Samantabadra SAMANTABADRA | MEI 2017 | NOMOR. 280
gosyo kensyu gosyo cabang
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
SURAT BALASAN KEPADA SOYA DONO SURAT KEPADA UENO DONO
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
M
e
i
2 0 1 7
05 # 280
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999 Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja Surat Perihal Fukasyaku Syoryo-ji Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 01-02 April 2017
Nammyohorengekyo,
kepercayaan kepada Niciren. Beliau pernah menolong Pertama-tama kepada majikannya melalui teman kita dari Malaysia pengobatan. dan Tiongkok selamat Melalui bimbingan datang. Mereka ingin Niciren, Shijo Kingo menjalankan ajaran secara mengobati majikannya lebih sungguh-sungguh dan berhasil. Balas budi dan datang ke sini ingin menurut agama kita yang belajar. Agama dan wadah paling unggul adalah bukan tujuan, yang menjadi mengajak orang lain mampu tujuan kita adalah untuk menganut Gohonzon, menjadi orang yang memberi tahu hukum berguna baik untuk diri Nammyohorengekyo kita, keluarga, dan umat kepada orang lain. manusia. Gosyo ini memiliki Dalam situasi seperti itu, sesuatu kekuatan karena rekan kerja Shijo Kingo saat Gosyo ini diterima oleh menghasut majikannya Shijo Kingo yang sedang untuk membenci Shijo dalam kesulitan. Shijo Kingo Kingo. Sehingga tanah memiliki sifat yang jujur Shijo Kingo disita oleh namun bertempramen majikannya, termasuk tinggi, pekerja keras, dan kuda yang dimiliki Shijo setia. Tetapi pada saat itu, Kingo, gajinya dipotong. banyak rekan kerjanya yang Dalam situasi seperti ini iri hati. Majikannya, Emma beliau resah dan meminta beraliran Buddha Amitabha. bimbingan kepada Buddha Disamping itu, Shijo Kingo Niciren. Kemudian Buddha berharap bahwa majikannya Niciren menyampaikan juga dapat menganut bahwa Shijo Kingo tidak
boleh melupakan budi dari majikannya. Buddha menyarankan Shijo Kingo bertahan dan tetap bersikap baik. Gosyo ini menjelaskan bahwa kita tidak boleh terikat pada materi. Tidak usah menyayangi apa yang sudah diperoleh. Tetapi waktu itu, Niciren sangat mengagumi Shijo Kingo karena Emma meminta Shijo Kingo membuat perjanjian untuk meninggalkan Nammyohorengekyo, tetapi Shijo Kingo tetap memegang teguh kepercayaannya kepada Nammyohorengekyo. Sebab Shijo Kingo menyadari bahwa hanya melalui Nammyohorengekyo, nasib dan dirinya akan membaik. Dalam hidup ini pasti ada kesulitan, tinggal bagaimana kita memandang kesulitan itu. Kalau kita melihat
Mei 2017 | Samantabadra
1
itu sebagai kesulitan, maka akan menjadi penderitaan. Tetapi kalau kita memandang kesulitan sebagai makna agar kekuatan kita bertambah, sebagai jodoh untuk melatih diri kita semakin kuat, maka itu akan menjadi kebahagiaan. Shijo Kingo menolak perjanjian yang diminta Emma, bahkan mendapat pujian saat dia menulis surat kepada majikannya bahwa beliau tidak akan meninggalkan Nammyohorengekyo. Niciren Daisyonin menekankan jangan sampai meninggalkan Shinjin karena itu adalah sumber kebahagiaan. Sumber kita dapat mengubah nasib menjadi baik. Kemudian kita sebagai manusia berpikir apa yang harus kita lakukan dalam hidup ini? Buddha membabarkan ajaran selama delapan tahun terakhir hanya untuk memberitahu sutra yang tepat waktu dan tepat guna. Semua mau mencapai kesadaran Buddha. Jadi Buddha adalah menjadi manusia yang sadar, sehat, ramah, dan baik. Maka kalau ingin menjadi Buddha harus menjalankan pekerjaan Buddha. Petunjuk jelasnya sudah ada dari Buddha, Tien Tai membagi 2
Samantabadra | Mei 2017
tiga waktu. Seribu tahun setelah Buddha moksa adalah masa Saddharma, 1000-2000 tahun setelah Buddha moksa disebut Pratirupa Dharma, saat itu umat manusia mulai rindu kepada Buddha maka dibuat patung-patung dan rupang. Masa akhir Dharma yang terakhir Buddha menjelaskan bahwa Nammyohorengekyo yang paling tepat waktu dan tepat guna. Kemudian Buddha Niciren yang mewujudkan Gohonzon sebagai jodoh umat manusia memunculkan kesadaran Buddha. Buddha Niciren sudah membuktikan tugas masing-masing dari para Buddha. Tugasnya Buddha Niciren untuk mewujudkan Gohonzon dan mantra agung Nammyohorengekyo. Kalau bukan Buddha pokok maka beliau tidak dapat mewujudkan hal itu. Sesuai ramalan dari Buddha Sakyamuni bahwa Buddha Niciren adalah Buddha pokok masa akhir dharma. Tugas kita sebagai Boddhisatva yang muncul dari bumi adalah untuk menyebarluaskan dharma. Umat NSI harus paham bahwa hidup ini ada yang kelihatan dan ada yang tidak kelihatan. Selama ini kita hanya mengejar yang
kelihatan, termasuk dalam jiwa kita. Dalam Icinen Sanzen dijelaskan mengenai nyata dan sunyata. Dalam agama Buddha jiwa adalah Ketai, Kutai, dan Cutai. Yang kelihatan adalah badan, yang tidak kelihatan adalah perasaan, pikiran dan emosi. Kemudian diikat oleh Cutai. Ketika mati unsur-unsur dalam jiwa kita terutai kembali. Kita lebih suka menata yang kelihatan, sedangkan jiwa kita tak pernah tertata. Justru yang paling penting adalah yang tak kelihatan. Kita menata perasaan jiwa maka semua akan berubah mengikuti hal-hal yang baik dalam perasaan jiwa. Kemdian mengenai pria dan wanita Buddha Niciren menjelaskan bawah laki-laki sebagai tiang dan wanita sebagai atapnya. Laki-laki sebagai matahari dan wanita sebagai bulan. Dalam konteks ini Buddha Niciren meletakan prinsip dharma sebagai hal yang paling mendasar dalam hidup kita. ***
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman Surat Perihal Fukasyaku Syoryo-ji Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 01-02 April 2017
Namun demikian, dengan hati kepercayaan terhadap Fukasyaku syoryo-ji Nammyohorengekyo, bermakna tidak terikat atau kita dapat memunculkan tidak melekat pada halkecantikan dari dalam (inner hal yang fana, karena pada beauty) yang dapat terpancar dasarnya segala kepemilikan hingga akhir hayat kita. Hal adalah tidak kekal. Buddha ini berupa pancaran sikap dan Niciren menjelaskan perilaku yang positif dan maitri bahwa dalam menjalankan karuna terhadap orang-orang hati kepercayaan secara dan lingkungan di sekitar kita. berkesinambungan untuk Reputasi, kedudukan, rumah mewujudkan kebuddhaan, kita yang besar, mobil yang bagus, perlu menjalankan pertapaan suami yang rupawan, istri yang kita hingga akhir hayat. Namun cantik, status sosial tidaklah perjalanan mempertahankan kekal, sedangkan dampak dan memperdalam hati dari sikap positif kita, dapat kepercayaan hingga akhir hayat berlanjut hingga setelah kita ternyata tidak mudah. Banyak meninggal. tantangan dan hambatan yang Sikap mempertahankan sering muncul menghadang hati kepercayaan atau syinjin pelaksanaan hati kepercayaan. sesungguhnya dapat kita Yang terberat biasanya muncul teladani dari Syijo Kingo. dari anggota keluarga, karena Dalam riwayat Syijo Kingo, lebih banyak perasaan yang kita mengetahui bahwa muncul terhadap anggota karena mempertahankan keluarga dibandingkan dengan syinjin, ia difitnah orang, orang lain. mempertaruhkan tanah Kecantikan fisik atau miliknya sehingga disita, kesehatan adalah salah kehilangan reputasi dan satu hal yang tidak kekal. pekerjaan. Buddha Niciren Nammyohorengekyo,
membimbingnya agar tetap percaya dan mempertahankan Saddharmapundarika-sutra apapun yang terjadi; namu (mencurahkan segenap jiwa raga) kepada Myohorengekyo. Tidak lagi terikat atau melekat kepada hal-hal yang fana. Dalam konteks kehidupan kini, ketika menjalankan keaktifan di susunan NSI misalnya, memperhitungkan ikut kensyu secara untungrugi materi. Padahal, manfaat dari kensyu gosyo bagi kehidupan kita tidak dapat dibandingkan dengan materi atau uang, karena kita mendengarkan kata-kata Buddha yang bermanfaat bagi pengembangan sikap dan perilaku kita dalam kehidupan sehari-hari dan mengatasi berbagai masalah kehidupan. Kita harus berpikir, bahwa kesempatan untuk masih bisa ikut kensyu atau kegiatan di susunan adalah rejeki yang begitu besar. Uang Mei 2017 | Samantabadra
3
ceramah gosyo banyak belum tentu memiliki kebahagiaan dan rejeki yang setimpal, karena uang bukan ukuran rezeki atau kebahagiaan seseorang. Manusia biasa pada umumnya hanya bisa melihat kekurangan orang lain atau berprasangka buruk. Padahal, Buddha mengajarkan bahwa yang sebenarnya harus kita lakukan adalah mengenal diri kita sendiri dan melakukan introspeksi, bukannya sibuk menilai dan menjustifikasi orang lain. Buddha mengatakan bahwa segala gejala yang terjadi di sekeliling kita sesungguhnya adalah cerminan dari diri kita. Tindakan introspektif atau reflektif sesungguhnya jauh lebih bermanfaat bagi kita dalam merombak nasib kita menjadi lebih baik dan menjadi manusia yang lebih berezeki dan bahagia. Kita sebagai penganut ajaran Buddha Niciren sesungguhnya adalah Bodhisattva yang muncul dari bumi, yang memiliki sifat yang tulus dan bergerak menjalani Buddha dharma tanpa paksaan atau atas dasar kesadaran penuh. Kita juga memiliki tugas kejiwaan sebagai pembabar Saddharmapundarika-sutra di masa mutakhir dharma ini. Walau Murid-murid Buddha Sakyamuni yang telah mencapai tingkat Arahat pada waktu itu, namun tidak diberikan tugas pembabaran Saddharmapundarika-sutra karena bakat dan waktunya belum tepat. 4
Samantabadra | Mei 2017
Menjalankan tugas kejiwaan ini tentu bukan hal yang mudah karena kita banyak dihadapkan dengan berbagai tantangan dari dalam maupun luar diri kita. Ketulusan dan kesadaran sering dihadapkan dengan kemalasan, kemarahan, keserakahan dan kebodohan, lingkungan yang tidak kondusif, orang-orang yang penuh kebencian. Walau terlihat berat dan bertentangan, fenomena ini nyata dan kita bisa menjadikan jodoh-jodoh buruk di sekeliling kita maupun potensi tiga racun di dalam diri kita menjadi bahan untuk meningkatkan kesadaran dan kebijaksanaan kita. Hal ini seperti filosofi hidup bunga teratai. Walaupun hidup di kolam keruh penuh lumpur, namun lumpur dan kekeruhan itu diambil oleh bunga teratai sebagai zat untuknya hidup dan memekarkan bunga yang indah dan harum, secara alamiah potensi itu dimiliki oleh bunga teratai. Hal serupa juga bisa dilakukan oleh manusia. Inilah dasar dari Buddhisme dan mengapa bunga teratai menjadi lambang dalam agama Buddha. Lebih lanjut, apabila kita melaksanakan pertapaan Buddha dengan baik dan benar, kita tidak hanya bisa memanfaatkan jodoh buruk di sekeliling kita menjadi jodoh baik untuk membangun kebuddhaan kita, kita juga mampu bersikap maitri karuna dan welas asih terhadap orangorang dan lingkungan kita.
Inilah sesungguhnya kekuatan dari ajaran Buddha yang bermanfaat bagi kehidupan kita sehari-hari; melatih kita untuk mempraktikkan sikap hidup yang baik dan positif dalam kehidupan. Kemampuan kita untuk mengatasi satu per satu masalah dalam kehidupan kita dengan dasar dunia Buddha sesungguhnya adalah rezeki dari percaya dan mempertahankan Nammyohorengekyo. Kita berkesempatan untuk berbuat karma baik. Ketika kita bisa menerima situasi dan kondisi hidup kita, seburuk apapun, dan menanggapinya dengan sikap baik berdasarkan dunia Buddha, maka kita mampu menjalankan salah satu ajaran Buddha, yaitu mengubah hawa nafsu (kesesatan) menjadi kesadaran. Perubahan ini tidak otomatis dengan hanya menyebut Nammyohorengekyo, namun harus disertai dengan tekad kuat yang muncul dari penyebutan Nammyohorengekyo itu sendiri untuk menghadapi segala tantangan hidup. Suasana atau situasi seburuk apapun dapat kita tanggapi dengan positif karena kita telah menyadari hakikat sesungguhnya dari kebahagiaan. Terhadap orang-orang yang memusuhi dharma (atau dalam konteks sehari-hari adalah orang-orang yang tidak suka dengan kita), tidak perlu kita benci atau balas dengan
sikap serupa. Sebaliknya, kita tunjukkan sikap kita yang maitri karuna, lebih giat dalam syinjin dan membuktikan kata-kata Buddha dengan memberikan lebih banyak manfaat bagi orang lain. Rezeki dari Nammyohorengekyo pasti ada tanpa perlu kita pertanyakan. Terkadang rezeki itu tidak kita sadari karena hadir tidak dalam bentuk uang atau materi, tapi dari segi kesehatan, keluarga harmonis, selamat dari mara-bahaya. Halhal yang luput dari perhatian kita dan kerap kita sepelekan. Padahal kita bisa hidup sampai hari ini sesungguhnya sudah merupakan rezeki yang tak ternilai dan patut kita syukuri. Keberlangsungan susunan NSI hingga saat ini juga merupakan wujud dari kekuatan Myohorengekyo. Terwujudnya Vihara Saddharma NSI, vihara-vihara lain di berbagai daerah, semuanya tidak terbayangkan sebelumnya. Namun dengan kekuatan kesungguhan hati dari para umat NSI, hukum Nammyohorengekyo dan ajaran Buddha Niciren bisa tetap lestari hingga hari ini dengan fasilitas penunjang yang memadai. Di bulan April, kita memperingati hari Kartini. Yang perlu diperingati dari hari Kartini sesungguhnya adalah semangat Kartini yang maitri karuna, memikirkan kebahagiaan orang lain, menciptakan keluarga yang harmonis, berperan serta
dalam pembangunan bangsa. Peran ini tidak hanya perlu dilakukan oleh perempuan, tetapi oleh laki-laki juga. Di NSI kita diajak untuk menjadi manusia-manusia yang unggul, seperti halnya Kartini. Di dalam isi gosyo terdapat kalimat, “Kehidupan manusia seperti mimpi, tidak diketahui bagaimana jiwanya pada esok hari. Sekalipun menjadi pengemis, jangan melukai Saddharmapundarika-sutra.” Sesungguhnya Buddha Niciren ingin mengingatkan kita bahwa kehidupan kita adalah fana. Kita sendiri tidak tahu kapan kita akan meninggal. Usia muda bukan berarti jauh dari kematian. Anak bisa mendahului orang tua. Kenyataan ini hendaknya tidak membuat kita menjadi waswas atau takut, melainkan membuat kita menjadi lebih waspada untuk senantiasa menjaga hati kepercayaan kita karena tugas kejiwaan kita sebagai Bodhisattva yang muncul dari bumi adalah sampai akhir hayat, karena jiwa Buddha itu kekal abadi. Oleh karena itu, tiap kejap perasaan jiwa kita hendaknya ada dalam suasana dunia Buddha. Sesulit apapun kondisi kehidupan kita, seberat apapun masalah yang kita hadapi, jangan mundur dari hati kepercayaan terhadap Gohonzon. Menghadapi cemoohan, hinaan, fitnah, tentu bukan hal yang mengenakan. Akan tetapi hal tersebut tidaklah pantas
menjadi alasan bagi kita untuk mundur dari hati kepercayaan, karena ajaran Buddha telah menjelaskan bahwa yang dapat kita ubah adalah kecenderungan buruk diri sendiri dalam menanggapi segala fenomena di sekeliling kita. Kuncinya ada pada perubahan diri menjadi lebih baik, bukan mengubah orang lain. Jangan rendah diri dan takut dalam menghadapi keragu-raguan diri sendiri atau kata-kata orang yang menjatuhkan kita. Hal ini dapat memupuskan semangat hidup, membuat kita merasa sebagai orang yang paling menderita dan patut dikasihani. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap cara kita melaksanakan pertapaan gongyo dan daimoku, menjadi “meminta-minta” kepada Gohonzon dan merasa tidak berdaya. Padahal Buddha Niciren sudah menegaskan bahwa potensi terkuat dan terbaik dari manusia ada di dalam diri kita sendiri, yaitu Dunia Buddha. Yang harus kita lakukan adalah “memanggil” kesadaran Buddha ini dan mewujudkannya ke dalam perilaku yang maitri karuna. Dengan Nammyohorengekyo, kita ciptakan jiwa dan pikiran yang kuat, bebas, suci, dan tenang dalam menghadapi kondisi apapun. ***
Mei 2017 | Samantabadra
5
liputan
Kensyu Jawa Tengah 2017
K
ensyu NSI Wilayah Jawa Tengah diselenggarakan di Vihara Vimalakirti NSI Solo Baru pada tanggal 18-19 Maret 2017. Kensyu ini dihadiri oleh segenap umat NSI dari daerah daerah Cirebon, Comal, Pejalongan, Telawah, Boyolali, Kudus, Semarang, Solo, Sragen, Wonogiri, Parang Gupito, dan Karang Anyar. Sehari sebelumnya, pada tanggal 17 Maret 2017, Ketua Umum NSI meresmikan penggunaan Vihara Vimalakirti NSI Desa Pendingan. Acara ini dihadiri oleh pembimas Buddha Kantor Wilayah Jawa Tengah beserta perangkat desa setempat. (Chairani)
Vihara Vimalakirti NSI Solo Baru
6
Samantabadra | Mei 2017
Vihara Vimalakirti NSI Pendingan
Upacara gongyo dipimpin oleh Ketua Umum NSI.
Mei 2017 | Samantabadra
7
Foto bersama DPP NSI dengan segenap umat NSI Pendingan Jawa Tengah
Keseriusan umat NSI Jawa Tengah dalam mendengarkan dharma.
Segenap tamu undangan dan aparat desa yang hadir dalam peresmian Vihara Vimalakirti NSI Pendingan
8
Samantabadra | Mei 2017
Ketua Umum NSI memberikan sambutan.
Ketua Umum NSI Memberi Pembekalan kepada Penyuluh Agama Mengenai Implementasi PBM No. 9 dan No. 8 Tahun 2006
Kerukunan umat beragama saat ini tengah menjadi sorotan, guna menguatkan dan membangun kebersamaan Forum Kerukunan Umat Beragama dengan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bogor mengadakan kegiatan Lokakarya mengenai Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2016 di Aula Kemenag Kabupaten Bogor, Rabu (29/3). Komplek Pemda,
Jl. Bersih, Cibinong, Tengah, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Kegiatan ini menjadi momentum bersama bagaimana mewujudkan kerukunan umat beragama di Kabupaten Bogor. Kegiatan ini dihadiri oleh kurang lebih 70 penyuluh agama PNS dan Non PNS yang di SK kan oleh Kemenag sesuai kebutuhan layanan kepenyuluhan. Mereka semua sudah
terpetakan diberbagai wilayah, penyuluh zakat, wakaf, KUB dan penanganan teroris, dan penyuluh yang bergerak tentang keluarga sakinah. Pada kesempatan ini Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Indonesia-(NSI) MPU Suhadi Sendjaja di daulat memberi pembekalan kepada penyuluh agama mengenai implementasi PBM No, 9 dan No. 8 tahun 2006. Mei 2017 | Samantabadra
9
Dalam pembekalan kepada para penyuluh Agama, MPU Suhadi Sendjaja menceritakan sejarah lahirnya PBM No.9 dan No.8 tahun 2006. Peraturan Bersama tersebut disusun dan dirumuskan dengan melibatkan wakil dari majelis-majelis agama tingkat pusat, yaitu ditanda tangani tepat pada tanggal 21 Maret 2006, yang hadiri oleh 5 agama di Indonesia, di luar Kong Hu Cu, (yang saat itu masih sebagai peninjau). Masing-masing agama diwakili oleh 2 orang yaitu dari Agama Buddha (MPU Suhadi Sendjaja & Bpk Soedjito), dari Islam (K.H. Ma’ruf Amin & Zaidan Djauhari ), PGI ( Martin Hutabarat & Lodewijk Gultom), KWI ( Maria Farida & Vera Wenny Surnarwi ), PHDI ( I Nengah Dana & Agus Mantik ). Pembahasan telah berlangsung secara intensif dan terbuka, pembahasan terakhir berlangsung tanggal 21 Maret 2006. Hasil kesepakatan tanggal 21 Maret 2006 itulah yang kemudian ditandatangani oleh Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri sebagai Peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006. Dalam penjelasannya kenapa PBM No. 9 ditulis terlebih dahulu dibanding No.8. sebab PBM No.9 merupakan SK Menteri Agama sedangkan No.8 merupakan SK Menteri dalam Negeri. MPU Suhadi Sendjaja juga menyampaikan apresiasi kepada para penyuluh / relawan yang akan berkecimpung di bidang kerukunan. Ini merupakan jalan masuk untuk mewujudkan citacita dari semua agama, yaitu bisa mengantarkan umatnya mencapai kebahagiaan dan akhirnya bisa memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Oleh karena itu PBM ini dimunculkan bukan hanya untuk membangun rumah ibadah saja. PBM ini lebih lengkapnya adalah petunjuk pelaksanaan bagi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati , Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, untuk memelihara kerukunan, dan membangun rumah ibadah. MPU Suhadi Sendjaja juga memberi masukan dalam memelihara kerukunan, kepada Penyuluh. Sebagai penyuluh, baik dari Islam, Kristen, Katholik, Buddha dan Hindu itu harus melihat, bahwa semua penduduk Indonesia itu semua warganegaranya 10
Samantabadra | Mei 2017
beragama. Karena Agama itu baik maka diharapkan semua warga negara Indonesia betulbetul bisa memahami agama yang diyakininya itu dengan baik, kemudian diamalkan sehingga dengan demikian semua warga negara Indonesia akan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Agama harus memiliki tempat dalam posisi tersebut, harus menjadi landasan bagi warga negara Indonesia untuk menjadi SDM yang berkualitas, sehingga sebagai warga negara dapat memberikan sumbangsihnya dalam pembangunan bangsa dan negara. Dalam akhir pembekalannya MPU Suhadi Sendjaja mengajak penyuluh agama dalam melaksanakan tugasnya harus selalu meletakkan segala sesuatunya dalam bingkai NKRI. (Adi)
Ketua Umum NSI Menjadi Narasumber di Dalam Acara Diskusi Publik Universitas Muhammadiyah Jakarta
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Komisariat FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta, dalam rangka Semarak Milad (Ulang tahun / Hari Lahir) IMM ke-53, mengadakan Diskusi Publik dengan tema “Darurat Intoleran di Indonesia?” Acara ini diselenggarakan pada hari Selasa 21 Maret 2017 di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Cirendeu, Jakarta Selatan. Dalam Kegiatan ini Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI), Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja diundang untuk menjadi narasumber di dalam diskusi publik tersebut. Selain MPU Suhadi Sendjaja, narasumber lain yang diundang di dalam acara ini adalah Prof. Dr. Nur Syam – Sekjen Kementrian
Agama RI, KH. Marsudi Syuhud – Ketua PBNU, Habib Rizieq Shihab – Imam Besar FPI (diwakilkan oleh salah satu Ketua FPI, KH.Misbahul Anam), Dr. Ma’mun Murod Al Barbasy – Direktur PSIP FISIP UMJ, Jerry Sumampouw – Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia PGI. Diskusi publik ini dipandu oleh Muhammad Sahrul, S.Sos, M.Si – Sekretaris FOKAL IMM FISIP UMJ. Acara dihadiri oleh ± 350 Mahasiswa S1 dan S2 UMJ. Seluruh narasumber diberikan kesempatan untuk menyampaikan materi yang berkaitan dengan tema acara ini dalam waktu 10 menit dan kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Berikut ini adalah transkrip materi pembicaraan yang disampaikan oleh Ketua Umum NSI, MPU Suhadi Sendjaja di dalam diskusi publik “Darurat Intoleran di Indonesia?”
Pertama-tama Saya sampaikan Selamat Siang Salam sejahtera bagi kita semua, NamMyohorengekyo. Karena Saya Buddhis, tentu Saya akan bicara dalam perspektif Buddhis. Oleh karena itu, pertama tentu sebagaimana kita ketahui Buddhis itu, dasar hukumnya adalah Hukum Karma. Agama Buddha sendiri, Buddha itu menyampaikan pemikiran-pemikirannya setelah mencapai kesadaran sehingga pemikiran-pemikirannya itu bersumber dari dunia Buddha, atau dari alam Buddha, jadi pada hakikatnya manusia itu punya 10 alam, dari alam Neraka, Kelaparan, Kebinatangan, Kemarahan, Kemanusiaan, Surga, Sravaka, Pratyekka, Bodhisattva, Buddha. Jadi di dalam agama Buddha, neraka itu bukan dimana-mana, tetapi ada disini (di dalam diri perasaan manusia itu sendiri-red). Potensi yang paling bagus dari kesepuluh ini adalah kesadaran. Mei 2017 | Samantabadra
11
Jadi perjuangan atau pertapaan seorang Buddhis itu adalah berupaya agar kesadaran ini menjadi landasan untuk 9 dunia yang lain, jadi 9 dunia yang lain tidak dibuang, kalau dibuang dia tidak manusia lagi. Demikian dasarnya agama Buddha, maka itu dalam perspektif ini, Saya coba melihat masalah yang kaitannya dengan judul daripada pertemuan diskusi publik ini, yaitu “Darurat Intoleransi�. Seorang Buddhis itu membangun sebuah
12
Samantabadra | Mei 2017
konstruksi berpikir, bahwa sebetulnya agama itu baik, pada arti daripada agama itu sendiri sebetulnya sudah bisa kita lihat, A itu tidak, Gama itu Kacau, jadi agama itu muncul supaya yang tadinya kacau menjadi tidak kacau. Tiga ribu tahun yang lalu Sakyamuni atau Sidharta Gautama. Waktu belum jadi Buddha namanya Sidharta setelah jadi Buddha namanya Sakyamuni, di India, karena waktu itu kacau,
kemudian Sidharta muncul, menjalankan usaha sedemikian rupa akhirnya punya pencerahan dan menyampaikan bimbingan kepada masyarakat, masyarakatnya bisa kembali menjadi tidak kacau. Begitu juga Nabi Yesus di Yerusalem, saya kira seperti itu juga. Begitu pun Nabi Muhammad dan yang lain-lain. Oleh karena itu secara sederhana, Saya ingin membangun sebuah pemikiran, jangan salahkan agama, agama tidak punya salah yang salah itu umat-umatnya yang belum betulbetul menghayati dan mengamalkan ajaran yang diyakini. Ini menjadi tanggung jawab dari masing-
masing komunitas. Kedua ketika terjadi sebuah kegiatan kekerasan, apakah itu intoleransi, apakah itu teroris, dan lain sebagainya, terus jangan dibilang oh ini agama ini, oh ini agama ini. Rata-rata kalau ada teroris kan itu Islam, kenapa? Karena pakaiannya seperti begitu. Saya selalu bilang, Ga Boleh itu! Jadi Siapa itu Pak? Yah teroris, Bukan Islam. Kita dengar dari Dr. Marsyudi Syuhud (Ketua PBNU), kita juga dengar tadi dari salah satu dari ketua BEM UMJ, Islam itu adalah sebuah agama yang menginginkan keselamatan seluruh alam semesta. Kan begitu pengertiannya tadi yang Rahmatan lil Alamin? (Seluruh peserta gembira ketika KU NSI bisa menyebutkan itured). Islam adalah sebuah agama yang menginginkan keselamatan bagi seluruh alam semesta termasuk Saya, kan Saya bagian dari alam semesta. Artinya Islam menginginkan agar seluruh umat manusia itu selamat. Begitu juga agama Buddha, menginginkan semua umat manusia
itu bisa mencapai pencerahan. Begitu juga Kristen. Cuma hukum karma bilang, kan ga semua berjodoh sama Islam, ga semua berjodoh sama Buddha, ga semua berjodoh sama Kristen, oleh karena itu dalam konteks ini yang harus kita lihat secara lebih besar adalah agama itu menginginkan kebaikan. Jadi kalau memang berjodoh sama Islam, yasudah jalankan saja Islamnya dengan baik, kalau berjodoh sama agama Buddha, yasudah jalankan saja Buddhanya dengan bagus. Berjodoh dengan Kristen jalankan saja dengan bagus, tapi kita ini sama-sama Indonesia. Oleh karena itu saya harus jadi Buddhis yang paling bagus, sehingga saya menjadi warga negara Indonesia yang paling berkualitas. (Seluruh pesrta menyambut dengan tepuk tangan meriah- red). Seperti ini secara sederhana konstruksi berpikir yang Saya pikir harus Saya bangun, sehingga dengan demikian, yah kalau masalah intoleransi, kemudian kekerasan, kalau Pak Nur Syam (Sekjen Kementerian Agama RI) bilang tadi
itu, salah satu penyebab utamanya itu adalah ketidakadilan, Saya kira itu benar, tetapi disamping itu juga harus ada pemahaman tentang kesadaran. Sejauh mana ukuran keadilan? Adil menurut Saya belum tentu adil menurut Bapak ini. Nah oleh karena itu agama Buddha bilang semua harus dikembalikan kepada orang yang bersangkutan, sejauh mana dia menyadari tentang sebab-sebab yang sudah dia buat. Saya kira ini di agama mana pun ada konsep seperti ini. Nah kemudian, Saya sedikit juga ingin menyampaikan (Ketua umum menanyakan berapa menit lagi waktu yang masih tersedia untuk menyampaikan paparan sebagai bentuk kewaspadaan, sebelum ditegur oleh moderator. ternyata 5 menit lagi, “kalau ga saya melanggar hukum� kata KU NSI sambil berseloroh kepada Moderator), jadi saya langsung saja kepada akhir, Indonesia dulu pernah ada Sriwijaya. Itu kira-kira hampir 2.000 tahun. Jadi waktu era kerajaan Sriwijaya itu pernah ada satu raja Sriwijaya (Ketua Umum NSI menyampaikan hasil
Mei 2017 | Samantabadra
13
kajian ilmiah dari Temu Generasi Muda NSI ke29 di Jambi mengenai Kejayaan Sriwijaya), jadi setiap tahun kami menyelenggarakan TGM. Kenapa ambil Jambi? Karena di Jambi itu ada Candi Muaro Jambi, disana ada Sriwijaya, karena Pak Jokowi (Presiden Republik Indonesia ke-7) menginginkan Indonesia Bahari, kami coba mengangkat Sriwijaya sebagai salah satu sumber inspirasi, untuk Indonesia menuju ke kejayaan negara bahari. Waktu itu kami mengundang Arkeolog, Pak Bambang Budi Utomo dari Pusat Arkeologi Nasional, beliau mengangkat bahwa sebetulnya pada masa Sriwijaya, ada salah satu raja itu memberikan semacam tanda persahabatan kepada Umar Bin Abdul Aziz, jangan-jangan ini masih familynya raja Salman (seluruh peserta tertawa-red), karena saya waktu beliau datang saya menjadi wakil Buddha yang diberi kesempatan bicara kepada raja Salman, dan saya sempat salaman (seluruh peserta bersorak-red), tangan Saya seminggu Saya ga cuci (canda KU NSI yang disambut tawa 14
Samantabadra | Mei 2017
oleh seluruh peseta -red) dan Saya sangat mengagumi beliau, dan Saya mengatakan “Sri Baginda Anda betulbetul satu sosok raja negara dan seorang raja agama, dan pada sosok anda saya melihat Islam yang Rahmatan lil Alamin”. Nah raja Sriwijaya ini disamping memberikan hadiah kepada Pak Abdul Aziz, sekaligus raja ini juga memohon supaya Abdul Aziz ini mengirimkan guru agama Islam ke Sriwijaya untuk memberikan pelajaran agama Islam kepada penduduk Sriwijaya yang beragama Islam. Saya kira sikap toleransi bangsa Indonesia itu memang dari asal mulanya, dari ‘sononya’ itu kita sudah toleran, cuma sekarang kita ini sebagai satu nation sebagai satu bangsa, ada yang beragama Islam, ada yang beragama Buddha, tapi sifat dasarnya kita itu toleran. Agama seperti pesannya almarhum KH. Hasyim Muzadi, harus dijadikan sumber kekuatan, jadi agama itu bukan sumber perusakan, salah itu! Agama harus dijadikan sumber kekuatan untuk kita, agar menjadi manusia yang paling toleran, untuk kita
menjadi manusia yang paling sabar, untuk menjadi manusia yang paling bersemangat. Itu agama! Agama harus memberikan landasan etik, landasan moral kepada kita semua. Saya kira itu saja, terima kasih atas perhatiannya. Nammyohorengekyo. Di akhir acara ini seluruh peserta antusias untuk memberikan tanggapan berupa pertanyaan dan pernyataan yang berkaitan dengan materi yang sudah disampaikan oleh seluruh narasumber. Setelah acara selesai, wartawan dari TV Mu milik Muhammadiyah menghampiri bapak Ketua Umum NSI dan melakukan wawancara untuk diliput di dalam media tersebut. Dengan pemaparan yang disampaikan oleh Ketua Umum NSI, MPU Suhadi Sendjaja di dalam forum diskusi publik ilmiah di kalangan masyarakat umum menjadi sebuah wujud nyata dari usaha untuk penyebarluasan hukum NamMyohorengekyo dan pemikiran-pemikiran Buddha Niciren di tengah masyarakat Indonesia. Dengan pemaparan ini sepatutnya menjadi dorongan semangat bagi seluruh umat NSI untuk bisa lebih memahami, menghayati, memperdalam, mengimplementasikan dan menyebarluaskan pemikiranpemikiran Buddha Niciren di dalam kehidupan sehari-hari. (Arya)
materi ajaran | gosyo kensyu
Gosyo Kensyu Surat Balasan kepada Soya Dono
Mengenai Kewaspadaan Untuk Mencapai Kesadaran Buddha Gosyo Zensyu Halaman 1055 LATAR BELAKANG| Surat ini ditulis di Gunung Minobu pada tanggal 3 bulan 8 tahun Kenji ke-2 (1276) ketika Niciren Daisyonin berusia 55 tahun. Surat berita yang dikirim kepada Soya Kyosin Nyudo ini disebut Surat Balasan Kepada Soya Dono. Berdasarkan isinya surat ini mempunyai nama lain, yaitu Surat Mengenai Kewaspadaan Untuk Mencapai Kesadaran Buddha (Jobutsu Yojin Syo). Pertama, isi surat ini menerangkan, bahwa Jalan Pencapaian Kesadaran Buddha terdapat pada Saddharmapundarika-sutra yang membabarkan, bahwa Kedua Hukum Suasana dan Prajna tidak terpisah. Dalam sutra-sutra sementara sebelum Saddharmapundarika-sutra, Suasana dan Prajna adalah dua hal yang terpisah, maka dengan demikian tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha. Selanjutnya, diterangkan, bahwa manunggalnya Badan Pokok Suasana dan Prajna (Kyoci Icinyo) yang dibabarkan Saddharmapundarika-sutra adalah lima - tujuh aksara Nammyohorengekyo dan ini merupakan hukum pokok pencapaian Kesadaran Buddha bagi umat manusia Masa Akhir Dharma. Untuk itu, di dalam Ajaran Pokok Saddharmapundarikasutra, ikatan pokok penting ini diwariskan kepada Bodhisattva Muncul dari Bumi yang dibimbing oleh Buddha Pokok. Dan dibabarkan pula, bahwa sekarang Niciren Daisyonin menyebarkan Hukum Pokok itu. Dalam pewarisan tugas ini ada dua makna pewaris tugas (Fuzoku) yakni umum (So Fuzoku) dan khusus (Betsu Fuzoku). Niciren Daisyonin membimbing dengan tegas, bahwa
jika mencampuradukkan kedua makna ini, melupakan Guru Sumber Pokok, mempunyai keinginan untuk pindah kepada guru lain, Buddha lain dan sutra lain, maka tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha dan terus berputar dalam penderitaan hidup-mati. Kemudian, seandainya menjadi guru yang benar juga, jika melihat Pemfitnahan Dharma tidak memarahi dan menyerangnya diterangkan, bahwa guru dan penganut, keduanya jatuh ke dalam neraka penderitaan yang tidak terputus-putus. Di sini dinyatakan, bahwa Saddharmapundarika-sutra adalah bibit, Buddha adalah orang yang menanam bibit itu dan umat adalah sawah. Bagaimanapun, dianjurkan agar umat manusia Masa Akhir Dharma mematangkan Bibit Buddha yang ditanam di dalam jiwa masingmasing berdasarkan guru yang benar dan Hukum sesungguhnya. Guru yang benar adalah Buddha Pokok yang mencakup ketiga kebajikan; Guru, Ayah-bunda dan Hukum Sesungguhnya adalah Saddharmapundarika-sutra (Nammyohorengekyo Penanaman Bibit Dari Kalimat Tersirat). Dengan berdasarkan pada guru yang benar dan Hukum Sesungguhnya, semuanya dapat mencapai Kesadaran Buddha. Terakhir diperingatkan dengan tegas, “Jika menyalahi makna seperti ini, Niciren pun tidak dapat menyelamatkan hidup Anda di masa yang akan datang�. Demikianlah, Niciren Daisyonin memberitahukan untuk mewujudkan hati yang selalu waspada dalam mencapai Kesadaran Buddha. Mei 2017 | Samantabadra
15
ISI GOSYO | Dalam Bab 2 Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra, rol ke-1 dibabarkan, “Prajna para Buddha sangat dalam dan tidak terhitung”. Mahaguru Tien-tai menerangkan, “Tepian ‘suasana’ luas tidak terbatas maka dikatakan sangat dalam, Air Prajna sukar diukur, maka dikatakan tidak terhitung”. Sebenarnya kalimat sutra ini beserta keterangannya mengandung makna, bahwa jalan untuk menjadi Buddha ada pada dua Hukum: Suasana (Kyo) dan Prajna (Ci). Yang dimaksud dengan Suasana adalah Badan Puluhan Ribu Hukum. Yang dimaksud dengan Prajna adalah Rupa dari Jitai Kensyo. Pada saat tepian Suasana ‘Dalam, Luas dan Besar, Air Prajna mengalir tanpa terhambat. Dengan manunggalnya ‘Suasana dan Prajna’ ini, dapat dicapai Kesadaran Buddha Dalam Badan Apa Adanya. Dalam sutra sebelum Saddharmapundarika-sutra, ‘Suasana dan Prajna’ masing-masing berlainan, apalagi karena merupakan Ajaran Sementara dan upaya, maka tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha. Sekarang, Saddharmapundarika-sutra yang mengatakan, bahwa manunggalnya Suasana dan Prajna, mengajarkan mengenai Empat Pandangan Mengetahui Buddha (Butciken), yakni Membuka, Mewujudkan, Menyadarkan, dan Memasukkan, serta dapat Memperoleh Kesadaran. Pembuktian dalam jiwa ini sama sekali tidak dapat dijangkau oleh Sravaka dan Pratekyabuddha. Hal ini dibabarkan dalam kalimat selanjutnya yang berbunyi, “Semua Sravaka dan Pratekyabuddha tidak dapat mengetahuinya”. Apakah yang dimaksud dengan kedua Hukum Suasana dan Prajna ini? Tidak lain adalah Lima Aksara Nammyohorengekyo. Buddha Sakyamuni mengundang Bodhisattva Muncul dari Bumi untuk mewariskan tugas lima aksara ini yang merupakan ikatan pokok penting. Ini dikatakan sebagai Pintu Hukum Honge Fuzoku. Akan tetapi Bodhisattva Visisthakaritra dan lain-lain timbul secara nyata pada 500 tahun awal Masa Akhir Dharma untuk menyebarkan Lima Aksara ini yang merupakan kedua Hukum Suasana dan Prajna. Ini dengan jelas dan tegas terdapat dalam kalimat sutra. Siapakah yang masih membahasnya? Niciren bukanlah orang itu dan utusan itu, namun secara garis besar sebagai orang yang mengawali untuk mulai menyebarkannya. Bodhisattva Visisthakaritra telah memperoleh Air Prajna Saddharma dari Tathagata Sakyamuni untuk dialirkan seterusnya kepada umat yang belum mempunyai akar bakat di masa buruk, Masa Akhir Dharma. Inilah makna dari Prajna. Bodhisattva Visisthakaritra menerima pewarisan tugas dari Buddha Sakyamuni, maka Niciren juga menyebarkan Pintu Hukurn ini di dalam negeri Jepang. Di sini ada lagi dua makna : Umum dan Khusus. Jika sedikit saja menyalahi kedua makna Umum dan Khusus ini, maka sama sekali tidak boleh mengharap akan dapat mencapai Kesadanan Buddha, bahkan menjadi berputar mengelilingi penderitaan hidup-mati. Misalnya, para Sravaka pada masa hidup Buddha Sakyamuni telah menerima penanaman bibit dari Buddha Sakyamuni, ketika menjadi Pangeran ke-16 dari Buddha Mahabijnajnanabhibhu. Oleh kanena itu, mereka sama sekali tidak dapat mencapai Kesadanan Buddha dengan bertemu Tathagata Amitabha atau Tathagata Bhaisyajyaguru. Sebagai umpama, jika mengambil air dari lautan besar dan dibawanya ke dalam rumah, maka seisi keluarga dapat memanfaatkannya. Tetapi jika air dari lautan besar yang diambil itu diabaikan setetes pun dan kembali menginginkan air lautan besar lainnya, sama sekali merupakan kesalahan besar, sungguh bodoh sekali. Bila melupakan Guru Sumber Pokok yang memberikan Air Prajna lautan besar Saddharmapundarika-sutra, hatinya berpindah kepada yang lain, pasti menjadi bahaya berputar dalam penderitaan hidup mati. Tetapi, sekalipun merupakan guru, kalau mempunyai kesalahan, maka harus membuangnya. Namun, ada juga di mana tidak perlu membuangnya, ini tergantung dari teori kewajaran masyarakat dan 16
Samantabadra | Mei 2017
Hukum Buddha. Bhiksu Masa Akhir Dharma, kebanyakan tidak mengetahui teori Jalan Hukum Buddha, terikat kesombongan sendiri, sehingga merendahkan guru dan menjilat umat. Hanya bhiksu yang tulus hati, mempunyai sedikit hawa nafsu dan mengenal rasa puas merupakan bhiksu yang sesungguhnya. Hokke Mongu jilid satu mengulas, “Sekalipun belum menyadari teori sesungguhnya, kalau merasa malu terhadap dewa Makna Utama, malu terhadap para Orang Arif, Ia adalah bhiksu yang mempunyai rasa malu. Kalau dapat menimbulkan prajna dari kanjin, ia adalah bhiksu yang sebenarnya”. Sutra Nirvana membabarkan, “Jika bhiksu yang baik melihat orang yang memecahkan Hukum Buddha, tetapi membiarkan tanpa memarahi, menyerang, mengusir dan menerangkan kesalahannya, hendaklah sungguh-sungguh diketahui, bahwa orang ini adalah orang yang merugikan dalam Hukum Buddha. Apabila sunggqh-sungguh mengusir, memarahi, menyerang dan memberitahukan kesalahannya, orang itu adalah murid Saya, Sravaka yang sebenamya”. Kata ‘lihat’ dalam kalimat ‘melihat orang yang memecahkan Hukum Buddha’ dan kata ‘membiarkan’ dalam kalimat ‘membiarkan tanpa memarahi’ hendaknya sungguh-sungguh dilukiskan di dalam jiwa. Jika melihat musuh Saddharmapundarika-sutra, membiarkan dan melepaskan tanpa memarahinya, guru dan penganut, keduanya tidak diragukan lagi, akan terjatuh ke dalam neraka penderitaan yang tidak terputus-putus. Mahaguru Nan-Yueh mengatakan, “Terjatuh ke dalam neraka bersama-sama berbagai orang buruk”. Tidak menyerang pemfitnahan dharma, tetapi ingin mencapai Kesadaran Buddha, sama seperti menginginkan air dalam api, mencari api dalam air, alangkah menyedihkan, alangkah menyedihkan. Bagaimanapun mempercayai Saddharmapundarika-sutra, kalau ada pemfitnahan dharma, pasti terjatuh dalam neraka, sama seperti di dalam ribuan sendok pernis ada sepotong kaki kepiting (menjadi tidak berguna). Inilah yang dimaksud dengan perkataan, “Hawa nafsu masuk dengan mendalam, sehingga kehilangan hati pokok”. Saddharmapundarika-sutra membabarkan, “Di tanah Buddha manapun, selalu dilahirkan bersamasama guru”. Dan membabarkan lagi, “Kalau akrab dan erat dengan Guru Hukum, segera dapat memperoleh Jalan Bodhisattva. Dan dengan sungguh hati belajar dan mengikuti guru tersebut, dapat melihat para guru sebanyak pasir sungai Gangga”. Dalam keterangannya dikatakan, “Dengan mengikuti Buddha ini, baru untuk pertama kali menimbulkan hati Jalan pertapaan dan dengan mengikuti Buddha ini dapat menetap pada tempat tidak akan mundur”. Atau ada yang mengatakan, “Pada awalnya mengikat jodoh dengan mengikuti Buddha dan Bodhisattva ini dan tergantung kepada Buddha dan Bodhisattva ini pula, dapat mencapai Jalan Kebuddhaan”. Dengan sungguh-sungguh berulang kali mengatakan agar jangan sampai salah dalam mengikuti Guru Pokok dan capailah Kesadaran Buddha. Buddha Sakyamuni adalah Guru Pokok yang diikuti seluruh umat manusia, apalagi Beliau mencakup kebajikan Majikan dan Orang Tua. Karena Pintu Hukum ini diutarakan oleh Niciren, seperti teori kewajaran pada umumnya, nasihat yang baik tidak enak didengar”, maka dijatuhi hukuman pembuangan dan akhirnya terancam jiwanya. Sekalipun begitu, sekarang masih belum jera. Saddharmapundarika-sutra bagaikan bibit, Buddha bagaikan orang yang menanam, umat bagaikan sawah. Jika menyalahi makna seperti ini, Niciren pun tidak dapat menyelamatkan hidup Anda di masa yang akan datang. Salam hangat. Tanggal 3, bulan 8, tahun Kenji kedua Soya Dono tertanda, Niciren Mei 2017 | Samantabadra
17
| KUTIPAN GOSYO
1
Prajna para Buddha sangat dalam dan tidak terhitung.
Keterangan : Dalam surat ini, pertama-tama dikutip kalimat Bab Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra yang berbunyi, “Prajna para Buddha sangat dalam dan tidak terhitung”, dan kalimat Hokke Gengi, Mahaguru Tien-tai yang berbunyi, “Tepian Suasana luas tidak terbatas, maka dikatakan sangat dalam. Air prajna sukar diukur, maka dikatakan tidak terhitung”. Dan diterangkan pula, bahwa Jalan Pencapaian Kesadaran Buddha hanya ada pada Dua Hukum, Suasana dan Prajna. Suasana tersebut adalah “Badan Puluhan Ribu Hukum”, berarti Badan Pokok seluruh gejala alam semesta. Prajna adalah ‘Rupa Jitai Kensyo’, berarti gerakan fungsi yang mewujudkan dan menerangi Badan Pokok Badan Puluhan Ribu Hukum apa adanya. Suasananya tidak terbatas, luas dan dalam, maka aliran Air Prajna yang merupakan gerakan fungsi yang mewujudkan dan menerangi Suasana tersebut, mengalir tanpa terhambat. Dibabarkan, bahwa banyaknya air tidak terukur, sedemikian penuh dan kaya, maka diterangkan, bahwa ketika Suasana yang sedemikian dalam dan Prajna yang tidak terhitung manunggal, dapat tercapai Kesadaran Buddha dalam badan apa adanya. Dalam Ajaran Sementara, Suasana dan Prajna berlainan, maka umat manusia tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha. Sebaliknya Saddharmapundarika-sutra membabarkan manunggalnya Suasana dan Prajna, maka umat manusia dapat membuka, mewujudkan, menyadari dan memasuki Pandangan Mengetahui Buddha, sehingga dapat mencapai Kesadaran Buddha. Pembuktian dalam jiwa dan Pandangan Mengetahui Buddha dari manunggalnya Suasana dan Prajna, tidak bisa dijangkau oleh Sravaka dan Pratyekabuddha yang berprajna dangkal. Mengenai hal ini di dalam Bab Upaya Kausalya 18
Samantabadra | Mei 2017
Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Seluruh Sravaka dan Pratekyabuddha tidak dapat mengetahuinya”.
2
Mahaguru Tien-tai menerangkan. “Tepian ‘suasana’ Iuas tidak terbatas maka dikatakan sangat dalam, Air Prajna sukar diukur, maka dikatakan tidak terhitung”.
GM
Keterangan : Dalam Hokke Gengi Mahaguru Tien-tai mengatakan, tepian Suasana luas tidak terbatas, maka Air Prajna sukar diukur : Hanya Buddha dan Buddha saja yang sungguh-sungguh mengetahuinya,” Selanjutnya, dengan menerima keterangan Mahaguru Tien-tai, dalam Keterangan Hokke Gengi Mahaguru Miao-lo mengatakan, “Suasana sesungguhnya sangat dalam, maka menjadi vertikal. Suasana Sementara tidak terbatas maka menjadi horizontal. Air dari horizontal dan vertikal sukar diukur. Oleh karena itu, sukar mengukur prajna Buddha.” Mengenai Dua Hukum, Suasana dan Prajna, Suasana adalah ‘tepian’ yang diumpamakan seperti tanah yang sangat luas dan rongga yang dalam sekali. Dan Prajna diumpamakan air tak terhitung yang memenuhi rongga yang sangat besar dan dalam sekali. Dalam keterangan Mahaguru Tien-tai, Suasana yang menerima diumpamakan sebagai ‘tepian’, sangat luas, besar dan tak terbatas. maka dikatakan sangat dalam. Dan prajna yang aktif diumpamakan air yang memenuhi ‘tepian’, sulit diukur maka dikatakan ‘tidak terhitung’. ini menerangkan ‘sangat dalam dan tidak terhitung’ yang terdapat dalam Bab Upaya Kausalya. Di dalam keterangan, Mahaguru Miao-lo membagi ‘tepian’ menjadi ‘dalam’ (vertikal) dan ‘luas dan besarnya tak terbatas’ (horizontal), dan membagi yang pertama sebagai Suasana Sesungguhnya, sedangkan yang kedua sebagai Suasana Sementara. Dan dijelaskan bahwa air prajna tersebut memenuhi ‘tepian’ secara vertikal maupun horizontal
dan sulit diukur, maka diterangkan sebagai menerangkan kalimat sutra Bab Upaya Kausalya yang berbunyi, Prajna para Buddha sangat dalam dan tidak terhitung, sebagai pujian terhadap Prajna Sesungguhnya Sang Buddha. Sebaliknya mungkin Mahaguru Miao-lo menerangkannya sebagai dua Prajna Sementara dan sesungguhnya dari Buddha; suasana yang menerima yang merupakan objek pun dibagi menjadi dua: Suasana Sesungguhnya dan Sementara.
3
Sebenarnya kalimat sutra ini beserta keterangannya mengandung makna, bahwa jalan untuk menjadi Buddha ada pada Dua Hukum : Suasana (kyo) dan Prajna (ci).
GM
Keterangan : Sesuai kalimat sutra Bab Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra dan kalimat keterangan dari Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Miao-lo, Niciren Daisyonin membabarkan, bahwa pada hakikatnya hubungan antara Dua Hukum Suasana dan Prajna merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai Kesadaran Buddha bagi manusia biasa. Seperti yang telah diterangkan pada surat ini, penentuan pencapaian Kesadaran Buddha umat manusia tergantung pada manunggal atau tidaknya Suasana dan Prajna.
4
Yang dimaksud dengan Suasana adalah badan puluhan ribu Hukum. Yang dimaksud dengan prajna adalah rupa dari Jitai Kensyo... Dengan manunggalnya ‘Suasana dan Prajna’ ini, dapat dicapai Kesadaran Buddha dalam badan apa adanya. Keterangan : ‘Suasana’ dikatakan sebagai ‘Badan Puluhan Ribu Hukum’, ‘Prajna’ dikatakan sebagai ‘rupa Jitai Kensyo’. Badan Puluhan Ribu Hukum, berarti Badan Pokok semua Gejala Alam Semesta. Tetapi, sekalipun di katakan sebagai Badan Pokok, bukan berarti setiap Gejala Alam Semesta merupakan sesuatu benda yang berwujud. Ini merupakan salah satu ajaran Sang Buddha
dari segi Akar Pokok. Yang menerangkan hal ini dengan jelas adalah ajaran yang mengatakan ‘Timbul Dari Jodoh’. Timbul dan Jodoh berarti timbul tergantung jodoh, dan tiap gejala maupun sesuatu benda dari semua gejala alam semesta bukan timbul berdiri sendiri dari benda ataupun gejala yang lain, namun pasti ‘timbul tergantung jodoh’ dari benda lain atau gejala. Sebagai manusia biasa kita merasa, bahwa gejala maupun sesuatu benda ada karena adanya sifat yang jelas. Namun, sebenarnya segala sesuatu timbul nyata karena keterpaduan sementara antara sebab dan jodoh. Sesuatu itu sendiri sebenarnya Ku (karena ada, maka bukan berarti tidak ada). Setiap gejala alam semesta timbul karena adanya kemanunggalan jodoh dengan yang lainnya. Berarti, jika terlepas dari hubungan dengan sesuatu benda lain atau gejala, maka tidak akan timbul sesuatu. Mengambil salah satu gejala alam semesta yang manapun, itu tetap berhubungan dengan sesuatau benda. yang lainnya. Jadi berhubungan dengan semua Badan Puluhan Ribu Hukum. Misalnya, adanya satu keranjang adalah karena simpul keranjang saling berkaitan dengan simpul lainnya. Jika menarik satu simpul keranjang, bukan hanya satu saja yang tertarik tetapi simpul yang Iainnya pun tertarik secara bersamaan. Seperti demikian, Semuanya saling berhubungan, salah satu dari yang manapun mencakup semuanya pula. Dan mengenai semua gejala alam semesta yang masing-masing memiliki kemutlakan sifat tidak ada perbedaan, dijelaskan oleh Niciren Daisyonin sebagai ‘Badan dari Puluhan Ribu Hukum’, maka dikatakan menjadi ‘Suasana Jiwa’. Kemudian, Prajna yang aktif melihat suasana jiwa ini dengan sesungguhnya merupakan ‘Rupa dari Jitai Kensyo’. ‘Ji’ dan ‘Jitai’ berarti sendiri atau menyatakan diri sendiri. ‘Tai’, berarti Badan Puluhan Ribu Hukum atau menyatakan puluhan ribu gejala alam semesta sebagai jodoh. Dengan demikian, wajah apa adanya semua dunia yang saling berhubungan dengan timbulnya jodoh dari puluhan ribu gejala alam semesta disebut ‘Jitai’. Yang melihat tembus ‘Jitai’ dengan mata (Mata Buddha) tanpa ada sedikit pun kekotoran
Mei 2017 | Samantabadra
19
Keterangan : Berbagai sutra sebelum Saddharmapundarikasutra merupakan ajaran yang disesuaikan dengan akar bakat umat manusia, maka Hukum (suasana jiwa) - nya berbeda dengan Prajna Buddha. Dengan demikian Suasana dan Prajna tidak bisa manunggal. OIeh karena itu, tidak dapat dicapai Kesadaran Buddha berdasarkan Ajaran Sementara dan berbagai sutra upaya. Sebaliknya dikatakan, “ ‘Sekarang’, Saddharmapundarikasutra yang mengatakan, bahwa manunggalnya Suasana dan Prajna ”, Selaras dengan hal ini, baru setelah memasuki Saddharmapundarika-sutra, tidak dihubungkan lagi dengan akar bakat umat manusia dan secara jelas dibabarkan Kesadaran Buddha yang sebenarnya: Di situ terwujud nyata kesadaran dalam jiwa Sang Buddha dan manunggalnya Suasana dan Prajna. Bahkan Prajna yang aktif (Prajna Buddha, mata Buddha) ini sejak asal mula telah tercakup pada umat manusia Sembilan Dunia sebagai Pandangan Mengetahui Buddha (Butciken). Oleh karena itu, bagaimana agar manusia biasa dapat mencapai Kesadaran Buddha, telah diterangkan sebagian hal tersebut dari segi akar pokok. Selanjutnya, kalimat Bab Upaya Kausalya yang tersohor mengatakan, bahwa tujuan utama kehadiran para Buddha di dunia adalah membuka “Pandangan Mengetahui Buddha” yang tercakup di kedalaman jiwa umat manusia sejak asal mula dan mewujudkan, menyadarkan serta memasukkannya ke dalam Jalan “Pandangan Mengetahui Buddha” tersebut. Di dalam Hokke Gengi, Mahaguru Tien-tai mengatakan, “Pada sutra dikatakan, ‘untuk umat manusia, dibuka Pandangan Mengetahui Buddha, disadarkan dan dimasukkan’. Seperti demikian, kalau umat manusia tidak ada 5Dalam sutra sebelum Saddharmapundarika- Pandangan Mengetahui Buddha, maka tidak sutra, ‘Suasana dan Prajna’ masing-masing dapat mendiskusikan tentang apakah yang berlainan… Sekarang Saddharmapundarikadimaksud dengan ‘membuka’. Ketahuilah, sutra yang mengatakan bahwa manunggalnya bahwa Pandangan Mengetahui Buddha tercakup Suasana dan Prajna, mengajarkan mengenai dalam umat manusia”. Pandangan Mengetahui Empat Pandangan Mengetahui Buddha Buddha tercakup secara rahasia di dasar jiwa (Butciken) yakni membuka, mewujudkan, umat manusia Sembilan Dunia. OIeh karena menyadarkan dan memasukkan, serta dapat itu, ‘Pandangan Mengetahui Buddha’ tersebut memperoleh Kesadaran. dapat dibuka dan diwujudkan. Maka, dengan dan kebengkokan adalah prajna. Prajna adalah ‘Wajah Jitai Kensyo’, berarti berdasarkan prajna yang aktif, keadaan apa adanya dari seluruh Badan Puluhan Ribu Gejala Alam semesta timbul dengan jelas. Dengan kata lain, lebih menitikberatkan pada ‘menerima’. Sekalipun dikatakan sebagai Suasana atau Prajna, suasana jiwa manusia biasa sulit untuk dapat merasa dan mengerti. Oleh karena itu, hanya bisa dinyatakan sebagai ‘sangat dalam dan tidak terhitung’. Pada kalimat selanjutnya Niciren Daisyonin mengatakan, “Tetapi pada saat tepian suasana dalam, luas tidak terbatas, Air Prajna mengalir tanpa terhambat. Dengan manunggalnya Suasana dan Prajna ini, dapat mencapai Kesadaran Buddha Dalam Badan Apa Adanya”. Dari sini dapat dimengerti, bahwa sekalipun Beliau mengutip secara Iangsung kalimat Hokke Gengi dari Mahaguru Tientai yang mengumpamakan Suasana sebagai Tepian dan Prajna sebagai Air, Niciren Daisyonin membabarkannya secara lebih dinamis dari pada Mahagunu Tien-tai. Perbedaan hal ini jelas terutama pada pembabaran yang mengatakan, bahwa Air Prajna terus mengalir tanpa hambatan. Air Prajna yang luas, besar dan dalam dari Mahaguru Tien-tai diterangkan sebagai air tidak terhitung yang memenuhi tepian, sebaliknya ‘air’ Prajna dari Niciren Daisyonin adalah air tak terhitung yang terus mengalir tanpa hambatan. Bagaimanapun, tergantung kemanunggalan Suasana dan Prajna, manusia biasa dapat mencapai Kesadanan Buddha Dalam Badan Apa Adanya. Jawaban bagaimana kita manusia biasa dapat mencapai Kesadaran Buddha tendapat pada kalimat selanjutnya.
20
Samantabadra | Mei 2017
membuka dan mewujudkan teori sesungguhnya Saddharmapundarika-sutra ini, serta dengan membuka dan menimbulkan Pandangan Mengetahui Buddha, maka seluruh umat manusia dapat mencapai Kesadaran Buddha.
pembabaran Hukum Tersebut dapat membuka Jalan pencapaian Kesadaran Buddha. Oleh karena itu, Niciren Daisyonin mengatakan, “Sekarang, Saddharmapundarikasutra yang mengatakan, bahwa manunggalnya Suasana dan Prajna, mengajarkan mengenai Apakah yang dimaksud dengan Kedua Empat Pandangan Mengetahui Buddha: Hukum Suasana dan Prajna ini? Ini membuka, mewujudkan, menyadarkan tidak lain adalah lima aksara Namdan memasukkan serta dapat memperoleh myo-ho-renge-kyo. Kesadaran”. Akan tetapi, umat manusia Masa Akhir Dharma tidak mungkin dapat memperoleh Keterangan : Jalan Pencapaian berdasarkan Hukum Ajaran Di sini dijelaskan, bahwa manunggalnya Badan Bayangan Saddharmapundarika-sutna. Maka di Pokok Hukum Suasana dan Prajna adalah limadalam Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra, tujuh aksara Nammyohorengekyo. Bersamaan perlu mewariskan dan menugaskan kepada itu dijelaskan pula, bahwa agar lima aksara pemimpin Bodhisattva Muncul dari Bumi yang Saddharma tersebar di Masa Akhir Dharma, dibimbing Buddha Pokok, yakni Bodhisattva Buddha Sakyamuni mewariskan dan memberi Visishtakaritra. tugas Ajaran Pokok SaddharmapundarikaKalimat yang mengatakan, bahwa Dua Hukum sutra kepada Bodhisattva Muncul dari Bumi, Suasana dan Prajna adalah hanya lima aksara yakni Bodhisattva Visishtakaritra dan lain-lain. Nammyohorengekyo, berarti Buddha Sakyamuni Dan lima aksara Saddharma yang diwariskan tidak Iangsung menerangkan secara tersurat kepada Bodhisattva Visishtakaritra ini, sekarang pada kalimat Saddharmapundarika-sutra. Tetapi, disebarluaskan oleh Niciren Daisyonin di negeri umat manusia semasa hidup Buddha Sakyamuni Jepang pada Masa Akhir Dharma. yang telah menumpuk akar kebaikan sejak masa Hukum manunggalnya Suasana dan lampau, dapat menyadari Nammyohorengekyo Prajna yang merupakan pokok penting dalam yang dirahasakan di dasar kalimat, sehingga mencapai Kesadaran Buddha dijelaskan dapat mencapai Kesadaran Buddha. Pada Masa pada Bab Upaya Kausalya Ajaran Bayangan Akhir Dharma, baru Niciren Daisyonin-lah yang Saddharmapundarika-sutra. Dan dibabarkan Iangsung menjelaskan dan menyebaruaskannya. pula, bahwa hukum tersebut yang merupakan Isi kalimat yang sama dengan hal ini terdapat ‘Pandangan Mengetahui Buddha’ tercakup di dalam Surat Balasan Kepada Syijo Kingo. secara rahasia di kedalaman jiwa umat manusia Dikatakan bahwa hanya melaksanakan pertapaan Sembilan Dunia. Tetapi, bagi umat manusia yang tujuh aksara Nammyohorengekyo, secara realistis, bagaimanapun juga hal tersebut hanya sepintas kelihatannya sangat sempit, namun merupakan “Teori Hukum”. Mengapa demikian? sebenarnya isinya sangat mendalam, isinya Karena, sekalipun ‘Pandangan Mengetahui selangkah lebih mendalam dari pada Pintu Buddha’ tercakup pada umat manusia Sembilan Hukum yang dkebarluaskan oleh Mahaguru Dunia dan sekalipun diajarkan, bahwa tergantung Tien-tai, Mahaguru Dengyo dan lain-lain. Bahkan membuka, mewujudkan, menyadarkan, merupakan guru teladan para Buddha ketiga memasukkan dapat mencapai Kesadaran masa, guru pembimbing Bodhisattva Sepuluh Buddha pun, cara pelaksanaan pertapaan yang Penjuru clan merupakan bimbingan Jalan sebenannya belum dibabarkan. Memang, akar pencapaian kesadaran Buddha bagi seuruh umat bakat umat manusia semasa hidup Buddha manusa. Sakyamuni sudah terbina (pada pokoknya sudah Selanjutnya, di dalam Ajaran Bayangan ada akan kebaikan) melalui pembabaran Hukum Saddharmapundarikasutra, Nammyohorengekyo Buddha selama 40 tahun lebih, maka dengan dikabarkan sebagai Wajah Sesungguhnya
6
Mei 2017 | Samantabadra
21
Berbagai Hukum, dan di dalam Ajaran Pokok dijelaskan sebagai wajah kedua Buddha yakni Buddha Sakyamuni dan Prabhutaratna yang duduk berdampinan inilah Dua Hukum Suasana dan Prajna. Terutama dalam Bab XI, Saddharmapundarika-sutra, Stupa Pusaka yang membabarkan upacara kedua Buddha : Buddha Sakyamuni dan Prabhutaratna duduk berdampingan, menjelaskan bahwa Buddha Sakyamuni adalah Prajna, berarti menyatakan Wajah Sesungguhnya, Buddha Prabhutaratna adalah Suasana Jiwa, berarti menyatakan Berbagai Hukum. Pembabaran ini merupakan hal yang sangat penting. Sesuai dengan perkataan dalam Surat Balasan Kepada Syijo Kingo, kedua Buddha : Buddha Sakyamuni dan Buddha Prabhutaratna masing-masing menyatakan dua : Suasana dan Prajna. Bahkan bersamaan itu juga menyatakan Badan Hukum lima - tujuh aksara Nammyohorengekyo yang merupakan pembuktian dalam jiwa dan manunggalnya Suasana dan Prajna. Kannen Kanpo dari Mahaguru Tien-tai mendasarkan kepada “Wajah Sesungguhnya Berbagai Hukum, Empat Pandangan Mengetahui Buddha: membuka, mewujudkan, menyadarkan dan memasukkan” yang dibabarkan di dalam Bab Upaya Kausalya Ajaran Bayangan Saddharmapundarika-sutra dan merupakan cara pertapaan untuk menimbulkan dan membuka Pandangan Mengetahui Buddha yang tersembunyi di dalam jiwa umat manusia. Akan tetapi bagi Niciren Daisyonin, hukum tersebut merupakan Hukurn yang tidak memiliki manfaat lagi di dalam pencapaian Kesadaran Buddha bagi umat manusia di Masa Akhir Dharma.
7
Buddha Sakyamuni mengundang Bodhisattva MuncuI dari Bumi untuk mewariskan tugas lima aksara ini yang merupakan ikatan pokok penting. Ini dikatakan sebagai pintu Hukum Honge Fuzoku.
Anak Cabang
Keterangan : Mengenai pewarisan tugas pokok penting lima-tujuh aksara Nammyohorengekyo yang merupakan satu badan hukum Suasana dan 22
Samantabadra | Mei 2017
Prajna yang diberikan oleh Sang Buddha kepada Bodhisattva Muncul dari Bumi yang dibimbing Buddha Pokok, terdapat di Bab XXI, Kekuatan Gaib Sang Tathagata Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra. IniIah Honge Fuzoku. Di dalam Bab Kekuatan Gaib Sang Tathagata, Buddha Sakyamuni mewujudkan sepuluh macam kekuatan gaib, kemudian menerangkannya kepada umat, Bodhisattva Visishtakaritra dan lain-lain. Berarti dengan membawa kekuatan yang sangat gaib seperti sepuluh macam kekuatan gaib, Sang Buddha terus menerus membabarkan karunia kebajikan dari menyebarluaskan Saddharmapundarikasutra di Masa Akhir Dharma yang selama kurun waktu ratusan ribu milyar asamkheya kalpa koti yang panjang pun tak menjadi habis. Ini menerangkan kemutlakan besarnya karunia kebajikan Saddharmapundarika-sutra. Kemudian kemutlakan besarnya karunia kebajikan tersebut dikatakan berdasarkan pokok penting. Selanjutnya terdapat empat syair yang menyimpulkan dengan membabarkan, “Seluruh hukum yang dipegang seluruh Tathagata, seluruh kekuatan bebas Sang Tathagata, seluruh gudang rahasia pokok Sang Tathagata, seluruh fakta nyata yang sangat dalam dari Sang Tathagata”. Inilah empat syair hukurn pokok. Dengan demikian, karunia kebajikan Saddharmapundarika-sutra ini diikat menjadi empat syair hukum pokok dan ini diwariskan kepada Bodhisattva Muncul dari Bumi, maka dikatakan pewarisan tugas ikatan pokok penting. Jika demikian apakah arti masingmasing Empat Syair Hukum Pokok tersebut? 1. “Seluruh Hukum yang dipegang seluruh Tathagata”, berarti Kesadaran Sang Tathagata yang memiliki seluruh hukum (teori sesungguhnya); 2. “Seluruh kekuatan bebas Sang Tathagata”, berarti seluruh fungsi kekuatan gaib dan bebas yang dimiliki oleh Sang Tathagata; 3. “Seluruh gudang rahasia pokok Sang Tathagata”, berarti seluruh kebajikan karunia prajna yang tersimpan secara rahasia di dalam dada Sang Tathagata; 4. “Seluruh fakta nyata yang dalam dari Sang Tathagata”, berarti seluruh fakta
nyata yang dalam dari seluruh perilaku dari ketika Sang Tathagata masih manusia biasa sampai mencapai badan Buddha dan setelah mencapai Kesadaran Buddha diajarkan dan dibabarkan kepada umat manusia. Mengenal hal-hal ini, ‘semuanya diterangkan, dibabarkan dan diproklamirkan di dalam sutra ini’. Demikianlah dibabarkan dan dijelaskan secara jelas di dalam Saddharmapundarika-sutra, dan karunia kebajikan yang mutlak dan besar dari Saddharmapundarika-sutra diikat menjadi empat syair ini dan diwariskan.
8
Jepang.
Niciren bukanlah orang itu dan utusan itu, maka Niciren juga menyebarkan Pintu Hukum ini di dalam negeri
Anak Cabang
Keterangan : Berdasarkan pewarisan tugas ikatan pokok penting, Badan Hukum Nammyohorengekyo diwariskan oleh Sang Buddha kepada Bodhisattva Muncul dari Bumi, yakni Bodhisattva Visishtakaritra dan lain-lain. Juga merupakan Badan Hukum kalimat tersirat dan Bab Panjang Usia Tathagata Saddharmapundarika-sutra yang dipertahankan dan dipegang oleh Buddha Pokok Masa Akhir Dharma sejak masa lampau yang amat jauh. Fungsi luar Niciren Daisyonin adalah kelahiran kembali Bodhisattva Visishtakaritra, pembuktian dalam jiwa adalah kelahiran kembali Tathagata Jijuyuhosyin Kuon Ganjo. Untuk menyelamatkan dengan pencapaian Kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia Masa Akhir Dharma, Niciren Daisyonin menyebarluaskan Pintu Hukum Sandaihiho. Tetapi pada kalimat kutipan di atas, BeIiau dengan rendah hati mengatakan, bahwa sampai dengan timbulnya Bodhisativa Visishtakaritra, Beliau kira-kira telah menyebarkan lima aksara Saddharma. Selanjutnya, di dalam upacara pewarisan tugas ikatan pokok penting Saddharmapundarikasutra, Bodhisattva Visishtakaritra ini mendapat warisan air prajna Saddharma; menunggalnya Suasana dan Prajna dari Buddha Sakyamuni,
dan air prajna tersebut dialirkan di masa buruk Akhir Dharma kepada umat manusia yang prajnanya telah mengering. Dan air prajna yang sama tersebut sekarang disebarluaskan oleh Niciren Daisyonin di negeri Jepang. Di sini dengan jelas diterangkan, bahwa Niciren Daisyonin sendiri adalah Bodhisattva Visishtakaritra. Beliau sendiri adalah Bodhisattva Visishtakaritra, berarti tanah pokok pembuktian dalam jiwa tidak lain adalah Tathagata Jijuyuhosyin Kuon Ganjo.
9
Di sini ada lagi dua makna umum dan khusus. Jika sedikit saja menyalahi kedua makna umum dan khusus ini, maka sama sekali tidak boleh mengharap akan dapat mencapai Kesadaran Buddha, bahkan menjadi berputar, mengelilingi penderitaan hidup mati. Keterangan : Dalam pewarisan tugas terdapat dua makna, yakni pewarisan tugas umum dan khusus. Secara tegas dikatakan, bahwa jika hal ini tercampur aduk dan menjadi salah, maka bukan hanya tidak ada harapan untuk dapat mencapai Kesadaran Buddha, bahkan akan menjadi sebab dasar berputar mengelilingi penderitaan hidup mati. Sebagai umpama, Sravaka yang menerima penanaman bibit dari Buddha Sakyamuni ketika menjadi pangeran ke16, Buddha Mahabijnajnanabhibhu, tidak dapat mencapai kesadaran Buddha dengan bertemu dan menerima ajaran dari Buddha Amitabha dan Tathagata Baisyajyaguru. Demikianlah diterangkan mengenai betapa pentingnya sebab jodoh dan penanaman, pematangan dan pemanenan. Berarti, bagaimanapun juga jika Sravaka tidak mematangkan bibit dari Buddha Sakyamuni tidak akan dapat mencapai Kesadanan Buddha. Sebagai umpama, mengambil air dari lautan besar dan membawanya ke dalam numah, sehingga seluruh keluarga dapat menerima sumbangan air tersebut. Namun, jika air yang dibawa tersebut dibiarkan dan menginginkan air lautan besar dari tempat yang lain maka hal itu merupakan kesalahan, yakni melupakan ‘Guru
Mei 2017 | Samantabadra
23
Sumber Pokok’ yang telah mewariskan air prajna lautan besar Saddharmapundarika-sutra, dan hatinya berpindah ke guru lain. Diterangkan dengan tegas, bahwa hal tersebut pasti menjadi sebab mendasar berputar di dalam penderitaan hidup-mati. Mengenai Dua Makna Umum dan Khusus Dalam upacara pewarisan tugas Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra terdapat pewarisan tugas umum dan khusus. Pewarisan khusus berarti pewarisan tugas ikatan pokok penting yang dibabarkan dalam Bab XXI Kekuatan Gaib Sang Tathagata Saddharmapundarika-sutra. Di situ Buddha Sakyamuni mewariskan ikatan pokok penting (Myohorengekyo) kepada Bodhisattva Visishtakaritra dan lain-lain yang merupakan pemimpin keempat Bodhisattva Muncul dari Bumi yang dibimbing Buddha Pokok. Pewarisan tugas umum dibabarkan di dalam Bab XXII, Saddharmapundarika-sutra, Akhir Pesamuan,. Kalimat sutra yang berkaitan dengan hal tersebut mengatakan, bahwa Buddha Sakyamuni mengelus kepala para Bodhisattva yang tak terhitung jumlahnya sebanyak tiga kali, dan mewariskan Hukum, maka di katakan ‘pewarisan tugas dengan mengelus kepala’. Dan karena diwariskan kepada semua Bodhisattva yang tak terhitung jumlahnya, termasuk Bodhisattva Honge maupun Syakke dari kawasan Iainnya, maka di katakan ‘pewarisan tugas secara umum’. Yang terpenting di dalam dua makna pewarisan tugas umum dan khusus, bahwa pewarisan harus sesuai waktu. Umpamanya pewarisan Badan Hukum. Di dalam pewarisan tugas umum, Badan Hukum yang diwariskan kepada seluruh Bodhisattva tidak hanya kalimat tersurat Saddharmapundarika-sutra, tetapi juga bagian depan dan belakang seluruh sutra. Dan masa penyebarluasan pun adalah untuk akar bakat umat manusia 2.000 tahun masa Saddharma dan Pratirupadharma. Sebaliknya, pewarisan tugas khusus berarti badan hukum yang diwariskan adalah lima - tujuh aksara Nammyohorengekyo; kalimat tersirat Bab Panjang Usia Tathagata Saddharmapundarikasutra. Dan masa penyebarIuasannya adalah 24
Samantabadra | Mei 2017
Masa Akhir Dharma. OIeh karena itu umat manusia yang dapat terlahir di Masa Akhir Dharma, bagaimanapun juga akar bakat pencapaian kesadaran Buddhanya adalah melalui Nammyohorengekyo yang diwariskan kepada Bodhisattva Visishtakaritra dan lain-lain. Hal ini jangan sampai menjadi keliru. Maka jika percaya kepada Buddha Mahavairocana, Amitabha, atau ajaran dan bimbingan dari para Bodhisattva Syakke yang menerima pewarisan tugas umum, karena waktu, bakat, dan ajarannya masing-masing berlainan, maka akan berputar di dalam penderitaan hidup-mati. Sesuai perkataan ini, bukan hanya tidak bisa mencapai Kesadaran Buddha, bahkan sebaliknya diri sendiri akan mengundang malapetaka berputar dalam penderitaan hidupmati.
10
Sutra Nirvana menbabarkan, “Jika bhiksu yang baik melihat orang yang memecahkan Hukum Buddha, tetapi membiarkan tanpa memarahi, menyerang, mengusir dan menerangkan kesalahannya, hendaklah sungguh-sungguh diketahui, bahwa orang ini adalah orang merugikan dalam Hukum Buddha...”
Anak Cabang
Keterangan : Sampai di atas diterangkan, bahwa Hukum Sumber Pokok pencapaian Kesadaran Buddha bagi umat manusia adalah Nammyohorengekyo dan Hukum Manunggalnya Suasana dan Prajna. Hukum ini disebarkan di Masa Akhir Dharma dan Guru Pokok yang menyebarkannya adalah Niciren Daisyonin. Ini berarti menerangkan Pusaka Hukum dan Pusaka Buddha. Sebaliknya di bagian ini diwujudkan keberadaan bhiksu yang sesungguhnya (Pusaka Sangha). Pertama, sekalipun guru, jika ia melakukan kesalahan, apakah dibuang atau tidak, ditentukan sesuai dengan teori kewajaran masyarakat dan Hukum Buddha. Kemudian menerangkan keadaan bhiksu yang sesungguhnya dari dua sudut. Kesatu dari sudut Jogubodai (ke atas mengharap dapat mencapai Bodhi). Mengenai Jogubodai diterangkan, “Hanya bhiksu yang
tulus hati, mempunyai sedikit hawa nafsu dan mengenal puas, merupakan bhiksu yang sesungguhnya”. Dan dikutip kalimat Mahagunu Tien-tai dalam Hokke Mongu. Sudut lainnya, mengenai Gekesyujo (ke bawah membimbing dan mengajarkan umat manusia), dikutip Sutra Nirvana yang berbunyi, “Jika bhiksu yang baik melihat orang yang memecahkan Hukum Buddha, membiarkan tanpa memarahi, menyerang, mengusir dan menerangkan kesalahannya... dan setenusnya”. Berarti, baik luar maupun dalam, kalau melihat musuh Saddharmapundarika-sutra membiarkannya tanpa memarahi, maka guru dan murid keduanya pasti akan jatuh ke dalam neraka penderitaan yang tak terputus-putus. Dalam Hukum Buddha Niciren Daisyonin yang terpenting adalah memperingatkan dengan keras pemfitnahan dharma dan ini merupakan syarat mutlak untuk mencapai Kesadaran Buddha. Bimbingan yang tegas dan lugas dari Niciren Daisyonin yang berbunyi, “Guru dan penganut keduanya tidak diragukan lagi terjatuh ke dalam neraka penderitaan yang tak terputus-putus”, bagi kita umat manusia Masa Akhir Dharma hendaknya diterima sebagai masalah kita masing-masing. Dan demi pencapaian Kesadaran Buddha, kita harus tegas tidak mau menjalankan pemfitnahan dharma.
11
Saddharmapundarika-sutra membabarkan, “Di tanah Buddha manapun, selalu dilahirkan bersama-sama guru”. Keterangan : Bagian akhir surat ini menerangkan dengan tegas dan jelas tentang Guru Pokok yang harus diikuti, siapa yang menjadi Guru Pokok bagi umat manusia Masa Akhir Dharma, dan menerangkan agar selalu waspada dalam mencapai Kesadaran Buddha. Pertama mengutip kalimat Bab Istana Khayalan Saddharmapundarika-sutra yang berbunyi “Di tanah Buddha manapun selalu dilahirkan bersama-sama guru”, dan kalimat Bab Guru Dharma Saddharmapundarika-sutra
yang berbunyi “Kalau akrab dan erat dengan Guru Hukum segera dapat memperoleh Jalan Bodhisattva. Dan dengan sungguh hati belajar mengikuti pada guru tersebut, dapat melihat para Buddha sebanyak pasir Sungai Gangga”. Demikianlah, tergantung Buddha dan Bodhisattva yang diikuti sebagai pokok, umat manusia dapat mencapai Kesadaran Buddha. Niciren Daisyonin memberitahukan titik penting kepada umat negeri Jepang waktu itu dan menerangkan kesalahan mereka agar dapat percaya pada Hukum Buddha yang sesungguhnya. Tetapi sesuai dengan teori kewajaran ‘Nasehat yang baik tidak enak didengar’, maka akhirnya Beliau mendapat penindasan dihukum buang dan terancam jiwanya. Sekalipun demikian Beliau tidak jera dan sudah bersedia untuk ditindas seperti apapun. Di sini dikatakan, “Saddharmapundarika-sutra bagaikan bibit, Buddha bagaikan orang yang menanam, umat bagaikan sawah”, berarti bahwa akar pokok pencapaian Kesadaran Buddha adalah Saddharmapundarika-sutra (Nammyohorengekyo penanaman bibit dari kalimat tersirat). Di sini dikatakan, “Buddha Sakyamuni adalah Guru Pokok yang diikuti seluruh umat manusia”. Bagaimanapun Buddha Sakyamuni adalah yang pertama hadir di dunia saha untuk membabarkan Hukum, menahan penganiayaan dan kesulitan, maka diajarkan BeIiau adalah Guru Pokok yang diikuti. Tetapi dalam Masa Akhir Dharma, yang dimaksud adalah Buddha Sakyamuni dari Ajaran Pokok Tunggal dari kalimat tersirat dan itu adalah Niciren Daisyonin sendiri. Selain itu, tidak ada karunia manfaatnya. Akhirnya, jika melupakan Guru Pokok yang diikuti dan tersesat pada guru lainnya, Niciren Daisyonin pun sukar untuk menyelamatkan pada masa kehidupan yang akan datang. Demikianlah dengan tegas memperingatkan umat manusia Masa Akhir Dharma agar waspada dalam pencapaian Kesadaran Buddha.
12
Buddha Sakyamuni adalah guru yang diikuti seluruh umat manusia, apalagi Beliau mencakup kebajikan majikan dan orang tua.
Mei 2017 | Samantabadra
25
Keterangan : Kalimat ini menerangkan, bahwa Buddha Sakyamuni adalah guru yang mencakup dua kebajikan: majikan dan orang tua. Meskipun dikatakan demikian, arti pokok yang mendasar adalah Buddha Sakyamuni penanaman bibit dari kalirnat tersirat Soku adalah Niciren Daisyonin; yang merupakan Guru Pokok yang diikuti oleh kita sekalian, umat manusia Masa Akhir Dharma. Buddha Pokok Masa Akhir Dharrna mencakup Tiga Kebajikan: majikan, guru dan orang tua. Hanya berdasarkan pada Buddha Pokok Masa Akhir Dharma Niciren Daisyonin, kita sekalian umat Masa Akhir Dharma dapat mencapai Kesadaran Buddha dalam badan apa adanya. Kalimat bagian akhir berbunyi, “Saddharmapundarika-sutra bagaikan bibit, Buddha bagaikan orang yang menanam, umat bagaikan sawah”. Dengan mengatakan demikian, Niciren Daisyonin menunjukkan maitri karuna yang luas dan tak terbatas terhadap umat manusia Masa Akhir Dharma. Bersamaan dengan itu, Beliau terakhir memperingatkan dengan tegas, “Jika menyalahi makna seperti ini, Niciren pun tidak dapat menyelamatkan hidup Anda yang akan datang”. Kita sekalian harus menjaga peringatan yang keras ini agar jangan sampai tersesat dengan Guru lain, Buddha lain, Hukum lain. Karena, jika salah mengenai Guru Pokok yang diikuti akhirnya akan terjatuh ke dalam neraka. Hendaknya selalu waspadalah dalam pencapaian Kesadaran Buddha diri sendiri. ***
26
Samantabadra | Mei 2017
Catatan kaki (keterangan istilah) : 1. Jitai Kensyo : Sebagai Suasana, Badan Pokok puluhan ribu Hukum menyinari diri sendiri, sehingga mewujudnyatakan teori sesungguhnya. Jitai Kensyo yang dimaksud dalam surat ini adalah manunggalnya suasana sebagai Badan Puluhan Ribu Hukum, yakni Nammyohorengekyo dengan Prajna diri sendiri. 2. Honge Fuzoku : Bodhisattva yang diajarkan dan dibimbing Buddha Pokok mendapat pewarisan tugas pokok penting ajaran yang disatukan. 3. Ketiga Hukum : Hukum Umat Manusia, Hukum Buddha, Hukum Sekejap Perasaan Hati. 4. Prajna yang aktif : Ingin mengetahui dengan jelas dan menerimanya dengan jelas.
Mengenai Dua Hukum : Suasana dan Prajna 1. Mengenai Prajna
Seperti yang telah dijelaskan dalam isi surat ini, dalam Bab II Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra, kepada Sariputra Buddha Sakyamuni mengatakan, “Prajna para Buddha sangat dalam dan tidak terhitung. Pintu prajna tersebut sangat sulit dimengerti, sulit dipahami. Seluruh Sravaka maupun Pratyekabuddha tidak dapat mengetahuinya”. Maksud sebenarnya menerangkan, bahwa Prajna Buddha lebih dalam dan jauh melampaui Prajna Dwiyana serta sangat luas. Hal ini mengejutkan Sravaka dan Pratyekabuddha, sehingga mereka merombak perasaannya secara total untuk dibimbing sampai dapat menyadari tentang prajna Buddha. Mengenai kalimat sutra yang tersohor ini, Mahaguru Tien-tai dari Tiongkok menerangkannya secara vertikal, horizontal dan sebagainya dalam tiga bagian besar, yakni Hokke Mongu, Hokke Gengi dan Makasyikan. Yang menjadi titik penting dari keterangan tersebut adalah Dua Hukum Suasana dan Prajna. Kalimat Sutra Bab Upaya Kausalya yang berbunyi, “Prajna para Buddha sangat dalam dan tidak terhitung”, berarti memuji prajna sesungguhnya Sang Buddha. Dan kalimat selanjutnya yang berbunyi, ‘Prajna tersebut sulit dimengerti, sulit dipahami”, ditunjuk oleh Mahaguru Tien-tai sebagai pujian terhadap Prajna Sementana Sang Buddha. Berarti, Prajna Buddha terdapat dua Prajna, yakni Sesungguhnya dan Sementara. Selanjutnya, dua prajna ini mencakupi Pelaksanaan Diri Sendiri (Jigyo) dan Pelaksanaan Untuk Orang lain (Keta). Dengan demikian, pada prajna Buddha itu terdapat dua prajna dari Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri dari Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya, serta dua prajna Pelaksanaan Untuk Orang Lain dari Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya. Biasanya, arti Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri dan Pelaksanaan Untuk Orang lain, suatu saat disesuaikan dengan pelaksanaan pertapaan dan suatu saat disesuaikan dengan Badan Hukum. Di sini, membahas mengenai yang disesuaikan dengan Badan Hukum. Kalau menerangkan dengan menyesuaikan kepada pelaksanaan pertapaan, maka dinamakan menguntungkan diri sendiri dan menguntungkan orang lain. Maka Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri berarti pelaksanaan pertapaan agar diri sendiri memperoleh karunia manfaat dari Hukum. Pelaksanaan Untuk Orang Lain, berarti membimbing dan mengajarkan orang lain. Kalau menerangkan dengan yang disesuaikan kepada Badan Hukum, maka Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri berarti menjelaskan dan membabarkan suasana atau Kesadaran Buddha dengan badan apa adanya yang disebut “Hukum Zuiji-i”. Sedangkan Pelaksanaan Untuk Orang Lain berarti pembabaran Sang Buddha yang disesuaikan dengan akar bakat umat manusia Sembilan Dunia yang disebut “Hukum Zuita-i”. Dalam Hukum Buddha Sakyamuni, Badan Hukum Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri yang berarti Hukum Zuiji-i adalah Saddharmapundarika-sutra. Badan Hukum Pelaksanaan Untuk Orang Lain yang berarti Hukum Zuita-i adalah Ajaran Sementara. Selanjutnya, di dalam Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri (Hukum Zuiji-i) dan Pelaksanaan Untuk Orang Lain (Hukum Zuita-i) dari Sang Buddha masing-masing terdapat dua prajna, yakni Sesungguhnya dan Sementara. Berarti, dua prajna Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri Sang Buddha dari Ajaran
Mei 2017 | Samantabadra
27
Sementara dan Ajaran Sesungguhnya. Dua prajna Pelaksanaan Diri Sendiri Sang Buddha dari Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya, berarti Prajna Sementara dan Prajna Sesungguhnya yang terdapat dalam pembabaran Saddharmapundarika-sutra yang merupakan Hukum Zuiji-i. Prajna Sesungguhnya, berarti prajna yang mencapai ke dasar teori Sesungguhnya, sehingga sangat mendalam, oleh karena itu sulit dijangkau oleh pikiran manusia. Prajna sementara berarti Prajna Upaya, prajna yang mengetahui berbagai Hukum upaya. ‘Dua Hukum ini’ (dua prajna Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya Sang Buddha), berarti hanya Buddha dan Buddha saja yang sungguh mengetahui wajah sesungguhnya berbagai hukum. Dengan kata lain, kalau prajna sesungguhnya saja, akan melampaui umat manusia, sehingga tidak dapat menyelamatkan seluruh umat manusia. Tetapi, melalui prajna sementara dapat mengetahui berbagai hukum upaya, sehingga menimbulkan hubungan dengan umat manusia. Oleh karena itu dapat membimbing umat manusia menuju kesadaran. Kesatuan dua prajna tersebut di katakan, “Hanya Buddha dan Buddha yang sungguh-sungguh mengetahui,” yakni Prajna Buddha. Dan di antara ketiga hukum dikatakan sebagai “Hukum Buddha”. Hal tersebut tidak dapat dipikir serta direnungkan oleh umat manusia maka dikatakan sebagai ‘Sad’ (Myo). Di antara Prajna Buddha dan Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri Sang Buddha (Hukum Zuiji-i), kalimat “prajna Para Buddha sangat dalam dan tidak terhitung” membabarkan Prajna Sesungguhnya. Untuk memuji Prajna Sesungguhnya tersebut, maka dikatakan “sangat dalam dan tidak terhitung”. Berarti secara vertikal Prajna Sesungguhnya Buddha hingga ke dasar teori sesungguhnya maka dikatakan ‘Sangat dalam’, dan secara horizontal mencakup seluruh Dunia Hukum tanpa kurang sedikit pun, maka dipuji, ‘Tidak terhitung’. Di sini secara horizontal maupun vertikal mencakup segi ruang dan waktu. Dengan kata lain ‘kedalamannya jauh, melebarnya luas’ Perumpamaan ini dijelaskan sebagai ‘akarnya dalam berarti subur, sumbernya jauh alirannya panjang’. 2. Mengenai Suasana
Dikatakan bahwa Prajna Sesungguhnya Buddha mencapai hingga ke dasar teori sesungguhnya dan mencakup seluruh Dunia Hukum. ‘Teori sesungguhnya’ dan ‘Dunia Hukum’ tersebut tidak lain adalah Suasana. Hakikat Prajna Sesungguhnya Buddha dibabarkan dalam Bab 2, Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra sebagai berikut, “Tempat pencapaian Kesadaran Buddha adalah Hukum yang jarang sekali dan utama, serta sulit dimengerti. Hanya Buddha dan Buddha saja yang sungguh-sungguh mengetahui hakikat wajah sesungguhnya berbagai Hukurn, yakni Nyoze So, Nyoze Syo, Nyoze Tai, Nyoze Riki, Nyoze Sa, Nyoze In, Nyoze En, Nyoze Ka, Nyoze Ho, Nyoze Honmakkukyoto dan berbagai hukum”. Menurut kalimat di atas, Sang Buddha benar-benar memahami hakikat Hukum 10 Aspek (proses gerakan jiwa); wajah sesungguhnya berbagai Hukum. Di dalam Hokke Gengi dikatakan, bahwa Buddha adalah ‘Saddharma’, berarti Beliau menyadari ‘Hukum Sepuluh Dunia Sepuluh Aspek Dari Ajaran Sementara Dan Ajaran Sesungguhnya’, Hukum yang sulit dimengerti oleh manusia biasa dan Dwiyana. Mengenai Hukum Saddharma, di dalam Hokke 28
Samantabadra | Mei 2017
Gengi Mahagunu Tien-tai menjelaskan Ketiga Saddharma, yakni Hukum Umat Manusia, Hukum Buddha dan Hukum Sekejap Penasaan Hati. Kegaiban Hukum Buddha saran, artinya dengan Prajna Buddha dan di antara lima mata sesuai dengan Mata Buddha, maka merupakan Pandangan Mengetahui Buddha (Butciken). Di sini, Hukum (teori sesungguhnya) yang dapat melihat tembus Hukum Buddha (Prajna Buddha, mata Buddha) dikatakan sebagai Hukum Umat Manusia. Dan untuk menjelaskan Hukum Umat Manusia, Mahaguru Tien-tai di dalam Hokke Gengi menjelaskan dengan urutan Sepuluh Aspek, Sepuluh Dunia, Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya. Jika demikian apakah yang dimaksud dengan Hukum Sekejap Perasaaan Hati ? Maksudnya adalah, pada Kesadaran Buddha, baik Hukum Sekejap Perasaan Hati, Hukum Umat Manusia maupun Hukum Buddha tidak ada perbedaan, tetapi bagi orang yang baru menjalankan pertapaan Jalan Buddha, itu adalah mengamati hati diri-sendiri yang merupakan hal yang sederhana untuk mendekati kesadaran Di sini penjelasannya lebih dititikberatkan pada Hukum Sekejap Perasaan Hati. Keadaan kesadaran para Buddha adalah rnanunggalnya prajna (Mata Buddha, Hukum Buddha) dengan suasana (hukum umat manusia, seluruh Hukurn, berbagai Hukum), dan di situ Prajna dan Suasana yang pasif maupun yang aktif menjadi satu dan ‘tempat’ tersebut langsung menjadi Sekejap Perasaan Hati Sang Buddha. Oleh karena itu kalimat ‘Sekejap perasaan hati, Buddha dan umat manusia, ketiganya tidak ada perbedaan...’ menerangkan kegaiban suasana jiwa. Berdasarkan Prajna Buddha (prajna yang aktif mengamati), suasana pengamatan yang tembus dilihat oleh Sang Buddha adalah wajah sesungguhnya berbagai Hukum. Dengan kata lain, Hukum Sepuluh Dunia Sepuluh Aspek dari Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya, yakni Hukum Umat Manusia wajah sesungguhnya seluruh hukum. Perihal Dua Kalimat Saddharmapundarika-Sutra dan Keterangan dalam Hokke Gengi dan Hokke Mongu Pertama, kalimat Bab Istana Khayalan yang berbunyi, “Sesudah kemoksyaan Sang Buddha, berbagai orang yang mendengar Hukum ini, di tanah Buddha manapun, selalu dilahirkan bersama-sama Guru”, yang dimaksud dengan Buddha di sini adalah pangeran ke-16 putra Buddha Mahabijnajnanabhibhu. Berbagai orang yang mendengar hukum yang mendapat penanaman bibit dengan mendengar Saddharmapundarika-sutra dari pangeran ke-16, sesudah Buddha Mahabijnajnanabhibhu meninggal, di ‘Tanah Buddha manapun’, yakni di Tanaf Sepuluh Penjuru, selalu dilahirkan bersama-sama pangeran ke-16 yang merupakan guru masing-masing. Pangeran ke-16 ini adalah rupa masa Iampau dari Buddha Sakyamuni. Umat manusia yang diajarkan dan dibimbing pangeran ke-16 itu selalu dilahirkan di Tanah Buddha bersama dengan Buddha Sakyamuni yang merupakan Guru Penanaman Bibit dan dapat mencapai Kesadaran Buddha. Di sini membabarkan teori mendasar dari penanaman bibit, pematangan, dan pemanenan. Kedua, kalimat Bab X, Guru Dharma yang benbunyi, “Kalau akrab dan dekat dengan Guru Hukum, segera dapat memperoleh Jalan Bodhisattva. Dan dengan sungguh hati belajar mengikuti pada guru tersebut, dapat melihat para Buddha sebanyak pasir Sungai
Mei 2017 | Samantabadra
29
Gangga”. Berdasarkan mendekati dan akrab dengan Guru Hukum, dapat memperoleh Jalan Bodhksattva. Dan dengan mengikuti guru itu serta menjalankan pertapaan, maka dapat melihat Buddha sebanyak pasir-pasir sungai gangga. Dengan kata lain, dapat memasuki suasana jiwa pencapaian Kesadaran Buddha. Bagaimanapun juga, dengan mengikuti secara selaras pada guru, sumber pokok dalam mempelajari dan mendengar hukum, baru umat manusia dapat dibimbing untuk mencapai Kesadaran Buddha Selanjutnya, mengenai kalimat sutra ini, Mahaguru Tien-tai menerangkan, “Dengan mengikuti Buddha ini, baru pertama kali menimbuIkan hati jalan pertapaan, dan dengan mengikuti ‘Buddha Ini’, dapat menetap pada tempat tak akan mundur”. Keterangan ini dibabarkan dalam Hokke Gengi. Namun, dalam menerangkan sepuluh Sad (Myo) dari Ajaran Bayangan, dalam yang kesembilan : kegaiban keluarga (Kenzoku Myo), dibabarkan adanya syarat untuk dapat hidup sebagai keIuara Buddha, yakni karena tarikan jodoh pokok yang sama dapat dilahirkan bersama Buddha. Dalam hal ini diterangkan mengenai jodoh pokok. Berarti orang yang ingin menjalankan dengan hanya berdasar pokok pada satu Buddha, dengan jodoh pokok dilahirkan lagi sebagai keluarga Buddha dan mengikuti Buddha itu, dapat menetap di tempat tidak akan mundur, sehingga dapat mencapai Kesadaran Buddha. Dan dalam Catatan Hokke Mongu, Mahaguru Miao-lo menerangkan, bahwa umat manusia yang pertama kali mengikat jodoh dengan mengikuti Buddha dan Bodhisattva; dengan sekali lagi berdasarkan para Buddha dan Bodhisattva yang sama, dapat mencapai Kesadaran Buddha. Niciren Daisyonin mengutip dua kalimat sutra dan dua keterangan ini untuk menyatakan, “berulang kali mengatakan agar jangan sampai salah dalam mengikuti Guru Pokok dan capailah Kesadaran Buddha”. ***
Catatan
30
Samantabadra | Mei 2017
Mei 2017 | Samantabadra
31
32
Samantabadra | Mei 2017
Mei 2017 | Samantabadra
33
materi ajaran | gosyo cabang
Gosyo Cabang
Surat Kepada Ueno Dono
LATAR BELAKANG | Pada tanggal 14 bulan ke-5 tahun 1277 (Kenji ke-3), Nanjo Tokimice telah memberi sumbangan talas sebanyak satu muatan kuda kepada Niciren Daisyonin yang berada di Gunung Minobu. Di samping itu, melalui surat ini telah melaporkan dan mendiskusikan berbagai pandangan perihal keinginannya untuk mengundurkan diri dari kepercayaan. Surat ini di samping menyampaikan rasa terima kasih atas sumbangan dari Ueno Dono, Niciren Daisyonin juga menasihati dan memberi dorongan untuk melaksanakan kepercayaan yang tak terkalahkan oleh penganiayaan. Pada surat ini Niciren Daisyonin memberi bimbingan yang terperinci dalam mengatasi penganiayaan, bahwa walau kesembilan penganiayaan besar yang dialami oleh Sang Buddha Sakyamuni , sungguh merupakan penganiayaan besar, namun setelah kemoksyaan Sang Buddha, orang yang melaksanakan pertapaan Saddharmapundarika-sutra seperti Mahaguru Tien Tai dan Mahaguru Dengyo pun belum dihadapkan pada penganiayaan besar tersebut. Sekarang diri Niciren sendiri 34
Samantabadra | Mei 2017
telah dihadapkan pada penganiayaan besar yang bertubi-tubi sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam Saddharmapundarika-sutra, oleh karena itu wajar bila para murid Beliau akan dihadapkan pada berbagai penganiayaan yang menghalang-halangi pelaksanaan hati kepercayaan. Tetapi, betapapun tidak boleh menyerah terhadapnya; apalagi sampai mundur dari kepercayaan. Lembaran asli surat ini masih tersimpan baik di Kuil Taisekiji.
ISI GOSYO | Pada tanggal 14 bulan kelima telah saya terima dengan baik talas sebanyak satu muatan kuda. Saat sekarang ini talas merupakan sesuatu yang sangat berharga bagaikan mutiara dan obat. Hendaknya Anda menjadi maklum adanya. Orang yang bernama Icipu hanya mempunyai seorang anak lelaki yang bernama Peci. Baik sang ayah maupun sang anak, kedua-duanya sangat bijaksana. Kiranya tiada seorang pun yang dapat merenggangkan keakraban hubungan antara sang ayah dan sang anak. Walaupun demikian, ibu tirinya selalu menghasut sang ayah dengan memfitnah keburukan anaknya, dan hal tersebut tidak ditanggapi oleh sang ayah. Namun, ibu tirinya selama bertahun-tahun telah berusaha dengan berbagai siasat yang pada akhirnya meletakkan beberapa ekor lebah di dadanya, kemudian meminta anak tirinya, Peci untuk mengambilnya. Hal tersebut sengaja diperlihatkan kepada ayahnya sambil mengatakan : �Peci mempunyai niat buruk terhadap diri saya.� Hal tersebut telah berhasil mewujudkan niatnya untuk melenyapkan Peci. Raja Bimbisara adalah seorang raja yang bijaksana dan merupakan penganut utama di seluruh dunia di antara para penganut Sang Buddha Sakyamuni. Beliau adalah Raja di negeri Magadha. Ketika Sang Buddha Sakyamuni bermaksud mengkhotbahkan Saddharmapundarika-sutra di negeri itu, pikiran sang raja dan Sang Buddha bersatu padu dalam maksud mengkhotbahkan Saddharmapundarika-sutra. Namun demikian , Devadatta berusaha dengan segala daya upaya untuk menggagalkannya. Karena tidak berhasil dengan daya upaya apapun juga, maka ia telah merencanakan berbagai siasat. Dalam waktu selama beberapa tahun, ia telah berhasil membujuk Raja Ajatasatru, putra mahkota Raja Bimbisara, kemudian ia berhasil menguasai hatinya dari mempertentangkan hubungan antara orang tua dan anak. Akhirnya Raja Ajatasatru membunuh ayahnya sendiri, Raja Bimbisara yang menghalang-halangi niat buruknya itu. Karena Devadatta dan Raja Ajatasatru bersatu hati, maka berkumpullah para orang jahat dari seluruh India yang bagaikan awan mendung. Karena mereka diberikan tanah dan harta benda, serta dihasut dengan lemah lembut, maka Raja dan seluruh rakyatnya menjadi musuh bebuyutan dari Sang Buddha. Karena Raja Iblis Surga Keenam dari Kamadhatu telah turun mengajak pengikutnya yang tak terhitung jumlahnya, untuk merasuk ke dalam jiwa Devadatta di negeri Magadha dan Raja Ajatasatru beserta keenam menteri dan lain-lain, maka walau bentuknya adalah manusia, namun kekuatannya adalah kekuatan Raja Iblis Surga Keenam. Rasa gemetar dan ketakutan dan kegelisahan orang-orang melebihi angin besar yang menumbangkan pohon dan rumput, angin tautan dengan ombak yang besar, gempa yang menggoncangkan bumi, maupun api besar yang membakar banyak rumah. Oleh karena itu, dengan perantara Raja Ajatasatru, Raja Virudhaka telah membunuh beratus-ratus orang suku Sakya dari keluarga Sang Buddha Sakyamuni. Raja Ajatasatru telah melepaskan gajah yang mabuk, banyak murid Sang Buddha Sakyamuni yang terbunuh karena terinjak-injak oleh gajah mabuk tersebut. Para serdadu yang bersembunyi menyergap di tengah jalan; memasukkan kotoran kedalam sumur; melibatkan kaum wanita di dalamnya dengan berbagai bualan hingga membunuh murid-murid Sang Buddha; Sariputra dan Maudgalyayana
Mei 2017 | Samantabadra
35
dihadapkan pada penganiayaan; Kolodayin terbunuh karena ditimbun oleh kotoran kuda; Sang Buddha Sakyamuni mengalami kehidupan yang sulit selama 90 hari di musim panas dengan memakan gandum makanan kuda. Orang-orang dalam masyarakat biasa beranggapan bahwa mungkin kekuatan Sang Buddha tidak dapat mengatasi orang jahat, namun bagi orang-orang yang percaya kepada Sang Buddha hanya tinggal berdiam diri, tidak berbicara dan menutup mata, tidak mau melihat apapun, dan terperanjat, sehingga tak dapat berbuat apa-apa. Pada akhirnya Devadatta telah memukul dan membunuh Bhikkuni Pundarika, ibu tiri Sang Buddha Sakyamuni, dan mengeluarkan darah dari tubuh Sang Buddha. Akhirnya tiada seorang pun yang mau berkawan dengannya. Dengan berlalunya waktu, kemudian dikhotbahkan Saddharmapundarika-sutra. Di dalam Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “ Disamping itu, Sutra ini walau pada masa hidup-Nya Sang Buddha pun telah menimbulkan sedemikian banyak rasa benci dan iri hati, apalagi setelah kemoksyaan Sang Tathagata, akan lebih hebat lagi�. Makna dari kalimat ini adalah walau semasa keberadaan Saya, Sang Buddha Sakyamuni sekarang pun, musuh dari Saddharmapundarikasutra ini sedemikian mendendam dan iri hati. Apalagi orang yang berusaha percaya, menjelaskan sekalipun satu kata , satu kalimat Saddharmapundarika-sutra di masa Mutakhir Dharma, akan menimbulkan kebencian dan iri hati yang lebih hebat lagi. Kalau berpikir dengan berpijak pada titik tolak diatas, walau sejak Sang Buddha mengkhotbahkan Saddharmapundarikasutra hingga sekarang telah berlalu selama 2220 tahun lebih, bukankah hingga saat sekarang ini tiada seorang pun yang telah membaca Saddharmapundarika-sutra, yang sama seperti dimaksud Sang Buddha Sakyamuni? Justru karena dihadapkan pada penganiayaan besar, orang baru dapat mengetahui Saddharmapundarika-sutra. Walau Mahaguru Tien Tai dan Mahaguru Dengyo diperkirakan sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra, tetapi mereka tidak dihadapkan pada penganiayaan besar yang sama seperti masa hidupnya Sang Buddha Sakyamuni. Dan hanya dibenci oleh para guru dan ketiga sekte di Selatan dan ketujuh sekte di Utara Sungai Yangce, atau dibenci oleh para guru dan ketujuh kuil di Nara, yang masih merupakan penganiayaan kecil. Begitupun, masih belum dimusuhi oleh Sang raja, dan belum dianiaya oleh puluhan ribu rakyat yang menggenggam pedang, dan juga masih belum dicaci maki oleh seluruh rakyat suatu negeri. Dikatakan, orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra setelah kemoksyaan Sang Buddha, seharusnya akan menerima penganiayaan lebih besar yang melampaui penganiayaan besar di masa hidupnya Sang Buddha Sakyamuni. Tetapi penderitaan yang dialami Mahaguru Tien Tai dan Mahaguru Dengyo sama sekali tidak mencapai penderitaan yang sama seperti diatas. Apalagi, sudah sewajarnya bila mereka tidak dihadapkan pada banyaknya dan besarnya penderitaan yang melampaui masa kehidupan Sang Buddha Sakyamuni. Apabila harimau meraung seolah-olah bertiup angin besar, kalau naga mengaung akan menimbulkan awan tebal. Sedangkan walau kelinci liar memekik dan keledai meringkik pun tidak akan ada tiupan angin maupun menimbulkan awan. Dikatakan bahwa ketika orang bodoh membaca Saddharmapundarika-sutra dan orang bijaksana menjelaskan maknanya, maka dinegeri tersebut tidak akan timbul keresahan atau hal apapun juga. Sebaliknya, ketika Sang arif bijaksana muncul dan menjelaskan Saddharmapundarika-sutra seperti Sang Buddha Sakyamuni, maka seluruh negeri akan menjadi resah dan mungkin akan menimbulkan penganiayaan besar yang melampaui kejadian di masa hidupnya Sang Buddha Sakyamuni. Sekarang, Niciren 36
Samantabadra | Mei 2017
sama sekali tidak terpikirkan bahwa diri-Nya sebagai seorang bijaksana atau seorang arif bijaksana. Niciren adalah orang yang aneh, karena hanya sesuai dengan kalimat Sutra sehingga telah menimbulkan penganiayaan besar. Maka kegembiraan itu melampaui kegembiraan seandainya ayah bunda dilahirkan kembali, atau kegembiraan karena menyaksikan orang yang menganiaya Saya telah dihadapkan pada malapetaka. Walau sebagai seorang bodoh, namun lebih bergembira justru karena Sang Buddha menganggap-Nya sebagai seorang arif bijaksana. Sekalipun sebagai orang bijaksana yang mempertahankan dengan kokoh 250 Sila dan dihormati oleh rakyat seperti para dewa menghormati Dewa Indra, namun kalau Sang Buddha Sakyamuni di dalam Saddharmapundarika-sutra menyatakan sebagai : “Sesuatu yang janggal, sama seperti Devadatta”. Walau dihadapan orang kelihatannya baik, namun di kehidupan masa mendatang sangat menakutkan sekali. Akan tetapi, kalau Anda dikatakan sama seperti pelaksana Saddharmapundarika-sutra, maka orang yang sangat akrab maupun orang yang tidak dekat dengan Anda akan berlagak seakanakan sebagai kawan baik dengan memberi nasihat dengan berkata : “Yang percaya kepada Niciren kiranya akan menderita, mungkin kepercayaan dari majikan akan memburuk.” Dengan demikian, walau orang arif pun, karena masih dikhawatirkan dapat dikelabui oleh siasat buruk, masih mungkin akan membuang Saddharmapundarika-sutra. Sebaliknya, mungkin lebih baik tidak memperlihatkan perilaku sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Ketika orangorang yang kerasukan iblis besar berhasil memberikan nasihat hingga seseorang mundur dari kepercayaannya, maka akan menjadi awal runtuhnya kepercayaan dari banyak orang. Di antara murid Niciren, baik Syo-ubo, Notobo, maupun Nago-eno-ama dan lain-lainnya, memiliki keserakahan yang kuat,pengecut, dan bodoh, namun karena merasakan dirinya sebagai orang arif, maka ketika terjadi suatu peristiwa telah menggunakan kesempatan hingga menyebabkan banyak orang yang mundur dari kepercayaan. Begitupun kalau Anda mundur dari kepercayaan, maka mungkin orang-orang di daerah Suruga yang sedikit memiliki kepercayaan maupun orang yang kelihatannya memiliki kepercayaan, semuanya akan membuang Saddharmapundarika-sutra. Oleh karenanya, di dalam daerah Kai, walau terdapat orang yang agak memiliki kepercayaan, namun selama tidak melaksanakan dengan sungguh-sungguh , tidak akan diijinkan untuk menjadi murid Saya. Dengan menerima orang yang menaruh kepercayaan separuh hati dan melaksanakan segala sesuatu dengan asal-asalan saja, akan merusak hati kepercayaan orang banyak. Hendaknya untuk sementara dibiarkan saja, mungkin lewat kebijaksanaan dari Dewa Brahma dan Dewa Indra, orang-orang di negeri Jepang pada suatu waktu akan dapat menaruh kepercayaan. Pada waktu itu, kiranya mungkin banyak orang menyatakan bahwa, “Saya pun sejak semula menaruh kepercayaan.” Kalau semakin mempertebal hati kepercayaan, tidak lain akan menyadari bahwa kepercayaan ini bukan demi orang lain, namun demi almarhum ayahanda sendiri yang telah wafat, orang lain tidak dapat menggantikan dirinya untuk memberikan sumbangan doa kepada arwah orang tuanya sendiri. Justru karena sebagai seorang anak baru dapat memberikan sumbangan doa kepada arwah orang tuanya sendiri. Kalau memelihara satu desa, maka hasil separuh desa itu adalah untuk ayah, sedangkan selebihnya harus dipergunakan untuk kehidupan anak, istri dan sanak saudara. Kalau terjadi hal apapun, jiwa Saya akan dikorbankan demi majikan Saya. Dalam menghadapi hal apapun, hendaknya dihadapi dengan tutur dan bahasa yang ramah. Kalau terdapat orang yang bermaksud memperlemah hati kepercayaan terhadap Mei 2017 | Samantabadra
37
Saddharmapundarika-sutra, maka hendaknya ditanggapi sebagai sesuatu yang mencoba hati kepercayaan Saya, dan menjawabnya dengan wajah yang marah seraya berkata, “Bergembira sekali atas nasihat yang Anda berikan kepada Saya. Akan tetapi sebelumnya, nasihatilah diri Anda sendiri. Perihal majikan Saya yang tidak menaruh kepercayaan terhadap diri Saya, karena terlebih dahulu telah Saya ketahui, maka dengan menjadikan majikan sebagai hal untuk menakut-nakutkan, adalah hal yang tidak wajar. Justru Ketika Saya hendaknya pergi menasihati Anda, namun Anda telah mendahuluinya Ketika diri Anda dan anak istri Anda yang tercinta direnggut oleh Raja Iblis, mungkin Anda akan menyembah Saya. Tokimice, dengan mengatupkan kedua tangan.” Apakah mungkin kebenaran dari perihal Nita Dono? Saya mendengar perihal Okice. Kalau Anda berkesempatan hendaknya laksanakanlah sesuai dengan kebenaran tersebut. Hendaknya, berhati-hatilah ketika berhadapan dengan orang yang berkedudukan tinggi dengan mencamkan dalam diri bahwa, “Nah, musuh yang seimbang dari Saddharmapundarika-sutra, hal mana merupakan kesempatan baik, bagai bertemu dengan saat berbunganya bunga Udumbara dan kura-kura bermata satu yang menemukan kayu cendana yang terapung’, kemudian berikanlah jawaban dengan tegas. Orang yang menguasai ribuan dan puluhan ribu desa pun, sekejap saja jiwanya dapat menjadi korban, karena hal-hal yang sepele, sehingga tanah miliknya ditarik kembali. Kali ini, Anda mengorbankan jiwa raga demi Saddharmapundarika-sutra ? Apakah mungkin masih terdapat hal-hal yang disesalkan? Bodhisattva Baisyajaraja telah membakar seluruh tubuhnya selama 1200 tahun hingga mencapai kesadaran Buddha, raja Syusudan telah menjadikan tubuhnya sebagai alas ranjang selama 1000 tahun, dan kemudian telah berhasil mencapai kesadaran Buddha sebagai Sang Buddha Sakyamuni sekarang ini. Dengan demikian, hendaknya janganlah membuat kesalahan. Sekarang, kalau Anda melepaskan kepercayaan mungkin akan menjadi bahan tertawaan. Orang-orang kurang ajar yang berlagak seperti kawan, menertawai dengan sinis. Hendaknya terhadap orang-orang tersebut diberi nasihat yang keras, kemudian langsung tinggalkan tempat tersebut dengan berkata : ”Daripada memberi nasihat kepada orang di tempat umum, lebih baik terlebih dahulu menasihati diri sendiri.” Setelah satu atau dua hari kemudian, berikanlah laporan kesini. Karena terdapat banyak kesibukan lainnya, untuk itu Saya akhiri surat ini dan kita akan lanjutkan pada kesempatan mendatang. Surat kepada Ueno Dono Tahun Kenji 3 bulan ke-5 tanggal 15 Hormat Saya, tertanda, Niciren
38
Samantabadra | Mei 2017
KUTIPAN GOSYO |
1
Orang yang bernama Icipu hanya mempunyai seorang anak lelaki yang bernama Peci. Baik sang ayah maupun sang anak, kedua-duanya sangat bijaksana. Kiranya tiada seorang pun yang dapat merenggangkan keakraban hubungan antara keduanya. Walaupun demikian, ibu tirinya selalu menghasut sang ayah dengan memfitnah keburukan anaknya dan hal tersebut tidak ditanggapi oleh sang ayah. Namun, ibu tirinya selama bertahun-tahun telah berusaha dengan berbagai siasat, yang pada akhirnya meletakan beberapa ekor lebah didadanya, kemudian meminta anak tirinya, Peci untuk mengambilnya. Hal tersebut sengaja diperlihatkan kepada ayahnya sambil mengatakan, “Peci mempunyai niat buruk terhadap diri saya.� Hal tersebut telah berhasil mewujudkan niatnya untuk melenyapkan Peci. Keterangan: Icipu, seorang bijaksana yang memiliki reputasi baik pada masa Kerajaan Ciu di Tiongkok, begitupun anaknya, Peci adalah seorang yang bijaksana, namun demikian karena sang ayah terpengaruh oleh siasat licik dari istri mudanya yang sampai menuntut Peci, anak kandung kesayangannya, yang mengakibatkan ia bunuh diri. Hal mana menegaskan bahwa walau orang bijaksana pun mudah terpengaruhi oleh siasat buruk orang jahat. Apalagi penganiayaan yang ditimbulkan karena Hukum agama Buddha adalah lebih berat lagi. Untuk itu hadapilah dengan persiapan hati yang tegas agar tidak dipengaruhi olehnya.
2
Raja Bimbisara adalah seorang raja yang bijaksana dan merupakan penganut utama di seluruh dunia di antara para penganut Sang Buddha Sakyamuni. Beliau adalah raja di negeri Magadha . Ketika Sang Buddha Sakyamuni bermaksud mengkhotbahkan Saddharmapundarika-sutra di negeri itu, pikiran sang raja dan Sang Buddha
bersatu padu dalam maksud mengkhotbahkan Saddharmapundarika-sutra. Namun demikian, Devadatta berusaha dengan segala daya upaya untuk menggagalkannya. Karena tidak berhasil dengan daya upaya apapun juga, maka ia telah merencanakan berbagai siasat. Dalam waktu selama beberapa tahun, ia telah berhasil membujuk Raja Ajatasatru, putra mahkota Raja Bimbisara, kemudian ia berhasil menguasai hatinya dan mempertentangkan hubungan antara orang tua dan anak. Akhirnya Raja Ajatasatru membunuh ayahnya sendiri, Raja Bimbisara yang menghalang-halangi niat buruknya itu. Karena Devadatta dan Raja Ajatasatru bersatu hati, maka berkumpulah para orang jahat dari seluruh India yang bagaikan awan mendung. Karena mereka diberikan tanah harta benda serta dihasut dengan lemah lembut, maka raja dan seluruh rakyatnya menjadi musuh bebuyutan dari Sang Buddha. Keterangan: Bagian ini mengutip perumpamaan dari Raja Ajatasatru di masa hidupnya Sang Buddha Sakyamuni yang dikelabui oleh Devadatta, dan juga Raja Virudhaka, melalui Raja Ajatasatru telah dikelabui , sehingga menjadi musuh dari Hukum agung Buddha. Kesemuanya itu merupakan usaha yang menghalang-halangi dibabarkannya Saddharmapundarika-sutra. Raja Iblis Surga Keenam bersama-sama pengikutnya telah merasuk ke dalam jiwa Devadatta. Raja Ajatasatru dan keenam mentrinya , serta lainlainnya, dengan menimbulkan penganiayaan terhadap Sang Buddha Sakyamuni berupa kesembilan penderitaan besar. Saddharmapundarika-sutra adalah Sutra yang memberikan kesadaran Buddha kepada para Buddha ketiga masa dan sepuluh penjuru, dan merupakan ajaran satu-satunya yang membuktikan dan mengembangkan sifat jiwa kebuddhaan seluruh umat manusia untuk mencapai kesadaran Buddha. untuk Mei 2017 | Samantabadra
39
itulah kehadiran Sang Buddha Sakyamuni di dunia ini adalah untuk mengkhotbahkan Saddharmapundarika-sutra. Seandainya Sang Buddha Sakyamuni berhasil mengkhotbahkan Saddharmapundarika-sutra, maka seluruh umat manusia akan mencapai kesadaran Buddha dan akan keluar dari Triloka dan Keenam Dunia. Oleh karena itu, Raja Iblis Surga Keenam, yang dikatakan sebagai kesesatan dasar pokok jiwa akan merasuk kedalam jiwa orang-orang, untuk menghalang-halangi pengkhotbahan Saddharmapundarika-sutra dari Sang Buddha Sakyamuni. Sama seperti yang dikatakan dalam Bab penegakan Saddharmapundarika-sutra :” Iblis jahat telah merasuk ke dalam jiwanya”, yakni Devadatta dan Raja Ajatasatru yang dirasuki oleh raja Iblis Surga Keenam telah menganiayai Sang Buddha Sakyamuni dan para murid-Nya sesuai dengan perintah dan kekuatan iblis. Pertama-tama Devadatta telah memperuncing hubungan Raja Bimbisara , seorang raja arif dan penganut agung Sang Buddha Sakyamuni, dengan anaknya , Raja Ajatasatru, yang pada akhirnya Raja Ajatasatru membunuh orang tuanya dengan melanggar dosa karma berat. Ajatasatru adalah seorang anak yang sejak lahir mengandung rasa dendam kepada ayah bundanya. Untuk itu , orang-orang menyebutnya sebagai “dendam sebelum lahir”(Misyoon). Devadatta mendekati Ajatasatru yang berada dalam masa kepemudaan, telah memberitahukan rahasia sejak kelahirannya, sehingga telah memunculkan rasa dendam yang terpendam di dasar jiwa semenjak masa balita dan mendorongnya untuk membunuh ayahanda, Raja Bimbisara . Di dalam Surat kepada Horen dikatakan, “ Raja Ajatasatru mengumpulkan orang jahat dari 16 negeri dan bersekongkol dengan orang –orang di luar agama Buddha dengan menjadikan Devadatta sebagai guru mereka, kemudian melepaskan orang jahat yang tak terhingga jumlahnya , tidak hanya memfitnah dan membunuh murid-murid Sang Buddha, bahkan ayahandanya, seorang raja arif yang tidak pernah berbuat kesalahan telah dipantek dengan paku 30 cm pada tujuh tempat di tubuhnya, 40
Samantabadra | Mei 2017
sedangkan mahkota ibundanya dipotong kemudian dibunuhnya. Karena dosa berat yang bertumpuk-tumpuk telah bermunculan 7 bisul tumor pada diri Raja Ajatasatru”. Dan juga, mengenai sebab kematian Raja Bimbisara banyak yang berpendapat bahwa kematiannya karena kelaparan. Namun demikian , kekuatan Raja Iblis Surga Keenam, tidak hanya terbatas pada diri Raja Bimbisara bahka mengancam Sang Buddha Sakyamuni beserta murid-murid-Nya. Oleh karena itulah, Sang Buddha Sakyamuni telah dihadapkan pada kesembilan penderitaan besar , dan juga para murid telah dihadapkan pada berbagai penderitaan yang merenggut jiwanya. Mengenai kesembilan penderitaan besar dalam Maha Prajna Sastra jilid ke-9 dijelaskan sebagai berikut, ”Menanya dengan berkata, seandainya, kalau dikatakan kekuatan Buddha tak terhingga dan wibawa-Nya gagah perkasa, maka mengapa Sang Buddha Sakyamuni harus dihadapkan pada sembilan dosa imbalan, yaitu : 1. Fitnahan dari Sundari , anak perempuan dari Bonji, bahkan 500 orang arahat pun difitnahnya; 2. Fitnahan dari Sensyu , wanita Brahmana dengan mengikat mangkok kayu di perutnya. 3. Devadatta mendorong batu gunung untuk membunuh Sang Buddha Sakyamuni, namun hanya melukai ibu jari kaki Sang Buddha Sakyamuni. 4. Kayu menusuk kaki Sang Buddha; 5. Raja Virudhaka memimpin pasukan untuk membunuh suku Sakya dari warga Sang Buddha Sakyamuni , pada waktu itu Sang Buddha sedang sakit kepala; 6. Sang Buddha menerima undangan dari Brahmana Agitata dengan memakan gandum makanan kuda; 7. Ditiup angin sehingga punggungnya merasa sakit; 8. Melaksanakan pertapaan berat selama enam tahun; 9. Sang buddha memasuki tempat berkumpulnya para Brahmana dan tidak memperoleh sedekah. Kembali
dengan mangkok yang kosong. kemudian delapan malam sebelum dan sesudah musim dingin, bertiup angin dingin yang menumbangkan pohon bambu. Karena kedinginan, Beliau telah mencari tiga helai pakaian untuk menahan dingin. Kemudian berkali-kali timbul demam, sedang Ananda mengipas dari arah belakang Sang Buddha , walau hal kecil keduniawian seperti itu, semuanya telah dialami oleh Sang Buddha”. (Taisyo, jilid ke 25, hal 121). Sedangkan dalam Surat Membuka Mata , Niciren Daisyonin bersabda sebagai berikut : “ Bahkan Sang Buddha sendiri terpaksa menghadapi sembilan peristiwa penderitaan besar. Umpamanya Devadatta melepaskan batu besar kepada Sang Buddha , Raja Ajatasatru melepaskan gajah mabuk, dan Raja Agitata selama 90 hari tidak memberikan makanan kepada Sang Buddha dan pengikut-pengikutNya selain gandum makanan kuda. Di satu kota Brahmana, Sang Buddha ditawari bubur encer yang berbau busuk dan seorang wanita Brahmana bernama Cicamanavika mengikatkan mangkuk di perutnya dan menuntut telah mengandung anaknya. Tak perlu dikatakan lagi, pengikut-pengikut Sang Buddha seolah-olah dipaksa untuk mengalami penderitaan berulangulang. Demikianlah, banyak sekali anggota suku Sakya yang dibunuh oleh Raja Virudhaka, dan tak terhitung pengikut Sang Buddha yang meninggal terinjak-injak gajah mabuk yang dilepaskan terhadap mereka. Bhikkuni Utpalavanna dibunuh oleh Devadatta. Penganut Kolodayin dikubur di dalam rabuk kotoran kuda, dan murid Maudgalyayana dipukul sampai mati oleh seorang Brahmana yang bernama Cikuyo”. ( Gosyo. hal 205 ) Di sini, marilah kita menjelaskan hubungan kutipan kalimat dalam surat ini dengan kesembilan peristiwa penderitaan besar yang dikutip oleh Niciren Daisyonin, yaitu : 1. Fitnahan dari Sundari - Sundari seorang wanita cantik dari Brahmana dibujuk oleh Brahmana untuk menyebarluaskan bahwa ia berhubungan gelap dengan Sang Buddha Sakyamuni.
2. Bubur encer air cucian beras dari kota Brahmana – ketika Sang Buddha sedang mengemis di kota Brahmana , seorang pesuruh telah memberikan bubur encer cucian beras yang busuk. Sang Buddha Sakyamuni yang telah menjelaskan akibat imbalan itu telah difitnah oleh seorang Brahmana dengan mengatakan itu sesuatu yang bohong. 3. Gandum makanan kuda – ketika Sang Buddha Sakyamuni beserta 500 orang muridnya menerima undangan dari Raja Agitata menuju Vairantye; sedang sang raja bermain-main hingga lupa perihal kedatangan Sang Buddha Sakyamuni. Karena selama 90 hari tidak diberikan makanan, untuk menahan lapar, Beliau telah memakan gandum makanan kuda. Dalam surat ini tercatat : “ Sang Buddha Sakyamuni mengalami kehidupan yang sulit selama 90 hari di musim panas, dengan memakan gandum makanan kuda”. 4. Virudhaka yang membunuh suku Sakya – Raja Virudhaka adalah raja dari negeri Sravasti, yang dendam sejak masa lampau, telah berhasil memusnahkan suku Sakya. Sedangkan dalam surat ini dijelaskan : “Dengan perantara Raja Ajatasatru, Raja Virudhaka telah membunuh beratusratus suku Sakya dari warga Sang Buddha Sakyamuni”. 5. Mengemis makanan tanpa berhasil – ketika Sang Buddha Sakyamuni melaksanakan pertapaan mengemis makanan, dan ingin memasuki kota Brahmana, karena sang raja mengumumkan larangan terhadap rakyat untuk memberikan sumbangan dan untuk mendengarkan khotbah hukum agama Buddha , maka walaupun Buddha Sakyamuni melaksanakan mengemis makanan, namun sama sekali tidak memperoleh sumbangan. 6. Fitnahan Cicamanavika – ketika Sang Buddha Sakyamuni berkhotbah Cicamanavika, seorang wanita Brahmana telah mengikat mangkuk diperutnya, kemudian dengan memfitnah Buddha
Mei 2017 | Samantabadra
41
Sakyamuni dengan mengatakan bahwa ia telah mengandung anak Sang Buddha Sakyamuni . Namun, Dewa Indra dengan kekuatan gaibnya telah menjelma menjadi seekor tikus yang mengigit tali pengikat mangkuk tadi , sehingga mangkuk jatuh dan terbukti kedustaannya. Sedangkan dalam surat ini dijelaskan : “Melibatkan kaum wanita dengan berbagai bualan”. 7. Devadatta menjatuhkan batu besar dari atas gunung – Devadatta bermaksud membunuh Sang Buddha Sakyamuni dengan menjatuhkan batu besar di Gunung Gridhrakuta. Ketika itu pecahan kecil dari batu tersebut telah melukai jari kaki Sang Buddha Sakyamuni hingga mengeluarkan darah. Sedangkan didalam surat ini dijelaskan : “Telah mengeluarkan darah dari tubuh sang Buddha”. 8. Mencari pakaian dalam tiupan angin dingin – selama delapan hari sebelum dan sesudah musim dingin, ditiup dengan angin dingin sehingga Sang Buddha menderita kedinginan dan mencari tiga pakaian untuk menahan dingin. 9. Raja Ajatasatru yang melepas gajah mabuk – Raja Ajatasatru dibujuk oleh Devadatta untuk memberi minuman arak kepada gajah liar hingga mabuk dan dilepaskannya ke dalam rombongan sang Buddha Sakyamuni agar terbunuh terinjak-injak oleh gajah mabuk tadi. Sedangkan dalam surat ini dikatakan “Raja Ajatasatru telah melepaskan gajah mabuk, sehingga banyak murid Sang Buddha Sakyamuni yang terbunuh terinjak-injak oleh gajah mabuk tadi”.
3
Walau sejak sang Buddha mengkhotbahkan Saddharmapundarika-sutra hingga sekarang telah berlalu selama 2220 tahun lebih, bukankah hingga saat sekarang ini tiada seorang pun telah membaca Saddharmapundarika-sutra yang sama seperti dimaksud Sang Buddha Sakyamuni? Justru karena dihadapkan pada penganiayaan besar, orang baru dapat 42
Samantabadra | Mei 2017
mengetahui Saddharmapundarika-sutra. Walau Mahaguru Tien- Tai dan Mahaguru Dengyo diperkirakan sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra. tetapi mereka tidak dihadapkan pada penganiayaan besar yang sama seperti masa hidupnya Sang Buddha Sakyamuni. Keterangan: Dalam menanggapi berbagai penganiayaan yang dialami pada masa kehidupan Sang Buddha Sakyamuni yang terdahulu, telah mengutip berbagai penjelasan. Sedangkan terhadap orang yang membabarkan Saddharmapundarika-sutra setelah kemoksyaan Sang Tathagata dikatakan akan menimbulkan penganiayaan yang lebih hebat daripada masa kehidupan Sang Buddha Sakyamuni. Namun demikian, selama 2220 tahun lebih sejak kemoksyaan Sang Buddha Sakyamuni hingga munculnya Niciren Daisyonin, baik Mahaguru Tien-tai maupun Mahaguru Dengyo yang dikatakan sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra, penganiayaan yang dialaminya sama sekali tidak dapat melampaui kesembilan peristiwa penganiayaan yang dialami oleh Sang Buddha Sakyamuni. Bagi Mahaguru Tien-tai yang dibenci oleh para guru dari ketiga sekte di Selatan dan ketujuh sekte di Utara Sungai Yangce, namun raja dan rakyat jelata sama sekali tidak membencinya. Selain itu, kemudian para guru mengetahui kebenaran dari Mahaguru Tien-tai sehingga telah turut menganut, dan rakyat di seluruh negeri menjunjung tinggi Mahaguru Tien-tai dengan penuh hormat. Sedangkan bagi Mahaguru Dengyo hanya mengalami penganiayaan kecil dengan dicaci maki oleh para Bhikku tinggi dari ketujuh kuil Agung di kota Nara, dan tidak sampai dimusuhi oleh sang raja dan rakyat jelata.Terlebih dari itu, para Bhikku tinggi tersebut kemudian melalui suatu perdebatan umum telah tunduk dan turut menganut pada Mahaguru Dengyo. Dengan demikian,penganiayaan yang dialami oleh Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo tidak melebihi penderitaan yang dialami oleh Sang Buddha Sakyamuni, dan bahkan
tidak akan cocok dengan kutipan kalimat Bab Dharma Duta Saddharmapundarika-sutra yang berbunyi : “Apalagi setelah kemoksyaan Sang Buddha.........”. Hanya Niciren Daisyonin, seorang diri yang telah membaca dengan jiwa raga ramalan Saddharmapundarika-sutra yang berbunyi : “Apalagi setelah kemoksyaan Sang Buddha.........”. Alasannya adalah bahwa jika terbatas hanya pada orang bodoh yang membaca Saddharmapundarika-sutra, orang bijaksana menjelaskan Saddharmapundarikasutra, maka tidak akan dapat mengeluarkan dan menyelamatkan seluruh umat manusia dari Triloka dan Keenam Dunia hingga mencapai kesadaran Buddha. Oleh karena itu, Raja Iblis Surga Keenam tidak akan menindas dengan penganiayaan yang keras. Akan tetapi, kalau Niciren Daisyonin muncul dengan mengkhotbahkan Saddharmapundarikasutra seperti halnya Sang Buddha Sakyamuni, suatu hal yang akan menyebabkan seluruh umat manusia tanpa kecuali mencapai kesadaran Buddha. Untuk itu, Raja Iblis Surga Keenam bersama pengikutnya sudah pasti akan turun ke Triloka dan Keenam Dunia untuk menimbulkan penganiayaan, dengan menimbulkan penganiayaan terhadap seorang arif bijaksana agar dapat menghambat pengkhotbahan Saddharmapundarika-sutra. Jadi, justru diri Beliau yang diperkirakan oleh orang-orang sebagai orang aneh di seluruh dunia adalah seorang arif bijaksana yang telah mengalami penganiayaan besar yang sesuai dengan kalimat Bab Dharma Duta Saddharmapundarika-sutra : “Apalagi setelah kemoksyaan Sang Buddha.........”, yang melebihi penganiayaan yang dialami oleh Sang Buddha Sakyamuni. Kiranya tidak ada suatu hal apapun yang melebihi kegembiraan daripada hal ini.
4
Walau sebagai seorang bodoh , namun lebih bergembira justru karena Sang Buddha menganggapnya sebagai seorang arif bijaksana. Sekalipun sebagai seorang yang bijaksana yang mempertahankan dengan kokoh 250 sila dan dihormati oleh rakyat seperti para dewa menghormati Dewa
Indra, namun kalau Sang Buddha Sakyamuni di dalam Saddharmapundarika-sutra menyatakan sebagai “sesuatu yang janggal seperti Devadatta”. Walau dihadapan orang kelihatan baik, namun kehidupan memandang sangat menakutkan sekali. Keterangan: Walau Niciren Daisyonin adalah seorang Bhikku manusia biasa, namun sesungguhnya Beliau adalah Buddha masa Akhir Dharma Kemudian dengan mengutip perumpamaan Bhikku Ryokan yang menindas dan memusuhi pelaksana Saddharmapundarika-sutra masa Mutakhir Dharma,untuk menandaskan bahwa ia pasti akan jatuh ke dalam neraka yang sama seperti Devadatta. Justru karena Ryokan, sehingga Niciren Daisyonin dijatuhi hukuman pemenggalan kepala dan juga hukuman pembuangan di Pulau Sado. Dan ia telah menggerakkan kekuasaan untuk menindas dan merenggut jiwa Niciren Daisyonin sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Sungguh sama seperti Devadatta yang telah berusaha untuk membunuh jiwa Sang Buddha Sakyamuni,begitupun Ryokanlah yang telah berusaha membunuh jiwa Niciren Daisyonin. Oleh karena itu, sama seperti Devadatta yang telah jatuh ke dalam neraka, maka Ryokan pun pasti akan jatuh ke dalam neraka. Sebaliknya, walau orang-orang masyarakat umum pada waktu itu mengganggap Niciren Daisyonin sebagai seorang yang aneh dan bodoh, namun karena ramalan Sang Buddha Sakyamuni telah terbaca dengan jiwa raga Beliau, sehingga dikatakan : “ Sang Buddha Sakyamuni mengganggap-Nya sebagai seorang arif bijaksana”. Di sini yang dikatakan orang aneh adalah orang yang sifatnya aneh. Kiranya tidak hanya orang-orang masyarakat umum, bahkan para penguasa pada waktu itu juga mempunyai pandangan yang sama, bahwa Niciren Daisyonin dianggap sebagai seorang yang aneh. Hal tersebut disebabkan karena Niciren Daisyonin dengan tegas menandaskan bahwa sebab terjatuhnya ke dalam neraka dan sumber pokok dari malapetaka adalah dikarenakan pandangan
Mei 2017 | Samantabadra
43
yang menyesatkan dari berbagai sekte di Jepang pada waktu itu. Untuk itulah Niciren Daisyonin menerima berbagai penganiayaan. Kalau dipandang dari sudut orang-orang masyarakat umum, tidak lain hanya beranggapan sebagai orang aneh yang mengundang malapetaka sendiri. Akan tetapi Niciren Daisyonin dengan meluruskan kesesatan pandangan hingga memunculkan penganiayaan besar, tidak lain demi menyadarkan hukum sakti kepada orangorang untuk mencapai kesadaran Buddha. Walau oleh manusia biasa, dipandang sebagai seorang manusia aneh, namun kalau bercermin pada Saddharmapundarika-sutra, maupun pandangan mata Sang Buddha Sakyamuni, justru Niciren Daisyonin adalah pelaksana Saddharmapundarika-sutra, Sang Buddha masa Mutakhir Dharma. Jadi munculnya penganiayaan besar adalah bukti bagi seorang arif bijaksana yang sesungguhnya. Oleh karena itu, Niciren Daisyonin merasakan kegembiraan-Nya bahwa penganiayaan yang tmbul sehubungan dengan telah membaca Saddharmapundarika-sutra dengan jiwa raga.
5
Akan tetapi, kalau Anda dikatakan sama seperti pelaksana Saddharmapundarika-sutra, maka orang yang sangat akrab maupun orang yang tidak dekat dengan Anda akan berlaga seakanakan sebagai kawan baik dengan memberi nasihat dengan berkata : “ Yang percaya kepada Niciren kiranya akan menderita, mungkin kepercayaan dari majikan akan memburuk�. Dengan demikian, walau orang arif pun, karena masih dikhawatirkan dapat dikelabui oleh siasat buruk, masih mungkin akan membuang Saddharmapundarikasutra. Sebaliknya, mungkin lebih baik tidak memperlihatkan perilaku sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Ketika orangorang yang kerasukan iblis besar berhasil memberikan nasehat hingga seseorang mundur dari kepercayaan, maka akan terjadi awal runtuhnya kepercayaan dari banyak orang.
44
Samantabadra | Mei 2017
Keterangan: Seperti yang dijelaskan hingga bagian ini, orang-orang di negeri Jepang yang membenci para murid dan penganut Niciren Daisyonin , antara lain Nanjo Tokimice yang giat melaksanakan kepercayaan, sudah sewajarnya terdapat orang berusaha untuk menghalanghalangi kepercayaannya. Dalam menanggapi orang-orang yang memberi nasehat dengan realistis dan penuh keramahtamahan, telah diberi petunjuk cara terbaik dalam menghadapi permasalahan itu, dan memberi bimbingan sikap persiapan hati dalam menghadapi penganiayaan demikian. Yang disebut iblis adalah sesuatu yang berlagak seakan-akan sebagai kawan yang memberi nasehat untuk melepaskan kepercayaan terhadap Saddharmapundarikasutra. Untuk itu, janganlah sekali-kali tertipu oleh kata –kata demikian. Terlebih lagi, pertamatama iblis akan berusaha untuk meruntuhkan seseorang hingga mundur dari kepercayaannya, kalau hal tersebut berhasil, maka berturutturut banyak orang yang akan mundur dari kepercayaan, hal mana ditunjukkan dengan perumpamaan nyata dari orang-orang yang mundur dari kepercayaan seperti Syo-ubo, Notobo, Nago-eno-ama. Oleh karena itu, kalau Nanjo Tokimice mundur dari kepercayaan maka mungkin orang-orang di daerah Suruga akan berturut-turut mundur dari kepercayaan. Sehubungan dengan itu, Niciren Daisyonin menandaskan bahwa bagi orang-orang daerah Kai, kalau belum kuat kepercayaannya, maka tidak diperkenankan untuk menjadi murid Beliau. Itu adalah penglihatan yang tajam dari Niciren Daisyonin bahwa hati kepercayaan yang setengah-setengah akan terjerumus ke dalam kesombongan dan menyesatkan penganut lainnya. Begitupun dalam perihal orang bijaksana yang dihadapkan pada penganiayaan ( Syonin Gonanji )dikatakan : � Walau hal-hal yang ditulis sedemikian terinci ini adalah hal-hal yang selalu Saya katakan setiap tahun, setiap bulan dan setiap hari, namun orang-orang seperti Syo-ubo, Notobo, Nago-eno-ama, Sanmibo serta lain-
lainnya adalah pengecut yang tidak memiliki hati menuntut agama Buddha , disamping itu , hati keserakahan dan keragu-raguannya mendalam sekali. Hal tersebut sama seperti pengecatan yang disiram dengan air; sama seperti pedang memotong udara , sehingga hal-hal yang diajarkan sama sekali tidak ada hasilnya”. ( Gosyo , hal 1191 ). Dalam surat ini mempunyai persamaan dengan kutipan kalimat dari “ Perihal orang bijaksana yang dihadapkan pada penganiayaan” ( Syonin Gonanji ), dalam hal sebab-sebab seseorang hingga mundur dari kepercayaannya, yakni sifat keserakahan yang kuat dan sifat pengecut. Selanjutnya di dalam surat ini dikatakan “Pengecut dan bodoh, namun merasakan dirinya sebagai seorang arif ”, sedangkan di dalam “Perihal yang bijaksana yang dihadapkan pada penganiayaan” dikatakan “ Pengecut yang tidak memiliki hati menuntut agama Buddha. Di samping itu, hati keserakahan dan keragu-raguannya mendalam sekali”. Kutipan yang berbunyi ”Tidak memiliki hati menuntut agama Buddha” dengan “ Bodoh” mempunyai pengertian yang sama. Di lain pihak terdapat perbedaan berupa kutipan yang berbunyi “ Di samping itu hati kepercayaan dan keraguraguannya mendalam sekali” dengan kutipan lainnya “ Merasakan dirinya sebagai seorang arif”. Akan tetapi, karena merasakan dirinya sebagai seorang arif, sehingga tidak dapat dengan tulus menaruh kepercayaan terhadap ajaran Niciren Daisyonin, yakni suatu sikap yang ragu-ragu. Begitupun kalau tanpa kesungguhan hati menuntut hati kepercayaan, maka akan terjerumus ke dalam keragu-raguan terhadap hukum agama Buddha dan akan memberi penjelasan dengan pandangan sendiri yang sesat, serta berlaga dengan sikap yang congkak. Syo-ubo, Notobo, Nago-eno-ama dan lainlainnya yang ditunjukkan dalam surat ini adalah pengecut yang serakah dan tidak merasakan kebodohan diri sendiri, malah merasakan dirinya sebagai seorang arif. Ketika Niciren Daisyonin dihadapkan pada penganiayaan – penganiayaan Tatsunokuchi, Semenanjung Izu,
Pulau Sado, mereka semuanya telah mundur dari kepercayaan. Mengenai Syo-ubo di dalam “ Perihal hukum yang harus dibabarkan “, dikatakan : “ Pada umumnya kalau murid-murid Niciren Daisyonin berangkat menuju Kyoto , pada mulanya tidak lupa menjalankan tugasnya, namun kemudian kerasukan iblis surga sehingga menjadi gila , hal mana seperti yang terjadi pada diri Syo-ubo”. ( Gosyo, hal 1268). Berarti pada mulanya pergi ke ibukota Kyoto untuk belajar, namun karena kembali pada sifat dasarnya yang serakah dan pengecut dan karena terjerumus ke dalam hal reputasi dan keuntungan diri sendiri, sehingga telah timbul perasaan keliru yang sesat sehingga merasakan diri sendiri sebagai seorang arif. Dan juga dalam Surat Berita untuk Ben Dono, menjelaskan mengenai Notobo maupun Syo-ubo yang bersifat serakah dan pengecut, dikatakan : “ Notobo pada mulanya adalah kawan, namun karena takut terhadap hal-hal masyarakat dan keserakahan pribadi, sehingga tidak hanya membuang Niciren , bahkan menjadi musuh, begitupun sama halnya dengan Syo-ubo”. (Gosyo hal. 1225). Mengenai Nago-eno-ama di dalam surat kepada Ni Ama Goze dikatakan “ Majikan selalu berdusta, suatu saat menaruh kepercayaan namun kemudian tidak percaya. Ketika Niciren dijatuhi hukuman sebenarnya ia telah membuang kepercayaan terhadap Saddharmapundarika-sutra”. ( Gosyo, hal 906). Dikatakan bahwa Nago-eno-ama pada peristiwa penganiayaan Tatsunokuchi dan hukuman pembuangan di Pulau Sado telah mundur dari kepercayaan. Kemudian ketika seorang murid Niciren Daisyonin bertemu dengan Nago-enoama, karena ia memuji Hukum Tien-tai, untuk itu murid tersebut telah menasehatkannya, hal tersebut dijelaskan dalam Surat Perihal Osyajo, dikatakan : “Perihal Nago-eno-ama banyak hal terinci yang telah saya ketahui. Ketika seseorang yang bertemu dengannya , ia telah memuji-muji sendiri hukum teoritis dan meremehkan ajaran Niciren”. Ia memuji-muji sendiri ajaran Tien-tai dan lain-lain, mungkin merasakan dirinya sebagai seorang arif. Kemudian, diantara persamaan sebab-sebab
Mei 2017 | Samantabadra
45
mundurnya kepercayaan dari Syo-ubo dan lainlainnya yang ditunjukkan oleh Niciren Daisyonin adalah, antara lain : 1. Keserakahan – tersesat , pada keuntungan dihadapan mata , sehingga menghancurkan hati kepercayaan. 2. Hati pengecut – karena takut terhadap penganiayaan, sehingga tidak memiliki keberanian untuk meneruskan kepercayaan. 3. Tidak memiliki hati menuntut agama Buddha – hal-hal yang sering diajarkan Niciren Daisyonin tidak ditanggapi dengan sungguh-sungguh, namun menanggapinya sebagai hal orang lain yang tidak berkaitan dengan dirinya kemudian terlupakan begitu saja. Dan juga, yang dikatakan bodoh namun merasakan dirinya sebagai seorang arif adalah diri sendiri yang tidak menyadari kebodohannya, dan memiliki perasaan yang salah, seakan-akan dirinya seorang yang arif. Yang dikatakan orang yang ragu-ragu adalah karena kehilangan hati menuntut agama Buddha, sehingga terjerumus ke dalam kesombongan , yakni tidak dapat dengan tulus dan sungguh-sungguh mendengar bimbingan Niciren Daisyonin sehingga terselubung dalam keragu-raguan’ Sebaliknya, hal-hal penting apakah kiranya agar seseorang tidak mundur dari kepercayaan : 1. Tidak terpengaruhi oleh untung rugi dihadapan mata yang dekat, namun hendaknya mencurahkan seluruh jiwa raga untuk menunaikan tugas kepercayaan demi mencapai tujuan agung pencapaian kesadaran Buddha seumur hidup bagi diri sendiri. 2. Membangkitkan hati keberanian yang tak terhancurkan dalam menghadapi penganiayaan apapun juga. Orang yang meneruskan kepercayaan yang memiliki keberanian untuk berjuang terhadap iblis, selalu tidak melupakan bahkan mengukir bimbingan Niciren Daisyonin di dalam jiwanya. 3. Betapapun, selalu mengobarkan hati yang menuntut agama Buddha dan 46
Samantabadra | Mei 2017
dengan rendah hati menuntut ajaran Niciren Daisyonin serta melaksanakannya. Dengan persiapan hati kepercayaan yang demikian , justru merupakan kunci untuk dapat menunaikan tugas dengan tidak terkalahkan oleh penganiayaan hingga mencapai kesadaran Buddha seumur hidup.
6
Kalau semakin mempertebal hati kepercayaan, tidak lain akan menyadari bahwa kepercayaan ini bukan demi orang lain, namun demi almarhum ayahanda sendiri yang telah wafat, orang lain tidak dapat menggantikan dirinya untuk memberikan sumbangan doa kepada arwah orang tuanya sendiri. Justru karena sebagai seorang anak, baru dapat memberikan sumbangan doa kepada arwah orang tuanya sendiri. Kalau memelihara satu desa, maka hasil separuh desa adalah untuk ayah, sedangkan selebihnya harus dipergunakan untuk kehidupan anak, istri dan sanak saudara. Keterangan: Pertama-tama hati kepercayaan adalah demi memberi sumbangan kepada arwah almarhum ayahanda. Penghasilan yang diperoleh dengan mengelola satu desa, separuhnya digunakan untuk dana paramita kepada Hukum agama Buddha demi arwah almarhum ayahanda, sedangkan separuhnya yang tersisa dipergunakan demi memelihara anak istri dan keluarga. Kemudian dikatakan, hendaknya menekadkan diri mengorbankan jiwa raga demi majikan.
7
Kalau terdapat orang yang bermaksud memperlemah hati kepercayaan terhadap Saddharmapundarikasutra, maka hendaknya ditanggapi sebagai sesuatu yang mencoba hati kepercayaan Saya dan menjawabnya dengan wajah yang marah seraya berkata: ”Bergembira sekali atas nasehat yang Anda berikan kepada Saya. Akan tetapi sebelumnya , nasihatilah diri Anda sendiri.”
Keterangan: Bagian ini dengan tegas mengajarkan harus bersikap bagaimanakah dalam menanggapi orang yang berlagak seperti kawan yang memberi nasihat untuk mundur dari kepercayaan? Dalam menanggapi orang yang menganjurkan mundur dari kepercayaan terhadap Saddharmapundarikasutra, harus dipikirkan sebagai sesuatu yang mencoba hati kepercayaan diri sendiri, dan sebaliknya harus diberi nasihat sebagai berikut, “Terima kasih atas perhatian Anda untuk memberikan nasihat kepada Saya. Namun, hendaknya Anda terlebih dahulu perhatikan diri Anda sendiri. Penguasa Kamakura menentang Hukum Sakti dan tidak menyenangi orang yang berkepercayaan, sudah kami ketahui sebelumnya. Anda mengambil alasan demikian untuk mengancam Saya , adalah sesuatu yang lucu sekali. Sesungguhnya Saya ingin memberi nasihat berdasarkan agama Buddha kepada Anda, namun Anda telah mendahuluinya. Ketika seluruh keluarga Anda yang menentang Hukum agama Buddha terjatuh ke dalam neraka, pasti akan memohon bantuan kepada Saya.”
8
9
Kalau Anda melepaskan kepercayaan, mungkin akan menjadi bahan tertawaan orang.
Keterangan: Pada akhirnya, mereka yang berlagak seperti kawan dengan menganjurkan untuk mengundurkan diri dari kepercayaan dan karena semuanya menertawakan dengan sinis, maka hendaknya dengan intuitif memandang hakikat jiwa mereka dan memberi nasihat dengan keras, kemudian langsung meninggalkan tempat tersebut dengan berkata : “ Daripada memberikan nasihat kepada orang lain dihadapan orang banyak, lebih baik terlebih dahulu menasihati dirinya sendiri”. Ketika surat ini ditulis, yakni tahun 1277 ( Kenji ke 3 ) merupakan saat sedang giat-giatnya dilaksanakan penyiaran Dharma yang dipimpin oleh Nikko Syonin di daerah Acehara, hal mana merupakan tanda-tanda permulaan akan timbulnya penganiayaan Acehara tiga tahun demikian, telah terjadi sebelumnya di sekitar diri Nanjo Tokimice.” ***
Apakah mungkin kebenaran dari perihal Nita Dono? Saya mendengar perihal Okice.
Keterangan: Mengenai perihal Nitasyiro dan Okice, tidak jelas adanya , namun kalau diperkirakan berdasarkan makna kalimat suratnya, mereka adalah orang yang meneruskan kepercayaan dengan berjuang terhadap penganiayaan. Untuk itu, dengan mengutip peristiwa ini untuk memberi dorongan dan semangat agar dapat meneruskan kepercayaan dengan kokoh. Kemudian mengutip perumpamaan Bodhisattva Baisyajaraja dan Raja Syusudhan untuk mengajarkan bahwa justru hati kepercayaan yang tidak menyayangi jiwa raga adalah kunci untuk mencapai kesadaran Buddha, sehingga dapat menghadapi penganiayaan dengan rasa gembira.
Mei 2017 | Samantabadra
47
48
Samantabadra | Mei 2017
Mei 2017 | Samantabadra
49
50
Samantabadra | Mei 2017
materi ajaran | forum diskusi
Forum Diskusi
Tanggung Jawab terhadap Nasib Sendiri Pertanyaan: Dalam berbagai ceramah sering kali dibabarkan agar tidak menyalahkan orang lain atau ling kungan di sekitar kita. Apakah dengan demikian berarti segala sesuatu yang terjadi pada diri kita merupakan tanggung jawab kita sendiri? Jawab: Hal yang ditanyakan di atas merupakan hal yang sangat mendasar dalam Hukum Buddha. Segala sesuatu yang terjadi pada diri sendiri seseorang merupakan tanggung jawab oranq itu sendiri merupakan cara pandang Hukum Buddha. Cara pandang ini memang berbeda dengan filsafat-filsafat lainnya. Banyak orang masih berpandangan, bahwa ia dapat menghindar dari berbagai kesulitan dengan mengatur lingkungannya atau pasrah me nyerah mengandalkan sesuatu di luar dirinya sendiri. Misalnya dengan mengubah letak rumah agar mempunyai nasib yang baik, me nahan penderitaan yang ada dengan pikiran setelah waktu berlalu nasib yang sedang buruk dapat berganti dengan nasib baik, atau menahan penderitaan dengan keyakinan, bahwa penderitaan itu merupakan percobaan untuk menguji keyakinan. Cara berpikir yang tidak mengajarkan manusia untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi dengan dirinya jelas bertentangan dengan Hukum Buddha. Manusia harus bertanggung jawab atas nasibnva sendiri kedengarannya seakan-akan berat dan
kejam. Namun sebenarnya tidaklah tepat jika dikatakan berat atau kejam; lebih tepat dikatakan tegas. Baik atau buruknya nasib seseorang tergantung pada getaran jiwa orang tersebut. Getaran jiwanya dipengaruhi oleh lima racun, yaitu Keserakahan, Kemarahan, Kebodohan, Kesombongan, dan keragu-raguan menumpuk sebab akibat buruk dalam jiwa akhirnya terwujud dalam bentuk nasib yang buruk. Sebaliknya, getaran jiwa yang maitri karuna, selaras dengan irama alam semesta, menumpuk sebab akibat baik yang akan terwujud_ dalam nasib baik. Manusia dapat mengeluarkan kekuatan jiwa Buddha yang maitri karuna sehingga mutu dari lima racun yang ada dalam jiwa berubah. Dengan demikian hidupnya menjadi berbahagia. Semua Buddha hadir di dunia ini untuk menyadarkan umat manusia, bahwa di dalam diri mereka terkandung kekuatan jiwa Buddha yang tiada taranva. Buddha Niciren Daisyonin lebih tegas lagi dalam memberi jalan kepada umat manusia untuk membuka jiwa Buddha mereka, yaitu dengan mewujudkan Gohonzon. Dengan adanya Gohonzon di dunia ini setiap manusia jelas dapat bertanggung jawab atas nasibnya sendiri karena jiwa Buddba mereka pasti dapat terwujud secara nyata. Hal yang palinq pantang dalam Hukum Buddha Niciren Daisyonin adalah mengandalkan kekuatan di luar dari manusia_sendiri meskipun melakukan gongyo dan daimoku setiap pagi dan sore selama bertahun-tahun, apabila kita tidak mungubah filsafat yang menyesat
Mei 2017 | Samantabadra
51
kan dalam pikiran, kita tidak akan merasakan kebahagiaan yang sebenarnya. Tanpa disadari filsafat mengandalkan bantuan dari luar masih tebal dalam jiwa kita. Inilah yang membuat nasib tidak berubah secara tuntas. Misalnya, banyak orang yang berpikir bahwa pokoknya aktif, nanti segala sesuatu, baik keharmonisan rumah tangga, keadaan ekonomi, anak-anak yang nakal, hal-hal yang menunjang dan lain sebagainya akan diperoleh dengan sendirinya. Pemikiran seperti ini kurang tepat, karena secara tak langsung kita mengharapkan terjadinya keajaiban yang dapat mengubah segala-galanya dengan sendirinya. Sebenarnya segala sesuatu berjalan sesuai dengan kewajaran. Bila anda menyeberang jalan raya yang ramai sambil membawa Gohonzon tanpa menghiraukan kendanan yang lalu lalang, pasti anda tertabra. Kalau anda bermaksud menghidangkan makanan yang lezat untuk keluarga, meskipun daimoku berjam-jam, te tapi tidak melakukan apa-apa, tak mungkin makanan tersebut dapat terhidang. Kekuatan Gohonzon memang luas tak terbatas serta tak terjangkau oleh pikiran manusia. Namun perwujudan kekuatannya bukanlah berupa keajaiban sepetti itu. Pokoknya, suatu pemikiran yang salah bila beranggapan bahwa Gohonzon akan mengatur segala-galanya dengan baik tanpa diri kita sendiri berusaha! Kita sendiri harus berusaha mengerjakan segala sesuatu sebaikbaiknya berdasarkan prajna yang diperoleh dari Gohonzon, baru segala-galanya dapat menjadi baik. Banyak orang yang memisahkan hati kepercayaan dengan kehidupan, mereka berpikir, yang dinamakan pelaksanaan dari hati k epercayaan adalah ketika melaksanakan gongyo-daimoku, mengikuti pertemuan, pergi mengunjungi umat atau pergi penataran/ kensyu. Pekerjaan-pekerjaan lain dianggap bukan sebagai pelaksanaan dari hati kepercayaan. Pemikiran seperti ini keliru? Pada dasaranya hati kepercayaan tidaklah terlepas dari kehidupan sehari-hari tersebut. Justru dalam sikap seharihari itu terwujud kekuatan dari hati kepercayaan. Di mana pun kita berada, baik di rumah, di tempat bekerja, ketika berhadapan dengan 52
Samantabadra | Mei 2017
umat atau bukan, cara berpikir kita hendaknya berdasarkan hati kepercayaan. Pokoknya, dalam melaksanakan hati kepercayaan kita tidak boleh bermanja diri, menganggap segalagalanya akan diatur oleh Gohonzon dan kita akan menerima hasil yang terbaik. Kita sendiri yang bertanggung jawab atas nasib diri sendiri. Kekuatan Gohonzon yang luas dan besar pasti kita dapatkan kalau kita sendiri benar-benar berusaha untuk meningkatkan hati kepercayaan. Dalam berbagai surat yang diberikan kepada para murid Niciren Daisyonin memberi petuah, bahwa kuat lemahnya perlindungan dari Gohonzon tergantung pada hati kepercayaan orang itu sendiri. Bahkan, sekalipun Niciren Daisyonin mendoakan, bila orang yang didoakan tidak mempunyai hati kepercayaan tidak akan ada gunanya. Dari petunjuk ini jelas bahwa kita sendiri yang bertanggung jawab untuk mewujudkan kekuatan Gohonzon dalam kehidupan. Pertanyaan: Kalau setiap orang bertanggung jawab atas nasibnya sendiri, bagaimanakah hubungan antara perombakan nasib yang dilakukan orang tua dengan nasib anaknya? Jawab: Terjadinya hubungan orang tua dan anak adalah karena tebalnya karma jodoh, bukan karena hal yang kebutulan. Pada dasarnya setiap manusia mempunyai nasib sendiri. Orang-orang yang berkumpul dalam satu keluarga mempunyai kecenderungan jiwa yang hampir sama. Karena mempunyai kecenderungan jiwa yang kurang lebih sama, maka nasib anak mumpunyai kesamaan dengan nasib orang tua dan kakek neneknya. Akan tetapi tidak berarti nasib itu diturunkan. Setiap orang bertanggung jawab atas nasibnya sendiri. Inilah prinsip yang mendalam dari agama Buddha. Dari prinsip ini dapat diketahui, bahwa setiap orang harus berusaha keras untuk mengubah nasibnya sendiri, tidak dapat mengandalkan siapa pun. Oleh karena itu, harus ditinggalkan pemikiran, bahwa cukup satu orang yang mati-
matian mengubah nasib untuk seluruh keluarga. Pemikiran seperti itu masih sering kita jumpai. Misalnya, suami yang berpikir, bahwa cukup istri saja mengumpulkan karunia jiwa untuk keluarga, atau orang tua yang merasa tak perlu menjalankan hati-kepercayaan dengan sungguhsungguh kalau anak-anak mereka sudah aktif, atau anak-anak yang menikmati karunia dari Gohonzon sebagai imbalan dan keaktifan orang tuanya. Perombakan nasib yang dilakukan oleh satu orang manusia pasti mempengaruhi kehidupan keluarganya, lingkungan di sekitarnya, dan pada akhirnya bangsa dan negara serta seluruh umat manusia. Akan tetapi tidak berarti orang itu sendiri menyelamatkan seluruh manusia lainnya, sedangkan yang lainnya pasif. Justru dengan berawal dari satu orang yang menunjukkan kekuatan Gohonzon, maka orang lain dapat mengikuti jejaknya dalam melaksanakan hatikepercayaan yang sungguh-sungguh atau paling tidak mengikuti teladannya. Dengan semakin banyak orang yang bergerak secara aktif untuk melakukan perombakan nasib semakin cepat dunia ini berubah. Perombakan yang dilakukan oleh orang yang pertama itulah yang penting. Tanpa ada ketekadan hati dari orang pertama untuk mengubah nasibnya, orang lain tak dapat membuka mata. Dari orang pertama tersebut orang lain mendapat contoh untuk melaksanakan hati kepercayaan yang sebenarnya. Demikian pula dengan perombakan nasib yang dilakukan oleh orang tua. Orang tua akan memberi getaran kepada anak- anaknya untuk percaya kepada Gohonzon. Anak-anaknya mendapat teladan untuk melaksanakan hati kepercayaan yang sebenamya. Akan tetapi tidak berarti jika orang tua menjalankan hatikepercayaan dengan sungguh-sungguh, maka nasib anaknya akan berubah dengan sendirinya. Nasib merupakan perwujudan dan tumpukan karma yang telah diperbuat semenjak masa lampau yang amat jauh. Tak terhitung berapa banyak jiwa ini mengalami hidup mati berulang kali dalam berbagai bentuk baru kemudian terlahir dalam wujud sekarang ini. Setiap jiwa mengalami hidup mati berulang kali yang tak
terhitung banyaknya. Sungguh beruntung sekali dalam kehidupan kali ini kita dapat ber temu dengan Gohonzon, sehingga dalam kehidupan sekarang ini dapat mengubah nasib dari akarnya. Akan tetapi, mengubah nasib seperti itu benar-benar memerlukan pelak sanaan hati kepercayaan yang sungguh-sungguh. Hanya dengan sikap fuji syaku syinmyo (tidak menyayangi jiwa raga untuk bertemu Buddha) yang terwujud dalam perilaku sehari-hari, maka orang dapat mengubah nasib dari akarnya. Ini merupakan perjuangan bagi setiap orang. Perjuangan untuk merombak nasib dengan sikap seperti itu bukanlah mudah. Manusia cen derung mengikuti hawa nafsunya dan lupa untuk bersungguh-sungguh bila keadaan hidup sudah enak. Anak-anak dari orang tua yang bersungguhsungguh menjalankan hati-kepercayaan biasanya menikmati karunia dari orang tuanya. Kehidupan mereka dapat dikatakan telah baik, dalam arti tidak kekurangan dan juga telah mengetahui jalan yang harus dilalui sebagai manusia. Oleh karena itu, anak-anak seperti ini cenderung lalai untuk mengubah kecenderungan buruk yang telah ditumpuknya semenjak masa lampau yang amat jauh. Meskipun demikian, karena mereka mempunyai teladan dari orang tuanya dalam hal menjalankan hati kepercayaan mereka dapat dengan mudah kembali pada jalan hati kepercayaan yang sebenarnya. Dengan demikian, pelaksanaan hati kepercayaan yang sungguhsungguh dan orang tua dapat dimanfaatkan oleh anak cucunya. ***
Mei 2017 | Samantabadra
53
Gosyo Mandarin Kensyu Gosyo April 2017 Fukasyaku Syoryoji
54
Samantabadra | Mei 2017
Mei 2017 | Samantabadra
55
Catatan
56
Samantabadra | Mei 2017
refleksi
Hidup Normal dengan Gawai/Gadget Masyarakat Indonesia & dunia masa kini sangat diwarnai oleh pemakaian gadgets. Mulai dari anak SD hingga opa-oma semua memakai gadgets untuk berkomunikasi, bereksplorasi atau sekadar bersenang-senang. Namun, sebagai dampaknya ada keluhan hubungan antarmanusia menipis meskipun sesama kita semakin mudah dijangkau. Dekat namun jauh! Adakah sesuatu yang perlu kita perbaiki di tengah maraknya gadgets khususnya di lingkungan komunitas NSI yang berlandaskan Dharma Nam-myoho-renge-kyo Sandai Hiho? Dapatkah NSI menjadi teladan bagi komunitas-komunitas lainnya dimulai dari keluarga sebagai satuan sosial terkecil? Gagasan pokok tulisan ini ialah manusia modern tak terlepas dari gadgets, namun via Buddhisme Niciren Syosyu umat dapat menyediakan waktu untuk kontak & interaksi sosial dengan anggota keluarga lainnya. Apakah gadget itu? Menurut Kamus Webster: an often small mechanical or electronic device with a practical use but often thought of as a novelty, terjemahannya: sebuah alat mekanik atau elektronik dengan penggunaaan praktis namun sering dianggap sebagai suatu hal yang baru & luar biasa. Termasuk di sini smartphone/telepon-genggam cerdas, tablet, iPad, iPod, iPhone atau sekadar cellular/mobile phone/ telepon genggam. Masa Lalu Beberapa saat yang lalu, ada tayangan menarik dari TransTV On the Spot, tentang keluargakeluarga unik di dunia versi On the Spot. Salah satunya sebuah keluarga di AS yang “hidup� di tahun 1980-an dalam arti membatasi diri dengan teknologi masa itu. Sang ayah melarang anak-anaknya bermain gawai . Apa pemicunya? Beliau kesal akan perilaku anak-anaknya bermain gawai sehingga akhirnya melarang mereka bermain gawai. Sebagai solusi, beliau memfasilitasi kedua anaknya dengan teknologi tahun 1980-an: tape player, telepon rumah model lama, aktivitas di halaman rumah dalam rangka kembali ke alam. Tidak boleh ada tamu siapapun yang masuk ke rumahnya membawa telepon genggam. Semua telepon genggam dititip di suatu ruangan khusus. Jika ada relasi menelepon & mereka sedang keluar rumah, relasi ini harus menunggu saat kembalinya mereka di rumah. Cerita ini menginspirasi saya untuk menulis artikel ini. Pernah membayangkan dunia modern ini tanpa gawai alias gadget? Akan ada masalah & kesulitan yang timbul. Tidak bisa chatting alias ngobrol via telepon genggam. Tidak bisa dihubungi, cari informasi menjadi sulit. Foto-memfoto menjadi sukar. Nonton film harus di bioskop. Data-data harus dicatat di kertas atau buku. Di mana-mana ada buku catatan. Mencari informasi harus ke perpustakaan. Mengetik harus dengan mesin tik. Betapa repotnya hidup. Di kereta api, banyak orang akan melamun. Namun, hubungan antarmanusia akan lebih mudah & lancar. Komunikasi antaranggota keluarga akan lebih banyak.
Mei 2017 | Samantabadra
57
Pada jaman itu, teknologi masih sangat terbatas. Telepon, radio, stereo set & televisi masih barang baru. Salah satu saja ada di rumah kita, kita sudah merasa bangga memilikinya. Kita ingin berpamer kepada tetangga, kerabat & teman jika kita memiliki salah satu item di atas. Kita sungguh bangga akan barang kita itu sampai-sampai ingin pamer kepada semua orang di sekeliling kita. Bukan main pengaruh sosial alat elektronik bagi penduduk Indonesia waktu itu. Benda-benda ini membawa konsep modern bagi para penduduk. Kalkulator masih langka, kebanyakan pedagang menggunakan sempoa. Komputer (Personal Computer) pun baru muncul awal tahun 1980-an. Mesin tik masih menjadi pilihan utama ketika membuat makalah atau skripsi. Terbayang sukarnya proses jika salah satu halaman perlu diperbaiki. Perbaikan salah satu halaman akan mempengaruhi halaman-halaman lainnya bahkan harus mengetik ulang dari awal. Masa Kini Pada akhir abad ke-20 telepon genggam mulai membanjiri masyarakat Indoensia, khususnya. Masyarakat kita bahkan masyarakat dunia mulai mengeluhkan badai & banjir gawai yang melarutkan para anggota keluarga dalam aktivitas bergawai ria, apakah sekadar mengecek pesan WhatsApp atau pesan-pesan di berbagai media sosial lainnya yang masuk, nonton film, main game, membaca-baca artikel atau sekadar bertualang & berselancar di berbagai browser atau paling tidak google search peladen/server. Fungsi awal telepon genggam ialah komunikasi apakah sekadar berpesan singkat atau berbicara dengan pihak manapun di manapun dibandingkan dengan penggunaan telepon rumah yang sangat terbatas penggunaannya di sekitar rumah/kantor. Hampir semua orang tak terlepas dari telepon genggam. Coba lihat di tempat-tempat umum. Di kereta api, contohnya. Begitu sampai di gerbong yang dituju, hampir semua penumpang baik yang duduk maupun berdiri akan mengeluarkan telepon genggam masing-masing. Katakanlah 7 dari 10 penumpang pastilah mengeluarkan telepon genggam. Apa urusan yang mereka lakukan? Sejauh yang saya amati & teliti ada 13 kegiatan yang mungkin mereka lakukan: 1. Membaca pesan singkat/SMS. 2. Membuka email/surel/surat elektronik untuk mengetahui perkembangan terkini informasi kantor atau lembaga ia bekerja atau belajar. 3. Melihat sekaligus menulis status atau pesan-pesan terkini dari kerabat, teman atau relasi. 4. Menonton film kesayangan. 5. Membaca artikel penting, mungkin juga berita bohong/hoax atau hobi masing-masing. Menyebarkan informasi yang baru diterima ke berbagai WAG yang kita miliki. 6. Berselancar di dunia maya mencari sesuatu, tentunya informasi tentang sekolah/ universitas, lembaga, program/kegiatan, hobi, keterampilan, seseorang/tokoh, film terkini atau lawas, lagu terkini atau lawas, produk, tanaman, dll. apapun bisa dicari. 7. Mengunduh/download kamus atau aplikasi yang diperlukan untuk suatu keperluan, mengungah/upload foto atau foto atau dokumen yang diperlukan. 8. Berswafoto/selfie 58
Samantabadra | Mei 2017
9. 10. 11. 12. 13. 14.
Bermain game secara daring [dari dalam jaringan] /online atau luring [dari luar jaringan]/offline. Chatting alias mengobrol via telepon genggam Mendengarkan lagu sambil mengerjakan hal-hal lain di atas Berelanja secara daring, Membayar tagihan secara daring atau internet banking Memesan taksi atau ojek
Solusi Bagaimana sudut pandang Buddha Dharma Niciren Syosyu? Tak terlepas dari Bonno soku Bodai/penderitaan hawa nafsu itu kesadaran. Tahu diri & kendali diri. Hawa nafsu harus dikendalikan, tak boleh diumbar. Kita pengendali hawa nafsu duniawi kita sendiri bukan sebaliknya kita diperbudaknya. Kita adalah tolok ukur bagi masyarakat yang lebih luas sehingga bisa mempengaruhi pendapat publik soal gawai ini. Ibarat satu gelombang di air melebar membuat banyak gelombang lainnya. Menghadapi kasus ini, perlu kita kaji ulang konsep Keenam Paramitha. Konsep Keenam Paramitha dibabarkan dalam Sutra Enam Paramitha (Kanji Liu-po-lo-mi-ching; Jepang Roku-haramitsu-kyo atau Ropparamitsu-kyo), sebuah sutra yang diterjemahkan ke dalam bahasa Kanji pada tahun 788 oleh Prajna, seorang bhiksu dari India Utara. Sutra Keenam Paramitha menjelaskan secara rinci Keenam Paramitha atau Keenam pertapaan yang harus dilaksanakan oleh para bodhisattva guna mencapai kesadaran Buddha (www. nichirenlibrary.org) Keenam Paramitha berarti keenam pertapaan yang diperlukan para Bodhisattva Mahayana agar dapat mencapai ke buddhaan. Kata Sansekerta Paramitha ditafsirkan sebagai “kesempurnaan” atau “telah mencapai pantai seberang ,” yaitu, menyeberang dari pantai kesesatan ke pantai kesadaran Buddha. Keenam Paramitha ialah (1) pemberian sumbangan (Skt dana ), yang mencakup pemberian sumbangan material, pemberian sumbangan Dharma, pemberian sumbangan menghilangkan rasa takut & memberi rasa lega; (2) menjaga pantangan (shila); (3) tabah (kshanti), atau menahan dengan sabar & terus bertapa Buddhis di bawah segala tentangan & kesukaran; (4) ketekunan (virya), melaksanakan kelima Paramitha lainnya tanpa henti-hentinya, dengan upaya jasmaniah & rohaniah maksimal; (5) meditasi (dhyana), memfokuskan jiwa & merenungkan kebenaran dengan jiwa-tenang; & and (6) meraih prajna (prajna), yang memungkinkan orang mencerap inti hakikat segala hal (www.nichirenlibrary. org). Khusus mengenai Prajna Paramitha ada tambahan informasi sbb.: Prajna berarti kebijaksanaan yang menembus sifat pokok segala hal. Paramitha berarti kesempurnaan. Dengan demikian Prajna Paramitha bermakna Kesempurnaan prajna. Paramitha juga berarti “telah mencapai pantai seberang,” yaitu, menyeberang dari pantai kesesatan ke pantai kesadaran Buddha, lawannya pantai kesesatan. Di antara Keenam
Mei 2017 | Samantabadra
59
Paramitha atau keenam pertapaan bagi para bodhisattva Mahayana, Prajna Paramitha didefinisikan sebagai ayah-bunda semua Buddha. Oleh karena itu, paramitha ini dianggap sebagai yang terpenting di antara Keenam Paramitha, kelima lainnya berfungsi sebagai sarana untuk mencapai Prajna Paramitha. (www.nichirenlibrary.org) Paramitha kedua, menjaga pantangan (shila) berkonotasi menetapkan standar prilaku pribadi yang bermanfaat sosial: dalam kehidupan remaja dapat menentukan sendiri batas waktu bermain game, menonton televisi atau film, membaca komik kesenangan atau apapun hobi yang dilakukan, bukannya malah diperbudak oleh hobi itu‌Stop makan sebelum kenyang – inilah yang dapat dianalogikan ketika sedang berhobi yang menyita waktu secara tak sadar‌ Stop gadgeting to do another activity: reading a book or physical exercising. Berhentilah berdawai ria guna melakukan kegiatan lainnya: membaca buku atau berolahraga. Dengan Paramitha keenam, generasi muda meraih kebijaksanaan (prajna), yang memungkinkan orang mencerap inti hakikat segala hal. Inilah buah pertapaan kelima paramitha sebelumnya. Kita memperoleh prajna untuk memutuskan hal terbaik dalam menghadapi kendala kehidupan yang dwitaksa (ambigu) & membingungkan. Perlu keteladanan & ketegasan dari generasi orang tua. Baru saja muncul di WAG, salah satu metoda praktis untuk mengurangi wabah gawai ini bernama Gerakan 1821, gagasan Kepala Dinas Pendidikan Provsinsi Jateng, Gatot : Gerakan 1821 adalah himbauan kepada para orang tua untuk melakukan puasa gadget/HP/ Laptop dan TV, hanya 3 jam saja, yaitu mulai jam 18.00 s/d 21.00. Simpan dulu HP-mu Ayah, Bunda, simpan dulu BB, Tab, laptop, matikan TV. Temanilah anak-anak kita, hanya 3 jam saja. Bersama mereka, dengan sepenuh hati, sepenuh jiwa & raga kita. Apa yang harus dilakukan selama 3 jam? 3B: Bermain, Belajar, Bicara (Ngobrol). Iya, cuma 3 jam dan 3B saja. Bermain apa saja, boleh mainan tradisional, bermain petak umpet, tebak-tebakan, pokoknya apa saja. Bisa juga menemani mereka belajar. Belajar agama dan apa saja yg positif. Bisa mengerjakan PR, belajar ilmu baru, berbagi pengalaman pengetahuan dan yang lainnya. Juga bisa diisi dengan banyak ngobrol. Bicara, bicara, dan bicara. Ajak anak-anak bicara. Topiknya bisa apa saja. Lebih utama bicara tentang mereka, pengalaman mereka, keinginan mereka, pokoknya apa saja. Hanya 3B : bermain, belajar, bicara, dan tidak semuanya harus dilakukan pada saat yang sama, bisa dijadwal dan dibuat se-enjoy mungkin. Bisa dikombinasikan. Pilih aktivitas yang nyaman dilakukan bersama. Kesimpulannya, umat masa kini mau tak mau tak terkait gadgets, akan tetapi melalui pertapaan Buddha Dharma Niciren Syosyu umat dapat meluangkan waktu untuk bergaul sosial dengan anggota keluarga lainnya. Prajna akan bermunculan menghadapi masalah gawai. Bila langit menjadi cerah, bumi akan terang. Barang siapa yang memahami Saddharma-pundarika-sutra, pasti dapat memahami Hukum Kemasyarakatan (Kanjin no Honzon Syo). (Kyanne Virya)
60
Samantabadra | Mei 2017
riwayat
Ikegami Munenaka & Munenaga [池上宗仲] (d. 1293) [池上宗長] (d. 1283)
I
kegami Munenaka dan Ikegami Munenaga adalah dua orang kakak beradik pengikut Nichiren Daisyonin. Nama lengkap Ikegami Munenaka adalah Ikegami Uemon no Tayu Munenaka. Munenaka memegang pos penting dalam Konstruksi dan Perbaikan Keshogunan Kamakura. Munenaka diduga telah menjadi pengikut Nichiren Daishonin dari tahun 1256. Sedangkan, nama lengkap Ikegami Munenaga adalah Ikegami Hyoe no Sakan Munenaga juga memegang pos dalam Kantor Konstruksi dan Perbaikan dalam Keshogunan Kamakura. Beliau diperkirakan juga sudah menjadi penganut Ajaran Nichiren Daisyonin di tahun 1256, tidak lama setelah kakak laki-lakinya, Munenaka menjadi penganut. Ikegami Munenaka dan Ikegami Munenaga adalah adalah putra tertua dan putra termuda dari Ikegami Saemon no Tayu Yasumitsu Ikegami Sae-mon no Taifu Yasumitsu. Ayah mereka, Yasumitsu, adalah pengikut sungguh-sungguh Ryōkan. Pimpinan Bhikkhu tertinggi di sekolah Kuil Gokuraku dari Shingon Ritsu, dan beliau menentang keras kepercayaan mereka lebih dari dua puluh tahun. Ketika Munenaka menolak untuk meninggalkan hati kepercayaannya terhadap ajaran Nichiren, di tahun 1275, Yasumitsu tidak mengakui Munenaka sebagai anak. Pada saat ini Nichiren Daisyonin mengirimkan surat kepada Munenaka dan Munenaga, berjudul Surat untuk Ikegami bersaudara, memberi semangat kepada mereka untuk menyatukan hati kepercayaan mereka untuk mempertahankan hati kepercayaan. Sekitar Tahun 1276 Munenaka dimaaafkan, tapi di tahun berikutnya, kembali lagi tidak mengakui Munenaka. Meskipun begitu Munenaka menghadapi kesulitan dengan berani dan penuh ketabahan.
Ada beberapa saat, Munenaga, sepertinya agak sedikit bimbang pada hati kepercayaan sesaat. Dan bimbang untuk meninggalkan hati kepercayaannya, untuk menggantikan kakaknya sebagai kepala keluarga. Dalam masa sulit ini, Nichiren mengirimkan mereka dan istri-istrinya, surat bimbingan dan pemberian semangat. Munenaga menetapkan hati untuk mempertahankan kepercayaan terhadap Ajaran Nichiren Daisyonin. Pada puncaknya Di Tahun 1278 kedua bersaudara akhirnya berhasil men-syakubuku ayah mereka ke Ajaran Nichiren. Nichiren Daisyonin wafat dikediaman Munenaka di Tokyo 1282. xiao™ http://www.sgilibrary.org/search_dict.php?id=1050 http://www.sgilibrary.org/search_dict.php
Mei 2017 | Samantabadra
61
Jadwal Pelatihan Ketrampilan NSI Kelas Make Up dan Rambut Senin Jam 15.00-17.00 Peserta belajar dasar-dasar make up wajah dan rambut, make up sehari-hari dan pesta. Bisa bermanfaat untuk make up diri sendiri dan orang lain.
Kelas Komputer Dasar Rabu Jam 13.00-15.00 Peserta belajar bagaimana mengoperasikan komputer dan memanfaatkan teknologi agar bisa mengikuti perkembangan zaman.
Kelas Memasak Selasa Minggu ke-1 (Pertemuan Ibu) Jam 10.00-12.00 Selasa Minggu ke-2,3,4 Jam 13.00-15.00 Peserta belajar untuk ahli membuat makanan dengan ahli-ahli memasak yang sudah berpengalaman.Â
Kelas Prakarya Kamis Jam 13.00-15.00 Peserta mampu menghasilkan karya-karya kerajinan tangan yang bermanfaat untuk kreativitas dan wirausaha mandiri.
Kelas Bahasa Inggris (kelas diliburkan jika bertepatan dengan kensyu)Â Jumat Jam 10.00-12.00 Peserta melatih kemampuan dasar bahasa Inggris yaitu writing, reading, grammar, listening, dan vocabulary agar bisa berkomunikasi lisan dan tulisan secara fasih. Tempat: Vihara Sadaparibhuta NSI. Jl. Minangkabau Jakarta Selatan.
Dana paramita dapat disalurkan melalui:
Rekening BCA 001 3032 120 atas nama Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia
Anda dapat menyampaikan bukti penyalurannya ke kantor pusat NSI dan menerima tanda terima dana paramita.
Hasil kreasi ibu-ibu NSI pada pelatihan keterampilan bulan Maret 2017: Kue Telur Gabus
62
Samantabadra | Mei 2017
Berita Duka Cita
Bapak Tatang Bengadi
Ibu Rasiyem
(Tan Tek Beng)
Meninggal pada usia 83 tahun 21 Maret 2017 Umat NSI wilayah Jawa Tengah
Meninggal pada usia 87 tahun 09 Maret 2017 Umat NSI daerah Bogor Jawa Barat
Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha. Nammyohorengekyo.
Jawaban TTS Mei 2017 1
M 2
3
K
D
A
U
N
4
S
E
M
B
I
L
A
N
M
B
Y 5
I
O 6
N
R
A
N
U
R
A
U
T
P
P
L
E
E
W A
8 10
A
G
7
P
9
J
K
S
11
J
I
N
G
A
G
U
J
I
E
12
N
13
E
R
A
K
A
L
P
M
A
A
14
G
K
H
K
A
M
A
K
U
R
15
A
A
N
R
N
H
16
O
T
P
S
O
17
T
I
S
Y
O
J
O
B
U
T
S
18
R
U
N
19
E
N
D
A
N
G
N
T
T
20
T
O
I
21
P
R
A
T
Y
E
K
A
B
U
D
D
H
A
T
O
N
U
N
A
P
O
K
22
S
O
K
U
S
Y
I
N
J
O
B
U
T
S
Mei 2017 | Samantabadra
63
teka teki silang 1 2
3
4 2 4
1 3
2
1
3
4
5 6
7 5
6
67
5
7
8 8 11
10 12 12
10
11 10
9 9
8
11
13
12
13
14 14
17
16
15
15
16
16
17
17
19
18
18 20 21
13
14 15
18
9
19
20
19 20
21
21
22
22
22
Mendatar Mendatar 3. 4. 5. 6. 11. 12. 14. 15. 17. 18.
Menurun Menurun
Dunia3.tak sebesar ... kelor... kelor 1. Kesesatan Pokok Jiwa ( Istilah ) Dunia tak sebesar 1. Kesesatan Pokok Jiwa ( Jepang Istilah Jepang ) sepuluh dunia 5 + Mendatar 44. 5 + 4 2. Dunia2.ke-3 dalam Dunia ke-3Menurun dalam sepuluh dunia 7. Mata7.uang Jeruk5.( Jeruk Istilah( Inggris ) MataIndonesia. uang Indonesia. Istilah Inggris ) ) 8. Dimana ada kemauan, disitu ada ... ada ... Warna Istilah( Inggris ) 8. Dimana ada kemauan, disitu 6. ungu Warna( ungu Istilah Inggris 3. Dunia tak sebesar ... kelor 1. Kesesatan Pokok Jiwa ( Istil 9. Habis9.manis, dibuang Sebab ( Istilah( Jepang ) Habis ... manis, ... dibuang 11. akibat Sebab sesaat akibat sesaat Istilah Jepang ) d 5 + berdaya, 4tidak berdaya, 2. Dunia ke-3 dalam Merasa tidak mengeluh, 10. Lagu Kemayoran berasal dari sepuluh 10.Keroncong Lagu Keroncong Kemayoran berasal dari 12.4.Merasa mengeluh, 7. Mata uang Indonesia. 5.marah, Jerukputus ( Istilah Inggris ) ciri-ciri .. marah, benci, asa adalah ciri-ciri benci, putus asa adalah .. dari dunia ... 13. Seorang yang memberikan sumbangan dari dunia ... 13. Seorang yang memberikan 8. Dimana ada sumbangan kemauan, disitu 6. Warna ungu ( Istilah Inggris ) berupa jeruk dan barang-barang lainnya Tempat dimana Niciren Daisyonin berupa jeruk dan barang-barang lainnya 14. Tempat dimana Niciren Daisyonin 9. Habis manis, ... dibuang 11. Sebab akibat sesaat ( Istilah Jepang ) menulismenulis surat "Isyo yang mana keapada Niciren Niciren Daisyonin di Gunung keapada Daisyonin di Gunung suratJobutsu" "Isyo Jobutsu" yang mana 10. Lagu Keroncong Kemayoran 12. Merasa tidak berdaya, mengeluh, Minobu Minobu ditunjukan kepada kepada Toki Jonin. ditunjukan Toki Jonin. marah, benci, asa adalah ciri-ciri .. katulistiwa Panas Istilah ) putus 16. Kota yang 15. (Panas ( Inggris Istilah Inggris ) 16. Kotadilalui yanggaris dilalui garis katulistiwa 13. Seorang dari dunia ... 20. Gali20. lubang, ... lubang Pencapaian kesadaran buddhabuddha pada pada Gali lubang, ... lubang yang memberikan s 17. Pencapaian kesadaran satu14. kehidupan. satu kehidupan. berupa jeruk dan barang-ba Tempat dimana Niciren Daisyonin 64 Samantabadra | Mei 2017 Makanan khas Padang 18. Makanan khas Padang keapada Niciren Daisyonin d menulis surat "Isyo Jobutsu" yang mana
ditunjukan kepada Toki Jonin.
Minobu
Jadwal Kegiatan Susunan NSI
Bulan Mei 2017 Tanggal Hari 1 Senin 2 Selasa 3 Rabu 4 Kamis 5 Jumat 6 Sabtu 7 Minggu
8 Senin 9 Selasa 10 Rabu 11 Kamis 12 Jumat 13 Sabtu 14 Minggu 15 Senin 16 Selasa 17 Rabu 18 Kamis 19 Jumat 20 Sabtu 21 Minggu 22 Senin 23 Selasa 24 Rabu 25 Kamis 26 Jumat 27 Sabtu 28 Minggu 29 Senin 30 Selasa 31 Rabu
Jam Kegiatan 19:00 Pertemuan Empat Bagian
Tempat Daerah masing‐masing
19:00 Pendalaman Gosyo Jabotabekcul
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
19:00 Ceramah Gosyo
Daerah masing‐masing
10:00 10:00 10:00 14:00 19:00 14:00 19:00 19;00
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 3 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 4 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 1
Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul Pertemuan Anak‐anak Daimoku Bersama Rapat Koordinator Lansia Pertemuan Pelajaran Pimpinan Cabang Pertemuan Wanita Umum Pertemuan Wanita Karir Pertemuan Pria Umum
19:00 Pertemuan Cabang
Daerah masing‐masing
10:00 Pertemuan Anak‐anak Daerah 19:00 Pertemuan Pelajaran Pimpinan Anak Cabang
Daerah masing‐masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
14:00 Pertemuan Wanita Daerah 19:00 Pertemuan Pria Daerah
Daerah masing‐masing Daerah masing‐masing
19:00 Pertemuan Anak Cabang
Daerah masing‐masing
10:00 Pertemuan Generasi Muda Daerah 14:00 Pertemuan Lansia Umum 19:00 Pertemuan Empat Bagian
Daerah masing‐masing
13:00 Pendalaman Gosyo Dharma Duta 19:00 Pertemuan Pimpinan Jabotabekcul
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
19:00 Pertemuan Pimpinan Daerah 17:00 Kensyu Gosyo Umum Kensyu Gosyo Umum 13:00 Pendalaman Gosyo Dharma Duta
Daerah masing‐masing Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
19:00 Pendalaman Gosyo Jabotabekcul
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
Daerah masing‐masing
Mei 2017 | Samantabadra
65
Vihara & Cetya
BALAI PUSAT NSI
Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782 PROVINSI LAMPUNG Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728 PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903
66
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia
Vihara Vimalakirti Muncul Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969 PROVINSI JAWA BARAT Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034 Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319 Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 28 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851 Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821
Samantabadra | Mei 2017
Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Blok Wanakerta Selatan No. 61 RT 02 RW 09 Kelurahan Tuk Mundal, Sumber Kabupaten Cirebon PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340 Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682 Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201
Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510