Samantabadra
Kensyu Generasi Muda NSI 01-03 September 2017 di Mahavihara Saddharma NSI.
SAMANTABADRA | OKTOBER 2017 | NOMOR. 285
gosyo kensyu PERTAPAAN YANG SESUAI DENGAN AJARAN SANG BUDDHA gosyo cabang PENCAPAIAN KESADARAN BUDDHA DALAM HIDUP INI liputan ANGKLUNG GITA PUNDARIKA NSI DALAM KARNAVAL KEMERDEKAAN HUT RI KE 72 MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
Oktober
2 0 1 7
10 # 285
C
ermin yang gelap jika digosok akan nampak sebagai cermin terang seperti permata. Sekejap perasaan jiwa sesat adalah cermin gelap yang tidak digosok, namun kalau digosok cermin itu akan menjadi cermin terang sifat Dharma yang sesungguhnya. Oleh karena itu, perkuatlah hati kepercayaan secara mendalam siang dan malam, pagi dan sore serta tidak malas untuk selalu menggosoknya. Bagaimana agar dapat selalu menggosoknya? Hanya dengan menyebut dan melaksanakan Nammyohorengekyo saja dapat menggosoknya. ~ Surat perihal pencapaian kesadaran Buddha dalam satu kehidupan ini
Suasana Kensyu Generasi Muda NSI, 01-03 September 2017
Satu kehidupan berlalu sangat cepat. Walaupun tiga jenis musuh kuat datang bertubi-tubi, jangan sekali-kali ada hati yang takut dan jangan sekali-kali mundur... selama jiwa masih ada, tetap harus terus menyebut daimoku; Nammyohorengekyo, Nammyohorengekyo, hingga meninggal dunia. Maka Buddha Sakyamuni, Buddha Prabhutaratna dan para Buddha seluruh penjuru yang sudah berjanji di Pesamuan Gridhrakuta akan langsung terbang datang... akan menjaga dan melindungi orang yang sebelum meninggal dunia, berperang dengan penganiayaan besar, demi Gohonzon. - Surat perihal pertapaan yang sesuai dengan ajaran sang Buddha
Samantabadra Oktober 2017 Samantabadra
Kensyu Generasi Muda NSI 01-03 September 2017 di Mahavihara Saddharma NSI.
SAMANTABADRA | OKTOBER 2017 | NOMOR. 285
daftar isi
gosyo kensyu gosyo cabang liputan
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Dharma Duta
LIPUTAN Dokyo Syodai Hari Jadi NKRI ke 72 Tahun Gita Pundarika dalam Karnaval Kemerdekaan Kensyu Generasi Muda Dialog PBM FKUB Tangerang Pernyataan FUB Banten terkait Konflik Rohingya
2 6
9 10 12 16 17
MATERI AJARAN Gosyo Kensyu Surat Perihal Melaksanakan Pertapaan yang Sesuai dengan Ajaran Sang 18 Buddha Gosyo Cabang Surat Perihal Pencapaian Kesadaran Buddha dalam 70 Satu Kehidupan Ini Forum Diskusi 88 Menggiatkan Syakubuku Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi: Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia
Halaman Muka
G
rup angklung Gita Pundarika NSI bersama DPP NSI berfoto di depan Gedung Sate Bandung sebelum Karnaval Kemerdekaan HUT RI ke 72. Simak berita selengkapnya di halaman 10.
PERTAPAAN YANG SESUAI DENGAN AJARAN SANG BUDDHA PENCAPAIAN KESADARAN BUDDHA DALAM HIDUP INI ANGKLUNG GITA PUNDARIKA NSI DALAM KARNAVAL KEMERDEKAAN HUT RI KE 72
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
Oktober
2 0 1 7
10 # 285
FOKUS Hawa Nafsu adalah Kesadaran
WAWASAN Bijak Menggunakan Media Sosial REFLEKSI Kebersihan di Vihara
92
94 97
KESEHATAN Kenali Gejala Tiroid
99
DUKA CITA
101
TTS
102
JADWAL KEGIATAN
103
VIHARA DAN CETYA NSI
104
9
10
12 PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENANGGUNGJAWAB Suhadi Sendjaja PEMIMPIN REDAKSI & EDITOR Samanta TATA LETAK Samanta KONTRIBUTOR Arya, Kyanne Virya, Sumarni Xiao, Kireyna, Phopy, Yansen. STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999
Oktober 2017 | Samantabadra
1
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja Surat Balasan kepada Syijo Kingo perihal Hawa Nafsu adalah Kesadaran Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 02-03 September 2017
Nammyohorengekyo, Buddha adalah sebuah agama yang mempunyai konsep pemikiran bahwa hidup manusia terdiri dari tiga masa; masa lampau, masa sekarang dan masa akan datang. Menurut konsep agama Buddha, karma kita berlanjut, dari masa ke masa. Oleh karena itu, agama Buddha menjelaskan bahwa sebagaimana bagusnya atau sebagaimana jeleknya masa lampau kita, semua itu sudah berlalu, yang terpenting adalah masa sekarang. Dalam Bab 16 Saddharmapundarika-sutra, tertulis tiga hal yang penting; Hon In Myo, Hon Ga Myo dan Hon Kokudo Myo, yang merupakan sebab-sebab pokok, akibat pokok, dan tempat yang pokok. Niciren Daisyonin mewujudkan prinsip Hon in Myo, Hon Ga Myo dan Hon Kokudo Myo ini menjadi Ketiga Hukum Rahasia Agung. Ajaran Buddha pada umumnya adalah hasil daripada praktik-praktik yang telah dilakukan Buddha Sakyamuni, seorang yang pada 2
Samantabadra | Oktober 2017
asalnya bernama Pangeran Sidharta, anak dari seorang raja. Berkaitan dengan ini, ajaran Buddha menjelaskan bahwa meskipun kekayaan harta itu boleh kita miliki, yang terpokok adalah bahwa segala sesuatu harus didasari oleh kesadaran Buddha dan dilandasi oleh rezeki jiwa. Kalau kita tidak mempunyai rezeki jiwa, kekayaan tidak akan membuat kita bahagia, malah sebaliknya akan menjadi sumber penderitaan. Kekayaan bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk semakin membahagiakan. Jadi, sumber kebahagiaan itu sebenarnya ada pada tebal tipisnya rezeki jiwa seorang manusia. Buddha Sakyamuni berhasil untuk mencapai tingkat kebahagiaan yang paling sempurna dalam hidupnya, dalam usaha mempraktikkan cara-cara hidup dan cara berpikir dengan benar. Kemudian, hasil dari praktikpraktik yang dilakukan Buddha Sakyamuni tersebut diceritakan kepada murid-muridnya yang ingin mendengar. Setelah Buddha moksya, apa yang
diceritakan oleh Buddha Sakyamuni dicatat menjadi ajaran. Jadi, ajaran Buddha, dalam bentuk sutra-sutra yang kita pelajari sekarang ini, merupakan teori yang telah dipraktikkan Buddha Sakyamuni sendiri. Maka itu, di dalam gosyo ini dijelaskan ada dua aspek pemikiran; Kyoso dan Kanjin. Kanjin adalah hasil praktik dari Buddha Sakyamuni, Kyoso adalah teori-teori yang dijelaskan oleh Buddha Sakyamuni selama 50 tahun dengan beberapa tahapan. Dari dharma yang telah dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni selama 42 tahun (ajaran sementara) dan delapan tahun terakhir (ajaran sesungguhnya), kita akhirnya memahami bahwa sebetulnya tujuan ajaran Buddha Sakyamuni ada pada delapan tahun terakhir ini, yakni mengenai Saddharmapundarikasutra. Tapi khusus dalam gosyo ini, Niciren Daisyonin juga menjelaskan bahwa sebetulnya 28 bab dari
Saddharmapundarika-sutra pun semuanya merupakan pengantar dan teori untuk mengantarkan tujuan pokok dari Buddha Niciren. Prinsipnya, Kyozo dan Kanjin itu tidak cukup percaya hanya sembahyang saja. Tetapi percaya itu harus Syin Gyo dan Gaku. Oleh karena itu tidak cukup hanya percaya saja kepada Buddha tetapi kita juga harus paham apa yang diajarkan oleh Buddha dan merubah cara berpikir kita yang salah menjadi cara berpikir yang benar sesuai yang diajarkan oleh Buddha. Kita perlu secara aktif menyimak, mencatat dan memahami, lalu berusaha melaksanakan apa yang diajarkan oleh sang Buddha. Kita harus berpendirian apa yang kita dengar ini bukan ajaran dari NSI, tetapi ajaran dari Buddha Niciren. Tujuan pokok kelahiran Buddha Niciren di dunia ini adalah untuk membabarkan Saddharmapundarika-sutra dan untuk mewujudkan Dai Gohonzon. Jadi sebetulnya, 28 Bab Saddharmapundarikasutra hanya ingin menjelaskan satu hal, yaitu tugas pokok dari Buddha Niciren untuk mewujudkan Dai Gohonzon, yang secara lebih spesifik dikatakan sebagai Ketiga Hukum Rahasia Agung; Honmono Honzon, Honmono Daimoku dan Honmono Kaidan. Tanpa diwujudkannya Gohonzon dari Ketiga Hukum Rahasia Agung, 28 Bab Saddharma Pundarika Sutra tidak mungkin bisa dipraktikkan
ataupun didayagunakan, karena kunci pokoknya ada pada tiga hukum rahasia agung. Maka dari itu, Saddharmapundarikasutra adalah ajaran yang diperuntukkan pada masa akhir dharma ini, agar seluruh umat manusia bisa mencapai kesadaran Buddha. Namun sebaliknya, kalau ajaran ini yang merupakan ajaran pokok pada masa akhir dharma dipakai pada zaman Buddha Sakyamuni, tidak akan ada gunanya. Dengan demikian, yang harus diupayakan oleh kita pada kehidupan kali ini adalah bagaimana kita bisa menyadari kedua aspek. Pertama, Hosyakku Kempon; menanggalkan pendirian sementara. Pada peristiwa Tatsunokuchi, eksekusi Niciren dibatalkan karena kegaiban meteor besar yang melintasi daerah Kamakura, sehingga algojo pun tidak jadi memenggal kepala Niciren. Kejadian ini harus dikaitkan dengan kegaiban antara mikrokosmos (alam semesta kecil) dan makrokosmos (alam semesta besar). Niciren Daisyonin memiliki getaran Buddha karena beliau selalu mendasari perasaan jiwanya pada dunia Buddha dan pikirannya pun selalu maitri karuna, maka getaran perasaan ini bisa menggetarkan perasaan alam semesta, sehingga pemenggalan kepala Niciren pun dibatalkan. Dengan peristiwa ini, Niciren Daisyonin menetapkan bahwa dirinya dengan pendirian sementara yang ada di masa
lalu sudah tiada. Buddha Niciren setelah peristiwa tersebut adalah Niciren yang sesungguhnya, yang sudah menetapkan kehadiran hidupnya di dunia ini untuk melaksanakan tugas pokoknya, yakni untuk mewujudkan Gohonzon. Sama seperti Buddha Niciren, kita sebagai Bodhisattva yang muncul dari bumi, setelah kita bertemu dengan Gohonzon, kita mempunyai tugas pokok untuk menyebarluaskan Hukum Saddharmapundarikasutra. Konsep ajaran Buddha Niciren Syosyu menjelaskan tentang prinsip Bonno Soku Bodai. Sebetulnya rintangan itu diperlukan supaya kita semakin sadar, karena tujuan kita yang paling bahagia dan pokok itu adalah kesadaran. Belakangan ini di masyarakat berkembang penyebaran informasi bermuatan kebencian atau kebohongan (hoax). Kita harus selektif dan menyaring informasi tersebut sebelum menyebarkannya. Menyikapi krisis kemanusiaan di Myanmar yang menimpa etnis Rohingya misalnya, kita harus tetap menjaga perasaan jiwa kita pada getaran perasaan Buddha supaya getaran-getaran provokasi tidak mengotori atmosfer Indonesia. Tokoh lintas agama, terutama dari Muslim dan Buddha di Indonesia, sudah memberikan pernyataan bahwa Masalah Rohingya bukan masalah agama dan agama tidak boleh dilibatkan. Buddhis atau tidak buddhisnya seseorang Oktober 2017 | Samantabadra
3
sesungguhnya diukur dari perilakunya, bukan dari jubahnya atau statusnya di KTP. Orang yang mengaku beragama sudah sepantasnya berperilaku lebih baik daripada orang tanpa agama. Jangan sampai citra agama yang berisi nilai-nilai moral kebaikan menjadi jelek dan tidak dipercaya karena ulah oknum yang berlaku tidak sesuai akidah kebaikan namun menyatakan perilakunya atas nama agama. Hukum karma berlaku untuk kita, siapa yang menanam dia yang menuai. Orang yang beragama harus berjuang agar agama betul-betul menjadi sebuah kekuatan yang unggul dan luhur, terutama oleh diri kita masing-masing. Adapun keunggulan agama kita terkandung dalam dua prinsip yang ada pada gosyo ini yaitu, Bono Soku Bodai dan Syoji Soku Nehan. Jadi menurut agama kita, proses hidup-mati itu sendiri adalah kebahagiaan. Syo itu artinya hidup, Ji itu artinya mati. Dikatakan sebagai hawa nafsu dan hidup mati adalah nirwana. Nirwana adalah suatu kondisi atau tempat yang membahagiakan. Sebelum masuk ke Saddharmapundarikasutra, Buddha Sakyamuni membabarkan ajaran secara bertahap. Pada ajaran terdahulu, dikatakan bahwa manusia mengalami penderitaan karena hawa nafsu, karena hawa nafsu adalah sumber penderitaan. Maka dari itu sekuat tenaga membuang hawa nafsu. Padahal hawa 4
Samantabadra | Oktober 2017
nafsu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari jiwa manusia. Pada akhirnya, mereka memahami bahwa hidup yang sedang dijalani adalah proses penderitaan, dan kebahagiaan berada di dunia lain sesudah kematian yang disebut nirwana. Pemahaman bahwa hawa nafsu adalah sumber penderitaan adalah pemahaman ajaran Buddha yang belum utuh. Dalam periode ini juga diajarkan bahwa api prajna kesadaran baru didapatkan dengan cara memadamkan hawa nafsu dan samudera luas nirwana baru dapat dimasuki setelah terhindar dari lautan hidup dan mati. Ajaran Buddha memasuki Saddharmapundarika-sutra menjelaskan prinsip utuh perihal hawa nafsu yaitu Bono Soku Bodai dan Syoji Soku Nehan. Jadi kebahagiaan itu tidak berada di dunia lain, melainkan di dunia ini juga. Penderitaan dan kebahagiaan adalah bukan dua, hawa nafsu adalah kesadaran. Hawa nafsu (atau kesesatan jiwa) yang terkandung dalam jiwa manusia sembilan dunia perasaan jiwa yang menimbulkan penderitaan, melalui jodoh Saddharma dapat diubah menjadi kesadaran. Kualitas perasaan jiwanya yang sembilan dunia ini akan menjadi sumber penderitaan. Hawa nafsu yang bersumber dari sembilan dunia yakni neraka, kelaparan, binatang, kemarahan, manusia, surga, sravaka, Pratekya Buddha, Bodhisatva tetap cenderung menjadi penderitaan. Maka dari
itu kita harus rubah sembilan dunia menjadi dunia Buddha dengan Nammyohorongekyo. Maka dari itu kita perlu Sandaihiho, Honmon no Honzon, Honmon no Daimoku, dan Honmon no Kaidan itu sebagai landasan kita. Kita jalankan pertapaan dasar itu dengan sungguh-sungguh kita Kanjin bisa memunculkan kita punya dunia Buddha. Sehingga dunia Buddha akan menutupi semua sembilan dunia. Niciren Daisyonin hadir di dunia hanya satu tugasnya, yaitu Namu kepada Saddharmapundarikasutra (mewujudkan Nammyohorengekyo). Sebelum Niciren Daisyonin lahir, Saddharmapundarikasutra sudah ada, Sakyamuni yang menceramahkan, tetapi Niciren Daisyonin menambahkan Namu. Hal ini mengacu pada pesan Buddha Sakyamuni, “Hai putra-putraku yang baik kalau aku nanti sudah tiada peganglah hukumnya jangan pegang orangnya (Eho Fu Enin)�. Jadi bagi orang Niciren Syosyu Namu-nya kepada hukumnya (Myohorengekyo, Saddharmapundarika-sutra), bukan kepada manusianya (Niciren Daisyonin). Selanjutkan dijelaskan mengenai teori dasar kemanunggalan anatara suasana dengan prajna. Dengan adanya unsur pelaksanaan (yang berarti adanya jodoh suasana sejati Saddharma) membuat Saddharma yang telah ada di dalam diri sendiri menjadi Kyoci Myogo
(manunggal); di dalam diri kita ada dunia Buddha, di dalam Gohonzon ada dunia Buddha. Ketika kita berhadapan dengan Gohonzon dan menyebut Nammyohorengekyo, terjadilah Kyoci Myogo. Dunia Buddha dalam diri kita dan dunia Buddha dari Gohonzon akan terhubung sehingga membuka dan menggerakkan badan pokok diri sendiri menjadi badan pokok Saddharma. Bagi kita usahanya harus menjadikan diri kita punya badan pokokatau dasar jiwa jangan smbilan dunia tetapi dunia Buddha. Oleh karena itu pertapaannya adalah Syin Gyo Gaku, Gongyo Daimoku, dan Kensyu. Kita dengan Nammyohorengekyo akan menjadi orang yang istimewa. Kita harus menanggalkan pendirian sementara (Hosyaku Kempon) sesuai dengan ajaran Buddha Niciren Daiyonin. Setelah kita meninggalkan pendirian sementara sebenarnya kita telah menjadi
Bodhisatva yang muncul dari bumi yang tugas pokoknya adalah menyebarluaskan Nammyohorengekyo. Oleh karena itu kita harus memaksimalkan diri kita dan menjadi orang hebat yang istimewa sehingga memiliki kekuatan untuk menyebarluaskan hukum Nammyohorengekyo. Jangan meminta agama dihormati sama orang lain, tetapi jika kita menjadi orang hebat, maka orang-orang akan dengan sendirinya menghormati agama itu karena orang-orang itu menjadi orang-orang yang istimewa. Kita percaya dengan Buddha Niciren bahwa Saddharmapundarika sutra lah yang harus tersebar luas pada Masa Akhir Dharma kalau mau membawa kemaslahatan, sutra ini harus tersebar luas. Kita harus menjadi orang yang memiliki kemampuan dan kualitas yang bagus maka akan memberikan pengaruh positif terhadap penyebarluasan
Nammyohorengekyo. Kyoso dan Kanjin, Bonno Soku Bodai, dan Syoji Soku Nehan adalah semua orang Niciren Syosyu harus menjadi pria dan perempuan paling unggul diseluruh dunia itu namannya betulbetul mengerjakan pekerjaan Buddha. Tersebarluasnya Nammyohorengekyo itu karena kita menjadi orang-orang istimewa dan bisa membuktikan menjadi orang-orangnya istimewa karena hukumnya agung dan manusianya luhur sehingga Nammyohorengekyo akan tersebarluas. Terakhir, yang harus kita bisa pahami adalah hukum ini tidak akan bisa tersebar sendiri, apabila kita ingin hidup bahagia maka jalani yang paling pokok, prinsip Hosyaku Kempon dan tanggalkan pendirian yang sementara dan wujudkan pendirian kita sebagai Bodhisatva yang muncul dari bumi. ***
Oktober 2017 | Samantabadra
5
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman Surat Balasan kepada Syijo Kingo perihal Hawa Nafsu adalah Kesadaran Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 02-03 September 2017
Nammyohorengekyo,
kesadaran), dan Syoji Soku Nehan (hidup mati adalah Hawa nafsu pada dasarnya nirvana). adalah keinginan-keinginan. Ada Pertama-tama, dalam keinginan yang tercapai, namun surat gosyo ini, Niciren tak jarang banyak yang tidak Daisyonin berkata bahwa terpenuhi. Ketika keinginan kita beliau merasa berterima tidak tercapai, umumnya kita kasih atas kesungguhan hati tertekan dan menyerah. Namun, dan perhatian Syijo Kingo melalui ajaran Buddha Niciren terhadap penganiayaanDaisyonin, kita dijelaskan bahwa penganiayaan yang dihadapi dengan Nammyohorengekyo, Niciren. Pada saat-saat di mana hawa nafsu bisa menjadi Niciren mengalami berbagai kesadaran. penganiayaan, Syijo Kingo terus Gosyo ini menjelaskan menemani dan menjaganya. bahwa hukum agama Buddha Beliau ikut mengantar Niciren yang disebarluaskan oleh dalam peristiwa Tatsunokuchi, Niciren Daisyonin setahap lebih dan bahkan ingin menggantikan mendalam daripada hukum posisi Niciren untuk menerima yang disebarkan oleh Mahaguru hukuman pemenggalan kepala Tien-tai dan Mahaguru Dengyo, tersebut. karena ketiga hal penting dari Syijo Kingo juga datang ke Bab Panjangnya Usia Sang Pulau Sado secara berkala Tatagatha Ajaran Pokok perihal untuk mengantarkan berbagai Nammyohorengekyo yang sumbangan kepada Niciren merupakan ajaran hakekat yang sedang menghadapi dalam seluruh hukum Buddha. hukumannya. Hal ini Gosyo ini juga menjelaskan menunjukkan kepercayaan dan tentang Kyoci Myogo kesungguhan hati dari Syijo (kemanunggalan mutlak antara Kingo yang patut kita jadikan suasana dan prajna), Bonno contoh. Soku Bodai (hawa nafsu adalah Jangankan menghadapi
6
Samantabadra | Oktober 2017
urusan yang besar, urusan kita sendiri yang kecil saja, kalau keinginan tidak tercapai, biasanya kita mudah menyerah. Justru seharusnya dengan adanya kesulitan, kita harus bisa menerima suasana dan terus mempertahankan hati kepercayaan kita terhadap Saddharmapundarika-sutra. Maka itu, Niciren Daisyonin memberikan contoh dari kehidupan dirinya sendiri. Buddha Niciren berkata bahwa beliau tidak menyesal sedikit pun ketika mendapat penganiayaan-penganiayaan yang sedemikian besar, karena berkat kesukaran-kesukaran tersebut, beliau tidak terjatuh ke dalam Tiga Dunia Buruk dan Empat Kecenderungan Buruk, sehingga beliau pun dapat memutuskan keterikatan penderitaan hidup-mati dan mencapai akibat kebuddhaan. Sejak Niciren Daisyonin mendirikan sektenya pada usia 32 tahun sampai dengan peristiwa pemenggalan kepala
di Tatsunokuchi, Buddha Niciren berperilaku sebagaimana yang tertulis pada kalimat sutra, yakni sebagai Bodhisattva Visistakaritra, pemimpin Bodhisattva yang muncul dari bumi. Dengan demikian, sesuai dengan ramalan Saddharmapundarika-sutra, beliau menghadapi bermacammacam penganiayaan yang berakhir dengan peristiwa pemenggalan kepala di Tatsunokuchi. Kalau disimpulkan dari peristiwa pemenggalan kepala ini, memang kepala Niciren Daisyonin tidak dapat dipenggal, tetapi dipandang dari segi umat, peristiwa itu sendiri menanggalkan akhir dari pendirian sementara Buddha Niciren. Oleh karena itu, Niciren Daisyonin telah memenuhi seluruh tugas yang harus dilaksanakan sebagai kelahiran kembali dari Bhodisatva Visistacaritra. Niciren Daisyonin gembira karena walau menghadapi berbagai macam tantangan dan rintangan, akhirnya beliau bisa mendirikan pendirian yang sesungguhnya sebagai Buddha pokok Masa Akhir Dharma. Ini mengingatkan kita bahwa kita pun seharusnya tidak perlu takut dengan kesulitan, karena dibalik kesulitan, pasti ada kebahagiaan. Maka dijelaskan bahwa berbagai macam rintangan (bonno), dengan kepercayaan terhadap Nammyohorengekyo dan dengan adanya jodoh, pasti bisa berubah menjadi sebuah kesadaran.
Di dalam gosyo ini juga dijelaskan bahwa ada dua macam ajaran; Kyoso dan Kanjin. Kyoso boleh diartikan sebagai teori; gosyo-gosyo dan ajaran Buddha. Kanjin sebagai pelaksanaannya. Kedua ajaran ini, antara Kyoso dan Kanjin, tidak bisa dipisahkan dan harus dilaksanakan dengan selaras sehingga terwujud bukti nyata. Kalau hanya menjalankan kyoso saja, atau kanjin saja, kita tidak akan bisa mencapai kesadaran Buddha. Kita harus melaksanakan kedua-duanya sehingga kita pun dapat memunculkan kesadaran Buddha, menyadari kekurangan diri kita sendiri, dan tidak menyalahkan suasana atas rintangan-rintangan yang kita hadapi dalam hidup. Dengan menerapkan kedua hukum ini beserta dengan prinsip Syin Gyo Gaku (percaya, belajar, dan melaksanakan), kita dapat menjalankan ajaran Niciren Daisyonin dan menimbulkan prajna untuk mencapai kesadaran Buddha. Selanjutnya, dijelaskan bahwa hukum yang disebarluaskan Niciren Daisyonin keliatannya sempit, tetapi sebenarnya amat mendalam. Hukum Saddharmapundarika-sutra dianggap sempit karena hanya mengandung tujuh huruf, yaitu Na-m-myo-ho-ren-gekyo, sedangkan sutra-sutra dari hukum lain memiliki isi yang amat panjang. Namun demikian, di dalam hukum yang sempit ini, ada penjelasan
mengenai tiga hal penting di dalam Bab Panjangnya Usia Sang Tatagatha Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra. Hukum Saddharmapundarika-sutra mengandung dua bagian, ajaran bayangan/sementara (Bab I sampai Bab XIV) dan ajaran pokok yang sesungguhnya (Bab XV sampai Bab XXVIII). Inti dari ajaran bayangan dalam Saddharmapundarika-sutra ada pada Bab II yang menjelaskan bahwa semua orang memiliki jiwa Buddha dan bisa mencapai kesadaran Buddha. Di samping itu, inti dari ajaran pokok dalam Saddharmapundarika-sutra ada pada Bab XVI, di mana tertulis ketiga hal penting, yakni Nammyohorengekyo dari Ketiga Hukum Rahasia Agung. Ketiga Hukum Rahasia Agung terdiri dari Honmono Honzon (Gohonzon atau Niciren Daisyonin sendiri), Honmono Daimoku (Nammyohorengekyo), dan Honmono Kaidan (altar). Gosyo ini juga menjelaskan bahwa hukum Nammyohorengekyo dari Niciren lebih mendalam daripada hukum lain karena tiga hal. Pertamatama, Nammyohorengekyo merupakan guru teladan para Buddha ketiga masa; hal ini berarti semua Buddha, dari masa lampau, sekarang dan akan datang dapat mencapai kesadaran Buddha hanya dengan pedoman Nammyohorengekyo, tidak ada yang lain. Nammyohorengekyo juga merupakan guru pembimbing Bodhisattva dari
Oktober 2017 | Samantabadra
7
sepuluh penjuru dan sebuah pedoman pencapaian kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia. Satu-satunya yang menjadi andalan dan pedoman kita sebagai umat manusia biasa adalah untuk menyebut Nammyohorengekyo di hadapan Gohonzon, maka kita dapat menemukan jalan keluar untuk mengatasi kesulitan kita. Kemudian, di dalam gosyo ini juga dijelaskan bahwa keadaan seluruh hukum yang ada di alam semesta dan yang ada pada suasana jiwa kita dikatakan sebagai Prajna. Di dalam Bab II Upaya Kausalya, dijelaskan bahwa Prajna Buddha sebetulnya adalah Syoho Jisso. Syoho adalah segala gejala, Jisso adalah wujud sesungguhnya. Di antara seluruh alam semesta, berbagai macam kejadian dan gejala-gejala terjadi, namun dibalik itu, ada satu hukum alam semesta yang penuh maitri karuna, itulah Myohorengekyo, Jisso. Maka dari itu, dikatakan bahwa Prajna Buddha yang sesungguhnya adalah Syoho Jisso, atau intinya Myohorengekyo, hukum alam semesta yang maitri karuna. Namun, pada Bab XVI, Syoho Jisso diwariskan sebagai kedua Buddha; Buddha Sakyamni dan Buddha Prabhutaratna di dalam menara pusaka (dunia Buddha). Dengan adanya jodoh Buddha, yakni Gohonzon, dan melalui kesungguhan hati, kita pun kita bisa memunculkan jiwa Buddha. Bukan berarti hawa nafsu kita harus dihilangkan dulu baru kita bisa mencapai kesadaran Buddha, namun justru pada
8
Samantabadra | Oktober 2017
saat ini, ketika kita bertemu dengan Nammyohorengekyo, kita bisa mewujudkan semua penderitaan kita menjadi kesadaran. Dijelaskan pula dalam gosyo ini, bahwa Badan Pokok Hidup-Mati tidak tua dan tidak musnah. Hal ini bukan berarti kita tidak akan meninggal, semua orang pasti harus mengalami siklus hidup; lahir, tua, sakit dan mati. Yang dimaksud tidak tua dan tidak mati adalah inti pokok jiwa kita yang dikatakan sebagai jiwa kekal abadi. Jiwa tersebut tergantung dengan karma yang kita perbuat dan yang akan kita bawa ke kehidupan yang akan datang. Akhirnya Niciren Daisyonin juga mengambil contoh dari diri sendiri, bahwa beliau menghadapi rintanganrintangan tersebut karena pada masa lampaunya beliau telah meremehkan dan menolak Saddharmapundarika-sutra. Meskipun kita tahu bahwa setelah Hosyakku Kempon (pendirian sesungguhnya), Niciren telah menjadi Buddha pokok, tidak mungkin ada karma-karma yang lampau ini. Namun, Niciren berkata demikian karena pada dasarnya beliau maitri karuna, ingin semua umat untuk mencapai kesadaran Buddha, bahkan dirinya sendiri begitu rendah hati sebagai manusia biasa yang tidak luput dari hukum sebabakibat. Kita belajar bahwa Buddha Niciren sangat bermaitri karuna sehingga beliau
tidak mengadakan tingkat perbedaan antara dirinya dan manusia lainnya. Beliau mewujudkan dirinya sebagai manusia biasa, dan ini berarti kita pun tidak perlu sombong, karena kita semua sama-sama mempunyai 10 dunia perasaan jiwa, semuanya mengalami penderitaan dan kebahagiaan. Buddha Niciren juga menjelaskan contoh tersebut sebagai hukum sebabakibat yang tegas. Beliau mengingatkan kita bahwa kalau kita ingin menyadari Bonno Soku Bodai, kita harus ingat bahwa semua kejadian yang terjadi disebabkan oleh jodoh dan karma. Kalau kita terus menyalahkan suasana dan orang lain, segala kesulitan tidak akan pernah menjadi kesadaran, sehingga selama hidup-mati terus akan menderita. Namun, dengan menjalankan hati kepercayaan, akan timbul kesadaran, sehingga kejadian apapun bisa menjadi kebahagiaan. Kesimpulan yang ingin disampaikan oleh Niciren Daisyonin melalui gosyo ini adalah bahwa kita, sebagai murid Niciren Daisyonin, harus bisa membuktikan perilaku dari syinjin kita dengan menjadi manusia yang sesungguhnya dengan cara mewujudkan bukti nyata dalam menjadi manusia yang sesungguhnya. Perilaku kita pasti berubah menjadi lebih baik, membuktikan bahwa hukumnya agung dan manusianya luhur. ***
171717 DOKYO SYODAI Peringatan Hari Jadi NKRI ke 72 Tahun
U
pacara dokyo syodai dalam rangka memperingati hari jadi NKRI yang ke 72 tahun diselenggarakan serentak di vihara dan cetya NSI di seluruh Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2017 pukul 17.00 WIB. Berikut adalah foto suasana dokyo yang terangkum (bagian 2)
BOGOR
PALEMBANG
Oktober 2017 | Samantabadra
9
liputan
S
etelah lama tidak “turun ke jalan�, tampil bersahaja mengenakan kebaya, grup angklung Gita Pundarika NSI kembali mengemban misi penyebarluasan dharma sebagai Bodhisattva Gadgasvara melalui alunan musik angklung dalam karnaval nasional “Pesona Parahyangan� dalam rangka HUT Kemerdekaan RI ke-72. Semangat nasionalisme bergelora, mengingatkan kita terhadap gerakan-gerakan cinta tanah air dan pembauran NSI di lingkungan acara kenegaraan pada dekade-dekade silam. Kini gerakan-gerakan semacam itu kembali relevan di tengah situasi sosial-politik bangsa yang menghangat, dan kerap menggunakan isu etnisitas dan agama sebagai alat untuk menghambat kemajuan bangsa. NSI menyampaikan pesan bahwa Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika. NSI tetap pada identitasnya sebagai Indonesia sejati. 10
Samantabadra | Oktober 2017
Harmoni Alunan Angklung Gita Pundarika NSI di Bumi Parahyangan
Area sekitar Gedung Sate Bandung sejak Sabtu pagi (26/8/2017) sudah ramai dipadati pengunjung. Mereka ingin melihat kemeriahan Karnaval Kemerdekaan Pesona Parahyangan 2017, yang acaranya baru dimulai sekitar pukul 13.00 WIB. Grup Angklung Gita Pundarika NSI diundang oleh panitia
karnaval melalui Kepala Staf Kepresidenan RI, Teten Masduki, yang berkomunikasi langsung dengan Ketua Umum NSI, MPU Suhadi Sendjaja. Gita Pundarika NSI menjadi salah satu dari 43 kontingen seni dan budaya yang mengikuti pawai nasional tersebut. Karnaval dengan tema “Nyalakan Api Semangat Kerja
Bersama” ini menjadi puncak rangkaian acara peringatan HUT ke-72 Republik Indonesia atau sebagai penutup Bulan Kemerdekaan yang dimulai sejak 1 Agustus 2017 lalu. Karnaval diikuti oleh sekitar 2.500 peserta dari sejumlah daerah di Indonesia. Acara ini dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Jokowi. Mereka mengenakan pakaian adat Sunda berwarna ungu dan mengikuti pawai karnaval dari atas mobil hias yang diberi nama ‘Kareta Pancasila’. Karnaval Pesona Parahyangan merupakan karnaval ketiga yang digelar setiap tahun dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Sebelumnya, karnaval kemerdekaan telah digelar di Kalimantan Barat pada 2015 dan di Sumatera Utara (Danau Toba) pada 2016. Kota Bandung dipilih menjadi tempat penyelenggaraan karnaval kemerdekaan tahun ini. Bandung dipilih sebagai tempat acara penutup, karena kota ini dianggap spesial dengan segudang potensi kreatif di dalamnya. Karnaval dimulai dari depan Gedung Sate. Dari sana, peserta akan berjalan beriringan menuju ke Taman Vanda melalui Jalan Ir H Juanda (Jalan Dago) dan Jalan Merdeka menuju alun-alun kota Bandung. *** (Referensi: http://news.liputan6.com/ read/3072218/antusiasme-warga-meriahkan-karnaval-kemerdekaan-2017-dibandung)
Oktober 2017 | Samantabadra
11
12
Samantabadra | Oktober 2017
BANTEN
Kensyu Generasi Muda NSI 01-03 September 2017
Oktober 2017 | Samantabadra
13
14
Samantabadra | Oktober 2017
K
egiatan Kensyu Generasi Muda (KGM) kali ini terasa lebih istimewa dengan adanya sesi pra-pelatihan bela negara, bekerja sama dengan Pusdikintel Kodiklat TNI AD yang markasnya terletak tidak jauh dari kompleks Mahavihara Saddharma NSI di kawasan Kabupaten Bogor. Letkol Inf. Bambang Sudiyo beserta tim memberikan materi wawasan kebangsaan dan pelatihan membaca kompas. Kompas yang digunakan adalah kompas analog, yang mana cara penggunaannya sedikit berbeda ketika digunakan pada siang hari atau malam hari. Setelah itu peserta diajak untuk melakukan permainan team building dan simulasi membaca kompas di lapangan. Peserta KGM kali ini juga diberikan materi tentang public speaking oleh Prajna Purnama yang juga merupakan generasi muda NSI dari Bogor. Ia telah berpengalaman memberikan materi public speaking untuk mahasiswa dan siswa sekolah menengah. Materinya bertujuan agar para peserta KGM bisa lebih percaya diri berbicara di ruang umum. ***
Oktober 2017 | Samantabadra
15
Dialog FKUB Kabupaten Tangerang dan Pemuka Agama Buddha Serta Sosialisasi PBM Pendirian Rumah Ibadah
F
orum Kerukunan Umat Buddha (FKUB) Kab. Banten mengundang DPD NSI Banten dalam acara sosialisasi Peraturan Bersama Menteri (PBM) no. 9 th 2006 & no.8 th 2006 tentang mendirikan rumah ibadah umat Buddha. Kegiatan berlangsung pada hari Sabtu tanggal 2 September 2017 jam 08.00 sd 12.30 tempat di Ekayana Buddhist Center , Gading Serpong Tangerang, dengan tema yg dibahas sosialisasi Peraturan Bersama Menteri ( PBM) no. 9 th 2006 & no.8 th 2006 Tentang mendirikan rumah ibadah umat Buddha. 16
Samantabadra | Oktober 2017
Bapak Djuanda dan Bapak Ediyo mewakili umat NSI Tanggara dan bersama tokohtokoh umat Buddha lainnua di Kab. Tangerang turut serta dalam kegiatan tersebut. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga. Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat
beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa. Pendirian rumah ibadat tesebut dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundangundangan. Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk yang digunakan adalah batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi. ***
Pernyataan FUB Banten Terkait Konflik Kemanusiaan di Rohingya
P
erwakilan umat Buddha yang tergabung dalam Forum Umat Buddha (FUB) diundang ke Redaksi Harian Radar Banten di Serang pada tanggal 5 September 2017 dalam menyikapi persoalan kemanusiaan Rohingnya. Dalam rangka memperjuangkan agar umat Buddha tidak diprovokasi dengan adanya kasus Rohingya di Myanmar. Hal ini dikarenakan sudah mulai ada provokasi oknum yang berusaha memanaskan suasana di Banten menggunakan isu tersebut. Pengurus NSI Tangerang turut diundang untuk bersama-sama memberikan pernyataan mewakili umat Buddha di Banten bahwa konflik di Rohingya adalah konflik kemanusiaan dan kita perlu menyikapinya secara bijak dan proporsional. *** Oktober 2017 | Samantabadra
17
materi ajaran | gosyo kensyu
Gosyo Kensyu
Surat Perihal Melaksanakan Pertapaan yang Sesuai dengan Ajaran Sang Buddha LATAR BELAKANG|
S
urat ini ditulis pada bulan ke-5 tahun 1273 di daerah Icinosawa Pulau Sado, dan diberikan kepada seluruh murid. Surat aslinya sekarang ini tidaklah jelas tersimpan dimana. Sekalipun surat ini diberikan kepada seluruh murid pada khususnya, dapat dirasakan ditujukan kepada para penganut yang melaksanakan penyebarluasan dengan sungguh-sungguh, demi melestarikan hukum sesudah kemoksyaan Niciren Daisyonin. Hal ini karena arti pokok surat ini, bertujuan menyebarluaskan Sandaihiho. Pada waktu menjalankan syakubuku pasti akan timbul tiga jenis musuh kuat. Pada zaman Niciren Daisyonin hidup, syakubuku yang dijalankan adalah syakubuku dari badan hukum, sedangkan sesudah kemoksyaan Beliau adalah waktu melaksanakan syakubuku dari bimbingan makna ajaran secara nyata. Maka pada zaman sekarang ini, sebenarnya adalah masa penyebarluasan dengan jodoh selaras. “Sesuai yang dibabarkan” dari “melaksanakan pertapaan sesuai yang dibabarkan Sang Buddha” secara tersurat berarti sesuai dengan yang dibabarkan Buddha Sakyamuni, maka dari luar, perilaku Niciren Daisyonin sesuai dengan perilaku yang diramalkan Buddha Sakyamuni dalam Saddharmapundarika-sutra. Berdasarkan hal ini, Niciren Daisyonin sendiri adalah Buddha pokok yang sesuai dengan catatan masa akan datang dari Buddha Sakyamuni. Secara khusus, arti 18
Samantabadra | Oktober 2017
pokok “sesuai yang dibabarkan” adalah sesuai dengan yang dibabarkan Niciren Daisyonin, Buddha Pokok Masa Akhir Dharma. “Melaksanakan Pertapaan” berarti melaksanakan pertapaan dengan Tiga Karma. Niciren Dasiyonin sendiri melaksanakan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha, sehingga bertemu dengan penganiayaan besar yang belum pernah terdengar sebelumnya, dan berdasarkan hal ini membuka dan mewujudnyatakan Buddha Pokok kepada murid dan penganut, Beliau memberi dorongan semangat dengan keras untuk melaksanakan sesuai dengan yang dibabarkanNya. Ini merupakan dasar perbandingan guru dan murid. Dan dengan pendirian pelaksanaan diri sendiri dan pelaksanaan untuk orang lain (jigyo keta) Beliau membabarkan, untuk melaksanakan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha, bagaimanapun penderitaan dan kesulitan yang dihadapi, tetap mutlak sungguh-sungguh melaksanakan petuah emas Buddha Pokok Niciren Daisyonin. Disimpulkan bahwa orang yang menerima, mempertahankan, percaya kepada Gohonzon dari Sandaihiho dan melaksanakan syakubuku dengan berani merupakan orang yang melaksanakan pertapaan sesuai yang dibabarkan Sang Buddha, pasti dapat mencapai kesadaran Buddha pada masa ini, yakni suasana jiwa bahagia mutlak yang tidak akan musnah untuk selama-lamanya.
ISI GOSYO | Kalau direnungkan, ketika Nammyohorengekyo dari Sandaihiho tersebar luas di Masa Akhir Dharma, orang yang dilahirkan di tanah negeri ini, mempertahankan dan percaya Sutra ini, pasti akan dihadapi permusuhan dan rasa iri yang lebih besar daripada semasa Buddha Sakyamuni hidup. Dalam Bab X Dharma Duta Saddharmapundarika-sutra dikatakan “Apalagi setelah kemoksyaanNya! Kebencian dan iri hati yang lebih besar akan timbul bertubi-tubi.” Alasannya, semasa hidup Sang Buddha, pembimbing dan penyelamat umat manusia adalah Buddha Sakyamuni sendiri, murid-murid-Nya juga adalah para Bodhisattva-Mahasattva serta kaum Arahat yang telah memperoleh kesadaran. Dan para manusia serta dewa, empat golongan umat, delapan jenis makhluk, makhluk manusia dan bukan manusia, semuanya telah lama dibimbing bakat dan dibina jiwanya, untuk akhirnya diperdengarkan Saddharmapundarika-sutra. Sungguhpun demikian tetap masih banyak permusuhan dan rasa iri. Apalagi pada Masa Akhir Dharma sekarang ini. Meskipun ajaran yang ditegakkan adalah Nammyohorengekyo dan bakat serta waktunya telah matang, guru yang mengajarkannya adalah guru manusia biasa. Sedangkan murid-murid-Nya adalah orang buruk yang penuh dengan Tiga Racun, umat yang memantulkan zaman penuh perselisihan dan pertikaian, Hukum Putih pun menjadi tenggelam. Oleh karena itu, mereka cenderung menjauhi Niciren Daisyonin yang merupakan guru yang baik dan mendekati guru yang buruk. Terlebih lagi, kalau menjadi murid serta penganut dari Niciren, pelaksana Saddharmapundarikasutra sesungguhnya, yang menjalankan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha, sudah pasti akan timbul secara nyata Tiga Jenis Musuh. Maka bertekadlah sejak hari pertama mendengar Sutra ini dan memulai hati kepercayaan ini bahwa Tiga Jenis Musuh yang melebihi semasa hidup Sang Buddha pasti akan timbul. Jangan sekali-kali kalah dari iblis tersebut. Tetapi di antara murid-murid Saya yang telah mendengar hal demikian, ada juga yang masih terkejut dan ketakutan pada saat datangnya penganiayaan besar dan kecil, sehingga ada yang mundur dari hati kepercayaan. Bukankah timbulnya penganiayaan telah Saya sampaikan dari dulu? Inilah sebenarnya yang Saya ajarkan setiap pagi dan sore berdasarkan kalimat bukti dari Sutra bahwa “Pada waktu Sang Tathagata hidup saja sudah terdapat sedemikian banyak kebencian dan iri hati, apalagi setelah kemoksyaan-Nya!” Maka tidak perlu terkejut melihat dan mendengar Saya diusir dari tempat, dilukai, ataupun dijatuhi hukuman pembuangan sampai dua kali, hal ini sudah diketahui sebelumnya. Pertanyaan: Seorang pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha, seharusnya merasa tentram dalam hidup kali ini sebagaimana dibabarkan dalam Bab Perumpamaan Tentang Rumput Obat Saddharmapundarika-sutra. Akan tetapi, mengapa harus menghadapi Tiga Jenis Musuh Kuat yang bertubi-tubi? Jawab: Demi Saddharmapundarika-sutra, Buddha Sakyamuni telah mengalami Sembilan Macam Penganiayaan Besar. Sedangkan di Masa Pratirupadharma dari Buddha Bhismagarjitasvaraja, Bodhisattva Sadaparibhuta dipukuli dengan pentungan, tongkat dan batu karena membabarkan Saddharmapundarika-sutra. Cu Tao Sheng dari zaman Cin Timur telah dibuang ke Gunung Su. Bhikku Fa Tao diberi cap bakar di mukanya dan dibuang ke negeri Tao-Cou. Kira-kira 1.200 tahun sesudah kemoksyaan Sang Buddha, Aryasimha dari India Tengah dipenggal kepalanya oleh Raja Oktober 2017 | Samantabadra
19
Danmira. Mahaguru Tien-tai dibenci oleh ketiga sekte di Selatan dan ketujuh sekte di Utara, sedang di negeri kita, Mahaguru Dengyo dibenci oleh keenam sekte Kota Selatan. Para Buddha, Bodhisattva dan arif bijaksana agung seperti mereka ini telah menghadapi penganiayaan besar sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Apabila mereka tidak dapat disebut sebagai orang yang melaksanakan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha, di mana lagi harus kita cari orang yang menjalankan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha? Apalagi di zaman sekarang yang disebut Masa Akhir Dharma, saat banyak terjadi perselisihan dan pertikaian, Hukum Putih pun tenggelam. Tambahan pula, yang ada sekarang hanyalah Negeri Buruk, Raja Buruk, Menteri Buruk dan Rakyat Buruk. Semuanya menentang Hukum Sebenarnya, menghormati serta mengutamakan Hukum sesat dan guru sesat, sehingga segala Iblis Buruk memasuki negeri dan terjadilah Tiga Bencana Tujuh Musibah yang berkobar-kobar. Pada waktu yang buruk seperti ini, Saya, Niciren, terlahir di negeri ini atas kehendak dan amanat Sang Buddha, maka merupakan waktu yang tidak menyenangkan. Namun, karena tak mungkin melawan amanat Raja Hukum, Saya pun memasrahkan jiwa raga kepada kalimat Sutra dan mulai melancarkan peperangan antara dua ajaran, antara Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya. Dengan mengenakan zirah ketabahan, menyandang pedang tajam Saddharma, Saya mengibarkan panji kelima huruf Myohorengekyo yang merupakan intisari dari satu bagian delapan rol Saddharmapundarika-sutra, kemudian Saya rentangkan tali busur dari “Belum mewujudkan kebenaran”, dengan anak panah dari “Dengan tulus dan jujur membuang Ajaran Sementara” dan menaiki Kendaraan Sapi Putih Agung untuk menumpas segala macam Ajaran Sementara. Dengan demikian, Saya menyerang ke sana, menyerang ke sini, mendesak musuhmusuh yang memfitnah Dharma dari 8 sekte atau 10 sekte yang terdiri dari Nembutsu, Zen, Ritsu, dan sebagainya. Di antara mereka ada yang lari tunggang langgang, ada yang mundur teratur dan ada juga yang tertawan hidup-hidup, serta menjadi murid Saya. Begitulah dalam pertempuran besar Saya beberapa kali menyerang kembali dan menjatuhkan mereka. Akan tetapi pasukan musuh sangat besar, sedangkan Niciren, Sang Raja Hukum, hanya seorang diri, maka peperangan ini tak pernah terhenti sampai saat ini. Karena ada petuah emas yang berbunyi: “Saddharmapundarika-sutra adalah syakubuku dan bagaimanapun memusnahkan teori Ajaran Sementara”, maka pada akhirnya pasti setiap orang yang menganut Ajaran Sementara akan dikalahkan tanpa terkecuali, dan mereka semua menjadi pengikut Sang Raja Hukum. Maka saksikanlah Anda sekalian, akan tiba waktunya seluruh umat di bawah langit ini kembali pada Ekabuddhayana. Ketika hanya Saddharma yang tersebar luas dengan makmur, karena seluruh umat manusia bersama-sama menyebut Nammyohorengekyo, angin yang bertiup tidak akan membuat dahan bergesekan, hujan yang turun tidak akan memecah tanah, sementara masyarakat menjadi tentram seperti zaman Fu Hsi dan Shen Nung di Tiongkok kuno. Kemudian segala bencana dan musibah yang tidak menguntungkan tidak ditemui pada kehidupan ini, setiap manusia memperoleh cara hidup untuk berusia panjang. Lihatlah, pada saat teori kewajaran terwujud nyata baik manusia maupun Hukum, keduanya menjadi tidak tua dan tidak mati. Maka tidak diragukan lagi kebenaran kalimat Sutra yang berbunyi: “Pada Hidup kali ini merasa tenang dan tentram”. Pertanyaan: Orang yang mempunyai kepercayaan seperti apakah yang dapat disebut pelaksana pertapaan sesuai yang dibabarkan Sang Buddha? 20
Samantabadra | Oktober 2017
Jawab: Seluruh rakyat Jepang zaman sekarang beranggapan, bahwa jika Ajaran Sementara yang dibabarkan dalam Sutra Sementara ‘dibuka dan bertemu’ (kai-e), pada hakikatnya membabarkan Ekabuddhayana. Maka, hukum manapun menjadi Saddharmapundarika-sutra, sehingga tiada lagi perbedaan unggul-rendah, dalam-dangkal. Oleh karena itu, mereka mengatakan bahwa baik menyebut Nembutsu, mempertahankan Syingon, menjalankan pertapaan Zen maupun mempertahankan dan membaca segala Sutra serta menyebut nama-nama para Buddha dan Bodhisattva, semuanya adalah mempertahankan Saddharmapundarika-sutra, dan orang yang percaya akan hal ini merupakan pertapaan yang sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha. Tetapi menurut Saya hal ini sama sekali keliru. Karena dalam menjalankan pertapaan Hukum Buddha, kita tidak boleh menuruti kata-kata orang, melainkan kita harus mematuhi dan menjaga petuah emas Sang Buddha. Guru Pokok kita, Tathagata Sakyamuni, sejak awal pencapaian kesadaran-Nya pada usia 30 tahun, bermaksud untuk membabarkan Saddharmapundarika-sutra. Namun, karena bakat umat-Nya belum matang, Beliau pertama-tama membabarkan ajaran sementara yang merupakan suatu ‘upaya’ selama 40 tahun lebih. Sesudah itu barulah Beliau membabarkan Saddharmapundarika-sutra yang merupakan ajaran sesungguhnya. Oleh karena itu, dalam Sutra Amitarta yang merupakan pendahuluan Saddharmapundarika-sutra, Beliau menunjukkan batas antara Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya untuk membedakan ajaran ‘upaya’ dan ajaran sebenarnya. Pengertian ini ditunjukkan dalam kalimat Sutra Amitarta yang berbunyi, “Dengan kekuatan upaya, Aku menerangkan berbagai Hukum. Selama 40 tahun lebih Aku belum mewujudkan yang sesungguhnya”. Delapan puluh ribu bodhisattva seperti Bodhisattva Daishogon dan lain-lain telah memahami maksud Sang Buddha dalam membabarkan Ajaran Sementara sebagai persiapan pembabaran Ajaran Sesungguhnya (ijitsu seigon), membuka Ajaran Sementara untuk mewujudkan Ajaran Sesungguhnya (kaigon kenjitsu), memusnahkan Ajaran Sementara untuk menegakkan Ajaran Sesungguhnya (haigon ryujitsu), maka mereka mengatakan: “Dengan segala Sutra sebelum Saddharmapundarika-sutra yang menerangkan pertapaan yang berulang-ulang selama berkalpa-kalpa, akhirnya tak dapat memperoleh kesadaran yang tiada tara”. Tetapi dalam Saddharmapundarika-sutra yang merupakan ajaran yang sebenarnya, pertama-tama dalam Bab Upaya Kausalya dibabarkan “Setelah waktu yang lama berlalu sejak pembabaran Dharma, Sang Buddha pasti akan membabarkan yang sebenarnya”, Kemudian Sang Buddha memperingatkan “Tiada dua maupun tiga, Kecuali Ajaran Upaya dari Sang Buddha,” dan, “Dengan tulus dan jujur membuang Ajaran Upaya, jangan menerima satu bait pun Sutra lainnya”. Jadi setelah pernyataan ini, hanya Saddharma dari Ekabbudhayana sajalah, Hukum Agung yang dapat membuat seluruh umat manusia mencapai Kesadaran Buddha. Sekalipun berbagai sutra selain Saddharmapundarika-sutra tidak mengandung karunia kebajikan sedikitpun, para sarjana Masa Akhir Dharma ini beranggapan bahwa karena sutra manapun dibabarkan oleh Sang Tathagata, mereka pasti dapat mencapai Kesadaran Buddha. Maka, mereka dengan seenaknya percaya kepada sekte-sekte dan sutra yang disukainya seperti Syingon, Nembutsu, Zen, Sanron, Hosso, Kusha, Jojitsu ataupun Ritsu dan lain-lain. Orang-orang seperti ini ditetapkan Sang Buddha dalam Bab Perumpamaan sebagai “Bila seseorang tidak percaya dan memfitnah Sutra ini, ia memutuskan bibit Buddha di seluruh dunia… setelah hidupnya berakhir, ia akan masuk ke dalam neraka Avici.” Dengan demikian Sang Buddha telah menetapkan bahwa orang yang melaksanakan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha adalah orang yang berlandaskan pada cermin terang kalimat Sutra, tanpa menyeleweng sedikitpun dari pembabaran Sang Buddha, percaya, bahwa Oktober 2017 | Samantabadra
21
hanya Hukum Ekayana Sandaihiho saja yang dapat membuat umat manusia mencapai kesadaran Buddha. Pertanyaan: Dengan demikian, jika percaya berbagai sutra dan berbagai Buddha dari Ajaran Upaya Sementara, dianggap sebagai percaya kepada Saddharmapundarika-sutra, sudah tentu merupakan hal yang salah. Kalau begitu, orang yang percaya hanya pada satu Sutra Saddharmapundarika-sutra; sesuai dengan kalimat Sutra menjalankan lima macam pertapaan, menerima dan mempertahankan, membaca, menghafal, memahami dan membabarkan, menyalin; juga tidak mengkritik yang lain seperti dalam Bab Pertapaan Yang Tenang Dan Menyenangkan, apakah tidak dapat disebut sebagai pelaksana Pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha? Jawab: Pada dasarnya orang yang menjalankan pertapaan Jalan Buddha harus mengetahui dua Hukum pelaksanaan pertapaan; syoju dan syakubuku. Seluruh sutra maupun sastra tidak terlepas dari dua hukum syoju dan syakubuku. Para sarjana di dalam negeri mengatakan, hampir telah mempelajari seluruh Hukum Buddha, namun mereka tidak mengetahui intisari jalan pertapaan yang sesuai dengan waktu. Sebagai umpama, empat musim dalam satu tahun. Dalam empat batasan musim yaitu: musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin; setiap kali terjadi gerakan perubahan, yakni panas pada musim panas, dingin pada musim dingin. Bunga mekar pada musim semi dan menjadi buah pada musim gugur. Oleh karena itu, sesuai dengan gerakan perubahan musim, bibit ditanam pada musim semi dan dipanen pada musim gugur. Jika terbalik, yakni menanam bibit pada musim gugur, untuk memetik buah pada musim semi, bagaimana mungkin dapat memetiknya? Pada waktu yang sangat dingin, pakaian tebal akan berguna; namun, apakah diperlukan pada musim panas yang sangat panas? Pada musim panas, angin sejuk akan terasa nyaman, namun apakah berguna pada musim dingin? Hukum Buddha pun demikian. Maka, ada waktunya memperoleh karunia kebajikan dengan tersebarluasnya Ajaran Semi Mahayana. Demikian pula, ada waktunya memperoleh pencapaian Kesadaran Buddha dengan tersebarluasnya Saddharmapundarika-sutra yang merupakan Ajaran Sesungguhnya. Dua ribu tahun Masa Saddharma dan Pratirupadharma merupakan waktu tersebarluasnya Ajaran Hinayana dan Semi Mahayana. Setelah dua ribu tahun sejak Kemoksyaan Buddha Sakyamuni, pada lima ratus tahun awal Masa Akhir Dharma, adalah waktu tersebarluasnya Ajaran Bulat Sempurna saja, yakni hanya Nammyohorengekyo, Ekabuddhayana dari Sandaihiho. Pada waktu itu keributan tidak pernah berhenti, berarti penuh perselisihan dan pertikaian. Apalagi Hukum Putih pun tersembunyi dan tenggelam. Sungguh merupakan waktu Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya tercampur aduk sehingga tidak jelas. Ketika ada musuh, harus menghadapinya dengan membawa pedang, tongkat, busur dan anak panah. Pada waktu tidak ada musuh, apalah gunanya senjata ini. Sekarang, pada Masa Akhir Dharma, Ajaran Sementara menjadi musuh Ajaran Sesungguhnya. Pada saat tersebarluasnya Sandaihiho, Hukum sesat makna sesat menjadi musuh. Jika perbedaan antara Ajaran Sementara dengan Ajaran Sesungguhnya menjadi tidak jelas, haruslah menyerang berdasarkan Hukum Buddha Sandaihiho. Di antara kedua hukum syoju dan syakubuku, hal ini di katakan sebagai syakubuku dari Saddharmapundarika-sutra.
22
Samantabadra | Oktober 2017
Dalam Gengi kesembilan, Mahaguru Tien-tai mengatakan, “Saddharma harus syakubuku, memecahkan teori dari pintu sementara.� Hal ini memang mempunyai alasan yang benar. Oleh karena itu, jika pada masa sekarang ini, menjalankan empat pertapaan yang tenang dan menyenangkan badan, mulut, hati dan prasetya yang merupakan syoju, bukankah hal itu bagaikan menanam bibit di musim dingin agar dapat memetik buah pada musim semi? Ayam berkokok di pagi hari, merupakan hal yang wajar, akan tetapi, bila berkokok di sore hari, maka itu menakutkan. Jika di saat tercampur aduknya perbedaan Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya, tidak menjalankan syakubuku terhadap musuh Saddharmapundarikasutra, malah menjalankan pertapaan syoju, menjauhi masyarakat dengan masuk ke dalam hutan di gunung, bukankah merupakan hal yang sia-sia, yang menghilangkan waktu pertapaan Saddharmapundarika-sutra? Jika demikian, di Masa Akhir Dharma sekarang ini, siapakah yang melaksanakan pertapaan syakubuku dari Saddharmapundarika-sutra sesuai dengan kalimat sutra? Siapa pun boleh; teruslah menuntut dengan suara keras, bahwa berbagai sutra tidak ada jalan pencapaian dan merupakan sebab pokok mendasar untuk terjatuh kedalam neraka. Hanya Saddharmapundarika-sutra saja yang merupakan ajaran pencapaian Kesadaran Buddha. Jalankanlah syakubuku terhadap orangorang dari ajaran lain yang sesat dan makna sesatnya, maka Tiga Jenis Musuh Kuat pasti timbul bertubi-tubi. Guru pokok kita, Tathagata Sakyamuni, selama delapan tahun dari masa hidupnya, dengan membabarkan Saddharmapundarika-sutra dan mengikuti kesadaran diri sendiri (zui ji i), terus menjalankan syakubuku. Mahaguru Tien-tai menjalankan syakubuku selama 30 tahun lebih dan Mahaguru Dengyo selama 20 tahun lebih. Sekarang, Niciren Daisyonin selama 20 tahun lebih memecahkan dan mematahkan makna sesat Ajaran Sementara. Dalam kurun waktu ini, penganiayaan besar yang diterima tidak terhitung jumlahnya. Apakah penganiayaan ini menyamai, melebihi atau tidak melebihi sembilan penganiayaan besar yang dialami Tathagata Sakyamuni, Saya tidak dapat membahasnya. Akan tetapi, di Masa Pratirupadharma, Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo tidak mengalami penganiayaan besar demi Saddharmapundarikasutra seperti Niciren Daisyonin; Mereka hanya dicaci-maki serta menghadapi rasa iri hati dan dendam. Niciren Daisyonin mengalami dua kali kemarahan pemerintah, sehingga dihukum buang ke negeri yang jauh. Dan dalam penganiayaan hukum Tatsunokuci, duduk di tempat pemenggalan leher, di Komatsubara, dilukai dengan pedang di kepala, di samping itu juga dicaci-maki. Para murid mendapat hukuman pembuangan atau dimasukkan ke dalam penjara, atau tanah milik penganut aliran Niciren disita dan mereka diusir dari tempat tersebut. Demikianlah penganiayaan besar yang dialami, sehingga penganiayaan yang dialami Nagarjuna, Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo tentu tidak dapat menandinginya. Oleh karena itu, pelaksana pertapaan Saddharmapundarika-sutra sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha, harus mengetahui dan menetapkan hati, bahwa Tiga Jenis Musuh Kuat pasti timbul bertubi-tubi. Selama 2.000 tahun lebih setelah kemoksyaan Sang Buddha, pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha, terutama diangkat tiga orang : Buddha Sakyamuni, Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo. Memasuki Masa Akhir Dharma sekarang ini, pelaksana seperti itu tidak lain adalah Niciren beserta murid dan penganut. Jika kita tidak ditetapkan sebagai pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha, maka ketiga orang; Buddha Sakyamuni, Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo, juga
Oktober 2017 | Samantabadra
23
tidak dapat disebut pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha. Sebaliknya, para pemfitnah Dharma seperti; Devadatta, Kokalika, Sunakshatra, Kobo, Jikaku, Cisyo, Syan-too, Honen, Ryokan dan lain-lain disebut sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Sedangkan Buddha Sakyamuni, Mahagutu Tien-tai dan Mahaguru Dengyo, Niciren Daisyonin beserta murid dan penganut disebut pelaksana Nembutsu, Syingon, Zen, Ritsu dan lain-lain. Saddharmapundarikasutra menjadi Ajaran Upaya Sementara dan berbagai sutra Nembutsu serta lainnya, sebaliknya menjadi ajaran pencapaian Kesadaran Buddha. Maka sama sekali menjadi hubungan yang terbalik. Bila diumpamakan, bagaikan terbaliknya arah Timur dan Barat. Bumi bersama segala pohon dan rumput yang tumbuh di situ, melayang ke atas menjadi langit. Dan langit, matahari, bulan dan bintang, jatuh, menjadi bumi, dalam hal ini, meskipun terjadi demikian, Devadatta dan lain-lain tetap tidak mungkin menjadi pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Alangkah menyedihkan, seluruh rakyat negeri Jepang sekarang tertawa gembira melihat keadaan Niciren Daisyonin, murid dan penganut yang diserang Tiga Jenis Musuh Kuat sehingga mengalami penderitaan besar. Tetapi, dalam masyarakat biasa, terjadi bahwa; hal yang menimpa orang lain kemarin, dapat menimpa diri sendiri hari ini. Sekarang penderitaan yang dialami oleh Niciren Daisyonin, murid dan penganut hanyalah sebentar, bagaikan hilangnya embun dan bunga salju terkena sinar matahari pagi. Dan akhirnya, tepat dengan akibat Buddha. Pada waktu tinggal di Tanah Pokok Dunia Buddha, diri sendiri menerima kegembiraan Hukum. Sebaliknya orang-orang pemfitnah Dharma yang selama ini menertawakan, akan bertemu penderitaan besar, tenggelam ke dasar neraka Avici. Pada saat itu, melihat rupa mereka, betapa kasihan kita rasakan dan betapa irinya mereka terhadap kita. Satu kehidupan berlalu sangat cepat. Walaupun Tiga Jenis Musuh Kuat datang bertubi-tubi, jangan sekali-kali ada hati yang takut dan jangan sekali-kali mundur. Meskipun leher kita akan dipenggal dengan gergaji, pinggang ditusuk dengan tombak, kaki diikat dengan tali dan dibor dengan bor besi, selama jiwa masih ada, tetap harus terus menyebut daimoku, Nammyohorengekyo, Nammyohorengekyo, hingga meninggal dunia. Maka Buddha Sakyamuni, Buddha Prabhutaratna dan para Buddha seluruh penjuru yang sudah berjanji di Pesamuan Gridhrakuta akan langsung terbang datang. Dengan menuntun tangan dan menggendong di pundak, mereka langsung membawa kita di Dunia Buddha Gridhrakuta. Kedua orang arif; Bodhisattva Bhaisyajaraja dan Bodhisattva Pradanasura, kedua Dewa Langit; Dhritarashtra dan Vaishravana, Dasaraksasi dan lain-lain, akan menjaga dan melindungi orang yang sebelum meninggal dunia, berperang dengan penganiayaan besar, demi Gohonzon. Para Dewa Surga akan menunjukkan tirai Sutra dan mengibarkan bendera. Mereka menjaga serta melindungi kita sekalian dan pasti akan mengantar sampai Tanah Buddha Jojakko. Betapa menggembirakan! Betapa menyenangkan! Bulan 5 tahun Bun-ei ke- 10 tertanda Niciren Kepada penganut aliran Niciren, Simpanlah surat ini tanpa terlepas dari badan dan selalu bacalah dengan tiga karma; badan, mulut dan hati. 24
Samantabadra | Oktober 2017
| KUTIPAN GOSYO
1
Kalau direnungkan, ketika Nammyohorengekyo dari Sandaihiho tersebarluas di Masa Akhir Dharma, orang yang dilahirkan di tanah negeri ini, mempertahankan dan percaya Sutra ini. Keterangan: Bagian ini menerangkan tujuan dari ketiga tahap; tujuan, penjelasan dan kesimpulan, sesuai dengan lima asas penyebaran agama. Diuraikan bahwa orang yang menjalankan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha, yakni menyebarluaskan Nammyohorengekyo dari Sandaihiho tiga syarat dari inti pokok ajaran, pasti akan mengalami penganiayaan besar. Meskipun dikatakan menjalankan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha, antara penganiayaan yang diterima oleh Buddha Sakyamuni dan penganiayaan yang diterima oleh Buddha Niciren Daisyonin terdapat perbedaan yang besar. Jika dibandingkan dengan penganiayaan yang diterima Niciren Daisyonin dalam rangka penyebarluasan Hukum Sandaihiho, sembilan penganiayaan besar yang diterima Buddha Sakyamuni hanya merupakan penganiayaan kecil belaka. Dalam Surat Penganiayaan yang Dialami Arif Bijaksana dikatakan, “Buddha Sakyamuni menderita penganiayaan yang tak terkirakan banyaknya... Demikian penganiayaanpenganiayaan yang terjadi pada masa hidup Sang Buddha... Penderitaan yang dialami oleh Nagarjuna, Vasubandhu, Mahaguru Tien-tai, dan Mahaguru Dengyo sama sekali belum menyamai Saya. Bila bukan karena kehadiran Niciren di Masa Akhir Dharma, Sang Buddha akan menjadi pembual besar dan Tathagata Prabhutaratna serta seluruh Buddha lainnya akan menjadi saksi dari bualan besar tersebut.” Dalam waktu 2.230 tahun lebih semenjak kemoksyaan Sang Buddha, Niciren adalah satusatunya orang di seluruh dunia yang dapat memenuhi ramalan Sang Buddha.” (Gosyo Zensyu halaman 1189). Dengan dibangkitkannya
berbagai penganiayaan besar oleh Niciren Daisyonin, Beliau telah membaca dengan badan sendiri ramalan Saddharmapundarikasutra. Yakni ramalan mengenai akan dialaminya penganiayaan besar oleh orang yang menyebarluaskan Saddharmapundarika-sutra di Masa Akhir Dharma dan juga telah mewujudkan diri sendiri sebagai Buddha pokok Masa Akhir Dharma. Kutipan kalimat di atas menunjukkan tujuan adalah tiga syarat dari inti pokok ajaran (Pusaka Pujaan Ajaran Pokok, Altar Sila Ajaran Pokok dan Daimoku Ajaran Pokok) dan lima asas penyebaran agama (ajaran, bakat, waktu, negara, dan urutan ajaran yang disebarluaskan). Dalam Catatan Surat Melaksanakan Pertapaan Sesuai dengan Yang Dibabarkan Sang Buddha, Nicikan Syonin mengulas sebagai berikut : 1. Pembagian menurut lima asas penyebaran agama - Masa Akhir Dharma à waktu - Ketika tersebarluas à urutan ajaran yang disebarluaskan - Tanahnegeri ini à Negara - Sutra ini à Ajaran - Percaya à Bakat “Waktu” menunjukkan Masa Akhir Dharma, yakni masa sekarang ini; yang telah melewati seribu tahun Masa Saddharma dan seribu tahun Masa Pratirupadharma sesudah kemoksyaan Buddha Sakyamuni. Keadaan sedang dilaksanakannya pelestarian Dharma dengan menyebarluaskan Nammyohorengekyo dari Sandaihiho ke seluruh dunia selama puluhan ribu tahun Masa Akhir Dharma sampai masa akan datang tanpa batas Dharma. Pada umumnya “tanah negeri” adalah seluruh dunia, pada khususnya adalah negeri Jepang. Yang dimaksud dengan “Sutra ini” adalah Saddharmapundarikasutra, sutra dari Masa Akhir Dharma, yakni DaiGohonzon dari Sandaihiho. “Percaya” adalah bakat. Seperti diuraikan dalam Bab Stupa Pusaka, Oktober 2017 | Samantabadra
25
“Sutra ini sukar dipertahankan”, hendaknya menerima dan mempertahankan Gohonzon dengan kekuatan kepercayaan dan kekuatan kesungguhan hati. 2. Pembagian menurut tiga syarat dari Inti Pokok Ajaran. - Tanah negeri à Altar Sila Ajaran Pokok - Sutra ini à Pusaka Pujaan Ajaran Pokok - Percaya à Daimoku Ajaran Pokok Demikianlah jika dibagi menurut Sandaihiho, Daimoku Ajaran Pokok mempunyai dua makna; daimoku dari percaya dan daimoku dari pelaksanaan. Dua kata “melaksanakan pertapaan” dari judul surat ini berarti daimoku dari pelaksanaan. Kata “percaya” dari kutipan kalimat bagian ini berarti daimoku dari percaya. Urutan pembinaan dalam penyebarluasan ajaran seumur hidup Niciren Daisyonin sesuai tiga syarat dari inti pokok ajaran adalah sebagai berikut: Pada tanggal 28 bulan 4 tahun Kenco ke-5 (1253), ketika mengumumkan penegakkan sekte Niciren Daisyonin mulai menyebut Daimoku Ajaran Pokok. 27 tahun kemudian, pada tanggal 12 bulan 10 tahun Koan ke-2 (1279) Dai Gohonzon diwujudnyatakan sebagai tujuan Pokok kehadiran di dunia ini. Selanjutnya perwujudan Altar Sila Ajaran Pokok diserahtugaskan kepada murid sesudah kemoksyaan Niciren Daisyonin. Dalam Surat Minobu Sojo dikatakan, “Jika majikan negara menegakkan hukum ini, seharusnya ia mewujudkan Altar Sila dari Kuil Ajaran Pokok di Gunung Fuji. Hanya menunggu waktunya. Hal ini disebut Hukum Sila Kenyataan. Apalagi para murid dan keluarga Saya, harus menjaga surat ini”. Cita-cita agung pembangunan Altar Sila Ajaran Pokok diwariskan kepada Bhikku Tertinggi ke-2 Nikko Syonin dan sejak itu hal ini menjadi keinginan agung dari Niciren Syosyu. Kalimat, “apalagi setelah kemoksyaan-Nya,” menunjukkan 2.000 tahun Masa Saddharma dan Pratirupadharma, namun makna sebenarnya ada pada Masa Akhir Dharma. Oleh karena itu, kalimat ini harus dibaca manjadi tiga tahap, yaitu “sesudah kemoksyaan Sang Buddha, 26
Samantabadra | Oktober 2017
apalagi pada masa Saddharma, apalagi pada Masa Pratirupadharma, apalagi pada Masa Akhir Dharma.” Yang dimaksud dengan Saddharmapundarikasutra dari Masa Akhir Dharma tidak lain adalah Sandaihiho dari Niciren Daisyonin. Maka penganiayaan yang dinyatakan atas penyebarluasan Sandaihiho oleh Niciren Daisyonin merupakan penganiayaan yang tak tertandingi oleh penganiayaan besar yang dialami oleh Buddha Sakyamuni, Mahaguru Tientai dan Mahaguru Dengyo. Dengan mengalami penganiayaan yang melebihi penganiayaan di masa lampau ini, Niciren Daisyonin membuktikan sebagai Buddha Pokok Masa Akhir Dharma. Dalam Surat Hokke Syuyo dikatakan sebagai berikut: Bertanya dengan berkata: Untuk siapakah Saddharmapundarika-sutra dibabarkan? Menjawab dengan berkata: Ada dua makna. Jika delapan bab dari Bab Upaya Kausalya sampai dengan Bab Ramalan mengenai Yang Sedang Belajar dan Selesai Belajar dibaca dari atas sampai ke bawah sesuai urutan, yang pertama adalah Bodhisattva, yang kedua adalah Dwiyana, yang ketiga adalah manusia biasa. Jika membaca secara terbalik, mulai dari Bab Pertapaan yang Tenang dan Menyenangkan, Bab Anjuran Untuk Mempertahankan, Bab Devadatta, Bab Stupa Pusaka, Bab Dharma Duta, umat sesudah kemoksyaan Sang Buddha menjadi pokok, sedangkan umat semasa hidup Buddha Sakyamuni menjadi sampingan. Jika membahas sesudah kemoksyaan Sang Buddha, 1.000 tahun Masa Saddharma dan 1.000 tahun Masa Pratirupadharma ialah sampingan, sedangkan Masa Akhir Dharma menjadi yang sebenarnya. Dalam Masa Akhir Dharma, Niciren menjadi yang sebenarnya. Bertanya dengan berkata: Apakah bukti akan hal itu? Menjawab dengan berkata: Ini adalah kalimat “apalagi setelah kemoksyaan-Nya!” Berkata dengan ragu-ragu: Di manakah terdapat kalimat sebenarnya yang menjadikan Niciren sebagai yang sesungguhnya? Menjawab dengan berkata: ini adalah kalimat ‘orang-orang yang tidak berprajna banyak yang mengutuk dan
mancaci maki, bahkan ada yang sampai memukul dengan pedang dan tongkat’, dan lain-lain. (Gosyo Zensyu halaman 333). Jelas seperti kalimat bukti ini, penyebarluasan Sandaihiho adalah melaksanakan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha yang sesungguhnya, maka pasti akan mengalami penganiayaan besar, Penganiayaan besar yang dibabarkan dalam kalimat sutra adalah “sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha”, dan sesuai dengan kalimat ini, perilaku Niciren Daisyonin menyebarluaskan Sandaihiho dengan mengalami penganiayaan besar adalah “melaksanakan pertapaan”. Selanjutnya, jika dibaca sesuai hati kepercayaan kita berdasarkan perbandingan guru dan murid, perilaku Niciren Daisyonin adalah “sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha”, kita menjalankan syakubuku dengan menerima dan mempertahankan Dai Gohonzon adalah menjadi “melaksanakan pertapaan”. Dalam Surat Penegakkan Keempat Bodhisattva dikatakan, “Umumnya, yang dikatakan murid Niciren dan orang yang melaksanakan pertapaan Saddharmapundarika-sutra harus seperti Niciren”. Untuk menjelaskan mengenai melaksanakan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha, pertama-tama ditunjukkan penganiayaan besar. Dengan demikian, sesuai dengan uraian terdahulu, Niciren Syosyu Indonesia yang menjalankan penyebarluasan secara nyata dengan mengalami penganiayaan besar dan “apalagi setelah kemoksyaan-Nya” berarti telah melaksanakan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha dari Hukum Buddha Niciren Daisyonin.
2
Semasa hidup Sang Buddha, pembimbing dan penyelamat umat manusia adalah Buddha Sakyamuni sendiri… semuanya telah lama dibimbing bakat dan dibina jiwanya untuk akhirnya diperdengarkan Saddharmapundarika-sutra. Keterangan: Bagian ini mengulas secara singkat mengenai pelaksanaan pertapaan sesuai dengan yang
dibabarkan Sang Buddha akan mengalami penganiayaan. Kebencian dan iri hati semasa hidup Buddha Sakyamuni dibaca berdasarkan empat susun; Majikan Ajaran, Penerima Bimbingan, Membimbing Bakat dan Membina Jiwa dan Badan Hukum. Dengan hal ini dijelaskan mengenai penganiayaan besar dari Masa Akhir Dharma. Mengenai pelaksanaan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha pasti dibenci dan mendapat kritikan serta iri hati seperti diterangkan dalam kalimat di atas, dijelaskan sebagai berikut: Pertama, mengungkapkan kebencian dan iri hati pada waktu Hukum Buddha timbul dan kedua, menguraikan penganiayaan besar sesudah kemoksyaan Sang Buddha pada Masa Akhir Dharma. Demikian dalam surat telah diulas berdasarkan empat susun dari Hukum Buddha Sakyamuni; Majikan Ajaran, Penerima Bimbingan, Membimbing Bakat dan Membina Jiwa, serta Badan Hukum. Sekarang, jika keempat hal tersebut dibandingkan dengan Masa Akhir Dharma, akan menjadi sebagai berikut: 1. Dibaca dari sudut Majikan Ajaran. Semasa hidup Buddha Sakyamuni, Majikan yang membimbing dan menyelamatkan umat adalah Buddha yang telah mematahkan ketiga kesesatan dan dilengkapi dengan 32 wajah serta 80 keistimewaan; yaitu Tathagata Sakyamuni dengan rupa yang dihias. Dari segi kemasyarakatan, Beliau berkedudukan tinggi karena berasal dari kalangan Bangsawan. Sekalipun demikian, masih terdapat banyak kebencian dan iri hati. Sedangkan Niciren Daisyonin hadir secara nyata dengan rupa bhikku manusia biasa yang belum mematahkan satu kesesatanpun di Masa Akhir Dharma. Maka wajar jika mengalami penganiayaan besar. 2. Dibaca dari sudut penerima bimbingan Penerima bimbingan semasa hidup Tathagata Sakyamuni adalah Mahabodhisattva dan arahat yang telah Oktober 2017 | Samantabadra
27
mematahkan seluruh ketiga kesesatan. Juga mereka berkedudukan sebagai pemimpin dalam masyarakat waktu itu. Orang-orang tersebut seharusnya tidak menimbulkan rasa benci dan iri hati, namun tetap ada hal-hal tersebut. Apalagi manusia biasa yang penuh tiga racun, manusia yang pada pokoknya tidak ada akar kebaikan dari Masa Akhir Dharma, tidak mungkin tidak melakukan rasa benci dan iri hati. Oleh karena itu, juga wajar jika pasti terjadi penganiayaan besar. 3. Dibaca dari sudut membimbing bakat dan membina jiwa Semasa hidup Sang Buddha, sekalipun kepada orang Sudra, beliau membimbing bakat dan membina jiwa untuk membabarkan Saddharmapundarika-sutra. Akan tetapi, dalam Bab Upaya Kausalya, pada saat Buddha Sakyamuni mulai membabarkan Dharma, 5.000 orang bhikku yang sombong, berdiri dan meninggalkan pesamuan. Apalagi di Masa Akhir Dharma, karena sama sekali tidak membimbing bakat dan membina jiwa, maka wajar akan adanya penganiayaan besar. Yang dimaksud dengan membimbing bakat dan membina jiwa dalam Hukum Buddha Sakyamuni adalah sebagai berikut: Buddha Sakyamuni membimbing bakat dan membina jiwa umat dengan membabar Ajaran Hinayana dan Semi Mahayana selama 40 tahun lebih. Kemudian membabarkan bahwa sejak mencapai jalan Kebuddhaan pada 500 Asamkheya Kalpa Koti, Buddha Sakyamuni telah menanam bibit dan mematangkan bakat. Hal ini karena pelaksanaan pertapaan-Nya bukan hanya pada masa sekarang saja melainkan telah menjalankan pertapaan berulang-ulang dengan beberapa kali dilahirkan untuk menumpuk akar kabaikan. Maka disebut pertapaan berulang-ulang selama berkalpa-kalpa. 4. Dibaca dari sudut Badan Hukum Dua puluh delapan Bab 28
Samantabadra | Oktober 2017
Saddharmapundarika-sutra dari manfaat pemanenan. Hal ini karena Saddharmapundarika-sutra dibabarkan untuk menyelamatkan umat dari pematangan dan pemanenan sejak 5 Asamkheya Kalpa Koti. Sekali orang yang pada pokoknya sudah ada akar kebaikan, jika melupakan penanaman bibit di masa lampau dan terikat pada pandangan pencapaian Kesadaran Buddha pertama kali di India (syijo syokaku), ia akan ada rasa benci dan iri hati. Sedangkan di Masa Akhir Dharma, karena membabarkan Nammyohorengekyo dari Sandaihiho yang berupa Saddharmapundarika-sutra dari manfaat penanaman bibit, tentu saja pasti akan ada penganiaya besar. Yang dimaksud dengan Saddharmapundarikasutra dari membimbing bakat dan membina jiwa adalah Saddharmapundarika-sutra dari manfaat pematangan, yakni Ajaran Bayangan. Saddharmapundarika-sutra dari manfaat pemanenan, yakni Ajaran Pokok. Kutipan kalimat di bagian ini membabarkan perihal guru dan murid semasa hidup Sang Buddha, orang dan hukum, pelaksanaan diri sendiri dan untuk orang lain. Demikian pula, judul surat ini (Melaksanakan Pertapaan Sesuai Dengan Yang Dibabarkan Sang Buddha) manyatakan hal yang sama. Dari ulasan berdasarkan empat susun, dua susun yang pertama adalah hubungan Guru dan Murid dari Majikan Ajaran dan Penerima bimbingan, serta arti Buddha Sakyamuni menerima sembilan macam penganiayaan besar. Dua susun yang belakang, membimbing akar dan membina jiwa serta Badan Hukum, khususnya menguraikan ketika Buddha Sakyamuni membabarkan Saddharmapundarika-sutra. Dibaca berdasarkan membimbing bakat berarti perbandingan Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya, dibaca berdasarkan Badan Hukum adalah perbandingan Ajaran Bayangan dan Ajaran Pokok.
3
Apalagi pada Masa Akhir Dharma sekarang ini. Meskipun Ajaran yang ditegakkan adalah Nammyohorengekyo dan bakat serta waktunya telah matang, guru yang mengajarkannya adalah guru manusia biasa... Terlebih lagi kalau menjadi murid serta penganut dari Niciren, pelaksana Saddharmapundarika-sutra sesungguhnya.
GM
Keterangan: Mengenai cara membaca kutipan kalimat ini, Nicikan Syonin mengajarkan sebagai berikut: Kalimat “mendekati guru yang buruk,” menjadi “apalagi guru adalah guru manusia biasa, apalagi murid-murid-Nya adalah orang buruk yang penuh dengan tiga racun, apalagi jika dipikirkan mengenai bakat, karena umat pada pokoknya tidak ada akar kebaikan tanpa dibimbing bakat dan dibina jiwanya, maka mereka menjauhi guru yang baik dan mendekati guru yang buruk. Kalimat Masa Akhir Dharma sekarang ini... orang buruk”, adalah wajah ajaran yang menguraikan lima asas penyebaran agama. Dari kalimat “Apalagi pada Masa Akhir Dharma sekarang ini, karena meskipun ajaran yang ditegakkan adalah Nammyohorengekyo dan bakat serta waktunya telah matang”: 1. Masa Akhir Dharma sekarang ini à waktu 2. Ajaran àajaran 3. Bakat à bakat 4. Waktunya telah matang à urutan ajaran yang disebarluaskan 5. Perihal tanah negeri tidak ditunjukkan karena disingkatkan. Kalimat selanjutnya menguraikan guru dan murid, dengan sendirinya tempat tinggal dapat dinyatakan. Kutipan kalimat di atas mengulas kalimat sutra, “apalagi setelah kemoksyaan-Nya”, untuk Masa Akhir Dharma. Dibandingkan dengan ulasan mengenai semasa hidup Sang Buddha pada bagian terdahulu, jika kalimat ini dirumuskan berdasarkan empat susun di Masa Akhir Dharma akan menjadi sebagai berikut: 1. Pembimbing (Majikan Ajaran) à guru yang mengajarkannya adalah guru manusia
biasa. 2. Murid (penerima bimbingan) à muridmurid-Nya adalah orang buruk yang penuh dengan tiga racun, umat yang memantulkan zaman penuh perselisihan dan pertikaian, Hukum Putih pun menjadi tenggelam. 3. Membimbing bakat dan membina jiwa à Menjauhi Niciren Daisyonin yang merupakan guru yang baik dan mendekati guru yang buruk. 4. Badan hukum... terlebih lagi... Saddharmapundarika-sutra sesungguhnya à juga kalimat ini menjelaskan mengenai guru dan murid, orang dan hukum, pelaksanaan diri sendiri dan untuk orang lain di Masa Akhir Dharma. Judul surat ini dapat dipikirkan mengulas hal yang sama. Selanjutnya, kalimat ini adalah kalimat yang mengulas Sandaihiho, yakni: 1. Guru à Pusaka Pujaan dari orang. 2. Saddharmapundarika-sutra sesungguhnya à daimoku dari kelima aksara Saddharma. Dalam Catatan Ajaran Lisan dikatakan, “Daimoku dari bab ini sesuai Badan Niciren, maka sangat penting. Pewarisan tugas dari Bab Kekuatan Gaib Sang Tathagara adalah hal ini… Oleh karena itu, Trikaya Yang Tidak Dibuatbuat berarti Pelaksana Saddharmapundarikasutra di Masa Akhir Dharma. Gelar pusaka dari Trikaya Yang Tidak Dibuat-buat disebut Nammyohorengekyo,” (Gosyo Zensyu halaman 752). Kelima Aksara Saddharma dapat dikatakan baik sebagai Pusaka Pujaan dan Hukum maupun Daimoku. Akan tetapi karena sebelumnya telah diungkapkan Pusaka Pujaan dari Orang, maka di sini kelima akara tersebut ditetapkan sebagai Daimoku. Hendaknya diketahui maknanya adalah: Dari Pusaka Pujaan Ajaran Pokok yang merupakan satu Hukum Rahasia Yang Agung dapat dibuka menjadi Sandaihiho. Dan karena Pusaka Pujaan Ajaran Pokok dan Daimoku Ajaran Pokok sudah diuraikan, maka tempat Altar Sila Ajaran Pokok disingkatkan. Sebagai keterangan lainnya, “Saddharmapundarika-sutra Oktober 2017 | Samantabadra
29
sesungguhnya adalah Pusaka Pujaan dari Hukum dan “melaksanakan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha” dapat dipikirkan sebagai daimoku dari percaya dan pelaksanaan. Kalimat “Terlebih lagi” dari “Terlebih lagi… Saddharmapundarika-sutra sesungguhnya…” berarti “apalagi”. Di bandingkan dengan 28 bab Saddharmapundarika-sutra, dari manfaat pemanenan semasa hidup Buddha Sakyamuni, yang dimaksud dengan “Saddharmapundarikasutra sesungguhnya” adalah Nammyohorengekyo Manfaat Pembibitan dari Niciren Daisyonin di Masa Akhir Dharma. Dengan demikian menerangkan perbandingan Ajaran Pembibitan dan Ajaran Pemanenan. Kalau demikian, apakah 28 Bab Saddharmapundarika-sutra yang dibabarkan bukan yang sesungguhnya dan sama sekali salah? Bukanlah demikian. Saddharmapundarikasutra dari Buddha Sakyamuni juga adalah yang sesungguhnya, akan tetapi dibandingkan Sandaihiho dari manfaat pembibitan Masa Akhir Dharma, Sandaihiho ini diterangkan sebagai yang sesungguhnya di antara yang sesungguhnya. Tanpa makna penanaman bibit, manfaat pemanenan sama seperti istana khayalan. Oleh karena itu dalam Surat Perihal Membuka Mata dikatakan sebagai Chao Kao, seorang pelayan yang ingin naik ke tingkat Kaisar. Dikatakan, “Panen tanpa mengetahui menanam bibit sama seperti Chao Kao berusaha merebut tahta atau Dokyo berusaha menjadi raja”, (Gosyo Zensyu halaman 215). Dalam Saddharmapundarika-sutra, Buddha Sakyamuni, para umatnya juga telah mendapat pemanenan pencapaian Kesadaran Buddha dengan menyadari penanaman bibit dalam jiwa pada masa lampau yang sangat jauh. Dalam Catatan Hokke Mongu ke-1, Mahaguru Miao-lo menerangkan bahwa pembibitan adalah pokok, pemanenan adalah bayangan. Manfaat Pemanenan menjadi yang sesungguhnya karena pemanenan bibit sebagai pokok adalah hal yang benar. Karena karunia kebajikan didasari pembibitan, maka pada khususnya dikatakan yang sesungguhnya. Dan dibandingkan sutra yang disebarkan Mahaguru Tien-tai pada 30
Samantabadra | Oktober 2017
Masa Pratirupadharma, penanaman bibit dikatakan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, dalam Surat Pengamatan Filsafat Yang Benar dikatakan, “Saddharma yang sesungguhnya dicampuradukkan pembabarannya sebagai Syikan, maka bukan merupakan Saddharma yang ada dari asal mula, sehingga menjadi mirip dengan Hukum Sementara”. (Gosyo Zensyu halaman 529). Sutra yang disebarkan Niciren Daisyonin adalah Saddharma yang ada dari asal mula tanpa dibuat-buat, maka dikatakan “Pelaksana Saddharmapundarika-sutra yang sesungguhnya”.
4
Sudah pasti Akan timbul secara nyata Tiga Jenis Musuh.
Keterangan: Tiga jenis musuh berarti tiga macam kecongkakan besar yang menyebabkan penindasan terhadap pelaksana Hukum Sebenarnya. Tiga jenis musuh ini dibabarkan dalam Bab XIII Anjuran Untuk Mempertahankan Saddharmapundarika-sutra. Yang disebut tiga jenis musuh kuat adalah Kebodohan dan kecongkakan rakyat jelata (zokusyu zojoman), kebodohan dan kecongkakan dari upasaka upasika dan bhikku-bhikku (domon zojoman), kebodohan dan kecongkakan dari orang yang dianggap memiliki kekuasaan (sensyo zojoman). Dalam Pesamuan Agung, Buddha Sakyamuni menganjurkan untuk menyebarluaskan sutra setelah kemoksyaaan-Nya demi umat manusia. Delapan puluh milyar nayuta Bodhisattva berjanji untuk menyebarluaskan Myohorengekyo (Saddharmapundarika-sutra), meskipun pasti akan mengalami berbagai penganiayaan pada masa sesudah kemoksyaan Sang Buddha. Kutipan kalimat di atas terdapat dalam Saddharmapundarika-sutra yang meramalkan bahwa tiga jenis musuh kuat akan timbul secara nyata di Masa Akhir Dharma. Di dalam Bab Anjuran Untuk Mempertahankan Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Sekalipun orang-orang yang tidak berprajna banyak yang mengutuk dan mencaci
maki, bahkan ada yang sampai memukul dengan pedang dan tongkat, kami akan sungguh-sungguh menahan semuanya. (Inilah musuh kuat yang pertama: kebodohan dan kecongkakan rakyat jelata). Bhikku pada zaman yang buruk itu berpikiran sesat dan berhati bengkok, mengaku telah mencapai apa yang sebenarnya belum mereka capai, dengan hati yang penuh kecongkakan. (lnilah musuh kuat yang kedua : kebodohan dan kecongkakan dari upasaka upasika dan bhikkubhikku). Bhikku-bhikku lainnya berdiam di aranya, dengan mengenakan jubah kasaya berada di ruang sunyata. Mereka merasa telah melaksanakan Jalan yang sebenarnya. Mereka merendahkan dan menghina orang lain; terikat keserakahan untuk keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Maka mereka membabarkan Hukum untuk penganut awam yang berjubah putih, sehingga mereka dihormati dan dihargai dunia seperti arahat yang telah memiliki enam kekuatan gaib. Orang-orang ini menyimpan hati yang buruk, selalu memikirkan hal-hal duniawi. Akan tetapi mereka memakai nama aranya. Mereka ingin mencari-cari kesalahan kami sekalian, bahkan berkata seperti begini, “Semua bhikku ini serakah akan keuntungan diri sendiri, maka membabarkan makna uraian filsafat nonBuddhis. Mereka membuat sendiri sutra-sutra ini untuk membohongi dan menyesatkan orangorang di masyarakat. Karena menginginkan reputasi mereka membabarkan sutra ini dengan membagi dan membeda-bedakan�. Selalu berada di antara rakyat untuk menghina kami, mereka menghadap raja dan menteri; brahmana dan bhikku-bhikku, memfitnah dengan mengutarakan keburukan kami, mengatakan, “Orang-orang ini berpandangan sesat, membabarkan makna sastra yang bukan ajaran Buddha�. (lnilah musuh kuat yang ketiga: kebodohan dan kecongkakan dari orang yang dianggap memiliki kekuasaan). Bagian syair ini disebut sebagai dua puluh baris Bab Anjuran Untuk Mempertahankan. Dalam Catatan Hokke Mongu dan lain-lain, bagian syair ini dibagi secara khusus menjadi
tiga jenis musuh kuat. Jika dikatakan pada zaman sekarang, kebodohan dan kecongkakan rakyat jelata adalah orang-orang dalam masyarakat yang menentang dan menghantam hanya secara emosional, tanpa berusaha mengetahui Hukum Buddha. Kebodohan dan kecongkakan dari upasaka upasika dan bhikku-bhikku adalah para bhikku dari sekte sesat. Kebodohan dan kecongkakan dari orang yang dianggap memiliki kekuasaan adalah orang-orang berkedudukan tinggi dalam masyarakat yang memusuhi dan menghantam Hukum Buddha Niciren Daisyonin dengan menggunakan kekuasaan pemerintah dan media massa. Jenis musuh yang ketiga, yaitu kebodohan dan kecongkakan dari orang yang dianggap memiliki kekuasaan, adalah yang terburuk dan terjahat. Dan sekaranglah saat jenis yang ketiga ini paling banyak berkobar.
5
Tetapi di antara murid-murid Saya yang telah mendengar hal demikian, ada juga yang masih terkejut dan ketakutan pada saat datangnya penganiayaan besar dan kecil, sehingga ada yang mundur dari hati kepercayaan.
Anak Cabang
Keterangan: Kalimat ini berisi bimbingan Niciren Daisyonin, hal ini menganjurkan dan memperingatkan para murid dan penganut. Dalam berbagai surat, Niciren Daisyonin selalu memberikan semangat hati kepercayaan agar dapat menembus dan mengatasi segala penganiayaan dan kesulitan. Di dalam Surat Perihal Membuka Mata bagian paruh akhir dikatakan, “Meskipun Saya dan murid-murid akan dihadapi berbagai kesulitan, jika kita tidak menyimpan keragu-raguan dalam hati masing-masing, pasti dengan sendirinya mencapai Kesadaran Buddha. Janganlah ragu-ragu hanya karena para dewa tidak melindungi kita. Jangan mengeluh karena Anda tidak dapat menikmati hidup yang mudah dan tenang pada masa ini. Hal ini telah Saya ajarkan kepada murid-murid-Ku siang dan malam. Sekalipun demikian, masih saja mereka menaruh keragu-raguan dan meninggalkan kepercayaan. Orang yang bodoh selalu Oktober 2017 | Samantabadra
31
melupakan janji mereka ketika menghadapi penganiayaan, beberapa dari mereka merasa kasihan kepada istri dan anak-anak serta bersedih hati bila terpikir akan berpisah dengan mereka pada hidup ini. Pada kelahiran-kelahiran yang tak terhitung sepanjang kalpa yang tak terhingga, mereka juga mempunyai istri dan anak, tetapi pada setiap keberadaan selalu terjadi perpisahan. Mereka melakukan hal ini tanpa disengaja dan tidak disebabkan oleh keinginan mencari Jalan Pertapaan kebuddhaan. Karena pada akhirnya tetap harus berpisah dengan anak dan istri, mereka seharusnya tidak merusak kepercayaan terhadap Saddharmapundarika-sutra dan berjalan menuju ke Gridhrakuta sehingga dapat membimbing istri dan anak-anaknya ke sana untuk mencapai Kesadaran Buddha” (Gosyo Zensyu halaman 234). Kalimat Surat Perihal Membuka Mata ini pertama-tama menyampaikan mengenai para murid yang telah menjadi bhikku, dan selanjutnya menjelaskan mengenai para penganut awam. Dalam kalimat Surat Perihal Melaksanakan Pertapaan Sesuai Dengan Yang Dibabarkan Sang Buddha dikatakan, “Tetapi di antara murid-murid Saya”. Dalam kalimat ini juga sudah termasuk penganut awam. Yang menerima semangat Niciren Daisyonin dengan melaksanakan sungguh-sungguh tanpa menyayangi jiwa raga adalah Bhikku Tertinggi kedua, Nikko Syonin, dan Bhikku Tertinggi Ketiga, Nicimoku Syonin. Dalam Catatan Surat Perihal Melaksanakan Pertapaan Sesuai Dengan Yang Dibabarkan Sang Buddha, dengan mengutip Surat Wasiat Nicikan Syonin mengatakan, ‘”Nicimoku Syonin selalu mengibarkan panji, maka Beliau adalah Bodhisattva Visudhakaritra. Nikko Syonin menyembunyikan dahulu maka Beliau adalah Bodhisattva Anantakaritra, sedangkan yang lainnya adalah orang-orang yang pengecut. Dan seterusnya.” Semasa Niciren Daisyonin hidup merupakan masa penyebarluasan dari jodoh terbalik dan beliau bergerak dalam penganiayaan besar yang bertubi-tubi. Karena tidak tahan ditindas oleh pemerintah, beberapa orang dari para murid mundur dari hati kepercayaan. Memang, semasa 32
Samantabadra | Oktober 2017
hidup Niciren Daisyonin, murid-murid Beliau beberapa kali mengalami penganiayaan. Yang terbesar dan terberat adalah penganiayaan hukum di Atsuhara pada bulan sepuluh tahun Koan-2. Ketika itu, Nanjo Tokimitsu mengikuti bimbingan Nikko Syonin dengan sungguhsungguh dan menahan penganiayaan serta menjaga penganut yang berada di daerah Atsuhara. Tetapi Daisyinbo yang seharusnya mendukung dan membantu Nikko Syonin sesuai dengan kedudukannya sebagai bhikku, justru memihak kepada Gyoci, ketua kuil Ryuzen, musuh yang memimpin penyerangan. Sebagai hukuman langsung dari Saddharmapundarika-sutra, dinyatakan dengan meninggal dunianya Daisyinbo dan lainlainnya, karena terjatuh dari kuda. Mengenai hal ini dalam Surat Perihal Penganiayaan Yang Dialami Arif Bijaksana dikatakan, “Kematian yang mengerikan dari Ota Cikamasa, Nagasaki Tokitsuna dan Daisyinbo yang semuanya terlempar dari punggung kuda, adalah contoh hukuman Saddharmapundarika-sutra secara nyata” (Gosyo Zensyu halaman 1190). Kemudian dijelaskan bahwa Kesadaran Buddha dapat dicapai apabila dapat menembus dan mengatasi penganiayaan, Sebaliknya orang yang congkak karena hati kepercayaannya lemah, pasti akan terjatuh dalam suasana jiwa yang seperti neraka. Di dalam Surat Perihal Penganiayaan Yang Dialami Arif Bijaksana yang sama dikatakan, “Saya telah menulis mengenai hal-hal yang telah disampaikan secara rinci setiap tahun, bulan, maupun setiap hari. Sekalipun demikian Nagoe no Ama, Syoubo, Notobo, Sammibo dan lainnya tidak mempunyai keinginan untuk mencari Hukum Buddha, sungguh pengecut, berpikiran picik, tamak dan penuh keragu-raguan, tidak mau mengerti walau telah diberi pengertian, sehingga bagaikan menuang air ke atas vernis atau seperti memotong udara dengan pedang” (Gosyo Zensyu halaman 1191). Demikianlah dorongan semangat untuk menjalankan hati kepercayaan dengan sungguhsungguh, dan yang terpenting, harus berdasarkan keberanian. Sesudah kemoksyaan Niciren Daisyonin, lima bhikku senior yang menentang
Nikko Syonin sebagai Bhikku Tertinggi Kedua, melupakan semangat syakubuku Niciren Daisyonin yang berkobar-kobar, dan karena takut akan kesulitan mereka mengganti nama menjadi murid Mahaguru Tien-tai. Akhirnya mereka mundur dari Hati kepercayaan. Oleh karena itu, yang terpenting adalah sikap hati kepercayaan masing-masing disaatsaat menentukan; inilah peringatan ajaran yang hidup. Hati kepercayaan bukanlah hanya dipikirkan di dalam otak atau hanya dalam katakata saja. Dalam sekejap perasaan jiwa, wajah sesungguhnya akan langsung timbul secara tegas dan nyata. Orang yang takut dan mundur dari hati kepercayaan di saat yang menentukan, sebenarnya merupakan orang yang menyianyiakan dan membuang Pusaka Agung di dalam dada. Memang penganiayaan besar seperti di masa Niciren Daisyonin tidak terjadi di masa sekarang. Namun dalam perombakan sifat jiwa tiap kejap pada diri sendiri, tentu selalu ada hantaman yang keras dari iblis yang ada dalam diri sendiri Dasyinbo, Nagoe no Ama, Syoubo, Notobo, Sammibo dan kelima bhikku senior jangan dipikir sabagai sesuatu yang jauh, yaitu sebagai orangorang yang hidup di masa lampau. Daisyinbo atau kelima bhikku senior ada dalam jiwa kita masingmasing dan inilah yang harus kita pecahkan dan patahkan. Hendaknya kita selalu melangkah dalam jalan agung hati kepercayaan yang telah diwujudkan Niciren Daisyonin, Nikko Syonin dan Nicimoku Syonin.
6
Maka tidak perlu terkejut lagi melihat dan mendengar Saya diusir dari tempat, dilukai atau pun dijatuhi hukuman pembuangan sampai dua kali; hal ini sudah diketahui sebelumnya. Keterangan: Bagian ini menerangkan mengenai penganiayaan besar yang dialami Niciren Daisyonin. Sesuai dengan yang dibabarkan Buddha Sakyamuni akan adanya penganiayaan besar, Niciren Daisyonin dapat mewujudnyatakan diri sebagai Buddha Pokok melalui penganiayaan
besar yang dialami-Nya sendiri. Di sini yang dikatakan, “Saya diusir dari tempat” adalah peristiwa diusirnya Niciren Daisyonin langsung dari Kuil Seico di propinsi Awa oleh Tojo Kagenobu setelah mendirikan sekte pada tanggal 28 bulan 4 tahun Kenco ke 5 (1253). Dan pada bulan 7 tahun Bun-ei ke-1 (1260), Niciren Daisyonin memberikan surat Menentramkan Negara Dengan Menegakkan Filsafat Yang Benar kepada Hojo Tokiyori. Pada tanggal 27 bulan 8, orang-orang dari sekte Nembutsu membakar gubuk Matsubagayatsu di Kamakura, sehingga untuk sementara Niciren Daisyonin pindah ke rumah Toki Jonin di propinsi Syimofusa. Dan kalimat “dilukai” berarti, pada tanggal 11 bulan 11 tahun Bunei ke-1 (1264), kira-kira pukul lima sore, ketika menuju ke rumah keluarga Kudo Yosyitaka di daerah Tojo, Niciren Daisyonin diserang oleh pasukan Kepala Daerah Tojo Kagenobu. Di tempat ini dahi Beliau dilukai dengan pedang. Di dalam penganiayaan-hukum Komatsubara, Kudo Yosyitaka dan Kyoninbo meninggal dunia karena menjaga Niciren Daisyonin. Kalimat “Dijatuhi hukuman pembuangan sampai dua kali” berarti, pertama mulai dari tanggal 12 bulan 5 tahun Koco ke-1 (1261) sampai tanggal 23 bulan 2 tahun Koco ke-3 (1263) Niciren Daisyonin dibuang ke Semenanjung Izu di Ito. Yang kedua pada tanggal 12 bulan 9 tahun Bun-ei ke-8 (1271), mendapat penganiayaan-hukum Tatsunokuci dan langsung dibuang ke Pulau Sado. Beliau dibebaskan pada bulan 2 tahun Bun-ei ke-11(1274), dan kembali ke Kamakura pada tanggal 26 bulan 3. Mengenai penganiayaan yang dialami diri sendiri, dalam surat Perihal Penganiayaan Yang Dialami Arif Bijaksana, Niciren Daisyonin mengatakan, “Saya tidak tahu apakah penderitaan ini sama atau melebihi dari yang dialami Sang Buddha. Penderitaan yang dialami oleh Nagarjuna, Vasubandhu, Mahaguru Tientai dan Mahaguru Dengyo sama sekali belum menyamai Saya. Bila tidak karena kehadiran Niciren Daisyonin di Masa Akhir Dharma, Sang Buddha akan menjadi pembual besar dan Tathagata Prabhutaratna serta seluruh Buddha Oktober 2017 | Samantabadra
33
lainnya akan menjadi saksi dari bualan besar tersebut. Dalam waktu 2.230 tahun lebih semenjak kemoksyaan Sang Buddha, Niciren Daisyonin adalah satu-satunya orang di seluruh dunia yang dapat memenuhi ramalan Sang Buddha” (Gosyo Zensyu halaman 1189). Berarti, dengan kehadiran Niciren Dasyonin secara nyata, barulah kata-kata Buddha dibuktikan kebenarannya. Di dalam Surat Perihal Membuka Mata bagian paruh akhir dikatakan, “Karena kata-kata Buddha bukan bualan, maka negeri ini dipenuhi oleh Tiga Jenis Musuh Kuat, dan masih seakan-akan ingin merusak petuah emas Sang Buddha, maka kehadiran pelaksana Saddharmapundarika-sutra tidak terlihat seperti yang telah diramalkan. Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Dari dahulu siapakah yang telah dicaci maki, diejek dan direndahkan oleh seluruh masyarakat? Bhikku siapakah yang telah diserang dengan pedang dan tongkat? Bhikku siapakah yang demi Saddharmapundarika-sutra dituduh dengan tuntutan yang diajukan kepada keluarga Samurai dan keluarga Kaisar? Bhikku siapakah yang ‘lagi dan lagi dibuang’? Di Jepang siapakah selain Niciren yang sesuai dengan ramalan ini?” (Gosyo Zensyu halaman 230). Hal ini menyatakan Niciren Dasyonin sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra yang sebenarnya.
7
Bertanya dengan berkata: Seorang pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang buddha seharusnya merasa tenang dan tentram dalam hidup kali ini sebagaimana dibabarkan dalam Bab Perumpamaan Tentang Rumput Obat Saddharmapundarika-sutra. Akan tetapi, mengapa harus menghadapi Tiga Jenis Musuh Kuat yang bertubi tubi?
GM
Keterangan: Pada bagian ini dijelaskan alasan mengapa pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha mengalami penganiayaan di Masa Akhir Dharma. Untuk itu dibuat tanya jawab yang masing-masing mengandung dua makna. Kedua makna dari pertanyaan adalah sebagai berikut. 34
Samantabadra | Oktober 2017
Pertama, dengan adanya Tiga Jenis Musuh Kuat, Niciren Daiyonin diragukan sebagai pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha. Kedua, jika Beliau dikatakan sebagai pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha tetapi mengalami penganiayaan besar, maka kalimat Sutra Bab perumpamaan Tentang Rumput Obat yang berbunyi, “Pada hidup kali ini merasa tenang dan tentram” merupakan kata-kata bualan. Kedua, makna jawaban adalah: pertama, menjelaskan mengenai pelaksanaan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha akan mengalami penganiayaan. Pada bagian ini diambil contoh Buddha Sakyamuni, Bodhisattva Sadaparibhuta, Cu Tao Sheng, Bhikku Fa Tao, Aryasimha, Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo. Berbagai penganiayaan besar yang dialami Niciren Daisyonin merupakan pembuktian dari pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha di Masa Akhir Dharma. Berdasarkan hal itu diterangkan bahwa Niciren Daisyonin adalah Buddha Pokok Masa Akhir Dharma. Namun dalam Bab Perumpamaan Tentang Rumput Obat Saddharmapundarikasutra dikatakan bahwa orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra “Pada hidup kali ini merasa tenang dan tentram, di masa akan datang dilahirkan di tempat yang baik”. Dan dalam bab pertapaan Yang Tenang Dan Menyenangkan dari Bab Darani terdapat prasetya bahwa para dewa akan melindungi pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Oleh karena itu timbul keragu-raguan, mengapa Niciren Daisyonin mengalami penganiayaan. Terhadap keraguan-raguan tersebut dalam Surat Perihal Membuka Mata bagian paruh akhir dikemukakan tiga alasan. Secara singkat diterangkan sebagai berikut: 1) Jika pelaksana Saddharmapundarikasutra memiliki dosa pemfitnahan Dharma terhadap Hukum Sebenarnya di masa lampau, ia akan mengalami penganiayaan demi merombak dosa yang berat menjadi dosa yang ringan (Tenju Kyoju). Buddha Pokok Niciren Daisyonin adalah Trikaya
Yang Tidak Dibuat-buat dari Kuon Ganjo sehingga sulit dimengerti bahwa Beliau memiliki dosa pemfitnahan Dharma yang tertinggal dalam jiwa. Namun disini ada dua hal: Kesatu, menguraikan rupa sebagai menusia biasa. Kedua, karena Buddha Pokok menyebarluaskan Sandaihiho di Masa Akhir Dharma yang dipenuhi umat yang memfitnah Dharma, maka Beliau hadir di dunia dengan rupa memiliki sebab pemfitnahan Dharma yang sama dengan Umat. 2) Orang yang memfitnah Dharma sudah ditentukan akan jatuh ke dalam dunia neraka. Bagi orang ini tidak ada hukuman nyata. 3) Oleh karena para dewa meninggalkan dan membuang tanah negeri pemfitnahan Dharma, maka tidak ada hukuman nyata. Jika demikian, orang yang memfitnah Dharma tidak akan senang dan tenang seumur hidup. la pasti akan mendapat hukuman besar sehingga akhirnya akan meninggal dengan sengsara. Semasa hidup Niciren Daisyonin, Tojo Kagenobu runtuh dalam waktu yang singkat dan seluruh keluarga Heino Saemon no Jo Yoritsuna juga runtuh dan musnah.
8
Apalagi di zaman sekarang yang disebut Masa Akhir Dharma, saat banyak terjadi perselisihan dan pertikaian, Hukum Putih pun telah tenggelam… sehingga segala iblis buruk memasuki negeri dan terjadilah Tiga Bencana Tujuh Musibah yang berkobar-kobar.
Anak Cabang
Keterangan: Selanjutnya dijelaskan kebenaran kalimat Sutra tentang hidup kali ini tenang dan tentram serta menguraikan masyarakat ideal di saat Sandaihiho tersebar luas (kosenrufu), yang membuktikan “Pada hidup kali ini merasa tenang dan tentram”. Arti kutipan kalimat di atas sebagai berikut: Pelaksana Saddharmapundarikasutra semasa Sakyamuni hidup, dan di Masa Saddharma serta di Masa Pratirupadharma telah
mengalami penganiayaan. Apalagi di Masa Akhir Dharma sekarang ini. Jika membahas perihal negeri, hanyalah negeri buruk dari pemfitnahan Dharma. Jika membahas mengenai bakat, hanya terdapat raja buruk, menteri buruk, rakyat buruk dari pemfitnahan Dharma. Oleh karena itu mereka menentang Hukum Sebenarnya, serta mengagungkan dan mengutamakan hukum sesat dan guru sesat. Mereka pasti menyimpan rasa benci dan iri hati kepada pelaksana Hukum Sebenarnya, sehingga membuat penganiayaan besar. Maka di dalam negeri Tiga Bencana Tujuh Musibah timbul bertubi-tubi. Berdasarkan adanya Tiga Jenis Musuh Kuat, haruslah diketahui adanya pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Hal ini sesuai dengan Sutra “Apalagi setelah kemoksyaan-Nya”. Jika kalimat di atas dibagi berdasarkan lima asas penyebaran agama adalah sebagai berikut: 1) Banyak terjadi perselisihan dan pertikaian, Hukum Putih pun telah tenggelam à waktu 2) Negeri buruk à negara 3) Raja buruk, menteri buruk, rakyat buruk à bakat 4) Menentang Hukum Sebenarnya, menghormati dan mengutamakan hukum sesat dan guru sesat à urutan ajaran yang disebarluaskan. Di sini tidak mengangkat asas yang pertama, ajaran, karena Sandaihiho yang disebarluaskan oleh Niciren Daisyonin adalah ajaran terunggul yang paling utama dari berbagai Sutra. Kalimat “Segala iblis buruk memasuki negara dan terjadilah Tiga Bencana Tujuh Musibah yang berkobar-kobar” adalah kalimat yang membabarkan teori dasar Subyek Dan Lingkungan Bukan Dua dari Hukum Buddha. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, khususnya ilmu astronomi dan ilmu pengetahuan alam, sebab langsung timbulnya bermacam-macam bencana sedikit demi sedikit mulai jelas. Namun yang dapat dijelaskan ilmu pengetahuan masih terbatas. Salah satu contohnya adalah gempa bumi. Oktober 2017 | Samantabadra
35
Gempa bumi diterangkan sebagai gerakan gelombang yang ditimbulkan oleh perubahan kerak bumi atau dikatakan akibat getaran letusan gunung berapi. Hanya dijelaskan demikian saja. Gejala nyata bencana alam ini dijelaskan tidak lebih dari sudut ilmu fisika dan kimia. Sedangkan Hukum Buddha menjelaskannya dari sudut filsafat jiwa, yaitu mengenai hubungan jiwa manusia dengan satu badan jiwa yang disebut bumi atau alam semesta raya, serta menerangkan masalah bahagia atau tidak bahagianya manusia. Mengenai hal ini dalam Ceramah Menenteramkan Negara Dengan Menegakkan Filsafat Yang Benar dikatakan, “Mengenai Tiga Bencana Tujuh Musibah dan teori Subyek Dan Lingkungan Bukan Dua” diterangkan bahwa satu filsafat, ideologi maupun agama akan memberi pengaruh yang besar kepada jiwa manusia. Dan tentu saja dengan sendirinya dapat dipikirkan akan merombak masyarakat secara luas. Hukum Buddha membahas dengan tiga perbedaan; Perbedaan Lima Unsur (Go On), Perbedaan Kelompok Umat (Syujo) dan Perbedaan Tanah Negeri (Kokudo) serta membabarkan bahwa agama berpengaruh besar terhadap alam semesta, yakni tanah negeri. Jika sekte sesat, makna sesat merajalela, tenaga jiwa manusia menjadi rapuh, masyarakat menjadi kacau, irama gerakan jiwa alam semesta berubah. Empat musim menjadi kacau. Suhu, kelembaban udara, turunnya hujan dan salju mengalami gejala perubahan yang tidak wajar. Oleh karena itu timbul Tiga Bencana Tujuh Musibah. Jika Sandaihiho yang merupakan Hukum Sebenarnya dapat tersebar luas, baik indvidu maupun masyarakat dapat membangun suasana jiwa yang bahagia serta masyarakat ideal sesuai dengan menyatunya kemakmuran masyarakat dan kebahagiaan individu. Tanah negeri pun menjadi tanah negeri Buddha. Maka berbagai gejala alam semesta akan menjadi keadaan yang cocok untuk menumbuhkan segala makhluk dan jiwa manusia sehingga bencana alam pun berkurang. Mengenai hal ini dalam surat dibabarkan, “Angin yang bertiup tidak akan membuat dahan bergesekan, hujan yang 36
Samantabadra | Oktober 2017
turun tidak akan memecah tanah, sementara masyarakat menjadi tentram seperti zaman Fu Hsi dan Shen Nung di Tiongkok Kuno. Kemudian segala bencana dan musibah yang tidak menguntungkan tidak ditemui pada kehidupan ini.”
9
Pada waktu buruk seperti ini, Saya, Niciren, terlahir di negeri ini atas kehendak dan amanat Sang Buddha, maka merupakan waktu yang tidak menyenangkan. Keterangan: Niciren Daisyonin menguraikan bahwa kehadiran-Nya secara nyata sebagai Buddha Pokok adalah sesuai dengan ramalan Buddha Sakyamuni. Berdasarkan Catatan Surat Perihal Melaksanakan Pertapaan Sesuai dengan yang Dibabarkan Sang Buddha kalimat di atas diulas oleh Nicikan Syonin sebagai berikut: Jika dibaca mengenai “waktu” kehadiran Niciren Daisyonin secara nyata sebagai Buddha Pokok, di dalam Bab Karunia Kebajikan Yang Berbeda-beda Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Dalam masa buruk dari Akhir Dharma”, dan di dalam Bab Bhaisyajaraja dikatakan, “Dalam 500 tahun ke-5 kemudian akan tersebar luas.” Jika dibaca mengenai “negeri” dalam Bab Stupa Pusaka dikatakan, “Siapakah... di negeri Saha ini dengan baik?”, dan di dalam Bab Muncul Dari Bumi dikatakan, “Dalam dunia Saha sebanyak 60 ribu kali butir-butir pasir sungai Gangga.” Jika dibaca mengenai “ajaran”, dalam Bab Stupa Pusaka dikatakan, “Membabarkan Myohorengekyo secara luas” dan di dalam Bab muncul Dari Bumi dibabarkan, “Membabarkan Sutra ini” dan dalam Bab Kekuatan Gaib Sang Tathagata berdasarkan empat bait Hukum Pokok membabarkan Nammyohorengekyo dari Sandaihiho. Selain ini juga masih terdapat berbagai kalimat. Namun Guru Sebenarnya dari masa Pratirupadharma seperti Mahaguru Tien-tai, Mahaguru Miao-lo dan Mahaguru Dengyo meramalkan bahwa Buddha Pokok akan hadir
secara nyata di Masa Akhir Dharma serta akan menyebarluaskan Nammyohorengekyo. Dan mereka juga menginginkan agar terlahir di Masa Akhir Dharma untuk berjumpa dengan Hukum Sebenarnya dari Buddha Pokok.
10
Namun, karena tak mungkin melawan amanat Raja Hukum, Saya pun memasrahkan jiwa raga kepada kalimat Sutra dan mulai melancarkan peperangan antara dua ajaran... Saya mengibarkan panji kelima huruf Myohorengekyo yang merupakan intisari, dari satu bagian delapan rol Saddharmapundarikasutra.
Anak Cabang
Keterangan: Kalimat ini membabarkan mengenai syakubuku. Seperti telah jelas dalam kalimat, “Amanat Raja Hukum” dan kalimat “Memasrahkan jiwa raga kepada kalimat Sutra”, maka syakubuku merupakan kehendak dan amanat Buddha. Oleh karena itu rupa Niciren Daisyonin yang berdiri di depan pasukan syakubuku adalah pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha. Dan sekarang syakubuku yang dijalankan umat Niciren Syosyu adalah sesuai dengan kehendak dan amanat Buddha, yakni sebagai pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha. Semasa hidup Niciren Daisyonin juga terdapat murid yang cenderung tidak menyukai syakubuku, bahkan sampai hari ini pun ada yang tidak menyukainya. Namun dalam surat ini Niciren Daisyonin memperingatkan secara keras bahwa selain syakubuku tidak ada pelaksanaan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha. Memang di saat sekarang syakubuku berarti menerangkan Hukum Buddha Sandaihiho dari Niciren Dàisyonin sebagai cara dan pandangan hidup serta pandangan sebagai manusia. Dan dalam rangka menjalankan syakubuku harus mempunyai keyakinan besar atas kekuatan Buddha dan kekuatan Hukum dari Dai Gohonzon. Melaksanakan syakubuku adalah gerakan mahamaitri karuna agar seluruh rakyat
dapat menjadi bahagia. Oleh karena itu, tidak diperkenankan jika menjadi perdebatan belaka atau menjadi keributan karena merendahkan orang lain. Kalimat-kalimat, “Panji kelima huruf Myohorengekyo” dan Tali busur dari “belum mewujudkan yang sebenarnya,” serta Anak panah dari “dengan tulus dan jujur membuang Ajaran Sementara” menguraikan bahwa sikap syakubuku, bagaimanapun harus didasari pada keyakinan besar terhadap karunia kebajikan Dai Gohonzon. Oleh karena itu sebelum menjalankan syakubuku kita harus menyebut daimoku dengan mantap kepada Dai Gohonzon. Kadang kala kita terikat oleh urusan pribadi sehingga tidak lagi memikirkan orang tua maupun kawan. Dengan demikian pada diri kita terdapat satu sisi yang tidak maitri karuna. Dengan menyebut daimoku kepada Dai Gohonzon, mahamaitri karuna dan prajna Buddha Pokok akan timbul nyata dalam icinen kita. Berdasarkan hal inilah kita menjalankan syakubuku. Di dalam Gosyo ini dikatakan, “Pedang tajam Saddharma.” “Saddharma” berarti Nammyohorengekyo dan “Pedang tajam” berarti daimoku yang dapat mematahkan kesesatan avidya, yang merupakan kesesatan dasar pokok tidak dapat percaya kepada Gohonzon. Selanjutnya mengenai kalimat, “Menaiki Kendaraan Sapi Putih Agung”, Nicikan Syonin mengulas sebagai, “Menaiki Kendaraan” berarti menerima dan mempertahankan Daimoku dari Ajaran Pokok. Selanjutnya dalam Hokke Gengi Syakusen rol ke-5 Mahaguru Miao-lo mengatakan, “Sebab ini tidak mudah diubah maka dikatakan pencapaian langsung.” Kemudian Nicikan Syonin mengulas bahwa “Menaiki” bermakna mengutamakan hati-kepercayaan. Jika melaksanakan syakubuku di Masa Akhir Dharma, pasti akan mengalami penganiayaan. Hal ini telah diuraikan sebelumnya dan ketabahan atas penganiayaan dan tindasan merupakan ‘Mengenakan zirah ketabahan.” Sikap ini tentu timbul dari hati-kepercayaan yang menyebut daimoku kepada Dai Gohonzon. Oleh karena itu untuk melaksanakan syakubuku biar bagaimanapun kita harus mempunyai sikap Oktober 2017 | Samantabadra
37
mengutamakan hati-kepercayaan dan menyebut daimoku kepada Dai Gohonzon. Kekuatan kekayaan jiwa, perilaku yang gembira dan menyayangi serta memikirkan orang lain yang diperoleh melalui penyebutan daimoku pasti akan menembus hati orang lain sehingga orang tersebut bertekad untuk menerima Gohonzon ini. Pada zaman tersebarluasnya Gohonzon di seluruh dunia, kita sebagai perintis yang menjalankan hatikepercayaan lebih awal daripada yang lain harus menjalankan syakubuku dengan mengutamakan hati kepercayaan berdasarkan keberanian dan kegembiraan yang besar. Mengingat petuah emas dari Niciren Dasyonin yang mengatakan, “Maka peperangan ini tak pernah terhenti sampai saat ini” dan perkataan dalam Surat Wajah Sesungguhnya Segala Hukum, “Apalagi pada waktu kosenrufu, seluruh Jepang (dunia) akan menyebut Nammyohorengekyo. Kiranya hal ini sama seperti menjadikan bumi besar sebagai sasaran. Biar bagaimanapun, sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra” (Gosyo Zensyu halaman 1360), maka marilah kita menjalankan tugas syakubuku demi kebahagian orang lain.
Kalimat “Angin yang bertiup tidak akan membuat dahan bergesekan, hujan yang turun tidak akan memecah tanah” adalah teori perdamaian dari perbedaan tanah negeri (Kokudo Seken). Kebahagiaan pribadi dan kemakmuran masyarakat seharusnya menjadi satu, tetapi hal ini sukar dicapai jika tidak didasari Saddharma. Sekalipun tanpa didasari Saddharma dapat terwujud masyarakat yang ideal, jika bencana alam muncul bertubi-tubi, tentu jiwa manusia menjadi terguncang sehingga tidak bahagia. Oleh karena itu, tanpa didasari Saddharma yang dapat mewujudnyatakan perdamaian dari perbedaan tanah negeri yang sesungguhnya, tidak mungkin mengharap untuk terwujud suatu masyarakat ideal. Mengenai perbedaan tanah negeri dari dunia Saha adalah dunia Buddha (Jakko) yang selalu menetap, dalam Surat Kanjin no Honzon dikatakan, “Sekarang di Ajaran Pokok, dunia Saha adalah tanah suci yang selalu menetap yang terlepas dari tiga bencana dan keluar dari empat kalpa. Buddha juga tidak musnah di masa akan datang. Penerima bimbingan juga adalah badan yang sama. Berarti tiga ribu dan tiga perbedaan tercakup dalam perasaan jiwa” (Gosyo Zensyu Akan tiba waktunya seluruh umat halarnan 247). Yang dimaksud dengan kalimat “Baik di bawah langit ini kembali pada manusia maupun Hukum, keduanya menjadi Ekabuddhayana... Maka tidak tidak tua tidak mati” adalah pembabaran diragukan lagi kebenaran kalimat Sutra yang dalam Bab XVI Panjang Usia Tathagata yang berbunyi: “Pada hidup kali ini merasa tenang berbunyi “Senantiasa ada dan tidak musnah dan tentram.” (jozai syi fumetsu), Selalu menetap disini untuk membabarkan Hukum (joju syi seppo)”. Keterangan: Dalam Surat Membalas Budi dikatakan,”Jika Dalam Bab Perumpamaan Tentang maitri karuna Niciren Daisyonin luas dan besar, Rumput Obat diuraikan bahwa orang yang Nammyohorengekyo akan tinggal lebih dari melaksanakan pertapaan sesuai dengan puluhan ribu tahun dan terus tersebar sampai pembabaran Sang Buddha pada hidup kali akan datang” (Gosyo Zensyu halaman 329). ini akan tenang dan tentram. Kutipan kalimat Kalimat “maitri karuna Niciren luas dan besar” di bagian ini menerangkan bahwa kalimat berarti orang. “Nammyohorengekyo akan tinggal Sutra tersebut bukan bualan, Nicikan Syonin lebih dari puluhan ribu tahun dan terus tersebar mengulas dan membandingkan kalimat diatas sampai akan datang,” berarti hukum. Karena dengan kalimat dalam Surat Makna Badan manfaat dari orang dan hukum selalu menetap Pokok yang berbunyi, “Dengan tulus dan jujur membuang Ajaran Upaya, hanya percaya kepada selama tiga masa, maka dikatakan tidak tua dan Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon),”sebagai tidak mati. berikut.
11
Anak Cabang
38
Samantabadra | Oktober 2017
Dalam Surat Pengantar Sutra Doa dikatakan pula, “Berdasarkan penganiayaan besar ketika masa dari Niciren Daisyonin, dapat dirasakan keuntungan dan manfaat ketiga masa dari Saddharmapundarika-sutra” (Gosyo Zensyu halaman 1356). Demikianlah dijelaskan mengenai keuntungan dari manfaat ketiga masa yang selalu menetap. Dan mengenai orang yang tidak tua dan tidak mati, jelas menerangkan tentang Niciren Daisyonin. Mengenai Hukum, karena selalu menetap maka dikatakan tidak mati. Tetapi mengapa dikatakan tidak tua? Hal ini membahas mengenai manfaat yang diperoleh dari Sutra Sementara. Kelihatannya Sutra Sementara yang masih dari tingkatan yang sementara (tobun) mempunyai kekuatan. Akan tetapi setelah memasuki Sutra Amitarta diterangkan, “Belum mewujudkan yang sesungguhnya,” sehingga manfaat yang diperoleh dari Sutra Sementara menjadi musnah, sehingga rupanya menjadi tua. Kemudian setelah memasuki Saddharmapundarika-sutra, Sutra Sementara dipatahkan dan dimusnahkan, maka berarti mati. Keuntungan dari manfaat Saddharmapundarikasutra tidak mempunyai makna seperti itu, maka dikatakan tidak tua tidak mati. Dalam Sutra Mahasanghata dikatakan, “Masa penuh perselisihan dan pertikaian, Hukum Putih pun tenggelam.” Maksud kalimat ini adalah Sutra Sementara menjadi tua dan mati, serta keuntungan dari manfaat Saddharmapundarikasutra dari pemanenan yang tersurat menjadi tenggelam dan musnah. Dalam Bab Bhaisyajaraja dikatakan, “pada 500 tahun ke-5 kemudian, akan tersebar luas...” Kalimat ini berarti Nammyohorengekyo dari Sandaihiho yang terpendam dirahasiakan secara tersirat dalam Bab Panjang Usia Tathagata tidak tua dan tidak mati. Dan jika kutipan kalimat di atas dibaca setahap lebih mendalam, manusia dan hukum, keduanya menyatakan teori sebab pokok (honin) dan akibat pokok (hon-ga). Yakni, tidak tua berarti Buddha Sakyamuni, tidak mati berarti Bodhisattva Visishtakaritra. Dalam Catatan Hokke Mongu rol ke-9 Mahaguru Miao-Lo mengatakan, “Dari dahulu
ayah telah meminum obat bibit prajna yang mengembalikan usia. Maka sekalipun sudah tua, ayah kelihatan masih muda. Sedangkan anaknya, dengan kekuatan obat selalu menetap tidak mati, sekalipun masih muda tetapi seperti tua.” Dalam Catatan Ajaran Lisan dikatakan,” Tidak tua adalah Buddha Sakyamuni, Tidak mati adalah Jenis Muncul dari Bumi” (Gosyo Zensyu halaman 774). Dari kalimat-kalimat ini jelas bahwa tidak tua tidak mati dapat dibagi sebagai guru dan murid. Guru dan murid berarti sebab pokok dan akibat pokok. Dalam surat Perihal 106 dikatakan, “Buddha Sakyamuni dari akibat pokok mengundang keluar Bodhisattva Visishtakaritra dari sebab pokok. Hal ini adalah untuk keuntungan dari manfaat Masa Akhir Dharma sesudah kemoksyaan Sang Buddha” (Gosyo Zensyu halaman 864). Berarti guru dan murid dibabarkan menjadi sebab pokok tidak tua tidak mati diterangkan sebagai berikut: Berdasarkan sebab pokok gaib (hon in myo), pada saat teori ini dinyatakan demi keuntungan dari umat manusia Masa Akhir Dharma, guru dan murid adalah manusia dan hukum. Dengan melaksanakan pertapaan Saddharma dan sebab pokok akibat pokok sesaat, manusia dapat merasakan sebab gaib akibat gaib sesaat. Kalimat, “Pada saat teori kewajaran terwujud secara nyata, baik manusia maupun Hukum, keduanya menjadi tidak tua tidak mati,” berarti kita sekalian, orang yang percaya Hukum Buddha Sandaihiho, yang menjalankan perombakan sifat jiwa. Karena Hukum Buddha Sandaihiho ini tidak berawal akhir maka tidak tua tidak mati. Orang yang menyebut daimoku kepada Gohonzon dapat menyadari jiwa kekal abadi dan membuka kesadaran bahwa badan sendiri adalah Tathagata Trikaya yang tidak dibuat-buat dari asal mula, orang yang menjalankan perombakan sifat jiwa seperti ini merupakan orang yang tidak tua, tidak mati. Dengan demikian, setiap orang yang menerima dan mempertahankan Gohonzon, melaksanakan perombakan sifat jiwa dan nasib serta dapat menjalani hidup yang bahagia hingga dapat tercapai keterpaduan hukum masyarakat dan Hukum Buddha dan pelestarian Dharma, Oktober 2017 | Samantabadra
39
berarti dapat mewujudnyatakan Hukum yang tidak tua dan tidak mati.
12
Jika Ajaran sementara yang dibabarkan dalam Sutra Sementara dibuka dan bertemu (kai-e) pada hakikatnya membabarkan Ekabuddhayana. Maka hukum manapun menjadi Saddharmapundarika-sutra, sehingga tiada lagi perbedaan unggul dan rendah, dalam dan dangkal. Keterangan: Di bagian ini diterangkan tentang perbandingan Ajaran Sementara dengan Ajaran Sesungguhnya secara keseluruhan dan rupa pelaksanaan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha. Kalimat di atas bermakna sesat karena menyamakan Ajaran Sementara dengan Ajaran sesungguhnya. Nicikan Syonin memecahkan dan mematahkan makna sesat tersebut sebagai berikut: Perihal berbagai yana (ajaran) yang ‘dibuka dan bertemu’ sehingga menjadi Ekabhuddhayana masih merupakan perbandingan unggul rendah dan dalam dangkalnya antara Saddharmapundarika-sutra dengan Sutra Sementara. Pertama, perbedaan membuka secara aktif dan menerima secara pasif. Dalam Surat Perihal Daimoku Mida Myogo Syoretsuji dikatakan, “Myohorengekyo adalah membuka secara aktif dan Namu Buddha Amitabha adalah membuka secara pasif” (Gosyo Zensyu halaman 115). Dalam Surat Perihal Garis Besar Ajaran Suci Seumur Hidup dikatakan, “Ada dua hal Saddharmapundarika-sutra. Pertama, membuka secara pasif dan kedua, membuka secara aktif” (Gosyo Zensyu halaman 404). Dari kutipan di atas jelas kedua Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya tidaklah sama. Dalam Surat Perihal Sepuluh Bab dikatakan, “Meskipun ajaran Nembutsu sudah menyadari, membuka dan bertemu, juga masih merupakan Ajaran Sementara dari dalam badan (keterangan: dalam ajaran Buddha). Tetap tidak dapat menyamai Ajaran Sesungguhnya dari dalam 40
Samantabadra | Oktober 2017
badan” (Gosyo Zensyu halaman 1275). Inilah dasar unggul-rendahnya Ajaran Sesungguhnya dengan Ajaran Sementara. Selanjutnya, dalam Surat Perihal Sebab Akibat Yang jelas Sepuluh Dunia Hukum dikatakan, “Sesudah menimbulkan kesadaran ini, pelaksana ialah orang yang membaca dan menyebut seluruh Sutra Mahayana dan Saddharmapundarika-sutra” meskipun juga membaca Sutra Agama dan Sutra Hinayana” (Gosyo Zensyu halaman 437). “Kesadaran” dari kalimat ini bermakna menyadari hal membuka dan bertemu. Dalam Surat Sepuluh Bab diuraikan tentang makna kesadaran sebagai berikut,” Nembutsu yang sudah menyadari hal membuka dan bertemu pun, masih merupakan Ajaran Sementara dari dalam badan (Gosyo Zensyu halaman 1275). Memahami makna kesadaran sebagaimana dijelaskan dalam kalimat tersebut berarti mengetahui bagaimana mendapatkan kesadaran tentang hal membuka dan bertemu. Dalam kalimat ini juga terkandung makna perbandingan unggul rendah. Adalah makna sesat bila menganggap bahwa Ajaran Sementara sesudah dibuka dan bertemu menjadi satu badan dengan Ajaran Sesungguhnya sehingga antara keduanya sama sekali tidak ada perbedaan. Jika ada hati yang terikat pada makna sesat ini, maka hati ini menjadi hati dan pintu hukum yang belum dibuka dan bertemu. Maka Niciren Daisyonin memecahkan dan mematahkan makna sesat itu. Cara membaca kalimat pelaksana ialah orang yang membaca dan menyebut seluruh Sutra Mahayana dan Saddharmapundarikasutra, meskipun juga membaca Sutra Agama dan Sutra Hinayana, diterangkan dalam surat Sepuluh Bab sebagai berikut. “Satu bagian Syikan merupakan kalimat yang ditegakkan berdasarkan Saddharmapundarika-sutra yang dibuka dan bertemu. Walaupun mengutip sutra-sutra sementara, bahkan menggunakan sutra non Buddhis, keinginan hatinya tetap bukan sutra sementara dan non Buddhis. Meminjam kalimat pun dengan mengikis dan membuang maknanya. Dengan mengutip
berbagai sutra dan menegakkan empat jenis, tetapi keinginan hatinya tetap pada Saddharmapundarika-sutra” (Gosyo Zensyu halaman 1273). Dari kalimat ini jelas bahwa semestinya hanya membaca berdasarkan makna Saddharma dan membuang makna Sutra Sementara dan non Buddhis. Dengan demikian membaca kalimat Sutra Sementara pun adalah untuk menegakkan dan mewujudkan makna Saddharmapundarika-sutra. Maka, sekalipun membaca Sutra Sementara akan manjadi sama dengan membaca kalimat Saddharmapundanikasutra dan meskipun merupakan kalimat dari Sutra Sementara, arti dan maknanya tetap ada pada Saddharmapundarika-sutra. Berarti Sutra Sementara sebagai pintu ajaran dan ‘kalimat perbandingan tergantung makna’ (egi hanmon). Dan juga mempunyai makna “kalimat ada pada Sutra Sementara, maknanya ada pada Saddharmapundarika-sutra.” Dalam Surat Perihal Garis Besar Ajaran Suci Seumur Hidup dikatakan, “karena sutra ini bukan merupakan pewarisan, maka sukar diketahui” (Gosyo Zensyu halaman 398). Dalam surat yang sama dikatakan, “jika orang mempelajari dan mendiskusikan tanpa mengetahui Saddharmapundarika-sutra, hanya menjadi keuntungan dari manfaat Sutra Sementara” (Gosyo Zensyu halaman 404). Sesuai dengan kalimat ini, jika tidak mengetahui pewarisan penegakkan unggul rendah Ajaran Sesungguhnya dan Ajaran Sementara sesudah dibuka dan bertemu, maka kedua ajaran yang sudah dibuka dan bertemu dijadikan satu badan. Maka, sekalipun Saddharmapundarikasutra, keuntungan dari manfaatnya akan turun menjadi keuntungan dari manfaat Sutra Sementara. lnilah arti perbandingan Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya. Sesuai dengan hal ini, jika tidak mengetahui pewarisan adanya unggul rendah Ajaran Pokok dan Ajaran Bayangan sesudah menanggalkan pendirian sementara dan mewujudkan pendirian sesungguhnya akan berpikir, bahwa kedua ajaran ini, sesudah menanggalkan pendirian sementara dan menegakkan pendirian sesungguhnya merupakan satu badan. Maka,
karunia kebajikan membaca Ajaran Pokok akan turun menjadi keuntungan dari manfaat Ajaran Sementara. Dengan demikian, Hukum Buddha sesungguhnya dibagi dan ditegakkan dengan tegas dan teliti berdasarkan unggul rendah dan dalam dangkalnya Hukum. Seandainya tersesat dalam hal ini tidak melaksanakan pertapaan Jalan Buddha yang benar. Pada Zaman sekarang banyak orang berpandangan sesat bahwa sesudah dibuka dan bertemu semua ajaran tidak ada perbedaan. Memang pendirian dan cara masing-masing agama berbeda, tetapi semuanya mempunyai tujuan yang sama. Jika dalam kehidupan beragama terjadi keributan, umat tidak akan menghargainya. Agar semua agama bersatu hati, perbedaan-perbedaan yang ada harus dihilangkan. Dasar ajaran agama Buddha adalah semangat toleransi, sehingga jika merasa ajaran sendiri unggul dan menolak yang lain, dikatakan bukan semangat agama Buddha yang sebenarnya. Demikianlah banyak terdapat pandangan sesat yang berpikir bahwa semua ajaran adalah sama. Sebenarnya cara berpikir yang sesat seperti inilah yang dipatahkan oleh Niciren Daisyonin secara keras. Perkataan harus bersikap toleransi timbul untuk menutupi ketidakberdayaan hukum diri sendiri. Hukum Buddha itu sendiri menyelamatkan umat dari dasarnya, maka pasti memiliki semangat dan sikap toleransi ini hanya terbatas terhadap orang. Terhadap Hukum tetap harus membandingkan dalam dangkal dan unggul rendahnya secara tegas. Sikap yang tegas terhadap Hukum baru akan melahirkan semangat toleransi yang sebenarnya dalam upaya agar seluruh umat manusia dapat mencapai kesadaran Buddha. Dalam Sutra Nirvana Buddha Sakyamuni mengatakan, “Hendaknya menjadi guru.” Dan “Seandainya ada orang yang tidak mau mengikuti pembabaran Sang Buddha haruslah diketahui bahwa orang ini adalah keluarga dari iblis.” Dengan demikian jelas bahwa tidak ada kalimat Sutra yang membabarkan adanya toleransi terhadap Hukum. Bahkan kalimat sutra menerangkan mengenai makna Hukum yang benar, harus menjaga dan mewariskan untuk Oktober 2017 | Samantabadra
41
melestarikan Hukum yang sebenarnya dan dengan keras memperingatkan toleransi yang palsu sebagai kompromi terhadap makna ajaran.
13
Tetapi menurut Saya hal ini sama sekali keliru. Karena dalam menjalankan pertapaan Hukum Buddha, kita tidak boleh menuruti kata-kata orang melainkan harus mematuhi dan menjaga petuah emas Sang Buddha.
GM
Keterangan: Kalimat terdahulu menerangkan pandangan masyarakat yang mencampuradukkan Ajaran Sementara dengan Ajaran Sesungguhnya, dalam melaksanakan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha. Sebaliknya, kutipan kalimat ini menerangkan tentang melaksanakan pertapaan sesuai yang sebenarnya dari Buddha Pokok Niciren Daisyonin. Maka kalimat ini merupakan keterangan ringkas dari melaksanakan pertapaan sesuai yang dibabarkan Sang Buddha. Dengan satu perkataan “hal ini sama sekali keliru” Niciren Daisyonin memecahkan dan mematahkan kesalahan pandangan berbagai sekte tentang melaksanakan pertapaan sesuai yang dibabarkan Sang Buddha, yang mencampuradukkan Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya. Selanjutnya, kalimat “harus mematuhi dan menjaga petuah emas Sang Buddha,” dapat dibaca sebagai kalimat “sesuai yang dibabarkan Sang Buddha.” Sedangkan kalimat “menjalankan pertapaan Hukum Buddha,” dapat dibaca sebagai kalimat “melaksanakan pertapaan.” Pemahaman masyarakat zaman sekarang akan Hukum Buddha sangatlah rendah. Mereka benarbenar berpikir bahwa semua ajaran Nembutsu, Syingon, dan Zen adalah Hukum Buddha. Tetapi Hukum yang dibabarkan sekte-sekte itu sebenarnya adalah pandangan sendiri yang tidak sesuai dengan kalimat Sutra petuah emas Sang Buddha. Masing-masing sekte mempunyai kalimat sutra sebagai andalan, sehingga kelihatannya mereka berdasarkan pembabaran Sang Buddha. Namun, hal ini hanya merupakan 42
Samantabadra | Oktober 2017
formalitas saja. Sebenarnya hukum sekte itu sendiri dibuat dengan seenaknya tanpa sungguhsungguh melihat pembabaran Sang Buddha. Dalam perkembangan Hukum Buddha, sesudah kemoksyaan Sang Buddha banyak guru manusia dan guru sastra timbul secara nyata, sehingga banyak sekali membuat sastra dan ulasan. Namun bagaimanapun semua sastra dan ulasan tersebut berdasarkan pembabaran Sang Buddha dan berfungsi di bidang masing-masing sesuai dengan zaman. Jika sastra dan ulasan dibuat seenaknya tanpa menghargai pembabaran Sang Buddha, walaupun diakui sebagai ajaran Buddha dan dapat dibanggakan dalam banyak hal, sastra dan ulasan tersebut akan merusak struktur filsafat Hukum Buddha yang unggul dan agung. Dengan demikian, umat kehilangan apa yang sebenarnya menjadi Hukum sesungguhnya sehingga akhirnya dimabukkan hukum sesat. Oleh karena itu Niciren Daisyonin mengatakan, “Harus menjaga petuah emas Sang Buddha.” Dan “Tergantung Hukum, tidak tergantung orang”, yang dibabarkan Buddha Sakyarnuni dalam Sutra Nirvana, juga merupakan titik tolak mendasar pelaksanaan Hukum Buddha. Hal ini dapat dimengerti jika membaca surat-surat Niciren Daisyonin. Dalam surat-surat Beliau pasti mengutip kalimat sutra Buddha Sakyamuni dan selain itu mengutip juga ulasan-ulasan Mahaguru Tien-tai, Mahaguru Miao-lo dan Mahaguru Dengyo untuk menerangkan pintu hukum. Inilah rumus penyamaan dari “tergantung Hukum, tidak tergantung orang”. Leluhur pendiri sektesekte tidak memperhatikan rumus penyamaan dari “melaksanakan pertapaan sesuai yang dibabarkan Sang Buddha”, namun akhirnya malah menjadi orang yang memfitnah Dharma. Dengan demikian, hendaknya diketahui kalimat “sama sekali keliru” adalah kalimat yang penuh mahamaitri karuna dari Buddha Pokok untuk menyelamatkan penderitaan umat manusia. Kalimat, “Guru Pokok kita, Tathagata Sakyamuni, dari awal pencapaian kesadaranNya pada usia 3O tahun bermaksud untuk membabarkan Saddharmapundarika-sutra. Namun karena bakat umatnya belum matang”,
menerangkan perihal melaksanakan pertapaan sesuai yang dibabarkan Sang Buddha secara luas. Pertama, menerangkan awal dan akhir dari ajaran semasa hidup Buddha Sakyamuni dengan mengulas “yang dibabarkan Sang Buddha”. Yakni, menerangkan makna perbandingan Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya bahwa Ajaran Sesungguhnya dari Buddha Sakyamuni hanya dibabarkan dalam Saddharmapundarikasutra. Juga memecahkan serta mematahkan campuraduk Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya. Kalimat selanjutnya, “Setelah pernyataan ini, hanya Saddharma dan Ekabuddhayana sajalah Hukum Agung yang dapat membuat seluruh umat manusia mencapai kesadaran Buddha” berarti tidak ada satu bagian pun sutra selain Hukum Agung Saddharmapundarika-sutra yang memberikan manfaat. Pada umumnya, kalimat ini berarti kalimat perbandingan unggul rendah Ajaran Sesungguhnya dan Ajaran sementara. Pada khususnya mempunyai arti dasar pokok bahwa “Yang dibabarkan Sang Buddha” pada Masa Akhir Dharma sekarang ini adalah perbandingan Penanaman Bibit dan Pemanenan. Dalam surat ini dikatakan, “Para sarjana Masa Akhir Dharma ini beranggapan, karena sutra manapun merupakan pembabaran Sang Tathagata, mereka pasti dapat mencapai kesadaran Buddha. Kalimat ini menerangkan perihal pertapaan. Kalimat tersebut mengatakan, bahwa semua ajaran dibabarkan oleh Sang Tathagata, sehingga semuanya dapat membuat tercapainya kesadaran Buddha. Berdasarkan hal inilah, Orang-orang biasa zaman sekarang berpikir bahwa ajaran manapun semuanya sama. Sebenarnya hal ini mengejutkan sekali. Semasa Niciren Daisyonin hidup, pada umumnya pandangan keagamaan dan pandangan hidup masih didasari ajaran Buddha. Maka dapat terjadi keadaan tercampuraduknya Ajaran Sesungguhnya dengan Ajaran Sementara. Namun, setelah lewat 700 tahun, di zaman sekarang ini, pikiran Hukum Buddha dalam bentuk pandangan hidup hanyalah kemungkinan yang paling kecil saja. Ajaran itu sendiri telah runtuh sehingga pandangan umat mengenai
agama menjadi rusak dan musnah. Jika kalimat ini didiskusikan secara luas sesuai dengan zaman sekarang, dapat diketahui kalimat tersebut menerangkan masalah penegakan pandangan hidup dan pandangan dunia bagi setiap individu. Pada Zaman Sekarang, pandangan hidup orang-orang cenderung pada yang mudah, mencampuradukkan bermacam-macam filsafat dan bersifat mementingkan diri sendiri. Ada orang yang berfilsafat Eksistensialisme, ada orang yang berfilsafat Marxisme, ada orang yang menganut ajaran Kristen atau ideologi lainnya. Ada pula yang meskipun tidak mempunyai ideologi atau filsafat tertentu, membentuk pandangan hidup masing-masing dengan mencampuradukkan bermacam-macam filsafat. Dalam hal ini mungkin terjadi kesalahpahaman mengenai keadilan bagi individu dan kebebasan berfilsafat dari sistem demokrasi. Akhirnya banyak mengunggulkan pandangan hidup sendiri yang rendah dan terbelenggu dengannya. Di dasar pandangan hidup dan pandangan dunia pasti terdapat filsafat atau ideologi. Tergantung dalam dangkal, tinggi rendah, baik buruk filsafat ini, tentu terdapat juga dalam dangkal, tinggi rendah pandangan hidup masing-masing pribadi. Pengertian mengenai keadilan bagi individu dan kebebasan berfilsafat sebagai hak dan kewajiban yang dikatakan dalam Undang-Undang, secara mendasar berlainan dengan pengertian bahwa pandangan hidup manapun semua adil dan mempunyai nilai yang sama. Yang terpenting, filsafat yang lebih unggul sebagai dasar ideologi untuk membangun kehidupan yang penuh kemanusiaan, jangan hanya ada dalam pikiran saja. Jika demikian berarti hanya ada “yang dibabarkan Sang Tathagata” tidak ada “melaksanakan pertapaan”. Sebenarnya baik ideologi, filsafat maupun pikiran manusia disusun dengan bahasa berdasarkan logika sehingga merupakan teori yang tidak bertentangan. Kehidupan itu sendiri merupakan suatu perwujudan dari gerakan jiwa tiap kejap. Oleh karena itu, di zaman sekarang antara pandangan hidup dan pandangan dunia yang didasari filsafat atau ideologi sebagai “yang dibabarkan Sang Buddha” Oktober 2017 | Samantabadra
43
dengan kehidupan sebagai” melaksanakan pertapaan” terdapat batas hambatan yang besar. jika dapat melampaui batasan ini, sehingga “yang dibabarkan Sang Buddha” dengan “pelaksanaan pertapaan” menjadi terpadu, maka dalam kehidupan akan didasari kekuatan jiwa yang agung. Hal ini hanya terdapat pada Nammyohorengekyo dari Sandaihiho yang merupakan Hukum Sesungguhnya dalam sesungguhnya, Hukum Sebenarnya dalam sebenarnya. Berarti dalam Hukum Buddha, manjalankan daimoku pada Dai Gohonzon adalah menjalankan kehidupan seperti yang dibabarkan Sang Buddha. Yakni membuka dan menyadari jiwa Buddha yang ada dalam dada kita sendiri. Dengan demikian dapat mewujudnyatakan badan diri sendiri sebagai perilaku Buddha. Tetapi filosofi atau idelogi pada umumnya: 1. Hanya menjadi teori, tidak menegakkan cara pelaksanaan yang kokoh. 2. Teori itu sendiri tidak menerangkan intisari jiwa manusia, hanya merupakan teori ideologi saja. Meski pada suatu saat ingin mendiskusikan mengenai hal jiwa ini, semuanya hanya menghasilkan pandangan jiwa yang sebagian saja. Oleh karena itu, hendaknya setiap individu menegakkan pandangan hidup dan pandangan dunia yang sesungguhnya. Melalui kekuatan ini, hidup menjadi Iebih kaya dan lebih penuh semangat untuk membuka kekuatan jiwa yang kuat. Selanjutnya, jalan satu-satunya bagi manusia untuk membangun perdamaian dunia secara kekal, hanyalah dengan percaya dan mempertahankan Gohonzon dari Sandaihiho serta menyebarluaskan Hukum ini. Hal ini harus terus-menerus dilaksanakan dengan sungguhsungguh sehingga dapat memajukan dan memakmurkan negara masing-masing.
14
Dengan demikian, jika percaya berbagai sutra dan berbagai Buddha dari Ajaran Upaya sementara, dianggap sebagai percaya kepada Saddharmapundarika-sutra, sudah tentu merupakan hal yang salah... Apakah tidak 44
Samantabadra | Oktober 2017
dapat disebut sebagai pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha.
Anak Cabang
Keterangan: Bagian ini khusus menerangkan mengenai rupa pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha. Dan syoju, yang ditegakkan sekte Tendai sebagai pertapaan Hukum Buddha Manfaat Pemanenan Masa Pratirupadharma, dijadikan sebagai bayangan. Sedangkan syakubuku yang ditegakkan Niciren Daisyonin sebagai pertapaan Hukum Buddha Pembibitan Masa Akhir Dharma, dijadikan sebagai pokok. Berarti memecahkan syoju dari sekte Tendai dan mengutamakan syakubuku di Masa Akhir Dharma. Dengan demikian pembahasan dalam bagian ini adalah perihal bayangan (syaku) dan pokok (hon) dengan perbandingan Masa Pratirupadharma dengan Masa Akhir Dharma. Dalam Surat Perihal Memperoleh Arti Kanjin no Honzon di katakan, “Bagaimanapun, kapanpun, di manapun juga tertulis agar membuang Pintu Bayangan, tetapi bukan Ajaran Bayangan yang sekarang kita baca, melainkan memecahkan Bayangan dari masa lalu, dari sekte Tendai di gunung Hiei.”(Gosyo Zensyu halaman 972). Dalam kutipan kalimat di atas dikatakan, bahwa dalam Saddharmapundarika-sutra Bab Dharma Duta dibabarkan lima macam pertapaan, yakni pertapaan menerima dan mempertahankan, membaca, menghafal, memahami dan membabarkan serta menyalin dan dalam Bab Pertapaan Yang Tenang dan Menyenangkan, dibabarkan empat pertapaan yang tenang dan menyenangkan, yakni badan, mulut, hati dan prasetya. Dipertanyakan, apakah orang yang menjalankan lima macam pertapaan dan pertapaan syoju dari Bab Pertapaan Yang Tenang Dan Menyenangkan, tidak disebut pelaksana pertapaan yang sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha? Di sini, secara tidak langsung menguraikan kritik, bahwa Niciren Daisyonin tidak dapat disebut sebagai pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha karena Beliau tidak melaksanakan lima macam pertapaan dan mengalami penganiayaan.
Sebenarnya, dari lima macam pertapaan, pertapaan menerima dan mempertahankan merupakan inti pokok Pelaksanaan menerima dan mempertahankan di Masa Akhir Dharma, adalah percaya kepada Gohonzon dari Sandaihiho dan menyebut : daimoku. Dengan mengutip jilid ke-55 Mahaprajnaparamitasastra, di dalam rol ke-8 Hokke Mongu paruh awal, Mahaguru Tien-tai mengulas mengenai menerima dan mempertahankan sebagai berikut : “Dengan kekuatan percaya, dapat menerima dan dengan kekuatan kesungguhan hati, dapat mempertahankan”. Dan, di dalam Catatan Ajaran Lisan paruh akhir dikatakan, “Dengan meringkas empat pertapaan dari kelima macam pertapaan, hanya terdapat satu baris dari menerima dan mempertahankan. Dengan ini dapat mencapai Kesadaran Buddha. Hal ini sangat jelas tertera dalam kalimat Sutra”. (Gosyo Zensyu halaman 783). Di dalam Catatan Ajaran Lisan yang sama dikatakan, “Hanya dengan satu baris menerima dan mempertahankan Sutra ini di Masa Akhir Dharma, ditentukan dapat Tercapai Kesadaran Buddha. Dan lain-lain”. (Gosyo Zensyu halaman 772). Oleh karena itu, hanya menerima dan mempertahankan adalah yang terpenting di Masa Akhir Dharma. Di dalam satu kata ‘menerima dan mempertahankan’ telah tercakup empat macam yang lainnya, yakni membaca, menghafal, memahami dan membabarkan serta menyalin. Membaca dan rnenghafal berarti menyebut Nammyohorengekyo. Maka, di dalam Catatan Ajaran Lisan paruh awal dikatakan, “Bab XVI, Perihal Membaca dan Mempertahankan Sutra ini. Dalam Ajaran Lisan, hal ini dikatakan dua baris pertapaan membaca dan menghafal, menerima dan mempertahankan dari lima macam pertapaan. Sekarang, Niciren Daisyonin beserta murid penganut menyebut Nammyohorengekyo, berarti membaca. Mempertahankan Sutra ini berarti lima aksara daimoku dan lain-lain” (Gosyo Zensyu halaman 743). Dan mengenai memahami dan membabarkan, di dalam Catatan Ajaran Lisan paruh akhir dikatakan, “Membabarkan Dharma setelah
memasuki Masa Akhir Dharma adalah Nammyohorengekyo. Sekarang inilah pembabaran Dharma dari Niciren Daisyonin, beserta murid dan penganutnya”. (Gosyo Zensyu halaman 756). Dan dalam Catatan Ajaran Lisan paruh awal dikatakan, “Nammyohorengekyo, berarti membabarkan. Sekarang, Niciren Daisyonin beserta rnurid dan penganut merupakan pelaksana pembabaran sekejap dengan baik. Dan lain-lain”. (Gosyo Zensyu halaman 743). Maka menurut seluruh kalimat di atas, dalam Masa Akhir Dharma sekarang dan yang akan datang, satu kata ‘menerima dan mempertahankan’ Gohonzon mencakupi seluruh lima macam pertapaan. Dengan demikian, kutipan-kutipan di atas, memecahkan lima macam pertapaan dari Hukum Buddha ‘Manfaat Pemanenan’ Masa Pratirupadharma, dan menerangkan, bahwa pelaksanaan satu kata ‘menerima dan mempertahankan’ Dai Gohonzon dari Hukurn Buddha Pembibitan Masa Akhir Dharma, merupakan pelaksanaan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha yang sesungguhnya. Dalam Surat Kanjin no Honzon dikatakan, “Lima aksara Myohorengekyo mencakup dua hukum pelaksanaan, sebab dan kebajikan akibat dari Buddha Sakyamuni. Jika kita menerima dan mempertahankan lima aksara ini, dengan sendirinya mendapat karunia kebajikan sebab akibat tertentu”. (Gosyo Zensyu halaman 246). Demikianlah, diuraikan makna menerima dan mempertahankan adalah kesadaran. Selain ini di dalam Surat Balasan kepada Syijo Kingo dikatakan, “Menerima adalah mudah, mempertahankan adalah sukar, tetapi dengan mempertahankan baru dapat tercapai kesadaran. Oleh karena itu, hendaknya diketahui, bahwa bila mempertahankan Saddharmapundarikasutra (Gohonzon), harus bersedia menghadapi kesuIitan… Nammyohorengekyo sangat penting bagi para Buddha ketiga masa” (Gosyo Zensyu halarnan 1136).
Oktober 2017 | Samantabadra
45
15
Pada dasarnya, orang yang menjalankan pertapaan Jalan Buddha harus mengetahui dua hukum pelaksanaan pertapaan : syoju dan syakubuku. Seluruh sutra maupun sastra, tidak terlepas dari dua hukum syoju dan syakubuku.
Selanjutnya, diuraikan pertapaan syoju dan syakubuku sebagai pola penyebarluasan sutra. Syoju mempunyai makna menarik dengan tidak mematahkan dan menerima dengan toleransi. Berarti cara mengajar dan membimbing. Setahap demi setahap menarik dan menerima, serta tidak menghantam secara keras kesalahan orang Keterangan: lain meskipun mengetahuinya. Dan syakubuku Kalimat ini menunjukkan bahwa di dalam bermakna memecahkan dan mematahkan perbandingan makna garis besar dua pintu serta menyuruh menundukkan kepala. Berarti, syoju dan syakubuku, seluruh sutra dan sastra perilaku pelaksanaan mematahkan kepercayaan termasuk dalam dua pintu syoju dan syakubuku. orang, kepada ajaran sesat dan makna sesat Pada umumnya, tujuan pembabaran Hukum dan menarik dengan memberitahukan dari Sang Buddha adalah demi tercapainya Hukum Sebenarnya. Perilaku ini merupakan Kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia, perilaku maitri karuna yang tegas, menarik untuk itu, tentu dijelaskan tentang pertapaannya. dan menganjurkan hati kepercayaan dengan Apabila pelaksanaan pertapaan Jalan Buddha mematahkan keburukan hati orang tersebut. dibagi dalam dua bagian besar, adalah sebagai Saddharmapundarika-sutra membabarkan berikut : pelaksanaan diri sendiri dan untuk keduanya, syoju dan syakubuku. Di dalam Bab orang lain. Selanjutnya di dalam pelaksanaan XIV Pertapaan yang Tenang dan Menyenangkan untuk orang lain terdapat dua cara yakni syoju dibabarkan mengenai syoju, sedangkan dan syakubuku. Bagi orang yang menjalankan dalam Bab Anjuran Untuk Mempertahankan pertapaan sebagai murid Buddha, pertapaan Saddharmapundarika-sutra dan Bab Bodhisattva memperkenalkan Hukum Buddha kepada orang- Sadaparibhuta. dibabarkan mengenai syakubuku. orang yang tidak mengetahui Hukum Buddha, Mengenai syoju dan syakubuku ini, Surat dari sebenarnya merupakan akar pokok Pertapaan Sado mengatakan, “Syoju dan syakubuku dari Jalan Buddha. Kita sering mendapat pengalaman, Hukum Buddha tergantung waktu”. (Gosyo bertemu orang yang berfikir, bahwa kepercayaan Zensyu halaman 957). Di dalam Surat Membuka terhadap agama seharusnya dicari dan diinginkan Mata Paruh Akhir dikatakan, “Pintu Hukum diri sendiri, bukan disuruh orang lain. Apabila yang disebut syoju dan syakubuku bagaikan air percaya karena dianjurkan oleh orang lain, hal dan api. Api tidak menyukai air, air membenci ini tidak ada manfaatnya. Orang-orang demikian api. Pelaksana syoju menertawakan pelaksana mengkritik syakubuku kita dan menghina dengan syakubuku, pelaksana syakubuku prihatin mengatakan, “Sendiri percaya dan merasa puas, terhadap syoju. Ketika orang bodoh dan ini sudah cukup. Tidak perlu sengaja mengajak orang buruk memenuhi tanah negeri, harus orang lain, ini keterlaluan.” mendahulukan syoju seperti pelaksanaan dari Sedangkan, Buddha Pokok Niciren Daisyonin Bab Pertapaan Yang Tenang dan Menyenangkan. mengatakan, bahwa seluruh kalimat sutra dan Pada waktu banyak orang yang licik dan sastra termasuk dalam dua pintu hukum syoju memfitnah Dharma, harus mendahulukan dan syakubuku dan Inti pokok pertapaan Jalan syakubuku seperti Bab Bodhisattva Buddha, adalah pelaksanaan untuk orang lain. Sadaparibhuta. Sebagai umpama, pada waktu Dalam Surat Perihal 106 dikatakan, “Hukum panas menggunakan air dingin; pada waktu tidak tersebar luas dengan sendirinya. Karena dingin menyukai api. Hukum disebarluaskan oleh orang, maka orang Di Masa Akhir Dharma terdapat syoju dan dan Hukum keduanya diagungkan”. (Gosyo syakubuku, karena ada dua macam negara, yakni Zensyu halaman 856). Dengan demikian : negara buruk dan negara pelanggar Hukum. Beliau menekankan betapa pentingnya Negara Jepang zaman sekarang, harus diketahui menyebarluaskan Hukum.
GM
46
Samantabadra | Oktober 2017
apakah negara buruk atau pelanggar Hukum”. (Gosyo Zensyu halaman 235). Berdasarkan kalimat ini, jelas, bahwa pelaksanaan pertapaan Saddharmapundarika-sutra di Masa Akhir Dharma adalah syakubuku. Namun melaksanakan syakubuku di masa Akhir Dharma merupakan hal yang sukar sekali. Baik Kasyapa maupun Ananda, sekalipun mereka adalah Bodhisattva yang dibimbing Buddha Sementara, tidak dapat menahan penganiayaan, sehingga tidak diijinkan untuk menyebarluaskan di Masa Akhir Dharma. Hanya Bodhisattva Muncul dari Bumi yang hadir secara nyata pada masa buruk lima kekeruhan sebagai utusan Tathagata yang melaksanakan syakubuku di Masa Akhir Dharma. Oleh karena itu, di dalam Surat Wajah Sesungguhnya Segala Hukum dikatakan, “Pada kehidupan kali ini, harus meneruskan kepercayaan dengan hati yang berkobar-kobar. Laksanakanlah sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra seumur hidup, serta bertekadlah untuk tetap menjadi keluarga Niciren Daisyonin, bukankah merupakan bagian keluarga Bodhisattva Muncul dari Bumi? Pada Masa Akhir Dharma ini, dalam menyebarluaskan kelima aksara Myohorengekyo, jangan dibedakan antara pria dan wanita. Apabila semuanya bukan Bodhisattva Muncul dari Bumi, yang keluar secara nyata, maka tidak dapat menyebut daimoku ini”. (Gosyo Zensyu halaman 1360). Di sini ditegaskan, bahwa orang yang menjalankan syakubuku, ditentukan sebagai Bodhisattva Muncul dari Bumi. Di dalam surat lainnya, juga terdapat berbagai bagian yang menganjurkan, agar melaksanakan syakubuku. Di dalam Surat Wajah Sesungguhnya Segala Hukum, dikatakan, “Bergiatlah dalam kedua jalan : pelaksanaan dan belajar. Tanpa adanya pelaksanaan dan belajar, agama Buddha pun akan punah. Diri kita sendiri harus menjalankan dan mengajarkan serta membimbing orang lain. Pelaksanaan dan belajar timbul dari hati kepercayaan. Apabila Anda memiliki kemampuan, sampaikanlah kepada orang lain meskipun hanya satu bait atau satu kalimat”. (Gosyo Zensyu halaman 1.361 ). Demikian dianjurkan untuk rnelaksanakan
syakubuku sebagai dasar pokok hati kepercayaan. Selanjutnya dalam Surat Perihal Ajaran Bakat Waktu Negara dikatakan, “Terhadap pemfitnah Dharma, babarkanlah hanya Saddharmapundarika-sutra, agar menjadi jodoh tambur beracun”. (Gosyo Zensyu halaman 438). Dengan demikian di Masa Akhir Dharma, umat yang percaya dapat diselamatkan dari pemfitnahan Dharma dengan syakubuku. Dan untuk melaksanakan syakubuku, harus mengetahui adanya petuah emas yang tegas dalam Surat Balasan Kepada Soya Dono. Hendaknya menjalankan syakubuku dengan sungguh hati dan menyebut daimoku kepada Dai Gohonzon. Petuah emas tersebut adalah sebagai berikut, “jika melihat musuh Saddharmapundarika-sutra, membiarkan saja dan tidak menuntut, tidak diragukan lagi guru dan penganut bersama-sama jatuh ke dalam neraka penderitaan yang tidak terputus-putus…” Jika ingin mencapai Kesadaran Buddha tanpa menuntut pemfitnahan Dharma, tidak ada gunanya, seperti mencari air dalam api, mencari api dalam air. Alangkah menyedihkan, alangkah menyedihkan”. (Gosyo Zensyu halaman 1056). Dan dalam Surat dari Sado juga dikatakan, “Meskipun Bhikku Niciren Daisyonin adalah guru, tetapi Beliau terlalu keras. Kami ingin menyebarluaskan Saddharmapundarika-sutra secara lebih lunak. Hal ini bagaikan kunangkunang menertawakan matahari dan bulan, sarang semut memandang rendah gunung yang tinggi, kali kecil merendahkan sungai besar dan lautan besar, dan burung perenjak menertawakan burung phoenix”. (Gosyo Zensyu halaman 961). Dengan demikian, pelaksanaan syakubuku Niciren Syosyu, selalu sesuai dengan maksud pokok dari gerakan Niciren Daisyonin dan merupakan gerakan yang memberikan kebahagiaan kepada umat dari segi dasar pokok. Masyarakat merasa takut terhadap gerakan syakubuku ini, karena terlalu keras dan tegas, sehingga menimbulkan bermacam-macam ejekan. Namun, bagaimanapun juga seperti petuah emas yang dikutip di atas, diuraikan, agar tetap menjalankan syakubuku walaupun sebelumnya sudah mengetahui adanya hinaan Oktober 2017 | Samantabadra
47
dan kritikan-kritikan tersebut. Dalarn Surat Balasan Kepada Soya Dono dikatakan, “Karena Niciren Daisyonin menyampaikan pintu Hukum ini, sesuai dengan teori kewajaran, saran dan nasehat biasanya sukar diterima, maka Saya dibuang sampai membahayakan jiwa. Namun masih belum menyerah... Jika melanggar makna tersebut, Niciren Daisyonin pun sama sekali tidak dapat menolong di masa akan datang”. (Gosyo Zensyu halaman 056).
dengan menggunakan perumpamaan. Dalam catatan surat ini, Nicikan Syonin mengulas sebagai berikut : “Kalimat ini menguraikan urutan sebab akibat, ‘Pada musim semi menanam bibit dan musim gugur memetik buah’ menguraikan urutan pembibitan dan pemanenan. Sekarang, bagi umat Masa Akhir Dharma hanya dengan bertemu dengan Hukum Buddha manfaat pembibitan dari Niciren Daisyonin, dapat memperoleh suasana jiwa bahagia yang tak tergoyahkan. Tetapi kebanyakan orang, masih Para sarjana di dalam negeri keliru tentang pusaka pujaan; masih percaya mengatakan, telah hampir Hukum Buddha manfaat pemanenan yang telah mempelajari seluruh Hukum lampau. Buddha, namun mereka tidak mengetahui inti Mereka menjadikan Buddha Sakyamuni sari jalan pertapaan yang sesuai dengan waktu. sebagai pusaka pujaan dan percaya kepada Saddharmapundarika-sutra dari kalimat Keterangan: tersurat. Sikap ini sama seperti menanam bibit Kalimat ini menunjukkan bahwa para sarjana di musim gugur. Meskipun berusaha sekeras di dalam negeri, tidak mengetahui Hukum bagaimanapun, tetap tidak akan memetik Buddha yang sesuai dengan waktu. Cara dan buahnya. Demikian pula halnya, tidak akan tempat digunakannya syoju atau syakubuku mencapai kehidupan yang bahagia”. Di sini diulas dalam menyebarluaskan ajaran, merupakan sedikit tentang pembibitan dan pemanenen. masalah besar dalam melaksanakan dan Pembibitan menunjukkan Hukum Buddha Niciren mempelajari Hukum Buddha. Mengenai hal Daisyonin dan pemanenan berarti Hukum ini, di dalam Surat dari Sado diuraikan, “Syoju Buddha dari Buddha sakyamuni. dan syakubuku dari Hukum Buddha tergantung Pada zaman sekarang, meskipun Agama waktu. Sebagai umpama, sama seperti dua jalan Buddha terpecah menjadi bermacam-macam dari masyarakat; ilmu kesusastraan dan ilmu sekte, jika mengatakan Hukum Buddha, dalam kesatriaan... Jika sesuai dengan waktu dan bakat, benak umat masa Akhir Dharma, pada umumnya meski pun Hukum Sebenarnya hanya satu aksara berpikir, bahwa Hukum Buddha adalah hukum atau satu syair, pasti akan memperoleh Jalan yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni. KeBuddhaan. Meskipun mempelajari ribuan sutra Padahal, sebenarnya bukanlah demikian. Atau dan puluhan ribu sastra, bila tidak sesuai dengan mengenai yang disebut Buddha, banyak orang waktu dan bakat, tidak mungkin dapat tercapai”. berpikir, bahwa orang setelah meninggal menjadi (Gosyo Zensyu halaman 957). Buddha. Dengan demikian filsafat Hukum Buddha dibengkokkan dan akhirnya menjadi filsafat Bunga mekar pada musim semi takhayul. dan menjadi buah pada musim Dalam Hukum Buddha diajarkan tentang gugur. Oleh karena itu, sesuai tiga makna : pembibitan, pematangan dan dengan gerakan perubahan musim, bibit pemanenan. Tanpa mengetahui hal ini, tidak ditanam pada musim semi dan dipanen pada akan jelas ajaran hukum mana dan pertapaan musim gugur. yang bagaimana, untuk dapat menjadi Buddha. Buddha Sakyamuni, mencapai Kesadaran Buddha Keterangan: pada masa lampau amat jauh yang disebut Kalimat ini menerangkan perbedaan dua 500 asemkheya kalpa koti. Umat yang ditanam pintu : syoju dan syakubuku berdasarkan waktu, bibit untuk mencapai Kesadaran Buddha oleh
16
17
GM
48
Samantabadra | Oktober 2017
Buddha Sakyamuni pada waktu itu, menumpuk pertapaan berulang kali selama kalpa yang panjang. Barulah pada 3.000 tahun yang lalu mereka dilahirkan bersama Buddha Sakyamuni di India dan mendengar pembabaran Hukum Sang Buddha, sehingga memperoleh Jalan Pencapaian Kesadaran. Dengan demikian, Hukum Buddha Sakyamuni merupakan ajaran pencapaian Kesadaran bagi umat yang telah ditanam bibit pada 500 asemkheya kalpa koti, sehingga dikatakan, pada dasar pokok jiwa umat ini sudah ada akar kebaikan. Oleh karena itu, Hukum Buddha Sakyamuni disebut Hukum Buddha dari manfaat pemanenan. Masa Akhir Dharma, seperti telah diramalkan dalam Sutra Mahasanghata, merupakan zaman yang kacau dan penuh keributan dan merupakan saatnya Hukum Buddha dari Buddha Sakyamuni tenggelam, tersembunyi. Akar bakat umat pada masa ini, dikatakan pada dasar jiwanya tidak ada kebaikan, yakni tidak memperoleh penanaman bibit di masa lampau, sehingga bagaimana pun menjalankan pertapaan, tidak akan mencapai kesadaran. Bagi umat yang pada dasar jiwanya tidak mempunyai akar kebaikan ini, Hukum Buddha yang menanam bibit, sehingga dapat mencapai Kesadaran Buddha adalah Hukum Buddha Sebab Pokok Gaib dari Niciren Daisyonin. Oleh karena itu, Hukum Buddha Sakyamuni dikatakan dari manfaat pemanenan, sedangkan Hukum Buddha Niciren Daisyonin dari manfaat pembibitan. Jika tidak mengetahui perbedaan ini dan keliru dalam membedakan bagian Ajaran Pokok dengan Ajaran Bayangan, pembibitan dengan pemanenan, mutlak tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha. Dalam surat dikatakan, “Pada waktu yang sangat dingin, pakaian tebal akan berguna.” Berarti, yang terpenting dalam mempelajari dan melaksanakan pertapaan Hukum Buddha, adalah harus mengetahui tentang waktu dan melaksanakan pertapaan Ajaran Hukum yang sesuai dengan waktu dan bakat. Pada kalimat awal dalam Surat Memilih Waktu dikatakan, “Jika ingin mempelajari Hukum Buddha, pertama, pasti harus mempelajari waktu” (Gosyo Zensyu halaman 256).
Pada musim yang sangat dingin, sekalipun ada angin sejuk bertiup dan pada musim panas sekalipun ada pakaian tebal, sama sekali tidak ada gunanya, bahkan dapat membahayakan. Demikian pula halnya dengan 1.000 tahun Masa Saddharma dan 1.000 tahun Masa Pratirupadharma. Kedua masa ini merupakan zaman tersebarnya Ajaran Hinayana, Semi Mahayana dan Ajaran Bayangan Saddharmapundarika-sutra, untuk memberi keuntungan dari manfaat menyelamatkan umat manusia. Maka, meskipun Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra ada di zaman itu, bukanlah waktu untuk menyebarkan ajaran ini. Di dalam hati Nagarjuna, Vasubandhu, Mahaguru Tien-tai, Mahaguru Dengyo, mengetahui Nammyohorengekyo dari Sandaihiho yang terpendam dirahasiakan secara tersirat dalam Bab Panjang Usia Tathagata, namun tidak membabarkannya keluar. Maka dalam Surat Membuka Mata, Niciren Daisyonin mengatakan, “Pintu Hukum Icinen Sanzen hanya terdapat pada Saddharmapundarika-sutra. Dalam Saddharmapundarika-sutra terpendam dirahasiakan dalam kalimat tersirat Bab Panjang Usia Tathagata. Nagarjuna dan Vasubandhu mengetahuinya, namun tidak menyebarkannya. Hanya Mahaguru Tien-tai menyimpannya dalam hati”. (Gosyo Zensyu halaman 89). Di Masa Akhir Dharma sekarang ini, Hukum Buddha dari Buddha Sakyamuni hanya tinggal bentuknya saja. Pada saat ini, hanya Saddharma dari Sandaihiho saja, yang dapat mewujudkan kehidupan bahagia yang tidak tergoyahkan, bagi umat manusia serta perdamaian dunia.
18
Pada 500 tahun awal Masa Akhir Dharma, adalah waktu tersebarluasnya Ajaran bulat sempurna saja, yakni hanya Nammyohorengekyo, Ekabuddhayana dari Sandaihiho.
Anak Cabang
Keterangan : Yang dimaksud dengan 500 tahun awal Masa Akhir Dharma adalah tepat dengan
Oktober 2017 | Samantabadra
49
500 tahun kelima yang diramalkan Buddha Sakyamuni dalam Sutra Mahasanghata. Sesuai dengan kalimat sutra yang mengatakan, “Penuh perselisihan dan pertikaian, Hukum Putih pun tersembunyi dan tenggelam”. Waktu itu merupakan zaman yang kacau, sehingga martabat dan wibawa Hukum Buddha jatuh ke tanah. Dalam keadaan seperti itu, Buddha Sakyamuni meramalkan bahwa Hukum Putih Agung akan tersebar luas. Dalam Bab Boddhisattva Bhaisyajaraja dikatakan, “Pada 500 tahun terakhir, sesudah kemoksyaan-Ku, sebarkanlah secara luas di Jambudwipa, agar tidak terputus dan iblis mara, manusia mara, para dewa, naga, yaksya, kumbhandas tidak mengambil kesempatan.” Dari sudut kalimat tersurat, Saddharmapundarika-sutra adalah ajaran tunggal sesungguhnya yang bulat sempurna, maka menyatakan perbandingan Ajaran Sementara dengan Ajaran Sesungguhnya. Sedangkan dari sudut makna pokok, menyatakan perbandingan Pembibitan dan Pemanenan. Saddharmapundarika-sutra dari sudut makna pokok disebut Sandaihiho dari Niciren Daisyonin. Mengenai hal ini, dalam Surat Kanjin no Honzon dikatakan, “Ajaran Pokok semasa hidup Buddha Sakyamuni dari awal Masa Akhir Dharma, keduanya adalah bulat sempurna. Tetapi itu adalah pemanenan dan ini adalah pembibitan. Itu adalah kalimat dua kali setengah bab dan satu bab, ini hanyalah lima aksara daimoku”. (Gosyo Zensyu halaman 249). Ketika Buddha Sakyamuni mulai menyebarluaskan Ajaran Hukum, 95 kelompok kaum brahmana yang disebut sebagai kaum cendekiawan dan sarjana pada zaman itu melontarkan kritikan yang teramat keras kepada himpunan Buddha Sakyamuni. Akhirnya, mereka dipecahkan dan dipatahkan sehingga Hukum Buddha tersebar luas. Juga, ketika Mahaguru Tien-tai menyebarluaskan teori Icinen Sanzen dari Ajaran Bayangan Saddharmapundarikasutra, para sarjana dari 10 kelompok, 3 sekte selatan dan 7 sekte utara, melontarkan kritikan kepada Beliau. Mereka juga telah dipecahkan dan dipatahkan. 50
Samantabadra | Oktober 2017
Di Negeri Jepang, Mahaguru Dengyo telah memecahkan dan mematahkan para cendekiawan dari enam sekte kota Selatan sehingga Ajaran Bayangan Saddharmapundarikasutra tersebar luas. Demikian pula, dengan Buddha Pokok Niciren Daisyonin. Pada waktu semua orang yang berkedudukan tinggi atau para intelektual atau para sarjana mengkritik, Beliau dengan berani dan tegas tetap meneruskan syakubuku. Dalam Surat Perihal Pencapaian Kesadaran Buddha Bagi Pohon dan Rumput dikatakan, “Hukum Icinen Sanzen disaripatikan menjadi mandala agung ini. Hukum ini, sekalipun dalam mimpi, tidaklah diketahui oleh para sarjana zaman sekarang, yang mempelajari hal yang keliru” (Gosyo Zensyu halaman 1339).
19
Berbagai sutra tidak ada Jalan pencapaian kesadaran dan merupakan sebab pokok mendasar terjatuh ke dalam neraka. Hanya Saddharmapundarika-sutra saja yang merupakan ajaran pencapaian Kesadaran Buddha. Keterangan: Kalimat ini menerangkan makna syakubuku. Tetapi dalam hal ini ada dua arti. Pertama, karena Niciren Daisyonin melakukan syakubuku terhadap Orang dan Hukurn dari berbagai sekte, langsung timbul Tiga Jenis Musuh Kuat yang melebihi dari yang dialami Buddha Sakyamuni, Mahaguru Tientai dan Mahaguru Dengyo. Hal ini menerangkan bahwa Niciren Daisyonin sendiri adalah Buddha Pokok Masa Akhir Dharma yang sesungguhnya. Kedua, dari perkataan surat ini, “Setelah kemokyaan Buddha Sakyamuni”, disimpulkan bahwa pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha di Masa Akhir Dharma, pada khususnya adalah Niciren Daisyonin sebagai Buddha Pokok, sedangkan pada urnumnya adalah murid Niciren Daisyonin. Tegasnya, murid yang melaksanakan sesuai dengan yang dibabarkan Niciren Daisyonin secara langsung, menerima dan mempertahankan Gohonzon dari Sandaihiho serta sungguh-sungguh menjalankan syakubuku.
Selanjutnya dalam Catatan Nicikan Syonin dikatakan, “Makna pokok dari wajah kalimat adalah siapakah di antara berbagai orang Negeri Jepang, pelaksana yang sesuai dengan kalirnat sutra? Karena Niciren Daisyonin melaksanakan pertapaan seperti kalimat sutra, maka berarti menjadi Pelaksana Pertapaan Sesuai Dengan Yang Dibabarkan Sang Buddha”. Mengenai kalimat, “Berbagai Sutra tidak ada Jalan Pencapaian Kesadaran,” Nicikan Syonin menguraikan dengan mengulas tentang syakubuku umum dan syakubuku khusus. Syakubuku umum berarti, berbagai Sutra yang pada umumnya tidak ada jalan pencapaian kesadaran, dipecahkan dan dipatahkan sebagai ajaran yang tidak dapat memberikan pencapaian Kesadaran Buddha bagi umatnya. Hal ini sesuai dengan kalimat dalam Sutra Amitarta Bab ke-2 Pembabaran Hukum yang mengatakan, “Selama 40 tahun lebih belum mewujudkan yang sesungguhnya... tidak dapat langsung mencapai kesadaran yang tiada tara”. Dan kalimat Bab Upaya Kausalya yang mengatakan, “Dengan tulus dan jujur membuang Ajaran Upaya”. Jika kalimatkalimat ini dibaca secara tersurat merupakan kalimat perbandingan Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya. Namun, sekarang di Masa Akhir Dharma, jika dibaca berdasarkan Hukum Buddha Niciren Daisyonin, kalimat tersebut merupakan Perbandingan Pembibitan dan Pemanenan. Maka semua sutra-sutra selain Nammyohorengekyo dari Sandaihiho, tidak dapat mencapai jalan kesadaran. Syakubuku khusus berarti, secara khusus mengutip berbagai sutra untuk dipatahkan serta dipecahkan satu persatu. Berdasarkan Empat Pepatah, Niciren Daisyonin memecahkan dan mematahkan Ajaran Sementara pada waktu itu dengan tuntas. Di dalam Surat Akimoto dikatakan, “Mengenai hal ini, Niciren Daisyonin seorang diri mengatakan, bahwa Buddha Amitabha adalah karma yang tak terputus-putus; Sekte Zen adalah perilaku iblis surga; Syingon adalah hukum buruk yang memusnahkan negeri; Sekte Ritsu serta Jisai dan lain-lain adalah pengkhianat negara. Oleh karena itu, dari satu orang di kalangan atas, hingga puluhan ribu
rakyat dikalangan bawah, suatu saat ketakutan, suatu saat marah, suatu saat mengancam, suatu saat memukul Niciren Daisyonin, melebihi dari pada musuh ayah bunda, musuh dari sepanjang masa, pemberontak, penyerang malam dan perampok... akhirnya dua kali mendapat hukuman peringatan” (Gosyo Zensyu halaman 1073). Karena kalimat ini memecahkan dan mematahkan, bahwa berbagai sutra tidak ada ja!an pencapaian kesadaran dan merupakan sumber pokok terjatuh ke neraka penderitaan, maka Tiga Jenis Musuh Kuat timbul bertubitubi. Mengenai isi Empat Pepatah seperti yang dikutip dari Surat Akimoto adalah sebagai berikut: “Nembutsu adalah neraka penderitaan yang tak terputus-putus, Zen adalah iblis surga, Syingon adalah pemusnah negeri dan Ritsu adalah pengkhianat negara. Alasan menentukan dengan tegas seperti itu, dalam Catatan Surat Perihal Melaksanakan Pertapaan Sesuai dengan Yang Dibabarkan Sang Buddha, Nicikan Syonin mengatakan sebagai berikut: “Alasan bahwa Nembutsu adalah hukum buruk yang menjatuhkan manusia ke dalam neraka penderitaan yang tak terputus-putus, adalah karena ajaran tersebut menentang Buddha Sakyamuni yang berjodoh dengan umat manusia dunia Saha dan memiliki ketiga kebajikan: majikan, guru dan orang tua. Mereka mengagungkan Buddha Amitabha, majikan ajaran tanah Negeri Buddha dari tempat lain yang sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan dunia Saha. Oleh karena itu menentang guru yang sebenarnya dan menentang ibu ayah sehingga melanggar lima dosa besar. Maka pasti jatuh ke dalam neraka penderitaan yang tak terputus-putus. Di dalam Bab Perumpaman dikatakan, “Bila seseorang tidak percaya dan memfitnah Sutra ini, ia memutuskan bibit Buddha di seluruh dunia... setelah hidupnya berakhir, ia akan masuk ke dalam neraka Avici.” Orang-orang yang percaya Nembutsu, melaksanakan pertapaan Tiga Bagian Sutra Tanah Suci. Sutra ini dipecahkan dan dipatahkan Buddha Sakyamuni sendiri di dalam Sutra Amitarta dengan mengatakan, “Belum mewujudkan yang sesungguhnya.” Oktober 2017 | Samantabadra
51
Mereka memfitnah Saddharmapundarikasutra yang merupakan ajaran sesungguhnya dengan berkata, “Dalam seribu, satu pun tidak ada”, dan “Satu orang pun tidak pernah mencapai Kesadaran Buddha”. Oleh karena itu, mereka jatuh kedalam neraka Avici besar seperti kalimat di atas. Mengenai Zen adalah iblis surga, sebagai berikut: Makna ajaran Sekte Zen adalah mendapat pewarisan khusus di luar ajaran, aksara-aksara tidak usah ditegakkan. Hal ini melanggar prinsip pedoman dalam Sutra Nirwana yang mengatakan, “Jadilah guru dari hati, jangan menjadikan hati sebagai guru”. Dan cocok dengan bagian lain yang mengatakan, “Hendaknya diketahui, orang yang tidak mengikuti pembabaran Buddha adalah keluarga iblis”. Oleh karena itu, dikatakan Zen adalah iblis surga. Dalam Surat Membalas Gugatan Gyobin dikatakan, “Sekte Zen adalah pembabaran dari iblis surga Papiyas dan lain-lain, bukan merupakan perkataan Saya, Niciren. Orang-orang sekte itu mengatakan telah memperolah pewarisan di luar ajaran dan lainlain. Wasiat Sang Buddha mengatakan, bahwa, apabila menyatakan di luar sutra Beliau terdapat Hukum Sesunggguhnya, merupakan pembabaran Iblis Surga. Dengan demikian, perkataan pewarisan khusus di luar ajaran seperti ini, dapatkah terhindar dari hukuman dosa ini?” (Gosyo Zensyu halaman 181). Demikianlah diterangkan mengenai alasan sekte Zen adalah iblis surga. Tentang Syingon memusnahkan negeri. Mengenai hal ini dalam Surat Memilih Waktu diterangkan dengan jelas secara rinci. Di negeri Jepang, sekte Syingon didirikan oleh Kobo. la menegakkan makna sesat, bahwa yang pertama adalah Syingon, kedua adalah Avatamsaka sedangkan yang ketiga adalah Saddharmapundarika-sutra. Dan dalam Sastra Jujusyin, Ia mengatakan bahwa seluruh sutra termasuk Saddharmapundarika-sutra dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni dari Nirmanakaya. Sutra Mahavairocana dibabarkan oleh Tathagata Mahavairocana dari Dharmakaya. Dibandingkan dengan Tathagata Mahavairocana 52
Samantabadra | Oktober 2017
dari Dharmakaya, Buddha Sakyamuni dari Nirmanakaya masih mempunyai kesesatan Avidya, sehingga dikatakan lebih rendah dari penjaga sandal. Dengan demikian Saddharmapundarikasutra direndahkan sebagai yang ketiga dan dijatuhkan sebagai sastra yang kekanak-kanakan. Tambahan pula, sekte itu sendiri mencuri Hukum Icinen Sanzen yang merupakan makna sesungguhnya dari Saddharmapundarikasutra dan memasukkannya ke dalam ajaran sekte sendiri. Mereka mengatakan bahwa Saddharmapundarika-sutra dan Sutra Mahavairocana mempunyai “teori” yang sama. Namun Sutra Mahavairocana mempunyai “mudra dan mantra” sehingga lebih unggul dalam “fakta”. Dengan demikian, menegakkan makna sesat dari “teori sama fakta unggul”. Makna ajaran sekte Syingon ini menentang Guru Pokok Tathagata Sakyamuni sehingga merupakan makna sesat. Karena mereka mengutamakan Sutra Mahavairocana yang ditentukan dalam Sutra Amitarta sebagai “Belum mewujudkan yang sesungguhnya”, dan karena menempatkan Saddharmapundarika-sutra yang merupakan Ajaran Sesungguhnya pada urutan ketiga, maka berarti mereka menjatuhkan Majikan Pokok. Dan karena menegakkan Tathagata Mahavairocana, Buddha yang tidak mempunyai jodoh dengan Dunia Saha, maka menjadi hukum buruk yang memusnahkan negeri, keluarga dan juga manusia. Alasan Sekte Ritsu sebagai pengkhianat negara adalah sebagai berikut: Sekte Ritsu di Masa Akhir Dharma menyebarluaskan sila Hinayana dan menjadikannya sebagai akar pokok. Jika dipikir berdasarkan rumus urutan penyebarluasan hukum, mereka benar-benar mengacaukan Hukum Buddha. Hal ini menyesatkan, serta menjatuhkan umat ke dalam ketidakbahagiaan, sehingga disebut sebagai pengkhianat negara. Mereka mengatakan, bahwa Sutra Sementara dan Saddharmapundarika-sutra tidak ada unggul rendah dan Saddharmapundarika-sutra tidak sesuai dengan waktu dan bakat. Maka orang yang meresahkan dan membohongi umat seperti itu memang adalah pengkhianat negara. Catatan
Ajaran Lisan Paruh Akhir mengatakan, “Hukum sesungguhnya di Masa Akhir Dharma berarti Nammyohorengekyo, Lima Aksara adalah Hukum rahasia yang tidak membohongi seluruh umat manusia. Apabila seluruh umat percaya kepada Hukum Sesungguhnya, maka negeri ini akan menjadi tenang dan senang”. (Gosyo Zensyu halaman 786). Dengan demikian membabarkan teori mendasar, “Hukum Sesungguhnya-Negeri Tenang, Hukum Sesat-Negeri Kacau”. Dengan Empat Pepatah, Niciren Daisyonin dengan keras mematahkan berbagai sekte sehingga mengundang munculnya Tiga Jenis Musuh Kuat. Berdasarkan hal ini, dengan jelas Beliau membuktikan diri sendiri sebagai Buddha Pokok Masa Akhir Dharma. Walaupun Niciren Daisyonin memiliki banyak murid, hanya Nikko Syonin sendiri yang menghormati perilaku Beliau sebagai Buddha Pokok. Di antara murid-murid lainnya, timbul keragu-raguan atas pematahan yang keras dari Niciren Daisyonin ini dan banyak orang yang mengkritik di belakang. Surat Perihal Memperingatkan Haciman mengatakan, “Karena bodoh, murid Saya dan lainnya berpikir, Guru Saya ingin menyebarluaskan Saddharmapundarika-sutra, akan tetapi tidak dapat. Bahkan mengalami penganiayaan besar karena mengatakan “Syingon memusnahkan negeri, Nembutsu adalah neraka penderitaan yang tak terputus-putus, Zen adalah perilaku iblis surga dan Bhikku Ritsu adalah pengkhianat negara”. “Hal ini bagaikan teori kewajaran dicampur aduk dengan kata-kata buruk” (Gosyo Zensyu halaman 585). Bagaimanapun keinginan pokok Niciren Daisyonin sebagai Buddha Pokok adalah menyelamatkan umat manusia. BeIiau sama sekali tidak menghiraukan berbagai penganiayaan yang dialami. Sedangkan, muridmurid yang bodoh hanya memikirkan untuk menjaga diri sendiri, sama sekali tidak dapat menyamai suasana jiwa Niciren Daisyonin. Sikap Niciren Daisyonin seperti ini merupakan tulang punggung semangat syakubuku. Oleh karena itu, Catatan Ajaran Lisan Paruh Awal mengatakan, “Sekarang, Niciren Daisyonin, murid dan penganut membabarkan atas keinginan sendiri-
sendiri tanpa ditanya (mumon jisetsu). Teriakan bahwa Nembutsu adalah neraka penderitaan yang tak terputus-putus, Zen adalah perilaku iblis surga, Syingon memusnahkan negeri dan Ritsu adalah pengkhianat negara, semuanya merupakan pembabaran atas keinginan diri sendiri tanpa ditanya. Timbulnya Tiga Jenis Musuh Kuat adalah karena hal ini”. (Gosyo Zensyu halaman 713). Bagaimanapun, syakubuku adalah mengikuti kesadaran diri sendiri. Kalimat Catatan Ajaran Lisan ini berarti, sesuai dengan suasana jiwa Buddha Pokok, perilaku syakubuku dari Niciren Daisyonin adalah mengikuti keinginan diri sendiri. Semangat syakubuku ini sama dengan semangat meracuni dengan kuat, sehingga timbul hati menuntut kesadaran (Nigo Dokusyi). Agar orang-orang yang telah kehilangan inti pokok, telah terkena racun yang memakan kekuatan jiwa, telah diresahkan serta dimabukkan oleh sekte sesat makna sesat, dapat membuka mata terhadap Hukum Sesungguhnya, tentu perlu adanya suatu keberanian seperti ini. Mengenal kalimat bab Bodhisattva Sadaparibhuta dalam Catatan Ajaran Lisan Paruh Akhir diulas, “Perihal Mongo Syosetsu Kaisyinbuku Zuiju. Mon (mendengar) berarti Myojisoku. Syo (pokoknya) adalah daimoku dan meracuni dengan kuat sehingga timbul hati menuntut kesadaran. Kai (semua orang), berarti empat golongan umat yang sombong. Syin (percaya) berarti percaya tanpa keraguanraguan sedikit pun. Puku (ditundukkan) berarti ditundukkan kepada Saddharmapundarikasutra. Zui (mengikuti) berarti hati berpindah ke Saddharmapundarika-sutra. Ju (mematuhi) berarti badannya pindah ke sutra ini. Pokoknya, sekarang Niciren Daisyonin dan sejenisnya, pelaksana yang menyebut Nammyohorengekyo adalah Bodhisattva Sadaparibhuta dari Masa Akhir Dharma”. (Gosyo Zensyu halaman 765). Dalam makna lainnya, meracuni dengan kuat sehingga timbul hati menuntut kesadaran, berarti kekuatan kepercayaan agung yang tetap tidak meragukan karunia kebajikan agung Gohonzon, sekalipun terjatuh. Meskipun mendapat hinaan dari seluruh negeri sampai mengalami Oktober 2017 | Samantabadra
53
penganiayaan besar yang mengancam jiwa, Niciren Daisyonin masih tetap memberi dorongan semangat kepada para murid dan tetap menjalankan syakubuku. Maka jelas Beliau adalah Buddha Pokok Masa Akhir Dharma.
20
Guru Pokok kita, Tathagata Sakyamuni, selama 8 tahun dari masa hidupNya, dengan membabarkan Saddharmapundarika-sutra dan mengikuti kesadaran diri sendiri (zui ji i), terus menjalankan syakubuku ... Sekarang Niciren Daisyonin, selama 20 tahun lebih memecahkan dan mematahkan makna sesat dari Ajaran Sementara Memasuki Masa Akhir Dharma sekarang ini, pelaksana seperti itu tidak lain adalah Niciren Daisyonin beserta murid dan penganut. Keterangan: Di sini sebagai contoh, guru sebenarnya yang melaksanakan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha dikemukakan Buddha Sakyamuni, Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo. Dengan ini disimpulkan, Buddha Pokok Masa Akhir Dharma adalah Niciren Daisyonin. Selanjutnya, dibabarkan bahwa murid Niciren Daisyonin yang sungguhsungguh melaksanakan syakubuku adalah pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha yang sesungguhnya. Hal ini membabarkan, pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha di Masa Akhir Dharma sesuai dengan guru dan murid, Kalimat “Guru Pokok kita, Tathagata Sakyamuni, selama 8 tahun dari masa hidupNya, dengan membabarkan Saddharmapundarikasutra dan mengikuti kesadaran diri sendiri, terus menjalankan syakubuku�, berarti pembabaran Saddharmapundarika-sutra, pembabaran terakhir selama 8 tahun dari pembabaran Hukum selama 50 tahun Ajaran Suci Seumur Hidup Buddha Sakyamuni. Alasan mengapa hanya Saddharmapundarika-sutra yang berkaitan dengan syakubuku, adalah karena seluruh Sutra selama 42 tahun adalah Sutra Sementara yang mengikuti keinginan hati orang lain (zui 54
Samantabadra | Oktober 2017
ta i) yang dibabarkan sesuai dengan bakat umat. Sedangkan Saddharmapundarika-sutra merupakan Sutra Mengikuti Kesadaran Diri Sendiri yang dibabarkan atas keinginan sendiri tanpa ditanya dan juga merupakan pembuktian kesadaran dalam jiwa Buddha Sakyamuni. Pada Masa Pratirupadharma, Mahaguru Tien-tai sungguh-sungguh mempelajari Saddharmapundarika-sutra sejak berusia 23 tahun. Kemudian, pada umur 57 tahun, beliau membabarkan Makasyikan yang merupakan tujuan pokok kehadiran di dunia ini. Selama kurun waktu 30 tahun lebih di antaranya, Mahaguru Tien-tai melakukan syakubuku dengan tuntas terhadap semua sekte sesat, yakni terhadap tiga sekte Selatan dan tujuh sekte Utara. Di Jepang, selama 20 tahun lebih Mahaguru Dengyo menjalankan syakubuku terhadap enam Sekte Kota Selatan. Akhirnya, di hadapan Kaisar Kammu dijalankan perdebatan umum dan Mahaguru Dengyo memecahkan serta mematahkan ke semua sekte tersebut. Jika dibahas dari sudut waktu, Mahaguru Tientai dan Mahaguru Dengyo adalah guru sesungguhnya dari waktu syoju Masa Pratirupadharma. Tetapi pada waktu syoju, mereka masih tetap menjalankan syakubuku. Niciren Daisyonin, Buddha Pokok Masa Akhir Dharma, mulai mengumumkan pendirian sekte pada tanggal 28 bulan empat tahun Kenco ke-5. Sejak saat itu dalam bermacam-macam penganiayaan yang bertubi-tubi, yang melebihi daripada Masa Saddharma dan Pratirupadharma, Beliau terus tanpa henti melakukan syakubuku, terhadap seluruh ajaran sekte lainnya. Maka dikatakan, “Dalam kurun waktu ini, penganiayaan besar yang diterima tidak terhitung jumlahnya�. Sembilan penganiayaan besar dari Buddha Sakyamuni, caci maki yang diterima Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo hanya karena iri hati dan dendam, jika dibandingkan dengan penganiayaan yang diterima Niciren Daisyonin bagaikan langit dan bumi. Mengenai kalimat sembilan penganiayaan besar, Nicikan Syonin mengulas, harus dibaca dengan perbandingan Pembibitan dan Pemanenan. Berarti antara Buddha Pokok Niciren Daisyonin
dengan Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo terdapat perbedaan pembibitan dan pematangan, sehingga terdapat ketidaksamaan unggul rendah dari Ajaran Pokok dan Ajaran Bayangan, kenyataan dan teori. Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo adalah majikan ajaran dari Ajaran Bayangan, Manfaat Pematangan dan membabarkan Icinen Sanzen teoritis. Sebaliknya, Niciren Daisyonin adalah Majikan Ajaran Sebab Pokok Gaib Pembibitan. Sebagai Majikan Ajaran ini, Beliau membabarkan Icinen Sanzen Kenyataan dari Ajaran Pokok Tunggal Kalimat Tersirat. Mengenai hal ini, Surat Penyembuhan Penyakit menyatakan, “Pengamatan Hukum Icinen Sanzen ada dua: Pertama, teori; kedua, kenyataan. Waktu Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo adalah teori. Sekarang adalah kenyataan. Karena, pengamatan sekejap perasaan jiwa lebih unggul, maka penganiayaan lebih besar dan perilaku lebih unggul. Itu adalah Icinen Sanzen dari Ajaran Bayangan, ini adalah Icinen Sanzen dari Ajaran Pokok”. (Gosyo Zensyu halaman 998). Oleh karena itu, di dalam menghadapi penganiayaan ini, sikap dan perilaku Niciren Daisyonin penuh dengan keyakinan besar dan keberanian, sama sekali tidak ada rasa takut. Maka Catatan Ajaran Lisan Paruh Akhir mengulas, maha maitri karuna dari Buddha Pokok sebagai berikut : “ke-26 Perihal Jihi no niji raihai jusyo. Catatan Ajaran Lisan menyatakan bahwa, pelaksanaan sembah dari Bodhisattva Sadaparibhuta tidak meremehkan, karena diajarkan bahwa semuanya sungguh dapat menjadi Buddha. Maka merupakan pelaksanaan maitri karuna. Meskipun dipukul dengan tongkat, kayu dan batu kreweng, dengan ini meracuni dengan kuat sehingga timbul hati menuntut kesadaran. Hal ini juga timbul berdasarkan maitri karuna. Hati Buddha dibabarkan adalah maha maitri karuna, maka tempat menetap pertapaan sembah adalah maitri karuna. Dan lain-lain”. (Gosyo Zensyu halaman 769). Dalam Catatan Ajaran Lisan yang dikutip terdahulu dikatakan, “Sekarang Niciren Daisyonin dan sejenisnya”. Kalimat ini bukan hanya menerangkan, bahwa Niciren Daisyonin sendiri
melaksanakan syakubuku, juga mengajarkan kepada kita, para murid untuk melaksanakan syakubuku, berdasarkan hati yang penuh keberanian yang agung dan keyakinan kuat yang tak tergoyahkan. Hendaknya kita sekarang, sungguh-sungguh mencamkan semangat ini. Kita harus menjalankan syakubuku dengan berdoa kepada Dai Gohonzon agar memperoleh maha maitri karuna dari Buddha Pokok. Jika melaksanakan dengan sikap ini, barulah seperti yang dikatakan dalam surat ini, “tidak lain adalah Niciren Daisyonin beserta murid dan penganut”. Kita disebut sebagai murid Niciren Daisyonin dan pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha. Dengan penuh kebanggaan di dalam dada sebagai murid Niciren Daisyonin, kita sekarang menuju ke tujuan yang agung dan tinggi, yakni tercapainya kosenrufu, tercapainya kebahagiaan tanah air dan kesadaran diri sendiri. Untuk itu, berdiri dengan penuh ketekadan hati dan mencamkan di kedalaman jiwa bahwa sekarang waktunya telah tiba untuk terus menjalanlan “Jalan Ini”.
21
Alangkah menyedihkan, seluruh rakyat negeri Jepang sekarang tertawa gembira melihat keadaan Niciren... bagaikan hilangnya embun dan bunga salju terkena sinar matahari pagi. Keterangan: Mulai bagian ini, merupakan kesimpulan dari seluruh Surat Perihal Melaksanakan Pertapaan Sesuai Dengan Yang Dibabarkan Sang Buddha. Sebelumnya telah dibabarkan bahwa, Niciren Daisyonin adalah Buddha Pokok Masa Akhir Dharma. Kita yang menerima dan mempertahankan Dai Gohonzon dari Sandaihiho, serta menjalankan syakubuku sesuai dengan petunjuk Niciren Daisyonin, merupakan pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha di Masa Akhir Dharma. Di sini diperingatkan bahwa biar bagaimanapun mengalami penganiayaan besar, jangan sekali-kali mundur dari hati kepercayaan dan jangan takut. Dan dianjurkan, biar bagimanapun mengalami kesulitan, selama masih Oktober 2017 | Samantabadra
55
hidup harus tetap percaya kepada Dai Gohonzon dengan terus menyebut Nammyohorengekyo. Kutipan kalimat di atas menerangkan kehidupan pemfitnah Dharma serta kebodohan dan kecongkakan dari rakyat jelata. Pada umumnya, menerangkan wajah masyarakat semasa hidup Niciren Daisyonin. Sedangkan pada khususnya sekarang, menunjukkan sikap orangorang yang menertawakan dan merendahkan pelaksana yang menyebarluaskan Hukum ini dengan sungguh-sungguh. Timbulnya kebodohan dan kecongkakan dari rakyat jelata ini sesuai dengan rumusan Hukum Buddha. Tentu wajar bila akhirnya mereka mendapat hukuman dari memfitnah Hukum Sesungguhnya. Dalam Surat Perihal Penganiayaan Yang Dialami Arif Bijaksana dikatakan, “Raja dan puluhan ribu umat yang merendahkan dan menghina pelaksana Saddharmapundarikasutra pada Masa Akhir Dharma di masa lampau dan sekarang, mula-mula tidak mengalami sesuatu, namun pada akhirnya mereka pasti akan musnah”. (Gosyo Zensyu halaman 1190). Jika kalimat ini dipikirkan berdasarkan hati kepercayaan, kita harus menegakkan dalam jiwa hati kepercayaan seperti yang dikatakan dalam Surat Perihal Penganiayaan Yang Dialami Arif Bijaksana : “Semuanya hanya mempunyai pikiran yang bulat bahwa jika ada hal yang baik adalah aneh, jika ada hal yang buruk adalah wajar”. (Gosyo Zensyu halaman 1190). Dan seperti petuah emas dalam Surat Dalam Embudai yang mengatakan, “Penindasan negeri Jepang bagaikan air, jangan takut dibasahi olehnya?” (Gosyo Zensyu halaman 589). Hendaknya diketahui, bahwa memperoleh pujian dari orang bodoh yang memfitnah tanpa mengetahui Hukum Sesungguhnya, merupakan hal yang sangat memalukan. Justru kita harus menegakkan dalam jiwa, hati kepercayaan dengan murni tanpa noda yang hanya menginginkan pujian dari Gohonzon. Juga, dengan adanya fitnahan dari orang-orang yang tak berprajna, kita sendiri dapat merombak karma buruk, sehingga gerakan jiwa menjadi kaya dengan rejeki: Sebaliknya orang yang memfitnah kita, yang melaksanakan pertapaan 56
Samantabadra | Oktober 2017
Hukum Sesungguhnya, pada suatu waktu akan mengalami penderitaan neraka, tetapi karena dengan ini mereka mengikat jodoh terbalik, maka pasti akan diselamatkan. Oleh karena itu, dalam Catatan Ajaran Lisan Paruh Akhir dikatakan, “Ke9 Perihal Perkataan Bhikku Yang Tak Berprajna (Gonze Muci Bhikku). Catatan Ajaran Lisan mengatakan, bahwa kalimat ini merupakan kalimat Saddharmapundarika-sutra yang jelas. Empat golongan umat yang sangat sombong memfitnah dan mengejek Bodhisattva Sadaparibhuta sebagai bhikku yang tidak berprajna. Dan yang mengejek Bodhisattva yang kelihatannya biasa tapi memperoleh pandangan (Bonnu syoken) ini sebagai yang tidak berprajna, adalah perilaku Raja Iblis Surga Keenam. Setelah memasuki Masa Akhir Dharma, Niciren dan sejenisnya, orang yang menyebut Nammyohorengekyo difitnah sebagai bhikku yang tidak berprajna. Hal ini jelas dalam cermin terang kalimat Sutra. Berdasarkan tidak berprajna menentukan bakat Saddharmapundarika-Sutra”. (Gosyo Zensyu halaman 765). Karena kita mengembangkan keaktifan secara luas, baik dalam segi tempat dan waktu untuk menyelamatkan manusia, tentu saja akan difitnah oleh masyarakat. Menurut Catatan Ajaran Lisan yang dikutip terdahulu “Perkataan Bhikku yang tak berprajna”, orang-orang yang mengatakan inilah sebenarnya memiliki bakat untuk menerima dan percaya Sandaihiho di Masa Akhir Dharma. Di dasar hati, mereka ingin menerima Gohonzon. Oleh karena itu, kita tidak perlu berkecil hati dan tetap menjalankan keinginan Niciren Daisyonin untuk menjadi pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha.
22
Akhirnya tepat dengan akibat Buddha. Pada waktu tinggal di Tanah Pokok Dunia Buddha... betapa irinya mereka terhadap kita. Keterangan: Kalimat ini menguraikan bahwa, dengan hati kepercayaan yang dapat menembus dan
mengatasi berbagai penderitaan, akhirnya dapat memperoleh karunia kebajikan besar dan rejeki yang tak terhitung. Di sini dikatakan “Tepat dengan akibat Buddha”. Berarti, Kemanunggalan mutlak Prajna dan Suasana dengan Dai Gohonzon, membuka dan menyadari bahwa, badan sendiri adalah Badan Pokok Pundarika dan Trikaya yang tidak dibuat-buat. Selanjutnya, berdasarkan teori “karena manusianya unggul, maka tempatnya menjadi agung”, maka orang tersebut akan merombak tempat tinggalnya menjadi tanah negeri Buddha. Dan sebagai badan pokok Jijuyusyin dapat bergerak sebagai “badan yang menerima dan menggunakan sesuai kemauan”, serta akan mencipta nilai yang kaya dalam kehidupan. Memang ketika mulai menjalankan hati-kepercayaan, miskin atau mengidap penyakit. Namun dengan terus menjalankan hati kepercayaan selama 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun, anehnya keluarga menjadi bahagia. Hal ini dengan jelas dapat terlihat dalam himpunan kita. Bagaimana pun juga, masing-masing berjuang menghadapi nasib sendiri dan menjalankan perombakan sifat jiwa, sehingga dapat membangun keluarga yang harmonis dan berjiwa kaya. Kenyataan seperti ini merupakan bukti nyata karunia kebajikan dari melaksanakan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha. Hal ini bukan berarti masing-masing hanya mendambakan kekayaan atau kamajuan sendiri, melainkan masingmasing harus menegakkan rasa inisiatif sebagai manusia untuk menjalankan kemanusiaan dan sebagai rakyat harus menjadi warga negara yang baik. Berdasarkan hal ini, kita menghidupkan keistimewaan masing-masing, membangun kehidupan diri sendiri dan negara pun menjadi maju. Inilah sikap dari ‘diri sendiri menerima kegembiraan hukum’. Di bagian ini juga dibahas, hubungan antara Gohonzon dengan umat. Hubungan Gohonzon dengan kita adalah Empat Hukum. Empat Hukum berarti kekuatan kepercayaan, kekuatan pelaksanaan, kekuatan hukum dan kekuatan Buddha. Kekuatan kepercayaan dan kekuatan pelaksanaan adalah dua hukum dari kita sebagai umat. Sedangkan kekuatan hukum dan kekuatan
Buddha adalah dua hukum kekuatan karunia kebajikan dari Gohonzon. Di dalam Surat Sikanmon dikatakan, “Pokoknya, bila kita dapat merasakan hati diri sendiri dengan badan Buddha adalah satu, langsung mencapai kesadaran Buddha… inilah yang dikatakan kanjin. Jika menyadari bahwa hati diri sendiri dengan hati Buddha adalah satu, maka pada saat ajal tidak ada karma buruk yang menjadi hambatan. Dan juga tidak ada icinen sesat yang tersimpan dalam hidup mati” (Gosyo Zensyu halaman 569). Yang dimaksud dengan, “Dapat merasakan hati diri sendiri dengan badan Buddha”, adalah menyadari bahwa hati Buddha adalah Honzon dari lima aksara Saddharma dan sekejap hati diri sendiri pun merupakan Honzon dari lima aksara Saddharma. Berarti, jiwa kita sebagai umat, dengan sendirinya adalah lima aksara Saddharma. Meskipun hati Buddha berbeda dengan hati kita sendiri, akan tetapi, keduanya tidak lain adalah lima aksara Myohorengekyo. Jika demikian bagimana dapat menyadari akan hal ini? Hal ini tergantung hati kepercayaan dan hati pelaksanaan dari kita sebagai umat. Dengan hanya sungguh-sungguh percaya kepada Gohonzon, serta menjalankan kekuatan kepercayaan dan kekuatan pelaksanaan, maka, hati Buddha manunggal dengan hati kita sendiri. Kekuatan Buddha dan kekuatan Hukum menjadi nyata secara jelas dan tegas. Jika demikian apakah maksud dari kekuatan kepercayaan dan kekuatan pelaksanaan? Kekuatan kepercayaan berarti percaya tanpa ada keragu-raguan. Jika hati kepercayaan yang tulus tercampur aduk dengan setitik ketidakpercayaan, tidak dapat manunggal dengan Dai Gohonzon yang murni dan suci. Dengan demikian, kekuatan Buddha dan kekuatan Hukum tidak akan dapat terwujud. Hal ini harus diwaspadai dalam diri kita sendiri, agar tidak ada keragu-raguan. ‘Kekuatan Pelaksanaan’ pada Pertapaan Yang Sesuai Dengan Ajaran Sang Budha, merupakan kekuatan untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini terkandung dua makna, yakni pelaksanaan diri sendiri dan pelaksanaan untuk orang lain (jigyo keta). Pelaksanaan diri sendiri Oktober 2017 | Samantabadra
57
berarti menyebut daimoku dan perombakan sifat jiwa; pelaksanaan untuk orang lain berarti pelaksanaan maitri karuna, yakni syakubuku. Maka dikatakan, penyebutan daimoku dari pelaksanaan diri sendiri dan pelaksanaan untuk orang lain. Dalam penjelasan Kanjin no Honzon paruh awal dikatakan, “Dalam warisan yang dalam dan rahasia dari Mahaguru Dengyo dikatakan, “Pada saat ajal menyebut Nammyohorengekyo, berdasarkan tiga kekuatan Saddharma dapat langsung mencapai Kesadaran Buddha. Tiga kekuatan Saddharma adalah Kekuatan Hukum, Kekuatan Buddha, dan Kekuatan Kepercayaan. Bukankah penyebutan Nammyohorengekyo merupakan kekuatan pelaksanaan?” Dengan adanya kedua kekuatan kepercayaan dan kekuatan pelaksanaan, dapat membuka dan mengembangkan karunia kebajikan dari kekuatan Buddha dan Kekuatan Hukum. Dengan berdoa agar kekuatan kepercayaan dan kekuatan pelaksanaan senantiasa sesuai dengan pembabaran Sang Buddha sebagai pelaksanaan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha, dan mengeluarkan kekuatan kepercayaan dari Kekuatan Buddha dan Kekuatan Hukum dapat terwujud secara nyata.
23
Meskipun leher kita akan dipenggal dengan gergaji, ditusuk dengan tombak... Nammyohorengekyo, Nammyohorengekyo, hingga meninggal dunia.
Anak Cabang
Keterangan: Kalimat yang berbunyi, “Satu kehidupan berlalu sangat cepat... Jangan sekali-kali mundur”, merupakan hukum peringatan dan kalimat bagian ini adalah hukum anjuran. Berarti, biar bagaimanapun mengalami penderitaan dan penganiayaan besar, selama masih berjiwa, dianjurkan untuk terus menyebut daimoku Nammyohorengekyo. Dalam penjelasan Surat ini, Nicikan Syonin mengatakan, Bahwa bagaimanapun mengalami kesulitan dan penganiayaan, harus tetap meneruskan hati kepercayaan dengan bertekad kuat untuk tidak 58
Samantabadra | Oktober 2017
mundur dari hati-kepercayaan seumur hidup. Jika dapat meninggal dalam keadaan seperti ini, Buddha Sakyamuni, Buddha Prabhutaratna dan para Buddha Sepuluh Penjuru akan langsung terbang datang dan membawa kita ke Dunia Buddha Gridhrakuta. Karena para Buddha tersebut sudah berprasetya di Pesamuan Gridhrakuta untuk menjaga pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Berarti kalimat ini merupakan kalimat yang menjamin bahwa, menjalankan hati kepercayaan di dalam agama kita, sama sekali tidak ada korban. Dan dengan meneruskan hati kepercayaan ini, pasti akan dapat mencapai Kesadaran Buddha, yakni memperoleh kehidupan bahagia yang kekal dan suasana jiwa bahagia mutlak. Demikianlah, penetapan yang tegas dari Buddha Pokok yang menerangkan mengenai ‘Sebab akibat sesaat’ dan ‘Menerima dan mempertahankan adalah kesadaran’. Keinginan Buddha Pokok Niciren Daisyonin adalah kebahagiaan kita umat manusia. Beliau sendiri sedang mengalami penganiayaan besar pembuangan ke Pulau Sado. Meskipun demikian, Beliau tetap menganjurkan para murid dan penganut agar membulatkan tekad, bahwa hati Buddha tidak akan mundur. Jika meninjau pada keadaan semasa hidup Niciren Daisyonin, zaman penyebarluasan dengan jodoh terbalik dibawah pemerintahan feodal dan politik kekuasaan dapat ditafsirkan, bahwa betapa susahnya meneruskan hati kepercayaan. Oleh karena itu dengan berubahnya zaman, kita sekarang dapat menerima zaman penyebarluasan dengan jodoh selaras. Betapa bahagianya kita dapat menjalankan hati-kepercayaan. Maka seyogyanya semua menjalankan dengan perasaan jiwa mau menyumbang jiwa dan raga untuk menyebarluaskan Dharma demi kemajuan negara ini dan pencapaian Kesadaran Buddha. Oleh karena itu jangan tergoyahkan oleh keuntungan, kedudukan dan reputasi yang ada di dalam masyarakat. Hendaknya tegakkanlah dengan keras hati kepercayaan diri sendiri dan menjalankan perombakan zaman yang serba canggih ini berdasarkan kemanusiaan.
24
Simpanlah Surat ini tanpa terlepas dari badan dan selalu bacalah dengan tiga karma : badan, mulut dan hati.
GM
Keterangan: Kalimat ini menganjurkan agar Surat Perihal Melaksanakan Pertapaan Sesuai Dengan Yang Dibabarkan Sang Buddha, dibaca berdasarkan tiga karma : badan, mulut dan hati. Mengenai kalimat ini, Nicikan Syonin menerangkan sebagai berikut : Kita harus selalu ingat, tidak melupakan syakubuku dan selalu memikirkan empat pepatah. Jika tidak demikian, hati menjadi sama dengan menjalankan pemfitnahan Dharma. Jika mulut tidak menjalankan syakubuku, mulut menjadi sama dengan menjalankan
pemfitnahan Dharma. Jika menghadap Gohonzon tanpa memegang juzu di tangan, badan menjadi sama dengan menjalankan pemfitnahan Dharma. Oleh karena itu, sungguhsungguh berdoalah kepada Pusaka Pujaan dari Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra. Dan, ketika menyebut Nammyohorengekyo dari Icinen Sanzen kalimat tersirat pembibitan dari Bab Panjang Usia Tathagata Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra dihadapan Pusaka Pujaan dari Bab Panjang Usia Tathagata Ajaran Pokok, menjadi sama dengan menjalankan syakubuku dari tiga karma; badan, mulut dan hati. Inilah orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra dengan tiga karma; badan, mulut dan hati. ***
KETERANGAN ISTILAH 1. Empat golongan umat : Bhikku, Bhikkuni, Upasaka (penganut pria) dan Upasika (penganut wanita). 2. Delapan jenis makhluk : 8 jenis makhluk dewata yang hadir dalam upacara Saddharmapundarika-sutra, yaitu : dewa, naga, yaksa, gandharawa, asura, garuda, kimnara, mahoraga (untuk keterangan yang lebih terperinci, lihat Prajna Pundarika tahun 1982). 3. Tiga Musuh Besar: orang-orang yang menindas pelaksana Saddharmapundarika-sutra, yang terdiri dari: a. orang-orang awam yang tidak mengenal agama Buddha; b. orang-orang yang telah mengenal agama Buddha; c. orang-orang yang mempunyai kekuasaan. Adanya Tiga Musuh Besar ini diramalkan secara tersirat dalam Bab XIII Saddharmapundarikasutra yang berjudul: ‘Anjuran Untuk Mempertahankan’, tetapi kemudian oleh Miao-lo ramalan tersirat ini dirumuskan sebagai ketiga macam musuh yang tersebut di atas. 4. “Ketika Sang Tathagata masih berada di sini saja, Sutra ini telah banyak menimbulkan permusuhan dan rasa iri apalagi sesudah kemoksyaan-Nya”: Kalimat dari Bab X Saddharmapundarika-sutra yang berjudul ‘Dharma Duta’. 5. Sembilan Macam Kesulitan Besar Buddha Sakyamuni: a. Pernah ada seorang wanita penganut filsafat non-Buddhis yang memfitnah Buddha Sakyamuni dengan mengatakan bahwa Ia pernah berhubungan dengan Buddha Sakyamuni. b. Ketika Buddha Sakyamuni dan Ananda sedang menjalankan pertapaan dhuta (meminta makanan), pernah seorang pesuruh wanita memberi bubur yang berbau busuk, dan hal ini menjadi ejekan kaum Brahmana. c. Seorang raja kaum Brahmana pernah mengundang Buddha Sakyamuni dan 500 orang murid-Nya ke istana, tetapi Ia lupa menyumbang makanan sehingga selama 90 hari Buddha
Oktober 2017 | Samantabadra
59
Sakyamuni dan murid-murid-Nya memakan gandum makanan kuda. d. Diruntuhkannya Suku Sakya oleh Raja Virudakha dari Koshala. e. Ketika Buddha Sakyamuni bersama Ananda memasuki sebuah kota, Sang Raja melarang rakyatnya untuk menyumbang makanan kepada Buddha, sehingga patra (mangkok) yang dibawa Sang Buddha tetap kosong dan oleh karena itu Sang Buddha tak dapat menjalankan pertapaan dhuta. f. Seorang puteri Brahmana pernah memfitnah Buddha Sakyamuni dengan memasukkan patra ke dalam bajunya dan mengatakan bahwa Ia mengandung anak dari Sang Buddha. g. Devadatta pernah menjatuhkan batu-batu besar dari Gridhrakuta untuk membunuh Buddha Sakyamuni, sehingga Sang Buddha mengeluarkan darah dari jari kaki-Nya. h. Raja Ajatasatru pernah dihasut oleh Devadatta dan melepaskan gajah-gajah yang mabuk untuk membunuh Sang Buddha. i. Selama 8 malam Buddha Sakyamuni pernah menderita kedinginan, karena anginnya begitu keras, Buddha Sakyamuni menganyam jubahnya. Sembilan Kesulitan Besar Buddha Sakyamuni ini diuraikan oleh Nagarjuna dalam bukunya berjudul: Mahaprajna-paramitha-sastra. 6. Chu Tao-Sheng: Seorang Bhikku yang hidup di Tiongkok sekitar abad IV sampai abad V. Ia juga ikut dalam menerjemahkan Sutra yang dipimpin oleh Kumarajiva dan merupakan salah satu murid Kumarajiva yang terkemuka. Tetapi ajarannya mengenai kemungkinan pencapaian kesadaran Buddha bagi orang-orang yang tak percaya dan memfitnah agama Buddha, telah banyak ditentang oleh bhikku-bhikku lainnya, sehingga akhirnya ia diasingkan ke sebuah gunung bernama Su. 7. Fa-Tao: Seorang bhikku yang hidup pada zaman Dinasti Sung (1086-1147). Pada waktu itu, Sang Kaisar merupakan seorang penganut Taoisme yang amat fanatik, sehingga ia memerintahkan semua bhikku dan bhikkuni untuk kembali kepada kehidupan duniawi. Fa-Tao seorang diri menentang titah kaisar ini, sehingga mukanya diberi tanda dengan besi pijar lalu dibuang ke suatu daerah yang jauh. Tetapi pada tahun berikutnya ia diampuni dan agama Buddha diijinkan kembali. 8. Aryasimha: pewaris agama Buddha yang ke-24 (terakhir) di India, hidup sekitar abad VI di India Tengah. Ia dipenggal kepalanya oleh raja yang berkuasa pada waktu itu, tetapi dari tubuhnya tidak keluar setetes darahpun, kecuali air susu yang berwarna putih bersih. Hal ini menandakan bahwa Aryasimha telah mempertahankan Hukum Putih dan telah mencapai kesadaran Buddha. 9. “Belum mewujudkan kebenaran”: Kalimat Sutra Amitarta (Muryogi) yang lengkapnya berbunyi: “Selama 40 tahun lebih Aku belum mewujudkan kebenaran”. 10. “Secara jujur membuang ajaran sementara”: Kalimat Bab II Saddharmapundarika-sutra ‘Upaya Kausalya’. Lengkapnya berbunyi: “Secara jujur membuang ajaran sementara dan hanya menerangkan jalan yang tertinggi”. 11. “Penyiaran Saddharmapundarika-sutra pasti akan memusnahkan kebenaran ajaran sementara”: Kata-kata Mahaguru Tien-tai dalam bukunya berjudul Hokke Gengi. 12. Delapan puluh ribu bodhisattva seperti Bodhisattva Daishogon dan sebagainya: 80.000 bodhisattva yang diterangkan dalam Sutra Amitarta. 13. “Setelah waktu yang panjang berlalu sejak pengkhotbahan Dharma, Sang Buddha pasti akan menerangkan kebenaran”: Kalimat Bab II Saddharmapundarika-sutra ‘Upaya Kausalya’. 14. “Tiada dua maupun tiga, singkirkan ajaran Sang Buddha yang bersifat sementara”: Kalimat 60
Samantabadra | Oktober 2017
Bab II Saddharmapundarika-sutra ‘Upaya Kausalya’. Lengkapnya berbunyi: “Di dalam sepuluh penjuru tanah Buddha, hanya ada satu kendaraan Hukum, tiada dua maupun tiga. Singkirkan ajaran Sang Buddha yang bersifat sementara. 15. “Tidak menerima sepatah kata pun dari Sutra lain”: Kalimat Bab III Saddharmapundarika-sutra ‘Perumpamaan’. 16. “Bila seseorang tidak percaya dan memfitnah Sutra ini, itu berarti ia memutuskan bibit KeBuddhaan segala dunia… setelah usianya habis, ia akan masuk ke neraka tanpa batas (neraka Avici)”: Kalimat Bab III Saddharmapundarika-sutra ‘Perumpamaan’.
TIGA HUKUM RAHASIA AGUNG DAN LIMA PRINSIP PENYIARAN DHARMA Mengenai judul dari Gosyo ini, Yang Arya Bhikku Tertinggi ke-26 Nicikan Syonin mengatakan bahwa di dalam judulnya sudah tercakup pengertian Tiga Hukum Rahasia Agung. Beliau menulis sebagai berikut: Nyosetsu (sesuai dengan ajaran Sang Buddha) mengandung pengertian: Orang yang mengajarkan dan hal yang diajarkan. Hal yang diajarkan adalah Myohorengekyo. Orang yang mengajarkan adalah Sang Pendiri Ajaran, yaitu Niciren Daisyonin. Maka, satu huruf setsu (ajaran) adalah Honzon manusia dan Honzon Hukum. Syugyo (pertapaan) berarti, menjalankan pertapaan penyebutan daimoku. Karena kita percaya, kita dapat melaksanakan. Ini adalah daimoku yang mencakup kepercayaan dan pelaksanaan. Oleh karena itu, dua huruf: Syu-gyo (pertapaan) adalah Honmon no Daimoku (Mantera Sejati). Sedangkan tempat dimana disemayamkannya Honzon (Pusaka) ini adalah Honmon no Kaidan (altar sejati). Dengan uraian ini sebenarnya Nicikan Syonin mengajarkan kepada kita bahwa inti hakikat dari ajaran Sang Buddha Masa Akhir Dharma, Niciren Daisyonin, adalah tiada lain kecuali Tiga Hukum Rahasia Agung, sehingga tanpa Tiga Hukum Rahasia Agung ini, tidak akan ada pertapaan yang sesuai dengan ajaran Sang Buddha, khususnya bagi umat manusia Masa Akhir Dharma. Hal ini, menurut Nicikan Syonin, dapat pula dipelajari dari kalimat pertama dari Gosyo ini, di mana bukan saja tersirat pengertian Tiga Hukum Rahasia Agung, tetapi juga Lima Prinsip Penyiaran Dharma. Coba kita perhatikan sekali lagi kalimat pertama Gosyo ini: “Kalau direnungkan, tampaknya orang yang dilahirkan di negeri ini dan percaya pada Sutra ini ketika agama Buddha zaman Akhir Dharma tersebar luas, pasti akan dihadapi permusuhan dan rasa iri yang lebih besar daripada zaman kehidupan Buddha Sakyamuni”. Dalam kalimat ini sudah tercakup pengertian Tiga Hukum Rahasia Agung sebagai berikut: - Negeri ini : Altar Sejati (Honmon no Kaidan) - Sutra ini : Pusaka Sejati (Honmon no Honzon) - Percaya : Mantera Sejati (Honmon no Daimoku) Begitu juga dalam kalimat ini sudah tersirat pengertian Lima Prinsip Penyiaran Dharma, yaitu lima hal yang harus diperhatikan pada waktu seseorang menyiarkan Dharma: 1. Ajaran (ajaran seperti apa yang akan disiarkan?) 2. Bakat (bagaimanakah bakat para pendengarnya?)
Oktober 2017 | Samantabadra
61
3. Waktu (bagaimanakah waktunya? Apakah cocok?) 4. Negeri (bagaimanakah keadaan negeri dimana kita menyiarkan Dharma?) 5. Bagaimanakah menyebarluaskan filsafat tersebut? Menurut Nicikan Syonin, kelima pengertian ini sudah tersirat dalam kalimat di atas dengan hubungan sebagai berikut: Zaman Akhir Dharma waktu Ketika sampai tersebar luas filsafat yang pernah tersebar luas di negeri tersebut - Negeri ini negeri - Sutra ini ajaran - Percaya bakat Dengan demikian, dapat kita lihat bahwa kalimat pertama ini, mempunyai makna yang amat mendalam, yaitu kalau kita menyebarluaskan Hukum Sakti zaman Akhir Dharma, Tiga Hukum Rahasia Agung, menurut Lima Prinsip Penyiaran Dharma, maka “Pasti akan dihadapi permusuhan dan rasa iri yang lebih besar daripada zaman kehidupan Buddha Sakyamuni”. Dengan kata lain, seluruh isi Gosyo ini sudah tercakup dalam kalimat pertamanya, sehingga Nicikan Syonin menulis dalam awal penjelasannya : Gagasan utama dari Gosyo ini ialah munculnya Tiga Musuh Besar ketika kita menyebarluaskan Tiga Hukum Rahasia Agung berdasarkan Lima Prinsip Penyiaran Dharma. Jadi dengan prinsip ini, dapat kita pastikan bahwa murid-murid Niciren Daisyonin adalah orang yang menjalankan pertapaan yang sesuai dengan ajaran Sang Buddha.
MUNCULNYA BERBAGAI KESULITAN DALAM MASA AKHIR DHARMA Sebagaimana telah diuraikan di atas, alinea pertama dari Gosyo ini menguraikan bahwa apabila kita menjalankan agama Buddha Masa Akhir Dharma secara tepat, maka pasti akan timbul kesulitan-kesulitan yang lebih besar daripada zaman kehidupan Buddha Sakyamuni. Dan dijelaskan pula bahwa hal itu disebabkan oleh perbedaan pendiri ajaran serta bakat manusianya. Kalau dilihat dari segi perbedaan pendiri ajarannya, maka Sang Buddha Sakyamuni adalah seorang Buddha yang memiliki 32 macam laksana atau ciri-ciri fisik yang istimewa serta 80 macam tanda-tanda khusus, sehingga siapapun yang melihat-Nya pasti akan mengagumi-Nya. Sebaliknya Sang Buddha Masa Akhir Dharma, Niciren Daisyonin berwujud sebagai seorang bhikku manusia biasa. Sedangkan kalau ditinjau dari segi bakat manusia penerima ajaran, murid-murid Buddha Sakyamuni adalah para bodhisattva agung dan kaum Arahat, sedangkan manusia, dewa, empat kelompok umat, delapan jenis makhluk serta makhluk manusia dan bukan manusia yang menjadi murid Buddha Sakyamuni, diperkenankan mendengar Saddharmapundarikasutra setelah bakatnya telah dibina sedemikian rupa. Sebaliknya Masa Akhir Dharma adalah zaman dimana terjadi berbagai perselisihan dan pertikaian di antara sesama umat Buddha sehingga Hukum Putih Agung terpendam. Dengan demikian, orang-orang yang hidup di zaman ini juga sudah barang tentu merupakan orang-orang yang penuh dengan tiga racun: serakah,
62
Samantabadra | Oktober 2017
marah dan bodoh, sehingga mereka sulit percaya pada Hukum Sakti, dan meskipun mereka sudah menganut Hukum Sakti, mereka akan ditimpa Tiga Musuh Besar secara beruntun, yang senantiasa menghambat kepercayaan mereka. Justru karena itulah, dalam Bab ‘Dharma Duta’ Saddharmapundarika-sutra, Buddha Sakyamuni mengatakan: “Ketika Sang Tathagata masih berada di sini saja, Sutra ini telah banyak menimbulkan permusuhan dan rasa iri, apalagi sesudah kemoksyaan-Nya”, dan hal ini juga diajarkan berulang-ulang kali oleh Niciren Daisyonin kepada sekalian murid-murid-Nya setiap pagi dan sore, berdasarkan kalimat Sutra. Tetapi ketika timbul kesulitan yang nyata, banyak di antara mereka menjadi ragu, ataupun mundur karena didorong oleh rasa takut dan khawatir. Kita juga, melalui Gosyo ini, telah belajar bahwa pertapaan agama Buddha yang benar pasti disertai berbagai macam rintangan dan kesulitan, tetapi hendaknya, hal ini bukan saja diketahui dalam otak, melainkan dicamkan dalam jiwa kita masing-masing, agar dengan demikian kita dapat membina keberanian serta keyakinan yang kuat untuk tetap meneruskan kepercayaan meskipun dihadapi kesulitan seperti apapun juga.
PERTAPAAN YANG SESUAI DENGAN AJARAN SANG BUDDHA ADALAH PERCAYA DAN MENERIMA SADDHARMAPUNDARIKA-SUTRA Selanjutnya Niciren Daisyonin sengaja mengajukan pertanyaan, “Seorang pelaksana pertapaan yang sesuai dengan ajaran Sang Buddha seharusnya merasa tentram dalam hidup kali ini sebagaimana yang diramalkan dalam Saddharmapundarika-sutra, tetapi mengapa harus dihadapi Tiga Musuh Besar yang begitu kuat?” dan menerangkan hubungan antara karunia Saddharmapundarika-sutra yang membawakan ketentraman hidup dan kemunculan Tiga Musuh Besar yang begitu kuat. Niciren Daisyonin menerangkan bahwa Tiga Musuh Besar bagaimanapun juga pasti akan muncul dalam usaha penyebarluasan Hukum Sakti, yang harus memerangi berbagai macam iblis pemikiran dan filsafat sesat. Tetapi bilamana semuanya itu teratasi dan tercapai kebahagiaan segenap umat manusia, maka akan terwujud ketentraman hidup yang sebenarnya. Kemudian dengan pertanyaan yang berbunyi, “Orang yang mempunyai kepercayaan seperti apakah yang disebut pelaksana pertapaan yang sesuai dengan ajaran Sang Buddha?” Niciren Daisyonin menegaskan bahwa orang yang menjalankan pertapaan yang sesuai dengan ajaran Sang Buddha adalah orang yang percaya, bahwa segala falsafah apapun selain Saddharmapundarika-sutra, tidak akan tercapai kesadaran Buddha, sehingga ia hanya percaya pada Saddharmapundarika-sutra. Sebagaimana dikemukakan pada bagian awal dari jawaban pertanyaan tersebut, orangorang Jepang pada waktu itu beranggapan, bahwa semua falsafah dapat membimbing umat manusia kepada pencapaian kesadaran Buddha, sehingga mereka menganut ajaran yang berbeda-beda. Maka Niciren Daisyonin menunjukkan kesalahpahaman ini secara tegas, dan mengajarkan untuk semata-mata menganut Saddharmapundarika-sutra. Dan jelas, untuk Masa Akhir Dharma ini, apa yang dimaksud dengan Saddharmapundarika-sutra di sini tidak lain dari Gohonzon Nammyohorengekyo. ***
Oktober 2017 | Samantabadra
63
64
Samantabadra | Oktober 2017
Oktober 2017 | Samantabadra
65
66
Samantabadra | Oktober 2017
Oktober 2017 | Samantabadra
67
68
Samantabadra | Oktober 2017
Oktober 2017 | Samantabadra
69
materi ajaran | gosyo cabang
Gosyo Cabang
Surat Perihal Pencapaian Kesadaran Buddha dalam Satu Kehidupan Ini Gosyo Zensyu halaman 383 LATAR BELAKANG |
S
urat ini ditulis di Kamakura ketika Niciren Daisyonin berusia 34 tahun (1255). Kepada siapa surat ini diberikan tidak tercatat, tetapi diperkirakan diberikan kepada Toki Jonin. Surat aslinya sudah tidak ada lagi. Pada tanggal 28 bulan empat tahun Kenco ke-5 (1253), di Kuil Seico di Provinsi Awa, Niciren Daisyonin menegakkan ajaran dan mendirikan sekte-Nya. Kemudian Beliau langsung pergi ke Kamakura dan sekitar bulan delapan mendirikan pondok di Matsubagayatsu, Nagoe. Dari sanalah beliau mulai menjalankan penyebarluasan Hukum Agung ini. Dalam dua tahun awal bimbingan ajaranNya ini, Nissyo, Niciro, Syijo Kingo, Ikegami Munenaka, Kudo Yosyitaka dan lain-lain, berturut-turut memasuki hati kepercayaan dan dikemudian hari mereka menjadi pemimpin para murid. Penganut pertama adalah Toki Jonin, yakni pada kira-kira tahun Kenco ke-6 (1254). Toki Jonin berdiam di Wakamiya Haciman So, daerah Katsusyika Propinsi Syimofusa dan bekerja pada keluarga Ciba, gubernur Propinsi Syimofusa sebagai Sekretaris Jendral, jadi ia adalah orang yang berpendidikan tinggi. Maka ia menerima surat-surat penting dari Niciren Daisyonin, seperti Kanjin no Honzon, Surat Hokke Suyo, Surat Perihal Empat Percaya Lima Bab dan sebagainya. Berarti ia sangat aktif dan menjadi pemimpin utama di antara murid. Pada waktu penganiayaan Matsubagayatsu yang terjadi pada tanggal 27 bulan 8 tahun Bun-ei ke-I (1260), ia menerima Niciren Daisyonin di rumahnya sendiri. Ia sering memberikan perlindungan kepada Niciren Daisyonin hingga dapatlah dirasakan bahwa Toki Jonin adalah seorang yang sangat kuat hati kepercayaannya. Surat ini ditulis dua tahun setelah mendirikan sekte-Nya, maka jiwa surat ini adalah masa awal bimbingan dan ajaran seumur hidup Niciren Daisyonin. Isi surat ini menerangkan bahwa titik penting dari pencapaian kesadaran Buddha dalam tiap kehidupan adalah harus menghayati teori Sad yang ada di dasar pokok jiwa umat manusia, berarti harus menyebut dan melaksanakan Myohorengekyo. Myohorengekyo adalah sutra yang menerangkan tercakupnya puluhan ribu hukum dari dunia hukum dalam sekejap perasaan hati umat. Oleh karena itu menyebut dan mempertahankan lima aksara Saddharma berarti menyadari bahwa sekejap perasaan hati kita, umat manusia, mencakup keseluruhan 10 dunia, terlebih lagi 3.000 gejala dari puluhan ribu hukum alam semesta, subyek dan lingkungan, jasmani dan rohani. 80.000 ajaran suci seumur hidup Buddha Sakyamuni, para Buddha dan Bodhisattva dari ketiga masa, juga tidak lain adalah sekejap perasaan hati sendiri. Maka baik yang dikatakan Buddha maupun umat manusia, atau baik yang dikatakan tanah kotor maupun tanah suci, tidak lebih adalah perbedaan sesat dan sadar. Dan untuk dapat menggosok cermin gelap kesesatan jiwa sehingga menjadi cermin terang kesadaran jiwa, hanyalah dengan menyebut dan melaksanakan Nammyohorengekyo.
70
Samantabadra | Oktober 2017
ISI GOSYO |
P
ertama, jika hendak lepas dari penderitaan perputaran hidup mati sejak asal mula, kali ini harus bertekad untuk dapat membangkitkan kesadaran yang tiada tara. Untuk itu harus menghayati Sad yang ada pada pokok jiwa umat. Maksud Sad yang ada pada pokok jiwa setiap umat adalah Myohorengekyo. Bila sepenuh jiwa raga menyebut Nammyohorengekyo maka dapat menghayati Sad yang ada pada pokok jiwa setiap umat. Saddharmapundarika-sutra adalah raja sutra, kalimat dan teorinya adalah yang sesungguhnya dan paling benar. Maka aksara kalimat adalah Wujud Sesungguhnya, Wujud Sesungguhnya adalah Saddharma. Bagaimanapun Saddharma adalah ajaran yang mewujudkan dan membabarkan Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa. Oleh karena itu Saddharmapundarika-sutra disebut Prajna dari para Buddha. Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa berarti tanpa kurang satupun dari umat sepuluh dunia, 3.000 gejala, subyek-lingkungan, jasmani-rohani, pohon-rumput yang tidak berperasaan, langit luas dan tanah negeri, sebutir debupun tidak ketinggalan tercakup dalam sekejap perasaan hati. Sekejap perasaan hati ini secara menyeluruh meluas pada Dunia Dharma tanpa tertinggal sedikitpun dan dikatakan sebagai puluhan ribu hukum. Menyadari teori ini juga dikatakan Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa. Meskipun menyebut Nammyohorengekyo dikatakan menerima dan mempertahankan, jika berpikir ada Hukum di luar sekejap perasaan hati sendiri, hal itu sama sekali bukan Saddharma melainkan hukum yang kasar, tidak sempurna. Hukum kasar dan tidak sempurna bukanlah Saddharmapundarika-sutra. Jika bukan Saddharmapundarika-sutra, maka merupakan Ajaran Upaya dan Ajaran Pintu Sementara, maka bukan jalan langsung untuk mencapai kebuddhaan. Karena bukan jalan langsung untuk mencapai kebuddhaan, maka tidak akan memperoleh pencapaian kesadaran mutlak meskipun telah melewati pertapaan hidup mati berulang kali selama berkalpakalpa. Maka tidak akan memperoleh pencapaian Kesadaran Buddha dalam kehidupan kali ini. Karena itu, ketika menyebut Saddharma dan membaca Pundarika, haruslah membangkitkan hati kepercayaan yang mendalam dengan menunjuk bahwa sekejap perasaan hati sendiri dinamakan ‘Myohorengekyo’. Baik 80.000 ajaran suci seumur hidup Buddha Sakyamuni maupun berbagai Buddha dan Bodhisattva dari sepuluh penjuru ketiga masa, janganlah sekali-kali berpikir bahwa semua itu berada di luar sekejap perasaan hati kita. Meskipun mempelajari Agama Buddha, jika tidak dapat menghayati sifat sekejap perasaan hati, sama sekali tidak dapat terlepas dari penderitaan hidupmati. Jika melaksanakan pertapaan puluhan ribu kebaikan melalui jalan di luar sekejap perasaan hati, dapatlah diumpamakan sebagai orang miskin yang menghitung kekayaan orang lain siang dan malam, tidak akan memperoleh bagian setengah sen pun. Maka dalam Syikan Bugyoden Guketsu rol ke-4, Mahaguru Miao-Lo (sekte Tien-tai) mengatakan : “Jika tidak menghayati sekejap perasaan hati sendiri, tidak dapat menghapuskan dosa berat”. Berarti bahwa jika tidak menghayati sifat sekejap perasaan hati, maka akan menjadi pertapaan menderita yang tidak terhitung. Orang seperti itu, dikecam sebagai “Meskipun belajar Hukum Buddha tetapi menjadi berjalan di luar ajaran Buddha”. Hal ini di dalam Makasyikan rol ke-10 paruh awal diterangkan, “Sekalipun mempelajari Hukum Buddha, namun berbalik sama dengan pandangan non Buddhis”. Maka kita harus berkeyakinan bahwa menyebut nama Buddha, membaca dan menyebut sutra, menyebar bunga dan mempersembahkan dupa, semuanya adalah akar karunia kebajikan yang tersimpan di dalam sekejap perasaan hati kita. Hal ini dalam Sutra Nama Suci dibabarkan, “Kalau mencari Oktober 2017 | Samantabadra
71
kesadaran dari para Buddha pada sekejap perasaan hati pelaksanaan umat, maka umat adalah kesadaran; hidup mati adalah nirvana”, dan “Kalau perasaan hati umat manusia kotor, maka tanah air tempat tinggalnya juga kotor. Sebaliknya jika perasaan hati umat manusia suci, maka tanahnya pun suci”. Meskipun dikatakan tanah suci dan tanah kotor tidak berarti ada dua macam tanah air yang berbeda. Baik atau buruknya perasaan hati sendiri akan menjadikan tanah suci atau kotor. Demikian pula antara umat atau Buddha. Ketika sesat dinamakan umat, ketika sadar dinamakan Buddha. Sebagai umpama, cermin yang gelap jika digosok akan nampak sebagai cermin terang seperti permata. Sekejap perasaan jiwa sesat adalah cermin gelap yang tidak digosok, namun kalau digosok cermin itu akan menjadi cermin terang sifat Dharma yang sesungguhnya. Oleh karena itu, perkuatlah hati kepercayaan secara mendalam siang dan malam, pagi dan sore serta tidak malas untuk selalu menggosoknya. Bagaimana agar dapat selalu menggosoknya ? Hanya dengan menyebut dan melaksanakan Nammyohorengekyo saja dapat menggosoknya. Apakah arti dari Myo (Sad)? Itu adalah sekejap perasaan hati sendiri; karena gaib dikatakan Myo. Gaib berarti perasaan maupun kata-kata tidak dapat menerangkannya. Oleh karena itu, dalam mencari sekejap perasaan hati, bila dikatakan “ada” tetapi tidak ada warna atau bentuknya. Bila dikatakan “tidak ada” tetapi dalam hati timbul bermacam-macam perasaan. Maka, tidak boleh dipikirkan ‘ada’ atau ‘tidak ada’. Karena keduanya ‘ada’ dan ‘tidak ada’ tidak dapat menerangkannya. Bukan ‘ada’ atau ‘tidak ada’ tetapi bagaimanapun ‘ada’ dan ‘tidak ada’ meluas tersebar ke manapun secara menyeluruh tanpa tertinggal sedikitpun. Badan Sad dari Jalan Tengah Tunggal Sesungguhnya (Cudo Icijitsu) sangat gaib, maka dinamakan Myo (Sad). Sedangkan Hukum sekejap perasaan hati yang sedemikian gaib ini disebut Ho (Dharma) dan untuk menyatakan gaibnya Pintu Hukum ini, sesuai perumpamaan hukum fakta nyata secara tuntas, maka dinamakan Renge (Pundarika). Menyadari sekejap perasaan jiwa (Issyin) adalah gaib (Sad / Myo). Sebaliknya, mengetahui sekejap perasaan hati yang lain juga sebagai Saddharma, disebut Sutra Sad (Myokyo). Hal ini menunjukkan bahwa baik maupun buruk, badan pokok sekejap perasaan hati yang timbul dalam tiap kejap merupakan badan Saddharma. Karena membabarkan hal ini, sutra ini menjadi raja sutra. Oleh karena itu menjadi Jalan Langsung Pencapaian Kesadaran Buddha. Jika sungguh-sungguh percaya pada teori ini secara mendalam dan menyebut Myohorengekyo, pasti memperoleh pencapaian kesadaran Buddha dalam kehidupan kali ini. Maka, dalam Bab XXI Kekuatan Gaib Sang Tathagata Saddharmapundarika-sutra dibabarkan: “Setelah kemoksyaan-Ku, harus menerima dan mempertahankan sutra ini. Orang ini berada di dalam Jalan Buddha dan pasti dapat mencapai kesadaran Buddha. Hal ini tidak perlu diragukan lagi”. Tidak boleh diragukan sedikitpun. Alangkah beruntungnya! Alangkah beruntungnya! Hati kepercayaan untuk mencapai kesadaran Buddha dalam kehidupan kali ini adalah Nammyohorengekyo. Tertanda, Niciren
72
Samantabadra | Oktober 2017
KUTIPAN GOSYO |
1
Jika hendak lepas dari penderitaan perputaran hidup-mati sejak asal mula, kali ini harus bertekad dan menetapkan hati untuk dapat membangkitkan kesadaran tiada tara. Keterangan : Kalimat awal surat ini menguraikan bagaimana umat dengan badan manusia biasa mencapai kesadaran Buddha dalam masa satu kehidupan. Juga secara gamblang membabarkan teori hukum dan pertapaannya. Pertama, dari sudut pandangan jiwa ketiga masa dikatakan bahwa kita umat manusia, sejak masa lampau yang tidak berawal telah hidup kemudian mati, lalu hidup kembali dan mati, berulang kali berputar terseret arus penderitaan Triloka Enam Jalan. Maka dikatakan jika berpikir untuk berhenti dari arus perputaran penderitaan hidup-mati, itu adalah “kali ini”. Di dalam perkataan “kali ini” tercakup seluruh keinginan perasaan hati Niciren Daisyonin karena pada masa inilah dapat bertemu dengan Hukum Buddha. Kehidupan kali inilah merupakan kesempatan satu dalam 1.000 untuk dapat keluar dengan menghentikan arus perputaran hidup-mati. Dan dikatakan, “Kali ini harus bertekad dan menetapkan hati untuk dapat membuktikan kesadaran yang tiada tara”. Berarti setelah bertemu hukum Buddha pada masa ini, harus menghayati “Teori Sad yang ada pada pokok jiwa setiap umat”. Di sinilah sebenarnya dibabarkan hakikat pokok kepastian tercapainya kesadaran Buddha pada satu kehidupan ini (pencapaian kesadaran Buddha dalam badan apa adanya) bagi umat manusia biasa. Teori Sad yang ada pada pokok jiwa setiap umat berarti hukum teori gaib yang sudah dimiliki umat manusia sejak asal mula. Menghayati teori hukum gaib berarti mengetahui dan menyadari jiwa. Hal ini diajarkan Niciren Daisyonin dengan mengutip perkataan mengamati hati dan mengamati hukum (kannen kanpo) dari pintu hukum Mahaguru Tientai. Tetapi bukan berarti mengajarkan pertapaan Pintu hukum Mahaguru Tien-tai, tidak diajarkan untuk mengamati dan menghayati teori hukum gaib yang tidak dapat dilihat dengan mata, yang timbul dan tercakup sejak asal mula. Niciren Daisyonin menunjukkan bahwa Sad yang ada pada pokok jiwa setiap umat adalah lima aksara Myohorengekyo. Maka dikatakan, sungguh hati menyebut daimoku lima aksara Myohorengekyo ini dapat menghayati
Hukum gaib yang tercakup sejak asal mula pada umat manusia. Ini berarti dapat memahami dan merasakan jiwa sendiri. Karena surat ini ditulis ketika Niciren Daisyonin baru saja mendirikan sekte, maka tidak di singgung perihal menerima dan mempertahankan Gohonzon. Namun demikian bagi kita sekarang ini, bagaimanapun harus membaca kalimat di atas berdasarkan menerima dan mempertahankan Gohonzon. Berarti perkataan “menghayati” harus kita baca sebagai menerima dan mempertahankan Dai Gohonzon dari Sandaihiho dan menyebut daimoku, yaitu menerima dan mempertahankan adalah kesadaran (juji soku kanjin). Demikianlah uraian mengenai kesadaran (kanjin). Sedangkan mengenai cara membaca sesudah diwujudkannya Sandaihiho, hukum agung Masa Akhir Dharma, Bhiksu Tertinggi ke-26 Nicikan Syonin dari kuil pusat menguraikan dengan jelas di dalam Surat Penjelasan Kanjin no Honzon. Beliau menguraikan kalimat Surat Kanjin no Honzon yang berbunyi, “Kanjin berarti menghayati perasaan jiwa sendiri dan melihat dunia 10 hukum Ini disebut Kanjin” (Gosyo Zensyu hal. 240). Yang dimaksud dengan “Menghayati perasaan jiwa sendiri” adalah sungguh-sungguh percaya Gohonzon. “Melihat dunia 10 hukum” berarti sungguh-sungguh menyebut dan melaksanakan Saddharma.
2
Saddharmapundarika-sutra adalah raja sutra, kalimat dan teorinya adalah yang sesungguhnya dan paling benar. Maka kalimat aksara adalah wujud sesungguhnya dan wujud sesungguhnya adalah Saddharma. Keterangan : Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa teori Hukum untuk mencapai kesadaran Buddha dalam satu kehidupan ini (pencapaian kesadaran Buddha dengan badan apa adanya) bagi seluruh umat manusia adalah teori Sad yang ada pada pokok jiwa setiap umat, yakni Myohorengekyo. Sedangkan pada bagian ini akan dijelaskan isi yang diuraikan dan diwujudkan Myohorengekyo. Pertama, dalam Saddharmapundarika-sutra, baik satu persatu kalimatnya, maupun teori sesungguhnya yang diterangkan kalimat sutra itu, kedua-duanya adalah monrisyinsyo (kalimat dan teori yang sesungguhnya dan paling benar). Oleh karena itu, Oktober 2017 | Samantabadra
73
sutra itu dikatakan raja di antara segala sutra. Aksara Saddharmapundarika-sutra langsung menyatakan wujud kesadaran Buddha yang sesungguhnya. Wujud Sesungguhnya kesadaran Buddha itu tidak lain adalah Saddharma, teori sesungguhnya. Ajaran yang menerangkan Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa disebut Saddharma. Inilah kesadaran dari seluruh Buddha, maka dikatakan prajna para Buddha. Selanjutnya dibabarkan secara rinci isi Pintu Hukum Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa. Yang dimaksud Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa adalah sekejap perasaan hati yang bukan hanya mencakup sepuluh dunia tiga ribu gejala, subyek dan lingkungan, jasmani dan rohani dari yang berperasaan, bahkan dari yang tidak berperasaan, pohon dan rumput, antariksa dan bumi, satu debu pun tidak ketinggalan, ribuan hukum alam semesta, semuanya tercakup menjadi Dunia Dharma. Sebaliknya, sekejap perasaan hati ini secara menyeluruh tersebar luas pada Dunia Dharma tanpa tertinggal sedikitpun dan mewujudkan puluhan ribu hukum. Dengan demikian sekejap perasaan hati adalah Dunia Dharma, Dunia Dharma adalah sekejap perasaan hati. Menyadari dan mengetahui teori ini dalam jiwa disebut juga Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa. Perkataan “monrisyinsyo” (kalimat dan teorinya adalah yang sesungguhhya dan paling benar) berasal dari kalimat yang terdapat dalam Sutra Amitarta Bab II Pembabaran Dharma, yaitu kalimat “Putra yang baik, sutra ini adalah ajaran Mahayana yang sangat mendalam dan tiada tara, kalimat dan teorinya adalah yang sesungguhnya dan paling benar, sangat agung dan tiada tara. Para Buddha ketiga masa bersama-sama telah menjaganya. Sekelompok umat dan jalan iblispun tidak dapat memasukinya. Seluruh pandangan sesat dari hidup mati tidak dapat memecahkan dan mengalahkannya”. Perkataan “monrisyinsyo” ini dipergunakan Niciren Daisyonin untuk menghargai keunggulan Saddharmapundarikasutra, yang merupakan tujuan kehadiran Buddha Sakyamuni. “Kalimat aksara adalah wujud Sesungguhnya dan wujud Sesungguhnya adalah Saddharma”, adalah kalimat setelah kalimat “Saddharmapundarika-sutra adalah raja sutra, kalimat dan teorinya adalah yang sesungguhnya dan paling benar”. Teorinya adalah yang sesungguhnya dan paling benar sehingga mengungkapkan yang sebenarnya, oleh karenanya disebut monrisyinsyo. Maka tentu saja, kalimat aksara Saddharmapundarika-sutra langsung menyatakan
74
Samantabadra | Oktober 2017
wujud Sesungguhnya. Niciren Daisyonin juga mengatakan bahwa kalimat aksara adalah wujud sesungguhnya. Tentu saja “Kalimat aksara” dalam surat ini menunjukkan lima aksara Myohorengekyo. Maka dikatakan wujud Sesungguhnya adalah Saddharma (Myohorengekyo). Sekarang, karena wujud Sesungguhnya tidak dapat dilihat dengan mata sendiri, agar diri sendiri menjadi sadar, mewujudkannya serta mengajarkannya kepada umat manusia, Buddha lahir di dunia ini dan membabarkan hukumnya. Hukum pembabaran Buddha dicatat dalam sutra sebagai kalimat aksara dan cara pikiran yang diungkapkan pada dasarnya ada pada kalimat itu. Mengenai hal ini, di dalam surat lainnya, Niciren Daisyonin mengatakan, “Keinginan hati adalah hukum kejiwaan, suara adalah hukum jasmani. Hukum jasmani dan kejiwaan tidak terpisah-pisah sehingga menjadi nyata dalam tiap sekejap. Maka akhirnya keinginan perasaan hati Buddha dinyatakan menjadi kalimat aksara Saddharma. Kalimat aksara di rombak menjadi keinginan hati Buddha. Oleh karena itu orang yang membaca Saddharmapundarika-sutra janganlah berpikir dan merasakannya hanya sebagai aksara, karena sutra itu merupakan keinginan hati dari Buddha” (Surat Perihal Membuka Mata Dua Patung dari Pohon dan Lukisan, Gosyo Zensyu hal. 469).
3
Bagaimanapun Saddharma adalah ajaran yang mewujudkan dan membabarkan Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa. Karena itu Saddharmapundarika-sutra disebut Prajna Para Buddha. Keterangan : Kalimat ini menerangkan isi badan hukum Saddharma. Dikatakan bahwa betapapun juga, yang membabarkan pintu hukum Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa (Icinen Sanzen) hanyalah Myohorengekyo. Perkataan ini mengandung arti bahwa badan hukum Myohorengekyo bermakna luas dan besar, tetapi pada hakikatnya semuanya kembali pada Teori Hukum Dunia Dharma.
4
Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa berarti tanpa kurang satu pun dari umat sepuluh dunia, 3000 gejala, subyek lingkungan, jasmani dan rohani, pohon dan rumput yang tidak berperasaan, langit luas dan tanah negeri, sebutir debupun tidak ketinggalan tercakup dalam sekejap perasaan hati. Sekejap perasaan hati
ini secara menyeluruh meluas pada Dunia Dharma tanpa tertinggal sedikitpun dan dikatakan sebagai puluhan ribu hukum. Menyadari teori ini juga dikatakan Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa. Keterangan : “Sekejap perasaan jiwa” dari “Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa” adalah sekejap perasaan hati yang akan diterangkan di bawah ini. Yang dimaksud “Dunia Dharma” adalah subyek dan lingkungan dari 3.000 segala gejala, hukum jasmani dan rohani, pohon dan rumput dari yang tidak berperasaan, langit luas dan tanah negeri. Arah segala gejala hukum dari Dunia Dharma dibabarkan mencakup seluruhnya pada sekejap perasaan hati umat manusia. Pada bagian belakang dijelaskan maksud dari “Sekejap perasaan hati ini secara menyeluruh meluas pada Dunia Dharma tanpa tertinggal sedikitpun menunjukkan yang disebut sebagai puluhan ribu hukum”. Meskipun dikatakan puluhan ribu hukum dari Dunia Dharma, sebenarnya adalah sekejap perasaan hati umat yang menyebarluas ke Dunia Dharma. Pada kalimat bagian depan diterangkan bahwa umat sepuluh dunia dari Dunia Neraka yang terbawah sampai dengan Dunia Buddha yang teratas dan segala gejala dari 3.000 hukum, subyek dan lingkungan, jasmani dan kejiwaan dari yang berperasaan, pohon dan rumput dari yang tidak berperasaan sampai langit luas dan tanah negeri, dunia hukum secara keseluruhan, sebutir debu pun tidak ketinggalan, semuanya tercakup pada sekejap perasaan hati umat. Inilah yang dikatakan Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa. Sebaliknya pada bagian belakang dikatakan bahwa sekejap perasaan hati umat tersebarluas dan melahirkan ribuan hukum alam semesta dari Dunia Dharma, ini disebut Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa. Sekejap perasaan hati umat manusia dan ribuan hukum alam semesta dari Dunia Dharma saling mencakupi. Hal ini dijelaskan sebagai sekejap perasaan hati dari Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa. Jika menyadari dan mengetahui hukum teori ini, juga disebut sebagai Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa. Hubungan Hidup - Mati Yang Tidak Berawal-Akhir Dengan Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa Dapat disimpulkan bahwa maksud pokok yang dibabarkan Niciren Daisyonin di atas adalah sebagai berikut. Di dalam sekejap perasaan hati seluruh
umat telah tercakup dari suasana jiwa sepuluh dunia sampai tiga ribu ribuan hukum alam semesta raya, sebutir debu pun tidak tertinggal. Terlebih lagi, sekejap perasaan hati dari suasana jiwa sepuluh dunia dan tiga ribu ribuan hukum ini menyebarluas secara menyeluruh. Rupa dari Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa ini sebenarnya adalah rupa asal mula. Ini dikatakan Teori Sad yang ada pada pokok jiwa tiap umat dan merupakan wujud Sesungguhnya segala gejala (Myohorengekyo). Kenyataannya umat manusia tidak menyadari bahwa dirinya adalah badan pokok sesungguhnya Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa dari asal mula. Karena itu semuanya tenggelam dalam siklus penderitaan perputaran hidup mati. Maka berjumpa dengan Saddharmapundarika-sutra dan Gohonzon dalam kehidupan kali ini, dapat menghentikan arus penderitaan perputaran hidup mati serta membuka kesadaran tiada tara, mencapai kesadaran Buddha dengan badan apa adanya pada kehidupan kali ini. Dalam hal ini harus menyadari dan mengetahui Teori Saddharma bahwa diri sendiri merupakan badan pokok Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa dari asal mula. Demikianlah harus membuka mata terhadap hal ini. Berarti sebenarnya kita kembali ke pendirian sumber kesadaran pokok diri sendiri. Untuk itulah kita mempercayai Gohonzon (Saddharmapundarika-sutra) yang merupakan raja dari berbagai sutra dan menjelaskan kepada umat bahwa mereka adalah badan pokok dari Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa sejak asal mula. Diajarkan bahwa pokok terpenting dalam kepercayaan ini adalah menyebut dan melaksanakan kelima aksara Myohorengekyo.
5
Meskipun menyebut Myohorengekyo dikatakan menerima dan mempertahankan, jika berpikir ada hukum di luar sekejap perasaan hati sendiri, hal itu sama sekali bukan Saddharma melainkan hukum kasar, tidak sempurna. Keterangan : Sebelumnya telah di jelaskan mengenai dasar pokok dan teori hukum pencapaian kesadaran Buddha dalam kehidupan kali ini (pencapaian kesadaran Buddha dengan badan apa adanya) bagi umat. Mengenai pelaksanaan penyebutan Daimoku Nammyohorengekyo yang merupakan pertapaan pelaksanaan pencapaian Kesadaran Buddha dalam satu kehidupan dijelaskan bagaimana sikap mendasar yang perlu diperhatikan.
Oktober 2017 | Samantabadra
75
Pertama, dalam menyebut Nammyohorengekyo yang menguraikan sekejap perasaan hati dari Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa, ditegaskan tidak boleh mengkhayalkan bahwa segala hukum (baik berbagai hukum sepuluh dunia maupun segala gejala alam semesta raya dari Dunia Dharma) terdapat di luar sekejap perasaan hati sendiri. Jika berdasarkan pikiran khayal seperti itu, meskipun menyebut Saddharma yang sama, akan menjadi sama dengan melaksanakan hukum yang kasar dan tidak sempurna (Ajaran Upaya Sementara). Oleh karena itu tidak dapat mencapai kesadaran Buddha walaupun telah melalui berulang kali hidup mati selama beberapa kalpa. Apalagi dengan keras ditegaskan tidak mungkin dapat mencapai kesadaran Buddha dalam kehidupan kali ini. Orang yang menyebut daimoku dari Saddharma, ditunjukkan bahwa sekejap perasaan hati sendiri adalah Myohorengekyo, sehingga dianjurkan dengan keras agar membangkitkan hati kepercayaan di dalam jiwa secara mendalam. Selanjutnya diajarkan bahwa baik 80.000 ajaran suci seumur hidup Buddha Sakyamuni maupun para Bodhisattva dan Buddha sepuluh penjuru ketiga masa, jangan sekali-kali dipikirkan semuanya itu terdapat di luar sekejap perasaan hati kita. Seharusnya menyebut Saddharma dengan percaya bahwa baik segala hukum (80.000 ajaran suci) maupun seluruh karunia kebajikan para Buddha dan Bodhisattva, semuanya terdapat di dalam sekejap perasaan hati kita sendiri. Niciren Daisyonin mengutip peringatan Mahaguru Miao-Lo bahwa sekalipun telah melakukan pertapaan puluhan ribu pelaksanaan dan puluhan ribu kebaikan, tanpa menghayati sifat sekejap perasaan hati serta menuntut Jalan di luar sekejap perasaan hati sendiri akan menjadi sama dengan ajaran di luar Hukum Buddha. Dikatakan pula agar pada dasar sekejap perasaan jiwa harus mempunyai hati kepercayaan yang sesungguhnya sehigga semuanya dapat menjadi akar kebaikan dan karunia kebajikan. Dengan demikian kita dapat merasakan apapun yang kita jalankan untuk Gohonzon. Baik gongyo daimoku maupun menyumbang dupa, daun dan lain-lain, serta pelaksanaan pertapaan, semuanya harus dilakukan dengan penuh kesungguhan hati. Sudah dijelaskan terdahulu bahwa pelaksanaan yang secara tuntas membuktikan kesadaran tiada tara adalah penyebutan lima aksara Myohorengekyo yang merupakan Teori Sad yang ada pada pokok jiwa tiap umat. Berarti dengan menyebut Nammyohorengekyo dapat mewujudnyatakan Dunia Dharma Sekejap
76
Samantabadra | Oktober 2017
Perasaan Jiwa sehingga badan ini menjadi badan pokok Icinen Sanzen. Maka setelah menerima teori Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa, bila menyebut daimoku tidak boleh bertentangan dengan isi yang ditunjukkan daimoku Nammyohorengekyo, yakni tidak boleh berpikiran khayal yang salah bahwa umat sepuluh dunia dan segala hukum dari tiga ribu gejala alam semesta berada di luar sekejap perasaan hati sendiri. Bila melakukan hal itu ditunjukkan dengan tegas sikap ini bukan lagi sikap percaya kepada Saddharma yang bulat terpadu sempurna, akhirnya menjadi sikap percaya kepada hukum yang kasar, tidak sempurna dan rendah. Kalimat ini menegaskan, betapapun menyebut daimoku dari Saddharma secara formalitas, bila berpikir ada hukum di luar sekejap perasaan hati sendiri, secara mendasar menentang semangat Saddharma. Kalau di katakan secara lebih nyata lagi, meskipun tetap menyebut daimoku kepada Gohonzon, sikap tidak mau meninjau diri serta menuntut sebab bahagia atau tidak bahagia pada orang lain dan lingkungan merupakan sikap yang berpikir ada hukum di luar sekejap perasaan hati sendiri. Dari kesimpulan bahwa sebab bahagia atau tidak bahagia adalah karma masa lampau sendiri dan cara hidup yang keliru, serta perilaku memfitnah Dharma, maka jalan untuk mematahkan maupun membuka suasana jiwa yang tidak bahagia itu tidak lain hanya dengan merombak sifat jiwa sendiri. Berjuang berdasarkan kesadaran ini, baik untuk kepercayaan maupun untuk kehidupan merupakan sikap menyadari dan mengetahui jiwa sendiri bahwa Saddharma terdapat di “dalam sekejap perasaan hati sendiri�. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, yang dimaksud dengan Saddharma adalah hukum yang menunjukkan dan membabarkan teori bahwa segala puluhan ribu hukum terdapat di dalam sekejap perasaan hati kita sendiri. Sebaliknya sekejap perasaan hati kita menyeluruh ke dunia hukum, sehingga menjadi puluhan ribu hukum. Maka berpikir bahwa sebab ketidakbahagiaan diri terdapat di luar sekejap perasaan hati sendiri menjadi sikap yang melupakan Saddharma. Pembabaran Ajaran Upaya Sementara membuat sekejap perasaan hati manusia biasa menjadi kecil dan sempit. Bodhisattva dan Buddha yang hebat terdapat di luar sekejap perasaan hati dan tanah suci serta mempunyai karunia terdapat di sepuluh penjuru. Ajaran itu mengajarkan bahwa sekejap perasaan hati tidak mencakup puluhan ribu hukum sehingga menjadi hukum yang kasar dan tidak sempurna.
Mulutnya menyebut Saddharma, tetapi dalam hati merasa bahwa baik sebab tidak bahagia maupun kekuatan untuk mengatasinya terdapat di luar diri sendiri. Maka menjadi sama dengan mengandalkan hukum yang kasar dan tidak sempurna. Kalimat ini mengajarkan bahwa isi mendalam dari pokok dasar hati kepercayaan merupakan pokok yang terpenting.
6
Jika merupakan Ajaran Upaya dan Ajaran Pintu Sementara, maka bukan jalan langsung untuk mencapai Kebuddhaan. Oleh karena bukan jalan langsung untuk mencapai Kebuddhaan, maka tidak akan memperoleh pencapaian kesadaran mutlak meskipun telah melewati pertapaan hidup - mati berulang kali selama berkalpa-kalpa. Maka tidak akan memperoleh pencapaian kesadaran Buddha dalam kehidupan kali ini. Keterangan : Ajaran Upaya dan Ajaran Pintu Sementara adalah ajaran yang dibabarkan Buddha sebagai upaya, sesuai dengan keinginan hati dan bakat pemahaman umat. Oleh karena itu manusia biasa mudah mengerti dan menyukainya. Perasaan hati sendiri (subyek) dengan berbagai hukum sepuluh Dunia dan ribuan hukum alam semesta dari Dunia Dharma (obyek) adalah terpisah-pisah. Karena manusia biasa, siapapun juga, selalu berpikir dan merasakan seperti itu, maka mereka mudah mengerti ajaran tersebut. Dengan demikian bukan merupakan Sad (hukum gaib). Memang mudah dimengerti dan dipikirkan, tetapi karena tidak membabarkan secara tuntas mengenai bentuk sesungguhnya dari jiwa yang disebut Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa, ajaran itu adalah hukum yang rendah dan tidak sempurna. Oleh karena itu, dikatakan tidak dapat menjadi jalan langsung untuk pencapaian kesadaran Buddha. Berarti jika berpikiran khayal bahwa sekejap perasaan hati kita dengan berbagai hukum sepuluh Dunia dari Dunia Neraka sampai dengan Dunia Buddha adalah terpisah-pisah, maka akan semakin jauh meninggalkan Teori Sad yang ada pada pokok jiwa tiap umat. Sedang teori ini merupakan inti pokok pencapaian kesadaran Buddha karena Dunia Buddha tercakup dalam berbagai hukum sepuluh dunia pada sekejap perasaan jiwa manusia biasa. Walaupun kita melaksanakan pertapaan hukum yang kasar dan tidak sempurna selama berulang kali hidup mati beberapa kalpa, tidak akan memperoleh pencapaian kesadaran Buddha. Sama seperti kita berjalan ke arah yang
salah, bagaimanapun kita bergerak maju, tetap tidak akan tiba di tempat tujuan yang sebenarnya. Apalagi pencapaian kesadaran Buddha dalam satu kehidupan kali ini, tidak mungkin tercapai. Kalimat ini mematahkan dan memecahkan pandangan pencapaian kesadaran Buddha melalui pertapaan selama berkalpa-kalpa yang dibabarkan ajaran Mahayana dari Ajaran Upaya dan pintu Sementara. Juga memecahkan cara pemikiran pencapaian kesadaran Buddha setelah meninggal dengan tenang, dapat pergi ke tanah suci Sukhavati dan di sana melakukan pertapaan sehingga mencapai kesadaran Buddha.
7
Baik 80.000 ajaran suci seumur hidup Buddha Sakyamuni maupun berbagai Buddha dan Bodhisattva dari sepuluh penjuru ketiga masa, janganlah sekali-kali dipikir bahwa semua itu berada di luar sekejap perasaan hati kita. Keterangan : Seperti dikatakan Niciren Daisyonin, 80.000 ajaran suci yang dibabarkan selama lima puluh tahun seumur hidup Buddha Sakyamuni adalah “Catatan harian-Ku sendiri�. (Surat Sokanmon, Gosyo Zensyu hal. 563). Dengan demikian kutipan di atas menjelaskan teori hukum jiwa Dunia Dharma Sekejap Perasaan Jiwa. Pada hakikatnya Dunia Buddha dan Dunia Bodhisattva dibabarkan tercakup di dalam sepuluh dunia tiga ribu gejala, maka para Buddha dan Bodhisattva sepuluh penjuru ketiga masa yang dibabarkan dalam ajaran suci seumur hidup tercakup juga dalam sekejap perasaan hati sendiri. Apakah kesemuanya ini di rasakan dan pikirkan berada dalam jiwa sendiri atau ada di luar sekejap perasaan jiwa sendiri, tentu sangat erat hubungannya dengan pemahaman dan kepercayaan pada ajaran Buddha. Jika kita dapat menerima dan memahami bahwa ajaran Buddha membabarkan jiwa kita dengan wajar, tentu kita sungguh-sungguh percaya kesemuanya itu ada di dalam sekejap perasaan hati sendiri. Kalau merasakan hukum tersebut ada di luar perasaan hati sendiri, sama dengan merasakan ajaran Buddha hanyalah cerita bualan Sang Buddha sendiri atau dongeng.
8
Walaupun belajar Agama Buddha, jika tidak menghayati sifat sekejap perasaan hati, sama sekali tidak dapat terlepas dari penderitaan hidup mati.
Oktober 2017 | Samantabadra
77
Keterangan : Mempelajari dan melaksanakan pertapaan ajaran Buddha berarti melihat dan menganalisa sifat dan perasaan hati; yakni sifat pokok diri sendiri. Dengan demikian dapat mengetahui dan menyadari Teori Saddharma bahwa segala gejala hukum alam semesta tercakup dalam sifat pokok sekejap perasaan jiwa sendiri. Maka di katakan bahwa sekalipun telah melakukan pertapaan ajaran Buddha secara formalitas, kalau tidak menganalisa dan menghayati sifat pokok perasaan hati sendiri, tidak dapat melepaskan diri dari perputaran hidup mati. Selanjutnya mengenai “menghayati sifat sekejap perasaan hati”, di dalam Makna Pokok Makasyikan, Mahaguru Miao-lo menerangkan : “Dalam sutra dikatakan , ‘Perasaan hati, Buddha dan umat, ketiganya tidak ada perbedaan’…” Di sini dibabarkan bahwa sifat pokok sekejap perasaan hati kita mencakup ribuan hukum alam semesta. Terutama mengutip kalimat Sutra Avatamsaka, “Perasaan hati, Buddha serta umat manusia, ketiganya tidak ada perbedaan”. Berarti sifat pokok umat manusia dan Buddha adalah sama. Dalam setiap kejap perasaan hati terdapat keseluruhan perasaan hati pokok. Dalam setiap debu terkandung seluruh debu; di dalam setiap debu ada seluruh perasaan hati dan di dalam tiap kejap perasaan hati terdapat baik seluruh debu maupun perasaan jiwa serta badan kita, yang tersebar menyeluruh ke tanah air, bumi dan debu. Umat dan seluruh Buddha juga sama. Pada pokoknya, umat manusia, Buddha serta sekejap perasaan hati merupakan satu badan tetapi pada kenyataannya menjadi tiga bagian yang berlainan tergantung jodohnya. Dalam hal ini dapat dibagi menjadi diwarnai (sen) dan suci (jo). Akan tetapi baik perbedaan diwarnai ataupun suci maupun jodoh sebenarnya berasal dari sunyata. Maka tidak boleh memahaminya dari sudut yang sudah ditetapkan. Juga tidak boleh terikat bahwa hal itu adalah sunyata. “Sifat” dari “sifat sekejap perasaan hati menunjukkan mengikuti jodoh (zuien) tetapi pada dasarnya tidak berubah (fuhen). Sedangkan “sekejap perasaan hati” menunjukkan tidak berubah, tetapi juga mengikuti jodoh. Dari uraian di atas, menganalisa dan menghayati sekejap perasaan hati menjadi jelas. Tentu saja kesemua ini adalah pintu hukum Mahaguru Tien-tai. Dalam Hukum Buddha Niciren Daisyonin, dengan menerima dan percaya kepada Gohonzon serta menyebut Nammyohorengekyo dapat menghayati sifat sekejap perasaan hati. Sekarang kita, manusia
78
Samantabadra | Oktober 2017
biasa, sejak masa lampau yang tak berawal berputar dalam hidup mati dan tenggelam dalam dunia penderitaan. Kita, manusia biasa yang bodoh, tidak mengetahui teori Sad yang ada pada pokok jiwa umat manusia (honnu no myori). Karena melupakan dan tidak mengetahui teori ini merupakan sebab mendasar, maka untuk dapat terlepas dari penderitaan hidup mati dan akhirnya dapat mencapai kesadaran Buddha dalam satu kehidupan kali ini, perlu mengetahui serta menyadari teori Sad ini. Kalau dibahas berdasarkan teori hukum ini, seandainya menyebut daimoku dari Saddharma, tetapi tidak sungguh-sungguh berusaha seirama dengan Teori Sad yang ada pada pokok jiwa umat yaitu daimoku, tentu tidak dapat lepas dari penderitaan hidup mati. Berdasarkan hal ini menjadi jelas mengapa dalam melakukan pertapaan Jalan Buddha sangatlah penting untuk sungguh-sungguh berusaha merombak diri demi peningkatan jiwa dengan menganalisa dan menghayati sekejap perasaan hati sendiri.
9
Jika melaksanakan pertapaan puluhan ribu kebaikan melalui jalan di luar sekejap perasaan hati, dapat diumpamakan sebagai orang miskin yang menghitung kekayaan orang lain siang dan malam, tidak akan dapat memperoleh bagian setengah sen pun. Maka dalam Syikan Bugyoden Guketsu rol ke – 4, Mahaguru Miao Lo (Sekte Tien Tai) mengatakan : ”Jika tidak menghayati sekejap perasaan hati sendiri tidak dapat menghapus dosa berat”. Berarti bahwa jika tidak menghayati sifat sekejap perasaan hati, maka akan menjadi pertapaan penderitaan tidak terhitung. Orang seperti itu dikecam sebagai ”Meskipun belajar Hukum Buddha tetapi berjalan di luar ajaran Buddha”. Keterangan : Pokok dasar Hukum Buddha adalah melaksanakan pertapaan dengan sungguh-sungguh melihat sifat pokok (sifat sekejap perasaan hati) diri sendiri. Kemudian menganalisanya untuk mengetahui sifat pokok tersebut yang sebenarnya. Bila lepas dari prinsip ini, yakni menuntut Jalan Buddha di luar sekejap perasaan hati sendiri, tidak ada gunanya, bahkan ditunjukkan dengan tegas bahwa segala usaha pelaksanaan pertapaan seperti itu akan berakibat pada penderitaan yang tidak terhitung. Akhirnya sama dengan ajaran Non Buddha. Pertama, tanpa menganalisa dan menghayati sifat pokok perasaan hati sendiri serta mencari
kebahagiaan di luar sekejap perasaan hati, walau menumpuk puluhan ribu pelaksanaan bahkan menumpuk puluhan ribu akar kebaikan, sama seperti orang miskin yang menghitung harta tetangga siang dan malam. Ia sama sekali tidak mendapatkan setengah sen pun. Perumpamaan ini dikutip untuk menunjukkan usaha yang tidak berarti sama sekali. Perumpamaan “orang miskin” dibabarkan Sutra Avatamsaka Bab ke-6 Bodhisattva Dharmasiras (terdiri dari enam puluh rol). Bodhisattva Manjusri bertanya kepada Bodhisattva Dharmasiras mengapa setiap umat sukar mematahkan hawa nafsu sekalipun semuanya telah mendengar Hukum Sakti dari Buddha secara merata. Atas pertanyaan itu Bodhisattva Dharmasiras membabarkan, bagaimanapun telah banyak mendengar Hukum Buddha tetapi kalau tidak menjalankan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan oleh Buddha, sama sekali tidak akan memperoleh apapun juga. Alasan dari hal ini diterangkan dengan mengangkat sembilan perumpamaan. Perumpamaan yang dikutip dalam surat ini adalah perumpamaan keempat yang berbunyi, “Seandainya orang miskin menghitung pusaka orang lain siang dan malam, tidak akan mendapatkan setengah sen pun untuk dirinya sendiri. Banyak mendengarpun sama halnya seperti itu”. Mahaguru Tien-tai memanfaatkan perumpamaan Buddha ini. Maka, jika bodoh dan tidak mengetahui sifat pokok perasaan hati sendiri serta menuntut jalan pencapaian kesadaran Buddha di luar sekejap perasaan hati sendiri, bagaimanapun melakukan pertapaan dan menumpuk akar kebaikan, tepat sama dengan orang miskin yang menghitung pusaka orang lain. Selanjutnya dikatakan, “Jika tidak menghayati sekejap perasaan hati sendiri, tidak dapat menghapus dosa berat. Dengan demikian diterangkan bahwa bila tidak menghayati sifat sekejap perasaan hati, akan menjadi pertapaan menderita yang tak terhitung”. Dalam rol keempat Guketsu, Mahaguru Miao-lo mengatakan, “Jika tidak ada kanjin, tidak dapat menghapus dosa yang berat”. Berarti orang yang mempunyai pandangan hawa nafsu besar, yakni pelaku karma dosa berat, berdasarkan kanjin sungguh-sungguh mengakui kesalahan sendiri dan bertobat bahwa semuanya adalah hasil perbuatan sendiri. Setelah itu harus menjalankan kanjin, jika tidak, tidak dapat menghapus dosa berat. Karena itu yang paling utama adalah kanjin (menganalisa dan menghayati perasaan hati). Dalam surat ini Niciren Daisyonin mengutip kalimat yang menerangkan
bahwa bila tidak menghayati sifat pokok perasaan hati lalu menuntut jalan di luar sekejap perasaan hati sendiri, akan menjadi pertapaan penderitaan yang tak terhitung akan bertambah penderitaannya. Dalam mengulas kalimat ini, Beliau memperingatkan kalau menjalankan pertapaan tanpa menghayati sekejap perasaan hati sendiri, tidak dapat menghapus karma dosa yang berat. Bagaimanapun menumpuk pelaksanaan pertapaan Jalan Buddha, malah menjadi pertapaan penderitaan yang tak terukur. Kalimat “Dikecam sebagai orang yang meskipun belajar Hukum Buddha, tetapi sebaliknya berjalan di luar ajaran Buddha”, berarti orang yang tidak menghayati sekejap perasaan hati sendiri lalu mencari jalan pencapaian kesadaran Buddha di luar sekejap perasaan hati sendiri, kelihatannya melakukan pertapaan Hukum Buddha, tetapi sebaliknya keluar dari Ajaran Buddha, sehingga melakukan hal yang memalukan. Untuk membuktikan hal itu, Niciren Daisyonin mengutip kalimat rol kesepuluh Makasyikan : “Sekalipun mempelajari Hukum Buddha, sebaliknya sama dengan pandangan Non Buddha”. Berarti terikat pada pintu Ajaran Buddha, yakni pengertian harfiah ajaran lisan yang dibabarkan Buddha. Sebaliknya hawa nafsu mereka timbul sehingga tidak dapat memasuki Dharma Buddha, yaitu Jalan Tengah. Akhirnya sama dengan pandangan Non Buddhis. Mereka tidak mengetahui Ajaran Upaya dari Mahaprajna Paramita, terikat ajaran Abhidharma dan jatuh ke dalam pandangan “ada” / ( u ). Apabila terikat ajaran “sunyata” (ku), berarti terikat pada pandangan “tidak ada” ( mu ). Kemudian jatuh kepandangan ‘ada’, tapi ‘tidak ada’, atau jatuh kepandangan bukan ‘ada’, bukan ‘tidak ada’, sehingga semuanya menjadi pandangan yang sama dengan pandangan Non Buddhis. Maka dalam surat ini dikutip perkataan Mahaguru Tien-tai yang juga mengutip kalimat dari Mahaprajnaparamitasastra dan Madhyamika-karika. Kedua sastra ini mengatakan bahwa sekalipun bertemu hukum sebenarnya, karena terikat pandangan di atas, berbalik menjadi orang dari hukum sesat. Dalam surat Makna Garis Besar Ajaran Suci Seumur Hidup, Niciren Daisyonin mengajarkan : “Dalam Non Buddhis ada tiga macam Ajaran. Pertama, ajaran yang benar-benar di luar Hukum Buddha (ada 95 macam). Kedua, ajaran Non Buddhis tetapi melekatkan Hukum Buddha Hinayana. Dan ketiga, ajaran Non Buddhis yang mempelajari Hukum Buddha Mahayana yang tidak mengetahui Saddharma”. (Gosyo Zensyu hal. 403). Ajaran ketiga, “Ajaran Non Buddhis yang mempelajari
Oktober 2017 | Samantabadra
79
Hukum Buddha”, tercantum dalam kalimat surat ini, yakni meskipun mempelajari dan melaksanakan pertapaan Hukum Buddha, kalau terikat cara berpikir Ajaran Upaya Sementara dan tidak dapat mengetahui makna sebenarnya Saddharma, akhirnya terlepas dan menyimpang dari ajaran Buddha. Akhirnya menjadi sama dengan pandangan dan pengetahuan Non Buddhis. Demikian petunjuk tegas Niciren Daisyonin.
10
Maka kita harus berkeyakinan bahwa menyebut nama Buddha, membaca dan menyebut sutra, menyebarkan bunga dan mempersembahkan dupa, semuanya adalah akar karunia kebajikan yang tersimpan di dalam sekejap perasaan hati kita. Keterangan : Dikatakan dengan tegas, kita seharusnya menerima hati kepercayaan bahwa perilaku menyebut nama gelar Buddha, perilaku membaca dan menghafalkan sutra, juga perilaku menyumbang dupa serta daun di hadapan Buddha, semuanya merupakan akar kebaikan dari karunia kebajikan yang tersimpan dalam sekejap perasaan jiwa kita. Nama gelar Buddha Pokok Masa Akhir Dharma adalah Nammyohorengekyo. Apabila diuraikan dari sudut pertapaan kita sehari-hari, maka yang dimaksud “menyebut nama gelar Buddha” adalah menyebut daimoku. “Membaca dan menghafalkan sutra” adalah membaca Bab II Upaya Kausalya dan Bab XVI Panjang Usia Tathagata Saddharmapundarikasutra. “Menyebar bunga” adalah menyumbang kepada Buddha. Hal ini bila dipandang dari sudut pertapaan kita sehari-hari berarti menyumbang daun Syikimi (daun hijau) di hadapan Buddha (Gohonzon). “Mempersembahkan dupa” adalah melakukan syoko, juga jelas termasuk membakar dupa di hadapan Gohonzon. Perilaku menyumbang seperti ini kelihatannya menyumbang kepada Buddha secara sepihak dari umat. Akan tetapi karena yang disebut Buddha adalah Hukum Saddharma yang ada di dalam dada umat, maka menyumbang kepada Gohonzon maupun segala perbuatan yang berhubungan dengan perilaku ini, masing-masing dapat menjadi tumpukan akar kebaikan atau karunia kebajikan dalam sekejap perasaan hati kita. Hal ini ditunjukkan lebih jelas di dalam Surat kepada Abutsu-bo, “Abutsu-bo adalah stupa pusaka, stupa pusaka adalah Abutsubo” (Gosyo Zensyu hal. 1304). Dengan demikian dibabarkan bahwa satu badan Abutsu-bo itu sendiri adalah Saddharma (Stupa Pusaka). Kemudian
80
Samantabadra | Oktober 2017
dikatakan pula, “Kelihatannya menyumbang kepada Stupa Pusaka Tathagata Prabhutaratna, namun sebenarnya bukan demikian, melainkan menyumbang kepada badan kita sendiri”.
11
Dalam Sutra Nama Suci dibabarkan, “Kalau mencari kesadaran dari para Buddha pada sekejap perasaan hati pelaksanaan umat, maka umat adalah kesadaran, hidup mati adalah nirvana”. Dan “Kalau perasaan hati umat manusia kotor, maka tanah air tempat tinggalnya juga kotor. Sebaliknya jika perasaan hati umat manusia suci, maka tanahnya pun suci”. Keterangan : Sampai bagian ini telah ditunjukkan bahwa segala hukum tercakup dalam sekejap perasaan jiwa sendiri. Selanjutnya diuraikan bahwa kedua hukum sesat dan sadar juga tercakup dalam sekejap perasaan hati dan pantulan dari sekejap perasaan hati ini dinyatakan menjadi tanah kotor atau tanah suci. Dengan demikian diajarkan pentingnya menggosok sekejap perasaan hati sendiri. Dan yang menjadi hukum pertapaan untuk menggosok sekejap perasaan hati adalah penyebutan Daimoku. Pertama dikutip dua kalimat sutra dari Bodhisattva Vimalakirti yang mengatakan bahwa umat dan Buddha tidaklah berbeda; perbedaannya hanya terletak pada sekejap perasaan jiwa secara nyata. Dan yang dikatakan tanah suci atau tanah kotor bukanlah dua tanah yang berlainan, hanya merupakan pantulan jiwa secara objektif. Berarti, dengan adanya dua keadaan perasaan hati : yang sesat (buruk) dan yang sadar (baik), terdapat perbedaan manusia biasa dan Buddha. Kemudian berdasarkan teori Subyek dan Lingkungan Bukan Dua (Esyo Funi), pada pantulan jiwa timbul perbedaan tanah kotor dan tanah suci. Maka kedua perbedaan yang ada tidaklah menjadi badan yang sesungguhnya. Yang terpenting, karena sekejap perasaan hati merupakan dasar pokok, maka sekejap perasaan hati ini harus dibersihkan dari kesesatan menjadi jiwa yang sadar. Disimpulkan, pokok terpenting adalah penyebutan Nammyohorengekyo. Dapatlah dipahami bahwa kalimat-kalimat ini pada khususnya mematahkan pandangan keliru dianut banyak sekte agama Buddha pada waktu itu. Pandangan keliru itu bersumber dari pemahaman yang salah bahwa umat dan Buddha, tanah kotor dan tanah suci saling terpisah dan berlainan. Akhirnya pandangan yang keliru ini menyatakan bahwa tanah
suci baru tercapai setelah meninggal dan di tanah suci ini manusia diselamatkan oleh Buddha Amitabha. Dengan menggunakan pandangan yang keliru ini sekte Jodo menjadi makmur dan jaya. Sebenarnya pembabaran hukum Semi Mahayana hanyalah merupakan upaya Sang Buddha dalam membimbing umat, tetapi mereka keliru menangkap ajaran ini sebagai ajaran yang sesungguhnya. Kemudian hal ini dipatahkan Niciren Daisyonin dari dasar pokoknya. Yang dikatakan Sutra Nama Suci adalah Sutra Vimalakirti atau resminya disebut Sutra Pembabaran Vimalakirti. Sutra ini dinamakan demikian karena yang menjadi peran utama adalah Vimalakirti, seorang tokoh agama Buddha dari kalangan umat awam. Vimalakirti adalah bahasa Sansekerta, yang bermakna nama suci. Maka sutranya disebut Sutra Nama Suci. Kutipan kalimat pertama adalah salah satu dialog antara Bodhisattva Manjusri dengan Bodhisattva Vimalakirti ketika Beliau mengunjungi Bodhisattva Vimalakirti yang sedang menderita sakit. Pertama, mengenai kalimat, “Kalau mencari kesadaran dari para Buddha pada sekejap perasaan hati pelaksanaan umat”. Dialog antara Bodhisattva Manjusri dengan Bodhisattva Vimalakirti merupakan tanya jawab mengenai filsafat mendasar dari agama Buddha, yakni perihal sunyata. Atas pertanyaan dari Bodhisattva Manjusri mengenai di mana adanya sunyata, Bodhisattva Vimalakirti menjawab seharusnya terdapat dalam 62 pandangan. Selanjutnya Bodhisattva Manjusri bertanya di manakah terdapat 62 pandangan itu. Bodhisattva Vimalakirti menjawab bahwa semua pandangan ini harus dicari dalam kesadaran para Buddha. Kalau demikian, Bodhisattva Manjusri bertanya lagi, di manakah terdapat kesadaran para Buddha. Dijawab bahwa harus dicari pada sekejap perasaan hati pelaksanaan dari seluruh umat manusia. Kalimat tanya jawab yang terakhir inilah yang dikutip dalam surat ini, “Kalau mencari kesadaran dari para Buddha pada sekejap perasaan hati pelaksanaan umat”. Kesadaran, seperti ditunjukkan dalam dialog itu sendiri, biasanya dipikirkan sebagai sesuatu yang melampaui dunia kehidupan manusia sehari-hari dan berada di tempat yang lain. Sekejap perasaan hati pelaksanaan umat yang dikatakan dalam sutra ini sebenarnya berarti sekejap perasaan jiwa mulamula ingin mencari dan kemudian baru bergerak. Dan di situlah terdapat kesadaran para Buddha. Yakni, dengan adanya gerakan sekejap perasaan hati pelaksanaan, umat dapat menyadari dan mengetahui
kesadaran para Buddha. Atau sebaliknya, 62 pandangan kesadaran para Buddha ini menjadi sama dengan kesadaran umat. Titik tolak kesemuanya ini ada pada sekejap perasaan hati umat manusia. Oleh karena itu “umat adalah Bodhi”. Selanjutnya mengenai kalimat Sutra Nama Suci yang dikutip dalam surat ini, “Hidup mati adalah nirvana”. Kalimat ini terdapat dalam tanya jawab antara Bodhisattva Manjusri dan Bodhisattva Vimalakirti pada bagian yang menjelaskan pertapaan para Bodhisattva sehingga mencapai Jalan Buddha. Bodhisattva Manjusri bertanya, “Bagaimanakah agar Bodhisattva dapat menembus dan mencapai Jalan Buddha ? Vimalakirti menjawab, “Jika Bodhisattva berjalan di Jalan ‘tidak ada (hido)’, dengan ini menembus dan mencapai Jalan Buddha”. Dari sudut pandangan hidup biasa, Jalan “tidak ada” ini berlawanan dengan Jalan Buddha. Tetapi dari pandangan sebenarnya, Jalan “tidak ada” ini adalah jalan untuk dapat mencapai Jalan Buddha. Dalam hal ini Bodhisattva Manjusri bertanya, bagaimana Bodhisattva melaksanakan jalan “tidak ada” ini. Vimalakirti menjawab bahwa seorang Bodhisattva, meskipun melakukan lima dosa besar sehingga terjatuh ke dalam neraka penderitaan yang tak terputus-putus, ia tidak ada penderitaan, kesulitan, kemarahan dan kebencian. Meskipun jatuh ke dunia neraka, tidak ada kekotoran dan dosa. Meskipun menunjukkan perbuatan yang penuh hawa nafsu keserakahan, namun terlepas dari bermacammacam keterikatan jiwa. Dengan demikian, kalau dilihat tampaknya bersikap menjalankan Jalan ‘tidak ada’ tetapi sebenarnya dengan itu menjalankan Jalan Buddha. Dan Bodhisattva mewujudkan pelaksanaan menyelamatkan umat yang tersesat, tetapi sebenarnya dengan itu dapat menyelamatkan umat manusia dengan tepat dan benar. Meskipun mewujudkan rupa memasuki bermacam-macam Jalan, dapat mematahkan sebab jodoh tercapainya bermacam-macam Jalan tersebut dan mewujudkan nirvana, tetapi tetap tidak mematahkan dan memutuskan hidup mati. Demikianlah menembus dan mencapai Jalan Buddha dengan menjalankan Jalan ‘tidak ada’. Perkataan dalam jawaban Bodhisattva Vimalakirti ini; “Mewujudkan nirvana, tetapi tetap tidak mematahkan dan memutuskan hidup mati” dikutip dalam surat ini menjadi perkataan “Hidup mati adalah nirvana”. Kemudian mengenai kalimat surat ini yang berbunyi, “Kalau perasaan hati umat manusia kotor, maka tanah air tempat tinggalnya juga
Oktober 2017 | Samantabadra
81
kotor. Sebaliknya jika perasaan hati umat manusia suci, maka tanahnya pun suci”. Kalimat ini berarti, bila tanah Buddha suci, pembabaran hukum di tempat itu juga suci. Jika pembabaran hukum suci, prajna pun suci. Jika prajna suci, sekejap perasaan hati juga menjadi suci; sekejap perasaan hati suci, tanah Buddha juga menjadi suci. Sebagai kebalikan dari jika sekejap perasaan hati suci tanah Buddha pun suci, maka bila melihat tanah Buddha tidak suci, hal ini bukan berpegang pada prajna Buddha, tetapi berpegang pada manusia biasa. Bila didasari prajna Buddha akan dapat melihat bahwa tanah Buddha adalah suci. Dari isi yang diajarkan dalam sutra Vimalakirti, Niciren Daisyonin menyimpulkan bahwa baik yang disebut tanah suci atau tanah kotor, maupun yang disebut Buddha atau umat, semuanya tergantung sekejap perasaan hati umat. Yakni tergantung apakah sekejap perasaan hati umat itu baik, yang berarti sadar (berakar pokok pada prajna Buddha). Atau, apakah sekejap perasaan hati umat itu buruk yang berarti sesat (sekejap perasaan hati umat terlepas dari prajna Buddha). Dan tergantung dari keduanya ini terdapat perbedaan dalam gejala nyata.
12
Sekejap perasaan jiwa sesat adalah cermin gelap yang tidak digosok. Namun, kalau digosok cermin itu akan menjadi cermin terang sifat Dharma yang sesungguhnya. Keterangan : Dengan menggunakan perumpamaan cermin, bagian ini mengajarkan apakah yang seharusnya dilakukan pada sekejap perasaan hati sendiri, dasar pokok dari segalanya. Diajarkan, perasaan hati manusia biasa yang terikat dengan kesesatan adalah “Cermin yang tidak digosok”. Cermin yang kotor dan gelap kalau digosok akan menjadi berkilauan seperti permata yang memantulkan segala gejala dengan jelas. Maka dikatakan, jika jiwa manusia biasa yang sesat digosok akan menjadi jiwa yang sadar dari sifat Dharma. Yang terpenting di sini, baik cermin yang tidak digosok maupun cermin yang berkilauan karena digosok, bukan merupakan barang yang berbeda; tetap barang yang sama. Bukan karena gelap kemudian dibuang dan ditukar dengan cermin yang lain. Jadi gelap atau berkilauan, tetap merupakan badan cermin yang sama. Namun, karena kotor dan gelap tidak dapat memperlihatkan bentuknya, sama sekali tidak dapat berfungsi sebagai cermin. Justru
82
Samantabadra | Oktober 2017
permukaan cermin yang berkilauan dan indah dapat berfungsi sebagai cermin yang dapat memantulkan benda. Demikian pula, baik jiwa manusia biasa maupun Buddha, badan jiwa itu sendiri adalah sama. Adalah keliru bila untuk menuju kepada pencapaian kesadaran Buddha harus membuang jiwa manusia biasa dan mencoba memperoleh jiwa Buddha. Sekalipun demikian, antara keadaan jiwa yang sesat sebagai manusia biasa dan keadaan jiwa yang sadar sebagai Buddha terdapat perbedaan bagaikan langit dan bumi. Seperti cermin yang gelap harus digosok agar menjadi cermin yang terang, maka cara untuk merombak keadaan jiwa kita menjadi kesadaran, juga seharusnya dengan menggosok jiwa kita sendiri. Dan dikatakan bahwa pelaksanaan yang konkrit adalah menyebut daimoku siang dan malam tanpa malas.
13
Apakah arti dari Myo (Sad) ? Itu adalah sekejap perasaan hati sendiri, karena gaib, dikatakan Myo. Gaib berarti perasaan maupun kata-kata tidak dapat menerangkannya. Karena itu dalam mencari sekejap perasaan hati bila dikatakan ’ada’ tetapi tida ada warna atau bentuknya bila dikatakan ’tidak ada’ tetapi dalam hati timbul bermacam perasaan. Maka tidak boleh dipikirkan ’ada’ atau ’tidak ada’ karena keduanya ’ada’ atau ’tidak ada’ tidak dapat menerangkannya. Bukan ’ada’ atau ’tidak ada’ tetapi bagaimanapun ’ada’ atau ’tidak ada’ meluas tersebar kemanapun secara menyeluruh tanpa tertinggal sedikitpun. Badan Sad dari Jalan Tengah Tunggal Sesungguhnya (Cudo Icijitsu) sangat gaib, maka dinamakan Myo (Sad). Keterangan : Pertama-tama diterangkan arti aksara Myo (Sad). Myo berarti sangat gaib, tidak dapat dipikirkan atau dirasakan. Maka dikatakan sekejap perasaan hati kita bukan main gaibnya. Gaib atau Myo dibabarkan sebagai “Perasaan maupun kata-kata tidak dapat menerangkannya”. Meskipun menggunakan perasaan hati, pikiran atau renungan tetap tidak dapat menjangkau pengertian akan hal tersebut. Bagaimanapun berusaha mencari perkataan untuk menerangkan tetap tidak mungkin. “Perasaan... tidak dapat menerangkannya” berarti bagaimanapun memikirkan dan merenungkannya, sebagai manusia biasa tidak dapat mengetahuinya. Kata-kata “tidak dapat menerangkannya” berarti walau telah menyadari dan berkeinginan untuk membabarkan kesadaran ini, tetapi tidak dapat mencari kata yang tepat untuk mengucapkannya.
Selanjutnya diuraikan mengenai kegaiban sekejap perasaan hati. Sekejap perasaan hati kita timbul dan musnah dalam tiap kejap, berputar dan berubah. Bila mencoba menangkap sekejap perasaan hati yang timbul, jika dikatakan ada, seharusnya ada warna atau bentuknya, akan tetapi dalam hal ini tidak ada. Bila dikatakan sekejap perasaan hati itu tidak ada, pada kenyataannya bermacam-macam perasaan hati terus menerus timbul. Maka sekejap perasaan hati itu tidak dapat dipikirkan ada, juga tidak dapat dipikirkan tidak ada. Karena tidak dapat dikatakan dengan dua perkataan ‘ada’ dan ‘tidak ada’, tentu saja kedua hal “ada” dan “tidak ada”, tidak dapat menerangkan kegaiban ini. Demikianlah, sekejap perasaan hati bukan ‘ada’ dan juga bukan ‘tidak ada’. Dapat dikatakan melampaui hal ‘ada’ dan ‘tidak ada’. Kalau begitu, sekejap perasaan hati sama sekali tidak berhubungan dengan hal ‘ada’ dan ‘tidak ada’. Tetapi sebaliknya, sekejap perasaan hati itu ‘ada’ dan juga ‘tidak ada’ yakni semuanya tercakup, luas tersebar ke manapun secara menyeluruh. Dapat dikatakan keadaan sekejap perasaan hati lebih tinggi tingkatannya. Maka disimpulkan bahwa sekejap perasaan hati adalah yang dikatakan “Badan Sad dari Jalan Tengah Tunggal Sesungguhnya”.
14
Sedangkan Hukum sekejap perasaan hati yang sedemikian gaib ini disebut Ho (Dharma).
Keterangan : Kalimat di atas menerangkan mengenai aksara Ho (Dharma) dari kelima aksara Myohorengekyo. Di dalam Hokke Gengi, Mahaguru Tien-tai mengatakan, “Harus mengikuti perasaan hati Sad, ini disebut sebagai Dharma”. Sekejap perasaan hati bukan ‘ada’ dan ‘tidak ada’, juga meluas secara menyeluruh tanpa ketinggalan satu bagian pun. Namun sekalipun Jalan Tengah, sekejap perasaan hati bukan main gaibnya seharusnya ada jalan atau teori kewajaran sebagai pedoman yang harus dipatuhi. Ini adalah Hukum Myohorengekyo. Dari ulasan Mahaguru Tien-tai, dapat diperkirakan bahwa dalam sekejap perasaan hati tercakup 10 dunia, 10 Nyoze (aspek), yang sementara (9 Dunia) dan sesungguhnya (Dunia Buddha), subyek dan lingkungan, jasmani dan kejiwaan, 3.000 gejala ribuan hukum alam semesta. Dengan menunjuk kesemuanya ini, dikatakan sebagai Dharma (Ho). Berarti, keadaan sekejap perasaan hati itu sendiri sangat
gaib, betapapun mencakup 10 dunia, 10 Nyoze, 3.000 gejala dari ribuan hukum. Dan ini terwujud nyata secara tuntas sebagai hukum dari 10 dunia 3.000 gejala. Oleh karena itu, 10 dunia 3.000 gejala hukum dan sekejap perasaan hati yang hanya dapat dikatakan gaib; keduanya tidak terpisah.
15
Untuk menyatakan gaibnya Pintu Hukum ini, sesuai perumpamaan hukum fakta nyata secara tuntas, maka dinamakan Renge (Pundarika). Keterangan : Bagian ini mengulas mengenai Renge (Pundarika) dari kelima aksara Myohorengekyo. Pintu Hukum yang gaib dari Pintu Hukum sekejap perasaan hati yang gaib (Sad) yang sudah diterangkan di atas, melampaui perkataan dan pikiran. Akan tetapi, untuk sedikit mempermudah dalam menerangkan Saddharma yang sangat gaib ini, Buddha menggunakan perumpamaan fakta nyata. Yakni dengan meminjam gejala fakta nyata secara tuntas yang disebut Renge. Maka Renge berarti sekejap perasaan hati yang gaib mencakup 10 dunia, 10 Nyoze, sementara (9 Dunia) dan sesungguhnya (Dunia Buddha). Dari teori mendasar ini khusus mengambil perkataan “sementara dan sesungguhnya”, yakni 9 Dunia adalah Dunia Buddha. Sementara (9 Dunia) yakni sebab; dan sesungguhnya (Dunia Buddha) adalah akibat, sebab dan akibat ini tercakup dalam sekejap perasaan hati. Untuk menyatakan kegaiban ini dibuat perumpamaan. “Ren (buah)” dari Renge adalah sesungguhnya, mengumpamakan akibat. Sedangkan “Ge (bunga)” adalah sementara, mengumpamakan sebab. Hukum kejiwaan bukan hanya sebab dan bukan hanya akibat. Hukum ini mencakup keduanya, sementara sebagai sebab 9 dunia dan sesungguhnya sebagai akibat Dunia Buddha. Maka hukum kejiwaan itu sendiri tak dapat dikatakan hanya sebab atau akibat. Tetapi, kalau sungguh-sungguh diamati sesuai teori, berarti sebab akibat. Yakni kalau dikatakan dari teori kewajaran, perombakan dari sebab 9 dunia hingga akibat Dunia Buddha yang timbul secara nyata pada hukum kejiwaan, maka boleh dikatakan sebagai sebab akibat. Juga berarti dapat memisahkan dan membedakan antara sebab dan akibat.
16
Menyadari Sekejap perasaan jiwa (Issyin) adalah gaib (Sad / Myo). Sebaliknya, mengetahui sekejap
Oktober 2017 | Samantabadra
83
perasaan hati yang lain sebagai Saddharma, disebut Sutra Sad (Myokyo). Keterangan : Bagian ini menerangkan aksara Kyo (sutra) dari kelima aksara Myohorengekyo. Kutipan kalimat di atas berarti sebagai berikut : sesuai keterangan Myohorengekyo terdahulu, diketahui bahwa sekejap perasaan hati adalah Sad, mencakup ribuan hukum, juga mencakup sebab akibat sembilan dunia dan Dunia Buddha. Selanjutnya, perubahan sekejap perasaan hati yang timbul kemudian juga diketahui sebagai Saddharma. Berarti sekejap perasaan hati yang terus berubah-ubah, timbul - musnah berkesinambungan, juga adalah Saddharma. Mengetahui kesemuanya ini dikatakan Sutra Sad. Dalam bahasa Sansekerta, “Kyo” disebut sutra. Kyo berarti benang vertikal yang dapat dibandingkan dengan benang horisontal. Benang vertikal berarti inti pokok yang berkelangsungan dalam ajaran. Dengan arti seperti itu, tulisan-tulisan orang arif bijaksana dinamakan Kyo. Tentu saja aksara Kyo diberikan pada ajaran Buddha Sakyamuni karena Buddha Sakyamuni, guru leluhur pendiri ajaran Buddha adalah orang arif. Karena tepat dengan teori hukum dan tepat dengan bakat umat, dengan perkataan lain adalah sutra yang tepat, maka disebut Kaikyo. Benang vertikal berarti berkesinambungan secara vertikal dari segi waktu. Ini melambangkan teori sesungguhnya selalu menetap dan tidak berubah (Joju Fuhen). Berdasarkan makna tersebut di atas, dari segi waktu secara vertikal, sekejap perasaan hati berputar berubah, timbul dan musnah, timbul dan musnah kembali, berkesinambungan dengan teori Myohorenge. Ini dinamakan Kyo. “Sekejap perasaan jiwa (Issyin)” adalah perasaan hati dari Buddha sendiri. Sedangkan “Sekejap perasaan hati (Icinen)” adalah sekejap perasaan hati umat manusia. Berarti “Kyo (sutra)” adalah pembabaran Buddha bagi umat manusia yang dititipkan pada perkataan. Yaitu dengan perkataan mengajarkan kesadaran Buddha sendiri kepada seluruh umat manusia untuk membimbing mereka hingga berkesadaran sama dengan Buddha. Mahaguru Chang An berkata, “Suara menjadi hal Buddha. Dan ini dikatakan sebagai sutra”. Mengenai hal ini Mahaguru Miao-lo menerangkan, “Suara menjadi hal Buddha berarti semuanya tergantung pada waktu Buddha masih hidup. Tetapi maknanya dapat mengalir terus sampai sesudah Buddha moksya. Maka dinamakan sebagai sutra”.
84
Samantabadra | Oktober 2017
Berati, bunyi suara Buddha adalah hal Buddha. Perilaku mengajar dan membimbing umat manusia merupakan sutra (Kyo). Tetapi hal ini bukan hanya berlaku pada waktu Buddha masih hidup, bunyi suara Buddha ditulis menjadi sutra untuk diteruskan sesudah kemoksyaan Buddha sehingga dapat digunakan untuk membimbing dan mengajarkan umat manusia. Inilah yang dikatakan sutra (Kyo).
17
Hal ini menunjukkan bahwa baik maupun buruk, badan pokok sekejap perasaan hati yang timbul dalam tiap kejap merupakan badan Saddharma. Karena membabarkan kesadaran ini, sutra ini menjadi raja sutra. Karena itu menjadi Jalan Langsung Pencapaian Kesadaran Buddha. Keterangan : Kalimat ini merupakan kesimpulan dari keterangan makna lima aksara Myohorengekyo. Seperti telah diuraikan, Saddharmapundarika-sutra ini dengan jelas membabarkan bahwa sekejap perasaan hati kita, umat manusia, yang berulang kali timbul musnah, baik maupun buruk, tidak lain adalah badan pokok Myohorengekyo. Karenanya merupakan raja dari seluruh sutra. Bagi umat manusia siapapun juga, dengan menyadari bahwa dasar jiwa sendiri adalah Myohorengekyo, langsung mencapai kesadaran Buddha. Karena Saddharmapundarikasutra mengajarkan jalan ini, maka merupakan Jalan Langsung Pencapaian Kesadaran Buddha.
18
Jika sungguh-sungguh percaya pada teori ini secara mendalam, dan menyebut Nammyohorengekyo, pasti memperoleh pencapaian kesadaran Buddha dalam satu kehidupan ini. Keterangan : Seperti telah diuraikan dalam isi surat, jika sungguh-sungguh percaya makna mendalam Saddharma, menerima dan mempertahankannya, pasti dapat mencapai kesadaran Buddha dalam kehidupan kali ini. Keterangan ini memberi dorongan semangat sekaligus menyimpulkan surat ini. Yang dikatakan “teori ini” berarti sekejap perasaan jiwa kita umat manusia mencakup sepuluh dunia 3.000 ribuan hukum alam semesta. Ini adalah Hukum Buddha yang bermakna lima aksara Myohorengekyo. Sungguh-sungguh percaya teori ini secara mendalam dan menyebut Nammyohorengekyo, dikatakan
pasti dapat mencapai kesadaran Buddha dalam satu kehidupan ini. Sebagai bukti perkataan ini dikutip kalimat dari Bab XXI Kekuatan Gaib Sang Tathagata Saddharmapundarika-sutra yang berbunyi, “Setelah kemoksyaan-Ku harus menerima dan mempertahankan sutra ini. Orang ini berada di dalam Jalan Buddha, pasti dapat mencapai kesadaran Buddha. Hal ini tak perlu diragukan lagi”. Kalimat ini berarti, sesudah kemoksyaan Buddha Sakyamuni, di Masa Akhir Dharma, “sutra ini” adalah Saddharmapundarika-sutra yang tersirat, Gohonzon Nammyohorengekyo dari Sandaihiho. Orang yang sungguh-sungguh percaya dan menyebut di dalam
Jalan pertapaan Hukum Buddha ini pasti dapat mencapai kesadaran Buddha. Terakhir dikatakan, “Hal ini tidak boleh sedikitpun diragukan”. Di sini diajarkan bahwa dasar kepercayaan yang sangat penting dikatakan sama sekali tidak boleh ragu-ragu. Selanjutnya sebagai kalimat terakhir dikatakan bahwa hati kepercayaan untuk mencapai kesadaran Buddha dalam satu kehidupan ini tidak lain adalah Nammyohorengekyo. ***
Catatan
Oktober 2017 | Samantabadra
85
86
Samantabadra | Oktober 2017
Oktober 2017 | Samantabadra
87
materi ajaran | forum diskusi
Forum Diskusi
Menggiatkan Syakubuku
1
Memasuki tahapan baru dikatakan kita harus menggiatkan Syakubuku. Apakah yang dimaksud dengan Syakubuku dan mengapa kita harus melakukannya ? Jawab : Dalam pengertian luas, Syakubuku berarti mengajak orang-orang lain menuju kebahagiaan mutlak melalui kepercayaan kepada Gohonzon dari Sandaihiho. Syakubuku adalah suatu tindakan yang didasari oleh sikap maitri karuna, yakni keinginan untuk mengeluarkan orang lain dari penderitaannya dan sekaligus meraih kebahagiaan. Setelah melaksanakan hati kepercayaan dengan sungguh-sungguh kita pasti merasakan karunia kebajikan yang tak terhingga dari Gohonzon. Sudah sewajarnya setiap umat manusia mendambakan kehidupan yang berbahagia. Namun, jarang sekali orang yang dapat merasakan kebahagiaan sepenuhnya. Perhatikan saja orang-orang di sekitar kita. Ada yang kaya raya tetapi keluarganya tidak harmonis. Ada lagi yang sudah miskin, menderita bermacam-macam penyakit, dan sering bertengkar pula. Ada juga keluarga yang dari luar tampaknya rukun, namun di dalamnya penuh dengan berbagai kepalsuan. Bermacam-macam bentuk ketidakbahagiaan tersebut, darimanakah sebab pokok perasaan tidak bahagia itu ? Jika ditinjau secara mendalam, semua ketidakbahagiaan bersumber pada filsafat hidup yang diyakininya. Filsafat yang tidak mengajarkan bahwa manusia bertanggung jawab atas nasibnya sendiri membuat manusia menderita. Filsafat seperti itu menyebabkan orang mencari 88
Samantabadra | Oktober 2017
perlindungan kepada hal-hal yang berada di luar dirinya sendiri. Selain itu, orang juga akan menyalahkan hal-hal yang ada di sekitarnya. Sikap hidup seperti ini pada akhirnya hanya akan membuat orang berputar-putar dalam kesulitannya tanpa pernah mencari penyelesaian secara tuntas. Secara gamblang dapat kita ambil contoh sebagai berikut. Sebagian orang percaya bahwa ada hari-hari baik dan ada hari-hari buruk. Untuk mengetahui hari-hari yang buruk orang perlu mencari petunjuk, entah kepada manusia entah kepada buku. Bayangkan apa jadinya bila di abad modern ini banyak orang yang percaya akan hal ini. Mungkin transaksi bisnis tidak akan berjalan dengan lancar, jadwal keberangkatan kendaraan umum kacau balau, berbagai kegiatan dapat dibatalkan secara tiba-tiba. Alangkah kacaunya kehidupan ini ! Meskipun demikian, tetap saja ada orang yang percaya kepada hal-hal yang tak masuk akal seperti ini. Orang seperti ini penuh dengan keragu-raguan. Ia tak pernah percaya kepada dirinya sendiri. Akhirnya, apapun yang dikerjakan akan menjadi berantakan. Dan pasti ia jatuh dari satu kesulitan menuju kesulitan yang lain. Semuanya itu bersumber pada filsafat sesat yang diyakininya. Kebahagiaan sejati hanya dapat diperoleh dengan bangkitnya jiwa Buddha yang terpendam di dalam jiwa setiap orang. Jiwa Buddha ini hanya dapat dibangkitkan lewat penyebutan Nammyohorengekyo dari Sandaihiho di hadapan Gohonzon dan melaksanakan hati kepercayaan sesuai dengan ajaran Buddha Niciren Daisyonin. Ketika dianjurkan untuk percaya kepada Gohonzon, pada umumnya kita sedang berada
dalam penderitaan. Setelah melaksanakan hati kepercayaan dengan tekun, kita pasti dapat menghadapi kesulitan yang ada dengan tabah dan bahkan dapat mengatasi semuanya serta mempunyai harapan yang cerah dalam hidup ini. Perubahan yang terjadi itu merupakan hasil dari bangkitnya jiwa Buddha yang ada dalam diri kita. Pada Masa Akhir Dharma sekarang ini adalah waktunya Hukum Agung Nammyohorengekyo tersebarluas di seluruh dunia. Hal ini telah dinyatakan oleh Buddha Sakyamuni dalam Bab 23 Saddharmapundarika-sutra, Bab Bodhisattva Baisyajaraja, “Dalam kurun waktu lima ratus tahun kelima setelah kemoksyaanKu, laksanakanlah penyebarluasan dan jangan biarkan terhenti arusnya”. Buddha Niciren Daisyonin juga telah meramalkan kepastian akan hal ini dalam Surat Syoho Jisso. “Pada mulanya hanya Niciren seorang diri menyebut Nammyohorengekyo. Tetapi kemudian dua, tiga dan ratusan ribu orang akan turut menyebut dan mengajarkan orang-orang lainnya. Demikian pula di kemudian hari sama halnya. Pada waktu Kosenrufu seluruh negeri Jepang (dunia) akan menyebut Nammyohorengekyo. Sedemikian pastinya seperti memanah bumi yang tak akan meleset”. Dengan demikian sudah merupakan kepastian bahwa Hukum Nammyohorengekyo akan tersebarluas pada Masa Akhir Dharma sekarang ini. Hal ini tidak perlu diragukan sedikitpun. Ramalan para Buddha telah memastikan bahwa Hukum Nammyohorengekyo akan tersebarluas di Masa Akhir Dharma ini. Dengan demikian orang-orang di Masa Akhir Dharma mempunyai jodoh untuk percaya kepada Hukum Nammyohorengekyo. Kita tidak perlu raguragu memberitahu orang lain untuk percaya kepada ajaran Buddha Niciren Daisyonin ini, karena mereka pasti mempunyai jodoh untuk percaya. Memang, ada orang yang jodohnya dekat dengan Gohonzon sehingga dapat segera percaya ketika diberitahu. Sebaliknya, ada juga orang yang sukar untuk percaya, bahkan bersikap menentang ketika diberitahu keagungan Hukum Nammyohorengekyo. Apapun reaksi orang tersebut, jangan ragu-ragu untuk melakukan
Syakubuku. Baik orang tersebut segera percaya maupun menentang, ia pasti berjodoh dengan Gohonzon. Meskipun sekarang ia belum percaya, suatu saat ia pasti percaya. Jiwa Buddha yang terpendam dalam dirinya telah bergetar ketika ia mendengar Hukum Nammyohorengekyo. Jika telah matang, orang tersebut pasti menyatakan kepercayaannya kepada Gohonzon. Dengan demikian, hendaknya kita tidak putus asa jika orang yang kita Syakubuku sulit sekali untuk percaya kepada Gohonzon. Karunia kebajikan memberitahu Hukum Nammyohorengekyo kepada orang lain tidaklah terkira. Baik orang yang kita Syakubuku mau menerima ataupun belum mau menerima Gohonzon, kita tetap memperoleh karunia kebajikan jika memberitahu Hukum Nammyohorengekyo. Zaman saat kita hidup sekarang ini adalah zaman yang penuh dengan kesulitan. Resesi ekonomi yang telah berlangsung selama beberapa tahun agaknya akan semakin berat. Penyakit-penyakit yang dulu tak pernah didengar sekarang harus dihadapi manusia. Peperangan atau kerusuhan yang terjadi di berbagai negara di dunia ini bukan tak mungkin terjadi di negara tercinta ini. Benar-benar zaman ini adalah zaman yang keruh, penuh dengan lima racun, yakni keserakahan, kemarahan, kebodohan, kesombongan dan keragu-raguan. Pasti banyak orang yang menderita karena hanyut dalam kekejaman arus zaman yang keruh ini. Dalam keadaan zaman yang sekeruh apapun, orang yang dapat membuka jiwa Buddhanya pasti hidup penuh dengan kebahagiaan. Semakin banyak orang yang dapat membuka jiwa Buddhanya akan semakin menggetarkan jiwa Buddha dari tempat tinggalnya. Tempat tinggalnya akan menjadi Tanah Buddha, yaitu tanah yang jauh dari malapetaka. Mengingat besarnya pengaruh getaran jiwa Buddha ini kepada tanah air tempat kita tinggal, tak diragukan lagi bahwa Syakubuku sudah seharusnya kita lakukan. Yakinlah kita kepada petuah emas Buddha Niciren Daisyonin, “Karena Hukumnya agung, manusianya menjadi luhur dan tanahnya menjadi Tanah Buddha”. Oktober 2017 | Samantabadra
89
2
Ketika Syakubuku, seringkali ditemukan kesulitan dalam hal melepaskan filsafat sebelumnya. Bagaimanakah sikap kita agar orang tersebut dapat menerima Gohonzon tanpa kompromi? Jawab : Masalah yang ditanyakan ini merupakan hal yang amat mendasar dalam hati kepercayaan Niciren Syosyu. Kepercayaan kita mutlak hanya kepada Gohonzon dari Sandaihiho, tidak lagi kepada bermacam-macam pusaka pemujaan lainnya. Inilah prinsip Ekabuddhayana. Prinsip ini bukan dibuat oleh Buddha Niciren Daisyonin. Jangan Anda salah mengira bahwa Buddha Niciren Daisyonin sedemikian fanatik tanpa dasar yang kokoh. Apapun yang dikemukakan Beliau pasti berdasarkan maitri karuna dan mempunyai dasar ajaran yang jelas. Prinsip Ekabuddhayana berasal dari Saddharmapundarika-sutra yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni. Dalam sutra tersebut dijelaskan bahwa surat ini hanya dibabarkan kepada orang yang hanya mencari jalan kebuddhaan dan membuang ajaran-ajaran sementara lainnya. Jadi, dalam sutra tersebut jelas bahwa kepercayaan kepada sutra tersebut adalah tunggal. Saddharmapundarika-sutra adalah sutra yang terunggul karena menjelaskan tentang pencapaian kesadaran Buddha bagi manusia. Dalam sutra ini seluruh ajaran yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni telah tercakupi. Gohonzon adalah pusaka pemujaan yang bulat sempurna, dalam arti mencakupi seluruh karunia kebajikan para Buddha. Dengan demikian kita tidak perlu lagi memuja para Buddha lainnya, karena seluruh Buddha, Bodhisattva, maupun Dwiyana telah tercakup di dalam Gohonzon. Kepercayaan penuh kepada Gohonzon secara tunggal sajalah yang akan mendatangkan karunia kebajikan yang sesungguhnya. Sama halnya dengan meminum obat yang manjur. Obat yang mujarab tidak perlu ditambah dengan bermacam-macam obat lainnya, karena dalam obat tersebut telah terkandung semua unsur yang diperlukan. Jika tetap meminum bermacam90
Samantabadra | Oktober 2017
macam obat di samping obat manjur tersebut malahan akan menghasilkan efek samping yang tidak diharapkan. Yang jadi permasalahan adalah bagaimana menyampaikan hal ini kepada para calon anggota. Sebelum seseorang yakin kepada Gohonzon dari Sandaihiho ia pasti mempunyai filsafat lainnya. Kebanyakan orang tidak merasa berat untuk membuang kepercayaannya yang lama, melainkan berat kepada hal-hal sampingan yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Misalnya, khawatir ikatan persaudaraan menjadi renggang, merasa sayang kepada benda warisan leluhur, tidak mendapat warisan dan lain sebagainya. Hendaknya hal-hal seperti ini dapat dipahami dengan baik terlebih dahulu. Namun demikian, tidak berarti kita menjadi kompromi karena memahami permasalahan orang tersebut. Justru dengan adanya pemahaman yang mendalam kita dapat memberi bimbingan yang penuh dengan kehangatan. Tanpa memahami keterikatan orang pada hal-hal seperti itu kita cenderung bersikap otoriter, memaksakan pendapat sendiri secara sembarangan. Untuk hal-hal yang mendasar seperti ini tak sedikitpun kita boleh kompromi. Bagaimanapun juga, kita harus menunjukkan secara tegas bahwa hati kepercayaan seharusnya hanya kepada Gohonzon. Mungkin ada yang berpikir, “Untuk permulaan biarkan saja orang itu mempunyai dua kepercayaan. Lama kelamaan ia tentu dapat membandingkan bahwa Gohonzon lebih unggul�. Sikap seperti ini agaknya keliru. Jika semenjak permulaan kita tak dapat bersikap tegas, maka pada akhirnya orang tersebut tidak akan dapat merasakan kekuatan Gohonzon yang sebenarnya. Ada pula yang berpendapat, “Kita tak mungkin dapat mengajak orang lain percaya kepada Gohonzon jika kita bersikap terlalu keras�. Inipun pendapat yang kompromi. Kita harus yakin, pada zaman sekarang ini tak ada cara lain untuk menyelamatkan orang kecuali dengan percaya kepada Hukum Nammyohorengekyo. Sekarang adalah saatnya Hukum Nammyohorengekyo tersebarluas, sehingga siapapun pasti dapat percaya. Jika kita tidak bersikap tegas, orang
itu tak akan terlepas dari kesulitan secara tuntas. Ia tak dapat mencabut penderitaan dari akarnya. Dalam membuat sesuatu, jika dari permulaan tidak diawali dengan baik maka akan sukar untuk mengerjakannya secara benar. Apalagi bila harus memperbaiki lebih sukar daripada membuat sesuatu yang baru. Oleh karena itu, hendaknya dari permulaan mengajak orang mengikuti hati kepercayan ini kita dapat menunjukkan sikap yang seharusnya secara tegas. Meskipun demikian dalam menyampaikan ketegasan ini diperlukan kebijaksanaan. Kita memerlukan prajna Buddha. Hendaknya dipertimbangkan secara mendalam mengenai keadaan orang tersebut serta keadaan kehidupannya. Kita tak boleh menyamaratakan perlakuan kepada semua orang. Pada intinya kita tetap berpegang teguh pada untuk tidak kompromi, tetapi penyampaiannya harus penuh toleransi. Dan hendaknya, membimbing secara berkesinambungan sampai orang tersebut dapat melaksanakan hati kepercayaan yang sebenarnya. Untuk bersikap tegas, pertama-tama hati kepercayaan kita kepada Gohonzon juga harus tegas. Kita sendiri yakin bahwa kepercayaan kepada Gohonzon adalah Ekabuddhayana. Tanpa keyakinan seperti ini, kita tak dapat membimbing orang lain untuk menjalankan hati kepercayaan yang sebenarnya. Pelaksanaan hati kepercayaan kita sendiri hendaknya sesuai dengan kehendak
Sang Buddha. Berbagai filsafat sesat yang masih memenuhi jiwa harus kita kikis habis. Kita terus berjuang untuk senentiasa memunculkan sifat maitri karuna yang ada dalam diri kita. Dalam setiap hari kita merasa gelora semangat hati kepercayaan kepada Gohonzon. Dari pelaksanaan hati kepercayaan yang mantap seperti ini kita dapat merasakan karunia kebajikan Gohonzon dari dasar hati. Rasa syukur dan terima kasih dapat percaya kepada Gohonzon dalam hidup kali ini ingin kita bagi kepada orang lain. Orang lain juga dapat merasa bahagia seperti yang kita rasakan, jika ia percaya kepada Gohonzon. Jika kita benar-benar menginginkan orang lain merasa bahagia yang sesungguhnya, pasti doa yang penuh dengan kesungguhan hati kita kirim kepada orang tersebut. Getaran maitri karuna ini pasti akan diterima oleh orang tersebut sehingga jiwa Buddhanya akan terbuka. Dengan adanya sikap maitri karuna yang tulus, tanpa dibuat-dibuat, kita pasti dapat menyampaikan bahwa kepercayaan kepada Gohonzon harus tunggal. Tanpa kepercayaan sepenuhnya kepada Gohonzon kita tak dapat merasa kebahagiaan yang sesungguhnya. Siapa yang tidak mau merasa bahagia secara sempurna? Siapapun mau. Pasti orang tersebut rela melepaskan keterikatannya kepada hal-hal yang berkaitan denghan filsafat lama. ***
Catatan
Oktober 2017 | Samantabadra
91
fokus
“Hawa nafsu adalah kesadaran”
(bonno soku bodai) adalah salah satu prinsip Buddhisme Niciren Syosyu yang menjelaskan bahwa dua hal yang kelihatannya bertentangan sesungguhnya saling berkaitan dan tidak bisa berdiri sendiri. Prinsip serupa dalam konteks berbeda terdapat pada keterkaitan manusia dan lingkungan (esyo funi), dan hidup-mati adalah nirwana (syoji soku nehan). Yang dimaksud “hawa nafsu” dalam prinsip “hawa nafsu adalah kesadaran”, merujuk pada perasaan jiwa manusia yang dapat mendatangkan penderitaan baginya, seperti kemarahan, keserakahan, kebencian, arogansi, egois, dan sifat-sifat buruk lainnya yang mencerminkan kemelekatan pada hal yang fana. Manusia membutuhkan hawa nafsu (hasrat, keinginan-keinginan) untuk bertahan hidup; makan, minum, bereproduksi,
92
h a w a n a f s u adalah
berinovasi, dan lain-lain. Hawa nafsu yang dimaksud dalam prinsip “hawa nafsu adalah kesadaran” adalah hawa nafsu yang tereksploitasi sehingga mengakibatkan mudarat. Sedangkan “kesadaran” mengacu pada perasaan jiwa manusia yang dapat mendatangkan manfaat dan kebahagiaan bagi dirinya dan orang lain, seperti kasih sayang, welas asih, gembira, senang berbagi, pengendalian diri, dan sifat-sifat baik lainnya yang mencerminkan ketidakmelekatan terhadap hal-hal yang fana. Perasaan jiwa yang baik dan yang buruk secara alamiah ada di dalam diri kita, seperti yang dijelaskan dalam teori filsafat jiwa icinen sanzen, ada sepuluh tingkatan
perasaan jiwa manusia dari yang paling rendah (perasaan jiwa neraka) hingga yang paling luhur
kesadaran Samantabadra | Oktober 2017
(perasaan jiwa Buddha). Ketika perasaan jiwa kita berada dalam kondisi yang buruk (secara umum ada pada perasaan jiwa dunia neraka, kemarahan, dan kebinatangan, secara khusus ada pada perasaan jiwa selain dunia Buddha), hal tersebut mengacu pada kondisi di mana diri kita cenderung dikendalikan oleh hawa nafsu atau keinginankeinginan yang bersifat egois; mementingkan diri sendiri. Ketika kita “sadar”, perasaan jiwa kita berada pada tingkatan dunia Buddha. Teori sepuluh dunia icinen sanzen telah menjelaskan bahwa tiap perasaan jiwa, mencakupi sepuluh perasaan jiwa lainnya. Prinsip “hawa nafsu adalah kesadaran” menjadi relevan karena “hawa nafsu” dan “kesadaran” saling mencakupi; mereka adalah satu. Meniadakan atau membuang salah satunya berarti meniadakan yang lainnya juga, yang mana tidak mungkin. Oleh karena itu, dalam menyikapi sifat buruk diri kita, yang harus kita lakukan adalah menerimanya. Dalam bahasa Inggris, we need to embrace it.
mena yang terjadi di sekitar kita dengan prajna kebijaksanaan dunia Buddha (yang hanya bisa muncul melalui hati kepercayaan yang tulus dan penyebutan Nammyohorengekyo sepenuh hati). Kita bisa menyelaraskan “hawa nafsu” yang kita miliki dan menjadikannya sebagai bahan bakar untuk memunculkan “kesadaran” (kebuddhaan). Ketika kita dapat menghayati Nammyohorengekyo sebagai landasan kehidupan kita, artinya kita waspada terhadap pikiran, ucapan, dan perbuatan kita agar senantiasa berada dalam kondisi “sadar” (kebuddhaan). Ketika kebuddhaan menjadi landasan atau fondasi berpikir kita, maka kadar “hawa nafsu” kita secara alamiah akan menyesuaikan sesuai kebutuhan. Porsinya pas untuk menunjang “kesadaran” dan membuat diri kita dan orang lain turut merasakan kebahagiaan (dari dunia Buddha). Kekuatan Nammyohorengekyo adalah positif dan kreatif. Penyebutan Nammyohorengekyo memberikan “petunjuk arah” kepada hawa nafsu kita agar berfungsi secara optimal untuk mewujudkan nilai positif Kuncinya Nammyohorengekyo dan kebahagiaan bagi semua. Untuk menerima diri kita apa Sampai di sini, kita sudah haadanya ternyata tidak mudah. rus memahami bahwa diri kita Butuh proses yang panjang secara utuh memiliki “kesesabahkan hingga seumur hidup. tan” dan “kesadaran” yang saDi sinilah peran Nammyoma-sama bersumber dari badan horengekyo. Buddha Niciren pokok diri kita. Pada dasarnya menjelaskan bahwa getaran tidak ada orang jahat atau dari hati kepercayaan dan peorang baik. Manusia menjadi nyebutan Nammyohorengekyo orang jahat karena badan pokok sesungguhnya membantu kita dirinya dikuasai oleh kesesatan dalam menerima kenyataan, sehingga kesadarannya tengmelihat segala gejala atau feno- gelam, begitupun sebaliknya bagi orang baik.
Kesultan adalah (juga) Kesadaran Di dalam gosyo “Hawa Nafsu adalah Kesadaran”, Buddha Niciren menjelaskan bahwa kesulitan dan tantangan yang dihadapinya selama hidup sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra, adalah penting dan dibutuhkan sebagai jodoh untuk mewujudkan kesadaran Buddha. Peristiwa pemenggalan kepala di Tatsunokuchi (yang gagal karena meteor jatuh), merupakan titik tolak Buddha Niciren untuk mewujudkan pendirian yang sesungguhnya sebagai Buddha pokok di masa akhir dharma (hossyaku kempon). Tanpa kesulitan dan tantangan yang begitu berat, mungkin tidak terjadi peristiwa hossyaku kempon dan perwujudan Dai-Gohonzon dan Nammyohorengekyo. Pelajaran yang bisa kita peroleh dari sikap hidup Buddha Niciren tersebut adalah, bahwa kesulitan dan penderitaan adalah bagian yang tak terpisahkan dari hidup, jangan ditolak. Penolakan malah akan mendatangkan derita yang lebih mendalam. Proses pembelajaran baru bisa menjadi kebijaksanaan apabila perasaan jiwa kita luhur. Itulah mengapa penting untuk menjalankan daimoku dan gongyo di depan Gohonzon, agar perasaan jiwa kita meningkat hingga dunia Buddha. Gohonzon adalah jodoh terbaik untuk memunculkan itu. Dengan demikian, kita akan mampu mengambil hikmah baik dari segala peristiwa dan terus maju dalam hidup. (Sam) Oktober 2017 | Samantabadra
93
BIJAK MENGGUNAKAN
MEDIA SOSIAL Satu Gawai (Tidak) Cukup Bagi masyarakat yang tinggal di kota besar, hampir semua orang memiliki gawai atau telepon genggam. Tidak sedikit yang memiliki lebih dari satu gawai. Jika dalam satu gawai memiliki dua kartu sim (sim card), seseorang dengan dua gawai saja bisa menggunakan empat nomor sim. Pastinya pengeluaran untuk pulsa menjadi lebih besar yang dapat berarti pemborosan. Ada baiknya kita pikirkan kembali seberapa efektif jumlah gawai atau nomor telepon genggam yang kita perlukan. Bisa jadi sesungguhnya kita hanya memerlukan satu gawai yang mampu memuat dua kartu sim; satu untuk keperluan telepon, satunya lagi untuk keperluan internet/data (operator tertentu menawarkan paket data yang lebih murah dibanding yang lain, dan nomor utama yang dipakai telepon sudah banyak yang tahu, misalnya). Gawai kedua dan seterusnya mungkin bersifat pemborosan, hanya untuk bermain game, atau menjelajah media sosial.
94
Samantabadra | Oktober 2017
Mengoptimalkan Fungsi Media Sosial Semua orang yang memiliki telepon genggam pintar (smart phone), pasti memiliki akun media sosial, apapun itu; mulai dari whatsapp, facebook, instagram, youtube, twitter, line, dan lain sebagainya. Tujuan utamanya tentu untuk berkomunikasi dengan orang lain dan mengukuhkan eksistensi kita sebagaimana yang kita inginkan. Whatsapp atau line lebih berfungsi kepada media obrolan langsung (chatting), sedangkan facebook, instagram, youtube, atau twitter lebih kepada media pencitraan diri karena memungkinkan kita untuk mengunggah konten tulisan, foto, dan video yang biasanya bertujuan untuk menunjang citra positif status sosial kita. Fungsi media sosial ternyata tidak sebatas pada sarana komunikasi pencitraan kita. Kita dapat memanfaatkannya untuk berjualan (bisnis), mengelola konten kreatif yang dapat menghasilkan uang (youtuber, celebgram), menyebarkan pemikiran-pemikiran positif seputar isu sosial yang sedang
berkembang (bersifat altruisme, mengutamakan kesejahteraan orang lain/umum di atas kepentingan pribadi), atau mengelola konten untuk kepentingan kelompok atau organisasi (pro sosial). Begitu banyak peluang tercipta dari kemajuan teknologi internet dan turunannya. Namun ibarat pedang bermata dua, dampaknya bisa positif atau negatif, tergantung kita sebagai penggunanya. Akun facebook misalnya, bisa dimanfaatkan sebagai media penyebar konten kebohongan (hoax), atau sebaliknya bisa dimanfaatkan sebagai media penyebaran dharma Buddha. Perkembangan media dan teknologi baru bisa muncul kapan saja, dan kita harus selalu terbuka terhadap perkembangan kebaruan itu agar mampu memanfaatkan peluang-peluang di era kebebasan informasi seperti sekarang. Pandai, Cerdas, dan Bijak Bermedia Sosial Dalam menggunakan media sosial (facebook, instagram, whatsapp, twitter, dan seb-
wawasan againya), kita perlu menyikapinya secara pandai, cerdas, dan bijak. Pandai berarti memiliki ilmu pengetahuan. Cerdas berarti inisiatif, kreatif, dan inovatif agar bermanfaat bagi diri kita dan orang lain. Cerdas dalam bermedia sosial berarti mampu mengelola dan memanfaatkan teknologi internet secara baik dan tepat guna. Bijak berarti memiliki kemampuan yang memadai untuk menentukan konten mana yang baik dan mana yang buruk dalam bermedia sosial dengan modal ilmu pengetahuan yang dimiliki. Hal ini dapat dilatih dari pengalaman dan membiasakan diri untuk saring sebelum sharing. Perilaku berikut ini harus dihindari dalam bermedia sosial karena merugikan masyarakat juga bertentangan dengan hukum: - Produksi dan share konten yang isinya memutar balikan fakta atau kebohongan (hoax). Kegiatan ini sudah semakin terorganisir (tidak hanya perorangan), terbukti dengan terungkapnya kelompok Saracen yang menjadikan hal ini sebagai bisnis. - Share konten yang sifatnya pribadi (mengarah ke pornografi). - Menjadi buzzer (penyebar) konten kebohongan dan kebencian. - Bullying (mengejek, mengintimidasi) melalui komentar-komentar atau unggahan status. Hal ini dapat berkembang menjadi adu domba yang menyebabkan konflik sosial.
penggunanya adalah anak-anak di bawah 17 tahun.
Ancaman dan Tantangan terhadap Keamanan Informasi Perkembangan teknologi informasi yang kian pesat, di samping menyediakan berbagai kemudahan juga menimbulkan banyak tantangan. Konten informasi bisa diakses dengan mudah terlepas dari kebenaran dan kredibilitas sumber informasi tersebut. Oleh karena itu, kita dituntut untuk memiliki “filter� diri yang layak sehingga mampu menyaring informasi yang baik dan bermanfaat bagi diri kita dan orang lain. Luangkan waktu untuk mencari tahu kebenaran suatu informasi sebelum menyebarkannya. Selain kemampuan menyaring informasi, kita juga perlu mengembangkan perilaku yang bijak agar tidak mudah menyebarkan informasi yang kita terima. Kita harus mencermati sumber-sumber informasi tersebut, misalnya alamat situs jejaringnya. Untuk konten-konten berita, sebaiknya kita merujuk pada situs atau portal berita nasional yang kredibel. Situs berita dengan alamat yang panjang atau mengandung .blogspot.com biasanya harus dikroscek lagi kebenarannya. Selalu ingat, saring sebelum sharing. Tidak hanya mulutmu, sekarang jarimu juga adalah harimaumu. Begitu kita menyebarkan konten informasi yang salah, sesungguhnya kita sudah turut andil dalam kejahatan siber. Kerugian materi yang diakibatkan oleh kejahatan Selain bullying, ada satu juga yang menjadi siber pun bisa lebih besar daripada kejahatan di permasalahan jaman sekarang, yaitu pornografi dunia nyata. yang juga dikategorikan sebagai jenis narkoba Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memiliki baru (new drug). Efek pornografi terhadap otak divisi khusus yang menangani kejahatan siber sama seperti ketika kepala mengalami benturan yang sangat keras. Selain merusak fisik, pornografi (cyber crime), yaitu kejahatan yang dilakukan melalui teknologi/sistem komputer atau jarinjuga menyebabkan ketidakstabilan emosi dan gan internet. Jenis-jenis kejahatan siber meliputi penurunan kemampuan bersosialisasi seseorang hacking/cracking (peretasan), carding (judi on(menjadi anti sosial). line), dan pencurian identitas (phising). Prioritas Walau tanpa mengonsumsi obat, efek dari utamanya adalah menindak aktivitas kejahatan pornografi (melihat konten dan informasi porno), elektronik yang melibatkan transaksi narkoba, dapat memicu keluarnya hormon dophamyn dalam tubuh; efek yang sama ketika kita mengon- prostitusi online, perdagangan manusia, pelanggaran hak cipta, dan penipuan uang. Kontensumsi narkoba yang menyebabkan kecanduan. Hebatnya, konten pornografi dengan mudah dapat konten pornografi, hoax, ujaran kebencian, masuk ke dalam kanal-kanal media sosial di mana provokasi, pemerasan, pencemaran nama baik, Oktober 2017 | Samantabadra
95
riwayat dan yang mengandung unsur pelecehan SARA, dapat dikenakan hukum sesuai perundang-undangan. Di Indonesia, hukum yang mengatur tentang kejahatan siber adalah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik—UU ITE). Penempuhan jalur hukum harus disertai dengan alat bukti (keterangan saksi, keterangan ahli), dan barang bukti (bukti fisik). Di media sosial juga memungkinkan terjadinya praktik bullying atau disebut cyber bullying, yaitu ujaran yang melecehkan dan mengintimidasi seseorang atau institusi tertentu melalui komentar di media sosial. Hal ini tentu tidak bijak dan dapat diperkarakan ke ranah hukum. Oleh karena itu kita harus senantiasa berhati-hati dalam berkomunikasi atau berkomentar melalui media sosial. Jangan seenaknya mengumbar kata-kata kotor atau ujaran-ujaran kebencian. Etika harus tetap dijunjung dalam berkomunikasi lewat media apapun, secara langsung maupun tidak langsung.
akan berujung pada pembandingan diri yang tidak sehat (dia lebih kaya, lebih cantik, lebih bahagia), padahal pencitraan di media sosial belum tentu sesuai dengan realitas. Di sisi lain, rasa keingintahuan kita bisa diarahkan pada hal-hal yang konstruktif, seperti pada minat dan hobi yang mengembangkan ketrampilan (soft skill) kita, atau memperluas wawasan. Saluran “TED Talks� di youtube misalnya, merupakan saluran video inspiratif di mana pembicara-pembicara kompeten di berbagai bidang menyampaikan ide dan gagasan tentang perkembangan bidang tersebut. Ada juga kickstarter.com, situs yang menyediakan ruang bagi inovator untuk mendapatkan sponsor dana untuk menunjang pengembangan produknya. Atau saluran-saluran tutorial memainkan alat musik, seperti gitar, piano, tutorial memasak, belajar bahasa asing, semua dengan mudah dapat diakses di sosial media youtube, facebook, atau instagram. Menggunakan waktu kita untuk melihat Media Sosial: Pencuri Waktu konten-konten sosial media yang positif adalah Tiap manusia pada dasarnya memiliki sumber bermanfaat karena menambah wawasan dan daya yang sama dalam kehidupan, yaitu waktu. ketrampilan kita terhadap suatu hal, sedangSumber daya ini terbatas dan tidak dapat diperba- kan stalking akun instagram artis atau bermain rui, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebaik-bai- game berlebihan sesungguhnya adalah sikap knya untuk kebaikan, karena berbuat baiklah yang yang membiarkan waktu kita “tercuri� begitu akan memberikan rejeki buat kita dan manfaat saja karena hilang tanpa memberikan kontribusi untuk orang lain. apapun bagi kehidupan. Lakukan evaluasi terKita harus pintar mengatur waktu, karena hadap kegiatan yang kita lakukan secara berkala waktu terus berjalan. Menyia-nyiakan waktu sama (harian, mingguan, bulanan), sehingga kita dengan menyia-nyiakan kehidupan. Waktu yang dapat memperbaiki kualitas penggunaan waktu sia-sia adalah waktu yang berlalu tanpa kebahagia- kita dalam hidup. (Sam) an dan manfaat. Memang sifatnya relatif, berbeda (Disarikan dari Materi Kegiatan Pembinaan bagi Pemuda Buddhis dalam Penggunaan Media Online, Bimas Buddha tiap orang, dan kita sendiri yang mendefinisikanKemenag RI oleh peserta dari NSI) nya. Perkembangan media sosial perlu diwaspadai sebagai alat yang mampu menyita perhatian dan konsentrasi kita dalam melakukan aktivitas di dunia nyata. Media sosial mengeksploitasi rasa keingintahuan kita, dan hal ini bisa bersifat positif dan negatif. Tergantung penyaluran kita. Ketika kita menyalurkannya terhadap gosip artis, kehidupan pribadi orang lain (stalking), hal ini tidak mendatangkan kebaikan untuk kita, karena biasanya 96
Samantabadra | Oktober 2017
refleksi
Kebersihan di Vihara
S
ecara umum, tradisi membersihkan vihara NSI oleh umat mulai luntur. Kebersihan vihara tidak lagi dirasakan sebagai tanggung jawab kita sebagai umat. Modernisasi mungkin menjadi salah satu pemicu ditinggalkannya tradisi bebersih ini, seperti di tempat-tempat umum lainnya, kegiatan kebersihan dialihdayakan (outsource) kepada pegawai atau jasa layanan kebersihan. Alasannya karena faktor tingginya kesibukan, waktu dan demi efisiensi. Pada pokoknya, membersihkan vihara merupakan salah satu pertapaan kita, umat Buddha NSI, sebagai ungkapan balas budi kepada sang Triratna dalam kerangka menjaga dan melestarikan vihara rumah Buddha; mulai dari butsudan dan segala kelengkapannya hingga area di sekitarnya. Pada tahun 80-an, di NSI terdapat kelompok “Teratai Putih� yang terdiri dari umat NSI para pemudi karya. Mereka dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan secara bergiliran sesuai jadwal yang telah ditentukan membersihkan Butsuma/Ruang Bhakti Sala mulai dari butsudan hingga lantai di depannya. Setiap sore, sesudah jam kerja kantor, mereka secara berkelompok sudah siap dengan berseragam batiknya dan mulai bebersih. Semangatnya sungguh luar biasa, walaupun baru selesai pulang bekerja dari kantor. Berbeda dengan jaman dulu, umat NSI masa kini tampil lebih penuh perhitungan dengan segala aspek bisnis terkini. Mereka jauh lebih sibuk dibandingkan masa lalu dengan memperhitungkan persaingan bisnis yang jauh lebih ketat dengan semakin banyak pemain di setiap sektor bisnis. Ditambah lagi jumlah vihara yang semakin banyak dan area kebersihan yang semakin meluas. Padahal apabila ada rasa ingin berdana paramita yang tinggi, kita tentu bisa secara konsisten melakukan kebersihan vihara secara berkelompok. Seperti yang dilakukan kelompok Teratai Putih dulu. Tidak terbatas pada pemudi, melainkan melibatkan seluruh elemen umat NSI. Perlulah kita melihat dan mengkaji ulang sisi-sisi keagamaan kegiatan bebersih ini. Pertamatama, mari kita tengok salah satu kutipan terkenal tentang keempat budi yang perlu selalu kita ingat sebagai manusia seutuhnya: Pertama, membalas budi kepada segenap umat manusia, Kedua, membalas budi kepada kedua orang tua kita, Ketiga, membalas budi kepada sang raja, Keempat, membalas budi kepada Triratna (Surat perihal Keempat Budi) Alasan kedua kita perlu sekali bebersih di sekitar altar menyangkut Makna Perlengkapan Butsudan yang pernah diterbitkan Samantabadra kita. Di situ diceritakan persembahan air dan nasi sebagai berikut: Untuk berdana paramitha kepada Gohonzon, kita menyediakan air, nasi, dan lain-lain. Di Niciren Syosyu, menyumbang air ini bukanlah air teh atau air panas. Air yang akan dipersembahkan setiap pagi diambil sebelum orang menggunakannya dan meletakkan satu lembar daun syikimi di dalamnya. Persembahan air di depan Gohonzon diletakkan
Oktober 2017 | Samantabadra
97
sebelum melaksanakan Gongyo Pagi dan diangkat sebelum melaksanakan Gongyo Sore. Persembahan nasi berbeda dengan air karena nasi tidak ditaruh seharian. Pada saat memasak nasi, nasi yang baru dimasak langsung dipersembahkan di depan altar. Kedua macam persembahan ini mewujudkan kesungguhan hati penganut dan keistimewaan sekaligus pengistimewaan persembahan ini: air pertama sebelum penghuni rumah meminumnya dan nasi baru ditanak, bukan nasi semalam yang dipanaskan lagi. Yang terbaik untuk “Buddha�. Ini sikap awal kita ketika ingin mempersembahkan sesuatu ke hadapan sang Buddha. Sikap selanjutnya diterangkan sebagai berikut: Pada waktu mempersembahkan nasi, panjatkan Doa-dalam-Hati ingin menyumbang demi membalas budi dan mengucapkan terima kasih kepada Triratna Pembibitan dan lantunkan Nam-myoho-renge-kyo dan sambil memukul bel 3 kali. Ketika mengangkat nasi, lagi-lagi lantunkan Daimoku 3 kali langsung (3 kali bermakna berdana paramitha kepada Triratna). Jelas sekali di sini, adanya perwujudan fisik penghargaan kepada sang Buddha. Ungkapan penghargaannya ialah ber-sansyo daimoku sebelum dan sesudah meletakkan sesuatu sebagai tanda syukur dan terima kasih kita kepada sang Buddha. Hal ini masih sebagian kecil dari sikap balas budi kita kepada Buddha, Dharma dan Sangha. Dengan begitu, ketika akan melakukan kegiatan kebersihan apapun, setiap pelaku kebersihan ber-sansyo daimoku sebelum dan selesai melakukannya. Contoh: mengelap bagian dalam butsudan, membersihkan meja altar, mengangkat wadah air, ataupun sekadar menggeser pot daun; ketika melakukan salah satunya, wajiblah setiap pelaku kebersihan ber-sansyo daimoku sebelum dan selesai melakukannya. Ketika umat membersihkan altar vihara dan area sekitarnya, kita sesungguhnya mengungkapkan rasa balas budi. Setiap gerakan tangannya dengan segala bahan dan alat yang digunakan untuk kembali mengkilapkan sekitarannya, merupakan ungkapan budinya kepada Buddha Pokok Niciren Daisyonin. Membersihkan vihara merupakan salah satu pertapaan kita, umat Buddha NSI, sebagai ungkapan balas budi kepada sang Triratna dalam kerangka menjaga dan melestarikan rumah Buddha; butsudan dan segala kelengkapannya. Kegiatan bebersih ini bisa insidental, rutin, pribadi, atau berkelompok, terjadwal atau tidak, dalam rangka suatu peringatan/perayaan. Yang diharapkan ialah rutin, berkelompok dan terjadwal, sehingga sekitar butsudan akan asri dan apik hampir bisa dipastikan demikian Sebagai solusi areal dapat terbatas Butsuma/Ruang Bhakti Sala. Umat berfokus diri di sini saja sebagai ungkapan balas budi kepada sang Triratna. Untuk areal selebihnya kita serahkan kepada petugas kebersihan dari luar. Sebagai teladan, saat ini di Vihara Saddharma ada sekelompok umat Bogor bebersih di Vihara Saddharma, Ciapus, pada hari Rabu, setiap dua minggu sekali. Membersihkan vihara merupakan salah satu pertapaan kita, umat Buddha NSI, sebagai ekspresi keinginan berbalas budi kepada sang Triratna dalam kerangka menjaga dan melestarikan vihara sebagai rumah Buddha: mulai dari butsudan dan segala kelengkapannya hingga areal sekitarnya. Perlu kegiatan kebersihan yang rutin,terjadwal,berkelompok sehingga areal sekitar bhakti sala akan senantiasa elok, rapi dan resik. (Kyanne Virya)
98
Samantabadra | Oktober 2017
Kenali Gejala Gangguan pada Tiroid sejak Dini M
engenali bagian tubuh sendiri penting dilakukan. Sebab, jika ada gangguan, itu diketahui sejak awal sehingga tak memicu komplikasi. Salah satu bagian tubuh yang umumnya luput dari perhatian adalah tiroid. Padahal, gangguan tiroid bisa berakibat perubahan pola menstruasi, komplikasi jantung, gangguan mata, retardasi mental pada bayi, hingga kanker. Artis muda, Rachel Amanda, misalnya, saat duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA) tahun 2014 mengalami penurunan berat badan. ”Saat itu senang, dong, berat badan turun, jadi lebih langsing,” ujarnya, Jumat (21/7), di Jakarta. Namun, penurunan berat badan itu disertai pembengkakan leher sehingga mengganggu aktivitas. ”Jantung degdegan, tak kuat berdiri lama,” ujarnya. Setelah periksa ke dokter, ia divonis terkena kanker tiroid.
Sepekan pertama setelah didiagnosis kanker, kondisi psikologis Rachel menurun. ”Paling benci kalau pagi dan malam, saat saya sendirian,” ujarnya. Awalnya ia merasa sendiri dan aneh. Sebab, menurut informasi yang ia terima, mayoritas penderita penyakit itu berusia lebih dari 50 tahun, sedangkan saat itu Rachel berusia 19 tahun. Setelah menjalani operasi dan kuliah, ia berbagi informasi kanker tiroid kepada teman-temannya di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Masyarakat umumnya mengenal istilah penyakit gondok dan penyakit gondong atau gondongan. Keduanya berbeda. Gondong atau gondongan ialah penyakit akibat virus yang menyebabkan kelenjar air liur bengkak. Sementara penyakit gondok adalah kondisi tiroid atau kelenjar gondok bengkak. Benjolan itu naik turun seiring gerakan menelan.
Benjolan itu biasanya tak sakit, kadang disertai gejala sulit menelan, sesak napas, atau suara serak. Kelenjar endokrin terbesar di tubuh manusia terletak di bagian depan leher, berbentuk menyerupai kupu-kupu. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin yang berfungsi meningkatkan metabolisme tubuh, mengatur metabolisme zat gizi, membantu pertumbuhan tulang dan saraf, serta membantu tubuh menghasilkan panas. Kelenjar tiroid Bahkan, menurut Ketua Jakarta Endocrine Meeting 2017 Dante Saksono, hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid ialah satu dari dua hormon yang memungkinkan manusia hidup. ”Peran tiroid penting untuk metabolisme tubuh seperti mengatur gerakan jantung dan membakar kalori,” ujarnya. Farid Kurniawan, ahli endokrin dari Divisi Metabolik Endokrin Oktober 2017 | Samantabadra
99
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaRumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, Jakarta, mengungkapkan, gangguan tiroid berupa gangguan fungsi, benjolan, atau karena kekurangan yodium. Kondisi tiroid menghasilkan hormon berlebihan disebut hipertiroid dan kondisi tiroid
sulit tidur, emosi labil, hingga gelisah. Sejumlah penyakit menyebabkan hipertiroid, terutama graves, penyakit otoimun. Tubuh mengeluarkan antibodi thyroid-stimulating immunoglobulin yang menempel pada reseptor di kelenjar tiroid dan merangsang kelenjar memproduksi hormon tiroid
hipotiroid 0,1-2 persen dan naik sampai 5 persen pada populasi berusia di atas 60 tahun. Hipotiroid ditandai gejala lelah berkepanjangan, berat badan naik, tak tahan dingin, sulit konsentrasi, dan libido turun. Komplikasi hipotiroid meliputi gangguan kolesterol dan trigliserida, serta retardasi mental pada bayi. Terkait benjolan pada
menghasilkan hormon kurang disebut hipotiroid. Benjolan pada tiroid bisa jinak atau ganas disebut kanker tiroid. Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan, berdasarkan gejala, ada 0,4 persen penduduk Indonesia terkena hipertiroid. Hipertiroid meningkatkan metabolisme sehingga jantung berdebar, tangan gemetar,
berlebihan. Hipertiroid bisa menyebabkan gangguan mata, krisis tiroid, gangguan irama jantung, hingga penyakit jantung tiroid. Sementara hipotiroid disebabkan penyakit otoimun hashimoto, hipotiroid bawaan, pengangkatan kelenjar tiroid, terapi yodium radioaktif, dan radiasi daerah leher. Prevalensi
tiroid, Dante menyatakan, itu dialami sekitar 20 persen populasi. Tak semua benjolan bersifat ganas atau kanker. Meski berupa kanker, itu bisa diobati melalui operasi pengangkatan kelenjar tiroid, menekan kanker dengan hormon tiroksin, dan ablasi yodium radiokatif. Hal terpenting ialah deteksi dini dan segera berobat.
100 Samantabadra | Oktober 2017
(Harian Kompas, 25 Juli 2017)
Jadwal Pelatihan Ketrampilan NSI Kelas Make Up dan Rambut Senin Jam 15.00-17.00 Peserta belajar dasar-dasar make up wajah dan rambut, make up sehari-hari dan pesta. Bisa bermanfaat untuk make up diri sendiri dan orang lain.
Kelas Komputer Dasar Rabu Jam 13.00-15.00 Peserta belajar bagaimana mengoperasikan komputer dan memanfaatkan teknologi agar bisa mengikuti perkembangan zaman.
Kelas Memasak Selasa Minggu ke-1 (Pertemuan Ibu) Jam 10.00-12.00 Selasa Minggu ke-2,3,4 Jam 13.00-15.00 Peserta belajar untuk ahli membuat makanan dengan ahli-ahli memasak yang sudah berpengalaman.Â
Kelas Prakarya Kamis Jam 13.00-15.00 Peserta mampu menghasilkan karya-karya kerajinan tangan yang bermanfaat untuk kreativitas dan wirausaha mandiri.
Kelas Bahasa Inggris (kelas diliburkan jika bertepatan dengan kensyu)Â Jumat Jam 10.00-12.00 Peserta melatih kemampuan dasar bahasa Inggris yaitu writing, reading, grammar, listening, dan vocabulary agar bisa berkomunikasi lisan dan tulisan secara fasih. Tempat: Vihara Sadaparibhuta NSI. Jl. Minangkabau Jakarta Selatan.
Dana paramita dapat disalurkan melalui:
Rekening BCA 001 3032 120 atas nama Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia
Anda dapat menyampaikan bukti penyalurannya ke kantor pusat NSI dan menerima tanda terima dana paramita.
Berita Duka Cita R
A
O
S E L
22
A
D
O
G S
R Z
I
O T N
O
R H O M A
23
19
M O N A S
16
17
R A M A
U
C H U O
I
21
N
20
N A
15
N I
N H
J O N I
P
T O K
14
O
B
I R S
18
I
H
I G R N
J
R A M U A N
11
D N
J A N T U N G
S 9
I
J
R U N T U H
A
7
2
3
J K
Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha. Nammyohorengekyo.
D H A R M A D U T A
O
T
A
M
W H
O
A
N
S
S
A
P
12
O
R A U
8
P
P 1
4
Bakti donor mata almarhum Bapak Hendra Gunawan diterima oleh pihak bank mata DKI Jakarta.
E N A M
6
S R
13
Meninggal pada usia 64 tahun 15 Juli 2017 Umat NSI daerah Cengkareng DKI Jakarta
D O N A L D T R U M P
5
E
Bapak Hendra Gunawan
I M U L Y A N
I
10
S
Jawaban TTS Oktober 2017
Oktober 2017 | Samantabadra 101
1 2
3
4
5 6
7 8 1 1
9 2
3 2
10
4 3
5 4
5
11
12 6 6
13
7 7
14
8 8
15
9
10
9
10
16
11
17
12 11
12 13
18
13 14 14 15 15 20
19 16
17 16
17
21 18
22
18
23 19
20 19
20 21 21 22
Mendatar 23
23
2.
Nama lain Jusuf Kalla.
4.
3+3
6.
Mendatar Mentri keuangan Indonesia saat ini. Mendatar
7. 2. Bersatu kitaJusuf teguh, bercerai kita ... Nama lain Kalla. 2. Nama lain Jusuf Kalla. 8. 4. Dikasih 3 + 3 hati, minta ... 4.
3+3
Mentri keuangan Indonesia saat ini. 11.6. 6.Singkatan dari Random Access Memory. Mentri keuangan Indonesia saat ini. Bersatu Amerika kita teguh,Serikat bercerai kita ... 13.7. 7.Presiden ke-45. Bersatu kita teguh, bercerai kita ... Dikasih ksatria hati, minta ... sejak muda sudah mengabdi 14.8. 8.Seorang yang Dikasih hati, minta ... pemerintahan Kamakura, kemudian 11. kepada Singkatan dari Random Access Memory. 11. Singkatan dari Random Access Memory. menjadi Bhikku bernama Jonin. 13. Presiden Amerika Serikat ke-45. 13.
Presiden Amerika Serikat ke-45.
15.14. Waktu ( Istilah Jepang ) Seorang ksatria yang sejak muda sudah mengabdi
14. kepada Seorang ksatria yang sejak muda sudah mengabdi pemerintahan kemudian Negara tirai bambu. Kamakura, kepada pemerintahan kemudian menjadi Bhikku bernama Kamakura, Jonin. menjadi Bhikku bernama Jonin. 19.15. Singkatan dari Monumen Nasional Waktu ( Istilah Jepang ) 15. Waktu ( Istilah Jepang ) 20.16. Judul babtirai X Saddharmapundarika Sutra. Negara bambu. 16. Negara tirai bambu. 22.19. Satuan terkecil makhluk hidup. Singkatan dari penyusun Monumen Nasional 19. Singkatan dari Monumen Nasional 23.20. Raja Dangdut. Judul bab X Saddharmapundarika Sutra. 20. Judul bab X Saddharmapundarika Sutra. 22. Satuan terkecil penyusun makhluk hidup. 22. Satuan terkecil penyusun makhluk hidup. 23. Raja Dangdut. 23. Raja Dangdut.
16.
102 Samantabadra | Oktober 2017
Menurun
22
1.
Pulau terluas ke-2 di dunia.
3.
Salah satu gosyo yang dititipkan Nichiren kepada Toki Jonin yang menguraikan tentang Dai Gohonzon.
Menurun Menurun
1. 5. Pulau terluas ke-2 di dunia. Mata uang negara Belanda. 1. Pulau terluas ke-2 di dunia. 3. Salah satu gosyo yang dititipkan Nichiren kepada Nama lain " Surat Tiga Hukum Rahasia 3.6. Toki Salah gosyo yangMengenai dititipkan Nichiren Joninsatu yang menguraikan tentang Dai kepada Toki Jonin yang menguraikan tentang Dai Agung " Gohonzon. Gohonzon. Sakyamuni yang paling unggul 5. 9. MataMurid uang Buddha negara Belanda. 5. Mata uang negara Belanda. prajnanya. 6. Nama lain " Surat Mengenai Tiga Hukum Rahasia 6. Agung Mengenai Tiga Hukum Rahasia " lain " Surat 10. Nama Boddhisatva yang diterangkan dalam Agung " Saddharmapundarika sutra yang unggul dalam 9. Murid Buddha Sakyamuni yang paling unggul 9. prajnanya. Murid Buddha Sakyamuni yang paling unggul pengetahuan. prajnanya. Kata sandi ( Istilah Inggris ) 10. 12.Boddhisatva yang diterangkan dalam 10. Saddharmapundarika Boddhisatva yang diterangkan sutra yang dalam unggul dalam 17.pengetahuan. Hukum ( Istilah Jepang Saddharmapundarika sutra )yang unggul dalam pengetahuan. TaiInggris yang telah mengarang beberapa 12. 18.KataMurid sandi Tien ( Istilah ) 12. Kata sandi ( Istilah Inggris ) buku keterangan/ karangan Tien Tai. 17. Hukum ( Istilah Jepang ) 17. Hukum ( Istilah Jepang ) 21. Singkatan dari Universitas Gajah Mada 18. Murid Tien Tai yang telah mengarang beberapa 18. buku Murid Tien Tai yang telah Tien mengarang beberapa keterangan/ karangan Tai. buku keterangan/ karangan Tien Tai. 21. Singkatan dari Universitas Gajah Mada 21. Singkatan dari Universitas Gajah Mada
Jadwal Kegiatan Susunan NSI
Bulan Oktober 2017 Tanggal Hari 30‐Sep Sabtu 1 Minggu 2 Senin 3 Selasa 4 Rabu 5 Kamis 6 Jumat 7 Sabtu 8 Minggu
9 Senin 10 Selasa 11 Rabu 12 Kamis 13 Jumat 14 Sabtu 15 Minggu 16 Senin 17 Selasa 18 Rabu 19 Kamis 20 Jumat 21 Sabtu 22 Minggu 23 Senin 24 Selasa 25 Rabu 26 Kamis 27 Jumat 28 Sabtu 29 Minggu 30 Senin 31 Selasa
Jam Kegiatan 17:00 Kensyu Gosyo Umum Kensyu Gosyo Umum 13:00 Pendalaman Gosyo Dharma Duta
Tempat Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Vihara Sadapaributa NSI Lt. 2
19:00 Pendalaman Gosyo Jabotabekcul
Vihara Sadapaributa NSI Lt. 2
19:00 Ceramah Gosyo
Daerah masing‐masing
10:00 10:00 10:00 14:00 19:00 12:00 14:00 19:00 19:00
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 3 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 4 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 1
Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul Pertemuan Anak‐anak Daimoku Bersama Rapat Koordinator Lansia Pertemuan Pelajaran Pimpinan Cabang Pertemuan Pimpinan Ibu Daerah Pertemuan Wanita Umum Pertemuan Wanita Karir Pertemuan Pria Umum
19:00 Pertemuan Cabang
Daerah masing‐masing
10:00 Pertemuan Anak‐anak Daerah 19:00 Pertemuan Pelajaran Pimpinan Anak Cabang
Daerah masing‐masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
14:00 Pertemuan Wanita Daerah 19:00 Pertemuan Pria Daerah
Daerah masing‐masing Daerah masing‐masing
19:00 Pertemuan Anak Cabang
Daerah masing‐masing
06:00 10:00 14:00 19:00
Jl. MH. Thamrin Jakarta Daerah masing‐masing
Gerak Jalan Kerukunan HUT NSI ke 53 Pertemuan Generasi Muda Daerah Pertemuan Lansia Umum Pertemuan Empat Bagian
Daerah masing‐masing
13:00 Pendalaman Gosyo Dharma Duta 19:00 Pertemuan DPD & DPW Jabotabekcul 17:00 Kensyu Gosyo Umum HUT NSI ke 53 Kensyu Gosyo Umum HUT NSI ke 53 Kensyu Gosyo Umum HUT NSI ke 53 Pendalaman Gosyo Dharma Duta
Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
Oktober 2017 | Samantabadra 103
Vihara & Cetya
BALAI PUSAT NSI
Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Residen Abdul Rozak No. 2 RT 45 RW 09 Kelurahan Bukit Sangkal Kecamatan Kalidoni Kota Palembang
PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782 PROVINSI LAMPUNG Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728 PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia
Vihara Vimalakirti Muncul Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969 PROVINSI JAWA BARAT Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034 Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319 Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 28 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851 Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821
104 Samantabadra | Oktober 2017
Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Blok Wanakerta Selatan No. 61 RT 02 RW 09 Kelurahan Tuk Mundal, Sumber Kabupaten Cirebon PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340 Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682 Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201
Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510