STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP)
PT. ARFAK INDRA Kantor Pusat : Wisma Nugraha Lt. 4 Jl. Raden Saleh No. 6 Jakarta Pusat Telepon (021)31904328 Fax (021)31904329 Kantor Perwakilan : Jl Yos Sudarso No.88 Fakfak Papua Barat Indonesia Telepon (0956)22854
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAAN KONFLIK SOSIAL
No. Dok.
: SOP-0706
Revisi
: 04
Terbit
: 27/09/2011
1. PENGERTIAN Penyelesaian konflik sosial adalah serangkaian kegiatan penyelesaian dan penanganan konflik antara unit manajemen dengan masyarakat sekitar dalam pengusahaan hutan.
2. TUJUAN a. Sebagai pedoman dalam penyelesaian suatu konflik yang terjadi dengan masyarakat. b. Memberikan arahan kepada petugas lapangan Community Development di lapangan dalam mengurangi atau mencegah dampak negatif unit pengelolaan hutan terhadap kehidupan sosial masyarakat. c. Mendapatkan metode penyelesaian konflik yang akan terjadi dan yang terjadi di dalam lingkungan perusahaan. d. Memberikan guidline bagi pengambil keputusan kepada semua para pihak yang sedang mengalami konflik.
3. RUANG LINGKUP a. Memahami dan menangani untuk mencari solusi yang terbaik atas konflik yang terjadi secara demokratis. b. Menghargai, memberikan pengakuan dan penghargaan atas adanya perbedaan pendapat dan kepentingan untuk mencapai dan meraih kepentingan bersama.
4. SASARAN Sasaran obyek kegiatan dari penyelesaian konflik sosial adalah masyarakat sekitar hutan maupun masyarakat yang tergantung dengan sumberdaya hutan di areal konsesi.
5. PENANGGUNG JAWAB a. General Manager General Manager bertanggung jawab atas kebenaran pelaksanaan dan hasil pekerjaan yang dilakukan di lapangan.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAAN KONFLIK SOSIAL
No. Dok.
: SOP-0706
Revisi
: 04
Terbit
: 27/09/2011
b. Manager Camp Manager Camp bertanggung jawab atas kebenaran proses pengolahan dan pelaporan data
c. Kepala Bagian Perlindungan Hutan dan Keamanan Kepala Bagian Perlindungan Hutan dan Keamanan dibawah Manager Camp bertanggung jawab atas monitoring dan pelaksanaan pekerjaan penyelesaiaan konflik di lapangan.
d. Muspika (Camat, Kapolsek, Koramil) berperan sebagai penyeimbang kekuatan antara kedua belah pihak, menjaga kenetralan dalam berperan, menjaga suasana kondusif dalam penyelesaian konflik.
e. Kepala Desa dan Kepala Adat bertanggung jawab terhadap prilaku dan kegiatan warga masyarakat untuk tidak bersifat anarkis dalam penyampaikan perbedaan pendapat.
6. ASUMSI DASAR KONFLIK a. Konflik selalu ada dan memiliki sifat bawaan b. Konflik menciptakan perubahan c. Konflik memiliki dua sisi (bahaya atau peluang), produktif-kontra produktif) d. Konflik menciptakan energi e. Konflik dipengaruhi oleh pola-pola emosi, kepribadian dan budaya
7. SUMBER KONFLIK a. Masalah hubungan antar Manusia (emosi, salah persepsi, salah komunikasi) b. Masalah kepentingan (psikologis, prosedural, substansi) c. Masalah struktural (kekuasaan/wewenang alokasi atas sumber daya, geografis, sejarah) d. Masalah data (kurang informasi, miskomunikasi, perbedaan interpretasi, perbedaan prosedur assessment, perbedaan pandangan)
8. MASUKAN YANG DIHASILKAN Masukan yang dihasilkan dari kegiatan penyelesaian konflik ini adalah tercapainya kesepakatan oleh kedua belah pihak (unit manajemen dan masyarakat) terhadap konflik yang terjadi.
9. KELUARAN YANG DIHASILKAN
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAAN KONFLIK SOSIAL
No. Dok.
: SOP-0706
Revisi
: 04
Terbit
: 27/09/2011
Keluaran yang dihasilkan dari kegiatan penyelesaian konflik ini adalah:
(1)
Data terjadinya konflik.
(2)
Laporan Hasil penyelesaian konflik
10.CYCLE TIME Waktu pelaksanaan penyelesaian konflik yaitu apabila terjadi konflik dalam pengusahaan hutan.
11.TAHAPAN KERJA a. Persiapan Kerja Dalam penyelesaian konflik ditangani oleh bagian bina desa serta 2 orang sebagai pelaksana pengecekan lapangan, apabila konflik terus berkelanjutan dan belum tercapai suatu kesepakatan maka dalam penyelesaian konflik bisa melibatkan pihak-pihak lain misalnya: tokoh adat/tokoh masyarakat dan mediator (pemerintah ataupun LSM). Sedangkan peralatan Kerja dalam penyelesaian konflik terdiri atas:
(1)
Peta areal kerja
(2)
Alat tulis menulis
(3)
Penyampaian tuntutan oleh masyarakat terhadap pihak perusahaan.
b. Pelaksanaan Kerja B.1. STANDART PENYELESAIAN KONFLIK Standar penyelesaian konflik yang dimiliki perusahaan tersusun berdasarkan beberapa paradigma yang sering digunakan untuk menyelesaikan konflik yang ada, meliputi :
(1) Paradigma Musyawarah (Negoisasi) Paradigma ini dijalankan jika suatu masalah dilihat masih mendekati rasionalitas pihak perusahaan.
Artinya substansi masalah yang disampaikan
mendekati suatu kebenaran atau dapat juga hal yang diajukan bukan suatu yang berat dan melanggar sesuatu yang prinsip di pihak perusahaan. Arah penyelesaian sangat jelas yakni pembicaraan kedua belah pihak melalui pemahaman rasionalitas masing-masing dengan prinsip toleransi.
Biasanya
dalam ujung pembicaraan kedua belah pihak tidak mempermasalahkan siapa yang benar dan siapa yang salah.
Antar keduanya menyepakati suatu titik
temu yang diyakini memuaskan kedua belah pihak dan demi kebaikan bersama.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAAN KONFLIK SOSIAL (2)
No. Dok.
: SOP-0706
Revisi
: 04
Terbit
: 27/09/2011
Paradigma kekuasaan dan Keamanan Proses penyelesaian konflik sosial dengan menggunakan paradigma ini dicirikan dengan masih digunakannya cara musyawarah sebagai pilarnya. Namun dalam musyawarah tersebut ditengahi pihak tertentu dalam hal ini mediator. Umumnya pihak mediator adalah pihak berwenang dalam hal ini pemerintah baik sipil ataupun militer. Ditentukan instansi/pemerintah sebagai mediator tersebut tentunya menjadikan segala kewenangan hasil musyawarah sangat tergantung pada keputusan mediator. Menyangkut masalah kuasa yang dimiliki pihak mediator tersebut maka paradigma ini disebut paradigma kekuasaan.
(3)
Paradigma Hukum Formal Sesuai dengan namanya paradigma ini mengedapankan hukum formal/positif sebagai
patokan
penyelesaiannya.
Dengan
kata
lain
masalah
dipersengketakan diselesaikan mengacu dari UU yang berlaku.
yang
Untuk itu
forum penyelesaian dilaksanakan melalui persidangan dengan hakin selaku pemutusnya.
Wujud dari penyelesaian ini misalnya persidangan perdata
ataupun pidana.
(4)
Paradigma Hukum Adat Model penyelesaian paradigma ini tidak berbeda dengan yang disebutkan dalam point ke-3 di atas.
Sedikit perbedaan terletak pada patokan
penyelesaian yang tidak menggunakan hukum formal/positif sebagai acuan namun hukum adat yang dijadikan dasar. Media yang digunakan adalah sidang adat dengan hakim adalah sesepuh adat setempat. Untuk model paradigma ini, syarat mutlak adalah transparannya aturan-aturan adat yang masih dianut masyarakat
setempat.
Selain itu hakin adat
diharuskan mampu dan berwawasan luas terutama dalam hal pengetahuan umum yang berkaitan dengan pengusahaan hutan.
kedua syrata tersebut
penting mengingat konflik yang terjadi merupakan konflik dua pihak yang memiliki dua background yang berbeda. Untuk itu hakim adat dituntut dapat menjembatani kedua belah pihak dan mampu memutuskan permasalahan yang memuaskan keduanya.
(5)
Paradigma Kesejahteraan Sosial Paradigma ini lebih bersifat preventif terhadap suatu konflik sosial yang akan muncul.
Langkah yang dilakukan misalnya kelompok masyarakat yang
terindikasi akan melakukan suatu konflik diusahakan dihubungi terlebih dahulu. Maksud dan tujuannya agar konflik tersebut tidak sampai meledak dan meluas.
Metode yang digunakan tentunya adalah musyawarah.
musyawarah
dilakukan
pembicaraan-pembicaraan
mengakomodir usulan-usulan masyarakat.
yang
sifatnya
Dalam lebih
Sampai saat ini pihak perusahan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAAN KONFLIK SOSIAL
No. Dok.
: SOP-0706
Revisi
: 04
Terbit
: 27/09/2011
dalam mengakomodir usulan masyarakat lebih diarahkan ke penyelesaian yag berbentukbantuan sarana dan prasarana yang sifatnya untuk umum. pembicaraan/musyawarah
yang
sifatnya
seperti
tersebut
Arah
menjadikan
paradigma ini dinamakan paradigma kesejahteraan sosial.
B.2. PROSEDUR PENYELESAIAN KONFLIK Tahapan penyelesaian konflik di PT ARFAK INDRA (seperti terlihat pada bagan 1-4) adalah sebagai berikut:
(1) Penyampaian Tuntutan Dalam
tahap
ini
bagian
perlindungan
hutan
menerima/tuntutan
dari
masyarakat secara tertulis maupun lisan yang kemudian dilkukan pemeriksaan terhadap laporan/tuntutan yang disampaiakn oleh masyarakat kepada PT ARFAK INDRA baik yang disampikan langsung ke camp maupun yang melalui kantor cabang atau pusat. Apabila laporan/tuntutan yang disampikan secara lisan maka diminta kepada pelapor/penuntut untuk menyiapkan Surat Keterangan dari kepala Desa yang bersangkutan. Selanjutnya meneliti/mencermati materi tuntutan yang disampaikan guna menghindari pemeriksaan dan penyelesaian laporan atau tuntutan yang tumpang tindih. Apabila laporan /tuntutan yang disampikan ternyata sudah pernah
diselesaikan
mengklarifikasi
maka
kepada
diminta
kepada
pihak-pihak
pelapor/tuntutan
yang
telah
untuk
menyelesaikan
laporan/tuntutan tersebut sebelumnya.
(2) Pertemuan Tahap I Dalam
tahap
ini
petugas
perusahaan
(bagian
PMDH)
mengundang
pelapor/penuntut untuk mengadakan pertemuan yang intinya menyampikan tanggapan perusahaan serta menentukan jadwal pemeriksaan lapangan.
(3) Pengecekan Lapangan Pada waktu yang telah disepakati bersama, pihak perusahaan dan pihak pelapor/penuntut melakukan pengecekan terhadap laporan/penuntut langsung di lapangan. Dalam pengecekan ini turut melibatkan aparat desa/kecamatan, tokoh masyarakat, petugas kehutanan dan petugas pengamanan serta bagianbagian lain terkait.
Adapun tujuan dari pengecekan ini adalah untuk
membuktikan fakta-fakta ayang ada di lapangan dari laporan/penuntut yang disampaikan
pelapor/penuntut
kepada
pihak
perusahaan
serta
untuk
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAAN KONFLIK SOSIAL
No. Dok.
: SOP-0706
Revisi
: 04
Terbit
: 27/09/2011
meyampaikan persepsi kedua belah pihak terhadap permasalahan yang diperiksa. Dalam pengecekan lapangan ini dilakukan pencatatan/inventarisasi secara obyek terhadap permasalahan yang ada di lapangan yang kemudian akan dituangkan kedalam sebuah draft Berita Acara Pemeriksaan Lapangan yang ditandatangani
oleh
desa/kecamatan,
pihak
tokoh
penuntut,
masyarakat,
perusahaan, petugas
saksi-saksi
(aparat
kehutanandan
petugas
pengamanan).
(4) Pertemuan Tahap II/Pembahasan Hasil Pengecekan Lapangan Dengan Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan Lapangan Pada pertemuan tahap II ini dibacakan draft Berita Acara Pemeriksaan Lpangan yang berisi hasil pemeriksaan ataupun inventarisasi yang dilakukan di lapangan. Yang kemudian dilanjutkan dengan penyampaian argumen-argumen dari kedua belah pihak dan bilamana perlu aparat desa dan petugas kehutanan yang ikut dalam pengecekan lapangan turut memberikan pandanganpandangan terhadap permasalahan yang dibicarakan. Bila kedua belah pihak telah membenarkan dan menyetujui Berita Acara yang dibuat kedua belah pihak
serta
Aparat
Desa
dan
Petugas
Kehutanan
sebagai
saksi-saksi
ditandatangani
dilakukan
menandatangani Berita Acara tersebut. Setelah
Berita
Acara
Pemeriksaan
Lpangan
musyawarah antara pihak perusahaan dan pihak pelapor/penuntut.
Dalam
negoisasi dibicarakan bentuk penyelesaian yang dianggap layak sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Bila ternyata dalam negoisasi yang dilakukan kedua belah pihak tidak diperoleh kata sepakat maka diadakanpertemuan-pertemuan tahap berikutnya hingga
pihak
perusahaan
dan
pihak
pelapor/penuntut
memperoleh
kesepakatan. Pada pertemuan ini minimal harus ada kesepakatan mengenai cara penyelesaian yaitu:
Sepakat menyelesaikan dengan cara musyawarah
Sepakat menyelesaikan dengan cara hokum adat
Sepakat menyelesaikan dengan cara hokum formal
Sepakat menyelesaikan dengan cara bantuan mediator (mediator tingkat kecamatan, kabupaten atau mediator lainnya).
(5) Sepakat Pertemuan Musyawarah
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAAN KONFLIK SOSIAL
No. Dok.
: SOP-0706
Revisi
: 04
Terbit
: 27/09/2011
Pertemuan musyawarah untuk membahas perbedaan-perbedaan yang ada kemudian menyelesaikan dengan musyawarah.
Bila pihak perusahaan dan
pihak pelapor/penuntut telah mencapai kesepakatan, dilakukan penyelesaian administrasi berupa surat kesepakatan atau surat pernyataan.
12. PELAPORAN Kegiatan penyelesaian konflik meliputi:
(1)Rekapitulasi hasil penyelesaian konflik (2)Berita acara penyelesaian konflik Laporan Kegiatan ini disampaikan kepada Instansi yang berwenang.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAAN KONFLIK SOSIAL
No. Dok.
: SOP-0706
Revisi
: 04
Terbit
: 27/09/2011
BAGAN 1
PROSEDUR PENYELESAIAN KONFLIK PT. ARFAK INDRA
Penyampaian Tuntutan
Penyampaian Tuntutan
Via Camp
Via Kantor Cabang/Pusat
Pertemuan Tahap I Penyamaan Persepsi
Pengecekan Lapangan
Hasil Pengecekan Lapangan positif terbukti
Pembahasan Hasil Pengecekan Lapangan
A . Sepakat Penyelesaian dengan musyawarah
B . Sepakat Penyelesaian dengan mediator
Proses A
Proses B
C . Sepakat Penyelesaian dengan Hukum adat
Proses C
D . Sepakat Penyelesaian dengan Hukum Formal
Proses D
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAAN KONFLIK SOSIAL
No. Dok.
: SOP-0706
Revisi
: 04
Terbit
: 27/09/2011
BAGAN 2 Proses A dan B. Prosedur Penyelesaian Dengan Cara Musyawarah Dengan Mediator atau Tanpa Mediator Penyampaian Tuntutan
Penyampaian Tuntutan
Via Camp
Via Kantor Cabang/Pusat
Pertemuan Tahap I Di tempat Yang Disepakati
Pengecekan Lapangan
Hasil Pengecekan Lapangan Positif (Terbukti)
Hasil Pengecekan Lapangan Negatif (Tidak Terbukti)
Pertemuan Tahap II
Belum Terjadi Kesepakatan
Negoisasi
Disepakati Kesepakatan
Penyelesaian
Realisasi Dari Kesepakatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAAN KONFLIK SOSIAL
No. Dok.
: SOP-0706
Revisi
: 04
Terbit
: 27/09/2011
Bagan 3 Poses C. Prosedur Penyelesaian Dengan Hukum Adat Penyampaian Permasalahan Kepada Majelis Adat Untuk Membantu Penyelesaian Masalah Klaim tuntutan oleh perusahaan
Penyampaian Permasalahan Kepada Majelis Adat Untuk Membantu Penyelesaian Masalah Klaim Oleh Masyarakat
Penyampaian Dengan Majelis Adat/Demong Adat
Pengecekan Lapangan
Keputusan Sidang Adat/Penyelesaian Hukum Adat
Realisasi Penyelesaian
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAAN KONFLIK SOSIAL
No. Dok.
: SOP-0706
Revisi
: 04
Terbit
: 27/09/2011
Bagan 4 Proses D. Prosedur Penyelesaian Dengan Hukum Formal (Mengacu Kepada Perundang-undangan Yang Berlaku di Negara Kita)
Masyarakat Melapor
Tembusan
Perusahaan Melapor
Perusahaan/Masyarakat Dipanggil Untuk Dimintai Keterangan Oleh Instansi Yang Berwenang
Proses Peradilan
Kebenaran Tuntutan
Hasil Keputusan Pengadilan
SELESAI
Ketidakbenaran Tuntutan
Bebas Secara Hukum
SELESAI