BAB II PEMBAHASAN 2.1
Macam-Macam Aliran Linguistik 2.1.1 Linguistik Tradisional Sejarah Linguistik dimulai dari linguistik tradisional, Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantik; sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Misalnya dalam merumuskan kata kerja, tata bahasa tradisional mengatakan kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian; sedangkan tata bahasa struktural menyatakan kata kerja adalah kata yang dapat berdistribusi dengan frase “dengan . . . .�1. Dalam perkembangannya di dalam aliran linguistik tradisional dikenal linguistik zaman Yunani. Sejarah studi bahasa pada zaman Yunani ini sangat panjang, yaitu dari lebih kurang abad ke-5 S.M sampai lebih kurang abad ke 2 M. Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan pada linguis pada waktu itu adalah pertentangan antara bahasa bersifat alami (fisis) dan bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami atau fisis maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri. kaum naturalis adalah kelompok yang menganut faham itu, berpendapat bahwa setiap kata mempunyai hubungan dengan benda yang ditunjuknya. Atau dengan kata lain, setiap kata mempunyai makna secara alami, secara fisis. Sebaliknya kelompok lain yaitu kaum konvensional, berpendapat bahwa bahasa bersifat konvensi, artinya, makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai kemungkinan bisa berubah. Selanjutnya yang menjadi pertentangan adalah antara analogi dan anomali. Kaum analogi antara lain Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat teratur. Karena adanya keteraturan itulah orang dapat menyusun tata bahasa. Jika tidak teratur tentu yang dapat disusun hanya idiom-idiom saja dari bahasa itu. Sebaliknya, kelompok anomali berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Kalau
1
3
bahasa itu tidak teratur mengapa bentuk jamak bahasa Inggris child menjadi children, bukannya childs; mengapa bentuk past tense bahasa Inggris dari write menjadi wrote dan bukannya writed ? Dalam pembicaraan mengenai linguistik tradisional di atas, maka secara singkat dapat dikatakan, bahwa : 2.1.1.1 Pada tata bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran dengan bahasa tulisan; 2.1.1.2 Bahasa yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan dari bahasa lain, terutama bahasa Latin; 2.1.1.3 Kaidah-kaidah bahasa dibuat secara prekriptif, yakni benar atau salah; 2.1.1.4 Persoalan kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan logika; 2.1.1.5 Penemuan-penemuan atau kaidah-kaidah terdahulu cenderung untuk selalu dipertahankan. 2.1.2 Linguistik Strukturalis Linguistik strukturalis berusaha mendiskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Berikut ini merupakan tokoh dan aliran linguistik strukturalis. Pertama, Ferdinand de Saussure. Ferdinand de Saussure (1857 – 1913) dianggap sebagai bapak linguistik modern berdasarkan pandanganpandangan yang dimuat dalam bukunya Course de Linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan albert Sechehay tahun 1915. 2.1.3 Linguistik Tranformasional dan Aliran-aliran Sesudahnya Dunia ilmu termasuk linguistik, bukan merupakan kegiatan yang statis, melainkan merupakan kegiatan yang dinamis, berkembang terus menerus sesuai dengan filsafat ilmu itu sendiri yang selalu mencari kebenaran yang hakiki. 2.1.3.1 Tata Bahasa Transformasi Ahli linguistik yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam Chomsky. Sarjana inilah yang mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut classical theory. Dalam perkembangan selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang dicetuskannya melalui Aspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended standard theory. 2.1.3.2 Semantik Generatif 4
Menjelang dasawarsa tujuh puluhan beberapa murid dan pengikut Chomsky, antara lain Pascal, Lakoff, Mc Cawly, dan Kiparsky, sebagai reaksi terhadap Chomsky, memisahkan diri dari kelompok Chomsky dan membentuk aliran sendiri. Kelompok Lakoff ini, kemudian terkenal dengan sebutan kaum Semantik generatif. Menurut semantik generatif, sudah seharusnya semantik dan sintaksis diselidiki bersama sekaligus karena keduanya adalah satu. 2.1.3.3 Tata Bahasa Kasus Tata bahasa kasus atau teori kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya berjudul “The Case for Case� tahun 1968 yang dimuat dalam buku Bach, E. dan R. Harms Universal in Linguistic Theory, terbitan Holt Rinehart and Winston. Dalam karangannya yang terbit tahun 1968 itu Fillmore membagi kalimat atas (1) modalitas, yang bisa berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan (2) proposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus. Yang dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dengan nomina. 2.1.3.4 Tata Bahasa Relasional Tata bahasa relasional muncul pada tahun 1970-an sebagai tantangan langsung terhadap beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori sintaksis yang dicanangkan oleh aliran tata bahasa transformasi.
2.2
Pengertian Metode Pembelajaran Bahasa Arab Metode pembelajaran adalah suatu cara atau upaya yang dilakukan oleh para pendidik agar proses belajar-mengajar pada siswa tercapai sesuai dengan tujuan. Metode pembelajaran ini sangat penting di lakukan agar proses belajar mengajar tersebut nampak menyenangkan dan tidak membuat para siswa tersebut suntuk, dan juga para siswa tersebut dapat menangkap ilmu dari tenaga pendidik tersebut dengan mudah.2 2.1.1 Pengertian Metode Pembelajaran
2 AnonIm, diunduh di Seputarpendidikan003.blogspot.com pada 17 Maret 2016 14.30 WIB
5
Metode menurut Djamaluddin dan Abdullah Aly dalam
Kapita Selekta
Pendidikan Islam, (1999:114) berasal dari kata meta berarti melalui, dan hodos jalan. Jadi metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut Depag RI dalam buku Metodologi Pendidikan Agama Islam (2001:19) Metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Menurut WJS. Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1999:767) Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Berdasarkan definisi di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa metode merupakan jalan atau cara yang ditempuh seseorang untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000: 24). Menurut Ahmadi (1997: 52) metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar
yang
dipergunakan
oleh
guru
atau
instruktur.
Pengertian
lain
mengatakan bahwa metode pembelajaran merupakan teknik penyajian yang dikuasai oleh guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual ataupun secara kelompok agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Adapun yang dimaksud pembelajaran Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) dalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Sedangkan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkingan belajar. Jadi pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan. Jadi dapat dikatakan Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar.
6
Metode Pembelajaran bahasa Arab tradisional adalah metode Pembelajaran bahasa Arab yang terfokus pada “bahasa sebagai budaya ilmu� sehingga belajar bahasa Arab berarti belajar secara mendalam tentang seluk-beluk ilmu bahasa Arab, baik aspek gramatika/sintaksis (Qowaid nahwu), morfem/morfologi (Qowaid assharf) ataupun sastra (adab). Metode yang berkembang dan masyhur digunakan untuk tujuan tersebut adalah Metode qowaid dan tarjamah. Metode tersebut mampu bertahan beberapa abad, bahkan sampai sekarang pesantren-pesantren di Indonesia, khususnya pesantren salafiah masih menerapkan metode tersebut. Hal ini didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: Pertama, tujuan Pembelajaran bahasa arab tampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama nahwu dan ilmu sharaf. Kedua kemampuan ilmu nahwu dianggap sebagai syarat mutlak sebagai alat untuk memahami teks/kata bahasa Arab klasik yang tidak memakai harakat, dan tanda baca lainnya. Ketiga, bidang tersebut merupakan tradisi turun temurun, sehingga kemampuan di bidang itu memberikan “rasa percaya diri (gengsi) tersendiri di kalangan mereka�. Metode Pembelajaran bahasa Arab modern adalah metode Pembelajaran yang berorientasi pada tujuan bahasa sebagai alat. Artinya, bahasa Arab dipandang sebagai alat komunikasi dalam kehidupan modern, sehingga inti belajar bahasa Arab adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa tersebut secara aktif dan mampu memahami ucapan/ungkapan dalam bahasa Arab. Metode yang lazim digunakan dalam Pembelajarannya adalah metode langsung (tariiqah al - mubasysyarah). Munculnya metode ini didasari pada asumsi bahwa bahasa adalah sesuatu yang hidup, oleh karena itu harus dikomunikasikan dan dilatih terus sebagaimana anak kecil belajar bahasa. 2.1.2 Pengertian Metodologi Pembelajaran Bahasa arab Secara etimologi istilah metodologi berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata Metodos yang berarti cara atau jalan, dan Logos artinya ilmu. Sedangkan secara semantik, metodologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang cara-cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisian.
7
Metodologi searti dengan kata metodik (methodentic) yaitu suatu penyelidikan yang sistematis dan formulasi metode yang akan digunakan dalam penelitian. Dengan kata lain metodologi adalah: ilmu tentang metode-metode yang mengkaji/ membahas mengenai bermacam-macam metode mengajar, tentang keunggulannya, kelemahannya, lebih tepat/ serasi untuk penyajian pelajaran apa, bagaimana, penerapannya dan sebagainya. Maksud Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab adalah: cara atau jalan yang ditempuh bagaimana menyajikan bahan-bahan pelajaran dan bahasa arab. Agar mudah diterima, diserap dan dikuasai anak didik dengan baik dan menyenangkan. Namun, perlu ditegaskan, pemakaian istilah Metodologi Pembelajaran lebih memberikan arti dan kesan, belajar dan mengajar tidak hanya teoritis tapi juga operasional dan dengan alasan ini pula penulis merasa lebih aman menggunakan istilah Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab3. 2.3
Definisi Tariqah Nahwu Wa Tarjamah Pendekatan yang digunakan oleh teori ini adalah teori tata bahasa tradisional dan struktural4.
Keduanya memiliki pandangan yang saling berseberangan dalam hal tata
bahasa. Nababan (1993: 28) mengatakan bahwa teori tradisional menekankan adanya suatu tata bahasa yang semesta (al qowa’id al ‘alamiyah/ universal grammar), sedangkan teori struktural memandang bahwa struktur bahasa-bahasa di dunia tidak sama. Teori tradisional melihat bahasa secara preskriptif, artinya bahasa yang baik dan benar adalah menurut para ahli bahasa, bukan yang diguanakan oleh penutur asli di lapangan. Metode kaidah dan terjemah melihat bahasa secara preskiptif, dengan demikian kebenaran bahasa bepedoman pada petunjuk tertulis, yaitu aturan-aturan gramatikal yang ditulis oleh ahli bahasa, bahkan menurut ukuran guru. Metode tata bahasa dan terjemah ini merupakan hasil karya pemikiran sarjana Jerman (Johan Seidenstucker, Karl Polts, H.S. Ollendorf, dan Johann Meidinger) yang menurut salah seorang pengkritiknya yang lembut (yaitu W.H.D. Rouse) bertujuan “to
3 Ahmad Izzan,2009, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Humaniora. Hal. 72 4 Acep Hermawan, 2014, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 170-171
8
know everything about something rather than the thing it self” atau “untuk mengetahui segala sesuatu mengenai sesuatu tinimbang ihwal itu sendiri” (Kelly 1969: 53)5. Ba’labaki (1990: 216) menjelaskan bahwa dasar pokok metode ini adalah hapalan kaidah, analisa gramatikal terhadap wacana, lalu tejermahnya ke dalam bahasa yang digunakan sebagai pengantar pelajaran. Sedangkan perhatian terhadap kemampuan berbicara sangat kecil. Ini berarti titik tekan metodi ini bukan melatih para pelajar agar pandai berkomunikasi secara aktif, melainakan memahami bahasa secara logis yang didasarkan kepada analisa cermat terhadap aspek akidah tat bahasa. Tujuan metode ini menurut Al Naqa’ (2010) adalah agar para pelajar pandai dalam menghapal dan memahami tata bahasa. Mengungkapkan ide-ide dengan menerjemahkan bahasa ibu atau bahasa kedua ke dalam bahasa asing yang dipelajari, dan membekali mereka agar mampu memamahami teks bahasa asing dengan menerjemahkan ke dalam bahasa sehari-hari atau sebaliknya. Berdasarkan pernyataan tersebut ada dua aspek penting dalam metode kaidah dan terjemah: pertama, kemmampuan menguasi kaidah tata bahasa; dan kedua, kemampuan menerjemahkan. Dua kemampuan ini adalah modal dasar untuk mentransfer ide atau pikiran ke dalam tulisan dalam bahasa asing (mengarang), dan modal dasar untuk memahami ide atau pikiran yang dikandung tulisan dalam bahasa asing yang dipelajari (membaca pemahaman). Dari dasar konsep tersebut dapat dikemukakan beberapa karakteristik metode kaidah dan tejemah, yaitu: a. Ada kegiatan disiplin mental dan pembangunan intelektual dalam belajar bahasa dengan banyak pemgalaman, dan memahai fakta-fakta. b. Ada penekanan pada kegiatan membaca, mengarang, dan tejemah. Sedangkan kegiatan menyimak dam berbicara kurang diperhaktiakn. c. Seleksi kosa kata khususnya berdasarkan teks-teks bacaan yang dipakai. Kosa kata ini diajarkam melalui daftar-daftar dwi bahasa, studi kamus, dan penghapalan. d. Unit yang mendasar adalah kalimat, maka perhatian lebih banyak dicurahkan kepada kalimat, sebab kebanyakan waktu para pelajar dihabiskan oleh aktifitas tejemahan kalimat-kalimat terpisah e. Tata bahasa diajarkan secara deduktif, yaitu dengan penyajian kaidah-kaidah bahasa seperti dalam bahasa latin yang dianggap semesta (al ‘alamiyah/ universal). Ini kemudian dilatih lewat terjemahan-terjemahan. 5 Bisri Mustofa dan Abdul Hamid, 2012, Metode dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: UIN-Maliki Press. Hal. 27
9
f. Bahasa pelajar sehari-hari (bahasa ibu atau bahasa kedua) digunakan sebagai bahasa pengantar6. Di atas kebaikan-kebaikannya yang cukup mewarnai pemhajaran bahasa asing, metode kaida dan terjemah harus menerima berbagai kritikan tajam dari para ahli. Kritikan ini sebagaimana digambarkan ole Al Khuli (1983: 21), berikut ini: a. Metode ini terlalu mementingkan kecakapan membaca, menulis, dan tejemah, tidak mementingkan kecakapan berbicara. Padahal kecakapan berbicara adalah pokok dalam bahasa. b. Metode ini lebih mementingkan penggunaan bahasa ibu dan kedua. Akibatnya perhatian terhadap bahasa asing yang dipelajari menjadi sedikit. Ini bertentangan dengan tujuan pokok mempelajari bahasa asing, yaitu agar para pelajar dapat menggunakan bahasa asing yang dipeljari, baik secara lisan maupun tulisan c. Menggunakan metode ini berarti mengajar tentang bahasa asing, bukan mengajar bahasa asing, sabab analisa kaidah tata bahasa sacara mendetail sebenarnya termasuk kawasan analisa ilmiah bahasa, bukan memantapkam kecakapan berbahasa7. Mustofa dan Hamid (2012:28-29) dalam Metode dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab menyatakan bahwa thariqoh al qowa’id wa al tarjamah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Pertama-pertama para siswa mempelajari kaidah-kaidah nahwu (tata bahasa) dan daftar kosa kata dwi bahasa yang berkaitan erat dengan bahan bacaan pada pelajaran yang bersangkutan. Tata bahasa dipelajari secara deduktif dengan bantuan penjelasanpenjelasan yang panjang serta terperinci. Segala kaidah dipelajari dengan pengecualian dan ketidak biasaan dijelaskan dengan istilah-istilah gramatikal atau ketata bahasaan. b. Setelah kaidah-kaidah dan kosa kata dipelajari, maka petunjuk-petunjuk bagi penerjemahan-penerjemahan
latihan
yang
mengikuti
penjelasan-penjelasan
ketatabahasaan pun diberikan. c. Pemahan kaidah-kaidah dan bahan bacaan diuji melalui terjemahan. d. Bahasa ibu dan bahasa sasaran dibandingkan secara konstan. e. Sedikit waktu untuk praktek menyimak dan berbicara, karena lebih memusatkan perhatian pada latihan-latihan membaca dan terjemahan.
6 Acep Hermawan, 2014, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. Buku merah 172 7 Ibid,. Hal. 172
10
Selain ciri-ciri di atas, masih ada ciri-ciri lain yang dirangkum Jack C. Richards dan Thoedore D Rodgers (1986), yaitu sebagai berikut: a. Tujuan telaah bahasa asing adalah mempelajari suatu bahasa agar dapat membaca susastranya atau agar dapat menarik keuntungan dari disiplin mental dan perkembangan intelektual yang timbul dari telaah bahasa asing itu. Terjemahan tata bahasa adalah suatu cara menelaah bahasa yang mendekati bahasa tersebut oertama-tama melalui kaidah tata bahasanya secara terperinci, diikuti oleh penerapan pengetahuan ini pada tugas penerjemahan kalimat-kalimat dan teks-teks ke dalam dan dari bahasa sasaran. b. Bahasa asli atau bahasa ibu merupakan media pengajaran. Bahasa tersebut dipakai untuk menjelaskan butir-butir atau hal baru dan untuk memudahkan pembuatan perbandingan antara bahasa asing dan bahasa ibu8.
Metode Tariqah Nahwu Wa Tarjamah dalam Maharoh Berdasar kerakteristik di atas, metode Tariqah Nahwu Wa Tarjamah hanya berokus pada maharoh qiroah. Hal ini dikarenakan realita yang dilakukan pada pembelajaran bahasa Arab berofokus pada kosakata dan sintaksis. Kosakata digunakan untuk bekal memahami bacaan (maharoh qiroah. Ilmu menyusun kalimat digunakan untuk bekal siswa memahami teks bacaan dalam sumber media pembelajaran. Metode ini tidak memberikan perhatian besar kepada maharoh kalam dan maharoh istima’ siswa. Karena siswa tidak diberi pengajaran untuk berbicara dalam bahasa Arab. Di sisi lain, pendidik juga tidak mengutamakan bahasa Arab dalam proses penyampaian materi bahasa Arab kepada siswa. Sehingga, siswa hanya mendengar kata-kata bahasa Arab sesuai dengan teks yang sedang mereka pelajari. Di sisi lain, siswa diberi pembelajaran tata bahasa, namun tidak diarahkan untuk menulis. Kemampuan tata bahasa mereka bisa jadi sangat tinggi. Itu sebagai bekal untuk memahami teks yang disuguhkan pendidik.ada kemungkinan siswa bisa mengembangkan sendiri bekal tersebut, untuk kemudian dikembangkan dalam maharoh kitabah yang ia miliki.
8 Bisri Mustofa dan Abdul Hamid, 2012, Metode dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: UIN-Maliki Press. Hal. 29
11
2.4
Langkah-Langkah Menggunakan Tariqah Nahwu Wa Tarjamah Untuk mengaplikasikan metode kaidah dan terjemah dalam pengajaran bahasa asing, dalam hal ini bahasa arab, kita perlu melihat konsep dasar metode ini sebagaimana dijelaskan di atas agar tidak keluar dari karakteristik metode ini. Contoh penerapan metode yang mungkin dilakukan oleh guru bahasa arab adalah sebagai berikut: a. Pendahuluan, memuat berbagai hal yang berkaitan dengan materi yang akan disajikan baik berupa appersepsi, atau tes awal tentang materi, atau yang lainnya. b. Guru memberikan pengenalan dan definisi kaidah-kaidah tetentu dalam bahasa arab yang harus dihapalkan sesuai dengan materi yang akan disajikan, berikut terjemahannya dalam bahasa pelajar. Contoh: Jika materi yang disajikan mengandung kaidah mubtadakhabar, maka langkah yang mungkin dilakukan adalah: 1) Mengenalkan konsep mubtada-khabar berikut definisi keduanya dan terjemahannya ke dalam bahasa pelajar. 2) Memberikan contoh-contoh seperlunya, jika diperlukan mengadakan perbandingan dengan kaidah bahasa pelajar sehari-hari untuk membantu pemahaman para pelajar. 3) Setelah itu guru menjelasakan contoh-contoh seperlunya, misalnya:
، عائشة تلميذة، هذه تلميذة، اقلم جديد، هذا قلم، أنت تلميذ، ممد تلميذ،هذا تلميذ أن ت . اليقيبة جديدةز، هذه حيقيبة،ت تلميذة Dalam hal ini guru menjelaskan bahwa setiap dua kata yang digarisbawahi pada contoh-contoh itu merupakan pasangan mubtada-khabar yang tidak boleh tertukar, kemudian dianalisis sampai I’robnya. Guru juga menjelaskan bahwa ada katagori mudzakkar (laki-laki) dan muannats (perempuan) yang masing-masing memiliki aturan. 4) Setelah para pelajar benar-benar memahami konsep mubtada-khabar, guru membimbing mereka untuk mengapalkan definisinya dengan disiplin c. Jika ada kosa kata yang dipandang sulit untuk diterjemahkan, guru menjelaskan kosa kata sebelum menginjak ke langkah aplikasi d. Guru memberikan materi teks bahasa arab sebagai materi pokok (diambil dari buku pegangan), lalu mengajak para pelajar untuk menerjemahkan kata demi kata, kalimat 12
demi kalimat sampai ke paragraf demi paragraf. Para pelajar setelah itu disuruh untuk mencocokkan kaidah-kaidah yang tekah dihapalkan dengan teks baru itu. Dalam hal ini diaharapkan mereka dapat mengidentifikasikan mubtada-khobar sebagaimana yang mereka hapalkan, lalu menganalisis samapai detail sebagaimana pada poin 2 di atas. Kegiatan ini melibatakan kerja keras mental mereka untuk menerapkan hasil hapalan mereka ke dalam teks terjemahan. Hal ini bertujuan agar terjemahan mereka benarbenar dapat menerjemahkan teks sesuai dengan kaidah bahasa yang benar. e. Setelah para pelajar selesai mengidentifikasi mubtada’-khobar dengan baik, guru memberi daftar kosakata untuk dihapalkan. Kata-kata itu lepas dari konteks kalimat, dan guru menyuruh para pelajar untuk memberi terjemahan kosakata itu. f. Sebagai kegiatan akhir, guru memberi pekerjaan rumah yang berupa persiapan terjemahan untuk dibahas pada pertemuan berikutnya9. Contoh di atas tentu saja tidak merupakan kemestian, sebab selanjutnya diserahkan kepada guru sesuai situasi dan kondisi dengan catatan tidak bertentangan dengan konsep dasar metode ini.
2.5
Kelebihan dan Kekurangan Tariqah Nahwu Wa Tarjamah Metode kaidah dan tarjamah, sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan metode yang tua dan melekat erat di hati orang Eropa abad ke-19-an dalam pengajaran bahasa asing. Selain “ketuaannya�, metode ini memang tidak terlalu meminta banyak syarat jika dipraktekkan. Itulah sebabnya metode ini banyak digunakan di banyak lembaga pendidikan tradisional di Indonesia dalam pengajaran bahasa arab. Sebagai outputnya para alumnus sangat pandai membaca dan menerjemahkan kitab-kitab klasik berbahasa “Arab gundul�, tetapi tidak mampu mengutrakan dan mengekspresikan pikiran mereka dalam berbahasa arab. Secara lebih rinci di antara kelebihan dan kekurangan metode ini adalah: Kelebihannya: 1. Para pelajar bisa hapal kosakata dalam jumlah yang relatif banyak dalam setiap pertemuan.
9 Acep Hermawan, 2014, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 173-174
13
2. Para pelajar mahir menerjemahkan dari bahasa asing ke dalam bahasa sehari-hari atau sebaliknya. 3. Para pelajar bisa hapal kaidah-kaidah bahasa asing yang disampaikan dalam bahasa sehari-hari karena senantiasa menggunakan terjemahan dalam bahasa sehari-hari10. Menurut Mustofa dan Hamid (2012) kelebihan metode ini adalah: a. Dapat digunakan di kelas dengan jumlah siswa yang banyak. b. Guru yang kurang bahkan tidak fasih bahasa arab dapat mengajar. c. Cocok bagi semua tingkat kemampuan sisiwa (mustawa mudtadi’, mutawasith, mutaqodim). d. Siswa sangat menguasai kemampuan membaca bahasa arab. Kekuranga metode ini menurut Acep Hermawan (2014:15) adalah: 1. Analisis tata bahasa mungkin baik bagi mereka yang merancangnya, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat membingungkan para para pelajar karena rumitnya analisis itu. 2. Terjemahan kata demi kata, kalimat demi kalimat sering mengacaukan makna kalimat dalam konteks yang luas. 3. Para pelajar mendapat pelajaran dalam satu ragam tertentu, sehingga mereka tidak atau kurang mengenal ragam-ragam lainnya yang lebih luas. Maka tingkat kebermaknaannya dalam kehidupan sehari-hari menjadi minim. 4. Para pelajar menghapalkan kaidah-kaidah bahasa yang disajikan secara preskriptif. Mungkin saja kaidah-kaidah itu tidak berlaku bagi bahasa sehari-hari. 5. Para pelajar sebetulnya tidak belajar menggunanakan bahasa asing yang dipelajari, melainkan belajar membicarakan tentang “bahasa yang baru�. Kekurangan metode ini adalah: a. Para siswa hanya kuat dalam kemampuan membaca dan penguasaan tata bahasa, tetapi lemah dalam kemampuan mendengar, berbicara, dan menulis. b. Qowa’id yang dipelajari sering kali kurang memberi pemahaman terhadap qowa’id tersebut. c. Metode ini mengajarkan tentang bahasa dari pada mengajarkan bahasa11.
10 Acep Hermawan, 2014, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 175 11 Bisri Mustofa dan Abdul Hamid, 2012, Metode dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: UIN-Maliki Press. Hal. 31
14