ARÇAKA#4 | MAY 2015
1
2 ARÇAKA#4 | MAY 2015
ARÇAKA #4 MAY 2015 /CONTENT //Perspective
Senior Architect: “Eureka” Ada Pada Setiap Desain Young Architect : Membuka Seribu Pintu
//Design Desa Sasak Sade Pusaka Arsitektur Masa Lalu (Bedah) Rumah Tanpa Batas Gedung Telur Hemat Energi Berani Extrim dengan Material Kasar
10 16
///Local
22 26 30
/// Alumni 36
//Art Space 42 //Point
//Campus News SILATURAHMI LEWAT VISITARS 48 GARSA, Pertandingan Persahabatan Arsitektur UAJY 49 Obral Obrol Studio Arsitektur 50 PAMERAN SKETSA #14 51 GOOD BYE BUDAYA KOTOR ! 52 ///Architectural Event Coastal Art Installation Space Project 54 Young Interior Design Indonesia 56
//Student Work
/// Competitions Rumah Saka 58 CORAL REEF REJUVENATION 62 /// Reaserch Modernitas Ala Tenganan Pegeringsingan 66
//Technology & Innovation MICROSOFT HOLOLENS MIXED REALITY EXPERIENCE DANW REVOLUSI VISUALISASI ARSITEKTUR
70
//Anjangsana
/// Jejak Arsitektur Jejak Masa Lalu Pura Meru di Lombok 74 ///Fenomena & Lifestyle Masyarakat Bayan : Masa Lalu Dalam Masa Kini 78
ARÇAKA#4 | MAY 2015
3
/ABOUT PENERBIT
BIRO PENULISAN DAN PENELITIAN HIMA TRIÇAKA UAJY
PELINDUNG
Ir. Soesilo Budi Leksono, ST. MT. (Kaprodi Arsitektur UAJY) Ir. Arief Heru Swasono, MTP, IAI, IPM (Ketua IAI DIY)
PEMBIMBING Dr. Ir. Y. Djarot Purbadi, M.T. PEMIMPIN REDAKSI Billy Gerrardus Santo
REDAKTUR PELAKSANA
Agnes Ardiana A. (Koordinator Biro)
PEMASARAN
Thomas A. Santoso (Wakil Koordinator Biro)
SEKRETARIS
Veronika Selly
BENDAHARA
Elizabeth Nada Trisuci
TIM EDITORIAL
Titus Abimanyu Dananjaya Agustina Dewi Paramitha Florentina Ditta Agustine Fransilya Tupamahu
VISI ARÇAKA Membangun kecerdasan, kecintaan, dan kelestarian dunia arsitektur nusantara yang berwawasan internasional . MISI ARÇAKA 1.Menyajikan informasi sesuai dengan realita dalam proses berfikir kritis mahasiswa. 2.Menjadi acuan dan pedoman untuk memperkaya keilmuan di bidang arsitektur 3.Membangun, mengajak, dan menginspirasi pembaca untuk sadar, berpikir, dan berkarya bagi masyarakat. CONTACT US: Biro Penulisan dan Penelitian Himpunan Mahasiswa Arsitektur TRIÇAKA Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari No. 44, Sleman, Yogyakarta - Indonesia email : arcakauajy@gmail.com
4 ARÇAKA#4 | MAY 2015
/EDITORIAL EUREKA DALAM ARSITEKTUR EUREKA adalah kata asing bagi kita. EUREKA berasal dari bahasa Yunani yang artinya “aku telah menemukan�. Kata EUREKA menjadi terkenal berkat ulah ARCHIMEDES, yang meneriakkannya ketika membenamkan dirinya ke dalam sebuah bak mandi dan menyaksikan sejumlah air tumpah bersamaan dengan tubuhnya yang masuk ke dalamnya. Archimedes kala itu berhasil menemukan cara menghitung volume benda yang tidak beraturan. Volume kubus atau piramida atau benda berbentuk teratur mudah dihitung volumenya dengan rumus geometri, tetapi bagaimana cara menghitung volume mahkota raja dan membuka kedok pengrajin emas pembuat mahkota raja dari ulah menipu??? EUREKA menandai ditemukannya hukum Archimedes, bahwa volume air yang tumpah sama dengan volume tubuh yang masuk ke dalam bak air. EUREKA menjadi teriakan gembira dan bahagia bagi Archimedes setelah melalui perjuangan intelektual yang panjang berkutat untuk memecahkan masalah. Perjuangan Archimedes yang menghabiskan waktu, tenaga, pikiran untuk menemukan solusi permasalahan sederhana. EUREKA merupakan bagian ujung dari pergulatan intelektual yang intens terhadap usaha memperoleh temuan baru. EUREKA adalah sebuah teriakan gembira ketika seseorang menemukan sesuatu yang dicarinya melalui perjuangan intelektual yang panjang. Tema EUREKA menjadi kunci dalam terbitan ARCAKA kali ini. Pertanyaannya, adakah EUREKA dalam arsitektur? Kapan dan dalam kondisi bagaimana suatu karya arsitektur layak diberi label EUREKA? Pertanyaan ini menarik dan perlu direnungkan. Mengapa? Dalam hiruk-pikuk perkembangan dunia arsitektur di Indonesia dan dunia yang sangat intens akhir-akhir ini, pertanyaan tentang EUREKA dalam karya arsitektur menjadi penting. Sebuah karya arsitektur berlabel EUREKA memenuhi kriteria kreatif dan inovatif. Kreatifitas dan inovasinya bukan sembarangan, sebab melalui perjalanan intelektual yang sangat gigih, cerdas dan tangguh. Karya arsitektur berlabel EUREKA adalah karya yang mampu memecahkan permasalahan dengan cerdas serta mengandung kebaruan. EUREKA menandai adanya kebaruan. Jika suatu karya arsitektur mampu menunjukkan kebaruannya, entah dalam dimensi trilogi Vitruvius (fungsi, konstruksi dan estetika) atau yang lain, maka karya itu layak mendapat teriakan atau label EUREKA. Kebaruan dalam karya arsitektur ditandai dengan adanya kreativitas dan inovasi. Kreativitas karya ditunjukkan dengan adanya elemen-elemen lama atau baru yang membentuk komposisi baru alias belum pernah ada. Inovasi ditandai dengan adanya kreativitas dan sifat futuristik karya arsitektur. Keduanya selalu lahir dari pergulatan intelektual sang arsitek dalam usahanya menemukan solusi permasalahan yang dihadapinya. Adakah EUREKA dalam arsitektur? Setiap karya arsitektur seharusnya dan selayaknya mengandung kreativitas dan inovasi. Artinya, benarlah ungkapan para arsitek dalam terbitan Arcaka ini, bahwa EUREKA harus ada dalam setiap karya arsitektur. Tanpa kebaruan, tanpa kreativitas atau inovasi, sebuah karya arsitektur tak layak berlabel EUREKA. Trend menggunakan kembali elemen-elemen lama (contoh: gebyog bekas, kandang sapi bekas, meja kursi dari kayu jati bekas rel kereta api) dalam karya arsitektur baru berkembang cukup pesat akhir-akhir ini. Ideologinya mungkin adalah pembangunan berkelanjutan. Adakah EUREKA dalam fenomena ini ??? Pertanyaan itu dapat dijawab jika dilihat prosesnya, bukan semata-mata hasilnya. Adakah perjuangan intelektual yang mendahului keputusan penggunaan elemen-elemen bekas itu atau tidak. Jika sang Arsitek mengalami perjuangan hebat, meskipun ketemunya adalah pemakaian barang bekas, maka karya itu memenuhi kriteria EUREKA. Menilai suatu karya arsitektur memenuhi kriteria EUREKA atau bukan harus lengkap. Penilai harus melihat proses dan hasilnya sekaligus. Penilai harus mampu menemukan adanya perjuangan intelektual yang mendasari keputusankeputusan kreatif dan inovatif yang mendasari karya arsitektur dalam proses perancangan arsitektur. Tanpa adanya ceritera tentang perjuangan intelektual sang arsitek, maka karya arsitektur yang kelihatannya kreatif dan inovatif ternyata hanyalah benda tidak bernilai, hasil luaran dari proses berpikir yang amat dangkal atau plagiarism. Contoh-contoh karya arsitektur dan arsiteknya yang termuat dalam terbitan Arcaka kali ini layak kita timbangtimbang. Adakah sifat EUREKA di dalamnya? Adakah kreativitas dan inovasinya sungguh berakar dalam perjuangan intelektual arsiteknya? Karya-karya itu memang sengaja dipilih karena kreativitas dan inovasinya. EUREKA menjadi tantangan dalam dunia arsitektur, apakah ingin menjadi pejuang intelektual dalam karyanya atau sekedar pemulung yang rajin namun cerdas. Para arsitek harus belajar dari Archimedes untuk mencapai EUREKA dalam setiap karyanya. Intensitas perjuangan intelektual harus menjadi landasan karya arsitektur. Keindahan bukan satu-satunya kriteria arsitektur, perjuangan intelektual menjadi kriteria EUREKA yang melandasi karya arsitektur. Jika sudah demikian, maka seorang arsitek akan selalu rindu untuk berteriak EUREKA !!! AKU TELAH MENEMUKAN !!! EUREKA !!! Salam, Djarot Purbadi
ARÇAKA#4 | MAY 2015
5
We would like to exclusively say thanks to:
6 ARÇAKA#4 | MAY 2015
/AGENDA // Parahyangan Bamboo Nation 2 : WORKSHOP & INTERNATIONAL CONFERENCE /WORKSHOP Bamboo Preservation, Bamboo Joint, Bamboo Laminated, Bamboo Structure : Reciprocal /WAKTU : 9-30 Juli /PEMBICARA : Luis Felipe Lopez M., Putwito, Andry Widyowijatnoko, Duy Thanh Nguyen /INTERNATIONAL CONFERENCE “RESILIENT BUILDING DESIGN & MATERIAL FOR FUTURE” /WAKTU : Jumat, 31 Juli 2015 /PEMBICARA : Luis Felipe Lopez M., Effan Adhiwira,Eko Prawoto, Markus Roselieb, Andry Widyowijatnoko, Adhijoso Tjondro
//INDONESIA HARDWARE SHOW /WAKTU : 17-19 September 2015 /OPENING HOUR : 10.00 am to 07.00 pm /LOKASI : Jakarta International Expo Kemayoran /LINK : www.indonesiahardwareshow.com
//FESTIVAL ARSITEKTUR PARAHYANGAN /PAMERAN ARSITEKTUR FOTO “Trotoar Kota” /LOKASI : Gedung indonesia Menggugat /WAKTU : 23-25 Mei 2015 /Diskusi dan Lokakarya Arsitektur Hijau KOLONG LOPO “Manusia, Budaya, dan Alam” /LOKASI : Gedung indonesia Menggugat /WAKTU : 23 Mei 2015
/LINK : http://www.parahyanganbamboonation.com/
/Closing Festival Arsitektur Parahyangan 2015 “Sharing in between: Redefining Sidewalk” /LOKASI : Taman Film Bandung /WAKTU: 06 Juni 2015.
// PAMERAN KARYA BIRO ARSITEKTUR INDONESIA
// SAYEMBARA GAGASAN MODEL ARSITEKTUR KOTA MATARAM
/LOKASI :
OBI CAMPUS, JATILUHUR
/LOKASI & WAKTU :
Jakarta (03 – 07 Juni 2015) Surabaya (18 – 22 Agustus 2015) Makassar (26 – 30 Agustus 2015) Balikpapan (23 – 27 September 2015) Bandung (21 – 25 Oktober 2015) Jogjakarta (11-15 November 2015)
LINK :
(PEMERINTAH KOTA MATARAM)
/PENDAFTARAN : /DEADLINE: /LINK :
12 Mei – 18 Juli 2014 (Sekretariat IAI.NTB) 21 Mei – 9 Agt 2014 www.iaintb.com
http://www.arsitektur.asia/
ARÇAKA#4 | MAY 2015
7
TIME TRAVELLER Kali ini majalah ARÇAKA kembali hadir untuk para pembaca dengan edisi ekspedisi. Sebuah Perjalanan mengungkap setiap penemuan dari Jakarta - Bali - Lombok.
8 ARÇAKA#4 | MAY 2015
/CONTRIBUTORS
Biro Penulisan dan Penelitian
HIMA TRICAKA
Agnes Ardiana A. Thomas A. Santoso ARS’12
Elizabeth Nada T. ARS’12
ARS’12
Titus Abimanyu D. ARS’13
Veronika Selly ARS’12
A.Dewi Paramitha ARS’12
Fransilya Tupamahu Florentina Ditta A. ARS’14
ARS’14
ARCAKA Expedition 2015 Exclusive Photographer
Willybrodus C. (Wadah Kawan) ARS’12
ARÇAKA#4 | MAY 2015
9
/PERSPECTIVE
REALRICH REALRICH SJARIEF SJARIEF
“EUREKA” Ada Pada Setiap Desain
Text by Thomas Santoso
Photos by Wadah Kawan & Courtesy of RAW
10 ARÇAKA#4|||MAY 2015
P
anas dan padatnya lalu lintas Jakarta siang itu tak lantas menyurutkan semangat kami untuk bertemu dengan Pak Realrich Sjarief. Senang sekali kami dapat mewawancarai beliau di ruang perpustakaannya yang bernama OMAH. OMAH merupakan sebuah perpustakaan yang sederhana namun sangat menarik. Mulpleks yang kaku disusun membentuk rak buku yang berhadapan dengan pola berulang, menerus dari dasar lantai hingga terhubung di langit-langit membentuk pelengkung yang menaungi ruang perpustakaan.
Gagal Studio hingga bekerja untuk Norman Foster Beliau mengaku suka dengan segala hal tentang arsitektur. Meskipun begitu, bukan berarti perjuangan seorang Realrich Sjarief mulus-mulus saja. Ketika masa kuliah di ITB, Pak Realrich mengaku pernah gagal dalam mata kuliah studio arsitektur. Hal ini disebabkan oleh kesibukannya sebagai salah satu pimpinan Himpunan Mahasiswa kala itu. Bahkan kamar kos yang beliau sewa akhirnya jarang beliau pakai karena kesibukannya itu. Masa penyesuaian penggunaan komputer dalam desain untuk pertama kalinya di ITB saat itu juga semakin menyulitkan Pak Realrich, membuat beliau gagal dalam mata kuliah studio saat itu. Bertahan hingga akhir menjadi moto yang Pak Realrich selalu pegang dan semakin terasah selama kuliah. kegagalan mata kuliah tersebut tak menyurutkan semangat beliau. Dengan bekal pandangan itulah beliau bekerja untuk Norman Foster. Sebuah kesempatan emas yang beliau dapat dari ajang coba-coba mengirimkan portofolio ke biro arsitek yang berbasis di London ini. Saat bekerja untuk Norman Foster, rekan kerjanya berburu untuk pulang paling awal, beliau justru pulang paling terakhir untuk belajar.
ARÇAKA#4|||MAY 2015
11
/PERSPECTIVE/SENIOR.ARCHITECT
Wind Tunnel yang menembus hingga atas berfungsi untuk merespon stack effect rumah
Berhenti berinovasi sama dengan keangkuhan “Berhenti berinovasi sama dengan keangkuhan�, demikian pendapat beliau saat kami tanyai tentang eureka. Omah adalah salah satu buah dari pemikiran beliau tersebut. Beliau juga percaya bila arsitektur adalah people to people, sehingga kepercayaan klien adalah hal yang terlalu mahal untuk disepelekan. Sehingga inovasi adalah hak setiap klien yang harus diberikan oleh arsitek. Seperti yang beliau kerjakan pada rumah bertajuk Bare House Minimalist, milik Charles Wiriawan dan Irene. Bare Minimalist merupakan sebuah jawaban untuk tantangan dari klien yang menginginkan sebuah rumah berkonsep green design. Dalam mendesain rumah tersebut, wind tunnel system dipilih sebagai salah satu tanggapan untuk mencapai konsep green design.
12 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Project : Bare House Minimalist Owner : Charles Wiriawan and Irene Architect : Realrich Sjarief Location : Jakarta, Indonesia Area : 8 m x 24 m Finalist of IAI Jakarta Award 2012 Tampak depan Bare House Minimalist ARÇAKA#4 | MAY 2015 13
/PERSPECTIVE/SENIOR.ARCHITECT
Skema Denah Bare House Minimalist yang dibuat oleh Pak Realrich Menurut Pak Realrich, green design haruslah merespon site. Dalam perancangan Bare Minimalist, optimalisasi pencahayaan dan pengudaraan alami dicatat secara khusus sebagai prioritas yang harus tercapai pada bangunan ini. Kebiasaan hidup klien di apartemen membuat mereka memiliki kebiasaan yang serba compact. Semua keperluan ada dalam satu jangkauan tangan. Di lantai dasar yang berukuran 36 m2 ini terdapat ruang tamu, dapur, dan ruang makan yang menjadi satu tanpa sekat. Selain pintu-pintu kaca yang memasukan skylight ke dalam ruangan untuk
14 ARÇAKA#4 | MAY 2015
menghemat biaya listrik, sebuah wind tunnel dirancang pula untuk mengalirkan udara, menjadikan ruangan ini sebagai sebuah ruang yang nyaman secara thermal sekaligus green. Kombinasi warna dinding yang polos tanpa cat dengan material kayu pada langit-langit dan daun pintu juga membentuk karakteristik ruang yang polos dan berkarakter. Setelah selesai dibangun, Pak Realrich sendiri mengaku terkejut sendiri dengan hasil yang tercipta.
Beliau percaya, seringkali ide diawal berbeda dengan hasil akhir yang tercipta. Setiap desain memiliki eureka-nya sendiri. Sebuah proses menemukan diri
Ruang keluarga yang dilihat dari ruang makan
Sambil melanjutkan bercerita, Pak Realrich bercerita tentang buku-buku yang tertata rapi di rak yang berada sisi kanan kiri ruangan. Saat itu, Omah sedang membahas tentang Antoni Gaudi, arsitek legendaris asal Spanyol kelahiran 1852 di Catalunya. “Dia ini arsitek yang diangkat sebagai orang suci oleh gereja, tak beristri dan sebatang kara. Jadi hidupnya hanya untuk Tuhan, dan arsitektur.” Sosok Antoni Gaudi-lah yang sangat menginspirasi totalitas Pak Realrich dalam berasitektur. “Proses dalam berasitektur adalah proses menemukan dirimu sendiri.” Demikian Pak Realrich menutup pertemuan kami petang itu. Beliau berpesan untuk tidak takut mencoba. Gagal adalah sebuah proses. Ejekan, diremehkan, beliau mengibaratkannya dengan kulit yang tersayat-sayat dengan silet, dan biarkan itu menjadi tanda yang bisa dikenang saat berhasil nanti. Pak Realrich juga berkata, “Lagipula ‘eureka’ itu yang penting karyanya, bukan orangnya. Biar komentar menjadi pengacu, namun jangan menghentikan kita untuk berkarya.”
Wind tunnel berada diantara ruang tamu dan ruang keluarga
Ruang makan sekaligus dapur yang dilihat dari ruang keluarga berada dalam satu ruang
Arch Timeline 2000-2005 Graduated from ITB for Bachelor Degree 2005-2006 PT Urbane 2006-2007 DP Architect 2007-2008 Foster and Partner 2009-2010 Graduated from UNSW for Master Degree
ARÇAKA#4 | MAY 2015
15
/PERSPECTIVE BEN SARASWATI
Membuka Seribu Pintu
Text by Agnes Ardiana A.
Photos by Wadah Kawan & Courtesy of Kusa Architect
B
egitu terkenal dengan pariwisatanya, setiap tahunnya angka pengunjung pariwisata baik lokal maupun mancanegara di Bali selalu meningkat. Menanggapi hal tersebut, tidak heran jika pulau Bali selalu melahirkan arsitek-arsitek yang begitu telaten dalam bidang “hospitality�. Salah satu arsitek tersebut adalah Ben Saraswati.
Setelah lulus dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada tahun 2005, arsitek berdarah Bali yang bernama Ben Saraswati atau kerap dipanggil Pak Eben ini bergabung dengan biro Popo Danes Architect. Baginya, memasuki dunia kerja tentu berbagai hal baru akan ditemuinya, karena ia harus berhubungan langsung dengan klien dan di lapangan. Pak Eben merupakan contoh arsitek muda yang cukup aktif berkarya, karena pada tahun 2007 sudah ikut menangani proyek di India. Kemudian di tahun 2012 menangani proyek di Srilanka. Di usianya yang masih muda, ia telah berhasil ikut mengembangkan arsitektur komunitas under big-3, dimana para arsitekarsitek muda di bawah 30 tahun bergabung bersama untuk melakukan sharing mengenai arsitektur, foto, desain, dan proyek masing-masing.
16 ARÇAKA#4|||MAY 2015
Bertemu dengan Vastu Sastra India Travelling merupakan hal yang sering ia lakukan guna menemukan suasana baru untuk mendapatkan ide serta mengetahui cara mendesain yang tepat. Melalui perjalanan inilah ia menjadi semakin peka dan menemukan berbagai hal baru. Sebagai sosok kelahiran Bali yang terkenal dengan industri pariwisatanya, ia pun begitu tertarik dalam menuangkan ide-ide desainnya, dan di sinilah ia bertemu dengan Vastu Sastra India saat ia menangai proyek di India. Vastu Sastra India adalah konsep penataan ruang dalam budaya di India atau menyerupai Feng Shui dalam budaya Cina. Berbicara mengenai Vastu, ini merupakan hal yang menarik karena sebagai seorang berdarah Bali hal ini tidaklah asing lagi. Vastu menyerupai konsep Nawasanga yang dapat diartikan sebagai akar budaya Bali. Untuk menyusun ruang seseorang harus memiliki pembagian-pembagian ruang secara khusus. Vastu dalam versi Bali dapat berupa kosala-kosali atau pakem-pakem yang diterapkan dalam proyekproyeknya, seperti villa, restoran, hotel, dan interior. Pak Eben juga mengkolaborasikan unsur lokal dengan unsur modern dalam desain sebagai fungsi dari bangunan, namun untuk penggunaan Nawasanga tergantung dari permintaan klien.
Building : Private House Pontianak Owner : Santo Haliman Location : Pontianak, West Borneo Year : 2010
ARÇAKA#4 | MAY 2015
17
/PERSPECTIVE/YOUNG.ARCHITECT
Membuka diri untuk siapapun Setiap orang memiliki gaya yang berbeda saat mendesain, demikian juga Pak Eben. Ia mencoba menghadirkan nuansa tropis menggunakan pitch roof, material dekat dengan alam, dan menghadirkan suasana lokal daerah asal. Contoh proyek desainnya yang menggunakan Vastu adalah Pondiceri di India. Pada tahun 2010, Pak Eben mendapat proyek Private House milik Bp. Santo Haliman di Pontianak, Kalimantan Barat. Sebuah bangunan rumah yang hendak menambah massa berupa villa di belakangnya dan bangunan rumah yang lama tetap dibiarkan apa adanya. Dapat dilihat pada siteplan, bagian yang tidak berwarna adalah massa bangunan lama. Walaupun proyek ini di Pontinak, Pak Eben berusaha menghadirkan konsep Balinese traditional compound, sehingga bangunan ini begitu asri dan memiliki area hijau.
Bathtub sebagai salah satu fasilitas penunjang villa dengan sun shading dari kayu dan kaca.
18 ARÇAKA#4 | MAY 2015
ARÇAKA#4 | MAY 2015
19
/PERSPECTIVE/YOUNG.ARCHITECT
Meski Private House terdapat di tengah kota Pontianak yang ramai, namun bangunan ini berada di dalam komplek yang tertutup oleh bangunan di sekitarnya. Jadi dapat dikatakan bangunan ini seperti “hidden paradise�. Fungsi villa dalam bangunan ini adalah untuk menerima tamu yang berkunjung ke rumah Bp. Santo Haliman. Private House dibangun dengan menggunakan material baru, namun tetap dekat dengan alam. Dapat dilihat dari detail-detail yang terdapat pada bangunan ini banyak menggunakan material kayu. Sebagai fasilitas pendukung villa dari Private House, maka dilengkapi dengan bathtub. Selain itu, terdapat kolam renang sebagai bagian dari courtyard atau area transisi antara massa bangunan rumah lama dengan villa. Berinovasi tanpa meghilangkan esensi Tindakan yang telah dilakukan Pak Eben merupakan bukti nyata bahwa diam-diam berusaha menyuguhkan elemen-elemen hospitality ke dalam sebuah Private House yang tersembunyi. Itulah mengapa bangunan ini memiliki keterbukaan secara khusus, terbuka terhadap siapapun. Pada kasus ini, Pak Eben ber-eureka dengan memberikan sebuah penemuan yang berguna bagi masyarakat luas, terutama dalam industri pariwisata. Seperti dalam kesehariannya menangani proyek villa, hotel, club, spa yang difungsikan untuk para pegunjung secara terbuka. Oleh karena itu, sosok Pak Eben begitu menarik untuk dijadikan bahan pembelajaran bagi kita semua, ia berusaha membuka seribu pintu bagi semua orang.
20 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Suasana santai dan dekat dengan alam begitu terasa dengan adanya kolam renang yang dikelilingi rumput hijau sebagai bagian dari inner courtyard.
Arch Timeline Graduated from UAJY Popo Danes Architect I Architecture Design Studio I Assistant to Principal Designer 2006 - Present Kusa Architect & Associates I Architecture & Interior Studio I Principal Designer 2007 - present IAI, Bali Chapter 2008 - present Satu Kata Community - Bali Chapter I Founding Partner, Senior Member 2010 - present Architects Under Big 3 – Bali Chapter Guest Speaker, Senior Member
1999 - 2005 2005 - 2012
ARÇAKA#4 | MAY 2015
21
/DESIGN
Desa Sasak Sade
Pusaka Arsitektur dari Masa Lalu
M
atahari semakin meninggi di desa Sade (Nurhusade, atau dalam bahasa Jawa kuno Husodo yang berarti obat). Desa yang terletak di kecamatan Pujut Kabupaten Lombok tengah ini seperti biasa “menyediakan� tempat bagi masyarakat Sasak untuk beraktivitas. Beberapa kaum perempuan sibuk menenun kain khas daerah Lombok, sedangkan beberapa lainnya memandu wisatawan yang datang untuk melihat dan belajar tentang mahakarya leluhur orang Sasak.
S
asak, merupakan sebuah suku yang telah lama mendiami pulau Lombok dan membangun pemukiman adat mereka. Salah satu pemukiman Sasak yang ada di Lombok adalah desa Sasak Sade. Dahulu desa ini memiliki cakupan wilayah yang sangat luas. Pemukiman yang berada di bukit ini pernah terbakar dan membakar habis hampir setengah dari total pemukiman yang ada. Namun sekarang, Suku Sasak Sade kembali bangkit, dan membangun tempat tinggal yang baru tetap pada keyakinan leluhur mereka. Berbicara mengenai tempat tinggal bagi suku Sasak, sebuah rumah (tempat tinggal) merupakan sesuatu yang sakral (suci) dan
profan atau keduniawian. Artinya, disamping fungsi rumah sebagai tempat berlindung, mereka juga memperlakukan rumah sebagai tempat ritual keagamaan dan memiliki makna yang suci. Rumah tinggal suku Sasak disebut Bale Gunung Rate yang diadopsi dari bentuk atapnya yang berbentuk prisma menjulang seperti gunung. Bale gunung rate atau yang sering disebut Bale Tani memiliki konfigurasi ruang yang kompleks. Balai ini terbagi menjadi dua bagian, yang disebut Langen Dalam, serta Langen Luar. Bagian Langen Dalam, kemudian dibagi lagi menjadi Dalam Bale Dalam yang digunakan bagi penghuni rumah untuk melahirkan serta menyimpan
22 ARÇAKA#4 | MAY 2015
barang berharga. Selanjutnya adalah Dalem Balaiq yang berfungsi sebagai Amben atau tempat tidur dan tempat masak bagi penghuni rumah. Bagian lainnya yang tak kalah penting adalah Langen Luar. Langen ini terdiri dari Sesangkok Kanan dan Sesangkok Kiri yang keduanya dibatasi oleh UndakUndak atau anak tangga. Secara khusus, Sangkok Kanan digunakan untuk kaum lelaki sebagai tempat istirahat dan bercengkrama, serta tempat untuk menyemayamkan mayat. Kemudian Sangkok Kiri sebaliknya digunakan oleh para perempuan sebagai tempat menenun kain ikat serta menerima tamu seorang anak gadis.
Text by Titus Abimanyu Dananjaya Photos by Wadah Kawan
Dalam Bale pada rumah Bale Tani, di dalamnya adalah Dalem Bale Dalam yang memiliki ketinggian lantai lebih tinggi.
ARÇAKA#4 | MAY 2015
23
/DESIGN Bercengkrama dan Arsitektur Pada dasarnya, suku Sasak gemar bercengkrama dan mengobrol, maka mereka membangun sebuah tempat berbentuk panggung dengan atap rumbia yang disokong dengan tiang-tiang kayu. Masyarakat Sasak menyebutnya Beruga, yang berguna sebagai tempat bersantai, menerima tamu hingga tempat penyelesaian sebuah masalah desa, dan bisa juga digunakan sebagai tempat untuk mempelai pria yang akan meminang anak gadis suku Sasak. Terdapat cerita bahwa seorang gadis Sasak yang hendak dipinang
oleh seorang Jawa dari Pacitan, mereka orang Sasak kemudian melakukan musyawarah dari mulai mahar kawin hingga tata adat perkawinan mereka di beruga. Pembangunan beruga berkaitan dengan kemampuan ekonomi seorang Sasak, karena dalam pembangunannya ada ritual yang mengharuskan untuk menyembelih sapi atau kambing sebagai bagian dari ritual. Sebuah Baruga yang baru saja selesai dibangun juga harus diresmikan dengan upacara pembacaan naskah lontar dan atau memotong rambut bayi oleh para tetua adat.
Kaum perempuan Sasak menenun pada sesangkok kanan. Kain tenun ini digunakan sebagai upacara adat.
Mata pencaharian yang turun temurun telah terwaris bagi masyarakat suku Sasak adalah bertani. Sawah dan ladang mereka yang luas mengelilingi area pemukiman tradisionalnya. Hasil panen mereka tersimpan dalam sebuah lumbung yang melengkung dengan ketinggian 4-5 meter dengan atap rumbia dan rangka tradisional berupa bambu yang disebut Alang. Lumbung ini diciptakan untuk menampung hasil panen mereka. Menurut peraturan adat, hanya kaum perempuan yaitu seorang ibu yang dapat menaiki lumbung padi ini untuk mengambil hasil panen.
Beruga, digunakan masyarakat Sasak sebagai tempat bersantai dan bercengkrama dengan tetangga.
Alang sebagai tempat menyimpan hasil panen, dibawahnya dapat dijadikan tempat bersantai.
24 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Tradisi dan Merawat Salah satu tradisi suku Sasak dalam merawat bangunan yang cukup unik adalah Belulut, yaitu melumuri lantai dengan kotoran kerbau. Caranya, kotoran kerbau yang masih segar dilumurkan ke lantai secara merata menggunakan daun randu (Ceiba Pentandra) dalam tempo tiga bulan sekali. Orang Sasak percaya, kotoran hewan yang memiliki tatanan hidup yang tinggi ini dapat mendinginkan ruangan serta memperkokoh pondasi mereka yang terbuat dari campuran tanah, sekam padi dan juga kotoran sapi. Menurut Kudrap Slake sang kepala adat, tradisi belulut ini wajib dilakukan ditiaptiap rumah, terutama mereka yang akan mengadakan upacara adat. Orang Sasak, dalam kehidupan sosialnya juga tak lepas dari ajaran leluhur dan wali mereka. Ajaran ini terbagi menjadi tiga, yang pertama adalah solah pratik yaitu berbudi pekerti yang luhur. Ada juga solah penunik yang berarti berbahasa yang santun, dan Solah pegawean atau berperilaku yang baik. Ketiga ajaran ini selalu disematkan dalam adat moleh monte yaitu sebuah tradisi dan kepercayaan lokal yang dianut orang Sasak sebagai acuan dalam mengatur kehidupannya. Sejak dahulu, masyarakat Sasak telah memiliki sistem budaya dan kerukunan adat seperti yang tertulis pada naskah lontar jaman dahulu. Keselarasan antara adat istiadat, religi, serta gaya hidup mereka jaman dahulu dapat menjadi acuan pada masa kini. Unsur tradisi yang menyelaraskan unsur alam seperti belulut masih tegak berdiri. Inilah yang menjadi poin Eureka pada hari ini dan masa depan.
Kudrap Slake merupakan kepala adat atau yang memiliki kedudukan setara ketua RT dalam suatu perkampungan. Kudrap Slake sedang menjelaskan pada kami tentang Sasak Sade.
*** Masyarakat Sasak saat ini sedang “mati-matian” melestarikan tradisi dan kampung adat mereka. Tradisi-tradisi mereka perlahan-lahan terus didekap agar tak menghilang tanpa jejak. Hal ini dilakukan dalam rangka pelestarian desa adat seperti yang telah ditulis oleh leluhur mereka dalam naskah lontar. Walaupun begitu, mereka sungguh berat jika harus “menegakan” kembali kelangsungan adat mereka.
Diperlukan semangat untuk melestarikan secara bersama-sama dari berbagai pihak supaya Sasak menjadi identitas Lombok yang tidak samar bahkan hilang oleh kabut globalisasi yang kian meresap masuk. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana usaha orang Sasak sendiri mencintai dan menjaga budayanya sehingga Sasak tetap lestari sebagai PENAWAR RINDU ARSITEKTUR MASA LALU SASAK!
***
ARÇAKA#4 | MAY 2015
25
/DESIGN
(Bedah) Rumah Tanpa Batas P-House by Budi Pradono Architects
U
dara sejuk daerah Salatiga mengantar kunjungan Tim ARÇAKA ke acara Open P-House yang diadakan oleh Budi Pradono Architects dan bekerjasama dengan Kidung Artspace pada tanggal 21 Februari 2015. Open P-House merupakan serangkaian acara yang terdiri dari open house milik keluarga Budi Pradono, dilanjutkan dengan acara talk show dan presentasi serta acara Contemporary Art Exhibition yang berlokasi di RT 03 / RW 06 Desa Tetep Wates, kelurahan Kumpul Rejo, kecamatan Argomulyo, Salatiga, Jawa Tengah. Bedah P- House (Pradono House) P-House merupakan rumah milik keluarga Pradono yang berlokasi di Kota Salatiga serta merupakan kota asal kedua orangtua Pak Budi Pradono. Pemandangan unik terlihat saat memasuki wilayah rumah bambu, yang menjadi tempat berkumpul bagi kakak serta adik Pak Budi ketika mengunjungi orangtuanya di Salatiga. Rumah tersebut memiliki lima atap yang seakan 'menari' menyambut para tamu. Kelima atap yang disebut The Dancing Mountain ternyata merupakan representasi dari lima gunung yang mengelilingi daerah Salatiga yakni Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Andong, Gunung Ungaran, dan Gunung Telomoyo. Pada puncak setiap atap, terdapat bukaan yang berfungsi sebagai pencahayaan alami pada siang hari.
26 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Text by Elizabeth Nada Photos by Wadah Kawan, Steven D & Icha A.B.C
Dalam open house ini, para pengunjung dapat masuk dan berkeliling menjelajahi setiap sudut rumah. Suasana alami dan sejuk sangat terasa saat kita memasuki area rumah. Penggunaan material bambu, batu alam, dan batu bata ekspose dengan apik dipadukan dengan material kaca sebagai penyatu bagian dalam dengan bagian luar. Pemandangan luar yang indah, dengan banyaknya pohon yang rindang dan hijau, serta udara yang sejuk membuat setiap orang yang datang betah berlama-lama berada di area rumah ini. Konsep rumah ini mencoba menghadirkan kembali memori masa kecil keluarga Pradono. Rumah dirancang dengan sedikit sekat, menghasilkan ruang bersama yang terbuka bagi seluruh anggota keluarga. Ruang keluarga, dapur, lounge, pantry, dan ruang makan seluruhnya terbuka tanpa sekat, sehingga anggota keluarga dapat berinteraksi dan melihat kegiatan masing-masing. Salah satu sisi bangunan dibuat transparan dengan penggunaan material utama kaca sehingga pengguna dapat langsung melihat dan berinteraksi dengan taman. Seluruh aktivitas di dalam rumah juga dapat terlihat dengan jelas dari halaman. Pada area ruang makan terdapat meja makan yang sangat panjang. Meja makan ini selain difungsikan sebagai tempat makan, juga berfungsi sebagai area berkumpul dan berbincang, karena pada masa kecil keluarga Pradono selalu makan bersama di satu meja.
“Rumah adalah atmosfir untuk menyemaikan kebersahajaan dan ilmu pengetahuan, sehingga ruang-ruang utamanya adalah ruang bersama, meskipun ruang itu didefinisikan oleh material yang paling sederhana sekalipun� - Budi Pradono Daerah dekat dapur terdapat kamar mandi dengan pembatas dari bata yang memiliki ketinggian sekitar 2 meter. Hal tersebut dimaksudkan apabila ada anggota keluarga yang sedang mandi dapat pula berbincang dengan anggota keluarga lain yang berada di dapur atau meja makan, seperti memori masa kecil keluarga ini yang sangat suka berbincang.
Permainan material bata di dinding kamar mandi P-House.
ARÇAKA#4 | MAY 2015
27
/DESIGN
Penggunaan material alam pada P-House
Selain fungsi rumah tinggal, di area P-House juga terdapat sebuah bangunan yang difungsikan sebagai perpustakaan. Perpustakaan mini tersebut juga menampilkan arsitektur yang selaras dengan bangunan utama. Bangunan yang berbentuk tabung dan berdinding kaca ini, berisi koleksi buku-buku yang cukup lengkap dan dapat diakses oleh warga sekitar yang hendak membaca. Ada hal menarik lainnya yang terdapat di area rumah ini. Diantara rumah dengan perpustakaan terdapat sebuah pohon besar, yakni Pohon Pule yang merupakan simbol kesederhanaan. P-House mampu menampilkan kesederhanaan dengan menghargai kemampuan lokal, hal ini dapat terlihat dari penggunaan material bangunan. Semua material yang digunakan merupakan material yang terdapat dan mudah ditemui di sekitar Salatiga. Borderless Home, Contemporary Art Exhibition Borderless Home merupakan tema dari pameran arsitektur, seni, dan desain yang dikurasi oleh Bambang Asrini Widjanarko. Pameran diselenggarakan mulai tanggal 21-27 Februari 2015. Budi Pradono bekerjasama dengan Kidung Artspace mengundang 9 seniman dan desainer Indonesia untuk ikut berpartisipasi dengan cara memberikan tanggapan seni kepada arsitektur P-House.
28 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Karya-karya yang dihasilkan serta produk-produk desain dipamerkan dan dapat kita nikmati secara langsung di dalam P-House ini. Malam harinya, di halaman rumah diadakan talk show dan presentasi langsung oleh Pak Budi Pradono dan seluruh seniman dan desainer yang ikut terlibat dalam acara ini. Para pengunjung dan tamu, berbaur dengan keluarga Pradono mendengarkan presentasi dan dapat langsung mengajukan pertanyaan seputar rancangan P-House maupun mengenai rancangan produk-produk dalam pameran. "Rumahnya bagus sekali, konsepnya keren. Senang karena bisa langsung bertemu dan ngobrol sama Pak Budi. Gak nyangka bisa kepikiran hal seperti ini untuk konsep rumah." komentar Icha salah satu pengunjung. "Menghargai kemampuan lokal dan menggunakannya sebagai kekuatan baru untuk bersinergi dengan moderenitas, adalah sesuatu yang sangat krusial ketika kita berhadapan dengan virtual reality secara masif" merupakan pesan yang begitu menarik dari Pak Budi Pradono, yang tertempel rapi di kaca pada salah satu sisi bangunan. Menghargai kemampuan lokal menjadi sebuah kata kunci yang dapat kita terapkan dalam konsep 'penemuan baru' di masa ini. Salam Eureka!
Borderless Home
Perpustakaan di area P-House'
Art work di dapur
Salah satu art work pada dinding P-House
ARÇAKA#4 | MAY 2015
29
/DESIGN
GEDUNG TELUR HEMAT ENERGI UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA
Text by Florentina Ditta Agustine Photos by Wadah Kawan & Courtesy of FB Universitas Multimedia Nusantara
Berawal dari ide dan alur desain yang terus berkembang, maka lahirlah gedung New Media Tower. Dengan konsep dan bentuk yang sangat menarik serta inovatif, gedung ini menjadi salah satu bangunan yang banyak meraih penghargaan baik tingkat nasional maupun internasional. Salah satunya sebagai Energy Efficient Building kategori Tropical Building yang dilombakan pada ASEAN Energy Award 2014 di Vientiane, Laos.
30 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Lokasi : Gading Serpong, Tangerang Pemilik : Yayasan Multimedia Nusantara Luas Lahan : ± 8.000 ha Luas bangunan New Media Tower : ± 30.000 m² Konsultan Arsitek, Disain Interior, Lansekap : PT Duta Cermat Mandiri Kontraktor : PT Total Bangun Persada Quantity Surveyor : PT Rekagriya Menara Buana Konsultan Struktur : PT Davy Sukamta & Partner Konsultan MEP : PT Policipta Multidesign Arsitek : Budiman Hendropurnomo (DCM)
U
nik. Itulah kata yang terlontar ketika orang mendeskripsikan gedung New Media Tower UMN. Dari kejauhan terlihat bentuknya yang berbeda, oval seperti telur dan berwarna abu-abu. Gedung New Media Tower adalah salah satu dari tiga gedung milik Universitas Multimedia Nusantara (UMN) yang berlokasi di Scientia Garden, Jalan Boulevard Gading Serpong, Tangerang, Banten. Gedung berlantai tiga belas ini memiliki luas tiap lantainya 30.000 m2 dengan luas total lahan yang UMN sekitar 8 hektar. Gedung ini dirancang oleh Budiman Hendropurnomo dengan menerapkan konsep yang sama pada gedung UMN sebelumnya yaitu passive energy. Desain ini dimaksudkan untuk menghemat
penggunaan pendingin ruangan, memperlancar sirkulasi udara serta mengurangi penggunaan lampu dengan memanfaatkan pencahayaan alami secara optimal. Bangunan ini didirikan dengan memperhatikan arah terbit dan terbenamnya matahari. Pak Sudarman, Building Manager UMN mengatakan bahwa gedung New Media Tower ini awalnya direncanakan lebih tinggi dari gedung pertama, namun ternyata ada batas ketinggian yang ditetapkan yaitu maksimum lima puluh meter karena gedung berada pada lintasan pesawat. Beliau menambahkan, lokasi dari kampus UMN ini memang sengaja tidak berada di Jakarta tetapi Tanggerang karena Jakarta sudah penuh sesak.
ARÇAKA#4 | MAY 2015
31
/DESIGN/LOCAL
32 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Gedung New Media Tower yang dikelilingi oleh taman hijau.
“Sebuah telur yang akan melahirkan manusia-manusia baru� Sudarman, Building manager UMN
Desain Arsitektur yang Ramah Lingkungan
Suasana lobby UMN
Gedung berwarna abu-abu ini memiliki keistimewaan teknologi pada double skin dan M-SYSTEM. Teknologi double skin ini memanfaatkan lembar aluminium berpori yang menutupi gedung sehingga intesitas panas dan cahaya matahari dapat diatur. Kulit bangunan pada bagian luar merupakan lempeng modular yang terbuat dari material aluminium dengan lubang-lubang untuk pemasok cahaya di seluruh permukaannya. Penerapan double skin ini merupakan inovasi desain arsitektur yang ramah lingkungan. Inovasi ini menghemat pemakaian energi listrik untuk AC maupun untuk penerangan ruangan. Dindingnya menggunakan teknologi M-SYSTEM terbuat dari panel superfoam yang disisipkan dengan kawat baja sehingga membentuk pondasi yang kuat. Teknologi M-SYSTEM ini sendiri berasal dari Italia dengan nama di negeri asalnya adalah EMMEDUE. Teknologi dan produk ini sudah digunakan di Eropa sejak 25 tahun lalu. Keunggulan dari dinding dengan teknologi M-SYSTEM ini adalah mencegah kebocoran suara, mudah dibentuk, tahan lama dan anti rayap. Dari segi kekuatan, kekokohan dindingnya sama dengan temboktembok biasa yang dibangun dengan menggunakan bahan dasar batu bata.
ARÇAKA#4 | MAY 2015
33
/DESIGN
Gedung ini memaksimalkan konservasi air dengan mendaur ulang air hujan. Air hujan yang masuk ke dalam gedung melalui pori-pori lapisan luar gedung akan dialirkan melalui saluran-saluran untuk ditampung dipengolahan limbah air di basement. Air tersebut akan diolah lagi untuk air pembuangan pada kloset dan menyiram tanaman. Soal kebersihan airnya, kita tidak perlu khawatir. Air dari daur ulang ini sudah terjamin kebersihannya. Selain itu, di setiap taman juga terdapat terdapat kanal-kanal air sebagai tempat resapan air hujan. Untuk perawatan dari Gedung New Media Tower ini sendiri tidak terlalu sulit. Warnanya yang abu-abu membuat gedung ini tidak memerlukan perawatan khusus untuk bagian luarnya. Debu yang menempel akan dengan mudah tersapu oleh air hujan. Namun, pada bagian dalam gedung ini tetap diperlukan perawatan. Di gedung ini juga terdapat tabung-tabung kaca yang berguna sebagai sirkulasi udara. Tabung-tabung kaca ini menjulang dari basement hingga lantai 3. Total ada delapan tabung kaca di gedung ini. Selain untuk sirkulasi udara, tabung-tabung kaca ini juga berfungsi untuk pembuangan asap knalpot dari sepeda motor yang berada di basement. Di lantai 3 gedung ini terdapat sebuah ada taman rumput dan pepohonan yang sengaja dibangun, dengan maksud mempertahankan lahan hijau pada gedung ini. Gedung New Media Tower milik UMN ini merupakan suatu contoh gedung dengan bentuk yang modern namun ramah lingkungan. Tidak seluruh lahan dipakai untuk bangunan, tetapi disisakan lahan untuk ruang terbuka hijau yang ditumbuhi oleh rumput dan pepohonan. Eureka-nya yaitu teknologi pada gedung perkuliahan ini tetap memegang teguh konsep hemat energi serta bersahabat dengan alam.
Selasar menuju ke Gedung New Media Tower
34 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Eksterior Gedung New Media Tower yang dikelilingi oleh taman hijau.
Skylight di taman yang terletak di lantai 3 Gedung New Media Tower.
Lubang-lubang ini adalah bagian paling atas dari cerobong asap untuk membuang asap knalpot sepeda motor yang terbuat dari kaca tebal.
ARÇAKA#4 | MAY 2015
35
/DESIGN/ALUMNI
Berani Ekstrim
dengan Material Kasar
Gosha Kitchen Patisserie & Hotel Padang-Padang Inn by Adrian Worek
Kali ini tim ARÇAKA akan membahas dua buah desain karya alumni UAJY yang dapat dikatakan berani beda dari yang lain. Kedua karya tersebut adalah Gosha Kitchen Patisserie dan Hotel Padang-Padang Inn yang memiliki konsep unik serta dominan dengan unfinish material.
36 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Text by C.K. Bhatara & Agnes Ardiana Photos by Arya Kurnia, Andesita Oki & Courtesy of Casa Studio
ARÇAKA#4 | MAY 2015
37
/DESIGN/ALUMNI
S
ebelum menyebrang ke Lombok, tim ARÇAKA sempat mewawancarai seorang arsitek muda asal Bali bernama Adrian Worek. Beliau adalah alumni UAJY angkatan 2002. Setelah lulus dari Arsitektur UAJY, beliau melanjutkan perjalanannya dengan bergabung di biro Arte Arcitect dan Popo Danes Architect. Kemudian pada tahun 2012, beliau bekerja sama dengan Angga Sumantri (alumni ITS) & Robby Tresna (alumni Itenas Bandung) membentuk sebuah biro yang bernama Casa Studio. Gosha Kitchen Patisserie
Gosha Kitchen Patisserie (Warung Gosha) adalah proyek terbaru dari Casa Studio tepatnya di Jl. Tukad Gangga no. 8, Denpasar. Proyek tersebut merupakan renovasi restoran baik secara arsitektur, interior dan juga branding. Pada kasus Warung Gosha ini, Casa Studio mendapat klien yang aktif dalam berdiskusi dengan ide-idenya. Oleh karena itu desain yang dihasilkan merupakan sebuah restoran yang ‘kompak’ antara menu makanan dan juga arsitektur maupun interiornya. Konsep yang dihasilkan adalah industrial rustic karena dari segi makanan dan lokasi sangat mendukung untuk menyajikan kuliner lokal maupun modern. Oleh karena itu, restoran ini dapat menjadi rekomendasi yang tepat untuk anak muda atau para penggemar wisata kuliner. Bangunan dari Warung Gosha ini sangat unik, terdiri dari dua lantai dengan interior sangat khas. Bila ditinjau lebih dalam, banyak terdapat kesamaan antara Hotel Padang-Padang Inn dengan Warung Gosha. Mulai dari interior hingga material yang digunakan.
Building Architect Client Year Location
: Gosha Kitchen Patisserie : Adrian Worek (Casa Studio Bali) : Gosha Kitchen Patisserie : 2015 : Jl. Tukad Gangga no. 8, Denpasar
38 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Ekspose Menjadi Andalan Bila anda berkunjung di Warung Gosha, maka anda akan menjumpai dinding yang sengaja mengekspos material asli, misalnya dinding bata yang sengaja dibiarkan tanpa plasteran. Terdapat pula dinding yang diaci tanpa cat. Oleh karena itu, contoh penyiasatan interior tersebut merupakan hasil diskusi yang baik. Pada beberapa bagian dibuat unfinished dengan tambahan street art seperti mural pada dinding. Kemudian diberi ornamen dari kayu yang disusun secara miring untuk menambah estetika. Pada bagian reservasi, dinding sengaja menggunakan ornamen tambahan berupa besi tralis yang saling terkait. Warna besi tersebut hitam, sangat kontras dengan dinding putih yang berada dibelakangnya. Tidak hanya material saja, struktur dari bangunan ini menggunakan baja yang sengaja di ekspos. Hal tersebut dapat dilihat pada plat lantai 2 yang juga dijadikan sebagai plafon dari rangka baja. Sehingga bangunan ini memiliki kesan jujur akan material dan apa adanya, namun diberi warna hitam. *** Selain mencicipi makanan di Gosha Kitchen Patisserie yang merupakan proyek restoran terbaru dari Casa Studio. Para waisatawan juga dapat menikmati indahnya pantai Padang-Padang dengan melakukan surfing. Tidak perlu khawatir, para wisatawan dapat menginap di Hotel Padang-Padang Inn yang juga merupakan salah satu proyek dari Casa Studio.
Gambar Potongan Warung Gosha.
Detail ornamen dari tralis bersilang sebagai partisi.
Detail dinding dari susunan kayu miring, semen aci dan bata ekspos.
ARÇAKA#4 | MAY 2015 39 Suasana pengunjung Warung Gosha.
/DESIGN/LOCAL Building Architect Client Year Location
: Hotel Padang-Padang Inn Bali : Adrian Worek (Casa Studio Bali) : Hotel Padang-Padang Inn Bali : 2014 : Pantai padang-padang Bali
Hotel Padang-Padang Inn Sajian panorama pantai dan hantaman ombak yang ganas seakan memberi kehidupan tersendiri pada pantai Padang-padang, Bali. Memanjakan mata dan menantang ardenalin untuk berbacu dengan ombak menjadi salah satu hal yang patut dilakukan bagi para pemain surfing berkunjung ke pantai ini. Semakin terkenal pantai ini, maka para wisatawan terutama surfer (pemain surfing) dari dalam dan bahkan dari luar negeri yang terpikat dengan pantai ini. Kemudian bermunculan pula berbagai jenis penginapan dengan berbagai desain yang eksotis. Hotel Padang-padang Inn merupakan salah satu hotel pertama yang terdapat di pantai padang-padang sebelum terkenal seperti sekarang. Semakin terkenalnya pantai padang-padang memberi dampak pula bagi pesaing surfer dengan budget kantong para backpacker. Selain itu, hotel juga harus siap untuk ditinggali pada surfer berminggu-minggu. Bekerjasama dengan Casa Studio Bali kemudian manajemen Hotel Padang-padang Inn mencoba untuk merenovasi hotel agar tidak ditinggalkan oleh pada wisatawan. Pada proses pembangunan Hotel Padang-Padang Inn terdapat kolaborasi yang sangat baik antara arsitek,klien, dengan bidang Mechanical & Electrical. Dengan demikian, tim harus sangat berhati-hati dalam memperhitungkan material dan utilitas karena pertimbangan budget yang ketat.
“Konsep Hotel yang kami terapkan tetap untuk surfer dengan karakteristik extreme sport, santai dan bebas.�
Kasar Tidak Berarti Cacat Kesan ekstrim ditunjukkan dengan dinding yang kasar apa adanya. Ditambah dengan sentuhan street art pada dinding dari semen acian. Pada interior untuk beberapa dinding didesain dengan papan surfing serta signage menggunakan mural atau sketsa. Kemudian untuk material pada umumnya adalah lokal, seperti batu bukit putih atau limestone agar kontekstual dengan lokasi. Pada bagian restoran didesain sangat santai dengan suasana yang nyaman dan bersahabat. Kesan eksotis kembali ditunjukkan dengan papan surfing yang didesain untuk meja-meja restoran agar tetap berkesan ekstim dan santai saat menikmati sajian restoran. Restoran dibagi atas dua bagian yaitu outdoor dan indoor untuk memberi kenyamanan dengan panorama yang terbuka dengan alam. Menyusuri lebih dalam, desain kamar dari hotel Padang-padang Inn memang tidak terlalu luas namun didesain senyaman mungkin. Elemen dekorasi kamar menggunakan material kayu sebagai properti. Selain itu, view teras kamar yang langsung menyajikan panorama pantai yang memacu ardenalin untuk kembali menantang ombak. Bagi para pemain surfing, Hotel Padang-Padang Inn memang merupakan pilihan yang tepat untuk menginap. Melalui kesan extrim pada hotel ini, Pak Adrian Worek berhasil memadukan eksterior maupun interior yang sangat menarik perhatian para surfer. *** Kasar tidak berarti cacat, estetika yang dikemas oleh Pak Adrian Worek ini menjadi inovasi tersendiri. Beliau mampu memoles dinding yang kasar dengan perpaduan warna dan ornamen yang tepat. Serta dapat berkolaborasi secara baik dengan tim maupun klien. Tidak salah jika kedua bangunan ini menjadi contoh penemuan baru, karena konsep yang dirancang mampu menjadi dasar yang kuat terciptanya bangunan Gosha Kitchen Patisserie dan Hotel Padang-Padang Inn. Maka kita patut memberi apresiasi bagi alumni Arsiterktur UAJY ini.
Arch Timeline 2002 - 2007 2007 - 2009 2009 2012
40 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Graduated from UAJY Arte Architect - Bali Popo Danes Architect - Bali Casa Studio Bali
Gambar Prespektif (atas) dan Potongan (bawah) Hotel Padang-Padang Inn
ARÇAKA#4 | MAY 2015
41
/ART-SPACE
Thanks for your participation!
Sketsa Kota
by Christofer Bahana ARS13
42 ARÇAKA#4 | MAY 2015
New Media Tower UMN, Si Gedung Telur by Agnes Ardiana ARS12
Persitirahatan dalam Laju Waktu
Hadiendra Bagus ARS11
ARÇAKA#4 | MAY 2015
43
/ART-SPACE
Thanks for your participation!
Nothing to Something
by M. Tasrifin Salam ARS12
44 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Ruang Waktu
by Yonatan Satya ARS12
ARÇAKA#4 | MAY 2015
45
/ART-SPACE
Thanks for your participation!
TELEPON TUA (Dunia terasa lebih dekat seperti ditanganmu) by Michael Theodore Boentoro ARS13
Melintasi Batas Era Kelam Tuk Temu Nuansa Kini by H. Artha Bayu Tama ARS14
46 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Kota Belanja Miunster, Germany (Gambaran Malioboro) by Gyvano Halim ARS12
MI6 Building
by Novi Setiani (University of Gloucestershire)
ARÇAKA#4 | MAY 2015
47
/POINT/CAMPUS NEWS
SILAHTURAHMI LEWAT
VISITARS
S
etelah beberapa waktu lalu Hima Triҫaka kedatangan tamu spesial dari HMA Amoghasida Universitas Diponegoro untuk bersilahturahmi, kini giliran Universitas Parahyangan Bandung. Himpunan Mahasiswa Arsitektur Universitas Parahyangan (HMPSARS), memiliki tujuan untuk berkenalan dan bertukar pengalaman mengenai organisasi kemahasiswaan serta kegiatan akademik dan sarana prasarana kampus. Tujuan tersebut diwujudkan dalam bentuk kegiatan tour, yang disebut VISITARS.
VISITARS merupakan kegiatan HMPSARS yang dilaksanakan dengan mengunjungi beberapa universitas yang memiliki program studi Arsitektur dengan akreditasi baik. Pada VISITARS kali ini memilih destinasi di Yogyakarta, yaitu Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan Universitas Gadjah Mada. Kegiatan VISITARS di Universitas Atmajaya diadakan pada tanggal 22 Januari 2015 dan berlangsung di ruang Auditorium Visual kampus 2 (Thomas Aquinas). Acara dikemas dalam bentuk santai tapi serius, sehingga para peserta dapat menikmati acara dengan baik. Sesi
48 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Text by Veronika Selly Photo by Humas Hima Tricaka
pertama, sambutan dari ketua Himpunan Mahasiswa Atmajaya (Hima Triҫaka) yaitu Caroline Monica Sitompul. Sesi selanjutnya adalah pengenalan koordinator biro dan devisi Hima Triҫaka, lalu masing-masing koordinator biro dan devisi mempresentasikan program kerja mereka. Sambutan kedua diberikan oleh ketua HMPSARS yaitu Antonius Setha. Kini saatnya untuk koordinatorkoordinator HMPSARS yang mempresentasikan program kerja mereka yang sedang direncanakan dan dilaksanakan. Tidak sedikit anggota HMPSARS yang mengajukan pertanyaan mengenai program kerja Hima Triҫaka, begitupun sebaliknya. Kegiatan VISITARS disambut antusias oleh para anggota Hima Triҫaka. Selain dapat bertukar pengalaman dalam informasi mengenai organisasi kemahasiswaan dan sarana prasarana kampus, kegiatan ini juga dapat menjadi titik awal untuk menjalin relasi antara Universitas Parahyangan dan Universitas Atmajaya Yogyakarta. Semoga lewat acara VISITARS ini dapat memberikan pengalaman dan pembelajaran baru serta membangun hubungan antar mahasiswa arsitektur yang ada di Indonesia.
Pesta Olah Raga Arsitektur GARSA
D
i sela-sela rutinitas kuliah, Liga Arsitektur (GARSA) hadir untuk menyegarkan kembali semangat mahasiswa arsitektur UAJY. GARSA merupakan pertandingan persahabatan antar mahasiswa arsitektur dalam bidang olahraga yang diselenggarakan oleh Biro Minat Bakat Hima Triҫaka UAJY. GARSA diadakan sebagai bagian dari rangkaian acara Sepekan Arsitektur 2015 . “ Tujuan utama kegiatan ini yaitu untuk menyatukan semua angkatan, wadah bagi teman-teman untuk menyalurkan hobi di bidang olahraga dan refreshing. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan mahasiswa arsitektur UAJY dapat semakin akrab,” pernyataan salah satu panitia GARSA. Kegiatan ini dilaksanakan dari tanggal 28 Februari-13 Maret 2015 di lapangan kampus 1 UAJY Mrican. Dalam satu angkatan terdiri dari beberapa tim. Acara ini terstruktur dengan rapi sehingga pelaksanaannya pun
Text by Florentina Ditta Agustine Photos by HUMAS HIMA TRIÇAKA
sesuai jadwal dan tepat waktu. Baik pertandingan basket maupun futsal, keduanya berlangsung seru dan menarik. Euforia pertandingan pun tidak terlepas dari peran para suporter yang begitu antusias memberikan dukungan untuk masing-masing tim. Pemenang dari pertandingan futsal tahun ini adalah tim dari mahasiswa angkatan 2013 dan pemenang basket adalah tim dari mahasiswa angkatan 2011. “ Semoga tahun depan GARSA bisa mengundang para pemain dari universitas lain,” ujar salah satu peserta GARSA. Setelah semua rangkaian acara GARSA ini terlaksana, sebagai penutup adalah penyerahan piala kepada para pemenang. Selamat kepada para pemenang GARSA !
ARÇAKA#4 | MAY 2015
49
/POINT/CAMPUS NEWS
Obral Obrol Studio
Arsitektur
B
iro Ceramah dan Diskusi Hima Triҫaka UAJY untuk kesekian kalinya berhasil melaksanakan Diskusi Stars di ruang Audio Visual siang itu. Diskusi yang membahas tentang mata kuliah Studio Arsitektur tersebut terdiri dari tim dosen dan tim mahasiswa sebagai pembicara. Tim mahasiswa terdiri dari Danang Seta Wijaya (2012), Tandean Jonathan Guntur B.P.P. (2011), dan Azki Muhammad (2011). Diskusi yang diadakan pada tanggal 6 Maret 2015 ini, dihadiri oleh 22 orang peserta yang terdiri dari angkatan 2012 hingga 2014.
Berbeda konsep dengan diskusi-diskusi sebelumnya, kali ini diskusi diawali dengan penataran desain studio arsitektur yang telah dikerjakan oleh tim mahasiswa tersebut. Ketiga mahasiswa masingmasing diberi waktu 10 menit untuk mengungkapkan ide dan gagasan desain yang telah mereka kerjakan itu. Selanjutnya dilakukan sesi tanya jawab kepada peserta diskusi, lalu tim dosen membantu menjawab pertanyaan sembari menerangkan hal yang ditanyakan tersebut.
50 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Text by Thomas A. Santoso Photo by Samuel Parlinggonan
“Sangat membantu.”, demikian kesan Christina Wahyudi, salah seorang peserta yang turut meramaikan acara siang itu. “Jika di kelas kan kita tidak bisa leluasa bertanya, tapi kalau di sini karena pembicaranya seumuran, jadi enak. Dan dosen terus menjelaskan, jadi lebih paham.”, demikian dia menjelaskan. Meski dirasa telah terlaksana dengan baik, namun Christina yang sekaligus menjabat sebagai sekretaris Hima 2014/2015 itu berpandangan ada beberapa hal yang kurang. Seperti waktu yang dirasa kurang bagi presentator sehingga presentasi kurang mendalam. Dan sesi tanya jawab yang sebaiknya dilengkapi dengan sesi bedah kasus, sehingga semakin menambah pemahaman peserta diskusi. Acara yang berlangsung selama dua jam tersebut akhirnya berakhir saat jarum jam tepat menunjuk pukul satu siang.
Pameran SKETSA
A
#14
rsitektur tak pernah lepas dari kata “kreatif”. Ideide cemerlang yang tertuang di dalam desain suatu bangunan adalah hasil dari pemikiran kreatif tiap individunya. Dalam mempresentasikan bentuk karyakarya cemerlang tersebut, salah satunya didukung dengan adanya kegiatan pameran yang menampilkan karya-karya sebagai wujud apresiasi mahasiswa arsitektur. Ada yang unik dari pameran kali ini, yaitu diadakannya pameran sketsa “sketch on the spot” yang menampilkan hasil karya sketsa dari mahasiswa angkatan 2014. Pameran sketsa diadakan pada tanggal 20 April 2015 hingga 4 Mei 2015. Kegiatan pameran ini bertujuan untuk mempresentasikan karya-karya mahasiswa khususnya angkatan 2014, agar dapat diapresiasikan dan dapat memacu kreativitas bagi mahasiswa lainnya. Pameran sketsa dilaksanakan di selasar lantai 4 kampus 2 Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Tampilan dari pameran semakin menarik dengan adanya instalasiinstalasi dari bambu yang digunakan sebagai stand untuk memamerkan hasil sketsa. Dalam pameran sketsa ini terdiri dari 10 karya terbaik yang ditampilkan. Hal ini membuktikan tingkat kreativitas mahasiswa sangat tinggi. Sketsa merupakan hasil karya mahasiswa angkatan 2014 dari mata kuliah
Text & Photo by Agustina Dewi Paramitha
Presentasi Arsitektural 2 yang dinilai baik dan patut untuk diapresiasi. “Pamerannya bagus, karena dapat menambah motivasi mahasiswa untuk bisa membuat sketsa lebih baik. Yang sudah baik agar dapat lebih baik lagi dan yang belum agar dapat berusaha untuk mencapai yang baik” ujar Lia, salah satu mahasiswa dari angkatan 2014. Semua karya melewati beberapa proses untuk sampai ketahap display. Selama satu minggu dilakukan proses seleksi karya yang dibantu oleh Bapak Augustinus Madyana Putra, ST.,M.Sc, kemudian dilanjutkan proses editing dan persiapan oleh beberapa orang panitia pameran hingga menuju tahap display. Pameran sketsa kali ini disambut baik oleh semua mahasiswa. “Menurut aku sih bagus, udah mewadahi maba (mahasiswa baru) buat ikut pameran. Maba lain jadi semangat buat ikutan berkarya lebih baik”, ujar Septa salah seorang pengunjung stand pameran sketsa. Semoga pameran sketsa ini menjadi awal yang baik, serta dapat terus dilaksanakan bagi angkatanangkatan selanjutnya sehingga sketsa semakin bervariasi dan semakin menambah wawasan dalam berkreasi. Salam arsitek !
ARÇAKA#4 | MAY 2015
51
/POINT/CAMPUS NEWS
GOOD BYE
BUDAYA KOTOR!
K
embali mengabdi! Biro Ekskursi Hima Triҫaka program studi arsitektur bersama biro Penelitian dan Pengembangan program studi teknik sipil Universitas Atmajaya Yogyakarta kembali mengadakan pengabdian masyarakat pada tanggal 26 Februari hingga 1 Maret 2015 di Dusun Praon, Desa Pulutan, Kecamatan Paliyan, Kabupaten Wonosari, Gunung Kidul. Kerja sosial ini diikuti 34 peserta yang berasal dari kedua program studi tersebut. Acara ini telah rutin diadakan sebagai wujud pengabdian sekaligus menerapkan apa yang telah didapatkan di kampus untuk masyarakat. Pengabdian kali ini bertema, “Membuang Kebiasaan Kotor, Membangun Budaya Bersih”. Tema ini diangkat berawal dari keprihatinan akan kurangnya kebersihan masyarakat sekitar. Hal ini diperparah dengan kurangnya toilet yang sesuai dengan standar kebersihan. Keadaan toilet untuk keperluan MCK masyarakat sekitar sangat buruk. Toilet yang ada saat ini tidak dilengkapi dengan septictank dan kloset. Kondisi ini semakin memprihatinkan ketika musim hujan tiba, gas-gas dari dalam tanah akan menguap
52 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Text by Titus Abimanyu Photos by HUMAS Hima Tricaka
sehingga bau dari WC akan tercium sangat menyengat. Terlebih lagi karakter tanah di Gunung Kidul yang khas mengakibatkan tingkat resapan pada daerah tersebut lebih tinggi. Pengabdian diwujudkan dengan membangun beberapa toilet yang memenuhi standar kebersihan. Hal ini akan memberikan kenyamanan pada warga sekitar serta meningkatkan kesehatan jasmani. Selain pembangunan MCK, diadakan juga penyuluhan kepada warga tentang pentingnya kesehatan dan kebersihan toilet. Hal ini berkaitan dengan kesehatan manusia itu sendiri. Kesehatan tentang MCK sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Sehingga kebersihan serta sarana yang memenuhi standar harus diwujudkan. Pengabdian masyarakat yang dilakukan Fakultas Teknik UAJY ini dapat menjadi awal untuk membangun budaya bersih dan membuang kebiasaan kotor yang membahayakan. Pengabdian ini akan dilaksanakan setiap tahun di tempat dan tema yang berbeda. Jadi kaum muda, MARI MENGABDI!
ARÇAKA#4 | MAY 2015
53
/POINT/ARCHITECTURAL EVENT
Coastal Art Installation
SpaceProject
K
etika sedang menikmati keindahan pantai Parangtritis, tidak sengaja Tim ARÇAKA melihat banyak orang tampak asik bermain pasir dengan menggabungkan instalasi sederhana dari bambu. Rasa penasaran kami, tidak berujung disitu saja. Kami segera mendekat dan mencoba bertanya kepada panitia. Rupanya acara ini adalah workshop instalasi berbahan utama pasir yang diikuti oleh mahasiswa Arsitektur UKDW dan Undip. Workshop tersebut diberi nama CAIPS (Coastal Art Installation SpaceProject). Acara ini diramaikan oleh mahasiswa dari Undip sejumlah 161 orang dan dan dari UKDW 95 orang. Cara Belajar yang Asik Konsep dari acara ini memang unik, karena menggunakan media pasir pantai, sehingga mahasiswa dapat semakin bersahabat dengan alam. Menarik sekali, karena acara yang berlangsung dari pukul 11.00 hingga 15.00 ini baru pertama kali dilakukan. Rupanya, workshop ini dijadikan mata kuliah Studio Perancangan semester 2 bagi mahasiswa Undip. Kemudian untuk UKDW sendiri dibuka 3 angkatan. Munculnya ide mengadakan acara ini berasal dari Kaprodi Undip yang bekerjasama dengan salah satu Dosen Arsitektur UKDW, yaitu Pak Eko Agus Prawoto dan Kaprodi UKDW yaitu Pak Gregorius S.W. Kemudian untuk eksekusinya dari Kaprodi Undip meminta bantuan dari teman-teman HMA Amoghasida yang mengatur
54 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Text by Agnes Ardiana Photos by Alfa Desta and Courtesy of UNDIP
jalannya acara ini. Tanpa disangka ternyata salah satu Dosen dari UAJY, yaitu Ibu Wiwik Purwanti juga ikut bergabung di acara ini. Rangkaian acara ini berupa pembekalan materi tentang instalasi pasir oleh Kaprodi Undip dan Kaprodi UKDW, pembuatan instalasi pasir, dan pameran outdoor. Walaupun sempat gerimis, acara ini tetap berjalan dengan penuh canda dan gurau antar mahasiswa, baik UKDW maupun Undip. Oleh karena itu mereka dapat saling bertukar pikiran dalam menciptakan sebuah instalasi. Para mahasiswa tampak semangat dan saling berlomba menunjukkan keunggulan masing-masing desainnya. “Acara ini memberikan banyak pengalaman pada kami, diacara ini kami pertama kalinya membuat instalasi pasir, ditambah kami harus berkolaborasi dengan mahasiswa UKDW yang mereka udah jago soal keruangan dan kami yang jago dalam estika bentuk. Menurutku disitulah kolaborasi yang pas mantap joss, pokoke josslah acara iki”, ungkap Bahirul Ammar salah satu peserta dari Undip. Sedangkan harapan dari para panitia semoga acara ini dapat menjadi langkah awal kolaborasi yang baik dan kedepannya dapat diikuti oleh berbagai universitas lainnya. Acara mendatang akan diadakan di Jepara. Ayo mahasiswa UAJY ikut bergabung dikesempatan berikutnya!
ARÇAKA#4 | MAY 2015
55
/POINT/ARCHITECTURAL EVENT
Young Interior Design Indonesia Exhibition
Connected Space Transform
P
erkembangan jaman begitu pesat, pola pikir manusiapun semakin luas. Hal tersebut menjadikan manusia terus mengeluarkan ideide kreatif tanpa batas, sehingga manusia mampu menghasilkan berbagai macam karya yang patut diapresiasi.
Connected Space Transform merupakan tema dari pameran interior yang diadakan oleh YIDI (YOUNG INTERIOR DESIGNER INDONESIA). YIDI berada dibawah pimpinan HDII (Himpunan Desain Interior Indonesia). Pameran ini berlokasi di Taman Budaya Yogyakarta dan diadakan tanggal 15-17 April 2015. Sebagai pembuka pameran, para pengunjung diberi suguhan penampilan band-band unik dari mahasiswa ISI. Pameran YIDI tahun ini diketuai oleh Baleno Bimo yang merupakan alumi dari ISI, maka tidak heran jika anggota panitia pada tahun ini umumnya mahasiswa baru ISI. “Connected Space Transform” sendiri memiliki makna sebagai ruang atau cakrawala yang tak terbatas untuk desainer muda kreatif dan komponen-komponen lingkungan hidup yang saling terhubung dan saling mempengaruhi untuk melakukan perubahan. Pameran yang berlangsung selama tiga hari ini
56 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Text by Fransilya Tupamahu Photos by Alfa Desta
memamerkan sekitar 50 karya yang terdiri atas lampion, meja, kursi, jam, lemari,maket interior dan sebagainya. Karya-karya tersebut terbagi dalam beberapa kategori mulai dari perancangan interior, desain produk, aksesoris interior maupun outdoor, arsitektur dan seni instalasi. Secara umum, karya yang ditampilkan merupakan hasil karya dari mahasiswa ISI, dan beberapa pemenang lomba. Salah satu karya pemenang lomba yang dipamerkan adalah Omah Gunungan Karya Titus Pandu salah satu mahasiswa Arsitektur Atma Jaya. Contoh lain karya interior yang dipamerkan adalah Interior Bandara Internasional Lombok (Winda Herliana J.) dan Interior Futuristik 1 & 2 (Zulyo Kumara P. P.) “Tema pamerannya sangat menarik karena memberikan kebebasan untuk berkolaborasi dengan lingkungan dan juga bentuk-bentuknya yang unik.”, begitu kata Tika salah seorang pengunjung pameran tersebut.
ARÇAKA#4 | MAY 2015
57
/STUDENT WORKS
58 ARÇAKA#4 | MAY 2015
ARÇAKA#4 | MAY 2015
59
/STUDENTWORKS /STUDENT WORKS
60 ARÇAKA#4 | MAY 2015
ARÇAKA#4 | MAY 2015
61
62 ARÇAKA#4 | MAY 2015
ARÇAKA#4 | MAY 2015
63
64 ARÇAKA#4 | MAY 2015
ARÇAKA#4 | MAY 2015
65
/STUDENT.WORK/RESEARCH
Modernitas ala
Tenganan Penggeringsingan Text by Agustina Dewi Paramitha & Fransilya Tupamahu Photos by Wadah Kawan & Arya Bagus Manu Atmaja
Modernitas memang sudah menjadi trend masyarakat jaman sekarang. Namun ada sesuatu yang berbeda dari modernitas tersebut bagi sebuah desa di Bali, Desa Tenganan Penggeringsingan. Awig-awig sebagai pedoman hidup masyarakat Tenganan membuat desa ini menjadi berbeda dengan Desa Bali Aga lainnya. Desa Tenganan Penggeringsingan terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, 65 km dari Denpasar. Desa ini merupakan salah satu desa adat golongan Bali Aga (Bali kuno) di provinsi Bali bagian timur yang berasal dari Bedaulu, Gianyar, yaitu Samuan Tiga. Desa Tenganan yang tergolong sebagai desa adat ini memiliki keunikan sendiri karena masih dipengaruhi oleh adat istiadat yang masih kental dengan mempertahankan dan mematuhi hukum adat desa atau yang disebut awig-awig. Desa ini tidak mengenal pembakaran mayat seperti masyarakat Bali pada umunya, melainkan dengan cara penguburan, karena desa ini masih menganut kepercayaan terhadap Dewa Indra yang menganggap orang yang sudah meninggal harus kembali kepada bumi atau ibu pertiwi. Pola Permukiman Tenganan Penggeringsingan adalah salah satu desa adat di Provinsi Bali yang menerapkan pola linear. Desa adat ini secara keseluruhan diapit oleh dua perbukitan yaitu Bukit Kangin dan Bukit Kauh. Pola linear tercermin dari pola permukiman desa Tenganan Penggeringsingan yang membujur dari utara ke selatan yang terdiri atas tiga bagian yaitu : banjar Kauh, banjar Tengah, dan banjar (Kangin) Pande. Banjar Kauh disebelah barat dan banjar Kangin (Pande) disebelah timur mengapit Banjar Tengah.
66 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Fasilitas umum untuk pertemuan seperti Bale Agung, Petemu Kaja, Tengah dan Petemu Kelod, terletak dijalur tengah desa, diapit oleh jajaran rumah yang mengelilingi di kanan dan kiri. Antara balai pertemuan dan rumah penduduk desa terdapat jalan-jalan utama. Hampir seluruh kegiatan yang dilakukan di desa Tenganan ini bersifat gotong royong, semua penduduk ikut bekerja.
Gambar : Skematik Pola Permukiman Desa Sumber : Analisis penulis (2015)
Pola Permukiman di Era Modern Secara keseluruhan konsep dasar pola ruang permukiman dalam desa adat Tenganan tidak ada yang berubah. Seiring dengan berjalannya waktu, keunikan dari desa adat ini sudah terkenal dan menjadi daya tarik bagi wisatawan, sehingga desa adat bertambah fungsi menjadi desa wisata. Hal ini menyebabkan terjadinya beberapa pergeseran pemahaman penduduk terhadap tatanan nilai ruang dan fungsi dari suatu bangunan adat, hingga terjadi beberapa perubahan fungsi bangunan adat. Bangunan adat yang mengalami perubahan fungsi antara lain lumbung yang dimanfaatkan pada saat menyimpan hasil panen padi khusus pada saat upacara adat dan bangunan Bale Kekancan sekarang dimanfaatkan para penduduk seperti pemuda untuk sekedar berbincang disore hari. Bangunan-bangunan fasilitas umum lainnya yang terdapat di Desa Adat Tenganan Penggeringsingan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Masyarakat Desa Tenganan tetap mempertahankan tata letak bangunan suci masih pada tempat yang diperuntukkan bagi bangunan suci. Artinya bangunan suci tersebut masih bernilai paling utama pada tatanan pola permukiman Desa Adat Tenganan Penggeringsingan. Adanya aturan dalam bentuk tulisan bangunan fasilitas umum yang dianggap suci atau sakral juga membantu menjaga nilai religius dan adat budaya pada desa ini.
Bale buge yang merupakan bangunan upacara
Bentuk larangan pada bangunan yang dianggap suci
Bale Tengah Tebenan (untuk melahirkan) dan Bale Tengan Duluan (untuk meninggal)
Bangunan Rumah Tradisional Desa Tenganan Penggeringsingan ini merupakan pola kompleks perumahan yang dikelilingi dan dibatasi oleh tembok beton. Setiap pekarangan rumah warga yang terdiri dari beberapa bangunan hanya memiliki satu pintu keluar untuk setiap posisi mata angin. Pada penelitian ini objek yang diteliti lebih sederhana. Hanya terdiri dari empat jenis massa bangunan :
1. Bangunan upacara (Bale buge); 2. Bangunan tempat melahirkan dan meninggal (Bale tengah. Tempat melahirkan disebut Bale tengah tebenan sedangkan tempat untuk meninggal disebut bale tengah duluan; 3. Bangunan tempat tinggal orang tua dan memingit pengantin (Bale meten); 4. Bangunan servis yang terdiri dari kamar mandi dan dapur (Paon).
ARÇAKA#4 | MAY 2015
67
/STUDENT.WORK/RESEARCH
Pada dasarnya, area rumah tinggal ini terdiri dari 3 zona (utama, madya, nista). Zona utama merupakan cerminan hubungan manusia dengan Tuhan yang diwujudkan melalui bangunan bale buge dan sanggah. Sanggah adalah tempat pemujaan, terdapat dua buah dalam satu pekarangan rumah, masing-masing sanggah persimpangan di arah Kaja dan sanggah kemulan di arah Kelod. Zona madya merupakan cerminan hubungan antara manusia dengan manusia, yang berisi bangunan tempat tinggal atau tempat aktivitas sosial yaitu Bale Meten dan Bale Tengah. Zona nista merupakan area servis, dianggap kotor, yaitu berupa dapur dan kamar mandi (paon). Perwujudan hubungan antara manusia dengan alam tercermin dengan adanya halaman tengah yang disebut natah. Bangunan rumah tinggal Bali Aga tidak banyak menggunakan ornamen. Penggunaan ornamen lebih ditujukan untuk bangunan suci tempat sembahyang, seperti sanggah ataupun Bale Buge (pada rumah tinggal kalangan tertentu yang lebih mampu) dan tempat berlangsungnya upacara adat desa seperti Bale Agung.
Bangunan Rumah Tradisional di Era Mordern Secara fungsi, bangunan Bale Buge dan Sanggah masih dijaga kesakralannya. Sedangkan untuk bangunan Bale Tengah dibagi dua, pada Bale tengah duluan (tempat meninggal) masih asli secara turun temurun hanya saja pada bale tengah tebenan (tempat melahirkan) saat ini tidak melulu digunakan untuk melahirkan karena adanya bidan atau dokter di luar desa yang semakin dipercaya dalam hal persalinan. Kemudian dipakai saat anggota keluarga sesudah melahirkan selama empat puluh hari akan menetap diruangan bale tengah tebenan bersama bayinya. Di atas bangunan Bale Tengah, terdapat lumbung tempat menyimpan hasil panen padi, secara fungsi juga sudah berkurang karena dipakai pada saat acara upacara adat saja.
Balai Pertemuan Adat
68 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Material Bangunan Mengenai material Bale Buge tidak mengalami perubahan karena sudah diatur dalam hukum adat. Material Bale buge hanya boleh menggunakan kayu cempaka atau kayu nangka atapnya menggunakan daun kelapa atau ijuk. Hal ini berkaitan dengan kesakralan Bale buge sebagai tempat para leluhur. Pada Bale Tengah terjadi perubahan material, pada ruang tempat melahirkan (Bale Tengah Tebenan) sudah menggunakan bahan material berupa batu bata sedangkan untuk ruang meninggal (Bale Tengah Duluan) material masih asli berupa kayu pohon durian dan nangka, tiang menggunakan kayu nangka, bayur, dan mahoni.
Namun bagian pada depan area Bale tengah lantainya sudah menggunakan keramik. Pada Bale meten terjadi perubahan adanya ukiran pada pintu masuk, material batu bata bali, dan lantai keramik. Untuk paon masih mengikuti aturan dimana setiap dapur orang Bali Aga harus ada tungku serta kayu bakar yang menghadap ke selatan. Terdapat pula beberapa bangunan rumah warga yang memiliki material unik yang sudah dimodifikasi untuk menambah estetika bangunan. Secara keseluruhan tidak ada material yang mencolok, hal ini disebabkan penduduk masih mempertahankan keselarasan dengan alam, sehingga meterial yang digunakan tanah liat.
DAFTAR PUSTAKA Arsitektur Tradisional Daerah Bali. (1982). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Darsana, I. K. (n.d.). Desa Tenganan Penggeringsingan I. 1-4. Dwijendra, N. K. (2003). PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI. JURNAL PERMUKIMAN “NATAH”, 8-24. Hidayat, J., & Sudira, I. M. (n.d.). ESTETIKA DESAIN VERNAKULAR RUMAH TINGGAL PENDUDUK BALI AGA DI DESA TENGANAN PEGERINGSINGAN, KARANGASEM. 161- 171. Kamasan, I. G. (2003). NYEPI DAN AWIG-AWIG DALAM PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN. Tesis Magister Ilmu Lingkungan, 1-109. Kumurur, . .., & Damayanti, S. (2009). Pola Perumahan dan Pemukiman Desa Tenganan Bali. Jurnal Sabua, 1-7. Ningsih, N. W., Suryadi, M., & Citra, I. P. (n.d.). PERANAN DESA PAKRAMAN DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA DI DESA TENGANAN PEGRINGSINGAN KECAMATAN MANGGIS KABUPATEN KARANGASEM. 1-10. Rafika, D. W., & Samsu, B. (n.d.). Perubahan Sosial dalam Masyarakat Adat Tenganan Pegringsingan, 19601990.1-6. Sandra, I. N. (2008). The Republic of Tenganan Penggeringsingan; Sampai Kapan? The Republic of Tenganan Penggeringsingan , 1-11. Saraswati, A. A. (n.d.). BALE KULKUL SEBAGAI BANGUNAN PENANDA PENDUKUNG KARAKTER KOTA BUDAYA. 7-12. Yudiana, I. P. (2015, January 25). Desa Tenganan. (A. D. Paramitha, & F. Tupamahu, Interviewers) WEBSITE http://laynardhoaliy.wordpress.com/2013/12/20/hukum-adatdesa-tenganan-karangasem-bali/
Pura Utama Desa yang Terletak disisi Utara (Kaja)
Bale Banjar
ARÇAKA#4 | MAY 2015
69
/STUDENT.WORK/TECHNOLOGY & INNOVATION
MIXED REALITY EXPERIENCE DAN REVOLUSI VISUALISASI ARSITEKTUR Text by Billy Gerrardus Santo
Photo courtesy of www.maximumpc.com & Microsoft’s Youtube Account
70 ARÇAKA#4 | MAY 2015
... I expect in 5 years we’ll all be interacting with the world with this kind of technology.
S
iapapun pasti ingat tokoh superhero Marvel, seorang bilyuner dan filantropis bernama Tony Stark, yang biasa kita kenal dengan nama aliasnya, Iron Man. Masih hangat dalam ingatan, bagaimana jari-jari Stark berinteraksi dengan program komputernya dengan hologram, sibuk merancang komponen-komponen Iron Man. Hologram memang sejak lama digunakan di film-film science fiction, menggambarkan imajinasi futuristik dalam interaksi antara manusia dengan komputer. Tapi tahukah anda, bahwa kini teknologi hologram tidak lagi sebatas imajinasi. Proyek Tersembunyi Microsoft Setelah personal computer, portable computer, handphone, smartphone, dan smartwatch, pengembangan head-mounted display beberapa tahun terakhir semakin gencar dilakukan. Selain Google Glass dan Virtual Reality Headset Oculus Rift, Microsoft diam-diam mengembangkan sebuah perangkat komputer revolusioner, Microsoft Hololens. Microsoft Hololens adalah sebuah perangkat holographic computer, yang dapat mempresentasikan hologram interaktif beresolusi tinggi (HD) yang berintegrasi dengan objek fisik di dunia nyata. Setelah penelitian dan pengembangan yang sangat tertutup selama lima tahun, Microsoft Hololens akhirnya dipublikasikan pada bulan Januari 2015 sebagai perangkat mixed reality computing platform pertama di dunia.
ARÇAKA#4 | MAY 2015
71
/STUDENT.WORK/TECHNOLOGY & INNOVATION
Mixed Reality Experience Oculus Rift awalnya merupakan gaming headset yang mengandalkan realita virtual 3D untuk menciptakan pengalaman bermain game yang baru dengan harga yang terjangkau. Hololens sama sekali berbeda dengan Rift. Apabila Rift membawa user ke dunia virtual, Hololens mengkolaborasikan ilustrasi tiga dimensi ke dunia nyata dengan menciptakan interaksi hologram antara user dengan objek virtual lingkungan di sekitar. Dalam Annual Developer Conference di San Fransisco pada akhir April 2015, Hololens akhirnya didemonstrasikan di hadapan media. Dalam demostrasinya, user dapat sesuka hati menempatkan jendela-jendela kerja virtual seperti internet browser dan photo viewer, dan mengoperasikannya dengan sentuhan pada panel-panel hologram yang dapat dilihat dengan menggunakan Hololens. Dalam demostrasi yang sama, user juga dapat membesarkan jendela video player sesuai kehendak seperti yang biasa dilakukan di layar komputer, membuat user seakan memiliki TV layar datar beresolusi tinggi dengan ukuran yang bisa diubah kapan saja.
72 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Trimble dan Revolusi Visualisasi Arsitektur Setelah mengakuisisi SketchUp milik Google, Trimble Navigation kembali melakukan langkah yang sangat signifikan dalam visualisasi arsitektur. Trimble secara resmi bekerjasama dengan Microsoft untuk pengembangan Hololens dalam industri arsitektur, konstruksi dan keteknikan. Dalam video yang diunggah akun Microsoft Hololens di Youtube, Trimble mendemonstrasikan kapabilitas Hololens untuk memvisualisasikan data 2D ke ruang 3D melalui augmented reality. Teknologi ini tentu saja dapat menjadi inovasi dalam interpretasi dan interaksi terkait pengalaman ruang. Dalam video yang sama, ditampilkan bagaimana perancang dapat mengkolaborasikan visualisasi maket virtual dengan maket fisik, kemudian memvisualisasikan maket yang sama dengan lingkungan virtual yang dapat dipresentasikan dengan impresi skala 1:1. Ini baru permulaan. Dalam praktik berarsitektur, masih ada sekian banyak peluang yang dapat dikembangkan. Melalui Microsoft Hololens, teknik presentasi arsitektur kini tidak akan pernah sama lagi.
ARÇAKA#4 | MAY 2015
73
/ANJANGSANA
JEJAK MASA LALU
DI PURA MERU Text by Veronika Selly Photos by Wadah Kawan & C.K. Bhatara
“Perpaduan arsitektur nusantara yang melekat adalah wujud dari respon masyarakat terhadap lingkungannya”
74 ARÇAKA#4 | MAY 2015
S
enin Sore, 26 Januari 2015 Tim ARҪAKA mengunjungi pura terbesar yang ada di provinsi Lombok, tepatnya di Jalan Selaparang, kecamatan Cakranegara. Saat itu, matahari sore masih menampakkan dirinya di atas Pura Meru. Sesampainya di Pura Meru, Tim ARҪAKA disambut dengan gerbang Pura Meru yang terlihat berdiri kokoh dan menjulang tinggi ke atas. Gerbang Pura Meru terlihat menyatu dengan alam, karna batu bata yang diekspos dan terdapat beberapa ukiran motif tumbuhan khas Bali pada gerbang. Tak jarang pura ini dikunjungi oleh umat Hindu yang datang dari berbagai kota dan negara untuk bersembahyang atau bahkan untuk berpariwisata. Pura Meru merupakan sebuah peninggalan yang mengandung nilai sejarah dan bermanfaat untuk perkembangan tradisi budaya di pulau Lombok.
Pura meru berada di tengah kawasan Cakranegara. Kawasan ini menganut konsep kosmologi Hindu Bali, maka tak heran kita akan menemukan beberapa bangunan cagar budaya peninggalan kerajaan Karang Asem. Saat ini pertumbuhan kawasan Cakranegara cukup berkembang pesat dan telah berubah menjadi kawasan komersial sehingga terdapat beberapa bangunan baru dengan style yang lebih modern. Pura Meru dibangun pada tahun 1720 oleh Anak Agung I Ngurah Made Karangasem. Anak Agung masih memiliki garis keturunan dari kerajaan Singasari di daerah Jawa Timur. Nama Pura Meru sendiri diambil dari nama Gunung Semeru yang dianggap suci dan dipersingkat menjadi Pura Meru.
Tatanan Sanga Mandala Pura Meru Area Pura Meru menggunakan tatanan Sanga Mandala yang memiliki dasar nilai kosmologi Hindu-Bali untuk membagi kawasan menjadi tiga nilai yaitu UtamaMadya-Nista. Pada arah barat gerbang menuju arah timur, kami menemukan area kotor atau tidak sakral yang disebut Nista Mandala, setelah melawati gerbang terdapat area Madya Mandala yang terdapat dua Gazebo dan difungsikan untuk tempat bermusyawarah, area ini sudah mulai disucikan. Setelah melewati dua area tersebut kami memasuki area paling suci dan sakral yaitu Utama Mandala. Area ini terdapat tiga pura yang masingmasing pura mewakili simbol gunung yang berada di 3 pulau yaitu Pulau Bali, Lombok dan Jawa Timur. Di dalam bangunan Pura Meru terdapat lukisan foto dewa-dewa yang melambangkan tiga pura tersebut. Pura Meru dari arah utara
melambangkan Dewa Wisnu (Dewa Pemelihara/ The protector of life) yang memiliki sembilan tingkat atap dan mewakili simbol Gunung Semeru yang berada di Jawa Timur. Pura Meru kedua melambangkan Dewa Shiwa (Dewa Penghancur/ The destroyer) dan pura ini memiliki sebelas tingkat atap serta mewakili simbol Gunung Rinjani di Lombok. Terakhir Pura Meru yang melambangkan Dewa Brahma (Dewa Pencipta/ The creator of birth) dan sama seperti Pura Meru yang melambangkan Dewa Wisnu, pada atap juga terdapat sembilan tingkat. Pura Meru memiliki jumlah atap ganjil, karena sudah menjadi peraturan. Ketiga bangunan Pura Meru ini dikelilingi oleh 33 buah pura desa yang menjadi simbol 33 desa dipulau Lombok. Menurut sejarah 33 desa ini membantu Raja membangun Pura Meru ini oleh sebab itu satu pura desa mewakili satu desa untuk menaruh sesajen dari masyarakat.
ARÇAKA#4 | MAY 2015
75
/ANJANGSANA/JEJAK.ARSITEKTUR
Pada area Madya Mandala terdapat dua bangunan Bale Pertandakan yang memiliki jumlah tiang delapan.
Kesatuan Material Alam pada Pura Meru Saat memasuki area Pura Meru, terdapat tembok di masingmasing area yang berfungsi menjadi pembatas dan penanda, bahwa akan memasuki area dengan tingkatan kesakralan yang berbeda. Antara area satu dengan area lainnya juga memiliki perbedaan ketinggian tanah. Pada gerbang dinding pembatas terdapat protection atau penjaga pintu gerbang yang berguna untuk melindungi, bentuknya menyerupai arca. Arca tersebut terbuat dari batu. Sedangkan untuk gerbang dan dinding pembatas menggunakan batu bata ekspos dan sedikit sentuhan kayu pada daun pintu gerbang. Perpaduan antara kayu pada dinding dan ijuk pada atap, membuat Pura Meru terlihat memiliki keunikan tersendiri. Jenis kayu yang digunakan untuk Pura Meru adalah kayu jenis Majegau. Pohon Majegau adalah pohon sakral. Secara teologis kayu dari pohon tersebut merupakan simbol Sada Siwa dan biasanya digunakan pada bangunan-bangunan suci
76 ARÇAKA#4 | MAY 2015
umat Hindu. Sada Siwa adalah simbol Dewa Bhatara Siwa yang beratribut karena laksananya Saguna. Hal ini berarti Ia yang bersifat mahatahu, sempurna, berkuasa dan mahakarya. Menurut kepercayaan masyarakat umat Hindu Dewa Bhatara Siwa inilah yang menciptakan kayu Majegau. Jenis kayu ini keras dan awet serta tidak disukai oleh rayap, memiliki warna coklat kuning muda, merah muda dan coklat merah muda, oleh sebab itu Pura Meru masih tetap kokoh hingga saat ini.
Pura Meru sendiri aslinya menggunakan atap ijuk, namun karena atap ijuk memiliki perawatan yang susah dan cepat dimakan usia, maka pura yang memiliki sembilan tingkat atap ini diganti dengan atap asbes. Kini, hanya Pura Meru yang memiliki sebelas tingkat atap saja yang masih bertahan menggunakan material asli ijuk.
Arca penjaga gerbang.
Tiga Pura Meru, menggunakan jumlah atap ganjil (9,11,9) dan minim dekoratif.
Jejeran Pura Desa menghiasi area Sakral Pura Meru
Setiap tanggal 8 Oktober, diadakan upacara besar di Pura Meru yang disebut piodalan atau upacara pujawali yaitu upacara pada bulan purnama ke-4 menurut perhitungan kalender Bali dan kegiatan ini hanya dilakukan sekali setahun. Acaranya adalah ritual pemugaran, penyucian bangunan, dan mengukuhkan bangunan dalam kompleks Pura Meru.
Jejak yang ditinggalkan Sejarah kerajaan SingasariJawa Timur dan Karangasem-Bali, membuat Pura Meru lahir sebagai pura yang memiliki arsitektur yang berbeda dari kebanyakan pura di Indonesia. Pura Meru ditempatkan pada kawasan Cakranegara yang merupakan kawasan koloni kerajaan Hindu Karangasem sehingga pura ini dipakai oleh raja dan masyarakat pada zaman dulu untuk melaksanakan kegiatan upacara keagamaan Hindu.
Kini Pura Meru merupakan saksi bisu dari semua peristiwa yang terjadi saat dulu, dan kini terungkap dari gaya arsitektur yang dimilikinya yaitu adanya perpaduan arsitektur Jawa dan Bali. Semua itu terlihat dari tatanan Sanga Mandala Bali dan material yang digunakan. Arsitektur Jawa yang menggunakan material kayu sebagai dinding, serta pada tembok pembatas Pura Meru terdapat simbol kerajaan Singasari. Arsitektur Bali terlihat pada material alami, salah satunya pada gerbang masuk utama yang memakai batu bata ekspos, dan ukiran tumbuhan yang mencerminkan ciri dari bangunan arsitektur Bali. Bangunan Pura Meru juga memakai atap ijuk yang kebanyakan digunakan pada arsitektur Bali, Sehingga Pura Meru kaya dengan arsitektur tradisional yang melahirkan arsitektur unik, sederhana dan berbeda dari pura lainnya yang lebih dekoratif.
Sambungan kayu berupa pasak yang ditempatkan di atas batu.
ARÇAKA#4 | MAY 2015
77
/ANJANGSANA
Masa Lalu dalam Masa Kini
MASYARAKAT BAYAN Pemegang teguh filosofi adat dari generasi ke generasi. Ketaatan akan adat tidak lekang dimakan waktu. Masyarakat Bayan : Masa Lalu dalam Masa Kini
78 ARÇAKA#4 | MAY 2015
Masjid Beleq Masjid Adat Bayan, yang merupakan Masjid tertua di Lombok,di bangun sekitar abad ke 16 Masehi.
Text by Elizabeth Nada Photos by Wadah Kawan
T
im ARҪAKAkali ini berkesempatan menginjakkan kaki di Pulau Lombok dan mengunjungi kota Mataram. Setelah dua setengah jam perjalanan dengan transportasi darat, akhirnya kami tiba di Desa Bayan yang terletak di kecamatan Bayan, Lombok Utara. Desa Bayan belum terkenal seperti Desa Senaru dalam hal pariwisata, namun Bayan tetap menyuguhkan eksotisme alam yang luar biasa. Desa yang terletak di kaki Gunung Rinjani ini menawarkan pemandangan yang indah.
Memasuki wilayah Desa Adat Bayan tidak bisa sembarangan. Bagi para wisatawan yang ingin berkunjung ke daerah adat, diminta untuk menggunakan pakaian adat suku sasak Bayan yakni kain yang dijadikan rok bagi kaum perempuan, dan kain serta udeng (sejenis penutup kepala) bagi kaum lakilaki, namun bagi wisatawan, kain tenun Sasak Bayan dapat di ganti dengan kain batik.
ARÇAKA#4 | MAY 2015
79
/ANJANGSANA/FENOMENA&LIFESTYLE
Sekapur Sirih Desa Adat Bayan Perjalanan yang cukup panjang tidak menyurutkan semangat kami berkenalan lebih jauh dengan Masyarakat Bayan. Setelah menyewa beberapa kain, kami diantar oleh penduduk untuk memasuki wilayah adat dan bertemu dengan Pemangku Adat. Desa Bayan terdiri dari empat Kampu (wilayah) yakni dusun Karang Bajo, dusun Bayan Barat, dusun Bayan Timur, dan dusun Loloan. Tim ARҪAKA berkesempatan mendatangi wilayah dusun Karang Bajo dan bertemu dengan Bapak Arsiana yang kerap disapa Toa Loka istilah untuk Pemangku Adat dusun Karang Bajo. Nama Bayan menurut pemangku adat berasal dari bahasa Arab yang berarti menerangkan. Desa Bayan merupakan desa yang hijau dan asri. Deretan pepohonan yang rindang dan udara
yang sangat sejuk menghantar kami menilik lebih jauh kehidupan mayarakat adat Bayan di dusun Karang Bajo, yang biasa dikenal dengan sebutan Orang Bayan. Kami disambut hangat dan dipersilahkan masuk ke wilayah rumah Beliau dan duduk di Beruga. Beruga adalah sebuah balai yang terbuat dari kayu yang fungsi utamanya sebagai berkumpul, rapat adat, pelaksanaan upacara adat (beruga agung), maupun tempat jamuan makan. Beruga di rumah pemangku adat yang kami singgahi sangat menarik, karena selain sebagai tempat menerima tamu juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat-alat untuk upacara adat. Uniknya, terdapat beberapa tanduk kerbau dibagian atas dalam beruga. Kerbau-kerbau hasil upacara adat maupun sebagai
Kapur Sirih Kebiasaan masyarakat Bayan mengunyah kapur dan sirih sebagai pembersih dan penguat gigi.
80 ARÇAKA#4 | MAY 2015
(hadiah) ucapan terima kasih dari masyarakat kepada pemangku adat yang telah mendoakan seluruh masyarakat Bayan, disembelih dan diambil tanduknya untuk disimpan dirumah maupun di beruga adat. Orang Bayan memiliki kebiasaan dan gaya hidup yang menarik. Penggunaan baju tradisonal dalam kegiatan sehari-hari yakni kain tenun Bayan sebagai rok bagi kaum perempuan dan kain tenun Bayan dengan udeng bagi kaum laki-laki bukanlah hal yang sulit bagi orang Bayan. Walaupun dewasa ini, banyak yang sudah menggunakan baju seperti pada umumnya. Namun, tetap masih banyak kami jumpai penduduk yang memakai pakaian tradisional tersebut saat bekerja, makan dan bersosialisasi, khususnya para sesepuh. Selain itu, orang Bayan juga memiliki kebiasaaan mengunyah
sirih dan kapur yang dipercaya berkhasiat sebagai obat khusunya bagi gigi dan juga dapat membersihkan serta memutihkan gigi. Cara membuatnya juga sangat mudah, kapur dililit dengan daun sirih kemudian dikunyah secara bersama-sama. Kapur sirih ini memiliki rasa yang sedikit pahit. Kebiasaan ini biasa dilakukan di waktu luang Orang Bayan baik oleh laki-laki maupun perempuan, khususnya bagi mereka yang lanjut usia. Kegiatan makan sirih tersebut terus dilestarikan hingga saat ini, bahkan diperkenalkan pula kepada para wisatawan yang datang berkunjung. Sama dengan desa Sasak Sade yang telah diceritakan di rubrik local, menenun adalah keterampilan yang wajib dikuasai oleh kaum perempuan di Bayan, yang telah menjadi kebiasaan turun
temurun yang terus dijaga hingga kini. Keterampilan ini diajarkan sejak dini kepada anak-anak perempuan sehingga saat dewasa mereka telah pandai menenun. Pemandangan yang sangat wajar apabila kita menjumpai alat-alat tenun di halaman depan rumah orang Bayan, karena para ibu-ibu dan remaja-remaja putri yang dengan sangat terampil menenun sambil berbincang-bincang dengan tetangga sekitar. Menenun, selain menjadi sebuah kebiasaan, juga menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat Bayan. Hasil Tenun tersebut ada yang digunakan sendiri dan ada yang dijual sebagai cinderamata khas Bayan seperti dijadikan tas, dompet, maupun kain utuh tenun Bayan.
Kami berbincang di beruga yang berada di wilayah rumah Pemangku Adat
Salah Kaprah Filosofi Wetu Telu Masyarakat Bayan sampai hari ini masih berpegang teguh pada Filosofi Wetu Telu yang diajarkan sejak jaman nenek moyang. Menurut bapak Arsiana, banyak pembahasan dan pemahaman yang kurang tepat mengenai filosofi Wetu Telu. Masyarakat di luar Bayan beranggapan bahwa Islam Wetu Telu berarti hanya melaksanakan sholat sebanyak tiga waktu dalam sehari, padahal hal tersebut salah. “Banyak orang mengartikan wetu sebagai waktu dan telu sebagai tiga, dan diartikan sebagai Sholat tiga waktu padahal bukan begitu� jelas Toa Loka. Wetu Telu merupakan filosofi dasar masyarakat Bayan, bukan sebuah agama. Agama masyarakat Bayan mayoritas adalah Islam, dan tetap menjalankan Sholat lima waktu seperti pada umumnya.
Hiasan tanduk kerbau di atap beruga rumah Pemangku Adat.
Mbah Joyo menunjukkan kitiran berbentuk bunga hasil tangannya
ARÇAKA#4 | MAY 2015
81
/ANJANGSANA/FENOMENA&LIFESTYLE
Kebiasaan menenun masyarakat Bayan yang dilakukan kaum perempuan
Wetu Telu lebih dimaknai sebagai sebuah kepemahaman adat yang mengatur kehidupan masyarakat Bayan, dipahami sebagai tiga siklus waktu yakni kemarin - sekarang masa depan , ataupun sebagai siklus utama makhluk hidup yakni beranak - bertelur - bertumbuh. Masyarakat Bayan mampu menampilkan keselarasan akan dua ajaran penting dalam kehidupan mereka, yakni aturan agama Islam dan aturan adat yang dapat berjalan beriringan dengan baik. Kedua aturan tersebut saling mengisi dan bersama-sama menjaga keselarasan hidup masyarakat Bayan. Keberadaan Masjid Bayan Beleq menjadi bukti nyata. Masjid yang konon, merupakan Masjid pertama di Lombok masih berdiri dengan kokoh menyambut kedatangan para wisatawan. Masjid ini diperkirakan dibangun sekitar abad ke 16-17 masehi. Konon, Islam dibawa masuk ke Lombok dari Jawa melalui Bayan. Masjid Bayan Beleq hanya
82 ARÇAKA#4 | MAY 2015
dibuka pada waktu-waktu tertentu dan tidak semua dapat sholat di Masjid ini hanya tetua adat, pemuka agama dan pemuka adat Bayan. Tak jauh dari lokasi Masjid Bayan Beleq terdapat makam yang diperuntukkan bagi para Kyai ataupun tetua adat dan orang-orang terpandang di Bayan. Saat kami berkunjung, makam tersebut dalam keadaan hancur dan sesuai dengan aturan adat yang berlaku, makam yang hancur tersebut baru dapat didirikan setelah 8 tahun dengan upacara adat. Penghayatan Masyarakat Penghayatan masyarakat Bayan mengenai Filosofi Wetu Telu sangat baik. Hal ini dapat kita rasakan saat berjalan-jalan keliling desa. Masyarakat Bayan yang ramah, sangat detail memperhatikan aturan adat yang menjadi pedoman hidup mereka. Terlihat dari rumah di Bayan, mayoritas mengarah ke dua arah yang dianggap sakral oleh
masyarakat sekitar yakni arah Utara (Laut) dan arah Selatan (Gunung Rinjani). Rumah pemangku adat dan kebanyakan rumah adat Bayan biasanya merupakan area yang dikelilingi pagar kayu, yang terdiri dari bagian depan berupa halaman yang luas dan terdapat beruga, dan bagian inti yakni rumah utama dan dapur yang terpisah. Berbeda dengan rumah adat suku Sasak Sade yang atapnya sedikit tinggi dan melengkung, rumah adat Bayan memiliki bentuk atap runcing segitiga. Rumah adat Bayan dibangun dari susunan batu bulat yang pipih, dindingnya terbuat dari anyaman bambu, dan atapnya dari ilalang yang dapat dijumpai di lereng Gunung Rinjani. Pembangunan dan renovasi rumah Bayan mengikuti aturan-aturan adat yang berlaku dan dilakukan pada bulan-bulan tertentu yang telah ditentukan. Terpisah dari rumah adat,
Tempat Menumbuk Padi Kegiatan menumbuk padi dilakukan oleh kaum perempuan
terdapat tempat penyimpanan padi yang disebut geleng. Geleng dibangun dengan model panggung dan diberi tiang tinggi agar padi yang telah dipanen terhindar dari tikus. Terdapat pula tempat menumbuk padi, yakni sebuah batu panjang yang ditutupi dengan atap ilalang. Kegiatan menumbuk padi biasanya dilakukan bersama-sama oleh sekelompok perempuan. Desa Bayan mendapatkan sumber air dari mata air Mandala yang terdapat didalam hutan adat yang dijaga oleh masyarakat. Kearifan masyarakat Bayan tercermin pula dari ketaatan menjaga hutan adat Mandala. Sejak dahulu, masyarakat telah menyadari keberadaan Hutan Adat Mandala sebagai sesuatu yang penting bagi penghidupan masyarakat Bayan, yang dilindungi secara turuntemurun dengan sebuah sistem adat. Hutan Adat Mandala dijaga dengan sebuah awiq-awiq. Awiq-
Geleng Tempat penyimpanan padi masyarakat Bayan
awiq merupakan aturan adat yang digunakan untuk mengatur tentang pengelolaan hutan adat dan sumber mata air yang ada didalamnya. Bagi yang melanggar akan diberikan sanksi adat, baik ringan maupun berat. Dengan adanya awiq-awiq, masyarakat Bayan terus menjaga dan menghormati keberadaan Hutan Adat yang tetap lestari hingga saat ini sebagai pemberi sumber mata air demi kemakmuran Bayan. Sebuah Keberhasilan Eureka! Sebuah seruan yang biasa di lontarkan ketika meraih keberhasilan menemukan sesuatu. Masyarakat Bayan, mampu mengajak kita memaknai sebuah eureka secara lebih mendalam. Masyarakat Bayan berhasil menjaga, menjalankan dan melestarikan warisan dan ajaran yang ditinggalkan oleh nenek moyang dan bahkan oleh alam, bagi kelangsungan hidup mereka hingga saat ini.
Hal tersebut dibuktikan dengan penghayatan Filosofi Wetu Telu yang mampu berjalan beriringan dengan ajaran agama Islam yang terus tertanam di masyarakat, Hutan Adat Mandala yang terus terjaga kelestariannya sebagai sumber mata air bagi masyarakat Bayan dan Senaru serta pemaknaan rumah adat telah menjadi gaya hidup Masyarakat Bayan yang akan terus dipegang. Semangat menjaga, menjalankan dan melestarikan diharapkan juga dapat dilakukan oleh anak dan cucu mereka di masa yang akan datang. Masyarakat Bayan dengan sangat bijak, mampu menjaga kearifan masa lalu dalam proses hidup di masa kini agar tidak termakan jaman. EUREKA!
ARÇAKA#4 | MAY 2015
83
IS SUPPORTED BY :
84 ARÇAKA#4 | MAY 2015
ARÇAKA#4 | MAY 2015
85
86 ARÇAKA#4 | MAY 2015