RESEARCH TEAM
Ringkasan Eksekutif
Hingga saat ini hak-hak dari para pekerja imigran masih dipertanyakan. Dalam hal ini yang dimaksud bukan mengenai tidak adanya kebijakan yang mengatur, tetapi dikarenakan belum adanya ketegasan dalam menerapkan kebijakan tersebut sehingga menimbulkan keraguan terkait kepastian Hukum dari kebijakan-kebijakan yang telah ada. Hal ini didukung oleh masih banyaknya pelanggaran yang terjadi, baik dalam tahap perekrutan, selama bekerja, maupun ketika pemulangan pekerja migran untuk kembali ke Indonesia. Bentuk pelanggaran dan tindakan kejahatan tersebut di antaranya yaitu, pelolosan pekerja migran ilegal, perbudakan, perdagangan manusia, penyiksaan, penipuan, kerjapaksa, dan perilaku sewenang-wenang lainnya yang dialami oleh pekerja migran Indonesia. Padahal Undang Undang mengenai perlindungan hak pekerja migran ini telah diatur dengan jelas pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 18 Tahun 2018 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia. Usut punya usut, faktor penyebab masih adanya pelanggaran tersebut adalah masih terdapat celah dalam pengawasan yang menjadikan peluang para oknum, baik oknum yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri untuk melakukan tindakan kejahatan tersebut. Maka dari itu topik ini perlu dibahas lebih lanjut agar pemerintah memperhatikan permasalahan yang masih saja terjadi pada para pekerjamigran Indonesia sehinggadapat menemukan solusi yang tepat untuk mencegah terjadinya kejadian yang sama. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menambah kebijakan baru yang khusus mengatur mengenaipengawasan pekerja migran Indonesia agar memperkuat regulasi yang ada sehingga memperoleh kepastian Hukum dalam melindungi hak pekerja migran.
II. Pendahuluan
Hak asasi manusia merupakan suatu hak yang dimiliki oleh setiap individu yang dimiliki sejak lahir berupa karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak bisa dicabut sedikitpun sehingga diperlukan suatu upaya untuk melindunginya seperti peran pemerintah untuk menjamin keberadaan HAM. Hak Asasi Manusia memiliki konsentrasi yaitu berupa hak aktif, hak negatif, hak positif, dan hak jaminan sosial. Hak aktif dapat diartikan sebagai suatu hak yang dimiliki oleh seseorang sebagai makhluk yang berhak untuk mengemukakan pendapat tanpa paksaan dan berserikat. Selain itu, hak negatif bermakna hak yang dimiliki manusia untuk bergerak bebas tanpa intervensi dari pemerintah yang konsekuensinya pemerintah dilarang untuk merampas hak tersebut bagaimanapun caranya, seperti hak hidup, hak untuk melanjutkan keturunan, hak memilih tempat tinggal. Kemudian, hak positif terkait dengan bagaimana pemerintah melakukan pelayanan terhadap masyarakatnya, misalnya jaminan kebebasan beragama. Lalu, hak jaminan sosial merupakan suatu hak perluasan dari hak positif, seperti jaminan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya untuk menegakkan serta pemenuhan terkait dengan hak asasi manusia tersebut, diperlukan adanya kesadarandalam masyarakat terkait dengan pentingnya pengetahuan tentang hak asasi manusia yang berimplikasi terhadap hak-hak lainnya misalnya dengan
melakukan kampanye, sosialisasi, maupun pelatihan sehingga dapat menimbulkan atensi masyarakat akan pentingnya pemenuhan Hak Asasi Manusia. Tak terkecuali urgensi penegakan serta pemenuhan hak-hak terhadap para migran yang bekerjadi luar negeri. Walaupun telah memperoleh payung Hukum sebagai jaminan pemenuhan hak-hak migran dari pemerintah berupa UndangUndang Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, namun pada praktiknya masih banyak hak dari migran yang tidak terpenuhi dan cenderung dilanggar sehingga menimbulkan banyak kasus. Seperti halnya terkait dengan proses seleksi, banyak praktik seleksi palsu dengan menjanjikan gaji tetap disertai pekerjaan tetap sebagai migran, namun hal tersebut merupakan dalih dari pihak yang tidak bertanggung jawab guna melakukan eksploitasi tenaga kerja. Hal ini tentu bertentangan dengan pasal 6 Undang Undang Nomor 1 (c) tahun 2007 yang mengatur pekerja migran berhak memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja, tata cara penempatan, dan kondisi kerja di luar negeri. Dengan demikian, bagaimana bentuk jaminan penegakan dan pemenuhan hak hak terhadap para migran, apakah sudah sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam Konvensi Internasional Resolusi Majelis Umum PBB 45/158 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya yang disahkan pada tanggal 18 Desember 1990 diatur mengenai hak para migran. Hak tersebut diantaranya ialah setiap pekerja migran bebas untuk meninggalkan negara mana pun, termasuk negara asal mereka. Hak ini tidak boleh dibatasi kecuali sebagaimana ditetapkan oleh hukum, diperlukan untuk melindungi keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan dan moral umum, atau hak-hak dan kebebasan kebebasan orang lain, tidak seorang pun pekerja migran boleh dijadikan sasaran penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, tidak seorang pun pekerja migran atau anggota keluarganya boleh secara sewenang wenang dirampas harta bendanya, baik yang dimiliki sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Apabila menurut ketentuan hukum yang berlaku di Negara tujuan kerja, aset pekerja migran atau anggota keluarganya disita baik sebagian maupun seluruhnya, orang yang bersangkutan harus memiliki hak untuk memperoleh kompensasi yang adil dan memadai, dan masih banyak lagi. Bentuk dari hak-hak tersebut menjadi urgensi yang harus dilindungi dengan meningkatkan pelayanan, perlindungan, dan keberpihakan kepada para pekerja migran yang direalisasikan melalui berbagai kebijakan, karena bagaimanapun bentuk perlindungan ini merupakan salah satu upaya penegakan Hak Asasi Manusia.
III. Metode Penelitian
Evaluasi kebijakan pekerja migran dilakukan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Metode ini merupakan penelitian terhadap asas asas Hukum Positif yang tertulis dalam Perundang Undangan atau dokumen Hukum lainnya. Sedangkan data yang kami pakai di dalamnya menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang telah diolah dan didokumentasikan sehingga sering disebut dengan kepustakaan, antara lain ialah Peraturan Perundang-Undangan, Jurnal Ilmiah, Buku Buku Hukum, serta referensi lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diidentifikasi. Metode yuridis normatif ini dilengkapi dengan diskusi kelompok dalam rangka mempertajam analisa. Untuk mendukung dan
menambahkan kepercayaan, kami menggunakan dan menelaah dokumen serta data data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian sebagai pembuktian suatu kejadian. Pendekatan yang kami lakukanialah pendekatan kasus (case approach) atau pendekatan Undang Undang (statue approach). Pendekatan tersebut adalah pendekatan dalam penelitian yuridis normatif yang bertujuan untuk mempelajari penerapan norma atau kaidah Hukum yang dilakukan dalam praktik Hukum serta pendekatan yang dapat digunakan sebagai aturan Hukum.
3.1
Efektifitas
Perlindungan Pekerja Migran di Indonesia khususnya Provinsi
Jawa Timur Dalam Perspektif Peraturan Perundang-Undangan Pekerja migran Indonesia (PMI) adalah warga negara indonesia dengan sengaja mengajukan diri untuk bekerjadi luar negeri dengan tujuan untuk mencukupi kehidupan sehari hari dengan memanfaatkan imbalan dalam bentuk upah sehingga dapat menumbuhkan penerimaan negara bukan pajak serta memutar kegiatan perekonomian suatu negara dalam hal ini Indonesia. Menjadi Pekerja Migran Indonesia dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yaitu faktor sosial, budaya, ekonomi. Faktor sosial seperti adanya anggapan yang dibuktikan dengan cerita pekerja migran Indonesia yang sukses bahwa ketika menjadi pekerja migran dengan gaji dollar maka kehidupan sehari-hari tercukupi dan mengubah gaya hidup yang lebih mewah.¹ Selain itu, dari segi budaya, terdapat penekanan terhadap suatu masyarakat agar mencari pekerjaandi luar negeri dengan berdasarkan pada sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia. Kemudian dari faktor ekonomi, masyarakat memilih untuk bekerja di luar negara Indonesia agar memiliki penghasilan lebih dan dapat menambah devisa negara, baik negara pengirimPMI maupun penerima PMI. Namun faktor yang paling berpengaruh memotivasi seseorang untuk menjadi PMI adalah faktor ekonomi dengan pertimbangan adanya pemberian upah yang lebih tinggi dari pada upah di negara pengirim PMI.²
Dengan menjadi PMI memunculkan beberapa dampak pada individu pekerja tersebut, baik berupa dampak positif maupun negatif. Dampak positif ketika menjadi PMI adalah semakin terbukanya pengetahuan tentang teknologi serta budaya negara lain sehingga dapat mengembangkan potensi dalam diri. Selain itu, dapat menekan angka pengangguran lebih signifikan dikarenakan banyaknya warga negara Indonesia memiliki minat untuk bekerjadi luar negeri akibatnya tenaga kerja terserap dengan efektif. Seringkali dalam melakukan pekerjaan di lingkungan penempatan bekerjanya, ketika berkomunikasi, menggunakan bahasa yang bukan bahasa Indonesia sehingga dapat memperkaya penguasaan kemampuan berbahasa individu pekerja migran Indonesia dengan berimplikasi juga pada kualitas PMI yang lebih baik dari sebelumnya. Kemudian adanya remitan yang dikirimkan oleh negara tempat bekerja PMI kepada negara asalnya, berupa uang dengan nominal tertentu sesuai dengan gaji yang diperoleh pekerja
¹ Luvi Mei Anggraini, Irawan Irawan & Joan Hesti Gita Purwasih, (2021) “INTERNALISASI PENDIDIKAN SEKS TERHADAP ANAK PEKERJA MIGRANDI KABUPATEN BLITAR” 23 : 1, Journal of Anthropology: Socio Cultural Issues58.
² Hartono Widodo & R. Jossi Belgradoputra, (2019) “Perlindungan Pekerja Migran Indonesia” 8:1 JBH 107 – 116.
yang dapat digunakan oleh keluarganya untuk sarana pendidikan, mencukupi kebutuhan sehari hari, serta untuk kesehatan.³ Selain dampak postitif yang dirasakan oleh PMI, muncul adanya dampak negatif seperti masuknya budaya yang tidak relevan dengan bangsa Indonesia yang dibawa secara tidak sadar oleh PMI ketika kembali lagi ke negara asalnya misalnya gaya hidup mewah dengan disertai tidak membayar pajak pada negara. Dalam perkembangannya, pekerja migran Indonesia menghadapi beberapa hambatan serta suatu permasalahan, baik sebelum pemberangkatan, penempatan, maupun ketika kembali ke Indonesia. Permasalahan tersebut berupa tidak tercatatnya pekerja migran Indonesia, dalam hal ini dapat berupa perekrutan PMI yang illegal tanpa melalui badan yang sah menurut hukum sehingga dalam melakukanpekerjaannya tidak mempunyaiperlindungan hukum. Kemudian, ketika penempatan untuk bekerja di negara tujuan, seringkali ditempatkan tidak sesuai dengan yang terkandung di dalam kesepakatan antara pengirim PMI dengan negara penerima PMI. Hal ini merugikan PMI dikarenakan tidak sesuai ekspektasi yang diharapkan olehPMI yang dibuktikandengan adanya ketidaksesuaian kesepakatan. Sebelumnya, PMI sudah diberikan bekal dalam bentuk pelatihan kerja sebelum penempatan dengan maksud agar memiliki kemampuan di bidang pekerjaan yang diinginkannya sehingga adanya ketidaksesuaian tersebut mengakibatkan sumber daya manusia, dalam hal ini PMI, tidak terserap secara efektif. Hal ini mengakibatkan penderitaan yang dialami oleh PMI dalam bentuk pelanggaran hak kebebasanmemilih pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang diperoleh selama pelatihan kerja. Selain itu, ketidaksesuaian kesepakatan antara negara penerima dan pengirim PMI lainnya yaitu adanya upah yang berlainan dengan kesepakatan yang telah dibuat. Hal ini mengindikasikan masih adanya pemerasan tenaga kerja dengan maksud untuk menguntungkan pihak pengguna tenaga kerja. Untuk menanggulangi dan menjamin pekerja migran Indonesia, telah dibuat regulasi yang mengatur seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Di dalamnya mengatur hak-hak PMI yang harus dipenuhi oleh negara serta perlindungan ketika proses perekrutan, selama bekerja, maupun ketika pulang ke negara asalnya. Selain itu, mengatur tentang keberadaan perusahaan penerima tenaga kerja agar dalam melakukan pelaksanaan maupun pengawasannya dapat bersifat legal. Selain itu, dasar hukum sebagai perlindungan PMI yaitu Peraturan Menlu Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perlindungan WNI di luar negeri dengan beberapa perlindungan seperti perlindungan diplomatik dan konsuler yang mengatur juga dalam keadaan darurat maupun keadaandamai. Untuk melindungi dan mencegah adanya perdagangan orang sebagai resiko menjadi PMI telah diatur Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Seringkali dianggap bahwa pekerja migran merupakan seseorang pekerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, pengertian tersebut terlalu sempit. Hal ini dikarenakan adanya pekerja migran antar daerah yang terjadi di Indonesia yang
³ Basrowi Basrowi,(2019) “Dampak Pekerja Migran Perempuan Terhadap Status Sosial Ekonomi Keluarga, Tingkat Pendidikan, dan Kesehatan Anak” 9:1 Journal Kafa`ah 63.
seringkali menghadapi permasalahan dalam perlindungan hak-hak sebagai pekerja jika hasil musyawarah tidak memuaskan maka dapat meminta bantuan dinas untuk menyelesaikan sengketa. Ketika para pihak tidak setuju tentang anjuran yang disampaikan oleh dinas maka dapat diselesaikan menurut peraturan yang berlaku. PJTKI yang tidak memiliki BLK-LN, yang berupa badan pelatihan kompetisi kerja sebelumpemberangkatan pekerja migran Indonesia ke luar negeri, dilarang untuk beroperasional. Adanya sanksi pencabutan izin operasional kantor cabang yang tidak memenuhi kententuan pasal 12 ayat 2. Sedangkan dalam Perda Nomor 4 tahun 2016 diatur mengenai sanksi administratif lebih banyak daripada Perda sebelumnya seperti peringatan tertulis, penghentian kegiatan sementara, daftar hitam, denda administratif serta sanksi lebih lanjut ditentukan dalam peraturan gubernur.
Setelah berlakunya Perda Nomor 4 Tahun 2016, Pekerja Migran Jawa Timur kualitasnya semakin membaik daripada sebelumnya dikarenakan terdapat peran pemerintah yang signifikan sebagai upaya untuk mengembangkan kompetensi setiap pekerja migran yang sebelumnya tidak diatur di Perda Nomor 2 Tahun 2004. Namun, terdapat suatu permasalahan yang muncul seperti dalam pengiriman remiten kepada keluarga PMI dengan nominal yang tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian. Hal ini perlu adanya pengawasan dari pemerintah dalam pengiriman suatu remiten khususnya dalam pengintegrasian termasuk kegiatan LTSA-P3MI yang berupa Layanan Terpadu Satu Atap Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Selain itu, pemerintah membentuk Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 66 Tahun 2017 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Jawa Timur yang berisi pelaksanaan serta rincian tugas anggota LTSA-P3PMI untuk menyelenggarakan perlindungan pekerja migran Indonesia Jawa Timur.
3.2 Perlindungan Bagi Pekerja Migran Melalui Lembaga Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Berdasarkan data demografi Indonesia, pertumbuhan angkatan kerja cukup signifikan. Berdasarkan perhitungan indikator ketenagakerjaan menggunakan penimbang hasil proyeksi penduduk interim yang merupakan proyeksi sementara hasil Sensus Penduduk 2020 (SP2020), Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah angkatan kerja pada Februari 2022 sebanyak 144,01 juta orang, naik sebanyak 4,20 juta orang dibanding Februari 2021 serta Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) naik sebesar 0,98 persen poin.⁵ Namun peningkatan angkatan kerja tersebut tidak diikuti dengan kesempatan kerja yang menimbulkan tingginya tingkat pengangguran. Dari jumlah angkatan kerja tersebut dapat dirincikan yakni 135,61 juta orang bekerja dan sisanya yakni 8,40 juta orang pengangguran. Pertumbuhan jumlah angkatan kerja jauh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Hal tersebut mengakibatkan sebagian angkatan kerja Indonesia berupaya bekerja di luar negeri
⁴ Inayah Hidayati, (2019) “The Process of Migration and Communication Technology Roles among Labor Migrants in Batam - Indonesia” 7:2 Society (Bangka Online) 173 184.
⁵ Berita Resmi Statistik No.36/05/Th.XXV,09 Mei 2022
sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan berbagai alasan. Alasan tersebut diantaranya ialah kondisi perekonomian yang kurang menarik di Indonesia dan penghasilan yang cukup besar serta tampak lebih menarikdi negara tujuan telah menjadi pemicu terjadinya mobilitas tenaga kerja secara internasional.⁶
Berdasarkan data penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) pada bulan September 2022, terdapat sebanyak 21.737 penempatan dengan rincian 37% atau 7.897 secara informal dan 63% atau 13.840 secara formal.⁷ PMI merupakan pejuang keluarga dan pahlawan devisa, maka sudah selayaknya apabila PMI diberi hak dari Negara untuk memperoleh keamanan, layanan, dan pemenuhan hak baik sebelum, selama maupun setelah bekerja.⁸ Pada praktiknya banyak sekali permasalahan yang membelit PMI. Mulai legalitas proses pemberangkatan hingga penempatan kerja, kurang terawasinya proses persiapan dalam negeri termasuk pemalsuan identitas PMI pada pra penempatan sampai tahap purna penempatan, kurangnya pelatihan tenaga kerja sehingga kualitas dan kompetensi pekerja rendah, terjadinya inflasi Perundang-Undangan yang mengakibatkan terjadinya disharmoni sehingga menimbulkan celah penyalahgunaan terhadap PMI, kurangnya kesadaran atau pemahaman aparatur dalam membantu menciptakan kesejahteraan pekerja yang diakibatkan oleh rendahnya komitmen dan kompetensi SDM aparatur, ancaman tidak dibayar oleh majikan, potensi menjadi korban pelecehan seksual, terjerat jaringan narkotika dan terorisme, rentan menjadi korban perdagangan orang, serta rendahnya jaminan kesejahteraan, kesehatan dan pelindungan keselamatan kerja.⁹
Permasalahan ketenagakerjaan tersebut menjadi salah satu pengaruh terhadap pengiriman PMI ke luar negeri yang mana mengakibatkan dua hal, pertama, tidak terlindunginya mereka yang hendak mencari kerja ke luar negeri. Kedua, faktor tenaga kerja yang tidak memiliki kualitas baik, menyebabkan rendahnya daya tawar negara dibandingkan dengan negara lain. Rendahnya daya tawar pekerja tersebut mempengaruhi buruknya hubungan kerja dan rendahnya kesejahteraan seperti jabatan pekerja migran, upah yang diperoleh, dan perlindungan selama menjadi PMI.¹⁰
Calon PMI harus memahami secara baik mengenai informasi pasar kerja, tata cara penempatan, dan kondisi kerja di luar negeri. Serta yang terpenting adalah setiap calon PMI harus memiliki dokumen sebagai syarat penempatan pada Negara tujuan. Negara wajib membenahi keseluruhan sistem pelindungan bagi PMI dan keluarganya sehingga mencerminkan nilai kemanusiaan dan harga diri sebagai bangsa mulai dari sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja. Bentuk dari perlindungan tersebut adalah berupa segala upaya perlindungam kepentingan Calon PMI atau PMI serta keluarganya dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan ⁶ Connie de la Vega & ConchitaLozano-Batista, “Advocates Shoulduse Applicable International Standards to AdressViolatioan of Undocumented Migran Workers Rights in The United States”
Pusat Data dan Informasi (BP2MI), www.bp2mi.go.id diakses pada 29 Oktober2022
Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 ⁹ Payaman J. Simanjuntak, (2004) “Kompleksitas Masalah Ketenagakerjaan”, (Jakarta: Majalah Buletin Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi) ¹⁰ Tjandra, Surya dkk, (2006) “Makin Terang Bagi Kami Hukum Perburuhan” (Jakarta: TURC) hlm.4
haknya dalam keseluruhan kegiatan sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja dalam aspek hukum, ekonomi, dan sosial. Setiap PMI berhak menerima perlindungan dari segala tindakans eperti eksploitasi ilegal, penyiksaan, perbudakan, dan ancaman kekerasan. Perlindungan tersebut harus diberikan sejak awal rekrutmen hingga PMI kembali ke Indonesia.¹¹ Tahapan perlindungan yang diberikan bertujuan untuk menjamin pemenuhan danpenegakan hak asasi manusia sebagai warga negara dan PMI serta menjamin pelindungan hukum, ekonomi, dan sosial PMI dan keluarganya.¹² Untuk terjaminnya perlindungan terhadap PMI selain dibentuknya regulasi perlindungan, tentu diperlukan adanya pembentukan Lembaga Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Pada Tahun 2004, dibentuk Undang Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang mana dalam Pasal 94 Ayat 1 dan Ayat 2 menjelaskan mengenai pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan disusul dengan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tentang Pembentukan BNP2TKI yang struktur operasional kerjanya meliputi unsur instansi pemerintah pusat terkait PelayananTKI. Namun setelah UndangUndang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja migran Indonesia yang disusul dengan Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2019 tentang Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia keluar, BNP2TKI ditransformasi menjadi Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) sebagai badan yang bertugas menjadi pelaksana kebijakan dalam pelayanan dan perlindungan PMI secara terpadu.¹³
BP2MI memiliki tugas berupa memberikan perlindungan terhadap PMI melalui PMI terampil dan profesional guna meningkatkan kesejahteraan PMI dan keluarganya sebagai aset Bangsa, serta terselenggaranya peningkatan tata kelola organisasi yang efisien, efektif, dan akuntabel. Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2019 tentang Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, BP2MI berfungsi sebagai pelaksana kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan PMI, pelaksana pelayanan dan perlindungan PMI, penerbit dan pencabut surat izin perekrutan PMI, penyelenggara pelayanan penempatan, pengawasan pelaksana pelayananjaminan sosial, lembaga pemenuh hak PMI, pelaksana verifikasi dokumen, pelaksana perlindungan PMI selama bekerja di negara tujuan, penyedia fasilitasi, rehabilitasi dan reintegrasi purna PMI, dan masih banyak lagi.
Dengan adanya BP2MI, maka para pekerja migran akan lebih terjamin perlindungannya. Selain berperan sebagai lembaga pelindung, BP2MI juga memiliki tanggung jawab memberikan informasi terhadap Calon PMI mengenai migrasi tenaga kerja, sehingga hal tersebut dapat menjadi upaya pengurangan PMI ilegal atau tidak berdokumentasi. Di tahun 2020, sebanyak 67,4% dari 1.725 pengaduan yang diterima BP2MI berasal dari PMI yang diberangkatkan secara ilegal. Hal inilah yang menyebabkan peran BP2MI sangat dibutuhkan guna membentuk Satuan Tugas, menyusun
Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006
Pasal 3 UndangUndang Nomor 18 Tahun 2017
Sejarah PMI, www.bp2mi.go.id diakses pada 30 Oktober 2022
strategi dan prosedur operasional, serta mencegah pemberangkatan ilegal. Calon PMI, sebagai subjek Hukum yang dilindungi oleh suatu Negara dan sebagai subjek yang memiliki hak hak universal. Dengan didapatkannya informasi tersebut, akan membantu Calon PMI bebas memilih jenis pekerjaan yang ditawarkan serta mendapatkan pelakuan yang adil dan tanpa membedakan ras, jenis kelamin, warna kulit, agama, dan aliran politik. Hingga saat ini, lokasi BP2MI tersebar pada hampir setiap provinsi di Indonesia yakni 23 wilayah. Sedangkan daftar Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia( P3MI) Aktif per tanggal 10 Agustus 2022 adalah 344 Perusahaan.
IV. Rekomendasi
Rekomendasi berupa solusi hukum yang dapat kami sarankan mengenai permasalahan evaluasi kebijakan perlindungan bagi para pekerja migran Indonesia khususnya dalam lingkup daerah Jawa Timur, yaitu: 1.
Pemerintah diharapkan dapat membuat solusi alternatif sebagai upaya dalam mengurangi terjadinya Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural atau pekerja migran illegal Solusi tersebut apabila diwujudkan dengan bantuan dari pihak pemerintah, maka pekerja migran Indonesia non prosedural atau tidak memenuhi syarat akan semakin berkurang. Penyebab dari timbulnya PMI non prosedural atau yang dikenal dengan pekerja migran illegal ditandai oleh beberapa faktor, seperti kurangnya sosialisasi pemahaman mengenai prosedurmenjadi pekerja migran kepada masyarakat luas, akses informasi yang terbatas, praktek percaloan yang semakin marak kian hari, serta adanya praktek migrasi yang masih bersifat tradisional. Terdapat salah satu contoh upaya pemerintah Indonesia yaitu dengan adanya Desa Migran Produktif yang pemberlakuannya diatur di dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2019. Desa Migran Produktif (Desmigratif) merupakan sebuah desa migran yang dibentuk guna menjadi wadah pertama bagi calon PMI untuk memperdalam informasi yang tepat dan akurat dalam menyiapkan keberangkatan ke negara yang menjadi tujuan. Salah satu desa yang menjadi pelaksanaan percontohan dari adanya rencana ini yaitu Desa Arjowilangun, Kabupaten Malang. Dengan adanya Desmigratif tersebut, dapat menjadi upaya guna mengurangi jumlah PMI non prosedural. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala yang menghambat proses penerapan Desmigratif tersebut.¹⁴ Oleh karena itu, harapan untuk pemerintah kedepannya dapat mengembangkan rancangan dari adanya Desa Migran Produktif tersebut sebagai upaya dalam memberikan pengetahuan dasar dan khusus kepada masyarakat yang ingin bekerja dan mencari nafkah di luar negeri sesuai dengan petunjuk hukum yang benar.
¹⁴ Salsabila Kartika Putri & Arinto Nugroho, (2020) “PELAKSANAAN PROGRAM
DESMIGRATIF SEBAGAI UPAYA PENGURANGAN JUMLAH PEKERJA MIGRAN INDONESIA NON PROSEDURAL” 7 : 16.
Pemerintah juga diharapkan lebih mengedepankan peningkatan skill dan kemampuan para calon pekerja migran Indonesia tidak hanya berangkat lalu memulai bekerja di negara tujuan, melainkan harus menyiapkan terlebih dahulu skill dan kemampuan individu agar memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan minat masing-masing individu. Sebagaimana tertuang di dalam Pasal
6 Ayat 1 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Buruh Migran Indonesia, disebutkan bahwa terdapat 13 jenis hak buruh migran, yang salah satunya yaitu memperoleh akses peningkatan kapasitas diri melalui pendidikan dan pelatihan kerja.¹⁵ Seperti halnya di provinsi Jawa Timur yang menjadi provinsi dalam urutan pertama sebagai penyumbang pekerja migran terbesar di Indonesia. Pemanfaatan jasa calo semakin marak bagi para pekerja migran yang hendak berangkat ke negara tujuannya. Oleh karena itu, pihak Provinsi Jawa Timur menerapkan electronic government melalui aplikasi simPADU-PMI di UPT Pelayanan dan Perlindungan Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur. Fungsi adanya penerapan dari aplikasi simPADU PMI ini sendiri terdiri dari sebagai organisasi layanan publik, komitmen politik, proses pembiayaan yang cukup baik, terdapat kerangka hukum, adanya sebuah kegiatan pengembangan kapabilitas pegawai, dan lain sebagainya. Namun ternyata dalam penerapannya masih terdapat berbagai kekurangan, seperti jumlah pengguna aplikasi yang minim, sistem keamanan yang masih beradadi tahap standar, serta tidak adanya follow up tentang status seseorang yang melamar kerja pada aplikasi tersebut.¹⁶ Guna menjembatani para calon pekerja migran agar dapat mengembangkan skill dan kemampuan mereka, maka sudah sepatutnya pemerintah menyediakan fasilitas sarana dan prasarana dalam menyediakan wadah bagi para calon pekerja migran untuk berlatih dan mengembangkan diriny asebelum proses keberangkatannya menuju negara tujuan.
tktkablotim@gmailcom, “Website Resmi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lombok Timur”, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lombok Timur, http://disnakertrans.lomboktimurkab.go.id, diakses pada 30 Oktober, 2021.
Aprilia Surya Triprastiwi & Fitrotun Niswah,(2020) “PENERAPAN ELECTRONIC GOVERNMENT MELALUI APLIKASI SIMPADU PMI DI UPT PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PROVINSI JAWA TIMUR” 8:3 Publika, https://ejournal.unesa.ac.id. diakses pada 30 Oktober 2021.