Dzarratul Hikmah #3

Page 1


Â

Dzarratul Hikmah Sebuah jurnal kumpulan gagasan Edisi 3 Tahun 2019



Memiliki gagasan adalah satu hal, menuliskannya adalah hal lain. Kenapa terkadang menulis menjadi terasa begitu sulit adalah karena setiap orang pada dasarnya sudah memiliki begitu banyak gagasan dalam kepala, namun terkadang abstrak atau tidak terstruktur, sehingga menuliskannya pun seakan berusaha merekonstruksi gagasan tersebut menjadi sebuah keterbacaan. Itulah kenapa, produk kepenulisan setiap orang, sesederhana apapun itu, selalu pantas untuk diapresiasi. Tidak mungkin tulisan lahir tanpa gagasan, bahkan meski seakan hanya ocehan tak bermakna, karena semua aksara hanya bisa lahir dari kepala. Karena itulah jurnal ini, harus selalu diterbitkan, sebagai bentuk apresiasi penuh atas mereka yang telah mengerahkan seluruh energi untuk menurunkan gagasan dalam kepalanya dalam rangkaian yang bisa tersalurkan ke banyak orang. Jadi inilah dia, jurnal ketiga dari kumpulan tulisan KAMIL 2019. (PHX)Â

Â


Daftar Isi Mobil Swakemudi: Mungkinkah Terwujud di Indonesia? (5) Pemasalahan lingkungan pada Pembangunan Kota Modern “Meikarta” (15) Isu Lingkungan Hidup Dalam Pemilu: Seberapa Pentingkah? (21) Dunia Sebatas Layar Versus At-Taubah Ayat 71 (27) Aplikasi Campus Mobile App Sebagai Pendukung Kegiatan Perkuliahan Di Era Industry 4.0 (32) Sepenggal Perjalanan Sebuah Plastik (42)


Mobil Swakemudi: Mungkinkah Terwujud di Indonesia? Abdul Mubdi Bindar

Manusia senantiasa bergerak dan berpindah tempat. Ciri ini adalah salah satu yang dimiliki oleh makhluk hidup. Banyak makhluk hidup yang dapat menempuh jarak berpuluh ribu kilometer jauhnya. Paus bungkuk melakukan migrasi sejauh lima ribu kilometer dari tempatnya mencari makan di wilayah yang lebih dingin ke wilayah yang lebih hangat untuk melahirkan [1]. Mamalia darat yang memegang rekor bergerak paling jauh dalam satu tahun adalah karibu, yakni lebih dari 4.800 kilometer [1]. Rekor perpindahan perjalanan udara dicatat oleh burung godwit yang melakukan migrasi sejauh sekitar sebelas ribu kilometer dalam delapan hari.


Gambar 1. Karibu dan burung godwit (foto oleh Sergey Krasnoshchokov dan Andreas Treptet) (sumber: kids.nationalgeographic.com dan www.photo-natur.net) Secara alami, manusia akan sangat sulit memecahkan rekor-rekor yang dibuat oleh hewan-hewan tersebut. Namun, manusia memiliki keuntungan komparatif dari makhluk hidup lain: kecerdasan. Anugrah manusia berupa kecerdasan ini memungkinkan manusia mewujudkan teknologi-teknologi yang memungkinkan pergerakan yang sangat jauh dilakukan dalam hitungan jam atau hari saja. Sebagai ilustrasi, sebuah perjalanan bisnis dari Jakarta ke Amsterdam pulang-pergi dapat mencakup total jarak sejauh lebih dari 22 ribu kilometer dalam sekitar 28 jam, mengalahkan rekor yang dibuat oleh burung godwit. Kecerdasan pulalah yang memungkinkan seluruh pergerakan yang dilakukan manusia dapat ditempuh semakin cepat dan nyaman menggunakan teknologi yang


kian lama kian mutakhir. Perkembangan kemajuan teknologi di bidang transportasi tersebut mengantarkan kita kepada era saat pergerakan dengan kendaraan tidak lagi membutuhkan kendali manusia. Teknologi swakemudi ini barangkali telah sebagian dari kita kenal untuk kendali pesawat terbang. Pilot tidak perlu memusatkan pikiran secara penuh untuk mengendalikan pergerakan pesawat. Dengan mengaktifkan moda autopilot atau swakemudi ini, pilot dapat melakukan pemantauan pada aspek lain seperti pengaturan arah, ketinggian, atau cuaca [2]. Teknologi ini juga kemudian diaplikasikan ke transportasi darat. Beberapa sistem transit di beberapa kota di berbagai negara di dunia telah menerapkan sistem pandu otomatis pada kereta (automated guideway transit, biasa dikenal dengan singkatan AGT). AGT adalah sistem transit yang terotomasi penuh, nir-pengemudi, dan terpisah dari jalan raya. Wagon atau gerbong berjalan di atas rel yang selain menjadi tempat berlalunya kendaraan juga menjadi pemandu pergerakan [3]. Sistem mengontrol kecepatan, waktu tunggu penumpang, rute, dan prioritas armadaarmada yang beroperasi. Salah satu sistem transit yang menerapkan teknologi ini adalah New Transit Yurikamome (shinkoutsu yurikamome) yang beroperasi di Tokyo, Jepang.


Gambar 2. Salah satu kereta New Transit Yurikamome, Tokyo, Jepang (foto oleh: LERK) (sumber: wikimedia commons) Tidak hanya angkutan berbasis rel, angkutan berbasis jalan raya juga kebagian pengembangan teknologi swakemudi. Pada tahun 1991 di Amerika Serikat demonstrasi mobil swakemudi yang merupakan hasil dari riset dengan dana dari pemerintah sebesar 650 dolar AS berhasil dilakukan. Teknologi ini memanfaatkan komunikasi dan koordinasi antara mobil dengan jalan raya tempat ia berlalu. Namun, tidak ada kepastian akan kelanjutan proyek riset tersebut [4]. Pada 1995 Navlab yang merupakan mobil besutan Carnegie Mellon University menyusuri Amerika sejauh 4.501 kilometer secara swakemudi. Rekor ini kemudian dipecahkan oleh Audi yang dikembangkan Delphi dengan


panjang jarak swakemudi hampir 5.500 kilometer. Singkat cerita, pada bulan Desember 2018, Waymo, anak perusahaan Alphabet Inc., saudara seinduk Google, meluncurkan taksi berbasis mobil swakemudi di beberapa negara bagian di Amerika Serikat setelah melakukan riset dan uji coba sejak November 2017 [5]. Mereka mencapai titik keberhasilan pertama ketika tahun ini mereka berhasil menjelajahi seratus ribu mil atau 160 ribu lebih kilometer secara swakemudi penuh.

Gambar 3. Titik penjemputan penumpang taksi Waymo (foto oleh Michael Laris) (sumber: washingtonpost.com) Pertanyaan selanjutnya yang paling relevan untuk kita adalah: bagaimana dengan Indonesia?


Tantangan Penerapan Mobil Swakemudi Mobil swakemudi, dikenal dengan istilah dalam bahasa Inggris self-driving car, driverless car, atau autonomous car, atau dalam kesan yang lebih umum autonomous vehicle (kendaraan swakemudi), sesuai namanya, adalah arah perkembangan teknologi di bidang transportasi yang saat esai ini ditulis masih menjadi arah pengembangan dan penerapannya belum semasif teknologi lain seperti internet. Keberhasilan penerapan teknologi ini membutuhkan kesiapan berbagai aspek dalam penerapannya, terutama untuk negara dengan ketimpangan penerapan teknologi yang cukup tinggi seperti Indonesia. Beberapa tantangan yang berkaitan dengan kemungkinan penerapant teknologi tersebut di Indonesia di antaranya, namun tidak terbatas pada, faktorfaktor berikut. 1.

Sumber Energi

Mobil swakemudi menggunakan teknologi sensor seperti gelombang laser (LIDAR) ,radio (RADAR), dan kamera 360 derajat yang ditenagai oleh listrik. Dengan demikian, mobil ini otomatis memerlukan energi berupa listrik untuk beroperasi. Bahan bakar berbasis fosil seperti minyak bumi masih mendominasi pasar energi di Indonesia, terutama sektor transportasi jalan raya. Keadaan tersebut tidak


mendukung penerapan mobil swakemudi mengingat perangkat yang digunakan dalam mobil swakemudi— termasuk mesinnya—menggunakan energi listrik. Oleh karena itu, perlu adanya sistem penyediaan energi listrik yang tidak terbatas pada pemakaian rumah tangga, seperti adanya sistem stasiun pengecasan listrik atau pembangkit listrik yang berkesinambungan. Hal ini akan berbuntut pada persoalan penyediaan infrastruktur terkait dan rancangan transmisi listrik (grid) di tengah kota yang tentunya memerlukan pertimbangan tata ruang. 2.

Sistem Jalan Raya

Sistem jalan raya berkenaan dengan hierarki jalan raya yang ada di perkotaan. Hierarki yang dimaksud dapat dimanifestasikan sebagai lebar jalan dan fungsi yang diembannya. Jalan yang lebih lebar diprioritaskan untuk mengalirkan pergerakan kendaraan—disebut fungsi aliran (flow). Sedangkan jalan yang lebih sempit diprioritaskan untuk memberikan akses kepada guna lahan (bangunan seperti permukiman, pertokoan, rumah sakit, dsb. atau lahan tertentu seperti taman) di sis-sisinya---disebut fungsi akses. Dalam kondisi ideal, biasanya terdapat di negaranegara dunia pertama dan kedua, suatu memiliki sistem jalan raya dengan jenjang hierarki yang jelas dan mudah dikenali seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut.


Gambar 4. Ilustrasi hierarki sistem jalan raya Gambar tersebut memperlihatkan ilustrasi sebuah kawasan yang dilalui jalan lebar, jalan yang lebih sempit, dan jalan yang sempit. Jalan-jalan tersebut berjenjang mulai dari yang paling lebar ke yang paling sempit. Kawasan dengan konfigurasi jalan teratur seperti ini akan menghasilkan pola pergerakan kota yang teratur pula. Dengan demikian, mobil swakemudi yang dilengkapi dengan algoritma untuk mempelajari kondisi lingkungan di sekitarnya akan lebih mudah menangkap dan mempelajari pola lingkungan dan tidak payah membuat alternatif keputusan terkait kondisi yang telah ia pelajari. Di sisi lain, konfigurasi jalan di kota-kota di Indonesia dapat berupa seperti yang diilustrasikan oleh gambar 5. Hierarki jalan tidak terbentuk dengan berjenjang sehingga


ada ruas jalan dengan lebar yang lebih sempit memiliki fungsi aliran. Akibatnya, terjadi penumpukan kendaraan di ruas tersebut (kemacetan). Situasi ini diperparah dengan perilaku mengemudi jalan raya Indonesia yang sulit diprediksi karena didominasi oleh manuver tinggi sepeda motor. Keadaan ini akan menambah kompleksitas keadaan yang memerlukan penyesuaian yang lebih untuk mobil swakemudi.

Gambar 5. Ilustrasi hierarki sistem jalan raya 3.

Perilaku Masyarakat di Jalan

Seperti halnya yang disebutkan di paragraf sebelumnya, manufer kendaraan bermotor di Indonesia cukup variatif dan tidak terduga. Seperti di kota Bandung, tidak jarang ada sepeda motor yang melaju melawan arus. Atau sering kali kendaraan yang memotong mengambil sisi kiri yang


cenderung membahayakan mobil. Keadaan ini akan memerlukan tambahan pustaka sistem kecerdasan mobil swakemudi yang akan masuk ke pasar Indonesia. Mungkinkah Mobil Swakemudi Melaju di Indonesia? Dengan kondisi saat ini kemungkinan masuknya mobil swakemudi ke Indonesia boleh dikatakan jauh panggang dari api. Perlu persiapan di berbagai aspek. Ilustrasi yang diberikan di atas masih terbatas pada sisi fisik. Belum lagi soal regulasi, seperti pengenaan pajak atau pihak yang mendapat sanksi ketika kecelakaan terjadi. Aspek energi adalah yang perlu menjadi titik berat perhatian untuk perwujudan mobil swakemudi ini. Meskipun masih ada perdebatan mengenai jenis mesin yang perlu digunakan mobil swakemudi yakni antara motor hibrida (gabungan motor bakar dan elektrik) atau mesin elektrik penuh, tetap dibutuhkan kondisi yang mendukung kelangsungan penggunaan teknologi tersebut, yakni infrastruktur kelistrikan, karena bagaimanapun tetap ada komponen listrik di keduanya. Akhirnya, seperti halnya orang yang akan datang bertamu, Indonesia tentu harus melakukan “beres-beres rumahâ€? terlebih dahulu jika ingin menyambut kedatangan si mobil pintar yang bisa melaju sendiri tersebut. Â

Â


Pemasalahan lingkungan pada Pembangunan Kota Modern “Meikarta� Ahmad Jangki Nurdiansyah

Untuk menghadapi berkembang pesatnya persaingan global, seluruh dunia terus secara sedang berlomba-lomba untuk menigkatkan pembangunan baik infrastruktur dasar maupun penunjang. Indonesia adalah salah satu negara yang tidak luput dalam peningkatan pembangunan demi terciptanya penyediaan infrastruktur yang merata. Seperti yang kita tahu saat ini banyak pembangunanpembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah demi menjalankan visi misi negara dalam mewujudkan infrastruktur yang tidak lagi Jawasentris melainkan dirubah menjadi Indonesiasentris. Dengan gencarnya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah tidak bisa dipungkiri juga bahwa hal tersebut mendorong pihak swasta untuk melakukan pengembangan pembangunan dengan berbagai motif bisnis yang mereka miliki. Banyak perusahaan swasta yang terus melakukan pengembangan dalam pembangunan seperti yang saat ini masih hangat menjadi perbincangan adalah isu terkait reklamasi di pantai utara Kota Jakarta serta pembangunan kota mandiri Meikarta di Kabupaten Bekasi, Pembangunan Industri di


sekitar Sungai Citarum. Pembangunan Meikarta merupakan sebuah terobosan baru sebuah kota modern yang belum pernah ada di Indonesia dengan seluruh fasilitas yang dibutuhkan oleh penduduknya dibuat secara terintegrasi (meikarta.com, 2019). Kawasan pembangunan yang didirikan diatas tanah seluas 500 ha dengan nilai investasi sebesar 278 Triliun tersebut dibangun oleh Group Lippo, salah satu perusahaan property terkenal di Indonesia yang dimiliki oleh keluarga Mochtar Riady. Hal ini mungkin sebuah pencapai baru yang dimiliki oleh Indonesia bahwa ada anak bangsa yang memiliki konsep pengembangan yang bahkan belum ada perencanaan yang memiliki konsep sebaik ini se Asia Tenggara. Tetapi sayangnya pengembangan pembangunan kota modern dan mandiri ini belum memperoleh izin terkait aspek lingkungan. Sehingga saat ini pembangunan Meikarta yang sempat dibangga-banggakan para penduduk Indonesia, dalam hal ini yang masyarakat bermodal besar, mengalami masalah dan tersendat karena masalah lingkungan yang belum usai. Menurut Dadan, Direktur Walhi Jawa Barat, dikatakan bahwa dengan luas dan besarnya nilai pembangunan yang dilakukan oleh pihak meikarta tersebut dapat mengubah kondisi bentang alam yang


sangat luas, hal tersebut terjadi karena pasti akan membutuhkan pengambilan air tanah dan menimbulkan pencemaran limbah yang dapat mengganggu ekosistem sungai, kesuburan tanah serta ketersediaan air untuk pertanian yang ada di sekitar pembangunan tersebut. Wilayah yang terdampak bukan hanya kawasan Cikarang, Kabupaten Bekasi saja, tetapi pasti akan lebih luas. Hal tersebut merupakan masalah yang menjadi tanggungjawab pemerintah dalam mengatur sebuah regulasi yang tegas dan tidak tumpul terhadap suap-menyuap supaya kondisi lingkungan yang ada di negara Indonesia ini tetap terjaga dan menjadi salah satu sumber pemenuhaan kebutuhan masyarakat. Adanya isu pencemaran lingkungan tersebut merupakan salah satu penyebab kejadian-kejadian bencana yang saat ini sering kita dengar seperti longsor, banjir, kekeringan, pencemaran air sungai. Hal ini tidak lain disebabkan oleh pembangunan yang tidak mempertimbangkan aspek lingkungan, pembangunan hanya dilakukan berlandaskan keuntungan bisnis kelompok semata tanpa memperdulikan kepentingan publik dan kondisi masa depan yang akan datang. Tidak hanya pemerintah yang perlu memperhatikan hal tersebut, kita sebagai masyarakat yang peduli terhadap lingkungan juga dapat berpartisipasi dalam menjaga lingkungan


supaya tetap terjaga dan dapat tetap lestari hingga sampai kegenerasi masa depan. Kepedulian kita terhadap lingkungan dapat diwujudkan melalui hal-hal kecil seperti mengurangi penggunaan bahan-bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan berupa meminimalisir penggunaan plastik, menggunakan barang-barang yang dapat di daur ulang, atau jika kita dapat berpartisipasi lebih, kita dapat bergabung ke dalam komunitas peduli lingkungan, sehingga kita punya kesempatan untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat sekitar dalam upaya mengurangi pencemaran lingkungan dari mulai mengurangi sampah yang berbentuk plastik. Menanam pohon. Kebetulan saya memiliki pengalaman ketika diperkuliahan tingkat sarjana, saya menjadi anggota pecinta alam yang pada saat itu sering mengadakan kegiatan untuk mendorong masyarakat berpartisipasi dalam menjaga lingkungan seperti seminar terkait permasalahan lingkungan, penanaman pohon, pembuatan program 1000 biopori dan banyak lainnya. Hal ini dapat dilakukan dari kita sendiri yang harus dulu memiliki kesadaran terhadap lingkungan itu sendiri. Kepedulian tersebut akan muncul atau ada jika kita terlebih dahulu memiliki pemahaman terhadap dampak yang terjadi jika


tidak ada pengendalian terhadap pencemaran lingkungan di dunia ini. Dengan pengetahuan kita terkait dampak yang akan terjadi tersebut maka kita secara otomatis akan memiliki tanggungjawab terhadap kelestarian lingkungan, karena pada hakikatnya dampak dari pencemaran lingkungan itu bukanlah masalah individu melainkan masalah publik yang harus ditangani secara bersamasama. Sehingga hal tersebut akan mendorong kita sebagai seorang individu yang memahami akan dampak dan bagaimana cara mencegah pencemaran lingkungan akan ikut berpartisipasi untuk menyebarkan pengetahuan atau informasi tersebut kepada orang-orang sekitar kita. Sehingga kita akan dapat berkontribusi dalam skala lebih besar dalam mengendalikan permsalahan lingkungan. Permasalahan lingkungan dalam skala besar sangatlah diperlukan juga intervensi dari pemerintah, pihak pemerintah sendiri juga perlu mengkaji dan mempertimbangkan setiap pengembangan pembangunan yang dilakukan oleh pihak pemerintah sendiri maupun swasta, sehingga tidak ada perizinan yang lolos dengan meninggalkan masalah lingkungan yang dapat merusak nilai-nilai lingkungan yang ada di bumi pertiwi kita ini. Dengan pemahaman pemerintah yang baik tentu akan menjadi pemicu pihak swasta untuk selalu mempertimbangkan aspek lingkungan dalam kegiatan


pengembangan yang akan dilakukan, sehingga tidak terjadi permasalahan seperti pada pembangunan yang dilakukan oleh pihak meikarta tersebut. Perlu adanya pengawasanyang ketat dan tegas supaya tidak ada penyelewengan jabatan dalam pemberian izin pembangunan yang dilakukan dari pihak manapun. Dan pada akhirnya isu lingkungan merupakan tanggung jawab bersama baik dari pemerintah, swasta maupun masyarakat. Ketiga pihak tersebut perlu memiliki kesatuan pemahaman dalam upaya pengendalian lingkungan demi tercapainya keberlangsungan hidup generasi masa depan dengan kondisi lingkungan yang tetap terjaga dan asri. Â

Â


Isu Lingkungan Hidup Dalam Pemilu: Seberapa Pentingkah? Nurul Mawaddah

Tanggal 17 April 2019 akan menjadi hari yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia karena akan diadakannya “pesta demokrasi� untuk memilih wakil rakyat yang diadakan setiap lima tahun sekali. Baliho, spanduk, dan poster sebagai sarana kampanye para calon wakil rakyat telah ramai menghiasi berbagai tempat di Indonesia. Visi dan misi terbaik mereka terkait isu-isu ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kesehatan, serta lingkungan hidup dan sumber daya alam (SDA) tidak lupa juga disampaikan untuk mengambil hati para pemilihnya. Isu lingkungan hidup dan SDA seringkali dianaktirikan dari isu-isu lainnya, baik oleh para calon wakil rakyat, maupun masyarakat sebagai pemilih. Isu ini juga biasanya hanya menjadi janji-janji politik yang tidak pernah ditepati oleh wakil rakyat yang terpilih sebelumnya. Sebuah artikel di voaindonesia.com (12/03) menyebutkan bahwa pada bulan Februari lalu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) telah mengadakan lomba menulis artikel dengan tema lingkungan untuk para calon legislatif (caleg) di Nusa


Tenggara Timur (NTT). Akan tetapi, dari total 9.964 caleg yang ada di NTT, hanya tujuh artikel yang dikirim ke WALHI. Hal ini sebenarnya sangat disayangkan karena masyarakat tidak akan tahu bagaimana pandangan para caleg tersebut dalam memahami permasalahan lingkungan di wilayah yang akan dipimpinnya. Dalam artikel tersebut juga dijelaskan lebih lanjut mengenai kepentingan industriindustri perusak lingkungan sebagai faktor yang menyebabkan caleg tidak berani membahas isu lingkungan dalam visi-misinya. Apabila mereka membahas kerusakan lingkungan, tentunya hal ini akan menghancurkan citra industri-industri yang juga menjadi penyokong kebutuhan pemilu para caleg tersebut. Sudah menjadi rahasia umum bahwa industri-industri berkepentingan ini akan mendapatkan untung dari transaksi jual beli izin dengan caleg yang didukungnya apabila terpilih1. Dalam debat calon presiden (capres) tanggal 17 Februari 2019 yang telah berlangsung, isu lingkungan hidup dan SDA dimasukkan sebagai salah satu bahasan debat capres. Pertanyaan-pertanyaan yang dibuat oleh para panelis, yang memang ahli di bidang tersebut, sudah cukup baik dalam mengarahkan capres agar memberikan jawaban berupa pandangan capres terkait isu lingkungan hidup dan SDA di Indonesia. Akan tetapi, jawaban kedua capres belum dapat dikatakan memuaskan. Kedua capres hanya


menjelaskan solusi permasalahan lingkungan yang umum dan masih bermasalah hingga saat ini. Selama bahasan debat mengenai energi, pangan, dan infrastruktur, kedua capres juga hanya menjelaskan bagaimana mereka telah dan akan memajukan ketiga sektor tersebut tanpa membahas solusi terhadap kerusakan lingkungan yang akan timbul. Sebenarnya tentu akan jauh lebih bagus jika mereka dapat menjelaskan langkah konkret dan inovasi yang berbeda dari pemerintahan sebelumnya seperti yang diharapkan para pemerhati lingkungan. Kedua capres juga perlu untuk lebih menekankan pada cara penyelesaian permasalahan lingkungan dan SDA secara berkelanjutan dengan tidak memisahkannya dari isu-isu lain yang dibahas dalam debat. Sebab, permasalahan lingkungan tidak hanya akan selesai dalam satu atau dua tahun saja, tetapi akan berlangsung seterusnya selama Negara Indonesia ada. Oleh karena itu, konsep pengelolaan lingkungan dan SDA yang berkelanjutan seharusnya lebih banyak diungkapkan oleh kedua capres, terutama karena kedua capres sudah memasukkan istilah “lingkungan hidup yang berkelanjutan� dan “berwawasan lingkungan� ke dalam misi yang mereka miliki. Jaminan terpenuhinya kebutuhan ekonomi dan pelayanan kesehatan adalah kedua hal yang selalu diharapkan masyarakat untuk dapat dipenuhi oleh para wakil rakyat,


sedangkan jaminan lingkungan hidup yang baik tidak akan disinggung jika di daerahnya tidak terjadi kerusakan lingkungan. Sebagai negara berkembang, pengembangan ekonomi dan percepatan pembangunan memang akan selalu menjadi fokus utama bagi bangsa Indonesia. Akan tetapi di masa sekarang ini, lingkungan hidup merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dengan isu-isu tersebut. Terlebih lagi apabila ditelusuri, kasus kerusakan lingkungan sudah menjadi masalah yang serius dan banyak memberikan kerugian bagi bangsa Indonesia. Sebagai bangsa Indonesia, kita seharusnya banyak belajar dari negara-negara maju yang pernah mengalami kerusakan lingkungan yang parah di masa lalu, seperti Jepang dan Korea Selatan. Setelah berakhirnya perang dunia ke-2 di tahun 1945, Jepang terus berusaha untuk membangkitkan perekonomiannya dengan mendirikan industri kimia dan industri-industri besar lainnya hingga industri-industri tersebut berkembang dengan cepat di tahun 1960-an. Saat itu, isu lingkungan belum menjadi perhatian mereka. Produksi terus-menerus yang dilakukan oleh industri tanpa pengelolaan pencemaran lingkungan yang benar akhirnya menyebabkan kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan. Titik balik mulai diperhatikannya permasalahan lingkungan adalah pada saat terjadinya kasus pencemaran merkuri di Teluk Minamata oleh pabrik


kimia, yakni Pabrik Chisso. Pabrik Chisso sebelumnya dilindungi oleh pemerintah Jepang dari beberapa kasus pencemaran yang dilakukannya karena pabrik ini mendukung pertumbuhan ekonomi Jepang saat itu. Namun akhirnya pabrik ini harus ditutup karena parahnya dampak dari kasus Minamata2. Di awal tahun 1960-an juga, Korea Selatan menjadi salah satu negara termiskin di dunia. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena kerusakan hutan setelah pendudukan Jepang dan Perang Korea. Akan tetapi, presiden saat itu, yakni Park Chu Hee, berkomitmen untuk meningkatkan perekonomian dan mengurangi kemiskinan dengan menjadikan rehabilitasi hutan sebagai salah satu misinya. Usaha yang dilakukannya itu sukses dalam memulihkan kondisi hutan sekaligus meningkatkan perekonomian di Korea Selatan. Kedua negara ini kini menjadi negara yang sangat memperhatikan isu lingkungan. Lingkungan hidup harus menjadi isu penting yang sejalan dengan isu-isu lain dalam visi-misi wakil rakyat. Pembahasan mengenai peningkatan perekonomian dan pembangunan infrastruktur harus diiringi dengan solusi untuk mencegah dan mengatasi kerusakan lingkungan. Perbaikan kesehatan masyarakat harus dimulai dengan memperbaiki kualitas lingkungan tempat tinggal, bukan dengan peningkatan biaya pengobatan. Masyarakat


Indonesia, terutama yang memiliki hak pilih, juga harus lebih peduli terhadap visi-misi calon wakil rakyat dan memilih pemimpin yang memiliki pandangan ke depan terkait isu lingkungan hidup. Selain itu, masyarakat sebaiknya memperhatikan rekam jejak calon wakil rakyat yang akan dipilihnya dan industri-industri berkepentingan di belakangnya, terutama apakah mereka sudah melakukan eksploitasi dan pencemaran lingkungan atau tidak. Masyarakat juga perlu untuk lebih mendesak para calon wakil rakyat agar membahas isu lingkungan di program kerjanya, karena akan sulit untuk mendapatkan pemimpin yang peduli lingkungan jika masyarakatnya saja tidak peduli dan kita tidak bisa menunggu terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih parah untuk membuat mereka menjadi peduli.


Dunia Sebatas Layar Versus At-Taubah Ayat 71 Raisah Fajri Aula

Siang itu, seperti biasa aku menunggu kehadiran temanku untuk mengikuti kajian di Masjid Al-Ikhlas. Seperti yang kebanyakan orang ketahui, masjid ini adalah salah satu masjid terbesar di kota kecil ini. Hampir setiap hari ada kajian, namun aku merasa ada yang berbeda dari jamaah yang juga menunggu kedatangan pemateri kajian: cara mereka bersosialisasi. Tiga tahun lalu aku juga disini, pada siang hari untuk mengikuti kajian pula. Yang berbeda, suasana terasa lebih hangat. Aku mengobrol dengan dua orang akhwat di samping kanan-kiriku. Kami bicara banyak, setidaknya sampai pemateri kajian datang. Satu dari akhwat itulah yang kini menjadi temanku, kami biasa menghadiri acara kajian bersama. Kini, pemandanganku adalah jamaah yang sibuk dengan benda persegi panjang yang menghubungkannya dengan dunia luar: smartphone. Mereka tak banyak bicara, namun jari-jari tangannya menari lincah diatas layar handphone-nya. Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas mereka tak disini. Atau lebih tepatnya mereka berada


dalam “dunia layar masing-masing”. **** Perubahan perilaku sosial benar-benar terasa di zaman globalisasi ini. Hanya dengan andalan smartphone siapa saja bisa berkomunikasi dengan media apapun yang bisa diakses. Hal ini juga menyebabkan banyak orang terjebak dalam “dunia sebatas layar”, yaitu dunia sosial media. Mengapa digunakan frasa “dunia sebatas layar”? karena banyak orang terjebak terhadap pencitraan, sosialisasi tanpa tatap muka, dan perilaku sosial lainnya demi menjadi seorang manusia yang baik dihadapan layar smartphone. Siapapun bisa menjadi apapun, di era sosial media ini. Namun kadang ada yang terlupa, bahwa kita sebagai zoon politicon (yaitu istilah yang dipakai Aristoteles untuk menyebut manusia adalah makhluk yang bermasyarakat) sangat membutuhkan interaksi sosial langsung atau tatap muka. Keberadaan sosial media mendistraksi hal ini, membuat kita merasa bahwa interaksi secara online juga cukup dan mulai mengurangi interaksi sosial di dunia nyata. Kenyataan bahwa manusia saat ini mulai mengabaikan interaksi sosialnya dan menggantinya dengan sosial media ternyata juga dapat menjebak manusia dalam keadaan depresi. Menurut sebuah studi di


Inggris, ada hubungan antara penggunaan sosial media dengan perasaan tidak bahagia, kegelisahan dan rasa kesepian. Hal ini erat kaitannya dengan interaksi sosial yang dilakukan secara tidak langsung, dan frekuensi temu sosial yang makin rendah seiring meningkatnya penggunaan sosial media. Menyadari hal ini, bukan berarti kita harus menghentikan penggunaan sosial media. Terbukti sosial media saat ini juga berfungsi sebagai sumber informasi, sarana bisnis dan sarana komunikasi yang bermanfaat. Namun kita juga harus menyadari bahwa penggunaan sosial media tidak bisa menggantikan interaksi sosial yang sudah di kodratkan oleh Sang Pencipta. Seperti kutipan Adam Smith, seorang filsuf berlatar belakang ekonomi, manusia adalah makhluk sosial atau homo homini socius, manusia adalah sahabat bagi manusia lainnya. Kita membutuhkan manusia lain, sebagaimana manusia lainnya pun membutuhkan kita. Sebagaimana kutipan dalam surat At-Taubah ayat 71: ‫ﻋ ِﻦ ْﺍﻟ ُﻤﻨﻜ َِﺮ‬ ُ ‫َﻭ ْﺍﻟ ُﻤﺆْ ِﻣﻨُﻮﻥَ َﻭ ْﺍﻟ ُﻤﺆْ ِﻣﻨَﺎﺕُ ﺑَ ْﻌ‬ ِ ‫ﺾ ﻳَﺄ ْ ُﻣ ُﺮﻭﻥَ ِﺑ ْﺎﻟ َﻤ ْﻌ ُﺮ‬ ٍ ‫ﻀ ُﻬ ْﻢ ﺃَ ْﻭ ِﻟﻴَﺎء ﺑَ ْﻌ‬ َ َ‫ﻭﻑ َﻭﻳَ ْﻨ َﻬ ْﻮﻥ‬ ‫ﺼﻼَﺓَ َﻭﻳُﺆْ ﺗُﻮﻥَ ﱠ‬ ُ ‫ﺍﻟﺰﻛَﺎﺓَ َﻭﻳ ُِﻄﻴﻌُﻮﻥَ ّ َ َﻭ َﺭ‬ ‫َﻭﻳُ ِﻘﻴ ُﻤﻮﻥَ ﺍﻟ ﱠ‬ َ ّ ‫ﺳﻴَ ْﺮ َﺣ ُﻤ ُﻬ ُﻢ ّ ُ ﺇِ ﱠﻥ‬ َ َ‫ﺳﻮﻟَﻪُ ﺃ ُ ْﻭﻟَـﺌِﻚ‬ ٌ ‫ﻋ ِﺰ‬ -٧١-‫ﻳﺰ َﺣ ِﻜﻴ ٌﻢ‬ َ Artinya: Dan orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan, sebagian mereka menjadi para penolong bagi


sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang ma’ruf, mencegah yang munkar, dan melaksanakan shalat secara berkesinambungan, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan dirahmati Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana {71} Bagaimana bisa kita menjadi penolong bagi mukmin lain bila dunia kita hanya “sebatas layar�? Tentu ayat ini menjadi sebuah teguran bagi kita. Barangkali, ketika kita duduk dan sibuk dengan layar smartphone, tidak jauh dari kita ada seorang mukmin yang terduduk putus asa dengan kemaksiatan yang telah dilakukannya, ia begitu membutuhkan rangkulan tangan kita untuk mengajaknya kembali ke jalan yang benar. Sementara saat itu kita dengan sengaja mengabaikan wajah sedihnya dan berkutat pada timeline instagram yang melenakan. Atau ketika sahabat kita pada akhirnya meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukannya untuk sekedar mengobrol di kedai kopi, kita memang bertemu dengannya namun tangan ini tidak terlepas dari mengecek pesan-pesan di grup whatsapp. Tanpa sadar abai terhadap kehadiran sahabat kita tersebut. Belum lagi ketika dosen menjelaskan materi di kelas, kita sibuk mengupdate story Instagram. Lupa pada orang tua yang sudah berjuang membiayai kuliah. Ada banyak hal memang, yang mungkin terlihat remeh namun ternyata dampaknya besar terhadap kehidupan


sosial kita sebagai manusia, khususnya sebagai mukmin. Kemajuan sosial media memang tidak dapat dihindari, namun kita sebagai makhluk sosial tidak bisa melupakan kehidupan sosial didunia nyata begitu saja. Strategi harus disusun dalam menghadapi dampak buruk dari sosial media. Tentu saja kita harus menyusun porsi waktu antara bersosial media dengan bersosialisasi sesungguhnya. Jangan sampai waktu bersosial media kita memakan waktu bersosialisasi sesungguhnya sehingga menutup pintu kita untuk beramal dan menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama, seperti dalam hadits: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289). Jadi, apakah bumi Allah tidak cukup luas? Bisakah kita menjadi manusia yang bermanfaat bila kehidupan sosial kita hanya “sebatas layar”? Sudahkah kita evaluasi jam interaksi sosial kita dengan sesama?


Aplikasi Campus Mobile App Sebagai Pendukung Kegiatan Perkuliahan Di Era Industry 4.0 Ryan Frizky

“The world’s largest taxi company owns no vehicles (Uber), the largest accommodation provider owns no real estate (AirBnB), the most popular media provider creates no content (Facebook), the most valuabe photo company sells no cameras (Instagram), the fastest growing television networks lays no cable (Netflix), the most valuable retailer has no inventory (Alibaba). Something interesting is happening� (Tom Goodwin) Revolusi Industri menjadi salah satu aspek penting dalam pembangunan. Perjalanan Revolusi Industri ini bisa dikatakan panjang degngan perubahan yang sangat cepat. Perjalanannya bemula dari revolusi industri pertama yang dirintis oleh Inggris pada tahun 1750-1850 yang ditandai dengan pengembangan mesin uap (Revolusi Industri 1.0), dilanjut pada abad ke-19 yang ditandai dengan pengembangan mesin bermotor di Amerika Serikat dan Jerman (Revolusi Industri 2.0), yang ketiga ditandai


dengan penggunaan teknik kimia- hayati berbahan bakar atom pada abad ke-20 di Amerika dan Uni Soviet (Revolusi Industri 3.0), dan hari ini kita sudah sampai pada revolusi industri 4.0 dimana semua hal terhubung dengan internet atau Internet of Things (IoT). Revolusi Industri ini membawa banyak perubahan dalam berbagai bidang, seperti bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi secara besar-besaran. Contoh yang paling konkret dan tidak jauh dari lingkungan kita yakni GOJEK. Siapa sangka dulu ojek itu terkenal dengan sistemnya yang konvensional dan kurang safety-nya. Sekarang dengan hadirnya GOJEK, semua orang hanya perlu duduk manis di tempat dan ia akan langsung dijemput oleh driver yang siap memberikan pelayananan dengan safety yang jauh lebih baik. Selain itu, hadirnya GOJEK dengan berbagai fitur (GO FOOD, GO SEND, dll) ini benar-benar memangkas waktu produktif kita yang biasanya terbuang percuma. Contoh lain yang juga sedang booming yakni munculnya berbagai market place yang mempermudah orang saling bertransaksi di dunia maya. Dulu untuk mencari barang, kita harus langsung pergi ke toko-toko terkait. Sekarang hanya dengan satu klik, barang langsung sudah berada di rumah kita. Mungkin dengan hadirnya GOJEK dan berbagai market place, ini menghancurkan lapangan kerja lama (Era Disrupsi), tetapi jangan lupa ia pun menghasilkan lapangan kerja baru dan lebih banyak


(Blue Ocean Shift). Seperti yang dilansir dalam tulisan Arif Satria (Rektor IPB) pada Kompas edisi Kamis 19 April 2018 yang bertajuk “Kampus Disruptif�, pada awal tahun 2018 ini kementerian perindustrian meluncurkan Making Indonesia 4.0 yang berisi peta jalan Revolusi Industri 4.0 di Indonesia. Upaya ini merupakan bagian dari merespon apa yang ditulis oleh Klaus Schwab dalam The Fourth Industry Revolution (2017). Setelah diluncurkannya Making Indonesia 4.0 ini, tentunya kita harus siap memindahkan mindset kita yang awalnya offline-based menjadi online-based. Waktunya mendigitalisasi semuanya. Konsepnya adalah bayangkan semuanya berada di smartphone kita. The world is in your hand! Lalu pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah kontribusi seperti apa yang bisa kita sumbangkan untuk mendukung Indonesia Making 4.0 ini? Perlu kita ketahui bahwa pembangunan tidak hanya meliputi pembangunan fisik seperti pemberdayaan alam, pembangunan infrastruktur atau pun sebagainya, melainkan juga pembangunan non-fisik seperti sistem manajemen, informatika maupun telekomunikasi. Sebelum kita berbicara mengenai kontribusi konkret apa yang bisa kita buat, kita harus mempunyai data yang bisa menjadi pendukung untuk ide kita. Big data supports big idea.


Menurut World Bank, pada tahun 2016 penduduk Indonesia mencapai 261.115.456 orang. Di saat yang sama, lebih dari 50 persen atau sekitar 143 juta orang di Indonesia telah terhubung jaringan internet sepanjang 2017 (Data APJII). Data yang bisa dikatakan cukup besar untuk sebuah negara yang masuk populasi lima besar terbanyak di dunia. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh We are Social, waktu penggunaan internet di Indonesia menempati peringkat ke-empat pada tahun 2018 dengan rata-rata penggunaan internet selama 8 jam 51 menit setiap harinya. Alih-alih penggunaan internet ini bukan digunakan untuk hal-hal yang berfokus pada produksi, melainkan hal-hal konsumtif. Ini tercerminkan dari posisi Indonesia yang mendapat peringkat tiga dengan kategori pengguna Instagram terbanyak di seluruh dunia setelah Amerika dan Brazil (we are social). Melihat data tersebut, sangat disayangkan apabila penggunaan internet tidak digunakan untuk hal-hal produktif. Internet of Things yang di konsep pemerintah ke dalam Indonesia Making 4.0 ini seharusnya menjadi trigger yang bisa dimanfaatkan dengan baik, khususnya oleh pemuda. Apalagi tahun 2030 kita akan mendapat momentum luar biasa, yakni Bonus Demografi, dimana jumlah usia produktif lebih banyak kebanding usia nonproduktif. Untuk mendapatkan momen itu, kita harus


mempersiapkannya dari sekarang. “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world�- Nelson Mandela Salah satu aspek strategis yang harus kita siapkan untuk mengikuti program pemerintah Indonesia Making 4.0 sekaligus persiapan untuk Bonus Demografi 2030 adalah Pendidikan. Di saat yang sama, universitas akan menjadi salah satu platform strategis yang akan memberikan sumbangsih besar di Indonesia Making 4.0 itu. Mengutip tulisan Arif Satria (Rektor IPB) dalam Kompas edisi 19 April 2018 bahwa secara kasat mata tampak nya kebanyakan PT di Indonesia belum masuk dalam pola pikir Revolusi Industri 4.0. Hal itu terlihat dari beberapa ciri konvensial-nya dalam keilmuan dan riset, kurikulum, metode dan teknologi pembelajaran, manajemen organisasi dan proses bisnisnya (Kampus Disruptif, 19 April 2018). Berdasarkan opini tersebut bisa disimpulkan bahwa masih ada sistem-sistem di universitas yang sebenarnya sudah bisa dibuat online-based dan accessible. Seharusnya sistem manajemen, kurikulum, metode pembelajaran dan proses bisnis universitas bisa menjadi benchmark bagi korporasi dan swasta. Bukan malah sebaliknya. Bergerak darisana terpikirlah sebuah ide sosial digital yang


dituangkan ke dalam sebuah platform digital bernama campus mobile app. Campus Mobile app merupakan platform online yang berisi profil mahasiswa, sistem KRS, jadwal kuliah, survey kepuasan, tempat mengunduh materi kuliah, crowdfunding penelitian, profil dosen, dll. Terinspirasi dari facebook yang dibuat oleh Mark Zuckerberg sebagai media sosial Harvard, platiform ini melakukan hal yang sama, hanya saja temanya lebih akademik dan profesional dengan mengkolaborasikan sistem manajemen akademik dengan media sosial yang lebih interaktif dan profesional. Yang menjadi unik adalah adanya stakeholder lain yang ikut terlibat, yakni Alumni (Terinspirasi dari aplikasi UI Connect buatan Universitas Indonesia dimana Alumni bisa terkoneksi dengan alumni lain). Platform ini memang dibuat tidak hanya diperuntukkan untuk mahasiswa dan dosen, tetapi juga untuk alumni. Sederhananya, platform ini merupakan sebuah mobile app dimana mahasiswa, dosen, dan juga alumni bisa lebih interaktif dalam berkegiatan dan berkontribusi untuk universitas. Platform ini dibuat untuk menjawab strategi sistem manajemen universitas yang dikatakan masih belum mengikuti Revolusi Industri 4.0 (Internet of Things). Mekanisme Pendaftaran Mekanisme pendaftaran yang diperlukan untuk platform


ini tidak berbeda jauh dengan sistem KRS di banyak universitas. Data yang dibutuhkan yakni username (NIM) untuk mahasiswa dan alumni, dan NIP untuk dosen dengan password yang diberikan oleh tim ahli di universitas. Tinggal nanti bisa di kustom untuk perubahan password seperti kebanyakan media sosial lain. Pendaftarannya tidak dibuat login via gmail atau facebook demi menjaga keamanan platform. Fitur Unik 1.

Profil Mahasiswa

Profil mahasiswa ini dibuat dengan sistem yang sudah terintegrasi dan siap cetak. Fitur ini terinspirasi dari LinkedIn dimana data-data yang perlu diisi bukan hanya profil biasa seperti di media sosial. Tapi dibuat lebih profesional lagi. Format cetak dari profil nantinya akan menjadi sebuah CV (curriculum vitae) dengan template CV professional versi bahasa inggris. Jadi nanti setiap universitas mempunya default template masing-masing. Tujuan dari fitur ini bisa dikatakan untuk visi panjang, yakni pascakampus. Ini sangat bermanfaat khususnya untuk para mahasiswa dan juga alumni. 2.

Sistem KRS yang terintegrasi


Setelah melakukan riset digital di Internet, kebanyakan sistem masuk universitas ini langsung ke sistem KRS universitas masing-masing. Sebenarnya sudah ada beberapa universitas yang membuatnya menjadi aplikasi digital seperti IPB, UI, dan lain-lain. Tapi sayangnya masih banyak kampus yang belum melakukan hal yang sama. Harapannya universitas lain pun bisa ikut membuat sistem KRS yang terintegrasi ke sebuah platform digital. 3.

Campus Today

Selain Profil mahasiswa, ada juga fitur Campus Today yakni dimana segala pengumuman yang ada di kampus akan langsung muncul di aplikasi kita seperti jadwal akademik kuliah, info beasiswa, info student exchange, info lomba, kabar kampus, dan pengumuman kampus lainnya. 4.

Alumni Connect

Fitur ini terinspirasi dari UI Connect yang dibuat oleh Ikatan Alumni Universitas Indonesia yang berfungsi menghubungkan para alumni dengan tujuan kolaborasi ke dalam sebuah aplikasi. Yang membedakan adalah fitur ini dikolaborasikan dengan fitur mahasiswa dan juga dosen agar mahasiswa dan dosen pun bisa mengetahui kabar alumni, khususnya alumni-alumni yang memegang posisi strategis. Seperti fungsi ketua angkatan, ketua alumni bisa


merapihkan data base alumni dan bisa mengetahui kabar alumni yang lain. Harapanya alumni pun bisa memberikan peluang lowongan kerja yang valid (no hoax) kepada junior- junior kampusnya. 5.

iLecture

Fitur ini akan berisi beberapa konten seperti biodata dosen meliputi latar belakang pendidikan dosen, slide materi kuliah yang diajarkan, penelitian yang sudah dilakukan, dan juga pengajuan yang sedang dilakukan. Harapannya dengan ada fitur ini, mahasiswa bisa ikut lebih termotivasi untuk mencari dosen pembimbing tepat dan juga ikut andil dalam penelitian- penelitian dosen. 6.

Crowdfunding dan Publikasi Penelitian

Salah satu problem siswa ketika membuat penelitian adalah tidak adanya dana dan belum menemukan tim yang tepat. Di fitur ini mahasiswa atau dosen bisa mengajukan topik penelitian dimana user lain bisa ikut apply sebagai tim ataupun sebagai sumber dana. Harapannya dengan ada fitur ini, mahasiswa bisa bertemu dosen yang tepat, begitu pun sebaliknya. Right person on the right place. Platform semacam ini sudah dibuat oleh kampus-kampus ternama di dunia seperti Harvard University dan juga


National University Singapore (NUS). Tapi mereka masih melupakan di era revolusi industri 4.0, bukan hanya inovasi teknologi yang harus dibuat, tetapi inovasi nilai. Dan tentunya membuat platform dengan konsep yang interaktif dan partisipatif. Sekarang waktunya kita di Indonesia membuat platform-platform yang sesuai dengan perubahan global. Tantangan untuk membuat platform ini akan berat karena setiap kampus membutuhkan tim ahli IT dan dana yang cukup besar. Tapi bayangkan kalau ada platform ini di setiap kampus. Banyak hal-hal yang dulunya masih dianggap konvensional akan berubah menjadi kekinian karena platform ini tidak hanya akan dibuat dengan platform website, melainkan juga aplikasi android dan iOS. Terakhir, harapannya inovasi platform di bidang sistem manajemen kampus ini bisa menjadi trigger mahasiswa ataupun dosen untuk membuat banyak penelitian-penelitian yang bisa membuat kampus menjadi pusat penelitian sebagai langkah awal pembangunan Indonesia di bidang-bidang lain.


Sepenggal Perjalanan Sebuah Plastik Ryan Sugihakim

Perkenalkan, namaku Plastik. Semua manusia memanggilku itu. Aku belum tahu banyak bagaimana keadaan Bumi ini sebenarnya. Pengalaman pertama saya melihat dunia ini adalah suasana di dalam sebuah pabrik. Di sana ada banyak sekali orang. Mereka melakukan bermacam-macam hal. Ada yang mengoperasikan mesin, ada juga yang berbaris di hadapan conveyor belt, dan ada yang membawa barang-barang ke sana ke mari. Ketika berada di pabrik itu, aku menemukan banyak teman. Mereka semua serupa dengan saya: hitam dan berbentuk kotak. Nama mereka juga Plastik. Kami Bersama merupakan barang yang sering manusia pakai. Kami sangat berguna untuk manusia. Kami pun membentuk perkumpulan agar semua manusia tahu kegunaan kami semua. Nama himpunan kami adalah Kresek. Untuk kalian manusia, kami adalah barang yang sering kalian temui di pasar, di toko, atau di warung. Kalian beli sesuatu, kami bantu membungkusnya agar kalian mudah menjinjingnya. Tapi saya kagum, kalian sangat kreatif. Kami yang hanya sekadar plastik kalian gunakan untuk melindungi kepala


kalian apabila sedang turun hujan. Sungguh itu di luar dugaan saya. Saya sungguh senang dapat bermanfaat bagi manusia. Kalian telah memberi arti buat keberadaan saya di bumi ini. Ini kisah hidup saya, sebuah plastik yang bernama Plastik. Suatu saat, saya berada di sebuah pasar tradisional. Suasananya riuh ramah banyak orang yang berlalu lalang. Ada yang mencari barang untuk kebutuhannya seharihari, lalu ada yang menjajakan barang-barang yang ia dagangkan. Saya lihat juga satu atau dua orang menyelinap di antara keramaian, mengandalkan keterampilannya untuk merogoh tas dan saku milik orang lain. Mereka orang yang memanfaatkan kesempatan dan kelengahan manusia. Setelah saya tanya senior saya, ia bilang itu adalah pencuri. Mereka adalah manusia yang muncul dari sisi gelap dan kerasnya kehidupan. Saya mulai belajar, ternyata manusia itu tidak semua sama. Pada awalnya saya kagum terhadap mereka. Namun ternyata ada juga yang memiliki sifat gelap. Sungguh manusia itu sangat kompleks dan sulit untuk dimengerti. Ada seorang ibu-ibu paruh baya mendekati tempat saya, ia


bertanya ke pedagang yang ada di dekat saya. Ibu tersebut berniat membeli sayuran dari sang pedagang. Transaksi jual-beli pun berlangsung. Kemudian pedangang berniat membungkus seikat sayuran. Ia ambil plastik, ternyata saya yang dia pilih. Akhirnya, tiba waktunya bagi saya menjadi plastik yang berguna. Ia masukkan sayuran itu ke dalam tubuh saya sambil menyerahkan saya ke ibu itu. Ini adalah pengalaman pertama kali saya dijinjing oleh seorang manusia. Setelah beberapa waktu kemudian, sang Ibu pulang dari pasar. Ia membuka sayuran yang ada di dalam saya. Ternyata ia akan memasak sayuran itu. Dapat lagi pengalaman baru, saya bisa melihat kegiatan manusia lebih dekat di dalam rumah. Tiba-tiba, saya diambil oleh sang Ibu. Ia bawa saya ke suatu keranjang yang isinya beraneka rupa. Ada bekas sayuran yang ia tidak pakai, ada juga plastik lain yang beda jenisnya dengan saya. Ada plastik yang putih dan memiliki corak tulisan berwarna merah, ternyata itu berasal dari pasar swalayan. Ada lagi plastik yang saya kenal, ternyata plastik itu sama-sama dari perhimpunan Kresek. Ia pernah saya temui di pabrik. Saya pun bercengkrama dengan dia. Kami bercerita tentang pengalaman apa saja yang sudah dialami. Cukup lama saya tinggal di keranjang tersebut. Saya dapat banyak cerita dari plastik-plastik lain. Namun, keadaan di


sana semakin lama semakin tidak nyaman. Plastik baru mulai bertambah. Ditambah lagi dengan adanya bekas sayuran yang sudah membusuk selama berhari-hari. Suatu saat, saya merasakan goncangan kuat yang membuat isi-isi dalam keranjang ini menjadi berantakan. Terlihat cahaya dari luar, ternyata saya sadari saya sudah berada di dalam air. Saya berusaha untuk naik ke permukaan di tengah derasnya aliran air. Akhirnya saya berhasil. Namun, saya terus terbawa oleh arus air ke tempat yang lebih jauh. Di sana tidak jarang saya melihat ada orang-orang yang membuang plastik dan benda-benda lainnya ke aliran air ini. Saya bertanya-tanya apa tujuan manusia membuang para plastik ke air. Setelah terbawa arus berhari-hari, aliran air mulai lebih tenang. Saya pun mulai melihat ada banyak sekali plastik selain saya. Saya berdesak-desakan dengan plastik lain untuk bisa berada di permukaan air. Semakin lama, ada lebih banyak plastik yang datang karena terbawa arus. Saya menetap di atas air dengan ribuan plastik-plastik lainnya. Sungguh pengalaman ini menyiksa. Saya harus alami ini selama bertahun-tahun. Lama-kelamaan, keadaan saya pun mulai usang, muncul robekan-robekan di tubuh saya. Berbeda dengan keadaan saat saya pertama kali dibuang ke air, suasana di sini sangat kotor, airnya berwarna hitam,


dan ada bau busuk yang sangat menyengat. Di pinggir aliran air ini, terdapat sumber air yang warnanya merah kecoklatan, di sekitarnya muncul busa. Saya kira tak ada satu plastik pun yang ingin menetap di sini. Pada suatu hari di musim penghujan, langit dengan derasnya menghujani saya dengan air. Hujan ini terus tak berhenti selama belasan jam. Terasa air semakin naik, genangan air pun semakin melebar. Tanah di sekitar yang awalnya bisa dilihat menjadi tertutup oleh aliran air. Saya pun akhirnya terpencar dari kumpulan plastik. Saya pergi ke mana air membawa saya. Di perjalanan, hanya terlihat pohon-pohon bagian atasnya saja. Rumah-rumah manusia pun hanya bisa dilihat atapnya, bahkan ada yang cuma secuil genteng yang terlihat. Saya tak melihat manusia di mana pun. Sepertinya mereka tidak suka dengan genangan air setinggi ini. Beberapa hari kemudian, air sudah surut dan tanah pun sudah terlihat. Kali ini, sebuah pemandangan yang belum saya lihat terpampang dengan jelas. Rumah-rumah kotor dengan lumpur, ada lagi sebagian rumah ambruk. Bendabenda berserakan di sana sini. Saya lihat ada lagi plastikplastik yang bertebaran di atas tanah. Manusia pun mulai berdatangan. Mereka membersihkan lumpur-lumpur yang mengotori rumah mereka. Ada yang menangis, berteriak histeris melihat rumah yang sudah rata dengan tanah. Dan


ada seorang yang datang memungut saya berserta plastikplastik lainnya. Ia kumpulkan kami ke dalam keranjang. Sungguh aneh manusia itu, kami para plastik mereka kumpulkan ke dalam wadah, lalu membuang kami ke air, dan mereka kumpulkan lagi kami ke wadah. Saya sudah tak paham dengan watak seperti itu.

Â


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.