Booklet Seri 17
Diaspora Oleh: Phoenix
Puisi adalah karya sastra paling sederhana, mungkin, namun ia bisa memendam makna hingga sepadat bintang neutron, sedalam tartarus, atau seluas batas semesta. Puisi bagiku adalah cara paling mudah berkspresi dalam kata-kata, ia membuatku bisa lepas dalam cengkramann kaku tata bahasa dan merayakan segalanya, dari cinta hingga jagad raya. Pengalamanku dalam dunia sastra memang masih belum seberapa, tapi apakah itu menghalangiku untuk berkarya? Maka setelah beberapa kali menuangkan rangkai kata, aku kumpulkan semuanya dan inilah dia satu lagi antologi sederhana dari seorang amatir. (PHX)
Daftar Konten
Terlewati .......................................... 4
Firasat ............................................ 23
Gelap ............................................... 5
Malaikat Juga Tahu ......................... 24
Mungkin ........................................... 6
Geming .......................................... 25
Gejolak ............................................ 7
Jalan Malam .................................... 26
Persepsi ........................................... 8
Delusi ............................................. 27
Ditinggal .......................................... 9
Sajak Untuk D ................................. 28
Nafsu Malam .................................. 10
Petunjuk ......................................... 31
Selamat Pagi .................................. 11
Mendua .......................................... 32
Pencarian ....................................... 12
Demikianlah Cinta ......................... 33
Takdir ............................................ 13
Kantuk ............................................ 34
Pemimpin ....................................... 14
Perasaan ........................................ 35
Ingin ............................................... 15
Prasangka ...................................... 36
Matematika .................................... 16
Api Cemburu ................................. 37
Abdi ............................................... 17
Ilusi ................................................ 38
Tuhan ............................................. 18
Pecat .............................................. 39
Pelangi ........................................... 19
Bosan.............................................. 40
Lapar .............................................. 20
Tetiba ............................................. 41
P-U-A-S-A ....................................... 21
Sunyi .............................................. 42
Tanya ............................................. 22
Dalam Hujan ................................... 43
Terlewati
Sunyi merayapi kampus Idealisme membayang halus Membayang asa tiada pupus Oase gelisah yang selalu haus Ah, gedung-gedung itu menatap penuh rayu Menuntutku atas 3,5 tahun yang berlalu Menggapai harap yang tak pernah jemu Untuk semua pengabdian pemberi candu Oh kampus maafkan aku Hanya bisa ku rengkuh engkau dengan malu Atas kesia-siaan yang terangkum dalam waktu Membuatmu kecewa atas kesetiaanku Mungkin satu semester tersisa Entah apa yang bisa kita cipta bersama Selain warisan penuh cita-cita Sebagai emas untuk generasi selanjutnya
Gelap
Hai gelap Adakah yang ingin kau sekap selain hati yang tengah kalap di dunia sarat akan sulap hampa dari semua jawab
Mungkin
Mungkin hanya hampa dalam lautan daya Mungkin hanya kosong dalam gelapnya lorong Mungkin hanya medan dalam jarak zarah bermuatan Mungkin hanya singularitas dalam gravitasi tak terbatas Mungkin hanya sunyi dalam jeda-jeda harmoni Mungkin hanya spasi dalam rangkai kata puisi Mungkin hanya luang dalam waktu penuh aliran Mungkin tak berarti, tapi aku ada di setiap jengkalmu
Gejolak
Realita tertabrak Pikiran tergerak Emosi tersentak Hati bergolak Jiwa berontak Telak
Persepsi
Kala yakin menguasai Berani mengendap dalam hati Tanpa takut terancam benci Namun jika ragu tumbuh semi Penuh pertimbangan tanpa henti Tersiksa ragam persepsi
Ditinggal
Ditinggal dua pagi Tertumpuk ratus informasi
Nafsu Malam
Ku ingin memperkosa malam puaskan birahi kesunyian sebelum ketahuan fajar
Selamat Pagi
Selamat pagi langit Segarmu tak kenal pelit Kicau riuh singkirkan sulit Cumbu asa tanpa sakit Terangi jiwa penuh impit Songsong semesta rumit Bangkit
Pencarian
Ku mengapung dalam gelombang konstan Melaju menuju hampa tak bertuan Diam Ku menggali menuju inti terdalam Membongkar segala bentuk landasan Dalam Ku melangkah menembus perbatasan Berjalan tanpa ada lelah pemberhentian Hilang Ku bertanya segala makna dan pengertian Meruntuhkan hati dari semua keyakinan Kelam Hanya untuk setetes kerinduan pada kebenaran
Takdir
Sapa waktu dengan sindir Mengetok pelan pintu takdir Mengucap salam tanpa getir Terjawab hidup dalam syair
Pemimpin
Siapa kau? Wajahmu terpampang kala itu Menghiasi dunia dengan kata-kata Entah buaian entah jaminan Memperkosa kejenuhan jalanan Siapa dirimu? Dipercaya dengan beragam asa Layaknya wadah lepasnya masalah Mencuci tangan semua orang Di balik dalih tanggung jawab Siapa engkau? Dipukul paling pertama Namun jatuh kala akhir Bak tameng sekalian pedang Membuat semua merasa aman Siapa kamu? Di depan harus teladan Di tengah beri dorongan Di belakang pegang beban Di mana-mana jadi tanggungan Apa itu memang tugasmu? Atau kami yang kurang ajar? Entah.
Ingin
Ingin ku diperkosa kematian agar ku nikmati dalam kegelapan namun sayang apa dengan kepasrahan cukup untuk dipuaskan? Ingin ku cinta kebenaran agar bisa ku rindu tiap petang namun sayang apa dengan keyakinan cukup untuk aku tawarkan? Ingin ku lamar Tuhan agar bisa ku cumbu tiap malam namun sayang apa dengan pengabdian cukup untuk aku maharkan?
Matematika
Apa makna angka-angka Mati dalam kata-kata Terbunuh buai logika Tipu daya tanpa tema Gerak tak peduli lama Sekedar teriak "Eureka!" Tatap kosong dewi Atena Dia meta, aku mati, sama saja Muaklah kita Dengan Matematika
Abdi
Ke masjid bersama Buddha Ke wihara bersama Yesus Ke gereja bersama Muhammad Apalah artinya Kita tetap manusia Mungkin Zeus hanya tertawa
Tuhan
Kepada Thetis ku bertatap Kepada Uranus ku berlutut Kepada Hypnos ku bermimpi Kepada Atena ku belajar Kepada Nyx ku berserah Seakan semua hanya satu Dengan beragam nama
Pelangi
bayang-bayang etika berbaur mitos agama mencipta drama demi sebuah tanya benar mana salah mana manusia tetap manusia tanpa perlu kata biasa bahkan untuk yang tak berjiwa ketika ada yang berbeda salahkah dia? Apalah bedanya antara gay dan skizofrenia semua hanya fenomena dalam alur ragam cipta kemungkinan dari segala Mungkin itulah makna pelangi Sayang tetaplah tapi Siapalah kami pantas menghakimi
Lapar
Kujilat zaman Kukunyah peradaban Kutelan kemudahan Kumuntahkan pendirian Kenyanglah aku dalam perasingan
P-U-A-S-A
Mari berpuas-puas Bak esok akan uas Peduli asu atau paus Cegah aus deru haus Bersuap-suap asa tibanya masa puasa
Tanya
Menantang langit ku cemburu Merunduk bumi ku tersedu Menatap samudra ku terpaku Merengkuh hutan ku tak mampu Menyisakan tanya kaku Siapa aku
Firasat
Abu-abu Tersongsong relung waktu Dalam realita tanpa makna Datang dan Pergi Mengaburkan visi Mencipta ilusi Menekan hati Terikat erat Hanya Firasat
Malaikat Juga Tahu
Dalam gelap tak bertempat Tersesat Terapung dalam kekosongan Terbawa keraguan tak teralasan berjalan pada badan atau pikiran entah setan entah Tuhan Malaikat juga tahu apa kebenarannya
Geming
Rangkupan informasi dalam kompleksitas keras Mengaburkan batas, menipu realitas hampa, terkhianati ligika, terperangkap jiwa Kering, merindu hati hening, terlupa rasa insting ya kucing, ya cicak di dinding, semua tahu
Jalan Malam
Kelap kelip pantul air hujan Tetes gerimis pancar riak genangan Lembab Udara mencumbui malam Mengawasiku termangu di pinggir jalan Hening Sunyi temani langkah kaki Tetes langit perlahan membasahi Mengiringi waktu mengganti hari Membuka Halaman kontemplasi Hati tak lagi mampu mendeskripsi Kata tertahan kaku pada puisi Menghayati segala tanpa mengerti Pertunjukan Takdir yang Terus menari Sekan semua mencipta nada Ragam tanya yang awalnya menyiksa Kini tersisa hanya hampa Hilang makna tanpa kuasa Ah, rembulan pun selalu sembunyi Ataupun senja tak lagi menemani Yang ada kelabu tanpa henti Dengan dingin dan basah mengiringi Dari cinta hingga semesta Ku telah lelah menerka Membawa puncak kesadaran jiwa Untuk menjadi lebih merdeka
Delusi
fatamorgana paradigma tipuan pikiran lihatlah, rasakanlah intuisi yang tenggelam batin yang terkekang percayalah jawablah
Sajak Untuk D
Dalam keremangan malam gulita Sapa habitat dan kawan lama Kala yang ada hanyalah sunyi Untuk membuka semua refleksi Ah, Bak kegelapan itu bertanya “aku selama ini kemana saja?� Entah apa jawab yang bisa terungkap Menggapai pegangan yang terasa hampa? Atau mencari keistimewaan semu? Ah, Hati ke hati pun ku lalui Tanpa ada ketetapan pasti Mencipta bingung dan tanda tanya Membuat ragu makna dari cinta Yang selalu dipenjara dikotomi Dibelenggu persepsi, religi, atau tradisi Yang hanya pantas dalam ijab kabul resmi Selain itu hanya teman tanpa lebih arti Ah, Mungkin aku yang hina Diperbudak perasaan yang hampa Disiksa ilusi dalam api asmara Menuntut tanpa bisa menerima Membuatku selalu bagai tak berdaya Terbawa persepsi yang ancam luka
Ah, apa aku salah? Menyebarkan rindu menumbuh cemburu Tanpa tahu malu atau tak mau tahu Siapa aku? Hanya orang biasa yang ingin kau bantu Sedang tak ada yang spesial bagimu Ah, Cukupkah dekat kau jadikan alasan? Yang memang ada dan bisa kau perlakukan Tanpa harus ada pengakuan Sedang kau hanya jadi pelampiasan Emosi yang tak mampu ku kendalikan Berujung pertengkaran tanpa penyelesaian Ah, Kini ku kembali dalam kegelapan Hanya untuk mendengar dia berkata “Mungkin tempatmu di sini� Bersama sunyi tanpa harus menyakiti Rindu akan kata sendiri Terbawa ragu tanpa henti Haruskah ku terus membawa harapan sepi? Ah, telah banyak memori mengendap kaku Entah kemana aku menuju Dalam hidup semakin tak menentu Dengan runtuhnya lanadsan yang menjadi debu Tanpa ada ingin ataupun mau Apa hanya sunyi yang menjadi milikku? Ataukah ku bertahan berharap maju?
Entah, ku lelah Apa aku pantas ditunggu? Dengan semua kelamnya masa lalu? Atau kau hanya menghindar dari segala palsu Yang kau sebut bisa membunuhmu? Yang ku tahu Ku hanya bias menikmati setiap waktu Hingga ku benar bisa menjemputmu
Petunjuk
Katakan pada rembulan yang kini setengah matang tertutup di balik kelam awan Ku merindukan terangmu Yang membuka masa lalu sebagai patokan untuk terus maju Biarlah semua jadi kenangan Tersingkap dalam pembelajaran Membuka jalan ke masa depan
Mendua
Sayang, Maafkan Bukan maksud menduakan Tapi ku lamar kedamaian untuk ku nikahi dengan mahar kebenaran
Demikianlah Cinta
Memang semesta bersisi dua Demikian halnya dengan rasa Tak ada bahagia tanpa luka Tak ada luka tanpa bahagia Antara tidak ada sama sekali Atau tumbuhkan keduanya semi Apalagi dengan status tak resmi Apa daya selain menikmati Seperti kata Ebiet alisa Abid Ghoffar “Rindu biarkanlah terbakar, Cemburu biarkanlah membara, Sebab demikianlah cinta�
Kantuk
Kaburnya nyata dan maya Persepsi bertemu ambigu Bagai bangun setengah sadar Pesta nikmatnya dunia maya
Perasaan
Bukan dengan pedang Aku dimatikan Tapi dengan Perasaan
Prasangka
Dengan prasangka Ku bunuh rasa percaya Bersenjata ragu dan tanya Bernaung ragam duka Beranggap segala rahasia Berbawa pikir curiga Berharap segala terbuka Tersiksa dalam kira Memerangkap hati dalam penjara Siksa Dan luka
Api Cemburu
Haruskah aku terasing Daripada terbakar Butanya cemburu?
Ilusi
Redup Samar Bayang-bayang Pelan Sayup Semua kabur Melebur Realita hancur Tak terbedakan Teracak Bersama maya
Pecat
Berdiri! Berdiri kau dalam arogansi Pandang! Pandang saja semuanya bagai benci Kau membual tentang harga diri Mulutmu penuh dengan doktrinasi Membunuh rasio menuju mati Cih Tapi tak peduli! Ku beri semua abdi, Dengan loyalitas tanpa henti Siap sedia terus memberi Tapi apa? Apa? Hanya tiba sepucuk surat Yang membutakan segala sekat Tanpa ada rasa berat Kau beri aku satu akad Pecat
Bosan
Hei bosan, Tidakkah kau bosan Terus membuatku bosan?
Tetiba
Di tengah cerah yang tiba-tiba mendung Aku tiba-tiba sadar Bahwa kita lahir secara tiba-tiba dituntut untuk sesuatu secara tiba-tiba bahkan kita akan bingung kenapa kita bisa tiba-tiba ada di dunia ini dengan tuntutan-tuntutan yang juga ada secara tiba-tiba sebelumnya dan kita tidak akan tahu tiba-tiba apa lagi yang akan terjadi pada hidup karena kita tidak bsa memegang hidup secara penuh Dunia ini penuh ketibatibaan Bukankah kita tidak pernah berharap untuk ada di dunia ini? Semua terjadi secara tiba-tiba Bahkan aku pun Menulis puisi ini dengan tiba-tiba
Sunyi
Siapa setia pengisi hati saksi malam selalu temani kala semua kawan pergi hingga mentari menandai pagi
Dalam Hujan
Dalam setiap rintik hujan, terekam ribuan kesunyian, terbuai dalam angan antara syukur dan penyesalan
Ini mungkin tak seberapa, hanya satu lagi titian usaha, untuk sekedar terus mencoba, merayakan kata-kata. Ku tak peduli harus sebagus apa, yang penting adalah rasa, terbangun dalam setiap cita, baik suka maupun duka, dalam merangkai setiap bahasa, menikimati hidup yang penuh gelora. Ah, walau entah siapa yang baca, harapan akan terus ada, agar semua ini dapat berguna (PHX)