FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014
Hari/tanggal : Kamis, 6 Februari 2014 Waktu
: 14.30 – 17.30
Fasilitator
: Sulastio
Peserta 1. Abdulhamid Dipopramono – KIP 2. Yhannu Setyawan – KIP 3. Rumadi Ahmad - KIP 4. Henny S. Widyaningsih - KIP 5. John Fresly - KIP 6. Arief Ainul Yaqin – KIP 7. Agus - KIP 8. Lili Hasanuddin - TAF 9. Mas Darwanto – IBC 10. Lia Wulandari – Perludem 11. Ari Setiawan – Pattiro 12. Sunarto – JPPR 13. M. Taufik M – Pawaslu Tangsel 14. Dahlia Umar – KPUD DKI Jakarta Pembukaan
Arbain - IPC
Sambil menunggu peserta yang lain, termasuk dari KPU, saya akan menjelaskan dulu mengenai acara ini. Kegiatan FGD ini merupakan kerjasama Komisi Informasi Pusat dengan IPC. Sebagai latar belakang adalah bahwa setiap pengelolaan, pelayanan dan penyelesaian informasi seputar Pemilu memerlukan pengaturan secara khusus dengan beberapa pertimbangan: 1) setiap tahapan pemilu dibatasi dalam rentang waktu tertentu, 2) Agenda lembaga penyelenggara pemilu sangat padat dalam pengawalan
1
FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014
setiap tahapan pemilu, 3) pertimbangan terhadap azas manfaat pemohon atau pengguna informasi
Ada kekuatiran tentang pelayanan informasi yang terlalu lama, kalau pemilu disengketakan akan berbelit-belit, maka sejak 2013 KI Pusat telah berupaya melahirkan sebuah peraturan baru yakni Perki (Peraturan KI).
Tujuan FGD: o Ada masukan terhadap Rancangan Perki dari dari berbagai perspektif lembaga penyelenggara pemilu, lembaga pengawas pemilu, masyarakat sipil, partai politik, akademisi. o Adanya kesepahaman antara pemangku kebijakan terhadap Rancangan Perki
Fasilitator
Seminggu lalu Komisi Informasi mengeluarkan draf peraturan Komisi Informasi Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilihan Umum, dan meminta masukan masyarakat dalam waktu 10 hari. Kita berharap ada masukan, termasuk komentar dari penyelenggara pemilu yang nanti akan menerima kewajiban. Draf Perki sudah di tangan bapak ibu.
Dari Komisi Informasi akan menjelaskan draf tersebut, apa yang mau dibuat dan disasar? Apakah sekadar akan menegaskan bahwa urusan pemilu sangat spesifik, atau apa? Hal ini menjadi penting bagi penyelenggara pemilu dan Komisi Informasi, karena sengketanya akan ada di Komisi Informasi.
Yhannu Setyawan – KIP
Kita sudah mengakomodasi kebutuhan regulasi agenda keterbukaan informasi publik. Tapi terkait hal yang lebih khusus tidak bisa dijawab dengan lugas. Hal itu menjadi acuan dalam tata kelola. Dalam aturan sudah diatur, tapi ada berbagai peristiwa dimana tak bisa menggunakan acuan regulasi tersebut. Badan publik maupun lembaga non negara punya kewajiban melayani non publik, tapi Komisi Informasi memandang bahwa ada peristiwa yang berbadan hukum sendiri, di luar pemilu. Tidak hanya 9 April tetap ada KPU dan Bawaslu. Lembaga ini akan berdiri ajeg untuk 2
FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014
menjalankan tugasnya, tidak hanya pada rentang pemilu saja. Rentang Pemilu sendiri limitative dan terukur: persiapan, pelaksaan dan evaluasi. 
Banyak peluang bagi pemohon informasi untuk mendapatkan informasi publik , akan dihasilkan sekian banyak produk informasi, tentu juga memiliki limitasi ketat kegunaannya. Misalnya bahwa parpol peserta pemilu adalah partai yang telah lolos. Produk informasi yang dihasilkan setiap tahapan harus mudah diakses oleh publik. Ada kebijakan dari Komisi Informasi untuk menjadikannya dalam regulasi perundangan, tidak hanya berpijak pada niat baik. Kita percaya bahwa KPU dan Bawaslu punya komitmen melakukan yang transparan. Oleh karenanya kita diskusi dengan kawan yang berkegiatan dengan isu pemilu, salah satunya yang melakukan pemantauan kegiatan pemilu, misalnya mereka mendapatkan hambatan untuk mengakses
laporan
dana
pemilu.
Dan
itu
menjadi
fakta
hukum
yang
menginspirasikan agar tidak terjadi di waktu yang lain. Ini inisiatif untuk menyusun Perki. Memang terlambat. Karena tahapan pemilu sudah berjalan, dalam pandangan kita Pemilu bukan hanya terkait 9 April saja. 
Beberapa yang terlibat langsung dalam Perki, mulai komisioner, tenaga ahli di KIP dengan perspektif keterbukaan informasi publik. Kita belum mendengarkan perspektif publik dan perspektif dari penyelenggara pemilu. Kita coba sharing dengan teman-teman yang berkegiatan di agenda keterbukaan informasi. Akhirnya kita bertemu dengan IPC, dan kita berkesempatan untuk mengadakan pertemuan hari ini.

Terhadap RUU KI, draf sudah diberikan kepada bapak ibu, juga ada dokumen kertas kerja yang bisa menjadi catatan basis argumentasi. Pemilu menurut UUD dilakukan untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD dan juga untuk mengisi jabatan presiden. Di luar itu, juga terdapat pemilihan kepala daerah untuk memilih gubernur, dan bupati/walikota. Amanat UUD juga bahwa pemilu harus dilaksanakan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam rangka mewujudkan negara yang demokratis. Ada tarikan napas yang sama dalam pemilu dan agenda Komisi Informasi.

Spirit transparansi harus diperketat dan semuanya harus diukur secara normative. Komisi Informasi berinisitif untuk menjadikan standar layanan keterbukaan informasi
3
FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014
menjadi aturan sendiri yang khusus dan tidak sama dengan standar layanan badan publik.
Yang diatur dalam Perki: 1. Informasi pemilu Informasi Pemilu (pasal 1 angka 3) : informasi publik yang disimpan, dikelola, dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. 2. Tahapan Penyelenggara Pemilu Serangkaian kegiatan yang ditetapkan sebagai satu kesatuan penyelenggaraan pemilu oleh penyelenggara pemilu yang terdiri dari tahap persiapan, tahap penyelenggaraan dan tahap penyelesaian. (Catatan: tahapan ini disusun berdasar peraturan KPU. Kita tidak masuk dalam ruang kewenangan KPU dan Bawaslu). 3.
Permohonan Sengketa : Sengketa Informasi Pemilu: sengketa yang terjadi antara badan publik penyelenggara pemilu dengan pemohon informasi pemilu dan/ atau pengguna informasi pemilu yang berkaitan dengan hak memperoleh dan/atau menggunakan informasi pemilu berdasarkan peraturan perundangundangan. (Catatan: Bukan pemohon informasi pada umumnya). KIP beranggapan bahwa Pemilu ada beberapa jenis: 1) Untuk memilih legislative (pileg); 2) Untuk memilih presiden dan wapres (pilpres); 3) Untuk memilih gubernur, bupati dan walikota (pemilukada). Jadi ini bukan peraturan yang disiapkan untuk 2 bulan saja, namun untuk berkelanjutan.
4. Ilustrasi Tahapan Pemilu. Permohonan informasi 10 hari kerja untuk memperoleh jawaban. Untuk mendapatkan informasi, total dibutuhkan waktu 47 hari. Tanggapan terhadap keberatan Prosedur regular 115 hari kerja/ 4 bulan. Prosedur Menurut Perki Pemilu Waktu untuk menanggapi permohonan informasi dan perpanjangannya disingkat dari 10 hari kerja + 7 hari kerja, menjadi 2 hari kerja +2 hari kerja. Hal ini yang memberikan keyakinan pada Komisi Informasi bahwa publik akan mendapatkan jaminan untuk dapat informasi yang cepat akurat dan bermanfaat bagi pengguna informasi. 5. Oleh karena peraturan ini hanya mengatur percepatan jangka waktu dalam hal Permohonan Informasi dan Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilu, maka 4
FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014
terdapat banyak ruang kosong dalam peraturan ini. Oleh karena itulah ditegaskan dalam ketentuan penutup bahwa sepanjang tidak ditentukan lain dalam peraturan ini, tetap merujuk pada Perki 1/2013.
Respons dari KIP propinsi sebagai implementor rancangan Perki menyatakan siap melaksanakan jika ini diundangkan, dimasukkan dalam lembaga Negara dan menjadi ketentuan yang berlaku
Rumadi Ahmad - KIP Terkait hasil pemilu, di UU Pemilu dan Pilpres ada bab sengketa hasil pemilu, pihak yang tidak puas dengan hasil pemilu hanya diberikan waktu 3 hari, dan untuk perbaikan 3 hari. Dalam 3 hari kerja MK harus bisa membuat putusan. Kalau sengketa informasi akan digunakan sebagai bukti dalam sengketa di pengadilan, sementara waktunya membutuhkan 6 hari, apa waktunya masuk? Henny S. Widyaningsih – KIP
Yang dijelaskan oleh Pak Yhannu tadi merupakan hasil rapat bersama. Kalau yang berkepentingan, yakni KPU tidak ada disini, bagaimana? Dulu sudah mau dirilis yang seperti ini, kerjasama KPU dan KIP, KPU sudah setuju, selesai. Kalau KPU tidak hadir disini, itu yang harus kita bicarakan.
Di internal saya mengusulkan, bagaimana kalau informasi seperti itu kita masukkan dalam informasi yang diumumkan secara serta merta, sudah jelas UU-nya : ada informasi berkala, serta-merta, ada setiap saat.
Fasilitator
Tanggal 15 Januari lalu ketika kami ketemu Pak Ferry dari KPU disampaikan bahwa KPU sudah menyiapkan untuk layanan informasi, tapi draf nya belum disampaikan. KPID nanti akan ada di KPU. Ketika KPU membuat aturan sesuai tata cara reguler dan perpu ini lahir, ini akan menjadi
benturan. Kita akan mencari solusinya
bagaimana? 5
FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014
Di Bawaslu, saya belum mendapat informasi lagi, kapan Bawaslu mau membuat Perpu?
Soal definisi ini, belum ada informasi soal : o Badan publik penyelenggara pemilu Badan Publik di UU KIP, Badan Publik di UU Pemilu o Pemohon informasi pemilu kalau pemohon informasi berbeda, akan diatur dimana?
Dahlia Umar – KPU DKI
Kami berprinsip bahwa sangat penting mengatur layanan informasi pemilu, karena pemilu ada kekhususan, diatur dengan jadwal sangat ketat. Saya sudah baca draft ini, dalam pemilu harus ada kejelasan definisi, misalnya kategori informasi yang menjadi konsumsi publik. KPU berpegangan pada UU 14 tahun 2008, di KPU tidak ada kategori informasi rahasia, semua harus disampaikan kalau diminta. Kami masih mengikuti UU 14 tahun 2008.
Dalam Pilpres dan Pilkada, informasi tentang kesehatan tak bisa dibuka. Tapi kalau publik ingin tahu apa wakilnya sehat atau tidak, bagaimana? Ada kasus wakil yang baru setahun dilantik, dia meninggal, dan selama perawatan memakai APBD. Artinya kan seharusnya sudah diketahui dari rekam medisnya
Tentang Penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu, saya usul, disana disebut, yang menjadi penyedia informasi hanya pusat sampai kecamatan. Karena mereka yang permanen. Kalau aturannya adalah sampai di TPS, KPPS diberikan, padahal mereka terikat dengan kontrak untuk merahasiakan.
Perlukah memperjelas penyedia informasi? Kalau ada masyarakat meminta hasil berita acara propinsi dan KPU kota, maka KPU kota akan menolak karena ini bukan produknya. Kalau KPU propinsi bisa memberikan produk di bawahnya, tapi kalau kita menyediakan informasi di KPU propinsi, tidak bisa. Apakah itu menghambat informasi?
Saya perlu menjelaskan ini, karena ini mekanisme yang ada dalam penyelenggara pemilu. KPU juga harus memberikan akses informasi dalam putusan pengadilan.
6
FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014
Misalnya ada putusan pengadilan memerintahkan KPU, orang ingin tahu putusannya apa. Harus diatur disini bahwa KPU wajib memberikan. Jangan sampai KPU menutup-nutupi keputusan ini. Misalnya pengadilan susah mengakses informasi atau lama, perlu diperjelas KPU wajib memberikan informasi apapun itu. Tidak kemudian kalau ada KPU yang nakal, dia menutupi, ke penghadilan juga susah aksesnya akhirnya tidak bisa memberikan bukti hukum
Kami bersengketa informasi beberapa kali dengan KPID. Sesuai ketentuan KIPD itu harus PNS bukan? Sebenarnya semua putusan itu KPU komisioner. Yang menghasilkan dan memutuskan. Kecuali dia minta informasi administrasi dan keuangan. Kemarin di KPU kita menunjuk pejabat PNS, tapi tak ada yang meminta informasi ke dia, pasti mintanya ke ketua KPU.
Sengketa informasi berbeda dengan sengketa pemilu, dalam sengketa pemilu KPU sebagai termohon. Kita mengadu bukti yang berbeda. Sengketa informasi sangat berbeda dengan sengketa informasi dan dia sangat fleksible. Kita selalu mengikuti apa saja yang diputuskan badan peradilan, tapi jangan tergantung pada sengketa pemilu juga. Ini bukan untuk mengubah hasil pemilu tapi untuk informasi
M. Taufik M – Pawaslu Tangsel
Sengketa pemilu ditangani oleh Bawaslu, sengketa hasil pemilu di KPU, sengketa informasi pemilu di KIP. Perlu dijelaskan kapan bisa menjadi sengketa? Apa semua data yang dimiliki KPU itu termasuk sengketa? Masyarakat atau lembaga pemantau kadang memohon pada kami, tapi kami merasa bahwa informasi itu belum layak kami keluarkan, misalnya di Pilkada KPU dan KPU kota belum sepakat untuk mengeluarkan informasi tersebut. Jadi sengketa apakah setelah data menjadi sengketa?
Permohonan 6 hari? Kami di penyelenggara pemilu, yang menjadi dasar kami adalah, ada pemantau pemilu yang tidak terakreditasi memaksa memberi data, padahal di UU sudah dijelaskan bahwa lembaga pemantau yang tidak terakreditasi tidak bisa meminta data. Anggota masyarakat pun yang terdaftar sebagai pemilih.
Sunarto - JPPR
7
FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014
Bukan peraturan atau UU, tapi pemahaman data publik dan tidak, itu yang masih debatable. Kalau pemilu adalah data publik, itu menjadi sangat penting. Tapi saya kuatir kalau bunyi semua tahapan, jangan-jangan hanya prosedur tahapan yang diberikan. Selama ini yang kita minta dari parpol, tapi untuk kajian sendiri jarang yang diminta. Yang sering muncul adalah : data, CV, rekening, itu yang banyak diminta publik. Hasil kajian malah jarang diminta, padahal itu yang sangat penting. Kita kuatir kalau bunyinya adalah tahapan. Jadinya agak general juga.
Saya sepakat, proses percepatan sangat penting. Ini menjadi problem terbesar kami, ketika memohon, ini rahasia tidak?
Kapan bisa diakses? Alibinya data dikaji dulu, dilaksanakan dulu, baru diberikan. KPU yang punya data, tapi Bawaslu langsung memberikan tidak?
Kalimat “Permintaan informasi antara badan publik ” Bagaimana penjelasan tentang badan publik?
Mas Darwanto – IBC
Kalau yang lain ada kategorisasi bahwa ini termasuk dokumen informasi yang diberikan secara serta merta, usul saya, Komisi Informasi juga membuat kategorisasi dokumen ini. Mana yang dianggap dokumen berkala dan mana yang serta merta? Jika tidak diberikan, bisa disebutkan saja
Perlu ada penjelasan di informasi pemilu. Yang diperjelas tahapan penyelenggaraan pemilu. Ini bukan hanya merampingkan waktu, tapi juga ruang lingkup.
Sunarto - JPPR Masih kisruh di pasal 2 huruf c : “Informasi terkait tahapan penyelenggaraan Pemilu, Gubernur, Walikota sebagaimana ditetapkan oleh penyelengara pemilu berdasarkan peraturan perundangan-undangan.” Lili Hasanudin - TAF Ketika bicara tahapan penyelengara pemilu yang tidak tegas definisi, khawatirnya dia hanya berhenti di tanggal pelaksanaan. Menjadi sia-sia Perki ini. Dalam definisi 3:
8
FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014
“informasi pemilu adalah : informasi publik yang disimpan, dikelola, dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.” Ini jauh lebih dalam dari soal informasi pemilu. Misalnya apakah KPU DKI boleh memberikan informasi yang diperoleh dari KPU pusat? Jangan sampai ada tumpang tindih, misalnya definisi nomer 3, cukup dalam, tapi di pasal 2 justru mendangkalkan kembali. Ari Setyawan – Pattiro
Ini merupakan sebuah terobosan baru, ini juga menjadi concern kita dalam raker, agar ada terobosan, karena waktu terlalu ketat sehingga tidak mendapatkan informasi yang sebenarnya.
Kemudian saya mau bertanya : Di pasal 6, 1 dan 2, disebutkan pasal 8. Pasal 8 ini apakah di Perpu, UU Pemilu atau apa? Harus jelas dan tegas agar ketika menjalankan aturan ini bisa lebih jelas acuannya.
Komisi Informasi harus jelas ketika menjelaskan argumentasi 2 hari kerja ini apa?
Mas Darwanto – IBC Dorongan misalnya Bawaslu tidak punya KPID? Kalau tidak ada orang yang khusus, tidak mungkin komisioner mempersoalkan ini. Kalau tidak ada itu, kita mau menggugat kemana? Fasilitator
Dari draft ini masih banyak hal yang perlu diperjelas, ada yang progresif, kalau sengketa ini terus ke pengadilan, KPU juga diberi beban, supaya kalau masyarakat minta bisa diberikan.
Penyelengagra pemilu di setiap tingkat menyedikan informasi. Bisa jadi produksinya di masing-masing tingkatan, kalau structural dari pusat bisa dengan mudah minta ke atas, tidak sebaliknya
DKPP harus masuk, karena dia penyelenggara pemilu
9
FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014
Yang bisa menyengketakan pemilu siapa? Kalau dia kan melayani pemantau yang terregistrasi? Bagaimana dengan rakyat biasa?
Tahapan penelusuran informasi ini yang penting, misalnya hasil audit dana kampanye, tujuan bukan kita ingin tahu hasil auditnya, tapi misalnya temuan yang ditulis di rekening dan di temuan tidak balance
Ada pertanyaan : kalau penyelengaran pemilu belum punya PPID, lalu bagaimana?
Tahapan pemilu banyak sekali, harus ada list informasi yang bisa dikelola.
Yhannu Setyawan – KIP
Ada 3 hal yang saya catat : 1) Pilihan terminologi dan definisi, ada beberapa yang harus diperbaiki ini menjadi PR agar lebih tegas. Perspektif penyeleggara dan penyelenggaraan. Ada sedikit perbedaan pandangan, frekuensi belum sama. 2) Klasifikasi informsi dan jenis dokumen harus dipertegas; 3) Apa DKPP juga merupakan bagian dari penyelenggaraan?
Yang ketiga, harus dipertegas, bahwa di penyelenggara jelas, dia tidak menyelenggarakan pemilu, dia hanya mengawasi preferensi etik, pilihan tindakan dari penyelenggara pemilu. Dia di luar penyelenggara. Supaya jangan sampai KIP memasuki kamar tetangga, kita batasi ruangnya. Sehingga dalam konteks penyelenggaraan, ini tahapan yang mana? Rujukan di UU Pemilu no 13. KIP juga harus membatasi diri untuk tidak memasuki tahapan pemilu, termasuk memutuskan mekanisme penyelenggara di daerah. Memang norma kita masih atur pemilukada langsung, itu ruang yang kewenangan dimiliki lembaga yang lain.
Klasifikasi informasi: ada diskusi bahwa ini informasi serta merasa maka harusnya tidak perlu ada keberatan, sehingga harus dipublikasikan, Pertanyaannya, yang memproduksinya tidak mempublikasi dan yang meminta tidak punya saluran? Misalnya bagaimana kita bisa memastikan kepala Dinas PU dia tidak memberikan informasi tentang debit air? Baru diberikan kalau banjir ada? Baru ketahuan dia melanggar, kalau ada bencana setelahnya.
10
FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014
Pemahaman informasi serta merta dibatasi pada keingatan, sesegar mungkin produsen informasi ini mempublikasikan pada publik, dan warga mendapatkan akses. Kalau informasi tentang tahapan, itu namanya rincian jadwal.
Agus – KIP
Ini masalah penyelenggaraan, draf kita sandarkan pada UU KPU, berubah draf ke 7. Kita membuat ini tidak saklek, Ibu Henny, masuk informasi, serta merta, problemnya akan muncul, kejadian terlihat, baru bisa diprediksi. Misalnya bencana alam, listrik mati, tidak ada. Tahapan : paling penting di klasifikasi informasi. Teman di KPU dan penyelenggara pemilu, PPID belum berfungsi, ada aturan tidak masalah, fungsi itu bisa di kehumasan atau dokumentasi. Akan lebih mudah jika di KPU atau Bawaslu sudah ada klasifikasi informasi. Misalnya informasi berkala, 6 bulan sekali, ternyata belum siap. Sehingga kami tidak akan mengintervensi. Bahwa penafsiran terakhir untuk bersengketa, harus diberikan, misalnya untuk sengketa. Kalau sudah masuk di propinsi dan kabupaten kota sudah bisa dipublikasi. Kekhususan ini yang kita lakukan. Pemaknaan tahapan bukan terkait informasi tahapan tapi terkait substansi tahapan.
Rumadi Ahmad – KIP Apa mungkin sesama penyelenggara pemilu? Kita gunakan standar pasal UU 14 tahun 2008, pemohon informasi adalah individu dan badan hukum, tidak dikenal sengketa badan publik dan badan publik. Landasan kita adalah UU 14 tahun 2008. Teman-teman banyak yang setuju soal reduksi waktu, angka itu sesuatu yang jelas, kemudian direduksi. Ini yang kita bayangkan, akan menjadi potensi sengketa. Ini yang dikhawatirkan dari Perki. Sunarto - JPPR Informasi terkait “tahapan” ini bagaimana? Yhannu Setyawan – KIP Bagaimana kalau jadi “Informasi yang dihasilkan terkait tahapan” 11
FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014
Yhannu Setyawan – KIP Misalnya daftar nama calong anggota legislative yang atributnya dicopot. Henny S. Widyaningsih – KIP Hasil pengawasan Bawaslu tidak masuk diatur dalam tahapan. Fasilitator Dilihat by tex memang sulit menentukan ini di tahapan mana, kalau sengketa lebih mungkin Yhannu Setyawan – KIP Tugas Komisi Informasi adalah menafsir, apa ini sengketa pemilu bukan? Etika ada sengketa pemilu di Bawaslu, akan masuk ke Komisi Informasi. Yang paling penting dari rancangan Perki, memastikan memberikan bingkai hukum dan informasi publik bisa lebih cepat. Makna teks adalah bingkai untuk memastikan ruang informasi harus ada. Sengketa pemilu waktunya adalah 40 hari, bisa jadi ini dianggap permintaan informasi yang biasa. Di Komisi Informasi akan lama. Henny S. Widyaningsih – KIP Sengketa di DKPP tidak bisa diakses dari Perki M. Taufik M – Pawaslu Tangsel Dulu awal kita mengadakan perekrutan panwas kabupaten kota, ada yang minta informasi kenapa kami tidak bisa lolos. Tim seleksi tanya, hal seperti ini bisa disengketakan nggak? Henny S. Widyaningsih – KIP Bisa nggak menggunakan Perki? Sengketanya tetap, tapi tak bisa memakai Perki ini. Tapi memakai batas waktu tadi. Yhannu Setyawan – KIP
12
FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014
Misalnya kegiatan barang dan jasa di KPU, itu informasi yang bisa disengketakan dengan menggunakan Perki ini dengan logistic saat pemilu, tapi pengadaan di luar lainnya, misalnya pengadaan mobil, tidak bisa masuk.
Kira-kita Bawaslu setelah melakukan pengawasan, yang banyak pelanggaran Perda, saya bisa di KPP kan parpol. Itu rezim Panwaslu, bukan di Komisi Informasi. Nanti diukur apakah publik membutuhkan. Komisi informasi harus membatasi ruang kewenangan agar tidak tumpang tindih
John Fesly - KI Kenapa kita mendorong Perki ini, adalah landasan sosiologis, ada beberapa tafsir, jadi Pasal 10 ada informasi serta merta, kami ingin tafsir ini kita uji. Informasi terkait pemilu itu terkait hajat hidup orang banyak. Dari sisi jaminan akses badan publik diberi ruang, ketika tafsir kita ke serta-merta maka ukuran urgensi harus ada ruang hukum acara. Ketika sudah ada masyarakat yang menggugat, putusan kasus pertama menjadi jurisprudensi kasus berikutnya Henny S. Widyaningsih – KIP
Pembahasan 3 hal, yakni badan publik penyelenggara, informasi pemilu sampai mana? Aturan KPU dan Bawaslu, Komisi Informasi sampai mana? Kalau ia diluaskan, akan masuk semuanya. Penyelenggara pemilu adalah PPID, kalau tidak ada PPID bagaimana, UU jelas, harus ada orang yang melakukan penyediaan informasi. Memang tidak ada sanksi kalau tidak ada PPID bagaimana. Setahu saya, PPID sudah ada, tapi di sekjen, tapi di bawah sekjen, kalau di kami PPID tidak ada yang mengatur. Yang kedua kewenangan menutup dan membuka informasi, jadi di kementrian saja sekjen, jadi atasan PPID adalah menteri.
Ini harus disamakan, sehingga di KPU harus apa yang ditempatkan, misalnya apa PPID pembntu, PPID pelaksana, diberikan kewenangan tidak untuk menutup dan membuka informasi?
Pemohon informasi : mengacu UU 14 tahun 2008, semua warga Indonesia, pemohon itu hanya 3, individu, hanya dengan KTP saja bisa.
13
FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014
Kelompok orang atau badan hukum, yayasan, PT dan koperasi.
Arief Ainul Yaqin – Komisi Informasi
Karena saya menjadi salah satu drafter, akan coba menerangkan beberapa pertanyaan tadi, misalnya soal pasal 8, merefer kemana? Terjadi kesalahan penulisan saja. Yang dimaksud adalah pasal 5.
Tahapan: Yang dimaksud tahapan penyelenggara pemilu merujuk ke peraturan perundangan. Kalau pileg, pilpres, ya merujuk pada UU 14 tahun 2008. Sudah jelas. Kegiatan dan informasi yang dihasilkan ini yang dimaksudkan tahapan penyelenggara pemilu. KPU menyempurnakannya, dengan peraturan KPU. Informasi yang diatur disini, yang dimaksud informasi tahapan penyelenggara pemilu
Klasifikasi informasi pemilu: Kenapa tidak diatur saja. Di awal memang keinginan komisioner mengharuskan klasifikasi. Perdebatan tim perancang, kita tidak bisa mengklasifikasi informasi di KPU, itu menjadi tugas dan kewajiban badan publik terkait, tugas Komisi Informasi hanya menafsirkan ketika ada sengketa. Kalau diklasifikasi: informasi berkala, serta merta, ini ada potensi disengketakan oleh Komisi Informasi sendiri. Tidak boleh kita menghakimi keputusan kita sendiri. Kita men-challange keputusan kita sendiri. Jadi kita hanya menyebut informasi general.
Penyelenggara pemilu : hanya pada KPU dan Bawaslu, merujuk pada UU Pemilu UU 15 tahun 2011. DKPP tidak dikategorikan sebagai penyelenggara, di UU hanya supporting institution, hanya mengawasi perilaku penyelenggara pemilu.
Fasilitator Banyak sekali koreksi, waktu sudah menunggu. Henny S. Widyaningsih – KIP Kalau ini Perki, harus mengikuti peraturan di bawah UU, ada uji publik, ada review ahli, ada berita acara, kita justru tidak memikirkan, kalau tidak Perki bagaimana? Agar lebih cepat? Ada yang usul MOU dengan KPU. Fasilitator
14
FGD
Tinjauan Terhadap Perki Kantor KIP, 6 Februari 2014

Yang kita diskusikan semangat dan substansi, kita tidak debat, ini mau ditaruh dalam Perki atau apa? Dalam praktik sudah terjadi.

Ini semangat kita bersama, bagaimana Komisi Informasi selanjutnya merapikan ini, dari CSO akan merapikan hasil diskusi ini, dan memberikan kepada KPU dan tugas kami hanya meresume diskusi ini, dan kita akan sampaikan pada mereka dan akan terbangun system di mereka, sehingga pemilu yang transparan, dan jurdil bisa tercapai.
Mas Darwanto – IBC Bagaimana memperkuat argumentasi waktu. Bisa saja ini diabaikan, memang mencari cantolan hukumnya adalah hal yang penting. Ari Setyawan – Pattiro Bisa dengan uji akses, bagi pemohon yang merasa dirugikan Fasilitator Bentuk dari aturan ini, apakah kita lanjutkan Perki, atau MOU? Hasil diskusi ini akan kita wartakan di website kebebasaninformasi.org. Kemudian resume juga akan diberikan kepada KPU, karena tidak hadir dalam pertemuan ini. Abdulhamid Dipopramono - KIP Saya yakin yang sudah dibahas sudah mengerucut, karena disini ada drafternya Pak Arif dan Agus. Problemnya di diskusi kita, di soal cantolan. Waktu memproses menjadi Perki memang panjang, itu harus diselesaikan biar tidak sia-sia. Ke KPU kita sudah berkali-kali bicara, tapi tidak khusus mengenai ini. Terimakasih atas partisipasi dalam diskusi kali ini. 17.10 selesai
15