Issue #2: Warisan Arsiektur Nusantara

Page 1


/PLATINUM SPONSOR


ARÇAKA #2 MEI 2014 /CONTENT

//Perspective Senior Architect: Josef Prijotomo Young Architect: Effan Adhiwira

10 14

//Design

/Local 20 26 32 /Alumni 38

Granmas Hotel Denpasar Museum Terbuka Trowulan Pura Amerta Jati Semara Resort and Spa //Art.Space //Point PAMIY Goes to Campus Liga Arsitektur UAJY Diskusi STARS Bom Musik Pengabdian Masyarakat WEX UGM 2014 Jakarta Biennale

44 /Campus News 52 53 54 55 56 /Architectural Events 58 60

//Student Works Omah Gunungan Konsepsi Langgar sebagai Ruang Sakral Resensi: Studi Citra Kota Kota Maumere //Technology & Innovation Konstruksi Sarang Laba-laba

/Competition 62 /Research 66 69 70

//Anjangsana

/Jejak Arsitektur Menyusun Reruntuhan Sejarah 74 Nafas Arsitektur Cina di Masjid Agung Sumenep 78 Arsitektur Nusantara khas Penglipuran 82 Kanal Yoshiro 85 /Fenomena & Lifestyle Memperkenalkan Arsitektur Nusantara 88


Edisi Ekspedisi

Ekspedisi ini merupakan ekspedisi perdana biro penelitian dan penulisan HIMA TRIÇAKA UAJY yang direncanakan sebagai kegiatan tahunan biro. Ekspedisi ke Jawa Timur ini kemudian diceritakan kembali sebagai informasi baru bagi pembaca majalah ARÇAKA.


/AGENDA //Kompetisi Nasional Mahasiswa : Arsitektur Rimpang [UPH & ABODAY] /deadlines Registrasi 12 April – 19 Mei 2014 /link

Pengumpulan Karya 12 April – 26 Mei 2014

http://arch.sod.uph.edu/component/wmnews/ new/34-kompetisi-nasional-mahasiswa-rimpang. html /juries David Hutama . Ary Indra Andra Matin . Agung Dwiyanto

//Sayembara Tata Ruang Konsep Penataan Kawasan Kota Marisa [PEMDA KAB. POHUWATO & IAI] /deadlines Registrasi 22 April – 30 Mei 2014

Pengumpulan Karya s/d 14 Juni 2014 http://www.iaintb.com

/link

//Architecture Expo 2014 [UPI]

//Lomba Desain Rumah Kayu 2014 [Rumah Intaran] /deadlines Registrasi 1 Mei – 1 Juni 2014

27 Mei 2014 PEMBICARA Zulkifli Hasan . Ridwan Kamil Arif Budiman . Marco Kusumawijaya . Ciputra

/link https://www.facebook.com/RumahIntaran /juries Eko Prawoto . Ida Bagus Agung Partha

/seminar nasional: Deforestasi Hutan Akibat Perkembangan Kota

Pengumpulan Karya s/d 1 Juli 2014

Gede Kresna

/festival & pameran: 31 Mei 2014 /link http://www.archexpo2014.com

//UIA-HYP CUP 2014: UNEXPECTED CITY

INTERNATIONAL STUDENT COMPETITION IN ARCHITECTURAL DESIGN

[Tianjin University & Urban Environmental Design] /deadlines Registrasi 30 Juni 2014 /link

Pengumpulan Karya s/d 31 Agustus 2014

http://hypcup2014.uedmagazine.net/Eg_index.html

//IAUD AWARD 2014

INTERNATIONAL STUDENT COMPETITION IN ARCHITECTURAL DESIGN

/notes

[IAUD]

“to contribute to the healthy development of society, and improve the welfare of humanity as a whole, through further disseminating and actualiing of Universal Design (UD).”

/deadlines

Registrasi Tahap 1 April - 18 Juli 18 2014 Seleksi Tahap 1 19-25 Juli 2014 Pengumuman Hasil Seleksi End of July 2014 Registrasi Tahap 1-29 Agustus 2014 Seleksi Tahap 2 1-12 September 2014 Pengumuman Hasil Seleksi Mid of October 2014

/jury chairman Daniel Libeskind

/link

http://www.ud-2014.net


/ABOUT PENERBIT Biro Penelitian dan Penulisan HIMA TRIÇAKA UAJY PELINDUNG Ir. Soesilo Budi Leksono, ST. MT. (Kaprodi Arsitektur UAJY) Ir. Arief Heru Swasono, MTP, IAI, IPM (Ketua IAI DIY) PEMBIMBING | PIMPINAN REDAKSI Dr. Ir. Y. Djarot Purbadi, M.T.

DIY

REDAKTUR PELAKSANA Billy Gerrardus Santo (Koordinator Biro) BENDAHARA Aji Bayu Kusuma (Wakil Koordinator Biro) SEKRETARIS Jeckhi Heng REPORTER Agnes Ardiana Arianti Elizabeth Nada Trisuci WEBSITE DESIGNER Aleicia Vidya Thomas A. Santoso MARKETING Waya Theresia Utomo

VISI ARÇAKA

Membangun kecerdasan, kecintaan, dan kelestarian dunia arsitektur nusantara yang berwawasan internasional.

MISI ARÇAKA

1.Menyajikan informasi sesuai dengan realita dalam proses berfikir kritis mahasiswa. 2.Menjadi acuan dan pedoman untuk memperkaya keilmuan di bidang arsitektur 3.Membangun, mengajak, dan menginspirasi pembaca untuk sadar, berpikir, dan berkarya bagi masyarakat.

CONTACT US:

Biro Penulisan dan Penelitian Himpunan Mahasiswa Arsitektur TRIÇAKA Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari No. , Sleman, Yogyakarta - Indonesia email : arcakauajy@gmail.com


/EDITORIAL QUO VADIS ARSITEKTUR NUSANTARA ? Mewarisi dan melestarikan Arsitektur Nusantara dalam era globalisasi merupakan tantangan tersendiri bagi para arsitek di Indonesia dari generasi ke generasi. Warisan Arsitektur Nusantara mirip dengan wujud warisan budaya yang lain, seperti batik, keris, masakan, tarian ataupun entitas budaya yang lain. Mewarisi dan melestarikan hakekatnya dua hal yang berbeda, maka latar belakang dan prosesnya juga berbeda, demikian pula hasilnya. Mewariskan dan warisan merupakan tradisi paling kuno di dalam kehidupan manusia. Generasi tua memberikan sesuatu, entah tangible entah intangible, kepada generasi penerus. Seorang ayah mewariskan sebentuk keris kepada putranya atau seorang ibu mewariskan sepotong kain batik kepada putrinya. Proses memberi dan menerima terjadi dan menjadi tradisi yang seolah-olah given dan tidak perlu dipertanyakan lagi fungsi dan maknanya. Warisan bukan tinggalan semata, itulah konsep yang ingin dikembangkan oleh kalangan pencinta Pusaka Nusantara. Kata Pusaka sengaja dipilih dan digunakan agar menimbulkan efek positif sejak dalam hati dan pikiran untuk memberi landasan aksi positif bagi siapapun terhadapnya. Kata Pusaka mengandung arti bahwa entitas yang diteruskan dari generasi ke generasi adalah entitas yang bernilai, bukan sekedar berharga. Ada nilai sebagai entitas intangible yang harus terus hidup dan dihidupi dari generasi ke generasi, jika mungkin sampai selama-lamanya. Pewarisan dan warisan bisa terjebak pada makna dangkal, ketika peristiwa yang terjadi dilihat sekedar pemberian benda tangible, bukan spirit yang intangible. Kata pelestarian sengaja dipilih untuk menjelaskan bahwa pemberian antar generasi harus dilihat sebagai proses bukan bendawi melainkan spiritual yang lebih tinggi dan bermakna. Pelestarian adalah sebagai sebuah proses menghidupi dan menghidupkan spirit, maka dalam konsep pelestarian inilah Arsitektur Nusantara seharusnya dihayati. Pelestarian bukan sikap pasif, melainkan aktif, kreatif dan inovatif. Begitu hendaknya kita melihat dan memandang Arsitektur Nusantara sebagai warisan dan pusaka. Mindset kita harus disetel sedemikian rupa, sehingga Arsitektur Nusantara merupakan bagian dalam kehidupan kita, bukan entitas yang jauh dan tanpa makna. Arsitektur Nusantara bahkan merupakan identitas dan jatidiri bangsa dalam arsitektur, yang harus terus hidup dan dihidupi. Oleh karenanyalah kita sebagai bangsa menjadi memiliki jatidiri yang kokoh dan mantap. Profesor Joseph Prijotomo tegas mengatakan bahwa Arsitektur Nusantara adalah Ibu bagi karya arsitektur di Indonesia. Pandangannya bahwa globalisasi harus diartikan sebagai arus dua arah bolak balik sangat inspiratif. Idenya jelas, bahwa dalam arus globalisasi para arsitek di Indonesia harus aktif terlibat di dalamnya dan dengan beridentitas Indonesia. Globalisasi harus dilihat sebagai berkah, bahwa Arsitektur Nusantara harus semakin hidup dan mendunia. Ia adalah Ibu yang selalu hadir dalam setiap karya arsitektur baru, memberi nafas dan jiwa yang menghidupi karyakarya arsitektur baru, bukan sekedar sebentuk karakter rancangan. Arsitek generasi muda memiliki sikap yang sejalan dengan generasi tua. Mereka memiliki sikap yang bebas dalam memandang dan menyikapi bagaimana menghidupkan Arsitektur Nusantara dalam era globalisasi. Khasanah Arsitektur Tradisional disikapi sebagai semacam perpustakaan, bersama dengan koleksi dari berbagai sumber, kemudian diramu menjadi karya-karya baru berspirit Nusantara. Tindakan mereka sungguh mengagumkan dan patut mendapat apresiasi yang tinggi. Karya mereka mengungkapkan hati dan spirit mencintai Arsitektur Nusantara, dan ini sangat membanggakan. Pemikiran dan karya arsitektur yang terdapat di dalam majalah kita yang terbit kali ini sengaja dipilih dan diangkat untuk menunjukkan fenomena pewarisan dan pelestarian dalam bidang arsitektur di Indonesia. Apapun yang diangkat dalam tulisan-tulisan di sini merupakan usaha membuka wawasan bersama bahwa kita memiliki khasanah arsitektur yang patut menjadi acuan bagi penciptaan karya-karya arsitektur berjatidiri Nusantara. Kita harus semakin menyadari adanya kekayaan bangsa dalam khasanah arsitektur yang patut dijaga dan dikembangkan, maka menjadi hidup dan tumbuh-berkembang. Melestarikan Arsitektur Nusantara sebagai Pusaka Bangsa merupakan tugas mulia bagi para arsitek di Indonesia yang harus terus dihidupi. Menciptakan karya arsitektur beridentitas dan berjatidiri Indonesia hendaknya menjadi ungkapan cinta kepada bangsa, bukan sekedar demonstrasi ketrampilan merancang. Cinta menjadi landasan yang sangat penting dalam setiap upaya mewarisi dan melestarikan Arsitektur Nusantara dalam arus globalisasi yang penuh dengan tantangan. Cinta hendaknya merupakan jiwa dan dasar paling penting dalam proses melestarikan Arsitektur Nusantara. Persoalannya adalah, bagaimana menumbuhkan cinta yang menjadi dasar bagi Arsitektur Nusantara agar tetap hidup, tumbuh dan berkembang menjadi kebanggaan kita serta seluruh dunia. Upaya adik-adik tim redaksi majalah ini untuk mengangkat pemikiran dan karya Arsitektur Nusantara dalam terbitan majalah kita kali ini adalah sebentuk ungkapan cinta sederhana yang membanggakan. Akhir kata, menjadi tugas kita semua, dengan berbagai cara dan usaha, menumbuhkan cinta yang terus berkembang terhadap Arsitektur Nusantara. Viva Arsitektur Nusantara !!! Babarsari, Mei 2014 Djarot Purbadi


/CONTRIBUTORS

WAYA ARS11

BILLY ARS11

JECKHI ARS11

NADA ARS12 ABI ARS13

expedition photographers

EGA ARS10 SURYA [UMY] background sketches by

PANDU ARS11

specialcontributors

contributors sketches by

EKO ARS11


AJI ARS11

THOMAS ARS12

VIDYA ARS11

AGNES ARS12

biropeneltian&penulisan

DIZA ARS12

DEO ARS11

YOGA ARS11


/PERSPECTIVE/ SENIOR.ARCHITECT

Josef Prijotomo M.Arch.

Arsitektur Nusantara Masih Punya Kesempatan

T

im ARÇAKA menemui Josef Prijotomo, seorang arsitek senior yang sangat lantang berbicara tentang Arsitektur Indonesia. Dosen, peneliti dan juga penulis buku ini bercerita kepada Tim ARÇAKA tentang Arsitektur Nusantara dengan gaya suroboyonan-nya yang khas. Pak Jospri, begitu beliau kerap disapa, memulai perjalanan panjang arsitektur nusantaranya ketika mengambil studi S2 di Amerika. Oleh karena beasiswa yang tidak memungkinkan untuk melakukan riset di Indonesia, maka beliau memutuskan untuk mengambil thesis tentang Indonesia dengan menggunakan teori dan subyek semiotik. Pak Jospri beralasan, pada saat itu dosen dan penguji belum banyak mengerti tentang Indonesia, sehingga beliau memutuskan untuk mengambil materi thesis tersebut. Sepulangnya dari Amerika, Pak Jospri menemukan buku-buku tentang primbon Jawa di rumahnya. Oleh karena itu, mulai muncullah ide untuk melakukan penelitian tentang primbon Jawa yang berkaitan dengan arsitektur. Berbekal bahan-bahan penelitian yang diambil dari buku-buku tersebut, beliau mendapatkan banyak apresiasi karena dianganggap hal yang diteliti ini merupakan sesuatu yang langka. Bermula dari hal tersebut, pak Jospri memutuskan untuk mulai menekuni arsitektur nusantara karena pada saat itu ternyata belum banyak orang mau mengenal dan menekuni arsitektur nusantara. Hal inilah yang akhirnya menjadi induk sekaligus pintu masuk seorang Josef Prijotomo menuju arsitektur nusantara.

10 ARÇAKA#2 | MAY2014


Text by Titus Abimanyu Photos by Steven Demarsega & Surya Rahmandanu

ARÇAKA#2 | MAY2014 11


12 ARÇAKA#2 | MAY2014


Arsitektur Nusantara yang “Terlihat”

Sekarat tak Berarti Lewat

Pak Jospri mengatakan, arsitektur nusantara adalah sesuatu yang terlihat, tidak peduli apapun yang diperlihatkan. Artinya, segala sesuatu entah mana tahap pembangunannya, kebudayaannya, atau konstruksi yang dipakai, semua berhak masuk dan diperlihatkan sebagai suatu arsitektur nusantara yang utuh. Lalu bagaimana dengan arsitektur tradisional? Apakah tepat jika mengatakan arsitektur nusantara juga merupakan arsitektur tradisional? Menurut Pak Jospri, jika yang dilihat itu adalah produk atau objeknya, maka hal tersebut bisa disebut sebagai arsitektur nusantara dan arsitektur tradisional. Tetapi jika ditinjau dari pengetahuannya, arsitektur tradisional tidak sama dengan pengetahuan arsitektur nusantara. Pengetahuan arsitektur tradisional lebih mengarah ke antropologi kebudayaan. Dengan kata lain arsitektur tradisional merupakan potret arsitektur dari sebuah waktu tertentu di masa lalu, sedangkan pengetahuan arsitektur nusantara lebih mengarah ke teknis bangunan yang dijadikan sebagai ilmu tentang arsitektur nusantara.

Arsitektur nusantara memang sudah diambang batas, tapi bukan berarti tak bisa diselamatkan. Banyak cara yang diungkapkan Pak Jospri, salah satunya adalah mengekspos detail arsitektur nusantara ke dalam rancangan desain. Contohnya, mengambil detail dari batik Jogja sebagai elemen fasad pada bangunan, atau merancang sebuah bangunan yang tata ruangnya diadopsi dari tata ruang bangunan Jawa. Bentuk penyelamatan lainnya bisa dengan cara yang lebih ekstrim, yaitu mencoba menghasilkan suasana bangunan yang sama, tata-cara yang sama, dan merekonstruksi bangunan yang sama. Seperti yang terjadi pada tahun 2009, sekelompok arsitek melakukan konservasi rumah adat Wae Rebo di Flores. Penyelamatan warisan arsitektur nusantara yang paling efektif, yaitu justru memberikan materi-materi tersebut sebagai mata kuliah wajib dalam arsitektur. Sayangnya, sampai sekarang sangat jarang sekolah arsitektur di Indonesia yang memberikan materi tentang arsitektur nusantara di mata kuliah wajib. Jika itu semua dilakukan, bukan tidak mungkin arsitektur nusantara yang selama ini dianggap “sekarat” dapat bangkit, dan mengglobal sehingga memberikan makna yang baru bagi Indonesia. “Bukan apa yang ada diluar ditarik ke dalam, melainkan apa yang ada di dalam dapat didorong keluar,” tutup pak Jospri.

Banyak Kendala Arsitektur nusantara semakin hari semakin menghadapi banyak kendala. Setidaknya ada 3 kendala utama yang di ungkapkan pak Jospri, yang pertama, maukah para mahasiswa sebagai pengemban kewajiban melestarikan nusantara, pergi ke desa-desa untuk membangkitkan kembali yang sudah mati? Nyatanya, 90% elemen arsitektur nusantara terdapat di desa, dan keadaannya semakin kritis. Kedua, bersediakah mahasiswa arsitektur untuk berbaur dan melipat lengan baju mereka untuk ikut menjadi orang desa? Ketiga, apakah mereka para mahasiswa mau masuk wilayah desa untuk mengikuti segala peraturan desa?

*** Mengenai arsitektur nusantara yang kelak akan mengglobal, Pak Jospri memberikan pesan yang begitu menarik: “Kalau kamu merasa kamu adalah orang Indonesia dan kamu tahu bahwa arsitektur Indonesia itu ada, dan percaya bahwa arsitektur Indonesia akan menghasilkan arsitektur baru, maka arsitektur baru tersebut harus tetap membawa identitas “ibu” yaitu Indonesia. Dan dimanapun kamu berarsitektur, bawalah identitas “ibu”mu (Indonesia). “ Prof. Dr. Ir. Josef Prijotomo, M.Arch

ARÇAKA#2 | MAY2014 13


/PERSPECTIVE/ YOUNG.ARCHITECT

Effan Adhiwira

Bukan Bangunan Bambu Biasa

14 ARÇAKA#2 | MAY2014


Text by Billy Gerrardus Santo Photos by Steven Demarsega & Courtesy of Effan Adhiwira

“A

rsitektur lokal yang peka jaman.” Itulah kalimat pertama yang diucapkan Effan Adhiwira, seorang alumni Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, ketika ditanya mengenai arsitektur nusantara. Setelah perjalanan sekitar satu jam dari pusat kota Denpasar menuju Ubud, keramahtamahan langsung Tim ARÇAKA rasakan ketika bertemu dengan pak Effan di sebuah restoran yang merupakan salah satu karyanya, yaitu Bamboe Koening Resto. Sambil berjalan menuju tempat duduk yang nyaman untuk seluruh Tim ARÇAKA, beberapa kali kami kehilangan fokus karena takjub dengan bagaimana material bambu ditekuk dan dibentangkan pada bangunan ini. Bambu, yang tumbuh di 75 negara tropis maupun sub-tropis, tumbuh melimpah di seluruh kepulauan di Indonesia. Selain menjadi bagian dari sejarah sebagai senjata perang, material bambu telah akrab digunakan oleh leluhur masyarakat nusantara untuk membuat konstruksi bangunan. Mulai dari konstruksi saung sawah, gedhek (sayatan kulit bambu yang dianyam menjadi lembaran yang biasanya berfungsi sebagai pembatas ruang), hingga berbagai macam furnitur seperti kursi dan meja, material bambu telah menjadi bagian yang tak terlepaskan dari kehidupan masyarakat nusantara. Dengan menjunjung tinggi lokalitas dan sustainable architecture, arsitek yang banyak

terinspirasi dari arsitek Santiago Calatrava ini melakukan pembuktian nyata bagaimana material “tradisional” ini bertransformasi menjadi bentuk yang tidak mainstream. Dimulai dari Sebuah Tantangan Pada awalnya, setelah lulus dari Jurusan Arsitektur UGM Yogyakarta pada tahun 2005 pak Effan berniat untuk berangkat ke Aceh sebagai salah satu relawan. Namun karena proses yang kurang jelas, pak Effan kemudian memilih opsi lain yaitu bekerja untuk TomaHouse, sebuah perusahaan bangunan prefabrikasi yang dicetuskan oleh Frank Thoma. Bersama TomaHouse pak Effan mendesain bangunan dengan aluminium prefabrikasi berteknologi tinggi. Dengan sentuhan lokal Indonesia seperti cover kayu, bambu, dan kain tradisional, hasil desain dijual lagi keluar negeri. Di satu kesempatan, pak Effan ditawari untuk mendesain struktur sebuah bangunan dengan sisa tenda, dengan budget tidak lebih dari Rp500.000,00. Terbiasa dengan budget besar dalam membuat desain, tawaran ini memancing pak Effan berpikir lebih kreatif hingga menemukan sebuah solusi, yaitu penggunaan material bambu. Walaupun pekerjaannya membawa pak Effan “jalan-jalan” ke berbagai negara seperti Jamaika, Inggris dan Australia, rasa bosan yang tak terbendung membuat pak Effan memutuskan untuk keluar pada tahun 2007 dan mendaftar ke PT Bambu, yang pada saat itu sedang memulai proyek Green School.

ARÇAKA#2 | MAY2014 15


/PERSPECTIVE/ YOUNG.ARCHITECT

Saat mulai bekereja di PT Bambu, Pak Effan harus kembali memulai dari bawah setelah lama menjabat sebagai arsitek senior. Di sinilah Pak Effan bersama dengan arsitek-arsitek lain yang lebih banyak berasal dari luar negeri mengeksplorasi bambu menjadi bentuk-bentuk yang tidak biasa. “Wah ini harus dicolong ilmunya, aku lihat sedikit ada orang Indonesianya. Wah ini gak boleh, kekayaan kita lho,” canda Pak Effan. Bersama dengan PT Bambu yang dipimpin oleh seorang desainer bernama John Hardy, Pak Effan banyak beresperimen membuat bentuk bangunan dengan struktur bambu yang tidak biasa. ”Bikin yang kayak jamur, boleh. Bikin yang kayak keong juga boleh,” gurau Pak Effan. Setelah keluar dari PT Bambu pada tahun 2011, Pak Effan kemudian mengikuti Summer Course tentang lokalitas di Architectural Association School (AA School) di London, Inggris. Sepulang dari London, Pak Effan mulai membuka studio sendiri di Bali dengan mengandalkan kemampuannya sebagai arsitek spesialis bambu. Bambu, Sebuah Warisan Arsitektur Nusantara Setelah asyik ber-flashback sembilan tahun kebelakang mengenai perjalanan karirnya, satu hal yang sangat ingin Tim ARÇAKA dengar adalah bagaimana pandangan Pak Effan tentang arsitektur nusantara. Setelah membahas pengalaman Tim ARÇAKA bertemu dan berdiskusi dengan Pak Joseph Prijotomo, kemudian percakapan kami tiba di sebuah pertanyaan mengenai pandangan Pak Effan tentang Arsitektur Nusantara. “Nah ini!” sahut pak Effan yang sudah menduga pertanyaan ini akan keluar dari mulut saya cepat atau lambat. Pak Effan memiliki pandangan dan caranya sendiri dalam menerapkan arsitektur nusantara. “Walaupun bentuknya begini, esensinya adalah

16 ARÇAKA#2 | MAY2014

pernaungan. Kalau di tropis teritisannya harus lebar biar udara enggak panas kalau hujan enggak tampias, udara panas bisa keluar dengan dibuat berlapis-lapis, walaupun dengan gaya yang kekinian karena adaptasi pasti ada.” Arsitektur nusantara menurut pak Effan adalah arsitektur pernaungan yang peka jaman dan punya karakter daerahnya sebagai bagian dari nusantara. Melalui karya-karyanya, Pak Effan menekankan kembali konsep dasar studio yang menggunakan bambu secara optimal dengan mengangkat nilai bambu itu sendiri. Pemikiran tersebut juga diimplementasikan pada desain restoran Bamboe Koening Resto, untuk mendobrak ekspektasi masyarakat awam tentang bambu. Bentuk restoran didominasi dengan garis-garis lengkung, yang dimaksudkan untuk memberikan kontras visual terhadap bentuk-bentuk bangunan sekitarnya yang didominasi bentuk kotak dan sudut siku-siku. Selain penataan ruang yang terbuka, konsep arsitektur nusantara kembali ditekankan dengan merespon iklim dengan atap yang bertingkat, memberikan celah-celah yang membebaskan udara panas. “Ini struktur murah. Lebih murah dari struktur kayu, tapi tidak murahan.” Dengan maksud mengangkat kembali nilai bambu, Bamboe Koening Resto menunjukkan perkawinan antara bambu yang “tradisional” dan teknologi modern. Tidak hanya kekayaan variasi bentuk, penggunaan material bambu yang melengkung juga relatif murah. Hal ini dikarenakan oleh bambu yang panjang dan lurus, seperti kayu yang banyak dijual, lebih laku di pasaran. Padahal kenyataannya sifat material bambu dan kayu sangat berbeda. “Ini bambu bulat, ini bambu yang dibelahbelah kemudian disatukan menjadi balok kayu. Tapi bagusnya, ini serupa dengan balok kayu tapi bisa melintir, karena bambu elastis,” jelas Pak Effan mengenai teknologi bambu yang dapat diterapkan saat ini.


Atap bertingkat pada Bamboe Koening Resto melancarkan pergerakan udara panas.

ARÇAKA#2 | MAY2014 17


/PERSPECTIVE/ YOUNG.ARCHITECT

Bamboe Koening Resto

Restoran Hotel Almarik

18 ARÇAKA#2 | MAY2014

Dodoha Mosintuwu


Beralih ke titik lain di nusantara, sebuah karya yang dinamai Dodoha Mosintuwu dibangun sebagai headquarter untuk Mosintuwu Institute, sebuah LSM yang memperjuangkan kedaulatan rakyat di wilayah pasca konflik Poso. Pak Effan menggunakan rumbia sebagai material penutup atap. Berbeda dengan rumbia dari Bali dan Jawa yang hanya tahan sekitar tiga tahun karena sudah menggunakan pupuk urea, rumbia yang digunakan adalah tanaman liar, dengan jumlah melimpah dan tahan hingga sepuluh tahun. Selain menekan carbon footprint, menggunakan material lokal juga menjunjung tinggi nilai lokal dan mengembangkan daerah sekitar dalam aspek sosial dan ekonomi. Merespon iklim, Dodoha Mosintuwu juga memiliki atap bertingkat yang secara fungsional menghindari tampias dan sebagai sirkulasi udara yang secara tidak langsung mengadaptasi bentuk rumah adat Poso. Berbeda dengan Dodoha Mosintuwu yang secara visual terlihat “mengadaptasi� bentuk rumah adat, rancangan Pak Effan untuk restoran Hotel Almarik, Gili Trawangan, terlihat memiliki bentuk yang lebih bebas.

Restoran yang tepat berada di pinggir pantai ini terinspirasi dari bentuk sandal jepit, dengan lengkungan mencapai delapan belas meter yang menyerupai struktur baja. Mengantisipasi pengaruh angin yang signifikan, kontekstualitas kembali ditekankan lewat bentuk atap yang multi-surface, memberikan ruang untuk meminimalisir beban angin pada masing-masing permukaan. Tidak berhenti sampai situ, Pak Effan juga memulai campaign secara aktif untuk mempromosikan penggunaan bambu lewat Bamboo Notion. Gerakan aktif seperti inilah yang Indonesia perlukan saat ini untuk mengurangi dampak buruk yang masuk lewat globalisasi dan mengglobalkan arsitektur nusantara. Perjalanan karir Pak Effan sebagai bamboo-specialized architect di berbagai tempat di nusantara seperti Bali, Poso, Cirebon, dan Lombok menunjukkan bahwa bambu, walaupun tidak lagi digunakan dengan cara tradisional, telah menyatu dengan kehidupan masyarakat sebagai sebuah warisan arsitektur nusantara.

Arch Timeline 2000-2005 2005-2007 2007-2011 2011 2012-now

Graduated from UGM Yogyakarta Senior Architect at TomaHouse Senior Architect at PT Bambu Summer Course Program at AA School London Principal Architect at EFF STUDIO

ARÇAKA#2 | MAY2014 19


/DESIGN

Proyek Lokasi Arsitek Tahun Pembangunan Luas lahan Luas bangunan

: Grandmas Hotel : Jl. I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Bali : Yuli Kalson Sagala : 2012-2013 : 1.758 m² : 6.300 m²

20 ARÇAKA#2 | MAY2014


BACK TO NATURE

Text by Agnes Ardiana Photos by Steven Demarsega & Courtesy of KsAD

KsAD - sebuah biro arsitek dan interior yang berlokasi di Surabaya ini didirikan oleh Bapak Yuli Kalson Sagala yang dalam merancang bangunan sangat mengutamakan site respect. Kehadiran feng shui dalam karyanya juga menjadi keunikan tersendiri yang mencitrakan keseimbangan dengan alam.

ARÇAKA#2 | MAY2014 21


/DESIGN/ LOCAL

Pada tanggal 10 Februari 2014, seusai Tim ARÇAKA menemui Pak Josef Prijotomo di ITS Surabaya, kami melanjutkan perjalanan menuju sebuah kantor biro arsitek dan interior yang bernama KsAD di Jalan Wisma Permai, Surabaya. Pukul 14.00 WIB Tim ARCAKA telah sampai di kantor Biro KsAD, kedatangan kami disambut dengan keramahan oleh para rekan kerja Pak Kalson. Suasana nyaman pada siang itu semakin mengakrabkan kami untuk memulai sebuah perbincangan. Bila ditanya mengenai perjalanan beliau hingga menjadi seorang arsitek seperti saat ini, tentunya membutuhkan waktu yang tidak singkat. Beliau sempat bekerja di Singapura, namun merasa kurang cocok. Pulang ke tanah kelahiran adalah solusi yang tepat untuk memulai berkarya. Ketangkasan beliau dalam menangkap kebutuhan klien membuat biro ini semakin dikenal oleh masyarakat. Di KsAD inilah beliau menjadi semakin dekat dengan feng shui. GELOMBANG AKULTURASI BUDAYA DI NUSANTARA Merancang desain yang berwawasan nusantara tidak harus dengan membuat massa yang menyerupai bangunan tradisional, melainkan juga dapat dengan menambahkan unsur-unsur lokal secara sederhana pada bangunan. Seperti yang telah diterapkan Pak Kalson pada desain Grandmas Hotel, Tuban. “Selama dia site respect, itu sudah nusantara. Tidak bisa dijelaskan dari tipologi bangunan.” Jelas Pak Kalson, lulusan ITS tahun 2003 itu.

22 ARÇAKA#2 | MAY2014

Nusantara merupakan istilah untuk sebuah negara yang berbentuk kepulauan. Oleh sebab itu, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, jelas masuk dalam kategori nusantara. Secara geografis, tidak hanya Indonesia yang masuk kategori kepulauan di Asia Tenggara sendiri, negara kepulauan juga disematkan untuk Filipina dan Indonesia yang memiliki jumlah pulau mencapai ribuan. Dulu Indonesia menjadi tempat berlabuh pedagangpedagang dan pelaut dari Arab, Persia, Cina dan Gujarat, karena letak geografisnya yang berupa kepulauan serta sangat strategis. Tidak mengherankan jika Indonesia memiliki budaya yang masuk, tinggal, dan ikut mengakar pada masyarakatnya. Banyak kebudayaan dan kepercayaan yang dibawa oleh para pedagang tersebut. Cina banyak menyumbang “embrio” kebudayaan bagi Indonesia, antara lain dalam bidang penataan bangunan dan feng shui. PENTINGNYA FENG SHUI Dalam dunia arsitektur Indonesia, istilah feng shui sudah tidak asing lagi. Feng shui adalah sebuah ilmu atau teori dari Cina yang menerapkan keseimbangan pada bangunan dengan memperhitungkan angka (kwa) dan chi, sehingga dapat menghasilkan kenyamanan bagi penggunanya. Sedangkan chi merupakan energi yang harus dihindari. Konsep keseimbangan terhadap alam ini sangat memempertimbangkan unsur air, kayu, api, udara, logam, tanah, posisi arah hadap bangundan lain sebagainya.


Lee Kwan Yew yang merambat pada dinding dan pagar kayu

ARÇAKA#2 | MAY2014 23


/DESIGN/ LOCAL

MATERIAL dan GAYA Salah satu karya desain beliau yang menggunakan feng shui, namun tetap mencantumkan unsur nusantara adalah Grandmas Hotel di Tuban, Bali. Saat ini Grandmas Hotel di Bali berjumlah empat, yakni di Seminyak, Legian, Kuta dan Tuban. Grandmas yang berada di Tuban inilah yang merupakan hasil rancangan Pak Kalson. Grandmas Tuban dirancang tahun 2011 dan dibangun tahun 2012-2013. Semua Grandmas memiliki keunikan pada arsitekturnya serta penerapkan unsur feng shui pada bangunannya, salah satunya adalah tanaman Lee Kuan Yew yang juga dijadikan sebagai simbol hijau Grandmas. Kayu kelapa juga dimanfaatkan sebagai material dari furniture dan ornamen. Salon dan spa hotel juga diberi nama De Nyuh, yang artinya kelapa. Setiap Grandmas Hotel memiliki gaya yang sama, yaitu Fresh, Smart and Clean. Gaya tersebut dibarengi dengan konsep green architecture yang juga ditekankan dengan warna kamar yang hijau. Selain itu, penerapan unsur nusantara melalui material banyak memanfaatkan hasil alam dari sekitar site atau mengambil persediaan dari gudang Grandmas yang berada di Jalan Dewi Sri. Unsur lokal diterapkan dengan ornamentasi seperti penggunaan bata Bali pada bagian entrance, serta material kayu yang menjadi point of view pada setiap lantai. Site yang sempit dirasa tidak sebanding dengan permintaan klien untuk menambahkan swimming pool, restaurant, meeting room, spa, salon, business center, owner apartmen, owner office suite. Oleh karena itu lahan yang sempit di siasati dengan memecah bangunan menjadi banyak volume massa, tidak menjadi satu bangunan gemuk di tengah site yang masif dan bulky. Strategi ini membuat pengunjung hotel banyak merasakan pengalaman ruang seperti pada penataan

kampung tradisional yang memiliki banyak belokan, sehingga banyak pengalaman ruang yang dapat dirasakan. Pembuatan basement juga dibuat lebih luas dari lantai di atasnya, dengan pengaturan resapan sangat diperhitungkan seefisien mungkin guna memperhitungkan KDB (Koefisien Dasar Bangunan). Luasnya ruang basement yang berpotensi gelap kemudian diantisipasi dengan void untuk pencahayaan pada basement. Lorong pada main entrance hall, sebetulnya ingin menghadirkan prinsip bangunan tradisional Bali yang masuk melalui gerbang terlebih dahulu kemudian melewati koridor entrance. Selain itu, pada bagian depan terdapat air yang mengalir di dinding merupakan strategi animated facade untuk mengantisipasi lingkungan di sektiar site yang high traffic dan berbeda dengan daerah di Bali yang umumnya pedestrian friendly. Keunikan lainnya adalah konsep reuse dan recycle dari kafe Comedy Kopi yang memanfaatkan jendela bekas sebagai partisi, penggunaan urinoar sebagai wastafel, kursi sebagai ornamen, dan pemanfaatan alat dapur sebagai ornamen gantung. Ide kreatif lainnya adalah penggunaan pipa PVC yang dicat warna-warni sebagai meja kasir. Konsep feng shui pada bangunan menjadi bentuk keseimbangan terhadap lingkungan, sementara unsur nusantara yang berbaur dengan dengan gaya modern menjadi perpaduan yang indah pada Grandmas Hotel. Selain desain Fresh, Smart and Clean, Pak Kalson berhasil menggabungkan desain yang baik bagi klien dan site sehingga tidak hanya memberikan kenyamanan untuk klien, tapi juga mempertahankan unsur lokalitas sebagai bagian dari nusantara.

Arch Timeline 2003 2006 2009

Graduated from ITS one of the co-founder of DEMAYA (Desainer Muda Surabaya) CIPUTRA Surya Surabaya (CIPUTRA group) COX Architects – Sydney DP Architects – Singapore principal architect of KsAD (Kalson Sagala Architects)

24 ARÇAKA#2 | MAY2014


Kolam Hotel

Interior Comedy Kopi

void meneruskan cahaya ke ruang basement dan mempertahankan pohon existing

ARÇAKA#2 | MAY2014 25


/DESIGN

Jiwa Nusantara Museum Terbuka Trowulan Text by Aleicia Vidya & Waya Theresia Photos by Steven Demarsega & Surya Rahmandanu

26 ARÇAKA#2 | MAY2014


ARÇAKA#2 | MAY2014 27


/DESIGN/ LOCAL

S

itus Trowulan yang terletak di Mojokerto, Jawa Timur merupakan situs pusat ibukota Kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan terbesar di Indonesia. Saat Tim ARÇAKA mengunjungi situs Trowulan ini, terlihat jelas ciri khas langgam arsitektur Kerajaan Majapahit yang tercermin dari penggunaan batu bata merah, tanah bakar, konstruksi kayu, pondasi bata merah, bahkan umpak pada bangunan secara tidak langsung masih digunakan sampai detik ini. Berdasarkan fakta diatas, situs Majapahit menjadi sangat penting untuk dilindungi. Hal inilah yang menjadi landasan untuk pembangunan museum sebagai pelindung situs. Upaya pembangunan museum pernah dilakukan, namun terpaksa dihentikan karena merusak situs. Oleh sebab itu, Pusat Informasi Majapahit (PIM) mengadakan sayembara untuk menjawab masalah ini. Perencanaan PIM ini meliputi dua hal pokok, yaitu perencanaan master plan situs Trowulan dan perancangan museum terbuka. Museum Terbuka mengusung konsep arsitektur nusantara yang dibawa oleh arsitek Yori Antar, karyanya terpilih menjadi yang terbaik pada sayembara museum terbuka situs Trowulan. Museum Terbuka Trowulan ini berdiri megah di salah satu lahan yang memiliki luas satu hektar. Tak dapat dipungkiri, kesan orientasi pada konsep pernaungan, yang menjadi salah satu kekuatan dari arsitektur nusantara sangat nampak. Pernaungan pada museum ini jelas ditujukan untuk situs yang yang berada dibawahnya. Tak banyak yang tahu, bangunan yang memiliki jiwa nusantara ini berawal dari ide sang arsitek untuk menggunakan umpak sebagai struktur utamanya. Struktur umpak menjadi tak asing lagi bagi arsitektur nusantara. Struktur yang dapat di jumpai pada bangunan-bangunan tradisional Indonesia ini menjadi pilihan cerdas untuk menanggapi pengalaman pahit pembangunan museum sebelumnya yang sempat ramai dibicarakan karena disertai dengan kerusakan beberapa situs.

28 ARÇAKA#2 | MAY2014


ARÇAKA#2 | MAY2014 29


/DESIGN/ LOCAL

kepala badan kaki Referensi gambar: rakitrumah.com

Pondasi umpak merupakan pondasi yang tidak ditanam layaknya pondasi yang lain dan tidak memerlukan proses galian yang dalam, sehingga pembangunanya tidak merusak situs yang ada. Selain itu, pondasi umpak sangat relevan digunakan di Indonesia karena memiliki keunggulan dalam menahan gempa dan meminimalisir efek gempa. Tak heran jika kecerdikan dalam menanggapi keadaan existing di lapangan sangat terlihat dan mengahantarkan sang arsitek menjadi juara satu di sayembara yang diadakan oleh pemerintah bekerjasama dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) dan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (DEPBUDPAR). Berbicara tentang umpak tak dapat terlepas dari konsep perancangan rumah panggung. Di museum tebuka ini, kepiawaian sang arsitek berhasil mentransformasikan bentuk rumah panggung tradisional menjadi bentuk yang lebih dinamis dan modern, namun tetap meluapkan arsitektur nusantara. Konsep rumah panggung ini menghasilkan ruang yang terbuka dan tinggi, sehingga pengunjung dapat naik dan dengan leluasa dapat melihat proses penggalian arkeologi yang terdapat di bawahnya. Kesan desain bangunan rumah tropis yang terbuka, guna menyelaraskan keadaan iklim dan fungsi pernaungan pun semakin terasa.

30 ARÇAKA#2 | MAY2014

Museum Terbuka Trowulan Selain bentuk rumah panggung yang didukung oleh konsep pondasi umpak, konsep ini juga mendukung modul rangka dalam wujud piramida terbalik yang kemudian dirangkai untuk mencapai kestabilan konstruksi. Proses pembangunan Museum Terbuka Trowulan ini dilakukan tanpa menggunakan alat berat untuk menghindari kerusakan pada bangunan. Pemilihan material dan sistem konstruksi didasari oleh pemikiran tersebut, sehingga modul-modul piramida ini dapat diangkat oleh tenaga manusia. Tidak hanya berfungsi sebagai penstabil konstruksi, rangkaian piramida yang dirangkai simetri ini juga menambah keindahan interior dari desain sang arsitek. Susunan piramida terbalik ini dirangkai dan kemudian ditutup oleh sistem atap yang sederhana, ringan dan transparan. Atap dengan struktur membran dan kabel yang menyerupai tenda putih megah terbentang diatas konstruksi rangka piramida. Tenda putih ini berfungsi sebagai pelindung situs arkeologi dari cahaya langsung sinar matahari dan air hujan. Atap membran digunakan Yori Antar menguatkan intergrasi fungsi pernaungan dengan material yang minimal. Pemanfaatan sistem struktur modern ini juga menambah bumbu modern dalam desainnya. Rangkaian kabel sebagai struktur juga dapat menjadi point of view bagi orang yang berada di dalam museum terbuka.


Konsep museum terbuka memberikan kenyamanan visual dan termal bagi pengunjung museum yang ingin mengamati situs bersejarah ini

ARÇAKA#2 | MAY2014 31


/DESIGN

32 ARÇAKA#2 | MAY2014


Pura Amerta Jati

Arsitektur Hindu Jawa di Atas Batu Raksasa Text by Agnes Ardiana & Billy Gerrardus Santo Photos by Steven Demarsega & Surya Rahmandanu

ARÇAKA#2 | MAY2014 33


/DESIGN/ LOCAL

B

alekambang, Malang - Era globalisasi di Indonesia lebih banyak dipahami sebagai momen masuknya budaya barat secara besar-besaran ke Indonesia. Arsitektur lokal dikesampingkan, komersialitas dan “selera” masyarakat umum diprioritaskan dengan membuang ciri khas masing-masing daerah. Bentuk pura yang dibangun dua abad terakhir di seluruh Indonesia banyak ditemui mengadopsi arsitektur Bali yang dalam sejarahnya memang saling terkait. Ya, arsitektur Bali mempengaruhi begitu banyak orang di Indonesia dan bahkan seluruh dunia. Namun menurut Bapak Djuwarno, pemangku Pura Amerta Jati, justru unsur-unsur lokal Jawa sebagai dasar perancangannya lebih diutamakan di pura ini.

The Beach Icon Tidak hanya Tanah Lot yang memiliki Pura di atas sebuah batu raksasa. Pura Amerta Jati, yang kini menjadi icon Pantai Balekambang, berdiri di atas Pulau Ismoyo atas inisiatif Bupati Edi Slamet pada tahun 1985, yang direalisasikan dan dibangun pada tahun 1995. Umat Hindu Malang biasanya datang ke pura ini dua kali dalam setahun yaitu pada hari piodalan dan upacara melasti (tiga hari sebelum hari raya nyepi). Pak Djuwarno sebagai pemangku adat biasa memimpin upacara ketika umat Hindu datang untuk beribadah. Dirancang oleh seorang dari Blitar dan pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) untuk Kota Malang, Pura Amerta Jati dibangun dengan bantuan umat seluruh Kota Malang dan sekitarnya secara

34 ARÇAKA#2 | MAY2014

sukarela tanpa diberi imbalan. Dana yang digunakan seluruhnya adalah swadaya umat Hindu. Dalam pembangunan pura sebagai tempat yang sakral ini, upacara penyucian terlebih dahulu dilakukan sebelum setiap tahap pembangunan Pura dilakukan.

“ Kala” Tersenyum di Kori Agung Pintu masuk pura dicapai dengan memutar terlebih dahulu ke permukaan yang lebih tinggi, kemudian menyebrang dengan sebuah jembatan. Setelah menyeberang jembatan, pintu utama pura seakan telah siap menyambut kedatangan tamu. Pintu utama ini dikenal dengan istilah Kori Agung. Sebagai pintu utama pura, Kori Agung yang mencitrakan gunung ini hanya dapat dilewati satu orang. Kori Agung pura ini cukup unik, terdapat sebelas tingkatan dengan simbol swastika di bagian puncaknya. Angka sebelas menyerupai jumlah atap yang biasa digunakan untuk Meru (salah satu jenis tempat pemujaan yang melambangkan gunung Mahameru) yaitu 1, 2, 3 5, 7, 9 dan 11, dimana Meru bertingkat sebelas adalah simbol sebelas aksara suci. Di bagian atas pintu masuk terdapat relief kalamakara yang biasa disebut kala. Relief kala dipercaya sebagai relief figuratif yang mempunyai fungsi spiritual, yang biasa dipahami sebagai pengusir roh-roh jahat. Biasanya relief Kala menggambarkan sosoknya yang menyeramkan dan mengintimidasi, namun di pura ini relief kala justru terkesan sedang tersenyum.


ARÇAKA#2 | MAY2014 35


/DESIGN/ LOCAL

Relief berbentuk tokoh pewayangan Jawa yang diukir di tempat

Pengaruh Konteks Kemungkinan adanya keterkaitan dengan Kerajaan Majapahit diperlihatkan oleh adanya pola relief yang mirip dengan relief yang berada di Masjid Agung Sumenep, Madura. Di dalam pura terdapat sebuah Bale Banjar, yang digunakan untuk upacara sehari-hari, dan tiga pelinggih. Pelinggih adalah sebuag batu bertingkat-tingkat berwarna putih serta berbentuk segi empat, termasuk ke dalam tempat pemujaan yang letaknya terbalik dan digunakan untuk altar. Ketiga pelinggih tersebut adalah Pelinggih Panglurah yang menguasai seluruh pulau, Pelinggih Dewa Baruna yang

36 ARÇAKA#2 | MAY2014

menguasai laut, dan Pelinggih Padmasana yang merupakan simbol Hyang Widhi. Tiga pelinggih ini memiliki tinggi yang berbeda sesuai dengan perannya. Di bagian ini dapat pula ditemukan relief yang tidak akan ditemukan di pura-pura di Bali, yaitu relief tokoh pewayangan. Tidak hanya itu, menurut pak Djuwarno, relief dibuat langsung tanpa cetakan seperti yang dibuat di banyak pura di Bali. Lokalitas juga ditunjukkan dengan penggunaan material yang didominasi dengan bata asli dari Malang. Tindakan ini secara tidak langsung mencerminkan adanya niat pengurangan carbon-foodprint dan


Pola Relief Pura Amerta Jati

Pelinggih Padmasana, Dewa Baruna dan Panglurah

adanya kepedulian perancang pada masyarakat dan alam sekitar. “Dikemas� dengan pemandangan pantai dan matahari tenggelam, Pura Amerta Jati jelas merupakan objek wisata yang sangat menarik dan mungkin saja akan menyamai kepopuleran Pura Tanah Lot. Meskipun begitu, sikap masyarakat dan pemerintah sekitar terhadap pura ini justru sangat memprihatinkan. Pura memang dibangun dengan bantuan umat yang datang jauh dari Malang dan sekitarnya untuk bekerja tanpa pamrih, namun partisipasi masyarakat sekitar yang tidak beragama Hindu dapat dikatakan sangat minim.

Pola Relief Masjid Agung Sumenep

Tidak hanya itu, Pura Amerta Jati sebagai tempat ibadah dan objek wisata masih menarik biaya bagi umat dari luar Kota Malang yang ingin beribadah. Bahkan, seluruh uang yang masuk ke sektor pariwisata tidak disisakan sedikitpun untuk perawatan dan penjagaan kebersihan pura. Pura Amerta Jati merupakan adaptasi dari keadaan sekitar dengan menerapkan unsur Jawa. Meskipun lokasi yang berbeda, karakter arsitektur Bali yang tetap melekat menunjukkan adanya ikatan antar pulau di Indonesia yang sejatinya memang merupakan satu kesatuan. Walaupun begitu, ternyata keberhasilan dalam menjaga arsitektur nusantara belum dibarengi dengan perkembangan sosialnya.

ARÇAKA#2 | MAY2014 37


/DESIGN/ ALUMNI

Text by Elizabeth Nada Photos by SHL & Partners

38 ARÇAKA#2 | MAY2014


Semara Resort and Spa

Ketenangan Dalam Kota

Konsep taman tropis yang diterapkan Studio Hijau Lumut (SHL) & Partners mampu meng’halus’kan bangunan Semara Resort & Spa yang masif. Studio yang berkantor di Bali ini berhasil menekankan pentingnya landscape suatu bangunan. Suasana tropis dan rindang muncul ketika berjalan di area Semara Resort and Spa Bali. Bangunan ini dipercantik dengan penataan landscape yang begitu baik dengan konsep taman tropis tradisional yang dikombinasikan dengan elemen-elemen modern di dalamnya . Bangunan Semara Resort & Spa yang dibangun di atas lahan seluas 5000 m2 ini didesain oleh Inhouse Architect, sementara landscape bangunan Semara Resort & Spa didesain oleh Studio Hijau Lumut (SHL) & PARTNERS. SHL & PARTNERS merupakan biro arsitek yang juga bergerak dibidang Landscape Architecture. Salah satu pendiri SHL & PARTNERS adalah I Gusti Agung Ngurah Widianingrat, yang kerap disapa Jung Yat. Mas Jung merupakan alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta lulusan tahun 2006. Kebisingan dari jalan raya tidak lagi Tim ARÇAKA rasakan saat memasuki area Semara Resort & Spa. Suasana hening dan tenang seperti pedesaanlah yang

kami rasakan. Udara sejuk dan gemericik airpun menyambut kedatangan kami di Semara. Konsep tropis dipilih untuk menciptakan iklim mikro yang lebih nyaman dan cocok dengan suasana resort. Ruang hijau pada area ini menggunakan pola linear dengan sedikit gerakan. Hal ini nampak pada alur lurus dan dibuat sedikit berbelok bagi pengunjung Resort and Spa ini. Pola linier yg dimaksud sebagai jalur utama dalam sirkulasi di Semara Resort & Spa. Desain seperti ini merupakan tanggapan dari tata letak bangunan yang dirancang oleh arsiteknya. Pada bagian entrance, pohon-pohon besar digunakan sebagai sign bagi pengunjung saat berada di area Semara Resort & Spa. Elemen Pembatas Privat dan rileks, itulah yang Tim ARÇAKA rasakan saat mendapat kesempatan berkeliling area resort ini. Dinding yang digunakan sebagai elemen pembatas diganti dengan penggunaan tanaman sebagai pemisah antar ruang.

ARÇAKA#2 | MAY2014 39


/DESIGN/ ALUMNI

Konsep dwimatra dan trimatra juga diterapkan dalam pengolahan elemen pembatas, seperti penggunaan elemen pembatas dari kayu dengan permainan penonjolan secara vertikal maupun horisontal. Unsur Lokal Design landscape resort ini mampu memadukan berbagai unsur lokal Bali, yaitu dengan penggunaan tanaman-tanaman khas Bali. Jepun Bali dipadukan dengan jenis tanaman perindang lainnya, yang merupakan tanaman lokal seperti Kelapa gading (cocos nucifera), Palm Bregu (raphis exelsa ), Pohon Trembesi (samanea saman), dan Pohon Kupu-kupu (bauhinia purpurea) sehingga suasana asri dan indah tercipta di area Semara Resort and Spa. Ada berbagai macam art work yang terdapat disekeliling area resort. Art work tersebut digunakan sebagai penghias dinding maupun sebagai sculpture di area tanam. Desain art work pada dinding mengadopsi bentuk-bentuk khas Bali, seperti bunga khas Bali yang ditransformasikan secara modern, dengan material batubatu alam yang mudah didapatkan di berbagai daerah di Bali. Di sepanjang area resort juga terdapat patungpatung yang mengadopsi perempuan Bali yang anggun serta penggunaan gentong-gentong air sebagai penghias taman.

Pemecah Ke’masif’an Kemasifan bangunan dipecah dengan banyaknya tanaman-tanaman di area resort sehingga tercipta suasana rileks dan ‘keintiman’ yang lebih antara pegunjung dengan alam sekitar. Tidak hanya itu, penggunaan banyak pohon pada resort ini juga mempertahankan kandungan oksigen di udara. Pengunjung akan tetap merasa privat saat menginap, tetapi juga tidak merasa terkungkung dalam bentuk yang masif karena landscape resort memberikan pemandangan yang estetis melalui pola peletakan pohon dan penggunaan elemen vertikal dan horisontal sebagai atap maupun sekat sehingga penyatuan dengan alam semakin terasa. Kebisingan dari lingkungan sekeliling area resort dapat diredam dengan adanya air mancur. Pengunjung dapat merasakan ketenangan saat memasuki area resort dengan adanya suara gemericik air dan rasa sejuk yang berasal dari air mancur tersebut. *** Penataan landscape menjadi hal yang penting guna menunjang citra bangunan dan mendekatkan pengguna bangunan dengan alam sekitar sehingga tercipta keselarasan tanpa sekat. Melalui Semara Resort & Spa SHL & PARTNERS berhasil penciptakan peleburan antara bangunan dengan alam dengan baik dan yang paling utama, landscape Semara Resort & Spa membuat para pengunjung dapat merasakan ketenangan di tengah kebisingan kota.

Arch Timeline 2006 2006-2008 2008-2010 2010-present

40 ARÇAKA#2 | MAY2014

I Gusti Agung Ngurah Widianingrat, ST. Graduated from UAJY Yogyakarta Popo Danes Architect-Bali Bensley Design Studio-Bali SHL & Partners-Bali


Gentong-gentong air di area Semara

Sculpture di taman, transformasi perempuan Bali

Permainan dinding pembatas ARÇAKA#2 | MAY2014 41


42 ARÇAKA#2 | MAY2014


ARÇAKA#2 | MAY2014 43


/ART.SPACE

44 ARÇAKA#2 | MAY2014


we appreciate your art-works with /ART.SPACE! thanks for your participation!

Mengawang Masa Lalu by Vincentius Gilang Putra Pradana ARS10

ARÇAKA#2 | MAY2014 45


/ART.SPACE/ GALLERY

Sam Poo Kong by Titus Pandu ARS11

46 ARÇAKA#2 | MAY2014


Gereja Palasari Bali by Valentinus Bagus ARS12

ARÇAKA#2 | MAY2014 47


/ART.SPACE/ GALLERY

Gatot Kaca Temple by Aditya PW ARS13

Wisma Kuwera by Yulius Duto ARS13

48 ARÇAKA#2 | MAY2014


Candi Mendut by Briantama Andika ARS12

ARÇAKA#2 | MAY2014 49


/ART.SPACE/ GALLERY

by Desy Kusumawardani

Salah Satu Halaman Kraton Yogyakarta by Theo Shanto Bayu Aji ARS10

50 ARÇAKA#2 | MAY2014


Candi Sukuh by Willybrodus Caesario ARS12

ARÇAKA#2 | MAY2014 51


/POINT/CAMPUSNEWS

PAMIY goes to campus

P

aguyuban Mahasiswa Arsitektur Yogyakarta (PAMIY) merupakan sebuah organisasi yang menjadi wadah perkumpulan seluruh mahasiswa arsitektur di Yogyakarta. PAMIY bertujuan untuk mengguyubkan dan memfasilitasi teman-teman untuk saling bertukar ilmu dan pendapat, saling sharing dan berbagi khususnya dalam bidang arsitektur. Organisasi yang dulunya bernama IMAYOG ini sempat vakum selama beberapa tahun sebelum bangkit kembali dengan nama PAMIY pada tahun 2013. Tahun 2014, PAMIY akan berkeliling ke-tujuh kampus Arsitektur di Yogyakarta melalui acara PAMIY Goes To Campus. Salah satu yang dikunjungi adalah Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY). Acara PAMIY Goes To Campus yang diselenggarakan untuk pertama kalinya ini merupakan ajang pengenalan PAMIY kepada universitasuniversitas dengan program studi arsitektur yang berada di Yogyakarta dan juga sebagai ajang perekrutan bagi para calon pengurus PAMIY yang baru. Bekerjasama dengan Divisi Humas HIMA Tricaka UAJY, acara ini digelar di Ruang Audiovisual Gedung Thomas Aquinas UAJY pada tanggal 28 November 2013 pukul 18.00 WIB.

52 ARÇAKA#2 | MAY2014

Text by Elizabeth Nada Photos by Wadah Kawan

Acara ini disambut baik oleh mahasiswa arsitektur UAJY. Acara yang berlangsung selama satu setengah jam ini diisi dengan kegiatan pengenalan pengurus, penyampaian visi dan misi organisasi, program kerja serta sosialisasi acara-acara yang akan diselenggarakan oleh PAMIY. Suasana kekeluargaan dapat dirasakan saat sesi diskusi dan tanya jawab berlangsung. Teman-teman yang hadirpun diberi kesemptan untuk saling berdiskusi dan bertanya kepada pengurus harian PAMIY. Walaupun sedikit terkendala masalah publikasi, acara ini dapat berlangsung dengan lancar. Peserta dan pengurus dapat membaur menjadi satu dalam keceriaan. “Harapannya, semoga acara ini kedepannya dapat lebih dipersiapkan lebih matang lagi dan semakin banyak teman-teman yang hadir.” begitu kata Esi, selaku koordinator Divisi Humas HIMA TRIÇAKA yang juga pengurus PAMIY. PAMIY Goes To Campus ditutup dengan foto bersama antara pengurus dengan seluruh peserta. Semoga acara ini dapat rutin diadakan dengan konsep acara dapat lebih baik lagi sehingga dapat semakin mempererat hubungan antar mahasiswa Arsitektur di Yogyakarta. Sukses PAMIY!


GARSA liga arsitektur uajy

D

alam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Pernyataan tersebut menjadi dasar pelaksanaan Liga Arsitektur (GARSA). Setelah disibukkan oleh segudang tugas kuliah, mahasiswa arsitektur Universitas Atma jaya Yogyakarta (UAJY) diajak untuk melepas penat sejenak dengan berolahraga. GARSA merupakan pertandingan persahabatan di bidang olahraga bagi mahasiswa arsitektur UAJY yang diadakan oleh Biro Minat dan Bakat HIMA TRIÇAKA UAJY. “Kegiatan ini bertujuan untuk menyatukan semua angkatan dalam rasa kebersamaan dan sebagai wadah bagi teman-teman untuk menyalurkan hobi di bidang olahraga,” begitu tanggapan Yosandi selaku koordinator Biro Minat dan Bakat kepada Tim ARÇAKA. Kegiatan ini dilaksanakan di dua tempat yakni Lapangan Futsal Pelle di Jalan Babarsari untuk pertandingan futsal dan lapangan kampus 1 UAJY di Mrican untuk pertandingan basket. Acara yang diadakan tanggal 21 Februari 2014 – 26 Maret 2014 setiap hari Sabtu dan Minggu ini, diikuti oleh 10 tim futsal dan 8 tim basket.

Text by Elizabeth Nada Photos by Wadah Kawan

Acara yang diadakan untuk pertama kalinya ini dikemas dengan apik. Antusiasme dan minat teman-teman sangat baik. Pertandingan final futsal dilaksanakan tanggal 2 Maret 2014 dan basket tanggal 8 Maret 2014. Kedua pertandingan berlangsung menarik dan seru. Para pemain sangat bersemangat, berlomba menampilkan permainan terbaik guna membawa timnya menjuarai pertandingan. Tak mau kalah dengan para pemain, para supporter juga sangat bersemangat mendukung tim favoritnya, dengan membawa spanduk dukungan dan menyanyikan yel masing-masing tim. Seluruh rangkaian acara GARSA ditutup dengan penyerahan piala dan sertifikat bagi seluruh pemenang dari kedua cabang yang diserahkan pada acara Bom Musik Arsitektur. “Semoga GARSA dapat menjadi ajang kumpul dan berolahraga bersama bagi seluruh angkatan. Kedepannya, semoga acara ini bisa lebih baik lagi dan cabang olahraga yang dipertandingan bisa lebih banyak, serta adanya pertandingan untuk mahasiswa perempuan seperti futsal putri,” begitu kata Yosandi menutup obrolan dengan Tim ARÇAKA. Selamat kepada para pemenang!

ARÇAKA#2 | MAY2014 53


/POINT/CAMPUSNEWS

DISKUSI STARS

B

iro Ceramah dan Diskusi (Cerdis) Himpunan Mahasiswa Arsitektur TRIÇAKA kembali mengadakan Diskusi Studio Arsitektur (STARS) pada tanggal 7 Maret 2014 di Student Lounge Kampus 2 Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Diskusi STARS kali ini mengangkat tema “Struktur & Utillitas dalam Desain STARS”. Pemilihan tema tersebut diakui oleh Koordinator Biro Cerdis, Maya, dipilih agar teman-teman dapat mengetahui secara lebih mendalam mengenai struktur yang dipadukan ke dalam proses mendesain dalam mata kuliah Studio Arsitektur. Diskusi kali in menghadirkan Bapak Ir. YP. Suhodo Tjahyono, M.T. dan Bapak Ir. A. Djoko Istiadji, MSC.Bld. sebagai pembicara. Pak Hodo dan Pak Djoko pun sangat antusias untuk turut serta dalam acara diskusi STARS ini. Materi yang disampaikan saat diskusi yakni mengenai struktur bangunan tinggi (4-6 lantai) yang disampaikan oleh Pak Hodo dan Struktur dasar serta prinsip utilitas yang disampaikan oleh Pak Djoko. Persiapan yang dilakukan oleh biro Cerdis selama kurang lebih satu bulan, ternyata berbuah manis. Hal ini

54 ARÇAKA#2 | MAY2014

Text by Elizabeth Nada Photos by Wadah Kawan

terlihat dari adanya peningkatan jumlah peserta dari diskusi sebelumnya. Diskusi Struktur dan Utilitas ini diikuti oleh 103 orang yang terdiri dari mahasiswa arsitektur UAJY semester 2, 4, dan 6. Tidak hanya mahasiswa, acara ini juga dihadiri oleh Ibu Khaerunisa, ST., M.Eng. dan Bapak Gregorius Agung, ST., M.Eng. yang juga mengajar pada mata kuliah Struktur Konstruksi dan Bahan Bangunan. Diskusi diadakan pukul 11.00 WIB dan selesai pukul 13.00 WIB. Harapan Maya dan teman-teman Biro Cerdis adalah supaya teman-teman lebih antusias untuk aktif dalam sesi diskusi. Selain itu, mereka juga berharap antusiasme teman-teman semakin bertambah, sehingga semakin banyak yang dapat berpartisipasi dan menyumbangkan ide untuk materi diskusi STARS selanjutnya. Diskusi STARS seperti ini sangat bermanfaat, karena mampu memberikan kita informasi lebih banyak di luar pembahasan materi kuliah di kelas. Pesertapun dapat lebih leluasa untuk bertanya kepada pembicara mengenai materi pembahasan. Salut untuk Biro Cerdis. Kita tunggu diskusi STARS selanjutnya.


HIBURAN SORE

DI KANTIN BELAKANG

D

i tengah kesibukan akan tugas dan padatnya kegiatan kampus, Biro Minat dan Bakat HIMA TRIÇAKA kali ini menyuguhkan sebuah acara Bom Musik untuk temanteman dengan menampilkan band dari teman-teman atsitektur UAJY. Bom Musik yang berlangsung hari Sabtu, 22 Maret 2014 ini bertempat di kantin belakang kampus II dan dimulai pukul 18.00 WIB. “ Tujuan acara ini untuk refreshing agar tidak jenuh kuliah dan untuk menampung bakat musik teman-teman, jadi tidak melulu tentang arsitektur,” kata Aya, salah seorang anggota Biro Minat Bakat ketika ditanya tujuan acara ini. Para penonton yang menyaksikan merasa senang dan terhibur, karena dapat mengeluarkan ekspresi secara bebas, seakan tugas sudah hilang dari pikiran mereka karena melepas penat sangat dibutuhkan oleh teman-teman arsitektur. Demikian pula bakat mereka, bakat musik akan tumpul jika tidak diasah. Di acara Bom Musik inilah teman-teman dapat menunjukkan diri menyalurkan bakat musik dengan

Text by Agnes Ardiana Photos by Wadah Kawan

bernyanyi riang maupun bermain alat musik. Tidak sedikit mahasiswa arsitektur UAJY yang pada dasarnya memiliki bakat di bidang musik. Musik yang terus menggema menjadikan suasana malam di kantin belakang yang biasanya sepi kini menjadi semakin hidup. Penontonpun juga menikmati, karena ini merupakan rasa saling menghibur terhadap teman di kampus. Menurut Abas, salah satu penonton mengatakan “Rasanya senang, apalagi kalau teman-teman yang lain ikut nyanyi sambil joget. Acara ini sangat baik, karena bisa merefresh kembali anak-anak dari kejenuhan yang setiap hari cuma melihat A3, ngeringkas buku sampe kaya jadi novel, sibuk di depan laptop dan lain-lain. Jadi mereka bisa mengeluarkan ekspresi di luar tugas-tugas.” Bom Musik telah menjadi salah satu solusi tepat untuk menanggapi kejenuhan yang terjadi pada teman-teman di Arsitektur. Acara semacam ini sangat diharapkan untuk terus diadakan dan dipertahankan.

ARÇAKA#2 | MAY2014 55


/POINT/CAMPUSNEWS

AIR UNTUK TURI

B

idang Arsitektur memang tidak jauh dari bentuk pengabdian kepada masyarakat. Sayangnya hal itu seringkali hanya menjadi wacana di kalangan mahasiswa arsitektur saat ini. Hal tersebutlah yang coba diwujudkan kembali oleh Biro Ekskursi Himpunan Mahasiswa Arsitektur (HIMA) TRIÇAKA. Biro Ekskursi adalah biro dibawah naungan HIMA TRIÇAKA yang bergerak pada bidang sosial kemasyarakatan. Untuk mewujudkan hal tersebut, HIMA menggandeng Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) UAJY yang lebih berpengalaman, untuk bekerjasama melakukan sebuah pengabdian masyarakat. Setelah vakum selama lima tahun, acara pengabdian masyarakat pertama ini mengangkat tema “Sejahterakanlah Kehidupanku dengan Airmu”. Pengabdian dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2014 – 2 Maret 2014, bertempat di Desa Trimulyo, Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta. Acara ini diikuti oleh dua puluh peserta yang terdiri dari sepuluh peserta dari sipil dan sepuluh peserta dari arsitektur, serta lima belas orang panitia. Desa Trimulyo Desa yang berlokasi di lereng merapi ini dipilih menjadi tempat pengabdian masyarakat tahun ini karena memiliki masalah terhadap kandungan air dan sistem penyalurannya. ”Kadar besi yang terkandung pada airnya cukup tinggi, sebagai informasi kadar besi (Fe) dalam air di sana mencapai angka 0,8; sementara normalnya berkisar di angka 0,1, sehingga pipa-pipa menjadi berkarat. Maka kita pilih tempat itu setelah melakukan observasi, apa sih masalah yang ada pada desa tersebut.” begitu penjelasan Nita selaku Sekretaris Acara Pengabdian Masyarakat ketika Tim ARÇAKA menanyainya perihal pemilihan tempat. Teman-teman merencanakan pembuatan alat penyaringan air dalam skala yang cukup besar. Alat yang dibuat berasal dari tandon air berukuran besar dan pipa-pipa yang dirakit sedemikian rupa dan disesuaikan dengan ketinggian kontur pada daerah tersebut, sehingga dapat berfungsi mengalirkan air dengan baik. Tandon-tandon tersebut diisi dengan pasir dari kepadatan yang berbeda guna menyaring unsur besi yang terdapat dalam air, sehingga air dapat digunakan untuk mandi, mencuci bahkan memasak.

56 ARÇAKA#2 | MAY2014

Text by Elizabeth Nada Photos by Wadah Kawan

Berangkat Mengabdi Seluruh peserta dan Panitia berkumpul di lobby kampus II Gedung Thomas Aquinas UAJY. Sebelum berangkat, peserta diberi beberapa wejangan oleh Bapak Januar. Langit yang sedikit mendung menemani perjalanan teman-teman menuju lokasi menggunakan sepeda motor secara bersama-sama. Sesampainya di lokasi, mereka langsung di sambut oleh Ketua Dukuh setempat. Para peserta dan panitia membaur menjadi satu, saling mengakrabkan diri satu sama lain, juga dengan warga sekitar. Teman-teman dapat beristirahat dirumah warga yang telah disediakan. Warga desapun sangat ramah dan welcome dengan adanya program ini. Hari kedua diisi dengan persiapan dan pengecekan alat seperti pipa-pipa dan tandon serta pembersihan lapangan sekitar. Siangnya diadakan acara penyuluhan kepada warga mengenai cara kerja alat, fungsi alat dan manfaatnya bagi masyarakat. Pemasangan alat dilakukan pada hari ketiga. Dengan senang hati, bapak-bapak warga sekitarpun turut serta dalam pemasangan alat tersebut. Kegiatan masak bersamapun dilakukan peserta perempuan bersama ibu-ibu warga sekitar. Ada sedikit kendala yang terjadi. Saat uji coba alat dilakukan, tenyata debit air yang begitu besar mengakibatkan air agak sedikit meluap dari dalam tandon, serta perhitungan kepadatan pasir yang sedikit meleset. Tetapi secara keseluruhan, kendala dapat teratasi dengan baik dan alatpun dapat bekerja mengalirkan air bagi warga sekitar. Bukan Sekedar Konsep “Peduli kepada masyarakat bukan hanya sekedar konsep semata tetapi harus diwujudkan secara nyata. Semoga tahun depan acara semacam ini dapat dilakukan kembali. Tidak perlu besar-besar, di sekitar kampus kita juga bisa,” begitu ujar Hadiendra selaku koordinator Biro Ekskursi HIMA TRIÇAKA. Senada dengan pernyataan Hadien, Egi selaku Ketua Pelaksana Acara Pengabdian Masyarakat menambahkan, “Semoga Pengabdian Masyarakat tahun depan bisa lebih update lagi sama isu lingkungan yang sedang terjadi. Setelah melakukan pengabdianpun jangan selesai begitu saja, tetapi tetap harus ada pengontrolan lebih lanjut.”


ARÇAKA#2 | MAY2014 57


/POINT/ARCHITECTURAL.EVENT

58 ARÇAKA#2 | MAY2014


“MEBIASAKAN KINI MEMBANGUN ESOK”

M

encoba membangun langkah baru yang lebih baik dapat dimulai dari hal yang kecil. Guna mewujudkan hal tersebut, ide kreatif yang dilakukan oleh teman-teman arsitektur UGM adalah dengan mengadakan acara WISWAKHARMAN EXPO atau yang disebut WEX, yaitu acara tahunan mahasiswa arsitektur UGM yang rutin dilaksanakan di Benteng Vredeburg Yogyakarta dan dikelola oleh mahasiswa berdasarkan tahun angkatan. Kerja keras panitia WEX, yang tahun ini didominasi angkatan 2011, menghasilkan tema “Beyond Eco Design”. Persiapan dilakukan panitia sekitar lima bulan untuk semaksimal mungkin dalam mematangkan konsep. Konsep WEX pada dasarnya ingin memperkenalkan arsitektur keluar, tidak hanya untuk mahasiswa tetapi juga masyarakat. Acara ini berlangsung selama tiga hari, yakni tanggal 24-26 April 2014. Untuk menggaris bawahi acara ini, tercetuslah judul “Membiasakan Kini Membangun Esok”, hal ini merupakan buah pikiran dari adanya “pembiasaan yang dilakukan dengan adanya adaptasi” ujar Darmawan Hartono, ketua acara WEX tahun ini. Berbagai rangkaian acara yang disajikan mulai dari Grand Opening, Bazaar, Presentasi Desain Paska KAA, Talk Show, Performance, dan diakhiri dengan Pecha Kucha Night. Salah satu acara yang ditampilkan pada tanggal 25 April 2014 adalah Talk Show yang dilakukan bersamaan dengan Pameran karya Arsitektural. Dalam pameran

Text by Agnes Ardiana Photos by Wadah Kawan

tersebut karya yang ditampilkan adalah karya dari mahasiswa, dosen, maupun peserta lomba dari kampus lain. Sistem Talk Show yang dikemas dalam bentuk presentasi ini mengundang pembicara Sibarani Sofian, Realrich Sjarief dan Yeni Agriva. Topik bahasan Talk Show tidak jauh dari tema “Beyond Eco Design”. Dalam presentasi, Sibarani Sofian mencoba menjelaskan mengenai Urban City yang memiliki tiga poin utama: Know, Understand & Participate. Dimana cara mengukur hijau bukan dari suatu bangunan, melainkan mempertimbangkan kerusakan di balik pembangunan/ perkembangan. “Kenyataannya economy development adalah musuh dari hijau,” jelas beliau. Selanjutnya, presentasi diteruskan oleh Yeni Agriva, beliau menjelaskan tentang Green Building Council (GBC), guna menuju Indonesia yang lebih hijau. Menyambung materi green, presentasi berikutnya dilanjutkan Realrich Sjarief, beliau menjelaskan mengenai sustainability pada bangunan. Berdasarkan 3 materi tersebut, bila digabungkan akan sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi para peserta Talk Show. Tidak hanya itu, acara pameran pada WEX ini juga memberi manfaat untuk pengunjung dari luar, karena dapat menambah referensi mengenai pameran dan semakin mengenal arsitektur. Acara WEX berakhir di hari Minggu 22 April 2014, dengan acara presentasi sayembara desain, Pecha Kucha Night, dan diakhiri dengan hiburan musik bagi seluruh pengunjung acara.

ARÇAKA#2 | MAY2014 59


/POINT/ARCHITECTURAL.EVENT

GEOETNIK

I

ndonesia adalah negara kaya dengan segala keanekaragaman yang dimiliki, baik suku, budaya, etnis, dan agama. Keanekaragaman yang dimiliki, merupakan potensi yang sangat besar bagi Indonesia untuk terus mengembangkan diri khususnya di bidang industri desain. Pameran Biennale yang mengangkat bahasan tentang Kriya & Desain Indonesia, diselenggarakan oleh kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia. Tema “GeoEtnik” yang diambil untuk pameran tahun ini menampilkan dan memperbincangkan mengenai kearifan budaya lokal nusantara dengan kepekaan terhadap perkembangan industri kreatif yang berkelanjutan di Indonesia, serta tanggapan terhadap isu global. Pameran ini diselenggarakan pada tanggal 20 Desember 2013 sampai 19 Januari 2014 bertempat di Galeri Nasional Indonesia Jalan Medan Merdeka Timur No.14 Jakarta Pusat. Biennale diikuti oleh 91 peserta, baik individu, kelompok maupun sentra desain. Pameran Biennale disajikan dalam dua bentuk yakni Kelompok Perorangan dan Kelompok Kolaborasi. Kelompok Perorangan Pameran perorangan,antara lain menghadirkan karya-karya mengagumkan dari Erwin Firmansyah (Art Programmer di PT.Pedima) dengan karya yang berjudul Naughtyloose. Karya ini terinspirasi dari binatang laut nautilus, berbentuk kerang yang diolah dengan pendekatan dan pemikiran yang fun dan out of the box. Naughtyloose menghasilkan bentuk lekuk yang menarik, menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Karya Suwardana Winata ( Dosen jurusan Arsitektur Universitas Pelita Harapan) dengan judul Rumah “Instant” menghadirkan sebuah studi menggunakan PVC untuk menciptakan rumah yang cepat, mudah dibangun, ringan, serta mudah dipindahkan, guna membantu menampung korban bencana alam. Kehadiran Rumah Instant dalam pameran ini mengundang banyak perhatian dari para pengunjung, untuk melihat lebih dekat bagaimana karya tersebut. Chicken Storage karya Hadhi Siswanto menghadirkan sebuah desain penyimpanan benda yang dapat dipergunakan dengan segera, sehingga bentuknya harus mampu berfungsi sebagai elemen estetis atau sebagai pajangan di dalam rumah. Karya desain yang memiliki ukuran cukup besar ini, menarik perhatian

60 ARÇAKA#2 | MAY2014

Text and photo by Elizabeth Nada

Tim ARCAKA karena mampu menghadirkan bentuk tempat penyimpanan yang unik, yakni berbentuk ayam, namun tetap indah dan bermanfaat. Kelompok Kolaborasi Pameran kelompok kolaborasi, antara lain menghadirkan karya dari Andra Matin (Principal Architect & Founder of Andra Matin Architects) dan Hermawan Tanzil (Pendiri & Desain Grafis LeBoYe serta pendiri Dia.Lo.Gue Artspace) yang berjudul Rumah Kucing. Hewan-hewan yang hidup liar di jalan tanpa rumah tinggal (salah satunya kucing) kurang mendapat perhatian serius. Karya ini berusaha menjawab kebutuhan akan rumah tinggal tersebut. Karya ini berupa urban street scape yang dapat digunakan sebagai tempat untuk berlindung, bermain dan makan bagi kucing-kucing liar didaerah perkotaan. Di sudut lain, kolaborasi antara Susan Budihardjo (Pendiri Susan Budihardjo Fashion Design), Gilang Luhur Mandiri dan Uy Dharma Prayoga (Senior Interior Designer) menghasilkan sebuah karya yang berjudul Rebirth. Karya ini menunjukkan bahwa sebuah eksplorasi penting dilakukan ditengah kejenuhan dan perlu dilakukan seiring dengan perkembangan jaman. Ada juga sarana permainan bagi anak-anak yang edukatif dan ergonomis sudah jarang kita jumpai didaerah perkotaan yang padat penduduknya. Gang Sesama: ‘Bud’ & ‘Dung’ karya kolaborasi antara Biranul Anas Zaman (Fiber Artist dan Fabric Designer, Professor Faculty of Art and Design ITB), Francis Surjaseputra (Pendiri & Desainer PT. Axon Sembilan Puluh), dan Sarah Ginting (Pendiri Biro Konsultan SAGIArchitects) hendak menghadirkan sarana permainan yang bermanfaat bagi anak-anak di gang-gang sempit di perkotaan. Material yang digunakan adalah bahan bekas yang mudah didapat dan diproduksi. Peletakkan karya Gang Sesama di dekat pintu masuk ruang pameran menjadi pusat perhatian pengunjung, khususnya anak-anak. Eksibisi Biennale Desain & Kriya Indonesia 2013 diharapkan mampu menumbuhkan semangat mendesain bagi seluruh lapisan masyarakat, baik yang bergerak di bidang seni dan desain, orang awam, dan mahasiswa sehingga nantinya masyarakat semakin berkembang menjadi kreator-kreator yang mendorong munculnya berbagai ide kreatif guna mengembangkan dunia industri kreatif Indonesia yang begitu “GeoEtnik” dan dapat bersaing di dunia internasional.


Rebirth

Chicken Storage

Naughtyloose

Rumah Kucing

Gang Sesama : ‘Bud’ & ‘Dung’

Rumah “Instant”


/STUDENT WORKS “Desain yang 100% tradisional dan 100% modern.”

Prof. Josef Prijotomo - Juri Sayembara Desain PROPAN: ARSITEKTUR NUSANTARA 2013

RUMAH BUDAYA

OMAH GUNUNGAN RUANG UNTUK MENGENAL DAN MEMIKIRKAN KEMBALI KEBUDAYAAN KITA

TITUS PANDU WISMAHAKSI

FINALIS 6 BESAR SAYEMBARA DESAIN PROPAN : ARSITEKTUR NUSANTARA 2013

Diawali dari kegelisahan akan kurangnya kecintaan masyarakat Indonesia terhadap budaya sendiri, Titus Pandu Wismahaksi lewat Omah Gunungan mencoba menarik kembali kecintaan budaya masyarakat dengan mengkombinasikannya lewat bangunan yang dikemas modern namun tetap menjaga nilai tradisi.

62 ARÇAKA#2 | MAY2014


ARÇAKA#2 | MAY2014 63


64 ARÇAKA#2 | MAY2014


ARÇAKA#2 | MAY2014 65


/STUDENT.WORKS/RESEARCH

KONSEPSI LANGGAR SEBAGAI RUANG SAKRAL DAN PEMBENTUK LANGGAR IDENTITAS TANEAN LANJANG

Text by Aji Bayu Kusuma & Jeckhi Heng Photos by Aji Bayu Kusuma

Dalam rangkaian ekspedisi Tim ARÇAKA, penelitian dilakukan terhadap langgar sebagai identitas tanean lanjang yang keberadaannya dapat ditemukan di setiap rumah yang berada di Madura. Langgar memiliki arti yang penting bagi masyarakat Madura. Langgar berfungsi sebagai pusat aktivitas laki-laki yaitu transfer nilai religi, tempat bekerja pada siang hari, tempat menerima tamu, tempat istirahat dan tidur laki-laki, serta dipakai untuk melakukan ritual keseharian dan juga sebagai gudang hasil pertanian (Mansurnoor, 1990). Langgar menjadi ruang vital yang harus ada disetiap rumah, dalam sistim permukiman masyarakat Madura dan bersifat sakral. Sekilas Mengenai Tanean Lanjang Tanean Lanjang berasal dari dua kata, yaitu Tanean & Lanjang, dengan Tanean yang berarti halaman, dan Lanjang artinya panjang. Tanean Lanjang bisa diartikan sebagai Rumah dengan halaman rumah yang panjang. Tanean Lanjang adalah permukiman tradisional Madura dari suatu kumpulan rumah yang terdiri atas keluarga-keluarga yang mengikatkannya. Satu kelompok rumah terdiri atas dua sampai sepuluh rumah atau dihuni sepuluh keluarga yaitu keluarga batih yang terdiri dari orang tua, anak, cucu, cicit, dan seterusnya. Keluarga kandung merupakan ciri khas dari kelompok ini. Susunan rumah disusun berdasarkan hirarki dalam keluarga dengan hirarki barat-timur. Arah barat-timur adalah arah yang menunjukan urutan tua muda. Sistim yang demikian mengakibatkan ikatan kekeluargaan menjadi sangat erat, sedangkan hubungan antar kelompok sangat renggang karena letak permukiman yang menyebar dan terpisah. Di ujung paling barat dari bangunan terletak langgar, yang merupakan tempat ibadah masyarakat Madura, sama halnya dengan fungsi mushola. Sementara itu bagian utara merupakan kelompok rumah yang tersusun sesuai hirarki keluarga. Ruang Pada Tanean Lanjang

Ruang Tinggal

Ruang Tinggal atau rumah adalah ruang utama, memiliki satu pintu utama dan hanya terdiri atas satu ruang tidur yang dilengkapi serambi.

66 ARÇAKA#2 | MAY2014

Ruang bagian belakang atau bagian dalam sifatnya tertutup atau gelap. Bukaan hanya didapati pada bagian depan saja, baik berupa pintu maupun jendela, bahkan rumah yang sederhana tidak memiliki jendela. Ruang dalam ini adalah ruangan tunggal yang berarti bangunan hanya memiliki satu ruang tanpa sekat pemisah. Fungsi utama ruang tersebut adalah sebagai ruang tamu bagi perempuan. Bentuk bangunan yang digunakan dapat dibedakan melalui bentuk denah, letak tiang utama dan bentuk atap. Berdasarkan bentuk denah, bangunan dibedakan menjadi slodoran atau malang are dan sedana. Slodoran terdiri atas satu ruang dengan dua pintu dan satu serambi serta memiliki satu pintu keluar. Sedana memiliki dua ruang dan dua pintu tetapi memiliki satu pintu keluar. Kedua tipe tersebut rata-rata dimiliki masyarakat biasa.

Langgar

Kehadiran langgar pada setiap rumah di Madura mengindikasikan adanya hubungan yang erat antara penghuni rumah dengan Tuhan mereka. Langgar adalah ruang sakral yang memiliki hubungan vertikal dan horisontal. Langghar atau langgar yang berada di ujung barat (kiblat), merupakan bangunan ibadah keluarga. Langgar ini berfungsi sebagai pusat aktivitas laki-laki yaitu tempat untuk mentransfer nilai religi kepada juniornya, sebagai tempat bekerja pada siang hari, tempat menerima tamu, tempat istirahat dan tidur bagi laki-laki.


Pembagian berdasarkan Primordial Masyarakat Madura pada Tanean Lanjang

Langgar di Kecamatan Batu Putih

Langgar di Dusun Tajan RT 10 Kecamatan Bluto milik Ibu Hasan

Rumah Tanean Lanjang yang disusun berdasarkan posisi di keluarga

ARÇAKA#2 | MAY2014 67


/STUDENT.WORKS/RESEARCH

Kandang dan Dapur

Tata letak kandang dalam permukiman tidak memiliki posisi yang pasti, letaknya dapat berubah sesuai dengan kebutuhan. Pada permukiman awal perletakan kandang cenderung di sisi selatan berhadapan dengan rumah tinggal. Dapur terletak di depan, di samping langgar ataupun di belakang rumah. Bahan bangunan yang digunakan juga sangat variatif sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarga tersebut. Dapur identik dengan aktifitas perempuan yang banyak dilakukan di tempat ini.

Tanean

Tanean merupakan ruang utama yang berada di tengah-tengah permukiman. Tanean berupa ruang terbuka, sebagai tempat sosialisasi antar anggota keluarga, tempat bermain anak-anak, melakukan kegiatan sehari-hari seperti menjemur hasil panen, tempat melakukan ritual keluarga, dan kegiatan lain yang melibatkan banyak orang. Tanean sifatnya terbuka dengan pembatas yang tidak permanen, tetapi untuk memasuki tanean harus melalui pintu yang tersedia. Langghar pada Tanean Lanjang Langgar pada permukiman tanean lanjang adalah ruang penting yang hadir bersamaan dengan rumah induk dan dapur. Pengetahuan dan pemikiran penghuni tentang langgar melambangkan adanya hubungan vertikal antara penghuni (manusia) dengan Tuhan (Sang Pencipta) sehingga sumbu aksis barat dan timur menjadi sumbu horizontal yang sakral. Keberadaan langgar pada posisi paling barat mengindikasikan kepercayaan masyarakat sekitar terhadap misi ketuhanan. Dalam kepercayaan masyarakat Madura yang dominan memeluk kepercayaan Islam Kejawen, arah barat adalah arah sakral karena dijadikan arah kiblat dalam beribadah. Langgar berada disebelah barat memiliki makna hubungan secara langsung dengan kiblat tanpa terhalang ruang tinggal atau dapur dan kandang.

68 ARÇAKA#2 | MAY2014

Skema kognitif awal berasal dari sistem budaya dan religi masyarakat Madura, yang memegang teguh ajaran agama dan warisan leluhur, sehingga tanpa adanya pengendalian atau pengarahan dalam meruang, secara otomatis sistim tata urutan rumah tinggal akan tetap sama seperti pendahulunya. Ketika satu komunitas (satu keturunan keluarga) telah mendiami suatu teritori tertentu maka, komunitas lain akan membangun dirinya sama seperti komunitas yang ada, terjadi penyesuaian antara jumlah anggota keluarga dengan sumber daya yang dapat dimanfaatkan disekitar rumah tinggal. Pembangunan lingkungan terjadi ketika satu komunitas dengan komunitas lain mampu berinteraksi satu sama lainnya sehingga muncul pemahaman yang sama akan pentingnya penataan lingkungan, sehingga fungsi tanean (halaman terbuka) sebagai fungsi sosial dapat diwujudkan. Hal yang sama terjadi ketika langgar menjadi ruang sakral yang digunakan penghuni sebagai tempat ibadah, dan digunakan oleh kaum laki-laki dalam melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan keagamaan dan sistim ekonomi. Langgar menjadi representasi masyarakat Madura, bahkan menjadi identitas permukiman tanean lanjang. Langgar tidak hanya dijadikan ruang pelengkap, namun menjadi ruang yang harus ada dalam permukiman tanean lanjang. Langgar berbentuk rumah panggung memiliki makna sebagai tempat yang ditinggikan. Langgar bagi masyarakat Madura memiliki peranan yang penting, tidak hanya didefinisikan sebagai ruang ibadah, namun langgar menjadi identitas tanean lanjang, hal ini tercermin dari pola aktivitas penghuni, dan bagaimana cara penghuni memperlakukan langgar. Secara sumbu aksis baik vertikal dan horizontal, langgar ditempatkan pada sumbu pengkhususan, sebagai pusat kendali permukiman tanean lanjang baik dari aspek sosial-budaya, sosial-ekonomis, ataupun sejarah. Kebudayaan islam di Madura semakin memperjelas fungsi dan kedudukan langgar sebagai ruang yang membutuhkan pemaknaan khusus.


/STUDENT.WORKS/RESENSI

DAFTAR PUSTAKA

RESENSI

Jurnal “Makna Ruang Pada Tanean Lanjang Di Madura”, Lintu Tulistyantoro, Vol 3. No. 2. Desember 2005: 137152

Nama : Sonny Fernando Kabupung Nomor Mahasiswa : 105401479 Konsentrasi : Urban Design Judul Tesis : Studi Citra Kota Maumere di Nusa Tenggara Timur Jumlah Halaman : 77 Halaman

Jurnal “Pengaruh Ritual Carok Terhadap Permukiman Tradisional Madura”, Retno Hastijanti, Vol33, No.1, Juli 2005: 9-16 Jurnal “Tanah Gersang dan Individual Centered Masyarakat Madura (Pemahaman Budaya melalui Perspektif Etnolinguistik)”, Agustina Dewi Setyari dan Ali Badrudin, Fakultas Sastra Universitas Jember Moelyono. 1984. Mengenal Sekelumit Kebudayaan Orang Madura di Sumenep. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta Purbadi, Y.D., 2010, Tata Suku dan Tata Spasial pada Arsitektur Permukiman Suku Dawa di Desa Kaenbaun di Pulau Timor, Ringkasan Disertasi, Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Langgar yang terdapat di Vihara Avalokitesvara, Pamengkasan

Tesis Sonny Kabupung membahas tentang hubungan perkembangan kota dengan tingkat peradabannya.. Penelitian oleh Sonny Kabupung dilakukan untuk mengetahui sebagaimana pentingnya membangun sebuah Citra Kota yang baik bagi penduduknya dan bagi sistem perkotaan itu sendiri. Sonny Kabupung menjadikan kota Maumere sebagai objek penelitian agar kota Maumere mampu menjadi sebuah kota yang mempunyai citra atau image yang lebih baik dan memiliki kualitas kehidupan perkotaan yang baik pula. Sonny membangun kerangka berpikir melalui pendekatan beberapa teori yang digunakan dalam membangun sebuah citra kota, seperti pada pendekatan teori Kevin Lynch dan Roger Trancik yang melakukan pendekatan-pendekatannya melalui beberapa elemenelemen penting yang menjadi ukuran sebuah pencitraan pada sebuah kota. Temuan penelitian Sonny diharapkan mampu menjadi solusi dari permasalahan kota terutama Citra Kota yang lebih berkarakter di masa yang akan datang karena kota bukanlah sebuah benda mati, namun akan terus berkembang dan bergerak secara horizontal maupun vertical. Kota pada umumnya mempunyai sifat dinamis/ tidak statis sebagai sebuah perjalanan sejarah, teknologi, dan jamannya. Oleh karena itu tidaklah berlebihan bila dilakukan studi yang lebih mendalam terhadap elemen-elemen pembentuk citra kota agar menjadi lebih baik dalam kaitannya terhadap karakter dan identitas kota.

ARÇAKA#2 | MAY2014 69


/STUDENT.WORKS/TECHNOLOGY & INNOVATION

KONSTRUKSI SARANG LABA-LABA

Dari, Oleh, dan Untuk Indonesia Hidup Harmoni dengan Bencana

Seperti yang kita ketahui Indonesia adalah bagian dari Ring of Fire, istilah untuk daerah yang dilalui oleh deret rangkai gunung berapi yang aktif. Menjadi beralasan bila lantas hal ini membuat dua pertiga wilayah Indonesia merupakan daerah rawan gempa bumi. Gempa bumi terbesar ketiga di dunia juga pernah terjadi di Indonesia, yaitu di Aceh pada tahun 2004 silam dengan kekuatan 9,2 SR dan kedalaman hanya 10 km. Gempa dan tsunami ini membuat 230.000 jiwa melayang dan 3-5 juta orang kehilangan tempat tinggal. Inilah realita yang ada di depan mata masyarakat Indonesia, negara yang punya sisi indah dan mempesona ternyata juga menyimpan ancaman bagi jiwa manusia yang menempatinya. Prof. H. Sarwidi, ketua harian unsur pengarah BNPB RI (Badan Nasional Penanggulangan Bencana RI) memiliki pandangan bahwa sebagai manusia Indonesia, sudah sewajarnya untuk hidup harmoni dengan bencana alam dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan kearifan lokal yang nalar. Konstruksi Sarang Laba-Laba (KSLL), mungkin menjadi perwujudan konkret “manusia indonesia� yang hidup harmoni dengan alam. KSLL merupakan teknologi konstruksi bangunan bawah yang ditemukan oleh ditemukan oleh Ir. Ryantori dan Ir. Sutjipto pada tahun

70 ARÇAKA#2 | MAY2014

1976 di Surabaya. Hak paten KSLL saat ini dipegang oleh PT. Katama Suryabumi, dan terus dikembangkan untuk mengatasi permasalahan konstruksi bangunan supaya kuat, tahan gempa, tidak mahal, dan cepat terbangun. KSLL terdiri dari 2 komponen penting, yaitu pasir yang dimampatkan dan rib yang mengikat kolom yang disusun secara horizontal dan diagonal. Hal ini membuat konstruksi pondasi ini terlihat seperti sarang laba-laba dan dari sanalah nama sarang laba-laba berasal. Rib sendiri merupakan balok pengikat antar kolom di dalam pondasi sarang laba-laba. Berdasarkan data yang dihimpun, semua bangunan yang menggunakan sistem pondasi sarang laba-laba di Aceh pasca gempa bumi tahun 2004 lalu secara menakjubkan dinyatakan layak huni seluruhnya. Hal ini dimuat pada surat referensi Bupati Sumeulue no. 641/1040/2005. Ini adalah sebuah bukti empiris bahwa konstruksi ini tahan terhadap gempa bumi hingga berkekuatan 9,2 SR. Hal ini menggiring KSLL untuk meraih berbagai penghargaan inovasi bergengsi. Salah satunya adalah Penghargaan Upakarti, penghargaan tertinggi dari Pemerintah kepada mereka yang telah berdedikasi dalam pengembangan industri kecil dan menengah, oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.


ARÇAKA#2 | MAY2014 71


/STUDENT.WORKS/TECHNOLOGY & INNOVATION

Berawal dari Kerang di Pantai

Konsep KSLL bermula dari pengalaman Ir. Ryantori saat sedang bermain dipantai bersama teman-temannya. Secara tak disengaja, beberapa kerang tak berisi terinjak, namun ada kerang yang ditemukan tidak pecah. Sebagai orang yang tengah belajar ilmu konstruksi, dari sini keingintahuannya muncul. Ternyata kerang yang tak pecah tersebut berisi penuh dengan pasir sehingga kerang tersebut menjadi kuat. Pasir yang termampatkan dalam kerang tersebut menyalurkan gaya beban dari injakan kaki secara merata ke tanah. Inilah ide awal dari konstruksi sarang laba-laba. Sama seperti pasir dalam kerang, demikianlah fungsi pasir/tanah yang dipadatkan dalam KSLL yaitu memampatkan rongga-rongga diantara rib sehingga mencegah buckling atau tekukan pada rib. Rib pada KSLL juga merupakan sebuah kelebihan dibanding dengan jenis konstruksi yang lain karena rib memecah pondasi menjadi bentuk-bentuk segitiga yang saling terhubung. Dalam dasar ilmu konstruksi, bentuk segitiga merupakan bentuk yang paling kuat, karena dapat merespon dengan baik gaya yang datang dari semua arah.

Pondasi Cakar Ayam Alas yang lebar membuat pondasi ini dapat menyalurkan beban vertikal dengan baik ke tanah, namun saat menerima beban horizontal gempa, kemungkinan patah besar.

72 ARÇAKA#2 | MAY2014

Seperti Kapal di Laut

Pondasi KSLL mampu membuat tanah menjadi bagian dari struktur pondasi karena proses pemadatan tanah didalam pondasi akan meniadakan pengaruh lipatan (lateral buckling) pada rib sehingga konstruksi sarang laba-laba mampu mengikuti gerakan gempa baik dalam arah horizontal maupun vertikal. Seperti kapal di laut yang bergoyang-goyang karena ombak, pondasi KSLL membuat bangunan bergerak mengikuti gerakan gempa baik horizontal maupun vertikal dan bukan melawan/ menahan gaya gempa tersebut sehingga membuat bangunan tetap berdiri.

“Beda Jaman, Beda Hasil Karya�

demikian pandangan Ridwan Kamil, karena beda jaman, beda tantangan. KSLL secara nyata dapat menjawab permasalahan konstruksi tahan gempa di Indonesia meski masih ada kekurangan berupa batasan ketinggian bangunan. Seperti halnya pondasi umpak yang ramah terhadap gempa untuk bangunan tradisional, KSLL merupakan sebuah inovasi yang cocok untuk bangunan modern.

Pondasi Tiang pancang Penanaman pondasi ke titik yang cukup dalam membuat pondasi ini mampu merespon dengan baik daya guling yang mungkin terjadi pada bangunan. Namun untuk merespon gaya horizontal gempa, kemungkinan patah pada pondasi sangat besar.


KONSEP PENYALURAN BEBAN Beban Struktur atas disalurkan melalui kolom ke rib, lalu didistribusikan ke pasir dan tanah yang dipadatkan dengan sempurna diantara rib. Beban kemudian disalurkan ke tanah dasar pemikul pondasi, beban yang diterima tanah dasar akan menjadi sangat kecil. PELAT BETON PIPIH MENERUS RIB PEMBAGI RIB SETTLEMENT RIB KONSTRUKSI URUGAN PASIR DIPADATKAN URUGAN TANAH DIPADATKAN

LAPISAN TANAH ASLI YANG IKUT TERPADATKAN

Pondasi Rakit (Raft) Serupa dengan pondasi sarang laba-laba yang merupakan pondasi dengkal, cukup baik merespon gaya horizontal gempa.

Pondasi Sarang Laba-laba Dengan adanya rib memperkuat respon gaya horizontal gempa dalam tanah, dan adanya pasir meminimalisir kemungkinan terjadinya tekukan yang pada rib. dengan pondasi pendek dan luas alas sentuh yang lebar membuat penyaluran beban lebih merata sehingga beban tidak besar di satu titik saja.

ARÇAKA#2 | MAY2014 73


/ANJANGSANA

MENYUSUN RERUNTUHAN SEJARAH Text by Waya Theresia Utomo Photos by Steven Demarsega dan Surya Rahmandanu

Pola lantai ruang luar pada fitur rumah tinggal masyarakat masa Majapahit.

74 ARÇAKA#2 | MAY2014


“Tersebut keajaiban kota : tembok batu merah, tebal tinggi, mengitari Pura, pintu Barat bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas, bersabuk parit, pohon brahmastana berkaki bodi, berjajar panjang, rapi berbentuk aneka ragam, di situlah tempat tunggu para tanda terus menerus meronda, jaga paseban.”

T

Pupuh VIII, Kitab Nagarakretagama

umpukan batu bata merah yang tersusun indah membentuk objek-objek arsitektural nan elok, sejenak memukau pandangan Tim ARÇAKA saat memasuki kawasan Trowulan, Mojokerto. Objek-objek arsitektural ini merupakan sebagian dari reruntuhan Kerajaan Majapahit yang masih tersisa di tanah Nusantara. Berdiri di atas tanah seluas 5 x 4 kilometer, museum ini menyimpan puluhan situs peninggalan Kerajaan Majapahit. Majapahit merupakan salah satu kerajaan terbesar di Indonesia yang berhasil mempersatukan hampir seluruh wilayah Nusantara sampai sekarang. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli, ditemukan bahwa Trowulan merupakan ibukota Kerajaan Majapahit. Trowulan merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Mojokerto. Kecamatan Trowulan terdiri dari enam belas desa dan enam di antaranya merupakan desa yang memiliki peninggalan situs Kerajaan Majapahit. Kelima desa tersebut adalah Desa Sentonorejo, Desa Trowulan, Desa Bejijong, Desa Temon, dan Desa Jatipasar. Penemuan berbagai situs berupa candi, arca, gerabah dan pemakaman di desadesa tersebut merupakan bukti-bukti nyata bahwa ibukota Majapahit pernah berdiri di atas tanah Trowulan ini. MAJAPAHIT DAN ARSITEKTUR Menengok kutipan isi kitab karangan Empu Prapanca di atas, diilustrasikan betapa megahnya Kerajaan Majapahit pada zamannya. Unsur-unsur nilai arsitektural dari Kerajaan Majapahit juga tersirat dalam Kitab Nagarakretagama ini. Tembok batu bata merah inilah yang kami temukan sepanjang kami menelusuri Museum Situs Trowulan. Tertulis dalam buku “Merah Putih Arsitektur Nusantara” (2006), bahwa batu bata merah dan tanah bakar atau terakota merupakan salah satu karakter utama arsitektur pada masa Majapahit. Bata merah dimanfaatkan sebagai material pondasi, umpak, lantai, lapik patung, bagian kaki sanggar

pemujaan pagar pembatas, saluran air serta perkerasan lantai oleh masyarakat pada masa pemerintahan Majapahit di Trowulan. Dinding bangunan memanfaatkan terakota sebagai material dengan teknik rekatan gosok. Merujuk pada buku “Masyarakat di Kawasan Situs Trowulan: Kajian Ekonomi, Sosial, dan Budaya”, nilai arsitektural lain yang dapat ditemukan dari situs peninggalan Majapahit ini adalah sistem penataan ruang dan fungsinya. Hal ini dapat dibuktikan dari situs-situs yang menunjuk pada fungsi tertentu, yaitu adanya candi, gapura, bangunan air, jaringan kanal, ribuan peraatan ruamah tangga dari terakota dan keramik. Sistem penataan ruang dari Majapahit ini juga tergambarkan dalam Kitab Nagarakretagama pupuh XII ayat 5. Menurut pemandu museum, sistem penataan ruang masa Kerajaan Majapahit sampai sekarang dijalani oleh masyarakat Bali, baik dalam peruangan kota maupun sistem saluran airnya. NUSANTARAKAH ARSITEKTUR MAJAPAHIT? Kerajaan Majapahit memiliki peran yang sangat besar dalam menyatukan wilayah Nusantara, tetapi apakah arsitektur masa Majapahit juga memiliki peran bagi Nusantara? Tim ARÇAKA kembali terpukau melihat sebuah bangunan rumah sederhana berdiri kokoh dengan kombinasi konstruksi kayu dan bata merah dalam Museum Trowulan. Bangunan ini adalah salah satu fitur rumah tinggal yang masih tersisa dan diselamatkan oleh Pusat Informasi Majapahit (PIM) Situs Trowulan. Bentuk atap pelana, peil lantai yang lebih tinggi dari permukaan tanah, pola siteplan yang terdapat pada eksterior bangunan seolah memperjelas bahwa masyarakat pada masa Majapahit sudah mencoba untuk menjawab isu iklim nusantara dalam mendesain sebuah rumah tinggal pada masanya.

ARÇAKA#2 | MAY2014 75


/ANJANGSANA/JEJAK.ARSITEKTUR “Sebelah Selatan Puri, gedung kejaksaan tinggi bagus ; sebelah Timur perumahan Siwa, sebelah Barat Buda; terlangkahi rumah para menteri, para arya dan satria, perbedaan ragam pelbagai rumah menambah indahnya pura.� Pupuh XII-5, Kitab Nagarakretagama

Iklim Nusantara yang merupakan daerah tropis lembab membuat perancang bangunan di Nusantara harus dapat mendesain bangunan yang dapat menaungi aktivitas dari dampak termal sinar matahari langsung dan curah air hujan yang tinggi. Masyarakat pada masa Kerajaan Majapahit sudah menerapkan prinsip ini dalam desain bangunan rumah tinggalnya. Kemiringan atap pelana membuat air hujan jatuh ke tanah dengan mudah. Ruang eksterior yang diciptakan dengan kombinasi pola batu merah dengan batu-batuan bulat seolah ingin menghindari ruang luar dari kondisi becek saat hujan. Fitur rumah tinggal sederhana ini juga membuktikan bahwa masyarakat pada masa itu memiliki pengetahuan yang baik dalam ilmu bangunan gedung. Mereka sudah dapat mendesain undakundakan dengan proporsi yang baik. Konstruksi kayu yang diterapkan untuk rangka atap dengan sistem sambungan ikat dan jenis sambungansambungan kayu lain. Susunan bata merah berbentuk segi enam juga tersusun di ruang eksterior bangunan. MAJAPAHIT DULU, NUSANTARA SEKARANG Langgam-langgam arsitektur masa Majapahit yang kami dapatkan dalam perjalanan kami menelusuri Museum Trowulan membawa kami dalam kilas balik arsitektur vernakular Indonesia. Kualitas elemen ruang yang disampaikan oleh fitur rumah tinggal pada masa Majapahit seolah menjadi cikal bakal solusi dari isu dampak termal Nusantara terhadap bangunan. Bata merah yang menjadi karakter utama artefak arsitektur masa Majapahit sampai sekarang juga masih menjadi material utama pada sebagian besar desain-desain yang terdapat di tanah Nusantara. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa Majapahit dulu merupakan sebagian nyawa dari Nusantara sekarang.

76 ARÇAKA#2 | MAY2014

Konstruksi atap dengan rangka kayu dan sambungan ikat


Sambungan kayu pada konstruksi kayu

Fitur rumah tinggal masyarakat pada masa Majapahit

Undak-undakan pada fitur rumah tinggal masyarakat pada masa Majapahit dengan material bata merah

Susunan batu merah segienam

SUMBER REFERENSI:

(2013) Masyarakat di Kawasan Situs Trowulan: Kajian Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Emiliana Sadilah. (2006) Merah Putih Arsitektur Nusantara. Galih Widjil Pangarsa. Kitab Nagarakretagama karangan Empu Prapanca

ARÇAKA#2 | MAY2014 77


NAFAS ARSITEKTUR CINA DI MASJID AGUNG SUMENEP Text by Agnes Ardiana Photos by Steven Demarsega dan Surya Rahmandanu

78 ARÇAKA#2 | MAY2014


SUMENEP, MADURA – Perjalanan Arcaka belum usai, dari Surabaya Tim ARÇAKA menyebrangi Suramadu untuk menuju Madura. Beberapa jam kemudian Tim ARÇAKA tiba di pulau yang terkenal dengan karapan sapinya ini, tepatnya di Kabupaten Sumenep. Kedamaian yang terasa di Pulau ini, tercermin dari asal usul nama Sumenep yang berasal dari kata Sung yang memiliki arti relung/cekungan/lembah, dan kata ènèb yang berarti endapan yang tenang. Maka jika diartikan lebih dalam lagi Songènèb / Songennep dalam bahasa Madura mempunyai arti lembah/cekungan yang tenang. Di Sumenep inilah tersimpan cerita masa lalu mengenai kerajaan Islam. Dahulu kala penyebaran agama Islam di Indonesia sangatlah pesat, termasuk abad ke-13 pengaruh Islam yang cukup kuat di Sumenep. Perjalanan sejarah Sumenep diwarnai berbagai pengaruh dari luar negeri, contohnya adalah pengaruh pada aspek budaya yang konon katanya pada masa itu dibawa oleh bangsa Cina dan Arab. Salah satu peninggalan Panembahan Semolo yang hingga saat ini masih terlihat dan membekas di masyarakat Sumenep adalah bangunan Keraton yang di depannya terdapat Masjid yang dibangun pada masa pemerintahan Pangeran Natakusuma. Setiap hari Jumat masjid selalu dipenuhi warga untuk sholat Jumat, maka muncullah ide membuat masjid baru. Masjid yang baru dirancang oleh arsitek Law Pia Nggo keturunan Tionghoa asal Semarang, didirikan tahun 1200 M dan selesai pada tahun 1206 M. Kehadiran Masjid ini disambut antusias warga, kemudian masyarakat sering menyebutnya sebagai Masjid Jamik Sumenep. Masjid Jamik termasuk sebagai Masjid tertua di tanah Nusantara. Selain itu, Masjid ini memiliki nilai kekhasan yang tidak dimiliki Masjid lain. Pada umumnya Masjid sangatlah mencerminkan unsur Islam, namun pada Masjid Jamik juga mencerminkan unsur Tionghoa, Jawa, maupun Madura.

ornamen dinding pada interior Masjid Jamik

ornamen buah delima pada ventilasi

ARÇAKA#2 | MAY2014 79


/ANJANGSANA/JEJAK.ARSITEKTUR

RAGAM ARSITEKTUR Penerapan unsur Tionghoa pada bangunan terlihat dari simbol ornamen pada pintu gerbang Masjid. Simbol ini melambangkan pengharapan akan hujan. Ukiran buah delima yang memiliki banyak biji di letakkan pada ventilasi pintu ini memiliki makna apa yang diajarkan dapat diterapkan pada anak cicit. Pada bagian gapura, unsur Islam hadir melalui warna putih (suci), kuning (netral) dan hijau (sejuk), gapura sendiri artinya pengampunan. Sehingga ketika orang hendak masuki Masjid, orang tersebut telah mengalami pengampunan terlebih dahulu. Bagian atas gapura digunakan sebagai mimbar yang berfungsi sebagai tempat pidato atau untuk mengumpulkan umat. Sedangkan unsur Jawa pada Masjid nampak melalui bentuk atapnya. Di puncak atap terdapat oramen tambahan yang artinya penolakan musibah (tolak bala). STRUKTUR DAN MATERIAL Sama halnya dengan bangunan modern, Masjid Jamik telah dirancang dengan material pilihan yang kuat. Konstruksi yang menopang atap menggunakan kayu jati asli dan plesteran dinding dibuat dengan campuran air aren, sehingga dinding tahan lama. Apabila plester dinding mulai rontok, sisa rontokan tersebut dapat dihancurkan dan dicampur kembali dengan air aren, untuk kembali digunakan.

80 ARÇAKA#2 | MAY2014


CHINESE PRINCIPLES Arsitek berdarah Tionghoa ini menggunakan prinsip feng shui yang cukup kental pada bangunannya, terihat pada tangga gapura yang memiliki perbedaan ketinggian optrade. Ukuran tersebut mengikuti kwa, dalam feng shui yaitu angka yang dimiliki seseorang sejak lahir. Dari segi interior, terdapat keunikan yakni perbedaan motif setiap potong keramik pada mimbar. “Keramik yang didatangkan dari Cina ini menggambarkan perbedaan setiap manusia,� jelas Bapak Syahwito, sang juru kunci. Serta terdapat simbol persegi delapan seperti simbol pada feng shui. Jumlah pilar sebanyak tujuh belas buah menggambarkan rokaah dalam satu hari. Keunikan pada tiang ke-13, di dalamnya terdapat tanah dari Mekkah. GUNA DAN CITRA Arsitektur yang tersirat pada Masjid Jamik ini merupakan titik temu suatu arsitektur nusantara. Ketika guna menjadi sebuah masjid yang sakral dan menunjukkan estetika Islami, namun secara citra tetap meunjukkan keagungan yang hadir dari detail dan ragam arsitektur yang digunakan. Oleh karena itu pertemuan arsitektur Cina, Arab, Jawa, dan Madura ini menjadi harta yang harus dijaga dan disimpan oleh kita semua.

ARÇAKA#2 | MAY2014 81


ARSITEKTUR NUSANTARA KHAS PENGLIPURAN

Text & Photos by Elizabeth Adiza Edited by Billy Gerrardus Santo

Sementara desa-desa di sekitar kota-kota besar seperti Yogyakarta dan Jakarta sibuk bertransformasi menjadi kota yang baru, Desa Wisata Adat Penglipuran justru menawarkan kesejukan khas pedesaan yang tak ditawarkan di kota. Berasal dari kata lipur atau menghibur hati, tempat ini menghibur hati pengunjungnya yang datang dari dalam dan luar negeri.

D

esa ini terletak di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Desa ini berjarak lima kilometer ke arah utara dari kota Bangli dan empat puluh lima kilometer dari kota Denpasar, dengan ketinggian 500-600 meter di atas permukaan laut. Suhu udara di desa ini berkisar antara 18⁰-32⁰C dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 milimeter per tahun sehingga dikategorikan sebagai wilayah yang sejuk. Berdasarkan cerita sesepuh Desa Penglipuran, asal nama Penglipuran juga berasal dari kata pengeling pura yang artinya ingat pada leluhur. Desa Penglipuran yang berdiri di atas permukaan tanah berkontur ini memiliki konsep tata ruang desa yang unik. Tata letak di masing-masing rumah menerapkan falsafah Tri Hita Karana, yang dalam agama Hindu berarti selalu menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta manusia dengan lingkungan. Penerapan konsep “bhuana agung” (macrocosmos) dan “bhuana alit” (microcosmos) terlihat pada tata letak

82 ARÇAKA#2 | MAY2014

daerah utara (gunung) dan nilai ruang nista pada daerah selatan (laut), sedangkan nilai utama pada sumbu religi berada pada daerah timur (matahari terbit) dan nilai ruang nista berada pada daerah barat (matahari terbenam). Berdasarkan penerapan konsep tersebut, Desa Adat Penglipuran berbentuk linear dengan sistem pembagian tata ruang horizontal bersumbu gunung dan laut dengan orientasi arah mata angin dengan sumbu kaja (utara) atau gunung dan kelod (selatan) atau laut. Konsep ini juga terlihat pada penempatan pura sebagai bangunan suci setempat di permukaan tanah tertinggi di desa. Rurung Gede Garis sumbu tengah (rurung gede) yang membagi komplek rumah disebelah timur dan barat berfungsi sebagai akses sirkulasi, ruang publik sosial dan bagian dari prosesi ritual. Masing-masing rumah dibatasi oleh tembok pekarangan, namun masih dapat saling terhubung melalui celah peletasan. Masing-masing rumah atau hunian di Desa Adat


ARÇAKA#2 | MAY2014 83


/ANJANGSANA/JEJAK.ARSITEKTUR

Penglipuran terdiri dari beberapa gugus bangunan, terletak sejajar dengan orientasi linear yang terpisahkan Rurung Gede, menghadap ke arah timur dan barat. Angkul-angkul Rumah Desa Penglipuran khas dengan keseragaman angkul-angkul rumah, walaupun seiring berjalannya waktu mengalami sedikit perubahan bentuk sehingga angkul-angkul yang nampak saat ini tidak persis sama satu dengan yang lain namun masih menunjukkan kemiripannya. Angkul-angkul rumah di Desa Panglipuran tidak berisikan pintu, berbeda dengan angkul-angkul rumah tradisional Bali lainnya. Hal ini terkait dengan kepercayaan masyarakat desa adat panglipuran bahwa orang yang masuk dan berkunjung selalu bermaksud baik. Selain mempertahankan arsitektur nusantara, kontekstualitas arsitektur desa juga didukung dengan hutan bambu di sekitar desa. Selain menyerap air di saat hujan dan menyediakan air bersih di musim kemarau, hutan ini dimanfaatkan penduduk dalam pembangunan rumah dan sebagai bahan kerajinan tangan disamping untuk keperluan upacara adat. Seakan menyempurnakan Desa Adat Penglipuran hutan bambu ini memberikan suasana pedesaan dengan udara yang sejuk dan segar serta bunyi gesekan dedaunan bambu yang khas saat angin berhembus.

1. Pura 2. Perumahan 3. Bale Banjar 4. Pura Dalam

Referensi:@Koranarsitektur

84 ARÇAKA#2 | MAY2014


KANAL YOSHIRO DULU, KINI, DAN MASA DEPAN

Text by Theodorus Alryano Deotama Photos by Soga Soegiarto Edited by Waya Theresia

“Rungokna iki gatra saka Ngayogyakarta. Nagari paling penak rasane koyo swarga. Ora peduli donya dadi neraka. Neng kene tansah edi peni lan merdika�.

S

alah satu lirik dari lagu Jogja Istimewa yang diciptakan oleh sebuah grup band hip hop Yogyakarta ini sangat menggambarkan betapa subur nan asrinya Kota Yogyakarta dari masa ke masa. Kesuburan tersebut dibuktikan dengan adanya Kanal Yoshiro yang kini dikenal dengan nama Selokan Mataram. Kanal Yoshiro yang membentang kokoh menghubungkan Kali Progo di barat dengan Sungai Opak di timur bagaikan nadi yang selalu mengalir melewati celah-celah Kota Yogyakarta yang kering. KANAL YOSHIRO - SELOKAN MATARAM Maret 1942 menjadi awal mimpi buruk masyarakat Yogyakarta dimana Jepang mulai menduduki kota ini dan mengibarkan bendera propaganda kemerdekaan. Aksi ini berlanjut pada praktek kerja paksa atau romusha yang dibebankan oleh masyarakat Yogyakarta sendiri. Melihat keprihatinan tersebut, Sri Sultan HB IX

mencoba bernegosiasi dengan meyakinkan Negeri Sakura ini untuk membangun sebuah saluran air yang nantinya akan berguna bagi pertahanan dan persediaan air saat perang. Padahal, tujuan utama Sri Sultan HB IX adalah ingin menyatukan dua sungai yang menurut ramalan Sunan Kalijaga akan mendatangkan kemakmuran. Setelah mendapat persetujuan dari Jepang, akhirnya saluran air dengan panjang 31,2 km ini berhasil terbangun dan diberi nama Kanal Yoshiro sesuai nama Jendral Jepang yaitu Simazu Yoshiro yang berhasil mengalahkan tiga ribu pasukan Ito Yoshisuke dengan tiga ratus pasukannya dalam perang Kizakihara tahun 1572. Pasca kepergian tentara Jepang dari tanah Yogyakarta, Sri Sultan HB IX mengganti nama Kanal Yoshiro ini dengan Selokan Mataram. Tujuan penggantian nama ini juga sebagai penguat identitas Keraton Ngayogyakarta.

ARÇAKA#2 | MAY2014 85


deretan bangunan di tepi selokan

KANAL YOSHIRO DULU Air yang jernih mengalir deras laksana gerombolan kuda yang sedang berpacu dengan kencang melewati sebuah lintasan panjang yang tertanam kuat nan kokoh, seakan-akan membelah Yogyakarta menjadi dua. Kalimat tersebut yang menggambarkan kondisi Kanal Yosiro tempo dulu. Pada dasarnya Yogyakarta merupakan daerah yang kering, sehingga pada musim kemarau tidak ada tanaman yang dapat ditanam. Saluran yang berhulu di selokan Van Der Wijck, tepatnya di dusun Macanan, Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang ini digunakan sebagai saluran irigasi untuk 15.734 hektar sawah yang berada di hilir atau mendekati Sungai Opak saat penjajahan Jepang. Pada masa itu juga, di wilayah Yogyakarta banyak berdiri pabrik gula, dengan demikian Kanal Yoshiro ini juga berguna untuk menopang kelangsungan industri gula di kota Yogyakarta. KANAL YOSHIRO KINI Deretan bangunan komersial membumbung tinggi dan berbaris di sepanjang cagar budaya ini yang kini semakin hari menjadi lautan sampah, bak barisan tentara yang siap memerangi sejarah. Kalimat tersebut yang seakan-akan menggambarkan kondisi Selokan Mataram saat ini. Selokan mataram yang dulunya hanya digunakan sebagai sumber irigasi pertanian, kini berubah fungsi sebagai area bisnis dan pertokoan Yogyakarta yang sangat padat. Jalan Selokan Mataram yang dulunya hanya tersusun dari bebatuan dan hanya bisa dilewati oleh sepeda, kini sudah mengalami

86 ARÇAKA#2 | MAY2014

saluran ujung kanal

pelebaran dan perkerasan yang menjadi jalur alternatif yang dapat diakses oleh segala kalangan kendaraan. Selokan mataram yang dulunya memiliki air yang bersih, kini rusak akibat limbah pembuangan dan penumpukan sampah. Kondisi ini juga mempengaruhi kualitas air tanah di Kota Yogyakarta yang sudah sangat memprihatinkan dimana 70% air tanahnya sudah tercemar oleh bakteri e-coli. (www.antaranews.com) Selain sebagai warisan arsitektur Yogyakarta, Selokan Mataram juga menjadi sebuah ikon penting yang dijadikan acuan penanda oleh masyarakat Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta pun sering menggunakan objek ini untuk memberi ancer-ancer (patokan) bagi sebuah lokasi di Yogyakarta.

KANAL YOSHIRO MASA DEPAN

Ditinjau dari nilai historis dan melihat dari fakta yang terjadi saat ini, mampukah Selokan Mataram bertahan menjadi salah satu warisan arsitektur yang kokoh, atau malah menjadi sampah yang rusak, membusuk, dan ditinggalkan begitu saja? Lewat pertanyaan tersebut perlu dilakukan program dimana masyarakat dapat mandiri untuk membuang sampah pada tempatnya. Program ini sangat tepat untuk dijalankan mengingat tumpukan sampah sudah semakin meningkat. Setelah itu perlu dilakukan pengalihan sistem pembuangan limbah bangunan-bangunan komersial, serta pembersihan masal dan perawatan jangka panjang untuk menjaga kelestarian aset arsitektural ini.


pintu pembagi kanal

pintu pengendali air irigasi

ARÇAKA#2 | MAY2014 87


/ANJANGSANA/FENOMENA&LIFESTYLE

PELUANG MEMPERKENALKAN ARSITEKTUR NUSANTARA Text by Yoga Justiantono Photos by Rizky Aori Edited by Aleicia Vidya

Rumah Makan Tio Ciu 88

88 ARÇAKA#2 | MAY2014


Interior Rumah Makan Tio Ciu 88

P

ergeseran gaya hidup sangatlah mempengaruhi kehidupan masyarakat, terutama terjadi di masyarakat perkotaan. Masyarakat perkotaan menjadi super sibuk sehingga banyak melakukan kegiatan di luar rumah, termasuk juga kegiatan makan. Seperti yang kita sadari makan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, yang setiap harinya akan dibutuhkan. Itulah yang menjadi daya tarik bagi pebisnis untuk membuka usaha restoran atau rumah makan. Rumah makan sebagai tempat makan tidak hanya menawarkan makanan yang lezat dan enak untuk disantap, tapi juga menawarkan kualitas ruang agar penyantap makanan dapat menikmati suasana rumah makan yang dikunjungi. Hal ini dapat menjadi salah satu peluang untuk memperkenalkan arsitektur nusantara ke masyarakat. Arsitektur nusantara dapat diperkenalkan melalui komposisi ruang pada bangunan atau bentuk bangunan rumah makan. Rumah makan Tio Ciu 88 yang berada di Jalan Raya Seturan, Babarsari, Yogyakarta ini merupakan salah satu bangunan restoran yang menerapkan bentukan arsitektur joglo rumah adat jawa. Hal ini terlihat dari bentuk atap limasan dan ruang yang terbuka pada bangunan. Tidak hanya itu jika dilihat dari sisi interior, kontruksi bangunan joglo juga diterapkan pada

bangunan, terlihat dari adanya soko guru yaitu 4 tiang utama yang menumpu tumpang atau balok diatasnya, yang akan menumpu atap pada rumah joglo. Selain memperkenalkan arsitektur nusantara, rumah makan juga dapat berguna untuk memeperkenalkan budaya setempat. Bagaimana cara membuat makanan, menyajikan makanan, dan menyantap makanan. Sasaran dalam memperkenalkan arsitektur nusantara dan budaya setempat tidak hanya untuk masyarakat sekitar, tetapi wisatawan asingpun dapat merasakan keanekaragaman arsitetur nusantara. Hal ini dapat membantu memperkenalkan arsitektur nusantara ke dunia internasional. Banyak keuntungan yang dapat kita ambil dengan memperkenalkan arsitektur nusantara melalui rumah makan pada perubahan life style perkotaan saat ini. Bayangkan jika setiap daerah di Indonesia memperkenalkan arsitektur nusantara melalui rumah makan, berapa banyak masyarakat yang bisa mengetahui dan mempelajari arsitektur nusantara. Betapa banyak masyarakat yang akan terbiasa hingga secara langsung maupun tidak langsung ikut mencintai arsitektur nusantara. Setelah itu, kita tidak perlu takut lagi akan hilangnya arsitektur nusantara kita.

ARÇAKA#2 | MAY2014 89


IS SUPPORTED BY:

MEDIA PARTNER:

SPECIAL THANKS TO OUR DONATORS:

IBU DIAH LIRING TOKO BESI MURAH JAYA MARIESKA DWITYASTRI ILHAM GESTATI NN


/GOLD SPONSOR

ARÇAKA#2 | MAY2014 91


/BACK COVER

92 ARÇAKA#2 | MAY2014


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.