MENINJAU PUTUSAN AKHIR KASUS BAIQ NURIL ATAS JERATAN UNDANG-UNDANG ITE

Page 1

MENINJAU PUTUSAN AKHIR KASUS BAIQ NURIL MAKNUN ATAS JERATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Nunung Widiyanti Wella Mareta Nanda Fakultas Hukum Universitas Airlangga wellamaretan@gmail.com

Abstrak Perkembangan teknologi dan informasi yang pesat, mampu melahirkan banyak perubahan pada era modern saat ini. Perubahan tersebut tak terkecuali juga menyentuh perihal aspek hukum yang berlaku. Dikarenakan hukum mengikuti dinamika yang terjadi di tengah masyarakat, dan bukan sebaliknya. Seperti pada pemberlakuan suatu regulasi di suatu negara. Salah satu regulasi yang diberlakukan pada era digitalisasi ini adalah Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun, keberlakuan UU ITE ini membawa malapetaka bagi warga negara, salah satunya yakni yang menimpa Baiq Nuril Maknun. Hukum yang seharusnya memberikan keadilan seolah tidak berlaku bagi Baiq Nuril Maknun. Putusan Mahkamah Agung yang menjeratnya dengan pasal 27 ayat (1) UU ITE kurang mempertimbangkan fakta hukum yang sebenarnya. Hakim dinilai tidak cermat dalam memutus kasus ini dengan mengesampingkan fakta yang mampu menghapuskan tuntutan terhadap Baiq Nuril Maknun. Hak-hak Baiq Nuril Maknun sebagai perempuan juga dikesampingkan di dalam persidangan yang mana hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Pasal yang dijatuhkan kepada Baq Nuril Maknun merupakan salah satu pasal yang multitafsir sehingga rawan menjerat warga negara. Kata Kunci: UU ITE; Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum; Pidana Khusus

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan regulasi di Indonesia yang pertama untuk menindak kejahatan di dunia maya. Kemudian, UU ITE tersebut diubah oleh UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun, terdapat kekurangan perihal substansi yang diatur di dalam UU ITE. Dimana substansi tersebut bertentangan dengan yang diatur oleh konstitusi. Kekurangan tersebut yakni UU ITE sangat membatasi kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, serta mampu menghambat kreativitas


masyarakat di dunia cyber terutama pada Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 31 ayat (3) yang bertentangan dengan Pasal 28 UUD NRI 1945. Hal ini merugikan warga negara karena “Pasal Karet� tersebut kurang menjelaskan secara pasti perihal larangan perbuatan yang dimaksud di dalam pasal tersebut. Sehingga, pasal karet ini dapat dengan mudah disalahgunakan oleh orang atau pejabat yang tidak terima atas kritikan yang ditujukan kepadanya. Semenjak diberlakukannya UU ITE pada tahun 2008, telah banyak orang yang terjerat oleh UU ITE. Baiq Nuril, seorang guru honorer merupakan salah satu perempuan yang dijatuhi pidana atas dasar UU ITE di dalam kasus penyebaran informasi percakapan mesum kepala sekolah tempat Baiq Nuril mengajar. Baiq Nuril dilaporkan oleh Haji Muslim (HM) seorang mantan kepala sekolah SMA 7 Mataram, tempat Baiq Nuril mengajar. Kasus Baiq Nuril bermula pada tahun 2012, pada saat HM menghubungi Baiq Nuril. Perbincangan tersebut berlangsung selama 20 menit, dari perbncangan tersebut sekitar lima menit Baiq Nuril dan HM membahas perihal pekerjaan dan pembahasan lain perihal pengalaman seksual dari HM yang dilakukan dengan wanita yang bukan merupakan istrinya. Baiq Nuril sering menerima pelecehan secara verbal dari HM. Beberapa pihak bahkan menduga bahwa Baiq Nuril memiliki hubungan dengan HM. Hal tersebut membuat Baiq Nuril merasa tidak nyaman dan memutuskan untuk merekam percakapan Baiq Nuril dengan HM sebagai bukti bahwa tidak ada hubungan apapun. Namun, Baiq Nuril tidak melaporkan rekaman tersebut dengan pertimbangan bahwa apabila Baiq Nuril melapor maka hal ini dapat mengancam pekerjaan Baiq Nuril. Baiq Nuril hanya mengirimkan rekaman tersebut kepada Imam Mudawin, seorang rekan kerja Baiq Nuril. Akan tetapi, rekaman tersebut disebarkan oleh Imam Mudawin ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Mataram. Dalam kasus ini, Baiq Nuril yang dipersalahkan atas tersebarnya rekaman tersebut yang membuat HM merasa tidak terima hal tersebut diketahui oleh khalayak. Pengadilan Negeri (PN) Mataram telah memutus perkara Baiq Nuril dengan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal yakni Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kemudian, Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung atas putusan PN Mataram. Dari upaya kasasi tersebut, Mahkamah Agung memberikan putusan yang menyatakan bahwa perbuatan Baiq Nuril memenuhi rumusan Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE.


B. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah penjatuhan putusan terhadap Baiq Nuril Maknun atas dasar Pasal 27 ayat (1) telah sesuai? 2. Apakah substansi di dalam UU ITE perlu untuk dilakukan revisi?

II. PEMBAHASAN Peninjauan Putusan Mahkamah Agung terhadap Kasus Baiq Nuril Maknun Meninjau Putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr tertanggal 26 Juli 2017 atas laporan dari HM (mantan kepala sekolah SMA negeri 7 Mataram) perihal penyebaran informasi percakapan mesum yang mengandung unsur asusila telah memutuskan bahwa dakwaan Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 UU ITE oleh Jaksa Penuntut Umum dinilai tidak terpenuhi. Pengadilan Negeri Mataram memutus perkara Baiq Nuril dengan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan. Atas putusan PN Mataram tersebut, Jaksa Penuntut Umum mengajuan kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung melalui majelis hakim kasasi yang dipimpin oleh Hakim Agung Sri Nur Wahyuni pada tanggal 26 September 2018 menjatuhkan vonis terhadap Baiq Nuril dengan hukuman selama 6 bulan penjara dan denda sebesar 500 juta rupiah subsider tiga bulan kurungan. Majelis kasasi Mahkamah Agung menganulir keputusan pengadilan tingkat pertama pada PN Mataram yang menyatakan Baiq Nuril bebas dari seluruh tuntutan dan tidak bersalah melanggar Pasal 27 Ayat 1 Jo Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dasar pertimbangan hakim yang tercantum di dalam Putusan Mahkamah agung No. 574 K/Pid.Sus/2018, salah satu poinnya yakni terdakwa sebelumnya menyadari dengan sepenuhnya bahwa dengan dikirimnya dan dipindahkannya atau ditransfernya isi rekaman pembicaraan yang ada di handphone milik terdakwa, besar kemungkinan dan atau dapat dipastikan atau setidak-tidaknya saksi Haji Imam Mudawin akan dapat mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik berupa isi rekaman pembicaraan yang memiliki muatan pelanggaran kesusilaan.1 Berdasarkan pertimbangan tersebut, hakim menilai tersebarnya rekaman percakapan tersebut merupakan sepenuhnya tanggungjawab dari Baiq Nuril, meskipun pada

1

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 574 K/Pid.Sus/2018, hlm. 7.


faktanya Haji Imam Mudawin yang telah menyebarkan rekaman tersebut kepada pihak lain. Menurut hakim di dalam putusan tersebut, Baiq Nuril menyadari dengan sepenuhnya risiko dari dikirimkannya rekaman tersebut kepada Haji Imam Mudawin. Dalam hal ini hakim mengesampingkan apakah Baiq Nuril memiliki niatan untuk membuat rekaman percakapan tersebut tersebar atau tidak. Hakim juga tidak mempertimbangkan bahwa Baiq Nuril seharusnya juga perlu mendapat perlindungan karena Haji Muslim telah melakukan pelecehan secara verbal kepada Baiq Nuril baik secara langsung maupun melalui telepon. Menelaah Peraturan Mahkamah Agung No. 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum, pada Pasal 3 huruf c menyatakan bahwa pedoman mengadili pekara Perempuan Berhadapan dengan Hukum bertujuan agar hakim,�menjamin hak perempuan terhadap akses yang setara dalam memperoleh keadilan�.2 Dalam kasus Baiq Nuril, hakim mengabaikan perbuatan Haji Muslim yang mencederai harkat serta martabat seorang perempuan dengan melontarkan perkataan yang menjerumus kepada pelecehan secara verbal. Kemudian membahas mengenai Pasal 27 ayat (1) UU ITE terdapat beberapa unsur, yakni: 1. Barangsiapa ; 2. Dengan sengaja dan/atau tanpa hak; 3. Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik; 4. Yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. Di dalam pasal tersebut, unsur sengaja dan/atau tanpa hak dinilai hanya sebatas pada dikehendakinya pengiriman rekaman percakapan dari handphone Baiq Nuril kepada Haji Imam Mudawin tanpa memperhatikan ada tidaknya niatan dari Baiq Nuril yang menghendaki rekaman tersebut tersebar secara luas. Berdasarkan fakta di persidangan dikatakan bahwa rekaman percakapan yang mengandung muatan kesusilaan tersebut telah tersimpan di handphone Baiq Nuril selama satu tahun. Dari fakta tersebut, telah jelas bahwa Baiq Nuril tidak memiliki niatan untuk menyebarkan rekaman percakapan tersebut. akan tetapi, Haji Imam Mudawin yang meminta secara terus menerus kepada Baiq Nuril dan Haji Imam Mudawin sendiri yang mengakibatkan awal mula rekaman tersebut tersebar. Namun, Haji

2

Pasal 3 Huruf c Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.


Imam Mudawin tidak menanggung sanksi apapun atas tersebarnya rekaman percakapan tersebut. Menurut Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menyatakan bahwa, “Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat”. Di dalam pasal tersebut mengamanatkan bahwa seharusnya hakim berlaku cermat dan mengamati dengan seksama kronologi dari kasus yang diselesaikan, tanpa mengabaikan fakta hukum yang seharusnya dapat meringankan terdakwa (Baiq Nuril). Hal yang sama dijelaskan di dalam Catatan ICJR (Institut For Criminal Justice Reform) atas Putusan Peninjauan Kembali Baiq Nuril Maknun. ICJR memberikan penilaian bahwa di dalam pertimbangannya Mahkamah Agung sekali lagi gagal dalam mencermati fakta-fakta persidangan yang dikemukakan baik di dalam persidangan yang telah dikemukakan baik di dalam pengadilan tingkat pertama dan gagal di dalam memahami konstruksi dari substansi Pasal 27 ayat (1) UU ITE.3 Perlunya Dilakukan Revisi terhadap Substansi di dalam UU ITE Dalam kaitannya dengan kasus Baiq Nuril yang dijerat oleh Pasal 27 ayat (1) UU ITE, yang menjadi polemik dari para pihak terkait putusan Mahkamah Agung tersebut yakni tidak dicermatinya unsur di dalam pasal tersebut mengenai pelaku yang membuat rekaman percakapan tersebut menjadi diketahui banyak pihak. Unsur yang dimaksud yakni, ”Dengan sengaja dan/atau tanpa hak” dan

“Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik”. Berkaitan dengan unsur dengan sengaja, bahwa Baiq Nuril diketahui tidak memiliki niatan untuk menyebarkan rekaman tersebut dari fakta bahwa rekaman tersebut telah berada di handphone Baiq Nuril selama satu tahun. Penyebab rekaman tersebut diketahui oleh banyak pihak dikarenakan ulah dari rekan Baiq Nuril. Kemudian unsur tanpa hak, bahwa di dalam rekaman tersebut Baiq Nuril telah mengalami pelecehan secara verbal yang dilakukan oleh Haji Muslim. Pertanyaan yang timbul yakni, apakah Baiq Nuril sebagai pihak yang dilecehkan oleh atasan tersebut tidak memiliki hak atas rekaman tersebut sebagai barang bukti? Baiq Nuril memilih bungkam atas pelecehan tersebut karena berkaitan dengan karir Baiq Nuril selaku bawahan dari Haji Muslim. Sehingga dikhawatirkan dari kasus Baiq Nuril, korban

3

Icjr.or.id, “Catatan ICJR atas Putusan Peninjauan Kembali Baiq Nuril Maknun”, icjr.or.id, diakses pada tanggal 29 September 2020.


pelecehan di luar sana akan takut untuk membuka suara terkait pelecehan yang dialami karena ancaman UU ITE. Beranjak dari kasus Baiq Nuril, secara umum substansi di dalam UU ITE sangat perlu untuk dilakukan revisi. Dikarenakan beberapa substansi tersebut mengandung makna yang multitafsir. Hal ini akan menyulitkan penegak hukum dalam memberikan putusan yang mencerminkan keadilan serta akan merugikan warga negara yang menjadi korban atas jeratan “Pasal Karet� di dalam UU ITE. Berdasarkan sumber registrasi Mahkamah Agung, terdapat 508 perkara yang menggunakan UU ITE sepanjang 2011-2018. Kasus yang sering dipergunakan yakni terkait dengan penghinaan dan pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Kemudian terkait ujaran kebencian Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Kedua pasal tersebut merupakan pasal yang multitafsir sehingga dapat menjerat korban UU ITE.

III. KESIMPULAN Undang-Undang No. 11 tahun 2008 yang kemudian diubah oleh UU No. 19 tahun 2016 tentang perubahan UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, merupakan suatu regulasi hukum yang

menuai banyak konfrontasi, seringkali terjadi

kesalahpahaman dalam menyelesaikan kasus tindak pidana yang melibatkan media elektronik. Salah satu pasal yang paling kontroversional adalah Pasal 27 ayat (1) dan (3), kemudian terkait ujaran kebencian pasal 28 ayat (2) UU ITE yang memberatkan korban UU ITE. Sehingga diperlukan adanya revisi agar tidak menjerat banyak korban yang seharusnya tidak memenuhi unsur di dalam pasel karet tersebut, tetapi dipaksakan oleh hakim memenuhi unsur tersebut, sehingga korban merasa dirugikan. Dalam kasus Baiq Nuril sebenarnya Baiq Nuril tidak menyebarkan rekaman tersebut tetapi rekannya yang menyebarkan rekaman tersebut. Baiq Nuril sebagai korban justru malah diadili sebagai tersangka, meskipun Baiq Nuril mendapat Pelecehan secara verbal dari Haji Muslim tetapi memilih bungkam padahal rekaman tersebut bisa dijadikan barang bukti.

DAFTAR BACAAN Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang No. 11 tahun 2008 yang kemudian diubah oleh UU No. 19 tahun 2016 tentang perubahan UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.


Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Internet Icjr.or.id, “Catatan ICJR atas Putusan Peninjauan Kembali Baiq Nuril Maknun”, icjr.or.id, diakses pada tanggal 29 September 2020. Nella Sumika Putri, “Analisis Terhadap Putusan MA No. 574/K?Pid.Sus/2018, Kasus Baiq Nuril Maknun”, https://bahasan.id/, diakses pada 29 September 2020.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.