Samantabadra 2016-10

Page 1

Samantabadra

O

rang bijaksana tidak melaksanakan hukum agama Buddha di luar hukum masyarakat; yang sungguh-sungguh memperhatikan Hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat disebut sebagai orang bijaksana. (Surat Perihal Kalpa Pengurangan)

SAMANTABADRA | OKTOBER 2016 | NOMOR. 273

Rombongan delegasi NSI mengikuti upacara bendera di Kedutaan Besar RI di Vientiane, Laos, dalam rangka memperingati dirgahayu RI ke 71. 17 Agustus 2016.

gosyo kensyu SURAT PERIHAL KALPA PENGURANGAN liputan PERJALANAN DELEGASI NSI KE VIENTIANE DALAM RANGKA PERINGATAN DIRGAHAYU RI KE-71 KBRI LAOS

MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT

PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA

Oktober

2 0 1 6

10 # 273


(Surat Balasan kepada Yasaburo)

(Surat Perihal Kalpa Pengurangan)

yang bodoh... Adanya kejahatan besar pertanda datangnya kebaikan besar. Apabila di seluruh dunia terjadi kekacauan, berarti (hukum ini) dapat tersebar luas ke seluruh dunia; ini tidak perlu diragukan lagi.

Buddha Amitabha daripada Buddha Sakyamuni? Mungkin sukar percaya kepada Saddharmapundarika-sutra yang lebih mendalam dan hatinya lebih akrab untuk memercayai Nembutsu. Oleh karena itu, orang-orang yang meniru-niru orang baik itu sebenarnya adalah orang buruk.

Matahari dan bulan bagi orang yang buta tidak merupakan pusaka, sama seperti orang arif yang dibenci oleh raja

Sekarang mengapa orang-orang Jepang lebih percaya kepada

Foto bersama rombongan delegasi NSI di depan kediaman Duta Besar RI untuk Laos.

Foto bersama rombongan NSI setelah acara resepsi peringatan Dirgahayu RI ke-71 KBRI Laos.


Samantabadra Oktober 2016 Samantabadra

O

rang bijaksana tidak melaksanakan hukum agama Buddha di luar hukum masyarakat; yang sungguh-sungguh memperhatikan Hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat disebut sebagai orang bijaksana. (Surat Perihal Kalpa Pengurangan)

Rombongan delegasi NSI mengikuti upacara bendera di Kedutaan Besar RI di Vientiane, Laos, dalam rangka memperingati dirgahayu RI ke 71. 17 Agustus 2016.

SAMANTABADRA | OKTOBER 2016 | NOMOR. 273

daftar isi

SURAT PERIHAL KALPA PENGURANGAN PERJALANAN DELEGASI NSI KE VIENTIANE DALAM RANGKA PERINGATAN DIRGAHAYU RI KE-71 KBRI LAOS

gosyo kensyu liputan

MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT

SAMBUTAN Dubes RI untuk Laos CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Dharma Duta

2 6 9

LIPUTAN Sambut Lepas Delegasi Kesenian NSI oleh Menag 13 Pertemuan Ibu Pertama di Cikupa 15 Misi Kosenrufu Delegasi Kesenian NSI ke Laos 16 MATERI AJARAN Gosyo Kensyu Surat Perihal Kalpa Pengurangan Gosyo Cabang Surat Balasan kepada Yasaburo Forum Diskusi Perombakan Sifat Jiwa dan Perombakan Nasib

22

PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA

Oktober

2 0 1 6

Halaman Muka

K

etua umum NSI beserta ibu (kanan) bersama Duta Besar RI untuk Laos dan pejabat tinggi negara Laos pada resepsi acara peringatan Kemerdekaan RI ke-71 tahun, KBRI Laos di Vientiane. Simak berita selengkapnya di halaman 16.

10 # 273

REFLEKSI Kunjungan Anggota Berbudi dan Berbakti

58 61

WAWASAN Sekilas tentang Laos

63

TEKA-TEKI SILANG

66

KIBA KRUBU Ulangan

67

RESEP Volcano Cheese Cupcake

68

DUKA CITA

68

JADWAL KEGIATAN

69

VIHARA DAN CETYA NSI

70

13

15

44 54

Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami di : Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia

16 PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENASEHAT Suhadi Sendjaja PEMIMPIN REDAKSI Samanta KONTRIBUTOR Arya, Liliawati, Marvitaria, Phopy, Melisa, Melinda, Kyanne, Prasetyo D. STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999

Oktober 2016 | Samantabadra

1


sambutan

2

Samantabadra | Oktober 2016


Oktober 2016 | Samantabadra

3


sambutan

4

Samantabadra | Oktober 2016


Oktober 2016 | Samantabadra

5


ceramah gosyo

Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja Surat Balasan kepada Sennici-ama Perihal Pusaka Anak yang Berbudi Bakti Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 27-28 Agustus 2016

Nammyohorengekyo, Niciren Daisyonin di dalam gosyo ini memberi penjelasan dari awal ajaran Buddha Sakyamuni yang dimulai dari Sutra Avatamsaka, lalu selama 12 hari masuk ke Sutra Agam dan seterusnya hingga Sutra Parinirwana. Setelah delapan tahun pembabaran Saddharmapundarikasutra, menjelang kemokshaan-Nya, Buddha Sakyamuni membabarkan tentang Sutra Parinirwana dan ada empat hal yang diingatkan kepada seluruh murid-murid-Nya, termasuk juga kepada kita semua. Niciren Daisyonin menjelaskan di dalam gosyo ini bahwa masing-masing manusia mempunyai karakter dan sifat yang berbeda. Mereka menjalankan sebab-sebab mereka sendiri, dengan 6

Samantabadra | Oktober 2016

demikian mempunyai karma yang berbeda. Semua umat manusia seperti itu, maka kita tidak perlu kecewa apabila orang lain bersikap buruk sama kita atau berperilaku yang tidak seperti harapan kita. Buddha memberi tahu bahwa setelah masuk ke Saddharmapundarikasutra, setiap orang memiliki peluang yang sama untuk mencapai kesadaran Buddha. Sebab akibat yang mendasari sutra-sutra lain sebelum Saddharmapundarikasutra adalah sebab akibat dari enam dunia (neraka, kelaparan, binatang, marah, manusia dan surga) dan sembilan dunia (sravakha, pratekya dan bodhisattva). Ajaran sebelum Saddharmapundarikasutra belum menjelaskan tentang perihal pemunculan kesadaran

Buddha. Kesadaran Buddha masih di umpamakan seperti satu kondisi yang jauh/di luar dari diri kita. Sutra-sutra lain tidak bisa membuat umat manusia mencapai kesadaran Buddha atau memunculkan kesadaran Buddha sebenarnya berdasarkan Saddharmapundarikasutra; kesadaran Buddha ada di dalam diri kita masing-masing. Apabila semua umat manusia berpegangan kepada Saddharmapundarikasutra, semua bisa mencapai kesadaran Buddha. Sebab akibatnya pun dari dunia Buddha dan akan menghasilkan akibat yang sama yaitu kebahagiaan mutlak. Ini yang dimaksud oleh Niciren Daisyonin dalam membimbing SeniciAma. Suaminya sudah


Ketua Umum

meninggal dan seorang diri melanjutkan hati kepercayaan. Abutsubo sendiri sudah mencapai kesadaran Buddha (ada dalam penggalan kalimat gosyo bulan lalu, “Abutsubo adalah kesadaran Buddha, Abutsubo adalah stupa pusaka, stupa pusaka adalah Abutsubo). Sekarang Senici-ama ingin bertemu dengan Abutsubo, oleh karena itu ia harus mencapai kesadaran Buddha, sehingga getaran antara dunia Buddha Abutsubo dan Senici-ama dapat terhubung dan bertemu. Dalam konteks bertemu bukan bertemu dalam bentuk roh atau arwah, melainkan perasaan jiwa yang tenang, kuat, suci, dan tidak terikat, dan terus melanjutkan semangat Abutsubo dalam kehidupan Senici-ama. Apabila anak kita tidak meneruskan ajaran Saddharmapundarikasutra, maka ajaran ini akan habis secara perlahan. Meneruskan ajaran Saddharmapundarikasutra adalah balas budi terbesar anak kepada orang tua. Hal ini perlu kita ajarkan kepada anak-anak kita.

Niciren Daisyonin dalam salah satu gosyo berkata betapa besarnya budi seorang ibu ketika mengandung selama sembilan bulan (kirakira 270 hari) dengan merasakan sakit dan nyeri yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya terjadi terhadap badannya sendiri. Ketika ingin melahirkan, seorang ibu mempertaruhkan nyawanya. Demikian besarnya budi seorang ibu. Proses pembuahan tidak akan terjadi tanpa peran ayah. Oleh karena itu, budi ayah dan ibu luar biasa besar terhadap kehidupan anak. Perihal balas budi Buddha Niciren menjelaskan bahwa balas budi yang paling tinggi dan paling besar adalah mengajak orang tua untuk syinjin (apabila belum syinjin). Jika orang tua sudah syinjin, kita harus semakin menjalankan syinjin dengan sungguhsunguh. Dalam gosyo ini Senici-ama berhasil membimbing anaknya untuk menjalankan syinjin sepenuhnya, sehingga diharapkan anaknya pun bisa mencapai kesadaran Buddha. Oleh karena itu,

diambil contoh dari gosyo ini kisah seorang anak yang kehilangan ayahnya. Sekian lama ayahnya pergi tidak pulang-pulang. Ayahnya ternyata menjadi seorang pedagang di kota lain dan raja kota yang dikunjungi olehnya itu ternyata sangat gemar terhadap kuda dan memiliki kemampuan untuk mengubah manusia menjadi kuda dengan memberikan daun kecil. Semakin lama, penduduk di kota banyak yang dijadikan kuda oleh raja dan banyak penduduk yang protes. Karena protes, pedagang-pedagang yang datang ke kota dijadikan kuda, salah satunya adalah sang ayah. Suatu waktu sang anak datang ke kota itu dan mendapatkan berita bahwa pedagangpedagang yang datang dijadikan kuda. Anak ini berusaha masuk ke istana dan mendapatkan daun besar untuk menjadikan kuda kembali ke bentuk manusia. Akhirnya sang anak berhasil menolong ayahnya sehingga menjadi manusia kembali. Kisah di atas adalah contoh dari balas budi seorang anak kepada orang tuanya. Niciren Daisyonin berkata, lebih Oktober 2016 | Samantabadra

7


ceramah gosyo daripada itu, balas budi yang terbesar dari anak kepada orang tua adalah dengan bersungguhsungguh menjalankan hati kepercayaan kepada Gohonzon Saddharmapundarikasutra. Niciren Daisyonin berpesan bahwa kita harus memahami ajaran Buddha itu secara menyeluruh; unsur awal, tengah dan akhir harus di pahami. Bagi yang sudah memahami seperti itu, harus menjalankan sesuai dengan apa yang sudah ditunjukkan oleh Buddha. Maka itu dijelaskan bahwa, ajaran awal, pertengahan, itu semua adalah ajaranajaran untuk mengantar kepada tujuan akhir. Tujuan akhir adalah Saddharmapundarikasutra, Nammyohorengekyo. Itu adalah ajaran satusatunya seperti Ekayana adalah kendaraan satu-satunya yang bisa membawa semua umat manusia, baik dari enam dunia maupun sembilan dunia. Ketika sudah masuk ke lautan (dunia Buddha), semua jadi asin; satu saja rasanya. Gosyo bulan ini mengajarkan tentang bagaimana seorang anak bisa berbudi dan berbakti. 8

Samantabadra | Oktober 2016

Ia bisa menjadi musuh orang tua dan juga bisa jadi pusaka orang tua. Dengan demikian, orang tua berperan penting untuk memberi teladan perilaku terhadap anaknya, dengan cara menunjukkan sikap hidup yang sesuai dengan ajaran Buddha, bukan sekedar kata-kata semata. Burung elang dan rajawali dengan penuh welas asih menghidupkan anaknya, sebaliknya anaknya malah memakan induknya. Dalam konteks kehidupan manusia, fenomena serupa juga terjadi karena manusia memiliki kecenderungan kebinatangan dan tiga dunia buruk di dalam dirinya. Seperti Ajatasatru yang membunuh ayahnya, Si Se Min dibunuh oleh anaknya Si Zhao Yi. Dengan ini bisa dikatakan bahwa anak adalah musuh. Perilaku anak yang memusuhi orang tua sebabnya kadang berawal dari filsafat sesat/jahat yang memengaruhi anak itu sehingga hilang kesadarannya dan menjadi musuh dari orang tua. Namun demikian, apabila kita sebagai orang tua mampu memunculkan sifat-sifat kebuddhaan, kita pasti jadi pusaka.

Kalau kita jadi pusaka, kita pasti akan menjadi orang yang berguna bagi diri kita maupun untuk orang lain. Semua gosyo Niciren Daisyonin jelas dan gamblang, sayangnya kita jarang menerapkannya dalam kehidupan atau ketika ingin diterapkan, kita ragu-ragu. Menurut pandangan agama Buddha, anak yang paling berbakti kepada orang tuanya adalah anak yang meneruskan hati kepercayaan. Menikah atau merawat orang tua adalah wajar, tetapi untuk meneruskan hukum Saddharmapundarikasutra tidak semudah hal sebelumnya. Maka itu sekarang orang tua harus menjelaskan kepada anak dan generasi muda, makna kebahagiaan sejati yang bisa diperoleh dalam kehidupan kali ini adalah dengan mengembangkan perasaan jiwa Buddha dari waktu ke waktu. Mereka tidak akan mendapatkan mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya tanpa menjalankan ajaran Saddharmapundarikasutra. eee


Dharma Duta

Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman Surat Balasan kepada Sennici-ama Perihal Pusaka Anak yang Berbudi Bakti Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 27-28 Agustus 2016

Nammyohorengekyo, Kali ini kita belajar gosyo tentang surat balasan kepada Senici-ama atau pusaka anak yang berbudi dan berbakti. Gosyo ini diberikan kepada Seniciama, ditulis pada musim panas 1280 di Gunung Minobu dan Senici-ama berada di pulau Sado. Pada waktu itu, Senici-ama sudah menjanda karena setahun sebelumnya Abutsubo (suaminya) sudah meninggal. Karena meninggalnya Abutsubo, Niciren Daisyonin memberi perhatian penuh dan dorongan semangat kepada Senici-ama melalui gosyo ini. Dengan tegas Niciren Daisyonin memberi keyakinan bahwa hanya Saddharmapundarikasutra yang terunggul dan juga dengan tegas dikatakan kurnia dari Saddharmapundarika-sutra

atau Nammyohorengekyo adalah mutlak dan pasti ada. Nama lain dari sutra ini adalah surat harta anak berbudi bakti dengan memberi perumpamaan dari anak yang tidak berbudi bakti kepada orang tua dan anak yang berbudi bakti kepada orang tua. Sedangkan anak dari Seniciama yang bernama Tokuro, telah melanjutkan hati kepercayaan dari Abutsubo. Maka itu Niciren Daisyonin sangat memuji Senici-ama atas rejeki yang begitu besar karena anaknya bisa meneruskan syinjin; “tiada harta yang melampaui seorang anak.� Inti dari gosyo ini tentunya hendak menjelaskan bahwa maksud kelahiran sang Buddha adalah membabarkan Saddharmapundarikasutra dan juga menjelaskan bagi siapa yang bisa mempertahankan

kepercayaan kepada Saddharmapundarika-sutra akan mendapat kurnia yang luar biasa. Kurnianya hanya satu, mewujudkan kesadaran Buddha. Dari isi gosyo, Niciren Daisyonin pertama-tama menjelaskan bahwa Saddharmapundarikasutra adalah sutra yang membuat semua umat manusia bisa mencapai kesadaran Buddha. Maka itu, diambil kalimat dari bab 2 Saddharmapundarikasutra di mana ada kalimat yang berbunyi, “Seandainya, kalau terdapat orang yang mendengar hukum Buddha, maka tidak seorang pun yang tidak mencapai kesadaran Buddha.� Walau hanya membaca satu kalimat tersebut dari Saddharmapundarikasutra, berarti telah membaca seluruh ajaran Oktober 2016 | Samantabadra

9


ceramah gosyo seumur hidup Buddha Sakyamuni tanpa tertinggal satubait pun.� Kalimat ini menjelaskan keunggulan dari Saddharmapundarikasutra. Walaupun kita membaca satu kata, mendengar satu hukum Saddharmapundarika-sutra, hal itu sudah mencakup seluruh ajaran dari Buddha Sakyamuni, tidak tertinggal satu pun. Penjelasan di atas masih bersifat teori dan untuk mencapai kesadaran Buddha belum dijelaskan. Terkadang kita tidak tahu makna dan arti dari hal tersebut dan langsung menyebut kata atau kalimat dari Saddharmapundarikasutra. Ajaran yang pokok baru dijelaskan di bab 16 di dasar kalimat, dan di situ dijelaskan bahwa Buddha Sakyamuni menjalankan pertapaannya sebagai boddhisatva. Boddhisatva adalah sikap hidup yang maitri karuna. Jadi dasarnya untuk menjalankan pertapaan yang maitri karuna adalah mengembangkan sikap hidup yang memikirkan kebahagiaan dan kebaikan orang lain dan lingkungan, itu adalah pelaksanaan pertapaan yang sebenarnya dari hukum alam semesta Nammyohorengekyo. Niciren Daisyonin mewujudkan bab ke 16 10

Samantabadra | Oktober 2016

sebagai sehelai Gohonzon yang sekarang kita miliki. Wujud fisik Gohonzon itu kertas tetapi nilai kertasnya jauh lebih bernilai dari kertas uang atau kertas deposito, karena kekuatannya bisa membuat umat manusia dapat memunculkan kesadaran Buddha. Kenapa kesadaran Buddha jauh lebih penting dan bernilai daripada harta benda? Karena dengan kesadaran Buddha kita memiliki kemampuan untuk meninjau diri dan merombak sifat jiwa yang tidak dapat/sangat sulit dilakukan tanpa jodoh dunia Buddha itu sendiri, yaitu Gohonzon. Ini adalah pelaksanaan sesungguhnya karena ada jodoh dengan Gohonzon. Inti dari Saddharmapundarika-sutra adalah Nammyohorengekyo. Walaupun kita membaca Saddharmapundarikasutra, menyebut Nammyohorengekyo (daimoku) bukanlah sekedar menyebut. Kita harus betul-betul menyebut Nammyohorengekyo (daimoku) berdasarkan tiga karma (badan, mulut dan hati), artinya kita menyebut daimoku dengan sungguh hati dan penuh ketulusan, tidak ada rasa keterpaksaan, dan memfokuskan segenap pikiran dan kehadiran kita

sepenuhnya untuk membaca sutra, mendengar dan meresapinya ke dalam jiwa sehingga terasa ketenangan batin dan kejernihan pikiran. Begitu juga mendengar hukum Saddharmapundarikasutra, harus terpatri di dalam jiwa. Kita harus benar-benar menyimak bukan asal mendengar dan harus disesuaikan dengan karma badan, mulut, dan hati. Benar-benar kita harus camkan dan dengar yang benar berdasarkan kalimat sutra dan hukum Nammyohorengekyo yang dasarnya adalah maitri karuna. Niciren Daisyonin menjelaskan untuk mewujudkan kesadaran Buddha hanya bisa dengan Saddharmapundarika-sutra atau Nammyohorengekyo, tidak ada yang lain. Ibarat hati dari seluruh manusia dari sembilan dunia dan enam dunia, masing-masing pasti berbeda. Semua orang pasti mempunyai pikiran, perasaan berbeda-beda karena ada pikiran yang berbeda, hati yang berbeda, perasaan kita semua masing-masing berbeda, maka itu di gosyo dikatakan badan juga berbeda-beda. Walaupun semua beragam, kita sudah berpegang erat kepada Nammyohorengekyo


Dharma Duta

dan setelah belajar dan menerima Gohonzon, yang muncul adalah tinggal satu dunia yaitu dunia Buddha. Air berasal dari berbagai sumber sungai, namun kalau air tersebut terus masuk ke lautan, maka semuanya akan menjadi asin. Walau terdapat banyak macam burung yang beraneka ragam warnanya, namun kalua mendekati gunung semeru, semua akan berwarna emas. Begitupun Devadatta yang telah melanggar tiga dosa besar, maupun Rahula yang telah mempertahankan 250 pantangan, mereka telah bersama-sama mencapai kesadaran Buddha. Jadi semua orang maupun baik atau jahat, yang bisa mempertahankan dan menjalankan pertapaan berdasarkan Saddharmapundarika-sutra, bisa mencapai kesadaran Buddha. Pernyataan ini memberi keyakinan kepada kita semua bahwa 10 dunia mencakupi 10 dunia. Walaupun di dalam tiga dunia buruk, di situ ada potensi dunia Buddha dan juga kekuatan yang bisa merombak sifat kita dan hidup kita. Sama halnya dengan Raja Myosyogon yang memiliki pandangan sesat, Sariputra yang memiliki pandangan yang benar sama-sama telah menerima penganugrahan

pencapaian kesadaran Buddha, tiada seorang pun yang tidak mencapai kesadaran Buddha. Jadi kita harus yakin dan karena kita sudah menerima dan mempertahankan Gohonzon dengan sungguh-sungguh menjalankan sesuai ajaran sang Buddha, pasti sekarang ini yang terutama adalah tujuannya samasama mencapai kesadaran Buddha. Kita juga harus meninjau pelaksanaan diri kita sendiri. Kita harus ingat bahwa hanya dengan Saddharmapundarika-sutra baru bisa memunculkan kebuddhaan. Sariputra sebagai contoh. Di sutra Amitabha dikatakan, selama tujuh hari menyebut Amitabha, tetapi tidak bisa mencapai kesadaran Buddha, karena seperti memasak air satu gentong, tujuh hari tujuh malam, lalu dituangkan ke laut, jadi artinya sia-sia, karena yang dijalankan Sariputra itu adalah ajaran sementara, yang ketika itu Buddha Sakyamuni belum mengajarakan ajaran yang sesungguhnya sehingga hanya berlaku kepada mulamula 24 tahun umatnya. Setelah pembabaran Saddharmapundarika-sutra, ajaran yang sesungguhnya, ajaran sementara sudah tidak berlaku.

Apabila di dalam pelaksanaan syinjin kita masih mencampuradukkan praktik ajaran sementara, kita tidak akan mendapat manfaat atau hasil dari syinjin kita. Walau menyebut Nammyohorengekyo, gongyo-daimoku tetapi pelaksanaannya sama seperti ajaran sementara, syinjin pun akan menjadi sia sia, hanya sebatas teori, sulit mendapat bukti nyata. Selanjutnya, Niciren Daisyonin menggambarkan bahwa Abutsubo memiliki keyakinan penuh terhadap kekuatan Saddharmapundarika-sutra atau Nammyohorengekyo, sehingga Niciren Daisyonin yakin Abutsubo mencapai kesadaran Buddha. Dikatakan bahwa Niciren dapat melihat bayangan Abutsubo yang duduk menghadap ke timur dalam upacara stupa pusaka Prabutaratna Tathagatha. Buddha Niciren sesungguhnya bukan benarbenar melihat bayangannya namun merupakan wujud keyakinan dari beliau di mana Abutsubo telah sepenuh hati menjalankan kepercayaan semasa hidupnya dan meyakinkan Senici-ama atas hal ini. Untuk itu Buddha memberi dorongan semangat kepada Senici-ama, diberikan wejangan kepadanya yang Oktober 2016 | Samantabadra

11


ceramah gosyo telah kehilangan suami yang sangat diandalkan agar lebih kuat menjalani hidup dan mengadakan dialog kejiwaan dengan alm. Abutsubo melalui kepercayaan terhadap Gohonzon. Hal di atas juga menyiratkan bahwa jika Senici-ama mau “bertemu” kembali dengan almarhum Abutsubo yang dicintai, cara berdialognya hanya melalui Gohonzon dengan menjalankan hati kepercayaan yang tulus dan sungguh-sungguh, tidak ada yang lain sehingga dunia Buddha dapat muncul sehingga seirama dengan dunia Buddha Abutsubo. Dalam kondisi tersebut jiwa mereka bisa bertemu. Selanjutnya ada tiga bukti kebenaran dari Saddharmapundarika-sutra. Pertama, Prabutaratna mengatakan segala sesuatu apa yang di katakan Buddha Sakyamuni adalah benar. Kedua, Buddha Sakyamuni juga mengatakan 42 tahun itu adalah ajaran sementara dan buanglah ajaran itu, hanya Saddharmapundarika-sutra ajaran yang sesungguhnya. Ketiga, semua umat menjulurkan lidahnya ke atas, mengiyakan kebenaran sang Buddha. Dengan tiga bukti tersebut, Niciren Daisyonin 12

Samantabadra | Oktober 2016

meyakinkan Senici-ama bahwa Abutsubo pasti mencapai kesadaran Buddha. Tugas kehadiran Buddha sendiri adalah untuk menyelamatkan seluruh umat manusia dan membimbing para penganut Nammyohorengekyo agar dapat memasuki suasana kebuddhaan. Apabila sang Buddha tidak melaksanakan tugas jiwa ini, makan beliau akan jatuh ke dalam dunia neraka. Hendaknya kita mencamkan sedalamdalamnya petuah emas ini. Kita sebagai murid-Nya juga harus sama seperti guru (Buddha), guru yang penuh maitri karuna dan mau membimbing semua umat bahagia. Bahagia yang utama adalah memunculkan kesadaran. Dalam gosyo dikatakan, “Kaum lelaki adalah sesuatu yang sama seperti tiang dan wanita adalah atapnya. Lelaki adalah sama seperti kaki, wanita adalah badannya. Lelaki adalah sama seperti sayap, wanita adalah badannya. Jika badan dan sayap terpisah, apakah mungkin bisa terbang? Kalau tiang jatuh, atap pun runtuh ke tanah, kalau di dalam keluarga tidak memiliki seorang lelaki sama seperti orang yang tidak memiliki jiwa.” Niciren Daisyonin sungguh bijaksana dan betul-betul

memikirkan semua umat manusia tanpa membedabedakan. Buddha memberikan wejangan bahwa hubungan pria dan wanita (suamiistri), adalah saling membutuhkan, saling meninjau, saling menghargai dan menghormati. Harus saling melengkapi dan mendorong bukannya melihat kekurangan masingmasing, juga harus saling dukung untuk mewujudkan kehidupan yang bahagia, membina susunan serta mendidik anak. Bunga yang gugur telah berkembang kembali, buah buahan yang sudah masak pun sudah segar kembali, tiupan angina musim semi tetap tidak berubah, begitupun pemandangan musim gugur sama dengan keadaan tahun lalu, mengapa hanya halhal ini saja yang berubah, apakah mungkin kembali ke dalam keadaan semula? Bulan yang ditutupi awan pun akan muncul kembali. Niciren Daisyonin mengatakan di dalam gosyo ini kepada Seniciama hendaknya secepat mungkin mengandalkan Saddharmapundarikasutra sebagai “makanan” dalam perjalanan untuk “berjumpa” dengan Abutsubo di tanah suci Buddha. eee


liputan

Sambut Lepas Delegasi Kesenian NSI oleh Menteri Agama RI

Foto bersama delegasi NSI dengan Menteri Agama RI.

Keamanan dan kerukunan adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh suatu bangsa di dalam mewujudkan pembangunan negara. Jika suatu negara tidak aman, banyak terjadi tindakan kekerasan, kriminalitas, maka pembangunan akan terhambat dan kemajuan suatu bangsa pun akan berjalan lambat. Suku, Agama, Ras, Antargolongan (SARA) adalah isu-isu yang sangat mudah memicu tindakan

kekerasan dan anarkis di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat kehidupan di negara ini menjadi kurang tenteram. Belum lama ini, beberapa permasalahan sangat memprihatinkan terjadi di kalangan umat Buddha yaitu dirusaknya vihara di Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara pada tanggal 30 Juli 2016 oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Jika sebagian besar pihak menilai ini sebagai permasalahan

atau isu agama, faktanya, ini bukanlah isu agama (bukan disebabkan oleh agama), namun usaha oknum untuk memecah belah dan merusak keharmonisan, keamanan, citra baik agama, serta kehidupan beragama yang sudah terbangun dengan baik di Indonesia. Umat Buddha NSI tetap bersikap positif dan menjadikan kejadian Tanjung Balai menjadi hikmah baik bagi umat Buddha untuk semakin gigih mencintai tanah air Indonesia dan Oktober 2016 | Samantabadra

13


liputan meningkatkan kualitas penghayatan dan pengamalan Buddha Dharma di dalam kehidupan sehari-hari. Pada tanggal 15 Agustus 2016 bertempat di Kantor Kementerian Agama RI, Jalan Lapangan Banteng Barat Nomor 34, Jakarta, Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin, melepas 42 delegasi umat Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) yang dipimpin oleh Ketua Umum NSI, Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja yang berangkat ke Vientiane, Laos, pada tanggal 16-22 Agustus 2016. Delegasi NSI akan menampilkan kesenian tradisional Indonesia, yaitu empat tarian tradisional dan permainan instrumen angklung. Melalui kesenian, delegasi NSI ingin melestarikan budaya

14

Samantabadra | Oktober 2016

bangsa, menyampaikan rasa cinta tanah air dan pesan perdamaian kepada dunia internasional bahwa hubungan umat Buddha dengan umat Muslim di Indonesia baik-baik saja, negara Indonesia aman dan rukun. Hal ini dibuktikan dengan sambutan yang sangat baik oleh Menteri Agama RI yang beragama Islam kepada delegasi kesenian umat Buddha NSI dan memberi wejangan kepada seluruh peserta delegasi agar dapat memberikan penampilan

terbaik di Laos dan kembali dengan keadaan sehat dan selamat ke Indonesia. Gerakan ini juga merupakan tindak lanjut dari gerakan NSI tahun lalu ke Yangon, Myanmar, setelah menanggapi permasalahan yang dianggap sebagai konflik antara umat Buddha dan Muslim di Rakhine/Rohingya, padahal faktanya konflik tersebut dilatarbelakangi oleh permasalahan sosial, ekonomi, dan status kewarganegaraan. Penghayatan terhadap dharma yang murni ini akan menjadi sebab baik ketika dipraktikkan di dalam kehidupan seharihari. Umat Buddha NSI yang tampil di Laos dalam rangka memperingati hari kemerdekaan ke-71 Republik Indonesia memiliki misi untuk menjalin hubungan baik dengan umat Buddha di


Laos khususnya, dan bangsa Laos pada umumnya serta memperkenalkan Indonesia di kancah Internasional sebagai wujud kerja nyata cinta tanah air terhadap Indonesia. Upaya ini adalah salah satu jalan untuk menciptakan hubungan baik dengan seluruh bangsa di dunia, solidaritas dengan seluruh umat manusia, serta mewujudkan perdamaian dunia. Kesenian angklung dan tari tradisional Indonesia merupakan representasi dari praktik dharma yang

dan kualitas jiwa yang unggul untuk membangun kebahagiaan diri sendiri dan membahagiakan orang lain,” ungkap Ketua Umum NSI. “NSI ingin menunjukkan ke negara tetangga bahwa Indonesia baik-baik saja, buktinya 42 orang ini datang ke Laos. Umat Buddha amandiwujudnyatakan oleh umat aman saja, malah ingin NSI untuk menyampaikan menghibur masyarakat di pesan-pesan perdamaian Laos. Umat Buddha tetap melalui nuansa seni yang menghibur dan menyejukkan eksis, hidup damai, dan rukun. Agama Islam dan hati. agama Buddha rukun di “NSI ingin menjadikan Indonesia, peristiwa yang agama Buddha di Indonesia terjadi di Tanjung Balai sebagai agama Buddha Asahan Bukanlah Konflik Nusantara, yang membuat agama. Apa yang sudah umatnya semakin cinta terjadi di negeri kita adalah tanah air. Gerakan ini fase musim dingin, dan akan memunculkan musim dingin pasti akan sumber daya manusia berubah menjadi musim yang unggul, memberi semi, seperti yang Buddha perubahan yang baik bagi Niciren selalu ajarkan dalam komunitasnya, memiliki Gosyo-Nya.” eee tata krama, sopan santun,

Pertemuan Ibu Pertama di Cikupa

D

erap pembangunan Vihara Vimalakirti NSI Cikupa terus berjalan. Sementara itu, ibu-ibu umat NSI Cikupa semakin semangat untuk menjalankan hati kepercayaan. DPP NSI, Ibu Irawati Lukman hadir dalam pertemuan ibu pertama di Cikupa yang masih bertempat di rumah umat. Dengan semangat itai dosyin untuk syakubuku, umat NSI Cikupa bertekad menjadi murid Buddha Niciren yang unggul. eee

Oktober 2016 | Samantabadra

15


liputan

Misi Kosenrufu Delegasi Kesenian NSI ke Laos

P

ada tanggal 16 sampai 21 Agustus 2016, delegasi kesenian NSI (angklung gita pundarika, tarian Banten, dan tarian DKI Jakarta), bertolak ke Vientiane, Laos, untuk menjalankan misi kosenrufu sebagai Bodhisattva Gadgasvara, menyampaikan pesan perdamaian sekaligus mengisi hari kemerdekaan RI pada rangkaian acara Kedutaan Besar RI di Vientiane, Laos.

Foto bersama di Bandara Soekarno-Hatta, sebelum memasuki counter imigrasi.

Hari ke-1 (16 Agustus 2016) (Berangkat dari Jakarta Menuju Laos) Derap Kosenrufu terus berjalan, icinen untuk mengagungkan hukum Nammyohorengekyo demi kebahagiaan umat manusia membuka jalan dan menarik jodoh baik untuk mewujudkannya. Pada tanggal 16 Agustus 2016 sehari setelah diterima oleh Menteri Agama Republik Indonesia (RI), Lukman Hakim Saifuddin tim kesenian Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) yang dipimpin 16

Samantabadra | Oktober 2016

oleh Ketua Umum NSI, Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja melakukan perjalanan ke Laos dalam rangka perayaan Hari Kemerdekaan ke-71 RI bersama Kedutaan Besar RI di Vientiane Laos dan untuk menjalin hubungan baik dengan umat Buddha yang ada di Laos. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari perjalanan tim kesenian NSI ke Yangon, Myanmar pada tahun 2015. Seluruh peserta rombongan (42 orang) yang terdiri 2 grup tarian dan satu grup angklung beserta official berkumpul di Bandar

Udara Soekarno-Hatta, Banten untuk melakukan penerbangan ke Bangkok terlebih dahulu kemudian berlanjut ke Vientiane-Laos. Selama transit di Bandar Udara Svaranbhumi, Bangkok, Thailand, para peserta sangat antusias untuk melakukan latihan, ibu-ibu anggota angklung melakukan latihan bersama dengan mengingat dan menyanyikan nada-nada lagu yang akan dimainkan di Laos. Ibu-ibu grup tarian pun tidak kalah antusias di dalam melakukan latihan bersama dengan menonton tayangan


Gongyo dan daimoku tak terpisahkan dari kegiatan delegasi NSI.

video tarian dan mendengarkan musik pengiring tarian untuk mengisi waktu luang mereka selama di bandar udara. Rombongan tiba di Bandar Udara Internasional Wattay, Vientiane, Laos pukul 21.30 WIB (Tidak ada perbedaan waktu antara Jakarta dengan Vientiane) dan langsung disambut oleh Duta Besar RI untuk Laos, Bapak Irmawan Emir Wisnandar beserta Istri dan seluruh staff KBRI Laos layaknya tamu negara. Sungguh merupakan sebuah kehormatan yang tak ternilai. Setelah dilakukan penjemputan di bandar udara, seluruh peserta diajak ke penginapan (Wisma negara dan SNK Hotel) untuk beristirahat dan memulihkan energi sebelum mengikuti upacara hari kemerdekaan ke-71 RI di KBRI Laos. Hari ke-2 (17 Agustus 2016) Upacara Hari Kemerdekaan ke-71 RI Seluruh rombongan NSI sudah siap untuk mengikuti upacara hari kemerdekaan ke-71 RI di KBRI Laos (sebuah kehormatan yang tak ternilai bisa mengikuti

Ketua Umum NSI sebagai tamu kenegaraan dalam upacara bendera peringatan 71 tahun kemerdekaan RI di KBRI Laos.

Ketua Umum NSI memberikan cenderamata kepada Dubes RI untuk Laos.

Ketua Umum NSI bertukar buku dengan Kepala Bhiksu negara Laos.

upacara di KBRI Laos). Upacara berlangsung dengan khidmat. Setelah selesai menyelenggarakan upacara, KBRI Laos mengadakan acara ramah tamah di halaman wisma negara bersama warga negara indonesia yang berada di Laos. Dalam kesempatan tersebut grup angklung dan tarian NSI turut mengisi acara dengan menyumbangkan 2 tarian (Gumbira dan Kembang Pantura) serta beberapa lagu instrumen angklung. Suasana ramah tamah sangat akrab, Duta Besar (Dubes) RI untuk Laos turut menyanyikan lagu bersama dengan tim kesenian NSI untuk menghibur para tamu undangan yang hadir disana. Dalam kesempatan ini Ketua Umum NSI, Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja memberikan sebuah kenang-kenangan (lukisan karikatur) sebagai ucapan terima kasih kepada Dubes RI untuk Laos, dan diterima dengan sangat gembira oleh bapak Dubes RI. Setelah selesai mengikuti acara di wisma negara, Staff KBRI Laos mengajak seluruh peserta untuk berkunjung ke Patuxai, lambang kemerdekaan rakyat Laos dari penjajahan Perancis. Patuxai merupakan sebuah bangunan bersejarah yang berada di Oktober 2016 | Samantabadra

17


liputan

Foto bersama Dubes RI untuk Laos beserta istri seusai upacara bendera peringatan kemerdekaan RI ke 71 tahun.

Tari Kembang Pantura,

Tari Gumbira. Grup angklung Gita Pundarika NSI.

18

Samantabadra | Oktober 2016

distrik Thanon Lane Xang, Vientiane, Laos. Bangunan ini berupa monumen yang dibangun antara tahun 19571968 untuk mengenang para pejuang yang memperjuangkan kemerdekaan Laos dari Perancis. Patuxai memiliki arti Victory Gate atau Gate of Triumph. Bangunan ini juga sering disebut dengan nama Patuxai Arch atau Arc de Triomphe of Vientiane karena bangunan ini mirip dengan Arc de Triomphe di Paris, Perancis.

Hari ke-3 (18 Agustus 2016) (Kunjungan ke Sekolah Bhiksu Laos) Seluruh peserta melakukan kunjungan ke pusat sekolah para bhiksu yang


ada di Laos. Dalam kunjungan ini secara istimewa Ketua Umum NSI dan seluruh peserta diterima langsung oleh kepala / ketua bhiksu negara Laos. Pada kesempatan tersebut Ketua Umum NSI berdialog dan memperkenalkan Nammyohorengekyo serta Sekte Niciren Syosyu Indonesia (NSI) kepada ketua bhiksu negara Laos. Dialog berlangsung dengan akrab dan diakhir dialog MPU Suhadi Sendjaja memberikan beberapa buku

mengenai Niciren Syosyu kepada ketua bhiksu Laos, begitupun sebaliknya, ketua bhiksu Laos memberikan beberapa buku kepada MPU Suhadi Sendjaja sebagai kenang-kenangan. Malam harinya para peserta kesenian diajak untuk mengunjungi pasar malam Laos yang berada di pinggir sungai Mekong untuk membeli oleholeh.

Tari Genjring Party.

Tari Renggong Manis. Grup angklung Gita Pundarika NSI.

Hari ke-4 (19 Agustus 2016) Resepsi Diplomatik Tibalah pada acara utama, yaitu Resepsi Diplomatik Perayaan Hari Kemerdekaan ke-71 Republik Indonesia yang diselenggarakan oleh KBRI Laos di Don Chan Hotel. Di dalam acara resepsi ini KBRI Laos mengundang seluruh duta besar negara yang berada di Laos, dan juga pejabat negara Laos sebagai tamu kehormatan, saat itu dihadiri oleh Menteri Kesehatan Laos, Wakil Luar Negeri Laos, Ketua Kamar Dagang Laos, Ketua Himpunan Persahabatan Indonesia Laos. Ketua Umum NSI Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja menjadi salah satu tamu kehormatan di dalam acara resepsi diplomatik ini. Bersama-sama naik ke atas panggung dengan seluruh tamu kehormatan, dan duduk bersama dengan tamu VVIP untuk menyaksikan acara kesenian dan menikmati makan malam bersama. Acara dihadiri oleh Âą 1.000 orang tamu undangan. Tim kesenian NSI menjadi satu-satunya pengisi acara kesenian di dalam acara re-

Oktober 2016 | Samantabadra

19


liputan resepsi diplomatik. Seluruh hadirin yang hadir saat itu terlihat sangat gembira dan mengikuti acara sampai selesai.

Dubes RI untuk Laos memberikan cenderamata kepada Ketua Umum NSI.

sepsi diplomatik ini. Acara diplomatik dibuka dengan tarian Renggong Manis dari NSI, lalu dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan masing-masing negara (Indonesia – Laos), Sambutan dari Dubes RI untuk Laos, dilanjutkan dengan tarian Genjring Party, penampilan Angklung NSI yang membawakan 10 lagu (Tanah Air, Indonesia Pusaka, Hari Merdeka, Amor, Bengawan Solo, Manuk Dadali, Somewhere My Love, Elcondor

Suasana gala dinner.

20

Samantabadra | Oktober 2016

Passa, Shanghai Tan, dan Kapan-Kapan) serta 2 lagu Laos yang menjadi favorit masyarakat Laos, yaitu Yen Sa Bai Saona dan Cham Par Meu Ang Lao. Para hadirin terlihat sangat antusias sambil menyanyikan lagu bersama ketika grup angklung NSI membawakan lagu khas masyarakat Laos Yen Sa Bai Saona yang diciptakan oleh Menteri Kesehatan Laos yang saat itu hadir di dalam acara

Hari ke-5 (City Tour dan Gala Dinner di Wisma Negara) Sebelum melakukan Gala Dinner di Wisma Negara, seluruh peserta diajak untuk melakukan kunjungan ke beberapa tempat yang menjadi ikon dari negara Laos, yaitu Pha That Luang (sebuah Candi yang dilapisi emas), Buddha Park yang berbatasan dengan negara Thailand, dan

Menu gala dinner yang dipersiapkan KBRI untuk menyambut delegasi NSI sebagai tamu negara.

makan siang di Kong View (sebuah restoran di pinggir Sungai Mekong). Setelah satu harian melakukan city tour, pada malam harinya seluruh tim kesenian NSI diundang untuk makan malam kenegaraan di wisma negara RI di Laos. Sebelum acara makan malam dimulai, Dubes RI untuk Laos menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ketua Umum NSI, Maha Pandita Utama Suhadi Send-


jaja beserta seluruh tim kesenian yang sudah sangat maksimal dan penuh dengan ketulusan hati memberikan penampilan terbaik di dalam acara resepsi diplomatik pada tanggal 19 Agustus 2016. Di dalam sambutannya Dubes RI untuk Laos menyampaikan rasa kagum terhadap MPU Suhadi Sendjaja yang penuh dengan ketulusan hati ingin selalu membawa perdamaian terhadap seluruh umat manusia melalui pembabaran dan pelaksanaan Dharma Buddha Niciren yang murni serta melalui kesenian nasional. Acara makan malam besar ini sangat istimewa, berlangsung sangat resmi, seluruh tim kesenian NSI mendapatkan pelayanan seperti tamu negara, menempati meja makan yang sudah diberikan nama sesuai dengan nama masing-masing, pelayan datang untuk memberikan makanan sesuai dengan menu yang sudah tercantum di dalam catatan menu kecil yang ada di atas meja, benarbenar sebuah karunia yang tak ternilai karena mengagungkan Dharma Buddha Niciren.

kesenian NSI diajak untuk berkunjung ke Buddha Park Thailand untuk melihat patung-patung Buddha dalam ukuran besar dan simbol-simbol agama Buddha lainnya. Setelah selesai Setelah selesai makan melakukan kunjungan ke malam, acara dilanjutkan Buddha Park, seluruh romdengan karaoke bersama bongan kesenian NSI kemDubes RI untuk Laos dan bali ke Wisma Negara untuk diakhiri dengan foto bersama melakukan foto bersama di dan salam-salam perpisahan. halaman wisma, lalu melanjutkan perjalanan ke Bandar Hari ke-6 (Kunjungan ke Udara Wattay, Vientiane-Laos Thailand dan Kembali ke untuk kembali ke JakartaIndonesia) Indonesia. Sebelum kembali ke InPerjalanan tim kesenian donesia, seluruh rombongan NSI kali ini harus menjadi kesenian NSI diajak oleh sebuah tambahan energi KBRI Laos untuk melakukan untuk seluruh umat NSI, kunjungan ke negara Thaiagar semakin satu hati, menland yang berbatasan langjalankan hati kepercayaan sung dengan negara Laos. dengan sungguh-sungguh Perjalanan ditempuh melalui dan penuh dengan ketulusan jalur darat dengan waktu hati sehingga mampu untuk tempuh kurang dari 30 memembuktikan kebenaran ajanit. Daerah Thailand yang ran Buddha Niciren bahwa berbatasan langsung dengan jika hukumnya agung, manuLaos adalah Provinsi Nonsianya pun pasti luhur. eee gkhai, daerah paling Utara dari negara Thailand. Selama disana peserta melakukan kunjungan ke pasar tradisional yang menjual kain dan pakian serta makananmakanan ringan khas Thailand. Selanjutnya rombongan Oktober 2016 | Samantabadra

21


materi ajaran | gosyo kensyu

Gosyo Kensyu

Surat Perihal Kalpa Pengurangan LATAR BELAKANG|

M

engenai bilamana dan kepada siapa surat ini ditulis tidaklah jelas, tetapi dari isi suratnya dapatlah diperkirakan bahwa surat ini ditulis setelah tahun 1276 (Kenji ke2). Dalam surat ini terdapat kutipan “Saya telah mengutus Daisyin Ajari untuk berziarah ke makam almarhum Rokuro Nyudo Dono.” Yang dimaksud dengan almarhum Rokuro Nyudo diperkirakan adalah Takahasi Rokuro Hyoe Nyudo. Dari sini dapat diduga bahwa surat ini ditulis setelah Takahasi Rokuro Hyo Nyudo meninggal dan diberikan kepada keluarga Nyudo dengan mengutus Daisyin Ajari. Judul “Surat Mengenai Kalpa Pengurangan” diberikan kemudian, sesuai dengan kutipan kalimat di awal surat “dikatakan bahwa sebab dari Kalpa Pengurangan terdapat di dalam perasaan hati manusia”, sedang nama lain dari surat ini adalah “Surat Prajna yang Meruntuhkan Negara.” Tulisan asli surat ini masih tersimpan dengan baik di Kuil Taisekiji. Bagian awal surat ini mengajarkan bahwa sebab dari Kalpa Pengurangan terdapat di dalam perasaan hati manusia, yaitu semakin bertambahnya ketiga racun akan melemahkan hati yang baik, sehingga mengacaukan masyarakat dan memperpendek usia manusia. Dan hukum yang membimbing perasaan hati manusia harus sesuai dengan perubahan zaman. 22

Samantabadra | Oktober 2016

Sebelum agama Buddha tersebarluas di Tiongkok dan Jepang, hati jahat umat manusia tidak terlalu kuat sehingga ajaran non Buddhis dapat mengatasinya. Tetapi kemudian, karena hati jahat mulai menjadi kuat dan hati baik mulai melemah, ajaran non Buddhis menjadi tak berdaya; akhirnya prajna agama Buddha yang baru tersebarluas dapat mengendalikan hati yang jahat dan memperkuat hati yang baik. Pada masa permulaan tersebarluasnya agama Buddha, ajaran Hinayana cukup berhasil mengatasi hati manusia ini, namun karena Prajna jahat semakin menjadi-jadi, akhirnya ajaran Hinayana pun tak berdaya. Oleh karena itu, ajaran Mahayana mulai tersebarluas dan hampir berhasil mengatasi; sekalipun demikian, dengan berubahnya zaman, ajaran Mahayana menjadi tak berdaya pula. Akhirnya dengan Saddharmapundarika Sutra permasalahan ini dapat diatasi. Selanjutnya, Niciren Daisyonin menerangkan alasan mengapa baik di Tiongkok maupun di Jepang, penyebarluasan agama Buddha dimulai dengan ajaran Hinayana, kemudian ajaran Mahayana Sementara. Dan juga alasan mengapa di Tiongkok muncul Mahaguru Tien Tai dan di Jepang muncul Mahaguru Dengyo untuk menyebarluaskan Saddharmapundarika Sutra.


ISI GOSYO |

D

ikatakan bahwa sebab dari Kalpa Pengurangan terdapat di dalam perasaan hati manusia. Ketiga racun; keserakahan, kemarahan, dan kebodohan yang semakin kuat mengakibatkan jiwa manusia semakin mengerut dan tinggi badannya semakin mengecil. Di Tiongkok dan Jepang, sebelum kehadiran hukum agama Buddha terdapat kitab ajaran non Buddhis “Tiga Raja Lima Kaisar� dan “Ketiga Arif Bijaksana� yang mengatur perasaan hati rakyat dan menata kehidupan masyarakat. Namun demikian, karena hati manusia semakin kurang tertarik terhadap perbuatan yang baik dan sebaliknya menjadi semakin mahir dalam perbuatan yang buruk, maka prajna ajaran non buddhis yang tipis dan dangkal sulit mengatasi pangkal keburukan yang dalam ini. Karena ajaran non Buddhis tidak dapat mengatasi masalah kehidupan masyarakat, beralihlah ke ajaran agama Buddha dan tercapai keadaan yang aman dan tenteram. Ini berarti prajna Buddha yang unggul mampu menjelaskan jiwa manusia secara terang dan terinci. Makna hati kitab ajaran non Buddhis masa sekarang ini berbeda dengan kitab ajaran non Buddhis semula. Ketika hukum agama Buddha mulai tersebar luas, terjadi pertentangan antara kitab ajaran non Buddhis dengan sutra agama Buddha. Lama kelamaan kitab ajaran non Buddhis mengalami kekalahan sehingga baik raja maupun rakyat tidak mau menggunakannya. Penganut ajaran non Buddhis telah mengikuti ajaran Buddha, oleh karena itu tak terjadi lagi pertentangan. Tetapi selanjutnya, diantara orang-orang yang mempertahankan ajaran non Buddhis ada yang mengutip hati sutra sang Buddha sehingga prajna mereka bertambah dan mencampuradukan ke dalam kitab ajaran non Buddhis. Mendengar hal ini, raja yang bodoh menganggap ajaran non Buddhis lebih unggul. Karena perasaan hati manusia mulai kurang tertarik terhadap prajna yang baik, prajna buruk menjadi semakin unggul. Dalam sutra agama Buddha pun, prajna Sutra Hinayana berusaha mengatur kehidupan masyarakat, tetapi tidak berhasil. Pada waktu itu, sutra Mahayana disebarkan untuk mengatur kehidupan masyarakat dan sedikit berhasil mengatasinya. Kemudian, karena akhirnya prajna Sutra Mahayana pun tak dapat menjangkaunya, maka ditarik keluar prajna Sutra Ekayana (Saddharmapundarika Sutra) untuk mengatasi permasalahan ini dan untuk sementara telah berhasil. Pada masa sekarang keadaan masyarakat sudah tidak dapat diatasi baik dengan kitab ajaran non Buddhis, Sutra Hinayana, Sutra Mahayana maupun Ekayana Saddharmapundarika Sutra, dan lainnya. Mengapa demikian? Karena hati keserakahan, kemarahan, dan kebodohan umat manusia sangat kuat, sama kuatnya dengan kebaikan agung terunggul dari sang Buddha. Sebagai umpama, hidung anjing lebih unggul dari hidung manusia; daya penciumannya mampu membedakan antara burung dan hewan lainnya, tidak kalah dengan kekuatan gaib para arif (kaum arahat ajaran Hinayana). Keunggulan telinga burung hantu, keunggulan mata burung elang, kelincahan lidah burung gereja, keunggulan badan naga, melebihi seluruh orang arif. Pada Masa Mutakhir Dharma yang keruh ini, hati manusia penuh dengan keserakahan, kemarahan, dan kebodohan yang demikian hebat sehingga tidak dapat diatasi oleh para arif dan para bijaksana yang bagaimanapun. Oktober 2016 | Samantabadra

23


materi ajaran | gosyo kensyu Oleh karena itu sang Buddha menyembuhkan keserakahan dengan obat Pengamatan terhadap Ketidaksucian (Fu Jo Kan), kemarahan disembuhkan dengan pengamatan Maitri Karuna, kebodohan disembuhkan dengan Pengamatan Dua Belas Sebab Jodoh. Namun sekarang, dijelaskannya Hukum Pengamatan ini malah membuat manusia semakin terjerumus ke dalam keserakahan, kemarahan, dan kebodohan. Sebagai umpama, walau air dapat memadamkan api, kebaikan dapat menghancurkan kejahatan, tetapi bila api muncul dari air, kalau disiram dengan air, sama seperti menyiram dengan minyak yang hanya akan menambah berkobarnya api. Dalam masyarakat sekarang, mengikuti hukum agama Buddha yang telah tercemar oleh keburukan Masa Mutakhir Dharma hanya akan menimbulkan kejahatan yang lebih besar. Karena tidak mengetahui hal ini, orang-orang yang melaksanakan pertapaan (berbagai ajaran agama) untuk menimbun akar kebaikan, malah akan semakin menimbulkan gejalagejala yang meruntuhkan masyarakat. Dana paramitha (sumbangan) yang diberikan kepada bhikku sekte Tien Tai dan sekte Syingon sekarang ini, kelihatannya seakan-akan menimbun akar kebaikan, tetapi sesungguhnya merupakan perbuatan jahat yang besarnya melampaui sepuluh karma dan lima dosa besar. Oleh karena itu, dalam mengatur kehidupan masyarakat perlu kehadiran seorang arif yang memiliki prajna seperti Mahabodhi Bhagavat, seorang raja yang bijaksana seperti raja Senyo; keduanya bekerja sama untuk menimbun akar kebaikan. Dengan tegas dan keras menuntut orang yang dianggap orang arif bijaksana dari delapan sekte menjatuhkan hukuman pembuangan, menghentikan sumbangan kepadanya, atau memenggal kepalanya; dengan demikian dapat sedikit mengatur kehidupan masyarakat. Dalam bab II Upaya Kausalya, Saddharmapundarika Sutra rol pertama dikatakan mengenai “Syoho Jisso” dan “Hanya antara Buddha dan Buddha yang dapat menyelami dan mengamalkannya.” Yang dimaksud dengan “dasar pokok hingga akhir pada hakikatnya sama (Honmacekukyoto)” adalah “dasar pokok” berarti akar pokok kejahatan dan akar pokok kebaikan; “akhir” berarti akhir dari kejahatan dan akhir dari kebaikan. Kesadaran yang sangat dalam terhadap hakikat akar pokok kebaikan dan kejahatan sampai cabang dan daun, itulah Buddha. Mahaguru Tien Tai berkata “Dalam jiwa sekejap telah tercakupi Sepuluh Hukum Dunia.” Mahaguru Chang An berkata, “Sang Buddha menjadikan hal ini sebagai satu hal maha penting, bagaimana mungkin dimengerti dengan mudah?” Mahaguru Miao Lo berkata, “Ini adalah ajaran inti hakikat yang terakhir.” Dalam bab XIX, Karunia Kebajikan Dharma Duta Saddharmapundarika Sutra, dikatakan, “Seluruh Hukum tidak ada yang bertolak belakang dengan Jisso”, dan sebagainya. Mahaguru Tien Tai menanggapi hal ini dengan berkata, “Seluruh politik, dan ekonomi, tidak ada yang bertolak belakang dengan Jisso”, dan sebagainya. Orang bijaksana tidak melaksanakan hukum agama Buddha di luar hukum masyarakat; yang sungguh-sungguh memperhatikan Hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat disebut sebagai orang bijaksana. Pada masa pemerintahan Raja Chow dari kerajaan Yin, rakyat hidup menderita. Ta Kung Wang muncul untuk menghentikan keluh kesah rakyat dengan memenggal kepala raja Chow. Raja kedua dari dinasti Chin membuat rakyat hidup menderita. Pada waktu itu muncul Chang Liang yang berhasil mengatur kehidupan masyarakat dan menyejahterakan kehidupan rakyat. Walau mereka hadir sebelum agama 24

Samantabadra | Oktober 2016


Buddha ada, mereka adalah utusan leluhur Buddha Sakyamuni yang telah membantu rakyat jelata. Sekalipun tanpa disadari, orang-orang yang mempertahankan ajaran non Buddhis ini memiliki prajna yang mengandung prajna hukum agama Buddha. Sekarang, ketika terjadi gempa bumi besar pada tahun 1257 (Syoka pertama) dan peristiwa bintang sapu pada tahun 1264 (Bun-ei pertama), kalau rajanya berprajna unggul, pasti akan memanfaatkan Niciren. Seandainya tidak demikian pun, ketika terjadi pertentangan di dalam puak Hojo pada tahun 1272 (Bun-ei 9) dan serangan Mongolia pada tahun 1274 (Bun-ei 11), seharusnya dilakukan hal seperti Raja Wen dari kerajaan Chow yang mengundang Ta Kung Wang, atau seperti Raja Kua Ting dari kerajaan Yin yang menyambut Fuye sejauh tujuh mil di luar kota. Matahari dan bulan bagi orang yang buta tidak merupakan pusaka, sama seperti orang arif yang dibenci oleh raja yang bodoh. Hal-hal yang rumit tidak ditulis secara terinci. Hati Saddharmapundarika Sutra sama seperti di atas. Janganlah sekali-kali memikirkan hal lainnya. Adanya kejahatan besar pertanda datangnya kebaikan besar. Apabila di seluruh dunia terjadi kekacauan, berarti dapat tersebar luas ke seluruh dunia; ini tidak perlu diragukan lagi. Saya telah mengutus Daisyin Ajari untuk berziarah ke makam almarhum Rokuro Nyudo Dono. Pada waktu-waktu yang lalu, Saya sendiri akan mengunjungi mereka orangorang yang telah mendengar Hukum bila mereka berada di daerah Kanto; sehingga sebenarnya Saya sendiri ingin membaca Jigage di hadapan makam. Tetapi dalam keadaan sekarang, kalau Niciren pergi ke sana, pada hari itu juga akan tersiar ke seluruh negeri dan menimbulkan kegaduhan di Kamakura. Sekalipun orang yang Saya kunjungi itu memiliki hati kepercayaan, dikhawatirkan akan menarik perhatian orang di sekeliling dan menyusahkan orang tersebut. Karena tidak dapat berkunjung dan sangat merindukan jiwa almarhum, maka sebagai satu cara, Saya telah mengutus murid Saya untuk berziarah ke makam dan membacakan Jigage. Harap Anda memakluminya.

Oktober 2016 | Samantabadra

25


materi ajaran | gosyo kensyu | KUTIPAN GOSYO

1

Dikatakan bahwa sebab dari Kalpa Pengurangan terdapat di dalam perasaan hati manusia. Ketiga racun: keserakahan, kemarahan, dan kebodohan yang semakin kuat mengakibatkan jiwa manusia semakin mengerut dan tinggi badannya semakin mengecil.

Anak Cabang

Keterangan: Orang India purba mempunyai pandangan bahwa batas usia manusia mengalami penambahan dan pengurangan berulangulang. Ketika batas usia manusia semakin bertambah dinamakan Kalpa Penambahan, sebaliknya ketika batas usia semakin berkurang dinamakan Kalpa Pengurangan. Dalam surat ini dijelaskan bahwa penyebab terjadinya batas usia manusia yang semakin berkurang adalah semakin kuatnya nafsu jiwa manusia yang berupa keserakahan, kemarahan, dan kebodohan dan semakin melemahnya hati kebaikan. Bila nafsu ketiga racun semakin kuat dan kekuatan jiwa hanya dihamburkan untuk kejahatan belaka, maka irama jiwa menjadi kacau dan kekuatan jiwa menjadi kering kerontang. Kutipan kalimat “jiwa manusia semakin mengerut” artinya karena kekuatan jiwa semakin melemah, usia pun semakin berkurang. Sedangkan kutipan “tinggi badannya semakin mengecil” berarti perwujudan melemahnya kekuatan jiwa dalam bentuk badan jasmaniah. Selanjutnya mengenai hubungan Kalpa Pengurangan dengan nafsu dalam Kosa Sastra (Kusya Ron) dijelaskan sebagai berikut, “Dengan timbulnya kata-kata bualan dari yang berperasaan, akan berputar dalam jalan berbagai macam karma buruk dan mengulangi serta menambahnya, oleh karena itu usia orang di dunia ini semakin berkurang. Ketika usia rata-rata menjadi 10 tahun akan muncul ketiga malapetaka kecil. Berbagai malapetaka ini berasal dari dua 26

Samantabadra | Oktober 2016

hukum, yang pertama adalah terikat pada makanan mewah dan kedua tidak dapat mengendalikan nafsu birahi.” Ketika nafsu-nafsu keserakahan, kemalasan, berbual dan lainnya semakin menjadi kuat dan usia rata-rata manusia berkurang menjadi 10 tahun, akan timbul tiga bencana: peperangan, wabah penyakit, dan kelaparan. Marah yang disertai benci adalah sebab utama dari peperangan, kebodohan dan mengeluh adalah sebab utama timbulnya wabah penyakit, keserakahan adalah sebab utama bencana kelaparan. Ketiga racun: keserakahan, kemarahan, dan kebodohan bersama dengan kacaunya nafsu birahi, cinta yang tidak adil (merampok dan mencuri) serta bermacam-macam hukum sesat (ideologi yang menyesatkan) menjadi sebab berkurangnya usia rata-rata manusia hingga mencapai 10 tahun dan saat itu timbul tiga bencana dan akhirnya manusia mudah menemui ajalnya. Sang Buddha muncul untuk menjelaskan Hukum Agama Buddha hanya pada masa Kalpa Pengurangan karena pada masa itu hawa nafsu manusia kuat dan Lima Kekeruhan menonjol dalam masyarakat. Ajaran agama Buddha adalah ajaran yang dapat mengatasi dan menyingkirkan hati kejahatan serta memperkuat hati yang baik, sehingga dapat menyelamatkan manusia dari penderitaannya.

2

semula

Makna hati kitab ajaran non Buddhis masa sekarang ini berbeda dengan kitab ajaran non Buddhis

Anak Cabang

Keterangan: Setelah agama Buddha tersebar, ajaran non Buddhis telah menambah prajnanya dengan mengambil hati dari ajaran agama Buddha sehingga sama sekali berlainan dengan ajaran non Buddhis semula.


Ajaran non Buddhis terdapat berbagai macam. Dalam Makasyikan bagian pertama jilid ke-10 diterangkan mengenai ketiga macam ajaran non Buddhis sebagai berikut, “Pertama, ajaran non Buddhis di luar agama Buddha; Kedua, non Buddhis yang mengikuti ajaran agama Buddha; Ketiga, ajaran non Buddhis yang terbentuk setelah mempelajari agama Buddha.” Menanggapi hal ini, Niciren Daisyonin dalam Surat Mengenai Garis Besar Makna Seluruh Ajaran Suci, Buddha Sakyamuni mengatakan, “Dalam non buddhis terdapat tiga orang. Pertama, non buddhis di luar Hukum Agama Buddha (95 macam non Buddhis); Kedua, non buddhis yang mengikuti ajaran agama Buddha (Hinayana); Ketiga, non buddhis yang terbentuk dengan mempelajari Hukum Agama Buddha (non buddhis dari Mahayana yang tidak mengetahui Saddharma).” (Gosyo, hal 403). Dan juga dalam Surat Membuka Mata dikatakan, “Sebagai umpama, filsafat non Buddhis sebelum tersebarluasnya agama Buddha berpegang teguh pada pandangan yang tersesat dan dangkal, namun filsafat non Buddhis setelah tersebarluasnya agama Buddha, karena melihat dan mendengar agama Buddha serta mengetahui kesalahan sektenya sendiri, sehingga menimbulkan hati yang licik yang semakin mendalam pada pandangan tersesatnya untuk mencuri ajaran agama Buddha yang kemudian dimasukkan ke dalam ajaran alirannya sendiri. Itulah yang dikatakan ajaran non buddhis Hinayana dan ajaran non buddhis Mahayana.” Dengan menyerap prajna agama Buddha yang kemudian diperlihatkan sebagai prajna sektenya sendiri, non buddhis yang mengikuti ajaran agama Buddha (Hinayana) dan non buddhis yang berbentuk dengan mempelajari Hukum Agama Buddha (non buddhis dari Mahayana yang tidak mengetahui Saddharma) telah menyesatkan orang-orang. Oleh karena itu, percaya kepada non buddhis yang demikian itu sama artinya dengan percaya kepada berbagai sekte pemfitnah Hukum Agama Buddha yang telah menimbulkan racun.

3

Karena perasaan hati manusia kurang tertarik terhadap prajna yang baik, prajna buruk menjadi semakin unggul. Dalam Sutra agama Buddha pun, prajna Sutra Hinayana berusaha mengatur kehidupan masyarakat, tetapi tidak berhasil. Keterangan: Niciren Daisyonin menjelaskan proses mengatur masyarakat dalam agama Buddha sebagai berikut: Mula-mula masyarakat dapat diatur oleh Sutra Hinayana, tetapi kemudian karena hati jahatnya semakin kuat, Sutra Hinayana menjadi tak berdaya. Selanjutnya beralih pada ajaran Sutra Mahayana, tetapi berselang beberapa waktu, ini pun tak sesuai lagi sehingga akhirnya sementara waktu dapat diatasi dengan Saddharmapundarika Sutra. Akan tetapi, Sutra Ekayana, yaitu Saddharmapundarika Sutra Buddha Sakyamuni yang disebarluaskan oleh Mahaguru Tien Tai dan Mahaguru Dengyo, masih belum merupakan Hukum Inti Hakikat Sesungguhnya, sehingga hanya memberi manfaat untuk sementara waktu saja. Karena keserakahan, kemarahan, dan kebodohan manusia semakin kuat, Hukum Agama Buddha yang sesungguhnya dapat mengendalikan hati dan menekan sifat-sifat buruk ini sebaliknya disalahgunakan sebagai alat yang menambah keserakahan, kemarahan, dan kebodohannya.

4

Oleh karena itu sang Buddha menyembuhkan keserakahan dengan obat Pengamatan terhadap Ketidaksucian (Fu Jo Kan), kemarahan disembuhkan dengan pengamatan Maitri Karuna, kebodohan disembuhkan dengan Pengamatan Dua Belas Sebab Jodoh. Namun sekarang, dijelaskannya Hukum Pengamatan ini malah membuat manusia semakin terjerumus ke dalam keserakahan, kemarahan, dan kebodohan.

GM

Oktober 2016 | Samantabadra

27


materi ajaran | gosyo kensyu Keterangan: Kekeruhan di masa Mutakhir Dharma sekarang ini tidak dapat disembuhkan oleh Hukum Agama Buddha Sakyamuni yang bagaimanapun, dan guru sesat akan menyalahgunakan Hukum sebagai hukum yang sesat, sehingga sama seperti obat yang diubah menjadi racun. Dalam masa Mutakhir Dharma hati yang jahat yang penuh dengan ketiga racun: keserakahan, kemarahan, dan kebodohan, amatlah kuat dan kekuatannya diperkirakan sama kuatnya dengan kebaikan agung maitri karuna Buddha Sakyamuni dalam menyelamatkan umat manusia. Kuatnya ketiga racun dalam diri umat manusia ini tidak dapat dihilangkan baik oleh orang arif maupun oleh orang bijaksana. Prajna sesat dari guru yang sesat telah meracuni Sekte Tien Tai secara hebat sekali. Oleh karena itu, dalam bagian ini diperingatkan dengan keras bahwa memberi sumbangan kepada guru sesat merupakan kejahatan besar yang melampaui kelima dosa besar. Pengamatan Ketidaksucian, Pengamatan Maitri Karuna, dan Pengamatan Dua Belas Sebab Jodoh adalah Mengamati Dharma (Kanpo) yang tercakup dalam kelima macam Pengamatan Dharma untuk menghentikan perasaan yang sesat. Mengenai hal ini dalam Surat Mengenai Garis Besar Makna Seluruh Ajaran Suci Buddha Sakyamuni diajarkan sebagai berikut: Lima cara Mengamati Dharma untuk Menghentikan Hati yang sesat: 1. Menghitung pernafasan: dengan menghitung pernafasan memperbaiki keruwetan pikiran. 2. Menjauhkan hawa nafsu: dengan mengamati ketidaksucian badan memperbaiki sifat keserakahan. 3. Maitri Karuna: dengan mengamati maitri karuna memperbaiki iri hati. 4. Sebab jodoh: dengan mengamati kedua belas sebab jodoh memperbaiki sifat mengeluh 28

Samantabadra | Oktober 2016

5. Dunia upaya: dengan mengamati keenam dunia: tanah, air, api, angin, sunyata dan dasar pokok memperbaiki jalan rintangan; ini disebut Amitabha Buddha.

Kelima pengamatan ini adalah kelima jenis pengamatan Dharma demi menghentikan perasaan hati yang sesat, dan ini merupakan Hukum pertapaan dari Triyana, yaitu Sravaka, Pratyekabuddha, dan Boddhisatva. Di antaranya, Pengamatan Ketidaksucian adalah mengamati ketidaksucian badan untuk mengatasi keserakahan atau berwujud nafsunafsu; Pengamatan Maitri Karuna adalah Pengamatan Dharma yang menimbulkan hati matri karuna untuk seluruh umat manusia, sehingga umat dapat memperbaiki iri hati dan marah benci. Juga Dua Belas Sebab Jodoh adalah teori hukum yang dapat memperbaiki kebodohan dan keluhan yang karena menyadari bahwa segala gejala muncul dari sebab jodoh. Namun demikian, dalam masyarakat masa Mutakhir Dharma, zaman yang keruh ini kalau melaksanakan pertapaan Pengamatan Dharma demikian, malahan akan membuat tiga racun menjadi semakin kuat. Apakah sebabnya sehingga dapat terjadi demikian? Seperti yang diajarkan dalam surat ini, prajna ajaran Buddha merupakan sesuatu yang menerangkan jiwa manusia secara jelas. Perasaan hati seorang manusia merupakan sesuatu yang luas dan besar, yang mencakupi keluasan alam semesta dan dimensi waktu semenjak asal mula terbentuknya alam semesta. Di dalamnya terkandung tumpukan hawa nafsu, ada yang lemah dan dangkal, ada pula yang kuat, muncul dari lapisan jiwa yang dalam sekali. Begitupun sama halnya dengan hati kebaikan. Fungsi hati kebaikan ada yang dangkal dan dalam, ada yang kuat dan lemah. Ajaran agama Buddha menjelaskan hukum sesuai dengan dangkal dalamnya serta kuat lemahnya nafsu dan hati kebaikan untuk memperkuat hati kebaikan demi menekan nafsu. Kalau memandang wajah zamah Kalpa Pengurangan sekarang ini, nafsu manusia


semakin kuat dan mendalam sedangkan fungsi hati kebaikan hanya muncul dan hidup sebagai sesuatu yang dangkal dan lemah. Untuk mengatasi nafsu dan memperkuat hati kebaikan, diperlukan hukum yang lebih mendalam. Namun demikian, dalam masa sekarang ini Ekayana Saddharmapundarika Sutra sama sekali tidak mempunyai kekuatan. Bila Saddharmapundarika Sutra saja sudah tidak bermanfaat lagi, apalagi melaksanakan ajaran Hinayana pertapaan kelima pengamatan untuk menghentikan perasaan hati sesat. Sudah sewajarnyalah bila tidak dapat diharapkan manfaatnya. Melaksanakan Mengamati Dharma (Kanpo) bukan saja tidak bermanfaat, malahan akan lebih merangsang bertambah kuatnya ketiga racun dan keburukan. Dalam hal ini, merangsang nafsu yang terpendam di dasar jiwa dengan Mengamati Dharma (Kanpo) sama seperti membangunkan sesuatu yang sedang dalam keadaan tertidur. Sama seperti pengobatan penyakit bisul, kalau tidak diobati dengan mengeluarkan seluruh nanahnya, akan semakin buruk dan bahkan akan memperluas jaringan serta membuat infeksi. Untuk memperbaiki nafsu-nafsu diperlukan hukum yang penuh memiliki kekuatan untuk mengendalikan hawa nafsu. Kalau dipergunkan hukum yang lemah dan dangkal untuk mengatasi nafsu yang kuat dan dalam, tidak hanya akan memperkuat nafsu yang ada hingga sekarang bahkan akan menggoyahkan nafsu-nafsu yang terpendam sehingga akan muncul ke permukaan dan menambah nafsu yang sudah ada. Inilah alasan utama mengapa Pengamatan Dharma seperti Pengamatan Ketidaksucian akan menambah dan memperkuat ketiga racun.

5

Dalam masyarakat sekarang, mengikuti Hukum Agama Buddha yang telah tercemar oleh keburukan Masa Mutakhir Dharma hanya akan menimbulkan kejahatan yang lebih besar.

Keterangan: Dalam Masa Mutakhir Dharma yang keruh ini, terdapat banyak kejahatan dalam masyarakat. Tetapi kejahatan yang terjadi karena salah menafsirkan dan menerapkan Hukum Agama Buddha, sehingga membuat karma buruk dan menimbulkan pengaruh buruk dalam seluruh masyarakat- lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan kejahatan yang umum. Ini disebabkan karena kejahatan masyarakat dalam zaman yang bagaimanapun keruhnya dapat dikenali, sehingga masih terdapat keinginan untuk tidak melakukannya, sedangkan kejahatan dalam hukum Agama Buddha sekilas kelihatan sebagai perbuatan baik sehingga hati tidak tergerak untuk menghentikannya; oleh karena itu semakin banyak orang yang melakukannya. Padahal, penderitaan dan kesulitan sebagai akibat dari kejahatan Hukum Agama Buddha lebih dalam dan besar bila dibandingkan dengan kejahatan masyarakat biasa. Di sinilah terletak penderitaan dan kesusahan hati Niciren Daisyonin yang ingin menegaskan kesalahan kepercayaan dan mengajarkan Hukum Agama Buddha yang sesungguhnya.

6

Oleh karena itu, dalam mengatur kehidupan masyarakat perlu kehadiran seorang arif yang memiliki prajna seperti Mahabodhi Bhagavat, seorang raja yang bijaksana seperti raja Senyo; keduanya bekerja sama untuk menimbun akar kebaikan. Dengan tegas dan keras menuntut orang yang dianggap orang arif bijaksana dari delapan sekte menjatuhkan hukuman pembuangan, menghentikan sumbangan kepadanya, atau memenggal kepalanya; dengan demikian dapat sedikit mengatur kehidupan masyarakat. Keterangan: Sesuai dengan yang diajarkan sebelum ini, masyarakat Masa Mutakhir Dharma telah diracuni oleh berbagai ajaran sekte Oktober 2016 | Samantabadra

29


materi ajaran | gosyo kensyu agama Buddha. Kalau ingin memperbaiki masyarakat Masa Mutakhir Dharma ini perlu munculnya orang yang berprajna agung seperti Mahabodhi Bhagavat yang dibantu oleh raja yang bijaksana. Mereka ini dapat menghentikan kesesatan hukum jahat yang tampak di permukaan sebagai akar kebaikan dan mengecam dengan keras para bhikku yang dianggap sebagai orang arif dari delapan sekte, tindakan yang kelihatannya sebagai kejahatan besar, dan yang terpenting adalah menghentikan dana paramitha. Yang dikatakan “atau memenggal kepalanya” di sini adalah menanggapi kalimat Parinirvana Sutra yang menyatakan bahwa Raja Senyo telah membunuh para Brahmana. Dalam Surat Menentramkan Negara dengan Menegakkan Filsafat yang Benar dikatakan, “Ajaran Buddha sebelum Buddha Sakyamuni adalah memenggal dosa, namun setelah pembabaran Sutra Nonin berarti menghentikan Dana Paramitha (Gosyo, hal.30).” Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa nafsu yang tidak dapat diatasi dan disembuhkan oleh Ekayana Saddharmapundarika Sutra sekalipun adalah Gampo no Mumyo (Kesesatan yang Tidak Jelas dari Dasar Pokok Jiwa). Saddharmapundarika Sutra Sang Buddha Sakyamuni pun tidak berdaya untuk mematahkan Gampo no Mumyo ini, malahan akan merangsangnya sehingga terpanggil bangkit ke luar. Pedang tajam yang dapat mengatasi dan menyembuhkan Gampo no Mumyo tidak lain hanya Nammyohorengekyo, Gampo no Hossyo (Sifat Dharma dari Dasar Pokok Jiwa). Dalam mengatasi dan menyembuhkan Gampo no Mumyo ini Sekte Tien Tai berusaha dengan berdasarkan pada Saddharmapundarika Sutra Buddha Sakyamuni, sedang Sekte Syingon dengan berdasarkan pada hukum sesat ketiga kelompok sutra Sekte Syingon. Tetapi kesemuanya itu malah menambah dan memperkuat munculnya kesesatan jiwa dan berakhir dengan hasil yang berlawanan. Oleh karena itu, Niciren Daisyonin mengajarkan bahwa dana paramitha kepada para bhikku Sekte Tien Tai dan Syingon 30

Samantabadra | Oktober 2016

merupakan kejahatan besar. Dihentikannya dana paramitha kepada mereka merupakan kunci untuk mengatur masyarakat dan menghentikan malapetaka. Kemudian dijelaskannya “Seorang arif yang memiliki prajna seperti Mahabodhi Bhagavat” serta mengutip kalimat “Syoho Jisso” dari Saddharmapundarika Sutra berarti bahwa yang menyadari inti hakikat seluruh Hukum Agama Buddha dan Hukum Masyarakat adalah Prajna sang Buddha. Dengan menggunakan prajna demikian baru dapat mengangkat orang-orang dari pokok penderitaan dan dapat memberikan kebahagiaan. Syoho Jisso Icinen Sanzen adalah teori hakikat Saddharmapundarika Sutra. Syoho berarti seluruh gejala dalam dunia nyata ini yang terwujud dalam 3.000 gejala. Jisso berarti Wujud Kebenaran Sesungguhnya, yang mewujudkan Icinen yang paling mendasar dalam jiwa. Selanjutnya, Syoho Jisso berarti Syoho adalah Jisso, yakni seluruh gejala politik, ekonomi, dan lain-lain sama sekali tidak bertentangan dengan wujud kebenaran sesungguhnya. Syoho (segala gejala) adalah wujud kebenaran sesungguhnya, yakni wujud Myohorengekyo dari dasar mendalam jiwa dan alam semesta. Dengan demikian, karena semuanya adalah Syoho Jisso Icinen Sanzen, maka Hukum Agama Buddha tidak terdapat di luar hukum masyarakat, Hukum Agama Buddha dilaksanakan di dalam masyarakat. Orang yang mengatur masyarakat dengan tepat lewat pengamatan segala gejala, baik politik, ekonomi dan lain-lain dengan prajna Hukum Agama Buddha dikatakan sebagai orang bijaksana, seperti Ta Kung Wang dan Chang Liang. Prajna mereka berhasil menembus sumber pokok kejahatan dan mematahkannya serta memenangkan penderitaan rakyat. Hal ini dapat dikatakan sebagai contoh nyata pelaksanaan prajna agama Buddha di dalam masyarakat secara bawah sadar (Muisyikin).


7

Yang dimaksud dengan “dasar pokok hingga akhir pada hakikatnya sama (Honmacekukyoto)” adalah “dasar pokok” berarti akar pokok kejahatan dan akar pokok kebaikan; “akhir” berarti akhir dari kejahatan dan akhir dari kebaikan. Kesadaran yang sangat dalam terhadap hakikat akar pokok kebaikan dan kejahatan sampai cabang dan daun, itulah Buddha. Keterangan: Dalam bab Upaya Kausalya sang Buddha menyatakan bahwa kesadaran Beliau adalah menyadari Syoho Jisso, inti hakikat Sepuluh Aspek. Dari Sepuluh Aspek dikutip kalimat Honmacekukyoto untuk menjelaskan bahwa yang menyadari dengan tegas dan jelas akar pokok serta cabang dan daun kebaikan maupun kejahatan adalah Buddha. Apakah yang sesungguhnya ingin diterangkan dengan akar pokok dan cabang serta daun kebaikan dan kejahatan? Hon dari Honmacekukyoto berarti dasar pokok, sumber pokok kebaikan dan kejahatan. Seluruh sumber pokok kebaikan berarti Gampon no Hossyo (sifat Dharma dari dasar pokok jiwa), sedangkan sumber pokok kejahatan adalah Gampo no Mumyo (kesesatan yang tidak jelas dari dasar pokok jiwa). Ketika Gampon no Hossyo dan Gampo no Mumyo ini muncul dalam dunia gejala, akan terjadi berbagai keadaan kebahagiaan atau malapetaka. Kebaikan menjadi kebahagiaan, kejahatan menjadi malapetaka, penderitaan. Orang pada umumnya beranggapan agama Buddha membabarkan dunia kedalaman dari jiwa, sehingga dapat menjelaskan dasar pokok kebaikan dan kejahatan dan menganggap dunia gejala itu tidaklah penting, bagaikan cabang dan daun. Pandangan yang keliru yang menganggap bahwa kedua hal, dunia kedalaman dari jiwa dan dunia gejala, tidaklah berhubungan bersumber dari pandangan yang keliru yang menganggap Ajaran Sementara (Nizen) sebagai Hukum Agama Buddha yang sesungguhnya.

Sama seperti yang dijelaskan dalam Bab Upaya Kausalya bahwa gejala jiwa itu sendiri yang pada hakikatnya dari dasar pokok jiwa hingga akhir adalah satu (Honmacekukyoto) merupakan wajah jiwa yang sebenarnya. Yang menyadari hakikat hal ini dengan tepat adalah prajna Buddha, tidak hanya terbatas pada dunia kedalaman dari jiwa (dasar pokok / hon), bahkan mencakupi juga dunia gejala termasuk seluruh aspek kehidupan masyarakat (akhir / mace). Hal yang terpenting untuk mengatur dan menyembuhkan masyarakat Masa Mutakhir Dharma yang keruh dan kotor ini diperlukan “kehadiran orang arif yang memiliki prajna seperti Mahabodhi Bhagavat dan seorang raja yang bijaksana seperti Raja Senyo.” Dengan menghilangkan pemfitnahan Dharma yang merupakan sumber pokok malapetaka dan mengatur kehidupan masyarakat dengan prajna Hukum Agama Buddha yang sesungguhnya akan terwujud kebahagiaan dan perdamaian dunia yang sesungguhnya.

8

Orang bijaksana tidak melaksanakan Hukum Agama Buddha di luar hukum masyarakat, yang sungguh memperhatikan hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat disebut sebagai orang bijaksana.

GM

Keterangan: Bagian ini menjelaskan bahwa karena dasar pokok (Hon) dan akhir (Mace) pada hakikatnya adalah sama, maka Sepuluh Dunia pun tercakup dalam Perasaan Sekejap (Issyin) dan seluruh hukum kemasyarakatan sama sekali tidak bertentangan dengan Wujud Kebenaran Sesungguhnya (Jisso). Orang arif yang mempunyai prajna Hukum Agama Buddha akan melaksanakannya di dalam hukum kemasyarakatan, bukan di luarnya, menuntun dan membimbing rakyat menjadi bahagia. Dengan demikian, yang dikatakan Hukum Agama Buddha juga merupakan hukum kemasyarakatan bukan semata yang terdapat di luar masyarakat, Oktober 2016 | Samantabadra

31


materi ajaran | gosyo kensyu sehingga Hukum Agama Buddha harus mengembangkan prajnanya dalam masyarakat dan memperlihatkan bukti nyata. Dalam Surat Mengenai Sekarung Beras Niciren Daisyonin mengajarkan, “Sesungguhnya, dengan sendirinya segala gejala kemasyarakatan adalah Hukum Buddha ..... Hukum masyarakat itu sendiri keseluruhannya adalah Hukum Agama Buddha.” (Gosyo, hal.1597). Karena gejala nyata dalam kehidupan dan Hukum Agama Buddha merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, maka keseluruhan hukum masyarakat itu sendiri adalah hukum Agama Buddha. Oleh karena itu Wajah Sesungguhnya dari Hukum Agama Buddha akan terwujud nyata dalam gejala kehidupan, dan sebaliknya bila mengetahui tuntutan umat manusia serta dapat mengajarkan cara untuk mencapai kebahagiaan, berarti mengetahui Hukum Agama Buddha. Sebagai umpama, Niciren Daisyonin telah mengambil tokoh-tokoh sejarah, Ta Kung Wang, menteri yang berjasa pada awal Kerajaan Chou dan Chang Liang, perintis Kerajaan Han, yang mengetahui keinginan rakyat dan berhasil menghilangkan penderitaan serta mewujudkan kebahagiaan serta perdamaian. Meskipun mereka bukan buddhis, namun dapat dikatakan dalam jiwa mereka terkandung prajna Hukum Agama Buddha. Dengan demikian, pada satu pihak Niciren Daisyonin telah mengecam dengan keras para bhikku dari berbagai sekte agama Buddha yang telah merusak dan menentang semangat Hukum Agama Buddha, sehingga membuatnya seperti ajaran di luar agama Buddha; di lain pihak, meskipun Ta Kung Wang dan Chang Liang bukan buddhis, namun karena sesuai dengan semangat Hukum Agama Buddha, mereka telah diberi penghargaan tinggi bahwa mereka “memiliki prajna yang mengandung prajna Hukum Agama Buddha.” Di sini terletak keluwesan pemikiran Niciren Daisyonin yang luas dan tajam dalam menatap sifat dan semangat pokok tanpa pengaruh oleh 32

Samantabadra | Oktober 2016

bentuk luar. Hal ini memang dapat dianggap sebagai satu kewajaran, namun dari situ dapat diambil maknanya.

9

Adanya kejahatan besar pertanda datangnya kebaikan besar. Apabila di seluruh dunia terjadi kekacauan, berarti dapat tersebarluas ke seluruh dunia; ini tidak perlu diragukan lagi. Keterangan: Bagian ini menjelaskan bahwa orang arif yang berprajna agung seperti Mahabodhi Bhagavat yang diperlukan dalam mengatur masyarakat masa sekarang ini tidak lain menunjukkan diri Niciren Daisyonin sendiri. Alasannya karena peringatan Niciren Daisyonin dalam Surat Perihal Menentramkan Negara dengan Menegakkan Filsafat yang Benar yang meramalkan bencana pemberontakan dalam negeri telah terbukti sebagaimana tertulis dalam surat ini “ketika terjadi pertentangan dalam puak Hojo pada tahun 1272 (Bun-ei 9) dan serangan dari Mongolia pada tahun 1274 (Bun-ei 11).” Dengan demikian orang biasa pun tidak dapat membedakan kebenaran dan kesesatan Hukum Agama Buddha, dapat menilai keunggulan Niciren Daisyonin secara wajar. Seandainya terdapat “seorang raja yang memiliki prajna unggul” yang dapat menilai Hukum Agama Buddha, maka melihat gejala gempa bumi syoka dan peristiwa bintang sapu, demi terhindar dari bencana, pasti akan mencari guru yang dapat mengajarkan Hukum Agama Buddha yang tepat. Sekali pun ramalan Niciren Daisyonin terbukti dengan tepat, namun penguasa negara tidak mau mencari Niciren Daisyonin untuk mengajarkan Hukum Agama Buddha, seperti dikatakan “Orang arif yang dibenci oleh raja yang bodoh.” Akan tetapi, munculnya bencana alam dalam dunia ini juga merupakan tanda-tanda kebaikan besar segera akan tiba; pasti Hukum Agung Nammyohorengekyo akan tersebarluas di dunia ini. Niciren Daisyonin dalam berbagai Gosyo


menanggapi Ketiga Bencana dan Tujuh Musibah dari dua sudut pandang. Pertama, timbulnya tiga bencana dan tujuh musibah adalah akibat yang timbul dari dilakukannya pemfitnahan Dharma oleh satu negara. Kedua, menunjukkan tanda-tanda runtuhnya hukum sesat dan bangkitnya hukum sakti. Mengenai hubungan kedua pandangan ini, Niciren Daisyonin dalam Surat Perihal Penuntutan terhadap Pemfitnahan Dharma dan Memusnahkan Dosa mengajarkan sebagai berikut, “Dengan ragu-ragu berkata: Dalam surat peringatan kepada almarhum Saimyoji Nyudo yang disampaikan melalui Yadoya Nyudo pada tanggal 16 bulan ke-7 tahun Bun-o pertama (1260) tertulis perihal gempa bumi syoka dan lain-lain. Berarti dalam Surat Menentramkan Negara dengan Menegakkan Filsafat yang Benar telah diterangkan bahwa bila tergantung kepada ajaran pokok Honen maka Hukum Agama Buddha akan musnah di negara Jepang. Dengan demikian menimbulkan kemarahan Dewa Surga dan Dewa Bumi, sehingga pasti timbul pemberontakan di dalam negeri dan serangan dari luar negeri. Kedua macam malapetaka ini pertanda akan tersebarluasnya Saddharmapundarika Sutra. Dimanakah perbedaan antara Sutra Menentramkan Negara dengan Menegakkan Filsafat yang Benar dengan keadaan sekarang ini? Jawab: Pertanyaan Anda baik sekali! Dalam Bab X, Dharma Duta Saddharmapundarika Sutra rol ke-4 dikatakan, ‘Ketika sang Tathagata masih berada di sini saja, sutra ini telah banyak menimbulkan permusuhan dan rasa iri, apalagi sesudah kemoksyaan-Nya.’ Dalam Bab XXIII, Boddhisatva Baisyajaraja, diterangkan perihal ‘apalagi setelah kemoksyaan sang Buddha.’ Lebih daripada itu setelah kemoksyaan-Ku pada masa lima kali lima ratus tahun yang terakhir, sutra ini akan tersebar luas di seluruh dunia (enbudai). Dari kutipan sutra ini dapat disimpulkan bahwa setelah sang Buddha moksya, kebencian dan iri hati akan berlimpah-limpah. Pada Masa Mutakhir Dharma, masa kelima dari lima kali

lima ratus tahun terakhir, Myohorengekyo akan tersebarluas. Selanjutnya sutra mengatakan, ‘Iblis, Mahoraga, Dewa-dewa, naga, yaksya, gandarva, kimnara dan lain-lain, menimbulkan bermacam-macam malapetaka.’ ” (Gosyo, hal.1129). Dan juga dalam surat Inti Hakikat Saddharmapundarika Sutra, (Hokke Syuyo Syo), setelah menanggapi kedua sisi pandangan menyimpulkan sebagai berikut, “Pada kesimpulannya, dilihat dari dua sudut bencana alam ada yang baik dan ada yang buruk. Ketika negara sedemikian kacau, Boddhisatva Visisthakaritra dan arif bijaksana lain akan timbul dan menegakkan Tiga Hukum Ajaran Pokok (Honmon). Myohorengekyo pasti tak diragukan akan tersebarluas dalam empat penjuru surga dan empat penjuru lautan.” (Gosyo, hal.338). Nicikan Syonin pun dalam catatan penjelasan Surat Inti Hakikat Saddharmapundarika Sutra (Hokke Syuyo Syo Bundan) mengatakan, “Pemfitnahan Dharma dari negara akan membuat kemarahan langit dan bumi, oleh karenanya akan menimbulkan bencana alam. Dan bencana alam ini pun merupakan tanda-tanda akan tersebarluasnya hukum agung di masa yang akan datang.” (Kumpulan Bundan, hal.613). Singkatnya, segala gejala merupakan akibat dari suatu sebab. Akan tetapi, untuk menanggapi dan mengatasi gejala sekarang ini demi merintis masa mendatang diperlukan prajna unggul manusia. Kalau gejala tiga bencana dan tujuh musibah ditanggapi sebagai suatu akibat, maka sebabnya adalah pemfitnahan Dharma oleh suatu negara; tetapi bila hal ini ditanggapi demi masa mendatang, ini adalah pertanda bangkitnya hukum agung. Niciren Daisyonin dalam Surat Kejahatan Besar dan Kebaikan Besar menjelaskan sebagai berikut, “Dalam suatu peristiwa penting, tidak terdapat tanda-tanda yang kecil, kalau timbul kejahatan besar, maka kebaikan besar akan segera tiba. Dalam suatu negara yang memfitnah hukum yang agung, pasti akan tersebarluas Hukum Sakti Agung. Mengapa Oktober 2016 | Samantabadra

33


materi ajaran | gosyo kensyu harus berduka cita? Sekalipun bukan kasyapa turut menarikan tariannya, sekali pun bukan Sariputra pun ikut berdiri dan menari.� (Gosyo, hal.1300). Mengetahui penyebab terjadinya gejala sekarang ini memang merupakan hal yang penting, namun kalau hanya sampai disitu saja, itu hanya merupakan pengetahuan belaka. Selain berlandaskan pada pengertian yang tepat, harus diketahui apakah yang harus dilakukan demi mewujudkan masa depan yang lebih cemerlang. Karena dalam tahap dijelaskannya Surat Menegakkan Filsafat yang benar Niciren Daisyonin belum menjelaskan Hukum Sakti (Syoho), maka tiga bencana dan tujuh musibah dijelaskan sebagai akibat pemfitnahan Dharma oleh suatu negara; akan tetapi dengan dijelaskannya isi dari Hukum Sakti sebagai Nammyohorengekyo dari Tri Maha Dharma Sakti, masa krisis akan ditempatkan sebagai tanda-tanda bangkitnya hukum agung ini.

10

Saya sendiri akan mengunjungi mereka orang-orang yang telah mendengar Hukum bila mereka berada di daerah Kanto; sehingga sebenarnya Saya sendiri ingin membaca Jigage di hadapan makam. Tetapi dalam keadaan sekarang, kalau Niciren pergi ke sana, pada hari itu juga akan tersiar ke seluruh negeri dan menimbulkan kegaduhan di Kamakura. Sekalipun orang yang Saya kunjungi itu memiliki hati kepercayaan, dikhawatirkan akan menarik perhatian orang di sekeliling dan menyusahkan orang tersebut. Keterangan: Dalam bagian ini Niciren Daisyonin mengutus Daisyin Ajari untuk membacakan Jigage di muka makam almarhum Rokuro Nyudo Dono. Semenjak dahulu Rokuro Nyudo Dono sudah menjadi murid Niciren Daisyonin dan menjalankan kepercayaan dengan tekun walau dihadapi dengan bermacammacam kesulitan. Niciren Daisyonin amatlah 34

Samantabadra | Oktober 2016

memikirkan murid-muridNya. Sebenarnya Beliau sendiri ingin membaca dan berdoa untuk almarhum, tetapi bila Niciren Daisyonin keluar dari Minobu dan pergi ke daerah Fuji, yang merupakan daerah kekuasaan Hojo Tokimune dan terdapat banyak anggota keluarga Hojo, akan mengakibatkan bermacam-macam hal yang akan menyusahkan orang yang dikunjungi, sehingga Niciren Daisyonin tak dapat berkunjung ke sana. Memikirkan almarhum Rokuro Nyudo Dono membuat Niciren Daisyonin tak dapat duduk tenang di Gunung Minobu, sehingga Beliau mengutus Daisyin Ajari. Dari kutipan di atas dapat kita rasakan betapa Niciren Daisyonin benar-benar memikirkan muridmurid-Nya satu persatu. eee


Kutipan dari Sanju Hiden Syo

D

alam kalimat akhir dari Ki ke empat tertulis: Kennon dan lain-lain. Kalau berdasarkan Koo berarti enam puluh ribu, empat puluh ribu, dua puluh ribu, jika berdasarkan arti dari “Kooshoo” berarti pada waktu berkurangnya dari masa juko ke sembilan. Pada waktu usia wajar manusia 60.000 tahun muncul Buddha Kuruson, pada waktu usia wajar manusia 40.000 tahun muncul Buddha Kunagon, pada waktu usia wajar manusia 20.000 tahun muncul Buddha Kasho, pada waktu usia wajar manusia 100 tahun muncul Buddha Sakyamuni dll. Yaitu mulai dari usia wajar manusia 80.000 setiap 100 tahunnya usia manusia berkurang satu tahun atau setiap 1000 tahunnya usia manusia berkurang 10 tahun, hingga menjadi enam puluh ribu, empat puluh ribu, dua puluh ribu tahun, ini bukankah Kennon (abadi yang sangat jauh). Kalimat ini adalah sambungannya dari kalimat Bab Hoben dimuka, di mana dengan menarik penjelasan dari Myoraku Daishi didalam Hokke Monguki yang menjelaskan kedua perkataan “Kennon” dari Bab Hoben.Didalam Hokke Monguki dari Myoraku Diashi berkata: ”Kennon” dan sebagainya yang dijelaskan dalam Bab Hoben jika dipandang dengan Ko maka itu adalah enam puluh ribu, empat puluh ribu, dua puluh ribu. Nikkan Jonin mengenai enam puluh ribu, empat puluh ribu, dua puluh ribu ini, menjelaskannya berdasarkan Kosho yaitu makna yang dijelaskan didalam buku “Yogaronkoshoju”, karangan Jion Dasihi. Juko dari “Juko kesembilan yang berkurang” dan sebagainya adalah salah

satu dari empat Ko (Joko, Juko, Eko dan Kuko) Dalam proses pembentukan alam semesta terbagi atas empat cara pemikiran, yaitu masa hingga terbentuknya satu dunia dinamakan Joko, masa mempertahankan dinamakan Juko, masa pengrusakan dinamakan Eko dan masa yang tak berbentuk dinamakan Kuko. Kita yang tinggal didunia inipun sewajarnya akan tumbuh dan berkembang berdasarkan pada proses ke empat Ko ini. Sekarang ini tepat berada pada masa Juko. Dalam Kosho tertulis “satu tambah, satu kurang menjadi satu Ko, setelah penuh terhitung 20 di mana Juko berakhir” di mana awal dari Juko adalah dimulai dengan usia manusia yang tak terhingga dan setiap seratus tahunnya usai manusia dikurangi satu tahun terus menerus hingga usia wajar manusia menjadi 10 tahun, ini dinamakan Juko berkurang pertama. Kemudian dimulai dari usia wajar 10 tahun di mana setiap 100 tahun bertambah satu tahun terus menerus hingga usia wajar manusia menjadi 80 ribu tahun, ini dinamakan Juko bertambah pertama. Selanjutnya berulang lagi, dimana setiap 100 tahun usia wajar manusia berkurang satu tahun terus menerus hingga usia wajar manusia menjadi 10 tahun, dinamakan Juko berkurang kedua. Dengan demikian ini berulang-ulang hingga 20 akli bertambah dan berkurang. Dan pada akhirnya dimulai dari usia wajar manusia 10 tahun, bertambah terus hingga Ko bertambah dari usia wajar manusia menjadi usia tak terhingga. Setelah memasuki Juko berkurang yang ke -9 ini, dimana ketika usia wajar manusia Oktober 2016 | Samantabadra

35


materi ajaran | gosyo kensyu 60.000 tahun terdapat Buddha Kuruson, ketika usia wajar manusia 40.000 tahun trdapat Buddha Kunagon dan ketika usia wajar manusia 20.000 tahun terdapat Buddha Kasho sehingga ketika usia wajar manusia 100 tahun Buddha Sakyamuni lahir didunia ini. Dengan demikian Buddha yang dapat muncul didunia adalah sedemikian jarang dan sukarnya. Inilah yang dinamakan “Kennon.� Namun dari usia wajar manusia 60.000 tahun hingga 40.000 tahun, 20.000 tahun dan 100 tahun sajapun sudah sedemikian panjang. Itupun masih berada dalam lingkungan Juko ke-9 yang berkurang. Dengan demikian berulang-ulang 20 kali dari berkurang dan bertambah. Kemudian diperkembangkan empat Ko (Jo, Ju, E, Ku). Disamping itu keempat Ko ini tidak berakhir sekali saja dimana kalau Jo Ju E Ku yang pertama berakhir, akan dimulai Jo Ju E Ku yang berikutnya. Atus perputaran ini akan berulang-ulang berputar untuk selama-lamanya. Betapapun Juko ke-9 yang berkurang ini adalah berdiri pada pandangan kekal abadi yang tak berawal dan tak berakhir. Skala pandangan waktu yang dijelaskan dalam Hukum Agama Buddha adalah sedemikian luas dan besar yang mana dengan satu hal diatas dengan jelas dapat diperkirakan. Biar bagaimanapun, pada bagian ini diantara penjelasan Hukum, mendengar Hukum dan menerima Hukum yang dijelaskan diatas, pertama-tama menyatakan penjelasan Hukum (Seppo) yaitu penjelasan itupun yang mana pertama-tama harus munculnya Buddha dalam dunia ini, hal itu sendiri merupakan suatu hal yang betapa hebatnya. eee

36

Samantabadra | Oktober 2016

Catatan


Catatan

Oktober 2016 | Samantabadra

37


materi ajaran | gosyo kensyu

38

Samantabadra | Oktober 2016


Oktober 2016 | Samantabadra

39


materi ajaran | gosyo kensyu

40

Samantabadra | Oktober 2016


The Kalpa of Decrease

T

he kalpa of decrease has its origin in the human heart. As the poisons of greed, anger, and foolishness gradually intensify, the life span of human beings gradually decreases and their stature diminishes. Before the introduction of Buddhism in the lands of China and Japan, the non-Buddhist scriptures of the Three Sovereigns, the Five Emperors, and the Three Sages were used to bring order to the hearts of the people and govern the world. When the hearts of the people gradually diminished in good and grew adept at evil, it became impossible to restrain profoundly evil offenses because the wisdom of the non-Buddhist scriptures was shallow. Since the world was ungovernable with the non-Buddhist scriptures, the Buddhist scriptures were gradually introduced, and when they were used in governing, the world became tranquil. This was solely because the wisdom of Buddhism can fully elucidate the hearts of the people. What are called “non-Buddhist writings” today differ in spirit from the original nonBuddhist scriptures. Although when Buddhism was introduced the non-Buddhist scriptures and the Buddhist scriptures vied with each other, in time the non-Buddhist scriptures were defeated, and the ruler and the people no longer made use of them. But as adherents of the non-Buddhist scriptures became followers of the Buddhist scriptures, and confrontations came to an end, these adherents extracted the essence of the Buddhist scriptures, increased their wisdom, and incorporated it into the non-Buddhist scriptures. Foolish rulers thought that this was actually the wisdom of the non-Buddhist writings. Moreover, when good wisdom gradually diminished and evil wisdom surpassed it in people’s hearts, the rulers tried to govern society with the wisdom of the Hinayana sutras, which are also included among the Buddhist scriptures, but the world was not at peace. At that time, when the rulers spread the Mahayana sutras and used them to govern, order was somewhat restored in the world. After that, when the wisdom of the Mahayana teachings was no longer adequate, the wisdom of the sutra of the one vehicle was introduced and used to govern the world, and for a brief while the world was at peace. The present age is such that neither the non-Buddhist scriptures, the Hinayana sutras, the Mahayana sutras, nor the one vehicle of the Lotus Sutra has any effect. The reason is that the enormity of the greed, anger, and foolishness in people’s hearts is equal to the superiority of the World-Honored One of Great Enlightenment in great good. To illustrate, in the keenness of its sense of smell, a dog is superior to a man. Moreover, in picking up the scent of birds and beasts, its nose is not inferior to a great sage’s supernatural power of smell. The owl’s keenness of hearing, the kite’s sharpness of eye, the sparrow’s lightness of tongue, and the dragon’s magnificence of body—all surpass even the faculties of a worthy. Thus, the extremity of greed, anger, and foolishness in people’s hearts in the impure world of the latter age makes it difficult for any worthy or sage to control.

Oktober 2016 | Samantabadra

41


materi ajaran | gosyo kensyu This is because, though the Buddha cured greed with the medicine of the meditation on the vileness of the body, healed anger with the meditation on compassion for all, and treated foolishness with the meditation on the twelve-linked chain of causation, teaching these doctrines now makes people worse and compounds their greed, anger, and foolishness. For example, fire is extinguished by water, and evil is defeated by good. In contrast, however, if water is poured on fire that has emerged from water, it would be as if one had poured oil, producing an even greater conflagration. Now in this latter, evil age, great evil arises less from secular wrongdoing than in connection with the doctrines of the religious world. When people today, who are unaware of this, endeavor to cultivate roots of good, events that lead to the ruin of the world occur all the more. Although superficially it may seem to be an act of good to provide support to the priests of the Tendai, True Word, and other schools of the present age, in reality it is a great evil surpassing even the five cardinal sins and the ten evil acts. For this reason, in order that peace reign in the age, if a wise man existed in the world with wisdom like that of the World-Honored One of Great Enlightenment, and if he met with a worthy ruler like King Sen’yo; and if together they devoted themselves to putting an end to these acts of good and committed the great evil of censuring, banishing, cutting off alms to, or even beheading those persons of the eight schools who are thought to be men of wisdom, then the age may be pacified to some extent. This is explained in the first volume of the Lotus Sutra where it says, “The true aspect of all phenomena can only be understood and shared between Buddhas.” In the phrase “consistency from beginning to end,” “beginning” indicates the root of evil and the root of good, and “end” indicates the outcome of evil and the outcome of good. One who is thoroughly awakened to the nature of good and evil from their roots to their branches and leaves is called a Buddha. T’ien-t’ai stated, “Life at each moment is endowed with the Ten Worlds.” Changan stated, “The Buddha intended these as his ultimate teachings. How could they ever be easy to understand?” Miao-lo added that “this principle is the ultimate revelation of his [T’ien-t’ai’s] final and supreme teaching.” The Lotus Sutra states, “[The doctrines that they preach…] will never be contrary to the true reality.” T’ien-t’ai commented on this, saying that “no worldly affairs of life or work are ever contrary to the true reality.” A person of wisdom is not one who practices Buddhism apart from worldly affairs but, rather, one who thoroughly understands the principles by which the world is governed. When the Yin dynasty became corrupt and the people were suffering, T’ai-kung Wang appeared in the world and beheaded King Chou of the Yin, bringing an end to the people’s misery. When the Second Emperor of the Ch’in dynasty caused the people to taste bitterness, Chang Liang appeared and restored order to the world, enabling them to know sweetness. Though these men lived before the introduction of Buddhism, they helped the people as emissaries of Shakyamuni Buddha, the lord of teachings. And though the adherents of the non-Buddhist scriptures were unaware of it, the wisdom of such men contained at heart the wisdom of Buddhism. If there were a ruler of outstanding wisdom in the world today, at the time of the great earthquake of the Shōka era, or at the time of the great comet of the Bun’ei era, he would 42

Samantabadra | Oktober 2016


surely have heeded me, Nichiren. Or even if that had not happened, when strife broke out within the ruling clan in the ninth year of Bun’ei (1272), or when the Mongols attacked in the eleventh year of the same era, he would have welcomed me as King Wen of the Chou dynasty welcomed T’ai-kung Wang, or sought me out as King Kao-ting of the Yin dynasty sought out Fu Yüeh from seven ri away. Thus it is said that the sun and moon are not treasures to one who is sightless, and that a worthy man will be hated by a foolish ruler. Rather than go on at length, I will stop here. The heart of the Lotus Sutra is just as I have explained. You should not think of it as otherwise. Great evil portends the arrival of great good. If all of Jambudvīpa were to be thrown into chaos, there could be no doubt that [this sutra would] “be widely propagated throughout Jambudvīpa.” I have decided to send Āchārya Daishin to pay a visit to the grave of the late lay priest Rokurō. In the past, I had thought that, if there were people in the Kanto region who had heard this teaching, I would go to their graves myself and recite the verse section of the “Life Span” chapter of the Lotus Sutra. If I were to go there under the present circumstances, however, the entire province would hear of it within the day, and it would probably cause an uproar as far away as Kamakura. Even though they have steadfast faith, wherever I go, people must fear the eyes of others. When I thought how much the late lay priest Rokurō might be longing to see me since I had not yet visited, it seemed to me that there was probably something I could do. Thus to begin with, I have decided tosend a disciple to recite the verse section of the “Life Span” chapter before his grave. I ask for your understanding on that point. With my deep respect.

Oktober 2016 | Samantabadra

43


materi ajaran | gosyo cabang

Gosyo Cabang

Surat Balasan kepada Yasaburo Gosyo Zensyu halaman 1049

LATAR BELAKANG |

G

osyo ini diberikan kepada seorang yang bernama Yasaburo yang berasal dari Judo. Nama Yasaburo sering dikaitkan dengan Funamori Yasaburo yang berdiam di Kawana, Provinsi Izu. Yasaburo yang dimaksud di sini adalah orang yang sama sekali berlainan. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah Yasaburo Saito di Numazu, Provinsi Syizuoka. Yasaburo ini berdebat tentang hukum dengan

44

Samantabadra | Oktober 2016

orang dari Sekte Jodo. Surat ini merupakan surat balasan atas surat Yasaburo yang meminta petunjuk kepada Niciren Daisyonin yang berada di Minobu. Niciren Daisyonin memberi bimbingan mengenai isi diskusi hukum dan persiapan hati untuk menghadapi orang-orang dari Sekte Jodo. Surat ini ditulis pada tanggal 4 bulan 8 tahun Kenji ke-3 (1277), pada saat Niciren Daisyonin berusia 56 tahun. Surat aslinya sudah tidak ada.


ISI GOSYO |

S

aya (Yasaburo) adalah sosok seorang penganut yang tidak berprajna. Akan tetapi dalam mendengarkan pintu-hukum, Saya dapat merasakan unggulnya kalimat yang berbunyi, “Sekarang Triloka ini” yang dibabarkan dalam jilid ke-2 Saddharmapundarika Sutra. Berarti, negeri Jepang, sekarang adalah milik Buddha Sakyamuni. Tensyo Daijin, Mahabodhisattva Haciman, Kaisar Jimmu dan lain-lain, seluruh dewa baik, raja negara, ribuan rakyat, semuanya berdiam di tanah milikNya. Buddha Sakyamuni adalah Buddha yang berbudi besar bagi kita, umat manusia, karena adanya tiga arti. Pertama sebagai raja negara, kedua sebagai guru dan ketiga sebagai ayah bunda. Di antara para Buddha sepuluh penjuru hanya Buddha Sakyamuni yang mencakup tiga kebajikan. Oleh karena itu, seandainya sekarang seluruh umat di negeri Jepang mengikuti Buddha Sakyamuni dengan sungguh-hati seperti mengikuti Buddha Amitabha, akan merupakan kesalahan besar jika melayani-Nya dengan kedudukan yang sama dengan Buddha yang lain. Misalnya, raja negara sendiri – terlebih lagi sebagai seorang yang berprajna – berganti pikiran menjadi raja negeri yang lain. Tinggal di Jepang tetapi mementingkan raja negara Tiongkok dan Korea serta meremehkan raja negara Jepang. Jika demikian, apakah raja negeri ini (orang itu) adalah seorang yang baik?

Bahkan tidak ada seorang pun bhiksu negeri Jepang yang menjadi murid Tathagata Sakyamuni. Yang berkepala gundul dan berpakaian bhiksu adalah murid Buddha Amitabha. Namun, bhiksu-bhiksu tersebut tidak mempunyai vihara Buddha Sakyamuni, vihara Saddharmapundarika, gambar, patung, apalagi satu bagian dari Saddharmapundarikasutra; dan meninggalkan Buddha Sakyamuni yang mencakup tiga kebajikan. Menaruh dan menegakkan Buddha Amitabha yang tidak mencakup satu kebajikan pun di provinsi, desa, dan rumah di seluruh negeri lebih banyak daripada jumlah manusia. Semua menyebut nama Buddha Amitabha 60.000 - 80.000 kali. Kelihatannya agung, namun jika ditinjau berdasarkan Saddharmapundarika-sutra dosa orang-orang ini lebih berat daripada orang buruk yang membuat sepuluh keburukan setiap hari. Orang buruk tidak mengikuti Buddha apa pun. Jika pemikiran mereka tidak berubah dan menjadi orang baik mungkin dapat mengikuti Saddharmapundarika-sutra. Sekarang mengapa orang-orang Jepang lebih percaya kepada Buddha Amitabha daripada Buddha Sakyamuni? Mungkin sukar percaya kepada Saddharmapundarika-sutra yang lebih mendalam dan hatinya lebih akrab untuk memercayai Nembutsu. Oleh karena itu, orang-orang yang meniru-niru orang baik itu sebenarnya adalah orang buruk.

Di antara orang buruk mereka merupakan pemfitnah Dharma besar dan utama dalam icien bodai (seluruh dunia) serta orang icchantika besar. Orang-orang ini ditetapkan oleh Buddha Sakyamuni dalam rol ke-2 Saddharmapundarika-sutra, “Setelah jiwanya berakhir, orang ini akan masuk dalam neraka avici.” Jika demikian para bhiksu negeri Jepang sekarang ini adalah orang yang sangat buruk yang melampaui Devadatta dan Kokalika. Penganutpenganut mengagungkan dan menyumbang bhiksu ini, sehingga perubahan negeri ini menjadi neraka penderitaan yang tak terputus-putus sudah di depan mata. Sekarang badan Oktober 2016 | Samantabadra

45


materi ajaran | gosyo cabang orang-orang ini pun mendapat penderitaan besar yang belum pernah terjadi pada zaman dahulu, yakni kelaparan hebat dan penyakit menular, bahkan mungkin akan diserang oleh negeri lain. Hal ini diatur oleh Dewa Brahma, Dewa Indra, Dewa Matahari, Dewa Bulan, dan lain-lain.

Dalam negeri Jepang satu-satunya orang yang mengetahui teori kewajaran ini hanya Niciren seorang diri. Pada mulanya bermacam-macam pikiran timbul, apakah harus menerangkan hal ini atau tidak. Jika harus menerangkan, bagaimana menjalankannya? Bolehkah menentang kata-kata Buddha sebagai ayah bunda dari seluruh umat manusia? Akhirnya menetapkan pikiran untuk tetap mulai berbicara, meski apa pun yang akan terjadi pada diri sendiri. Sehingga selama 20 tahun diusir dari tempat, murid-murid pun dibunuh, diri sendiri juga dilukai, mendapat lebih dari dua kali hukuman pembuangan, dan akhirnya hampir dipenggal leher. Dari dahulu (Niciren) sudah mengetahui bahwa seluruh umat negeri Jepang akan mendapat penderitaan besar. Karena menyayangi merekalah maka menjalankan hal ini. Oleh karena itu, orang-orang yang mengetahui hati ini harus merasakan bahwa penderitaan yang demikian besar yang dialami adalah untuk kita. Jika mengetahui budi, ketika (Niciren) dipukul dengan tongkat dua kali, orang yang mempunyai hati harus merasa ingin menggantikan salah satunya. Namun tidaklah demikian. Sebaliknya membalas dengan semakin membenci (Niciren). Hal ini sungguh tidak dimengerti. Dan para penganut tidak mendengar alasan ini. Satu waktu diusir dari tempat atau murid dan lainnya dibenci. Betul-betul orang yang tidak mempunyai hati baik! Seandainya tidak mengetahui pun, adalah salah jika berpikir ayah sendiri sebagai musuh dengan mencaci maki bahkan memukul dan membunuhnya. Bagaimana dapat menghindar dari dosa karena hal ini?

Orang-orang di dalam masyarakat sekarang tidak mengetahui kekasaran perasaan diri sendiri dan berpikir bahwa hati Niciren sendiri yang kasar. Melihat wanita yang cantik, orang yang sangat pencemburu akan membelalakkan matanya, tidak mengetahui wajah diri sendiri yang buruk; bahkan sebaliknya akan mengatakan bahwa mata wanita yang cantik itu menakutkan. Hal ini (sesuai teori kewajaran Hukum Buddha) satu-satunya adalah karena tidak ada pertanyaan dari raja negara. Dan dikatakan alasan mengapa tidak bertanya adalah karena orang-orang negeri ini terlalu banyak dosa. Oleh karena itu di masa ini diserang negeri lain dan di masa yang akan datang sudah ditetapkan jatuh ke dalam neraka yang tak terputus-putus. (Begitulah dasarnya untuk mengatakan). Dan sampaikanlah kepada orang-orang ini, “Saya percaya karena tercatat di dalam kalimat sutra dengan sangat jelas. Mengenai hal ini, seandainya Anda sekalian seperti Saya, orang yang tidak mempunyai kedudukan, disiksa terus menerus dan diusir dari tempat, tentu akhirnya menjadi hal yang besar. Hati bhiksu ini (Niciren) bagaimana pun tidak akan mengikuti Tensyo Daijin, Bodhisattva Haciman, apalagi manusia biasa; tentu tidak bisa. Dengan demikian, walaupun (Niciren) sering mendapat penganiayaan-penganiayaan besar, hatiNya sama sekali tidak takut. Yang Saya dengar, hati-kepercayaan Niciren semakin kuat berkobar-kobar.� Demikian sampaikanlah pada orang-orang tersebut.

Jika guru dharma ini akan berbicara, langsung katakan apakah yang telah disampaikan benar atau tidak. Dan tanyakanlah, adakah kalimat Saddharmapundarika-sutra yang 46

Samantabadra | Oktober 2016


menerangkan Buddha Sakyamuni sebagai ayah-bunda, guru, dan majikan. Jika dijawab ada, seranglah dengan mengatakan: jika demikian, adakah kalimat sutra yang menyatakan Buddha Amitabha sebagai ayah-bunda, guru, dan majikan dari bhiksu tersebut? Dan seranglah semakin keras agar dijawab ada atau tidak. Jika dikatakan ada dalam kalimat sutra, seranglah dengan menanyakan mungkinkah bhiksu tersebut mempunyai dua orang ayah? Jika dikatakan tidak ada, seranglah kembali dengan bertanya mengapa bhiksu tersebut membuang ayah sendiri dan menyayangi ayah orang lain? Berdasarkan hal itu, kutiplah kalimat tentang perbedaan yang bagaikan langit dan bumi antara sutra lain (Sutra Sementara) dengan Saddharmapundarika-sutra, yakni “Selama 40 tahun lebih belum mewujudkan yang sesungguhnya.� Dan jika orang-orang tersebut menyerang dengan mengutip kalimat Saddharmapundarika-sutra tentang dunia yang tenang dan senang, seranglah kembali agar dijawab setuju atau tidak terhadap hal-hal yang telah diterangkan. Jika telah dijawab baru akan Saya terangkan kalimat tersebut. Hati harus bersiap sedia sepenuhnya, tidak menyayangi benda dan mengasihani anak, istri, ataupun mengandalkan orang lain; sama sekali tidak ragu-ragu dan satu-satunya hanyalah menetapkan hati. Bercerminlah pada keadaan masyarakat tahun ini. Banyak orang yang mati. Diri sendiri dapat terus hidup sampai sekarang adalah untuk bertemu hal ini (penganiayaan Saddharmapundarika-sutra). Inilah saatnya menyeberangi Kali Uji, inilah saatnya menyeberangi Kali Seta. Menang dari perang hukum ini sehingga mengangkat nama baik atau menjatuhkan nama adalah saat sekarang ini. Sukar mendapat badan manusia serta sukar percaya kepada Saddharmapundarika-sutra adalah hal ini. Doakan dengan sungguh-sungguh agar Buddha Sakyamuni, Buddha Prabhutaratna, dan Buddha sepuluh penjuru datang serta berkumpul masuk dalam badan diri sendiri serta memohonlah. Jika ditangkap dan berada di hadapan kepala daerah, sampaikanlah dengan sungguh-sungguh mengenai keadaan tersebut.

Tertanda,

Niciren

Tanggal 4 bulan 8 tahun Kenji ke-3 (1277) Surat Balasan Kepada Yasaburo

Oktober 2016 | Samantabadra

47


materi ajaran | gosyo cabang KUTIPAN GOSYO |

1

Dalam negeri Jepang, satusatunya orang yang mengetahui teori kewajaran ini hanya Niciren seorang diri... Dan sampaikanlah pada orang-orang ini. Keterangan: Seperti telah dikatakan sebelumnya seluruh rakyat negeri Jepang memfitnah dharma dan sebagai akibatnya mendatangkan malapetaka bagi tanah negeri. Hanya Niciren Daisyonin seorang yang mengetahui akar pokok hubungan sebab-akibat dari kedua hal tersebut. MakaBeliau menyerang para pemfitnah dharma tersebut. Dan kepada orangorang yang membalas dengan penindasan, Niciren Daisyonin menunjukkan perasaan hati-Nya agar lebih mudah dimengerti. Dasar pelaksanaan syakubuku Niciren Daisyonin yang menghantam pemfitnahan dharma adalah menimbulkan mahamaitrimahakaruna untuk menyelamatkan umat manusia. Karena itu tidak akan berhenti dalam keadaan apa pun. Di sini dikatakan, “Ketika (Niciren) dipukul dengan tongkat dua kali, orang yang mempunyai hati harus merasakan ingin menggantikan salah satunya.” Jika dibandingkan dengan kalimat selanjutnya, “Para penganut tidak mendengar” perkataan ini ditujukan kepada orang yang berkedudukan sebagai bhiksu karena para penganut tidak mengetahui hukum Buddha. Meskipun mereka tidak mengetahui, hal yang buruk tetaplah buruk, sehingga tidak bisa terhindar dari dosa menindas Niciren Daisyonin bersama-sama para bhiksu yang memfitnah dharma. Akar pokok kesesatan dan pemfitnahan dharma dari seluruh 48

Samantabadra | Oktober 2016

manusia negeri Jepang terletak pada raja negara yang tidak ingin mengetahui Hukum sesungguhnya. Raja yang tidak menghiraukan peringatan Niciren Daisyonin dan tidak mengakui Hukum Sesungguhnya adalah karena dosa besar seluruh rakyat negeri. Dengan demikian seluruh negeri telah ditetapkan mendapat hukuman besar selama dua masa, yakni sekarang dan akan datang.

2

Jika guru dharma itu akan berbicara... “Jika telah dijawab baru akan Saya terangkan kalimat tersebut.”

Keterangan: Pada bagian ini diterangkan secara tuntas tentang cara mendiskusikan hukum pada waktu itu. Dalam forum diskusi hukum hendaknya Yasaburo menuntut pihak lawan sesuai dengan yang telah diajarkan hingga saat itu. Jika guru hukum Nembutsu yang merupakan lawan ingin mengatakan sesuatu, sebaliknya langsung ditanyakan salah atau tidaknya apa yang telah dituntutnya. Bagaimana pun juga untuk memecahkan dan mematahkan hukum bukanlah dengan menerangkan hukum kita, melainkan dengan menyerang kesalahan mereka.

3

Hati harus bersiap sedia sepenuhnya...

Keterangan: Pada kalimat ini diajarkan sikap atau perasaan hati ketika menjalankan diskusi hukum. Dibimbing pula tentang dasar


untuk menjaga dan mempertahankan Hukum Sesungguhnya dengan sekejap perasaan jiwa yang tegas. Oleh karena itu, yang utama adalah sebelumnya berdasarkan tekad yang bulat harus dipersiapkan hati dengan sungguhsungguh dan dengan sangat hati-hati. Diskusi hukum pasti menimbulkan bermacam-macam kesulitan. Hendaknya tidak menjadi takut, mengkhawatirkan materi dan anak-istri. Hal ini merupakan sikap hati kepercayaan yang tegas untuk menjaga Hukum Sesungguhnya. Kalimat “Mengandalkan orang lain, sama sekali tidak ragu-ragu” berarti sikap tergantung pada seseorang atau membagi tanggung jawab dengan orang lain akan membahayakan kedudukan aliran yang benar dan makna sesungguhnya dan Hukum Sesungguhnya. Oleh karena itu diperingatkan bahwa dengan bersikap demikian akan merendahkan hukum. “Hukum tidak tersebar dengan sendirinya tetapi disebarkan oleh manusia. Oleh karena itu manusia dengan hukum, keduanya menjadi unggul” (Gosyo Zensyu halaman 856). Untuk memecahkan hukum sesat dan menyebarkan Hukum Sesungguhnya, bagaimana pun juga yang terpenting adalah ‘satu orang’ yang berdiri pada keyakinan mutlak. Yang terpenting adalah sikap sekejap perasaan jiwa, seperti dikatakan “hanya menetapkan hati.” Sikap ini menunjukkan kekekalabadian dari

penyebarluasan Hukum Sesungguhnya. Yasaburo dapat diperkirakan adalah seorang samurai. Hingga saat ini Yasaburo masih dapat hidup, padahal banyak samurai yang meninggal karena bermacam-macam peperangan. Dikatakan bahwa bagaimana pun juga hendaknya hal ini adalah untuk melaksanakan diskusi Hukum dan menjaga Hukum. Selanjutnya hal tersebut berarti pada hakikatnya dapat terlahir pada masa ini adalah untuk menjaga makna sesungguhnya dari Hukum Buddha. Inilah yang dimaksud dengan menetapkan perasaan hati. Dalam menjalankan sungguh-sungguh demi Hukum Buddha terdapat jalan langsung pencapaian kesadaran Buddha dan juga merupakan kunci agar kehidupan kali ini bermakna paling unggul. Terakhir dikatakan “Inilah saatnya menyeberangi Kali Uji, inilah saatnya menyeberangi Kali Seta. Menang dari perang hukum ini sehingga mengangkat nama baik atau menjatuhkan nama.” Dengan kalimat ini Niciren Daisyonin mendorong dan memberi semangat kepada Yasaburo sehingga ia mengetahui harus berpendirian menang atau kalah pada diskusi hukum tersebut. Dengan memenangkan diskusi hukum tersebut maka akan meninggikan namanya sendiri.

eee

Oktober 2016 | Samantabadra

49


materi ajaran | gosyo cabang

50

Samantabadra | Oktober 2016


Oktober 2016 | Samantabadra

51


materi ajaran | gosyo cabang

52

Samantabadra | Oktober 2016


Oktober 2016 | Samantabadra

53


materi ajaran | forum diskusi

Forum Diskusi

Perombakan Sifat Jiwa dan Perombakan Nasib Pertanyaan: Apakah bedanya perombakan sifat jiwa dan perombakan nasib itu ? Jawab: Perombakan sifat jiwa adalah perombakan akar dasar kehidupan manusia. Kehidupan yang kini mungkin berakar pada tiga racun (keserakahan, kemarahan dan kebodohan) dirombak. Akar kehidupan dari tiga racun tersebut dirubah menjadi akar kehidupan Saddharmapundarika-sutra. Oleh karena akar kehidupan manusia itu menentukan tujuan kehidupan manusia tersebut, maka seluruh cara hidupnya akan bergantung pada akar kehidupannya itu. Kehidupan yang berakar pada keserakahan akan bertujuan untuk mengeruk harta tanpa perduli dan pada akhirnya akan mendatangkan ketidakbahagiaan. Kehidupan yang paling bahagia adalah kehidupan yang berakar pada Saddharmapundarikasutra. Tujuan kehidupan yang berakar pada Saddharmapundarika-sutra adalah kebahagiaan seluruh umat manusia. Kebahagiaan seluruh umat manusia akan mendatangkan pula kebahagiaan pada diri sendiri. 54

Samantabadra | Oktober 2016

Perombakan nasib adalah perombakan nasib buruk akibat karma masa lampau. Perombakan nasib hanya bisa dicapai bila seseorang mempunyai pandangan tentang jiwa yang kekal abadi. Ketidakbahagiaan yang dialami manusia pada masa ini merupakan akibat dari karma masa lampau manusia tersebut. Manusia yang ingin merombak nasib adalah manusia yang ingin meninggalkan kehidupan masa ini yang tidak bahagia. Kehidupan yang didasari oleh tiga racun. Kehidupan masa ini yang didasari oleh ketiga racun adalah akibat dari kehidupan masa lampau yang didasari juga oleh ketiga racun tersebut. Untuk merombak ketidakbahagiaan tersebut, maka kehidupan masa ini harus dirombak. Jadi, perombakan nasib adalah meninggalkan akibat karma buruk masa lampau dan membuat sebab karma baik pada kehidupan masa ini. Membuat karma baik pada masa ini akan merubah ketidakbahagiaan menjadi kebahagiaan. Hidup yang bahagia adalah hidup yang berakar pada Saddharmapundarikasutra. Dengan kata lain perombakan nasib hanya bisa tercapai dengan menjalankan perombakan sifat jiwa. Jadi antara perombakan nasib dan perombakan sifat jiwa terdapat hubungan yang tak


terpisahkan. Perombakan sifat jiwa adalah sebab yang berakibat perombakan nasib. Manusia dapat mengatasi ketidakbahagiaan, bila ia mengerti tentang pandangan jiwa yang kekal abadi. Jika kita memandang dari jiwa kekal abadi, maka kita dapat melihat bahwa ketidakbahagiaan pada masa ini disebabkan oleh karma masa lampau. Masa lampau tidak dapat dirubah. Namun masa yang akan datang bisa kita rubah. Masa depan yang bahagia tergantung pada sebab masa kini. Oleh karena itu merombak nasib adalah merombak kehidupan sekarang agar menjadi bahagia pada masa yang akan datang. Hal ini dapat dilihat dalam “Surat Membuka Mata� dengan mengutip kalimat Sinjikan yang berbunyi, “Apabila ingin mengetahui sebab masa lampau lihatlah akibat di masa ini. Apabila ingin mengetahui akibat di masa yang akan datang, lihatlah sebab di masa ini�. Gerakan sekejap demi sekejap sejak masa lampau hingga kini terus-menerus membentuk nasib kita. Misalnya kita yang sekarang hidup dalam keadaan kesulitan ekonomi. Keadaan ini disebabkan oleh karma buruk yang tertinggal di dasar jiwa. Karma buruk yang terbentuk dari kehidupan yang tidak berakar pada Saddharmapundarika-sutra. Untuk menghapus karma buruk itu, kita harus membuat sebab yang berupa karma baik untuk masa yang akan datang. Sebab yang akan mendatangkan kebahagiaan dan dapat mengatasi kesulitan ekonomi di masa akan datang. Nasib buruk yang paling ditakuti adalah nasib yang disebabkan oleh pemfitnahan terhadap Hukum alam semesta. Pemfitnahan terhadap Hukum alam semesta adalah yang berasal dari pikiran, perasaan, dan perbuatan yang menentang Saddharmapundarika-sutra. Menentang

Saddharmapundarika-sutra adalah sama dengan menentang akar pokok alam semesta. Jadi perbuatan pemfitnahan Hukum alam semesta ini merupakan sebab yang terbesar dari ketidakbahagiaan yang paling mendalam. Usaha perombakan nasib adalah usaha untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan seperti kesulitan ekonomi, kesehatan dan semua sebab ketidakbahagiaan lainnya dalam kehidupan ini. Sedangkan perombakan sifat jiwa adalah untuk memperbaiki akar pokok cara hidup yang berlangsung hingga kini. Oleh karena itu, manusia yang ingin merombak nasib dengan sendirinya akan melakukan perombakan sifat jiwa. Dengan demikian usaha perombakan sifat jiwa lebih bersifat inisiatif. Inisiatif untuk membabarkan dan melestarikan Saddharmapundarika-sutra tanpa diminta oleh orang lain. Pada akhirnya pembabaran dan pelestarian Saddharmapundarikasutra menjadi tujuan hidup manusia. Dari bahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perombakan nasib bisa dicapai dengan dasar perombakan sifat jiwa kita masing-masing. Nasib yang disebabkan oleh pemfitnahan Dharma di masa lampau dapat dibuka dan dipecahkan. Membuka dan memecahkan nasib masa lampau dapat dilakukan apabila kita percaya dan melaksanakan Saddharmapundarika-sutra. Apabila kita percaya dan melaksanakan Saddharmapundarika-sutra maka kehidupan kita akan mengalir di dalam arus perombakan sifat jiwa. Kehidupan kita akan menjadi air jernih yang dapat mengusir dan membersihkan kotorankotoran dari nasib kita. Perombakan nasib kita akan tercapai bila kita menjalankan perombakan sifat jiwa. Keunggulan perombakan sifat jiwa Oktober 2016 | Samantabadra

55


materi ajaran | forum diskusi dari seseorang akan menjadi perombakan nasib satu negeri. Pada akhirnya dapat menjadi perombakan nasib seluruh umat manusia. Oleh karena itu perombakan sifat jiwa adalah dasar dari seluruh perombakan-perombakan. Untuk dapat melaksanakan perombakan sifat jiwa diperlukan keyakinan yang mendalam. Kita harus mempunyai keyakinan yang mendalam atas Saddharmapundarika-sutra. Keyakinan yang dapat menjadi kekuatan untuk melaksanakan dan melestarikan Saddharmapundarika-sutra tersebut. Keyakinan ini dapat kita peroleh melalui pertapaan yang berdasarkan hati kepercayaan. Pertanyaan: Apakah hubungan antara perombakan sifat jiwa dengan hati kepercayaan ?

Jawab: Perombakan sifat jiwa adalah perombakan yang sangat mendasar. Perombakan sifat jiwa bukanlah perubahan salah satu sifat manusia. Misalnya yang dulunya malas kini menjadi rajin. Hal ini belum dapat dikatakan sudah menjalankan perombakan sifat jiwa. Tetapi yang dimaksud dengan perombakan sifat jiwa adalah merombak dasar pokok jiwa manusia itu. Umpamanya merombak dasar dari ketidakbahagiaan manusia. Sebab dasar itu adalah tiga racun yang berupa keserakahan, kemarahan dan kebodohan. Keserakahan yang dimaksud di sini adalah keserakahan yang berupa segala bentuk hawa nafsu yang ada. Sedangkan kemarahan yang dimaksud di sini adalah kemarahan yang ada pada dasar jiwa yang terdalam, misalnya tidak 56

Samantabadra | Oktober 2016

bisa menerima dan selalu menyalahkan suasana. Kebodohan berarti hati yang bodoh, hati yang tidak bisa melihat halhal yang wajar menurut Hukum agama Buddha. Ketiga racun ini akan membuat jiwa manusia menjadi keruh. Jiwa yang keruh pada akhirnya membuat manusia itu tidak bahagia. Oleh karena itu untuk menjadi bahagia manusia harus mengatasi kekeruhan jiwa. Jiwa manusia yang keruh hanya dapat diatasi dengan merombak akar pokok jiwa itu sendiri. Merombak akar jiwa tidak dapat dilakukan hanya dengan meninjau diri atau merombak perasaan jiwa. Satu-satunya jalan untuk dapat menghapus kekeruhan jiwa adalah dengan mewujudkan Dunia Buddha dalam diri sendiri. Dunia Buddha memiliki tenaga yang kuat dan bersih. Sehingga dengan mewujudkan Dunia Buddha dalam diri kita, maka kita pun mempunyai tenaga yang kuat dan suci. Untuk menimbulkan Dunia Buddha ini secara nyata, kita harus menjalankan kehidupan dengan dasar sumber pokok alam semesta, yaitu dengan percaya dan melaksanakan Saddharmapundarika-sutra. Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas adalah bahwa perombakan sifat jiwa hanya dapat dicapai dengan mewujudkan Dunia Buddha dalam diri kita secara nyata. Untuk mewujudkan Dunia Buddha yang ada dalam diri kita sendiri itu, kita harus melakukan langkah-langkah nyata. Langkah-langkah nyata tersebut adalah kita harus percaya kepada Gohonzon sebagai badan pokok Saddharmapundarika-sutra. Kepercayaan ini harus merupakan kepercayaan yang tunggal. Oleh karena itu kita harus meninggalkan kepercayaan-kepercayaan kepada kekuatan lain di luar Gohonzon,


seperti genderuwo, jin, roh dan bendabenda keramat macam cincin, keris, tombak dan lain-lain. Kepercayaan tunggal kepada Gohonzon sebagai badan pokok Saddharmapundarika-sutra itu akan mendorong kita membabarkan Saddharmapundarika-sutra tersebut pada orang-orang lain. Pembabaran Saddharmapundarika-sutra harus dilaksanakan berdasarkan keinginan yang kuat untuk membahagiakan orang lain. Keinginan ini harus lahir dari niat yang murni dan penuh Maitri Karuna. Keinginan yang murni akan menimbulkan semangat yang berkobar-kobar untuk membabarkan Saddharmapundarika-sutra tersebut. Oleh karena kehidupan yang berjalan atas dasar Saddharmapundarika-sutra merupakan kehidupan yang paling bahagia, maka pembabaran Saddharmapundarika-sutra dengan semangat yang berkobar-kobar pasti akan mendatangkan kebahagiaan. Kebahagiaan yang nyata dari orang lain tersebut akan mendatangkan pula

kebahagiaan pada diri sendiri. Pada saat itulah tercapai perombakan sifat jiwa, karena ketika itu kita telah mewujudkan Gohonzon (Dunia Buddha) dalam diri sendiri. Perombakan sifat jiwa yang berhasil dilakukan oleh diri kita akan mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan lingkungan. Oleh karena itu, kita dapat mewujudkan pula kebahagiaan dan kemakmuran negeri kita tercinta ini dengan melaksanakan perombakan sifat jiwa kita masing-masing. Tujuan yang besar hanya dapat dicapai bila terdapat langkah-langkah yang nyata. Kemakmuran negeri adalah tujuan yang besar. Tujuan tersebut akan dapat dicapai jika kita memilki dua aksara dalam jiwa, yaitu hati kepercayaan. Tujuan tersebut dapat menjadi tujuan hidup bila kita dapat menegakkan suasana jiwa yang luas dan dalam. Suasana jiwa yang tidak akan goyah dalam menghadapi suasana yang bagaimanapun juga. eee

Catatan

Oktober 2016 | Samantabadra

57


refleksi

Kunjungan Anggota K

egiatan kunjungan anggota adalah salah satu pilar susunan NSI dalam rangka penyiaran Dharma Nam-myoho-renge-kyo (syakubuku). Manfaat dari kegiatan ini dapat dirasakan oleh pihak pengunjung dan pihak yang dikunjungi terutama dari aspek kedekatan emosional. Tujuannya antara lain menularkan semangat syinjin, mempererat tali persaudaraan antarumat NSI dan menyebarkan informasi kegiatan di susunan.

Sejarah kunjungan anggota NSI berkembang melalui kunjungan anggota. Kunjungan dari rumah ke rumah telah dilaksanakan pada awal penyebaran di Bogor, sebagai salah satu daerah pionir penyebaran agama Niciren Syosyu di Indonesia. Kunjungan demi kunjungan menghasilkan anggota yang ingin belajar lebih jauh tentang agama Buddha ini hingga terbentuklah pertemuan/zadankai. Pertemuan diselenggarakan dari minggu ke minggu sejalan dengan bertambahnya jumlah peserta sehingga dibentuklah dua cabang hingga terwujud sebuah daerah/shibu. Dimulai dari pertemuan/zadankai di Gang Baru, lalu ke Gang Aut, Jalan Suryakencana. Semua kegiatan ini diawali sekali dengan gerakan kunjungan anggota oleh para senior, baik pengurus maupun umat. Di Jakarta pun berlangsung demikian, mulai dari Jalan Pangeran Jayakarta hingga sekarang di sepanjang Jalan Minangkabau sebagai pusat kegiatan NSI. Saya sendiri merupakan hasil dari kunjungan anggota. Dua orang senior pernah berkunjung ke rumah orang tua untuk berkenalan dan mengajak saya ke Pertemuan Pelajar pada waktu itu, tahun 1975. Sejak itulah saya mulai aktif di Pertemuan Pelajar, lalu ke Pertemuan Pemuda, hingga Pertemuan Umum (Shibu Zadankai). 58

Samantabadra | Oktober 2016

Peran penting kunjungan anggota Terlepas dari kecanggihan alat telekomunikasi masa kini, posisi kunjungan anggota tak dapat tergantikan dengan moda komunikasi melalui perangkat, baik dalam bentuk suara (telepon) atau teks (sms, chatting). Kunjungan anggota memiliki sentuhan kemanusiaan dan tatap muka langsung yang tidak dapat diperoleh melalui komunikasi melalui perangkat. Dalam bahasa Inggris ada ungkapan, seeing is believing. Ungkapan ini sungguh tepat karena menekankan temu langsung dengan melihat kondisi tempat tinggal umat dan keluarga umat apa adanya. Pengunjung pun mendapat manfaat berupa pengembangan rasa empati dan kemanusiaan di dalam dirinya. Kalau kita teliti literatur Buddhis mulai dari kehidupan sang Buddha Sakyamuni hingga sang Buddha Niciren Daisyonin, atau cerita tentang Bodhisattva Vimalakirti, kita dapat merasakan semangat berkunjung dan merakyat ini seperti dalam Forum Diskusi di majalah Samantabadra Agustus 2016 bertajuk “Mari Kunjungan Anggota�: Lebih jauh, kunjungan anggota merupakan pelaksanaan maitri karuna. Para Buddha telah memberi teladan mengenai hal ini. Seumur hidup Buddha Sakyamuni menghabiskan waktunya untuk berkeliling dari satu


tempat ke tempat lainnya untuk membabarkan ajaran. Bukankah ini berarti Beliau mengunjungi anggota? Buddha Niciren Daisyonin sendiri mengalami penganiayaan hukum Komatsubara ketika sedang dalam perjalanan mengunjungi murid-Nya yang bernama Kudo Yosyitaka. Dan juga, Beliau meninggal di tempat kediaman murid-Nya, Ikegami. Perilaku Buddha menunjukkan, bahwa kunjungan anggota adalah sesuatu yang biasa dilakukan oleh setiap umat Buddha. Jelas kita juga dapat melakukannya. Kutipan di atas ini mengusung ide pelaksanaan maitri karuna yakni memikirkan nasib anggota lain dan perjuangan mengubah nasib anggota lain. Sebagaimana ungkapan motivator Merry Riana, bahwa kalau kita mau memasuki growth zone (zona pertumbuhan) alias mau bergerak maju, kita harus keluar dari comfort zone (zona nyaman). Sebaliknya kalau kita ingin berdiam diri di zona kenyamanan, tak akan ada pertumbuhan diri kita. Melakukan kunjungan anggota seringkali merupakan perjuangan untuk melawan kemalasan dan kecenderungan memikirkan diri sendiri. Terkadang mungkin terasa tidak nyaman untuk memikirkan orang lain, sedangkan diri sendiri masih banyak menghadapi masalah. Namun justru dengan tetap mau memikirkan orang lain di saat diri sendiri juga berjuang menghadapi kesulitan, di situ akan timbul rejeki dan kebahagiaan karena mampu mengembangkan sikap welas asih dan maitri karuna. Kunjungan dapat dilaksanakan seara berkelompok kecil atau oleh perorangan. Kunjungan anggota adalah tanggung jawab moral yang berada di pundak semua pengurus dan umat organisasi NSI, yang diinisiasi oleh Ketua Daerah, Sekretaris, Bendahara, koordinator bagian hingga Ketua Anak Cabang. Seluruh elemen anggota NSI perlu saling mengunjungi dan mempererat jalinan

kekeluargaan untuk meningkatkan ketahanan syinjin masing-masing sesuai prinsip ajaran jigyo-keta, bahwa kita melaksanakan Dharma Nam-myoho-renge-kyo baik untuk diri sendiri maupun orang lain di sekeliling kita. Sebagai umpama kita bernapas, kita mengambil oksigen yang diproduksi tumbuhan dan mengeluarkan karbondioksida yang bermanfaat bagi tumbuhan, begitu siklusnya terus berlangsung tanpa terhenti sepanjang hayat. Manfaat kunjungan anggota Manfaat kunjungan anggota secara praktis dapat dirasakan oleh anggota yang dikunjungi maupun anggota yang mengunjungi, antara lain sebagai berikut.Bagi anggota yang dikunjungi ia dapat merasakan perhatian dan dorongan semangat syinjin yang disampaikan oleh anggota yang mengunjungi. Biasanya terdapat unsur pimpinan atau dharma duta sehingga bisa memberikan saran dan bimbingan untuk mengatasi kesulitan berdasarkan ajaran Buddha Niciren. Umat yang dikunjungi juga dapat berbagi dan lebih terbuka mengenai keadaan atau kesulitannya karena merasa lebih nyaman berada di rumah/ tempatnya sendiri. Anggota keluarga di tempat tinggalnya, baik yang syinjin atau tidak, akan melihat perhatian, kepedulian dan kekompakan umat NSI. Hal ini dapat menimbulkan simpati dan ketertarikan bagi mereka untuk mengetahui lebih dalam mengenai ajaran Buddha Niciren dan kegiatan di susunan NSI. Bagi yang mengunjungi, bisa mendapatkan gambaran yang lebih nyata dan komprehensif tentang kondisi dan kesulitan umat yang mungkin tidak dapat diungkapkan dalam sesi pertemuan. Pengunjung juga dapat mengamati situasi sosial-emosional para anggota keluarga sehingga dapat timbul empati dan dapat memberikan bimbingan (bagi pimpinan) yang lebih mengena kepada umat yang dikunjungi, juga memperhatikan aspek kebersihan dan penempatan Gohonzon sehingga umat bisa lebih memahami makna pertapaan gongyo Oktober 2016 | Samantabadra

59


refleksi dan daimoku di rumah serta meningkatkan kualitas syinjin. Hal ini tentu menjadi refleksi bagi pengunjung sehingga serta-merta ia pun meningkat kualitas syinjinnya. Melihat langsung kondisi dan kesultan umat juga memberikan wawasan bagi pengunjung, sehingga pikirannya lebih terbuka dan lebih menghargai hidupnya sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada. Justru manfaat besar juga diperoleh dari orang yang melakukan kunjungan anggota, karena secara spiritual ia menjadi lebih dewasa dan meningkatkan kemampuannya dalam berempati dan melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang. Generasi muda juga perlu dilibatkan dalam kegiatan kunjungan anggota. Manfaatnya antara lain dapat mengalihkan perhatian dari gadget, khususnya untuk para remaja (dan orang tua juga) yang sangat terikat padanya. Meluangkan waktu 2-3 jam untuk melakukan kunjungan anggota akan sedikit banyak mengembalikan aktivitas sosialnya dari media sosial ke realitas sosial. Ketika melakukan kunjungan anggota, kita berkesempatan untuk menjangkau daerahdaerah yang mungkin belum pernah kita datangi. Kita memperluas wawasan sekaligus melatih fisik secara tidak langsung karena terkadang kita harus berjalan kaki menjangkau rumah umat di tengah terik matahari. Tujuan kunjungan anggota juga untuk memperkuat tali persaudaraan antar umat NSI. Kita harus memperhatikan etika bertamu dan sopan santun, bersikap dan

60

Samantabadra | Oktober 2016

bertutur kata yang mencerminkan ajaran Buddha Niciren. Orang-orang yang melakukan kunjungan anggota hendaknya sudah memiliki kemantapan syinjin sehingga betul-betul memahami makna dan fungsi dari kunjungan anggota; bukan untuk menginvasi privasi orang yang dikunjungi, atau menyebarkan gosip perihal kesulitan umat yang dihadapi ke orangorang lain. Hal ini tentu akan meninggalkan kesan negatif bagi umat yang dikunjungi yang dapat berujung pada mundurnya hati kepercayaan. Dengan mengunjungi umat, kita dapat mengembangkan empati sosial yaitu menempatkan diri dalam posisi umat yang dikunjungi sehingga timbul rasa syukur sekaligus welas asih atas keadaan sosialekonomi diri kita maupun umat yang dikunjungi. Kita sendiri dapat terpacu untuk mengatasi permasalahan hidup. Kunjungan anggota menopang keberhasilan kegiatan NSI, baik yang bersifat spiritual keagamaan seperti kensyu dan pertemuan, maupun yang bersifat sosial-kemasyarakatan seperti gerakan kebersihan dan kesenian. Semakin tinggi kuantitas dan kualitas kunjungan anggota di suatu daerah, semakin maju daerah itu. Mari kita tingkatkan kunjungan anggota dalam rangka merapatkan barisan agar tak terpengaruh “iblis,� baik dari orang-orang yang telah beralih organisasi, maupun dari pihak luar yang berusaha menarik kita keluar dari susunan NSI dan mundur (kualitas) hati kepercayaannya. (Kyanne Virya)


Berbudi dan Berbakti M

anusia adalah makhluk yang cerdas, memiliki tingkat intelejensia yang lebih tinggi dibandingkan spesies makhluk hidup lainnya di muka bumi. Bentuk kecerdasan ini terwujud salah satunya dalam bentuk nalar atau akal budi dan sikap berbakti atau mengabdi.

S

ejak kecil, khususnya di lingkungan masyarakat budaya timur, anakanak diajarkan perihal membalas budi dan berbakti kepada orang tua. Hal ini disosialisasikan kepada anak sebagai bentuk kewajiban atau balas jasa ketika anak beranjak dewasa karena orang tua telah melahirkan dan membesarkannya. Wujud sikap balas budi dan berbakti kepada orang tua yang berkembang di masyarakat bermacam-macam, misalnya menghidupi mereka di masa tuanya, merawat mereka ketika sakit, atau menuruti kemauan mereka. Sikap balas budi tentu harus dikembangkan dan dipelihara dalam kehidupan sebagai identitas yang membedakan kita sebagai manusia dengan binatang. Sewajarnya, agar seorang anak bisa mengembangkan sikap berbudi dan berbakti, ia harus mendapatkan teladan sikap yang terpuji dari orang tuanya. Realitanya, ada orang tua yang bersikap pemarah, melakukan kekerasan fisik dan verbal, namun menuntut agar anaknya sopan, penurut dan mengembangkan sikap berbudi bakti. Hal ini ibarat menanam biji nanas, namun berharap akan tumbuh buah durian. Konsep balas budi dapat diintepretasikan secara berbeda-beda oleh masing-masing orang. Orang tua yang mementingkan uang, akan memberikan pemahaman kepada anaknya bahwa balas budi adalah

dengan cara memberikan kekayaan harta benda kepada mereka. Orang tua yang mementingkan reputasi akan mendidik anaknya bahwa balas budi adalah dengan menjadi orang berkedudukan sosial tinggi di masyarakat. Dengan atau tanpa disadari, orang tua bersikap pamrih dan memperlakukan anaknya seperti robot. Padahal, anak memiliki aspirasi dan bakat yang mungkin tidak sama dengan yang orang tuanya inginkan. Di sisi lain, orang tua yang tulus dan tanpa pamrih dalam membesarkan anak, justru akan membuat anak dengan sukarela mau berusaha lebih keras untuk melihat orang tuanya bahagia, karena pada dasarnya sifat untuk berbudi bakti ada secara inheren di dalam diri manusia dan akan berkembang melalui interaksi yang saling membangun (kondusif) antara orang tua dan anak. Anak pun bisa lebih berkembang di dalam masyarakat sesuai jati diri dan aspirasinya. Dalam membesarkan anak, orang tua yang bijak akan mengarahkan dan mendidik alihalih menuntut dan memaksakan kehendak. Tuntutan dan pamrih orang tua terhadap anak justru akan menimbulkan antipati, dan esensi balas budi pun tergerus oleh suasana yang tidak kondusif antara orang tua dan anak.

Oktober 2016 | Samantabadra

61


refleksi Balas budi berdasarkan ajaran Buddha Niciren Di dalam gosyo perihal pusaka anak yang berbudi dan berbakti, Buddha Niciren menyatakan bahwa wujud balas budi yang paling luhur dari seorang anak terhadap orang tuanya adalah dengan mengajaknya turut menganut ajaran ini, bersama-sama menyebut Nammyohorengekyo. Pernyataan Buddha ini harus dipahami secara lebih mendalam agar balas budi dapat terwujud sebagai kebahagiaan yang nyata bagi orang tua dan anak, bukan teori semata. Sama-sama menyebut Nammyohorengekyo, satu agama antara orang tua dan anak, adalah permulaan yang baik. Namun sejauh mana kita bisa mengaplikasikan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari adalah hal yang menentukan kebahagiaan jangka panjang kita. Bagaimana caranya agar orang tua dan anak bisa sama-sama mendapatkan manfaat dari kata-kata Buddha di gosyo, mengambil relevansinya untuk mengatasi permasalahan dalam hidup. Di sinilah mengapa Buddha Niciren ingin agar orang tua dan anak bisa sama-sama percaya kepada hukum agung ini; agar kita semua bisa menerapkan nilainilai kebaikan di dalam kehidupan kita berdasarkan buddhisme. Dengan demikian, pernyataan Buddha Niciren bahwa bentuk balas budi yang paling luhur adalah dengan melakukan syakubuku terhadap orang tua bisa kita pahami

62

Samantabadra | Oktober 2016

sebagai upaya beliau agar kita semua dapat mengembangkan sikap maitri karuna dan welas asih berdasarkan teladan dan ajaranNya, bukan sekedar membaca sutra, datang pertemuan, namun dalam kehidupan seharihari masih belum bisa mengamalkan ajaran Buddha untuk mengatasi kesesatan pokok jiwa diri sendiri. Atas nama cinta Cinta adalah konsep kasih sayang yang universal. Kita kerap mendengar bahwa cinta orang tua terhadap anak adalah salah satu cinta yang paling tulus di antara cinta manusia yang lain. Di dalam gosyo yang sama, terdapat kata-kata Buddha tentang cinta, “Cinta adalah perbuatan yang tidak mengharapkan balasan dan tanpa alasan.� Ketika kita mengaku mencintai seseorang, namun menunjukkan sikap pamrih, takabur, mementingkan diri sendiri dan membuat orang lain menderita, sesungguhnya itu bukanlah cinta. Sikap cinta yang tulus dari orang tua akan membuat anak mampu menjadi kehadiran yang bermanfaat di masyarakat dan mengubah nasib keluarga serta masyarakat menjadi lebih baik. Dengan demikian, kasih sayang orang tua yang tulus memberikan bukti atas perubahan positif seorang manusia menjadi berejeki dan penuh kebaikan. eee


wawasan

Sekilas tentang Laos

Simbolis Buddha merupakan agama utama di Laos. Laos menganut tradisi Buddha Theravada. Buddha Lao adalah versi unik dari Buddha Theravada yang berbasis pada budaya Lao. Agama Buddha di Laos sering kali berkaitan dengan animisme dan percaya pada jiwa leluhur, terutama pada daerah pedesaan. Ada berbagai versi yang melaporkan persentasi populasi penduduk Laos yang memeluk agama Buddha pada era modern ini. Facebook CIA World mengestimasi ada 65% dari total penduduk Laos beragama Buddha. Jumlah akurat dari populasi Buddhis di Laos sulit dipastikan karena perpaduan praktik Buddhis dan penganut animis di Laos, diperkirakan mencapai 90% karena tradisi animis cukup berpengaruh kuat pada masyarakat Laos. Angka yang signifikan tersebut termasuk orang keturunan Tionghoa dan penganut Buddha Mahayana Vietnam.

Provinsi-provinsi di Laos Ada banyak hal yang dapat dilihat dan dinikmati di Laos. Sayangnya infrastruktur transportasi masih belum terbangun dengan baik. Saat ini ada beberapa tempat yang dapat dijadikan tempat wisata sepanjang tahun khususnya tempat-tempat rekreasi outdoor. Di laos terdapat 17 provinsi. Di sebelah utara terdapat provinsi Phongsali, Xayabuly, Luang Namtha, Bokeo, Oudomxay, Luangprabang, Houaphan, dan Xiengkhuang. Orang-orang yang tinggal di bagian utara dikenal sebagai orang-orang yang sangat ramah, lingkungannya tenang dan sepi, orang-orang berbicara dengan sangat perlahan, mereka hidup dengan sangat damai meski cuaca dingin sepanjang tahun. Di Laos bagian utara, terdapat beberapa jenis etnis tetapi etnis Hmong yang paling banyak. Etnis Hmong terkenal Oktober 2016 | Samantabadra

63


wawasan dengan pengetahuannya mengenai hutan, kemampuan untuk membuat obat-obatan herbal, berburu, dan keahlian mereka dalam merawat hewan, khususnya kuda. Makanan khasnya adalah OcLam, sosis Luangprabang, Khaosoy, dan mereka tidak suka makanan pedas. Provinsi bagian tengah Laos adalah Bolikhamsay, Vientiane, dan Viantiane Pusat. Orang yang tinggal di bagian tengah Laos dikenal sabagai orang yang paling berpendidikan di antara provinsi lainnya karena banyak institusi pendidikan yang berbasis di sana, lebih banyak fasilitas maka lebih banyak peluang. Penduduk Laos Tengah hidup lebih sibuk dan lebih modern daripada yang tinggal di utara atau selatan. Mereka terkenal sebagai orang yang jujur, peduli terhadap apa yang mereka lakukan, berbicara dengan keras namun penuh dengan kejujuran, berjalan lebih cepat, bekerja dengan cepat, dan berbicara lebih cepat dibanding orang utara. Orang selatan memandang tetangga mereka atau orang-orang satu desa sebagai sepupu atau keluarga. Mereka berbicara dengan santai dan berbagi makanan. Kebanyakan orang selatan memiliki darah campuran dengan orang Vietnam karena berbatasan dengan Vietnam. Makanan mereka terpengaruh oleh makanan Vietnam tapi makanan lokalnya pun cukup terkenal misalnya, salad ikan, salad pepaya, makanan olahan bambu, dan masih banyak lagi, cita rasa masakan selatan lebih pedas dibandingkan makanan di utara. Memberi sedekah kepada pertapa/ bhiksu dan berdoa ketika bertemu mereka Gagasan memberikan sedekah kepada pertapa Buddha dengan memberikan makanan, diyakini akan membuat orang yang memberi akan mendapatkan tempat 64

Samantabadra | Oktober 2016

yang baik setelah kematian (di surga), dan memiliki makanan setelah kematian. Adapula keyakinan bahwa dengan mereka memberi makanan, mereka akan dapat mengirimkannya kepada mereka yang telah meninggal, seperti kerabat atau keluarga. Pemberian sedekah dimulai sejak matahari muncul dari candi kemudian menyebar ke sisi candi. Mereka harus mempersiapkan sedekah mereka (biasanya makanan) dan datang dengan waktu yang tepat sehingga tak mengganggu jalannya upacara. Kemudian mengikuti petunjuk dengan berlutut dan bersiap memberikan sedekah kepada pertapa, seringnya mereka memberi nasi, buah segar, dan makanan tradisional lainnya. Kuil atau rumah spiritual kecil di depan rumah tinggal Orang Laos memercayai bahwa setiap tempat memiliki roh dewa, jadi setiap rumah mereka setidaknya memiliki satu kuil kecil di depan rumah mereka untuk tempat tinggal dewa pelindung sehingga dewa dapat melindungi mereka ketika bepergian, melindungi rumah mereka dari hal-hal negatif, seperti pencurian atau kebakaran. Bukan keharusan bahwa setiap rumah wajib memiliki satu kuil kecil namun pelaksanaan tersebut merupakan bagian dari apa yang mereka percayai sebagai sikap menghargai adanya dewa pelindung di setiap tempat. Di sepanjang jalan akan ada banyak kuil kecil, hal tersebut dilakukan karena mereka meyakini bahwa ketika seseorang meninggal di jalan, jiwa mereka tak dapat menemukan jalan pulang sehingga jiwa mereka dapat tinggal di kuil yang ada di jalan-jalan tersebut. (sumber: info KBRI Laos)


pengumuman

Jadwal Pelatihan Ketrampilan NSI Kelas Komputer Dasar Rabu Jam 13.00-15.00 Peserta belajar bagaimana mengoperasikan komputer dan memanfaatkan teknologi agar bisa mengikuti perkembangan zaman.

Kelas Make Up dan Rambut Senin Jam 15.00-17.00 Peserta belajar dasar-dasar make up wajah dan rambut, make up sehari-hari dan pesta. Bisa bermanfaat untuk make up diri sendiri dan orang lain.

Kelas Prakarya Kamis Jam 13.00-15.00 Peserta mampu menghasilkan karya-karya kerajinan tangan yang bermanfaat untuk kreativitas dan wirausaha mandiri.

Kelas Memasak Selasa Minggu ke-1 (Pertemuan Ibu) Jam 10.0012.00 Selasa Minggu ke-2,3,4 Jam 13.00-15.00 Peserta belajar untuk ahli membuat makanan dengan ahli-ahli memasak yang sudah berpengalaman. Tema bulan ini: membuat tumpeng

Kelas Bahasa Inggris (kelas diliburkan jika bertepatan dengan kensyu) Jumat Jam 10.00-12.00 Peserta melatih kemampuan dasar bahasa Inggris yaitu writing, reading, grammar, listening, dan vocabulary agar bisa berkomunikasi lisan dan tulisan secara fasih.

Tempat: Vihara Sadaparibhuta NSI. Jl. Minangkabau Jakarta Selatan.

Jawaban TTS Samantabadra Sept 2016 1

2

3

H O N M A B 5

8

9

E

17

O

I

T

Z A N

G

A

D

K

U

B

11

U

A

L

O

M O N

U

K

14

B 18

19

P

R

N

U

I

H

Y

T 25

I L

S

I 22

B

24

N

O

A

Y

K

N

27

K O K U D O

Mendatar HONMA — Hakim dalam negeri yang bertanggung jawab selama penahanan Niciren Daisyonin & Nikko Syonin di Sanmaido.

A

M N

M Y O 26

G Y O O

T

Z

1.

C

S E D I

N E M B U T S U

W I N T E R M E L O N

Y

20

23

28

K I N G

T O K U R O

P R A B U T A R A T N A D

13

15

G

21

T

12

J

P

I

U

E 10

D R

7

B

P I L O T

N

16

H

M 6

T U J U H

M E

4

A B U T S U B O

E 29

I N G A G U C I

Menurun 2.

ABU — Menang jadi arang, kalah jadi ...

3.

AMBON — Etnis dari Maluku.

3.

ABUTSUBO — Suami Senniciama.

4.

BHUTAN — Negeri Naga Guntur.

5.

TUJUH — 2 + 5

6.

JEPANG — Bahasa nasional negara Jepang.

9.

PILOT — Pengemudi pesawat.

7.

JIGOKU — Neraka ( Istilah Jepang )

Oktober 2016 | Samantabadra

65


teka teki silang

Mendatar

Bundar, bulat.

Jawaban TTS ini dapat dilihat pada Samantabadra Nopember 2016

66

Samantabadra | Oktober 2016

Menurun


ceritaKIBA & KRUBU ilustrasi: Marvitaria

ulangan

ide cerita: Samanta

Oktober 2016 | Samantabadra

67


resep

Volcano Cheese Cupcake Oleh Ibu Oking D., Bogor Bahan A: 200 gram butter 280 gram gula 1 sdt vanili pasta 3 butir telur 280 cc susu UHT

Cara membuat: 1. Bahan B diayak menjadi satu, dan bahan C dikocok sampai lembut. 2. Kocok butter, gula, dan vanili hingga mengembang, lalu masukkan telur dan kocok sampai rata, lalu masukkan susu dan campuran tepung secara bergantian sambil dikocok perlahan-lahan. 3. Siapkan cupcake, isi dengan bahan A, lalu isi bahan B, dan isi lagi dengan bahan A sampai agak penuh (3/4 bagian). 4. Panggang dengan panas api 170° C selama 25 menit.

Bahan B: 6 kuning telur asin, kukus lalu dihaluskan 50 gram mentega 30 gram susu bubuk 1 sdt lada 3 batang daun bawang iris

Bahan C (filling): 125 gram cream cheese 50 gram gula 1 butir telur ½ sdt vanili pasta

Berita Duka Cita

Bapak Doddy Indo

Ibu Febriani Hanafi

Meninggal pada usia 58 tahun 16 Juni 2016 Umat NSI Daerah Pangkal Pinang Kep. Bangka-Belitung

Meninggal pada usia 63 tahun 08 Agustus 2016 Umat NSI Daerah Sawah Besar DKI Jakarta

(Kakak dari Lily Hanafi)

Ibu Tjam Lip Mei

(Ibunda dari Ibu Susi) Meninggal pada usia 80 tahun 21 Agustus 2016 Umat NSI Daerah Sawah Besar DKI Jakarta

Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha. Nammyohorengekyo.

68

Samantabadra | Oktober 2016


Jadwal Kegiatan Susunan NSI

Bulan Oktober 2016 Tgl Hari 1 Sabtu 2 Minggu 3 Senin 4 Selasa 5 Rabu 6 Kamis 7 Jumat 8 Sabtu 9 Minggu 10 Senin 11 Selasa 12 Rabu

13 Kamis 14 Jumat 15 Sabtu 16 Minggu 17 Senin 18 Selasa 19 Rabu

20 Kamis 21 Jumat 22 Sabtu 23 Minggu

24 Senin 25 Selasa 26 Rabu

27 Kamis 28 Jumat 29 Sabtu 30 Minggu 31 Senin

Jam

Kegiatan

Tempat

10:00 10:00 10:00 14:00

Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul Pertemuan Anak‐anak Daimoku Bersama Rapat Koordinator Lansia

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 3 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 4 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1

19:00 14:00 19:00 19:00

Pelajaran Pimpinan Daerah & Cabang Pertemuan Wanita Umum Pertemuan Ibu/Wanita Karier Pertemuan Pria Umum

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 1

19:00 Pertemuan Cabang

Daerah Masing‐Masing

10:00 Pertemuan Anak‐Anak Daerah / Kelompok 19:00 Pelajaran Pimpinan Anak Cabang / Ranting

Daerah Masing‐Masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2

19:00 Pertemuan Anak Cabang / Ranting

Daerah Masing‐Masing

14:00 Pertemuan Wanita Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Pria Daerah / Kelompok

10:00 Pertemuan Generasi Muda Daerah/Kelompok 14:00 Pertemuan Lansia Umum 19:00 Pertemuan Empat Bagian

13:00 Pendalaman Gosyo Dharmaduta 19:00 Musyawarah DPW & DPD 19:00 Musyawarah DPD Kensyu Gosyo Umum HUT 52 NSI Kensyu Gosyo Umum HUT 52 NSI Kensyu Gosyo Umum HUT 52 NSI 13.00 Pendalaman Gosyo Dharmaduta

Daerah Masing‐Masing Daerah Masing‐Masing Daerah Masing‐Masing

Daerah Masing‐Masing

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Daerah Masing‐Masing Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Oktober 2016 | Samantabadra

69


Vihara & Cetya

BALAI PUSAT NSI

Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782

Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia

Vihara Vimalakirti Muncul Diresmikan 3 Mei 1986 Dipugar 28 okt 2007 Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Vihara Vimalakirti Cisauk Depan SMU 1 Serpong Desa Setu (Muncul) – Kec. Cisauk Kabupaten Tangerang Telp. (021) 75872730 Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969

PROVINSI LAMPUNG

PROVINSI JAWA BARAT

Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728

Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034

PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903

70

Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821 Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Blok Wanakerta Selatan No. 61 RT 02 RW 09 Kelurahan Tuk Mundal, Sumber Kabupaten Cirebon PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo

Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319

Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340

Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 4 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851

Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682

Samantabadra | Oktober 2016

Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201 Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.