Samantabadra U
SAMANTABADRA | MARET 2015 | NOMOR. 254
Foto bersama Ketua Umum NSI dan tokoh lintas agama di halaman gedung MPR-DPR RI pada World Interfaith Harmony Week, Pebruari 2015.
mpama seorang penderita sakit yang membenci dokternya ketika penyakitnya sulit disembuhkan, padahal sebenarnya sang dokter telah memberi obat
mujarab, hanya saja si penderita sakit itu sendiri yang minum racun. Percaya pada Sutra ini berarti menjalankan secara tepat apa yang diajarkan dalam kalimat Sutra tanpa sedikitpun mengikutsertakan pandangan diri sendiri maupun kata-kata orang lain dan tanpa bertentangan dengan seluruh isi
gosyo kensyu SURAT KEPADA NIIKE (lanjutan) liputan KESENIAN NSI DALAM WORLD INTERFAITH WEEK 2015 liputan KETUA UMUM NSI MENANDATANGANI DEKLARASI ANTI-NARKOBA
Saddharmapundarika-sutra. (Surat Kepada Niike) MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
M a r e t
2 0 1 5
03 # 254
Penampilan Marching Band Mandarava NSI pada World Interfaith Harmony Week 2015 di komplek Gedung DPR-MPR RI, Jakarta.
P
rajna ada dua macam; prajna benar dan prajna sesat. Meskipun seseorang tampaknya mempunyai prajna, janganlah mengikuti
ajarannya yang sesat. Begitu juga janganlah mengikuti ajaran seseorang semata-mata karena ia seorang Bhiksu mulia atau berkedudukan tinggi. Meskipun seorang hina dina, bila ia memahami makna Sutra ini, pujalah dan sumbanglah kepadanya seakan-akan ia adalah Sang Tathagata yang hidup. Demikian diajarkan dalam kalimat Sutra. (Surat Kepada Niike)
Penampilan Grup Angklung Gita Pundarika NSI pada World Interfaith Harmony Week 2015 di Gedung DPR-MPR RI, Jakarta.
S
ang Buddha mengajarkan, Sariputra yang paling unggul prajnanya pun dapat menjadi Buddha hanya karena menerima dan
mempertahankan Sutra ini dengan kepercayaan kuat, bukan karena kekuatan akalnya. (Surat Kepada Niike)
Samantabadra Samantabadra SAMANTABADRA | MARET 2015 | NOMOR. 254
daftar isi
Foto bersama Ketua Umum NSI dan tokoh lintas agama di halaman gedung MPR-DPR RI pada World Interfaith Harmony Week, Pebruari 2015.
U
mpama seorang penderita sakit yang membenci dokternya ketika penyakitnya
Maret 2015
Halaman Muka
F
oto bersama grup angklung Gita Pundarika NSI bersama Ketua Umum NSI dan istri di pelataran gedung DPR-MPR RI pada kegiatan World Interfaith Harmony Week 2015. Berita selengkapnya di halaman 13.
sulit disembuhkan, padahal sebenarnya sang dokter telah memberi obat
gosyo kensyu liputan liputan
mujarab, hanya saja si penderita sakit itu sendiri yang minum racun. Percaya pada Sutra ini berarti menjalankan secara tepat apa yang diajarkan dalam kalimat Sutra tanpa sedikitpun mengikutsertakan pandangan diri sendiri maupun kata-kata orang lain dan tanpa bertentangan dengan seluruh isi
SURAT KEPADA NIIKE (lanjutan) KESENIAN NSI DALAM WORLD INTERFAITH WEEK 2015 KETUA UMUM NSI MENANDATANGANI DEKLARASI ANTI-NARKOBA
Saddharmapundarika-sutra. (Surat Kepada Niike) MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Ketua Dharma NSI Dharma Duta
LIPUTAN Peran Serta NSI dalam Interfaith Week 2015 KU NSI Membuka Gerak Jalan Kerukunan HAB-69 Perkenalan Pengurus Baru Hikmahbudhi KU NSI Menandatangani Deklarasi Anti-Narkoba
2 5 11
13 16 17 18
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
M a r e t
2 0 1 5
03 # 254
Forum Diskusi Tanya Jawab Tentang Hukum Agama Buddha
REFLEKSI Masa Muda: Dulu dan Kini
36 40
RESEP Kue Nastar
44
JADWAL KEGIATAN
45
VIHARA DAN CETYA NSI
46
13
16
MATERI AJARAN Gosyo Kensyu Surat kepada Niike (bag. 2) 19 Gosyo Cabang Surat kepada Nambu 30 Rokuro
18 Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami di : Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia
PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENASEHAT Suhadi Sendjaja PENANGGUNG JAWAB Sumitra Mulyadi PEMIMPIN REDAKSI Minto WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Samanta KONTRIBUTOR Megah Ria, Kyanne Virya, Wantie Bellina, Denny Surya STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999
Maret 2015 | Samantabadra
1
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja “Surat Kepada Niike (1/2)� Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 30-31 Januari 2015
Nammyohorengekyo,
sampai sekarang muncul tokoh Niciren Daisyonin. Agama Buddha memang Ketiga jaman/masa ini berkeinginan agar umat ada keistimewaannya, manusia itu lebih bahagia tetapi Niciren Daisyonin di ketiga masa yaitu, masa mengatakan, sebetulnya lampau, masa sekarang dan jaman yang paling masa yang akan datang. istimewa itu adalah jaman/ Dalam Agama Buddha masa 2.000 tahun dan ada 3 masa, yaitu 1.000 seterusnya, yaitu masa tahun sesudah Buddha Akhir Dharma, masa Sakyamuni moksya, itu ketika muncul Niciren disebut Masa Saddharma; Daisyonin, karena pada 1.000 tahun sampai 2.000 Masa Akhir Dharma, ketika tahun sesudah Buddha Niciren Daisyonin muncul, mokysa adalah Masa Saddharmapundarika-sutra Pratirupa Dharma, dan tersebarluas, itu dialami 2.000 tahun selanjutnya kita semua. Kita tidak lahir sampai sekarang dan pada 1.000 tahun setelah seterusnya disebut Masa Buddha Sakyamuni moksya, Akhir Dharma. Pada ketiga kita juga tidak lahir setelah masa/jaman ini muncul 2.000 tahun Buddha orang-orang istimewa. Pada moksya, tapi kita lahir pada masa 1.000 tahun atau 2.000 tahun seterusnya Masa Saddharma, tokohnya setelah Buddha moksya, masih Buddha Sakyamuni yaitu pada masa Niciren karena masih dekat jeda Daisyonin muncul di dunia, waktunya dari Buddha itu adalah masa yang paling moksya. Pada Masa 1.000 istimewa karena pada masa s.d 2.000 tahun (Masa ini SaddharmapundarikaPratirupa Dharma), muncul sutra disebarluaskan dan tokoh Tien-tai dan Dengyo. dijelaskan oleh Niciren Kemudian 2.000 tahun Daisyonin. 2
Samantabadra | Maret 2015
Saddharmapundarikasutra pada 3.000 tahun yang lalu sudah muncul di India oleh Buddha Sakyamuni, tapi waktu itu belum dijelaskan karena belum waktunya, belum bakatnya. Memang kalau boleh memilih, pasti kita pilih yang paling bagus. Tapi kita tidak pilih-pilih, tahu-tahunya kita lahir di masa Akhir Dharma, ketemu Gohonzon, Niciren Daisyonin, ada di wadah NSI, itu adalah nasib yang paling beruntung, itu adalah yang paling istimewa. Semua Ajaran Buddha Sakyamuni selama 50 tahun itu semua istimewa tapi yang paling istimewa adalah Saddharmapundarikasutra, ini dikatakan oleh Buddha Sakyamuni sendiri. Beliau berkata, “Saya mengajar selama
Ketua Umum
40 tahun lebih sebetulnya Saya belum menjelaskan yang istimewa. Sekarang adalah waktunya Saya mau menjelaskan yang paling istimewa yaitu Saddharmapundarikasutra�. Tapi waktu itu Buddha Sakyamuni baru membabarkan saja selama 8 tahun maka Buddha Sakyamuni sendiri yang mengatakan, menjelaskan, menerangkan dan membuka bahwa Saddharmapundarikasutra ini adalah yang paling istimewa. Keistimewaan Saddharmapundarikasutra adalah bisa membuat semua orang mencapai Kesadaran Buddha. Buddha Sakyamuni adalah anak Raja Sudodana, jadi Pangeran Sidharta Gautama. Beliau meninggalkan istana dan pergi mencari agama Buddha, akhirnya Beliau berhasil mencapai tingkat Kesadaran Buddha pada usia 30 tahun. Sekarang kita bisa mencatat AjaranNya. Beliau adalah orang yang paling dihormati di dunia. Maka Buddha Sakyamuni adalah Secuen, Niciren Daisyonin adalah Secuen (=Sang Tathagatha, orang yang dihormati dunia). Dunia telah membuktikan, karena walaupun Beliau
tidak mempunyai tahta, tidak mempunyai harta, tidak mempunya wanita, tetapi Beliau mempunyai derajat kemanusiaan yang paling tinggi. Beliau bisa membuka Kesadaran Buddha seluruh umat manusia. Maka Beliau sangat dihormati oleh seluruh umat manusia. Ternyata saat sekarang kita ada di jalan itu semua, dengan Gosyo ini kita disadarkan, bahwa kita adalah orang-orang yang sedang berjalan di atas jalan yang dibuat dan ditunjukkan oleh Buddha Sakyamuni untuk mencapai tingkat Kesadaran Buddha yang sudah diteladani dan dicapai oleh Buddha Sakyamuni. Itu isi dari Gosyo ini. Maka kita bisa merasakan, bahwa kita adalah yang paling bahagia dan beruntung. Lahir di mana saja, yang paling penting adalah bisa bertemu dengan Saddharmapundarikasutra. Buddha Sakyamuni mengatakan, kalau kita hanya bertemu, tetapi tidak dijalankan, itu sama dengan tidak beruntung. Kita sekarang sudah bertemu dengan Saddharmapundarikasutra yang inti, Buddha Niciren Daisyonin,
Saddharmapundarikasutra diwujudkan menjadi Gohonzon, ditemukan inti Saddharmapundarikasutra pada judulnya, yaitu Myohorengekyo dan setiap hari kita sebut Nammyohorengekyo berulang-ulang. Sekarang kita diingatkan oleh Niciren Daisyonin, ketemu saja belum cukup, percaya saja juga belum cukup, tetapi harus percaya dan melaksanakan, itu yang harus kita pahami. Agama Buddha mengatakan, jiwa itu bukan roh, bukan arwah. Semua ada jiwanya. Maka Saddharmapundarikasutra pun ada jiwanya, yaitu maitri karuna. Maka kalau kita membantu orang lain pasti menjadi karma baik, sebaliknya kalau kita mencelakakan orang lain pasti menjadi karma buruk. Maitri karuna yang besar adalah kita harus betul-betul menjalankan hidup yang tidak melanggar 14 pemfitnahan Dharma yaitu : 1. Kesombongan, 2. Kemalasan, 3. Kepicikan, 4. Kedangkalan, 5. Keserakahan, 6. Tidak mengerti, 7. Tidak percaya, 8. Mengejek, 9. Keraguraguan, 10. Memfitnah, 11. Meremehkan kebaikan, 12. Membenci kebaikan, 13. Iri hati terhadap kebaikan, Maret 2015 | Samantabadra
3
ceramah gosyo 14. Dendam terhadap kebaikan. Adakah 14 hal tersebut ada dalam diri kita? Yang lebih mendalam dan mendasar adalah kita jangan merusak hati dari Saddharmapundarikasutra, Gohonzon dan Niciren Daisyonin. Kalau kita bicara Gohonzon harus dengan Niciren Daisyonin, karena Gohonzon dan Niciren Daisyonin adalah Ikka/ Ninpo Ikka. Nin adalah Niciren Daisyonin, Po/Ho (=hukum) Nammyohorengekyo, maka di dalam Gohonzon, Nammyohorengekyo Niciren Manunggal. Maka maitri karuna dari Gohonzon bisa membuat semua orang mencapai Kesadaran Buddha. Kalau kita mau mencapai Kesadaran Buddha ada 2 hal, yaitu : 1). Jauhkan pengaruh yang jelek/buruk agar kita tidak terpengaruh oleh pengaruh yang buruk itu dan membuat dosa yang sama, tetapi sebaliknya kita harus mendekati pengaruh yang baik yaitu Gohonzon, Niciren Daisyonin, Susunan, itu adalah pengaruh yang baik agar kita kemasukan pengaruh yang baik. Gohonzon adalah pengaruh yang baik, 2). Kita harus berusaha mendekatkan Gohonzon kepada orang 4
Samantabadra | Maret 2015
lain agar orang lain juga mendapat pengaruh yang baik. Tetapi kalau ada orang yang tidak memberi Gohonzon, itu namanya merusak jiwa dari Saddharmapundarikasutra. NSI dan kita semua harus mendekatkan diri dengan Buddha, Gohonzon, Niciren Daisyonin, Gosyogosyo Niciren Daisyonin dan susunan NSI. Yang penting sekarang kita harus mengembangkan sifat Buddha diri kita sendiri dan sifat Buddha orang lain. Ciri-ciri sifat Buddha bebas, kuat, suci dan tenang. Pengguna narkoba adalah orang yang tidak kuat, takut mengahadapi masalah, orang yang terkena narkoba tidak bebas, dia terikat dengan kekhawatiran, terikat dengan masa depan. Membebaskan orang dari pengaruh narkoba sebenarnya mengembangkan sifat Buddhanya. Niciren Daisyonin mengatakan, kita beruntung lahir di Masa Akhir Dharma ini karena jamannya tersebar Saddharmapundarikasutra. Catatannya yang penting sungguhsungguh percaya dan melaksanakan. Kalau kita sudah lahir di masa Akhir Dharma, bertemu dengan
Saddharmapundarikasutra, tetapi tidak percaya dan tidak melaksanakan dengan sungguh-sungguh itu namanya tidak beruntung. Pada jaman Akhir Dharma ini harus muncul kekuatan baru yaitu Gohonzon Nammyohorengekyo, tanpa ini kita tidak akan kuat menghadapi kekotoran jaman pada Masa Akhir Dharma. Maka Niciren Daisyonin mengatakan kita beruntung kalau ketemu Saddharmapundarikasutra dan dijalankan, sebab masa Akhir Dharma adalah jaman yang paling jelek, tetapi kalau ada Saddharmapundarikasutra, jaman yang paling jelek ini menjadi arena untuk kita semakin bagus. Kita akan menjadi lebih kuat kalau lingkungannya seperti ini, maka jadi beruntung. Kuncinya adalah percaya dan sungguhsungguh laksanakan. eee
Ketua Dharma
Rangkuman Ceramah Ketua Dharma NSI Bapak Sumitra Mulyadi “Surat Kepada Niike (1/2)� Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 30-31 Januari 2015
Nammyohorengekyo, “Surat Kepada Niike� ini ditulis di Gunung Minobu pada bulan ke-2 tahun 1280 ketika Niciren Daisyonin berusia 59 tahun, diberikan kepada Niike Saemonnojo. Gosyo ini menjelaskan pertapaan yang tepat seperti apa, sehingga kita bisa mencapai Kesadaran Buddha. Gosyo ini pertamatama menjelaskan betapa gembiranya kita dapat dilahirkan pada Masa Akhir Dharma, masa di mana Saddharmapundarika-sutra tersebarluas, sehingga kita dapat bertemu dengan Saddharmapundarikasutra dan menyesalkan orang-orang yang lahir pada Masa Akhir Dharma tetapi, tidak dapat percaya Saddharmapundarikasutra ini, yaitu kesempatan yang bermanfaat untuk bisa mencapai Kesadaran Buddha, membuka suasana kebahagiaan mutlak
sampai masa akan datang, maka Niciren Daisyonin mengatakan, hal ini sangat menyedihkan. Dan kemudian menjelaskan, kalau kita percaya pada Gohonzon atau Saddharmapundarikasutra, jangan sampai hanya di mulut saja, tetapi perilaku kita menentang jiwa dari Saddharmapundarika-sutra atau jiwa dari Buddha. Artinya kita bertentangan dengan ajaran Niciren Daisyonin. Pada masa Akhir Dharma ini, kita Gongyo-Daimoku dan aktif tetapi kalau perilaku kita bertentangan dengan Ajaran yang dibabarkan dalam Gosyogosyo Niciren Daisyonin, ini sama juga kita membunuh para Buddha, sehingga akan terjatuh ke dalam dunia buruk, yaitu 14 pemfitnahan Dharma. Maka dianjurkan kepada kita untuk mendekati Bhikku yang memahami
Saddharmapundarikasutra, yaitu Niciren Daisyonin, satu-satunya yang merupakan Buddha Pokok kita. Artinya kalau kita berpegangan hanya kepada Gosyo-gosyo Niciren Daisyonin saja, pasti akan tercapai Kesadaran Buddha. Tetapi kalau kita campuradukkan dengan pandangan/pikiran sendiri dan pandangan/pikiran dari luar, sehingga tidak sesuai dengan ajaran Niciren Daisyonin, ini sama dengan membunuh jiwa Sutra ini. Maka kita dibimbing bagaimana kita harus mendekati orang-orang yang berpegangan pada ajaran yang benar, jangan dari kelompok-kelompok yang tidak benar, karena akan mendapatkan karma buruk yang sama. Ini adalah peringatan yang terakhir. Karena Gosyonya agak panjang, maka dibagi 2, Maret 2015 | Samantabadra
5
ceramah gosyo sebagian lagi di bulan depan. Berikut ini penggalan dari isi gosyo-nya. Betapa bahagianya kita yang terlahir di Masa Akhir Dharma, di masa Hukum Sakti tersebarluas. Betapa menyedihkannya mereka, meskipun terlahir di Masa Akhir Dharma tetapi tidak percaya Sutra ini, “Barang siapa yang terlahir sebagai manusia, tidak akan lolos dari penderitaan hidup mati. Bila memang demikian, mengapa kita tidak menjalankan pertapaan untuk masa akan datang?” Tersebarluasnya Saddharmapundarika-sutra di masa Akhir Dharma sudah ditentukan oleh Buddha Sakyamuni dalam Saddharmapundarika-sutra Bab 23 (Baisyajaraja). Di sini dikatakan dalam 500 tahun terakhir sesudah kemoksyaan-Ku nanti, sebarluaskanlah “Sutra Ini” di Jambudwipa. Bila tidak, Sutra ini akan hilang, hingga Sang Mara yang maha jahat serta para manusia mara, para Dewa, Naga, Yaksa, Kumbhandas dan lainnya akan memperoleh kesempatan. Padahal sutra ini mempunyai kekuatan seperti yang kita sudah pelajari, yaitu “Myo” mempunyai 3 kekuatan : 1). Membuka, 2). Bulat Sempurna, 3. Hidup Kembali. Sehingga yang tidak mungkin menjadi mungkin, 6
Samantabadra | Maret 2015
karena makna “Gaib” dari huruf “Myo”, maka kalau tidak disebarluaskan kekuatan ini akan hilang dan kalau hilang, kita tidak lagi bisa mencapai Kesadaran Buddha dan sia-sialah Buddha Sakyamuni lahir di dunia ini dengan segala macam penderitaan-Nya untuk membabarkan Sutra ini selama 50 tahun. Karena maitri karuna dari Buddha, setelah 2.500 tahun pertama, setelah Buddha Sakyamuni moksya, muncul Buddha Niciren Daisyonin sebagai Bhikku yang memahami makna Saddharmapundarikasutra dengan benar, karena Beliau adalah Buddha Pokok. Niciren Daisyonin yang menyebarluaskan Saddharmapundarikasutra yang intinya adalah Nammyohorengekyo, sehingga hari ini kita bisa bertemu dengan Nammyohorengekyo. Kalau Niciren Daisyoni tidak hadir pada waktu itu dan tidak menyebarluaskan, maka dalam hidup ini kita akan selalu berada di dalam penderitaan, karena hidup kita 3 masa, lampau, sekarang dan masa yang akan dating. Apa yang kita alami sekarang ini adalah akibat dari karma masa lampau, justru Agama Buddha ini bisa mengatasi kesulitan hidup sekarang
dan bisa membuka kesempatan untuk mencapai Kesadaran Buddha di masa yang akan datang. Niciren Daisyonin mengatakan, kalau kita sekarang menderita kemudian bertemu dengan Gohonzon dan menjalankan dengan sungguh-sungguh AjaranNya sehingga di masa yang akan datang kita bisa berubah nasibnya menjadi lebih baik. Pertapaan Buddha Sakyamuni adalah Buddha Pemanenan, sedangakan Niciren Daisyonin adalah Buddha Pembibitan. Buddha Sakyamuni, 1 Bab ditambah 2 x ½ Bab, yaitu Bab XVI tambah ½ Bab XV dan ½ Bab XVII. Sedangkan Niciren Daisyonin di Masa Akhir Dharma ini adalah 5 huruf atau 7 huruf Myohorengekyo atau Nammyohorengekyo dari Ketiga Hukum Rahasia Agung, itu yang paling pokok. Kalau Saya melihat keadaan masyarakat, banyak orang di mulut mengaku menganut dan memegang Kitab “Sutra Ini” di tangan, namun karena menentang ‘jiwa’ dari “Sutra Ini”, maka mereka pun tidak dapat lolos dari Dunia Buruk. Artinya walaupun kita percaya Gohonzon, menyebut Nammyohorengekyo, aktif
Ketua Dharma
dan lain-lainnya, tetapi kalau tidak sesuai dengan Ajaran Niciren Daisyonin, sama dengan menentang jiwa dari Saddharmapundarikasutra, karena berdasarkan pandangan sendiri, pandangan orang atau karena kepentingankepentingan sehingga akhirnya kita tidak menggunakan kata-kata Buddha. Saddharmapundarikasutra itu adalah maitri karuna, karena tujuan Buddha lahir di dunia ini hanya satu, yaitu ingin semua orang mencapai Kesadaran Buddha sama seperti Beliau dan tidak ada perbedaan. Buddha Sakyamuni mengatakan demikian, maka kalau kita menghalang-halangi orang yang menjalankan hati kepercayaan terhadap Gohonzon, itu sama dengan menentang jiwa dari Buddha Sakyamuni. Seperti sekarang yang terjadi, tidak memberi Mandala Gohonzon, ini sebenarnya mengerikan, sebab hati Buddha itu adalah maitri karuna, tapi demi kepentingan diri sendiri, sehingga menggunakan hal-hal demikian untuk menghadapi lawan. Kalau demikian, orang-orang seperti ini tidak akan lolos jatuh ke dalam dunia buruk. Hal ini Niciren Daisyonin
sendiri yang mengatakan. Utusan Sang Tathagata menjalankan tugas Buddha, bukan menjalankan tugas diri sendiri, ini pengertian dari menentang Saddharmapundarika-sutra. Di sini diumpamakan tiap manusia memiliki 5 organ tubuh, tapi kalau salah satu di antaranya sakit, maka organ tersebut akan menjadi sumber penyakit yang merusak organ-organ lain, hingga orang yang bersangkutan akan mati. Karena itu Mahaguru Dengyo mengatakan, “Meskipun seseorang memuja Saddharmapundarikasutra, tapi ia malah membunuh ‘jiwa’ dari Saddharmapundarikasutra. Maksud kalimat ini ialah, meskipun seseorang mempertahankan, membaca dan memuja Saddharmapundarika-sutra, kalau ia menentang ‘jiwa’ dari “Sutra Ini”, berarti membunuh Sang Buddha dan seluruh Buddha dari 10 penjuru alam. Jumlah karma buruk masyarakat serta karmakarma buruk manusia biasa adalah setinggi Gunung Semeru, namun bila kita bertemu “Sutra Ini”, maka semua karma buruk tersebut akan segera lenyap bagaikan tetesan embun yang
menguap dalam sekejap karena sinar matahari Saddharmapundarikasutra. Tetapi bila seseorang melanggar, meskipun hanya satu atau dua pemfitnahan dari 14 Pemfitnahan Dharma yang dikemukakan dalam “Sutra” ini, maka karma buruk tersebut tidak akan dapat dihapuskan. Mengapa demikian? Karena membunuh seorang Buddha lebih besar karma buruknya daripada membunuh seluruh makhluk hidup dalam 3.000 dunia besar Alam Semesta. Sedangkan menentang ‘jiwa’dari Saddharmapundarikasutra adalah sama dengan karma buruk membunuh seluruh Buddha sepuluh penjuru Alam Semesta. Yang melanggar Hukum ini disebut Pemfitnahan Dharma. 14 Pemfitnahan Dharma adalah : 1. Kesombongan; hati sombong meremehkan Hukum Agama Buddha, 2. Kemalasan; malas melaksanakan pertapaan Hukum Sakti, 3. Kepicikan; memandang Hukum Sakti berdasarkan pandangan diri sendiri yang picik, 4. Kedangkalan; berdasarkan pada pengetahuan diri sendiri yang dangkal, mengkritik Hukum Sakti atau tidak mau menuntutnya, 5. Keserakahan; terikat pada Maret 2015 | Samantabadra
7
ceramah gosyo keserakahan sehingga tidak mau menuntut Hukum Sakti; 6. Tidak Mengerti; merasakan puas, walau tidak mengerti Hukum Sakti, 7. Tidak Percaya; tidak percaya pada Hukum Sakti, 8. Mengejek; dengan wajah buruk memfitnah Hukum Sakti, 9. Keragu-raguan; ragu-ragu terhadap Hukum Sakti, 10. Memfitnah dan mencemooh Hukum Sakti, 11. Meremehkan kebaikan; meremehkan orang yang percaya terhadap Hukum Sakti, 12. Membenci Kebaikan; membenci orang yang percaya terhadap Hukum Sakti, 13. Iri hati terhadap Kebaikan; iri hati terhadap orang yang percaya Hukum Sakti, 14. Dendam terhadap Kebaikan; dendam terhadap orang yang percaya Hukum Sakti. Dari pemfitnahan nomor 11 sampai 14 itu terhadap manusianya, kita kadang-kadang merasa kita tidak ada, tapi kalau kita tinjau secara mendalam, kadang-kadang juga suka timbul di dalam perasaan jiwa kita, ada benci atau tidak senang terhadap sesama penganut dan lainlainnya. Kita malas atau ragu-ragu terhadap Ajaran Niciren Daisyonin, maka ini sebagai rambu-rambu agar kita jangan masuk ke dalam 14 Pemfitnahan Dharma ini. Ketika ada 8
Samantabadra | Maret 2015
perasaan seperti itu, dengan Daimoku kita harus cepat memperbaikinya, sehingga tidak terjerumus ke dalam 14 Pemfitnahan Dharma. Tapi intinya adalah menyimpang dari Saddharmapundarikasutra itu sendiri. Kita sering mendengar orangorang mengatakan kita memfitnah Dharma, maka kita harus paham yang dimaksud memfitnah Dharma itu apa sih? Memfitnah Dharma, artinya kita melakukan perilaku yang bertentangan dengan Saddharmapundarika-sutra, bertentangan dengan Ajaran Niciren Daisyonin, itu yang harus kita pahami. Seperti kita membawa rombongan ke Jepang, katanya itu memfitnah Dharma, bukan itu pengertiannya! tetapi karena menentang Hukum Sakti; kalau membawa rombongan ke Taisekiji, itu tidak memfitnah Dharma, sebab Taisekiji untuk seluruh umat manusia. Masalahnya kita tidak bisa diterima, itu urusan lain, tapi kita masih kurang mengerti, sehingga merasa takut, padahal bukan, yang namanya memfitnah Dharma itu adalah kalau kita melakukan perilaku yang menentang maitri karuna dari Buddha, sebab Buddha ingin seluruh umat manusia mencapai Kesadaran
Buddha, maka Buddha tidak membeda-bedakan yang satu dengan yang lainnya, seperti Buddha Sakyamuni saat akan moksya masih memikirkan Raja Ajatasatru orang jahat yang sampai membunuh ayahnya sendiri. Seperti sepasang orangtua mempunyai 7 anak, yang dipikirkan adalah anak yang sedang sakit, tapi sekarang yang sakit tidak dipikirkan, maka itu bertentangan dengan hati dari Buddha. Artinya membunuh Buddha, inilah yang disebut memfitnah Dharma. Orang berkedudukan tinggi seperti apapun juga, kalau menentang Hukum Sakti, ia tidak akan lolos, jatuh ke dalam dunia buruk, ini Niciren Daisyonin yang jelaskan, maka kita harus betul-betul memegang Gosyo dan memgukir kalimat Gosyo di dalam jiwa kita dan jangan keluar dari situ. Kita percaya, jangan meragukan karena kata-kata orang lain atau dari perasaan diri sendiri, sehingga raguragu terhadap kata-kata Buddha. Kalau kita bersikap seperti itu pasti kita jadi Buddha. Artinya kita tidak mencampuradukkan kata-kata Buddha dengan pandangan diri sendiri atau kata-kata orang lain, seperti seorang pasien
Ketua Dharma
sudah diberi obat manjur dari dokternya, tapi karena penyakitnya sukar sembuh, ia membenci dokternya dan tidak makan obat resep dari dokter itu, maka bukan salah dokternya, tetapi salah dia sendiri yang meminum racun. Maka kalau kita memakai pandangan kita sendiri atau mendengar kata-kata orang lain yang menmfitnah Dharma itu sama dengan meminum racun. Untuk itu kita perlu Daimoku yang banyak, karena Daimoku merupakan sumber kekuatan jiwa kita, kalau kita tak munculkan kekuatan jiwa kita, bagaimana kita bisa menghadapi timbulnya perasaan-perasaan ragu dan lain-lainnya. Hanya ada satu jalan, Daimoku harus ditingkatkan agar kita bisa fokus pada Ajaran Niciren Daisyonin. Renungkanlah! Satu kali saja kita menyumbang kepada seorang Bhikku yang memahami Saddharmapundarika-sutra dengan benar, meskipun perbuatan itu didasari itikad yang ganjil, kita tidak akan jatuh ke dalam dunia Buruk. Apalagi kalau kita menyumbang kepada seorang Bhikku serupa itu sebanyak 10x, 20x, 5 tahun, 10 tahun atau bahkan sepanjang hidup kita, maka kurnia
perbuatan serupa itu tidak dapat dijangkau, sekalipun dengan prajna Buddha. Bhikku yang memahami Saddharmapundarikasutra dengan benar, itu adalah Niciren Daisyonin. Maka kalau kita percaya kepada Niciren Daisyonin, menjalankan sungguh-sungguh sama dengan menyumbang, yaitu kita menjalankan penyebarluasan Dharma Nammyohorengekyo sesuai dengan keinginan Buddha Niciren Daisyonin, itu artinya menyumbang kepada Niciren Daisyonin atau kita Daimoku banyak itu artinya menyumbang Niciren Daisyonin, maka kurnianya tidak dapat dijangkau oleh Prajna Buddha sekalipun. Tetapi kalau kita menentang akan jatuh ke dalam dunia Buruk. Sang Buddha menerangkan, kurnia seseorang yang menyumbang walau hanya satu kali kepada pelaksana “Sutra Ini” adalah ratusan ribu milyar kali lebih unggul daripada menyumbang Sang Buddha Sakyamuni selama 8 milyar kalpa dengan berbagai pusaka yang tiada terbilang jumlahnya. Maka bilamana kita dapat bertemu “Sutra Ini”, kegembiraan kita tiada tertahankan, kedua mata kita akan meneteskan
air mata, Buddha Niciren Daisyonin mengatakan; Tiap penganut “Sutra Ini”, mulanya tampak seakan berkepercayaan kuat, tetapi di pertengahan jalan kepercayaannya melemah, tidak lagi menyumbang kepada Bhikku, malah jadi sombong serta berpandangan sesat. Betapa menakutkannya hal seperti ini! Maka dari awal hingga akhir jalankanlah kepercayaan yang semakin kuat. Tanpa demikian, Anda pasti menyesal di kemudian hari. Ini diumpamakan sebagai perjalanan dari Kamakura ke Kyoto yang memakan waktu 12 hari, bila Anda berjalan 11 hari dan berhenti disitu, padahal perjalanannya hanya tinggal satu hari lagi, bagaimana mungkin Anda dapat melihat indahnya bulan purnama di Ibukota? Artinya jalankan hati kepercayaan pun harus dari awal sampai akhir sampai kita meninggal, jangan di tengah jalan kita mundur, kalau seperti itu, tujuan pencapaian kesadaran Buddha kita akan tertunda/ tidak tercapai karena kita belum berjalan sampai akhir. Itulah sebabnya bagaimanapun juga dekatilah Bhikku yang memahami jiwa dari ”Sutra” ini dan makin bersungguh hatilah mendengarkan Maret 2015 | Samantabadra
9
ceramah gosyo Ajaran Hukum untuk memperdalam kepercayaan Anda. Sekarang Niciren Daisyonin sudah tidak ada, tapi ada Gosyogosyo Niciren Daisyonin, maka kita harus mengerti Gosyo-gosyonya dalam jiwa kita agar betul-betul kita sesuai. Dikarenakan pada Masa Akhir Dharma ini sulit bertemu dengan Bhikku yang benarbenar memahami Saddharmapundarika-sutra, maka Buddha Sakyamuni pada 3.000 tahun yang lalu berpesan, ikuti Dharma-Nya, jangan ikuti manusianya. Maka hanya satu, kita harus pegang kata-kata Buddha Niciren Daisyonin dalam pelaksanaan kita, jangan yang lain. Sungguh-sungguh belajar Gosyo agar kita tahu mana yang benar dan yang salah agar kita tidak salah jalan sehingga dapat mencapai Kesadaran Buddha. Niciren Daisyonin mengatakan, bahwa hidup ini sangat singkat. Orang yang bersama Saya menikmati keindahan bunga-bunga di suatu pagi musim semi, kini hanya tinggal nama, karena mereka telah berguguran bersama bunga yang ditiup angin kefanaan. Bunga yang berguguran akan mekar kembali pada musim semi 10
Samantabadra | Maret 2015
mendatang, tapi di dunia seperti apakah ia yang telah pergi akan terlahir kembali? Orang yang bersama Saya menikmati bulan di suatu malam musim gugur, kini hanya tinggal kenangan, karena ia bersama dengan bulan yang indah itu telah masuk ke balik awan kefanaan. Bulan yang terbenam di balik gunung sebelah barat akan menampakkan kembali dirinya pada musim gugur yang akan datang, tapi tidak Saya ketahui dimana hidupnya jiwa orang itu saat ini. Artinya penting pelaksanaan pertapaan untuk masa yang akan datang, jangan menganggap hidup hanya semasa ini saja, sehingga mati-matian berusaha memenuhi kehidupan ini, mengejar kebahagiaan pada hidup ini, padahal hidup kita ada masa yang akan datang. Ajaran Buddha di samping memenuhi kebutuhan hidup masa sekarang, juga membuka suasana jiwa Kesadaran Buddha yang kekal abadi, itu yang penting. Maka harus menumpuk kurnia kebajikan, rejeki jiwa untuk kehidupan yang akan datang, maka dikatakan; “hidup sekarang senang dan tenang, masa akan datang dilahirkan di tempat yang
lebih baik�. Di sini membimbing kita untuk menjalankan hari kepercayaan secara 3 masa, jangan hanya satu masa, kalau hidup kali ini ada karma yang macammacam jangan mengeluh, itu sudah Hon Ga Myo, tetapi ke depan Hon In Myo sampai mencapai kesadaran Buddha yang kekal abadi. Maka harus mulai duduk di depan Gohonzon dan melaksanakan Daimoku yang banyak setiap hari untuk memupuk kurnia kebajikan kita dan melaksanakan Syin gyo Gaku, aktif di segala kegiatan untuk membuka suasana jiwa Buddha di masa yang akan datang yang kekal abadi, itu yang penting untuk masa yang akan datang, yang lalu sudah Hon Ga Myo, tapi kita harus Hon In, pasti kita akan tercapai Kesadaran Buddha. Niciren Daisyonin mengajarkan jangan sampai kita bergaul dengan orangorang yang memfitnah Dharma sebab akan menerima karma buruknya.
eee
Dharma Duta
Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman “Surat Kepada Niike (1/2)” Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 30-31 Januari 2015
Nammyohorengekyo, Gosyo ini mengingatkan kepada kita semua, bahwa kita lahir sebagai manusia sudah beruntung sekali, karena jiwa kekal abadi. Karena umur manusia terbatas, maka apakah kita sudah menjadi manusia yang sebenarnya? Ini penting, Apakah perilaku kita sudah seperti manusia? Umumnya kita berada di 3 dunia buruk, maka Niciren Daisyonin mengingatkan, bahwa kita harus mengisi nilai di dalam kehidupan kita, apalagi kita sudah bertemu dengan Hukum Nammyohorengekyo Gohonzon yang menjanjikan semua umat bisa mencapai Kesadaran Buddha. Bagaimana kita berusaha untuk bisa percaya kepada “Hukum Ini”, karena “Hukum Ini” yang bisa membuat kita mencapai Kesadaran Buddha, itu adalah kebahagiaan yang tertinggi, maka jangan sia-
siakan waktu kita, karena kita sudah bertemu Hukum Nammyohorengekyo. Kita bisa sebut Nammyohorengekyo berarti ada mulut, bisa dengar Nammyohorengekyo berarti kuping kita normal, kita bisa melaksanakan kunjungan, bisa pergi ke pertemuan, bisa ikut Kensyu, berarti semua lengkap. Benarkah telinga saya mendengar Daimoku saya sendiri? Berapa menit? Kaki dipakai untuk datang pertemuan. Kita sudah terima Gohonzon, jangan sia-siakan, sebab belum tentu percaya dan menjalankan. Kalau kita melaksanakan salah satu dari 14 Pemfitnahan Dharma, berarti kita sudah membunuh jiwa dari Saddharmapundarika-sutra. Memang untuk benar-benar percaya itu sulit, maka kita harus meningkatkan terus hati kepercayaan kita agar kita tidak jatuh ke tiga dunia buruk, yakni : 1. Yang marah benci adalah neraka,
2. Dunia kepalaran yang dasarnya adalah tidak puas. Nammyohorengekyo adalah obat yang paling manjur, maka kita balik, menjadi Dunia Kelaparan yang dasarnya adalah Dunia Buddha, yaitu sungguh hati ingin membuat kebaikan, sudah tidak ego lagi, Daimoku, percaya hanya Nammyohorengekyo Gohonzon, pasti ada jalan untuk mengatasi segala permasalah atau mencapai tujuan hidup, walau sesulit apapun juga. Jangan di depan Gohonzon kita mengeluh merasa ‘karma saya begitu berat’. Daimoku dapat memunculkan prajna yang mengajak kita ke jalan yang benar, bertemu jodoh yang benar/ baik akhirnya dapat merubah nasib kita. Tentunya ini perlu perjuangan, bukan menunggu dengan enakenak saja, karena ini sudah akibat dari sebab yang Maret 2015 | Samantabadra
11
ceramah gosyo kita buat, maka akibatnya harus kita terima dan tekad pokoknya saya hanya percaya Gohonzon, jangan lari dari kenyataan, apapun keadaan kita, karena semua berasal dari sebab yang telah kita perbuat, maka kita harus terima dan hadapi, maka harus percaya kepada Gohonzon karena perlu keberanian menghadapi karma sendiri. Yang ketiga, adalah Dunia kebinatangan, dikatakan bahwa yang bodoh adalah binatang, karena dasarnya adalah naluri, yang penuh kekhawatiran, ketakutan seperti kucing takut anjing. Tetapi masih juga melakukan hal-hal yang salah, padahal sudah tahu salah, tapi tetap kita jalankan. Tepai kalau Daimoku, merasa kurang percaya kurnia manfaatnya, tanpa kita sadari dunia binatang kita sering muncul. Maka Niciren Daisyonin mengatakan, awalnya umat melaksanakan dengan sungguh-sungguh, tetapi di tengah jalan mudah melemah, bahkan mungkin mundur dari hati kepercayaan. Maka dalam melaksanakan hati kepercayaan tujuannya jangan hanya untuk diri kita sendiri, disamping itu harus banyak belajar. Gosyo tidak ada habis-habisnya. 12
Samantabadra | Maret 2015
Kalau kita tidak ingin sifat Dunia Kebinatangan ini, maka jangan begitu sudah terima kurnia kemudian ingin istirahat dulu. Seperti ada umat yang merasa sudah tua, tidak bisa datang ke pertemuan atau ikut Kensyu karena takut jatuh, tetapi tahu-tahunya ikut tour ke Eropa bersama rombongan tour, dan tidak lama kemudian anaknya datang mengabarkan bahwa Mamanya sudah meninggal di dengan Upacara Gohonzon. Ini sama seperti ingin ke Kyoto dengan menempuh perjalanan 12 hari, tetapi di hari ke-11 sudah berhenti duluan, pasti tidak akan sampai kepada tujuan hidup yang sesungguhnya. Ada juga umat yang walaupun sebut Nammyohorengekyo, tetapi perasaan jiwa kita masih ada kesal, hal ini sama juga kita membunuh jiwa Saddharmapundarikasutra. Artinya tidak percaya Gohonzon. Mungkin sekarang belum ada apaapanya, tetapi perasaan jiwanya yang sekejapsekejap lama-lama menjadi nyata. Maka kita lihat umur kita akan sampai, maka apa yang dapat kita perbuat (pelaksanaan Hukum Buddha) hari ini hendaknya segera laksanakan. Pagipagi bangun tidur masih
bisa melek, aduh terima kasih Gohonzon. Mungkin bagi yang muda-muda tidak merasakan seperti itu, tapi belum tentu juga, yang namanya ajal tidak pandang usia dan siapapun, sebab saat ajal adalah sekarang. Maka kita jangan jadi Burung Kankuco, misalnya hari ini tidak Gongyo, besok saja Gonyonya, tetapi begitu esok hari tiba-tiba strook, akhirnya tidak bisa lagi Gongyo, barulah menyesal kenapa kemarin malam saya tidak Gongyo, tapi sudah terlambat. Kalau kita seperti Burung Kankuco, ini berarti kita selama-lamanya menderita, enak sedikit saja merasa seperti istana khayalan, belum sampai ke akar-akarnya. Kita harus ingat jiwa itu kekal abadi, yang penting adalah saat sekarang ini, bagaimana kita mempersiapkan hidup kita untuk masa yang akan dating, yaitu pencapaian Kesadaran Buddha. Maka dari itu perlu Daimoku dengan sungguh-sungguh, jangan takut lelah dalam Daimoku, kita harus menyumbang jiwa raga untuk Gohonzon, demi tersebarluasnya Hukum Agung ini. eee
liputan
Peran Serta NSI dalam Interfaith Harmony Week 2015
Ketua Umum NSI (kanan) memimpin doa agama Buddha (sansyo) pada pembukaan kegiatan World Interfaith Harmony Week 2015.
B
ulan Februari ini, masyarakat dunia, khususnya umat beragama merayakan World Interfaith Harmony Week atau Pekan Kerukunan antar-Umat Beragama Dunia yang diselenggarakan setiap Jumat pertama di bulan Februari. Peringatan pekan kerukunan antar umat beragama dunia itu merupakan kegiatan yang melibatkan umat dari berbagai agama untuk mempromosikan dan menciptakan perdamaian antar manusia, khususnya antar umat beragama. Peringatan ini ditetapkan oleh
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan mulai diadakan sejak Februari 2011. Sejak itu, umat beragama dunia, termasuk Indonesia mulai merayakannya. Di Indonesia peringatan ini diselenggarakan oleh Inter Religious Council (IRC) Indonesia pada Jumat, 6 Februari 2015, bertempat di kompleks gedung DPR/MPR/DPD Jakarta. Tema yang diambil pada kegiatan ini adalah, “ Merajut Kebhinekaan Menuju Keadilan dan Perdamaian. Bersama dalam Perbedaan, Berbeda
Dalam Kebersamaan”. Acara pembukannya dihadiri oleh 6 wakil dari lembaga-lembaga keagamaan yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Majelis Tinggi Agama Khong Hu Cu (MATAKIN), serta organisasi Islam Muhammadiyah dan NU, Zulkifli Hasan (Ketua MPR RI) dan Din Syamsuddin (Presiden IRC Indonesia). Maret 2015 | Samantabadra
13
liputan
Suasana forum World Interfaith Harmony Week 2015.
Dalam sambutannya, Ketua MPR RI menyampaikan bahwa kita harus berjuang bersama untuk mencapai tujuan yang sama, yakni harmoni dunia. Beliau juga mengharapkan agar kita semua dapat lebih mengoptimalkan pengabdian diri kepada masyarakat, bangsa, dan negara melalui keteladanan dan peran serta aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia. Penyelenggaraan “World Interfaith Harmony Week 2015� ini diharapkan dapat menjadi penyejuk bagi kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara di tanah air tercinta. Dalam rangkaian acara ini, NSI berkesempatan untuk menyumbang tiga jenis kesenian, yang diwakili oleh Marching Band Mandarava NSI, Angklung Gita Pundarika NSI, dan Paduan Suara NSI. Group marching band tampil di awal dengan memainkan enam lagu berjudul Pileuleyan, Cublak-cublak Suweng, Rek Ayo 14
Samantabadra | Maret 2015
Rek, Jali-jali, Garuda Pancasila, dan Final Countdown. Kemudian, dilanjutkan dengan penampilan dari grup angklung yang membawakan lima lagu yang berjudul Tanah Air, Garuda Pancasila, Manuk Dadali, Bengawan Solo, dan Elcondo Passa. Alunan merdu dari perpaduan musik angklung ini mendapat sambutan yang meriah dari para peserta yang hadir di sana. Paduan suara GM NSI juga turut memeriahkan acara ini dengan menyanyikan lima lagu bernuansa kebangsaan, yaitu Indonesia Raya, Indonesia Pusaka, Satu Nusa Satu Bangsa, Rayuan Pulau Kelapa, dan Dari Sabang Sampai Merauke. Persembahan berbagai kesenian ini merupakan salah satu cara kita sebagai bodhisattva yang muncul dari bumi untuk dapat menyebarluaskan dharma ke lingkup yang lebih luas lagi. Tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga internasional.
Pada sesi doa bersama, Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja selaku ketua umum NSI mewakili umat Buddha Indonesia, maju ke atas panggung bersama kelima tokoh agama lainnya (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Konghucu) untuk berdoa bagi perdamaian dunia. Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum NSI mengajak seluruh umat NSI yang hadir di sana untuk sama-sama menyebut mantra agung Nammyohorengekyo sebanyak tiga kali. Kontribusi Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia dalam peringatan World Interfaith Harmony Week adalah wujud Pelaksanaan Tugas Bodhisattva Muncul Dari Bumi dalam menyebarluaskan Dharma di Indonesia pada khususnya. (Minto, Megah)
Keterangan Foto: (1) Penampilan Grup Angklung Gita Pundarika NSI. (2) Marching Band Mandarava NSI. (3) Paduan Suara NSI bersama Ketua Umum NSI dan Istri. (4) Pelepasan burung merpati oleh ketua IRC dan Ketua MPR sebagai simbul perdamaian pada Pekan Kerukunan Antar Umat Beragama Dunia. (5) Ketua Umum NSI bersama Ketua IRC pada Pekan Kerukunan Antar Umat Beragama Dunia.
1
5
2 4
3 Maret 2015 | Samantabadra
15
liputan
Ketua Umum NSI Turut Membuka Gerak Jalan Kerukunan Hari Amal Bakti ke-69
Ketua Umum NSI melambaikan bendera di garis start sebagai penanda pelepasan kontingen gerak jalan.
Ketua Umum NSI (kedua dari kiri), bersama tokoh lintas agama turut membuka kegiatan gerak jalan kerukunan “Hari Amal Bakti ke-69�
G
erak jalan kerukunan yang diselenggarakan pada tanggal 1 Januari 2015 oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI dalam rangka menyambut Hari Amal Bakti ke-69 kementerian Agama RI, diikuti sekitar 12.500 peserta. Mereka merupakan umat lintas agama dan satuan kerja di lingkungan Kemenag RI. Para peserta tetap antusias mengikuti gerak jalan, walaupun hujan turun. Ketua Umum NSI diundang oleh Menteri Agama RI, Bapak Lukman Hakim, untuk bersama-sama dengan kelima tokoh lintas agama lain (Islam, Kristen, Hindu, Katolik, dan Konghucu), membuka acara gerak jalan tersebut. Menteri Agama RI berharap bangsa Indonesia yang majemuk bisa bersatu dan memiliki kesehatan yang prima. eee 16
Samantabadra | Maret 2015
Perkenalan Pengurus Baru Hikmahbudhi kepada Ketua Umum NSI
P
ada tanggal 28 Januari 2015, pengurus Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudhi) mengadakan kunjungan ke Kantor Pusat NSI untuk memperkenalkan para pengurus barunya. Dalam kesempatan tersebut, mereka juga meminta arahan (saran dan masukkan) dari Ketua Umum NSI agar HIKMAHBUDHI dapat semakin berperan serta dalam membangun bangsa dan negara di masa-masa yang akan datang. Hikmahbudhi memiliki hubungan/kerjasama yang baik dengan NSI. Hal ini terjalin melalui komunikasi yang baik dan kerjasama kegiatan yang diselenggarakan di komplek Vihara Saddharma NSI. Pada kepengurusan yang ter-
pilih pada periode tahun 2015 ini, para pengurus Hikmahbudhi akan melakukan upayaupaya untuk mengembangkan generasi muda Buddhis.
Sekilas Hikmahbudhi Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia disingkat Hikmahbudhi, adalah organisasi mahasiswa Buddhis nasional di Indonesia. Berawal dari sebuah majalah bernama Hikmahbudhi yang digerakkan oleh mahasiswa Buddhis di Jakarta pada tahun 1970-an. Usaha membentuk organisasi akhirnya baru terwujud pada tahun 1988, di mana diadakan pertemuan antar mahasiswa Buddhis dari 13 kota dan bersepakat untuk membentuk HIKMAHBUDHI. Aktivitas organisasi ini pada
awalnya lebih banyak pada ruang lingkup internal Buddhis, dan kegiatan-kegiatan sosial karitatif. Namun pada tahun 1990-an, diadakan reorientasi dan dimulailah proses perubahan yang tampak dari konten majalah Hikmahbudhi yang lebih progresif dan berorientasi kebangsaan. Sejak era tersebut, HIKMAHBUDHI juga bergerak secara aktif sebagai organisasi Mahasiswa Buddhis di tingkat nasional dan berinteraksi secara intens dengan berbagai organisasi mahasiswa lainnya. Pada tahun 1998 Keluarga Mahasiswa Buddhis Jakarta (KMBJ) melebur ke dalam HIKMAHBUDHI dan diikuti beberapa KMB di daerah dengan status Pengurus Cabang. eee Maret 2015 | Samantabadra
17
liputan
Ketua Umum NSI Menandatangani Deklarasi Anti Penyalahgunaan Narkoba
B
adan Narkotika Nasional (BNN) pada tanggal 31 Januari 2015 yang lalu menggelar deklarasi gerakan rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta Selatan. Kegiatan ini pertama kali dilakukan oleh BNN dengan target yang jauh lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini dicanangkan untuk merehabilitasi setidaknya 100.000 penyalahguna narkoba. Acara ini juga dihadiri oleh beberapa pejabat pemerintah dan beberapa tokoh 18
Samantabadra | Maret 2015
masyarakat. Salah satunya adalah Ketua Umum NSI yang hadir untuk turut serta menandatangani deklarasi. Jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia saat ini berjumlah sekitar 4 juta orang. Sedangkan gerakan rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba ini adalah jumlah minimal yang menjadi target BNN. Untuk bisa merehabilitasi sekitar 4 juta penyalahguna, harus dirintis setiap tahun direhabilitasi minimal 100.000 penyalahguna narkoba. Target tahun ini lebih besar dibandingkan
tahun sebelumnya yang hanya merehabilitasi 2000 orang. BNN juga akan menggandeng seluruh instansi pemerintah dan masyarakat yang memiliki fasilitas rehabilitasi, untuk diberdayakan, seperti TNI dan Polri, di mana barak-barak TNI-Polri yang tidak dipakai akan kita akan gunakan untuk rehabilitasi, selain rumah sakit. BNN juga akan menggerakan masyarakat supaya muncul keinginan untuk membangun pusat rehabilitasi untuk lingkungan masing-masing. eee
materi ajaran | gosyo kensyu
Gosyo Kensyu
Surat Kepada Niike (Bagian 2)
LATAR BELAKANG|
S
urat ini ditulis di Gunung Minobu pada bulan ke-2 tahun 1280 (Koan ke-3) ketika Niciren Daisyonin berusia 59 tahun, diberikan kepada Niike Saemonnojo. Pertama-tama menjelaskan betapa gembiranya kita dapat dilahirkan pada Masa Akhir Dharma, di mana Saddharmapundarika-sutra tersebarluas dan menyesali orang-orang yang tak dapat percaya pada Saddharmapundarika-sutra. Kemudian menjelaskan, sekalipun memuji Saddharmapundarika-sutra dengan menerima, mempertahankan, membaca dan menghafalnya, tapi bila bertentangan dengan makna sesungguhnya ’sutra ini’, maka akan jatuh ke dalam Dunia Buruk. Selanjutnya menjelaskan karunia kebajikan menyumbang Bhiksu yang mempertahankan Saddharmapundarika-sutra. Kemudian dengan melihat keadaan masyarakat di dunia fana ini, Niciren Daisyonin menasehati tentang kecenderungan jiwa untuk tidak terikat
mencari keuntungan, reputasi maupun berkompromi dengan para pemfitnah Hukum, karena akan mendapat dosa yang sama. Lebih jauh menerangkan ketiga kebajikan Sang Buddha. Maka bagi orang-orang Jepang yang menentang Saddharmapundarika-sutra adalah musuh Sang Buddha. Umpama, betapapun hinadinanya kedudukkan seseorang, kalau ia mempertahankan ‘Hukum Sakti’, maka ia patut dihormati. Hal ini merupakan inti hakikat pencapaian Kesadaran Buddha. Kemudian mengajarkan untuk menghormati Sang Triratna sebagai hal yang mutlak dicamkan. Selanjutnya menegaskan, kesombongan hati yang makin tebal dari para Bhiksu Zensu adalah sikap iblis. Dalam surat ini diajarkan cara pelaksanaan pertapaan Hukum Agama Buddha yang tepat, akhirnya memberi dorongan untuk memperkuat kepercayaan dengan memahami secara mendalam prinsip Hukum Agama Buddha. Maret 2015 | Samantabadra
19
materi ajaran | gosyo kensyu
ISI GOSYO |
S
ang Buddha Sakyamuni adalah ayah, majikan dan guru bagi seluruh Buddha, Dewa, seluruh pesamuan manusia dan makhluk dewata, serta seluruh makhluk berperasaan. Bila kita membunuh Sang Buddha Sakyamuni yang demikian agungnya, bergembirakah para Dewa dan makhluk dewata? Saat ini, seluruh manusia negeri Jepang adalah musuh Sang Buddha Sakyamuni. Dibandingkan para penganut awam pria dan wanita, para Dharma Duta yang berprajna sesat merupakan musuh Sang Buddha yang lebih jahat. Prajna ada dua macam, prajna benar dan prajna sesat. Meskipun seseorang tampaknya mempunyai prajna, janganlah mengikuti ajarannya yang sesat. Begitu juga janganlah mengikuti ajaran seseorang semata-mata karena ia seorang Bhiksu mulia atau berkedudukan tinggi. Meskipun seorang hina dina, bila ia memahami makna Sutra ini, pujalah dan sumbanglah kepadanya seakan-akan ia adalah Sang Tathagata yang hidup. Demikian diajarkan dalam kalimat Sutra. Itu sebabnya Mahaguru Dengyo mengatakan, kaum pria-wanita yang tidak berprajna dan melanggar pantanganpun kalau benar-benar percaya pada Sutra ini, hendaknya mereka tidak diberi tempat duduk rendah, melainkan ditempat yang lebih tinggi kedudukannya dari para Bhiksu Nizenkyo yang menjaga 250 pantangan secara ketat apalagi dengan para Bhiksu pelaksana Sutra Mahayana ini. Bhiksu Ryokan dari Vihara Gokuraku tampak sebagai Sang Tathagata yang hidup, namun kaum pria-wanita penganut Sutra ini seharusnya diberi kedudukan yang lebih tinggi daripadanya. Bhiksu Ryokan yang telah menjalankan 250 pantangan pun kalau bertemu Niciren selalu naik pitam dan membelalakkan matanya. Ini bukan hal biasa, tapi disebabkan masuknya iblis kedalam tubuh sang arif bijaksana tersebut. Sama seperti seorang bersifat baik, ketika mabuk minuman keras timbullah hati buruk dan menjadi jahat terhadap orang lain. Sang Buddha mengajarkan, barang siapa menyumbang kepada Mahakasyapa, Sariputra, Maudgalyayana dan sebagainya pasti akan jatuh kedalam Tiga Dunia Buruk, karena jiwa orang-orang ini lebih buruk daripada anjing liar dan anjing hutan. Keempat Sravaka Besar seperti mereka ini mempertahankan 250 macam pantangan secara amat teguh seperti batu intan, menjalani 3.000 macam ketentuan secara amat sempurna seperti bulan purnama malam ke-15, tapi selama mereka belum menganut Saddharmapundarika-sutra, mereka dinyatakan seperti ini. Apalagi dengan orang-orang zaman sekarang yang jauh lebih buruk daripada mereka. Para Bhiksu vihara Kenco dan vihara Enggaku melanggar tata tertib dan pantangan ibarat gunung besar yang telah pudar menjadi puing-puing. Sikap mereka yang biadab menyerupai kera. Betapa bodohnya orang mencari keselamatan hidup mendatang dengan menyumbang mereka. Tidak diragukan lagi para Dewa pelindung meninggalkan negeri ini. 20
Samantabadra | Maret 2015
Zaman dahulu kala, para Dewa, Bodhisattva dan Sravaka secara serentak berprasetya dihadapan Sang Buddha Sakyamuni, kelak bila ada negara yang menjadi musuh Saddharmapundarika-sutra, maka mereka akan menjadi hujan es dimusim panas untuk menimbulkan bencana kelaparan dinegeri tersebut; atau menjelma sebagai serangga-serangga kecil yang memakan habis segala macam biji-bijian; atau menimbulkan bencana kemarau panjang; atau menjadi bencana banjir yang menghanyutkan sawah ladang; atau menjadi angin ribut yang membunuh rakyat; atau menjadi iblis jahat yang menyusahkan manusia. Bodhisattva Agung Haciman pun hadir diantara mereka, hingga apakah ia tak takut melanggar prasetyanya di Gridhrakuta? Bila sampai ia melanggar prasetyanya, ia pasti akan jatuh kedalam neraka tanpa batas. Sungguh mengerikan! Selama ini, belum muncul utusan Sang Buddha yang sebenarnya, yang menyebarluaskan Sutra ini, hingga kepala negara pun tidaklah menjadi musuh baginya, karena ia menganggap semua Sutra adalah mulia. Tapi kini, Saya sebagai utusan Sang Buddha menyebarluaskan Sutra ini, hingga mulai dari seorang penguasa tertinggi negeri ini sampai kepada puluhan ribu rakyat jelata, semua telah jadi pemfitnah Dharma. Sejauh ini Bodhisattva Agung Haciman telah berusaha sedapat mungkin untuk tidak membiarkan orang-orang negeri ini menjadi musuh Saddharmapundarika-sutra, dan ia tidak sampai hati meninggalkan orang-orang negeri ini seperti orang tua yang tak sampai hati meninggalkan anak tunggalnya. Tapi karena ia takut melanggar prasetyanya di Gridhrakuta, ia pun akhirnya membakar kuilnya sendiri dan naik kelangit. Namun, bila ada pelaksana Saddharmapundarika-sutra yang berani mengorbankan jiwa raganya demi Sutra ini, maka ia tetap berada di atas kepalanya. Tapi kalau Dewa Tensyo Daijin dan Bodhisatva Agung Haciman telah naik ke langit, bagaimana mungkin dewa-dewa lain tetap tinggal di kuilnya? Meskipun mereka tidak ingin meninggalkannya, kalau Saya menuntut pelanggaran prasetya mereka, mereka pun tak dapat bertahan satu hari juga. Umpama seorang pencuri, selama ia belum dikenali siapapun, ia dapat menetap di mana saja, tapi kalau ada orang yang mengenalinya lalu mencela serta menuntutnya sebagai pencuri, maka mau tak mau ia harus melarikan diri dari tempat tinggalnya. Demikian juga karena Saya menuntut mereka, maka para Dewa terpaksa harus meninggalkan kuilnya. Maka, tanpa kita duga negeri ini telah jadi tempat tinggal para iblis jahat. Betapa menyedihkannya! Banyak orang menyebarluaskan segala ajaran suci yang dikhotbahkan Sang Buddha Sakyamuni, tapi Ajaran Hukum yang demikian penting tak pernah disebarluaskan siapapun, termasuk Dengyo dan Tien-tai. Namun wajar, karena ajaran ini adalah Ajaran Hukum yang harus disebarluaskan oleh Bodhisattva Visishtakaritra yang muncul pada 500 tahun pertama Masa Akhir Dharma, maka bagaimana pun juga percayalah Sutra ini sebaik-baiknya dalam hidup ini, agar pada saat ajal tiba Anda disambut oleh ribuan Buddha dan berlari ke tanah suci Gridhrakuta untuk merasakan sendiri kenikmatan kesadaran Buddha yang sebenarnya. Bila saat pencapaian kesadaran Buddha bagi Anda tertunda karena lemahnya kepercayaan Anda, maka janganlah dendam pada Saya. Umpama seorang penderita sakit yang membenci dokternya ketika penyakitnya sulit disembuhkan, padahal sebenarnya sang dokter telah memberi obat mujarab, hanya saja si penderita sakit itu sendiri yang minum Maret 2015 | Samantabadra
21
materi ajaran | gosyo kensyu racun. Percaya pada Sutra ini berarti menjalankan secara tepat apa yang diajarkan dalam kalimat Sutra tanpa sedikitpun mengikutsertakan pandangan diri sendiri maupun katakata orang lain dan tanpa bertentangan dengan seluruh isi Saddharmapundarika-sutra. Bila Anda bersikap seperti ini, Anda pasti akan menjadi Buddha. Menjadi Buddha bukanlah hal yang luar biasa. Bila Anda menyebut Nammyohorengekyo tanpa mencampuradukkan hal-hal lainnya, maka 32 ciri serta 80 tanda Sang Buddha akan tercakupi dengan sendirinya. Sang Buddha Sakyamuni bersabda: “Dahulu kala Aku berprasetya ingin membuat seluruh makhluk menjadi sama seperti Aku tanpa perbedaan�, maka kitapun dengan mudah dapat menjadi Buddha seperti Sang Sakyamuni. Telur burung pada mulanya hanya berisi zar cair, tapi tanpa dibantu siapapun juga dari cairan tersebut akan muncul paruh, mata dan segala bagian tubuh lain hingga lahir seekor burung yang beterbangan di langit. Kita pun sebagai manusia biasa yang masih jauh dari keadaan sempurna adalah ibarat telur kesesatan jiwa, tapi karena dierami oleh ibunda penyebutan Nammyohorengekyo maka akan muncul paruh 32 ciri Sang Buddha dan akan tumbuh bulu berupa 80 tanda Sang Buddha, hingga jiwa kitapun akan beterbangan di langit hakikat jiwa yang sebenarnya. Hal ini dinyatakan dalam Sutra Nirwana, bahwa seluruh umat manusia terkurung dalam kulit telur kesesatan jiwa, tanpa memiliki paruh prajna Buddha. Maka Sang Buddha kembali kedunia ini, ibarat induk burung kembali kesarang tuanya, untuk mematuk kulit telur kesesatan jiwa agar seluruh umat manusia seperti halnya burung-burung muda, dapat meninggalkan sarangnya dan beterbangan dilangit luas kesadaran jiwa yang sebenarnya. Orang yang berpengertian tentang Ajaran Hukum tapi tidak berkepercayaan, takkan dapat mencapai kesadaran Buddha. Sebaliknya, orang yang tidak berpengertian namun berkepercayaan, pasti dapat mencapai kesadaran Buddha. Semuanya adalah maksud sebenarnya yang dikemukakan dalam Saddharmapundarika-sutra dan bukan kata-kata Saya pribadi. Maka dalam jilid kedua Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Sekalipun engkau, Sariputra, dalam Sutra ini dapat memasuki kesadaran Buddha karena percaya, bukan karena kekuatan akalnya.� Sang Buddha mengajarkan, Sariputra yang paling unggul prajnanya pun dapat menjadi Buddha hanya karena menerima dan mempertahankan Sutra ini dengan kepercayaan kuat, bukan karena kekuatan akalnya. Sariputra saja menjadi Buddha bukan karena kekuatan akalnya, apalagi kita manusia biasa. Meskipun kita telah memahami sedikit Ajaran Hukum ini, namun bila kita tidak berkepercayaan, maka takkan dapat menjadi Buddha. Sang Buddha mengajarkan, umat manusia Masa Akhir Dharma ini setelah memahami sedikit saja Ajaran Hukum sudah meremehkan Bhiksu dan merendahkan Hukum, hingga terjerumus kedalam dunia buruk. Tanda-tanda seseorang yang benar-benar memahami Hukum ialah menghormati Bhikku, memuja Hukum dan menyumbang kepada Buddha. Tapi karena pada masa ini Sang Buddha telah tiada, maka hormatilah orang yang berprajna kesadaran Buddha sebagaimana Anda menghormati Sang Buddha sendiri. Dengan berbuat demikian, bagaimana mungkin Anda tidak memperoleh rejeki dan kebajikan? Jika Anda mendambakan kebahagiaan di masa mendatang, maka buanglah keinginan untuk mencari reputasi dan keuntungan pribadi dan hormatilah seorang Bhiksu yang dapat menerangkan Saddharmapundarika22
Samantabadra | Maret 2015
sutra seperti menghormati Sang Tathagata yang hidup, meskipun ia amat rendah kedudukannya. Inilah maksud sebenarnya kalimat Sutra Sang Buddha. Sekte Zen saat ini bertentangan dengan Lima Prinsip Kemanusiaan, yakni: kebajikan, kebenaran, kesusilaan, kebijaksanaan dan kepercayaan. Menyegani arif bijaksana, menghormati orang tua dan mencintai orang muda adalah asas umum dalam falsafah Buddhis maupun non Buddhis. Namun kalau kita berpaling pada para Bhiksu sekte tersebut, maka meskipun mereka sejak kemarin dan hari ini masih merupakan orang-orang biadab yang tak dapat membedakan hitam dan putih, tapi begitu mereka mengenakan jubah Bhiksu berwarna coklat tua, mereka jadi congkak dan memandang enteng para Bhikku yang berprajna dan berkebajikan tinggi dari sekte Tien-tai dan Syingon, tanpa mengenal sopan santun sedikitpun, seakan mereka lebih tinggi kedudukannya. Sikap congkak yang biadab ini bahkan lebih rendah daripada binatang. Sebab itu Mahaguru Dengyo menyatakan dalam penjelasannya bahwa anjing laut menyatakan rasa terima kasih dengan mempersembahkan ikan yang ia tangkap, burung gagak di hutan membawakan makanan untuk ayah dan kakeknya, burung merpati senantiasa hinggap di dahan pohon yang tiga tahap lebih rendah daripada tempat ayahnya, kawasan angsa liar selalu beterbangan dalam barisan yang rapih, sedangkan anak biri-biri senantiasa bersujud ketika menyusu dari induknya. Binatang yang rendah saja mengenal kesusilaan serupa ini, lalu bagaimana jadinya manusia yang sama sekali tidak mengenal tata susila? Maka wajar kalau mereka dari sekte Zen tersesat dalam Ajaran Hukum, karena mereka bahkan tidak tahu bagaimana seharusnya sikap manusia. Bukankah ini adalah tingkah laku iblis yang porak poranda? Pahamilah ajaran-ajaran Hukum ini dengan jelas dan terang, kemudian ingatlah selalu seluruh ajaran Saddharmapundarika-sutra yang terdiri dari 8 jilid (28 bab) dan laksanakanlah tanpa lalai sedikitpun. Dan bila Anda merasa rindu pada Saya, maka lihatlah matahari yang terbit tiap hari. Tiap hari sekali, Saya akan memantulkan bayangan Saya pada matahari. Mintalah pada Bhiksu pembawa surat ini untuk membacanya dengan suara lantang dan dengarkanlah baik-baik. Hormatilah Bhiksu pembawa surat ini sebagai orang yang memiliki prajna kesadaran Buddha dan bertanyalah selalu kepadanya mengenai Ajaran Hukum. Tanpa bertanya, bagaimana mungkin Anda dapat menyingkirkan awan gelap keraguan? Tanpa memiliki kaki, bagaimana mungkin Anda dapat menempuh perjalanan seribu mil? Mintalah selalu kepada Bhiksu pembawa surat ini untuk membaca surat ini berulang kali dengan suara lantang agar Anda dapat mendengarkannya dengan baik. Dengan harapan untuk berjumpa kembali, Saya akhiri surat ini sampai di sini. Salam. Bulan ke-2 tahun 1280 Untuk Saudara Niike
Hormat Saya, tertanda Niciren Maret 2015 | Samantabadra
23
materi ajaran | gosyo kensyu | KUTIPAN GOSYO
1
Prajna ada dua macam, prajna benar dan prajna sesat. Meskipun seseorang tampaknya mempunyai prajna, janganlah mengikuti ajarannya yang sesat. Begitu juga janganlah mengikuti ajaran seseorang semata-mata karena ia seorang Bhiksu mulia atau berkedudukan tinggi. Meskipun seorang hina dina, bila ia memahami makna Sutra ini, pujalah dan sumbanglah kepadanya seakan-akan ia adalah Sang Tathagata yang hidup. Demikian diajarkan dalam kalimat Sutra.
GM
Keterangan : Bagian ini menjelaskan, Sang Buddha Sakyamuni merupakan majikan, guru dan orang tua bagi seluruh Buddha, Dewa, manusia, surga dan seluruh mahluk. Sebagai Sang Buddha Pembibitan Masa Akhir Dharma adalah menunjuk Niciren Daisyonin yang mencakupi ketiga kebajikan dari majikan, guru dan orang tua. Dalam Surat Membuka Mata dikatakan: “Niciren adalah majikan, guru dan orang tua dari umat manusia di Jepang” (Gosyo hal. 237). Kutipan kalimat ini mengajarkan, dalam menghormati seseorang bagaimanapun harus berdasarkan dengan membedakan kebenaran atau kesesatan Dharma yang dianutnya. Maka dikatakan: “Meskipun seseorang tampaknya seolah memiliki prajna, jangan mengikuti ajarannya yang menyesatkan”. Berarti: daripada menitikberatkan pada cara bertutur kata, lebih baik berdasarkan apakah isi ajaran yang dikhotbahkan itu tepat atau sesat. Begitupun dikatakan, “Jangan mengikuti ajaran seseorang semata-mata karena ia seorang Bhiksu yang kelihatannya mulia atau berkedudukan tinggi”, jangan menilai seseorang berdasarkan jabatan 24
Samantabadra | Maret 2015
/ kedudukan. Walau sebagai seorang manusia biasa pun, jika ia menyadari inti hakekat Saddharmapundarika-sutra, Nammyohorengekyo Icinen Sanzen sesungguhnya, maka ia harus dihormati sebagai “Buddha hidup” dengan keadaan seadanya sebagai manusia biasa. Dalam Bab Dharma Duta dikatakan: “Setelah kemoksyaan-Ku bila terdapat seseorang yang dapat mempertahankan Sutra ini dalam dunia yang buruk, maka ia harus dihormati dengan tangan terkatup dan memberi sumbangan layaknya kepada Sang Buddha”.
2
Banyak orang menyebarluaskan segala ajaran suci yang dikhotbahkan Sang Buddha Sakyamuni, tapi Ajaran Hukum yang demikian penting tak pernah disebarluaskan siapapun, termasuk Dengyo dan Tien-tai.
GM
Keterangan : Terdapat banyak orang yang menyebarluaskan Agama Buddha. Tapi “Ajaran hukum yang demikian pentingnya” yang dapat disebarluaskan Niciren Daisyonin sekarang ini, walau Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Dengyo tak pernah menjelaskannya. Karena “Ajaran hukum yang demikian pentingnya” telah ditetapkan sebagai ajaran yang harus disebarluaskan oleh Bodhisattva Visishthakaritra pada awal 500 tahun Masa Akhir Dharma. Dalam Bab Kekuatan Gaib Sang Tathagata Saddharmapundarikasutra, Sang Buddha Sakyamuni telah menyerahkan tugas penyebarluasan kepada Bodhisattva Visishthakaritra. Sedang dalam Bab Baisyajaraja dikatakan: “Setelah kemoksyaan-Ku pada 500 tahun terakhir di
Jambudwipa akan tercapai penyebarluasan�. Jelas telah ditetapkan waktunya. Jadi kita yang lahir di Masa Akhir Dharma, tiada kebahagiaan yang lebih besar dapat percaya dan menerima hukum agung ini. Untuk itu, hendaknya giat berusaha melaksanakan kepercayaan yang kuat hingga mencapai kesadaran Buddha.
3
Maka bagaimana pun juga percayalah Sutra ini sebaik-baiknya dalam hidup ini, agar pada saat ajal tiba Anda disambut oleh ribuan Buddha dan berlari ke tanah suci Gridhrakuta untuk merasakan sendiri kenikmatan kesadaran Buddha yang sebenarnya. Bila saat pencapaian kesadaran Buddha bagi Anda tertunda karena lemahnya kepercayaan Anda, maka janganlah dendam pada Saya. Umpama seorang penderita sakit yang membenci dokternya ketika penyakitnya sulit disembuhkan, padahal sebenarnya sang dokter telah memberi obat mujarab, hanya saja si penderita sakit itu sendiri yang minum racun. Percaya pada Sutra ini berarti menjalankan secara tepat apa yang diajarkan dalam kalimat Sutra tanpa sedikitpun mengikutsertakan pandangan diri sendiri maupun kata-kata orang lain dan tanpa bertentangan dengan seluruh isi Saddharmapundarika-sutra. Bila Anda bersikap seperti ini, Anda pasti akan menjadi Buddha.
Anak Cabang
Keterangan : Dalam Bab Nasehat Bodhisattva Samantabadra Saddharmapundarikasutra dikatakan: “Setelah hidup mereka berakhir, tangan-tangan ribuan Buddha akan terulur�, berarti ribuan Buddha mengulurkan tangan pasti bermaksud menjemputnya untuk memasuki tanah air Buddha dan mewujudkan kepastian pencapaian kesadaran Buddha. Untuk itu,
yang terpenting adalah dengan percaya giat melaksanakan pertapaan yang sesuai diajarkan Sang Buddha. Dengan melaksanakan ajaran (Gosyo) dan bersandar pada Gohonzon, tidak berdasarkan pada pandangan diri sendiri maupun kata-kata orang lain, maka kalau melaksanakan kepercayaan dengan sepenuh jiwa raga bahwa selain Saddharma (Myoho) tiada hukum lain pencapaian kesadaran Buddha, maka akan memunculkan Dunia Buddha dari dalam jiwa sendiri, yaitu pencapaian kesadaran Buddha dalam keadaan seadanya, seluruh karunia kebajikan yang tercakup dalam jiwa Sang Buddha akan tercakupi pula dalam jiwa manusia biasa yang percaya, menerima dan mempertahankan Saddharma (Myoho).
4
Orang yang berpengertian tentang Ajaran Hukum tapi tidak berkepercayaan, takkan dapat mencapai kesadaran Buddha. Sebaliknya, orang yang tidak berpengertian namun berkepercayaan, pasti dapat mencapai kesadaran Buddha.
Anak Cabang
Keterangan: Dalam ajaran non Buddhispun diajarkan, percaya adalah kunci untuk membuka pintu gerbang surga. Dalam agama Buddha percaya adalah kunci pencapaian kesadaran Buddha. Percaya mempunyai berbagai jenis. Mulai dari percaya membabi buta, percaya karena hubungan erat antar manusia (keluarga, famili, sahabat dan lainnya), bagi pengusaha saling percaya adalah karena satu sama lain dapat memegang teguh dan saling menepati janji-janjinya. Tapi percaya dalam agama Buddha bukanlah percaya seperti semua itu. Kriteria umum untuk diakuinya suatu ajaran agama mencakupi tiga syarat: 1. adanya ajaran; 2. adanya pembabar ajaran Maret 2015 | Samantabadra
25
materi ajaran | gosyo kensyu dan 3. bila ajaran itu dilaksanakan dengan baik akan menghasilkan manfaat bagi pelaksananya. Agama Buddha sejak dahulu telah menerapkan ketiganya dengan menegaskan agar para pendengar khotbah Sang Buddha jangan langsung percaya begitu saja apa yang dibabarkan Beliau, tapi renungkan dan laksanakan, setelah terbukti kebenarannya, barulah boleh sepenuhnya percaya. Karena dalam agama Buddha sangat ditekankan ajaran hukum sebab akibat, maka percaya yang tidak membabi buta adalah percaya dan keyakinan akan kebenaran hukum tersebut. Salah satu prinsip dalam Buddhism Niciren adalah I Syin Tai E (dengan percaya memperoleh prajna), juga prinsip I Shin Toku Nyu (dengan percaya dapat menghayati). Jadi jelas bahwa percaya akan hukum dan kesadaran akan hukum adalah prajna. Berarti: percaya, kesadaran dan prajna merupakan kesatuan.
Tanpa memiliki kaki, bagaimana mungkin Anda dapat menempuh perjalanan seribu mil?
Anak Cabang
Keterangan : Sampai disini telah diberi pengertian berbagai hukum dan mengajarkan bahwa inti hakekat kepercayaan adalah berdasarkan percaya pada Saddharmapundarika-sutra, giat melaksanakan pertapaan untuk diri sendiri dan orang lain. Juga ketika rindu kepada Niciren Daisyonin, hendaknya setiap hari menyebut Mantera Agung Nammyohorengekyo menghadap Timur (matahari terbit). Sedangkan “Setiap hari sekali, Niciren Daisyonin akan memantulkan bayangan-Nya pada matahari�, hal mana mengajarkan, setiap pagi ketika menyebut Daimoku menghadap Timur, walau berada dimanapun juga hati percaya terhadap Gohonzon yang dinyatakan dengan Daimoku, akan selalu berhubungan dengan Sang Buddha Niciren Daisyonin. Pahamilah ajaran-ajaran Hukum Kemudian diajarkan, hendaknya selalu ini dengan jelas dan terang, mengajukan pertanyaan mengenai kemudian ingatlah selalu seluruh Hukum Agama Buddha kepada Bhiksu ajaran Saddharmapundarika-sutra yang telah membawa surat ini sebagai yang terdiri dari 8 jilid (28 bab) dan pengaruh baik, dan orang yang dapat laksanakanlah tanpa lalai sedikitpun. dipercaya dalam membimbing pertapaan Bila Anda merasa rindu pada Saya, Agama Buddha yang tepat dengan prajna lihatlah matahari yang terbit tiap hari. Tiap hari sekali, Saya akan memantulkan kesadaran Buddha. Dengan keinginan umat mengajukan pertanyaan akan bayangan Saya pada matahari. Mintalah menghilangkan ketidakjelasan dalam pada Bhiksu pembawa surat ini untuk Hukum Agama Buddha, serta memperdalam membacanya dengan suara lantang dan hati kepercayaan hingga terbuka prajnanya. dengarkanlah baik-baik. Hormatilah Hati percaya sesungguhnya tidak lain Bhiksu pembawa surat ini sebagai orang merupakan perjalanan ribuan kilometer yang memiliki prajna kesadaran Buddha yang berkesinambungan dengan semangat dan bertanyalah selalu kepadanya mengenai Ajaran Hukum. Tanpa bertanya, langkah pertama. Dalam memperkokoh hati percaya ini telah diberi dorongan agar selalu bagaimana mungkin Anda dapat membaca dan memperdalam makna yang menyingkirkan awan gelap keraguan. terkandung dalam surat ini.
5
26
Samantabadra | Maret 2015
Letter to Niike (part 2) S
hakyamuni Buddha is the father, sovereign, and teacher of all the other Buddhas and all the gods, of the whole assembly of human and heavenly beings, and of all living beings. How could the heavenly gods and benevolent deities rejoice if the Buddha were killed? Today all the people of our country have proved to be enemies of Shakyamuni Buddha, but more than laymen or laywomen, it is the priests with perverse wisdom and hearts who are the Buddha’s worst enemies. There are two kinds of wisdom, correct and perverse. No matter how wise a person may appear, if his assertions are warped you should not listen to him. Nor should you follow priests merely because they are venerable or of high rank. But if a person has the wisdom to know the true meaning of the Lotus Sutra, no matter how lowly he may appear, pay respect to him and make offerings to him as though he were a living Thus Come One . Thus it is written in the sutra. That is why the Great Teacher Dengyō says that the men and women who believe in this sutra, even if they lack knowledge or violate the precepts, should be seated above priests who observe all two hundred and fifty precepts of the Hinayana teachings, and never be seated in a humble position, and that this is all the more true of the priests of this Mahayana sutra. The priest Ryōkan of Gokuraku-ji temple is thought to be a living Thus Come One , but the men and women who believe in the Lotus Sutra should be seated high above him. It seems extraordinary that this Ryōkan, who observes the two hundred and fifty precepts, should become angry and glare at me, Nichiren, whenever he sees me. The learned man has been possessed by a devil. It is like the case of a generally even-tempered person who, when drunk, reveals his evil side and causes trouble. Prior to the preaching of the Lotus Sutra, the Buddha taught that those who gave alms to Mahākāshyapa, Shāriputra, Maudgalyāyana, [and Subhūti] would fall into the three evil paths. He said that the minds of these voice-hearers were inferior to those of dogs or foxes. These four great voice-hearers adamantly upheld the two hundred and fifty precepts, and their observance of the three thousand rules of conduct was as perfect as the full moon on the fifteenth night. Nevertheless, until they embraced the Lotus Sutra, they were bitterly criticized by the Buddha. How much more would this be so in the case of the priests today who are inferior to them! So flagrantly do the priests of Kenchō-ji and Engaku-ji temples break the code of ceremonies and the precepts, that they seem like a mountain that has collapsed into rubble. Their wanton behavior is like that of monkeys. It is utterly futile to look for salvation in the next life by giving alms to such priests. The benevolent gods who lend their protection have no doubt abandoned our land. Long ago the heavenly gods and benevolent deities, bodhisattvas and voice-hearers pledged in a single voice in the presence of Shakyamuni Buddha that, if a land hostile to the Lotus Sutra should exist, they would appear in the form of frost and hail in the sixth month to drive the land into famine; or turn into insects and devour the five kinds of grain; or cause droughts or floods to ruin the fields and farms; or become gales and sweep the people to their deaths; or transform themselves into demons and cause suffering for the people. Great Bodhisattva Hachiman was among those present. Does he not fear breaking the oath made at Eagle Peak? Should he break his promise, he would surely be doomed to the hell of incessant suffering—a fearful, terrible thing to contemplate. Until the envoy of the Buddha actually appeared in the world to propagate the Lotus Sutra, the rulers of the land were not hostile to it, for they revered all the sutras equally. Maret 2015 | Samantabadra
27
materi ajaran | gosyo kensyu Now that I am spreading the Lotus Sutra as the Buddha’s envoy, however, everyone from the ruler on down to the common people has become a slanderer of the correct teaching. So far Hachiman has done everything possible to prevent hostility toward the Lotus Sutra from developing among the people of this country, as reluctant to abandon them as parents would be to abandon an only child, even if it were unfilial. But now in fear of breaking the pledge he made at Eagle Peak, he has burned down his shrine and ascended to heaven. Even so, should there be a votary of the Lotus Sutra who would give his body and life for it, Hachiman would dwell upon his head. But since both the Sun Goddess and Great Bodhisattva Hachiman have gone, how could the other gods remain in their shrines? Even if they did not wish to leave, how could they stay another day if I reproached them for not keeping the promise they made at Eagle Peak? A person may be a thief, but as long as no one knows, he can live wherever he wishes. But when denounced as a thief by someone who knows him, he is forced to leave his dwelling against his will. In the same way, because I know of their vow, the gods are compelled to abandon their shrines. Contrary to popular belief, this country has become inhabited by evil demons. How pitiful! Many have spread the various teachings put forth by the Buddha in his lifetime, but until now, no one, not even T’ien-t’ai or Dengyō, has taught the most important of all. That is as it should be, for that teaching spreads with the advent of Bodhisattva Superior Practices during the first five hundred years of the Latter Day of the Law. No matter what, always keep your faith in the Lotus Sutra steadfast. Then, at the last moment of your life, you will be welcomed by a thousand Buddhas, who will take you swiftly to the pure land of Eagle Peak where you will experience the boundless joy of the Law. If your faith weakens and you do not attain Buddhahood in this lifetime, do not reproach me. If you do, you will be like the sick man who refuses the good medicine his physician prescribes and takes poison instead. He does not recover, but it never occurs to him that it is his fault, and he blames the physician. Faith in this sutra means that you will surely attain Buddhahood if you are true to the entirety of the Lotus Sutra, adhering exactly to its teachings without adding any of your own ideas or following the arbitrary interpretations of others. Becoming a Buddha is nothing extraordinary. If you chant Nam-myoho-renge-kyo with your whole heart, you will naturally become endowed with the Buddha’s thirty-two features and eighty characteristics. As the sutra says, “hoping to make all persons equal to me, without any distinction between us,” you can readily become as noble a Buddha as Shakyamuni. A bird’s egg contains nothing but liquid, yet by itself this develops into a beak, two eyes, and all the other parts, and the bird soars into the sky. We, too, are the eggs of ignorance, which are pitiful things, but when nurtured by the chanting of Nam-myoho-renge-kyo, which is like the warmth of the mother bird, we develop the beak of the thirty-two features and the feathers of the eighty characteristics and are free to soar into the sky of the true aspect of all phenomena and the reality of all things. This is what is meant by the sutra passage that says in essence: “All people dwell in the shell of ignorance, lacking the beak of wisdom. The Buddha comes back to this world—the land where sages and common mortals live together, the latter undergoing transmigration with differences and limitations—just as a mother bird returns to her nest, and cracks the shell of ignorance so that all people, like fledglings, may leave the nest and soar into the sky of the essential nature of phenomena and the reality of all things.” “Knowledge without faith” describes those who are knowledgeable about the Buddhist doctrines but have no faith. These people will never attain Buddhahood. Those of “faith without knowledge” may lack knowledge but have faith and can attain Buddhahood. This is not merely my own opinion; it is stated clearly in the Lotus Sutra. In the second volume, the Buddha says, “Even you, Shāriputra, in the case of this sutra were able to gain entrance through faith alone, not because of any wisdom 28
Samantabadra | Maret 2015
of your own.” This shows that even Shāriputra, unsurpassed in his wisdom, was able to attain Buddhahood only by embracing and firmly believing in this sutra, and that his wisdom alone did not enable him to become a Buddha. If Shāriputra could not attain Buddhahood through his wisdom, how can we ordinary people, with limited knowledge of the doctrines, dare to dream that we may attain Buddhahood when we do not have faith? The Buddha explains that people in the latter age will be arrogant, though their knowledge of the doctrines is trifling, and will show disrespect to the priests, neglect the Law, and thereby fall into the evil paths. If one truly understands the Buddhist teachings, one should show this in one’s respect for the priests, reverence for the Law, and offerings to the Buddha. Shakyamuni Buddha is not among us now, so you must respect the teacher with enlightened wisdom as you would the Buddha himself. How, then, could you not receive blessings? If one wishes for happiness in one’s next existence, one should renounce one’s desire for fame and fortune and respect the priest who teaches the Lotus Sutra as one would a living Thus Come One, no matter how humble that priest’s station. Thus it is written in the sutra. The Zen school today generally violates the five constant virtues of benevolence, righteousness, propriety, wisdom, and good faith. To honor the wise and virtuous, to respect the elderly, and to protect the young are recognized universally as humane conduct in both Buddhist and non-Buddhist scriptures. But the Zen priests were until yesterday or the day before no more than uneducated rabble, unable to distinguish black from white. But now that they have donned priestly robes, they have become so conceited that they belittle the learned and virtuous priests of the Tendai and True Word schools. They observe none of the proper manners and think they rank higher than all others. These people are so insolent that even animals are better behaved. The Great Teacher Dengyō states that the otter shows its respect by offering up the fish it has caught, the crow in the forest carries food to its parents and grandparents, the dove takes care to perch three branches lower than its father, wild geese keep perfect formation when they fly together, and lambs kneel to drink their mother’s milk. He asks: if lowly animals conduct themselves with such propriety, how can human beings be so lacking in courtesy? Judging from the words of Dengyō, it is only natural that the Zen priests should be confused about Buddhism when they are ignorant even of how people should behave. They are acting like Pāpīyas, the heavenly devil. Understand clearly what I have taught you here, and continue your practice without negligence, reverently believing in the single sutra consisting of eight volumes and twenty-eight chapters. When you long to see me, pray to the sun every day, and once a day my image will be reflected there. Have the priest who is my messenger read this letter to you. Trust him as a teacher with enlightened wisdom, and ask him any questions you may have about the doctrines. If you do not question and resolve your doubts, you cannot dispel the dark clouds of illusion, any more than you could travel a thousand miles without legs. Have him read this letter again and again, and listen attentively. In anticipation of speaking with you at our next meeting, I will conclude here. The second month in the third year of Kōan (1280) To Niike Respectfully, Nichiren
Maret 2015 | Samantabadra
29
materi ajaran | gosyo cabang
Gosyo Cabang
Surat Kepada Nambu Rokuro
LATAR BELAKANG |
N
ambu Rokuro penerima surat ini, adalah Sanenaga Rokuro Hakiri. Tempat dan waktu ditulisnya surat ini tidak jelas. lsi surat pertama-tama menyampaikan dengan jelas bahwa harus diperingatkan dengan tegas tentang pemfitnahan dharma. Jika tidak melakukannya, sekalipun sekarang kelihatannya baik, pasti nanti terjatuh ke dalam neraka penderitaan yang tak terputus-putus. Mengenai tidak boleh dekat dan akrab dengan orang yang memfitnah Hukum Sesungguhnya, dibahas dengan mengutip bermacam-macam kalimat sutra. Selanjutnya dijelaskan bahwa pemfitnahan dharma ada dua macam: luar dan dalam. Berarti, pemfitnahan dharma
30
Samantabadra | Maret 2015
oleh seluruh masyarakat dan negara serta pemfitnahan dharma yang dijalankan oleh penguasa penguasa pusat negeri. Dikatakan bahwa jika tidak menghentikan kedua pemfitnahan dharma ini akan dibuang para dewa Sobyo dan Syasyoku serta negara menjadi musnah. Kemudian, dikutip kalimat Mahaguru Dengyo bahwa negeri yang memďŹ tnah dharma akah runtuh dan kehilangan sejumlah umat. Kalau ada orang di dalam keluarga yang menerima dan mempertahankan Hukum Sesungguhnya, keluarga itu akan menjadi maju. Akhirnya disampaikan bahwa pada masing-masing orang pun ada dua macam pemfitnahan dharma: Iuar dan dalam.
ISI GOSYO |
S
inga yang sedang tidur, jka tidak diusik dengan tangan, tentu tidak akan marah. Di tengah aliran air, jika tidak mendirikan batang kayu pada aliran air tersebut, tidak akan menjadi ombak. Demikian pula, jika tidak memperingatkan pemfitnahan dharma dengan keras, tidak akan mendapat penganiayaan. Dalam Sutra Nirvana dibabarkan, ”KaIau ada bhiksu yang baik, ketika melihat orang yang merusak Hukum Sesungguhnya, membiarkan dan tidak memberi peringatan keras...” Kalau ada kata ’membiarkan’ dari kalimat sutra ini tidak ditakuti, sekarang mungkin tidak apa-apa, tetapi lihatlah dikemudian hari, tidak diragukan lagi akan terujatuh dalam neraka penderitaan yang tak terputus,-putus. Oleh karena itu, dalam Empat Pelaksanaan yang Tenang dan Menyenangkan (Upacara Pelaksanaan yang Tenang dan Menyenangkan dari Saddharmapundarika-sutra) Mahaguru Nan-yueh mengatakan, ”]ika ada Bodhisattva yang menjaga orang buruk, tidak dapat menghukum perbuatan yang salah, maka akan menambah besar keburukan , membuat pikiran orang yang baik menjadi kacau, Hukum Sesungguhnya menjadi rusak dan musnah. Orang itu sebenarnya bukan Bodhisattva. Keluar meremehkan dan membohongi dengan selalu menggunakan kata-kata sebagai berikut: ‘Saya menjalankan pejaksanaan tabah dan tahan (niniku).’ Ketika orang itu berakhir hidupnya, sesudah meninggal, akan terjatuh kedalam neraka bersama-sama berbagai orang buruk.” Dalam Sutra Daijo Daisyu Cizoju Ron dikatakan, ”]ika ada orang yang memfitnah Hukum Sesungguhnya, jangan tinggal bersama dan jangan dekat serta akrab dengannya. Kalau dekat dan akrab serta tinggal bersama-sama akan pergi ke Neraka Avici. Sebagai umpama, ketika masuk ke dalam hutan cendana sekalipun tidak mematahkan cabangnya, harum pohon dapat melekat di badan. Demikian pula sama halnya, bila dekat dan akrab dengan orang yang memfitnah Hukum Sesungguhnya, semua akar kebaikan pertapaan Hukum Buddha yang diperoleh menjadi terhapus, menjadi terjatuh ke dalam neraka bersamasama orang yang memfitnah Dhafma. Oleh karena itu, dalam Guketsu jilid empat dari ketiga, Mahaguru Miao-lo mengatakan ”Orang yang pada mulanya tidak ada hati yang buruk, kalau dekat dan akrab dengan orang buruk, pasti kemudian menjadi orang yang buruk. Nama buruk itu tersebarluas ke seluruh dunia. ” Sebenarnya, pemfitnahan dharma itu ada dua: luar dan dalam. Negeri ini menjalankan kedua macam pemfitnah dharma ini. ‘Luar’ berarti pemfitnahan dharma dari seluruh 66 propinsi di Jepang. ‘Dalam’ berarti, pemfitnahan dharma yang dilakukan oleh yang menjadi pusat negara. Kalau tidak menghentikan perilaku memfitnah dharma luar dan dalam ini, Dewa Sobyo dan Syasyoku membuang negeri Jepang sehingga negeri pasti musnah. Mengapa demikian? Sobyo adalah tempat menghormati arwah raja negara ’Sya’ berarti dewa tanah. Syoku, berarti semua nama dari lima macam hasil bumi, yakni dewa Iima macam hasyil bumi. Kedua dewa, Sobyo dan Syasyoku ini kelaparan rasa Hukum Saddharmapundarika-sutra sehingga membuang negeri. Untuk itu, tanah negeri Jepang hari demi hari semakin kurang Maret 2015 | Samantabadra
31
materi ajaran | gosyo cabang dan runtuh. Oleh karena itu, dalam Guketsu dikatakan, �Karena tanah besar itu luas, tidak dapat menghormati seluruhnya. Maka satu tempat itu ditutup menjadi sya. Syoku berarti semua nama dari lima macam hasil bumi. Dewa lima macam hasil bumi disembah, maka disebut Syoku. Dengan demikian, ditempat tinggal majikan Negara, di kiri menyembah Sobyo, di kanan meyembah Syasyoku. Mereka disembah agar pada empat waktu: musim semi, musim panas, musim gugur, musim dingin lima pelaksanaan di antara langit dan bumi, yaitu kayu, api, tanah, emas, dan air, semuanya berjalan lancar. Oleh karena itu, dasar dari kemusnahan negara, dengan Iain kata adalah kehilahngan Syasyoku. Sampai dengan hal ini, Mahaguru Dengyo mengatakan, “Bila ada suara pemfithahan dharma di dalam negeri, timbul tiga bencana dan tujuh musibah yang menghilangkan ribuan rakyat. Sebaliknya, dengan menganjurkan untuk memuji Hukum Sesungguhnya dalam keluarga, tujuh musibah pasti mundur dan hilang. Maka, baik dalam rumah maupun dalam diri masing-masing ada dua pemfitnahan dharma: luar dan dalam. Tanggal 16 bulan 5 Kepada Tuan Nambu Rokuro
Tertanda, Niciren
KUTIPAN GOSYO |
1
Singa yang sedang tidur, jika tidak diusik dengan tangan... jika tidak memperingatkan pemfitnahan dharma dengan tegas, tidak akan mendapat penganiayaan. Keterangan: Kalimat di bagian ingin mewujudkan dan mengajarkan bahwa orang yang bertujuan menjalankan pertapaan hatikepercayaan harus memperingatkan pemfitnahan dharma dengan keras. Pertama, surat ini membabarkan bahwa ada dua pemďŹ tnahan dharma: luar dan dalam yang dijelaskan dengan 32
Samantabadra | Maret 2015
perumpamaan singa dan aliran air. Singa mengumpamakan pemďŹ tnahan dharma di dalam, aliran air adalah pemfitnahan dharma di luar. Singa berarti orang yang berkuasa, aliran adalah seluruh masyarakat. Kemarahan singa adalah tindakan dan tekanan berdasarkan kekuasaan. Ombak yang ada di aliran air adalah kata-kata buruk yang merendahkan dan hasutan dari orang banyak. Sejak mendirikan sekte, Niciren Daisyonin terus menerus menerima kesulitan dari kekuatan kekuasaan atau kebencian orang-orang secara pribadi. Maka, satu hari pun, tidak ada badan yang senang dan
tenang. Hal ini karena Beliau menyebut Nammyohorengekyo dari Sandaihiho di Masa Akhir Dharma dan memecahkan serta mematahkan kesalahan-kesalahan. Seandainya, sekalipun sudah mengetahui kesalahaan, tidak memecahkan dan mematahkan, tentu tidak ada penganiayaan dan kesulitan. Tetapi, Niciren Daisyonin menyebarluaskan Hukum Agung yang tidak pernah ada, maka tentu sudah merasa diri-Nya akan mendapat dan menimbulkan bermacammacam kesulitan. Sekalipun demikian, mengapa memilih jalan yang sedemikian susah? Mengenai hal ini, dalam surat ini, terdapat kalimat yang berbunyi, “Sebenarnya pemfitnahan dharma ada dua: luar dan dalam... Kalau tidak menghentikan perilaku memfitnah dharma luar dan dalam ini, Dewa Sobyo dan Syasyoku membuang negeri jepang sehingga negeri pasti musnah.” Dari kalimat ini dapat diketahui perasaan yang mendalam dari hati Niciren Daisyonin. Keinginan hati Niciren Daisyonin adalah untuk negeri serta umat dan kesungguhan hati ini terus menerus ada seumur hidup Beliau sejak mendirikan sekte. lnilah perilaku menegakkan keyakinan agung sebagai Buddha Pokok yang hadir di dunia pada Masa Akhir Dharma. Kesungguhan hati Beliau adalah menyelamatkan umat’ manusia Masa Akhir Dharma. Terlebih lagi, keinginan hati agar tanah negeri tenang dan menyenangkan adalah maha-maitri karuna Buddha. Surat ini mengutip kalimat Sutra Nirvana yang berbunyi, “Kalau ada bhiksu yang baik, ketika melihat orang merusak Hukum Sesungguhnya, membiarkan dan tidak memberi peringatan keras.” Dikutipnya kalimat ini menyampaikan
bahwa memperingatkan pemfitnahan dharma dengan keras adalah sesuai kalimat sutra. Dengan demikian, Niciren Daisyonin selalu sesuai dengan kalimat sutra, kebenaran pembabaran dan perilaku diri sendiri dibuktikan sesuai kalimat sutra. Dalam hal ini, bagaimanapun juga, untuk mengajar dan membimbing umat manusia. Beliau selalu menegakkan fungsi Iuar, yakni mengajar dan membimbing melalui pelaksanaan dengan badan sendiri; tetapi betapapun, pembuktian dalam jiwa adalah sebagai Buddha. Niciren Daisyonin melaksanakan pertapaan hati-kepercayaan dengan keras dan bagaimanapun kesulitan yang dihadapi, Beliau tidak menolaknya dan terus menembusnya. Inilah hidup yang bersinar dari orang yang mempertahankan Saddharma. Hal ini diwujudkan dan diterangkan kepada umat manusia ribuan tahun Masa Akhir Dharma melalui kehidupan Beliau. Kita sekalian, sebagai murid Niciren Daisyonin, harus merasakan dan menyadari bahwa bagaimanapun kesulitan yang dihadapi, marilah kita tegakkan hati-kepercayaan yang tidak akan mundur. Dan juga, tanpa bergerak maju tidak ada peningkatan jiwa, tanpa perjuangan tidak ada perombakan nasib dan tidak ada perombakan jiwa diri sendiri. lni hendaknya dilukis dalam jiwa masing-masing. Hendaknya dalam kehidupan ini selalu ingin hidup dalam memajukan penyebarIuasan Hukum ini dengan sepenuh tenaga yang didasari keberanian. Perilaku menganjurkan dan memperingatkan serta memarahi pemfitnahan dharma, ikut dalam hatikepercayaan kepada Gohonzon ini, merupakan perilaku memutuskan sumber akar ketidakbahagiaan orang lain. lnilah satu-satunya cara untuk dapat Maret 2015 | Samantabadra
33
materi ajaran | forum diskusi menegakkan dan membangun kebahagiaan mutlak dalam hidup ini. Berdasarkan teori filosofi akar pokok perombakan jiwa, perilaku ini menyadarkan betapa unggul dan agungnya jiwa, mementingkan dan mengunggulkan serta menghormati inisiatif orang lain.
2
Sebenarnya pemfitnahan dharma ada dua: Iuar dan dalam.
Keterangan: Ketika membahas tentang pemfitnahan dharma, dijelaskan ada dua macam pemfitnahan dharma, yaitu luar dan dalam. Baik dalam keluarga maupun organisasi, arah dan masa depannya ditentukan oleh seorang pemimpin. Maju atau runtuh sebenarnya ada di tangan pemimpinnya yang berkedudukan sebagai pemegang tanggung jawab. Jika seorang pemimpin tidak sungguh hati menjalankan tugas serta tanggungjawabnya, dan hanya menginginkan keuntungan bagi diri sendiri saja, menggunakan kekuatan kekuasaannya untuk memamerkan kemenangan, lupa kepada umat, mementingkan reputasi sendiri, maka sebenarnya ia sudah tidak ada lagi tanggung jawab sebagai pemimpin. Sampai kapanpun umat selalu mendambakan kebahagiaan dan ketenteraman, maka sebagai pemimpin harus mengeluarkan keringat dan darah untuk memenuhi keinginan umatnya. Orang yang menjalankan dengan gagah demi tujuan yang agung inilah sebenarnya pemimpin yang sesungguhnya. Sutra Manusendra mengatakan. ”Ketika terjadi kekacauan tanah negeri, pasti ‘ki’ buruk yang mengacaukan. Karena 34
Samantabadra | Maret 2015
‘ki’ buruk mengacau, maka ribuan umat menjadi kacau, musuh datang dan negeri menjadi penuh ketakutan.” ‘Ki’ buruk mengacau berarti pikiran dan penalaran umat manusia menjadi kacau. Dengan mengacaukan falsafah dan pikiran, ribuan umat menjadi kacau sehingga akhirnya tanah negeri juga menjadi kacau. Inilah arti dari kalimat ini: “Karena seluruh negeri menjadi kacau oleh kekacauan pikiran masing-masing manusia, maka untuk memperbaikinya yang penting adalah membenarkan kekacauan pikiran satu persatu orang. Dalam dada setiap orang ditegakkan Hukum Sesungguhnya, sehingga masyarakat pun dapat menjadi benar. Filsafat Niciren Daisyonin yang unggul dan agung merombak masyarakat serta merombak nasib masing-masing.
eee
Maret 2015 | Samantabadra
35
Forum Diskusi
Tanya Jawab Tentang Hukum Agama Buddha
1
Mengenai Gosyo ‘Surat Kepada Niike’, “Waktu Anda berdoa menghadap matahari dan ingin melihat saya, maka seketika itu wajah saya akan terpantul di sana.“ Apakah maksud kalimat ini? Jawaban: Ada semacam cerita di masyarakat mengenai sepasang kekasih yang berpisah di dua tempat. Perasaan mereka akan menyatu bila mereka menatap pada suatu benda secara bersamaan dan benda itu adalah bulan. Niike Saemon Nanjo adalah penerima Gosyo ini pada waktu itu dan bila Niciren Daisyonin berada pada tempat yang berbeda, maka Niike akan memikirkan Niciren Daisyonin. Beliau memberi tahu kepada Niike, bila Niike menjalankan Gonyo pagi dan menghadap matahari di timur maka hatinya harus meikirkan Niiren Daoisyonin karena kemungknan juga belia secara berasamaan memikira ka Niik. Inilah yang dikatakan “wajah saya akan terpantul di sana” Karena Niciren Daisyonin yang sedang mejalankan gongyo pagi juga menghadap matahari, seperti halnya kita yang menghadap Gohonzon 36
Samantabadra | Maret 2015
ketika menjalankan Gonyo-Daimoku setiap dua kali sehari maka kita bisa menjalin hubungan yang erat dan tebal serta menyatu dengan hati Niciren Daisyonin
2
Mengapa ketika doa selesai kita menyebut atau menarik hiki daimoku (panjang) dan bukan daimoku yang biasa/umum? Jawaban: Waktu kita menyebut atau menarik hiki daimoku berarti mewakili menembus waktu dan ruang dalam menyebarkan serta menjalankan kosenrufu (Nammyohorengkyo). Dengan menyebut atau menarik hiki daimoku menandakan bahwa kita mendoakan Hukum Buddha ini tidak ada batasnya dan terus menerus berkonserunfu sampai tersebar ke selulruh alam semesta. Dengan adanya hiki daimoku. Maka Hukum Buddha akan diwariskan melalui ayah, ibu, dan anak-anak serta terus merus akan tetap dilestarikan.
3
Dalam Gosyo mengenai Siasat Saddharmapudarika-sutra ada satu perkataan mengenai , “bila
materi ajaran | forum diskusi imbalan rejeki sudah habis maka tidak akan ada perlindungan dari syoten syenjin, janganlah menyalahkan para syoten syinjin. Apa yang dimasud dengan syoyten syenjin? Apakah mereka menentukan dan memutuskan perbuatan manusia? Apakah mereka yang menghadiahi manusia yang baik dan menghukum manusia yang jahat? Jawaban: Tidaklah demikian. Mereka merupakan kekuatan jiwa kita yang menyatu dengan sepurna dengan Hukum Myoho, ini suatu hal yang wajar karena mereka adalah sebagian dari alam semesta, seperti seluruh gejala adalah sebagian dari keunggulan Hukum Myoho. Bila kita menanamkan sebab yang membuat suasana jiwa kita menjadi rendah maka akan mengakibatkan kita memisahkan kelestarian dan keharmonisan dunia Buddha dengan Hukum Myoho. Akibat imbalan disekitarnya akan menjadi negatif, perbuatan yang akan menghasilkan suatu karma buruk, tetapi bila kita membuat sebab yag baik, umpamanya menjalankan daimoku dan bertapa Hukum Buddha Niciren Daisyonin, menyebarkan kosenrufu dalam misi tugas jiwa, membina orang lain supaya mendapat kebahagiaan, maka kita akan bisa mencapai keharmonisan suansa jiwa Buddha dengan Hukum Gaib. Kita bisa melihat akibat imbalan ini disekitar lingkungan kita, yang akan membawa hasil yang positif (yang baik) ini merupakan sesuatu yang pasti, karena penghidupan kita dengan jiwa dari irama alam seemsta ini menyatu dan harmonis, maka syoten syenjin atau suasana alam semesta ini bisa melindungi kita, maka dikatakan, demi diri sendiri kita membuat karma yang
baik (rejeki), ini yang dikatakan prinsip “Esyo Funi” karena atas perbuatan dari manusia akan mengakibatkan eho menjadi berlainan seperti diri kita ketika berada di antara matahari dan bumi maka bisa menimbulkan bayangan. Bila seseorang mempunyai rejeki yang hampir habis, bila kita memberhentikan ‘sebab’ yang baik atau kita memulai ‘sebab’ yang buruk, mungkin tidak akan terasa bahwa lingkungan atau suasananya akan cepat berubah, tetapi lambat laun, seperti Niciren Daisnyonin memberitahukan kepada kita, sebenarnya kita sedang menghabiskan rejeki kita, maka bila muncul hal-hal negatif yang kian lama akan membuat kita kian lemah, perasaannya mungkin seperti satelit yang lambat laun akan keluar dari orbit, di kemudian hari hal ini akan mengakibatkan gesekan atau tabrakan dan membakar menjadi menjadi habis kecuali masih memiliki sebagian energi yang masih bisa memulihkian keadaan seperti semula atau sebelumnya, pada waktu itu orang itu mungkin melihat sekelilingnya dan atas perubahanya itu ia menyalahkan orang lain, kalau begitu ia harus bagaimana? Atas bimbingan Niciren Daisyonin adalah sangat jelas, jangan karena naluri kita tidak tercapai, maka menyalakahkan syoten syenjin. Karena diri kita sendiri membuat eho yang tidak baik, maka gejala alam semesta/syoten syenjin tidak bisa melindungi. Syoten syenjin tetap mengikuti Hukum Jiwa dan mengeluarkan fungsi yang mereka harus jalankan. Mereka tidak bersalah dan kita harus memulihkan suasana jiwa kita sendiri supaya bisa menyatu dengan keunggulan Nammyohorengekyo.
Maret 2015 | Samantabadra
37
4
“Bila hati kepercayaan kita berkurang, bagaimanapun Niciren Daisyonin sungguh-sunguh mendoakan kita, seperti menyalakan api pada sumbu yang basah.” Apa maksud dari kalimat ini? Jawaban: Siapa yang bisa meningkatkan suasana jiwa kita? Siapa yang bisa mengubah tidak bahagia menjadi rejeki? “Mungkin saya bisa mulai berdaimoku dari siang sampai malam sampai kamu memperoleh perubahan yang baik”. Kalau kita lahir di jaman Niciren Daisyonin, mungkin kita bisa meminta Beliau untuk mendoakan kita, karena Beliau adalah Buddha pokok dari Kuon Ganjo, pasti akan bisa mendorong semangat kita. Tetapi telah berulang kali saya berkata bahwa Beliau akan dengan pasti menjawab pertanyaan ini. Beliau mengerti atas prajna alam semesta dan juga hal yang mutlak. Dan yang sesungguhnya untuk memberitahu misiNya, hal ini hanya mengandalkan hati kepercayaan diri sendiri dan akhirnya baru dapat meningkatkan suasana jiwanya dan mencapai Kesadaran Buddha. Sebagai Buddha Pokok Niciren Daisyonin dengan tinta sumi ini menulis Gohonzon, dan juga memberitahu kita, bagaimana menjalankan pertapaan namun ia tidak bisa bertapa untuk kita, sampai murid Buddha Sakyamuni yang memiliki kekuatan gaib yaitu Maudgalgayana harus berdasarkan hati kepercayaan baru bisa mencapai Kesadaran Buddha. Apa arti dari hati kepercayaan ? Itu adalah suatu gerakan, itu adalah sikap, itu adalah seperti air yang mengalir di dalam setiap saat penghidupan kita, bila kamu benar-benar meyakini (percaya) kita akan bisa menjadi gembira dan bila kita menjadi gembira, 38
Samantabadra | Maret 2015
maka bisa dikatakan dalam gembira itu ada hati kepercayaan, sebab kita harus tahu ini adalah suatu kenyataan yang tidak bisa diragukan. Sekarang kita menjadi gembira karena mempunyai hati kepercayaan yang sempurna, kemudian dari pengalaman itu kita tahu kebenarannya sehingga tidak ada keragu-raguan, kita harus menyebut dan bertapa Hukum Buddha yang sebenarnya sampai benar-benar munculnya Hukum Gaib (Nammyohorengekyo), walaupun ada orang lain akan sungguh-sungguh mendoakan kita, namun bila kita tidak mempunyai ketekadan hati sampai timbulnya suasana jiwa yang penuh dengan keyakinan, maka ‘Tidak akan menyadari Hukum Gaib ini’.
5
Sepertinya saya dalam pertapaan sehari-hari belum pernah merasakan hasil apa-apa, walaupun setiap hari saya meletakkan tujuan tetapi hanya tercapai di tengah jalan. Bila demikian saya harus bagaimana?
Jawaban: Pertapaan hati kepercayaan sama seperti perjuangan yang lain-lain. Kita harus meletakkan suatu tujuan dan harus tahu akan mengarah kemana, tetapi coba pikir sejenak mencapai tujuan itu adalah sangat penting tetapi bagaimana kita bisa sampai kesana adalah sama pentingnya, mungkin kita belum sampai ke tujuan yang inginkan, tetetapi dimulai dari kita berjuang sampai tercapai apakah bisa berkembang menjadi manusia, kadang kala berjuang lebih penting dari pada mencapai tujuan. Kita sering merasakan diri kita menjadi dewasa karena kita betul-betul melalui perjalanan dalam penghidupan ini secara terus menerus berkembang tanpa henti.
materi ajaran | forum diskusi Ada seorang ‘pakar tour’ dari jerman bernama ‘Ke Te’ mengatakan, bahwa suatu perjalanan bukan hanya sampai tujuan, sebenarnya dalam perjalanan akan terjadi hal-hal atau kejadian-kejadian yang lebih penting, berdasarkan padangan ini, proses dari perjuangan itu lebih penting dan bermakna dari pada tujuan di dalam perjalanan ini. Bila di dalam perjalan ini hanya untuk mencapai tujuan saja, kita akan menghilangkan proses perjalanan dan keindahan pemandangan. Dan ini adalah merupakan sautu pengalaman yang kosong, ini adalah hanya suatu gerakan saja. Tetapi bila kita memikirkan makna atas perjalan ini maka dalam setiap perjalanan ada kejadian yang menjadi suatu kesan dan pengalaman yang baru. Jadi kita bisa merasakan sautu kesenangan di tiap bagian perjalanan, maka kita akan menemukan di pertengahan perjalan benar-benar ada pusaka yang tertanam di sana. Bila kita adalah orang yang hanya mengejar hasil milik orang lain maka kita akan kehilangan pusaka. Gerakan hati kepercayaan kita juga sama dengan hal ini, memang hasil adalah penting, saya ingin menyampaikan tentang Ke Jo Yu Bon (istana khayalan). Ada cerita, ada rombongan yang menyelidiki sesuatu, rombongan itu sedang mengadakan perjalanan ke suatu kota yang hilang dan mencari pusaka, mereka harus berjalan sejauh 500 km dan melalui gunung yang sangat bahaya untuk bisa mencapai pusaka itu. Namun di tengah perjalan mereka tidak sanggup melanjutkan perjalanan lagi, dan rombongan itu putus asa ingin pulang kembali, mereka sangat letih, lemah, lapar, takut dan menolak untuk melanjutkan perjalanan, melihat hal ini ketua rombongan dengan kekuatan gaibnya mencipta suatu kota yang indah,
mereka sangat gembira sekali, mereka menuju ke istana itu, setelah makan yang sangat enak, mandi dengan air panas serta istirahat yang cukup mereka merasakan semangatnya pulih kembali. Ketika itu ketua rombongan menghilangkan istana khayalan tersebut dan meminta rombongan agar melanjutkan perjalanan, mereka setuju karena sudah mendapat istirahat yang cuklup, maka sampailah mereka ke tempat pusaka itu. Dalam perumpamaan ini Budha Sakyamuni menjelaskan tentang ajaran untuk mempermudah mencapai nirwana, seperti adanya istana khayalan adalah untuk membantu umat mencapai Hoke atas pusaka dunia Buddha. Buddha Niciren Daisyonin menyatakan bahwa perjalanan dan tujuan ini sangat penting. Niciren Daisyonin menulis dalam Ongikuden, bahwa istana khayalan adalah tempat pusaka. Maksudnya jobutsu dari kesadaran Buddha kita adalah sekejap perubahan kenyataan, sedangkan peserta dalam perjalanan selalu memiliki kekuatan jobutsu yang tidak tampak, hanya tidak bisa mewujudkan dan mengukapkan saja. Kalau kita menganggap tujuan dari jobutsu ini adalah sesuatu yang tidak mungkin tercapai, maka kita akan menghilangkan makna dari perjalanan ini. Dalam pandangan sepuluh dunia, istana khayalan mewakili sembilan dunia, tempat pusaka mewakili Hukum Buddha, kita harus mewujudkan Dunia Buddha dan dalam 9 dunia kehidupan, untuk menyadarkan dan mencapai kesadaran adalah hanya dengan menyebut Nammyohorengekyo, maka kita baru bisa mewujudkan kenyataan sifat Buddha, kapanpun dan dimanapun dengan kegembiraan/kebahagiaan yang mutlak, sehingga kita bisa merasakan hidup ini benar-benar bermakna dan berarti. eee Maret 2015 | Samantabadra
39
refleksi
Masa Muda: Dulu dan Kini Kyanne Virya
P
ernahkah kita berpikir tentang ada tidaknya perbedaan antara jamannya masa muda kita dulu dengan jamannya masa muda anak-anak kita? Setiap jaman membawa ciri-ciri yang berbeda. Katakanlah kita angkatan yang terlahir tahun 60-an sedangkan anak-anak kita angkatan yang terlahir tahun 2000-an. Fasilitas, teknologi, dan kondisi ekonomi jelas berbeda. Menurut saya, generasi muda perlu diberi pendidikan moral dan karakter dan pembekalan teknis sosial-kemasyrakatan agar turut merasakan dan menghayati upaya orang tuanya meraih sukses pada jaman supermodern sekarang dengan melaksanakan pertapaan Buddhis Keenam Paramitha dengan cara menabung, mengikuti KGM/TGM, membantu orangtua dan syakubuku teman.
Dahulu Jaman saya masih kecil permainanpermainan anak masih tradisional: berlari dan berkejaran, melompat dan meloncat. Kebanyakan permainan bersifat fisik, alias melatih fisik anak. Dengan begitu, anak-anak banyak bermain di luar dan banyak teman. Hanya di pusat perbelanjaan anak dapat bermain mobil-mobilan listrik atau bonekagoyang. Mall tidak ada 30 tahun yang lalu, yang ada hanya pusat perbelanjaan (shopping centers, department store). Sarinah menjadi pusat perbelanjaan modern pertama di Indonesia. Di kota-kota kecil dan menengah seperti Bogor, pusat perbelanjaan hampir tak ada. Tangga berjalan dan lift merupakan barang mewah yang hanya ada di ibukota. Dengan demikian naik turun tangga merupakan kegiatan rutin bagi para pengunjung. 40
Samantabadra | Maret 2015
Pada jaman itu, teknologi masih sangat terbatas. Telepon, radio, stereo set dan televisi masih barang baru. Salah satu saja ada di rumah kita, kita sudah merasa bangga memilikinya. Ada rasa ingin pamer kepada tetangga, kerabat dan teman ketika memiliki salah satu barang di atas. Bukan main pengaruh sosial alat elektronik pada waktu itu. Benda-benda ini membawa konsep modern bagi para penduduk. Kalkulator masih langka, kebanyakan pedagang menggunakan sempoa. Komputer pun baru muncul awal tahun 1980-an. Mesin tik menjadi pilihan utama ketika membuat makalah atau skripsi; sukarnya proses jika salah satu halaman perlu diperbaiki. Perbaikan salah satu halaman akan mempengaruhi halaman-halaman lainnya bahkan harus mengetik ulang dari awal. Jalan tol belum ada. Transportasi BogorJakarta hanya bisa melewati Jalan Raya Bogor/ Cibinong atau Jalan Raya Parung. Bus AC belum populer, bus dengan angin segar sudah biasa. Tarif bus tidak lebih dari Rp 200. Kendaraan umum yang ada di Bogor hanya bemo. Tarif bemo Rp 15. Di balik itu semua, para pemuda pada masa itu harus berjuang keras untuk mencari nafkah agar tetap bertahan hidup. Karir pedagang dimulai dengan belajar dari nol. Tak ada yang langsung jadi! Anak pedagang harus magang di toko agar dapat menguasai ilmu dagang yang baik dan benar. Semua harus berjuang dengan teknologi minim. Sekarang Kehidupan masakini sungguh sangat sarat teknologi. Mari kita lihat. Kehidupan remaja masakini bergelimangan perangkat teknologi,
mulai dari Game dan Watch, PlayStation, NDS, offline dan online games di desktop atau laptop, perkembangan handphone, smartphones, hingga iPad/tablet. Beberapa anak sudah dikenalkan dengan perangkat elektronik tersebut sejak usia dini. Salah satu efek yang muncul, anak menjadi lebih suka bermain dengan mainannya sehingga kurang mudah bergaul, asyik ber-game ria pagi-siang-malam di dalam rumah. Perspektif Buddhis Konsep Keenam Paramitha dibabarkan dalam Sutra Enam Paramitha (Chin Liupo-lo-mi-ching; dalam bahasa Jepang Rokuharamitsu-kyo atau Ropparamitsu-kyo), sebuah sutra yang diterjemahkan ke dalam bahasa Kanji pada tahun 788 oleh Prajna, seorang bhiksu dari India Utara. Sutra Keenam Paramitha menjelaskan secara rinci Keenam Paramitha atau Keenam pertapaan yang harus dilaksanakan oleh para bodhisattva guna mencapai kesadaran Buddha.
Keenam Paramitha berarti: keenam pertapaan yang diperlukan para Bodhisattva Mahayana agar dapat mencapai ke buddhaan. Kata Sansekerta Paramitha ditafsirkan sebagai “kesempurnaan” atau “telah mencapai pantai seberang ,” yaitu, menyeberang dari pantai kesesatan ke pantai kesadaran Buddha. Keenam Paramitha ialah (1) pemberian sumbangan (Skt dana ), yang mencakup pemberian sumbangan material, pemberian sumbangan Dharma, pemberian sumbangan menghilangkan rasa takut dan memberi rasa lega; (2) menjaga pantangan (shila); (3) tabah (kshanti), atau menahan dengan sabar dan terus bertapa Buddhis di bawah segala tentangan dan kesukaran; (4) ketekunan (virya), melaksanakan kelima Paramitha lainnya tanpa henti-hentinya, dengan upaya jasmaniah dan rohaniah maksimal; (5) meditasi (dhyana), memfokuskan jiwa dan mere-
nungkan kebenaran dengan jiwa-tenang; dan and (6) meraih prajna (prajna), yang memungkinkan orang mencerap inti hakikat segala hal (www.nichirenlibrary.org).
Khusus mengenai Prajna Paramitha ada tambahan informasi sebagai berikut.: Prajna berarti kebijaksanaan yang menembus sifat pokok segala hal. Paramitha berarti kesempurnaan. Dengan demikian Prajna Paramitha bermakna Kesempurnaan prajna. Paramitha juga berarti “telah mencapai pantai seberang,” yaitu, menyeberang dari pantai kesesatan ke pantai kesadaran Buddha, lawannya pantai kesesatan. Di antara Keenam Paramitha atau keenam pertapaan bagi para bodhisattva Mahayana, Prajna Paramitha didefinisikan sebagai ayahbunda semua Buddha. Oleh karena itu, paramitha ini dianggap sebagai yang terpenting di antara Keenam Paramitha, kelima lainnya berfungsi sebagai sarana untuk mencapai Prajna Paramitha. (www.nichirenlibrary.org)
Kita perlu menerapkan ajaran-Dharma Keenam Paramitha dalam keseharian kita, terutama generasi muda. Hendaknya jangan menganggap rejeki orangtua sebagai hal yang abadi dan permanen. Kita wajib berbuat kebajikan dan berperilaku maitri karuna untuk memupuk karunia kebajikan dalam jiwa kita masing-masing.
Sesuai judulnya, Paramitha, yang berarti pertapaan, kita melaksakannya dengan menggeser dan mengenyampingkan keenakan dan kenikmatan sesaat di depan mata. Buddha Dharma secara umum tidak melarang dan membatasi ruang gerak manusia, namun manusia sendirilah yang harus mempunyai batas-batas diri dan menetapkan pantanganpantangan pribadi agar diri ini bermanfaat sosial, paling tidak kita tidak merugikan orang lain dalam rangka mewujudkan kesadaran Buddha. Maret 2015 | Samantabadra
41
Contohnya paramitha pertama, Dana Paramitha. Hal paling mudah dikaji ialah berdanaparamitha uang. Uang saku harian atau mingguan usahakan disisihkan untuk Dana Paramitha dalam bentuk tabungan atau langsung didanaparamithakan melalui pengurus terdekat. Di sisi lain keuangan, remaja belajar mengumpulkan uang dari sisa uang jajan atau bahkan berbisnis kecilkecilan untuk mendapatkan uang tambahan sekadar merasakan sukarnya membeli sebuah benda berharga, misalnya telepon genggam. Ini penting untuk menghindarkan kesan cepat saji/instan dalam banyak hal. Soal Dana Paramitha tenaga, perlu dilakukan upayalebih berbentuk sumbangsaran dan gagasan nyata untuk pengembangan sosial vihara NSI. Dana Paramitha berwujud semangat kepada teman yang sedang bermasalah terus dijalankan melalui kunjungan atau melakukan komunikasi langsung maupun tidak langsung (melalui media sosial misalnya).
Paramitha kedua, menjaga pantangan (shila) berkonotasi menetapkan standar prilaku pribadi yang bermanfaat sosial: dalam kehidupan remaja dapat menentukan sendiri batas waktu bermain game, menonton televisi atau film, membaca komik kesenangan atau apapun hobi yang dilakukan, bukannya malah dikendalikan oleh hasrat melakukan hobi itu. “Berhenti makan sebelum kenyang,� ungkapan dapat dianalogikan ketika sedang berhobi yang menyita waktu secara tak sadar, berhentilah guna melakukan kegiatan lainnya seperti membaca buku atau berolahraga.
Paramitha ketiga, tabah (kshanti), atau menahan dengan sabar dan terus bertapa Buddhis di bawah segala tentangan dan kesukaran menyiratkan generasi muda untuk terus bertahan dan konsisten demi tujuan kebuddhaan ibarat berjalan 11 hari menuju ke Kota Kyoto dan tinggal 1 hari lagi demi melihat bulan purnama di sana. Teruslah berjalan, janganlah berhenti (Niike Gosyo). Jangan lengah dan kalah oleh perasaan sendiri yang lemah. 42
Samantabadra | Maret 2015
Paramitha keempat, ketekunan (virya), bermakna melaksanakan kelima Paramitha lainnya tanpa henti-hentinya, dengan upaya jasmani dan rohani yang maksimal. Hal ini berkaitan dengan konsistensi pertapaan di atas. Janganlah menyerah begitu saja ketika menghadapi kesulitan dan kesukaran apapun di sekolah, kampus atau tempat kerja. Terus berusaha dan berjuang!
Paramitha kelima, meditasi (dhyana), memfokuskan jiwa dan merenungkan kebenaran dengan jiwa-tenang bermakna para pemuda bermeditasi melantunkan Mantera Agung Nam-myoho-renge-kyo berikut Kitaan Paritra (Gongyo Pagi dan Sore) sebagai modal awal dan modal akhir setiap hari dengan mencoba menghayati hakikat sejati.
Dengan Paramitha keenam, generasi muda meraih kebijaksanaan (prajna), yang memungkinkan orang mencerap inti hakikat segala hal. Inilah buah pertapaan kelima paramitha sebelumnya. Kita memperoleh prajna untuk memutuskan hal terbaik dalam menghadapi kendala kehidupan yang dwitaksa (ambigu) dan membingungkan.
Guna mengejar ketertinggalan dari perjuangan syinjin para orangtua, aktivitas keagamaan berbentuk KGM atau TGM wajib diikuti untuk memperoleh social skills dan akses ke dunia-luar dalam rangka mengendalikan teknologi. Setiap kegiatan ini selalu dilengkapi dengan bintang tamu dari luar NSI yang membawakan suatu topik atau keterampilan sosial/ekonomi yang kelak akan bermanfaat bagi mereka. Jangan dilupakan jaringan sosial yang terjalin dengan tokoh, baik dari kalangan swasta ataupun pemerintahan, sehingga kelak di kesempatan lain kita bisa menjalin kerjasama kembali. Hal ini sebagai penerapan Paramitha kedua sampai kelima: menjaga pantangan (shila); tabah (kshanti), atau menahan dengan sabar dan terus bertapa Buddhis di bawah segala tentangan dan kesukaran; ketekunan (virya), melaksanakan kelima Paramitha lainnya tanpa secara konsisten. Meditasi (dhyana), memfokuskan
jiwa dan merenungkan kebenaran dengan jiwa-tenang.
Dalam rangka menghayati pembelajaran hidup orang tua, generasi muda perlu membantu orangtua baik di rumah maupun di tempat usahanya. Sisihkan atau selipkan waktu beberapa menit di tengah kesibukan sebagai pelajar dan mahasiswa untuk membantu dalam pekerjaan-rumah: mencuci piring, membersihkan meja, merapikan kamar tidur, dan lain-lain. Jika orang tua mempunyai usaha toko, bantulah sambil belajar di toko. Hal ini termasuk manajemen waktu pribadi. Bersikaplah peduli, suka membantu dan openminded di rumah sekalipun orangtua tidak menyuruh. Sikap sosial seperti ini jika sudah bisa dimulai di lingkungan sosial terkecil kita, akan terbawa ketika di kampus maupun di tempat kerja: melakukan hal-hal di luar batas atau ekspektasi alias di luar tugas pokok kita dengan mengacu prinsip bekerja sepenuh hati di bidang kerja masing-masing. Hal ini akan menambah kredibilitas bagi pribadi kita sebagai karyawan. Atasan pasti melihat usaha ekstra seperti ini.
usaha orang tuanya memperoleh keberhasilan pada jaman supermodern sekarang melalui pertapaan Buddhis Keenam Paramitha dengan cara menyisihkan uang jajan untuk ditabung, mengikuti KGM/TGM, mendukung kegiatan sehari-hari ayah-bunda dan mengajak kawan bersraddha kepada Gohonzon – Sandai Hiho. Dengan bersraddha kepada Gohonzon – Sandai Hiho remaja akan terbuka wawasan kejiwaannya sehingga lebih produktif dalam komunitasnya. Bila langit menjadi cerah, bumi akan terang. Barang siapa yang memahami Saddharma-pundarika-sutra, pasti dapat memahami Hukum Kemasyaraktan (Kanjin no Honzon Syo). eee
Hal penting lain yang perlu kita laksanakan adalah syakubuku secara lebih mendalam dan konsisten melalui pertapaan Nam-myohorenge-kyo. Baru-baru ini ada kasus seorang remaja bunuh diri karena keranjingan komik manga. Ini termasuk bukti bahwa muncul gejala sosial yang buruk di mana orang dapat terlena dan terbius oleh kepercayaan yang keliru. Oleh karena itu, penyebarluasan dharma Buddha untuk keselamatan umat manusia adalah penting. Syakubuku termudah dapat kita lakukan lewat perbuatan dan perilaku kita. Syakubuku yang lebih sukar ialah kita membabarkan dan memaparkan konsepkonsep Buddhis Niciren Syosyu kepada salah seorang teman kita ketika ia sedang dirundung permasalahan hidup. Para remaja dan taruna masakini butuh pendidikan moral dan karakter dan pembekalan teknis sosial-kemasyarakatan agar turut menyerap dan mendalami semua
Maret 2015 | Samantabadra
43
resep
Kue Nastar
Oleh : Ibu Oking D, Bogor
Bahan-Bahan: 125 gr Mentega 125 gr Wisman Butter 100 gr Gula halus 4 Butir Kuning Telur 350 gr Tepung Terigu 30 gr Maizena 30 gr Susu Bubuk 1 Sendok Teh Rhum Bakar Bahan Selai Nanas: 1 kg Nanas 250 gr Gula pasir 1 btg Keju Manis 2 Bd Cengkeh
Bahan Poles: 8 butir Kuning Telur 1 Sendok the Cookis Gloss 44
Samantabadra | Maret 2015
Cara Membuat Selai: Nanas dimasak sampai airnya habis (kering), kemudian masukan Gula Pasir masak lagi sampai kalis. Cara Membuat :
1. Mentega, Gula, Rhum Bakar, dikocok selama lebih kurang 5 menit.
2. Tambahkan Kuning Telur ke dalam adonan, kocok kembali sampai rata dan agak lama. 3. Masukkan Tepung Terigu, Susu Bubuk, Maizena, aduk dengan Centong (jangan dengan tangan) sampai rata.
4. Setelah merata, bentuk adonan menjadi bola-bola kecil dan isi dengan Selai Nanas. Olesi permukaan bagian atas dengan Kuning Telur.
5. Susun di atas loyang, lalu panggang di oven hingga matang.
Jadwal Kegiatan Susunan NSI
Bulan Maret 2015
TGL HARI JAM KEGIATAN 2 Senin 13.00 Pendalaman Gosoyo 3 Selasa 4 Rabu 19:00 Pendalaman Gosyo Penceramah 19:00 Pendalaman Gosyo Koord. GM Jabotabekcul 5 Kamis 6 Jumat 19:00 Ceramah Gosyo 7 Sabtu 8 Minggu 10:00 Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul 10;00 Pertemuan Anak‐anak 10:00 Daimoku Bersama 14:00 Rapat Koordinator Lansia 9 Senin 19:00 Pelajaran Pimpinan Daerah & Cabang 10 Selasa 14:00 Pertemuan Wanita Umum 11 Rabu 19:00 Pertemuan Ibu/Wanita Karier 19:00 Pertemuan Pria Umum 12 Kamis 13 Jumat 19:00 Pertemuan Cabang 14 Sabtu 15 Minggu 10:00 Pertemuan Anak‐Anak Daerah / Kelompok 16 Senin 19:00 Pelajaran Pimpinan Anak Cabang / Ranting 17 Selasa 18 Rabu 14:00 Pertemuan Wanita Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Pria Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Koord. Generasi Muda Jabotabekcul 19 Kamis 20 Jumat 19:00 Pertemuan Anak Cabang / Ranting 21 Sabtu 19:00 Pertemuan PK‐2 22 Minggu 10:00 Pertemuan Generasi Muda Daerah/Kelompok 14:00 Pertemuan Lansia Umum 23 Senin 19:00 Pertemuan 4 ( empat ) Bagian 24 Selasa 25 Rabu 13:00 Pendalaman Gosyo Untuk Dharmaduta 19:00 Musyawarah DPW & DPD 26 Kamis 19:00 Musyawarah DPD 27 Jumat Kensyu Generasi Muda 28 Sabtu Kensyu Generasi Muda Kensyu Gosyo Umum 29 Minggu Kensyu Gosyo Umum 30 Senin 31 Selasa
TEMPAT Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Daerah Masing‐Masing
Vihara Vimalakirti ‐ Teluk Naga Gedung STAB Samantabadra Lt. 3 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 4 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 1 Daerah Masing‐Masing
Daerah Masing‐Masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1 Daerah Masing‐Masing Daerah Masing‐Masing RRBP
Daerah Masing‐Masing
Daerah Masing‐Masing Vihara Vimalakirti ‐ Tangerang Daerah Masing‐Masing
Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Daerah Masing‐Masing Mahavihara Saddharma NSI (Myoho‐Ji) Mahavihara Saddharma NSI (Myoho‐Ji) Mahavihara Saddharma NSI (Myoho‐Ji) Mahavihara Saddharma NSI (Myoho‐Ji)
Maret 2015 | Samantabadra
45
Vihara & Cetya
BALAI PUSAT NSI
Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782 PROVINSI LAMPUNG Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728 PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903
46
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia
Vihara Vimalakirti Muncul Diresmikan 3 Mei 1986 Dipugar 28 okt 2007 Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Vihara Vimalakirti Cisauk Depan SMU 1 Serpong Desa Setu (Muncul) – Kec. Cisauk Kabupaten Tangerang Telp. (021) 75872730 Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Rajawali Jl. Ampera IV No. 12 RT 005/RW 09 Jakarta Utara Telp. (021) 64710728, 6401168 Cetya Tanjung Priok Jl. Deli No. 31, Tanjung Priok – Jakarta Utara Telp. (021) 4356309 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969 PROVINSI JAWA BARAT Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034
Samantabadra | Maret 2015
Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319 Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 4 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851 Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821 Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Jl. Merdeka, No. 57 RT 05/03 Kel. / Kec. Lemah Wungkuk Kabupaten Cirebon Telp. (0231) 202793 PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo
Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340 Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682 Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201 Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Ponorogo Jl. Ontorejo 93 Kabupaten Ponorogo Telp. (0352) 681241
Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen
Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan
Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang
Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan
Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali
Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep
Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo
PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510