatred and jealousy toward this sutra abound even when the Thus Come One is in the world, how much more will this be so after his passing?” The Thus Come One Shakyamuni suffered innumerable persecutions: For ninety days he was forced to eat horse fodder; a huge boulder was dropped on him, and though it missed him, his toe was injured and bled; a group of eight monks led by Sunakshatra, in their conduct appearing to be the Buddha’s disciples, but in spirit siding with the non-Buddhist teachers, watched every moment of the day and night for a chance to kill him; King Virūdhaka killed countless members of the Shākya clan; and King Ajātashatru had innumerable disciples of the Buddha trampled to death by mad elephants and subjected the Buddha to a series of severe trials. Such are the minor persecutions that correspond to the time “when the Thus Come One is in the world.” Neither Nāgārjuna, Vasubandhu, T’ien-t’ai, nor Dengyō encountered any of the still greater persecutions that the Buddha had predicted would occur “after his passing.” If one were to say that they were not votaries of the Lotus Sutra, how could they not have been? On the other hand, if one were to say that they were its votaries, without their having shed any blood—as the Buddha did—and even more so, without trials greater than the Buddha’s, it would be as if the sutra passages were empty, and the Buddha’s teachings would have already become great lies. In these twenty-seven years, however, Nichiren was exiled to the province of Izu on the twelfth day of the fifth month in the first year of Kōchō (1261), cyclical sign kanototori, and was wounded on the forehead and had his left hand broken on the eleventh day of the eleventh month in the first year of Bun’ei (1264), cyclical sign kinoe-ne. He was 40
Samantabadra | April 2016
led to the place of execution on the twelfth day of the ninth month in the eighth year of Bun’ei (1271), cyclical sign kanoto-hitsuji, and in the end was exiled to the province of Sado. In addition, countless numbers of disciples have been murdered or wounded, banished or heavily fined. I do not know whether these trials equal or surpass those of the Buddha. Nāgārjuna, Vasubandhu, T’ien-t’ai, and Dengyō, however, cannot compare with me in what they suffered. Had it not been for the advent of Nichiren in the Latter Day of the Law, the Buddha would have been a teller of great lies, and the testimony given by Many Treasures and by the Buddhas of the ten directions would have been false. In the 2,230 and more years since the Buddha’s passing, Nichiren is the only person in the entire land of Jambudvīpa who has fulfilled the Buddha’s words. In the past, and in the present Latter Day of the Law, the rulers, high ministers, and people who despise the votaries of the Lotus Sutra seem to be free from punishment at first, but eventually they are all doomed to fall. The same is true in the case of Nichiren. There seemed at first to be no signs of protection for me. The gods who vowed to protect the Lotus Sutra, however—Brahmā, Shakra, the gods of the sun and moon, and the four heavenly kings—by now have realized in terror that if they leave their oath to the Buddha unfulfilled, as they have done for these twenty-seven years, they will fall into the great citadel of the hell of incessant suffering. Consequently each of them is now striving to carry out his vow. The deaths of Ōta Chikamasa, Nagasaki Jirō Hyōe-no-jō Tokitsuna, and Daishin-bō,2 who was thrown from his horses, can be seen as punishment for their treachery against the Lotus Sutra. There are four kinds of punishment: general and individual, conspicuous and inconspicuous. The epidemics and famines that have attacked Japan, as well as the strife within the ruling clan and the foreign invasion, are general punishment. Epidemics are a form of inconspicuous punishment. The deaths of Ōta and the others are both conspicuous and individual. Each of you should summon up the courage of a lion king and never succumb to threats from anyone. The lion king fears no other beast, nor do its cubs. Slanderers are like barking foxes, but Nichiren’s followers are like roaring lions. The lay priest of Saimyō-ji, now deceased, and the present ruler permitted my return from my exiles when they found that I was innocent of the accusations against me. The present ruler shall no longer take action on any charge without confirming its truth. You may rest assured that nothing, not even a person possessed by a powerful demon, can harm Nichiren, because Brahmā, Shakra, the gods of the sun and moon, the four heavenly kings, the Sun Goddess, and Hachiman are safeguarding him. Strengthen your faith day by day and month after month. Should you slacken in your resolve even a bit, devils will take advantage. We common mortals are so foolish that we do not fear either the warnings in the sutras and treatises, or those things that seem somewhat removed from us. When Hei no Saemon and Akitajō-no-suke, in their anger, wreak havoc upon us, you must demonstrate a firm resolve. Men are now being sent to Tsukushi [to fight the Mongols]; consider April 2016 | Samantabadra
41
yourselves in the same position as those who are on their way or are already at the fortifications. So far our believers have not experienced sorrows of that sort. The warriors in Tsukushi, however, now face a dreadful fate, and if they are killed in battle, they are doomed to fall intohell. Although at present we are encountering the severe trials of persecution, in our next life we will become Buddhas. Our present tribulations are like moxibustion; at the time, it is painful, but because it has beneficial aftereffects, the pain is not really pain. Urge on, but do not frighten, the ones from Atsuhara who are ignorant of Buddhism. Tell them to be prepared for the worst, and not toexpect good times, but take the bad times for granted. If they complain of hunger, tell them about the sufferings of the world of hungry spirits. If they grumble that they are cold, tell them of the eight cold hells. If they say they are frightened, explain to them that a pheasant sighted by a hawk, or a mouse stalked by a cat, is as desperate as they are. I have been repeating these things in detail day after day, month after month, year after year. Yet with the lay nun of Nagoe, Shō-bō, Noto-bō, Sammi-bō, and the like, who are cowardly, unreasoning, greedy, and doubting, my words have no more effect than pouring water on lacquer ware or slicing through air. There was something very strange about Sammi-bō. Nevertheless, I was concerned that any admonition would be taken by the ignorant as mere jealousy of his wisdom, and so I refrained from speaking out. In time his wicked ambition led to treachery and, finally, to his doom. If I had scolded him more strictly, he might have been saved. I have not mentioned this before because no one would have understood it. Even now the ignorant will say that I am speaking ill of the deceased. Nevertheless, I mention it so that others can use it as their mirror. I am sure that our opponents and the renegades are frightened by the fate of Sammi-bō. If there is an attempt to take up arms and persecute my followers on the pretense that people are uneasy about us, please write to me immediately. The first day of the tenth month To my followers With my deep respect, Nichiren This letter should be kept by Saburō Saemon.
42
Samantabadra | April 2016
materi ajaran | gosyo cabang
Gosyo Cabang
Surat Balasan Kepada Syijo Kingo LATAR BELAKANG |
N
ama lain dari surat ini adalah Sutra Ini Sulit Dipertahankan. Surat ini ditulis pada bulan 3 tahun 1275 (Bunei ke-12), dan isinya mengajarkan sikap dasar pokok hati kepercayaan kepada Syijo Kingo yang suatu ketika dalam keadaan yang sangat menderita karena dibenci oleh rekan-rekan sekerja dan juga majikannya. Selain itu, juga memberi bimbingan dengan keras bahwa dalam keadaan sesulit apapun, yang paling penting adalah tetap terus mempertahankan hati kepercayaan. Terhadap pertanyaan “Orang yang mempertahankan Saddharmapundarikasutra dalam kehidupan kali ini akan merasa tenang dan senang serta pada masa akan datang akan dilahirkan di tempat yang baik, tetapi mengapa meneruskan kepercayaan dan mempertahankan Saddharmapundarika-sutra mendapat penganiayaan yang bagaikan turunnya
hujan”, diberikan jawaban bahwa timbulnya kesulitan penganiayaan ini merupakan bukti sebenarnya yang sesuai dengan pembabaran di dalam Saddharmapundarika-sutra, yakni “Sutra ini sulit dipertahankan” dan “sukar dipercaya sukar dimengerti”. Maka, bila dengan timbulnya kesulitan semakin yakin kepada Hukum Sakti dan terus mempertahankannya, saat itu akan memperoleh Jalan Hukum Buddha yang tiada tara keunggulannya. Untuk itu, yang terpenting adalah sungguh hati mendoakan Nammyohorengekyo yang sangat penting bagi seluruh Buddha ketiga masa. Karena itu, untuk mempertahankan Saddharma yang terpokok adalah menetapkan dalam jiwa bahwa Hukum ini sukar dimengerti dan sukar dipertahankan. April 2016 | Samantabadra
43
materi ajaran | gosyo cabang ISI GOSYO |
M
engenai sulitnya mempertahankan sutra ini, Anda berkata kepada Ben Ajari Nissyo, “Ketika mendengar Anda mengatakan bahwa orang yang mempertahankan Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon) dalam kehidupan kali ini akan merasa tenang dan senang serta pada masa akan datang akan dilahirkan di tempat yang baik, saya telah melaksanakan hati kepercayaan yang tepat sama seperti yang Anda katakan. Tetapi dari tahun yang lalu sampai sekarang tidak merasa kehidupan masa ini tenang dan senang, bahkan penganiayaan besar turun seperti hujan”. Tetapi, apakah benar ini merupakan perkataan Anda ataukah Ben Ajari memberikan laporan yang keliru? Bagaimanapun juga, dalam kesempatan yang baik ini Saya akan menerangkan keragu-raguan tersebut. Sebuah kalimat Bab ke-10, Bab Dharma Duta Saddharmapundarika-sutra menerangkan, “Saddharmapundarika-sutra sukar dipercaya dan sukar dimengerti”. Banyak orang yang mendengar dan menerima Saddharmapundarika-sutra, tetapi sekalipun mendengar, percaya, dan menerima dengan sungguh hati, ketika menghadapi serangan penganiayaan yang amat besar hanya sedikit orang yang selalu merasakan, tetap mempertahankan Saddharmapundarikasutra dan tidak melupakannya. Menerima adalah mudah, mempertahankan adalah sukar; tetapi dengan mempertahankan barulah dapat tercapai kesadaran. Oleh karena itu, hendaknya diketahui bahwa bila mempertahankan Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon) harus bersedia menghadapi kesulitan. Dalam Bab ke-11, Menara Pusaka, Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Orang yang mempertahankan Saddharmapundarika-sutra, sekalipun dalam waktu yang singkat, akan segera memperoleh Jalan Hukum Buddha yang tiada taranya. Tidak ada keragu-raguan sedikitpun mengenai hal ini”. Nammyohorengekyo sangat penting bagi para Buddha ketiga masa. Sungguh-sungguh mendoakan ini berarti mempertahankan. Bab ke-13, Penegakan, Saddharmapundarikasutra menyatakan, “Mempertahankan dan menjaga Nammyohorengekyo milik Buddha”. Mahaguru Tien-tai dalam Hokke Mongu ke-8 mengatakan, “Menerima karena kekuatan kepercayaan, mempertahankan karena kekuatan kesungguhan hati”. Bab ke-11, Menara Pusaka, Saddharmapundarika-sutra membabarkan, “Saddharmapundarika-sutra sukar dipertahankan, bila orang mempertahankannya sekalipun dalam waktu yang singkat, Saya akan bergembira; demikian pula para Buddha lainnya turut bergembira”. Ketika ditambahkan kayu bakar, api akan semakin berkobar. Ketika angin bertiup kencang, kalakula akan semakin besar. Pohon cemara yang berusia ribuan tahunpun, cabangnya dapat dibengkokkan. Pelaksana Saddharmapundarika-sutra bagaikan kalakula dan api, penganiayaan besar seperti kayu bakar dan angin. Pelaksana Saddharmapundarika-sutra adalah Tathagata dari panjang usia dari kuon; oleh karena itu, seperti perumpamaan pohon cemara, tanpa diragukan lagi cabang pertapaannya pasti dapat dipatahkan dan dibengkokkan. Semenjak sekarang hendaknya merenungkan tanpa lupa sekejappun keempat aksara “Sutra ini sulit dipertahankan (syi-kyo-nan-ji)”.
44
Samantabadra | April 2016
Tanggal 6 bulan 3 tahun Bun-ei ke-12 Syijo Kingo Dono tertanda, Niciren
KETERANGAN GOSYO |
1
Menerima adalah mudah, mempertahankan adalah sukar; tetapi, dengan mempertahankan barulah dapat tercapai kesadaran. Oleh karena itu, hendaknya diketahui bahwa bila mempertahankan Saddharmapundarikasutra (Gohonzon) harus bersedia menghadapi kesulitan. Dalam Bab ke-11, Menara Pusaka Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Orang yang mempertahankan Saddharmapundarika-sutra, sekalipun dalam waktu yang singkat, akan segera memperoleh Jalan Hukum Buddha yang tiada taranya. Tidak ada keragu-raguan sedikitpun mengenai hal ini”. Keterangan: Di sini diterangkan sikap mendasar dalam menerima dan mempertahankan Gohonzon. Niciren Daisyonin menjelaskan mengapa menerima adalah mudah, mempertahankan adalah sukar. Tentu saja, menerima itu sendiri sebenarnya sudah sukar, tetapi untuk mempertahankan secara berkelangsungan jauh lebih sukar daripada menerima. Untuk dapat mempertahankan terus seumur hidup hingga saat ajal bukan main sukarnya, maka itu, di antara menerima dan mempertahankan, terutama dititikberatkan pada “mempertahankan” dengan mengatakan “mempertahankan adalah sukar”. Selain itu, pada diri orang yang menerima dan mempertahankan Gohonzon pasti timbul kesulitan. Apakah kesulitan itu? Yakni, rintangan dari pihak luar yang menghalangi pelaksanaan hati kepercayaan. Kesulitan ini
mudah menggoyahkan hati kepercayaan, maka untuk mempertahankannya secara berkelangsungan amat sukar. Oleh karena itu dikatakan, “Mempertahankan adalah sukar”. Tetapi, pencapaian kesadaran Buddha baru diperoleh dengan mengatasi kesukaran ini. Menghadapi kesulitan seberat apapun, bila tetap percaya dan mempertahankan Gohonzon sebagai Yang Esa dan mutlak dan terus melaksanakan, baru akan tercapai kesadaran Buddha. Pada akhirnya, dengan terus menghayati dan menerima perihal “mempertahankan” ini, dalam suasana bagaimanapun tetap menerima dan mempertahankan Gohonzon, ketika itu tanpa disadari dapat membangun suasana jiwa yang tertinggi.
2
Mahaguru Tien-tai dalam Hokke Mongu ke-8 mengatakan, “Menerima karena kekuatan kepercayaan, mempertahankan karena kekuatan kesungguhan hati”. Keterangan: Dalam bagian ini dibabarkan secara jelas perbedaan mendasar antara menerima dan mempertahankan. Ini adalah perbedaan antara percaya dan kesungguhan keinginan hati (nen). Kepercayaan berarti masih menempatkan Saddharma, Gohonzon, atau kata-kata Buddha di luar diri sendiri, hanya berada pada tingkat tidak ragu-ragu. Ini menunjukkan kata “menerima”. Orang yang menerima masih bersikap pasif, yakni menerima apa yang diberikan. Sebaliknya, “nen” berarti menjadikan April 2016 | Samantabadra
45
Saddharma, ajaran Buddha dan Gohonzon sebagai jiwa sendiri, bersikap melaksanakan dengan penuh inisiatif dan aktif, karena merupakan ketetapan tegas yang diterapkan dalam diri sendiri, maka bagaimanapun dihadapi gangguan atau permusuhan serta tantangan dari luar, tidak akan hancur. Karena itu memungkinkan untuk mempertahankan seumur hidup. Yang dikatakan terdahulu, “Menerima adalah mudah, mempertahankan adalah sukar; tetapi dengan mempertahankan barulah dapat tercapai kesadaran”, bukan hanya dalam hubungan mempertahankan kepercayaan semenjak menerima Gohonzon, tetapi ingin menerangkan perbedaan sikap hati kepercayaan dari saat ke saat. Waktu “segera” dari “segera memperoleh Jalan Hukum Buddha yang tiada taranya”, tidaklah berarti segera dalam pengertian masa ini langsung dapat mencapai kesadaran (issyo jobuce), kebalikan dari melaksanakan pertapaan selama kalpa yang tak terputus-putus, tetapi ingin menerangkan Jalan untuk mencapai kesadaran dalam sekejap, yakni pencapaian kesadaran dengan badan seadanya (sokusyin jobuce) dalam sekejap. Ini berarti, Saddharma tidak berada di luar diri sendiri, tetapi yakin bahwa Saddharma ada di dalam diri sendiri, sehingga dapat terjadi Kemanunggalan Mutlak antara Suasana dan Prajna (kyoci myogo). Oleh karena itu, setiap kejapnya memasuki Jalan yang tiada tara keunggulannya. Dengan demikian, mewujudkan secara nyata jiwa Dunia Buddha, memasuki suasana jiwa tercapai kesadaran Buddha. “Waktu yang singkat” dari kalimat “Bila orang mempertahankannya sekalipun dalam waktu yang singkat, Saya akan bergembira; demikian pula para Buddha lainnya turut bergembira”, tidak berkenaan dengan panjang pendeknya waktu, tetapi dalam arti “sekejap”. Kalau demikian, bagaimanakah seharusnya menanggapi hubungan antara mencapai kesadaran dalam setiap kejapnya dengan dapat mencapai kesadaran pada masa ini secara berkelangsungan seumur hidup? Meskipun dikatakan dapat mewujudnyatakan Dunia
46
Samantabadra | April 2016
Buddha dalam sekejap, kalau kembali pada kehidupan sehari-hari, tentu saja pada Sembilan Dunia, Enam Jalan. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa pengulangan-pengulangan seperti ini merupakan kehidupan orang beragama. Tetapi, dengan kehidupan yang berkeinginan untuk menyebarkan Hukum Buddha dan menyelamatkannya, lama kelamaan jiwa Buddha dan bodhisattva menjadi semakin kuat dan berkembang. Dan juga, tidak melalaikan Gongyo Daimoku setiap hari, akhirnya tercapai karma tetap diri sendiri menjadi Dunia Buddha. Demikianlah memasuki suasana Buddha, sesuai dengan perkataan “Kehidupan kali ini tenang dan senang, di masa akan datang terlahir di tempat yang baik”.
3
Pelaksana Saddharmapundarikasutra adalah Tathagata dari panjang usia dari kuon; oleh karena itu, seperti perumpamaan pohon cemara, tanpa diragukan lagi cabang pertapaannya pasti dapat dipatahkan dan dibengkokkan. Keterangan: Kalimat di atas menyimpulkan mengapa timbul berbagai penganiayaan dan tantangan. Bila mempertahankan Gohonzon ini, badan pokok jiwa yang dapat menyelamatkan orangorang secara kekal, bagaimanapun rupa orang itu di dasar mendalam terdapat badan pokok jiwa Buddha yang maha agung dan mulia. Orang yang melaksanakan Saddharma akan menjadikan jiwanya sendiri sebagai Saddharma dari kuon ganjo, sehingga menjadi Trikaya yang tidak dibuat-buat dari kuon ganjo. Untuk dapat menjadi murid Buddha panjang usia dari kuon terdapat latihan pertapaan, maka sewajarnya ada berbagai penganiayaan yang sedemikian kejam. Oleh karena itu, bagaimanapun ada tantangan iblis, bagaimanapun penderitaan kesulitan, hendaknya semua kesulitan dan penganiayaan ini dijadikan makanan untuk menambah tenaga dalam memperbesar karunia kebajikan, sehingga melalui ini dapat mewujudkan jiwa Buddha dari kuon. eee
April 2016 | Samantabadra
47
materi ajaran | forum diskusi
Forum Diskusi
Sikap Umat Niciren Syosyu
1
Apakah yang harus dilakukan setelah menjadi umat Niciren Syosyu dan bagaimana sikap hati kepercayaan yang terpenting ? Jawab: Mengenai pertanyaan ini akan dijawab sebagai berikut: umat Niciren Syosyu dengan menjalankan hati kepercayaan hendaknya berusaha untuk merombak kehidupan seharihari, kehidupan keluarga dan kehidupan manusia. Berarti, harus berusaha sepenuhnya agar perjalanan hidup sehari-hari itu sendiri penuh dengan rezeki dan karunia kebajikan dengan memperlihatkan rupa yang penuh dengan kebahagiaan. Mengenai Gohonzon, di dalam penjelasan Kanjin no Honzon dikatakan “Tiada doa yang tak terkabulkan, tiada dosa yang tak terhapuskan, tiada rezeki yang tak kunjung datang, dan setiap teori kewajaran pasti terwujud nyata�. Dengan demikian, Gohonzon memiliki kumpulan karunia kebajikan dari puluhan ribu pelaksana dan puluhan ribu kebajikan. Terhadap Gohonzon, jika meninjau kembali hati kepercayaan dan kehidupan, yang terpenting adalah harus merombak cara berpikir dalam hidup ini menjadi kehidupan sehari-hari adalah untuk melaksanakan hati kepercayaan. Terutama dasar hati kepercayaan di dalam kehidupan adalah irama kehidupan sehari-hari terpusat pada penyebutan Daimoku. Niciren Daisyonin mengatakan, jiwa Niciren tidak melebihi Nammyohorengekyo. (Surat Balasan kepada Kyo O Dono, Gosyo 48
Samantabadra | April 2016
Zensyu halaman. 1124). Dan juga karena Maitri Karuna Niciren luas dan besar, maka Nammyohorengekyo pasti akan tersebar luas, bukan hanya selama puluhan ribu tahun, tetapi hingga yang akan datang selamalamanya. (Surat Membalas Budi, Gosyo Zensyu hal. 329). Demikianlah bimbingan yang diberikan. Maka, dasar pokok menjalankan hati kepercayaan bagi kita adalah Gohonzon yang dinamakan Kimyo Esyi. Berarti, melaksanakan hati kepercayaan dengan memasrahkan jiwa raga yang dipusatkan dan diandalkan hanya pada Gohonzon. Yang terpenting, kehidupan kita terikat pada Gohonzon dan menjalankan kehidupan sehari-hari dengan terpusat pada penyebutan Daimoku sehingga karunia kebajikan menjadi terwujud nyata. Titik tolak sikap terhadap Gohonzon adalah penyebutan Daimoku dari hati kepercayaan, yaitu menjalankan penyebutan Daimoku dengan sunggguh-sungguh, dengan sikap berterima kasih diperkenankan menyebut Daimoku. Melalui ini, menimbulkan kesadaran untuk terikat hanya pada Gohonzon, Hukum Agung dari Kimyo Esyi. Dengan demikian, menimbulkan perasaan jiwa sendiri dapat membuka jalan kebahagiaan yang penuh rezeki dalam kehidupan sehari-hari sebagai manusia. Selanjutnya akan disampaikan bagaimana seharusnya sikap menyebut Daimoku Nammyohorengekyo. Namu dari Nammyohorengekyo berarti Kimyo, yakni mengembalikan jiwa kepada
Hukum Nammyohorengekyo. Berarti, jiwa kita kembali terikat dan berhenti pada Nammyohorengekyo. Mengenai Namu, Niciren Daisyonin memberikan bimbingan sebagai berikut, Aksara yang disebut Namu adalah hati yang menghormati atau keinginan hati untuk mengikuti. (Surat balasan kepada Utsubusa Nyobo, Gosyo Zensyu hal. 1421). Maka, arti Namu adalah mengikuti hati kepercayaan. Nammyohorengekyo berarti percaya dan mengikuti Nammyohorengekyo, yaitu percaya dan mematuhi Gohonzon. Hal ini perlu sungguh-sungguh dihayati dalam jiwa. Mengenai cara menyebut Daimoku, Bhiksu Tertinggi ke-59, Nichiko Syonin memberikan bimbingan sebagai berikut, penyebutan Daimoku tidak dijalankan dengan sikap badan yang tidak pantas dan malas, tidak ada keinginan hati yang lain atau bermacammacam pikiran. Dalam menyebut Daimoku, suara yang keluar dari mulut tidak boleh terlalu cepat agar suara Daimoku dapat terdengar dengan jelas. Dengan sikap yang tegak dan hati yang tenang menyebut Daimoku dan tidak dengan irama yang menurun, tetapi dengan irama yang kuat yang merata dan sedikit tekanan di bagian akhir. Kekuatan suara juga sedang. Jumlah penyebutan Daimoku tidak ditentukan, banyak sedikitnya bergantung pada orangnya, sedangkan sikap badannya, jari kedua belah tangan terkatup dan ujung jari terarah ke bawah hidung, mata benar-benar menghadap Gohonzon dan seluruh badan penuh dengan getaran kegembiraan. Penyebutan Daimoku harus dijalankan sampai Gohonzon menjadi satu badan yang tidak terpisahkan. (Pedoman Dasar Niciren Syosyu). Ketika menyebut Daimoku, boleh juga dengan menentukan jumlah atau waktu supaya menyebut sebanyak mungkin, akan tetapi kalau terikat dengan jumlah dan waktu itu, Daimoku menjadi tidak ada isinya. Yang terpenting, jangan lupa menyebut Daimoku sungguh-sungguh dengan sepenuh jiwa raga. Agar dapat meneruskan penyebutan Daimoku dengan sungguh hati, Niciren Daisyonin
memberi bimbingan mengenai hubungan Daimoku dengan kita, tanpa memilih agung atau hina, atas atau bawah, orang yang menyebut Nammyohorengekyo badannya adalah Stupa Pusaka dan badan sendiri adalah Tathagata Prabhutaratna. Tidak ada Stupa Pusaka selain dari Nammyohorengekyo. Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra adalah Stupa Pusaka dan Stupa Pusaka adalah Nammyohorengekyo. (Surat Kepada Abutsubo, Gosyo Zensyu hal. 1304). Secara luas Nammyohorengekyo disebut Hokai Henman (penuh menyeluruh dan menyebar ke dunia Hukum tanpa kurang sedikitpun), yaitu di dalam masyarakat umat manusia maupun di dalam segala ribuan gejala alam semesta, Nammyohorengekyo selalu menetap sejak asal mula. Skala kecilnya, di dalam keluarga kita dan pada badan kita sendiri, Badan Pokok Nammyohorengekyo ini sedikitpun tidak tertinggal dan selalu menetap bersama hati kepercayaan. Maka, bagi orang yang menjalankan hati kepercayaan, yang terpenting adalah menyebut Gongyo Daimoku yang merupakan pelaksanaan untuk diri sendiri dalam menumpuk rezeki dan karunia kebajikan dan menjalankan maitri karuna yang merupakan pelaksanaan untuk orang lain.
2
Apakah yang harus diwaspadai dalam menjalankan hati kepercayaan ?
Jawab: Dalam menjalankan hati kepercayaan yang tekun dan maju, hal-hal yang harus diperhatikan, adalah sebagai berikut: 1. Untuk menjalankan hati kepercayaan diperlukan kehidupan, tetapi janganlah hati kepercayaannya kalah demi kehidupan. 2. Karena hati kepercayaan sungguhsungguh, menjalankan pekerjaan yang dikerjakan oleh lebih dari satu orang, tetapi jangan hati kepercayaannya dikalahkan oleh pekerjaan. April 2016 | Samantabadra
49
materi ajaran | forum diskusi 3. Dengan hati kepercayaan, menginginkan satu keluarga dapat percaya pada Gohonzon, bahagia dan harmonis, tetapi jangan menjalankan hati kepercayaan tanpa mengusahakan keharmonisan keluarga. 4. Sekalipun berkeinginan menjalankan hati kepercayaan dengan akrab dan menyukai kawan dan pimpinan se-Dharma, tapi jangan menjalankan hati kepercayaan yang tanpa disadari membenci dan iri hati pada mereka. 5. Meskipun menjalankan penyebarluasan dengan penuh maitri karuna dan berjuang untuk bangsa dan negara demi menumpuk rejeki dan karunia kebajikan serta menghapus dosa, tetapi tidak boleh menjalankan hati kepercayaan dengan malas dan kalah oleh iblis dalam diri sendiri. 6. Harus menjalankan hati kepercayaan dengan membuang pandangan diri sendiri dan harus mematuhi bimbingan hati kepercayaan dalam menjalankan hati kepercayaan dengan sungguh hati seperti diuraikan diatas. Yang harus diwaspadai adalah pandangan kita yang umumnya dipengaruhi oleh racun dan filsafat atau cara hidup yang sesat sampai sekarang ini. Kita harus membuka mata terhadap hal ini dan yakin bahwa rezeki dan karunia kebajikan ada di dalam hati kepercayaan sendiri. Melalui Abutsubo, Niciren Daisyonin memberikan bimbingan, Satu badan Abutsu-bo adalah 5 unsur, yaitu : tanah, air, api, angin dan ruang. Kelima unsur adalah 5 aksara Daimoku. Maka, Abutsu-bo adalah Stupa Pusaka, Stupa Pusaka adalah Abutsu-bo. (Surat kepada Abutsu-bo, Gosyo Zensyu hal. 1304). Demikian petunjuknya agar yakin bahwa Saddharma ada dalam jiwa diri sendiri.
3
Bagaimanakah dapat menang dari iblis?
50
Samantabadra | April 2016
Jawab: Di sini akan disampaikan betapa pentingnya sekejap perasaan hati untuk mengalahkan iblis diri sendiri. Jika kita, sebagai murid dan penganut Niciren Daisyonin mempunyai sikap melupakan penyebarluasan Dharma dan maitri karuna kepada seluruh umat manusia, juga menganggap remeh dialog di antara anggota se-Dharma serta melalaikan pelaksanaan hati kepercayaan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain, maka karunia kebajikan yang telah ditumpuk sejak menganut hingga sekarang ini akan hilang dalam sekejap. Namun demikian, karena kita adalah manusia biasa, ketika mendengarkan bimbingan atau cerita pengalaman dari anggota lainnya memang timbul perasaan harus menjalankan hati kepercayaan dengan segenap tenaga, tetapi kenyataannya sehari-hari dikalahkan iblis yang datang dari masalah kehidupan. Kita tertarik ajakan mencari keuntungan sehingga tidak dapat menjalankan hati kepercayaan seperti yang telah ditekadkan. Misalnya : ďƒ˜ Karena kakinya kesemutan kalau menjalankan Gongyo dan Daimoku, maka dikalahkan iblis sehingga malas untuk menjalankan Gongyo dan merasakan lebih baik menikmati acara televisi. Akhirnya, menjadi kehilangan kesempatan untuk mewujudkan kekuatan jiwa. ďƒ˜ Karena dikalahkan iblis, malas menjalankan penyebarluasan dan keaktifan dalam susunan sehingga kehilangan karunia kebajikan yang disebut menghapus dosa. ďƒ˜ Karena terikat hawa nafsu, maka merasa daripada berdana paramita, lebih penting mencari keuntungan untuk diri sendiri sehingga kehilangan kesempatan untuk menumpuk rezeki. Oleh karena itu, hati kepercayaan kita adalah segala perbuatan merupakan hal Buddha (Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata) serta suara dan bunyi adalah suara Buddha (Catatan Ajaran Lisan, hal. 708). Maka,
dikatakan suara adalah getaran bunyi dari karunia kebajikan. Hal ini hendaknya jangan dilupakan. Demikianlah, kita harus menaruh perhatian dan waspada bahwa semua perilaku atau gerakan timbul dari sekejap perasaan jiwa kita sendiri. Baik melalaikan tugas karena senang bermain-main, atau sebaliknya melaksanakan pertapaan hati kepercayaan sehingga menumpuk rezeki dan karunia kebajikan, keduanya ditentukan dari sekejap perasaan jiwa yang ada di dalam badan diri kita. Hati kepercayaan dalam sekejap perasaan hati kita dibangkitkan dengan penyebutan Daimoku sehingga memenangkan dan menghancurkan iblis hawa nafsu, karma dan penderitaan. Jangan melupakan hal ini dan camkanlah dalam hati. Sekejap perasaan hati yang dapat memenangkan iblis inilah yang akan diperhitungkan nanti dalam perhitungan plus dan minusnya perilaku dan sikap yang keluar dari sekejap perasaan hati. Pada akhirnya akan mendapatkan akibat hasil akhir dari perhitungan rezeki dan dosa. Kita harus
menandaskan bahwa hal ini akan terjadi disaat tiba pada terminal akhir kehidupan manusia. Untuk itu, dengan hati kepercayaan kita harus membuka jiwa lebih besar sehingga memperoleh keuntungan dan kesenangan dalam kehidupan, sekaligus menjadi kehidupan Jiju Horaku (menerima sendiri hukum kesenangan). Yang penting di antara yang terpenting adalah menumpuk jasa hasil pelaksanaan hati kepercayaan yang membuka sekejap perasaan hati sehingga menimbulkan kegembiraan. Dengan menjalankan pelaksanaan ini, dapat memegang pusaka jiwa yang tertinggi dan tiada tara yang terdapat dalam sekejap perasaan jiwa adalah Gohonzon, dan perilakunya adalah pertapaan Gongyo dan Daimoku dan melaksanakan kata-kata Buddha.
eee
Catatan
April 2016 | Samantabadra
51
syin gyo gaku
Makna Peringatan Hari Besar 28 April
Pertama Kali Penyebutan Nammyohorengekyo oleh Niciren Daisyonin P
ada tanggal 28 April 1253 Niciren Daisyonin keluar dari kuil Seico di pagi hari yang cerah, kemudian beliau mendaki bukit Kasagamori. Setibanya di atas bukit, beliau menatap matahari yang baru muncul, kemudian dengan menggosok tasbihnya (juzu), secara lembut beliau menyebut Nammyohorengekyo sebanyak tiga kali dengan suara lantang dengan demikian dimulailah penyebarluasan Nammyohorengekyo di masa Akhir Dharma yang tidak terbatas. Dalam gosyo syoji icidaiji kecimyaku syo, dijelaskan bahwa Nammyohorengekyo adalah badan hukum yang diserahterimakan oleh kedua Buddha Sakyamuni dan Prabutaratna kepada Bodhisattva Visistakaritra dalam pesamuan di antariksa dalam bab ke 21 dari Saddharma Pundarika Sutra (Kekuatan Gaib Sang Thatagatha), untuk selanjutnya disebarluaskan pada masa 5 kali 500 tahun setelah wafatnya Buddha Sakyamuni, yaitu pada masa akhir dharma. Upacara tersebut diyakini sebagai upacara yang mengalir sejak masa lampau yang amat jauh menuju pada penyebarluasan 52
Samantabadra | April 2016
ajaran di masa akhir dharma sebagai hubungan darah satu hal penting dari hidup-mati.
Mengenai hubungan darah satu hal penting dari hidupmati dijelaskan sebagai berikut : 1. Buddha Sakyamuni yang mencapai kesadaran Buddha di masa lampau yang amat jauh, kemudian Saddharma Pundarika Sutra yang merupakan jalan kebuddhaan bagi semuanya untuk mencapai kesadaran Buddha (Myohorengekyo), dan kita umat manusia sembilan dunia, ketiganya sama sekali tidak ada perbedaan. Sungguh hati menyebut Nammyohorengekyo dengan percaya dan memahami hal inilah yang dikatakan sebagai hubungan darah satu hal penting dari hidup-mati. Ini merupakan pokok penting bagi murid dan penganut Buddha Niciren, dan yang dimaksud dengan hal ini adalah mempertahankan Saddharma Pundarika Sutra (Gohonzon).
2. Pada masa lampau, mengikat jodoh yang kuat dan berkobarkobar dengan Saddharma Pundarika Sutra, sehingga di masa sekarang dapat bertemu dengan sutra ini, di masa akan datang tidak diragukan lagi pasti mencapai akibat Buddha. Dalam hidupmati tiga masa, yaitu masa lampau, sekarang, dan akan datang, tidak melepaskan Saddharma Pundarika Sutra; inilah yang disebut menyerahterimakan hubungan darah Saddharma Pundarika Sutra. Orang yang tidak percaya dan memfitnah dharma, dalam Bab Perumpaan pada Saddharma Pundarika Sutra dibabarkan: “Langsung memutuskan bibit Buddha dalam dunia karena memutuskan dan mematahkan bibit Buddha yang memungkinkan untuk mencapai kesadaran Buddha, maka tidak ada hubungan darah satu hal penting dari hidup-mati.�
3. Buddha Niciren, murid dan penganut, serta yang lainnya, semua merasakan dalam hati bahwa diri sendiri dengan orang lain, pihak sana dan sini, sama sekali tidak ada perbedaan. Bagaikan air dan ikan, dengan itai dosyin (badan berlainan hati sama), sungguhsungguh menyebut Nammyohorengekyo; inilah yang dikatakan hubungan darah satu hal penting dari hidup-mati. Apalagi sekarang, inilah hukum pokok penting yang disebarkan oleh Niciren. Ketika murid, penganut, dan yang lainnya membaca makna hal ini dengan badan dan hati, pasti akan dapat mencapai keinginan agung kosenrufu. Sebaliknya jika di antara murid Niciren ada orang yang itai isyin (badan berlainan hati berlainan), hal ini bagaikan orang istana yang menghancurkan istana dari dalam. Jadi penyebutan Nammyohorengekyo pada 28 April 1253 adalah sebagai pertanda dimulainya penyebarluasan Nammyohorengekyo di masa akhir dharma untuk menyelamatkan umat manusia dengan cara mengalirkan kesadaran Buddha kepada seluruh umat manusia, seperti aliran darah di dalam tubuh yang tidak akan
berhenti. Namun demikian, umat di masa akhir dharma di Jepang pada waktu itu telah menolak maha maitri maha karuna Buddha Niciren Daisyonin dengan menimpakan berbagai macam kesulitan dan penderitaan, seperti yang dikatan oleh Niciren Daisyonin, “Sekarang Niciren ingin seluruh umat manusia negeri Jepang percaya Saddharma Pundarika Sutra untuk meneruskan hubungan darah yang memastikan untuk dapat menjadi Buddha, akan tetapi sebaliknya mereka memberikan bermacammacam kesulitan dan penganiyaan kepada Niciren dan pada akhirnya membuangnya ke Pulau Sado.� Dalam memperingati hari penyebutan Nammyohorengekyo yang pertama kali pada 28 April, kita hendaknya menghayati bahwa betapa maha maitri karuna Niciren Daisyonin yang berusaha sekuat tenaga untuk membuka peluang pemunculan kesadaran Buddha bagi kita semua
dengan melaksanakan hati kepercayaan pada Gohonzon dari ketiga hukum rahasia agung sebagai hubungan darah satu hal penting dari hidup-mati. Oleh karena itu, mulai sekarang jangan ada lagi kepercayaan bahwa hubungan darah itu bisa diberikan atau diberhentikan oleh orang lain, karena semuanya itu tergantung pada hati kepercayaan masing-masing kepada Gohonzon. Kalau sungguhsungguh percaya kepada gohonzon dan menyebut Nammyohorengekyo, hubungan darah pasti mengalir. Namun jika diri sendiri tidak percaya, maka sesuai dengan Bab Perumpaan Saddharma Pundarika Sutra dikatakan, akan memutuskan bibit Buddha sehingga tidak ada hubungan darah. Keinginan Buddha adalah semata-mata untuk kebahagiaan seluruh umat manusia. Tidak ada Buddha yang berusaha untuk menakut-nakuti umat dengan hal seperti itu, kalau pun ada itulah ulah dari orang-orang yang dirasuki raja iblis surga keenam yang selalu berusaha untuk menghambat hati kepercayaan umat manusia.
eee
April 2016 | Samantabadra
53
refleksi
Single yang Berkualitas Tak perlu saling menunggu, tak perlu pula saling mencari. Sibuklah saja dengan hal yang baik, dan biarkan pertemuan itu terjadi secara natural. ~ Bakhrul Amal Don’t Worry, Be Happy Bagi yang belum memiliki pasangan, seringkali diliputi perasaan khawatir, gelisah, dan tidak tenang. Pikiran kita dipenuhi dengan pertanyaan, “kapan sang pangeran atau sang putri impian akan hadir di dalam hidup kita?� Ada rasa iri ketika melihat orang-orang di sekitar kita sudah menemukan belahan jiwanya dan bisa saling mencintai satu sama lain. Tidak jarang pula timbul rasa minder yang membuat kita bertanya-tanya, “apakah kita kurang menarik?� Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, karena setiap manusia mempunyai hasrat untuk hidup berpasangan. Akan tetapi, jangan biarkan diri kita larut terlalu lama ke dalam perasaan-perasaan negatif tersebut. Kita tidak perlu khawatir, cukup jalankan saja hidup kita dengan baik. Bahagiakan diri kita dengan melakukan kegiatan yang positif dan menyenangkan, seperti menonton film, mendengarkan musik, membaca buku, mencicipi berbagai makanan enak, mengunjungi tempat-tempat 54
Samantabadra | April 2016
wisata, berolahraga, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya akan membuat kita bahagia, tetapi juga dapat meningkatkan wawasan dan memperluas pergaulan kita.
Just Do The Best Waktu tidak akan pernah bisa terulang kembali. Oleh karenanya, jangan pernah sia-siakan waktu kita yang sangat berharga hanya untuk memikirkan pasangan yang tak kunjung datang. Fokuslah pada kegiatan yang sedang kita jalani saat ini. Bagi yang masih duduk di bangku sekolah atau kuliah, belajarlah dengan sungguh-sungguh agar dapat memperoleh nilai yang baik, bisa lulus tepat waktu, dan membuat orangtua kita bangga. Sama halnya dengan mereka yang sudah terjun ke dunia kerja. Pergunakanlah waktu yang ada untuk mempelajari hal-hal baru, asah bakat dan kemampuan yang ada dalam diri kita, serta jadilah sumber inspirasi. Yang dimaksud dengan sumber inspirasi adalah mereka yang mampu menjadi teladan, bisa memotivasi, dan
memberikan pengaruh positif bagi orang-orang yang ada di sekelilingnya. Lakukanlah yang terbaik, di manapun, kapanpun, dan kepada siapapun itu.
Improving Our Social Relationship Ketika kita memiliki pasangan, biasanya sebagian besar waktu, pikiran, dan perhatian kita akan tersita hanya untuk satu orang. Hampir di dalam semua kegiatan sehari-hari, kita ingin melakukannya bersama dengan pasangan kita. Secara tidak sadar, hal ini menyebabkan hubungan sosial kita dengan keluarga, saudara, dan teman-teman menjadi renggang. Kita jarang menjalin komunikasi dengan mereka dan menjadi kurang begitu peduli terhadap lingkungan di sekitar kita. Beda halnya di saat kita masih sendiri atau belum memiliki pasangan. Kita mempunyai cukup banyak waktu luang yang bisa digunakan untuk mempererat hubungan dengan keluarga dan teman-teman kita. Manfaatkanlah waktu
tersebut untuk berdiskusi, bertukar pengalaman, saling memotivasi, atau bahkan hanya sekedar untuk bertegur sapa. Karena dimulai dari pembicaraan kecil, bisa berlanjut pada pembahasan yang lebih bermakna dan bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Seiring dengan meningkatnya kualitas hubungan sosial dengan orang-orang di sekitar kita, kebahagiaan di dalam diri kita pun akan semakin meningkat. Hidup kita akan dipenuhi dengan kasih sayang yang melimpah, sehingga kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan percaya diri.
Improving Our Faith Ajaran Buddha Niciren Daisyonin menjelaskan bahwa kebahagiaan bukanlah berasal
dari faktor di luar diri kita, tetapi ada di dalam diri kita sendiri. Oleh karena itu, ada atau tidak adanya pasangan, jangan sampai menurunkan kualitas jiwa dan melemahkan hati kepercayaan kita. Kita harus terus berupaya untuk memperbaiki diri kita dengan sungguh-sungguh menjalankan gongyo daimoku di hadapan Gohonzon. Gohonzon adalah cermin jiwa kita. Dengan menyebut Nammyohorengekyo di hadapan Gohonzon, maka akan muncul prajna baik sehingga kita dapat mengetahui kekurangankekurangan apa saja yang masih melekat di dalam jiwa kita. Selain itu, kita juga perlu belajar dharma dengan mengikuti pertemuan dan kensyu yang diadakan setiap bulannya. Melalui
pembelajaran dharma ini, kita akan lebih memahami tentang ajaran Buddha yang sesungguhnya, tentang apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan, serta tentang bagaimana cara menjalankan kehidupan kita dengan sebaik-baiknya. Isilah waktu luang kita dengan mengikuti kegiatan-kegiatan positif yang ada di dalam Vihara, seperti marching band, orkestra, paduan suara, angklung, tarian, teater, dan lain-lain. Tanpa disadari, kita telah menjalankan penyebarluasan dharma dan memupuk rejeki jiwa untuk kehidupan yang akan datang. Seiring dengan meningkatnya hati kepercayaan kita ini, kualitas jiwa kita pun akan semakin meningkat dan jodoh baik dari ribuan mil akan datang menghampiri diri kita. (Megah) April 2016 | Samantabadra
55
refleksi
NSI Berkesenian Nasional T
ahun 2016 ini adalah tahun bersejarah bagi Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) karena tahun ini adalah tahun pertama kalinya NSI diundang untuk mengikuti Pesta Rakyat dan Cap Go Meh di Kota Bogor. NSI berperan serta dalam pesta rakyat kota Bogor tersebut dengan menyumbangkan Marching Band Mandarava NSI dan sebuah tari Sunda, Tari Rarangganis. Dalam rangka menjadi bagian integral bangsa Indonesia, warga keturunan Tionghoa di lingkungan NSI telah melakukan pendekatan budaya nasional Indonesia. Umat NSI didorong untuk turut berkesenian nasional sesuai lokalitas masingmasing. Contohnya umat NSI Sumatera Utara mengembangkan kesenian Batak, sementara umat NSI Jawa Barat mengembangkan kesenian Sunda, dan seterusnya.
Berkesenian nasional itu pada hakikatnya melaksanakan pertapaan Buddhis sesuai ajaran Buddha Niciren Daisyonin sebagai berikut: 1. Aku akan menjadi tiang, mata, dan bahtera negara-Ku (Surat Membuka Mata). Setiap umat meneladani sikap dan perilaku sang Buddha Niciren untuk tetap mencintai tanah air-Nya sampai akhir hayat. Aplikasinya, setiap umat diharapkan bekerja keras untuk kejayaan
56
Samantabadra | April 2016
bangsanya, memiliki visi ke depan tentang bangsanya. Yang termudah ialah menjunjung budaya tempat ia berada. Di samping itu, tampak sikap kebaharian Beliau dengan mengambil perlambang bahtera. 2. Kita dan Lingkungan Menyatu (esyĹ?funi) ialah prinsip bahwa jiwa dan lingkungannya, sekalipun tampak dua gejala berbeda, pada hakikatnya bukanlah dua; jiwa dan lingkungannya adalah dua tahapan realitas tunggal yang terpadu: terdapat interaksi kuat antara manusia dan lingkungan, saling mengisi dan melengkapi antara kedua aspek manusia dan lingkungan ini. Hal yang dilakukan manusia akan berpengaruh pada lingkungan sosial dan fisiknya. Sebaliknya, lingkungan sosial dan fisik akan mempengaruhi perilaku manusia. Terlahir dan tinggal di Indonesia adalah sebuah karma kehidupan masa lampau yang membentuk kita sekarang ini. Hal ini pastilah mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku kita. Kita mencoba melebur ke sistem budaya yang lebih besar dengan mempelajari semua aspek budayanya.
Aktivitas berkesenian nasional ini merata di seluruh susunan provinsi/wilayah NSI. Setiap wilayah bahkan daerah telah bertahun-tahun mempelajari dan mengembangkan kesenian nasional. Semua golongan usia melakukan aktivitas budaya daerah masing-masing: anakanak SD, pelajar SMP, pelajar SMA, mahasiswa, karyawan, direktur, ibu rumah tangga, hingga lansia. Pendanaan semua aktivitas ini dilakukan dengan swadaya murni umat. Upaya berdana paramitha baik materi maupun tenaga. Hal ini merupakan bagian dari pertapaan Buddhis setiap umat. Sebagai sebuah tim, setiap unit kesenian ini harus bekerja sama, saling mengisi kompetensi masing-masing penari dan saling menjaga perasaan masing-masing penari dalam kerangka misi keagamaan dan kebudayaan timnya. Kompetensi tari bukanlah yang utama, yang lebih dikemukakan ialah kesungguhan hati perseorangan dalam wacana pencitraan Buddhis NSI di masyarakat luas di seluruh Indonesia. Maka, aktivitas budaya dalam rangka berkesenian nasional Indonesia itu pada hakikatnya melaksanakan pertapaan
Buddhis, mengendalikan perasaan pribadi di atas kepentingan golongan. Setiap tahun pada bulan Oktober, diadakanlah Festival Tari Nusantara sebagai ajang silaturahmi para umat NSI dari seluruh wilayah yang melakukan gerakan kesenian dalam bentuk pagelaran tari. Umat NSI terus diberikan pembekalan dharma yang sistematis setiap akhir bulan (kensyu gosyo), terus berkarya di bidang sosial-kemasyarakatan dan budaya demi pencitraan publik bahwa umat NSI berkesadaran untuk tetap berkesenian nasional. Dalam wacana menjadi bagian terpadu bangsa Indonesia, umat NSI telah melakukan upaya pelestarian budaya nasional Indonesia. Upaya pelestarian budaya nasional Indonesia sebagai bentuk pertapaan Buddhis harus terus dilakukan oleh umat NSI agar eksistensi kita di bumi Indonesia dapat tetap mantap dan berpadu dengan komponen bangsa lainnya untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. (Kyanne Virya)
silakan hubungi koordinator wilayah/daerah masing-masing untuk pendaftaran, atau kunjungi laman http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia untuk info lebih lanjut, April 2016 | Samantabadra
57
resep
Kering Kentang Ebi Bahan A: 3 kg kentang. Diiris tipis halus 5 sdm bawang goreng 100 gram udang kering (rendam). Haluskan dan sangrai Bahan B: 100 gram cabai merah besar. Buang bijinya 20 gram bawang putih 5 butir kemiri (25 gram) Bahan C: 2 sdm garam 5 sdm gula 1 sdm cuka
Oleh : Ibu Oking D, Bogor
Cara Membuat : 1. Kentang direndam dalam air garam hingga lemas, tiriskan dan diangin-anginkan hingga kering. 2. Goreng dengan minyak (panas sedang) hingga kering dan garing, sisihkan. 3. Tumis bumbu (Bahan B yang telah dihaluskan) dengan sedikit minyak sampai harum dan kering. 4. Tambahkan Bahan C lalu aduk rata. 5. Masukkan udang kering, kentang, dan bawang goreng, lalu aduk rata.
Jawaban TTS Samantabadra Maret 2016
1 2 5
D 3
A
H
P O L
I
S
I 7
H O
6
A
O
D O
A 8 10
A N G K L U N G
Y
N
A
Y
I
G
H
I
A N
P
A
A
S
P A K A U
9
S
S
11
Z O
A T A S A T R U
K
G A K U
N
4
J
T 12
N 13
W A L U B
E N K Y O
I
I
D
F 14
C
16
Y
18
G Y O
O 15
U
M
T H A N K Y O U I
I
G Y A K U E N A
O
T
19
U
N
17
O 20
K E R B A U
R 21
K O T O R
58
Samantabadra | April 2016
Mendatar 3.
AJATASATRU — Seorang raja yang tega membunih ayah nya sendiri.
Menurun 1.
DAIGO — Kebenaran tunggal Saddharmapundarika-sutra( Istilah Jepang)
teka teki silang 1
2
3 4 5
6
7
8 9
10
11
12 13
14
16
15
17
18 19
20
21 22 23
Mendatar
5.
Cara pembinaan denga meneran yang berbeda-beda untuk setiap
Menurun Mendatar 10. Salah atu stasiun televisi di Indo 1. Susunan yang terdiri atas kata-kata, yang 1. Periode Avatamsaka 1. Susunan kata-kata yang memiliki memiliki makna. 12. Ibukota negara Jepang. 2. Gelar Buddha sebagai yang tiba dari makna 3. Waktu ( Istilah Inggris ) 13. Ibukota Jawa Timur. kebenaran, orang yang telah sadar (istilah Inggris) 6.3. Waktu Salah satu pulau utama di Jepang. 14. Salah satu hasil eksresi tubuh. 4. Media cetak 15. satu pulau utama di Jepang 7.6. Salah Keluarga ( Istilah Inggris ) Senang, gembira, ... 5. Cara pembinaan dengan menerangkan (istilah Inggris) 8.7. Keluarga Hari raya umat Hindu 17. Kata sapaan. karunia yang berbeda-beda pada setiapJepang) raya agama HinduJepang. 9.8. Hari Bunga khas negeri 18. Mata Dewa(Istilah orang 9. Bunga khas negeritertinggi Jepang di Jepang. 11. Nama gunung 19. Mata Dharma (Istilah Jepang) 16. Warnatertinggi dasar di Jepang 10. Salah satu stasiun televisi swasta Indonesia 11. Gunung 19. Periode Saddharmapundrikasutra. 12. Ibukota Jepang 16. Warna dasar 20. Lagu kebangsaan negara Jepang. 13. Ibukota Jawa Timur 19. Salah satu periode dalam 21. Saddharmapundarika-sutra Tempat tinggal (rumah). 14. Salah satu hasil ekskresi tubuh 22. Tempat terjadinya transaksi antara penjual 15.dan Senang, gembira 20. Lagu kebangsaan Jepang pembeli. 17. Kata sapaan 21. Tempat tinggal 23. Alat tulis. 18. Mata dewa (istilah Jepang) 22. Tempat terjadinya transaksi antara 19. Mata dharma (istilah Jepang) penjual dan pembeli Menurun 23. Alat tulis 1.
Periode Avatamsaka.
2.
Seseorang yang tiba dari kebenaran " orang yang teah sadar" diberi gelar Buddha sebagai...
4. TTS Salah satupada media komunikasi. Jawaban ini dapat dilihat Samantabadra Mei 2016
April 2016 | Samantabadra
59
Cerita Kiba & Krubu ide cerita: Samanta
ilustrasi: Felicia F
Pergi Pertemuan
KRUBU!!
KRU-
BU!
Eh iya, pertemuan!
CUCI
NAMMYOHORENGEKYO
CUCI
Kesiangan..
SIKAT
SIKAT
OK-KE!
Hehehe..
umm..
Majalah Samantabadra? Siap berangkat!
HILANG ?!
60
Samantabadra | April 2016
langsung balik
Jadwal Kegiatan Susunan NSI
Bulan April 2016 Tgl
Hari 1 Jumat 2 Sabtu 3 Minggu 4 Senin 5 Selasa 6 Rabu
7 Kamis 8 Jumat 9 Sabtu 10 Minggu 11 Senin 12 Selasa 13 Rabu
14 Kamis 15 Jumat 16 Sabtu 17 Minggu 18 Senin 19 Selasa 20 Rabu
Jam 19:00 Ceramah Gosyo
10:00 10:00 10:00 14:00 19:00 14:00 19:00 19:00
Kegiatan
Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul Pertemuan Anak‐anak Daimoku Bersama Rapat Koordinator Lansia Pelajaran Pimpinan Daerah & Cabang Pertemuan Wanita Umum Pertemuan Ibu/Wanita Karier Pertemuan Pria Umum
19:00 Pertemuan Cabang
Tempat Daerah Masing‐Masing
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 3 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 4 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 1 Daerah Masing‐Masing
10:00 Pertemuan Anak‐Anak Daerah / Kelompok 19:00 Pelajaran Pimpinan Anak Cabang / Ranting
Daerah Masing‐Masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1
19:00 Pertemuan Anak Cabang / Ranting
Daerah Masing‐Masing
13:00 Pendalaman Gosyo Untuk Dharmaduta 19:00 Musyawarah DPW & DPD 19:00 Musyawarah DPD
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Daerah Masing‐Masing
14:00 Pertemuan Wanita Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Pria Daerah / Kelompok
10:00 Pertemuan Generasi Muda Daerah/Kelompok 14:00 Pertemuan Lansia Umum 19:00 Pertemuan 4 ( empat ) Bagian
21 Kamis 22 Jumat 23 Sabtu Kensyu Gosyo Umum 24 Minggu Kensyu Gosyo Umum 25 Senin 13.00 Pendalaman Gosyo 26 Selasa 27 Rabu Dokyo‐Syodai Peringatan Pertama kali Penyebutan 28 Kamis 19:00 Mantra Agung 29 Jumat 30 Sabtu
Daerah Masing‐Masing Daerah Masing‐Masing
Daerah Masing‐Masing Vihara Vimalakirti NSI Bogor Daerah Masing‐Masing
Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
April 2016 | Samantabadra
61
Vihara & Cetya
BALAI PUSAT NSI
Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia
Vihara Vimalakirti Muncul Diresmikan 3 Mei 1986 Dipugar 28 okt 2007 Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Vihara Vimalakirti Cisauk Depan SMU 1 Serpong Desa Setu (Muncul) – Kec. Cisauk Kabupaten Tangerang Telp. (021) 75872730 Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969
PROVINSI LAMPUNG
PROVINSI JAWA BARAT
Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728
Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034
PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903
62
Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821 Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Blok Wanakerta Selatan No. 61 RT 02 RW 09 Kelurahan Tuk Mundal, Sumber Kabupaten Cirebon PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo
Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319
Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340
Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 4 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851
Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682
Samantabadra | April 2016
Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201 Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510