Samantabadra 2017-09

Page 1

Samantabadra

Jangan tanyakan apa yang bangsa ini berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada bangsa ini.

SAMANTABADRA | SEPTEMBER 2017 | NOMOR. 284

Pawai Marching Band Mandarava NSI di Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan dalam rangka peringatan Hari Jadi NKRI ke-72.

gosyo kensyu SURAT PERIHAL HAWA NAFSU ADALAH KESADARAN gosyo cabang MUSIM DINGIN PASTI MENJADI MUSIM SEMI liputan DOKYO SYODAI PERINGATAN HARI JADI NKRI KE-72

MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT

PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA

September

2 0 1 7

09 # 284


O

rang yang percaya Saddharmapundarikasutra sama seperti musim dingin. Musim dingin pasti menjadi musim semi. Hingga saat ini tidak pernah melihat atau mendengar musim dingin tidak menjadi musim semi; apalagi kembali menjadi musim gugur. Demikian pula, tidak pernah mendengar orang yang percaya kepada Saddharmapundarikasutra kembali menjadi manusia biasa. - Musim Dingin Pasti Menjadi Musim Semi Keseruan seorang anak NSI yang sedang mengikuti lomba makan kerupuk pada peringatan Hari Jadi NKRI ke-72 di kompleks Vihara Sadaparibhuta NSI, Jakarta.

Ketua Umum NSI membacakan doa dan harapan untuk Indonesia pada peringatan hari jadi NKRI yang ke-72 di Mabes TNI Cilangkap dalam rangkaian kegiatan Doa Bersama 171717.

Nammyohorengekyo, Setulus hati saya berdoa berdasarkan Saddharmapundarika Sutra, agar semakin bertambah rasa dharma nya sehingga tanah airku Indonesia senantiasa terlindungi, seluruh bangsaku Indonesia tercerahkan, sehingga dapat keluar dari kegelapan jiwa untuk memulihkan dan memelihara kerukunan, merawat kebhinekaan, persatuan dan kesatuan, keutuhan bangsa dan Negara, serta keteguhan hatďťżi dalam mempertahankan pancasila, sehingga niscaya semakin mencintai tanah air Indonesia, yang semua ini merupakan hakekat ketahanan bangsa untuk mampu menghadapi segala macam ancaman, sehingga bangsa ini tetap utuh, berjaya, dan lebih kasih sayang bahkan dapat turut serta berperan aktif untuk membangun perdamaian dunia. Nammyohorengekyo Nammyohorengekyo Nammyohorengekyo


Samantabadra September 2017 Samantabadra

Jangan tanyakan apa yang bangsa ini berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada bangsa ini.

SAMANTABADRA | SEPTEMBER 2017 | NOMOR. 284

daftar isi Pawai Marching Band Mandarava NSI di Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan dalam rangka peringatan Hari Jadi NKRI ke-72.

gosyo kensyu gosyo cabang liputan

MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT

CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Dharma Duta

LIPUTAN Doa Bersama 171717 Dokyo Syodai Hari Jadi NKRI ke 72 Tahun Semarak Tujuhbelasan Umat NSI DKI Jakarta Semarak Tujuhbelasan Umat NSI Banten Semarak Tujuhbelasan Umat NSI Sukabumi, Jambi, dan Lampung Kerja Bakti Kebersihan Vihara Teluk Naga

2 5 12 16 18 20 22 24

MATERI AJARAN Gosyo Kensyu Surat Perihal Hawa Nafsu 25 Adalah Kesadaran Gosyo Cabang Musim Dingin Pasti Menjadi 46 Musim Semi Forum Diskusi Memupuk Rejeki Jiwa Perjalanan Seumur Hidup 55 Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi: Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia

Halaman Muka

K

etua umum NSI bersama Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo dan pemuka lintas agama dalam Doa Bersama 171717. Simak berita selengkapnya di halaman 12.

SURAT PERIHAL HAWA NAFSU ADALAH KESADARAN MUSIM DINGIN PASTI MENJADI MUSIM SEMI DOKYO SYODAI PERINGATAN HARI JADI NKRI KE-72

PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA

September

2 0 1 7

09 # 284

FOKUS Ulambana dan Balas Budi INSPIRASI Verdy Virgautama

WAWASAN Padanan Istilah Asing

60 63 64

RIWAYAT Tiantai Nikko Syonin

65 66

DUKA CITA

74

JADWAL KEGIATAN

75

VIHARA DAN CETYA NSI

76

REFLEKSI Pendidikan Karakter GM 68 Musim Dingin Pasti Menjadi Musim Semi 72

12

18

20 PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENANGGUNGJAWAB Suhadi Sendjaja PEMIMPIN REDAKSI & EDITOR Samanta TATA LETAK Samanta KONTRIBUTOR Arya, Kyanne Virya, Sumarni Xiao, Hartinah, Fellen, Melinda, Yansen, Mayasari STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999

September 2017 | Samantabadra

1


ceramah gosyo

Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja Surat Balasan kepada Syijo Kingo perihal Asal-Usul Ulambana Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 29-30 Juli 2017

Nammyohorengekyo, Agama Buddha Niciren Syosyu adalah agama yang mazhabnya Mahayana, sektenya Niciren. Di dunia ini, ada 3 Mazhab besar, Theravada, Mahayana, dan Tantrayana. Dalam 50 tahun pembabaran ajaran oleh Buddha Sakyamuni, 42 tahun pertama adalah ajaran pengantar yang di masyarakat umum dikenal sebagai Mazhab Theravada, berkembang di daerah Thailand, Sri Lanka, Myanmar, daerah Asia Tenggara. Delapan tahun terakhir Buddha membabarkan Saddharmapundarika-sutra yang termasuk sebagai Mazhab Mahayana, yang umumnya ada di Tiongkok, Korea, dan sebagian di Jepang. Mazhab Tantrayana dikenal sebagai Mazhab Tibet. Niciren Syosyu adalah Mazhab Mahayana yang masuk ke Jepang kurang lebih 700 tahun yang lalu. Kemudian munculah seorang Buddha yang bernama Niciren. Dalam konsep Mahayana, Buddha tidak hanya Buddha 2

Samantabadra | September 2017

Sakyamuni. Semua umat manusia berpeluang mencapai kesadaran Buddha. Oleh karena itu, sesuai dengan ramalan Buddha Sakyamuni dalam Bab 11 Saddharmapundarika-sutra dikatakan setalah 5 kali 500 tahun kemudian akan muncul seseorang dengan tanda tanda sebagai berikut: pernah mengalami penganiayaan, pernah dibuang ke pulau tandus lebih dari 2 kali, pernah mengalami usaha pemenggalan kepala, inilah yang dialami oleh Niciren. Inilah asal usul sekte Niciren. Gosyo adalah bimbingan yang diberikan oleh Buddha Niciren kepada murid muridnya dalam bentuk tanya jawab dalam surat menyurat. Ulambana adalah upacara yang hampir semua sekte agama Buddha laksanakan. Di masyarakat umum dikenal sebagai upacara tanggal 15 bulan 7 kalender Imlek, yang pada saat tersebut banyak roh-roh kelaparan sedang bergentayangan. Roh-roh ini membutuhkan sumbangan makanan agar dapat tertolong dari kelaparan. Asal-usul Ulambana adalah

dari cerita Maudgalyayana. Maudgalyayana adalah salah satu murid Buddha Sakyamuni yang memiliki 6 kemampuan istimewa, tapi pada saat ia memiliki 6 kemampuan istimewa ini ia belum mencapai kesadaran Buddha, baru di tingkat Saravaka. Sravaka adalah tingkatan ketujuh dari 10 dunia, tingkatan bagi orang orang yang sangat berpengetahuan. Walaupun demikian, dunia Sravaka yang sedemikian tinggi, seperti yang dimiliki Maudgalyayana pun tidak dapat menolong ibunya. Semua orang pasti ingin balas budi pada orang tua. Tetapi, perasaan manusia sangat mudah berubah, seperti air yang mengikuti wadahnya. Pengaruh luar sangat cepat mempengaruhi perasaan jiwa kita. Ketika sedang dekat dengan orang tua merasa ingin balas budi pada orangtua. Tapi anak anak muda sekarang sudah kurang dekat dengan orang tua, lebih dekat dengan gadget, sehingga keinginan untuk balas budi dirasakan


makin tipis. Ulambana harus kita maknai dengan tepat. Ulambana adalah balas budi. Balas budi adalah perasaan Buddha. Manusia sangat mudah lupa. Kadang saya lupa kalau saya memberi, tapi saya selalu ingat kalau diberi. Seperti saya ingat bagaimana almarhum Pak Sumitra ketika hidup selalu mendampingi saya saat susah dan menghadapi tantangan. Saya ingat budinya, teman seperjuangan. Inilah ulambana. Ulambana adalah perasaan jiwa kita sehari hari, seperti tidak melupakan budi dari orang lain. Di LP Cipinang sekarang bersemayam Gohonzon. Setiap selasa, dipimpin oleh ketua wilayah NSI DKI Jakarta, Pak Niki, dharma duta NSI ke sana untuk membina tahanan yang beragama Buddha di sana. Mereka menggunakan badannya untuk menyampaikan ajaran Niciren. Ini juga adalah bentuk ulambana. Ini adalah praktik nyata menyumbangkan waktu, tenaga, dan materi kita untuk penyebarluasan Nammyohorengekyo, untuk membahagiakan orang lain. Dikatakan ketika Muadgalyayana mengirimkan sumbangan makanan pada ibunya, pada saat ibunya hendak makan, maknannya berubah menjadi api atau lehernya menjadi kecil sehingga tidak bisa makan. Kelaparan yang dialami oleh ibunda Maudgalyayana adalah perasaan jiwa. Ibundanya berada di dunia kelaparan, maka untuk menolongnya

persaan jiwa ibundanya harus dinaikkan dari dunia kelaparan ke dunia Buddha. Sebenarnya diri sendirilah yang paling utama dapat menaikkan perasaan jiwa, bukan orang lain. Oleh karena itu, ketika Maudgalyayana sudah mencapai kesadaran Buddha karena percaya dan melaksankan Saddharmapundarika-sutra, seketika itu Ibundanya terangkat dari dunia kelaparan ke dunia Buddha. Ketika jiwa kita naik dari tiga dunia buruk ke dunia Buddha, kita bukan hanya dapat menolong orang tua kita, kita dapat menolong tujuh turunan ke bawah dan tujuh turunan ke atas. Agama Buddha yang tepat waktu dan tepat guna dapat menolong mereka, bukan sumbangan makanan. Kegiatan ceng beng tentu boleh dilakukan agar kita tidak mudah lupa terhadap leluhur kita. Tetapi untuk orang Niciren Syosyu, sesungguhnya setiap hari kita sudah melakukan ceng beng, doa ke lima pada gongyo. Kita diberikan peluang dan dibimbing untuk menjadi orang sangat tahu balas budi khususnya pada ayah bunda melalui gongyo dan daimoku yang kita lakukan setiap hari. Sampai kapan kita harus mendoakan orang tua ketika gongyo? Balas budi pada orangtua seharusnya tidak ada pamrih dan tidak ada ujungnya sampai kita meninggal nanti. Makna Ulambana adalah kita harus mencapai kesadaran

Buddha untuk membalas budi pada orangtua. Ullambana adalah salah satu ajaran atau tradisi dalam agama Buddha. Walaupun dalam gosyo ini diajarkan pandangan-pandangan secara umum dari berbagai sekte dan perkembangan agama Buddha dari abad ke abad, hal yang harus kita pegang adalah pandangan dari Buddha Niciren. Perspektif dari Buddha Niciren yang didasarkan pada Saddharmapundarika-sutra diambil dengan pemaknaan di dasar kalimat. Satusatunya orang yang dapat membaca pemaknaan dari ajaran Sakyamuni, khususnya Saddharmapundarika-sutra, adalah Buddha Niciren. Berkaitan dengan kutipan kedua dari gosyo ini, Niciren Daisyonin mengambil acuan dari Bab Devadatta. Buddha Niciren berkata bahwa kalau kita bisa memaknai Bab Devadatta, maka semua lelaki dan perempuan dapat mencapai kesadaran Buddha. Dalam bab Devadatta, lakilaki dilambangkan dengan Devadatta, seorang pintar yang sombong, namun tidak dapat mengungguli Buddha Sakyamuni. Ia ingin melampaui Buddha Sakyamuni dalam banyak hal, termasuk juga dalam pencapaian kesadaran Buddha. Namun karena tidak bisa, ia pun berniat untuk membunuh Buddha Sakyamuni. Dalam bimbingan Buddha, sifat seperti ini dikatakan sebagai kebodohan. Ingin mengalahkan, tetapi karena September 2017 | Samantabadra

3


tidak bisa dikalahkan, maka berniat membunuh. Sedangkan perempuan dilambangkan oleh Putri Naga, yang akhirnya dapat mencapai kesadaran Buddha karena rela melepaskan pusaka yang berharga miliknya. Dijelasakan dalam Bab Devadatta bahwa ketika manusia terikat dengan kebodohan dan hawa nafsu, mereka tidak dapat mencapai kesadaran Buddha. Namun, agar laki-laki dan perempuan (umat manusia) dapat mencapai kesadaran Buddha, kita harus dapat mengalahkan atau melepaskan hawa nafsu dan kebodohan tersebut. Acuan dari Bab Devadatta ini adalah hukum dan teori yang sebenarnya, yang tidak akan berubah dan tidak akan usang oleh perkembangan zaman. Seperti Devadatta yang akhirnya dapat mencapai kesadaran Buddha dengan percaya pada Saddharmapundarika-sutra, para lelaki juga harus dapat mengatasi kebodohan mereka sendiri dengan hati kepercayaan yang mendalam. Sama halnya dengan perempuan, mereka pun harus bisa mengatasi sifat-sifat kebinatangan dan melepaskan sifat egois mereka, sehingga bisa mencapai kesadaran Buddha. Menyapa dan berkomunikasi dengan orangtua menggunakan sikap dan bahasa yang sopan juga termasuk balas budi, namun bukan merupakan balas budi yang terbesar. Balas budi kepada orangtua yang paling 4

Samantabadra | September 2017

agung dan yang sesungguhnya adalah untuk mengajak orangtua syinjin (percaya kepada Nammyohorengekyo dan melaksanakan dharma) semasa hidup mereka. Saddharmapundarika-sutra mengajarkan sebuah pemikiran yang sangat realistis kepada kita. Kalau kita lahir di dunia ini, maka kita dilahirkan di antara dunia manusia dan dunia surga, berarti kita berada di dalam dunia nyata. Kalau kita berada di hadapan Buddha, mungkin merupakan penjelmaan dari Pundarika (yakni simbol dari In Ga Guji; sebab akibat sesaat). Apabila kita mencapai kesadaran Buddha, segala sesuatu akan berlangsung sesuai dengan sebab akibat. Kita harus mencapai kesadaran Buddha, kemudian kita juga bisa hidup layak seperti umumnya masyarakat, sesuai dengan sebab akibat yang kita perbuat. Karena bisa memunculkan kesadaran Buddha, hidup yang penuh dengan kebahagiaan pun bisa dinikmati. Kehidupan yang bergembira tersebut merupakan kenikmatan kehidupan yang tertinggi dari dunia manusia dan dunia surga. Oleh karena itu, kebahagiaan kita itu syiki syin funi (jiwa dan raga bukan dua), dari dalam dan dari luar. Dari dalam di mana kesadaran Buddha timbul (naisyo), dan dari luar dimana kita bisa menarik jodoh-jodoh dari dunia Buddha, sehingga kita dapat menikmati kegembiraan yang tertinggi. Kemudian, dengan

memikirkan dan mencabut penderitaan orang lain, kualitas kesadaran kita pun akan semakin meningkat. Seiring berjalannya waktu, perkembangan perkembangan yang terjadi dan terus tumbuh di sekitar kita boleh juga kita nikmati. Tetapi pada dasarnya, kita memunculkan kesadaran Buddha kita (naisyo) sehingga kita bisa menikmati “dunia surga� (perasaan yang gembira) secara proporsional. Perputaran hidup kita sekejap sekejap merupakan siklus hidup-mati; Myoho. Myo berarti mati, Ho berarti hidup. Kalau bisa menikmati hidup di dalam kondisi dunia surga, hal tersebut adalah bagian dari kebahagiaan. Jadi sebenarnya, kebahagiaan kita itu tidak lepas dari kehidupan nyata di luar, dan kebahagiaan pencapaian kesadaran Buddha pun tidak terlepas dari dunia nyata (realitas). Kita adalah orang-orang yang harus semakin meneguhkan bahwa kita adalah orang orang yang beruntung, seperti apa yang dikatakan Buddha Niciren, “Tidak ada sesuatu apapun dalam kehidupan ini yang kebetulan.� ***


Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman Surat Balasan kepada Syijo Kingo perihal Asal-Usul Ulambana Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 29-30 Juli 2017

Nammyohorengekyo, Kita belajar kembali Surat Balasan Kepada Syijo Kingo perihal asal-usul Ullambana. Bila kita lihat dari latar belakang di mana dikatakan Syijo Kingo pada saat menjelang hari wafat Ibundanya pada tanggal 12 bulan 7, telah mengirimkan berbagai persembahan kepada Niciren Daisyonin untuk dipersembahkan kepada arwah ibundanya. Awalnya karena Syijo Kingo mempersembahkan berbagai macam barang untuk almarhum Ibundanya, maka itu Niciren Daisyonin melalui surat ini menjelaskan asal-usul Ullambana dan menerangkan perihal persembahan bagi iblis kelaparan serta mengajarkan bahwa justru penyebutan mantera Nammyohorengekyo, merupakan persembahan yang sesungguhnya bagi para arwah. Ini poin yang pertama yang menjelaskan bahwa sesungguhnya

untuk persembahan kepada arwah yang sudah meninggal yang paling utama adalah penyebutan Nammyohorengekyo. Kemudian yang kedua menjelaskan para rohaniwan yang menyesatkan dikatakan sebagai iblis kelaparan yang menggerogoti hukum, karena telah mengambil kesempatan penyebarluasan dan telah menyalahgunakan hukum agama Buddha demi keuntungan dan nama baik diri sendiri atau nafsu hati yang tamak dan serakah untuk menerima sumbangan bagi dirinya. Jadi yang kedua menjelaskan para rohaniwan, selain Bhikku, Bhikkuni juga termasuk Upasaka Upasika, yaitu kita umat biasa yang membabarkan Dharma. Dengan demikian, kita harus senantiasa mewaspadai potensi kesesatan diri kita agar tidak muncul dalam pikiran, perbuatan, dan ucapan kita. Yang ketiga menjelaskan bahwa Ibunda Syijo Kingo

telah menjalankan hati kepercayaan hukum sakti yang luhur sebagai murid dari Niciren Daisyonin, sehingga sudah pasti tidak akan jatuh ke dunia kelaparan. Apalagi karena anaknya, Syijo Kingo telah sedemikian giat menyebarluaskan Hukum Saddharmapundarika-sutra, sehingga ketika berada di tanah Buddha pasti sangat diperhatikan oleh para Buddha dan pada akhirnya memberikan petunjuk untuk telah memperdalam serta memperkuat hati kepercayaan. Poin ketiga menekankan bahwa Ibunda Syijo Kingo sendiri saja syinjin, pasti mencapai kesadaran Buddha, apalagi anaknya juga syinjin. Sudah tidak perlu dikuatirkan lagi pasti mencapai kesadaran Buddha. Buddha Niciren Daisyonin selain memberi semangat pada Syijo Kingo, juga September 2017 | Samantabadra

5


memberi semangat kepada kita juga. Jadi artinya kalau kita syinjin dengan sungguhsungguh, kita harus yakin pasti mencapai kesadaran Buddha. Apalagi kita bisa syakubuku anak dan anggota keluarga. Anak jalankan syinjin dengan sungguh-sungguh pasti keluarga itu mencapai kesadaran Buddha. Dalam isi Gosyo, pertamatama seperti biasa, Niciren Daisyonin mengucapkan terima kasih atas sumbangan yang diberikan Syijo Kingo, tapi di sini Niciren Daisyonin sangat tersentuh dengan isi serta maksud surat yang diberikan Syijo Kingo. Niciren Daisyonin begitu kagum kepada Syijo Kingo karena bisa mengingat hari wafatnya sang ibunda. Pada umumnya orang lupa hari kematian orangtuanya, ataupun pasangannya, tapi Syijo Kingo bisa mengingat hari wafat Ibunya. Maka itu Niciren Daisyonin merasakan tersentuh hatinya, begitu berbukti baktinya Syijo Kingo kepada Ibundanya. Kemudian dijelaskan mengenai asal-usul Ullambana. Ullambana yang diketahui adalah upacara bulan ketujuh tanggal lima belas. Pengertian orang umum mengenai Ullambana adalah upacara memberi sumbangan makanan kepada arwah yang bergentayangan. Orang awam hanya mengetahui pokoknya harus sembahyang pada tanggal tersebut. Hari ini kita 6

Samantabadra | September 2017

belajar sesungguhnya yang dimaksud Ullambana itu tidak seperti itu pengertiannya. Sebelumnya saya akan menjelaskan ceritanya terlebih dahulu. Pada awalnya Buddha Sakyamuni berada di rumah seorang muridnya yang bernama Maudgalyayana. Maudgalyayana ini adalah seorang murid dari Buddha Sakyamuni yang sudah mencapai tingkat ke enam kekuatan gaib. Enam kekuatan gaib itu pertama, matanya dapat lihat jauh ke seluruh alam semesta, kedua telinganya yang gaib dapat mendengar semua hal yang kecil, hal yang baik maupun yang jelek. Kemudian kekutan gaibnya yang ketiga adalah kekuatan yang dapat mengetahui pikiran orang dengan jelas. Yang keempat, kekuatan gaib yang dapat mengetahui kehidupan masa lampau seseorang. Kelima, kekuatan gaib sekehendak hati, itu dengan maitri karuna yang besar, dapat pergi kemanapun juga selalu disenangi orang, kemanapun ia pergi. Keenam, kekuatan gaib yang dapat memutuskan hawa nafsu. Ini kekuatan gaib dari murid Buddha Sakyamuni (Maudgalyayana), hanya tingkat Arahat. Maudgalyayana ini yang sudah mencapai tingkat kekuatan gaib ini, ingin membalas budi kepada Ibunya yang sudah meninggal.

Dengan matanya yang bisa melihat jauh, ia melihat Ibunya ada dalam dunia kelaparan, dalam keadaan kurus kering, tinggal tulang. Maudgalyayana yang sudah merasa dirinya hebat karena sudah mencapai enam kekuatan gaib, merasa dirinya pasti bisa membalas budi kepada ibunya. Melihat Ibundanya yang kelaparan Maudgalyayana ingin menolong Ibunya, maka itu ia cepat-cepat menyendokkan nasi ke mangkok, kemudian diberikan ke Ibunya. Ketika Ibunya hendak memasukkan nasi ke mulutnya, nasi tersebut berubah menjadi api, seperti itu ceritanya. Maudgalyayana berpikir dirinya yang sudah sampai ke tingkat enam pasti dapat menolong Ibunya. Tetapi Maudgalyayana tidak dapat menolong ibunya, karena ia hanya mencapai tingkat Arahat, belum mencapai tingkat dunia Buddha. Selain itu, ajaran yang dianut baru ajaran yang 42 tahun, belum dijelaskan mengenai Saddharmapundarikasutra. Saddharmapundarika mengatakan semua manusia memiliki jiwa Buddha dan memungkinkan semua umatnya dapat mencapai kesadaran Buddha. Jadi Maudgalyayana cepat-cepat mencari Buddha Sakyamuni, menanyakan perihal Ibunya yang ada di dunia kelaparan, sebegitu menderitanya sehingga membuat Maudgalyayana susah hati.


Buddha Sakyamuni mengatakan kekuatan Maudgalyayana belum mampu menyelamatkan orangtuanya, karena karma dari Ibu Maudgalyayana lebih besar daripada kekuatan gaib yang dipelajari Maugalyayana. Kekuatan gaib Maudgalyayana belum bisa menghapus karma Ibunya. Buddha Sakyamuni mengatakan untuk membalas budi pada Ibunya, Maudgalyayana harus memberikan sumbangan kepada bhiku-bhikuni. Jadi Maudgalyayana mengikuti kata-kata dari sang Buddha untuk menyumbang dengan berbagai macam makanan. Ullambana adalah menyumbang kepada orang yang telah meninggal karena tergantung terbalik, jadi Maudgalyayana ini langsung menjalakan apa yang dikatakan sang Buddha memberikan sumbangan memakai wadah. Memakai wadah itu artinya menyumbang bermacammacam barang, makanan, begitu banyaknya sehingga memerlukan wadah. Setelah Maudgalyayana menjalankan demikian, Bhiku Bhikuni yang diberi sumbangan merasa begitu gembira. Langsung saat itu juga Ibunya dapat keluar dari dunia iblis kelaparan, sehingga Maudgalyayana bergembira. Sebenarnya makna dari cerita ini adalah kalau kita memberi kebahagiaan

kepada orang lain, seperti Maudgalyayana yang menyumbang dan memberi kebahagiaan kepada orang lain, sesungguhnya kita meningkatkan perasaan jiwa kita. Salah satu sifat dari Saddharmapundarika-sutra, artinya memecahkan egoisme, memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Maka itu sekejap keadaan suasana berubah, dan Ibunya pun bisa terhindar dari dunia kelaparan. Ini cerita yang kita ketahui mengenai Ullambana, tapi kita salah mengambil maknanya. Kita pikir kalau bulan ke tujuh tanggal lima belas itu, kita harus menyumbang berbagai macam makanan dan barang dalam jumlah banyak, termasuk tempat tidur, koperkoperan, baju-bajuan. Ini merupakan penyimpulan yang salah dari makna Ullambana yang sebenarnya. Sebenarnya apabila kita mau balas budi kepada orang tua, bukan hanya kita memberikan barang-barang sedemikian rupa lalu kita pikir kita sudah menjalankan balas budi yang sebenarnya. Balas budi yang sesungguhnya Buddha Niciren Daisyonin dalam surat Ullambana mengatakan “kalau diri sendiri tidak dapat mencapai kesadaran Buddha, maka sulit untuk menyelamatkan Ayah Bunda, apalagi orang lain.� Sedangkan dalam surat ini telah mengutip perumpamaan dari Maudgalyayana dengan

menegaskan, bahwa karena Maudgalyayana sendiri bukanlah sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra, maka tidak dapat memberikan kesadaran Buddha kepada ibundanya. Jadi kita perlu ingat balas budi yang sesungguhnya dikatakan Buddha Niciren Daisyonin. Kalau kita mau membalas budi orangtua, diri sendiri harus mencapai kesadaran Buddha, baru bisa membalas budi kepada orangtua maupun orang lain. Kita merasa sudah punya banyak uang, bisa beli banyak barang dan bisa sumbang sebanyak-banyaknya. Hal tersebut juga salah, seperti ada yang sumbang lilin sampai 3 meter, minyak berdrumdrum, dan sebagainya. Ada orang yang menyumbang materi sebanyak-banyaknya supaya memberi penerangan terhadap orang tua yang sudah meninggal juga terhadap diri sendiri. Hal ini salah, karena kita jadi berpikiran untuk mencapai kesadaran Buddha bukan melalui pelaksanaan diri sendiri, melainkan melalui perantara. Di sini dengan jelas dikatakan, walaupun Maudgalyayana sudah menjalankan berkalpa-kalpa pertapaan, tapi kalau hanya sampai tingkat Arahat, tidak dapat mencapai kesadaran Buddha. Maka itu, ketika Maudgalyayana mempelajari serta mendengar September 2017 | Samantabadra

7


Saddharmapundarika-sutra, dan mengetahui makna yang sesungguhnya, maka Maugalyayana pun mencapai kesadaran Buddha, dan Ibunya terhindar dari iblis dunia kelaparan. Ini adalah makna Ullambana yang sebenarnya, kita sendiri yang harus melaksanakan. Jika kita sayang sama orang tua, sayang sama leluhur, kita sendiri yang harus melaksanakan pertapaan ini, bukan melalui perantara. Sayangnya banyak umat manusia yang lupa bahwa kita hanya dapat membalas budi kepada orang tua, hanya berdasarkan hati kepercayaan kepada Nammyohorengekyo. Selain tanggal 15 bulan ke 7 ada juga tanggal 5 April, yaitu cheng beng. Kita pergi jauhjauh dari Jakarta ke Pontianak atau daerah lain di mana terdapat makan leluhur kita, walau tiket pesawat mahal. Padahal sebagai murid Buddha Niciren Daisyonin, kita diajarkan bahwa doa terhadap leluhur, mengingat budi mereka adalah setiap saat, dan doa pada saat gongyodaimoku setiap hari pagi dan sore. Justru bukan hanya pada saat cheng beng saja. Ini sebenarnya adalah balas budi yang sesungguhnya. Saat kita gongyo dan daimoku kita ingat, kalau kita mau membalas budi, diri kita sendiri harus mencapai kesadaran Buddha. Berarti kita harus hidup dengan sadar, kita harus hidup 8

Samantabadra | September 2017

dengan baik. Kalau hidup kita menderita, berarti leluhur kita juga hidupnya menderita, sering kali kita tidak sadar akan hal tersebut. Saat kita menjalankan doa kelima pada gongyo, seringkali sepertinya jadi kebiasaan. Kita tidak merasakakan bahwa kita sedang menjalankan budi bakti yang sesungguhnya kepada orangtua. Kita harus bisa rombak nasib, kalau saya berubah menjadi lebih baik, suasana pasti turut berubah, orangtua pun berubah, baik yang sudah meninggal, maupun yang masih hidup, menjadi lebih baik. Seringkali kita lupa hari meninggal atau hari lahir orangtua kita. Kita lebih ingat hari ulang tahun orang lain. Perlu diingat bahwa kita ada hari ini, dan bisa jalankan syinjin karena ada orangtua kita. Melalui gosyo ini kita diingatkan, gongyo itu bukan hanya untuk diri kita sendiri saja, melainkan juga sebagai bentuk balas budi kepada orangtua. Ingatlah budi bakti yang sesungguhnya adalah menyebut Nammohorengekyo, agar diri kita mencapai kesadaran Buddha, dan orangtua juga bisa mencapai kesadaran Buddha. Ullambana kita sekarang ini adalah gongyo di depan Gohonzon, dengan persembahan buah-buahan. Kita bersama keluarga gongyo bersama, tetapi yang paling

penting adalah perasaan jiwa kita ketika melaksanakan gongyo dan daimoku dan sikap hidup sehari-hari yang mencerminkan kesadaran Buddha. Iblis atau arwah kelaparan adalah perumpamaan yang menggambarkan orang yang sedang sakit. Orang sakit umumnya ingin makan, makanannya sudah disiapkan tapi kita tidak dapat memakannya, karena kita sedang sakit, sedang menderita. Tidak seperti orang biasa yang sehat, orang yang jiwanya berada di dunia kelaparan setiap saat merasa menderita. Hidupnya begitu susah, mau apapun tidak dapat dimilikinya. Jadi diumpamakan seperti makhluk yang mau makan tapi tidak memiliki mulut. Kemudian juga dijelaskan iblis kejahatan yang memakan muntahan orang. Pada kenyataannya tidak mungkin orang biasa memakan muntahan orang lain. Melihat orang lain muntah saja rasanya seperti mau ikut muntah, apalagi memakan muntahannya. Hal ini artinya, orang yang dalam dunia kelaparan ini benar-benar menderita, karena tidak ada makanan. Hidupnya benarbenar miskin, susah, dalam keadaan yang sedemikian rupa sehingga karena lapar muntahan orang pun dimakan. Selain itu ada iblis kelaparan meminum air, adalah iblis


kelaparan yang meminum air yang dipersembahkan demi budi bakti kepada ayah bunda. Barang-barang, makanan yang dipersembahkan untuk sembahyang diambil untuk diminum dan dimakan. Iblis kelaparan berharta, adalah Iblis kelaparan yang meminum air telapak kaki kuda. Hal ini karena pada kehidupan sekarang, terlalu menyayangi harta kekayaan, dan menyimpan makanan dengan sembunyi-sembunyi. Sebenarnya ia memiliki harta, tapi karena hidupnya terlalu pelit, sehingga ketika mau membeli sesuatu, ia hanya mau menerima tapi tidak mau memberi, sehingga jatuh ke dunia kelaparan yang meminum air telapak kaki kuda. Saking telalu pelitnya, sampai air yang ada di telapak kaki kuda juga diminum. Karena terlalu pelit, barang sisa apapun itu diambil. Kita meninggal tidak membawa uang, tapi kalau kita tidak memiliki uang, hidup juga menderita. Dengan demikian, kita harus bisa bijak dalam menyikapi dan menggunakan uang agar bisa bermanfaat untuk hidup kita. Iblis kelaparan tidak berharta adalah iblis kelaparan yang sejak lahir hingga sekarang, sama sekali tidak pernah mendengar nama dari makanan. Karena tidak berharta, memang benarbenar tidak memiliki harta apa-apa. Jadi nama makanan

yang enak saja tidak pernah dengar, karena tidak memiliki uang untuk membeli makanan yang enak tersebut. Ia tidak memiliki uang, rumah, barang, dan bahkan baju juga tidak ada. Jadi sebenarnya, semua yang jatuh di dunia kelaparan itu sebenarnya dasarnya karena egois, hanya mementingkan diri sendiri, tidak memikirkan kebahagiaan orang lain. Orang seperti ini tidak ada menjalankan maitri karuna dalam kehidupannya sehari-hari. Iblis memakan hukum adalah para rohaniwan yang menyebarluaskan hukum agama Buddha mengira bahwa mereka menjelaskan hukum agama Buddha maka akan dihormati orang, dan melewati hidupnya dengan hati yang sombong. Ia merasakan dirinya lebih unggul daripada orang lain, serta tidak memiliki hati untuk membantu umat manusia, maupun menyelamatkan orangtua. Tanpa kita sadari, orang yang bisa ceramah, orang yang pintar membabarkan gosyo, kadang-kadang juga merasakan seperti ini. Seperti orang yang mencari nama kan keuntungan diri sendiri. Jadi ia membabarkan dharma dengan pemikiran kalau saya berceramah pasti dihormati orang, sehingga ia membabarkan darma untuk mencari penghormatan dari orang lain. Selain itu, dia hidup

dengan sombong. Jadi ia menjalankannya dengan dasar yang tidak benar, pemikirannya bukan berdasarkan menjalankan tugas sebagai Boddhisatva yang muncul dari bumi. Kalo dasarnya sebagai Boddhisatva yang muncul dari bumi, pasti dasarnya adalah maitri karuna, tapi di sini ada kesombongan dan ego untuk mencari keuntungan diri sendiri, kita perlu berhati-hati dengan sifat ini. Lalu, jika melihat rohaniwan sekarang ini, terdapat rohaniwan yang hanya menerima sumbangan bagi dirinya sendiri, dengan menyembunyikan dari orang lain. Orang seperti ini dalam Parinirvana sutra dikatakan, sebagai rohaniwan yang berjiwa binatang. Orang ini pada masa yang akan datang diibaratkan akan menjadi Iblis berkepala kerbau. Begitupun dengan orang yang menerima sumbangan dengan diketahui orang lain. Ia menerima sumbangan dengan diketahui orang lain, namun hatinya menetap pada keserakahan dan tidak mau menyumbang untuk orang lain. Orang ini pada masa akan datang diibaratkan akan menjadi iblis berkepala kuda. Iblis berkepala kerbau dan iblis berkepala kuda adalah perumpamaan yang mengacu pada sifat jiwa binatang, jadi wujudnya manusia, tapi jiwanya adalah jiwa binatang. Manusia seperti September 2017 | Samantabadra

9


ini melakukan berbagai hal demi keuntungan diri sendiri. Ada penganut yang tidak mendoakan orangtuanya yang menderita kerena jatuh di ketiga dunia buruk dari dunia neraka, dunia kelaparan dan dunia kebinatangan. Sebaliknya telah melampiaskan nafsu keinginannya dengan kegembiraan sekehendak hati dalam hal sandang, pangan, dan harta kekayaan yang berlimpah-limpah. Penganut juga ada yang tidak mendoakan orangtuanya, tidak mau gongyo dan daimoku, selain itu gongyo hanya pada hari Senin dan Kamis. Orang berpikir gongyo dan daimoku hanya untuk diri sendiri, tapi gongyo dan daimoku memiliki makna mendalam, salah satunya mengenai bakti kepada orangtua. Orang yang berpikir gongyo dan daimoku hanya untuk diri sendiri dengan kesesatan seperti ini, hidupnya hanya bergembira untuk diri sendiri. Padahal dalam kehidupannya ia juga menderita, tapi dirinya tidak sadar bahwa dia menderita. Hanya menjalankan untuk kesenangan diri sendiri saja, sungguh anak yang tidak berbukti bakti. Sejak Buddha Niciren menyebarluaskan Saddharmapundarika-sutra, telah berhasil menghapuskan karma dosa, dan pada 10

Samantabadra | September 2017

masa yang akan datang dapat melangkah menuju tanah suci Buddha. Walau dihadapkan dengan berbagai penderitaan besar, bagai disiram hujan dan langit yang ditutupi awan gelap, namun karena ini adalah demi Saddharmapundarikasutra, sehingga penderitan pun tidak dirasakan seperti penderitaan. Buddha Niciren menganggap semua itu sebagai menghapuskan karma. Pengertian menghapuskan karma di sini adalah bagaimana menghadapi segala kesulitan dan tantangan dengan perasaan yang bisa menerima dengan tulus, dan mengakui bahwa semua ini adalah karma saya. Buddha Niciren juga memberi semangat, orangorang yang telah menjadi murid dan penganut dari Niciren Daisyonin, berarti telah menjadi murid dan penganut dari Guru yang berejeki agung. Guru yang menunjukkan jalan menuju kebahagiaan terbesar kepada umat manusia, kita bersama-sama akan menerima karunia rejeki tersebut. Kita yang menjadi murid Buddha Niciren Daisyonin, bukan main sangat berejeki, karena kita sudah bertemu seorang guru yang berkarunia rejeki agung. Niciren Daisyonin menyebarkan Nammyohrengekyo agar kita semua bisa mencapai kesadaran Buddha. Ini rejeki kita, jadi kita tidak perlu cari

guru di mana-mana lagi. Guru kita adalah gosyo dan Gohonzon. Ibunda dari Syijo Kingo sendiri adalah pelaksana dari Saddharmapundarika-sutra, yang giat melaksanakan Saddharma dan menyebarluaskan hukum agama Buddha. Melaksanakan sumbangan hukum kepada orang lain, pasti mencapai kesadaran Buddha. Bagian ini menegaskan bahwa dengan keyakinan agung, tidak mungkin jatuh ke dunia kelaparan. Orang yang sungguhsungguh menjalankan sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra pasti mencapai kesadaran Buddha. Syijo Kingo sendiri sebagai anak telah menjalankan syinjin dengan sungguhsungguh, sehingga tidak perlu kuatir lagi jatuh ke dunia kelaparan. Orangtua (ayah dan bunda) harus menjalankan dengan sungguh-sungguh, sehingga anak bisa bangga dengan orangtuanya, karena menjalankan dengan sungguhsungguh. Begitupun dengan anaknya, harus menjalankan dengan sungguh-sungguh, sehingga beruntung sekali saya memiliki anak yang sedemikian menakjubkan. Jadi orangtua juga bangga, saya punya anak yang syinjin, anak yang berbukti bakti untuk membalas budi kepada orangtua.


Jadi anak bangga punya orangtua yang menjalankan Saddharmapundarika-sutra. Sebaliknya orangtua juga bangga mempunyai generasi muda yang sungguh-sungguh menjalankan hati kepercayaan sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Poin pentingnya adalah dasarnya menjalankan dengan sungguh-sungguh percaya. Dalam bab Devadatta dikatakan, seandainya para putra dan putri yang baik, yang mendengar bab Devadatta Saddharmapundarika-sutra, serentak menimbulkan hati yang percaya, dan penuh rasa hormat, tidak menimbulkan hati yang ragu-ragu, maka mereka tidak akan jatuh ke dunia buruk dari dunia neraka, dunia kelaparan dan dunia kebinatangan. Dalam ajaran 42 tahun sementara, dikatakan ada tiga macam manusia yang tidak dapat mencapai kesadaran Buddha, yaitu orang jahat, wanita dan orang licik. Tetapi di bab Devadatta, ada salah satu bab yang khusus menjelaskan kalau kita

sungguh-sungguh percaya tanpa ragu-ragu, maka tidak akan jatuh ke dalam tiga dunia buruk. Buddha menjelaskan dalam bab 12 Saddharmapundarikasutra, bahwa orang jahat dan wanita bisa mencapai kesadaran Buddha, bisa bahagia, bisa timbul kesadaran. Walau misalnya sekarang diri kita masih didominasi oleh sifat-sifat buruk (serakah, marah, iri hati, cemburu), tapi dengan kepercayaan yang sungguh-sungguh pada Saddharmapundarikasutra—Nammyohorengekyo, Buddha Niciren menegaskan bahwa hati kepercayaan kita dapat merubah sifatsifat buruk tersebut menjadi baik. Orang yang tidak bisa berubah adalah orang yang tidak menjalankan pertapaan dengan benar, contohnya gongyonya hanya pada hari Senin dan Kamis saja. Apalagi saat gongyo dan daimoku sambil main telepon genggam. Selain itu, tidak sungguhsungguh percaya kata-kata

Buddha, selalu salahkan orang lain tidak pernah menyadari kesalahan diri sendiri. Dengan kekuatan kepercayaan kepada Nammyohorengekyo, Gohonzon dari 3 hukum rahasia agung, pasti kita bisa mencapai kesadaran Buddha. Jadi kita diajak untuk menetapkan tujuannya yaitu mencapai kesadaran Buddha, dan kita harus percaya dengan sungguh-sungguh, pasti kita bisa mencapai kesadaran Buddha. Setelah dijelaskan mengenai Ullambana, kita jangan lagi menjalankan hal yang keliru, harus menjalankan hidup sesuai dengan kata-kata Buddha. Kalalu kita jalankan sesuai dengan kata-kata Buddha, pasti ada bukti nyata kebaikan di dalam penghidupan kita dan di seluruh lingkungan hidup kita. ***

September 2017 | Samantabadra

11


171717 Ketua Umum NSI, Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja (kanan) bersama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (ke tiga dari kanan) dan pemuka lintas agama dalam doa bersama untuk Indonesia lebih kasih sayang dalam rangka memperingati HUT NKRI ke 72 tahun.

Ketua Umum NSI memimpin doa Buddhis pada Doa Bersama 171717

Persatuan Elemen Bangsa Mewujudkan Perdamaian dan Kesatuan 12

Samantabadra | September 2017


Tentara Nasional Indonesia (TNI) menggelar doa bersama yang bertepatan dengan hari ulang tahun kemerdekaan ke72 tahun Republik Indonesia. Acara yang bertajuk “Gerakan Doa Bersama 171717” ini mengikutsertakan para tokoh lintas agama untuk memimpin doa sesuai dengan agamanya dan mengimbau umatnya untuk berdoa bersama. Kegiatan yang digagas oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ini

diselenggarakan di markas/ kantor satuan jajaran TNI AD, AL dan AU, tempat-tempat peribadatan lintas agama termasuk di vihara-vihara Vimalakirti NSI, seluruh Indonesia selama satu jam, pukul 17.00 WIB hingga 18.00 WIB. Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Wuryanto mengatakan acara yang mengangkat tema “Muroja’ah untuk Lebih Berkasih Sayang” (muroja’ah berarti

proses mengulang kembali pelajaran), digelar sebagai bentuk implementasi nyata dari Pancasila sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, serta bentuk rasa syukur bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan sebagai suatu bentuk rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kesempatan ini kita juga diajak untuk mendoakan arwah para pahlawan yang gugur di medan perang. Sebagai generasi penerus, September 2017 | Samantabadra

13


masyarakat wajib mendoakan para pendahulu yang bersusah payah mendirikan negara Indonesia. Gerakan Doa Bersama 171717 ini diikuti oleh hampir 8.500 orang yang terdiri dari pemuka dari lima agama, penghapal (hafiz) Quran, anggota TNI-PNS, dan masyarakat umum lintas agama dan bertujuan agar sesama anak bangsa Indonesia lebih memiliki kasih sayang, dapat menjaga kebersamaan, persatuan dan keutuhan dalam bingkai NKRI. Acara doa bersama ini diselenggarakan di empat tempat berbeda yang berada di kompleks Mabes TNI di Cilangkap, Jakarta Timur. Untuk doa bersama bagi pemeluk agama Islam mengambil tempat di Plaza Mabes TNI, untuk agama Kristen Protestan dan Katolik berlokasi di Plaza Mabes TNI AU, bagi pemeluk agama Hindu berlokasi di Pura Ade Shaka Dharma Mabes TNI AL, sedangkan untuk pemeluk Buddha bertempat di balai wartawan Puspen TNI. Acara doa ini dihadiri oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono, Ketua Umum Majelis Ulama 14

Samantabadra | September 2017

Dokyo syodai 171717 di Mabes TNI Cilangkap, dipimpin oleh Ketua Umum NSI.

Pembacaan Doa dan harapan untuk bangsa Indonesia oleh Ketua Umum NSI.

Kiri-Kanan: Ketua Umum NSI (MPU Suhadi Sendjaja), Ketua Umum Maitreya ( Bpk. Arief Harsono), Ketua Maitreya Wilayah DKI Jakarta, Letkol. Hendra Kho (umat NSI).


Indonesia Ma’ruf Amin, Ketua Umum NSI, MPU Suhadi Sendjaja, dan pemuka lintas agama yang memimpin doa sesuai agamanya beserta para umat. *** (Referensi: https://kumparan.com/taufik-rahadian/ tni-gelar-doa-bersama-lima-agama171717-di-cilangkap http://nasional.kompas.com/ read/2017/08/15/09245391/peringatihut-ri-tni-gelar-doa-bersama-171717-diseluruh-indonesia)

Ketua Umum NSI bersama Ketua Umum MUI, K.H. Ma’ruf Amin (tengah).

September 2017 | Samantabadra

15


171717 DOKYO SYODAI Peringatan Hari Jadi NKRI ke 72 Tahun

U

pacara dokyo syodai dalam rangka memperingati hari jadi NKRI yang ke 72 tahun diselenggarakan serentak di vihara dan cetya NSI di seluruh Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2017 pukul 17.00 WIB. Berikut adalah foto suasana dokyo yang terangkum.

LAMPUNG

MEDAN

BEKASI

JAMBI

DKI JAKARTA

16

Samantabadra | September 2017


BANTEN

BANDUNG SUKABUMI

KARANG ANYAR

SRAGEN

SOLO BARU

September 2017 | Samantabadra

17


171717 Semarak Tujuhbelasan Umat NSI DKI Jakarta

Balap kelereng anak-anak

P

eringatan hari kemerdekaan NKRI identik dengan lomba-lomba khas tujuhbelasan, seperti lomba makan kerupuk, balap kelereng, memasukkan paku ke dalam botol, joget balon, dan lain-lain. Kemeriahan tersebut juga dirasakan oleh umat NSI di berbagai daerah yang berkumpul di vihara. Di Vihara Sadaparibhuta NSI, umat NSI DKI Jakarta dan sekitarnya sudah memadati kompleks vihara menjelang tengah hari. Kegiatan lomba tujuhbelasan diadakan pukul 13.30 WIB dan dilanjutkan dengan upacara dokyo syodai pukul 17.00 WIB, serentak dengan umat NSI di seluruh Indonesia dan juga umat beragama lain yang tergabung dalam gerakan “Doa Bersama 171717� yang diinisiasi oleh Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo untuk Indonesia lebih kasih sayang. 18

Samantabadra | September 2017

Seluruh umat NSI empat bagian (bapak/ibu, generasi muda, lansia, dan anak-anak) dari tiap daerah di Jakarta yang meliputi Senen Baru, Sawah Besar, Mangga Besar, Rajawali, Pademangan, Sunter, Kelapa Gading, Tanjung Priok, Gajahmada, Angke, Pekojan, Fajar, Jelambar, Cengkareng, Kebayoran, dan Cideng, berpartisipasi dalam aneka perlombaan yang telah disiapkan. Sedangkan umat dari Jatinegara ikut serta langsung dalam kegiatan doa bersama di Mabes TNI Cilangkap bersama Ketua Umum NSI. Marching Band Mandarava NSI turut menyemarakkan suasana tujuhbelasan dengan melakukan pawai di lingkungan Vihara Sadaparibhuta NSI, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan pada pukul 15.30 WIB. Seluruh umat yang hadir ikut berjalan di belakang barisan marching band. (sm)

Lomba memasukkan benang ke jarum sambil berjalan (lansia)

Lomba memasukkan paku ke dalam botol (ibu)


Estafet memindahkan air dalam kertas (ibu)

Balap kelereng (bapak)

Pemenang lomba mengambil hadiah.

Dokyo syodai 171717 Pawai Marching Band Mandarava NSI di lingkungan Kecamatan Setiabudi

Lomba makan kerupuk (anak-anak)

Lomba joget balon (ibu)

September 2017 | Samantabadra

19


171717 Semarak Tujuhbelasan Umat NSI Banten

P

eringatan HUT RI ke 72 di Vihara Vimalakirti NSI Tangerang dimulai pukul 13.00 WIB, diawali dengan pendaftaran umat NSI yang akan mengikut lomba. Sekitar pukul 14.00 acara lomba dimulai, di awali dengan lomba Balap Karung, Sendok Gundu, Masukin Sumpit dalam Botol, Makan Kerupuk dan Joget Bola. Sekitar 200 umat yang ikut serta meriahkan perlombaan, suara riuhnya penonton menyaksikan menjadikan suasana seru meriah dan gembira, satu persatu umat secara bergantian dan bergiliran mengikuti lomba. Pukul 16.30 acara dilanjutkan dengan Gongyo Sore bersama yang dipimpin oleh Bapak Suryandi. Selesai Gongyo, langsung menjalankan Dokyo Syodai pukul 17.00 yang di pimpin Bapak Djuanda, dan daimoku hingga pukul 18.00. 20

Samantabadra | September 2017

Kata sambutan bapak Djuanda, mengingatkan pentingnya mengenang akan jasa-jasa pahlawan yang telah berjuang pada masa kemerdekaan dan kita yang mengisi kemerdekaan ini dengan menjadikan diri kita sebagai tiang, mata dan bahtera bagi bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan perilaku kita sebagai Bodhisattva muncul dari bumi, ingin menjaga dan memajukan bangsa ini, salah satunya melestarikan budaya, mensyukuri selama 72 tahun kita bisa mempertahankan persatuan dan kesatuan, walaupun kita berbeda-beda suku agama, ras, antar golongan, semuanya merekat dalam Bhinneka Tunggal Ika. Maka dari itu, kita sebagai anak bangsa wajib setiap tahun memperingati dengan melaksanakan dokyo syodai dan memperingatinya, mengikuti lomba-lomba dengan penuh suka cita.

Peringatan sekaligus perayaan yang dilaksanakan di Vihara Vimalakirti NSI Tangerang ini bermanfaat dalam arti memberikan semangat patriotisme dan menanamkan jiwa untuk cinta tanah air, sekaligus membentuk karakter, kegiatan ini diharapkan setiap tahun bisa dilaksanakan, karena  memberi getaran agar Indonesia bisa maju bersama. Usai kata sambutan, penyebutan juara lomba dan penyerahan hadiah. Hadiah yang dibagikan terdiri dari dua katagori yang pertama doorprize guna menambah semangat buat yang ikut serta, kedua dari yang ikut perlombaan. Terakhir makan bersama, banyak umat yang terharu dengan kegiatan ini dan hal menjadikan NSI Tanggara terus solid dan bersatu dalam menjaga kelestarian dharma. (ysn)


September 2017 | Samantabadra

21


171717 Semarak Tujuhbelasan Umat NSI Sukabumi, Jambi, dan Lampung

K

eceriaan dan kebersamaan umat NSI dalam memperingati hari jadi NKRI ke 72 tahun terasa begitu hangat. Di Sukabumi, umat NSI kompak mengenakan baju putih dan merayakan hari kemerdekaan dengan menyanyikan lagu-lagu nasional sambil mengibarkan bendera merah-putih mini di genggaman.

Umat NSI Sukabumi

22

Samantabadra | September 2017

Di Jambi, suasana di vihara didominasi dengan pakaian berwarna merah, juga dengan atribut bendera merah-putih mini. Di Lampung, Bapak Alfian berkreasi membuat kue tart tujuhbelasan dengan dekorasi mawar merah putih dan angka 72, yang dinikmati bersama-sama oleh seluruh umat NSI Lampung yang hadir seusai upacara dokyo syodai. ***


Umat NSI Jambi

Umat NSI Lampung

September 2017 | Samantabadra

23


Kerja Bakti Membersihkan Vihara Teluk Naga

D

i pagi hari yang cerah, Minggu, 23 Juli 2017, umat NSI Tanggara (Tangerang, Teluk Naga dan Citra Raya) bersama-sama ingin membantu memberikan sumbangsih kebajikan dengan ikut serta gotong royong kerja bakti kebersihan lingkungan di Vihara Vimalakirti NSI Teluk Naga. Sekitar pukul 08.30 WIB, para peserta umat NSI yang terdiri dari 3 daerah di wilayah Banten tersebut berdatangan. Ada yang individu per orangan ada juga yang bersamaan, dengan jumlah umat yang hadir 50 orang. Mereka membawa peralatan kerja bakti. Kegiatan yang dilakukan di antaranya memotong rumput yang tinggi, menebang dahan atau cabang pohon, memasang kawat nyamuk di setiap sudut, membersihkan lantai yang kotor, memasang lampu penerangan, dan lain-lain. Sebagian ibu-ibu menyiapkan makanan dan minuman untuk umat yang kerja bakti. Semangat Umat begitu luar biasa, tanpa kenal lelah membantu, agar lingkungan vihara Teluk Naga dapat terlihat bersih dan sehat. Kerja bakti kebersihan lingkungan selesai pada pukul 13.00. (ysn) 24

Samantabadra | September 2017


materi ajaran | gosyo kensyu

Gosyo Kensyu

Surat Balasan kepada Syijo Kingo

Perihal Hawa Nafsu Adalah Kesadaran LATAR BELAKANG|

S

urat ini ditulis tanggal 2 bulan 5 tahun 1272 (Bun-ei ke-9) di daerah Icinosawa, Pulau Sado dan diberikan kepada Syijo Kingo. Seperti dijelaskan dalam surat Dosyo Domyo, pada bulan 4 tahun 1272 Syijo Kingo telah mengakhiri kunjungannya ke tempat Niciren Daisyonin dan kembali ke Kamakura. Diperkirakan surat ini mengandung makna ucapan terima kasih atas kunjungan tersebut. Walaupun surat ini pendek, namun di dalamnya dijelaskan bahwa Hukum Agama Buddha yang disebarluaskan Niciren Daisyonin setahap lebih mendalam daripada Hukum yang disebarkan oleh Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo, yakni berupa ketiga hal penting dari Bab Panjang Usia Sang Tathagata Ajaran Pokok – perihal Nammyohorengekyo, yang merupakan ajaran hakikat dalam hakikat seluruh Hukum Buddha.

sebagai Buddha Pokok yang menyelamatkan seluruh umat manusia di masa Akhir Dharma–Tathagata Jijuyusyin dari Kuon Ganjo. Isi hukum kesadaran dalam jiwa Niciren Daisyonin telah panjang lebar dibabarkan dalam Surat Membuka Mata yang dititipkan kepada Syijo Kingo pada bulan 2 tahun yang sama, tetapi di sini ditunjukkan inti pokok dari inti hakikat secara ringkas dan sederhana. Dilihat dari sini dapat dirasakan betapa besar harapan Niciren Daisyonin kepada Syijo Kingo untuk melestarikan Hukum ini selama-lamanya.

Syijo Kingo juga mengikuti peristiwa pemenggalan kepala di Tacenokuci, tempat Niciren Daisyonin menanggalkan pendirian sementara dan mewujudkan pendirian sesungguhnya (Hossyaku Kempon). Di samping itu, dalam pembuangan ke Pulau Sado ia menjaga Niciren Daisyonin dengan Gosyo ini juga menjelaskan teori mendasar sewaktu-waktu mengirimkan utusan atau datang sendiri ke sana tanpa menghiraukan Kemanunggalan Mutlak antara Suasana keselamatan dirinya. dengan Prajna (Kyoci Myogo), Hawa Nafsu adalah Kesadaran (Bonno Soku Bodai), Hidup Mati adalah Nirvana (Syoji Soku Nehan), sebagai fungsi kekuatan Hukum Buddha yang agung ini. Jadi, di dasar surat ini mengalir keyakinan Niciren Daisyonin yang berkobar-kobar September 2017 | Samantabadra

25


ISI GOSYO |

A

langkah besar rasa terima kasih ini atas kesungguhan hati dan perhatian Anda yang tak berubah semenjak dahulu terhadap kesulitan-kesulitan yang dialami Niciren. Sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra, Saya tidak menyesal sedikit pun mendapat penganiayaan yang sedemikian besar. Walau kelahiran yang telah dialami di dunia ini tidaklah terhitung banyaknya, demikian pula dengan kematian; tetapi tak ada akibat imbalan yang lebih besar daripada hidup-mati kali ini. Bila tidak karena penganiayaan-penganiayaan tersebut, mungkin badan ini telah terjatuh ke dalam Tiga Dunia Buruk dan Empat Kecenderungan Buruk. Tetapi karena sekarang Saya dapat memutuskan keterikatan penderitaan hidup-mati dan dapat mencapai akibat kebuddhaan, maka kegembiraan Saya tidaklah terkatakan! Mahaguru Tien-tai, Mahaguru Dengyo, dan lain-lain yang menyebarkan Hukum Icinen Sanzen teoritis Ajaran Bayangan Saddharmapundarika-sutra juga telah mengalami penganiayaan yang timbul karena benci dan iri hati. Di Jepang, ajaran ini disebarluaskan oleh Mahaguru Dengyo dan diteruskan secara turun temurun kepada Gisyin, Enco, Jikaku, dan lain-lain. Mahaguru Ji-e, pewaris tertinggi ke-18, mempunyai banyak murid. Di antaranya, keempat murid yang utama adalah Danna, Esyin, Soga dan Zen-yu. Adapun ajaran hukum terbagi menjadi dua; Danna-sojo menyampaikan ajaran hukum Kyoso (wajah ajaran), Esyin-zosu mempelajari ajaran hukum Kanjin. Kalau kedua ajaran hukum ini (Kyoso dan Kanjin) diperbandingkan, maka bagaikan bulan dengan matahari. Kyoso berhukum dangkal, sedangkan Kanjin berhukum mendalam. Karena itu, ajaran hukum Kyoso—Dannasojo luas tetapi dangkal, sedang ajaran hukum Kanjin—Esyin-zosu sempit tetapi mendalam. Sekarang, Hukum yang disebarkan Niciren tampaknya sempit tetapi sebenarnya amat mendalam. Alasannya adalah karena Hukum ini satu tahap lebih mendalam daripada yang disebarkan oleh Mahaguru Tien-tai, Mahaguru Dengyo, dan lainnya. Yang dikatakan sebagai tiga hal terpenting yang terdapat dalam Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra adalah hal ini. Karena pertapaannya hanya dengan ketujuh huruf Na-m-myo-ho-ren-ge-kyo saja, dirasakan seakan-akan sempit. Namun demikian, Nammyohorengekyo adalah guru teladan para Buddha ketiga masa, guru pembimbing Bodhisattva sepuluh penjuru, pedoman pencapaian kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia; karena itu sangatlah mendalam. Dalam Saddharmapundarika-sutra Bab II Upaya Kausalya dikatakan, “Prajna para Buddha amatlah mendalam dan tak terhingga (syo buce cie jinjin muryo).” Para Buddha dalam kalimat Sutra ini berarti seluruh Buddha dari sepuluh penjuru dan ketiga masa, temasuk Buddha Mahavairocana dari sekte Syingon, Buddha Amitabha dari sekte Jodo, juga seluruh Buddha dan Bodhisattva dari berbagai sekte dan Sutra, seluruh Buddha dari masa lampau, sekarang, dan akan datang; Buddha Sakyamuni dan lain-lainnya di masa sekarang. Kesemuanya diterangkan dalam satu kata “Para Buddha”. 26

Samantabadra | September 2017


Selanjutnya membahas prajna. Apakah yang dimaksud dengan prajna? Ini adalah Badan Hukum Wujud Sebenarnya dari Segenap Gejala (syoho jisso), yakni Sepuluh Aspek Akibat Pencapaian Kesadaran Buddha (junyo kajo). Jika demikian, apakah Badan Hukum itu? Ini tidak lain dari Nammyohorengekyo. Dalam kitab Syaku hal ini ditunjukkan sebagai berikut. Teori mendalam dari Wujud Sebenarnya adalah Myohorengekyo yang ada sejak asal mula. Wujud Sebenarnya dari Segenap Gejala diwariskan sebagai kedua Buddha; Buddha Sakyamuni dan Tathagata Prabhutaratna. Tathagata Prabhutaratna sebagai Segenap Gejala (syoho), Buddha Sakyamuni sebagai Wujud Sebenarnya (jisso), juga kedua hukum; Suasana (kyo) dan Prajna (ci). Tathagata Prabhutaratna adalah Suasana (kyo), Buddha Sakyamuni adalah Prajna (ci). Suasana dan Prajna adalah dua, tetapi merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan (funi). Ini sebenarnya merupakan kesadaran dalam diri Sang Buddha dan juga merupakan hukum yang sangat penting. Yang dikatakan Hawa Nafsu adalah Kesadaran (bonno soku bodai) dan Hidup-mati adalah Nirvana (syoji soku nehan) adalah hal ini. Sesungguhnya bila menyebut Nammyohorengekyo, ketika wanita dan pria menyatu dikatakan sebagai Hawa Nafsu adalah Kesadaran dan Hidup-mati adalah Nirvana. Hidup-mati adalah Nirvana tidak lain daripada menyadari bahwa badan pokok hidupmati adalah tidak lahir dan tidak musnah. Dalam Sutra Hukum Pelaksanaan Bodhisattva Samantabadra dijelaskan, “Tanpa mematahkan hawa nafsu dan tanpa melepaskan lima nafsu dapat membersihkan seluruh akar serta dapat menghilangkan dan memusnahkan seluruh dosa.” Maka Syikan Kesatu mengatakan, “Debu kesesatan yang ada dalam tubuh adalah kesadaran, dan hidup mati adalah nirvana.” Saddharmapundarika-sutra Bab XVI Panjangnya Usia Sang Tathagata membabarkan, “Buddha sendiri selalu mambangkitkan hasrat jiwanya, bagaimana agar seluruh umat manusia dapat mancapai jalan terunggul dan segera dapat mencapai Buddhakaya (mai ji sa ze nen, i ga ryo syujo, toku nyu mujo do, soku joju bussyin). Bab II Upaya Kausalya menerangkan, “Wajah dunia menetap secara kekal.” Ini berarti hawa nafsu adalah kesadaran dan hidup-mati adalah nirvana. Walau dikatakan badan hukum seperti demikian, namun itu tidak ada lainnya daripada perihal Nammyohorengekyo. Di masa lampau saya telah menaruh Saddharmapundarika-sutra yang sedemikian agung di bawah telapak kaki atau meremehkannya, mencemooh dan menolaknya, atau tidak mempercayai sutra tersebut. Atau ketika seseorang berupaya melestarikan jiwa hukum dengan mengajarkan dan membimbing meski hanya satu orang saja yang mempelajari Saddharmapundarika-sutra, dengan hati buruk Saya menggunakan setiap kesempatan untuk membodohi dan menertawakan orang tersebut. Atau meskipun mengetahui hal itu sangat penting untuk masa yang akan datang, tetapi karena sulit dicapai pada masa ini, maka untuk sementara berhenti menjalankannya. Demikian ketidaksenangan yang tanpa batas. Oleh karena menfitnah Saddharmapundarika-sutra seperti ini, maka pada kehidupan kali ini Niciren menghadapi bermacam-macam penganiayaan besar. Dosa merendahkan Saddharmapundarika-sutra, yang terunggul di antara seluruh sutra, menyebabkan di masa sekarang Saya direndahkan, diremehkan, dan tidak diacuhkan oleh orang-orang. Dalam Saddharmapundarika-sutra Bab III Perumpamaan diterangkan, “Orang lain September 2017 | Samantabadra

27


tidak menaruh perhatian kepadanya, walaupun ia berusaha keras mendekati dan bersahabat dengan orang tersebut.” Tetapi, Anda telah menjadi pelaksana Saddharmapundarika-sutra sehingga akhirnya menghadapi penganiayaan besar dan juga telah menolong Niciren. Dalam Saddharmapundarikasutra Bab X Dharma Duta tedapat kalimat, “Mengutus empat golongan umat, yaitu bhikku, bhikkuni, upasaka dan upasika.” Upasaka yang dibabarkan dalam kalimat ini, kalau bukan Anda, menunjuk kepada siapa lagi? Karena Anda bukan saja telah mendengar Saddharmapundarikasutra, bahkan percaya dan menerimanya serta sama sekali tidak menentangnya. Alangkah menakjubkan! Seandainya Anda adalah upasaka sebagaimana yang dimaksud dalam Bab Dharma Duta, maka Niciren tidak diragukan lagi adalah Dharma Duta Saddharmapundarika-sutra. Karena telah memiliki persyaratan yang sesuai sebagai “utusan Sang Tathagata” yang dibabarkan dalam kalimat sutra, maka gerakannya akan melaksanakan pekerjaan Buddha. Niciren kira-kira telah menyebarkan kelima huruf judul yang diserahterimakan kepada Bodhisattva Visistacaritra ketika Tathagata Prabhutaratna dan Buddha Sakyamuni duduk berdampingan di dalam menara pusaka. Hal ini menunjukan bahwa bukankah Niciren dapat dikatakan sebagai utusan Bodhisattva Visishtacaritra? Anda juga mengikuti Niciren sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra dengan memberitahukan dan menjelaskan Hukum ini kepada orang lain. Bukankah ini bermakna penyebarluasan Saddharmapundarika-sutra? Hendaknya teruskan pelaksanaan hati kepercayaan Saddharmapundarika-sutra. Anda tidak akan mendapatkan api bila berhenti menggesek di tengah jalan. Keluarkanlah kekuatan kepercayaan yang besar dan kuat, agar seluruh umat manusia di negeri Jepang dan ribuan orang-orang Kamakura, dari yang berkedudukan tertinggi sampai yang terendah, menyebut nama Anda sebagai “Syijo Kingo, Syijo Kingo dari sekte Saddharmapundarika-sutra”. Nama buruk pun dapat tersebar, apalagi nama baik; sudah sewajarnya akan tersebarluas. Terlebih lagi nama baik karena Saddharmapundarika-sutra, tentu akan tersebarluas. Hendaknya mengenai hal ini pun diberitahukan juga kepada istri Anda agar Anda berdua bersatu teguh mengeluarkan kekuatan; seperti matahari dan bulan, kedua mata atau kedua sayap. Kalau matahari dan bulan terdapat secara bersamaan, tentu tidak ada kegelapan di dunia setelah kematian (meido). Dengan adanya kedua mata, tidak diragukan lagi pasti dapat melihat Buddha Sakyamuni, Tathagata Prabhutaratna, dan Buddha ketiga masa dari kesepuluh penjuru. Dengan kedua sayap dapat terbang dalam sekejap ke hakikat pusaka dari Dunia Buddha. Adapun hal yang lebih rinci akan diberitahu di lain kesempatan. Bulan kelima tanggal 2 Tahun 1272 (Bun-ei ke-9) Dengan rasa hormat, Niciren

28

Samantabadra | September 2017


| KUTIPAN GOSYO

1

Tetapi karena sekarang Saya dapat memutuskan keterikatan penderitaan hidup mati dan dapat mencapai akibat Kebuddhaan, maka kegembiraan Saya tidaklah terkatakan! Keterangan : Kalimat ini menunjukkan bahwa pada peristiwa pemenggalan kepala di Tacenokuci, Niciren Daisyonin telah menanggalkan pendirian sementara sebagai badan manusia biasa, dan mewujudkan pendirian asal mula Jijuyusyin dari Kuon Ganjo. Pada umumnya dengan dikatakan “mencapai akibat Kebuddhaan” seolah-olah akibat itu merupakan sesuatu yang dicapai di masa yang akan datang, tetapi selanjutnya dikatakan, “kegembiraan Saya tidaklah terkatakan”, sehingga sebetulnya di dalam jiwa telah diperoleh pembuktian akibat. Jika membandingkan Enam Jalan (Neraka, Keserakahan, Kebinatangan, Kemurkaan, Kemanusiaan dan Surga) dengan Empat Dunia Suci (Sravaka, Pratyekabuddha, Bodhisattva dan Buddha), “hidup-mati” diterangkan sebagai berputar mengelilingi Enam Dunia, dan ini dikelilingi Enam Dunia, dan dijadikan isi perputaran hidup mati. Tetapi di sini yang diperbandingkan adalah antara Sembilan Dunia dengan Dunia Buddha, sehingga “perputaran hidup mati”, adalah perputaran suasana jiwa dalam Sembilan Dunia yang sesat. Di dalam Surat Membuka Mata tertulis, “Pada tanggal 12 bulan 9 tahun lalu, di antara jam Tikus dan Sapi (01.00 sampai 03.00), orang yang bernama Niciren ini telah dihukum penggal kepala. Berarti di Tacenokuci badan manusia biasa telah ditanggalkan dan diwujudkan Buddha Pokok Tathagata Sambhogakaya dari Masa Lampau yang Tak Berawal, wujud jiwa inilah yang datang ke Pulau Sado. Pada bulan kedua tahun berikutnya, terkurung oleh salju, menulis surat ini untuk dikirimkan kepada penganut-penganut yang berada di Kamakura dan berjodoh dekat. Membaca surat ini, murid-

murid Saya pasti terpesona”. Seperti diketahui, pada peristiwa Tacenokuci Niciren Daisyonin tidak berhasil dipenggal. Di saat petugas algojo ingin memenggal kepala Beliau, tiba-tiba di angkasa timbul cahaya yang terang benderang berupa meteor, sehingga mereka tidak berani memenggal. Sekalipun demikian, mengapa dikatakan “telah dihukum penggal kepala”? Ini berarti jiwa Niciren Daisyonin sebagai manusia biasa Sembilan Dunia telah berakhir dan dapat memasuki hidup baru sebagai Buddha Pokok masa Akhir Dharma; Jijuyusyin dari Kuon Ganjo. Sejak mendirikan Sekte Niciren pada usia 32 tahun sampai menghadapi peristiwa pemenggalan kepala di Tacenokuci pada usia 50 tahun, perilaku Niciren Daisyonin adalah sebagaimana yang tersurat pada kalimat Saddharmapundarika-sutra, yakni sebagai Bodhisattva Visishtakaritra, pemimpin Bodhisattva yang muncul dari bumi. Dengan demikian, sesuai ramalan Saddharmapundarikasutra Beliau menerima bemacam-macam penganiayaan yang berakhir dengan peristiwa pemenggalan kepala di Tacenokuci. Apabila disimpulkan dari peristiwa pemenggalan kepala ini, memang kepala Niciren Daisyonin tidak dapat dipenggal, tetapi dipandang dari segi umat, hal itu sendiri sama seperti telah membunuh Niciren Daisyonin. Oleh karena itu, Niciren Daisyonin telah memenuhi seluruh tugas yang harus dilaksanakan sebagai kelahiran kembali dari Bodhisattva Visishtakaritra. Maka, dengan menanggalkan rupa sementara dan melepaskan penderitaan hidup mati, diwujudkan perilaku asal mula sebagai Jijuyusyin. Inilah arti dari “menanggalkan pendirian sementara dan mewujudkan pendirian yang sebenarnya (Hosyaku Kempon)”, yang diungkapkan secara langsung.

September 2017 | Samantabadra

29


2

Kalau kedua ajaran hukum ini: Kyoso dan Kanjin diperbandingkan, maka bagaikan bulan dengan matahari. Kyoso berhukum dangkal, sedangkan Kanjin berhukum mendalam. Keterangan : Dalam mempelajari hukum agama Buddha ada dua jalur. Kyoso mempelajari dan menyelidiki keadaan sebenarnya kata-kata harfiah kalimat sutra dan sastra secara jujur, taat, obyektif, dan ilmiah. Dengan demikian merupakan ajaran yang teoritis bertahap. Sebaliknya, Kanjin berperasaan ingin mencapai kesadaran dalam hakikat jiwa secara langsung, sehingga merupakan pelaksanaan yang langsung ke tujuan. Dalam upaya membabarkan dan menjelaskan Hukum yang disadari-Nya kepada umat manusia, Sang Buddha telah menggunakan bemacammacam cara dan wajah ajaran yang sesuai akar bakat manusia dan sesuai dengan keadaan zaman pada waktu itu. Yang terwujud pada permukaan ajaran adalah Kyoso, sedang hukum kesadaran yang merupakan perasaan hati yang secara langsung merasakan kesadaran adalah Kanjin. Oleh karena itu cara penyelidikan dari sudut Kyoso dan dari sudut pendirian Kanjin sama sekali berlawanan. Karena cara Kyoso obyektif, maka sedikit sekali kemungkinan terjadi kesalahan besar. Tetapi kalau terus memperhatikan Kyoso saja, meskipun telah melewati waktu yang panjang, dikhawatirkan tidak dapat mencapai Kanjin. Memang, bila Kyoso digali secara lebih mendalam akhirnya dapat mendekati kesadaran Buddha, tetapi kalau terlalu memperhatikan cara yang teoritis saja, tidak akan memperoleh kesadaran yang sesungguhnya. Sebaliknya, cara pelaksanaan yang terikat pada Kanjin dan meremehkan Kyoso dikhawatirkan mengakibatkan kesalahan besar yang tidak diperkirakan. Sebab, bila tidak mengikuti petunjuk kalimat sutra dengan tepat, jalan yang ditempuh akan sama sekali berlawanan dengan jalan kesadaran Buddha. Demikian besar bahayanya bila meneruskan dengan membabi buta. Contoh kesalahan besar dalam mengambil cara Kanjin dapat kita lihat 30

Samantabadra | September 2017

pada Sekte Zen yang terikat pada pandangan sendiri dan terjatuh ke dalam egoisme dengan mengatakan, “Kalimat sutra hanya bagaikan jari yang menunjuk bulan�. Dan juga, Esyinsozu yang mengucapkan kalimat inipun, pada suatu saat melakukan kesalahan yang besar dengan menganggap tinggi dan memuji Buddha Amitabha. Kekurangan Kyoso yang dangkal membuat tidak dapat mencapai kesadaran Buddha; sedang Kanjin yang mendalam, karena pandangannya sempit, dapat terjerumus ke dalam jalan yang salah. Dengan demikian, pelaksanaan pertapaan Hukum Buddha yang tepat adalah melengkapi keduanya, baik Kyoso maupun Kanjin. Janganlah sampai ada kesalahan dalam hal ini. Di samping melaksanakan Hukum Buddha yang mendalam, juga harus diperoleh dan dirasakan teori hakikat Hukum Buddha tersebut. Demikian pula dalam Hukum agama Buddha Niciren Daisyonin. Dari segi Kyoso, hendaknya mempelajari ajaran dengan penghayatan sebenarnya, dan dari segi Kanjin haruslah melaksanakan dengan tujuan memperoleh kesadaran; keduanya adalah roda kesadaran dan kedua sayap burung yang saling membantu, sehingga dapat diperoleh inti pokok Hukum Buddha.

3

Yang dikatakan sebagai tiga hal terpenting yang terdapat dalam Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra adalah hal ini. Keterangan : Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata yang dikatakan di sini berarti Ajaran Pokok Tunggal yang tersirat di dasar kalimat. Oleh karena itu, kalimat selanjutnya berbunyi “Pertapaannya hanya dengan ketujuh huruf Na-m-myo-ho-renge-kyo saja�. Seandainya kutipan kalimat tersebut diartikan sebagai Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata yang tersurat, maka kaitan dengan kalimat selanjutnya menjadi sangat tidak jelas. Sesungguhnya, keseluruhan Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra merupakan pengantar, catatan, dan ramalan untuk


Nammyohorengekyo dari Sandaihiho. Hukum agama Buddha agung yang tersebarluas pada masa Akhir Dharma. Dalam Ajaran Bayangan, Sariputra bersama para murid Sravaka lainnya, orang jahat seperti Devadatta, kaum wanita yang diwakili oleh Putri Naga, dan lain-lain serta orang-orang yang berjodoh dengan Buddha Sakyamuni, semuanya berangsur-angsur mencapai kesadaran Buddha. Sebaliknya di dalam Ajaran Pokok tidak seorang pun umat di masa kehidupan Buddha Sakyamuni yang mencapai kesadaran dengan mendengar pembabaran Ajaran Pokok. Dalam hal ini, Hukum Ajaran Pokok yang dibabarkan Buddha Sakyamuni tidak diperuntukkan kepada umat semasa hidup Beliau, dan juga bukan hanya untuk Hukum Agama Buddha yang dibabarkan seumur hidup Buddha Sakyamuni, melainkan untuk sesudah kemoksyaan Sang Buddha. Terutama untuk masa Akhir Dharma saat kekuatan Hukum agama Buddha tersebut tidak berlaku dan di masa ini Hukum agung timbul. Dari sini dapatlah diketahui bahwa sutra-sutra ini merupakan bahan persiapan untuk Hukum Agama Buddha agung yang baru, terutama Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata yang merupakan dasar yang terpenting dari keempat belas Bab Ajaran Pokok. Terlebih lagi, justru Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata-lah yang ingin dilukiskan dan diwujudkan mendekati inti hakikat terdalam dari badan hukum untuk ditimbulkan di masa Akhir Dharma. Dengan demikian “Tiga hal terpenting yang terdapat dalam Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata Ajaran Pokok” tidak lain adalah Ajaran Pokok Tunggal yang tersirat di dasar kalimat, nama lain dari Sandaihiho.

4

Nammyohorengekyo adalah guru teladan para Buddha ketiga masa, guru pembimbing Bodhisattva sepuluh penjuru, pedoman pencapaian kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia; karena itu sangatlah mendalam.

GM

Keterangan : Bagian ini memaklumkan bahwa

Nammyohorengekyo adalah bibit pokok inti hakikat pencapaian kesadaran Buddha, dan sumber pokok seluruh Hukum Buddha. Yang dikatakan “Guru teladan para Buddha ketiga masa” berarti Nammyohorengekyo menjadi pola teladan bagi seluruh Buddha di masa lampau, sekarang dan akan datang. Kalau ini disimpulkan berdasarkan waktu, maka mencakupi masa lampau yang tak berawal hingga masa mendatang yang tak berakhir secara keseluruhan, dan dikatakan sebagai Dunia Buddha dari Akibat Pokok. Karena itu, dilahirkan pada zaman apapun atau berjumpa dengan Buddha yang bagaimanapun, hendaknya diketahui bahwa Hukum inti hakikat pencapaian kesadaran Buddha tidak lain hanya Nammyohorengekyo saja. Yang dikatakan “guru pembimbing Bodhisattva sepuluh penjuru” berarti guru pembimbing pelaksanaan pertapaan para Bodhisattva dalam seluruh kawasan negara, dari Timur, Selatan, Barat, Utara, atas, bawah, dan lainnya, tidak lain hanya Nammyohorengekyo. Kalau ini disimpulkan berdasarkan ruang, maka mencakupi seluruh alam semesta raya. Bodhisattva berarti orang yang melaksanakan pertapaan dengan tujuan mencapai kesadaran Buddha. Yang dapat membimbing pelaksanaan pertapaan itu dengan tepat hanyalah Nammyohorengekyo. Yang dikatakan “Pedoman pencapaian kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia” berarti bagi seluruh umat manusia dari Sepuluh Dunia (khususnya di sini dimaksudkan sebagai kedelapan dunia, dari Dunia Neraka sampai dengan Dunia Pratyekabuddha), pedoman dalam membimbing dan mengajarkan kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia secara merata hanyalah satu Hukum Tunggal, Nammyohorengekyo. Dalam keadaan suasana jiwa yang bagaimanapun, seluruh umat manusia dapat diselamatkan dan mencapai kesadaran Buddha secara adil dan merata hanya dengan Hukum agama Buddha yang agung ini. Dengan demikian, yang dapat memberi kesadaran Buddha dengan mencakup seluruh waktu, ruang, serta mempersatukan September 2017 | Samantabadra

31


seluruh suasana jiwa umat manusia hanyalah Saddharma. Jadi, diterangkan Hukum Tunggal untuk memperoleh kebahagiaan yang mutlak. Kata “ketiga masa” dan “sepuluh penjuru” menunjukkan waktu dan ruang, berarti mencakupi seluruh dunia fisik. Namun demikian, walau berada di dalam ruang dan waktu yang sama, dunia yang ditempati umat manusia masing-masing sama sekali berlainan karena tergantung pada suasana jiwa masing-masing. Di sini, dengan satu kalimat “seluruh umat manusia” walau berada dalam suasana jiwa yang berbeda, semua tercakup tanpa perbedaan. Dengan kutipan yang pendek dan sederhana ini diterangkan bahwa Nammyohorengekyo adalah Hukum yang menyelamatkan dari inti hakikat, pembabarannya jelas dan mudah dimengerti, terlebih lagi mencakupi secara keseluruhan tanpa kekurangan sedikit pun. Dan juga, dari perkataan yang digunakan dengan membagi “guru teladan”, “guru pembimbing” dan “pedoman” dapatlah dirasakan perhatian Niciren Daisyonin yang sangat mendalam. Bagi umat manusia yang tidak mengetahui Hukum Buddha diperlukan pedoman dan bimbingan cara pelaksanaan dan arah yang harus dituju. Sedangkan bagi para Bodhisattva yang maju berjuang dalam pertapaan menuntut Hukum Buddha sekarang ini, diperlukan guru pembimbing yang membimbing arah kemajuan itu dengan tepat. Selanjutnya, bagi para Buddha yang sebelumnya telah mencapai akibat kesadaran Buddha, harus menjadi guru teladan yang memberikan contoh teladan sebagai Buddha Saddharma. Kalau kutipan di atas disimpulkan dalam pelaksanaan kita sehari-hari, maka yang dikatakan “Pedoman pencapaian kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia”, berarti ketika kita menghadapi penderitaan dan kesulitan, sesungguhnya kita berupaya menyelesaikan permasalahan dari akar pokoknya dengan giat berdoa menyebut Daimoku dengan sungguh-sungguh kepada Gohonzon. “Guru pembimbing Bodhisattva sepuluh penjuru” berarti dalam mencapai tujuan penyebarluasan Hukum dan gerakan demi menyelamatkan 32

Samantabadra | September 2017

umat manusia, dalam kondisi apapun harus menjadikan Gohonzon sebagai akar pokok guru pembimbing. “Guru teladan para Buddha ketiga masa” berarti menjadikan Gohonzon sebagai guru teladan. Ketika Kyoci Myogo dengan suasana sejati, jiwa kita dapat menetap pada Dunia Buddha, dapat mencapai Badan Buddha. Terlebih lagi, haruslah diketahui bahwa berada dalam zaman, tempat, serta suasana jiwa yang bagaimana pun, hal di atas merupakan teori kebenaran yang kokoh tak berubah untuk selama-lamanya.

5

Prajna para Buddha amatlah mendalam dan tak terhingga (syo buce cie jinjin muryo)

GM

Keterangan : Kebanyakan Sutra-sutra Ajaran Sementara memamerkan rupa Buddha yang penuh dengan kurnia kebajikan, sebaliknya Ajaran Bayangan Saddharmapundarika-sutra amat menghargai prajna Buddha. Di sini terdapat perbedaan antara Buddha Sebenarnya dengan Buddha Sementara. Buddha Sebenarnya menjunjung tinggi prajna, sebaliknya Buddha Sementara membangkitkan hasrat dan penghargaan umat melalui keagungan 32 wajah dan 80 macam kebaikan yang dihiashias. Buddha yang diwujudkan dalam Ajaran Sementara seperti ini. Misalnya Buddha Amitabha yang berdiam di Dunia Surgawi yang terletak di kawasan sejauh 10 milyar di sebelah barat. Dengan demikian Buddha ini berdiam di tempat lain. Dunia saha merupakan tanah yang kotor, dunia yang penuh dengan penderitaan yang sukar diatasi, sehingga Buddha seperti di atas sukar timbul di dunia saha ini. Dalam keadaan dunia seperti itu, umat manusia pun tidak dapat diselamatkan sehingga mereka menjunjung Buddha yang ada di negeri lain, mengharap pertolongannya agar di masa akan datang dapat terlahir di tanah suci itu. Sang Buddha pun tidak memerlukan prajna, karena dalam menghadapi penderitaan dan kesulitan besar dunia ini Beliau tidak sungguh-sungguh merombak kenyataan serta tidak bermaksud


menyelamatkan umat manusia. Tetapi Saddharmapundarika-sutra bertujuan dan memberi harapan bagi keselamatan umat dalam dunia saha ini. Dengan demikian, dari kesulitan dan penderitaan yang menguasainya secara nyata dapat diketahui sebab-sebab kekeruhan jiwa dan diketahui pula cara untuk mengatasinya. Sudah barang tentu dalam Saddharmapundarika-sutra syarat utama yang diperlukan sebagai seorang Buddha adalah prajna. Tujuan pokok kalimat Bab Upaya Kausalya “Prajna para Buddha”, tidak terdapat pada kalimat “Para Buddha” tetapi pada kata “Prajna”. Apakah yang dimaksud dengan prajna para Buddha, Hukum inti kesadaran hakikat kesadaran Buddha, dan guru teladan para Buddha? Penjelasan mengenai hal ini merupakan tujuan yang terpenting. Prajna ini adalah prajna yang membuat para Buddha dapat mencapai kesadaran Buddha, jadi merupakan sumber pokok yang menunjang gerakan para Buddha dapat menjadi Buddha. Bagaimanapun, ini tidak lain daripada guru teladan para Buddha dari ketiga masa. Karena itu Mahaguru Tien-tai menerangkan kalimat ini dalam Hokke Mongu, “Prajna sesungguhnya para Buddha adalah vertikal, tegak sampai ke dasar teori agama Buddha dan bisa diterangkan sesuai hal ini, karena itu dikatakan sangat mendalam (jinjin). Secara horisontal, mencakup seluruh dunia Hukum tanpa kekurangan satu pun, karena itu dikatakan tak terhingga (muryo). Teori Buddha (nyori) adalah teori sebenarnya inti hakikat jiwa. Dalam Catatan Ajaran Lisan bagian paruh awal mengenai satu hal terpenting dalam Bab Munculnya Bodhisattva dari Bumi diterangkan sebagai berikut, “Keempat Bodhisattva tersebut tinggal di arah bawah”, maka Mahaguru Tien-tai mengatakan dalam Kitab Syaku, “Hossyo no entei, gensyu no gokuci” (dasar yang mendalam dari sifat dharma, sumber inti hakikat pokok ajaran). Arah bawah kalimat dari kalimat ‘tinggal di arah bawah’ berarti teori yang sesungguhnya. Dalam Fusyo Ki dikatakan, “Di jurusan bawah yang disebut syoko merupakan tempat menetap teori, dan lain-lain.

Jadi muncul ini nyata dari tempat menetap teori ini” (halaman 751). Teori Buddha (nyori) yang dikatakan di sini sama maknanya dengan teori sebenarnya, tidak lain dari Nammyohorengekyo, badan pokok jiwa. Prajna Buddha berarti badan seluruh ribuan Hukum Buddha terdapat dalam teori Buddha, sehingga dikatakan sangat dalam (jinjin). Yang dimaksud dengan “horisontal mencakup seluruh Dunia Hukum tanpa kekurangan satu pun”, berarti prajna yang menguasai keadaan seluruh alam semesta dan seluruh suasana jiwa. Dapat dikatakan ini adalah suasana jiwa yang dapat merasakan “alam semesta adalah saya, saya adalah alam semesta”. Ini juga berarti bahwa Nammyohorengekyo itu sendiri adalah alam semesta. Karena Saddharma ini mencakup keseluruhannya dan seluruhnya ini menjadi prajna, maka menjadi tidak terhingga (muryo). Bagi Buddha dari masa kapan pun dan dari dunia mana pun, Saddharma yang membuat seluruh Buddha dapat membuka kesadarannya adalah menyadari Nammyohorengekyo. Bila tidak mengetahui hal ini, walau telah mencapai tingkat tokaku, tidak akan mungkin menjadi Buddha tingkat myokaku. Walau sutra-sutra Sementara mengatakan satu kata “Buddha”, tetapi Hukum Buddha yang dipertahankan masing-masing berbeda dan membabarkan prajna yang berbeda-beda pula. Mengenai hal ini, kalimat Bab Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra menerangkan adanya prajna yang berlaku bagi seluruh Buddha dan merupakan titik tolak syarat untuk menjadi Buddha. Dalam Bab Upaya Kausalya isi prajna diterangkan sebagai Wujud Sebenarnya dari Segala Gejala (Syoho Jisso). Setelah Wujud Sebenarnya dari Segala Gejala (Syoho Jisso) ini dicari dan dilaksanakan, akhirnya Niciren Daisyonin menyimpulkannya sebagai Nammyohorengekyo, badan pokok yang kekal. Di dalam Kitab Syaku dikatakan, “Teori mendalam ‘Wujud Sebenarnya’ adalah Myohorengekyo yang telah ada sejak asal mula”. Ini memang perkataan Mahaguru Tien-tai, tetapi September 2017 | Samantabadra

33


dalam kalimat Syoho Jisso Bab Upaya Kausalya dikatakan bahwa Wujud Sebenarnya adalah badan pokok Myohorengekyo yang telah ada sejak asal mula dari Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata Ajaran Pokok. Badan Myohorengekyo yang telah ada sejak asal mula tersirat di dasar kalimat sebagai Nammyohorengekyo, sehingga prajna para Buddha adalah Badan Hukum Syoho Jisso; dan dengan tegas ditandaskan inilah Nammyohorengekyo.

Buddha Sakyamuni yang dibabarkan dalam Ajaran Bayangan semuanya adalah benar. Ini dikatakan sebagai “Menara Pusaka sebelum pembuktian (Syozen no hoto)”. Dengan demikian, kedudukan Tathagata Prabhutaratna bersifat obyektif yakni bermakna sebagai bukti obyektif terhadap pembabaran Buddha Sakyamuni. Di lain pihak, dalam Surat Syoho Jisso, seperti yang diterangkan terdahulu Syoho berarti rupa badan pokok ribuan hukum, yakni rupa nyata dalam segi obyektif. Oleh karena itu, kedudukan Tathagata Prabhutaratna dapat disesuaikan dengan Syoho. Wujud Sebenarnya dari Segenap Gejala Buddha Sakyamuni membabarkan Badan diwariskan sebagai kedua Buddha; Pokok Prajna-Nya dan ini menerangkan teori Buddha Sakyamuni dan Tathagata hakikat yang sebenarnya untuk mewujudkan Prabhutaratna. Myohorengekyo. Karena itu, Buddha Sakyamuni berkedudukan sebagai Jisso dari Syoho Keterangan: Jisso. Berdasarkan hal-hal di atas, Tathagata Dalam Ajaran Bayangan dibabarkan teori Prabhutaratna adalah suasana, yakni bersifat Wujud Sebenarnya dari Segala Gejala, sedang obyektif dan Buddha Sakyamuni sebagai prajna di dalam Ajaran Pokok “Wujud Sebenarnya” yang bersifat subyektif dapat dimengerti ditentukan sebagai kedua Buddha; Buddha dengan jelas. Selesai pembuktian Tathagata Sakyamuni dan Tathagata Prabhutaratna. Dengan Prabhutaratna, pintu menara pusaka dibuka. demikian, dalam Ajaran Bayangan dibabarkan Upacara kedua Buddha (Sakyamuni dan teori dan sebaliknya dalam Ajaran Pokok Prabhutaratna) yang duduk berdampingan diwujudkan yang sebenarnya. menandakan mulai memasuki pembabaran Kalimat selanjutnya dalam isi surat Ajaran Pokok. Ini disebut sebagai “Menara yang berbunyi, “Tathagata Prabhutaratna Pusaka yang telah bangkit (Kigo no hoto)”. sebagai Segenap Gejala (Syoho), Buddha Dua Buddha yang duduk berdampingan Sakyamuni sebagai Wujud Sebenarnya (Jisso),” berarti Kemanunggalan Mutlak antara Prajna menyimpulkan Hukum Syoho Jisso. Syoho dan Suasana (Kyoci Myogo). Setelah Kyoci diterangkan sebagai berikut, “Syoho berarti mulai Myogo, dalam badan hukum terdapat makna dari Dunia Neraka yang paling rendah hingga akar pokok Nammyohorengekyo yang tersirat Dunia Buddha yang paling tinggi, keseluruhannya di dasar kalimat secara rahasia. Dua Buddha tak tertinggal satu Hukum pun merupakan badan yang duduk berdampingan (Buddha Sakyamuni pokok subyek dan lingkungan (Esyo)”(Gosyo Hal. dan Tathagata Prabhutaratna) melambangkan 1358). Dan juga dikatakan, “Rupa dunia Hukum” pembabaran Ajaran Pokok Saddharmapundarikaserta “Rupa badan pokok ribuan Dunia Hukum” sutra yang diserahterimakan kepada Bodhisattva (Gosyo Hal. 1359). Sedangkan Jisso diterangkan Maitreya sebagai umat penerima. Karena itu, sebagai “Yang dimaksud Wujud Sebenarnya kalimat “juga kedua hukum; Suasana (kyo) dan (Jisso) adalah nama lain dari Myohorengekyo” Prajna (ci). Tathagata Prabhutaratna adalah (Gosyo Hal. 1359). suasana (kyo), Buddha Sakyamuni adalah Prajna Kalau dilihat dari kalimat sutra, jelas terlihat (ci). Suasana dan Prajna adalah dua, tetapi perlunya kemunculan Tathagata Prabhutaratna. merupakan kesatuan yang tidak terpisah (Funi).” Pertama, dipandang dari sudut Ajaran Bayangan, Ini sebenarnya merupakan kesadaran dalam munculnya Tathagata Prabhutaratna adalah diri Sang Buddha, dapat dikaji bermakna sama untuk membuktikan bahwa seluruh perkataan dengan kalimat “Guru pembimbing Bodhisattva sepuluh penjuru”.

6

34

Samantabadra | September 2017

GM


7

Dikatakan sebagai Hawa Nafsu adalah Kesadaran dan Hidup Mati adalah Nirvana.

nafsu Sembilan Dunia menjadi kesadaran Dunia Buddha, suasana hidup mati Sembilan Dunia menjadi suasana Nirvana Dunia Buddha. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai teori Keterangan: dasar Kemanunggalan antara Suasana dengan Hawa nafsu adalah Kesadaran berarti hawa Prajna. Dengan adanya unsur pelaksanaan nafsu yang terkandung dalam jiwa manusia (yang berarti adanya jodoh suasana sejati Sembilan Dunia yang menimbulkan kesulitan itu Saddharma) membuat Saddharma yang telah melalui jodoh Saddharma dapat diubah menjadi ada di dalam diri sendiri menjadi Kyoci Myogo, kesadaran. Kesadaran (Bodai) berarti prajna sehingga membuka dan menggerakkan serta kesadaran sejati dari Buddha. Hidup Mati adalah mewujudnyatakan Badan Pokok diri sendiri Nirvana berarti penderitaan jiwa Sembilan Dunia, menjadi Badan Pokok Saddharma. Dengan yaitu empat penderitaan; lahir, tua, sakit dan demikian, badan Sembilan Dunia dari asal mula mati, dengan berdasarkan kekuatan Saddharma dengan membuka dan merasakan Saddharma menjadi tidak lahir dan tidak musnah. Sifat yang terkandung di dalamnya menjadi Hawa Hukum ini dapat terbukti dan dialami segera Nafsu adalah Kesadaran Hidup Mati adalah setelah merombak suasana jiwa menjadi Nirvana. kesadaran. Di dalam Gosyo dikatakan, “Ketika wanita dan Sebenarnya semenjak dahulu Ajaran pria menyatu”, kalimat itu tidak lain mengacu Sementara mengajarkan bahwa api kepada kehidupan suami istri. Ini berarti, hawa prajna kesadaran baru didapatkan setelah nafsu dan hidup mati dari rupa asal mula Triloka memadamkan api hawa nafsu dan samudera luas dan Enam Dunia. Di sini dijelaskan bahwa hanya Nirvana baru dapat dimasuki setelah terhindar dengan menyebut Nammyohorengekyo dapat dari lautan luas hidup dan mati. Tetapi teori merombak hawa nafsu menjadi kesadaran dan filsafat Saddharmapundarika-sutra menerangkan membuka penderitaan hidup mati menjadi bahwa kesadaran itu justru didapatkan dengan nirvana. Selanjutnya dikutip kalimat Sutra adanya hawa nafsu. Juga dijelaskan bahwa Samantabadra, Maka Syikan, Bab Upaya Nirvana pun didapatkan dengan mengubah hidup Kausalya, dan Bab Panjangnya Usia Sang mati menjadi Nirvana. Tathagata sebagai bukti dari teori mendasar bagi Tetapi yang menjadi permasalahan di seluruh umat manusia bahwa hawa nafsu adalah sini adalah mengapa teori Hukum Wujud kesadaran dan hidup mati adalah nirvana. Sebenarnya dari Segala Gejala (Syoho Jisso), dan Dengan demikian, melalui Saddharma Kemanunggalan Mutlak antara Suasana dengan yang sesungguhnya, Hukum Buddha Agung Prajna (Kyoci Myogo) menjadi Hawa Nafsu adalah Nammyohorengekyo ini, umat manusia Sembilan Kesadaran (Bonno Soku Bodai) dan Hidup Mati Dunia sama sekali tidak perlu mengingkari adalah Nirvana (Syoji Soku Nehan). Selanjutnya atau membengkokkan gerakan jiwa manusia hal ini akan dijelaskan. yang telah ada secara hakiki. Dengan keadaan Seperti telah diterangkan terdahulu, dalam sewajarnya melaksanakan dalam perilaku sehariSurat Syoho Jisso diterangkan bahwa mulai dari hari dan dengan ini dapat membuka jiwa dan Dunia Neraka yang paling rendah hingga Dunia menyadarinya. Jadi hal ini adalah penerapan dari Buddha yang paling tinggi, keseluruhannya “Pedoman pencapaian kesadaran Buddha bagi tanpa tertinggal satu Hukum pun merupakan seluruh umat manusia” yang telah diterangkan Badan Pokok Subyek dan Lingkungan Sepuluh terdahulu. Dunia. (Gosyo Hal. 1358). Demikianlah rupa Badan pokok hidup mati adalah tidak Myohorengekyo yang sesungguhnya. Kalimat lahir dan tidak musnah. ini mewujudkan teori Hukum Sembilan Dunia adalah Dunia Buddha. Dengan demikian, hawa

Anak Cabang

8

Anak Cabang

September 2017 | Samantabadra

35


Keterangan : Walau dikatakan “hidup mati adalah Nirvana” tidak berarti menghilangkan keempat penderitaan; lahir, tua, sakit dan mati. Sekalipun Sang Buddha telah mengetahui dan menyadari jiwa kekal abadi, perwujudan nyata lahir, tua, sakit dan mati merupakan suatu kewajaran alamiah. Tetapi ini bukan berarti bahwa Buddha adalah manusia yang sesat dari Sembilan Dunia, Tiga Dunia dan Enam Jalan. Perubahan hidup mati jiwa merupakan perubahan yang hakiki. Badan pokok jiwa yang mengulangi hidup mati bukan timbul lahir dan bukan akan musnah. Badan pokok jiwa ini tetap ada, tidak berubah, dan kekal. Yang menyadari dan mengetahui bahwa badan pokok ini tidak lahir dan tidak musnah adalah Buddha. Umat manusia Sembilan Dunia hanya melihat rupa kenyataan dalam perwujudan lahir dan mati. Ini diperumpamakan seperti membuka mata, sehingga dapat melihat segala sesuatu di depan mata secara jelas. Yang dengan sungguh-sungguh melihat sehingga mengetahui sampai di mana perjalanan sekarang ini dan perjalanan seterusnya adalah suasana jiwa Buddha. Sebaliknya keadaan manusia yang sesat menutup matanya. Untuk maju satu langkah pun tak tahu apa yang akan terjadi, oleh karena itu sering ragu-ragu dan cemas kapan akan terjatuh ke jurang atau kapan akan terbentur tembok. Atau dapat dikatakan juga sebagai hidup dengan mengetahui hari esok dan tidak mengetahuinya. Mungkin dapat dikatakan amatlah tipis perbedaan antara menyadari dan tidak menyadari bahwa badan pokok hidup mati tidak lahir dan tidak musnah, tetapi keadaan jiwa orang yang hidup penuh dengan keyakinan, prajna, dan harapan berbeda seperti langit dan bumi atau awan dengan lumpur.

9

Di masa lampau Saya telah menaruh Saddharmapundarika-sutra yang sedemikian agung di bawah telapak kaki atau meremehkannya, mencemooh dan menolaknya, atau tidak mempercayai Sutra tersebut.

Anak Cabang

36

Samantabadra | September 2017

Keterangan : Kalimat ini menjelaskan bahwa bermacammacam penganiyaan besar yang menimpa Niciren Daisyonin dalam menyebarluaskan Hukum Nammyohorengekyo pada kehidupan sekarang, disebabkan karena pada masa lampau memfitnah Hukum Saddharma yang amat unggul, dan sebagai akibat imbalan meremehkan dan merendahkan orang yang mempertahankan Saddharma. Sesungguhnya Niciren Daisyonin adalah Buddha Pokok masa Akhir Dharma, Kuon Ganjo Jijuyusyin Nyorai, tetapi mengapa Beliau sendiri mengatakan, “Pada masa lampau?” Tentu saja hal ini menunjukkan pendirian Wujud Manusia Biasa (jido bonpu). Bila menghadapi umat manusia masa Akhir Dharma yang penuh kobaran ketiga racun dengan penampilan seperti Buddha Sakyamuni yang demikian agung dengan 32 wajah dan 80 macam kebaikan serta berbeda dengan manusia biasa, tentu tidak bisa membimbing umat manusia. Tetapi bila diri sendiri berwujud sama dengan manusia biasa dan bergerak langsung dalam rakyat dengan kedudukan tanpa perbedaan untuk membabarkan hukum, baru akan membuka mata umat manusia. Kalau Buddha berbeda dengan manusia biasa (memiliki rupa dan sikap yang istimewa), manusia pasti berpikir, “Manusia berbeda dengan Buddha. Mana mungkin kita manusia biasa dapat menjadi Buddha?!” Bimbingan Sang Buddha bukan bertujuan mengajarkan bahwa keadaan Buddha istimewa agar didambakan, dihargai, dan ditakuti oleh umat manusia sehingga mereka berkeinginan mengikuti Beliau. Tujuan atau pokok yang terpenting adalah sebagaimana yang tertera dalam Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata, “Bagaimana agar seluruh umat manusia dapat mencapai jalan terunggul dan segera dapat mencapai Buddhakaya (i ga ryo syujo, toku nyu mujo do soku joju busyin)”. Dengan demikian umat manusia harus membangkitkan perasaan hati, “Kita juga dapat menjadi Buddha”. Untuk itu Sang Buddha mewujudkan bentuk rupa-Nya sebagai manusia biasa.


Satu hal penting lagi yang ditunjukkan kalimat ini adalah tentang ketegasan teori sebab akibat Hukum Buddha. Ajaran Sementara, seperti Sutra Hridayabhumidhyana mengatakan, “Bila ingin mengetahui sebab masa lampau, lihatlah akibat di masa sekarang ini.” Dengan demikian, diterangkan bahwa bermacam-macam pederitaan yang diterima pada masa sekarang semua disebabkan karma buruk masing-masing di masa lampau. Kemiskinan pada masa sekarang pada dasarnya merupakan imbalan karena mencuri di masa lampau. Sebaliknya, di sini Niciren Daisyonin menerangkan bahwa semua yang diterima-Nya merupakan imbalan karma buruk masa lampau, karena memfitnah Hukum Saddharmapundarikasutra dan lainnya. Ini berarti, penganiayaan yang dihadapi Niciren Daisyonin pada masa sekarang timbul karena Beliau menerima dan mempertahankan serta menyebarkan Saddharma. Oleh karena itu, dapat disamakan dengan kalimat, “Sedikitpun tidak ada kesalahan dalam masyarakat”. Penganiayaan yang dihadapi sekarang terjadi karena Saddharmapundarikasutra, berarti adanya karma buruk pemfitnahan Dharma menentang orang yang melaksanakan Saddharmapundarika-sutra atau Saddharmapundarika-sutra itu sendiri. Karena itu, pendirian Niciren Daisyonin yang membahas sikap masa sekarang berdasarkan masa lampau, sesuai dengan teori mendasar “Kalau ingin mengetahui sebab masa lampau, lihatlah akibat masa sekarang ini”. Tetapi kalau kalimat ini diterangkan dari pendirian umat dan penguasa yang menentang Niciren Daisyonin, hal ini langsung mengandung pengertian sebagai peringatan tentang kejamnya masa akan datang. Inilah arti “Bila ingin mengetahui akibat masa akan datang, lihatlah sebab masa sekarang ini”. Orang-orang yang merendahkan dan mengentengkan Niciren Daisyonin, membenci serta berbuat jahat, pasti akan datang tak dapat mengelakkan bermacam-macam penderitaan dan kesulitan. Harap jangan dilupakan bahwa kalimat ini mengandung makna peringatan yang berlaku bagi seluruh umat manusia.

10

Mengutus empat golongan umat, yaitu bhikku, bhikkuni, upasaka, dan upasika.

Keterangan : Syijo Kingo sering mengkhawatirkan keadaan Niciren Daisyonin, sehingga ia mengantarkan sendiri bermacam-macam sumbangan ke Pulau Sado yang jauh atau mengirim utusannya. Pada waktu itu, ketika Niciren Daisyonin sudah tidak ada di Kamakura, para murid utama-Nya ada yang diusir dari tempat tinggal atau dipenjarakan. Syijo Kingo merupakan orang yang terpenting di antara para penganut yang tinggal di Kamakura, sehingga tentu saja dia menerangkan Hukum Buddha ini kepada orang banyak. Karena itu, kalimat-kalimat yang ditunjukkan dalam Bab Dharma Duta tepat sama dengan yang dilakukan Syijo Kingo. Maka yang dimaksud dengan “upasaka” dalam kutipan kalimat tersebut tentu tak lain daripada Syijo Kingo. Kata “Dharma Duta” tentu tak lain berarti Niciren Daisyonin, guru Hukum Agung Nammyohorengekyo dan Buddha Kemanunggalan Mutlak antara Manusia dan Hukum, hubungan antara Niciren Daisyonin dengan Syijo Kingo bukan karena kebetulan atau baru terjalin pada masa sekarang saja. Hal ini dibabarkan dengan jelas dan tegas dalam Bab Dharma Duta Saddharmapundarika-sutra. Sebab jodoh hubungan ini amatlah mendalam, bahkan telah memiliki jodoh semenjak masa lampau yang tak berawal (kuon). Demikianlah makna yang terkandung dalam kalimat Gosyo ini. Kesadaran diri sebagai upasaka tentu tidak terbatas pada Syijo Kingo seorang diri, tetapi harus pula menjadi kesadaran diri para penganut Saddharma yang mencakupi masa Akhir Dharma hingga puluhan ribu tahun yang kekal abadi. Hendaknya kita mengukir kalimat Sutra ini dalam dada sebagai syarat utama penganut yang baik. “Menyumbang Dharma Duta” berarti benar-benar menjaga vihara-vihara, tempat disemayamkannya Gohonzon. Ini tidak berarti hanya menjaga dalam arti materi atau ekonomi, tetapi menjaga secara keseluruhan agar terlindungi selama-lamanya. Dalam kehidupan September 2017 | Samantabadra

37


masing-masing, ini dapat diartikan sebagai sembahyang dan sumbangan kepada Gohonzon sehari-hari. Kalimat “Saya akan membimbing seluruh umat manusia dan mengumpulkan mereka untuk mendengarkan Hukum ini”, berarti sebagai pemimpin di antara rakyat biasa hendaknya sering menolong dan mendorong, serta terlebih lagi memperdengarkan Saddharma hingga dapat mengikat jodoh dengannya.

11

Telah memiliki persyaratan yang sesuai sebagai “Utusan Sang Tathagata” yang dibabarkan dalam kalimat sutra, maka gerakannya akan melaksanakan pekerjaan Buddha. Keterangan : Dalam Saddharmapundarika-sutra Bab X Dharma Duta tertera, “Setelah kemoksyaanKu nanti, barang siapa yang membabarkan Saddharmapundarika-sutra untuk orang lain, walau hanya satu kata, haruslah diketahui bahwa orang tersebut adalah Utusan Sang Buddha. Sebagai Utusan Buddha, ia melaksanakan pekerjaan Buddha”. Yang dimaksud dengan “hanya satu kata” Saddharmapundarikasutra tidak lain berarti ketujuh huruf Nammyohorengekyo–Saddharmapundarikasutra. Umumnya kalau dikatakan dari fungsi luar, Niciren Daisyonin sebagai Bodhisattva Visishtacaritra mendapat tugas dari Buddha Sakyamuni dan membabarkan Hukum Nammyohorengekyo di masa Akhir Dharma. Kedudukan sebagai Bodhisattva Visishtacaritra merupakan utusan Sang Buddha, melaksanakan pekerjaan Buddha. Utusan Sang Buddha dan melaksanakan pekerjaan Buddha berarti menggantikan orang yang menugaskan, sehingga mempunyai hak yang sama dengan orang yang mengutus. Seperti misalnya duta besar suatu negara atau wakil duta besar atau utusan khusus yang mewakili rakyat dan pemerintah negara tersebut dalam mengadakan perundingan, memberi penerangan dan menandatangani perjanjian-perjanjian. Dengan demikian “Utusan Buddha yang melaksanakan pekerjaan Buddha”, mempunyai 38

Samantabadra | September 2017

maksud yang sama. Menjadi Utusan Buddha berarti melaksanakan pekerjaan Buddha. Dalam kalimat ini Niciren Daisyonin sebagai utusan Buddha melaksanakan pekerjaan Buddha. Dari segi luar, umumnya “Utusan Buddha” menunjukkan Bodhisattva Visishtacaritra, sedang cara khusus ini harus dibaca sebagai kesadaran Buddha Masa Akhir Dharma, yaitu perasaan diri sendiri sebagai Buddha ingin menyelamatkan seluruh umat pada masa Akhir Dharma.

12

Bukankah ini bermakna penyebarluasan Saddharmapundarika-sutra?

Keterangan : Dalam Hukum Buddha yang terpenting adalah bagaimana agar Hukum ini dapat tersebarluas di antara umat manusia, dan juga dengan bagaimanakah agar hukum Buddha ini dapat lestari hingga masa mendatang. Katakata dan syair-syair Buddha Sakyamuni dalam Saddharmapundarika-sutra bahkan seluruh Sutra yang dibabarkan seumur hidup Buddha Sakyamuni dapat dikatakan ditujukan untuk penyebaran selanjutnya setelah kemoksyaan Sang Buddha. Oleh karena itu, ketika ditanyakan siapakah yang akan menyebarluaskan Hukum setelah kemoksyaan Beliau, Buddha Sakyamuni menolak para Bodhisattva Syakke, seperti Maitreya, Manjusri dan lainnya dan sebaliknya menugaskan penyebarluasan Hukum kepada Bodhisattva Honge yang muncul dari bumi. Niciren Daisyonin sendiri tetap membabarkan Saddharma di tengah rakyat walau mendapat tantangan yang amat kejam dari penguasa pada waktu itu. Melalui berbagai tulisan-Nya Beliau mewariskan teori sesungguhnya untuk umat di masa mendatang. Terlebih lagi Beliau telah mencurahkan seluruh jiwa raga demi mendidik murid-murid Beliau. Seperti yang tersurat di dalam kutipan surat ini, “Anda juga mengikuti Niciren sebagai Pelaksana Saddharmapundarikasutra dengan memberitahukan dan menjelaskan Hukum ini kepada orang lain”, menandaskan betapa unggul dan agung aliran Jalan penyebarluasan Hukum agama Buddha ini.


Walaupun berada di dalam zaman yang bagaimanapun, satu hal yang mutlak tidak boleh dilupakan sebagai seorang yang menerima dan mempertahankan Saddharma adalah bagaimanakah agar air Dharma yang jernih tak tercemarkan tetap ada dalam masyarakat dan tetap mengalir untuk umat di masa akan datang. Dengan demikian, hendaknya diketahui bahwa menjaga air Dharma agar mengalir dengan tepat merupakan tugas yang sangat agung dan membanggakan sebagai murid Sang Buddha, sebaliknya mencemarkan dan menghambat aliran air Dharma merupakan perbuatan dosa yang sangat berat.

13

Keluarkanlah kekuatan kepercayaan yang besar dan kuat, agar seluruh umat manusia di negeri Jepang dan ribuan orang-orang Kamakura, dari yang berkedudukan tertingggi sampai yang terendah, menyebut nama Anda sebagai “Syijo Kingo, Syijo Kingo dari Sekte Saddharmapundarika-sutra�. Keterangan : Sudah selayaknyalah bila orang yang menerima dan mempertahankan Saddharma dihargai, dipuji dan didambakan oleh orang lain, serta menjadi pemenang dalam kehidupan ini. Dan mewujudkan bukti sesungguhnya kemenangan sebagai manusia di dalam masyarakat nyata, merupakan sikap yang benar sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Hati kepercayaan Saddharmapundarika-sutra tidaklah terlepas dari bermacam-macam perilaku kehidupan sebagai manusia. Hati kepercayaan yang benar akan nyata dalam sikap sebagai manusia yang seutuhnya. Hati kepercayaan terlihat jelas dalam kehidupan, berarti akar dasar kehidupan adalah kepercayaan. Bila kelihatan hati kepercayaannya baik sekali tetapi tidak disenangi sebagai manusia, haruslah diketahui bahwa itu berarti menyimpang dari hati kepercayaannya sendiri. Sebaliknya walau seseorang berusaha hidup yang benar dan berlaku sewajarnya sebagai manusia, kalau tidak berdasarkan pada hati kepercayaan yang

benar pasti akan mengalami kegagalan. Hati kepercayaan adalah akar sumber segala apapun, sehingga merupakan inti pokok dan fondasi kepribadian manusia. Namun, walaupun hal itu tidak terlihat, haruslah diketahui bahwa usaha memperkuat hal tersebut menentukan secara keseluruhan.

14

Hendaknya mengenai hal ini pun diberitahukan juga kepada istri Anda agar Anda berdua bersatu teguh mengeluarkan kekuatan, seperti matahari dan bulan, kedua mata atau kedua sayap. Keterangan : Kalimat ini menerangkan betapa penting hati kepercayaan yang berkesinambungan dalam kehidupan bersama antara suami istri. Keluarga menempati kedudukan yang utama sebagai dasar kehidupan manusia dan landasan dalam bergerak di masyarakat. Seperti yang telah diterangkan terdahulu, pelaksanaan Hukum Buddha yang sebenarnya tidaklah terlepas dari kehidupan dan penghidupan yang nyata. Karena itu, sangatlah penting untuk merombak dan memperbaiki diri sendiri dan dari sana dapat memajukan keluarga sendiri serta akhirnya dapat merombak dan memperbaiki masyarakat serta negara. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa kalau lupa berjuang untuk memperbaiki kenyataan tidak akan ada Hukum Buddha. Dengan demikian, dalam kaitan antara sifat kemanusiaan dari sudut kenyataan dengan cita-cita, tampaknya ada kesenjangan antara kenyataan dengan cita-cita yang tinggi dan unggul mengenai kebahagiaan kekal setelah kematian atau dapat bertemu dan melihat wajah ketiga Buddha atau hakikat pusaka Dunia Buddha. Kutipan kalimat di atas mempersatukan antara cita-cita dengan kenyataan ini. Dengan perkataan lain, selama masih dibebani dan tidak dapat merombak kenyataan hidup, maka tidak akan mencapai kebahagiaan kekal setelah kematian dan suasana ideal kesadaran Buddha. Bahkan kutipan kalimat ini lebih lanjut menjelaskan bahwa bagaimanapun beratnya September 2017 | Samantabadra

39


beban dan hawa nafsu yang menjadi ikatan suami istri, sebenarnya hubungan itu bagaikan matahari dan bulan yang menerangi kegelapan setelah kematian, dua mata yang dapat melihat wajah ketiga Buddha dengan jelas dan sayap yang dapat terbang ke tanah Buddha yang suci. Hal ini tidak terbatas hanya pada permasalahan suami istri, tetapi juga mengenai bermacam-macam beban tanggung jawab di dalam masyarakat nyata atau pekerjaan atau tugas masing-masing; dapat pula dikatakan sifat keistimewaan manusia itu sendiri. Ketika sifatsifat tersebut dihidupkan demi Saddharma dan dikembangkan dengan mencipta nilai tertinggi demi kebahagiaan umat manusia dan untuk kemakmuran serta kesejahteraan negara, maka seluruh hawa nafsu akan menjadi kesadaran. Setiap jerih payah dan usaha akan menjadi sumber akar rejeki yang tak akan hancur untuk selama-lamanya. Arti yang tersirat dalam kalimat seperti matahari dan bulan. Dan selanjutnya

Catatan

40

Samantabadra | September 2017

mengajarkan sesuatu yang berkaitan dengan dunia setelah kematian, tetapi tepat juga untuk kehidupan yang nyata sekarang ini. Kalimat “Kalau matahari dan bulan terdapat secara bersamaan, tentu tidak ada kegelapan di dunia setelah kematian (meido)” berarti memiliki harapan yang tertinggi dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai keyakinan dalam melaksanakan kemajuan dengan riang. Selanjutnya kutipan, “Dengan adanya kedua mata, tidak diragukan lagi pasti dapat melihat ketiga Buddha” berarti dengan penuh kegembiraan memperlihatkan prajna yang unggul dalam kehidupan sehari-hari. Pada akhirnya kutipan “Dengan kedua sayap dapat terbang dalam sekejap ke hakikat pusaka dari Dunia Buddha” berarti seluruh suasana yang dihadapi dalam kehidupan menjadi suasana kebahagiaan yang penuh dengan karunia kebajikan. ***


September 2017 | Samantabadra

41


42

Samantabadra | September 2017


September 2017 | Samantabadra

43


Earthly Desires Are Enlightenment I deeply appreciate your visit here and your constant concern over the numerous persecutions that have befallen me. I do not regret meeting with such great persecutions as the votary of the Lotus Sutra. However many times I were to repeat the cycle of birth and death, no life could be as fortunate as this. [If not for these troubles,] I might have remained in the three or four evil paths. But now, to my great joy, I am sure to sever the cycle of the sufferings of birth and death, and attain the fruit of Buddhahood. Even for spreading the teaching of the theoretical “three thousand realms in a single moment of life” from the first half of the Lotus Sutra, T’ien-t’ai and Dengyō met with hatred and jealousy. In Japan it was transmitted from Dengyō to Gishin, Enchō, Jikaku, and others, and spread. The eighteenth chief priest of the Tendai school was the Great Teacher Jie, and he had many disciples. Among them there were four named Danna, Eshin, Soga, and Zen’yu. The teaching also was divided into two: the Administrator of Priests Danna transmitted the doctrinal studies, while the Supervisor of Priests Eshin studied the meditative practices. Thus the doctrinal studies and meditative practices are liken the sun and moon; doctrinal studies are shallow, while meditative practices are deep. Thus the teaching expounded by Danna is broad but shallow, while the teaching of Eshin is limited but deep. Though the teaching I am now propagating seems limited, it is extremely profound. That is because it goes deeper than the teaching expounded by T’ien-t’ai, Dengyō, and others. It is the three important matters1 in the “Life Span” chapter of the essential teaching. Practicing only the seven characters of Nam-myoho-renge-kyo seems limited, but since they are the master of all the Buddhas of the three existences, the teacher of all the bodhisattvas in the ten directions, and the guide that enables all living beings to attain the Buddha way, it is profound. The sutra states, “The wisdom of the Buddhas is infinitely profound and immeasurable.”2 It refers to “the Buddhas” here in the sense of all Buddhas throughout the ten directions in the three existences, from the Thus Come One Mahāvairochana of the True Word school and Amida of the Pure Land school to the Buddhas and bodhisattvas of all schools and all sutras, all Buddhas of the past, future, and present, and the present Thus Come One Shakyamuni. And the sutra speaks of the wisdom of all those Buddhas. What is meant by this “wisdom”? It is the entity of the true aspect of p.318all phenomena, and of the ten factors of life that lead all beings to Buddhahood. What then is that entity? It is Nam-myohorenge-kyo. A commentary states that the profound principle of the true aspect is the originally inherent Myoho-renge-kyo.3 We learn that that true aspect of all phenomena is also the two Buddhas Shakyamuni and Many Treasures [seated together in the treasure tower]. “All phenomena” corresponds to Many Treasures, and “the true aspect” corresponds to Shakyamuni. These are also the two elements of reality and wisdom. Many Treasures is reality; Shakyamuni is wisdom. It is the enlightenment that reality and wisdom are two, and yet they are not two. These are teachings of prime importance. These are also what is called “earthly desires are enlightenment,” and “the sufferings of birth and death are nirvana.” Chanting Nam-myoho-renge-kyo during the physical union of man and woman is indeed what is called “earthly desires are enlightenment,” and “the sufferings of birth and death are nirvana.” “The sufferings of birth and death are nirvana” exists only in realizing that the entity of life throughout its cycle of birth and death is neither born nor destroyed. The Universal Worthy Sutra states, “Without either cutting off earthly desires or separating themselves from the five desires, they can purify all their senses and wipe away all their offenses.” Great Concentration and Insight says, “The ignorance and dust of desires are enlightenment, and the sufferings of birth and death are nirvana.” The “Life Span” chapter of the Lotus Sutra says, “At all times I think to myself: How can I cause living beings to gain entry into the unsurpassed way and quickly 44

Samantabadra | September 2017


acquire the body of a Buddha?” The “Expedient Means” chapter says, “The characteristics of the world are constantly abiding.” Surely such statements refer to these principles. Thus what is called the entity is none other than Nam-myoho-renge-kyo. It was such an august and precious Lotus Sutra that in past existences I put under my knees, despised, scowled upon in disgust, and failed to believe in. In one way or another, I maliciously ridiculed those who, studying the teachings of the Lotus Sutra, taught them to even one person, and carried on the life of the Law. In addition, I did everything I could to hinder people from embracing the sutra by asserting that they should set it aside for a while because, though it might be suitable for practice in their next lifetime, it would be too difficult to practice in this one. Slanderous acts such as these have brought on the many severe persecutions I have suffered in my lifetime. Because I once disparaged the Lotus Sutra, the highest of all sutras, I am now looked down on, and my words go unheeded. The “Simile and Parable” chapter states that other people will neither concern themselves with one nor have sympathy for one, even though one sincerely tries to be friendly with them. Nevertheless, you became a votary of the Lotus Sutra, and as a result, you suffered severe persecutions, and you came to my assistance. In the “Teacher of the Law” chapter, the Buddha states that he will magically conjure and send the four kinds of believers—monks, nuns, laymen, and laywomen [—for the sake of the teachers of the Law]. If the “laymen” mentioned here does not mean you, who does it refer to? You have not only heard the Law, but have taken faith in it and since then have followed it without turning aside. How wondrous! How extraordinary! If that is the case, then can there be any doubt that I am the teacher of the Law of the Lotus Sutra? Perhaps I also resemble “the envoy of the Thus Come One,” for I am carrying out “the Thus Come One’s work.”4 I have nearly spread the p.319five characters of the daimoku that were entrusted to Bodhisattva Superior Practices when the two Buddhas were seated together within the treasure tower. Does this not mean that I am an envoy of Bodhisattva Superior Practices? Moreover, following me, you, as a votary of the Lotus Sutra, have told others of this Law. What else could this be but the transmission of the Law? Carry through with your faith in the Lotus Sutra. You cannot strike fire from flint if you stop halfway. Bring forth the great power of faith, and be spoken of by all the people of Kamakura, both high and low, or by all the people of Japan, as “Shijō Kingo, Shijō Kingo of the Lotus school!”5 Even a bad reputation will spread far and wide. A good reputation will spread even farther, particularly if it is a reputation for devotion to the Lotus Sutra. Explain all this to your wife too, and work together like the sun and moon, a pair of eyes, or the two wings of a bird. With the sun and moon, could there be a path of darkness? With a pair of eyes, no doubt you will see the faces of Shakyamuni, Many Treasures, and the Buddhas of the ten directions. With a pair of wings, you will surely fly in an instant to the treasure land of Tranquil Light. I will write in more detail on another occasion. With my deep respect, Nichiren The second day of the fifth month Reply to Shijō Kingo

September 2017 | Samantabadra

45


materi ajaran | gosyo cabang

Gosyo Cabang

Surat kepada Myoici Ama Musim Dingin Pasti Menjadi Musim Semi gosyo Zensyu halaman 1252

LATAR BELAKANG |

S

urat ini ditulis di Minobu pada bulan ke-5 tahun 1275 (tahun Kenji ke-1) ketika Niciren Daisyonin berusia 54 tahun dan diberikan kepada Myoici Ama. Setelah peristiwa Tatsunokuci, tanah milik suami Myoici Ama disita karena ia mempertahankan kepercayaan terhadap Saddharmapundarika-sutra dan ia meninggal ketika Niciren Daisyonin sedang menjalani hukuman pembuangan di Pulau Sado. Surat ini merupakan balasan kepada Myoici Ama yang telah mempersembahkan baju kepada Niciren Daisyonin. Isi surat ini memberi semangat dari dasar lubuk hati atas jerih payah Ama Goze yang kesehatannya kurang baik serta harus memelihara anak yang kurang sehat dan juga anak perempuannya. Myoici Ama adalah penganut yang berkepercayaan murni dan tulus. Ia mengutus orang pergi ke tempat pembuangan Niciren Daisyonin di Pulau Sado dan setelah Niciren Daisyonin masuk ke Gunung Minobu, ia juga mengirim pembantu untuk mempersembahkan sumbangan.

46

Samantabadra | September 2017


ISI GOSYO |

B

ila matahari dan bulan tidak ada di langit, mungkinkah pohon dan rumput dapat tumbuh dengan baik? Sama halnya, lazimnya anak-anak memiliki ayah dan ibu; kalau salah satu kurang, sukar bagi pertumbuhan mereka. Apalagi, almarhum suami Anda telah meninggalkan anak-anak, di antaranya ada yang kurang sehat dan juga ada anak perempuan; begitupun Anda, Ama Goze, yang harus memelihara anak-anak dalam keadaan tidak terlalu sehat. Dalam keadaan demikian, kepada siapakah dapat dititipkan untuk kemudian hari ketika pergi ke dunia sesudah kematian. Betapa memprihatinkan! Menjelang kemoksyaan-Nya, Buddha Sakyamuni dengan prihatin berkata, “Sekarang Saya akan moksya. Keprihatinan-Ku hanyalah tentang Raja Ajatasatru.” Mendengar hal ini, Bodhisattva Kasyapa bertanya kepada Sang Buddha, “Maitri karuna Buddha adalah adil dan merata; seharusnya menyayangi jiwa sendiri untuk seluruh umat manusia. Mengapa khusus mengkhawatirkan hanya seorang Raja Ajatasatru saja?” Sang Buddha menjawab, “Misalkan satu pasangan memiliki tujuh anak, salah satu di antaranya jatuh sakit. Memang, hati ayah ibu kepada anak-anaknya tidaklah berbeda-beda. Tetapi bagaimanapun, mereka lebih memperhatikan dan mengkhawatirkan anak yang sakit daripada yang lainnya.” Mahaguru Tien-tai memberi penjelasan kalimat sutra ini dalam karangannya Makasyikan, “Misalkan orang tua yang memiliki tujuh anak. Mereka menyayangi semua anaknya secara adil, tetapi hatinya lebih memberatkan anak yang sakit daripada yang lain. Karena itu, Sang Buddha menjawab demikian.” Makna kalimat sutra ini adalah, walaupun seseorang memiliki banyak anak, hati ayah-ibu akan lebih berat kepada anak yang sakit. Bagi Buddha, seluruh umat manusia adalah anak-anak-Nya. Di antaranya, orang yang mempunyai karma berat sehingga membunuh ayah-ibu, memfitnah serta menentang Buddha dan sutra ini, adalah bagaikan anak yang sakit. Raja Ajatasatru adalah raja negara Magadha. Ia membunuh ayahnya, Raja Bimbisara, seorang penganut Buddha Sakyamuni yang baik. Maka langit pun membuangnya sehingga timbul kelainan pada peredaran matahari dan bulan. Bumi besarpun tidak sudi menerima raja ini di atasnya sehingga berguncang. Ribuan rakyat seluruhnya mengikuti raja turut menentang Hukum Buddha. Hal ini mengacaukan negara sehingga akhirnya negara Magadha diserang negara lainnya. Satu-satunya penyebab hal ini adalah karena menjadikan Devadatta yang buruk sebagai guru. Sebagai akibatnya, sejak tanggal 15 bulan 2, bisul memenuhi badannya dan seharusnya jiwanya berakhir sampai dengan tanggal 7 bulan 3, yakni meninggal dan terjatuh ke neraka penderitaan yang tak terputus-putus. Karena merasa sedih dan kasihan akan hal ini, maka Buddha khawatir untuk meninggalkan dunia ini. Oleh karena itu, Saya (Buddha Sakyamuni) berkata dengan prihatin, “Bila Saya dapat menyelamatkan Raja Ajatasatru, seluruh orang berdosa lainnya yang sama seperti Raja Ajatasatru juga dapat diselamatkan.” Dalam hal ini pun, almarhum suami Anda meninggal dengan meninggalkan anak yang berpenyakitan dan ada yang perempuan. Hanya tinggal satu orang ibu yang tua seperti pohon yang mengering. Saya merasa betapa ia menyayangi anak-anak ini sehingga menjadi sedih. Di samping merisaukan masa depan anak-anaknya, di lain pihak almarhum suami Anda juga mengkhawatirkan hal Niciren. Dikatakan bahwa kata-kata Buddha bukan bualan, dan Saddharmapundarika-sutra pasti tersebarluas. Kalau begitu, untuk Niciren, ini sebenarnya adalah hal yang baik, dan tentu akan menjadi seorang yang gagah dan dihormati. Namun, pada kenyataannya Niciren dihukum buang ke Pulau Sado. Maka, ia mempertanyakan bagaimana perlindungan dan penjagaan dari Dasaraksasi dan Saddharmapundarika-sutra? September 2017 | Samantabadra

47


Seandainya dapat hidup sedikitnya hingga sekarang, betapa gembiranya ia ketika Niciren dibebaskan dari Pulau Sado, dan hal yang sudah diramalkan dalam Surat Menentramkan Negara dengan Menegakkan Filsafat Yang Benar (Rissyo Ankoku Ron) dan lainnya menjadi fakta nyata. Dapat melihat serangan dari negeri Mongolia dan negeri sendiri sudah dalam keadaan bahaya, pasti merasa gembira karena sekaranglah ramalan Niciren menjadi tepat. Tetapi ini adalah hati manusia biasa (hati yang menjadi sedih dan ragu-ragu ketika Niciren Daisyonin dihukum mati dan diasingkan, serta yang gembira ketika dibebaskan dari hukuman pembuangan atau tepatnya ramalan). Orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra sama seperti musim dingin. Musim dingin pasti menjadi musim semi. Hingga saat ini tidak pernah melihat atau mendengar musim dingin tidak menjadi musim semi; apalagi kembali menjadi musim gugur. Demikian pula, tidak pernah mendengar orang yang percaya kepada Saddharmapundarika-sutra kembali menjadi manusia biasa. Bab Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra membabarkan, “Seandainya orang dapat mendengar Hukum ini, tidak seorangpun yang tidak mencapai kesadaran Buddha.� Almarhum suami Anda adalah orang yang telah mengorbankan jiwa raganya demi Saddharmapundarikasutra. Tanah milik yang dapat sedikit menolong jiwa dan raga, disita karena Saddharmapundarikasutra. Bukankah ini sama dengan mengorbankan jiwa raga untuk Saddharmapundarika-sutra? Putra Himalaya memberikan jiwa raga untuk mendengar setengah bait Hukum Buddha. Bodhisattva Bhaisyajaraja selama 72.000 tahun membakar sikunya dan menerangi lingkungan di hadapan Buddha, sebagai sumbangan kepada Buddha. Keduanya adalah orang arif, maka pertapaan mereka dirasakan tidak terlalu kejam, seperti memasukkan air ke dalam api. Akan tetapi, almarhum suami Anda adalah manusia biasa. Seperti memasukkan kertas ke dalam api, mungkin kesulitan itu dirasakan kejam dan keras. Kalau dipikirkan berdasarkan hal ini, almarhum suami Anda, yang disita tanah miliknya demi Saddharmapundarika-sutra, mempunyai karunia kebajikan yang sama dengan Putra Himalaya dan Bodhisattva Bhaisyajaraja, yang menyumbang jiwa raga untuk menjadi Buddha. Dalam lingkaran besar bulan atau dalam lingkaran besar matahari, (almarhum) pasti melihat pantulan rupa istri dan anak pada cermin di langit dan menjaga selama siang dan malam. Karena anak dan istrinya adalah manusia biasa, maka tidak dapat mendengar, seperti orang yang tuli tidak dapat mendengar suara geledek, seperti orang buta tidak dapat melihat lingkaran matahari. Meskipun tidak dapat mendengar dan melihat, tidak boleh sekali-kali meragukannya. Pasti almarhum suami Anda menjaga Anda sekalian. Bahkan bukan hanya demikian, juga tentu datang di tempat Anda sekalian. Seandainya mungkin, sebenarnya ingin mengunjungi dari sini. Begitu berpikir demikian, sebaliknya tanpa diduga sama sekali, Anda memberikan sehelai pakaian. Saddharmapundarika-sutra adalah Sutra yang mempunyai kekuatan yang besar. Maka jika masa sekarang dapat berbadan sehat sekali, baik ketika Ama Goze masih hidup atau terlihat di balik bayangan rumput dan daun (meninggal), Niciren akan selalu menjaga dan mendidik anak-anak yang masih kecil itu. Baik di negeri Sado maupun di Gunung Minobu ini, mengirimkan seseorang untuk membantu Saya. Sampai zaman kapanpun, hati ini tidak akan dilupakan. Saya akan balas budi ini pada kelahiran kembali. Nammyohorengekyo, Nammyohorengekyo. Bulan 5 tahun Kenji ke-1 Tertanda, Niciren

48

Samantabadra | September 2017


KUTIPAN GOSYO |

1

Misalkan satu pasangan memiliki tujuh anak, salah satu di antaranya jatuh sakit. Memang, hati ayah ibu kepada anak-anaknya tidaklah berbedabeda. Tetapi bagaimanapun, mereka lebih memperhatikan dan mengkhawatirkan anak yang sakit dari pada yang lainnya. Keterangan : Dalam isi Gosyo dikutip perumpamaan Buddha Sakyamuni saat menjelang kemoksyaan-Nya yang menyesali pemfitnahan Dharma yang dilakukan Raja Ajatasatru. Jika Beliau dapat menyelamatkan Raja Ajatasatru, maka orang berdosa lainnya juga dapat diselamatkan. Dengan mengutip perumpamaan ini, Niciren Daisyonin memperkirakan betapa almarhum suami Myoici Ama mengkhawatirkan anaknya yang berpenyakitan dan anak perempuannya. Dengan demikian, Beliau mengungkapkan kesedihan yang tersimpan dalam hati Ama Goze dan turut pula merasakannya. Hendaknya dicamkan dalam hati, kesungguhan dan kehangatan hati Beliau dalam membimbing seorang wanita tua ini. Memang biasanya anak yang buruk lebih diperhatikan daripada anak yang baik. Mengenai hal ini dikutip contoh kasih sayang ibu ayah terhadap anak mereka. Di sini dikatakan bahwa hati Buddha terhadap seluruh umat manusia tidaklah berbeda. Namun Buddha lebih memperhatikan dan mengkhawatirkan orang yang memusuhi Beliau dan orang yang berkarma berat. Perkataan ini menerangkan maitri karuna Buddha yang sangat luas dan tidak terbatas. Karena dihasut oleh Devadatta, saudara sepupu Buddha Sakyamuni, Raja Ajatasatru memenjarakan ayahnya, seorang penunjang utama Buddha Sakyamuni, dan bahkan

melakukan dosa berat yakni, membunuh ayahnya. Selanjutnya ia menduduki tahta kerajaan dan mengangkat Devadatta sebagai Buddha baru yang ingin membunuh Buddha Sakyamuni dengan melepaskan gajah mabuk. Akan tetapi, siasat jahatnya gagal dan Devadatta jatuh ke dalam bumi yang merekah dan masuk ke dalam neraka hidup-hidup. Di kemudian hari, Raja Ajatasatru bertobat atas dosa membunuh ayahanda raja dan menjadi murid Sang Buddha. Karena telah melakukan karma pemfitnahan Dharma, seluruh tubuhnya terjangkit bisul ganas. Dalam kehidupan itu, ia merasakan penderitaan neraka. Ini menunjukkan, betapa dalam karma buruknya. Menjelang saat kemoksyaan diri sendiri, Buddha Sakyamuni mengasihani jiwa Raja Ajatasatru - jiwa seorang manusia yang tercemar oleh dosa memfitnah Dharma dan untuk menyelamatkan raja ini, Beliau membabarkan Sutra Nirvana. Dengan itu, bisul ganas Raja Ajatasatru menjadi sembuh. Selanjutnya, ia menjaga dan melindungi Hukum Sesungguhnya dengan tegas. Setelah kemoksyaan Buddha Sakyamuni, ia berusaha mengumpulkan sutra-sutra dan dengan sungguh hati membangkitkan serta memperkembangkan Hukum Buddha. Pada perkataan Buddha Sakyamuni menjelang kemoksyaan-Nya tentang Raja Ajatasatru, jelas terlihat letak tujuan pokok Hukum Buddha. Semakin berat penderitaan penyakit, sebagai Buddha, akan semakin dalam kesungguhan hati maitri karuna untuk menyelamatkannya. Apalagi, karena maitri karuna Sang Buddha tidak berbeda, maka maitri karuna terhadap umat yang menderita penyakit berat semakin besar.

September 2017 | Samantabadra

49


2

Orang percaya Saddharmapundarika-sutra sama seperti musim dingin. Musim dingin pasti menjadi musim semi. Hingga saat ini tidak pernah melihat atau mendengar musim dingin tidak menjadi musim semi, apalagi kembali menjadi musim gugur. Demikian pula tidak pernah mendengar orang yang percaya kepada Saddharmapundarikasutra kembali menjadi manusia biasa. Bab Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra membabarkan, “Seandainya orang dapat mendengar Hukum ini, tidak seorangpun yang tidak mencapai kesadaran Buddha.” Keterangan : Perasaan yang berubah-ubah, seperti menjadi sedih dan ragu-ragu ketika dijatuhi hukuman pembuangan, atau gembira ketika dibebaskan dari hukuman, atau gembira karena tepatnya ramalan, semua ini adalah perasaan hati manusia biasa. Di sini dikutip petuah emas yang terkenal, “Orang yang percaya Saddharmapundarikasutra sama seperti musim dingin. Musim dingin pasti menjadi musim semi”. Petuah ini menunjukkan, walau berhadapan dengan kejadian apapun juga, orang yang mempertahankan Saddharmapundarikasutra pasti memperoleh kemenangan dan keuntungan serta kepastian tercapainya kesadaran Buddha sebagai suatu kewajaran alamiah. Kutipan ini dengan tegas menjelaskan bahwa hendaknya yakin akan fungsi kekuatan Gohonzon yang mutlak. Betapapun timbul masalah-masalah hendaknya tidak akan tergoyahkan. Orang yang melaksanakan hati kepercayaan dengan sungguh-sungguh pasti dapat merombak kehidupan dari musim dingin dan dapat merasakan sepenuhnya musim semi yang penuh bermekaran bunga karunia kebajikan. Demikianlah Niciren Daisyonin memberikan dorongan semangat yang kuat. Musim dingin yang kejam pasti berubah 50

Samantabadra | September 2017

menjadi musim semi, merupakan teori kewajaran irama alam semesta. Sama halnya dengan kita sekalian yang mempertahankan Gohonzon ini. Adanya perbedaan karma dari masa lampau, dan pemfitnahan Dharma masa sekarang serta lainnya, perubahan dari masing-masing orang, meskipun sedikit, mempunyai perubahan dalam proses dan waktu. Sekalipun demikian, sesuai dengan teori Hukum Sebab Akibat, semuanya pasti dapat mewujudkan bukti sesungguhnya dari kehidupan yang berbahagia. Dengan mengikuti dan percaya Gohonzon ini, kita dapat membersihkan jiwa yang kotor dan keruh, serta melangkah di atas pola jalan kebahagiaan. Hendaknya yakin akan hal ini. Ketika bertemu dengan penderitaan apapun tetap memiliki keyakinan, bahwa “musim dingin pasti menjadi musim semi”. Dengan Icinen kepercayaan terhadap kekuatan Gohonzon pasti dapat mewujudnyatakan bukti sesungguhnya dari “hawa nafsu adalah kesadaran (bonno soku bodai)”. Kutipan, “Tidak pernah mendengar orang yang percaya Saddharmapundarikasutra kembali menjadi manusia biasa”, menjelaskan bahwa jiwa orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra sebenarnya langsung merupakan jiwa Buddha. Dan ditegaskan bahwa orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra sama sekali tidak akan menjadi manusia biasa yang berkeliling dalam penderitaan perputaran Triloka dan Enam Dunia. Dalam Lalitavistara Sutra dikatakan, “Hati orang yang berkepercayaan kuat terhadap Saddharmapundarika-sutra dinamakan Dunia Buddha”. Dengan demikian, hendaknya diketahui bahwa jika mundur dan kehilangan kepercayaan terhadap Gohonzon, kita kembali menjadi manusia biasa dari Jalan Buruk.

3

sutra.

Almarhum suami Anda adalah orang yang telah mengorbankan jiwa raganya demi Saddharmapundarika-


Keterangan : Bagian ini mendukung penjelasan bahwa karena almarhum suami Myoici Ama tetap menjalankan kepercayaan yang tulus sekalipun tanah milik satu-satunya untuk menunjang kehidupannya disita, maka sebagai karunia kebajikan, ia pasti berada di Ryojusen dan selalu menjaga serta melindungi anak istrinya. Dengan mengutip kisah Putra Himalaya dan Bodhisattva Bhaisyajaraja yang melaksanakan pertapaan Hukum Buddha dengan mengorbankan jiwa raga, almarhum suami Myoici Ama yang disita tanah miliknya karena percaya Hukum Buddha Niciren Daisyonin dikatakan, “Almarhum suami Anda yang disita tanah miliknya demi Saddharmapundarikasutra mempunyai karunia kebajikan yang sama”. Perkataan “Keduanya adalah orang arif” dari kutipan “Keduanya adalah orang arif, maka pertapaan mereka dirasakan tidak terlalu kejam, seperti memasukkan air ke dalam api. Akan tetapi, almarhum suami Anda adalah manusia biasa. Seperti memasukkan kertas ke dalam api, mungkin kesulitan itu dirasakan kejam dan keras”, menunjukkan bahwa karena Bodhisattva Bhaisyajaraja dan Putra Himalaya telah berhasil menimbun pertapaan yang berkalpa-kalpa lamanya dan mencapai tingkat pertapaan yang tinggi, pengorbanan jiwa raga mereka demi Hukum Buddha mungkin tidak dirasakan sebagai penderitaan. Tetapi almarhum suami Myoici Ama adalah manusia biasa, sehingga penderitaan penyitaan tanah miliknya karena kepercayaan terhadap Saddharmapundarikasutra akan dirasakan “Seperti memasukkan kertas ke dalam api, mungkin kesulitan ini dirasakan kejam dan keras”. Niciren Daisyonin memuji sikap berhasil mempertahankan kepercayaan dengan mengatasi penderitaan besar; pasti dapat mencapai kesadaran Buddha dalam badan apa adanya. Hukum Buddha Niciren Daisyonin adalah Hukum Buddha yang tidak diperuntukkan

kepada orang arif yang telah menimbun pertapaan selama berkalpa-kalpa (ryakko syugyo), melainkan untuk kita manusia biasa yang kasar. Yang terpenting bagi kita adalah memiliki hati kepercayaan yang tidak tergoyahkan dalam menghadapi suasana yang bagaimanapun juga. Dalam hati kepercayaan ini tercakup karunia kebajikan yang sama dengan Putra Himalaya dan Bodhisattva Bhaisyajaraja, maka dapat mewujudnyatakan bukti sesungguhnya pencapaian kesadaran Buddha dalam badan apa adanya.

4

Seandainya mungkin, sebenarnya ingin mengunjungi dari sini. Begitu berpikir demikian, sebaliknya tanpa diduga sama sekali, Anda memberikan sehelai pakaian. Keterangan : Perkataan ini menunjukkan perasaan jiwa Niciren Daisyonin sebagai manusia biasa yang tak berbeda dengan lainnya. Dari sini dapat dirasakan sikap Beliau yang penuh sopan santun. Bukan hanya demikian saja, Niciren Daisyonin berjanji akan terus menjaga dan melindungi anak-anak yang masih kecil yang paling menjadi penderitaan dan beban pikiran bagi Myoici Ama. Di sini juga dapat dirasakan rasa kemanusiaan Beliau yang penuh kehangatan sebagai ayah yang maitri. ***

September 2017 | Samantabadra

51


52

Samantabadra | September 2017


September 2017 | Samantabadra

53


54

Samantabadra | September 2017


materi ajaran | forum diskusi

Forum Diskusi

Memupuk Rejeki Jiwa Perjalanan Seumur Hidup

1

Setelah percaya kepada Gohonzon selama beberapa tahun saya merasa melaksanakan hati kepercayaan telah menjadi sesuatu yang rutin. Terasa sekali perbedaan semangat sekarang dengan waktu saya mula-mula percaya. Bagaimanakah mengenai hal ini? Jawab : Terlebih dahulu hendaknya kita mencari penyebab melemahnya semangat menjalankan hati kepercayaan kepada Gohonzon. Orang yang baru menganut biasanya melaksanakan hati kepercayaan dengan sungguh-sungguh karena ia mempunyai tujuan tertentu. Misalnya, ingin terlepas dari kesulitan ekonomi, ingin merasakan keluarga yang rukun, ingin sembuh dari penyakit, dan lain sebagainya; yang pada pokoknya ingin merombak kesulitan yang tengah dihadapi. Setelah beberapa tahun giat dalam susunan, pasti karunia Gohonzon mulai terwujud nyata. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi mulai teratasi, tetapi sebenarnya belum dapat mengatasi karma pokok keluarga. Karma pokok keluarga dapat diatasi secara tuntas apabila dari dasar jiwa orang tersebut benar-benar telah berubah, yakni ia dapat mendasarkan perasaan Dunia Buddha di dalam jiwanya. Karunia Gohonzon luas dan besar, sehingga meskipun pelaksanaan hati kepercayaan kita masih bersifat mementingkan diri sendiri, berbagai karunia telah kita nikmati. Karunia-karunia yang dinikmati itu sebenarnya merupakan istana khayalan agar kita mau menjalankan terus hati kepercayaan. Cerita mengenai istana khayalan terdapat

dalam Saddharmapundarika-sutra Bab ke7. Dalam bab tersebut Buddha Sakyamuni menceritakan tentang serombongan orang yang akan bepergian jauh menuju satu tujuan. Di tengah perjalanan sebagian besar anggota rombongan kehilangan semangat untuk meneruskan perjalanannya. Mereka sudah merasa lelah karena sukarnya jalan yang di tempuh. Sang pemimpin rombongan yang bijaksana menciptakan suatu tempat yang menyenangkan, berupa istana khayalan, agar rombongan yang telah lelah itu dapat beristirahat. Istana khayalan tersebut sangat menyenangkan, sehingga mereka yang lelah dapat memulihkan semangatnya. Setelah cukup beristirahat, sang pemimpin rombongan kembali mengingatkan bahwa tempat ini bukan tujuan sebenarnya yang ingin dicapai. Tujuan yang sebenarnya masih perlu ditempuh. Kisah ini mengandung perumpamaan yang sangat mendalam. Kita sekalian adalah rombongan yang bijaksana. Karunia-karunia yang kita rasakan merupakan sarana penunjang agar kita mempunyai semangat juang untuk mencapai tujuan yang sebenarnya, yaitu mencapai kesadaran Buddha. Tujuan hati kepercayaan kita yang sebenarnya adalah mencapai kesadaran Buddha, bukan menikmati Dunia Surga. Dunia Surga masih merupakan keadaan yang sangat labil, kita mudah sekali terjatuh. Dalam keadaan menikmati karunia, seperti rumah tangga sudah rukun, keadaan keuangan cukup baik, kesehatan menunjang, kita cenderung lengah untuk meningkatkan hati kepercayaan. Sepertinya sudah tak perlu September 2017 | Samantabadra

55


sungguh-sungguh untuk mengikuti keaktifan yang diadakan oleh susunan NSI. Tanpa disadari, kita sedang menghabiskan karunia yang merupakan akibat dari tumpukan sebab baik yang telah ditimbunnya. Dalam keadaan lengah tidak meningkatkan hati kepercayaan, sifat-sifat buruk yang dari semula ada, seperti sombong, merendahkan orang lain, terikat pada uang, malas, khawatir kehilangan harta, dan lain sebagainya. semakin lama semakin berkembang. Semuanya itu membuat karma buruk. Karma buruk yang telah ditumpuk dalam jiwa pada suatu saat menjadi imbalan nyata berupa habisnya karunia yang selama ini dinikmati. Keadaan orang itu akan kembali seperti pada waktu baru menerima Gohonzon, dan bahkan mungkin lebih menderita lagi. Inilah bahaya besar yang menanti kita jika pelaksanaan hati kepercayaan telah menjadi sesuatu yang rutin. Pada waktu menghadapi kesulitan, biasanya orang cenderung menyalahkan Gohonzon sebagai penyebab kesusahannya. Kebanyakan orang merasa, mengapa saya tetap mengalami kesulitan, padahal saya rutin menjalankan gongyo dan daimoku pagi dan sore, mengikuti pertemuan dan penataran (kensyu). Memang, kelihatannya orang tersebut tetap melaksanakan hati kepercayaan namun jika ditinjau lebih mendalam lagi, apakah pelaksanaan hati kepercayaannya itu sesuai dengan keinginan Buddha Niciren Daisyonin? Keinginan Buddha Niciren Daisyonin adalah agar setiap umat manusia dapat membuka kesadaran Buddha, yaitu menjadi manusia seutuhnya yang bertanggung jawab atas kemajuan bangsa dan tanah airnya. Seseorang tak mungkin dapat berbahagia secara mutlak bila bangsa dan tanah airnya tidak sejahtera. Sebelum terlambat, mari kita renungkan petuah emas Buddha Niciren Daisyonin, “Perkuatlah hati kepercayaan hari demi hari. Sedikit saja lengah, iblis akan menerima kabar sehingga datang.� Yang dimaksud dengan iblis di sini adalah hal-hal yang merintangi seseorang untuk melaksanakan hati kepercayaan. Rintangan yang menimpa kita bukan berasal dari luar diri kita sendiri, 56

Samantabadra | September 2017

melainkan bersumber pada kuat lemahnya hati kepercayaan diri kita. Hendaknya kita waspada untuk menjalankan hati kepercayaan dengan penuh semangat tanpa lengah setiap hari! Jangan kita meremehkan gejala-gejala yang timbul, seperti anak atau pasangan hidup kita yang tak mau aktif, malas untuk mengikuti keaktifan dan lain sebagainya. Gejala apapun yang kita rasakan hendaknya membuat kita meninjau kesungguhan pelaksanaan hati kepercayaan kita kepada Gohonzon setiap saat. Agar senantiasa bersemangat melaksanakan hati kepercayaan, kita perlu membuka jiwa lebarlebar, yaitu tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri saja. Sadarilah bahwa jalan hati kepercayaan yang kita laksanakan sekarang ini tidak hanya berhenti, pada diri kita sendiri, tetapi juga untuk anak cucu keturunan selanjutnya dan juga bangsa dan negara. Susunan NSI mengemban amanat Buddha Niciren Daisyonin untuk menyebarluaskan Hukum Nammyohorengekyo, satu-satunya Hukum yang dapat membuat manusia Masa Akhir Dharma berbahagia. Pelaksanaan hati kepercayaan kita yang sungguh-sungguh akan memberi getaran Buddha kepada tanah air, sehingga tanah air kita dapat menjadi Tanah Buddha. Anak cucu kita akan tumbuh menjadi manusia yang penuh dengan rasa kemanusiaan untuk membangun bangsa dan negara. Negara kita akan menjadi adil dan makmur sebagaimana yang di cita-citakan. Untuk tujuan agung seperti inilah kita menjalankan hati kepercayaan setiap hari.

2

Saya sudah menjalankan gongyo dan daimoku, juga mengikuti kegiatankegiatan dalam susunan. Akan tetapi rasanya keadaan ekonomi saya masih terasa sulit. Bagaimana cara mengatasinya? Jawab : Dalam salah satu Gosyo, Niciren Daisyonin menjelaskan adanya tiga harta, yaitu harta gudang, harta badan, dan harta jiwa. Dari ketiga harta di atas yang terpenting adalah harta jiwa, yakni kemantapan jiwa yang penuh rejeki, penuh


ketenangan, dan rasa gembira selalu. Apabila harta jiwa ini mantap, maka pasti badan kita akan menjadi sehat; inilah harta badan. Dan ketika harta badan kita mantap, maka kita akan memiliki prajna, semangat, dan kegairahan dalam bekerja dan berusaha, sehingga pasti harta gudang (materi) akan mencukupi. Dalam hal kesulitan ekonomi, yang merupakan harta gudang, perlu kita telusuri kembali, apakah pelaksanaan hati kepercayaan kita telah memantapkan harta jiwa? Hanya pelaksanaan yang berdasarkan maitri karuna yang dapat menimbun harta jiwa yang sebenarnya. Keadaan ekonomi sekarang memang sulit. Siapapun mengakui hal itu. Tetapi bila kita hanya berhenti pada mengakui hal tersebut dan terus mengeluh, sama sekali tak ada gunanya. Kita tak mendapat jalan penyelesaian masalah. Mari kita perhatikan kehidupan kita, apakah sedemikian sulitnya, sehingga kita tak tahu lagi apa yang dapat dimakan besok? Pada umumnya keadaan kita tak separah itu. Bagaimanapun juga, orang yang percaya kepada Gohonzon dan melaksanakan kata-kata Buddha tidak mungkin tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang paling pokok (sandang, pangan, papan). Jika tidak demikian, yang dimaksud dengan ekonomi yang sulit berarti keinginan untuk mendapat lebih dari yang kita miliki saat ini. Dengan perkataan lain, kesulitan itu sebenarnya bersumber pada rasa tidak puas kepada keadaan. Justru dalam hal inilah diperlukan hati kepercayaan kepada Gohonzon untuk dapat mengatasi gejolak tiga racun, yakni keserakahan, kemarahan, dan kebodohan dalam diri kita. Keadaan masyarakat sekarang penuh dengan jodoh-jodoh yang memancing timbulnya hawa nafsu keserakahan. Jika terseret untuk mengikuti arus hawa nafsu keserakahan ini dapat dipastikan keadaan ekonomi keluarga menjadi sulit; atau dengan perkataan lain menjerumuskan seluruh keluarga ke dalam penderitaan. Oleh karena itu, perlu selalu adanya pengertian dalam keluarga untuk menahan diri melawan hawa nafsu yang berkobar. Mungkin cara hidup keluarga perlu ditinjau untuk disederhanakan agar penghasilan yang

ada mencukupi kebutuhan, tidak besar pasak daripada tiang. Untuk semuanya ini, yang terpenting adalah hati kepercayaan kita yang tak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Hukum Buddha adalah jalan yang sulit dipercaya dan sulit dimengerti. Dalam keadaan ekonomi yang sulit, beranikah kita tetap melaksanakan dana paramita? Kita tetap menyumbang uang, tetap melaksanakan keaktifan, dan juga berani memberikan Hukum Nammyohorengekyo kepada orang lain, sekalipun keadaan kita sulit. Keberanian untuk tetap berdana paramita secara tulus inilah yang akan menjadi sumber rejeki. Sumbangan pada waktu menderita jauh lebih bernilai daripada sumbangan pada waktu mempunyai banyak uang. Dan juga, sumbangan pada waktu yang tepat mempunyai nilai yang lebih tinggi. Sebagai contoh, NSI terus melakukan pembangunan vihara-vihara di daerah dan mengembangkan kompleks Mahavihara Saddharma NSI di Bogor. Sekarang merupakan kesempatan bagi kita untuk turut menyumbang dalam mendirikan sarana penyebarluasan dharma Buddha. Hasil dana paramita yang kita berikan pada saat ini akan abadi pada tahun-tahun selanjutnya. Pada kesimpulannya, jangan mengeluh atau tak puas akan keadaan yang kita hadapi saat ini. Carilah hal-hal yang membuat kita dapat berterima kasih, seperti mempunyai kesehatan yang baik, mempunyai keluarga yang mau melaksanakan hati kepercayaan, masih dapat melaksanakan dana paramita, masih mampu melaksanakan keaktifan untuk membahagiakan orang lain. Jiwa yang penuh dengan rasa berterima kasih ini, adalah jiwa mempunyai rejeki. Meskipun keadaan masyarakat pada umumnya terbelenggu oleh kesulitan ekonomi, orang yang mempunyai rejeki jiwa pasti tetap dapat hidup bahagia.

3

Saya sering melihat seorang yang meminta minta di jalanan,orang yang sudah tua ataupun anak-anak. Tapi saya tidak pernah menyumbang atau memberikan uang kepada mereka, karena dalam pikiran saya bila saya memberi, saya September 2017 | Samantabadra

57


akan membuat mereka seperti itu terus (meminta-minta), dan membuat mereka menjadi pemalas, apalagi jika pemintaminta itu adalah anak-anak. Apakah tindakan saya benar atau salah? Bagaimana seharusnya tindakan saya menurut pandangan Buddhis? Jawaban Perihal menyumbang atau berdana paramita berdasarkan ajaran Buddha Niciren, ada empat hal yang perlu dijadikan sebagai dasar agar sumbangan menjadi kebajikan bagi yang memberi maupun yang menerima : 1. Ketulusan dan kesungguhan hati dari pemberi. 2. Ketulusan dan kesungguhan hati dari penerima. 3. Sumber sumbangan yang baik. 4. Peruntukkan sumbangan yang membawa kebaikan. Ajaran Buddha Niciren menekankan pentingnya kesungguhan dan ketulusan hati kita ketika memberikan sumbangan, bahwa segala kebajikan pasti akan menjadi imbalan nyata, sesuai dengan hukum sebab-akibat kejiwaan. Di sisi lain, yang menerima sumbangan juga perlu memiliki hati yang tulus ketika menerima sumbangan. Hal yang juga penting adalah, sumbangan tersebut haruslah bersumber dari pencaharian yang baik, bukan dari hasil mencuri, menipu orang 58

Samantabadra | September 2017

lain, atau sumber-sumber pencaharian buruk lainnya. Kita pun perlu melihat obyek sumbangan kita, apakah kita menyumbang kepada sesuatu yang dapat membawa kebaikan, atau sebaliknya. Pertimbangan ini kita sebut sebagai kebijaksanaan. Kebijaksanaan muncul dari hati yang bersih dan pengalaman spiritual yang memadai. Dalam agama Buddha NSI, hal ini dapat dimunculkan dengan melaksanakan penyebutan Nammyohorengekyo di depan Gohonzon (daimoku) dan membaca Saddharmapundarika-sutra Bab 2 dan Bab 16 (gongyo) secara konsisten, lalu mendalami ajaran Buddha Niciren melalui kegiatan-kegiatan yang diadakan di susunan NSI, serta menerapkan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Agar perilaku menyumbang ini dapat menjadi kebajikan bagi pemberi maupun penerima sumbangan, hendaknya tidak ada pamrih maupun ekspektasi tertentu ketika memberi maupun menerima. Hanya perlu ada ketulusan dan niat baik untuk membantu dari si pemberi, dan ketulusan dan rasa terima kasih pada si penerima disertai keinginan untuk bangkit membangun hidup yang lebih baik. Munculnya peminta-minta yang semakin banyak mengisi sudut-sudut perkotaan, adalah sebuah fenomena sosial yang perlu dipahami lebih dari sekedar peristiwa memberi dan menerima sumbangan. Fakta

menunjukkan bahwa aktivitas meminta-minta khususnya di perkotaan, adalah bagian dari sebuah jaringan “profesi� yang terstruktur. Belas kasihan orang awam dijadikan komoditas bagi oknum yang terlibat dalam jaringan tersebut. Perbuatan menolong orang dengan memberi sumbangan adalah hal yang baik. Namun ketika kita mampu memahami fenomena sosial secara lebih dalam dan menyeluruh, tentu kita dapat memiliki pertimbangan yang lebih bijak ketika hendak melakukan hal apa pun. Ada kalanya perbuatan kebaikan kecil, dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar untuk jangka panjang, atau sebaliknya. Dalam contoh kasus seperti yang dikemukakan, kita bisa coba untuk memberi sumbangan dalam bentuk makanan, pakaian, buku, atau hal-hal lain yang bersifat praktis/tepat guna. Lakukan juga pendekatan personal jika kita memang peduli, dengan memberikan dorongan semangat kepada mereka (jika anak-anak), untuk melanjutkan sekolah, memberikan mereka penerangan tentang pentingnya sekolah dan bangkit dari keterpurukan ekonomi dengan cara meningkatkan taraf pendidikan mereka. ***


Catatan

September 2017 | Samantabadra

59


fokus

Ulambana dan Balas Budi

U

lambana merupakan salah satu hari suci umat Buddhis yang diselenggarakan pada tanggal pertama hingga ke-15 penanggalan Imlek. Ritual ulambana (pinyin=yu lan pen hui) adalah sebuah perayaan yang diadopsi oleh Buddhisme Mahayana di Tiongkok dari upacara Zhongyuan yang dilakukan umat Taoisme. Hal ini berhubungan dengan budaya “balas budi� yang kental di masyarakat Tiongkok. Sejarah mencatat ritual ulambana sudah ada di sana sejak tahun 538 dan mulai berkembang di Jepang pada tahun 657. Latar belakang yang diambil oleh Buddhisme Mahayana adalah cerita sutra mengenai Buddha Sakyamuni yang menolong salah satu muridNya, Maudgalyayana, yang hendak menolong ibunya yang terlahir di alam preta (arwah kelaparan). Kisah tersebut 60

Samantabadra | September 2017

tertuang dalam Ullambana sutra dan sesungguhnya melambangkan sikap balas budi anak terhadap orang tua. Oleh karena itu, ritual ulambana merupakan hari dimana anakanak mempraktikkan rasa hormat dan kasih sayang kepada orangtuanya. Memaknai Ulambana Buddha Niciren dalam gosyo yang ditujukan kepada Syijo Kingo perihal ulambana,

e Dalam praktiknya, sebagai penganut ajaran Buddha Niciren, sesungguhnya umat NSI melaksanakan ritual ulambana tidak hanya setahun sekali, melainkan setiap hari, yaitu ketika melaksanakan daimoku dan gongyo. e

menjelaskan bahwa makna penting dari upacara ulambana (doa) adalah perwujudan balas budi anak kepada orang tua (dan gurunya) melalui penyebutan mantra agung Nammyohorengekyo, karena dengan menyebut Nammyohorengekyo kita akan mampu memunculkan getaran jiwa Buddha yang dapat menyentuh jiwa Buddha dari orang tua kita. Di dalam kalimat gosyo, asal-usul ulambana dikisahkan dari cerita Maudgalyayana yang ingin menyelamatkan almarhum ibunya yang terlahir kembali di alam kelaparan. Dengan demikian, upacara ulambana awalnya ingin mengajarkan kita teladan sebagai seorang anak untuk membalas budi kepada orang tua yang telah meninggal dengan cara memberikan sumbangan doa agar jiwa orang tua yang telah meninggal dapat tenang dan terlahir kembali dalam suasana dunia Buddha. Dalam praktiknya, sebagai penganut ajaran Buddha Niciren, sesungguhnya umat NSI melaksanakan ritual ulambana tidak hanya setahun sekali, melainkan setiap hari, yaitu ketika melaksanakan daimoku dan gongyo. Di gongyo, secara khusus kita melantunkan Saddharmapundarika-sutra bab 2 dan 16 (syair) sebagai doa ke lima. Bagi umat yang orang tuanya telah meninggal, saat gongyo dan daimoku adalah waktu yang khidmat untuk memancarkan getaran kebuddhaan dan memberi sumbangan doa


demi munculnya kebuddhaan bagi jiwa Buddha mendiang orang tua juga para leluhur/ pendahulu yang telah berjasa bagi eksistensi kehidupan kita, termasuk guru, pelestari ajaran Buddha, dan para pahlawan bangsa. Getaran kebuddhaan yang kita pancarkan ketika daimoku dan gongyo mampu menghasilkan gelombang yang dapat memengaruhi kondisi jiwa leluhur yang telah melebur dengan alam dan berkontribusi dalam membentuk eksistensinya pada kehidupan yang akan datang. Secara sederhana, apabila kita mampu mewujudkan kedamaian dalam diri kita, getaran tersebut akan memancarkan ketenangan di dalam doa kita untuk jiwa leluhur. Seperti riak air ketika kita melempar batu ke tengah danau, riak tersebut akan terus meluas hingga ke seluruh tepian danau. Apabila kita mampu menjadi orang yang penuh kedamaian dan welas asih, tentu leluhur yang telah meninggal pun akan merasakan ketenangan dan suasana jiwa yang luhur. Secara tidak langsung, sesungguhnya perwujudan eksistensi kita di dunia ini begitu kompleks, sedemikian rupa sehingga melibatkan begitu banyak faktor lingkungan dan manusia lainnya, tidak hanya leluhur keluarga kita, kerabat, dan pahlawan bangsa Indonesia. Pada akhirnya kita akan menyadari bahwa kita tidak bisa hidup tanpa mereka, dan kita memfokuskan segenap

pikiran kita untuk berterima kasih atas kebaikan yang kita terima dari alam semesta. Bagi umat yang orang tuanya masih hidup, relevansi ritual ulambana adalah untuk meningkatkan kesadaran kita atas waktu yang kita miliki bersama orang tua kita selama masih hidup. Balas budi terbaik kepada orang tua adalah ketika mereka masih bernafas. Rasa sayang dan cinta kasih kita kepada mereka masih dapat terjalin dua arah sekaligus mampu memberi kontribusi nyata bagi keberlangsungan hidup mereka. Balas Budi Sebagai Sebuah Proses Pengajaran Pengertian balas budi secara sederhana adalah sikap membalas kebaikan. Dalam konteks hubungan orang tua dan anak, sejak lahir dari rahim ibu lalu dibesarkan hingga saat ini, kita banyak menerima kebaikan dari orang tua. Gosyo mengenai ulambana ini pada dasarnya ingin mengingatkan kita bahwa sudah sewajarnya kita sebagai anak berbuat baik dan tidak melakukan hal-hal yang merugikan orang tua baik dari segi moral, spiritual, maupun material. Bagi pihak orang tua, perihal balas budi hendaknya tidak dimaknai sebagai tuntutan dan keharusan dari anak, melainkan sebagai sebuah akibat kewajaran yang diperoleh dari cara ajar dan didik orang tua kepada anak selama ini. Memang banyak faktor yang memengaruhi karakter anak,

e Gosyo mengenai ulambana ini pada dasarnya ingin mengingatkan kita bahwa sudah sewajarnya kita sebagai anak berbuat baik dan tidak melakukan halhal yang merugikan orang tua baik dari segi moral, spiritual, maupun material. e seperti lingkungan sekolah dan teman sepermainan. Namun demikian, kita harus sadari bahwa faktor utamanya adalah pendidikan keluarga yang dilakoni oleh orang tua. Sebelum kita mulai menyebut anak kita sebagai anak yang tidak tahu balas budi, alangkah baiknya jika kita berkaca terlebih dahulu bagaimana cara kita mendidik mereka selama ini. Apakah penuh kekerasan baik verbal maupun fisik? Apakah komunikasi antara ayah dan ibu seringkali dipenuhi dengan nuansa ketidakharmonisan? Apakah cita-cita yang menurut orang tua terbaik baik anaknya, adalah cita-cita yang sesuai dengan hasrat anak? Dengan demikian, balas budi juga adalah sebuah proses pengajaran yang membutuhkan sikap proaktif dari orang tua dalam menjadikan dirinya sebagai panutan kebaikan bagi anak-anaknya. “Iblis Kelaparan� adalah Sifat Serakah Manusia Di dalam kalimat gosyo perihal asal-usul ulambana, September 2017 | Samantabadra

61


terdapat kalimat mengenai iblis kelaparan. Ketika di dalam gosyo terdapat kalimat mengenai “hantu” atau “iblis”, dalam konteks pelaksanaan hal tersebut sebenarnya mengacu kepada perasaan jiwa atau kondisi pikiran kita. Dengan demikian, hendaknya kita tidak lagi berpikir bahwa iblis itu adalah perwujudan sosok makhluk jahat yang berbeda dari manusia. Dengan menggunakan istilah iblis kelaparan, Buddha Niciren ingin menggambarkan salah satu potensi buruk jiwa manusia, yaitu perasaan serakah. Serakah berarti sifat yang tidak pernah merasa cukup, tamak, rakus, egois, tidak memikirkan orang lain. Karena potensi ini adalah salah satu dasar kecenderungan jiwa, tanpa upaya untuk mengontrolnya, sifat serakah ini dapat dengan mudah menguasai dan menjadi watak seseorang. Buddha Niciren menggambarkan tentang iblis pemakan hukum, iblis berkepala kerbau, iblis berkepala kuda, rusa berkepala manusia. Semua itu adalah metafor yang bertujuan untuk menggambarkan sifat serakah manusia. Seperti “iblis pemakan hukum”, di dalam gosyo Buddha Niciren menjelaskan hal tersebut sebagai sifat tamak yang dimiliki oleh rohaniwan yang menyebarluaskan Hukum agama Buddha dengan pamrih dan mengharapkan penghormatan dari orangorang. Hatinya dikuasai oleh 62

Samantabadra | September 2017

kesombongan dan merasakan dirinya lebih unggul daripada orang lain dan sesungguhnya tidak memiliki niat untuk membantu umat manusia. Dalam konteks yang lebih luas, dalam dunia bisnis misalnya, sering kita temui orang-orang yang menunjukkan sikap tulus, namun di dalam hati menyimpan ketamakan dan maksud untuk menjatuhkan orang lain lalu meraup keuntungan lebih besar lagi untuk dirinya. Hal ini bisa kita lihat dari kasus penipuan jemaat haji oleh sebuah biro travel haji dan umroh di Jakarta. Karena dikuasai oleh “iblis kelaparan” (jiwa yang serakah), pemilik biro travel tega menyalahgunakan uang jemaat yang ingin beribadah untuk kepentingan pribadinya sehingga mereka belum bisa berangkat sampai saat ini. Pewarisan Gohonzon Sebagai Wujud Balas Budi Sebagai orang tua yang percaya kepada Nammyohorengekyo dan menganut agama Buddha Niciren Syosyu, salah satu hal yang paling membahagiakan kita (juga sebagai wujud balas budi yang diharapkan), adalah melihat anak-anak kita turut menjadi penganut ajaran Buddha Niciren dan aktif dalam kegiatan susunan NSI. Sebagian besar anak yang lahir dari orang tua yang telah menganut agama Buddha Niciren, akan diajarkan agama ini oleh orang tuanya dan diajak untuk aktif dalam kegiatan di susunan NSI.

Ada yang akhirnya mengikuti jejak orang tuanya dan mewarisi ajaran, ada pula yang memutuskan mengambil jalan yang lain. Hal ini pada akhirnya menjadi hak asasi masingmasing orang. Namun demikian, orang tua dapat berupaya agar anak pada akhirnya mau dengan sukarela menganut ajaran ini. Caranya adalah dengan membuktikan bahwa agama ini dapat memberikan pengaruh positif bagi sikap dan perilaku hidup kita sebagai orang tua. Apabila kita menyuruh anak kita untuk menganut agama Buddha dan aktif di susunan, tetapi kita sendiri yang sudah lebih lama menganut agama ini masih sering bersikap dan bertutur kata kasar, tamak, tidak menghargai orang lain, anak akan melihat hal ini sebagai sebuah kontradiksi dan akan sulit untuk percaya terhadap agamanya. Banyak faktor yang memengaruhi sikap orang dalam memilih agama, tetapi umumnya agama orang tua akan menjadi rujukan utama anak dalam beragama. Orang tua perlu menunjukkan bukti nyata manfaat dari percaya kepada Gohonzon dalam sikap dan perilakunya. Hal ini akan menjadi pertimbangan utama anak dalam meyakini agama. Dengan demikian, orang tua turut berperan penting apabila ingin agar anaknya bisa mewujudkan balas budi terunggul, yaitu meyakini agama ini. (Samanta) Rujukan: Gosyo Zensyu Perihal Asal-Usul Ulambana https://id.wikipedia.org/wiki/Ulambana


inspirasi

Verdy Virgautama

Terbaik Karena Terbiasa S

esi malam kensyu gosyo umum bulan Juli 2017 merupakan momen yang tak terlupakan oleh Verdy Virgautama atau lebih akrab dipanggil Verdy. Generasi muda NSI asal Cengkareng ini dinobatkan menjadi “Peserta Terbaik TGM-30�. Meski TGM30 sudah berakhir, siswa kelas XI ini masih merasa kaget dan bangga akan prestasinya sebagai peserta terbaik di acara tahunan GM NSI tersebut karena sebelumnya dia tidak tahu akan ada pemilihan peserta terbaik. Kriteria peserta terbaik TGM dimiliki oleh Verdy. Menurutnya, sikap hidup yang sesuai kriteria tersebut sudah terbentuk dari kebiasaan sehari-harinya, di antaranya bangun pagi. Di usianya yang akan menginjak 16 tahun, Verdy sudah terbiasa bangun jam 4 pagi untuk belajar. Selain dari bangun dan rutinitas pagi yang Verdy jalankan, selama TGM ia sudah bersiap 30 menit lebih awal untuk gongyo dengan daimoku. Ia pun mengaku sangat konsisten mengikuti jadwal dan semua kegiatan. Saatnya makan ia makan, sesi gosyo ia dengarkan dengan

baik, sesi permainan ia ikuti dengan antusias, dan ketika waktunya tidur ia gunakan dengan baik, tidak bermain atau membuat keributan. Verdy mengaku tidak terbuai dengan diumumkan dirinya sebagai peserta terbaik pada TGM-30. Baginya, yang terpenting adalah agar bisa membuat orang tua dan neneknya bahagia; pada saat mereka bahagia, di situlah Verdy merasa bahagia. Kiat Verdy dalam menjalani kegiatan TGM dengan baik antara lain melaksanakan TGM dengan sepenuh hati, ikhlas, sungguh hati, disiplin, dan memprioritaskan TGM. Seperti yang kita ketahui bersama, TGM NSI pasti diadakan antara bulan Juni dan Juli setiap tahunnya. Dengan demikian, kita bisa mengantisipasi tanggal kegiatan TGM dan mencatatnya dalam kegiatan utama kita. Menurut Verdy, kegiatan TGM yang diselenggarakan NSI sangat penting karena mengandung misi kosenrufu (penyebarluasan dharma). Apabila kita tidak mengutamakan kosenrufu, dharma Buddha Niciren tidak akan berjalan. Bagi Verdi, kegiatan jalan-jalan

saat liburan sekolah hanya untuk kesenangan sesaat dan manfaatnya tidak sebanding dengan TGM. Verdy pun sempat dilema saat akan mengikuti kegiatan TGM kali ini. Ia dihadapkan oleh dua pilihan; untuk pergi bertemu dengan mama di Surabaya, atau ikut TGM ke-30. Walau berkeinginan untuk ikut TGM, dia masih ingin bertemu mama karena sudah lama tidak berjumpa, karena Verdi berdomisili di Jakarta untuk bersekolah. Awalnya, Verdy sempat ragu, dan cenderung untuk melewatkan TGM30 dan pergi ke Surabaya. Namun koordinator GM NSI Cengkareng, Kak Yesi, tanpa henti menyemangati dan memotivasi Verdy untuk ikut TGM. Akhirnya ia sadar bahwa untuk Buddha, pasti bisa dapat manfaat yang terbaik dan akhirnya dia putuskan untuk ikut TGM. Walau sedikit sedih karena tidak bisa bertemu mama, Verdy memberi tahu mamanya September 2017 | Samantabadra

63


wawasan bahwa ia memilih untuk ikut TGM. Di luar dugaan Verdy, ternyata mamanya pun sedang sibuk dan mendukungnya mengikuti TGM. Verdy pun tidak lagi bersedih. Karena ia sudah memutuskan ikut TGM, ia bertekad untuk menjalankan TGM dengan sunguh-sunguh dan mendapatkan manfaat yang terbaik. Pesan Verdy untuk GM NSI, mulai dari sekarang sudah tanamkan niat dan bersiap untuk mengikuti TGM NSI ke-31. Persiapan mulai dari sekarang, bukan seminggu sebelum TGM. Menjadi peserta terbaik sesungguhnya adalah menjadi generasi muda yang menjalankan sikap hidup positif setiap harinya, mulai dari bangun pagi, mandi pagi, makan teratur, gongyo-daimoku jangan bolos dan dilakukan dengan sikap sempurna. Ketika pertemuan di vihara gosyo harus didengarkan dengan baik, kalau ada sesi tanya jawab jangan lewatkan kesempatan untuk bertanya. “Kosenrufu itu dimulai dari kita, untuk kita, dan bagi bangsa Indonesia,� ujarnya. Semangat dan keteguhan hati Verdy dalam melaksanakan hati kepercayaan kepada Gohonzon tentu dapat menjadi inspirasi bagi kita semua, khususnya generasi muda NSI untuk semakin semangat dalam meningkatkan hati kepercayaan dan menjalankan misi kosenrufu. (mel)

Padanan Istilah Asing

D

alam berbahasa Indonesia, seringkali kita menyerap bahasa-bahasa asing dan menggunakannya begitu saja. Padahal, keta-kata asing tersebut ada padanannya. Berikut ini sejumlah padanan istilah asing dalam Bahasa Indonesia.

cache memory = memori tembolok browser = peramban bar code = kode batang blogger = narablog power bank = bank daya biolinguistics = biolinguistik (linguistik) bento = bento; paket bekal (tata boga) bassoon = basun (seni musik) bashfulness = kemalu-maluan (psikologi) barrier free accessibility = aksesibilitas bebas batas; keterjangkauan bebas batas (teknik lingkungan) ballastless track = jalur nirbalas (teknik mesin) ball bounce = pantulan bola (olahraga) balanced cantilever = kantilever berimbang/imbang (teknik sipil) auto shipping = pengangkutan kendaraan (transportasi) audio technician = teknisi audio (seni, musik) audio engineer = perekayasa audio (seni, musik) all you can eat = makan sepuasnya (tata boga) audio director; sound director = penata suara; pengarah suara video engineer = perekayasa video assistive technology = teknologi bantu (pendidikan) Sumber: http://www.badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/selingan

64

Samantabadra | September 2017


riwayat

Tiantai 天台宗

Tiantai (bahasa Tionghoa dan bahasa Jepang: 天台 宗; Pinyin: tiāntái zōng; ) adalah nama seorang maha guru Buddhis yang juga digunakan sebagai nama sebuah aliran Buddhisme berpengaruh di China, Jepang, Korea, dan Vietnam, yang memahami Sutra Bunga Teratai (Saddharmapundarika-sutra) sebagai pengajaran tertinggi dalam Buddhisme. Di Jepang, aliran tersebut dikenal sebagai Tendai-shū; di Korea, aliran tersebut dikenal sebagai Cheontae; dan di Vietnam, aliran tersebut disebut Thiên Thai tông. Nama Maha Guru Tiantai berasal dari fakta mengenai Kepala Keluarga ke-empat yaitu Zhiyi (智顗), yang tinggal di Gunung Tiantai, Zhejiang, Tiongkok. Zhiyi juga diberi penghargaan sebagai tokoh figur utama yang membuat terobosan signifikan dari tradisi India, untuk membentuk sistem untuk orang Tiongkok jaman itu. Tiantai disebut juga dengan “Aliran Teratai”, dengan Saddharmapundarika-sutra sebagai peran sentral dalam ajarannya. Ajaran Maha Guru Tiantai merupakan salah satu dari sepuluh aliran Mahayana yang menyebar dari Akhir Dinasti Selatan Utara Han, Tiongkok, dan merupakan awal mula dasar Aliran Agama Buddha di Tiongkok dan berlanjut terus pada masa jayanya di Dinasti Tang. Selama jaman Dinasti Tang, Aliran Tiantai menjadi salah satu aliran yang unggul dalam Agama Buddha di Tiongkok, dengan jumlah kuil yang sangat banyak,

dukungan dari para kaisar serta perlindungan kesejahteraan yang terjamin, serta ribuan bhikku serta jutaan penganut. Kuil utama Sekte Tiantai di Jepang dibangun tahun 809. Menurut catatan sejarah Kuil Enrakuji, Saicho membangun kuil ini atas permintaan dari Kaisar Kanmu. Pada abad ke-9 Tiantai adalah Aliran paling populer di antara para Bhikku di Jepang. Namun setelah Dinasti Song, Tiantai semakin melemah di Tiongkok, dan sebagian besar dari para penganut pindah ke Ajaran Zen. Namun di Jepang agama Buddha menjadi suatu sekte agama yang sangat penting. Di Tiongkok pusat Ajaran Maha Guru Tiantai berada di Propinsi Zhejiang, di Gunung Tiantai Kuil Guoqing, Kuil Yuquan di Hubei dan Kuil Yanqing di Ningbo ini merupakan Kuil-kuil penting dalam penyebaran Ajaran saat itu. Aliran Tiantai di Jepang berada di Gunung Hiei Kuil Enryakuji. (Xiao) Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Tiantai https://zh.wikipedia.org/wiki/%E5%A4%A9 %E5%8F%B0%E5%AE%97 https://id.wikipedia.org/wiki/Tiantai

September 2017 | Samantabadra

65


Nikkō Syonin (日興) 1246 — 7 February 1333

N

ikkō lahir Tahun 1246 di Kajikazawa, Distrik Koma, Propinsi Kai. Ayahnya adalah Oi-no Kitsuroku dari propinsi Totumi dan kemudian untuk mempertahankan karir samurainya beliau pindah ke Propinsi Kai. Ibu Nikkō berasal dari wilayah Shizuoka. Beliau meninggal pada saat Nikkō masih kecil. Nikkō dibesarkan oleh kakeknya. Dari usia yang dini, Nikkō memasuki kuil Tiantai Shijuku-in, di Fujiwakabacho, Iwabuchi. Beliau mendapatkan pendidikan di sana, yang mana doktrin dari Tiantai termasuk Bahasa Tionghoa klasik, sastra Jepang, puisi, kaligrafi, dan mata pelajaran lainnya. Di Tahun 1257, Niciren Daisyonin mengunjungi Kuil Jisso-ji berdekatan dengan Kuil Shijuku-in, di mana beliau mempelajari berbagai macam Sutra Agama Buddha dalam perpustakaan untuk menyelesaikan tentang tesis beliau menengenai “Risshō Ankoku Ron” (立正安国論 -- Surat Menentramkan Negara Dengan Menegakkan Filsafat Yang Benar). Tahun 1258 saat itu Nikkō berusia 12 tahun, mulai melayani Niciren dan bersumpah menjadi pengikut Niciren Daisyonin sampai Niciren Daisyonin moksya di Tahun 1282. Nikkō selalu melayani Buddha Niciren dan turut menyebarluaskan Ajaran Buddha. Beliau juga menemani Buddha Niciren dalam dua kali pembuangan. Saat itu Nikkō juga dipercayakan untuk melestarikan banyak gosyo yang ditulis oleh Niciren Daisyonin sendiri. Nikkō secara khusus dan hati-hati memastikan pelestarian banyak dari surat Niciren dan ditulis kembali dengan karakter yang sederhana (kana, huruf Jepang) diperuntukkan bagi pengikut yang kurang berpendidikan. 66

Samantabadra | September 2017

Usaha propaganda Nikko Syonin menimbulkan pertentangan yang kuat. Contohnya, Pimpinan Bhikku tertinggi Kuil Shijuku-in, memberikan hukuman bagi siapapun yang mengalihkan hati kepercayaannya pada Ajaran Niciren Daisyonin. Kepala Bhikku Ryuse-ji juga mulai waspada akan bertambahnya jumlah pengikut yang beralih kepercayaan, dengan berkonspirasi bahwa dua puluh penganut Niciren Daisyonin ditangkap dan dihukum dengan tuduhan palsu. Para penganut dari semua wilayah Atsuhara dibawa


ke Keshogunan Kamakura, kemudian di interogasi oleh Pimpinan Deputi Kemiliteran dan Kepolisian yang melayani Klan Hojo. Karena dari dua puluh orang tersebut tidak ada yang mau melepaskan meskipun telah disiksa, ketiga pimpinan penganut (Jinshiro, Yagoro and Yarokuro) dihukum mati dan sisanya diasingkan. Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa Atsuhara. Nama Buddhis dari Nikkō Syonin adalah Hawaki-bō Byakuren Ajari Nikkō (伯耆房 白蓮阿闍 梨 日興). Pada 8 Oktober 1282, Nikkō ditetapkan sebagai satu dari enam senior utama murid Niciren, Pada tanggal 13 Oktober 1282 di kediaman Ikegami Bersaudara yaitu hari yang sama dengan kemoksyaan Niciren Daisyonin, beliau menetapkan Nikkō Syonin sebagai penerus penegak Agama Buddha Niciren Syosyu dan Pimpinan tertinggi kuil Kuon-ji di Gunung Minobu, prefektur Yamanashi, Jepang. Di sana Niciren menghabiskan waktu bertahun-tahun hidupnya dalam mendokumentasi dan juga pemindahtanganan yang disebut juga dengan Minobu-zan Fuzoku-sho (Pengamanatan Dokumen Gunung Minobu); Namun, perdebatan terjadi oleh cabang Niciren lainnya yang mempertanyakan tentang keaslian dokumen ini. Berdasarkan doktrin dari Aliran Niciren Syosyu, Nikkō

secara istimewa menjunjung tinggi Niciren Daisyonin sebagai Buddha Sebenarnya dan Abadi di Zaman Akhir Hukum Dharma (Mappo) ini, dan oleh karena itu, Nikkō merupakan satusatunya penerus sah untuk pelayanan dan warisan Niciren. Puncak simbol resmi Nikkō Syonin yang digunakan saat ini adalah cangkang kura-kura, yang bermakna umur panjang. Hasil karya penting dari Nikkō sangat cermat sekali dalam dokumentasi tentang kuil selama hidupnya, dengan tegas menjaga tingginya nilai pelaksanaan keagamaan dengan terorganisir, banyak dari dokumentasi penelitian yang dipertahankan sampai saat ini dalam museum atau tempat penyimpanan baik oleh sekte Niciren Syosyu maupun Niciren Syu. Setelah Niciren Daisyonin moksya, karena perselisihan dengan kelima Bhikku senior lainnya---bahwa mereka tidak lagi mempertahankan Ajaran Niciren Daisyonin secara ortodoks, Nikkō memutuskan pada musim semi tahun 1289 untuk meninggalkan Gunung Minobu dengan sekelompok murid terpilih menuju Gunung Fuji. Ketika itu Nanjo Shichijo-jiro Tokimitsu (Nanjo Tokimitsu) yang merupakan penganut menawarkan perlindungan untuk tinggal di sana, yang di kemudian hari menyumbangkan tanahnya

untuk dibangun kuil baru yaitu Kuil Taiseki-ji. Sampai hari ini Taiseki-Ji adalah kuil Utama Aliran Niciren Syosyu. Semenjak 12 Oktober 1290 selalu menjadi pusat pembelajaran Kōmon-ha (興 門派, disebut juga sebagai 富士派: Fuji-ha), merupakan cabang pendidikan dari Agama Buddha Niciren, yang dikenal sebagai Sekolah tradisional yang berasal dari Nikkō. Di Taiseki-ji, kaki Gunung Fuji, Nikkō mengabadikan Mandala Agung DaiGohonzon. Sebagai tambahannya Nikkō juga memahatkan Ogazawari Gohonzon di dalam aula Dai Kyakuden di mana Ushitora Gongyo yang dilaksanakan setiap hari oleh pimpinan Bhikku tertinggi Niciren Syosyu di Taiseki-ji. Dua perdebatan terjadi dalam pemakaman Nikkō Syonin, satu pusara dilokasikan di Komplek Taiseki-ji, sedangkan yang lainnya di Omosu, Propinsi Suruga yang mana berdasarkan legenda peribadatan, beliau memdirikan sebuah Sekolah Menengah Agama Buddha, yang selanjutnya beralih ke Agama Niciren Syu. Peringatan perayaan wafatnya Nikkō Syonin ditetapkan tanggal 7 Pebruari 1333. (xiao) Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Nikkō_Syonin http://www.Nicirenlibrary.org/en/dic/ Content/S/78

September 2017 | Samantabadra

67


refleksi

Pendidikan Karakter Generasi Muda

D

alam Rapat Pimpinan DKI dan Jabotabek bulan Juni 2017, Ketua Umum NSI, Bapak Suhadi, mensinyalir gejala melunturnya etika generasi muda (GM) kepada orang tua akibat kemajuan teknologi, alias keterikatan mereka pada gawai. Faktor utamanya ialah meluasnya penggunaan gawai di antara GM. Faktor lainnya, orang tua belum optimal membina karakter anak-anaknya. Gejala ini terlihat dari kurangnya sapa-menyapa di kalangan generasi muda, para siswa-siswi SMP/SMA, mahasiwa-mahasiswi, bahkan pemuda-pemudi, terhadap para umat yang lebih tua di vihara-vihara NSI. Pembinaan terhadap generasi muda perlu sekali menanamkan nilai-nilai kemanusiaan Buddhis, seperti berbudi, sopan, ramah, jujur, suka menolong, sederhana, terbuka, berani, dan tahan banting. Karakter Karakter menurut beberapa sumber didefinisikan sebagai berikut: the character of a person or place consists of all the qualities they have that make them distinct from other people or places. Karakter seseorang atau suatu tempat terdiri atas segala kualitas yang mereka miliki yang membedakan mereka dengan orang lain atau tempat lain (Collins Cobuild Dictionary). Sumber lainnya menyebutkan, the way someone thinks, feels and behaves berarti cara seseorang berpikir, merasa dan berperilaku (Webster Dictionary). Tomatala menyatakan, bahwa karakter merupakan hakikat, sifat, dan ekspresi dari kepribadian seseorang yang dinyatakan melalui pembicaraan dan tingkah laku dalam lingkungan atau konteks di tempat ia berada (Tomatala, 1998: 31, seperti dikutip oleh Ridwan). Sumber lain menyatakan secara lebih mendetail: Karakter kadangkala diistilahkan dengan watak, tabiat, perangai atau akhlak. Karakter merupakan keakuan rohaniah yang nampak dalam keseluruhan sikap dan perilaku. Akhlak menurut istilah agama berarti sikap yang digerakkan oleh jiwa yang menimbulkan tindakan dan perbuatan manusia, baik terhadap Tuhan, terhadap sesama manusia, terhadap dirinya sendiri ataupun terhadap makhluk lainnya, sesuai dengan kitab suci. Karakter atau akhlak dipengaruhi bakat, atau potensi dalam diri dan lingkungan. Karakter dapat berubah akibat pengaruh lingkungan. Oleh karena itu perlu usaha membangun karakter dan menjaganya agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang menyesatkan dan menjerumuskan (Tim LPPKB, seperti dikutip oleh Ridwan). Memasuki pembahasan, pembinaan watak Generasi Muda bermakna improving certain good or useful traits in a person’s character, especially self-reliance, endurance, and courage, yakni meningkatkan ciri-ciri baik atau ciri-ciri bermanfaat dalam karakter seseorang, terutama sikap kemandirian, ketahanan pribadi dan keberanian. Pembinaaan GM perlu sekali menanamkan nilai-nilai kemanusiaan Buddhis yang utama: sikap dan perilaku berbudi. Sikap dan perilaku berbudi perlu ditanamkan di rumah maupun di vihara. Ada beberapa kutipan gosyo berkaitan dengan budi yang lebih dikenal dengan konsep balas budi sebagai berikut.: 1. Yang disebut balas budi adalah suatu sikap yang amat tinggi nilainya. Bagaimanapun tingginya langit, langit tidak pernah lebih tinggi daripada sikap balas budi. Dan sikap balas budi adalah sesuatu yang amat dalam. Bagaimanapun dalamnya bumi, bumi tak pernah 68

Samantabadra | September 2017


lebih dalam daripada sikap balas budi. Orang suci dan orang arif-bijaksana berasal dari rumah balas budi. Apalagi orang yang mempelajari agama Buddha, bukankah mereka harus mengenal budi dan membalas budi? Murid-murid sang Buddha pasti mengenal empat budi dan membalas budi luhur tersebut. (Surat Membuka Mata) 2. Sejak Aku mulai mempelajari dharma yang ditinggalkan sang Buddha Sakyamuni serta memasukkan diri-Ku ke dalam dharma sang Buddha, Aku selalu mengutamakan pengenalan budi dan mendahulukan balas budi. Di dunia ini ada keempat macam budi; barang siapa yang mengenalnya disebut manusia, tetapi barang siapa yang tidak mengenalnya disebut binatang. (Tanya Jawab antara Orang Arif Bijaksana dan Orang Bodoh) 3. Pertama, membalas budi kepada segenap umat manusia, Kedua, membalas budi kepada kedua orang tua kita, Ketiga, membalas budi kepada sang raja, Keempat, membalas budi kepada Triratna (Surat perihal Keempat Budi) Dari tiga kutipan gosyo di atas yang saling berkaitan, terasa esensi budi dalam agama Buddha Niciren Syosyu. Kehadiran dan keberlangsungan hidup kita di dunia ini sebenar-benarnya karena peran dan sumbangsih orang tua kita, peran dan sumbangsih orang-orang di sekeliling, peran dan sumbangsih sang Triratna, bahkan peran dan sumbangsih NKRI. Bayangkan, sebetulnya segala hal yang ada di tubuh kita, di dalam atau di luar, eksis karena kebajikan orang-orang dan lingkungan di sekeliling kita, mulai dari orang tua, petani, pengrajin, penjahit, pengusaha dan seterusnya. Maka, sewajarnyalah kita berterima kasih (sebagai tahap awal berbalas budi) kepada lingkungan sosial kita. Selanjutnya, kita berperilaku sebaik-baiknya untuk kesejahteraan keluarga, warga RT/RW hingga NKRI seutuhnya. Tak berlebihan jika sejak 1983, NSI melalui Ketua Umum terdahulu, Bapak Seno (alm.), mencanangkan Hari Raya Waisak bagi umat NSI sebagai Hari Balas Budi dengan merujuk kepada Keempat Budi di atas; segenap umat manusia, kedua orang tua, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Triratna Penanaman Bibit. Konsep Keempat Budi ini sungguh paripurna karena mencakup semua elemen yang memfasilitasi eksistensi kehidupan kita. Dari sudut pandang kemanusiaan yang semesta, ada dua kutipan gosyo berbicara tentang hubungan kita dengan orang-orang di sekeliling kita, baik umat maupun bukan umat: 1. Pada zaman dahulu kala, semua pria adalah ayah kita, semua wanita ibu kita. Oleh sebab itu, sesungguhnyalah kita telah berutang budi kepada segenap umat manusia. Itulah sebabnya kita wajib berharap agar segenap umat manusia menjadi Buddha (Surat kepada Ueno Dono). 2. Di antara segenap umat Keenam Dunia dan Keempat Dunia Suci, terdapat pria dan wanita. Segenap pria dan wanita ini ayah-ibu kita dalam kehidupan masa lampau. Satu pun kalau kurang di antaranya, kita tak akan dapat menjadi Buddha. Oleh karena itu, sang Buddha menyebut Kaum Sravaka dan Pratyekabuddha sebagai orang-orang tak mengenal balas budi, dan menyatakan bahwa mereka tak akan mencapai Kesadaran Buddha untuk selama-lamanya. Hal ini disebabkan kepatuhan mereka terhadap orang tua tidak meluas dan merata (Surat kepada Horen). Sangatlah jelas, dari kedua kutipan ini, bahwa budi orang-orang yang kita kenal maupun tidak, patut diperhatikan dan diperhitungkan dalam hidup kita. Maka, sepatutnyalah kita berterima kasih (paling tidak bersikap baik) kepada setiap orang yang kita temui setiap harinya. Sikap berbudi bakti kepada semua orang ini pun perlu ditanamkan para orang tua terhadap anak-anak mereka. Jika ditarik lebih jauh dan mendalam, terdapatlah budi Dharma Myoho-renge-kyo yang membuat kita nam/pasrah kepadanya: September 2017 | Samantabadra

69


Berbicara mengenai budi Dharma, Dharma adalah guru segala Buddha. Mulianya segala Buddha karena Dharmanya ini. Maka itu, barang siapa yang ingin membalas budi kepada sang Buddha harus membalas budi kepada Dharma (Surat Mengenai Keempat Budi). Di sinilah kita perlu melaksanakan syakubuku agar lebih banyak orang mengenal Dharma Myohorenge-kyo, dan semakin banyak melantunkan Mantera Agung Nam-myoho-renge-kyo dalam hidupnya, pagi dan sore. Dari budi Gohonzon ini, kita masuki semangat kemanusiaan yang ada di antara GM dengan orang-orang di sekelilingnya. Untuk melaksanakan konsep budi ini sungguh sukar dan membutuhkan banyak upaya dari dalam jiwa. Inilah pertapaan Buddhis; berupaya melawan kenyamanan dan keenakan diri. Upaya terkecil ialah menyapa umat ketika datang di vihara. Generasi muda sepertinya kurang bersosialisasi dengan bapak dan ibu di vihara, padahal hal tersebut tidaklah sulit. Pertama, awali dengan melempar senyum, menyapa, dan mengucapkan salam, ingat saja 3S; Sapa, Salam, Senyum. Mengawali sapaan bisa dengan halo, pak, bu, kak, atau menyebut nama apabila sudah kenal. Salam mengucapkan selamat pagi/siang/sore/malam diiringi kedua tangan terkatup di dada/anjali. Senyuman melambangkan sikap menyambut dari dalam hati. Sebetulnya 3S di kalangan orang tua pun masih belum berlaku umum. Sewajarnya 3S ini menjadi sikap mental yang otomatis terjadi ketika berinteraksi dengan orang lain, mulai dari anak-anak hingga lansia. Yang disapa pun tidak pandang bulu, umat lama atau baru, bapak atau ibu, kaya atau miskin. Tulisan saya terdahulu tentang Etika di Vihara, salah satunya membicarakan soal salam. Inilah titik awal sikap sopan. Proses penanaman karakter ini bisa memakan waktu yang panjang, bisa bertahun-tahun. Apalagi ketika karakter yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun sebelumnya, bukanlah karakter yang baik. Dengan demikian perlu pengenalan lagi, pembiasaan kembali, dan pengingatan secara berulang-ulang sampai terserap dalam sifat dan kepribadian orang. Karakter seseorang pada dasarnya ditampilkan dari setiap tindakan atau perbuatannya. Apa yang dilakukannya mencerminkan karakternya. Karakter berkembang melalui kebiasaan, dan perubahan-perubahan karakter dapat terjadi dengan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baru. Oleh karena itu, apabila kebiasaan itu sesuatu yang buruk, maka akan mengkristal dalam dirinya menjadi suatu karakter yang buruk pula. Sebaliknya apabila kebiasaankebiasaan baru yang dikembangkan dalam dirinya dan kebiasaan itu merupakan kebiasaan yang baik, maka kebiasaan tersebut akan menjadi karakter yang baik (Ridwan, Dunia Ilmu blog). Dengan penanaman budi di sanubari pemuda, nilai-nilai lain, yakni sopan, ramah, jujur, suka menolong, sederhana, terbuka, berani, tahan banting akan lebih mudah dilaksanakan. Sesuai definisi cara seseorang berpikir, merasa dan berperilaku di atas, dengan bersikap dan berperilaku yang mengutamaian budi berlandaskan Dharma Myoho-renge-kyo, karakter positif lainnya akan mengikuti, bermunculan dan terasah secara otomatis. Terkait dengan efek bola-salju sikap berbudi, narasumber berikut bertutur tentang manfaat pembinaan karakter GM: Karakter sangat penting yang menentukan kualitas pribadi seseorang. Dengan karakter yang dimilikinya seseorang dapat berinteraksi dan membangun hubungan sosial yang harmonis dengan sesamanya dan berdampak pada peningkatan serta keberhasilan dalam kehidupannya. Karakter yang membuat seseorang dapat diterima atau ditolak dalam lingkungan sosialnya. Karakter yang baik atau positif membuat dirinya memiliki kemampuan sosial yang ditunjukkan melalui suatu interaksi dan membuat dirinya mudah bergaul, mudah 70

Samantabadra | September 2017


menyesuaikan diri dengan lingkungan dan diterima oleh lingkungannya. Keadaan yang demikian akan membuat dirinya memiliki “keluwesan” dalam berkomunikasi dan membangun hubungan, sehingga berdampak pada kemajuan dirinya (Ridwan, Dunia Ilmu blog). Dalam bagian lain makalahnya beliau katakan: Karakter positif akan membuat dirinya memiliki daya tahan dalam menghadapi segala sesuatu, tidak mudah menyerah, memiliki tanggung jawab yang tinggi sehingga membuat dirinya dapat dipercaya dan dihandalkan. Lebih lanjut diungkapkan: Hill menyatakan, bahwa “Character determines someone’s private thoughts and someone’s actions done. Good character is the inward motivation to do what is right, according to the highest standard of behaviour, in every situation”. Karakter menentukan pribadinya sendiri dan tingkah lakunya. Karakter yang baik merupakan motivasi-dalam yang mendasari seseorang melakukan apa yang benar, dengan mengacu pada standar tingkah laku yang tinggi di setiap situasi. Karakter seseorang tercermin dari tingkah lakunya. Seseorang dapat dikatakan memiliiki karakter yang baik apabila dalam dirinya menujukkan tingkah laku sesuai dengan standar tinggi yang ditetapkan oleh norma-norma tertentu (norma agama dan masyarakat) dalam setiap situasi (Hill, T.A.. seperti dikutip oleh Ridwan) Agen-agen Perubahan Sikap dan perilaku berbudi perlu ditanamkan di rumah, maupun di vihara. Orang tua pastilah agen pertama yang bertugas menanamkan karakter anak-anaknya di rumah. Sedangkan di vihara, agen perubahan melibatkan seluruh elemen umat (bapak, ibu, generasi muda, anak-anak, lansia). Sikap maitri karuna setiap pemangku kepentingan vihara amat dibutuhkan. Dikatakan oleh sang pendidik: Pembinaan karakter sebenarnya dimulai dari keluarga. Apabila seorang anak mendapatkan pembinaan karakter yang intens akan membuat dirinya memiliki karakter yang positif dan yang akan berkembang dan mengakar dalam dirinya. Janganlah sikap asertif yang destruktif dikedepankan dalam membina GM, apalagi kalau sampai muncul hardikan, bentakan dan omelan kepada mereka di lingkungan rumah maupun vihara. Peran orang tua di rumah dan para pemangku kepentingan di vihara NSI sangat penting dalam pembentukan karakter positif generasi muda kita. Mulailah dengan hal-hal kecil seperti 3S: Sapa, Salam, Senyum yang tidak hanya formalitas, namun didasari rasa ingin berbalas budi kepada setiap orang yang ditemui (Kyanne Virya) Referensi: Hill, T.A.. Character First!. Diakses dari: http://www.charactercities.org/downloads/ publications/Whatischaracter.pdf., seperti dikutip oleh Ridwan Ridwan, Dunia Ilmu blog, “EFEKTIFITAS PEMBINAAN KARAKTER” Tim LPPKB. Karakter Bangsa. Diakses Dari: http://dunialppkb.wordpress.com/bina-karakter-bangsa/, seperti dikutip oleh Ridwan Tomatal, Yakub. 1998. Manusia Sukses. Malang: Gandum Mas, seperti dikutip oleh Ridwan

September 2017 | Samantabadra

71


Musim Dingin Pasti Menjadi Musim Semi Tetap Bertahan Pandangan agama Buddha mengenai permasalahan ekonomi saat ini. Bagaimana kita semua bisa bertahan meski mengalami jatuh bangun dalam membangun bisnis. Masalah kita bersama ini. Jutaan pengusaha dan pedagang di Indonesia lagi berjuang. Karena era pemerintahan Jokowi menjadi momen revolusi perbaikan agar negara menjadi lebih bagus. Agar kita semua bisa bertahan di musim dingin ini dan tidak sampai mati kedinginan, kita perlu “Makan” yang cukup, pakai baju dingin supaya tetap tabah (jangan berkeluh kesah, upgrade kemampuan kita, belajar lebih banyak dan diskusi dengan yang sudah lebih berpengalaman jatuh bangun dalam bisnis, kita tambah daimoku dan syakubuku plus kosenrufu kunjungan anggota). Buddha pastikan bahwa sesuai kewajaran hukum alam semesta musim dingin pasti menjadi musim semi. Dalam kondisi seberat apapun, kita tetap mengutamakan menjalankan shinjin, tambah kesungguhan hati menjalankan daimoku, berusaha untuk bertahan dan tetap berinteraksi dengan rekan bisnis. 72

Samantabadra | September 2017

Ketika satu jalan tertutup, pasti ada jalan lain yang akan terbuka. Jika dipikirkan dengan akal manusia, kondisi kesulitan bisa terasa berat dan buntu, tetapi kita harus yakin dan tetap menjalani yang terbaik. Kita punya potensi besar dalam jiwa kita. Prajna Buddha pasti muncul dengan terus memunculkan kesadaran Buddha. Kegaiban myoho pasti bermunculan bagi yang selalu yakin dengan teguh. Tidak merugikan orang lain dan selalu menjalankan sebab akibat yang baik, memikirkan kebahagiaan orang banyak. Selain menambah daimoku, kita perlu juga berguru pada pedagang-pedagang lain yang sudah lebih berpengalaman. Seperti musibah di Belitong. Ada yang berpikir ini adalah musibah yang merugikan, namun di sisi lain ada yang menganggap itu rezeki, bagi pengusaha kontraktor, menjadi peluang untuk pembangunan. Selalu ada hikmah baik di balik kesulitan dan penderitaan yang terjadi dalam hidup kita. Jack Ma, founder alibaba. com dan pengusaha sukses yang lain juga pernah alami titik terendah dalam hidupnya. Begitupula Buddha Niciren harus mengalami berbagai penganiayaan untuk

membuktikan kekuatan dan keagungan Hukum. Jack Ma pernah mengalami masa sulit bisnisnya, pada tiga tahun awal bisnisnya tidak memberikan keuntungan sama sekali. Namun Jack Ma tetap memberikan yang terbaik untuk konsumen dan rekan bisnisnya. Jangan hanya memikirkan keuntungan pribadi, namun utamakan hubungan kejiwaan dan hubungan yang baik dalam bisnis. Jika sebab baik, akibat pasti baik. Keuntungan adalah akibat dari sebab-sebab yang ditumpuk. Masa Depan Indonesia Cerah Adanya peraturan baru dari pemerintah tentang barang impor, sebelum keluar dari bea cukai terkena pajak 35% dan surat-suratnya juga harus lengkap. Jika tidak, barangbarang dikirim balik ke negara asal. Barang impor sekarang pun mengalami kenaikan harga yang drastis. Menurut data, Negara Indonesia saat ini masuk dalam kategori negara dengan hutang paling kecil di seluruh dunia. Bank Dunia meyatakan negara Indonesia menjadi destinasi negara yang ideal untuk berinvestasi. Sejak krisis ekonomi 1998, ditambah kelesuan ekonomi tahun


2008-2014 terjadi perubahan ekonomi yang lebih lambat. Indonesia dihadapkan dua pilihan yang dilematis, antara mengejar perbaikan di bidang infrastruktur atau perbaikan ekonomi. Negara Indonesia sudah tertinggal jauh dari negara lain, sehingga jika pembangunan infrastruktur tidak dilakukan, inflasi akan semakin tinggi, tidak terkejar. Kita bersyukur dengan pemimpin negara dan menteri keuangan yang memiliki strategi yang selalu memikirkan kesejahteraan rakyat. Seperti berita dana haji senilai triliunan rupiah akan dipakai untuk investasi negara, biar hutang negara tidak bertambah dan perekonomian pasti membaik. Sebagai pelaku usaha dan bisnis, tetap bertahan dan kreatif mengelola ekonomi yang ada. Kita doa terbaik buat presiden dan negara. Terima kasih karena masih sehat dan ada kekuatan tenaga buat bangkit. Minta maaf jika pernah merugikan orang lain tanpa disengaja di masa lampau. Di hidup sekarang kita membayar hutang dan memupuk sebab baik untuk masa mendatang. Bertekad mau kasih manfaat ke orang lain dan kebahagiaan orang lain. Bersatu hati kita selalu berdoa untuk para pimpinan negara agar mereka slalu mendapat prajna Buddha untuk membangun negara ini agar rakyat makmur dan sejahtera. Sebagai umat Buddha

NSI, kita semua optimis dan terus memperkuat keyakinan dengan menjalankan hati kepercayaan dengan tulus dan sungguh hati, agar memberikan getaran baik bagi negara dan semesta. Tiada doa yang tidak terkabulkan, tiada dosa yang tidak terhapuskan. Optimis Selalu “Ada satu hal lagi bagi kita semua, baik pebisnis maupun bukan pebisnis, yaitu memiliki sikap optimis dan profesional. Kita yakin dan tidak menyalahkan keadaan, ketika dunia bisnis menurun di semua sektor itu adalah kenyataan dan itu adalah siklus kewajaran. Ada banyak bisnis yang tutup/bangkrut, tetapi di di sisi lain banyak juga bisnis yang bertambah jaya. Sejak zaman dulu hal seperti ini sudah terjadi. Jika ada orang bilang zaman sekarang sulit mencari uang, zaman dulu juga sama, ada yang gampang, ada yang sulit. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa mempertahankan shinjin sesuai ajaran Buddha Niciren. Menerima mudah, mempertahankan sulit. Seperti kita ketahui salah satunya bisnis Fuji Film tutup, karena tergerus oleh era foto digital. Cetak foto film semakin berkurang, karena hasil cetak dari printer dengan resolusi bagus, dan harga lebih murah. Kabarnya, mesin cetak foto berjumlah ribuan akhirnya tidak lagi terpakai. Setelah tutup, mereka beralih ke bisnis convenience store Seven Eleven. Sempat berjaya

dan digandrungi, namun berakhir dengan nasib yang sama. Tahun ini outlet Seven Eleven dinyatakan tutup, karena mengalami banyak kerugian. Namun apakah si pemilik bisnis menyalahkan situasi dan menyerah begitu saja? Mungkin baginya ada hikmah baik dari semua kejadian ini. Penting bagi kita semua untuk tetap percaya dan membuat rejeki jiwa dan itu harus tetap dipertahankan, sama seperti yang Buddha jalankan. Kita juga bisa menjalankan dan melalui musim dingin ini untuk menyambut musim semi. (may) (disarikan dari sesi tanya-jawab dan penjelasan Kensyu Gosyo Umum Juli 2017)

September 2017 | Samantabadra

73


Jadwal Pelatihan Ketrampilan NSI Kelas Make Up dan Rambut Senin Jam 15.00-17.00 Peserta belajar dasar-dasar make up wajah dan rambut, make up sehari-hari dan pesta. Bisa bermanfaat untuk make up diri sendiri dan orang lain.

Kelas Komputer Dasar Rabu Jam 13.00-15.00 Peserta belajar bagaimana mengoperasikan komputer dan memanfaatkan teknologi agar bisa mengikuti perkembangan zaman.

Kelas Memasak Selasa Minggu ke-1 (Pertemuan Ibu) Jam 10.00-12.00 Selasa Minggu ke-2,3,4 Jam 13.00-15.00 Peserta belajar untuk ahli membuat makanan dengan ahli-ahli memasak yang sudah berpengalaman.Â

Kelas Prakarya Kamis Jam 13.00-15.00 Peserta mampu menghasilkan karya-karya kerajinan tangan yang bermanfaat untuk kreativitas dan wirausaha mandiri.

Kelas Bahasa Inggris (kelas diliburkan jika bertepatan dengan kensyu)Â Jumat Jam 10.00-12.00 Peserta melatih kemampuan dasar bahasa Inggris yaitu writing, reading, grammar, listening, dan vocabulary agar bisa berkomunikasi lisan dan tulisan secara fasih. Tempat: Vihara Sadaparibhuta NSI. Jl. Minangkabau Jakarta Selatan.

Dana paramita dapat disalurkan melalui:

Rekening BCA 001 3032 120 atas nama Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia

Anda dapat menyampaikan bukti penyalurannya ke kantor pusat NSI dan menerima tanda terima dana paramita.

Berita Duka Cita

Bapak Oey Kim Pek Meninggal pada usia 76 tahun 17 Agustus 2017 Umat NSI daerah Citra Raya Banten

Bapak Liem Seng Lin (Linardi Halim)

Meninggal pada usia 88 tahun Agustus 2017 Umat NSI daerah Cianjur Jawa Barat

Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha. Nammyohorengekyo.

74

Samantabadra | September 2017


Jadwal Kegiatan Susunan NSI

Bulan September 2017 Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Hari Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu

11 Senin 12 Selasa 13 Rabu 14 15 16 17

Kamis Jumat Sabtu Minggu

18 Senin 19 Selasa 20 Rabu 21 22 23 24

Kamis Jumat Sabtu Minggu

25 Senin 26 Selasa 27 Rabu 28 Kamis 29 Jumat 30 Sabtu 1 Okt Minggu

Jam

Kegiatan

Tempat

Hari Raya Idul Adha 17:00 Kensyu Gosyo Umum Kensyu Gosyo Umum 13:00 Pendalaman Gosyo Dharma Duta

Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Vihara Sadapaributa NSI Lt. 2

19:00 Pendalaman Gosyo Jabotabekcul

Vihara Sadapaributa NSI Lt. 2

19:00 Ceramah Gosyo

Daerah masing-masing

10:00 10:00 10:00 14:00 19:00 12:00 14:00 19:00 19:00

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 3 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 4 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 1

Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul Pertemuan Anak-anak Daimoku Bersama Rapat Koordinator Lansia Pertemuan Pelajaran Pimpinan Cabang Pertemuan Pimpinan Ibu Daerah Pertemuan Wanita Umum Pertemuan Wanita Karir Pertemuan Pria Umum

19:00 Pertemuan Cabang Kensyu Pimpinan Nasional Kensyu Pimpinan Nasional 10:00 Pertemuan Anak-anak Daerah 19:00 Pertemuan Pelajaran Pimpinan Anak Cabang

Daerah masing-masing Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Daerah masing-masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2

14:00 Pertemuan Wanita Daerah 19:00 Pertemuan Pria Daerah

Daerah masing-masing Daerah masing-masing

19:00 Pertemuan Anak Cabang

Daerah masing-masing

10:00 Pertemuan Generasi Muda Daerah 14:00 Pertemuan Lansia Umum 19:00 Pertemuan Empat Bagian

Daerah masing-masing Daerah masing-masing

Pendalaman Gosyo Dharma Duta Pertemuan DPD & DPW Jabotabekcul 19:00 Pertemuan DPD Kensyu Generasi Muda Kensyu Generasi Muda & Kensyu Gosyo Umum Kensyu Generasi Muda & Kensyu Gosyo Umum

Daerah masing-masing Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI September 2017 | Samantabadra

75


Vihara & Cetya

BALAI PUSAT NSI

Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Residen Abdul Rozak No. 2 RT 45 RW 09 Kelurahan Bukit Sangkal Kecamatan Kalidoni Kota Palembang

PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782 PROVINSI LAMPUNG Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728 PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903

76

Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia

Vihara Vimalakirti Muncul Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969 PROVINSI JAWA BARAT Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034 Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319 Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 28 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851 Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821

Samantabadra | September 2017

Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Blok Wanakerta Selatan No. 61 RT 02 RW 09 Kelurahan Tuk Mundal, Sumber Kabupaten Cirebon PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340 Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682 Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201

Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.