Buletin
Edisi November 2009
Persoalan yang Tak Pernah Habis
Cover: Eka M
ulyawan
Salam Pers Mahasiswa! Syukur kepada Tuhan buletin “Akademika” edisi November ini dapat hadir pada waktunya. Kembali mengajak pembaca untuk bersama-sama menyadari permasalahan yang ada di sekitar kita. Menilik persoalan lingkungan di Bali misalnya, seolah tak ada habisnya. Setelah permasalahan daya dukung pulau seperti air dan lahan yang tak kunjung usai diperbincangkan di ruang publik, persoalan dari pesisir Bali pun kian mengkhawatirkan. Abrasi tak henti-hentinya menggerogoti pantai-pantai di Bali. Rupanya pesisir Bali sudah kewalahan menghadapi pariwisata dan pembangunan yang menjadi simbol modernitas Pulau Dewata ini. Apa dan bagaimana persoalan lingkungan pesisir Bali kini telah terangkum dalam Fokus Utama. Tak hanya persoalan Bali yang luas yang muncul dalam buletin edisi November ini. Di internal Unud sendiri, begitu pesatnya kemunculan program-program studi baru banyak mengundang pertanyaan. Benarkah Unud telah benar-benar siap untuk mengembangkan sayap lewat program-program studi tersebut? Foto-foto atraktif masyarakat Munggu dalan tradisi Makotèkan juga dimuat dalam edisi kali ini. Dan tak lupa, perayaan Hari Batik pun turut menjadi sorotan dalam rubrik Budaya. Akhirnya kami ucapkan selamat membaca buletin “Akademika” edisi November ini. Semoga saja apa yang termuat tak hanya sekadar menjadi bahan bacaan di kala senggang, namun juga sarat makna yang akan menggerakkan hati untuk bertindak mencapai keadaan yang lebih baik. Pemimpin Redaksi
Perayaan Hari Batik..................................................................................................................3 Fokus Utama: Ketika Sempadan Pantai Termakan Sarana Wisata................................4 Problematika Pengerukan Pasir di Bali.......................................................7 Figur: I Made Jaya Ratha.......................................................................................................10 Potret Tradisi Makotèkan......................................................................................................12 Orang-orang Menamainya “Blue Point”.............................................................................14 Resensi: Shintany Rabbhana.................................................................................................15 Football Manager 2010............................................................................................16 Fokus Khusus: Banyak PS Baru, Unud Siap?...................................................................17 Dua Teknik Informatika di Unud?............................................................19
Buletin
Edisi November 2009
Perayaan Hari Batik, Sadar atau Musiman? Ditetapkannya hari batik menyusul diakuinya batik sebagai kebudayaan internasional dari Indonesia membawa keriangan bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat pun ramai-ramai memakai batik. Namun benarkah ini bukan sekadar kemeriahan musiman?
U
nited Nations Educational, untuk dipilih sesuai keinginan. Scientific and Cultural Pengakuan Internasional atas batik Organization (UNESCO) mengakui batik sebagai warisan budaya asli Indonesia sebagai Karya Agung Budaya Lisan dan Tak memang tidak bisa disepelekan. Banyak Benda Warisan Manusia Indonesia. 2 Oktober pun sebagai “Batik Day”. Pada tanggal itu, masyarakat di kota-kota besar mengadakan pawai keliling kota berseragam batik. Banyak instansi pemerintah dan swasta juga meminta karyawannya mengenakan batik. Cukupkah kesadaran masyarakat kita akan budaya cukup diukur dalam sehari mengingat sifat masyarakat kita yang cenderung responsif? Nyatanya, tak semua masyarakat mengaku mengenakan batik karena memang mencintainya. Banyak diantaranya mengenakan Diperingatinya Hari Batik secara internasional membatik karena adanya aturan buat batik kini menjadi trend dari kantor. Sedangkan dalam kesehariannya tak pernah mengenakan hal telah dipertimbangkan, mengingat batik. Meski demikian, masih ada juga batik juga ada di negara lain. Maka sudah masyarakat yang mengenakan batik sepantasnya bangsa Indonesia lebih karena memang mulai menggemarinya. menghargai dan peka terhadap budayanya Masyarakat di golongan ini menggunakan sendiri, serta memaknai “Batik Day” batik karena batik dirasakan cantik dan sebagai upaya mewarisi budaya nasional. terlihat lebih elegan. Terlebih lagi, model Sebagai ahli waris yang sah, masyarakat batik masa kini jauh lebih trendy sesuai Indonesia tentu tak hanya mengenakan selera anak muda. Batik pun tak lagi batik ketika ada klaim dari negara lain identik dengan resepsi pernikahan atau atau karena telah ditetapkannya 2 oktober acara resmi lainnya yang kebanyakan sebagai hari batik. “Batik Day” tak melulu dihadiri orang tua. Jenis batik yang berarti mengenakan batik setahun sekali bermacam-macam memungkinkannya pada 2 Oktober saja. (intan.r)
Buletin
Edisi November 2009
Ketika Sempadan Pantai Termakan Sarana Wisata Pembangunan sarana wisata seperti villa dan restoran di sempadan pantai yang menguntungkan dari segi komersial telah menekan lingkungan. Tingkat abrasi pantai di Bali pun meningkat.
“A
ir laut memang sering naik menggenangi warung saya, bahkan sampai ke jalan. Tapi pedagang di sini sudah biasa, jadi tidak ada rasa takut lagi,” tutur Ketut Bambang, salah satu pedagang makanan di Pantai Lebih. Ia dan warga Lebih lainnya telah mengetahui pantai Lebih telah terabrasi sejak dulu. Tetapi warga merasa aman-aman saja membangun warung di tepi pantai, meski sudah banyak bangunan yang tergerus air laut. Sebutlah wantilan desa dan balawista milik pemerintah yang kini sudah jauh tenggelam di dasar laut akibat pengikisan pantai ke arah utara sejauh kurang lebih 500 meter. Areal persawahan pun tak luput dari kikisan ombak. “Kita tak bisa sepenuhnya menyalahkan para warga yang mendirikan warung di tepi Pantai Lebih, ranah ekonomi mereka memang di sana. Lagi
Buletin
pula para pemilik warung telah diberi tanggung jawab untuk menjaga kebersihan areal sekitar warung mereka, dan mereka mampu melaksanakannya,”papar Dek Gus, salah seorang relawan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali. Menurutnya, yang perlu diperhatikan adalah maraknya pembangunan villa dan hotel di sempadan pantai. Sarana wisata tersebut jelas memerlukan ruang lebih luas, sehingga “memakan” sempadan pantai lebih banyak. Pembangunan sarana wisata di Pantai Lebih belum seramai Pantai Kuta atau Pantai Sanur. Hanya ada satu villa yang dibangun di tepi pantai, itu pun dibangun tanpa mengantongi ijin dari pihak desa adat. Pemiliknya adalah warga asing keturunan Belanda, namun villa itu dibangun atas nama seorang warga lokal. Pihak desa adat yang diwakili oleh sekretaris desa menyatakan tidak memiliki w e w e n a n g untuk melarang pembangunan villa yang jelasjelas melanggar sempadan pantai tersebut, karena pihak yang membangun telah mengantongi
Edisi November 2009
sertifikat tanah. Hanya saja, pihak nelayan Lebih merasa dirugikan, sebab areal tempat mereka menambatkan perahu menjadi berkurang. “Sempadan p a n t a i sebenarnya berguna untuk memberikan ruang bagi d i n a m i k a Para nelayan, termasuk nelayan di Pantai Lebih ini, yang paling merasakan p a n t a i . dampak terjadinya abrasi pantai Menurut aturan sempadan pantai seharusnya 100 pantai mestinya diatur sesuai klasifikasi meter dari bibir pantai, namun pada pantai. Untuk pantai rawa seperti di hutan prakteknya banyak dilanggar. Akibatnya Mangrove, sepanjang daerah rawa adalah dinamika pantai terhambat dan terjadilah sempadannya. Jika pantai tersebut adalah abrasi,�tutur Iwan Dewantama, salah pantai berpasir seperti Kuta dan Sanur, seorang aktivis LSM Lingkungan Bali. Hal sepanjang pasir pantai itulah sempadan senada juga diungkapkan R. Suyarto dari pantai. Tidak boleh ada bangunan di Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup atasnya. Selama ini, usaha pemulihan Universitas Udayana (PPLH Unud). “Di Bali tidak ada konsistensi pantai sudah banyak dilakukan, seperti terhadap aturan sempadan pantai. pemasangan bambu dan kawat di tengah Padahal pembangunan di pantai laut untuk membendung ombak pasang. membuat air bawah tanah terhalang oleh Akhirnya bambu itu hancur karena basement. Meski terkadang pembangunan tak kuat menahan terjangan ombak. dipaksakan dengan teknologi, tiang Kini, kabarnya sedang digarap proyek pancang bangunan tanpa basement pemasangan creep dengan anggaran dana barangkali tidak menghalangi aliran air, 4,5 milyar dari Pemda Bali di sepanjang tapi aliran pasir belum tentu lancar-lancar pesisir Pantai Lebih. Penghijauan juga saja,� papar dosen Ilmu Tanah Fakultas kerap dilakukan dengan menanam pohon pelindung pantai seperti ketapang. Pertanian Unud ini. Lebih lanjut ia mengatakan, Selain itu penanaman mangrove juga pengukuran sempadan pantai seharusnya pernah dilakukan. Namun karena minim tidak diputuskan di atas meja. Sempadan perawatan, kebanyakan pohon-pohon itu pantai tidak bisa dinyatakan harus 100 mati. Di tengah tingginya tingkat abrasi di meter atau 50 meter. Tapi sempadan Pantai Lebih, sikap warga justru jauh dari
Buletin
Edisi November 2009
kesan prihatin. lahan Pulau Bali, investor memulai “Warga Desa Lebih banyak yang pembangunan dari bagian pesisir menjual tanah pantai ke investor. Mereka hingga akhirnya semua tanah di Bali berpikir sederhana saja, daripada tanah habis terpakai,”ujar Dek Gus yang juga yang mereka miliki sedikit demi sedikit menjadi staf Divisi Program Walhi Bali. habis terabrasi memang lebih baik mereka Menurutnya satu-satunya solusi yaitu jual ke investor yang tertarik,” ungkap menegakkan aturan sempadan pantai Sekretaris Desa merangkap Perbekel setegas-tegasnya. Selama ini pemerintah Desa Lebih, Nyoman Widiarsa. Ketika lebih peduli pada pendapatan dari saranaditanya mengenai peran pemerintah sarana wisata tersebut daripada dampak dalam menghimbau warga, Nyoman jangka panjangnya pada lingkungan. Widiarsa hanya tersenyum kecut sembari “Jika aturan ditegakkan, pemerintah menyatakan kekecewaannya. tidak perlu membangun perlindungan ”Jarang sekali ada pihak pemerintah, pantai sebab abrasi tidak akan mencapai pusat maupun daerah, yang mau terjun daerah tersebut,” papar Dek Gus. langsung ke lapangan menghimbau Miris memang. Sementara pantai warga tentang bahaya abrasi dan tindakan terkikis ombak, sempadan yang tersisa antisipasi yang harus dilakukan.” Secara pun ikut termakan sarana wisata. Soal umum warga tahu tentang abrasi, tapi izin seolah hanya kerikil kecil bagi mereka tak terlalu serius menanggapinya para investor. Aturan mengenai batas sebab mereka memang tidak tinggal sempadan pantai di Bali amat penuh langsung di tepi pantai. Mengenai warga dengan toleransi. Terbuka dengan yang bandel mendirikan kedai di pinggir bermacam permakluman. Hanya untuk pantai, pihak desa mengaku sudah rupiah pemerintah rela menggadaikan kewalahan menanganinya sebab mereka pantai. Akankah kita baru sadar setelah merasa memiliki hak atas pantai. Ia hanya pantai habis terabrasi, atau mau bertindak berharap pemerintah bisa mengeluarkan dari sekarang? (devi, anom, dian) peraturan yang m e n g u n t u n g k a n Pembangunan villa di Pantai Lebih membuat para nelayan makin susah menambatkan perahu orang banyak. Tak hanya berpihak pada investor. “Fenomena investor di pesisir Bali bisa dianalogikan seperti orang yang makan bubur panas. Tentunya bagian pinggir disantap terlebih dahulu, hingga habis sampai bagian tengahnya. Seperti itulah eksploitasi
Buletin
Edisi November 2009
Pesisir Bali, Riwayatmu Kini Keindahan Pantai Kuta sudah melanglang sampai ke negeri seberang. Ombak yang tetap indah, pemandangan yang masih menakjubkan dan pasir putih yang ternyata tak lepas dari eksploitasi pantai lain. Ironis! ondisi ekosistem Bali, terutama Ditambahkannya, potensi abrasi pantai lingkungan pesisir kini sudah sulit diukur karena sifatnya yang alami. Kini banyak kegiatan masyarakat sangat memprihatinkan. Menurut data yang kurang mengindahkan keadaan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bali, pesisir Bali. Seperti halnya pengambilan sekitar 47 persen dari 430 km panjang pasir di pesisir Sawangan oleh PT. Gora garis pantai Bali telah rusak. Sementara Gahana dan PT. Pembangunan Perumahan dari data Pusat Pengelolaan Lingkungan H i d u p Universitas U d a y a n a (PPLH Unud), sekitar 200 km pantai di Bali telah digerogoti abrasi. “Banyak f a k t o r penyebab, diantaranya d a m p a k pemanasan global. Juga pembuatan pengamanan pantai secara Pembangunan groine di pantai Sanur direncanakan pemerintah untuk perorangan menanggulangi abrasi yang tidak mengikuti aturan teknis. Pengambilan (PP) secara bersamaan. Pengambilan karang laut untuk kepentingan hiasan pasir ini diadakan secara berkala bangunan, serta penambangan pasir dan dikhawatirkan akan berdampak secara polaris pun menjadi penyebab akumulatif. Berdasarkan pemantauan abrasi,� papar Ardana, Kepala Sub-bidang berkala PPLH, pada minggu keempat Tata Ruang dan Instrumen BLH Bali. setelah dimulainya kegiatan pengerukan
K
Buletin
Edisi November 2009
Pantai Geger?” tanya Dek Gus saat ditemui di kantor sekretariat WALHI Bali. Hal senada dinyatakan A r d a n a . Penambangan pasir dilakukan 25 mil dari Pantai Geger dengan cara disedot sehingga air laut bergerak dan mengisi lahan yang Bangunan ini tadinya adalah restoran, namun telah kandas akibat abrasi diambil pasirnya. Namun dinas pasir, di kawasan Pantai Sawangan Utara terjadi abrasi dan Pantai Sawangan Selatan Kelautan Bali tidak banyak berkomentar ketika dikonfirmasi mengenai pengerukan terjadi akresi. “Bukan hanya nelayan yang pasir di beberapa pantai di Bali. “Kegiatan pengambilan pasir menjadi korban terhadap pengerukan pasir ini. Biota laut pun menjadi korban, biasanya dilakukan di salah satu tempat contohnya terumbu karang. Semua ini penggalian khusus, yaitu Galian C. dilakukan dengan alasan pariwisata. Memang di tempat itulah pasir dapat Agar pendapatan negara meningkat tapi diambil untuk menunjang kebutuhan terkadang tanpa melihat aspek ekonomi, atau kegiatan yang lain,” tutur Dewa aspek sosial, budaya dan bahkan aspek Dwipa, salah seorang staf Dinas Kelautan lingkungan,” ujar Dek Gus, salah seorang Provinsi Bali. Namun ini ditepis Ardana relawan Wahana Lingkungan Hidup dan R Suyarto secara terpisah. “Pasir memang bergerak dinamis, (WALHI) Bali. Selain itu, ada pula pantai yang dikeruk pasirnya untuk menambah resultante arus yang menghasilkan sempadan pantai lain. Pengerukan pasir gelombang sejajar pantai menggerakkan di Pantai Geger misalnya, digunakan pasir dalam suatu pola dan akan kembali untuk menambah sempadan Pantai Kuta ke tempat semula pada periode tertentu. dan Pantai Sanur. Pengurangan tebal pasir Sifat dinamis pasir pantai ini merupakan antara 8-16 cm terjadi pada bagian pantai bemper utama yang melindungi pulau dari abrasi. Abrasi akan terjadi bila pasir yang dekat dengan air laut. “Pada tahun 2008, pasir diambil yang dibawa arus tidak kembali lagi dari Pantai Geger untuk dibawa ke Pantai ke tempatnya,” ujar R. Suyarto, salah Kuta karena ada acara di Kuta. Tapi seorang Staf PPLH Unud. Lebih lanjut setelah acara berakhir, sepertinya ya.. ia mengungkapkan, abrasi pantai di Bali sudah selesai urusan mereka, padahal menjadi lebih parah karena pasir yang bagaimana dengan pasir yang di ambil dari dikeruk untuk pembangunan tak lagi
Buletin
Edisi November 2009
bisa dikembalikan. Gunung berapi di Bali sudah lama tidak lagi memuntahkan pasir, sedangkan pasir yang telah ada terusmenerus dikeruk untuk pembangunan. “Karena pengerukan pasir, di Bali sudah ada 140 titik abrasi. Pasir dari pantai lain misalnya, diambil untuk memenuhi pasir di Pantai Kuta. Beberapa tahun ke depan pasir di Pantai Kuta juga pasti berkurang. Lalu mau mengambil pasir dari pantai mana lagi?” papar Dek Gus yang juga menjabat sebagai Manager Divisi Program WALHI. Ia menyesalkan sikap pemerintah yang tidak adil membangun semua kawasan yang memiliki potensi wisata namun hanya fokus di satu tempat seperti Kuta atau Sanur. UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 masing-masing mengatur Otonomi Daerah dan Pembagian Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Pemerintah kabupaten diberi kewenangan mengatur daerahnya masingmasing. Namun menurut R. Suyarto, UU tersebut memungkinkan pengelolaan yang dapat mengubah klasifikasi pantai. Sementara peran pemerintah dalam upaya menyelamatkan pantai dari abrasi dengan
membangun dinding-dinding pantai dan groine-groine masih belum jelas. “Daerah yang dibangun dinding pantai dan groine memang tidak terkena abrasi. Namun daerah yang tidak dibeton akan terabrasi,” ungkap dosen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Unud ini dalam sebuah diskusi bersama sejumlah mahasiswa Unud. Pernyataan bahwa pemerintah telah memperbaiki 75% pantai di Bali menurutnya harus jelas ditinjau dari mana. Jika 75% pantai di Bali telah dibangun dinding pantai dan groine, perlu dipertanyakan apakah itu memang telah menanggulangi abrasi. Mengenai pembangunan dinding pantai, Iwan Dewantama, seorang aktivis lingkungan juga mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, meski telah diperbaiki sebanyak 75%, 25% sisa wilayah Bali akan mengalami dampak abrasi yang lebih parah. “10% perbaikan di pantai Buleleng dengan dinding pantai misalnya, akan merusak sebesar 40% di tempat lain,” ujarnya dalam sebuah diskusi lingkungan. (oze, putri, dian)
Diterbitkan oleh: Pers Mahasiswa “Akademika” Universitas Udayana. Izin terbit SK Rektor Unud 499/SK/PT/07/OM/LA/83. Alamat Sekretariat: Kampus Unud, Jalan P.B Sudirman, Denpasar-Bali. Email: pers_akademika@yahoo.com Pelindung: Rektor Universitas Udayana Penasihat: Pembantu Rektor III Universitas Udayana Pembina: Prof. Dr. Ir. IGP Wirawan, Msc. Dewan Penasihat/Litbang: Intan Paramitha, Agus Purnomo, Astarini Ditha, Dwi Yuniati. Ketua Unit/Pemimpin Umum: Okrina Tri Widanthi. Sekretaris Umum: Intan Resparani. Asisten Sekretaris Umum: Santhiari. Bendahara: Ria Medisina. Marketing: Angga Prayoga. Koordinator PSDM: Suarsana. Upgrading dan Organisasi: Eka Mulyawan, Dina Indrarahmeini. Diskusi: Krisna Murti. Pemimpin Redaksi: Dian Purnama. Redaktur Pelaksana: Lina Pratica Wijaya, Veroze Waworuntu, Putra Adnyana. Fotografer: Agung Parameswara. Staf Redaksi: Fransiska E.L Natalia, Astiti Muliantari, Giri Sujana, Wahyu Resta, Candra Wiguna, Oki Wirastuti, Happy Ari Satyani, Lukman Hakim, Wahyu Widnyana. Anggota: Ari Dwijayanthi, Surya Triana Dewi, Eka Satriawati, Rudy Simorangkir, Vellen Herlyana. Reporter Magang: Kusuma Putri, Devi Yanti, Anom Prawira Suta. Layouter: Putra Adnyana, Dian Purnama. Karikatur: Eka Mulyawan, Wahyu Widnyana, Rendra Saputra
Buletin
Edisi November 2009
I Made Jaya Ratha
Relawan WWF yang ’Cinta’ Penyu Berawal dari kegiatan kuliah, Jaya Ratha akhirnya menjadi relawan WWF (World Wildlife Foundation) untuk pelestarian penyu. Bagaimana kisahnya?
”A
walnya tak sengaja. Ketika itu sangat sedikit yang mengambil mata kuliah Aquatik,” kenang pria kelahiran Tabanan, 5 april 1983 ini. Ia pun bertemu I.B Wiadnya Adnyana, yang ketika itu menjabat direktur program penyu WWF. �������� Aquatik mengharuskan pria yang akrab disapa Jaya ini melakukan penelitian tentang penyu. Ia pun memilih Sukamade, Banyuwangi, Jawa Timur, salah satu titik pendaratan penyu. ”Setiap malam saya bergadang menyusuri pantai untuk melihat penyu bertelur,” kenang Jaya. Selama 5 bulan ia menjalani rutinitas seperti ini setiap hari karena penyu hanya bertelur pada malam hari. ”Saya mengambil skripsi tentang penyu,” �������������������� terang dokter hewan lulusan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana (FKH Unud) ini. Sejak saat itu ia tertarik meneliti hewan laut ini. Perjalanannya lalu berlanjut ke Derawan, Kalimantan Timur, bergabung dengan tim WWF. Bertemu dengan salah satu relawan WWF, Geoffry yang merupakan trainer pemasang satelit telemetri pada penyu. Ia di-training selama hampir 3 bulan dan memperoleh sertifikat memasang transmitter pada penyu. Pertama kali, Jaya memasang
10
Buletin
transmitter di pulau Piai, Kepulauan Raja Ampat, Papua pada dua ekor penyu hijau. Di Jamursba Medi, penyu bernama Mama Robeca juga ia pasangi transmitter dan sampai sekarang masih terpantau satelit melalui situs dok. pribadi
seaturtle.org. ”Dengan transmitter, kita dapat mengetahui keberadaan makanan dan habitat penyu, dan kita dapat membuat peraturan untuk melindunginya”, terang mahasiswa S-2 Kedokteran Hewan ini bersemangat.(eka)
Edisi November 2009
Jeritan dari Pesisir Ibarat gadis cantik di persimpangan jalan, eksotisme Bali menjadi incaran berbagai pihak. Panorama alam yang menawan dan budaya yang unik membuatnya dilirik banyak orang sebagai destinasi wisata yang menjanjikan.
B
anyak investor berupaya Serangan, pantai ini pun dengan cepat mendapat “perhatian� pulau dilahap arus laut. Tak hanya itu, meski kecil ini. Berbagai fasilitas wisata masih perlu diteliti lebih jauh, reklamasi dibangun. Tak peduli apakah daerah yang Serangan diperkirakan berpengaruh dibanguni segala fasilitas wisata tersebut terhadap perubahan pola arus laut yang adalah kawasan sempadan pantai atau berakibat pada tergerusnya pantai-pantai bukan. Tidak heran, karena menentukan di kawasan selatan Bali. Lalu apa yang dilakukan pemerintah? sempadan pantai, tak ada Pemerintah harusnya Beberapa wilayah kata pasti. 100 meter atau tak lagi memikirkan dengan potensi wisata 50 meter. Namun di pesisir bagaimana dibentengi dinding pantai yang pariwisatanya amat meningkatkan dan groine yang ternyata berkembang, dispensasi kunjungan tidak efektif. Mengapa tak diberlakukan. Fasilitas wisata sehingga ditegakkan saja hukum wisata pun dibangun di memperbanyak sempadan pantai yang atas sempadan. munculnya fasilitas susah payah dibuat? Seiring pesatnya wisata dan eksploitasi Pemerintah harusnya tak perkembangan pariwisata, pesisir. lagi memikirkan bagaimana pulau Serangan hendak disulap menjadi pulau impian. Masih meningkatkan kunjungan wisata sehingga lekat di ingatan bagaimana proyek yang memperbanyak munculnya fasilitas wisata digarap oleh PT. BTID ini berlangsung. dan eksploitasi pesisir. Daya dukung Pasir pantai Mertha Sari dikeruk untuk pulau ini sudah tidak lagi bisa dibuat reklamasi besar-besaran sehingga luas melar seperti karet untuk menampung pulau Serangan menjadi empat kali wisatawan sebanyak-banyaknya dan lipat luas pulau aslinya. Jalan besar pun bangunan setinggi-tingginya. Setelah pesisir Bali habis, barangkali dibangun sebagai sarana penghubung pegunungan akan menjadi incaran utama. Serangan dan Bali. Namun pulau impian Petak demi petak lahan pertanian dan hanya tinggal mimpi. Proyek yang hutan disulap menjadi hotel dan villa. mangkrak kemudian hanya meninggalkan Suatu saat wilayah dataran tinggi pun tanah lapang yang tandus dan pantaiakan jenuh dan rusak. Apa yang bisa pantai tergerus. dibanggakan Bali kemudian? Sekali lagi Sayang pemerintah tak mau ibarat gadis cantik di perempatan jalan, belajar dari pengalaman pahit ini. Bali seolah sedang menjual diri. Hingga Usai pengerukan pasir pantai Mertha Sari untuk menimbun laut di sekitar di suatu titik tak punya harga lagi.(red)
Buletin
Edisi November 2009
11
Makotèkan, Perayaan Kemenangan ala Prajurit Munggu Agung Parameswara*
M
akotèkan merupakan tradisi adat desa Munggu kecamatan Mengwi, Badung. Tradisi unik ini dilakukan pada hari raya kuningan. Puluhan orang berkumpul menyatukan tongkat kayu terbuat dari kayu pulen. Salah seorang warga naik ke atas kayu tersebut. Prosesi dimulai pada pukul 15.00. Iring-iringan warga desa membawa tongkat kayu panjang berkeliling desa dari Pura Puseh dan kembali lagi ke pura Puseh. Makotèkan berawal pada masa Kerajaan Mengwi, Badung. Konon, Kerajaan Blambangan di Jawa meminta bantuan Kerajaan Mengwi untuk melawan musuh. Selang beberapa lama, rombongan prajurit Munggu pulang dengan membawa kemenangan. Di tengah jalan, prajurit-prajurit tersebut sangat senang sehingga tombak perang digunakan bermain dengan menyatukan ujung tombak membentuk gunung. Setiba di Desa Munggu, raja Mengwi menyambut mereka dan memberlakukan tradisi makotèkan sebagai perayaan kemenangan tepat pada Hari Kuningan. Diyakini, jika tak dilakukan, petaka akan mendatangi desa. Seperti yang terjadi pada 1929, ketika itu Munggu mengalami gerubug dan banyak warga yang meninggal. Pura Puseh desa adat munggu tampak lengang sesaat sebelum tradisi adat makotèkan dimulai
12
Buletin Buletin
EdisiNovember November2009 2009 Edisi
Seorang pemuda Desa Munggu tampak berusaha berdiri di antara tumpukan kayu pulen yang disatukan
Warga Desa setempat sangat antusias memeriahkan tradisi makotèkan
Canda tawa mewarnai berlangsungnya tradisi makotèkan di Desa Munggu
*Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unud
Buletin Buletin
EdisiEdisi November 20092009 November
1313
Football Manager 2010
Polesan Lebih Nyata Sukses mempertahankan kecanduan fansnya dengan FM 2009, SI Games kini bersiap meluncurkan ‘candu’-nya yang berlabel FM 2010 di akhir bulan Oktober.
T
ahun 2009, SI (Sport Interactive) memfokuskan diri untuk memperbaiki dan mempercantik produk yang sudah ada. FM 2010 diharapkan akan lebih cepat dan gegas, lebih realistis dan lebih user-friendly (lebih mudah dimengerti). Pertandingan akan lebih enak ditonton karena SI telah menyematkan lebih dari 100 animasi 3 dimensi yang baru dalam match engine FM 2010, menyempurnakan tampilan 3D detail lapangan dan pencahayaan 3D yang lebih baik. Dalam FM 2010 kita akan diperkenalkan dengan tool untuk menganalisa pertandingan yang lebih detail yang terlihat sepanjang pertandingan maupun setelah pertandingan sehingga berguna bagi user dalam melihat kelebihan/kekurangan tim kita dan tim lawan. FM 2010 kini dilengkapi dengan sistem menu tab. Dengan modul taktik yang baru, FM 2010 diharapkan dapat memudahkan kita khususnya bagi yang belum cukup paham ataupun bagi yang tidak mau pusing dengan perancangan taktik versi slider. Untuk itu SI telah menanamkan preset taktik yang cukup banyak, bahkan dapat mencapai ribuan jika dikombinasikan satu-persatu. Bagi pemain FM kawakan, tak usah khawatir, karena sistem taktik lama menggunakan slider seperti FM 2009 akan tetap ada. Dengan adanya news centre, kita kini dapat menyeleksi berita sepakbola mana yang kita ingini untuk
14
Buletin
ditampilkan, tidak seperti FM 2009 dimana semua berita sepakbola akan hadir di dalam News Centre anda. Fitur utama yang ingin ditonjolkan oleh SI dalam Data Editor FM 2010 adalah Competition Editorts. Wow apalagi ya? (giri)
Standar spesifikasi :
Windows XP/Vista XP : 1.4GHz Vista : 2.0GHz AMD Athlon XP : 512MB RAM Vista : 1.0GB RAM
Edisi November 2009
Shintany Rabbhana:
Anomali Cinta di Daerah Konflik Belakangan banyak terbit berbagai macam karya sastra yang memanjakan hati pembaca. Novel misalnya memiliki ruang tersendiri dalam dunia karya sastra. Tentu saja dengan ciri khas masing-masing pengarang mampu memberikan warna-warna baru yang apik tertata. Karenanya tidak salah seorang pecinta dan peneliti sastra klasik menuliskan kisah dalam sebuah novel.
I
da Bagus Made Dharma Palguna mencoba menyuguhkan nuansa klasik yang tentu saja diracik sesuai keadaan zaman sekarang. Shintany Rabbhana secara umum menguak sisi kehidupan relawan dan relawati di daerah konflik. Namun tidak hanya itu lebih lanjut di dalamnya juga digambarkan keadaan daerah konflik utamanya korban penyakit mental di daerah konflik. Memang benar adanya, Shintany tokoh sentral perempuan dalam novel ini adalah perempuan hebat yang sudah bersuami dan beranak namun terjebak dalam cinta terlarang dalam misi pengabdian kemanusiaannya di daerah konflik agama yang dalam novel ini daerah konflik itu bernama Pulau Kura-kura. Sedangkan pasangan anomali Shintany adalah seorang lelaki bujang, libral, bebas, merdeka, namun pemuja perempuan, lelaki itu bernama Rabbhana. Pengarang dengan piawai memainkan kata-kata, hingga tersusun kalimat yang sangat terkesan aksen klasiknya namun kondisi yang ceritakan sangat kekinian. Bagaimana tidak, begitu masuk ke dalam novel ini kita sudah disuguhkan kondisi jaman yang rusuh, lalu ada sekumpulan manusia yang menyebut diri relawan kemanusiaan di bawah organisasi kemanusiaan mengabdikan diri mereka di daerah konflik. Namun pengabdian mereka sarat dengan tujuan
Buletin
yang menyimpang dengan kemanusiaan. Sehingga tidak dapat dipungkiri mentalmental para relawannya dibuat ‘mental’. Cerita-cerita kekerasan dalam keseharian, perselingkuhan, seks tanpa ikatan resmi, pedofilia, tersaji dengan bahasa lincah dan sarkasme. (Arik)
Judul Pengarang Tebal Penerbit Tahun Terbit
Edisi November 2009
: Shintany Rabbhana : IBM Dharma Palguna : iii+189 : sadampatyaksara : 2009
15
Surya Triana Dewi*
Orang-Orang Menamainya “Blue Point� Pesona Bali tak pernah lekang dimakan waktu. Betapa pun banyaknya tempat wisata yang terekspos media dan brosur agen perjalanan, ternyata masih banyak tempat luar biasa indah dan belum terjamah. Salah satunya adalah Blue Point. erawal dari keinginan melepas berujung pada sebuah gua berpasir putih. penat di tengah kesibukan kuliah, Menyusuri gua tersebut, pemandangan saya dan beberapa kawan menyusuri pantai dengan laut dan langit biru serta kawasan bukit Jimbaran, mencari pantai pasir putih membayar lelah dan dahaga yang masih tersembunyi dari publikasi kami. Hanya ada beberapa turis yang asik media. Kami pun mengikuti rute menuju berselancar menikmati ombak yang tak Pura Uluwatu. Sebelum masuk ke areal henti menyapu karang. Pemandangan ini parkir pura, kami berbelok ke kanan membuat kami tak hentinya bersyukur dan mendapati jalan turunan dengan atas anugrah sang Pencipta. kemiringan hampir 90o. Agak sangsi juga melewati rute itu karena harus melalui medan terjal dan hutan kering khas daerah Bukit yang sepi. Namun keraguan kami lenyap melihat jalan masuk pantai digawangi pecalang. Berbelok ke kiri melewati pos karcis, kami mendapati sebuah hotel menjorok ke laut dengan kendaraan memadati areal parkir. Kepalang tanggung telah bersusah payah Keindahan pantai Bluepoint tampak jelas dari atas tebing mencapainya, kami tetap singgah meski tampaknya pantai ini telah Kami kembali ke atas saat air mulai terjamah. Di ujung areal parkir, sebuah pasang dan menggenangi pasir, sepertinya tebing dengan pemandangan laut lepas tak lama lagi air akan menggenangi gua. yang luar biasa indah menunggu kami. Sunset di atas tebing menutup cerita di Tak hanya puas di situ, kami menyusuri pantai tak bernama ini. Orang-orang jalan setapak berseling dengan tangga menyebutnya Blue Point, seperti nama menukik ke bawah tebing. Banyak kios hotel penanda tempat ini berada. Dan dan restoran seafood tersembunyi di inilah dreamland yang kami cari. baliknya. Tangga yang tergolong sempit itu *Mahasiswi Teknik Arsitektur Unud
B
16
Buletin
Edisi November 2009
Banyak PS Baru, Unud Sudah Siap? Di usia ke-47, Universitas Udayana (Unud) terus melebarkan sayap dan membuka programprogram studi baru. Di tengah minimnya sarana belajar dan dosen, efektifkah itu? Di usia ke-47, Universitas Udayana (Unud) terus melebarkan sayap dan membuka program-program studi baru. Di tengah minimnya sarana belajar dan dosen, efektifkah itu?
P
rogram Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat (PS IKM) dan Ilmu Keperawatan (PSIK) kini bukan lagi program studi termuda di Unud. Namun, meski sudah beberapa tahun berdiri, PSIK dan PS IKM baru memiliki gedung sendiri pada awal tahun 2009. Sebelumnya, PS IKM melaksanakan proses belajar-mengajar di gedung milik fakultas pertanian dan fakultas peternakan, sedangkan PSIK di fakultas kedokteran. Kini PS Psikologi dan Hubungan Intenasional (HI) telah muncul di Unud. Ditambah lagi rencana pembukaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Program-program studi baru tersebut sudah terencana sejak 2008, tapi baru mendapat izin dari DIKTI tahun 2009. Berbeda dengan FISIP yang telah memiliki gedung sendiri dari konversi laboratorium Ilmu Tanah di kampus Sudirman, PS Psikologi dan HI justru harus mengalami nasib berpindahpindah gedung. Padahal kedua PS itu
Buletin
telah menerima mahasiswa baru. Untuk saat ini, PS Psikologi melakukan proses belajar mengajar di fakultas kedokteran, karena program studi ini menjadi satu dengan keluarga besar FK. Sedangkan PS HI yang kini menjadi bagian dari fakultas hukum melaksanakan proses belajar mengajar di gedung GDLN. Mengenai hal itu, Prof. Dr. Komang Gede Bendesa memberi tanggapan. �Suatu program studi tidak mungkin berdiri sendiri, tentu ada penggunaan bersama seperti fasilitas dan dosen. Selama gedung tersebut milik Unud, bila kosong, bisa digunakan,� ungkap dosen yang dua kali menjabat sebagai PR I Unud ini. Menurutnya, itu bertujuan untuk memaksimalkan fasilitas yang sudah ada. Dikonfirmasi mengenai fasilitas gedung untuk PS baru di Unud, dr. I Nyoman Arcana, Sp.Biok menyebutkan perencanaan pembangunan gedung secara mandiri belum ada. Menurutnya,
Edisi November 2009
17
harus mengajar di fakultas kedokteran, a k a d e m i gizi, PSIK, IKM, sastra antropologi dan program M a g i s t e r olahraga,” p a p a r Supriyadi, Sekretaris J u r u s a n Psikologi. U n t u k mengurangi beban yang Gedung untuk FISIP Unud telah dipersiapkan di Kampus Sudirman disebabkan oleh perencanaan pembangunan sepenuhnya minimnya jumlah dosen ini, team teaching dilakukan oleh PR I yang membawahi pun dibentuk. ”Dalam sistem team teaching, bidang akademik. Setelah DIPA keluar baru akan dilimpahkan kepada PR II, satu mata kuliah pengajarnya terdiri dari beberapa orang. Bisa dibagi perbidang sarana dan pra sarana. ”Ini hanya untuk sementara. chapter atau topik, sehingga satu dosen Gedung untuk HI baru akan diusulkan. hanya perlu menguasai satu chapter Untuk kedepannya menjadi bagian dari atau topik secara mendalam,” Supriyadi program peace and democracy,” papar dr. menerangkan lebih lanjut. Diakuinya, Arcana. Gedung untuk HI dan Institute untuk beberapa tahun ke depan Psikologi for Peace and Democracy sendiri akan masih memerlukan tambahan dosen. dibangun di bukit Jimbaran. Namun Bulan Oktober 2009 Unud memang telah rencana pembangunan gedung ini pun menambahkan dua dosen di Psikologi. belum diketahui waktu realisasinya karena Namun diharapkan dosen di psikologi hingga tahun 2011 belum boleh dilakukan akan berjumlah 20 atau minimal 15 orang pembangunan di Unud. Hanya kegiatan pada 2012. Tambahan satu ruang belajar pun dibutuhkan untuk tahun 2010. pemugaran yang diperbolehkan. Keberadaan sarana dan prasarana Selain permasalahan gedung, jumlah dosen untuk PS-PS baru ini pun memang merupakan kebutuhan dasar masih terbilang minim. Di PS Psikologi sebuah PS. Terus dibukanya PS-PS baru misalnya, dosen hanya berjumlah di tengah minimnya sarana dan prasarana sembilan orang. Semuanya merupakan serta keadaan dosen-dosen yang harus bekerja rodi mau tak mau mengundang dosen ilmu perilaku FK Unud. ”Ya, minimnya jumlah dosen ini pertanyaan. Dalam kondisi yang demikian, menjadi beban bagi dosen-dosen ilmu output seperti apa yang bisa diharapkan? perilaku. Beban menjadi berlebih karena (happy, suarsana, dian)
18
Buletin
Edisi November 2009
Aka/Eka Mul
Dua Teknik Informatika di Unud:
Sama, Tapi Tak Serupa
“Sama, tapi tak serupa.” Kalimat itulah yang menggambarkan kondisi dua program studi Teknik Informatika (TI) di Fakultas Teknik dan Teknik Impormatika milik Fakultas MIFA. Mengapa bisa ada dua program studi yang sama di bawah satu Universitas Udayana (Unud)?
A
danya dua PS bertitel Teknik Informatika di Unud makin mengundang tanya. Awalnya TI di MIPA bernama Ilmu Komputer (ILKOM). Pada Juli 2008, ILKOM pun berubah nama menjadi Teknik Informatika seiring perpanjangan ijinnya sesuai SK DIKTI nomor: 163/DIKTI/KEP/2007. SK tersebut mengharuskan penggantian nama baru yang sesuai dengan jenjang S1 progran studi ilmu Komputer. Sementara, TI di Fakultas Teknik baru berdiri tahun 2008, bersamaan dengan tahun ajaran baru di Unud. Mengingat tak mungkin ada dua PS dengan nama sama dalam sebuah institusi, kabarnya kedua PS ini akan digabung. Kabar lainnya lagi, salah satu program studi akan berganti nama. Menurut Santi Yasa, ketua jurusan TI MIPA, saat rektor Unud menginginkan adanya PS TI di Unud,
Buletin
Fakultas MIFA dan Teknik dipertemukan untuk membicarakannya. Karena saat itu dosen MIPA dianggap lebih menguasai IT, maka TI dilimpahkan ke MIPA. Di tempat berbeda, Ketua Jurusan Teknik Elektro dan Teknik Informatika Fakultas Teknik, Lie Jasa, dengan tegas mengungkapkan bahwa TI di Fakultas Teknik telah memiliki SK yang jelas dan telah diketahui serta disetujui pihak DIKTI Jakarta. “Berdirinya Teknik Informatika ini didasarkan atas keinginan mengembangkan Udayana agar lebih mampu berbasis IT dan mengembangkan program-programnya sendiri,” tegas Lie. Berdirinya TI di Fakultas Teknik ini diawali dengan diajukannya usulan kepada pihak DIKTI tanggal 3 September 2007 dengan nama Teknik Informatika Komunikasi. Jawaban atas usulan itu keluar tanggal 1 Februari 2008 bersamaan
Edisi November 2009
19
Papan nama program studi menunjukkan keberadaan TI MIPA
dengan SK DIKTI nomor: 163/DIKTI/ KEP/2007 tentang Penataan dan Kodifikasi Program Studi pada Perguruan Tinggi tertanggal 29 November 2007. Salah satu pasalnya menyebutkan, untuk jenjang S1 Perguruan Tinggi bidang Ilmu Komputer hanya terdapat 3 nama yaitu Sistem Informasi, Sistem Komputer, dan Teknik Informatika. Dengan keluarnya SK tersebut, usulan pun direvisi kembali pada 17 Maret 2008. Keluarlah ijin dari DIKTI dengan SK no: 1641/DIT/2008 tentang berdirinya PS Teknik Informatika Fakultas Teknik Unud tertanggal 19 Mei 2008. Sementara mengenai akreditasi, baru bisa dipenuhi setelah PS berdiri selama 4 tahun dan ada lulusan dari program tersebut yang bisa digunakan sebagai bahan penilaian. Menanggapi adanya dualisme nama Teknik Informatika di Unud, rektorat mengaku akan mencarikan
20
Buletin
solusi yang tidak membuat salah satunya menjadi pincang. Solusi tersebut yakni dengan menggabung kedua PS itu. Permasalahannya, penggabungan itu pun tak segampang membalik telapak tangan. “Banyak hal yang harus dilihat, dianalisis dan dipertimbangkan. Misalnya kurikulum masing-masing PS dan tenaga pengajar. Untuk itu masih memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan permasalahan ini. Tidak mungkin dalam suatu universitas ada dua PS yang sama,” jelas Prof. ����������������������������� Dr Komang Gede Bendesa. PR I Unud ini pun kemudian berjanji dalam waktu dekat akan membicarakan masalah ini melalui pertemuan yang melibatkan kedua fakultas. Mudah-mudahan mahasiswa kedua PS Teknik Informatika ini masih sabar menantikan kelanjutan nasibnya melewati proses wacana yang panjang. (suarsana, happy, indra)
Edisi November 2009
Angin S
Dian Purnama*
eringkali aku menghabiskan waktuku dengan duduk di atas bebatuan di puncak bukit itu. Menikmati bulatan-bulatan sinar matahari yang memancar menembus kanopi pepohonan jati, terjatuh di pangkuanku. Terhampar sebuah ngarai hijau dengan kabut tipis yang perlahan hilang menjelang siang. Dalam hening aku selalu bisa mendengarkan suara-suara. Kadang sayup berputarputar di kerimbunan hutan. Seringkali keras terpantul dinding-dinding tebing. Aku diam dengan mata terpejam. Dan suara itu akan selalu mengulang cerita tentang dirinya. Tentang angin. “Maka anginlah yang sebenarnya merasa kesepian. Berhembus dari gunung ke gunung. Memasuki ceruk-ceruk bebatuan dengan linglung,” gemanya di kejauhan. Kadang gemuruh mengiring saat ia berhembus kencang melintasi permukaan ngarai. Ah, betapa ia sangat menyayangi dunia. Pun angin sangat mencintai semesta. Namun mengapa seringkali gemuruhnya tiba melanda? Ada tangis, kadang. Kala-kala kesepian menghadang. Tapi hilang di tengah pulau berpadang-padang. Tak terbawa hingga ke seberang lautan. Apa gerangan yang ia tangiskan? Angin pernah jatuh cinta pada segara. Menderu-deru tak pernah tara. Menghempas gelombang pasang di karang. Di tengahnya manusia sering tenggelam karam. Tapi ia tak pernah diperbolehkan untuk mencinta lautan. Sebab semesta melawan.
Buletin Buletin
“Jika memang berkawan, jangan pernah kau bersetubuh dengan lautan, karena takkan lagi kau lihat gerak tingkah hewan-hewan,” camar berkata. Di paruhnya, seekor marlin meronta. “Takkan lagi kau sentuh dedaunan. Tak ada tanah, tanpa rumput hijau. Kau dan dia begitu berbeda. Dewamu Bayu yang menyisir kehidupan. Dan ia sembah Baruna, penenggelam segala,” berkatalah akasia. Dedaunannya meranggas. Terlepas. Angin haruslah mencintai angin, kata mereka. Pun angin pernah mencintai matahari, cemburu pada burung-burung yang berkerubung. Yang mencicit nakal pada dia yang merajai siang. Mereka tampak senang. Riang. Girang di balik awan-awan hingga petang menjelang. Angin menyentuh dedaunan hingga bergoyang. Menepis awan hingga mentari terang cemerlang di saat-saat badai datang. Tapi ia tak kasat. Dengan matahari pun tak dekat. Bulat penuh merah jingganya menatap bumi lekat-lekat. Tak ada angin. Ia tak tahu. Karena ia tak kasat. Maka pergilah ia tanpa gemuruh. Pun tanpa menggerakkan dedaunan. Tapi aku tahu ia tak lagi ada. Kubuka mata saat bias sinar mentari tak lagi jatuh di pangkuan. Kabut tipis di ngarai telah benar-benar hilang. Dan aku pun beranjak pulang. * Mahasiswi Sastra Inggris Fakultas Sastra Unud
Edisi November 2009 Edisi November 2009
21 21
Sajak-sajak Buleleng A.A Gede Ngurah Putra Adnyana*
PULANG KAMPUNG Ingin balik kampung, ingin seka rindu begitu Kecup kaki meme di Busung Biu Berkasih-kasih, menampung restu Bapa pikun Seperti lalu bijakan kata mengukir gubuk rapuh Kangen begitu…… Ingin balik kampung ketika manyarmanyar berarak utara Sila meneguk tuak dekat jelaga Cakap-cakap, berdialog kawan lawas Di serambi teguk sepiring nasi sèle selalu lahap Ingin balik kampung kota tua Singaraja Hirup bayu Buleleng lama tak tersapa Tak pernah asing dalam perantauan ilalang-ilalang…. Karena darah dan jantung kota itu muaranya Ingin balik kampung, awal cita berkepakkepak Tempat suka-duka meramu utopia Dengan api-api Raditya serta keinginan ke puncak jingga Ingin balik kampung rasanya… Dengan kerinduan seperti ini
22 22
Buletin Buletin
SERENADA PEREMPUAN BULELENG Iluh disanggul molek dewata Bak rupa tersiram purnama Gemercik-gemercik kakinya bersabada “Aku Ratu Wanita begini” Dia agemnya tak tertahan Menerawang puja-puji bhuana Iluh dengan paras Singaraja Nyuun dia dulang bunga setaman Lengkung sepinggang berkain brokat Songketnya berirama seiring tetabuhan Ayu saja dedari ini…. Iluh cempaka perawan Dia perempuan penjaja canang wewangian… Bakti sucinya utuh satu Sang Hyang Pencipta Adalah perempuan asih di pelangkiran jagat…
* Mahasiswa Sastra Inggris, Fakultas Sastra Unud
EdisiNovember November2009 2009 Edisi
Kuliah Pun Pindah ke Kos Pacar
Angga Prayoga*
Peringkat pertama diduduki “Malas”. Disusul “Dosen” pada tempat kedua. Sedangkan posisi ketiga diraih “Organisasi”. Inilah tiga sebab teratas yang melegimitasi mahasiswa membolos.
B
egini fakta yang terjadi di tugas (9,5%), mata kuliah yang tidak kampus Universitas Udayana disukai (8,1%), bekerja (3%) dan karena (Unud) kita tercinta. Di kampus tertua dan adanya urusan yang lain (10%). Urusan terbesar di Bali ini, masalah “membolos” lain itu meliputi membantu orangtua, yang sudah klasik masih menjadi ketiduran, bahkan sampai “pindah kuliah” ke kos pacar. Sungguh konsumsi setiap hari. sangat disayangkan, Dari 300 kuisioner k e s e m p a t a n yang disebarkan Persentase intensitas mengenyam manisnya “Akademika” di seluruh fakultas di bolos di Unud yakni: 1 bangku kuliah yang tak bisa dirasakan semua Unud, 222 (74%) kali seminggu 7,3%, 1-2 orang, disia-siakan mahasiswa menjawab pernah membolos, kali seminggu 4,3%, 1-2 begitu aja. Apalagi kegiatan yang 60 (20%) mahasiswa kali sebulan 42,3%, lebih untuk tak terlalu penting. menyatakan tidak Bolos memang pernah dan 18 (6%) dari 4 kali sebulan 6,3% orang tidak menjawab. dan yang tidak menentu banyak ruginya. Tetapi untungnya, intensitas Data ini diambil sebanyak 39,7%. mahasiswa membolos dengan sistem acak di Unud tak begitu (random sampling). sering. Persentase Kuota masing-masing fakultas disesuaikan dengan jumlah intensitas bolos di Unud yakni: 1 kali mahasiswanya. Dengan persentase seminggu 7,3%, 1-2 kali seminggu 4,3%, 1-2 kali sebulan 42,3%, lebih dari 4 kali kesalahan diperkirakan sebesar 5%. Dari data yang tersedia, alasan sebulan 6,3% dan yang tidak menentu umum mahasiswa Unud tidak kuliah sebanyak 39,7%. Lalu apa kegiatan tampak beragam. Mulai dari malas mahasiswa ini jika membolos karena malas datang ke kampus (33,4%), dosennya kuliah? Jawabannya beragam. Mulai dari membosankan (13%), organisasi (12,6%), tempat bermain game, menonton televisi, urusan keluarga (10,3%), mengerjakan nongkrong-nongkrong di warung, mall, kos
Buletin
Edisi November 2009
23
teman, hingga tidur. N a m u n dibalik wajah suram itu, ternyata masih ada secercah harapan. Sebanyak 20% responden menyatakan tidak pernah membolos dengan berbagai alasan. Ada yang menyatakan takut ketinggalan mata kuliah yang dapat berdampak pada ketidaklulusan. Biaya kuliah yang mahal pun masuk perhitungan. Ada pula yang mengaku tak memperoleh kesempatan untuk membolos. Alasanalasan seperti ini barangkali akan mampu memberi motivasi untuk lebih menghargai meja perkuliahan. P e r l u dicermati, membolos pun tak selalu berarti negatif dan patut dipersalahkan. Permasalahannya sekarang adalah alasan mahasiswa tersebut membolos. Membolos dengan alasan tepat dan untuk hal positif yang menambah wawasan, seperti misalnya organisasi, tentu saja masih bisa ditoleransi. Meski kesempatan untuk memiliki bolos berkualitas sekarang makin terkekang. Sebab jika absensi tak memenuhi 75 %, maka mahasiswa
24
Buletin
tersebut akan dilarang mengikuti ujian. Sesungguhnya membolos tak sepenuhnya bisa dipersalahkan, asal memag diperlukan dan tetap memenuhi 75% absen di kelas. Tapi jika bolos hanya karena malas dan hura-hura? Masihkah dianggap berkualitas? * Mahasiswa Fakultas Kedokteran hewan Unud
Edisi November 2009