3 minute read
Generasi Millenial dalam Menghadapi Era Industri 4.0
Generasi Millenial dalam Menghadapi Era Industri 4.0
Mifta Rahmadiyah
Advertisement
Globalisasi telah menghantarkan dunia pada era industri 4.0. Pesatnya perkembangan sistem digital dan komputerisasi menindaklanjuti perubahan era indutri ini. Hal ini ditandai dengan banyaknya pekerjaan manusia yang digantikan oleh mesin. Selain itu, ruang dan waktu seolah tidak dibatasi lagi oleh sistem berbasis online. Era indusri 4.0 menuntut percepatan kemajuan zaman yang menitikberatkan pada pengelolaan data, sistem kerja industri, komunikasi serta efisiensi kerja berkaitan dengan interaksi manusia.
Indonesia mempunyai kesempatan yang cukup potensial dalam menghadapi era ini. Bagaimana tidak, saat ini Indonesia sedang menuju pada bonus demografi. Populasi masyarakat dengan jumlah penduduk usia muda yang lebih banyak, berlangsung dari 2012 hingga 2035. Dari data yang diperoleh Badan Pusat Statistik 2011 bahwa jumlah anak usia 0-9 tahun mencapai 45,93 juta, sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Inilah generasi Z yang biasa disebut sebagai generasi millenial. Negara menaruh harapan besar agar generasi
ini dapat memegang pemerintahan dan roda kehidupan Indonesia di masa mendatang.
Ironinya, hal tersebut belum didukung oleh kualitas sumberdaya manusia yang mumpuni. Studi PBB dalam Human Development Report 2016 menunjukkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia turun dari 110 pada 2014 menjadi 113 pada 2015. Fakta ini menyiratkan bahwa kualitas pendidikan Indonesia tergolong rendah dan sumber daya manusianya masih minim. Selain itu, Indonesia diperkirakan akan kalah saing dengan negara lain di era industri 4.0 karena lemahnya higher education and training, science and technology readiness, dan innovation and business sophistication.
Daya saing Indonesia di era ini akan sangat ditentukan dari pengelolaan sumber daya manusia yang lebih baik. Penguatan faktor pembangunan negara harus direalisasikan dengan berfokus pada sektor pendidikan. Tidak ada satupun negera yang bisa menjadi negara maju jika pendidikannya masih buruk. Pendidikan Indonesia harus memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai sarana peningkatan kemajuan pendidikan.
Dalam menghadapai era insutri 4.0, pendidikan yang diterapkan bukan lagi pendidikan yang hanya menghasilkan peserta didik dengan kemampuan akademis yang baik. Saat ini,
keterampilan manusia yang tidak bisa digantikan oleh mesin jauh lebih ditekankan. Berbagai pendekatan pembelajaran telah dikembangkan untuk membekali peserta didik, diantaranya adalah critcal thinkinig, creativity, collaboration dan communication skills atau biasa disingkat dengan istilah 4C.
Kondisi Dosen Indonesia saat ini masih didominasi oleh
generasi baby boomers dan generasi X yang merupakan digital immigrant. Sementara mahasiswa yang dihadapi merupakan generasi millennial atau digital native. Oleh karena itu, salah satu upaya Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti ialah menambah dosen dari generasi millennial. Pasalnya di era revolusi industri 4.0, profesi dosen semakin kompetitif sehingga peran pemuda penting untuk ditonjolkan.
Generasi millenial atau generasi Z terlahir dengan kecanggihan teknologi. Sistem digital dan komputerasasi bukan merupakan hal yang asing bagi generasi ini. Generasi millenial akan lebih mudah beradaptasi di era ini. Dengan hal tersebut, diharapkan generasi millenial dapat menjadikan kecanggihan saat ini sebagai langkah pengefisienan dan pengefektifan kerja.
Dari istilah 4C yang disampaikan sebelumnya, generasi millenial dapat melakukan beberapa upaya mandiri untuk mendapatkan keterampilan yang dibutuhkan. Pertama,
mengasah kemampuan literasi data. Literasi bermakna menggunakan potensi serta skill dalam kemampuan membaca dan menulis dalam aktifitas tertentu. Jadi, hal pertama yang dilakukan dalam literasi data adalah harus membaca dan
memaknai data menggunakan skill. Budaya membaca harus dilaksanakan. Tidak hanya mendapatkan data dan informasi tetapi kemampuan untuk mendapatkan informasi dari data. Dapat juga dimaknai sebagai aktifitas memahami koleksitas dan analisis data juntuk mengolah dan menyerap informasi.
Kedua, literasi teknologi yakni mengembangkan dan memanfaatkan teknologi dengan baik. Dalam literasi teknologi, kemampuan seseorang untuk bekerja secara independen atau kerjasama dengan orang lain secara efektif penuh tanggung jawab dengan menggunakan instrumen teknologi. Seseorang harus mampu mengelola kemudian mengintegrasikan, mengevaluasi, serta mengkomunikasikan informasi.
Ketiga, generasi millenial harus memiliki karakter. Tidak hanya cerdas dalam penggunaan data dan teknologi namun memiliki karakter yang baik. Leadership menjadi salah satu karakter yang ditekankan pada era industri keempat ini. Leadership mengasah kemampuan bekerja sama dan berkomunikasi secara baik. Memiliki kemampuan bekerja secara mandiri saja tidak cukup namun juga harus terampil
bekerjasama dalam tim atau kelompok. Kemampuan critcal thinkinig, creativity, collaboration dan communication skills akan lebih mudah diperoleh jika sudah tertanam leadership dalam karakter para pemuda.
Penguasaan teknologi disertai karakter yang baik seolah senjata bak bambu runcing yang mengalahkan penjajahan. Pemerintah memiliki kewajiban dalam upaya pelatihan dan pemberdayaan masyarakat menguasai teknologi dan karakter yang dituntut di era ini. Pendidik masa kini memiliki tanggung jawab yang besar untuk mencetak generasi yang kompetitif dan profuktif. Masyarakat khususnya generasi millenial juga dituntut untuk berperan aktif bekerja sama dengan pemerintah dalam menghadapi era revolusi industri ke empat ini.