NO. 03 - DESEMBER 2013
www.dlajah.com
NO. 03 - DESEMBER 2013
T N E T N O C CHIEF EDITOR HIM
DEWAN PENASEHAT
PENGEMBANGAN BISNIS
AKHMAD HADIAN LUKITA DION LUTVAN PRAMUDYO
anggun nugraha SUNARYO KUSUMO
KEMITRAAN
TATA LETAK & DESIGN
MIKHAEL SEBAYANG
abdul aris mustaqin WINDYASARI
SOCIAL MEDIA
FOTOGRAfER
EKO JUSMAR
MOwELBLACKPACKER
WEBSITE MASTER NUR KHAFIDL
Asisten Chief Editor ROSALINA WATI
04
ADMINISTRASI DAN KEUANGAN ida siti nuraida
Dlajah
@dlajahmagz
@Dlajah
REDAKSI DAN KEMITRAAN JL. KYAI GEDE UTAMA NO. 12 BANDUNG 40132 PHONE. +62.22.2501925 - FAX. +62.22.2516752 www.dlajah.com
Nasionalisme pun Diuji Dari Secangkir Kopi Homey Ngopi Cantik di Kopi Progo
10 16
03
+ FLAVORISM
Distrik Kuliner Pertama di Bandung Teks: Rosalina Wati | Photo: Aris Bronson
04
B
andung surga kuliner begitu orang mengenalnya. Bukan tanpa alasan, Kota Bandung memang menawarkan aneka kuliner penggoyang lidah dengan beragam cita rasa dan harga. Hampir setiap bulan ada saja pesta kuliner dihelat di kota ini. Nah, salah satu acara kuliner yang akan hadir adalah Braga Culinary Night. Acara tersebut berlangsung Sabtu, 11 Januari 2014 di sepanjang Jalan Braga mulai pukul 18.00 - 02.00 WIB.
07
Bandung Culinary Night merupakan upaya dari Pemerintah Kota Bandung melalui Disbudpar. Kawasan Braga dipenuhi gerobak penjual makanan dan stand makanan. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengharapkan kegiatan ini akan menjadikan Braga sebagai distrik kuliner pertama di Bandung. Di sepanjang Jalan Braga yang merupakan jalan paling terkenal dan besejarah di Bandung nantinya akan dipenuhi pedagang kuliner. Jalan Braga sepanjang 500 meter akan dibagi dalam tiga zona, yaitu zona kuliner harga murah yang diisi pedagang kaki lima seperti gorengan dan nasi goreng. Kemudian zona kuliner harga sedang serta zona kuliner dengan harga mahal.
06
Menurut Ridwan Kamil pengelompokan makanan dengan harga tersebut bisa memudahkan pengunjung yang hadir untuk memilih makanan yang mereka inginkan sesuai dengan harga yang diinginkan. Hingga saat ini diperkirakan terdapat 45 stand makan yang hadir di Jalan Braga. Untuk memeriahkan suasana, Braga Culinary Night menghadirkan panggung di beberapa titik dimana seniman atau musisi dapat menghibur pengunjung. Berbagai komunitas yang ada di Kota Bandung juga turut memeriahkan pesta kuliner ini dalam ajang
community engagement.
07
Rencananya Braga Culinary Night tidak akan diadakan sekali setahun tetapi menjadi agenda kuliner rutin setiap akhir pekan. Kegiatan ini dirancang selain sebagai ajang hiburan bagi warga Bandung juga untuk menarik wisatawan untuk berkunjung ke Bandung khususnya ke Jalan Braga.
08
Bagi Anda warga Bandung dan juga wisatawan yang akan berkunjung ke Bandung pada akhir pekan jangan sampai lewatkan berkunjung ke Braga Culinary Night dan berpesta kuliner sambil menikmati warisan sejarah Kota Bandung. Anda dapat memarkir kendaraan di tempat yang sudah disediakan seperti di Braga City Walk atau Balai Kota. Itu agar nantinya tidak ada kendaraan yang parkir dipinggiran Jalan Braga.
Braga Culinary Night diharapkan dapat mengembalikan Jalan Braga pada citra dan fungsi sesungguhnya. Jalan Braga memiliki nilai historis sejak masa Hindia Belanda sebagai kawasan khusus untuk menikmati suasana kota, menikmati kuliner, berbelanja atau bercengkrama antarwarga. Selama ini berbagai upaya dilakukan untuk mengembangkan Jalan Braga namun belum berhasil. Termasuk diantaranya adalah pemasangan paving batu andesit di sepanjang Jalan Braga justru tidak seharusnya dilalui kendaraan, di sekitarnya juga semakin banyak hotel mewah yang dibangun.
09
+ FLAVORISM
Nasionalisme pun Diuji dari Secangkir Kopi Teks & Photo: www.kopibrik.com
B
icara tentang kopi dan perkembangannya sebagai bisnis dan gaya hidup pastilah sangat pesat dewasa ini dibandingkan beberapa tahun lalu. Satu hingga dua atau tiga dekade silam, sebutan cafe barangkali masih terkesan sangat eksklusif bagi masyarakat Indonesia, khususnya urban. Jika pun mulai dikenal, cafe hanya untuk kalangan tertentu saja. Sebab, orang lebih akrab dengan warung kopi atau kedai kopi. Akan tetapi, dewasa ini cafe tidak lepas dari gaya hidup. Kalangan pebisnis, eksekutif muda hingga anak-anak muda kini menjadikan cafe sebagai tempat bersosialisasi. Tempat bercerita politik, sosial, gosip, dan macam-macam isian perbincangan. Budaya minum kopi lama-lama naik kelas untuk beberapa kalangan di negeri ini. Meski demikian, rasanya masih agak terlambat jika cafe dan budaya kopi sebagai gaya hidup (lifestyle) masuk ke ranah pola hidup kita selama beberapa tahun belakangan ini. Teknologi informasi juga memengaruhi pemahaman orang tentang kopi. Kehadiran blog, website dan media sosial turut serta menghidupkan paradigma tentang kopi itu sendiri. Pemahaman orang tentang kopi kind nyatanya semakin luas.
10
Belakangan juga orang semakin sadar bahwa Indonesia merupakan negara penting dalam perkopian dunia selain Brazil, Vietnam, El Salvador, Guatemala, Kolombia, Jamaika, Ethiophia, dan lainnya. Tidak juga semua tahu bahwa sejak dua sampai tiga abad silam dari pelabuhan kita, dari Sabang sampai Papua juga dari pelabuhan negeri tetangga Singapura dan Malaysia, kopi Indonesia yang terkenal itu dibawa ke berbagai belahan dunia, terutama Eropa dan Amerika. Bahkan, belakangan kopi begitu diminati di Jepang dan Korea. Dua tahun ini saja misalnya, kapasitas ekspor kopi Indonesia (arabika dan robusta) mencapai 400.000 hingga 500.000-an ton per tahun bahkan lebih dari total produksi mencapai 700.000-an per tahun.
Indonesia merupakan negara eksportir kedua di Asia setelah Vietnam. Sayangnya lagi, tidak banyak pula yang tahu bahwa hampir semua kopi kelas ekspor merupakan biji kopi terbaik. Kopi kelas nomor satu, nomor dua, tiga sampai enam, ada di negeri ini. Akan tetapi, karena daya beli masyarakat Indonesia terbilang rendah, sementara orang asing mampu membeli dengan harga lebih tinggi. Jadilah kita minum kopi kelas dua di negeri kita sendiri.
11
Pemodal besar dan importir saling main mata mempermainkan harga. Pemainnya para cukong. Modalnya pasti besar untuk mengumpulkan gabah kopi dari petani. Spekulasi pun dimainkan. Misalnya, panen di Amerika Latin sedang menumpuk jadi kopi dari Indonesia ditahan dulu, kecuali jika harga mau lebih rendah sedikit. Media dari barat ikut ambil andil dalam spekulasi harga. Supply dan demand terus saling tarik-menarik. Satu dampak nyatanya ialah cukup lama petani kita hanya bisa menanam kopi tanpa harus tahu lebih jauh sisi ekonomi dan budaya yang ada pada komoditas itu. Oleh karena itu, tidak heran bila petani jarang sekali duduk di cafe menikmati kopi yang mereka tanam sendiri. Jika mereka ingin minum kopi, cukup beli di pasar. Kopi berkualitas kampung tanpa mengenai istilah grade, tidak disangrai dengan mesin sekelas Probat, melainkan drum bekas dan pemanas menggunakan kayu bakar. Rasanya pun tidak konsisten. Kadang kala enak, kadang pahit, kadang sama sekali tidak bisa diminum. Untung cuaca dingin. Bagi petani, kopi apa saja tetap enak untuk tubuh. Sebab, kopi bukan untuk lidah, bukan pula untuk gaya hidup tapi untuk bertahan hidup. Bertahun-tahun mereka hanya tahu menanam lalu menjualnya ke pasar di mana para pengepul datang dari kota dan menjualnya kembali kepada para saudagar. Satu kenyataan, petani hanya tahu betapa mahalnya kopi sumatera dari mulut turis mancanegara yang kebetulan berbincang dengan mereka di pasar. Mereka hanya bisa terkejut ketika satu cafe menjual kopi yang mereka tanam berharga Rp25.000,- bahkan Rp75.000,- secangkir, bahkan bisa lebih mahal. Gila! Harga itu rata-rata pasaran bubuk kopi per kilo di pasar tradisional. Puluhan tahun mereka terjebak dalam mata rantai dagang yang tidak fair.
12
Pengepul selalu menjadi lebih kaya dari petani. Padahal petani yang punya kebun. Pengumpul hanya punya gudang luas dan modal besar untuk menyetir harga ke petani. Belakangan, pengepul memang mulai naik perannya. Mereka mulai ikut berkebun. Konon katanya untuk mengangkat potensi lokal ke pasar dunia. Kenyataannya, petani semakin terjepit karena kurangnya edukasi sehingga harga bukanlah milik mereka tetapi milik pengepul dan para spekulan, juga tuan tanah baru. Kondisi ironis ini mulai dipecahkan seiring dengan semakin terbukanya informasi. Media kerap memberitakan betapa beruntungnya Indonesia dikaruniai tanah yang subur untuk ditumbuhi kopi. Nusantara memiliki sentra penghasil kopi terbaik. Tanaman kopi terbentang di lahan-lahan subur mulai Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, hingga Papua. Industri kopi tidak lagi selalu menomorsatukan produksi luar sejak mengetahui bahwa sebagian kopi mereka ternyata berasal dari negeri ini. Jika ada cafe yang mengolah kopi di tanah sendiri, mengapa pula harus meminum kopi produk luar yang sebenarnya kopinya diimpor dari negeri ini, lalu dijual kembali di negeri ini? Ada beberapa pemain di hilir yang mulai menghargai jerih payah petani dengan memutus mata rantai dagang pengepul. Ya, jika bisa langsung beli dari petani, kenapa harus dari pengepul? Lagi-lagi, spekulasi bukan hanya di modal memang tetapi juga dari sisi intelektualitas.
13
Orang masih menganggap kopi dari luar negeri selalu nomor satu. Padahal, kopinya toh dari tanah kita juga. Jika kita mau berpikir sederhana saja, dari sisi kesegaran, pastilah kopi yang diolah di negeri sendiri akan lebih baik. Sebab, biji kopi sangat sensitif terhadap usia sebelum dikonsumsi. Waktu pengiriman yang lama pastilah juga memengaruhi karakter rasa. Sayangnya, negeri ini cukup lama lengah dan tidak peduli bagaimana menciptakan teknologi dalam negeri untuk pengembangan teknologi di industri kopi. Termasuk dalam hal ini adalah teknologi penyimpanan dan pasca panen serta pengolahan teknologi yang menjadi nilai tawar bagi negara yang tidak punya komoditas kopi.
14
Soal itu, pasti lain lagi ceritanya. Kabar baiknya, kini pemahaman tentang kopi di negeri ini sudah naik kelas—walau jauh terlambat. Bisa digambarkan, ketika Belanda menzonasi perkebunan kopi di Aceh dalam tiga blok selama puluhan tahun sebelum mereka hengkang dari negeri ini. Selama itu juga petani kita dibutakan pengetahuannya tentang kopi. Sementara di Eropa, kopi telah menjadi minuman penutup jamuan makan malam para saudagar, para borjuis, menemani pagi dan sore hari.
Dengan pemahaman yang sedikit mulai terbuka, tak heran bila dewasa ini penikmat kopi di negeri ini lebih suka menikmati kopi olahan negeri sendiri, racikan anak negeri, ngopi di cafe usaha anak-anak muda yang cinta pada potensi negeri. Kopi yang langsung dibeli dari petani, bukan dari pengepul. Ada berbagai slogan dirangkai untuk mencintai kopi Indonesia. Sebuah kebanggaan yang seolah dibungkam lama, lama sekali. Hingga akhirnya sedikit demi sedikit mulai terbuka. Sungguh ironis memang. Tidak bisa pula kita memungkiri bahwa kadangkala nasionalisme kita masih dijajah hingga kini. Kita bangga mengeluarkan tidak sedikit uang untuk secangkir kopi yang sebenarnya biji kopinya ada di belakang rumah kakek nenek kita di kampung! Karenanya, cobalah sejenak pikirkan baik-baik bahwa nasionalisme kita kadangkala diuji dari secangkir kopi.
11
+ FLAVORISM
HOMEY NGOPI CANTIK DI KOPI progo Teks & Photo: An Nur Khairisa www.eatinguntildiee.blogspot.com
S
aat ingin ngobrol santai sembari ngopi di Bandung saya biasanya mencari tempat yang enak, homey dan punya wifi kencang bebas pakai sepuasnya. Salah satu tempat yang membuat saya betah berlama-lama adalah Kopi Progo di Jalan Progo No. 22, Bandung. Kedai kopi ini dapat dibilang sebagai pioneer kedai kopi atau kafe di Bandung. Kafe yang berdiri sejak 2009 ini menempati sebuah rumah zaman Belanda yang direnovasi pada beberapa sisi namun masih bisa dirasakan betapa homey-nya tempat ini.
16
Kali kedua saya berkunjung ke Kopi Progo, tempat ini mengingatkan saya rumah nenek. Kafe ini seolah tidak memberi batas pada pengunjung setianya. Mereka menyediakan banyak sofa berwarna oranye ciri khas Kopi Progo dan kursi malas di halaman dengan beberapa kursi kayu di bagian dalam. Bagian dalam cafĂŠ diisi interior khas Bandung zaman dulu yang kental dengan tembok batu alam dan marmer. Kopi Progo juga menyediakan entertainment space berupa panggung mini yang sering digunakan untuk live music saat weekend serta fasilitas home theater untuk nonton bola bareng. Fasilitas seru di tempat ini tentunya adalah wifi yang sangat bagus dan bebas dipakai sepuasnya. Kopi Progo menghadirkan beragam sajian kopi yang semuanya berasal dari Indonesia. Anda dapat mencicipi kopi dari Mandailing, Toraja hingga Wamena. Serunya lagi, di Kopi Progo kita bisa menyesuaikan rasa kopi dengan selera. Kita bisa memilih apakah kopinya akan diolah dengan dreep coffee, kopi peres atau kopi tubruk. Dreep coffee rasanya sangat original dan cocok untuk penggemar kopi berat, sementara kopi peres cocok untuk yang ingin kopi ringan. Kita pun bisa mampir ke dapurnya untuk melihat langsung proses peracikan dan penyajian kopi.
Kopi Progo juga menyediakan aneka makanan ringan sampai makanan berat. Menu seperti risoles progo, cheese roll pancake, potato pie, potato broccoli and cheese bisa dipesan sebagai teman ngopi atau kalau sudah lapar berat. Ada juga pilihan aneka steak seperti sirloin steak atau mie goreng lasem bisa mengenyangkan perut. Segarkan tenggorokan juga dengan pilihan minuman seperti green tea cream atau frozen
berrys.
17
+ FLAVORISM
Green tea cream sering sekali disebut sebagai signature drink and one of favourites di Kopi Progo. Minuman ini perpaduan green tea, milk dan cream. Green tea-nya menyatu dengan susu jadi tidak terlalu pahit dan susunya pun tidak terlalu manis plus krim yang membuat minuman ini sempurna. Menu andalan lainnya adalah potato pie yang merupakan semi main course atau bisa juga sebagai appetizer. Potato Pie ini adalah sejenis mashed potato yang teksturnya cenderung seperti bubur namun sedikit padat dan lembut. Di dalamnya terdapat keju mozzarella yang rasanya lezat, juga lembutnya kentang yang gurih dan sedikit asin berpadu dengan lelehan mozzarella cheese yang nikmat.
18
Untuk aneka minuman dihargai mulai dari Rp7.000,sampai Rp 20.000,-. Sementara itu, untuk makanan mulai dari Rp14.000,- hingga Rp30.000-an. Pelayanan di tempat ini helpful dan make me feel at home. Mereka cekatan dan sigap serta ramah. Saya tidak akan pernah bosan sampai kapanpun nongkrong di sini. Meskipun buat saya menunya dari tahun ke tahun kebanyakan tidak berubah tapi tempat ini memang pas untuk bersantai dan ngobrol bersama teman-teman.