MAInfo Edisi 5 September 2018

Page 1




DAFTAR ISI 12-13 | Budidaya Tawar Banyumas Kampung Gurami

12-13 | Budidaya Ikan Hias Nemo, Ikan Hias Primadona Ekspor Infografis Jenis-jenis Ikan 14-17 | Budidaya Ikan Hias Nemo 18-19 | Budidaya Payau

3-5 | Event Workshop Teknologi Budidaya Udang Supra Intensif Skala Rakyat MAI Helat International Conference Aquaculture Indonesia 2018 di Yogyakarta LSP-AI- a) LSP-AI Rancang Resolusi Tahun 2019 b) Masuki Era Sertifikasi, Ratusan Peserta Ikuti Uji Kompetensi MAI bentuk Korda Jateng

6-9 | Teropong

Kepiting Bakau dan Rumput laut Jadi bisnis menggiurkan di pulau KEI

Tak Amis dengan Bioflok, Komarudin Sukses Budidaya Lele LPMUKP Biayai Wirausaha Baru Perikanan Sukses dari Nol Hasilkan Omzet 40 M per 30-33 tahun| Inovasi/Teknologi

20-22 | Info MAI Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP-AI) Jurnal Ilmiah Internasional Aqucultura Indonesiana, dan JSTA Fasilitas Untuk anggota MAI

26-29 | Enterpreneur

Inovasi Teknologi Akustik Untuk Menunjang Budidaya di Indonesia

35-36 | Organisasi HSNI-Tameng Perjuangan Nelayan Indonesia

23-25 | Kolom Budidaya Supra Intensif Picu Dana desa lebih produktif

Potensi Perikanan Terbesar Ke-5 di Indonesia berada di MALUKU Spot Wisata Keren di Maluku, Yakin Masih Ingin ke Luar Negeri?

10-11 | Budidaya Laut Ikan Kerapu Jadi Andalan di Pulau Terpadat Didunia

1 | MAInfo

37-38 | Komoditas Primadona Vaname, Pendatang yang jadi primadona ekspor

39-40 | Tanya Pembaca Tips budidaya udang vaname 41-42 | Almamater Bersama Nemo 48 Jam di Laut Bangsring Banyuwangi

Edisi September - Desember 2018


SALAM REDAKSI SALAM PERDANA

Pembina Rokhmin Dahuri

M

Pembaca yang budiman berbahagia sekali kami dapat menjumpai Anda semua.

Pengarah Agung Sudaryono

Kami berharap, Anda semua dalam

kondisi sehat wal afiat dan sukses selalu

Pemimpin Umum/ Redaksi Mussalimun

dalam menjalani pekerjaan sehari-hari. Majalah yang kini diterbitkan adalah edisi ke 5 MAInfo. Majalah ini hadir sebagai sebagai wujud nyata

Redaksi Zulfa Sania Dasairy Wikke Elta Ayu Selviani

komunikasi diantara para Stakeholder di bidang akuakultur Indonesia. Khususnya untuk seluruh Anggota Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI).

Layout & Desain Ichfar Jaffar Sodiq

Sebab MAI sebagai organisasi profesi akuakultur yang anggotanya terbesar di seluruh Indonesia, sejak tahun 2001 dipandang efektif oleh insan akuakultur sebagai wadah komunikasi dan sarana bagi persatuan berbagai profesi di sektor akuakultur di Indonesia, mencakup akademisi, peneliti, praktisi birokrat dan pecinta akuakultur.

Di edisi ke 5 ini, kami menghadirkan

ragam informasi yang akan memuaskan dahaga keingintahuan Anda. Di rubrik Teropong kami angkat Profil Provinsi Maluku dengan potensi perikanan terbesar ke- di Indonesia diantaranya potensi perikanan tangkap, budidaya serta potensi yang terdapat pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pembaca juga dapat menikmati informasi

mengenai budidaya ikan kerapu, ikan gurame, ikan nemo, dan juga kepiting bakau. Pada rubrik komoditas primadona tersaji informasi mengenai udang mantis yang merupakan komoditas ekspor masyarakat Jambi. Artikel menarik lainya dapat pembaca temui pada rubrik enterpreneur, Kolom, Organisasi, Event, dan Almamater. Semoga majalah ini dapat menambah informasi pembaca yang budiman. Masukan dari anda sangat kami tunggu demi memajukan majalah ini. Selamat membaca

Kontributor Sonni Kurniawan Sirkulasi Tim MAI Publishing Alamat redaksi Jl. Dewi Sartika IV No. 70 , Sukorejo, Gunungpati, Semarang : (024) 8318 908 : 085724312584 : publishingmai@gmail.com Pemasaran : aquacultureindonesia@gmail.com : 085740313146 Redaksi menerima artikel liputan terkait akuakultur/ budidaya perikanan dan artikel opini untuk almamater disertai dengan foto kegiatan, kartu identitas, foto diri, dan data diri. Redaksi berhak menyunting naskah tanpa mengubah isi. Naskah yang dimuat akan mendapat imbalan. : www.aquaculture-mai.org : facebook.com/aquacultureindonesia : @mai.ias

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 2


EVENT Sumber foto: Dok. MAI

MAI GELAR WORKSHOP TEKNOLOGI BUDIDAYA UDANG SUPRA INTENSIF RAMAH LINGKUNGAN SKALA RAKYAT

M

AI (Masyrakat Akuakultur Indonesia) baru saja menggelar Workshop Teknologi Budidaya Udang Supra Intensif Ramah Lingkungan Skala Rakyat semarang, 24 Juli 2018 lalu. Kegiatan ini di isi oleh penarasumber Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah, Dr.Hasanudin Atjo,MP yang sekaligus perintis teknologi Budidaya udang supra intensif ini sejak tahun 2013 resmi diluncurkan. Kegiatan ini bertujuan untuk menambah wawasan dan mampu mengembangkan inofasi dan teknologi terhadap pelaku pembudidaya udang pada umumnya. Kegiatan tersebut dihadiri oleh sejumlah praktisi dan akademisi sebanyak 58 peserta, dengan antusias yang luar biasa. Workshop ini terfokus mengenai teknis pembuatan kolam budidaya dan analisis keuangan dalam berbudidaya udang menggunakan sistem yang supra intensif skala rakyat. Hasanudin Atjo mengatakan, “Selama ini kan banyak pengusaha yang bermodal terbatas mengaku tidak sanggup mereplikasi teknologi ini karena besarnya dana investasi yang dibutuhkan bila harus menggunakan tambak konstruksi beton. Setiap petak tambak, Hasanudin Atjo menjelaskan, memiliki kapasitas tampung air sekitar 50 ton. Biaya operasional budidaya untuk setiap petak ini ditaksir Rp12 juta untuk setiap siklus dengan produktivitas 300 kg udang vaname per petak sekali panen. Dalam

setahun, panen bisa berlangsung tiga kali. Teknologi budidaya skala rakyat ini menggunakan kolam budidaya berkonstruksi sederhana karena berbahan terpal yang disangga oleh kerangka besi. Bahan-bahannya mudah didapatkan dan harganya relatif murah dengan investasi konstruksi hanya sekitar Rp20 juta setiap petak. Setiap petak tambak, Hasanudin Atjo menjelaskan, memiliki kapasitas tampung air sekitar 50 ton. Biaya operasional budidaya untuk setiap petak ini ditaksir Rp12 juta untuk setiap siklus dengan produktivitas 300 kg udang vaname per petak sekali panen. Dalam setahun, panen bisa berlangsung tiga kali. Bila seorang petambak memiliki satu petak saja, dengan tiga kali panen setahun ia akan menghasilkan 900 kilogram udang yang bila dijual dengan harga rata-rata Rp70.000/kg, akan menghasilkan omzet Rp 63 juta sedangkan biaya operasionalnya diperkirakan hanya sekitar Rp 30 juta.

3 | MAInfo

Kepala DKP Hasanuddin saat peluncuran mengklaim teknologi supra intensif skala rakyat merupakan yang pertamakali di Indonesia. Masyarakat yang berminat memanfaatkan peluang usaha ini bisa meraup keuntungan mencapai Rp22 juta lebih. Nominal keuntungan tersebut dari estimasi panen 600 kg dalam waktu tiga bulan dengan harga rata-rata Rp70.000/kg dikurangi biaya operasional sekitar Rp19 juta. Tentulah perhitungan itu diluar pembangunan sarana budidaya yang mencapai Rp30 juta. Teknologi budidaya udang supra intensif Indonesia yang diluncurkan pada 2013 di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan memiliki keunggulan khusus karena menggunakan teknologi `central drain` dimana seluruh sedimen dalam tambak terserap secara otomatis oleh peralatan `central drain` sehingga kondisi lingkungan udang tetap terjamin kebersihannya sehingga bebas penyakit dan pertumbuhan udang berjalan lebih cepat

(Agus Prayitno//Berbagai Sumber)

Edisi September - Desember 2018


EVENT

MAI Helat International Conference Aquaculture Indonesia 2018 di Yogyakarta

Y

ogyakarta, Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), kembali menghelat Konferensi Internasional ICAI 2018 (International Conference of Aquaculture Indonesia). Konferensi internasional ini diselenggarakan pada tanggal 25 – 27 Oktober 2018 di Hotel Grand Dafam Rohan, DIY Yogyakarta. Sebanyak 280 peserta delegasi dari 8 negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, USA,United Kingdom, China, Filipina dan Myanmar) hadir berpartisipasi aktif dalam konferensi. Para peserta merupakan stakeholder dari bidang akuakultur baik teknokrat, pengusaha, birokrat, penggiat asosiasi akuakultur serta tokoh-tokoh akuakultur dari nasional maupun internasional. ICAI 2018 kali ini mengusung tema Toward Sustainable, Effective, and Profitable Integrated Aquaculture Business. Konferensi yang membahas seputar dunia akuakultur berkelas internasional yang di hadiri oleh keynote speaker Internasional diantaranya, Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, (President Indonesian Aquaculture Sosiety), Dr. Rohana Subasinghe, (President Elect of WAS-APC 2016) – 2020, Prof. Joergen Slunch (Director, Nanyang Technological University-Food Technology Centre), Prof. Jeong – Dae Kim, (Kangwon –South Korea), Nyan Tau, Ph.D, (FAO Project Consultant in Vietnam & Saudi, Myanmar), Prof Allen Davis (Auburn University, USA) dan Dr.Fabio Soller, (KDIANA Aqua, Bangkok, THAILAND R&D). Prof. Dr. Rokhmin Dahuri selaku Ketua Umum MAI sekaligus Guru besar Perikanan dan Kelautan IPB itu mengemukakan, ICAI 2018 dirancang untuk mencapai tiga tujuan utama. “Pertama, untuk memberikan informasi mengenai teknologi budidaya dan inovasi manajemen terkini (yang paling mutakhir) termasuk biologi

molekuler dan rekayasa genetika, pakan dan nutrisi, pengendalian hama dan penyakit, kualitas air dan pengelolaan tanah, teknik budidaya perairan, biosekuriti, dan sosial- aspek ekonomi dan budaya,” saat menyampaikan keynote speech pada International Conference of Aquaculture Indonesia (ICAI) 2018 di Yogyakarta, Jumat (26/10) Kegiatan ini menjadi peluang besar bagi para peserta sebagai pelaku usaha untuk melebarkan bisnis mereka karena dapat menjalin kerjasama diantara akademisis dan pengusaha. Akademisi dapat mempresentasikan hasil penelitian terkini mereka, sementara pengusaha bisa mendapatkan solusi dari permasalahan akuakultur sehingga bisa berinovasi untuk produk mereka. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan pebisnis dunia akuakultur asal Bandung, yang produknya kerap dipakai sebagai sarana bisnis akuakultur di dalam dan luar negeri, Andi J Sunadim, S. Mn, selaku General Manager PT. Gani Arta Dwitunggal. “Ini ajang yang penting. Kita bisa saling berdiskusi dan tukar pengalaman yang intensif diantara para pihak yang fokus di bidang akukultur lingkup internasional.” Tuturnya dengan antusias. Bagi Ir. Muhamad Husen yang dikenal sebagai kolumnis masalah perikanan, dirinya antusias berpartisipasi dalam perhelatan ini. “Saatnya kita kaji kembali banyak kebijakan nasional maupun daerah tentang implementasi akuakultur di Indonesia. Melalui ICAI 2018, berharap banyak inovasi dari pertemuan berlevel internasional ini. Kegiatan ini dapat memacu kita

memunculkan inspirasi baru membuat riset lanjutan. Apalagi kini topiknya ‘toward sustainable, effective, and profitable integrated aquaculture business’, ini pokok bahasan yang relevan dan menarik.” Yang menarik juga tahun ini di sesi KJA, dimana Petani atau pembudidaya ikan Keramba Jaring Apung (KJA) dari berbagai daerah di Indonesia turut hadir untuk merespon atas aturan pembatasan dan penghapusan KJA yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah. Sekjen Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Agung Sudaryono mengatakan pertemuan itu untuk merespons atas tuduhan bahwa KJA dianggap mencemari lingkungan terutama di air tawar seperti waduk dan danau. Agung mengklaim KJA yang telah dipakai petani selama ini tidak mencemari lingkungan. Ia juga mengatakan pengurangan KJA di danau tersebut berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi senilai Rp1,7 triliun. Angka tersebut berasal dari nilai ikan yang dilarang produksi, nilai pakan yang tidak bisa digunakan, keberadaan KJA yang mangkrak hingga tenaga kerja yang menganggur. Sejalan dengan itu, kata Agung, melalui pertemuan di Jogja pihaknya mendesak pemerintah pusat untuk meninjau ulang pembatasan KJA. Dalam kesempatan itu MAI membuat petisi pembudidaya ikan KJA untuk dikirim langsung kepada Presiden Jokowi. Petisi itu antara lain berisi, KJA dituding sebagai penyebab pencemaran lingkungan di saat bersamaan ada beragam industri lain yang limbahnya masuk ke sungai dan waduk.

Edisi September - Desember 2018

(/Berbagai Sumber)

MAInfo | 4


EVENT

LSP-AI lakukan Ukom di FP UNILA

S

etelah melakukan penandatanganan MOU antara MAI dengan FP Unila terkait dengan Penelitian, Pengabdian, Pengajaran dalam bidang akuakultur sekaligus pengukuhan pengurus Korda Masyarakat Akuakultur Indonesia Korda Lampung oleh ketua Umum Pusat Prof.Dr.Ir.Rokhmin Dahuri, M.S, beserta Seminar Nasional pada tanggal 9 Desember 2017 lalu, MAI (Masyarakat Akuakultur Indonesia) bekerjasama dengan BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) melalaksanakan uji kopetensi sertifikasi profesi akuakultur di Provinsi Lampung.

Dalam uji kopetensi akuakultur Provinsi Lampung yang diselenggarakan pada pada hari Jumat-Sabtu tanggal 26-27 bulan Juli tahun 2018 bertempat diruang sidang Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung (FP Unila) berjalan dengan baik dan lancar. Pada awal acara pelaksanaan uji kopetensi sertifikasi profesi akuakultur, Dekan FP Unila Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., yang pada kesempatannya membuka acara diwakili oleh Wakil Dekan II Bidang Keuangan dan Umum FP Unila Dr. Ir. Abdullah Aman Damai, M.Si., berjalan dengan baik dan hikmat. Sebanyak 40 asesi ( 2 batch) terdiri dari 20 orang Mahasiswa Alumni FP Unila dan 20 orang dari perusahan tambak udang dan hatchery udang mengikutj uji kompetensi akuakultur Provinsi Lampung melibatkan asesor dari lembaga Sertifikasi Profesi Akuakultur Indonesia (LSP-AI ) yaitu Dr. Ir. Supono, M.Si dan Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. (selaku dosen FP Unila Jurusan Perikanan dan Kelautan), serta tim dosen FP Unila turut sebagai panitia penyelenggara acara uji kopetensi akuakultur di

MAI Bentuk KORDA JATENG

D

iskusi dan koordinasi untuk membentuk pengurus KORDA MAI Jawa Tengah yang di selenggarakan oleh MAI (Masyrakat Akuakultur Indonesia) dipimpin secara langsung oleh Sekretaris Jendral MAI, Agung Sudaryono,P.hD, Rabu, 8 Agustus 2018 di Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah. Kegiatan ini dihadiri oleh pecinta akuakultur dari berbagai kalangan diantaranya akademisi dan praktisi. Kehadiran Wakil Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Bapak Arif R.Halim memberikan motivasi yang cukup kuat dalam perencanaan pembentukan pengurus KORDA MAI Jawa Tengah. Pembahasan tersebut mencakup pengenalan secara luas keanggotan, pengurus, dan seputar kegiatan yang dilakukan oleh MAI, sehingga

memberikan kesadaran kepada masyrakat bahwa pentingnya menjadi bagian dari keanggotaan Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI). Koordinasi yang melibatkan pecinta akuakultur di wilayah Provinsi Jawa Tengah tersebut memberikan dampak positif akan perkembangan Industri Akuakultur yang ada di Indonesia, sehingga dengan adanya hal tersebut harapannya dapat memajukan Akuakultur di Wilayah Jawa Tengah. Rapat diskusi yang di pimpin oleh Sekjen MAI tersebut, dapat memberikan hasil yang maksimal dalam pemilihan pengurus Korda Wilayah Jawa Tengah. Alhamdulilah telah terbentuknya pengurus Korda Mai Jawa Tengah yaitu, Ibu Siti Asiyah (MSTP-UNDIP) sebagai ketua

5 | MAInfo

Provinsi Lampung. Uji kopetensi sertifikasi profesi akuakultur bertujuan untuk meningkatkan pengakuan dalam kemampuan peserta dibidang akuakultur oleh dunia usaha dan dunia industri.

Sumber Foto : Dokumentasi MAI-Korda Lampung-FP Unila//Ket. Pengkuhan Korda Lampung.

KORDA, Bapak Surtarman (FPIKUPS Tegal) sebagai wakil ketua, Bapak Ronal Manig sebagai Sekretaris, dan Bapak Jefri Santiago sebagai wakil sekretaris. Terbentuknya kepengurusan Korda MAI wilayah Provinsi Jawa Tengah memberikan harapan baru bagi perkembangan Industri akuakultur di Indonesia. Salah satunya adalah dengan merencanakan survey untuk pembuatan kolam budidaya udang supra Intensif skala rakyat, yang rencananya akan dibuat di FPIK-UPS Tegal yang akan di koordinasi secara langsung oleh bapak Sutarman (Wakil Ketua). Selain itu, pembentukan KORDA tersebut akan segera dilakukan pelantikan kepengurusan secara resemi, mengingat program kerja yang sudah direncanakan akan dilakukan sesegera mungkin. Dukungan dari beberapa pihak seperti perusahaan pakan ikan yang akan dikoordinasikan oleh Bapak Jefri Santiago (Wakil Sekretaris) untuk berpartisipasi secara langsung dalam mensukseskan program kerja tersebut. Selain itu, beberapa fasilitas yang diberikan oleh Ibu. Asiyah (Kertua) untuk memberikan diskon kepada member MAI sebesar 10% untuk berkunjung di salah satu kedai warung makan “Resto Joglo�. (Agus Prayitno/MAI)

Edisi September - Desember 2018


TROPONG

Potensi Perikanan Terbesar Ke-5 di Indonesia berada di MALUKU

I

ndonesia memiliki kedudukan penting di sektor perikanan. Dengan luasnya wilayah perairan di Indonesia, maka Indonesia berpeluang untuk menjadi salah satu negara eksportir komoditas perikanan terbesar dunia. Saat ini pertumbuhan produksi makanan laut mencapai 7% per tahun. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu produsen makanan laut terbesar di Asia Tenggara. Sebagai contoh, untuk produksi ikan tuna, Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara penghasil tuna terbesar dunia. Hal ini sejalan dengan semakin bertambahnya produksi perikanan di Indonesia dari tahun ke tahun, yang masih didominasi perikanan tangkap. Potensi perikanan Maluku meliputi potensi perikanan tangkap, budidaya serta potensi yang terdapat pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Potensi perikanan tangkap sebesar 1,64 juta Ton, dengan jumlah tangkap yang diperbolehkan (JTB) sebesar 1,3 juta ton per tahun.

Pantai Ora Provinsi Maluku dengan Ibukota Ambon, secara astronomis terletak antara 2° 30’ – 8° 30’ LS dan 124° 00’ – 135° 30’ BT. Secara geografis Provinsi Maluku dibatasi oleh Provinsi Maluku Utara dan Laut Seram di sebelah utara, di sebelah timur dengan Provinsi Papua, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah di sebelah barat dan Negara Timor Leste, Australia, Samudera Indonesia dan Laut Arafura di sebelah selatan. Luas keseluruhan wilayah ialah 646.295 km2 yang terdiri dari wilayah perairan dan wilayah daratan yang terbentuk dari 1.412 buah pulau (hasil

analisa, 2005). Provinsi Maluku memiliki kondisi dominan wilayah perairan sekitar 90%. Perbandingan antara luas daratan dan luas lautan adalah 1 : 9. Pulau terbesar adalah Pulau Seram (18.625 km2 ) kemudian Pulau Buru (9.000 km2 ), Pulau Yamdena (5.085 km2 ) dan Pulau Wetar (3.624 km2 ). Provinsi Maluku sangat terbuka aksesnya untuk berinteraksi dengan provinsi sekitar, bahkan sangat terbuka bagi jalur perdagangan internasional, mengingat eksistensinya sebagai penghubung perdagangan antara Utara dengan Selatan.

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 6


TROPONG

Hasil penelitian World Wide Fund (WWF) sebuah organisasi non-pemerintah internasional yang menangani masalah-masalah tentang konservasi, penelitian dan restorasi lingkungan, dulunya bernama World Wildlife Fund yang konon awalnya hanya ingin meneliti keanekaragaman hayati di Indonesia yang kemudian memutuskan untuk meneliti keanekaragaman hayati biota laut di Maluku tepatnya di Pulau Koon Kabupaten Seram Bagian Timur, mereka sempat tidak percaya dengan opini masyarakat sekitar yang mengatakan bahwa banyak ikan dengan berbagai jenis disana, akhirnya mereka memutuskan melakukan observasi dan hasilnya sungguh mengejutkan bahwa di pulau tersebut telah menjadi “sarangnya’ ikan, hal ini disebabkan karena terumbu karang disana terawat dengan baik, sehingga koloni ikan karang amat banyak disana. Hasil observasi ini akhirnya menjadi perhatian mereka untuk melakukan observasi di lokasi lain yang ada di Maluku yang hasilnya secara garis besar mengatakan bahwa Maluku telah menjadi “markas besar” ikan terbesar di dunia, namun sayangnya belum dapat dikelola dengan baik sehingga ikan-ikan di-

perairan Maluku banyak dicuri dan dirusak habitatnya oleh nelayan asing. Menurut BAKORLUH

Maluku potensi sumberdaya perikanan tangkap tersebut terdiri dari: Ikan Pelagis Besar 261.490, Ikan Pelagis Kecil 980.100, Ikan Demersal 295.500, Ikan Karang Konsumsi 47.700, Udang Paneid 44.000, Lobster 800, Cumi-cumi 10.570. Potensi tersebut terse-

bar di laut Maluku dan sekitarnya dengan sediaan potensi sebanyak 587.000 ton dan potensi lestari 469.000 ton per tahun, Laut Banda dengan sediaan potensi sebanyak 248.400 ton dan potensi lestari 198.000 dan laut Arafura dengan sediaan potensi sebanyak 792.100 potensi lestari 633.600 ton per tahun. Dari keseluruhan potensi sumberdaya perikanan tangkap, tingkat pemanfaatan produksi pada tahun 2010 sebesar 402.644,41 ton atau 31 % dari potensi lestari. Berdasarkan data dari BAKORLUH Maluku potensi areal budidaya pada air laut di Maluku cukup besar yaitu 494.400 Ha dan yang telah dimanfaatkan: 9.432,2 Ha. Potensi ini tersebar terutama di perairan laut Seram, Manipa, Buru, Kei Kecil, Kei besar, Yamdena, dan

7 | MAInfo

Wetar diperkirakan sebesar 495.3000 Ha. Untuk budidaya laut, kegiatan yang telah dikembangkan secara komersial antara lain budidaya rumput laut, ikan kerapu dan kerang mutiara. Berdasarkan pembagian Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia, perairan Maluku dibagi atas tiga kawasan WPP, yakni Laut Banda merupakan WPP 714, Laut Seram ada pada WPP 715, dan Laut Arafura pada WPP 718, ini menandakan bahwa Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku merupakan wilayah yang memiliki produksi perikanan laut ke-5 terbesar di Indonesia. Untuk Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku, kegiatan perikanan difokuskan di perairan Kepulauan Maluku karena potensinya yang sangat besar. Untuk itu Maluku ditetapkan menjadi Kawasan Lumbung Ikan Nasional. Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua tidak memiliki potensi perikanan sebesar Maluku. Kegiatan perikanan di Maluku Utara hanya bersifat pengolahan, dan distribusi hasil perikanan. Pengembangan perikanan di Maluku Utara akan dirintis dengan mengembangkan Mega Minapolitan Morotai sedangkan di Papua Barat dan Papua hanya terdapat kegiatan perikanan yang masih kecil sehingga pengembangannya perlu didorong sesuai dengan potensi yang ada. (HR/ Agus Prayitno/ Berbagai Sumber)

Edisi September - Desember 2018


TROPONG Spot Wisata Keren di Maluku, Yakin Masih Ingin ke Luar Negeri?

Di ibu kota Ambon, Maluku, terdapat Gong Perdamaian Dunia. Catatan sejarah yang bakal menambah wawasan

Abis main ke benteng, bisa langsung menuju Goa Hawang yang ada di Kei Kecil. Airnya tenang dan jernih

Air terjun di sini dikenal keeksotisannya. Salah satunya Air Terjun Hoko di Kei Besar. Menguji adrenalin banget

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 8


TROPONG

Bagi yang senang mendaki juga ada Gunung Binaiya, Pulau Seram, yang bisa kamu jelajahi

Wisata situs bersejarah seperti Benteng Belgica juga ada nih. Letaknya di Pulau Banda Neira

Kamu yang hobi snorkeling atau diving gak bakal kecewa dengan kekayaan bawah laut Maluku. Coba aja ke Pastofiri, Jailolo, Maluku Utara

Ngebahas Maluku gak bisa lepas dari pantai pasir putih dan ombak yang tenang di Pantai Liang, Ambon. Serasa di pulau pribadi 9 | MAInfo

Dodola, Maluku Utara, merupakan pulau teduh dengan pasir timbul spot yang keren buat main air

Edisi September - Desember 2018


BUDIDAYA LAUT

Ikan Kerapu Jadi Andalan di Pulau Terpadat Didunia

P

ulau Bungin, Desa Bungin, Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, terkenal dengan sebutan ‘Pulau Terpadat di Dunia.’Dengan luasan lahan hanya lebih kurang 8 hektar, pulau Bungin dihuni lebih 4.000 penduduk. Saking padatnya, nyaris tidak ada tanaman yang terlihat tumbuh di pulau kecil ini. Sejauh mata memandang, semua ruang pulau telah dipenuhi oleh perumahan penduduk yang sangat padat, mayoritas penduduknya adalah para nelayan Suku Bajo. Untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi penduduk super padat ini, sejak tahun 2015, Kemendes PDTT melalui Direktorat Pengembangan Daerah Pulau Kecil dan Terluar, Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu merintis program budidaya Ikan Kerapu di pulau ini, sebagai tawaran alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pulau Bungin selain bekerja sebagai nelayan tradisional. Saat itu, Kemendesa PDTT memodali kelompok nelayan setempat dengan sarana dan prasarana perikanan senilai Rp 2,2 miliar, berwujud alat-alat budidaya ikan kerapu. Terdiri 11 unit keramba jaring apung, 27.000 benih ikan, pakan ikan, dan satu unit perahu jungkung. Ikan kerapu Cantang yang dibudidayakan ternyata cocok dengan perairan Pulau Bungin. Cepat besar, dan bisa dipanen usia 6-8 bulan. Setelah 2 tahun berjalan, program ini berhasil mengembangkan budidaya ikan kerapu bahkan bisa mengembangkannya menjadi bisnis yang sangat menguntungkan.” Budidaya ini kini menjadi bisnis yang sangat menguntungkan, dan malah kini Pulau Bungin menjadi terkenal sebagai destinasi wisata kuliner ikan kerapu di Sumbawa Besar,” ujar Direktur Pengembangan Daerah Pulau Terpencil dan Terluar, Hasrul Edyar

di sela-sela panen raya ikan kerapu dan pemberian bantuan Landasan Apung, di Pulau Bungin, Minggu (21/1/2018). Di Kabupaten Sumbawa, terdapat tiga lokasi percontohan program budidaya ikan kerapu yang dikembangkan oleh Kemendes PDTT, yakni di Desa Bungin dan Labuhan Bajo, keduanya di Kecamatan Alas. Lalu, yang ketiga adalah di Desa Labuhan Jambu di Kecamatan Torano. Pada ketiga lokasi itu, Kemendes PDTT memberikan fasilitas sarana dan prasarana budidaya ikan kerapu. Menurut Hasrul Edyar, pada 2015, setiap Kelompok Pembudidaya Ikan Kerapu pada tiga lokasi percontohan di atas, mendapatkan bantuan tahap I program budidaya ikan kerapu berupa 4 unit atau 32 lubang keramba apung, bibit ikan kerapu 7.000 ekor, pakan ikan, dan perahu jukung 1 unit. Ikan-ikan kerapu jenis cantang itu bisa dipanen antara 6 – 8 bulan. Setelah program berjalan dua tahun, dan telah berhasil menikmati beberapa kali panen raya, para nelayan Pulau Bungin kemudian mengembangkan program ini tidak hanya sekadar budidaya ikan kerapu sebagai andalan. Para nelayan menjadikan lokasi area budidaya menjadi destinasi wisata. Di atas karamba-karamba apung dibangun restoran-restoran apung yang menyediakan kuliner hidangan laut, wisata memancing, dan snorkeling melihat terumbu karang sekitar lokasi. “Selama tahun 2017 wisatawan yang datang sekitar 13.700 orang. Beberapa wisatawan asing yang hendak pergi ke Pulau Moyo sering mampir di sini dulu,” ujar Tison, Ketua Kelompok Pembudiaya Ikan Kerapu Pulau Bungin.

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 10


BUDIDAYA LAUT Tentu dalam perjalanan setiap usaha, seperti usaha pendirian resto apung di tengah laut dan tempat budidaya ikan segar nelayan Pulau Bungin, tidak selalu berjalan mulus. Mulai dari kematian ikan sebelum panen hingga kekurangan biaya menjadi kendala klasik bagi pengusaha resto berbasis wisata alam itu. “Kami mendapat bibit itu atas kerjasama bayar setelah panen. Ternyata di tengah perjalanan ada ikan yang mati. Jadi kami ada tantangan itu karena otomatis tidak bisa bayar. Kami tidak putus asa dan bangkit menjadikan ini sebagai budidaya seperti sekarang ini,” cerita Tison. Saat ini pulau Moyo adalah destinasi wisata paling populer di Kabupaten Sumbawa. Kesuksesan para nelayan mengelola bantuan peningkatan kesejahteraan masyarakat pulau kecil ini, membuat Direktorat Pengembangan Daerah Pulau Kecil dan Terluar, Kemendes PDTT, kembali menyalurkan fasilitasi bantuan tahap II untuk tahun anggaran 2017. Kreativitas nelayan Pulau Bungin yang mengubah area karamba untuk budidaya ikan menjadi destinasi wisata kuliner itulah, yang mendorong Kemendesa menambah bantuan hibah tahap II yang diberikan sekarang. Pemberian bantuan tahap II ini berupa rumpon apung 2 unit, landasan apung (rumah apung) 1 unit, alat pembersih keramba (sprayer) 3 unit, freezer (kulkas pendingin ikan) 3 unit, jaring karamba besar 12 buah, dan jaring karamba kecil 12 unit. Semuanya senilai sekira Rp 1,9 miliar. “Dengan bantuan tahap 2 ini, diharapkan nelayan semakin semangat mengembangkan budidaya ikan kerapu serta memfasilitasi lokasi ini menjadi destinasi wisata yang layak,” tambah Hasrul. Saat ini pulau Moyo adalah destinasi wisata paling populer di kabupaten sumbawa

Kesuksesan para nelayan mengelola bantuan peningkatan kesejahteraan masyarakat pulau kecil ini, membuat Direktorat Pengembangan Daerah Pulau Kecil dan Terluar, Kemendes PDTT, kembali menyalurkan fasilitasi bantuan tahap II untuk tahun anggaran 2017. Kreatifitas nelayan Pulau Bungin yang mengubah area karamba untuk budidaya ikan menjadi destinasi wisata kuliner itulah, yang mendorong Kemendesa menambah bantuan hibah tahap II yang diberikan sekarang. Pemberian bantuan tahap II ini berupa rumpon apung 2 unit, landasan apung (rumah apung) 1 unit, alat pembersih keramba (sprayer) 3 unit, freezer (kulkas pendingin ikan) 3 unit, jaring karamba besar 12 buah, dan jaring karamba kecil 12 unit. Semuanya senilai sekira Rp 1,9 miliar. “Dengan bantuan tahap 2 ini, diharapkan nelayan semakin semangat mengembangkan budidaya ikan kerapu serta memfasilitasi lokasi ini menjadi destinasi wisata yang layak,” tambah Hasrul. Acara serah terima bantuan Tahap II ini dilakukan di Pulau Bungin, Minggu, 21 Januari 2018, bersamaan dengan acara panen raya budidaya ikan kerapu. Hadir juga dalam acara ini sejumlah pejabat di lingkungan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sumbawa dan pejabat setempat. “Bantuan ini diharapkan bisa memicu program-program percontohan

11 | MAInfo

budidaya ikan khususnya kerapu di wilayah-wilayah lain, utamanya untuk mendukung 4 program prioritas Kemendes PDTT dari segi pengembangan Pengembangan Produk Unggulan Perdesaan (Prukades) dan pemanfaatan Bumdes dalam pengelolaan serta peningkatan ekonomi warga desa” ujar Johozua M Yoltuwu, Direktur Jendral Pengembangan Daerah Tertentu, Kemendesa PDTT dihubungi secara terpisah. Hingga saat ini resto apung yang dikelola oleh Tison dan kawan-kawan sudah memiliki sekitar 20 petak keramba. Pada awalnya resto apung hanya mempunyai petak keramba sederhana yang terbuat dari kayu dan tong plastik di bawahnya. Namun sekarang, jumlahnya seperti tadi setelah mendapat sumbangan dari salah satu perusahan petak keramba modern yang terbuat dari plastik. Selain di Pulau Bungin, Sumbawa, program penyaluran bantuan budidaya ikan kerapu juga dilakukan oleh Kemendesa PDTT di Pulau Sabu di Maluku Utara, Pulau Raijua di Maluku Utara, Pulau Muna di Sulawesi Tenggara, Pulau Rote di Kabupaten Rote Ndao, Ketapang di Kalimantan Barat, Morowali di Sulawesi Tenggara, dan Buton di Sulawesi Tenggara. Di Kabupaten Sumbawa, terdapat 3 lokasi percontohan program budidaya Ikan Kerapu yang dikembangkan oleh Kemendes PDTT, yakni di Desa Bungin, Kecamatan Alas; Desa Labuhan Bajo, Kecamatan Alas; dan Desa Labuhan Jambu, Kecamatan Torano. (Berbagai Sumber)

Edisi September - Desember 2018


BUDIDAYA TAWAR

Kampung Gurami, Banyumas

J

ika di Boyolali ada kampung lele, maka di Banyumas ada kampung gurami. Sebutan ini pantas disematkan ke Kabupaten Banyumas karena sebagian besar produksi ikan darat di Banyumas didominasi oleh ikan gurami. Gurami (Osphronemus gouramy) merupakan salah satu dari 15 jenis komoditas perikanan yang ditujukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani serta memenuhi sasaran peningkatan gizi masyarakat. Gurami memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Selain banyak disukai, gurami juga mempunyai harga jual yang relatif lebih tinggi dibanding komoditas perikanan air tawar lain yang umum dipasarkan. Teknologi budi daya gurami secara intensif meliputi padat tebar yang tinggi, pemberian pakan bermutu, jumlah dan waktu pemberian, wadah dan lingkungan optimal, ukuran tepat dan seragam, serta kualitas benih yang baik. Semua itu ternyata mampu mempercepat dan meningkatkan pertumbhan gurami, sekaligus menghapus julukan gurami sebagai ikan “lambat”. Dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya, gurami dianggap memiliki. keunggulan, baik dari segi harga maupun

permintaan konsumen Pemasaran produk hasil budi daya gurami tidak seperti jenis ikan air tawar pada umumnya, yaitu pembudidaya mencari pembeli/pedagang. Pada budi daya gurami, pembeli/ pedagang yang umumnya mencari pembudidaya. Bahkan, banyak terjadi pedagang/ pembeli tidak segan untuk inden atau memesan terlebih dahulu dengan memberikan uang muka kepada pembudidaya dengan harapan saat panen produksinya tidak dipasarkan ke pedagang lainnya. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan dan Perikanan Banyumas 2008 produksi ikan gurami lokal mencapai 1,5 juta kg (sekitar 30 persen) dari total produk perikanan darat Banyumas. Produksi perikanan darat Banyumas pada 2008 mencapai 4.265 ton. Ini meningkat 22,79 persen jika dibandingkan dengan produksi tahun 2007 yang hanya mencapai 3.473 ton. Pada tahun 2008, dari 4.264 ton produksi ikan, 31,75 persen didominasi oleh produksi ikan gurami (1.355 ton). Jumlah produksi total ikan ini didukung dengan luasan lahan budi daya ikan seluas kurang-lebih 640 ha. Wajar bila Banyumas menjadi kampung gurami.

Selain produksi ikannya yang banyak, wilayah geografis yang strategis di bawah Gunung Slamet menjadikan kawasan Banyumas tercukupi ketersediaan airnya sepanjang tahun. Selain ketersediaan air, jenis tanah, besaran kemiringan tanah dan jenis tanah juga menjadi nilai plus yang dimiliki Banyumas. Kampung gurami Banyumas akan bertambah ramai jika melihat rata-rata konsumsi ikan masyarakatnya. Saat ini, tingkat konsumsi ikan masyarakat Banyumas masih rendah -baru mencapai 15 kg/ kapita/ tahun, jauh dari standar Badan Ketahanan Pangan Nasional sebesar 32,85 kg/ kapita/ tahun. Rendahnya tingkat konsumsi ini bisa menjadi peluang dan juga tantangan bagi pemerintah Kabupaten Banyumas dalam meramaikan Banyumas dengan gurami dan jenis ikan lainnya. Peluang yang ada diantaranya besarnya potensi pasar lokal Banyumas sendiri. Tantangannya adalah bagaimana mewujudkan potensi pasar yang besar tersebut menjadi sebuah pasar yang nyata bagi produk ikan Banyumas. Selain itu juga tantangan agar pemerintah daerah tidak terjebak dalam satu ‘’frame’’

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 12


BUDIDAYA TAWAR pengembangan ikan gurami saja tanpa memedulikan pengembangan jenis ikan yang lain. Tantangan Minapolitan Kawasan minapolitan Banyumas telah ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Bupati Banyumas No 523/673/2008 tentang Perubahan Atas Keputusan Bupati Banyumas No.523/241/2008 tentang Penetapan Lokasi Program Pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten Banyumas Tahun 2009-2014. Selain SK Bupati, penetapan Banyumas sebagai minapolitan juga ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dengan SK No 41/Men/2009 tentang Kawasan Minapolitan. Penetapan kawasan ini telah didahului dengan pe netapan 40 kabupaten/ kota lainnya di seluruh Indonesia dengan barbagai ciri dan keunggulan yang melekat pada masing-masing kabupaten/kota. Di Jateng telah ada satu kabupaten yang telah ditetapkan menjadi kawasan minapolitan, yakni Kabupaten Boyolali dengan potensi lelenya yang besar, 10 ton/ hari. Dalam perkembangannya, konsep pengembangan Minapolitan yang berbasis pada pengembangan ikan gurami menemui tantanngan. Minimal ada dua tantangan yang dihadapi oleh Pemkab Banyumas. Pertama, masalah penawaran dan permintaan dan kedua, masalah kualitas dan kuantitas. Jangan sampai di kemudian hari program minapolitan yang salah satu teknisnya adalah peningkatan produksi ikan, menjadikan ketidakseimbangan supply dan demand menjadi tidak seimbang. Meningkatnya penawaran yang tidak dibarengi dengan permintaan akan menyebabkan harga komoditas ikan (gurami) jatuh. Jika demikian, maka yang rugi adalah para

pembudidaya ikan (pedikan) itu sendiri. Pada 2008, total produksi ikan di Banyumas mencapai 4.265.256 kg. Dari total produksi ikan tersebut 31,79 persen (1.355.887 kg) merupakan produksi ikan gurami, 29,90 persen (1.275.334 kg) produksi ikan tawes, 13,34 persen (568.872 kg) produksi ikan nilem, 9,92 persen (422.999 kg) produksi ikan karper, 6,69 persen (285.221 kg) ikan karper, 1,48 persen (63.230 kg) ikan bawal dan 6,89 persen (293.713 kg) jenis ikan lainnya (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Banyumas 2009). Jika dihitung untuk memenuhi standar pola konsumsi ikan yang ditetapkan oleh Badan Ketahanan Pangan Nasional sebesar 32,85 kg/ kapita/ tahun, masih dibutuhkan tambahan produksi menjadi sekitar 59 ribu ton/tahun dari tingkat produksi tahun 2008 yang baru mencapai 5 ribu ton/tahun Agar permintaan dan penawaran ikan di masa mendatang tidak timpang, sejak sekarang pihak Pemkab Banyumas harus meningkatkan usaha peningkatan gemar makan ikan masyarakat Banyumas yang masih rendah. Misalnya mewajibkan setiap rumah makan di Banyumas menyediakan menu ikan. Dari Hulu ke Hilir Saat ini, banyak yang hanya membudidayakan telurnya saja. Setelah itu, telur gurami dijual ke luar kota, seperti Tulungagung dan bahkan Pekanbaru. Jika kondisi ini terus berlanjut,

13 | MAInfo

maka usaha peningkatan produksi ikan, khususnya gurami, akan tersendat. Dan tidak jarang banyak warga Jakarta yang suka makan ikan gurami, hanya tahu kalau ikan gurami yang mereka makan berasal dari Tulungagung, Jawa Timur. Penyebab para pedikan tidak mau membesarkan telur gurami hingga siap panen dikarenakan rentang waktu yang panjang, bisa mencapai 1 tahun. Karena dikelola dengan manajemen yang masih konvensional dan modal yang tidak kuat, para pedikan akan kesulitan untuk membudidayakan telur gurami mereka hingga besar. Di sisi lain mereka juga memerlukan perputaran modal yang cepat agar keuntungan yang diperoleh bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka. Di sepuluh kecamatan tersebut akan dikembangkan empat sentra pengembangan kawasan, yakni sentra kawasan pembenihan (berpusat di Kecamatan Kedungbanteng), sentra kawasan pembesaran (berpusat di Kecamatan Sokaraja), sentra kawasan pemasaran (berpusat di Kecamatan Ajibarang) serta sentra kawasan industri olahan (berpusat di Kecamatan Sumpiuh). (Rusli Abdulah/ Berbagai Sumber)

Edisi September - Desember 2018


BUDIDAYA IKAN HIAS

Nemo, Ikan Hias Primadona Ekspor

N

ama asli ikan Nemo adalah Anemonefish. Nama “Nemo” sendiri diambil dari bagian tengah nama asli ikan tersebut, aNEMOnefish. Bagi pecinta ikan hias, nama ikan nemo menjadi salah satu ikan yang sangat populer. Rupanya yang menawan dengan warna-warni yang mencolok, menjadi kekhasan yang sedap dipandang, tanpa rasa bosan. Keindahan ikan tersebut, membuat banyak pecinta ikan hias rela mengeluarkan uang yang tak sedikit jumlahnya, termasuk para pecinta ikan hias di Indonesia. Karena kepopulerannya lewat film Hollywood Finding Nemo, menjadikan ikan nemo merupakan salah satu komoditas bernilai ekonomi tinggi. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak beberapa tahun terakhir ini terus mengembangkan ikan lucu itu. Sebelum film Finding Nemo terkenal, ikan itu dinamai ikan giru atau ikan badut (clown fish) yang termasuk anak suku Amphiprioninae dalam suku Pomacentridae. Ikan giru terdiri dari 28 spesies yang bisa dikenali, sebagian besar dalam genus Premnas. Sementara sisanya, masuk dalam genus Amphiprion Ikan hias ini berasal dari lautan Pasifik, Laut Merah, lautan India, dan karang besar Australia (great barrier reef). Di habitat asli, ikan giru dikenali berwarna memikat, seperti kuning terang, oranye, jingga, kemerahan, hingga ke

hitaman. Ukurannya dari 6 cm sampai maksimal 18 cm. Karena permintaan ekspor yang tinggi, KKP melakukan inovasi teknologi untuk ikan giru dengan melakukan diverfisikasi produk komoditas, yaitu dikembang kan sampai 14 jenis ikan badut.Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengatakan, introdusir varian dan corak ikan hias itu berdampak positif bagi geliat bisnis ikan hias nasional. Ini terkait preferensi konsumen ikan hias yang sangat bergantung pada nilai estetika dari jenis ikan hias tersebut. Dengan bertambahnya varian jenis ikan giru dari Indonesia, membuka peluang besar untuk bersaing dalam bisnis perdagangan ikan hias di tingkat dunia. “Kalau bicara SDA (sumber daya alam) dan potensi ikan hias Indonesia, kita punya daya saing komparatif yang tinggi, ini harus kita manfaatkan untuk tingkatkan daya saing kompetitif di level global,” ucapnya belum lama ini di Jakarta. Keberhasilan mengembangkan 14 varian baru, tak lepas dari kerja keras Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon yang melaksanaan metode perekayasaan dengan teknik kawin silang (cross breeding) dari berbagai jenis induk dari alam sampai menghasilkan ragam corak ikan yang indah dan diminati pasar. “Yang menjadi unik, masing-masing varian memiliki tingkatan nilai jual sendiri-sendiri, sesuai dengan permintaan pasar,” tutur slamet.

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 14


BUDIDAYA IKAN HIAS Sedangkan Kepala BPBL Ambon Tinggal Hermawan menjelaskan pengembangan ikan hias yang mereka lakukan didasarkan pada tren preferensi pasar sekarang. BPBL Ambon sendiri mempunyai koleksi berbagai jenis induk dan calon induk dari berbagai lokasi yang memiliki kekhasan masing-masing, untuk dikawinsilangkan. Adapun, 14 varian yang berhasil dikembangkan itu, adalah jenis biak biasa, halfblack, fullblack, black proton, platinum, picasso, snow flake, frosebite, black ice, lightening maroon, black snowflake, balong padang, pellet orange dan pellet pink. Dari 14 varian itu, sembilan varian memiliki segmen pasar sendiri dengan nilai jual yang beragam. “Yang nilai jualnya paling rendah yakni jenis pellet orange dan pellet pinkdengan harga Rp8.000 per ekor, sedang yang paling mahal dapat mencapai kisaran Rp500 ribu – Rp1 juta/ekor yakni untuk jenis lightening maroon,” papar dia. BPBL Ambon juga sukses merekayasa sistem pembesaran, dengan menerapkan sistem resirkulasi tertutup untuk menggenjot produksi komoditas ikan seperti ikan giru. Melalui resirkulasi, pengembangan melibatkan protein skimer, filter biologis dan azonisasi. “Ini mampu mempertahankan kualitas air dengan baik, sehingga tingkat kelulushidupannya tinggi yakni mencapai lebih dari 80 persen. Kelebihan lainnya adalah budidaya sistem ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan terbatas,” jelas

Kepala Seksi Uji Terap Teknik BPBL Ambon, Robianta. Teknologi resirkulasi sangat efisien karena kualitas air bisa dijaga walaupun selama 1 tahun tanpa ganti air secara total. Kemudian, dapat dikembangkan di lahan terbatas skala backyard atau halaman belakang rumah. Dengan memanfaatkan kotak berbahan plastik ukuran 1 m x 0,5 m dapat ditebar benih hingga 200 ekor. “Satu unit skala backyard ini biasanya terdiri dari 5 kotak,” tutur nya. Secara ekonomi usaha, penerapan teknologi ini cukup menjanjikan. Dengan modal investasi 1 unit sebesar Rp5 juta, rata-rata keuntungan bersih yang diraup sebesar Rp10 juta per 6 bulan. Inilah yang memicu masyarakat mulai tertarik untuk berusaha. Salah seorang penggiat ikan hias, Doni, saat ditemui di Ambon mengatakan bahwa selama menggeluti ikan hias, ia mengakui bahwa pasar ikan nemo lebih stabil begitupun dengan harga pasar. “Keberhasilan BPBL Ambon dalam mengintroduksi berbagai varian jenis ikan nemo hasil budidaya, membawa angin segar bagi bisnis ikan hias nasional. Sebagai gambaran saja perputaran uang dari bisnis ikan hias di Ambon mencapai tidak kurang dari Rp1 miliar per tahun,” tutur dia.

15 | MAInfo

Edisi September - Desember 2018


BUDIDAYA IKAN HIAS

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 16


BUDIDAYA IKAN HIAS

17 | MAInfo

Edisi September - Desember 2018


BUDIDAYA PAYAU

Kepiting Bakau dan Rumput laut Jadi Bisnis Menggiurkan di Pulau Kei

M

elihat kehidupan warga di Pulau Kei, Maluku Tenggara begitu tenang. Ditambah lagi dengan pemandangan alam nya yang mempesona. Lingkungannya masih bersih, jauh dari polusi. Mulai dari pantai hingga air terjun, masih dialiri dengan air yang sangat jernih. Kehidupan warganya juga sangat sederhana. Sebagian dari mereka bermatapencaharian sebagai petani rumput laut dan penangkap kepiting. Desa Evu adalah salah satu desa dengan warganya yang rata rata adalah petani rumput laut juga penambak kepiting. Di tengah alam yang indah dan tenang ini, pekerjaan tersebut mendatangkan penghasilan besar untuk mereka. Siprianus Elman pria kelahiran 1959 ini menjadi salah satu warga dengan mata pencaharian tersebut.

Sudah cukup lama dia menggeluti bisnis ini. Bahkan karena dua bisnis ini dia bisa menghidupi keluarganya. Diceritakan Siprianus, di desa nya bukan hanya sekadar desa penghasil rumput laut dan kepiting. Desa ini juga sering dijadikan tempat belajar untuk siapa saja yang ingin memiliki keahlian membudidayakan rumput laut dan belajar menambak kepiting. “Banyak sekali yang datang ke sini untuk belajar budidaya. Karena di sini selain rumput laut nya yang mendatangkan untung besar, kepiting yang ditambak di sini juga merupakan kepiting besar jenis kepiting Bakau,� katanya. Kepiting bakau (Scylla serrata) atau yang biasa disebut kepiting lumpur merupa-

kan salah satu jenis komoditas perikanan yang potensial untuk dibudidayakan. Kepiting bakau banyak dijumpai di perairan payau yang banyak ditumbuhi tanaman mangrove. Kepiting bakau sangat disenangi oleh masyarakat mengingat rasanya yang lezat dengan kandungan nutrisi sejajar dengan crustacea yang lain seperti udang yang banyak diminati baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri. sekadar desa penghasil rumput laut dan kepiting. Desa ini juga sering dijadikan tempat belajar untuk siapa saja yang ingin memiliki keahlian membudidayakan rumput laut dan belajar menambak kepiting. “Banyak sekali yang datang ke sini untuk belajar budidaya. Karena di sini selain rumput laut nya yang mendatangkan untung besar, kepiting yang ditambak di sini juga merupakan kepiting besar jenis kepiting Bakau,� katanya. Kepiting bakau (Scylla serrata) atau yang biasa di sebut kepiting lumpur merupakan salah satu jenis

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 18


BUDIDAYA PAYAU komoditas perikanan yang potensial untuk dibudidayakan. Kepiting bakau banyak dijumpai di perairan payau yang banyak ditumbuhi tanaman mangrove. Kepiting bakau sangat disenangi oleh masyarakat mengingat rasanya yang lezat dengan kandungan nutrisi sejajar dengan crustacea yang lain seperti udang yang banyak diminati baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri. Konsumsi kepiting bakau dunia cukup besar, terutama di negara Amerika Serikat. Potensi pasar tersebut memberikan peluang usaha yang cukup besar untuk produksi kepiting bakau. Di sisi lain produksi kepiting selama ini secara keseluruhan masih mengandalkan tangkapan dari alam, sehingga kesinambungan produksinya tidak dapat dipertahankan, maka adanya teknik budidaya kepiting bakau akan memberikan harapan tinggi untuk keuntungan besar yang akan diperoleh. Kepiting di desa ini juga paling banyak diburu karena ukurannya yang sangat besar. Kepiting Bakau jenis nya.”Kalau di sini kepiting nya gurih beda dengan kepiting dari Aru yang dadanya tipis tapi besarnya sama. Karena di sana itu campuran pasir dengan rumput. Kepiting Aru rasanya asin,” ujarnya. Satu minggu kepiting hasil tangkapan satu orang warga bisa mencapai 300 kilogram beratnya. Kepiting Bakau dadanya lebih tebal, rasanya lebih enak, tak heran jika harga jual ya cukup mahal. Ukuran besar dengan berat mencapai 2kilogram bisa dijual dengan harga Rp150 ribu. Tapi ada juga kepiting ukuran sedang yang dijual dengan harga Rp75 ribuan dan yang paling

kecil bisa dijual seharga Rp25 ribu. “Banyak juga yang beli buat oleh oleh, bisa dikemas dalam kotak sampai Jakarta tetap hidup,” ujarnya.

Setiap harinya, untuk mendapatkan kepiting, Siprianus dan warga lainnya meletakkan bubu dengan umpan ikan kecil di pinggir pantai. Selama satu malam biasanya nya didirikan. “Jika taruh bubu pagi, besok paginya sudah terisi kepiting. Satu bubu, bisa masuk 2 sampai tiga kepiting,” katanya. Untuk budidaya rumput laut sendiri, tak butuh waktu yang lama untuk dipanen. Masa penanaman hanya 40 hari, dan setelah itu bisa langsung dipanen. “Ini merupakan mata pencaharian 3 desa. Desa Evu,Desa Letvuan, juga Desa Arso,” katanya saat ditemui di sela Press Tour Maluku Tenggara bersama Kementrian Pariwisata. Kebun bibit rumput laut yang ada di Desa Evu kata Siprianus juga cukup luas, sekitar 1 hektare. Masing-masing desa punya lahan bibit sendiri. Baginya, budidaya rumput laut ini merupakan bisnis yang menjanjikan dibandingkan usaha lainnya yang dia geluti bersama warga desa lainnya, dengan usaha ini, dia bahkan bisa menyekolahkan anaknya hingga ke Pulau Jawa.

19 | MAInfo

“Usaha budidaya rumput laut dibanding ikan, lebih enak rumput laut karena kami bisa biayai anak ke Jawa dan kami juga bisa ke Jawa,” kata ayah dengan enam anak dan sembilan cucu dengan nada bicara yang khas. Rumput laut di sini, bukan hanya untuk dikonsumsi warga sendiri, tapi juga jadi komoditi pasar di luar Maluku Tenggara. “Sering rumput laut dikirim ke Surabaya dan ke Malang. Ada yang digunakan untuk bahan baku kosmetik, makanan ringan, makanan ternak, juga untuk konsumsi hari-hari ,” ujarnya. Jika ingin dikonsumsi sebagai pengganti sayur, biasanya rumput laut ini setelah dipanen direndam terlebih dahulu selama satu malam, untuk menghilangkan kotorannya diolah sesuai selera. “Biasanya warga sini mengolah jadi urap lat”. Tiap pagi, desa ini ramai dengan kedatangan mobil yang lalu lalang untuk berburu rumput laut. Mulai pukul 6 hingga 7 pagi mereka berlomba-lomba menimbang rumput laut. “Rumput laut nya biasanya dijual di tempat penampungan. Untuk yang kering satu kilogram nya Rp15 ribu. Untuk yang basah perkilo nya Rp 5000,” ujarnya. Hari Minggu dan hari libur besar adalah waktu yang paling ramai pembeli. Biasanya mereka beli dan dikirim ke tempat lain juga untuk produksi sirup, puding, dan makanan untuk oleh-oleh seperti permen. “Kalau produk sini dikirim ke Surabaya. Selain budidaya rumput laut di sini juga tempat penangkaran kepiting,” ujarnya. (Agus/ Berbagai Sumber)

Edisi September - Desember 2018


INFO MAI STOP PRESS

Pentingnya SERTIFIKASI

LSP Sebagai Lembaga Strategis Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) merupakan badan independen yang bertugas melaksanakan sertifikasi kompetensi bagi tenaga kerja. LSP Akuakultur Indonesia sebagai salah satu LSP bidang Akuakultur yang telah mendapat otoritas dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk melaksanakan program sertifikasi berdasarkan nomor lisensi BNSP-LSP-445- ID. Pembentukan LSP merupakan bagian integral dari pengembangan paradigma baru dalam sistem penyiapan tenaga kerja yang berkualitas. Paradigma tersebut berdasarkan prinsip, pertama, Paradigma tersebut berdasarkan prinsip, pertama, penyiapan tenaga kerja didasarkan atas kebutuhan pengguna (demand-driven). Kedua, memastikan lembaga diklat (perguruan

tinggi, BLK) sebagai wahana penyiapan tenaga kerja dilakukan dengan menggunakan pendekatan pelatihan berbasis kompetensi (competency based training/ CBT). LSP-AI dalam mendukung proses sertifiasi kompetensi, saat ini telah memiliki 60 asesor kompetensi di bidang akuakultur yang siap melakukan assessment dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia. LSP-AI juga telah memiliki 4 (empat) Tempat Uji Kompetensi (TUK) yaitu TUK FIKP Universitas Hasanuddin, TUK Fakultas Perikanan Universitas Pekalongan, TUK Politeknik Perikanan Negeri Tual, serta TUK Universitas Jenderal Sudirman. Pengembangan jumlah asesor bidang akuakultur dan TUK di berbagai institusi dan daerah lain saat ini masih dalam proses ekspansi kerjasama dan ke depan akan semakin bertambah lagi. (SONNI KURNIAWAN/LSP-AI)

Info lebih lanjut hubungi: Email : info.lspakuakultur@gmail.com WA : 0857-4031-3146 HP : 0857-4031-3146 / 081215916591 (Sdr. Sonni Kurniawan) Website: www.lsp-ai.id/wp/

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 20


INFO MAI

JSTA, Telah Terbit! Merespon kebutuhan publikasi ilmiah para akademisi Indonesia di bidang akuakultur, JSTA pun hadir.

J

urnal Sains Teknologi Akuakultur (JSTA) (ISSN: 2599-1701) merupakan suatu jurnal ilmiah yang diinisiasi oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia yang mempublikasikan hasil penilitian maupun pemikiran pada semua aspek budidaya (hewan dan tanaman) dalam lingkungan perairan tawar, payau dan asin baik secara alami maupun terkontrol. JSTA diterbitkan 2 kali dalam setahun (April dan Oktober) dengan satu volume dan 2 nomor. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia. Naskah yang dikirimkan penulis kepada redaksi akan dievaluasi awal untuk subyek materi dan kualitas teknik penulisan secara umum oleh pemimpin redaksi, selanjutnya akan dikirimkan ke mitra bestari (peer review) sedikitnya 2 orang dibidangnya untuk dievaluasi substansi materi, sedangkan tahap akhir akan ada saran penyempurnaan dari pelaksana redaksi.Naskah yang telah dievaluasi dan dinyatakan diterima sesuai saran redaksi akan diterbitkan dalam jurnal JSTA. Naskah yang ditulis dengan bahasa yang tidak baik/tidak memenuhi format penulisan, tidak akan diproses oleh redaksi Bidang yang dibuka antara lain 1)Nutrisi dan Pakan; 2)Genetik dan Reproduksi; 3)Penyakit dan Kesehatan Akuakultur; 4)Manajemen Lingkungan; dan 5)Teknologi dan Manajemen.

PROSES PENGIRIMAN DAN PUBLIKASI Dokumen asli Anda (tidak pernah dipublikasikan dan tidak dipertimbangkan untuk dipublikasikan di tempat lain) mengikuti template standar JSTA. Kemudian dapat dikirimkan melalui situs JSTA http://jmai.aquasiana.org. Manuskrip yang sudah mengikuti template dan aturan penulisan akan ditinjau oleh 2 reviewer selama 3 minggu. Manuskrip revisi yang tepat akan diproses dan diterima untuk dipublikasikan di jurnal. Template naskah artikel JSTA dan panduan penulisan naskah dapat diunduh di jmai. aquasiana.org. Untuk pertanyaan lebih lanjut, silahkan hubungi kami: aquacultureindonesia@gmail.com. (Elta/MAI) Publisher Bahasa Biaya Publikasi Type

: : : :

MAI Publishing Indonesia Rp 250.000,- (Indonesia) Open Access

21 | MAInfo

Edisi September - Desember 2018


INFO MAI

Fasilitas untuk member MAI

Kabar Gembira bagi Aquaculturist member MAI yang masih aktif sampai saat ini, MAI memberikan beberapa fasilitas yang akan dapat dinikmati. Jadi bagi anda yang belum terdaftar sebagai member MAI, segera daftarkan diri anda : http://member.aquaculture-mai.org/pendaftaran/c_pendaftaran Daftar Berbagai Produk yang memberikan Fasilitas diskon khusus bagi semua anggota MAI (aktif)

* Daftar ini akan bisa bertambah terus dan anggota akan diberitahukan secara reguler, update daftar produk.

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 22


KOLOM

Budidaya Supra Intensif Picu Dana desa lebih produktif

DR Ir Hasanuddin Atjo, MP memaparkan sistem budidaya udang Supra Intensif Indonesia pada peluncuran teknologi ini di Kabupaten Barru, Sulsel, Sabtu (19/10) (Antara/Rolex Malaha)

P

ROGRAM membangun desa sejak lama menjadi fokus dan perhatian pemerintah di tingkat pusat maupun daerah guna meningkatkan pendapatan dan lapangan kerja, serta menekan pengangguran dengan salah satu harapan dapat menahan laju urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota). Jumlah penduduk Indonesia bermukim di kota pada 1971 sebanyak 17 persen dan meningkat menjadi 48 persen pada 2005. Selanjutnya 2017 menjadi 52 persen (135 juta jiwa) dan nanti 2025 diperkirakan mencapai 68 persen, dengan laju pertumbuhan 4,1 persen (tertinggi di dunia) di atas China 3,8 persen dan India 3,1 persen (Srimulyani, Shangri-La Jakarta 19 Desember 2017). Pemerintah sadar bahwa laju ubanisasi yang tinggi akan menjadi masalah besar bila tidak dikendalikan, karena harus menyiapkan

perumahan, mengatur lalu lintas dan keamanan, serta menata kebersihan. Karena itu pada 2018, Kementrian Desa mendapat alokasikan dana desa sebesar Rp 60 triliun (sama 2017) dan di 2019 direncanakan menjadi 85 triliun rupiah. Sebelumnya di tahun 2015 sekitar Rp 9 triliun rupiah dan 2016 sebesar 47 triliun rupiah. Secara nyata sejak tahun 2015, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran desa antara 1-1,5 miliar rupiah/desa/tahun dan dikelola mandiri oleh desa. Menjadi ironi kemudian pasca implementasi program ini banyak aparat desa terpaksa berhadapan dengan penegak hukum karena penyimpangan pemanfaatan dana desa baik disengaja maupun tidak, sejumlah program tidak tepat sasaran karena proses perencanaan oleh aparat desa dan pendamping

23 | MAInfo

kurang berorientasi pasar dan keterkaitan program dikarenakan adanya sejumlah keterbatasan. Presiden Jokowi di awal 2018 telah menegaskan pemanfaatan dana desa yang relatif besar itu harus lebih produktif, fokus melalui Program Unggulan Kawasan Perdesaan (PRUKADES) yang berorientasi padat karya. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa harmonisasi program lintas kementrian teknis dipandang oleh sejumlah kalangan belum berlangsung sebagaimana mestinya, antara lain masih kental dengan mindset ego sektor seperti adanya pandangan ‘kalau program ini sukses, maka yang sukses adalah kementrian tertentu’. Seharusnya pandangan seperti itu sudah tidak ada lagi di era global seperti ini apalagi menghadapi keberadaan generasi melenial dan tuntutan era industri 4.0.

Edisi September - Desember 2018


KOLOM

Kadis KP Sulteng, yang juga penemu teknologi budidaya udang supra intensif Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP menjelaskan hasil rekayasa konstruksi teknologi ini sehingga dapat direplikasi pengusaha tambak skala kecil di Palu, Selasa (20/2) (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha)

Dirancang untuk ketertarikan Ada tiga modal dasar merancang pembangunan desa agar memiliki daya tarik atau magnit yaitu 1. Desa memiliki sumberdaya alam yang potensial mulai pesisir, dataran rendah dan dataran tinggi untuk di manfaatkan menjadi kegiatan ekonomi produktif seperti perikanan, pertanian pangan, perkebunan, peternakan dan kehutanan. 2. Pemerintah telah mengeluarkan Inpres desa dalam rangka membangun ekonomi desa. 3. Indonesia memiliki sumber daya terdidik dalam bentuk pengangguran terbuka di tahun 2017 sebesar 7 juta jiwa. Jikalau tiga modal dasar itu didesain secara terstruktur yaitu berorientasi pasar, berbasis teknologi, dan pendekatan industrialisasi serta dikawal pendamping yang siap, maka diyakini program pembangunan desa memiliki daya magnit yang kuat untuk memotivasi generasi muda terutama yang terdidik untuk bekerja di desa, karena telah tersedia lapangan kerja sesuai keinginannya.

Saat ini, data menunjukkan banyak lulusan pendidikan vokasi setingkat SLA, diploma bahkan sarjana setelah lulus kurang tertarik bekerja di desa karena tidak tersedia lapangan kerja sesuai keinginannya. Mereka lebih tertarik bekerja di kota meskipun tidak sesuai seperti menjadi pengemudi angkutan aplikasi berbasis digital (Grab,Gojek dan sejenisnya), petugas counter di mall sampai kepada bekerja serabutan. Bisa dibayangkan menghabiskan waktu dan biaya untuk kuliah 4 - 5 tahun kemudian akhirnya bekerja pada bidang yang jauh dari kompetensinya, merupakan tantangan dunia pendidikan. Teknologi Supra dan Industri 4.0 Pada 2012 di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Rokhmin Dahuri meluncurkan teknologi budidaya udang supra intensif karya anak bangsa yang dikembangkan oleh Hasanuddin Atjo, Wakil Ketua MAI. Hal yang spesifik dari teknologi ini adalah tidak membutuhkan lahan luas,

produktifitas sangat tinggi mencapai 6 kg per meter kubik air (luas kolam 1000 m2 atau 0.1 ha, kedalaman air 2.5 m menghasilkan udang vaname 15.000 kg/4 bulan masa budidaya). Melalui kajian yang cukup panjang di bulan Februari 2018 bertempat di Kota Palu, Sulawesi Tengah, Wakil Ketua Komisi 4 DPR RI, Room Kono, melaunching teknologi budidaya udang vaname supra intensif skala rakyat. Perbedaan dengan teknologi supra sebelumnya terletak pada konstruksinya. Metode budidaya supra intensif dimaksudkan supaya pengusaha modal kecil atau skala rakyat tetap bisa produktif menghasilkan udang yang siap jual. “Filosofi budidaya udang skala rakyat ini sama, baik pengusaha modal kecil maupun pengusaha modal besar, yang beda kontruksi saja. Yang satu kecil dari plastik dan satu pakai beton. Itu intinya fungsi sama, sehingga tak terjadi ketimpangan, rakyat bisa akses, pengusaha juga bisa akses, sehingga stabilitas rasio gini bisa diperbaiki,� ujar Hasanuddin Atjo.

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 24


KOLOM Teknologi yang dilounching tahun 2012 menggunakan konstruksi beton dan relatif mahal, sedangkan yang di lounching tahun 2018 kolamnya terbuat dari plastik yang ditopang oleh rangka besi dengan investasi konstruksi yang murah dan mudah dikerjakan, sehingga bisa diakses oleh UMKM. Satu unit usaha supra skala rakyat membutuhkan lahan 600 m2 sebagai tempat 6 kolam plastik @ 50 ton yaitu 4 kolam budidaya, 1 kolam tandon dan 1 kolam untuk instalasi Pengolahan Limbah (IPAL). Investasi yang dibutuhkan 1 unit usaha sebesar 125 juta rupiah dan modal kerja per siklus (4 bulan) sebesar 40 juta rupiah. Produksi yang dihasilkan mencapai 1200 kg udang vaname dengan nilai jual sebesar 80 juta rupiah dan marjin sebesar 40 juta rupiah per siklus. Satu unit usaha budidaya udang teknologi supra intensif skala rakyat dapat dikelola oleh 1 KK (kepala keluarga) atau 1 kelompok. Kelebihan lain dari teknologi ini dapat diintegrasikan dengan sistem digitalisasi yang dinamakan E-Fishery sebagai bagian dari revolusi industri 4.0 seperti mengontrol lingkungan budidaya, memberi pakan udang, manajemen stok dan pasar serta beberapa aspek teknis lainnya. Bonus demo-

grafi yang puncaknya di tahun 2030, akan didominasi oleh kelompok generasi milenial yang salah satu kebutuhannya adalah aktifitas ekonomi yang berbasis digitalisasi. Karena itu teknologi budidaya udang supra intensif skala rakyat menjadi salah satu pilihan dan motivasi bagi masyarakat umumnya dan generasi milenial khususnya untuk bekerja di desa, khususnya desa-desa pesisir. Role model ekonomi desa. Telah ditegaskan bahwa mulai 2018 pemanfaatan dana desa harus berbasis komoditas unggulan dan padat karya. Desa-desa pesisir dapat menjadikan udang vaname dengan teknologi supra skala rakyat menjadi komoditas unggulannya. Sebagai ilustrasi, bila satu kecamatan pesisir memiliki 15 desa pesisir, maka dana desanya minimal Rp15 miliar rupiah. Bila dari dana itu 40 persen (Rp6 miliar rupiah) diperuntukkan bagi pengembangan ekonomi produktif berbasis udang, maka jumlah unit usaha pada (on farm) yang dapat difasilitasi sebanyak 36 unit untuk 36 Kepala Keluarga atau Kelompok Proyeksi volume produksi setahun (2 siklus) adalah 86.400 kg udang dengan nilai produksi Rp5,23 miliar rupiah. Nilai padat karya dari kegiatan ini, selain ‘on farm’ juga pada off farm (hulu dan hilir) antara lain melahir-

25 | MAInfo

kan pelaku usaha baru seperti pengrajin kolam plastik, bengkel las dan tukang batu, suplier prasarana dan sarana produksi seperti pakan, benur dan peralatan lainnya, pabrik es, cold storage, pengolah dan pemasar skala kecil sampai kepada rumah makan berbasis udang. Pemerintah kecamatan diharapkan berperan sebagai desainer dan simpul dari usaha budidaya udang ini. Akan memfasilitasi perencanaan yang dimulai dari pemetaan desa, penyiapan SDM, penyediaan saranaprasarana sampai kepada pemasaran yang tentunya berorientasi bisnis. Kecamatan akan menjadi pusat akumulasi dan distribusi dari komoditas unggulan itu. Diharapkan pengembangan ekonomi desa berbasis komoditas unggulan ini dapat mempengaruhi lembaga keuangan untuk memfasilitasinya dan semuanya kembali kepada kesukesan dari program ini. Karena itu diperlukan pilot project atau role model di beberapa tempat untuk menjadi contoh. Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan diharapkan mengkoordinir implementasi role model itu yang melibatkan peran Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Perguruan Tinggi serta pemerintah daerah.

Edisi September - Desember 2018


ENTERPRENEUR Tak Amis dengan Bioflok, Komarudin Sukses Budidaya Lele

B

isnis budidaya lele adalah usaha yang dapat menghasilkan pemasukan hingga jutaan rupiah, selain benih yang mudah didapat ketahanan hidup lele dibanding ikan lainnya pun tergolong lebih tinggi. Seperti yang dijalani oleh Muhamad Komarudin, yang tinggal di Desa Coper, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo. Budidaya ikan lele pada 24 kolamnya menggunakan kolam terpal, dengan sistem semi bioflok menggunakan pakan yang telah dicampur cairan prebiotik. Peternak lele di Ponorogo ini menggunakan metode budidaya yang tak biasa, namun menghasilkan omzet yang luar biasa. Ia beternak lele di kolam bioflok. Muhammad Komarudin (45) menjelaskan budidaya ini dilakukan di dalam kolam yang menggunakan sistem bioflok. Sistem ini diperkenalkan oleh Menteri Susi Pudjiastuti sejak tahun lalu. “Saya pakai sistem bioflok, jadi kolam saya selalu bersih, tidak bau amis. Ikannya pun begitu, tidak bau amis,” tutur Komarudin. (14/7/2018). Pria yang akrab disapa Udin itu mengetahui sejumlah kelebihan yang dimiliki sistem ini. Pertama, mengapa selalu bersih? Salah satunya karena sistem pembuangan kotoran lelenya. Ia menjelaskan

bahwa kotoran lele yang biasanya mengendap di bawah akan dikeluarkan lewat pipa khusus. “Tiap sebelum dikasih pakan, pipa yang terhubung keluar kolam itu dibuka, nanti nyembur keluar air bersama kotoran. Di sisi lain, kolamnya terus ditambah air, jadi bersih tanpa nguras. Inilah yang disebut sistem bioflok,” jelasnya. Keunggulan lain dari sistem bioflok adalah pakan yang diberikan. Pakan ini dicampur dengan larutan prebiotik hasil racikannya sendiri yaitu rempah-rempat seperti kunir, kencur, jahe dan temulawak. “Jadi pelet (pakan lele, red) direndam dulu dengan cairan prebiotik ini supaya mengembang dan mengurangi jumlah konsumsi pakan secara berlebihan sekaligus membuat lele tidak berbau amis,” tukasnya. Dalam satu hari, lele dalam satu kolam bioflok milik Udin mampu menghabiskan 8-9 kg pelet yang sudah direndam larutan prebiotik. Dengan direndam dalam larutan ini, pakan lele bisa berkurang hingga 20 persen, namun ikan sudah kenyang. Pemberian pakan lele hanya dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi hari dan malam hari.

Apalagi jenis lele yang dibudidayakan Udin adalah jenis sangkuriang yang didatangkan langsung dari Kediri. “Jenis sangkuriang ini lebih mudah pemeliharaannya, lebih tahan penyakit dan cepat panen, makanya cocok untuk para peternak. Dengan bioflok, 3-4 bulan bisa dipanen karena memang tidak boleh lebih dari itu. Jika tidak, lele bakal kebesaran ukurannya,” tambahnya. Karena ukurannya yang tidak terlalu besar dan tidak amis, lele-lele hasil budidaya Udin pun mendapat hati konsumen. Tak heran jika omzet yang diraup Udin dari beternak lele mencapai Rp 18 juta dari penjualan 1,2 ton lele perbulannya. Saat ini, warga Desa Coper, Kecamatan Jetis tersebut memiliki 24 kolam bioflok yang siap panen setiap bulan. “Modalnya memang cukup besar. Untuk buat kolam seperti ini setidaknya butuh biaya Rp 3 juta per kolam. Tapi hasilnya juga lumayan,” paparnya.

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 26


ENTERPRENEUR

LPMUKP Biayai Wirausaha Baru Perikanan

P

eraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 3/ PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) telah menegaskan tentang tugas utama LPMUKP yaitu melakukan pengelolaan pinjaman/pembiayaan dana bergulir yang berpendampingan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Sektor Kelautan dan Perikanan (UMKM-KP). Adanya pengaturan ini telah memberikan penegasan tentang adanya kegiatan layanan pendampingan yang diberikan LPMUKP sebagai komponen penting dari usaha mitigasi risiko dalam pengelolaan dana bergulir. Tenaga Pen damping LPMUKP melakukan pendampingan, memeriksa dan menyetujui proposal permohonan yang disampaikan oleh pemohon calon debitur LPMUKP. Salah Satu proker LPMUKP sebagai Badan Layanan Umum Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun ini diantaranya melakukan akad pembiayaan kepada lulusan baru sekolah tinggi dan politeknik perikanan. Bertempat di Bogor, LPMUKP membiayai 15 orang calon wirausaha baru (new entrepreneur) perikanan pada tanggal 31 September 2018.

Penandatanganan akad pembiayaan sebesar Rp. 1,940 miliar merupakan program pembiayaan new entrepreneur yang pertama kali dilakukan oleh LPMUKP. Penandatangan akad pembiayaan dihadiri langsung oleh Direktur LPMUKP, Syarif Syahrial. “Pembiayaan usaha perikanan hari ini dikelola oleh empat kelompok wirausaha baru yang bergerak pada kegiatan budidaya. Program ini terus berlanjut dan terbuka pula bagi kegiatan usaha penangkapan ikan, pengolahan dan pemasaran, serta usaha kelautan dan perikanan lainnya,” jelas Syahrial. Hal ini dilatarbelakangi juga atas kesadaran LPMUKP terhadap lulusan baru perguruan tinggi, terutama lulusan perikanan, secara ekonomi dikategorikan sebagai kelompok yang not bankable. Namun lulusan perguruan tinggi memiliki pengetahuan dan keterampilan teknis yang sangat mendukung keberhasilan usaha perikanan. Untuk mengurangi tekanan pengangguran yang berpendidikan tinggi, LPMUKP memandang perlu adanya penciptaan wirausaha baru yang berasal dari kalangan

27 | MAInfo

terdidik. “Dukungan pembiayaan LPMUKP merupakan stimulus pinjaman bagi adikadik dari aspek permodalan. Kami juga akan terus mendampingi secara teknis dan keuangan agar usaha caloncalon pengusaha baru perikanan ini dapat terus berkembang,” tambah Syahrial. Setiap Lokasi Layanan LPMUKP dilengkapi dengan paling tidak satu orang Tenaga Pendamping pada Lokasi Layanan Pendampingan. Oleh karena itu, pemohon dalam menyampaikan proposal permohonan pinjaman atau pembiayaan dana bergulir LPMUKP, diwajibkan untuk menyampaikannya serta mendapatkan persetujuan untuk disampaikan dari Tenaga Pendamping LPMUKP. Proses pembiayaan wirausaha baru dilakukan melalui sebuah proses seleksi oleh Tim Pokja New Entrepreneur LPMUKP. “Kami menerima 39 proposal kelompok usaha dan memutuskan pembiayaan bagi empat kelompok usaha. Tahun ini, kami kembali akan membuka proses seleksi untuk menilai kualitas teknis dan kelayakan usaha proposal dari para calon new entrepreneur,” jelas Ahmad Maringi selaku Ketua Tim. Pembiayaan wirausaha baru memiliki tantangan tersendiri. LPMUKP secara kreatif berusaha meningkatkan literasi keuangan pada segmen ini melalui sejumlah terobosan. “Penggunaan ijazah sebagai jaminan, peer lending, dukungan orang tua, serta kegiatan pendampingan secara terus menerus kami lakukan untuk meningkatkan kesuksesan program pembiayaan wirausaha baru ini. Kami berharap, usaha LPMUKP ini menjadi bagian dari program pemerintah untuk mendorong penumbuhan wirausaha baru di Indonesia”.

Edisi September - Desember 2018


ENTERPRENEUR

SUKSES dari Nol

B

erbah, Kabupaten Sleman, tengah mengembangkan sebagai kawasan minapolitan. Di sana, banyak dijumpai kolam ikan. Entah itu ikan hias, seperti koi, atau ikan konsumsi, seperti gurameh, nila, dan lele. Salah satu warga yang konsisten sebagai petani ikan, yaitu Santoso. Pria 42 tahun warga Dusun Blendangan, Desa Kalitirto, ini sejak 1996 mengembangkan ikan hias koi. Sebelum sukses seperti sekarang ini, masa kecil Santoso sangatlah memilukan. Bahkan ia kerap makan dari hasil mengais sisa-sisa nasi kotak di tempat sampah. Maklum saja, Santoso lahir dari keluarga sederhana.Sadar tidak dilahirkan sebagai orang kaya, ia terus bekerja keras dan bertekad menjadi orang sukses di kemudian hari. Sejak kecil, Santoso sudah menempa dirinya dengan sejumlah aktivitas yang menghasilkan pundi-pundi rupiah. Bahkan meski masih duduk di bangku Sekolah Dasar, Santoso kecil sudah bekerja sebagai Caddy Tenis pada 1970-an silam di dekat kompleks TNI AU, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ). Waktu itu, Santoso hanya diberi upah Rp 100. Upahnya yang tidak seberapa waktu itu dirasa cukup untuk membantu dan meringankan beban orang tua dalam menghidupi keluarga. Maklum saja, Santoso lahir dari keluarga besar, ia dilahirkan dengan 8 ber

saudara. Karena keterbatasan dana, tingkat pendidikannya hanya mentok di Sekolah Dasar (SD). Meski demikian, semangatnya terus membara dan bertekad keluar dari garis kemiskinan yang menjeratnya selama ini. Terlebih setelah memutuskan untuk meminang perempuan pujaannya. Pada 1993, Santoso kemudian mengadu nasib ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Ternyata Jakarta waktu itu, tidaklah cocok bagi Santoso. Ia hanya bertahan sekitar 3 tahun saja. Sebab sejumlah lamarannya di sejumlah perusahaan ditolak. “Salah satunya melamar sebagai pegawai swalayan tapi ditolak. Nolaknya katanya jatah saya bukan jadi pegawai,” katanya. Santoso pun memutuskan untuk kembali ke kampungnya, di daerah Dusun Gendangan, Desa Tegaltirto, Kecamatan Berbah. Selepas pulang dari Jakarta untuk mencari pekerjaan ia Tidak patah arang, ia pun mencoba menggeluti budidaya ikan dengan menyewa tanah kas desa seluas 300 meter dari uang pinjaman. “Kenapa ikan karena saya senang dengan ikan sejak kecil,” tuturnya, membagikan kisahnya Kamis (22/2). Perjalanan budidaya ikannya pun dimulai. Dari hanya budidaya ikan, Santoso mulai mengembangkan cara pembibitan benih. Santoso kemudian pergi ke Balai Benih Ikan (BBI) yang letaknya tak jauh dari kediamannya. Namun pegawai di sana menyuruhnya untuk pulang, karena menganggap Santoso tidak punya uang. Ia pun tak kapok, 3 sampai 4 kali didatanginya kembali sampai petugas di sana luluh. Akhirnya Santoso diperbolehkan, tapi dengan syarat harus membeli bibit yang ada di satu kolam penuh. Demi menjalankan bisnis yang diminatinya ini, ia pun harus kembali mencari pinjaman untuk

menebus benih tersebut. Melihat tekad Santoso yang besar, pegawai di Balai Benih Ikan itu punkemudian menantangnya. Jika mampu membuat bibit-bibit ikan itu bisa bertambah bobot 3 ons selama 3 bulan, maka akan dibeli dengan harga yang lebih tinggi dari pasaran. Tantangan itu bak pelecut baginya. Santoso akhirnya berhasil membuat gemuk ikan-ikannya itu dalam waktu yang sesuai permintaan. “Ngasih makannya sedikit-sedikit biar jadi daging,” ucapnya. Hasil penjualan ikan tersebut kemudian dipergunakan untuk membayar hutang-hutangnya. Pada 1998, ia lalu melebarkan sayap dengan budidaya ikan hias jenis Koi. Sedikit demi sedikit, dirinya mulai merasakan hasilnya. Sukses dengan koi, tidak membuatnya puas. Mulai tahun 2007 dia mengembangkan arwana silver. Kini dia menjadi satu-satunya petani ikan arwana di Berbah. Bahkan di Pulau Jawa dia menjadi petani ikan pertama yang berani melawan mitos bahwa arwana hanya bisa dikembangkan di Pulau Kalimantan dan tidak akan bisa berkembang di tanah Jawa “Memang butuh ketelatenan untuk mengembangkan arwana. Apalagi arwana juga sangat bergantung dengan cuaca. Saat ini Santoso juga dipercaya sebagai Pengawas di Asosiasi Pecinta Koi Indonesia itu mengelola kolam seluas 1,4 hektare. Diisi dengan ikan-ikan hias seperti Koi, Arwana, maupun jenis lainnya. Pendapatannya pun kini sudah mencapai ratusan juta. Dari hasil penjualan ikan hias yang nilainya bisa jutaan untuk seekor saja, dengan mempertimbangkan ukuran dan kualitasnya. Santoso selain bisa menghidupi keluarganya juga merekrut 11 tetangganya untuk menjadi karyawannya.

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 28


ENTERPRENEUR Mantan Karyawan Hasilkan Omzet 40 M /per tahun

B

erhenti menjadi karyawan, keputusan berani pria bernama Nurhadi untuk berwirausaha dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar rupanya berbuah manis. Terbukti, dia kini sukses memiliki industri pengolahan hasil perikanan yang mampu memasok produknya ke luar negeri. Nurhadi bercerita, awalnya dia merupakan karyawan biasa. Namun karena jeli melihat peluang produk olahan dari bahan baku ikan, dirinya memutuskan untuk berhenti bekerja dan membangun perusahaan sendiri. Perusahaan bernama PT Parlevliet Paraba Seafood yang berlokasi di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan ini awalnya hanya mengolah ikan tuna. Namun berkat kejelian Nurhadi terhadap produk perikanan, kini perusahaan miliknya tersebut telah mampu memproduksi Tuna Lion segardan beku, tuna steak, tuna saku, kakap merah fillet, gold banded fillet dan mahi-mahi fillet. “Saya dulunya karyawan, saat melihat ada peluang pada 1999 saya memundurkan diri. Dulu saya coba kecil-kecilan suplai ke pabrik-pabik, juga pengiriman antar pulau. Pada 2000 lalu, saya awalnya hanya tuna, sekarang macammacam, mulai dari tuna, ikan pelagis, kakap merah, hingga kerapu,” ujarnya di Jakarta, Minggu (13/12/2015). Nurhadi mengaku saat memutuskan untuk berhenti dari perusahaan tempatnya bekerja, hanya mengantongi uang Rp 4 juta.

Uang tersebut yang kemudian dipakai sebagai modal usaha yang baru dirintisnya kala itu. Di tahap awal, Nurhadi kesulitan mendapatkan bantuan permodalan dari perbankan. Hal ini salah satunya karena tidak adanya jaminan untuk mengajukan kredit usaha ke bank. “Keluar dari perusahaan hanya punya uang Rp 4 juta. Jadi usaha itu dari modal sendiri. Baru pada 2012 kami dibantu bank swasta, karena kami sudah miliki tempat, juga investasi untuk jaminan,” kata dia. Nurhadi mengaku, selama ini tidak pernah mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan baku ikan segar. Hal ini karena Indonesia punya laut yang luas sehingga banyak sumber daya perikanan yang seharusnya bisa dimanfaatkan secara maksimal. “Pembelian bahan baku dari Gorontalo, Palu, Ternate sampai Irian,” lanjutnya. Merasa ada peluang dari usaha pengolahan ikan tuna, ia pun bersedia menapaki segalanya dari bawah. Rajin mengirim ikan olahannya ke pabrik-pabrik di sekitaran pulau Sulawesi “Pada Tahun 2000 lalu, saya awalnya hanya tuna, sekarang macammacam, mulai dari tuna, ikan pelagis, kakap merah, hingga kerapu.” Konsentrasi kerja saat itu segera merapat pada jalur ekspedisi ikan antar pulau. Jurnal transaksi komoditi ikan berasal dari daerah-daerah yang cukup terpencil, yakni Ternate, Irian, Palu, Gorontalo, dan banyak lagi. Nah, berkat kinerja tersebut lah, usahanya dengan cepat mampu berkembang pesat. Terhitung sejak tahun 2012, banyak para investor swasta rela meneken kontrak

29 | MAInfo

kerja sama dengan perusahaannya. Pengalaman selama 12 tahun lebih telah membawanya kedalam bentuk ruang eksponen bisnis yang semakin memadai. Yakni, bukti hasil kerja yang mendapatkan kepercayaan dari para Bankir. Mereka tak segan untuk segera menggelontorkan bantuannya dalam bentuk dana keuangan. Langsung saja omzet perusahaannya, PT Parlevliet Paraba Seafood bertengger pada angka Rp. 40 Miliar untuk setiap tahunnya. Padahal dulunya hanya sekitar Rp. 5 jutaan dan jangkauan pasarnya tak lebih berupa penghasilan dari transaksi pasar lokal. Sejak saat itu atau kira-kira pada tahun 2014, olahan ikan tuna dari PT Parlevliet Paraba Seafood memprioritaskan 100% komoditasnya untuk ekspor ke berbagai wilayah internasional. Bersama tenaga kerja yang saat ini berjumlah 60 orang, Pak Nurhadi memprioritaskan pangsa pasar produksi Ikan Tuna nya ke Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Amerika Latin, dan Negara-negara di Benua Eropa. Adapun jenis-jenis produk adalah Tuna Steak, Tuna Saku, Tuna Loin Fresh, Mahi-mahi Fillet, kakap Merah Fillet, dan Gold Banded. Kini hasil jeri payah Nurhadi yang merintis usaha dari bawah telah membuahkan hasil. Jika di awal omset usahanya hanya hitungan juta, kini meningkat hingga menembus Rp 40 miliar per tahun. “Omset perkembangan bagus, awalnya karena masih untuk pasar lokal penghasilan waktu itu Rp 5 juta10 juta, sekarang satu tahun bisa dapat Rp 40 miliar dan 100% ekspor. “ jelasnya.

Edisi September - Desember 2018


INOVASI/ TEKNOLOGI Inovasi Teknologi Akustik Untuk Menunjang Budidaya di Indonesia

T

eknologi akustik bawah air biasa disebut hydroacoustic atau underwater acoustics yang semula ditujukan untuk kepentingan militer telah berkembang dengan sangat pesat dalam menunjang kegiatan non-militer. Dengan teknologi mutahir, teknologi akustik bawah air dapat digunakan untuk kegiatan penelitian, survey kelautan dan perikanan baik laut wilayah pesisir maupun laut lepas termasuk laut dalam bahkan dapat digunakan diperairan dengan kedalaman sampai dengan 6000 meter. Teknologi akustik bawah air dapat digunakan untuk mendeteksi sumberdaya hayati dan non-hayati baik termasuk survey populasi ikan yang relatif lebih akurat, cepat dan tidak merusak lingkungan dibandingkan dengan teknik lain seperti metode statistik dan perhitungan pendaratan ikan di pelabuhan (fish landing data).

Berikut merupakan beberapa contoh penerapan teknologi akustik bawah air yang sudah diterapkan selama ini. Pengukuran Kedalaman Dasar Laut (Bathymetry) Pengukuran kedalaman dasar laut dapat dilakukan dengan Conventional Depth Echo Sounder dimana kedalaman dasar laut dapat dihitung dari perbedaan waktu antara pengiriman dan penerimaan pulsa suara. Dengan pertimbangan sistim Side-Scan Sonar pada saat ini, pengukuran kedalaman dasar laut (bathymetry) dapat dilaksanakan bersama-sama dengan pemetaan dasar laut (Sea Bed Mapping) dan pengidentifikasian jenis-jenis lapisan sedimen dibawah dasar laut (subbottom profilers). (maman_hermawan.htm)

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 30


INOVASI/ TEKNOLOGI Pengidentifikasian Jenisjenis Lapisan Sedimen Dasar Laut (Subbottom Profilers) Seperti telah disebutkan diatas bahwa dengan teknologi akustik bawah air, peralatan side-scan sonar yang mutahir dilengkapi dengan subbottom profilers dengan menggunakan prekuensi yang lebih rendah dan sinyal impulsif yang bertenaga tinggi yang digunakan untuk penetrasi kedalam lapisan-lapisan sedimen dibawah dasar laut. Dengan adanya klasifikasi lapisan sedimen dasar laut dapat menunjang dalam menentukkan kandungan mineral dasar laut dalam. Dengan demikian teknologi akustik bawah air dapat menunjang esplorasi sumberdaya non hayati laut. Pemetaan Dasar Laut (Sea bed Mapping) Dengan teknologi side-scan sonar dalam pemetaan dasar laut, dapat mengahsilkan tampilan peta dasar laut dalam tiga dimensi. Dengan teknologi akustik bawah air yang canggih ini dan dikombinasikan dengan data dari subbottom profilers, akan diperoleh peta dasar laut yang lengkap dan rinci. Peta dasar laut yang lengkap dan rinci ini dapat digunakan untuk menunjang penginterpretasian struktur geologi bawah dasar laut dan kemudian dapat digunakan untuk mencari mineral bawah dasar laut.

(Underwater archeology) dengan tujuan untuk mengangkat dan mengidentifikasikan kepermukaan laut benda-benda yang dianggap bersejarah. Penentuan jalur pipa dan kabel dibawah dasar laut Dengan diperolehnya peta dasar laut secara tiga dimensi dan ditunjang dengan data subbottom profiler, jalur pipa dan kabel sebagai sarana utama atau penunjang dapat ditentrukan dengan optimal dengan mengacu kepada peta geologi dasar laut. Jalur pipa dan kabel tersebut harus melalui jalur yang secara geologi stabil, karena sarana-sarana tersebut sebagai penunjang dalam eksplorasi dan eksploitasi di laut. Analisa Dampak Lingkungan di Dasar Laut Teknologi akustik bawah air Side-Scan Sonar ini dapat juga menunjang analisa dampak lingkungan di dasar laut. Sebagai contoh adalah setelah eksplorasi dan ekploitasi sumber daya hayati di dasar laut dapat dilakukan, Side-Scan Sonar dapat digunakan untuk memonitor perubahan-perubahan yang terjadi disekitar daerah eksplorasi tersebut. Pemetaan dasar laut yang dilakukan setelah eksplorasi sumber daya non-hayati tersebut, dapat menunjang analisa dampak lingkungan yang telah terjadi yang akan terjadi.

Pencarian kapal-kapal karam didasar laut Pencarian kapal-kapal karam dapat ditunjang dengan teknologi side-scan sonar baik untuk untuk kapal yang sebagian terbenam di dasar laut ataupun untuk kapal yang keseluruhannya terbenam Teknologi akustik bawah air ini dapat menunjang eksplorasi dan eksploitasi dalam bidang Arkeologi bawah air

31 | MAInfo

Baru-baru ini Sistem teknologi akustik juga tel ah diterapkan pada produksi udang. Sistem AQ1 (Tasmania dan Australia) baru-baru ini mengembangkan sistem kontrol pada pakan berbasis sensor pertama di dunia yang berlaku untuk udang. Sistem pakan umpan balik ini menggunakan teknologi sonik untuk mengukur intensitas pemberian pakan. Sistem sound-feeding memiliki algoritma penyaringan yang kompleks untuk menganalisis sound-feeding dari udang dan Adaptive Feeding Algorithms untuk mengontrol output pakan agar sesuai dengan intensitas pemberian makan. Sistem ini dilengkapi dengan sensor sonik, suhu, dan oksigen terlarut (DO) yang secara otomatis mencatat informasi real-time ke komputer yang terhubung ke jaringan. Hal ini memungkinkan observasi permintaan pakan secara real-time berkorelasi dengan waktu dan pergeseran parameter kualitas air (suhu dan oksigen terlarut). Sistem ini telah diinstal beberapa tambak komersil di berbagai teknologi produksi udang mulai dari intensif hingga superintensif. Monitor akustik ini memungkinkan aktivitas makan udang untuk dimonitor sehingga didapatkan pengaturan pakan secara real-time berdasarkan permintaan. Hal ini berarti aplikasi pakan akan ditingkatkan

Edisi September - Desember 2018


INOVASI/ TEKNOLOGI Tabel Ringkasan peningkatan produksi udang selama satu siklus produksi penuh seperti yang dilaporkan oleh AQ1

selama masa pakan aktif. Seperti yang diharapkan, peningkatan akan bervariasi namun terbukti telah dapat meningkatkan pemanfaatan pakan udang dan tingkat pertumbuhan udang di berbagai teknologi. Peningkatan global berdasarkan intensitas dirangkum dalam Tabel 1, hal tersebut menunjukkan fleksibilitas sistem ini. Set-up Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 13 minggu di Pusat Budidaya Laut Claude Peteet, Gulf Shores, Alabama 16 pada 0,1 ha tambak dengan padat penebaran 38 udang/m2 (berat awal 0,036 gram). Penelitian ini menggunakan empat perlakuan dengan pemberian pakan standart (SFP) yang didasarkan pada asumsi pertumbuhan, FCR, dan asumsi kematian. Perlakuan yang digunakan adalah dengan pemberian pakan secara manual sebanyak 2 kali sehari (8 pagi dan 4 sore) (SFP), pemberian pakan dengan automatic feeder dengan pengatur waktu sebanyak 6 kali pemberian pakan (8 pagi, 10 pagi, 12 siang, 2 siang, 4 sore dan 6 sore) dengan penambahan pakan SFP sebanyak 15 dan 30% (Timer 15 dan Timer 30) dan yang terakhir dengan menggunakan automatic feeder sistem akustik (AQ1) dengan waktu pemberian pakan antara pukul 7 pagi dan 7 malam

Grafik Jumlah pakan (kg/ha) dan produksi (kg/ha) selama 16 minggu penelitian hingga batas maksimum 15 kg/ hari atau 150 kg/ha/hari. Semua kolam perlakuan diberi pakan Zeigler Raceway 1,5 mm selama 15 hari pertama kemudian Zeigler SI-35 2,4 mm untuk waktu penelitian yang tersisa. Semua kolam diberikan jumlah pakan yang sama selama empat minggu pertama, namun untuk perlakuan automatic feeding dengan pengatur waktu dan automatic feeding AQ 1 diberikan pakan sebanyak 6 kali sehari dimulai dengan minggu ketiga, dan AQ1 mulai mengkontrol pemberian pakan sendiri mulai dari minggu ke lima. Bobot individu pada akhir penelitian dengan 4 perlakuan (SFP, Timer 15, Timer 30, dan AQ1) masing-masing sebesar 19.7, 25.1, 27.25 dan 31 gram. Hasil tersebut menunjukkan adanya pe= ningkatan bobot udang secara signifikan. Input pakan juga menunjukkan peningkatan

yang signifikan yaitu antara pemberian pakan SFP dengan pemberian pakan sebanyak 2 kali sehari secara manual (5.250 kg/ha) dibandingkan dengan sistem AQ1 (900.2 kg/ ha). Selain itu, tidak terdapat perbedaan yang nyata pada survival rate (58.5-63.9%), FCR (1,.07-1.24) dan harga pakan ($1.04-$1.20). Pada kualitas air, tidak didapatkan hasil yang berbeda nyata selain DO, karena perlakuan AQ1 memiliki DO yang lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lain. Rendahnya DO pada perlakuan AQ 1 (<3.0 mg/L) disebabkan oleh input pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain.

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 32


INOVASI/ TEKNOLOGI

Tabel Ringkasan peningkatan produksi udang selama satu siklus produksi penuh seperti yang dilaporkan oleh AQ1 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah pemberian pakan harian khususnya dengan menggunakan sistem pemberian pakan otomatis, dapat meningkatkan masukan pakan sehingga asupan dan pertumbuhan udang juga meningkat yang akhirnya dapat meningkatkan produksi udang L. vannamei. Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan, pemberian pakan dengan automatic feeding yang didasarkan pada permintaan makan memungkinkan adanya peningkatan input pakan tanpa menyebabkan over feeding. Karena sistem AQ1 mengelola input pakan secara instan, ia akan merespon aktivitas makan udang tanpa membuang pakan. Dengan demikian, dapat meningkatkan konversi dan pertumbuhan pakan. Gabungan peningkatan input pakan, peningkatan FCR dan peningkatan pertumbuhan akan menyebabkan peningkatan efisiensi ekonomi yang

pada gilirannya akan dengan mudah mengimbangi biaya peralatan. Mengingat bahwa semua teknologi ini mengarah pada peningkatan input pakan, dampak pada kualitas air dan karakteristik produksi juga harus dipertimbangkan. Masukan pakan yang lebih tinggi membutuhkan peningkatan oksidasi atau tingkat aerasi yang lebih tinggi. Fasilitas yang saat ini digunakan menggunakan kapasitas aerasi tetap sehingga ketika input pakan meningkat dari hari kehari menyebabkan nilai DO yang rendah yaitu berada di bawah 3 ppt. Hal ini menunjukkan bahwa, interaksi manajemen pakan dan kualitas air juga perlu untuk dipertimbangkan dengan cara mengelola semua sumber polutan. Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah lama masa dan ukuran udang saat panen. Dalam penelitian ini, waktu yang diperlukan untuk panen menjadi berkurang karenaerjadinya peningkatan pertumbuhan hampir 2 kali lipat. Bahkan jika kita meng

33 | MAInfo

inginkan untuk memanen udang dengan bobot 20 gram, kita dapat menjalankan siklus produksi 60 hari daripada siklus produksi 90 hari dengan bobot 35 gram. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa ketika teknologi baru telah diadopsi, maka harus dilakukan penyesuaian juga pada prosedur operasional untuk mengakomodasi perubahan dalam operasi. Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa peningkatan input pakan, aplikasi dari teknologi adaptif dan pengelolaan SDM untuk pemberian pakan harus dipertimbangkan untuk menerapkan teknologi terbaru. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan sistem otomatis, sistem otomatis terbukti lebih efisien dan sudah saatnya untuk meninggalkan sistem manual dengan pemberian pakan menggunakan tangan dan beralih kepada sistem otomatis dengan menyesuaikan sistem produksi dengan teknologi yang baru.

Edisi September - Desember 2018


Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 34


ORGANISASI

HSNI-Tameng Perjuangan Nelayan Indonesia

S

ebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki laut yang dapat dikelola sebesar 5.8 juta km2 dan memiliki potensi serta keanekaragaman sumber daya kelautan dan perikanan yang sangat besar. Namun, didalam pengelolaannya belum ditangani dengan baik dan professional. Sehingga, sebagian besar masyarakat Indonesia masih hidup memprihatinkan termasuk masyarakat nelayan Indonesia. Perikanan, salah satu sektor yang diandalkan untuk pembangunan nasional serta sumber mata pencaharian nelayan, perlu dipertahankan keberlanjutannya. Bukan sekedar tingkat penangkapan perikanan, namun juga aspek-aspek lain seperti ekosistem, struktur sosial-ekonomi, komunitas nelayan dan pengelolaan kelembagaannya. Pengembangan perikanan haruslah mempertimbangkan bio-technicosocio-economic approach yaitu secara biologi tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumber daya ikan, secara teknis alat tangkap harus efektif untuk dioperasikan, secara sosial alat tangkap dapat diterima oleh masyarakat nelayan dan secara ekonomi harus menguntungkan. Ketua Umum DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Dr. H. Yussuf Solichien, MBA, M.Si,Ph.D, mengatakan bahwa sejak kemerdekaan Indonesia hingga saat ini, taraf hidup dan kesejahteraan nelayan Indonesia masih terjerat kemiskinan kultural maupun struktural. Ini menjadi tantangan bagi semua stakeholder untuk bersama memperhatikan pembangunan

Kelautan Perikanan, sehingga nelayan lebih bermartabat dan sejahtera. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) merupakan organisasi masyarakat berbasis nelayan yang telah diformalkan oleh pemerintah. HNSI bersifat profesi, non politik dan independen yang menganggap bahwa seluruh nelayan adalah anggota HNSI. Eksistensi organisasi HNSI lebih difokuskan pada pembinaan dan pemberdayaan serta menyuarakan nasib nelayan, seperti dalam hal subsidi BBM, pemberian kredit pemerintah, bantuan dana bergulir, dan lainlain. HNSI fokus dalam hal provokasi dan advokasi nelayan. Dalam hal ini, HNSI memprovokasi pemerintah dan lembaga nonpemerintah untuk peduli terhadap nelayan. Anggaran pemerintah yang menyangkut pemberdayaan nelayan, kita awasi betul sampai atau tidak kepada sasaran. HNSI bertindak sebagai control sosial, ungkap Yussuf. HNSI Resmi berdiri pada tanggal 21 Mei 1973 dan didirikan langsung oleh Presiden RI saat itu, Soeharto. Pada jaman Orde Lama, Yussuf menjelaskan bahwa nelayan adalah salah satu Soko Guru Revolusi. Anggapan yang relevan selama Indonesia tetap menjadi negara maritim. Pergantian pemerintahan Orde Baru, mentransformasikan nelayan sebagai Soko Guru Pembangunan. Sebagai negara maritim, nelayan adalah pilar negara. Sebagai agraris, petani pilarnya. Kalau pilar ini lemah, maka negara lemah. Maka Soeharto, Presiden RI saat itu menginginkan dua pilar ini harus kuat,jelas Yussuf.

35 | MAInfo

Edisi September - Desember 2018


ORGANISASI Tujuan utama HNSI dibentuk adalah sebagai wadah perjuangan nelayan. Seiring dengan kondisi sosial politik Indonesia saat itu, HNSI sempat menjadi motor politik Orde Baru, namun dengan bergulirnya Era Reformasi di Indonesia HNSI otomatis menjadi organisasi bersifat profesi, non politik dan independen. HSNI memiliki jaringan yang sangat kuat, infrastruktur yang dimilikinya kokoh mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Kini, HNSI memiliki 33 DPD (Dewan Pimpinan Daerah) tingkat provinsi, 359 DPC (Dewan Pimpinan Cabang) tingkat Kabupaten/Kota serta tidak kurang dari 16,2 juta anggota yang berada di sentra-sentra nelayan seluruh Indonesia. Yussuf menjelaskan, sebagai wadah perjuangan nelayan seluruh Indonesia, HNSI memiliki visi berjuang untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan Indonesia. Sedangkan, Misi HNSI, antara lain mengusahakan terlaksananya modernisasi usaha perikanan, memberikan pembinaan bagi masyarakat nelayan dalam bidang

penangkapan, budidaya, pengolahan, pemasaran, kegiatan usaha lain yang terkait, serta mendorong peran koperasi. Kita berjuang agar nelayan sejahtera dengan bekerjasama dengan pemerintah. Dalam hal ini kementerian kementerian yang terkait dengan kelautan dan perikanan, ujarnya Misi lain HNSI, yakni mengusahakan terpenuhinya syarat pendukung peningkatan taraf hidup nelayan. Seperti sarana-prasarana usaha perikanan, modal usaha, perumahan, kesehatan, pendidikan serta lingkungan hidup yang layak bagi nelayan dan keluarganya. Peningkatan partisipasi nelayan guna percepatan pencapaian tujuan pembangunan nasional. Serta memperjuangkan peraturan perundang-undangan yang memberikan jaminan dan perlindungan hukum bagi kepentingan nelayan Indonesia. Kami bertekad untuk teruskan perjuangkan nasib nelayan Indonesia agar lebih bermartabat dan sejahtera, janji Mayor Jenderal TNI Marinir (purn) Yussuf Solichien.

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 36


KOMODITAS PRIMADONA

Vaname, Pendatang yang jadi primadona ekspor

U

dang Vaname (Litopenaeus Vannamei) adalah salah satu jenis udang introduksi yang berasal dari Pantai Pasifik Barat Amerika Latin yang kemudian meluas ke Asia dan diperkenalkan di Indonesia pada tahun 2001. Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik mengatakan, awalnya jenis ini dibawa dari luar kemudian dikembangkan di Indonesia. Udang yang dikenal sebagai udang putih ini kini telah menjelma sebagai komoditas yang potesial dihampir seluruh wilayah Inonesia. Udang yang banyak dibilang punya protein tinggi dan rasa daging yang gurih ini sangat digemari oleh masyarakat dalam negeri dan luar negeri. Maka tak ayal ekspor Udang Vaname selalu meningkat dari tahun ke tahun. Udang Vaname telah menjadi primadona ekspor karena memiliki keunggulan sebagai komoditas perikanan yang bisa tahan lama dalam penyimpanan dan memiliki tingkat adaptasi yang baik yang membuat kemungkinan udang mati menjadi kecil.

“Dibawa dari luar melalui proses yang panjang sampai jadisatu komoditas karena daya kuatnya lebih tahan. Ada di seluruh Indonesia,� ujarnya (1/7/2018). Jika demikian karena kelengsungan hidup Udang Vannamei ini cukup tinggi maka peternak akan terhidar dari kerugian yang besar. Selain itu, panen Udang Vaname ini cukup cepat karena udang ini memiliki laju pertumbuhan yang cepat pada bulan pertama dan Udang Vaname memiliki nafsu makan yang tinggi. Hanya dalam tempo 15 hari, sejak tebar telur, Udang ini sudah berukuran PL 6 atau post larva yang siap untuk dipanen dan dijual pada petani pembesaran udang vaname. Itulah beberapa kelebihan udang vaname yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam menghadapai pasar diera ini. Dari beberapa keunggulan udang vanamei tersebut, pasar pun kemudian meresponnya dengan baik. Karena dengan kualitas yang dimiliki serta harga yang terjangkau dan stabil membuat udang vaname selalu menjadi pilihan istimewa bagi penjual dan pembelinya.

37 | MAInfo

Edisi September - Desember 2018


KOMODITAS PRIMADONA Tidak hanya pasar dalam negeri, udang vaname produksi Indonesia ini kini juga telah menjadi komoditas favorit untuk sajian restoran berkelas di luar negeri. Riza menyampaikan, dalam istilah ekspor di pasar internasional, udang disebut sebagai white gold atau emas putih karena pasarnya yang mengikuti perkembangan nilai tukar. “Ada dua dua porors, poros Amerika Serikat dan Jepang. Kalau dolar menguat ke Amerika Serikat, kalau yen menguat ke Jepang,” katanya. Karena itu, Ia menjelaskan, dalam situasi menjadi komoditas global itu maka udang juga akan terikat dengan standar lingkungan bila Indonesia ingin memperkuat akses ke pasar tadi. “Ke Jepang atau Amerika Serikat maka disaat yang sama kita lakukan koreks(akr)i terhadap pelaku usaha dalam kegiatan budidaya. Jadi ini penting proses tiga aspek yakni lingkungan, keadilan, dan kesehatan harus sinergi, kita harus segera tangkap sinyal positif,” katanya. Riza yang juga sebagai Tenaga Ahli Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) mengungkapkan, pemerintah sedang mendorong keringanan akses permodalan bank mikro

nelayan untuk mengembangkan komoditas perikanan melalui “Pak Jokowi pada Ramadhan lalu meluncurkan bank mikro nelayan, ini tepat sekali dalam jawab percepatan industri perikanan dalam negeri. Kalau bisa didorong, bisa optimal dalam membesarkan ekonomi,” tutur dia. Di sisi lain, peluang yang besar ini ditambahkan Riza jangan digarap secara serampangan, melainkan ditangkap dengan melakukan koreksi dalam pengelolaan udang pada masa lalu yang secara lingkungan tidak ramah. “Merusak hutan mangrove, pakai obat kimia, secara sosial tidak ramah karena merugikan petambak, ini harus kita koreksi. Saat ini juga sudah banyak teknologi ramah lingkungan yang sudah diterapkan di Indonesia, budidaya supra intesive contohnya. Pengembangan tambak dengan teknologi super intensif menitikberatkan pada prinsip akuakultur berkelanjutan dengan pendekatan blue economy. Dimana produksi yang tinggi dengan memanfaatkan ruang budidaya yang kecil harus menjamin kelestarian lingkungan hidup khususnya perairan pesisir dan laut bagi keberlanjutan usaha akuakultur

yang berdaya saing tinggi. BPPBAP telah mengkaji estimasi beban limbah pada budidaya udang vaname super intensif. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik air limbah khususnya untuk variabel Fosfat, Bahan Organik Total, Padatan Tersuspensi Total telah melebihi ambang batas standar buangan air limbah budidaya udang. Oleh karena itu menjadi kebutuhan dalam penerapan teknologi super intensif ini adalah Instalasi Pengelolaan Air Limbah(IPAL). Salah satu upaya yang dilakukan adalah pembangunan tandon air limbah yang terdiri dari kolam pengendapan, oksigenasi, biokonversi dan penampungan. Skema perhutanan sosial bisa dilakukan untuk membangun kemitraan yang adil, pemerintah punya lahan diberikan ke masyarakat untuk dimanfaatkan dan dipulihkan,” pungkas dia. Sebelumnya, tujuan utama pasar ekspor mengalami kenaikan ke Amerika Serikat (AS) 12,82%, Jepang naik 8,31%, Asia Tenggara naik 3,42%, China naik 11,28%, dan Uni Eropa naik 9,38%.

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 38


TANYA PEMBACA

Budidaya udang vaname Budidaya udang Vaname merupakan bisnis yang menjanjikan. Udang Vaname adalah udang yang tinggal di kawasan sub-tropis. Prospek budidaya udang vaname di Indonesia sangat bagus, selain permintaan domestik yang tinggi peluang ekspor juga terbuka lebar. Banyak kelebihan yang dimiliki udang Vaname. Daging yang empuk dan enak, proses budidaya yang relatif cepat. Dengan demikian keuntungan akan semakin cepat didapatkan. Dan perputaran modalpun semakin cepat.

Bagaimana memilih lokasi yang baik untuk budidaya udang vaname? Dalam budidaya udang, 60% keberhasilan ditentukan oleh pemilihan lokasi dan persiapan lahan. Usahakan lokasi budidaya dekat dari sumber air, baik berasal dari sungai atau dari laut dan bebas dari banjir dengan jumlah cukup selama proses budidaya. Sumber air tidak tercemar dan berkualitas bagus. Tidak melakukan pengambilan air tanah untuk pengairan tambak, yang dapat menyebabkan intrusi air asin ke dalam akuifer air tawar, serta runtuhnya tanah permukaan. Tekstur tanah yang baik yaitu liat berpasir, dengan fraksi liat minimal 20% agar tanah tidak porous (dapat menahan air). Memastikan tanah tidak mengandung pyrit/zat besi. Pyrit ditandai munculnya warna kuning keemasan yang berlebihan pada tanah. Kandungan pyrit dapat diatasi dengan cara reklamasi, yaitu melakukan pengeringan, pembalikan dan pencucian tanah, serta pembuangan air secara berulang. Untuk reklamasi tanah tambak secara total dilakukan dengan pengeringan selama berbulan-bulan, pembalikan dan pencucian berkali-kali. Selain itu, kemudahan akses transportasi juga dapat mendukung kesuksesan budidaya.

Bagaimana karakteristik bibit unggul udang vaname? Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan bibit unggul udang ronggeng, sebelumnya kita juga harus memastikan bahwa bibit udang vaname merupakan bibit yang dihasilkan dari indukan udang vaname unggulan sehingga bibit akan terjamin kualitasnya seperti benur F1, benur jenis ini biasanya diimpor dari luar negri. ciri benur vanamei yang bagus antara lain Jika diamati dari pergerakan, benur yang bermutu akan terlihat lincah. Kalau benur diputar, perputarannya bagus. Secara visual, benur yang berkualitas mempunyai warna cerah, tubuh yang langsing serta tampak padat berisi. Benur memiliki ukuran yang sama dan umur yang paling ideal yakni antara PL-10-PL-12. Alasannya karena pada tahap tersebut, ekor benur sudah mengembang dengan baik dan pada saat ditebar, bisa bergerak ke dasar tambak. Sebaiknya mengambil benur mutu hatchery karena pada setiap hetery sudah memiliki quality control yang baik. Jika memiliki quality control yang bagus, maka kita tidak ragu lagi terhadap kualitas.

39 | MAInfo

Edisi September - Desember 2018


TANYA PEMBACA Hal apa saja yang perlu diperhatikan untuk meminimalisir penyakit? Pengendalian penyakit dapat dilakukan sejak persiapan tambak, pemasukan air, pemilihan benur, dan selama pemeliharaan. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya, Tidak membuang dan mengganti air apabila udang yang dipelihara diketahui terkena virus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit ke perairan umum dan tambak lainnya. Tumbuhan air yang diambil dari petakan tambak, tidak dibuang ke petak lain atau perairan umum karena dikhawatirkan dapat menyebarkan penyakit. Udang yang sakit atau mati segera dikeluarkan dari tambak dan dicelupkan ke larutan formalin, selanjutnya dikubur di luar area petakan tambak. Menerapkan biosekuriti pada seluruh kegiatan dan area pertambakan, yaitu : a) Menyiapkan bak sterilisasi bagi manusia yang ingin masuk ke area tambak, b) Membatasi akses manusia dan hewan pembawa penyakit, antara lain kepiting, burung, dan hewan lainnya untuk masuk ke area tambak dengan pembuatan pagar pembatas dari jaring ke sekeliling tambak. c) Pengendalian hewan berupa burung dapat dilakukan dengan membuat penghalau berupa tali senar di atas tambak Selain itu hal sederhana yang dapat dilakukan untuk membasmi hama tanpa merusak lingkungan sekitar kita bisa menggunakan saponin, Penggunaan saponin hanya saat persiapan tambak. Digunakan untuk memberantas ikan, telur ikan, dan keong. Saponin juga dapat merangsang pergantian kulit udang (molting) dan pertumbuhan alga atau berfungsi sebagai pupuk organik. Saponin direndam dalam wadah yang telah disiapkan selama 6 – 12 jam, agar saponin larut ke dalam air tawar. Taburkan larutan saponin secara merata ke dalam kolam, ampasnya dapat ikut disebarkan di tambak untuk menambah kesuburan tanah. Dosis saponin 15 – 20 ppm jika salinitas 30 ppt ke atas. Jika salinitas di bawah 30 ppt, maka dosis saponin 25 - 30 ppm. Dosis untuk merangsang udang agar molting yaitu 5 – 10 ppm. Pemakaian efektif pada siang hari. Setelah yakin seluruh hama yang ada di petakan tambak mati akibat saponin, selanjutnya dilakukan pengisian air dengan ketinggian minimal 1 m. Bagaimana pengendalian air saat musim hujan seperti sekarang ini? Lakukan pengontrolan perubahan air tambak saat dan sesudah hujan. Ketinggian pintu air harus disesuaikan dengan ketinggian air tambak, agar saat hujan derasm air permu

kaan dapat langsung terbuang melimpa melalui pintu air. Untuk menghindari terjadinya banjir, dapat dilakukan pemasangan stand pipa pada saluran pengeluaran air. Pada saat terjadi hujan, perlu dilakukan pengadukan air tambak dengan kincir untuk menghindari stratifikasi suhu. Kincir air harus selalu diaktifkan pada saat mendung secara terus menerus. Setelah hujan deras, biasanya pH tambak mengalami penurunan, untuk mengatasinya dapat dilakukan penebaran dolomit dengan dosis 5ppm. Kapan Waktu terbaik untuk panen udang vaname? Udang dapat dipanen setelah memasuki ukuran pasar (100 – 30 ind./kg). Untuk mendapatkan kualitas udang yang baik, sebelum panen dapat dilakukan penambahan dolomit untuk mengeraskan kulit udang dengan dosis 6 - 7 ppm. Selain dolomit juga dapat menggunakan kapur CaOH dengan dosis 5 – 20 ppm sehari sebelum panen untuk menaikkan pH air hingga 9 agar udang tidak molting. Panen udang dapat dilakukan secara parsial atau panen total. Panen parsial dilakukan pada pagi hari untuk menghindari udang molting dan DO rendah. Udang telah mencapai ukuran 100 ind./kg (dipanen sebanyak 20 - 30% dari jumlah udang). Panen parsial berikutnya pada ukuran 80 hingga 60 ind/kg. Panen parsial dilakukan menggunakan jala kantong yang baik sehingga udang yang tertangkap tidak mudah terlepas; dasar tempat penjalaan harus keras serta tidak berlumpur agar lumpur tidak mudah teraduk. Untuk memancing udang berkumpul, maka dilakukan pemberian pakan pada tempat penjalaan. Panen total biasanya ketika udang telah mencapai ukuran 40 ind./kg. Panen total dilakukan dengan menggunakan jaring kantong yang dipasang pada pintu air, kemudian dilanjutkan dengan jaring tarik (jaring arad). Udang yang masih tersisa dapat diambil menggunakan tangan. Pengeringan air untuk panen total dilakukan dengan cepat untuk menghindari udang molting. Waktu pemanenan maksimal 3 jam, lebih dari itu udang akan stress. Agar udang yang dipanen dapat terjaga kualitasnya, sebelum panen harus dipersiapkan wadah/tempat udang, air dan es dengan jumlah yang cukup dan menjaga kebersihan nya. Udang yang telah dipanen dicuci dengan air bersih dan dibenamkan dalam wadah yang berisi air es dengan suhu - 4 oC, kemudian dibawa ke tempat penampungan untuk dilakukan sortir.

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 40


ALMAMATER

48 Jam Bersama Nemo di Laut Bangsring Banyuwangi

B

anyuwangi Underwater Festival menghadirkan sejumlah kegiatan. Diawali pembukaan dengan menari gandrung di dasar laut kemudian dilanjut dengan menyelam selama 48 jam, mengamati ikan badut (clownfish) atau yang lebih dikenal dengan ikan Nemo di laut Bangsring, Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo. Bangsring Underwater merupakan kawasan konservasi bawah laut yang dikelola oleh nelayan Bangsring, Kecamatan Wongsorejo Banyuwangi. Pada tahun 2017 kelompok nelayan di kawasan ini menerima Kalpataru dari Presiden RI karena mereka mampu merubah mindset dari yang dulunya pengebom ikan, kini aktif melakukan restorasi terumbu karang Pada Event ini Tim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya dan nelayan Samudra Bakti Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur melakukan pengawasan ikan badut (clownfish) atau yang lebih dikenal dengan ikan Nemo selama 48 jam. Pengawasan dilakukan oleh 48 penyelam pendamping dari tim Unversitas Brawijaya dan 96 penyelam utama dari nelayan dan relawan. . Kegiatan ini selain melibatkan peserta terbanyak juga mampu memberikan nilai tambah untuk meraih rekor MURI. Pengawasan mulai dilakukan pada Rabu (4/4/2018) dan diakhiri pada Jumat (6/4/2018) di wilayah

perairan laut Bangsring dengan kedalaman antara 5-4 meter. “Ada dua bunga karang atau anemon yang dijadikan titik pengawasan. Jaraknya berdekatan. Pengawasan dilakukan secara bergantian oleh tim selama 48 nonstop secara bergantian termasuk pengawasan malam hari,” kata Dewa Gede Raka Wiadnya (58), dosen Fakultas Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Jumat (6/4/2018). Ia mengatakan untuk penyelam pendamping bergantian setiap satu jam sekali, sedangkan penyelam utama bergantian setiap 30 menit sekali. Setiap pergantian maka akan ada kesepakatan terkait gerak-gerik nemo yang harus disepakati oleh kedua belah pihak yaitu antara penyelam utama dan penyelam pendamping. Laki-laki yang akrab dipanggil Gede t ersebut menjelaskan selama pengawasan ditemukan ada empat ekor ikan Nemo yang tinggal di Anemon tersebut yang terdiri dari 2 ikan Nemo dewasa dan 2 ikan Nemo anakan. Saat hari pertama pengamatan, posisi satu ikan Nemo dewasa berada di Anemon yang berukuran lebih kecil, sedangkan posisi 3 ikan Nemo lainnya di Anemon yang lebih besar. “Kuat dugaan Nemo yang sendiri itu adalah jantan, sedangkan yang l ainnya adalah betina yang menjaga dua anaknya. Memang ikan Nemo ini tinggal dalam satu keluarga. Saat malam hari, mereka berkumpul di satu Anemon yang berukuran lebih besar,” jelas Gede.

41 | MAInfo

Selama pengamatan 48 jam, ada hal menarik yang ditemukan yaitu posisi Nemo saat berenang selalu berhadapan dengan arus. Selain itu, dalam posisi terancam, Nemo selalu sembunyi di dalam Anemon. Menurut Gede, Anemon memiliki tentankel yang bisa menyengat ikan yang mendekat, namun sengatan tersebut tidak berpengaruh kepada ikan Nemo, sehingga Anemon menjadi tempat perlindungan yang aman bagi ikan Nemo. “Ada lendir khusus di tubuh Nemo sehingga dia tidak tersengat oleh Anemon dan menjadikan Anemon sebagai rumah dan tempat dia mencari makan. Jadi saat merasa terancan, Nemo akan menenggelamkan diri pada tentakel Anemon untuk sembunyi. Kalau ikan lain ya pasti tersengat,” kata Gede. Selain itu, Gede menjelaskan jika Ikan Nemo adalah salah satu indikator perairan laut tersebut masih baik, karena ikan Nemo tinggal di Anemon dan Anemon hanya bisa tumbuh dengan baik di terumbu karang yang sehat. Jika terumbu karang di perairan tersebut rusak, maka dipastikan tidak akan ada ikan Nemo yang tinggal karena Anemon sebagai perlindungan Nemo juga tidak ada. “Di laut Bangsring termasuk bagus karena dalam setengah hektar ada 12 titik Anemon. Ikan Nemo ini tidak bisa berenang jauh karena pasti akan dimakan oleh ikan yang lebih besar. Jadi jika pun harus perpindah tempat dia menggunakan Anemon yang dekat dengan karang,” kata Gede. Terumbu karang yang ada laut Bangsring merupa-

Edisi September - Desember 2018


ALMAMATER kan satu garis lurus dari utara hingga selatan mulai dari Pantai Pasir Putih Situbondo, Baluran, Pulau Tabuhan hingga ke Pulau Menjangan Bali dan menyambung hingga ke laut Muncar. “Sayangnya garis karang itu terputus di wilayah perairan laut Ketapang karena digunakan jalur penyeberangan kapal Jawa dan Bali,” ujar Gede.

Pengawasan ikan Nemo juga dilakukan pada malam hari di Pantai Bangsring, Banyuwangi, Jatim, Jumat (6/4/2018).(ARSIP TIM FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA).

Para penyelam yang melakukan pengawasan wajib memiliki lisensi diving. Selain itu juga ada tim penyelamat yang siap sedia baik saat penyelaman siang atau malam hari. “Jika malam, kita letakkan lampu di bendera yang ada permukaan air dan penyelaman dibantu dengan senter. Semua penyelam yang ikut kita foto. Kita data nama dan alamatnya termasuk ada tim khusus untuk mengabdikan foto di bawah laut. Nanti data tersebut akan kami ajukan untuk pemecahan rekor Muri,” jelas Gede. Ia menjelaskan pengawasan ikan Nemo selama 48 jam tersebut bertujuan untuk media belajar bersama antara para nelayan dan tim dari universitas. Termasuk juga melatih kesabaran karena tidak mudah melakukan pengawasan di bawah air selama 30 menit. Selain itu, ikan Nemo dipilih karena ikan yang lucu tersebut menjadi salah satu indikator perairan laut. “Jika

karang rusak, ada sedimentasi maka akan tertutup dan tidak ada ikan Nemo,” katanya. Sementara itu Ikhwan Arif selaku Ketua Kelompok Nelayan Samudra Bakti mengatakan ikan Nemo sempat hilang dari perairan Bangsring karena selama belasan tahun, mereka masih menggunakan potas, dan bom untuk menangkap ikan serta mengambil karang. Sejak tahun 2008. kelompok nelayan tersebut mulai melakukan transplantasi karang secara swadaya untuk mengembalikan kondisi karang di perairan Bangsring. “Sedikit demi sedikit karang di sini sudah mulai membaik dan sejak 5 tahun terakhir Nemo sudah banyak di sekitar sini. Bahkan menjadi salah satu atraksi wisata untuk mereka yang snorkeling atau diving. Namun karena ini wilayah konservasi, kami tidak mengizinkan sama sekali penangkapan ikan dengan cara apa pun di 15 hektar wilayah konservasi. Ini untuk melindungi perairan ini agar tidak rusak lagi,” kata Ikhwan. Walaupun menjadi tempat wisata, Pantai Bangsring atau yang dikenal dengan Bangsring Underwater tetap menerapkan aturan konservasi. Dia mengatakan pengamatan Nemo selama 48 jam adalah rangkaian Banyuwangi Underwater Festival dan juga Hari Nelayan yang dirayakan pada 6 April. “Kami akan daftarkan kegiatan pengawasan ikan nemo selama 48 jam ini ke Muri,” pungkasnya. “Ada lendir khusus di tubuh Nemo sehingga dia tidak tersengat oleh Anemon dan menjadikan Anemon sebagai rumah dan tempat dia mencari makan. Jadi saat merasa terancan, Nemo akan menenggelamkan diri pada tentakel Anemon untuk sembunyi. Kalau ikan lain ya pasti tersengat,” kata Gede. Selain itu, Gede menjelaskan jika

Ikan Nemo adalah salah satu indikator perairan laut tersebut masih baik, karena ikan Nemo tinggal di Anemon dan Anemon hanya bisa tumbuh dengan baik di terumbu karang yang sehat. Jika terumbu karang di perairan tersebut rusak, maka dipastikan tidak akan ada ikan Nemo yang tinggal karena Anemon sebagai perlindungan Nemo juga tidak ada. “Di laut Bangsring termasuk bagus karena dalam setengah hektar ada 12 titik Anemon. Ikan Nemo ini tidak bisa berenang jauh karena pasti akan dimakan oleh ikan yang lebih besar. Jadi jika pun harus perpindah tempat dia menggunakan Anemon yang dekat dengan karang,” kata Gede. Terumbu karang yang ada laut Bangsring merupakan satu garis lurus dari utara hingga selatan mulai dari Pantai Pasir Putih Situbondo, Baluran, Pulau Tabuhan hingga ke Pulau Menjangan Bali dan menyambung hingga ke laut Muncar. “Sayangnya garis karang itu terputus di wilayah perairan laut Ketapang karena digunakan jalur penyeberangan kapal Jawa dan Bali,” ujar Gede. Para penyelam yang melakukan pengawasan wajib memiliki lisensi diving.Selain itu juga ada tim penyelamat yang siap sedia baik saat penyelaman siang atau malam hari. “Jika malam, kita letakkan lampu di bendera yang ada permukaan air dan penyelaman dibantu dengan senter. Semua penyelam yang ikut kita foto. Kita data nama dan alamatnya termasuk ada tim khusus untuk mengabdikan foto di bawah laut. Nanti data tersebut akan kami ajukan untuk pemecahan rekor Muri,” jelas Gede. Ia menjelaskan pengawasan ikan Nemo selama 48 jam tersebut bertujuan untuk media belajar bersama antara para nelayan dan tim dari universitas.

Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 42


43 | MAInfo

Edisi September - Desember 2018


Edisi September - Desember 2018

MAInfo | 44


HARGA IKLAN MAINFO IKLAN HARGA

SPESIFIKASI

Cover II (Sampul Muka Dalam)

Rp. 12.500.000,00

Uk. 21 x 28 Cm

Cover III (Sampul Belakang Dalam)

Rp. 10.000.000,00

Uk. 21 x 28 Cm

Cover IV (Sampul BelakangLuar)

Rp. 15.000.000,00

Uk. 21 x 28 Cm

2 (Dua) Halaman Tengah (Center Spread)

Rp. 20.000.000,00

Uk. 42 x 28 Cm

2 (Dua) Halaman Dalam Adventorial

Rp. 15.000.000,00

Uk. 42 x 28 Cm

1 (Satu) Halaman Warna

Rp. 7.500.000,00

Uk. 21 x 28 Cm

1/2 Halaman Dalam Warna Vertikal

Rp. 5.000.000,00

Uk. 9 x 28 Cm

1/2 Halaman Dalam Warna Horizontal

Rp. 5.000.000,00

Uk. 19 x 19 Cm

Pemasangan Iklan Hubungi: Masyarakat Akuakultur Indonesia MAI Publishing Mussalimun Jl. Dewi Sartika IV No 70 Semarang Telp (024) 8318908 / 085740313146 Email: publishingmai@gmail.com

Informasi Majalah MAInfo: Terbit: Setiap empat bulan sekali Ukuran: Majalah 21x28 cm Halaman: 44 Halaman full colour Penyebaran: Seluruh Indonesia secara online Harga iklan belum termasuk ppn 10% Belum termasuk biaya penulisan artikel advertorial Materi bahan iklan diserahkan sepekan sebelum majalah terbit



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.