Buletin
Edisi Desember 2009
SALAM REDAKSI Menilik Demokrasi di Unud Salam Persma! erkejaran dengan waktu dan kesibukan kuliah, begitu bangganya kami masih bisa hadir rutin setiap bulan. Kali ini dalam buletin “Akademika� edisi Desember. Desember bisa dikatakan merupakan bulan demokrasi Unud. Pemilu raya (Pemira) untuk memilih presiden BEM dan ketua DPM Unud selalu terjadwal di bulan ini. Meski demikian, pelaksanaannya Cover: Rendra Saputra masih saja tertatih-tatih. Bahkan tahun ini panitia pelaksana Pemira hanya mempersiapkan dan merencanakan Pemira dalam waktu satu bulan. Seperti apa gambaran Pemira kali ini? Simak saja dalam Fokus Utama. Masih berbicara tentang demokrasi, kami merangkai pemaparan singkat mengenai keberadaan Institute for Peace and Democracy. Fokus Khusus mempertanyakan institusi yang digaungkan Unud sebagai tonggak demokrasi Bali ini. Meski beruntung memiliki ruang berdemokrasi, benarkah tonggak yang dibanggakan Unud ini telah berdiri pada tempatnya? Perempuan dan kerja kerasnya juga tidak luput dari sorotan edisi kali ini. Dalam Potret, perempuan-perempuan bersahaja Desa Siangan turut hadir dengan senyum ceria penuh syukur atas tibanya masa panen. Warna kesederhanaan juga tersurat pada rubrik Budaya, menyuguhkan dokar yang mengais rejeki di kota Denpasar. Jangan lewatkan setiap detail persoalan yang dipaparkan buletin edisi Desember ini. Baca dan kenali Udayanamu. Pekalah pada setiap gemerisik perubahan di kampus palma ini. Selamat membaca!
B
Pemimpin Redaksi
DAFTAR ISI
Fokus Utama: Pemira 2009...........................................................4
DPM, Antara Ada dan Tiada..........................................10 BEM PM Unud, Masih Harus Berbenah.......................12 Fokus Khusus: IPD, Dekat tapi Jauh...........................................................19 Resensi: Lars and the Real Girl......................................................................3 The Spell of Power............................................................................8 Potret: Ngedig Padi, Tradisi yang Mulai Ditinggalkan............................14 Kabar Kampus: Pungutan Ilegal Beredar, BEM PM Berang....................16 Budaya: Dokar, Masih Adakah.....................................................................22 Jejak: Losari, Kini dan Nanti.........................................................................24 Buletin Buletin
Edisi Desember 2009 Edisi Desember 2009
Lars and the Real Girl
Ketika Kekasih Hanya Sebuah ‘Sex Doll’ “ Gus dan Karin tampak terkejut mendapati teman kencan Lars yang bernama Bianca itu….”
B
ukan tanpa alasan, gadis yang diperkenalkan Lars kepada kakak laki-laki dan iparnya itu adalah sebuah sex doll yang dibelinya dari internet. Keanehan itu diperparah oleh sikap Lars yang menganggap boneka itu benar-benar hidup. Dia pun dengan lugasnya memperkenalkan identitas Bianca yang dikatakannya gemar berpergian keliling dunia, pemalu, keturunan Brazil dan Denmark serta kondisi kesehatannya yang buruk sehingga terpaksa memakai kursi roda. Gus dan Karin pun menyadari ada yang tidak beres dalam diri Lars dan dokter keluarganya yang bernama Dagmar pun menganalisa hal serupa bahwa Lars mengalami delusi karena kesehatan mentalnya yang kurang stabil, sehingga menciptakan karakter Bianca yang disesuaikan dengan suasana hatinya dalam boneka itu. Kemudian, Lars pun memperkenalkan Bianca sebagai kekasihnya kepada rekan-rekan kerja dan penduduk sekitar dan tak dinyana semua orang di kota itu malah menerima baik kehadiran Bianca tanpa mengungkitngungkit bentuknya yang hanya boneka tidak bernyawa. sungguh menggelikan. Film yang berdurasi 106 menit ini dikemas apik oleh Craig Gillespe dengan konsep drama komedi satir. Tapi bagi yang bukan penikmat kategori film festival dengan jalan cerita agak nyeleneh ini tentunya agak kesulitan menemukan sisi komedi yang ditawarkan. Akting Ryan Gosling pun patut diacungi jempol,
dimana dirinya mampu membangun karakter Lars yang penuh kehampaan. Film ini berhasil masuk nominasi untuk kategori Best Original Screenplay dalam ajang Oscar serta mengantarkan Ryan Gosling sebagai aktor terbaik dalam ajang Satelite Award.(andy)
Judul Film : Lars and the Real Girl Sutradara : Craig Gillespe Pemain : Ryan Gosling, Emily Mortimer, Paul Schneider, Kelli Garner, Patricia Clarkson Buletin
Edisi Desember 2009
Pemira 2009,Mengulang Tragedi 2 Tahun Lalu Panita Pelaksana Pemira (Pemilu Raya) 2009 sudah menetapkan 30 Desember 2009 sebagai Hari Pemilihan Presiden Bem PM dan Ketua DPM Universitas Udayana Periode 2010/2011. Hanya saja, banyak pihak merasa tidak tahu dengan Pemira ini. Akankah tragedi 2 tahun lalu akan terulang?
“S
ampai saat ini saya belum tahu apakah ada Pemira atau kapan Pemira berlangsung, kalau tidak teman-teman dari BEM PM Unud yang cerita ke saya,” papar Elfira Nacia, Ketua BEM IKM Demisioner. Hal senada diungkapkan Eka Arya Wirata , Pejabat Sementara Sekjen KMFH. “Sosialisasi memang belum ada secara resmi hanya berupa kabar burung,” ungkapnya. Memang Pemira 2009 tidak terlalu terdengar gaungnya di mahasiswa. Sampai saat ini beberapa ketua lembaga masih belum mendapatkan kabar yang pasti mengenai kapan akan dilaksanakannya Pemira 2009. I Wayan Agus Purnomo, Presiden BEM PM Unud 2009/2010 juga menyayangkan Pemira 2009 ini. “Sampai sekarang saya belum mendapatkan pengumuman tentang Pemira. Kupikir ini agak nekat, karena tahun lalu saja ketika ada rentang waktu 2 bulan dari pencalonan sampai pemilihan dan total pemilih yang ikut serta waktu itu hanya 1.100-an mahasiswa. Kenapa tidak di undur sampai bulan Februari Buletin
Edisi Desember 2009
saja? Agar DPM dan panitia juga memiliki waktu yang lumayan untuk menyiapkan Pemira lagipula itu kan hari yang tidak efektif,” ujar mahasiswa fakultas Hukum ini. Kurangnya sosialisasi juga dibenarkan pihak BEM fakultas. “Belum ada pemberitahuan secara resmi, Fakultas Teknik belum menerima pamflet pendaftaran Pemira 2009,” jawab Kadek Hady Surya Wirawan, Ketua SMFT ketika ditanya mengenai pembagian pamflet. Namun pernyataan ini dibantah DPM. “DPM sudah menempel pamflet pendaftaran dari bulan Oktober. Bahkan untuk pamflet di Fakultas Teknik dan Fakultas Hukum saya sendiri yang menempelnya. Cuma memang saya tidak menempelnya di gedung Teknik Sipil,” bantah Widayat, Ketua DPM Unud. Ditambahkannya, setiap panitia pelaksana Pemira 2009 menempelkan pamflet, besoknya sudah tidak ada. Terlepas dari masalah publikasi, Pemira tahun ini dinilai tidak efektif oleh beberapa pihak. Banyak sekali kekurangan yang dirasakan pada Pemira 2009. Kesan sangat dipaksakan dan terlalu buru-buru juga turut mewarnai image Pemira. Seperti yang diungkapkan Adji Prakoso, Menteri I BEM PM Unud 2009/2010, “Saya sepakat bila Pemira ini dibilang dipaksakan. Sempat Pak Presiden BEM PM Unud berkomunikasi dengan DPM tentang Pemira dan dijawab
Pemira akan berlangsung pada tanggal satu event besar yang harus dirasakan 23 Desember 2009, berarti ini kan sangat oleh seluruh civitas mahasiswa Udayana. dipaksakan karena pendaftaran ditutup DPM lah yang bertugas untuk mengawasi, tanggal 17 Desember dan ini berarti tiap mengkonsep dan menjalankan kegiatan calon hanya mempunyai waktu 6 hari ini. Civitas mahasiswa Udayana untuk berkampanye.” seharusnya dipacu untuk ikut serta “Pemira ini tidak dipaksakan. di dalam kegiatan ini untuk memilih Karena pamflet sudah disebar oleh pemimpin-pemimpin pemerintahan orang-orang suruhan DPM pada Oktober mahasiswa Unud. Tak heran jika BEM PM walaupun memang pembentukan Unud incumbent mengharapkan persiapan panitia baru dilakukan bulan Suparma, Ketua SMFS menyatakan sosialisasi mengenai November dan rapat perdana Pemira ke fakultas-fakultas masih sangat kurang panita pelaksana dilakukan pada 5 Desember 2009,” sanggah Widayat yang juga mahasiswa Fakultas Pertanian 2007 ini. Meski demikian, keterangan Widayat dibantah keras oleh Elfira. “Ah masa sih dari bulan Oktober sudah disiapkan? Bulan Oktober kemarin saya ketemu Widayat kok dan DPM belum menyiapkan apa-apa karena saat itu kan dia baru bertemu dengan Rektor,” kata Elfira. Ditambahkannya, Desember memang dijadwalkan Rektorat sebagai Musma (Musyawarah Mahasiswa) dan masa akhir jabatan Presiden BEM PM, Ketua DPM, dan Ketua-ketua UKM sehingga DPM harus mengerjakan Pemira secepatnya dan BEM PM memberikan yang lebih matang. LPJ (Laporan Pertanggungjawaban) “Misalnya sekarang hari terakhir kegiatannya. pendaftaran, lalu verifikasi selama 2 hari, Januari 2010, dipastikan Widayat dan setelahnya baru diumumkan calonsebagai batas akhir Musma. Sebab calon. Berarti kan waktu kampanye hanya setelahnya, akan dilaksanakan pelantikan sedikit. Bagaimana mahasiswanya mau ketua-ketua lembaga di tingkat universitas kenal dengan calon-calon pemimpinnya?” yang baru. “Ya, Rektorat memang terang Agus Purnomo yang akrab menjadwalkan Januari 2010 sebagai disapa Lenyot. Pernyataan ini langsung pelantikan yang baru. DPM sih hanya disepakati Adji Prakoso. berfungsi sebagai fasilitator saja,” papar “Ada dampak yang dirasakan Widayat. Padalah Pemira adalah salah Pemira tahun ini. Pertama mahasiswa jadi
Buletin
Edisi Desember 2009
tidak merasakan gaung Pemira sehingga mahasiswa tidak akan bisa merasakan kontribusi BEM PM terhadap mereka. Yang kedua akan berdampak buruk sendiri bagi BEM PM kedepan karena mahasiswa tidak ada yang tahu siapa presiden yang memimpinnya,” ungkap mahasiswa fakultas Hukum 2006 ini.
dok. Pribadi Agus Purnomo, Presiden BEM PM Unud 2009/2010
Karena Pemira menentukan pemimpin Udayana maka dukungan dari berbagai elemen sangat diharapkan. Lembaga-lembaga Senat atau BEM di Fakultas yang diibaratkan sebagai gubernur memegang peranan yang tak kalah sedikit dalam menentukan keberhasilan Pemira. Pada Pemira 2007 misalnya, Fakultas Teknik melakukan boikot dan menyebabkan minimnya pemilih dari Fakultas Teknik lantaran merasa kecewa dengan tidak adanya sosialisasi Pemira sehingga SMFT Buletin
Edisi Desember 2009
mengambil keputusan untuk tidak menaruh kotak suara di lingkungan Fakultas Teknik. Jika Pemira tahun ini sama gabeng-nya, tak heran jika tragedi semacam ini akan berulang lagi. “BEM FK siap mendukung asal ada kejelasan tentang siapa caloncalonnya,” terang Cahyadi Permana, perwakilan BEM FK. Menurut Cahyadi yang juga Kabid Departemen Kajian Strategis Demisioner, BEM FK akan siap menghimbau ke mahasiswa FK tapi terlebih dahulu harus ada kejelasan dari DPM. Hal serupa dipaparkan Pejabat Sementara Sekjen KMFH. Menurutnya, untuk support Pemira pasti dilakukan karena Fakultas Hukum juga memiliki hak suara terhadap Pemira tapi lagi-lagi masalah sosialisasi yang belum terlaksana menjadi hambatan. Bahkan kepastian tanggal Pemira pun simpang-siur. “Dukungan terhadap Pemira? Dalam arti luas kami mendukung tapi kami tidak tahu kabar Pemira,” kata I Made Suparma, Ketua SMFS. Menurutnya, DPM seharusnya bertindak sebagai KPU yang menentukan tanggal pasti Pemira. Bukan malah menunggu kesiapan calon sampai awal Januari. ”Memang panita menetapkan tanggal 30 Desember 2009 sebagai hari pelaksanaan Pemira. Tanggal 20 sampai 26 akan digunakan sebagai kampanye media dan lisan. Jadi tidak benar jika ada yang mengatakan tanggal 23 Desember hari Pemira,” jelas Arie Setiana, mahasiswa Arsitektur Pertamanan Fakultas Pertanian yang juga menjabat Ketua Panitia Pelaksana Pemira 2009. “Kami sudah menjadwalkan Pemira di tanggal 30 Desember dan bisa dilakukan pengunduran hingga Januari tergantung kesiapan peserta. Jadi disini panitia juga menyerahkan kepada para
peserta, waktu yang efektif adalah kapan? tapi tepatnya 7 Januari sudah harus dilaksanakan Pemira. Karena jadwal Musma ada 8 Januari dan pelantikan DPM dan BEM PM Unud yang terpilih adalah tanggal 9 Januari,” jawab Arie Setiana. “Kampanye yang ideal harusnya diikuti oleh seluruh civitas mahasiswa Udayana. Pada Pemira 2008 yang bisa dibilang sukses pun hanya diikuti oleh 1.100-an mahasiswa. Sementara di Universitas-universitas luar seperti ITB ada 10.000 pemilih. Saya sempat bertanya kepada teman-teman dari universitas luar seperti UI, Unpad, dan Unibraw, mereka juga sedang melaksanakan Pemira dan terasa sekali gaungnya,” sahut Adji Prakoso yang disepakati Agus Purnomo. “Di UI kampanye dan hari pemilihan bisa sekitar 1 minggu,” katanya. Tenggang waktu ini dirasa idel, sehingga tak hanya gaung Pemira yang terdengar tapi juga terasa bagi pemilih. Apalagi menurut Eka Satryawati, SC Pemira 2009, panitia sendiri mentargetkan 8.000 mahasiswa untuk mengikuti Pemira. Sedangkan berbicara tentang konsep, Pemira 2009 akan menghilangkan debat publik calon presiden BEM PM. “Selain debat publik akan dihilangkan, untuk sosialisasi dan temu ketua-ketua lembaga akan diadakan
pada saat pengambilan nomor undian pasangan Capres dan Cawapres,” papar Eka Satryawati, membenarkan pernyataan Widayat. “Untuk sosialisasi terhadap ketuaketua lembaga akan disesuaikan, karena kan ketua-ketua lembaga sedang sibuk dengan acara Kick Andy,” terang Widayat. Alasannya, kegiatan ini akan ricuh. Tentu saja hal ini mengundang reaksi keras beberapa pihak. “Seharusnya ada konsolidasi terdahulu ke ketua-ketua lembaga,” kata Elfira. Senada dengan Elfira, Eka Arya Wirata yang menginginkan temu ketua lembaga dilaksanakan sebelum Pemira agar kegiatan ini bisa efektif dan lembaga-lembaga fakultas memiliki kesempatan untuk mensosialisasikan terhadap mahasiswanya. Ia merasa alasan kericuhan itu tidak bisa diterima. Sebab tahun lalu pun debat publik berlangsung aman. Ia tak mengerti asalan ricuh itu dilihat dari sisi mana. Banyak pro dan kontra terjadi pada Pemira 2009. Di tahun 2009, sepertinya mahasiswa harus lebih pandai dalam memilah dan memilah calon pemimpinnya. Ya, dengan sikon seperti ini mungkin Golput menjadi pilihan mayoritas lagi.(oze, adhiya, happy, devi, suarsana)
Buletin
Edisi Desember 2009
The Spell of Power:
Kisah Mengwi Versi “Kompeni� Kenyataan berbicara bahwa banyak masyarakat Bali bangga akan kasta yang dimiliki, namun enggan menelisik keberadaan leluhurnya. Buku ini barangkali bisa memulainya.
T
he Spell of Power merupakan kajian yang mendalam tentang politik Kerajaan Mengwi, yang merupakan kerajaan yang terbesar setelah Gelgel pada tahun 1700. Raja pertama Mengwi bingung akan posisi leluhurnya. Apakah berasal dari majapahit yang ketika tahun 1292 caka/ 1520 melakukan ekspansi ke Bali (bab2, kebangkitan dinasti mengwi, hal 23-25). Salah satunya, Henk mencoba membongkar silsilah dan sejarah Mengwi dengan melakukan studi kepustakaan lontar, babad, maupun surat-surat utusan kolonial Belanda serta wawancara dengan keluarga dan kerabat Puri Mengwi. Henk mencoba menganalisis hierarki yang terdapat di dalam puri dengan runut sampai tahun 1930. Buku ini merupakan salah satu karya Henk Schulte Nordholt yang hampir keseluruhannya bertema Bali. Henk adalah kepala riset Royal Institute bidang kajian Asia Tenggara dan Karibia (KITLV) di Leiden, Belanda. Kajian Henk ini merupakan catatan ilmiah dengan banyak catatan kaki menjelaskan beberapa kejadian yang bersumber dari pustaka maupun hasil wawancara. Sehingga memerlukan waktu yang lama untuk memahami isi buku. Namun sangat menarik ketika kita mencoba untuk masuk kedalam ceritanya. Sejarah yang disajikan secara detail dan runut membawa pembaca untuk berkhayal berada di masa dinasti mengwi. Sehingga tak hanya merasakan, melihat dan mendengar juga terjadi Buletin
Edisi Desember 2009
selama membaca kajian ini. Sungguh, karya sejarah dengan alur yang menarik pembaca untuk membaca jauh kedalam. The Spell of Power mengajak pembaca menelisik sejarah leluhur, sehingga buku ini sangat perlu dibaca masyarakat Bali. (eka mul)
Judul Buku : The spell of power: a history of Balinese politics, 1650-1940 Penulis : Henk Schulte Nordholt Penerbit : KITLV Press, 1996 Tebal : 389 halaman
Eddy Hasdy:
Tak Puas Sebatas Kertas Terbatasnya pendidikan fotografi di Indonesia, tak menyurutkan langkah Eddy Hasdy menjadi wartawan foto. Berbagai penghargaan pun diraih. Namun itu bukan kebanggaan buatnya.
S
ederhana dan rendah hati. Demikian kesan awal yang terungkap dari sosok Eddy Hasdy, wartawan foto media Kompas yang telah aktif sejak tahun 1994 ini. Dengan ramah ia mengungkap awal perjalanannya di foto jurnalistik. Seiring perjalanan, berbagai penghargaan diraih. Kamera dari UNESCO pun sempat dikantongi. Namun Eddy enggan mengungkap lebih jauh penghargaan-penghargaan itu. “Saya tidak tahu dimana kamera itu sekarang,” paparnya tersenyum. Menurutnya, seorang wartawan foto tak seharusnya puas dengan penghargaan di atas kertas. Jika foto tidak termuat misalnya, diupayakan media seperti blog atau website. Bagaimana ia belajar membidik peristiwa lewat kamera? “Dulu tak ada pendidikan fotografi. Saya belajar secara otodidak,” ujarnya sembari mengemasi perlengkapan foto usai workshop foto Kompas Muda. Ia sempat aktif dalam klub foto dan belajar dengan keterbatasan media masa itu. Berbeda sekali dengan zaman sekarang dimana materi-materi foto bisa diakses dengan mudah melalui internet. Meski demikian, pengalamanlah yang paling banyak memberikan kontribusi dalam perjalanannya menjadi jurnalis foto. “Bagaimana mendekati orang dalam situasi konflik, misalnya, menjadi tantangan tersendiri. Di sana kita pun belajar berempati dengan penderitaan
yang dialami korban,” katanya serius, menghentikan sejenak aktivitasnya. Kumpulan foto jurnalistiknya pun tergarap rapi dalam sebuah buku kumpulan foto tentang konflik di Timortimur. Sayangnya, buku berjudul “Long and Wining World” yang diterbitkan AJI (Aliansi Jurnalistik Indonesia) ini dicetak dalam jumlah yang sangat terbatas. Sehingga tak mudah ditemukan. Bagi Eddy, wartawan foto tak melulu berkutat pada foto, tapi harus bisa menulis. Inilah mengapa ia enggan disebut fotografer. “I’m a journalist, not a photographer,” ungkap pria yang hobi bersepeda ini tersenyum. (dian) Aka/Agung Parameswara
Buletin
Edisi Desember 2009
DPM, ANTARA ADA DAN TIADA “Memangnya DPM selama ini punya kerjaan?” kata I Wayan Agus Purnomo, presiden BEM PM Universitas Udayana periode 2009/2010. DPM periode 2009/2010 dirasa tak berjalan sesuai fungsinya sebagai lembaga legislatif mahasiswa.
S
elayaknya, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) berfungsi sebagai lembaga legislatif yang bertugas melakukan kontrol terhadap lembaga eksekutif tingkat universitas. Namun rupanya banyak kalangan justru mempertanyan kinerja DPM periode ini. “DPM tahun ini gagal, lebih gagal daripada periode Wiman. Tahun Wiman walaupun kurang jelas, tetapi ada hasilnya, ada yang dikerjakan. DPM sekarang fungsi legislatifnya tidak jalan. Sepertinya banyakan jalan-jalannya,” tegas Agus Purnomo. Ironisnya, komentar serupa beredar juga di lembaga-lembaga tingkat fakultas. “Kinerja DPM masih antara ada dan tiada, perannya sangat sedikit. Bahkan bisa dibilang kita tak banyak tahu apa fungsinya udah jalan, ” ungkap Eka Arya Wirata, pejabat sementara Sekjen KM Fakultas Hukum. Ditambahkannya, sejauh ini jumlah anggota-anggota DPM pun tidak diketahui. “DPM jangan hanya nampang foto saat penerimaan mahasiswa baru. Sebenarnya tidak masalah jual tampang tetapi kinerjanya juga harus Buletin
Edisi Desember 2009
baik,” cetusnya sinis. Hal senada juga dipaparkan I Made Suparma. “DPM kerjanya sangat lambat sekali,” kata ketua Senat Mahasiswa Fakultas Sastra (SMFS). Menurutnya, ini tampak sangat jelas pada undanganundangan yang dikirmkan secara mendadak. Seringkali undangan dilayangkan lewat telepon dan suratnya baru menyusul tepat pada hari pelaksanaan acara. Berbeda dengan tanggapan fakultas sastra, BE Fakultas Ekonomi justru mempertanyaan keberadaan DPM. “Memangnya DPM masih ada ya? Saya kira sudah bubar,” tanya Gde Bagus Brahmaputra, ketua BE FE tersenyum. Baginya, gebrakan nyata kinerja DPM sama sekali tak ada gaungnya. Mahasiswa ekstensi jurusan ekonomi pembangunan ini merasa tidak pernah menerima suratsurat atau bentuk sosialisasi resmi lain dari DPM mengenai kegiatan-kegiatan yang pernah dilaksanakan. Bahkan untuk Pemira yang akan segera berlangsung pun tak dilayangkan surat resmi. Ditemui di tempat berbeda, Widayat, ketua DPM periode 2009 menyatakan bahwa DPM telah memerankan fungsinya dengan melaksanakan tiga program kerja wajib, yaitu controlling, budgeting, dan merancang undang-undang disamping programprogram yang tidak wajib lainnya seperti pelatihan soft skill, studi banding,
10
menghadiri undangan dari universitas tiba ada pemilu tanpa ada pemberitahuan lain, pengembangan universitas tingkat formal atau non-formal,” ungkap Agus nasional dan termasuk promosi. Purnomo. “Untuk controlling telah dilakukan Terlepas dari gagal atau terhadap BEM PM, tetapi dari BEM berhasilnya DPM dalam menjalankan setiap dimintai laporan-laporan kegiatan f u n g s i , belum pernah diberikan,” papar Widayat. Menanggapi pernyataan ini BEM PM Unud menepis degan santai. “Tidak pernah itu DPM meminta LPJ kegiatan kepada kami. Itu di BEM LPJ semua kegiatan sudah ada dan terjilid rapi. Tapi tidak pernah diminta. Beberapa bulan lalu misalnya, salah seorang kawan yang sempat mengurus Musma tahun lalu baru ditelepon untuk dimintai AD/ ART DPM yang telah direvisi. Berarti selama ini DPM bekerja tanpa AD/ART dong?” sergah Adji Prakoso, salah satu menteri BEM PM Unud yang juga sempat menjadi ketua panitia Student Day 2009. “Kalau permintaan laporanlaporan terhadap BEM tersebut dilakukan secara personal ya saya tidak tahu. Tetapi secara kelembagaan mengenai administrasi melalui surat-menyurat Selama ini belum pernah ada. Kita kan institusi, jadi ya seharusnya permintaan semacam itu juga harus secara institusional,” Agus Purnomo membenarkan. Dalam pelaksanaan pemira Adji Prskoso, Menteri I BEM PM Unud 2009/2010 mempertanyakan kinerja DPM (pemilu raya) tahun ini pun kinerja DPM kembali dipertanyakan. Belum dilakukannya sosialisasi resmi ke lembaga- selayaknya mahasiswa Unud mulai lembaga tingkat fakultas maupun tingkat sadar bahwa DPM merupakan bagian universitas mengenai pelaksanaan pemira dari demokrasi di Unud. Dimulai dari ini mengundang banyak tanda tanya. memeriahkan Pemilihan Ketua DPM “Selama satu tahu kerja DPM dengan caon-calon yang kompeten tidak ada, terus tiba-tiba ada pemilu. misalnya. Bagaimana bisa menuntut Pada tahap ini, kami sudah sampai tahap kinerja DPM yang maksimal jika mosi tidak percaya karena DPM tidak pemilihan ketua DPM pun hanya diikuti menjalankan fungsinya. DPM tidak calon tunggal? (oze, adhiya, happy, devi, pernah berkoordinasi dengan BEM. Tiba- suarsana)
11
Buletin
Edisi Desember 2009
BEM PM Unud, Masih Harus Berbenah Setahun sudah Agus Purnomo bersama Indira Maheswari memimpin mahasiswa Unud dalam BEM PM Unud. Berbagai perubahan coba dilakukan. Tapi benarkah perubahan-perubahan itu tak sekadar euforia belaka?
B
EM PM Unud (Badan Eksekutif Mahasiswa-Pemerintahan Mahasiswa Universitas Udayana) periode 2009/2010 tampaknya mulai menuai sedikit kepercayaan. Namun diluar itu, BEM PM Unud masih harus berlapang dada dengan pendapat tak banyaknya perbedaan yang mencolok yang dirasakan mahasiwa terhadap program-program kerjanya. “BEM PM tetap seperti dulu. Hanya ada sedikit sekali perubahan. Misalnya dari segi koodinasi yang sudah baik. Tetapi kinerja secara keseluruhan tetap seperti dulu,” kata I Made suparma, ketua SMFS. Ia mencontohkan saat memperjuangkan baksos yang tak ada hasilnya. Menurutnya, seharusnya BEM PM lebih vokal memperjuangkan permasalahan-permasalahan mahasiswa. Mahasiswa Sastra Daerah ini juga mengungkapkan kekecewaanya atas pertemuan yang diagendakan membahas masalah baksos tapi ternyata masalah itu tidak dibahas sama sekali. Hal senada terungkap dari KM FH. “BEM PM Unud cukup baik, agak kurangnya mengenai isu-isu yang diangkat. Isunya terlalu nasional dan kurang tanggap terhadap permasalahanBuletin
Edisi Desember 2009
permasalahan di tingkat fakultas, lembaga universitas. Kan di-back up oleh lembaga fakultas,” ungkap Eka Arya Wiratha, pejabat sementara sekjen KMFH. Ditambahkannya, koordinasi dengan lembaga fakultas juga dirasa kurang. Sebagai contoh saat penanaman mangrove, gugus 1-5 saat Student Day diminta hadir dalam acara tersebut, padahal saat itu mahasiswa semester 1 hukum sedang mengikuti LKMM. Senada dengan pernyataan itu, Gde Bagus Brahmaputra, ketua Badan Eksekutif Fakultas Ekonomi (BE FE) menyatakan kinerja BEM PM sudah ada peningkatan dari sebelumnya meski masih banyak yang perlu dibenahi. “Masih dipertanyakan kesungguhan BEM dalam menampung aspirasi lembaga fakultas. Misalnya saja tentang memperjuangkan kemah yang tidak ada hasilnya itu,” ungkapnya serius. Menanggapi hal tersebut, Agus purnomo, presiden BEM PM Unud periode 2009/2010, cukup berlapang dada. “Apa yang sudah dilakukan BEM PM tidak banyak. Yang pasti kami berupaya memperbaiki hubungan dengan lembaga fakultas. Tetapi belum maksimal”, aku mahasiswa fakultas Hukum ini. Hubungan
12
perbaikan terhadap lembaga fakultas ini, tidak mendapat pemberitahuan kapan menurutnya, berusaha dilakukan dengan akan diadakan Musma (Musyawarah memperkenalkan kegiatan-kegiatan BEM, Mahasiswa) untuk pertanggungjawaban seperti Diesnatalis yang sudah vakum program-progam BEM. Ia hanya berharap 2 tahun. Hambatannya sendiri ternyata agar BEM PM selanjutnya melanjutkan bersifat internal. Kegiatan yang banyak pembangunan yang diletakkan membuat kekurangan anggota yang akif “Kita sudah bergabung dalam dari yang tercatat 50 orang, belasan yang BEM seluruh Indonesia. Itu artinya BEM aktif. PM Unud masih dianggap oleh BEM-BEM Tentunya semua pihak berharap yang lain, minimal batu pondasi yang akan ada perbaikan yang lebih signifikan kita letakkan tidak dibongkar,” harapnya dalam kepengurusan BEM Unud sungguh-sungguh. selanjutnya. Harapan ini pun dituangkan Tak mengherankan memang. oleh seluruh mahasiswa dalam Pemira Perubahan yang besar tentunya bulan Desember ini. ”Melalui pemira memerlukan waktu dan tenaga yang diharapkan ada peningkatan koordinasi tidak sedikit. Terlepas dari perubahanlembaga universitas dengan lembaga perubahan kecil yang dilaksanakan fakultas. Sehingga pasti bisa maju,” harap sejak setahun lalu, BEM PM Unud EKa Arya Wiratha. Sayangnya, banyak masih perlu banyak perbaikan. Nah, pihak juga merasa Pemira kali ini tidak selamat berbenah!(oze, adhiya, happy, devi, jelas. suarsana) “ H a l tersebut buruk Agus Purnomo beserta BEM-BEM se-Indonesia dalam Tannasda. Ia berharap ralasi yang telah terbagung tak terputus untuk BEM dok. pribadi k e d e p a n n ya , karena tidak akan ada yang tahu presiden nya, selain itu mahasisa tidak merasakan gaung pemira s e h i n g g a tidak akan merasakan kontribusi BEM,” papar Adji Prakoso, menteri I BEM PM Unud. Hal ini dibenarkan Agus Purnomo, karena hingga kini pun BEM
13
Buletin
Edisi Desember 2009
Agung Parameswara
Ngedig Padi, Tradisi yang Mulai Ditinggalkan D
ulu, ngedig padi merupakan cara merontokkan bulir-bulir padi yang hampir seluruh petani di Bali lakukan ketika musim panen tiba. Dengan hanya menggunakan peralatan sederhana mereka memanen padi yang telah menguning. Benih-benih padi beterbangan ketika padi-padi dipukulkan pada sebuah alat gedig tradisional. Cara ini sampai sekarang masih dipertahankan oleh petani tradisional desa Siangan kabupaten Gianyar. Semangat petani-petani sederhana yang berdiri tegak di tengah kemajuan zaman dan teknologi.
Tumpukan padi ini adalah tumpuan hidup keluarga
Di bawah terik matahari, mereka bekerja dengan sabar dan ikhlas
Buletin Buletin
Edisi Desember 2009 Edisi Desember 2009
14 14
Butiran benih padi beterbangan saat ngedig dilakukan
Seorang petani menjunjung tumpukan padi yang akan dipilah terlebih dulu
Walau sudah tak muda lagi, semangat bertani tak luntur ketika zaman sudah semakin modern 15 15
Buletin Buletin
Edisi Edisi Desember Desember 2009 2009
Pungutan Ilegal Beredar, BEM PM Berang Surat atas nama BEM yang meminta sumbangan sebesar 250 ribu rupiah muncul di fakultas sastra. Terang saja BEM PM Unud dan SMFS pun berang.
“S
urat itu ilegal. Dari Kop dan nomor suratnya saja sudah jelas kelihatan itu surat tidak resmi. Jadi saya harap mahasiswa sastra tidak menanggapi hal ini,” ungkap I Made Suparma, ketua Senat Mahasiswa Fakultas Sastra (SMFS) Unud saat dimintai keterangan mengenai pemungutan uang 250 ribu rupiah yang dikenakan pada mahasiswa reguler semester satu. Ia mengaku sempat menerima telepon dari August Ruben, salah seorang menteri BEM PM Unud. Pihak BEM, menurutnya, merasa resah karena BEM PM tidak pernah mengeluarkan surat apa pun yang meminta mahasiswa baru (maba) mengumpulkan uang untuk program-program kerja BEM PM Unud. Anehnya, surat tersebut tidak beredar di seluruh fakultas di Unud, namun hanya beredar di fakultas sastra. “Di ekonomi tidak ada surat seperti itu. Kalau ada, saya yang pertama kali akan protes ke BEM,” papar Gde Bagus Brahmaputra, ketua BE Fakultas Ekonomi. Menanggapi surat yang meresahkan ini Presiden BEM PM Unud, Agus Purnomo, cukup tenang. “ Saya hanya ingin tahu tujuannya dan Buletin
Edisi Desember 2009
motivasinya apa. Karena adanya surat semacam ini telah menjatuhkan nama BEM PM Unud,” ujar mahasiswa fakultas Hukum ini. “Kak Indra yang ngasi tahu tentang surat itu. Dia mengaku sebagai BEM dari fakultas sastra. Biaya yang dipungut itu memang turun temurun, angkatan tahun lalu 350 ribu, tapi katanya setelah nego, angkatan sekarang jadi 250 ribu saja,” ungkap I Gusti Ayu Wandira, koorti Sastra Jepang 2009. Hal senada diungkapkan I Made Bayu Segara, koorti sastra Inggris 2009. Seperti ratusan maba fakultas sastra lainnya, Arif, mahasiswa sastra daerah 2009 mengaku lega belum membayar iuran itu. “Masalahnya, tidak jelas uang itu untuk apa. Dan jumlahnya tidak sedikit. Saya harapkan BEM Unud bisa mengklarifikasi masalah ini agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap BEM dan masalah ini bisa diusut tuntas sampai ke akarnya,” ujarnya. Indra, salah seorang mahasiswa fakultas sastra Unud dikabarkan memberikan surat edaran tersebut kepada masing-masing koordinator tingkat (korti) semester I di masing-masing jurusan pun sempat dikonfirmasi mengenai keterlibatannya dalam pemungutan ini. Namun ia mengaku tidak tahu-menahu tentang pungutan ini. “Saya tidak tahu-menahu masalah surat itu. Pemungutan itu sudah
16
dibatalkan karena katanya dari BEM tidak BEM PM Unud tidak pernah melakukan ada mengeluarkan surat tersebut. Sudah pungutan-pungutan seperti itu untuk saya sms tiap-tiap korti (koordinator menjalankan program kerja. tingkat-red) untuk membatalkannya,” “Bendahara kami namanya Dewa sanggahnya, saat dikonfirmasi via Ayu Anom Asri Santhi bukan Ni Luh telepon. Mahasiswa sastra Jepang 2008 ini mengaku mendapatkan surat edaran itu dari jurusan-jurusan. Berbeda denganAgus Purnomo, Adji Prakoso, Menteri pendidikan dan sumber daya mahasiswa BEM PM Unud menanggapi hal ini dengan serius. Menurutnya, BEM PM Unud telah mengambil tindakan untuk klarifikasi. “ Yang jadi permasalahan mengapa hal ini muncul. Apakah murni untuk mencari uang secara ilegal atau menghancurkan kredibilitas BEM 2009/2010. Yang dituju adalah anakanak 2009 yang mudah terpengaruh. Anak-anak ini masih baru dan tingkat wawasannya belum seperti mahasiswa lama,” ujarnya. Ia meminta semua pihak melihat permasalahan secara konteks menyeluruh. Pasalnya, banyak Surat edaran ini sempat meresahkan para Maba Fakultas Sastra Unud kejanggalan terdapat dalam surat itu. Mulai dari nomor, perihal, Suwardani. Nama yang tertera di surat stempel sampai tidak adanya tanda ileg itu juga BEM bukan BEM PM Unud. tangan. NIM mahasiswa yang tercantum Saya tidak tahu apakah ini merupakan sebagai bendahara pun aneh. Kurang satu ulah institusi yang tidak senang dengan angka. Belum lagi, tahun kepengurusan BEM. Tapi mengapa masalah ini muncul yang tertulis adalah tahun 2008/2009 di akhir kepengurusan? Saya dan presiden sedangkan tahun kepengurusan sempat menghubungi koorti sastra yang tengah ia jalani adalah tahun Inggris untuk diberikan surat klarifikasi kepengurusan 2009/2010. Program kerja dan bertemu dengan koorti sastra,” papar BEM pun tinggal penghabisan. Terlebih, Adji serius.(dian, happy, tika)
17
Buletin
Edisi Desember 2009
PEMIRA 2009, NGEBUT Pemira telah datang menjelang. Namun tanda-tanda geliat demokrasi tak begitu jelas tampak di permukaan. Apa kabar Pemira kali ini? khirnya BEM BPM dan DPM sebelum tanggal 8 Januari 2010 terkesan Unud periode 2009/2010 akan dipaksakan. Jika memang pihak terkait menuntaskan masa jabatannya. Tanggal ingin mengadakan Pemira sebelum 23 atau 30 Desember 2009 direncanakan menginjak bulan Januari 2010 mengapa sebagai pemilihan Ketua BEM PM dan persiapan tidak dilakukan jauh-jauh DPM Unud periode 2010/2011. Tidak hari, agar tanggal diadakan Pemira tidak banyak persiapan yang tampak dilakukan berada dalam hari libur tenang sebelum panitia pelaksanaan Pemira. Tidak ada menghadapi Ujian Akhir Semester (UAS) surat-menyurat ke lembaga-lembaga Ganjil? fakultas. Hanya terdapat selebaran Lalu penghilangan agenda debat di lingkungan kampus Unud tentang publik diharapkan menjadikan Pemira pendaftaran diri sebagai calon ketua BEM menjadi lebih baik dari sebelumnya? Justru PM dan DPM. banyak pihak menyayangkan keputusan Belum ada informasi mengenai ini. Jika bukan melalui debat publik dan calon-calon yang natinya akan dipilih, kampanye, bagaimana mahasiswa Unud tetapi pihak terkait sudang mencanangkan diharapkan mampu mengenali calonbahwa tanggal 17 Januari 2010 tahap calon pemimpinnya selama setahun ke verifikasi sudah selesai. Bagaimana depan? Sungguh tak bisa dipahami apa dengan prosesi debat publik dan yang tengah dipikirkan DPM kita saat ini. kampanye untuk masing-masing calon? Apakah Pemira kali ini memang hanya Berbeda sekali dengan Pemira tahun lalu dirancang sebagai sebuah seremonial yang isunya sudah muncul dari jauh- yang “asal lewat�? jauh hari, dan bahkan dari calon ketua Tampaknya demokrasi masih BEM PM dan DPM pun mempersiapkan hanya sekadar isapan jempol di Udayana. dengan baik segala tetek bengek mengenai Demi alasan menghindari kericuhan kampanye dan sejenisnya. yang sungguh tak masuk akal, kebebasan Indikasi lain yang semakin demokrasi mahasiswa dikebiri. Beberapa memperkuat bahwa Pemira tidak ada pihak malah berprasangka ada motif lain persiapan yaitu pemilihan tanggal, di balik Pemira yang “ajaib� ini. tanggal 23 atau 30 Desember 2009. Tidak ada yang menjamin bahwa Kalender pendidikan Unud sudah Pemira kali ini akan memilih ketua BEM memasuki libur tenang dan mustahil PM dan DPM yang mumpuni, mampu pemilihan dapat dilakukan di lingkungan menggerakkan dinamika demokrasi kampus yang sudah tidak mengadakan mahasiswa Unud. Bagaimana nantinya kegiatan perkuliahan. Belum lagi, awal nasib demokrasi mahasiswa Unud setelah Januari, sampai pada tanggal 8 adalah pemira yang terkesan ngebut ini? (red) masa-masa ujian. Pemira yang diadakan
A
Buletin
Edisi Desember 2009
18
IPD, Dekat tapi Jauh Bicara demokrasi, takkan pernah lepas dari kampus dan mahasiswa. Bahkan sejak tahun lalu, Universitas Udayana memiliki wadah demokrasi lain. Institute for Peace and Democracy (IPD).
K
Bambang Yudhoyono pada 10 Desember 2008. Sebagai executive director IPD adalah I Ketut Putra Erawan Ph. D. Hampir setahun berlalu sejak dibentuknya IPD, banyak mahasiswa Unud yang masih belum mengetahui apa yang dilakukan lembaga ini. Bahkan ada yang tidak tahu bahwa lembaga ini ada. Ditanyai masalah ini, I Ketut
eberadaan IPD berhubungan erat dengan The Bali Democracy Forum, acara tahunan menterimenteri dan tokoh penting negara-negara Asia yang menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi atau menginspirasi untuk menjadi lebih berdemokrasi. Forum ini didirikan untuk mendukung dan memfasilitasi dialog dan kerjasama dalam kepentingan pembangunan nasional dan bidang politik. Untuk memastikan dan mengatur aktivitas teknis forum ini, pemerintah Indonesia mendirikan institusi semipemerintah, yakni IPD. Tujuan awal IPD yakni sebagai media dalam pendidikan demokrasi baik skala lokal maupun IPD Diresmikan Presiden SBY sebagai ruang berdemokrasi di Udayana internasional, karena IPD sendiri merupakan lembaga yang bersifat Putra Erawan Ph. D selaku pimpinan internasional. lembaga mengakui bahwa lembaga ini IPD diresmikan oleh Presiden kurang dekat dengan mahasiswa, karena Republik Indonesia Dr. H. Susilo lebih banyak kegiatannya berhubungan
19
Buletin
Edisi Desember 2009
10 tahun ke depan. Krisna Murti, Ketua dengan dosen dan para pakar. IPD lebih Panitia Dies Natalis 2009 menyatakan banyak membina dosen dan para pemikir, bahwa tidak ada konfirmasi dari IPD dan diharapkan para dosen dan pemikir kepada panitia untuk acara seminar inilah yang nantinya akan membina yang mengambil event dies natalis unud. mahasiswa. Meskipun acara seminar tersebut dihadiri “Kami memang kurang dekat oleh mahasiswa berbagai perguruan dengan mahasiswa, karena kami lebih tinggi di Bali, tetapi penyelenggaraan banyak membina dosen dan pemikir, seminar tersebut tidak dihubungkan nanti kan dosen-dosen yang akan langsung dengan acara dies yang digarap membina mahasiswa,” papar I Ketut oleh mahasiswa, jadi acara ini terkesan Putra Erawan Ph.D. Pernyataan I Ketut Putra Erawan ini didukung fakta di lapangan. Banyak mahasiswa Unud yang tidak tahumenahu tentang lembaga demokrasi ini, bahkan ketika ditanya mengenai lembaga demokrasi kebanyakan mahasiswa Unud menyebut BEM dan HMJ. “ L e m b a g a demokrasi itu ya seperti BEM itu ya,” komentar salah seorang fakultas MIPA yang enggan disebutkan namanya Inilah kantor IPD di gedung Rektorat, Bukit Jimbaran saat ditanya mengenai berjalan sendiri dan hanya menggandeng lembaga demokrasi yang ada di Unud. momentum Dies Natalis Unud dalam Komentar yang sama juga dipaparkan penyelenggaraannya. Christin, mahasiswa fakultas IKM. “Nggak ikut kok rangkaian acaranya “Lembaga demokrasi yang Dies. Mereka buat sendiri, tapi dalam kepikiran malah BPM. Di OSPEK nggak rangka Dies,” terang Krisna Murti dalam dikasih tahu ada lembaga itu,” terangnya wawancara via telepon. ketika ditanya mengenai IPD dan lembaga Tidak hanya mahasiswa, dosen demokrasi yang ada di Unud. yang menurut IPD menjadi jembatan Kurang dekatnya IPD dengan penghubung demokrasi anatara IPD mahasiswa juga dibuktikan saat IPD dengan mahasiswa pun kurang mengenal merancang acara seminar dies natalis lembaga ini. Meskipun ada yang yang bertemakan Memperbaiki Indonesia Buletin
Edisi Desember 2009
20
mengenal itu hanya sebatas kenal nama dan kenal dengan pimpinan IPD. “Kalau secara resmi sih nggak ada, tapi saya pernah dengar tentang lembaga itu dari teman saya,” ujar Ir. Silvia Gabrina Tonyes, M.Sc, dosen Bahasa Indonesia di fakultas Teknik Sipil saat ditanya mengenai pelatihan demokrasi dari IPD. Senada dengan keterangan dosen, Ketua Senat Fakultas Teknik, Kadek Hady Surya Wirawan juga mengungkapkan bahwa lembaga tersebut belum pernah menyentuh Fakultas Teknik. “Mereka seharusnya memberi pengenalan lebih mendalam kepada mahasiswa, sehingga apa yang menjadi tujuan dari lembaga itu bisa mengena di mahasiswa,” kata Hady Suryawan. Tidak hanya kalangan mahasiswa biasa saja yang menganggap minimnya peran IPD dalam mengkaderisasi kehidupan demokrasi di kalangan mahasiswa. BEM yang merupakan salah satu lembaga demokrasi juga menganggap minimnya peran IPD dalam kehidupan demokrasi mahasiswa Unud. Menurut I Wayan Agus Purnomo, IPD seharusnya lembaga yang mengkaji kehidupan demokrasi dan perdamaian. “Seharusnya IPD menjadi lembaga yang strategis dimana IPD dapat mengkaji isu-isu demokrasi dan perdamaian yang ada di Bali, Indonesia bahkan internasional. Dan bukan menjadi lembaga yang ada pada acara-acara tertentu saja,” ujar Agus Purnomo. Adji Prakoso, menteri Pendidikan dan Sumber Daya Berorganisasi BEM PM Unud juga mengungkapakan bahwa IPD belum pernah berhubungan dengan BEM. “Berhubungan secara langsung dengan BEM sih belum pernah, tapi saya pernah mendengan kalau IPD itu cikal bakal pembentukan HI, tapi HI sekarang sudah
21
terbentuk dan sampai sekarang belum tahu arahnya tu mau dibawa kemana. Belum ada kontribusi yang jelaslah buat mahasiswa khususnya,” terang Adji Prakoso ketika ditanyai perihal hubungan IPD dengan BEM. “Seharusnya sebagai suatu lembaga kalau ingin meningkatkan kwalitasnya, tidak hanya membina dosen saja. Di satu sisi memang bagus, tapi kalau cuma dosen saja akan sangat mubazir, karena jika dosen dikembangkan tetapi kualitas mahasiswa tidak dikembangkan, percuma. Kenyataannya aplikasinya masih sangat rendah. Kalau dilihat sebagai lembaga yang dipantau oleh Menlu dan pembentukannya diresmikan oleh presiden RI seharusnya banyak yang bisa dikerjakan, tidak hanya membangun kualitas dosen. Kalau hanya membangun kualitas dosen, buat apa harus jauhjauh kerjasama dengan Deplu, dan buat apa bawa nama internasional,” imbuh mahasiswa fakultas Hukum ini. Keberadaan IPD hanya sedikit dapat membantu kehidupan demokrasi di kalangan mahasiswa, kurangnya sosialisasi membuat lembaga ini seolah tidak ada di lingkungan kampus seluas Unud. Harapan ke depannya selain mendekatkan diri dengan mahasiswa, IPD juga menginginkan Bali sebagai kota Pendidikan, tidak hanya kota Pariwisata. Apakah niat IPD akan benar-benar terwujud dalam waktu dekat, sementara gaung IPD ke muka publik sama sekali jarang terdengar? Istilahnya, IPD dekat dengan lingkungan mahasiswa, tetapi jauh dengan mahasiswa. Jadi untuk apa sebenarnya pendirian lembaga demokrasi ini? Bukankah dinamika demokrasi justru terjadi di kalangan mahasiswa? (ria, krisna, happy, devi) Buletin
Edisi Desember 2009
Dokar, Masih Adakah? “Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota. Naik delman istimewa kududuk di muka..�
S
iapa pun pasti mengenal Pemendangan yang sama yang dapat alunan riang lalu anak- ditemukan di kawasan penambangan anak itu. Delman, atau dokar memang dokar Kumbasari. Bahkan lebih miris, jenis transportasi yang unik. Selain dokar di kawasan Kumbasari hanya satu menggunakan kuda sebagai penarik yang tampak masih bertengger. Sungguh bebannya, laju dokar yang lambat dapat sangat disesalkan. “Saya juga merasa sayang dengan menciptakan romantisme tersendiri keberadaan dokar yang mulai langka bagi para penumpangnya. Dalam di Denpasar saat ini,� ungkap Nyoman perjalanannya mengiringi kepariwisataan Dana, salah seorang warga Denpasar Bali, dokar sempat menjadi moda yang kemudian menunjukkan tempat transportasi alternatif khususnya bagi wisatawan untuk menikmati Kota Denpasar. Namun, belakangan ini dokar jarang terlihat. Karena banyaknya k e l u a r a n transportasi baru nan canggih, kebutuhan serta kepentingan masyarakat yang semakin meningkat, dan keinginan untuk mengefisiensikan waktu, dokar pun tergusur. Terbukti Dokar tak lagi mudah ditemui di tengah keramaian kota Denpasar di penambangan dokar di kawasan pemakaman umum, dokar-dokar biasa mangkal. Pada tahun 1660an, jumlah dokar Desa Adat Badung yang biasanya paling di kota Denpasar menapai 1000 dokar. ramai tak terdapat satu dokar pun. Di Bahkan di satu tempat penambangan Banjar Pamereganpun hanya terdapat saja terdapat hingga 300 dokar. Tak heran dua dokar yang sedang menganggur. Buletin
Edisi Desember 2009
22
jika I Nyoman Merta mampu menghidupi dan menyekolahkan kedelapan anaknya hingga tamat SMA hanya dengan bekerja sebagai kusir dokar sejak tahun 1960. Tapi sungguh berbanding terbalik dengan masa kini. Dokar di Kota Denpasar hanya berkisar 70 dokar saja. Bahkan di tempat mangkal yang berkawasan di pinggiran pasar Kumbasari, kini hanya terdapat 18 dokar. Ketika ditemui saat sedang menunggu calon penumpangnya, I Nyoman Merta, dengan kemeja putih lusuhnya, menuturkan kisahnya selama menjadi kusir dokar. Memang, secara tidak langsung I Nyoman Mertha telah menjadi saksi dari sejarah perkembangan dokar. Tlah lama ia menggeluti profesi ini untuk menopang hidup keluarganya. “Karena sudah tidak ada tamu lagi, dan peminat dokar semakin sepi, terutama pasca Bom Bali I dan II”, ungkap lelaki paruh baya ini. Karena itu banyak teman-temannya yang menjual dokarnya dan berhenti menjadi kusir. Dokar sendiri dulunya mempunyai penumpang yang istimewa. Dokar diminati oleh wisatawan asing, seperti Taiwan, Jepang, Australia, dan lain-lain. Namun Kini hanya dijadikan transportasi para pedagang dan pembeli di Pasar Kumbasari. Hal itu juga yang menjadi faktor kenapa mereka mangkal di dekat pasar. Tarifnya pun tergantung dari si penumpang sendiri alias sukarela. “Ya, karena sepi jadi berapa pun penumpang membayar ongkosnya, saya terima. Kalau ada yang memberi lebih, ya syukur”, ujar Nyoman Mertha, kakek dari lima belas orang cucu ini. Tidak heran,
23
kalau sejak pukul tiga dini hari hingga pukul sembilan pagi, ia baru berhasil mengantongi Rp.50.000,00 dengan tiga kali berkeliling. Lain Nyoman Mertha, lain pula yang dialami oleh Darpa. “Sejak pukul lima subuh, saya baru dapat 2 kali berkeliling, dengan tarif enam ribu rupiah dan tujuh ribu rupiah,” paparnya sendu. Hal ini juga yang menjadi faktor orang enggan untuk mempertahankan dokarnya dan beralih ke perkerjaan yang lebih menjanjikan. Semakin sulitnya dokar ditemukan di Denpasar terutama diakibatkan oleh semakin menurunnya minat masyarakat akan dokar itu sendiri. Padahal dokar sebagai salah satu warisan Budaya, sudah selayaknya dipertahankan. Jadi jangan segan-segan untuk mencoba merasakan alunan alon dokar untuk menikmati Kota Denpasar, agar dokar kembali menjadi salah satu transportasi yang di gemari. Sehingga para pemilik dokar tidak lagi berniat untuk menjual dokarnya, dan para Kusir pun kembali bisa berjaya dengan penghasilan yang selayaknya. Kalau bukan kita, siapa lagi? (intan.r)
Buletin
Edisi Desember 2009
Losari, Kini dan Nanti Angga Prayoga*
Pantai Losari di Malam Hari
“Pantai kok tidak ada pasirnya?” tulah yang pertama terlintas ketika menginjakkan kaki di Pantai Losari. Di pantai itu hanya tampak dinding pantai berbatu hitam setinggi 1,5–2 meter, wujud kebijakan Pemda Sulsel untuk mengurangi abrasi. Pantai kebanggaan masyarakat Makasar ini ibaratnya pantai kuta di Bali. Serasa belum ke Makasar jika tidak mampir di pantai yang satu ini. Lokasi Pantai ini sangat strategis, di sebelah barat Kota Makasar, dekat dengan pusat kota. Hanya dengan menempuh jarak sekitar 4 km kita dapat menikmati sunrise maupun sunset, mengingat posisi pantai yang membentang dari utara hingga ke selatan. Tulisan besar dengan ejaan “PANTAI LOSARI“ membuat orang dengan mudah mengenali pantai ini. Selain itu, 2 buah tugu mirip layar di
I
Buletin
Edisi Desember 2009
dekat pintu masuk, membuatnya semakin khas dan menawan. Dari pantai ini, kita juga bisa melihat langsung megahnya taman bermain dalam ruangan (indoor) terbesar di dunia. “Trans Studio Makasar” merupakan Indor Time Park terbesar di dunia, yang dibangun diatas tanah seluas 12, 7 hektar. Taman bermain ini berjarak 2 km atau dapat ditempuh selama 3 menit menggunakan sepeda motor dari Pantai Losari, dan dibangun dengan infestasi lebih dari 1 triliun. Bisa dibayangkan betapa megah dan mewahnya taman itu. Pantai Losari juga dilengkapi dengan fasilitas jogging track. Selain itu masih banyak fasilitas lain yang tersedia untuk memuaskan pengunjung yang hendak melepas lelah setelah beraktifitas seharian. Mulai dari kano, hingga
24
panganan khas Sulawesi Selatan dapat dengan mudah ditemui di sepanjang bibir pantai. Pisang epe, salah satu kuliner khas Makasar misalnya, cukup menarik perhatian. Cara pengolahannya unik, yaitu dibuat dari pisang mentah dibakar yang dibuat pipih. Disajikan hangat bermandikan gula merah panganan ini sungguh memiliki cita rasa berbeda. Daerah wisata ini memang tak pernah sepi pengunjung. Anak-anak serta orang dewasa selalu membanjiri daerah pinggir laut yang dulunya terkenal dengan sebutan pantai dengan warung terpanjang di dunia. Sebutan ini sempat melekat karena dahulu Pantai Losari merupakan pusat makanan laut dan ikan bakar yang selalu beroperasi dimalam hari. Namun, sekarang warungwarung itu sudah berganti dengan ruko, hotel, bar dan puat-pusat perbelanjaan. Modernisasi memang tak pernah membedakan tempat dan masyarakat. Dimana terjadi perputaran uang yang
tidak sedikit, modernisasi pasti datang, menggusur citra kesederhanaan masyarakat tradisional. Beberapa warung di Losari masih bertahan dengan sentuhan tempo dulu. Di tempat inim pelanggan yang datang bukan mencari gemerlapnya perubahan kearah yang lebih modern, melainkan cita rasa makanan yang disuguhkan. Terbukti, warung itu tidak pernah sepi pengunjung. Seolah berupaya menjaga warisan para pendahulu. Memang, seberapa pun besar dan modernnya suatu kota, takkan pernah membanggakan jika sampai meninggalkan budaya sebagai wujud jati diri. Losari hanyalah salah satu cermin daerah wisata di Indonesia yang berjuang mempertahankan kepribadian di tengah derasnya modernisasi. Tentunya dengan spirit yang berbeda dari daerah lain dan hanya bisa ditemukan di sini. * Mahasiswa Hewan Unud
Fakultas
Kedokteran
Diterbitkan oleh: Pers Mahasiswa “Akademika� Universitas Udayana. Izin terbit SK Rektor Unud 499/SK/PT/07/ OM/LA/83. Alamat Sekretariat: Kampus Unud, Jalan P.B Sudirman, Denpasar-Bali. E-mail: pers_akademika@yahoo. com Pelindung: Rektor Universitas Udayana Penasihat: Pembantu Rektor III Universitas Udayana Pembina: Prof. Dr. Ir. IGP Wirawan, Msc. Dewan Penasihat/Litbang: Intan Paramitha, Agus Purnomo, Astarini Ditha, Dwi Yuniati. Ketua Unit/Pemimpin Umum: Okrina Tri Widanti. Sekretaris Umum: Intan Resparani. Bendahara: Ria Medisina. Koordinator PSDM: Suarsana. Pemimpin Redaksi: Dian Purnama. Redaktur Pelaksana: Lina Pratica Wijaya, Veroze Waworuntu, Putra Adnyana. Fotografer: Agung Parameswara. Tim Redaksi Edisi Desember: Veroze Waworuntu, Ria Medisina, Angga Prayoga, Happy Ari Satyani, Eka Mulyawan, Putra Adnyana, Suarsana, Intan Resparani, Krisna Murti, Adhiya Garini Putri, Devi Yanti. Layouter: Putra Adnyana. Karikatur: Rendra Saputra.
25
Buletin
Edisi Desember 2009
MASIH ADAKAH KEPEDULIAN ITU? Happy Ari Satyani* Beberapa waktu lalu seorang kawan berkata “Mahasiswa zaman sekarang kurang respect terhadap lingkungan�.
M
ungkin memang ada benarnya. Sejauh ini mahasiswa hanya dijejali dengan tugas sehingga seringkali mereka melupakan hal-hal di sekitarnya yang seharusnya juga diperhatikan. Memang tujuan utama mahasiswa adalah belajar tetapi jika mahasiswa dibiasakan buta dan tuli terhadap lingkungan outputnya juga tak terjamin. Sistem belajar yang diberikan kepada generasi sebelumnya sudah tidak tepat. Mahasiswa hanya disuapi saja. Akhirnya mahasiswa tidak akan pernah belajar jika tidak dipaksa dengan tugastugas tersebut. Tetapi di sisi lain ia juga harus bisa respect terhadap lingkunganya. Mahasiswalah yang harus pintarpintar memanajemen keadaan tersebut didukungan pihak-pihak terkait. Berbicara mengenai aksi sosial, sejauh ini kegiatan-kegiatan tersebut bukannya tidak pernah ada sama sekali di kampus. Paling tidak setiap acara penting di fakultas-fakultas selalu ingin menampilkan aspek sosial dan peduli lingkungan, tetapi yang menjadi masalah sejauh mana kegiatan tersebut berjalan apakah hanya untuk menyukseskan acara ataukah ada tindak lanjutnya? Kegiatan-kegiatan yang berupa aksi sosial merupakan tahapan pembiasaan bagi mahasiswa. Melalui kegiatan-kegiatan sosial di harapkan Buletin
Edisi Desember 2009
mampu merangsang ide-ide kreatif sebagai tindak lanjut sebuah kegiatan. Sehingga kegiatan tersebut tidak hanya sebatas seremonial tetapi menjadi aksi nyata yang hasilnya memberi dampak perubahan lebih baik di masyarakat. Tindak lanjut disini artinya kita juga turut mengawasi dampak dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan tersebut, bukannya tidak peduli lagi setelah kesuksesan acara. Nantinya ini juga bisa menjadi ukuran seberapa besarkah sebenarnya kesuksesan yang kita raih dan apakah memang masih perlu lagi untuk diadakan. Setiap kegiatan tentunya tidak terlepas dari kelemahan selama hal tersebut masih dalam batas yang wajar tentunya masih bisa diperbaiki. Dan sekecil apapun aksi sosial yang telah kita laksanakan tersebut tentunya akan memiliki dampak, walau tak menimbulkan perubahan besar minimal masih ada kepedulian terhadap lingkungan yang mengartikan bahwa ternyata mahasiswa masih cukup peka. Akhirnya memang mahasiswa yang harus pintar memanajemen keadaan agar tidak lagi dikatakan apatis. Jangan hanya terbelenggu dengan rutinitasrutinitas kampus dan terbudak teknologi saja. Diberlakukanya lima hari belajar seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan sikap peduli ataupun hanya sekadar memperhatikan sekitar kita. Sayangnya waktu liburpun kadang masih disita untuk tetap kuliah. * Mahasiswi Fakultas IKM Unud
26
Takkan Kembali
A
ku takkan pernah kembali, Asta. Seberapapun kuatnya kau memohon dan meminta. Karena kau adalah serpihan masa lalu yang kunamai ‘kesalahan’. Rasi bintang bergambar kalajengking yang menaungiku memang agak unik. Lihatlah di semua ramalan zodiak tentang kesetiaan, maka akan kau temukan gambar kalajengkingku di urutan kesebelas, diantara duabelas zodiak. Dan aku memang begitu, tak pernah bisa menjaga hati. Selalu mudah jatuh cinta. Tapi itu sebelum aku mengenalmu. Kuingat dengan sangat jelas, bahwa kamu adalah orang pertama yang membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama. Di sudut kampus putih itu, dimana kamu terpaku menatap laptopmu, dan aku terpaku menatapmu. Lalu semuanya mengalir begitu saja, saat aku berusaha mengenalmu lebih jauh dengan pesan-pesan itu. Saat itu aku tak tahu, dan tak ingin tahu, apakah kau telah memiliki kekasih atau belum. Aku hanya ingin menikmati semua waktu dan katamu untukku. Aku hanya ingin membuatmu tersenyum dan merasa nyaman. Lalu pada suatu sore kelabu, seorang sahabatmu tiba-tiba menghampiriku dan bertanya, apakah aku mencintaimu? Dan aku hanya terdiam. Lalu keesokan harinya kita bertemu, dan kamu menundukkan kepalamu. Siang hari itu juga aku tahu, kau baru saja menjadi kekasih orang lain beberapa jam lalu. Aku benar-benar tak mengerti
27
Vellen Herlyana*
Asta. Dengan hatiku. Dengan hatimu. Maka aku hanya bisa melampiaskan kesedihanku pada berlembar-lembar kertas putih yang kuisi penuh amarah dan menjadi basah oleh air mataku. Dan di hari kelulusanku, setahun setelah peristiwa kelabu itu, aku berpamitan padamu untuk pergi selamanya dari hidupmu. Membawa semua kesetianku padamu, yang untuk pertama kalinya ada dalam sifat kalajengkingku. Kamu tersedu dan banyak bicara, namun aku tak sekalipun membiarkanmu meyelesaikan kalimatmu. “Sebenarnya aku menyayangimu, tapi...” “Tapi kamu bingung pada hatimu, dan memutuskan meninggalkanku kan?” sergahku. “Jangan pergi, aku...” “Kamu tak ingin kehilangan pelawak yang selalu ada dan bisa membuatmu tertawa. Kamu membutuhkanku, bukan menyayangiku,” aku memotong kalimatmu lagi. Lalu aku menggenggam tanganmu dan berkata “ Kamu adalah kesetiaan pertamaku, dan mungkin terakhirku.Aku tetap ingin berterimakasih karena kau mengajarkanku arti mencinta. Tapi aku takkan pernah kembali, Asta. Seberapapun kuatnya kau memohon. Karena kau adalah serpihan masa lalu yang kunamai kesalahan” Dan hujan mengaburkan air mata kita di depan kampus putih itu. Demi masa depan, aku bersumpah takkan berhenti setia mencintaimu. * Mahasiswa Farmasi, FMIPA Unud
Buletin
Edisi Desember 2009
Buletin
Edisi Desember 2009
28