13 minute read

PEOPLE OPINION

Next Article
CYBER CRIME FACTS

CYBER CRIME FACTS

Muhammad Nabil Barasyid

Universitas Airlangga Berikan opinimu mengenai apakah hukum positif yang ada dan berlaku di Indonesia dan internasional dapat menanggulangi perlindungan hukum dalam penyalahgunaan teknologi secara efisien?

Advertisement

Teknologi merupakan salah satu contoh kemajuan yang pesat, tetapi kemajuan yang pesat juga harus di kontrol dengan peraturan-peraturan dan hukum yang ada. Karena jika tidak di kontrol akan menjadi boomerang tersendiri bagi kita pengguna teknologi dan juga rawan terjadi penyalahgunaan teknologi tersebut. Pemerintah Indonesia maupun Internasional juga telah mengantisipasi hal tersebut dengan meresmikan dan memberlakukan hukum untuk menanggulangi penyalahgunaan teknologi tersebut.

Menurut saya, hukum positif yang ada dan berlaku di Indonesia dan Internasional akan dapat menanggulangi perlindungan hukum dalam penyalahgunaan teknologi. Contohnya, di Indonesia sendiri pemerintah meresmikan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk menanggulangi masalah tersebut. Terkait efisien atau tidak, dapat dipengaruhi lewat bagaimana cara pemerintah menegakkan undang-undang tersebut.”

Bagaimana cara yang tepat untuk menanggulangi masalah perlindungan hukum di indonesia dan internasional mengenai penyalahgunaan teknologi?

Menurut saya cara yang tepat untuk menanggulangi masalah perlindungan hukum terkait penyalahgunaan teknologi yaitu dengan menegakkan prinsip “equality before the law” dalam hukum di Indonesia, karena kerap kali terjadi beberapa kesenjangan dalam penegakan hukum di Indonesia. Kemudian, pemerintah dapat merevisi pasal-pasal yang bermakna ganda atau biasa disebut “pasal karet” seperti yang ada di dalam beberapa pasal UU ITE agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah dan tidak membatasi kebebasan ber ekspresi masyarakat dan jurnalis di Indonesia. Yang terakhir, pemerintah juga perlu membenahi praktik hukum di Indonesia dan memberi ganjaran yang tepat pada pelaku penyalahgunaan teknologi agar mendapat efek jera dan mengurangi kemungkinan hal tersebut untuk terulang

Ilham Ramadhani

Universitas Andalas Berikan opinimu mengenai apakah hukum positif yang ada dan berlaku di Indonesia dan internasional dapat menanggulangi perlindungan hukum dalam penyalahgunaan teknologi secara efisien?

Perkembangan globalisasi dan penciptaan beragam inovasi terkait teknologi menghasilkan banyak hal-hal positif terkait pembangunan peradaban manusia, tetapi tentu dibalik dampak positif tersebut, juga ada dampak negatif yang menghantui kita, diantaranya kejahatan melalui cela teknologi atau Cyber Crime. Diketahui per Januari 2021 pengguna smartphone dunia ialah sebanyak 5,22 milliar orang dan tentu jumlah itu akan terus meningkat mengikuti tingkat melek teknologi di tiap-tiap negara. pengguna internetnya ialah sebanyak 212,35 juta. Penggunaan internet yang besar tentu akan menimbulkan kerentanan kejahatan teknologi yang besar juga.

Untuk mengatasi hal tersebut, secara yuridis Indonesia sejatinya memiliki aturan hukum positif (Ius Constitutum) terkait penanggulangan kejahatan teknologi informasi (Cyber Crime) yakni pada tanggal 21 April 2008 Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang kini direvisi menjadi Undang-Undang No. 19 Tahun 2016.”

Sesuatu yang dilarang atau kejahatan Cyber merupakan bagian dari tindak pidana, yang diatur dalam Undang-Undang tersebut. Terlepas dari pada itu, UU ITE yang menjadi landasan hukum dalam negeri harus selalu dapat diterapkan secara bijak karna diketahui di masa pandemi ini kejahatan cyber meningkat sebanyak 4 kali lipat dan laporan terbanyak itu berasal dari kejahatan mengenai konten provokatif. Kejahatan konten provokatif sebagaimana yang tertera pada Pasal 27 UU ITE merupakan delik yang sering diperdebarkan karna delik ini dipercaya bersifat karet dan dapat berpotensi menjadi alat kriminalisasi. Baru-baru ini saja diberitakan bahwa server milik Badan Intelijen Negara dan beberapa Kementerian lainnya mendapat serangan cyber yang diduga dari China. Meski hal tersebut merupakan kejadian yang marak terjadi, tetapi perlu berbagai penegasan dan juga langkah preventif untuk mencegah kejahatan lintas negara kembali terjadi. Terkait tempat kejahatan terjadi (locus delicti) yang bersifat borderless (melewat batas-batas negara), penanganan paling efektif adalah dengan dilakukannya Mutual legal Assistance (“MLA”) atau bantuan timbal balik sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana. MLA memungkinkan Aparat Penegak Hukum (“APH”) antar-negara bekerja sama dalam rangka permintaan bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan negara yang diminta.

Bagaimana cara yang tepat untuk menanggulangi masalah perlindungan hukum di indonesia dan internasional mengenai penyalahgunaan teknologi?

1. Dalam penanggulangan bahaya kejahatan teknologi, hal preventif yang diperlukan ialah edukasi yang bersifat persuasif kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk menggunakan teknologi secara bijak dan menghindari penggunaan yang berpotensi pada pemidanaan. 2. Diketahui kejahatan cyber tergolong kejahatan yang cukup sulit terendus karena kemajuan teknologi memungkinkan para pelaku untuk melakukan penyamaran dan penghilangan identitas, sehingga jejak mereka tidak diketahui, untuk itu diperlukannya teknologi yang dimana memungkinkan para penegak hukum melakukan penyelidikan dan pemantauan agar kegiatan cybercrime dapat ditanggulangi. 3. Undang-Undang ITE sejatinya merupakan aturan yang memungkinkan Negara dapat menindaklanjuti berbagai temuan perbuatan yang tersebar di dunia maya, untuk itu aparat penegak hukum perlu memaksimalkan ketentuan tersebut untuk melakukan kontrol administratif terkait transaksi elektronik yang diatur. 4. Selain berfungsi secara administratif, UU ITE juga merupakan kumpulan aturan pidana yang mengikat Warga Negara Indonesia agar tidak melakukan beragam kejahatan cyber yang berpotensi menganggu ketertiban umum. Keberadaan aturan pidana tersebut perlu diterapkan, tetapi harus tetap mengedepan keadilan restoratif yang tertera pada Perkapolri No. 6 Tahun 2019, harus adanya pemilahan dalam proses penyelidikan kasus agar beberapa aturan karet yang ada dalam UU ITE tidak dijadikan alat kriminalisasi antar warga negara. 5. Terkait pencegahan dan penindakan kejahatan transnasional, Indonesia perlu memperbanyak hubungan hukum dengan berbagai negara agar Aparat Penegak

Hukum Indonesia dapat menindaklanjuti potensi dan bahaya kriminal cyber internasional yang berada di luar teritorial Negara Indonesia. Perjanjian hukum tersebut, tentu juga memungkinkan aparat dapat bergerak mengamankan masyarakat Indonesia dari bahaya cyber crime lintas negara.

w

Universitas Hasanuddin Berikan opinimu mengenai apakah hukum positif yang ada dan berlaku di Indonesia dan internasional dapat menanggulangi perlindungan hukum dalam penyalahgunaan teknologi secara efisien?

Cybercrime merupakan salah satu dampak negatif dari perkembangan teknologi yang sangat berpengaruh dalam seluruh bidang kehidupan modern saat ini. Kemajuan teknologi membuat banyak orang memasuki ruang lingkup kejahatan dengan sangat mudah, hanya dengan mengandalkan kemampuannya dalam memanfaatkan sistem teknologi.

Sejauh ini, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang cybercrime di Indonesia masih dikategorikan tertinggal jauh dalam hal ke-efektifan, karena baru ada satu peraturan yang secara spesifik mengatur tentang cybercrime. Mengingat di dalam undang-undang tersebut juga masih terdapat sangat banyak kekurangan yang membuat tidak maksimalnya penekanan angka cybercrime di Indonesia. Karena cybercrime tidak mengenal batas ruang dan waktu, dan juga tidak memerlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatannya.”

Di ranah Internasional sendiri, kejahatan dunia maya berpeluang untuk tidak akan berhenti karena kemungkinan tertangkap dan dihukum dianggap terlalu rendah. Penjahat dunia maya di kelas atas sama canggihnya dengan perusahaan teknologi informasi. Cybercrime dianggap terlalu mudah karena banyak pengguna teknologi yang gagal mengambil tindakan perlindungan paling dasar, dan banyak produk teknologi tidak memiliki pertahanan yang memadai. Sementara para pelaku cybercrime menggunakan keduanya, teknologi sederhana dan canggih untuk mengidentifikasi target, mengotomatiskan pembuatan perangkat lunak, dan pengiriman, dan monetisasi dari apa yang mereka curi. Resolusi Kongres PBB VIII/1990 mengenai Computer Related Crimes mengajukan beberapa kebijakan dalam rangka menanggulangi cybercrime. Namun pada kenyataannya, angka cybercrime sampai saat ini masih terus meningkat dan terus meresahkan banyak elemen. Bagaimana cara yang tepat untuk menanggulangi masalah perlindungan hukum di indonesia dan internasional mengenai penyalahgunaan teknologi?

Dalam upaya penanggulangan cybercrime, tentu diperlukan suatu perhatian dan keahlian khusus dalam bidang teknologi. Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam menindak kejahatan cybercrime. Namun dalam pembuktian mengenai cybercrime, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana belum mengatur mengenai informasi elektronik sebagai salah satu alat bukti. Sehingga diharapkan ketentuan mengenai informasi elektronik diatur secara tegas sehingga terdapat suatu kepastian hukum. Sementara untuk penegakan hukum Internasional, Interpol telah memberikan bimbingan teknis dalam deteksi, investigasi, dan pengumpulan bukti kejahatan-dunia maya. Information Technology Crime Investigation Manual oleh Interpol disusun Oleh European Working Party On Information Technology Crime. Dibandingkan dengan harmonisasi hukum substantif dan prosedural dari Konvensi Cybercrime saat ini, sistem Manual mengembangkan model penegakan hukum teknologi untuk meningkatkan efisiensi memerangi kejahatan dunia maya. Selain itu, penilaian standarisasi keamanan yang lebih tinggi dan koordinasi persyaratan keamanan cyber akan meningkatkan keamanan, terutama di sektor-sektor utama seperti keuangan. Lastly, tempat perlindungan negara untuk kejahatan dunia maya harus mendapat tekanan dari masyarakat internasional untuk mengubah perilaku mereka dan bekerja sama dengan lembaga penegak hukum negara lain. Ini berarti memaksakan semacam hukuman atau konsekuensi pada pemerintah yang gagal mengambil tindakan terhadap cybercrime

Muzdalifah Karsa Prima

Universitas Sriwijaya Berikan opinimu mengenai apakah hukum positif yang ada dan berlaku di Indonesia dan internasional dapat menanggulangi perlindungan hukum dalam penyalahgunaan teknologi secara efisien?

Menurut saya, masalah perlindungan hukum di bidang teknologi, terutama di aspek digital, saya rasa belum berjalan secara efisien. Seperti yang kita ketahui, banyak sekali tindakan cyber crime di masa sekarang ini. Karena dilakukan secara online, cyber crime tidak mengenal waktu dan tidak pilih-pilih target. Bisa terjadi pada individu atau perusahaan di mana pun berada. Tujuan cyber crime sendiri beragam. Bisa sekedar iseng, sampai kejahatan serius yang merugikan korbannya secara psikologis maupun finansial

Walaupun proses pelaporan mengenai penyalahgunaan teknologi cukup mudah dilakukan, tetapi secara respon dari pihak yang berwenang masih kurang responsif. Sebagai contoh, kebanyakan kasus yang terlanjur viral baru ditangani, sedangkan faktanya banyak sekali kasus-kasus yang belum ditindaklanjuti akibat dari kurangnya respon.”

Padahal pengaduan tersebut merupakan bagian dari pelayanan publik, di mana masyarakat dapat menyampaikan keluhan maupun saran perbaikan terhadap pelayanan yang diberikan. Dan hal terpenting dalam mengelola pengaduan masyarakat adalah kecepatannya dalam merespons dan menindaklanjuti suatu pengaduan, dimana ini merupakan cerminan dari baik buruknya unit pelayanan pengaduan di suatu instansi.

Tetapi kenyataannya, masih banyak masyarakat yang berkeluh mengenai perlindungan hukum dalam penyalahgunaan teknologi dan berbagai kendala lainnya. Untuk itu, kedepannya diharapkan dukungan semua pihak terkait dan keseriusan pegawai di bidang pengaduan demi tercapainya keinginan untuk merespons dengan cepat semua pengaduan yang masuk, dan menuntaskan sisa-sisa pengaduan yang masih ada sejak lama. Bagaimana cara yang tepat untuk menanggulangi masalah perlindungan hukum di indonesia dan internasional mengenai penyalahgunaan teknologi?

Cara yang tepat untuk menanggulangi masalah perlindungan hukum mengenai penyalahgunaan teknologi, yaitu meningkatkan dukungan pimpinan, dukungan sumber daya manusia, serta dukungan sarana dan prasarana.

Dukungan pimpinan merupakan modal awal terselenggaranya pengelolaan pengaduan yang baik. Pimpinan yang berkomitmen untuk selalu merespons semua pengaduan dengan cepat sangat membantu tersalurkannya suatu laporan pengaduan ke APIP terkait untuk segera dilakukan penelitian akan kebenaran isi pengaduan.

Selanjutnya, komitmen pimpinan untuk selalu memantau tindak lanjut suatu pengaduan juga akan membantu cepatnya proses penyelesaian suatu pengaduan. Selain itu, personil yang secara kuantitas mencukupi dan secara kualitas menguasai alur proses pengelolaan pengaduan akan sangat membantu cepatnya proses penyaluran suatu pengaduan.

Kecukupan kuantitas juga harus diikuti dengan komitmen pegawai terkait untuk urusan pengelolaan pengaduan, bukan hanya sekedar untuk penempatan belaka, terlebih jika lebih banyak berurusan dengan tugas di luar urusan pengaduan. Akan lebih baik lagi jika para pegawai fokus pada masalah proses analisis dan telaahan pengaduan, tanpa terlalu banyak dibebani dengan tugas tambahan yang menyita waktu. Dukungan sarana dan prasarana juga kemajuan teknologi akan membantu proses pengelolaan pengaduan dengan lebih canggih, seperti dengan menggunakan aplikasi, sehingga dapat dikerjakan tidak hanya di kantor dan hanya di satu perangkat komputer saja, tapi bisa diakses dan di-update oleh semua petugas di bidang pengaduan. Hal ini dapat meningkatkan kecepatan proses karena tidak hanya tergantung pada satu orang operator saja.

Proses selanjutnya dari pengelolaan pengaduan adalah menunggu tanggapan dari unit terkait yang diadukan oleh pelapor. Walaupun merupakan faktor eksternal yang berada di luar kendali bidang pengaduan, namun bukan berarti kita bisa berlepas tangan di sini. Jika ingin suatu kasus selesai dengan tuntas, maka bidang pengaduan harus proaktif melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap APIP terkait. Untuk itu, diperlukan kerjasama dan koordinasi yang baik dengan seluruh APIP, baik di lingkungan Kementerian maupun Pemerintah Daerah.

Qeisar Muammar

Universitas Gadjah Mada Berikan opinimu mengenai apakah hukum positif yang ada dan berlaku di Indonesia dan internasional dapat menanggulangi perlindungan hukum dalam penyalahgunaan teknologi secara efisien?

Menurut saya hukum positif yang diterapkan saat ini belum dapat memberikan perlindungan hukum dan menanggulangi penyalahgunaan teknologi secara maksimal. Hal ini dikarenakan kasus kejahatan dunia maya khususnya di Indonesia masih sangat banyak dan juga masih terus meningkat dari tahun ke tahun. Apalagi dengan kondisi pandemi seperti ini membuat banyak orang akan explore mengenai hal-hal baru, ti-

dak terkecuali mencoba melakukan kejahatan dunia maya. Ini dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah kasus kejahatan dunia maya di seluruh dunia pada masa pandemi. Menurut saya hal ini sejalan dengan adanya kekurangan di peraturan-peraturan yang mengatur mengenai cyber crime. Di beberapa peraturan mengenai cyber crime seperti UU ITE dan PP No. 82 Tahun 2012 masih terdapat banyak pasal yg cenderung dapat ditafsirkan secara luas sehingga belum sepenuhnya menjamin kepastian hukum atau biasa dikenal dengan pasal karet.” “ Contohnya Pasal 27 Ayat 3 UU ITE tentang defamasi. Pasal ini dapat digunakan untuk

represi warga yang mengkritik pemerintah, polisi, atau lembaga negara. Kemudian ada Pasal 29 tentang ancaman kekerasan. Pasal ini bermasalah lantaran dapat dipakai untuk memidana orang yang ingin lapor ke polisi. Sehingga dapat disimpulkan kalau hukum positif khususnya di Indonesia belum cukup menunjukkan keseriusan para stakeholder dalam menanggulangi kejahatan di dunia maya. Memang kesadaran masyarakat itu penting, tetapi juga harus dibarengi dengan peraturan yang ada agar dapat memberikan kepastian hukum. Bagaimana cara yang tepat untuk menanggulangi masalah perlindungan hukum di indonesia dan internasional mengenai penyalahgunaan teknologi?

Menurut saya langkah untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan teknologi adalah yang pertama harus menyinkronkan peraturan yang mengatur mengenai cyber crime, agar menciptakan kepastian hukum yang saya maksud di narasi sebelumnya. Salah satunya dengan cara merevisi UU ITE dengan mempersempit pasal-pasal yang ada. Selain itu, menurut saya perlu adanya ancaman pidana yang lebih berat lagi bagi para pelaku agar menciptakan efek jera. Kemudian, harus adanya program edukasi mengenai bijak dalam berteknologi sejak dini. Hal ini bertujuan agar masyarakat bisa menyadari bahaya dan manfaat dari teknologi itu sendiri. Namun seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya bahwa memang kesadaran masyarakat itu penting, tetapi juga harus dibarengi dengan peraturan yang ada agar dapat memberikan kepastian hukum.

Matthew Nathan

Universitas Indonesia Berikan opinimu mengenai apakah hukum positif yang ada dan berlaku di Indonesia dan internasional dapat menanggulangi perlindungan hukum dalam penyalahgunaan teknologi secara efisien?

Teknologi memegang peran yang signifikan dalam kehidupan bermasyarakat. Meskipun telah memberikan manfaat yang sangat besar, perkembangan teknologi yang begitu pesat juga menyebabkan adanya kerentanan akan terjadinya tindakan penyalahgunaan yang merugikan bagi masyarakat yang terlihat dari maraknya kasus pembocoran data pribadi, kejahatan siber, dan lainnya. Ol-

eh karena itu, diperlukan suatu regulasi baik dalam tingkat nasional dan internasional yang mengatur kondisi tersebut, tidak terkecuali negara kita sendiri. Saat ini, Indonesia sudah cukup baik dalam menyediakan regulasi pada sektor yang berkaitan dengan ruang digital jika dibandingkan dengan negara lain. Berdasarkan United Nations Conference on Trade and Development Global Cyberlaw Tracker, Indonesia merupakan salah satu dari segelintir negara yang memiliki regulasi dalam empat sektor ruang digital, yakni informasi dan transaksi elektronik, perlindungan data pribadi, perlindungan konsumen, dan kejahatan di dunia maya. Meskipun demikian, regulasi tersebut masih memiliki banyak permasalahan dan menuai kontroversi di masyarakat. Hal ini terlihat dari salah satu regulasi yang seharusnya melindungi ruang digital malah menimbulkan ketidakadilan dan tingginya risiko pembatasan kebebasan berpendapat. Permasalahan lainnya terletak pada tingginya angka kebocoran data, baik dalam sektor publik maupun sektor privat. Hal ini dapat diatribusikan kepada beberapa faktor, seperti regulasi yang belum maksimal, tidak adanya otoritas independen terintegrasi yang menangani permasalahan ini, dan lainnya. Salah satu faktor utamanya ialah karena regulasi yang masih tersebar di berbagai peraturan dan belum terintegrasi secara maksimal. Pada skala internasional, keadaan ini diperburuk dengan tidak adanya perlindungan hukum ruang digital yang berlaku secara universal. Tantangan yang dialami tersebut berhubungan dengan tiga aspek hukum internasional, yakni munculnya kebingungan dan ketidakjelasan terkait yurisdiksi, penyelesaian sengketa, dan instrumen hukum dikarenakan masing-masing negara masih menjunjung tinggi hukumnya masing-masing dan tidak mengalah dengan alasan memperjuangkan yurisdiksi digital negara mereka masing-masing.

Bagaimana cara yang tepat untuk menanggulangi masalah perlindungan hukum di indonesia dan internasional mengenai penyalahgunaan teknologi?

Permasalahan-permasalahan di atas harus segera ditanggulangi dengan memperjelas dan mempertegas regulasi yang mengatur ruang digital dan dikembangkannya suaut otoritas independen yang dapat mengadili dan melindungi masyarakat di ruang digital baik dalam skala lokal maupun nasional. Dalam skala nasional, reformasi terhadap tatanan normatif yang mengatur terkait ruang digital sangat diperlukan. Pengaturan yang ada seharusnya diperjelas sehingga mengurangi kecenderungan terjadinya multitafsir dan mengedepankan semangat kebebasan atas informasi dan berpendapat. Selain itu, pengaturan yang ada juga seharusnya bersifat terintegrasi. Keberadaan suatu otoritas perlindungan data yang independent juga sangat dibutuhkan untuk menjaga kemaslahatan perlindungan data pribadi masyarakat Indonesia. Di lain sisi, diperlukan juga suatu instrumen hukum internasional yang berbasis hukum, kebebasan, dan inklusif di masa depan untuk memberikan kejelasan terkait ketiga permasalahan yang disebutkan sebelumnya

This article is from: