Samantabadra 2016-06

Page 1

Samantabadra SAMANTABADRA | JUNI 2016 | NOMOR. 269

Tarian Umat NSI Wilayah Banten. Kensyu Kartini 2016.

Es terbuat dari air, tetapi lebih dingin daripada air. Pewarna biru dihasilkan dari nila, tetapi apabila sesuatu berulang kali dicelupkan di dalamnya, akan menjadi lebih biru daripada tanaman nila itu sendiri. Sama dengan Saddharmapundarikasutra, semakin Anda memperkuat keyakinan, Anda akan mendapat keuntungan lebih daripada orang lain, seperti semakin unggulnya warna.

gosyo kensyu SURAT PERIHAL BADAN RINGAN-HUKUM BERAT liputan KENSYU KARTINI 2016 liputan DOKYO SYODAI PERINGATAN 28 APRIL

(Surat perihal Badan RIngan, Hukum Berat) MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT

PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA

J

u

n

i

2 0 1 6

06 # 269


Grup Angklung Gita Pundarika NSI, Paduan Suara NSI, bersama DPP NSI.

Tari Lansia NSI Permainan Keakraban Paduan Suara NSI DKI Jakarta

Tarian Umat NSI Daerah Bogor

Pasangan suami-istri yang mengikuti lomba make-up

Kensyu Kartini 2016. Mahavihara Saddharma NSI. April 2016.

Malam Kesenian dan Keakraban Kensyu Kartini 2016


Samantabadra Juni 2016 Samantabadra SAMANTABADRA | JUNI 2016 | NOMOR. 269

daftar isi

Halaman Muka

G

rup angklung Gita Pundarika NSI dan Paduan Suara NSI DKI Jakarta dalam kegiatan Kensyu Kartini 2016. Simak liputan selengkapnya di halaman 13.

Tarian Umat NSI Wilayah Banten. Kensyu Kartini 2016.

Es terbuat dari air, tetapi lebih dingin daripada air. Pewarna biru dihasilkan dari nila, tetapi apabila sesuatu berulang kali dicelupkan di dalamnya, akan menjadi lebih biru daripada tanaman nila itu sendiri. Sama dengan Saddharmapundarikasutra, semakin Anda memperkuat keyakinan, Anda akan mendapat keuntungan lebih daripada orang lain, seperti semakin unggulnya warna.

SURAT PERIHAL BADAN RINGAN-HUKUM BERAT KENSYU KARTINI 2016 DOKYO SYODAI PERINGATAN 28 APRIL

gosyo kensyu liputan liputan

(Surat perihal Badan RIngan, Hukum Berat) MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT

SAMBUTAN Menteri PP & PA RI dalam rangka Hari Kartini 2016 KU NSI dalam rangka Hari Waisak 2016 CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Dharma Duta

LIPUTAN Kensyu Kartini 2016 Dokyo Syodai 28 April Diskusi KU NSI dengan KU MUI KU NSI dalam Silaturahmi Kamtibnas Polda Jabar

2 5

7 10 13 15 16 17

MATERI AJARAN Gosyo Kensyu Badan Ringan-Hukum Berat 18 Gosyo Cabang Surat Balasan kepada Syijo Kingo (Inti Syoho Jisso) 53 Forum Diskusi Melawan Filsafat Sesat dalam Jiwa 60

Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami di : Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia

PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA

J

u

n

i

2 0 1 6

06 # 269

SYIN GYO GAKU Manfaat Belajar Dharma

KESEHATAN Tahukah Anda? HIV/AIDS CERITA SUTRA Sang Buddha, Gajah, dan Monyet

63 66

72

RESEP Pao/Mantau

75

TEKA-TEKI SILANG

76

KIBA KRUBU Makan Bersama

77

JADWAL KEGIATAN

79

VIHARA DAN CETYA NSI

80

13

15

17 PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENASEHAT Suhadi Sendjaja PENANGGUNG JAWAB Sumitra Mulyadi PEMIMPIN REDAKSI Minto WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Samanta KONTRIBUTOR Arya, Megahria, Liliawati, Phopy, Kyanne Virya, Melisa, Jason STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999

Juni 2016 | Samantabadra

1


sambutan

SAMBUTAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PADA PERINGATAN HARI KARTINI PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA (NSI) TAHUN 2016 Nammyohorengekyo, Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Pertama-tama perkenankan saya mengajak kita semua untuk memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas izin dan ridho-Nya kita dapat berada di tempat ini dalam keadaan sehat wal afiat, pada acara peringatan Hari Kartini Tahun 2016 dengan tema “Perempuan NSI turut membangun serta merawat benteng keluarga untuk ketahanan bangsa.” Saya menyambut gembira dan menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada NSI sebagai penyelenggara kegiatan. Dengan kegiatan ini diharapkan dapat mendorong dan memotivasi partisipasi masyarakat dalam membangun bangsa melalui penguatan benteng keluarga untuk peningkatan ketahanan bangsa.

Peringatan Hari Kartini bukan saja merupakan momentum untuk memperjuangkan kesetaraan gender dan kemajuan perempuan secara umum. Peringatan Hari Kartini juga harus menjadi cambuk pengingat bagi seluruh bangsa Indonesia agar terus memerjuangkan upaya menekan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan ketidaksetaraan atau ketimpangan relasi laki-laki dan perempuan. Sepanjang sejarah peradaban manusia, peran perempuan sangat besar dalam mewarnai dan membentuk dinamika zaman. Lahirnya generasi bangsa yang unggul, kreatif, penuh inisiatif, bermoral tinggi, beretos kerja andal, dan berwawasan luas, tidak luput dari sentuhan seorang perempuan. Perempuan menjadi orang pertama yang memerkenalkan, menanamkan, dan mengakarkan nilainilai agama, budaya, moral, kemanusiaan, pengetahuan, dan keterampilan dasar, serta nilai-nilai luhur lainnya kepada seorang anak. Namun, seiring dengan perubahan zaman, peran perempuan menghadapi tantangan yang semakin berat. Misalnya, dalam ranah domestik atau rumah tangga, seorang perempuan, istri, atau ibu harus tetap menjadi sosok feminim yang lembut, penuh perhatian dan kasih sayang, serta penuh cinta yang tulus kepada suami dan anak-anak. Dalam ranah publik di luar kehidupan rumah tangga, semakin terbuka masuknya nilai-nilai global yang menuntut perempuan bersikap “maskulin.” 2

Samantabadra | Juni 2016


Dalam menyikapi dan menyiasati permasalahan tersebut seorang perempuan dituntut untuk semakin memaksimalkan peranannya, mengusahakan potensi dirinya sehingga mampu tampil feminin dan maskulin sekaligus dalam menerjemahkan perubahan zaman. Sejalan dengan itu, dalam mewujudkan kesetaraan gender dalam keluarga, Kementerian PPPA RI telah menerbitkan Peraturan Menteri PP-PA No. 6 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga bertujuan antara lain: untuk mendorong penerapan konsep Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga dalam semua kegiatan pembangunan yang sasarannya dan/atau ditujukan untuk Keluarga; dan Pengembangan kebijakan baru untuk melengkapi pemenuhan kebutuhan Keluarga dalam rangka peningkatan ketahanan dan kesejahteraannya. Konsep Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga mencakup lima aspek, yaitu: a. Landasan legalitas, keutuhan keluarga, dan kemitraan gender;

- Bahwa kehidupan berkeluarga harus didasari pada aspek legalitas, dibuktikan dengan adanya akta nikah resmi, tidak hanya sah menurut agama tetapi juga sah secara administrasi negara. - Keluarga secara bersama-sama harus mempunyai komitmen yang tinggi untuk menjaga keutuhan keluarga. - Ayah dan ibu dapat berperan dengan baik, keterbukaan dan kerjasama yang baik, serta dapat mengalokasikan waktu bersama dengan anak-anaknya.

b. Ketahanan fisik;

- Keluarga harus memiliki ketahanan fisik seperti: terpenuhinya kebutuhan gizi, dan tempat tinggal yang layak bagi keluarga.

c. Ketahanan ekonomi;

- Keluarga harus memiliki ketahanan secara ekonomi, seperti kepemilikan rumah, pekerjaan dan penghasilan tetap, tabungan, asuransi kesehatan, dan juga dapat memenuhi pengeluaran untuk pendidikan dan keperluan rumah tangga.

d. Ketahanan sosial psikologi;

- Keluarga juga harus memiliki ketahanan sosial psikologi, seperti tidak melakukan kekerasan kepada anggota keluarga, menjaga anggota keluarga untuk tidak melanggar hukum, demokrasi, dan saling menghargai dan menyayangi.

e. Ketahanan sosial budaya;

- Keluarga harus memiliki ketahanan sosial budaya, yang artinya bahwa anggota keluarga berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, dapat merawat atau peduli orang tua lansia, dan dapat melakukan kegiatan keagamaan secara rutin.

Dengan demikian, dalam rangka pelaksanaan Pembangunan Keluarga, Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan paling sedikit upaya sebagai berikut: 1) Peningkatan kualitas anak dengan pemberian akses informasi, pendidikan, penyuluhan, dan pelayanan tentang perawatan, pengasuhan dan perkembangan anak; Juni 2016 | Samantabadra

3


sambutan 2) Peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga;

3) Peningkatan kualitas hidup lansia agar tetap produktif dan berguna bagi keluarga dan masyarakat dengan pemberian kesempatan untuk berperan dalam kehidupan keluarga; 4) Pemberdayaan keluarga rentan dengan memberikan perlindungan dan bantuan untuk mengembangkan diri agar setara dengan keluarga lainnya; 5) Peningkatan akses dan peluang terhadap penerimaan informasi dan sumber daya ekonomi; 6) Pengembangan cara inovatif untuk memberikan bantuan yang lebih efektif bagi keluarga miskin; dan

7) Penyelenggaraan upaya penghapusan kemiskinan bagi perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga, pembinaan perempuan kepala keluarga, penanggulangan kemiskinan, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender.

Dengan kebijakan tersebut, diharapkan keluarga memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin.

Demikian beberapa hal yang dapat saya sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Semoga pada peringatan hari ini semangat Ibu Kartini akan menjiwai kita para perempuan dan bangsa Indonesia dalam membangun serta merawat benteng keluarga untuk mewujudkan ketahanan bangsa menuju bangsa yang maju dan mandiri. Terima kasih.

23 April 2016

Yohana Susana Yembise Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia

4

Samantabadra | Juni 2016


Sambutan Waisak 2016 Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja Nammyohorengekyo, Waisak merupakan hari peringatan kelahiran, pemunculan kesadaran Buddha, dan moksha dari Buddha Sakyamuni. Namun demikian yang harus kita sadari sebetulnya “Buddha� tidak pernah meninggal, Buddha selalu hidup di dalam Dharma yang telah dibabarkannya. Fisiknya jelas sudah tidak ada, tetapi Dharmanya dapat kita jadikan acuan atau bimbingan di dalam menjalankan kehidupan untuk menjadi manusia yang paling bahagia dan bermanfaat di dunia ini, yaitu mencapai kesadaran Buddha. Kesadaran Buddha merupakan kondisi perasaan jiwa yang kuat (tidak mudah terpengaruh oleh pengaruh yang buruk, malah bisa memberikan pengaruh yang baik kepada lingkungan sekitar), bebas (tidak terikat oleh segala sesuatu yang bersifat sementara seperti pujian, ejekan, reputasi, kehancuran, keuntungan, kerugian, keberhasilan, kegagalan, harta, tahta, dan wanita/pria), suci (mampu membedakan mana hal yang baik dan yang tidak baik, selalu memiliki pemikiran, perasaan, dan tindakan yang positif), tenang (selalu bisa menghadapi berbagai macam situasi dan persoalan dengan bijaksana, tidak terburu-buru tetapi juga tidak lamban).

Perasaan jiwa senantiasa berubah dalam sekejap, oleh karena itu sangat penting untuk dapat mempertahankan sekejap perasaan jiwa ini agar selalu berada di dalam kualitas perasaan jiwa Buddha. Di dalam keadaan perasaan jiwa yang sekejap-sekejap inilah terdapat kebahagiaan atau pun penderitaan. Kebahagiaan hanyalah sebuah keadaan perasaan, hanya sebuah rasa, dan tentu perasaan itu adalah sebuah kondisi yang dapat dikendalikan oleh setiap umat manusia. Manusia dapat mempertahankan kondisi perasaan jiwa yang bahagia hanya dengan menghayati Buddha Dharma yang tepat waktu dan tepat guna di dalam kehidupannya sehari-hari, karena dengan menghayati Dharma Buddha tersebut di dalam kehidupan, maka manusia akan senantiasa menjadi makhluk yang sadar, dan dengan kesadaran ini mereka mampu untuk menjadi manusia yang berguna dan bahagia.

Akhir-akhir ini banyak terjadi kekacauan di berbagai belahan dunia, banyak orang-orang yang sudah diselimuti oleh ketiga racun: Keserakahan, Kemarahan, dan Kebodohan, sehingga mereka hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri dan mengorbankan kebahagiaan orang lain. Melihat keadaan ini, sebagai seorang Buddhis, kita menyadari Juni 2016 | Samantabadra

5


sambutan bahwa kita tidak dapat merubah orang lain, tetapi kita bisa memperbaiki/ meningkatkan kualitas diri kita sendiri, sehingga lingkungan / orang lain pun ikut berubah menjadi baik. Tujuan dari kelahiran Buddha di dunia ini adalah untuk memberitahu jalan untuk mengembangkan potensi kebuddhaan di dalam diri seseorang, satu per satu melalui praktik Dharma di dalam kehidupan sehari-hari, karena dengan berkembangnya potensi kebuddhaan dari seseorang dapat memengaruhi dan memberikan sumbangsih yang besar terhadap orang-orang maupun lingkungan yang berada di sekitarnya. Di dalam momen Waisak ini, marilah kita melakukan refleksi diri, bahwa sebetulnya yang terpenting di dalam praktik Dharma bukan hanya satu tahun sekali ketika memeringati momen Waisak seperti ini, tetapi yang lebih penting adalah praktik Dharma di dalam kehidupan sehari-hari, menjaga sekejap-sekejap perasaan jiwa melalui penghayatan terhadap Buddha Dharma. Selamat hari Waisak 2016. 22 Mei 2016

MPU. Suhadi Sendjaja Ketua Umum

6

Samantabadra | Juni 2016


ceramah gosyo

Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja Surat Kepada Gijobo Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 22-24 April 2016

Nammyohorengekyo,

hari dan pelaksanaan nilai-nilai kebaikan Usia tidak menjadi dalam hidup. Sakit itu faktor penentu pasti ada, lelah juga pasti keberhasilan atau ada, tapi karena hatinya semangat hidup seseorang. ingin bertemu Buddha, Orang yang masih sehingga rasa lelah tidak muda belum tentu lebih menjadi hambatan. Ketika bersemangat dari oranglelah apakah tidak perlu orang yang lebih tua. istirahat? Perlu juga, Semua itu tergantung namun harus kita atur hatinya. Semangat hidup dan tidak menjadikan ini berkaitan dengan hal tersebut sebagai gosyo yang membahas penghambat. salah satunya membahas Ketika kita harus tentang “Satu Hati Ingin menghadapi masalah, Bertemu Buddha,� issyin kita harus mencurahkan yoken buce fuji syaku syin sepenuh hati kita untuk myo. mengatasinya. Jadi Satu hati berarti prinsipnya, Gosyo ini perasaan hati atau pikiran adalah sebuah bimbingan yang berkeinginan hanya yang kuat kepada kita satu; ingin bertemu semua, apapun yang kita Buddha apapun yang kerjakan harus dikerjakan terjadi, tanpa menyayangi sepenuh hati, apalagi badan sendiri. Dalam untuk bertemu Buddha. kaitannya dengan Buddha (kesadaran keseharian, hal ini berarti Buddha) ada di dalam aktivitas syin gyo gaku kita, diri kita sendiri. gongyo-daimoku sehariKebuddhaan ini tidak

selalu bisa muncul, karena sering tertutup dengan kemalasan, kesombongan, dan keragu-raguan kita. “Buddha�-nya terbungkus tiga racun. Bungkusan ini harus dibuka. Perkembangan ilmu pengetahuan menunjukkan perbedaan manusia dengan alat (mesin). Mesin makin sering dipakai makin cepat rusak, sedangkan badan manusia jika tidak dipakai malah cepat rusak. Oleh karena itu, apabila kita ingin badan kita sehat dan kuat, harus sering dipakai. Jantung orang yang olahraga lebih kuat karena lebih sering dipakai daripada jantung yang tidak seing dipakai. Tidak melakukan aktivitas bukanlah cara menyayangi diri yang tepat. Kita harus mencurahkan Juni 2016 | Samantabadra

7


ceramah gosyo tenaga dan pikiran sepenuh hati dalam mengerjakan apapun, apalagi dalam usaha memunculkan kesadaran Buddha dan menyebarkan Nammyohorengekyo. Di dalam usaha untuk memunculkan jiwa Buddha itu terkandung makna pelaksanaan untuk diri sendiri dan pelaksanaan untuk orang lain. Bagaimana bisa menyebarkan Nammyohorengekyo kalau diri sendiri tidak pernah bisa membuktikan perubahan nasib sendiri menjadi lebih baik dan bernilai positif? Perubahan positif hanya ada dalam sikap hidup yang maitri karuna dan welas asih, cerminan dari perasaan jiwa Dunia Buddha. Agama kita itu punya teori sanju hiden (tiga tingkat perbandingan). Pertama, agama lain terhadap keunggulan agama Buddha yang bersumber dari Hukum Karma. Pertanyaan hidup seperti, “kenapa saya yang susah? Kenapa suami saya meninggal lebih dulu?� kerap berujung pada ketidaktuntasan pada konsep lain. Namun apabila ditinjau berdasarkan Agama 8

Samantabadra | Juni 2016

Buddha (Hukum Karma) hal ini terjawab karena hidup-mati, dan segala permasalahan hidup bersumber dari karma diri sendiri. Tidak ada unsur menyalahkan suasana atau orang lain. Semua kembali kepada pemberdayaan diri sendiri untuk memunculkan kekuatan Dunia Buddha dan mengatasi segala permasalahan hidup. Kedua, Agama Buddha Hinayana terhadap keunggulan Mahayana. Ketiga, Mahayana ajaran sementara dan keunggulan Mahayana ajaran sesungguhnya. Dijelaskan bahwa segala kejadian yang menimpa diri kita dan lingkungan sekitar kita bersumber dari karma diri sendiri. Dijelaskan tentang asal-muasal diri kita, keterkaitan tiga masa, dan sebagainya. Di dalam Mahayana sesungguhnya juga dibandingkan lagi antara ajaran pembibitan dan pemanenan. Saddharmapundarikasutra berprisnsip atau pendirian pada konsep pembibitan. Ajaran sebelum Seddharmapundarikasutra mengacu pada konsep pemanenan. Pemanenan artinya

dalam hidup kali ini kita memanen kebahagiaan atau kesengsaraan hasil dari kehidupan masa lampau. Sebaliknya, pada prinisip pembibitan ditekankan pemahaman bahwa dalam hidup kali ini kita melakukan pembibitan, sehingga kita lebih pro-aktif dalam hidup alih-alih menunggu. Berfokus pada saat ini (sekarang) atau hon in myo. Dari saat ini lah kita menentukan akan seperti apa masa depan kita dan dapat melihat refleksi seperti apa kehidupan masa lampau kita. Pengalaman di masa lalu hendaknya dapat diolah sebagai sebuah introspeksi. Satu hati terdiri dari sebab-akibat, dan sebab-akibat ini terdiri dari lampau, sekarang, dan akan datang. Kita harus introspeksi diri ketika hal-hal dalam hidup kita tidak berjalan dengan baik. Biasanya ada kurang sungguh hati dalam menjalankan ajaran Buddha di dalam kehidupan seharihari, sehingga masih sering dikuasai oleh kecenderungan buruk, seperti marah, serakah, dan benci.


Ketua Umum

Saddharmapundarikasutra adalah sutra yang tertinggi dan terunggul yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni. Keunggulan dari ajaran ini baru akan terasa manfaat nyatanya apabila disimak, dicatat dengan baik, dihayati dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dalam hidup, sehingga kita dapat memunculkan prajna kebijaksanaan. Ajaran ini memiliki keunggulan karena menerangkan 10 perasaan jiwa manusia; neraka, kelaparan, binatang, marah, manusia, surga, Sravaka, Pratekya, Bodhisattva, dan Buddha. Tenaga yang paling unggul itu adalah kesadaran Buddha. Kekuatan ini bisa dimunculkan hanya dengan ajaran dari Saddharmapundarikasutra. Kesadaran Buddha pada laki-laki dan perempuan sama. Kesadaran Buddha pada orang kaya dan orang miskin juga sama. Kesadaran Buddha terwujud dalam sikap Maitri Karuna (shi bei; fu mu). Shi bei itu artinya adalah mencabut penderitaan, Fu dalam Bahasa Mandarin artinya adalah ayah. Maitri

Karuna seorang ayah adalah ingin mencabut penderitaan daripada anak-anaknya. Maitri Karuna seorang ibu adalah ingin sepenuhnya memberi kebahagiaan kepada anakanaknya. Maitri Karuna Buddha adalah perasaan yang selalu ingin mencabut penderitaan orang lain, pada saat yang sama juga ingin memberi kebahagiaan kepada mereka. Harta atau kekayaan bisa memberikan kesenangan, namun bukan kebahagiaan yang bisa didapat dari jiwa yang memunculkan kebuddhaan. Kekayaan belum tentu bisa bertahan lama. Namun, kekuatan Maitri Karuna Buddha telah terpancar selama 3000 tahun dan akan terus terpancar sampai ke puluhan ribu tahun (mapo manen). Apabila kita bisa memunculkan kesadaran Buddha, maka kita akan diliputi kebijaksanaan yang menjadi sumber kebahagiaan kita; dapat mengupayakan kecukupan sandang, pangan, papan, kesehatan yang baik, dan hubungan sosial yang baik. Kebahagiaan yang muncul dari kurnia Saddharmapundarika-

sutra jauh lebih besar dan hakiki, karena kurnia dari Saddharmapundarikasutra mencakupi tiga masa (lampau, sekarang dan akan datang), dan akan tersambung terus. Kurnia yang didapat dari uang dapat dihitung, sedangkan kurnia jadi Buddha itu melampaui ukuran kuantitatif, untungrugi. Pada praktiknya, kita akan menjadi manusia yang diliputi dengan rasa bersyukur, tidak menyalahkan suasana atau orang lain, dan mampu memaksimalkan potensi diri untuk menciptakan nilai kebaikan di masyarakat. eee

Juni 2016 | Samantabadra

9


ceramah gosyo

Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman Surat Kepada Gijobo Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 22-24 April 2016

Nammyohorengekyo, Latar belakang Surat kepada Gijobo yang ditulis pada tanggal 28, bulan ke-5, tahun 1273, pada waktu Niciren Daisyonin berusia 52 tahun, ditulis di Iconosawa Pulau Sado, diberikan kepada Gijobo yang berada di Kuil Seico daerah Awa. Gijobo adalah kakak seperguruan Niciren Daisyonin, samasama menjadi murid dari Dozenbo di Kuil Seico, yang merupakan Kuil sekte Tien-tai, karena itu sedikit banyak Gijobo mengerti Ajaran Tien-ta, olehkarena itu Gijobo banyak bertanya kepada Niciren Daisyonin. Dalam Gosyo ini dikatakan kurnia kebajikan Saddharmapundarika-sutra hanya dapat dimengerti dalam suasana jiwa antara 10

Samantabadra | Juni 2016

Buddha dengan Buddha, merupakan kesadaran dalam jiwa sang Buddha yang tidak terjangkau oleh pikiran manusia biasa, walau dengan prajna titisan Buddha 10 penjuru. Jadi kalau kita mengingat Buddha sakyamuni, waktu awal pembabaran Saddharmapundarikasutra setelah melasanakan pembabaran selama 42 tahun, pada masa 8 tahun terakhir baru menjalankan tugas sesungguhnya, yaitu membarkan Saddharmapundarikasutra dan tujuan dari Saddharmapundarikasutra adalah agar seluruh umat manusia mencapai Kesadaran Buddha, sama dengan Beliau. Di alam semesta ini ada satu Hukum Tunggal yang berlaku yaitu adalah

Myohorengekyo, hal inilah yang disadari oleh Buddha Sakyamuni, Hukum tunggal ini yang menjelaskan mengenai kegaiban yang tidak dapat dijangkau oleh pikiran manusia biasa, hanya dengan Hukum Tunggal inilah semua umat manusia dapat mencapai Kesdaran Buddha. Jadi pelaksana Saddharmapundarikasutra kurnia kebajikaanya hanya satu yaitu igin semua umat mencapai kesadaran Buddha dengan badan apa adanya, tidak perlu menunggu-nunggu lain waktu, saat ini dan di sini, begitu kita memahami hakikat hidup kita, pada saat itu jiwa Buddha kita muncul. Apakah kita ingin mencapai kesadaran Buddha? Mengapa? Karena


Dharma Duta

Kesadran Buddha itu mencakupi segalanya, hal ini penting sekali, kalau kita hidup terus dalam keadaan tidak sadar (tersesat pandangan jiwanya), maka yang kita alami adalah penderitaan. Tetapi sayang sekali, umumnya manusia merasa Dunia Surga lebih enak, padahal dalam Dunia Surga ada Iblis Surga Keenam. Dunia Buddha inilah yang dirasakan oleh orang yang telah mencapai Kesdaran Buddha. Dalam dijelaskan, bahwa tidak ada hal yang lebih agung selain pencapaian Kesadaran Buddha. Itulah sebabnya Niciren Diasyonin mewujudkan Dai Gohonzon, agar kita semua bisa menyadari dan menuju Pencapaian Kesasaran Buddha, kalau kita tanpa Gohonzon/ Nammyohorengekyo maka kita tidak akan ada di sini, kita juga harus percaya bahwa pada diri kita ada jiwa Buddha dan Gohonzon adalah jodoh untuk memunculkan Jiwa Buddha itu. Dalam Buku Makasyikan Mahaguru Tientai mensistematisasikan Saddharmapundarikasutra menjadi Icinen Sanzen. Icinen Sanzen di sini ada dua yaitu Icinen Sanzen Teoritis dan Icinen

Sanzen Sesungguhnya. Icinen Teoritis hanya bisa dilaksanakan oleh orang-orang yang pinterpinter saja, atau dengan melakukan pertapaan bertahun-tahun, bahkan berkali-kali hidup mati, jadi tidak semua orang bisa melaksanakan Icinen Sanzen Teoritis, padahal Kesadaran Buddha harusnya dapat dicapai oleh semua orang tanpa pandang bulu, maka dengan Icinen Sanzen Sesungguhnya semua orang dapat memahami makna Kesadaran Buddha, di mana hal ini dijelaskan di dalam bab 16 Saddharmapundarika-sutra dengan 3 hal yang disebut Sanyo Goron. Buddha Sakyamuni megatakan bahwa Saya menjadi Buddha bukan hanya saat terlahir di India, tetapi sebetulnya Saya mencapai Kedasaran Buddha sudah sejak dulu, walau begitu masih terbatas, yaitu sejak 500 jin tenggo. Jadi kitapun sudah memiliki Jiwa Buddha sejak dulu, tetapi sebagai manusai biasa jiwa kita tertutup 5 racun, sehingga perlu jodoh Gohonzon untuk memunculkan Jiwa Buddha kita. Buddha Sakyamuni mejelaskan tentang tempat

untuk melaksanakan pertapaan, yaitu di Dunia Saha, artinya di sini, saat ini dalam kehidupan sehari-hari. Inilah Icinen Sanzen yang sesungguhnya, yang menjelaskan di mana kita menjalankan pertapaan, dengan cara apa menjalankan pertapaan dan dengan Hukum apa dasar menjalankan pertapaan. Tetapi Niciren Daisyonin mengatakan kalau hanya seperti itu saja tidak cukup, Niciren Daisyonin menyadari bahwa Icinen yang sesungguhnya adalah Hukum Tunggal Myohorengekyo, sehingga Niciren Daisyonin mewujudkan Dai Gohonzon, dan inilah tugas sesungguhnya kehadiran Niciren Daisyonin di dunia ini yang memakan waktu 27 tahun. Jadi saat ini kita harus melaksanakan Ajaran Buddha dengan kesunguhan hati, jangan merasa sudah cukup sehingga tidak mau lagi menjalankan aktifitas di susunan. Di jaman yang mengerikan seperti sekarang ini, yang umat manusianya sudah sedemikian egois, kita harus berusaha memunculkan Kesadaran Buddha kita dan menyebarluaskan Hukum ini agar umat manusia juga dapat memunculkan Juni 2016 | Samantabadra

11


Dharma Duta

Kesadaran BuddhaNya. Bulan April ini kita memperingati hari Kartini, selama ini saya tahunya terbatas sekali tentang Ibu Kartini, tentang emansipasi atau kesetaraan gender, ternyata Beliau juga aktif menentang politik candu ketika itu, Beliau berpikir kalau generasi bangsa ini sudah kecanduan maka bangsa ini tidak akan maju danakan hancur. Sekarang narkoba beredar dimana-mana yang akan berdampak buruk terhadap kelangsungan hidup bangsa kita. Oleh karena itu, ini aalah saatnya kita menyebarluaskan Hukum Agung ini, menanam bibit dan membuat getarangetaran Dunia Buddha kepda bangsa Indonesia. Isyin yokenbutsu fuji syakusyimyo, sungguh hati ingin melihat buddha. Judul gosyo ini nama lainya adalah Surat Perihal Dunia Buddha Diri Sendiri, untuk itu kita tidak boleh menyayangi jiwa raga. Hal ini sudah dibuktikan dan dialami sendiri oleh Niciren Daisyonin, dan puncaknya adalah pada peristiwa Tatsunokuchi (hukuman pemenggalan kepala) yang karena besarnya maitri karunia Niciren Daisyonin demi kebahagiaan seluruh umat manusia akhirnya 12

Samantabadra | Juni 2016

mengundang syoten syenjin berupa munculnya meteror sehingga hukuman itu batal dilaksanakan. Sebagai manusia biasa menanggalkan pendirian sementara dan mewujudkan pendiriaan yang sesunguhnya. Jadi saat peristiwa itu batal sampai dibuang ke Pulau Sado Niciren Daisyonin mewujudkan pendirian Beliau yang sesungguhnya yaitu sebagai Buddha Pokok, sebagai manusia biasa sudah berakhir pada saat hendak di penggal kepadaNya. Hal ini perlu kita jadikan semangat dalam menjalankan syinjin, ketika belum menerima Gohonzon, kita belum menjadi manusia yang sesunguhnya, tetapi ketika sudah menerima Gohonzon kita harus dapat menjadi manusia yang sesungguhnya. Tanah Buddha itu tidak ada dimana-mana, jangan hanya beranggapan bahwa tanah Buddha itu adalah vihara, begitu keluar dari vihara semaunya sendiri, kita harus memahami bahwa kita dapat merasakan tanah buddha ada dimana-mana, kitapun harus meniru kalimat kita ingin setiap saat melihat Buddha diri kita sendiri, dengan sunguh hati ketika

gonyo-daimoku, saat itu kita bisa melihat Buddha, sehingga tercermin dalam sikap hidup kita seharihari dapat menjadi ibu yang baik, ayah yang baik, karyawan yang baik, anak yang baik, mertua yang baik, menantu yang baik semua kita laksanakan dengan penuh kegembiraan. Pesan terakhir dari Ketua Dharma (mendiang Bapak Sumitra) menjelang meninggal, semua yang menjenguk dipesan/ dinasehati dengan kalimat Gosyo ‘Jangan jadikan hati sebagi guru, tetapi kita harus menjadi guru dari hati’, dan harus selalu berpegang kepada Gosyo Niciren Daisyonin atau katakata Buddha saja. eee


liputan

Kensyu Kartini 2016

Merawat Benteng Keluarga untuk Ketahanan Bangsa

Sesi pembekalan oleh dr. Heru Kasidi tentang ketahanan keluarga.

H

ari Jumat, 22 April 2016, umat NSI berkumpul di Mahavihara Saddharma NSI untuk mengikuti Kensyu Nasional dalam rangka peringatan Hari Kartini 2016 yang berlangsung selama tiga hari. Kensyu kali ini mengangkat tema “Perempuan NSI turut membangun serta merawat benteng keluarga untuk ketahanan bangsa,� yang dimaksudkan agar umat NSI dapat lebih menghayati pentingnya peran diri

masing-masing dalam merawat keluarga sebagai unit masyarakat terkecil yang berfungsi untuk mencetak generasi penerus bangsa. Sejalan dengan itu, NSI mengundang Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (PP & PA RI), yang diwakilkan oleh Deputi Pengarusutamaan Gender Kemen PP & PA RI, dr. Heru Prasetyo Kasidi, untuk memberikan pengarahan langsung kepada umat NSI terkait peran penting keluarga

dan kebijakan pelaksanaan pembangunan keluarga sebagai amanat dari Kemen PP & PA RI. Beliau menjelaskan bahwa dari keluarga pengembangan sumberdaya manusia dimulai. Di Indonesia terdapat lebih dari 61 juta unit keluarga dan kualitas kehidupan keluarga memberi dampak yang signifikan terhadap perkembangan individu di keluarga tersebut. Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat Juni 2016 | Samantabadra

13


liputan

Penampilan grup angklung Gita Pundarika NSI.

(kiri-kanan) Foto bersama Ibu Irawati, Ibu Tristina, dr. Heru Kasidi, Bapak Suhadi Sendjaja, dan Bapak Djohan Limanto

besar terhadap kehidupan anak dan menjadi bagian dan komponen utama tumbuh kembang anak. Keluarga juga berperan penting dalam mendidik anak, memberikan pengetahuan mendasar tentang kesehatan, penanggulangan masalah sosial, dan bekal pengetahuan kepada anak untuk menjadi individu yang memiliki ketahanan sosial saat dewasa nanti. Peran keluarga yang sedemikian penting terkadang dianggap sepele oleh orang tua (pasangan suami-istri) yang masih mengedepankan egoisme masing-masing sehingga mereka mengorbankan aspek tumbuhkembang anak. Di samping bazaar yang menampilkan produk dari beberapa daerah, NSI juga mengadakan lomba masak nasi goreng oleh bagian bapak. Ketua Umum NSI turut berpartisipasi memeriahkan suasana dengan mengikuti lomba tersebut. Selain itu juga diadakan lomba merias wajah pasangan (suami-istri) yang dilakukan dengan mata tertutup. Peserta kensyu menyaksikan lomba dengan antusias dan suasana hati yang gembira. (Sam) 14

Samantabadra | Juni 2016

Suasana bazaar.

Peserta lomba masak nasi goreng perwakilan dari berbagai wilayah.


Dokyo Syodai 28 April

Peringatan Penyebutan Pertama Kali Nammyohorengekyo T

ugas pokok kelahiran dari Buddha Niciren adalah untuk menyebarluaskan hukum untuk masa akhir dharma ini. Kita semua pastinya bisa merasakan hal itu. Semakin lama kehidupan manusia semakin kompleks, permasalahan juga semakin banyak. Di situ kita bisa merasakan bahwa agama bukan hanya sekedar asal anut saja. Agama mempunyai peran yang sangat penting di dalam usaha untuk menyatukan bangsa Indonesia dengan segala keanekaragamannya. Kita harus bisa memajukan kehidupan kita masingmasing karena waktu cepat sekali berlalu. Di samping usaha untuk menyebarluaskan dharma, kita juga berusaha untuk mempertahankan hidup agar bisa berbuat baik lebih banyak lagi. Malam ini saya lihat cukup banyak generasi muda yang hadir. Ini adalah hal yang penting karena agama ini harus

1

terus ada. Susunan NSI dan Nammyohorengekyo harus terus berlangsung. Manusia harus bisa mencapai keadaan hidup yang yuraku (bahagia), tidak ada jalan lain kecuali dengan Nammyohorengekyo. Saya juga berharap di tahun ini kita bisa menyelesaikan beberapa hambatan yang timbul di daerah Cikupa. Seiring dengan kemajuan yang terus berlangsung di pusat, masing-masing daerah pun harus maju. (Sambutan Ketua Umum NSI pada Peringatan 28 April)

2

Juni 2016 | Samantabadra

15


liputan Keterangan foto: 1. Ketua Umum NSI memimpin upacara dokyo syodai di Vihara Sadaparibhuta NSI, diikuti oleh umat NSI wilayah DKI Jakarta. 2. Suasana dokyo syodai di Vihara Sadaparibhuta NSI. 3. Dokyo syodai di Vihara Vimalakirti NSI Muncul. 4. Dokyo syodai di Vihara Vimalakirti NSI Bekasi. 5. DPP, DPW, dan DPD melakukan upacara syoko di Vihara Sadaparibhuta NSI.

3

4

5

Diskusi Ketua umum NSI dengan Ketua Umum MUI

D

alam rangka membina hubungan baik dengan tokoh Islam (khususnya) dan umat Islam di Indonesia (umumnya), Ketua Umum NSI Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja pada hari Kamis, 14 April 2016 melakukan pertemuan dan diskusi dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Ma’Ruf Amin mengenai pembangunan rumah ibadah di daerahdaerah. Ketua Umum NSI bersama Ketua Umum MUI adalah tokoh penyusun peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 09 dan 08 mengenai Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat. eee

16

Samantabadra | Juni 2016


KU NSI dalam Silaturahmi Kamtibmas Polda Jabar

Ketua Umum NSI berbicara dalam forum silaturahmi Kamtibnas di Polda Jabar.

D

alam rangka membina kerukunan antarumat umat beragama dan juga ketertiban masyarakat di wilayah provinsi Jawa Barat, Kepolisian Daerah Jawa Barat mengadakan kegiatan sliaturahmi Kamtibmas Polda Jawa Barat Dengan Potensi Masyarakat Dalam Rangka Pencegahan, Penertiban, dan Penegakan Hukum Terhadap Kelompok Radikal dan Anti Pancasila di Wilayah Hukum Polda Jawa Barat. Dialog berlangsung cukup ‘panas’ karena ada beberapa tokoh dari satu agama yang menyampaikan pendapat dan pandangan cukup keras terhadap Polda Jawa Barat dan Juga narasumber acara ini. Melihat kedaan tersebut, Ketua Umum NSI, Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja tampil untuk menyejukkan

suasana dialog tersebut. Di awal pembicaraannya, Ketua Umum NSI menyampaikan salam khas masyarakat Jawa Barat, yang mayoritas bersuku Sunda, yaitu ‘Sampurasun’ untuk mencairkan suasana dan membuat nuansa keakraban di dalam dialog tersebut, setelah itu beliau menyampaikan bahwa dirinya adalah orang Sunda, tetapi keturunan Tionghoa. Mendengar pembukaan pembicaraan tersebut, seluruh peserta tertawa dan suasana diskusi pun menjadi lebih tenang dan berangsur lebih ‘sejuk’. Setelah suasana diskusi lebih sejuk, barulah Ketua Umum NSI menyampaikan pandangannya mengenai kerukunan antarumat beragama. Beliau menyampaikan konflik dan radikalisme terjadi karena cara berpikir

yang salah. Banyak orangorang yang menyalahgunakan agama, menyimpangkan agama, memperalat agama untuk kepentingankepentingan pribadi dan kelompoknya. Padahal tidak ada satu agama pun yang membimbing umatnya untuk bertindak radikal. Oleh karena itu, inilah yang menjadi tanggung jawab dari tokoh-tokoh agama dan juga tokoh masyarakat untuk membimbing dan menjaga umat serta komunitasnya untuk tetap berjalan di dalam ajaran agama yang sesuai dengan esensi dari keberadaan agama, yaitu ‘a’ berarti ‘tidak’, ‘gama’ berarti ‘kacau’, artinya dengan keberadaan agama seharusnya bisa membuat seseorang atau suasana kehidupan menjadi tidak kacau. eee Juni 2016 | Samantabadra

17


materi ajaran | gosyo kensyu

Gosyo Kensyu

Surat Perihal Badan Ringan Hukum Berat Berita kepada Otogoze LATAR BELAKANG|

S

urat ini ditulis pada tanggal 4 bulan 8 tahun 1275 (Kenji 1) di Gunung Minobu ketika Niciren Daisyonin berusia 54 tahun. Tulisan aslinya sudah tidak ada lagi. Nama lain dari surat ini adalah Badan Ringan Hukum Berat. Walau surat mi ditujukan kepada Otogoze, tetapi bila menilik isi suratnya, ini ditujukan kepada ibunya. Dalam surat ini pertama-pertama dikutip contoh masuknya agama Buddha ke Tiongkok, dan kemudian diterangkan unggul lemahnya antara ajaran agama Buddha dengan ajaran non Buddhis. Selanjutnya, ditandaskan dalam ajaran agama Buddha, juga terdapat unggul rendah dan dalam dangkalnya ajaran; dan di antara itu, kalau diperbandingkan dengan sutra lainnya, Saddharmapundarikasutra adalah ajaran yang paling unggul dan menakjubkan. Akhirnya diajarkan, di antara Guru Manusia dari berbagai sekte, terdapat yang unggul dan yang rendah, yang dalam dan yang dangkal; seperti halnya sutra-sutra. Terutama, membandingkan guru Syingon yang 18

Samantabadra | Juni 2016

sangat jaya pada waktu itu dengan pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Bila guru Syingon diibaratkan sebagai anjing, pelaksana Saddharmapundarika-sutra adalah singa; kalau guru Syingon adalah Asura, pelaksana Saddharmapundarika- sutra sama dengan matahari. Demikianlah keunggulan pelaksana Saddharmapundarika-sutra tidak dapat dibandingkan dengan guru Syingon. Melalui surat ini, Niciren Daisyonin memuji dan menghargai sikap menuntut agama Buddha dari Ibu Otogoze sebagai seorang wanita yang karena rindu, datang mengunjungi Niciren Daisyonin di Pulau Sado yang terpisah jauh maupun di Gunung Minobu yang sulit dikunjungi. Sikap ibu Otogoze ini dihargai dan dipuji sebagai suatu hal yang aneh. Meskipun telah ditinggal suami, kalau memperkuat hati kepercayaan, karunia kebajikan dari Saddharmapundarika-sutra besar tak terhitung. Demikian dorongan semangat dari Niciren Daisyonin.


ISI GOSYO |

D

i Tiongkok, sebelum agama Buddha diperkenalkan, karya tulis orang-orang arif seperti Tiga Penguasa dan Lima Kaisar, Ketiga Raja, Tai Kung Wang, Pangeran Tan dari Chou, Lao Tze dan Konghucu disebut sastra klasik atau norma-norma kesusilaan. Ajaran-ajaran ini mengajarkan rakyat akan tata susila dan memberitahukan kehadiran ayah-bunda, serta menetapkan raja dan mentri untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Rakyat mematuhi pimpinan yang mengikuti ajaran-ajaran ini dan Surga mengabulkan doa-doa mereka. Anak yang tidak patuh dihukum sebagai anak tidak berbakti dan penduduk yang melanggar dihukum sebagai pengkhianat. Ketika sutra agama Buddha pertama kali dibawa dari India ke Tiongkok, sekelompok orang menolak untuk menggunakannya sedangkan yang lain menyetujui. Suatu perselisihan timbul dan penguasa memanggil kedua kelompok tersebut untuk mempertemukan mereka dalam suatu perdebatan. Para pengikut ajaran non-Buddhis telah dikalahkan oleh pĐ°ra murid ajaran agama Buddha. Setelah itu, apabila murid-murid agama Buddha dan orang non-Buddhis bertemu, bagaikan es dicairkan sinar matahari atau api dipadamkan air, bukan saja orang-orang non-Buddhis dikalahkan murid-murid agama Buddha, bahkan mereka sama seperti orang yang tak ada nilainya. Kemudian, lebih banyak lagi sutra-sutra agama Buddha dibawa ke Tiongkok dan menjadi jelas di antara sutra agama Buddha tersebut, ada yang unggul dan rendah, ada yang dangkal dan dalam. Artinya, ada Sutra Hinayana dan Mahayana, eksoterik (Kenkyo) dan esoterik (Mikkyo), sementara dan sesungguhnya. Sebagai gambaran, semua batu tanpa terkecuali lebih rendah mutunya dari pada emas, tetapi emas itu sendiri terbagi lagi dalam beberapa tingkatan mutu. Emas yang terdapat dalam dunia manusia tidak dapat menandingi emas yang ditambang dari Jambunada-svarna. Namun, emas dari Jambunada-svarna jauh lebih tidak berharga dari pada emas yang disimpan dalam Surga Brahma. Sama halnya, kalau seluruh sutra agama Buddha dibandingkan dengan ajaran non-Buddhis, sama seperti emas; tetapi dalam ajaran agama Buddha sendiri ada yang unggul dan rendah, dangkal dan dalam. Sutra-sutra Hinayana sama seperti kapal atau perahu kecil yang hanya dapat membawa dua atau tiga penumpang, tidak seratus atau seribu. Sekalipun hanya dua atau tiga penumpang di dalamnya, perahu tersebut tetap harus berada di dekat pantai dan sukar menyeberang ke pantai lainnya; dapat diisi dengan sejumlah muatan kecil, sukar untuk muatan yang besar. Sebaliknya, ajaran Sutra Mahayana sama seperti kapal besar yang memuat sepuluh atau dua puluh penumpang serta dapat diisi dengan sejumlah muatan besar. Kapal ini dapat berlayar dari Kamakura sampai sejauh Propinsi Cekusyi di sebelah selatan atau Propinsi Micinoku di utara. Tetapi, besar kapal Ajaran Sesungguhnya tak terbandingkan dengan kapal-kapal Sutra Semi Mahayana, diisi dengan timbunan pusaka langka dan membawa seratus atau seribu penumpang serta dapat berlayar sepanjang jalan ke negeri Korea. Saddharmapundarikasutra, Ajaran Ekayana, tepat sama dengan sutra jenis ini. Devadatta adalah manusia terjahat di seluruh dunia, tetapi dalam Bab Devadatta Saddharmapundarika-sutra, ia diramalkan akan menjadi seorang Buddha dengan gelar Tathagata Devaraja. Meskipun Ajatasatru Juni 2016 | Samantabadra

19


materi ajaran | gosyo kensyu adalah seorang raja jahat yang membunuh ayahnya sendiri, ia ada di antara mereka yang hadir ketika Saddharmapundarika-sutra dikhotbahkan. Dan, setelah mendengar hanya satu bait syair atau satu kalimat, ia ikut menganut dan dengan demikian membentuk hubungan jodoh dengan sutra tersebut. Putri Naga, seorang wanita bertubuh seperti ular, telah memperoleh kesadaran Buddha dengan mendengarkan Saddharmapundarika-sutra yang dikhotbahkan oleh Bodhisattva Manjusri. Tambahan pula, Sang Buddha telah menetapkan era buruk Masa Akhir Dharma sebagai saat yang tepat bagi tersebarluasnya Saddharmapundarika-sutra, dan telah melimpahkannya kepada kaum pria dan wanita dari zaman Lima Kekeruhan itu. Seluruh umat Saddharmapundarika-sutra, Ajaran Ekayana, dapat berlayar dan menyeberang ke manapun sekehendak hati seperti karafune (kapal yang dapat berlayar ke manapun). Demikianlah, perbandingan semua sutra agama Buddha terhadap sastra non-Buddhis, bagaikan emas dengan batu. Dan, bila berbagai Sutra Mahayana, seperti Avatamsaka, Mahavairocana, Amitayurdhyana, Amitabha dan Vaipulya dibandingkan dengan Saddharmapundarika-sutra, bagaikan kunang-kunang dengan sang surya atau rembulan atau busut (onggokan tanah sarang semut) dengan gunung Hua. Terlebih lagi, unggul rendahnya tidak hanya ada di antara sutra-sutra tersebut, tetapi juga di antara para gurunya. Ketika guru sekte Syingon berhadapan dalam perdebatan dengan pelaksana Saddharmapundarika-sutra, mereka bagaikan api yang dipadamkan air atau embun yang lenyap dihembus angin. Orang mengatakan, bila seekor anjing menggonggong seekor singa, ususnya akan membusuk. Iblis Asura yang memanah matahari, kepalanya sendiri terpecah menjadi tujuh bagian. Seluruh guru sekte Syingon bagaikan anjing atau asura, sedangkan pelaksana Saddharmapundarikasutra bagaikan matahari atau singa tersebut. Sebelum matahari terbit, es memang keras bagaikan logam. Api, ketika tidak tersentuh air sama panasnya dengan besi cair. Tetapi, es yang terkeras sekalipun akan lumer dengan mudah dalam matahari musim panas, dan bahkan api yang terpanas sekalipun dengan mudah dapat dipadamkan oleh air. Berbagai guru sekte Syingon tampaknya paling unggul dan berprajna. Tetapi mereka seperti orang yang tak pernah melihat matahari menginginkan es tetap keras atau orang yang tak pernah melihat air mengira api akan membakar selama-lamanya. Seperti Anda ketahui, sebelum terjadi serangan Mongolia, kesombongan rakyat masa ini melampaui batas. Namun, semenjak bulan kesepuluh tahun lalu tak seorangpun dari mereka berani bersikap sombong lagi. karena seperti yang telah Anda dengar, hanya Saya, Niciren, yang telah meramalkan serangan dari luar negeri ini. Apabila Mongolia menyerang lagi negeri kita. tak seorang rakyat pun memiliki keberanian untuk menghadapi. Mereka bagaikan kera ketakutan terhadap anjing atau katak gemetar ketakutan di hadapan ular. Semua ini karena negara membiarkan bhikku-bhikku sekte Syingon, Nembuce, Rice dan lainnya membenci Niciren. Pelaksana Saddharmapundarika-sutra dan utusan Buddha Sakyamuni, sehingga membahayakan diri mereka sendiri. Demikian pula, negara membangkitkan kebencian dewa-dewa sehingga seluruh rakyat menjadi pengecut, bagaikan api takut akan air, sebatang pohon takut kepada kapak. seekor Burung Kuau yang ketakutan hingga kehilangan akalnya ketika melihat seekor Burung Elang, atau seekor tikus yang diancam oleh kucing. Tak seorangpun dari mereka akan luput. Apa yang akan mereka perbuat ? Dalam medan perang, prajurit menganggap Dewan Jendral sebagai nyawa mereka. Apabila Dewan Jendral kehilangan keberanian, prajuritnya turut menjadi pengecut. 20

Samantabadra | Juni 2016


Nyawa seorang wanita adalah suaminya. Wanita tanpa suami bagaikan tak bernyawa. Sekarang, wanita yang memiliki suami sekalipun masih sukar hidup di masyarakat. Meskipun Anda tidak mempunyai suami sebagai andalan jiwa, dalam masyarakat, Anda hidup lebih unggul dari pada mereka yang bersuami. Di dalam hati, Anda mempertahankan keyakinan terhadap dewa-dewa dan meneruskan memuja Sang Buddha. Memang, Anda seorang wanita yang luar biasa! Ketika Saya berada di Kamakura, dengan mengenyampingkan para penganut Nembuce dan sekte lainnya, Saya tidak dapat memastikan dalam dangkalnya keyakinan masing-masing penganut Saddharmapundarika-sutra. Hal ini baru Saya ketahui setelah Saya membangkitkan ketidaksenangan para penguasa dan dibuang ke Pulau Sado. Meski tidak ada orang datang mengunjungi Saya. Anda seorang wanita tidak hanya mengirimkan berbagai persembahan. tetapi juga telah mengadakan perjalanan secara pribadi untuk menjenguk. Hal ini terlalu menakjubkan sebagai suatu kenyataan. Dan, sebagai tambahan, Anda kini telah mengunjungi Saya di sini, di Minobu. Saya tidak dapat mencari kata-kata untuk berterimakasih kepada Anda. Sudah pasti dewa-dewa melindungi dan Dasa Raksasi memuji Anda. Sang Buddha telah berjanji dalam Bab Bodhisattva Baisyajaraja Saddharmapundarika-sutra, bahwa bagi wanita, Sutra tersebut bagaikan obor dalam kegelapan, seperti kapal ketika ia menyeberangi lautan, dan bagai seorang pelindung ketika ia berjalan melalui tempat-tempat berbahaya. Ketika Kumarajiva membawa Saddharmapundarika-sutra ke negeri Tiongkok. Raja Surga Vaishravana mengirimkan sejumlah besar barisan tentara untuk mengawalnya agar selamat melewati Pamirs. Ketika Guru Dharma Dosyo membaca dan menyebut Saddharmapundarikasutra di lapangan, harimau yang tak terhitung jumlahnya berkumpul melindunginya. Tiada alasan mengapa Anda tidak akan dilindungi dengan cara yang sama seperti Kumarajiva dan lainnya. Ketiga puluh enam Dewa Bumi dan kedua puluh Delapan Dewa Bintang akan memberikan Anda perlindungan. Lebih lanjut, setiap orang memiliki dua orang dewa surgawi yang senantiasa mendampinginya, tepat seperti bayangan yang mengikuti badan. Yang satu disebut Dewa Dosyo dan yang lainnya Dewa Domyo. Masing-masing berada di atas pundak kanan dan kiri, dan menjaganya. Oleh karena itu, surga tidak pernah menghukum mereka yang tidak melanggar kesalahan, apalagi orang yang baik. Itulah sebabnya Mahaguru Miao-lo menyatakan, “Semakin kuat keyakinan seseorang, semakin kuat perlindungan dewa-dewa.� Sepanjang seseorang mempertahankan keyakinan yang teguh, ia pasti menerima perlindungan yang kuat dari para dewa. Saya katakan hal ini demi Anda. Saya tahu, keyakinan Anda senantiasa terpuji, tetapi kini Anda harus lebih memperkuatnya. Hanya dengan demikian, Dasaraksasi akan memberikan perlindungan yang lebih besar. Anda tidak perlu mencari contoh dari tempat lain. Setiap orang di Jepang dari penguasa hingga rakyat jelata, tanpa terkecuali telah mencoba membahayakan Saya, tetapi Saya tetap selamat sampai hari ini. Hal ini dikarenakan meskipun Saya, Niciren seorang diri, Saya memiliki kepercayaan yang kuat terhadap Saddharmapundarika-sutra. Apabila sebuah kapal dikemudikan oleh juru mudi yang tidak terampil, maka akan mendatangkan kerugian bagi jiwa seluruh penumpang. Sama halnya, sekalipun seseorang memiliki tenaga fisik yang kuat, jika semangatnya lemah, bagaimanapun banyak keistimewaan tidak akan ada gunanya. Dalam negeri ini, kelihatannya banyak orang arif, tetapi karena dibimbing oleh jendral yang tidak cakap, harapan mereka tidak dapat diwujudkan. Juni 2016 | Samantabadra

21


materi ajaran | gosyo kensyu Pada serangan Mongolia terakhir, di Iki, Cesyima, dan kesembilan propinsi (Kyusyu). Puluhan ribu prajurit dan juga rakyat sipil, pria dan wanita telah dibunuh, ditangkap, tenggelam di laut, atau terjatuh dari jurang hingga mati. Apabila Mongolia menyerang lagi, akan timbul malapetaka yang lebih besar dan tidak terbandingkan. Kyoto dan Kamakura akan mengalami sama seperti Iki dan Cesyima di masa lalu. Bersiaplah sebelumnya dan larikan diri ke tempat lain. Pada saat itu, mereka yang menyatakan tidak ingin melihat atau mendengarkan Saya, akan mengatupkan kedua telapak tangan dan menaruh kepercayaan kepada Saddharmapundarika-sutra. Bahkan para penganut Nembuce dan Zen akan menyebut Nammyohorengekyo. Saddharmapundarika-sutra menerangkan, bila ada pria dan wanita yang memiliki keyakinan yang kokoh terhadap Sutra ini, mereka akan didukung di atas pundak dan digendong di atas punggung. Ketika Kumarajiva bertualang ke Kuca, patung kayu Buddha Sakyamuni menggendongnya di atas punggung. Ketika Saya hampir dipenggal, Mahabodhi Bhagavat telah menggantikan tempat Saya. Sekarang juga, tepat seperti yang lalu. Kalian semua adalah penganut Niciren. Bagaimana mungkin gagal mencapai kesadaran Buddha? Tak peduli siapa yang menjadi suami Anda, Anda tidak boleh mengikutinya apabila ia musuh Saddharmapundarika-sutra. Perkuatlah keyakinan Anda lebih daripada sebelumnya. Es terbuat dari air, tetapi lebih dingin daripada air. Pewarna biru dihasilkan dari nila, tetapi apabila sesuatu berulang kali dicelupkan di dalamnya, akan menjadi lebih biru daripada tanaman nila itu sendiri. Sama dengan Saddharmapundarika-sutra, semakin Anda memperkuat keyakinan, Anda akan mendapat keuntungan lebih daripada orang lain, seperti semakin unggulnya warna. Kayu mudah diserang api, tetapi kayu cendana tidak dapat terbakar. Api dapat dipadamkan air, tetapi api nirvana yang mengkremasi jasad Sang Buddha tidak dapat dipadamkan. Meskipun bunga-bunga bertebaran ditiup angin, namun bunga-bunga yang mekar dalam Surga Suddhavasa tidak akan layu. Air menguap dalam kemarau panjang, tetapi tidak demikian apabila ia masuk ke dalam sungai Kuning. Raja jahat yang bernama Mihira Kula tidak mendapat hukuman meskipun ia memenggal kepala seorang bhikku India, tetapi ketika ia memenggal kepala Aryasimha, pedangnya jatuh ke bumi bersama lengannya sendiri. Ketika Raja Pushyamitra membakar musnah Vihara Kukkutarama, kepalanya dibelah oleh tongkat Dua Belas Dewa. Demikian pula halnya dengan rakyat Jepang, karena menjadi musuh Saddharmapundarikasutra, mereka membawa kehancuran pada diri sendiri dan negerinya. Dan, karena Saya mengumumkan ini, Saya dikatakan terlalu tinggi hati oleh mereka yang kurang mengerti. Sesungguhnya Saya tidak berkata karena kesombongan. Hanya, jika Saya tidak mengatakannya, Saya bukan Pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Terlebih lagi, ketika kata-kata Saya kemudian terbukti kebenarannya, umat dapat cepat percaya. Dengan meninggalkan tulisan ini, umat di kemudian hari akan mengenal prajna Saya yang dapat melihat dengan jelas masa akan datang yang jauh. Suatu ulasan Sutra Nirvana menyatakan, bahwa badan itu ringan sedangkan Hukum itu berat dan mengorbankan jiwa demi penyebaran Hukum. Walau badan Niciren ringan dan hina. Dipukul dan dibenci orang sekalipun, tetapi karena Hukum itu berat, pasti tersebar luas. Apabila Saddharmapundarika-sutra tersebar luas, reliks Saya menjadi berat, dan jika reliks Saya menjadi berat, maka akan memberi manfaat kepada umat. Kalau ada manfaatnya, Saya 22

Samantabadra | Juni 2016


akan dipuja seagung Mahabodhisattva Haciman sekarang ini. Anda hendaknya mengerti, pada saat itu kaum pria dan wanita yang menyumbang Niciren akan dihormati seagung Takesyiuci no Sukune dan Wakamiya yang memuja Mahabodhisattva Haciman. Rejeki yang diperoleh karena membuka mata seorang buta tidak dapat dilukiskan. Apabila dapat membuka mata seluruh umat negeri Jepang, bagaimana mungkin karunia yang diperoleh dapat dikatakan? Terlebih lagi dapat membuka penglihatan yang buta seluruh umat manusia di Jambudwipa dan Ketiga Benua Bumi, rejekinya tidak dapat dibayangkan! Dalam Saddharmapundarika-sutra jilid keempat terbaca, “Setelah kemoksyaan Sang Buddha, mereka yang sungguh-sungguh memahami makna Hukum Buddha akan menjadi mata segenap makhluk surgawi dan masyarakat. Sesudah kemoksyaan Sang Buddha, mereka yang mempertahankan Saddharmapundarika-sutra mempunyai mata makhluk surgawi untuk umat. Oleh karena itu, orang-orang Jepang yang bersikap bermusuhan dengan Saya, sesungguhnya sedang mencungkil mata segenap makhluk surgawi dan masyarakat. Sebagai akibatnya surga menjadi marah sekali, dan hari demi hari berbagai bencana dicurahkan dan Dewa Bumi murka, bencana alam terjadi bertubi-tubi bulan demi bulan. Sakra Devanam Indra adalah Dewa surgawi, namun ia sangat menghormati srigala yang telah mengajarkannya Hukum; sebagai akibatnya, sekarang ia adalah Buddha Sakyamuni. Putra Himalaya menghormati iblis sebagai gurunya dan menjadi Buddha dari Triloka. Orangorang arif dan agung di masa lampau dengan rendah hati tidak membuang Hukum. Saya, Niciren, mungkin seorang yang bodoh, tetapi Saya sudah pasti tidak lebih rendah daripada seekor srigala atau iblis. Manusia termulia pada zaman sekarang, sama sekali tidak lebih unggul dari Sakra Devanam Indra atau Putra Himalaya, namun karena dalam masyarakat, kedudukan Niciren rendah, mereka membuang dan tidak menggunakan prinsip Saya yang benar. Itulah sebabnya, negeri ini sekarang sedang berada di jurang keruntuhan. Sungguh amat memprihatinkan! Dan yang lebih menyedihkan lagi, Saya tidak dapat menyelamatkan para murid yang sering mengikuti dan membantu. Apapun bencana yang menimpa, hendaknya Anda segera datang mengunjungi Saya disini, di Minobu. Anda akan disambut sepenuh hati. Seandainya terjadi hal terburuk. marilah kita bersama-sama mati kelaparan dalam gunung ini. Saya dapat membayangkan putri Anda, Otogoze, telah tumbuh menjadi seorang wanita muda dan cerdas. Saya akan menyurati lagi kelak. tertanda,

Niciren

Hari keempat bulan kedelapan kepada Otogoze

Juni 2016 | Samantabadra

23


materi ajaran | gosyo kensyu | KUTIPAN GOSYO

1

Ajaran-ajaran ini mengajarkan rakyat tata susila dan memberitahukan kehadiran ayah bunda, serta menetapkan raja dan menteri untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Rakyat mematuhi pimpinan yang mengikuti ajaran-ajaran ini dan surga mengabulkan doa-doa mereka. Keterangan: Untuk menjelaskan Saddharmapundarika-sutra adalah sutra yang terunggul, pertama-tama diterangkan bahwa dalam sejarah Tiongkok semenjak agama Buddha masuk ke sana, kekuatan ajaran non Buddhis yang ada sebelumnya, menjadi hilang. Jadi, pertama-tama dijelaskan unggul rendahnya ajaran non Buddhis dan agama Buddha berdasarkan bukti-bukti sejarah. Ajaran Konfucu, yang merupakan tiang pokok ideologi Tiongkok semenjak sebelum kedatangan agama Buddha di sana, menerangkan secara singkat kewajiban masyarakat Tiongkok. Sifat khas ajaran Konfucu menentukan suri tauladan hubungan antar manusia dalam masyarakat. “Mengajarkan rakyat tata susila” berarti mengajarkan tata krama hubungan antar manusia. “Memberitahukan kehadiran ayah bunda “berarti penghormatan dan penghargaan dari dasar hati terhadap ayah bunda yang telah melahirkan, mendidik dan membina. “Menetapkan raja dan menteri” berarti menjaga keberadaan masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Berdasarkan teori pokok yang menguasai dan mengendalikan kehidupan masyarakat, ajaran Konfucu memperoleh dukungan 24

Samantabadra | Juni 2016

kuat dari golongan yang berkuasa, sehingga dapat dikatakan menjadi filsafat golongan berkuasa. Dinasti Chou berhasil menyatukan Tiongkok menjadi negara kesatuan yang besar. Walau terjadi berbagai pergolakan, ketentraman dapat dipertahankan hal ini tidak pernah terlihat dalam peradaban masyarakat di mana pun karena ajaran Konfucu digunakan sebagai landasan spiritual negara. Sebagai filsafat golongan yang berkuasa, sudah barang tentu terdapat keterbatasan yang mudah terjerumus menjadi penekanan terhadap kebebasan rakyat oleh golongan yang berkuasa. Namun demikian, Niciren Daisyonin secara obyektif memberi penghargaan terhadap ajaran Konfucu yang berjasa bagi kemajuan spiritual manusia. Dalam Surat Membuka Mata tertulis. “Pada masa sebelum Tiga Raja, rakyat hidup seperti binatang dan tidak tahu ayahnya sendiri. Tetapi semenjak masa pemerintahan Lima Kaisar dan seterusnya, mereka belajar mengenal ayah dan ibu serta memperlakukan mereka sesuai dengan rasa bakti. (Gosyo. hal. 186). Ajaran Tiga Raja, yang dikatakan sebagai sumber aliran Konfucu mengajarkan budi ayah. Sebagai umpama, di antara ketiga kaisar, ada hubungan pengajaran teknologi seperti Fu I mengajarkan cara berburu dan menangkap ikan dan Shen Nung mengajarkan teknik pertanian. Bersamaan dengan itu, Hubungan orang tua dan anak kian dipererat melalui alih teknologi. Selanjutnya, dengan meneguhkan sistem kekeluargaan Lima Kaisar mengajarkan ibu dan ayah yang telah berusia lanjut harus dirawat oleh anaknya. Dengan demikian, ajaran Konfucu yang berpijak pada sistem


kekeluargaan dapat meneguhkan etika moral dan tata krama yang diperlukan dalam kehidupan berkelompok yang disebut negara, serta dapat membina landasan kehidupan masyarakat yang stabil. Meskipun demikian, agama Buddha tetap menganggap ajaran non Buddhis seperti itu sebagai pengantar untuk masuk ke dalam ajaran agama Buddha. Selanjutnya, ketika agama Buddha datang, ajaran Konfucu yang mengajarkan sopan santun dan tata karma mempermudah pemahaman terhadap ajaran Buddha. Ini karena, ajaran Konfucu menentukan suri tauladan hubungan antar manusia. Tetapi untuk segi kejiwaan yang diwakili oleh karma, ajaran Konfucu tidak dapat memberikan cara penyelesaian. Jadi. bila hanya melaksanakan jalan kelima kebiasaan (Dunia Kemanusiaan, Dunia Surga, Dwiyana, dan Dunia Bodhisattva) yang ada dalam kehidupan sekarang, tidak seorang manusia pun dapat dibina menuju kebahagiaan yang kekal; apalagi untuk memecahkan kesesatan pokok yang tidak jelas (Gampon no Mumyo). Kalau ajaran Konfucu dibandingkan dengan Hukum Agama Buddha, itu masih merupakan hal yang sangat dangkal dan tipis. Ketika melakukan hubungan dengan berbagai suasana dari dunia luar dan orang-orang lain, jiwa manusia bergerak berdasarkan Hukum Sebab Akibat yang mencakupi ketiga masa lampau, sekarang dan akan datang, yang terdapat di dalam jiwa yang paling dalam. Dengan demikian, kalau tidak mengerti dengan tepat teori Hukum Sebab Akibat yang menggerakkan jiwa ini, maka kebahagiaan dari dasar pokok dan masyarakat yang tentram tidak akan dapat diperoleh. Ajaran Konfucu tidak dapat menegakkan pandangan hidup yang sesungguhnya, karena tidak mengetahui Hukum Sebab Akibat ini,

sehingga bila dibandingkan dengan ajaran agama Buddha, Konfucu dikatakan sebagai ajaran non Buddhis. Dalam Surat Membuka Mata, Niciren Daisyonin dengan tegas mengatakan, “Empat orang arif dan Tiga Pertapa dari ajaran-ajaran Konfucu dan Brahma disebut sebagai orang arif, tetapi nyatanya mereka tidak lebih dari manusia biasa yang belum memutuskan ketiga kesesatan. Mereka dikatakan sebagai orang arif, tetapi nyatanya mereka tidak lebih dari anak kecil yang tidak mengetahui Hukum Sebab Akibat. Bila mereka dijadikan sebagai kapal, mungkinkah dapat menyeberangi lautan hidup dan mati? Bila mereka dijadikan sebagai jembatan, dapatkah seseorang terbebas dari perangkap perputaran Enam Dunia?� (Gosyo, hal. 188). Sebab akibat yang diajarkan dalam kutipan kalimat di atas tidak lain menunjukkan Hukum Sebab Akibat kejiwaan. Seperti tertulis dalam isi Gosyo, “Para pengikut ajaran non Buddhis telah dikalahkan oleh para murid ajaran agama Buddha. Setelah itu, apabila murid-murid agama Buddha dan orang non Buddhis bertemu, bagaikan es dicairkan sinar matahari atau api dipadamkan air, bukan saja orang-orang non Buddhis dikalahkan murid-murid agama Buddha, bahkan mereka sama seperti orang yang tak ada nilainya�, agama yang memiliki kekuatan untuk mengatasi penderitaan kehidupan manusia, walau pada mulanya ada rintangan dan hambatan, namun akhirnya pasti diterima dalam hati orang-orang dan dapat disebarluaskan.

2

Kemudian, lebih banyak lagi sutra-sutra agama Buddha dibawa ke Tiongkok dan menjadi jelas di antara sutra agama Buddha tersebut, ada yang unggul dan rendah, Juni 2016 | Samantabadra

25


materi ajaran | gosyo kensyu ada yang dangkal dan dalam. Artinya ada Sutra Hinayana dan Mahayana, eksoterik (Kenkyo) dan esoterik (Mikkyo); Sementara dan Sesungguhnya.

Gosyo, “Sekalipun hanya dua atau tiga penumpang di atasnya, perahu tersebut tetap harus berada di dekat pantai dan sukar menyeberang ke pantai lainnya�, maka pemutusan dan pemusnahan Keterangan: hawa nafsu itu, pada akhimya akan Menyambung bagian di atas yang menjerumuskan pada penyangkalan membandingkan ajaran non Buddhis terhadap keberadaan diri sendiri, dengan ajaran agama Buddha, bagian ini sehingga tidak mungkin dapat mencapai membandingkan Ajaran Mahayana dengan tepian seberang sana yang dikatakan Ajaran Hinayana untuk menjelaskan bahwa sebagai suasana jiwa Kesadaran Buddha. Saddharmapundarika-sutra merupakan Jadi, jangankan umat yang sedikit, diri Sutra Mahayana yang sesungguhnya. sendiri pun sesungguhnya tidak dapat Kalau seluruh sutra yang telah diselamatkan. dibabarkan Buddha Sakyamuni Perbandingan Sutra Sementara dengan dibandingkan dengan sutra-sutra Sutra Sesungguhnya adalah perbandingan dan kitab-kitab non Buddhis, maka antara Ajaran Sementara yang bersifat keunggulannya bernilai tinggi seperti emas. upaya dengan ajaran yang menjelaskan Namun demikian, di antara seluruh sutra Kesadaran Buddha yang sesungguhnya. yang dibabarkan Sang Buddha, secara tegas Sesungguhnya, Buddha Sakyamuni telah diterangkan adanya perbedaan unggul berusaha membabarkan inti hakikat lemah dan dangkal dalamnya ajaran. Di kesadaran jiwa Beliau, tetapi karena pada situ terjadi perbandingan antara Sutra waktu itu umat manusia belum dapat Hinayana dan Sutra Mahayana, Sutra percaya dan menerima, maka selama Eksoterik (Kenkyo) dan Sutra Esoterik 40 tahun lebih Beliau menata bakat (Mikkyo). Ajaran Sementara dan Ajaran umat dengan membabarkan sebagian Sesungguhnya. kesadaran-Nya. Memberikan anak kecil Ajaran Sutra Hinayana hanya dapat ilmu pengetahuan yang canggih tentu menyelamatkan umat dalam jumlah tidak mungkin. Untuk mencapai taraf sedikit. Sedang Sutra Mahayana dapat itu, terlebih dahulu harus diberikan ilmu menyelamatkan orang banyak. Sutra pengetahuan dasar agar pengertiannya Hinayana dikatakan, ajaran yang hanya dapat terbina. Sama halnya dengan dapat menyelamatkan sedikit, karena sutra-sutra sementara yang dibabarkan berupaya sekuat tenaga untuk memutuskan sebelum Hukum Kesadaran Sesungguhnya, dan memusnahkan hawa nafsu diri yaitu Saddharmapundarika- sutra yang sendiri. Umumnya, manusia tidak dapat dibabarkan selama 8 tahun terakhir. menghindarkan diri dari masyarakat Saddharmapundarika-sutra sebagai nyata yang penuh dengan penderitaan Sutra Sesungguhnya memiliki kekuatan hawa nafsu dan bahkan dalam upaya menyelamatkan orang yang bagaimanapun mempertahankan keberlangsungan hidup juga. Dwiyana yang dalam sutra-sutra harus berhadapan langsung dengan sebelum Saddharmapundarika-sutra penderitaan hawa nafsu tersebut, sehingga dinyatakan “tidak dapat mencapai ajaran Hinayana sulit dilaksanakan. kesadaran Buddha untuk selamaDi samping itu, seperti tertulis dalam lamanya�, dalam Saddharmapundarika26

Samantabadra | Juni 2016


sutra berturut-turut diberikan penganugerahan pencapaian kesadaran Buddha pada masa mendatang. Devadatta, orang terjahat di dunia, dalam Bab XII, ‘Devadatta’, Saddharmapundarikasutra diperkenankan mencapai kesadaran Buddha dengan menerima anugerah sebagai Tathagata Devaraja. Begitupun dengan Putri Naga wanita yang bertubuh ular dan raja jahat Ajatasatru yang membunuh ayahnya, dalam Saddharmapundarika-sutra inilah, untuk pertama kali mereka dapat mencapai Kesadaran Buddha. Hal ini tidak lain menunjukkan kekuatan gaib dan mutlak dari Dharma yang dijelaskan dalam Saddharmapundarika-sutra. Selain itu, Saddharmapundarika-sutra yang membabarkan Dharma, yang dapat menyelamatkan orang yang melanggar dosa terberat, yaitu Lima Dosa Besar, mewujudkan dirinya sebagai sutra yang terunggul. Di samping itu, Saddharmapundarikasutra sama sekali tidak dibabarkan untuk umat manusia masa hidup Buddha Sakyamuni atau masa Purwaka Dharma dan Madya Dharma. Seperti yang tertulis, “Sang Buddha telah menetapkan era buruk manusia Akhir Dharma sebagai saat yang tepat bagi tersebarluasnya Saddharmapundarika-sutra, dan telah melimpahkannya kepada kaum pria dan wanita dan zaman Lima Kekeruhan itu”, Dharma yang terpendam dan dirahasiakan di da1amnya dapat menyelamatkan umat manusia Masa Akhir Dharma yang sejak mula tidak memiliki akar kebaikan (Honmiuzen), yang sebenamya tidak dapat diselamatkan lagi. Sang Buddha mewariskan Dharma Agung yang terpendam di dasar kalimat Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata sebagai Hukum untuk menyelamatkan

seluruh umat manusia Masa Akhir Dharma yang keruh ini. Ini tak lain dari tujuh aksara Nammyohorengekyo, Hukum Inti Hakikat Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata Ajaran Pokok. Sesuai ramalan Saddharmapundarikasutra yang dibabarkan Buddha Sakyamuni, Niciren Daisyonin muncul pada awal Masa Akhir Dharma sebagai Buddha Masa Akhir Dharma untuk menyelamatkan seluruh umat manusia. Beliau menjelaskan Saddharma dari Tri Maha Dharma Sakti yang terpendam di dasar kalimat yang dirahasiakan dari Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata dan menyebarkan Daimoku - Nammyohorengekyo dan mewujudkan Dai Gohonzon untuk diberikan kepada seluruh umat manusia di dunia ini (Icien Bodai Soyo). Nammyohorengekyo adalah kekuatan sumber pokok seluruh gejala alam semesta dan inti Hakikat Hukum Agama Buddha. Dalam Surat Balasan kepada Soya Nyudo Dono tertulis “Nammyohorengekyo tidak hanya merupakan inti hakikat seluruh ajaran seumur hidup Sang Buddha, bahkan hati, badan, dan intisari Saddharmapundarika-sutra.” (Gosyo, hal. 1058). Ini menjelaskan Nammyohorengekyo adalah inti hakikat dan badan sesungguhnya dari Saddharmapundarika-sutra. Kemudian dijelaskan sebagai “perilaku Trikaya yang tidak dibuat-buat (Musa Sanjin no Syosa).” (Ongi Kuden, paruh awal (hal. 752). Bersamaan itu, “subyek dan lingkungan dari Sepuluh Dunia”, seluruhnya adalah Wujud Sesungguhnya (Totai Gisyo). Menanggapi hal ini, Bhikku Tertinggi Niciren Syosyu ke26, Nicikan Syonin, dalam Surat Penjelasan Kanjin no Honzon (Kanjin no Honzon Bundan), bagian paruh awal menandaskan kekuatan Gohonzon dari Tri Maha Dharma Sakti yang diwujudkan Niciren Daisyonin, Juni 2016 | Samantabadra

27


materi ajaran | gosyo kensyu “Karunia kebajikan Honzon ini mencakup fungsi gaib (Myoyu) yang luas, dalam, dan jauh tak terhingga. Oleh karena itu, walau hanya sekejap percaya Honzon ini dengan menyebut Nammyohorengekyo, tiada doa yang tidak terkabulkan, tiada dosa yang tidak terhapuskan, tiada rejeki yang tidak kunjung datang, tiada kebenaran yang tidak dinyatakan.” Saddharma dari Tri Maha Dharma Sakti ini merupakan Badan Hukum yang diwujudkan Buddha Masa Akhir Dharma dan makna inti hakikat Saddharmapundarika-sutra yang paling utama. Ini diajarkan sebagai “Sutra Ekayana.”

3

Terlebih lagi, unggul rendahnya tidak hanya ada di antara sutra-sutra tersebut, tetapi juga di antara para gurunya. Ketika guru Sekte Syingon berhadapan dalam perdebatan dengan pelaksana Saddharmapundarika-sutra, mereka bagaikan api yang dipadamkan air atau embun yang lenyap dihembus angin. Keterangan: Dalam bagian ini dijelaskan unggul lemah, dangkal dalamnya guru masingmasing sekte bergantung pada unggul lemah, dalam dan dangkalnya sutra pegangannya. Dalam hal ini, terutama perbedaan antara guru Dharma Sekte Syingon dengan Pelaksana Saddharmapundarika-sutra yang bagaikan langit dengan bumi, awan dan tanah. Kalimat “karena Hukumnya gaib, manusianya menjadi agung”, yang terdapat dalam Surat Balasan kepada Nanjo Dono (Gosyo, hal. 1578), merupakan teori mendasar yang juga terdapat dalam berbagai Gosyo lainnya. Yang dimaksud dengan sutra pegangannya berarti sutra apa yang menjadi pokok dan berdasarkan 28

Samantabadra | Juni 2016

pada filsafat yang bagaimana. Tinggi rendahnya filsafat yang dijadikan pegangan sama seperti orang yang berdiri di lantai. Walau lantai itu sama datarnya, di antara orang-orang itu akan terdapat perbedaan tinggi, bergantung dari tinggi badan orang itu. Seseorang dikatakan memiliki filsafat yang tinggi bila ia dapat mengatasi berbagai masalah kehidupan, masyarakat, alam semesta, dan lain-lain, dengan wawasan yang luas, dalam dan kekal. Kalau teorii filsafat itu telah menyatu dengan dirinya, melalui kekuatan hidup yang kuat sebagai manusia, dia dapat meraih kemenangan. Sebaliknya, kalau filsafat pegangannya itu rendah, wawasannya akan menjadi sempit dan tidak dapat mengembangkan kekuatan lebih jauh lagi. Oleh karena itu, bila seseorang telah menyatukan filsafat yang rendah ke dalam dirinya, ia tidak akan dapat mengatasi permasalahan dan mengalami kegagalan. Tidaklah berlebihan jika dikatakan, orang yang memiliki sutra, tetapi membaca secara formalitas saja dan menjadi sekedar pengetahuan belaka, ia tidak mendapat manfaat sedikit juga. Bila seseorang hanya percaya, tetapi tidak meresapkan dalam jiwa dan tidak berusaha melaksanakan, orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelaksana sutra itu. Yang terpenting dalam kepercayaan terhadap Hukum Agama Buddha Nammyohorengekyo, Saddharmapundarika-sutra Masa Akhir Dharma, adalah meresapkan dalam jiwa dan mewujudkannya sebagai kekuatan hidup, prajna dan rejeki dalam kehidupan yang nyata. Orang-orang yang giat berusaha untuk ini, akan sama seperti Saddharma yang mengungguli berbagai sutra lainnya; tidak hanya dapat merombak jiwa yang agung, bahkan pasti memberi


bukti nyata kemenangan sebagai manusia yang mulia dalam kehidupan ini. Kalau kedua belah pihak langsung berhadapan muka, tidak pelak lagi kemenangan akan diperoleh orang yang mempertahankan sutra yang unggul. Kutipan kalimat, “Bila seekor anjing menggonggong kepada seekor singa, ususnya akan membusuk. Iblis Ashura yang memanah matahari, kepalanya akan terpecah menjadi tujuh bagian�, mengajarkan keyakinan kuat Niciren Daisyonin bahwa orang yang menentang diriNya, pelaksana Saddharmapundarikasutra, sama seperti anjing yang menggonggong singa atau Ashura yang memanah matahari; tidak lain hanya memusnahkan dirinya sendiri. Kita juga harus yakin, hal ini juga berlaku bagi kita yang melaksanakan Saddharma. Sebenarnya yang menentang dan menindas Niciren Daisyonin adalah berbagai sekte agama Buddha yang ada pada waktu itu, seperti Nembuce, Syingon, dan Zen. Tetapi dalam surat ini khususnya diperbincangkan Sekte Syingon kerena ada beberapa alasan. Pertama, ibu Otogoze, penerima surat ini yang sesungguhnya diperkirakan telah percaya kepada Sekte Syingon sebelum menganut Niciren Daisyonin. Hal ini hanya perkiraan, karena tidak ada bukti kuat yang mendukung. Wajarlah bila dalam membalas surat yang ditujukan kepada seseorang, diperkirakan pendirian orang tersebut yang tercermin dalam isi suratnya. Kedua, dalam kalangan agama Buddha pada waktu itu, Sekte Syingon memegang kekuatan kekuasaan. Sebenarnya, kalau dilihat dari kekuatan, Sekte Jodo melebihi Sekte Syingon, tetapi karena Sekte Tien-tai dikuasai Sekte Syingon, maka Sekte Syingon lebih memegang kekuasaan di dalam dunia ajaran Buddha. Apalagi satu tahun sebelum

surat ini ditulis, telah terjadi peristiwa Bun-ei. Mengetahui kemungkinan akan timbulnya serangan kembali, penguasa memohon Sekte Syingon memanjatkan doa. Hal ini yang sebenarnya merupakan pangkal kesukaran menarik keluar rakyat Jepang dari malapetaka. Kutipan “Berbagai guru Sekte Syingon tampaknya paling unggul dan berprajna� berarti seluruh rakyat menerima dan mengagungkannya sebagai orang yang dapat dipercaya. Tetapi Niciren Daisyonin, Pelaksana Saddharmapundarika-sutra Masa Akhir Dharma, dengan keyakinan mutlak menandaskan, bahwa karena Hukum Syingon itu sama seperti es yang disinari matahari dan api yang disiram dengan air, maka kalau bergantung pada kekuasaan Syingon, sama halnya berpegang pada sesuatu yang segera hancur.

4

Seperti anda ketahui, sebelum terjadi serangan Mongolia, kesombongan rakyat masa ini melampaui batas. Namun, semenjak bulan ke-lO tahun lalu, tak seorang pun dari mereka berani bersikap sombong lagi.

Keterangan: Negara Jepang yang menghina Niciren Daisyonin, Pelaksana Saddharmapundarika-sutra Masa Akhir Dharma, dengan tidak mau mendengar nasihat yang tulus dan hanya percaya kepada ajaran berbagai sekte yang dianggap benar, telah ditinggalkan oleh para dewa pelindung. Seluruh rakyat mengalami kecemasan dan kegembiraan silih berganti dalam menghadapi bencana negara, sehingga tercekam dalam kengerian. Dalam Teori Lima Bahan Baku (tanah, air, api, emas, dan kayu), ada hubungan Juni 2016 | Samantabadra

29


materi ajaran | gosyo kensyu interaksi antara satu dengan lainnya, seperti antara air terhadap api, emas terhadap kayu. Dikatakan, api takut terhadap air, kayu takut terhadap emas. Demikian pula Burung Kuau terkejut ketika Burung Elang muncul, tikus takut terhadap sorotan mata kucing. Timbulnya rasa ketakutan seperti ini terhadap serangan dari Mongolia, negara besar di arah Barat, ditandaskan bukan hanya karena ketidakpercayaan terhadap ajaran Niciren Daisyonin, bahkan merupakan akibat memberikan penderitaan dan penganiayaan besar yang hampir merenggut jiwa Buddha Masa Akhir Dharma. Kalau mengkaji hal-hal yang dijelaskan dalam bagian ini secara seksama, untuk melindungi negara dari serangan musuh dan demi ketentraman serta kebahagiaan negara dan bangsa, diperlukan pemimpin yang memiliki keberanian. Keberanian berarti dapat menangani segala masalah secara mantap dan bijaksana. Untuk itu, perlu dapat melihat kebenaran secara tepat, bahkan perlu kepekaan terhadap hal- hal yang belum terjadi. Dalam hal ini, hanya Niciren Daisyonin seorang diri yang secara intuitif mengetahui terlebih dahulu kegawatan serangan Mongolia yang merupakan malapetaka terbesar pada waktu itu. Beliau tidak hanya memberi peringatan, bahkan menelusuri sampai ke sumber akarnya. Kenyataan ini membuktikan, Niciren Daisyonin mampu membimbing rakyat Jepang dengan benar dan sebagai dewan jendral yang berhasil mengatasi malapetaka ini, dan ini berarti orang yang memiliki kebajikan majikan. Bagi orang-orang Jepang yang belum pernah berhadapan dengan musuh dan tidak berpengalaman dalam peperangan, serangan tentara Mongolia di Iki dan Cesyima pada bulan ke-10 tahun 1274 30

Samantabadra | Juni 2016

(Bun-ei 11) membuat mereka tercekam dalam ketakutan. Dalam Surat Balasan Kepada Soya Nyudo pada bulan ke 11 tahun yang sama dikatakan, “Banyak perampok dari tempat lain telah masuk ke dalam negeri dan mengakibatkan berbagai penderitaan sehingga tidak ada tempat yang aman dan tentram. Saya teringat akan kalimat Sutra yang sama seperti ini”. (Gosyo hal. 1024). Hal ini disebabkan pandangan sesat terhadap Hukum Buddha (artinya perbedaan antara Sekte Syingon dengan sekte Saddharmapundarika-sutra). Bagian paruh awal surat ini yang mematahkan kesesatan pandangan Sekte Syingon dengan tuntas dimaksudkan memberi kepastian munculnya penderitaan karena pemberontakan dalam negeri dan serangan luar negeri. Kutipan “Sebelum terjadi serangan Mongolia, kesombongan rakyat masa ini melampaui batas”, berarti sikap orang-orang pada waktu itu yang memfitnah Saddharmapundarika-sutra dan berkali-kali menganiaya Niciren Daisyonin. Kemudian kutipan “Namun, semenjak bulan kesepuluh tahun lalu...”, berarti kepanikan orang-orang karena serangan Mongolia. Semenjak itu, mereka baru mengetahui adanya negara yang besar dan kuat yang disebut Mongolia. Pada bulan ke-7 tahun 1260 (Bun-o 1), Niciren Daisyonin telah menulis Surat Menenteramkan Negara dengan Menegakkan Filsafat yang Benar, yang ditujukan kepada penguasa terdahulu, Hojo Tokiyori. Walau di dalam surat tersebut telah diramalkan dengan tegas kedua penderitaan, pemberontakan dalam negeri dan serangan luar negeri, tiada seorang pun, baik orang biasa maupun pemerintah, yang percaya sungguh-sungguh terhadap perkataan Niciren Daisyonin. Bahkan, walau pada tahun 1268 (Bun-ei 5) utusan Mongolia telah datang, mereka masih


bermaksud memenggal Niciren Daisyonin di Tacenokuci dan menindas murid dan penganut Beliau dengan menyita harta kekayaan dan menjatuhi hukuman penjara. Ramalan Niciren Daisyonin tepat terbukti dengan adanya serangan Mongolia. Beruntung sekali serangan tersebut dapat dihindari dengan terjadinya angin topan yang menyingkirkan kapal perang Mongolia. Tetapi rasa ketakutan masyarakat terhadap kuatnya tentara Mongolia, tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Keadaan orang-orang pada waktu itu yang kehilangan kepercayaan diri dan ketakutan dalam kebingungan, sama seperti katak dalam tempurung yang baru mengetahui lautan luas. Niciren Daisyonin memberi petunjuk dengan tegas bahwa malapetaka akibat memfitnah Hukum Sakti bukan hanya tidak dapat mengatasi serangan dari luar, bahkan melanda jiwa orang Jepang, sehingga mereka kehilangan prajna dan keberanian.

5

Dalam medan perang, prajurit menganggap dewan jendral sebagai nyawa mereka. Apabila dewan jendral kehilangan keberanian, prajuritnya turut menjadi pengecut. Keterangan: Kalau diamati secara mendalam, kalimat ini mengandung makna yang luas tak terhingga. Dalam menyelesaikan segala permasalahan, besar maupun kecil, baik kesulitan pribadi, lingkungan, seluruh masyarakat, negara, bahkan seluruh umat, sikap pemimpim menjadi faktor penentu. Dapat dikatakan, bagian ini menunjukkan sikap sesungguhnya sebagai seorang pemimpin. Dalam usaha apapun, faktor penting penentu keberhasilan terdapat dalam sikap seorang pemimpin. Dengan kata lain, bimbingan seorang pemimpin,

tidak hanya menentukan kemajuan dan kemunduran suatu organisasi, bahkan terlebih lagi, menentukan nasib organisasi itu. Dengan demikian, dari kutipan ini dapat dipelajari bagaimana seharusnya seorang pemimpin. Sesungguhnya, kutipan ini mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus dapat menilai segala permasalahan dengan tepat, memiliki prajna yang tajam, keberanian yang berlandaskan keyakinan, dan memutuskan suatu tindakan dengan bijaksana dan bertanggungjawab. Kiranya kutipan ini dapat ditafsirkan, bahwa untuk mengembangkan kecakapan yang bersifat hakiki ini, perlu dimiliki Nammyohorengekyo dari Tri Maha Dharma Sakti di dasar jiwa. Ketika terjadi serangan Mongolia. kehadiran dewan jendral yang menjadi nyawa prajurit amat diperlukan. Dalam kutipan ini telah dijelaskan untuk mengetahui siapakah sesungguhnya dewan jendral yang dapat mengatasi kecemasan rakyat. Dalam Surat Laporan Kepada Ryokan Kuil Gokuraku dikatakan, “Sudahkah ditentukan Hukum rahasia untuk menghadapi Mongolia? Niciren, pelaksana Saddharmapundarika-sutra di Jepang, adalah jendral yang dapat mengatasi serangan Mongolia. Dalam Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Di antara seluruh umat manusia, orang ini adalah yang paling utama.� (Gosyo, hal.174). Kutipan kalimat ini menandaskan, pertama, di antara seluruh umat manusia, Niciren Daisyonin adalah pelaksana tunggal Saddharmapundarika-sutra; dan kedua, Beliau satu-satunya jendral yang dapat menyelamatkan Jepang. Bagian ini menunjukkan bukti kalimat sutra dan kebajikan majikan di antara ketiga kebajikan : majikan, guru, dan orang tua. Juni 2016 | Samantabadra

31


materi ajaran | gosyo kensyu

6

Sang Buddha telah berjanji dalam Bab Bodhisattva Baisyajaraja Saddharmapundarika-sutra, bahwa bagi wanita, sutra tersebut bagaikan obor dalam kegelapan, seperti kapal ketika ia menyeberangi lautan, dan sebagai seorang pelindung ketika ia berjalan melalui tempat-tempat berbahaya.

GM

Keterangan: Niciren Daisyonin memuji sikap menuntut Hukum Agama Buddha dari ibu Otogoze. Walau ditinggalkan suaminya, ia memiliki keberanian yang melebihi wanita bersuami, menganut dengan hati kepercayaan yang tebal terhadap Saddharmapundarika-sutra. Kemudian karena mengidamkan perjumpaan dengan Niciren Daisyonin, dengan susah payah ia berkunjung ke Pulau Sado. Juga, ia telah mengunjungi Gunung Minobu yang tak berpenghuni setelah Niciren Daisyonin memasukinya. Kemudian Niciren Daisyonin memberi bimbingan untuk memperkuat hati kepercayaan dengan menarik perumpamaan yang dialami Beliau sendiri dalam mempertahankan hidup dari penganiayaan, yakni ketika berpijak pada hati kepercayaan yang demikian berat, pasti memperoleh perlindungan dari para dewa. Ketiga perumpamaan “bagaikan obor dalam kegelapan”, “seperti kapal ketika menyeberangi lautan”, dan “sebagai pelindung ketika berjalan melalui tempattempat berbahaya”, mengajarkan bahwa Saddharmapundarika-sutra merupakan satu-satunya Hukum pencapaian kesadaran Buddha bagi wanita. Pada waktu itu keadaan masyarakat sangat kacau. Setelah Peristiwa Bun-ei, negeri Jepang dicekam kegelisahan dan ketakutan akan serangan kembali Mongolia. Kehidupan ibu Otogoze 32

Samantabadra | Juni 2016

sebagai seorang janda yang tidak memiliki andalan hidup, apalagi dengan anak yang masih kecil, benar-benar sulit dan menderita serta tertekan perasaannya. Diperkirakan surat ini ditujukan untuk memberi dorongan semangat bagi ibu tersebut. “Kegelapan” berarti akhirat, atau dunia setelah kematian. “Lautan” yang dimaksud adalah lautan hidup mati dan dalam hal ini ditekankan pada hal mati. Demikian pula “tempat-tempat berbahaya” dimaksudkan sebagai keadaan jiwa setelah kematian, harus menuju tempat berbukit yang menakutkan. Kesemuanya ini menjelaskan dunia setelah kematian. Saddharmapundarika-sutra yang akan menjadi “obor dalam kegelapan”, “kapal ketika menyeberangi lautan”, dan “pelindung ketika berjalan melalui tempattempat berbahaya”, memberi perlindungan akan terwujudnya kebahagiaan setelah kematian. Dengan kata lain, dapat dikatakan sebagai Hukum pencapaian kesadaran Buddha. Meskipun demikian, Saddharmapundanika-sutra bukanlah semata-mata Hukum untuk kepentingan setelah kematian. Mengenai masalah inti hakikat pencapaian kesadaran Buddha, kalau ada sutra yang memiliki kekuatan sedemikian rupa, pasti mampu mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan ini. Episode Kumarajiva dan guru Dharma Dosyo dijelaskan sebagai teladan karunia dan kehidupan sekarang.

7

Lebih lanjut, setiap orang memiliki dua dewa surgawi yang senantiasa mendampinginya, tepat seperti bayangan yang mengikuti badan. Yang satu disebut Dewa Dosyo dan yang lainnya Dewa Domyo.

GM


Keterangan: Dewa Dosyo dan Dewa Domyo adalah dua dewa surgawi yang selalu me-ngikuti tubuh dan keduanya silih berganti melaporkan seluruh kebaikan dan keburukan ke surga. Katanya, mereka akan melaporkan seluruh karma orang dalam kehidupan kepada Yamaraja pada sidang sepuluh raja setelah kematian. Dalam surat ini ada beberapa nuansa yang berbeda. Kedua dewa yang terdapat di pundak seseorang mewujudkan perlindungan terhadap orang itu, agar orang yang tidak berdosa tidak dihukum oleh dewa. Umumnya kedua dewa tersebut memberi kesan seperti jaksa yang menuntut terdakwa, tetapi dalam surat ini digambarkan sebagai pengacara yang membela orang yang tak berdosa. Karena mengenai karma baik dan buruk disampaikan dengan tepat kepada surga, maka fungsi Dewa Dosyo dan Dewa Domyo sama sekali tidak berlainan. Dengan demikian, akibat imbalan yang tegas sesuai dengan perilaku, baik kebaikan maupun kejahatan yang dilaporkan secara teliti dan tepat ke surga, pada dasarnya menunjukkan Hukum Sebab Akibat kejiwaan. Pokoknya, kalau melakukan kebaikan akan mendapat imbalan baik, dan sebaliknya bila melakukan kejahatan pasti mewujudkan imbalan buruk. Inilah prinsip Hukum Sebab Akibat yang tepat. Hendaknya yakin akan hal ini.

8

Anda tidak perlu mencari contoh dari tempat lain. Setiap orang di Jepang dan penguasa hingga rakyat jelata, tanpa terkecuali telah mencoba membahayakan Saya, tetapi Saya tetap selamat sampai hari ini. Hal ini dikarenakan meskipun Saya, Niciren seorang diri, Saya memiliki

kepercayaan yang kuat terhadap Saddharmapundarika-sutra. Keterangan: Kutipan “tidak perlu mencari contoh dari tempat lain” mengajarkan perumpamaan nyata dari perkataan Mahaguru Miao Lo dalam Gukece,” Semakin kuat keyakinan seseorang, semakin kuat perlindungan dewa-dewa”. Ini terlihat pada sikap Niciren Daisyonin sebagai Buddha Masa Akhir Dharma yang dilanda dengan berbagai penganiayaan. Kalau akibat seluruh penganiayaan besar yang dialami Niciren Daisyonin diperhatikan secara seksama, maksud kutipan kalimat ini dapat dimengerti dengan tepat. Penyebarluasan Agama Buddha Niciren Daisyonin dimulai dengan diproklamirkannya Sekte Niciren di Kuil Seico, Tojogo, Nagasaki gori, Propinsi Awa pada tanggal 28 bulan ke-4 tahun 1253, ketika Beliau berusia 32 tahun. Perjuangan Niciren Daisyonin dalam meluruskan pandangan sesat terhadap berbagai sekte dinyatakan dengan empat syair, “Nembuce Avici, Zen Iblis Surga, Syingon meruntuhkan negara, Rice pengkhianat”. Seluruh rakyat yang menaruh kepercayaan terhadap berbagai sekte pada waktu itu menjadi tersentak, bagai mendengar petir di siang hari yang terang benderang. Kemudian Beliau meninggalkan Kuil Seico menuju Macebagayace di Nagoe, Kamakura, untuk mendirikan gubuk tempat tinggal. Penderitaan rakyat karena malapetaka, kelaparan dan wabah penyakit yang disaksikan sendiri, membuat Beliau semakin tegas mematahkan kesesatan berbagai sekte yang menjadi sumber pokok malapetaka tersebut. Akhirnya, pada tanggal 16 bulan ke-7 tahun 1260 (Bun-o 1) pada usia 39 tahun, Beliau menasihati Hojo Tokiyori, penguasa pada waktu itu, dengan Juni 2016 | Samantabadra

33


materi ajaran | gosyo kensyu Mengenai penganiayaan itu, di satu pihak Niciren Daisyonin menjelaskan adanya dosa pemfitnahan Hukum pada masa lampau sebagai manusia biasa yang dapat dihapuskan dengan penderitaan yang dialami pada masa sekarang. Dan di lain pihak membuktikan dengan jiwa akan kalimat Saddharmapundarika-sutra, bahwa pelaksana Saddharmapundarika-sutra akan dihadapi dengan berbagai penganiayaan. Penganiayaan tersebut menunjukkan hambatan dan rintangan yang ditimbulkan oleh Raja Iblis Surga Keenam yang takut akan perkembangan agama Buddha. Jadi, proses penderitaan itu di satu pihak demi pencapaian kesadaran Buddha diri sendiri, sedang di pihak lain demi pengembangan dan penyebarluasan Agama Buddha; dan di situ pasti dapat membuka jalan yang luas. Apalagi dalam Saddharmapundarika-sutra dijelaskan dengan prinsip yang kuat dapat mengatasi penderitaan dan dengan demikian mewujudkan fungsi perlindungan para dewa terhadap Hukum Sakti. Seperti dijelaskan dalam kutipan ini, meskipun Niciren Daisyonin dilanda dengan berbagai penganiayaan besar yang tak terhingga, Beliau berhasil mempertahankan hidup demi meneruskan Di dalam Surat Perihal Penganiayaanpenganiayaan yang Menimpa Arif Bijaksana perjuangan penyebarluasan Hukum Agama Buddha. yang ditulis pada tahun 1279 (Ko-an ke-2) Dalam peristiwa Macebagayace, tak dijelaskan penganiayaan besar yang disebut sedikit pun Beliau merasa gentar. Selama di atas. Akan tetapi, dalam 27 tahun ini, masa pembuangan di Semenanjung Niciren dibuang ke Propinsi Izu pada hari Izu selama 3 tahun, Beliau senantiasa ke-12 bulan ke-5 tahun Koco 1 (1261), dilukai di kepala dan tangan kiri-Nya patah memperoleh perlindungan. Penganiayaan pada hari ke- 11 bulan ke- 11 tahun Bun-ei pedang di Komacebara tidak berhasil merenggut jiwa Beliau, demikian pula ke-1 (1264), Ia juga harus dipenggal pada dalam peristiwa pemenggalan kepala hari ke-12 bulan ke-9 tahun Bun-ei ke-8 di Tacenokuci; Para Dewa memberi (1271), tetapi kemudian diganti dengan pembuangan ke Propinsi Sado�. (Gosyo, hal. perlindungan yang kuat. Ketika selanjutnya menjalankan hukuman pembuangan 1189). di Pulau Sado, Beliau dapat mengatasi menyerahkan Surat Menenteramkan Negara dengan Menegakkan Filsafat yang Benar melalui perantaraan Yadoya Nyudo. Di dalam surat itu, selain diterangkan sumber malapetaka juga diramalkan penderitaan akibat pemberontakan di dalam negeri dan serangan luar negeri. Syair dua puluh baris yang ada dalam Bab Nasihat untuk Mempertahankan Saddharmapundarika-sutra dibaca oleh Beliau sendiri, dengan adanya penganiayaan bertubi-tubi yang disebabkan oleh peringatan pertama kepada penguasa. Di antaranya ada empat penganiayaan besar : 1. Penganiayaan di Macebagayace tanggal 27 bulan ke-8 tahun 1260 (Bun-o 1). 2. Hukuman Pembuangan ke Semenanjung Izu (dari tanggal 12 bulan ke-5 tahun 1261 s/d tanggal 22 bulan ke-2 tahun 1263). 3. Penganiayaan Komacebara (tanggal 11 bulan ke-11 tahun 1264). 4. Penganiayaan Tacenokuci (tanggal 12 bulan ke-9 tahun 1271) dan sesudah itu dibuang ke Pulau Sado sampai bulan ke-3 tahun 1274 (Bun-ei 11).

34

Samantabadra | Juni 2016


ancaman dari penganut Sekte Nembuce dan lainnya serta bahaya kelaparan dan kedinginan. Memang, Abucebo dan lainnya banyak membantu Beliau, tetapi ini merupakan perwujudan perlindungan Para Dewa. Setelah mengalami masa pembuangan yang kejam selama 3 tahun, akhirnya pada tanggal 8 bulan ke-3 tahun 1274 (Bun-ei ke-11), Beliau menerima surat pembebasan dan selamat tiba di Kamakura pada tanggal 26 bulan ke-3 tahun 1274. Semua peristiwa di atas dijelaskan dengan terinci dalam Surat Perilaku Sang Buddha Masa Akhir Dharma. Hal-hal tersebut di atas dikarenakan “Meskipun Saya Niciren seorang diri, Saya memiliki kepercayaan yang kuat terhadap Saddharmapundarika-sutra”. Dalam jiwa Niciren Daisyonin terdapat keyakinan kuat sebagai Buddha Pokok dan merasakan tugas jiwa penyebarluasan Hukum Agama Buddha. Kalimat “semakin kuat keyakinan seseorang” dari kutipan kalimat Gukece Mahaguru Miao Lo “semakin kuat keyakinan seseorang, semakin kuat perlindungan dewa-dewa”, bagi Niciren Daisyonin tidak lain hati yang bertanggung jawab untuk menyelamatkan seluruh umat manusia di Masa Akhir Dharma yang kekal abadi. Ini menunjukkan maitri karuna agung Beliau. Kalimat “meskipun Saya Niciren seorang diri” berarti ketika Niciren Daisyonin melihat penderitaan negeri Jepang karena kedua malapetaka, pemberontakan di dalam negeri dan serangan dari luar negeri, Beliau ingin menyelamatkan dengan menyebarluaskan Gohonzon dari Tri Maha Dharma Sakti. Hanya Beliau seorang yang dapat merasakan diri sebagai Buddha Pokok sehingga berhasil mengatasi berbagai penganiayaan dan penderitaan. Kalimat di atas melukiskan perasaan jiwa Beliau. Dalam perjuangan agung

penyebarluasan Hukum Agama Buddha, demi menyelamatkan seluruh umat manusia di Masa Akhir Dharma ini, kita juga harus memiliki keyakinan bahwa dengan semangat berdiri seorang diri, walau dihalangi oleh rintangan iblis apapun, bila meneruskan pelaksanaan hati kepercayaan yang kuat, pasti perlindungan dari Para Dewa akan diperoleh dan tujuan akan berhasil dicapai.

9

Sekalipun seseorang memiliki tenaga fisik yang kuat, jika semangatnya lemah, bagaimanapun banyak keistimewaannya tidak ada gunanya. Keterangan: Yang menggerakkan kekuatan lahiriah seorang manusia adalah hatinya. Walau memiliki badan yang sehat dan kuat serta kemampuan, diperlukan keberanian hati untuk menghadapi keburukan dan hal-hal yang mengakibatkan malapetaka, sehingga berfungsi menimbulkan nilai kebaikan demi diri sendiri maupun orang lain. Dalam mengatasi hal tersebut, harus dimiliki prajna yang dapat memandang secara tepat, dan untuk itu diperlukan hati dan semangat. Dengan perkataan lain, dapatlah dikatakan sebagai hubungan antara ilmu pengetahuan dengan prajna. Prajnalah yang dapat mempergunakan ilmu pengetahuan seluas apapun. Dalam hal pendidikan manusia di masa sekarang maupun akan datang, hubungan antara badan dengan hati ini, yakni hubungan antara teknik keterampilan, ilmu pengetahuan dan semangat dengan prajna, adalah masalah pokok yang tak dapat diabaikan untuk selama-lamanya. Betapapun keduanya itu haruslah seimbang. Ini tidak terbatas pada pendidikan, bahkan menjadi tema pokok Juni 2016 | Samantabadra

35


materi ajaran | gosyo kensyu terpenting dari keseluruhan kebudayaan. Pokoknya, dalam diri seorang manusia, hatilah yang sangat penting. Kalau diumpamakan dengan-kapal, ia adalah nakhoda yang mengemudikan kapal itu pada alur yang tepat. Kalau diumpamakan dalam satu negara, ia adalah presiden, penguasa tertinggi. Kalau orang yang memiliki kekuasaan tertinggi menitikberatkan kebenaran dan keadilan dengan memperkembangkan prajna yang bijaksana, rakyat negara itu akan terhindar dari penderitaan dan memperoleh kehidupan yang makmur dan sejahtera. Niciren Daisyonin mengajarkan bahwa untuk membimbing masyarakat yang nyata, diperlukan prajna sesungguhnya dan keberanian yang kuat.

10

Pada serangan Mongolia terakhir di Iki, Cesyima, dan kesembilan propinsi (Kyusyu), puluhan ribu prajurit dan juga rakyat sipil, pria dan wanita telah dibunuh, ditangkap, tenggelam di laut, atau terjatuh dari jurang hingga mati. Apabila Mongolia menyerang lagi, akan timbul malapetaka yang lebih besar dan tak terbandingkan. Keterangan: Di sini ditegaskan kembali bahwa kalau Mongolia kembali menyerang Jepang, orang-orang Jepang akan mengikuti Niciren Daisyonin. Surat ini ditulis pada tanggal 4 bulan ke-8 tahun 1275 (Kenji 1), yakni sekitar 10 bulan setelah terjadinya serangan Mongolia yang pertama atau “peristiwa Bun-ei.� Pada peristiwa Bun-ei, tentara Mongolia dengan kekuatan 25.000 tentara Yen dan Sung, ditambah 8.000 tentara Korea dan 6.000 pelaut menyerang Jepang. Walau pada waktu itu Mongolia 36

Samantabadra | Juni 2016

berusaha menghindari musim taufan, namun serangan itu berakhir dengan kegagalan. Karena sebagian besar kapal perangnya tenggelam dilanda taufan. Namun demikian, pada bulan ke-4 tahun berikutnya (l275), utusan Mongolia kembali datang menyampaikan nota untuk rnenyerang kembali. Pada bulan ke-5, penguasa baru memerintahkan pemerintah daerah sebelah Barat Jepang untuk mempersiapkan pertahanan dan pada bulan ke-7 menginterogasi sanak keluarga yang tidak turut dalam peperangan Bun-ei. Hal ini tidak lain untuk meneguhkan sikap perang. Akan tetapi, Dalam peristiwa Bunei, mereka menyaksikan sendiri kekuatan tentara Mongolia tidaklah seimbang. Para prajurit menjadi ketakutan, terlebih lagi ketakutan rakyat. Ketakutan mereka tidaklah dapat dilukiskan dengan kata-kata. Seperti yang dijelaskan dalam surat, dalam serangan tentara Mongolia di Iki dan Cesyima, selain serdadu, banyak juga rakyat jelata yang dibunuh, ditangkap dan disiksa. Selanjutnya, tentara Mongolia yang telah mendarat di Pulau Kyusyu dengan kekuatan yang tidak dapat diimbangi, telah mendesak sampai ke benteng pemerintah daerah. Ini disebabkan karena sistem perang tentara Jepang masih kuno, satu lawan satu, sedang tentara Mongolia memiliki pengalaman menaklukkan sebagian besar Benua Asia dan Eropa dengan perang secara berkelompok. Di samping itu, tidak hanya kekuatan busur tentara Mongolia lebih kuat, mereka juga telah menggunakan mesiu. Akan tetapi. Permasalahan sebenarnya tidak hanya pada masalah teknik, tetapi pihak Jepang masih mengandalkan pertolongan doa Syingon. Berarti mereka masih mengharap kekuatan dari luar yang membuat timbulnya hati ketakutan. Beruntung sekali, Jepang terselamatkan


dari serangan Mongolia, karena pada malam hari tentara Mongolia yang kembali ke kapal ditenggelamkan oleh angin taufan. Setelah berselang kurang dari setengah tahun, utusan Mongolia kembali menyampaikan nota serangan. Ini terjadi setelah 7 tahun berselang, pada tahun Koan ke-4 dan dikenal dengan peristiwa Koan. Kekuatan tentara pada waktu itu empat kali lipat dari Peristiwa Bun-ei, sejumlah 140.000 orang. Sebenarnya, pada tahun 1275 (Kenji 1), besar kekuatan Mongolia tidaklah diketahui, tetapi dengan memperhitungkan kegagalan pertama, dapat dipastikan pada serangan kembali ini dipersiapkan tentara yang lebih besar. Oleh karena itu, walau kekhawatiran menyelubungi seluruh masyarakat, seluruh negeri Jepang dengan prihatin bertekad untuk berkorban demi nusa dan bangsa. Dengan mengamati keadaan negara Jepang yang diliputi keadaan demikian, Niciren Daisyonin memperkirakan, dengan peperangan kali ini, orang-orang akan menganut Saddharmapundarikasutra; baik penganut Nembuce maupun Zen, dan lainnya akan turut menyebut Nammyohorengekyo.

11

Ketika Saya hampir dipenggal, Mahabodhi Bhagavat telah menggantikan tempat Saya. Sekarang juga tepat seperti yang lalu. Kalian semua adalah penganut Niciren, bagaimana rnungkin gagal mencapai kesadaran Buddha? Keterangan: Kutipan “sekarang juga tepat seperti yang lalu” menjelaskan perihal Kumarajiva dan Niciren Daisyonin yang disebut sebelum kutipan ini. Dalam

suatu episode dijelaskan bahwa pada siang hari Kumarajiva memanggul Buddharupa Sakyamuni, sedangkan pada malam harinya Kumarayana dipanggul Buddharupa tersebut. Kalau mencurahkan jiwa raga demi Hukum Agama Buddha, pasti memperoleh perlindungan Hukum Agama Buddha. Niciren Daisyonin mengalami berbagai penganiayaan dan membuktikan kebenaran sesungguhnya Saddharmapundarika-sutra yang dibabarkan Buddha Sakyamuni. Dalam Surat Perihal Penganiayaan-penganiayaan yang Menimpa Arif Bijaksana tertulis, “Bila Niciren tidak hadir di Masa Akhir Dharma, Sang Buddha akan menjadi pembual besar dan Tathagata Prabhutaratna serta seluruh Buddha lainnya akan menjadi saksi dari bualan besar tersebut. Dalam waktu 2.230 tahun lebih semenjak kemoksyaan Sang Buddha, Niciren adalah satu-satunya orang di seluruh dunia yang dapat memenuhi ramalan Sang Buddha.” (Gosyo, hal. 1190). Dalam peristiwa penganiayaan pemenggalan kepala di Tacenokuci, yang merupakan penganiayaan terbesar bagi Niciren Daisyonin, Buddha Sakyamuni, cikal bakal Saddharmapundarika-sutra, sebagai Mahabodhi Bhagavat, te1ah mewakili Beliau. “Mahabodhi Bhagavat telah menggantikan tempat saya” berarti Niciren Daisyonin meninggalkan pendirianNya sebagai manusia biasa dan mewujudkan Tathagata Sambhogakaya yang muncul atas kehendak sendiri semenjak masa lampau yang tak berawal (Jijoyuhossyin Nyorai Kuon Ganjo). Mengenai hal ini, dalam Surat Membuka Mata bagian paruh akhir dikatakan, “Pada tanggal 12 bulan 9 tahun yang lalu, di antara jam tikus dan sapi (jam 01.00 jam 03.00 pagi), orang yang bernama Niciren ini, telah dihukum penggal kepala. ArwahNya yang datang ke Pulau Sado, pada Juni 2016 | Samantabadra

37


materi ajaran | gosyo kensyu bulan 2 dan tahun berikutnya, terkurung oleh salju, menulis surat ini untuk dikirimkan kepada penganut-penganut yang berada di Kamakura dan berjodoh dekat. Hal ini telah diramalkan oleh Buddha Sakyamuni, Tathagata Prabhutaratna dan Buddha-Buddha dan sepuluh penjuru di dalam Saddharmapundarika-sutra. Maka, perilaku Niciren adalah cermin terang dari ramalan Bab Penegakkan Saddharmapundarika-sutra yang merupakan tanda mata bagi Niciren, dan surat mi merupakan wasiat Niciren. (Gosyo, hal.223). Yang Arya Bhikku Tertinggi ke-26 Niciren Syosyu, Nicikan Syonin memberi penjelasan tentang kutipan kalimat ini sebagai berikut, “Maksud sebenarnya kalimat ini adalah Badan Pokok leluhur arif bijaksana Niciren Daisyonin yang kelihatan sebagai manusia biasa yang menyadari terkandungnya jiwa Buddha (Myoji Bonpu) tercapai menjadi Tathagata Sambhogakaya yang muncul atas kehendak sendiri dari masa lampau yang tak berawal dan badan sesungguhnya kesadaran Buddha telah dibuktikan di dalam jiwa Beliau dan secara nyata mewujudkan Buddha Pokok Pembibitan Masa Akhir Dharma. Kalimat ini dengan jelas menerangkan hal ini. Melalui kutipan di atas, jelas kiranya makna sesungguhnya kutipan “Mahabodhi Bhagavat telah menggantikan tempat Saya”. Berdasarkan teori dasar Hukum Agama Buddha, kalau melaksanakan sesuai dengan ajaran Niciren Daisyonin, maka setiap penganut Niciren Daisyonin, tanpa ada yang tertinggal, dapat mencapai kesadaran Buddha. Dengan mengutip berbagai perumpamaan, bagian ini menunjukkan bahwa kalau berpegang teguh pada hati kepercayaan, maka siapapun dan bagaimanapun tidak dapat dihancurkan. 38

Samantabadra | Juni 2016

Ibu Otogoze telah dibimbing dengan kehangatan bahwa “Tak peduli siapa yang menjadi suami Anda …tidak boleh mengikutinya apabila ia musuh Saddharmapundarika-sutra”. Yang terpenting, ibu Otogoze sendiri semakin memperkuat kepercayaan dan memupuk sendiri rezeki yang tak akan dapat dihancurkan oleh siapapun.

12

Sama dengan Saddharmapundarikasutra, semakin Anda memperkuat keyakinan, Anda akan mendapat keuntungan lebih daripada orang lain, seperti semakin unggulnya warna.

Anak Cabang

Keterangan: Es memang terbuat dan air, tetapi lebih dingin daripada air. Warna biru memang dibuat dari nila, tetapi warna biru itu lebih tua daripada nila. Sama halnya, walau Saddharmapundarika-sutra yang dipertahankan sama, tetapi semakin kuatnya hati kepercayaan, semakin cemerlang kekuatan Saddharmapundarikasutra dan karunia kebajikan yang diperoleh melebihi orang lain. Yang dimaksud Saddharmapundarika-sutra adalah Gohonzon dari Tri Maha Dharma Sakti. Dengan demikian, melalui kutipan kalimat ini diajarkan bahwa dalam menerima dan mempertahankan Gohonzon, yang terpenting adalah hati kepercayaan orang yang mempertahankanNya. Gohonzon adalah Badan Sebenarnya (Totai) dari kekuatan agung yang dirahasiakan. Muncul kekuatan tersebut secara nyata akan sesuai dengan kadar hati kepercayaan orang yang menerima dan mempertahankannya serta pelaksanaan yang kuat dan tekun. Walau kekuatan tersebut mutlak dan amat besar, kalau


kepercayaan terhadap Gohonzon tidak dapat dihancurkan walau dihadapi penderitaan apapun, bahkan dalam menetap pada suasana Vajra Kokoh Yang Tak Dirusakkan (Kongo Fu E). Kayu biasa yang terbakar oleh api mengibaratkan jiwa manusia yang terbakar penderitaan hawa nafsu. Orang yang percaya Saddharma akan memunculkan Badan Buddha dan hal ini diumpamakan dengan kayu cendana yang tidak terbakar api penderitaan hawa nafsu yang bagaimanapun juga. Api yang padam oleh siraman air mengumpamakan jiwa manusia biasa yang terpadamkan oleh air hidup dan mati. Orang yang menerima dan mempertahankan Saddharma dapat membuka kesadaran hidup mati adalah nirvana, sehingga tak akan dapat dipadamkan oleh air apapun. Sama halnya, bunga yang berguguran ditiup angin mengumpamakan kebahagiaan masyarakat pada umumnya. Kebahagiaan orang yang melandaskan kehidupan pada Saddharma seperti bunga surga Suddhavasa yang tidak akan layu walau dilanda taufan penderitaan apapun. Begitu pula, air kolam Kayu mudah diserang api, dan sungai kecil yang menjadi kering ketika kemarau panjang mengibaratkan tetapi kayu cendana tidak ketergantungan pada rejeki dari tumpukan dapat terbakar. Api dapat karma baik masa lampau. Rejeki orang yang dipadamkan oleh air, tetapi api nirvana menyerahkan jiwa raga kepada Saddharma yang mengkremasi jasad Sang Buddha yang melibatkan alam semesta raya, tidak dapat dipadamkan. Meskipun diibaratkan sebagai kumpulan pusaka yang bunga-bunga bertebaran ditiup angin, namun bunga-bunga yang mekar dalam tiada tara nilainya, adalah sama seperti air yang mengalir ke dalam sungai Kuning yang surga Suddhavasa tidak akan layu. Air menguap dalam kemarau panjang, tetapi tak mengering pada kemarau panjang. tidak demikian apabila ia masuk ke sungai Kuning. Raja jahat yang bernama Mihira Kula tidak Keterangan: mendapatkan hukuman Perumpamaan-perumpamaan ini meskipun ia memenggal kepala seorang menunjukkan bahwa orang yang menerima, bhikku India, tetapi ketika ia memenggal mempertahankan dan melaksanakan kepala Aryasimha, pedangnya jatuh

hati kepercayaannya lemah dan tidak melaksanakan, kekuatan tersebut tidak akan nyata muncul. Karena itu, janganlah sekali-kali bersikap manja dengan beranggapan pasti pertolongan diberikan karena Gohonzon sangat agung. Betapapun, yang terpenting adalah membangkitkan kepercayaan dan kekuatan pelaksanaan diri sendiri dengan menyebut Daimoku secara berkesinambungan dan mengatasi segala permasalahan dengan kekuatan jiwa tersebut. Demikian pula halnya dengan perjuangan agung penyebarluasan Hukum Agama Buddha ini. Agama Buddha yang agung ini tak akan tersebar luas dengan sendirinya. Usaha orang-orang yang menerima dan meneruskan semangat Niciren Daisyonin dan melaksanakan penyebarluasan Hukum Agama Buddha sepenuh jiwa raga dengan giat, akan menghasilkan kemajuan penyebarluasan Hukum Agama Buddha dan akhirnya pencapaian kebahagiaan seluruh umat manusia secara luas dan merata akan terwujud.

13

Anak Cabang

14

Juni 2016 | Samantabadra

39


materi ajaran | gosyo kensyu ke bumi bersama lengannya sendiri. Ketika Raja Pushyamitra membakar musnah Vihara Kukkutarama, kepalanya dibelah oleh tongkat dua belas dewa. Demikian pula halnya dengan rakyat Jepang, karena menjadi musuh Saddharmapundarika-sutra, mereka membawa kehancuran pada dirinya sendiri dan negerinya. Keterangan: Besarnya suatu dosa bergantung pada orang yang dimusuhi. Kalau orang yang dimusuhi hina dina, dosanya tidak terlalu besar. Kutipan “Raja Mihira Kula tidak mendapatkan hukuman, meskipun ia memenggal kepala seorang bhikku India” menunjukkan hal ini. Tetapi Aryasimha adalah penerus pelita Dharma (Ia pewaris ke-24 dari Buddha Sakyamuni). Kedudukannya sangat agung dan mulia. Pemenggalan Aryasimha sama dengan memotong dan memutuskan pelita Dharma, sehingga Raja Mihira Kula seketika mendapatkan hukuman Sang Buddha berupa langsung putus lengannya. Sama halnya dengan Raja Pushyamitra yang hancur kepalanya dipukuli pentungan dua belas dewa, karena ia membakar Vihara Kukkutarama (Kuil ini dibangun oleh Raja Asoka). Hal-hal ini sama dengan orang-orang di Jepang sekarang yang “menjadi musuh Saddharmapundarikasutra” yang memusuhi Niciren Daisyonin. Mereka akan menderita dosa besar yang melebihi akibat penganiayaan terhadap siapapun, tidak hanya diri sendiri, bahkan negara juga akan musnah. Kutipan selanjutnya menjelaskan keyakinan agung Niciren Daisyonin bahwa pada masa akan datang, hal ini akan menjadi bukti nyata. Orang-orang masa akan datang mengakui Niciren Daisyonin sebagai seorang yang benar-benar 40

Samantabadra | Juni 2016

menyadari seluruh Hukum Agama Buddha, sehingga Beliaulah Buddha Pokok. Mungkin orang menilai perkataan “penindasan terhadap diri Niciren Daisyonin akan meruntuhkan satu negara” sebagai suatu kesombongan. tetapi sebenarnya tulisan ini diwariskan untuk menyadarkan orangorang pada masa akan datang pada Hukum Agama Buddha yang sesungguhnya. Jadi, penegasan serupa ini maupun pewarisan tulisan ini merupakan perilaku maitri karuna Beliau untuk orang-orang pada masa mendatang yang kekal abadi.

15

Suatu ulasan Sutra Nirvana mengatakan, badan itu ringan, sedangkan Hukum itu berat, dan mengorbankan jiwa demi penyebaran Hukum.

Keterangan: Kutipan ini menjelaskan bahwa semangat dasar pokok penyebarluasan Hukum Agama Buddha adalah pelaksanaan dengan mengorbankan jiwa raga. Niciren Daisyonin sendiri telah memberi suri tauladan dalam menyebarluaskan Hukum dengan mengorbankan jiwa raga. Oleh karena itu, kalau meneruskan semangat Niciren Daisyonin sewajarnyalah penyebarluasan Hukum dengan mengorbankan jiwa raga secara giat. Mengapa harus mengorbankan jiwa raga demi penyebarluasan Hukum? Karena badannya ringan, Hukumnya berat, badan kita manusia biasa penuh dengan tiga racun, sedangkan Hukumnya adalah Nammyohorengekyo semenjak masa lampau yang tak berawal yang merupakan sumber pokok kelahiran seluruh Buddha dari sepuluh penjuru dan ketiga masa. Karena Hukum ini tidak tertandingi oleh apapun, maka Hukumnya berat,


badannya ringan. Dengan demikian, kita tidak boleh menyayangi jiwa raga dalam menyebarluaskan Hukum. Walau badan manusia biasa ini harus dikorbankan dalam menghadapi tiga rintangan empat iblis dan tiga musuh besar, Hukum pasti tersebar luas. Semangat dasar pokok pelaksanaan Hukum Agama Buddha yang tidak boleh dilupakan adalah bagaimanapun juga harus mementingkan Hukum dan menyebarluaskannya.

16

Apabila Saddharmapundarikasutra tersebar luas, reliks Saya menjadi berat dan jika reliks Saya menjadi berat, maka akan memberi manfaat kepada umat.

tersebut mengandung sama dengan makna “tersebarluas”. “Reliks” yang dimaksud di sini bukanlah arti secara lahiriah seperti sisa tulang Beliau. Kalau dipikirkan secara mendalam, ini adalah seperti yang tertulis dalam Surat Kepada Kyo-o Dono, “Niciren sendiri mencurahkan seluruh jiwa ragaNya dalam tinta sumi”, yaitu Dai Gohonzon yang diwariskan pada umat manusia Masa Akhir Dharma. Kutipan jika reliks Saya menjadi berat, maka akan memberi manfaat kepada umat. Kalau ada manfaatnya, Saya akan dipuja seagung Maha Bodhisattva Haciman sekarang ini”, menjelaskan keyakinan agung tercapainya penyebarluasan Agama Buddha. Gohonzon yang dapat mengabulkan segala doa, pasti akan dianut dan disembah, persis seperti seluruh umat di Jepang, memuja Mahabodhisattva Haciman. Pasti tiba saat terwujudnya kebahagiaan seluruh umat manusia secara luas dan merata dan seluruh umat menganut dan percaya kepada Gohonzon. Kutipan “Anda hendaknya mengerti. Pada saat itu kaum pria dan wanita yang menyumbang Niciren, akan dihormati seagung Takesyiuci no Sokune dan Wakamiya yang memuja Maha Bodhisattva Haciman berarti memberi sumbangan dan membantu Niciren Daisyonin dalam penyebarluasan agama Buddha akan menghasilkan jasa dihormati oleh orangorang masa akan datang. Yang kita dambakan adalah meninggalkan nama baik untuk agama Buddha demi masa akan datang.

Keterangan: Kutipan “Apabila Saddharmapundarikasutra tersebar luas, reliks Saya menjadi berat” mempunyai arti dan prinsip yang sama dengan kutipan “Karena Hukumnya gaib, manusianya menjadi agung”. Kalau senantiasa mementingkan Hukum dengan mengorbankan jiwa sendiri, badan sendiri akan menjadi berat karena Hukum itu. “Berat” yang dimaksud di sini berarti keagungan dan kemuliaan. Kutipan “Apabila Saddharmapundarikasutra tersebar luas”, umumnya berarti akan tersebar luas di antara masyarakat secara nyata, khususnya berarti Niciren Daisyonin telah mencurahkan seluruh jiwaNya sebagai pelaksana Saddharmapundarikasutra yang sesungguhnya. Walau pada waktu itu orang yang menganut Hukum Sakti masih berjumlah sedikit, tetapi keberadaan Beliau sebagai Buddha Masa Rejeki yang diperoleh Akhir Dharma tidak dapat diragukan, fungsi karena membuka mata jiwa Beliau tiada tara dan tidak terbatas. seorang buta tidak dapat Jodoh bertentangan (Gyaku En) dilukiskan. Apalagi dapat membuka dapat membuat banyak orang menjalin mata seluruh umat negeri Jepang, jodoh dengan Hukum Sakti, sehingga hal

17

Juni 2016 | Samantabadra

41


materi ajaran | gosyo kensyu bagaimana mungkin karunia yang diperoleh dapat dikatakan? Keterangan: Mata buta yang dimaksud disini bukan secara lahiriah, tetapi mata hati dan mata prajna. Kalau sumber akar hakikat diri sendiri dapat dibuka. Mata dari hati dan mata dari prajna ini dapat memandang teori sesungguhnya dari seluruh Hukum dalam alam semesta raya atau berarti memiliki prajna Buddha. Dalam Saddharmapundarika-sutra diterangkan prajna Buddha (Buce Ciken) dan prajna para Buddha lainnya dari sepuluh penjuru dan ketiga masa (Syobuce Cie). Niciren Daisyonin yang mengajarkan seluruh umat untuk membuka mata yang buta ini mewujudkan prajna inti hakikat Hukum Agama Buddha. Membuka mata prajna seseorang akan memberi orang itu kebebasan yang sebenarnya dan kemandirian. Orang yang buta akan bergantung pada tongkat sehingga tidak dapat bergerak dengan bebas dan mandiri. Kebutaan prajna mengandung arti ketidakbebasan dan mengandalkan pada sumber dasarnya. Dengan demikian, kalau membuka mata prajna sumber pokok lebih mendalam, akan diperoleh kebebasan yang lebih luas dan kemandirian. Hendaknya diketahui, hidup yang bergantung pada orang lain sama sekali tak ada suasana kebebasan diri sendiri, dan juga tidak ada keagungan sebagai manusia. Hukum Agama Buddha yang membuka mata prajna dari sumber pokoknya akan meneguhkan manusia yang bebas dan mandiri dari sumbernya, dengan demikian mewujudkan keagungan manusia. Orang yang mempertahankan Hukum Agama Buddha ini adalah “Mata segenap mahluk surgawi dan masyarakat�. Orang yang 42

Samantabadra | Juni 2016

mengajarkan Hukum Agama Buddha adalah orang yang membuka mata manusia seluruh dunia. Orang yang menentang dan merusaknya sama dengan bermusuhan dengan keagungan manusia sehingga perbuatan ini akan mendapatkan imbalan “surga menjadi marah sekali�. Orang yang membenci dan menindas orang-orang yang giat melaksanakan penyebarluasan Hukum demi kemajuan agama Buddha harus mengetahui kalimat ini, juga harus mengetahui bukti nyata hukuman berat yang dialami sebagai akibatnya.

18

Sakra Devanam Indra adalah Dewa Surgawi, namun ia sangat menghormati serigala yang telah mengajarkannya Hukum, sebagai akibatnya sekarang ia adalah Buddha Sakyamuni. Putra Himalaya menghormati iblis sebagai gurunya dan menjadi Buddha dari Triloka. Orangorang arif dan agung di masa lampau dengan rendah hati tidak membuang Hukum. Saya, Niciren, mungkin seorang yang bodoh, tetapi Saya sudah pasti tidak lebih rendah dan seekor serigala atau iblis. Manusia termulia pada zaman sekarang sama sekali tidak lebih unggul dari Sakra Devanam Indra atau Putra Himalaya, namun karena dalam masyarakat kehidupan Niciren rendah, mereka membuang dan tidak menggunakan prinsip Saya yang benar. Itulah sebabnya negeri ini sekarang berada di jurang keruntuhan. Keterangan: Kutipan bagian ini menjelaskan bahwa janganlah sekali-sekali terperangkap pada bentuk luar seseorang dalam mempelajari Hukum Agama Buddha. Serigala adalah binatang, iblis adalah iblis kelaparan.


Perumpamaan ini mengajarkan betapapun hinanya kedudukan seseorang, kalau ia memahami dan menguasai Hukum Agama Buddha, kita harus menghormati, menuntut dan menerima pelajaran agama Buddha darinya. Sikap inilah yang harus dimiliki oleh orang yang menuntut Hukum Buddha. Bila seseorang terperangkap pada segi luar berupa kaya miskin dan kedudukan dalam masyarakat , orang itu tidak dapat disebut sebagai penganut agama Buddha. Karena Niciren Daisyonin tidak memiliki kedudukan atau kekuasaan dalam kalangan agama Buddha pada waktu itu, orangorang tidak hanya meremehkannya, bahkan kata-kata yang diucapkan dengan kesungguhan dan kebenaran, ditanggapi dengan pandangan picik dan tidak mau didengar. Ini telah mengundang bencana serangan Mongolia dan keruntuhan negara. Bila dibandingkan dengan serigala dan iblis, bhikku manusia biasa pasti jauh lebih unggul. Setinggi apapun kedudukan mereka yang menghina dan meremehkan Niciren Daisyonin, pasti tidak lebih unggul dari Dewa Indra dan Putra Himalaya. Dengan demikian, Niciren Daisyonin menyesali kebodohan orang-orang pada waktu itu. Walau hal tersebut di atas menunjuk penguasa pada waktu itu yang memfitnah Hukum Agama Buddha, namun prinsip ini juga berlaku bagi penganut yang percaya dan melaksanakan Hukum Agama Buddha. Yang terpenting, hendaknya setiap orang dapat mengukir dalam jiwa sikap ini dan menjaga suasana menuntut Hukum Agama Buddha yang murni.

Anda sering datang mengunjungi Saya di sini, di Minobu. Anda akan disambut sepenuh hati, seandainya terjadi hal terburuk, marilah kita bersama-sama mati kelaparan dalam gunung ini. Keterangan: Kutipan kalimat ini mewujudkan luapan maitri karuna Niciren Daisyonin kepada murid dan penganutNya. Dalam suasana yang tak menentu, karena kemungkinan penyerbuan dari Mongolia, Niciren Daisyonin menyesali diri karena tidak dapat membantu murid dan penganutNya. Seandainya Mongolia berhasil dalam serbuannya, hendaknya datang ke Gunung Minobu untuk tinggal bersama Beliau. Keadaan di gunung tentu tidak leluasa, Niciren Daisyonin seorang diri saja sulit untuk mempertahankan hidup, apalagi kalau orang-orang datang; pasti makanan tidak akan mencukupi. Meskipun demikian, Beliau dengan senang hati menyambut kedatangan dan menolong mereka. Kalau makanannya habis, Beliau bertekad untuk mati kelaparan bersama. Ibu Otogoze semakin gembira dan penuh keberanian, mendapat surat yang dengan penuh maitri karuna menanyakan dan mengharapkan pertumbuhan putrinya. eee

19

Dan yang lebih menyedihkan lagi, Saya tidak dapat menyelamatkan para murid yang sering mengikuti dan membantu. Apapun bencana yang menimpa, hendaknya

Juni 2016 | Samantabadra

43


materi ajaran | gosyo kensyu

44

Samantabadra | Juni 2016


Juni 2016 | Samantabadra

45


materi ajaran | gosyo kensyu

46

Samantabadra | Juni 2016


Juni 2016 | Samantabadra

47


materi ajaran | gosyo kensyu

48

Samantabadra | Juni 2016


The Supremacy of the Law W

hen Buddhism had not yet been introduced in China, the writings of such sages as the Three Sovereigns, the Five Emperors, and the Three Kings, T’ai-kung Wang, Tan the Duke of Chou, Lao Tzu, and Confucius were called the canons or classics. Through these teachings, the people learned propriety and came to understand the debt of gratitude they owed their parents, and a clear distinction was drawn between the ruler and the ruled, so that the country was governed wisely. The people obeyed the leaders who followed these teachings, and heaven answered their prayers. A child who failed to obey them was labeled as unfilial, and a subject who violated them was punished as a traitor. When the Buddhist scriptures were first brought to China from India, some people said that they should be accepted, while others said they should be rejected. A conflict arose, and the ruler summoned the two groups to meet and debate the issue. The adherents of non-Buddhist teachings were defeated by the supporters of Buddhism. After that, whenever the two groups engaged in polemics, the devotees of non-Buddhist scriptures were defeated by the Buddhists as easily as ice melts in the sun, or as fire is extinguished by water. Eventually they ceased to offer any effective opposition to Buddhism. As more Buddhist sutras were brought to China, it became apparent that some were superior in content or more profound than others. They belonged to different categories such as Hinayana and Mahayana, exoteric and esoteric, provisional and true. To illustrate, all stones are invariably inferior to gold, but gold itself is divided into several grades. No gold found in the human world can match the gold mined from the Jambu River. But the gold from the Jambu River is in turn far less valuable than the gold stored in the Brahmā heaven. In the same way, all the Buddhist sutras are like gold, but some are finer and more profound than others. Those sutras that are called Hinayana are like small boats. They can carry two or three passengers, but not a hundred or a thousand. Even with only two or three persons aboard, they must remain close to this shore and cannot cross over to the other shore. They can be loaded with a small amount of cargo, but not with a large amount. In contrast, theMahayana sutras are like those huge vessels that, carrying ten or twenty people and loaded with large quantities of cargo, can sail from Kamakura as far as Tsukushi or Mutsu Province. But the ship of the true Mahayana sutra is incomparably greater than those huge ships that are the other Mahayana sutras. Loaded with a hoard of rare treasures and carrying a hundred or a thousand passengers, it can sail all the way to the land of Korea. The sutra called the Lotus Sutra of the one vehicle is like this. Devadatta was the most evil man in the entire land of Jambudvīpa, but the Lotus Sutra predicted that he would become the Thus Come One Heavenly King. AlthoughAjātashatru was a wicked king who killed his own father, he was among those present when the Lotus Sutra was preached, and after hearing only a verse or a phrase, formed a connection with the sutra [that would enable him to attain enlightenment in the future]. The dragon king’s daughter, a woman with a reptile’s body, attained Buddhahood by listening to Bodhisattva Manjushrī preach the Lotus Sutra. Furthermore, the Buddha designated the evil era of the Latter Day of the Law as the very time Juni 2016 | Samantabadra

49


materi ajaran | gosyo kensyu for the Lotus Sutra to be propagated, and bequeathed it to the men and women of that impure age. The Lotus Sutra, the teaching of theone vehicle, is then a sutra as great and as powerful as the ships of the China trade. Thus all the Buddhist sutras are to the non-Buddhist scriptures as gold is to stones. And all the various Mahayana sutras, such as the Flower Garland, Mahāvairochana, Meditation, Amida, and Wisdom sutras, are to the Lotus Sutra as fireflies are to the sun or moon, or anthills to Mount Hua. Moreover, there is superiority and inferiority not only among the sutras, but also among their adherents. The various teachers of the True Word school, who believe in the Mahāvairochana Sutra, are like fire being put out by water, or dew being blown away by the wind when confronted in debate by the votary of the Lotus Sutra. If a dog barks at a lion, its bowels will rot. The asura demon who shot an arrow at the sun had his head split into seven pieces. The True Word teachers are like the dog or the asura, while the votary of the Lotus Sutra is like the sun or the lion. Before the sun rises, ice is as hard as metal. Fire, when untouched by water, is as hot as molten iron. But even the hardest ice easily melts away in the summer sun, and even the hottest fire is easily extinguished by water. The various True Word teachers appear to be most dignified and wise, but they are like one who, forgetful of the sun, expects ice to remain hard forever, or who, not taking water into account, thinks that fire will burn indefinitely. As you know, before the Mongol attack, the arrogance of the people of our day knew no bounds. Since the tenth month of last year, however, none of them has dared to assume a haughty attitude, for as you have heard, Nichiren alone predicted this foreign invasion. If the Mongols attack our country again, none of the people will have the courage to face them. They will be like a monkey terrified by a dog, or a frog cowering before a snake. This is solely because it is a country that, by allowing thevotary of the Lotus Sutra, who is an emissary of Shakyamuni Buddha, to be hated by all the priests of the True Word, Nembutsu, Precepts, and other schools, has harmed itself and incurred the particular wrath of the heavenly gods. Thus all its people have become cowards. They are like fire fearful of water, a tree dreading the ax, a pheasant frightened out of its wits at the sight of a hawk, or a mouse threatened by a cat. Not one of them will be saved. At such a time, what will they do? In battles soldiers regard the general as their soul. If the general were to lose heart, his soldiers would become cowards. Women regard their husband as their soul. Without their husband, they lack a soul. Nowadays, even married women find it difficult to get along in the world. Though you have lost your soul, you lead your life more courageously than those who have one. Furthermore, because you maintain your faith in the gods and you revere the Buddha, you are indeed a woman who surpasses others. Setting aside the adherents of the Nembutsu and other schools, while I was in Kamakura, I had no way of determining whether the faith of individual believers in the Lotus Sutra was deep or shallow. This I came to know only after I had incurred the wrath of the authorities and had been exiled to the island of Sado. Though no one else came to visit me, you, a woman, not only sent me various offerings, but personally made the journey to see me. It was almost too amazing to be true. In addition, you have now called on me here in Minobu. I know of no words with which to thank you. Certainly the heavenly gods will protect you, and the ten demon daughters will have compassion on you. The Buddha promised in the Lotus Sutra that, for women, the sutra will serve as a lantern in the darkness, as a ship when they cross the sea, and as a protector when they travel through dangerous places. 50

Samantabadra | Juni 2016


When the Tripitaka Master Kumārajīva was carrying the Lotus Sutrato China, the heavenly king Vaishravana dispatched a vast number of troops to escort him safely over the Pamirs. When the Dharma TeacherDōshō read the Lotus Sutra in the midst of a field, innumerable tigers gathered to protect him. There is no reason why you should not be protected in the same way. The thirty-six deities on earth and the gods of the twenty-eight constellations in the heavens will lend you protection. Furthermore, human beings have two heavenly gods who always accompany them, just as a shadow follows the body. One is named Same Birth and the other Same Name. Perched on one’s left and right shoulders, they protect one [by reporting all of one’s deeds to heaven]. Therefore, heaven never punishes those who have committed no error, let alone people of merit. That is why the Great Teacher Miao-lo stated, “The stronger one’s faith, the greater the protection of the gods.” So long as one maintains firm faith, one is certain to receive the great protection of the gods. I say this for your sake. I know your faith has always been admirable, but now you must strengthen it more than ever. Only then will the ten demon daughters lend you even greater protection. You need not seek far for an example. Everyone in Japan, from the sovereign on down to the common people, without exception has tried to do me harm, but I have survived until this day. You should realize that this is because, although I am alone, I have firm faith. If a boat is handled by an unskilled steersman, it may capsize and drown everyone aboard. Likewise, though someone may have great physical strength, if he lacks a resolute spirit, even his many abilities will be of no use. In this country, there may be many wise people, but they cannot utilize their wisdom because they are governed by foolish leaders. In the last Mongol invasion, tens of thousands of soldiers as well as civilians, both male and female, in Iki, Tsushima, and the nine provinces [Kyushu] were killed, captured, drowned in the sea, or fell from cliffs to their death. If the Mongols attack again, this time they will wreak incomparably greater havoc. Kyoto and Kamakura will meet the same fate as Iki and Tsushima. Prepare in advance and flee to some other place. At that time, those who declared they would not see or listen to me will join their palms together and take faith in the Lotus Sutra. Even the adherents of the Nembutsu and Zen schools will chant Nam-myoho-renge-kyo. The Lotus Sutra states that if there are men and women who have firm faith in this sutra the Buddha will support them on his shoulders and carry them on his back. The Tripitaka Master Kumārayāna was carried by a wooden statue of Shakyamuni. When I was about to be beheaded, the World-Honored One of Great Enlightenment took my place. It is the same in the present as it was in the past. All of you are my lay supporters, so how can you fail to attain Buddhahood? No matter whom you may marry, if he is an enemy of the Lotus Sutra, you must not follow him. Strengthen your resolve more than ever. Ice is made of water, but it is colder than water. Blue dye comes from indigo, but when something is repeatedly dyed in it, the color is better than that of the indigo plant. The Lotus Sutra remains the same, but if you repeatedly strengthen your resolve, your color will be better than that of others, and you will receive more blessings than they do. Wood is vulnerable to fire, but sandalwood cannot be burned. Fire is extinguished by water, but the fire that cremated the Buddha’s remains could not be quenched. Although flowers are scattered by the wind, those that bloom in the heavens of purity do not wither. Water evaporates in a time of great drought, but not if it enters the Yellow River. The wicked king

Juni 2016 | Samantabadra

51


materi ajaran | gosyo kensyu named Dammira did not incur punishment even when he cut off the heads of Indian monks. But when he beheaded the Venerable Āryasimha, his sword fell to the ground and his arm with it. When King Pushyamitra burned Kukkutārāma Monastery to ashes, his head was split by the staves of the twelve gods. Likewise the people of Japan, by becoming enemies of the Lotus Sutra, have brought ruin on themselves and their country. And because I proclaim this, I am called arrogant by those of little understanding. But I do not speak out of arrogance. It is simply that if I did not speak out I would not be the votary of the Lotus Sutra. Moreover, when my words prove later to be true, people will be able to believe all the more readily. And because I write this down now, the people of the future will recognize my wisdom. [The Annotations on the Nirvana Sutra states,] “One’s body is insignificant while the Law is supreme. One should give one’s life in order to propagate the Law.” Because my body is insignificant, I am struck and hated, but because the Law is supreme, it will spread without fail. If the Lotus Sutra spreads, my mortal remains will be respected, and if my remains are respected, they will benefit the people. Then I will come to be revered as highly as Great Bodhisattva Hachiman is now. You should understand that, at that time, the men and women who supported me will be honored as greatly as Takenouchi and Wakamiya. The benefits that come from opening the eyes of even one blind person are beyond description. How then is it possible to describe the benefits that derive from opening the blind eyes of all the Japanese people, and from giving the gift of sight to all human beings throughoutJambudvīpa and the other three continents? In the fourth volume of the Lotus Sutra it reads, “If after the Buddha has passed into extinction one can understand the meaning of this sutra, one will be the eyes of the world for heavenly and human beings.” Those who uphold the Lotus Sutra will be the eyes for all of the heavenly and human beings in the world. Therefore, those Japanese who are hostile to me are in effect gouging out the eyes of all the heavenly and human beings in the world. As a result, heaven is enraged and strange events occur in the skies day after day, while earth is infuriated and calamities strike in a series month after month. Shakra was a heavenly lord, yet he greatly respected the fox who taught him the Law. As a result, he was reborn as Shakyamuni Buddha, the lord of teachings. The boy Snow Mountains honored a demon as his teacher and became the lord of the threefold world. Great sages and honorable priests of old did not reject the Law, no matter what the appearance of its teachers. I may be a foolish man, but I am surely not inferior to a fox or a demon. The noblest people in the present age are in no way superior to Shakra or the boy Snow Mountains, yet because of my low social position, they have rejected my wise words. That is why the country is now on the brink of ruin. How lamentable! And what I find even sadder is that I will be unable to save those disciples of mine who have pitied my sufferings. If anything at all happens, please come over here. I will welcome you. Let us die of starvation together among the mountains. And I would imagine that your daughter, Oto, has become a fine, intelligent girl. I will write you again. Nichiren The fourth day of the eighth month To Oto 52

Samantabadra | Juni 2016


materi ajaran | gosyo cabang

Gosyo Cabang

Surat Balasan Kepada Syijo Kingo Surat Memahami Hakikat/Intisari Syoho Jisso LATAR BELAKANG |

S

urat ini ditulis pada bulan tujuh tahun 1275 (Kenji 1) sebagai balasan surat Syijo Kingo yang menjelaskan bahwa ia telah melakukan perdebatan hukum dengan bhikku sekte lain mengenai Ajaran Hukum Syoho Jisso. Surat balasan ini menjelaskan betapa pentingnya Ajaran Hukum Syoho Jisso.

Pada waktu itu sekte Tien-tai telah membengkokan arti Ajaran Hukum Kai-e serta menegakkan makna sesat dengan mencampuradukan Ajaran Sementara dengan Ajaran Sesungguhnya. Surat ini mengecam kesalahan makna tersebut dan memberi bimbingan mengenai sikap dalam menjalankan perdebatan hukum.

ISI GOSYO |

S

aya gembira sekali menerima utusan yang dikirim di kala sibuk. Dan juga, 50 buah jeruk dan uang 5 kanmon telah diterima dengan baik. Di dalam surat Anda tertulis bahwa pada tanggal 16 yang lalu, ketika bertemu salah seorang bhikku, Anda telah mendiskusikan makna Ajaran Hukum Syoho Jisso. Saddharmapundarika-sutra adalah tujuan kehadiran Buddha Sakyamuni di dunia ini. Hukum Dasar Pokok yang memberi Pencapaian Kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia, pada kesimpulannya sama sekali tiada lainnya, kecuali keempat kata “Syoho Jisso” ini. Oleh karena itu, yang diwariskan oleh Mahaguru Dengyo dengan melewati gelombang puluhan ribu mil adalah kalimat ini, yaitu, “Sebait kalimat yang mengandung seluruh makna dengan lengkapnya adalah Syoho Jisso.” Ajaran hukum Kai-E menurut sekte Tien-tai sekarang bermakna sesat karena keliru memahami teori kalimat sutra di atas. Hanya dengan mempertahankan Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon) dan menyebut Nammyohorengekyo, serta hanya Juni 2016 | Samantabadra

53


materi ajaran | gosyo cabang percaya kalimat sutra “dengan tulus dan jujur membuang Ajaran Sementara dan hanya membabarkan jalan yang Teragung” inilah yang disebut hukum ajaran Kai-E dari Syoho Jisso. Untuk itu, Saddharmapundarika-sutra dibabarkan dengan menjadikan Buddha Sakyamuni, Tathagata Prabhutaratna, seluruh Buddha dari sepuluh penjuru dan ketiga masa sebagai saksi. Dengan pemahaman seperti itu, hendaknya Anda setiap saat merenungkan keempat kata “Syoho Jisso”. Mungkinkah mencampurkan racun ke dalam obat yang manjur secara sengaja? Dapatkah mengambil air sungai dari dalam laut? Bulan muncul pada malam hari, matahari terbit pada siang hari. Hal-hal semacam ini tidak perlu diperdebatkan lagi. Untuk selanjutnya, hendaknya tanya jawab dilaksanakan dengan pengertian demikian. Akan tetapi, jangan sekali-kali melakukan perdebatan yang bertele-tele. Kalau orang tersebut bertanya melebihi hal di atas, hendaknya dengan wajah tersenyum berulang kali menjawab, “Hendaknya Anda bertanya jawab dengan guru saya, Niciren.” Karena menulis Perihal Ajaran Hukum, Saya tidak dapat menyatakan terima kasih atas kesungguhan hati terhadap sumbangan Anda, tetapi setulus hati merasakan terima kasih. Hal-hal yang yang lebih terinci akan diterangkan dengan sungguh hati di kemudian hari. Tanggal 22 bulan 7 tahun 1275 (Kenji pertama) Surat balasan kepada Syijo Nakacekasa Saemon-no-jo.

tertanda, Niciren

54

Samantabadra | Juni 2016


KUTIPAN GOSYO |

1

Saddharmapundarika-sutra adalah tujuan kehadiran Buddha Sakyamuni di dunia ini. Hukum Dasar Pokok yang memberi Pencapaian Kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia, pada kesimpulannya sama sekali tiada lainnya, kecuali keempat kata “Syoho Jisso” ini. Keterangan : Di dalam Saddharmapundarikasutra ditunjukkan dan dijelaskan mengenai pencapaian Kesadran Buddha bagi Dwiyana, pencapaian Kesadaran Buddha bagi Putri Naga dan pencapaian Kesadaran Buddha bagi Devadatta. Dengan demikian, seluruh umat manusia tanpa terkecuali dapat mencapai Kesadaran Buddha. Maksud pokok kehadiran Buddha Sakyamuni di dunia saha ini sebenarnya adalah agar seluruh umat manusia menemukan dan menerima suasana jiwa Buddha. Oleh karena itu, Saddharmapundarika-sutra yang membabarkan pencapaian Kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia, merupakan tujuan kehadiran Sang Buddha di dunia ini. Teori dasar pokok pencapaian Kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia terkandung di dalam keempat kata “Syoho Jisso”. Kalau begitu, apakah yang dimaksud Ajaran Hukum Syoho Jisso? Syoho berarti seluruh keberadaan di alam semesta serta menunjukkan segala gejala. Wajah keadaan seadanya dari syoho ini adalah wajah sesungguhnya yang disebut sebagai jisso. Mahaguru Tien-tai menjadikan kalimat junyo jisso dalam Bab Upaya Kausalya

Saddharmapundarika-sutra, yaitu, “nyoze so, nyoze syo, nyoze tai, nyoze riki, nyoze sa, nyoze in, nyoze en, nyoze ka, nyoze ho, dan nyoze honmacekukyoto” sebagai dasar pokok untuk menyusun filsafat Icinen Sanzen secara sistematik. Dan Icinen Sanzen ini adalah jisso dari syoho. Diterangkan bahwa intisari dari segala keberadaan adalah Icinen Sanzen. Masing-masing umat dari Sepuluh Dunia yang di dalam Sutra-sutra sebelum Saddharmapundarika-sutra dijelaskan sebagai satu badan pokok yang masingmasing berbeda dari segi akar pokoknya di sini untuk pertama kalinya dibukakan jalan untuk menjadi Buddha. Akan tetapi, bagaimanapun sumber pokok kehadiran seluruh jiwa adalah Icinen Sanzen, dan dari segi akar pokoknya tidak ada perbedaan antara keberadaan sebagai Buddha maupun sebagai manusia. Namun demikian hal ini masih secara teoritis. Dalam sumber pokok jiwa Icinen Sanzen yang dibabarkan oleh Mahaguru Tien-tai, Niciren Daisyonin menjelaskan dengan terang kehadiran tegas Hukum Tunggal yang disebut Nammyohorengekyo yang menggerakkan dan menggetarkan jiwa Icinen Sanzen ini. Dan inilah sumber pokok Syoho Jisso (wajah sesungguhnya dari segala apapun yang ada di alam semesta). Juga menunjukkan bagaimana dapat mencapai dan mewujudkan Dunia Buddha secara nyata. Di dalam Surat Syoho Jisyo dikatakan, “Yang disebut sebagai Wajah Sesungguhnya (jisso) adalah nama lain dari Myohorengekyo. Berarti, segala Gejala Hukum (syoho) adalah Myohorengekyo…. Mahaguru Tien-tai berkata, “Teori mendalam dari Wajah Sesungguhnya Juni 2016 | Samantabadra

55


materi ajaran | gosyo cabang adalah Myohorengekyo yang ada sejak asal mula, dan lain-lain.” Makna penjelasan ini adalah istilah “Wajah Sesungguhnya” adalah berpusat pada Ajaran Bayangan, sedangkan ‘Myohorengekyo yang ada sejak asal mula’ adalah Ajaran Hukum berdasarkan Ajaran Pokok.” (Gosyo, hal 1359). Dengan demikian, hukum sumber pokok yang berupaya agar seluruh umat manusia semuanya dapat memasuki jalan yang setara dengan Buddha atau kebahagiaan mutlak adalah Nammyohorengekyo.

dan membuang seluruh ajaran-hukum lainnya. Tepatnya, hanya dengan percaya kepada Gohonzon dan menyebut Nammyohorengekyo sesuai dengan Hukum Syoho Jisyo. Di sini akan akan dijelaskan maksud Kai-e yang sesungguhnya. Kalimat Sutra yang telah dibabarkan Buddha Sakyamuni dikatakan berjumlah 80.000 gudang hukum, suatu angka yang amat besar. Akan tetapi, kalau digolongkan berdasarkan isinya, sutra-sutra itu terbagi ke dalam tiga kelompok. Yang pertama adalah sutra-sutra yang membabarkan Dwiyana, Hanya dengan mempertahankan Sravaka dan Pratekyabuddha, sebagai tujuan hidup manusia. Kedua, sutraSaddharmapundarika-sutra sutra yang menjelaskan bahwa mencapai (Gohonzon) dan menyebut keboddhisatvaan merupakan kehidupan Nammyohorengekyo, serta hanya yang tertinggi. Dan yang ketiga, sutra-sutra percaya kalimat sutra “dengan tulus yang menunjukkan bahwa pencapaian dan jujur membuang Ajaran Sementara Kesadaran Buddha merupakan tujuan yang dan hanya membabarkan jalan yang hakiki, serta menjelaskan teori mendasar Teragung”. untuk menjadi Buddha. Dengan demikian, yang pertama adalah kelompok yang Keterangan : mengutamakan sutra-sutra Hinayana, yang Pada waktu itu, Sekte Tien-tai telah kedua kelompok yang berpusat pada sutraterjerumus ke dalam makna sesat, sutra Semi Mahayana, kelompok ketiga yaitu mengacaukan pengertian Ajaran adalah Saddharmapundarika-sutra. Sementara dan Ajaran Sesungguhnya Jika demikian, di manakah letak mengenai bahwa berdasarkan maksud pokok dari Buddha Sakyamuni? Saddharmapundarika-sutra yang sudah Di dalam Bab II Saddharmapundarikadibuka keampuhannya (kai-e), dengan membaca dan menyebut berbagai sutra sutra, Bab Upaya Kausalya, dikatakan sebagai berikut, “Karena para Buddha sebelum Saddharmapundarika-sutra, yang dihormati di dunia telah hadir di menyembah Buddha yang bagaimanapun, pada hakikatnya suasana penyerahan dunia ini dengan membawa sebab jodoh hanya satu fakta sangat penting. Wahai jiwanya adalah sama, dan dikatakan di Sariputra, mengapa Saya katakana, bahwa dalamnya tidak ada perbedaan unggulpara Buddha yang dihormati di dunia lemah. Niciren Daisyonin memecahkan telah hadir di dunia ini dengan membawa hal itu berdasarkan teori dan juga sebab jodoh hanya satu fakta sangat pelaksanaan, menjelaskan bahwa ajaranpenting? Hal itu karena para Buddha yang hukum Kai-e dari syoho jisyo yang dihormati di dunia bermaksud agar umat sesungguhnya adalah mempertahankan manusia membuka jiwa untuk melihat Gohonzon dari Tri Maha Dharma Sakti,

2

56

Samantabadra | Juni 2016


dan mengetahui Buddha yang berada dalam diri sendiri. Karena berkehendak agar jiwa menjadi suci dan bersih, maka hadir di dunia ini. Karena Buddha ingin agar umat manusia mewujudkan melihat dan mengetahui Buddha di diri sendiri, maka hadir di dunia ini. Agar semua umat manusia mendapat kesadaran melihat dan mengetahui Buddha di dalam diri sendiri, maka hadir di dunia ini. Berkehendak agar seluruh umat manusia memasuki Jalan Buddha dengan melihat dan mengetahui Buddha, maka hadir di dunia ini. Wahai Sariputra, sebabnya mengapa para Buddha itu hadir di dunia ini hanya karena membawa sebab jodoh hanya satu fakta sangat penting.� Sesuai dengan kutipan di atas, maksud pokok Sang Buddha tentu saja adalah untuk membuka, menunjukkan, dan menyadarkan jiwa Buddha yang telah dicakup sejak awal mula di dalam jiwa seluruh umat manusia dan kemudian memasuki Jalan jiwa Buddha tersebut. Oleh karena itu, kalau membandingkan unggul lemahnya ketiga jenis kelompok sutra yang disebut di atas, maka yang membabarkan maksud pokok Buddha Sakyamuni yang sebenarnya adalah Saddharmapundarikasutra; sehingga sutra-sutra lainnya harus dibuang. Akan tetapi, maksud pokok Sang Buddha di sini adalah memberi Kesadaran Buddha kepada seluruh umat manusia. Berpijak pada pengertian ini, kalau meninjau kembali makna pokok kalimat sutra kelompok kesatu dan kedua, dapatlah dipahami bahwa sutra-sutra tersebut pada hakikatnya dibabarkan demi membimbing umat manusia menuju pencapaian kesadaran Buddha. Dengan demikian, arti pokok sutrasutra yang telah dibabarkan dari berbagai sudut, dibuka dan diwujudkan berdasarkan sutra yang lebih dalam,

yaitu Saddharmapundarika-sutra, sehingga akhirnya dapat bertemu dengan Saddharmapundarika-sutra. Inilah yang dimaksud dengan Kai-E menurut Saddharmapundarika-sutra. Dalam hal ini berlaku teori sotaimyo (perbandingan relatif), yaitu perbandingan unggul rendah masing-masing sutra untuk mengetahui perbedaannya. Sedangkan teori zettaimyo (perbandingan mutlak) berarti pemahaman bahwa seluruh sutra lainnya diterangkan untuk Saddharmapundarika-sutra. Kalau berpijak pada pendirian zettaimyo ini, sekalipun pembabaran berbagai sutra beraneka ragam, makna arti semuanya setara dengan Saddharmapundarika-sutra, dapat dikatakan satu rasa sama rata. Di sini, yang harus diperhatikan adalah bahwa meskipun dikatakan dengan Kai-e arti pokok sutra-sutra sebelum Saddharmapundarika-sutra menjadi jelas, namun karena tetap tidak berubah, betapapun sutra-sutra sebelum Saddharmapundarika-sutra merupakan pandangan sebagian. Membahas pandangan sebagian itu sesuai dengan keadaannya tersebut adalah perbandingan sotaimyo, akan tetapi bila menyimpulkan pandangan sebagian ini dalam pandangan keseluruhan, itulah zettaimyo, yakni menjadi Kai-e. Oleh karena itu, sekalipun telah menjadi Kai-e bila berpendapat bahwa sutra-sutra sebelum Saddharmapundarika-sutra sama dan setara dengan Sadharmapundarika-sutra, sungguh merupakan suatu kesalahan. Betapapun juga, pandangan sebagian tidak dapat begitu saja dijadikan pandangan keseluruhan. Para penganut Sekte Tien-tai semasa hidup Niciren Daisyonin salah memahami teori mendasar Kai-e ini. Mereka Juni 2016 | Samantabadra

57


materi ajaran | gosyo cabang berpendapat bahwa setelah Kai-e, baik sutra-sutra sebelum Saddharmapundarikasutra maupun Saddharmapundarikasutra itu sendiri menjadi sama dan setara. Menanggapi kekeliruan ini, Niciren Daisyonin menyatakan bahwa dasar pokok dari Kai-e betapapun harus berpusat pada Saddharmapundarika-sutra. Terlebih dari itu, Beliau juga menerangkan bahwa pelaksanaan pertapaan yang dengan sungguh-sungguh percaya “dengan tulus dan jujur membuang Ajaran Sementara

Catatan

58

Samantabadra | Juni 2016

dan hanya membabarkan Jalan yang Teragung�, merupakan Ajaran Hukum Kai-e yang sesungguhnya. Mengenai ini, mungkin timbul pikiran bahwa hal ini menyerupai pendirian sotaimyo. Namun demikian, dipandang dari sudut lain mengenai Kai-e, bagaimanapun seluruh sutra terdapat dalam Saddharmapundarika-sutra, maka dalam pertapaan sudah sewajarnya bila mengambil inti yang terpokok. eee


Juni 2016 | Samantabadra

59


materi ajaran | forum diskusi

Forum Diskusi

Melawan Filsafat Sesat dalam Jiwa Pertanyaan: Pada tahun yang baru ini saya bertekad untuk merombak sifat buruk saya lebih keras lagi. Akan tetapi, dari pengalaman yang lalu, saya merasakan bahwa semakin-kuat keinginan untuk merombak sifat jiwa, semakin kuat pula jodoh yang memancing timbulnya sifat buruk. Saya tidak ingin tahun ini berlalu dengan sia-sia. Bagaimanakah agar dapat menerima suasana dengan baik? Jawab: Alangkah senangnya, ketika kita ingin merombak sifat Jiwa, lalu bertemu dengan jodoh-jodoh yang mendorong terjadinya hal tersebut. Misalnya, pada waktu kita bertekad Gongyo Daimoku secara konsisten setiap hari, lalu kita mendapat pujian atau dorongan semangat dari teman maupun keluarga. Atau ketika kita mau melakukan keaktifan dalam susunan secara sungguh-sungguh, lalu uang mengalir dengan lancar ke dalam kantong kita sehingga dapat menunjang seluruh keaktifan. Atau ketika kita sedang malas, maka kita selalu diingatkan untuk 60

Samantabadra | Juni 2016

tidak berlaku demikian. Akan tetapi, kenyataan yang terjadi tidaklah selamanya begitu. Bahkan tidak jarang, yang terjadi malahan sebaliknya. Ketika bertekad untuk menjalankan hati kepercayaan dengan sungguh-sungguh, malahan terjadi halhal yang tidak menunjang, baik dalam kesehatan, keadaan ekonomi, ataupun juga diejek sehingga kita menjadi patah semangat. Orang yang mempunyai hati kepercayaan yang lemah akan mundur, sedangkan orang yang memiliki hati kepercayaan yang kuat dapat menerimanya sebagai jodoh untuk makin memperteguh hati kepercayaan. Bagaimanapun juga, setiap hari kita akan bertemu berbagai jodoh baik maupun yang buruk. Adanya jodoh yang buruk tidaklah mungkin untuk dihindari. Dan segala macam jodoh buruk yang ada, yang harus diwaspadai adalah Akucisyiki yang mengganggu hati kepercayaan kepada Saddharmapundarika-sutra. Dalarn Surat Balasan Kepada Ikegami Bersaudara, Nichiren Daisyonin berkata, Berjumpa dengan Akucisyiki akan menghilangkan hati pokok, dan lain-lain. Yang dimaksud


dengan hati pokok adalah hati yang percaya kepada Saddharmapundarikasutra; sedangkan yang dimaksud dengan menghilangkan adalah hati yang menarik hati kepercayaan kepada Saddharmapundarika-sutra untuk pindah ke sutra lainnya (Gosyo Zensyu, hal.1081). Dengan demikian, akucisyiki adalah suatu hal yang menyebabkan hilangnya hati kepercayaan kepada Gohonzon. Sesuai dengan kewajaran, maka mundurnya seseorang dari hati kepercayaan secara total, misalnya sampai mengembalikan Gohonzon tidaklah terjadi dalam waktu sekejap. Sekali bertemu dengan Akucisyiki dan tidak dapat rnengatasinya, maka akan datang Akucisyiki secara bertubi-tubi sehingga semakin lemah. Itulah sebabnya kita selalu waspada terhadap Akucisyiki. Sekalipun Akucisyiki harus diwasdai, orang yang melaksanakan hati kepercayaan dengan benar pasti dapat mengubah Akucisyiki tersebut menjadi Zencisyiki. Hal ini dikatakan oleh Nichiren Daisyonin dengan jelas dalam Surat Perihal Perilaku Buddha Masa Masa Akhir Dharma. Bagi Buddha Sakyamuni justru Devadatta adalah Zencisyiki yang utama. Sama halnya, Zencisyiki bagi Nichiren Daisyonin dalam mencapai Kesadaran Buddha adalah Tojo Kagenobu, sedangkan guru Dharmanya adalah Ryokan, Doryu Doamidabutsu, Heino Saemon dan Ko Dono. Tanpa mereka saya tidak tidak dapat menjadi pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Betapa gembiranya...(Gosyo Zensyu, halaman 917). Dari petuah emas Sang Buddha ini, dapat dilihat bahwa hal-hal yang merintangi bukanlah sesuatu yang harus dibenci atau disesali, tetĐ°pi justru dapat menjadi zencisyiki yang utama. Buddha Sakyamuni menerima Devadatta yang menentang Beliau sebagai zencisyiki sehingga

keagungan Beliau nampak dengan jelas. Tanpa adanya Tojo Kagenobu, Heino Saemon dan lain-lain yang melakukan penganiayaan, Nichiren Daisyonin tidak dapat membuktikan diri seorang pelĐ°ksana Saddharmapundarika-sutra dapatlah dipelajari, bahwa justru berbagai rintangan yang ada itulah yang harus diubah menjadi zencisyiki, dengan jalan memperkuat hati kepercayaan kepada Gohonzon. Dengan adanya Gohonzon, sebenarnya kita telah memiliki Zencisyiki yang utama, karena Gohonzon Sandaihiho adalah KĐ°njin no Honzon atau Pusaka Pemujaan untuk melihat ke dalam jiwa sendiri. Kita dapat merenungkan peristiwa yang dialami di muka Gohonzon dan dapat menimbulkan kesadaran dari peristiwa tersebut. Dengan demikian, Gohonzon dapat berfungsi sebagai cermin bagi jiwa kita sendiri. Selain Gohonzon, ada pula Zencisyiki lainnya, yaitu guru yang membimbing untuk melaksanakan kata-kata Buddha. Bagaimanapun juga, peranan manusia tidak dapat diabaikan dalam penyebarluasan Hukum, sehingga baik manusia maupun Hukum, keduanya adalah penting. Kita mendengar Ajaran Buddha melalui penyampaian dari orang lain, bukan? Selain Gohonzon dan guru, orang-orang di sekitar kita dapat menjadi Zencisyiki pula. Orang-orang di sekitar kita bukan saja dalam arti sesama umat NSI, melainkan siapapun juga yang kita jumpai. Dengan menerima orang-orang itu sebagai jodoh dari jiwa sendiri, kita dapat lebih mengamati perasaan jiwa sendiri. Berdasarkan hal ini, maka orang-orang itu dapat menjadi Zencisyiki bagi kita. Sekarang yang menjadi permasalahan adalah bagaimana untuk dapat menerima orang-orang atau suasana ataupun juga sebagai Zencisyiki. Hal ini amat Juni 2016 | Samantabadra

61


materi ajaran | forum diskusi dipengaruhi oleh filsafat yang kita anut dan yakini dalam jiwa. Dari berulang kali hidup-mati yang tak terhitung banyaknya, di dalam Jiwa telah tertimbun filsafat sesat. Yang dimaksud dengan filsafat sesat adalah filsafat yang tidak sesuai dengan Hukum Buddha, yaitu tidak percaya adanya Hukum Sebab Akibat yang gaib. Adanya Hukum Sebab Akibat yang gaib ini, membuat setiap orang bertanggung jawab terhadap nasib dirinya sendiri dan tidak menyalahkan orang lain. Di sinilah terletak tegasnya Hukum Buddha. Di sini juga terletak beratnya melaksanakan Hukum Buddha dengan benar. Menghilangkan filsafat sesat yang ada dalam jiwa merupakan Prasetya yang kita ucapkan pada waktu upacara Gojukai (pemberkahan). Sebelum menerima pemberkahan mengucapkan prasetya sebanyak tiga kali, dengan mengatakan, Ya, saya berjanji‌!, salah satu dari tiga prasetya itu adaIah prasetya untuk membuang filsafat sesat. Banyak orang setelah mempelajari Hukum Buddha, mengetahui dalam pikirannya, bahwa sebagai seorang Buddhis, ia tidak boleh menyalahkan orang lain atau apapun juga di luar dirinya sendiri. Akan tetapi, ketika menerima suatu keadaan, filsafat sesat yang ada di dalam jiwаlah yang bekerja. Tetap saja ia menyalahkan hal-hal di luar dirinya sendiri, seperti mengatakan, siapa dulu yang mulai? Kalau ia tidak berbuat seperti itu, saya juga tidak melakukan begini! Atau ketika diingatkan akan kepastian Hukum SebabAkibat Gaib, malah ia merasa seperti ditakut-takuti dengan Hukum itu. Bahkan adapula yang tetap merasa benar atau tetap membenarkan cara yang diambil yang tidak sesuai dengan ajaran Buddha. Ini merupakan reaksi penolakan yang 62

Samantabadra | Juni 2016

bersumber pada filsafat yang tertimbun dalam jiwa. Oleh karena itu, usaha keras ketika itu, usaha keras untuk menghilangkan filsafat sesat yang ada di dalam jiwa merupakan tantangan kita setiap harinya. Sekalipun telah berprasetya, hati manusia mudah sekaIi berubah sesuai dengan suasana yang ada. Buddha Niciren Daisyonin telah mengingatkan kita bahwa orang bodoh biasa melupakan janjinya pada yang penting. Hendaknya kita mengingatkan jiwa sendiri untuk tidak menjadi orang bodoh yang melupakan janji yang telah diprasetyakannya sendiri. Hari demi hari kita melatih jiwa untuk menerima segala sesuatu, baik yang pahit maupun yang manis, demi meningkatkan hati kepercayaan. Karena itu, sekalipun jodoh yang dijumpai adalah jodoh buruk, pasti dapat dijadikan batu loncatan untuk memperkuat hati-kepercayaan. Begitupun, ketika keadaan hidup sudah berjalan dengan Iancar janganlah lupa untuk terus meningkatkan hati kepercayaan. Dengan selalu berusaha untuk menghilangkan filsafat sesat yang ada dalam jiwa berdasarkan hati kepercayaan, maka kita tidak akan melalui hari demi hari dalam kehidupan kali ini dengan sia-sia. eee


syin gyo gaku

Manfaat Belajar Dharma Gosyo “Surat kepada Gijobo� yang ditulis oleh Buddha Niciren tidak terlalu panjang, namun mengajarkan pengertianpengertian mendasar yang penting kepada kita sebagai murid-murid beliau.

P

emahaman terhadap ajaran Buddha Niciren (lebih dari sekedar tahu teori) ternyata tidak mudah. Banyak orang yang tahu tentang ajaran ini, namun mereka belum sampai pada tingkatan paham atau mengerti, sehingga tidak mampu untuk mengaplikasikan dharma di dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam mempelajari Buddhisme, kita harus bisa menyimaknya agar pengetahuan tersebut dapat membawa perubahan positif terhadap sikap atau perilaku kita. Menyimak berarti lebih dari mendengarkan. Meresapi dan menghayati informasi yang kita terima ke dalam pikiran kita dan mengolahnya menjadi perilaku dan tindakan yang baik. Menyimak pada dasarnya adalah bentuk sederhana dari kesadaran Buddha yang dapat kita munculkan untuk memperoleh pemahaman. Pemahaman ini hanya bisa kita peroleh apabila suasana jiwa atau pikiran kita dalam kondisi yang sadar (kebuddhaan). Inilah yang dimaksud dalam kalimat gosyo,

“kurnia kebajikan Saddharmapundarikasutra hanya dapat dimengerti dalam suasana jiwa antara Buddha dan Buddha.� Dengan memahami ajaran Buddha, secara praktis kita akan lebih mampu untuk menghargai waktu, menjalani hidup dengan optimal, dan memaksimalkan waktu yang kita miliki saat ini untuk pengembangan diri dan mencapai tujuan-tujuan hidup di masa depan. Buddha Niciren mengajarkan bahwa tujuan hidup kita sebagai Buddhisatva yang muncul dari bumi adalah melakukan penyebarluasan dharma (kosenrufu) dan memunculkan kebuddhaan setiap saat dalam hidup kita (issho jobutsu). Tentu masing-masing dari kita memiliki tujuan atau cita-cita pribadi. Hendaknya cita-cita tersebut diwujudkan dengan landasan tujuan hidup yang diajarkan Buddha Niciren di atas, misalnya lulus kuliah dengan predikat cumlaude, menjadi pejabat pemerintahan yang bersih, atau menjadi pengusaha sukses yang turut memajukan Juni 2016 | Samantabadra

63


kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, barulah kita mampu memberdayakan diri kita untuk memberi kebahagiaan kepada lingkungan dan orang lain. Kosenrufu dan shakubuku hendaknya tidak terbatas pada pengetahuan konsep, tetapi dapat kita wujudkan secara praktis dalam sikap hidup kita. Shakubuku yang paling sederhana adalah dengan menjadikan diri kita sendiri sebagai manusia yang mencerminkan nilai-nilai Buddhisme dalam sikap hidup seharihari. Sikap dan perilaku kita selaras dan damai di mana pun kita berada, tidak ada kontradiksi atau kebohongan di dalamnya. Tidak ada pembelaan atau pembenaran diri sendiri yang mengatasnamakan ajaran atau dalil-dalil agama. Seperti halnya pengacara di dalam dunia hukum. Pengacara dapat “memanfaatkan” dalil hukum agar berpihak kepada kepentingan orang yang menjadi kliennya. Jika tidak senantiasa waspada, kita rentan terhadap kelengahan dan kapan saja bisa menjadi manusia egois yang mau menang sendiri. Melakukan pembenaranpembenaran terhadap setiap sikap hidupnya yang keliru. Buddha mengajarkan bahwa Buddhisme adalah “jalan.” Buddha Sakyamuni maupun Buddha Niciren hanya menunjukkan jalannya. Kita yang harus berjalan di atas jalan dharma tersebut apabila kita ingin sampai ke “Daratan Kesadaran.” Melakukan praktik dharma (shin gyo gaku) secara konsisten dan terpadu menjadi satu-satunya cara agar kita dapat senantiasa terjaga dan mengantisipasi munculnya “iblis” (kesesatan perasaan jiwa) dari dalam diri maupun pengaruh buruk dari lingkungan. Menjadi Guru Dari Hati Kalimat gosyo, “betapapun walau menjadi guru dari hati, namun jangan menjadikan hati sendiri sebagai guru,” mengacu pada kondisi pikiran/perasaan manusia. Dari 64

Samantabadra | Juni 2016

konsep “10 Dunia Perasaan Jiwa” kita mengetahui bahwa secara alamiah manusia memiliki 10 kecenderungan perasaan jiwa, mulai dari yang paling sesat (Dunia Neraka) hingga yang paling sadar (Dunia Buddha). Di dalam ilmu psikologi, klasifikasi serupa terhadap kondisi pikiran dikenal dengan id, ego, dan superego. Semuanya berada di dalam diri manusia sebagai pikiran/ perasaan. Kalimat “guru” dan “hati” mengacu pada kesadaran (guru) dan kesesatan (hati). Buddha Niciren mengajarkan kepada kita bahwa kita harus senantiasa waspada terhadap kecenderungan “hati” yang menjadi guru. Jika hal ini terjadi, kita dapat mengidentifikasikannya dari sikap-sikap kita yang mulai menjadi egois, mau menang sendiri, merugikan orang lain, merasa diri sendiri yang paling penting dan yang lain seolah hanya butiran debu. Kesadaran dan kesesatan ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Keduanya akan selalu ada. Agar hidup kita bermakna dan penuh manfaat, yang bisa kita lakukan adalah menguasai kesesatan kita dengan kesadaran. Dengan kesadaran manusia mampu berkreasi, sedangkan kesesatan bersifat destruktif. Pilihan ada di tangan kita, mau pilih kecenderungan mana yang menguasai diri. Umumnya, menguasai diri dengan kesesatan jauh lebih mudah daripada dengan kesadaran, karena kita sudah terbiasa dengan lingkungan dan sikap hidup yang cenderung egois. Buat kita yang sudah terlalu sering diliputi dengan kesesatan dalam hidup sehari-hari, tidak mudah untuk beralih ke kecenderungan yang sadar. Kita sudah terlalu nyaman dengan kondisi kesesatan sedemikian rupa sehingga kita mengidentifikasikan kondisi tersebut sebagai kondisi “wajar/normal” dan selalu melakukan pembenaran diri terhadap kesesatan pikiran kita.


Kecenderungan perasaan jiwa yang berlangsung selama bertahun-tahun pada akhirnya turut membentuk watak atau sifat seseorang. Jika sudah sampai ke tahap ini, seseorang akan makin sulit mendengar pendapat orang lain dan sudah memiliki konsep kebenarannya sendiri. Hatinya menjadi guru. Sungguh bahaya apabila kita tidak segera tersadar dan melakukan kerja keras ekstra untuk mengubah kesesatan kita menjadi kesadaran. Sulit namun bukan mustahil. Kita yang mengaku beragama Buddha Niciren Syosyu, hendaknya mampu memahami ajaran Buddha dan menjalankan sikap hidup sehari-hari yang mencerminkan ajaran yang kita pelajari. Jangan sampai kita melakukan kontradiksi antara ajaran dengan sikap hidup karena hal ini akan mengakibatkan penderitaan bagi diri kita dan ketidakpercayaan orang-orang di sekitar kita terhadap kita dan agama yang kita anut. Orang yang menjadikan hati sebagai guru biasanya “pintar” menilai orang lain, dalam arti mencela, menyalahkan, mengeluh, berprasangka buruk, namun tidak mampu memberikan solusi terhadap keburukankeburukan yang diamatinya. Orang seperti ini biasanya juga tidak merasa dirinya “sesat” karena dia meyakini bahwa dirinya “benar” (padahal salah), karena tidak sejalan dengan apa yang diajarkan Buddha. Di sisi lain, orang yang mampu menjadi guru dari hatinya biasanya bersikap introspektif; mampu menyelami pikiran dan perasaannya sendiri, berpikiran progresif, positif, tidak menyalahkan orang lain atau situasi, menganalisis konteksnya terlebih dahulu. Orang yang menguasai hatinya juga biasanya mampu memunculkan kebijaksanaan (hasil dari refleksi dan praktik dharma) sehingga timbul solusi yang terbaik dalam mengatasi berbagai permasalahan hidup.

Menjadi guru dari hati adalah konsep yang gampang-gampang susah untuk diterapkan. Mudah dalam arti dalam menerapkannya kita hanya butuh diri kita sendiri, tidak melibatkan orang lain. Susah karena manusia memiliki kecenderungan kesesatan yang lebih sering muncul. Beruntung kita punya Gohonzon yang berfungsi sebagai “cermin” jiwa, yang mampu membantu kita mengidentifikasi dan menata perasaan jiwa. Melalui praktik dharma yang konsisten, lama-lama kita tahu perasaan atau pikiran seperti apa ketika kita sadar, dan perasaan atau pikiran seperti apa ketika kita sesat. Ketika kita gongyo dan daimoku di depan Gohonzon, alih-alih mengeluh terhadap permasalahan hidup atau keinginankeinginan yang belum terwujud, mengapa kita tidak bersyukur atas apa yang telah kita miliki? Mulailah berganti fokus dari mengubah orang lain ke mengubah diri sendiri. Sikap doa seperti ini pada hakikatnya merupakan cerminan dari konsep badan dan bayangan. Kita tidak bisa mengubah bayangan tanpa mengubah badannya. Doa yang diajarkan oleh Buddha Niciren adalah doa pelaksanaan, oleh karena itu konsep doa ini lebih kepada sebuah tekad untuk menjadi manusia yang mampu berkarya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sehingga kurnia kebajikan hadir sebagai sebuah akibat dari tekad yang diwujudkan tersebut. Seperti kata pepatah, “bisa karena terbiasa,” begitu pula halnya dalam menjadi guru dari hati. Lama-lama kita tidak akan mudah terjebak dalam kesesatan pikiran kita sendiri yang pada akhirnya merugikan diri sendiri dan orang lain. (Sam)

Juni 2016 | Samantabadra

65


kesehatan

materi ajaran |

66

Samantabadra | Juni 2016


forum diskusi

Juni 2016 | Samantabadra

67


kesehatan

68

Samantabadra | Juni 2016


Juni 2016 | Samantabadra

69


kesehatan

KERINGETAN BARENG JUGA NGGAK NULARIN HIV

70

Samantabadra | Juni 2016


Juni 2016 | Samantabadra

71


cerita sutra

Sang Buddha, Gajah, dan Monyet

Apabila Sang Buddha masuk ke desa untuk pindapatta, gajah itu akan membawakan mangkuk dan jubah, yang ditaruh di atas kepalanya. Dan iapun “Di sinilah saya tinggal, mematahkan ranting pohon mengiringi-Nya. Ketika Sang dikelilingi sekumpulan gajah, untuk dijadikan sapu dan Buddha tiba di tepi desa, gajah-gajah betina, anakmembersihkan tempat itu. Beliau mengambil mangkuk anak gajah dan gajah-gajah Kemudian ia mengambil dan jubah-Nya dengan muda. Mereka mengunyahkendi air dengan belalainya berkata, “Parileyyaka, lebih ngunyah ujung-ujung rumput dan menyiapkan air minum. baik kamu jangan ikut. yang ingin saya makan, Apabila dibutuhkan air Berikanlah mangkuk dan mereka memakan daun-daun panas, ia akan menyiapkan jubahku.” dari ranting-ranting pohon air panas. Caranya, pertamaSang Buddha memasuki yang saya patahkan; mereka tama ia membuat percikan desa, dan si gajah Parileyyaka mengeruhkan air minum api dengan menggosoktetap menunggu dengan saya. Ketika saya masuk atau gosokkan kayu dengan setia sampai Sang Buddha keluar dari sungai, gajahbelalainya, kemudian ia kembali. Ketika Sang Guru gajah betina menggosokmenaruh ranting-ranting kembali, ia akan menyambut gosokkan badannya ke pohon di atas percikan api dan membawakan mangkuk badan saya. Karena itulah itu, sehingga ia mempunyai dan jubah seperti yang saya memisahkan diri dari api. Lalu ia memanaskan ia lakukan sebelumnya, kumpulan gajah-gajah dan batu-batu kecil di dalam api. menaruhnya di tempat Sang lebih baik hidup sendirian.” Digelindingkannya batuBuddha duduk, memberi Oleh karena itu, gajah yang batu kecil yang sudah panas hormat dan mengipasbaik hati ini memisahkan itu dengan tongkat ke dalam ngipas dengan ranting pohon diri dari kumpulannya dan lekukan. Di atas lubang kecil supaya Sang Guru merasa berjalan mendekati Hutan diantara batu yang besar, nyaman. Lindung. Gajah itu bernama ditaruhnya kendi air. Dengan Jika malam tiba, untuk Parileyyaka. belalainya, ia memeriksa melindungi Sang Buddha Di dalam Hutan Lindung, apabila air sudah cukup dari binatang buas, ia Sang Buddha sedang panas, ia segera menghadap akan berjaga-jaga dengan berdiam seorang diri, kepada Sang Buddha. Sang belalainya yang besar, sambil menarik gajah itu untuk Buddha lalu bertanya. berkata sendiri, “Saya akan berjalan menuju pohon Sala, “Parileyyaka, apakah ini melindungi Sang Guru.” Ia tempat Sang Buddha duduk. air panasmu?” lalu berjalan bolak balik Setibanya di hadapan Sang Kemudian Sang Buddha sampai pagi hari. Sejak saat Buddha, gajah itu memberi mandi dengan air panas itulah hutan itu dikenal hormat kepada Sang Buddha. yang dibuat si gajah. dengan nama Hutan Lindung. Ia melihat ke sekeliling, Kemudian Gajah Parileyyaka Pada pagi harinya, gajah itu mencari sapu karena ia ingin mencari dan membawakan lalu menyiapkan air untuk membersihkan tempat di buah-buahan segar dan mencuci muka, sebelum sekitar Sang Buddha duduk. mempersembahkannya ia melaksanakan tugasKarena tidak ada sapu, ia kepada Sang Buddha. tugasnya yang lain. 72

Samantabadra | Juni 2016


Suatu ketika, seekor monyet melihat perbuatan yang dilakukan gajah Parileyyaka setiap hari, melaksanakan tugasnya, melayani Sang Buddha. Ia lalu berkata dalam hati, “Saya juga ingin melakukan hal yang sama.” Pada suatu hari, ketika ia bergelayutan di antara pepohonan di hutan, ia melihat sarang madu yang telah ditinggalkan oleh tawon-tawonnya. Ia mengambil sarang madu itu dan menaruhnya di atas selembar daun dan dipersembahkannya ke hadapan Sang Buddha. Sang Buddha mengambilnya. Monyet itu memperhatikan, apakah Sang Buddha makan sarang madu itu atau tidak. Ia memandangi Sang Guru yang setelah mengambil sarang madu itu, lalu meletakkannya kembali, sambil tetap berdiam diri. “Apa yang terjadi?” pikir monyet itu. Ia mengambil tongkat kecil, sarang madu itu diambilnya dan diperhatikan dengan seksama. Dengan membolak-balikkanya, ia memperhatikan kembali dengan teliti. Ternyata di dalam sarang madu banyak terdapat telur-telur serangga. Ia kemudian mengeluarkan telur-telur itu dengan hati-hati sekali. Setelah benar-benar bersih,

dipersembahkannya kembali sarang madu itu kepada Sang Buddha. Maka, Sang Buddha berkenan menyantap sarang madu itu. Si Monyet amat bahagia melihat Sang Buddha makan sarang madu yang dipersembahkannya. Ia meloncat-loncat di antara cabang-cabang pohon, dan menari-nari dengan gembira. Tiba-tiba cabang pohon yang dipegangnya itu patah, sehingga ia jatuh dan tertimpa batang pohon itu dan mati. Karena perbuatan baik yang telah dilakukannya kepada Sang Buddha, ia terlahir kembali sebagai seorang manusia. Di Kota Savatthi, jutawan Anathapindika, Ibu Visakha, para pengikut setia Sang Buddha dan orang-orang penting lainnya mengirimkan pesan kepada Bhikku Ananda. “Yang Mulia, kami ingin sekali bertemu dengan Sang Guru.” Lima ratus bhikku yang datang dari berbagai daerah datang menemui Bhikku Ananda, yang ketika itu sedang musim hujan, mereka juga mengajukan permohonan, “Saudaraku Ananda, telah lama sekali kami mendengarkan Dharma dari Sang Guru sendiri. Sekarang kami ingin sekali bertemu dengan Sang Guru Agung kita, untuk

mendengarkan Ajaran dari Sang Buddha sendiri.” Bhikku Ananda mengajak para bhikku itu bersamasama menuju Hutan Lindung. Ketika mereka telah mencapai tepi Hutan, Bhikku Ananda berpikir, “Sang Guru sedang hidup menyendiri selama tiga bulan ini. Jadi belum tentu tepat apabila saya mengajak para Bhikku ini untuk mengunjungi-Nya.” Maka, Bhikku Ananda masuk ke dalam Hutan Lindung itu seorang diri, meninggalkan kelima ratus bhikku itu di tepi hutan dan menghadap Sang Buddha terlebih dahulu. Gajah Parileyyaka melihat ada seorang bhikku datang menghampiri Sang Buddha. Ia segera mengambil tongkat dan menyerbu Bhikku Ananda. Sang Buddha yang melihatnya, berkata, “Kembalilah Parileyyaka, jangan mengusirnya. Ia adalah murid seorang Buddha.” Gajah itu membuang tongkatnya dan memohon ijin untuk membawakan mangkuk dan jubah Bhikku Ananda. Tetapi Bhikku Ananda menolaknya. Gajah itu lalu berpikir, “Apabila ia betul-betul mengetahui sopan santun, ia tidak akan menaruh segala keperluan miliknya di tempat Sang Guru duduk”. Bhikku Ananda lalu menaruh mangkuk dan Juni 2016 | Samantabadra

73


cerita sutra jubahnya di tanah. Seorang bhikku tidak diperkenankan menaruh keperluankeperluan miliknya sendiri di tempat duduk atau tempat tidur gurunya. Setelah memberi hormat, Bhikku Ananda duduk di salah satu sisi. Sang Buddha bertanya. “Ananda, apakah kamu datang sendiri?” Bhikku Ananda menjelaskan bahwa ia datang bersama lima ratus bhikku. “Di manakah mereka berada?” “Di tepi hutan, Yang Mulia.” “Saya tidak mengerti bagaimana perasaanmu meninggalkan saudarasaudaramu di tepi hutan dan datang seorang diri. Ajaklah mereka masuk.” Bhikku Ananda mentati perintah Sang Buddha. Ia menjemput kelima ratus bhikku itu masuk ke dalam Hutan Lindung. Sang Buddha menyambut kelima ratus murid-Nya dengan gembira. Setelah memberi hormat, para bhikku itu berkata: “Yang Mulia,Yang Maha Sempurna adalah seorang Buddha yang penuh dengan kelembutan dan penuh dengan cinta kasih. Amatlah sulit hidup di hutan ini seorang diri selama tiga bulan. Lagipula tidak ada seorangpun yang melayani semua kebutuhan Yang Mulia. Tidak ada yang 74

Samantabadra | Juni 2016

menyediakan air mandi atau menyediakan kebutuhankebutuhan lainnya.” Sang Buddha menjawab, “Para bhikku, gajah Parileyyaka ini yang melayani semua kebutuhanKu. Apabila seseorang yang telah memperoleh pengalaman hidup berkelompok, dan tidak cocok untuk hidup di dalam kelompoknya, kadangkadang lebih baik baginya untuk hidup seorang diri.” Setelah berkata demikian, Sang Buddha lalu berkata, “Apabila dalam pengembaraanmu engkau dapat menemukan seorang sahabat yang berkelakuan baik, pandai dan bijaksana, maka hendaknya engkau berjalan bersamanya dengan senang hati dan penuh kesadaran untuk mengatasi semua bahaya.” “Apabila dalam pengembaraanmu engkau tidak menemukan seorang sahabat yang berkelakuan baik, pandai dan bijaksana maka hendaknya engkau berjalan seorang diri, seperti seorang raja yang meninggalkan negara yang telah dikalahkannya, atau seperti gajah yang mengembara seorang diri di dalam hutan.” Pada akhirnya kelima ratus bhikku itu mencapai tingkat kesucian tertinggi menjadi arahat. Bhikku Ananda lalu

menyampaikan pesanpesan dari bangsawan Anathapindika, Ibu Visakha dan umat-umat lainnya. “Yang Mulia, lima puluh juta umat Yang Mulia yang dipimpin oleh Anathapindika mengharapkan Anda kembali”. “Baiklah,” kata Sang Buddha,”Ambillah mangkuk dan jubah.” Bhikku Ananda serta para bhikku lainnya mengambil mangkuk dan jubah, lalu pergi keluar. Gajah Parileyyaka pergi dan berdiri di tengah jalan. “Yang Mulia, apa yang gajah itu perbuat?” “Para Bhikku, ia ingin berdana kepada kalian. Sudah cukup lama ia melayani-Ku, janganlah melukai hatinya. Kembalilah!” Sang Buddha beserta murid-murid-Nya balik kembali. Gajah itu lalu masuk ke dalam hutan, kembali dengan membawa pisang dan buah-buahan lainnya, mempersembahkannya kepada para bhikku. Kelima ratus bhikku itu tidak dapat menghabiskan buah-buahan yang dipersembahkan gajah itu. Selesai makan, Sang Buddha mengambil mangkuk dan jubahnya. Beliau melangkah keluar diikuti oleh murid-murid-Nya. Gajah Parileyyaka lalu menyelinap di antara para bhikku yang


sedang berjalan, kemudian di depan Sang Buddha dan para bhikku, ia berdiri menghalangi jalan. “Yang Mulia, apa yang dilakukannya?” “Para bhikku, berjalanlah terus. Ia ingin Aku kembali.” Sang Buddha lalu berkata, “Parileyyaka, Aku pergi sekarang, tidak akan kembali lagi. Kamu tidak dapat mengharapkan pada kehidupanmu yang sekarang ini dapat memperoleh Pandangan Terang, melaksanakan Jalan Tengah ataupun mencapai Tingkat Kesucian.” Ketika gajah itu mendengar kata-kata Sang Buddha, ia memasukkan belalai ke dalam mulutnya. Ia mundur perlahan-lahan dan menangis, sambil tetap mengikuti Sang Buddha yang

Pao / Mantau

Oleh : Ibu Oking D, Bogor

terus berjalan ke luar hutan. Ketika Sang Buddha telah sampai di tepi desa, Beliau berkata, “Parileyyaka, kalau kamu mengikuti-Ku lebih jauh lagi, tidak aman untukmu sendiri, kehidupan manusia amat berbahaya untukmu. Berhentilah!” Gajah itu berhenti berjalan, ia menangis sambil memandangi kepergian Sang

Buddha. Ketika Sang Buddha hilang dari pandangannya, karena amat sedihnya, iapun mati. Tetapi karena perbuatan baik yang telah dilakukannya, dengan melayani Sang Buddha, di kehidupan selanjutnya ia terlahir kembali sebagai seorang raja. eee

Bahan: 500 gram terigu protein rendah 100 gram gula 1 sdt baking powder 10 gram instant yeast 250 gram (cc) air 25 gram mentega putih

Bahan Custard: 100 gram instant custard 300 gram air 10 butir kuning telur asin matang, diparut / dicincang aduk semua bahan menjadi satu.

Cara Membuat : 1. Aduk rata bahan kering. 2. Masukkan air + mentega, aduk sampai halus. Diamkan 10 menit. 3. Bagi adonan sesuai selera (kurang lebih 25 gram untuk pao custard telur asin, 30 gram untuk mantau), lalu isi dan bentuk. Diamkan lagi 10 menit. 4. Kukus dengan api sedang. Buka tutup kukusan sesekali agar kulit pao tidak keriput.

Juni 2016 | Samantabadra

75


teka teki silang

13 14

1

15

2 3

1

4

5 4

16

2

17

3 18

6

5

7

6 1

92

8 8

4

5

3

9

10 10

6

8

14

915

14

13

10

15 12

16

16

17 13

18 15

18

19 16 19

17

20

Mendatar 7

18

Mendatar Mendatar 3.Mendatar Bulan kelahiran Niciren Daisyonin. 19

Mendatar

3.12. 13. 4.13. 14.

16. 14. 6. 18. 16. 10. 18. 12. 19. 13. 20. 19. 14. 20.

Menurun 16. Menurun 18. Pada umur 16 tahun Yakuomaro menamakan 1. Sekolah Menengah Atas

dirinya menjadi... 2.1. Bukit dimana Niciren Daisyonin pertama Sekolah Menengah Atas 19. TTSTukar(istilah inggris) Jawaban ini dapat dilihat pada Samantabadra Juli 2016 menyebut Nammyohorengekyo 2. Bukit dimana Niciren 20. Percaya(istilah inggris)Daisyonin pertama menyebut Nammyohorengekyo

Menurun 761. 2.

7.

11

Bulan kelahiran Niciren Daisyonin.

8.

4.

Bulan dimana Niciren Daisyonin memplokamirkan Nammyohorengekyo

9.

6.

Indera perasa

10.

Suami Sennichiama

12.

Tempat (desa) kelahiran Niciren Daisyonin.

13.

Merah muda (istilah inggris)

14.

Salah satu warna pelangi

16.

Nama pada saat Niciren Daisyonin masih kecil

18.

Pada umur 16 tahun Yakuomaro menamakan dirinya menjadi...

19.

Tukar(istilah inggris)

20.

Percaya(istilah 5. inggris) Tokoh emanspasi wanita

17

7. wanita Guru dari Yakuomaro 5. Tokoh emanspasi Menurun Menurun

11. 13. 14. 15. 17.

8. Berhenti(istilah inggris) 7. Guru dari Yakuomaro Bulan dimana Niciren Daisyonin memplokamirkan 9.inggris) Bulan kelahiran Niciren Daisyonin. 1.8. Sekolah Menengah AtasSeorang nelayan yang mem Berhenti(istilah Nammyohorengekyo Daisyonin saat mengalami p Bulan dimana Niciren Daisyonin memplokamirkan 2.9. Bukit dimana Niciren Daisyonin pertama Seorang nelayan yang membantu Niciren Izu. Semenanjung Indera perasa Nammyohorengekyo menyebut DaisyoninNammyohorengekyo saat mengalami pembuangan di 11. Semenanjung Izu. Suami Sennichiama 5. Tokoh emanspasi wanitaNama dari Ibu Niciren Daisy Indera perasa Persatuan Bulutangkis Selur Nama dari Ibu13. Niciren Daisyonin Tempat (desa) kelahiran Niciren Daisyonin. 7.11. Guru dari Yakuomaro Suami Sennichiama 14. mengandung Vita Persatuan Bulutangkis Seluruhyang Indonesia Bulan kelahiran Niciren Daisyonin. Merah muda (istilah inggris) 8.13. Berhenti(istilah inggris) Buah Tempat (desa) kelahiran Niciren Daisyonin. 15. Lupa ingatan Buah yang mengandung Vitamin C Bulan dimana Niciren Daisyonin memplokamirkan Salah satu warna pelangi 9.14. Seorang nelayan yang membantu Niciren Merah muda (istilah inggris) Nammyohorengekyo Daisyonin saat mengalami pembuangan di ke-2 dalam Pa 17. Lambang sila 15. Lupa ingatan Nama Niciren Daisyonin masih kecil Salah satupada warnasaat pelangi Semenanjung Izu. Indera perasa 17. Lambang sila ke-2 dalam Pancasila Padapada umur tahun Yakuomaro menamakan Nama saat16 Niciren Daisyonin masih kecil 11. Nama dari Ibu Niciren Daisyonin Suami Sennichiama dirinya menjadi... Pada umur 16 tahun Yakuomaro menamakan 13. Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia Tempat (desa) kelahiran Niciren Daisyonin. Tukar(istilah inggris) dirinya menjadi... 14. Buah yang mengandung Vitamin C Merah muda (istilah inggris) Percaya(istilah inggris) Tukar(istilah inggris) 15. Lupa ingatan Salah satu warnainggris) pelangi Percaya(istilah 17. Lambang sila ke-2 dalam Pancasila Nama pada saat Niciren Daisyonin masih kecil 20

10. 6. 12. 10.

5.

3.

20

4. 6.

20

11

13

4.3.

11

12 12

14

7

19

Samantabadra | Juni 2016 Sekolah Menengah Atas

Bukit dimana Niciren Daisyonin pertama


ceritaKIBA & KRUBU Makan Bersama

ide cerita: Samanta, Jason S ilustrasi: Felicia F

Juni 2016 | Samantabadra

77


Catatan

Jawaban TTS Samantabadra Mei 2016 1 4 5

M Y

O 7

B E

A

6

V

O R

L

14

T

K

C O M B 9

N 11

I

5. 6.

N G

K R

R

N

I

I

A

K

H

17

S

E

O S

U

E

B

23

O D

V

N

K

G

O

H

A

R

S

R 21

A

N G S

Y

E

A W A

N

Y O 24

M

A 25

M A

T

A

N H

A

T C

N

O

J

O N

12

19

D 20

U

I

I

N

N

16

V

R

A

K

I

A M A

N

A

Mendatar

782.

A

C 15

Z

C C

R

Y

U 26

I

O R

O A

S

I

N N

3

G

A O S

E 8

U

22

O R M A

K

T C

K

10

N 18

F

N

E

R

P T

I

A

J R

N 13

2

F A

H

INFORMASI — Sinonim dari kata pesan. Samantabadra | Juni 2016 MYO — Gaib ( Istilah Jepang )

KECOMBRANG — Salah satu rempah-rempah khas Nusantara.

V

I

K

R

I N

A

Menurun 1.

FAJAR — Sinonim dari kata subuh

3.

SANGKURIANG — Anak dari Dayang Sumbi dalam legenda Tangkuban Perahu.

4.

HOBENPON — Bab upayah kausalya.


Jadwal Kegiatan Susunan NSI

Bulan Juni 2016 Tanggal Hari 1 Rabu

2 Kamis 3 Jumat 4 Sabtu 5 Minggu

6 Senin 7 Selasa 8 Rabu

9 Kamis 10 Jumat 11 Sabtu 12 Minggu 13 Senin 14 Selasa 15 Rabu

Jam Kegiatan 19:00 Pendalaman Gosyo Penceramah 19:00 Pendalaman Gosyo Koord. GM Jabotabekcul 19:00 Ceramah Gosyo

10:00 10:00 10:00 14:00 19:00 14:00 19:00 19:00

Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul Pertemuan Anak‐anak Daimoku Bersama Rapat Koordinator Lansia Pelajaran Pimpinan Daerah & Cabang Pertemuan Wanita Umum Pertemuan Ibu/Wanita Karier Pertemuan Pria Umum

19:00 Pertemuan Cabang

Tempat Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2

Daerah Masing‐Masing

Mahavihara Saddharma Gedung STAB Samantabadra Lt. 3 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 4 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 1

Daerah Masing‐Masing

10:00 Pertemuan Anak‐Anak Daerah / Kelompok 19:00 Pelajaran Pimpinan Anak Cabang / Ranting

Daerah Masing‐Masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1

19:00 Pertemuan Anak Cabang / Ranting TGM 29 18 Sabtu TGM 29 19 Minggu TGM 29 14:00 Pertemuan Lansia Umum TGM 29 20 Senin 19:00 Pertemuan 4 (empat) Bagian TGM 29 21 Selasa TGM 29 22 Rabu 13:00 Pendalaman Gosyo Untuk Dharmaduta 19:00 Musyawarah DPW & DPD TGM 29 23 Kamis 19:00 Musyawarah DPD TGM 29 24 Jumat TGM 29 25 Sabtu Kensyu Gosyo Umum | TANSI 25 26 Minggu Kensyu Gosyo Umum | TANSI 25 27 Senin 13.00 Pendalaman Gosyo 28 Selasa 29 Rabu 19:00 Pendalaman Gosyo Penceramah 19:00 Pendalaman Gosyo Koord. GM Jabotabekcul 30 Kamis

Daerah Masing‐Masing Jambi Jambi Jambi Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Jambi Daerah Masing‐Masing Jambi Jambi Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Jambi Daerah Masing‐Masing Jambi Jambi Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2

16 Kamis 17 Jumat

14:00 Pertemuan Wanita Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Pria Daerah / Kelompok

Daerah Masing‐Masing Daerah Masing‐Masing

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Juni 2016 | Samantabadra

79


Vihara & Cetya

BALAI PUSAT NSI

Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782

Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia

Vihara Vimalakirti Muncul Diresmikan 3 Mei 1986 Dipugar 28 okt 2007 Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Vihara Vimalakirti Cisauk Depan SMU 1 Serpong Desa Setu (Muncul) – Kec. Cisauk Kabupaten Tangerang Telp. (021) 75872730 Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969

PROVINSI LAMPUNG

PROVINSI JAWA BARAT

Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728

Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034

PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903

80

Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821 Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Blok Wanakerta Selatan No. 61 RT 02 RW 09 Kelurahan Tuk Mundal, Sumber Kabupaten Cirebon PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo

Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319

Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340

Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 4 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851

Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682

Samantabadra | Juni 2016

Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201 Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.