DLAJAH-PINTUTEATER #01

Page 1

NO. 01 - OKTOBER 2013

www.dlajah.com



NO. 01 - OKTOBER 2013

T N E T N O C

HEY STEREO

CHIEF EDITOR HIM

DEWAN PENASEHAT

PENGEMBANGAN BISNIS

AKHMAD HADIAN LUKITA DION LUTVAN PRAMUDYO

anggun nugraha SUNARYO KUSUMO

KEMITRAAN

TATA LETAK & DESIGN

MIKHAEL SEBAYANG

abdul aris mustaqin WINDYASARI

SOCIAL MEDIA

FOTOGRAFER

EKO JUSMAR

MOwELBLACKPACKER

08

04

WEBSITE MASTER RIZKI RUSDIWIJAYA NUR KHAFIDL

PENULIS ROSALINA WATI NENI IRYANI

andi abdul muhaimin FAUZIAH ANDRI PRIYATNO

tASTE THE MUSIC

ADMINISTRASI DAN KEUANGAN ida siti nuraida

Dlajah

@dlajahmagz

10

cut film production

@Dlajah

REDAKSI DAN KEMITRAAN JL. KYAI GEDE UTAMA NO. 12 BANDUNG 40132 PHONE. +62.22.2501925 - FAX. +62.22.2516752 www.dlajah.com

03


TASTE THE MUSIC! Indie Musik dalam Temaram Cahaya CafĂŠ Bandung Teks: Hanifa Paramitha | www. euforiautopia.wordpress.com Photo: Hanifa Paramitha

04


S

ejak era piringan hitam, kaset, CD, hingga digital seperti saat ini, musik terbukti jadi sesuatu yang akrab dengan kita. Tak hanya dekat, ia juga lekat dalam keseharian. Kreativitas yang tak pernah putus dari para musisi selalu memiliki antusiasme tersendiri bagi para pendengarnya. Ada semacam ekspresi yang dirayakan, diungkapkan, dan disebarkan melalui denting-denting suara yang berpadu dengan indah. Tidak hanya pendengaran, indera lain pun turut merasakan sensasi musik. Tampilan musik yang dibungkus dalam sebuah pertunjukan seperti konser, festival, ataupun jenis pertunjukan lainnya juga mampu jadi daya tarik secara visual.

Seakan melengkapi semua sensasi yang dirasakan semua panca indera, saat ini banyak sekali cafĂŠ-cafĂŠ yang menyuguhkan musik sebagai hidangan utama. Dalam hal ini musik dihadirkan sebagai sajian utama untuk memuaskan telinga dan mata para pengunjung, sementara hidangan dan minuman tetap menjadi sajian dasar pemuas rasa. Bagi para pemusik sendiri, kehadiran cafĂŠ atau bistro-bistro seperti ini menjadi semacam wadah untuk menyalurkan bakat mereka dalam bermusik. Untuk mereka yang baru merintis langkah dalam bermusik ataupun yang bergerak di jalur indie, ini menjadi hal yang sangat penting karena melalui gigs-gigs seperti ini mereka dapat memperkenalkan karya-karya mereka dan mendapatkan apresiasi. Selain itu melalui interaksi yang terjadi mereka dapat membangun jaringan dengan musisi yang lain yang juga sama-sama bergerak di jalur indie.

Ini juga yang pada akhirnya mampu membantu menumbuhkan kekuatan dalam komunitas-komunitas indie karena semangat kemandirian dan solidaritas mereka mendapatkan media yang tepat untuk saling berbagi. Di Bandung, suguhan live music yang ditawarkan kafe ke kafe tak hanya didominasi oleh genre yang itu-itu saja. Mulai dari pop, folk, britpop, dreampop, rock, post rock, shoegaze, progressive, reggae, ska, hiphop, jazz, RnB, country, grunge, blues, alternative, electronic, grindcore, hardcore, hingga metal banyak mewarnai pertunjukan musik di tempat-tempat ini. Diantara banyak cafĂŠ dan bistro yang menghadirkan live music sebagai suguhan utama, kami coba hadirkan dua yang banyak menonjolkan para musisi indiependen.

05


Chinook Bar & Cafe Chinnok Bar & Café yang beralamt di jalan Riau 191 merupakan café yang banyak menghadirkan muisk indie. “Awalnya Chinook merupakan cafe & resto biasa. Dengan banyaknya kompetitor tempat serupa dan basicly kami lebih independen, kami merangkul komunitas-komunitas indie. Apalagi tahun sekarang itu scene musik sedang naik, tapi mereka tak punya tempat untuk berkreasi dan dapat apresiasi. Lama-lama brand itu terbangun sendiri bahwa Chinook tempatnya musik independen, underground, dan gigs,” tutur Robby, project development Chinook Bar & Cafe. Dari Turtle Junior hingga Cherry Bombshell, genre yang diangkat sangat beragam mulai dari, reggae, post rock, hingga punkrock, hardcore, dan metal . Robby menambahkan, Chinook jadi tempat selebrasi momen oleh mereka para generasi musik di era GOR Saparua berjaya. “Apresiasi pengunjung juga cukup bagus, apalagi kini komunitas makin pintar dan intelek. Band sekeras bagaimanapun dan dari genre apapun bisa tertib meski berlangsung di kafe. Dulu kan mesti di GOR Saparua, AACC, atau Dago Tea House,” sambung Robby.

06


Vanilla Kitchen & Wine Sementara itu, Vanilla Kitchen & Wine yang bertempat di Jalan Cimanuk 11, Bandung juga kerap membuat acara musik baik reguler maupun special event. Kafe yang masih dalam naungan MAJA Group ini menggelar acara reguler setiap Sabtu dengan menampilkan musik akustik, sedangkan special event mereka berlangsung dalam secara periodic seperti 3 bulan sekali. CafĂŠ ini menampilkan sebuah program yang diberi nama Witching Hours, dimana band-band yg dipilih memiliki genre musik chill dan relaxing. “Bandung identik dengan musik indie dan ide-ide kreatif musik sekarang juga berdatangan dari kota lain seperti Jakarta, Jogja, dan Lampung. Kalau band massive kan udah sering kelihatan dimana-mana, nah Witching Hours ingin jadi wadah bagi band-band indie untuk perform dan musiknya dinikmati banyak orang. Misalnya Mustache and Beard yang band kampus atau Answer Sheet dari Jogja. Mereka main di Bandung dan jadi suatu kebanggaan karena udah perform di sini,â€? ujar Upay, Marketing Communication Maja Group .

07


HEY STEREO Dan SEGENGGAM ASA DALAM RACIKAN MUSIK ELEKTRONIK. Teks: Andi A. Muhaimin Photo: Aris Bronson

B

andung telah lama dikenal sebagai salah satu pusat perkembangan musik di Indonesia. Semenjak medio 90’an, kota kembang juga ikut mempelopori kehadiran band-band independen atau lebih sering disebut dengan band indie. Bertolak dari kuatnya idealisme dalam bermusik dan penolakan terhadap monopoli industri musik yang hanya dikuasai pihak-pihak tertentu, band-band ini hadir dalam berbagai genre mulai dari punk, hardcore, death metal, metal, rock, hip-hop, ska, reggae, pop, gothic, balada, sampai dengan keroncong. Kehadiran band-band yang berani berdiri diatas kaki sendiri ini menimbulkan asa tersendiri bagi mereka yang mencoba merintis langkah dalam bermusik; bahwa dengan kemandirian semua bisa menghasilkan karya.

08

Photo: Hey Stereo

Adalah Hey Stereo, sebuah band yang didirikan pada 14 September 2010 yang juga menjadi bagian dari para pemusik yang berada dijalur indie ini. Tidak hanya berada dijalur indiependen, band ini juga berani mengambil genre yang tidak “biasa” yaitu electronic pop. Beranggontakan Gilang pada vocal & programming, Aries pada Synth, Gea pada gitar, dan Adit pada Drum, Hey Stereo adalah gambaran musisi independen muda Bandung yang mencoba merintis asa dalam kancah permusikan kota kembang. “Perkembangan teknologi, jaringan global internet, serta beragam media sosial, benar-benar membantu untuk mempromosikan band indie ataupun beberapa dimana kita bisa memasarkan karya kita.

Jadi, sebetulnya sekarang dapat dikatakan tidak terlalu banyak bedanya antara band indie dan band major label. Bahkan, sekarang band indie bisa lebih baik dan menguntungkan dibanding dengan ikut major label apabila band tersebut dapat memanage dan membranding dirinya dengan baik.” Begitulah Adit, sang drummer Hey Stereo mengungkap pandangannya tentang band indie. Berbicara mengenai indie, ada semangat “gotong royong” atau pertemanan yang luar biasa yang terjadi didalamnya. Hal ini dicontohkan Hey Stereo ketika mereka memproduksi video clip untuk lagu Gone. Apabila band-band besar dalam pembuatan video clip melibatkan banyak sekali peralatan


peralatan dan ‘sepasukan’ crew mulai dari sutradara, pengarah gaya, costume designer, dan masih banyak lagi, band ini bisa membuat sebuah video klip hanya dengan berbekal kamers DSLR dan property yang dibikin oleh mereka sendiri dan dengan bantuan rekan-rekan mereka tanpa ada perhitungan finansial sama sekali. Dari segi musikalitas, kemerdekaan yang dikibarkan band-band indie ini juga berarti bahwa mereka bisa mengeksplorasi kreatifitas sejauh manapun mereka mau. Untuk Hey Stereo, ini berarti memadukan unsur music elektronik yang kental dengan suara pure drum dan gitar.

Bukan hanya dari segi musiknya saja, penampilan Hey Stereo selalu dibarengi dengan suguhan tampilan visual apik yang menampilkan beragam animasi yang sewarna dengan musik yang dimainkan. Berbicara mengenai genre musik yang mereka mainkan, ada sedikit asa yang ingin diretas oleh Hey Stereo. Mengingat musik elektronik masih dianggap segmented dan hanya bisa dinikmati oleh kalangan-kalangan tertentu, Band muda ini mempunyai mimpi bahwa pada suatu saat nanti musik elektronik bisa menyebar luas di semua kalangan masyarakat. Karena apapun genre atau gaya apapun yang dimainkan, musik tetaplah musik. Hingga keinginan untuk pada suatu saat nanti band electronic dan katakanlah yang disebut dengan band umum tidak dibedakan lagi menjadi cita-cita yang ingin dicapai oleh Hey Stereo. Berbicara mengenai sejauh mana musik memberikan arti, Adit berbagi filosofinya yang dalam walaupun dalam bahasanya yang sederhana:

FACEBOOK: HEYSTEREO

| TWITTER: @HEY_STEREO | SOUNDCLOUD: www.soundcloud.com/heystereo

“musik itu hidup. Sewaktu masih bayi, saya di ‘bobo’in pake musik. Sudah gede pacaran pake musik. Lagi sedih pake musik, Lagi seneng apalagi”

09


F

cut film production Gairah Sineas Muda Independen Bandung

10

Teks: Andi A. Muhaimin Photo: Cut Film Production

ilm sebuah bahasa universal yang berbicara melalui gambar bergerak dan suara merupakan salah satu betuk seni yang terus berkembang mengikuti perkembangan jaman. Pada gilirannya, film juga turut bertumbuh menjadi industri besar bernilai miliaran rupiah yang dibarengi kehadiran faktor-faktor produksi yang massive. Namun seiring dengan perkembangan luar biasa itu, nilai-nilai dari sebuah film sebagai karya seni justru semakin tergerus oleh beragam kepentingan komersil. Ketika sebuah film pada akhirnya hanya diukur dari jumlah penonton atau selebritis populer mana yang bermain; orisinilitas, kreatifitas, dan nilai-nilai artistik terasa menjadi agak terpinggirkan. Seolah ingin menjawab semua tantangan ini, sebuah kecenderungan baru mulai muncul beberapa tahun ini dalam skena sinematografi global, tak terkecuali di tanah air. Fenomena inilah yang disebut dengan film independen atau indie movie.


“Identik dengan film-film pendek, film indie itu bisa diartikan sebagai film-film berdurasi pendek yang tidak terpengaruh oleh unsur-unsur apapun selama tidak menyinggung SARA. Disini kita bebas mengeksplorasi apapun yang ingin kita ekspresikan tanpa batasan apapun (diluar yang SARA tadi)” begitulah Wildan, wakil ketua dari Komunitas Film Independen Cut Film Production menjabarkan Film Indie. Cut Film Production adalah satu dari sekian banyak komunitas film indie yang lahir di Kota Bandung. Berawal dari latar belakang studi Broadcasting yang digeluti di kampus, komunitas ini justru tumbuh independen diluar kegiatan kampus mereka. Walaupun baru berdiri di awal tahun ini, komunitas ini telah banyak menciptakan karya dan juga menggelar acara rutin yang mewadahi beragam karya film independen dari berbagai penjuru tanah air. “visi kita adalah sebagai wadah sinematografer yang ingin berkarya.

Dengan semangat sama-sama belajar, kita tidak hanya merangkul mereka yang memang sudah bisa memproduksi sebuah film, tapi siapapun yang memiliki keinginan dan ketertarikan kuat dalam dunia sinematografi walaupun belum memiliki keterampilan yang memadai” ungkap Wildan. Walaupun baru berdiri di awal tahun ini, komunitas ini telah banyak menciptakan karya dan juga menggelar acara rutin yang mewadahi beragam karya film independen dari berbagai penjuru tanah air. “visi kita adalah sebagai wadah sinematografer yang ingin berkarya. Dengan semangat sama-sama belajar, kita tidak hanya merangkul mereka yang memang sudah bisa memproduksi sebuah film, tapi siapapun yang memiliki keinginan dan ketertarikan kuat dalam dunia sinematografi walaupun belum memiliki keterampilan yang memadai” ungkap Wildan.

Indie Bareng, sebuah acara yang sudah digelar berkelanjutan oleh komunitas ini selama 5 kali, menjadi wadah dimana para sineas muda seantero Bandung (dan beberapa daerah lain juga) dapat menyalurkan idealisme dan kreatifitas mereka dalam memproduksi sebuah film. Tidak hanya sekedar untuk screening, acara ini pun menjadi ajang dimana komunitas-komunitas film indie dapat bertemu, berinteraksi, dan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai film indie. “setiap ditetapkan tema untuk acara indie bareng seperti genre horror, action, atau drama, mereka yang kebetulan sudah punya jenis film yang sesuai banyak yanglangsung mengikutsertakannya, selain itu banyak juga yang langsung memproduksi film sesuai dengan tema yang ditentukan” ujar Wiwid, Ketua Panitia Acara Indie Bareng. Di bandung sendiri, pada saat ini kurang lebih terdapat 25 komunitas film indie. Tidak hanya mereka yang berkecimpung di dunia kampus, komunitas ini pun banyak juga yang berbasis dari masyarakat umum. Mereka-mereka inilah yang banyak bereksplorasi dalam ide cerita, tehnik pengambilan gambar, pengaturan setting, dan juga hal-hal lain dalam pembuatan sebuah film.

11


Bahkan, tak jarang mereka harus ‘mengakali’ kreatifitas baik dari segi alat ataupun lainnya mereka untuk memproduksi sebuah film dengan dana yang tak semelimpah film-film industrial. Berbicara masalah dana, disinilah semangat indie benar-benar muncul. Berbeda dengan produksi film industrial yang dihitung secara matematis modal dan proyeksi keuntungannya, film indie lebih banyak mengandalkan pada ‘kocek’ independen. “Dalam memproduksi sebuah film, komunitas tak jarang kita harus urunan. Sementara untuk menyelenggarakan acara-acara pun sering kita sampai jualan kue, ngamen, atau kegiatan apapunlah yang bisa menghasilkan uang” ungkap Wildan. Disinilah semangat indie yang sesungguhnya terlihat , karena instead of hidup dari berkarya, mereka hidup untuk berkarya.

12

Sedikit pesan dari Wildan dan Wiwid dari Cut Film Production untuk para sineas muda yang ingin mendalami film indie: “Tidak bisa dipungkiri dalam pembuatan film indie ini yang terutama adalah kita harus rela berkorban, baik itu waktu, tenaga, materi, dan juga lainnya. Apabila kita tidak rela berkorban, maka tidak ada apapun yang bisa kita dapatkan.” Hal ini sejalan dengan semangat film indie sendiri dimana yang dicari bukanlah perhitungan untung-rugi, melainkan kepuasan dalam menghasilkan karya.



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.