Samantabadra SAMANTABADRA | MEI 2016 | NOMOR. 268
gosyo kensyu SURAT KEPADA GIJOBO liputan AUDIENSI KU NSI DENGAN DUBES RI UNTUK LAOS obituari KETUA DHARMA NSI BAPAK SUMITRA MULYADI
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
M
e
i
2 0 1 6
05 # 268
Dalam kenangan. Ketua Dharma NSI Bapak Sumitra Mulyadi. Saat Kensyu Lansia 21 Agustus 2013. Situ Patenggang, Jawa Barat.
S
adarilah penderitaan sebagai penderitaan dan bukalah kegembiraan sebagai kegembiraan. Baik dalam keadaan gembira maupun menderita yang bagaimanapun juga, hendaknya selalu menyebut Nammyohorengekyo. Bukankah ini berarti diri sendiri yang menerima kesenangan Hukum (Jiju Horaku)? (Surat Balasan kepada Syijo Kingo-Syujo Syo Yuraku)
B
etapapun walau menjadi guru dari hati, namun jangan menjadikan hati sendiri sebagai guru. Hal ini tercatat dalam sutra-sutra Sang Buddha Sakyamuni dengan pengorbanan jiwa raga dengan sikap tidak menyayangi jiwa raga sendiri demi Saddharmapundarikasutra untuk membangkitkan kepercayaan yang kuat, adalah menunjukkan hal ini. (Surat kepada Gijobo)
Samantabadra Mei 2016 Samantabadra SAMANTABADRA | MEI 2016 | NOMOR. 268
daftar isi
gosyo kensyu liputan obituari
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Dharma Duta
LIPUTAN Peninjauan Kesenian NSI oleh Kedubes RI untuk Laos KU NSI Menjadi Narasumber SABDA III
Obituari Ketua Dharma NSI Bapak Sumitra Mulyadi
2 5
8 9
10
P
emandangan sinar mentari dari balik air terjun.
SURAT KEPADA GIJOBO AUDIENSI KU NSI DENGAN DUBES RI UNTUK LAOS KETUA DHARMA NSI BAPAK SUMITRA MULYADI
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
M
e
i
2 0 1 6
05 # 268
REFLEKSI Kartinian
42
BERITA DUKA CITA
45
RESEP Keripik Tempe
46
TEKA-TEKI SILANG
47
JADWAL KEGIATAN
49
VIHARA DAN CETYA NSI
50
MATERI AJARAN Gosyo Kensyu Surat kepada Gijobo 12 Gosyo Cabang Surat Balasan kepada Syijo Kingo (Syujo Syo Yuraku) 30 Forum Diskusi Stupa Pusaka Prabhutaratna 39
Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami di : Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia
Halaman Muka
8
9
10 PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENASEHAT Suhadi Sendjaja PENANGGUNG JAWAB Sumitra Mulyadi PEMIMPIN REDAKSI Minto WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Samanta KONTRIBUTOR Arya, Liliawati, Phopy, Kyanne Virya, Tan Kris Setiawan STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999
Mei 2016 | Samantabadra
1
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja Surat Perihal Penganiayaan yang Menimpa Arif Bijaksana Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 26-27 Maret 2016
Nammyohorengekyo,
untuk menuju kepada perwujudan fungsi atau Di dalam gosyo ini, tugas kemunculan-Nya di Niciren Daisyonin Dunia, yaitu mewujudkan menjelaskan makna Dai Gohonzon. Di mana kehadiran-Nya di dunia ini. untuk mewujudkan Makna kehadiran makna kehadiran-Nya Buddha Skayamuni pada diperlukan waktu 27 3.000 tahun yang lalu tahun dan selama 27 tahun adalah membabarkan ini Beliau mengalami Saddharmapundarika-sutra, berbagai tantangan dan di mana masa pembabaran penganiayaan atau masaajaran dari Buddha masa yang sulit. Sakyamuni memerlukan Buddha Sakyamuni waktu selama 42 tahun meramalkan bahwa lebih. Pada masa-masa nanti pada 5 x 500 tahun pembabaran itu Buddha setelah kemoksyaan-Nya Sakyamuni mengalami akan muncul seseorang banyak rintangan dan yang akan mengalami tantangan, antara lain berbagai penganiayaan selama 90 hari makan antara lain yaitu dihukum makanan kuda (dedak), pembuangan, dilukai saudara dan teman satu dengan pedang, dipukul suku banyak yang dibunuh, dengan tongkat. Dan hal Beliau sendiri berusaha ini semua yang mengalami dicelakai oleh Ajatasatru. adalah Niciren Daisyonin, Dalam Gosyo ini Niciren dengan demikian kehadiran menjelaskan bahwa Niciren Daisyonin adalah penderitaan yang dialami sebagaimana sudah adalah sebuah proses atau diramalkan oleh Buddha sarana atau kendaraan Sakyamuni. 2
Samantabadra | Mei 2016
Tanpa kehadiran Niciren Daisyonin yang membuktikan ramalan-Nya, maka Buddha Sakyamuni hanya akan menjadi pembual besar. Oleh karena itu kita harus benar-benar percaya kepada Niciren Daisyonin juga kepada Saddharmapundarika-sutra. Ketika Niciren Daisyonin memasuki Kuil Seico, beliau pernah berprasetya di hadapan patung Bodhisattva Akasagarba, bahwa Beliau ingin menjadi orang yang paling berprajna di dunia. Jadi perjalanan Niciren Daisyonin mewujudkan Dai Gohonzon harus kita mulai dari prasetya-Nya ketika memasuki Kuil Seico tersebut, hal ini adalah Icinen Niciren Daisyonin. Sebagai muridNya kita pun hendaknya juga selalu memunculkan icinen sesuai dengan keinginan Beliau, yaitu
Ketua Umum
ingin seluruh umat manusia mencapai Kesadaran Buddha, tentu saja dengan tersebarluasnya Hukum Nammyohorengekyo. Karena Niciren Daisyonin adalah Raja dari Singa, maka sebagai muridnya kita adalah anak-anak dari Rajanya Singa sehingga keinginan kita harus sama dengan keinginan dari Niciren Daisyonin, inilah makna sesunggunya hubungan darah hati kepercayaan, jangan hubungan darah ditafsirkan sesuka hati demi kepentingan diri sendiri, kalau menafsirkan ajaran agama untuk kepentingan diri sendiri berarti telah menyimpangkan makna ajaran agama itu sendiri. Hendaknya kita umat NSI bericinen ingin menjadi orang yang berbuat paling banyak untuk penyebarluasan Nammyohorengekyo. Jadi kita tidak lagi berbicara halhal yang hanya berkaitan dengan kemajuan diri sendiri saja. Selain prasetya yang diucapkan di Kuil Seico pada usia 16 tahun, kehadiran Niciren Daisyonin tentu berkaitan dengan adanya karma ketiga masa. Oleh karena itu yang penting bagi kita, kita harus selalu menanam
icinen untuk Isyo Jubutsu dan Kosenrufu. Dalam Bab 10 Saddharmapundarikasutra disebutkan, Karena kebencian dan iri hati telah berlimpah-limpah semasa hidupnya sang Buddha betapa akan lebih buruk lagi masa setelah kemoksyaannya. Kehadiran Niciren Daisyonin adalah sesuai dengan ramalan dari Buddha Sakyamuni jadi hal ini adalah landasan keagamaanya. Kalau kita mengalami penderitaan atau menghadapi permasalahan, itu adalah sebuah bukti bahwa apa yang dikatakan oleh Buddha Sakyamuni adalah benar adanya. Selanjutnya kita perlu memaknai apa sebenarnya penderitaan. Niciren Daisyonin menjelaskan bahwa penderitaan yang dialami-Nya adalah sebuah sarana untuk menuju pada perwujudan tugas kehadiran-Nya di dunia. Penderitaan juga bisa menjadi batu loncatan untuk semakin meningkatkan kualitas diri kita, bukannya membuat kita takut. Kita perlu mengubah cara pandang kita, bahwa tujuan beragama hanya untuk mendapat berkah, keselamatan, karena itu
kebanyakan orang berdoa seperti itu. Agama Buddha menjelaskan bahwa segala hal yang terjadi dalam hidup kita adalah rangkaian dari Hukum sebabakibat. Kebahagiaan atau penderitaan adalah karena akibat dari sebab yang sudah kita perbuat. Buddha menjelaskan, dengan Nammyohorengekyo penderitaan bisa dijadikan sebagai batu loncatan untuk memperkuat dan meningkatkan kualitas jiwa kita; Bono soku Bodai, hawa nafsu adalah kesadaran. Dalam Gosyo ini Niciren Daisyonin mengatakan, ketika kita sungguh hati maka yang akan muncul adalah Dunia Buddha kita, tetapi jika kita lengah yang akan muncul adalah sifat iblis kita. Oleh karena itu penderitaan pada dasarnya adalah akibat yang dibuat dari sebabsebab diri sendiri. Mulai saat ini juga, kita perbaiki sebabnya, bukan berusaha mengubah hasilnya; jika berbuat demikian sama saja seperti berusaha mengubah bayangan tanpa mengubah badannya, sia-sia belaka. Kalau sebabnya baik maka akibatnya akan menjadi baik. Begitu juga dalam catatan yang disampaikan Mei 2016 | Samantabadra
3
ceramah gosyo oleh Niciren Daisyonin, ketika akan dipenggal kepalanya melewati Kuil Haciman (dewanya orang Jepang). Dewa artinya adalah kekuatan-kekuatan, baik dalam alam semesta, masyarakat maupun dalam diri manusai itu sendiri, kekuatan itu menjadi sesuatu yang positif atau negatif tergantung penggunannya, yaitu diri kita masing-masing. Kekuatan positif disebut dewa, yang negatif disebut iblis, dua-duanya di dalam diri kita sendiri. Jadi dewa adalah unsur positif, sedangkan iblis adalah unsur negatif yang ada disekitar kita. Pada saat di depan Kuil Haciman Niciren Daisyonin mengatakan, “Bodhisattva Haciman, saya akan dijatuhi hukuman pemenggalan kepala, Anda sudah berjanji dalam Bab Pasamuan
4
Samantabadra | Mei 2016
Agung di Gridrakuta, semua unsur dewa-dewi mereka berprasetya, nanti pada masa 5 x 500 tahun, setelah Buddha Sakyamuni moksya akan melakukan perlindungan kepada orang yang sungguh melaksanakan dan menyebarluaskan Nammyohorengekyo, sekarang saya akan dipenggal, kalau kamu diam saja tidak memenuhi janji Anda sendiri akan saya laporkan kepada Buddha Sakyamuni. Ketika akan dipenggal oleh algojo, muncul meteor yang membuat algojo ketakutan dan akhirnya hukuman pemenggalan dibatalkan. Ini adalah sebuah fenomena nyata yang mencerminkan perlindungan dari alam semesta. Inilah yang disebut dewa-dewi, tetapi perlu saya ingatkan juga, ucapan
Niciren Daisyonin di depan Kuil Haciman jangan disalah artikan sebagai permintaan Niciren Daisyonin kepada dewa dalam pengertian unsur-unsur di luar diri kita. Apa yang digambarkan dalam gosyo ini oleh Niciren Daisyonin adalah adalah Hukum Kewajaran, sebagaimana tertlis di dalam Bab 10 Saddharmapundarika-sutra. Semuanya dialami sendiri oleh Niciren Daisyonin, oleh karena itu yang paling penting untuk kita sekarang adalah kita bisa sungguh hati menerima Gohonzon sebagai perwujudan kehadiran Niciren Daisyonin dengan kepercayaan yang kuat, mendalam dan mantap dalam hidup kita seharihari. eee
Dharma Duta
Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman Surat Perihal Penganiayaan yang Menimpa Arif Bijaksana Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 26-27 Maret 2016
Nammyohorengekyo, Gosyo ini adalah salah satu Gosyo penting, karena menjelaskan tugas kehadiran Niciren Daisyonin di dunia ini, maka itu sebetulnya bukan menjelaskan penganiayaan yang dialami oleh Niciren Daisyonin, tetapi lebih kepada penjelasan makna kehadiran Beliau dan penganiayaan yang dialami selama selama 27 tahun sebagai sarana untuk mewujudkan makna kahadiran Beliau yang sesungguhnya. Untuk mweujudkan Dai Gohonzon melalui banyak tantangan dan rintangan,tetapi sebetulnya Gohonzon itu sudah diwujudkan oleh Buddha Niciren menjalani hukuman di Pulau Sado. Pada waktu itu Niciren Daisyonin menulis Gohonzon yang diberikan secara perorangan kepada muridmurid-Nya. Lebih jauh lagi, pada
saat Niciren Daisyonin memproklamasikan Ajaran tanggal 28 April 1253, itupun sebetulnya dalam hati Niciren Daisyonin telah mewujudkan Dai Gohonzon - Nammyohorengekyo, maka Gohonzon kita adalah Nammyohorengekyo – Niciren. Yang lebih pokok lagi adalah pada saat Niciren Daisyonin berusia 16 tahun, ketika Niciren Daisyonin di Kuil Seico, dihadapan patung Bodhisattva Akasagarba, berdoa dan bertekad untuk menjadi orang yang paling berprajna di seluruh negeri. Nikko Syonin telah menyebarluaskan Hukum ke barbagai daerah di Jepang ketika itu, salah satunya adalah di Acehara. Di daerah ini penganutnya banyak, sehingga mengundang perhatian para penguasa yang mendapat hasutan dari penganut sekte lain untuk menekan dan mengintimidasi penganut di situ, yaitu
apabila masih menyebut Nammyohorengekyo akan di bunuh. Tiga orang petani yang karena berkeras hati mempertahankan kepercayaan kepada Nammyohorengekyo akhirnya dibunuh pada saat itu. Dengan adanya peristiwa di Acehara ini, Niciren Daisyonin menyimpulkan bahwa waktu dan bakat umat sudah matang untuk menerima dan mempertahankan Hukum Nammyohorengekyo sehingga diwujudkanlah Dai Gohonzon pada tanggal 12 Okrober 1279. Dijelaskan dalam gosyo bahwa Buddha Sakyamuni memenuhi tujuan kehadirannya dalam waktu 40 tahun lebih, Mahaguru Tientai memerlukan 30 tahun lebih dan Mahaguru Mei 2016 | Samantabadra
5
ceramah gosyo Dengyo memerlukan waktu 20 tahun lebih, jadi masingmasing Buddha ini untuk memenuhi tugas kehadiran di dunia memakan waktu yang cukup lama. Niciren Daisyonin membutuhkan waktu 27 tahun dengan mengalami berbagai penganiayaan untuk mewujudkan tugas kehadiran-Nya di dunia. Setelah mencapai penerangan agung pada usia 30 tahun Buddha Sakyamuni membabarkan bermacammacam sutra selama 40 tahun lebih ditambah 8 tahun terakhir semasa hidup-Nya. Yang mana tugas pokok kehadiran Buddha Sakyamuni adalah membabarkan Saddharmapundarikasutra. Tugas kehadiran dari Mahaguru Tientai adalah membabarkan Makasyikan, di dalamnya disebutkan perihal icinen Sanzen. Demikian juga halnya Mahaguru Dengyo tugas kehadirannya di Jepang adalah membangun Altar Pemujaan Saddharmapundarikasutra aliran dari Mahaguru Tientai. Kitapun yang sudah berjodoh dengan Gohonzon pasti ada tugas kejiwaannya, yaitu menerima, mempertahankan dan 6
Samantabadra | Mei 2016
memyebarluaskan demi kebahagiaan diri sendiri serta kebahagiaan orang lain. Demikian juga dengan susunan kita, NSI, adalah untuk mempertahankan kemurnian ajaran dan menyebarluaskan khususnya di bumi persada Indonesia. Hal ini sudah kita buktikan pada saat Hut ke-50 tahun NSI dengan mengadakan gerak jalan kerukunan, ribuan umat mengikuti dengan membentuk barisan yang mana barisan paling depan sudah kembali ke finish bertemu dengan barisan yang baru memulai jalan (start). Saya mengartikan hal ini bahwa Hukum Agung ini akan berkembang dan terus menerus berlanjut di bumi Indonesia. Dalam Gosyo ini dijelaskan dengan mengutip Saddharmapundarika, Bab 10, Dharmaduta dimana dijelaskan bahwa pada saat Buddha masih ada saja sudah begitu banyak rintangan dan tantangan, apalagi setelah kemoksyaan Buddha, pasti akan lebih banyak tantangan dan rintangan. Dengan demikian penganiayaan yang dialami oleh Niciren Daisyonin, adalah membuktikan bahwa kata-kata Buddha bukanlah bualan.
Tanpa mengalami penganiayaan yang sedemikian berat Niciren Disyonin tidak dapat membuktikan kebenaran dari ramalan Buddha Sakyamuni, justru dengan adanya penganiayaan yang dialami selama 27 tahun, Niciren Daisyonin dapat mewujudkan makna kehadiran-Nya di dunia ini. Disebutkan di dalam Gosyo bahwa orang yang menentang Niciren Daisyonin pasti akan menerima akibat imbalan, karena Nammyohorengekyo adalah Hukum Sebab Akibat, oleh karena itu mereka yang menentang pasti akan mengalami akibat imbalan atas apa yang diperbuatnya, seperti yang dialami oleh Otacikamasa, Nagasaki Tokicena dan Daisyinbo di mana mereka meninggal dengan tragis yaitu terlempar dari punggung kuda. Demikian juga adanya epdemi penyakit dan pemberontakan dalam puak Hojo serta serangan dari luar yang dialami oleh rakyat Jepang. Semua adalah akibat mereka bersama-sama menentang Saddharmapundarika-sutra. Oleh karena itu kita sendiri harus ingat sebagaimana disebut dalam Gsoyo, manusia
Dharma Duta
pada umumnya bersedia mempertahankan jiwa demi kekuasaan, reputasi dan keuntungan pribadi. Apabila akhirnya tidak mendapatkan apa yang diinginkan akan terjatuh ke dalam 3 dunia buruk dan 4 kecenderungan buruk. Hendaknya kita tidak menjadi manusia yang seperti ini. Kalau menerima akibat baik adalah suatu hal yang aneh, dan menerima akibat buruk adalah suatu hal yang biasa. Hal ini menjelaskan berkaitan dengan peristiwa yang terjadi di Acehara, di mana pada waktu itu ada penganiayaan sehingga banyak murid Niciren Dasiyonin mundur. Niciren Daisyonin mengatakan, inilah yang terjadi karena kita sedang menyebarluaskan Dharma sehingga ada intimidasi dari penguasa. NSI yang sedang memperjuangkan
kebenaran Ajaran juga mendapat rintangan, dengan demikian tantangan hidup yang kita alami adalah kewajaran, karena tujuannya ingin menjaga kemurnian ajaran. Niciren Daisyonin mengatakan, Saya telah menulis mengenai hal-hal yang telah disampaikan berulang kali setiap tahun setiap bulan setiap hari, sekalipun demikian Samibo dan yang lainnya tidak ada keinginan untuk mencari Hukum Buddha. Sungguh pengecut, picik, tamak dan penuh keraguan, tidak mau mengerti walau sudah diberi pengertian, sehingga bagaikan membuang air ke atas pernis atau memotong udara dengan pedang. Sering kali kita demikian, padahal setiap hari kita Gongyo membaca Isyin Yokenbutsu Fuji Syaku syimnyo, dengan sungguh hati ingin melihat atau bertemu Buddha, tetapi saat
bertemu jodoh buruk lupa lagi, lupa lagi. Demikian juga Maijisazenen iga ryo syujo Toku nyu mujodo Soku jujo busyin, ingin membahagian orang lain, tetapi tetap saja yang dicari bahagianya diri sendiri. Mengapa di sini dikatakan tidak mau mengerti dengan Hukum Buddha, tidak mempunyai keinginan untuk mencari Hukum Agama Buddha, karena pengecut. Orang yang tidak mau mencari Hukum Buddha yang sebenarnya artinya masih beragama Buddha tetapi mengharapkan semua kekuatan dari luar, terima jadi. Artinya tidak percaya kekuatan yang ada dalam diri kita sendiri, selalu menyalahkan suasana atau orang lain, apabila demikian, pasti tidak akan merasakan kebahagiaan.
eee
Mei 2016 | Samantabadra
7
liputan
Kunjungan Kedubes RI untuk Laos Meninjau Kesenian NSI
Tim peninjau kesenian NSI dari Kedutaan Besar Indonesia untuk Laos
S
atu tahun sudah berlalu sejak Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) mengirimkan tim kesenian ke Myanmar dalam rangka memperingati perayaan hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke70 disana. Ketua Umum NSI Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja memiliki icinen agar tim kesenian NSI dapat melakukan penyebarluasan dharma melalui kesenian ini dapat ke seluruh negara Buddhis ASEAN. Derap penyebarluasan Dharma ke mancanegara melalui kesenian yang dilakukan oleh NSI terus berlanjut. Kamis, 7 April 2016, pihak kedutaan Laos untuk Indonesia datang untuk melihat kesiapan tim kesenian NSI yang akan mengisi acara peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang 8
Samantabadra | Mei 2016
ke-71 di Laos. Kegiatan ini adalah tindak lanjut dari kegiatan peringatan hari kemerdekaan RI di Myanmar pada tahun 2015. Semangat cinta tanah air agar tercipta perdamaian dan kerukunan antarumat manusia serta untuk melestarikan kesenian asli Indonesia menjadi landasan dan getaran kejiwaan yang istimewa di dalam derap penyebarluasan dharma ini sesuai dengan bimbingan Buddha Niciren untuk senantiasa mengingat dan membalas budi negara atau tanah air. Perwakilan Kedutaan Laos yang hadir ketika itu adalah Bapak Alexandre Firman Arif W. Soepalal, Head of Chancery dan Ibu Fransisca Sitompul, sekertaris 1. Getaran kesungguhan hati yang dipancarkan oleh personil tim kesenian NSI membuat pihak kedutaan Laos tertarik dan berdecak kagum ketika
melihat mereka berlatih. Hal ini akan segera ditindak lanjuti oleh pihak kedutaan RI untuk Laos dengan mengagendakan jadwal pertemuan Ketua Umum NSI (MPU Suhadi Sendjaja) dengan Duta Besar RI untuk Laos, Bapak Emir, untuk melaukan tatap muka dan melakukan pembicaraan yang berkaitan dengan kegiatan ini.
Tatap Muka dan Diskusi bersama Duta Besar Republik Indonesia Untuk Laos Kamis, 14 April 2016, Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja bertemu dan berdiskusi dengan Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Laos, bapak Emir, di Jakarta sebagai tindak lanjut dari kunjungan pihak kedutaan RI untuk Laos pada 07 April 2016 ke kantor NSI.
Diskusi berlangsung dengan baik dan sangat akrab diselasela makan siang bersama. Ketua Umum NSI menyampaikan bahwa kesenian adalah media untuk membangun perdamaian antarumat manusia. NSI bukan hanya ingin menciptakan suasana damai antarumat manusia, tetapi juga ingin melestarikan keseniankesenian tradisional Indonesia, hal tersebut merupakan wujud dari rasa cinta tanah air yang diimplementasikan di dalam Foto bersama Duta Besar RI untuk Laos dan pembinaan umat NSI. Ketua Umum NSI. NSI sudah melaksanakan hal ini sejak tahun 1970-an. Dalam diskusi tersebut Dubes RI untuk Laos menyampaikan bahwa Kedutaan RI memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada tim kesenian NSI untuk mengisi mayoritas acara kesenian perayaan hari kemerdekaan RI ke-71 di Laos pada bulan Agustus 2016 nanti. Menanggapai hal tersebut Ketua Umum NSI menyatakan bahwa NSI siap untuk berkontribusi di dalam perayaan hari Duta Besar RI untuk Laos menyematkan lencana kedutaan kepada Ketua Umum NSI. kemerdekaan RI ke-71 di Laos, untuk memopulerkan kesenian Indonesia di kancah internasional. Pada akhir diskusi, Bapak Emir memberikan lencana kedutaan kepada MPU Suhadi sendjaja sebagai tanda persahabatan, simpatik, dan juga kehormatan dari kedutaan RI untuk Laos kepada NSI yang sudah dengan sungguh hati dan tulus melakukan pembinaan terhadap umat, melestarikan kesenian tradisional, dan menciptakan perdamaian dunia. eee
KU NSI Menjadi Narasumber SABDA Angkatan III
D
alam rangka menciptakan masyarakat yang memahami ajaran agama-agama dan membina perdamaian antarumat beragama, maka, Forum Kerukuan Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta dan Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina menyelenggarakan Sekolah Agama dan Bina Damai (SABDA). Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI), Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja menjadi Narasumber untuk menjelaskan Agama Buddha kepada siswa SABDA pada hari Senin, 04 April 2016 di SCB Learning Center, Cilember, Bogor-Jawa Barat. Siswa SABDA terdiri dari seluruh unsur agama dan beberapa kelompok aliran kepercayaan yang ada di Indonesia. eee Mei 2016 | Samantabadra
9
obituari
Ketua Dharma NSI Bapak Sumitra Mulyadi
Selamat Jalan Guruku.. Sahabatku.. TAN KRIS SETIAWAN
S
eperti tidak percaya rasanya begitu ditelpon oleh Ibu Lis (Istri Bapak Sumitra), bahwa Bapak Sumitra telah tiada pada jam 21.30, karena 2 jam sebelumnya saya berbincang dengan beliau dan tetap semangat tanpa ada tanda-tanda untuk pergi selamanya. Beliau masih bersalaman dengan saya pada waktu pamit, yang biasanya tidak pernah dilakukan, saya tidak menyadari rupanya itu salam terakhir yang menandai perpisahan untuk selamanya. Saya mulai mengenal beliau sejak tahun 1980, pada saat mengikuti Penataran I bagian Pemuda NSI seluruh Indonesia di Megamendung. Semangat 10
Samantabadra | Mei 2016
shinjin sudah terlihat sejak saat itu, berlanjut pada Safari bagian Pemuda NSI ke Medan dengan bus pada bulan Juli 1984 selama 12 hari. Sampai pada tahun 2000 ketika Vihara Vimalakirti NSI Angke diresmikan, saya sering bertemu, mengobrol, berdiskusi layaknya seorang sahabat. Hubungan yang dekat antara saya dengan beliau dimulai ketika acara-acara NSI di luar kota, baik di Lampung, Solo, Jambi, Pontianak, Medan dan lainnya, bahkan sampai perjalanan keagamaan ke Jepang tahun 2008, saya selalu ditempatkan satu kamar berdua dengan beliau, di mana selain berdialog pada saat
menjelang tidur, beliau juga sering memberikan bimbingan lewat ajaranajaran Buddha Niciren Daisyonin. Keinginannya adalah agar saya selalu percaya pada Gohonzon, mengikuti dengan menjalankan sungguh-sungguh katakata Buddha. Hal ini sangat menyentuh hati saya, juga selalu ia katakan dan pegang sebagai pedoman hidupnya. Dari situ saya melihat kesungguhan dan ketulusannya dalam menjalankan kehidupan adalah shinjin yang selalu diutamakan, seperti pada saat jam 05.00 pagi saya masih tidur pulas, beliau sudah bangun, kemudian mandi lalu
gongyo pagi. Setelah itu dia membangunkan saya. Kelihatannya seperti suatu hal yang biasa, tapi saya terkesan terhadap sikap shinjinnya itu. Komunikasi juga kami jalankan hampir setiap hari lewat telepon, jika saya tidak hadir di pertemuan, beliau pasti menanyakan saya, begitupun saya sering melepon walaupun hanya sekedar menyapa. Pada saat-saat resah dalam kehidupan saya, beliau selalu memberi dorongan tanpa bosan. Peristiwa yang tidak dapat terlupakan pada hidup saya adalah ketika saya mengalami kendala ekonomi berbarengan dengan sakit saraf terjepit yang tidak kunjung sembuh. Saya bingung dan hampir putus asa, tetapi beliau membimbing saya dengan penuh keyakinan, hanya dengan satu kata saja yaitu daimoku di depan Gohonzon yang akhirnya saya dapat mengatasinya
Di Hoon Ji, 30 Juli 2004.
dan semakin meningkat kualitas jiwanya. Sebulan yang lalu pada saat saya menjenguknya di rumah sakit, saya menanyakan kapan bisa ceramah lagi dan bagaimana kondisinya dalam menghadapi rintangan penyakit ini. Beliau mengatakan dengan penuh keyakinan bahwa rintangan yang dialami sekarang ini belum apa-apa jika dibandingkan dengan rintangan/penderitaan yang dialami oleh Buddha Niciren Daisyonin. Walau dalam kondisi sakit, ia masih menanyakan keadaan diri saya. Keyakinan dan kesungguhan hati yang konsisten dijalani tidak berubah sedikitpun sampai dirawat di RS, di mana beliau selalu gongyo dengan Omamori Gohonzon di hadapannya. Begitupun pada saat ajal bersama Ibu Lis, beliau masih memegang juzu yang menandakan sebelumnya beliau sedang daimoku ketika menghembuskan nafas terakhir. Sungguh suatu sikap shinjin yang mendalam dan patut diteladani. Akhir kata, tentu kita (termasuk saya) sebagai
Di Bukit Kasagamori, 30 Juli 2004.
Di Seicho Ji, 30 Juli 2004.
pelaksana Saddharma Pundarika Sutra akan menjadikan kepergian Ketua Dharma NSI untuk lebih sungguh-sungguh dalam mendalami ajaran Buddha. Seperti yang dikatakan Ketua Umum NSI, Bapak Suhadi di tempat kremasi, bahwa perjalanan masih panjang dan keteladanan shinjin beliau tetap akan kita ikuti dalam rangka penyebarluasan dan menegakkan ajaran. Selamat jalan sahabatku‌ guruku... Nammyohorengekyo. eee
Mei 2016 | Samantabadra
11
materi ajaran | gosyo kensyu
Gosyo Kensyu
Surat Kepada Gijobo
LATAR BELAKANG|
S
urat ini ditulis pada tanggal 28 bulan ke-5 tahun 1273 (Bun-ei 10), ketika Niciren Daisyonin berusia 52 tahun, di tempat pembuangan di Icinosawa, Pulau Sado dan diberikan kepada Gijobo yang berada di Kuil Seico, daerah Awa. Surat asli tidak tersimpan dengan baik.
yang merupakan gosyo-gosyo penting yang mengandung makna mendalam dari perbandingan ajaran pembibitan dan pemanenan sebagai tulang punggung Hukum agama Buddha Niciren Daisyonin, telah ditulis berturut-turut pada waktu itu.
Kalau membaca Gosyo ini dengan Pada bulan kedua setahun sebelum menyesuaikan gosyo-gosyo tersebut di surat ini ditulis, Beliau telah menulis atas maka walau surat ini singkat namun Gosyo Membuka Mata yang merupakan terkandung Hukum yang sangat mendalam perwujudan nyata dari Manusia Pokok dari perbandingan ajaran pembibitan dan Pemujaan (Nin Honzon), begitupun satu Pemanenan. Teristimewa karena Gosyo bulan kemudian, yakni bulan ke-4 yang lalu ini ditulis bersamaan waktunya dengan Beliau telah menulis Kanjin no Honzon Syo Kanjin no Honzon Syo, maka Gosyo ini yang merupakan perwujudan nyata dari merupakan surat penting yang singkat Dharma Pokok Pemujaan (Ho Honzon). namun berbobot. Terlebih lagi, berbagai Gosyo antara Kuil Seico merupakan kuil tua sekte lain Syoho Jisso Syo, Perihal Pertapaan Tien-tai. Oleh karena itu, kiranya Gijobo yang sesuai dengan Ajaran Sang Buddha, yang selama bertahun-tahun mempelajari Catatan Perwujudan Sang Buddha di Masa Ajaran Agama Buddha sedikit banyak Mendatang, To Tai Gi Syo dan lain-lain memahami ajaran dari sekte Tien-tai. 12
Samantabadra | Mei 2016
Gijobo, penerima surat ini adalah murid Dozenbo dari Kuil Seico. Ketika berusia 12 tahun, Niciren Daisyonin berguru kepada Dozenbo di Kuil Seico dan pada usia 16 tahun mencapai tingkat kebhikkuan dan Gijobo adalah kakak seperguruannya. Ketika Niciren Daisyonin memproklamasikan sekte Niciren Syosyu pada tahun 1253 (tahun Kenco 5) di Kuil Seico, seketika itu telah dihadapkan dengan penganiayaan dari Tojo Kagenobu, Kepala Desa Tojo, Gijobo telah bersama-sama dengan Jogenbo, tanpa menghiraukan keselamatan diri mereka untuk melindungi keselamatan jiwa Niciren Daisyonin. Dengan demikian, walau Gijobo berada dalam Kuil Seico, namun hatinya secara mendalam percaya pada Niciren Daisyonin. Untuk itu, ia sering menulis surat dalam rangka menuntut Hukum Agama Buddha. Karena pada bulan ke-7 tahun 1276 (Kenji 2) dalam surat Niciren Daisyonin tertulis :”Telah mewujudkan Gohonzon,” (Gosyo Zensyu, halaman 330), di mana Jogenbo telah diserahterimakan Gohonzon, begitupun kiranya Gijobo.
mewujudkan pendirian sesungguhnya (Hossyaku Kempon).
Oleh karena sebelumnya telah menegakkan suasana jiwa Beliau sebagai Tathagata Sambogakaya yang muncul atas kehendak sendiri dari masa lampau yang kekal abadi, sehingga dikatakan bahwa wujud sesungguhnya dari jiwa Beliau seadanya, telah berhasil mewujudkan Ketiga Hukum Rahasia Agung yang terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan dalam Bab Panjang Usia Sang Tathagata. Untuk itu, nama lain dari Gosyo ini adalah ‘Perihal Dunia Buddha Jiwa Sendiri’.
Pada mulanya dijelaskan mengenai sesungguhnya kurnia kebajikan dari pelaksanaan pertapaan. Di samping itu, pelaksanaan pertapaan itu harus merupakan pelaksanaan yang sesuai dengan Ajaran Sang Buddha dan sesuai dengan bakat dan Hukum dari Masa Akhir Dharma. Teristimewa berdasarkan kutipan kalimat dalam `Jigage’ dari Bab Panjang Usia Sang Tathagata yang berbunyi, “Dengan satu hati ingin melihat Sang Buddha, sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri.” Sesungguhnya kutipan kalimat Sutra ini telah dibaca dan diamalkan. Beliau melalui peristiwa penganiayaan Tatsunokuchi dengan menanggalkan pendirian sementara dan
Mei 2016 | Samantabadra
13
materi ajaran | gosyo kensyu ISI GOSYO |
P
ertanyaan mengenai Prinsip Hukum Agama Buddha telah diterangkan dengan jelas, kurnia kebajikan Saddharmapundarika-sutra hanya dapat dimengerti dalam suasana jiwa antara Buddha dan Buddha, merupakan kesadaran dalam jiwa Sang Buddha yang tak terjangkau walau dengan prajna titisan Buddha sepuluh penjuru. Jadi Mahaguru Tien-tai pun telah menjelaskan satu kata `Myo’ (Sad) dari Myohorengekyo (Saddharmapundarika-sutra) sebagai berikut, “Myo dikatakan sebagai sesuatu yang gaib yang tidak terjangkau oleh pikiran”. Kiranya hal ini telah dijelaskan sebelumnya. Namun demikian, di dalam Saddharmapundarika-sutra ini terbagi berbagai tahap pertapaan. Hukum ini hanya diketahui oleh orang-orang seperti Mahaguru Tientai, Mahaguru Miao Lo dan Mahaguru Dengyo. Walau Mahaguru Dengyo adalah kelahiran kembali dari Mahaguru Tien-tai, kiranya mungkin hal ini bermaksud lebih memperjelas yang kurang jelas. Untuk memperoleh jawaban yang tepat tentang hal tersebut di atas, telah berulang kali mengirim utusan ke Tiongkok. Justru Hukum yang dijelaskan dalam Saddharmapundarika-sutra adalah Sepuluh Dunia yang memiliki Sepuluh Dunia, Seratus Dunia, Seribu Apek (Nyoze), dan Icinen Sanzen, merupakan sesuatu yang sangat penting sekali dan Hukum ini tertulis di dalam buku yang bernama Maka Syikan.
Selanjutnya prinsip Hukum yang dijelaskan dalam Bab Panjang Usia Sang Tathagata Saddharmapundarika-sutra merupakan pegangan bagi diri Niciren. Walau Mahaguru Tien-tai, Mahaguru Dengyo dan lain-lain mengetahuinya, namun tidak mengutarakannya. Begitupun halnya dengan Nagarjuna, Vasubandhu dan lain-lainnya. Dalam syair `Jigage’ dari Bab Panjang Usia Sang Tathagata terdapat kutipan yang berbunyi : “Dengan satu (sungguh) hati ingin melihat Buddha, dan sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri.” Dengan berdasarkan pada kutipan kalimat ini, telah mewujudkan suasana Dunia Buddha dalam jiwa Niciren sendiri. Hal ini berarti bahwa Saya telah berhasil mewujudkan Ketiga Hukum Rahasia Agung sebagai ‘Icinen Sanzen sesungguhnya’ yang dijelaskan dalam Bab Panjang Usia Sang Tathagata, terdapat dalam kutipan kalimat Sutra ini. Hendaknya rahasiakanlah hal ini. Kalau berdasarkan pada Mahaguru Dengyo dari Gunung Hiei, yang telah pergi ke Tiongkok untuk mewarisi penjelasan dari kutipan kalimat Sutra ini, maka makna kata ‘satu’ dalam kutipan: ‘Satu hati ingin melihat Sang Buddha’, memiliki makna jalan tunggal yang suci dan bersih. Sedangkan kata ‘hati’ berarti seluruh Hukum. Oleh karena itu, Mahaguru Tien-tai menjelaskan kata ‘hati’ sebagai ‘Satu Bulan Tiga Bintang, akibat hati yang suci dan bersih’. Niciren memberi penjelasan dengan berkata, ‘satu’ berarti ‘Myo’ (Sad); ‘hati’ berarti ‘Ho’ (Dharma); ‘ingin’ berarti 14
Samantabadra | Mei 2016
‘Ren’, ‘melihat’ berarti ‘Ge’, ‘Sang Buddha’ berarti ‘Kyo’ (Sutra). Dalam usaha demi menyebarluaskan kelima aksara dari judul Saddharmapundarika-sutra ini harus sama sekali tidak menyayangi jiwa raga adalah merujuk pada kutipan kalimat ‘Sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri’. Kutipan kalimat ‘Dengan satu hati ingin melihat Sang Buddha’, berarti menyatukan hati menjadi satu kebulatan tekad untuk melihat Sang Buddha, dan juga berusaha dengan satu hati melihat Sang Buddha. Keberhasilan mencapai akibаt imbalan Sang Buddha yang dikatakan sebagai Trikaya yang tidak dibuat-buat, bahkan mungkin akan melampaui Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo, serta lebih unggul dari pada Nagarjuna dan Maha Kasyapa. Camkanlah, camkanlah, betapapun walau menjadi guru dari hati, namun jangan menjadikan hati sendiri sebagai guru, hal ini tercatat dalam sutra-sutra Sang Buddha Sakyamuni dengan pengorbanan jiwa raga dengan sikap tidak menyayangi jiwa raga sendiri demi Saddharmapundarika-sutra untuk membangkitkan kepercayaan yang kuat, adalah menunjukkan hal ini. Nammyohorengekyo, Nammyohorengekyo. Tanggal 28 bulan ke-5 tahun Bun-ei 10 Hormat saya,
tertanda
Niciren
Mei 2016 | Samantabadra
15
materi ajaran | gosyo kensyu | KUTIPAN GOSYO
1
Pertanyaan mengenai Prinsip Hukum Agama Buddha telah diterangkan dengan jelas, kurnia kebajikan Saddharmapundarikasutra hanya dapat dimengerti dalam suasana jiwa antara Buddha dan Buddha, merupakan kesadaran dalam jiwa Sang Buddha yang tak terjangkau walau dengan prajna titisan Buddha sepuluh penjuru.
antara Buddha dengan Buddha. Karena itu walau Sang Buddha titisan dari sepuluh penjuru pun tidak dapat menjangkaunya, sehingga merupakan suasana jiwa pembuktian dalam (Naisyo) yang sangat mendalam. Apalagi, manusia biasa tentu sulit untuk mengetahui suasana jiwa demikian. Sungguh itu adalah Saddharma (Myoho), karenanya dikatakan sebagai Hukum Gaib yang halus, peka, jauh dan mendalam. Keterangan: Oleh karena itu, Mahaguru Tien-tai, Guru Tujuan inti hakekat dari pertapaan Agung Masa ‘Zoho’ dalam Bab ‘Jo-o’ dari Hukum agama Buddha adalah pencapaian Hokke Gengi mengatakan, “Myo dikatakan kesadaran Buddha. Justru keberhasilan ini sebagai sesuatu yang gaib tak terjangkau merupakan kurnia kebajikan yang teragung oleh pikiran,” hal mana berarti bahwa gaib dan tertinggi. Semua rejeki kebajikan tak terjangkau, berarti tidak terjangkau yang mencakupi spiritual dan material dan terpikirkan, serta tak terlukiskan masa sekarang ini, keseluruhannya telah dengan kata-kata dan pikiran. tercakupi di dalam ini. Dengan berdasarkan Dalam kitab Hokke Gengi telah apakah para Buddha dari ketiga masa dijelaskan secara terperinci mengenai berhasil mencapai kesadaran Buddha Myohorengekyo. Terutama perihal ini? Bagaimanakah kekuatan pendorong Saddharma (Myoho) hanya dijelaskan sumber pokok tersebut? Dalam hal ini dua pertiga bagiannya saja; Terlebih tidak lain adalah Nammyohorengekyo. dari itu, mengenai Myo (Sad) telah Dalam Surat Balasan Kepada Akimoto diberi penjelasan prinsip Hukum yang dikatakan: “Buddha-buddha dari ketiga belum pernah terdapat pada masa-masa masa sepuluh penjuru pasti menjadikan sebelumnya. Namun demikian, Hukum kelima aksara Nammyohorengekyo sebagai agama Buddha Mahaguru Tien-tai, bibit untuk mencapai Kesadaran Buddha.” betapapun masih berada dalam batas-batas (Gosyo Zensyu, hlm. 1072). teori belaka. Lingkungan dan prajna Myohorengekyo Dalam Surat Rissyokan dikatakan, dari hakekat pokok yang sulit dijangkau “Hanya antara Buddha dan Buddha yang oleh pikiran manusia dijadikan sebagai dapat mengetahui dan mengamalkannya, bibit pokok dari kurnia kebajikan berarti Hukum Tiga Ribu Dunia dari pencapaian Kesadaran Buddha. Sama Ajaran Bayangan hanya dapat diketahui seperti yang dikatakan dalam kutipan dan dipahami oleh Buddha dari Ajaran kalimat dari surat ini, “Hanya dapat Bayangan. Namun, Saddharma (Myoho) diperoleh dengan suasana jiwa antara dari linkungan dan prajna inti hakekat Buddha dengan Buddha.” Yakni suasana pokok yang sulit dipikirkan, tidak dapat jiwa yang sangat mendalam hanya terdapat terjangkau oleh para Buddha Ajaran
GM
16
Samantabadra | Mei 2016
Bayangan,” hal mana dengan sendirinya menunjukkan terdapatnya keterbatasan. Kutipan kalimat ‘Hanya antara Buddha dan Buddha yang dapat mengetahui dan mengamalkannya’ adalah kutipan kalimat yang terdapat di dalam Bab Upaya Kausalya Saddharmapundarika- sutra. Kalau berdasarkan Wajah Ajaran (Kyoso), maka “Hanya Buddha” adalah Sang Buddha Sakyamuni, “Dan Buddha” adalah Tathagata Prabhutaratna. Sekalipun Sang Buddha tidak menerima pertanyaan, namun telah memuji suasana jiwa Buddha dengan berkata : “Prajna para Buddha adalah sangat mendalam dan tak terbatas.” Karena mengutarakan sesuatu tanpa menghiraukan apapun, sehingga dikatakan sebagai ‘Tanpa ditanya, menjelaskan dengan sendirinya (Mumonjisece).” Dan Sariputra yang terjerumus atas kesempurnaan yang dicapai dalam kesadaran prinsip teori kosong, telah turut memuji prajna Sang Buddha, karena itu telah dibina memasuki Dunia Buddha sambil dituntut dengan berkata, “Berhentilah, Sariputra! Jangan berulang kali menjelaskannya, Demikianlah hendaknya.” Dengan demikian, walau Sariputra yang memiliki prajna unggulpun mencapai kesadaran Buddha melalui hati kepercayaan. Dalam pendirian Kanjin, badan inti hakekat adalah sumber pokok yang dapat menghidupkan seluruh Buddha dari ketiga masa, yakni Nammyohorengekyo dari Icinen Sanzen yang sesungguhnya. Suasana jiwa dari Gohonzon ini merupakan Hukum utama yang jarang dan sangat sulit dimengerti. Hanya Niciren Daisyonin seorang diri saja yang mengetahuinya, kita manusia biasa sulit untuk memahaminya.
Perihal hanya dapat diketahui oleh Buddha dan Buddha berarti Hukum yang mendalam dan rahasia yang hanya diketahui oleh Niciren Daisyonin bersama bhiksu penerus wasiat hubungan darah, Bhiksu Tertinggi kedua, Nikko Syonin. Akan tetapi, Niciren Daisyonin tidak hanya tidak memiliki suasana jiwa untuk mengatakan, “Berhentilah Sariputra, jangan berulang kali menjelaskannya,” bahkan kepada kita umat manusia Masa Akhir Dharma dengan tanpa terkecuali, telah dijelaskan Ketiga Hukum Rahasia Agung. Oleh karena itu, hal utama agar kita dapat memasuki Dunia Buddha adalah berdasarkan prinsip “Dapat memasuki dengan kepercayaan”, yakni hanya dengan percaya, baru dapat memasuki kesadaran Dunia Buddha.
2
Justru Hukum yang dijelaskan dalam Saddharmapundarikasutra adalah Sepuluh Dunia Yang Memiliki Sepuluh Dunia, Seratus Dunia, Seribu Aspek (Nyoze), dan Icinen Sanzen, merupakan sesuatu yang sangat penting sekali.
GM
Keterangan: Pada bagian yang terdahulu dijelaskan bahwa pelaksanaan untuk memperoleh ‘kurnia kebajikan Saddharmapundarikasutra’ terbagi dalam berbagai tahap. Dan yang mengetahui dengan jelas tentang hal itu hanyalah Mahaguru Tien-tai, Mahaguru Dengyo dan lain-lain. Untuk itu, inti hakekatnya telah ditunjukkan dalam kitab Maka Syikan dengan menjelaskan Sepuluh Dunia yang memiliki Sepuluh Dunia, Seratus Dunia Seribu Aspek (Nyoze), Icinen Sanzen. Jаdi, “Pencapaian kesadaran Buddha dalam keadaan seadanya (Soku Syin Jobuce)” Mei 2016 | Samantabadra
17
materi ajaran | gosyo kensyu yang merupakan kurnia kebajikan Saddharmapundarika-sutra, sesungguhnya merupakan suatu suasana jiwa yang hanya diketahui antara Buddha dengan Buddha dan bukan sesuatu yang mudah untuk dicapai. Pada umumnya, Hukum pertapaan yang mendasar yang dijelaskan dalam Saddharmapundarika-sutra adalah “Menerima dan mempertahankan, membaca, menghafal, menjelaskan, menulis dan menyalin”. Yakni kelima bentuk pertapaan dari Dharma Duta. Namun demikian, Hukum yang dirahasiakan di dasar kalimat Saddharmapundarika-sutra merupakan sesuatu yang sangat halus, peka dan mendalam sekali. Oleh karena itu, jika hanya melaksanakan kelima bentuk pertapaan Dharma Duta saja, maka tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha. Untuk itu Mahaguru Tien-tai di samping berdasarkan kelima bentuk pertapaan Dharma Duta dari Saddharmapundrika-sutra telah mengajarkan perihal menyelaraskan jiwa raga dengan menunjukkan ke-25 Hukum. Selain itu, menyelaraskan jiwa raga dengan mencurahkan jiwa raga sedemikian rupa kepada Saddharmapundarika-sutra untuk melaksanakan kelima bentuk pertapaan tersebut dan menyelaraskan jiwa raga dengan mendalami inti hakekat Hukum Teoritis untuk menyadari Sepuluh Dunia yang Memiliki Sepuluh Dunia, Seratus Dunia Seribu Aspek (Nyoze), dari Icinen Sanzen. Akan tetapi, Icinen Sanzen yang dijelaskan Mahaguru Tien-tai adalah ‘Syoho Jisso’ Sepuluh Aspek (Nyoze) dari Bab Upaya Kausalya Saddharmapundarikasutra yang dijadikan sebagai dasar. Kemudian karena mempergunakan 18
Samantabadra | Mei 2016
prinsip tiga perbedaan yang dijelaskan dalam ‘Sanmyogoron’ dari Bab Panjang Usia Sang Tathagata, maka betapapun tidak lain berupa Ajaran Bayangan yang dijadikan sebagai permukaan yang membungkus Ajaran sesungguhnya sebagai inti. Dengan demikian, Ajaran Bayangan tidak lain hanya menjelaskan Seratus Dunia Seribu Aspek (Nyoze), sedangkan Sang Buddha sama sekali tidak menjelaskan perihal dimana, bilamana, dan bagaimanakah caranya mencapai kesadaran Buddha, yakni tidak dijelaskan sebab-sebab asal pokok, akibat asal pokok dan tanah air asal pokok. Kemudian setelah memasuki Ajaran Sesungguhnya, yaitu Saddharmapundarikasutra, baru menjelaskan Ketiga hal tersebut di atas. Dan ini dinamakan Sanmyogoron. Dengan demikian, Ketiga Perbedaan yakni Perbedaan Kelima Unsur Jiwa Umat Manusia, Perbedaan Umat Manusia, dan Perbedaan Tanah Air menjadi jelas adanya. Akan tetapi Mahaguru Tien-tai betapapun masih berada pada batas-batas yang berdasarkan pada Ajaran Bayangan Dengan kata lain Icinen Sanzen dari Mahaguru Tien-tai adalah perwujudan 3.000 Hukum yang mencakupi prinsip jiwa manusia biasa dan bukan Icinen Sanzen sesungguhnya yang mewujudkan dengan nyata Buddhakaya sesungguhnya. Kiranya hal ini disebabkan karena diri Mahaguru Tien-tai, betapun dihadapan Sang Buddha Sakyamuni masih berpendirian sebagai Bodhisattva, sehingga tidak dapat menyimpulkan berdasarkan pada Ajaran Sesungguhnya yang dijelaskan berdasarkan suasana pembuktian dalam (Naisyo) Sang Buddha yang sesungguhnya. Akan tetapi, Icinen Sanzen dari Mahaguru Tien-tai adalah suatu teori
yang sangat cermat dan dikatakan bahwa mengenai wujud dari Icinen Sanzen hanya terbatas pada penjelasannya saja Niciren Daisyonin dalam Kanjin No Honzon Syo mengatakan ‘Dijelaskan makna Hukum Icinen Sanzen, namun hal ini dijelaskan berdasarkan teori Icinen Sanzen yang mencakup sifat kerohanian’. (Gosyo Zensyu hal 253). Disamping itu seperti yang dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa untuk mencapai kesadaran, tidak hanya diperlukan pelaksanaan pertapaan tahap awal yang rumit seperti lima bentuk pertapaan, kedua puluh lima hukum, bahkan untuk memperoleh kesadaran berdasarkan pada Kanen Kanpo, mutlak diperlukan orang yang memiliki kemampuan berpikir yang kuat. Untuk mengembangkan keunggulan tersebut hanya terbatas bagi orang-orang yang berbakat dan berkemampuan tinggi yang dapat memahami hukum yang sangat halus, peka dan mendalam sekali. Sebaliknya Hukum Agama Buddha Niciren Daisyonin telah mendirikan Hukum pelaksanaan diri sendiri (jigyo) dari wujud sesungguhnya dengan menjadikan Ajaran Sesungguhnya sebagai permukaan yang membungkus Ajaran Bayangan di dalamnya. Dalam surat Perbedaan Ajaran Mahayana dan Hinayana, Ajaran sesungguhnya dan Ajaran Sementara demi menyembuhkan penyakit, dikatakan ‘pandangan Hukum dari Icinen Sanzen terdapat dua macam, yang pertama adalah teoritis dan kedua adalah yang sesungguhnya. Pada masa kehidupan Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo adalah teoritis, sekarang adalah yang sesungguhnya. Mereka adalah Icinen Sanzen dari Ajaran Bayangan sedangkan kita adalah Icinen Sanzen Sesungguhnya di
mana terdapat perbedaan bagaikan bumi dan langit (Gosyo Zensyu hal 998). Seperti yang tertulis dengan jelas dalam kutipan di atas bahwa justru Icinen Sanzen sesungguhnya dari Niciren Daisyonin adalah Ajaran Sesungguhnya yang sejati. Dai Gohonzon dari ketiga Hukum Rahasia Agung diwujudkan, maka Ajaran Bayangan dan Ajaran Sesungguhnya dari Saddharmapundarika-sutra pun menjadi Ajaran Bayangan. Inilah yang dikatakan sebagai perbandingan Ajaran Pembibitan dan Pemanenan. Demi menyelamatkan seluruh umat manusia, Niciren Daisyonin mewujudkan Dai Gohonzon dari Altar Agung Ajaran Sesungguhnya dengan mengatakan : “Hukum Icinen Sanzen tidak lain adalah Mandala Agung”. (Gosyo Zensyu, hal. 1339) Dan kalau percaya Gohonzon dengan menyembah dan menyebut Nammyohorengekyo, maka ketiga racun akan terwujud sebagai tiga kebajikan dan dapat mencapai Kesadaran Buddha dalam keadaan apa adanya.
3
Dalam syair `Jigage’ dari Bab Panjang Usia Sang Tathagata terdapat kutipan yang berbunyi : “Dengan satu (sungguh) hati ingin melihat Buddha, dan sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri”. Dengan berdasarkan pada kutipan kalimat ini, telah mewujudkan suasana Dunia Buddha dalam jiwa Niciren sendiri. Hal ini berarti bahwa Saya telah berhasil mewujudkan Ketiga Hukum Rahasia Agung sebagai ‘Icinen Sanzen sesungguhnya’ yang dijelaskan dalam Bab Panjang Usia Sang Tathagata, terdapat dalam kutipan kalimat Sutra ini. Hendaknya rahasiakanlah hal ini.
Mei 2016 | Samantabadra
19
materi ajaran | gosyo kensyu Keterangan : Melalui Hukum Bab Panjang Usia Sang Tathagata untuk memperbandingkan Icinen Sanzen teoritis dengan yang sesungguhnya, yakni dengan kutipan kalimat : satu hati ingin melihat Sang Buddha dan sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri. Hal tersebut menjelaskan badan Nammyohorengekyo dari Icinen Sanzen Sesungguhnya yang merupakan Dunia Buddha diri sendiri dari Niciren Daisyonin. Hanya Niciren Daisyonin seorang diri yang telah membaca dengan jiwa raga, Bab Panjang Usia Sang Tathagata. Dalam pembuktian nyata Beliau sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra telah empat kali dihadapi malapetaka yang hampir saja merenggut jiwa Beliau. Teristimewa, peristiwa hukuman pemenggalan kepala di Tatsunokuchi pada tanggal 12 September 1271 (Bun-ei 8), Niciren Daisyonin telah menanggalkan bayangan dari pendirian sebagai manusia biasa dan mewujudkan hakekat sesungguhnya sebagai Tathagata Sambhogakaya yang muncul atas kehendak sendiri dari masa lampau yang kekal abadi. Sungguh Beliau telah membaca dengan jiwa raga, kutipan kalimat : “satu hati ingin melihat Sang Buddha, mereka sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri.” Untuk itu dikatakan bahwa dengan kutipan ini telah mewujudkan suasana Dunia Buddha dalam jiwa saya sendiri. Sebagai alasannya, di dalam kutipan kalimat sutra, karena terkandung makna mendalam yang telah berhasil mewujudkan Ketiga Hukum Rahasia Agung. Dan keberhasilan ini mengandung dua makna, yaitu: 1. Penanggalan pandangan sementara untuk mewujudkan pandangan 20
Samantabadra | Mei 2016
sesungguhnya di Tatsunokuchi. Dalam Surat Membuka Mata dikatakan: “Pada waktu antara pukul 01.00 sampai dengan pukul 03.00 dini hari tanggal 12 bulan ke-9 telah dipenggal kepalanya, sehingga badan manusia biasa telah dibunuh di Tasunokuchi namun perwujudan Tathagata Sambhogakaya yang muncul atas kehendak sendiri dari masa lampau yang kekal abadi telah muncul di Pulau Sado”.(Gosyo Zensyu, hal. 223). Di dalam Surat Balasan kepada Ueno Dono dikatakan: “Pencapaian Kesadaran Buddha dari para Buddha ketiga masa tercapai pada akhir dari waktu pukul 01.00 dan awal dari pukul 03.00.” (Gosyo Zensyu,hal. 588). Jadi perwujudan “pembuktian dalam” dari Tathagata Sambhogakaya yang muncul atas kehendak sendiri dari masa lampau yang kekal abadi ini terdapat makna “Keberhasilan”. 2. Suasana jiwa dari Tathagata Sambhogakaya yang muncul atas kehendak sendiri dari masa lampau kekal abadi, yang disadari dan dibuktikan dalam jiwa Niciren Daisyonin sendiri, telah diwujudkan sebagai Mandala Agung. Itulah Dai Gohonzon dari Altar Agung Ajaran Sesungguhnya sebagai keberhasilan tujuan kelahiran Beliau pada tanggal 12 bulan ke-l0 tahun 1279 (Koan ke2) demi membimbing umat manusia Masa Akhir Dharma yang kekal abadi.
Karena penulisan surat, ini adalah pada tahun 1273 (Bun-ei 10), walau makna “Keberhasilan” terdapat sebelumnya, namun jiwa raga Niciren Daisyonin yang telah menanggalkan pendirian sementara sekaligus mewujudkan pendirian
sesungguhnya dalam keadaan apa adanya, adalah Honzon dari Ajaran Sesungguhnya. Mantera Agung Daimoku yang diucapkan Beliau adalah Daimoku dari Ajaran Sesungguhnya dan tempat keberadaan Niciren Daisyonin adalah Altar Agung dari Ajaran Sesungguhnya. Jadi jelas adanya bahwa seluruh jiwa raga Niciren Daisyonin adalah keberhasilan Ketiga Hukum Rahasia Agung dari Icinen Sanzen yang sesungguhnya. Yang Arya Bhiksu Tertinggi ke-26 Nicikan Syonin dari Taisekiji, dalam surat Perihal Menilai Suatu Kalimat Berdasarkan Maknanya (Egi Hanmon) telah menyimpulkan makna kutipan kalimat : “Dengan satu hati ingin melihat Sang Buddha dan sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri”. Sebagai Daimoku dari Ajaran Sesungguhnya yang sekaligus mencakup kepercayaan dan pelaksanaan dengan mengajarkan bahwa : “Dunia Buddha diri Niciren sendiri berarti Honzon keseluruhan dari Ketiga Hukum Rahasia Agung, Icinen Sanzen yang sesungguhnya karena Honzon ini mewujudkan berdasarkan pada Daimoku dari Ajaran Sesungguhnya untuk itu diungkapkan dengan kutipan kalimat ini. Ketiga Hukum Rahasia Agung, dari Icinen Sanzen sesungguhnya berarti Dunia Buddha dan jiwa Niciren sendiri. Dan juga keberhasilan Trikaya yang tidak dibuatbuat dari Sambhogakaya yang muncul atas kehendak sendiri dari masa lampau yang kekal abadi, hanya terdapat pada Daimoku dari Ajaran Sesungguhnya ini saja, oleh karenanya dikatakan dalam kutipan kalimat ini.” Kutipan kalimat `Jigage’ yang berbunyi : “Satu hati ingin melihat Sang Buddha dan sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri, ketika itu Saya bersama dengan
para Sangha telah keluar dari Gridhrakuta” merupakan kalimat pegangan dari Ketiga Hukum Rahasia Agung. ‘Satu hati ingin melihat Sang Buddha dan sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri’ adalah Daimoku Ajaran Sesungguhnya. ‘Ketika itu Saya bersama dengan para Sangha telah keluar’ adalah Honzon dari Ajaran Sesungguhnya. ‘Gridhrakuta’ adalah Altar Agung dari Ajaran Sesungguhnya. Kita dengan sungguh-sungguh, satu hati ingin menghadap sang Buddha tanpa menyayangi jiwa raga sendiri, pada waktu itu Niciren Daisyonin bersama-sama dengan para bhiksu muncul di Gridhrakuta. Untuk itu badan kita pun menjadi Gunung Gridhrakuta, hal mana berarti Niciren Daisyonin yakin kekuatan Gohonzon akan bermunculan terus-menerus dalam jiwa kita.
4
Niciren memberi penjelasan dengan berkata, ‘satu’ berarti ‘Myo’ (Sad); ‘hati’ berarti ‘Ho’ (Dharma); ‘ingin’ berarti ‘Ren’, ‘melihat’ berarti ‘Ge’, ‘Sang Buddha’ berarti ‘Kyo’ (Sutra). Dalam usaha demi menyebarluaskan kelima aksara dari judul Saddharmapundarika-sutra ini harus sama sekali tidak menyayangi jiwa raga adalah merujuk pada kutipan kalimat ‘Sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri’.
Keterangan: Niciren Daisyonin menyesuaikan kelima aksara ‘Satu hati ingin melihat Sang Buddha’ berdasarkan pada pendirian diri Beliau, sebagai kelima aksara Myohorengekyo. Suasana jiwa ini merupakan tujuan yang tak terhingga yang sulit diperkirakan Mei 2016 | Samantabadra
21
materi ajaran | gosyo kensyu oleh prajna manusia biasa, namun mengajarkan bahwa yang setiap saat, setiap pikiran, setiap gerakan selalu memiliki satu hati yang ingin melihat Sang Buddha, itu adalah Sang Buddha. Dalam penyebarluasan kelima aksara dan ketujuh di atas, mutlak diperlukan hati kepercayaan dan pelaksanaan yang tidak menyayangi jiwa raga sendiri, itu mewujudkan dengan sendirinya pelaksanaan pertapaan diri Niciren Daisyonin sendiri.” Dan juga, hal penting disini adalah “Dalam kesatuan demi menyebarluaskan kelima aksara dan Saddharmapundarika Sutra ini, harus tanpa menyayangi jiwa raga sendiri.” Kutipan kalimat “Satu hati ingin melihat Sang Buddha, dan sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri”. Sesungguhnya bermakna bahwa demi mencapai kesadaran Buddha dalam jiwa diri sendiri harus “Sama sekali tidak menyayangi jiwa sendiri.” Akan tetapi, Hati dan “Satu hati ingin melihat Sang Buddha” adalah hati kepercayaan yang percaya; menerima dan mempertahankan Gohonzon, yakni Myohorengekyo, sedangkan “Sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri” adalah sikap dasar “dalam usaha demi menyebarluaskan kelima aksara Saddharmapundarika-sutra ini.” Karena Myoho adalah sebab-akibat yang terjadi sesaat, maka di dalam sebab dan “Satu hati ingin melihаt Sang Buddha” terdapat akibat pada saat yang bersamaan. Dalam hal ini dalam menyebarluaskan Saddharma (Myoho) itu yang mencakupi pelaksanaan untuk diri sendiri dan orang lain, yang terpenting adalah semangat yang “sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri.” Sungguh, justru di sinilah 22
Samantabadra | Mei 2016
terdapat sebab-sebab Hukum agama Buddha pelaksanaan dan Hukum Agama Buddha sesungguhnya.
5
Keberhasilan mencapai akibаt imbalan Sang Buddha yang dikatakan sebagai Trikaya yang tidak dibuat-buat, bahkan mungkin akan melampaui Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo, serta lebih unggul dari pada Nagarjuna dan Maha Kasyapa.
Anak Cabang
Keterangan: Bagian terdahulu diajarkan bahwa : “Dengan kutipan kalimat ini telah mewujudkan suasana Dunia Buddha dalam jiwa Niciren sendiri.” Kemudian dikatakan : “Justru keberhasilan Ketiga Hukum Rahasia Agung sebagai Icinen Sanzen sesungguhnya, yang dijelaskan dalam Bab Panjang Usia Tathagata terdapat dalam kutipan kalimat Sutra ini.” Selanjutnya diajarkan bahwa “Trikaya yang tidak dibuat-buat sebagai keberhasilan mencapai akibat imbalan Sang Buddha.” Hal mana menandaskan bahwa sesungguhnya Niciren Daisyonin adalah Sang Buddha Masa Akhir Dharma yang kekal abadi. Dalam Catatan Ajaran Lisan Niciren Daisyonin (Ongi Kuden) dikatakan bahwa: “Dengan demikian Trikaya yang tidak dibuat-buat adalah pelaksanaan Saddharmapundarika-sutra Masa Akhir Dharma. Gelar dari Trikaya yang tidak dibuat-buat adalah Nammyohorengekyo. Ketiga hal penting sesungguhnya dari Bab Panjang Usia Sang Tathagatta adalah hal ini”.(Gosyo Zensyu, hal. 752). Ketiga hal penting dari Bab Panjang Usia Sang Tathagata tidak lain adalah Ketiga Hukum Rahasia Agung.
Selаnjutnya dikatakan, “Bagaimanakah bentuk fungsi dari Trikaya yang tidak dibuat-buat itu tidak lain adalah Nammyohorengekyo”.(Gosyo Zensyu hal. 752). Niciren Daisyonin adalah Trikaya yang tidak dibuat-buat dari inti hakekat yang sesungguhnya dan wujud sesungguhnya dari Nammyohorengekyo. Justru kutipan kalimat “Trikaya yang tidak dibuat-buat sebagai keberhasilan mencapai akibat imbalan Sang Buddha,” adalah mengajarkan perihal ini. Trikaya yang tidak dibuat-buat adalah Sambhogakaya atas kehendak sendiri dari kebajikan Trikaya yang terpadu. Tidak dibuat-buat adalah kebalikan kata dari sesuatu yang diperbuat. Niciren Daisyonin mengenai sesuatu yang tidak dibuat-buat dikatakan sebagai sesuatu yang bekerja, tidak dibuat-buat, keadaan apa adanya, Niciren Daisyonin adalah Buddha masa lampau yang kekal abadi. Dalam Catatan Ajaran Lisan (Ongi Kuden) dikatakan: “Kuon adalah tidak dikerjakan, tidak dibuat, keadaan apa adanya.” (Gosyo Zensyu, hal. 759). Dan sebagai kesimpulannya, “Kuon berarti Nammyohorengekyo.” Dengan demikian, wajah dari Sang Buddhapun bukan berwajah Buddha yang dihiashias yang mencakupi 32 wajah dari 80 kepribadian, bahkan wajah manusia yang dimiliki sejak asal mula dari wujud sesungguhnya dalam keadaan apa adanya merupakan inti hakekat Sang Buddha yang sesungguhnya. Suasana Jiwa Buddha Masa Akhir Dharma, Niciren Daisyonin yang telah berhasil mencapai akibat imbalan Sang Buddha adalah besar, luas, mendalam tak terhingga. Oleh karena itu, dikatakan melampaui
Mahaguru Tien-tai dan Dengyo, bahkan mengungguli Nagarjuna dan Maha Kasyapa. Niciren Daisyonin yang muncul di Masa Akhir Dharma ini adalah sebagai kelahiran kembali dari Sambhogakaya atas kehendak diri sendiri dari masa lampau yang kekal abadi. Dan dalam keadaan apa adanya sejak asal mula sebagai hakekat wujud manusia biasa telah berjuang bersamasama seluruh umat manusia dengan Nammyohorengekyo, kekuatan sumber pokok yang dapat merubah seluruh alam semesta; sumber pokok Hukum yang telah diwujudkan sebagai Dai Gohonzon dan telah diberikan kepada seluruh umat manusia. Kalau disimpulkan berdasarkan hati kepercayaan kita, maka seluruh umat manusia adalah wujud dari Myoho (Saddharma) dan dikatakan sebagai inti hakekat Trikaya yang tidak dibuatbuat. Akan tetapi umat manusia yang terombang-ambing dalam kehidupan penderitaan yang nyata dan tidak dapat memiliki hati kepercayaan, tidak dapat dikatakan sebagai inti hakekat Trikaya yang tidak dibuat-buat. Namun itu merupakan pandangan umum yang disimpulkan secara teoritis. Kita dapat membuka Trikaya yang tidak dibuat-buat dengan percaya terhadap Gohonzon, tidak lain adalah jiwa Gohonzon itu sendiri, merupakan Tathagata Trikaya yang tidak dibuat-buat yakni seluruh jiwa raga Niciren Daisyonin. Oleh karena itu yang percaya dan menyembah Gohonzon akan terwujud Buddhakaya dari Vajra yang tak termusnahkan (Kongo Fue), yakni Dharmakaya yang tidak dibuat-buat, dan juga memunculkan Prajna Buddha Mei 2016 | Samantabadra
23
materi ajaran | gosyo kensyu yang dapat memandang tembus arus jaman masyarakat kemanusiaan adalah Sambhogakaya yang tidak dibuat-buat. Begitupun mewujudkan kurnia kebajikan dalam kehidupan nyata dengan penuh rejeki untuk melewati sehari-hari yang penuh gairah adalah Nirmalakaya yang tidak dibuat-buat. Keberhasilan dari akibat imbalan Buddha Trikaya yang tidak dibuat-buat ini hanya berdasarkan pada satu kata ‘percaya’ terhadap Dai Gohonzon.
6
guru.
Betapapun, walau menjadi guru dari hati, namun jangan menjadikan hati sendiri sebagai
Anak Cabang
Keterangan: Kutipan kalimat ini adalah kutipan dari Sutra Sad Paramitha. Hati manusia biasa adalah sangat halus dan peka, di mana akan berubah dengan berlalunya sang waktu dan akan terpengaruhi oleh jodoh lingkungan sekitarnya. Untuk itu, kalau menjadikan hati yang masih dipengaruhi oleh nafsunafsu dan yang sedemikian tergoyahkan sebagai guru, maka tidak akan mencapai pertumbuhan dan kemajuan. Oleh karena itu, dikatakan, “Jangan menjadikan hati sebagai guru”. Dalam upaya mengembalikan kedudukan yang tepat dari hati yang tak berdaya bagi diri kita, betapapun, mutlak diperlukan fungsi guru. Yakni menjadikan petuah emas Sang Buddha sebagai ‘guru’ dalam usaha melaksanakan pertapaan Hukum Agama Buddha. Kalau disimpulkan berdasarkan pada hati kepercayaan, makna hati kepercayaan yang tunggal tidak mendua terhadap Gohonzon dan dijadikan sebagai dasar dari 24
Samantabadra | Mei 2016
kehidupan, itulah yang dikatakan `guru dari hati’. Dengan demikian, dalam kegiatan materi (badan) menjadikan Saddharma sebagai guru, bersamaan dengan melaksanakan ajaran Niciren Daisyonin, hati pun berdasarkan pada Saddharma (Myoho). Untuk itu kita harus percaya dan menuruti ajaran Niciren Daisyonin. Keadaan lingkungan sekitar Gijobo, tidak menguntungkan bagi dirinya. Walau gurunya, Dozenbo merasakan kebenaran ajaran Niciren Daisyonin, namun karena hatinya kecil dan takut terhadap keganasan penguasa, sehingga berusaha keras untuk mempertahankan kedudukan sebagai Bhikku Kuil Seico dengan tidak melepaskan dan membuang ajaran yang menyesatkan. Dalam hal ini, telah menjadikan hati yang lemah sebagai guru. Kutipan kalimat “Dengan mengorbankan tanpa menyayangi jiwa raga sendiri demi Saddharmapundarika-sutra”, adalah kalimat yang menanggapi kutipan kalimat terdahulu, yakni “Satu hati ingin melihat Sang Buddha dan sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri”. Kalau meneruskan kepecayaan yang tepat dengan menerima dan mempertahankan Ajaran Niciren Daisyonin, pasti akan menimbulkan tantangan dari dari Tiga Rintangan Empat Iblis dan Ketiga Musuh Kuat. Oleh karena itu, seperti yang diajarkan dalam kutipan kalimat yang berbunyi, “Perdalamlah hati kepercayaan, kalau takut pasti tidak akan berhasil”. Hendaknya milikilah hati kepercayaan kuat yang tidak menyayangi jiwa raga sendiri. Gijobo yang menyaksikan penganiayaan terhadap Niciren Daisyonin ketika mendirikan Sekte Niciren Syosyu, kemudian telah mendengar bahwa berturut-
turut penganiayaan terhadap Niciren, sehingga kiranya dapat menyadari dan merasakan kewajaran bahwa pelaksanaan Saddharmapundarika-sutra akan dihadapkan pada penganiayaan. Terlebih dari itu, hendaknya diketahui bahwa di dalam surat ini telah berkali-kali menandaskan hati kepercayaan yang tidak menyayangi jiwa raga sendiri. Hal mana menandaskan bahwa kalau melaksanakan hati kepercayaan masih menyayangi jiwa raga sendiri, betapapun tidak akan memperoleh kurnia kebajikan agung dan pencapaian kesadaran Buddha dalam keadaan Đ°pa adanya. Untuk itu, kita yang menerima dan mempertahankan Hukum Agung dari
Niciren Daisyonin, betapapun tidak boleh memiliki hati yang takut untuk berjuang mengatasi rintangan iblis. Apabila memiliki hati yang takut dalam melangkah maju menuju perjalanan penyelamatan kebahagiaan umat manusia, sehingga tersesat oleh nafsu keuntungan di depan mata, hendaknya mencamkan dalam hati kutipan kalimat. “Camkanlah, camkanlah, bahwa dengan hati kepercayaan bagai raja dari singa demi menyebarluaskan Saddharma melangkah dengan gagah pada kehidupan yang agung�. eee
Catatan
Mei 2016 | Samantabadra
25
materi ajaran | gosyo kensyu
26
Samantabadra | Mei 2016
Mei 2016 | Samantabadra
27
materi ajaran | gosyo kensyu
Letter to Gijo-bo
I
have carefully reviewed your question about the Buddhist teachings. The blessing of the Lotus Sutra is a state of life that can only be understood between Buddhas. It is an inner enlightenment that even the wisdom of Shakyamuni’s emanations throughout the ten directions may be no match for. That is why, as you well know, even the Great Teacher T’ien-t’ai commented on the character myō, saying that it is defined as beyond ordinary comprehension. As for this sutra, however, it is divided into various practices. These are the teachings that were known only by men such as T’ien-t’ai, Miao-lo, and Dengyō. The Great Teacher Dengyō in particular, even though he was the reincarnation of T’ien-t’ai, sent envoys to T’ang China on many occasions in an effort to resolve the doubts of others. So what is really important is that the teachings of the mutual possession of the Ten Worlds, of the hundred worlds and thousand factors, and of three thousand realms in a single moment of life are the essence of this sutra. These teachings are described in the work entitled Great Concentration and Insight. Next, the teaching of the “Life Span” chapter is what I, Nichiren, personally depend on. Although T’ien-t’ai and Dengyō also understood it in a general way, they never put it into words or proclaimed it. The same is true of Nāgārjuna and Vasubandhu. The verse section of the chapter states, “… single-mindedly desiring to see the Buddha, not hesitating even if it costs them their lives.” As a result of this passage, I have revealed the Buddhahood in my own life. The reason is that it is this sutra passage that has enabled me to embody the Three Great Secret Laws, or the reality of three thousand realms in a single moment of life, that is found in the “Life Span” chapter. But keep this secret, keep it secret. The Great Teacher of Mount Hiei [Dengyō] journeyed to China and received instruction on the point of this passage. “Single” of “single-mindedly” means the one pure way, and “mind” means all phenomena. That is why the Great Teacher T’ien-t’ai, explaining the Chinese character for “mind,” said that its four brush strokes represent the moon and three stars, and that this implies that the mind of the effect [of Buddhahood] is pure and clean. I, Nichiren, say that “single” stands for myō, or mystic, “mind” for hō, or law, “desiring” for ren, or lotus, “see” for ge, or flower, and “Buddha” for kyō, or sutra. In propagating these five characters, practitioners should “not hesitate even if it costs them their lives.” “Single-mindedly desiring to see the Buddha” may be read as follows: singlemindedly observing the Buddha, concentrating one’s mind on seeing the Buddha, and when looking at one’s own mind, perceiving that it is the Buddha. Having attained the 28
Samantabadra | Mei 2016
fruit of Buddhahood, the eternally inherent three bodies, I may surpass even T’ien-t’ai and Dengyō, and excel even Nāgārjuna and Mahākāshyapa. The Buddha wrote that one should become the master of one’s mind rather than let one’s mind master oneself. This is what I mean when I emphatically urge you to give up even your body, and never begrudge even your life for the sake of the Lotus Sutra. Nam-myoho-renge-kyo, Nammyoho-renge-kyo. Nichiren The twenty-eighth day of the fifth month in the tenth year of Bun’ei (1273)
Mei 2016 | Samantabadra
29
materi ajaran | gosyo cabang
Gosyo Cabang
Surat Balasan Kepada Syijo Kingo Tempat Umat Manusia Bermain Bersenang-Senang LATAR BELAKANG |
S
urat ini merupakan surat yang memberi dorongan semangat kepada Syijo Kingo yang berada di dalam keadaan yang sangat menderita, karena sedang disingkirkan oleh majikannya, Ema dan dibenci oleh kawan sekerjanya. Diajarkan bahwa kebahagiaan sesungguhnya dalam kehidupan adalah hidup yang berdasarkan kepercayaan kepada Saddharma. Akan tetapi, ajaran yang ditunjukkan di sini sama sekali tidak terbatas pada keadaan tertentu saja atau permasalahan pribadi Syijo Kingo semata, melainkan menerangkan teori hukum dari segi sumber akar pokok yang selalu menetap mengenai apakah suasana jiwa kebahagiaan dari umat manusia atau cara hidup sebagai manusia itu. 30
Samantabadra | Mei 2016
Dalam pengertian itu, walau surat ini amat singkat, namun berisi bimbingan yang amat penting mengenai kehidupan. Di samping itu, dalam surat ini dijelaskan pula mengenai teori filsafat dasar Hukum Buddha yang amat mendalam secara sederhana, sehingga mudah dimengerti oleh rakyat biasa. Dengan demikian, setiap kata dalam surat ini mempunyai bobot dan sinar yang kuat, singkatnya, dalam surat ini tidak satu katapun yang tidak mempunyai arti. Rasanya benar-benar melihat Permata pusaka yang amat cemerlang.
ISI GOSYO |
B
agi seluruh umat manusia, tiada ‘bermain bersenang-senang’ (Yuraku) yang melebihi penyebutan Nammyohorengekyo. Dalam Bab XVI Panjang Usia Tathagata Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Tempat umat manusia bermain bersenang-senang (Syujo Syo Yuraku)”. Kutipan kalimat ini menerangkan mengenai Diri Sendiri yang Menerima Kesenangan Hukum (Jiju Horaku). Anda tidak berada di luar ‘umat manusia’ tadi. Dan, ‘tempat’ menunjukkan seluruh dunia; Negeri Jepang juga terdapat di dalam dunia itu. ‘Bermain bersenang-senang’ berarti diri kita sendiri, jasmani dan jiwa, lingkungan dan subyek, semuanya merupakan Badan Pokok Icinen Sanzen, karena Buddha Jijuyusyin, maka menjadi ‘bermain bersenang-senang’; bukankah begitu? Dengan demikian, tidak ada ‘bermain bersenang-senang’ selain menerima dan mempertahankan Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon). Dalam Saddharmapundarika-sutra Bab V Perumpamaan Tentang Rumput Obat dikatakan, “Dalam kehidupan kali ini merasa tenang dan tentram, pada kehidupan akan datang dilahirkan di tempat yang menyenangkan (Gense Annon, Gosyo Zensyu).” Akan tetapi, janganlah terikat oleh bermacam-macam penderitaan dan kesulitan yang timbul di dalam masyarakat. Sekalipun orang arif dan orang bijaksana tidak dapat meloloskan diri dari penderitaan ini. Minumlah arak bersama istri dan sebutlah Nammyohorengekyo. Sadarilah penderitaan sebagai penderitaan dan bukalah kegembiraan sebagai kegembiraan. Baik dalam keadaan gembira maupun menderita yang bagaimanapun juga, hendaknya selalu menyebut Nammyohorengekyo. Bukankah ini berarti diri sendiri yang menerima kesenangan Hukum (Jiju Horaku)? Jalankanlah hati kepercayaan yang semakin kuat berkobar-kobar. Selamat.
Tanggal 27 bulan 6 tahun Kenji ke-2 Surat Balasan Kepada Syijo Kingo
Tertanda, Niciren
Mei 2016 | Samantabadra
31
materi ajaran | gosyo cabang KUTIPAN GOSYO |
1
Bagi seluruh umat manusia, tiada ‘bermain bersenang-senang’ (Yuraku) yang melebihi penyebutan Nammyohorengekyo. Keterangan : Yuraku berarti bermain ‘bersenangsenang’. Yang dimaksud di sini bukanlah bermain bersenang-senang dalam pengertian yang dangkal seperti pada masyarakat pada umumnya. Yang dikatakan bermain bersenangsenang dalam masyarakat umum pasti terdapat obyek dari kesenangan itu, baik berupa permainan, olah raga atau lainnya. Itupun merupakan sesuatu yang terbatas, yang diperoleh ketika melepaskan diri dari kewajiban dan pekerjaan dalam masyarakat. Yuraku dalam kalimat ini berarti bermain bersenang-senang dalam kehidupan ini. Dengan kata lain, kehidupan itu sendiri akan menjadi suasana jiwa yang penuh ‘bermain dan bersenang-senang’. Hal ini merupakan keadaan suasana jiwa yang ideal yang ingin dicapai dalam Hukum Buddha. Tetapi ini tidak berarti bahwa di dalam hidup ini kita tidaklah bersungguhsungguh atau bermain-main saja. Bila demikian, berarti kita lari dari kenyataan. Walau sekarang kita dapat mengatasinya, kenyataan kejam bahkan yang beberapa kali lipat lebih kejam pasti akan kita temui di kemudian 32
Samantabadra | Mei 2016
hari. Hal itu sama sekali tidak dapat dikatakan sebagai bermain bersenangsenang. Bermain bersenang-senang yang sesungguhnya berarti dapat menghadapi kerasnya kenyataan hidup ini dan dapat melewatinya dengan ketenangan serta kegembiraan hati. Oleh karena tenaga jiwa yang kuat dan prajna ini bersumber pada Saddharmapundarika-sutra, maka dikatakan, “Tiada ‘bermain bersenang-senang’ yang melebihi penyebutan Nammyohorengekyo.” ‘Bermain’ (Yu) berarti dapat hidup dengan bebas dalam kehidupan yang nyata. ‘Bersenang-senang’ (Raku) berarti menikmati kehidupan dengan kegembiraan dari dasar jiwa. Kalau mempunyai prajna dan kekuatan jiwa yang kuat, sama seperti kegembiraan yang diperoleh bila kita berlayar dan dapat mengatasi ombak besar. Atau sama seperti kegembiraan karena kita berhasil mendaki puncak gunung yang curam dan berbahaya. Keadaan yang penuh gejolak dan gelombang ini dapat diatasi dengan gembira, hendaknya diketahui bahwa dasar hakikat untuk dapat bersenang-senang dan tenang yang sesungguhnya dalam kehidupan ini, bagi seluruh umat manusia di dunia ini tiada cara lainnya kecuali dengan melaksanakan Hukum Buddha, Nammyohorengekyo.
2
Dan, ‘tempat’ menunjukkan seluruh dunia; negeri Jepang juga terdapat di dalam dunia
itu. Keterangan : Kutipan kalimat ini pada umumnya menandaskan ‘Negeri Jepang juga terdapat di dalam dunia itu’. Akan tetapi, haruslah diketahui bahwa ‘tempat menunjukkan seluruh dunia’ sebenarnya menunjukkan sikap Niciren Daisyonin yang berbeda secara mendasar. Bagi suatu agama, tempat bermain bersenang-senang adalah surga. Menurut ajaran ini tiada tempat bermain bersenang-senang yang melebihi daripada memasuki pintu surga. Dalam ajaran agama Buddha seperti sekte Jodo dan lainnya, tempat bermain dan bersenang-senang adalah tanah lain seperti tanah suci Sukhavati di sebelah Barat, sedangkan dunia ini dilukiskan sebagai tanah kotor yang penuh dengan penderitaan dan kesulitan. Oleh karena itu, dunia ini disebutnya sebagai dunia saha, yakni tempat harus menahan dengan tabah. Sebaliknya, filsafat Saddharmapundarika-sutra untuk pertama kalinya membabarkan agar tidak mencari dunia ideal di tempat lain. Sesungguhnya dunia saha ini merupakan tempat umat manusia bermain bersenang-senang. Dan selanjutnya, menerangkan teori dasar yang dapat merombak dunia ini menjadi dunia ideal bagi setiap manusia.
3
‘Bermain bersenang-senang’ berarti diri kita sendiri, jasmani dan jiwa, lingkungan dan subyek, semuanya merupakan badan pokok Icinen Sanzen, karena Buddha Jijuyusyin, maka menjadi ‘bermain bersenang-senang’; bukankah begitu? Keterangan : Jalan dari suasana bermain bersenang-senang yang sesungguhnya baru terbuka dengan kita membuka jiwa dan menyadari bahwa badan kita adalah badan pokok Icinen Sanzen; Buddha Jijuyusyin. Disamping itu, hal ini bukan hanya bersifat pikiran atau khayalan saja, bahkan bukan merupakan permasalahan pribadi seseorang yang terlepas dari suasana. ‘Jasmani dan jiwa, lingkungan dan subyek’ semuanya menyatakan Buddha Jijuyusyin Icinen Sanzen. Icinen Sanzen berarti Jijuyusyin; Jijuyusyin berarti Icinen Sanzen. Icinen Sanzen sesuai Hukum, sedangkan Jijuyusyin sesuai manusia. Maka, Kesatuan Manusia dan Hukum yang Tak Terpisahkan (Ninpo Ikka) adalah wajah sesungguhnya. Sebenarnya, teori dasar Hukum Icinen Sanzen adalah teori jasmani dan jiwa tak terpisahkan (Syiki Syin Funi) serta Subyek dan Lingkungan Tidak Terpisahkan (Esyo Funi). Isi dari perbedaan Lima Komponen (Go On Seken), salah satu dari Tiga Perbedaan (San Seken), adalah rupa (Syiki), menerima (Ju), merenungkan (So), gerakan (Gyo), dan kecenderungan jiwa (Syiki). Rupa berarti Hukum Jasmani, Mei 2016 | Samantabadra
33
materi ajaran | gosyo cabang Keterangan : Yang dikatakan ‘penderitaan dan kesulitan yang timbul di dalam masyarakat’, berarti penderitaan yang timbul dalam upaya mewujudkan tujuan yang ideal. Adapun penderitaan itu timbul dari masyarakat yang nyata. Bagi Syijo Kingo, ini berupa tekanan dari kawan-kawan yang tidak menyenanginya dan karena hasutan mereka itu ditekan oleh majikannya, Ema. Hal ini tidak hanya berlaku dalam dunia Hukum Buddha. Bila berkeinginan maju untuk satu tujuan, pasti timbul bermacam-macam perlawanan dan tantangan. Hal ini pasti tidak dapat dielakkan karena sesuatu yang ideal itu melampaui realitas. Dalam upaya mencapai tujuan yang ideal tersebut, satu langkahpun kita tidak dapat mengelak dan mundur dari kenyataan yang ada, malahan merupakan perombakan terhadap kenyataan itu. Terutama kalau memandang hal ini dari sudut Agama Buddha, ajaran Hinayana menolak kenyataan yang ada dalam diri sendiri dengan mematahkan hawa nafsu untuk memperoleh keseimbangan diri. Pada hakikatnya, kalau tidak menyangkal diri sendiri dengan menghancurkan diri dan memusnahkan prajna, tidak akan Akan tetapi, janganlah terikat memperoleh keseimbangan tersebut. oleh bermacam-macam Karena semua pertapaan ini terbatas penderitaan dan kesulitan pada dunia di dalam jiwa diri sendiri yang timbul di dalam masyarakat. saja, maka amat sedikit kemungkinan Sekalipun orang arif dan orang mendapat hantaman dari masyarakat. bijaksana tidak dapat meloloskan diri Selanjutnya, ajaran Semi Mahayana, dari penderitaan ini. sedangkan menerima, merenungkan, gerakan, dan kecenderungan jiwa adalah Hukum Kejiwaan. Dan juga, perbedaan kelima komponen adalah subyek (Syoho), sedangkan Perbedaan Manusia (Syujo Seken) dan Perbedaan Tempat (Kokudo Seken) adalah Lingkungan (Eho). Dengan demikian, jika menyatakan badan sendiri sebagai badan pokok Icinen Sanzen, berarti kedua jasmani dan jiwa, subyek dan lingkungan, secara keseluruhan harus dirombak dari segi sumber pokok. Jijuyusyin berarti badan yang menerima atas keinginan sendiri dan menggunakannya. Oleh karena itu, kita dapat menikmati kehidupan ini dengan bebas. Hidup itu sendiri adalah suasana kebahagiaan yang menyenangkan. Pada pokoknya dengan menerima dan mempertahankan Gohonzon dari Sandaihiho dan menyebut Nammyohorengekyo, maka kita akan membuka dan mewujudkan badan pokok Icinen Sanzen diri sendiri dan menjadi Buddha Jijuyusyin. Inilah yang dimaksud dengan manusia biasa adalah hakikat Buddha (Bonpu Soku Goku); tidak lain dari perwujudan Dunia Buddha dalam jiwa. Oleh karena itu dikatakan, “Tiada ‘bermain bersenangsenang’ yang melebihi penyebutan Nammyohorengekyo”.
4
34
Samantabadra | Mei 2016
menginginkan keadaan ideal dari dunia khayalan. Walau hal ini bersifat ideal, namun karena bukan merupakan perombakan dalam kenyataan serta merupakan suatu pelarian diri dari kenyataan, maka sedikit sekali mengalami tantangan dari masyarakat. Karena ajaran tersebut memberi harapan hidup yang ideal setelah kematian, manusia diajarkan untuk tabah dan sabar menahan penderitaan dalam menghadapi realitas kehidupan yang kejam sekarang ini. Sebaliknya, Saddharmapundarikasutra mengandung keinginan yang sangat kuat untuk merombak realitas kehidupan ini. Yang ingin diwujudkan adalah masyarakat yang dapat menjaga negara, sehingga sebagai efek sampingnya ada yang tidak dapat menerima Saddharmapundarika-sutra itu. Dengan demikian, ‘penderitaan di masyarakat’ yang menimpa diri Niciren Daisyonin maupun para murid Beliau secara bertubi-tubi merupakan sesuatu yang wajar sekali. Tetapi di sini, perombakan yang diinginkan oleh Niciren Daisyonin bukanlah merombak realitas dan gejala kemasyarakatan, tetapi perombakan di dalam jiwa dari sumber pokok sifat kemanusiaan setiap manusia. Perombakan di dalam jiwa setiap orang ini akhirnya menjadi perombakan di dalam masyarakat. Sekarang, yang dikatakan dalam kutipan “Janganlah terikat oleh bermacam-macam penderitaan dan kesulitan yang timbul di dalam masyarakat,” sesungguhnya mempunyai makna perombakan dari setiap
manusia pada dasar jiwa. Kalau tidak memahami maksud perombakan kenyataan masyarakat menurut Niciren Daisyonin, maka dikhawatirkan akan timbul kesalahpahaman, bahwa Niciren Daisyonin ingin merombak kenyataan masyarakat. Bila ditanggapi demikian, akan bertentangan dengan pelaksanaan Niciren Daisyonin semenjak Beliau mengajukan Surat Menentramkan Negara dan Menegakkan Filsafat Yang Benar (Rissyo Ankoku Ron) dan pelaksanaan Nikko Syonin serta lainnya yang menasihati pemerintah pada waktu itu. Terlebih dari itu yang dikatakan ‘penderitaan dan kesulitan yang timbul di dalam masyarakat’ bukan hanya penganiayaan yang timbul ketika berusaha menyebarluaskan Hukum Sesungguhnya, namun mencakupi pula seluruh kesulitan hidup dan berbagai penderitaan yang timbul di dalam masyarakat nyata. Dalam hal ini, sekalipun orang arif maupun orang bijaksana, tak seorang pun dapat mengelakkannya. Masyarakat berarti Triloka atau Enam Dunia, yaitu penderitaan dan kesulitan yang selalu ada dalam kehidupan nyata ini. Baik orang arif maupun orang bijaksana tidak dapat menghindarinya. Mengapa demikian? Walau orang arif dan orang bijaksana menuntut kebahagiaan dari teori kebenaran yang tak berubah-ubah dan ingin terlepas dari Enam Dunia, namun dirinya sendiri tetap merupakan manusia biasa yang memiliki badan biasa serta berputar dalam kehidupan Enam Dunia yang Mei 2016 | Samantabadra
35
materi ajaran | gosyo cabang nyata. Oleh karena itu, orang arif dan orang bijaksana, Buddha yang unggul sekalipun, tidak dapat melarikan diri dari ‘penderitaan di dalam masyarakat’. Yang menjelaskan teori dasar ini dengan tegas dan sederhana adalah Hukum Sepuluh Dunia Yang Saling Mencakupi. Bagi orang arif dan orang bijaksana dalam artian umum, yaitu keempat golongan suci, yaitu Sravaka, Pratyekabuddha, Bodhisattva dan Buddha, ‘Penderitaan dan kesulitan di dalam masyarakat’ berarti perputaran Enam Dunia. Sedangkan bagi orang arif, orang bijaksana dan Buddha dalam arti khusus, maka ‘penderitaan dan kesulitan di dalam masyarakat’ berarti Sembilan Dunia. Walaupun demikian, teori sesungguhnya tidaklah berubah. Oleh karena itu, yang dapat langsung menerima keadaan yang sebenarnya sehingga dapat menyadari keadaan jiwa yang kokoh tak tergoyahkan adalah orang arif dan orang bijaksana yang dapat mengatasi gelombang Sembilan Dunia dengan tenang dan gembira adalah Buddha.
dapat menghindar dari kedua hal ini. Yang dimaksud dengan ‘menerima dan mempertahankan Saddharma akan memperoleh kehidupan sekarang akan aman dan sejahtera dan pada kehidupan akan datang dilahirkan di tempat yang baik’, bukan berarti semua penderitaan dan kegembiraan akan hilang dalam kehidupan ini. Hanya saja jangan tenggelam dalam penderitaan maupun kegembiraan, sehingga kehilangan kepribadian diri sendiri. Hendaknya kita dapat meneguhkan pribadi dengan hidup dalam jiwa agung Saddharma, sehingga kita dapat menikmati ombak penderitaan dengan tenang dan gembira. Kegembiraan dan penderitaan yang ada dalam kehidupan nyata ini masih merupakan tingkat kebahagiaan relatif di dalam kehidupan nyata. Sekalipun kebahagiaan mutlak berarti diri sendiri menerima kesenangan Hukum (Jiju Horaku), yaitu menyebut Nammyohorengekyo. Kebahagiaan mutlak bukanlah sesuatu yang timbul dari tumpukan kebahagiaan relatif. Dengan demikian, kebahagiaan mutlak pencapaian tujuan yang ideal Baik dalam keadaan dalam Saddharma, sama sekali bukan gembira maupun menderita keadaan tanpa penderitaan, karena yang bagaimanapun telah menghapus karma buruk yang juga, hendaknya selalu menyebut tertinggal di dalam jiwa dari masa Nammyohorengekyo. Bukankah ini lampau. Suasana seperti itu, pada berarti diri sendiri yang menerima hakikatnya belum selangkahpun keluar kesenangan Hukum (Jiju Horaku)? dari lingkungan kebahagiaan relatif. Kebahagiaan mutlak berarti, Keterangan : sekalipun menghadapi suasana Sudah sewajarnya di dalam kehidupan kita mengalami kegembiraan kebahagiaan relatif yang penuh tertutup dengan penderitaan dan kesulitan, tetap dan penderitaan. Tak seorangpun yang
5
36
Samantabadra | Mei 2016
mempunyai keyakinan yang mendalam terhadap Saddharma sehingga jiwa agung Saddharma terwujud nyata di dalam jiwa sendiri. Yang dikatakan pencapaian Kesadaran Buddha dengan badan apa adanya tidak lain adalah hal ini. Kebahagiaan sebenarnya bukan berarti keadaan tanpa menghadapi kesulitan sama sekali. Bahkan sebaliknya, bila kehidupan kita sendiri tanpa penderitaan dan keadaan masyarakat tanpa kesulitan, mungkin keadaan menjadi membosankan, bahkan kita mungkin menjadi semakin menderita. Ajaran Sementara melukiskan tanah suci Sukhavati di sebelah Barat sebagai tempat yang paling bahagia tanpa kesulitan dan penderitaan, sehingga bagaimanapun merupakan dunia khayalan. Bagaimanapun juga pada kenyataannya penderitaan dan kesulitan pasti akan mengikuti. Oleh karena itu, bila kita membuka suasana jiwa dengan kepribadian diri sendiri yang kokoh dan tidak kalah terhadap penderitaan, maka akan terbukalah suasana jiwa yang dapat menikmati segala sesuatu dengan gembira. Yang menerangkan dengan jelas tentang keadaan jiwa yang nyata berdasarkan Hukum yang dapat memberi kesadaraan kebahagiaan mutlak yang tak tergoyahkan adalah Saddharmapundarika-sutra. Ini bukan berarti menutup mata atau melarikan diri dari penderitaan dan kesulitan, melainkan meletakkan penderitaan dan kesulitan tepat di hadapan mata
agar dapat disadari dan diterima sebagai penderitaan serta membuka kegembiraan sebagai kegembiraan. Inilah Hukum Pengamatan yang dapat melihat secara tembus (Takkan). Dengan menyebut Nammyohorengekyo, maka dapat ditegakkan kemanunggalan mutlak antara suasana dan prajna dengan Gohonzon, sehingga kita menjadi tak terpengaruh oleh penderitaan dan kesulitan. Diri sendiri tegak dengan kuat dan akhirnya dapat menerima penderitaan serta kegembiraan sebagai kegembiraan yang terunggul. Inilah yang dikatakan sebagai ‘diri sendiri menerima kesenangan Hukum’. Haruslah diketahui bahwa diri sendiri yang menerima kesenangan Hukum merupakan suasana kebahagiaan manusia yang sesungguhnya. eee
Mei 2016 | Samantabadra
37
materi ajaran | gosyo cabang
38
Samantabadra | Mei 2016
materi ajaran | forum diskusi
Forum Diskusi
Stupa Pusaka Prabhutaratna Pertanyaan : pakah makna sebenarnya Stupa Pusaka Tathagata Prabhutaratna dan upacara Antariksa, sebagaimana yang dibabarkan dalam Bab 11 Saddharmapundarika-sutra?
A
Jawab : Saddharmapundarika-sutra, dikatakan sebagai sastra sutra yang mengembangkan dharma jiwa yang luas, dalam dan luhur. Yang dimaksud dengan jiwa sebenarnya adalah sesuatu yang sangat agung. Untuk mengajarkan hal ini, di dalam Saddharmapundarikasutra dibabarkan dengan kisah perumpamaan yang baik sekali. Untuk melambangkan jiwa yang bersinar penuh keagungan, dibabarkan upacara Stupa Pusaka Tathagata Prabhutaratna. Di antara ke-28 Bab Sadharmapundarika-sutra, Bab 11 menggambarkan muncul secara nyatanya Stupa Pusaka Prabhutaratna.
Di sini dijelaskan bahwa Stupa Pusaka yang besar sekali, yang dihiasi oleh tujuh harta pusaka, telah muncul dan berada di antariksa. Tinggi stupa tersebut adalah 500 yojana, lebarnya 250 yojana. Jika dihitung dengan ukuran masa sekarang, paling sedikit tingginya 3600 km, padahal jari-jari bumi hanya 6400 km. Oleh karena itu, Stupa Pusaka tersebut melebihi kewajaran. Stupa Pusaka itu disebut juga Stupa Pusaka Prabhutaratna (Prabhutaratna adalah pusaka yang tak terbatas jumlahnya). Stupa ini dihiasi dengan ketujuh harta pusaka seperti emas, perak, lazuli, jamrud, batu mulia, mutiara, dan jasper. Stupa Pusaka dihiasi dengan ketujuh pusaka menjulang di antariksa, cemerlang berkilauan. Di dalamnya terdapat Buddha yang bernama Tathagata Prabhutaratna. Pada mulanya pintu Stupa Pusaka tertutup rapat. Akan tetapi, dengan kedua belah tangan-Nya, Buddha Mei 2016 | Samantabadra
39
materi ajaran | forum diskusi Sakyamuni membuka pintu menara pusaka itu. Tathagata Prabhutaratna dan Buddha Sakyamuni duduk berdampingan melanjutkan pembabaran Saddharmapundarikasutra di tempat tersebut. Stupa Pusaka Prabhutaratna itu menggambarkan jiwa yang agung dan tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia. Jiwa yang terpendam dalam dan tersembunyi dalam diri kita itu, disebut dengan Dunia Buddha. Kekuatan dan keadaan jiwa, bukan saja tidak terjangkau oleh pikiran, terlebih lagi tidak dapat dituliskan dengan kata-kata. Akan tetapi, jiwa ini dapat terwujud secara nyata atas badan jiwa masing-masing. Jiwa Buddha yang terpendam pada jiwa kita masingmasing. Secara nyata ditunjukan dengan pembabaran Upacara Stupa Pusaka tersebut. Berarti, yang disebut jiwa Buddha adalah kekuatan jiwa yang bersinar, bebas, kuat, dan suci. melalui pembabaran Stupa Pusaka Prabhutaratna ini, dengan tegas dapat dikatakan mengajarkan dua hal dari Dunia Buddha. Pertama, yakni dimiliki oleh diri kita masing-masing secara merata, tanpa terkecuali. Yang kedua adalah kekuatan jiwa Dunia Buddha yang dimiliki diri kita tersebut dapat dibuka dan muncul pada kehidupan masing-masing. Ini adalah teori filsafat yang mengajarkan bahwa jiwa siapapun adalah agung dan adil. Dengan demikian, siapapun juga dapat mewujudkan kebahagiaan mutlak. 40
Samantabadra | Mei 2016
Adapun maksud pintu Stupa Pusaka Prabhutaratna, yang pada mulanya dalam keadaan tertutup, adalah mengumpamakan jiwa yang bersinar yang disebut Dunia Buddha, yang ada dalam diri kita, umat manusia biasa masih tetap tertidur dalam jiwa. Namun kemudian, “Pintu Stupa Pusaka dibuka dengan kedua tangan Buddha Sakyamuni”. Hal ini berarti, kita, umat manusia biasa, menyadari dan percaya pada Saddharma, memanggil dan membangunkan jiwa Buddha yang tertidur dan mewujudnyatakannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikatakan Niciren Daisyonin sebagai, “Tidak pandang bangsawan atau orang hina, kedudukan tinggi atau rendah, orang yang menyebut Nammyohorengekyo, badannya adalah Stupa Pusaka dan juga adalah Tathagata Prabhutaratna”.(Surat Balasan Kepada Abutsubo; Gosyo Zensyu hal 1304). Syarat untuk membuka dan mewujudnyatakan jiwa Buddha yang bersinar, bukanlah kedudukan masyarakat, bakat kemampuan masingmasing, melainkan hanya bergantung pada sikap jiwa masing-masing, yaitu dapat tidaknya menerima dan mempertahankan Saddharma. Bagi orang yang tidak selaras mengikuti hingga ke hukum akar pokok jiwa yang disebut Saddharma secara tulus, karena hatinya goyah tidak menentu, sampai kapanpun “Stupa Pusaka itu tetap tertutup”. Artinya, akan tetap menjalankan kehidupan yang sia-sia. Seperti orang yang mempunyai banyak kekayaan, tapi tidak tahu bagaimana menggunakannya.
Oleh karena kekeruhan jiwa yang tidak bisa mempercayai Saddharma, membuat pintu Stupa Pusaka tersebut tambah berkarat, pasti tidak ada orang yang tidak berdoa agar dirinya sendiri bercahaya, menjadi wadah Stupa Pusaka. Untuk itu juga agar setiap orang bisa membuka mata agar Saddharma dengan lebih cepat, marilah kita berdoa dari dalam hati masing-masing dan menjalankan dialog Hukum Agama Buddha dengan setulus hati. Sedangkan badan pokok “Stupa Pusaka Prabhutaratna� yang dihiasi oleh ketujuh harta pusaka adalah diri kita sendiri. mengenai hal ini, Niciren Daisyonin menunjukkan tujuh pusaka dari “Mendengar, percaya, menjaga pantangan, menetapkan hati, giat menjalankan pertapaan, membuang keterikatan, bertobat.� Mendengar, berarti kekuatan untuk mendengar dan menilai secara benar, agar menjadi prajna yang bermanfaat dalam kehidupan. Dengan demikian, merupakan kekuatan memilih dalam mendengar. Percaya, berarti hati kepercayaan terhadap sesuatu yang benar. Pada Masa Akhir Dharma ini, umumnya tidak ada lagi kepercayaan terhadap sesuatu yang benar. Hal seperti itulah yang menjatuhkan umat manusia ke jurang ketidakbahagiaan.
Menjaga pantangan, berarti hati yang tidak terbawa hawa nafsu dan dapat selalu mawas diri, sehingga bisa menguasai diri sendiri. Menetapkan hati, artinya hati yang teguh, tidak tergoyahkan oleh berbagai pengaruh lingkungan, juga perasaan jiwa yang tenang dan tentram. Giat menjalankan pertapaan berarti, hati yang senantiasa ingin merombak sifat jiwa sendiri, yang masih sempit dan selalu mementingkan diri sendiri, serta ingin mengabdi demi kebahagiaan umat manusia secara luas. Bertobat, adalah hati yang senantiasa ingin meninjau diri sendiri. Demikianlah diajarkan oleh Niciren Daisyonin secara nyata dan jelas. Yang penting dalam hal ini adalah bukan hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu saja, tetapi sesungguhnya dimiliki oleh siapapun sejak asal mula, banyak orang tidak menyadari, sehingga tidak membuka dan mewujudkan secara nyata dalam kehidupan seharihari. Kepercayaan terhadap Saddharma adalah sumber yang dapat menyinari dan menggosok pusaka jiwa itu, sehingga dapat menghias kehidupan masing-masing. Inilah teori filsafat pelaksanaan dalam mengagungkan jiwa, secara amat mendasar, agar setiap pribadi manusia dapat menjadi Tathagata Prabhutaratna. eee
Mei 2016 | Samantabadra
41
refleksi
Kartinian Sejak tahun 1980-an Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) merayakan Hari Kartini dengan ciri khas para wanitanya berkebaya. Saat ini pun di Indonesia telah muncul Komunitas Perempuan Berkebaya dan Komunitas Cinta Berkain. Kemunculan dua komunitas ini berarti di luar NSI sudah berkembang semangat berkebaya yang telah NSI pelopori beberapa puluh tahun yang lalu. Semangat berkebaya ini dipertahankan hingga saat ini demi membangun rasa nasionalisme umat NSI. Kartinian menjadi salah satu sarana untuk memupuk dan menyemaikan rasa kebangsaan para ibu dan perempuan pada khususnya. Peringatan Hari Kartini di lingkungan NSI merupakan pengingat akan pentingnya peran wanita dalam NSI dengan kesungguhan hati dalam mempertahankan Dharma Nam-myohorenge-kyo dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Peran perempuan NSI di dalam keluarga amatlah penting. Mereka berperan menggerakkan semangat syinjin anggota keluarga lainnya: suami, anak-anak hingga ke para opa dan oma. Mereka pun pengelola keuangan keluarga agar dapat mengikuti segala kegiatan NSI, baik dana paramita, kensyu maupun kegiatan kesenian NSI. Apapun profesi dan posisi sosial-ekonominya, perempuan atau ibu adalah unsur utama penggerak syinjin anggota keluarga lainnya. Inilah yang dimaksud dalam kutipan gosyo: Daya luncur anak panah adalah kekuatan busur, daya gerak awan adalah kekuatan naga, perbuatan suami adalah kekuatan istrinya. Saat
42
Samantabadra | Mei 2016
ini Sdr. Toki dapat datang ke sini [G. Minobu] adalah karena kekuatan Anda, Toki Ama Goze, sebagai istrinya. Kalau kita melihat asap, kita akan mengenal api; kalau kita melihat hujan kita akan melihat kekuatan naga; begitu juga kalau kita melihat seorang pria, kita akan melihat istrinya. (Surat Balasan kepada Toki Ama Goze) Dalam menyiarkan Dharma Nammyoho-renge-kyo pada tahun-tahun awal masuknya Niciren Syosyu, pertemuan pertama Buddhis NSI (yang dikenal sebagai zadankai) telah diselenggarakan khususnya untuk para wanita. Kelompok lainnya (pria, pemudi dan pemudi), dilakukan kemudian. Ini menandakan betapa pentingnya wanita di dalam organisasi kita. Perempuan NSI juga mewujudkan fungsinya sebagai Boddhisatva Gadgasvara dengan mengembangkan tarian daerah, permainan musik angklung dan menyanyi. Sebagai juga Bodhisattva yang Muncul dari Bumi umat NSI memiliki misi untuk menyebarkan Dharma Nam-myoho-rengekyo ke semua komunitas di Indonesia dan di dunia. Semangat ini tergerak oleh kekuatan dari dalam diri untuk melakukan kontribusi positif bagi masyarakat. Dalam kitab suci Saddharma-pundarika Sutra (Bab 12 Devadatta) terlihat teladan kesadaran Buddha wanita, yakni kisah tentang sang Puteri Naga dari anak perempuan Raja Naga Sagara: Pada saat itu, Sariputra berkata kepada puteri naga,
“’Anda seharusnya dalam waktu singkat telah dapat mencapai jalan tak terhingga. Namun hal ini sukar dipercaya. Mengapa? Karena tubuh wanita jijik dan kotor, bukan kapal untuk Dharma. Bagaimana mungkin Anda mencapai bodhi yang tak terhingga? Jalan ke Kebudhaan panjang dan jauh sekali. Hanya setelah seseorang menghabiskan kalpakalpa tak terhingga melaksanakan pertapaan, mengumpulkan perbuatan, melaksanakan semua jenis paramita, seseorang akhirnya dapat berhasil. Terlebih, seorang wanita tunduk pada kelima rintangan. Pertama, ia tak dapat menjadi Raja Dewata Brahma. Kedua ia tak dapat menjadi Raja Sakra. Ketiga, ia tak dapat menjadi raja iblis. Keempat, ia tak dapat menjadi Raja Cakravartin/Raja Suci Pemutar Roda Dharma. Kelima, ia tak dapat menjadi Buddha. Maka, bagaimana mungkin seorang wanita seperti Anda dapat mencapai Kebuddhaan secepat ini?”
Sang gadis berkata, “Gunakan kekuatan gaib kalian dan perhatikan daku mencapai Kebuddhaan. Ini sungguh cepat terjadinya!” Pada saat itu, para anggota pesamuan semua melihat Puteri Naga segera menjelma menjadi seorang lelaki dan melaksanakan semua pertapaan seorang bodhisattva, segera berlanjut ke Dunia Tanpa Kekotoran di selatan, menduduki bunga teratai permata, dan mencapai kesadaran Buddha secara adil dan tepat. Dengan 32 tanda kemuliaan dan 80 jenis keistimewaan, ia membabarkan Dharma menakjubkan bagi segenap umat manusia di mana pun di kesepuluh penjuru.
Sejarah dan riwayat hidup Ibu Kartini begitu menginspirasi. Berawal dari keluarga bangsawan, beliau telah mengecap pendidikan Belanda yang memadai untuk ukuran seorang perempuan. Selesai pendidikan formal, beliau ‘dipaksa’ untuk Tampak keraguan di pihak Sariputra menikah dengan orang yang tak dikenal tentang kompetensi dan kapasitas seorang namun berpengaruh. Selanjutnya karena wanita untuk mencapai Kebuddhaan. Namun, masukan-masukan modernitas tentang sang Puteri Naga menepisnya dengan berdana pembebasan alias emansipasi, beliau mulai paramita spontan: berpikir hingga akhirnya berhasil membuka sekolah rumahan untuk para puteri yang Pada saat itu, sang puteri memiliki ada di sekitar tempat tinggalnya. Sungguh mutiara bernilai seharga ribuan ibu kita Kartini ini sangat bermaitri juta dunia yang ia persembahkan karuna alias memikirkan orang-orang kepada sang Buddha. Buddha segera lain, khususnya kaum perempuannya yang menerimanya. Puteri Naga berkata sebetulnya bukan urusannya sebagai istri kepada Bodhisattva Pragnakuta bupati. dan kepada Sariputra yang agung, “ Tanpa memandang pendidikan dan Kupersembahkan mutiara berharga usia, wanita NSI berdedikasi untuk dan Yang Dihormati Seluruh Dunia mempelajari dan melaksanakan Buddha menerimanya – tidakkah hal itu Dharma dalam kehidupan mereka. Mereka dilakukan dengan cepat?” telah mengembangkan kecantikan dari Mereka menjawab, “Dengan cepat dalam sebagai faktor utama ketimbang sekali.” penampilan luarnya. Potensi mereka terus Mei 2016 | Samantabadra
43
tergali dengan melaksanakan ajaran Buddha Niciren Daisyonin. Mereka ingin melakukan kebaikan untuk orang lain, lingkungan, dan masyarakat, karena mereka telah melatih diri untuk senantiasa memunculkan kesadaran, dan dari kesadaran inilah mereka terdorong untuk berbuat kebaikan. Dalam misi penyebarluasan dharma (kosenrufu) wanita berfungsi sama dengan pria. Dalam gerakan kunjungan anggota, wanita lebih sering bergerak daripada pria. Mereka terlibat lebih aktif dalam pertunjukan atraksi kesenian tradisional. Dharma duta sebagian besar wanita. Hal ini lebih daripada yang diidamkan Ibu Kartini. Pandangan feminis beliau telah dilaksanakan melalui pertapaan Dharma Nam-myoho-renge-kyo para wanita. Potensi kesadaran yang dikenal juga sebagai bibit Buddha telah muncul dan berkembang. Peringatan Hari Kartini di lingkungan NSI merupakan salah satu apresiasi atas peran wanita NSI karena kesungguhan hati mereka dalam menjaga Dharma Nam-myoho-renge-
kyo dalam kehidupan sosial, nasional dan kenegaraan. Ajaran Buddha Niciren di lingkungan NSI telah mendorong dan menyemangati para wanita agar dapat produktif dalam mengembangkan diri dan masyarakat. Kecerdasan mereka terasah berkat doa pelaksanaan dalam kehidupan seharihari. Melalui Dharma Nam-myohorenge-kyo Sandai Hiho, umat NSI mampu mengembangkan potensi kebuddhaan untuk menjadi manusia yang unggul. Perempuan NSI dapat menjadi ibu rumah tangga maupun wanita karir yang unggul karena mereka memiliki visi Issyo Jobutsu/memunculkan kebuddhaan dalam kehidupan kali ini, berbarengan dengan misi Kosenrufu. (Kyanne Virya)
silakan hubungi koordinator wilayah/daerah masing-masing untuk pendaftaran, atau kunjungi laman http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia untuk info lebih lanjut,
44
Samantabadra | Mei 2016
Berita Duka Cita
Bapak Sumitra Mulyadi Ketua Dharma DPP NSI Meninggal pada usia 65 tahun Jakarta, 10 April 2016
Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha Nammyohorengekyo
Bakti Donor Mata
D
onor mata Bapak Sumitra Mulyadi. Secara simbolis diberikan oleh pihak keluarga kepada pihak Bank Mata. Kiranya donor mata beliau menjadi akibat kebajikan. Nammyohorengekyo.
Mei 2016 | Samantabadra
45
resep
Keripik Tempe Bahan A: 1 kg tempe. Diiris tipis lalu letakkan di tampah dan dianginanginkan sampai kering. Bahan B: 500 gram tepung beras 1 sdm garam 1 sdm penyedap rasa 1 sdt ketumbar 1 sdt kencur halus 1 sdm air kapur sirih 500 cc air 100 gram kucai, diiris halus
Oleh : Ibu Oking D, Bogor
Cara Membuat : 1. Aduk semua Bahan B menjadi satu. 2. Masukkan irisan tempe dan goreng satu-satu hingga kering dan berwarna kekuningan. 3. Kripik tempe siap dihidangkan.
Berita Duka Cita
Ibu Safiyah Halim Meninggal pada usia 73 tahun 23 Maret 2016 Umat NSI Daerah Bekasi Jawa Barat
Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha. Nammyohorengekyo.
Jawaban TTS Samantabadra April 2016
1 3 4 5 7
6
H I
F A M
L Y
11
F U J
I
H O K K A
S
T
P U T
I
18
T
R
H O K K E
A
19
Y
N
O
G
E N
46
Samantabadra | Mei 2016
E
G
T
D O
H
N Y E P
I 12
T
14
K
15
K
17
E
H A
20
I
R M
B 21
P A P A N Y
A G
C
16
G
A
M E
8
13
O
2
M A T
S A K U R A
T U
I
I
10
N
S
I
K R
9
M
T
K A L
I
A
B
O
T
A
K
A
H
Y
G A Y O
N
G
G
I
22
P A S A R
23
P E N G H A P U S
Mendatar 1.
KALIMAT — Susunan yang terdiri atas kata-kata, yang memiliki makna.
3.
TIME — Waktu ( Istilah Inggris )
T
4.
KORAN — Salah satu media komunikasi.
5.
HIMITSUKYO — Cara pembinaan denga menerangkan karunia yang berbeda-beda untu setiap orang.
10.
RCTI — Salah atu stasiun televisi di Indonesia
teka teki silang 1
2
3
4 5
6 7 8 10
9 11 12
13
14 15
16
17 18
19
20
22
21
23
24 25
26
Mendatar
Menurun Menurun Mendatar 2. Sinonim dari kata pesan. 1. Sinonim dari kata subuh 1. Subuh (sinonim) 2. Pesan, data (sinonim) 5. Gaib ( Istilah Jepang ) 3. Anak dari Dayang Sumbi dalam legenda 3. Anak Dayang Sumbi dalam legenda 5. Gaib (istilah Jepang) Tangkuban Perahu. 6. Salah satu rempah-rempah khas Nusantara. Tangkuban4.Perahu 6. Salah satu rempah-rempah Bab upayah kausalya. 7. Berani ( Istilah Inggris) khas 8. Buddha pokok masa akhir dharma. 11. Meninjau diri ( Istilah Jepang ) 4. Bab Upaya Kausalya nusantara 9. Hewan pemakan daging 13. Tarian dari Sumatra Utara. 8. Buddha Pokok masa akhir dharma 7. Berani (istilah Inggris) 10. Sutra ( Istilah Jepang ) 16. Tempat ibadah umat Buddha. 9. Hewan pemakan daging 11.17. Meninjau diri (istilah Jepang) 12. Murid Niciren Daisyonin yang ditolong o Hidup kembali ( Istilah Jepang ) Abutsebo pada saat kelaparan di Pulau 10. Sutra (istilah Jepang) 13.18. Tari khas Sumatera Utara Tutup (Istilah Inggris) do. 12. Murid utama Buddha Niciren yang 16.19. Tempat ibadah umat Menekadkan hati (Buddha Istilah Jepang ) 14. Peristiwa dimana Buddha Niciren Daisyo 20. Darah biru. menjalani hukuman mewarisi ajaran-Nya secara utuh pemenggalan kepal 17. Hidup kembali (istilah Jepang) 22. Pengemudi kapal laut. 15. Dharma ( Istilah Jepang) 14. Tempat dilaksanakannya pemenggalan 18. Tutup (istilah Inggris) 25. Pusat Tata Surya. 17. Seorang guru Brahma yang mengajarka kepala Buddha Niciren 19.26. Menekadkan hati (istilah Jepang) vadatta kekuatan gaib, munurut keteran Seorang wanita yang menyebarkan berita dusta Sutra Zoici Agon. bahwa Buddha Sakyamuni telah menghamilinya. 15. Dharma (istilah Jepang) 20. Darah biru 21. Mengerti ( Istilah Jepang ) 17. Guru Brahma yang mengajarkan Devadatta 22. Pengemudi kapal laut 23. Nada pertama dari 7 tangga nada. kekuatan gaib 25. Pusat tata surya 21. Mengerti (istilah Jepang) 26. Wanita yang menyebarkan berita 23. Nada pertama dalam tangga nada dusta bahwa Siddharta telah 24. Indra penglihatan menghamilinya Jawaban TTS ini dapat dilihat pada Samantabadra Juni 2016
Mei 2016 | Samantabadra
47
Catatan
48
Samantabadra | Mei 2016
Jadwal Kegiatan Susunan NSI
Bulan Mei 2016 Tanggal Hari 1 Minggu 2 Senin 3 Selasa 4 Rabu
5 Kamis 6 Jumat 7 Sabtu 8 Minggu 9 Senin 10 Selasa 11 Rabu
12 13 14 15 16 17 18
Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu
19 Kamis 20 Jumat 21 Sabtu
Jam 10:00 10:00 10:00 14:00
Kegiatan Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul Pertemuan Anak‐anak Daimoku Bersama Rapat Koordinator Lansia
19:00 Pendalaman Gosyo Penceramah 19:00 Pendalaman Gosyo Koord. GM Jabotabekcul
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Ruang Rapat Balai Pusat
10:00 19:00 14:00 19:00 19:00
Daerah Masing‐Masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 1
19:00 Ceramah Gosyo
Pertemuan Anak‐Anak Daerah / Kelompok Pelajaran Pimpinan Daerah & Cabang Pertemuan Wanita Umum Pertemuan Ibu/Wanita Karier Pertemuan Pria Umum
19:00 Pertemuan Cabang
26 27 28 29 30 31
Daerah Masing‐Masing
Daerah Masing‐Masing
10:00 Pertemuan Generasi Muda Daerah/Kelompok 19:00 Pelajaran Pimpinan Anak Cabang / Ranting
Daerah Masing‐Masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
19:00 Pertemuan Anak Cabang / Ranting
Daerah Masing‐Masing
14:00 Pertemuan Wanita Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Pria Daerah / Kelompok
22 Minggu 10:00 Dokyo Syodai Hari Raya Waisak 2560 23 Senin 24 Selasa 25 Rabu
Tempat Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 3 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 4 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1
14:00 Pertemuan Lansia Umum 19:00 Pertemuan Empat Bagian
13:00 Pendalaman Gosyo Untuk Dharmaduta 19:00 Musyawarah DPW & DPD 19:00 Musyawarah DPD
Kamis Jumat Sabtu Kensyu Gosyo Umum Minggu Kensyu Gosyo Umum Senin 13.00 Pendalaman Gosyo
Daerah Masing‐Masing Daerah Masing‐Masing
Daerah Masing2 (Wil. DKI Jakarta di Vihara Sadaparibhuta lt. 4) Vihara Vimalakirti ‐ Muncul Daerah Masing‐Masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Daerah Masing‐Masing
Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Mei 2016 | Samantabadra
49
Vihara & Cetya
BALAI PUSAT NSI
Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia
Vihara Vimalakirti Muncul Diresmikan 3 Mei 1986 Dipugar 28 okt 2007 Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Vihara Vimalakirti Cisauk Depan SMU 1 Serpong Desa Setu (Muncul) – Kec. Cisauk Kabupaten Tangerang Telp. (021) 75872730 Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969
PROVINSI LAMPUNG
PROVINSI JAWA BARAT
Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728
Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034
PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903
50
Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821 Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Blok Wanakerta Selatan No. 61 RT 02 RW 09 Kelurahan Tuk Mundal, Sumber Kabupaten Cirebon PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo
Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319
Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340
Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 4 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851
Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682
Samantabadra | Mei 2016
Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201 Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510