1
TAJUK
Setahun sudah berlalu terhitung sejak tanggal 16/ 5/ 2013, saat dibacakannya Putusan Mahkamah Konstitusi No 35,
dimana hutan adat bukan lagi hutan negara. Namun konflik pengelolaan sumber daya alam hari demi hari grafiknya justru makin meningkat, hal ini membuat masyarakat adat tergusur dari wilayah hutan adat, bertolak belakang dengan semangat dalam Putusan MK No 35 yang mana mengakui hak-hak masyarakat adat dengan menyatakan bahwa hutan adat adalah hutan yang berada di wilayah adat. Percepatan Implementasi putusan Mahkamah Konstitusi dinodai oleh Surat Edaran Menteri Kehutanan No SE 1/Menhut-II/2013 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi No 35/PUU-X/2012 tanggal 16 Mei 2013 yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati/ Walikota dan Kepala Dinas Kehutanan seluruh Indonesia, menegaskan bahwa penetapan kawasan hutan adat masih dalam kewenangan Menteri Kehutanan. Surat Edaran Kemenhut tersebut semakin melemahkan posisi dan pengakuan hak-hak masyarakat adat, karena pemerintah bersama badan legislatif bukannya melakukan revisi terhadap Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang kehutanan yang telah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi tersebut. DPR malah mengesahkan UU P3H (Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) pada Rapat Paripurna DPR-RI, (9/7/2013) secara sistematis mengkriminalkan masyarakat adat, sebab 70 % warga masyarakat berada di kawasan hutan. Sebagai contoh, apa yang dialami oleh 4 orang warga komunitas adat Semende Banding Agung, mereka divonis hukum pidana 3 tahun penjara dan denda 1,5 Milyar dengan subsidair satu bulan kurungan penjara oleh Pengadilan Negeri Bintuhan, Prov Bengkulu. Sebuah keputusan kontraversial dan tidak adil. Kriminalisasi juga terjadi terhadap warga Adat Talang Mamak, Suku Anak Dalam, Batu Daya. Berdasarkan catatan AMAN tahun 2013, ada 143 kasus konflik agraria bermotif kekerasan terjadi terhadap masyarakat adat. Pansus DPR RUU PPHMA seakan berjalan di tempat, mengalami perlambatan bahkan terancam macet, bisa jadi karena SBY kurang tepat menunjuk Menteri Kehutanan sebagai koordinatornya pemerintah untuk membahas RUU ini dengan DPR RI. Pada Kongres Masyarakat Adat Nusantara ke-IV (KMAN-IV) tanggal 19 – 25 April 2012 di Tobelo, Halmahera Utara dalam salah satu mandatnya akan menyenggarakan pendidikan politik untuk masyarakat adat dalam rangka mendorong pelaksanaan pemilu dan pemilukada yang bersih dan demokratis. Pengurus Besar AMAN sudah memberikan dukungannya pada kader-kader politik untuk bisa lolos mengikuti pemilihan legislatif. Untuk pemilihan Presiden RI periode 2014-2019 yang akan berlangsung pada 9 Juli 2014 mendatang, Rapat Pengurus Besar AMAN (RPB ke XIII) (tanggal 3/ 5/ 2014) yang berlangsung di Jakarta telah memutuskan secara seksama, mempertimbangkan rekam jejak masa lalu, kinerja masa kini dalam visi misi untuk masyarakat adat yang Berdaulat, Mandiri dan Bermartabat. Masa lalu lebih bersih, kinerja yang lebih baik dan jika terpilih menjadi presiden, bisa sejalan dengan visi dan misi perjuangan AMAN ke depan, ditemukan dalam sosok Joko Widodo. Sebuah perjalanan panjang untuk sampai pada pilihan politik penting tersebut. Namun, masyarakat adat tidak boleh terlena, tetap merapatkan barisan, berjuang bersama dengan ketekunan. Sebab siapapun presiden yang terpilih nantinya, Masyarakat Adat masih harus berjuang ekstra keras untuk meraih hak-hak adat dan konstitusionalnya.
Cerita Sampul
Menggambarkan Solidaritas Masyarakat Adat se-Nusantara. @AMAN.
Gaung AMAN Edisi Ke-51 Juni 2014 Gaung AMAN terbit dua bulan sekali untuk membuat perkembangan dan kegiatan organisasi. Redaksi menerima sumbangan tulisan yang bertujuan memajukan gerakan masyarakat adat, dan berhak mengedit-nya tanpa mengubah substansi. SAMPUL DEPAN Siapapun Presiden Terpilih, Masyarakat Adat Masih Harus Berjuang Extra Keras. DITERBITKAN Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara PENANGGUNG JAWAB Mina Setra Deputi I PB AMAN; Bidang Kelembagaan, Komunikasi dan Penggalangan Sumberdaya PIMPINAN REDAKSI Firdaus Cahyadi Direktur Informasi dan Komunikasi PB AMAN REDAKTUR PELAKSANA Jeffar Lumban Gaol EDITOR Jeffar Lumban Gaol Erasmus Cahyadi LAYOUT Snik KONTRIBUTOR Abdon Nababan Eustobio Rero Renggi Farid Rukka Sombolinggi Patricia Wattimena Monica Andhis Dinastiar Rainny Situmorang Mahir Takaka Taryudi Caklid Annas Radin Sarif Yoga Saipul Rizal “Kipli� Surti Handayani Silvy Simon Pabaras PW AMAN PD AMAN DISTRIBUSI Endang Yohanes Senda Debi Lisa Sitanala Yusuf Andi Warnoto ALAMAT REDAKSI Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 11A Jakarta Selatan 12820 Telp/Fax: +62 21 8297954/8370 6282 E-mail: rumahaman@cbn.net.id Website: www.aman.or.id
2
20 I OPINI
Siapapun Presiden Terpilih Masyarakat Adat Masih Harus Perjuang Extra Keras
4 I BRWA Masyarakat Adat Talang Mamak Melakukan Pemetaan Partisipatif Dengan Metode Native Land
7 I INFO AMAN Deklarasi Dukungan. Rapat Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (RPB AMAN XIII). Penggalangan Dukungan Publik Untuk Petisi 35 di Event Car Free Day.
10 I LAPORAN UTAMA Ada Banyak Peraturan Inisiatif Dan Kebijakan Yang Berlaku. AMANkan Jokowi-JK. Rezim Pemerintah SBY Lambant Implementasikan Putusan MK 35/PUU-X/2012.
16 I BUDAYA Upacara Adat “Guguq Tautn” Tenun sebagai identitas masyarakat adat Dobo
23 I KOMUNITAS
Kongres Suku SAHU. Tujuh Orang Warga Masyarakat Adat Marga Tungkal Ulu Ditangkap Aparat Gabungan Bencana Longsor dan Banjir Bandang Komunitas Masyarakat Adat Pattallassang. Segera Sahkan RUU Pengakuan-Perlindungan. Budaya Berladang Mulai Sirna. Komunitas Bengkalaan Dayak Mengadu Ke Komnas HAM . Pemetaan Wilayah Adat Suku Tobelo Dalam Dodaga.
31 I RUBRIK KHUSUS 70 % Wilayah Adat Berada Di Kawasan Hutan Satu Tahun Putusan MK No 35. Hutan Adat Bukan Hutan Negara”
33 I SAYAP ORGANISASI Konsolidasi BPAN Siapkan Jambore Nasional Pemuda Adat Nusantara ke-II di Lombok. Penyelesaian Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Adat. RAKERNAS I Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara.
39 I GALERI AMAN bertemu CAPRES Jokowi Dodo. Foto bersama Deklarasi Dukungan
3
Masyarakat Adat Talang Mamak Melakukan Pemetaan Partisipatif Dengan Metode Native Land
S
iang itu semua orang yang berada di dalam ruangan pertemuan bertepuk tangan memberikan apresiasi atas hasil karya mereka. Tiap kelompok membuka gulungan lembar kertas besar yang dibawa dari kampungnya masing-masing. Dengan bangga mereka memperlihatkan hasil oretan spidol yang mereka tuangkan di atas kertas itu. Kemudian mereka menjelaskan warna demi warna, garis-garis dan simbol yang ada dalam kertas tersebut. “Inilah peta sketsa kami sebagai bukti bahwa wilayah adat yang dititipkan leluhur kami sudah ada sebelum negara ini berdiri,� kata salah seorang dari mereka. Bangga rasanya melihat
Pelatihan Pemetaan di wilayah adat @ Dokumen foto AMAN
orang-orang Suku Talang Mamak yang selalu dianggap remeh ini, menyelesaikan peta sketsa yang mereka buat sendiri. Selama hampir dua bulan, di sela-sela waktu luang mereka manfaatkan
Foto bersama Pelatihan Pemetaan wilayah adat @ Dokumen foto AMAN
4
waktu untuk berkumpul dan mendiskusikan wilayah adatnya, kemudian mereka gambarkan di atas kertas. Memakan waktu cukup lama, namun begitulah cara Pemetaan partisipatif butuh waktu cukup lama untuk memastikan masyarakat adat lebih memahami wilayah adatnya dan sadar apa potensi serta apa yang terjadi di wilayah adatnya. Sudah setahun proses pemetaan partisipatif wilayah adat Suku Talang Mamak dikerjakan, namun mereka masih tetap bersemangat melanjutkan prosesnya sampai selesai. Ini merupakan bukti keseriusan dari masyarakat adat Talang Mamak untuk menjalankan maklumat yang mereka sepakati pada Gawai Gedang tahun 2012 lalu. Mereka
bertekad bersama-sama memetakan wilayah adat dan menggali sejarah adat Talang Mamak di Batang Tanahku dan Dubalang Anak Talang, maupun Suku Nan Anam Balai Nan Tiga (Tiga Balai) merupakan warisan leluhur mereka. Butuh waktu lama mengerjakan pemetaan ini bukan berarti prosesnya lambat, tetapi karena menggunakan metode pemetaan yang berbeda dengan metode sebelumnya. Pemetaan di Talang Mamak menggunakan metode pemetaan partisipatif Native Land , digunakan untuk pemetaan wilayah yang lebih luas atau lebih dari satu komunitas adat dalam satu etnis yang sama. “Ada 15 kebatinan (komunitas adat) ikut melakukan pemetaan partisipatif dari Suku Talang Mamak,”kata Abu Sanar, Ketua BPH PD AMAN Indragiri Hulu. Abu Sanar menambahkan bahwa tahapan proses metode pemetaan partisipatif skala luas/ native land berbeda dengan metode pemetaan pada umumnnya. Tahapan-tahapan proses pemetaan yang sudah dilakukan di Talang Mamak antara lain : Persiapan Pemetaan dan Workshop Sosialisasi pemetaan skala luas wilayah adat Suku Talang Mamak. Lokakarya 1 (Melatih “Peneliti Kampung” yang berasal dari masing-masing Kebatinan Talang Mamak dalam pencarian data Sosial
dan membuat Peta Sketsa), Turun ke lapangan untuk membuat peta sketsa dan memulai mengumpulkan data sosial masing-masing Kebatinan Talang Mamak). Lokakarya 2 (Presentasi hasil pembuatan peta sketsa dan data sosial serta memindahkan peta sketsa tersebut ke dalam peta dasar photo citra Rapid eye skala 1 : 10.000 yang menghasilkan peta manual wilayah adat masing-masing Kebatinan Talang Mamak). Ke lapangan lagi untuk melakukan verifikasi dan mensurvey lokasi-lokasi yang tidak terlihat pada photo citra kemudian memasukkan hasil survey tersebut ke dalam peta manual wilayah adat. Lokakarya 3 (Presentasi hasil pembuatan peta manual wilayah adat yang sudah dilengkapi dengan data
hasil survey lapangan dan presentasi data sosial yang sudah dituliskan) dan digitasi peta. “Saat ini proses pemetaan partisipatif yang dilakukan sudah sampai pada digitasi peta, tinggal sedikit lagi menuju pengesahan peta. Tetapi selesainya peta ini bukan akhir dari perjuangan masyarakat adat Talang Mamak. Ini merupakan awal perjuangan mereka untuk mendapatkan pengakuan hak-hak mereka atas wilayah adat serta sumberdaya alamnya yang saat ini sudah diambil tanpa ijin oleh perusahaan-perusahaan sawit dan tambang,” papar Abu Sanar.****Yoga Kipli
Pelatihan Pemetaan wilayah adat @ Dokumen foto AMAN
5
INFO AMAN
6
INFO AMAN
Foto bersama saat Deklarasi Pemenangan Jokowi-JK @ Dokumen foto AMAN
Rapat Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (RPB AMAN XIII) Ada 2230 Komunitas Adat Anggota AMAN
J
akarta-Sebagai organisasi gerakan sosial Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memiliki perspektif politik dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang berdaulat, mandiri dan bermartabat. Pada Kongres Masyarakat Adat Nusantara
ke-IV (KMAN-IV) lalu, salah satu keputusan organisasi adalah sehubungan dengan keanggotaan AMAN; yakni komunitas masyarakat adat. Yang dimaksud sebagai komunitas masyarakat adat adalah “Sekelompok penduduk yang hidup berdasarkan asal usul leluhur dalam suatu wilayah geografis tertentu, memiliki sistem
nilai dan sosial budaya yang khas, berdaulat atas tanah dan kekayaan alamnya serta mengatur dan mengurus keberlanjutan kehidupannya dengan hukum dan kelembagaan adat�. Dalam perjalanannya, keanggotaan AMAN terus mengalami peningkatan. Dalam 3 kegiatan besar organisasi dari Kongres
7
INFO AMAN Masyarakat Adat Nusantara (KMAN), Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Rapat Pengurus Besar (RPB). Pengesahan anggota AMAN yang paling banyak dilaksanakan dalam kegiatan Rakernas dan KMAN. Pasca dilakukannya Rapat Pengurus Besar ke 13 (RPB-XIII) di Jakarta beberapa waktu lalu, jumlah keanggotaan AMAN per Mei 2014 menjadi 2230 komunitas masyarakat adat. Jumlah ini sedikit berkurang dari RPB XII pada Oktober 2013 yang berjumlah 2253 komunitas masyarakat adat. Hal ini terjadi sehubungan dengan beberapa keputusan yang dihasilkan, salah satunya adalah melakukan verifikasi
Joko Widodo Capres 2014-2019 hadiri RPB AMAN yang ke XIII @ Dokumen foto AMAN
ulang terhadap status keanggotaan yang ada. Selain melakukan verifikasi ulang, pembenahan profil komunitas anggota AMAN juga laksanakan. Verifikasi dan pembenahan administrasi ini dilakukan dikarenakan adanya temuan lapangan bahwa ada nama-nama komunitas adat yang didaftarkan tidak berdasarkan
nama asli komunitas, dan ada nama komunitas yang didaftarkan tapi tidak ditemukan di lapangan. Oleh karena itu pada RPB-XIII lalu, AMAN mengeluarkan sebanyak 35 komunitas anggota. Kendati demikian, pada RPB XIII lalu juga menerima dan mengesahkan sebanyak 12 komunitas adat menjadi anggota AMAN. *** ERR
Penggalangan Dukungan Publik Untuk Petisi 35 di Event Car Free Day
J
akarta 18 Mei 2014 Tim Petisi 35 (Petisi35@aman.or.id)
kembali turun ke jalan melakukan penggalangan dukungan di ruang publik. Kegiatan penggalangan dukungan ini menyasar publik Ibukota Jakarta pada saat car free day (18/ 5/ 2014) mengambil lokasi di sisi timur patung Jendral Sudirman atau tepatnya halte bus dukuh atas. Dalam kegiatan ini tim petisi 35 berhasil menggalangan dukungan publik sebanyak 263 orang. Dalam kegiatan
8
Menggalang dukungan Petisi 35 disaat Car Free Day di Jakarta @ Dokumen foto AMAN
ini, tim sosialisasi Petisi 35 memamerkan fotofoto tentang kehidupan
Masyarakat Adat Nusantara. Foto-foto yang dipamerkan antara lain dokumentasi ritus
INFO AMAN gensaok di Kalimantan Barat (komunitas adat dayak pendaun), upacara serentaun (upacara panen raya masyarakat Kasepuhan Cipta Gelar dan kehidupan sehari-hari warga adat Kasepuhan Ciptagelar. Perlawanan komunitas Masyarakat Adat Mollo terhadap tambang marmer, kehidupan Masyarakat Adat di Papua Barat, serta kehidupan komunitas adat Sei Utik di wilayah Kalimantan Barat. Antusiasme publik terhadap masyarakat adat cukup baik, hal ini terlihat dari banyaknya publik yang menyempatkan diri untuk mampir, melihat pameran foto, memberikan dukungan untuk Petisi 35 hingga berdialog membicarakan permasalahan tentang hutan adat bukan hutan Negara dan UUPPHMA. Dalam diskusi ringan dengan publik, memberi kesan bahwa pemahaman publik tentang Masyarakat Adat masih minim. Ini terlihat dari kebanyakan publik yang tidak memamahami siapa itu Masyarakat Adat? Ketidaktahuan publik tentang Masyarakat Adat merupakan tantangan terbesar bagi tim petisi 35 sehingga diperlukan cara-cara yang lebih kreatif lagi untuk menumbuhkan kesadaran
hingga empati publik terhadap Masyarakat Adat Nusantara semakin lebih baik lagi***Fadhel .
Menggalang dukungan Petisi 35 disaat Car Free Day di Jakarta @ Dokumen foto AMAN
Menggalang dukungan Petisi 35 disaat Car Free Day di Jakarta @ Dokumen foto AMAN
9
LAPORAN UTAMA Ada Banyak Peraturan Inisiatif Dan Kebijakan Yang Berlaku
K
onsultasi Nasional RUU PPHMA. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
Jakarta 22 Mei 2014-Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyelenggarakan konsultasi nasional dalam rangka mengupas dan mendiskusikan Draft Rancangan Undang-Undang Pengakuan-Perlindungan Hak Masyarakat Adat (RUU PPHMA) berlangsung di Hotel Grand Tropic Jalan Letjen S Parman, Jakarta Barat. Nara sumber dalam konsultasi ini adalah Ketua Pansus RUU Pengakuan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat (RUU PPHMHA) DPR RI, Himatul Aliyah Setyawati, Sandra Moniaga (Komisioner Komnas HAM) Dr. Myrna Safitri (Epistema Institut) dengan moderator Erasmus Cahyadi Dir Advokasi PB AMAN. Deputi III PB AMAN, Arifin Saleh mewakili Sekjen AMAN dalam sambutannya menyampaikan jika nanti undang-undang ini disahkan, benar-benar dapat menjadi harapan bagi seluruh masyarakat adat Indonesia, untuk memulihkan hak-hak masyarakat adat sekaligus memberi perlindungan hukum. Mengingat periode kerja anggota DPR akan berakhir tahun 2014, inilah momentum baik bagi anggota DPR untuk bisa membuat sejarah, sehubungan dengan pemulihan hak-hak masyarakat adat dan DPR segera mengesahkan RUU ini menjadi undang-undang,”kata Arifin Saleh membuka acara konsultasi. Himatul Aliyah Setyawati, mengatakan bahwa dalam konsultasi ini, sebagai Ketua Pansus dia ingin lebih banyak dapat masukan.”Kami berharap mungkin ada masukan dari AMAN, seperti contoh undang-undang atau peraturan-peraturan yang
10
dimiliki oleh pihak AMAN, bisa diberikan kepada Pansus. “Nanti bisa bekerja sama membahas Daftar Invetarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah. Kemarin kita sudah rapat pimpinan, semangat kita berusaha untuk tetap menyelesaikannya pada periode ini,” ucap Ketua Pansus tersebut. Pada kesempatan ini Sandra Moniaga menyampaikan prinsip-prinsip kajian kritis terhadap perspektif HAM. “Apakah dalam draft rancangan undang-undang yang ada sekarang sudah mememenuhi standar-standar mendasar dari konsep HAM?,” tanya Sandra. Lebih jauh lagi Sandra mengajak peserta untuk melihat apakah di dalam draft rancangan itu sudah mencantumkan, bahwa adalah satu kewajiban bagi negara untuk melakukan hal-hal mendasar dari pemenuhan hak asasi manusia seperti, menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak masyarakat adat. “ Akan sulit mencari argumentasi hukumnya kalau meletakkan rancangan undangundang ini sebagai suatu dasar hukum dari satu proses penyelesaian konflik masa lalu. Kecuali ini dimaksudkan untuk mencegah konflik di masa depan,” papar Sandra Moniaga. Komisioner Komnas HAM ini juga memberi contoh bagaimana mekanisme penyelesain konflik di Filipina, ada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, meskipun hanya menerima klaim dan Verifikasi atas tanah-tanah adat. Myrna Safitri dalam presentasinya bertanya pada hadirin, “apakah kita akan mewujudkan RUU ini sebagai satu peraturan yang ideal, sesuai mimpi kita atau kita akan membuat RUU yang mungkin tidak terlalu ideal tapi dapat diimplementasikan?,” tanya Myrna Safitri. Karena hal ini tidak selalu sama, sehingga bagi
saya menentukan itu lebih penting. “Jika itu sudah jelas, kita kemudian bertanya, bagaimana mewujudkannya di tengah fakta, bahwa sekarang ini juga ada peraturan-peraturan inisiatif, penyusunan-penyusunan peraturan ataupun kebijakan-kebijakan lain yang juga tengah berlaku atau sebentar lagi akan berlaku?. Itu pertanyaan yang ingin saya sampaikan dan mari kita menemukan jawabannya,” ajak Myrna pada hadirin. Dalam presentasinya Myrna lebih jauh mengupas, apa sebenarnya pokok-pokok pengaturan penting buat masyarakat adat. Kemudian bisa melihat seberapa selaras atau seberapa bertentangankah peraturan-peraturan yang ada, kebijakan-kebijakan atau RUU yang akan ada. “Lalu kira-kira apa rekomendasi penting, mumpung ada ibu Himatul di sini yang bisa kita sampaikan pada beliau untuk bicara pengaturan RUU ini ke depannya,” ujar Myrna. RUU ini mencoba untuk menjawab tiga hal dalam Undang-Undang Dasar, pertama soal isu kepemerintahan, soal otonomi ulayat, ke dua soal HAM dan yang ke tiga soal kebudayaan, melestarikan dan memajukan kebudayaan. “Kalau tiga hal dalam konstitusi itu yang ingin dijawab oleh RUU ini, maka pertanyaan selanjutnya kita bisa melihat seberapa konsisten sebenarnya RUU ini untuk meng-addres tiga persoalan besar ini,” ulas Myrna lebih jauh. Erasmus Cahyadi menyimpulkan bahwa apa yang disampaikan oleh Myrna Safitri dalam mengupas draft RUU ini cukup mengejutkan, karena banyak sekali yang harus dibenarkan, dari segi penormaan dan kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya. “Kalau mengaturnya seperti draft yang ada sekarang, maka itu hanya pengaturan di atas kertas. Tidak bisa diimplementasikan, karena akan membentur sana-sini,” papar Erasmus.**** JLG
LAPORAN UTAMA AMANkan Jokowi-JK AMAN-Jakarta, - Jarum jam menunjukan tepat pukul 10.45 Wib. Lagu Indonesia raya berkumandang di salah satu ruang Hotel Ibis Tamarin, Jakarta. Hari Jum’at (23/5) menjadi hari istimewa bagi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Pasalnya, AMAN mendeklarasikan dukungan politiknya untuk pemenangan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.
S
etelah mencermati visi dan misi pasangan Calon Presiden (Capres) Joko Widodo dan Calon Wakil Presiden (Cawapres)
Jusuf Kalla (JKW-JK) dan sesuai dengan hasil Rapat Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Ketigabelas (RPB AMAN XIII) maka dengan ini, kami menyatakan deklarasi dukungan kepada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla,” ujar Sekretaris Jenderal AMAN Abdon Nababan, “Kami berharap jika terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla bisa melaksanakan visi dan misinya itu.” Menurut Abdon Nababan, “Jika terpilih menjadi presiden, kami berharap, Jokowi mengeluarkan satu pernyataan publik sebagai Presiden RI yang mengakui bahwa selama ini, sejak UUD 1945 dan UU Pokok Agraria No. 5/1960 sampai sekarang, telah terjadi pengabaian dan pengingkaran terhadap hak konstitusional Masyarakat Adat sebagaimana disimpulkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK No. 35/PUU-X/2012,” tegas Abdon Nababan. “Sebagai presiden terpilih nanti Jokowi berani minta maaf atas masa lalu yang gelap itu dan membuka kesempatan luas bagi Masyarakat Adat dan Pemerintah untuk bersama-sama memulai kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk menyelesaikan tumpukan masalah yang ada secara sistematik dan bertahap melalui dialog (musyawarah) dan kerjasama yang nyata (gotong-royong),” Abdon Nababan menambahkan Diharapkan beliau juga dapat memastikan bahwa Masyarakat Adat hadir, dikenal, diakui dan dilindungi hak-hak
kolektifnya di Indonesia melalui satu pengaturan dalam UU tentang Pengakuan dan Pelindungan hak-hak Masyarakat Adat dan membentuk badan pemerintah yang bersifat independent dan bersifat tetap yang diberi mandat untuk menyelesaikan konflik-konflik atas tanah dan wilayah adat sebagai akibat dari pengabaian dan pengingkaran atas hak konstitusional Masyarakat Adat selama 68 tahun sejak Indonesia merdeka,” tegas Abdon Nababan. Menurut Abdon Nababan, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla bisa memenuhi harapan AMAN. “Kami berharap pasangan JokowiJusuf Kalla mampu mengemban kepercayaan dan dukungan kami,” jelas Abdon Nababan, “Setelah ini Sekjen AMAN akan mengeluarkan surat edaran kepada segenap pengurus, kader dan Anggota AMAN supaya mereka bisa mulai bekerja untuk memenangkan jokowi.” Seluruh Rumah-rumah (kantor) AMAN yang tersebar diseluruh Indonesia, lanjut Abdon Nababan, akan menjadi Rumah AMANKAN (Pemenangan, red) JKW-JK. “Bahkan boleh menjadi Rumah buat tim pemenangan diluar elemen masyarakat adat,” jelas Abdon Nababan. “Jokowi adalah orang yang tidak punya kontraversi dengan masyarakat adat” “Deklarasi ini prosesnya panjang, kami secara khusus bikin tim pengkaji, bagaimana perluasan partisipasi politik masyarakat adat di tahun 2014. Kita sudah mengikuti pemilihan legislatif, dari 200 caleg, ada 15 % caleg kita terpilih, jadi sudah mulai bekerja dan siap melakukan pembekalan terhadap terhadap mereka yang terpilih,”lanjut Abdon Nababan. Dalam rapat-rapat pengurus, kita
sudah menyatakan bahwa masa depan Indonesia akan semakin baik kalau dipimpin oleh orang baik, masa lalunya baik dan cara mimpinnya juga baik. Sebenarnya sebelum pertemuan 2 Mei lalu , sudah 70 % pilihan masyarakat adat ke Pak Jokowi” “Jokowi, adalah capres paling misterius dari seluruh capres partai, dia tak banyak muncul di media dalam hal apa yang dikerjakan. Saya mau menyatakan bahwa Pak Jokowi adalah orang yang tidak punya kontraversi dengan masyarakat adat. Itu alasan kami mengapa hanya mengundang Jokowi, yang lain punya kontraversi dan ada hal-hal yang harus dipertanyakan,” ungkap Sekjen AMAN. “Relatif suara AMAN mengatakan, ingin memastikan bahwa perjuangan kita ada di dalam dokumen yang akan diserahkan ke KPU, bahwa masyarakat adat harus menjadi agenda calon presiden yang akan kita menangankan nanti,”kata Abdon Nababan menutup sambutanya. Sebelum penandatanganan naskah deklarasi, Dadang Juliantara dari Seknas Jokowi membacakan visi misi dan program aksi pasangan Jokowi-Jusuf Kalla Tokoh-tokoh masyarakat adat yang hadir dalam deklarasi ini antara lain DAMANAS, Alfi Syahrin, Ariana, Alex Sanggenafa, Ariana, Isjaya Kaladen, Jajang, Yunus Ukru, Rukmini Toheke, Kamardi. Ketua PW, Harun Nuh, Def Tri, Datuk Usman Gumanti, Efriyanto, Rustandi Adriansyah, Rizal Mahfud, Yannes Balubun, Simpun Sampurna, Margaretha Seting Berraan dan banyak lagi lainnya yang hadir mengenakan pakaian adat. Presidium Seknas Jokowi, Sidharta Danusubroto dan perutusan Serikat Tani juga hadir.***FC/JLG
11
LAPORAN UTAMA Rezim Pemerintah SBY Lambant Implementasikan Putusan MK 35/PUU-X/2012 Masyarakat Adat Semende Banding Agung Jadi Korban
T
erjadi pengingkaran negara terhadap rakyatnya, ketika masyarakat adat sebagai bagian dari komunitas pembentuk negara tidak diakui keberadaannya. Perampasan hakhak masyarakat adat dan untuk meraih kembali hak-hak yang dimilikinya itu menjadi potret buram dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Pulau Sumatera sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah contoh nyata, dimana negara tidak mampu menjamin hak-hak yang dimiliki oleh rakyatnya. Sampai hari ini masyarakat adat di Sumatera, gencar dan terus menerus memperjuangkan hak dan pengakuan negara terhadap hak-hak yang dimilikinya. Ekskalasi konflik penglolaan sumber daya alam hari demi hari semakin besar dan meningkat, sehingga masyarakat adat termarginalkan. Keberadaan hukum tidak adil, bahkan memihak kepada kepentingan investasi/ modal menjadi fakta bahwa negara gagal mensejahterakan rakyatnya. Pada tanggal 16 Mei 2013
12
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah membacakan keputusan Judicial Review terhadap UU 41/1999 tentang Kehutanan yang diajukan oleh AMAN dan 2 Komunitas masyarakat adat. Dalam putusan No. 35/PUU-X/2012 tersebut , Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Hutan Adat adalah Hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagi Hutan Negara. Sudah satu tahun berlalu sejak Putusan MK 35/ PUU-X/2012 dibacakan oleh Mahkamah Konstitusi. Tidak satupun langkah konkrit dari rezim pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono untuk melaksanakan putusan tersebut. Tindak kekerasan, pembakaran rumah masyarakat adat, intimidasi dan ancaman kriminalisasi oleh aparat negara masih terus terjadi. Pada akhir periode kekuasaan rezim SBY, alih-alih mempercepat pengembalian hutan hak masyarakat adat, kriminalisasi terhadap masyarakat adat justru semakin meningkat. Kriminalisasi terhadap masyarakat adat Semende Banding Agung dengan
Empat warga Semende Banding Agung Divonis 3 thn & denda 1,5 Milyar @ Dokumen foto AMAN_Bengkulu
putusan hukum pidana 3 tahun penjara dan denda 1,5 Milyar subsidair 1 bulan kurungan penjara. Percepatan Implementasi putusan Mahkamah Konstitusi tentang hutan adat bukan hutan negara malah diperkeruh oleh Surat Edaran Menteri Kehutanan No SE 1/MenhutII/2013 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi No 35/PUU-X/2012 tanggal 16 Mei 2013 yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati/Walikota dan Kepala Dinas Kehutanan seluruh Indonesia, yang menegaskan bahwa penetapan kawasan hutan adat tetap berada pada Menteri Kehutanan. Surat Edaran tersebut mensyaratkan Peraturan Daerah untuk untuk penetapan kasawan hutan adat oleh Menteri kehutanan. Jika demikian, pengukuhan hutan
LAPORAN UTAMA adat masih sangat panjang sementara proses pelepasan dan konversi kawasan hutan bagi kepentingan industri masih marak dilakukan. Dari data wahana lingkungan hidup 2014, Kementerian kehutanan malah melepaskan 12,58 Juta Ha kawasan hutan untuk kepentingan bisnis perusahaan perkebunan kelapa sawit dan tambang. Fakta di lapangan berbanding terbalik, terjadi pengusiran dan perampasan terhadap hak-hak masyarakat adat yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan.
terhadap masyarakat adat Selupu Rejang di Kayu Manis, Cawang Rejang Lebong bersengketa dengan Taman Nasional Kerinci Sebelat, perampasan tanah ulayat di Desa Lubuk Lagan dan Talang Sali Kabupaten Seluma oleh perusahaan perkebunan Mutiara Sawit Seluma. Konflik masyarakat tambang sawah Kabupaten Lebong dengan pihak Taman Nasional Kerinci Sebelat, perlawanan masyarakat Desa Nyiur Kabupaten Bengkulu Tengah terhadap Penguasa Daerah Abai Balai Konservasi Sumber Terhadap Masyarakat Adat Daya Alam di wilayah Taman Semidang Bukit Kabu. Ketiadaan dokumentasi Konflik penetapan kawasan pemerintah daerah terhadap taman wisata alam Bukit wilayah-wilayah masyarakat Kaba di tanah adat Bermani adat menjadi sangat ironis, Kepahiang dan Tanah mengingat pemerintah Lembak, dilakukan secara daerah memiliki banyak sepihak oleh Kementerian sekali dokumen-dokumen Kehutanan menambah yang berkaitan dengan seni daftar panjang permasalah tari, pakaian adat yang terus terkait pengelolaan hutan digunakan dalam pertemuandan wilayah adat di Propinsi pertemuan, bahkan rumah Bengkulu. adat yang menjadi simbol Konflik-konflik daerah. ini semakin meruncing, Hingga konflik antara karena pemerintah daerah masyarakat adat Semende lalai menjalankan tugas Dusun Lamo Banding Agung dan tanggung jawabnya dengan pihak kehutanan melaksanakan Undangpecah, Pemerintah Kabupaten Undang Dasar 1945. Kaur malah tidak pernah Tidak ada perubahan dari menanggapinya, mereka sikap pemerintah daerah berasumsi bahwa kebijakan di paska keluarnya Putusan wilayah TNBBS bukan menjadi Mahkamah Konstitusi domain pemerintah kabupaten. 16 Mei 2013. Ada kesan Konflik pengelolaan bahwa pemerintah daerah sumber daya hutan dan menunggu instruksi dari pantai Enggano dengan pemerintah SBY yang dalam perusahaan pengelola kerang kenyataannya lamban kimo. Ancaman kriminalisasi melaksanakan implemetasi Putusan MK No 35.
Padahal dalam tata peraturan kebijakan, putusan MK itu dapat langsung dijalankan oleh pemerintah daerah untuk mengakui dan melindungi keberadaan masyarakat adat di wilayahnya, dengan mengeluarkan keputusan gubernur, keputusan bupati serta memulai inisiasi peraturan daerah tentang perlindungan dan pengakuan terhadap masyarakat adat. Atas uraian dan fakta-fakta di atas, bisa kita simpulkan bahwa Rezim SBY tidak mampu menjalankan amanah Konstitusi (UUD Pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 28 I ayat 3) bahwa negara harus menjamin dan melindungi hak-hak kesatuan masyarakat hukum adat. Meskipun hanya bersifat deklaratif, justru disinilah terlihat bahwa amanat dari konstitusi dan semangat kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para pendahulu kita, ternyata tidak sejiwa dengan para elit penguasa saat ini. Mereka justru secara terang-terangan menggadaikan negeri ini lewat produk peraturan/ perundang-undangan sektoral (UU Kehutanan, Perkebunan, Pertambangan, dan lain-lain) kepada para pemilik modal yang kapan saja dengan senang hati menggusur dan menghancurkan kehidupan rakyat. Bengkulu, 16 Mei 2014.**** Def Tri H. Ketua BPH AMAN Bengkulu, Def Tri H
13
LAPORAN UTAMA
Banding Agung: Narasi Bangsa Terjajah
B
isa dipahami mengapa penjajah Belanda menetapkan Dusun Lamo
Banding Agung sebagai kawasan taman marga satwa. Kawasan berhamparan gunung-gunung terjal, bukitbukit subur yang ditumbuhi pohon kopi, hutan berpohon besar, sungai-sungai yang mengalir bening, udara segar pegunungan, suara siamang, burung dan binatang lainnya bersahutan menyambut pagi. Hembusan angin segar membawa aroma harum pohon-pohon kopi yang sedang mekar berbunga. Memenuhi khayalan dan mimpi terindah bangsa-bangsa Eropa bermental imperialis tentang eksotisme daerah tropis. Terbayang betapa puasnya tuan-tuan dan noninoni Belanda saat berburu atau sekedar tamasya di Banding Agung pada masa itu. Berburu di hutan, lalu leyeh-leyeh sambil menikmati bekal. Di pucuk salah satu bukit di Talang Tengah, di pinggir danau kecil di Talang Cemara atau di pingiran sungai di Talang Batu Betiang. Bisa terbayang betapa nikmatnya duduk di atas salah satu batu hitam besar sambil berendam dalam air melepas penat setelah seharian berburu. Jaman itu masih masa penjajahan, pengakuan Belanda dalam bentuk selembar Besluit sudah cukup bagi penduduk Banding Agung. Setoran upeti kepada kompeni lancar, penduduk dusun menyediakan tempat istrahat para pemburu
14
Suasana alam Semende Banding Agung @ Dokumen foto AMAN
kala lelah. Semua itu tak masalah sepanjang masih bisa tetap hidup di tanah leluhur, bercocok tanam dan berburu binatang hutan. Memang tak banyak yang bisa diharapkan dari penjajah, namanya juga penjajah. Lalu para ksatria berhasil menggusur penjajah, terbentuklah sebuah negara bangsa modern bernama Indonesia. Sebuah negara yang oleh pendirinya dirancang sebagai sebuah negara budiman. Negeri dengan kekayaan alam berlimpah, pemerintahan kokoh, keadilan ditegakkan, rakyat makmur. Kini, sudah hampir 70 Indonesia merdeka, tetapi bagi Masyarakat Adat Semende Banding Agung penjajahan masih terus berlangsung. Penjajahan oleh bangsa sendiri dalam bentuk Taman Nasional Bukit Barisan Selatan/ TNBBS. Sekitar lima ribu hektar wilayah adat Banding Agung
diklaim sebagai kawasan TNBBS. Oleh karenanya masyarakat yang hidup di wilayah Banding Agung dianggap sebagai perambah hutan. Penjajahan berlanjut oleh bangsa sendiri! Betapa tidak, ancaman pengusiran selalu menghantui masyarakat. Selama bertahun-tahun mereka berhadapan dengan Polhut yang menarik upeti ketika masyarakat yang hendak ke pasar menjual kopi. Belum lagi perilaku semena-mena Polhut yang mengambil ayam penduduk kala memasuki perkampungan. Penindasan oleh bangsa sendiri! Berkali-kali masyarakat dihimbau untuk keluar dari kawasan dan kemudian ditawari dengan transmigrasi lokal. Gagasan tersebut tentu saja ditolak, karena warga adat Semende Banding Agung tidak ingin meninggalkan tanah leluhurnya. Pada tahun 2012 pihak TNBBS melakukan pembakaran besar-besaran terhadap ratusan rumah
LAPORAN UTAMA penduduk. Satu-satunya sekolah di Banding Agung terpaksa ditutup karena karena takut dan akhirnya pergi. Pada bulan Desember 2013 terjadi pembakaran, kali ini ada 11 rumah dibakar lalu 400-an KK mengungsi dan 4 orang ditahan. Mereka yang ditahan adalah Hamidi, Heri, H. Rahmat dan Suraji saat ini sedang menjalani sidang pengadilan. Selama persidangan pihak pemerintah tidak berhasil memberikan bukti hukum bahwa wilayah Banding Agung secara hukum sah masuk dalam kawasan TNBBS. Pihak penuntut umum menghadirkan saksi ahli dari TNBBS yang kemudian menyatakan bahwa status TNBBS ini penetapannya masih dalam proses penetapan untuk menjadi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Statusnya masih Hutan Suaka Alam dan kesaksian dari saksi ahli pemerintah, secara umum menjawab pertanyaan hakim berputar-putar atau ‘tidak paham’. Kegagalan Pemerintah menunjukkan SK Penetapan TNBBS membuktikan bahwa mereka dalam hal ini Kementrian Kehutanan telah melakukan tindakan yang melawan hukum. Betapa tidak, masyarakat adat di Banding Agung selama bertahun-tahun diintimidasi oleh sebuah sosok TNBBS yang ternyata hanya khayalan Kementrian Kehutanan. Belum lagi pihak Kepolisian yang ikut dalam penyerbuan Banding Agung. Mereka yang seharusnya memelihara keamanan dan memastikan ketentraman masyarakat justru telah ikut berperan dalam penyerbuan
Banding Agung. Sesuai hukum, TNBBS sesungguhnya adalah benda yang tak berwujud atau bisa disebut hantu. Namun demikian hantu tersebut telah menjadi alat untuk merampas hak politik hampir 1000 warga masyarakat adat Banding Agung. Mereka tidak dihitung sebagai pemilih pada Pemilu 2014! Padahal, sejak 2014 mereka secara reguler ikut berpartisipasi dalam Pemilu. Terakhir mereka ikut Pemilukada pada tahun 2010 dan konon calon bupati yang kemudian terpilih menjanjikan akan mendukung perjuangan Banding Agung. Sebelumnya, Banding Agung menjadi bagian Desa Merpas, lalu pada tahun 2009 jumlah penduduk Banding Agung menjadi syarat untuk memenuhi pemekaran desa Merpas menjadi dua. Banding Agung hingga saat ini masih dicekam rasa ketakutan. Ketika pertama kali bertemu beberapa masyarakat yang turun membawa biji kopi untuk dijual ke pasar, pandangan mata mereka menyiratkan ketakutan. Ketika salah seorang kawan mengatakan bahwa saya dari AMAN, mereka tersenyum lalu berkata “Oh, kawan dari AMAN rupanya”. Setelah berjalan kaki melewati jalan setapak yang terjal selama berjam-jam ke Banding Agung, pertanyaan yang muncul berkali-kali adalah “kapan ada lagi operasi oleh Polhut”?
Ketika saya bertanya kenapa gubug-gubug dan jalanan di perkampungan tidak ditata? “Nanti saja setelah situasi sudah aman, kalau jalan diperbaiki hanya mempermudah Polhut masuk kampung, kalau gubug diperbaiki nanti juga akan dibakar Polhut,” jawab mereka. Ada banyak anjing dipelihara untuk menjaga rumah dan kebun. Ketika saya bertanya kenapa tidak memelihara ayam kan tanahnya luas? percuma bu,”jawab mereka. Seorang bapak memaparkan bahwa Polhut itu seperti tentara Jepang. “ Mereka menjarah makanan dan ayam kami, coba bayangkan ketika mereka operasi di sini, kami sembunyi ke semak-semak sementara mereka memasak dan makan dalam rumah kami. Realitas masyarakat adat Semende di Banding Agung hanyalah satu kisah yang mewakili kisah pilu masyarakat adat di Nusantara. Tanah-tanah adat secara sepihak diserahkan kepada perusahaan tambang, perkebunan, HPH, HTI dan bahkan untuk konservasi. Semua itu harus seijin Kementerian Kehutanan. Lalu masyarakat adat dipaksa meninggalkan tanah leluhur, menjadi orang tak bertanah dan jadi pengungsi di negeri sendiri. Indonesia, telah mengingkari janjinya kepada rakyatnya termasuk kepada mayarakat adat. Kementrian Kehutanan telah menodai niat suci para pendiri bangsa Indonesia, menjadi penguasa yang lalim. Untuk itu hanya ada satu kata ‘BUBARKAN KEMENTERIAN KEHUTANAN’. **** Rukka’ Sombolinggi
Masyarakat Adat Banding Agung @ Dokumen foto AMAN
15
Budaya Upacara Adat
K
“Guguq Tautn”
omunitas Muara Tae Tujuan Dan Harapan
Kutai Barat - Kampung komunitas suku Dayak Benuaq, Muara tae yang berada di Kecamatan Jempang, Kab Kutai Barat, Provinsi Kaltim, sudah bertahun-tahun diterpa konflik lahan berkepanjangan. Hingga Masyarakat Adat Muara Tae akhirnya sepakat melaksanakan ritus Adat Guguq Tautn di rumah Petrus Asuy, Kampung Muara Tae. Harapan dan tujuan dari pelaksanaan upacara guguq tautn ini adalah memohon kepada sang pencipta serta roh para leluhur memulihkan Wilayah Tanah Adat Muara Tae sepanjang Sungai Nayan dan cabangnya serta seisi hutan. Ritus Guguq Tautn adalah upacara adat Dayak Benuaq merupakan media komunikasi kepada sang pencipta (Taman Rikukng), penjaga alam semesta (Nayuq Seniang Di Langit dan Juata Tondoi Di Bumi), roh leluhur (Kelungan Kelangun), roh penjaga diri (Siabat Katot\ Pengirikng Pengemai) agar dapat memelihara dan memulihkan kehidupan di dunia. Upacara adat ini sebagai upaya mengadu kepada Yang Maha Kuasa melalui para leluhur, karena sudah banyak upaya ditempuh namun penggusuran terhadap warga Muara Tae oleh pihak PT.MWJP yang dikawal aparat TNI terjadi pada 5 Mei 2014 Dalam upacara ini akan dilaksanakan “Sumpah Adat’
16
terhadap semua perlakuan pihak luar yang merugikan warga Muara Tae, agar perbuatan tersebut tidak diulangi lagi di masa datang. Upacara Guguq Tautn memiliki banyak tahapan dalam prosesi upacara yang dirangkai secara berurutan, dimulai dari Upacara Pesengket, dilanjutkan dengan Belian Timek, Belian Sentiu, Belian Bawe. Rangkaian upacara belian ini akan diakhiri dengan pemotongan ternak babi dan rencananya berlangsung selama 16 hari. Rangkaian akhir dari upacara Guguq Tautn ini adalah pemotongan kerbau melalui tahapan-tahapan yang berbeda antara tahapan satu ke tahapan lainnya. Rencananya pemotongan kerbau dilaksanakan di halaman Kantor Desa Muara Tae. Upacara Adat Guguq Tautn di Muara Tae diprakarsai Kelompok Masyarakat Adat Sempekat Pesuli Lati Tana Adat Takaq. Upacara Guguq Tautn sangat Sakral, setiap keluarga yang terlibat didalamnya, harus menyiapkan dua ekor babi dan dua ekor ayam. Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka akan “kepuhunan” atau mendapat kesialan yang bisa berakibat fatal bahkan ada yang meninggal dunia. Ritus Adat Belian Timek Ritus Belian Timek adalah rangkaian dari Guguq Tautn, Muara Tae. Dalam acara Belian Timek ada ritus Pemelian memukul timer atau gendang memohon pada roh-roh yang baik untuk membersihkan semua hal negatif dan roh-roh lainnya tidak mengganggu prosesi Belian
Batang pisang sebagai simbol kehidupan. Tebu sebagai harapan panjang umur @ Dokumen foto AMAN_Kaltim
Pinang sebagai harapan agar padi yang ditanam bisa berisi @ Dokumen foto AMAN_Kaltim
Antang atau guci besar sebagai penguat diri dan roh seseorang @ Dokumen foto AMAN_Kaltim
Timek. Terdapat beberapa barang, benda, tumbuhan dan buah-buahan yang wajib ada sebagai syarat prosesi Belian Timek ini. Benda - Benda Yang Harus Ada Dalam Balian Timek Batang pisang mempunyai maksud bahwa orang yang berpartisipasi dalam Belian Timek ini masih hidup. Tebu merupakan harapan akan diberikannya umur panjang bagi pelaksana Belian Timek ini. Buah Pinang melambangkan tanaman padi, agar ketika padi ditanam tidak hampa dan berisi beras semuanya
Budaya sehingga terjadi panen yang melimpah. Antang atau guci besar merupakan pengeras roh yang merupakan ganti diri seseorang. Dan antang ini adalah syarat standar denda yang harus diberikan atau dibayarkan
Gong memikiki arti roh yang dipanggil adalah roh yang baik @ Dokumen foto AMAN_Kaltim
Kain putih tanda ada orang yang akan dimandikan dan didoakan. Blawi atau mayang tanda akan ada anak yang akan dimandikan @ Dokumen foto AMAN_Kaltim
Bangunan dari kayu ulin disebut balai tahun, untuk memberi tahu roh akan diadakan pembersihan tahun atau Guguq Tautn @ Dokumen foto AMAN_Kaltim
seseorang ketika melanggar peraturan adat Suku Dayak Benuaq. Gong memiliki arti bahwa roh yang dipanggil dalam Belian Timek ini adalah roh yang baik. Kain - kain yang merupakan lambang dari seseorang yang minta didoakan dalam belian timek ini. Blawi atau Mayang merupakan tanda bahwa ada anak kecil yang akan dimandikan dan dibersihkan dalam upacara Belian Timek. Buah Kelapa dalam belian timek sering disebut isi penduduk yang memiliki arti kuat dan kekal. Isi penduduk biasanya merupakan balas jasa orang yang minta didoakan kepada roh-roh dan pemelian. Kain putih menandakan ada orang yang akan dimandikan. Bangunan terbuat dari ulin berbentuk segi empat disebut sebagai balai tahun beserta isinya yang bertujuan memberi tahu roh-roh bahwa saat ini sedang dilakukan upacara membersihkan tahun. Kain merah yang mengelilingi bangunan ulin ini melambangkan bahwa prosesi belian timek ini akan diakhiri hingga pemotongan babi. Warna merah melambangkan darah hewan yang dikorbankan dalam upacara ini. Terdapat juga isi persembahan yang bertujuan meminta kepada roh-roh yang baik supaya membersihkan orang-orang yang tergabung dari upacara ini dari hal-hal negatif. Lebukng atau Bangunan pembatas yang terbuat dari kayu dan dihiasi janur merupakan pembatas agar roh-roh jahat tidakbisa masuk saat prosesi upacara dilaksanakan.
Lomuq tae atau kayu penancang merupakan kayu yang dianggap sebagai pondasi yang dipakai dalam Belian Timek dan memiliki arti bahwa tujuan atau keinginan masyarakat yang melaksanakan upacara ini sudah sampai dan tercapai maka ini saatnya membayar niat dan janji. Kayu yang digunakan adalah kayu adat yang disebut kayu potukng. Benda-benda yang terdapat didalam lebukng atau pembatas ini merupakan benda yang umum ada pada awal Upacara Adat Belian Timek. Benda-benda ini akan terus bertambah lagi sepanjang ritus ini dilangsungkan. Ada material tanah hingga diakhirinya ritus Belian Timek dengan menyembelih babi Margaretha Seting Beraan, Ketua PW AMAN Kaltim menyampaikan bahwa �upacara� adat ini dilaksanakan karena warga Muara Tae tidak menemukan harapan lewat cara cara administratif. Bupati Kutai Barat mengeluarkan SK no. 146.3 namun justru memicu konflik horizontal makin runyam, akibat SK tata batas tersebut tidak sesuai dengan batas-batas adat. Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) seolah menyalahkan (masyarakat adat). Dalam kondisi kehilangan harapan warga Muara Tae mengingat kembali, bahwa dulu ada cara untuk penyelesaian konflik ditempuh lewat upacara adat.� Inti dari upacara ini adalah melakukan sumpah adat, untuk melihat pihak mana yang baik dan siapa yang jahat,� papar Seting.**** Hairudin Alexander.
Kain merah sebagai simbol bahwa belian timek ini akan diakhiri dengan pemotongan babi @ Dokumen foto AMAN_Kaltim
17
Budaya
GERAI NUSANTARA
“Motif Tenun Sebagai Identitas Masyarakat Adat Dobo”
M
atahari siang itu panas terik saat kami memasuki perkampungan
Dobo. Jalan yang sempit dan mendaki seakan menantang kita untuk mencapai kampung ini. Cukup melelahkan dan tubuh penuh keringat, namun udara terasa sejuk karena angin bertiup cukup kencang mengitari pepohonan perkampungan Dobo. Terlihat hamparan ladang penduduk, juga kota Maumere. Meskipun hari telah siang panorama yang terhempang begitu indah dan eksotik. Dari Kota Maumere dengan sepeda motor menuju Kampong Dobo ditempuh sekitar 15 menit. Kampung Dobo terkenal dengan Artefak Perahu Perunggu “Jong Dobo” yang misterius, berada di tengah hutan larangan.
Hampir setiap minggu ada pengunjung datang melihat Artefak Dobo yang diyakini penduduk setempat, bahwa perahu perunggu tersebut muncul setelah dilaksanakan ritual oleh penjaga Artefak, Pak Sergius Moa selaku Tana Puan (Pemangku Adat). Selain terkenal Artefak “Jong Dobo” (perunggu) Kampung Dobo juga dikenal masyarakat Kabupaten Sikka, sebagai kampung kerajinan tangan. Berkembang karena sanggar seni “Jata Kapa Dobo” dan seniman pengrajin tenun ikatnya aktif mengisi acara daerah, seperti pagelaran dan pameran seni. Kondisi perkampungn Dobo berbentuk lingkaran, di tengah – tengah perkampung terdapat beberapa artefak megalitis batu Mahe atau watu
Perempuan Adat sedang menenun motif Dobo @ Dokumen foto AMAN
18
Mahe (batu berbentuk dolmen) dan Menhir. Rumah-rumah penduduknya dari tiang kayu, berdinding bamboo dan di samping rumah biasanya ada bangunan kecil, beratap daun kelapa tanpa dinding, sebagai tempat perempuan Dobo menenun. Terdengar ada suara seperti orang memukul-mukul kentongan. Suaranya nyaring namun sesekali diam dan tiba – tiba terdengar lagi. Dari beberapa rumah yang kami lalui terdengar suara yang sama, ternyata sumber suara itu adalah alat tenun yang sedang digunakan oleh perempuan –perempuan Dobo bekerja. “Setiap hari mereka menjual pinggang kata Bapak Kanisius Ani Commity Organizer (CO) Aman Nusa Bunga Komunitas Iantena. Istilah “menjual pinggang” ditujukan pada kaum perempuan yang setiap hari menahan alas kayu (Pine), dimana pinggangnya diikat tali agar alat tenun tidak terlepas. Kaum perempuan menekuni pekerjaan ini untuk membantu pendapatan suami memenuhi kebutuhan keluarga. Selain untuk dijual, tenun sarung dipakai untuk mengikuti kegiatan umum maupun resmi. Sejarah Tenun Dobo Menurut Bapak Sergius Moa, tenun Ikat Dobo sudah sejak masa Moat Wogo Pigang, generasi pertama pewaris Artefak Jong Dobo. Keahlian menenun diwariskan secara turun temurun sampai sekarang, periode Tana Puan (Pemangku Adat) Sergius Moa (Pewaris Jong Dobo). Dahulu kaum perempuan Dobo menggunakan bahan baku kapas dan pewarna alami dari tumbuh – tumbuhan. Saat
Budaya menanam padi di ladang, kaum perempuan menabur biji kapas dan memetiknya setelah panen padi. Untuk bahan pewarna, seperti daun (Talinbao), kulit kayu (Tener), kaum perempuan Dobo mencarinya di hutan. “Kondisi sekarang berbeda, untuk mendapatkan benang, tidak dengan cara memintal benang lagi sudah tidak ada lagi yang menanam pohon kapas. Benang dan bahan pewarna beli di toko, hanya pewarna hitam dan biru yang masih menggunakan tanaman nila. Untuk warna merah dan kuning kami memakai pewarna Selain sulit untuk mendapatkan bahan baku, proses pembuatan tenun sarung juga memakan waktu cukup lama jika menggunakan bahan pewarna lokal dan kapas,� kata ibu Wilhelmina Wolo, Ketua Kelompok Tenun Ikat, Eban Watan. Kelompok Eban Watan Kelompok Tenun Eban Watan berdiri tahun 2003 dengan anggota 39 orang. Untuk menyemangati kaum perempuan menenun dan mewarisi pengetahun pertenunan, anggota Eban Watan mementaskan tarian yang mengisahkan proses menenun, mulai dari menanam kapas hingga menenun yang diberi judul Jata Kapa Dobo, ditampilkan dalam berbagai acara Kabupaten Sikka. Kelompok Eban Watan memproduksi dua jenis sarung ( kain tenun). Sarung perempuan (Utan) dan sarung untuk laki-laki (lipa). Perbedaan kedua sarung tersebut ada pada pewarnaan, sarung perempuan berwarna coklat kemerahan, dengan motif tibu (emas), Naga (sawa ria) atau blasin sedangkan sarung laki-laki berwarna hitam bergaris tanpa motif. Harga jual sarung untuk perempuan lebih mahal dari sarung laki-laki. Motif Emas (Tibu) adalah motif khas warisan leluhur Dobo sejak kaum perempuan mengenal tenun. Motif Tibu (Emas) inspirasinya dari kebiasaan kaum perempuan khususnya istri atau anak Tanah Puan yang memakai perhi-
asan emas pada saat mengikuti ritual adat atau menghadiri hajatan besar. Motif ini biasanya ditenun oleh keluarga Tana Puan. Motif Naga atau biasa disebut Ular Naga Sawa Ria merupakan motif Khas warisan leluhur. Motif Naga terinspirasi dari dua ekor naga yang bernama Ama Lago (naga jantan) dan Ina Bela (naga betina). Menurut kepercayaan masyarakat setempat kedua ekor naga tersebut mendiami wilayah hutan larangan Dobo, menjaga Jong Dobo, hutan, kampung serta melindungi masyarakat Adat Dobo. 1. Motif Blasin adalah motif kreatif kaum perempuan Dobo yang terinspirasi kondisi perkampungan dan perumahan mereka. Hampir semua rumah penduduk berdinding dan jendela dari anyaman bambu. Mereka menamakan Blasin untuk anyaman bambu (Gadek) berbentuk ukiran berupa ular tangga, bunga, ketupat, salib dan juga hati. Menggunakan motif Blasin ingin menyampaikan pada orang lain keadaan kampung dan rumah mereka. Dinding rumah-rumah di perkampunga Dobo dihiasi motif Blasin. 2. Motif Naga atau biasa disebut Ular Naga Sawa Ria merupakan motif Khas warisan leluhur. Motif Naga terinspirasi dari dua ekor naga yang bernama Ama Lago (naga jantan) dan Ina Bela (naga betina). Menurut kepercayaan masyarakat setempat kedua ekor naga tersebut mendiami wilayah hutan larangan Dobo, menjaga Jong Dobo, hutan, kampung serta melindungi masyarakat Adat Dobo. 3. Motif Blasin adalah motif kreatif kaum perempuan Dobo yang terinspirasi kondisi perkampungan dan perumahan mereka. Hampir semua rumah penduduk berdinding dan jendela dari anyaman bambu. Mereka menamakan Blasin untuk anyaman bambu (Gadek) berbentuk ukiran berupa ular
tangga, bunga, ketupat, salib dan juga hati. Menggunakan motif Blasin ingin menyampaikan pada orang lain keadaan kampung dan rumah mereka. Dinding rumah-rumah di perkampunga Dobo dihiasi motif Blasin. 4. Motif Waten Hutu (Empat Hati) penenun Onasia Balik Motif Waten Hutu adalah motif kreatif, menceritakan dinamika kehidupan manusia, buruk, susah dan senang. Menggambarkan perilaku, sikap, moral dalam hubungan antar manusia. Empat Hati mengartikan kebersamaan, keharmonisan, solidaritas dan cinta kasih antar manusia. 2. Motif Ule Ga Bunga (Ulat/Burung memakan bunga) Setiap tahun Masyarakat Adat Dobo melaksanakan ritual Tolak Bala. Moment menarik dari ritual ini saat menggoyang pohon-pohon keramat. Pada saat pohon digoyang keluarlah berbagai jenis serangga, ular, ulat dan hampir semua jenis binatang. Motif Ule Ga Bunga atau ulat/ burung yang memakan bunga, terinspirasi dari ritual Tolak Bala ini. Para penenun bebas menggunakan motif serangga mana saja.
Tenun motif Dobo @ Dokumen foto AMAN
19
Opini Siapapun Presiden Terpilih Masyarakat Adat Masih Harus Berjuang Ekstra Keras Oleh Sekjen AMAN Abdon Nababan AMAN untuk Pemenangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2014-2019 di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2014 yang lalu. Adalah perjalanan panjang kita untuk sampai pada pilihan politik penting tersebut, mulai dari penerimaan aspirasi dan usulan bakal calon dari pengurus wilayah dan daerah, pemeriksaan di basis-basis organisasi sampai pada penilaian visi, misi dan program kerja Abdon Nababan seluruh bakal calon presiden, Sekjen AMAN perkenalan dan dialog dengan salah satu bakal calon presiden emungutan suara dan berakhir pada musyawarahuntuk pemilihan mufakat untuk merumuskan Presiden RI periode keputusan akhir. 2014-2019 akan AMAN secara seksama mempertimbangkan rekam jejak berlangsung 9 Juli 2014 masa lalu, kinerja masa kini dan yang akan datang. Kita akan visi masa untuk masyarakat adat memasuki masa kampanye dan Indonesia yang Berdaulat, untuk pemenangan dua Mandiri dan Bermartabat. pasangan Capres-Cawapres, Masa lalu yang lebih bersih, Prabowo Subianto-Hatta kinerja yang lebih baik dan visi Rajasa (Prabowo-Hatta) masa depan jika calon presiden dengan nomor urut 1 dan terpilih menjadi presiden yang Joko Widodo-Jusuf Kalla sejalan dengan visi dan misi (Jokowi-JK) nomor urut perjuangan AMAN selama ini, 2. Aliansi Masyarakat Adat kita temukan dalam sosok Joko Nusantara (AMAN) sebagai Widodo. wadah perjuangan bersama Kita sudah memilih, kita 2.230 komunitas adat sudah sudah memutuskan dan karena menentukan sikap dan itu, mulai tanggal 23 Mei sampai pilihan organisatorisnya yaitu tanggal 9 Juli 2014 nanti, kita mendukung dan bekerjasama bergotong-royong melaksanakan memenangkan pasangan keputusan musyawarah-mufakat nomor urut 2 Joko Widodo yang sudah kita ambil. Pilihan dan Jusuf Kalla melalui salah kita terhadap Jokowi-JK ini satu keputusan Rapat Pengurus tentu saja tidak terlepas dari Besar (RPB) XIII tanggal pengalaman langsung kita 3 Mei 2014 dan kemudian memperjuangkan pengakuan, diumumkan secara resmi perlindungan dan pemenuhan melalui Deklarasi Dukungan hak-hak masyarakat adat dan
P
20
pengamatan kita secara lebih luas terhadap proses dan hasil penyelenggaraan Negara selama periode pemerintahan Jend. (Pur) DR. H. Susilo Bambang Yudoyono dan Prof. DR. Boediono (SBY-Boediono) tahun 2009-2014 yang tinggal hanya 5 bulan lagi berakhir, tentu saja jika pelantikan presiden dan wakil presiden yang baru terpilih sesuai jadwal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) 20 Oktober 2014. Untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan SBYBoediono selama lebih dari 4,5 tahun terakhir, saya mau mengingatkan kita semua bahwa hanya Presiden SBY dan Presiden Abdulrahman Wahid alias Gus Dur yang secara terbuka di publik memperbincangkan persoalan masyarakat adat. Kalau Gus Dur melakukannya pada saat Konferensi Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam pada bulan Mei 2000 di Hotel Indonesia Jakarta, SBY melakukannya pada peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia 9 Agustus 2006 yang diselenggarakan oleh Komnas HAM RI. Presiden SBY mengakui keberadaan Masyarakat Adat di Indonesia, bahwa mereka masih terus menjadi korban proyek-proyek pembangunan dilanjutkan dengan menyatakan komitmen untuk memajukan hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia. Dalam pidatonya SBY menyatakan tentang perlunya UU untuk mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat. Di bawah kepemimpinan
Opini dan bahkan terancam macet karena SBY tidak tepat menunjuk perwakilan Pemerintah dalam pembahasan RUU ini dengan DPR RI, khususnya dalam penunjukan Menteri Kehutanan sebagai koordinatornya. Kita semua tahu bahwa salah satu sumber penjajahan dan penderitaan berkepanjangan bagi masyarakat adat saat ini bersumber dari UU Pokok Kehutanan No. 5 Tahun 1967 yang dilanjutkan dengan UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999 yang merampas antara 70 AMAN memberikan cendra mata kepada Capres Joko Widodo @ Dokumen foto AMAN sampai 80% tanah di wilayahwilayah adat menjadi hutan negara. Menghadapkan secara SBY, Pemerintah Indonesia Program Legislasi Nasional langsung antara masyarakat telah turut serta secara (PROLEGNAS) 2010-2014 adat bersama DPR RI dengan aktif membangun standar yang di dalamnya telah Kementerian Kehutanan dalam internasional, baik dalam mengagendakan RUU tentang pembuatan UU yang mengatur isu HAM maupun dalam isu Pengakuan dan Perlindungan pengakuan dan perlindungan pembangunan berkelanjutan, Hak-hak Masyarakat Adat dan hak-hak konstitusional antara lain melingkupi isu RUU revisi UU No. 41 Tahun masyarakat adat merupakan Masyarakat Adat dan yang 1999 tentang Kehutanan. “blunder� yang sulit diterima terpenting adalah ratifikasi Dalam catatan saya ada sedikit Konvensi PBB tentang kemajuan pada reformasi hukum akal sehat dan sungguhsungguh mengecewakan. Penghapusan Segala Bentuk sehubungan dengan pengakuan Permintaan AMAN Diskriminasi Rasial (UN CERD) dan pelindungan atas hak-hak kepada Presiden melalui dan Konvensi PBB tentang Masyarakat Adat walaupun surat pada tanggal 10 Mei Keanekaragaman Hayati (UN masih bersifat parsial dan 2010 agar mengembangkan CBD), dan yang tak kalah sektoral, sehingga belum cukup satu kerangka hukum yang pentingnya adalah dukungan untuk menjamin pertumbuhan Pemerintah Indonesia dalam serta berkembangnya partisipasi komprehensif (lintas sektoral), termasuk menentukan utusan pengesahan Deklarasi PBB Masyarakat Adat yang Pemerintah dalam pembahasan tentang Hak-Hak Masyarakat efektif sebagai upaya-upaya RUU ini dipimpin oleh Menteri Adat (UN DRIP) walaupun pembangunan kebangsaan, yang tidak sektoral seperti dalam implementasinya perdamaian dan pembangunan Menteri Dalam Negeri, Menteri Indonesia memiliki catatan ekonomi nasional. Hukum dan HAM dan Menteri tersendiri, mengingat Kemajuan besar yang Lingkungan Hidup, tidak secara nasional belum ada saya sebutkan di atas terjadi menjadi pertimbangan serius pengidentifikasian dan pada masa Pemerintahan Presiden SBY. pendefinisian yang baku tentang SBY- Jusuf Kalla’ tahun Saya masih berharap siapa yang disebut Masyarakat 2004-2009. Pada periode dalam waktu 5 bulan ke depan Adat di Indonesia. SBY - Boediono selama 4,5 Presiden SBY melakukan Komitmen Pemerintah tahun ini, SBY mengalami perubahan-perubahan dalam Indonesia dalam melanjutkan kemunduran yang luar biasa formasi utusan Pemerintah ini reformasi hukum nasional dalam urusan masyarakat dan memastikan percepatan untuk memulihkan hak-hak adat ini. Pembahasan RUU pembahasan dan pengesahan konstitusional Masyarakat Masyarakat Adat di DPR RUU ini menjadi UU sebelum Adat telah dituangkan dalam RI mengalami perlambatan
21
Opini masa jabatan beliau berakhir tanggal 20 Oktober 2014 nanti, yang di dalamnya ada mandat yang jelas dan tegas untuk pembentukan Komisi Masyarakat Adat, baik di tingkat nasional maupun di daerah-daerah yang memiliki populasi masyarakat adat. Di samping komitmen tentang perlunya UU Masyarakat Adat, Presiden SBY kembali berjanji di hadapan publik nasional dalam sesi Internasional Tropical Forest Alliance (TFA) 2020 di Hotel Shangri-la, (Juni 2013) untuk melaksanakan Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 tentang “Hutan Adat bukan Hutan Negara� dengan memimpin sendiri pendaftaran dan pengakuan terhadap wilayahwilayah adat. AMAN bersama organisasi masyarakat sipil sudah menyiapkan draft Instruksi Presiden untuk dipertimbangkan dan disempurnakan oleh Presiden SBY sebagai kebijakan transisional untuk melaksanakan Putusan MK
35 sampai RUU Masyarakat Adat disahkan dan berlaku operasional di lapangan. Belum ada tanda-tanda bahwa janji ini akan dikabulkan. Sekali lagi, Presiden SBY masih punya waktu 5 bulan lagi untuk merealisasikan janjinya tersebut. Kita tetap menunggu dan terus menagih. Pengesahan RUU Masyarakat Adat dan keluarnya INPRES Percepatan Pengakuan Keberadaan Masyarakat Adat dan Wilayah Adatnya ini masih mungkin terjadi dalam 5 bulan ke depan. Dan kalau kedua produk hukum ini tidak juga keluar pada masa akhir pemerintahan SBY-Boediono maka agenda ini sudah kita pastikan masuk dalam agenda kerja pasangan Jokowi-JK. Sedia payung sebelum hujan! Mudah-mudahan pasangan Jokowi-JK menang dan tidak mengingkari janjinya setelah menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Tugas dan kewajiban kita semua untuk mengawal dan menjaganya. Ada beberapa lagi program yang baik bagi
Sekjen AMAN Abdon Nababan mengajak Capres Joko Widodo untuk melihat pameran produk-produk AMAN @ Dokumen foto AMAN
22
masyarakat adat dari SBYBoediono yang seharusnya juga dilanjutkan oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih nanti antara lain Kebijakan Satu Peta (One Map Policy), moratorium izin baru di kawasan hutan, Nota Kesepakatan Bersama (NKP) 12 Kementerian dan Lembaga Negara yang diprakarsai dan dimotori oleh KPK - UKP4. Pengembangan ekonomi kreatif berbasis keragaman budaya, ekonomi hijau dan REDD+ ala/ berbasis masyarakat adat. Sedangkan program pemerintah sekarang yang seharusnya dikaji ulang, direvisi atau bahkan harus dihentikan antara lain: Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), sebagai perluasan pembangunan ekonomi nasional bertumpu pada hutang luar negeri dan modal asing, dimana penetapan Master Plan dalam memilih wilayah tertentu dengan kekayaan sumberdayanya itu dilakukan secara sepihak. Masyarakat (Adat) tidak pernah diminta pendapat dan persetujuan sebagaimana terkandung dalam prinsip FPIC (Free, Prior, Informed Concent). Jadi, siapa pun Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih tanggal 9 Juli 2014 nanti, ancaman terhadap masyarakat adat masih akan besar dan tantangan gerakan masyarakat adat nusantara juga akan semakin banyak. Kita terus merapatkan barisan, berjuang bersama dengan ketekunan, akan tiba saatnya kita akan menang.****
BERITA KOMUNITAS Kongres Suku SAHU
J
ailolo – Suku Sahu Ji’o Tala’i Padusua melaksanakan Kongres II yang di pusatkan di Wala Lolom atau Rumah Berkumpul, Desa Gamomeng, Halmahera Barat. Kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 12 – 13 Maret 2014 tersebut dihadiri oleh ratusan masyarakat adat dari 29 Desa asli Suku Sahu dan undangan dari Suku tetangga. Kongres dibuka langsung oleh Ketua BPH AMAN Maluku Utara Munadi Kilkoda. Dalam penyampaian sambutan beliau berpesan kepada masyarakat adat Sahu agar segera memetakan wilayah adat mereka untuk menunjukan kedaulatan sebagai masyarakat adat, “Segera lakukan pemetaan wilayah adat, supaya sejarah kebedaraan kita ini terdokumentasikan. Selain itu pemetaan adalah langkah kita untuk menunjukan kedaualatn atas tanah air ini. Jangan sampai tanah kita ini dikuasai tambang, sawit dan kehutanan” ungkapnya. Lanjut Munadi, selain ada UU Desa, masyarakat adat diakui keberadaannya berdasarkan Putusan MK – 35 Tentang Hutan Adat yang saat ini harus kita paksakan kepada pemerintah untuk segera di implementasikan melalui Peraturan Daerah (Perda). Kongres juga menghadirkan 4 orang narasumber untuk
Kongres Masyarakat Adat Suku Sahu @ Dokumen foto AMAN_Malut
membedah UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Mereka adalah DR. Moctar Adam, SE, M.Sc, DR Saiful Ruray, SH, M.Si dan DR. A. Syani Beolado, SH. M.Si. Kegiatan yang berlangsung selama 2 hari tersebut mengangkat kembali Robinson Missi sebagai Ketua Dewan Adat Suku Sahu Ji’o Tala’i Padusua atau Kepala Mangamior Ji’o untuk periode 5 tahun kedepan. Pengangkatan tersebut dirangkaikan langsung dengan pengukuhan dihadapan warga adat Sahu. Dalam sambutannya, Robinson Missi mengatakan masyarakat adat Sahu harus terus berjuang mempertahankan tanah peninggalan leluhur. Ini lah salah satu yang tersisa yang ditinggalkan
leluhur kepada Suku Sahu. Selain itu, beliau juga melihat ada UU Desa yang bisa dipergunakan oleh suku Sahu untuk kembali kepada identitas asli. ”UU Desa yang saat ini harus kita manfaatkan misalnya kembali menjadi Desa Adat, tapi kita harus diskusi dulu agar jangan sampai dikemudian hari terjadi konflik di tengah – tengah masyarakat adat” ujar beliau. Diakhir kata sambutan tersebut, beliau mengajak kepada masyarakat adat Suku Sahu untuk sama – sama mendesak kepada pemerintah kabupaten agar segera mengakui keberadaan masyarakat adat Sahu beserta hak – haknya dalam bentuk Peraturan Daerah *(Abdurahim Jafar)
23
BERITA KOMUNITAS Tujuh Orang Warga Masyarakat Adat Marga Tungkal Ulu Ditangkap Aparat Gabungan
M
Tujuh Orang Warga Tungkal Ulu Ditangkap Aparat Gabungan @ Dokumen foto AMAN
usi Banyuasin 11 Juni 2014.Pada saat Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat
dari tempat terpisah aparat gabungan dengan tuduhan merambah dan menduduki kawasan hutan Suaka Margasatwa Dangku Kabupaten Adat Nusantara, Sumatera Selatan Musi Banyuasin menangkap Ahmad menyelenggarakan pelatihan Pemetaan Burhanudin (29), Samingan (43), Partisipatif sekaligus deklarasi Sukisna (40), Dedi Suyanto (30), pernyataan sikap mendukung dari lokasi berkebun mereka. Semua pasangan capres Jokowi-JK di Dusun mereka dibawa ke Polda Sumsel Simpang Tungkal, Kecamatan Tungkal untuk dimintai keterangan. Setelah Jaya, sekitar pukul 14: 30 ratusan pemeriksaan 6 orang ditetapkan orang aparat gabungan bersenjata sebagai tersangka, sementara Wiwin lengkap dengan senjata laras panjang Oktiara kemudian dipulangkan dari kepolisian, TNI, Polhut, BKSDA dengan status sebagai saksi . menangkap M. Zulkipli (Kipil, 55 Pemeriksaan terhadap thn), Wiwin Oktiara (perempuan 22 ketujuh warga masyarakat adat thn) anggota serikat tani dan warga sempat tertunda lalu dilanjutkan pada masyarakat adat marga Tungkal Ulu. hari Kamis siang (12/6) didampingi Proses penjemputan thd tim kuasa hukum dari Kantor Hukum Zulkipli (Kipil) sempat mengagetkan Masyarakat Adat Sumsel, dan LBH para peserta pelatihan bahkan salah Palembang. seorang peserta sempat bersitegang Yopie Bharata, SH, salah dengan aparat karena memotret satu kuasa hukum warga dalam peristiwa penjemputan ini. Kedatangan keterangannya membenarkan rombongan aparat tersebut, semula bahwa ketujuh warga saat ini dikira hendak membubarkan acara. sedang menjalani pemeriksaan di Muhammad Nur Jakfar (76 thn) hadapan Penyidik Polda Sumatera dijemput dari rumahnya, beliau baru Selatan dengan status sebagai saja pulang dari acara pelatihan tersangka dengan dugaan melakukan pemetaan dan pernyataan sikap tindak pidana perambahan hutan tersebut. sebagaimana diatur dalam UU No. Ketua Pengurus Wilayah 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dan Pemberantasan Perusakan (AMAN) Sumatera Selatan Rustandi Hutan (P3H) dan anehnya kami Adriansyah ketika dikonfirmasi belum dibolehkan untuk memberikan mengatakan,“sepengetahuan kami Pak pendampingan hukum kepada Nur Ja`far dan Pak Zulkipli selama mereka,” Yopie memberi keterangan. ini adalah orang yang selalu konsisten memimpin perjuangan masyarakat Enam Orang Ditetapkan Sebagai adat untuk mendapatkan hak-haknya Tersangka sebagaimana negara mengakui dan melindunginya berdasarkan Pasal Setelah pemeriksaan terhadap 18B UUD 1945, sehingga kami kaget mereka kemudian 6 orang ditetapkan jika mereka ditangkap dan dituduh sebagai tersangka, sementara Wiwin merambah hutan,”papar Rustandi. Oktiara kemudian dipulangkan Rabu (11/6/2014) pagi hari dengan status sebagai saksi .
24
Atas kejadian ini, Ketua Badan Pelaksana Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Mualimin Pardi Dahlan mengatakan,“Pihak Kepolisian dan BKSDA harus berhati-hati dalam memproses hukum ketujuh warga ini, perlu memastikan lebih dulu apakah kawasan hutan Suaka Margasatwa Dangku tersebut sudah ditetapkan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku, sehingga sah dan berkekuatan hukum,” ujar Mualimin. Lebih jauh Mualimin menyampaikan,”Berdasarkan informasi dan fakta-fakta yang kami himpun bahwa dalam kawasan itu pada tahun 90-an pernah beroperasi izin HPH, bahkan hingga saat ini masih terjadi aktifitas penebangan kayu dalam skala ratusan kubik tiap bulannya dikeluarkan untuk tujuan komersil dijual keluar. Tidak mungkin pihak BKSDA tidak mengetahui hal ini, bahkan tahun lalu sudah pernah dilaporkan kepada pihak Kepolisian. “Kami menyarankan penyidik agar melihat kembali peraturan yang mengatur tentang pengukuhan kawasan hutan, biar jelas status hutannya. Jangan asal klaim berdasarkan kekuasaan yang arogan, karena jika kurang hati-hati dan tetap dipaksakan tentu akan berujung pada sidang praperadilan, tidak terpenuhinya syarat formil materil penangkapan dan penahanan. Apalagi ini menyangkut hak kemerdekaan seseorang untuk tidak diperlakukan secara sewenangwenang,”papar Mualimin Pardi Dahlan.***JLG
BERITA KOMUNITAS Bencana Longsor dan Banjir Bandang Komunitas Masyarakat Adat Pattallassang
H
ujan deras yang mengguyur Dusun Pattallassang sejak sore hari tanggal 11 Mei 2014 menyebabkan terjadinya longsor, material longsor masuk ke Sungai Salassara menutup aliran sungai sehingga terjadi penumpukanan material yang menyebabkan banjir bandang. Koordinat titik terjadinya longsor adalah 05°10’03,9” LS dan 119°57’45,0”BT di ketinggian 1047 Mdpl dengan kemiringan lereng 45°. Akibat bencana ini, 1 Unit Rumah rusak hanyut terbawa longsoran (rumah kebun warga) dan 1 Unit lainnya yang merupakan rumah tinggal mengalami rusak ringan, 2 buah turbin mikrohydro dan 1 unit mobil komunitas hanyut serta rusaknya 2 buah jembatan. Kerugian terbesar adalah hanyutnya areal persawahan yang diperkirakan bisa memproduksi 300 karung padi, 4 bendungan saluran irigasi hancur total. Berdasarkan informasi dari pendataan PD AMAN Gowa, perkiraan kerugian akibat bencana longsor dan banjir bandang ini adalah sekitar Rp. 125.000.000,-. Dusun Pattallassang sendiri berada di Desa Pao, Kec. Tombolo Pao, Kab. Gowa, berjarak sekitar 3 Jam perjalanan dari Kota Makassar dan dapat ditempuh dengan 1 jam perjalanan dari Ibu Kota Kecamatan Tombolo Pao. Dusun Pattallassang berada di kaki gunung Bowong langi’ yang merupakan jejeran pegunungan Lompobattang-Bawakaraeng,
Bencana di Komunitas Pattallassang @ Dokumen foto AMAN
dengan ketinggian 1000 – 1100 Mdpl. Suhu rata-rata di Pattallassang sekitar 23 Derajat Celcius. Jumlah penduduk di Dusun Pattallasang yakni 762 jiwa dari 168 KK (292 laki-laki dan 170 perempuan). Daerah yang paling parah terkena longsor dan banjir bandang ini adalah RK Borongparring (300 Jiwa), RK Bentengia dan RK Jawi-jawi (462 jiwa). Sedikitnya ada 5 titik longsoran yang menutup badan jalan. Jembatan beton yang menghubungkan Kampung Borongparring dengan dengan Kampung Jawi-jawi rusak, bagian pondasinya jebol sehingga tidak dapat dilalui kendaraan. Jembatan menuju Borongparring dari arah bawah juga mengalami kerusakan, beberapa besi penghalangnya bengkok terhantam batu yang dibawa banjir bandang. Wilayah yang mengalami dampak langsung dari bencana ini terbagi atas Borongparring dan Jawi-jawi (puluhan hektar sawah warga tersapu banjir
bandang), sedangkan yang tidak terdampak langsung mencakup satu dusun Pattallassang akibat adanya kerusakan pada infastruktur. Sehari setelah kejadian bencana longsor dan banjir bandang, masyarakat Dusun Pattallassang bergotong royong memperbaiki infrastruktur yang rusak seperti jalan dan jembatan. Berdasarkan hasil musyawarah masyarakat Pattallassang, secara swadaya setiap rumah menyumbang Rp. 20.000,- dan yang punya kendaraan bermotor menyumbangkan satu sak semen untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak. Respon dari pemerintah desa dan kecamatan terhadap kejadian bencana ini adalah melakukan peninjauan ke lokasi longsor dan banjir bandang. Tim kesehatan dari Puskesmas juga diturunkan untuk membantu masyarakat, selain itu dari Koramil dan Polsek juga ada utusan yang meninjau lokasi. Sampai hari ini belum ada bantuan dari pemerintah, baik relawan atau alat berat untuk membersihkan dan memperbaiki infrastruktur ataupun bantuan berupa uang. Sementara itu koordinasi dengan pemerintah kabupaten komunikasinya belum berjalan secara efektif. Sementara itu PD AMAN Gowa juga sudah melakukan koordinasi dengan beberapa lembaga seperti WALHI SulSel, PMI Cabang Gowa dan Lembaga Sulawesi Chanel, namun sampai tulisan ini diturunkan belum ada lembaga
25
BERITA KOMUNITAS lain yang ikut merespon bencana yang menimpa Komunitas Patasalang ini, mungkin mereka sibuk dengan program kerja mereka. Respon yang dilakukan oleh PW AMAN Sulsel dan PD AMAN Gowa terhadap kejadian bencana longsor di Pattallassang ini membantu secara intensif, baik secara langsung turun ke lapangan
ataupun berkoordinasi, gotong royong, memperbaiki infrastruktur bersama Pemerintah Desa, Kecamatan, Puskesmas, Koramil dan Polsek. Pada saat terjadinya bencana PW AMAN Sulsel mengutus perwakilan untuk meninjau langsung lokasi longsor dan banjir bandang, tanggal 21 Mei 2014 perwakilan
dari PD AMAN Sinjai juga datang. Pemulihan pasca bencana longsor dan banjir bandang dilakukan PD AMAN Gowa dan PD AMAN Sulsel bekerja sama dengan Komunitas Pattallassang melakukan penggalangan dana untuk mempercepat proses perbaikan infrastruktur yang rusak. ***Muhlis
Segera Sahkan RUU PPHMA
D
ialog Urgensi Pengesahan RUU PPHMA Ternate 8 Maret 2014-Dialog dengan tema “Urgensi Pengesahan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (PPHMA) dan Percepatan Implementasi Putusan MK-35 tentang Hutan Adat” digelar Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara. Kegiatan yang dilaksanakan pada hari Selasa (08/04/2014) bertempat di Ruang Video Conference Fakultas Hukum Universitas Khairun, Ternate. Hadir sebagai narasumber Munadi Kilkoda (Ketua BPH AMAN Maluku Utara), Zainudin Semma (Kabid Pengembangan Hutan Dishut Malut), dan La Hamusein, S.Si, Kepala Kanwil (BPN) Malut. Dialog ini dihadiri ratusan peserta dari mahasiswa Unkhair, LSM dan Akademisi. Pemerintah pada prinsipnya merespon Putusan MK – 35 dan RUU PPHMA, namun seperti lepas tangan. ”Kami respon Putusan MK-35 tapi kami tidak bisa melakukan inventarisasi, sebab harus menunggu ada Perdanya dulu, inventarisasi juga harus dilakukan oleh instansi lain,”
26
kata Zainudin Semma, Kabid Pengembangan Hutan Dishut Malut. Beliau juga mengharapkan RUU PPHMA ini segera disahkan oleh DPR RI agar hak – hak terhadap hutan adat bisa kuat. Jika tidak maka konflik akan terus terjadi dan semua pihak akan rugi. Pendapat yang sama datang dari Kanwil BPN Malut, La Hamusein, S.Si, terhadap tanah – tanah adat di Maluku Utara harus segera diinventarisasi. Menurut dia, UUPA sudah mengakui hak masyarakat adat, karena itu adalah hak asasi. ”Tanah itu sumber kehidupan masyarakat dan itu bukan milik pemerintah, sesuai amanat Pasal 33 dalam UUD, tanah itu milik masyarakat sehingga harus diakui, dibikin Perda untuk mengatur ini,”papar Hamusein. La Hamusein khawatir jika RUU PPHMA ini tidak dibahas secara serius, akan menjadi bumerang bagi masa depan Indonesia, yang terjadi justru disintegrasi bangsa, karena masyarakat adat mau mengatur dirinya sendiri. Munadi Kilkoda berbeda berpendapat dengan Kanwil BPN, Malut. Menurut Munadi,
RUU ini bukan sebuah ancaman terhadap masa depan Indonesia, justru menjadi bagian dari pembangunan sebagai upaya untuk membangun kehidupan masyarakat adat yang lebih baik. ”Dengan munculnya RUU PPHMA bukanlah menjadi ancaman bagi Indonesia, bahkan sebaliknya menjadi solusi bagi pembangunan, karena masyarakat adat bisa menikmati haknya. RUU ini amanat UUD kita, jadi harus segera ada kalau tidak justru pemerintah sendiri yang menghianati konstitusi,” tegas Ketua PW AMAN Maluku Utara ini. Lebih jauh Munadi memaparkan bahwa Putusan MK35 spiritnya konstitusional, hak masyarakat adat dikembalikan oleh MK setelah sekian lama tersandera oleh UU Kehutanan yang menjadikannya sebagai hutan negara. Putusan ini menjadi solusi penyelesaian konflik agraria, karena itu harus segera diimplementasikan lewat inventarisasi hutan adat, buat Inpres dan Perda. Pada akhir dialog, peserta mengisi petisi mendukung RUU PPHMA dan MK-35 untuk segera dilaksanakan oleh pemerintah ***Riski Ibrahim
BERITA KOMUNITAS Budaya Berladang Mulai Sirna
M
asyarakat adat di Kabupaten Ende berkembang
secara majemuk Kemajemukan itu dapat kita lihat dalam situasi terkini masyarakat adat di wilayah Kabupaten Ende yang terdiri dari suku-suku dengan kekhasan ritualnya yang sangat beragam sejak abad silam, khususnya sejak masa kemerdekaan Republik Indonesia menerima secara terbuka proses perubahan zaman. Diantaranya ritus perladangan sebagai tradisi kehidupan Komunitas adat Wologai merupakan sebuah tradisi yang dijalankan secara turun-temurun dari leluhur untuk menjadi kekuatan bagi masyarakat adat untuk mendapat hasil panen yang berlimpah dan meningkatkan kesejahteraan hidup. Biasanya ritual dimulai dari pati ka mosalaki artinya memberi sesajian kepada leluhur yang mempunyai kuasa atas tanah lewat tangan mosalaki atau tokoh adat, kemudian meminta restu dari leluhur yang kemudian akan menjadi kekuatan bagi masyarakat adat dalam bekerja di lahan baru yang akan ditentukan oleh mosalaki. Dari ritual itu mosalaki (tetua adat) mengumumkan rencana untuk membuka lahan baru atau Ngeti. Ngeti adalah istilah adat yang dilakukan oleh masyarakat adat pada saat membuka lahan baru. Khusus di komunitas adat Wologai Membuka Ngeti dilakukan oleh mosalaki dan diikuti oleh fai walu anak kalo atau warga.
Ritus memohon kesuburan pertanian @ Dokumen foto Jhuan
Kerja ladang baru dalam bahasa Ende, khususnya di komunitas adat Wologai disebut dengan ghawo uma dilakukan dengan secara gotong royong maupun dilakukan kerja sendiri -sendiri. Setelah itu dilanjutkan dengan pembersihan atau jengi, dibakar sesuai kebutuhan agar api tidak merambat sesuai dengan tradisi, agar tanah menjadi subur. Kemudian dilanjukan dengan ritual adat yang dinamakan po,o. Ritual ini juga dilaksanakan oleh mosalaki dengan tujuan untuk menyatukan seluruh fai walu ana kalo (warga komunitas) sebagai warisan untuk,memberi makan nenek moyang atau leluhur sekaligus meminta berkat dan petunjuk dari leluhur untuk hasil ladang bisa berlimpah. Selain memberi makan leluhur ritual po’o juga dilakukan untuk meminta kekuatan kepada leluhur dan kuasa atas alam ciptaan untuk mengusir hama yang pada saat proses menanam bisa merusak tanam itu. Sozo bhoku” meminta berkat dari leluhur (nenek moyang) Roka nitu” doa penolak roh jahat.
Punggua nama bapu “ Ritual makan bersama hasil ladang,dengan memberi makan kepada leluhur sekaligus mengucap syukur atas keberhasilan. Pu nggua jawa” sama dengan sukuran untuk makan jagung. Selanjutnya ucapan bahasa adat meminta perlindungan dan berkat dari leluhur yang diucapakan oleh tokoh adat atau mosalaki. “ebe ine baba ata mata muzu wau muri,ne,e ata kami mbe,o no,o kami,mbembo mai sai Miu wai ka bou pesa mondo. Kami,ono suke wake si kami,kami ghawo mbo,o kewi ae,tau rambu kena ghena. Pati si kami ngai sia rende mbara, kami nge we woso mbeka we kapa, we nge woso ngere ke kozo,mbela we kapa,ngere ana ngana we sa ngara Weta weki tau dari,nia tau Pase za’e wai tau se gomo we rewu rate”. Artinya memohon restu agar hasil ladang mendatangkan hasil berlimpah. Memanggil roh leluhur untuk datang dan makan bersama dari sumbangan seluruh warga masyarakat adat. Selain itu memohon perlindungan dari
27
BERITA KOMUNITAS godaan roh jahat agar tidak mengganggu kehidupan serta menjaga kehidupan generasi penerus untuk bisa berkembang dengan baik. Selesai ritual adat po’o dilanjukan dengan penentuan waktu penanaman padi Setiap awal kerja yang berhubungan dengan pembukaan ladang baru dimulai oleh mosalaki atau tokoh adat. Kegiatan kerja yang dilakukan oleh komunitas adat Wologai mulai dari menanam, perawatan sampai panen selalu dimulai dengan ritus-ritus. Pemberian makan kepada leluhur dan kepada alam semesta merupakan tradisi bagi masyarakat adat Wologai dalam hidup seharihari mereka. Ini menjadi bentuk dari kehidupan masyarakat adat untuk mempertahankan budaya warisan leluhur. Memudarnya budaya leluhur seiring dengan kemajuan teknologi Perkembangan dan kemajuan
teknologi merupakan sesuatu hal yang tidak bisa di tolak, dan juga menjadi kebutuhan semua orang. Meski kemajuan teknologi dapat memberikan keuntungan namun bisa juga menjadi titik balik sirnanya budaya dan kearifan lokal masyarakat adat. Nilai positifnya ketika masyarakat adat menerima kemajuan itu dan memanfaatkannya sesui dangan kebutuhan hidup namun jika salah dalam mengadaptasi malah bisa menghancurkan identitas budaya. Menurut Hendrikus Laka salah satu tokoh adat Komunitas Ngamu Zangga menyatakan bahwa sekarang ini persoalan bagi pemimpin adalah membedung perkembangan zaman, sebab banyak masyarakat yang sudah mulai cerdas. Bagi pemimpin adat tidak kuat mempertahankan budayanya pasti mengikuti arus perkembangan zaman itu. Apalagi pemimpin adat jarang mendapat pendidikan secara
memadai. Tentang kebiasaan berladang sekarang sudah jarang dilaksanakan, sebab banyak proyek pembangunan dari pemerintah terus dijalankan dan masyarakat berada pada posisi dilematis, mau tidak menerima tuntutan kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin tinggi. Sedangkan untuk kembali pada budaya lama seperti warisan leluhur menjadi sulit, karena ingin cepat mendapat hasil sudah membudaya,� ucap Hendrikus. Negara harus mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat. Sehingga urusan kehidupan masyarakat adat bisa menjadi prioritas. Kehidupan masyarakat adat sangat bergantung pada seberapa besar perhatian negara, sebab negara tidak memperdulikan potensi produktif yangsudah ada, negara malah mengajarkan budaya ketergantungan dan pola hidup konsumtif. **** Yulius Fanus Mari
Komunitas Bengkalaan Dayak Mengadu Ke Komnas HAM
J
akarta 23 April 2014 – Sembilan orang perwakilan Bengkalaan terdiri
dari tokoh dan tetua adat, perangkat desa menyerahkan laporan pengaduan ke Komnas HAM yang diterima langsung oleh Komisioner Sandra Moniaga 23/04/2014 pukul 16:00. Isi laporan menyampaikan bahwa adanya operasi Kepolisian Polres Kota Baru dan Polsek Kelumpang Hulu yang melakukan intimidasi, ancaman pengambilan
28
paksa harta benda, penangkapan dan penahanan terhadap warga komunitas Bengkalaan Dayak yang dianggap melakukan pencurian terhadap sarang burung walet Goa Temuluang, Kabupaten Kota Baru Kecamatan Kelumpang Hulu, Provinsi Kalsel. Sementara Komunitas merasa bahwa mereka menguasai dan mengelola Goa Temuluang tersebut sebagai hak milik secara turun
Goa sarang walet @ Dokumen foto Komunitas Bangkalan Dayak
temurun bahkan telah ada putusan berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa Goa Temuluang serta sarang burung walet di dalamnya adalah sah hak milik komunitas Bengkalaan Dayak sebagaimana bunyi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1566K/PDT/2011
BERITA KOMUNITAS tanggal 28 November 2011 No. Dalam pertemuan ini Komnas HAM berjanji akan membuat surat yang ditujukan kepada Kapolda Kalimantan Selatan untuk meninjau kinerja Polres Kotabaru dan Polsek Kelumpang Hulu. Bahwa masyarakat takut kembali ke rumah dan masih bersembunyi di hutan/ kebun, maka peninjauan ini harus segera dilakukan sebelum terjadi lagi penembakan dan penangkapan terhadap masyarakat. Komnas HAM akan mengirimkan sutar tersebut pada 24/04/2014. Komnas HAM meminta Masyarakat Bengakalaan Dayak bersama Alinasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mendatangi LPSK untuk
menyampaikan pelaporan dan pengaduan tertulis. Pak Dariatman ,Kades Desa Bengkalaan Dayak mengatakan, bahwa masalah ini bukan hanya mempertahankan Goa Temuluwuang sebagai sarang burung walet, tapi kami lebih mengedepankan hak-hak Komunitas adat Bengkalaan Dayak agar berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan suku bangsa lain di republik ini. Terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam, khususnya Goa Tamaluwuang yang secara turun temurun telah kami warisi. “Sudah saatnya kami meraih kebahagian lahir dan bathin dengan anugerah sumber
daya alam Desa Bengkalaan Dayak sehingga apa yang namanya kemerdekaan itu tidak sekedar slogan. Medeka itu artinya benar benar bisa kami rasakan meskipun kami jauh dari pusat pemerintahan. Apa yang dicita-citakan oleh pendiri bangsa ini bisa dirasakan oleh komunitas Adat Bengkalaan Dayak”. “Kami ingin hidup damai sebagaimana warga sukusuku bangsa lainnya dan tidak dikriminalisasikan oleh aparat, paska Putusan Mahkamah Agung tahun 2011 mestinya bisa benar-benar diterapkan di komunitas kami,” ujar Dariatman.***Mualimin Pardi Dahlan
Pemetaan Wilayah Adat Suku Tobelo Dalam Dodaga
B
erbagai Pemasalahan Hak Atas Hutan Adat” Ekspedisi Ke Wilayah Adat Suku Tobelo Dalam Dodaga. Halmahera Utara - Cahaya cemerlang pagi itu seakan menyapa tim ekspedisi Suku Tobelo Dalam Dodaga saat memasuki Dusun Tukur-tukur Desa Dodaga, 27 Januari 2014. Tukur-tukur merupakan dusun yang menjadi bagian dari Desa Dodaga dengan mayoritas penduduk Suku Tobelo Dalam Dodaga (dalam bahasa setempat Ohongana Manyawa). Ada 20-an KK bermukim di dusun ini sejak 14 tahun lalu melalui program resetlment (pemukiman) dari Dinas Sosial. Suku Tobelo Dalam Dodaga sebenarnya sudah menguasai wilayah dataran Wasilei sampai ke arah perbatasan Buli sejak ratusan tahun lalu. Ekspedisi ini merupakan proses dari pemetaan partisipatif wilayah adat Dodaga, dengan inisiatif yang disampaikan oleh . Inisiatif untuk dilakukannya
Pelatihan pemetaan wilayah adat @ Dokumen foto AMAN
pemetaan datang dari masyarakat Dodaga, menyadari adanya ancaman dari luar terhadap hutan dan wilayah adat mereka. Setelah seluruh anggota tim, Abah Kasiang, Abah Lihang, Abah Uhe, Abah Madiki, Bung Jems, si bule Cai dan saya menyiapkan berbagai peralatan sederhana dan breffing singkat, kami pun berangkat. DAN EKSPEDISI PUN DIMULAI Setelah dua jam berjalan menyusuri kebun warga dan aliran sungaisungai kecil kami tiba di pintu masuk
ke wilayah hutan Tobelo dalam. Kicauan burung rangkok dan kakatua, seakan mengucapkan selamat datang pada kami. Barisan pohon besar berbaris lurus menjadi pagar mengawal perjalanan kami hari ini. Tujuan kami hari ini adalah Magelenga, yang merupakan batas wilayah adat Dodaga dengan Lolobata. Jalan yang licin, berbukit dengan sisi kiri kanannya adalah jurang, membuat kami harus tetap ekstra hati-
29
BERITA KOMUNITAS hati. Tiba di Magelenga, kami pun mengambil titik koordinat dengan GPS sambil tetap menyalakan track jalur kami hari ini. Setelah itu, kami harus berhenti sebentar untuk makan siang guna menambah stamina kembali. Sagu, Ikan Ngafi (teri Halus) dan kopi panas menjadi sajian pengobat rasa lapar. Setelah makan siang kami melanjutkan perjalanan sampai kemudian terdengar suara serangga yang menandakan bahwa ternyata sore menjelang malam datang. Terpal, tenda pun didirikan seadanya menggunakan bahan-bahan dari hutan yang tersedia. Makan malam pun segera disiapkan. Setelah membangun tenda dan acara makan malam selesai, sebuah suguhan seni tradisional menjadi acara penutup. Abah Kasiang mengambil peran melakoni pertunjukan seni Basalumbe dan Bakabata ini, nyanyian malam diiringi musik suara serangga malam, dan binatang di langit seakan ikut berdendang bersama kami. Pentas seni tanpa lampu dengan suasana gelap hanya ditemani cahaya bulan yang menembus celah-celah pohon besar dan sisa api di tungku yang hampir padam. Menurut Abah kasiang, nyanyian ini sudah tak lagi dinyanyikan sejak hadirnya tehnologi tape dan VCD. Anak muda tak lagi menguasai nyanyian ini. Hari berikut, tujuan kami adalah Luriiha, yang adalah batas antara Dodaga dan Akelamo. Perjalanan hari ini menyusuri sungai Lolaiha. Batu-batu besar yang licin merupakan track kami di hari yang kedua ini. Sekitar jam 2 siang kami pun tiba di Luriiha. Pemandangan menarik sepanjang perjalanan kami adalah terpampangnya papan nama bertuliskan Taman Nasional atau Taman Nasional Lolobata. Ini pertanda bahwa kami berada dalam kawasan taman Nasional. Saat makan siang, kami ngobrol tentang Taman Nasional Lolobata. Menurut Abah Madiki, Kepala suku Dodaga, bahwa Taman Nasional Lolobata masuk ke wilayah mereka tanpa Basiloloa (meminta izin/ permisi) pada masyarakat adat Tobelo Dalam Dodaga. Pemerintah
30
langsung saja menetapkan hutan kami menjadi taman nasional, padahal disitu ada kebun, tempat berburu, tempat sejarah dan hutan adat. Kami pun dibatasi untuk masuk ke hutan dan mulai dilarang mengambil dan memasang jerat. Kemudian kami melanjutkan perjalanan sampai terdengar suara serangga malam, menandakan tenda harus segera didirikan. Setelah itu kami mulai berdiskusi tentang kegelisahan mereka akan wilayah dan hutan. Masalah yang mereka hadapi antara lain kehadiran transmigrasi dan himpitan taman nasional Lolobata. Mengancam keberadaan dan hah-hak atas wilayah adat mereka. Bagi mereka hutan memiliki hubungan emosional tersendiri, Hutan menjadi tempat mengambil hewan dan tanaman obat, sebagai penopang hidup, tempat lahir serta rumah tinggal mereka. Hutan juga merupakan tempat berdiamnya roh para leluhur masyarakat Tobelo dalam. Masyarakat Tobelo dalam memiliki cara tersendiri bagaimana memperlakukan alam khususnya hutan. Ketika hasil hutan melimpah, mereka melakukan upacara Gumatere sebagai bentuk terima kasih kepada alam dan leluhur yang telah menyediakan makanan bagi mereka. Di tempat-tempat tertentu dalam hutan, masyarakat dilarang masuk karena merupakan daerah keramat yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya para leluhur. Gunung menjadi penanda batas wilayah antar sesama kelompok orang Tobelo Dalam. Bila mereka mencari hewan untuk dimakan dan hewan itu masuk ke dalam wilayah kelompok lain, mereka tak akan mengejarnya lagi karena telah menjadi bagian dan milik kelompok lain. Peraturan itu masih dipatuhi sampai sekarang. Di sepanjang aliran sungai yang kami lewati tumbuh berbagai jenis tanaman obat dan masih konsumsi oleh masyarakat sekitar hutan. “Sebelumnya tak pernah terdengar raungan mesin chainsaw di dalam hutan sampai masuknya transmigrasi yang juga berperan
menghancurkan hutan adat kami,” tutur Abah Uhe. “Di Gunung, di dalam hutan dan sungai ada sejarah asal muasal orang Tobelo Dalam Dodaga, cerita tentang para tetua kami, makanan dan obat-obatan. Bila gunung dan hutan hancur maka sejarah kami pun hilang. Cerita para tetua tak terdengar lagi dan kami akan kelaparan karena hewan yang biasa kami makan tidak bisa kami dapat lagi, leluhur pasti marah,”ujar Abah Lihang menambahkan. Para tetua inipun berkomitmen untuk tetap menjaga wilayah adat mereka, “karena itulah apa yang kami pikirkan dan kita kerjakan ini, untuk menyelamatkan generasi anak cucu kami, penerus suku Tobelo Dalam Dodaga, “ungkap Abah Kasiang. Masuknya transmigrasi telah berpengaruh besar terhadap perubahan pranata budaya dan pengrusakan hutan adat suku Tobelo Dalam Dodaga. Penetapan kawasan taman nasional membatasi akses mereka mengelola hutan. Selama dua hari kami menyusuri sungai, sambil sesekali para tetua terdengar mengeluhkan adanya taman nasional di hutan adat mereka. Sore hari saat terakhir kami dalam hutan, para tetua itu dengan kompak menarikan Cakalele yang merupakan tarian perang dan Tide-tide dengan bersemangat. Memasuki hutan adat Dodaga, menyisakan berbagai cerita tentang bagaimana masyarakat Tobelo Dalam Dodaga memperlakukan hutan serta hubungan emosional mereka dengan gunung, hutan dan sungai. Di sana ada budaya dan sejarah. ****Abe Ngingi
RUBRIK KHUSUS 70 % Wilayah Adat Berada Di Kawasan Hutan Satu Tahun Putusan MK No 35
“ Hutan Adat Bukan Hutan Negara”
J
akarta 14 Mei 2014. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyelenggarakan diskusi satu tahun Putusan Mahkamah Konstitusi No 35 di Candi Singosari Ballroom lt. 2, Hotel Sahid, Jakarta (13/5/ 14). Hadir sebagai pembicara dalam acara ini Myrna Safitri, Direktur Eksekutif Epistema, Sandra Moniaga, Komisioner Komnas HAM, dan Iwan Nurdin, Sekretaris Jendral KPA dengan Moderator Wimar Witoelar. “Kita harus desak presiden agar meninggalkan legacy yang postif,” tegas Wimar. Lalu kalau tidak mau? Ya berarti pemerintahan barulah yang harus kita pengaruhi. “Tapi kalau SBY tidak mau ya tidak apa-apa, asal pemerintah yang baru bisa kita pengaruhi,” kata Wimar membuka sesi diskusi memperingati satu tahun putusan MK tersebut. Sebelumnnya Sekjen AMAN Abdon Nababan menyampaikan sambutannya bahwa Putusan MK No 35 pada dasarnya menegaskan bahwa hutan adat itu tumbuh di tanah adat, bagian dari ulayat. Hutan tidak bisa dipisahkan dari tanah dimana hutan
Pemasangan Plang di kawasan Hutan Adat @ Dokumen foto AMAN
itu tumbuh. “Kami bersama EPISTEMA, HuMa, WALHI, Greenpeace, Forest Watch Indonesia (FWI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) akan melakukan konsolidasi nasional untuk mendesak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, mengeluarkan Keputusan Presiden atau Instruksi Presiden. Beliau bisa menunjuk salah satu kementerian lewat Inpres atau Kepres supaya menerima pendaftaran dari wilayah-wilayah adat. Sebenarnya sangat sederhana, hanya menandatangani dua lembar kertas, sebab drafnya sudah kami serahkan. Supaya kami tahu apakah wilayahwilayah adat yang sudah dipetakan itu diserahkan ke BPN ke Menhut atau ke kantor
presiden, sebelum masa jabatan presiden berakhir pada Oktober 2014,” papar Abdon Nababan lebih jauh. Dari 40 juta hektar yang kita rencanakan ada 10 juta hektar wilayah adat yang akan selesai pemetaannya tahun ini. Pemerintah dan peraturan daerah (Perda) adalah kunci sukses-tidaknya implementasi Putusan MK No. 35, bahwa Hutan Adat Bukan Hutan Negara. Ketika putusan MK dibacakan ini diperkirakan dari seluruh wilayah adat yg didiami dan dikelola oleh masyarakat adat 70 % ada di kawasan hutan. Penunjukan Lembaga Myrna Safitri, Direktur Eksekutif Epistema Institute, mengatakan,” Pemerintah Daerah dan Peraturan Daerah
31
RUBRIK KHUSUS memegang peranan penting dalam pelaksanaan Putusan MK 35. Pemerintah Pusat bahkan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyerahkan tanggung jawab kepada daerah,” papar Myrna. Sayangnya, Perda-perda yang ada justru belum signifikan menghasilkan perubahan yang kita inginkan. “Ada beberapa penyebab,” ujarnya. Yang pertama, lembaga yang melaksanakan Perda fungsi dan tugasnya tidak relevan dengan semangat Putusan MK No. 35, sehingga menimbulkan masalah baru. “Studi kami menunjukan kadang SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) tugas dan fungsinya tidak relevan, misal Dinas Pariwisata, Dinas Pemuda dan Olah Raga. Bagaimana mengurus masyarakat adat kalau mindset-nya saja sudah berbeda,” paparnya. Ke-dua, bahwa sifat Perda itu sendiri prosedural, sebagian besar mengatur tentang masyarakat hukum adat, hak atau wilayahnya. Kecuali di Badui, jarang ada Perda yang secara tegas menyatakan penetapan keberadaan masyarakat adat dan wilayahnya yang disertai dengan peta yang jelas. “Siapa lembaga yang berwenang di daerah yang paling pas? Diusulkan saja sebuah lembaga baru, bisa juga lembaga independen yang berada di bawah bupati, butuh kreatifitas,” ujarnya. Myrna melanjutkan bahwa pada intinya, Putusan MK
32
35 di daerah sangat mendesak untuk diimplementasikan. Mengingat kemiskinan terus berlangsung, konflik agraria, kriminalisasi dan penangkapan masih terjadi di daerah-daerah. Siapa Masyarakat Adat Sandra Moniaga dari Komnas HAM mewantiwanti ada penunggang gelap yang mengaku-ngaku sebagai masyarakat adat. Masuk lewat peraturan. Peraturan yang dimaksud adalah Surat Edaran Mendagri yang intinya Kesultanan adalah juga termasuk Masyarakat Adat. “Pers dan masyarakat harus bersikap kritis, karena ada penunggang bebas dalam isu Masyarakat Adat,” himbau Sandra Moniaga. “Wilayah kesultanan itu bukan termasuk ke dalam wilayah adat. Hal itu sudah ditegaskan dalam UUD 1945, bahwa Kesultanan berbeda dengan Masyarakat Adat,” lanjut Sandra mempertegas. “Sejak awal pendiri bangsa ini sudah mengetahui bahwa itu (Kesultanan dan Masyarakat Adat-red) adalah dua entitas yang berbeda, ini harus kita lihat sebagai ancaman,” ujarnya. “Selain lewat peraturan, ancaman yang perlu diperhatikan adalah fenomena munculnya kelompok masyarakat yang entah dari mana, mengaku-ngaku sebagai Masyarakat Adat pasca keluarnya Putusan MK Nomor 35,” papar Sandra lebih jauh. Direktur Advokasi PB AMAN Erasmus Cahyadi mengatakan bahwa salah satu peluang yang muncul dari
putusan MK adalah terbukanya kesempatan kepada daerah untuk membuat Perda tentang masyarakat adat. “Namun jika logika itu saja yang kita pakai untuk mendapatkan pengakuan terhadap masyarakat adat, maka sampai matipun kita tidak akan pernah berhasil membuat peraturan daerah (Perda) di setengah wilayah republik ini. Mengapa demikian? ,” tanya Erasmus. “Karena logika ini mengabaikan kenyataan bahwa penyusunan legislasi di daerah juga tidak terlepas dari pertarungan politik ekonomi yang sangat kencang, yang membuat wilayah-wilayah adat dan sumber daya alam yang ada di dalamnya menjadi rebutan,” pungkas Erasmus Cahyadi. Dalam acara ini hadir para saksi masyarakat adat saat sidang uji materi UU No 41 tahun 1999 yaitu Temengung Tarib (Jambi), Gilung (Talang Mamak), Kaharudin (Punan Dulau) Khalifah Kuntu, mewakili kekhalifahan Kuntu yang memberi kesaksiannya menjadi satu fakta kehidupan. Sementara Datuk Pekasa ( Edi Kuswanto) yang baru selesai menjalani hukuman badan sebagai korban rezim kehutanan dengan vonis Pengadilan Negeri Sumbawa selama 1 tahun 6 bulan, turut hadir dalam peringatan satu tahun Putusan MK No 35 ini. ***JLG
SAYAP ORGANISASI
RUBRIK KHUSUS
Konsolidasi BPAN Siapkan Jambore Nasional Pemuda Adat Nusantara ke-II di Lombok
L
ombok 15 Mei 2014, Mengingat hasil Rakernas I Barisan Pemuda
Adat Nusantara di Bali akhir Desember 2013 lalu salah satu keputusannya adalah menetapkan Lombok sebagai tuan rumah Jambore Nasional Pemuda Adat Nusantara ke-II. Untuk menindaklanjuti putusan tersebut pada Pengurus Nasional Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) melaksanakan konsolidasi (15-16/ 5/ 2014) bersama dengan Pengurus Wilayah dan anggota Baralosa - BPAN NTB menjelang Jambore Nasional Pemuda Adat Nusantara di Lombok pada Januari atau awal Februari 2015 mendatang. “Waktu Jambore sudah semakin dekat, jadi harus mempersiapkan segala hal untuk mensukseskan acara Jambore Barisan Pemuda Adat II tersebut. Kami sebagai tuan rumah merasa terhormat karena sudah ditunjuk dan dipercaya sebagai tuan rumah, kami akan bekerja maksimal untuk mensukseskan acara Jambore ini,” terang Syahadatul Khair selaku Pejabat sementara (Pjs) Ketua Wilayah Baralosa. Dalam pertemuan tersebut selain membahas persiapan Jambore II, juga menetapkan saudari Syahadatul Khair sebagai Pjs Ketua Wilayah Baralosa yang akan memimpin sementara jalannya
Anggota BPAN foto bersama @ Dokumen foto BPAN
roda organisasi BPAN di NTB berdasarkan hasil keputusan rapat dan diskusi yang cukup alot. Konsolidasi ini memberi mandat dan menugaskan Pejabat Sementara (Pjs) untuk mendorong suksesnya Jambore Pemuda Adat. Peserta konsolidasi langsung menginisiasi pembentukan panitia lokal yang bertugas mengurus dan mempersiapkan “Jambore Pemuda Adat” pada tahun 2015 mendatang. Saudara Watoni terpilih sebagai Ketua Panitia lokal, proses ini kemudian berlanjut pada pemilihan lokasi jambore dan anggota panitia. Namun karena banyak masukan dari peserta konsolidasi terkait lokasi
jambore, maka di putuskan akan mengadakan pertemuan lanjutan pada tanggal 6 Juni 2014 mendatang. Dari beberapa usulan sebelumnya lokasi antara lain, Lombok Timur, Lombok Utara dan Lombok Barat tapi ada juga mengusulkan jamboree ini sebaiknya diselenggarakan di Sumbawa. Pejabat sementara (Pjs) juga dimandatkan untuk segera membentuk pengurus – pengurus daerah dan mempersiapkan Muswil bersamaan dengan pelaksanaan jambore nanti.***Syukran/ Anto
33
RUBRIK KHUSUS
SAYAP ORGANISASI Penyelesaian Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Adat Kekerasan terhadap perempuan bukan hanya kekerasan fisik
K
onsultasi Nasional Perempuan AMAN Jakarta 30 Mei 2014. Persekutuan Perempuan Adat Nusantara (PEREMPUAN AMAN) menyelenggarakan Konsultasi Nasional untuk mendapat masukan bagaimana menyelesaikan kasuskasus kekerasan yang menimpa kaum perempuan adat dan anak. Konsultasi ini berlangsung di Hotel Gren Alia Cikini, Jalan Cikini raya (30 Mei 2014). Disamping hadirnya anggota DAMANAS Aleta Ba’un bersama pengurus Perempuan AMAN juga kehadiran perutusan lembaga-lembaga pengkaji masalah-masalah perempuan, seperti LBH Apik, Huma, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, RMI, Kom PGI, Komnas Perempuan, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) dengan fasilitator Nur Amalia. Perempuan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan, oleh karenanya penyelesaian kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan adat harus mendapat perhatian serius dari pemerintah Republik Indonesia sehingga menjadi penting untuk melakukan konsultasi nasional kasus kekerasan terhadap perempuan adat. Dalam sambutannya Ketua Dewan PEREMPUAN AMAN Romba Marannu Sombolinggi’ menyampaikan bahwa kasuskasus yang didokumentasikan oleh Perempuan AMAN ternyata luar biasa menyesakkan hati. Perempuan adat mengalami diskriminasi ganda karena dia perempuan dan juga masyarakat adat. “Perempuan adat mau menutupi hal-hal seperti itu karena
34
menganggap itu hal yang bisa, sebagai kodrat perempuan, juga karena tidak mau orang banyak mengetahuinya dan ini membuat diskriminasi serta kekerasan terhadap perempuan terus terjadi, sebab kesadaran perempuan akan hak-haknya belum memadai,” papar Romba Sombolinggi’. Romba’ juga berharap agar konsultasi ini dapat memberi masukan dari kawan-kawan lembaga jaringan pendukung dan pemerintah, bagaimana supaya perempuan adat bisa keluar dari persoalan kekerasan ini. “Terutama karena dalam waktu dekat bisa mencantumkan tiga poin hak perempuan adat dalam RUU PPHMA yang sedang bergulir di DPR yaitu mencantumkan kata perempuan dalam definisi tentang masyarakat adat, kompensasi dan restitusi juga ada di dalamnya, dan ke tiga yang paling penting adalah hak atas keluarga,” imbuh Romba Somblinggi’. Sementara itu Ketua PPMAN Mualimin Pardi Dahlan mengatakan,” jangan hanya melihat kekerasan terhadap perempuan hanya dalam konteks kekerasan fisik, tetapi kekerasan psikis juga tak kurang hebat dampaknya dan ini seringkali dialami oleh kaum perempuan,” ujar Mualimin. Sebelumnnya Badriah Fadel menyampaikan kesaksiannya, bagaimana Badriah menjadi frustasi ketika berhadapan dengan aparat hukum yang tak kunjung menyelesaikan kasus kekerasan yang dialaminya.
standard atau rambu-rambu. Terutama untuk perlindungan korban (apakah korban merasa nyaman memberikan kesaksian di depan umum / pertemuan) “Apa khasnya kasus kasus kekerasan ini dari sisi ‘adatnya’ harus jelas,” ujar Arimbi Dari Komisi Perlindungan Anak dan Ibu (KPAI) Maria Ulfah menyatakan siap mensupport Perempuan AMAN, dan data kasus kasus bisa diberikan kepada KPAI supaya KPAI bisa mendorong pemda untuk memfasilitasi penyelesaian kasus ini. Problem lain terjadi saat diantara pelaku dan korban ada hubungan darah. Tindakan yang dilakukan seperti percabulan, manipulasi, harus didorong agar pelaku tetap menjalani proses hukum meskipun pihak keluarga mencabut laporan – bukan delik aduan, melainkan delik umum pidana. KPAI juga minta data kasus supaya bisa membantu memonitor. Salah satu kendala jika kasus kekerasan keluarga dilakukan oleh anggota kesatuan militer. Konsultasi nasional ini dilakukan untuk menyasar para pengambil kebijakan dengan tujuan untuk menemukan strategi penyelesaian kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan adat serta adanya pembagian peran strategis untuk advokasi penyelesaian kasus Sementara Arimbi Heroeputri dari ditingkat lokal, nasional dan Komnas Perempuan mengatakan belum punya tradisi mendengarkan, internasional.*** JLG seperti inkuiry nasional, namun Komnas Perempuan mempunyai
RUBRIK KHUSUS
SAYAP ORGANISASI
RAKERNAS I Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara, Menguatkan Kerja Pembelaan (Law Action)
P
erhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) telah melaksanakan Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) yang pertama pada tanggal 29 – 30 April 2014 di Hotel Grand Tropic dengan agenda mendengarkan laporan perkembangan organisasi, perumusan program kerja tahunan, dan penetapan anggota baru PPMAN, yang dilaksanakan berdasarkan amanat Pasal 23 Statuta PPMAN dengan dihadiri oleh Badan Pelaksana PPMAN, Dewan Pengawas, dan Perwakilan Region masing-masing 2 (dua) orang terdiri dari Region Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Bali-Nusra. Dalam laporannya, Ketua Badan Pelaksana PPMAN Mualimin Pardi Dahlan menyampaikan bahwa untuk mengefektifkan kerja operasional sehari-hari, PPMAN telah menyelenggarakan Rapat Pengurus pada tanggal 25 November 2013 di Jakarta. Rapat Antar Pimpinan Organisasi Sayap AMAN dengan Sekjen AMAN di Bogor pada tanggal 2 – 3 Februari 2014. Capaian kerja organisasi PPMAN dalam 6 bulan berjalan antara lain melakukan Pendampingan hukum terhadap 4 warga komunitas adat Semende Banding Agung Bengkulu, yang ditangkap dalam operasi gabungan Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Polres Kaur pada tanggal 21 – 24 Desember 2013, dengan sangkaan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri dalam kawasan hutan sebagaimana ketentuan Pasal 92 Ayat (1) huruf b Jo. Pasal 17 ayat (2) huruf a UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Pendampingan hukum terhadap warga Komunitas Masyarakat Adat Suku Anak
Dalam (SAD) Bathin IX Jambi yang tercatat sebagai anggota Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) terkait konflik lahan/ wilayah adat berhadapan dengan PT. Asiatic Persada dan atau PT. Agro Mandiri Semesta (Grup Ganda), bersama kawan-kawan koalisi jaringan NGO & pengacara publik menyusun dan mengajukan permohonan Judicial Review UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Memberikan pendampingan dan pembelaan hukum terhadap Komunitas Adat Bangkalaan Dayak Kotabaru Kalimantan Selatan, terkait konflik hak kepemilikan Goa Temuluang, sarang burung walet di wilayah adat Bangkalaan Dayak. Sementara untuk penguatan dan efektifitas kerja pembelaan di tingkat wilayah, PPMAN mendukung terfasilitasinya pembentukan Kantor Hukum Masyarakat Adat di Sumatera Selatan dan di Bengkulu. Perkembangan organisasi juga disampaikan oleh rekan-rekan peserta yang mewakili Region dimana secara umum disampaikan banyaknya permasalahan hukum dan konflik yang terjadi di komunitas anggota AMAN, dan dari segi penanganan masih banyak mengalami kendala karena belum terbangunnya sistem koordinasi yang efektif dengan organisasi induk AMAN di tingkat wilayah dan daerah khususnya menangani konflik-konflik di komunitas. Rakernas PPMAN selama dua hari ini telah merumuskan program kerja strategis untuk satu tahun ke depan, dengan lebih mengedepankan kerja-kerja litigasi atau Law Action terkait dengan pembelaan atas hak-hak masyarakat adat yang selama ini terus menjadi korban kriminalisasi dan terpinggirkan oleh kebijakan yang tidak memihak.
Rumusan program ini diantaranya adalah melakukan Judicial Review terhadap peraturan perundang-undangan baik yang diajukan di Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi, melakukan pendampingan hukum terhadap komunitas masyarakat adat yang menjadi korban kriminalisasi terutama menyangkut perjuangan atas hak kolektif komunitas, dan merencanakan gugatan perdata perbuatan melawan hukum pihak-pihak yang merugikan hak kolektif komunitas adat. Sementara itu untuk penguatan kapasitas organisasi, PPMAN akan melakukan peningkatan pemahaman advokat tentang instrumen internasional, dan mekanisme penanganan konflik, serta melakukan pendidikan paralegal bagi anggota komunitas masyarakat adat yang diharapkan akan menjadi tenaga pembela di tingkat komunitas sehingga penanganan kasus-kasus akan lebih cepat terlayani. Evaluasi mengenai masih adanya hambatan komunikasi dan koordinasi antara anggota PPMAN dan Pengurus AMAN sebagai organisasi induk terutama yang menangani kasus dan konflik komunitas anggota, direkomendasikan agar disusun protokol komunikasi penanganan kasus antar organisasi sayap dengan organisasi induk, namun demikian PPMAN tetap akan menyusun peraturan organisasi yang mengatur tentang tata cara dan mekanisme kerja pembelaan hukum. Rakernas juga telah menetapkan anggota baru PPMAN sebanyak 65 orang, sehingga total anggota PPMAN saat ini berjumlah 93 orang yang tersebar di 15 Provinsi.***Feri
35
Laporan Keuangan PB AMAN LAPORAN KEUANGAN Penerimaan Dana terikat periode Jan-Mei 2014 Jumlah AIPP - IPHRD 207,036,601.68 RFN - REDD 2,662,226,755.61 IWGIA/AIPP - REDD 880,670,341.11 TamalPais 2,038,447,105.00 Tebtebba - REDD 83,376,881.00 Kemitraan 500,000,000.00 JSDF 5,811,450,238.00 AIPP - Support Indigenous Voices in ASIA 693,064,774.00 Ford Foundation 2,804,331,730.00 RFN - IP 1,681,580,061.42 Pemda Malinau 899,269,150.00 NTFP-EP 70,227,000.00 Saldo 18,331,680,637.82 Penerimaan Dana tidak terikat Jumlah IURAN Komunitas 6,003,000.00 IURAN Kader 1,503,000.00 IURAN Kader Pemimpin 720,000.00 IURAN Bebas dari Kader & Anggota 1,000,000.00 Donasi, sumbangan Staf dan lain-lain 35,352,661.51 Saldo 44,578,661.51 18,376,259,299.33
Pengeluaran Dana terikat Periode Jan-Mei 2014 Jumlah AIPP - IPHRD 82,402,017.65 RFN - REDD 2,410,433,755.61 IWGIA/AIPP - REDD 400,885,499.12 TamalPais 1,753,661,413.00 Tebtebba - REDD 35,450,000.00 Kemitraan 675,000,000.00 JSDF 3,960,932,074.00 AIPP - Support Indigenous Voices in ASIA 404,812,109.00 Ford Foundation 848,811,424.00 RFN - IP 848,580,061.42 Pemda Malinau 737,185,570.00 NTFP-EP Saldo 12,158,153,923.80 Sisa Dana per 31 Mei 2014 Jumlah Kas 8,675,400.00 Dana Proyek per 31 Mei 2014 6,010,018,419.00 Dana Organisasi per 31 Mei 2014 756,784,167.74 Saldo per 31 Mei 2014 6,775,477,986.74 Piutang Organisasi kepada Proyek 268,620,000.00 7,044,097,986.74
Kontak Person Laporan Keuangan @ Rainny Situmorang Email: rainata@aman.or.id HP: 0812 1100 303 Rumah AMAN: Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 11A Jakarta Selatan Telpon: 021-8297954
Iuran dan Sumbangan bisa dikirimkan ke: Bank Mandiri Cabang Pejaten, Jakarta Atas nama Aliansi Masyakarat Adat Nusantara Nomer Rekening
127-00-0644161-0 36
DAFTAR NAMA-NAMA PEMBAYAR IURAN ANGGOTA
Tanggal Keterangan Jumlah Total Penerimaan Iuran dan sumbangan bulan Feb 2013 6,716,000 IURAN ANGGOTA KOMUNITAS 4/2/2013 Saldo Sebelumnya 5,080,000 28/2/2014 Saldo Sebelumnya 10,600,000 12/3/2014 Iuran Komunitas NN 120,000 8/5/2014 Iuran Komunitas Bangkalan Dayak 4 Thn 480,000 8/5/2014 Iuran Komunitas Tumbang Bahanei 125,000 23/5/2014 Iuran Komunitas SAUREINU’ 3 Thn 360,000 23/5/2014 Iuran Komunitas MATOBEK 3 Thn 360,000 23/5/2014 Iuran Komunitas ROKOT 3 Thn 360,000 23/5/2014 Iuran Komunitas GOISO’ OINAN 3 Thn 360,000 23/5/2014 Iuran Komunitas SIOBAN 3 Thn 360,000 23/5/2014 Iuran Komunitas PURO 3 Thn 360,000 23/5/2014 Iuran Komunitas GOTAB 3 Thn 360,000 23/5/2014 Iuran Komunitas MAGOSI 3 Thn 360,000 23/5/2014 Iuran Komunitas SALAPPAK 3 Thn 360,000 23/5/2014 Iuran Komunitas POKAI 3 Thn 360,000 23/5/2014 Iuran Komunitas TIOP 3 Thn 360,000 23/5/2014 Iuran Komunitas SAIBI 3 Thn 360,000 23/5/2014 Iuran Komunitas ROGDOK 3 Thn 360,000
IURAN KADER PEMIMPIN
28/2/2014 12/3/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014
Saldo Sebelumnya Iuran anggota an yuliana ndara Iuran Kader a/n Hein Namatemo Iuran Kader a/n Ariana Iuran Kader a/n Isjaya Kaladen Iuran Kader a/n Ambu Naptamis Iuran Kader a/n Yulia Iuran Kader a/n Emilia Contesa Iuran Kader a/n Alfi Syahrin Iuran Kader a/n Aleta Baun Iuran Kader a/n Kamardi Iuran Kader a/n Alex Sanggenafa Iuran Kader a/n Ludia Mentansan Iuran Kader a/n Jajang Iuran Kader a/n Nulia Adabia Iuran Kader a/n Nus Ukru Iuran Kader a/n Rukmini Iuran Kader a/n Simpun Sampurna
1,086,000 120,000 25,000 50,000 25,000 50,000 25,000 50,000 25,000 50,000 25,000 50,000 50,000 25,000 25,000 50,000 50,000 25,000
IURAN KADER PENGGERAK 28/2/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 8/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014 23/5/2014
Saldo sebelumnya Iuran Kader a/n Dore Armansyah Iuran Kader a/n Ubaidi Abdul Halim Iuran Kader a/n Lefrando Andre Gosal Iuran Kader a/n Jhon Tony Tarihoran Iuran Kader a/n Mirdat Iuran Kader a/n Glorio Sanen Iuran Kader a/n Nurman Iuran Kader a/n Ferdi Kurnianto Iuran Kader a/n Yandiko Obi S Iuran Kader a/n Kamarudin Amaq Mila Iuran Kader a/n Laurensius Seru Iuran Kader a/n Rapot Simanjuntak Iuran Kader a/n M Nuh Efendi Iuran Kader a/n M Zaki Iuran Kader a/n Hadi Irawan Iuran Kader a/n NN Iuran Kader a/n Miso Iuran Kader a/n Riky Aprizal Iuran Kader a/n Kortanius Sabeleake’ 3 Thn Iuran Kader a/n Indra Gunawan Sanene’ 3 Thn Iuran Kader a/n Astrimilus Salamanang 3 Thn Iuran Kader a/n Lukas Ikhsan Malik 3 Thn uran Kader a/n Misno 3 Thn Iuran Kader a/n Rapot P Simanjutak 2 Thn Iuran Kader a/n Talsudin Sogo Iuran Kader a/n MInce Romije Samaloisa uran Kader a/n Nulker Sababalat Iuran Kader a/n Sapto Juliando Tatubeket Iuran Kader a/n Reynald Surya Dinata Iuran Kader a/n Robert Taileleu 3 Thn Iuran Kader a/n Nikman Iuran Kader a/n Okveria Putri W Saogo 3 Thn Iuran Kader a/n Arnita Iuran Kader a/n Selester Saguruwjuw 3 Thn Iuran Kader a/n Yosef Sarikdok 3 Thn Iuran Kader a/n Ayub Sirijoroujou 3 Thn uran Kader a/n Plimar Sakerebau 3 Thn
762,000 24,000 24,000 48,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 17,000 20,000 50,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 48,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 72,000 24,000 72,000 24,000 72,000 72,000 72,000 72,000
28/2/2014
SUMBANGAN ORGANISASI
52,000
SURAT EDARAN SURAT EDARAN
No. Surat : 25/Edaran-SEKJEN/PB AMAN/IX/2012 Perihal : Penarikan Iuran Anggota AMAN Sifat : Perhatian Kepada Yth ; Komunitas Adat Anggota AMAN di seluruh Nusantara Dengan hormat, AMAN telah berdiri sejak Kongres Masyarakat Adat Nusantara I (KMAN I) tahun 1999 dan sudah melewati KMAN IV 2012 di Tobelo Kaputen Halmahera Utara propinsi Maluku Utara. Dari periode ke periode terus terjadi pertambahan jumlah anggota AMAN, Di KMAN I tahun 1999 anggota AMAN hanya berjumlah 360 komunitas ditambah dengan organisasi masyarakat adat yang telah terbentuk. Di tahun 2003 KMAN II jumlah anggota AMAN berjumlah 777, pada tahun 2007 KMAN III jumlah anggota AMAN berjumlah 1696 dan kemudian pada KMAN IV tahun 2012 jumlah anggota AMAN bertambah menjadi 1992 komunitas adat. Dalam rentang waktu hampir 14 tahun perjalanan organisasi ini, dengan penambahan jumlah anggota yang begitu cepat dan besar maka sudah seharusnya penggalangan dana organisasi secara bertahap dilakukan dengan cara mandiri. Ketergantungan dengan lembaga donor seperti saat ini, dalam jangka panjang akan membahayakan keberadaan dan kredibilitas AMAN sebagai ORMAS yang independen berbasis anggota. AMAN secara bertahap harus melakukan penganeka-ragaman sumber pendanaan, salah satunya dana dari iuran anggota dan sumbangan komunitas masyarakat adat yang sudah menjadi anggota AMAN. Iuran anggota adalah kewajiban yang sudah diatur di dalam Anggaran Dasar AMAN yang jumlahnya Rp.120.000; (seratus dua puluh ribu rupiah) per-tahun/komunitas Adat. AMAN harus memulai gerakan kemandirian ekonomi dengan memastikan pembayaran iuran tahunan sebagai bakti material keterikatan Masyarakat Adat (Anggota) dengan AMAN sebagai organisasi perjuangan bersama mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan kemartabatan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, melalui surat edaran ini, saya sebagai Sekjen AMAN yang bertanggung-jawab atas PENARIKAN IURAN ANGGOTA AMAN menyampaikan hal penting tentang tata cara pembaAyaran iuran anggota AMAN sebagai berikut: Penarikan iuran dilakukan oleh Pengurus Besar, Pengurus Wilayah atau Pengurus Daerah atau dikirimkan sendiri oleh Komunitas Adat melalui rekening khusus Iuran PB AMAN, terhitung sejak tahun diterima dan disahkan sebagai anggota. Besaran iuran komunitas masyarakat adat anggota AMAN jumlahnya sebesar Rp. 120.000 (Seratus Dua Puluh Ribu Rupiah) per tahun yang ditetapkan oleh Anggaran Dasar AMAN. Iuran disetorkan atau dikirimkan melalui Rekening Khusus Iuran atas Nama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Bank Mandiri cabang Pejaten, Jakarta No.Rekening: 127.00.0644161.0 Iuran juga dapat disetorkan melalui Wesel pos ke Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Jl. Tebet Timur Dalam Raya No.11 A Jakarta Selatan 12820. Semua pengiriman atau setoran harus mencantumkan nama komunitas dan Konfirmasi atau Pemberitahuan bahwa PW atau PD atau Komunitas telah mengirimkan iuran dapat di kirimkan SMS pemberitahuan ke Nomor 081218334211 atau email: rumahaman@cbn.net.id Persentase pembagian (alokasi) iuran yang ditetapkan oleh Anggaran Rumah Tangga dan Keputusan RPB X yaitu : 40 % untuk Pengurus Daerah, 30% untuk Pengurus Wilayah dan 30% untuk Pengurus Besar Setiap Komunitas adat anggota AMAN yang membayar iuran akan di publikasikan atau di umumkan melalui media AMAN antara lain website AMAN, Gaung AMAN dan SMS Adat. Setiap komunitas adat yang telah melakukan pelunasan iuran anggota akan menjadi bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan upayaupaya perlindungan, pembelaan, dan pelayanan AMAN sebagai Organisasi kepada anggota. Bergerak dan majunya organisasi ini kedepan, kedaulatan sepenuhnya berada di tangan komunitas adat sebagai anggota AMAN. Demikian pemberitahuan penarikan iuran ini di sampaikan , atas perhatian dan kerjasama yang baik di ucapkan terimakasih. Hormat Kami, Abdon Nababan Sekretaris Jenderal AMAN Tembusan: 1. Seluruh Ketua BPH AMAN Wilayah 2. Seluruh Ketua BPH AMAN Daerah 3. DAMANNAS (sebagai laporan) 4. ARSIP
Iuran dan Sumbangan bisa dikirim ke: BANK MANDIRI CABANG PEJATEN, JAKARTA. Atas Nama: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara - Nomor Rekening: 127-00-0644161-0 Kontak Person Laporan Keuangan @ Rainny Situmorang Email: rainata@aman.or.id I HP: 0812 1100 303 Rumah AMAN: Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 11A JKTS. Telpon: 021-8297954
37
KALENDER AMAN KALENDER AMAN JUNI 2014: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36.
38
Review draft RUU PPHMA Seminar Komunitas : Kalsel, Nusa Bunga, Sulsel, Kalbar Pelatihan Legislasi Kajian-kajian: P.25, P.29, MP3EI Campaign Petisi MK 35 Pendidikan para legal National Inquiry Pendampingan kasus: manggarai, kalsel, dll Pelatihan FPIC Dongi (tentative) Pengawal Ranperda Kajang, Mentawai dan Luwu Utara Pengawalan RUU PPHMA di DPR Penyusunan Road Map Pelaksanaan Putusan MK 35 dengan FWI dan Jaringan Pemilu Presiden 9 Juli 2014 Interactive Hearing: New York International Day of Indigenous Peoples Pertemuan Legislatif utusan AMAN yang lolos PILEG 2014 Pertemuan BPPT : Pembentukan Pusat Unggulan Pertambangan Rakyat (INCAM Launching Website Gerai Nusantara Pengkajian Value Chain Analysis (VCA) komoditi Madu dan Kopi Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan program hibah untuk kelompok usaha perempuan adat dan Komunitas Pelatihan Regional Pengelolaan Sumber Daya Hutan dan Pemanfaatan Skema Pembayaran Layanan Ekosistem di Hutan Adat Region Bali-Nusra, Region Kep Maluku, dan Region Papua yang terdiri dari Pengurus Wilayah Nusa Tenggara Barat, Nusa Bunga, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Pelatihan Regional Pengelolaan Sumber Daya Hutan dan Pemanfaatan Skema Pembayaran Layanan Ekosistem di Hutan Adat Region Jawa, yang terdiri dari Pengurus Wilayah Jawa Bagian Barat, Banten, Jawa Timur. Workshop dan Training Registrasi – Veifikasi Wilayah Adat (Di Sulawesi) Instalasi dan Pelatihan Energi Terbarukan di Sungai Utik, Kalimantan Barat Pendokumentasian ICCAs (Indigenous and Community conserved areas) di Komunitas Kajang – Bulukumba, Sulawesi Selatan (kerjasama dengan AMAN Sulsel) Pelatihan Pemetaan Partisipatif wilayah adat, di Sumatera Selatan, Pelatihan Fasilitator Pemetaan Partisipatif - Sumatera Selatan Training of Trainer Pemetaan Skala Luas Rakyat Penunggu Sumatera Utara Rapat SICoLIFE Achieving Gender Equality in REDD+ implementation di Jakarta DGM Meeting di Bali Renstra Infokom AMAN Riset Lesson Learnt Rui T Media Award
KALENDER AMAN GALERI AMAN
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara [AMAN] bertemu dengan CAPRES Joko Widodo di Jakarta
Foto bersama Deklarasi Dukungan AMAN kepada CAPRES Joko Wid0d0 dan CAWAPRES Jusuf Kalla di Jakarta
39
KALENDER AMAN
40