Kumpulan Artikel Gerak-Gerik Sejarah
2017
No. 01/Juli-GGS/2017
Sambungan Identitas-Identitas Zaman......... Panorama pemandangan tempo doeloe, contohnya di China Town
Glodok, terlihat
bahwa di sebuah sungai kota Batavia yang “menyatu” dengan rumah-rumah dan gedung. Perahu-perahu dan sampan nampak dengan bebasnya berseliweran di Kali Krukut. Perahuperahu itu biasanya membawa kebutuhankebutuhan dari arah selatan ke utara (Batavia Kota), dan sebaliknya dari arah kota ke pedalaman. Orang Betawi banyak yang menjadi tukang dayung perahu perahu saat itu. Bangunan-bangunan Cina terekam menyatu dengan sungai, pasalnya kala itu banyak elite Cina dan Eropa membangun gedung dan rumah di tepi sungai, parit, dan kanal. Mereka sering berkunjung sesama tetangga dan kerabat dengan menaiki perahu atau sampan yang dikemudikan oleh orang pribumi. Pada setiap kediaman mereka itu, ada tempat untuk menambatkan sampan. Sebelum zaman kolonial Hindia Belanda, bahkan sejak era VOC (kompeni), Batavia telah mempunyai peradaban sungai yang telah mapan. Jumlah kali pada masa VOC mencapai rekornya, karena mereka gemar menggali kali-kali buatan atau biasa disebut ‘kanal’ dan mereka beri nama sebagai “Grachten ”. VOC hendak membuat Batavia seperti kota-kota di negerinya yang mempunyai banyak kanal. Batavia akhirnya digelari sebagai “Venesia dari Timur”. Sungai dan kanal ini mereka jadikan sarana utama angkutan barang dagangan. Di zaman itu mereka menjadikan transportasi air di sungai maupun kanal sebagai “Jalan Tol” hingga muncul istilah nama “Tanah Sereal” artinya angkutan yang lewat di sungai / kanal ini harus membayar biaya tol “Se-Real”, satu Real. Kanal-kanal yang dibangun sebagai sodetan sungai diberi nama-nama Belanda seperti Groonegrach, Leewegrach, ataupun Tysergrach dan banyak lagi. Puluhan kanal yang dibangun Belanda, utama yang ada di Jakarta kota sebagian besar telah berubah fungsi, ada -
Soeloeh Sedjarah
13
Kumpulan Artikel Gerak-Gerik Sejarah
2017
No. 01/Juli-GGS/2017
yang jadi jalan raya dan bahkan pekarangan rumah warga ; tidak mengherankan jika banjir selalu terus jadi momok yang menghantui Jakarta hampir setiap tahun. 5. Penutup Kota Jakarta ternyata memiliki sejarah kaya nan panjang berabad-abad silam. Identitas-identitas tertentu memang cukup banyak yang bersaing di dalamnya untuk sebuah otoritas ; sebut saja dari kerajaan Sunda yang Hindu, kerajaan Demak-Cirebon-Banten yang mewakili keislaman setelah masa Hindu, ada juga orang-orang Portugis yang bersekutu dengan Sunda serta keturunan mereka yang disebut sebagai orang Mardijker, ditambah lagi dengan orang-orang Belanda sejak zaman VOC dilanjutkan dengan Hindia Belanda dan sempat menghadapi invasi Inggris, tak ketinggalan orang-orang Cina yang telah lama berinteraksi dengan identitas-identitas
itu,
singkatnya
adalah sebuah kenyataan tentang pertemuan kesemuanya untuk saling mempelajari. Tiada dapat dipungkiri bahwa pertempuran yang meminta keringat,
darah,
nyawa,
bahkan
harta serta kehormatan ada saja mewarnai dinamika pertemuan yang tak seterusnya baik. Kini Jakarta adalah
milik
seluruh
bangsa
Indonesia sebagai ibukota negara plural yang merdeka, selama kita enggan melihat sejarah sebagai pelajaran dari kekayaan peristiwa, jangan heran jika predikat “Toleransi” hanya jadi bahan rebutan, tak pelak juga masalah “Agama” sebagai penuntun hanya sebatas dijadikan alat politik. Jakarta adalah milik semua, Toleransi bukan untuk diperebutkan, apalagi diklaim hanya milik segolongan saja karena keberagaman adalah ‘Kita’, menjadi
‘Hak’ kita, dan ‘Kewajiban’ kita untuk
menjaganya. Author Co-Author
: Rifkhi Firnando, S.Pd. : Arafah Pramasto, S.Pd.
Soeloeh Sedjarah
14
Kumpulan Artikel Gerak-Gerik Sejarah
2017
No. 01/Juli-GGS/2017 Tulisan ini diolah dari sumber : Brosur Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta tahun 2015. Majalah Alkisah No. 16 / 10-23 Agustus 2009. Shahab, Alwi, “Venesia dari Timur di China Town�, dalam Koran Republika 28 November 2009. Tim, Buku Petunjuk Museum Kebaharian Jakarta, Jakarta : Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta , 2015.
Soeloeh Sedjarah
15
Kumpulan Artikel Gerak-Gerik Sejarah
2017
No. 01/Juli-GGS/2017
Bahaya Sikap Nrimo dan Jumud : Pemikiran Al-Afghani dan Abduh dari “Barat Islam”
1. Tentang Diksi “Barat” dan Kemajuan Saat kita melihat berbagai tontonan di layar televisi pasti kita sering mendengar sebuah kata yaitu “Barat”, kata yang akan merujuk kepada negaranegara maju dan modern yang berada di benua Eropa serta Amerika. Kata “Barat” ini dipakai juga dalam beberapa kesempatan perbincangan ilmiah utamanya dalam konteks politik dan kebudayaan – sebagai pembeda dari penunjukan arah mata angin geografis. Terangnya kata ini bisa digunakan dalam berbagai konteks, tidak jarang kata “Barat” adalah identifikasi ras yang sederhananya diartikan sebagai berambut pirang, kulit putih, tubuh tinggi, dan hidung yang mancung. Di bangku sekolah sekalipun, kata ini berarti sebuah pembeda atas tujuan pendidikan Indonesia yang katanya menginginkan anak didiknya menjadi “Manusia Seutuhnya” yaitu manusia modern dengan kelengkapan kemampuan intelektual, emosional, dan spiritual. Seorang guru bisa mengingatkan muridnya dengan mengatakan, “Tiru orang “Barat”, mereka itu termasuk masyarakat yang rajin membaca,” ya itulah sebuah contoh dari lekatnya diksi ini kepada kemajuan, ucapan guru itu tak ubahnya seperti apa yang disampaikan seorang pembawa berita di televisi yang berkata, “ Negara-negara Barat saat ini sedang mempertimbangkan tindakan yang diambil kepada Irak atas proyek “senjata pemusnah massal” yang sedang dikembangkan oleh Rezim Saddam,” meski tak pernah terbukti adanya senjata itu, toh Irak tetap mengalami kehancuran akibat serangan pasukan koalisi yang dipimpin oleh Amerika Serikat, ini adalah kenyataan akan adanya kesan “Kemajuan” dari sebuah diksi “Barat”. Kita pasti tak mau menjadi seperti orang-orang Barat yang berani meghancurkan hak asasi manusia di negara-negara manapun demi kepentingan mereka, tapi kita ingin mempunyai kemajuan atas peradaban seperti negara-negara Barat dalam IPTEK dan skill manusia. Pada lembaran sejarah lalu di dunia Islam, -
Soeloeh Sedjarah
16
Kumpulan Artikel Gerak-Gerik Sejarah
2017
No. 01/Juli-GGS/2017
kata “Barat” bukanlah merujuk kepada negara-negara Eropa saja. Muslim Indonesia contohnya, secara khusus ialah Muslim Madura saat mereka berbincang tentang kepergian mereka ke Tanah Suci Haramayn (Mekkah dan Madina), orang Madura akan berkata, “Sengkok Entara ka Bhara’ (Saya mau pergi ke “Barat”) “, bukan Cuma dalam masalah pergi haji dan Umroh, penulis pernah mendengar seorang teman yang mengantar saudaranya untuk menjadi TKI ke Saudi Arabia berkata kepada si saudara yang akan dilepasnya bekerja itu, “ Enga’, mon la sukses e dissa jha’ kalopae kereme pesse 10.000, pesse Bhara’ tape...(Ingat, kalau sudah sukses disana (Saudi) jangan lupa kirim uang 10.000, uang “Barat” (Mata Uang Saudi) tapi...) “. Demikianlah, bahkan untuk menyebut kepergian seseorang ke negaranegara lain Timur Tengah, diksi “Barat” sering dipilih oleh Umat Islam Madura. Ini dapat digarisbawahi tentang bagaimana maksud dari gagasan lokal Madura itu mempunyai indikasi atas kemajuan yang hampir sama diidentikkan kepada negara Barat.
Soeloeh Sedjarah
17
Kumpulan Artikel Gerak-Gerik Sejarah
2017
No. 01/Juli-GGS/2017
Makna dari kemajuan “Barat” Islam yang sebenarnya secara intrinsik budaya Madura itu ada, ialah suatu yang dapat dibuktikan dalam sejarah Islam di tempat “Barat” yang dimaksud. Kemajuan itu tidak hanya sekadar seperti pada masalah spiritualitas naik Haji dan nilai mata uang saja, tapi kemajuan itu adalah kesadaran baru yang baik dimana pemikiran akan diarahkan untuk mancapai kemajuan. Untuk itu “Barat Islam” dengan kesan kemajuannya sangat cocok diberikan kepada wilayah Timur Tengah. Meski saat ini wilayah itu sedang kacau balau, tapi hakikatnya tetap saja memiliki orang-orang hebat yang sejak lama telah mencetuskan gagasannya meski banyak beberapa hal yang mana kaum Muslim sekarang ini tahu akan pemikiran mereka tapi tidak sanggup mewujudkan gagasan itu karena berbagai kendala. Mereka adalah para pembaharu Islam. Pembaharu bukan berarti membuat-buat ajaran baru dengan menambahi atau mengurangi, tapi pembaharuan ialah dimaksud untuk meluruskan beberapa hal yang telah menyimpang dan membunuh kreatifitas kaum Muslimin. Orang-orang itu adalah, Jamaluddin Al-Afghani, dan Muhammad Abduh. Mereka akan berbicara tentang dua masalah yang terjadi ditengah Umat Islam yang menghalangi kemajuan : Nrimo dan Jumud. 2. Jamaluddin Al-Afghani Jamaluddin Al-Afghani adalah seorang pemimpin pembaharuan Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari satu negara Islam ke negara Islam yang lain. Jamaluddin lahir di Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal dunia pada tahin 1897. Pemikiran pembaharuannya berdasar atas keyakinan bahwa Islam adalah agama yang sesuai untuk semua bangsa, semua zaman dan keadaan. Kalau kelihatan ada pertentangan antara ajaran Islam dengan kondisi yang dibawa perubahan zaman dan keadaan, penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interpretasi (penafsiran) baru tentang ajaran-ajaran Islam seperti yang tercantum dalam Al-Quran dan Kitab hadits. Untuk interpretasi itu diperlukan Ijtihad (usaha penafsiran) dan pintu Ijtihad ini selalu terbuka lebar. Menurutnya, pemurnian agama Islam dengan kembali kepada Al-Quran dan Hadits Rasulullah dalam arti yang sebenar-benarnya yakni harus sesuai dengan -
Soeloeh Sedjarah
18
Kumpulan Artikel Gerak-Gerik Sejarah
2017
No. 01/Juli-GGS/2017
masa Nabi (lebih dari sepuluh abad silam) pastinya tidak mungkin karena akan mengungkung kebebasan dan kemajuan manusia. Pemurnian yang ia yakini ialah seperti yang diatas, yakni dengan melakukan penafsiran atas apa yang terjadi di masa kini dengan berdasarkan kepada dua sumber utama itu. Kemunduran umat Islam menurutnya bukanlah karena agama Islamnya, apalagi dengan kesan bahwa Islam tidak sesuai dengan zaman dan tuntutannya, sebaliknya bagi Al-Afghani, kemunduran itu terjadi karena para pengikut Islam telah meninggalkan nilai sejati Islam dan malah hanya bangga dengan ajaran yang sebenarnya tidak ada (asing) dalam Islam. Ajaran Islam yang sebenar-benarnya lurus itu telah tertinggal sedemikian rupa atau hanya dalam dustur di atas kertas saja. Sebagian dari ajaranajaran yang menyesatkan Islam dan “Asing” itu datang dari orang-orang yang ingin menyesatkan orang-orang lainnya.
Sebagian dari ajaran-ajaran asing itu dibawa oleh orang-orang yang berpura-pura suci,
sebagian
lagi
ajaran
itu
hanya
berlandaskan kepada hadits-hadits palsu, atau bahkan hanya dari kepercayaan adat yang tak ada muatannya dalam Islam, sehingga umat mempersulit
keadaannya
sendiri
dalam
beragama. Salah satu contoh ialah dalam masalah keyakinan atas Qadha’ dan Qadar umpamanya, telah dirubah menjadi Paham Fatalisme, sehingga Umat Islam menjadi statis dan tidak maju karena mereka takut kepada “Takdir”, setiap kemalangan mereka katakan bahwa itu “Takdir”, padahal arti sebenarnya dari Qadha’ dan Qadar adalah bahwa segala sesuatu terjadi menurut ketentuang sebab kepada musabab / akibat. Contoh nyata adalah saat seseorang mengalami musibah, kata “Ini semua adalah Takdir” adalah lambang kelemahan Iman, karena-
Soeloeh Sedjarah
19
Kumpulan Artikel Gerak-Gerik Sejarah
2017
No. 01/Juli-GGS/2017
seharusnya manusia itu mempelajari dahulu apa penyebab kemalangan yang ia terima sembari ia juga sadar bahwasannya Allah-lah yang Maha Mengatur, karena usaha manusia tetap tak akan bisa menyaingi kebesaran-Nya. Kemauan manusia adalah salah satu faktor dari rantai sebab-musabab itu, di masa lalu keyakinan kepada Qadha’ dan Qadar yang benar dan tidak salah kaprah telah membawa kemajuan akan keberanian dan kesabaran dalam jiwa Umat Islam untuk menghadapi segala macam tantangan, bahaya, dan kesulitan. Karena percaya kepada Qadha dan Qadar itu akan menumbuhkan sifat dinamis dan kemajuan dalam membangun peradaban tinggi nan mulia. Kemunduran Islam lainnya adalah kesalahpahaman / kesalahartian atas makna hadits yang mengatakan bahwa Umat Islam akan menghadapi kemunduran di akhir zaman. Salah pengartian ini telah menciptakan umat yang enggan mengubah nasib mereka. Adapun kemunduran-kemunduran yang lebih lanjut, contohnya dalam bidang politik, adalah perpecahan diantara Umat, pemerintahan yang berbentuk kerajaan (Absolutisme), menyerahkan kepemimpinan kepada orang-orang yang tidak dapat dipercayai, mengabaikan masalah-masalah pertahanan militer, dan menyerahkan pemerintahan dan administrasi negara kepada orang-orang yang tidak kapabel atau malah memberikannya kepada pihak asing. Lemahnya rasa persaudaraan Islam juga merupakan sebab bagi kemunduran Umat Islam. Tali temali persaudaraan Islam mulai terputus, bukan di kalangan awam saja, tapi juga di kalangan Ulama. Misalanya saja, Ulama Turki tidak kenal (akur) lagi pada Ulama Hijaz, Ulama India tidak mempunyai hubungan dengan para Ulama Afghanistan. Persaudaraan antara Raja-Raja atau Sultan Islam bahkan ikut merenggang. Jalan untuk memperbaiki Islam menurut Jamaluddin Al-Afghani adalah melenyapkan pengertian-pengertian salah yang dianut Umat pada kebanyakan umumnya dan kembali kepada ajaran-ajaran dasar Islam yang sebenarnya. Hati mesti disucikan, budi pekerti yang luhur dihidupkan kembali, dan begitu pula kesediaan diri untuk rela berkorban untuk kepentingan dan kemashlahatan Umat. Dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Islam secara fundamen / akar, umat -
Soeloeh Sedjarah
20
Kumpulan Artikel Gerak-Gerik Sejarah
2017
No. 01/Juli-GGS/2017
Islam pasti . akan mencapai kemajuan kembali. Corak pemerintahan yang otokrasi harus dirubah kepada bentuk “Demokrasi Islam” yakni “Musyawarah.”
Kepala negara harus mengadakan Syura dengan para pemimpin-pemimpin masarakat yang banyak memiliki pengalaman. Pengetahuan manusia secara individual terbatas sekali. Islam dalam pendapat Al-Afghani menghendaki pemerintahan “Republik” (Jumhuriyyah)yang didalamnya terdapat kebebasan berpendapat dan kewajiban akan ketundukan penguasa kepada Undang-Undang Dasar. Paling penting dan diatas segalanya adalah kesatuan diantara Umat Islam harus diperjuangkan kembali, inilah arti sebenarnya dari kata “Kaffah” (menyeluruh), karena dengan menyeluruhnya kesadaran itu maka kerjasama antarumat Islam dapat mewujudkan kembali “Tamaddun” (peradaban) yang berjaya. 3. Muhammad Abduh Syaikh Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 di Gharbiyah, Mesir. Pada usia 13 tahun ia telah hafal Al-Quran dan lalu ia menamatkan pendidikan di Universitas Al-Azhar (lulus 1876) dengan mendapat Ijazah “Alimiyyah.” Dalam perkembangannya lebih lanjut Syaikh Muhamad Abduh dikenal sebagai tokoh Ahli-
Soeloeh Sedjarah
21
Kumpulan Artikel Gerak-Gerik Sejarah
2017
No. 01/Juli-GGS/2017
Tafsir, Hukum Islam, Bahasa-Sastra Arab, Logika / Manthiq, Ilmu Kalam, Filsafat dan Kajian Masalah Kemasyarakatan. Ia adalah ulama besar, penulis kenamaan dan pendidik yang berhasil, pembaharu Mesir modern yang bergerak di dalam lapangan kehidupan nyata kemasyarakatan, seorang pembela Islam yang gigih, ia juga wartawan yang tajam pena dan luas kertasnya, seorang hakim yang berpandangan jauh ke depan, pemimpin sekaligus politikus ulung, dan yang paling diigat adalah sebagai seorang Mufti atau jabatan keagamaan tertinggi di Mesir. Hla itu dapat digambarkan secara menyeluruh bahwa Muhammad Abduh sungguh luar biasa, bakatnya meliputi hampir seluruh bidang kehidupan dan aktivitas-aktivitasnya mempengaruhin banyak neegeri-negeri Islam. Dia menolak seranganserangan sarjana Barat (Eropa) kepada Islam dengan menunjukkan bahwa tak ada kontradiksi antara Akal dan Islam, malah baginya, Akal merupakan anak kunci keimanan akan Tuhan dan berdampak kepada kesadaran akan syariat Islam itu sendiri. ......(Bersambung / buka file selanjutnya)--->
Soeloeh Sedjarah
22