Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2: 1. Hak cipta merupakan hak ekslusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana: Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/ atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik Prof. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., Ph.D.
Penerbit LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2012
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekaya Genetik Prof. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., Ph.D.
Penerbit LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS LAMPUNG JL. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro, No. 1 Bandar Lampung, 35143 Telp (0721) 705173, 701609 ext. 138 Fax 773798 e-mail: lemlit@unila.ac.id Perpustakaan Nasional Dalam Terbitan (KDT)
Prof. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., Ph.D. Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Cetakan Kedua, Desember 2012 xiv + 144 hlm 15,5 x 23 cm ISBN: 978-979-8510-45-8 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All rights Reserved Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Isi di luar tanggung jawab percetakan
Kata Pengantar
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah SWT atas selesainya penulisan buku ini. Buku ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa, dosen, peneliti dan petani maju. Buku ini menguraikan dan membahas tentang pemuliaan tanaman dalam rangka merakit varietas unggul menggunakan bioteknologi atau rekayasa genetik atau transformasi genetik. Teknologi tersebut berkembang pesat sejalan dengan kepesatan perkembangan biologi atau genetika molekuler pada abad XX dan XXI. Kemajuan biologi molekuler antara lain penemuan struktur kimia DNA, ekspresi gen, regenerasi in vitro tanaman, enzim endonuklease restriksi, kloning gen, PCR, dan banyak teknologi lainnya. Pemuliaan menggunakan rekayasa genetik tidak bersifat menggantikan pemuliaan konvensional, tetapi bersifat komplementer atau melengkapi. Rekayasa genetik untuk merakit varietas unggul lebih difokuskan pada karakter-karakter agronomi yang dikendalikan oleh gen-gen yang tidak ditemukan pada kerabat dekat suatu spesies tanaman. Hal tersebut dimungkinkan karena rekayasa genetik memungkinkan transfer gen antarorganisme yang jauh hubungan kekerabatannya (borderless genome). Varietas unggul hasil perakitan menggunakan rekayasa genetik sudah secara rutin dihasilkan di Negara-negara maju khususnya Amerika Serikat. Dua puluh sembilan negara sudah mengadopsi atau mengkomersialkan varietas unggul produk rekayasa genetik (PRG). Varietas-varietas PRG tersebut sedang disebarluaskan ke negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Walaupun penelitian rekayasa genetik tanaman di Indonesia banyak dilakukan, Indonesia lebih berperan sebagai pengguna daripada sebagai produsen varietas unggul PRG. Diharapkan buku ini dapat berkontribusi untuk mendorong Indonesia menjadi negara produsen varietas unggul PRG. Dampak yang diharapkan selanjutnya adalah terjadinya lompatan produktivitas tanaman pertanian
v
melalui penggunaaan varietas unggul PRG dalam budidaya pertanian. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen-dosen Bidang Keilmuan Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi yang telah bekerjasama dalam penelitian, dan juga telah menelaah serta memberi masukan demi kesempurnaan buku ini. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin yang telah menelaah buku ini. Bandar Lampung, Mei 2012
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Prof. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., Ph.D.
vi
Daftar Isi
Bab 2 OPTIMALISASI DAN PROTOKOL TRANSFORMASI GENETIK TANAMAN 2.1 Transformasi genetik tanaman menggunakan Agrobacterium 2.1.1 Optimalisasi transformasi genetik kedelai menggunakan Agrobacterium 2.1.2 Protokol transformasi genetik kedelai menggunakan Agrobacterium 2.1.3 Optimalisasi transformasi genetik jagung menggunakan Agrobacterium 2.1.4 Protokol transformasi genetik jagung menggunakan Agrobacterium 2.2 Transformasi genetik tanaman menggunakan biolistik
v vii x xii 1 1 3 5 6 7 10 Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Tahap-tahap perakitan varietas unggul 1.2 Cara membangun atau memperluas keragaman genetik 1.3 Seleksi 1.4 Uji daya hasil 1.5 Perakitan varietas unggul menggunakan rekayasa genetik: perbandingan dengan metode konvensional, tahap-tahap, dan topik-topik bahasan tiap bab Daftar Pustaka
12 14 18 20 23 26 29
vii
2.2.1 Optimalisasi dan pemanfaatan biolistik dalam transformasi genetik tanaman 2.2.1 Protokol transformasi genetik tanaman menggunakan biolistik Daftar Pustaka
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Bab 3 ANALISIS MOLEKULER DAN SEGREGASI TRANSGEN 3.1 Analisis polymerase chain reaction (PCR) 3.2 Analisis hibridisasi blot Southern 3.3 Analisis hibridisasi blot Northern 3.4 Hibridisasi blot Western 3.5 Analisis segregasi atau zuriat Daftar Pustaka
viii
Bab 4 GEN-GEN PENYANDI SIFAT UNGGUL DAN TANAMAN PRODUK REKAYASA GENETIK YANG MEMBAWA GEN PENYANDI SIFAT UNGGUL 4.1 Gen penyandi toleransi terhadap herbisida 4.2 Gen penyandi ketahanan terhadap hama 4.2.1 Gen cry 4.2.2 Gen ketahanan terhadap hama selain cry 4.3 Gen ketahanan terhadap virus patogen tanaman 4.4 Gen ketahanan terhadap cendawan patogen tanaman 4.5 Gen ketahanan terhadap bakteri patogen tanaman 4.6 Gen toleransi terhadap cekaman abiotik 4.6.1 Toleransi terhadap keracunan aluminium 4.6.2 Gen toleransi terhadap cekaman-cekaman abiotik lainnya 4.7 Gen peningkatan kandungan vitamin A 4.8 Gen penundaan kemasakan buah 4.9 Gen pembentukan buah partenokarpi Daftar Pustaka Bab 5 PENGUJIAN KEAMANAN HAYATI (BIOSAFETY) TANAMAN PRODUK REKAYASA GENETIK 5.1 Peraturan tentang tanaman produk rekayasa genetik (PRG) 5.1.1 Regulasi tanaman PRG di Amerika Serikat
29 30 33
40 41 45 47 48 50 51
53 53 57 57 57 60 61 62 64 64 65 66 68 69 70
77 77 77
Bab 6 KOMERSIALISASI VARIETAS TANAMAN TRANSGENIK 6.1 Negara-negara yang telah mengkomersialisasi varietas unggul tanaman produk rekayasa genetik 6.2 Dampak ekonomi budidaya tanaman tahan terhadap serangga hama dan toleran terhadap herbisida 6.2.1 Tanaman PRG tahan terhadap serangga hama 6.2.2 Tanaman PRG toleran terhadap herbisida 6.3 Prospek komersialisasi tanaman PRG di Indonesia Daftar Pustaka KAMUS ISTILAH (GLOSSARY) INDEKS LAMPIRAN Lampiran 1: Metode Baku Uji Adaptasi dan Uji Observasi Lampiran 2: Daftar Pertanyaan Permohonan Pengujian Keamanan Lingkungan Tanaman PRG bersamaan dengan Uji Adaptasi
78 83 83 84 89 90 90 90 91 91 94 101 102 102 103 105 106
108 109 Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
5.1.2 Regulasi tanaman PRG di Indonesia 5.2 Prosedur pengkajian keamanan hayati (lingkungan) 5.2.1 Pengujian tanaman PRG di Fasilitas Uji Terbatas (FUT) 5.2.2 Pengujian tanaman PRG di Lapangan Uji Terbatas (LUT) 5.2.3 Tatacara permohonan rekomendasi dan uji adaptasi atau uji observasi yang dilakukan bersamaan dengan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG di LUT 5.2.3.1 Syarat dan tata cara pemohonan 5.2.3.1.1 Pemohon 5.2.3.1.2 Tanaman PRG 5.2.3.1.3 Lapangan uji terbatas 5.2.3.1.4 Tata cara peromohonan 5.2.3.2 Tata cara pelaksanaan pemohonan 5.2.3.3 Saksi 5.3 Hasil pengujian keamanan lingkungan di Indonesia dan luar negeri 5.3.1 Hasil pengujian keamanan hayati di Indonesia 5.3.2 Hasil pengujian keamanan hayati di luar negeri 5.4 Hasil pengkajian keamanan pangan tanaman PRG Daftar Pustaka
112 112 114 115 118 121 126 131 138
ix
Daftar Tabel Tabel 1.1 Perbandingan antara pemuliaan untuk merakit varietas unggul melalui hibridisasi seksual dan rekayasa genetik 19 Tabel 2.1 Proporsi eksplan yang membentuk tunas adventif (PEMT) dari eksplan buku kotiledon enam varietas kedelai pada 31 hari setelah inokulasi (hsi). Mulai 31 hsi, eksplan dikulturkan pada media seleksi yang mengandung 5 mg/l glufosinat selama 4 minggu 21 Tabel 2.2 Jumlah beserta proporsi tunas yang tumbuh pada media mengandung glufosinat selama 10 minggu; dan jumlah beserta proporsi tunas independen yang mengepskresikan GUS dan tumbuh pada media mengandung glufosinat. 22 Tabel 4.1 Contoh tanaman PRG tahan terhadap hama serangga yang membawa gen cry
58
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Tabel 4.2 Gen-gen ketahanan terhadap hama yang berasal dari tanaman (Slater et al., 2008) 59 Table 4.3 Contoh-contoh sumber gen protein selubung (coat protein) dari virus dan tanaman yang menunjukkan ketahanan terhadap virus 61 Tabel 4.4 Tipe-tipe protein pathogenesis-related (PR) yang merupakan senyawa anti-microbial
62
Tabel 4.5 Gen-gen yang diinduksi oleh stress Al dalam tanaman
65
Tabel 4.6 Tanaman PRG yang membawa gen toleransi terhadap cekaman abiotik 67 Tabel 5.1 Alur Pengkajian Keamanan Lingkungan Tanaman PRG 86
x
Tabel 5.2 Lampiran 2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/ Ot.140/10/2011 tanggal : 5 oktober 2011 tentang surat permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman produk rekayasa genetik bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di lapangan uji terbatas 88 Tabel 5.3 Pengelompokan tanaman berdasarkan cara penyerbukan (ditunjukkan oleh contoh beberapa spesies tanaman) 96 Tabel 5.4 Jarak minimum isolasi dan ketentuan penggunaan lahan bekas pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT 97 Tabel 5.5 Bagian tanaman yang berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidup
99
Tabel 5.7 Status penelitian tanaman PRG di FUT dan LUT dari tahun 2001-2010
103
Tabel 5.8 Status Pengkajian keamanan pangan dan ciri-ciri 10 tanaman PRG
105
Tabel 6.1 Proyeksi jumlah negara pengadopsi, jumlah petani yang membudidayakan, dan luas global tanaman biotek
111 Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Tabel 5.6. Deskripsi lima jenis tanaman PRG yang memperoleh ketetapan aman hayati (kemanan lingkungan) di Indonesia oleh Komisi Keamanan Hayati 102
Tabel 6.2. Contoh tanaman PRG tahan terhadap serangga hama yang sudah dikomersialkan di Amerika Serikat 113 Tabel 6.3 Perbandingan antara rata-rata biaya dan pendapatan per hektar budidaya kapas Bt vs non-Bt di Cina tahun 2001 114 Tabel 6.4 Perbedaan penggunaan pestisida dan produktivitas padi transgenik tahan serangga hama antara petani adopter dan nonadopter di lahan trial pra-produksi di Cina tahun 2002-2003 114 Tabel 6.5. Penghematan biaya budidaya tanaman PRG toleran terhadap herbisida tahun 1996-2004 ($/ha) 116 Tabel 6.6 Penelitian perakitan varietas tanaman PRG di Indonesia
117
xi
Daftar Gambar Gambar 1.1 Tiga tahap penting perakitan varietas unggul tanaman: penciptaan/perluasan keragaman genetik, seleksi, dan uji daya hasil. Dalam perakitan varietas galur murni, seleksi dapat dilakukan sebelum, bersamaan, atau setelah dilakukan silang dalam (inbreeding) 4 Gambar 2.1 Prosedur transformasi genetik tanaman padi, yaitu particle bombardment atau biolistik, Elektroposasi, dan Agrobacterium 14 Gambar 2.2 Model transfeksi Agrobacterium tumefaciens
16
Gambar 2.3. Skema plasmid Ti ko-integrate
17
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Gambar 2.4 Bagan alur transformasi genetik kedelai menggunakan Agrobacterium. Teks tercetak miring menguraikan tahap-tahap kegiatan, sedangkan teks dalam kotak menguraikan hasil antara dari tiap tahap kegiatan 24 Gambar 2.5 Kalus embrionik jagung: tipe I (paling kiri); tipe II (tengah dan kanan). Gambar paling kanan menunjukkan kalus tipe II trasngenik yang mengekspresikan gen GUS (glucuronidase). Kalus tipe I bersifat kompak dan tumbuh lambat; sedangkan kalus tipe II bersfat remah (friable), tumbuh cepat 25 Gambar 2.6 Transformasi genetik jagung hibrida HiII menggunakan Agrobacterium
28
Gambar 2.7 Bagan alur transformasi genetik jagung menggunakan Agrobacterium. Teks tercetak miring menguraikan tahap-tahap aktivitas, sedangkan teks dalam kotak menguraikan
xii
hasil antara dari tiap tahap aktivitas
31
Gambar 2.8 Biolistik atau penembak gen yang dibuat oleh BioRad. Ruang kanan bawah adalah tempat menaruh eksplan yang akan ditembak. Agar terjadi percepatan, ruang dibuat hampa yaitu udara dihisap keluar melalui selang sebelah kiri bawah oleh pompa hisap. Peluru mikro atau mikrocarrier ditempatkan dalam kerangka di atas ruang eksplan. Energi percepatan berasal dari gas helium bertekanan tinggi yang dialirkan dari tabung gas melalui selang yang terletak di sebelah kanan atas 32 Gambar 2.9 Proses percepatan dalam penembakan gen menggunakan biolistik. Gen atau DNA dilapiskan pada permukaan peluru mikro (microcarrier) berdiameter 1 mikrometer. Percepatan dipengaruhi oleh tekanan gas helium, tingkat kehampaan ruang eksplan, dan jarak antara stopping screen dan eksplan target 33 Gambar 3.1 Skema siklus PCR yang terdiri atas tiga tahap utama yaitu: (1) denaturasi (denaturation) templat DNA pada suhu 94-96 C; (2) penempelan (annealing) primer pada sekuen DNA yang komplementer; (3) pemanjangan (elongation) 43
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Gambar 3.2 Hasil penggandaan/amplifikasi PCR berupa pita-pita DNA. Hasil reaksi PCR direndam dalam larutan etidium bromide kemudian dilarikan pada elektroforesis gen. Pada lajur Tissui 2 dan 3 terdapat pita-pita DNA hasil penggandaan, tetapi tidak terdapat pada lajur Tissue 1. Lajur kedua dari kanan adalah control positif dan paling kanan adalah DNA ladder. DNA ladder terdiri atas fragmen-fragmen DNA yang sudah diketahui ukuran panjangnya 44 Gambar 3.3 Autoradiogram hibridisasi blot Southern potongan daun kedelai yang diambil dari enam transforman independen. Lajur + adalah kontrol positif yaitu vektor pPTN289 yang dilinierkan. Lajur (Tampomas) WT dan (Jay9) WT adalah non-transgenik (wild types), tidak menunjukkan pita DNA. Hibridisasi menggunakan pelacak (probe) GUSplus. Lajur 4-1 (Tampomas), 2-1 (Jay9), 2-2 (Jay9), berturut-turut adalah tanaman transgenik dari eksplan var, Tampomas dan Jaya
xiii
Wijaya. Lajur 5-2 (EW), 5-1 (EW), dan 5-3 (EW) adalah tanaman transgenik dari eksplan var. Wilis yang diinokulasi Agrobacterium strain EHA101 46
Gambar 3.4 Diagram alur protokol analisis atau deteksi RNA menggunakan hibridisasi blot Northern 48 Gambar 3.5 Hibridisasi blot Western: transfer protein dari gel ke membran menggunakan electroblotting
49
Gambar 4.1 Sebelah kiri: tanaman sensitif terhadap herbisida glifosat; enzim EPSP sintase diikat oleh herbisida glifosat sehingga EPSP tidak terbentuk dan selanjutnya asam aromatik juga tidak terbentuk. Gambar sebelah kanan: tanaman toleran terhadap glifosat karena keberadaan transgene EPSP sintase dari bakteri yang menyebabkan glifosat tidak dapat mengikat EPSP sintase, sehingga asam amino aromatik terbentuk dan tanaman tetap hidup 56 Gambar 4.2 Padi emas PRG kaya beta-karoten (kanan atas) dibandingkan dengan padi non-PRG (kiri) 68
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Gambar 6.1 Perkembangan luas areal tanam global tanaman transgenik toleran terhadap herbisida dan/atau tahan terhadap serangga hama yang dibudidayakan secara komersial dari tahun 1996 – 2010 109
xiv
Gambar 6.2 Dua puluh sembilan negara pengadopsi atau yang sudah mengkomersialkan tanaman PRG pada tahun 2010; sebanyak 15,4 juta petani membudidayakan tanaman PRG pada lahan seluas 148 juta hektar 110 Gambar 6.3 Proporsi luas tanaman PRG utama yang sudah dikomersialkan pada tahun 2010 meliputi kedelai, kapas, jagung, dan kanola berturut-turut 81%, 64%, 29%, dan 23% dari total luas areal masing-masing tanaman 111
1
BAB
Pendahuluan
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Pemenuhan kebutuhan pangan, pakan, sandang, dan energi merupakan permasalahan yang semakin penting karena jumlah penduduk terus meningkat sedangkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana produksi pertanian menurun. Jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan meningkat dari 238 juta pada tahun 2010 menjadi 273 juta pada tahun 2025 (BPS, 2010). Penduduk dunia diperkirakan mencapai 8 milyar pada th. 2025 dan 9,2 milyar pada th. 2050 (James, 2011). Areal lahan pertanian produktif menurun sebagai akibat konversi lahan ke non-pertanian. Lahan pertanian per kapita diperkirakan menurun dari 0,45 ha pada th. 1966 menjadi 0,15 ha pada th. 2050 (James, 2011). Dengan demikian perlu dilakukan usaha peningkatan produktivitas lahan antara lain melalui penggunaan varietas unggul yang dirakit melalui pemuliaan tanaman. Perakitan varietas unggul dapat ditempuh secara konvensional maupun dengan bantuan bioteknologi/rekayasa genetik. Produk perakitan varietas menggunakan rekayasa genetik disebut varietas atau tanaman produk rekayasa genetik (PRG) atau tanaman transgenik. Potensi ke depan penggunaan rekayasa genetik dalam perakitan varietas diharapkan dapat memicu revolusi pertanian secara berkelanjutan (sustainable), meningkatkan kualitas lingkungan, menghasilkan varietas tanaman tahan/toleran terhadap cekaman biotik dan abiotik, sumber obat/vaksin, biofaktori (molecular farming), dan sumber energi (Montagu, 2011). 1.1 Tahap-tahap perakitan varietas unggul Produktivitas tanaman dapat ditingkatkan melalui perbaikan atau manipulasi genetik maupun perbaikan lingkungan tumbuh. Perbaikan lingkungan tumbuh meliputi perbaikan fisik dan kimia tanah, mutu benih, ketersediaan air, pengendalian organisme pengganggu tanaman, dan teknologi
1
Pendahuluan
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
panen dan pascapanen. Manipulasi genetik meliputi penggunaaan varietas unggul yang dirakit melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman adalah kegiatan perbaikan genetik tanaman sehingga diperoleh varietas unggul. Pemuliaan tanaman adalah seni dan ilmu perbaikan tanaman secara genetik. Varietas merupakan sekelompok tanaman dalam satu spesies yang secara genetik memenuhi kriteria DUS yaitu distinct (berbeda), uniform (seragam), dan stable (stabil). Varietas budidaya (kultivar) yang memiliki sifat unggul bernilai ekonomi disebut varietas unggul. Jenis varietas unggul terdiri dari varietas galur murni (inbrida), hibrida, komposit, sintetik, multi galur, dan klon. Berbagai jenis varietas tersebut dapat dirakit menggunakan teknik pemuliaan klasik/tradisional maupun modern/bioteknologi. Tahap-tahap secara terperinci perakitan varietas unggul berbeda untuk tiap jenis varietas. Meskipun demikian, secara garis besar perakitan varietas unggul secara klasik maupun menggunakan bioteknologi meliputi tiga tahap penting yaitu penciptaan/pembangunan/perluasan keragaman genetik populasi, seleksi, dan uji daya hasil (Gambar 1.1) (McKenzie et al., 1987). Perbedaan utama antara pemuliaan klasik/konvensional dan modern/ molekuler adalah dalam hal cara membangun/memperluas keragaman genetik. Keragaman genetik dapat dibangun atau diperluas melalui eksplorasi, introduksi, hibridisasi seksual, mutasi induksi, manipulasi kromosom dan poliploidi, hibridisasi somatik, dan transformasi genetik/rekayasa genetik (Utomo, 2009). Pemuliaan yang melibatkan rekayasa genetik dan biologi molekuler disebut pemuliaan modern atau pemuliaan molekuler atau pemuliaan menggunakan rekayasa genetik. Selain menggunakan rekayasa genetik, pemuliaan molekuler menggunakan marka molekuler dalam seleksi (marker-assisted selection) sehingga seleksi lebih efektif dan efisien. Setelah diperoleh populasi yang beragam secara genetik, selanjutnya dilakukan seleksi dalam rangka memilih galur-galur atau populasi unggul. Metode seleksi yang digunakan bergantung pada jenis varietas yang akan dihasilkan dan cara penyerbukan yang terjadi secara alamiah. Terdapat perbedaan dalam metode seleksi antara tanaman yang secara alamiah menyerbuk sendiri dan tanaman menyerbuk silang. Keterkaitan antara populasi yang secara genetik beragam, seleksi, dan uji daya hasil (pengujian) diilustrasikan sebagai perjalanan menggunakan
2
Setyo Dwi Utomo
kereta api berupa konsep loko-gerbong (Yudiwanti et al., 2008). Pembentukan populasi merupakan lokomotif kegiatan perakitan varietas unggul. Lokomotif berfungsi menarik dua gerbong yaitu seleksi dan pengujian atau uji daya hasil. Tanpa populasi dengan keragaman genetik tinggi untuk karakter yang akan diseleksi, maka seleksi yang efektif tidak dapat dilakukan, apalagi uji daya hasil.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
1.2 Cara membangun atau memperluas keragaman genetik Sudah diuraikan bahwa keragaman genetik populasi dapat dibangun/ diperluas melalui eksplorasi, introduksi, hibridisasi seksual, hibridisasi somatik, mutasi induksi, dan rekayasa genetik/transformasi genetik. Pemuliaan modern menggunakan rekayasa genetik/transformasi genetik dalam rangka menciptakan/memperluas keragaman genetik. Cara memperluas keragaman genetik menggunakan rekayasa genetik secara terperinci akan diuraikan pada Bab 3. Perbandingan antara pemuliaan tanaman menggunakan hibridisasi seksual dan rekayasa genetik diuraikan dalam Sub-bab 1.5. Hasil atau produk kegiatan transformasi genetik suatu tanaman berupa tanaman atau genotipe transgenik atau tanaman biotek (biotech crops). Genom tanaman transgenik disisipi gen sifat unggul dari organisme lain yang ditransfer secara aseksual, antara lain menggunakan biolistik atau Agrobacterium. Jika disetarakan dengan hibridisasi seksual yang menghasilkan tipe rekombinan, genotipe transgenik juga termasuk tipe rekombinan dengan perubahan susunan gen yang lebih sederhana dan segregasinya lebih mudah diduga. Eksplorasi dan koleksi plasma nutfah bertujuan mencari dan mengumpulkan bahan-bahan tanaman dari berbagai tempat, baik di dalam maupun luar negeri, untuk dijadikan sebagai sumber daya genetik berbagai karakter penting yang diperlukan dalam program perakitan varietas unggul. Pemasukan plasma nutfah dari luar daerah atau luar negeri ke suatu daerah atau negara dapat dilakukan melalui proses introduksi. Plasma nutfah hasil eksplorasi dan introduksi dapat dimanfaatkan antara lain dengan cara dilepas sebagai varietas unggul setelah dievaluasi atau digunakan sebagai donor sifat unggul dalam persilangan/hibridisasi.
3
Pendahuluan
Gambar 1.1 Tiga tahap penting perakitan varietas unggul tanaman: penciptaan/ perluasan keragaman genetik, seleksi, dan uji daya hasil. Dalam perakitan varietas galur murni, seleksi dapat dilakukan sebelum, bersamaan, atau setelah dilakukan silang dalam (inbreeding)
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Hibridisasi seksual bertujuan mendapatkan kombinasi genetik yang diinginkan melalui persilangan bunga dua atau lebih tetua yang berbeda genotipenya. Persilangan dua genotipe tetua dalam satu spesies disebut persilangan intraspesifik (dalam satu spesies); sedangkan jika dua tetua terdapat dalam spesies yang berbeda disebut persilangan interspesifik/antarspesies. Kecuali dibantu perlakuan khusus, persilangan antarspesies atau antargenus relatif sulit menghasilkan biji yang fertil. Penggabungan karakter-karakter unggul dari spesies atau genus yang berbeda dapat dipermudah melalui hibridisasi somatik (Utomo, 2009). Hibridisasi somatik dilakukan dengan menggunakan teknik fusi protoplas. Teknik tersebut sebaiknya dilakukan pada tanaman-tanaman yang memiliki barier seksual, antara lain tanaman yang mempunyai hubungan kekerabatan jauh (spesies liar) dan tanaman steril atau tanaman yang hanya dapat diperbanyak secara vegetatif. Fusi dilakukan dengan cara menggabungkan protoplas sel somatik dua genotipe. Selain dapat mentransfer gen-gen yang belum teridentifikasi, hibridisasi somatik juga dapat memodifikasi atau memperbaiki sifat-sifat yang diturunkan secara monogenik dan poligenik antargalur atau spesies. Hibridisasi somatik juga memungkinkan diperoleh kombinasi karakter atau sifat baru yang merupakan kombinasi
4
Setyo Dwi Utomo
sitoplasma, karena sitoplasma pada perkawinan seksual hanya berasal dari tetua betina. Perubahan genetik yang terjadi karena perubahan susunan/urutan nukleotida atau bagian/ruas dari kromosom disebut mutasi. Mutasi dapat terjadi secara alamiah maupun diinduksi oleh perlakuan fisik maupun kimia. Perlakuan fisik terdiri atas perlakuan sinar radioakatif (gamma, beta, netron, X, dan ultraviolet); sedangkan bahan kimia penginduksi mutasi meliputi etil metan sulfonat (EMS), dietil sulfat (dES), etil nitroso uretan (ENU), dan metil nitroso urea (MNH) (IAEA, 1977) (Fehr, 1991). Kolkisin dapat menyebabkan perubahan jumlah kromosom berupa penggandaan ploidi sehingga diperoleh genotipe yang poliploid. Organisme poliploid memiliki lebih dari dua set kromosom atau genom dalam sel somatiknya. Perlakuan kultur jaringan atau regenerasi in vitro dapat menyebabkan keragaman genetik yang disebut keragaman somaklonal.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
1.3 Seleksi Varietas unggul merupakan hasil seleksi dari populasi yang memiliki keragaman genetik yang tinggi. Tujuan seleksi antara lain untuk meningkatkan frekuensi gen dan genotipe karakter unggul yang diinginkan. Keberhasilan atau efektivitas seleksi ditentukan oleh tingkat keragaman genetik suatu populasi. Seleksi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Seleksi langsung adalah pemilihan genotipe unggul berdasarkan pengamatan/ evaluasi secara langsung karakter yang menjadi tujuan seleksi. Sebaliknya dalam seleksi tidak langsung, pengamatan dilakukan terhadap karakterkarakter yang dinilai memiliki hubungan dengan karakter yang menjadi tujuan akhir program pemuliaan. Seleksi tidak langsung dapat dilakukan menggunakan marka (marker-assisted selection = MAS), baik berupa marka morfologi, fisiologi, maupun molekuler (Utomo, 2009). Marka molekuler yang dapat digunakan dalam seleksi tidak langsung antara lain restriction fragment length polymorphisms (RFLP), random amplified polymorphic DNAs (RAPD), sequence tagged sites (STS), amplified fragment length polymorphisms (AFLP), simple sequence repeats (SSR), dan single nucleotide polymorphisms (SNP) (Azrai, 2005; Azrai, 2006). Dalam seleksi tidak langsung pada tanaman serealia, marka RAPD relatif kurang reproducible daripada marka lainnya. RFLP, SSR, dan AFLP lebih efektif dalam mendeteksi polimorfisme daripada 4 marka lainnya. MAS memungkinkan
5
Pendahuluan
seleksi dilakukan pada stadium pertumbuhan awal (fase juvenil) sehingga seleksi diharapkan lebih efektif dan efisien. Terdapat perbedaan dalam metode seleksi antara tanaman yang secara alamiah menyerbuk sendiri dan tanaman menyerbuk silang. Metode seleksi tanaman menyerbuk sendiri terdiri atas seleksi massa, seleksi individual (pureline selection), seleksi silsilah (pedigree), seleksi curah (bulk), seleksi silang balik (back cross), dan seleksi satu keturunan satu biji (single seed descent). Sebaliknya pada tanaman yang secara alamiah menyerbuk silang, metode seleksi terdiri atas seleksi massa, seleksi tanaman secara individual, seleksi satu tongkol satu baris (ear-to row selection), seleksi saudara kandung (full-sib family selection), seleksi keturunan S1 (S1 progeny selection), seleksi berulang untuk daya gabung umum (recurrent selection for general combining ability), seleksi berulang untuk daya gabung khusus (recurrent selection for specific combining ability), dan seleksi berulang timbal balik (reciprocal recurrent selection). Seleksi pada tahap awal dilakukan terhadap individu-individu tanaman dalam jumlah besar. Seleksi didasarkan pada evaluasi/pengujian tanpa ulangan. Genotipe atau galur terpilih akan diseleksi lebih lanjut dalam uji daya hasil.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
1.4 Uji daya hasil Pengujian atau evaluasi agronomi khususnya daya hasil merupakan tahap pemuliaan tanaman yang paling banyak memerlukan sumberdaya berupa dana dan tenaga kerja. Pengujian bertujuan untuk memilih galur atau genotipe unggul yang diharapkan dapat dilepas sebagai varietas unggul baru dengan cara membandingkan galur-galur unggul dengan varietas standar. Penilaian didasarkan pada sifat atau karakter yang memiliki nilai ekonomi, misalnya daya hasil. Dalam pengujian, perlu dipertimbangkan besarnya interaksi antara genotipe dan lingkungan untuk menghindari kehilangan genotipe-genotipe unggul dalam kegiatan seleksi. Uji daya hasil meliputi tiga tahap yaitu uji daya hasil pendahuluan (UDHP), uji daya hasil lanjutan (UDHL), dan uji multilokasi (UM) (Kasno, 1992). Dalam UDHP, jumlah galur yang diuji atau dievaluasi sangat banyak tetapi jumlah benih per galur sedikit. UDHP sering dilaksanakan menggunakan satuan percobaan berupa barisan tunggal dan terdiri dari dua ulangan. Galur yang terpilih akan diikutkan dalam UDHL. UDHL pada tanaman kacangkacangan mengevaluasi 15-30 galur dan terdiri dari 3-4 ulangan selama dua musim di beberapa lokasi. UM adalah tahap akhir dari rangkaian kegiatan
6
Setyo Dwi Utomo
pemuliaan; jumlah galur lebih sedikit (10-15 galur) dan diuji pada lokasi dan musim yang lebih banyak daripada UDHL.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
1.5 Perakitan varietas unggul menggunakan rekayasa genetik: perbandingan dengan metode konvensional, taha-tahap, dan topiktopik bahasan tiap bab Sudah diuraikan bahwa untuk merakit varietas unggul diperlukan tiga tahap penting yaitu penciptaan/perluasan keragaman genetik populasi, seleksi, dan uji daya hasil (McKenzie et al., 1987). Perbedaan utama antara pemuliaan tanaman klasik dan pemuliaan menggunakan rekayasa genetik adalah dalam hal cara atau metode perluasan keragaman genetik (Tabel 1.1). Rekayasa genetik atau transformasi genetik adalah teknik memodifikasi atau mentransfer/memindahkan gen ke dalam suatu organisme secara fisik. Transfer gen dilakukan secara takkawin (aseksual) sehingga dapat mengatasi hambatan hibridisasi seksual antar-organisme yang jauh hubungan kekerabatannya. Dengan kata lain, sumber gen sifat unggul dapat berasal dari sembarang organisme yang tidak memiliki hubungan kekerabatan; genom menjadi tanpa batas (borderless genome). Hal tersebut memungkinkan perakitan varietas unggul tanaman yang mengekspresikan gen dari organisme yang berbeda spesies, genus, atau divisi. Sebelum dilakukan transformasi genetik, gen sifat unggul yang sudah dipetakan diisolasi secara fisik, kemudian ditransfer ke dalam sel tanaman menggunakan salah satu protokol transformasi genetik. Sebaliknya dalam pemuliaan tanaman konvensional, isolasi gen secara fisik tidak diperlukan (Tabel 1.1). Gen yang sudah diisolasi dapat ditransfer ke dalam sel tanaman menggunakan protokol transformasi genetik yaitu biolistik (gene gun), elektroforasi, dan menggunakan Agrobacterium (Bab 2). Gen yang ditransfer diharapkan akan terintegrasi ke dalam genom tanaman dan menghasilkan genotipe rekombinan. Peluang integrasi DNA ke dalam kromosom atau genom tanaman sebesar 1 per 1000 sel yang sudah ditransformasi (Dr. S. Moose, http://cropsci.illinois.edu/faculty/moose/#pubs). Gen yang dipindahkan atau disisipkan ke dalam sel tanaman dan terintegrasi disebut transgen; dan tanaman yang membawa transgen atau mengalami modifikasi melalui rekayasa genetik disebut tanaman transgenik atau tanaman produk rekayasa genetik (PRG). Organisme transgenik (tanaman, bakteri, hewan, dll.) juga disebut genetically-modified organisms (GMO) atau organisme biotek. Seleksi sel yang
7
Pendahuluan
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
sudah ditransformasi didasarkan pada pembunuhan atau penghambatan pertumbuhan sel yang tidak mengalami transformasi pada medium seleksi (antibiotik atau herbisida). Regenerasi in vitro atau kultur jaringan perlu dilakukan untuk mendapatkan tanaman transgenik dari sel atau jaringan transgenik. Keberhasilan transformasi genetik tanaman dideteksi berdasarkan analisis PCR, hibridisasi blot Southern, Northern, atau Western (diuraikan dalam Bab 3). Analisis PCR dan Southern dilakukan untuk menunjukkan bahwa transgen terintegrasi; sedangkan analisis Northern dan Western untuk menunjukkan bahwa transgen terekspresi. Ekspresi bervariasi bergantung pada posisi integrasi pada kromosom dan adanya pembungkaman gen (gene silencing). Penyisipan atau insersi transgen ke dalam genom (pada posisi kromosom tertentu) yang selanjutnya tumbuh menjadi suatu galur tanaman disebut event atau galur transgenik independen. Galur independen dapat di-self atau dilakukan silang balik sehingga diperoleh galur yang secara genetik stabil. Seleksi dan uji daya hasil dilakukan terhadap event atau galur transgenik yang stabil. Sering terjadi hanya satu dari 100 event yang akhirnya dikomersialkan.
8
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan konvensional melalui hibridisasi seksual
Pemuliaan menggunakan rekayasa genetik
Sumber gen
Tanaman dalam satu spesies (berkerabat dekat) yang secara seksual kompatibel
Organisme sembarang (borderless genome)
Isolasi gen secara fisik
Tidak diperlukan
diperlukan
Prosedur pembentukan genotipe rekombinan
Hibridisasi seksual (penyerbukan diikuti pembuahan)
Transfer gen (Biolistik, Agrobacterium, elektroporasi, dll.)
Ekspresi gen
Pada tingkat fenotipe
Pada tingkat molekul (RNA dan protein) dan fenotipe
Seleksi
Tingkat fenotipe
Pada tingkat molekul (RNA dan protein) dan fenotipe
Peluang linkage drag
besar
kecil
Pewarisan sifat
Sederhana (mengikuti hukum Mendel)
Lebih kompleks
Kecepatan mencapai homozigot
Lebih lambat
Lebih cepat
Jumlah silang balik (jika diperlukan)
Lebih banyak
Lebih sedikit Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Tabel 1.1 Perbandingan antara pemuliaan untuk merakit varietas unggul melalui hibridisasi seksual dan rekayasa genetik
Dalam proses transformasi genetik, gen yang ditransfer dan terintegrasi ke dalam genom tanaman tidak membawa serta gen-gen lain yang tidak diinginkan (tidak terjadi lingkage drag). Sebaliknya dalam hibridisasi seksual, peluang terjadinya lingkage drag lebih besar; gen-gen yang terpaut dengan gen sifat unggul (flanking regions) dari tetua donor juga berpeluang untuk ditransfer ke dalam genom tetua komersial (Gepts, 2002). Transformasi genetik relatif cepat karena gen yang di-transfer memiliki heritabilitas tinggi dan pewarisan gen mengikuti hukum Mendel (Satoto et al., 2008; Clemente et al., 2000). Walaupun pemuliaan menggunakan rekayasa genetik memerlukan biaya yang lebih besar daripada pemuliaan konvensional, teknologi tersebut sangat diperlukan jika tujuan pemuliaan tidak dapat atau sulit dicapai secara konvensional. Selama gen-gen sifat unggul yang diperlukan masih terdapat
9
Pendahuluan
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
dalam satu spesies, rekayasa genetik sebetulnya kurang diperlukan karena perakitan dapat dicapai secara konvensional. Sebaliknya jika gen sifat unggul hanya terdapat di luar spesies, perlu ditempuh pemuliaan menggunakan teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetik. Pemuliaan tanaman dalam rangka merakit varietas unggul menggunakan rekayasa genetik diawali dengan transformasi genetik dalam rangka menciptakan atau memperluas keragaman genetik (Gambar 1.1). Bab 2 menguraikan tentang optimalisasi dan protokol transformasi genetik. Dua protokol transformasi genetik tanaman yaitu menggunakan Agrobacterium dan biolistik akan diuraikan lebih terperinci. Keberhasilan transformasi genetik dapat diketahui menggunakan analisis molekuler yaitu PCR, hibridisasi blot Southern, Northern, dan/atau Western. Informasi tentang pola pewarisan transgen dapat diketahui berdasarkan analisis progeni. Informasi tentang pola pewarisan sangat diperlukan dalam seleksi. Jika transgen diwariskan mengikuti hukum Mendel, berarti karakter mempunyai heritabilitas tinggi sehingga seleksi dapat dilaksanakan secara efektif pada generasi awal. Analisis molekuler dan analisis progeni diuraikan dalam Bab 3. Gen-gen penyandi atau peng-kode sifat unggul dan hasil-hasil transformasi genetik diuraikan pada Bab 4; dikelompokkan berdasarkan karakter agronomi tertentu. Agar dapat dikomersialkan, varietas tanaman produk rekayasa genetik (PRG) harus sudah lulus atau mendapat sertifikat keamanan hayati. Keamanan hayati terdiri atas keamanan lingkungan dan keamanan pangan/pakan. Pengkajian keamanan hayati diuraikan dalam Bab 5. Bab terakhir (Bab 6) menguraikan tentang komersialisasi varietas tanaman PRG. Daftar Pustaka Azrai, M. 2005. Pemanfaatan markah molekuler dalam proses seleksi pemuliaan tanaman. Jurnal Agrobiogen 1(1):26-37. Azrai, M. 2006. Sinergi teknologi marka molekuler dalam pemuliaan tanaman jagung. Jurnal Litbang Pertanian 25(3):81-89. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2010. Statistik Indonesia 2010. 660 hlm. Clemente, T., B. J. LaValle, A. R. Howe, D. C. Ward, R. J. Rozman, P. E. Hunter, D. L. Broyles, D. S. Kasten, and M.A. Hinchee. 2000. Progeny analysis of glyphosate selected transgenic soybeans derived from Agrobacteriummediated transformation. Crop Sci. 40:797-803.
10
Setyo Dwi Utomo
Fehr, W. R. 1991. Principles of Cultivar Development, Vol. I: Theory and Technique. Iowa State University. Iowa, USA. 536 p. Gepts, P. 2002. A comparison between crop domestication, classical plant breeding, and genetic engineering. Crop Sci. 42:1780-1790. IAEA, 1977. Manual on Mutation Breeding. Technical Reports Series No. 119. 288 p. IAEA, Vienna, Austria. James, C. 2011. Global Status of Commercialized Biotech/GM Crops: 2011. ISAAA Brief No. 43. ISAAA: Ithaca, NY. Kasno, A. 1992. Pemuliaan tanaman kacang-kacangan, hlm. 39-68. Dalam A. Kasno, M. Dahlan, dan Hasnam (Ed.). Prosiding simposium pemuliaan tanaman I di Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang 2728 Agustus 1991. Perhimpunan Pemulia Tanaman Indonesia Komda Jawa Timur. Mckenzie, K.S., C. N. Bollich, J.N. Rutger, K.A.K. Moldenhauer. 1987. Rice, Pages 487 – 532, in W.R. Fehr (ed.), Principles of Cultivar Development vol. 2: Crop Species. Dept. Agronomy, Iowa State University, Ames, Iowa, USA. Montagu, M.V. 2011. It Is a LongWay to GM Agriculture. Ann. Rev. Plant Biol. 62:1–23. Satoto, Y. Sulistyowati A. Hartana, and I.H. Slamet-Loedin. 2008. The segregation pattern of insect resistance genes in the progenies and crosses of transgenic rojolele rice. Indonesian J. Agric. Sci. 9 (2):35-43 Utomo, S. D. 2009. Inovasi Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman dan Pertanian. Pidato Pengukuhan Guru Tetap Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, 20 Oktober 2009. ISBN 978602-8616-14-0. Penerbit Universitas Lampung. 52 hlm. Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Yudiwanti, E. Syamsudin, D. Wirnas, dan W. Bayuardi. 2008. Pemuliaan Tanaman Terapan, AGH 410. www.ptipb.wordpress.com/category/02tahap-tahap pemuliaan tanaman. Diakses 31 Maret 2012.
11
2 BAB
Optimalisasi dan Protokol Transformasi Genetik Tanaman
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Dalam konteks pemuliaan tanaman untuk merakit varietas unggul, transformasi genetik atau rekayasa genetik bertujuan untuk men-transfer/ mengintroduksikan gen interes/ penyandi sifat unggul ke dalam genom tanaman. Terjadinya transfer gen interes memperluas keragaman genetik populasi tanaman sehingga seleksi untuk memilih galur unggul dapat dilaksanakan secara efektif (Gambar 1.1). Sebelum ditranfer ke dalam genom tanaman menggunakan salah satu protokol transformasi, gen interes harus diisolasi dari sel organisme sumber gen, kemudian gen di-klon (dalam rangka perbanyakan dan manipulasi) dalam suatu vektor yang dapat direplikasikan dalam sel Eschericia coli sehingga tersedia kopi gen dalam jumlah cukup. Dalam proses transformasi, gen disisipkan ke dalam sel/jaringan tanaman yang dilanjutkan proses regenerasi in vitro sehingga diperoleh tanaman utuh dari sel/jaringan tersebut. Setelah proses transformasi genetik tanaman dilakukan, proses tersebut dinyatakan berhasil jika gen yang disisipkan (transgen) terintegrasi ke dalam genom tanaman (dibuktikan berdasarkan analisis integrasi), transgen terekspresi, dan transgen diwariskan antar-generasi (dibuktikan berdasarkan analisis progeni). Review yang komprehensif tentang transformasi genetik tanaman dilakukan oleh Barampuram dan Zhang (2011), Wang dan Frame (2009), dan Torney et al. (2007). Transformasi genetik tanaman dapat dilakukan menggunakan dua pendekatan yaitu secara langsung (direct gene transfer) menggunakan protokol fisik dan kimia, dan secara tidak langsung yaitu di-mediasi atau melalui perantara Agrobacterium (Agrobacterium-mediated transformation). Prosedur secara langsung meliputi: 1) makro-injeksi (in-planta exogeneous DNA application); 2) induksi menggunakan ultra-sound; 3) laser-mediated
12
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
DNA uptake; 4) mikro-injeksi DNA; 5) DNA-uptake ke dalam protoplas; 6) silicon-carbide-fibre vortexing; 7) elektroporasi; dan 8) biolistik/gene gun/ particle bombardment/microprojectile bombardment. Di antara 8 prosedur secara langsung tersebut, biolistik paling sering digunakan. Prosedur transformasi tanaman secara tidak langsung (menggunakan Agrobacterium) paling banyak digunakan. Prosedur tersebut lebih menguntungkan daripada biolistik berdasarkan jumlah salinan gen (copy number) yang diintegrasikan dan tingkat ekspresi gen (Zai-Quan et al., 2001; Hiei et al., 1994; Duan et al., 1996; Shou et a.l, 2004). Berdasarkan hasil transformasi genetik padi, sebanyak 1-5 salinan transgen yang diintegrasikan jika menggunakan Agrobacterium (Hiei et al., 1994); sebaliknya sebanyak 6-8 salinan gen jika menggunakan biolistik (Duan et al., 1996). Makin banyak jumlah salinan transgen yang diintegrasikan, tingkat ekspresi gen kurang stabil sebagai akibat dari pembungkaman gen (gene silencing) dan proses penyusunan kembali (rearrangement) (Dai et al., 2001). Jumlah salinan transgen yang lebih sedikit atau salinan tunggal pada umumnya bersegregasi mengikuti pola pewarisan Mendel. Tahap-tahap transformasi genetik tanaman secara langsung maupun tidak langsung terdiri atas penyiapan eksplan tanaman, penyiapan konstruksi genetik yang membawa gen interes, proses transfer gen ke dalam sel atau jaringan tanaman melalui eksplan, regenerasi in vitro untuk memperoleh tanaman transgenik dari sel atau jaringan transgenik putatif, dan analisis keberhasilan transformasi (Gambar 2.1). Di antara prosedur transformasi yang disebutkan di atas, dua prosedur paling sering digunakan yaitu biolistik dan transformasi menggunakan Agrobacterium (Barampuram dan Zhang, 2011). Review komprehensif tentang transformasi genetik tanaman dilakukan oleh Barampuram dan Zhang (2011), dan Moeller dan Wang (2008), Murdiyatno dan Sugiyarta (1992). Review khusus tentang transformasi genetik jagung dilakukan oleh Torney et al. (2007), Wang et al. (2009), dan Oneto et al. (2010). Bab ini menguraikan optimalisasi dan prosedur atau protokol transformasi yang sering digunakan tersebut. Dalam optimalisasi, protokol tranformasi yang ideal adalah protokol yang mampu men-transfer atau meng-introduksi salinan/kopi transgen tunggal pada lokasi tertentu tanpa membawa sekuen DNA ekstra (misalnya bagian dari tulang punggung vetkor atau gen marka). Tujuan akhir adalah menghasilkan tanaman
13
Optimalisasi dan Protokol Transformasi Genetik Tanaman
transgenik yang terintegrasi pada lokasi yang diketahui yang memungkinkan ekspresi transgen yang dapat dikontrol dan diduga (Oneto et al., 2010).
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
2.1 Transformasi genetik tanaman menggunakan Agrobacterium Fenomena bahwa bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat digunakan dalam rekayasa genetik tanaman didasarkan pada fenomena penyakit tumor crown gall pada tanaman dikotil yang disebabkan oleh bakteri Agrobacterium. Tumor terbentuk karena Agrobacterium menyisipkan segmen DNA (transfer DNA = T-DNA) ke dalam genom tanaman yang diinfeksi.
Gambar 2.1 Prosedur transformasi genetik tanaman padi, yaitu particle bombardment atau biolistik, Elektroposasi, dan Agrobacterium. Sumber: Datta et al. Dalam Brar (tanpa tahun)
Review terperinci tentang proses transfer T-DNA dari sel Agrobacterium ke dalam sel tanaman diuraikan oleh Tinland (1996) dan de la Riva et al. (1998). Skema proses transfer gen (dalam T-DNA) ditunjukkan oleh Gambar
14
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
2.2. Tiga komponen genetik berperan penting dalam pembentukan tumor tersebut. Komponen I adalah gen virulen kromosom (chromosomal virulence disingkat chv), yang terdapat pada kromosom Agrobacterium. Komponen I berfungsi dalam pelekatan bakteri dengan sel tanaman. Komponen II adalah sekelompok gen virulensi (vir) yang terdapat dalam plasmid Ti yang berukuran besar (200 kb), berperan dalam menginduksi transfer dan integrasi T-DNA. Komponen III adalah segmen T-DNA yang juga terletak pada plasmid Ti. T-DNA (Gambar 2.3) merupakan segmen DNA pada plasmid Ti (Ti-plasmid) yang dibatasi oleh left border (LB) (batas kiri) dan right border (RB) (batas kanan). Antara LB dan RB terdapat gen onkogenik iaaH dan iaaM (berturutturut penyandi enzim yang terlibat dalam sintesis sitokinin dan auksin), dan ipt (penyandi produksi opin). Auksin dan sitokinin yang terbentuk dalam sel yang diinfeksi Agrobacterium (sebagai ekspresi dari gen) iaaH dan iaaM) me-reprogram sel-sel tanaman dengan cara merangsang pembelahan sel yang tidak terkontrol sehingga terbentuk tumor. Tumor merupakan mesin penghasil makanan bagi Agrobacterium dengan cara menghasilkan opin yang merupakan sumber karbon dan energi. Proses infeksi diawali oleh ekspresi gen vir. Luka pada tanaman menghasilkan senyawa fenolik (asetosiringon) yang dapat menginduksi ekspresi sederetan gen vir sehingga terbentuk protein virulensi. Protein virulensi berperan dalam aktivasi transkrispsi gen-gen dalam T-DNA dan juga dalam pemrosesan dan ekspor T-DNA ke dalam sel tanaman. Fenomena berupa kemampuan bakteri men-transfer gen inilah yang kemudian dimanfaatkan dalam proses transformasi genetik atau rekayasa genetik tanaman untuk mentransfer gen penyandi sifat unggul atau gen interes. Fenomena yang memungkinkan Agrobacterium dapat digunakan dalam transformasi genetik tanaman adalah bahwa semua gen atau segmen DNA yang ditempatkan di antara LB dan RB akan ditransfer ke dalam genom tanaman. Dengan kata lain, gen interes harus ditempatkan pada T-DNA sekaligus menggantikan posisi gen penyandi auksin dan sitokinin. Agar tidak terbentuk tumor, gen penyandi auksin, sitokinin dan opin harus dibuang dari plasmid Ti (disarmed). Dengan kata lain, modifikasi plasmid dengan cara membuang gen penyandi auksin, sitokinin dan opin mengakibatkan Agrobacterium tidak bersifat tumorigenik; gen vir tetap dipertahankan sehingga bakteri mampu menginfeksi tanaman.
15
Optimalisasi dan Protokol Transformasi Genetik Tanaman
Sumber: Chandres (2008), http://en.wikipedia.org/wiki/File:Transfection_by_Agrobacterium.svg
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Gambar 2.2 Model transfeksi Agrobacterium tumefaciens Keterangan: A=sel Agrobacterium tumefaciens, B=genom Agrobacterium, C=Plasmid  Ti ( a: T-DNA , b: gen-gen vir, c: Replication origin, d: gen-gen katabolisme opin ), D=sel tanaman, E=Mitokondria, F=Kloroplas, dan G= Nukleus (inti sel)
16
Setyo Dwi Utomo
Sumber :
Wikipedia (2012) http://en.wikipedia.org/wiki/ Transfer_DNA#Mechanism_of_T-DNA_Transformation
Gambar 2.3. Skema plasmid Ti ko-integrate
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Dalam prosedur transformasi genetik yang di-mediasi Agrobacterium, komponen II (kelompok gen virulensi) dan komponen III (T-DNA) dapat ditempatkan dalam satu vektor plasmid atau pada vektor plasmid yang berbeda. Jika dalam satu vektor plasmid, dua komponen gen tersebut kointegrate (Gambar 2.3). Penempatan komponen II dan III pada vektor yang berbeda disebut vektor biner. Penggunaan vektor biner didasarkan pada penelitian Hoekema et al. (1984) bahwa T-DNA dapat atau tetap ditransfer ke dalam genom tanaman walaupun terletak pada vektor yang berbeda dengan kelompok gen virulensi. Sistem vektor biner lebih menguntungkan karena ukuran vektor yang mengandung T-DNA menjadi lebih kecil. Transformasi genetik tanaman menggunakan Agrobacterium pertama kali dilaporkan pada tanaman tembakau (Horsch et al., 1984; De Block et al., 1984). Penggunaan prosedur transformasi dengan bantuan Agrobacterium pada awalnya hanya efektif untuk tanaman dikotil. Penggunaan Agrobacterium pada tanaman monokotil pertama kali dilaporkan pada tanaman padi (Hiei et al., 1994; Hiei et al., 1997). Efisiensi transformasi genetik tanaman monokotil
17
Optimalisasi dan Protokol Transformasi Genetik Tanaman
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
tersebut meningkat antara lain karena penggunaan plasmid super biner (super binary vector) (Torisky et al. 1997). Plasmid super biner mengandung gen virG. Eksplan beberapa spesies tanaman mengalami respon hipersensitif terhadap infeksi Agrobacterium dengan cara membentuk barier nekrosis. Sel-sel kalus jagung yang diinfeksi Agrobacterium menunjukkan respon hipersensitif atau apoptosis (Hansen, 2000). Respon hipersensitif dimediasi oleh ledakan oksidatif berupa produksi oksigen reaktif dalam jumlah banyak dalam waktu singkat (Wojtaszek, 1997). Pencoklatan jaringan atau nekrosis karena infeksi tersebut dilaporkan terjadi pada beberapa tipe eksplan pada spesies tanaman dikotil maupun monokotil (Dan, 2008). Nekrosis dapat diatasi dengan cara pemberian antioksidan, antara lain polyvinylpyrrolidone (PVPP), dithiothreitol (DTT), sistein, glutathione, lipoic acid, asam askorbat, dan asam sitrat. Penambahan PVPP dan DTT pada anggur (Vitis vinifera) mengurangi nekrosis dan meningkatkan efisiensi transformasi (Perl et al., 1996). Dalam transformasi genetik jagung, penambahan sistein pada medium ko-kultivasi meningkatkan efisisensi transformasi (Frame et al., 2002; Utomo, 2005). Penambahan antioksidan L-sistein pada media kokultivasi kedelai juga meningkatkan efisiensi transformasi (Olhoft et al., 2001; Olhoft et al., 2003). Untuk mengilustrasikan proses optimalisasi dan prosedur transformasi genetik tanaman menggunakan Agrobacterium, sub-bab 2.1.1 menguraikan hasil penelitian proses optimalisasi trasformasi genetik kedelai sebagai salah satu contoh tanaman dikotil; sub-bab 2.1.2 menguraikan contoh prosedur transformasi genetik kedelai (Utomo, 2004a); sub-bab 2.1.3 menguraikan hasil penelitian proses optimalisasi trasformasi genetik jagung; dan sub-bab 2.1.4 menguraikan contoh prosedur transformasi genetik jagung (Utomo, 2004a). 2.1.1 Optimalisasi transformasi genetik kedelai menggunakan Agrobacterium Kedelai transgenik atau produk rekayasa genetik (PRG) dapat diperoleh menggunakan biolistik dan Agrobacterium. Transformasi genetik kedelai menggunakan biolistik (microprojectile bombardment) berhasil dilakukan menggunakan eksplan embrio somatik dan pucuk tunas (shoot apices) (subbab 2.2); sedangkan transformasi menggunakan Agrobacterium berhasil dilakukan terutama menggunakan eksplan buku kotiledon.
18
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Transformasi genetik kedelai menggunakan Agrobacterium pertama dilaporkan oleh (Hinchee et al. (1988), melalui jalur organogenesis untuk meregenerasikan tanaman transgenik dari eksplan buku kotiledon. Buku kotiledon dipersiapkan dari biji kedelai yang telah dikecambahkan selama 4 – 10 hari pada medium agar. Agrobacterium strain nopalin yang mengandung Ti-plasmid yang membawa kaset gen nptII sebagai marka digunakan untuk inokulasi eksplan. Selanjutnya eksplan dikulturkan pada medium B5 yang mengandung 5 µM BAP. Seleksi tunas transgenik dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan pada medium yang mengandung antibiotik kanamisin 200 – 300 mg/l. Pemanjangan tunas dicapai dengan cara mengkulturkan pada medium mengandung BAP lebih rendah. Efisiensi transformasi dilaporkan berkisar 0,3 – 2,2% (Hinchee et al., 1988). Efisiensi transformasi antara lain ditentukan berdasarkan jumlah transforman (tanaman) independen dibagi jumlah eksplan yang diinokulasi. Untuk meningkatkan efisiensi, prosedur transformasi Hinchee et al. (1988) kemudian dimodifikasi oleh Di et al. (1996) dan Townsend dan Thomas (1996). Modifikasi dilakukan dengan cara: a) menambah 100 µM asetosiringon (Stachel et al., 1985) untuk menginduksi virulensi Agrobacterium selama inokulasi dan ko-kultivasi; b) memperpendek periode perkecambahan; dan c) melukai eksplan pada buku tempat tumbuh tunas aksilar sebelum inokulasi yang berguna untuk mencegah munculnya tunas aksilar dan merangsang terbentuknya tunas adventif majemuk. Modifikasi untuk meningkatkan efisiensi juga dilakukan dalam hal persiapan eksplan oleh Dr. Thomas Clemente (Plant Transformation Core Research Facility, University of Nebraska-Lincoln, USA; data tidak dipublikasi). Kotiledon dipisahkan dari kecambah dengan cara memotong hipokotil 5 mm di bawah kotiledon. Selanjutnya, dengan menggunakan silet skalpel, poros embrio dibuang dan pelukaan dilakukan dengan cara membuat 7-12 irisan paralel dengan poros. Media seleksi dimodifikasi oleh Zhang et al. (1999) dan Clemente et al. (2000) dengan cara mengganti antibiotik dengan herbisida glufosinat. Peningkatan efisiensi transformasi dilaporkan oleh Olhoft et al. (2001), Olhoft et al. (2003), Utomo (2004a), Paz et al. (2006), dan Zia et al. (2010). Transformasi kedelai menggunakan eksplan kotiledon dan embrio somatik dilakukan di Institut Pertanian Bogor dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
19
Optimalisasi dan Protokol Transformasi Genetik Tanaman
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Transformasi genetik menggunakan Agrobacterium dilaporkan oleh Triadiati (1994), Gustian (2002), dan Dr. Saptowo J. Pardal (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, komunikasi pribadi). Triadiati (1994) menguji 100 genotipe kedelai yang mencakup 11 varietas unggul nasional. Triadiati (1994) mendapatkan kalus transgenik eksplan mutan M-24 yang mengekspresikan GUS. Strain Agrobacterium LBA4404 diinokulasikan pada kotiledon dan diseleksi pada medium yang mengandung kanamisin. Walaupun tidak didukung data analisis molekuler (PCR atau hibridisasi Southern), Gustian (2002) berhasil menunjukkan kecambah atau plantlet kedelai yang tahan kanamisin atau membawa gen coat protein (CP) dari eksplan embrio somatik yang diinokulasi Agrobacterium dan diseleksi pada medium mengandung kanamisin. Terdapat kesulitan untuk mendapatkan tanaman transgenik dari embrio somatik transgenik. Dr. Saptowo J. Pardal (komunikasi pribadi) melaporkan efisiensi transformasi genetik kedelai menggunakan Agrobacterium berkisar 1-5%. Variabel utama untuk mengukur efisiensi transformasi genetik adalah persentase tanaman transforman independen yang dihasilkan dibagi jumlah eksplan yang diinokulasi; sedangkan variabel pendukung meliputi proporsi eksplan yang membentuk tunas adventif (PEMT) pada media seleksi dan/ atau proporsi tunas yang mengekspresikan gen interes (Tabel 2.1 dan 2.2). Utomo (2004a) dan Marveldani et al. (2007) melaporkan data efisiensi tranformasi kedelai varietas-varietas unggul nasional berdasarkan proporsi tunas independen yang mengekprresikan GUS dan tumbuh pada media mengandung glufosinat. Tanaman fertil berhasil diperoleh dan efisiensi transformasi dari eksplan varietas Wilis, Slamet, Tampomas, dan Ijen berkisar antara 2,6-6,5% (Tabel 2.2). 2.1.2 Protokol transformasi genetik kedelai menggunakan Agrobacterium Tahap-tahap protokol atau prosedur transformasi genetik kedelai (Gambar 2.4) terdiri atas: sterilisasi benih/biji, pengecambahan benih, penyiapan eksplan dan inokulasi, kultur dalam media kokultivasi, pencucian eksplan, kultur dalam media inisiasi tunas, subkultur dalam media pemanjangan tunas, dan subkultur dalam media pengakaran (PTCRF-UNL, 2002; PTF-ISU, 2005; Utomo, 2004a). Protokol yang diuraikan dalam sub-sub bab ini sudah dipublikasikan dalam Jurnal Agrotropika (Utomo, 2004a), disusun berdasarkan protokol transformasi yang dioptimalisasi di Plant Transformation Core
20
Setyo Dwi Utomo
Research Facility, University of Nebraska-Lincoln (PTCRF-UNL, 2002) dan Plant Transformation Fasility, Iowa State University (PTF-ISU, 2005). Tabel 2.1 Proporsi eksplan yang membentuk tunas adventif (PEMT) dari eksplan buku kotiledon enam varietas kedelai pada 31 hari setelah inokulasi (hsi). Mulai 31 hsi, eksplan dikulturkan pada media seleksi yang mengandung 5 mg/l glufosinat selama 4 minggu Varietas kedelai Jaya Wijaya Krakatau Slamet Tampomas Wilis
Percobaan I Percobaan II Percobaan III Nilai tengah (Strain NTL4 Cry5) (Strain C58C1) (Strain NTL4-Cry5) varietas ---------------------------------- % ------------------------------------31 31 b*) - **) 34 ab 71 a 53 76 a 48 a 62 ab 62 30 ab 58 ab 44 64 ab 26 b 44 b 45
BNT0,05
34
21
23
Sumber: Utomo (2004a)
Ket.:
*) Dua nilai tengah dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata Berdasarkan uji LSD pada � = 0,05. **) Varietas Krakatau tidak diikutkan dalam Percobaan I
Varietas kedelai
Jaya Wijaya Krakatau Slamet Slamet Tampomas Wilis
Strain Agrobacterium/ vektor transformasi
EHA101 / pPTN289 EHA101 / pPTN289 EHA101 / pPTN289 NTL4-Cry5 / pPTN289 EHA101 / pPTN289 EHA101 / pPTN289
Jumlah eksplan yang diinokulasi
Jumlah dan proporsi tunas yang tumbuh pada media mengandung glufosinat selama 10 minggu
Jumlah dan proporsi tunas independen yang mengepskresikan GUS dan tumbuh pada media mengandung glufosinat
73
4 (5,5%)
4 (5,5%)
193
5 (2,6%)
5 (2,6%)
174
17 (10,5%)
8 (4,6%)
60
2 (3,3%)
2 (3,3%)
193
5 (2,6%)
5 (2,6%)
46
5 (10,9%)
3 (6,5%)
Sumber: Utomo (2004a)
21
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Tabel 2.2 Jumlah beserta proporsi tunas yang tumbuh pada media mengandung glufosinat selama 10 minggu; dan jumlah beserta proporsi tunas independen yang mengepskresikan GUS dan tumbuh pada media mengandung glufosinat.
Optimalisasi dan Protokol Transformasi Genetik Tanaman
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Eksplan disterilisasi menggunakan gas klorin dengan cara menaruh satu lapis benih kedelai pada dasar cawan petri terbuka yang ditempatkan dalam desikator. Desikator ditempatkan di dalam lemari asam. Gas klorin diproduksi di dalam desikator dengan cara menambahkan tetes demi tetes 3,3 ml 12 N HCl ke permukaan dinding bagian dalam gelas piala berisi 100 ml chlorox atau sunklin. Selanjutnya desikator ditutup dan dibiarkan dalam lemari asam selama 24-48 jam. Benih yang telah disterilisasi kemudian dikecambahkan dalam media pengecambahan berupa media B5 Gamborg (Gamborg et al., 1968) dengan pH 5,8 yang mengandung 2% sukrosa dan dipadatkan dengan 0,8% agar. Media dituang dalam cawan petri 100 x 25 mm. Sebanyak 10–15 benih dikecambahkan dalam satu cawan petri dan diinkubasi 5-6 hari pada suhu 24 C dan 18/6 jam terang/gelap. Setelah berkecambah, eksplan selanjutnya dipersiapkan untuk diinokulasi dengan Agrobacterium. Kecambah yang terkontaminasi dibuang dan dipilih kecambah yang hijau dan sehat. Selanjutnya kecambah dipisahkan dari akarnya dengan cara memotong horizontal hipokotil 3-4 mm di bawah buku kotiledon. Kecambah dibelah di antara dua kotiledon sehingga diperoleh dua eksplan buku kotiledon, kemudian pucuk poros embrio di atas buku kotiledon dibuang. Terakhir, buku kotiledon digores sebanyak 7-12 goresan sepanjang 3-4 mm sejajar dengan poros embrio menggunakan pisau scalpel No. 15. Agrobacterium untuk inokulasi eksplan dipersiapkan dengan cara ditumbuhkan selama 12-14 jam dalam media cair yang mengandung media cair, kemudian dipeletkan dengan cara di-sentrifugasi 2500-3000 RPM selama 10 menit. Pelet kemudian disuspensikan dengan media ko-kultivasi cair agar diperoleh suspensi dengan kepadatan optik OD600 0,7-1,0. Eksplan diinokulasi dengan cara merendam dalam cawan petri berisi suspensi Agrobacterium selama 30 menit dan digoyang-goyang setiap 5-10 menit. Kemudian eksplan ditaruh pada kertas saring steril yang dibentangkan pada media ko-kultivasi padat, 4 eksplan per botol kultur dan diinkubasi selama 3 hari. Eksplan buku kotiledon ditempatkan telungkup (permukaan yang datar/adaksial menghadap ke bawah) pada kertas saring. Ruang inkubasi atau ruang tumbuh untuk seluruh percobaan bersuhu 24 C, 18/6 jam terang/gelap per hari. Sumber cahaya ruang tumbuh berupa lampu TL berintensitas 1000 lux. Eksplan selanjutnya dicuci dengan media pencuci dan disubkultur pada media inisiasi tunas yang
22
Setyo Dwi Utomo
mengandung antibiotik (ticar, cefotaxime, dan vancomycin untuk membunuh Agrobacterium) dan herbisida glufosinat (Zhang et al., 1999). Media inisiasi tunas berupa media B5 (Gamborg et al., 1968) yang mengandung 1 mg/l BAP. Posisi eksplan pada media condong dengan sudut 1200, permukaan adaksial menghadap ke atas, dan bagian yang dicacah dibenamkan dalam media. Setelah dua minggu pada media inisiasi, dilakukan pemotongan permukaan bawah eksplan; bagian atas eksplan yang meliputi bakal tunas adventif dipindahkan ke media inisiasi segar. Dua minggu kemudian jaringan kotiledon (menguning) dibuang, bagian dasar eksplan yang bersinggungan dengan media dipotong, dan jaringan eksplan yang berdiferensiasi menghasilkan tunas atau bakal tunas adventif pada buku kotiledon dipindahkan ke media pemanjangan tunas. Komposisi media pemanjangan tunas sama dengan media inisiasi tunas kecuali 1 mg/l BAP diganti dengan 1 mg/l IAA, 1 mg/l GA3, dan 1 mg/l zeatin ribosida; serta tidak mengandung antibiotika ticar, cefotaxime, dan vancomycin. Tunas yang sudah membentuk lebih dari 3 daun dikulturkan ke media pengakaran; selanjutnya tunas yang telah berakar fungsional diaklimatisasi ke media tanah.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
2.1.3 Optimalisasi transformasi genetik jagung menggunakan Agrobacterium Regenerasi in vitro merupakan bagian penting dalam tranformasi genetik tanaman, yaitu berfungsi untuk mendapatkan tanaman utuh dari sel atau jaringan transgenik. Regenerasi in vitro jagung pertama kali dilaporkan oleh Green dan Phillips (1975). Totipotensi pada jagung ditunjukkan dari embrio zigotik muda. Regenerasi in vitro dari eksplan tersebut menghasilkan kalus embrionik tipe I dan II (Armstrong dan Green, 1985) (Gambar 2.5). Kalus embrionik tipe I bersifat kompak dan tumbuh lambat; sedangkan tipe II bersifat remah (friable) dan tumbuh cepat. Kalus tipe II berhasil diperoleh dari eksplan genotipe Hi-II yaitu hibrida dari A188 x B73 (Armstrong et al., 1991). Protokol transformasi genetik jagung yang reprodusibel menggunakan Agrobacterium pertama kali dilaporkan oleh Ishida et al. (1996). Keberhasilan tersebut diperkuat oleh peneliti-peneliti berikutnya (Zhao et al. 1998; Negrotto et al. 2000; Frame et al. 2002; Zhao et al. 2001; Utomo, 2004b; Utomo 2005; Sidorov et al. 2006; Vega et al. 2008). Karena frekuensi salinan/kopi gen tunggal yang tinggi, transformasi menggunakan Agrobacterium lebih banyak digunakan.
23
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Optimalisasi dan Protokol Transformasi Genetik Tanaman
Gambar 2.4 Bagan alur transformasi genetik kedelai menggunakan Agrobacterium. Teks tercetak miring menguraikan tahap-tahap kegiatan, sedangkan teks dalam kotak menguraikan hasil antara dari tiap tahap kegiatan.
24
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Vektor transformasi yang digunakan dapat berupa vektor biner standar atau super. Kecuali protokol yang digunakan Sidorov et al. (2006), sebagian besar transformasi menggunakan eksplan genotipe Hi-II (kalus tipe II) (Armstrong et al. 1991; Armstrong and Green 1985). Transformasi jagung menggunakan kalus tipe I dilaporkan oleh Sidorov et al. (2006). Kim et al. (2009) melaporkan keberhasilan transformasi genetik jagung menggunakan Agrobacterium yang menginfeksi eksplan kalus embrionik Tipe II. Protokol tersebut berbeda dari protokol sebelumnya yang menginfeksi eksplan embrio zigotik muda. Infeksi Agrobacterium pada sel-sel kalus jagung dilaporkan dapat mematikan sel karena respon hipersensitif atau apoptosis (Hansen, 2000). Respon tersebut dimediasi oleh ledakan oksidatif berupa produksi oksigen reaktif dalam jumlah banyak dalam waktu singkat (Wojtaszek, 1997). Antioksidan dithiothreitol dan polyvinylpolypyrolidone (PVP) dilaporkan mengurangi pengaruh negatif tersebut dan meningkatkan efisiensi transformasi pada anggur ((Vitis vinifera) (Perl et al., 1996). Pengaruh yang sama juga dilaporkan untuk antioksidan L-sistein pada kedelai (Olhoft dan Somers, 2001; Olhoft, et al., 2001; Olhoft et al., 2003) dan jagung (Frame et al., 2002). Dengan demikian, diharapkan efisiensi transformasi genetik jagung dapat ditingkatkan dengan cara menambahkan L-sistein pada media ko-kultivasi.
Gambar 2.5 Kalus embrionik jagung: tipe I (paling kiri); tipe II (tengah dan kanan). Gambar paling kanan menunjukkna kalus tipe II trasngenik yang mengekspresikan gen GUS (glucuronidase). Kalus tipe I bersifat kompak dan tumbuh lambat; sedangkan kalus tipe II bersfat remah (friable), tumbuh cepat.
25
Optimalisasi dan Protokol Transformasi Genetik Tanaman
Bekerjasama dengan Dr. Pil Son Choi (Dept. Medicinal Plant Resources Nambu University, Gwangju, Korea Selatan), penulis (Dr. Setyo Dwi Utomo) melakukan transformasi genetik jagung menggunakan Agrobacterium untuk mendapatkan tanaman toleran terhadap herbisida pada tahun 2008. Transformasi genetik jagung tersebut menggunakan vektor pTF102 yang mengandung gen bar untuk toleransi terhadap herbisida glufosinat dan gen EPSPS untuk toleransi terhadap herbisida glifosat. Hasil penelitian tersebut diterbitkan dalam salah satu jurnal internasional yaitu Plant Biotechnology Report (Kim et al., 2009). Optimalisasi transformasi genetik menggunakan Agrobacterium juga dilakukan Dr. Setyo Dwi Utomo pada tanaman jagung. Protokol transformasi genetik jagung yang efisien diperoleh dan diterbitkan dalam jurnal nasional terakreditasi yaitu Jurnal Ilmu Pertanian (Utomo, 2004b) dan Buletin Agronomi (sekarang Jurnal Agronomi Indonesia) (Utomo, 2005). Keberhasilan transformasi ditunjukkan oleh ekspresi gen GUS pada kalus embrionik dan autoradiogram berdasarkan hibridisasi blot Southern (Gambar 2.6). Jumlah kopi/salinan gen berkisar antara 2 dan 4.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
2.1.4 Protokol transformasi genetik jagung menggunakan Agrobacterium Protokol transformasi genetik jagung menggunakan Agrobacterium secara online dapat diakses dari situs: 1. Plant Tranformation Facility, Iowa State University, Ames, USA di http:// www.agron.iastate.edu/ptf/protocol/AgroProtocol.PDF. Protokol ini mengacu pada hasil penelitian Frame et al. (2002). 2. Plant Transformation Core Facility, Univ. Missouri, Columbia, USA di http:// plantsci.missouri.edu/muptcf/protocols/maize.html. (MU-PTCF, 2011). Protokol tersebut mengacu pada penelitian Vega et al. (2008). Gambar 2.7 mengilustrasikan protokol transformasi jagung menggunakan Agrobacterium berdasarkan penelitian yang dilaporkan dalam Buletin Agronomi (Utomo, 2005). Tahap-tahapnya identik dengan transformasi pada kedelai. Untuk tanaman jagung pada umumnya digunakan eksplan embrio zigotik muda (dipanen 11-13 hari setelah polinasi). Regenerasi in vitro menggunakan embriogenesis somatik tipe II. Eksplan embrio muda dikumpulkan dalam cawan petri berisi media inokulasi cair. Media inokulasi tersebut selanjutnya dihisap dengan pipet untuk dibuang dan diganti dengan suspensi Agrobacterium. Eksplan
26
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
kemudian direndam dalam suspensi Agrobacterium selama 5 menit; selanjutnya suspensi dibuang dengan cara dihisap menggunakan pipet. Eksplan dikulturkan selama 2 hari pada media kokultivasi padat, dengan cara menghadapkan sisi aksilar ke bawah bersentuhan dengan permukaan media. Eksplan selanjutnya dikulturkan pada media tunda selama 14 hari. Pemotongan koleoptil yang memanjang dilakukan pada 4-5 hari setelah inokulasi (hsi). Pembuangan jaringan mati juga dilakukan pada saat transfer antar-media atau sub-kultur. Pada 16 hsi, kalus embriogenik ditransfer ke media seleksi yang mengandung 100 mg/L paramomisin. Pada 30 hsi, kalus embriogenik yang tumbuh pada media seleksi tersebut disubkultur ke media seleksi yang mengandung 100 mg/L. Pemindahan kalus embriogenik yang terseleksi (tumbuh pada media seleksi) ke media seleksi dilakukan lagi pada 44, 58, dan 74 hsi. Kalus embriogenik yang tumbuh pada media seleksi selama 4 x 14 hari ditransfer ke media regenerasi untuk maturasi selama 2 x 14 hari dan pengecambahan selama 14 hari. Planlet yang diperoleh diaklimatisasi dan ditanam di rumah kaca. Dalam proses pemindahkan antarmedia, kalus embriogenik dari satu eksplan tetap disatukan sehingga tidak tercampur dengan kalus dari eksplan lain. Suhu dan cahaya ruang untuk kokultivasi, kultur pada media tunda, media seleksi, dan media maturasi adalah 24 C (gelap). Suhu dan cahaya untuk kultur pada media perkecambahan 24 C, 18 jam terang (intensitas cahaya 80umol/ detik/m2) dan 6 jam gelap.
27
Optimalisasi dan Protokol Transformasi Genetik Tanaman
Sumber: Utomo (2004b)
Gambar 2.6 Transformasi genetik jagung hibrida HiII menggunakan Agrobacterium 2.6.A 2.6.B 2.6.C
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
2.6.D
28
: Ekspresi transien GUS pada sisi aksilar (kiri) dan sisi skutelar (kanan) embrio zigotik muda dua hari setelah diinokulasi Agrobacterium strain C58C1. : Ekspresi stabil GUS pada kalus embrionik Tipe II, 8 minggu setelah inokulasi. : Tanaman transgenik jagung R0 yang tumbuh medium mengandung paromomycin dan mengekspresikan GUS berdasar asai histokimia pada potongan daun : Autoradiogram analisis hibridisasi blot Southern. Potongan daun diambil dari lima transforman independen (tiap transforman diwakili 2 tanaman R0 sehingga terdapat 10 lajur di tengah). Lajur L adalah ladder berupa DNA virus 位 yang dipotong enzim StyI. Lajur KN adalah kontrol negatif DNA dari daun HiII non-transgenik. Lajur KP adalah kontrol positif yaitu DNA plasmid pPTN290 yang dilinierkan dengan cara dipotong menggunakan enzim SstI. Hibridisasi menggunakan pelacak (probe)GUS dari plasmid pPTN286 yang dipotong dengan emzim BglII dan ScaI.
Setyo Dwi Utomo
2.2 Transformasi genetik tanaman menggunakan biolistik Sub-bab ini menguraikan optimalisasi dan protokol transformasi genetik tanaman menggunakan biolistik. Ilustrasi protokol terfokus pada tanaman jagung.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
2.2.1 Optimalisasi dan pemanfaatan biolistik dalam transformasi genetik tanaman Review tentang transformasi genetik jagung menggunakan penembak biolistik (biolistic gun) dilakukan oleh Oneto et al .(2010), Wang dan Frame (2009), dan oleh Wikipedia secara online pada situs. http://en.wikipedia.org/ wiki/Biolistic. Penembak biolistik atau senjata biolistik ditemukan oleh John Sanford (New York State Agricultural Experiment Station at Geneva, New York, USA), Edward D. Wolf, dan Ted Klein pada tahun 1987 (Gambar 2.8). Perakitan dimulai pada musim dingin th. 1983. Alat tersebut diberi nama biolistik yang merupakan singkatan dari “biological ballistic�. Pada tahun 1990, hak paten dijual kepada DuPont. Karena tanaman monokotil pada awalnya bukan merupakan host dari Agrobacterium, prosedur transformasi secara langsung (direct gene transfer) pada awalnya lebih banyak dikembangkan pada tanaman monokotil. Tanaman jagung transgenik yang fertil pertama kali diproduksi menggunakan biolistik (Gordon-Kamm et al., 1990). Keberhasilan pada tanaman jagung tersebut diikuti oleh Frame et al. (2000); Sutrisno et al. (2000); Shou et al. (2004); dan Lowe et al. (2009). Walaupun frekuensi penggunaan biolistik dalam transformasi tanaman lebih kecil daripada tranformasi menggunakan Agrobacterium, biolistik banyak digunakan dalam tranformasi genetik untuk men-transfer gen sifat unggul tanaman padi (Kim et al., 2008), jagung (Lowe et al. (2009), Kedelai (Tougou et al., 2009), dan kacang tanah (Athmaram et al., 2006). Terkait dengan perkembangan nanoteknologi, biolistik berpotensi besar untuk men-transfer nano-partikel ke dalam sel tanaman dalam rangka studi biologi molekuler (Martin-Ortigosa et al., 2012). Protokol transformasi genetik jagung menggunakan biolistik secara online dapat diakses dari situs: 1. Plant Tranformation Facility, Iowa State University, Ames, USA di http:// www.agron.iastate.edu/ptf/protocol/Embryobb.pdf. dan http://www.agron. iastate.edu/ptf/protocol/callus bb.pdf. Eksplan yang digunakan berupa embrio zigotik muda dan kalus embrionik tipe II.
29
Optimalisasi dan Protokol Transformasi Genetik Tanaman
2. Biolistic速 PDS-1000/He Particle Delivery System http://www.bio-rad.com/ LifeScience/pdf/Bulletin_9075.pdf.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
2.2.2 Protokol transformasi genetik menggunakan biolistik 3. Protokol transformasi genetik tanaman jagung menggunakan biolistik digunakan sebagai ilustrasi dalam buku ini. Wang dan Frame (2009) mempublikasikan protokol transformasi genetik jagung menggunakan biolistik. 4. Transfer gen menggunakan biolistik didasarkan pada prinsip percepatan peluru dalam senapan atau pistol (Gambar 2.8 dan 2.9). Sel tanaman sebagai bagian dari eksplan adalah sasaran penembakan. Eksplan ditempatkan di dasar ruang eksplan. Tekanan gas helium yang tinggi dilepaskan oleh rupture disk menyebabkan peluru mikro (microcarier) terpental/meluncur dengan kecepatan tinggi menuju eksplan target. Optimalisasi transfer gen menggunakan biolistik antara lain dengan cara mengatur agar diperoleh kecepatan peluru mikro yang tepat. Kecepatan peluru mikro dapat diatur dan dipengaruhi lima faktor yaitu: a) tekanan gas helium; b) tekanan udara dalam ruang eksplan (tingkat kehampaan); c) jarak antara rupture disk dan macrocarier; d) jarak antara makrokarier dan stopping screen; e) jarak antara stopping screen dan eksplan (sel target).
30
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Setyo Dwi Utomo
Sumber: Utomo (2005)
Gambar 2.7 Bagan alur transformasi genetik jagung menggunakan Agrobacterium. Teks tercetak miring menguraikan tahap-tahap aktivitas, sedangkan teks dalam kotak menguraikan hasil antara dari tiap tahap aktivitas
31
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Optimalisasi dan Protokol Transformasi Genetik Tanaman
Sumber:
Helios PDS 1000/He Biolistic Particle Delivery System (“GeneGun�), BioRad. Foto/ gambar diambil oleh Xmort (2005). http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Genegun. jpg. Diakses 18 Mei 2012
Gambar 2.8 Biolistik atau penembak gen yang dibuat oleh BioRad. Ruang kanan bawah adalah tempat menaruh eksplan yang akan ditembak. Agar terjadi percepatan, ruang dibuat hampa yaitu udara dihisap keluar melalui selang sebelah kiri bawah oleh pompa hisap. Peluru mikro atau mikrocarrier ditempatkan dalam kerangka di atas ruang eksplan. Energi percepatan berasal dari gas helium bertekanan tinggi yang dialirkan dari tabung gas melalui selang yang terletak di sebelah kanan atas.
32
Setyo Dwi Utomo
Sumber: Muhsin (2012)
Gambar 2.9 Proses percepatan dalam penembakan gen menggunakan biolistik. Gen atau DNA dilapiskan pada permukaan peluru mikro (microcarrier) berdiameter 1 mikrometer. Percepatan dipengaruhi oleh tekanan gas helium, tingkat kehampaan ruang eksplan, dan jarak antara stopping screen dan eksplan target.
Daftar Pustaka Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Armstrong, C.L. and C.E. Green. 1985. Establishment and maintenance of friable, embryogenic maize callus and the involvement of L-proline. Planta 164: 207-214. Armstrong, C.L., C.E. Green, and R.L. Phillips. 1991. Development and availability of germplasm with high type II culture formation response. Maize Genet Coop Newslett 65: 92-93. Athmaram, T.N., G., Bali, and K.M. Devaiah. 2006. Integration and expression of Bluetongue VP2 gene in somatic embryos of peanut through particle bombardment method. Vaccine 24: 2994–3000. Barampuram, S. and Z.J. Zhang. 2011. Recent Advances in Plant Transformation, Chapter 1. In J. A. Birchler (ed.), Plant Chromosome Engineering: Methods and Protocols, Methods in Molecular Biology, vol. 701. DOI 10.1007/978-1-61737-957-4_1, Š Springer Science+Business Media.
33
Optimalisasi dan Protokol Transformasi Genetik Tanaman
Biorad. Biolistic® PDS-1000/He Particle Delivery System. Catalog Numbers 165-2257 and 165-2250LEASE to 165-2255LEASE. http://www.biorad.com/LifeScience/pdf/Bulletin_9075.pdf CALS Cornell University. 2010. The Gene Shotgun. http://cals.cornell.edu/ cals/public/businesspartnerships/made/gene-shotgun.cfm. Accessed 10 May 2012. Chandres. 2008. Model of Agrobacterium transfection. http://en.wikipedia. org/ wiki/File:Transfection_by_Agrobacterium.svg. Accessed 10 Mei 2012 Clemente, T., B. J. LaValle, A. R. Howe, D. C. Ward, R. J. Rozman, P. E. Hunter, D. L. Broyles, D. S. Kasten, and M.A. Hinchee. 2000. Progeny analysis of glyphosate selected transgenic soybeans derived from Agrobacterium-mediated transformation. Crop Sci. 40:797-803. Brar. D.S. (no date) Transgenic rice and biosafety procedures. Rice production Course. PGPB, IRRI. www.ppttube.com/presentations/ iij_course.ppt Dai, S., P. Zheng, P. Marmey, S. Zhang, W. Tian, S. Chen, R.N. Beachy, and C. Fauquet. 2001. Comparative analysis of transgenic rice plants obtained by Agrobacterium-mediated transformation and particle bombardment. Mol. Breed. 7:25-33. Dan, Y. 2008. Biological functions of antioxidants in plant transformation. In VitroCell Dev. Biol. Plant 44:149–161. De Block, M., L. Herrera-Estrella, M. van Montagu, J. Schell, and P. Zambryski. 1984. Expression of foreign genes in regenerated plants and their progeny. EMBO. J. 3:1681—1 689. Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
De la Riva, A.G., J. Gonzalez-Cabrera, R. Vazquez-Padron, and C. AryaPardo. 1998. Agrobacterium tumefaciens: A natural tool for plant transformation. Electronic Journal of Biotechnology 1(3) issue of Dec 15 Di, R., V. Purchell, G. B. Collins, and S. A. Ghabrial. 1996. Production of trasgenic soybean lines expressing the bean pod mottle virus coat protein precursor gene. Plant Cell Rep. 15:746-750. Duan, X., X. Li, Q. Xue, A. M. Abo El Saad, D. Xu, and R. Wu. 1996. Transgenic rice plants harboring an introduced potato proteinase inhibitor gene are insect resistant. Nature/Biotechnol. 14:494-498. Frame, B. R., H. Shou, R. K. Chikwamba, Z. Zhang, C. Xiang, T.M.. Fonger, S. Ellen, K. Pegg, B. Li, D.S. Nettleton, D. Pei, and K. Wang. 2002. Agrobacterium tumefaciens-Mediated Transformation of Maize Embryos Using a Standard Binary Vector System. Plant Physiol. 129:13-2.
34
Setyo Dwi Utomo
Frame, B.R., H. Zhang, S.M. Cocciolone, L.V. Sidorenko, C.R. Dietrich, S.E.Pegg, S.Zhen, , P.S. Schnable, K. Wang. 2000. Production of transgenic maize from bombarded type ii callus: effect of gold particle size and callus morphology on transformation efficiency. In Vitro Cell. Dev. Biol.-Plant: 36:21-29. Gordon-Kamm, W.J., T.M. Spencer, M. Mangano, T.R. Adams, R.J. Daines, W.G. Start, J.V. O’Brien, S.A. Chambers, W.R. Adams Jr, and N.G. Willetts. 1990. Transformation of maize cells and regeneration of fertile transgenic plants. Plant Cell 2: 603-618. Green, C.E. and R.L. Phillips. 1975. Plant regeneration from tissue culture of maize. Crop Sci. 15:417-427. Gustian. 2002. Transformasi Genetik dengan Bantuan Agrobacterium dan Regenerasi Tanaman Transgenik pada Kedelai (Glycine max L. Merr). Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 110 halaman. Hansen, G. 2000. Evidence for Agrobacterium-induced apoptosis in maize cells. Mol Plant-Microbe Interact.13: 649-657. Hiei, V., S. Ohta, T. Komari, and T. Kumashiro. 1994. Efficient transformation of rice (0. sativa L.) mediated by Agrobacterium and sequence analysis of the boundaries of the T-DNA. Plant J. 6: 271 —282. Hiei, Y., T. Komari, and T. Kubo. 1997. Transformation of rice mediated by Agrobacterium tumefaciens. Plant Mol. Biol. 35:205-218.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Hinchee M.A.W., D.W.Connor-Ward , C.A. Newell, R.E. McDonnell, S.J. Sato, C.S. Gasser, D.A. Fischhoff, D.B. Re, R.T. Fraley, and R.B. Horsch. 1988. Production of transgenic soybean plants using Agrobacteriummediated DNA transfer. Bio/Technol. 6:915-922. Hoekema, A., P.W. Roelvink, P.J.J. Hooykaas, and R.A.Schilperoort. 1984. Delivery of T-DNA from the Agrobacterium tumefaciens chromosome into plant cells. EMBO J. 3(11):2485-2490. Horsch, R.B., R.T. Fraley, S.G. Rogers, P.R. Sanders, A. Lloyd, and N. Hoffman. 1984 Inheritance of functional foreign gene in plants. Science 223: 496—498. Kim, H.A., S. D. Utomo, S. Y. Kwon, S. R. Min, J. S. Kim, H. S. Yoo, and P. S. Choi. 2009. The development of herbicide-resistant maize: stable Agrobacterium-mediated transformation of maize using explants of type II embryogenic calli. Plant Biotechnol. Rep., Published online 15 July 2009. Plant Biotech. Rep. (2009) 3:277–283. Kim, T.G., M.-Y Baek, E.-K. Lee,., T.-H. Kwon, and M.-S Yang. 2008. Expression of human growth hormone in transgenic rice cell suspension culture. Plant Cell Rep. 27:885–891.
35
Optimalisasi dan Protokol Transformasi Genetik Tanaman
Lowe, B.A., N.S. Prakash, W. Melissa, M.T. Mann, T.M. Spencer, and R.S. Boddupalli. 2009. Enhanced single copy integration events in corn via particle bombardment using low quantities of DNA. Transgenic Res. 18, 831–840 (DOI: 10.1007/s11248-009-9265-0). Martin-Ortigosa, S., J. Valenstein, W.Sun, L. Moeller, N. Fang, B.G. Trewyn, V.S.Y. Lin, and K. Wang. 2012. Parameters affecting the efficient delivery of nanoparticles into plant cell tissues by the biolistic method. Small 8: 413–422. Marveldani, K. Setiawan, M. Barmawi, dan S.D. Utomo. 2007. Pengembangan kedelai transgenik yang toleran herbisida amonium glufosinat dengan Agrobacterium. J. Akta Agrosia 10 (1):49-55. Moeller, L. and K. Wang. 2008. Engineering with Precision: tools for new generation of biotech crops. BioScience 58: 391-411. Muhsin M. 2011. Biotechnology regarded as an art of Science. http:// captainbiotech.blogspot.com/2011/04/biotechnology-regareded-as-artof.html. Accessed 25 May 2012. MU-PTCF. 2011. Maize (Zea mays) transformation. Protocol. Revised: January 6, 2011. Plant Transformation Core Facility, University of Missouri, Columbia, USA. http://plantsci.missouri.edu/muptcf/ protocols/maize.html. Accessed 10 May 2012 MU-PTCF. 2011. Soybean (Glycine max) transformation. Protocol. Revised: January 6, 2011. Plant Transformation Core Facility, University of Missouri, Columbia, USA http://plantsci.missouri.edu/muptcf/ protocols/ soybean.html. Accessed 10 Mei 2012
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Murdiyatno, U. dan E. Sugiyarta. 1992. Peran Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman, hlm. 165-180. Dalam A. Kasno, M. Dahlan, dan Hasnam (Ed.). Prosiding Simposium Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia Komda Jawa Timur, Malang, 27-28 Agustus 1991 Negrotto D, M. Jolley, S. Beer, A.R.Wench, and G. Hansen. 2000. The use of phosphomannose-isomerase as a selectable marker to recover transgenic maize plants (Zea mays L.) via Agrobacterium transformation. Plant Cell Rep 19:798–803. Olhoft, P.M., K. Lin, J. Galbraith, N.C. Nielsen, and D.A. Somers. 2001. The role of thiol compounds increasing Agrobacterium-mediated transformation of soybean cotyledonary-node cells. Plant Cell Rep. 20:731-737. Olhoft, P.M., L.E. Flagel, C.M. Donovan, and D.A. Somers. 2003. Efficient soybean transformation using hygromycin B selection in the cotyledonary-node method. Planta 216:723-735.
36
Setyo Dwi Utomo
Olhoft, P.M., L.E. Flagel., C.M. Denovan and D.A. Somers. 2003. Efficient soybean transformation using hygromycin B selection in the cotyledonary-node method. Plant, 216: 723-735 Oneto. C.D., G. Gonzรกlez, and D. Lewi. 2010. Biolistic maize transformation: Improving and simplifying the protocol efficiency: Review. African J. Agric. Res. 5(25):3561-3570. Paszhkowski, J., R.D. Shililito, M. Saul, V. Mandak, T. Hohn. 1984. Direct gene transfer to plants. EMBO J. 3:2712-2722. Paz, M.M., J.C. Martinez, A.B. Kalvig, T.M. Fonger and K. Wang. 2006. Improved cotyledonary node method using an alternative explant derived from mature seed for efficient Agrobacterium-mediated soybean transformation. Plant Cell Rep. 25: 206-213. Perl, A., O. Lotan, M. Abu-Abied, and D. Holland. 1996. Establishment of an Agrobacterium-mediated transformation system for grape (Vitis vinifera L.): the role of antioxidants during grape-Agrobacterium interactions. Nature Biotechnol 14:624-628. PTCRF-UNL. 2002. Soybean Cotyledonary-node Agrobacterium-mediated Transformation System. http://psiweb.unl.edu/clemente/index.html. Accessed 10 May 2012 PTF_ISU. 2003. Agrobacterium-mediated transformation of Hi II immature zygotic embryos and recovery of transgenic maize plants. Plant Transformation Facility, Iowa State University, Ames, Iowa, USA. http://www.agron.iastate.edu/ptf/protocol/AgroProtocol.PDF. Accessed 10 May 2012.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Sanford, J.C., Smith, F. D., Russell, J.A. 1993. Optimizing the biolistic process. Methods in Enzymology 217: 483-509. Shou, H., B. Frame, S. Whitham, and K. Wang. 2004. Assessment of transgenic maize events produced by particle bambardment or Agrobacterium-mediated transformation. Mol. Breed. 13: 201-208. Sutrisno, M. Herman, S. J. Pardal, E. Listanto, A.Sisharmini, S. G. Budiarti, D. Damayanti, T.J.Santoso, R. Wu. 2000. Regenerasi embrio muda jagung Antasena dan Bisma yang ditembak dengan Plasmid pTW-a dan pRQ6. Dalam Moejopawiro, S., T. Purwadaria, M. Herman, A. Rukyani, Sutrisno, H. Kasim, dan I. N. Orbani (eds.). Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Bioteknologi Pertanian dalam rangka 25 Tahun Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balitbangtan, Deptan. Tinland, B. 1996. The integration of T-DNA into plant genomes. Trends Plant Sci. 1(6):178-184.
37
Optimalisasi dan Protokol Transformasi Genetik Tanaman
Townsend, J.A. and L. A. Thomas. 1996. Method of Agrobacterium-mediated transformation of cultured soybean cells. U. S. Patent 5 563 055. Date issued: 8 October 1996 Tridiati. 1994. Transformasi Beberapa Varietas dan Galur Kedelai dengan Menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Tesis Master. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 38 hal. Torisky, R.S., L. Kovacs, S. Avdiushko, J.D. Newman, A.G. Hunt, and G.B. Collins. 1997. Development of a binary vector system for plant transformation based on supervirulent Agrobacterium tumefaciens strain Chry5. Plant Cell Rep. 17:102-108. Tougou, M., N.Yamagishi, N. Furutani, K. Kaku, T. Shimizu, Y. Takahata, J.I. Sakai, S. Kanematsu, and S. Hidaka, S. 2009. The application of the mutated acetolactate synthase gene from rice as the selectable marker gene in the production of transgenic soybeans. Plant Cell Rep. 28: 769–776. Utomo, S.D. 2004a. Transformasi genetik lima varietas kedelai menggunakan Agrobacterium. Jurnal Agrotropika IX (2):95-101. Utomo, S.D. 2004b. Pengaruh Strain Agrobacterium terhadap efisiensi transformasi genetik jagung genotype Hibrida Hi-II. Ilmu pertanian (Agricultural Science) 11:1-10. Utomo, S.D. 2005. Pengaruh L-Sistein terhadap efisiensi transformasi genetik jagung (Zea mays) menggunakan Agrobacterium. Buletin Agronomi XXXIII (3):7-16.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Vega, J., W. Yu, A. Kennon, X. Chen, Z.Zhang. 2008. Improvement of Agrobacterium-mediated transformation in Hi-II maize (Zea mays L.) using standard binary vectors. Plant Cell Rep. 27:297-305. Wang, K. and B. Frame. 2009. Biolistic Gun-Mediated Maize Genetic Transformation, pp. 29-45. In M. Paul Scott (ed.), Methods in Molecular Biology: Transgenic Maize, vol. 526. Š Humana Press, a part of Springer Science + Business Media, USA. DOI: 10.1007/978-159745-494-0_3. Wang, K., B. Frame, Y. Ishida, and T. Komari, 2009. Maize Genetic Transformation. In: Handbook of Maize: Genetics and Genomics. Jeff Bennetzen and Sarah Hake (eds), Springer, New York, NY. pp 609-640. Weissinger, A. 1992. Shooting the Plant that Feeds You. Agricultural Engineering, March 1992. St. Josepth, MI 49085, USA. Wojtaszek, P. 1997. Oxidative burst: an early plant response to pathogen infection. Biochem. J. 322:681-692. Zhang Z., A. Xing, P. Staswick, and T. Clemente. 1999. The use of glufosinate
38
Setyo Dwi Utomo
as a selective agent in Agrobacterium-mediated transformation of soybean. Plant Cell Tissue Organ Cult. 56:37-46. Zai-Quan, C., H. Xing-Qi, and R. Wu. 2001. Comparison of biolistic and Agrobacterium-mediated transformation methods on transgene copy number and rearrangement frequency in rice. Acta Bot. Sinica 43 (8):826-823.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Zia, M. , Z.F. Rizvi, R. Ur-rehman, and M. F. Chaudhary. 2010. Agrobacterium mediated transformation of soybean (glycine max l.): some conditions standardization Pak. J. Bot., 42(4): 2269-2279.
39
3 BAB
Analisis Molekuler dan Segregasi Transgen
Analisis molekuler bertujuan mengetahui keberhasilan transformasi genetik suatu tanaman; sedangkan analisis segregasi bertujuan mengetahui pola pewarisan gen dari tetua kepada keturunan. Analisis molekuler dapat dilakukan menggunakan polymerase chain reaction (PCR), hibridisasi blot Southern, Northern, dan Western. Analisis PCR dan hibridisasi blot Southern bertujuan mengetahui apakah gen interes atau transgen sudah diintegrasikan ke dalam genom tanaman. Analisis Northern bertujuan untuk mengetahui apakah transgen sudah diekspresikan tanaman melalui proses transkripsi sehingga dihasilkan RNA. Identik dengan analisis Northern, analisis Western bertujuan apakah transgen sudah diekspresikan tanaman melalui proses translasi. Jika berdasarkan analisis segregasi disimpulkan bahwa pewarisan transgen mengikuti hukum Mendel, berarti karakter agronomi hasil ekspresi Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
transgen memiliki heritabilitas tinggi sehingga seleksi yang efektif dapat dilaksanakan pada generasi awal. Analisis hibridisasi blot Southern, yang ditemukan oleh Professor Sir Edwin Mellor Southern (Southern, 1975), merupakan metode yang rutin digunakan untuk mendeteksi sekuen DNA tertentu pada suatu sampel DNA. Dalam transformasi genetik tanaman, analisis tersebut digunakan untuk mendeteksi keberadaan DNA transgen dalam genom tanaman. Jika tanaman PRG mengekspresikan transgen, di dalam sel atau jaringan tanaman terdapat RNA dan protein. Terdapat kesepakatan bahwa metode untuk mendeteksi keberadaan RNA dan protein berturut-turut disebut analisis hibridisasi blot Northern dan Western.
40
Setyo Dwi Utomo
3.1 Analisis polymerase chain reaction (PCR) Polymerase chain reaction (PCR) adalah teknik melipatgandakan (penggandaan eksponensial) satu atau beberapa kopi (salinan) DNA melalui reaksi polimerisasi berantai yang terdiri dari banyak siklus. Teknik PCR pertama kali dilaporkan oleh Kary Mullis tahun 1993. Mesin PCR disebut thermal cycler. Proses reaksi berupa pemanasan dan pendinginan yang berulang. Setiap siklus terdiri atas tahap denaturasi templat DNA, penempelan (annealing) primer pada sekuen DNA yang komplementer, dan pemanjangan (elongation/ extension). Setiap tahap dilakukan pada suhu yang berbeda.
PCR berguna
untuk mendeteksi transgen pada sel/jaringan atau tanaman transgenik dalam waktu yang relatif cepat. Dalam 30 siklus, jumlah kopi DNA bisa mencapai satu milyar. Periode tiap siklus bervariasi antar-protokol. Misalnya 10 menit per siklus, berarti 30 siklus memerlukan 5 jam. Prosedur atau protokol analisis PCR diuraikan online dalam http:// en.wikipedia.org/wiki/Polymerase_chain_reaction
dan
protocols/view_
protocol.php?id=79. Animasi prosedur PCR juga dapat diunduh dari situs http://www.dnalc.org/resources/anim-ations/pcr.html (DNA Learning Center, Cold Spring Harbor Laboratory, New York, USA). Komponen yang diperlukan Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
dalam reaksi PCR meliputi DNA templat, primer DNA, larutan penyangga PCR, enzim Taq DNA polymerase, MgCl2 or MgSO4, dan dNTP. DNA templat adalah DNA target yang akan digandakan. Primer DNA adalah fragmen pendek (20-an pasangan basa nitrogen) yang mengandung sekuen yang komplementer dengan DNA target; primer digunakan sebagai pemula dalam sintesis DNA yang dilakukan oleh polimerase. Selanjutnya enzim tersebut mensintesis utas DNA baru yang komplementer dengan DNA templat. Taq DNA polymerase bersifat stabil pada suhu tinggi (90-an 0C) diproduksi oleh bakteri Thermus aquatiqus. Ilustrasi empat siklus reaksi PCR ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Garis berwarna biru adalah DNA templat, tempat primer (garis berwarna merah) menempel. Sintesis DNA dilakukan oleh DNA polymerase (lingkaran hijau
41
Analisis Molekuler dan Segregasi Transgen
muda) yang menghasilkan produk fragmen DNA hasil amplifikasi (garis hijau); selanjutnya DNA hasil amplifikasi juga berfungsi sebagai DNA templat (Madprime, 2007). Hasil penggandaan PCR berupa pita-pita DNA ditunjukkan oleh Gambar 3.2. Hasil reaksi PCR direndam dalam larutan etidium bromide kemudian fragmen-fragmen DNA dipisahkan menggunakan elektroforesis gel. Pada lajur Tissui 2 dan 3 terdapat pita-pita DNA hasil penggandaan, tetapi tidak terdapat pada lajur Tissue 1. Lajur kedua dari kanan adalah kontrol positif dan paling kanan adalah DNA ladder. DNA ladder terdiri atas fragmen-fragmen DNA yang sudah diketahui ukuran panjangnya. Kuantitas atau jumlah pita DNA hasil penggandaan ditunjukkan oleh tingkat ketebalan pita. Jika dibandingkan dengan hibridisasi blot Southern untuk mendeteksi integrasi transgen ke dalam genom tanaman, PCR relatif lebih cepat, lebih sensitif yaitu dapat menggandakan DNA templat walaupun konsetrasi/ kuantitasnya rendah, kuantitas DNA yang diperlukan lebih sedikit, dan standar kualitas DNA bisa lebih rendah. Salah satu kelemahan PCR terkait dengan sensitivitas PCR yang tinggi sehingga dapat terjadi DNA kontaminan dari bakteri, virus, atau DNA personel
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
laboratorium ikut.
42
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Setyo Dwi Utomo
Sumber: Madprime (2007)
Gambar 3.1 Skema siklus PCR yang terdiri atas tiga tahap utama yaitu: (1) denaturasi (denaturation) templat DNA pada suhu 94-96 C; (2) penempelan (annealing) primer pada sekuen DNA yang komplementer; (3) pemanjangan (elongation)
43
Analisis Molekuler dan Segregasi Transgen
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Gambar di atas menunjukkan 4 siklus reaksi. Garis berwarna biru adalah DNA templat, tempat primer (garis berwarna merah) menempel. Sintesis DNA dilakukan oleh DNA polymerase (lingkaran hijau muda) yang menghasilkan produk fragmen DNA hasil amplifikasi (garis hijau); selanjutnya DNA hasil amplifikasi juga berfungsi sebagai DNA templat digandakan. Hal tersebut dapat dicegah atau diminimalkan dengan cara menggunakan pippet tip yang diberi filter aerosol, bekerja pada ruang steril atau laminar airflow hood. Salah satu kelemahan lainnya, PCR tidak cukup efisien untuk menggandakan DNA yang berukuran di luar kisaran 2-5 kb. Jika templat terlalu panjang, terjadi kehilangan aktivitas enzim polimerase. Karena Taq polimerase tidak mempunyai aktivitas 3’- 5’, kesalahan dalam meng-inkorporasi nukleotida tidak dapat dikoreksi, sehingga penggandaan kurang akurat.
Sumber: Deschain (2006)
Gambar 3.2 Hasil penggandaan/amplifikasi PCR berupa pita-pita DNA. Hasil reaksi PCR direndam dalam larutan etidium bromide kemudian dilarikan pada elektroforesis gen. Pada lajur Tissui 2 dan 3 terdapat pita-pita DNA hasil penggandaan, tetapi tidak terdapat pada lajur Tissue 1. Lajur kedua dari kanan adalah control positif dan paling kanan adalah DNA ladder. DNA ladder terdiri atas fragmen-fragmen DNA yang sudah diketahui ukuran panjangnya.
44
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
3.2 Analisis hibridisasi blot Southern Prosedur atau protokol analisis hibridisasi Southern diuraikan online dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Southern_blot# dan Teachline Hebrew University (tanpa tahun). Sebagai ilustrasi, berikut diuraikan prosedur dan hasil hibridisasi blot Southern yang dilakukan terhadap enam tanaman kedelai putatif R0 (Utomo, 2004): a) DNA genomik total diekstrak dari 1,0-1,5 gram daun yang telah membuka penuh menggunakan prosedur Dellaporta et al. (1983) b) DNA genomik (10 Âľg) dipotong dengan enzim endonuklease restriksi sehingga diperoleh fragmen yang berukuran lebih kecil; c) Fragmen-fragmen DNA dipisahkan berdasarkan ukuran panjang (jumlah pasangan basa) menggunakan elektroforesis pada gel agarose; d) Jika ukuran fragmen DNA lebih besar dari 15 kb, fragmen diberi perlakukan HCl encer untuk men-depurinisasi DNA sehingga ukuran fragmen menjadi lebih kecil dan transfer ke membran filter lebih efisien e) DNA di-denaturasi menggunakan perlakuan alkali; f) DNA di-transfer ke membran nilon atau nitroselulose. Membran ditempatkan di atas gel. Transfer DNA ke membran dilakukan secara kapiler dengan cara menaruh setumpuk kertas (paper towels) di atas membran dan tekanan diberikan secara merata terhadap gel (ditumpangi botol berisi air satu liter). Transfer secara kapiler terjadi dari bawah (potensial air tinggi, nampan berisi larutan SSC 20 x) ke atas (potensial air rendah); g) Membran nilon di-oven 80 C selama 2 jam agar DNA melekat secara permanen pada membran; h) Hibridisasi menggunakan pelacak (probe) GUSplus. Pelacak radioaktif diperoleh melalui prosedur random primed synthesis (Prime IT II, Stratagene, cat #300385, La Jolla, California, USA) untuk menginkorporasikan dCTP yang mengandung 32P radioaktif. Hibridisasi dilakukan dalam inkubator bersuhu 65 C dalam larutan 0.5 M Na2HPO4, pH 7.2, 7% (w/v) SDS selama 14 jam. Filter dicuci dua kali dalam larutan 40 mM Na2HPO4, 5% (w/v) SDS, pH 7.2 pada suhu 65 C selama 15 menit. Pencucian ketiga dilakukan dalam larutan 40 mM Na2HPO4, pH 7.2, 1% (w/v) SDS pada suhu 65 C selama 15 menit; i) Signal radioaktif dari pita DNA pada filter dideteksi dengan cara menginkubasi dengan film sinar X.
45
Analisis Molekuler dan Segregasi Transgen
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Hasil analisis hibridisasi Southern ditunjukkan oleh Gambar 3.3. Lajur (Tampomas) WT dan (Jay9) WT adalah non-transgenik (wild types), tidak menunjukkan pita DNA. Jumlah kopi gen GUS yang terintegrasi relatif rendah yaitu berkisar antara 1 sampai 4. Data Southern pada transformasi genetik kedelai menggunakan Agrobacterium pada kedelai (Zhang et al., 1999) dan jagung (Frame et al., 2002; Utomo, 2005) juga menunjukkan jumlah gen terintegrasi berkisar antara 1 sampai 5 salinan.
Sumber: Utomo (2004)
Gambar 3.3 Autoradiogram hibridisasi blot Southern potongan daun kedelai yang diambil dari enam transforman independen. Lajur + adalah kontrol positif yaitu vektor pPTN289 yang dilinierkan. Lajur (Tampomas) WT dan (Jay9) WT adalah non-transgenik (wild types), tidak menunjukkan pita DNA. Hibridisasi menggunakan pelacak (probe) GUSplus. Lajur 4-1 (Tampomas), 2-1 (Jay9), 2-2 (Jay9), berturut-turut adalah tanaman transgenik dari eksplan var, Tampomas dan Jaya Wijaya. Lajur 5-2 (EW), 5-1 (EW), dan 5-3 (EW) adalah tanaman transgenik dari
46
Setyo Dwi Utomo
eksplan var. Wilis yang diinokulasi Agrobacterium strain EHA101.
3.3 Analisis hibridisasi blot Northern
Dalam transformasi genetik tanaman, hibridisasi blot Northern digunakan untuk mendeteksi ekspresi trangen berdasarkan keberadaan produk transkripsi yaitu RNA. Prosedur tersebut dibuat atau dikembangkan pertama kali oleh Alwine et al. (1977) di Stanford University, USA. Selain menjamin terjadinya transkripsi, keberadaan RNA berdasarkan hibridisasi blot Northern juga sekaligus menjamin integrasi transgen ke dalam genom tanaman. Dengan cara membandingkan hasil analisis pada fase pertumbuhan tanaman yang berbeda, dapat disimpulkan apakah gen terekspresi secara temporal. Hasil analisis pada bagian tanaman yang berbeda dapat menunjukkan apakah gen terekspresi secara spasial. Prosedur, kelebihan dan kekurangan, manfaat/penerapan, dan acuan pustaka hibridisasi blot Northern diuraikan secara online dalam http:// en.wikipedia.org/wiki/Northern_blot. RNA405 (2009) menunjukkan secara online diagram alur analisis hibridisasi blot Northern (Gambar 3.4). Tahaptahapnya identik dengan hibridisasi blot Southern; perbedaannya, RNA digunakan sebagai templat dan probe. mRNA yang mengandung poly A tail dapat diisolasi menggunakan kromatografi selulosa oligo dT. Salah satu kesulitan dalam isolasi RNA adalah sampel RNA dapat terdegradasi oleh enzim RNase yang berasal dari sampel (endogen) atau kontaminasi. Hal Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
tersebut dapat dihindari dengan sterilisasi alat yang lebih rigid dan pemberian inhibitor RNase misalnya DEPC (diethylpyrocarbonate). Kelebihan hibridisasi blot Northern adalah kemampuan mendeteksi berbagai ukuran RNA dan pengamatan produk splicing RNA.
47
Analisis Molekuler dan Segregasi Transgen
Sumber: RNA405 (2009)
Gambar 3.4 Diagram alur protokol analisis atau deteksi RNA menggunakan hibridisasi blot Northern.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
3.4. Hibridisasi blot Western Hibridisasi blot Western (HBW) dalam transformasi genetik tanaman digunakan untuk mendeteksi ekspresi transgen berdasarkan keberadaan produk translasi yaitu protein. Prosedur tersebut dilapor Towbin et al. (1979), Renart et al. (1979), dan Burnette (1981). Selain menjamin terjadinya translasi, keberadaan protein berdasarkan deteksi HBW juga sekaligus menjamin terjadinya integrasi transgen ke dalam genom tanaman dan transkripsi. Prosedur terperinci dan penerapan HBW diuraikan secara online dalam situs http://en.wikipedia.org/wiki/Western_blot dan http://www.protocolmonkey. com/ protocols/. Tahap-tahap protokol HBW meliputi ekstraksi protein; elektroforesis gel, transfer, blocking, deteksi, dan analisis. Dalam ekstraksi protein, inhibitor protease atau fosfatase digunakan untuk menghindari digesti protein oleh enzim endogen; ekstraksi dalam suhu rendah diperlukan untuk menghindari denaturasi atau degradasi protein. Elektroforesis gel dilakukan untuk memisahkan protein berdasarkan massa molekul, titik isoelektrik, muatan listrik, atau kombinasinya. SDS-PAGE (SDS polyacrylamide gel electrophoresis)
48
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
sering digunakan untuk memisahkan protein berdasarkan massa molekul. Agar protein bisa dihibridisasikan dengan antibodi, protein harus ditransfer dari gel ke membrane nitroselulose atau polyvinylidene difluoride (PVDF) menggunakan metode electroblotting (Gambar 3.5). Dalam proses transfer, protein berpindah dengan tetap mempertahankan susunan atau organisasi protein dalam gel. Setelah protein berpindah atau menempel pada membran, tahap selanjutnya adalah blocking(mem-blokade) untuk mencegah ikatan antara membran dan protein non-spesifik; dilakukan dengan cara merendam membrane dalam larutan protein encer, misalnya 3-5% bovine serum albumin (BSA) atau susu kering non-fat dalam larutan penyangga TrisBuffered Saline (TBS). Deteksi protein hasil ekspresi transgen dilakukan dengan cara kolorimetrik, chemiluminescent, radioaktif, dan fluoresen. Dalam prosedur deteksi secara kolorimetrik protein interes dilacak menggunakan antibodi yang terpaut dengan enzim reporter. Ketika terpapar dengan substrat yang sesuai, enzim reporter mengkatalisatori reaksi yang menghasilkan produk berwarna.
Sumber: Bensaccount (2009)
Gambar 3.5 Hibridisasi blot Western: transfer protein dari gel ke membran menggunakan electroblotting.
49
Analisis Molekuler dan Segregasi Transgen
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
3.5 Analisis segregasi atau zuriat Dalam konteks perakitan varietas unggul, trangen yang berhasil diintegrasikan (berdasarkan analisis molekuler) menunjukkan perluasan keragaman genetik. Keragaman yang luas lebih menjamin pelaksanaan seleksi yang efektif. Informasi tentang pola pewarisan sangat diperlukan dalam seleksi. Jika transgen diwariskan mengikuti hukum Mendel, berarti karakter mempunyai heritabilitas tinggi sehingga seleksi dapat dilaksanakan secara efektif pada generasi awal. Sebelum seleksi dilaksanakan dalam perakitan varietas galur murni, galur-galur yang akan diseleksi sebaiknya harus homozigot sehingga galur-galur yang terseleksi tidak mengalami segregasi lagi. Analisi zuriat (progeny) transgen GUS dan EPSPS pada tanaman kedelai PRG dilaporkan oleh Clemente et al. (2000). Berdasarkan analisis data zuriat-zuriat dari 81 tanaman R0 yang independen, disimpulkan bahwa 59% tanaman R0 mewariskan transgen GUS dan EPSPS kepada tanaman R1 dengan perbandingan 3:1 atau sesuai dengan nisbah Mendel untuk satu lokus gen fungsional; dan 23% menunjukkan perbandingan 15:1, atau sesuai dengan Nisbah Mendel untuk dua lokus gen fungsional. Hasil penelitian Clemente et al. (2000) didukung oleh hasil penelitian Aragao et al. (2002) dan Yong et al. (2006). Berdasarkan hasil transformasi genetik kedelai menggunakan Agrobacterium, Yong et al. (2006) melaporkan ko-segregasi transgen GUS dan bar dengan nisbah 3:1. Hal tersebut menunjukkan bahwa gen GUS dan bar terintegrasikan pada lokus yang sama pada genom kedelai. Satoto et al. (2008) melaporkan hasil analisis zuriat padi PRG yang membawa transgen gna dan cry1Ab. Dalam enam dari delapan populasi hasil persilangan, gna diwariskan dengan nisbah 3:1 sedangkan dua lainnya 1:1. Untuk gen cry1Ab, semua populasi bersegregasi 3:1. Pada populasi F2 yang bersegregasi untuk dua gen tersebut, diperoleh nisbah 9:3:3:1. Salah satu keuntungan pemuliaan tanaman menggunakan rekayasa genetik adalah galur-galur homozigot lebih cepat diperoleh; dapat diperoleh pada R2 (Clemente et al. (2000) dan Yong et al. (2006). Jika semua zuriat selfing suatu individu seragam untuk suatu karakter, individu tersebut dapat dinyatakan homozigot. Pada generasi R2, dari 6 famili R1, diperoleh 2 famili yang homozigot (Clemente et al., 2000).
50
Setyo Dwi Utomo
Daftar Pustaka Alwine, J.C., D.J. Kemp, and G.R. Stark. 1977. Method for detection of specific RNAs in agarose gels by transfer to diazobenzyloxymethylpaper and hybridization with DNA probes”. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 74 (12): 5350–4. Aragao, F.J.L., G.R. Vianna, M.M.C. Albino, and E.L. Rech. 2002. Transgenic Dry Bean Tolerant to the Herbicide Glufosinate Ammonium. Crop Sci. 42:1298–1302. Bensaccount. 2009. Western blot transfer. http://en.wikipedia.org/wiki/File: Western_blot_transfer.png. Accessed 15 May 2012. Burnette, W. N. 1981. Western Blotting: Electrophoretic Transfer of Proteins from Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrylamide Gels to Unmodified Nitrocellulose and Radiographic Detection with Antibody and Radioiodinated Protein. Analytic. Biochem. 112 (2): 195–203. Clemente, T., B. J. LaValle, A. R. Howe, D. C. Ward, R. J. Rozman, P. E. Hunter, D. L. Broyles, D. S. Kasten, and M.A. Hinchee. 2000. Progeny analysis of glyphosate selected transgenic soybeans derived from Agrobacterium-mediated transformation. Crop Sci. 40:797-803. Dellaporta, S.L., J. Wood, and J.B. Hicks. 1983. A plant DNA minipreparation: version II. Plant Mol. Biol. Rep. 1: 19-21. Deschain, R. 2006. PCR product. http://en.wikipedia.org/wiki/File:Roland_ Gel.JPG. Accessed 19 May 2012. Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Frame, B. R., H. Shou, R. K. Chikwamba, Z. Zhang, C. Xiang, T.M.. Fonger, S. Ellen, K. Pegg, B. Li, D.S. Nettleton, D. Pei, and K. Wang. 2002. Agrobacterium tumefaciens-Mediated Transformation of Maize Embryos Using a Standard Binary Vector System. Plant Physiol. 129:13-2. Madprime. 2007. Schematic drawing of the PCR cycle. http:// en.wikipedia.org/wiki/File:PCR.svg. Accessed 20 May 2012 Protocol Monkey. 2009. Western Blot (SDS-PAGE). Error! Hyperlink reference not valid.. Accessed 20 May 2012. Renart J., J.Reiser, and G.R. Stark. 1979. Transfer of proteins from gels to diazobenzyloxymethyl-paper and detection with antisera: a method for studying antibody specificity and antigen structure. Proceedings of the National Academy of Sciences USA Proceedings of the National Academy of Sciences USA 76 (7): 3116–20. doi:10.1073/pnas.76.7.3116.
51
Analisis Molekuler dan Segregasi Transgen
RNA405. 2009. Flow diagram of northern blotting technique. http:// en.wikipedia.org/wiki/File:Northern_Blot_Scheme.PNG. Accessed 15 May 2012. Satoto, Y. Sulistyowati, A. Hartana, and I.H. Slamet-Loedin. 2008. The segregation pattern of insect resistance genes in the progenies and crosses of transgenic rojolele rice. Indonesian J. Agric. Sci. 9 (2):35-43. Southern, E. M. 1975. Detection of specific sequences among DNA fragments separated by gel electrophoresis. J. Mol. Biol. 98 (3): 503–51 Teachline Hebrew University. No date. Southern Blot (DNA analysis) http:// teachline.ls.huji.ac.il/72320/methods-tutorial/southern/southern-blot. html#procedure. Accessed 24 May 2012 Towbin, T. Staehelin, and J. Gordon. 1979. Electrophoretic transfer of proteins from polyacrylamide gels to nitrocellulose sheets: procedure and some applications”. PNAS USA76 (9): 4350. Utomo, S.D. 2004a. Transformasi genetik lima varietas kedelai menggunakan Agrobacterium. Jurnal Agrotropika IX (2):95-101. Utomo, S.D. 2005. Pengaruh L-Sistein terhadap efisiensi transformasi genetik jagung (Zea mays) menggunakan Agrobacterium. Buletin Agronomi XXXIII (3):7-16. Wikipedia. 2012. Southern Blot. http://en.wikipedia.org/wiki/Southern_blot. Accessed 15 May 2012. Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Yong, Z., B. –Y Yang, and S. –Y Chen. 2006. Inheritance Analysis of Herbicide-Resistant Transgenic Soybean Lines. Acta Genet. Sin. 33 (12):1105 – 1111. http://dx.doi.org/10.1016/S0379-4172(06)60148-0.
52
Gen-Gen Penyandi Sifat Unggul dan Tanaman Produk Rekayasa Genetik yang Membawa Gen Penyandi Sifat Unggul
4 BAB
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Dalam perakitan varietas unggul, teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetik atau bioteknologi turut berperan dalam membangun atau memperluas keragaman genetik. Untuk membangun atau memperluas keragaman genetik menggunakan teknologi DNA rekombinan, gen sifat unggul harus tersedia secara fisik berupa fragmen DNA. Jika posisi atau peta fisik suatu gen dalam kromosom sudah diketahui, gen dapat dipisahkan atau diisolasi menggunakan enzim restriksi untuk memotong DNA. Sebaliknya jika peta suatu gen penyandi sifat unggul belum diketahui, perlu dilakukan pemetaan gen yang dilanjutkan dengan isolasi gen. Jika gen sudah berhasil diisolasi, gen bisa disisipkan atau ditransfer ke dalam genom tanaman menggunakan prosedur transformasi genetik. Karena prosedur transformasi genetik sebagian besar spesies tanaman sudah dioptimalisasi, ketersediaan gen penyandi sifat unggul menjadi faktor penentu kegiatan perakitan varietas unggul menggunakan teknologi DNA rekombinan. Dengan demikian kegiatan pencarĂan gen-gen baru melalui kegiatan pemetaan dan isolasi gen merupakan kegiatan yang sangat penting. Penemu gen berhak atas paten untuk komersialisasi gen. Bab ini menguraikan tentang beberapa gen penyandi sifat unggul atau gen interes yang sudah diisolasi, ditransfer, dan/atau dikomersialisasikan dalam pertanian. Gen-gen yang diuraikan meliputi gen penyandi toleransi terhadap herbisida, ketahanan terhadap hama, ketahanan terhadap patogen, toleransi terhadap cekaman abiotik, dan peningkatan kualitas produk. 4.1 Gen penyandi toleransi terhadap herbisida Di Amerika Serikat, penggunaan herbisida dalam pengendalian gulma pada tanaman pertanian sudah sangat intensif, karena kerugian yang
53
Gen-gen Penyandi Sifat Unggul
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
diakibatkan oleh gulma rnencapai 3 – 4 miliar dolar AS (GEO-PIE,2003a dalam Herman, 2008). Penggunaan herbisida dapat menghemat biaya tenaga kerja dalam pengendalian gulma. Berdasarkan saat pemberiannya (aplikasi), herbisida terdiri atas herbisida pra-tumbuh dan pasca-tumbuh. Herbisida pra-tumbuh ber-spektrum luas yang mematikan banyak/beberapa spesies gulma; sebaliknya herbisida pasca-tumbuh ber-spektrum sempit atau spesifik untuk gulma tertentu. Agar dapat mematikan beberapa spesies gulma, petani sering mencampur herbisida pasca-tumbuh. Agar tanaman tidak mati atau tidak terganggu oleh aplikasi herbisida pasca-tumbuh, diperlukan tanaman toleran terhadap herbisida; dengan kata lain, tanaman yang toleran terhadap herbisida merupakan prasyarat aplikasi herbisida pasca-tumbuh. Perakitan varietas unggul tanaman toleran terhadap herbisida (TTH) sudah dilakukan sebelum penerapan rekayasa genetika sehingga diperoleh varietas kedelai toleran terhadap herbisida sulfonil urea, bunga matahari toleran terhadap imazamox, dan jagung toleran terhadap imidazolinon (Thomson, 2006). Setelah gen-gen TTH dikarakterisasi dan diisolasi secara fisik, dilakukan perakitan varietas tanaman produk rekayasa genetik (TPRGTTH). Toleransi varietas TPRGTTH diperoleh melalui salah satu dari dua mekanisme yaitu a). Tanaman PRG rnemproduksi protein baru yang dapat mendetoksifikasi herbisida; atau b) Protein di dalam tanaman yang menjadi target kerja herbisida digantikan oleh protein baru yang tidak terpengaruh oleh herbisida tersebut atau dengan kata lain menjadi toleran terhadap herbisida tersebut (GEO-PIE, 2003b dalam Herman, 2008). Penelitian perakitan TPRGTTH dirintis dan dilakukan oleh beberapa grup peneliti (Comai et al., 1985; Della-Ciopaa et al., 1987; Mazur dan Falco 1989). Comai el al. (1985) melaporkan hasil transformasi tanaman tembakau toleran terhadap glifosat karena tanaman mengekspresikan gen aroA dari Salmonella typhimurium. Tanaman tembakau PRG dapat tumbuh 70% pada 20 hari setelah penyemprotan glifosat dengan dosis 0,5 kg/ha dibandingkan dengan hanya 10% tanaman kontrol (non-PRG). Gen EPSPS lainnya berhasil diisolasi dari bakteri tanah Agrobacterium (Padgette et al., 1995) dan dari tanaman jagung (Zenger, 1998; Office of Food Biotechnology - Health Canada, 1999). Gen toleransi terhadap herbisida yang berhasil dikarakterisasi, diisolasi, dan ditransfer ke dalam genom tanaman meliputi gen EPSPS
54
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
(3-enolpyruvylshikimate-5 –phosphate synthase) gen GOX (glyphosate oxidoreducatuse) untuk toleransi terhadap glifosat dan gen bar untuk toleransi terhadap glufosinat. Enzim EPSPS berperan dalam produksi asam amino fenilalanin, tirosin, dan triptofan. Inaktivasi enzim EPSPS berakibat terhambatnya pertumbuhan atau kematian tanaman. Pada tanaman yang sensitif terhadap glifosat, herbisida tersebut menghambat atau meng-inaktivasi enzim EPSPS (Gambar 4.1 sebelah kiri). Isolasi, pemetaan dan karakterisasi sudah dilakukan sehingga diperoleh gen EPSPS yang insensitif terhadap glifosat. Transformasi genetik tanaman untuk mentransfer gen EPSPS insensitif ke dalam genom tanaman menghasilkan tanaman yang toleran terhadap herbisida glifosat (Gambar 4.1 sebelah kanan). Gen EPSPS sudah diisolasi dari mutan Agrobacterium strain CP4. Gen tersebut menyandikan enzim EPSPS yang insensitif atau toleran terhadap glifosat. Gen tersebut berhasil ditransfer melalui proses transformasi genetik ke dalam genom kedelai sehingga diperoleh tanaman jagung dan kedelai yang toleran terhadap glifosat (Padgette et al., 1995; Clemente et al., 2000; Querci dan Mazzara, tanpa tahun). Clemente et al. (2000) menunjukkan bahwa tanaman kedelai transgenik yang berasal dari tunas yang tumbuh pada medium seleksi mengandung glifosat juga toleran terhadap glifosat di lapang. Mutasi menggunakan site-directed mutagenesis telah dilakukan terhadap gen EPSPS jagung asli (endogenous) sehingga diperoleh gen EPSPS yang tidak sensitif terhadap inaktivasi oleh glifosat. Gen tersebut sudah diklon dan ditransformasikan ke dalam genom jagung sehingga diperoleh varietas jagung PRG toleran terhadap herbisida glifosat, yaitu GA 21 (Zenger, 1998). Herbisida ammonium glufosinat dikonversi oleh tanaman menjadi phosphinothricin (PPT) yang bersifat fitotoksin yaitu menghambat glutamine synthase. Tanaman transgenik toleran glufosinat berhasil dirakit dengan cara mentransfer gen bar yang menyandikan phosphinothricin N-acetyltransferase (PAT) yang men-detoxify PPT dengan cara mengasetilisasi grup NH2 pada PPT. Gen bar diisolasi dari bakteri Streptomyces hygroscopicus (Thompson et al., 1987). Hinchee et al. (1993) melaporkan tanaman kentang, tembakau, dan tomat PRG toleran terhadap herbisida glufosinat karena mengekspresikan gen tersebut Penulis (Dr. Setyo Dwi Utomo) melakukan penelitian untuk merakit tanaman kedelai dan jagung toleran terhadap herbisida glufosinat (Utomo, 2004; dan Kim et al., 2009). Utomo (2004) dan Marveldani et al., (2007)
55
Gen-gen Penyandi Sifat Unggul
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
melaporkan tanaman kedelai PRG yang membawa gen bar. Penelitian Dr. Setyo Dwi Utomo untuk mendapatkan tanaman transgenik toleran terhadap dilaksanakan melalui kerjasama dengan Dr. Pil Son Choi (Dept. Medicinal Plant Resources Nambu University, Gwangju, Korea Selatan) pada tahun 2008. Transformasi genetik jagung tersebut menggunakan vektor pPTF102 mengandung gen bar untuk toleransi terhadap herbisida glufosinat dan gen EPSPS untuk toleransi terhadap herbisida glifosat. Hasil penelitian tersebut diterbitkan dalam salah satu jurnal internasional yaitu Plant Biotechnology Report (Kim et al., 2009 ). Toleransi terhadap herbisida glufosinat didasarkan pada leaf painting assay.
56
Gambar 4.1 Sebelah kiri: tanaman sensitif terhadap herbisida glifosat; enzim EPSP sintase diikat oleh herbisida glifosat sehingga EPSP tidak terbentuk dan selanjutnya asam aromatik juga tidak terbentuk. Gambar sebelah kanan: tanaman toleran terhadap glifosat karena keberadaan transgene EPSP sintase dari bakteri yang menyebabkan glifosat tidak dapat mengikat EPSP sintase, sehingga asam amino aromatik terbentuk dan tanaman tetap hidup (Sumber: McClean, tanpa tahun)
Setyo Dwi Utomo
4.2 Gen penyandi ketahanan terhadap hama 4.2.1 Gen cry Salah satu gen penyandi ketahanan terhadap serangga yang banyak digunakan dalam rekayasa genetik tanaman berupa gen cry (crystal protein). Tanaman produk rekayasa genetik (PRG) yang membawa dan mengekspresikan gen penyandi δ-endotoksin dari Bacillus thuringiensis menjadi tahan terhadap ulat (serangga hama). Tanaman PRG tersebut menghasilkan toksin berupa protein kristal (Toksin Bt) yang menyebabkan terbentuknya pori-pori pada membran sel saluran pencernaan hama yang menyerang tanaman, sehingga mengganggu keseimbangan osmotik sel. Terganggunya tekanan osmosis menyebabkan sel menjadi bengkak dan pecah, sehingga serangga mati (Gill et al., 1992; Hofte dan Whiteley, 1989). Toksin Bt sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai insektisida hayati. Gen penyandi toksin Bt dipetakan, dikarakterisasi, dan diisolasi dari bakteri B. thuringiensis dan kemudian disisipkan ke dalam genom tanaman. Varietas tanaman PRG tahan serangga yang membawa gen cry yang sudah dikomersialkan tercantum pada Tabel 4.1.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
4.2.2 Gen ketahanan terhadap hama selain cry Selain cry, gen penyandi ketahanan terhadap serangga yang dapat digunakan untuk memperoleh tanaman PRG meliputi proteinase inhibitor II (pin-II), alpha amylase inhibitor, lectin, kitinase, dll (Tabel 4.2) (Slater et al., 2008). Gen pin-II yang diisolasi dari tanaman kentang dan ditransfer ke dalam genom tanaman tembakau melalui transformasi genetik meningkatkan ketahanan tembakau PRG terhadap serangga Manduca sexta (Johnson et al., 1989). Pardal et al. (2005) melakukan rekayasa genetika kedelai untuk mentranser gen pin-II ke dalam genom kedelai, dalam rangka mendapatkan kedelai PRG tahan terhadap hama penggerek polong. Tanaman kacang azuki PRG yang tahan terhadap kumbang Bruchus (Bruchus pisorum) berhasil diperoleh dengan cara men-transfer gen alpha amylase inhibitor yang diisolasi dari kacang buncis (Phaseolus vulgaris) ke dalam genom kacang azuki (Ishimoto et al., 1996). Galanthus nivalis agglutinin (GNA) atau agglutinin dari tanaman Galanthus nivalis (snowdrop)merupakan senyawa lektin. Lektin merupakan sekelompok protein yang berfungsi sebagai pengikat karbohidrat. Lektin yang diekspresikan tanaman menunjukkan aktivitas insektisida. Padi PRG yang membawa gen GNA telah dirakit menggunakan prosedur transformasi biolistik
57
Gen-gen Penyandi Sifat Unggul
pada embrio muda dan elektroprasi pada protoplas. Berdasarkan bioasai, tanaman padi PRG tersebut menurunkan tingkat hidup dan keperidian, serta memperlambat pertumbuhan wereng coklat (Rao et al., 1998). Padi tahan terhadap wereng coklat karena membawa gen snowdrop lectin sudah diuji di fasilitas uji terbatas di Pusat Penelitian LIPI (Amirhusin et al., 2008).
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Tabel 4.1 Contoh tanaman PRG tahan terhadap hama serangga yang membawa gen cry Perusahaan
Nama dagang varietas tanaman
Bt Protein
Tanaman
Monsanto
Bollgard
cry1Ac
Kapas
Tobacco budworm, Cotton bollworm, Pink bollworm
Monsanto
Bollgard II
cry1Ac+cry2Ab
kapas
Tobacco budworm, Cotton bollworm, Pink bollworm
Dow
WideStrike
cry1Ac+cry1Fa
kapas
Tobacco budworm, Cotton bollworm, Pink bollworm
Monsanto
YieldGard
cry1Ab
Jagung
European corn borer
Syngenta
Agrisure CB
cry1Ab
Jagung
European corn borer
Aventis
Starlink (discontinued)
cry9C
Jagung
European corn borer
Mycogen (Dow) Pioneer (DuPont)
Herculex I
cry1Fa
Jagung
European corn borer
Dow/Pioneer
Herculex RW
cry34Ab+cry35Ab
Jagung
Corn rootworm
Dow/Pioneer
Herculex Extra
cry1Fa/ cry34Ab/ cry35Ab
Jagung
European corn borer + Corn rootworm
Monsanto
YieldGard Rootworm
cry3Bb
Jagung
Corn rootworm
Monsanto
YieldGard Plus
cry1Ab+ cry3Bb
Jagung
European corn borer + Corn rootworm
Syngenta
Agrisure RW
mcry3Aa
Jagung
Corn rootworm
Sumber: Slater et al. (2008)
58
Serangga hama
Setyo Dwi Utomo
Tabel 4.2 Gen-gen ketahanan terhadap hama yang berasal dari tanaman (Slater et al., 2008)
C-II
Protein yang dikode Inhibited protease Serine protease
Tanaman asal
Ordo serangga target
Kedelai
Coleoptera, Lepidoptera
Cme
Trypsin
Barley
Lepidoptera
CMTI
Trypsin
Labu
Lepidoptera
cpTI
Trypsin
Cowpea
Coleoptera, Lepidoptera
14K-CI MTI-2 OC-1 PI-IV
Bifunctional serine Serine protease, Cysteine protease Serine protease
Sereal
Tanaman PRG
rape, kentang tembakau tembakau Apel, letus, rape, kentang, padi, strawberi, tomat, tembakau, gandum Tembakau
Lepidoptera Arahidopsis Coleoptera, Homoptera
Oilseed rape, poplar, tembakau
Kedelai
Lepidoptera
Kentang, tembakau
Mustard Padi
Tembakau
Pot PI-1
Proteinase
Kentang
Lepidoptera, Orthoptera
Petunia, tembakau
Pot PI-II
Proteinase
Kentang
Orthoptera
Padi, tembakau
Kti3, SKTI
Kunitz trypsin
Kedelai
Lepidoptera
Padi, kentang, tembakau
PI-I PI-II
Proteinase Proteinase
Tomat Tomat
Lepidoptera Lepidoptera
Alfalfa, tembakau, tomat Tembakau, tomat
α-Amylase inhibitors α-Amylase α – Al-PV
Buncis
Coleoptera
Azuki bean, pea, tembakau
WMAI-I
α-Amylase
Sereal
Lepidoptera
Tembakau
14K-CI
Bifunctional serine, protease, and α-Amylase
Sereal
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Gen tanaman Protease inhibitors
Tembakau
Lectins GNA p-lec WGA
Snowdrop
Homoptera Lepidoptera
Kentang, padi, ubi jalar, tebu, bunga matahari, tembakau, tomat
Lectin Potato,
Pea
Homoptera, Lepidoptera
Tembakau
Agglutinin
Wheat germ
Lepidoptera, Coleoptera
Jagung
Lectin
59
Gen-gen Penyandi Sifat Unggul Jacalin
Lectin
Nangka
Lepidoptera, Coleoptera
Jagung
Rice-lectin
Lectin
Padi
Lepidoptera, Coleoptera
Jagung
Sumber: Slater et al. (2008)
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
4.3 Gen ketahanan terhadap virus patogen tanaman Virus patogen tanaman menurunkan produktivitas tanaman melalui penghambatan laju fotosintesis dan penurunan vigor pertumbuhan. Pengendalian penyakit tersebut dapat dilakukan melalui penggunaan varietas tanaman yang tahan. Review komprehensif tentang ketahanan tanaman terhadap virus dilakukan oleh Scholthof et al. (1993) dan Goldbach (2003). Ketahanan tanaman terhadap virus dapat diperoleh melalui pathogen-derived resistance (PDR), yaitu bahwa tanaman yang membawa gen atau sekuen DNA dari parasit/ patogen akan terlindungi dari serangan patogen yang bersangkutan (Scholthof et al., 1993). PDR terdiri atas proteksi yang di-mediasi protein selubung (coat-protein-mediated protection = CPMP), replicase-mediated protein, RNA antisense, dan RNA satelit (satRNA). Tanaman dapat dilindungi dari serangan virus dengan cara tanaman diinfeksi strain virus yang lemah. Mekanisme proteksi silang didasarkan pada prinsip bahwa infeksi virus tidak akan terjadi jika tanaman sudah diinfeksi virus tertentu. Diduga protein selubung (coat protein) berperan penting dalam mekanisme proteksi silang. Tanaman PRG tahan terhadap virus patogen yang mengandung protein selubung antara lain ketahanan tanaman tembakau terhadap tobacco mosaic virus (TMV) (PowellAbel et al., 1986), tomat terhadap TMV (Nelson et al., 1988), dan kacang tanah terhadap virus belang (peanut stripe virus (PStV) (Hapsoro et al., 2005, 2007, 2008). Tabel 4.3 mencantumkan beberapa spesies tanaman tahan terhadap virus yang di-mediasi protein selubung (Slater et al., 2008). Papaya ringspot virus (PRSV) merupakan salah satu patogen penyebab penyakit utama tanaman pepaya. Gen penyandi protein selubung berhasil di-klon dan transformasi genetik pepaya menggunakan biolistik berhasil dilakukan sehingga diperoleh tanaman pepaya PRG tahan PRSV (Fitch et al., 1990). Tanaman PRG tersebut diuji di lapangan uji terbatas di Hawaii tahun 1992 dan dibudidayakan secara komersial mulai tahun 1999 (Gonsalves, 2004).
60
Setyo Dwi Utomo
Table 4.3 Contoh-contoh sumber gen protein selubung (coat protein) dari virus dan tanaman yang menunjukkan ketahanan terhadap virus Tanaman PRG tahan terhadap virus dalam kolom ini
Tanaman
Nama virus sebagai sumber gen
Alfalfa Jeruk Pepaya Kacang tanah
Alfalfa mosaic virus (AIMV) Citrus tristeza virus (CTV) Papaya ringspot virus (PRSV) Tomato spotted wilt virus (TSWV) (N gene)
AIMV CTV PRSV
Kentang
Potato virus X (PVX) Potato virus Y (PVY) Potato leafroll virus (PLRV)
PVX, PVY PVY PLRV
Padi
Rice stripe virus (RStV) RSV (N gene) RFBV (Ngene) Rice yellow mottle virus (RYMV)
Squash
Cucumber mosaic virus (CMV) Watermelon mosaic virus-2 (WMV 2)
RStV RSV RFBV RYMV CMV
Tembakau
Tobacco mosaic virus (TMV) (CMV) AIMV
TSWV
WMV 2 TMV, PVX, CMV, AIMV CMV AIMV
Sumber: Slater et al. (2008)
Gen ketahanan terhadap cendawan patogen tanaman Gen-gen anti-cendawan atau anti-mikroba sudah berhasil diisolasi dari tanaman, hewan, dan jasad renik. Gen-gen tersebut menyandikan protein pathogenesis-related (PR) (Tabel 4.4). Protein PR terdiri atas 14 famili. Gengen PR sudah diklon dan digunakan dalam transformasi genetik tanaman untuk mendapatkan tanaman PRG tahan terhadap pathogen. Tanaman PRG tahan terhadap cendawan patogen pertama kali dilaporkan oleh Broglie et al. (1991). Kelompok peneliti tersebut melakukan transformasi genetik tanaman tembakau dan Brassica napus menggunakan gen kitinase (PR-3) dari kacang buncis (bean). Enzim kitinase menghidrolisis atau merusak kitin yang menjadi penyusun dinding sel cendawan. Tanaman tembakau dan Brassica PRG menunjukkan peningkatan ketahanan terhadap Rhizoctonia solani. Datta et al. (2001) melaporkan transformasi genetik padi indica menggunakan gen kitinase yang diisolasi dari padi. Tanaman padi indica tersebut menjadi tahan terhadap cendawan Rhizoctonia solani, yang ditunjukkan oleh jumlah bercak yang lebih sedikit dan ukurannya lebih kecil daripada bercak pada padi non-PRG.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
4.4
61
Gen-gen Penyandi Sifat Unggul
Tabel 4.4 Tipe-tipe protein pathogenesis-related (PR) yang merupakan senyawa anti-microbial Famili PR-1
Anggota tipe Tobacco PR-Ia
Ciri-ciri Antifungal, 14—17 kDa
PR-2
Tobacco PR-2
Class I, II, III endo-β- 1,3-glucanases, 25—35 kDa
PR-3
Tobacco P. Q
Class I, II, and IV endochitinases, 30 kDa
PR-4
Tobacco R
Antifungal, win-like proteins, endochitinase activity, similar to prohevein C-terminal domain, 13—19 kDa
PR-5 PR-6 PR-7 PR-8
Tobacco S Tomato inhibitor1 Tomato P Cucumber chitinase
Antifungal, thaumatin-like proteins, osmotins, zeamatins, permeartins, similar to a-amylase/ trypsin inhibitors Protease inhibitors, 6—13 kDa Endoprotease Class III chitinases, chitinases/lsozyme
PR-9
Lignin-forming peroxidase
Peroxidases, peroxidase-like proteins
PR-10
Parsley PR- 1
Ribonucleases, Bet v 1-related proteins
PR-11
Tobacco class V
Endochitinase activity chitinase
PR-12
Radish Ps-AFP3
Plant defensins
PR-13
Arabidopsis THI2. 1
Thionins
PR-14
Barley LTP4
Non-specific lipid-transfer proteins
Sumber: Slater et al. (2008)
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Gen RIP (ribosome in-activating protein) merupakan salah satu gen anti-cendawan. RIP menunjukkan aktivitas N-glycosidase dan dapat memindahkan residu adenine dari 28S rRNA sehingga subunit 60S ribosomal tidak dapat menempel pada perpanjangan faktor 2 yang berakibat proses perpanjangan protein menjadi terhambat. Leah et al. (1991) melaporkan penghambatan pertumbuhan cendawan secara in vitro oleh RIP barley yang dimurnikan. Ekspresi gen RIP barley pada tanaman tembakau PRG menurunkan tingkat serangan Rhizoctonia solani (Logemann et al., 1992); demikian pula ekspresi gen RIP dari jagung pada tanaman tembakau PRG (Maddaloni et al., 1997). 4.5 Gen ketahanan terhadap bakteri patogen tanaman Gen ketahanan terhadap bakteri atau gen anti-bakteri antara lain terdiri atas gen penyandi peptida dan penyandi lisozim. Gen-gen yang menyandikan peptida untuk ketahanan terhadap bakteri (anti-bakteri) sudah berhasil diisolasi dari berbagai organisme, antara lain dari mamalia, cendawan, serangga, dan
62
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
tanaman (Sagi, 2004; Mourgues et al., 1998). Gen penyandi lisozim diisolasi dari bakteriofag dan telur ayam (Sagi, 2004). Cecropin P1 merupakan salah satu peptida anti-bakteri yang diisolasi dari mamalia. Zakharchenko et al. (2005) melaporkan transformasi genetik tanaman tembakau yang mengekspresikan gen cecropin P1. Tanaman tembakau PRG hasil transformasi menunjukkan peningkatan ketahanan terhadap bakteri patogen Pseudomonas syringae, P. marginata, dan Erwinia carotovora. Gen yang menyandikan glucose oxidase sudah berhasil diisolasi dari cendawan Aspergillus niger. Glucose oxidase merupakan biokatalisator proses oksidasi glucose menjadi asam gluconic dan hidrogen peroksida. Gen tersebut sudah ditransfer ke dalam genom tanaman kentang sehingga diperoleh tanaman kentang PRG yang tahan terhadap bakteri Erwinia carotovora ssp. carotovora (Wu et al., 1995). Terdapat korelasi atau hubungan yang positif bahwa peningkatan ketahanan terjadi bersamaan dengan kenaikan konsentrasi hidrogen peroksida. Transformasi juga dilakukan terhadap tanaman kubis sehingga diperoleh tanaman kubis PRG yang tahan terhadap bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris (Lee et al., 2002). Gen attacin yang diisolasi dari serangga yaitu ulat sutera raksasa menyandikan peptida lytic. Transformasi genetik tanaman apel sudah dilakukan untuk mentransfer gen attacin E (Norelli et al., 1994). Berdasarkan bioasai di rumah kaca, tanaman apel PRG yang membawa gen attacin E tahan terhadap patogen Erwinia amylovora, penyebab penyakit hawar api (fire blight). Jika dibandingkan dengan control, gejala serangan salah satu tanaman apel PRG berkurang sampai 50%. Sebelas gen anti-bakteri sudah diisolasi dari tanaman yaitu: dua gen dari padi (Xa21 dan XaI) enam gen dari Arabidopsis (RPS2, RPS4, RPS5, PBSI, RPMI, dan RRSI –R), satu gen dari cabai (bs2), dan dua gen dari tomat (Prf dan 66 protein kinase). Gen Xa21 yang diisolasi dari padi (Song et al., 1995) merupakan salah satu gen yang paling sukses dan banyak dimanfaatkan dalam perakitan varietas padi tahan terhadap bakteri Xanthornonas oryzae pv. Oryzae. Tanaman padi PRG dari eksplan varietas IR 72 dan lima varietas Cina sudah dirakit dan menunjukkan ketahanan terhadap semua ras Xanthornonas oryzae pv. Oryzae (Tu et al., 1998; Tu et al., 2000; Zhai et al., 2000; Zhai et al., 2002).
63
Gen-gen Penyandi Sifat Unggul
Lisozim adalah protein anti-bakteri yang dapat diperoleh dari putih telur ayam (hen egg white lysozyme = HEWL). Serrano et al. (2000) melakukan transformasi genetik kentang untuk mentransfer gen HEWL. Tanaman kentang PRG yang diperoleh tahan terhadap Erwinia carotovora ssp. Atroseptica.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
4.6 Gen toleransi terhadap cekaman abiotik 4.6.1. Toleransi terhadap keracunan aluminium Keracunan aluminium merupakan salah satu permasalahan utama dalam budidaya tanaman di lahan bereaksi asam. Konsentrasi aluminium pada taraf yang meracuni tanaman mengakibatkan terganggunya pertumbuhan akar dan penyerapan unsur hara. Untuk merakit varietas unggul tanaman toleran terhadap keracunan aluminium (TTKA), perlu diisolasi gen TTKA. Gen TTKA yang pertama diisolasi adalah gen citrate synthase (CSb) dari bakteri Pseudomonas aeruginosa (De la Fuente et al., 1997). Gen tersebut ditransfer ke dalam genom padi dan jagung sehingga diperoleh tanaman padi dan jagung PRG yang toleran terhadap keracunan aluminium. Asam sitrat yang dihasilkan oleh tanaman PRG tersebut akan mengikat ion aluminium sehingga ion tidak masuk ke dalam akar. Jika tanaman PRG ditanam pada media tanam yang mengandung Al tinggi, pertumbuhan akar tanaman PRG lebih baik daripada tanaman pembanding non-PRG. Ezaki et al. (2000) melaporkan tranformasi genetik Arabidopsis untuk mentrasfer gen blue-copper-binding protein (AtBCB) dari Arabidopsis, gen glutathione S-transferase (parB) dari tembakau, gen peroxidase (NtPox) dari tembakau, dan gen GDP-dissociation inhibitor (NtGDII) dari tembakau. Tanaman Arabidopsis PRG menunjukkan toleransi terhadap keracunan Al; kandungan Al dalam akar lebih rendah daripada tanaman non-PRG. Gen-gen yang juga terinduksi atau terekspresi pada saat tanaman tercekam aluminium dirangkum pada Tabel 4.5 (Prasetiyono dan Tasliah, 2003).
64
Setyo Dwi Utomo
Tabel 4.5 Gen-gen yang diinduksi oleh stress Al dalam tanaman Gen
No
Spesies
1
Phenylalanine ammonia lyase
Gandum
2
Metallothionein-like protein
gandum, Arabidopsis
3
Bowman-Birk proteinase inhibitors
gandum, Arabidopsis
4
Phatogenesis- related protein (PR2)
Gandum
5
glucanase
Gandum
6
Auxin-induced gene (par A)
tembakau, Arabidopsis
7
Glutathione-s-transferase
tembakau, Arabidopsis
8
Peroxidase
Arabidopsis
9
Superoxidase dismutase
Arabidopsis, gandum
10
Blue-copper binding protein
Arabidopsis
11
Reticuline oxygen: oxidoreductase
Tembakau
Sumber: Prasetiyono dan Tasliah (2003)
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
4.6.2 Gen toleransi terhadap cekaman-cekaman abiotik lainnya Toleransi terhadap kekeringan merupakan salah satu karakter agronomi tanaman yang penting, dan menjadi semakin penting dengan adanya fenomena perubahan iklim. Indikator tanaman yang toleran terhadap kekeringan ditunjukkan oleh senyawa trehalose, poliamin, prolin, glisin betain, atau karbohidrat (Jiban, 2001). Metabolit tersebut telah menunjukkan asosiasi dengan toleransi kekeringan. Tanaman sumber gen toleransi terhadap kekeringan adalah resurrection (Xerophyta viscosa). Tanaman tersebut dapat bertahan hidup walaupun kehilangan 95% kandungan air selama berbulanbulan. Jika ketersediaan air normal kembali, tanaman akan bangkit dan hidup normal dalam beberapa hari (Thomson, 2006). Trehalose termasuk kelompok gula sederhana yang secara alamiah diproduksi oleh berbagai organisme. Dalam kondisi tercekam, kebanyakan tanaman secara alamiah akan mengakumulasi trehalose dan memproduksi gula yang melibatkan enzim trehalose-6 -phosphate synthase (TPS) dan enzim trehalose-6 -phosphate phosphatase (TPP). Gen penyandi enzim tersebut sudah diisolasi dan di-transfer ke dalam genom tanaman padi indica (USAID, 2004 dalam Herman, 2008). Gen-gen penyandi toleransi terhadap cekaman abiotik sudah banyak diisolasi, dikarakterisasi, dan di-transfer ke dalam genom tanaman untuk
65
Gen-gen Penyandi Sifat Unggul
mendapatkan tanaman PRG. Slater et al. (2008) merangkum tanaman PRG toleran terhadap kekeringan, salinitas, dan suhu dingin (Tabel 4.6).
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
4.7 Gen peningkatan kandungan vitamin A Pro-vitamin A (beta-karoten) disintesis secara alamiah oleh tanaman padi di dalam jaringan vegetatif, tidak di dalam bulir padi. Menggunakan rekayasa genetik, jalur biosĂntesis tersebut dapat dilakukan di dalam endosperma padi (Beyer et al., 2002). Dua gen yang berperan dalam pembentukan beta-karoten sudah diisolasi, yaitu gen yang menyandikan phytoene synthase (psy) dan gen yang menyandikan phytoene desaturase (crt I). psy diisolasi dari tanaman daffodil, sedangkan crt I dari bakteri Erwinia uredovor. Rekayasa genetika menggunakan bantuan Agrobacterium sudah dilakukan untuk mentransfer dua gen tersebut dalam rangka merakit varietas padi PRG yang mengandung beta-karoten pada endosperma (padi emas atau golden rice) (Ye et al., 2000). Penambahan dua gen tersebut mengubah jalur biokimia pembentukan betakaroten sehingga senyawa tersebut dapat berakumulasi di dalam endosperma. Akumulasi beta-karoten dan santofil dalam endosperma mengakibatkan padi/beras berwarna kuning seperti emas (Schaub et al., 2005) (Gambar 4.2). Kandungan beta-karoten sebesar 6 ug/g biji sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan vitamin A yang direkomendasikan untuk anak-anak. Untuk lebih meningkatkan kandungan beta-karoten, gen psy berhasil diisolasi dari jagung dan padi. Payne et al. (2005) melaporkan tanaman padi PRG yang mengekspresikan gen psy dari jagung; kandungan beta-karoten sebesar 37 ug/g.
66
Setyo Dwi Utomo
Tabel 4.6 Tanaman PRG yang membawa gen toleransi terhadap cekaman abiotik Tingkat akumulasi senyawa
Senyawa
Transgen
Spesies tanaman
Polyamines
Arginine decarboxylase
Padi
kekeringan
S-Adenosylrnethionine decarboxylase
Padi
salinitas
Spermidine synthase
Arabidopsis
Mothbean P5CS
Tembakau
Suhu renda, salinitas, dan kekeringan Salinitas Kekeringan, salinitas dan oksidasi
Padi
Tekanan osmotik dan suhu tinggi
Kedelai
Mannitol
P5CS (feedbackinhibition-insensitive)
Tembakau
4 mg/g bobot segar
Salinitas
Anti- ProDH
Arabidopsis
0,6mg/g Bobot segar
Salinitas, suhu rendah
E coli mt1D
Arabidopsis Tembakau
Sorbitol Trehalose
Apple s6pdh Yeast tps1
10 μg/g bobot segar 6 μmol/g bobot segar
Tembakau Tembakau
Salinitas Oxidative stress
3.2 μg/g bobot kering
Potato E. coli otsA + otsB
Salinitas
Kekeringan Kekeringan
Tembakau
90 μg /g bobot segar
Kekeringan Kekeringan, Salinitas Kekeringan
D-Ononitol
Ice plant imtl
Tembakau
35 μmol g bobot segar 0.35 mg bobot segar
Fructans
Bacillus subtilis sacB
Tembakau
5 mg/g DW
Osmotin
Osm1 — Osm4
Tembakau
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Proline
Toleran terhadap cekaman
Kekeringan, salinitas
Sumber: Slater et al. (2008)
67
Gen-gen Penyandi Sifat Unggul
Sumber: IRRI ( 2011)
Gambar 4.2 Padi emas PRG kaya beta-karoten (kanan atas) dibandingkan dengan padi non-PRG (kiri).
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
4.8 Gen penundaan kemasakan buah Nilai ekonomi buah dapat ditingkatkan dengan cara mengatur saat pemasakan misalnya ditunda waktu masak. Penundaan kemasakan buah memungkinkan buah tidak masak dan selanjutnya membusuk pada masa penanganan dan transportasi; atau pemasakan dilakukan pada saat sudah akan diperlukan untuk konsumsi. Tahap-tahap pemasakan buah dimulai dari perubahan dinding buah yang menjadi lunak, diiringi dengan produksi komponen warna, perubahan kandungan gula, dan flavor. Dalam proses pemasakan, dihasikan gas etilen yang dilepas ke udara. Gas tersebut memicu dan mempercepat pemasakan buah mentah yang berdekatan dengan buah masak. Rekayasa genetik tanaman untuk menunda kemasakan buah dapat dilakukan dengan cara mentransfer gen antisense ACC synthase pada tanaman pepaya (Magdalita et al., 2001). ACC synthase bertanggung jawab dalam tahapan sintesis etilen. Gen antisense menghambat atau mengurangi aktivitas gen tersebut. Pepaya PRG dengan sifat penundaan kemasakan sudah diuji di lapangan uji terbatas di Malaysia (Muda et al. (2003) dalam Herman (2008). Penundaan kemasakan juga dapat dilakukan dengan cara mentransfer
68
Setyo Dwi Utomo
gen antisense polygalacturonase (PG). Enzim PG berperan penting dalam pelunakan dinding buah selama proses pemasakan. Tanaman tomat PRG hasil trasformasi menggunakan gen antisense PG diberi nama tomat Flavr Savr. Tomat tersebut sudah mendapat sertifikat keamanan lingkungan dan pangan (GEO-PIE, 2004a dalam Herman, 2008).
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
4.9 Gen pembentukan buah partenokarpi Partenokarpi adalah gejala terbentuknya buah tanpa melalui proses pembuahan inti generatif terhadap sel telur. Gejala partenokarpi menunjukkan bahwa pembuahan merupakan salah satu, tetapi bukan satu-satunya pemicu pembentukan buah. Buah partenokarpi dipicu oleh zat pengatur tumbuh (ZPT) yang terdapat dalam bunga. Gejala partenokarpi terdapat pada buah pisang, ketimun, terong, nanas, pir, sukun, jambu-jambuan, dan sejumlah tumbuhan budidaya lainnya. Semangka tanpa biji juga produk dari gejala ini. Partenokarpi merupakan karakter yang diinginkan dan penting pada tanaman yang produk komersialnya berupa buah karena buah menjadi tanpa biji atau berbiji lunak. Salah satu cara merangsang pembentukan buah partenokarpi adalah melalui aplikasi ZPT auksin pada kuncup bunga. Kandungan auksin yang tinggi pada bunga menginduksi pembentukan buah partenokarpi; buah terbentuk tanpa polinasi dan fertilisasi. Meskipun demikian cara tersebut kurang praktis dan memerlukan banyak tenaga kerja khususnya pada perkebunan skala besar (Donzela et al., 2000). Rekayasa genetik untuk merakit tanaman berbuah partenokarpi merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Gen penyandi senyawa precursor pembentukan auksin, DefH9-iaaM, telah diisolasi dan dikarakterisasi; gen DefH9 diisolasi dari bakteri Pseudomonas syringae pv. savastanoi, dan gen iaaM dari tanaman Anthirrinum majus. Gen iaaM menyandikan sintesis tryptophan monoxygenase dan memproduksi indolacetamide yang kemudian berubah menjadi auxin indole-3-acetic acid. Gen mengatur tempat ekspresi gen khususnya di dalam ovul dan plasenta (Rotino et al., 1997). Tanaman tembakau dan terong PRG partenokarpi (tanpa biji) dilaporkan oleh Rotino (1997). Menggunakan gen yang sama, Retino et al. (2005) melaporkan tomat PRG partenokarpi. Perakitan galur atau varietas tomat partenokarpi di Indonesia dilakukan oleh Purnamaningsih et al. (2005) juga menggunakan gen DefH9-iaaM. Pada tahun 2007, pengujian tomat PRG tanpa biji dilakukan di Fasilitas Uji Terbatas (FUT), BB-Biogen, Bogor. Pardal
69
Gen-gen Penyandi Sifat Unggul
et al. (2004) melaporkan regenerasi dan transformasi genetik salak pondoh untuk mendapatkan salak partenokarpi. Daftar Pustaka Amirhusin, B. 2004. Perakitan tanaman transgenic tahan hama. Jurnal Litbang Pertanian, 23(1). http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/ p3231041.pdf, Diakses 20 Juni 2008 Amirhusin, B., E.M. Lokollo, Supriyati, and Sutrisno. 2008. The cost of research and development for producing a transgenic crops and its biosafety regulation compliance in Indonesia. Asian Biotech. Dev. Rev. 11(1):79-117. Barinaga, M. 1997. Making plants alumunium tolerant. Science 276:1497. Baulcombe, D.C. 1996. Mechanisms of pathogen-derived resistance to viruses in transgenic plants. Plant Cell 8:1833-1844. Beyer, P., S. Al-Babili, X.Ye, P.Lucca, P.Schaub, R. Welsch, and I.Potrykus. 2002. Golden Rice: Introducing the beta-carotene biosynthesis pathway into rice endosperm by genetic engineering to defeat vitamin A deficiency. J. Nutr. 132:506S-510. Broglie K., I. Chet, M. Holliday, R. Cressman, P. Biddle, S. Knowlton, C.J. Mauvais, and R. Broglie. 1991. Transgenic plants with enhanced resistance to the fungal pathogen Rhizoctonia solani. Science 254:1194-1197. Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Comai, L., D. Faccioti, W.R. Hiatt, G. Thompson, R.E. Rose, and D.M. Stalker. 1985. Expression in plants of aroA gene from Salmonella tryphimurium confres tolerant to glyphosate. Nature 317:741-744. Datta, K., J. Tu, N. Oliva, I. Ona, R. Valazhahan, T.W. Mew, S. Muthukrishnan, and S.K Datta. 2001. Enhanced resistance to shealth blight by constitutive expression of infection-related rice chitinase in transgenic elite indica rice cultivars. Plan Sci. 60:405-414. De La Fuente, J.M., V. Ramirez-Rodriuez V., J.L. Cabrera-Ponce, and L. Herrera-Estrella. 1997. Alumunium tolerance in transgenic plants by alteration of citrate synthesis. Science 276:1566-1568 Della-Ciopaa, G., S.C. Bauer, M.L. Taylor, D.E. Rochester, B.K. Klein, D.M. Shah,R.T. Fraley, And G.M. Kishore. 1987. Targeting a herbicide resistance enzyme from Escherichia coli to chloroplast of higher plant. Bio/Technol. 5:579-584.
70
Setyo Dwi Utomo
Donzela, G., A. Spena, and . I. Rotino. 2000. Transgenic parthenocarpic eggplants: superior germplasms for increased winter production. Mol. Breed. 6:79-86. Ezaki, B., R.C. Gardner, Y. Ezaki, and H. Matsumoto. 2000. Expression of aluminum-induced genes in transgenic Arabidopsis plants can ameliorate aluminum stress and/or oxidative stress. Plant Physiol. 122:657-666 Fitch, M.M., R.M. Manshardt, D. Gonsalves, J.L. Slightom, and J.C. Sanford. 1990. Stable transformation of papaya via microprojectile bombardment. Plant Cell Rep. 9(4):189-194 Gill, S.S., E.A. Cowles, and F.V. Pietrantonio. 1992. The mode of action of Bacillus thuringiensis endotoxins. Annual Review of Entomology 37:615-636. Goldbach, R., E. Bucher, and M. Prins M. 2003. Resistance mechanisms to plant viruses: an overview. Virus Res. 92:207–12 Gonsalves, D. 2004. Transgenic papaya in Hawaii and beyond. AgBioForum 7(1-2):36-40. Hapsoro, D., H. Aswidinnoor, Jumanto, R. Suseno, and Sudarsono. 2007. Transgene identity and number of integration sites and their correlation with resistance to PStV in transgenic peanuts carrying Peanut Stripe Virus (PStV) coat protein gene. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 7(1):39-47. Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Hapsoro, D., H. Aswidinnoor, Jumanto, R. Suseno, and Sudarsono. 2008. Inheritance of resistance to PStV in transgenic peanuts containing cp PStV gene. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 8(1):31-38. Hapsoro, D., H. Aswidinnoor, Jumanto, R. Suseno, and Sudarsono. 2005. Transformasi tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dengan gen cp PStV dengan bantuan Agrobacterium. Jurnal Agrotropika 10(2):85-93. Hemmenway, C., R.X. Fang, W.K. Kaniewksi, N.K. Chua, and N.E. Turner. 1987. Analysis of the mechanism of protection in transgenic plants expressing the potato virus X coat protein or its antisense RNA. EMBO J. 7:1273-1281. Herman, M. 2008. Tanaman produk rekayasa genetik dan kebijakan pengembangannya. Vol. 1: teknologi rekayasa genetik dan status penelitiannya di Indonesia. Disunting oleh B. Purwantara dan M. Thohari. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. 106 hlm.
71
Gen-gen Penyandi Sifat Unggul
Hofte, H. and H. R. Whiteley. 1989. Insecticidal crystal protein of Bacillus Ihuringiensis. Microbiol. Rev. 53:42-255 Huang, J., R. Hu, S. Rozelle, and C. Pray. 2005. Insect-resistant GM rice in farmers’ fields, assessing productivity and health effects in China. Science 308:688-690. IRRI. 2011. Golden rice. http://en.wikipedia.org/wiki/File:Golden_Rice.jpg Accessed 10 May 2012. Ishimoto, M., J. Sato, M.J. Chrispeels, and K. Kitamura.v1996. v Bruchids resistance of transgenic azuki bean expreesing seed ι-amylase inhibitor in the common bean. Entomol. Exper. Appl. 79:305-315. James, C. 2010. Global Status of Commercialized Biotech/GM Crops: 2010. Presented by Randy A. Hautea in Public Forum on Science Communication, April 6, 2011, Biopolis, Singapore www.isaaa.org/.../ 2011/ppts/Randy%20Hautea. Diakses 15 Maret 2012. Jiban, M. 2001. Genetics ang genetic improvement of drought resistance in crop plants. Curr. Sci. 80(6):758-763. Joko Prasetiyono dan Tasliah. 2003. Strategi pendekatan bioteknologi untuk pemuliaan tanaman toleran keracunan aluminium. Ilmu Pertanian 10 (1): 1-84
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Kaniewski, W., C. Lawson, B. Sammons, L. Haley, J. Hart, X. Delannay, and N.E. Tunier. 1990. Field resistance of transgenic russet burbank potato to effects of infection by potato virus X and potato virus Y. Bio/Technol. 8:750-754. Leah, R., H. Tommerup, I. Svendnsen and J. Mundy,. 1991. Biochemical and molecular characterization of three barley seed proteins with antifungal properties. J. Biol. Chem. 266:1464-1573. Lee, Y.H., I.S. Yoon, S.C. Suh, and H.I. Kim. 2002. Enhanced resistance in transgenic cabbage and tobacco expressing a glucose oxidase gene from Asperillus niger. Plant Cell Rep. 20:857-863. Logemann, J., G. Jach, H. Tommerup, J. Mundy, and J. Schell. 1992. Expression of barley ribosom inactivating protein leads to fungal protection in transgenic tobacco. Bio/Technol. 10:305-308. Lucca, P., R.Hurrell, and I. Potrykus, 2001. Genetic engineering approaches to improve the bioavailability and the level of iron in rice grains. Theor. Appl. Genet. 102: 392-397.
72
Setyo Dwi Utomo
Maddaloni, M., F. Forlani, V. Balmas, G. Donini, L. Stasse, L. Corazza, and M. Motto. 1997. Tolerance to the fungal pathogen Rhizoctonia solani AG4 of transgenic tobacco expressing the maize ribosome-inactivating protein b-32. Transgenic Res. 6:393-402. Magdalita, P.M., A.C. Laurena, B.M. Yabut-Perez, V.N. Villeas, E.M.T. Mendoza, and J.R. Botella. 2001. Progress in the development of transenic papaya: Transformation of Solo papaya using ACC synthase antisense construct. Acta Hort. 575:171-176. Mazur, B.J. and S.C. Falco. 1989. The development of herbicide resistant crops. Annu. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 40:441-456. McClean, P. Tanpa tahun. Biotechnology: Principles, Applications, and Social Implications. From Protein to Product. The techniques used by the biotechnology industry to modify genes and introduce them into transgenic organisms. Power point. Department of Plant Science, North Dakota State University. USA. www.ag.ndsu.nodak.edu/.../ techniques-of biot. Diakses 15 Maret 2012. Mourgues, F., M.N, Brisset, and E. Chevreau. 1998. Strategies to improve plant resistance to bacterial diseases through genetic engineering. TIBTECH 16:203-210. Nelson R, S.M. McCormick , X. Delannay, P. Dube, J. Layton J, et al. 1988. Virus tolerance, plant growth and field performance of transgenic tomato plants expressing the coat protein from tobacco mosaic virus. Bio/Technology 6:403–9. Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Norelli, J.L., H.S. Aldwinckle, L. Destefano Beltran, and J.M. Jaynes. 1994. Transgenic ‘Mallling 26’ apple expressing the attacin E gene has increased resistance to Erwinia amylovora. Euphtica 77: 123-128. Office of Food Biotechnology-Health Canada. 1999. Glyphosate Tolerant Corn, GA21. www.hc-sc.gc.ca/fn-an/gmf-agm/appro/ofb-099-133-aeng.php. Accessed 12 May, 2012. Padgette, S.R., K.H. Kolacz, X. Delannay, D.B. Re, B.J. LaVallee, C.N.,Tinius, W.K. Rhodes, Y.I.Otero, G.F. Barry, D.A., Eichholtz, V.M., Peschke, D.L.,Nida N.B.Taylor, and G.M. Kishore. 1995. Development, identification, and characterization of a glyphosate-tolerant soybean line. Crop Sci. 35:1451–1461. Paine, J.A., C.A. Shipton, S. Chaggar, R.M. Howells, M.J. Kennedy, G. Vernon, S.Y. Wright, E. Hinchliffe, J.L. Adams, A.L. Silverstone, and R. Drake. 2005. A new version of golden rice with increased pro-vitamin A content. Nature Biotechnol. 23:482-487.
73
Gen-gen Penyandi Sifat Unggul
Pardal, S.J. , I. Mariska, E.G. Lestari, dan Slamet. 2004. Regenerasi tanaman dan transformasi genetik salak pondoh untuk rekayasa buah partenokarpi (Plant regeneration and genetic transformation of salac cv. Pondoh for parthenocarpic fruits. Jurnal Biotek. Pertanian 9(2): 49-55. Pardal, S.J., G.A. Wattimena, H. Aswidinnoor, dan M. Herman. 2005. Transformasi genetik kedelai dengan gen proteinase inhibitor II menggunakan teknik penembakan partikel. Jurnal AgroBiogen 1(2):53-61. Powell-Abel, P., R.S. Nelson, N. Hoffmann S.G. Rogers et al. 1986. Delay of disease development in transgenic plants that express the tobacco mosaic virus coat protein gene. Science 232:738–43. Prasetiyono, J. dan Tasliah. 2003. Strategi pendekatan bioteknologi untuk pemuliaan tanaman toleran keracunan aluminium. J. Ilmu Pertanian 10 (1):81-84. Querci, M. and M. Mazzara. No year. The analysis of food samples for the presence of genetically modified organisms. Session 7. Characteristics of Roundup Ready Soybean, MON810 Maize, and Bt-176 Maize. JRC European Commission. www.gmo-crl.jrc.ec.europa.eu/ capacitybuilding/ manuals. Accessed 14 May 2012.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Rao, K.V., K. S. Rathore, T. K. Hodges, X. Fu, E. Stoger, D. Sudhakar, S. Williams, P. Christou, M. Bharati, D. P. Brown, K.S. Powell, J. Spence, A.M.R. Gatehouse, and J.A. Gatehouse. 1998. Expression of snowdrop lectin (GNA) in transgenic rice plants confers resistance to rice brown planthopper. Plant J. 15 (4):469-477. Rotino, G.L., N. Acciarri, E. Sabatini, G. Mennella, R.L. Scalzo, A. Maestrelli, B. Molesini, T. Pandolfini, J. Scalzo, B. Mezzetti, and A. Spena. 2005. Open field trial of genetically modified parthenocarpic tomato: seedlessness and fruit quality. BMC Biotechnol. 5:32. Sagi, L. 2004. Engineering resistance to pathogenic bacteria. http://www. promusa.org/research/genetic_transfo_strategies_bacteria.pdf. Schaub, P., S. Al-Babili, R. Drake, and P.R. Beyer. 2005. Why is rice golden (yellow) instead of red? Plant Physiol. 138:441-450. Scholthof, K.C., H.B. Scholthof, and A. O. Jackson. 1993. Control of Plant Virus Diseases by Pathogen-Derived Resistance in Transgenic Plants. Plant Physiol. 102: 7-12.
74
Setyo Dwi Utomo
Serrano, C., P. Arce –Johnson, H. Torres, M. Gebbauer, M. Gutierrez, M. Moreno, X. Jordana, A. Venegas, J. Kalazich, and L. Holoigue. 2000. Expression of the chichken lysozeme gene in potato enhances resistance to infection by Erwinia carotobora subsp. Atroseptica. Amer. J. Potato Res. 77:191-199. Slater, A., N.W. Scott, and M. R. Fowler. 2008. Plant Biotechnology: the Genetic manipulation of Plants. Second Edition. Oxford Univ. Press. Oxford, United Kingdom. Song, W. Y., G.L. Wang, L.L. Chen, H.S. Kim, L.Y. Pi, T. Holsten, J. Gardner, B. Wang, W.X. Zhai, L.H. Zhu, C. Fauquet, and P. Ronald. 1995. A receptor kinase-like protein encoded by the rice resistance gene, Xa21. Science 270:804-1806 Thompson, C.J., N.R. Movva, R. Tizard, R. Crameri, J.E. Davies, M. Lauwereys, and J. Botterman. 1987. Characterization of the herbicideresistance gene bar from Streptomyces hygroscopicus. EMBO J. 6:2519– 2523. Thomson, J.A. 2006. GM Crops: the Impact and the Potential. CSIRO Publ., Collingwood, VIC, Australia. Tu, J., K. Datta, G.S. Khush, Q. Zhang, and S.K. Datta. 2000. Field performance of Xa21 transgenic indica rice (Oryza sativa L.), IR72. Theor. Appl. Genet. 101:15-20.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Tu, J., I. Ona, Q. Zhang, T.W. Mew, G.S. Khush, and S.K. Datta, 1998. Transgenic rice variety ‘IR72’ with Xa21 is resistance to bacterial blight. Theor. Appl. Genet. 97: 31036. Wu, G., B.J. Shortt, E.B. Lawrenc, E. B. Levine, K.C. Fitzsimmons, and D. M. Shah. 1995. Disease resistance conferred by expression of a gene encoding H2O2-generating glucose oxidase in transgenic potato plants. Plant Cell 7:1357-1368. Xu, X., Q.Gan, R. C. Clough, K. M. Pappu, , J. A. Howard, J.A. Baez, K. Wang. 2011. Hydroxylation of recombinant human collagen type I alpha 1 in transgenic maize co-expressed with a recombinant human prolyl 4-hydroxylase. BMC Biotechnology 11: 69-80. Ye, X., Al-Babili, S., Kloeti, A., Zhang, J., Lucca, P., Beyer, P. & Potrykus, I. 2000. Engineering provitamin A (b-carotene) biosynthetic pathway into (carotenoid-free) rice endosperm. Science 287:303-305. Zakharchenko, N.S., E.B. Rukavstova, A.T. Gudkov, and Y.I. Buryanov. 2005. Enhanced resistance to phytopathogenic bacteria in transgenic tobacco
75
Gen-gen Penyandi Sifat Unggul
plants with synthetic gene of antimicrobial peptide cecropin P1. Russian J. Genetics 41(11): 1187-1193. Zhai, W.X., W.M. Wang, Y.L.Zhou, X.B. Li, X.W. Zheng, Q. Zhang, G.L. Wang, and L.H. Zhu. 2002. Breeding bacterial blight-resistant hybrid rice with the cloned bacterial blight resistance gene Xa21. Mol. Breed. 8:285-293.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Zhai, W.X., X.B. Li, W.Z. Tian, Y.L.Zhou, X.B. Pan, S.Y. Cao, X.F. Zhao, Q. Zhang, and L.H. Zhu. 2000. Introduction of a rice blight resistance gene, Xa21, into five Chinese rice varieties through an agrobacteriummediated system. Science in China Series C 43:361-368.
76
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Rekaya Genetik
5 BAB
Tanaman transgenik merupakan salah satu produk rekayasa genetik (PRG). Agar dapat dikomersialkan atau dibudidayakan oleh petani, di samping melalui tahap pelepasan varietas sesuai dengan peraturan umum tentang perbenihan, setiap tanaman PRG harus lulus pengujian keamanan hayati dan keamanan pangan/pakan. PRG yang dilepas ke lingkungan harus lulus pengujian keamanan hayati. Keamanan hayati produk rekayasa genetik adalah keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan. Bab ini menguraikan tentang peraturan perundangan tanaman produk rekayasa genetik (PRG), pengkajian keamanan hayati (lingkungan), hasil pengujian keamanan lingkungan di Indonesia dan luar negeri, dan pengkajian keamanan pangan.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
5.1. Peraturan tentang tanaman produk rekayasa genetik (PRG) Regulasi tentang keamanan hayati PRG berbeda antar-negara. Dalam bab ini akan diuraikan tentang regulasi di Amerika Serikat dan Indonesia. Hal yang perlu ditekankan dalam pengkajian keamanan hayati tanaman PRG adalah perlunya penggunaan dampak tanaman non-PRG sebagai acuan (baseline) (Tepfer,2002; Nap et al., 2003). 5.1.1 Regulasi tanaman PRG di Amerika Serikat Regulasi tentang pengkajian keamanan hayati di Amerika Serikat menggunakan pendekatan yang berbeda dengan Uni Eropa (Nap et al., 2003). Regulasi di Uni Eropa didasarkan pada proses perakitan tanaman PRG; sebaliknya regulasi di Amerika Serikat didasarkan pada karakteristik produk hasil rekayasa genetik. Banyak negara-negara yang sedang menyusun regulasi menggunakan kombinasi dua pendekatan tersebut.
77
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Di Amerika Serikat, PRG diatur oleh badan atau lembaga federal yaitu United States Department of Agriculture (USDA), Environmental Protection Agency (EPA), dan Food Drug Administration (FDA). Animal and Plant Health Inspection Service (APHIS), suatu lembaga di bawah USDA, bertanggung jawab dalam regulasi pengujian lapang PRG; FDA mengatur regulasi semua aplikasi tentang tanaman termasuk PRG untuk pangan (Fernandez-Cornejo dan Caswell, 2006). Jika PRG menghasilkan produk untuk mengendalikan hama, regulasinya diatur oleh EPA. APHIS mengelola pemberian izin atau permit untuk pengujian lapang untuk menentukan apakah PRG menimbulkan resiko terhadap pertanian atau lingkungan. Jika tidak berbahaya terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati, PRG yang diuji bisa ditetapkan sebagai PRG yang telah di-deregulasi atau non-regulated sehingga diizinkan untuk dikomersialkan. APHIS menetapkan enam kriteria yang harus dipenuhi agar tanaman PRG dapat dilepas atau dikomersialkan (Slater et al., 2008): 1. Spesies yang biasa dibudidayakan (jagung, kapas, kentang, kedelai, tembakau, tomata atau tanaman lainnya; 2. Transgen harus terintegrasi ke dalam genome tanaman; 3. Fungsi transgen harus diketahui, dan ekspresinya tidak berdampak buruk terhadap kesehatan tanaman; 4. Transgen tidak menghasilkan entitas penginfeksi seperti virus, atau bahan beracun bagi organism non-target yang makan atau hidup bersama tanaman; 5. Transgen yang berasal dari virus harus tidak menyebabkan risiko terbentuknya virus tanaman yang baru; 6. Tanaman PRG harus tidak mengandung materi genetik yang berasal dari patogen manusia atau hewan. 5.1.2 Regulasi tanaman PRG di Indonesia Undang-undang No. 7 th. 1996 tentang pangan merupakan peraturan yang pertama yang terkait dengan pemanfaatan PRG di Indonesia. Dalam pasal 13 Undang-undang tersebut ditentukan bahwa setiap orang yang memproduksi pangan atau menggunakan vahan baku, vahan tambahan pangan, dan atau vahan bantu lain dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetik wajib terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan manusia sebelum diedarkan (Badan Pengawas Obat
78
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
dan Makanan, 1996). Keamanan hayati PRG di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) No. 856/Kpts./HK.330/9/1997 yang menyatakan bahwa pemanfaatan PRG harus dilakukan secara seksama agar dalam pemanfaatan PRG tidak menimbulkan kerugian bagi manusia dan lingkungan (Departemen Pertanian, 1997). Berdasarkan Kepmentan tersebut, keamanan hayati didefinisikan sebagai keadaan yang dihasilkan melalui upaya pencegahan PRG yang dapat mengganggu, merugikan, dan/atau membahayakan manusia, hayati lainnya, dan lingkungan. Dalam rangka pelaksanaan atau implementasi Keputusan Menteri Pertanian tersebut, dibentuk Komisi Keamanan Hayati (KKH). Dalam melakukan pengkajian keamanan hayati, KKH dibantu oleh Tim Teknis Keamanan Hayati (TTKH) yang dibentuk melalui Surat Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian No. HK.330.102.1997 tentang Pembentukan Tim Teknis Keamanan Hayati Produk Bioteknologi Pertanian Hasil Rekayasa Genetik (PBPHRG) (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1997). Pada tahun 1998, TTKH berhasil menyusun Pedoman Pelaksanaan Pengujian Keamanan Hayati PRG yang sudah disahkan oleh KKH. Pedoman tersebut berisi teknis pelaksanaan pengujian di laboratorium, rumah kaca, fasilitas uji terbatas (FUT) dan uji lapangang terbatas (LUT) {Herman (2009) yang dikutip oleh Herman (2010)}. Karena Kepmentan th. 1997 belum mengatur aspek keamanan pangan, pada tahun 1999 Kepmentan tersebut diganti oleh Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Pangan dan Hortikultura (SKB Empat Menteri) tahun 1999 tentang keamanan hayati dan keamanan pangan produk pertanian hasil rekayasa genetik (PPHRG). Dalam SKB Empat Menteri tersebut dinyatakan bahwa keamanan hayati adalah upaya yang diperlukan untuk mencegah PPHRG dari kemungkinan timbulnya sesuatu yang dapat menggangu, merugikan, dan membahayakan keanekaragaman hayati termasuk hewan, ikan, dan tumbuhan, serta lingkungan. Berdasarkan SKB Empat Menteri, KKH diganti menjadi Komisi Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (KKHKP). KKHKP dibentuk untuk membantu empat menteri pembuat SKB dalam memberi rekomendasi teknis tentang keamanan hayati dan keamanan pangan dari pemanfaatan PPHRG. KKHKP dibantu oleh Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (TTKHKP). Tim tersebut terdiri atas lima kelompok,
79
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
yaitu kelompok tanaman, hewan, ikan, jasad renik, dan pangan. Pada tahun 2004, disahkan Undang-undang No. 21 tentang Ratifikasi Protokol Keamanan Hayati atas konvensi tentang keanekaragaman hayati (Protokol Cartagena). Protokol tersebut antara lain mengatur tentang prosedur pemanfaatan PRG secara langsung, kajian risiko (risk assessment), manajemen risiko, dan perpindahan lintas batas. Karena peraturan yang sudah ada belum cukup untuk mengatur segala sesuatu tentang PRG sebagaimana diamanatkan dalam konvensi tersebut, pada tahun 2005 ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati PRG (Presiden Republik Indonesia, 2005). Yang dimaksud keamanan hayati dalam PP No. 21 adalah keamanan lingkungan, keamanan pangan, dan/atau keamanan pakan produk rekayasa genetik. Keamanan lingkungan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya resiko yang merugikan keanekaragaman hayati sebagai akibat pemanfaatan produk rekayasa genetik (PRG). Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya dampak yang merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, akibat proses produksi, penyiapan, penyimpanan, peredaran, dan pemanfaatan pangan PRG. Keamanan pakan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya dampak yang merugikan dan membahayakan kesehatan hewan dan ikan, akibat proses produksi, penyiapan, penyimpanan, peredaran dan pemanfaatan pakan PRG. PP No. 21 bertujuan untuk mewujudkan keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan PRG serta pemanfaatannya di bidang pertanian, perikanan, kehutanan, industri, lingkungan dan kesehatan nonfarmasi (Pasal 2 ayat 1). PP No. 21 juga bertujuan untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna PRG bagi kesejahteraan rakyat berdasarkan prinsip kesehatan dan pengelolaan sumberdaya hayati, perlindungan konsumen, kepastian hukum dan kepastian dalam melakukan usaha (Pasal 2 ayat 2). Dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa pengaturan yang diterapkan dalam PP No. 21 menggunakan pendekatan kehati-hatian dalam rangka mewujudkan keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau pakan dengan didasarkan pada metode ilmiah yang sahih serta mempertimbangkan kaidah agama, etika sosial budaya dan estetika. PP No. 21 mengatur tentang jenis dan persyaratan PRG; penelitian dan pengembangan PRG; pemasukan
80
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
PRG dari luar negeri; pengkajian, pelepasan dan peredaran, serta pemanfaatan PRG; pengawasan dan pengendalian PRG; kelembagaan; pembiayaan; dan ketentuan sanksi (Pasal 4). Dalam melakukan penelitian dan pengembangan PRG, berdasarkan PP No. 21, setiap orang yang melakukan penelitian dan pengembangan PRG wajib mencegah dan/atau menanggulangi dampak negatif kegiatannya pada kesehatan manusia dan lingkungan (Pasal 8). Pasal 9 menyebutkan bahwa pengujian PRG selama dalam proses penelitian dan pengembangan harus dilakukan di laboratorium, fasilitas uji terbatas (FUT), dan/atau lapangan uji terbatas (LUT). Dalam Pasal 20 Ayat 4 PP No. 21 Th. 2005 dinyatakan bahwa Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan PRG ditetapkan oleh kepala lembaga nondepartemen yang berwenang, dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Sebagai tindak lanjut Pasal 20 ayat 4 tersebut, Badan POM telah menetapkan Peraturan No. HK.00.05.23.3541 Th. 2008 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan PRG (Badan POM, 2008). Pedoman tersebut berfungsi sebagai acuan bagi pemohon dalam mengajukan permohonan pengkajian keamanan pangan PRG; dan juga sebagai acuan bagi KKHKP dalam pengkajian keamanan pangan PRG. Pedoman meliputi jenis dan persyaratan keamanan pangan PRG, tatacara permohonan dan mekanisme pengkajian keamanan pangan PRG, pengkajian keamanan pangan PRG, serta keputusan keamanan pangan PRG. PP No. 21 Th. 2005 juga mengatur kelembagaan yang terkait dengan keamanan hayati yaitu Komisi Keamanan Hayati PRG (KKH) (Pasal 28-30), Balai Kliring Keamanan Hayati PRG (BKKH) (Pasal 31), dan Tim Teknis Keamanan Hayati PRG (TTKH) (Pasal 32). Sebelum dibentuk KKH berdasarkan PP No. 21, berlaku Pasal 36 PP. No. 21 yang berbunyi “Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan PRG yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah ini�. Setelah menunggu lima tahun sejak diterbitkan PP No. 21 Th. 2005, pada tgl. 15 Juni Th. 2010 ditetapkan Peraturan Presiden No. 39 Th. 2010 tentang Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH PRG) sebagai pelaksanaan Pasal 29 Ayat 1 PP No. 21 Th. 2005 (Presiden Republik Indonesia, 2010).
81
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Berdasarkan Perpres No. 39 Th. 2010, KKH PRG merupakan lembaga non struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden (Pasal 1 ayat 2). Keanggotaan KKH PRG terdiri atas unsur Pemerintah dan non Pemerintah. Bidang keamanan lingkungan diketuai oleh Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumberdaya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup; sedangkan Bidang Keamanan Pangan diketuai oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM (Pasal 4). Tugas KKH PRG adalah: 1) memberikan rekomendasi keamanan hayati kepada Menteri Lingkungan Hidup, Menteri yang berwenang, dan Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berwenang sebagai dasar pertimbangan untuk penerbitan keputusan pelepasan dan/atau peredaran Produk Rekayasa Genetik (PRG); 2) memberikan sertifikat hasil uji keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan kepada Menteri Lingkungan Hidup, Menteri yang berwenang, dan Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berwenang sebagai dasar pertimbangan penerbitan keputusan pelepasan dan/atau peredaran PRG; 3) memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri Lingkungan Hidup, Menteri yang berwenang, dan Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berwenang dalam penetapan pedoman pemantauan dampak, pengelolaan risiko dan penarikan PRG dari peredaran; dan 4) membantu Menteri Lingkungan Hidup, Menteri yang berwenang, dan Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berwenang dalam melaksanakan pengawasan terhadap pemasukan dan pemanfaatan PRG serta pemeriksaan dan pembuktian atas kebenaran laporan adanya dampak negatif dari PRG (Pasal 6). Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, KKH PRG berwenang menugaskan Tim Teknis Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (TTKH PRG) untuk melakukan pengkajian dokumen teknis dan uji lanjutan keamanan hayati (Pasal 8). KKH PRG juga dibantu oleh Balai Kliring Keamanan Hayati (BKKH) dalam penyelenggaraan layanan dan pengelolaan informasi, antara lain: 1) pengelolaan dan penyajian informasi kepada publik mengenai prosedur, penerimaan permohonan, proses, dan ringkasan hasil pengkajian; 2) penerimaan masukan dari masyarakat dan menyampaikan hasil kajian dari masukan masyarakat; penyampaian informasi mengenai rumusan rekomendasi yang akan disampaikan kepada Menteri Lingkungan Hidup, Menteri yang berwenang, atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian
82
Setyo Dwi Utomo
yang berwenang; dan 3) penyampaian informasi mengenai keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup, Menteri yang berwenang, atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berwenang atas permohonan yang telah dikaji kepada publik (Pasal 10). Khusus untuk PRG yang akan dikomersialkan atau dibudidayakan berupa varietas tanaman, pelepasan varietas tanaman PRG harus mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 61/Permentan/Ot.140/ 10/2011 tentang pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas (Menteri Pertanian RI, 2011). Permentan tersebut merupakan dasar dalam pelaksanaan pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian atas keunggulan varietas yang tidak merugikan masyarakat, dan/atau merusak lingkungan (Pasal 2). Varietas tanaman PRG hasil pemuliaan di dalam negeri, atau berasal dari introduksi yang diusulkan untuk dilepas harus melalui uji adaptasi bagi tanaman semusim atau uji observasi bagi tanaman tahunan (Pasal 4 ayat 1). Uji adaptasi atau uji observasi tersebut harus mengikuti metoda baku seperti tercantum pada Lampiran 1 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/ Permentan/Ot.140/10/2011 (Lampiran 1 buku ini).
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
5.2. Prosedur pengkajian keamanan hayati (lingkungan) Berdasarkan Pasal 19 Ayat 1 PP No. 21 Th. 2005, pemohon diwajibkan melakukan pengujian keamanan lingkungan di laboratorium, fasilitas uji terbatas (FUT) dan/atau lapangan uji terbatas (LUT) terhadap PRG yang dimohonkan untuk dilepas dan/atau diedarkan ke lingkungan untuk pertama kali. Dengan demikian FUT dan LUT perlu dilakukan sebagai bagian dari kajian teknis keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilakukan oleh TTKH. Hasil pengujian FUT dan LUT merupakan dasar penyusunan rekomendasi oleh KKH. 5.2.1 Pengujian tanaman PRG di Fasilitas Uji Terbatas (FUT) Pengujian di FUT merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka pelaksanaan PP No. 21 Th. 2005 Pasal 19 Ayat 1. FUT merupakan suatu fasilitas yg dibangun untuk melaksanakan kegiatan perakitan dan pengujian tanaman PRG berdasarkan konsep pengelolaan risiko (risk management) sampai pada suatu tingkat yang dapat diterima (Herman, 2010). FUT dibangun mengikuti dan sesuai dengan standar keamanan hayati internasional.
83
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
Bangunan FUT terdiri atas gedung utama (head-house), rumah kaca, dan rumah kasa (Traynor et al., 2001 dalam Herman, 2010). Dinding rumah kaca terbuat dari polikarbonat dan kasa 200 mesh, dengan sistem pintu ganda (double door) untuk mencegah terjadinya penyebaran serbuk sari. Shelldeck dan exhaust fan perlu dipasang yang berfungsi untuk mengatur suhu ruangan agar mendekati suhu udara luar dan tidak mengganggu fungsi sebagai containment yang memiliki kesamaan lingkungan dengan tempat tumbuh terbuka. Agar dapat mengakomodasi tanaman dataran tinggi a.l. kentang, rumah kaca juga dapat dilengkapi dengan chiller dan/atau AC. Dinding rumah kasa dibuat dari kawat kasa, menggunakan sistem pintu ganda.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
5.2.2 Pengujian tanaman PRG di Lapangan Uji Terbatas (LUT) Pengujian tanaman PRG di lapangan uji terbatas (LUT) bertujuan mengevaluasi keamanan lingkungan. Indikator keamanan lingkungan meliputi potensi tanaman PRG menjadi gulma yang didasarkan pada kesepadanan agronomis antara tanaman PRG dan counterpart-nya, dampak terhadap organisme non-target, dampak terhadap keanekaragaman hayati, dan perpindahan gen (Herman, 2010). Sama halnya dengan pengujian tanaman PRG di FUT, pengujian di LUT juga menganut ketentuan pembatasan atau pengamanan (confinement). Ketentuan pembatasan tersebut mengadopsi panduan Crop Life International (CLI) (2005) dan Program for Biosafety System (PBS) ( Halsey, 2006). Hal-hal yang penting dalam ketentuan tersebut a.l., a) pencegahan agar bahan tanaman PRG tidak dikonsumsi oleh manusia dan binatang ternak (material confinement); b) tindakan untuk menghindari lepasnya gen novel dari lokasi percobaan melalui serbuk sari, benih/biji, atau bagian tanaman lain (genetic confinement); dan c) pencegahan agar bahan tanaman tidak keluar dari lokasi percobaan ((material confinement). Keamanan lingkungan antara lain mengacu pada potensi tanaman transgenik menjadi gulma. Kajian atau evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah sifat baru pada tanaman transgenik PRG menyebabkan tanaman PRG berubah menjadi gulma. Karakter- karakter gulma a.l., produksi biji yang sangat banyak pada beragam jenis lingkungan, pertumbuhan sangat cepat pada fase vegetatif ke generatif, mampu bertahan hidup tanpa bantuan manusia, mempunyai toleransi yang sangat tinggi terhadap cekaman biotik atau abiotik, dan memiliki sifat dormansi tinggi (Herman, 2010). Tingkat potensi perubahan menjadi gulma dievaluasi berdasarkan kesepadanan
84
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
karakter agronomis antara tanaman PRG dan counterpart-nya. Pada tanaman jagung, variabel yang diamati meliputi tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah tongkol per petak, bobot 100 butir biji kering, dan bobot tongkol per petak panen. Pengkajian terhadap tanaman PRG wajib dilaksanakan sebelum pelepasan dan peredaran. Peraturan Pemerintah No. 21 Th. 2005 pada Bab V Pasal 14 – 24 berisi tentang pengkajian, pelepasan dan peredaran, serta pemanfaatan PRG. Alur prosedur pengkajian keamanan lingkungan tercantum pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 terdiri atas 9 tahap, dimulai dari Tahap I yaitu pemohon mengajukan surat permohonan tertulis tentang Pengkajian Keamanan Lingkungan Tanaman PRG, sampai Tahap XI yaitu Menteri Lingkungan Hidup memberi rekomendasi kepada Menteri Pertanian disertai sertifikat keamanan lingkungan; dan selanjutnya Menteri Pertanian menerbitkan sertifikat aman lingkungan. Format surat permohonan sesuai dengan Lampiran 2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/ Ot.140/10/2011 Tanggal : 5 Oktober 2011 (Tabel 5.2). Agar dapat dibudidayakan secara komersial, pada umumnya tanaman PRG perlu dilepas sebagai varietas unggul baru. Dalam rangka pelepasan suatu varietas unggul perlu diadakan uji adaptasi bagi tanaman semusim dan atau uji observasi bagi tanaman tahunan. Metoda baku uji adaptasi dan uji observasi tercantum dalam Lampiran 1 Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/Ot.140/10/2011 Tanggal : 5 Oktober 2011 (Lampiran 1 buku ini). Uji adaptasi atau observasi dapat dilakukan setelah melalui proses pengkajian keamanan lingkungan tanaman PRG di LUT atau bersamaan dengan proses pengkajian keamanan lingkungan tanaman PRG di LUT dengan tetap mengikuti ketentuan LUT dan ketentuan pelepasan varietas tanaman (Pasal 9 Ayat 1 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011). Jika uji adaptasi atau uji observasi dilakukan bersamaan dengan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG di LUT, tatacara permohonan rekomendasi tercantum pada Lampiran 4 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011. Syarat dan tatacara permohonan, serta tata cara pelaksanaan pengujian sesuai dengan yang tercantum dalam Lampiran 4 tersebut diuraikan pada Sub-bab 5.2.3.
85
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
Tabel 5.1 Alur Pengkajian Keamanan Lingkungan Tanaman PRG
Tahap I
Pemohon mengajukan surat permohonan tertulis tentang Pengkajian Keamanan Lingkungan Tanaman Produk Rekayasa Genetik(PRG), dengan menggunakan formulir model A dari Keputusan Bersama Empat Menteri tahun 1999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hail Rekayasa Genetik, dossier (jawaban daftar pertanyaan atau questionnare, data dan dokumen keamanan lingkungan), kepada Menteri Pertanian cq Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Pasal 14 ayat 2 PP No. 21 Th. 2005; Lampiran 2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/Ot.140/10/2011 ).
Tahap II
Kepala Badan Litbang Pertanian menyiapkan surat pengantar dari Menteri Pertanian ke Menteri Lingkungan Hidup tentang permohonan Pengkajian Keamaan Lingkungan Tanaman PRG. Menteri Pertanian menyampaikan permohonan Pengkajian Keamanan Lingkungan Tanaman PRG kepada Menteri Lingkungan Hidup disertai dossier (Pasal 14 Ayat 3)
14 hari
Tahap III
Menteri Lingkungan Hidup menugaskan KKH untuk melakukan pengkajian keamanan lingkungan (Pasal 15 Ayat 1)
14 hari
Tahap IV
KKH menugaskan Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (TTKH) untuk melakukan pengkajian dokumen teknis dan uji lanjutan Keamanan Lingkungan apabila diperlukan (Pasal 15 Ayat 3).
14 hari
TTKH : mengevaluasi permohonan Pengkajian Keamanan Lingkungan Tanaman PRG dan dossier (Pasal 15 Ayat 4);
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Tahap V
menugaskanTim kecil untuk mengevaluasi permohonan Pengkajian Keamanan Lingkungan Tanaman PRG, jawaban questionnaire, dan dokumen yang diajukan oleh Pemohon. Selain itu tim kecil memberikan advokasi kepada Pemohon dalam penulisan jawaban questionnaire yang sesuai dan tepat; melakukan evaluasi pengujian keamanan lingkungan di laboratorium, fasilitas uji terbatas dan/atau lapangan uji terbatas, sebagai pelaksanaan Pasal 19 Ayat 1: “Pemohon wajib melakukan pengujian keamanan lingkungan di laboratorium, fasilitas uji terbatas dan/atau lapangan uji terbatas terhadap PRG yang dimohonkan untuk dilepas dan/atau diedarkan ke lingkungan untuk pertama kali�;
56 hari
melakukan sidang pleno untuk melakukan kajian teknis keamanan lingkungan tanaman PRG.
86
Tahap VI
TTKH menyampaikan hasil kajian teknis keamanan lingkungan tanaman PRG kepada KKH sebagai bahan penyusunan rekomendasi keamanan lingkungan (Pasal 15 Ayat 5)
7 hari
Tahap VII
KKH menyampaikan hasil kajian teknis TTKH kepada Balai Kliring Keamanan Hayati (BKKH) (Pasal 21 Ayat 1)
15 hari
Tahap VIII
BKKH mengumumkan proses dan ringkasan hasil pengkajian teknis TTKH di tempat yang mudah diakses untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat (publik) meyampaikan tanggapan (Pasal 16 Ayat 1; Pasal 21 Ayat 1).
60 hari
Tahap IX
BKKH menyampaikan laporan tanggapan masyarakat (publik) kepada KKH (Pasal 16 Ayat 4; Pasal 21 Ayat 2)
7 hari
Tahap X
KKH menyampaikan rekomendasi keamanan lingkungan PRG kepada Menteri Lingkungan Hidup (Pasal 16 Ayat 5; Pasal 21 Ayat 4)
14 hari
Tahap XI
Menteri Lingkungan Hidup memberi rekomendasi kepada Menteri Pertanian disertai sertifikat keamanan lingkungan; selanjutnya Menteri Pertanian menerbitkan sertifikat aman lingkungan (Pasal 22 Ayat 1 dan 2)
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Setyo Dwi Utomo
87
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
Tabel 5.2 Lampiran 2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/ Ot.140/10/2011 tanggal : 5 oktober 2011 tentang surat permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman produk rekayasa genetik bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di lapangan uji terbatas Tempat, tanggal .............. Nomor Lampiran
Hal
Permohonan Pengujian Keamanan Lingkungan*) Tanaman Rekayasa Genetik [sebutkan nama komoditas, event dan sifat dari tanamanPRG, misal padi (komoditas) ABG17 (event) tahan penggerek batang padi (sifat)] bersamaan dengan Uji Adaptasi atau Uji Observasi di Lapangan Uji Terbatas
Kepada Yth. Menteri Pertanian melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Jakarta Bersama ini kami: 1. Nama Perusahaan /Instansi/Perorangan *) 2. Akte Pendirian/Legalitas Hukum (terlampir) *) 3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) terlampir 4. Nama Pimpinan/Penanggung Jawab 5. Alamat Kantor Perusahaan/Instansi/Perorangan 6. Nomor Kode Perusahaan/Instansi
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
mengajukan permohonan pengujian keamanan lingkungan *) tanaman produk rekayasa genetik bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di Lapangan Uji Terbatas. Sebagai bahan pertimbangan terlampir disampaikan data dan informasi jawaban pertanyaan untuk melengkapi permohonan dimaksud. Demikian, atas dikabulkannya permohonan ini disampaikan terima kasih. Nama dan Tanda Tangan Pimpinan/Penanggung Jawab Tembusan 1. Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2. Ketua Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. 3. Kepala Badan Karantina Pertanian. 4. Ketua Badan Benih Nasional (sebagai laporan). *) Coret yang tidak perlu
88
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
5.2.3 Tatacara permohonan rekomendasi dan uji adaptasi atau uji observasi yang dilakukan bersamaan dengan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG di LUT Sub-sub bab ini menguraikan tata cara permohonan berdasarkan Lampiran 4 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian RI, 2011). Tatacara permohonan rekomendasi dan uji adaptasi atau uji observasi yang dilakukan bersamaan dengan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG di LUT yang diatur pada Permentan tersebut mencakup syarat dan tatacara permohonan, tata cara pelaksanaan pengujian, dan sanksi. Tata cara pelaksanaan pengujian meliputi pelaksanaan, pengamanan, studi khusus, pemantauan dan penggunaan lahan bekas pengujian, penanggulangan keadaan darurat, pencatatan, dan pelaporan. Permohonan uji adaptasi atau uji observasi tanaman PRG di LUT sesuai dengan Lampiran 2 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 disertai: a) isian atau jawaban pertanyaan yang tercantum pada Lampiran 3 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011) (Lampiran 2 buku ini ); b) jawaban atas daftar pertanyaan dan dokumen-dokumen yang diperlukan yang tercantum pada Lampiran 4 Permentan No. 61/Permentan/ Ot.140/10/2011) (Sub-bab 5.2.3); dan c) lampiran informasi dan data yang diperlukan, serta proposal uji adaptasi atau uji observasi tanaman PRG di LUT (Pasal 9 Ayat 3). Lampiran 3 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian RI, 2011). mencantumkan daftar pertanyaan antara lain tentang: a) informasi administrasi (pemohon, penanggung jawab penelitian, lokasi penelitan); b) informasi tanaman non-PRG; c) informasi tanamana PRG; d) informasi genetik tanaman: e) pengamanan genetik dan pengamanan material dalam pelaksaaaan LUT. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima permohonan, harus sudah mengusulkan kepada Ketua KKH untuk penerbitan rekomendasi pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilakukan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT (Pasal 9 Ayat 4).
89
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
5.2.3.1 Syarat dan tata cara permohonan 5.2.3.1.1 Pemohon Identitas pemohon. Pemohon harus memenuhi syarat antara lain memiliki identitas yang meliputi nama perusahaan/instansi/perorangan, akte pendirian/legalitas hukum, nomor pokok wajib pajak (NPWP), nama pimpinan/penanggung jawab, alamat kantor perusahaan/instansi/perorangan, nomor kode perusahaan/instansi/perorangan (bila ada). Tanggung jawab pemohon. Pemohon bertanggung jawab untuk menaati semua ketentuan yang ada dalam Permentan. Tanggung jawab juga berlaku terhadap pegawai, sub kontraktor, atau pihak lain, yang dikontrak oleh pemohon berkaitan dengan pelaksanaan dan pemeliharaan penelitian atau penanganan (handling) bahan tanaman PRG. Pelanggaran ketaatan. Pelanggaran ketaatan meliputi: 1) pelepasan bahan tanaman PRG yang tidak disengaja karena kelalaian atau kecerobohan, maupun yang disengaja; 2) pelepasan bahan tanaman PRG oleh pihak yang tidak berwenang; 3) tercampurnya bahan tanaman PRG ke dalam pangan dan/atau pakan selama pelaksanaan penelitian, dan/atau 4) kelalaian terhadap ketentuan yang disyaratkan pada butir II tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengujian (Sub-bab 5.2.3.2). Sanksi pelanggaran. Sanksi pelanggaran yang dapat dikenakan kepada pemohon berupa: 1) sanksi pidana sesuai dengan Undang Undang No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, dan peraturan perundangan terkait lainnya; dan 2) biaya untuk penanggulangan akibat lepasnya tanaman PRG. Sumber daya manusia dan fasilitas. Pemohon harus mempunyai sumber daya manusia (SDM) dan fasilitas yang cukup untuk menaati semua ketentuan yang disyaratkan. Pemohon yang tidak mempunyai SDM dan fasilitas yang cukup, dapat mengontrakkan pengujian tanaman PRG ke pihak lain yang memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Lokasi pengujian tanaman PRG harus diinspeksi dan diverifikasi oleh TTKH PRG sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan. Penanggung jawab pengujian tanaman PRG dan personil teknis harus berpendidikan dan pengetahuan yang memenuhi syarat.
90
Setyo Dwi Utomo
5.2.3.1.2 Tanaman PRG Tanaman PRG baik yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri yang akan digunakan untuk pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilakukan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT harus mempertimbangkan kaidah agama dan etika. Pertimbangan dari kaidah agama dan etika antara lain bahwa gen yang ditransformasikan ke tanaman harus berasal dari organisme yang tidak bertentangan dengan kaidah agama tertentu dan etika yang berlaku. Tanaman PRG yang berasal dari luar negeri harus memiliki ijin impor.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
5.2.3.1.3 Lapangan uji terbatas Pengamanan gen baru (novel) dan bahan tanaman PRG LUT yang digunakan untuk uji adaptasi atau uji observasi tanaman PRG harus memenuhi ketentuan pengamanan gen baru dan bahan tanaman PRG agar dapat: 1) mencegah lepasnya gen baru dari lokasi uji melalui serbuk sari, biji/benih, atau bagian tanaman lain (misalnya umbi, stek); 2) mencegah bahan tanaman PRG untuk dikonsumsi oleh manusia dan hewan ternak; dan 3) mencegah lepasnya bahan tanaman PRG dari lokasi uji. Ukuran dan jumlah lokasi LUT ditentukan berdasarkan ketentuan uji adaptasi atau uji observasi yang tercantum pada Tabel 1 dalam Lampiran 1 Permentan No. 61 / Permentan/Ot.140/10/2011 dengan mengikuti ketentuan pengujian di LUT. Pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG dilaksanakan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT. 5.2.3.1.4 Tata Cara Permohonan Pendaftaran Permohonan. Setiap orang atau badan hukum yang akan melakukan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilaksanakan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Pertanian melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian tembusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Ketua KKH, Ketua BBN dan Kepala Badan Karantina Pertanian. Pemohon mengisi permohonan dan menjawab pertanyaan sesuai dengan Lampiran 2 Permentan No. 61 / Permentan /Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian RI, 2011). Pemohon juga harus melampirkan informasi dan data sebagaimana diamanatkan Pasal 10, serta proposal pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG dilaksanakan bersamaan dengan uji adaptasi atau
91
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
uji observasi di LUT, dengan tujuan:mengevaluasi karakter agronomi genotipe yang diuji pada kondisi lapangan; menyeleksi genotipe pembawa sifat yang diinginkan; memperbanyak benih atau bibit tanaman PRG yang akan digunakan sebagai bahan penelitian; dan memperoleh data-data yang diperlukan untuk pengkajian keamanan lingkungan suatu tanaman PRG, misalnya dampak terhadap organisme non-target, potensi tanaman PRG menjadi gulma dan bersifat invasive. Data-data keamanan lingkungan lainnya tercantum dalam Pedoman Pengkajian Keamanan Lingkungan Tanaman PRG. Proses Evaluasi Permohonan. Jangka waktu untuk mendapatkan keputusan persetujuan atau penolakan permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilaksanakan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT kurang lebih 66 (enam puluh enam) hari kerja dengan proses sebagai berikut: a) Menteri Pertanian melalui Kepala Badan Litbang Pertanian dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima permohonan, telah menyerahkan permohonan kepada KKH. b) KKH memeriksa kelengkapan administrasi dokumen permohonan dan jika dinilai tidak lengkap, KKH meminta kepada pemohon agar melengkapi kekurangan dokumen. c) Apabila dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima pemberitahuan dari KKH sebagaimana dimaksud pada huruf (b) di atas, pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen, permohonan dianggap ditarik kembali. d) Apabila dokumen dinilai telah lengkap, KKH menugaskan TTKH PRG untuk mengevaluasi substansi permohonan pengujian. Jangka waktu pemeriksaan dokumen permohonan oleh KKH paling lama 14 (empat belas) hari kerja. e) TTKH PRG mengevaluasi informasi atau data permohonan pengujian. Apabila diperlukan, TTKH PRG melalui KKH meminta pemohon untuk melengkapi kekurangan informasi atau data. f) Apabila dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf (e), pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen, permohonan dianggap ditarik kembali. g) Jangka waktu evaluasi oleh TTKH PRG paling lama 14 (empat belas) hari kerja di luar waktu yang diperlukan untuk penambahan data dan informasi,
92
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
dan hasil evaluasi disampaikan kepada KKH dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah selesai evaluasi. h) Setelah menerima hasil evaluasi dari TTKH PRG, KKH menyampaikan rekomendasi keputusan persetujuan atau penolakan permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT kepada Menteri Pertanian melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi dari TTKH PRG (Lampiran 2 Permentan No. 61/ Permentan /Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian RI, 2011). i) Setelah menerima rekomendasi dari KKH, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, atas nama Menteri Pertanian memberikan keputusan persetujuan (Lampiran 3) atau penolakan permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT kepada pemohon tembusan kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup, paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya rekomendasi. j) Persetujuan permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan denganuji adaptasi atau uji observasi di LUT yang diberikan berlaku selama tiga tahun sejak tanggal ditetapkan, dan dapat mengajukan perpanjangan sesuai dengan keperluan uji k) Persetujuan permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT yang diberikan tidak boleh dipindahtangankan. l) Apabila permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT ditolak, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atas nama Menteri Pertanian menyampaikan alasan penolakannya kepada pemohon Perlindungan Kerahasiaan.n Setiap pemohon yang telah mengajukan permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT berhak mendapat perlindungan kerahasiaan PRG yang bersifat komersial dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Perlindungan kerahasiaan tersebut berupa perlindungan kerahasiaan dokumen permohonan dan data hasil pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilaksanakan bersamaan dengan uji adaptasi atau
93
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
uji observasi di LUT. Semua pihak yang terlibat dalam proses pengajuan, persetujuan atau penolakan permohonan, serta pelaksanaan uji wajib menjaga kerahasiaan informasi yang bersifat komersial milik pemohon dan data hasil uji. Biaya. Pembiayaan yang diperlukan untuk pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT dibebankan kepada pemohon.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
5.2.3.2 Tata cara pelaksanaan pengujian Tata cara pelaksanaan pengujian yang diuraikan pada Lampiran 4 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian RI, 2011) terdiri atas sub-sub bab pelaksanaan, pengamanan, studi khusus, pemantauan dan penggunaan lahan bekas pengujian, penanggulangan keadaan darurat, dan pencatatan. Pelaksanaan. Tata cara pelaksanaan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT meliputi tata cara pengangkutan dan penyimpanan bahan tanaman PRG, tata cara penanaman, tata cara pemeliharaan lokasi penelitian, dan pemusnahan tanaman PRG. Pengangkutan bahan tanaman PRG dan bagian-bagiannya yang akan dibawa ke LUT harus menggunakan alat angkut yang menjamin keamanan tanaman PRG. Bahan tanaman PRG dan bagian-bagiannya yang akan diangkut atau dibawa ke LUT, harus ditempatkan di dalam wadah tertutup dan berlabel untuk mencegah tersebarnya bahan tersebut ke luar dari LUT. Semua peralatan yang diperlukan dalam pemindahan bahan dan atau tanaman PRG harus segera dibersihkan, sebelum digunakan di tempat lain atau disimpan. Untuk menghindari penyebaran biji tanaman PRG, semua perlengkapan/peralatan persemaian dan pemanenan harus dibersihkan di lokasi penelitian sebelum diangkut/digunakan di tempat lain. Penyimpanan bahan tanaman PRG harus dilakukan dengan cara diberi tanda / label yang jelas dan menunjukkan bahwa bahan tanaman tersebut adalah bahan PRG, serta tempat penyimpanannya terpisah dari tempat tanaman non PRG. Tindakan tersebut bertujuan untuk menghindarkan bahan tanaman PRG tersebut tercampur dengan bahan tanaman non PRG. Tata cara penanaman tanaman PRG harus sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
94
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Untuk menghindari perpindahan gen baru ke luar lokasi pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT, bagian reproduktif tanaman PRG harus diisolasi dari spesies yang sama atau kerabat dekat, serta spesies lain yang secara seksual kompatibel. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah perpindahan gen baru, melalui penyebaran serbuk sari dari tanaman PRG ke tanaman sejenis atau kerabat liarnya. Untuk itu diperlukan informasi tentang cara penyerbukan suatu tanaman (Tabel 5.3). Cara-cara isolasi untuk menghindari perpindahan gen baru sebagai berikut: a) Isolasi fisik, yaitu menanam tanaman PRG di lahan yang dibatasi oleh, antara lain pagar, bangunan/perumahan, jalan, sungai, atau lahan bera; atau b) Isolasi biologis: menanam tanaman PRG di lahan yang tidak ditanami dengan tanaman sejenis; atau c) Isolasi waktu: menanam tanaman PRG pada waktu yang tidak bersamaan dengan penanaman tanaman sejenis di sekitar lokasi, sehingga waktu berbunganya berbeda; atau d) Isolasi reproduksi, dilakukan dengan cara: 1) Membungkus bunga jantan tanaman PRG dengan kantong kertas yang tidak mudah rusak, untuk mencegah terjadinya penyerbukan silang; atau 2) memanen tanaman PRG sebelum berbunga; atau 3) mengemaskulasi/mengkastrasi (menghilangkan bunga jantan) tanaman PRG sebelum serbuk sari masak; atau 4) menanam tanaman non PRG sebagai perangkap serbuk sari tanaman PRG. e) Isolasi jarak minimum: yaitu pencegahan perpindahan gen baru dari tanaman PRG ke tanaman sejenis dan kerabatnya dengan cara menanam tanaman yang sejenis dengan tanaman PRG di luar jarak minimum (Tabel 5.4). Areal lahan dalam isolasi jarak minimum tersebut dapat ditanami dengan tanaman sejenis non PRG sebagai pollen trap atau tidak ditanami (dibiarkan bera). Tanaman non PRG yang digunakan sebagai pollen trap diperlakukan sebagai tanaman PRG yang harus dimusnahkan setelah pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT selesai. Jika isolasi jarak minimum menggunakan tanaman pinggiran (border plant) yang berbeda spesies yang secara seksual tidak kompatibel dengan tanaman PRG di LUT, maka
95
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
tanaman sekerabat yang secara seksual kompatibel dengan tanaman PRG ditemukan di dalam isolasi jarak harus dimusnahkan. Tempat pemusnahan diberi tanda ‘area pemusnahan’. Pemeliharaan lokasi penelitian harus dilakukan oleh pemohon terhadap lokasi pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilaksanakan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT. Pemeliharaan dilakukan untuk menghindari perpindahan gen baru dan kehilangan bahan tanaman PRG dari lokasi. Seluruh bagian tanaman yang tidak digunakan sebagai bahan uji lanjutan harus dimusnahkan dengan cara dibakar, atau direbus kemudian dikubur, atau dengan cara lain sehingga tidak dapat tumbuh. Pemusnahan tersebut dilakukan setelah pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT selesai. Seluruh bagian tanaman PRG dari lokasi uji tidak boleh digunakan sebagai bahan pangan dan atau pakan. Tabel 5.3 Pengelompokan tanaman berdasarkan cara penyerbukan (ditunjukkan oleh contoh beberapa spesies tanaman).
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Kelompok I (menyerbuk sendiri)
Kelompok III (penyerbukan dibantu oleh angin)
kacang tanah ( Arachis hypogaea)
bunga matahari Helianthum annuus
Jagung (Zea mays)
Kapas (Gossypium hirsutum)
Kapas (Gossypium hirsutum)
Sugar beet (Beta vulgaris)
Kedelai (Glycine max)
Ubikayu ( Manihot utilisima)
Padi (Oryza sativa)
Ubijalar (Ipomoea batatas)
Sumber :
96
Kelompok II (penyerbukan dibantu serangga)
Tabel 1 Lampiran 4 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian RI, 2011)
Setyo Dwi Utomo
Tabel 5.4 Jarak minimum isolasi dan ketentuan penggunaan lahan bekas pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT Jarak minimum isolasi (meter)
Penggunaan lahan bekas uji adaptasi atau uji observasi di LUT *) (Tahun)
Bunga matahari
800
1
Gandum
10
1
Spesies tanaman
Gula bit
3
2
Jagung
200
1
Jarak
100
1
Kacang hijau
10
1
Kacang tanah
10
1
Kakao
100
1
Kapas
200
1
Kedelai
10
1
Nilam
3
1
Padi
3
1
Sorgum (hibrida)
300
1
Tebu
100
1
Tembakau
400
1
Ubi kayu
100
1
Sumber
: Tabel 2 Lampiran 4 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian RI, 2011)
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Keterangan: *) dalam kurun waktu itu, tanaman voluntir PRG sudah bisa dibersihkan
Pengamanan. Lima tindakan pengamanan yang harus dilakukan meliputi: a) Apabila bunga akan diambil benihnya untuk pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT lanjutan, maka bunga tersebut harus ditutup segera setelah terjadi penyerbukan. b) Tindakan proteksi khusus harus dilakukan untuk memastikan agar bagianbagian tanaman yang dipanen terisolasi dengan baik, misalnya dimasukkan ke dalam wadah tertutup dan berlabel. c) Setiap unit uji adaptasi atau uji observasi atau penelitian harus diberi tanda.
97
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
d) Orang yang tidak berwenang tidak diperkenankan masuk ke dalam lokasi LUT. e) Pemberitahuan khusus diberikan ke setiap orang yang bekerja di areal lokasi LUT, misalnya “tidak membawa biji, tanaman atau bagian tanaman PRG ke luar areal lokasi LUT�.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Studi khusus. Apabila pemohon melakukan studi khusus seperti perpindahan gen (gene flow), efikasi herbisida, plant molecular pharming, dan studi yang menggunakan serangga hama atau patogen, maka diberlakukan ketentuan sebagai berikut: Pada studi perpindahan gen, spesies tanaman sejenis non PRG dapat dibudidayakan atau ditanam di dalam isolasi jarak. Pada akhir studi, tanaman nonPRG tersebut harus diperlakukan dengan cara yang ama seperti tanaman PRG. Pada studi toleransi terhadap herbisida, gulma sekerabat dapat dibiarkan tumbuh di dalam lokasi penelitian, tetapi gulma tersebut harus dimusnahkan sebelum fase generatif. Areal dalam jarak isolasi harus bersih dari tanaman sekerabat dan yang mempunyai kompatibilitas seksual dengan tanaman PRG. Dalam studi yang menggunakan serangga atau pathogen untuk bioasai, harus digunakan ras/strain/biotipe yang sama dengan lokasi LUT; tanda yang menerangkan penggunaan serangga hama atau patogen harus dipasang di areal LUT selama pengujian sedang berlangsung; pemantauan dilakukan oleh TP2V, TTKH dan penanggung jawab pengujian sejak kegiatan inokulasi, inkubasi, timbulnya gejala sampai dengan panen. Pemantauan dan penggunaan lahan bekas pengujian. TTKH PRG yang mendapat penugasan dari KKH wajib memantau lahan bekas pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG di LUT. Pemantauan dilakukan oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota TTKH PRG. Semua biaya kegiatan pemantauan dibebankan kepada pemohon. Jadwal dan kegiatan pemantauan harus sudah disiapkan. Pemantauan juga harus dilakukan pada musim berikutnya untuk memastikan tidak adanya tanaman volunteer; dan jika ditemukan, tanaman volunteer harus dimusnahkan. Untuk keperluan pemantauan, informasi tentang bagian tanaman yang dapat digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup perlu diketahui (Tabel 5.5 berdasarkan Tabel 3 Lampiran 4 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian RI, 2011).
98
Setyo Dwi Utomo
Tabel 5.5 Bagian tanaman yang berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidup Contoh jenis tanaman Bunga matahari
Nama ilmiah
Bagian tanaman
Helianthus annuum
Gula bit
Beta vulgaris
Biji, umbi
Jagung
Zea mays
Biji
Kedelai
Glycine max
Biji
Padi
Oryza sativa
Biji, tunas anakan
Nicotiana tabacum
Biji, polong
Tembakau Sumber:
Tabel 3 Lampiran 4 Permentan Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian RI, 2011). Tabel 3 tersebut bersumber dari Corporate Instruction SANDOZ Group No. 6, Biosafety; Worksheet No.3 January 1994. OECD Concensus Document on Biology of rice, 1999.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Penanggulangan keadaan Darurat. Pemohon perlu merencanakan cara penanggulangan apabila terjadi keadaan darurat, antara lain bencana alam (banjir, badai, gempa), yang mengakibatkan lepasnya bahan tanaman PRG dari lokasi LUT atau timbulnya wabah OPT yang tidak terkendali. Pencatatan. Pencatatan yang memadai (jelas, otentik, dan mudah diakses) harus dilakukan oleh pemohon. Pencatatan tersebut merupakan suatu bukti ketaatan pemohon terhadap ketentuan yang ada dalam Permentan No. 61 Th. 2011. Setiap catatan harus memuat kode otorisasi pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG dilaksanakan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT, identitas penanggung jawab kegiatan, identitas pembuat catatan, dan tanggal. KKH akan menerbitkan contoh formulir yang dapat digunakan oleh pemohon sebagai pedoman dalam pencatatan. Hal-hal yang perlu dicantumkan dalam catatan meliputi: a) pengangkutan, termasuk deskripsi dari bahan yang dipindahkan, cara pemindahan dan petugas yang berwenang; b) penyimpanan, termasuk lokasi dan keamanan tempat penyimpanan; c) pengamanan bahan di lokasi pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT, termasuk keamanan lokasi dan kebersihan peralatan agar tidak ada pemindahan
99
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
bahan perbanyakan dari lokasi uji adaptasi atau uji observasi atau penelitian; d) cara pemusnahan bahan tanaman PRG; e) pemantauan kegiatan yang dilaksanakan di lokasi pengujian dan pelaksanaan isolasi reproduktif dengan jarak isolasi yang digunakan atau metoda lain; f) fase kritis dari pelaksanaan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT, termasuk penanaman dan panen; g) pemantauan kejadian yang tidak diperkirakan, sesuai dengan tujuan uji adaptasi atau uji observasi di LUT; h) buku log tentang penggunaan benih tanaman PRG harus disimpan dan tersedia setiap saat untuk pemeriksaan. i) pemantauan pasca panen, identifikasi dan pemusnahan tanaman yang tumbuh dari sisa benih yang tertinggal di LUT; dan j) terjadinya pelepasan ilegal atau tidak sengaja dari bagian tanaman atau tanaman PRG, termasuk tindak penanggulangan yang direncanakan atau dilaksanakan.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Pelaporan. Laporan secara tertulis yang wajib dibuat dan disampaikan oleh Pemohon kepada KKH dengan tembusan ke TTKH PRG terdiri atas laporan perkembangan pelaksanaan uji adaptasi atau uji observasi atau penelitian, laporan khusus, dan laporan akhir. Laporan pelaksanaan pengujian terdiri atas laporan penanaman, laporan kemajuan pengujian, dan laporan panen. Laporan penanaman mencakup rincian pelaksanaan tanam disertai peta lokasi dan areal sekitarnya, serta denah pengujian. Laporan kemajuan pengujian dibuat sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman dan jenis/macam data yang dikumpulkan. Laporan panen mencakup waktu dan hasil panen. Laporan khusus terdiri atas laporan insiden dan penanggulangannya, dan laporan penyimpangan karakter tanaman PRG. Laporan insiden dan penanggulangannya dibuat jika tanaman PRG terlepas karena kecelakaan atau dilepas tanpa persetujuan (unauthorized release). Jika hal tersebut terjadi, pemohon harus segera memberitahu secara lisan dan tertulis kepada KKH dan TTKH PRG dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak
100
Setyo Dwi Utomo
5.2.3.3 Sanksi Jika di dalam pemantauan oleh TTKH diketahui bahwa lokasi LUT, fasilitas pendukung, dan pelaksanaan uji adaptasi atau uji observasi tanaman PRG tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011, maka TTKH akan merekomendasikan kepada KKH untuk memberikan sanksi. Sanksi yang diberikandapat bersifat ringan berupa surat peringatan kepada penanggung jawab pengujian untuk memperbaiki ketidaksesuaian tersebut agar memenuhi ketentuan Permentan ini; atau sanksi berat berupa penghentian pengujian dan pemusnahan seluruh bagian tanaman PRG.
101
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
insiden. Laporan harus mencakup tindak penanggulangannya. Laporan penyimpangan karakter tanaman PRG dibuat dan disampaikan oleh pemohon kepada KKH dengan tembusan kepada TTKH PRG jika tanaman PRG menunjukkan penyimpangan karakter yang berbeda dengan non PRG dan dapat menyebabkan tidak terpenuhinya persyaratan LUT. Laporan dibuat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja. Laporan akhir terdiri atas laporan pengujian dan laporan pasca-panen. Laporan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilaksanakan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT harus diserahka oleh pemohon kepada KKH selambat-lambatnya 180 (seratus delapan puluh) hari kerja setelah pengujian berakhir. Laporan pengujian merupakan laporan ringkas yang memuat rancangan pengujian, metoda observasi, data dan analisa hasil pengujian, hasil observasi pengaruh yang tidak diantisipasi (jika ada) dan penanggulangannya, serta interpretasi hasil. Laporan pasca panen harus diserahkan pemohon kepada KKH dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari kerja setelah selesainya periode pasca panen (tergantung jenis tanaman, Tabel 2 Lampiran 4 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 Laporan pasca-panen harus memuat hasil observasi tanaman yang tumbuh dari benih tinggal dan pemusnahannya, data dan analisisnya yang belum diserahkan, serta kesimpulan pemohon tentang hasil pengujian tersebut.
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
5.3 Hasil pengujian keamanan lingkungan di Indonesia dan luar negeri 5.3.1 Hasil pengujian keamanan hayati di Indonesia Beberapa genotipe tanaman PRG sudah diuji keamanan hayatinya di Indonesia mengikuti peraturan perundangan yang berlaku. Lima varietas tanaman PRG memperoleh ketetapan aman hayati (keamanan lingkungan) di Indonesia dari Komisi Keamanan Hayati (Herman, 2010). Lima varietas tersebut terdiri atas tanaman jagung, kedelai, dan kapas (Tabel 5.6). Herman (2010) melaporkan 13 genotipe tanaman PRG yang diuji di FUT dalam periode Th. 2001 -2010 (Tabel 5.7). Spesies tanaman yang diuji beserta karakter sifat unggulnya meliputi jagung (tahan terhadap hama penggerek atau toleran terhadap herbisida), kentang (tahan terhadap penyakit hawar daun), padi (tahan terhadap hama penggerek batang atau wereng coklat atau efisien dalam penggunaan nitrogen), pepaya (penundaan kemasakan), tebu (toleran terhadap kekeringan atau ber-rendemen tinggi), tomat (sedikit biji /partenokarpi), dan ubikayu (rendah kandungan amilosa). Setelah melalui tahap pengujian di FUT dan LUT, tebu transgenik toleran kekeringan NXI1T, NXI-4T, dan NXI-6T sudah dinyatakan aman lingkungan oleh KKH (Herman, 2010; BCH Indonesia; tanpa tahun).
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Tabel 5.6. Deskripsi lima jenis tanaman PRG yang memperoleh ketetapan aman hayati (kemanan lingkungan) di Indonesia oleh Komisi Keamanan Hayati Tanaman
Event
Sifat
Gen
Sumber
Jagung
GA21
TH glifosat
mEPSPS
Jagung
Jagung
MON810
TSH
Cry1Ab
Kapas
MON1445/1698
TH glifosat
CP4 EPSPS
Kapas
MON531/757/ 1076
TSH
Cry1Ac
Kedelai
GTS 40-3-2
TH glifosat
CP4 EPSPS
(Sumber: KKH, 1999a; KKH, 1999b; Herman, 2010)
102
Bacillus thuringiensis subsp. kurstaki Agrobacterium tumefaciens strain CP4 Bacillus thuringiensis subsp. kurstaki A.tumefaciens strain CP4
Teknik Transfer Gen Penembakan partikel Penembakan partikel Agrobacterium tumefaciens Agrobacterium tumefaciens Penembakan partikel
TH = toleran herbisida, TSH = tahan serangga hama, mEPSPS = mutated/modified 5-enolpyruvylshikimat-3-phosphate synthase.
Setyo Dwi Utomo
Tabel 5.7 Status penelitian tanaman PRG di FUT dan LUT dari tahun 20012010 Jenis tanaman PRG
Sifat
FUT Rumah kaca
Rumah kaca
LUT
1
Jagung
Tahan penggerek jagung (MON89034)
2009-2010
-
2010
2
Jagung
Tahan penggerek jagung ( TC1507)
2009-2010
-
-
3
Jagung PRG
2001
-
2002
4
Kentang
2007-2008
-
2007-2009
5
Padi
Tahan penggerek batang
2001-2002
-
2002-2006
6
Padi
Efisiensi penggunaan nitrogen
2007-2010
-
-
7
Padi
Tahan wereng coklat
2010
-
-
8
Pepaya
Penundaan kemasakan
2005
2006-2010
-
Toleran herbisida (NK603) Tahan penyakit hawar daun
9
Tebu
Toleran kekeringan
2005-2007
-
2005-2007
10
Tebu
Rendemen tinggi
2008
-
2008-2010
11
Tomat
Tahan penyakit TYLCV dan CMV
2007-2008
-
2009
12
Tomat
Sedikit biji (partenocarpi)
2006-2007
2009
13
Ubi kayu
Kandungan amilosa rendah
2005
2006-2008
2007-2010
(Sumber: Herman, 2010).
PRG = produk rekayasa genetik, FUT= fasilitas uji terbatas, LUT = lapangan uji terbatas, TYLCV = tomato yellow leaf curl virus, CMV = cucumber mosaic virus
5.3.2 Hasil pengujian keamanan hayati di luar negeri Dalam periode 1987 - 2005, aplikasi pengujian lapang (field testing) tanaman PRG di Amerika Serikat yang diterima APHIS berjumlah 11600; 92% di antaranya sudah disetujui untuk dilaksanakan (Virginia Polytechnic Institute and State University (2005) dalam Fernandez-Cornejo dan Caswell, 2006). Sebanyak 5000 aplikasi berupa pengujian jagung PRG; tanaman lainnya meliputi kedelai, kentang, kapas, tomat, gandum, dll. Berdasarkan urutan karakter agronomi yang dievaluasi, jumlah aplikasi terbanyak untuk karakter toleran terhadap herbisida (3587), tahan terhadap hama serangga
103
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
No
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
(3141), perbaikan kualitas produk (flavor, nutrisi, dan keindahan) (2314), tahan terhadap virus (1239), toleran terhadap kekeringan (1043), dan toleran terhadap cendawan (647). Studi tentang pengaruh jagung Bt terhadap hewan non-target dilaporkan oleh (Mendelsohn et al., 2003: Romeis et al., 2006). Mendelsohn et al. (2003) melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam jumlah beberapa tipe serangga antara plot tanaman PRG dan non-PRG; juga tidak terdapat pergeseran distribusi serangga. Romeis et al. (2006) juga melaporkan studi di lapang bahwa jumlah atau kuantitas dan aktivitas parasitoid dan predator tidak berbeda pada tanaman PRG Bt dan non-PRG. Karena budidaya tanaman PRG Bt dapat mengurangi penggunakan pestisida, hal ini dapat lebih menjamin kelestarian serangga predator yang digunakan dalam pengendalian hama secara hayati. Review tentang pengkajian resiko tanaman PRG tahan terhadap virus patogen dilakukan oleh Tepfer (2002) dan Fuchs dan Gonsalves, 2007). Potensi dampak ekologi tanaman PRG tersebut meliputi heteroenkapsidasi, rekombinasi, sinergisme, dan dampak terhadap organism non-target. Tepfer (2002 menekankan perlunya penggunaan dampak tanaman non-PRG sebagai acuan (baseline) dalam pengkajian dampak negatif tanaman PRG terhadap lingkungan.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
5.4 Hasil pengkajian keamanan pangan tanaman PRG Pengkajian keamanan pangan tanaman PRG dilakukan oleh TTKHKP setelah mendapat tugas dari KKH berdasarkan Pedoman Keamanan Pangan PRG yang disahkan oleh Kepala Badan POM pada bulan Juli 2008 (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2008). Sepuluh varietas tanaman PRG yang terdiri atas jagung, kedelai, dan tebu sudah dikaji keamanan pangannya (Tabel 5.8) (Herman, 2010). Dalam evaluasi keamanan pangan, dilakukan penilaian berdasarkan informasi genetik dan informasi keamanan pangan. Penilaian informasi genetik sama dengan yang diperlukan dalam pengkajian keamanan linkungan yaitu elemen genetik, sumber gen interes, sistem transformasi, dan stabilitias genetik. Informasi keamanan pangan meliputi kesepadanan substansial, alergenisitas, toksisitas, dan pertimbangan lain terkait dengan marka utk seleksi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2008). Kesepadanan substansial dikaji menggunakan metode WHO dan OECD dengan menguji senyawa
104
Setyo Dwi Utomo
berupa proksimat, pati, serat, mineral, vitamin, asam amino, dan asam lemak. Alergenisitas dikaji untuk mengetahui atau memperoleh data tingkat alergi terhadap protein hasil ekspresi gen interes. Toksisitas dikaji untuk memperoleh data tingkat keracunan. Pengkajian didasarkan pada 1) homologi sekuen asam amino dengan protein putative yang sudah diketahui sebagai toksin (racun); dan 2) uji toksisitas oral akut pada mencit dan pemberian pakan pada ayam jantan. Tabel 5.8 Status Pengkajian keamanan pangan dan ciri-ciri 10 tanaman PRG TTKHP Tanaman PRG
Sifat
Event
Sekretariat
KKH
Rapat tim kecil
Rapat kelompok pangan
Rapat pleno
BKKH
Sekretariat
Jagung
TH
NK603
+
+
+
+
+*
+**
Jagung
TSH
MON8904
+
+
+
+
+*
+**
Jagung
TH
GA21
+
+
+
-
-
-
Jagung
TSH
Bt11
+
+
+
-
-
-
Jagung
TSH
MIR162
+
+
+
+
-
-
Jagung
TSH
MIR604
+
+
+
-
-
-
Jagung
MA
3272
+
-
-
-
-
-
Kedelai
TH
GTS40-3-2
+
+
+
+
-
-
Kedelai
TH
MON89778
+
+
+
+
-
-
TK
NXI-1T, NXI-4T, dan NXI-6T
+
+
-
-
-
-
Tebu
(Sumber: Herman, 2010)
MA = modifikasi amilase untuk produksi etanol, BKKH = Balai Kliring Keamanan Hayati * = notifikasi publik sudah selesaiu dilaksanakan dalam 60 hari ** = masukkan dari publik sudah dikirim ke sekretariat KKH
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Daftar Pustaka Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 1997. Surat Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian No. HK.330.102.1997 tentang Pembentukan Tim Teknis Keamanan Hayati Produk Bioteknologi Pertanian Hasil Rekayasa Genetik. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 1996. Undang-undang No. 7 th. 1996 tentang pangan. Departemen Pertanian. 1997. Keputusan Menteri Pertanian No. 856/Kpts./HK.330/9/1997 tentang Ketentuan Keamanan Hayati Produk Bioteknologi Pertanian Hasil Rekayasa Genetik.
105
Pengujian Keamanan Hayati (Biosafety) Tanaman Produk Rekayasa Genetik
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) No. HK.00.05.23.3541 Th. 2008 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan PRG. CropLife International (CLI). 2010. Compliance management of confined field trials for biotech-derived plants. CropLife International aisbl 326 Avenue Louise, Box 35 1050 Brussels Belgium. Date of publ. April 2010 http://www.croplife.org/Files/Upload/Docs/Biotech/FTC%20 Manual%20FINAL.pdf Fernandez-Cornejo, J. and M. Caswell. 2006. The first decade of genetically engineered crops in the United States. Electronic Report. Economic Information Bulletin No. 11. www. ers.usda.gov. Halsey, M.E. 2006. Integrated confined system for genetically engineeded plants. Program for Biosafety Systems, Washington, DC, USA. Herman, M. 1999. Tanaman hasil rekayasa genetik dan pengaturan keamanannya di Indonesia (Transgenic plants and their biosafety regulation in Indonesia). Buletin AgroBio 3(1):8-26. Herman, M. 2010. Empat belas tahun perkembangan peraturan keamanan hayati dan keamanan pangan produk rekayasa genetik dan implementasinya di Indonesia. J. AgroBiogen 6(2):113-125. Indonesian BCH. Tanpa tahun. Ringkasan Pengkajian Keamanan Lingkungan Tebu PRG Toleran Kekeringan Event NXI-1T, NXI-4T, dan NXI-6T. http://indonesiabch.org/docs/RingkasanTebuPRG.pdf. Diakses tgl. 17 Januari 2012 Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Komisi Keamanan Hayati (KKH). 1999a. Surat Penetapan Komisi Keamanan Hayati No. LB.150.905.155 tentang aman lingkungan tanaman kedelai Roundup Ready, tanaman jagung transgenik Roundup Ready, dan tanaman jagung transgenik Bt. Komisi Keamanan Hayati (KKH). 1999b. Surat Penetapan Komisi Keamanan Hayati No. LB.150.905.156 tentang aman lingkungan tanaman kapas transgenik Roundup Ready, tanaman jagung transgenik Roundup Ready, dan tanaman kapas transgenik Bt. Marc, F. and D. Gonsalves. 2007. Safety of Virus-Resistant Transgenic Plants Two Decades After Their Introduction: Lessons from Realistic Field Risk Assessment Studies. Annu. Rev. Phytopathol. 2007. 45:173–202 Mendelsohn M, J. Kough, Z. Vaituzis, and K. Matthews. 2003. Are Bt crops safe? Nature Biotechnology 21:1003—1009.
106
Setyo Dwi Utomo
Nap J. P., P.L.Metz, M. Escaler, and A.J.Conner. 2003. The release of genetically modified crops into the environment. Part I. Overview of current status and regulations. Plant J. 33:1–18. Presiden Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Diundangkan di Jakarta tgl. 19 Mei 2005. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 No. 44 Presiden Republik Indonesia. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. http:// indonesiabch.org/docs/perpres39-2010.pdf. Diakses tgl. 17 Januari 2012 Romeis, J., M. Meissle and F. Bigler. 2006. Transgenic crops expressing Bacillus thuringiensis toxins and biological control. Nature Biotechnology 24:63—71.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Slater, A., N.W. Scott, and M. R. Fowler. 2008. Plant Biotechnology: the Genetic manipulation of Plants. Second Edition. Oxford Univ. Press. Oxford, United Kingdom.
107
6
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
BAB
108
Komersialisasi Varietas Tanaman Produk Rekaya Genetik
Dampak ekonomi yang dapat diharapkan dari budidaya tanaman produk rekayasa genetik (PRG) atau tanaman biotek antara lain peningkatan produktivitas dan pendapatan petani, penurunan emisi karbon, dan pengurangan penggunaan pestisida. Tanaman PRG dikomersialkan atau dibudidayakan oleh petani pertama kali tahun 1996. Tanaman biotek yang sudah dikomersialkan meliputi tanaman PRG tahan terhadap serangga hama (TPRGTTSH), tanaman PRG toleran terhadap herbisida (TPRGTTH), dan tanaman yang tahan terhadap serangga sekaligus toleran terhadap herbisida (stacked) (Gambar 6.1). Luas areal secara global TPRGTTSH dan TPRGTTH pada tahun 2010 berturut-turut 20 juta dan 90 juta hektar. Secara global adopsi atau komersialisasi tanaman PRG telah meningkatkan pendapatan kumulatif petani dalam periode 1996-2009 sebesar 65 milyar dolar Amerika (James, 2010). Penyebab peningkatan pendapatan tersebut, 44%-nya disebabkan oleh penurunan biaya produksi, dan 56%nya oleh peningkatan produksi sebesar 229 juta ton. Peningkatan produksi tersebut berdampak pada penghematan penggunaan lahan pertanian. Tanpa peningkatan produktivitas, produksi sebesar 229 juta ton memerlukan lahan yang lebih luas sehingga biodiversitas atau keanekaragaman hayati kurang terpelihara. Meskipun demikian keuntungan ekonomis dan lingkungan tanaman PRG lebih banyak dinikmati oleh negara maju. Regulasi harus disederhanakan sehingga PRG bebas tersedia bagi pihak-pihak yang paling memerlukan (Montagu, 2011).
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
6.1 Negara-negara yang telah mengkomersialisasi varietas unggul tanaman produk rekayasa genetik Pada tahun 2010, 15,4 juta petani dari 29 negara telah membudidayakan tanaman biotek; total luas lahan 148 juta hektar atau meningkat 10% jika dibandingkan luas tahun 2009 (Gambar 6.2). Empat tanaman biotek utama yang sudah dikomersialkan meliputi kedelai, kapas, jagung, dan kanola. Pada tahun 2010, proporsi luas tanaman biotek kedelai, kapas, jagung, dan kanola berturut-turut 81%, 64%, 29%, dan 23% dari total luas areal masing-masing tanaman (Gambar 6.3) (James, 2010). Di antara 29 negara yang sudah membudidayakan tanaman biotek, lima negara terdapat di benua Asia yaitu India, China, Pakistan, Filipina, dan Myanmar. Pada tahun 2015 tiga Negara Asia lainnya yaitu Bangladesh, Indonesia, dan Vietnam diproyeksikan
Sumber: James (2010)
Gambar 6.1 Perkembangan luas areal tanam global tanaman transgenik toleran terhadap herbisida dan/atau tahan terhadap serangga hama yang dibudidayakan secara komersial dari tahun 1996 – 2010 (James, 2010)
109
Komersialisasi Varietas Tanaman Transgenetik
Gambar 6.2 Dua puluh sembilan negara pengadopsi atau yang sudah mengkomersialkan tanaman PRG pada tahun 2010; sebanyak 15,4 juta petani membudidayakan tanaman PRG pada lahan seluas 148 juta hektar.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
menjadi negara yang mengkomersialisasikan tanaman biotek (James, 2010). James (2011) memproyeksikan jumlah negara pengadopsi, jumlah petani yang membudidayakan, dan luas global tanaman biotek pada tahun 2015 berturutturut 40 negara, 20 juta petani, dan 200 juta hektar (Tabel 6.1).
110
Setyo Dwi Utomo
Gambar 6.3 Proporsi luas tanaman PRG utama yang sudah dikomersialkan pada tahun 2010 meliputi kedelai, kapas, jagung, dan kanola berturut-turut 81%, 64%, 29%, dan 23% dari total luas areal masing-masing tanaman (James, 2010).
Tabel 6.1 Proyeksi jumlah negara pengadopsi, jumlah petani yang membudidayakan, dan luas global tanaman biotek 2006
2010
2015
22
29
~ 40
Jumlah petani yang membudidayakan tanaman biotek
10 juta
15,4 juta
~ 20 juta
Luas global tanaman biotek (juta hektar)
100 juta
148 juta
~200
Jumlah negara biotek
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Tahun
Sumber : James (2010)
111
Komersialisasi Varietas Tanaman Transgenetik
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
6.2 Dampak ekonomi budidaya tanaman tahan terhadap serangga hama dan toleran terhadap herbisida 6.2.1 Tanaman PRG tahan terhadap serangga hama Komersialisasi tanaman PRG tahan terhadap serangga (TPRGTTSH) dimulai tahun 1996 (Gambar 6.1); luas global TPRGTTSH terus meningkat menjadi 20 juta hektar pada tahun 2010. TPRGTTSH yang sudah dibudidayakan secara komersial meliputi jagung, kapas, dan kentang. Jagung transgenik tahan terhadap larva corn borer (Ostrinia nubilalis) karena membawa gen Cry1Ab. Kapas tahan terhadap bollworm (Pectinophera gossypiella, Heliothis virescens, dan Helicoverpa armigera) juga karena membawa gen Cry1Ab. Kentang tahan terhadap Colorado Potato Beetle karena membawa gen Cry3A yang dimodifikasi. Contoh 12 varietas TPRGTTSH yang dikomersialkan di Amerika Serikat ditunjukkan pada Tabel 6.2 Budidaya TPRGTTSH menguntungkan petani karena dapat mengurangi kehilangan hasil dan mengurangi biaya produksi melalui pengurangan penggunaan insektisida. Salah satu studi awal tentang dampak budidaya kapas Bt dilakukan di Cina bagian utara pada tahun 1999 dengan cara memilih sampel petani secara acak. Berdasarkan perbandingan nilai tengah dan analisis ekonometrik, disimpulkan bahwa terdapat sedikit peningkatan produktivitas, penurunan dalam jumlah besar penggunaan pestisida, dan peningkatan keuntungan petani pengadopsi kapas Bt (Pray et al., 2011). Pray et al. (2002) melaporkan penghematan biaya pembelian pestisida dan keuntungan budidaya kapas Bt jika dibandingkan dengan kapas non-Bt yang dilakukan oleh petani kecil di Cina tahun 2001 (Tabel 6.3). Biaya pembelian pestisida pada budidaya kapas Bt per hektar sebesar 42% biaya budidaya kapas non-Bt; sedangkan pendapatan bersih budidaya kapas Bt per hektar US$502 lebih tinggi daripada budidaya kapas non-Bt. Keuntungan budidaya padi Bt dilaporkan oleh Huang et al. (2005) berdasarkan trial pra-produksi di Cina tahun 2002-2003 (Tabel 6.4). Frekuensi penyemprotan pestisida, biaya pembelian pestisida, kuantitas pestisida, dan jumlah tenaga kerja untuk aplikasi pestisida petani non- adopter padi Bt (PNA) berturut turut 7x, 8x, 10,6 x, dan 13x lebih tinggi daripada petani adopter (PA). Sebaliknya, produkstivitas PA 4% atau 213 kg/ha lebih tinggi daripada PNA. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Brookes dan Barfoot (2005), produksi kapas Bt lebih tinggi daripada kapas non-Bt; persentase perbedaan
112
Setyo Dwi Utomo
berturut-turut 9-11% di USA, 8-10% di Cina, 30% di Argentina, 3-37% di Meksiko, dan 45-63% di India. Pengurangan penggunaan insektisida dilaporkan oleh James (2004); di USA, kapas Bt memerlukan 3-4 kali penyemprotan, sebaliknya kapas nontransgenik 5-12 kali. Tabel 6.2. Contoh tanaman PRG tahan terhadap serangga hama yang sudah dikomersialkan di Amerika Serikat Nama dagang
Bt Protein
Tanaman
Hama serangga
Monsanto
Bollgard
Cry1Ac
cotton
Tobacco budworm, cotton bollworm, pink bollworm
Monsanto
Bollgard II
Cry1Ac+Cry2Ab
cotton
Tobacco budworm, cotton bollworm, pink bollworm
Dow
WideStrike
Cry1Ac+Cry1Fa
cotton
Tobacco budworm, cotton bollworm, pink bollworm
Monsanto
YieldGard
Cry1Ab
Maize
European corn borer
Syngenta
Agrisure CB Starlink (discontinued)
Cry1Ab
Maize
European corn borer
Cry9C
Maize
European corn borer
Mycogen (Dow) Pioneer (DuPont)
Herculex I
Cry1Fa
Maize
European corn borer
Dow/Pioneer
Herculex RW
Cry34Ab+Cry35Ab
Maize
Corn rootworm
Dow/Pioneer
Herculex Extra
Cry1Fa/ Cry34Ab/ Cry35Ab
Maize
European corn borer+ Corn rootworm
Monsanto
YieldGard Rootworm
Cry3Bb
Maize
Corn rootworm
Monsanto
YieldGard Plus
Cry1Ab+ Cry3Bb
Maize
European corn borer+ Corn rootworm
Syngenta
Agrisure RW
mCry3Aa
Maize
Corn rootworm
Aventis
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Perusahaan
Sumber: Slater et al. (2008)
113
Komersialisasi Varietas Tanaman Transgenetik
Tabel 6.3 Perbandingan antara rata-rata biaya dan pendapatan per hektar budidaya kapas Bt vs non-Bt di Cina tahun 2001 Biaya (US $/ha)
Komponen biaya atau Pendapatan
Bt
Benih Pestisida Pupuk sintetik Pupuk Organik Biaya lain Tenaga kerja Biaya total Pendapatan kotor Pendapatan bersih
Non-Bt
78
18
78 162 44 82 557 1000 1277 277
186 211 53 65 846 1379 1154 - 225
Sumber : Pray et al. (2002)
Tabel 6.4 Perbedaan penggunaan pestisida dan produktivitas padi transgenik tahan serangga hama antara petani adopter dan nonadopter di lahan trial pra-produksi di Cina tahun 2002-2003 Parameter
Petani adopter
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
(PA)
Petani non-adopter (PNA)
Frekuensi penyemprotan pestisida
0,5
3,7
Biaya pestisida (yuan/ha)
31
243
Kuantitas pestisida (kg/ha)
2,0
21,2
Jumlah tenaga kerja untuk aplikasi pestisida (hok /ha)
0,7
9,1
Hasil Padi (kg/ha)
6364
6151
Jumlah plot yang diamati
123
224
Perbandingan PA vs. PNA Selisih = 3,2 atau PNA = 7 x PA Selisih = 212 PNA = 8 x PA Selisih =19,2 PNA = 10,6 x PA Selisih = 8,4 hok PNA = 13 x PA PA – PNA = 213 kg / ha atau 4%
Sumber : Huang et al. (2005)
6.2.2 Tanaman PRG toleran terhadap herbisida Perakitan varietas tanaman PRG toleran terhadap herbisida (TPRGTTH) difokuskan bukan untuk meningkatkan daya hasil atau produktivitas, tetapi untuk menghemat biaya produksi. Penghematan diperoleh melalui penurunan biaya tenaga kerja pengendalian gulma. Dalam budidaya TPRGTTH, herbisida
114
Setyo Dwi Utomo
pasca-tumbuh dapat diaplikasikan langsung pada gulma yang tumbuh pada areal tanam TPRGTTH tanpa ada kekhawatiran tanaman mati atau terjadi injury sebagai akibat perlakukan herbisida. Sebaliknya pengendalian gulma pada tanaman tidak toleran terhadap herbisida harus dilakukan secara manual yang membutuhkan tenaga kerja yang relatif semakin mahal. Aplikasi herbisida pada TPRGTTH juga mendukung penerapan olah tanah konservasi (OTK) (conservation tillage) dengan cara meminimalkan pengolahan tanah sebelum dan setelah tanam. OTK menurunkan kehilangan lapisan olah tanah akibat erosi. Budidaya TPRGTTH herbisida meningkatkan pendapatan petani melalui penghematan biaya produksi. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Brookes dan Barfoot (2005), penghematan biaya diperoleh dari budidaya kedelai, jagung, kapas, dan kanola (Tabel 6.5). Studi tersebut dilakukan di Amerika Serikat, Brazil, Argenetina, Uruguay, Paraguay, Romania, Canada, dan Australia. Pendapatan budidaya kedelai toleran terhadap herbisida meningkat sebesar 6,7% atau secara global bernilai US $ 62 milyar. Penghematan penggunaan herbisida dalam budidaya gula bit dan jagung toleran terhadap herbisida dilaporkan oleh Champion et al. (2003) berdasarkan survey terhadap petani Inggris. Di samping menghemat tenaga kerja, budidaya gula bit dan jagung toleran terhadap herbisida juga mengurangi kuantitas herbisida yang digunakan sebesar 36%. Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
6.3 Prospek komersialisasi tanaman PRG di Indonesia Walaupun saat ini bukan salah satu negara pengadopsi tanaman biotek atau PRG, Indonesia pernah termasuk sebagai salah satu negara pengadopsi tanaman PRG. Kapas tahan terhadap bollworm (Pectinophera gossypiella, Heliothis virescens, dan Helicoverpa armigera) yang membawa gen Cry1Ab sudah dikomersialkan untuk pelepasan terbatas di tujuh kabupaten di Sulawesi Selatan pada periode 2001 – 2003 (James, 2002; Herman, 2010).
115
Komersialisasi Varietas Tanaman Transgenetik
Tabel 6.5. Penghematan biaya budidaya tanaman PRG toleran thd. herbisida tahun 1996-2004 ($/ha) Spesies
Negara Amerika Serikat
Kedelai
Argentina Brazil, Paraguay, Uruguay Canada
Jagung Kapas
Romania Amerika Serikat Canada Amerika Serikat Australia
Penghematan biaya 25,2 pada th. 1996-1997 33,9 pada th. 1998-200 73,4 pada th. 2003 78, 5 pada th. 2004 24-30 untuk th. 1996-2004 bergantung pada nilai tukar uang 88 untuk th. 1996-2004 berdasarkan kurs th. 2005 C$ 47-89, th. 1997-2004 140-239 , th. 1999-2003 39,9 utk tahun 1996-2004 C$48,75 utk tahun 1996-2004 34,12, th. 1996-2004 66,9 untuk th. 2001 A$60 sejak tahun2000 60,75 untuk th. 1999-2001
Canola
Amerika Serikat
67 utk th. 2002-2004 untuk yang toleran thd. glifosat
Canada
44,89, utk th. 1996-2004 yang tahan glufosinaat C$39 1996-2004
Sumber : Brookes dan Barfoot (2005)
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Mengingat potensi kontribusi yang besar tanaman PRG dalam memajukan pertanian, Indonesia merupakan negara yang prospektif dan akan segera membudidayakan tanaman PRG secara komersial. James (2010) memproyeksikan Indonesia menjadi salah satu negara yang mengadopsi atau mengkomersialisasikan tanaman PRG pada tahun 2015 (James, 2010). Peluang Indonesia yang besar untuk menjadi negara yang mengkomersialisasikan tanaman biotek antara lain didasarkan pada: a) kesiapan regulasi atau peraturan perundangan tentang pengkajian keamanan hayati PRG (diuraikan dalam Bab V); b) hasil-hasil pengkajian keamanan hayati (Tabel 5.2 Bab V); dan c) hasil-hasil penelitian tentang perakitan varietas tanaman PRG (Tabel 5.3 Bab V dan Tabel 6.6 Bab VI). Tim peneliti Universitas Lampung juga melakukan pengkajian keamanan lingkungan jagung Bt (Utomo et al., 2011). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa jagung
116
Setyo Dwi Utomo
Bt yang diuji secara agronomis sepadan dengan jagung non-Bt sehingga jagung Bt yang diuji tidak berpotensi menjadi gulma. Juga disimpulkan bahwa populasi hewan non-target pada petak jagung Bt setara dengan pada petak jagung non-bt. Hal tersebut menunjukkan bahwa jagung Bt yang diuji tidak membahayakan tingkat diversitas hayati. Tabel 6.6 Penelitian perakitan varietas tanaman PRG di Indonesia Spesies tanaman
Gen
Institusi peneliti
• Tahan hama penggerek buah
Kakao
Cry1A(c)
Balit Bioteknologi Perkebunan
• Tahan hama
Jati
Tidak ada data
PT indah Kiat
• Tahan virus athogen
Cabe
Coat protein
IPB
• Tahan penyakit
Kentang
hordotionin
IPB
• Tahan cendawan patogen
Kedelai
chilinase, glucanase
Unibraw
Tahan cendawan patogen
Abaca
Chitinase, glucanase
Unibraw
Tahan cendawan patogen
Jarakpagar
chitinase, glucanase
Unibraw
Tahan cendawan patogen
Jeruk (batang bawah)
chitiase,glucanase
Unibraw
• Tahan penyakit bercak daun
Kubis
Tidak ada data
UGM dan Unair
Toleran terhadap herbisida
Kedelai
bar
Unila
Tahan peanut stripe virus (PStV)
Kacang tanah
CP-PStV
IPB dan Unila
trehalose
BB-Biogen
Karakter unggul
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Tahan cekaman biotik
Toleran cekaman abiotik • Toleran kekeringan
Padi
Toleran kekeringan
Padi
Toleran kekeringan
Tebu
P5CS
Balit Bioleknologi Perkebunan
• Toleran aluminium
Kedelai
Mamt2
IPB kerja sama dengan BB-Biogen
Jagung
CsNitri1-L
BB-Biogen
IPB kerja sama dengan BB-Biogen
Modifikasi kualitas • Penggunaan nitrit secara efisien
117
Komersialisasi Varietas Tanaman Transgenetik • Penundaan pembungaan
Jati
leafy
ITB
• Pencepatan pembungaan
Manggis
Apetalla-1(AP-1)
Balit Biotek Perkebunan dan IPB
• Kandungan gula kalori rendah (palatinosa)
Tebu
pall
ITB
• Kandungan amilosa tinggi
Ubi kayu
BE-1dan BE-2
Puslit Biotek. LIPI
• Kandungan asam oleat tinggi
Kelapa sawit
KASII Palmitoyl ACP Theoesterase
Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT
Sumber: Bahagiawati et al. (2008); Bahagiawati dan Herman (2008) dalam Herman (2008); Utomo (2004); Marveldani et al. (2007); Hapsoro et al. (2008); Hapsoro et al. (2005)
Daftar Pustaka Brookes, G. and P. Barfoot. 2005. GM crops, the global economic and environmental impact — the first nine years 1996—2004. AgBioForum 8:187—196.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Champion G.T., M.J. May, S. Bennett, D.R. Brooks, S.J. Clark, R.E. Daniels, L.G. Firhank, A.J. Haughton, C. Hawes, and M.S. Heard. 2003. Crop management and agronomic context of the Farm Scale Evaluations of genetically modified herbicide-tolerant crops. Philosoph. Transact. Roy. Soc. Biol. Sci. 358:1801—1818. Hapsoro, D., H. Aswidinnoor, Jumanto, R. Suseno, and Sudarsono. 2008. Inheritance of resistance to PStV in transgenic peanuts containing cp PStV gene. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 8(1):31-38. Hapsoro, D., H. Aswidinnoor, Jumanto, R. Suseno, and Sudarsono. 2005. Transformasi tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dengan gen cp PStV dengan bantuan Agrobacterium. Jurnal Agrotropika 10(2):85-93. Herman, M. 2010. Empat belas tahun perkembangan peraturan keamanan hayati dan keamanan pangan produk rekayasa genetik dan implementasinya di Indonesia. J. AgroBiogen 6(2):113-125 Huang, J., R. Hu, S. Rozelle, and C. Pray. 2005. Insect-resistant GM ricein farmers’ fields, assessing productivity and health effects in China. Science 308:688-690.
118
Setyo Dwi Utomo
James, C. 2002. Global Status Of Commercialized Biotech/Gm Crops: 2007. ISAAA Brief No. 27. ISAAA: Ithaca, NY. James, C. 2009. Global Status Of Commercialized Biotech/Gm Crops: 2007. ISAAA Brief No. 38. ISAAA: Ithaca, NY. James, C. 2010. Global Status of Commercialized Biotech/GM Crops: 2010. Presented by Randy A. Hautea in Public Forum on Science Communication, April 6, 2011, Biopolis, Singapore www.isaaa. org/.../2011/ppts/Randy%20Hautea. Diakses 15 Maret 2012. James, C. 2002. Global Status Of Commercialized Biotech/Gm Crops: 2007. ISAAA Brief No. 27. ISAAA: Ithaca, NY. James, C. 2009. Global Status Of Commercialized Biotech/Gm Crops: 2007. ISAAA Brief No. 38. ISAAA: Ithaca, NY. James, C. 2010. Global Status of Commercialized Biotech/GM Crops: 2010. Presented by Randy A. Hautea in Public Forum on Science Communication, April 6, 2011, Biopolis, Singapore www.isaaa. org/.../2011/ppts/Randy%20Hautea. Diakses 15 Maret 2012. James, C. 2002. Global Status Of Commercialized Biotech/Gm Crops: 2007. ISAAA Brief No. 27. ISAAA: Ithaca, NY. James, C. 2009. Global Status Of Commercialized Biotech/Gm Crops: 2007. ISAAA Brief No. 38. ISAAA: Ithaca, NY.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Marveldani, K. Setiawan, M. Barmawi, dan S.D. Utomo. 2007. Pengembangan kedelai transgenik yang toleran herbisida amonium glufosinat dengan Agrobacterium. J. Akta Agrosia 10 (1):49-55. Montagu, M.V. 2011. It Is a LongWay to GM Agriculture. Annu. Rev. Plant Biol 62:1–23. Pray , C.E., J. Huang, and S. Mu Rand Rozelle. 2002. Five years of Bt cotton in China — the benefits continue. Plant Journal 31:423-430. .
Pray, C.E., L. Nagarajan, J. Huang, R. Hu, and B. Ramaswami. 2011. Impact of Bt Cotton, the Potential Future Benefits from Biotechnology in China and India http://www.isid.ac.in/~bharat/Research/prayetal.pdf Diakses tgl. 18 April 2012 Slater, A., N.W. Scott, and M. R. Fowler. 2008. Plant Biotechnology: the Genetic Manipulation of Plants. Second Edition. Oxford Univ. Press. Oxford, United Kingdom.
119
Komersialisasi Varietas Tanaman Transgenetik
Utomo, S. D. 2004. Transformasi genetik lima varietas kedelai menggunakan Agrobacterium. J. Agrotropika IX(2):95-101.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Utomo, S.D., N. Yasin, dan D.R.J. Sembodo. 2011. Laporan akhir pengkajian keamanan lingkungan jagung Bt di Lapangan Uji Terbatas, di desa Masgar, Kec. Tegineneng, Kab. Pesawaran, Prov. Lampung
120
Kamus Istilah (Glossary)
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Asam amino: komponen atau unsur penyusun protein Balai Kliring Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (BKKH): perangkat KKH yang berfungsi sebagai sarana berkomunikasi antara KKH dengan pemangku kepentingan. Biodiversitas: keberagaman di antara organisme hidup dari berbagai sumber, termasuk ekosistem darat, laut, dan kompleks ekologisnya Biolistik: trasformasi genetik secara langsung menggunakan penembak biolistik atau gene gun Bioteknologi: penerapan teknnologi untuk memperbaiki organism biologis secara genetik untuk menghasilkan barang dan jasa penerapan teknologi untuk memodifikasi fungsi biologi oranisme dengan cara memodifikasi gen atau menambahkan gen dari organism lainnya Bioteknologi modern: aplikasi dari teknik perekayasaan genetik yang meliputi teknik asam nukleat in-vitro dan fusi sel dari dua jenis atau lebih organisme diluar kekerabatan taksonomis. Bt (Bt protein, Bt toxin): Protein racun yang dihasilkan oleh bakteri tanah Bacillus thuringiensis yang mampu membunuh larva serangga. Racun Bt tidak berbahaya bagi manusia dan hewan Cekaman abiotik: cekaman pada tanaman oleh fenomena non-biologis, a.l. salinitas, kekeringan, suhu panas, dan suhu dingin Cekaman biotik: cekaman pada tanaman oleh organisme, a.l., virus, bakteri, fungi, dan serangga
121
Kamus Istilah (Glossary)
DNA:
Event:
deoxyribonucleic acid, molekul kompleks yang merupakan materi genetik suatu organisme. Pada eukariot, DNA adalah suatu molekul berupa untaian benang nukleotida yang panjang. Gen merupakan satu ruas/fragmen DNA. DNA merupakan bagian dari kromosom; kromosom pada eukariot adalah DNA yang dikemas dengan cara digulung pada protein histon
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
penyisipan atau insersi transgen ke dalam genom suatu sel tanaman yang selanjutnya tumbuh menjadi suatu galur tanaman PRG yang membawa transgen pada lokasi yang spesifik pada kromosom Fenotipe: karakter yang dapat diamati (observable) fitoremediasi: penggunaan tanaman untuk meningkatkan kualitas lingkungan Fitosensor: tanaman yang dapat mendeteksi senyawa dan kemurnian senyawa di lingkungan Gen: unit biologi pewarisan sifat, suatu unit transkripsi, atau suatu ruas DNA yang menyandikan atau mengkode satu polipeptida Genom: total komposisi genetik suatu organisme GMO (genetically modified organisms): 1. Arti luas: mikroba, tanaman, atau hewan yang dirakit melalui pemuliaan 2. Arti sempit: mikroba, tanaman, atau hewan yang dirakit melalui rekayasa genetik atau teknologi DNA rekombinan Hibrida: varietas tanaman yang menunjukkan efek heterosis hasil persilangan tetua betina dan jantan tertentu. Hibridisasi: perkawinan atau persilangan antara tetua betina dan jantan yan menghasilan keturunan/progeny/zuriat Hibridisasi blot Northern: perkawinan antara templat RNA, dan probe yang juga berupa RNA Hibridisasi blot Southern: perkawinan antara templat DNA dan probe yang juga berupa DNA Hibridisasi blot Western: perkawinan antara templat protein dan probe yang juga berupa protein Introgresi: penyisipan atau insersi gen atau gen-gen dari suatu varietas tanaman ke wanana gen (gene pool) varietas lainnya
122
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Keamanan hayati produk rekayasa genetik: keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan produk rekayasa genetik. Keamanan lingkungan: kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya risiko yang merugikan keanekaragaman hayati sebagai akibat pemanfaatan produk rekayasa genetik. Keamanan pakan produk rekayasa genetik: kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya dampak yang merugikan dan membahayakan kesehatan hewan dan ikan, akibat proses produksi, penyiapan, penyimpanan, peredaran dan pemanfaatan pakan produk rekayasa genetik. Keamanan pangan produk rekayasa genetik: kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya dampak yang merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, akibat proses produksi, penyiapan, penyimpanan, peredaran dan pemanfaatan pangan produk rekayasa genetik. Kitinase: Enzim yang merusak kitin; kitin merupakan salah satu komponen penyusun dinding sel beberapa spesies cendawan Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH): komisi yang mempunyai tugas memberi rekomendasi kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam menyusun dan menetapkan kebijakan serta menerbitkan sertifikat keamanan hayati PRG. Kromosom: unit yang diskret dari genom yang membawa gen-gen. Kromosom eukariot tersusun atas DNA yang dikemas dalam suatu struktur protein Lapangan uji terbatas (LUT): suatu areal penelitian tanaman PRG yang memerlukan tindakan pembatasan seperti isolasi reproduktif, bahan tanaman dan gen baru agar tetap berada di dalam lokasi penelitian. Mikotoksin: toksin yang dihasilkan oleh jamur atau cendawan Mutagen: bahan atau agen penyebab mutasi Mutasi: perubahan genetik atau perubahan DNA yang diwariskan antargenerasi Pemuliaan tanaman: rangkaian kegiatan untuk merakit varietas unggul; perbaikan genetik tanaman dalam rangka merakit varietas unggul.
123
Kamus Istilah (Glossary)
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Pengkajian: keseluruhan proses pemeriksaan dokumen dan pengujian PRG serta faktor sosial ekonomi-terkait. Pengkajian resiko (Risk Assessment) PRG: pengkajian kemungkinan terjadinya pengaruh merugikan pada lingkungan hidup, kesehatan manusia dan kesehatan hewan yang di timbulkan dari pengembangan dan pemanfaatan PRG berdasarkan penggunaan metode ilmiah dan statistik tertentu yang sahih. Pengujian: evaluasi dan kajian teknis PRG meliputi teknik perekayasaan, efikasi, dan persyaratan keamanan hayati di laboratorium, fasilitas uji terbatas dan/atau lapangan uji terbatas. Produk rekayasa genetik (PRG): organisme hidup (tanaman, hewan, bakteri, cendawan, dll.) dan bagian-bagiannya dan/atau hasil olahannya yang mempunyai susunan genetik baru dari hasil penerapan bioteknologi modern /rekayasa genetik Refuge: Varietas tanaman non-Bt yang memungkinkan serangga rentan makan varietas tersebut sehingga dapat hidup, kawin, dan berkompetisi dengan serangga tahan (menyerang tanaman Bt) Rekayasa genetik (genetic engineering): Lihat transformasi genetik; Teknik untuk memanipulasi DNA termasuk isolasi gen, kloning, konstruksi plasmid RNA: ribonucleic acid, produk transkripsi dari DNA, materi genetik beberapa virus Silang balik: Persilangan atau hibridisasi antara progeny/zuriat dan tetua yang sedang diperbaiki karakternya (tetua berulang, recurrent parent) Standar Mutu Varietas: mutu genetik yang dinyatakan antara lain dengan unik, stabil dan seragam. Tanaman biotek (biotech crops): Lihat tanaman PRG; tanaman transgenik Tanaman produk rekayasa genetik (tanaman PRG): Tanaman transgenik; tanaman biotek; adalah tanaman yang dihasilkan dari penerapan teknik rekayasa genetik;. Tanaman transgenik: (lihat tanaman PRG; tanaman biotek). Tanaman yang membawa gen dari spesies/organisme lain yang ditransfer melalui rekayasa genetik Tanaman voluntir: Tanaman tumbuh sendiri di suatu lahan dari benih hasil panen
124
Setyo Dwi Utomo
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
tanaman pada musim tanam sebelumnya Tim Teknis Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (TTKH): tim yang mempunyai tugas membantu KKH dalam melakukan evaluasi dan pengkajian teknis keamanan hayati serta kelayakan pemanfaatan PRG. Transfer gen horizontal: Transfer gen antar-organisme, sering jauh hubungan kekerabatannya Transfer gen vertikal: Transfer gen dari tetua kepada keturunan/progeny/zuriatnya: transfer of genes from parent to offspring. Transformasi genetik tanaman: Proses introduksi/transger gen ke dalam genom tanaman yang menghasilkan tanaman trasngenik atau PRG Transgen: suatu gen yang telah di-inkorporasikan ke dalam genom suatu organism Uji adaptasi: uji lapang di beberapa agroekologi bagi tanaman semusim, untuk mengetahui keunggulan dan interaksi varietas terhadap lingkungan. Uji observasi: kegiatan uji lapang di beberapa agroekologi bagi tanaman tahunan, untuk mengetahui sifat-sifat unggul dan daya adaptasi varietas terhadap lingkungan, atau bagi tanaman semusim yang sudah merupakan varietas lokal untuk pemutihan varietas. Varietas introduksi: varietas yang pertama kali dimasukkan dari luar negeri. Varietas pembanding: varietas unggul, yang digunakan sebagai pembanding dalam uji adaptasi dan observasi untuk mengetahui keunggulan galur harapan dan/atau calon varietas yang diuji. Varietas tanaman: adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurangkurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. Varietas unggul: varietas yang telah dilepas oleh pemerintah yang mempunyai kelebihan dalam potensi hasil dan/atau sifat-sifat lainnya. Virus: Organisme mikroskopis yang terdiri atas beberapa gen yang dibungkus protein selubung
125
Indeks 3-enolpyruvylshikimate-5 –phosphate synthase 55
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
A
126
agglutinin 57 Agrobacterium 3, 7, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 46, 50, 51, 52, 54, 55, 66, 71, 102, 118, 119 aluminium keracunan aluminium 64, 72, 74, 117 analisis integrasi 12 analisis molekuler 10, 20, 50 analisis zuriat 50 annealing 41, 43 antibiotik 8, 19, 23 antioksidan 18, 25 antisense 60, 68, 69, 71, 73 apoptosis 18, 25, 35 Arabidopsis 62, 63, 64, 65, 67, 71 asam amino 55, 56, 105 Asam sitrat 64 asetosiringon 15, 19 attacin 63, 73 Australia 75, 115, 116 autoradiogram 26
B Bacillus thuringiensis 57, 71, 102, 107, 121 bakteri 7, 14, 15, 41, 42, 54, 55, 56, 57, 62, 63, 64, 66, 69, 121, 124
bakteriofag 63 BAP 19, 23 beta-karoten 66, 68 biolistik 3, 7, 10, 13, 14, 18, 29, 30, 33, 57, 60, 121 biosafety 34, 70, 106 biotech crops 3, 36, 124 blot 8, 10, 26, 28, 40, 42, 45, 46, 47, 48, 49, 51, 52, 122 borderless genome 7, 9 bovine serum albumin (BSA) 49 buku kotiledon 18, 19, 21, 22, 23
C Cartagena Protocol on Biosafety 18 Cecropin 63 citrate synthase (CSb) 64 coat protein 20, 34, 60, 61, 71, 73, 74 CP4 55, 102 cry 57, 58
D Dampak ekonomi 108, 112 DefH9 69 DefH9-iaaM 69 denaturasi 41, 43, 45, 48 direct gene transfer 12, 29 DNA 7, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 28, 33, 35, 36, 38, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 51, 52, 53, 60, 122, 123, 124
Setyo Dwi Utomo
E
GUS 20, 21, 25, 26, 28, 46, 50
eksplan 13, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 27, 30, 32, 33, 46, 63 ekspresi gen 13, 15, 26, 62, 69, 105 electroblotting 49 elektroforesis 42, 44, 45, 48 elektroporasi 9, 13 EMS 5 Environmental Protection Agency (EPA) 78 EPSPS 26, 50, 54, 55, 56, 102 Erwinia uredovor 66 event 8, 88, 141
H
famili 50, 61 Fasilitas Uji Terbatas (FUT) 69, 83 Fenil alanin 70 fusi protoplas 4
I inbrida 2 inokulasi 19, 20, 21, 22, 26, 27, 28, 98 isolasi gen 7, 53, 124
G
K
GA21 73, 102, 105 gen 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 23, 25, 26, 29, 30, 32, 33, 40, 44, 46, 47, 50, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 71, 74, 84, 91, 95, 96, 98, 104, 105, 112, 115, 118, 121, 122, 123, 124, 125, 141, 142 gene silencing 8, 13 gene transfer 12, 29, 37 genom 5, 7, 8, 9, 12, 14, 15, 16, 17, 40, 42, 47, 48, 50, 53, 54, 55, 57, 63, 64, 65, 122, 123, 125, 141 genotipe 3, 4, 5, 6, 7, 9, 20, 23, 25, 92, 102, 125 glifosat 26, 54, 55, 56, 102, 116 glisin betain 65 glufosinat 19, 20, 21, 23, 26, 36, 55, 56, 119 GNA 57, 59, 74 golden rice 66, 74 gulma 53, 54, 84, 92, 98, 114, 115, 117, 140
Kalus tipe I 25 Kalus tipe II 23 kanola 109, 111, 115 keamanan hayati 10, 77, 79, 80, 81, 82, 83, 102, 103, 106, 116, 118, 123, 124, 125 Keanekaragaman genetik 140 keanekaragaman hayati 78, 79, 80, 84, 108, 123 Kedelai 18, 29, 35, 38, 59, 67, 96, 97, 99, 102, 105, 116, 117 kekeringan 65, 66, 67, 102, 103, 104, 117, 121 keragaman somaklonal 5 kitinase 57, 61 ko-kultivasi 18, 19, 22, 25 Kolkisin 5 komersialisasi 10, 53, 108, 115 Komisi Keamanan Hayati (KKH) 79, 106
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
F
hak ii hen egg white lysozyme = HEWL 64 herbisida 8, 19, 23, 26, 36, 53, 54, 55, 56, 98, 102, 103, 108, 109, 112, 114, 115, 116, 117, 119 Hibridisasi blot Northern 122 Hibridisasi blot Southern 122 Hibridisasi blot Western 48, 49, 122 hibridisasi seksual 2, 3, 7, 9 hibridisasi somatik 2, 3, 4 homozigot 9, 50
L lektin 57 lingkungan 1, 6, 10, 69, 77, 78, 79, 80,
127
Indeks
81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 104, 106, 108, 116, 120, 122, 123, 124, 125, 131, 135, 138, 139, 140, 141, 142, 143, 144 linkage drag 9 lisozim 62, 63 L-sistein 18, 25
M marka molekuler 2, 10 membran nilon atau nitroselulose 45 Mendel 9, 10, 13, 40, 50 Mutasi 5, 55, 123
O Optimalisasi transformasi genetik 26 organisme non-target 84, 92
P
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
padi emas 66 Papaya ringspot virus (PRSV) 60, 61 partenokarpi 69, 70, 74, 102 pathogen-derived resistance 60, 70 pathogenesis-related protein 70 pemuliaan tanaman 1, 2, 3, 6, 7, 10, 11, 12, 50, 72, 74 perakitan varietas 1, 2, 3, 4, 7, 50, 53, 54, 63, 116, 117 peroxidase 62, 64 persilangan perkawinan 3, 4, 50, 122, 140 plasmid super biner 18 plasmid Ti 15, 17 poliamin 65 poliploid 5 polymerase chain reaction (PCR) 40, 41 polyvinylpyrrolidone (PVPP) 18 PRG 1, 7, 10, 18, 40, 50, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 66, 67, 68, 69, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 108, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117,
128
122, 123, 124, 125, 138, 139, 140, 141, 142, 143, 144
probe pelacak 28, 45, 46, 47, 122 prolin 65 protein 9, 15, 20, 34, 40, 48, 49, 54, 57, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 71, 72, 73, 74, 75, 105, 117, 121, 122, 123, 125, 141 proteinase inhibitor II 57, 74 protein kristal 57 proteksi silang 60 PStV 60, 71, 117, 118
R regenerasi in vitro 5, 12, 13 rekayasa genetik 1, 2, 3, 7, 9, 10, 12, 14, 15, 18, 50, 53, 54, 57, 66, 71, 77, 78, 79, 80, 88, 103, 106, 108, 109, 118, 122, 123, 124, 140, 141 respon hipersensitif 18, 25 resurrection (Xerophyta viscosa) 65 RIP (ribosome in-activating protein) 62 risk management 83 RNA 9, 40, 47, 48, 60, 71, 122, 124
S salak pondoh 70, 74 salinan gen 13, 26 SDS polyacrylamide gel electrophoresis 48 segregasi 40, 50 seleksi 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 12, 19, 20, 21, 27, 40, 50, 55, 104 Seleksi langsung 5 seleksi tidak langsung 5 serangga 57, 58, 59, 62, 63, 96, 98, 102, 103, 104, 108, 109, 112, 113, 114, 121, 124 Silang balik 124 Streptomyces hygroscopicus 55, 75
T Taq DNA polymerase 41 T-DNA 14, 15, 16, 17, 35, 38
Setyo Dwi Utomo
teknologi DNA rekombinan 10, 53, 122 Thermus aquatiqus 41 Tim Teknis Keamanan Hayati (TTKH) 79 tipe rekombinan 3 tirosin 55 transfer gen 12, 13, 14, 15, 29, 30, 57 transformasi genetik 2, 3, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 20, 23, 24, 25, 26, 29, 30, 31, 39, 40, 46, 47, 48, 50, 52, 53, 55, 57, 60, 61, 63, 64, 70, 74, 124 transgen 7, 8, 10, 12, 13, 14, 40, 41, 42, 47, 48, 49, 50, 78, 122 trehalose 65, 117 trehalose-6 -phosphate phosphatase (TPP) 65 trehalose-6 -phosphate synthase (TPS) 65 triptofan 55 tumor 14, 15 tunas adventif 19, 20, 21, 23
Z zuriat 50, 122, 124
U uji daya hasil 2, 3, 4, 6, 7, 8
V Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
varietas 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 10, 12, 20, 21, 38, 50, 52, 53, 54, 55, 58, 60, 63, 64, 66, 69, 77, 83, 85, 102, 104, 109, 112, 114, 116, 117, 119, 122, 123, 124, 125, 131, 132, 134, 135, 136, 137 varietas standar 6 varietas unggul 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 10, 12, 20, 50, 53, 54, 64, 85, 109, 123, 125, 131, 132 Vietnam 109 virus 28, 34, 42, 60, 61, 71, 72, 73, 74, 78, 103, 104, 117, 121, 124
X Xa21 63, 75, 76 Xanthomonas campestris 63
129
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
LAMPIRAN
130
Setyo Dwi Utomo
LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011 (Menteri Pertanian RI, 2011) METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI I. Umum. A. Latar belakang Dalam rangka pelepasan suatu varietas unggul perlu diadakan uji adaptasi bagi tanaman semusim dan atau uji observasi bagi tanaman tahunan serta tanaman semusim yang dibebaskan dari uji adaptasi dengan memenuhi kaidah-kaidah statistik. Penilaian secara objektif dilakukan terhadap hasil pengujian agar diperoleh hasil yang sebaik-baiknya sebelum dilepas secara resmi kepada masyarakat. Agar pelaksanaan uji berjalan sesuai dengan harapan, perlu disusun panduan uji adaptasi/uji observasi sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. B. Ruang Lingkup Ruang lingkup pedoman ini meliputi: 1. uji adaptasi yang berisi bahan pengujian, metode, prosedur, pengamatan, analisa data dan deskripsi varietas; 2. uji observasi yang berisi bahan pengujian, metoda uji, pengamatan, analisa data dan deskripsi varietas.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
C. Tujuan Uji adaptasi dan uji observasi merupakan uji lapang untuk mengetahui / memperoleh data keunggulan-keunggulan dan interaksinya terhadap lingkungan dari calon varietas yang akan dilepas sebagai suatu varietas unggul. II. Uji adaptasi A. Bahan pengujian Materi genetik bahan uji adaptasi adalah benih dari calon varietas yang akan dilepas. Materi genetik yang akan diuji keunggulannya dapat berbentuk galur, mutant, hibrida, transgenik, bersari bebas (OP) yang berasal dari hasil pemuliaan di dalam negeri atau introduksi. B. Metoda 1. Lokasi, Musim dan Jumlah Unit a. Agroekologi; a.1. Lokasi uji adaptasi merupakan wilayah agroekologi yang paling sesuai untuk budidaya jenis tanaman yang bersangkutan dan mewakili karakteristik agroekologi wilayah sentra produksi komoditas yang bersangkutan;
131
Lampiran
a.2. Calon varietas yang akan direkomendasikan untuk dikembangkan di dataran rendah (< 400 m dpl) dan/atau medium (400-700 m dpl) dan/ atau tinggi (> 700 dpl), uji adaptasinya dilakukan di 3 (tiga) atau di lokasi tertentu yang mewakili daerah tersebut; a.3. Calon varietas yang akan direkomendasikan untuk agroekologi spesifik, seperti rumah kaca, screen house, daerah rawa, daerah bersalinitas tinggi atau keasaman tinggi, lokasi pengujiannya dibatasi hanya pada agroekologi spesifik tersebut.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
2. Rancangan Pengujian a. rancangan percobaan untuk uji adaptasi harus sesuai dengan kaidah statistik; b. jumlah uji setiap agroekologi wilayah sasaran pengembangan harus diwakili paling sedikit oleh 3 (tiga) unit uji adaptasi; c. jumlah ulangan dan perlakuan harus sesuai dengan kaidah statistik; d. ukuran petak/plot percobaan disesuaikan dengan jenis tanaman; e. varietas pembanding merupakan varietas unggul yang dikenal masyarakat yang digunakan sebagai pembanding dalam uji adaptasi untuk mengetahui keunggulan galur harapan dan/atau calon varietas yang diuji.
132
Setyo Dwi Utomo
b. Musim dan Jumlah unit Tabel 1. Jumlah unit dan lama pengamatan Uji Adaptasi (unit). Komoditas
Total unit
Keterangan
Padi Sawah
16
Di 16 lokasi dalam satu musim atau 8 lokasi yang sama di 2 musim (MK dan MH)
Padi Ladang
8
8 lokasi dalam 1 tahun/musim atau 4 lokasi dalam 2 tahun/musim
Padi rawa/pasang surut
6
Lokasi di rawa/Pasang surut, 6 lokasi dalam satu musim/tahun atau 3 lokasi dalam 2 musim/tahun
16
16 lokasi di ladang/lahan kering dan sawah tadah hujan dalam 1 musim atau 8 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK)
Jagung pulut
8
8 lokasi di ladang/lahan kering dan sawah tadah hujan dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK)
Sorghum
8
8 lokasi dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK)
Gandum
8
8 lokasi dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK)
Kacang-kacangan dan Ubi-ubian
8
8 lokasi dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK)
Ubi kayu
8
Lahan kering, 8 lokasi dalam satu musim tanam.
Tanaman perkebunan tahunan
6
3 lokasi dengan agroekologi yang berbeda dalam 2 musim panen/tahun.
Tanaman perkebunan semusim
6
3 lokasi dengan agroekologi yang berbeda dalam 2 musim panen/tahun.
Jagung
Tanaman perkebunan
Tanaman hijauan pakan ternak Rumput tegak
5 petak
2 lokasi dengan agroekologi yang berbeda dalam 2 musim tanam/ tahun.
133
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Tanaman pangan
Lampiran
5 petak
2 lokasi dengan agroekologi yang berbeda dalam 2 musim tanam/tahun.
Leguminosa pohon
10 pohon
2 lokasi dengan agroekologi yang berbeda dalam 2 musim tanam/tahun.
Leguminosa perdu
20 pohon
2 lokasi dengan agroekologi yang berbeda dalam 2 musim tanam/tahun.
5 petak
2 lokasi dengan agroekologi yang berbeda dalam 2 musim tanam/tahun.
Rumput menjalar
Leguminosa menjalar
Keterangan: Penentuan jumlah unit pengujian ditentukan berdasarkan agroekologi dan musim serta disesuaikan dengan tujuan pengembangan varietas yang akan dilepas.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
3. Pengamatan Sifat yang diamati terutama sifat-sifat yang diunggulkan dan akan digunakan dalam penyusunan deskripsi calon varietas yang bersangkutan. Sifat yang diamati berbeda-beda antar jenis tanaman, beberapa sifat penting yang harus diamati dan disajikan datanya antara lain : a. Umur tanaman, meliputi umur berbunga, dan umur matang panen yang optimal; b. Morfologi tanaman, tergantung pada jenis tanaman sesuai dengan deskripsi, antara lain: b.1.
tipe tumbuh/tipe batang dan percabangan;
b.2.
tinggi tanaman, kecuali bagi tanaman merambat/menjalar;
b.3.
batang (bentuk, diameter, percabangan, warna, anakan
b.4.
daun (bentuk, warna, ukuran, tepi, ujung, pangkal, permukaan atas atau bawah, keadaan bulu, tangkai dan daging daun);
b.5.
bunga (warna mahkota, benangsari, putik, jumlah/tandan, bentuk, rangkaian);
b.6.
b.7.
134
buah (bentuk, warna, ukuran, rasa, jumlah/pohon, berat/pohon, berat/buah, kualitas seperti aroma, kadar air, kadar gula, dan vitamin/mineral, daya simpan, tebal kulit buah, produksi/ hektar); umbi (bentuk, warna, kualitas seperti kadar air, kadar gula dan vitamin/mineral, jumlah per rumpun atau per tanaman, aroma, berat umbi/rumpun, berat/umbi, produksi/hektar);
Setyo Dwi Utomo
b.8.
polong (bentuk, warna, ukuran/panjang, kedudukan, rasa, jumlah setiap tanaman, produksi/hektar);
b.9.
biji (bentuk, warna, bobot 1000 butir biji kering simpan, kandungan zat, produksi/hektar); dan
b.10
bentuk dan ukuran krop
c. Tingkat ketahanan terhadap organisme pengganggu tumbuhan (OPT) utama dan mutu hasil. d. Sifat-sifat yang diunggulkan, terutama sifat agronomis yang memiliki nilai ekonomis, antara lain : d1. umur panen; d2. daya hasil; d3. ketahanan terhadap OPT utama; d4. ketahanan terhadap cekaman lingkungan; d5. ketahanan terhadap penyimpanan d6. toleran benih terhadap kerusakan mekanis d7. mutu hasil dan nilai gizi d8. kandungan zat-zat tertentu yang bermanfaat e. Keseragaman dalam populasi, perbedaan antar varietas serta keunikan varietas. 4. Analisa Data Analisa data dilaksanakan sesuai dengan kaidah statistik.
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
C. Deskripsi Varietas Deskripsi varietas disusun sesuai deskripsi varietas sebagaimana tercantum dalam Pedoman Pelepasan Varietas Tanaman yang berlaku. III. Uji observasi A. Bahan Pengujian Materi genetik bahan uji observasi antara lain dapat berupa tanaman, calon pohon induk tunggal (PIT), klon, populasi dari calon varietas yang akan dilepas. B. Metoda 1. Lokasi a. Agroekologi Lokasi uji observasi adalah wilayah agro-ekologi dimana calon varietas tersebut sudah lama dikembangkan dan dibudidayakan masyarakat secara luas. b. Musim dan Jumlah unit
135
Lampiran
i. Uji observasi mengikuti musim panen sesuai dengan jenis komoditas masing-masing. ii. Dibawah ini disajikan ketentuan jumlah unit dan lama pengamatan untuk uji observasi berdasarkan kelompok komoditas tanaman. Tabel 2. Jumlah unit minimum dan lama pengamatan Uji Observasi (unit) Total unit (minimum)
Lama Pengamatan (minimum)
Padi sawah, padi pasang surut, jagung
2 Unit
1 MH & 1 MK
Padi ladang
2 Unit
2 MH
Kacang-kacangan & Umbi-umbian
2 Unit
1 MH & 1 MK
Ubi kayu
2 Unit
2 musim panen
Tanaman perkebunan tahunan
1 populasi tanaman
2 tahun panen
Tanaman perkebunan semusim
1 populasi tanaman
2 musim panen
Tanaman pakan ternak
2 unit
2 musim
Komoditas/Kelompok tanaman
Keterangan
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
iii.. Calon varietas yang cocok untuk musim hujan dan musim kemarau diuji dengan cara observasi pada kedua musim dimaksud. iv. Calon varietas yang cocok untuk musim kemarau atau musim hujan hanya diuji dengan cara observasi pada musim yang bersangkutan, minimal pada 3 (tiga) lokasi berbeda. 2. Rancangan Pengujian a. Metoda pengambilan contoh i. Contoh harus mewakili wilayah agro-ekologi dimana calon varietas tersebut telah lama berkembang. ii. Jumlah contoh harus mengikuti metoda yang sesuai bagi masing-masing komoditi. iii. Pada pertanaman yang telah tersedia datanya diambil berdasarkanjumlah contoh tanaman/ubinan yang memenuhi kaidah statistik. Sebagai pembanding dapat digunakan varietas lain yang telah dilepas atau yang terbaik dilingkungan tumbuh calon varietas tersebut. iv. Seleksi dan cara pemurnian varietas b. Jumlah ulangan dan ukuran petak uji /plot
136
Setyo Dwi Utomo
i. Jumlah ulangan disesuaikan dengan luasan areal penyebaran mengikuti kaidah statistik. ii. Ukuran Petak yang dirancang dari awal, untuk tanaman semusim luas petakan uji minimum 12 meter persegi, sedang untuk tanaman tahunan minimum 10 pohon atau 10 rumpun. 3. Pengamatan Pengamatan dikelompokkan menjadi pengamatan utama dan pengamatan data pendukung: a. Pengamatan data utama: Meliputi pengamatan data kuantitatif dan kualitatif tanaman termasuk produksi dan mutu hasil serta sifat-sifat unggul lainnya, untuk penyusunan deskripsi varietas. b. Pengamatan data pendukung: Sebagai kelengkapan persyaratan pelepasan varietas, data pendukung yang perlu disampaikan meliputi antara lain: a) Luas pengembangan calon varietas b) Jumlah petani yang menanam dan lamanya pembudidayaan c) Data produksi dan kontribusinya terhadap pengembangan wilayah dan kesejahteraan petani setempat d) Penerimaan petani terhadap calon varietas tersebut. 4. Analisa data Analisa data dilaksanakan sesuai dengan kaidah statistic
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
C. Deskripsi Deskripsi varietas disusun sesuai deskripsi varietas sebagaimana tercantum dalam Pedoman Pelepasan Varietas Tanaman yang berlaku.
137
Lampiran
LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 3 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011 (Menteri Pertanian RI, 2011) DAFTAR PERTANYAAN PERMOHONAN PENGUJIAN KEAMANAN LINGKUNGAN TANAMAN PRG BERSAMAAN DENGAN UJI ADAPTASI ATAU UJI OBSERVASI ATAU DI LAPANGAN UJI TERBATAS 1. Informasi Administrasi Tujuan permohonan: Permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT untuk nama spesies tanaman pertanian : ………………. sifat yang diintroduksi : ……………………
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Riwayat ijin permohonan di Indonesia: [Informasi status dari tanaman PRG yang dimintakan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT beserta sifatnya, termasuk penundaan, persetujuan, atau penolakan permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT dan pelepasan untuk komersial di sini atau di lain jurisdiksi. Sebutkan apakah ini permohonan baru atau perpanjangan.] Riwayat ijin permohonan di luar Indonesia: [Sudah pernahkah permohonan yang sama atau serupa dilakukan sebelumnya di luar Indonesia? Kalau pernah, apa ada negara yang menolak permohonan pengujian tanaman PRG? Kalau ada apa dasar penolakan itu?] Pemohon: [Nama dari lembaga pemohon, termasuk nama penanggung jawab atau peneliti utama pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT] Alamat Lembaga Telepon Fax E-mail
138
: : : :
Setyo Dwi Utomo
Informasi Lengkap dari Penanggung Jawab pengkajian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan Uji Adaptasi atau Uji Observasi di LUT: Nama Peneliti Utama: Alamat: Telepon: Fax: E-mail: Lokasi dan Luas Penelitian yang Diusulkan: [Nama, alamat, email, telepon, dan fax dari penanggung jawab pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT dan uraian lokasi yang tepat (kampung, desa, kecamatan, kabupaten, propinsi) serta luas areal pengujian (lampirkan peta lokasi dan denah pengujian).] Lama pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan Uji Adaptasi atau Uji Observasi di LUT yang Diusulkan: Tanggal pengujian dimulai: Tanggal pengujian diakhiri:
2. Informasi tentang Tanaman 2.1. Informasi tanaman yang tidak direkayasa genetik (non- PRG/tetuanya) Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Bagian ini menguraikan tentang karakteristik dari tanaman yang tidak direkayasa genetik (non PRG/tetuanya). Informasi penting yang terkait dengan cara reproduksi tanaman dan kemampuannya untuk menyebar, tumbuh dan berkembang biak (establishment), serta bertahan hidup di lingkungan dimana tanaman tersebut diintroduksi. Nama spesies tanaman (umum dan latin): …………………. Pusat asal usul: [Dimana pusat asal usul tanaman yang tidak direkayasa (non PRG/tetuanya)? Apakah ada kerabat liarnya yang secara seksual kompatibel dengan tanaman tersebut? Apakah Indonesia sebagai pusat diversitas genetik tanaman tersebut?]
139
Lampiran
Cara reproduksi tanaman: [Uraikan biologi reproduktif tanaman. Informasi ini dapat diperoleh dari organisasi Ekonomi Kooperasi dan Pengembangan (Organization ofEconomic Co-Operation and Development, OECD) mengenai consensus dokumen biologi atau sumber lain yang sama, dan harus memuat informasi yang relevan mengenai: persilangan antar spesies dan dalam spesies; a. produksi serbuk sari, penyebaran, dan viabilitas; b. produksi biji dan penyebaran; c. dormansi biji; d. kemampuan reproduksi secara vegetatif; e. sifat allelopatik.] Kecenderungan menjadi gulma (weediness) atau invasive: [Apakah tanamanyang tidak direkayasa genetik (non PRG/tetuanya) tersebut dipandang oleh ahli pertanian sebagai gulma di daerah dimana tanaman tersebut dibudidayakan? Apabila ya, apakah ada cara pengendalian yang dapat digunakan secara efektif untuk membatasi penyebaran, tumbuh dan berkembang biak dari tanaman yang tidak direkayasa genetik tersebut?
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
CATATAN: Informasi tentang lokasi pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT dan bagaimana tanaman PRG akan dikelola telah diuraikan di bagian lain dalam permohonan ini.] Apakah tanaman tersebut dapat tumbuh tanpa dibudidayakan (free living population) di Indonesia? Apabila ya, sebutkan lokasinya? Alergenisitas: [Apakah spesies tanaman tersebut diketahui sebagai salah satu sumber bahan (substances) yang beracun atau menyebabkan alergi bagi manusia atau hewan? APABILA ya, identifikasi bahan dan tingkat yang menyebabkan keracunan atau alergi dan spesies yang dipengaruhi.]
2.2. Informasi tanaman yang direkayasa genetik (PRG) Bagian ini ditujukan untuk memberikan informasi tentang sifat yang diinginkan dari rekayasa genetik atau sifat yang diintroduksi dapat mempengaruhi tindakan pengamanan yang dilaksanakan di lapangan uji terbatas (LUT).
140
Setyo Dwi Utomo
Nama event tanaman PRG: Uraikan perubahan fenotipik tanaman yang diinginkan: Pengaruh Reproduktif yang Diinginkan: [Apakah rekayasa genetik ditujukan untuk merubah biologi reproduksi tanaman? Bagaimana perubahan tersebut mempengaruhi cara pelaksanaan pengujian di LUT?] Apa sumber bahan genetik? Apakah sumber bahan genetik akan mempengaruhi keamanan pelaksanaan pengujian di LUT? Apabila ya, bagaimana? [Uraikan sesuatu yang telah diketahui tentang agensia penyebab infeksi yang digunakan dan maksud penggunaannya, apakah sebagai patogen tanaman, hewan, atau manusia atau bahan alergen atau beracun.] Perubahan toksisitas atau komposisi komponen tanaman: [Uraikan adanya perubahan toksisitas, alergenisitas, atau perubahan yang signifikan dari komposisi komponen (antara lain: karbohidrat, protein, lemak, vitamin) yang diinginkan dari tanaman PRG.] 3. Informasi genetik tanaman PRG tentang elemen genetik:
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
[Meliputi gen interes, sekuen penyandi, promoter, enhanser, terminator, dan sekuen signal polyadenylasi. Lampirkan peta genetiknya] - sumber gen interes (berasal dari organisme apa); - metode rekayasa genetik yang digunakan (termasuk vektor plasmid); - jumlah kopi gen interes dalam genom tanaman PRG; - dan stabilitas genetik integrasi gen interes. 4. Uraian tentang pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan Uji Adaptasi atau Uji Observasi di LUT: tujuan pengujian, rancangan pengujian/pengkajian, data yang akan dikoleksi, pestisida yang akan digunakan, dan habitat di lokasi pengujian/pengkajian. 5. Pengamanan Genetik (genetic confinement) Bagian ini menguraikan tindakan yang dilakukan dalam upaya pengamanan tanaman PRG dan gen baru.
141
Lampiran
Lampirkan peta lokasi dan denah pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilaksanakan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT, sekitar lokasi, dan bagian geografis yang relevan seperti saluran air. Apakah ada kerabat liar tanaman PRG di daerah lokasi pengujian tanaman PRG di LUT yang secara seksual kompatibel, dan menghasilkan biji yang viabel? Uraikan tindakan pencegahan penyebaran gen melalui serbuk sari dari tanaman PRG di lokasi LUT: [Tindakan pengamanan genetik yang didasarkan pada biologi tanaman non PRG, antara lain: · isolasi reproduktif; · isolasi jarak minimum; · isolasi waktu; · isolasi biologis (jenis tanaman berbeda); dan · isolasi fisik.] Uraikan tindakan yang dilakukan untuk mengendalikan tanaman volunteer setelah berakhirnya pengujian: [Uraikan tanaman yang dapat ditanam pada lokasi bekas pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT, jangka waktu monitoring untuk tanaman volunteer, dan tindakan lain yang diperlukan untuk menjamin bahwa tanaman PRG yang digunakan dalam pengujian LUT tidak bertahan pada lokasi pengujian.]
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
6. Pengamanan Bahan (material confinement) Bagian ini menguraikan tentang aktivitas kegiatan dalam memelihara bahan tanaman PRG yang dilakukan oleh pelaksana pengujian/pengkajian agar: tidak bercampur dengan bahan tanaman non PRG, tidak menyebar ke lingkungan di luar lokasi LUT, dan tidak dimakan oleh manusia atau hewan ternak. Pengemasan: [uraikan bagaimana bahan tanaman PRG dikemas dan dilabel untuk diangkut ke lokasi pengujian, serta cara pembersihan dan atau pembuangan bahan pengemas.] Pemanenan, pengangkutan, dan penyimpanan: [Uraikan bagaimana bahan tanaman PRG dipanen, termasuk rencana untuk bahan yang akan ditanam lagi, dan bagaimana bahan akan diangkut dan atau disimpan.]
142
Setyo Dwi Utomo
Pemusnahan dan pembersihan: [Uraikan bagaimana bahan tanaman PRG yang tidak digunakan dalam pengujian akan dimusnahkan di lokasi pengujian, bagaimana peralatan yang digunakan selama penanaman atau kegiatan lain dibersihkan, dan bagaimana bahan tanaman PRG yang dipanen dan sisa bahan tanaman PRG akan dimusnahkan. Pengamanan lokasi pengujian/pengkajian: [Uraikan tindakan pengamanan lokasi pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT untuk mencegah gangguan oleh manusia atau hewan ternak. Tindakan pengamanan antara lain berupa memasang pagar, pengawasan oleh petugas keamanan, pintu gerbang yang dikunci] 7. Catatan dan dokumentasi, pelaksana pengujian, dan rencana penanggulangan keadaan darurat Catatan dan dokumentasi: [Uraikan bagaimana semua tindakan pengamanan (genetik dan bahan tanaman PRG) serta data yang dikumpulkan selama pengujian berlangsung, dicatat dan didokumentasikan.] Pelaksana penelitian: [Uraikan tindakan yang dilakukan untuk menjamin agar pelaksana pengujian mempunyai pendidikan yang sesuai, berpengalaman, dan telah dilatih untuk melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan selama pengujian LUT.] Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Rencana penanggulangan keadaan darurat: [Uraikan tindakan penanggulangan keadaan darurat terhadap lepasnya tanaman PRG yang tidak disengaja, yaitu: â&#x20AC;˘ pemberitahuan dari penanggung jawab pengujian ke pihak yang berwenang, â&#x20AC;˘ penemuan kembali dan pemusnahan bahan tanaman PRG yang lepas, â&#x20AC;˘ dan tindakan lain yang dilakukan untuk mengurangi adanya pengaruh merugikan yang potensial.]
143
Lampiran
8. Pernyataan
Saya menyatakan bahwa sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan saya, informasi dalam permohonan dan semua lampiran adalah lengkap dan benar: Tanda tangan penanggung jawab pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT dari Lembaga Pemohon (Applying Institution):
Tanggal: Tanda tangan peneliti utama dari Lembaga Mitra Kerja (Collaborating Institution):
Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik
Tanggal:
144