LEX SCRIPTA: Journal of Legal Research Vol. 1 No. 2

Page 1

PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ERA DIGITAL AdhistyRadhitaVasya,AdindaSalsabilla Pengawasan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam PencegahanPredatoryPricingpadaSektorECommerce AnessaNurfadillaSubagio,FeliciaTaniaYlma,PamelaPutriKoraag Indikasi Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh Penyedia Jasa PembayaranElektronik(DenganSatuJenisEWallet) DiqaQothrunnadaaAmandaNurSella AnalisisPenegarak HukumdalamPersainganUsahadiEraDigital HelenGolden Pengoptimalisasian Fungsi dan Peranan Komisi Pengawas PersainganUsaha(KPPU)dalamPersainganUsahaEraDigital ISSN: 2809 2120

ISSN: 2809-2120

L E X S C R I P T A : J O U R N A L O F L E G A L R E S E A R C H

VOLUME 1 NOMOR 2, NOVEMBER 2022

INFORMASI JURNAL

Lex Scripta: Journal of Legal Research Volume 1 Nomor 2 merupakan terbitan berkala berupa jurnal ilmiah yang dikelola dan diterbitkan oleh ALSA Local Chapter Universitas Airlangga dengan frekuensi 1 (satu) kali setahun, yang dimulai pada tahun ini, dengan sasaran maupun tujuan sebagai berikut:

1. Sebagaiwadahatau hasildarikajiandan/atau penelitian ilmiahdan berbagaiisu hukum, baik di lingkup hukum nasional maupun hukum internasional yang bertujuan untuk pengembangan keilmuan hukum;

2. Sebagai alat komunikasi antar berbagai komunitas hukum, baik member maupun alumni ALSA Local Chapter Universitas Airlangga, serta pihak lain guna memajukan hukum Indonesia.

ALAMAT REDAKSI

Fakultas Hukum Universitas Airlangga Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya, Jawa Timur, Indonesia 60286

Website: https://alsalcunair.org

ISSN: 2809 2120

DEWAN DIREKSI

Azzahra Nabila Nurfirdaus

(Vice Director of Academic Affairs ALSA Local Chapter Universitas Airlangga 2021 2022)

Amiliya Handayani (Manager of Academic Development Division ALSA Local Chapter Universitas Airlangga 2021 2022)

Jobel Eron Simorangkir

(Coordinator of Academic Research and Publication ALSA Local Chapter Universitas Airlangga 2021 2022)

Kirani Bararah (Content Editor)

Istifahani Nuril Fatihah (Content Editor)

Nasica Nadhira Hamim (Designer)

Tiffany Angelita (Designer)

MITRA BESTARI

Dr. Zahry Vandawati Chumaida, S.H., M.H. (Departemen Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Airlangga)

Ria Setyawati, S.H., M.H., LL.M. (Departemen Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Airlangga)

Sinar Aju Wulandari, S.H., M.H.

(Departemen Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Airlangga)

Assalamualaikum Wr. Wb., Shalom, Om Swastiastu Namo Buddhaya, Salam Kebajikan.

Puji dan Syukur mari kita panjatkan kepada Tuhan YME oleh karena berkat dan rahmatNya kita telah diberikan kesehatan, keselamatan, serta kesempatan untuk mempersembahkanLexScripta:JournalofLegalResearchVol.1No.2ALSALCUNAIR Saya ucapkan terima kasih kepada mitra bestari, teman teman kontributor, dan seluruh pihak yang turut serta dalam mensukseskan peluncuran penulisan akademik ini. Adapun produk penulisan ini juga kami persembahkanuntuk member ALSALC UNAIR yang saya banggakan untuk dapat dijadikan sebagai referensi topik/ide penulisan maupun penulisan ilmiah. Melalui Lex Scripta: Journal of Legal Research Vol. 1 No. 2 ALSA LC UNAIR ini, saya harap dapat memberikan manfaat dan kaidah bagi para member untuk sebaik baiknya dibaca, dipahami, dan dimengerti supaya mempermudah teman teman dalam melakukan penulisan ilmiah. Dengan adanya jurnal ini, saya berharap dapat mendorong para member untuk terus berkarya dan menambah prestasi organisasi yang kita cintai khususnya dalam penulisan akademik. Akhir kata, semoga produk ini dapat dipahami dan berguna bagi kami sendiri maupun siapapun yang membacanya. Apabila terdapat kesalahan kata yang kurang berkenan dalam penulisanproduk ini, kami mohonkritik dansaran demi membangun ALSALC UNAIR semakin baik dan berkualitas kedepannya.

Wassalamualaikum Wr. Wb., Shalom, Om Shanti Shanti Shanti Om Namo Buddhaya, Salam Kebajikan.

Together We Build, Together We Learn, ALSA, Always Be One!

Director of ALSA LC UNAIR Nadhil Putra Fadianto

DAFTAR ISI

ISSN: 2809 2120

PENGAWASAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM PENCEGAHAN PREDATORY PRICING PADA SEKTOR E-COMMERCE 1-13

INDIKASI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT OLEH PENYEDIA JASA PEMBAYARAN ELEKTRONIK (DENGAN SATU JENIS E-WALLET)...............14-33

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM DALAM PERSAINGAN USAHA DI ERA DIGITAL......................................................................................................................34-47

PENGOPTIMALISASIAN FUNGSI DAN PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DALAM PERSAINGAN USAHA DI ERA DIGITAL 48 60

PENGAWASAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM PENCEGAHAN PREDATORY PRICING PADA SEKTOR ECOMMERCE

Adhisty Radhita Vasya, Adinda Salsabilla adhisty.radhita.vasya 2020@fh.unair.ac.id, adinda.salsabilla 2020@fh.unair.ac.id Universitas Airlangga

ABSTRAK

Perkembangan era digital di masa pandemik Covid 19 membuka peluang persaingan usaha pada para pelaku bisnis pada sektor e commerce. Pemberlakuan harga pada produk yang dijual dalam e commerce memerlukan pengawasan hukum oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang di dalamnya memiliki Deputi Pencegahan sehingga dapat mencegah praktek monopoli persaingan usaha tidak sehat, salah satunya adalah predatory pricing. Penerapan diskon, voucher, promo maupun flash sale yang dilakukan oleh beberapa e commerce dapat di indikasikan sebagai predatory pricing sebab menetapkan harga yang sangat rendah untuk menyingkirkan pelaku usaha lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengawasan KPPU dalam mencegah terjadinya predatory pricing oleh pelaku usaha pada sektor e commerce. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanakan tugas untuk mengawasi pelaksanaan dari UU Anti Monopoli, KPPU dapat mengenakan sanksi denda kepada pelaku bisnis yang melakukan tindakan persaingan usaha tidak sehat yakni predatory pricing dengan menekankan prinsip rule of reason dan per se illegal. Dengan demikian perlakuan pelaku bisnis yang melakukan predatory pricing tersebut bertentangan dengan Undang Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek monopoli dan Persainan Usaha Tidak Sehat (UU Anti monopoli).

ABSTRACT

The development of the digital era during the Covid 19 pandemic opened opportunities for business competition for business society in the e commerce sector. Enforcement of prices on products sold in e commerce requires legal supervision by the Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), which has a Deputy for Prevention to prevent monopolistic practices of unfair business competition, one of it is predatory pricing. The application of discounts, vouchers, promos and flash sales carried out by some e commerce can be indicated as predatory pricing because they set very low prices to get rid of other business actors. This study aims to examine KPPU's supervision in preventing predatory pricing by business actors in the e commerce sector. The results of the study indicate that in carrying out the task of supervising the implementation of the Anti Monopoly Law, KPPU may impose fines on business actors who commit acts of unfair business competition, namely predatory in pricing by emphasizing the principle of rule of reason and per se illegal. Thus, the treatment of business actors who practice predatory pricing is contrary to Law Number 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopoly Practices and Unfair Business Competition (Antimonopoly Law).

Keywords: Predatory Pricing; Monopoly Practices; KPPU Supervision

1
Kata Kunci: Predatory Pricing; Praktek Monopoli; Pengawasan KPPU

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman bidang teknologi dan informasi mengalami kemajuan yang lebih cepat dibanding dengan bidang lainnya. Dengan berkembangnya bidang teknologi dan informasi memudahkan manusia dalam memenuhi kebutuhannya sehari hari seperti kemudahan mendapatkan berita dari manca negara, bertatap muka meskipun berbeda tempat, hingga kemudahan transaksi bisnis. Dalam bidang bisnis atau perdagangan barang yang awalnya transaksi bisnis dilakukan secara tatap muka langsung, saat ini dapat dilakukan secara online dengan memanfaatkan perkembangan teknologi internet atau yang biasanya kita sebut dengan e commerce. Dalam Undang Undang Nomor 19 Tahun Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 1 Angka 2 menjelaskan bahwa perbuatan hukum yang dilakukan dengan cara menggunakan komputer, jaringan komputer dan ataupun media elektronik lainnya disebut dengan Transaksi Elektronik.1

Pendataan statistik e commerce yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah usaha e commerce di Indonesia pada tahun 2020 sebanyak 2.361.423 usaha.2 Dengan jumlah pelaku usaha yang berada di Indonesia tersebut tidak dipungkiri terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat hingga predatory pricing antara para pelaku usaha e commerce. Kemudahan transaksi bisnis dalam e commerce tersebut menjadikan banyaknya perusahaan perusahaan di Indonesia berlomba lomba untuk menawarkan kepada konsumen dengan promo promo yang menarik ataupun flash sale yang diadakan setiap bulannya supaya agar mereka melakukan transaksi di layanan e commerce mereka. Dalam survey yang dilakukan databoks yaitu dengan judul“Platform e commerce yang digunakan responden untuk berbelanja (Maret 2022)” menunjukkan bahwa 69,9% responden memilih Shopee sebagai layanan e commerce untuk berbelanja secara daring. Shopee merupakan aplikasi daring asal Singapura yang terbentuk pada tahun 2015. Tidak hanya di indonesia saja, Shopee berhasil menduduki nomer satu di beberapa negara Asia

1 Undang Undang Nomor 19 Tahun Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

2 Badan Pusat Statistik (BPS)., “Statisk E commerce 2021”, 2021 , hlm 18

2 BAB
I

Tenggara. Dapat dilihat dalam waktu kurang dari sepuluh tahun shopee mendapatkan banyakkonsumen dari berbagai macam negara.

Setiap platform e commerce mempunyai perbedaan tawaran dalam menjaring konsumennya melalui strategi pemasaran, dalam hal ini shopee menawarkan berbagai promo dengan memberikan diskon atau potongan harga yang kerap kali disebut dengan flash sale. Flash sale adalah taktik pemasaran untuk menjual barang dengan harga yang lebih murah dari biasanya, hingga harga Rp 99, (sembilan puluh sembilan rupiah) dengan batas waktu untuk setiap produk. Dengan menawarkan harga yang lebih rendah dari harga normal mengindikasikan adanya predatory pricing atau pelaku usaha melakukan jual rugi. Aktivitas predatory pricing atau jual rugi ini akan menciptakan persaingan yang ketat untuk permodalan antar pelaku usaha. Namun, dalam hal ini dapat merugikan pelaku usaha dengan modal kecil dan akan menghambat pelaku usaha lain untuk memasuki pasar. Oleh karena itu, kegiatan tersebut dapat menimbulkan terjadinya praktik monopoli dan juga terjadinya persaingan usaha tidak sehat antar pelaku usaha. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Pasal 20 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat bahwa jika menetapkan harga suatu barang dengan sangat rendah (predatory pricing) dengan tujuan untuk menyingkirkan atau mematikan pengusaha lainnya yang dapat mengakibatkan terjadinya monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Predatory pricing atau jual rugi dapat diartikan sebagai tindakan seorang pelaku usaha dalam menetapkan harga yang sangat rendah untuk menyingkirkan atau menutup pelaku udaha pesaingnya agar menjadi monopoli atau dominan3

1.2 Rumusan Masalah

Adapun berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang ingin penulis analisisadalah sebagai berikut :

1. Bagaimana praktik predatory pricing yang dilakukan oleh shopee terhadap sistempemasaran flash sale?

2. Bagaimana pengawasan KPPU terhadap dugaan predatory pricing dalam praktikyang dilakukan oleh shopee melalui program flash sale?

3
3
Rachmadi Usman, 2013, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm444

1.3 Dasar Hukum

Berikut adalah dasar hukum yang penulis gunakan :

1. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

2. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli danPersaingan Usaha Tidak Sehat

4

ANALISIS

2.1 Praktik Predatory Pricing Yang Dilakukan Oleh Shopee Terhadap Sistem Pemasaran Flash Sale

Dengan pesatnya perkembangan teknologi, pola belanja masyarakat indonesia pun ikut bergeser yang dahulu transaksi hanya dilakukan saat kita datang ke toko secara langsung, namun sekarang transaksi dapat dilakukan dengan internet atau dapat dikenal dengan online shopping. Sistem pemasaran sendiri adalah suatu strategi yang dilakukan oleh pihak Shopee untuk mencapai tujuan dari perusahaan. Salah satu pemasaran yang dilakukan oleh Shopee yaitu program flash sale. Melalui program Flash sale ini, nama Shopee semakin terkenal diberbagai masyarakat. Shopee menjadi pelopor utama yang membuat program Flash sale tersebut. Sistem penjualan Flash sale yang dilakukan oleh Shopee yaitu dengan menawarkan harga yang jauh berbeda dari harga pasar dengan lebih murah pada tanggal dan waktu yang telah di tentukan dan tentunya ketersediaan barang/produk lebih sedikit.4

Kegiatan pemasaran flash sale biasa dilakukan oleh Shopee pada tanggal tanggal tertentu yang telah ditentukan yaitu seperti pada tanggal 2 bulan Februari, tanggal 5 bulan Mei dan begitupun dibulan selanjutnya, Selain tanggal, flash sale juga diterapkan pada waktu/jam-jam yang telah ditentukan seperti pada pukul 13.00, Pukul 18.00, dan jam lainnya yang telah ditentukan oleh pihak Shopee. Dalam program flash sale juga ditentukan berapa lama durasi barang tersebut, sperti selama 5 jam, 3 jam ataupun 1 jam. Dengan adanya kegiatan pemasaran flash sale ini jika dikaitkan dengan predatory pricing yang sebagaimana telah diatur dalam Pasal 20 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka dapat kita identifikasi dari masing masing unsur yaitu :

1. Unsur pelaku usaha

Dalam sistem pemasaran flash sale melibatkan beberapa pihak yaitu para pelaku usaha/penjual dan pembeli. Unsur pelaku usaha dalam sistem pemasaran flash sale telah terpenuhi.

2. Unsur melakukan pemasokan barang dan/atau jasa

4 Rifan Raditya,”Jangan Sembarangan! Kenali Apa Itu Flash Sale”, melalui link : https://www.suara.com/bisnis/2020/11/11/185908/jang an sembarangan kenali apa itu flash sale?page=all, (diakses 6 Juli 2022)

5 BAB II

Dalam sistem pemasaran flash sale, Shopee juga melakukan pemasokan barang meskipun dalam jumlah/kuantitas yang lebih sedikit dari biasanya namun unsur melakukan pemasokan barang dan/jasa ini terpenuhi.

3. Unsur jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah

Dalam praktik flash sale yang dilakukan oleh Shopee terdapat perbedaan harga yang sangat signifikan karena harga yang ditawarkan saat flash sale berbeda dengan harga seharusnya yaitu lebih rendah dari harga pasar, tentunya unsur ini terpenuhi dalam praktik flash sale.

4. Unsur dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya Dalam praktik flash sale yang dilakukan oleh Shopee yaitu untuk menarik minatmasyarakat untuk membeli produknya yang diletakkan di halaman utama Shopee,menaikkan omset/keuntungan penjualan melalui program flash sale sertamenghabiskan persediaan produk. Sehingga dalam hal ini tujuan utama flash salebukanlah untuk menyingkirkan atau mematikan bisnis pesaingnya. Maka dari ituunsur dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnyatidak terpenuhi.

5. Unsur mengakibatkan terjadinya praktik monopoli

Unsur ini semua pelaku usaha yang telah terdaftar dan memenuhi syarat dalam program flash sale dapat mengikuti dan memeriahkan program flash sale ini tanpa terkecuali, oleh karena itu tidak menyebabkan terjadinya praktik monopoli. Sehingga dari pernyataan tersebut, Unsur mengakibatkan terjadinya praktik monopoli tidak terpenuhi.

6. Unsur persaingan usaha tidak sehat

Dalam hal ini kegiatan atau praktik flash sale yang dilakukan dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, karena jika salah satu pelaku usaha tidak bisa mengikuti program flash sale maka terjadi persaingan usaha tidak sehat dengan terjadinya perang harga. Oleh karena itu Unsur persaingan usaha tidak sehat terpenuhi.

Uraian unsur unsur diatas dalam kegiatan flash sale yang dilakukan oleh Shopee, terdapat beberapa unsur yang tidak terpenuhi/tidak dapat dikategorikan ke dalam praktik jual rugi atau predatory pricing. Maka, dengan Shopee melakukan kegiatan flash sale tersebut tidak bisa

6

dikatakan telah melakukan predatory pricing atau jual rugi, karena terdapat beberapa unsuryang tidak terpenuhi.

2.2 Pengawasan KPPU terhadaUndang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang LaranganPraktik Dugaan pada Praktik Predatory Pricing oleh Shopee melalui program Flash Sale

Adanya sebuah persaingan usaha di Indonesia telah diatur melalui Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat, sehingga usaha yang dioperasikan di Indonesia oleh Pelaku Usaha dilakukan secara sehat dan menghindari kerugian pemonopolian dalam perdagangan di Indonesia. Tentunya dalam UU tersebut tidak hanya mengatur tentang pelarangan kegiatan anti monopoli namun juga pemerintah memberikan wadah atau media untuk mengawasi kegiatan berjalannya usaha yang ada agar perdagangan di Indonesia menjadi persaingan usaha yang sehat serta anti monopoli melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU memiliki kewenangan dalam mengawasi seluruh kegiatan usaha yang ada, termasuk pula dalam Pelaku Usaha yang menggunakan platform digital dalam transaksi usahanya atau e commerce. Untuk bidang jenis transaksi ecommerce sendiri KPPU memiliki bidang yang dijalani oleh deputi pencegahan yang dalam tugasnya berwenang untuk mengawasi bisnis di bidang digital agar semua pelaku usaha perekonomian di Indonesia terlindungi dan menciptakan persaingan usaha yang sehat dengan cara pencegahan praktik monopoli dan perilaku persaingan usaha tidak sehat.5

Shopee adalah salah satu dari sekian banyak e commerce yang menjalankan usaha dengan transaksi digital dan pengiriman barang secara online namun shopee juga termasuk sebagai e commerce yang diawasi oleh KPPU dalam potensi adanya larangan praktik monopoli seperti undang undang yang telah disebutkan sebelumnya. Salah satu kegiatan shoppee yang diawasi oleh KPPU adalah ketika shopee melangsungkan promosi bulanan bahkan harian yang disebut dengan flash sale. Hal ini dikarenakan pada saat flash sale berlangsung harga yang ditetapkan sangatlah rendah sehingga shopee cenderung memberikan adanya indikasi jual rugi atau predatory pricing yang akan terjerumus pada

5

Majalah Kompetisi Edisi 62 Tahun 2018, Meraup Pasar E Commerce, melalui website link: https://kppu.go.id/wp content/uploads/2020/03/62 kompetisi ebook.pdf, (diakses tanggal 14 Juli 2022 Pukul 07.35 WIB).

7

praktik monopoli dan perilaku persaingan usaha yang tidak sehat sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang telah mengatur bahwa dalam melakukan menyuplai barang dan/atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau yang harganya ditetapkan sangat rendah merupakan hal yang dilarang, apalagi dengan maksud untuk menepikan atau menyisihkan pesaing usaha perekonomiannya dengan mematikan usaha di pasar yang sama atau biasa yang disebut predatory pricing.

Jika dilihat dengan adanya promosi flash sale pada pelaku usaha e commerce shopee tersebut, maksud dan tujuannya tidak lain untuk memberikan penawaran harga dengan harga yang paling rendah diantara pesaing usaha barang/jasa sejenisnya di pasar yang sama namun dengan jumlah yang terbatas dan durasi waktu yang telah ditentukan secara singkat sehingga praktik promosi dengan cara flash sale tersebut berpeluang besar untuk memunculkan kerugian yang tidak sedikit bagi pelaku usaha ecommerce yakni shopee tersebut. Adapun jika ditelaah lebih lanjut cara pemasaran dan promosi yang dilakukan dengan flash sale oleh shopee tersebut merupakan salah satu strategi pemasaran usaha dalam melakukan pemanfaatan fasilitas yang diberikan e commerce shopee dalam memberikan perkenalan kehadiran flash sale kepada konsumen yang baru sebagai salah satu cara untuk meningkatkan penjualan. Hal ini dikarenakan praktik pelaksanaan flash sale dapat berpotensi termasuk kedalam praktik jual rugi atau predatory pricing apabila:

1. Terdapat niat dari Pelaku Usaha

Pelaku Usaha yang ingin melakukan predatory pricing merupakan pelaku usaha yang menguasai pasar, sistem elektronik, kekuatan permodalan dan masih banyak yang terus mendukung kegiatan promosi flash sale.

2. Terdapat maksud dan tujuan dalam menepikan atau mematikan usaha para pesaingnya, dengan cara durasi berjalannya promosi flash sale berlangsung cukup lama bahkan sampai dengan tidak terbatas.

Adanya indikasi dugaan predatory pricing atau dugaan jual rugi pada saat program flash sale sedang berlangsung, perlu dicari tahu lebih lanjut dengan menggunakan metode pendekatan teori rule of reason, dimana hal yang akan terjadi nantinya merupakan sebuah akibat dari berlangsungnya kegiatan program flash sale

8

6

shopee sebagai pelaku usaha sehingga dikerucuti adanya otoritas dalam persainganusaha dan pembuktian predatory pricing, yaitu menggunakan tes:6

1) Uji Harga Biaya (Price Cost Test);

2) Uji Arida (Areeda Turner Test);

3) Uji Biaya Total Rata Rata /Uji ATC (Average Total Cost Test/ ATC Test);

4) Uji Biaya Rata Rata yang Dapat Dihindari/Uji AAC (Average Avoidable Cost Test/AAC Test); dan

5) Tes Penggantian (Recoupment Test).

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tes tersebut dilakukan untuk membuktikan terjadinya predatory pricing sebagai salah satu tujuan diadakannya test tersebut, sehingga dalam beberapa kondisi yang ada dapat disimpulkan menjadi salah satu bentuk predatory pricing apabila telah memenuhi kelima test yang telah dilakukan itu

Jikalau e commerce tersebut telah dilakukan metode pendekatan tes rule of reason tersebut dan tergolong sebagai pelaku usaha yang melakukan praktik predatory pricing maka KPPU dapat bertindak sebagai badan yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi dalam pengawasan persaingan usaha. Sanksi yang pertama merupakan sanksi administratif , yang mengatur pengenaan terhadap pelaku usaha e commerce dalam hal ini shopee untuk penghentian kegiatan yang tebukti mengarah pada perilaku monopoli dan praktik persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat maka terdapat ketentuan untuk membayar ganti rugi dan pengenaan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (PP Nomor 44 Tahun 2021).

Selain itu terdapat juga pengawasan oleh KPPU yang berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 dikarenakan hingga saat ini belum terdapat pengaturan terbaru mengenai usaha bisnis digital (e commerce), sehingga untuk dapat meningkatkan pelaksanaan penegakan hukum dan pengawasan terhadap pelaku usaha bisnis digital e commerce pada shopee tersebut, KPPU melakukan kerja sama dengan lembaga terkait alam hal bisnis digital yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam melakukan pengawasan persaingan usaha dalam mewujudkan mencegah praktik monopoli dan

9
Peraturan KPPU Persaingan Usaha Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pasal 20 Jual Rugi Undang undangNomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

perilaku persaingan usaha tidak sehat dengan melakukan pengawasan usaha di bidangbisnis digital sehingga dapat menciptakan iklim persaingan bisnis digital yang sehat.

10

3.1 Kesimpulan

Sistem pemasaran flash sale yang dilakukan oleh Shopee merupakan pemasaran dengan memberikan harga yang lebih rendah dari harga pasar dengan ketersediaan barang/produk yang terbatas dan dalam waktu yang ditentukan. Pemasaran flash sale tersebut dikaitkan dengan predatory pricing yang diatur dalam Pasal 20 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yakni terdapat unsur pelaku usaha, pemasokan barang dan/atau jasa, jual atau menetapkan harga yang sangat rendah terpenuhi sedangkan unsur dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya, mengakibatkan terjadinya praktik monopoli, dan persaingan tidak sehat tidak terpenuhi sehingga pemasaran flash sale tersebut tidak bisa dikatakan predatory pricing karena terdapat beberapa unsur yang tidak terpenuhi. Shopee merupakan salah satu e commerce yang diawasi oleh KPPU dalam potensi adanya larangan praktik monopoli sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Hal yang diawasi oleh KPPU yakni ketika shopee melangsungkan promosi bulanan atau harian yang disebut dengan flash sale apabila terdapat terbukti melakukan predatory pricing maka KPPU dapat menjatuhkan sanksi yang pertama yakni saknsi administatif sebagaimana yang diatur dalam PP Nomor 44 Tahun 2021. Selain itu KPPU juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melakukan pengawasan persaingan usaha sehingga dapat menciptakan iklim persaingan bisnis digital yang sehat.

3.2 Saran

a. Bagi industri pada sektor e commerce sebaiknya memperhatikan mengenai regulasi terkait praktik jual rugi dan lebih berhati hati menghadapi praktik persaingan usaha yang dapat mengancam keberlangsungan usaha.

b. Bagi pemerintah sebaiknya memberikan edukasi dan sosialisasi lebih gencar kepada pelaku usaha yang kurang memahami mengenai kegiatan predatory pricing.

11 BAB III
PENUTUP

c. Bagi regulator sebaiknya melakukan kajian mengenai peraturan yang terkait menganaikegiatan yang termasuk predatory pricing agar tidak ada kekaburan norma.

12

DAFTAR BACAAN

Jurnal

Badan Pusat Statistik (BPS)., “Statisk E commerce 2021”, 2021 , hlm 18

Rachmadi Usman, 2013, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm444

Peraturan Perundang Undangan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952)

Peraturan KPPU Persaingan Usaha Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pasal 20 Jual Rugi Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Internet

Rifan Raditya, ”Jangan Sembarangan! Kenali Apa Itu Flash Sale”, melalui link :https://www.suara.com/bisnis/2020/11/11/185908/jangan sembarangan kenali apa itu flash sale?page=all , (diakses 6 Juli 2022)

Majalah Kompetisi Edisi 62 Tahun 2018, Meraup Pasar E Commerce, melalui website link:https://kppu.go.id/wp content/uploads/2020/03/62 kompetisi ebook.pdf , (diakses tanggal 14 Juli 2022 Pukul 07.35 WIB).

13

INDIKASI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT OLEH PENYEDIA

JASA PEMBAYARAN ELEKTRONIK (DENGAN SATU JENIS EWALLET)

Anessa Nurfadilla Subagio, Felicia Tanalina Ylma, dan Pamela Putri Koraag Universitas Airlangga

anessa.nurfadilla.subagio 2019@fh.unair.ac.d , felicia.tanalina 2019@fh.unair.ac.id , dan pamela.putri.koraag 2019@fh.unair.ac.id

ABSTRAK

Era digitalisasi telah menimbulkan perubahan dalam sistem pembayaran transaksi ekonomi. Transformasi teknologi ini menyebabkan pergeseran penggunaan uang tunai sebagai alat transaksi utama, salah satu bentuknya yaitu uang elektronik (e money). Mengikuti kemunculan uang elektronik yang menciptakan sistem pembayaran baru bagi masyarakat, terdapat juga aplikasi dompet digital (e wallet) yang memungkinkan penggunanya menyimpan uang secara digital. Inovasi ini tentu menjadi sarana yang memudahkan transaksi pembayaran dalam kehidupan sehari hari agar efektif dan efisien, terutama transaksi pada tempat tempat yang mendukung metode pembayaran non tunai. Pada dasarnya, e wallet adalah bagian dari e money, namun terdapat beberapa perbedaan yang signifikan Meskipun keduanya jelas memberikan kemudahan dalam pembayaran berbagai macam transaksi, apabila dilihat dari kacamata hukum persaingan usaha, ditemukan permasalahan pada dompet digital sebagai alat pembayaran. Salah satu contohnya yaitu pada pembayaran untuk berbelanja di seluruh cabang Alfamart, di mana ditemukan satu jenis uang elektronik saja yang dapat digunakan sebagai metode pembayaran non tunai yakni GoPay. Penelitian ini menggunakan metode normatif yaitu dengan meneliti peraturan perundang undangan yang berlaku dengan menggunakan pendekatan perundang undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis apakah terdapat indikasi persaingan usaha yang tidak sehat dan untuk mengetahui dampak yang disebabkan oleh minimarket yang hanya menggunakan satu jenis uang elektronik untuk transaksi berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

14
Kata Kunci: dompet elektronik; pembayaran; persaingan usaha;

ABSTRACT

The era of digitalization encourages changes in the payment system for economic transactions. This technological transformation has led to a shift in the use of cash as the main transaction tool, one of it is electronic money (e money). Following the appearance of electronic money that has created a new payment system for the community, there are also digital wallet applications (e wallet) that allow its users to store money digitally. This innovation has certainly become a facility that would simplify people's payment transactions in daily life to be more effective and efficient, especially transactions at places that support payment methods with cashless payment. Basically, e wallet is part of e money, but there are some significant differences. Despite the fact that both clearly provide convenience in paying for various types of transactions, when viewed from the perspective of business competition law, problems have been found in e wallet as a payment tool. One of them is the payment method in every branch of Alfamart where there’s only one type of e wallet as a cashless payment method which is called GoPay. This paper adopts the normative research method, that is, the legal method, the conceptual method and the case study method are used to study the applicable laws and regulations. The purpose of this study is to analyze the indications of unfair business competition and to determine the impact caused by minimarket that only use one type of e wallet as a cashless paying method based on Law Number 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition.

Keywords: business competition; e wallet; payment

15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia pada era modern ini telah berkembang khususnya teknologi yang membawa perubahan pada setiap aspek kehidupan. Salah satu perubahan terbesar terjadi pada aspek ekonomi, lebih tepatnya pada sistem pembayaran baik untuk barang maupun jasa. Sistem pembayaran yang umumnya dilakukan dengan uang kertasdan uang koin mengalamikemajuan berupa sistem pembayaran dengan kartu dan aplikasi di smartphone Penggunaan sistem pembayaran ini pada umumnya tersedia di tempat seperti mall, cafe, atau minimarket. Perubahan tersebut merupakan bentuk dari ekonomi digital. Ekonomi digital adalah penanda atas perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang berupa pesatnya pertumbuhan bisnis dan transaksi perdagangan dengan menggunakan internet.1 Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, sistem pembayaran yang telah mengalami kemajuan tersebut sampai saat ini secara umum dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu melalui kartu dan melalui aplikasi di dalam smartphone. Pembayaran dengan kartu disebut dengan e money, sedangkan pembayaran melalui aplikasi disebut dengan e wallet

Masih banyak masyarakat yang belum terlalu paham perbedaan kedua hal tersebut serta menganggap e money dan e wallet adalah satu hal yang sama. Bank Indonesia menyatakan bahwa e money merupakanalat pembayaran yang diterbitkan berdasarkan nilai uang yang telah diterima oleh penerbit, nilai uangnya ditempatkan dalam suatu media elektronik dan nilai uang yang dikelola oleh penerbit tersebut tidak termasuk dalam simpanan yang dimaksud dalam undang undang yang mengatur tentang perbankan.2 Sedangkan, e wallet merupakan layanan elektronik yang berfungsi dalam proses penyimpanan data dan sebagai alat pembayaran.3 Secara umum, e money dan e wallet memiliki peran yang sama yaitu sebagai suatu alat pembayaran yang bersifat memudahkan penggunanya. Perbedaan dari keduanya secara umum adalah pada tempat penyimpanan data dan cara penggunaannya. Pada e money, nilai uang disimpan secara elektronik dalam chip dan penggunaan nilai uang tersebut menggunakan kartu fisik. Sedangkan pada e wallet, nilai uang disimpan secara elektronik pada server dan

1 Sayekti, Nidya Waras. ‘Tantangan Perkembangan Ekonomi Digital di Indonesia’ (2018), Vol. X Info Singkat.[5].

2 Departemen Komunikasi ‘Apa Itu Uang Elektronik’ (Bank Indonesia, 2020) https://www.bi.go.id/id/edukasi/Pages/Apa itu Uang Elektronik.aspx, accessed 29 Juli 2022.

3 Kumalasari, Ratna. ‘Macam macam E Wallet, Definisi, Kelebihan, dan Kekurangannya’ (Majoo, 2022) https://majoo.id/solusi/detail/ewallet adalah, accessed 29 Juli 2022.

16

penggunaannya hanya memerlukan perangkat lunak atau aplikasi di smartphone. Terlepas dari perbedaan kedua alat pembayaran tersebut, e money dan e wallet sama sama memberikan kemudahan bagi masyarakat saat ini dalam melakukan transaksi baik barang maupun jasa karena hanya memerlukan kartu atau aplikasi saja untuk hampir semua transaksi. Namun, apabila diteliti dari berbagai macam sudut pandang, dapat kita temukan kelemahan dari kemajuan teknologi tersebut.

Salah satu bentuk penggunaan secara nyata e wallet adalah pada transaksi di minimarket. Alfamart sebagai salah satu merchant minimarket di Indonesia yang menyediakan cara pembayaran dengan e wallet, namun hanya ada 1 jenis e wallet saja yang dapat dijadikan sebagai alat transaksi secara elektronik. Sebagai merchant minimarket dengan sistem waralaba (franchise), sehingga satu kebijakan Alfamart yang dibuat akan diterapkan kepada semua cabangnya di wilayah Indonesia. Berdasarkan kasus posisi tersebut, patut diduga telah terjadi monopoli sebagai pihak dengan posisidominan. Menurut Pasal1 angka 1 Undang Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut “UU 5/1999”) yang menyebutkan“monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha”. Sedangkan yang dimaksud dengan posisi dominan di dalam Pasal 1 angka 4 UU 5/1999 adalah “keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyelesaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu”. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam tulisan ini akan dianalisis mengenai dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat atas penggunaan satu jenis e wallet dalam pembayaran di seluruh merchant Alfamart serta upaya hukum atas perlindungan konsumen terhadap hal tersebut.

17

1.2 Rumusan Masalah

Adapun berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang ingin dianalisis adalah sebagai berikut:

1. Apakah penggunaan satu jenis e wallet dalam pembayaran di seluruh merchant Alfamart dapat diindikasikan sebagai praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ditinjau dari Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat?

2. Apakah upaya hukum yang dapat dilakukan pemerintah untuk memberikan perlindungankepada para konsumen dalam hal pembayaran barang di seluruh merchant Alfamart dengan satu jenis e wallet?

1.3 Dasar Hukum

Berikut adalah dasar hukum yang digunakan oleh penulis:

a. Bahan Hukum Primer

1. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 5Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopolidan Persaingan Usaha Tidak Sehat

3. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 5 Tahun 1999 Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

4. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

b. Bahan Hukum Sekunder

1. Bahan hukum sekunder, adalah bahan hukum yang kami dapat dari buku teks, jurnal, kasus hukum. *INDIKASI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT OLEH PENYEDIA JASA PEMBAYARAN ELEKTRONIK ( DENGAN SATU JENIS E WALLET)*(Studi Kasus E Wallet GoPay)

18

ANALISIS

2.1 Indikasi Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam hal pembayaran pembelian barang di seluruh merchant Alfamart dengan satu jenis e wallet (GoPay)

Pemberlakuan UU 5/1999 adalah cara pemerintah untuk melindungi hak dan kewajiban pelaku usaha sehingga terhindar dari persaingan usaha yang tidak sehat. Pengaturan tentang penyelenggaraan uang elektronik sebagai salah satu instrumen pembayaran non tunai di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat kita lihat di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik. Apabila berbicara mengenai bisnis, semakin kuat persaingan bisnis, maka semakin sedikit peluang keuntungan yang didapat oleh pengusaha. Beberapa pengusaha banyak terlibat dalam kegiatan yang tidak baik dalam meraih keuntungan, salah satu strateginya adalah dengan bersaing dengan membuat hambatan (barrier to entry) dan menyepakati suatu perjanjian dengan pihak ketiga yang jelas merugikan pelaku usaha lainnya. Pasal 2 UU 5/1999 mengatur bahwa pelaku usaha harus menjalankan kegiatan usahanya dengan berlandaskan asas demokrasi ekonomi yang memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan umum.

Contoh perkara persaingan usaha tidak sehat yang melibatkan e wallet ternama yakni GoPay sebagai dompet digital yang digunakan sebagai alat pembayaran non tunai dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) yang diindikasi oleh KPPU melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pada pembayaran barang pilihan non tunai karena GoPay menjadi satu satunya alat pembayaran metode non tunai yang masih dalam tahap penyelidikan oleh KPPU sebagai lembaga pengawas berdasarkan UU 5/1999. GoPay adalah layanan e money dari aplikasi dompet digital yaitu Gojek Indonesia. Salah satu fitur di dalam GoPay memiliki fungsi untuk menyimpan Gojek Credit yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi transaksi pada seluruh fitur aplikasi Gojek (GoRide, GoCar, GoSend, GoFood, dan lainnya). Selain itu, GoPay berfungsi untuk melakukan pembayaran atastransaksi di merchant yang telah melakukan kerjasama dengan pihak Gojek.4 GoPay yang dibuat oleh

4 Nilakandi, Zuhroh, ‘Apa itu GoPay? Pengertian GoPay Beserta Fungsi dan Kelebihannya’ (Nesabamedia, 2020) https://www.nesabamedia.com/apa itu gopay, accessed 20 Juli 2022.

19 BAB II

Gojek merupakan salah satu e wallet dengan popularitasyang tinggi diIndonesia (iPrice Group & App Annie 2020). Diawali dengan fitur GoRide, GoSend, GoMart yang kemudian berkembang menjadi beragam fitur lainnya namun tetap menjadi satu kesatuan dengan sistem pembayaran GoPay. GoPay terus melakukan pengembangan dan terhubung dengan merchant tertentu salah satunya adalah Alfamart. Gojek juga telah mengakuisisi tiga perusahaan fintech yaitu Kartuku, Midtrans dan Mapan yang menjadi pendukung pesatnya berkembangnya GoPay di tahun 2017.5

Penyelidikan KPPU terhadap kasus GoPay dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) diawali pada tanggal 23 Oktober 2019, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) melayangkan surat untuk pimpinan perusahaan PT Visionet Internasional (OVO) tentang pemutusan kerjasama layanan top up atau isi ulang saldo OVO di Alfamart. Pada tanggal 12 November 2019 isi ulang saldo OVO tidak dapat dilakukan lagi di seluruh gerai Alfamart. GoPay pada awalnya, mewajibkan Alfamart untuk menerapkan sistem pembayaran e wallet tunggal, yaitu GoPay pada 13.000 gerai yang terdapat di seluruh Indonesia dan memblokir e wallet lainnya. Selain itu, Alfamart juga menawarkan hak eksklusif kepada pengguna e wallet GoPay untuk melakukan berbagai aktivitas, termasuk promosi dan cashback di sepanjang November 2019.6

Pasar e wallet menunjukkan bahwa 77 % wilayah pasar industri dikuasai oleh GoPay, OVO, DANA dan Bank Mandiri. Berdasarkan indikator KPPU, struktur pasar e wallet condong kepada pasar oligopoli ketat. Pasar yang terpusat kepada empat perusahaan dengan potensi menguasai atau pemusatan kekuatan pasar berpotensi terjadinya predatory pricing. Per Februari 2019, GoPay telah mencapai angka transaksi sebesar USD 6.3 miliar 14 dengan total 70% berasal dari transaksi GoJek menggunakan GoPay untuk melaksanakan pembayaran (khamila Mulia,“State of pay: The race to become Indonesia’s leading mobile wallet”.7 Dalam kondisi seperti ini menunjukkan bahwa posisi GoPay sebagai market leader yang berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Pada dasarnya, persaingan dapat menjadi sesuatu yang negatif dan positif. Positifnya, pelaku usaha sadar bahwa bisnis adalah area untuk

5 Lestari Moerdijat, ‘Struktur Pasar Fintech E Wallet di Indonesia’ (Pustaka Lestari, 2020) https://lestarimoerdijat.com/pustakalestari/read/2020/09/26/985/Struktur Pasar Fintech E Wallet di Ind onesia, accessed 21 Juli 2022.

6 Sunda, Ujang, ‘Supaya Tak Ada Monopoli, Perlu Regulasi E Wallet’ (RM.id, 2020), Supaya Tak Ada Monopoli, Perlu Regulasi Penggunaan E Wallet (rm.id), accessed 19 Juli 2022.

7 https://krasia.com/state of pay the race to become indonesias leading mobile wallet, accessed 19 Juli 2022.

20

mendapatkan keuntungan yang maksimal dengan cara yang jujur sehingga memunculkan dampak terhadap efisiensi pelaku usaha dalam memproduksi barang atau jasa. Pada sisi lain, konsumen mendapatkan keuntungan karena banyak pilihan dalam pembelian produk atau jasa dengan harga terjangkau tetapi kualitasnya tetap yang paling baik. Sisi negatifnya, persaingan usaha condong untuk berlomba mendapatkan posisi dominan yang berdampak buruk bagi pelaku usaha lainnya.

Oleh karena itu, UU 5/1999 memberikan dua metode yang bersifat alternatif untuk mengidentifikasi apakah tindakan pelaku usaha menyimpang atau tidak. Pendekatan pendekatan tersebut adalah per se illegal dan rule of reason Per se illegal merupakan sebuah metode yang menganggap tindakan tindakan tertentu adalah ilegal karena melanggar undang undang dan menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat, tanpa melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai dampak tindakan tersebut terhadap persaingan. Sedangkan, rule of reason merupakan suatu pendekatan yang menggunakan analisis pasar serta apakah terdapat dampak terhadap persaingan terlebih dahulu, sebelum dinyatakan telah melanggar undang undang. Dalam kata lain, hambatan yang mutlak berakibat langsung pada proses persaingan usaha dinyatakan secara per se illegal Sedangkan rule of reason bersifat tidak langsung karena digunakan untuk kerjasama atau transaksi yang melibatkan para pihak, maka harus dinyatakan legal walaupun hambatannya bersifat tambahan yang harus tetap dievaluasi.8

Secara umum, materi dari UU 5/1999 mengandung 6 (enam) bagian pengaturan yang terdiri dari: 1. perjanjian yang dilarang; 2. kegiatan yang dilarang; 3. posisi dominan; 4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha; 5. penegakan hukum; 6. ketentuan lain lain

Dalam kasus GoPay dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart), KPPU menduga adanya kegiatan yang dilarang yaitu Monopoli. Monopoli diatur oleh Pasal 17 UU 5/1999 yang berbunyi sebagai berikut

8 Lubis, Andi F. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks (ROV Creative Media 2009).[59 60].

21

“(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:

a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau

b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau

c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu”.

Pada dasarnya monopoli tidak selalu dilarang oleh hukum persaingan, namun yang dilarang ialah tindakan dari perusahaan yang potensial memiliki nilai monopoli untuk memanfaatkan kekuatan atau posisinya di pasar bersangkutan yang dapat disebut dengan praktik monopoli atau monopolizing Sebuah perusahaan dapat disebut telah melakukan monopolizing apabila memiliki kekuatan atau posisi untuk mengeluarkan dengan mematikan perusahaan lain dari pasar bersangkutan. Syarat yang kedua adalah pelaku usaha tersebut melakukan dengan memiliki tujuan.9 Adapun unsur unsur yang terdapat dalam Pasal 17 UU 5/1999 adalah sebagai berikut:10

1. melakukan perbuatan penguasaan atas suatu produk;

2. melakukan perbuatan atas pemasaran suatu produk;

3. penguasaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli; dan

4. penguasaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik persaingan usaha tidak sehat.

Demi membuktikan adanya unsur unsur perbuatan di atas maka kriteria ini harus dipenuhi:11

1. tidak terdapat produk substitusinya;

2. pelaku usaha lain sulit masuk ke dalam pasar persaingan terhadap produk yang sama dikarenakan hambatan masuk yang tinggi;

9 Hal ini pernah disampaikan oleh Hakim Douglasdalam perkara: US v Griffith 334 U.S. 100.

10 Lubis, Andi F. [et.,al], Hukum Persaingan Usaha (Komisi Pengawas Persaingan Usaha 2017).[138]. 11 Ibid.

22

3. pelaku usaha laintersebut adalahpelaku usaha yang mempunyaikemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar bersangkutan; serta

4. satu atau satu kelompok pelaku usaha telah menguasai lebih dari 50% pangsa pasar suatu jenis produk.

Pasal 17 UU 5/1999 menggunakan pendekatan rule of reason, yang berarti bahwa monopoli dapat dilarang apabila monopoli tersebut memberikan dampak negatif terhadap persaingan yang secara signifikan dan dengan pertimbangan akan mengakibatkan praktik monopoli. Unsur unsur di dalam pasal 17 dapat dijabarkan sebagai berikut:

1)

Pelaku usaha

Pelaku usaha yakni GoPay adalah pelaku usaha yang didirikan di wilayah Indonesia, untuk melakukan kegiatan usahanya di Indonesia.

2) Penguasaan Penguasaan atas produksi barang atau jasa, GoPay telah memenuhi unsur ini karena GoPay adalah satu satunya pelaku usaha yang melakukan kegiatan usahanya dalam hal metode transaksi barang atau atas pembelian barang untuk Alfamart.

3) Praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat GoPay melaksanakan kerjasama dengan Alfamart untuk menjadi satu satunya sistem pembayaran yang berdampak kepada pemusatan ekonomi sehingga dengan penguasaan terhadap jasa pembayaran barang di seluruh merchant Alfamart menghalau pelaku usaha lain untuk masuk (barrier to entry). Oleh karena itu, unsur yang mengakibatkan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat menjadi terpenuhi.

4) Barang atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya Dalam hal pembayaran pembelian barang di Alfamart, tidak adanya substitusi e money lain karena hanya ada satu pelaku usaha yang melakukan kegiatan usahanya, yaitu GoPay.

5) Pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalampersainganusaha barang dan jasa yang sama

23

Adanya notifikasi bahwa Alfamart menyatakan hanya tersedia satu platform pembayaran non tunai yaitu GoPay. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha lain tidak diperbolehkan untuk masuk ke dalam persaingan usaha barang dan jasa Alfamart.

6) Satu atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu Pasar dalam pengertian ini adalah pembayaran pembelian barang dengan satu sistem dan platform pembayaran berbasis aplikasi. Dapat dikatakan bahwa GoPay menguasai lebih dari 50% pangsa pasar. Di mana atas tindakannya, GoPay merugikan kepentingan umum.

Atasuraian tersebut, dapat dikatakan bahwa kegiatan usaha yang dilakukan oleh GoPay telah memenuhi unsur unsur di dalam Pasal 17 UU 5/1999.

2.2 Upaya hukum yang dapat dilakukan pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada para konsumen dalam hal pembayaran barang di seluruh merchant Alfamart dengan satu jenis e wallet

Setiap kegiatan perekonomian pasti dilandasi adanya sebuah mekanisme transaksi pembayaran. Bank Indonesia menafsirkan bahwa sistem pembayaran adalah sebuah sistem yang berkaitan dengan pengalihan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain. Sistem pembayaran timbul bersama dengan lahirnya ‘uang’ sebagai medium of change atau intermediary dalam transaksi barang, jasa, maupun keuangan.12 Perkembangan digital melahirkan inovasi teknologi dalam segala sektor termasuk perbankan. Alat pembayaran di Indonesia juga tidak hanya menggunakan alat pembayaran tunai (cash) saja, namun sudah mulai berkembangnya alat pembayaran non tunai (cashless) seperti transfer sejumlah dana berbasis elektronik ataupun alat pembayaran menggunakan kartu kredit, kartu ATM, kartu debit, dan sebagainya. Pembayaran elektronik ini tentu menjawab kebutuhan dari masyarakat dalam bertransaksi karena relatif cepat dan aksesnya yang mudah. Jika dibandingkan dengan penggunaan kartu seperti kartu debit dan kartu kredit, pembayaran elektronik menjadi lebih efisien karena tidak perlu menggunakan tanda tangan, pin yang dilakukan secara offline Masyarakat takperlu kesulitandanrepot membawa banyak uang tunai, sebabhanya perlu kartu 12 ‘Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah’ (Bank Indonesia) https://www.bi.go.id/id/fungsi utama/sistem pembayaran/default.aspx, accessed 20 Juli 2022.

24

dan smartphone saja untuk melakukan transaksi sehari hari.13 Pembayaran elektronik pun dapat dilakukan pengisian ulang dengan mudah melalui sarana yang disediakan oleh penerbit (issuer). Pembayaran elektronik ini juga dikenali sebagai pembayaran non tunai yang terdiri dari Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik (e money). Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) adalah instrumen pembayaran non tunai yang dalam proses transaksinya menggunakan kartu (card). Contoh dari APMK adalah kartu kredit, kartu debit atau kartu ATM.14 Instrumen pembayaran non tunai berupa kartu ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK).

Menurut definisi dari Bank for International Settlement, bahwa e money merupakan produk stored value di mana sejumlah uang (monetary value) ditempatkan secara elektronis dalam suatu media elektronik yang dimiliki seseorang.15 “stored value or prepaid products in which a record of the funds or value available to a consumer is stored on an electronic device in the consumer’s possession.”

E money pertama kali dirilis di Indonesia pada tahun 2009 yang juga dilengkapi dengan surat edaran yang mengatur tentang lembaga penyedia uang elektronik (e money) yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/6/PBI/2018 terkait Uang Elektronik (Electronic Money). Perkembangan teknologi terhadap alat pembayaran akan menimbulkan kompleksnya sistem pembayaran di Indonesia maka dari itu diperlukan pengaturan secara khusus. Bank Indonesia melengkapi pengaturan terkait uang elektronik dalam rangka mendukung perkembangan penerbitan suatu karya prabayar multiguna untuk berbagai kebutuhan transaksi pembayaran.16 E money tidak untuk menggantikan keberadaan uang tunai atau uang fisik secara total, namun digunakan sebagai alternatif sistem pembayaran.17 Berdasarkan Pasal 1 PBI Nomor 20/6/PBI/2018 “ uang elektronik adalah instrumen pembayaran yang:

13Ramadhan, A Firman, dkk. ‘Persepsi Mahasiswa dalam Menggunakan E Money’ (2016) 13 Dinamika Ekonomi dan Bisnis.[6].

14 Purnomo, R. Soerfianto Dibyo, dkk. Untung dengan Kartu Kredit ATM Debit dan Uang Elektronik (Transmedia Pustaka 2012).[291].

15 Hidayati, S., Nuryanti, I., dkk. ‘Kajian Operasional E Money. Bank Indonesia’ (2006) Kajian Bank Indonesia.[5].

16 Salsabila, S. Salma, ‘Urgensi Dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia’ (2019) VIII Privat Law.[5].

17 Suharni, ‘Uang Elektronik (E Money) Ditinjau dari Perspektif Hukum dan Perubahan Sosial’. (2018) 15 Spektrum Hukum.[20].

25

1) Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit

2) Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip; dan

3) Nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang yang mengatur mengenai perbankan.”

E money merupakan instrumen pembayaran yang diketahui masyarakat lebih awal, kemudian dalam perkembangannya muncul instrumen pembayaran lain yang disebut sebagai dompet digital (e wallet). e money dan e wallet merupakan alat pembayaran berbasis teknologi, namun terdapat perbedaan di dalamnya yang dapat dilihat berdasarkan tempat penyimpanan dan cara penggunaannya. e money adalah alat pembayaran digital berupa uang yang tersimpan dalam media elektronik tertentu layaknya pada sistem perbankan dengan berbasis chip yang ditanamkan dalam kartu. Umumnya, e money diterbitkan oleh lembaga perbankan. Pengguna perlu menyetorkan sejumlah uang tunai terlebih dahulu kepada penerbit (issuer) lalu akan disimpan di dalam sebuah media elektronik untuk transaksi atau yang lebih sering dikenal dengan top up (pengisian ulang). Sedangkan e wallet adalah salah satu alternatif sistem pembayaran elektronik berbasis financial technology (fintech) sehingga dapat dikatakan bahwa e wallet ini merupakan server based karena nilai uang yang disimpan pengguna terletak pada server dan perangkat lunak dan aplikasi di smartphone. Sehingga, e wallet bergantung pula pada koneksi internet. Kekurangan dari e wallet selain bergantung pada koneksi internet, juga pada daya baterai smartphone karena transaksinya dilakukan melalui smartphone, e wallet tidak bisa dilakukan pada seluruh merchant karena e wallet terbatas pada merchant yang bekerjasama dengan e wallet saja. Apabila merchant tidak bekerjasama dengan e wallet yang dimiliki pengguna maka harus tetap menggunakan cara lain untuk mencairkan saldo yang ada. Jadi, sistem pembayaran e wallet hanya dapat digunakan untuk transaksi cashless saja dan tidak ada tarik tunai terhadapnya.

Merujuk pada kasus PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) yang melakukan kerjasama dengan GoPay, GoPay awalnya mewajibkan Alfamart hanya menerapkan sistem pembayaran e wallet tunggal. Apa yang dilakukan Alfamart cenderung menunjukkan corak monopolistik. Merujuk pada Pasal 17 ayat (1) UU 5/1999 bahwa:

“Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”.

26

Akibat dari adanya monopoli sebagai bentuk persaingan usaha yang tidak sehat adalah dapat menyalahgunakan kekuatan ekonomi, sebab Monopoli dalam suatu kegiatan dapat mengakibatkan kehilangan alternatif bagi para konsumennya. Menurut KBBI, monopoli dapat diartikan sebagai hak tunggal untuk berusaha. Menurut Pasal 1 Undang Undang Nomor 5/1999 bahwa “monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh salah satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha”. Sehingga dapat diartikan, bahwa praktik monopoli merupakan pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang menguasai produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa tertentu sehingga menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan merugikan kepentingan umum. Maka dari itu, praktik monopoli ini menjadikan hal yang dapat dilakukan pembeli adalah memainkan peran sebagai pembeli produk yang tersedia oleh satu produsen. Hal ini berkaitan dengan kasus diatas, apabila merchant tersebut hanya menyediakan satu jenis pembayaran non tunai, maka akan membatasi pilihan bagi konsumen. Adanya monopolistik tersebut melanggar Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 dan Pasal 2 UU 5/1999 bahwa “Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum”.

Tidak sekedar merugikan pelaku usaha lainnya, tetapi praktik monopoli pembayaran non tunai tersebut juga merugikan kepentingan masyarakat yang dalam hal ini menjadi konsumen Alfamart. “Konsumen yang dimaksud ini juga dapat dikategorikan sebagai pengguna yaitu pihak yang menggunakan uang elektronik” (vide Pasal 1 angka 14 PBI Nomor 20/6/PBI/2018. “Konsumen merupakan setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat” (Vide Pasal 1 angka 2 UU 8/1999). “Konsumen berhak mendapat perlindungan hukum terutama dalam hal apabila konsumen merasa dirugikan oleh pelaku usaha dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum” (Vide Pasal 45 ayat (1) UU 8/1999).

Berkaitan dengan e wallet yang disediakan oleh merchant tersebut, Indonesia belum mengatur secara khusus. Sehingga pengaturan terkait e wallet dapat dilihat dalam PBI Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik. Seperti halnya e money, penyelenggaraan e wallet juga harus menerapkan manajemen risiko dan perlindungan konsumen (vide Pasal 78 PBI Nomor 20/6/PBI/2018). Tentu bukan hanya konsumen yang dirugikan dengan adanya pelaku

27

tunggal, namun yang lebih dirugikan adalah pelaku usaha e wallet lain. Pelaku usaha lain sepatutnya mempunyai kesempatan untuk dapat masuk dan bersaing secara sehat dalam memberikan pilihan bagi para konsumen. Maka dari itu, hal ini merupakan tugas dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat seperti diatur di dalam Pasal 4 Pasal 16 UU 5/1999.18

Terselenggaranya pasar bebas merupakan bentuk terjaminnya persaingan usaha yang sehat antara para pelaku usaha. Kondisi tersebut diatur melalui hukum persaingan sebagai perangkat hukum yang penting dalam market economy.19 Pasar ekonomi bukan termasuk pasar persaingan sempurna sehingga didalamnya terlibat aktor dan perkumpulan dari self interest. Terbentuknya UU 5/1999 sebagai aturan atau dasar hukum yang memberikan banyak arahan dan perubahan bagi iklim usaha menjadi lebih sehat. Pemerintah memberikan jaminan bagi para pelaku usaha untuk mendapat kesempatan yang adil dalam mendirikan usaha. Meskipun terdapat aturan dalam menjalankan usaha, perlu ada pengawasan terhadap para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya, sehingga terbentuklah lembaga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Lembaga tersebut berguna sebagai pengontrol dan pemantauan roda perekonomian di Indonesia. “Pemerintah membentuk sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar mencegah adanya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat yang disebut sebagai Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)” (Vide Pasal 1 Peraturan KPPU Nomor 01 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPPU). KPPU adalah lembaga independen yang berwenang untuk menangani dan menyidik serta mengawasi perkara persaingan usaha yang tidak dipengaruhi oleh pihak lain termasuk pemerintah atau pihak lain. Hal ini dicantumkan dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1999 tentang Pendirian Komisi Pengawas Persaingan Usaha yaitu “Tujuan pembentukan Komisi adalah untuk mengawasi pelaksanaan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat”. UU 5/1999 dan pembentukan KPPU merupakan perwujudan dariPasal 33 UUD NRI 1945 tentang perekonomian nasionaldiselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan.

18 Pasal 35 huruf a Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 5 Maret 1999. Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 33.

19 ‘Naskah Akademik UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat’, https://berkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na 149.pdf, accessed 24 Juli 2022.

28

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut Peraturan KPPU 1/2019) bahwa “Setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang Undang dapat melaporkan kepada komisi”. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perlindungan hukum bagi para pelaku usaha dalam menjalankan praktik usaha dan bersaing secara sehat.

29

BAB III PENUTUP

4.1 Kesimpulan

PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) membuat suatu perjanjian kerjasama dengan GoPay untuk menjadi sistem pembayaran satu satunya yang berdampak pemusatan ekonomi dengan dikuasainya sistem layanan pembayaran di seluruh merchant Alfamart hingga membatasi pelaku usaha lainnya (e wallet lain) untuk masuk dan melaksanakan usahanya, hal tersebut telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan patut dianggap melanggar ketentuan Undang Undang No. 5 Tahun 1999. Akibat posisi dominan GoPay menjadi hubungan kausalitas terjadinya praktik monopoli. Selain menyebabkan kerugian bagi pelaku usaha lainnya, juga menyebabkan kerugian bagi konsumen sebagaimana diatur di dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

4.2 Saran

Setiap pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan usahanya harus bersaing secara adil dan tidak melanggar ketentuan yang ada di dalam Undang Undang No.5 Tahun 1999 sehingga tidak merugikan para pelaku usaha lainnya. Sementara, pemerintah hendaknya membuat regulasi yang tepat tentang transaksi pembayaran non tunai melalui dompet elektronik (e wallet) sebagai bentuk kepastian hukum terhadap digitalisasi hukum persaingan usaha.

30

DAFTAR

Buku

BACAAN

Purnomo, R. Soerfianto Dibyo, dkk. Untung dengan Kartu Kredit ATM Debit dan Uang Elektronik (Transmedia Pustaka 2012).[291].

Lubis, Andi F. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks (ROV Creative Media 2009).[59 60].

Lubis, Andi F.[et.,al], Hukum Persaingan Usaha(Komisi Pengawas Persaingan Usaha 2017).[138].

Jurnal

Sayekti, Nidya Waras.‘Tantangan Perkembangan Ekonomi Digital di Indonesia’ (2018), Vol. X Info Singkat.[5].

‘NaskahAkademikUULaranganPraktikMonopolidanPersainganUsahaTidak Sehat’, https://berkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na 149.pdf accessed 24 Juli 2022.

Salsabila, S. Salma, ‘Urgensi Dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia’ (2019) VIII Privat Law.[5].

Suharni, ‘UangElektronik(E Money) Ditinjau dari Perspektif Hukum dan Perubahan Sosial’. (2018) 15 Spektrum Hukum.[20].

Ramadhan, A Firman, dkk.‘PersepsiMahasiswadalamMenggunakanE Money’ (2016) 13 Dinamika Ekonomi dan Bisnis.[6].

Hidayati, S., Nuryanti, I., dkk. ‘Kajian Operasional E Money. Bank Indonesia’ (2006) Kajian Bank Indonesia.[5].

31

Peraturan Perundang Undangan

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817)

Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821)

Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Internet

DepartmenKomunikasi‘ApaItuUangElektronik’(BankIndonesia,2020) https://www.bi.go.id/id/edukasi/Pages/Apa itu Uang Elektronik.aspx, accessed 29 Juli 2022.

Kumalasari, Ratna. ‘Macam macam E Wallet, Definisi, Kelebihan, dan Kekurangannya’ (Majoo, 2022), https://majoo.id/solusi/detail/ewallet adalah, accessed 29 Juli 2022.

Moerdijat,Lestari‘StrukturPasarFintechE WalletdiIndonesia’ https://lestarimoerdijat.com/pustakalestari/read/2020/09/26/985/Struktur Pasar Fintech E Wall et di Indonesia, accessed 21 Juli 2022.

Nilakandi,Zuhroh,‘ApaituGoPay?PengertianGoPayBesertaFungsidan Kelebihannya’ (Nesabamedia, 2020) https://www.nesabamedia.com/apa itu gopay, accessed 20 Juli 2022.

32

https://krasia.com/state of pay the race to become indonesias leading mobile wallet, accessed 19 Juli 2022.

‘SistemPembayaran&PengelolaanUangRupiah’(BankIndonesia)

https://www.bi.go.id/id/fungsi utama/sistem pembayaran/default.aspx, accessed 20 Juli 2022.

Sunda, Ujang, ‘SupayaTakAdaMonopoli,PerluRegulasiE Wallet’(RM.id,2020), Supaya Tak Ada Monopoli, Perlu Regulasi Penggunaan E Wallet (rm.id), accessed 19 Juli 2022.

33

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM DALAM PERSAINGAN USAHA

DI ERA DIGITAL

Diqa Qothrunnadaa Amanda Nur Sella diqa.qothrunnadaa@gmail.com Universitas Airlangga

ABSTRAK

Masuk dan berkembangnya era digital berpengaruh pada perubahan aktivitas ekonomi masyarakat. Saat ini, aruslalulintas barang tidak hanya melibatkan pelaku usaha lokal, namun sudah merambah ke negara luar. Perubahan tersebut kemudian berdampak kepada persaingan usaha dan tentunya ada tantangan tersendiri dalam penegakan hukumnya. Era digitalisasi ekonomi sendiri dapat kita pahami ketika ekonomi sepenuhnya digital atau daring berdasarkan pola transaksi dengan berbagai macam aplikasi yang digunakan. Di era digitalisasi ekonomi, ada kemungkinan besar munculnya perilaku persaingan yang tidak sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut terkait penegakan hukum persaingan usaha di era digital dengan menganalisis peluang dan tantangan yang ada. Adapun hasil penelitian menunjukan bahwa tantangan dalam persaingan usaha di era digital adalah menentukan bentuk bentuk pelanggaran persaingan usaha itu sendiri. Di era digital, perusahaan perusahaan yang memiliki data besar akan mempunyai market power yang besar. Situasi ini diyakini dapat membentuk posisi monopoli dengan cara diskriminasi pihak pihak tertentu, dan evolusi era ekonomi digital seperti sekarang ini akan berdampak pada sisi hukum persaingan usaha tidak sehat yang akan mempersulit proses KPPU untuk mengetahui atau membedakan persaingan usaha tidak sehat, karena dalam UU No. 5/1999 tidak diatur secara jelas dan terperinci mengenai pelaku ekonomi yang menjalankan usahanya secara digital dan pelanggarannya.

ABSTRACT

The entry and development of the digital era has an effect on changes in people's economic activities. Currently, the flow of goods traffic does not only involve local business actors, but has penetrated to foreign countries. These changes then have an impact on business competition and of course there are challenges in enforcing the law. We can understand the era of economic digitization itself when the economy is fully digital or online based on transaction patterns with various applications used. In the era of economic digitalization, there is a high possibility of the emergence of unhealthy competitive behavior. This study aims to find out more about business competition law enforcement in the digital era by analyzing the opportunities and challenges that exist. The results of the study show that the challenge in business competition in the digital era is to determine the forms of violation of business competition itself. In the digital era, companies that have big data will have big market power. This situation is believed to be able to form a monopoly position by discriminating against certain parties, and the evolution of the digital economy era as it is today will have an impact on the legal side of unfair business competition which will make it difficult for KPPU's process to identify or distinguish unfair business competition, because in Law No. 5/1999 is not regulated clearly and in detail regarding economic actors who run their business digitally and their violations.

Keywords: Digital Age; Law enforcement ; Business competition.

34
Kata Kunci : Era Digital ; Penegakan Hukum ; Persaingan Usaha.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemunculan teknologi digital dan internet menandai dimulainya Revolusi Industri 3.0. Proses revolusi industri ini jika dikaji dari sudut pandang seorang sosiolog Inggris yang bernama David Harvey, merupakan sebuah proses pemampatan ruang dan waktu. Ruang dan waktu semakin terkompresi dan semakin memuncak pada revolusi tahap 3.0, yakni revolusi digital. Waktu dan ruang tidak lagi berjarak. Pada tahap revolusi industri sebelumnya, yaitu revolusi kedua (Revolusi 2.0), dengan hadirnya teknologi mesin yang dapat menciptakan sebuah mobil (kendaraan), membuat waktu dan jarak makin dekat. Revolusi 3.0 menyatukan keduanya. Sebab itu, era digital sekarang mengusung sisi kekinian (real time).

Selain mengusung kekinian, revolusi industri 3.0 mengubah pola relasi dan komunikasi masyarakat kontemporer. Praktik bisnis pun mau tidak mau harus berubah agar tidak tertelan zaman. Namun, revolusi industri ketiga juga memiliki sisi yang layak diwaspadai. Teknologi membuat pabrik pabrik dan mesin industri lebih memilih mesin ketimbang manusia. Apalagi mesin canggih memiliki kemampuan berproduksi lebih berlipat. Konsekuensinya, pengurangan tenaga kerja manusia tidak terelakkan. Selain itu, reproduksi pun mempunyai kekuatan luar biasa. Hanya dalam hitungan jam, banyak produk dihasilkan. Jauh sekali bila dilakukan oleh tenaga manusia.

Lalu pada revolusi industri generasi 4.0, manusia telah menemukan pola baru ketika disruptif teknologi (disruptive technology) hadir begitu cepat dan mengancam keberadaan perusahaan perusahaan incumbent. Era ini yang ditandai dengan hadirnya Internet of Things, Big Data, Articial Intelligence, Human Machine Interface, Robotic and

35 BAB I

Sensor Technology, 3D Printing Technology. Sejarah telah mencatat bahwa revolusi industri telah banyak menelan korban dengan matinya perusahaan perusahaan raksasa.

Lebih dari itu, pada era industri generasi 4.0 ini, ukuran besar perusahaan tidak menjadi jaminan, namun kelincahan perusahaan menjadi kunci keberhasilan meraih prestasi dengan cepat. Hal ini ditunjukkan oleh Uber yang mengancam pemain pemain besar pada industri transportasi di seluruh dunia atau Airbnb yang mengancam pemain pemain utama di industri jasa pariwisata. Ini membuktikan bahwa yang cepat dapat memangsa yang lambat dan bukan yang besar memangsa yang kecil. Kalau kita perhatikan tahap revolusi dari masa ke masa timbul akibat dari manusia yang terus mencari cara termudah untuk beraktitas. Setiap tahap menimbulkan konsekuensi pergerakan yang semakim cepat. Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan umat manusia.

Memasuki revolusi industri 4.0, teknologi digital menjadi salah satu modal utama yang dibutuhkan oleh para pelaku industri untuk mengembangkan lini usaha mereka. Kehadiran industri 4.0 pun menjadi bukti bahwa saat ini perkembangan industry tidak dapat terlepas dari perkembangan teknologi. Perkembangan sektor industri yang beriringan dengan perkembangan teknologi tentunya dapat membawa dampak yang positif pada suatu negara, salah satunya dampak positif pada peningkatan perekonomian negara tersebut. Dengan adanya teknologi digital, suatu negara dapat mendorong perekonomiannya ke arah ekonomi digital.

Era ekonomi digital, sebenarnya, sudah berlangsung mulai dari tahun 1980 an, dengan menggunakan personal computer (PC) dan internet sebagai teknologi kunci yang digunakan untuk esiensi bisnis. Penggunaan teknologi seperti PC dan internet ini pun menjadi awal dari perkembangan e commerce atau perdagangan elektronik. Seiring dengan perkembangan teknologi, era old digital economy akhirnya memasuki era

36

new digital economy, ditandai dengan adanya mobile technology, akses internet yang tidak terbatas, serta kehadiran teknologi cloud yang digunakan dalam proses ekonomi digital.1

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi besar untuk perkembangan ekonomi digital. Namun hal ini juga menjadi tantangan pemerintah dalam membuat kebijakan. Dengan adanya perkembangan ekonomi digital dapat memungkinkan munculnya model bisnis baru, integrasi antar sektor bisnis, serta perubahan model bisnis pada sektor yang sudah ada. Pada tahun 2016, Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Balitbang SDM) Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan studi terkait ekonomi digital di Indonesia. Salah satu hasil dari studi ini menunjukkan bahwa terlihat ada perubahan model bisnis yang mungkin terjadi di berbagai sektor.

Perubahan tersebut kemudian berdampak kepada persaingan usaha dan tentunya ada tantangan tersendiri dalam penegakan hukumnya. Era digitalisasi ekonomi sendiri dapat kita pahami ketika ekonomi sepenuhnya digital atau daring berdasarkan pola transaksi dengan berbagai macam aplikasi yang digunakan. Di era digitalisasi ekonomi, ada kemungkinan besar munculnya perilaku persaingan yang tidak sehat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis merumuskan suatu rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana tantangan yang terjadi pada penegakan hukum persaingan usaha di era digital?

2. Bagaimana strategi pengembangan ekosistem ekonomi digital yang tepat?

1Van Ark, at all Navigating the new digital economy: driving digital growth and productivity from installation to deployment. (2016) h. 121.

37

C. Dasar Hukum

Dasar hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu UU No.5/1999. UU 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mengatur mengenai perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, posisi dominan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan penegakan hukum. Undang Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, memiliki aturan aturan pelaksanaan yaitu:

a. Peraturan Pemerintah No. 57/2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Melaksanakan Ketentuan Pasal 28 ayat 3.

b. Peraturan Pemerintah No. 57/2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Melaksanakan ketentuan Pasal 29 Ayat 2.

c. Keputusan Presiden No. 75/1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat 1.

38

ANALISIS

A. Tantangan Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Era Digital

Pengaruh ekosistem digital terhadap hukum persaingan di Indonesia dan keberadaan platform digital tidak hanya menimbulkan tantangan bagi perlindungan data pribadi, tetapi juga bagi persaingan bisnis. Pelanggaran per saingan usaha tidak sehat selalu berpotensi terwujud dalam struktur pasar, termasuk pasar digital. Saat ini, pasar digital hadir untuk kenyamanan konsumen dan berkembang cukup pesat di Indonesia. Platform digital tidak hanya menawarkan banyak manfaat bagi masyarakat, tetapi juga memiliki kontrol signifikan atas data konsumen. Ini menimbulkan banyak tantangan. Tidak hanya tantangan terkait perlindungan data pribadi, tetapi juga persaingan komersial tidak sehat yang mungkin muncul.

Persaingan di pasar digital utama seperti model bisnis berbasis platform, pasar multi sided, network effect yang membuat masalah persaingan usaha menjadi semakin kompleks berbeda dari persaingan di pasar yang lebih tradisional dalam beberapa hal. Sektor ini sering kali mencakup model bisnis berbasis platform, pasar multifaset, efek jaringan, dan skala ekonomi yang membuat masalah persaingan menjadi lebih kompleks. Tidak seperti kebanyakan sektor ekonomi, dengan semakin meningkatnya keterkaitan ekonomi digital, beberapa koordinasi dan kerja sama antar perusahaan tidak dapat dihindari dan bahkan dapat menjadi kompetitif. Selain itu, pasar digital ditandai dengan tingkat investasi dan inovasi yang tinggi, yang mengarah pada kemajuan teknologi yang pesat di industri dan peningkatan inovasi yang mengganggu.2

2 OECD, “Digital Economy, Innovation and Competition.” [Online]. Available: https://www.oecd.org/competition/digital economy innovation and competition.htm

39 BAB II

3

Keuntungan ekonomi digital yang berkembang menjadi perhatian Pemerintah dan otoritas persaingan, karena persaingan di pasar digital sangat berbeda dengan persaingan di pasar tradisional (offline). Pasar digital sering mengandung beberapa karakteristik utama seperti model bisnis berbasis platform, pasar multilateral, dan efek jaringan yang membuat subjek persaingan menjadi lebih kompleks. Oleh karena itu, menentukan pasar merupakan proses penting sebelum melakukan analisis hukum persaingan. Pasar bersangkutan mengacu pada spektrum/area komersialisasi tertentu oleh pelaku ekonomi untuk barang/jasa yang sama, serupa dan substitusi.

Agensi menghadapi perilaku konsumen baru, pasar multifaset di mana ia menawarkan layanan gratis untuk memaksimalkan pengumpulan data yang dipersonalisasi di satu pasar dan kemudian memonetisasinya di pasar lain, seperti pasar iklan dan perusahaan teknologi kecil dengan akses/kontrol yang jumlah datanya terlalu besar. Perusahaan perusahaan ini memiliki kendali yang signifikan atas data konsumen, memberi mereka kekuatan pasar tambahan dan menciptakan tidak hanya persaingan, tetapi juga masalah perlindungan konsumen.

Kekhawatiran ini memaksa legislator dan undang undang persaingan untuk menemukan cara baru untuk memantau, dan mengatasi tantangan dalam menemukan para pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang undang terkait di era ekonomi digital. Beberapa pihak percaya bahwa sejarah panjang hukum persaingan telah memberikan legislator dengan apa yang mereka butuhkan untuk mengatasi masalah persaingan dalam ekonomi digital. Secara global, tujuan kebijakan persaingan tidak harus berubah, mereka cukup fleksibel untuk memperhitungkan perubahan dalam ekonomi digital.3

Available: https://unctad.org/news/competition law crosses digital threshold

40
C. Beaton Wells, “United Nations Conference on Trade and Development, While competition law’s logic is sound, it needs newlevels to address the challenges of the modern world and help regulators and enforcers do their jobs.” [Online].

Hukum persaingan dan regulatornya harus mempertimbangkan faktor faktor terkini seperti ukuran potensial platform digital dan pentingnya modal tidak berwujud. Keberadaan era digital juga sangat bermanfaat. Di atas segalanya, pelaku pasar bebas di dunia yang berbeda di mana aktivitas jual beli dilakukan secara daring atau online. Selain itu, semakin sulit untuk memantau praktik persaingan usaha dengan adanya praktik pelaku usaha secara digital dan semakin mudah muncul praktik persaingan usaha tidak sehat yang sulit untuk dideteksi, di satu sisi akan mengakibatkan kerugian.4

Beberapa bentuk penyalahgunaan posisi dominan pada platform digital adalah penolakan bisnis, penetapan harga predator, penawaran eksklusif, dan loyalitas, dan diskon bundel. Ada juga kemungkinan kartel atau penawaran. Selain itu munculnya platform digital telah membuat harga menjadi transparan di antara para pesaing pasar. Data dan algoritme memungkinkan perusahaan untuk memprediksi tren pasar, memetakan konsumen, dan menyesuaikan strategi penetapan harga. Tantangan muncul dalam membedakan antara tanggapan independen dari operator ekonomi untuk memaksimalkan keuntungan atau praktik yang dihasilkan dari berurusan dengan pesaing. Penetapan harga algoritmik dapat memfasilitasi kolusi antara pelaku ekonomi karena mudah dikendalikan (karena harga transparan) dan memberikan sanksi kepada pelaku ekonomi yang menyimpang dari kesepakatan. Selain itu, pengendalian merger, akuisisi dan konsolidasi (merger). Merger yang memenuhi kriteria tertentu harus dilaporkan kepada otoritas persaingan.

B. Strategi Pengembangan Ekosistem Ekonomi Digital

Perkembangan ekonomi digital Indonesia di masa mendatang akan semakin cepat, apalagi dengan dukungan kreator kreator muda yang mendorong sharing economy. Dalam konteks Indonesia, perlunya sinergi dengan transformasi menuju kebudayaan digital (shared culture). Selain itu

4 A. K. Ramaiah, “Competition in Digital Economy: the State of merger Control on Customer Transportation in Asean,” International Journal of Modern Trends in Business Research (IJMTBR), vol. 2, no. 7, 2018, h. 27.

41

perlu juga dilakukan studi kebijakan yang memuat keragaman masyarakat Indonesia, melalui riset aksi ekonomi digital berbasis ekonomi lokal dengan prinsip Human Inquery.

Perkembangan teknologi digital yang semakin meluas di Indonesia diprakirakan akan semakin mendorong perkembangan ekonomi digital.

Pengembangan ekonomi digital berdasarkan pengalaman perkembangan dan pengembangan pelayanan pembiayaan berbasis digital diprakirakan tidak mudah dilakukan. Tren perkembangan ekonomi digital sangat dinamis tergantung dari perkembangan teknologi yang begitu cepat berkembang. Dengan demikian, penelitian perkembangan dan strategi arah pengembangan ekonomi digital dilakukan dengan studi kebijakan menggunakan prinsip

Sequential Mixed Model Design. Dimana tahapan pertama dari studi ini adalah melakukan Focus Group Discussion (FGD) yang mengundang pakar sebagai pemantik diskusi. Tahapan selanjutnya melakukan Formative Evaluation untuk menyusun Policy Brief serta diakhiri dengan penyusunan strategi berbasis Expert Judgement.

Pengembangan ekonomi digital sendiri perlu menggunakan prinsip mendahulukan stabilitas dengan tetap membuka inovasi pengembangan digital. Dalam pengembangan teknologi nansial prinsip yang perlu digunakan ke depan adalah mendahulukan inovasi kreati tas dibanding regulasi. Selain itu, meskipun golongan muda yang lebih banyak berkreasi dalam perkembangan platform teknologi pembiayaan, diperlukan juga dialog dengan golongan yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam mengelola sistem jasa keuangan. Ekosistem digital dalam pengembangan teknologi jasa keuangan tidak saja mengutamakan teknologi digital yang bersandar pada kecerdasan buatan (articial intellegence), tetapi perlu juga penerapan kecerdasan kontekstual (contextual intellegence) yang mempertimbangkan kekhasan dan keragaman masyarakat Indonesia. Selain itu ekonomi digital sendiri tidak terpisahkan dari budaya digital, dimana dalam pengembangan ekonomi digital

42

berbasis prinsip sharing economy perlu berkaitan juga dengan pengembangan shared culture.5

Ekonomi digital juga dapat dihubungkan dengan sektor pertanian, yaitu ekonomi pertanian digital, dimana terdapat 3 faktor yang diperlukan dalam syarat pengembangannya, yaitu : perbaikan etik, kejujuran dan integritas, serta sifat bertanggung jawab antar aktor yang terlibat. Kesimpulan ini didapat dari diskusi menggali pengalaman pengembang platform di bidang pertanian, yang pada saat ini platform pertanian masih sebatas memfasilitasi operasional pada sisi perdagangan komoditas maupun produk pertanian belum mempercepat produktitas pertanian khususnya yang dilakukan oleh petani. Peluang peningkatan ekonomi pertanian digital akan lebih meningkat apabila di sektor pertanian menerapkan teknologi intellegence e commerce, mekanisme supply chain, maupun sistem agrologistik yang memadai. Oleh sebab itu, peran pemerintah dalam mengantisipasi perkembangan ekonomi pertanian digital perlu tidak hanya fokus pada regulasi, tetapi sebaiknya mengembangkan tata kelola dengan dasar Big Data yang berfungsi sebagai hub untuk beragam pihak yang berkepentingan untuk bekerjasama.

Dalam konteks kerja lembaga pemerintah, Kementerian/Lembaga (K/L)selain memerlukan koordinasi juga penting melakukan kolaborasi dengan pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga lembaga yang mewadahi kepentingan petani. Pengembangan ekonomi digital juga tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan dan pengembangan ekonomi kreatif dan pariwisata. Sebagai negara adidaya budaya, Indonesia diprakirakan dapat meningkatkan ekonomi digital dari dua sektor tersebut. Potensi ini perlu diperkuat dengan sinkronisasi infrastruktur kebijakan antara konvensi internasional, kebijakan nasional, hingga kebijakan di daerah dan desa. Hal ini menjadi jalan pengembangan ekonomi digital tidak terpisahkan dari penyiapan perubahan perilaku ekonomi dari manusia Indonesia di era digital,

43
5 Ibid

sehingga perkembangan ekonomi digital menjadi sarana pemeliharaan keberlanjutan Indonesia. Ekonomi kreatif yang mencakup kegiatan pendukung ekonomi digital sangat luas, seperti game, lm, musik, tarian, fashion, hingga kuliner. Ekonomi kreatif berbasis digital tidak lepas dari pengkayaan kebudayaan.

Diperlukan lahirnya kreator kreator muda dalam komunitas budaya yang mampu bekerjasama dengan tokoh budaya. Hal yang perlu diorganisasikan berbasis teknologi digital dalam memasarkan kreasi kreasi kebudayaan yang sarat dengan muatan lokal guna menguatkan ekonomi digital yang tidak hanya memuat sharing economy tetapi juga shared culture. Diprakirakan memasuki era ekonomi digital, Indonesia akan menjadi negara peringkat keempat ekonomi dunia setelah Amerika Serikat, Cina, dan India. Kekuatan tersebut dikaitkan dengan kekayaan Indonesia dalam penguasaan sumber daya alam untuk pangan dan pertanian.

Dengan demikian, transformasi ekonomi digital ke depan perlu memberi perhatian terhadap penguatan pertanian dan pangan berbasis penggunaan infrastruktur teknologi digital. Dalam kaitan ini menjadi penting selain pengembangan teknologi nansial untuk pertanian, perlu juga menguatkan agrologistik berbasis teknologi digital yang menjadi unsur sistem logistik nasional. Pengembangan e Agrologistik juga tidak lepas dari pengembangan e commerce yang telah memiliki payung regulasi dalam pengembangan ekonomi digital nasional. Sedangkan, pengembangan teknologi nansial dengan fokus pertanian adalah membuka inovasi jasa layanan keuangan yang tidak hanya memuat pinjaman modal usaha tetapi juga untuk konsumsi rumah tangga petani. Kedua hal tersebut dikembangkan melalui sebuah platform yang memiliki nerve center di dalam negeri. Peluang peningkatan ekonomi digital akan lebih meningkat apabila nerve center ditempatkan bersifat

44

regional yang sesuai dengan ekosistemnya dan dikelola oleh lembaga usaha milik masyarakat.6

Maka berdasarkan sistem perkembangan dan pengembangan ekonomi digital, ditemukan 4 butir strategi pengembangan dengan fokus pada pemanfaatan sumber daya lokal untuk membangun ekonomi digital. Keempat strategi tersebut adalah mengembangkan e agrologistik dan layanan keuangan digital inklusif melalui optimalisasi nerve center di dalam negeri menjadi prioritas strategi pertama. Kedua, mendorong lahirnya platform dan kreator produk digital dalam skala regional e commerce. Ketiga adalah mengembangkan kebijakan end to end business cycle melalui pendekatan riset aksi kolaborasi multi pihak yang mempertimbangkan kekhasan dan keragaman Indonesia. Keempat, menguatkan tata kelola pengembangan ekonomi digital berbasis sumberdaya lokal. 6 Ibid.

45

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa tantangan dalam persaingan usaha di era digital adalah menentukan bentuk bentuk pelanggaran persaingan usaha itu sendiri. Di era digital, perusahaan perusahaan yang memiliki data besar akan mempunyai market power yang besar. Situasi ini diyakini dapat membentuk posisi monopoli dengan cara diskriminasi pihak pihak tertentu, dan evolusi era ekonomi digital seperti sekarang ini akan berdampak pada sisi hukum persaingan usaha tidak sehat yang akan mempersulit proses KPPU untuk mengetahui atau membedakan persaingan usaha tidak sehat, karena dalam UU No. 5/1999 tidak diatur secara jelas dan terperinci mengenai pelaku ekonomi yang menjalankan usahanya secara digital dan pelanggarannya.

B. Saran

Sebagai negara adidaya budaya, Indonesia diprakirakan dapat meningkatkan ekonomi digital dari dua sektor tersebut. Potensi ini perlu diperkuat dengan sinkronisasi infrastruktur kebijakan antara konvensi internasional, kebijakan nasional, hingga kebijakan di daerah dan desa. Hal ini menjadi jalan pengembangan ekonomi digital tidak terpisahkan dari penyiapan perubahan perilaku ekonomi dari manusia Indonesia di era digital, sehingga perkembangan ekonomi digital menjadi sarana pemeliharaan keberlanjutan Indonesia.

46 BAB III

DAFTAR PUSTAKA

Ramaiah, A. K, 2018, “Competition in Digital Economy: the State of merger Control on Customer Transportation in Asean,” International Journal of Modern Trends in Business Research (IJMTBR), vol. 2, no. 7.

Van Ark, B., Erumban, A., Corrado, C., & Levanon, G. (2016). Navigating the new digital economy: driving digital growth and productivity from installation to deployment.

Artikel Online

C. Beaton Wells, “United Nations Conference on Trade and Development, While competition law’s logic is sound, it needs newlevels to address the challenges of the modern world and help regulators and enforcers do their jobs.” [Online]. Available: https://unctad.org/news/competition law crosses digital threshold

OECD, “Digital Economy, Innovation and Competition.” [Online]. Available: https://www.oecd.org/competition/digital economy innovation and competition.htm

47

PENGOPTIMALISASIAN FUNGSI DAN PERANAN KOMISI PENGAWASPERSAINGAN USAHA (KPPU) DALAM PERSAINGAN USAHA ERA DIGITAL

ABSTRAK

Maraknya digitalisasi era ini membuat seluruh sektor turut bergerak dan memajukan era tersebut, didukung lagi dengan munculnya bisnis bisnis digital seperti e commerce maupun media lain yang digunakan dalam rangka pemajuan sektor ekonomi digital. Beranjaknya kebiasaan masyarakat dalam berbelanja di platform digital membuka peluang juga akan terjadinya persoalan ketika menjalankan segala aktivitas tersebut, misalnya berkaitan dengan persaingan usaha satu pelaku dengan pelaku lainnya. Melalui hal tersebut, diperlukannya salah satu alat negara yang dibentuk dan beperan sebagai penilai, penegak, dan pelaksana dalam rangka melindungi persaingan usaha di era digital saat ini. Tujuan dibentuknya tulisan ini untuk mengetahui kondisi persaingan usaha digital di Indonesia, mengetahui fungsi dan peranan KPPU dalam penegakan hukum persaingan usaha di era digital. Saat ini, kondisi persaingan usahadigital di Indonesia memang terus mengalami pertumbuhan, tetapi disamping itu masih diperlukannya upaya untuk mengatasi tantangan terkait keamanan siber, dan diperlukannya regulasi yang sesuai serta adaptif untuk menjadi dasar yang kuat dalam rangka proses yang berkelanjutan. Tantangan tantangan tersebut menjadi bagian dari perhatian dari KPPU sebagaimana peranan dan fungsinya diatur dalam Pasal 4 dan 5 Keppres No. 75 tahun 1999 tentang KPPU untuk terus melakukan upaya upaya seperti pendekatan kepada para pemangku kepentingan, memaksimalkan pembuatan regulasi untuk menemukan titik keseimbangan aspek perlindungan dalam transaksi, pengembangan penegakan hukum digital, dan lain lain. Oleh karena itu, potensi tinggi yang terus berkembang dalam pelaksanaan usaha era digital ini, diperlukannya peranan KPPU dan lembaga lain untuk terus melakukan penyesuaian regulasi yang harapannya akan membawa keseimbangan di berbagai aspek seperti perlindungan dan penegakan hukum bagi para pelaku usaha era digital.

ABSTRACT

The rise of digitalization in this era makes all sectors move and advance the era, supported again by the emergence of digital businesses such as e commerce and other media used in the framework of advancing the digital economy sector. The movement of people's habits in shopping on digital platforms opens opportunities that will also occur problems when carrying out all these activities, for example, related to the competition of one actor's business with other actors. Through this, the need for one of the state tools was formed and implemented as an appraiser, enforcer, and implementer in order to protect business competition in today's digital era. The purpose of this paper is to find out the conditions of digital business competition in Indonesia, knowing the function and role of KPPU in the enforcement of business competition law in the digital era. Currently, the competitive conditions of digital businesses in Indonesia continue to grow, but in addition, efforts are still needed to overcome challenges related to cybersecurity,and the need for appropriate and adaptive regulation to be a strong basis for sustainable processes. These challengesare part of the attention of the KPPU as its role and function are regulated in Articles 4 and 5 of Presidential DecreeNo. 75 of 1999 concerning KPPU to continue to make efforts such as approaches to stakeholders, maximizing regulation making to find a balance point of protection aspects in transactions, the development of digital law enforcement, and others. Therefore, with the high potential that continues to grow in the implementation of this digitalera business, the role of KPPU and other institutions is needed to continue to make regulatory adjustments that hopefully will bring balance in various aspects such asprotection and lawenforcement fordigital era business actors.

Keywords: Business Competitor Protection Commission; Law Enforcement; Digital of Age Business

48
Kata Kunci: Komisi Pengawas Pesaingan Usaha; Penegakan Hukum; Usaha Era Digital

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi saat ini mengakibatkan semakin banyak dan semakin mudah terjadinya suatu perubahan, entah ke arah yang lebih baik maupun ke yang kurang baik. Berbagai bentuk kemudahan saat ini tersedia secara nyata, pengguna dibebaskan untuk memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia di dunia internet, tidak hanya dibebaskan dari ruang, tetapi pengguna juga dibebaskan dari waktu dalam upaya atau guna mencapai tujuannya yang dilakukan melalui internet. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh beberapa orang, melalui teknologi saat ini sektor ekonomi juga dimanfaatkan dengan adanya kemudahan kemudahan tersebut, misalnya dengan ditandainya hadirnya e commerce. Hadirnya e commerce di era digitalisasi saat ini menjadi salahsatu jawaban bagi permasalahan generasi saat ini yang terus berupaya mengefisensikan waktu yang dimilikinya dibandingkan dengan harus berbelanja ke toko secara langsung. Berjalannya waktu, efektifitas e commerce saat ini juga semakin digemari oleh kalangan masyarakat karena kemudahan yang ditawarkan seperti perolehan sumber daya, pelaksanaan program, maupun sasaran yang akan dicapai.1 Maraknya kehadiran berbagai bentuk e commerce menimbulkan efek yang domino terhadap sektor ekonomi digital itu sendiri, misalnya ditandai dengan munculnya banyak bisnis yang bersaing di e commerce itu sendiri. Persaingan juga harus ditempuh oleh para pedagang karena melalui pasar tersebut bisa menjadi langkah bagi para pedagang untuk semakin mengakses pasar lebih jauh lagi dan terus berupaya untuk tidak tertingggal yang nantinya akan menyebabkan kekalahan dalam persaingan, sehingga sering kali pula persaingan yang dilakukan tersebut juga tidak sepenuhnya dilakukan secara sehat. Pasar yang luas yang dapat dijangkau melalui teknologi tersebut haruslah dibatasi untuk tetap dijaga stabilitas dalam setiap aktivitas yang dilakukan.

Di Indonesia, fenomena penggunaan e-commerce juga merupakan fenomena yang sangat luar biasa, pada tahun 2020 terdapat 129 juta penduduk Indonesia yang turut memanfaatkan layanan e commerce, bahkan terkait dengan nilai transaksi yang telah dicapai dengan peristiwa ini

1 Yuswan Tio Arisandi, ‘Efektivitas Penerapan E commerce Dalam Perkembangan Usaha Kecil Menengah di SentraIndustri Sandal dan Sepatu Wedora Kabupaten Sidoarjo’, 2018 < https://repository.unair.ac.id/72510/3/JURNAL_Fis.AN.21%2018%20Ari%20e.pdf > accessed 20 July 2022

49 BAB I

telah mencapai Rp266 triliun pada tahun 2020.2 Potensi yang sangat besar ini tentu harus dimanfaatkan dengan baik oleh seluruh elemen, baik digunakan untuk kemajuan teknologi, kemajuan ekonomi, bahkan kemajuan sumber daya. Berdasarkan Google dan Temasek 2020 menyampaikan Indonesia dapat dikatakan sebagai negara yang memiliki ekonomi digital nomor satu di Asia Tenggara para tahun 2025. Tingginya angka pengguna ini akan berbanding lurus pulaterhadap akses pasar yang sangat terbuka di pasar digital tersebut. Dengan angka penggunaan yang besar tersebut, tentu menjadi suatu tugas bagi suatu negarauntuk menyediakan alat yang dapat memastikan bahwa segala kegiatan yang terjadi di pasar baik digital maupun konvensional berjalan dengan baik dan sesuai guna tercapainya suatu stabilitas dalam pasar perdagangan negara. Terkait dengan persaingan usaha, Indonesia berupaya membentuk suatu komisi yang bernama Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Dengan terbentuknya komisi ini, diharapkan mampu memfasilitasi penjagaan terhadap stabilitas persaingan usaha di Indonesia khususnya terhadap persaingan usaha digital yang terjadi di e commerce saat ini. Terus berkembangnya situasi dan persoalan di masyarakat, dibutuhkannya juga perlidnungan terhadap keamanan siber dan regulasi yang sesuai serta adaptif untuk menjadi dasar segala proses yang terjadi dalam rangka mengawasi persaingan usaha.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha berdasarkan Pasal 4 dan 5 Keppres No. 75 tahun 1999tentang KPPU terkait dengan peranan dan fungsi KPPU untuk terus melakukan upaya upaya seperti pendekatan kepada para pemangku kepentingan, memaksimalkan pembuatan regulasi untuk menemukan titik keseimbangan aspek perlindungan dalam transaksi, pengembangan penegakan hukum digital, dan lain lain. Hal ini menjadi penting karena dengan potensi yang begitubesar yang terjadi di Indonesia, ketika tidak adanya perlidungan terhadap persaingan usaha tentu akan sulit bahkan tidak bisa untuk mencapai stabilitas pasar yang pula dapat mengakibatkan hal yang akan merugikan terhadap konsumen.

Pengoptimalisasian fungsi dan peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjadi penting karena dengan segala tugas KPPU yang meliputi melakukan penilaian terhadap perjanjian

2

CNN Indonesia, ’88,1 Persen Pengguna Internet Belanja dengan E commerce’ < https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211111123945 78 719672/881 persen pengguna internet belanja dengan e commerce#:~:text=Dari%20jumlah%20itu%2C%20terdapat%20129,mencapai%20Rp266%20triliun%20tahun% 20lal u > accessed 20 July 2022

50

yang mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atas persaingan usaha tidak sehat, melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dpaat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi, memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat, menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang undang, dan memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada Presiden dan DPR. Serta fungsi KPPU yang meliputi penilaian terhadap perjanjian, kegiatan usaha, dan penyalahgunaan posisi dominan, pengambilan tindakan sebagai pelaksanaan kewenangan, dan pelaksanaan adminstratif berdasarkan Pasal 4 dan 5 Keppres No. 75 tahun 1999 tentang KPPU jika berjalan efektif dan optimal, dengan potensi yang dimiliki Indonesia terhadap pasar digital yang sehat dan persainganusaha yang baik, tentu juga akan berdampak baik bagi ekonomi negara maupun efek domino lainnya seperti perlindungan terhadap konsumen. Oleh karena itu dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya KPPU juga dapat melakukan kolaborasi dengan elemen elemen pemerintah lainnya, mengingat fenomena ini terjadi di pasar yang berbasis digital, dapat pula dilakukannya deman alat negara yang memiliki wewenang dalam dunia digital misalnya Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Berbagai elemen pemerintah juga dapat berupaya untuk bekerja sama dengan KPPU untuk melakukan pengawasan untuk lebih menjangkau seluruh aspek dan seluruh elemen yang harus dilindungi sebagai tujuan pengawasan terhadap persaingan usaha di era digital khususnya pada e commerce.

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Dasar Hukum

1. Undang Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan PersainganUsaha Tidak Sehat 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 tahun 1999 tentang Komisi PengawasPersaingan Usaha

51
2.
1. Bagaimana Kondisi Ekosistem Persaingan Usaha E commerce di Indonesia?
BagaimanaPeran KomisiPengawasPersainganUsaha (KPPU) dalam Rangka Pengawasanterhadap Persaingan Usaha Era Digital (e commerce)?

ANALISIS

2.1 Kondisi Ekosistem Persaingan Usaha E commerce di Indonesia

Kemudahan dalam mengakses segala sesuatu melalui teknologi digital membuka berbagai kesempatan di berbagai sektor untuk terus melakukan digitalisasi dalam rangka peningkatan fungsidan efektivitas itu sendiri. Saat ini, hampir seluruh sektor memberdayakan teknologi digital dalam pelaksanaan kegiatannya, salah satu bidang yang juga turut serta memanfaatkan hadirnya teknologi digital yaitu sektor ekonomi. Dengan terjadinya pandemi sampai hari ini turut mendorong naiknya pengguna digital pada sektor ekonomi, salah satunya ditandai dengan penggunaan e commerce. Para pengguna e commerce (baik penjual maupun pembeli) terus meningkat hingga mencapai 51%,3 hal ini didukung dengan munculnya berbagai kebijakan kebijakan yang membatasi interaksi satu manusia dengan manusia yang lainnya untuk mencegah penyebaran virus yang lebih luas, hal tersebut mengakibatkan maraknya penggunaan pasar digital yang menyebabkan tidak harus bagi seseorang untuk pergi secara konvensional dalam rangka memperoleh kebutuhannya. Melalui e commerce yang tidak hanya meminimalisasi interaksi satu dengan yang lainnya, karena sifatnya dilakukan secara digital, sehingga kegiatan ini tidak terbatas dengan jarak maupun waktu. Kemudahan kemudahan yang diberikan tersebut tentu mendorong berbagai generasi untuk turut memanfaatkan fasilitas tersebut guna memenuhi kebutuhan kebutuhannya. Berbagai kemanfaatan yang muncul akibat dari hadirnya e commerce atau pasar digital ini juga turut dimanfaatkan oleh para pedagang pedagang yang menjual berbagai barang melalui e commerce. Berbagai fenomena yang dilalui tentu sisi yang lain akan membawa keuntungan, salah satunya dengan maraknya penggunaan e commerce mendorong pula munculnya berbagai penjual yang turut menyeimbangkan meningkatnya kebutuhan pasar terhadap barang. Menurut Asosiasi E commerce Indonesia (idea) menyebutkan hingga Maret 2021, jumlah UMKM yang telah

3

Vol. 25 No. 2, Jurnal Studi Komuikasi dan Media, 193. accessed21 July 2022

52 BAB II
Dewi Hernikawati, ‘Analisis Dampak Pandemi Covid 19 Terhadap Jumlah Kunjungan Pada Situs E commerce di Indonesia Menggunakan Uji T Berpasangan’, 2021,

tergabung dalam berbagai marketplace telah mencapai angka 4,8 juta pelaku, dimana terjadinya kenaikan sekitar 1 juta usaha sejak akhir 2020.

Ditandai dengan jumlah usaha yang tergabung dalam e commerce tersebut tentu merupakan angka yang sangat besar, dengan hadirnya berbagai marketplace raksasa yang juga memfasilitasi hal tersebut, tentu terus terdapatnya berbagai potensi terjadinya tantangan tantanganbagi para penjual misalnya persaingan usaha yang tidak sehat. Hadirnya ekosistem usaha yang kompetitif yang terjadi di e commerce mendorong para pelaku usaha untuk melakukan persaingan usaha, tentu harapannya terjadi persaingan usaha yang sempurna ditandai dengan banyaknya penjual, pembeli, dan produk yang ditawarkan. Hadirnya e commerce juga mendorong para pelakuusaha untuk terus berupaya meningkatkan kualitas baik barang maupun jasa yang ditawarkan serta penetapan harga yang terjangkau agar semakin dijangkan oleh konsumen.

Angka 4,8 juta UMKM di Indonesia yang telah tergabung dalam berbagai marketplace digital dalam melaksanakan kegiatannya juga dinilai masih sulit untuk dilakukannya penegakan hukum karena hukum persaingan usaha saat ini dinilai semakin kasat mata karena pelakunya tersembunyi, misalnya ditandai dengan penggunaan bigdata maupun algoritma yang masih sulit untuk dijangkau dan ditebak kebiasaanya,4 sehingga ekosistem yang dinilai kasat mata ini masih sulit untuk di prediksi dan dinilai.

Selain itu, semakin terbukanya akses bagi para pelaku usaha internasional juga semakin terbuka melalui kehadiran e commerce ini yang menyebabkan pula persaingan pasar yang semakin ketat di Indonesia. Hal ini tentu memunculkan saingan bagi ekosistem persaingan usaha di Indonesia, karena para penjual tidak hanya bersaing dengan para penjual lokal atau domestik saja, melainkan harus pula bersaing dengan para penjual atau produk produk negara lain. Hadirnya produk maupun pelaku usaha internasional harus dapat diantisipasi oleh para pedagang lokal untukterus melakukan pengembangan terhadap produk produk yang dijual, sehingga nantinya pedagang dan produk lokal dapat terus berpartisipasi dalam menjalani persaingan usaha di e commerce ini. Tidak hanya bersaing secara kualitas, persaingan usaha yang utama tentu berkaitan dengan harga yang terjangkau. Ketika kenyataanya para pedagang danproduk internasionalmemilikiharga yang

4 Mochammad Januar Rizky, ‘Tantangan Penegakan Hukum Anti Monopoli Era Ekonomi Digital’, Hukum Online, 2021 < https://www.hukumonline.com/berita/a/tantangan penegakan hukum anti monopoli era ekonomi digital lt602ce639a3da9?page=1 >

53

lebih terjangkau tentu hal ini juga dapat menjadi ancaman dalam ekosistem persaingan usaha digital (e commerce) di Indonesia.

Hadirnya berbagai produk dan usaha dari luar negeri yang menjadi salah satu ancaman dalam pelaksanaan ekosistem persaingan usaha digital (e commerce) di Indonesia juga ditandai karena produk yang ditawarkan dari Cina, Singapura, maupun negara lain dapat jauh lebih murahdibandingkan harga harga yang ditawarkan para pedagang lokal. Terjadinya fenomena ini tentu bisa mengakibatkan matinya suatu sistem ekonomi karena harga yang “miring” tersebut usaha lokal bisa dengan mudah kalah saing karena harga yang ditawarkan terlalu murah yang dapat menyebabkan suatu monopoli pasar. Hal hal seperti inilah yang menjadi upaya bersama bagi seluruh pelaku usaha, pihak pemerintah, dan pihak swasta untuk bersinergi dalam pemberian ruangbagi produk lokal untuk tetap dapat bersaing di marketplace digital ini. Misalnya dengan berbagaiprogram seperti pembinaan baik inovasi maupun modal untuk dapat mengembangkan baik pelaku maupun produk lokal supaya dapat menciptakan ekosistem persaingan usaha yang sehat sebagai bentuk “investasi” digital bagi ekonomi di Indonesia.

2.2 Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Rangka Pengawasan terhadap Persaingan Usaha Era Digital (e commerce) Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan komisi yang dibentuk berdasar pada Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 tahun 1999. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Keppres tersebut bahwa komisi yang dimaksud diartikan sebagai lembaga non struktural yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain. Tujuan dibentuknya komisi ini juga dijelaskan untuk mengawasi pelaksanaan Undang Undang tentang Larangan Praktik Persaingan Usaha Tidak Sehat. Berdasarkan Undang Undang No. 5 tahun 1999 tentang LaranganPraktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pada Pasal 1 angka 6 dijelaskan bahwa persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Melalui penjelasan ini dapat ditarik sebuah garis bahwa tujuan pembentukkan KPPU mengawasi persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan tidakjujur.

54

Hal ini menjadi penting dalam rangka pengawasan terhadap persaihan usaha khususnya di era digital ini yang melalui tulisan ini dikhususkan dari sudut pandang e commerce, seperti apa yang telah disampaikan sebelumnya bahwa pada praktiknya ekosistem persaingan usaha di Indonesia khususnya dalam usaha digital (e commerce) belum berlangsung secara aman dan bebas dari indikasi praktik persaingan usaha yang tidak sehat, misalnya dengan masih belum maksimalnya penegakan hukum jika ada indikasi pelaku persaingan usaha yang tidak sehat yang ternyata “kasatmata” karena dilakukan secara digital, atau dengan semakin terbukanya akses pasar internasional tehadap kesempatan kesampatan bersaing tidak sehat di dunia pasar digital ini dengan cara mematikan usaha lain melalui penetapan harga yang terlalu murah sehingga mematikan usaha yang lainnya, dan masih banyak lagi.

Seperti yang diatur pada Pasal 4 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 tahun 1999 tentang KPPU menjelaskan terkait dengan tugas komisi yang melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat, melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi, memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemeirntah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, menyusun pedoman dan atau publikasi, serta memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan rakyat. Padal Pasal 5 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 tahun 1999 tentang KPPU menjelaskan pula terkait dengan fungsi komisi yang melakukan penilaian terhadap perjanjian, kegiatan usaha, dan penyalahgunaan posisi dominan, pengambilan tindakan sebagai pelaksanaan kewenangan, dan pelaksanaanadministrative. Melalui tugas dan fungsi tersebut dalam hal ini pada intinya telah mencakup seluruh upayaperlindungan yang diusahakan oleh negara dalam rangka melindungi pelaku usaha dari praktik usaha yang tidak sehat. Namun, sangat disayangkan bahwa dalam hal ini belum ada peraturan yang mengatur secara eksplisit terkait dengan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam bidang usaha digital, karena hal tersebut tidak ada aturannya dan menjadikan terjadinya kekosongan hukum tentu ini akan membuka peluang semakin luasnya ekosistem yang

55

tidak sehat dalam persaingan usaha digital (e commerce) karena tidak adanya kepastian hukum yang akan melindungi para pelaku usaha digital terhadap praktik monopoli dan persaingan usahatidak sehat.

Oleh karena itu, dengan eksistensi Komisi Pengawas Persaingan Usaha harus lebih dioptimalisasikan perannya dalam melakukan tugasnya sebagaimana telah diatur dalam Keppres dalam mengawasi usaha konvensional saja, tetapi juga diberlakukan terhadap usaha usaha digital.Dengan terdapatnya dasar hukum terhadap pengoptimalan peranan KPPU yang dapat digunakan sebagai upaya mencapai kepastian hukum bagi para pelaku usaha digital, tentu hal ini akan menimbulkan berbagai efek dominan yang akan melindungi para pelaku usaha digital dalam melangsungkan bisnisnya.

56

3.1 Kesimpulan

1. Kondisi Ekosistem Persaingan Usaha E commerce di Indonesia

Kemudahan dalam mengakses segala sesuatu melalui teknologi digital membuka berbagai kesempatan di berbagai sektor untuk terus melakukan digitalisasi dalam rangka peningkatan fungsi dan efektivitas itu sendiri. Peristiwa pandemi mengakibatkan terjadinya peningkatan pengguna e-commerce (baik penjual maupun pembeli) hingga mencapai 51%. maraknya penggunaan e commerce mendorong pula munculnya berbagai penjual yang turut menyeimbangkan meningkatnya kebutuhan pasar terhadap barang. Menurut Asosiasi E commerce Indonesia (idea) menyebutkan hingga Maret 2021, jumlah UMKM yang telahtergabung dalam berbagai marketplace telah mencapai angka 4,8 juta pelaku, dimana terjadinya kenaikan sekitar 1 juta usaha sejak akhir 2020.

Dengan hadirnya berbagai marketplace raksasa yang juga memfasilitasi hal tersebut, tentu terus terdapatnya berbagai potensi terjadinya tantangan tantangan bagi para penjual misalnya persaingan usaha yang tidak sehat. Hadirnya ekosistem usaha yang kompetitif yang terjadi di e commerce mendorong para pelaku usaha untuk melakukan persaingan usaha, tentu harapannya terjadi persaingan usaha yang sempurna ditandai dengan banyaknya penjual, pembeli, dan produk yang ditawarkan.

Berbagai UMKM di Indonesia yang telah tergabung dalam berbagai marketplace digital dalam melaksanakan kegiatannya juga dinilai masih sulit untuk dilakukannya penegakan hukum karena hukum persaingan usaha saat ini dinilai semakin kasat mata karena pelakunya tersembunyi, misalnya ditandai dengan penggunaan bigdata maupun algoritma yang masih sulit untuk dijangkau dan ditebak kebiasaanya. Tidak hanya itu, semakin terbukanya akses bagi para pelaku usaha internasional juga semakin terbuka melalui kehadiran e commerce ini yang menyebabkan pula persaingan pasar yang semakin ketat di Indonesia. Hal ini tentu memunculkan saingan bagi ekosistem persaingan usaha di Indonesia, karena para penjual tidak hanya bersaing dengan para penjual lokal atau domestik saja, melainkan harus pula bersaing dengan para penjual atau produk produk negara lain baik persaingan harga maupun kualitas.

57 BAB III
PENUTUP

Tersedianya berbagai produk dengan harga yang dapat jauh lebih murah dibandingkan harga harga yang ditawarkan para pedagang lokal. Terjadinya fenomena ini tentu bisa mengakibatkan matinya suatu sistem ekonomi karena harga yang“miring” tersebut usaha lokal bisa dengan mudah kalah saing karena harga yang ditawarkan terlalu murah yang dapat menyebabkan suatu monopoli pasar. Hal hal seperti inilah yang menjadi upaya bersama bagi seluruh pelaku usaha, pihak pemerintah, dan pihak swasta untuk bersinergi dalam pemberian ruang bagi produk lokal untuk tetap dapat bersaing di marketplace digital ini.

2. Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Rangka Pengawasan terhadap Persaingan Usaha Era Digital (e commerce)

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan komisi yang dibentuk berdasar pada Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 tahun 1999. Tujuan dibentuknya komisi ini juga dijelaskan untuk mengawasi pelaksanaan Undang Undang tentang Larangan Praktik Persaingan Usaha Tidak Sehat. Melalui penjelasan ini dapat ditarik sebuah garis bahwa tujuan pembentukkan KPPU mengawasi persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan tidak jujur. Seperti apa yang telah disampaikan sebelumnya bahwapada praktiknya ekosistem persaingan usaha di Indonesia khususnya dalam usaha digital (e commerce) belum berlangsung secara aman dan bebas dari indikasi praktik persaingan usaha yang tidak sehat.

Seperti yang diatur pada Pasal 4 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 tahun 1999 tentang KPPU menjelaskan terkait dengan tugas komisi dan Pasal 5 KeputusanPresiden Republik Indonesia No. 75 tahun 1999 tentang KPPU menjelaskan terkait dengan fungsi komisi. Melalui tugas dan fungsi tersebut dalam hal ini pada intinya telah mencakupseluruhupaya perlindungan yang diusahakanoleh negara dalam rangka melindungi pelaku usaha dari praktik usaha yang tidak sehat. Namun, sangat disayangkan bahwa dalam hal ini belum ada peraturan yang mengatur secara eksplisit terkait dengan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam bidang usaha digital.

Oleh karena itu, dengan eksistensi Komisi Pengawas Persaingan Usaha harus lebih dioptimalisasikan perannya dalam melakukan tugasnya sebagaimana telah diatur dalam

58

Keppres dalam mengawasi usaha konvensional saja, tetapi juga diberlakukan terhadapusaha usaha digital.

3.2 Saran

Besarnya peluang terhadap terus berkembangnya bisnis digital (e commerce) di Indonesia sangatlah besar, ditandai dengan saat ini sudah maraknya digitalisasi usaha yang akan mendorong pemajuan pengembangan e commerce di Indonesia. Namun, sangat disayangkan hingga saat ini masih belum tercapainya ekosistem usaha digital yang baik di Indonesia, oleh karena itu peranan KPPU sangat dibutuhkan dan harus dioptimalisasikan untuk tetap memastikan bahwa para pelaku usaha mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum. Dikarenakan belum adanya aturan terkait dengan larangan terhadap praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat di pasar digital, hal ini tentu sangat dibutuhkan untuk dibentuknya dasar hukum terkait hal tersebut, terkait dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha juga belum mengatur secara eksplisit terkait dengan tugas dan fungsi KPPU dalam pengawasan persaingan usaha dalam dunia digital yang menjadikan terjadinya kekosongan hukumjuga terkait permasalahan tersebut.

Meskipun dalam Keppres tersebut negara telah mengupayakan pengoptimalisasian KPPU dalam melakukan pengawasan terhadap persaingan usaha yang tidak sehat, dalam hal ini harus dipastikan bahwa KPPU dalam hal ini juga berkewajiban dan berkewenangan melakukan fungsi dan tugasnya tidak hanya di pasar konvensional saja, tetapi juga di pasar digital khususnya e commerce.

59

DAFTAR BACAAN

Jurnal

Arisandi Yuswan Tio, ‘Efektivitas Penerapan E commerce Dalam Perkembangan Usaha Kecil Menengah di Sentra Industri Sandal dan Sepatu Wedora Kabupaten Sidoarjo’, 2018 < https://repository.unair.ac.id/72510/3/JURNAL_Fis.AN.21%2018%20Ari%20e.pd f > accessed 20 July 2022.

Hernikawati Dewi, ‘Analisis Dampak Pandemi Covid 19 Terhadap Jumlah Kunjungan Pada Situs E commerce di Indonesia Menggunakan Uji T Berpasangan’, 2021, Vol. 25 No. 2, Jurnal Studi Komuikasi dan Media, 193. Accessed 21 July 2022

Peraturan Perundang Undangan

Undang Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817) Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 tahun 1999 tentang Komisi Pengawas PersainganUsaha

Internet

Indonesia CNN, ’88,1 Persen Pengguna Internet Belanja dengan E commerce’ <https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211111123945 78 719672/881 persen pengguna internet belanja dengan e commerce#:~:text=Dari%20jumlah%20itu%2C%20terdapat%20129,mencapai%20 Rp 266%20triliun%20tahun%20lalu >

Rizky Januar Mochammad, ‘Tantangan Penegakan Hukum Anti Monopoli Era Ekonomi Digital’,Hukum Online, 2021 < https://www.hukumonline.com/berita/a/tantangan penegakan hukum anti monopoli era ekonomi digital lt602ce639a3da9?page=1 >

60

A B O U T A L S A L C U N A I R

A L S A L o c a l C h a p t e r U n i v e r s i t a s A i r l a n g g a i s o n e o f 5 f o u n d e r s o f A s i a n L a w S t u d e n t s ’ A s s o c i a t i o n i n I n d o n e s i a . F o r m e d o n M a y 1 8 t h 1 9 9 3 , A L S A L o c a l C h a p t e r U n i v e r s i t a s A i r l a n g g a l o c a t e d i n S u r a b a y a , E a s t J a v a . N o w A L S A L o c a l C h a p t e r U n i v e r s i t a s A i r l a n g g a h a s r e a c h i t ’ s 2 8 t h a n n i v e r s a r y .

O n t h i s y e a r A L S A L o c a l C h a p t e r U n i v e r s i t a s A i r l a n g g a h a s c h a n g e d i t ’ s B o a r d o f D i r e c t o r s . I t c o n s i s t s o f D i r e c t o r , 2 S e c r e t a r i e s , 1 T r e a s u r e r , a n d 3 V i c e D i r e c t o r s ( V i c e D i r e c t o r o f I n t e r n a l A f f a i r s , V i c e D i r e c t o r o f E x t e r n a l A f f a i r s , a n d V i c e D i r e c t o r o f A c a d e m i c A f f a i r s ) , w h i c h s u p e r v i s e 1 0 d i v i s i o n s c o n s i s t o f I n t e r n a l D i v i s i o n , H u m a n R e s o u r c e D e v e l o p m e n t D i v i s i o n , I n f o r m a t i o n C o m m u n i c a t i o n a n d T e c h n o l o g y D i v i s i o n , E x t e r n a l D i v i s i o n , P u b l i c R e l a t i o n s D i v i s i o n , A l u m n i R e l a t i o n D i v i s i o n , A c a d e m i c D e v e l o p m e n t D i v i s i o n , E n g l i s h D e v e l o p m e n t D i v i s i o n , M o o t c o u r t D i v i s i o n , a n d F u n d i n g D i v i s i o n .

E a c h d i v i s i o n i s m a n a g e d b y i t s m a n a g e r A L S A L C U N A I R , a n d h a s i t s o w n s i g n a t u r e p r o g r a m s . T h e r e a r e A L S A C o u r t l i k e D e b a t e C h a m p i o n s h i p ( A C D C ) , A L S A L o c a l S o c i a l R e s p o n s i b i l i t y ( A L S R ) , O r g a n i z i n g L e a d e r s h i p M a n a g e r i a l o f A L S A , I n t e r n a t i o n a l V i d e o C o n f e r e n c e , a n d m a n y o t h e r s .

L O C A L B O A R D A L S A L C U N A I R 2 0 2 1 - 2 0 2 2

Halaman sengaja dikosongkan

Halaman sengaja dikosongkan

Faculty of Law Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Gubeng, Surbaya, Jawa Timur, 60286

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.