51 minute read

Amandemen Keempat UUD

terhadap pelanggaran HAM, oleh karenanya, dalam pasal ini diatur pula terkait hak anak.

• Pasal 28C mengatur mengenai hak sosial, hak atas pendidikan, dan hak kolektif. Dimana pasal sebelumnya diatur mengenai hak anak, yang salah satunya adalah diberikan hak atas pendidikan. • Pasal 28D mengatur mengenai hak dihadapan hukum, hak untuk bekerja, dan hak warga negara. Ketika digunakan kata “warga negara” dalam suatu hak, maka yang dimaksud itu mengenai hak dalam konteks politik. Kita harus bisa membedakan antara norma HAM yang melindungi semua orang (luas) dan norma HAM yang melindungi hak-hak warga negara yg mencakup hak-hak dalam konteks politik. • Pasal 28E mengatur mengenai hak untuk memeluk agama dan kepercayaan.

Advertisement

Terdapat istilah Forum Internum: jenis kepercayaan yang sama sekali tidak dapat diganggu gugat. Karena hal itu berada di ruang lingkup privat atau pribadi. Forum Eksternum: dapat dibatasi karena merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi dari kepercayaan yang dimiliki. Pasal ini juga mengatur mengenai kebebasan berkumpul, berserikat dan mengemukakan pendapat. Kebebasan berserikat inilah yang menjadi alasan mahasiswa diperbolehkan membuat organisasi. Larangan berkumpul pada masa pandemi Covid-19 bukanlah suatu pelanggaran HAM karena kebebasan berkumpul dan berserikat merupakan derogable rights yang dapat ditangguhkan dalam kondisi tertentu atas alasan kesejahteraan, ketertiban umum, dan kesehatan publik. • Pasal 28F yang menyatakan tentang hak seseorang untuk memperoleh informasi. Hak atas informasi mengedepankan kebebasan indvidu untuk mencari semua informasi yang diinginkan. • Pasal 28G mengatur mengenai hak atas perlindungan diri. Pasal ini dimaknai sebagai perlindungan privasi seseorang, termasuk di dalamnya berupa data pribadi seseorang. Di Uni Eropa, ada penerapan right to be forgotten dimana kita bisa meminta penghapusan data yang ingin dilupakan pada mesin pencari (search engine). Serta berhak atas rasa aman dan bebas dari penyiksaan.

Penyiksaan disini, merupakan hal yang dilakukan oleh aparatur negara dengan tujuan untuk memperoleh informasi atau memberi hukuman.

• Pasal 28H mengatur mengenai hak atas lingkungan hidup, pelayanan kesehatan, kesetaraan dan jaminan sosial (28H). • Pasal 28I ayat (1) termasuk dalam non-derogable rights seperti hak untuk hidup, untuk tidak disiksa, tidak diperbudak, diakui di hadapan hukum. Dalam pasal ini juga terkandung asas non-retroaktif, yaitu hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. Pasal ini tidak hanya memberi norma, tetapi juga menyebutkan bahwa ada tanggung jawab negara terhadap perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM. • Pasal 28J mengatur mengenai kewajiban asasi dan ketentuan mengenai pembatasan Hak Asasi Manusia. Dimana kewajiban asasi manusia adalah kewajiban untuk menghormati HAM orang lain. Untuk itu diatur pula ketentuan mengenai pembatasan HAM dalam pasal ini.

3. Implementasi dan Pelanggaran HAM di Indonesia a) Implementasi HAM di Indonesia a. Rancangan HAM (RANHAM)

Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut RANHAM adalah dokumen yang memuat sasaran, strategi, dan fokus kegiatan prioritas rencana aksi nasional hak asasi manusia Indonesia dan digunakan sebagai acuan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam melaksanakan penghormatan, pelindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan HAM di Indonesia.

b. Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia

Untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia serta memberi perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada perorangan ataupun masyarakat, perlu dibentuk suatu Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuai dengan ketentuan Pasal 104 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa, “Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan Pengadilan Umum”.

c. Institusi HAM: Komnas HAM, Dewan Pers, Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak, Ombudsman Republik Indonesia, LPSK.

Perlindungan serta pemenuhan HAM menjadi sangat penting setelah jatuhnya rezim Orde Baru. Konstitusi dan instrumen-instrumen HAM nasional dibentuk dan memuat perlindungan dan pemenuhan HAM yang pengawasannya diselenggarakan oleh lembaga-lembaga yang independen sehingga dapat mewujudkan perlindungan dan penghormatan HAM oleh negara. Diharapkan dengan terbentuknya lembaga-lembaga perlindungan HAM nasional ini, dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara legalistic oleh kekuasaan yang bewenang untuk melakukan perlindungan terhadap hak-hak yang melekat pada setiap

b) Pelanggaran HAM di Indonesia

Pelanggaran HAM dibedakan menjadi pelanggaran HAM dan pelanggaran HAM berat. Dalam sistem hukum Indonesia ketika terjadi pelanggaran HAM berat maka yang berwenang untuk mengadili adalah

Pengadilan HAM yang mencakup dua kejahatan, yaitu genosida dan kejahatan terhadap manusia. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Menurut UU Pengadilan HAM, tindak pidana atau pelanggaran HAM berat adalah peristiwa yang terjadi setelah disahkannya UU

Pengadilan HAM pada tahun 2000. Sedangkan Pelanggaran HAM diadili oleh

Peradilan HAM. Menurut catatan Lembaga Studi Advokasi Hak Asasi

Manusia (Elsham) Papua sejak tahun 1998 hingga 2016 ada ratusan kasus pelanggaran (HAM) terjadi di Papua, namun hanya ada satu kasus yang disidangkan di Pengadilan HAM yaitu kasus Abepura (2004) yang diadili di

Pengadilan HAM Makassar. Di Indonesia sendiri, Pengadilan HAM hanya terdapat di Medan, Surabaya, Jakarta, dan Makassar. Pasal 28I ayat 1 mengandung asas non-retroaktif (tidak dapat berlaku surut). Untuk itu, muncullah Pengadilan HAM ad hoc yang bertujuan untuk mengadili kejahatan-kejahatan kemanusiaan yang terjadi sebelum tahun 2000.

Selama berdiri, Pengadilan HAM hanya penah mengadili tiga kasus yaitu kasus

Abepura, Tanjung Priok dan Timor-Timur. Namun dari tiga kasus ini, semua orang yang menjadi tersangka atau disangkakan melakukan pelanggaran HAM, tidak ada yang dijatuhi hukuman dan semuanya bebas.

E. Kesimpulan

Dalam perkembangan sejarah, pengaturan Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi

RIS 1949 dan UUDS 1950 diatur dalam banyak pasal. Hal ini terjadi karena adanya faktor pasca dideklarasikannya DUHAM 1948. Pada masa berlakunya UUD 1945 sebelum amandemen, muatan HAM hanya mengatur secara khusus pada satu pasal.

Perubahan signifikan terjadi ketika amandemen UUD 1945 keempat, amandemen tersebut mempengaruhi muatan HAM dalam UUD 1945, yaitu dengan bertambahnya pengaturan HAM yang semakin luas dan spesifik pengaturannya. HAM dalam

Konstitusi Indonesia diatur seimbang antara hak dan kewajiban setiap orang. Selain itu, terdapat pembatasan bagi setiap orang dalam menjalankan hak dan kewajibannya.

Pembatasan ini bertujuan untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain. Dalam rangka mengimplementasikan Hak Asasi Manusia yang diatur dalam konstitusi, maka pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang HAM yakni UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan

UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dengan banyaknya kejadian yang mengarah kepada pelanggaran HAM, menjadi bukti nyata bahwa baik itu masyarakat, penyelenggara negara maupun aparat penegak hukum belum memahami arti sebenarnya dari hak-hak asasi yang dimilikinya, termasuk kewajiban-kewajiban asasinya. Sebaik apapun peraturan perundang-undangan yang mengatur Hak Asasi

Manusia hanya akan bernilai apabila dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Hak

Asasi Manusia baru bisa berjalan dengan baik apabila setiap warga negara atau setiap manusia menjalankan haknya dengan mengingat kewajiban-kewajibannya pula. Perlu adanya kesadaran bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama, dan hak asasi yang kita miliki dibatasi oleh hak asasi orang lain.

LEGAL SUMMARY ALSA STUDY CLUB #2

Kebijakan Larangan Ekspor Nikel dalam Kerangka Konstitusi Indonesia Oleh: A. Nanda Rahmi

A. PENDAHULUAN

Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No 11 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambang Mineral Dan Batubara mempercepat larangan ekspor nikel hingga pada 1 januari 2020. Sebelum peraturan menteri tersebut ada peraturan ekspor nikel ini baru akan berlaku pada tahun 2022. Larangan ekspor nikel ini mewajibkan penambang untuk melakukan pengelolahan dan pemurnian di dalam negeri terlebih dahulu baru kemudian setelah bernilai lebih atau telah menjadi bahan setengah jadi baru kemudian boleh dilakukan ekspor. Maksud pemerintah mengeluarkan larangan ekspor nikel ini selain untuk menjaga cadangan nikel nasional, pemerintah juga mempunyai tujuan supaya nikel ini tidak diekspor secara mentah. Sehingga adanya nilai jual lebih untuk meningkatkan perekonomian Nasional melalui industrialisasi bahan mentah nikel menjadi bahan jadi. Namun tetap saja masih ada beberapa pihak yang kontra akan kebijakan larangan ekspor nikel karena beranggapan bahwa Indonesia akan terancam rugi hingga 50 triliun dengan adanya larangan ekspor nikel yang notabene penerimaan Negara dari hasil nikel cukup tinggi.

B. DASAR HUKUM

1. Pasal 33 UUD NRI 1945

2. UU No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara 3. Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No 11

Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber

Daya Mineral Nomor 25Tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambang Mineral

Dan Batu bara

C. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah kebijakan larangan ekspor nikel oleh pemerintah tersebut telah sesuai dengan konstitusi? 2. Bagaimana hukum tata negara memandang kebijakan larangan ekpor nikel? 3. Bagaimana kedudukan kostitusi dalam perjanjian internasional terkait dengan sengketa Indonesia di World Trade Organization (WTO) atas gugatan Uni Eropa dengan adanya larangan ekspor nikel?

D. PEMBAHASAN

1. Pandangan Konstitusi terhadap Larangan Ekspor Nikel

Untuk mengetahui suatu kebijakan apakah itu baik atau tidak maka itu harus dikembalikan kepada konstitusi. Kebijakan yang dikeluarkan oleh negara atau pejabat negara itu harus berdasarkan nilai-nilai dari konstitusi . Jadi melihat hal tersebut apakah sebenarnya dasar konstutisonal dari kebijakan larangan ekspor nikel tersebut. Kita melihat dari landasan konstutisonal ini dikarenakan segala tindakan pejabat negara telah terpatri secara luhur didalam konstitusi, itulah konsensus sebagai suatu negara. Sebelumnya untuk mengukur atau mengulas suatu kebijakan negara termasuk kebijakan larangan ekspor nikel ini, harus melihat karakteristik dari konstitusi negara. Kerakteristik dari konstitusi negara Indonesia, seperti yang kita ketahui bersama bahwa konstitusi adalah seperangkat aturan yang menjadi hukum dasar acuan suatu negara . Menurut Hans Kelsen dalam teori hierarki perundang-undangan bahwa konstitusi harus menjadi rujukan untuk setiap penjabaran UU yang ada dibawahnya. Menurut teori klasik dikatakan bahwa konstitusi itu hanya dipandang sebagai konstitusi politik, karena konstitusi pada mulanya hanya sebagai konstitusi politik artinya hanya mengatur negara, bagaimana organ- organ negara itu saling berkaitan dan mengatur organ negara dengan negara. Seiring dengan perkembangannya tidak hanya memandangan dari ciri khas politik tapi disini juga telah memuat konstitusi sosial artinya didalam konstitusi itu memuat kebijakan- kebijakan sosial, jadi karakteristik konstitusi Indonesia itu ada tiga yaitu: political constitution (state), social constitution (civil society), dan economic constitution (market). Di Indonesia tidak hanya mengenal konstitusi dalam bidang politik saja melainkan juga pada bidang sosial dan ekonomi. Mengenai inti dari permasalahan ini terkait dengan economic constitution (market). Teori ekonomi konstitusi ini adalah teori yang diperkenalkan di Indonesia oleh Prof Jimly. Ekonomi konstitusional ini diberlakukan setelah amandamen, ini penting untuk dijadikan landasan penguasa- penguasa dalam mengambil suatu kebijakan termasuk kebijakan strategis dalam bidang perekonomian. Dampak dari suatu negara yang tidak memiliki suatu kebijakan ekonomi konstitusi maka suatu negara lepas tangan terhadap kebijakan ekonomi artinya setiap warga negara dibebaskan untuk melakukan kebijakan ekonomi diluar dari tanggung jawab dari negara itu sendiri.

Economic Constitution ialah perkonomian didasarkan atas norma hukum konstitusi artinya setiap kebijakan – kebijakan penguasa harus berdasarkan pada sumber rujukan

tertingi yaitu konstitusi. Apabila kebijakan-kebijakan ekonomi itu bertentangan dengan ekonomi konstitusi, maka kebijakan itu dapat dibatalkan melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Karena ekonomi konstitusi itu adalah hukum tertinggi maka sifatnya adalah mutlak tidak boleh dilanggar oleh penentu kebijkan ekonomi. Bagaimana kebijakan larangan ekspor nikel terhadap ekonomi konstitusi yang menjadi karakteristik ekonomi Indonesia, terkait dengan larangan ekspor nikel dari pasal 33 UUD NRI 1945 “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Jadi ada peran negara, yang dimana setiap kebijakan negara dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, setiap kebijakan yang dikeluarkan dituntut kepentingan rakyat. Kalau dilihat dari larangan ekspor nikel ini, akan diulas berdasarkan aturan turanan dari pasal 33 UUD NRI 1945 atau uu yang merujuk pada pasal tersebut. Karena dilihat dari pasal 33 UUD NRI 1945 ini memuat kebijakan perekonomian nasional dari ayat (1) hingga ayat (4). Mengenai prinsip perekonomian yang diatur dalam konstitusi Indonesia bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Jika dilihat dari prinsip berkelanjutan tidak serta merta kebijakan itu dalam arti jangka pendek, tapi harus melihat keberlanjutan kebijakan tersebut. Selain itu perekonomian berdasarkan prinsip kemandirian, seperti halnya Indonesia melakukan ekspor bahan mentah dalam harga murah ke negara lain kemudian negara tersebut mengolahnya menjadi sebuah barang yang bernilai jual lebih dan kembali menjualnya ke Indonesia dengan harga yang lebih tinggi, padahal barang jadi itu merupakan bahan mentah dari negara Indonesia oleh karena itu harus ada prinsip kemandirian. Inilah yang harus digaris bawahi bahwasannya perokonomian itu harus memegang prinsip kemandirian untuk menjaga keseimbangan, kesatuan dan kemajuan ekonomi nasional.

2. Sudut Pandang Hukum Tata Negara Terkait Kebijakan Larangan Ekspor

Nikel

Dalam pasal 33 UUD RI 1945 ini terjabarkan dalam UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu Bara. UU minerba secara garis besar menyatakan bahwa pengelolahan mineral dan batubara harus dikuasai oleh negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kesejahteraan

secara berkeadilan. Pengelolahan mineral, nikel, batubara semuanya dikuasai oleh negara, jadi ada peran negara untuk memberikan nilai tambah bagi perekonomian , harus diolah atau dimurnikan terlebih dahulu baru bisa dijual, jadi tidak serta merta menjual dengan mentah.

Semangat dari lahirnya UU No.4/2009 itu termuat dalam Pasal 95 (c) “Kewajiban meningkatkan nilai sumber daya mineral dan/ batu bara” dan Pasal 103 (1) dan (2) “Kewajiban penambanguntuk melakukan pengelolahan dan pemurnian hasil penambangan dalam negeri” kedua passal ini merujuk pada 33 UUD NRI 1945. Suatu kebijakan yang sangat baik bagi Indonesia apabila tidak sertamerta langsung melakukan ekspor bahan mentah, sebenarnya kewajiban ini harus dimanfaatkan oleh Indonesia sendiri agar Indonesia juga dapat menjadi pemain dalam perekonomian global.

Jika melihat dari penjabaran diatas berdasarkan sudut pandang hukum tata negara yang berlandaskan pada Ekonomic Constitution dalam hal ini narasumber setuju dengan adanya larangan ekspor nikel. Dengan adanya Ekonomic Constitution ini adanya pandangan baru ini bisa menjadi jembatan untuk menuju pasar global dan merupakan bentuk kedaulatan Indonesia dalam bidang ekonomi.

3. Kedudukan Konstitusi Indonesia Terkait Sengketa Di World Trade Organization (WTO) Atas Gugatan Uni Eropa Terkait Larangan Ekspor Nikel

Atas larangan ekspor nikel ini Uni Eropa menggugat Indonesia ke WTO, menurut Uni Eropa ini telah melanggar perjanjian Internasional, apakah WTO dapat menjadikan konstitusi Indonesia sebagai rujukan pengambilan keputusan?

Berdasarkan yurisdiksi konstitusi dalam pergaulan internasional, bahwa konstitusi itu tidak boleh dipandang terbatas pada teritorial artinya tidak boleh dipandang hanya pada negara Indonesia saja. Konstitusi itu mengikat dan mengikuti kemana negara itu pergi. Seperti tadi dijelaskan bahawa konstitusi Indonesia memuat ekonomi konstitusi artinya setiap kebijakan- kebijakan perekonomian nasional baik secara global yang memberikan dampak secara internasional ia tetap harus berlandaskan pada konstitusi. Jadi apabila suatu negara melakukan perjanjian internasional dengan negara lain baik hubungan bilateral maupun hubungan multilateral harus berpadoman pada konstitusi, apabila dalam konstitusinya tidak membolehkan atau dalam pemaknaannya melanggar konstitusi negara maka Indonesia tidak boleh melakukan perjanjian internasional

dengan negara tersebut karena bertentangan dengan konstitusi. Perjanjian internasional baru bisa berlaku di Indonesia dan baru dijadikan rujukan kebijakan apabila perjanjian internasional tersebut sudah diratifikasi. Dan apabila tidak sesuai dengan konstitusi tersebut maka perjanjian itu harus dibatalkan, termasuk perjanjian dalam bidang ekonomi.

Dalam UU minerba telah dikatakan bahwa salah satu kebijakan strategis adalah dengan melakukan kebijakan larangan ekspor dengan tujuan untuk menambah nilai tambah terhadap nilai tambang tersebut baru bisa dijual, artinya nilai tambah yang dimaksud disini adalah nilai ekonomi yang dapat meningkatkan perekonomian nasional. Indonesia adalah subjek hukum internasional oleh karena Indonesia harus dipandang memiliki kedaulatan atas konstitusinya, karena setiap negara memiliki kedaulatan atas konstitusinya masing- masing. Konstitusi suatu negara mengikut kemanapun negara tersebut berinteraksi, artinya didalam WTO itu ada konstitusi Indonesia dan menjadi kebijakan Indonesia dalam bertindak melakukan hubungan internasional atau hubungan global untuk kepentingan nasional. Jadi, hukum konstitusi suatu negara tidak boleh sertamerta dikesampingkan oleh hukum internasional, karena posisi hukum internasional tidak lebih tinggi dengan konstitusi sebuah negara. Inilah esensi negara berdaulat sebagai subjek hukum internasional. Oleh karena itu WTO harus memandang Indonesia murni sebagai subjek hukum internasional yang memiliki konstitusi dan kedaulatan atas konstitusinya.

E. Kesimpulan

Terkait dengan larangan ekspor nikel itu sesuai dengan Ekonomic Constitutional artinya kebijakan tersebut telah sesuai dengan konstitusi . Namun diluar itu banyak kebijakan- kebijakan yang mungkin tidak sesuai dengan konstitusi, karena konstitusi itu harus berlaku secara eksplisit. Selain itu jika dilihat dari prinsip perekonomian berkelanjutan bahwa larangan ekspor nikel ini merupaka implemetasi dari prinsip perekonomian berkelanjutan karena manfaat dari permurnian biji nikel secara mendari oleh Indonesia sendiri itu merupakan amanat dari konstitusi sehingga Indonesia bisa mandiri sesuai dengan pasal 33 UUD NRI 1945 yang menyatakan bahawa Indonesia adalah negara yang menganut prinsip ekonomi mandiri. Untungnya bagi Indonesia dengan adanya larangan ekspor nikel ini adalah bahan mentah Indonesia tidak akan cepat habis. Berdasarkan pandangan narasumber bahwa kebijakan larangan ekspor nikel ini telah sesuai

dengan konstitusi Indonesia sesua dengan menggunakan pendekatan Ekonomic Constitutional pendekatan ini terdapat pada pasal 33 UUD NRI 1945 untuk kesejahteran dan kemakmuran rakyat, yang dilihat dari prinsip kemandirian untuk memberikan nilai tambah dengan mengelolah hasil sumber daya alamnya sendiri.

LEGAL SUMMARY ALSA STUDY CLUB (ASC) #3 Legal Writing #1: The Basics Oleh: Annisa Damayanti Syarif

A. PENDAHULUAN

Penulisan Hukum merupakan satu hal yang wajib untuk diketahui dan menjadi skill dari setiap mahasiswa Fakultas Hukum. Hal tersebut disebabkan karena kemahiran dalam kemampuan penulisan hukum dapat memudahkan untuk menulis sebuah produk penulisan hukum lainnya yang tentu akan memberikan sumbangsih besar bagi perkembangan keilmuan hukum dan masyarakat. Kondisi demikian sejalan dengan perkataan Bradford, “law reviews hold a special place of trust and importance in the legal system and in society”, dan tulisan hukum tersebut “play a vital role in the preservation of society.”1

Dalam rangka melakukan sebuah penulisan hukum, tidak sedikit mahasiswa hukum yang merasa kebingungan atau bahkan kesulitan dalam mengerjakannya. Padahal kegiatan tersebut seharusnya menjadi tidak asing mengingat pengimplementasian yang sangat dekat bagi mahasiswa hukum, baik dalam pemenuhan tugas kuliah, keperluan mengikuti kompetisi, atau bahkan untuk konsumsi pribadi. Kebingungan atau kesulitan yang kerap dialami tidak terlepas dari sifat penulisan hukum yang memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan jenis tulisan konsentrasi ilmu lain. Keunikan ini terutama terkait dengan struktur dalam penulisan hukum, penggunaan pendekatan tertentu, serta pentingnya referensi pendukung.

Masalah-masalah yang sering terjadi dalam penulisan hukum diantaranya adalah Pertama, bagian pendahuluan sangat panjang, tetapi gagal memperlihatkan permasalahan yang hendak dibahas, tidak menjelaskan thesis statement atau gagasan (claim) yang hendak diajukan, dan tidak pula menuliskan struktur penulisan dari tulisan. Akibatnya, tulisan hukum tersebut menjadi tidak terarah. Kedua, mayoritas tulisan hukum tersebut terlalu bersifat deskriptif sehingga tidak sesuai dengan sifat penulisan hukum yang preskriptif. Ketiga, mayoritas tulisan tersebut tidak menggunakan rujukan yang baik.2

1 C. Steven Bradford, “As I Lay Writing: How to Write Law Review Articles for Fun and Profit: A Law-andEconomics, Critical, Hermeneutical, Policy Approach and Lots of Other Stuff That Thousands of Readers Will Find Really Interesting and Therefore You Ought to Publish in Your Prestigious, Top-Ten, Totally Excellent Law Review”, Journal of Legal Education, Vol. 44 (1994), hlm. 14. 2 Andri Gunawan Wibisana, Menulis Jurnal Hukum: Gagasan, Struktur, dan Gaya, Jurnal Hukum & Pembangunan, Vol. 49 No. 2 (2019), hlm. 472

Berangkat dari permasalahan di atas maka diadakan ALSA Study Club (ASC) #3 dengan mengangkat tema “Legal Writing #1: The Basics” yang akan membahas secara komprehensif mengenai hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam penulisan hukum yang baik melalui beberapa pembahasan yakni karakteristik penulisan hukum, cara memilih topik, cara melakukan research yang baik, struktur penulisan hukum menggunakan metode IRAC, dan penulisan catatan kaki (footnote).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sifat dan karakteristik penulisan hukum? 2. Bagaimana cara menentukan topik yang baik dan benar? 3. Bagaimana cara melakukan research yang baik khususnya dalam mencari bahan dalam menyusun produk penulisan hukum? 4. Bagaimana struktur penulisan hukum yang baik dan benar menggunakan metode IRAC (Issue, Rule, Analysis, Conclusion)? 5. Bagaimana cara menulis catatan kaki (footnote) dalam penulisan hukum sesuai dengan ketentuan penulisan menurut OSCOLA dan APA-Harvard Style?

C. Pembahasan

a) Sifat dan Karakteristik Penulisan Hukum

Sesuai dengan karakteristik ilmu hukum yang sifatnya normatif3, penulisan hukum juga erat dengan pendekatan normatif dalam pembuatannya. Pendekatan normatif memiliki karakteristik preskriptif yang memberikan penilaian tentang sesuatu yang benar atau salah dan sesuai atau tidak sesuai.4 Hal lain yang menjadi karakteristik dalalm penulisan hukum terletak pada cara menarik kesimpulan yang umumnya menggunakan cara berpikir deduktif. Cara berpikir deduktif merupakan model berpikir dari umum ke khusus dengan menjelaskan sistem norma sebagai dalil umum, kemudian dihadapkan dengan kasus atau peristiwa tertentu yang selanjutnya diberikan kesimpulan sebagai dalil khususnya. Dengan demikian, tulisan hukum akan menggambarkan hukum secara in abstracto atau das sollen.

Sejalan dengan karakteristik penulisan hukum yang normatif, maka tak jarang satu hal dihadapkan dengan suatu keadaan yang mempengaruhi hasil tulisan tersebut. Oleh

3 Irwansyah, Penelitian Hukum: Pilihan Metode & Praktik Penulisan Artikel, Mitra Buana Media, Yogyakarta: 2020, hlm. 11 4 Irwansyah, Op Cit, hlm. 21

karena itu pendekatan empirik juga turut hadir dalam penulisan hukum sebagai pelengkap dan memperkuat pendekatan normatif.

b) Pentingnya Pemilihan Topik dan Cara Menentukan Topik dalam Penulisan

Hukum

Sebuah tulisan yang baik akan tergambar dan dihasilkan dari pemilihan topik yang baik. Kebanyakan orang beranggapan bahwa topik merupakan hal yang sama dengan tema, akan tetapi perlu diketahui bahwa topik merupakan hal yang paling terluar jika dibandingkan dengan tema. Karena tema merupakan topik yang sudah dibatasi, diarahkan, khusus/spesifik, dan sudah mengandung tujuan.5 Penentuan topik dapat saja dipilih dari adanya sebuah putusan atau peraturan atau pernyataan yang menimbulkan perdebatan, yang kemudian akan diuji dan dianalisa dengan landasan teoretis tertentu. Dapat pula sebuah tulisan hendak membahas pandangan yang lazim dianut, dan kemudian membantah pandangan tersebut berdasarkan perspektif tertentu.6

Menurut Lebovits, terdapat dua hal yang penting untuk diperhatikan dalam penentuan topik. Pertama, topik selalu mengetengahkan kepentingan atau ketertarikan penulis. Kedua, kepentingan atau ketertarikan itu harus diseimbangkan dengan manfaat dari penulisan topik yang dipilih. Selain kedua hal tersebut, topik yang dipilih haruslah merupakan topik yang menarik untuk ditulis (interesting), dapat ditulis (manageable), dan penting (significant) untuk ditulis. Singkatnya, topik haruslah merupakan hal yang pada satu sisi menarik bagi penulis, dan pada sisi lain berguna bagi orang lain.7

Hal-Hal yang Perlu Dihindari Dalam Penentuan Topik

Volokh mengungkapkan beberapa hal yang tidak perlu atau jangan dipilih sebagai topik artikel, di antaranya adalah:8

1) Artikel yang hanya menunjukkan adanya persoalan, tetapi tidak memberikan solusi atas persoalan tersebut. Misalnya artikel hanya berisikan tentang

5 Buku Panduan Legal Review ALSA LC Unhas 2019/2020 6 Andri Gunawan Wibisana, Menulis di Jurnal Hukum: Gagasan, Struktur, dan Gaya, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol.49 No.2: 2019, hlm. 473 7 Ibid 8 Ibid, hlm.479

persoalan yang sedang terjadi seperti buruknya penanganan pemerintah dalam mengatasi pandemi covid-19 tanpa diberikan solusi apa yang pantas diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut.

2) Artikel yang mengulas hanya satu putusan saja. Misalnya putusan yang di ulas hanyalah satu putusan yang terbaru, tanpa adanya perbandingan dengan putusanputusan terdahulu yang sesuai dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam tulisan.

3) Artikel yang hanya mengulas satu peraturan perundang-undangan dari satu wilayah atau negara. Misalnya, dalam tulisan hanya membahas tentang peraturan perundang-undangan tentang penanganan Covid-19 dari negara Indonesia saja tanpa adanya komparasi atau perbandingan dengan peraturan yang ditetapkan oleh negara atau wilayah lain yang memiliki kasus yang serupa.

4) Artikel yang hanya menjelaskan “what the law is”, bagaimana hukumnya atau bagaimana bunyi pasalnya, dan tidak menjelaskan lebih dalam terkait hal tersebut. Misalnya, tulisan yang dibuat hanya menyebutkan bagaimana hukum dari kasus yang sedang dibahas tanpa menjelaskan lebih dalam lagi apa keterkaitan antara peraturan tersebut dan masalah yang sedang terjadi.

5) Artikel yang hanya merespon satu pandangan dari sarjana tertentu, tanpa memperhatikan bagaimana penulis lain telah membahas pandangan tersebut.

Sebagai contoh, penulis hanya fokus dan monoton terhadap pendapat 1 ahli saja dalam seluruh tulisannya tanpa mengkomparasikan pendapat ahli tersebut dengan ahli-ahli lainnya.

c) Cara Melakukan Research yang Baik

Berikut adalah cara melakukan research yang baik melalui kanal internet:9

1) Mengetahui topik terlebih dahulu

Sebelum mulai menulis harus terlebih dahulu diketahui mengenai topik yang akan dibahas. Sehingga, ketika melakukan pencarian tidak terjadi kebingungan.

9 Panduan Legal Review ALSA LC Unhas 2019/2020

2) Masuk pada situs pencarian

Setelah menentukan topik yang akan dibahas, anda bisa masuk pada situs pencarian di Internet. Cobalah untuk masuk kedalam website-website pencarian jurnal, buku, atau literatur lainnya yang terpercaya seperti Google Scholar.

3) Pilih kata kunci (keyword) yang akan dimasukkan pada situs pencarian

Setelah masuk pada website, pilihlah kata kunci (keyword) dari topik yang akan dibahas. Sebaiknya gunakan kata kunci yang spesifik dalam melakuan pencarian, sehingga informasi yang didapatkan relevan dengan topik akan dibahas. Anda juga dapat menggunakan kata kunci alternatif untuk memperoleh informasi tambahan mengenai topik yang akan dibahas. Dalam melakukan pencarian, gunakan juga beberapa kombinasi pencarian yang berbeda-beda.

Sebagai contoh, apabila Anda menggunakan topik “hyper regulation” maka anda bisa menggunakan judul artikel seperti “Implementasi Konsep Hukum Progresif Dalam Menata Kembali Regulasi”, Anda akan memperoleh hasil yang Anda inginkan dengan menggunakan keyword “hukum progresif” dan “penataan regulasi” dalam melakukan pencarian.

4) Hindari menuliskan satu kalimat penuh

Dalam melakukan pencarian, sebisa mungkin hindari menuliskan satu kalimat penuh yang memuat banyak frasa didalamnya. Jika menggunakan terlalu banyak frasa maka kemungkinan besar akan sulit untuk menemukan sumber informasi yang relevan. Cobalah untuk mempersempit kalimatnya menjadi lebih spesifik agar sumber relevan yang ditemukan semakin banyak.

Sebagai contoh jika Anda ingin mencari informasi mengenai “Implementasi Konsep Hukum Progresif Dalam Menata Kembali Regulasi”, maka jangan menuliskan satu kalimat penuh. Anda bisa menulis “hukum progresif dan regulasi” atau “menata regulasi dengan hukum progresif” saat melakukan pencarian. Akan tetapi jika kalimat ini masih terlalu panjang dan Anda belum menemukan informasi yang relevan, maka Anda bisa mempersempit lagi kalimat tersebut dengan menggunakan keyword seperti yang dijelaskan pada poin sebelumnya.

5) Utamakan informasi yang memiliki kredibilitas tinggi

Setelah menemukan sumbernya, pastikan anda memilih sumber yang kredibel. Anda harus mengutamakan informasi dari sumber-sumber pemerintah, akademis, dan organisasi jurnalistik yang diakui secara nasional maupun internasional. Pada sumber-sumber pemerintah umunya terdapat “.go.id” pada alamatnya. Situs yang memiliki akhiran “.ac.id” kerap merupakan bagian dari suatu universitas. Situs yang berakhiran “.org” biasanya digunakan oleh organisasi-organisasi non-profit.

Jika mengambil sumber dari situs-situs berita, pastikan bahwa artikel tersebut berdasarkan fakta. Situs-situs berita seperti CNN, Kompas, dan Tempo cenderung memiliki kredibilitas yang baik, namun Anda harus memastikan berita tersebut merupakan artikel yang berdasarkan fakta dan bukan berdasarkan opini sang penulis semata, karena tak jarang kita jumpai situs berita yang mengeluarkan artikel berisikan opini yang tidak didasarkan pada fakta yang ada.

6) Periksa kembali kredibilitas informasi yang Anda dapatkan

Perlu diingat bahwa, tidak semua sumber yang Anda dapatkan dari situs-situs diatas memiliki kredibilitas tinggi. Maka dari itu periksalah kembali situs-situs tersebut dengan seksama. Jangan sampai anda keliru dalam mengambil sumber informasi yang akan dijadikan rujukan dalam penulisan.

7) Hindari sumber seperti Wikipedia, Blogspot, dan Wordpress

Hal tersebut perlu dihindari karena situs-situs diatas tidak kredibel. Seperti contoh, pada situs Wikipedia informasi dapat disunting oleh semua orang, yang berarti informasi yang terdapat didalamnya tidak akurat dan cenderung bias.

8) Kumpulkan sumber research sebanyak mungkin

Jika Anda telah menemukan sumber-sumber yang relevan dengan topik yang kalian pilih, maka jangan berhenti mencari. Semakin banyak sumber yang anda temukan maka akan semakin baik pula. Pembaca bisa menilai kedalaman analisis serta keluasan wawasan penulis melalui sumber rujukan yang ia baca.

Berikut website rekomendasi dalam mencari referensi penulisan hukum:

1) Amanna Gappa (journal.unhas.ac.id); 2) Google Scholar (scholar.google.ac.id); 3) Directory of Open Access Journal (doaj.org); 4) Portal Garuda Publikasi Indonesia Indek /IPI (jurnal.lipi.go.id); 5) Oxford Academic Journals (academic.oup.com). 6) Microsoft Academic Search (https://academic.microsoft.com)

d) Struktur Artikel Menggunakan Metode IRAC (Issue, Rule, Analysis,

Conclusion)

Berkaitan dengan metode penulisan hukum, pada umumnya dalam berbagai jenis penulisan hukum digunakan metode penyusunan tulisan dengan IRAC method. IRAC adalah sebuah akronim untuk “Issues, Rule/Regulation (Hukum yang relevan), Argument/Analaysis, Conclusion. IRAC merupakan salah satu metode dalam penyusunan struktur penulisan hukum yang umum dipakai oleh mahasiswa hukum untuk mendeskripsikan sebuah tulisan yang sangat dasar dalam penulisan hukum.

Andrew McClurg menjabarkan bahwa IRAC bukanlah sebuah rumus mekanik, tetapi hanya sebuah pendekatan dalam menganalisis masalah hukum. Sebelum penulis dapat menganalisis masalah hukum, tentu saja penulis perlu mengetahui hal apa yang menjadi permasalahannya. Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai format IRAC:10

1) Issue

Di bagian issue atau permasalahan hukum, dapat dideskripsikan fakta atau peristiwa hukum yang terjadi sebagai permasalahan hukum yang dibahas dalam tulisan yang dibuat. Pada bagian ini juga dihimbau untuk mengemukakan urgensi dari permasalahan yang ada. Diharapkan penulis mampu untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai permasalahan hukum yang terjadi.

2) Rule/ Regulation

Dalam hal ini, penulis menyertakan aturan hukum yang relevan dengan tema dan argumen yang telah dibawakan, baik dalam bentuk regulasi maupun kebijakan

10 ALSA Indonesia Legal Writing Guidelines 2020-2021

yang positif berlaku. Aturan tersebut menjelaskan hukum atau putusan mana yang berlaku untuk tema dan argumen ini.

3) Analysis/ Argument

Dalam bagian ini, penulis mengelaborasikan analisis hukum yang dibuat dengan mendeskripsikan kesenjangan yang ada perihal permasalahan hukum yang ada dengan regulasi yang positif berlaku dan relevan dengan permasalahan hukum yang diangkat dalam tulisan. Penulis dapat mengelaborasikan dalam tulisan terkait apakah permasalahan hukum yang terjadi merupakan bentuk penyimpangan dari regulasi yang ada atau justru permasalahan hukum tersebut terjadi karena adanya kekosongan hukum yang diakibatkan dari belum ada regulasi hukum yang mengatur, sehingga mengakibatkan permasalahan hukum tersebut terjadi. Dalam hal ini, melibatkan penerapan aturan pada fakta-fakta dari masalah atau pertanyaan yang dilampirkan dalam permasalahan hukum. Penulis harus menggunakan fakta ataupun data untuk menjelaskan bagaimana aturan mengarah ke kesimpulan.

4) Conclusion

Pada bagian ini penulis menjawab permasalahan hukum yang ada secara komprehensif dalam kalimat yang singkat dan padat berdasarkan uraian dalam

argumen.

e) Cara Menulis Catatan Kaki (Footnote)

Dalam penulisan karya ilmiah (artikel jurnal, laporan tugas akhir, skripsi, tesis, dan disertasi), secara garis besar terdapat 2 (dua) jenis metode penulisan sumber kutipan, yakni in-text citation dan footnote citation. Namun, pada umumnya metode penulisan sumber kutipan yang seringkali dipakai adalah footnote citation atau catatan kaki.11 Footnote atau catatan kaki adalah keterangan tambahan yang ditulis di kaki halaman (di bagian bawah) yang bertujuan untuk menjelaskan sumber dari kalimat yang dikutip.12

Dalam footnote citation atau catatan kaki, terdapat gaya (style) penulisan sumber kutipan yang dapat dipilih dan dianut. Pada umumnya style yang sering digunakan adalah OSCOLA (Oxford Standard for the Citation of Legal Authorities) dan Harvard

11 Ibid, hlm. 20 12 Panduan Legal Review ALSA LC Unhas 2019/2020

- American Psychological Association (APA) Style. Berikut aturan penulisan footnote menggunakan Style OSCOLA dan Harvard – APA Style:

1) OSCOLA Style Buku

Aturan Penulisan:

Nama penulis, judul buku (Cetak miring) (nama penerbit (spasi) tahun terbitan). [halaman kutipan]. Contoh:

Philipus M. Hadjon, [et.,al.], Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Gadjah Mada University Press 2005). [213].

Buku Terjemahan

Aturan Penulisan:

Nama penerjemah (tjm), Judul Buku (Cetak miring), Penerbit tahun, halaman. Contoh:

Peter Birks and Grant McLeod (tjm), The Institutes of Justinian (Duckworth 1987) 67.

Ensiklopedia/ Kamus

Aturan Penulisan:

Nama Ensiklopedia/kamus (edisi, tahun) volume paragraf/halaman. Contoh:

Halsbury’s Laws (5th edn, 2010) vol. 57, para 53.

Artikel Jurnal

Aturan Penulisan:

Nama penulis, ‘judul artikel’ (dengan tanda petik), (Tahun jurnal), volume (spasi) nama jurnal.[halaman]. Contoh:

Y Sogar Simamora. ‘Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Bentuk Pelanggaran Terhadap Asas Kebebasan Berkontrak’ (1993) VIII Yuridika.[52].

Artikel Jurnal Online

Aturan Penulisan:

Nama penulis, ‘judul artikel’ tahun volume (nomor) nama jurnal <url tempat diakses> tanggal diakses

Contoh:

Greenleaf Graham, ‘The Global Development of Free Access to Legal Information’ (2010) 1(1) EJLT < http://ejlt.org//article/view/17 >accessed 27 July 2010.

Makalah Seminar/ Konferensi

Aturan Penulisan: Nama penulis, ‘Judul Makalah’ (dengan tanda petik) (spasi) Nama Seminar, (Penerbit Tahun).[halaman].

Contoh: Arizona Yance, ‘Konstitusi Dalam Intaian Neoliberalisme: Konstitusionalitas Penguasaan Negara Atas Sumber Daya Alam Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi’, Konferensi Nasional APHK (Intrans 2016).[7].

Skripsi/ Tesis/ Disertasi

Aturan Penulisan:

Nama penulis, ‘Judul’ (Tesis/Disertasi, nama Universitas Tahun).

Contoh:

Johannes S. Engel ‘Implementasi Leniency Program Sebagai Optimalisasi Pemberantasan Praktek Kartel di Indonesia’ (Tesis, Universitas Gadjah Mada 2019).

Artikel dari Laman Internet

Aturan Penulisan:

Nama penulis, ‘judul tulisan’ (dengan tanda petik), (Publikasi, tahun publikasi), tanggal diakses/unduh (ditulis accessed). Contoh:

Lon L. Fuller ‘The Morality of Law (Eight Ways to Fail to Make Law)’ (Yale University Press, 1964) www.yalepress.yale.edu/book> accessed 20 September 2014.

Laporan Tahunan Lembaga Negara

Aturan Penulisan:

Nama lembaga negara, nama laporan (nomor, tahun) halaman. Contoh:

Department for International Development, Eliminating World Poverty: Building our Common Future (White Paper, Cm 7656, 2009) ch 5 Law Commission, Reforming Bribery (Law Com No 313, 2008) 5.

Peraturan Perundang-undangan

Aturan Penulisan:

Lihat Pasal dan ayat yang dirujuk (apabila belum disebutkan dalam body text), nomor dan tahun peraturan/UU, judul peraturan/UU yang dirujuk (cetak miring). Contoh:

Lihat Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan.

2) Harvard – APA Style Buku Teks

Aturan Penulisan:

nama penulis, tahun penerbitan, judul buku (cetak miring), edisi buku, nama penerbit, kota penerbit. Contoh:

R. Yaya, A.E. Martadireja, dan A. Abdurahim. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Salemba Empat. Jakarta. Catatan, jika terdapat dua penulis atau lebih maka, nama penulis pertama yang ditulis sebagai sumber kutipan, diikuti et al., kemudian tahun dan halaman sumber kutipan.

Buku Terbitan Lembaga/ Badan/ Organisasi

Aturan Penulisan:

nama lembaga/badan/organisasi, tahun penerbitan, judul buku (cetak miring), edisi/cetakan, nama penerbit, kota penerbit.

Contoh:

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2009. Laporan Tahunan 2009: Perjuangan Melawan Korupsi Tak Pernah Berhenti. KPK. Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan, Peraturan, Kebijakan, dan Sejenisnya

Aturan Penulisan:

Lihat Pasal dan ayat yang dirujuk (apabila belum disebutkan dalam body text tulisan Anda), nomor dan tahun peraturan/UU, judul peraturan/UU yang dirujuk (cetak miring).

Contoh:

Lihat Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional

Artikel dalam Jurnal

Aturan Penulisan:

nama penulis, tahun penerbitan, judul artikel, nama jurnal (cetak miring), volume dan nomor jurnal (nomor jurnal dalam tanda kurung), nomor halaman artikel dalam jurnal.

Contoh:

S. Veronica, dan Y. S. Bachtiar. 2005. Pengawasan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Perspektif Pengawasan Administrasi Negara. Jurnal Hukum dan Pembangunan 2(1): 159–173

Catatan, jika terdapat dua penulis atau lebih maka, nama penulis pertama yang ditulis sebagai sumber kutipan, diikuti et al., kemudian tahun dan halaman sumber kutipan.

Skripsi/ Tesis/ Disertasi

Aturan Penulisan:

nama penulis, tahun, judul skripsi/tesis/disertasi, skripsi/tesis/disertasi (cetak miring), nama program studi dan/atau perguruan tinggi, kota tempat perguruan tinggi.

Contoh:

Johannes S. Engel, 2008. Implementasi Leniency Program dalam Pemberantasan Praktik Kartel di Indonesia. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Artikel dari Internet

Aturan penulisan:

nama penulis, tahun, judul, alamat email (cetak miring), tanggal dan jam unduh.

Contoh:

L.M. Himman, 2002. A Moral Change: Business Ethics After Enron. San Diego University Publication. http:ethics.sandiego.edu/LMH/oped/Enron/index.asp. 27 Januari 2020 (15:23).

D. Kesimpulan

Dalam perkembangannya penulisan hukum menjadi satu hal yang penting dan berpengaruh dalam perjalanan karir seorang mahasiswa atau sarjana hukum. Kemampuan untuk melakukan penulisan hukum tersebut berdasarkan sejauh apa dan sebanyak apa kita berlatih. Karena menulis merupakan sebuah ilmu yang praktis sehingga hanya dapat dilihat perkembangan kemampuannya melalui hasil tulisan yang dibuat.

LEGAL SUMMARY ALSA STUDY CLUB #4

Eksistensi KPK Merosot, Pembubaran Dianggap Sebagai Solusi Oleh: Muh. Sahar Ramadhan

A. PENDAHULUAN

Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga yang dibentuk berdasarkan Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme den Ketetapan MPR Nomor VIl/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Sebagai tindak lanjut dari ketetapan MPR tersebut maka kemudian dibentuk Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberentasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengamanatkan pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dari kedua undang-undang tersebut kemudian lahir Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah menjadi Undang-Undang. Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Jika ditelisik dalam konsideran menimbang huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi, dinyatakan: "bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi". Berdasarkan dari Konsideran tersebut yang dimaksud sebagai lembaga pemerintah yang didalam hal ini menangani perkara tindak pidana korupsi ialah kepolosan dan kejaksaan. Hal ini dapat diketahui dengan mengingat bahwa tugas penyelidikan merupakan wejangan kepolisian dan/atau kejaksaan. Dengan demikian, dasar pembentukan KPK islah karena belum optimalnya lembaga negara kepolisian dsn kejaksaan yang mengalami public distrust dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Salam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum, maka dibentuklah KPK.

B. DASAR HUKUM

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

C. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pembubaran KPK merupakan langkah efektif atas kasus korupsi di Indonesia 2. Bagaimana upaya ideal dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia

D. PEMBAHASAN

1. Apakah pembubaran KPK merupakan Langkah efektif atas kasus korupsi di Indonesia

Berdasarkan Konsideran 30 tahun 2002 KPK lahir karena tidak kepercayaan publik kepada institusi kepolisian dan kejaksaan sampai saat ini perlu ditetapkan Jalur jalur Kordinasi yang jelas. Bagaimana menciptakan secara sistematis dan struktur kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian dan kejaksaan apakah melalui survey dan voting karena kalau berbicara langsung saja kepolisian dan kejaksaan sudah sangat baik maka KPK dibubarkan oleh karena itu untuk tindak-lanjut lembaga KPK perlu dijelaskan secara sistematis untuk mengukur, apakah lembaga swasta dapat dijadikan tolak ukur bahwa kejaksaan dan kepolisian sebagai lembaga yang dipercaya oleh masyarakat atau tidak sehingga KPK harus dibubarkan.

Disisi lain ada yang berpendapat bahwa KPK ketika kepercayaan publik terhadapa institusi kepolisian dan kejaksaan telah membaik, apakah perlu dibubarkan atau tidak di satu sisi ada yang per pendapat bubarkan karena kita berkunci dari perilaku sejarah yaitu KPK lahir karena kepolisian dan kejaksaan, namun pendapat lain bahwa tidak perlu dibubarkan. KPK dapat dialih fungsikan kepada lembaga pencengahan korupsi.

2. Bagaimana upaya ideal dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia

Upaya ideal dalam pencegahan korupsi adalah dengan menerapkan sanksi yang berat untuk setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain agar menciptakan efek jera kepada pelaku tindak pidana korupsi.

E. KESIMPULAN

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi, dinyatakan: "bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi". Berdasarkan dari Konsideran tersebut yang dimaksud sebagai lembaga pemerintah yang didalam hal ini menangani perkara tindak pidana korupsi ialah kepolosan dan kejaksaan. Hal ini dapat diketahui dengan mengingat bahwa tugas penyelidikan merupakan wejangan kepolisian dan/atau kejaksaan. Upaya ideal dalam pencegahan korupsi adalah dengan menerapkan sanksi yang berat untuk setiap orang yang secara melawan hukum

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain agar menciptakan efek jera kepada pelaku tindak pidana korupsi.

LEGAL SUMMARY ALSA STUDY CLUB #5

Hukum Investasi Sebagai Upaya Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Oleh:Muh.Fadly Muthalib

A. PENDAHULUAN

Pandemi Covid-19 memberikan banyak wajah baru di berbagai sektor dalam kehidupan baik hukum, ekonomi, kesehatan, dan pola kehidupan sosial di masyarakat. Refleksi satu tahun pandemi covid-19 memberikan gambaran bahwa sangat banyak perubahan terjadi khsusunya dalam tataran kebijakan hukum yang menyentuh aspek lain.seperti ekonomi dan kesehatan. Pembaruan kebijakan yang ada tentu merupakan upaya pemerintah untuk tetap beradaptasi pada keadaan yang tidak biasa ini. Di bidang ekonomi, pandemi covid-19 berakibat pada rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tercatat bahwa akibat pandemi covid-19 pertumbuhan ekonomi mengalami ketidakpastian hingga mengarah pada terjadinya resesi ekonomi berdasarkan data pada Kuartal II Tahun 2020 yang menyebutkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada angka minus 5,32%.

Merespons hal tersebut dan disertai dengan adanya dorongan untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi Indonesia agar tidak sampai kepada resesi ekonomi maka pemerintah berupaya untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia. Hal tersebut dilakukan melalui perubahan ketentuan terkait investasi pada Omnibus Law UndangUndang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Disebutkan bahwa UU Cipta Kerja bermanfaat untuk memperbaiki iklim investasi dan mewujudkan kepastian hukum. Perbaikan iklim investasi ini bertujuan untuk mempercepat transformasi ekonomi dan memberi kemudahan berusaha. Hal tersebut dinilai akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia terkhusus di masa pandemi covid-19.

B. DASAR HUKUM

1. Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang pennaman modal 2. Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja 3. PP Nomor 5 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis resiko

C. RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu hukum investasi dan pengaturannya di Indonesia? 2. Apa ketentuan hukum investasi pasca disahkannya UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta

Kerja? 3. Mengapa investasi dikatakan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia?

D. PEMBAHASAN

1. Apa itu hukum investasi dan pengaturannya di Indonesia?

Menurut Todung Mulya Lubis, “Hukum Investasi tidak hanya terdapat dalam undangundang, tetapi dalam hukum dan aturan lain yang diberlakukan berikutnya yang terkait dengan masalah-masalah investasi asing. Pengertian investasi ini ditekankan pada sumber hukum investasi. Sumber hukum investasi itu meliputi undang-undang dan aturan-aturan lain”.Pengaturan Hukum Investasi diatur di dalam seluruh jenjang hierarki peraturan perundang-undangan yaitu UUD 1945, TAP MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan termasuk peraturan perundang-undangan lainnya yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal.Sebagaimana yang telah disebutkan di dasar hukum. Contohnya:

1. UU 25/2007 Tentang Penanaman Modal; 2. UU 11/2020 Tentang Cipta Kerja termasuk 82 undang-undang yang diubah oleh UU 11/2020; 3. Peraturan-peraturan turunan dari UU 11/2020 antara lain PP Nomor: 5 Tahun 2021

Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, dan PerPres Nomor: 10

Tahun 2021 sebagaimana telah diubah dengan PerPres Nomor: 49 Tahun 2021; 4. Peraturan-peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal 5. Yang juga dapat di akses di https://jdih.bkpm.go.id/jdih/ yang memuat banyak pengaturan tentang investasi di Indonesia

2. Apa ketentuan hukum investasi pasca disahkannya UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

UU Cipta Kerja merupakan langkah reformasi hukum investasi melalui deregulasi dan debirokratisasi melalui penyederhanaan persyaratan dan prosedur perizinan serta memberikan insentif-insentif. Dengan kata lain, UU Cipta Kerja mengarahkan rezim hukum investasi menjadi lebih liberal.

Pemerintah juga berharap dengan adanya UU Cipta kerja Dalam rangka peningkatan investasi meliputi penyederhanaan Perizinan Berusaha, persyaratan investasi, kemudahan berusaha, riset dan inovasi, pengadaan lahan, dan kawasan ekonomi. Penciptaan lapangan kerja melalui pengaturan terkait dengan peningkatan investasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan percepatan proyek strategis nasional meliputi pengaturan mengenai pelaksanaan investasi Pemerintah Pusat melalui pembentukan lembaga pengelola investasi

dan penyediaan lahan dan perizinan untuk percepatan proyek strategis nasional. Dalam rangka mendukung kebijakan strategis Cipta Kerja tersebut diperlukan pengaturan mengenai penataan administrasi pemerintahan dan pengenaan sanksi.

3. Mengapa investasi dikatakan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia

Investasi berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Hasil ini memberikan dukungan terhadap investasi berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Kenaikan investasi akan diikuti dengan kenaikan pada penyerapan tenaga kerja provinsi di Indoensia.

Dalam Pasal 3 ayat (2) UU 25/2007 dijelaskan bahwa tujuan penyelenggaraan penanaman modal untuk yaitu

• Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; • Menciptakan lapangan kerja; • Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; • Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; • Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; • Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; • Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan rnenggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan • Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

E. KESIMPULAN

Ada banyak pengertian investasi dari para ahli dan berbagai literatur salah satunya Hukum Investasi adalah norma-norma hukum mengenai kemungkinan-kemungkinan dapat dilakukannya investasi, syarat-syarat investasi, perlindungan dan yang terpenting mengarahkan agar investasi dapat mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Sedangkan Pengaturan Hukum Investasi diatur di dalam seluruh jenjang hierarki peraturan perundang-undangan yaitu UUD 1945, TAP MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan termasuk peraturan perundang-undangan lainnya yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Pengaturan tentang investasi sangatlah penting karena di pasar, aturan hukum seperti oksigen dimana sulit untuk dilihat, tetapi Anda tidak bisa bertahan tanpanya. Kekuatan hukum sangat penting karena mencakup banyak aspek kebijakan perusahaan. Kebijakan pemerintah

mempengaruhi industri secara keseluruhan melalui peraturan Inilah yang mengembangkan kebijakan tentang perdagangan, pembatasan, dan standar di dalam bidang tertentu. Kebijakan yang dibuat dapat mempengaruhi bisnis dalam berbagai cara dalam bagaimana produk mereka diproduksi, dipromosikan, dan dijual. UU Cipta Kerja merupakan langkah reformasi hukum investasi melalui deregulasi dan debirokratisasi melalui penyederhanaan persyaratan dan prosedur perizinan serta memberikan insentif-insentif. Dengan kata lain, UU Cipta Kerja mengarahkan rezim hukum investasi menjadi lebih liberal.

Pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja serta kesejahteraan masyarakat, memberikan dukungan analisis bagi kepentingan pengembangan kebijakan dan perencanaan pemerintah. Secara khusus, berguna sebagai bahan pertimbangan untuk merumuskan strategi di bidang ketenagakerjaan.

LEGAL SUMMARY ALSA STUDY CLUB #6

Simalakama Mitigasi Covid-19 di Indonesia: Kesehatan atau Ekonomi Oleh: A. Tenri Khofifah Alimuddin

A. PENDAHULUAN

Corona virus Disease Covid-19 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh varian virus terbaru yang ditemukan pada akhir 2019 lalu dan di deklarasikan sebagai Pandemi pada maret 2020 oleh World Health Organization (WHO). Covid-19 ini telah menimbulkan dampak yang luar biasa terhadap berbagai sektor kehidupan seperti: kesehatan, keamanan, ketenegakerjaan, dan perekonomian. Mayoritas seluruh lapisan masyarakat terkena dampak Covid-19 ini secara signifikan. Peningkatan kasus dari waktu ke waktu menyebabkan semakin meluasnya wabah pandemi ini, yang berarti semakin besar pula tantangan bagi masyarakat juga pemerintah untuk tetap survive di tengah pandemi dengan segala keterbatasan yang ada. Mempertimbangkan segala dampak yang ditimbulkan, seyogyanya pemerintah mampu mengeluarkan keijakan yang strategis guna mempertahankan stabilitas kehidupan masyarakat, dalam hal penanggulangan atau mitigasi Covid-19 pemerintah memiliki dua konsentrasi utama yakni menyelesaikan persoalan kesehatan dan persoalan ekonomi, mengingat kedua sektor inilah yang sangat terdampak di tengah krisis pandemi seperti saat ini. Akan tetapi, sering kali muncul pro- kontra di masyarakat terkait sektor manakah yang harus di dahulukan dalam hal ini dan bagaimana pemerintah mampu menjawab keresahan masyarakat secara seimbang di tengah pandemi Covid-19.

B. DASAR HUKUM

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan kesehatan 2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala

Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan corona virus disease 2019

Covid-19

3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang

Kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi corona virus disease 2019 Covid-19 dan/ atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/ atau stabilitas sistem keuangan.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Sektor manakah (kesehatan / ekonomi ) yang harus di dahulukan dalam mitigasi (COVID19)? 2. Bagaimanakah bentuk mitigasi Covid-19 yang ideal yang seharusnya ditempuh oleh pemerintah?

D. PEMBAHASAN

1. Sektor yang harus di dahulukan dalam mitigasi Covid-19

Berbicara terkait sektor prioritas dalam penangan Covid-19 tentu konsentrasi kita langsung merujuk pada sektor kesehatan dan sektor ekonomi, jikalau kita menilik berbagai peraturan yang dikeluarkan pemerintah sebagai wujud upaya penanganan Covid-19, kita dapat menyimpulkan bahwa pemerintah secara seimbang mengeluarkan peraturan yang mengakomodir baik kepentingan terkait kesehatan juga kepentingan ekonomi seperti Peraturan Pemerintah Nomor 21

Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan corona virus disease 2019 Covid-19 dan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi corona virus disease 2019 Covid-19 dan/ atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/ atau stabilitas sistem keuangan, dalam artian pemerintah telah melakukan mitigasi dengan seimbang tanpa mendiskreditkan dan mengutamakan suatu sektor kehidupan tertentu terbukti dengan dikeluarkannya berbagai peraturan yang mengatur sektor kesehatan dan sektor ekonomi sesuai dengan segmentasinya masing- masing. Baik sektor kesehatan maupun sektor ekonomi juga sangat berkorelasi satu sama lain sehingga, tidak tepat rasanya jikalau pemerintah harus mengutamakan satu sektor tertentu pun mengingat bahwa terdapat kementerian masing-masing yang memiliki kewajiban untuk menjalankan tupoksinya ,dalam hal ini kementerian kesehatan dapat merumuskan berbagai langkah mitigasi dari sektor kesehatan dan begitpula dengan kementerian keuangan yang berfokus pada program pemulihan ekonomi nasional di tengah wabah pandemi dewasa ini.

2. Bentuk mitigasi Covid-19 yang ideal yang seharusnya ditempuh oleh pemerintah

Pemerintah sebenarnya telah menempuh berbagai upaya mitigasi dalam pemulihan stabilitas kehidupan bermasyarakat baik di sektor ekonomi maupun

kesehatan seperti kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lalu dilanjutkan lagi dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), sebenarnya kebijakan- kebijakan tersebut dapat diklasifikan sebagai wujud upaya yang cukup ideal secara konsep dan peraturan atau dalam hal ini secara normatif namun, dalam realitanya penegakan dari pemberlakuan kebijakankebijakan inilah yang banyak menimbulkan pro-kontra di masyarakat karna dianggap hanya mengakomodir sektor kesehatan saja karena penerapan pembatasan aktivitas diluar rumah yang memungkinkan penularan virus namun disisi lain menghambat pergerakan roda perekonomian masyarakat. Untuk itu, alangkah lebih baiknya jika bentuk kebijakan mitigasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah tidak hanya membatasi kegiatan masyarakat saja tetapi juga memberikan bantuan secara merata kepada masyarakat dalam menunjang pemenuhan kebutuhan primer, jikalau pemerintah memberikan atau mengakomodir kebutuhan hidup masyarakat melalui bantuan langsung baik tunai maupun non-tunai niscaya masyakarat akan lebih patuh dengan kebijakan pembatasan aktivitas luar rumah sehingga baik indikator dari sektor kesehatan maupun ekonomi keduanya dapat terakomodir.

E. KESIMPULAN

Kesehatan dan ekonomi merupakan polemik yang kian hangat diperbincangkan karena menimbulkan keresahan masyarakat secara dominan di tengah pandemi Covid-19, hal ini tentu menjadi dilematika tersendiri bagi pemerintah untuk memprioritaskan sektor kesehatan atau ekonomi terlebih dahulu dalam pengimplementasiannya. Namun, jikalau kita menilik kembali bahwa kedua sektor ini memiliki kedudukan yang sama dan saling berkorelasi sehingga dalam penanganannya harus dijalankan secara beriringan dan seimbang tanpa memprioritskan sektor tertentu dan mendiskreditkan sektor yang lain agar tercapai upaya mitigasi yang ideal yang mampu menjawab keresahan masyarakat.

LEGAL SUMMARY ALSA STUDY CLUB #7

Legal Writing #2: The Classification

Oleh: Alifia Aisya Hikma

A. PENDAHULUAN

Legal Writing atau penulisan hukum adalah penulisan yang melibatkan analisis pola fakta dan penyajian argumen untuk menganalisis isu-isu hukum yang terjadi, baik secara umum maupun secara khusus. Penulisan Hukum merupakan satu hal yang wajib untuk diketahui dan menjadi skill dari setiap mahasiswa Fakultas Hukum. Hal tersebut disebabkan karena kemahiran dalam kemampuan penulisan hukum dapat memudahkan untuk menulis sebuah produk penulisan hukum lainnya yang tentu akan memberikan sumbangsih besar bagi perkembangan keilmuan hukum dan masyarakat. Salah satu bentuk penulisan hukum yang sering ditemui dalam dunia kemahasiswaan ialah Legal Opinion dan Legal Review. Kedua bentuk tulisan ini memiliki komponen yang berbeda baik dari segi struktur tulisan ataupun muatan yang ada di dalamnya. Sehingga hal ini sering membuat adanya perbedaan persepsi hingga kebingungan bagi para mahasiswa hukum yang ingin menulis tulisan hukum. Penulisan hukum erat kaitannya dengan penelitian hukum. Dalam penelitian hukum, dikenal istilah metode pendekatan, dimana metode pendekatan ini terbagi atas dua, yaitu metode pendekatan normatif dan metode pendekatan empiris. Metode pendekatan normatif adalah metode pendekatan yang mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan analisis penelitiannya berfokus pad pasal-pasal peraturan perundangundangan. Sedangkan, metode pendekatan empiris lebih mengacu pada sosiologi hukum dengan analisis penelitiannya berfokus pada peristiwa yang terjadi di masyarakat. Penelitian hukum ini dilakukan sebelum penulisan hukum, dimana hasil dari penelitian hukum tersebut akan dituangkan menjadi tulisan-tulisan hukum.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana klasifikasi dalam legal writing?

C. PEMBAHASAN

1. Klasifikasi dalam Legal Writing Legal writing pada umumnya diklasifikasikan dalam beberapa jenis, seperti legal essay, legal opinion, dan legal review.

a) Legal Essay

Menurut Rahayu (2007), esai adalah bentuk tulisan yang membahas sebuah permasalahan yang berawal dari penyajian masalah, sampai dengan pendapat pribadi penulis berdasarkan teori dan fakta di lapangan. Penyelesaian masalah dalam jenis tulisan ini memaparkan data dan informasi untuk diambil simpulan, dan unsur-unsur pembangunannya disusun secara urut, lengkap, dan utuh. Esai fokus untuk mengkomunikasikan pesan dari sudut pandang penulis kepada audiens tertentu.

Legal Essay membahas terkait suatu isu hukum dengan argumentasi-argumentasi yang didasarkan pada regulasi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, maupun pada peristiwa yang terjadi dalam lingkungan masyarakat. Adapun struktur dari legal essay antara lain yaitu pendahuluan yang berisi pandangan umum terkait keseluruhan esai, pembahasan yang berisi dasar hukum, analisis, dan sebagainya serta penutup yang berisi kesimpulan dan saran. b) Legal Opinion

Legal opinion adalah pendapat hukum atau opini hukum yang disampaikan oleh penasihat hukum untuk memberikan nasihat hukum kepada kliennya dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan bahas yang jelas serta lugas atau mudah dipahami.

Pada umumnya, struktur yang dipakai dalam penulisan legal opinion adalah struktur penulisan hukum IFRAC (Issue, Facts, Analysis/ Applications, Conclusion), FIRAC (Facts, Issue, Analysis/ Applications, Conclusion), FINAC (Facts, Issue, Norms, Arguments, Conclusion), dan IRAC (Issue, Regulation, Arguments, Conclusion).

Adapun struktur yang harus ada pada legal opinion antara lain yaitu pendahuluan, permasalahan, bahan maupun data yang berkaitan dengan permasalahan, dasar hukum atau peraturan perundang-undangan terkait, uraian fakta dan kronologis, Analisa dan pendapat hukum, dan kesimpulan yang memuat saran nasihat hukum.

c) Legal Review

Legal review merupakan tulisan hukum yang bertujuan untuk mengkaji atau menganalisis suatu dokumen otoritatif (undang-undang, kontrak, putusan, dan sebagainya) berdasarkan teori hukum, peraturan, dan praktik. Pada umumnya, struktur penulisan yang dipakai dalam penulisan legal review adalah IRAC (Issue, Regulation,

Arguments, Conclusion) maupun metode penulisan IFRAC (Issue, Facts, Analysis/ Applications, Conclusion).

Adapun struktur yang harus ada pada legal review antara lain yaitu permasalahan yang berisi fakta hukum yang diangkat menjadi tema atau isu penulisan, regulasi atau dasar hukum, argumen, dan kesimpulan yang memuat poin-poin penting dalam analisis serta jawaban dari isu hukum yang diangkat secara singkat, padat, dan jelas. Selain itu, juga ada saran yang memuat pendapat dalam mengatasi masalah yang dikemukakan jika diperlukan.

D. KESIMPULAN

Sebagai mahasiswa Fakultas Hukum, kemampuan legal writing sangat penting untuk terus diasah dan dilatih. Legal writing sendiri terbagi atas beberapa jenis, seperti legal essay, legal opinion, dan legal review. Dimana masing-masing tulisan hukum tersebut memiliki manfaat dan struktur yang berbeda-beda. Dengan demuikian, kita dapat menulis tulisan hukum sesuai dengan tujuan yang ingin kita capai, baik itu untuk menyampaikan pesan terkait isu hukum menurut pandangan kita kepada orang lain, mengkaji atau menganalisis suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan lain sebagainya.

LEGAL SUMMARY ALSA STUDY CLUB #8

Burgelijk Wetboek and Indonesian Company Law Oleh: Fa’urey Affaiza

A. PENDAHULUAN

Burgelijk Wetboek Atau dikenal dengan Kitab Undang-Undang Perdata selanjutnya akan disebut BW dan Indonesian Company Law atau di Indonesia dikenal dengan keluaran Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Kedua produk hukum tersebut menjadi acuan bertindak dalam kehidupan keseharian di negara hukum. Maka kegiatan keseharian masyarakat tak terlepas dari tindakan-tindakan personal baik secara individu atau badan hukum yang membuat sebuah kesepakatan yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak disebut juga perjanjian. Dalam hal ini perjanjian sebagai perbuatan hukum yang berakibat hukum karena bersifat mengikat. Sederhananya, yang sering ditemui atau dipraktikkan dalam rutinitas seperti perjanjian jual beli yang dimana mengedepankan kesepakatan sesuai pada pasal 1457 BW atau kegiatan jual beli saham antar perseroan yang diatur lebih spesifik pada UU PT. Perbuatan hukum akan menghasilkan akibat hukum yang dimaksud yaitu saat sebuah tindakan menghasilkan kesepakatan yang telah dibicarakan secara individu kepada individu lain atau antara badan hukum dengan badan hukum lain terkait apa yang disepakati. Jika hak dan kewajiban tidak terpenuhi akan menimbulkan akibat hukum semisal sanksi. Maka BW dan UU PT berperan dalam perbuatan hukum yang dilakukan agar pihak-pihak yang terlbat tetap memenuhi hak dan kewajibannya.

B. DASAR HUKUM

1. Burgelijk Wetboek (BW) atau KItab Undang-Undang Perdata (KUHPerdata) 2. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT)

C. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja yang menjadi syarat sah perjanjian berdasarkan BW? 2. Bagaimana korelasi antara BW dan UU PT terhadap perbuatan hukum?

D. PEMBAHASAN

1. Syarat sah perjanjian berdasarkan Burgelijk Wetboek (BW)

Seperti telah disebutkan sebelumnya penjelasan perjanjian telah dimuat pada pasal pasal 1457 BW bahwa Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang lain atau lebih. Dalam suatu perjanjian yang dibuat tidak serta merta langsung dikatakan sahnya perjanjian melainkan adanya syarat yang harus termuat agar dikatakan sah

perjanjian dibuat. Yang telah diatur pada Pasal 1320 BW menyebutkan adanya 4 (empat ) syarat sahnya suatu perjanjian, yakni:

1) Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya

Kata sepakat didalam perjanjian pada dasarnya adalah para pihak yang membuat perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi yang diperjanjikan, dimana kesepakatan itu harus dicapai dengan tanpa ada paksaan, penipuan atau kekhilafan.Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya (Toestemming) jika ia memang menghendaki apa yang disepakati. Misalnya, sepakat untuk melakukan jual-beli tanah, harganya, cara pembayarannya, penyelesaian sengketanya, dsb. 2) Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan

Cakap adalah adanya kemampuan para pihak untuk melakukan perbuatan hukum serta para pihak harus memiliki wewenang untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Dalam pasal 1330 BW memuat bahwa yang tidak cakap membuat persetujuan (dalam hal ini dapat berupa perjanjian) adalah orang yang belum dewasa yaitu seseorang yang berada dibawah kekuasaan perwalian yang batas umurnya 18 tahun.Orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele atau conservatorship) dan yang lainnya. 3) Suatu hal tertentu

Pasal 1333 BW menyatakan “Suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.”

Diperjelas oleh Pasal 1332 BW yang memuat bahwa “Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan.” 4) Suatu sebab (causa) yang halal.

Pada Pasal 1335 BW memuat “Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.” Dan Pasal 1337 BW memuat “Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.” Makna dari sesuatu yang tidak halal seperti membuat suatu perjanjian untuk merusak fasilitas umum guna melancarkan korupsi anggaran.

Persyaratan yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena berkenaan dengan subjek perjanjian. Sedangkan, persyaratan yang ketiga dan keempat berkenan dengan objek perjanjian dinamakan syarat objektif. Perbedaan kedua persyaratan tersebut dikaitkan pula dengan masalah batal demi hukum dan dapat dibatalkan suatu perjanjian. Apabila syarat objektif dalam perjanjian tidak terpenuhi maka Perjanjian tersebut batal demi hukum atau perjanjian yang sejak semula sudah batal, hukum menganggap perjanjian tersebut tidak pernah ada. Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi maka Perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau sepanjang perjanjian tersebut belum atau tidak dibatalkan pengadilan, maka perjanjian yang bersangkutan masih terus berlaku.

2. Korelasi Antara BW dan UU PT Terhadap Perbuatan Hukum

Korelasi antara BW dan UU PT ini jika dikaitkan dengan dengan PT yang didirikan berdasarkan perjanjian maka berdasarkan Pasal 1313 BW definisi perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Ketentuan tersebut sejalan dengan Pasal 7 ayat (1) UUPT yang mengatur tentang pendirian suatu Perseroan yang sah harus didirikan paling sedikit oleh 2 (dua) “orang” atau lebih. Sesuai dengan penjelasan Pasal 7 ayat (1) UUPT tersebut, yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Ketentuan dalam ayat ini menjelaskan prinsip yang berlaku berdasarkan UUPT bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham.

Selanjutnya agar perjanjian pendirian Perseroan itu sah, harus memenuhi syarat adanya kesepakatan, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal (Pasal 1320 KUH Perdata), dan berdasar Pasal 1338 KUH Perdata, maka perjanjian pendirian Perseroan tersebut mengikat sebagai undang-undang bagi para pendirinya.

Korelasi lainnya berkaitan dengan tanggung jawab perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas ini diatur dalam pasal 1365 BW yang menentukan bahwa tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.Perbuatan yang dilakukan oleh Perseroan adalah perbuatan yang dilakukan oleh Direksi selaku alter ego Perseroan Terbatas sesuai UUPT. Apabila perbuatan tersebut tidak mengandung ultra vires dan dilakukan untuk dan atas nama Perseroan, maka perbuatan

Direksi tersebut adalah perbuatan Perseroan. Bila perbuatan tersebut ternyata melanggar hukum dan merugikan orang atau badan hukum lain, Perseroan wajib mengganti kerugian tersebut dan bukan pribadi Direksi.

Jika perbuatan melawan hukum itu dilakukan oleh karyawan PT hal ini diatur dalam pasal 1367 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menentukan bahwa Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-orang itu.Ketentuan dalam pasal tersebut diatas menerapkan asas respondiat superior yang berarti atasan bertanggung jawab atas perbuatan bawahan, selama itu dilakukan dalam lingkup urusan pekerjaan yang ditetapkan dan menimbulkan kerugian pada pihak lain. Kerugian tersebut dapat timbul akibat kesalahan ataupun kelalaian bawahan tersebut. Asas ini dikenal juga sebagai doktrin vicarious liability yang artinya tanggung jawab tidak langsung atau tanggung jawab atas perbuatan orang lain.itulah beberapa korelasi antara BW dan UU PT.

This article is from: