Manual Agroforestri

Page 1

MANUAL

Agroforestri

Penyusun 1. Ujang Susep Irawan 2. Edi Purwanto


Manual : Agroforestri

@ 2012

ii


Kata Pengantar

S

emakin luasnya lahan kritis terjadi baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Lahan-lahan kritis di luar kawasan hutan antara lain tersebar di lahan-lahan masyarakat. Kondisi semacam ini menyebabkan perlu segera dilakukannya upaya rehabilitasi lahan kritis yang dapat menjamin keberlanjutan serta memberikan variasi hasil bagi masyarakat. Salah satu teknik yang dapat diterapkan adalah penanaman dengan pola agroforestri. Pola penanaman agroforestri sebenarnya sudah lama dikenal oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, dan terbukti memberi kontribusi nyata bagi penghidupan masyarakat. Hal ini yang menyebabkan tetap dipertahankannya pola agroforestri. Seiring dengan perkembangan teknik budidaya tanaman, maka berkembang pula teknik penanaman melalui pola agroforestri tersebut, seperti lahirnya kombinasi tanaman kayu keras sebagai tanaman pokok yang dipadukan dengan tanaman pertanian, tanaman bawah, hewan ternak, ikan, hingga lebah. Kemajuan perkembangan pola ini tentu berdampak positif bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan perbaikan ekologi. Agar diperoleh arahan yang jelas dalam mengimplementasikan penanaman melalui pola agroforestri, maka perlu disediakan sebuah manual yang mengupas tentang pemahaman agroforestri itu sendiri. Oleh sebab itu disusunlah sebuah manual agroforestri yang diharapkan bermanfaat bagi para petani di perdesaan. Dalam manual ini disajikan pengertian, manfaat, jenis, contoh-contoh praktek agroforestri di beberapa tempat di Indonesia. Manual ini juga menyajikan cara sederhana tahapan penanaman lahan dengan pola agroforestri. Manual “Agroforestri� ini merupakan bagian dari Seri Manual Perlindungan dan Rehabilitasi Daerah Tangkapan Air yang mengacu pada prinsip ke 2, 5, 6, dan 10 pada Prinsip Perlindungan dan Rehabilitasi DTA Secara Vegetatif. Semoga manual ini bermanfaat khususnya dalam pemberdayaan masyarakat dan usaha-usaha penyadaran dan penyelamatan lingkungan. Penyusun,

OPERATION WALLACEA TRUST

iii


Manual : Agroforestri

Daftar Isi

hal iii iv vi vii

iv

viii

Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Prinsip-prinsip

1 1 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan

3 3 3 3 4 7 7 8 9

BAB II KONSEP AGROFORESTRI 2.1 Definisi Agroforestri 2.2 Ciri-Ciri Agroforestri 2.3 Komponen Agroforestri 2.4 Sistem Agroforestri 2.5 Manfaat Agroforestri 2.6 Keunggulan Agroforestri 2.7 Ruang Lingkup Agroforestri 2.8 Sasaran Agroforestri

11 11 11 12 12 12 13

BAB III PRAKTEK AGROFORESTRI DI INDONESIA 3.1 Agroforestri di Sumatra 3.2 Agroforstri di Jawa 3.3 Agroforestri di Kalimantan 3.4 Agroforestri di Sulawesi 3.5 Agroforestri di Bali 3.6 Agroforestri di Nusa Tenggara Barat

@ 2012


hal

15 15 19

BAB IV MEMBANGUN TANAMAN AGROFORESTRI 4.1 Jenis Tanaman Agroforestri 4.2 Implementasi Agroforestri

22

DAFTAR PUSTAKA

OPERATION WALLACEA TRUST

v


Manual : Agroforestri

Daftar Tabel

hal

15 15 16 16 16

vi

@ 2012

Tabel 1.

Tanaman Kayu-kayuan

Tabel 2.

Tanaman Serbaguna/MPTS

Tabel 3.

Tanaman tumpangsari

Tabel 4.

Jenis tanaman tumpangsari yang tidak dianjurkan

Tabel 5.

Tanaman di bawah Tegakan


Daftar Gambar

hal

4 5

Gambar 1. Klasifikasi Sistem Penggunaan Lahan

6

Gambar 3

Gambar 2. Sistem agroforestri sederhana cokelat dan jati putih di Kolaka (kiri), sengon dan nanas di Perhutani KPH Kediri (kanan) Sistem agroforestri komplek jenis durian di Luwu

Utara, Sulawesi Selatan

6

Agroforestri multistrata pada sistem agroforestri

Gambar 4

komplek

7

Keanekaragaman hayati dari sebuah sistem

Gambar 5

agroforestri

8

Gambar 6

Silvopastura (kiri), agrosilvikultur (tengah),

silvofishery (kanan)

9

Gambar 7

Pola empang parit (atas) dan komplangan (bawah)

OPERATION WALLACEA TRUST

vii


Manual : Agroforestri

Prinsip-prinsip

Prinsip Perlindungan dan Rehabilitasi DTA secara Vegetatif

1. Perlindungan hutan alam yang masih tersisa 2. Pengelolaan lahan pada kemiringan kurang dari 40 % dengan pola agroforestry/wanatani 3. Pengelolaan lahan pada kemiringan di atas kelerengan 40 % dengan vegetasi permanen (Keppres 32/1990) 4. Setiap jengkal pengelolaan lahan harus memberikan perlindungan tanah secara maksimal dengan tanaman penutup tanah, baik berupa tumbuhan bawah maupun tanaman penutup tanah : (a) rendah (misalnya rerumputan, Centrocema sp, dsb.), (b) sedang (misalnya kaliandra, gamal), (c) tinggi (misalnya sengon) 5. Tidak melakukan pembukaan lahan (land-clearing) secara penuh 6. Merehabilitasi lahan terbuka (lahan kritis/bare land) dengan tanaman unggulan lokal atau jenis pioner yang sesuai dengan kondisi ekologi dan aspirasi masyarakat setempat. 7. Apabila tidak memungkinkan dilakukannya rehabilitasi jenis pepohonan karena alasan tertentu (misalnya biaya, ketersediaan bibit, kendala musim), maka dapat dilakukan penanaman tanaman penutup tanah. 8. Melakukan upaya mempertahankan kesuburan tanah dan menjaga pencemaran air permukaan dan tanah melalui penggunaan pupuk organik dan pertanian semi-organik. 9. Perlu penciptaan aneka usaha ramah lingkungan untuk mengurangi tekanan penduduk terhadap sumber daya lahan. 10. Penerapan teknologi budidaya tanaman untuk meningkatkan keberhasilan rehabilitasi lahan Â

viii

@ 2012


Prinsip Perlindungan dan Rehabilitasi DTA secara Sipil Teknik

1. Penterasan lahan pada lahan miring hingga kelerengan 40 % 2. Penerapan teknik penteresan perlu memperhatikan kondisi setempat, khususnya kelerengan dan kedalaman tanah. 3. Teras yang dibangun perlu dipelihara dengan baik agar tidak menimbulkan mega erosi 4. Melakukan penguatan tampingan teras (terrace riser) dengan batu dan rumput yang tahan kekeringan. 5. Pembuatan rorak pada bidang olah teras 6. Penguatan batu dan rumput pada saluran pembuangan air 7. Pembuatan ‘rorak’ (silt-pit) saluran air yang memotong bukit 8. Pembuatan Sumur Resapan Air dan Embung pada lahan yang memiliki aliran permukaan berlebihan 9. Meminimasi jalan/jalan setapak yang memotong bukit. 10. Bangunan jalan perlu dilengkapi dengan saluran pembuangan air. 11. Saluran air yang dibuat pada kelerengan dilengkapi dengan bangunan terjunan dan perangkap sedimen (rorak/silt-pit) 12. Setiap jengkal pembangunan fisik harus memperhatikan peresapan air tanah (grass-block, sumur resapan, lubang biopori)

OPERATION WALLACEA TRUST

ix


Manual : Agroforestri

@ 2012

x


BAB I

Pendahuluan Latar belakang

Pembibitan dan penanaman merupakan kegiatan utama yang dilakukan dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan. Pengadaan bibit tersebut secara umum dilakukan melalui dua cara, yaitu : (a) membeli bibit atau (b) membuat bibit. Namun apapun bentuk pengadaan bibit, harus memperhatikan : kesesuaian tempat tumbuh, kebutuhan masyarakat akan jenis yang dipilih, dan kualitas bibit sehingga diperoleh hasil penanaman yang berkualitas. Bibit tersebut secara umum dikelompokkan ke dalam jenis tanaman kayu-kayuan dan tanaman serbaguna (MPTS) yang akan ditanam setelah memenuhi kriteria bibit layak tanam (sehat, seragam, telah berkayu, tinggi minimal 30 cm, dan bermedia kompak). Kegiatan tanam-menanam bukan lagi menjadi hal baru bagi masyarakat, karena budaya menanam telah lama tertanam di dalam masyarakat sejak dahulu, termasuk di dalamnya budaya menanam dengan melakukan optimalisasi pemanfaatan lahan. Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan lahan itulah, maka penerapan agroforestri menjadi sebuah sistem penanaman yang dianjurkan di masyarakat. Melalui agroforestri diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak. Agroforestri utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat.

Tujuan

Manual ini bertujuan untuk mengetahui teknik pembuatan tanaman melalui pola agroforestri.

OPERATION WALLACEA TRUST

1


Manual : Agroforestri

@ 2012

2


Konsep Agroforestri 2.1 Definisi agroforestri

Bab II. Konsep Agroforestri

BAB II

Dalam bahasa Indonesia agroforestri dikenal dengan istilah wanatani. Banyak istilah agroforestri telah didefiniskan oleh berbagai pihak baik lembaga penelitian maupun para peneliti agroforestri. Namun dari berbagai istilah yang ada, pada dasarnya dapat disarikan bahwa agroforestri adalah sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.

2.2 Ciri-ciri agroforestri

Beberapa ciri penting agroforestri antara lain : (1) Biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih yaitu tanaman semusim dan tahunan dan paling tidak satu di antaranya adalah tumbuhan berkayu dan atau terdapat juga hewan ternak, (2) Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun, (3) waktu pelaksanaannya dapat secara bersamaan atau bergilir dalam suatu periode (4) Ada interaksi ekologi dan ekonomi antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu dan interaksi sosial, (5) Memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buahbuahan, obat-obatan, dll., (6) Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa, misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh, dll.

2.3 Komponen agroforestri

Agroforestri pada prinsipnya dikembangkan untuk memecahkan permasalahan pemanfaatan lahan dan pengembangan perdesaan; serta memanfaatkan potensi-potensi dan peluang-peluang yang ada untuk kesejahteraan manusia, oleh karena itu manusia selalu merupakan komponen yang terpenting dari suatu sistem agroforestri. Dalam melakukan pengelolaan lahan, manusia melakukan interaksi dengan komponenkomponen agroforestri lainnya, yaitu : lingkungan abiotis (air, tanah, iklim, topografi, dan mineral), lingkungan biotis (tumbuhan berkayu, tumbuhan tidak berkayu, dan binatang), dan lingkungan budaya.

OPERATION WALLACEA TRUST

3


Manual : Agroforestri

Terkait dengan penggunaan lahan, maka secara sederhana sistem penggunaan lahan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) Hutan alami, (2) Hutan buatan, dan (3) Pertanian. Selanjutnya agroforestri itu sendiri menjadi bagian dari sistem penggunaan lahan hutan buatan sebagaimana disajikan pada Gambar 1 berikut :

2.4 Sistem agroforestri Dari berbagai macam bentuk kegiatan agroforestri, pada dasarnya dapat dibagi kedalam dua sistem, yaitu agroforestri sederhana dan agroforestri komplek/agroforest. a. Agroforestri Sederhana Agroforestri sederhana adalah perpaduan antara tanaman pohon (kelapa, karet, cengkeh, jati, sengon, dadap, petai cina, dll.) dan tanaman semusim ( jagung, padi, sayur-mayur, rerumputan, pisang,, kopi, coklat, dll.) yang ditanam dalam suatu lahan yang sama yang biasa diterapkan dalam sistem tumpangsari, misalnya: (1) palawija dan jati, (2) kelapa dan padi sawah, (3) kelapa dan palawija, (4) kopi dan dadap, (5) nanas dan sengon, (6) cokelat dan jati putih, dll.

Gambar 1. Klasifikasi Sistem Penggunaan Lahan

4

Jenis-jenis pohon yang ditanam sangat beragam, yaitu : (a) Pohon bernilai ekonomi tinggi (kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao, nangka, melinjo, petai, jati, mahoni, dll.), (b) Pohon bernilai ekonomi rendah (dadap, lamtoro, kaliandra, gamal). Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada : (a) Tanaman pangan (padi gogo, jagung, kedelai, kacang-kacangan, ubi kayu), (b) Sayuran, (c) Rerumputan, dan lain-lain.

@ 2012


Bab II. Konsep Agroforestri

Pada sistem pertanian, agroforestri sederhana diterapkan dengan cara menanam pepohonan secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/ pagar. Bentuk agroforestri sederhana yang paling banyak dibahas adalah tumpangsari, yang merupakan sistem versi Indonesia yang diwajibkan di areal hutan jati di Jawa. Sistem ini dikembangkan dalam program perhutanan sosial Perum Perhutani. Dalam sistem agroforestri sederhana ini pepohonan adalah khusus jenis penghasil kayu dan bukan milik masyarakat dimana tanaman palawija milik masyarakat ditumpangsarikan dengan tanaman jati. Setelah pohon dewasa tidak ada lagi pemaduan. b. Agroforestri komplek/Agroforest Agroforestri komplek adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis pepohonan (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Penciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai agroforest (ICRAF, 1996). Kebun agroforest dibangun pada lahan-lahan yang sebelumnya dibabati kemudian ditanami dan diperkaya. Pada sistem agroforest, pepohanan dimiliki petani dan pada tahap tanaman pepohonan dewasa, petani tetap memadukan bermacam tanaman lain yang bermanfaat. Semua agroforest memiliki satu ciri tetap, yaitu tidak ada produksi bahan makanan pokok (beras, ubi kayu, dll.). di samping itu sejumlah besar keanekaragaman flora dan fauna asal hutan alam tetap berkembang.

OPERATION WALLACEA TRUST

Gambar 2. Sistem agroforestri sederhana cokelat dan jati putih di Kolaka (kiri), sengon dan nanas di Perhutani KPH Kediri (kanan)

5


Manual : Agroforestri

Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, sistem agroforestri kompleks ini dibedakan menjadi dua, yaitu (1) Kebun atau pekarangan berbasis pohon (home garden) yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan (2) Agroforest yang biasanya disebut ‘hutan’ yang letaknya jauh dari tempat tinggal (De Foresta, 2000), Berbagai model sistem agroforest yang dijumpai di Indonesia antara lain : - Sumatera Utara : agroforest berbasis pohon kemenyan - Kalimantan Barat (Sistem Tembawang) : perpaduan tengkawang dan pohon buah/kayu - Kalimantan Timur (Sistem Lembo) : agroforest buah-buahan dan berbasis rotan - Lombok dan Sulwaesi Utara : agroforest berbasis pohon aren - Pulau Seram dan Maluku : perpaduan pohon kenari, buah, pala, cengkeh - Sumatera Barat (Sisetm Parak) : durian, bayur, suren, kopi, kayu manis, pala

Gambar 3. Sistem agroforestri komplek jenis durian di Luwu Utara, Sulawesi Selatan Gambar 4. Agroforestri multistrata pada sistem agroforestri komplek

6

@ 2012


Manfaat praktek penggunaan lahan dengan sistem agroforestri yaitu: (1) kombinasi tanaman yang terdiri dari dua strata atau lebih dapat menutup tanah dan mengurangi erosi serta pemanfaatan sinar matahari lebih maksimal, (2) mencegah perluasan tanah terdegradasi, (3) memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar hutan, (4) Optimalisasi pemanfaatan lahan sehingga mendapatkan bentuk hutan yang serba guna, (5) menghasilkan serasah sehingga bisa menambahkan bahan organik tanah, dll.

2.6 Keunggulan agroforestri

Bab II. Konsep Agroforestri

2.5 Manfaat agroforestri

1. Produktivitas (Productivity) Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur. Â Hal tersebut disebabkan bukan saja keluaran (output) dari satu bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun. Â Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa penanaman sistem agroforestri memiliki keuntungan jika dilihat dari aspek pasar, yaitu jika salah satu komoditi mengalami harga pasar yang kurang baik, maka masih terdapat komoditi lain yang mungkin memiliki harga pasar yang masih baik. 2. Diversitas (Diversity) Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem agroforestri menghasilkan diversitas yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Â Dengan demikian dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Â Sedangkan dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi pada budidaya tunggal (monokultur).Gambar 5. Keanekaragaman hayati dari sebuah sistem agroforestri

Gambar 5. Keanekaragaman hayati dari sebuah sistem agroforestri

OPERATION WALLACEA TRUST

7


Manual : Agroforestri

3. Kemandirian (Self-regulation) Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestri diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil serta sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk-produk luar. 4. Stabilitas (Stability) Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas dan kesinambungan pendapatan petani.

2.7 Ruang Lingkup Agroforestri

Pada dasarnya agroforestri terdiri dari tiga komponen penting, yaitu : kehutanan, pertanian, dan peternakan. Dari ketiga komponen tersebut, nampaknya bidang kehutanan menjadi komponen utama untuk kombinasi gabungan dengan komponen lain. Kombinasi gabungan tersebut menghasilkan beberapa bentuk agroforestri sebagai berikut : (1) agrosilvikultur (kombinasi pertanian dan kehutanan), (2) silvopastura (kombinasi kehutanan dan peternakan), (3) agrosilvopastura (kombinasi pertanian, kehutanan, dan peternakan), (4) silvofishery (kombinasi kehutanan dan perikanan, (5) apiculture (kombinasi kehutanan dan lebah), (6) sericulture (kombinasi pohon dan ulat sutera).

Gambar 6. Silvopastura (kiri), agrosilvikultur (tengah), silvofishery (kanan)

8

Pada wilayah pesisir, khususnya pada areal mangrove, maka dapat menerapkan sistem agroforestri dengan bentuk agrsilvofishery/ wanamina. Silvofishery tersebut adalah salah satu bentuk pemanfaatan mangrove dengan kombinasi komoditas perikanan. Yang dapat dikembangkan dalam silvofishery antara lain : ikan bersirip ( ikan kakap, kerapu, bandeng, baronang), Crustase (udang, kepiting, rajungan), kerangkerangan (kerang hijau, kerang bakau). Pada prinsipnya penanaman benih atau bibit mangrove dengan sistem wanamina dilakukan dengan cara pembuatan tambak/kolam dan saluran air untuk membudidayakan sumberdaya ikan (ikan, udang, dll.) sehingga terdapat perpaduan antara tanaman mangrove (wana) dan budidaya sumberdaya ikan (mina). Secara umum terdapat 3 pola dalam sistem wanamina, yaitu: 1. Wanamina pola empang parit : pada pola empang parit, lahan untuk hutan mangrove dan empang masih menjadi satu hamparan yang diatur oleh satu pintu air

@ 2012


Bab II. Konsep Agroforestri

2. Wanamina pola empang parit yang disempurnakan : lahan untuk hutan mangrove dan empang diatur oleh saluran air yang terpisah 3. Wanamina dengan pola komplangan : lahan untuk hutan mangrove dan empang terpisah dalam dua hamparan yang diatur oleh saluran air dengan dua pintu yang terpisah untuk hutan mangrove dan empang.

2.8 Sasaran agroforestri

Sasaran agroforestri antara lain : (1) menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan, (2) memperbaiki penyediaan energi lokal, khususnya produksi kayu bakar, (3) meningkatkan, memperbaiki secara kualitatif, dan diversifikasi produk bahan mentah kehutanan maupun pertanian, (4) memperbaiki kualitas hidup daerah pedesaan khususnya pada daerah di mana banyak dijumpai masyarakat miskin, (5) memelihara hingga memperbaiki kemampuan produksi dan jasa lingkungan setempat (antara lain : mencegah erosi, perlindungan keanekaragaman hayati, perbaikan tanah, pengelolaan sumber air secara lebih baik).

OPERATION WALLACEA TRUST

Gambar 7. Pola empang parit (atas) dan komplangan (bawah)

9


Manual : Agroforestri

@ 2012

10


Praktek Agroforestri di Indonesia 3.1 Agroforestri di Sumatra

• Sistem Parak : Kebun pepohonan campuran di Maninjau, Sumatera Barat merupakan system agroforestri yang sangat mengesankan, berisi perpaduan tanaman pohon komersil dan non komersil. Komponen kebun pepohonan campuran terdiri dari tanaman semusim, tanaman tahunan (durian, bayur, surian, kayu manis, pala, kopi), pohon lain dan perdu, hewan. Sistem agroforestri Maninjau sangat erat hubungannya dengan sistem sosial tertentu.

Bab III. Praktek Agroforestry di Indonesia

BAB III

• Repong Damar, sistem agroforestri damar mata kucing yang banyak dikembangkan di daerah Krui, Kabupaten Lampung Barat. Damar mata kucing adalah getah dari pohon meranti (Shorea javanica) yang dihasilkan dari sistem agrforestry repong damar. Produk-produk lain adalah buah-buahan, sayur-mayur, dan produk hortikultura yang lain, seperti langsat, duku, nangka, durian, aren, kopi, lada, bamboo, dan rotan. • Beberapa kombinasi jenis tanaman agroforestri di Riau yang ada antara lain: (1) rambutan, jambu, nangka, dan kelapa, (2) akasia dan randu, (3) sengon, rambutan, kemiri, ketela, kacang tanah, dan kedelai.

3.2 Agroforstri di Jawa

• Di Jawa Barat dan Banten, sistem agroforestri yang dikenal masyarakat terdiri dari 2 (dua) macam yaitu - Pola tumpangsari (di dalam kawasan hutan) berupa : pola tumpangsari berisi tanaman pokok, tanaman sela, tanaman pengisi dan tanaman tumpangsari berupa palawija (padi, jagung) dan tanaman semusim lainnya berupa kacang-kacangan, sayuran dan tanaman obat-obatan (empon-empon) yang tahan naungan. - Agroforestri pada lahan milik, berisi tanaman penghasil kayu, buah-buahan dan tanaman lainnya berupa pisang serta tanaman semusim berupa umbi-umbian, padi, jagung, kacang-kacangan dan tanaman obat-obatan. Komposisi jenis yang umum ditemui di Jawa Barat dan Banten adalah kombinasi dari tanaman sengon sebagai tanaman pokok, dan ubi kayu, padi gogo, cengkeh, kelapa, pisang, teh, jagung, kopi, dan nangka sebagai tanaman pengisi.

OPERATION WALLACEA TRUST

Gambar 4. Model Gubuk Kerja

11


Manual : Agroforestri

• Di Jawa Timur, secara umum komposisi jenis tanaman agroforestri: (1) kopi, lamtoro, pisang, kelapa, dan bambu, (2) sengon, lamtoro, dan kopi, (3) lamtoro, kopi, cengkeh, sengon, kelapa, waru, nangka, • Perum Perhutani telah dikembangkan sistem agroforestri: (1) damar, pinus, dan poh-pohan, (2) jati dan porang (iles- iles), (3) pinus, gamal, vanili, (4) jati dan garut, (5) jati dan ganyong, (6) kaliandra, kapuk randu, dan lebah madu, (7) sistem empang parit, (8) jati, mahoni, pohon buah-buahan, tanaman pangan, dan tanaman pakan ternak.

3.3 Agroforestri di Kalimantan

• Sistem Tembawang di Kalimantan Barat, adalah suatu bentuk kebun hutan yang berasal dari sistem perladangan berpindah, sehingga merupakan suatu bagian dari tradisi, kebudayaan dan kebiasaan masyarakat dayak. • Sistem limbo, adalah areal kebun tradisional masyarakat dayak di Kalimantan Timur, dimana terdapat berbagai jenis tanaman kayu bermanfaat, baik yang belum dibudidayakan, setengah dibudidayakan dan dibudidayakan, didominasi oleh jenis pohon dari suku penghasil buah-buahan, dikombinasikan dengan tanaman-tanaman bermanfaat lainnya atau hewan. Klasifikasi lembo didasarkan pada lokasi keberadaannya: lembo lading, lembo lamin, lembo rumah, dan lembo jalan. Hasil beragam: pangan, kayu pertukangan, kayu bakar, rotan, obat-obatan, racun, bahan pewarna, dll,

3.4 Agroforestri di Sulawesi

• Sulawesi Tenggara, mengkombinasikan tanaman : (1) kelapa, langsat, dan kopi, (2) cengkeh, kapuk, dan jambu mete, (3) jambu mete, kapuk dan lada, (4) padi lahan kering, jagung, talas, pisang, jambu mete, dan kopi, (5) padi gogo, ketela pohon, kedelai, jagung, kacang tanah, kelapa, kopi, cokelat, jambu mete dan kapuk randu, (6) coklat, kopi, gamal, nilam, lada • Sulawesi Selatan, mengkombinasikan : (1) tanaman murbei, palawija (kacang, jagung, kedelai), padi, kaliandra, sengon, dan lamtoro, (2) Kemir

3.5 Agroforestri di Bali

Beberapa bentuk agroforestri yang dilakukan petani Bali, yaitu : Kelapa, pisang, singkong, dan talas; kelapa, rumput, dan pisang; kelapa, cengkeh, dan panili; cengkeh, pisang, nangka, dukuh, dan, sawo; kopi pisang dadap dan lamtoro; kelapa dan coklat, srikaya dan singkong, srikaya dan rumput, lamtoro gamal jeruk kacang tanah dan jagung, akasia lamtoro jagung, ayam, dan sapi.

12

@ 2012


Beberapa model agroforestri yang dilakukan : (1) ladang berpindah dimana tidak hanya ada tanaman semusim tetapi ada tanaman kerasnya, disebut juga Uma atau Oma, (2) Sistem pemberaan dengan pohon dan semak, (3) tumpangsari, (4) pekarangan, (5) hutan di atas daerah persawahan, (6) kebun campuran, dimana pohon dan semak dicampur dengan tanaman pangan dan makanan ternak, (7) turi di pematang sawah, (8) Mamar: bisa diklasifikasikan ke dalam mamar kering dan mamar basah, tergantung ada tidaknya mata air, atau mamar pisang dan mamar kelapa tergantung dominasi tanaman ini (terutama di Timor), (9) integrasi kayu bangunan dalam kebun, (10) pakan ternak, peternakan di padang penggembalaan, (11) Loka tua: tempat orang memelihara tanaman penghasil nira (Arenga pinnata) dimana dikombinasikan pula dengan tanaman pangan di bawahnya, (12) Pemeliharaan/penangkapan kepiting, udang di daerah bakau, (13) Sistem pagar hidup yang berfungsi ganda sebagai pengaman kebun dan sebagai sumber pakan ternak, (14) Okaluri: batas lahan ditanami dengan tanaman serbaguna, (15) Omang wike: hutan keluarga tradisional di Sumba, (16) Kone: hutan keluarga tradisional di Timor, (17) Rau: sistem pertanian lahan kering menetap dengan pohon penutup yang tersebar untuk meningkatkan kapasitas penangkapan air, (18) Terasering tradisional dengan tanaman hidup seperti ubi kayu, pakan ternak, pisang dipadukan dengan tanaman berkayu atau semak, (19) Ngerau: sistem pertanian menetap di pinggir hutan dengan mengusahakan tanaman semusim.

OPERATION WALLACEA TRUST

Bab III. Praktek Agroforestry di Indonesia

3.6 Agroforestri di Nusa Tenggara Barat

13


Manual : Agroforestri

@ 2012

14


Membangun Tanaman Agroforestri

M

embangun tanaman dengan pola agroforestry dapat dilakukan pada lahan-lahan datar hingga kemiringan < 40% dengan beberapa pilihan jenis tanaman, sedangkan pada lahan dengan kemiringan > 40% dianjurkan menggunakan vegetasi permanen. Untuk memulai membangun, maka pada tahap awal perlu dikenal jenis-jenis apa yang akan dikembangkan melalui pola agroforestri tersebut sebagaimana diuraikan sebagai berikut :

Bab IV. Membangun Tanaman Agroforestri

BAB IV

4.1 Jenis Tanaman Agroforestri a. Tanaman Kayu-kayuan No. Nama Daerah 1. Mangium 2. Pulai 3. Rasamala 4. Jabon 5. Mindi 6. Johar 7. Sengon buto 8. Puspa 9. Meranti 10. Suren 11. Jati putih

b. Tanaman Serbaguna/MPTS No. Nama Daerah 1. Sagu 2. Kemiri 3. Sukun 4. Melinjo 5. Jambu mete 6. Aren 7. Dukuh 8. Durian 9. Petai besar 10. Matoa

Nama Ilmiah Acacia mangium Alstonia scholaris Altingia excelsa Anthocephalus cadamba Azadirahcta indica Cassia siamena Enterolobium cyclocarpum Schima walichi Shorea sp Toona sureni Gmelina arborea Nama Ilmiah Metroxylon sagu Aleuritas molucana Artocarpus altilis Gnetum gnemon Anacardium ocidentale Arenga pinata Lansium domesticum Durio zibethinus Parkia speciosa Pometia pinata

OPERATION WALLACEA TRUST

15


Manual : Agroforestri

c. Tanaman tumpangsari No. Nama Daerah 1. Kacang tanah 2. Bayam 3. Padi gogo 4. Kacang hijau 5. Jagung 6. Terung 7. Kacang panjang 8. Sorghum 9. Semangka 10. Mentimun

Nama Ilmiah Arachis hypogea Amaranthus sp Oryza sativa Vigna radiate Zea mays Solanum menlongena Vigna sinensis Sorghum bicolor Citrullus lanatus Cucumis sativus

Jenis tanaman tumpangsari yang tidak dianjurkan, antara lain : No. Nama Daerah Nama Ilmiah 1. Ketela pohon Manihot utilisima sp 2. Pisang buah Musa paradisiacal 3. Tebu Sacharum officinarum 4. Rumput gajah Penisetum purpueum 5. Sereh wangi Androphogon sp d. Tanaman di bawah Tegakan Jenis tanaman bawah tegakan adalah jenis-jenis tanaman yang tahan naungan dalam pertumbuhannya. No. 1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

16

Nama Daerah 2 Jaringao Iles-iles Sirih Kumis kucing Suweg Talas Gadung Sentro Jalakan Rumput hamil

@ 2012

Nama Ilmiah 3 Acorus calamus Amorphalus variabilis Piper betel Orthosipon aristatus Amorphalus companulates Colocasia esculenta Dioscorea hispida Centrosema pubescens Desmodium grroides Panicum maximum

Kegunaan 4 Obat-obatan Obat-obatan Obat-obatan Obat-obatan Pangan Pangan Pangan Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak


a. Agroforestri pada Lahan Bervegetasi Jarang Penanaman pengkayaan merupakan salah satu wujud pelaksanaan sistem agroforestri, khususnya agroforestri komplek bentuk pekarangan/kebun di mana penanaman dilakukan pada kebun-kebun atau pekarangan masyarakat yang berdasarkan identifikasi kondisi semula memiliki vegetasi jenis pohon jarang (sekitar 2-5 individu setiap plot ukuran 10 m x 10 m). Pada kondisi ini maka perlu dipilih jenis tanaman yang tahan naungan. b. Agroforestri pada Lahan Terbuka Kondisi yang umum dijumpai pada lahan terbuka adalah tumbuhnya alang-alang. Usaha penanggulangan alang-alang dapat dilakukan secara kimiawi maupun biologi. Namun penanganan biologi sangat dianjurkan karena relatif murah, ramah lingkungan, dan memberikan hasil yang optimal. Pertumbuhan alang-alang dapat ditekan secara biologi dengan memberikan perlakuan tingkat naungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat naungan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan alang-alang (Purnomosidhi, et al., 1998) sebagai berikut: • Naungan 90% : pertumbuhan alang-alang dapat dikendalikan dalam waktu 4 bulan • Naungan 50% : pertumbuhan alang-alang dapat dikendalikan dalam waktu 8 bulan • Naungan 25% : tidak dapat mengendalikan pertumbuhan alang-alang, hanya menurunkan viabilitas rhizomanya Penggunaan pohon sebagai naungan untuk mengendalikan alang-alang merupakan metode yang murah. Jenis-jenis pohon yang dipilih sebagai naungan sebaiknya pohon yang cepat tumbuh, menghasilkan banyak serasah, mempunyai kanopi yang rapat, relatif tahan terhadap alelopati dan tahan terhadap api. Pola agroforestri yang biasa digunakan untuk mengendalikan alang-alang antara lain agroforestri tanaman kayu, karet, lada, kakao, dan kopi. Beberapa jenis tanaman untuk rehabilitasi lahan alang-alang dapat dikelompokkan berdasarkan tujuan sebagai berikut :

Bab IV. Membangun Tanaman Agroforestri

Pembuatan tanaman dengan pola agroforestri dapat dibangun pada lahan dengan kondisi penutupan vegetasi jarang atau terbuka.

1. Tanaman pagar Jenis tanaman pagar yang tumbuh baik di lahan alang-alang antara lain: kaliandra (Calliandra calothyrsus), gamal (Gliricidia sepiumi), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), turi (Sesbania sesban), Senna spectabilis. Sifat yang diharapkan dari jenis tanaman pagar pada lahan alangalang adalah : (1) tahan terhadap kebakaran, (2) memiliki kanopi yang lurus dan rapat sehingga dapat menutupi bidang olah selama bera, (3)

OPERATION WALLACEA TRUST

17


Manual : Agroforestri

tahan intensitas pemangkasan yang tinggi, (4) mengikat nitrogen atau daunnya kaya nitrogen dan fosfor, (5) menghasilkan banyak serasah, (6) memiliki perakaran yang dalam, (7) dapat ditanam dari benih, (8) dapat beradaptasi dengan iklim dan tanah setempat, (9) tersedia bahan tanam, dan (10) menghasilkan pakan dan kayu bakar. 2. Tanaman kacang-kacangan untuk menghambat pertumbuhan alang-alang Jenis tanaman kacang-kacangan untuk menghambat pertumbuhan alang-alang antara lain : kacang asu (Calopogonium mucunoides), Ki besin (Centrosema pubescens), koro benguk (Mucuna pruriens), kacang oci (Phaseolus carcaratus), kacang ruji (Pueraria spp), Stylosanthes guyanensis, campuran species. Sifat yang diharapkan dari jenis tanaman kacang-kacangan untuk menghambat pertumbuhan alang-alang adalah : (1) penambat nitrogen, (2) beradaptasi pada kondisi tanah dan iklim setempat, (3) toleran terhadap pengaruh alelopati alang-alang, (4) mudah dan cepat tumbuh secara alami, (5) tahan terhadap hama dan penyakit, (6) merambat danmampu menghambat pertumbuhan alang-alang, (7) penghasil pakan ternak dan kayu bakar, (8) benihnya mudah tersedia. 3. Jenis tanaman buah tumbuh baik di lahan alang-alang Jenis tanaman buah yang tumbuh baik di lahan alang-alang antara lain : kemiri (Aleurites moluccana), jambu mete (Anacardium occidentale), kelapa (Cocos nucifera), karet (Hevea brasiliensis), mangga (Mangifera indica), pisang (Musa spp.), jambu biji (Psidium guajava), nangka (Artocarpus heterophyllus), kenari (Canarium ovatum), kapuk (Ceiba pentandra), jeruk (Citrus spp), manggis (Garcinia mangostana), sawo manila (Manilkara zapota), kecapi (Sandoricum koetjape), kedondong (Spondia purpurea), juwet (Syzyqium cumini), dan asam (Tamarindus indica). 4. Jenis tanaman kayu tumbuh baik di lahan alang-alang Jenis tanaman kayu-kayuan yang berhasil tumbuh baik di lahan alangalang antara lain : akasia (Acacia mangium), akasia (Acacia auriculiformis), bambu (Bambusa spp), gamal (Gliricidia sepium), jati putih (Gmelina arborea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), laban/bitti (Vitex pubescens). Sifat yang diharapkan dari jenis tanaman kayu pada lahan alang-alang adalah : (1) tumbuh cepat, (2) tajuk lebar dan rapat, (3) tahan kebakaran (kulit kayu tebal, bertunas setelah kebakaran, biji tumbuh kembali setelah kebakaran), dan (4) beradaptasi dengan tanah dan iklim setempat. Di samping pemilihan jenis tanaman yang sesuai untuk menanggulangi alang-alang, mengingat sebagian besar lahan khususnya di luar Jawa memiliki pH rendah, maka perlu diketahui juga beberapa contoh tanaman yang toleran pada tingkat kemasaman tanah tinggi, antara lain :

18

@ 2012


4.2 Implementasi Agroforestri

Implementsi sistem agroforestri dalam kegiatan penanaman di perdesaan dapat dilakukan sebagai berikut : • Penanaman secara umum dilakukan pada dua kondisi penutupan vegetasi, yaitu lahan berpenutupan vegetasi jarang dan lahan terbuka.

Bab IV. Membangun Tanaman Agroforestri

• Tanaman palawija : kacang tanah, kacang tunggak, gude • Tanaman keras : kopi, teh, kelapa sawit, karet • Pohon buah-buahan : rambutan, nangka, durian, cempedak, dukuh, manggis, jambu air, jambu air, jambu biji, jambu mete, sirsak, mangga, petai, jengkol. • Penghasil kayu : sungkai, pulai, sengon laut, mahoni, mangium, jati putih (gmelina) • Tanaman pagar : lamtoro, gamal, petaian, flemingia • Tanaman legume : orok-orok, callopo, centro, pueraria, dll.

• Pada lahan berpenutupan jarang, maka penanaman dilakukan dalam rangka pengkayaan tanaman dimana pada lahan masyarakat penanaman pengkayaan dapat dilakukan dalam bentuk : (a) penanaman sisipan pada suatu tegakan yang sudah ada atau (b) penanaman sebagai batas lahan (periksa Manual Teknik Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman). Jumlah populasi bibit yang ditanam sekitar 200 batang/ha. Dengan demikian agroforestri yang diterapkan merupakan sistem agroforestri komplek dalam bentuk pengkayaan kebun/pekarangan. • Pada lahan terbuka/berpenutupan vegetasi terbuka maka penanaman dilakukan dalam bentuk rehabilitasi penuh. Untuk tanaman kayukayuan dan MPTS dapat menerapkan jarak tanam 5 m x 5 m, sehngga jumlah populasi yang dibutuhkan adalah 400 batang/ha. Pada kondisi lahan terbuka ini dapat diterapkan sistem agroforestri sederhana, dimana di antara tanaman kayu-kayuan dan MPTS dapat ditumpangsarikan dengan tanaman semusim. • Jika ingin dilakukan kombinasi antara tanaman pohon dan kakao/ kopi, maka dapat diterapkan jarak tanam 6 m x 6 m ataupun 5 m x 5 m untuk tanaman pohon dan MPTS, sedangkan kakao/kopi dapat ditanam di antara tanaman pohon tersebut. • Kondisi lahan bervegetasi jarang dan terbuka tersebut dapat memiliki kondisi kekritisan lahan mulai dari potensial kritis hingga kritis, kondisi topografi datar maupun miring, serta berada di bagian hulu, hilir hingga pesisir. • Pada lahan bagian hulu dan hilir, maka dipilih jenis tanaman kayukayuan dan MPTS untuk tanah kering yang dipadukan dengan tanaman semusim dengan bentuk agroforestri (1) agrosilvikultur (kombinasi

OPERATION WALLACEA TRUST

19


Manual : Agroforestri

pertanian dan kehutanan), (2) silvopastura (kombinasi kehutanan dan peternakan), (3) agrosilvopastura (kombinasi pertanian, kehutanan, dan peternakan), (4) silvofishery (kombinasi kehutanan dan perikanan, (5) apiculture (kombinasi kehutanan dan lebah), atau (6) sericulture (kombinasi pohon dan ulat sutera). Adapun pada bagian pesisir khususnya areal mangrove, maka dipilih jenis-jenis tanaman mangrove seperti Rhizophora sp (bakau) yang dipadukan dengan kegiatan perikanan (silvofishery/wanamina). • Penanaman pengkayaan memerlukan jenis yang tahan naungan • Penanaman pada lahan terbuka memerlukan jenis yang memerlukan cahaya penuh • Kesalahan pemilihan jenis untuk penanaman pada kedua kondisi penutupan vegetasi tersebut, akan berakibat pada kegagalan pertumbuhan tanaman. • Pemilihan tanaman kakao dan kopi sebagai tanaman sisipan merupakan salah satu pemilihan yang tepat karena kedua jenis tersebut memerlukan naungan ringan dalam perumbuhannya untuk menghasilkan produksi yang optimal • Sistem penanaman pertama dapat merupakan upaya pengendalian alang-alang • Tanaman yang bisa memberikan penaungan ditanam lebih dahulu dari tanaman yang tahan atau yang perlu naungan • Tanaman yang mampu menyuburkan tanah ditanam sebelum tanaman yang perlu kondisi tanah yang lebih baik • Tanaman yang memerlukan cahaya penuh tidak ditanam dimana tanaman lain akan menaunginya sebelum mereka dewasa • Pohon yang berukuran sedang atau besar akan memerlukan ruangan untuk tumbuh Contoh implementasi pembangunan tanaman dengan menerapkan pola agroforestri disajikan sebagai berikut : a. Pola agroforestri tanaman kayu • Sengon (Paraserianthes falcataria) Pada tahap awal petani membuka lahan alang-alang secara kimiawi atau mekanis (membajak). Selanjutnya lahan ditanami sengon dengan jarak tanam 2 m x 4 m. Pada Tahun I di antara tanaman sengon ditanami padi gogo, Tahun II - IV ditanami ketela. Tahun V-VIII naungan tajuk sengon berkisar dari 28% kemudian menurun hingga 18%. Pada intensitas ini, alang-alang dapat ditekan pertumbuhannya, tetapi masih mampu untuk tumbuh kembali jika mendapat kecukupan cahaya.

20

@ 2012


• Gamal (Gliricidia sepium) Gamal termasuk jenis tanaman yang cepat tumbuh dan dapat digunakan untuk mengendalikan alang-alang. Di samping itu kayunya juga dapat digunakan sebagai bahan arang kayu. b. Pola agroforestri karet Karet biasanya ditanam oleh petani dengan jarak tanam 4 m x 5 m (500 tanaman/ha). Pada umur sekitar 7 tahun intensitas cahaya yang sampai di permukaan tanah kurang dari 20%. Pada Tahun I - III, biasanya petani menanam ketela pohon di antara barisan tanaman karet. Setelah Tahun III, dimana percabangan tanaman karet telah terbentuk, tanaman pangan dan alang-alang mulai tidak bisa tumbuh.

Bab IV. Membangun Tanaman Agroforestri

• Petaian (Peltophorum dasyrrachis) P. dasyrrachis yang ditanam di antara alang-alang dapat menghambat pertumbuhan alang-alang.

c. Sistem agroforestri lada/kopi Untuk memulai penanaman lada/kopi, petani menanam tanaman penaung yaitu Gliricidia sepium atau Erythrina orientalis lebih dahulu. Tanaman penaung yang juga berfungsi sebagai tanaman perambat, ditanam dengan jarak 2 x 2 m2. Setelah tumbuh dengan baik (1-2 tahun) lada dan kopi baru ditanam. Lada ditanam di dekat tanaman penaung sedangkan kopi ditanam di tengah luasan 4 m2. Selama menunggu tanaman penaung tumbuh dengan baik, biasanya petani menanam tanaman pangan seperti padi, jagung atau tanaman pangan yang lain. Selain itu, di dalam sistem ini biasa ditemukan pula tanaman buah dan tanaman lain seperti pete (Parkia spesiosa), jengkol (Phitecellobium dulce), durian (Durio zibethinus), duku (Lansium domisticum) dan kapuk (Ceiba pentandra) yang tumbuh secara acak yang berfungsi sebagai penaung dan batas kepemilikan lahan. Pada umur 4 tahun intensitas cahaya yang sampai di permukaan tanah masih berkisar antara 45-50%, tetapi pada umur 10 tahun intensitas cahaya yang sampai dipermukaan tanah hanya 20%.

OPERATION WALLACEA TRUST

21


Manual : Agroforestri

Daftar Pustaka Arifin, H. Susilo. et al. 2003. Agroforestri di Indonesia. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor. Hairiah K et al. 2000. Reclamation of Imperata Grassland using Agroforestri. Lecture Note 5. ICRAF. (http://www.icraf.cgiar.org/sea). Hairiah K et al. 2003. Sistem Agroforestri di Indonesia. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor. Http://kjf-distanhutbun.blogspot.com/2011/10/jenis-tanaman-agroforestry. html Tjitrosemito S and M Soerjani. 1991. Alang-alang grassland and land management aspects. In M Sambas Sabarnurdin et al. (ed). Forestation of alang-alang (Imperata cylindrica Beauv. var Koenigii Benth) grassland : lesson from South Kalimantan. p. 10-36. Purnomosidhi P, van Noordwijk M and S Rahayu. 1998. Shade-based Imperata control in the establishment of agroforestri system (field survey report). Sardjono, M. Agung et al. 2003. Klasifikasi dan Pola Kombinasi Komponen Agroforestri. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor. Suprayogo, Didik et al. 2003. Peran Agroforstri pada Skala Plot : Analisis agroforestri sebagai kunci keberhasilan atau kegagalan pemanfaatan lahan. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor.

22

@ 2012


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.