MENGUNGKAP IDENTITAS R-KUHP

Page 1

Tim Law Development ALSA Local Chapter Universitas Andalas, Padang Abstrak Pembaharuan hukum nasional terus diupayakan agar senantiasa mampu menjawab berbagai persoalan untuk mengatasi ketertinggalan norma hukum dari faktanya (het recht hinkt achter de feiten aan). Hukum pidana Indonesia masih bersumber pada Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Kodifikasi tersebut merupakan peninggalan pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang dalam bahasa Belanda dinamai Wetboek van Stafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI/WvS). Hukum yang baik adalah hukum yang hidup di masyarakat artinya hukum yang baik harus bisa menjawab kebutuhan hukum masyarakat. Secara politis, sebagai sebuah negara yang sudah merdeka, Indonesia tidak sepatutnya menggunakan produk produk hukum peninggalan kolonial dan harus dilakukan pembaharuan. Namun dengan adanya pembaharuan, malah muncul masalah baru jika nanti Rancangan Undang Undang KUHP (RKUHP) dilakukan pengesahan. Tulisan ini membicarakan RKUHP dalam dua sisi.

Kata Kunci: Pembaharuan, Persoalan, RKUHP

MENGUNGKAP IDENTITAS R KUHP

1 | Page ALSA Legal Group Discussion Review

Pembangunan dalam bidang hukum, tidak hanya pembangunan lembaga lembaga hukum yang bergerak dalam suatu mekanisme, tetapi mencakup pembangunan substansial berupa produk produk yang merupakan hasil suatu sistem hukum dalam bentuk undang undang. Undang undang sangat mempengaruhi segi kehidupan berbangsa dan bernegara dan akan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat luas. Yang mana di dalamnya Undang undang memuat: (1) pengaturan yang dapat mengurangi kebebasan dan hak warga negara, (2) pengaturan yang dapat membebani harta kekayaan warga negara, dan (3) pengaturan mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara negara.1 Usaha pembangunan hukum di Indonesia sudah dimulai sejak proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, melalui Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Menurut Pasal 1 Perpres Nomor 2 tahun 1945, merumuskan 1 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm 32 33.

Keywords: Renewal, Problems, The Draft of the Criminal Code 1.

National legal renewal continues to be used so that it is always able to maintain various problems to overcome the incarnation of the legal norms from the fact (Het Recht Hinkt Achter de Feiten Aan). Indonesian criminal law is still sourced in the Criminal Code Law. The codification is a Dutch East Indies colonial government, which in Dutch is named Wetboek Van Staffht Voor Nederlandsch Indie (WVSNI/WVS). A good law is a law that lives in society, which means that a good law can be able to maintain the legal needs of the community. Politically, as a country that has been independent, Indonesia should not use legal products from its colonial heritage and emotions. But with the renewal, even a new problem arises if later the draft of the Criminal Code is approved. This paper splashes the Criminal Code on two sides.

2 | Page Abstract

1.1.PENDAHULUANLatarBelakang

4 Pemaparan Materi Oleh Dr. Yenti Garnasih, S.H., M.H. pada Diskusi Publik RUU KUHP, Jakarta 14 Juni 2021.

3 | Page

Bahwa peraturan peraturan yang ada masih diperbolehkan berlaku asal saja tidak bertentangan dengan UUD 1945. Kemudian, Aturan peralihan UUD 1945 membawa dampak bahwasanya Wetboek Van Straftrechts voor Netherlandsch Indie secara implisit dinyatakan masih berlaku.2 Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia mengganti sebutan WvSNI menjadi KUHP pada 1946 dan KUHP ini menjelma suatu kenyataan hukum. Mahfud MD berpendapat, hukum tidak hanya dipandang sebagai pasal pasal yang bersifat imperatif atau keharusan keharusan yang bersifat das sollen, melainkan harus dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataan (das sein) yang „bukan tidak mungkin‟ sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materi dan pasal pasalnya maupun dalam implementasi dan penegakannya.3 Upaya rekodifikasi KUHP nasional sudah digagas sejak lama. Tepatnya, saat digelarnya Seminar Hukum Nasional I di Semarang pada 1963, salah satunya membahas RKUHP yang mana setahun kemudian mulai dirumuskan oleh tim pemerintah. Hingga berakhirnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2009-2014, pembahasan RKUHP tak selesai. Langkah pembentukan RKUHP terus berlanjut, di antaranya oleh Presiden Joko Widodo yang menyampaikan kembali RKUHP ke DPR dengan Surat Presiden Nomor R 35/Pres/06/2015 pada tanggal 5 Juni 2015 sebagai RUU inisiatif pemerintah4. Setelah itu dilakukan pembahasan bersama RUU tersebut. DPR melalui badan musyawarah menugaskan komisi III untuk membahas RKUHP bersama Pemerintah. Pembahasan dilakukan secara intensif selama 4 (empat) tahun. Pada tanggal 18 September 2019, DPR dan pemerintah telah selesai melakukan pembahasan tingkat I dan berniat melanjutkan pada pembahasan Tingkat II. Ketika hendak dibawa ke Pembahasan tingkat II, RKUHP mendapatkan puncak penolakan dari masyarakat sehingga terjadi demonstrasi besar besaran. Dengan kondisi tersebut, Presiden meminta kepada DPR untuk menunda

2 Aturan peralihan pasal II UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 itu berbunyi: Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang Undang Dasar ini.

3 Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pres, Cet. IV, 2011), hlm 9 10.

mempertimbangkan

4 | Page Pembahasan. Pada 24 September 2019, RKUHP terancam disahkan apabila mahasiswa tidak turun ke jalan dan demo besar besaran. Pada 26 September 2019 akhirnya DPR sepakat untuk menunda pembahasan Tingkat II RUU KUHP. Pada Desember 2019, RKUHP masuk sebagai salah satu RUU Prolegnas Prioritas 2022. Di tahun 2022 ini, wacana terkait pengesahan RKUHP kembali muncul. RKUHP kembali dibahas dalam rapat Komite III DPRRI dengan Pemerintah pada 25 Mei 2022. Bahkan, DPR pernah merencanakan draft RKUHP akan disahkan pada awal bulan Juli 2022 ini di akhir Masa Persidangan V DPR Tahun Sidang 2021 2022. Pada 4 Juli 2022, draft terbaru RKUHP telah dibuka untuk publik setelah Kemenkumham memberikan dokumen tersebut ke Komisi III DPR RI, imbasnya sekarang sudah beredar draft final RKUHP versi 4 Juli di kalangan masyarakat luas. Kelanjutan pembahasan RKHUP kemungkinan akan dilakukan setelah masa reses DPR. Masa reses DPR berakhir pada 16 Agustus 2022. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menargetkan, RKUHP dapat disahkan sebelum 17 Agustus 2022. Menurutnya, pengesahan RKUHP sebelum 17 Agustus 2022 akan menjadi hadiah pada perayaan hari ulang tahun (HUT) Indonesia. Berbagai pendapat yang disampaikan merupakan bentuk kepedulian dan harapan terhadap masa depan dari KUHP di Indonesia yang selama ini diharapkan oleh berbagai kalangan.

Permasalahan terkait RKUHP akan sangat berkaitan dengan proses kehidupan manusia atau masyarakat di Indonesia, maka perlu mendapatkan perhatian yang serius disertai dengan diskusi ilmiah dan kajian yang terukur. DPR yang bertugas mewakili suara rakyat berkewajiban untuk mendengarkan suara rakyat dan mewujudkannya di dalam produk hukum demi mendekati tujuan ideal kita bersama, yaitu kesejahteraan masyarakat. Targetnya, arah pembangunan hukum diarahkan supaya sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia dan sumber tertib hukum Indonesia yaitu Pancasila. Adapun latar belakang ALSA Legal Discussion Group Review ini, yaitu untuk sarana edukasi dan bersama sama dengan itikad baik menemukan jawaban dari pertanyaan besar, “RKUHP: Kado atau Bencana?”

2. Apa saja pasal kontrovesial dalam Rancangan Kitab Undang Undang Hukum

Discussion diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau argumentasi masing masing terkait topik RKUHP. Jenis data sekunder ditelaah dari buku, jurnal, publikasi pemerintah, ensiklopedia, berita hukum yang termuat di berbagai media, dan sumber lain yang mendukung. Cara pendekatan (approach) yang digunakan dalam suatu penelitian yuridis normatif ini menggunakan pendekatan perundang undangan (statute approach) sebab penelitian ini berupa penelitian terhadap produk hukum. Selain itu juga mengedepankan pendekatan konseptual (conceptual approach) dengan melihat ketentuan dalam RKUHP dan pendekatan filosofis (philosophical approach) dalam memahami konsep kebijakan penyusunan RKUHP yang berlandaskan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, norma dan sosiologi di masyarakat. 5 Sugiyono, 2014, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung: Alfabeta.

1. Apa yang menjadi urgensi perlunya dilakukan pembentukan KUHP Nasional Indonesia yang baru?

5 | Page 1.2.Perumusan Masalah Adapun beberapa pertanyaan yang muncul dalam diskusi, antara lain :

Pidana sehingga dikecam berbagai pihak?

1.3.Metodologi Menurut Sugiyono, metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. (Sugiyono, 2017).5 Metode penelitian adalah suatu teknik yang digunakan dalam mengumpulkan dan mencatat data berupa data primer maupun sekunder yang digunakan yang kemudian dianalisis faktor faktor yang berhubungan dengan pokok masalah sehingga akan mendapatkan data data. Jenis data primer ditelaah dari hasil diskusi terarah yang mana seluruh peserta ALSA Legal Group

6 | Page 2. DISKUSI Tertanggal 24 Juli 2022, telah terlaksana agenda ALSA Legal Group Discussion (ALSA LGD) yang mengangkat tema “The Urgency of Criminal Code Bill” bertempat di platform zoom meeting cloud. Tujuan diadakan ALSA LGD oleh divisi Law Development, untuk memberikan ruang bertukar pikiran sekaligus menambah wawasan mengenai RKUHP. Selaras dengan tujuan tersebut, setelah diadakan diskusi, hal hal di bawah ini merupakan sorotan dari hasil diskusi. Sorotan diskusi ALSA LGD terbelah menjadi dua sub pembahasan, antara lain:

2.1 SEMANGAT PEMBAHARUAN KUHP KUHP adalah kitab hukum pidana yang mengatur bagaimana pidana itu. dapat digunakan sebagai sumber hukum yang dapat digunakan dalam penyelesaian hukum pidana. Jadi, KUHP adalah suatu aturan hukum yang berfungsi untuk mengatur masyarakat agar tidak bertindak sewenang-wenang, masyarakat yang teratur mengamini adagium ubi societas ibi ius yaitu di mana ada masyarakat di sana ada hukum. KUHP digunakan sebagai landasan dalam hukum pidana di Indonesia. Masyarakat yang melanggar hukum pidana akan dikenakan sanksi hukum pidana. Di Indonesia, KUHP disahkan dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918.6 Sejak saat itu, KUHP buatan pemerintah Belanda itu masih menjadi rujukan utama di Indonesia untuk menangani kasus kasus pidana hingga saat ini. Pada tahun 1963, pernah diadakan satu seminar hukum nasional yang salah satunya menyepakati untuk melakukan upaya perubahan Wetboek Van Straftrechts Voor Netherland Indische (KUHP) dengan KUHP baru yang akan sesuai dengan konteks keindonesiaan.7 6 Sudaryono, dkk., Hukum Pidana Dasar Dasar Hukum Pidana Berdasarkan KUHP dan RKUHP, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), hlm. 28. 7 Seminar Hukum Nasional yang dimaksud dilaksanakan pada tanggal 11 16 Maret 1963 di Jakarta yang terselenggara atas kerjasama Lembaga Hukum Nasional dan Perhimpunan Sarjana hukum Indonesia. Lihat Wiryono Prodjodikoro, Asas asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003. hlm 20 21.

7 | Page KUHP peninggalan Belanda yang masih berlaku sampai saat ini usianya lebih tua sekitar 100 tahun dari pada usia negara Indonesia. Proses pembentukan RKUHP memiliki misi untuk mewujudkan dekolonialisasi hukum pidana, demokratisasi hukum pidana, konsolidasi hukum pidana, dan adaptasi serta harmonisasi hukum pidana terhadap berbagai perkembangan zaman.8 Upaya untuk memperbarui KUHP telah digaungkan karena berbagai alasan. Pertama, KUHP yang berlaku saat ini dianggap sudah tidak relevan dengan kultur masyarakat karena KUHP yang kita gunakan merupakan produk hukum yang dikeluarkan dan dipakai sejak zaman kolonial belanda. Secara filosofis, Indonesia adalah negara merdeka sebagai negara merdeka Indonesia harus sudah berdiri dengan kakinya sendiri, jadi sudah sepantasnya Indonesia mempunyai sebuah ketentuan hukum sendiri. Hal ini didukung spirit political will lembaga legislatif DPR untuk membuat produk KUHP asli Indonesia yang materi muatannya sejalan dengan nilai nilai masyarakatnya dan falsafah Pancasila.Alasan kedua, KUHP tidak menjamin kepastian hukum, sampai saat ini belum ada tafsir resmi pemerintah menerjemahkan Wetboek Van Straftrechts voor Netherlandsch Indie. Namun, meskipun belum ada tafsir resmi. Terjemahan KUHP berbeda beda, padahal KUHP digunakan untuk menghukum jutaan orang. Ketiga, KUHP saat ini tidak bisa menampung perkembangan hukum pidana. Pasca dari Perang Dunia yang ke 2, banyak negara baik yang baru merdeka maupun negara negara yang sudah ada sebelum perang berusaha untuk memperbaharui hukumnya. Menurut beberapa ahli, hukum harus tumbuh sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sudah banyak perbuatan pidana yang dulu bukan merupakan tindak pidana namun saat ini telah menjadi tindak pidana, misal cyber crime. Cyber crime dapat diartikan sebagai tindak pidana yang dilakukan dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital9 8 Anugerah Rizki Akbari, et al., Membedah Konstruksi Buku I Rancangan KUHP (Jakarta: Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, 2019), hlm. 19. 9 Dista Amalia Arifah, “Kasus Cybercrime di Indonesia,” Jurnal Bisnis dan Ekonomi 18 (2011), hlm. 186.

11 Zainal Abidin, “Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan dalam Rancangan KUHP 2005”, ELSAM, 2005, hlm.6.

8 | Page Alasan keempat, pembaharuan hukum pidana nasional sudah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat agar tercipta penegakan hukum yang adil dan sesuai dengan kondisi sosial yang hidup di masyarakat. Kebutuhan tersebut sejalan dengan keinginan yang kuat untuk mewujudkan suatu penegakan hukum yang seadil adilnya.10 Pemerintah sejatinya melakukan sinkronisasi antara RKUHP dengan sejumlah UU di luar KUHP termasuk UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan ini adalah langkah yang patut diapresiasi. Tidak hanya itu, KUHP warisan kolonial bukanlah sistem hukum pidana yang utuh, karena terdapat beberapa pasal atau delik yang dicabut, maka dari itu RUU KUHP merupakan RUU yang sudah lama dicita citakan bangsa kita untuk menggantikan KUHP yang sekarang berlaku. Alasan sebelumnya berkoneksi dengan alasan kelima, yang berfokus pada tujuan pemidanaan yang dirumuskan dalam Pasal 51 RKUHP. Pemidanaan bertujuan:

10 Putri dan Purwani, 2020, Urgensi Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, Jurnal Kertha Wicara Vol. 9, No. 8, hlm. 5

a. mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat; b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna; c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat tindak pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat; dan d. menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Tujuan pemidanaan tersebut cenderung didasarkan pada teori utilitarian view yang memandang pemidanaan dari manfaat dan kegunaannya di mana yang dilihat adalah situasi dan keadaan yang ingin dihasilkan dengan dijatuhkannya pemidanaan tersebut.11 Beda dengan sebelumnya, sanksi pidana yang dirumuskan tidak lagi ditujukan sebagai sarana pembalasan dan berorientasi untuk memberikan rasa derita terhadap pelaku tindak pidana, melainkan berorientasi pada pemulihan perilaku

13 Laporan Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional, BPHN Departemen Kehakiman, 1980, hlm. 6 7.

Indonesia sebagai negara yang menanut sistem welfare states (negara kesejahteraan) seharusnya menerapkan konsep Pemaafan peradilan atau hakim (rechterlijk pardon). Rechterlijk Pardon merupakan sebuah putusan hakim yang memaafkan perbuatan pelaku tindak pidana. Secara konseptual, Rechterlijk Pardon merupakan bentuk dari modifikasi atas kepastian hukum yang bersifat kaku, menuju kepastian hukum yang bersifat fleksibel. Hal ini berangkat dari beberapa perkara yang sebenarnya telah memenuhi rumusan delik tindak pidana, namun perbuatannya tidak layak untuk dijatuhkan pemidanaan. Konsep Rechterlijk pardon digagas dalam Pasal 54 ayat (2) RKUHP yang menyebutkan bahwa hakim dapat tidak menjatuhi pidana maupun tindakan dengan mempertimbangkan ringannya perbuatan; keadaan pribadi pelaku; keadaan pada waktu dilakukan tindak pidana serta yang terjadi

Simposium Pembaruan Hukum Pidana Nasional tahun 1980, dalam salah satu laporannya menyatakan: “Sesuai dengan politik hukum pidana, maka tujuan pemidanaan harus diarahkan kepada perlindungan masyarakat dari kejahatan serta keseimbangan dan keselarasan hidup dalam masyarakat dengan memperhatikan kepentingan kepentingan masyarakat/ negara, korban dan pelaku”.13

9 | Page terpidana, dan kebermanfaatan bagi masyarakat secara umum melalui upaya preventif. Penetapan tujuan pemidanaan dalam RKUHP dapat dipahami sebagai upaya penyusun undang undang untuk menciptakan keteraturan dalam pemidanaan yang sebelumnya belum diatur oleh hukum positif Indonesia. KUHP adalah politik hukum penting. Politik hukum merupakan usaha untuk mewujudkan peraturan peraturan yang lebih baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat serta kebijakan dari suatu negara melalui badan badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan perundang undangan yang dikehendaki yang diperkirakan dapat digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan (Sudarto, 1981: 159).12

12 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1981)

2.2.BENCANA PEMBAHARUAN KUHP

Menurut Munir Fuady dalam Konsep Negara Demokrasi, sebenarnya yang dimaksud demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dalam suatu negara dimana warga negara secara memiliki hak, kewajiban, kedudukan, dan kekuasaan yang baik dalam menjalankan kehidupannya maupun dalam berpartisipasi terhadap kekuasaan negara, dimana rakyat berhak untuk ikut serta dalam menjalankan negara atau mengawasi jalannya kekuasaan baik secara langsung misalnya melalui ruang ruang publik maupun melalui wakil-wakilnya yang telah dipilih secara adil dan jujur dengan pemerintahan yang dijalankan semata-mata untuk kepentingan rakyat, sehingga sistem pemerintahan dalam negara tersebut berasal dari rakyat, dijalankan oleh rakyat, untuk kepentingan rakyat (from the people by the people to the people).14 14 Munir Fuady, Konsep Negara Demokrasi, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), hlm.2

10 | Page kemudian; dan segi keadilan dan kemanusiaan. Rechterlijk Pardon dalam RKUHP dapat menjadi sarana keadilan hukum bagi seluruh masyarakat Indonesia, ini merupakan alasan ke enam.

Alasan ketujuh yakni, prinsip keterbukaan telah diupayakan dalam pembentukan RKUHP. Ketua Badan Legislasi, Supratman mengatakan bahwa Pembahasan RKUHP sudah dengan membuka ruang partisipasi publik agar aspirasi masyarakat bisa tersampaikan dan dipertimbangkan oleh DPR dan Pemerintah dalam merumuskan pasal demi pasal. Aspirasi itu bisa disampaikan baik tulisan maupun lisan sesuai dengan ketentuan undang undang. Jikalau ada pihak yang tidak setuju terkait pasal-pasal dalam RKUHP bisa mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Beberapa pasal yang dipersoalkan pun sebenarnya sudah bersemayam pada KUHP, bedanya di RKUHP pasal tadi dilakukan penyempurnaan. Alasan terakhir, dalam beberapa kasus telah terjadi duplikasi norma hukum pidana antara norma hukum pidana dalam KUHP dengan norma hukum pidana di luar KUHP.

(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang undangan.

(2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a. rapat dengar pendapat umum; b. kunjungan kerja; c. sosialisasi; dan/atau d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.

11 | Page

(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan.

Draft pembahasan terakhir antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KEMENKUMHAM) dan DPR dalam Rapat dengar Pendapat (RPD) pada 25 Mei 2022 lalu tidak dibuka kepada publik. Tertutupnya pembuatan RKUHP bertentangan dengan Pasal 96 ayat 1 dan 4 Undang Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang Undangan BAB XI Partisipasi Masyarakat. Partisipasi publik bermakna keterlibatan masyarakat dalam proses politik yang seluas luasnya utamanya dalam pembentukan peraturan perundang undangan Partisipasi publik dalam pembentukan undang undang berpengaruh terhadap dua hal yang saling mengait, yaitu proses dan substansi. Sesuai proses legislasi, Prolegnas yang sudah ditetapkan kemudian disebarluaskan untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pemangku kepentingan, penyebarluasan ini bisa dilakukan juga sebelum prolegnas ditetapkan agar supaya masyarakat serta pemangku kepentingan mendapatkan informasi dan memberikan masukan terkait substansi isi RKUHP. Partisipasi publik dalam pembentukan undang undang di Indonesia dijamin oleh UUD 1945 dan regulasi lainnya. Bahkan berdasarkan Ketentuan pasal 5 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, partisipasi publik merupakan wujud dari asas keterbukaan yang wajib dipenuhi. Kewajiban itu diperkuat dengan Pasal 96 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan menyatakan bahwa:

Pembentukan undang undang sewajarnya membuka ruang publik sehingga masyarakat bisa ikut berpartisipasi dan menyampaikan aspirasinya terkait undang undang yang sedang dibahas. Namun dalam perjalanan RKUHP, pemerintah mematikan iklim demokrasi pada masyarakat. Negara demokrasi berarti masyarakat bebas memberikan pendapatnya. Misalnya pemerintah salah dan elemen masyarakat dihalangi untuk memberikan pendapatnya, maka negara demokrasi itu tidak ada lagi.

Semangat pembaharuan hukum pidana harus diimbangi dengan keterbukaan dan inisiatif menyuarakan kepentingan publik dalam setiap pembuatan kebijakan publik.

Hal yang tak kalah penting dari pengaturannya peraturan perundang undangan yaitu proses pembentukannya (formil). Aspek formil mempertanyakan apakah dalam pembentukannya telah menjamin partisipasi masyarakat.

Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang undangan adalah merupakan wujud dari pelaksanaan asas keterbukaan yang merupakan salah satu asas dalam pembentukan peraturan perundang undangan yang baik. Terdapat anggapan yang keliru bahwa dalam suatu negara yang telah menganut sistem perwakilan maka tidak ada keharusan untuk melaksanakan bentuk bentuk partisipasi masyarakat karena para wakil rakyat telah bertindak untuk kepentingan rakyat. Justru bagaimana caranya membuka ruang partisipasi publik dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat setelah pemilu jauh lebih penting. Sangat disayangkan, produk hukum RKUHP termasuk kategori produk hukum yang konservatif dan bersifat sentralistik. RKUHP lebih mencerminkan keinginan pemerintah dan berlawanan dengan hukum yang sepatutnya responsif. Hal ini dicermati dari peranan dan partisipasi masyarakat relatif kecil dalam pembuatannya.

12 | Page (4)

tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau

13 | Page

Mengingat Indonesia merupakan negara hukum demokratis yang mengakomodir nilai nilai yang ada dalam masyarakat, maka tidak boleh terjadinya pemaksaan kehendak, tidak boleh terjadinya monopoli kebenaran oleh siapa pun. Pembuat undang undang dan masyarakat harus satu frekuensi agar dapat menghasilkan undang undang yang minim konflik. Komunikasi dengan melibatkan masyarakat dalam merumuskan undang undang, selain itu dapat meningkatkan partisipasi masyarakat secara sukarela, pro aktif serta merasa memiliki undang undang. Kompromi menjadi penting antara pembuat undang undang dengan rakyat yang notabene nantinya akan terikat oleh undang undang yang disahkan. Jika masih ada ganjalan di masyarakat, maka sepatutnya segera ditemukan langkah solusinya sebelum RKUHP Kontroversialdiundangkan.lainnya, ketentuan di dalam RKUHP menyudutkan pers. RKUHP menjadi sebuah intervensi yang sangat serius terhadap kemandirian pers. Pada hakikatnya, UU Pers bersifat self regulatory, hal ini terdapat pada prinsip dasar dari Undang Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, bahwa pers tidak boleh dibredel dan diberi wewenang untuk mengatur dirinya sendiri. Aturan turunan dari UU Pers diatur lewat Peraturan Dewan Pers, yang diatur oleh komunitas pers sendiri lewat konstituen yang bergabung di dalamnya. Konsekuensi lain dari prinsip tersebut adalah UU Pers diberikan status lex specialis. Artinya, pers mengambil wewenang di dalam dirinya sendiri dan bisa mengabaikan aturan aturan lain. Masyarakat yang mempersoalkan produk jurnalistik akan dimediasi dengan pers yang membuat karya. Hukumnya pun berupa etik, bukan pidana. RKUHP memboikot kemandirian pers dan sifat lex specialis UU Pers. Bencana lainnya yaitu pada sanksi pidana, sanksi pidana dalam RKUHP masih menyisakan satu hal yang dianggap mengganjal dalam kaitannya dengan tujuan pemidanaan utilitarian. Sanksi pidana yang dimaksud adalah hukuman mati. Pembaharuan dan pembangunan hukum pidana tidak dapat dilakukan secara ad-hoc

16 Pemerintah dan DPR Sepakat Sahkan RKUHP dalam Rapat Paripurna”, https://nasional.kompas.com/ read/2019/09/18/17471361/

pemerintah dan dpr sepakat sahkan rkuhp dalam rapat paripurna?page=all, diakses 2 Juli 2022

Indonesia mengenal teori hukum progresif yang digagas oleh Prof. Satjipto Rahardjo, yang berpandangan bahwa hukum dibentuk untuk manusia bukan manusia untuk hukum sehingga hukum tidak memutus keinginan sendiri tanpa belajar dari lingkungan hidup. Setiap ada masalah dalam masyarakat hukumlah yang harus diperbaiki bukan masyarakatnya. Hukum buatan manusia tidak seharusnya mereduksi kemuliaan manusia dan hormat sebatas yang dikatakan dalam Undang Undang. Oleh karena itu, manusia dan masyarakat menjadi aktor penting dalam pembentukan sistem hukum karena bersumber dari nilai dan akar masyarakat. Setiap ada masalah dengan hukum, maka hukumlah yang harus ditinjau ulang dan diperbaiki, bukan manusia yang dipaksakan untuk masuk ke dalam skema hukum.

tetapi harus bersifat mendasar, menyeluruh dan sistematik dalam bentuk rekodifikasi yang mencakup 3 (tiga) permasalahan pokok hukum pidana yaitu perumusan perbuatan yang bersifat melawan hukum (criminal act), pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) baik dari pelaku berupa manusia alamiah (natural person) maupun korporasi (corporate criminal responsibility) dan pidana serta tindakan yang dapat diterapkan.15

14 | Page (partial)

Merujuk Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

15 Muladi dan Diah Sulistyani, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, (Bandung: PT Alumni, 2013)

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, tidak diatur mengenai tata cara penarikan kembali, penundaan pengesahan RUU, dan carry over pembahasan RUU apabila tidak selesai dibahas pada periode DPR sebelumnya.16 Penarikan kembali tidak sama dengan penundaan pengesahan, karena itu perlu diatur pula mengenai tata cara penundaan pengesahan, misalnya perlu lebih dahulu melakukan Rapat Konsultasi atau pertemuan dengan Pimpinan DPR RI dan Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan yang membahas RUU tersebut.

15 | Page Pasal yang kontroversial:

1. Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden yang diatur pada Pasal 218, 219, 220 RKUHP. Faktanya, Pasal penghinaan presiden sebenarnya pernah diatur dalam Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHP. Trio pasal tersebut dianggap tidak sesuai dengan konstitusi sebab telah melanggar kebebasan berpendapat untuk mengkritik baik secara lisan maupun secara tulisan terhadap kinerja presiden maupun wakil presiden. Ketiga pasal ini pernah dibatalkan (tidak memiliki kekuatan hukum mengikat) oleh Mahkamah Konstitusi pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 013 022/PUU-IV/2006 dengan pertimbangan pasal-pasal tersebut merupakan ancaman terhadap kebebasan berpendapat dan mengkritik kinerja presiden atau wapres baik secara tertulis maupun lisan. Kepentingan negara tidak dapat dikaitkan dengan pribadi presiden/wapres. Pasal penghinaan presiden/wapres ini tidak relevan dikarenakan presiden/wapres

merupakan jabatan dan harus dibedakan antara jabatan presiden/wapres dan individu. Setiap komentar, sentimen, pujian bahkan cibiran publik kepada presiden/wapres adalah bentuk penilaian atas kinerjanya. Dalam pembelaannya, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Sharif Omar juga mengungkapkan alasan pemerintah tidak menghapus pasal penghinaan terhadap presiden karena pasal itu tidak bertentangan dengan UUD 1945 padahal dengan terang Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal penghinaan presiden/wakil presiden bertentangan dengan konstitusi. Aturan ini seyogianya telah almarhum dan tidak dapat dihidupkan kembali. Tidak hanya itu, aturan pasal 218 RKUHP dan pasal 220 RKUHP merupakan warisan kolonial dan bertentangan dengan persamaan di hadapanAsashukum.persamaan di hadapan hukum pun termaktub di dalam Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal 4 ayat (1) Undan

16 | Page Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa, “Pengadilan harus mengadili sesuai hukum tanpa membeda bedakan orang”.

(1) Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Dalam Pasal 218 RKUHP menyatakan bahwa:

(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Bunyi Pasal 219 RKUHP: Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Sudah ada presedennya, contohnya di tahun 2003, saat itu Redaktur Eksekutif Harian Rakyat Merdeka divonis 6 bulan penjara dengan masa percobaan 12 bulan dalam kasus pencemaran nama baik Presiden Megawati Soekarnoputri. Hal yang miris jikalau kritik di media massa, kemudian disalahgunakan menjadi pencemaran nama baik. Pasal 220 KUHP merupakan delik biasa, sedangkan yang ada dalam RKUHP diubah menjadi delik aduan dengan penjelasan bahwa pengaduan harus dilakukan langsung oleh presiden maupun wakil presiden secara tertulis. Sebagaimana, Pasal 220 RKUHP mengatur bahwa:

Kalimat “penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden” dapat menjadi multitafsir karena tidak dijelaskan batasan yang jelas. Frasa ini menjadikan dasar pengaduan simpang siur, padahal hukum pidana mewajibkan kejelasan norma dalam pengaturannya (lex certa, lex scripta dan lex stricta). Sedangkan ada dimana nanti presiden/wapres akan merasa terserang martabatnya sedangkan kita tidak berniat untuk menyerang, ini jelas menimbulkan ketidakpastian hukum serta mengekang kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat. Presiden dan wakil presiden tidak boleh mendapatkan perlakuan privilege hukum secara diskriminatif.

2. Penghinaan terhadap Pemerintah, diatur pada Pasal 240-241 RKUHP. Kedua pasal ini kemungkinan besar akan membungkam para pengkritik kekuasaan, membungkam pers, mengkriminalisasi masyarakat, dan terkesan memosisikan pemerintah sebagai subjek hukum yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan masyarakat. Pasal 240 RKUHP berbunyi, “Setiap Orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”

(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.

17 | Page

(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.

Pasal 241 RKUHP lebih lanjut menyatakan bahwa: “Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.”

penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan

(2) Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

18 | Page Tidak ditemukan batasan atau tolak ukur suatu hal dapat dikategorikan sebagai penghinaan pemerintah. Batas menghina dengan mengkritik pun hanya beda tipis. Semisal yang dikritik tersinggung (mau itu fakta pun) kalau yg dikritik tidak suka, bisa dianggap menghina. Rancangan Pasal 240 dan 241 RKUHP ini berpotensi menjadi "pasal karet" dan berpotensi mengkriminalisasi pers karena informasi yang membongkar culasnya kekuasaan bisa dilabeli hinaan akibat RKUHP. Ilustrasinya, jika nanti RKUHP berlaku, maka tidak ada lagi berita yang membahas, contoh: kasus polisi tembak tembakan, nanti selain penulisnya bisa dijerat pidana penodaan lembaga negara (kepolisian), juga surat kabar yang menerbitkan berita kena pasal delik pers. Itu satu contoh kasus saja untuk membayangkan dampak RKUHP kedepannya.

(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina. Pasal 352, berbunyi: (1) Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi

3. Penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara dalam Pasal 351-352 RKUHP. Pasal 351, berbunyi:

(1) Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

(2) Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang Undang ini dan sesuai dengan nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang Undang ini.

19 | Page maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina. Dalih dari adanya pasal ini agar kekuasaan umum atau lembaga negara dihormati. Padahal, kebebasan berekspresi itu perwujudan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang penting bagi HAM tengah disusupi pasal pasal yang mengundang kriminalisasi. Kebebasan berekspresi harus dilindungi sebab sebenarnya bisa berguna untuk mendorong pemberantasan impunitas dan korupsi. Pasal ini akan menjadi alarm hak atas kebebasan berpendapat karena orang orang akan takut pendapatnya termasuk pada penghinaan. Ketika menghina dianggap suatu kriminalitas.

4. Hukum yang hidup di atas masyarakat (living law) diatur pada Pasal 2 RKUHP. Pasal 2 RKUHP berbunyi:

Dalam penerapan hukum pidana terdapat asas legalitas. Dalam Hukum Pidana, Asas Legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang mana berbunyi: “Suatu Perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan

Terdapat perluasan Asas Legalitas sebagaimana termaktub di dalam Pasal 2 ayat 1 dan 2 RKUHP, dan ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum, penghukuman yang sewenang wenang, dan akan berdampak pada masifnya praktik pelanggaran Hak Asasi Manusia Rumusan pasal di atas secara substansial menyatakan bahwa seseorang dapat dipidana akibat perbuatan yang ia lakukan, meskipun tidak ada aturan tertulis yang mengatur perbuatan tersebut sejauh perbuatan itu dianggap bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat.

20 | Page

17 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Rancangan Undang Undang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).

perundang undangan pidana yang telah ada.” Asas Legalitas ini juga dapat dilihat dari adagium legendaris Von Feuerbach (ahli hukum pidana Jerman) yang menyebutkan “nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali”, dimana artinya adalah: “tidak ada tindak pidana (delik) dan tidak ada hukuman, tanpa (didasari) peraturan yang mendahuluinya.

Asas legalitas dalam Hukum Pidana di Indonesia bertujuan untuk melindungi manusia dari kesewenang wenangan penguasa. Dalam ketentuan a quo, yang dimaksud dengan “hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana” adalah hukum pidana adat.17 Menimbulkan kebingungan dalam penegakan hukum untuk menentukan aturan mana yang dapat dianggap sebagai hukum adat, Hukum yang Hidup, norma kesusilaan atau nilai hukum dan keadilan yang hidup. Apakah hukum yang hidup dalam masyarakat disini berkaitan dengan hukum yang tidak tertulis dan masih berlaku dalam kehidupan masyarakat di Indonesia? Tidak ada kejelasan mengenai konsep apa yang sebenarnya dirujuk oleh istilah „Hukum yang Hidup dalam masyarakat”. Kewajiban adat setempat diutamakan, jika tindak pidana yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) RKUHP.

Jika diatur justru menunjukkan terjadinya propriasi dan penyalahgunaan hukum adat oleh negara. Jika disahkan, ini sangat berisiko diselewengkan oleh aparat dalam melakukan penghukuman atau sanksi terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana (adat).

(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.

5. Kumpul kebo diatur pada Pasal 416 RKUHP, dipidanakan perzinahan. Larangan ini termasuk dalam salah satu tindak pidana kejahatan kesusilaan. Pasal 416 RKUHP berbunyi:

(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

21 | Page Di dalam penjelasan pasal a quo, diatur bahwa pemerintah harus mengkompilasi hukum adat di masing masing daerah di Indonesia yang berasal dari Peraturan Daerah masing masing tempat berlakunya hukum adat. Apabila hukum adat menjadi dasar pemidanaan, itu sama saja dengan merampas kedaulatan masyarakat adat di sana. Pasalnya, setiap kasus dalam perspektif adat adalah unik dan cenderung untuk diselesaikan dengan cara yang berbeda beda.

18 Joeni Arianto Kurniawan S.H., M.H., Ph.D. disampaikan dalam Acara Persepsi Nasional Serba Serbi RKUHP: Upaya Meninggalkan Hukum Kolonial hingga Pasal Kontroversial, Dema Justicia, 21 Agustus 2021.

(1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Joeni Arianto Koerniawan, memberikan pendapatnya terhadap hal ini bahwa yang berhak untuk menegakkan hukum adat di daerah tersebut adalah masyarakat adat itu sendiri, bukan negara.18

Kumpul kebo atau kohabitasi sendiri itu tidak perlu dibawa ke RKUHP karena di KUHP sudah ada dan di hukum pidana adat juga telah diatur. Di RKUHP, jerat pidananya mengatur juga mereka yang melakukan hubungan seksual di luar pernikahan dengan persetujuan satu sama lain (atas dasar suka sama suka) yang mana tidak ada urgensi dan tolak ukurnya. Hal ini telah merambah ke suatu hukum yang privat. Dalam ruang privat, Negara tidak diperkenankanPrinsipnya,hadir.bukan kewenangan dari Negara mengatur mengenai hubungan intim sepasang manusia yang dilakukan suka sama suka dan tidak mengganggu kepentingan umum. Misalkan sebuah ilustrasi, ada seseorang yang melakukan suatu „kebiasaan‟ baginya. Rasanya tidak perlu ada hukum terhadap itu karena lagi lagi, hal itu jelas tidak mengganggu kepentingan umum. Terlebih, ditekankan Hukum Pidana ialah hukum publik, bukan hukum perdata yang bersifat privat. Jika publik terkena imbasnya, misalnya kebiasaan seseorang tadi yaitu mencuri dan terbukti mengganggu ketertiban umum. Pada tahapan ini, baru Negara diperkenankan untuk hadir. Kembali menyoal kumpul kebo yang dipidana, ini tidak berkeadilan. Seharusnya bukan berarti semua perilaku yang tak disukai dibuatkan pasal pidananya. Sanksi pidana seyogianya dijadikan cara yang paling terakhir jika hukuman lainnya tak bisa dilakukan. Dengan diaturnya kumpul kebo, ini mencoreng asas ultimum remediumnya hukum pidana. Hukum pidana hendaknya dijadikan sebagai upaya terakhir dalam hal penegakan hukum. Saat implementasi aturan ini nanti juga dimungkinkan terjadinya kriminalisasi jika ada pihak pihak lain yang merasa dirugikan, pelaku kumpul kebo baru bisa ditindak secara hukum ketika ada yang melaporkan. Ancaman pidananya juga berlebihan yang mana maksimal 1 tahun lama penjaranya.

22 | Page

23 | Page 6.

(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

(3) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 467 ayat (2) tidak dipidana.

Pasal 467(1)berbunyi:Setiapperempuan yang melakukan aborsi dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

(2) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a dan huruf f.

Pasal 468 berbunyi: (1) Setiap Orang yang melakukan aborsi terhadap seorang perempuan: (2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.

(1) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 468, pidana dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).

Aborsi diatur pada Pasal 467, 468, 469 RKUHP.

Pasal 469 berbunyi:

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 12 (dua belas) minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.

kodifikasi merupakan pembukuan peraturan hukum pidana secara sistematis demi tercipta kesatuan hukum. Dengan prinsip kodifikasi ini maka seharusnya tidak terdapat lagi pengaturan pidana terkait aborsi di luar RKUHP yang berpotensi membuat ketidakpastian hukum. Di RKUHP, istri/suami atau orang tua bisa melaporkan pasangan/anak mereka yang berhubungan seks atau kohabitasi di luar nikah, memidana perempuan (atau yang membantu) aborsi kecuali perkosaan dan kebutuhan medis, juga memberi akses/info alat kontrasepsi pada anak atau tanpa izin. Ini melanggar pasal 28 f UUD 1945 yang berbunyi setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial serta berhak mencari memperoleh menyimpan dan lain lain. Secara statistik juga menurut survei dari Durex 58% dari orang usia 18 20 melakukan seks pra nikah, pada usia 24 26 pasti jauh di atas itu. Kemauan menggunakan kontrasepsi bahkan mendekati 0 persen di kategori lelaki usia 15 19 tahun. Dengan situasi semacam ini, RKUHP malah melarang sosialisasi alat

24 | Page

b) Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban RKUHPperkosaan.sebagaisuatu

Pemidanaan atas aborsi ini sesungguhnya telah diatur pada KUHP, Undang Undang No. 36 Tahun 2009 (UU Kesehatan), dan UU Perlindungan anak, yang mana ketiga aturan tersebut tidak saling berkaitan serta tumpang tindih satu sama lain. Pada unsur pengecualiannya tidak sesuai dengan Pasal 75 UU Kesehatan. Pengecualian terhadap korban perkosaan dan perempuan hamil dengan komplikasi medis tidak dimuat. Padahal dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan berbunyi: Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: a) Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulit kan bayi tersebut dapat hidup di luar kandungan; atau

25 | Page kontrasepsi. Jelas ini akan berpotensi mengekang perempuan di ranah domestik.

Pemberian akses atau informasi mengenai seks seharusnya ditingkatkan dan lebih digencarkan baik itu dari program pemerintah maupun peran orang tua sendiri secaraMempertunjukkanaktif.

Alat Pencegah Kehamilan dan Alat Pengguguran Kandungan diatur pada Pasal 412 RKUHP, yang berbunyi: “Setiap Orang yang tanpa hak secara terang terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada Anak dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I. ”Dimana pasal ini hanya diberlakukan apabila alat kontrasepsi dijual kepada Anak. Definisi anak sendiri dibahas dalam Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. di pasal 1 menyebutkan: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalamSedangkankandungan.dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal 1 angka 3 menyebutkan: Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Berdasarkan kedua pasal tersebut, benang merahnya yaitu bahwa usia "Anak" dalam Undang Undang itu antara 12 18 tahun. Selain itu, Pasal 412 RKUHP menggantikan ketentuan sebelumnya di Pasal 534 KUHP yang pada intinya mengatur bahwa melarang seseorang untuk mempertunjukkan secara terang terangan dengan atau tanpa diminta, atau memberikan informasi untuk memperoleh alat kontrasepsi. Meskipun telah diperbaiki, pasal ini tetap berpotensi absurd karena tentu konsekuensinya tetap ada. Kehamilan dini atau di luar nikah berpotensi semakin besar akan terjadi.

Pemerkosaan dalam perkawinan yang sah diatur pada Pasal 477 RKUHP.

(4) Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2) huruf d, dan ayat (3) dilakukan terhadap Anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

(2) Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan: a. persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya yang sah; b. persetubuhan dengan Anak; c. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya; atau d. persetubuhan dengan penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dengan memberi atau menjanjikan uang atau Barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan menggerakannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan dengannya, padahal tentang keadaan disabilitas itu diketahui.

(3) Dianggap juga melakukan Tindak Pidana perkosaan, jika dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan perbuatan cabul berupa:a.memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain; b. memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya sendiri; atau c. memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.

(1) Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

26 | Page 7.

(8) Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan matinya orang, pidana ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(9) Jika Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah Anak kandung, Anak tiri, atau Anak dibawah perwaliannya, pidana ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Apabila sudah dalam ikatan pernikahan, tidak ada ketentuan pasal yang gamblang menyebutkan faktor apa yang membuat suatu hal yang terjadi di antara suami dan istri sebagai perkosaan. Ditinjau dari perspektif agama Islam sebagai agama mayoritas, tidak ada konteks pemerkosaan dari suami ke istri, karna suami dalam aturan agama juga diberikan hak. Salah satu tujuan perkawinan adalah untuk menghalalkan hubungan suami istri, maka dalam perspektif Islam, menyatakan bahwa hubungan seksual yang dilakukan suami istri memiliki nilai ibadah. Selain itu, mekanisme pembuktiannya sulit karena diperlukan unsur-unsur penganiayaannya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga telah mengakomodir ketentuan ini, soal sanksi pelaku perkosaan dalam rumah tangga sudah termaktub dalam Pasal 8 huruf (a) UU KDRT.

27 | Page

Orang yang memaksa Anak untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2) huruf d, dan ayat (3) dengan orang lain.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku juga bagi Setiap

(6) Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam ikatan perkawinan, tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan Korban.

(7) Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

(3) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri.

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

9. Hukuman mati diatur pada Pasal 67, 98, 99, 100 dan 101 RKUHP.

Dalam Pasal 67 diatur, pidana yang bersifat khusus merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif. Pasal 98 berbunyi: Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat.

Pasal 437 RKUHP berbunyi:

(1) Setiap Orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

28 | Page 8. Pencemaran nama baik diatur pada Pasal 437 RKUHP. Pasal ini masih bersumber dari pasal pencemaran nama baik di KUHP saat ini yang minim efektivitas hukumnya. Jika ada individu yang merasa nama baiknya tercemar, mereka bisa lapor secara perdata dan jika terbukti, mendapat ganti rugi dan pemulihan nama baik. Tak perlu ada yang sampai masuk penjara.

(2) Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.

(4) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.

(2) Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan Di Muka Umum.

29 | Page Pasal 99 berbunyi:

(1) Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden.

(3) Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

(3) Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu tembak atau dengan cara lain yang ditentukan dalam Undang PelaksanaanUndang.

pidana mati terhadap perempuan hamil, perempuan yang sedang menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai perempuan tersebut melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh. Pasal 100 (1) Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan mempertimbangkan: b. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; c. peran terdakwa dalam Tindak Pidana; atau d. ada alasan yang meringankan.

10. Penggelandangan diatur pada Pasal 429 RKUHP yang berbunyi “Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori 1”.

Terpidana hukuman mati yang meninggal di dalam sel tahanan lebih banyak daripada yang dieksekusi mati. Apabila terjadi kesalahan dalam proses penjatuhan pemidanaan, tidak dapat diambil langkah korektif. Sanksi pidana ini juga mengganjal dalam kaitannya dengan tujuan pemidanaan utilitarian.

30 | Page (5) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung. Hukuman, selain bertujuan memberi efek jera dan memberi rasa keadilan, juga harus efektif mengurangi risiko keberulangan dengan tetap menghormati HAM. Hukuman mati harus dihapuskan secara total karena merupakan pelanggaran atas hak untuk hidup yang dilindungi hukum internasional. Pemerhati Hukum dan HAM juga menilai pasal ini perlu dihapus. Riset ICJR dan Komnas HAM menunjukkan bahwa hari pertama seseorang divonis mati menimbulkan masalah mental yang sangat berat.

Berkaitan dengan pasal ini, maka banyak pihak yang memprotes atau mengecam karena adanya anggapan bahwa bergelandangan berarti orang yang tidak mempunyai harta sehingga tidak dapat membayar denda. Padahal

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud bergelandangan adalah berjalan kesana sini tidak tentu tujuannya; berkeliaran (untuk orang); berpetualangan. Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara.

31 | Page

dengan memperhatikan kemampuan negara. Pasal penggelandangan dalam RUU KUHP sebenarnya juga telah memberikan keringanan hukuman berupa denda kategori I merujuk Pasal 79 RKUHP yaitu paling banyak sebesar 1 (satu) juta Rupiah daripada yang diatur dalam Pasal 505 KUHP yaitu kurungan paling lama 3 bulan. Padahal pengamen atau tunawisma otomatis tak mampu membayar denda.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29/PUU X/2012, pelarangan hidup bergelandangan merupakan pembatasan yang menjadi kewenangan negara, sedangkan memelihara fakir miskin dan anak anak terlantar merupakan kewajiban konstitusional negara yang harus dilakukan

Permasalahannya ada pada penggunaan frasa “kepentingan umum” yang berpotensi disalahgunakan oleh pihak kepolisian sebagai alasan untuk melarang penyelenggaraan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi. Frasa “kepentingan umum” tidak mempunyai batasan pasti atau karet. Pasal 28 E ayat 3 berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Tiga bentuk kemerdekaan ini merupakan hak mendasar dalam kehidupan yang dijamin dan dilindungi oleh negara. Dalam masa pendudukan Belanda dan juga rezim orde baru, birokrasi mengedepankan keamanan dan ketertiban umum yang digunakan untuk membatasi kegiatan masyarakat untuk menyatakan pendapat yang berbeda dengan penguasa. Sama saja RKUHP meneruskan

11. Penyelenggaraan Pawai, Unjuk Rasa, atau Demonstrasi diatur pada Pasal 256 RKUHP yang menyebutkan, “Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”

12. Korupsi diatur pada Pasal 607 RKUHP. Terdapat beberapa klasifikasi tindak pidana korupsi, antara lain: Merugikan keuangan/perekonomian negara Penyuapan, diatur pada Pasal 5 UU 20/2001 Penggelapan, dalam jabatan diatur pada Pasal 8 UU 20/200 Pemerasan, diatur pada Pasal 12 huruf e,g,h UU 20/2001 - Perbuatan curang, diatur pada Pasal 7 ayat (1) UU 20/2001 Benturan kepentingan dalam pengadaan, diatur pada Pasal 12 huruf i UU Gratifikasi20/2001 diatur pada Pasal 12B, 12C UU 20/2001 Pasal 607 RKUHP berbunyi: Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI. Sanksi pidananya lebih rendah daripada yang diatur dalam UU Tipikor. Yang mana memuat penurunan pidana badan dari 4 tahun, menjadi 2 tahun penjara. Tidak cukup itu, denda minimalnya pun serupa, turun dari Rp 200 juta menjadi hanya Rp 10 juta, yang mana ini pidananya tidak memberikan efek jera. Berdasarkan riset dari Indonesia Corruption Watch (ICW), terdapat 553 penindakan kasus

32 | Page warisan pemerintahan kolonial dengan mengadopsi cara seperti itu. Selain itu, Pasal 256 RKUHP bertentangan dengan pasal yang telah diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum lantaran pasal ini mengisyaratkan bahwa masyarakat memerlukan izin untuk menyatakan pendapatnya secara terbuka supaya menghindari ancaman pidana. Padahal, rezim perundang undangan saat ini hanya mengatur terkait pemberitahuan.

13. Suap diatur pada Pasal 608, Pasal 610 RKUHP Selanjutnya, Pasal 608 RKUHP menyebutkan: “Setiap Orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau Korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana

dengan 1.173 tersangka dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 29,438 triliun.

33 | Page korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sepanjang tahun 2021

(2) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling banyak kategori IV. Ketentuan suap dalam draft RKUHP berbeda jauh dengan undang undang tindak pidana khusus lain. Misalnya, UU Narkotika atau UU Anti Pencucian Uang yang dendanya mencapai Rp 10 miliar. hukuman yang ditujukan kepada penerima suap pun mengalami penurunan, dari 5 tahun menjadi 4 tahun penjara. Untuk hukuman pokok lain seperti denda, ujar dia, juga menurun dari Rp 250 juta juga turun menjadi Rp 200 juta.

Pasal 610 RKUHP menyebutkan: (1) Setiap Orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak kategori IV.

dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI ”

34 | Page 14.

Bunyi Pasal 193: (1) Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud menggulingkan pemerintah yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun. (2) Pemimpin atau pengatur Makar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Bunyi Pasal 192: “Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia jatuh kepada kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.”

Bunyi Pasal 160: “Makar adalah niat untuk melakukan suatu perbuatan yang telah diwujudkan dengan adanya persiapan perbuatan tersebut. “

Bunyi Pasal 191: “Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan Presiden atau Wakil Presiden atau menjadikan Presiden atau Wakil Presiden tidak mampu menjalankan pemerintahan dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Makar diatur pada Pasal 160, 191, 192 dan 193 RKUHP.

35 | Page Salah satu karakteristik pemerintah yang otoriter adalah mudah menuduh perilaku makar dan menyebut oposisi sebagai pelaku makar,19 ini berarti negara demokrasi Indonesia benar benar akan tamat. Hal ini diperkuat dengan pengertian makar di dalam RKUHP yang sangat tidak sesuai dengan akar katanya pada bahasa Belanda, yakni 'aanslag' yang berarti penyerangan. Masalah definisi ini dinilai berpotensi menimbulkan ancaman kebebasan berekspresi masyarakat sipil. Pasal pasal yang mengatur makar berpotensi menjadi pasal. Makar merupakan hal yang abu abu. Kadang kritikan juga dapat dikategorikan sebagai suatu makar. Pasal RKUHP tentang Makar ini bisa menjadi pasal yang dapat disalahgunakan untuk menertibkan pihak oposisi, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi.Pasal makar ini mensyaratkan adanya upaya penggulingan dan/atau pengambilalihan sebagai unsur pidana yang harus dipenuhi. Padahal sebenarnya, upaya penggulingan dan/atau pengambilalihan terhadap pemerintah yang sah dapat dilakukan secara konstitusional sebagaimana telah diatur dalam 7A dan Pasal 7B UUD 1945. Pasal 7A UUD 1945 menyatakan bahwa seorang Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan jika melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat atau perbuatan tercela atau sudah tidak mampu menjadi seorang Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pasal 7B mengatur bahwa dalam hal menurunkan presiden diperlukan usul terlebih dahulu oleh minimal dua per tiga anggota DPR untuk mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi. 19 Levitsky, Steven & Danial Ziblat, How Democracies Die. (New York: Crown Publishing, 2018).

Hasil dari temuan bahwa Perubahan UU khususnya RKUHP yang menjadi pembicaraan hangat harus disesuaikan dengan kebiasaan, kultur dan kehidupan sosial masyarakat sehingga KUHP yang baru tidak bertentangan atau ditolak oleh masyarakat selaku pemegang kedaulatan tertinggi. Dari berbagai pendapat yang telah disampaikan, terlihat jelas tingginya perhatian masyarakat, dalam hal ini adalah mahasiswa terhadap pembaruan hukum pidana. Hukum pidana bersifat memaksa dan mengikat sehingga menimbulkan konsekuensi dari pelaksanaannya. Hukum pidana yang merupakan ultimatum remedium diharapkan dapat dilandasi oleh regulasi relevan serta dapat mengakomodasi pemidanaan sesuai dengan perkembangan zaman. Pentingnya RKUHP disahkan karena KUHP sudah tidak relevan, dan alasan RKUHP hangat dibicarakan serta ditolak berbagai pihak karena terdapat pasal pasal yang kontroversial seperti pasal penghinaan presiden, makar dan lain lain. Bahwa dalam rangka perumusan Rancangan Undang Undang KUHP perlu diperhatikan prinsip partisipasi publik dan upaya harmonisasi aturannya.

36 | Page 3. PENUTUP3.1.Simpulan

.

3.2. Ucapan Terima Kasih Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada pihak pihak yang memberikan dukungan moril maupun materil. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar besarnya kepada Almaududi S.H.,M.H selaku Pembina ALSA LC Universitas Andalas, kepada tim penyusunan ALSA Legal Group Discussion Review ini dan kepada seluruh partisipan dari ALSA Legal Group Discussion yang telah menyumbangkan pendapatnya, Abi, Adida, Alan, Alfitri, Aura, Ayu, Bahira, Bilqis, Cecil, Cindy, Cipo, Arin, Fahri, Farah, Hanifah, Humaira, Ilham, Imel, Khai, Khaza, Martin, Novel, Revi, Riad, Silvi dan Syehan.

(2019). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. MD, Mahfud Politik Hukum di Indonesia. (2011). Jakarta: Rajawali Pres. Muladi dan Diah Sulistyani. 2013. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Bandung: PT ProdjodikoroAlumni.,Wiryono. (2003). Asas asas Hukum Pidana di Indonesia. Refika Aditama: Sudarto.Bandung.(1981).Hukum

dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni. Sudaryono, dkk. (2017). Hukum Pidana Dasar Dasar Hukum Pidana Berdasarkan KUHP dan RKUHP. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung: Alfabeta.

37 | Page DAFTAR PUSTAKA Buku Abidin, Zainal. (2005). Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan dalam Rancangan KUHP 2005. Jakarta: ELSAM. Asshiddiqie, Jimly. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II. Jakarta: Konstitusi Press. Fuady, Munir. (2010). Konsep Negara Demokrasi. Bandung: PT. Refika Aditama Levitsky, Steven & Danial Ziblat. (2018). How Democracies Die. New York: Crown Marzuki,Publishing.PeterMahmud.

38 | Page

Prosiding Laporan Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional, BPHN Departemen Kehakiman, 1980. Pemaparan Materi Oleh Dr. Yenti Garnasih, S.H., M.H. pada Diskusi Publik RUU KUHP, Jakarta 14 Juni 2021. Jurnal Anugerah Rizki Akbari, et al., Membedah Konstruksi Buku I Rancangan KUHP (Jakarta: Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, 2019).

Pranala Luar Pemerintah dan DPR Sepakat Sahkan RKUHP dalam Rapat Paripurna”, https://nasional.kompas.com/ read/2019/09/18/17471361/ pemerintah dan dpr sepakat sahkan rkuhp dalam rapat paripurna?page=all, diakses 2 Juli 2022.

Dista Amalia Arifah, “Kasus Cybercrime di Indonesia,” Jurnal Bisnis dan Ekonomi 18 (2011), hlm. 186. 1 Putri dan Purwani, 2020, Urgensi Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, Jurnal Kertha Wicara Vol. 9, No. 8.

Joeni Arianto Kurniawan S.H., M.H., Ph.D. disampaikan dalam Acara Persepsi Nasional Serba Serbi RKUHP: Upaya Meninggalkan Hukum Kolonial hingga Pasal Kontroversial, Dema Justicia, 21 Agustus 2021.

39 | Page

PutusanTangga.Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 013 022/PUU IV/2006.

Perundang undangan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kitab Undang Undang Pidana Draft Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Badan pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. (2015). naskah akademis rancangan undang undang tentang kitab undang undang hukum pidana (KUHP).

Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan.

Undang Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah

Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

40 | Page Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29/PUU X/2012, pelarangan hidup Peraturanbergelandangan.PresidenNomor 87 tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksana Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan. Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib. Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pembentukan Undang Undang. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Pelaksanan Konsultasi Publik dalam Pembentukan Perundang Undangan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.