WARNA EDITORIAL
WAKTUNYA MENGARUNGI SAMUDERA
Majalah Unesa
ISSN 1411 – 397X Nomor 76 Tahun XV - Desember 2014 PELINDUNG Prof. Dr. Warsono, M.S. (Rektor) PENASIHAT Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si. (PR I) Dr. Ketut Prasetyo, M.S. (PR III) Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M. Litt. (PR IV) PENANGGUNG JAWAB Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T. (PR II) PEMIMPIN REDAKSI Dr. Suyatno, M.Pd REDAKTUR A. Rohman PENYUNTING/EDITOR Basyir Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd REPORTER: Herfiki Setiono, Aditya Gilang, Ari Budi P, Rudi Umar Susanto, M. Wahyu Utomo, Putri Retnosari, Fauziyah Arsanti, Putri Candra Kirana, Lina Rosidah FOTOGRAFER A. Gilang, M. Wahyu U. Sudiarto Dwi Basuki, S.H DESAIN/LAYOUT (Arman, Basir, Wahyu Rukmo S) ADMINISTRASI Supi’ah, S.E. Lusia Patria, S.Sos DISTRIBUSI Hartono PENERBIT Humas Universitas Negeri Surabaya ALAMAT REDAKSI Kantor Humas Unesa Gedung F4 Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124 Fax (031) 8280804
I
Ibarat kapal di samu Tentu, sejarah Une dera luas, ren tang sa tidak berhenti di sini. jalan Unesa sudah Sejarah Unesa musti berada di 50 mil berlanjut de ngan to untuk melaju ke sebuah re han tinta emas yang pulau tujuan. Jarak beri terkenang oleh masa. kutnya masih sepengga Meskipun berbeda na lah jika dilihat dari peta khoda, kapal Unesa akan samudera. Namun, jika tetap sama. Selama se dilihat dengan kasat ma mua problematika di ta, jarak itu terbentang pecahkan bersama dan da lam ratusan mil lagi dirasakan bersama, jalan bahkan ribuan atau tidak pemecahan atau solusi ter hingga. Dari 50 mil tentu akan tiba. Untuk itu, itu, tentu kapal Unesa l DR. SUYATNO, M.PD semua fakultas, lembaga, semakin ke tengah pe UPT, bagian, seksi, atau radaban samudera. Kondisi di tengah apapun namanya ten tu mempunyai sangat melelahkan dibandingkan kondisi kein ginan untuk turut menorehkan ca awal-awalnya karena gangguang angin, tatan bagus dalam sejarah Unesa. Jadi, topan, gelombang besar, dan he wan lakukanlah torehan emas itu. Jangan me besar mulai bernampakkan dengan je nunggu instruksi karena bukan zaman las. Tentu, balik ke 0 mil jelas tidak mung nya. Lakukanlah secara transformasi, ko kin karena posisi 0 mil sudah ter tu lis ordinasi, dan sehati. dalam sejarah. Mau tidak mau, suka tidak Torehan emas tersebut tentu memer suka, kapal Unesa harus menerjang ge lukan perhatian yang apik agar dalam lombang besar, badai ganas, dan hewan perjalanan sejarah tidak terjadi pe run besar untuk membuka jalan menampaki tuhan. Kunci keberhasilan perhatian ada pulau tujuan. lah (1) pandanglah semua insan Unesa Kini, Unesa waktunya mengarungi sebagai saudara dan sesama, bukan la samudera sebenarnya. Jadikanlah badai wan politik atau lawan kelompok yang besar sebagai sahabat. Meskipun badai tidak perlu dilibatkan; (2) sekecil apa in formasi bergantian menerpa pikiran pun jabatannya, serendah apapun pen dan keadaan, jadikanlah dia teman ber didikannya, semiskin apapun dia, pasti san ding. Meskipun gelombang lebih lah mempunyai sejumput potensi. Lalu, be sar menghantam tiba-tiba dengan kuatkanlah potensi yang sejumput itu gemuruh suara menggelegar, jadikanlah menjadi potensi yang membesar dan dia motivasi berjuang untuk menuju berguna; (3) semua warga Unesa pasti pu lau harapan. Meskipun hewan be mempunyai keinginan untuk mem be sar lautan dalam menganga untuk me sarkan dan membanggakan Unesa maka nerkam mangsa, jadikanlah dia pendo besarkanlah hati mereka agar bersedia rong buritan. Kini, Unesa waktunya me sukarela untuk membanggakan Unesa. ngarungi samudera sebenarnya. Sejarah dunia telah membuktikan Pada titik refleksi diri di ulang tahun bahwa samudera seganas apapun dapat ke-50, Unesa harus mempunyai ke be dilalui. Dunia berkembang merata akibat ranian melakukan revolusi mental. Me keberanian perahu melewati samudera lakukan itu lebih baik daripada berhenti un tuk membawa perubahan. Unesa di tanpa apa-apa. Dalam melakukan, tentu, usia ke-50 tentu dapat mengarungi sa banyak hambatan, gangguan, hantaman, mudera dengan senyum gembira. Tema dan gunjingan namun melakukan akan besar yang menunjukkan siap meng menghasilkan kebermaknaan bagi hadapi MEA 2015 menunjukkan bahwa semua. Untuk itu, semua warga Unesa, ke beranian dicanangkan dengan jelas. tanpa terkecuali, harus melakukan yang Ber gandengan pikiran, ikatan tangan terbaik bagi Unesa dalam hal apapun. persaudaraan, dan kesamaan hati harus Semua lini harus berfungsi. Semua bi menjadi modal dalam merangkai visi un dang harus mengisi. Kebersamaan dalam tuk mengarungi samudera luas dalam melakukan akan menyebabkan keberha menapaki usia berikutnya. Bravo Unesa.. silan karena ringan menjalankan. n
Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
|
3
CONTENT
INFO HALAMAN
03. WARNA
Waktunya Mengarungi Samudera oleh Dr. Suyatno, M.Pd
06
DIMINATI. Pada usia yang ke-50 tahun, Unesa semakin diminati. Ribuan calon mahasiswa setiap tahun berebut kursi melalui ujian masuk perguruan tinggi negeri. Ini merupakan bukti bahwa Unesa makin bermartabat.
05. LAPORAN UTAMA • Unesa dari Masa ke Masa • Rekam Jejak 50 Tahun Unesa • Prof. Suyono: FMIPA Siap terbang Tinggi • Dekan FE: Setengah Abad Makin Bermartabat • S3 Ilmu Pendidikan sebagai Kado Lustrum X Unesa
15. SEPUTAR UNESA
• Menulusuri Laboratorium PLS Andalan FIP
18. LENSA UNESA 22 INSPIRASI ALUMNI
• Kiprah Sutijono: Gagal Jadi Mantri, Sukses Pimpin Kampus
25. SEPUTAR UNESA 26. KABAR P3G 29. ARTIKEL WAWASAN
19 10
32. INFO BUKU 33. INFO SEHAT
• Manggis, Si Anti Diabetes
34. CATATAN LIDAH • oleh Djuli Djatiprambudi
4 |
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
33
LAPORAN UTAMA
UNESA
DARI MASA KE MASA
SEJARAH UNESA BERMULA DARI LEMBAGA KURSUS Upacara peringatan Dies Natalis pada Jumat, 19 Desember 2014di halaman kantor pusat Unesa merupakan penanda puncak perjalanan kampus yang dulu bernama IKIP Surabaya itu genap berusia 50 tahun. Sebuah usia emas yang tentu memiliki bentangan sejarah panjang.
S
ejarah Unesa, tentu tidak da pat dipisahkan dari awal mula berdirinya IKIP Surabaya. Seki tar tahun 1950, sebelum resmi berdiri IKIP Surabaya, kampus ini ber mula dari kursus B-I dan B-II bidang Il mu Kimia dan Ilmu Pasti yang meman faatkan sarana dan prasarana berupa ruang kelas dan laboratorium dari pen didikan Belanda, Hoogere Burger Schol (HBS).
Kursus-kursus tersebut di seleng garakan di Surabaya untuk memenuhi kebutuhan tenaga guru setingkat SLTP dan SLTA. Kursus-kursus tersebut meli puti B-I dan B-II Kimia, B-I dan BII Ilmu Pasti, B-I Bahasa Inggris, B-I Bahasa Jer man, B-I Teknik, B-I Pendidikan Jasma ni, B-I Ekonomi, B-I Perniagaan, dan B-I Ilmu Pesawat. Dalam perjalanannya, pada tahun 1957, kursus-kursus B-I di kelompokkan menjadi dua, yaitu Kur
sus B-I Umum, yang meliputi Bahasa Inggris dan bahasa Jerman, dan Kursus B-I Kejuruan, yang meliputi Kimia, Ilmu Pasti, Ekonomi, Perniagaan, Teknik, Pendidikan Jasmani, dan Ilmu Pesawat. Kursus-kursus tersebut berlangsung sampai tahun 1960. Melalui Ketetapan MPRS No. 11/ MPRS/1960 kedua kursus tersebut diintegrasikan ke dalam Fakultas Ke gu ruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
|
5
LAPORAN UTAMA
IKIP SURABAYA: Gedung rektorat di Kampus Ketintang Surabaya, yang kini telah berubah lebih baik lagi.
yang mencetak guru sekolah lanjutan. Integrasi itu dilakukan untuk menghi langkan dualisme kursus B-I dan B-II de ngan lulusan yang tidak bergelar, dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pen didikan (FKIP) yang menghasilkan lu lu san bergelar. Selanjutnya lembaga ter sebut, berdasarkan SK Menteri Pen didikan dan Kebudayaan nomor 6/1961 tertanggal 7 Februari 1961, di integrasikan menjadi salah satu fakul tas dalam FKIP Universitas Airlangga Cabang Malang dengan nama FKIP Universitas Airlangga Cabang Suraba ya. Pada tahun 1962 dengan berdirinya Akademi Pendidikan Guru (APG), yang kemudian menjadi Institut Pendidikan Guru (IPG), dualisme muncul kembali. Un tuk menghilangkan dualisme ter se but, berdasarkan Surat Keputusan Presiden nomor 1/1963 tertanggal 3 Ja nuari 1963 dilakukan integrasi IPG dengan FKIP menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Dengan in tegrasi itu, FKIP Universitas Airlangga di Malang, pada tanggal 20 Mei 1964, statusnya diubah menjadi IKIP Malang Pusat dan FKIP Universitas Airlangga Cabang Surabaya berubah menjadi IKIP Malang Cabang Surabaya. Kondisi seperti itu berlangsung hingga tanggal 19 Desember 1964.
6 |
I964, IKIP Resmi Berdiri Berdasarkan SK Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan nomor 182/1964 tertanggal 19 Desember 1964, secara resmi IKIP Surabaya berdiri sendiri dengan pimpinan suatu presi dium. Tanggal tersebut ditetapkan se bagai tanggal kelahiran IKIP Surabaya yang setiap tahun diperingati sebagai dies natalis IKIP Surabaya. Peresmian dilaksanakan pada tang gal 19 Desember 1964 pukul 08.00 WIB, di jalan Kayoon 72-74 Su rabaya. IKIP Surabaya mempunyai li ma fakultas, yaitu Fakultas Ilmu Pen didikan (FIP), Fakultas Keguruan Ilmu Sosial (FKIS), Fakultas Keguruan Sastra Se ni (FKSS), Fakultas Keguruan Il mu Eksakta (FKIE), dan Fakultas Keguruan Ilmu Teknik (FKIT). Dalam perjalannya, pada 1 Maret 1977, berdiri Fa kul tas Keguruan Ilmu Keolahragaan dengan berintegrasinya Sekolah Tingi Olahra ga (STO) berdasarkan SK Menteri Pen di dikan dan Kebudayaan R.I. nomor 042/O/1977 tertanggal 22 Februari 1977. Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah R.I. nomor 27/1981, kee nam fakultas di IKIP Surabaya menga lami perubahan nama menjadi Fakul tas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Pen didikan Bahasa dan Seni (FPBS), Fakul
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
tas Pendidikan Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam (FPMIPA), Fakultas Pen didikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK), dan Fakultas Pen didikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK). IKIP Surabaya kian mendapat keper cayaan untuk menyelenggarakan per luasan mandate. Melalui SK Presiden RI nomor 93/1999 tertanggal 4 Agustus 1999, IKIP Surabaya berubah menjadi Uni versitas Negeri Surabaya (Unesa) de ngan mengelola enam fakultas, yai tu Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fa kultas Bahasa dan Sastra, Fakultas Ma tematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Fakultas Teknik (FT), dan Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK). Sesuai hasil keputusan rapat senat pada tanggal 12 Oktober 1998, yang menyepakati bahwa nama IKIP Surabaya pasca-kon versi adalah Universitas Negeri Sura baya yang disingkat Unesa dengan misi ganda sebagai LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yang tetap menyelenggarakan misi utama menyelenggarakan program ke pendidikan dan program non kependi dikan. Pada tahun 2006 atau tujuh tahun pasca konversi, Unesa membuka satu fakultas baru, yaitu Fakultas Ekonomi. Hal itu sesuai Surat yang dikeluarkan Dirjen Dikti Nomor 761/D/T/2006 tentang Pembukaan Fakultas Ekonomi Unesa tertanggal 16 Februari 2006, dan Surat Keputusan Rektor Unesa No.050/ J37/HK.01.23/PP.03.02/2006 tentang Pemisahan Jurusan Pendidikan Ekono mi dan Program Studinya dari Fakultas Ilmu Sosial dan Pembukaan Fakultas Ekonomi tertanggal 16 Maret 2006. Sehingga saat ini UNESA memiliki tujuh fakultas. n
LAPORAN UTAMA
50
MOMENTUM Bersama Majukan UNESA Tahun
S
ejak berubah menjadi Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Unesa terus melakukan pengembangan, terutama di FIP dan FIS.Sebelum tahun 2005, FIP hanya mengelola dua jurusan, namun pada tahun 2006 dengan mengacu pada kebutuhan pasar kerja, FIP me ngembangkan prodi Bimbingan Konseling menjadi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Sedangkan pada tahun 2008 dengan diberlakukannya Undang-Undang Sis dik nas yang mensyaratkan guru harus berkualifikasi S-1, maka FIP mengembangkan prodi D-2 PGSD menjadi Jurusan PGSD, yang sementara mengelola prodi S-1 PGSD, dan ke depan akan dikembangkan prodi-prodi lain sesuai dengan kebu tuhan pasar kerja. Sejak tahun 2008, FIP telah mengelola 4 Jurusan. Perkembangan cukup signifikan juga terjadi di FIS.Pada tahun 2006, terbagi menjadi dua fakultas, yaitu FIS dan FE. Pada tahun tersebut, FIS mengelola tiga jurusan, sedangkan FE hanya mengelola satu jurusan. Dalam perkembangannya, pada tahun 2008, FE mengembangkan Manajemen menjadi jurusan, dan pada tahun 2009 mengembangkan prodi D-3 Akutansi menjadi Jurusan Akutansi yang di dalamnya terdiri
dari prodi D-3 Akutansi dan S-1 Akutansi. Pada tahun 2013, FIS kembali mengembangkan jurusan dengan membuka program studi S1 Ilmu Komunikasi. Rektor Unesa, Prof. Warsono, dalam sambutan pada upa cara Dies Natalis ke-50 mengharapkan kepada semua sivitas akademika untuk bersama-sama bahu membahu dalam me majukan Unesa. Ia menyampaikan, meskipun Unesa sudah berusia 50 tahun, namun perjalanannya masih panjang dan masih banyak yang perlu dibenahi agar lebih baik. Salah sa tunya adalah masih sedikit dosen Unesa yang bergelar pro fesor. Oleh karena itu, Rektor Unesa menghimbau kepada seluruh civitas akademika untuk bekerja sama demi kemaju an Unesa. “Tanpa dukungan semua pihak, saya tidak bisa ber buat banyak,” tambahnya. Rektor memaknai bahwa usia 50 tahun bagi perguruan tinggi masih sangat tergolong muda. Artinya dari usia terse but, Unesa masih memiliki banyak waktu untuk berbuat le bih banyak lagi berkontribusi bagi masyarakat, bangsa dan negara. Rektor mengakui, dari segi sarana prasarana yang dimiliki, meski telah menunjukkan progres yang baik, Unesa membutuhkan banyak sarana prasarana untuk mendukung Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
|
7
LAPORAN UTAMA tu gas pokok dalam baik. Dari segi sarana melaksanakan tridhar prasarana, Haris meni ma perguruan tinggi. lai perkembangannya “ Kita masih mem re latif bagus. Unesa butuhkan sarana pra mampu menambah ba sarana pengajaran, nyak gedung, termasuk seperti laboratorium, Program Pendidikan ruang kelas, perangkat Profesi Guru (PPG) yang pembelajaran, bukumenjadi kebanggaan Prof. Haris Supratno Prof. Muchlas Samani Drs. Soerono buku, jurnal ilmiah dan bagi Unesa karena di perangkat software percaya untuk menye yang bisa menjalankan sistem pengajaran yang bagus,” ung lenggarakannya. kap rektor dikutip dari tulisannya di kolom rektor. Selain itu, kualitas Unesa juga semakin diperhitungkan Dari sisi SDM, lanjut Warsono, Unesa masih membutuhkan dengan semakin banyaknya peminat dan rata-rata nilai tes tenaga guru besar dan doktor yang menopang dharma di masuk melaui SNMPTN. “Unesa memiliki peminat lebih banyak bidang pendidikan dan penelitian. Saat ini, jumlah profesor di dibandingkan dengan universitas lain di Surabaya. Nilai-nilai Unesa baru ada sekitar 5 persen dari total jumlah dosen. Be tesnya bagus. Bahkan sampai 800 dari skala 1000,” jelas Haris. gitu pun dosen yang bergelar doktor,baru sekitar 25 persen Ketua tim pembentukan Standar Nasional Pendidikan Guru dari jumlah dosen. “Kita (Unesa) akan berupaya mendorong itu menambahkan,agar menghasilkan lulusan yang baik, agar semakin banyak dosen-dosen berhasil meraih gelar pro maka Unesa perlu memperhatikan ketiga faktor, yakni input fesor dan doktor agar Unesa semakin maju,” paparnya. mahasiswa, fasilitas, dan tenaga pengajar. Selain SDM, dari segi dharma pengabdian, Unesa juga be Prof Muchlas Samani, mantan rektor unesa periode 2010lum memiliki banyak hasil penelitian yang bisa diaplikasikan 2014 menandaskan agar mahasiswa Unesa bangga dan per sebagai wujud dari dharma pengabdian kepada masyarakat. caya diri terhadap almamaternya karena Unesa tidak kalah Rektor mengingatkan, Sebagai lembaga pendidikan tinggi kualitasnya dari kampus-kampus lain. Satu yang menjadi ke dan sebagai masyarakat ilmiah, tentu Unesa tidak boleh te lebihan Unesa, kata Muchlas, yakni memiliki identitas pendi rus berada pada masa kanak-kanak, yang bersikap egois dikan yang tidak dimiliki kampus lain. dan berorientassi pada masa kini.Unesa harus tumbuh men Unesa, lanjut Prof Muchlas, sudah waktunya naik kelas. jadi dewasa, yang memiliki mimpi-mimpi untuk ikut ber Karena itu, Unesa harus terus berkembang dan tumbuh. Da peran dalam pembangunan nasional dan memajukan bang ri segi sarana dan prasarana seperti gedung sudah sangat sa.“Sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), memadai. Dari sisi peminat, Unesa juga sudah semakin me Unesa harus mampu menghasilkan guru-guru yang kreatif, nunjukkan peningkatan yang luar biasa. Karena itu, harus inovatif, dan berakhlak mulia, dan seorang pembelajar,” ung mampu menjaga kualitas dan martabatnya dengan melaku kapnya. kan rekrutmen dosen pengajar dari lulusan kampus yang ku Sementara itu, mantan rektor Unesa periode 1988-1992, alitasnya bagus dan tidak menerima mahasiswa secara masal Soerono menilai Unesa telah mengalami perkembangan yang melebihi kuota. “Kita memang belum sempurna tetapi seti signifikan. Ia bersyukur masih diberi kesempatan melihat daknya sudah setara dengan kampus-kampus terkemuka se Unesa semakin berkembang pesat. Salah satunya, terlihat perti ITS dan Unair,” ungkapnya. dari bangunannya yang makin banyak menjulang tinggi dan Pada saatnya nanti, lanjut Muchlas, Unesa harus bisa jumlah mahasiswa yang semakin banyak. Alhamdulillah, dulu mengekspor guru. Jika unesa mampu menekspor guru, ar mahasiswa hanya mencapai 3000, kini sudah berlipat ganda,” tinya Unesa telah menunjukkan keberhasilan dan makin tuturnya sambil terseyum. memartabatkan identitas Unesa sebagai kampus pencetak Soerono menambahkan, pada saat ia menjadi rektor, Pas guru-guru handal.Ia juga berharap, di usia yang ke-50 tahun casarjana masih terbatas membuka program Matematika dan standing akademik Unesa terus terjaga kualitasnya dengan Sains (FMIPA) yang memang lebih diminati masyarakat. Na semakin sering melakukan kerjas sama dan kegiatan-kegiatan mun, saat saat sudah banyak berkembang. Kakek sebelas cucu berbau akademik. (SIR/BS) itupun memberi pesan kepada warga Unesa agar senantiasa bekerja keras untuk kemajuan Unesa dengan memegang Kita memang belum sempurna tetapi se prinsip kebersamaan dan solidaritas bersama. tidaknya sudah setara dengan kampusProf. Dr. H. Haris Supratno, mantan Rektor Unesa 2002kampus terkemuka seperti ITS dan Unair,” 2010 menegaskan bahwa 50 tahun merupakan usia mapan sehingga Unesa harus menunjukkan dirinya seba gai perguruan tinggi yang mapan dalam arti berkualias te [Prof. Muchlas Samani] naga pengajar, fasilitas, dan lulusannya. Haris menilai, Unesa sekarang sudah memiliki tenaga pengajar yang jauh lebih
8 |
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
“
LAPORAN UTAMA
50 Tahun
UNESA Makin Rasional & BERMORAL
Unesa, kini genap sudah berusia 50 tahun. Sebuah usia yang cukup matang untuk meneguhkan jati dirinya sebagap kampus bermartabatdan makin dise ganitak hanya dilevel nasional, tapi juga siap berkompetisi dengan tantangan global.
R
ektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S mengatakan bahwa men ja di bermartabat, bukanlah se buah pernyataan faktual yang harus dibuktikan benarsalahnya. Namun, slogan tersebut merupakan se buah harapan. Menurut Prof. Warsono, ada dua ukuran bermartabat, yakni ra sional dan bermoral. Rasional ditandai de ngan kemampuan berpikir secara kri tis dan bertindak menggunakan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Per timbangan tersebut harus utuh dan juga menyeluruh, menggunakan argumentasi dan juga sesuai dengan data yang ada. “Bermartabat atau tida Unesa ber gantung pada civitas akademikanya, me liputi dosen, mahasiswa,karyawan, dan alumni. Semakin rasional mereka, maka akan semakin bermoral,” paparnya. Warsono menambahkan, sudah setengah abad, Unesa berusaha ber
transformasi menjadi universitas yang rasional dan bermoral. Transformasi itu dimulai dengan berubahnya IKIP Su rabaya menjadi Universitas Ne geri Surabaya. Lalu, perubahan fisik di kampus Ketintang dan sebagian di Lidah Wetan yang semakin progresif. Sementara untuk membumikan motto Growing with Character, Unesa pun menggenjot peningkatan kualitas SDM melalui berbagai pelatihan, kerja sama dan pembiasaan berbudaya akademik. Selama setengah abad berjalan, Unesa telah mengalami peningkatan yang luar biasa, tidak hanya pada ba ngunan fisik. Menurut Prof. Warsono, selain bangunan fisik, capaian prestasi dan kemajuan Unesa banyak diperoleh. Mulai menjadi LPTK dengan peminat ter banyak, masuk dalam 5 LPTK terbaik, pe ringkat webometrik yang terus membaik, dan seabrek presatasi nasional dan internasional.
“Tak hanya itu, iklim akademik di Unesa pun kian berbenah.Upaya pen dorongan dan penfasilitasan kegiatan akademik dari civitas akademik untuk me lakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah serta publikasi karya aka demis terus diperkuat,” paparnya. Dikatakan Warsono, budaya aka demik dapat tumbuh dimulai dengan berpikir kritis, inovatif, dan kreatif. Ia mengatakan, jika Dahlan Iskan, mantan men teri BUMN mengatakan kerja, kerja, kerja, kalau ingin panda, maka ha ruslah dengan bertanya, bertanya, dan bertanya. Menurutnya, dengan ber tanya akan dapat menimbulkan pemi kiran kritis dan juga solutif. “Saya sangat berharap kedepan Une sa mampu menjadi universitas yang unggul dan bermartabat dengan ciri khasnyaGrowing With Character. (KHUSNUL/SYAIFUL)
Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
|
9
LAPORAN UTAMA
Siap BERSAING di Kancah INTERNASIONAL
D
ekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Dr. Ketut Prasetyo, M.S, mengatakan bahwa memasuki usia ke-50 tahun, Unesa harus semakin maju dan mampu bersaing di kancah internasional. Mantan Pembantu Dekan I FIS itu berbuat banyak untuk memajukan Unesa, terutama di Fakultas Ilmu Sosial. Berbagai prodi berhasil dikembangkan Ketut bersama beberapa teman dosen. Di antara prodi yang berhasil dibentuk adalah prodi Administrasi Negara, Hukum, Sosiologi dan Komunikasi.“Kami juga membangun S2 IPS be kerja sama dengan Pascasarjana,” terangnya. Ketut mengakui, dulu ia kerap didemo mahasiswa terkait fasilitas gedung yang kurang relevan. Namun, kini Ketut pa tut berbangga karena selama kepemimpinannya terlah ber hasil membangun dan membenahi gedung-gedung di FIS sehingga menjadi lebih nyaman, aman dan asri. “Saat ini, FIS telah memiki laboratorium pembelajaran (laboratorium mikroteaching), perpustakaan fakultas, dan kedepan akan di bangun area internet agar bisa membeikan kemudahan bagi mahasiswa belajar,” terangnya. Sistem belajar pun dibenahi oleh Ketut. Hasilnya luar biasa. Selama 5 tahun terakhir,mahasiswa yang lulus dengan 3,5 ta hun semakin banyak. Dari segi birokrasi pun sudah menjadi lebih baik dengan sistem online. Bidang kemahasiswaan da
10 |
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
lam forum fakultas, universitas, hingga nasional sudah ba nyak mahasiswa yang mengikut LKTI. Terkait LKTI, FIS me miliki program membuat LKTI selama satu semester dengan didampingi oleh mahasiswa senior. “Target kami FIS punya bank karya tulis ilmiah, sehinggaketika ada even LKTI, maha siswa sudah siap bertanding,” ungkapnya. Dekan yang kerap disapa Ketut berharap Unesa ke depan bisa go internasional mulai dari aktivitas kuliah/pembelajaran, dan jurnal internasional. Apalagi saat ini rintisan kerja sama dengan sekolah internasional di Singapura, Malaysia dan ne gara-negara ASEAN lain sudah dilakukan Unesa sehingga mahasiswa FIS bisa PPL ke Singapura, Malaysia dan negara ASEAN lainnya. Untuk mahasiswa, Ketut berharap mahasiswa tidak hanya bermodal ijasah tetapi juga harus dilengkapi ser tifikat keahlian Mengenai unesa 50 tahun makin bermartabat, Ketut ber pendapat bahwa bermartabat atau tidak sebenarnya hanya orang lainyang bisa melihat. Yang pasti, sebagai bagian dari sivitas akademika, tentu berusaha agar ke depan Unesa lebih maju. “Unesa yang kini telah berusia 50 mudah-mudahan bisa semakin mengokohkan diri di bidang pendidikan, unggul da lam pendidikan, menjadi center excelentbidang pendidikan, dan Sebagai toggak mengukuhkan dalam keilmuan. (SANDI)
LAPORAN UTAMA
SIAP Terbang
D
TINGGI
ies natalis ke-50 Unesa yang mengusung tema makin bermartabat, seharusnya mampu menyadarkan se tiap lembaga maupun fakultas di lingkup Unesa agar berlomba-lomba mencapai target yang su dah di tetapkan. Demikian dikatakan Dekan FMIPA, Prof. Dr. Suyono. Menurut Suyono, salah satu fakultas di Unesa yang saat ini tengah berbenah menjadi lebih baik adalah Fakultas Mate matika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Ia mengatakan, fakultas yang dipimpinnya itu telah banyak mengalami pe rubahan baik dari segi fasilitas, sistem pengajaran dan sa rana prasarana. “Dari segi infrastruktur, FMIPA sudah memiliki banyak gedung baru dan gedung lama yang sudah direnova si,” tutur Dekan FMIPA tersebut. Dosen yang juga mengajar di jurusan Kimia tersebut me nambahkan, kunci sukses FMIPA membangun infrastruktur dan fasilitas karena sering mengadakan kerja sama dengan ber bagai pihak. Salah satunya, terkait bantuan IDB yang mendapatkan alokasi jatah cukup besar dari Unesa.Selain infrastruktur, prestasi mahasiswa FMIPA juga turut meng harumkan namaUnesa di tingkat nasional maupun interna
sional. Perlombaan yang diadakan seperti kontes robot dan karya tulis ilmiah tingkat nasioanal berhasil dimenangkan oleh mahasiswa FMIPA. “Seharusnya kita bangga dengan itu semua,” ungkap Prof Suyono. Dari sekian banyak prestasi FMIPA, Suyono mengungkap kan salah satu kendala dalam mencapai sesuatu yang lebih baik lagi yaitu masalah komitmen. Ia mengatakan, komitmen dari mahasiswa, dosen atau siapa pun harus semakin diting katkan lagi. Ia tidak ingin ketika sudah menyelesaikan suatu hal kemudian berhenti begitu saja. “Komitmen dari pihak rektorat juga harus sesuai dengan apa yang sudah disepaka ti,” pungkasnya. (SURYO)
Bisa Jadi Acuan Fakultas Lain
D
r. Abadi M.Sc mengungkapkan bahwa meski telah mengala mi banyak kemajuan, masih ada kendala yakni pada ja ringan internet atau wi-fi. Namun, se cara umum mutu masing-masing ju rusan di FMIPA sudah mulai baik dan ber lomba-lomba dalam memajukan sistem pendidikan. FMIPA juga sudah banyak memberikan sumbangsih un tuk Unesa, khususnya dalam hal pemi kiran seperti sistem perkuliahan dan program-program kerja dosen sudah lebih baik daripada fakultas lain. Me
nurutnya, sistem yang sudah baik ter se but hendanya bisa menjadi acuan fakultas lain. Dulu, terang Abadi, FMIPA menerap kan pengadaan tenaga pengajar lulus an luar negeri. Mahasiswa yang sudah lulus maupun calon dosen diharapkan ti dak mengajar terlebih dahulu, me lainkan dikirim ke luar negeri. Hal itulah salah satu yang menjadi pemicu FMIPA ‘leading’ dalam pengembangan pendi dikan. Selain mengembangkan dosen pengajar lulusan luar negeri, FMIPA ju ga menjalankan program kelas inter nasional atau unggulan. Meskipun be lum sesuai harapan, namun pimpinan FMIPA sudah memiliki keberanian un tuk ‘melebarkan sayapnya’ di tingkat internasional. Selain itu, kerja sama dengan pihak lu ar negeri juga menjadi kekuatan FMIPA. Namun, dalam hal kerja sama dengan
luar negeri harus diimbangi dengan MoU yang tegas aturannya. S ehingga rasa keadilan bisa saling ter ja ga satu sama lain. “Proges seperti pe ngiriman mahasiswa untuk PPL ke luar negeri, sering mengundang dosen tamu dari luar negeri, serta mem berikan perkuliahan dalam bahasa Inggris diharapkan mam pu memberikan wawasan kepada ma hasiswa bahwa mental dan pemikiran mereka siap untuk bersaing di tingkat internasional,” tutur Abadi, Ketua Jurusan Matematika itu. Ia menyampaikan,di ulang tahun Unesa yang ke-50, diharapkan Unesa tidak cepat puas dengan yang sudah dicapai saat ini. Sebab, jika menengok ke kanan dan ke kiri, masih tertinggal jauh.Karena itu, seluruh sivitas akademika harus tetap bekerja keras agar mampu tumbuh maksimal sehingga Unesa dipandang perguruan tinggi dalam dan luar negeri.(SURYO)
Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
|
11
LAPORAN UTAMA
Setengah Abad, Makin Bermartabat
P
rof. Dr. Bambang Suratman, Dekan Fakultas Ekonomi (FE) berpendapat bahwa Unesa yang sudah berumur setengah abad sudah sepantasnya menjadi univer sitas bermartabat meskipun banyak yang perlu di benahi lagi. Dengan motto Growing with Character, Unesa di harapkan mampu mempersiapkan SDM berkualitas. Caranya, meng-upgrade pendidikan dosen dan alumni berprestasi me lalui skema beasiswa studi lanjut di kampus-kampus luar ne geri yang memiliki reputasi. Sebagai Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang sejak 15 tahun silam mengonversi diri menjadi universitas, Prof. Bambang berharap Unesa mampu memba ngun budaya akademik diseluruh kalangan sivitas akademi ka. Baik dosen maupun mahasiswa, harus mampu saling ber komunikasi dan bekerja sama dengan baik sehingga mampu menghasilkan penelitian yang berkualitas dan mewujudkan jurnal ilmiah terakreditasi di Unesa. Fakultas Ekonomi (FE) menjadi bagian penting di Unesa. Fakultas yang berdiri pada tahun 2006 silam itu telah me norehkan berbagai prestasi. Di antaranya sebagai fakultas terbersih ketiga se-Kotamadya Surabaya sehingga men dapatkan kunjungan perkumpulan walikota se-Asia Pasifik. Prof. Suratman menambahkan, FE yang masih berumur 8 tahun akan senantiasa melakukan terobosan agar Une sa semakin bermartabat. Tahun depan, Prof Bambang me nargetkan dapat membuka prodi Ilmu Ekonomi (Studi Pem bangunan). Selain itu, program studi S3 Pendidikan Ekonomi akan segera diajukan. “Saya berharap Unesa mampu melakukan kemitraan dan riset terapan yang bersifat inovatif serta dapat didesiminisikan ke dunia usaha dan industri.Dengan begitu, kemartabatan Unesa akan semakin kuat,” ungkapnya.(KHUSNUL/SURYO)
12 |
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
Perlu Jurnal Ilmiah Terakreditasi
A
chmad Kausar, S.E., M.M , dosen muda Fakultas Eko nomi (FE) mengatakan bahwa Unesa merupakan universitas yang paling bermartabat karena men ce tak guru-guru profesional yang unggul dan berkualitas. Menurutnya, Unesa yang berumur setengah abad ini sudah mampu menjadi universitas yang unggul da lam pendidikan, dan kukuh dalam keilmuan. Dosen Manajemen kelahiran Surabaya, 15 Desember 1989 ini mengaku bahwa dia merasakan benar perubahan yang terjadi di Unesa..Menurutnya, Unesa terus menjelma menjadi kampus yang berperadaban.Tak hanya mengusung moderni tas, tapi juga meneguhkan visi bersahabat. Meskipun Unesa sudah berbenah, namun masih banyak aspek yang perlu ditingkatkan lagi. Menurutnya, Unesa ha rus mampu mewujudkan jurnal ilmiah yang terakreditasi. Dengan manajemen dan pengarsipan yang baik, diharapkan semua penelitian dosen dan mahasiswa mampu tertampung dengan baik. Sehingga budaya akademik di Unesa mampu ditumbuh kembangkan. Dosen muda ini mengaku ingin turut serta ambil bagian dalam pembangunan di Unesa. Sehingga tak heran, dia le bih memilih Unesa sebagai tempat pengabdiannya.“ Saya mengajar disini sudah ada panggilan jiwa. Saya ingin kembali lagi ke Unesa. Menuangkan semua ide-ide saya di kampus ha laman,” tutur Achmad Kausar , S.E., M.M. (KHUSNUL/EMIR)
LAPORAN UTAMA
Kembangkan Layanan Berharap S3 Ilmu Web Cybercounseling Pendidikan Segera Buka
F
akultas Ilmu Pendidikan (FIP), tidak mau berdiam diri dalam meningkatkan iklim akademik. Berbagai upa ya Selain mulai dari melakukan sertifikasi ISO, me ningkatkan kerja sama dengan universitas dalam dan luar negeri dalam bentuk pertukaran mahasiswa, serta pe ningkatan kompetensi dosen maupun lulusan dengan me ngutamakan fasilitas dan pelayanan. Selain upaya di atas,sejak tahun 2012,FIP telah memberikan pelayanan konseling kepada mahasiswa sebagai salah satu usaha memperbaiki kondisi psikis mahasiswa agar tercipta kenyamanan dalam belajar dan berdampak pada kualitas produk yang dihasilkan (karya/lulusan).Pelayanan konseling tersebut bernama Web Cybercounseling. Menurut dosen FIP, Wiryo Nuryono, Web Cybercounseling merupakan sarana bertemu bagi mahasiswa yang memiliki masalah dan membutuhkan solusi dari masalahnya, atau se kadar berbagi cerita mengenai kehidupan pribadi maupun kehidupan kampus dengan konselor atau dosen. Masalah tersebut bisa didiskusikan melaluionline, bisa juga dengan membuat janji bertemu konselor langsung. Namun, karena kendala waktu, diskusi melalui online kerap menjadi pilihan. Ia membayangkan akan ada videocall dan chating yang tidak kalah dengan media sosial. “Jadi, di zaman digital ini tidak ada lagi kendala waktu dan tempat untuk berkomunikasi,” tuturnya. (MUTYA)
D
rs. Moh. Nur Salim, M.Si mengakui bergantinya nama IKIP Surabaya menjadi Universitas Negeri Surabaya, berpengaruh pada kemajuan dan perkembangan fasilitas. Saat ini, Unesa semakin dikenal setelah suk ses melakukan gebrakan pembangunan gedung perkuliahan dan fasilitas penunjang lain. Meskipun lulusan Unesa sebagian besar menjadi peng ajar, kata Nur Salim, tidak sedikit yang berhasil menjadi peng usaha. Hal ini tentu berdampak pada minat masyarakat untuk menuntut ilmu di Unesa karena cakupan lulusan Unesa men jadi semakin luas. ”Dulu mahasiswa IKIP Surabaya berjumlah ratusan, sedangkan sekarang jumlah mahasiswa Unesa men capai lebih dari 30.000,” ujar Moh.Nur Salim bangga. Pembantu Dekan III FIP itu menjelaskan, berbagai upaya telah dilakukan Unesa untuk memperbaiki kualitas dosen maupun mahasiswa. Tentu, Setiap fakultas memiliki cara sen diri untuk memperbaiki diri, termasuk FIP. Salah satu cara yang dilakukan FIP adalah melaksanakan penelitian yang bekerja sama dengan universitas luar negeri. Kerja sama itu bertujuan membuka cakrawala mengenai ilmu yang tidak di diskusikan di dalam kelas, yang tentunya bermanfaat dalam pembangunan dan peningkatan kinerja Unesa. Nur Salim berharap, pengajuan program pasca sarjana S3 Ilmu Pendidikan segera bisa ditindaklanjuti sebagai hadiah Unesa di usianya yang ke- 50 tahun.Sementara ini, lanjut Nur Salim, ada dua jurusan program pasca sarjana di FIP, yaitu Tek nologi Pendidikan dan Manajemen Pendidikan.“Dengan dit ambah jurusan Ilmu Pendidikan, kami berharap bisa menjaga dan memelihara ilmu agar Unesa semakin maju dan berkem bang,” pungkasnya. (MUTYA)
Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
|
13
LAPORAN UTAMA
apa kata mereka
tentang 50 tahun Unesa Muhammad Dyni Rosadi, Mahasiswa FBS
Siti Maisaroh, Mahasiswa FE
UNESA sudah mengalami pe ning katan. Gedung-gedung banyak diba ngun. Hanya, perawatannya masih minim dan perlu ditingkatkan. Me nu rut saya, yang perlu diperbaiki di Unesa adalah lingkungan yang masih kurang tertata, penggunaan lab yang terbatas untuk mahasiswa, dan jalan yang bolong terutama di Kampus Lidah Wetan. Saya berharap agar proyek-proyek Unesa segera selesai dan berjalan lancar. (DANANG)
SAYA bangga bisa menjadi mahasiswa Unesa dan bisa menempa ilmu menjadi seorang guru profesional. Menurut saya Unesa sudah bermartabat ka rena mampu melahirkanr ribuan pendidik berkualitas unggul. Meski pun begitu, masih banyak hal yang harus diperbaiki. Saya harap birokrasi Unesa lebih baik dan transparan. Bisa memberikan mahasiswa beasiswa ke luar negeri dan memperbaiki fasilitas. (KHUSNUL)
Perlu Perbaikan & Perawatan Fasilitas
Debi Agus Santosa, Mahasiswa FIP
Ingat Pendidikan, Ingat Unesa SAYA bangga dan bersemangat dalam menuntut ilmu di Unesa. Saya setuju jika dikatakan Unesa lebih bermartabat di usia 50 tahun dengan berbagai keunggulan dan fasilitas yang sudah memadai. Saya berharap Unesa semakin maju jaya dan lebih memperhatikan fasilitas serta kualitas dosen maupun mahasiswa dalam mendidik calon pendidik yang profesional dan berakhlak mulia. Unesa adalah kampus pendidik yang unggul. Karena itu, jika ingat pendidikan, ya ingat Unesa. (mutya). (MUTYA)
Bangga Kemartabatan Unesa
Dinni Rahma Oktaviani, Mahasiswa FMIPA
Unesa Masih Perlu Perbaikan MENURUT saya, melalui momentum Dies Natalis ke-50, Unesa harus mem per baiki sistem, infrastruktur dan prasarana. Merujuk pada tema Dies Natalis: ‘50 Tahun UNESA Kian Ber martabat’, saya berpendapat masih belum sesuai dengan kondisi yang ada karena masih banyak sarana di ruang kelas yang belum memenuhi standar seperti kursi, LCD, proyektor bahkan sinyal wifi di FMIPA masih perlu diperbaiki. Selain itu, masih banyak dosen pengajar yang tidak menguasai bidang yang diajarkan. Hal ini tentu akan menghambat proses perkuliahan. (SURYO)
Anis Bahagiatin, Mahasiswa FIS
Hendrik Setio Hadi, Mahasiswa FT
MENURUT saya, Unesa yang kini genap berusia 50 tahun telah menjelma menjadi kampus yang cukup disegani. Berbagai fasilitas semakin dilengkapi dengan berbagai bangunan gedung dan sarana prasarana penunjang. Di jurusan PPKN, misalnya, sudah semakin baik fasilitas dan sarana prasarananya seperti tersedianya LCD , AC dan akses wifi. Saya berharap, ke depan sarana dan prasarana kuli ah semakin ditingkatkan lagi dan mahasiswa semakin aktif dan kri tis dalam perkuliahan. Selain itu, saya berharap Unesa bisa masuk peringkat besar nasional. (ahmad sandi). (FITRO KURNIADI)
MELAKUKAN revolusi Dulu, waktu kali pertama menjadi mahasiswa baru, saya beranggapan Unesa masih tertinggal jauh dengan Universitas lain. Tetapi, lambat laun saya melihat kemajuan Unesa sudah tidak diragukan lagi baik dari segi fasilitas dan SDM dosen dan mahasiswa. Saya berpendapat, kepopuleran Unesa sekarang sudah mulai bersaing dengan universitas lain. Apalagi, saat ini guru menjadi primadona, terutama sejak adanya PPG. Di daerah saya yang menayakan Unesa samgat banyak. Hal ini tentu menunjukkan eksistensi Unesa mulai meningkat dan banyak yang berminat menjadi guru. (UMI HABIBAH)
Bisa Masuk Peringkat Nasional
14 |
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
Unesa Makin Diminati dan Terdepan
SEPUTAR UNESA
Menelusuri Laboratorium Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Andalan FIP
Memiliki Ruang Diklat Khusus Super Lengkap Fakultas Ilmu Pendidikan yang kerap menjadi daya tarik calon mahasiswa, terutama program PGSD, ternyata juga memiliki laboratorium andalan yang tak kalah menawannya. Laboratorium itu adalah Laboratorium Pendidikan Luar Sekolah. Seperti apa kondisi dan kelengkapan peralatannya? Berikut penelusuran reporter humas Unesa, Rudi Umar Susanto.
D
ari luar, gedung 02 berlantai tiga itu tampak besar dan ko koh. Sebagaimana gedung-ge dung fakultas lain, gedung O2 Fakultas Ilmu Pendidikan memang tidak ada bedanya. Barangkali, perbedaan yang cukup menonjol ada pada tulisan-tu li san motivasi yang dipasang di dinding gedung. Melangkah lebih jauh, di samping kanan, ada sebuah ruangan bertuliskan Laboratorium Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Dari luar, laboratorium PLS seperti ruang biasa. Tetapi, saat masuk ke dalam laboratorium, ternyata bukan ruangan biasa karena di dalam ada tumpukan buku referensi, buku-buku nonfiksi, bahkan ra tusan hasil skripsi mahasiswa. Tidak hanya itu, ada dua hal lagi yang membuat ruangan itu berbeda. Pertama, di ruangan itu ada Kantin Kejujuran. Para ma hasiswa dapat mengambil makanan yang ingin dibeli, sedangkan untuk pem ba yarannya mahasiswa menaruh uang tersebut ke dalam tempatnya. Yang kedua, di ruangan tersebut ada ruang kelas untuk diklat multimedia. Di ruang diklat mul timedia tersebut, terdapat puluhan kursi yang ditata membetuk letter U sehingga posisi para peserta pelatihan dik lat terfokus pada trainer yang sedang mem berikan materi. Kelas tersebut, dikhusus kan bagi mahasiswa Pendidikan Luar Se kolah yang akan melakukan Program Pe ngalaman Lapangan I (PPL I). Menurutkajur PLS, Heryanto Susilo, M.Pd, Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
me miliki 2 laboratorium. Pertama la bo ratorium indoor yang beradadi kampus dan laboratorium outdoor yang berada di masyarakat. Untuk laboratorium di kam pus, difungsikan sebagai laboratorium by activity. Semisal ketika dosen atau mahasiwa akan mengadakan diklat, ada ruang khusus diklat yang multifungsi ka rena dapat digunakan sebagai ruang ku liah dan juga bisa digunakan sebagai ru angan untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa maupun masyarakat melalui kerja sama. “Karena memiliki ruang khu sus itu, kami pernah melakukan kerja sa ma diklat dengan Dinas Pendidikan untuk para pengelola Pendidikan Non Formal, Pu sat Kegiatan Belajar Mengajar, Kejar Paket B/C,” tutur Heryanto. Secara struktural, laboratorium PLS dipimpin oleh kepala laboratorium, yakni Widodo, M.Pd. Sedangkan laboratorium yang ada di luar kampus, me ru pakan program kemitraan dengan meng gandeng kecamatan Sambikerep yang berada di sebelah utara Citraland, khusus nya di Kelurahan Made dan Kelurahan Be ringin. “Yang menaungi adalah mataku liah pengelolaan labsite,” jelasnya. Buku Kontribusi Alumni Terkait laboratorium PLS yang ada di kam pus, Heryanto menjelaskan bahwa la boratorium tersebut memiliki dua ru angan, yaitu ruang baca dan ruang diklat. Buku-buku yang ada di ruang baca, meru pakan kontribusi alumni. Ada kebijakan
bagi PLS yang akan lulus, diwajibkan me nyumbangkan 2 buku. “Selain dari alumni, buku tersebut juga dialokasikan dari dana BPKP,” ujar dosen kelahiran Cirebon, 13 Mei 1981 itu. Informasi yang dihimpun reporter Hu mas, aktivitas di laboratorium tersebut ter bilang padat dan didatangi tidak saja dari internal Unesa, tetapi juga dari luar Unesa yang melakukan studi banding. Bahkan, ada rombongan ibu-ibu PKK yang pernah mengunjungi laboratorium di ruangan PLS tersebut. Rombongan kampus yang pernah datang, di antaranya ada lah Universitas Palangkaraya. Mereka mem berikan apresiasi positif tentang konsep laboratorium PLS tersebut. Sementara itu, kepala laboratorium PLS, Widodo, M.Pd menambahkan, la boratorium PLS sangat membantu para mahasiswa yang memprogram mataku liah PPL. Di laboratorium tersebut, para mahasiswa diberikan pelatihan dan si mulasi langsung sebelum mereka praktel PPL di lapangan. Widodo menjelaskan, PPL jurusan Pendidikan Luar sekolah, ber beda dengan PPL jurusan pendidikan for mal. PLS memiliki kurikulum yang sudah diselaraskan dengan tujuan jurusan PLS di seluruh Indonesia. Untuk ruang dik lat, didesain dengan berbagai fungsi se hingga dapat dimanfaatkan sebagai Lem baga Kursus dan Pelatihan (LKP). “Efek dari fungsi tersebut , mahasiswa bisa faham dunia luar,” pungkasnya. (RUDI)
Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
| 15
SEPUTAR UNESA Lomba Miniatur
Jembatan Berbahan Stik Es Krim
H
impunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Teknik Sipil Unesa mengadakan lomba desain jembatan menggunakan stick es krim dengan tema “Implementasi Jembatan Deck Truss yang kokoh dan efesien”. Lomba yang diikuti mahasiswa Teknik Sipil Unesa dari berbagai angkatan itu dilaksanakan pada Sabtu (6/12/2014). Ada 42 orang peserta atau 9 tim yang mengikuti perlombaan itu. Setiap tim dalam perlombaan itu hanya boleh menggunakan peralatan yang disediakan panitia. Sementara mengenai model, harus sesuai dengan tema yang telah ditentukan, Deck Truss. Pada tahap awal, penilaian difokuskan pada tiga aspek yaitu estetika, teknis, dan kekuatan jembatan.Tahap selanjutnya, peserta harus mempresentasikan hasil karnyanya di hadapan juri pada Jumat (5/12/2014) di ruang A4.02.09. Semua hasil karya peserta, miniatur jembatan, akan dipamerkan pada acara pameran yang diadakan dalam rangka menyambut Dies Natalis ke-50 Unesa pada Minggu (7/12/2014) di Gedung Program Pengembangan Profesi Guru (PPPG). Perlombaan yang bertujuan mendorong mahasiswa agar memiliki banyak ide (inovatif), berwawasan ilmu pengetahuan (knowladge), dan memiliki mental yang kokoh (strength)
D-3 AN Unesa
Gelar Bazar Kewirausahaan
P
rogram Pendidikan D-3 Administrasi Negara (AN) Unesa menggelar bazar kewirausahaan, Rabu (3/12/2014). Kegiatan tersebut merupakan tugas akhir (TA) mata kuliah entrepreneurship bagi mahasiswa semester lima. Ada dua belas stand yang disediakan oleh panitia untuk menampung produk-produk mahasiswa. “Beberapa stand juga ditempati oleh mahasiswa dari prodi dan jurusan lain, seperti dari Fakultas Bahasa dan Sastra,” papar Ketua Pelaksana Mufidh. Adapun tema yang diangkat dalam acara yang dimulai pukul 7.00—16.00 WIB itu adalah “Satu Wajah Seribu Warna”. Menurut Mufidh, tema itu diangkat untuk menunjukkan bahwa mahasiswa AN terdiri dari karakter, kreativitas, dan asal yang berbeda-beda. “Tapi, mereka berasal dari satu prodi, yaitu AN,” tambahnya. Selain itu, Mufidh juga menjelaskan, yang hadir dan mengisi acara bazar tersebut tidak hanya dari Prodi D-3 AN. Ada pula yang berasal dari fakultas lain, misalnya dari Fakultas Ekonomi, FBS, FIP, dan lain-lain. Bahkan beberapa mahasiswa berkoalisi dengan mahasiswa dari perguruan tinggi lain, seperti Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Surabaya dan beberapa perguruan tinggi lainnya untuk mengisi acara.(UMI)
itu, hasilnya dinilai sangat mengagumkan.”Ada yang dapat menahan beban sampai 200 kg walau hanya dari stick es krim,” ungkap Ketua Pelaksana Muhammad Dzikry. Oleh karena itu, Dzikry berharap agar tahun depan kegiatan itu lebih baik lagi. (EMIR)
Temu Alumni
Lokakarya Jurusan Matematika
J
Jurusan Matematika Unesa menggelar Math Expo 2014 di salah satu mall di Surabaya, Sabtu dan Minggu (6—7/12/2014). Acara tersebut terdiri dari dua jenis kegiatan, yaitu pameran dan lokakarya yang berhubungan dengan matematika. Misalnya, klinik pendidikan, pameran buku hasil karya dosen, hasil riset dosen, batik corner, dan temu alumni matematika. Selain itu, juga dilaksanakan talk show tentang P4MRI dengan pemateri Prof. Dr. Siti M Amin M.Pd. dan talk show tentang kurikulum 2013 yang disampaikan oleh Dr. Tatag Eko Yuli S., M.Pd. Math Expo itu sebenarnya juga menjadi ajang bagi para alumni Jurusan Matematika untuk bisa melakukan reuni. Para alumni turut menjaring dan memberikan informasi kepada mahasiswa matematika, khusunya tentang pekerjaan dan profesi mereka saat ini.Salah satu alumni yang dinilai telah sukses adalah Erik Valentino.Mahasiswa angkatan 2006 itu sedang memangku jabatan sebagai Kepala Prodi pendidikan Matematika di salah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya. Erik mengungkapkan apresiasinya terhadap acara Math Expo itu karena dapat menjadi wadah berkumpul dan mendata para alumni.”Hal ini sangat bermanfaat bagi angkatan muda untuk bisa mencari informasi dari para alumninya,” ungkapnya. (SURYO)
16 |
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
SEPUTAR UNESA Mahasiswa Pascasarjana
Lokakarya Jurusan Matematika
P
enjurian Photography oleh Yuyung Abdi (fotografer senior Jawa Pos) dan Suesuwit April (fotografer pendiri Rumah Edukasi Photography) di Gedung F4 Humas Unesa pada Rabu (10/12/14). Ini merupakan sesi yang ditunggu oleh para peserta Photography Competition yang berjumlah 80 orang. Banyak peserta yang datang bergantian untuk menyaksikan se cara langsung sistem penjurian. Lima pemenang berhasil dipilih oleh juri. Mereka adalah Rudis Andike dari Pascasarjana Unesa berhasil menjadi Juara I dengan foto berjudul Melangkah Maju. Juara kedua, diraih Tau fiqurrohman dari Pascasarjana Unesa dengan foto berjudul Rela Antre dengan Pak Polisi Demi Kupon Rp 2500. Juara III diraih Rahmad Lukman Hakim dengan foto berjudul Happy Family. Juara harapan I diraih Tutut Setiawandari dengan foto berjudul Lautan Raga Berjoget Dangdut Unesa. Dan, Juara Harapan II atas nama Aswin dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida). Juri berpendapat bahwa secara umum materi yang masuk ada yang menggambarkan tentang masa, interaksi, ekspresi, identitas simbolis, dan kegembiraan peserta dies natalis Unesa
namun kekurangannya terletak kegempitaan masanya, kurang menggambarkan hal yang bersifat ekspresif, le bih condong ruang kosong yang tidak perlu maupun area yang justru memperlemah foto masa. Ada 1 foto masa yang menggambar kan tentang crowd tetapi tidak ada aktivitas ekspresi dan eks presi yang menguatkan kegempitaan dies natalis itu. Mereka cen derung menggambarkan masa apa adanya dan bersifat pasif. Menurut para juri, juara I layak didapatkan oleh Rudis Andike ka rena dia bisa menggabungkan antara jumlah masa yang mengikuti gerak jalan dengan latar belakang simbol di mana tempat itu berada, yakni Universitas Negeri Surabaya.2 variabel digabungkan menjadi 1 dengan variabel aktivitas berjalan.Ke kurangannya hanya terletak pada teknik eksposure sehingga sejumlah daerah high light terlalu over exposure dan bidang kosong pada tanaman lebih besar daripada orangnya sendiri. Namun foto ini terpilih karena kekuatan masanya dan simbol penyelenggara. (UMI)
Seminar
Songsong Generasi Berencana Unesa
S
eminar UKM Kependudukan Unesa kem bali mengadakan acara ber topik “Penduduk.” Pada Sabtu (6/12/2014), UKM yang juga kepanjangan tangan dari Badan Ke pendudukan dan Keluarga Beren can Nasional (BKKBN) itu menye lengarakan seminar bertema “Me nyongsong Generasi Berancana Unesa.” Acara yang diikuti 110 ma ha siswa Unesa itu ber langsung di Gedung I6 dari pukul 08.00—12.00 WIB. Seminar kependudukan itu diawali sambutan dari Ketua UKM Kepen dudukan dan Pembantu Rektor III Unesa. Kemudian di lanjutkan de ngan materi Pengenalan Program Ge nerasi Berencana (GenRe) oleh Taufik Dar yanto, S.Psi., M.Sc., perwakilan dari BKKBN Jatim dan penyampaian materi dari Do sen Sosiologi Unesa, Ali Imron, S.Sos., M.A. tentang Pendewasa an Usia Perkawinan (PUP).
Angga Eko Purnomo, Ketua UKM Ke pendudukan mengatakan bahwa acara itu diadakan untuk mengenalkan ma hasiswa Unesa pada generasi berencana, supaya para calon sar jana memiliki pan dangan da lam merencanakan keluarga di ma sa depan. “Acara ini, memang se bagai perkenalan kepada ma ha siswa agar tahu tentang GenRe dan bagaimana tantangan di ke hi dupan mereka kelak,” ungkap mahasiswa Pendidikan Geografi itu. Hal serupa juga diutarakan oleh Pembina UKM yang baru berdiri satu tahun itu, Dra. Ita Mardiani Zain, M.Kes. “Be rapa jumlah mahasiswa Une sa? Kalau mereka tahu dan bisa menyosialisasikannya, itu bisa menjadi bentuk pengendalian pertumbuhan pen duduk,” terang dosen FIS Unesa itu. (DANANG)
Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
| 17
LENSA UNESA
Talk Show Literasi
D
alam rangka Dies Natalis ke-50 Unesa, diselenggarakan Talk Show Literasi bertema “Gerakan Literasi Pendidikan Menuju Indonesia Maju”, Sabtu (13/12/2014). Acara yang dihelat di gedung Wiyata Mandala, P3G Unesa Kampus Lidah Wetan itu, dihadiri oleh mahasiswa, dosen, serta para praktisi literasi dari Surabaya dan Jawa Timur. Sebagai pembicara hadir antara lain Prof. Budi Darma, Arini Pakistyaningsih, SH, MM (Kepala Baperpus Kota Suraba ya), dan Nur Wahid (Pemred Jawa Pos). Sementara sebagai moderator adalah Drs. Much Khoiri, M.Si dari Jurusan Bahasa Inggris FBS Unesa. Turut hadir di tengah acara antara lain, rektor Unesa Prof. Warsono yang sekaligus membuka acara. Hadir juga Prof. Djodjok Soepardjo (PR IV), Dr. Yuni Sri Rahayu (PR I), Prof. Luthfiyah Nurlaela (selaku ketua panitia Talk Show), Dukut Imam Widodo (penulis buku Soerabaya Tempo Doeloe), dan masih banyak lagi yang lainnya . (AROHMAN)
18 |
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
LENSA UNESA
Gelar Karya BUSANA Mahasiswa D3 Busana Unesa unjuk kebolehan dengan menampilkan karya spektakulernya berupa desain busana pengantin tradisional modifikasi. Acara ini berlangsung di City of Tomorrow (Cito) Surabaya, pada Jumat (5/12/2014). Sebanyak 13 mahasiswa masingmasing menampilkan sepasang desain pengantin yang sangat menawan. (AROHMAN)
Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
| 19
KOLOM REKTOR
USIA 50 TAHUN UNESA Dari segi waktu, 50 tahun bagi suatu perguruan tinggi masih tergolong sangat muda, dalam arti belum cukup waktu untuk berbuat banyak. Dari sisi sarana prasarana yang dimiliki, Unesa masih banyak kekurangan. Kita masih membutuhkann banyak sarana prasarana untuk mendukung tugas pokok melaksanakann dharma pendidikan.
U
Usia 50 tahun bagi manusia mung kin sudah merupakan usia dewasa, bahkan sudah menjelang tua. Pa ling tidak dengan usia 50 tahun untuk manusia tidak lagi masuk kategori remaja, apalagi anak-anak. Mengapa ini pen ting, karena ada perbedaan orientasi antara anak-anaak, dewasa, dan orang tua. Bagi anak-anak orientasi hidupnya adalah masa kini. Mereka belum bisa berpikir masa depan dan belum memiliki masa lalu. Oleh karena itu yang dipikirkan adalah hari ini. Anak-anak juga belum berorientassi ke masa depan, karena masa depan adalah su atu yang abstrak, belum nyata, tidak bisa di lihat. Hal ini sejalan dengan psikologi anak yang masih empirik, belum mampu meng abstraksi, sehingga pola pikirnya juga ber sifat induktif. Mereka akan melihat apa yang dilakukan dan dimiliki oleh teman-temannya. Temannya melakukan apa dia akan ikut me lakukan seperti yang dilakukan temannya. Temannya memiliki apa dia akan meminta kepada orang tuanya untuk dibelikan se suatu seperti yang dimiliki temannya. Kalau orang tuanya tidak bisa memenuhi permin ta annya dia akan “merebut” barang milik temannya. Secara sosiologis anak-anak masih egois, belum memiliki kesadaran sosial. Dia hanya memikirkan dirinya sendiri, tanpa penduli kepada orang lain, tetapi keinginan meniru sangat tinggi. Sikap egois dan keinginan me niru inilah yang menyebabkan anak banyak permintaan kepada orang tua, tanpa berpikir bagaimana mencari uang untuk memenuhi per mintaan tersebut. Orientasi ke-kini-an
20 |
itulah yang menonjol pada diri anak-anak, sebagai akibat dari sikap egois dan belum mampu mengabstraksikan sesuatu. Orang tua adalah orang yang sudah ba nyak menghabiskan waktu, paling tidak su dah menjalani hidup yang lama. Dia sudah banyak “berbuat”, terlepas apakah yang me reka perbuat itu untuk kepentingan masya rakat, bangsa, dan Negara; atau apa yang mereka perbuat hanya untuk kepentingan nya sendiri. Apa yang telah mereka perbuat itulah “prestasi” yang telah dicapai. Bahkan dia akan sulit menyaingi “prestasi” yang te lah dibuat sebelumnya, karena dengan usia yang semakin tua, tentu akan menjadi ke ndala dalam berbuat. Oleh karena itu, biasa nya orang tua akan berorientasi ke masa lalu. Orang tua akan cenderung membangga kan apa yang telah dilakukan, meskipun hal itu hanya cocok untuk zamannya. Bisa jadi apa yang dilakukan pada masanya memang baik, tetapi mungkin sudah tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini. Sementara, dimensi waktu akan terus berjalan mengikuti logika waktu, yaitu masa lalu - masa kini – masa de pan. Masa lalu adalah kenangan, masa kini ada lah kenyataan, dan masa depan ada lah harapan. Apa yang kita alami adalah masa kini, meskipun masa kini sebenarnya juga tidak bisa lepas dari masa lalu. Dalam hukum kausalitas berlaku prinsip bahwa apa yang kita lakukan saat ini, cepat atau lambat, langsung atau tidak langsung akan berdampak (sedikit yakin menentukan) masa yang yang akan datang. Masa dan masa datang pun pada gilirannya akan menjadi masa kini, pa da masa kini, akhirnya akan menjadi masa lalu.
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
Oleh Prof. Warsono Sedangkan orang dewasa (usia remaja) adalah orang yang memiliki masa depan. Da ri sisi waktu, orang dewasa masih memiliki wak tu yang cukup lama, dan sekaligus memiliki peluang untuk berbuat. Dari sisi perbuatan, remaja juga belum banyak me lakukan sesuatu. Oleh karena itu, ada pameo bahwa masa depan adalah milik para remaja atau generasi muda. Mereka harus meng konstruk masa depannya dan mengisi de ngan perbuatan nyata. Jika para remaja tidak me miliki konstruk masa depan (cita-cita), maka mereka akan mengalami kehampaan dalam hidupnya. Namun demikian, sehebat apapun konstruk masa depannya atau se tinggi apapun cita-citanya, kalau tidak diser tai dengan perbuatan nyata, maka akan ting gal menjadi mimpi. Ini berarti, esensi orang mu da (remaja) adalah berkarya (berbuat) untuk membangun masa depan. Dalam konteks berkarya untuk mewujud kan masa depan perlu dibuat perencanaan yang matang. Untuk bisa membuat peren ca naan yang baik, diperlukan data yang akurat dan analisis yang cerdas. Perbuatan tanpa perencanaan tidak akan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (ci ta-cita). Namun perencanaan tanpa data yang akurat dan analisis yang cerdas, juga bukan perencanaan yang baik. Oleh karena itu, yang harus dilakukan oleh orang muda adalah membangun konstruk masa depan, merencanakan langkah-lanngkah dan ber tindak secara cerdas. Tentu Unesa sebagai lembaga pendidikan tinggi tidak bisa disamakan dengan manusia, mes kipun keberadaan suatu perguruan
KOLOM REKTOR ting gi tidak bisa dilepaskan dari sumber da ya manusianya. Unesa boleh menjadi a nak-anak, tetapi tidak boleh menjadi “orang tua”. Masa kanak-kanak harus terus ditumbuhkembangkan menjadi dewasa, se jalan dengan perkembangan waktu, tetapi ha rus dipertahankan agar tidak menjadi “orang tua”. Usia boleh tua (lama), tetapi se mangat harus tetap muda dan bersikap se cara dewasa. Dari segi waktu, 50 tahun bagi suatu per guruan tinggi masih tergolong sangat muda, dalam arti belum cukup waktu untuk berbuat ba nyak. Dari sisi sarana prasarana yang dimiliki, Unesa masih banyak kekurangan. Kita masih membutuhkann banyak sarana prasarana untuk mendukung tugas pokok me laksanakann dharma pendidikan. Kita masih membutuhkan sarana prasarana pe ngajaran, seperti laboratorium, ruang kelas, perangkat pembelajaran, buku-buku, jurnal ilmiah dan perangkat software yang bisa menjalankan sistem pengajaran yang ba gus. Dari sisi sumber daya manusia, kita ma sih membutuhkan tenaga guru besar, dan doktor, yang akan menopang dharma pene litian dan sekaligus dharmapendidikan. Di lihat dari sumber daya manusia, dosen yang bergelar profesor masih sangat sedikit, baru ada sekitar 5 persen dari jumlah dosen. Be gitu juga dosen yang bergelar doktor juga masih harus ditingkatkan jumlahnya. Sampai saat ini jumlah dosen Unesa yang bergelar doktor baru sekitar 25 persen. Dari segi dharma pengabdian, Unesa ju ga belum memiliki banyak hasil-hasil pe ne litian yang bisa diaplikasikan sebagai wu jud dari dharma pengabdian kepada ma syarakat. Sebagai lembaga pendidikan tinggi dan sebagai masyarakat ilmiah, tentu kita tidak boleh terus berada pada masa kanak-kanak, yang bersikap egois dan ber orientasi pada masa kini. Untuk harus tum buh menjadi dewasa, yang memiliki mim pi-mimpi untuk ikut berperan dalam pem bangunan nasional dan memajukan bang sa. Sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), Unesa memiliki tugas un tuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai LPTK Une sa harus mampu menghasilkan guru-guru yang kreatif, inovatif, dan berakhlak mulia, dan seorang pembelajar. Guru-guru yang seperti itulaha yang akan mampu mencer daskan kehidupan para muridnya. Guru-gu ru yang kreatif, inovatif, berakhlak mulia dan pem belajar yang menjalankan fungsi ing
ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Meskipun philosophy ing ngarso sung tu lodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani, sebenarnya merupakan konsep kepemimpinan, tetapi bisa juga diterapkan dalam pendidikan. Seorang guru juga harus bisa menjalankan kepemimpinan sebagai mana yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewan tara. Guru juga harus mempu menjadi te ladan bagi murid-muridnya (ing ngarso sung tulodo). Guru juga harus mampu membim bing, melatih dan mendampingi, serta mem
“
Hal yang harus segera dibenahi untuk me wujudkan tugas dan peran Unesa adalah membangun budaya akademis, bu daya yang disemangati oleh semangat pengab dian dan keilmuan. beri inspirasi kepada para murid-muridnya (ing madyo mangun karso). Dan guru juga harus mampu mendorong dan memotivasi murid-muridnya untuk menggapai cita-cita setinggi langit (tut wuri handayani). Dan guru yang demikian itu, tidak akan terpengaruh dengan perubahan kurikulum. Kurikulum apapun dia akan siap melaksanakan dengan baik. Dalam 50 tahun perjalanan Unesa, masih banyak yang harus dibenahi dan dilakukan, agar menjadi perguruan tinggi dewasa yang mam pu berkarya, menghasilkan lulusan yang siap bersaing dalam masyarakat glo bal, dan karya-karya ilmiah yang menjadi ru jukan masyarakat ilmiah di dunia. Memang cita-cita tersebut, mungkin bak mimpi di siang bolong, atau kalau bahasa Suroboyoan cecak nguntal blak, tetapi paling tidak kita masih memiliki mimpi atau cita-cita. Cita-cita itulah yang akan memberi semangat kita untuk menjalankan kehidupan (kehidupan kampus) Unesa tercinta. Hal yang harus segera dibenahi untuk
mewujudkan tugas dan peran Unesa ada lah membangun budaya akademis, budaya yang disemangati oleh semangat pengabdi an dan keilmuan. Budaya akademis ini ber kaitan dengan kuantitas dan kualitas SDM, terutama adalah kualitass. Dari segi kuantitas saja, kita masih sangat kekurangan dosen yang bergelar doktor dan profesor. Dari sisi kualitas SDM, yang diukur dari jumlah dan kualitas hasil-hasil penelitian masih perlu ditingkatkan. Budaya akademik inilah yang akan menjadi ciri dari kampus sebagai ma sya rakat akademis, Dan budaya akademis inilah yang akan menjadi roh dari suatu per guruan tinggi. Perguruan tinggi akan hidup dan bermakna serta bermartabat jika memi liki budaya akademis yang baik. Pembangunan budaya akademik di Unesa te lah diawali dengan gerakan bu daya literasi. Melalui gerakan literasi telah melahirkan banyak tulisan yang ditulis oleh para dosen dan mahasiswa termasuk pe serta program Sarjana Mendidik di daerah terdepan Terluar, dan Tertinggal (SM3T). Tulisan-tulisan tersebut kemudian dikum pulkan dan diterbitkan dalam bentuk buku. Meskipun buku-buku tersebut masih bersifat “ethnografi” dan ada sebagian yang lain adalah opini, paling tidak sudah merupakan awal yang baik. Semoga gerakan budaya li terasi yang dimulai setelah Unesa berusia 50 tahun ini akan menjadi awal tumbuhnya bu daya akademis di Unesa. Oleh karena itu, rasanya tidak berlebihan apa yang pernah dikatakan oleh Pak Much las dalam memorinya, ketika mengakiri jaba tannya sebagai rektor: mohon maaf masih compang camping. Ini berarti dalam usia yang ke-50 tahun ini Unesa masih ha rus banyak berbuat, meskipun juga telah ba nyak hal yang dilakukan. Berbuat untuk mewujudkan tugas dan peran sebagai per guruan tinggi dan sekaligus sebagai LPTK. Unesa harus merumuskan konstruk Unesa ke depan dan meningkatkan kualitas SDM, khususnya para dosen. 50 tahun bagi suatu per guruan tinggi merupakan waktu yang masih jauh dari cukup untuk membuat per guruan tinggi menjadi “dewasa”. Meskipun demikian, kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas harus dilakukan oleh seluruh civitas Unesa, jika ingin menuju perguruan tinggi yang ungul (excellence) seperti visi yang te lah dicanangkan yaitu unggul dalam pendi dikan dan kokoh dalam keilmuan. Selamat berulang tahun ke-50, semoga Unesa tetap jaya. n
Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
| 21
INSPIRASI ALUMNI
Drs. H. Sutijono, M.M, Rektor IKIP PGRI Adi Buana Surabaya
GAGAL JADI MANTRI, SUKSES PIMPIN KAMPUS Drs. H. Sutijono, M.M. merupakan salah satu alumni IKIP Surabaya yang mampu membawa nama baik almamater. Alumni program Sarjana Muda IKIP Surabaya dan program doktoral tingkat sar jana sekarang strata satu/S-1) IKIP Surabaya itu sukses meniti karier hingga menjadi rektor IKIP Adibuana Surabaya.
S
utijono lahir pada 10 Mei 1947. Do sen yang akrab dipanggil Pak Tio itu menghabiskan ma sa kecilnya di kampung ha lamannya, Blora. Pendidikan dasar hingga menengah ia jalani di tempat kelahirannya. Tio lulus dari SR Negeri 4 Blora tahun 1960, lulus dari SMP Negeri 1 Blora pada tahun 1963, dan SPG Nege ri Blora pada tahun 1967. Tio memiliki dua cita-cita sewaktu kecil. Pertama, ia ingin menjadi Mantri Kehutanan. Cita-cita itu, terinspirasi dari lingkungan rumahnya yang berdekatan dengan hutan jati dan kakaknya yang menjadi Mantri Kehutanan. Kedua, Tio ingin menjadi tentara karena ba pak nya merupakan seorang polisi yang telah berjuang dalam tiga masa; masa penjajahan Belanda, Jepang, dan Re publik Indonesia. Tetapi, takdir mengantarkan Tio ke jalan yang berbeda. Meskipun pernah
22 |
i ngin menjadi Mantri Kehutanan dan tentara, namun ketika melanjutkan studi ke perguruan tinggi, ia lebih memilih Ju rusan Bimbingan Penyuluhan atau Guidance Conselling (sekarang Bimbing an Konseling/BK). Selama kuliah, selain aktif di perku liahan ia juga merupakan aktivias kam pus. Ia pernah menjadi Ketua Pengurus Mahasiswa Jurusan (sekarang Him punan Mahasiswa Jurusan) dan menjadi guru les privat. Kegemarannya dalam berorganisasi, mengantarkan Tio men du duki beberapa jabatan strategis di beberapa organisasi. Ia pernah menjadi pe ngurus Daerah PGRI Provinsi Jawa Ti mur (1999—2002), Pengurus Ikatan Sar jana Pendidikan Indonesia Jatim (1989—2014), Pengurus Daerah IPBI/ ABKIN Provinsi Jawa Timur (1992—se ka rang), Pengurus Besar IPBI/ABKIN (1999—2013), Ketua Asosiasi LPTK Swasta Indonesia Wilayah Jatim (2012—
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
se karang), Pengurus ABPPTSI Wilayah Jawa Timur (2013—sekarang), Pengurus APTISI Wilayah VII Jawa Timur (2011— sekarang), dan Ikatan Alumni Unesa (1989—2011). Bermula dari Tenaga Honorer Tio menempuh karier dari bawah. Ta hun 1972 hingga 1981, ia menjadi karyawan di IKIP PGRI Sarmidi Mangun sakoro. Pada tahun 1973 hingga 1975, Tio diterima sebagai tenaga honorer di IKIP Surabaya. Baru pada tahun 19751981, Tio diangkat sebagai karyawan di IKIP Surabaya. Selama menjadi kar ya wan itulah, Tio menyempatkan diri un tuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat sarjana, sehingga pada tahun 1982—2012, ia diangkat menjadi dosen PBB IKIP Surabaya. Karier Tio di IKIP Surabaya, kini Uni versitas Negeri Surabaya (Unesa) terus menanjak. Ia pernah menjadi sekretaris
INSPIRASI ALUMNI
REKTOR UNIPA: Drs. H. Sutijono, M.M di ruang kerjanya. Kini alumnus IKIP Surabaya ini Sukses memimpin Unipa. [DOK UNIPASBY}
Jurusan PBB IKIP Surabaya (1984— 1985), Ketua Jurusan PBB Unesa (1999— 2004), dan Pembantu Dekan FIP Unesa (2003—2006). Meski demikian, Tio tidak melepaskan jabatan di Universitas PGRI Surabaya. Pada tahun 1985-1990, Tio menjadi Asisten Bidang II IKIP PGRI Surabaya, Pembantu Rektor II Universitas PGRI Adi Buana Surabaya (1991—1999), Sekreta ris PPLP PT PGRI Surabaya (1999—2007), dan menjadi Rektor Universitas PGRI Adi Buana Surabaya (2006—sekarang). Tio baru konsen berkarir hanya di Universi tas PGRI Adi Buana setelah pensiun dari Unesa pada tahun 2012. Perintis Kader Bangsa Di Universitas PGRI Adi Buana Sura baya, Tio tidak hanya dikenal sebagai rektor melainkan juga dikenal sebagai salah satu perintis berdirinya perguruan ting gi tersebut. Bukan tanpa alasan,
sejak ide pendirian perguruan tinggi itu, bersama tujuh orang lainnya, Tio ikut aktif memberikan sumbangsih. “Saya hanya ikut para senior saja. Karena saya terus-menerus di sini maka akhirnya saya juga dimasukkan ke tim 8 orang perintis itu,” jelasnya. Ia menjelaskan, yang termasuk da lam tim 8 orang itu adalah empat orang berasal dari Unesa dan empat orang lagi berasal dari dinas pendidikan dan wali kota. Mereka adalah Pak Tio, Prof. Dr. H. Iskandar Wiryokusumo, M.Sc., Prof. Drs. H. Soelaiman Joesoef, M.M., H. A. Hudan Dardiri, Drs. H. Moch. Roosly, Drs.H. M. Ali Basjar M.Si., Drs. H. Matadjit, M.M., dan Drs. Masini Atmadji. Bersama delapan orang itulah, Tio berjuang untuk mendirikan perguruan tinggi pada tahun 1971. Semangat mendirikan perguruan tinggi itu dimo tivasi oleh kondisi para guru yang ada di Surabaya pada saat itu. “Unesa kan
perguruan tinggi negeri, banyak orang yang tidak bisa masuk ke sana. Oleh karena itu, kami bersemangat untuk me nampung orang-orang yang tidak bisa masuk ke sana. Motivasi kami ada lah bagaimana meminterkan para guru,” papar Tio. Semangat untuk memajukan guru dan mensarjanakan guru itulah yang akhirnya menjadi dasar utama pendirian Universitas PGRI Adi Buana Surabaya yang memiliki core g sama dengan Unesa, yaitu kependidikan. Core itu masih dipegang erat sampai sekarang meskipun seiring perkembangan ada beberapa program studi yang bukan kependidikan, misalnya program studi ekonomi murni, teknik, dan kebidanan. “Kami berusaha untuk mensarjanakan guru. Bahkan menurut Pak Joesoef waktu itu, kalau para guru di Surabaya ini sudah pada sarjana maka tujuan ini sudah selesai,” ujarnya.
Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
| 23
INSPIRASI ALUMNI Namun, ucapan Pak Joesoef itu ti dak bisa dianggap selesai karena pada ke nyataannya, perkembangan terus me laju dengan pesat. Sehingga mau tidak mau, Universitas PGRI Adi Buana Su rabaya harus melakukan beberapa upaya untuk ikut berkembang. Kalau pada awal berdirinya, tahun 1971 ma sih memiliki satu jurusan dan masih program Sarjana Muda maka pada ta hun 1985 dihapuslah program itu dan diganti dengan Sarjana atau Strata Satu (S-1). “Pada mulanya, Universitas PGRI Adi Buana hanya memiliki satu jurusan, ya itu Jurusan Pendidikan Umum (se ka rang Teknologi Pendidikan). Akan te tapi, lama-kelamaan Universitas PGRI Adi Buana terus mengadakan pe ngembangan hingga kemudian didiri kan program studi Matematika, Bahasa Indonesia, Bimbingan Konseling, PMP/ PKn, Fisika, dan hingga sekarang sudah ada 20 program studi,” paparnya. Kini, Universitas PGRI Adi Buana telah memiliki beberapa program studi yang ter bilang unik bagi perguruan tinggi swasta. Universitas PGRI Adi Buana memiliki program studi Pendidikan Ke sejahteraan Keluarga (PKK). Program stu di itu sama dengan yang dimiliki Unesa akan tetapi untuk perguruan tinggi swasta, hanya Universitas PGRI Adi Buana yang memilikinya. Semen tara untuk program studi yang diang gap berani adalah program studi Pe rencanaan Wilayah dan Kota atau Pla nologi. Program studi ini dimiliki oleh Universitas Gajah Mada (UGM) tapi tidak dimiliki oleh Unesa. Tio mengisahkan, saat baru berdiri, Universitas PGRI Adi Buana hanya me mi liki enam puluh mahasiswa. Enam pu luh mahasiswa angkatan pertama itu dibagi menjadi dua kelas. Satu ke las ditempatkan di SD Trunojoyo dan satu kelas yang lain ditempatkan di SD Sulung. Menurut Tio, perjuangan yang sulit dalam mendirikan perguruan ting gi itu adalah mengenai persyaratan-per syaratannya, misalnya mengenai jumlah dosen. Sementara untuk menarik ma
24 |
"
Sutijono berhasil mengantarkan perkembangan yang cukup pesat di kampus yang dimpimpinnya, baik di bidang pembangunan fisik maupun non fisik. Universitas PGRI Adi Buana telah mencetak banyak generasi hebat yang tersebar di seluruh Indonesia. hasiswa baru, tim delapan orang men dekati orang-orang yang memang di ang gap memiliki pengaruh terhadap masyarakat. “Saat itu, kami mendekati Dinas Pendidikan, kepala sekolah, dan lain sebagainya untuk menarik maha siswa. Kami menyampaikan bahwa ka mi akan men-sarjanakan guru-guru,” jelasnya. Seiring dengan perjalanan waktu, kini Universitas PGRI Adi Buana di ba wah pimpinan Sutijono mengalami perkembangan yang cukup pesat. Baik di bidang pembangunan fisik maupun pem bangunan non-fisik. Universitas PGRI Adi Buana telah mencetak ba nyak generasi hebat yang tersebar di In donesia. “Bisa dicek berapa banyak alumni Universitas PGRI Adi Buana yang telah sukses menjadi pendidik pro fesional di lembaga-lembaga pendidik an,” ujarnya sambil tersenyum. Namun demikian, perjuangan Tio mengembangkan Universitas PGRI Adi Buana tidak selalu berjalan mulus. Ta hun 1995, seluruh perguruan tinggi swasta mengalami penurunan animo. Virus penurunan itu juga merambat dan mengenai Universitas PGRI Adi Buana. Akibatnya, Tio beserta seluruh pegawai berkomitmen dan berusaha sekuat tenaga untuk bangkit dari keterpurukan
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
itu. “Kalau animo sudah turun tentu juga akan berakibat pada pendapatan. Kalau pendapatan sudah menurun maka juga akan menghambat kinerja perguruan tinggi,” paparnya. Berkat komitmen bersama yang be gi tu kuat, setahun kemudian, tahun 1996, Universitas PGRI Adi Buana bang kit kembali. Sejak tahun 1996 itu lah, seluruh sivitas sepakat untuk mengada kan doa bersama setiap 36 hari sekali. “Ini untuk menjaga semangat agar tidak luntur dan juga agar tetap semangat, te tap optimis,” jelasnya. Selain itu, Tio juga memiliki cara ter sendiri untuk membangun semangat se luruh sivitas Universitas PGRI Adi Buana. Setiap kali ada rapat, selalu diteriakkan yel-yel “Semangat PAGI.” “Ini diucapkan setiap kali rapat agar lebih semangat. Bu kankah setiap hari memang harus digerakkan? Untuk menggerakkan me reka dibutuhkan semangat. Setiap kali diteriakkan semangat PAGI maka dija wab semangat PAGI. Kemudian, ketika diteriakkan lagi, semangat PAGI maka dijawab pagi, pagi, pagi, yes,” papar Tio sembari mempraktikkan. Tio menyampaikan bahwa kata PAGI yang dimaksud dalam yel-yel itu bukan hanya menunjukkan waktu akan tetapi juga merupakan sebuah singkatan. Ke panjangan dari kata PAGI adalah peduli, amanah, gigih, dan inovatif. Bahkan kata PAGI itu juga menjadi satu pendidikan karakter yang digalakkan di Universitas PGRI Adi Buana sejak tahun 2007. Di samping itu, Tio mengaku, selama menjadi pemimpin hanya berusaha me menuhi apa yang dibutuhkan bawahan nya. Tio senantiasa berpegang teguh pa da semboyan Ki Hajar Dewantara, “Tut wuri handayani.” Komitmen yang kuat itulah, yang mengantarkannya di per caya menjadi Rektor Universitas PGRI Adi Buana selama dua priode. (SYAIFUL RAHMAN).
SEPUTAR UNESA
PEMBICARA: Prof. Budi Darma (kiri) dan Nur Wahid saat menyampaikan materi dalam Talk Show Literasi di P3G Unesa.
Unesa Kuatkan Komitmen Menjadi Penggerak Kota Literasi
D
i samping menyambut Dies Natalis ke-50, Unesa me nun jukkan komitmennya untuk menjadi penggerak li terasi. Sabtu (13/12/2014), Unesa menggelar Talk Show Literasi dengan tajuk “Gerakan Literasi Menuju Indonesia Baru” di Gedung Wiyata Mandala PPPG Unesa lantai 9. Sekitar 150 peserta dari berbagai latar belakang ikut serta dalam dialog yang berlangsung dari pukul 09.00—12.00 WIB tersebut. Agenda acara diawali dengan sambutan dari koordinator acara Prof. Dr. Luthfiah Nurlaela, M.Pd. dan Rektor Unesa Prof. Dr. Warsono, M.S. Launching buku berjudul “Unesa Emas Ber martabat karya para dosen Unesa dan “Merajut Karya di Kelas Literasi” karya para mahasiswa PPPG dilaksanakan setelah sam butan. Kemudian dilanjutkan dengan acara musikalisasi puisi berjudul “Risalah dan Literasi Cinta.” Sementara itu, tiga orang pembicara yang hadir yaitu: Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan (Barperpus) Kota Surabaya Arini Pakistyaningsih, S.H., M.M., dengan fokus pembahasan tentang Surabaya menjadi kota literasi; Pemimpin Redaksi Jawa Pos Nur wahid dengan fokus pembahasan tentang peran literasi di me
dia; dan sastrawan sekaligus Guru Besar Unesa Prof. Dr. Budi Dar ma, M.A. yang membahas mengenai pemahaman literasi secara mendalam. Salah seorang peserta, Sukarman mengaku merasa terins pirasi setelah mengikuti acara tersebut.“Talk show ini menambah pengetahuan.Apalagi dengan adanya Pak Budi Darma, seorang sastrawan. Pak Nurwahid juga, bagaimana ia meng-handle surat kabar nasional. Membuat kita terinspirasi menulis,” ungkap ma hasiswa P3G Prodi Bimbingan Konseling itu. Luthfiah menambahkan, acara itu juga untuk menegaskan komitmen Unesa untuk menjadi pengerak literasi di Indonesia. Terutama setelah PPPG mencanangkan diri sebagai pengerak literasi Unesa pada Juni 2014.“Ini adalah komitmen. Dari Pak Rektor sendiri sudah menyatakan ini akan menjadi cita-cita bersama. Komitmen ini akan diteruskan, bukan hanya semusim atau dua musim saja sehingga, Unesa akan betul-betul menjadi pengerak literasi di Indonesia,” kata dosen Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga itu.(DANANG) Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
| 25
KABAR P3G
CATATAN DARI PANGGUNG TEATER
Penghuni Kapal Selam, Sebuah Oase OLEH Luthfiyah Nurlaela [Direktur P3G Unesa]
PENGHUNI KAPAL SELAM: Salah satu adegan pementasan yang disuguhkan Teater Kanvas di Gedung Cak Durasim, 9 Desember 2014.
P
enghuni Kapal Selam. Begitulah judul pertunjukan teater yang digelar pada tanggal 9-10 Desember di Gedung Pertunjukan Cak Durasim, Surabaya. Sebuah hiburan padat nutrisi yang disuguhkan oleh Teater Kanvas, Jakarta. Menikmati suguhan selama sekitar dua jam, membuka
26 |
mata setiap penonton, betapa karya tersebut tidak dikerjakan secara sambil lalu. Adalah sebuah karya yang utuh, di mana seni, kerja keras, religiusitas, ketangguhan, dan idealisme, berbaur dengan begitu indah dan sarat makna. Sebagaimana pengakuan Zak Sorga, selaku penulis naskah dan
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
sutradara, “karya teater yang baik selalu lahir dari pergulatan hidup dan cita-cita seniman di tengah masyarakatnya. Melalui pengamatan dan perenungannya tentang kehidupan, dipadu dengan berbagai macam rintihan sosial, gejolak politik, ketidakadilan, kebobrokan keluarga, kekonyolan laku manusia,
KABAR P3G penyelewengan sejarah, kerinduan pada Tuhan, atau harapan yang indah tentang masa depan, maka lahirlah sebuah karya teater”. Zak Sorga sejatinya bukanlah orang baru dalam dunia teater. Setidaknya, dia telah lebih dari tiga puluh tahun menggeluti bidang yang menjadi tumpuan hidup berkeseniannya itu, sejak masih duduk di sekolah menengah, di SMA 1 Tuban, dan berlanjut saat dia mengambil kuliah di departemen Teater Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Lantas lahirlah Teater Kanvas dari tangan dinginnya, pada 1987. Bukti keseriusan berkeseniannya antara lain adalah keberhasilannya meraih predikat sebagai sutradara terbaik Festival Teater Jakarta tiga tahun berturut-turut (1991, 1992, 1993). Belasan naskah drama telah dihasilkannya sejak tahun 1985. Beberapa film televisi juga telah disutradarainya. Bukti lain, lebih dari 100 skenario TV juga telah ditulisnya dan ditayangkan di berbagai stasiun TV. Tulisan ini tak hanya menceritakan tentang sosok Zak Sorga. Tapi juga tentang salah satu karyanya ‘Penghuni Kapal Selam’. Sebuah kisah para aktivis yang hilang, yang diculik oleh para penguasa,
dan dijebloskan dalam kapal selam. Kisah yang menceritakan tentang kedhaliman para tiran atas lawan-lawan politiknya. Kisah yang menyajikan pergulatan batin diri pribadi para penghuni kapal selam itu, friksi di antara mereka, serta kesalehan yang terus bertahan dalam terpaan intrik dan tipu daya. Cobalah simak salah satu cuplikan dialog yang menggambarkan kedhaliman para tiran itu. “Rupanya mereka lebih suka aku jadi perampok daripada jadi orang baik-baik. Orang rajin ke masjid kok ditangkap. Aku ditanya macammacam, dipukuli, dipojokkan ke tembok. Rambutku dia betot sekeraskerasnya, tetapi aku tetap tidak bisa menjawab pertanyaan mereka. Aku memang tidak tahu apa-apa. Lalu aku dicambuki, mataku dicongkel. Sebanyak empat belas pelaku menjadikan kisah itu begitu penuh letupan-letupan. Sesekali mencekam, sesekali menampar kesadaran, tidak jarang juga megundang gelak tawa. Lengkap. Mereka adalah Abdul Ghofar (seorang guru agama), Muthalib (politikus tua yang stres berat), Jerio (orator dan aktivis politik yang ambisius tapi cengeng), Yon (aktivis dakwah yang labil), Kukuh (mahasiswa yang hampir gila karena
OBAT RINDU: Teater berkualitas selalu menimbulkan kerinduan pada setiap pecintanya untuk selalu menikmatinya.
siksaan), Pii (mantan penjual es yang telah dipenjara sejak anakanak), Prawoto (mantan pemimpin perampok yang sudah bertobat), Sokle (tukang bengkel elektronik yang dituduh menggerakkan massa), Sipir Kepala yang merasa berkuasa dan kuat, Juru Runding yang licik, Si Kutu Buku, Penyusup, seseorang yang selalu salat, dan para sipir penjaga. Dua jam, tentulah bukan rentang waktu yang mudah untuk menampilkan sebuah suguhan ‘kelas berat’ semacam teater dengan jalan cerita yang ‘tidak populer’ semacam itu. Ya, hanya orang-orang yang mempunyai daya apresiasi saja yang bisa menikmatinya dengan sepenuh hati. Tentu saja ini membutuhkan kepiawaian Sang Sutradara untuk membuat mata dan pikiran para penikmat tetap terfokus pada lakon yang dikemasnya. Tapi cobalah lihat ratusan penonton yang memenuhi setiap kursi di dalam gedung Cak Durasim itu. Mereka kebanyakan adalah anak muda. Sepanjang dua jam lebih, para anak muda itu sepenuhnya khidmat menyimak. Tidak ada yang ‘clometan’ atau melontarkan komentar ‘’asal nyeplos’, tak bermutu, merendahkan, sebagaimana kekhasan anak muda bila menonton sebuah hiburan. Mereka tidak hanya dari kalangan mahasiswa jurusan seni, namun dari berbagai kalangan. Bahkan juga banyak yang dari kalangan orang awam seperti saya. Hanya sekedar didorong rasa ingin tahu, rasa penasaran, dan rasa dahaga atas sebuah tontonan yang tidak hanya ‘begitu-begitu’ saja. Bagi saya pribadi, dan juga saya yakin bagi semua penonton, pertunjukan ini layak dikatakan “sesuatu banget.” Di antara kejenuhan atas berbagai tontonan ‘murahan’, kehadiran Teater Kanvas dengan “Penghuni Kapal Selam”-nya, seperti menjadi oase. Bahkan bagi orang awam yang tidak terlalu pilih-
Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
| 27
KABAR P3G pilih hiburan. Kisah yang dilakonkan, sebagaimana ungkapan saya di atas, begitu penuh nutrisi, tentunya bagi jiwa. Ada nilai-nilai hidup yang tergali, ada ironi, ada pelajaran tentang makna sejati sebuah perjuangan. Sebuah tontonan seni sarat pesan bagi siapa pun yang masih percaya bahwa ‘kejujuran di atas segalanya’. Coba kita simak pada ending cerita. Abdul Ghafar, orang yang paling konsisten di penjara itu, dan tak pernah bergeming pada bujuk rayu sipir dan juru runding, adalah satu-satunya orang yang masih bisa bangkit meski tertatih-tatih, pasca penjara itu dirobohkan untuk mengubur hidup-hidup semua penghuninya. Nilai hidup yang bisa dipetik, perjuangan demi kebenaran tetaplah ‘indah pada waktunya’. Seorang mahasiswa saya, mahasiswa PPPG Unesa. menulis kesan di wall FB-nya setelah menonton pertunjukan itu: “Kesabaran tidak pernah memiliki batas, ia bahkan lebih luas dari samudra.” Seorang lagi berkomentar; “ia bangkit atas keteguhan imannya.” Yang lain menullis: “pengen nonton lagi... Pesan moralnya bagus banget.” Komentar lain, yang begitu apresiatif dan penuh harapan: “Bersyukur masih banyak komunitas yang mau membingkai nila-nilai ketuhanan, keilmuan, kepedulian, kritis, optimis, dan kesabaran dalam karya seni teatrikal. Semoga terus mengalir, menumbuhkan jiwa-jiwa positif di setiap tempat yang dialirinya,” Zak, orang yang kebetulan saya kenal cukup baik sejak awal mula dia belajar teater, adalah orang yang total menjalani hidup yang menjadi pilihannya. Teater mungkin adalah jalan sunyi. Namun dia telah bertekad untuk terus bertahan di jalan sunyi itu, berjuang demi sebuah kecintaannya pada seni dan kehidupan. Hidup, menurutnya, haruslah memiliki tema. Banyak orang yang sudah menjadi pemimpin
28 |
“
Bersyukur masih banyak komunitas yang mau membingkai nila-nilai ketuhanan, keilmuan, kepedulian, kritis, optimis, dan kesabaran dalam karya seni teatrikal. Semoga terus mengalir, menumbuhkan jiwa-jiwa positif di setiap tempat yang dialirinya,”
sekali pun, keberadaan mereka tidak membawa perubahan apa-apa sebab hidup mereka tanpa tema. Kedudukan tema, begitu menurut Zak, sama pentingnya dengan keindahan seni teater. Melalui ketajaman memilih tema dalam sebuah zaman, seorang sutradara bisa diukur visi dan misi kehidupannya.
Dan Zak Sorga, telah menunjukkan kelasnya tersendiri dalam percaturan dunia seni di Tanah Air, karena visi dan misi kehidupannya itu.n Surabaya, 15 Desember 2014
KOMPAK: Para awas teater sebelum dan sesudah memantaskan lakon Penghuni Kapal Selam selalu kompak dalam segala suasana.
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
ARTIKEL WAWASAN
Tes Bidang Sastra Berdasarkan Pendekatan Moody oleh Susanto, M.Pd. A. Pendahuluan Kegiatan pengajaran sastra itu selalu melibatkan bahan dan komponen tujuan. Bahan dan komponen tujuan itu bersifat saling berkaitan. Oleh sebab itu, bahan pe ngajaran kesastraan itu harus dijabarkan ber dasarkan tujuannya. Mengenai bunyi dalam tujuan pengajaran sastra yang ingin dicapai ini tentunya telah dipahami oleh pembuat tujuan tersebut. Salah satu con toh tujuan pembelajaran sastra secara umum adalah peserta didik mampu meng apresiasikan sastra secara memadai. Tujuan yang bersifat umum ini, paling tidak dapat memberikan panduan terhadap tujuan khusus dan operasional. Dengan kata lain, tujuan khususdan operasional harus di arahkan serta mendukung tercapainya tu juan umum tersebut. Nurgiyanto, menjelaskan tentang peni laian dalam bidang sastra itu diawali dari tu juan pembelajaran, bahan pengajaran dan penilaian (1987:291-315). Selanjutnya, ke jelasan tujuan dalam pengajaran sas tra itu bersifat penting, sebab tujuan pe nga jaran sastra tersebut nantinya akan mem berikan pedoman bagi pemilihan bahan yang sesuai. Pemilihan bahan pe ngajaran dan bahan yang digunakan un tuk tesharus menompang tercapainya tu juan; membimbing dan meningkatkan kemampuan mengapresiasi sastra peserta didik. Hal itu perlu ditegaskan karena ada kecenderungan dalam pengajaran sastra di sekolah, sesuai dengan realitas di lapangan bah wa guru sering kali memilih bahan yang bersifat mudah (disesuaikan dengan tingkat pemahaman peserta didik). Maksud kata mudah dalam hal ini merujuk pada proses pengajarannya. Selanjutnya, secara garis besar bahan pengajaran sastra dapat dibedakan men jadi dua golongan: (1) bahan apresiasi tak langsung, dan (2) bahan apresiasi langsung.
Bahan pengajaran apresiasi sastra yang tak langsung berfungsi untuk menunjang ke berhasilan pengajaran apresiasi sastra yang bersifat langsung. Sedangkan, bahan ap resiasi yang tak langsung menyarankan pa da bahan pengajaran yang bersifat teoritis dan sejarah. Tepatnya teori sastra dan se ja rah sastra atau pengetahuan tentang sas tra. Lebih lanjut, bahan pengetahuan sastra itu juga bersifat penting, namun ber hubung kedudukannya hanya membantu keberhasilan pengajaran bahan yang ke dua. Oleh sebab itu, bahan pengajaran ha rus dibatasi dan tidak ditempatkan pada hal yang utama sehingga mengeser ke dudukan pengajaran apresiasi yang bersi fat langsung. Pengajaran apresiasi langsung berarti pe serta didik dihadapkan langsung pa da berbagai jenis karya sastra. Se lan jut nya, peserta didik secara kritis dibimbing untuk mengingat, memahami, mene rap kan, menganalisis, mengevaluasi, dan meng kreasi berbagai unsur yang khas, ser ta menunjukkan kaitan diantara ber ba gai unsur yang tercakup dalam ap re siasi. Berdasarkan penerapan tes ke su sastraan Moddy, berdasarkan hal ter sebut diharapkan membawa hasil yang baik. Dalam hal ini, kemampuan sis wa untuk mengapresiasi karya sastra akan lebih berarti daripada sekedar pe nge ta hu an tentang sastra. Dengan berbekal kemampuan tersebut, peserta didik diha rapkan dapat menimba berbagai pengala man yang terkait dengan kehidupan, mela lui berbagai bentuk atau jenis karya sastra yang tidak terbatas hanya pada lingkup sekolah saja. B. Penilaian dalam Pengajaran Sastra Penilaian dalam pengajaran sastra da pat memiliki fungsi ganda yaitu; (1) meng ungkap kemampuan apresiasi sastra dan
(2) menunjang tercapainya tujuan pe ngajaran apresiasi sastra. Kedua fungsi itu dapat terjadi apabila penilaian yang dila kukan diarahkan pada sebuah apresiasi tak langsung dan lebih ditekankan pada ke mampuan apresiasi siswa secara langsung. Selanjutnya, dalam menghadapi tujuan pe ngajaran apa pun, siswa selalu ingin mencapai sebuah kelulusan atau merasa sebaliknya takut tidak lulus. Oleh sebab itu, para siswa pada umumnya berusaha de ngan maksimal dengan tujuan untuk men capai maksud yang dikehendaki. Jika soalsoal ujian kesastraan yang sering dihadapi ha nya berkisar teori dan sejarah sastra, untuk meraihpredikat lulus. Dalam hal ini, dapat dilogika bahwa nantinya siswa hanya akan mempelajari bahasan yang sesuai saj a, yaitu seputar pengetahuan tentang sas tra dan tidak pada apresiasi langsung. Se baliknya, apabila soal-soal ujian yang sering di temui tentang kemampuan apresiasi sastra langsung, siswa pun akan berusaha mempelajari bahan yang sesuai dan akan bersifat kreatif. Kenyataan di atas dapat digunakan dalam pengajaran untuk mencapai tuju an utama pengajaran sastra. Apapun mo ti vasi siswa, jika mereka telah berusaha mengapresiasi karya sastra; membaca, me mahami, mereaksi, dan menganalisis ter hadap karya sastra bukan sekadar mengha fal nama, pengertian, dan konsep tentang sastra. Itu semua adalah suatu hal yang sa ngat menguntungkan untuk motivasi siswa untuk lebih giat belajar. Jika akhirnya memang tinggi kemampuan apresiasi dan sikapnya terhadap sastra, kiranya hal ini dirasa cukup memadai. Secara singkat wu jud penilaian yang diberikan sangat mem pengaruhi keberhasilan pengajaran sastra itu sendiri. Permasalahannya, sudah siapkah kita mengubah sikap serta haluan kearah pembuatan soal-soal penilaian seperti di
Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
| 29
ARTIKEL WAWASAN masudkan di atas? Untuk menjawab hal ini dituntut adanya kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi pada masing-ma sing individu khususnya pada tenaga pendidik untuk siap dan konsisten untuk mencer daskan kehidupan bangsa. Pertimbangan dalam pemilihan ba han yang diujikan dan kegiatan yang ha rus dilakukan oleh siswa tentu saja ha rus disesuaikan berdasarkan tingkat perkembangan kejiwaan dan aspek kog ni tif siswa. Bahan yang diberikan un tuk siswa haruslah sudah disesuaikan ber da sarkan jenjang pendidikan (SD, SLTP, SLTA, dan mahasiswa), masing-masing jen jang pendidikan memiliki tingkatan yang bersifat tidak sama. Misalnya: Puisi, fiksi atau drama yang diteskan untuk jen jang pendidikan SD harus berada dalam jangkauan kognitif siswa SD pada umum nya. Puisi, cerita atau drama anak-anak ter sebut harus bersifat sederhana, baik dari segi isi maupun bahasanya. Untuk ba han tes jenjang pendidikan hendaknya selalu memerhatikan bahan ajar yang di se suaikan dengan tingkat usia peserta didiknya. Hal itu harus dilakukan dengan penuh pertimbangan guna mencapai ke un tungan yang sesuai dengan sasaran. Pemilihan bahan sastra yang sulit, misal nya seperti karya sastra yang bersifat abs trak hanya akan menjadi momok bagi peserta didik sehingga pada ahkirnya me nimbulkan permasalahan baru. Hal itu akan memperkecil motivasi peserta didik dan membuatnyamenjadi tidak menyukai kar ya sastra. Berbeda dengan peserta didik pada jenjang pendidikan SLTA, berdasarkan ting katan perkembangan kemampuan kogni tifnya, pemberian tugas tes kesastraan hen daknya jauh lebih kompleks. Bahkan tugas yang sederhana yang hanya melibatkan kegiatan mengingat harus dikurangi. Tu gas-tugas yang berikan seharusnya di te kankan pada tugas yang menuntut ak tivitas mental yang lebih tinggi, sikap kritis dalam membaca KS, menganalisis KS seperti menemukan tema, mencari kaitan antar-peristiwa, konflik, gaya bahasa, dan la inya. Pemberian tugas yang bersifat meng aktifkan siswa akan bersifat jauh bermakna dari pada sekedar diberikan tugas meng ha fal. Pemberian tugas yang bersifat menghafal dan memahami terhadap halhal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang sastra juga bersifat penting, na mun kadarnya perlu diperhatikan dan
30 |
dipertimbangkan berdasarkan kedudu kannya untuk mencapai tujuan pengajaran sastra. Tugas-tugas kesastraan sebenarnya sa ngat luas, dan tidak hanya terbatas pada tugas tes yang diberikan di sekolah, me lainkan juga tugas-tugas yang dilakukan di luar sekolah. Tugas tersebut dapat berupa sebuah kegiatan yang bersifat interaktif se perti mengikuti lomba penulisan KS (puisi, cerpen, esai, dll), lomba baca puisi, dan pentas drama. Namun, tidak menutup ke mungkinan siswa juga diberikan tugas un tuk melihat/menonton pentas drama atau baca puisi secara langsung. Tugas tes apresiasi sastra ini sifatnya bertingkat, ada tingkatan yang sederhana dan ada tingkatan-tingkatan yang lebih kompleks. Tes kesusastraan Moody ini di ha rapkan bisa menjadi alternatif dalam pengajaran sastra pada peserta didik ber dasarkan keperluan. C. Tes Kesastraan Katergori Moody Dalam rangka pengukuran hasil belajar sastra, Moody dalam The Teaching of Litera ture (1979:89-96) diklasifikasikannya empat ka tegori pengukuran sastra berdasarkan susunan tingkatan sederhana ke tingkatan yang semakin kompleks.Keempat tingkatan yang dimaksud adalah tes yang digunakan untuk pengukuran kemampuan pada ting kat informasi, concepts, perspectives, dan ap preciation, berikut ini penjelasannya. 1. Tes Kesastraan Tingkat Informasi Tes ini dimaksudkan untuk mengungkap ke mampuan siswa yang berkaitan de ngan hal-hal pokok yang berkenaan de ngan sastra, baik yang menyangkut data tentang suatu karya maupun data la in yang dapat dipergunakan untuk mem bantu menafsirkannya. Adapun data yang dimaksud berhubungan dengan peryata an-peryataan seperti; apa yang terjadi, di ma na, kapan, nama, nama-nama pelaku, dan sebagainya, lebih lanjut tentang data tentang suatu karya sastra, misalnya me nanyakan tentang permasalahan genre, kejadian pokok, kapan terjadinya, dimana terjadinya, siapa saja tokoh-toh yang terlibat,bagaimana akhir ceritanya, bagai mana nasib tokoh X, dan sebagainya. Se dangkan, data lain yang dapat digunakan un tuk membantu penafsiran dapat juga be rupa data biografi pengarang; siapa namanya, dilahirkan di mana, kapan, apa pe kerjaannya, status sosial, karya yang
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
keberapa, pada tahun berapa karya itu ditu lis, tahun terbitnya, serta dimana dan siapa penerbitnya. Butir-butir soal yang dimaksudkan un tuk mengukur pengetahuan siswa tentang informasi di atas sangat mudah disusun, sebab hampir semua menanyakan ten tang yang bersifat hafalan. Jadi, tes tingkat informasi ini ada persamaannya de ngan tes ingatan pada taksonomi Bloom’s, na mun dalam hal ini, melibatkan sedikit ke mam puan pemahaman. Sebagai contoh untuk dapat menjawab pertanyaan de ngan baik walaupun hanya berupa ingatan dan pemahaman secara garis be sar, siswa telah dituntut membaca suatu karya sastra. Contoh: pertanyaan ini dapat diterapkan pada siswa SMA. (1) Siapakah nama pengarang novel Harimau-harimau, tinggal di mana dan apa pekerjaannya? (2) Siapa sajakah pelaku utama novel Harimauharimau, dan siapa yang mati pada akhir cerita, kapan, di mana? Jika kita perhatikan tes informasi ini, dapat disimpulkan bahwa tes ini sama halnya dengan tes ingatan, namun tes informasi ini nampaknya lebih mendominasi tes-tes kesastraan di sekolah. (2) Tes Kesastraan Tingkat Konsep Tes ini berkaitan dengan persepsi ten tang bagaimana data atau unsur-unsur kar ya sastra itu diorganisasikan. Unsur-unsur ka rya sastra merupakan suatu hal yang pokok yang dipersoalkan dalam tes tingkat ini. Masalah-masalah yang dimaksud anta ra lain berupa pertanyaan mengenai; un sur-unsur apa sajakah yang terdapat dalam fiksi dan puisi, mengapa pengarang justru memilih unsur yang seperti itu? Efek apa yang ditimbulkan dari pemilihan un sur itu? Apa hubungan sebab-akibat un sur atau peristiwa-peristiwa itu? Konflik pokok apa yang dipermasalahkan? Konflik apa sajakah yang ditimbulkan? Faktor-fak tor apa sajakah yang terlibat sehingga mem pengaruhi terjadinya konflik? Selanjutnya, untuk dapat mengerjakan bu tir-butir soal tingkat konsep, dituntut siswa memiliki bekal teoritis. Siswa diha rapkan membaca karya-karya tertentu dan tidak sekadar mengetahui isinya secara ga ris besar saja, namun harus disertai sikap kri tis dan analitis. Kemampuan kognitif yang dibutuhkan tidak hanya sekedar ke mampuan memahami saja, melainkan juga kemampuan menganalisis dan meng hu bungkan berbagai unsur dalam suatu kar ya sastra. Oleh sebab itu, masalah yang di
ARTIKEL WAWASAN pertanyakan dalam tingkat konsep dalam kategori Moody tindak hanya bersifat teo ritis, namun dituntut untuk langsung ber orientasi pada karya tertentu, baik prosa mau pun puisi. Dengan demikian, bekal teori juga harus sejalan dengan mengenal karya sastra secara riel “menggauli” Karya Sastra (KS). Contoh: Mengapa Jenar Mesa Ayu memilih sudut pandang “aku” dalam Pethouse, bagaimana efeknya? (3) Tes Kesastraan Tingkat Prespektif Pada tes kali ini lebih menitikberatkan pada pandangan siswa atau pembaca pada umumnya yang berkaitan dengan karya sastra yang direseptifnya (dibaca). Untuk me ngetahui bagaimana pandangan dan reaksi siswa terhadap suatu KS ditentukan oleh kemampuan siswa dalam memahami KS tersebut. Masalah-masalah yang diper soalkan dalam tes tingkat ini antara lain berupa permasalahan; Apakah karya sastra ini berarti atau ada manfaatnya? Apakah ia sesuai dengan realitas kehidupan? Apa kah cerita bersifat tipikal dalam realitas ke hidupan, yang mana? Apakah ada kemung kinan bahwa cerita yang semacam itu terja di di tempat lain? Kesimpulan apakah yang dapat diambil dari karya atau cerita itu?, Apa manfaat cerita itu bagi kita? Tes kesastraan tingkat prespektif ini me nuntut siswa untuk mampu menghubung kan antara sesuatu yang ada dalam karya sastra dengan sesuatu yang berada di luar karya itu. Oleh sebab itu, pengetahuan ten tang sesuatu yang di luar karya sastra itu seperti keadaan masyarakat yang bersifat kini maupun yang ditunjuk dalam sebuah karya akan sangat membantu dalam men jawab pertanyaan tingkat prespektif. Jadi, dibutuhkan adanya analisis terhadap kar ya yang bersangkutan yang dikaitkan de ngan kehidupan di masyarakat setelah itu baru menilai dan membandingkan di antara keduanya. Dengan demikian, tes kemampuan tingkat ini dapat di ka te go ri kan kemampuan tes kognitif tingkat tinggi. Contoh: Kesimpulan apakah yang dapat Anda ambil setelah membaca no vel Harimau-harimau? Apakah Anda me rasakan adanya manfaat setelah membaca novel Harimau-harimau? Jika ada, manfaat apa sajakah itu, jelaskan!. (4) Tes Kesastraan Tingkat Apresiasi Tes kesastraan pada tingkat apresiasi ini berkisar pada permasalahan dan yang terkait dengan bahasa sastra dengan lingu
istik. Dalam hal ini, kedua permasalahan itu masih menjadi perdebatan yang akhirnya belum mencapai adanya kesepakatan yang dapat diterima oleh semua orang.Yang jelas bahwa bahasa sastra merupakan salah satu fenomenalingustik yang menunjuk pada sosok yang berbeda de ngan fenomena linguistik secara umum. Selanjutnya, kemampuan kognitif yang dituntut untuk mengerjakan butir-butir tes tingkat apresiasi juga merupakan kemam puan kognitif tingkat tinggi. Dalam hal ini siswa dituntut untuk mampu mengenali, menganalisis, membandingkan, meng ge neralisir, dan menilai bentuk-bentuk ke bahasaan yang dipergunakan dalam se buah karya yang dibahas. Oleh sebab itu, disamping diperlukan sikap kritis juga ha rus diimbanggi dengan pengetahuan ten tang linguistik secara umum yang bersifat memadai. Contoh butir soal tingkat apre siasi adalah sebagai berikut: a. Mengapa Linus Suryadi dalam Pe ngakuan Pariyem dan Y.B. Ma ngun wijaya dalam Burung-burung Manyar justru banyak memilih kata-kata dan ungkapan Jawa untuk mengungkap kan maksud-maksud tertentu? b. Apakah pemakaian kata-kata dan ung kapan Jawa dalam Pengakuan Pariyem dan Burung-burung Manyar efektif, dan apakah memang lebih te pat disbanding kata-kata dan ungkap an Indonesia?
se kaligus mampu menghasikan proses kreativitas sastra peserta didik secara op timal. Selanjutnya, peserta didik ber sa ma pendidik dapat meningkatkan krea tivitasnya berdasarkan tingkatan-tingkatan tes Moody dengan mengaitkan se buah karya sastra fiksimaupun nonfiksi se cara lebih leluasa. Dengan kata lain, para pebelajar sastra dapat melakukan sebuah pendekatan sastra dengan sistem mem bandingan karya sastra satu dengan karya sastra lainnya. n Kepustakaan Anderson, Orin W dan Krathwohl, David.R. 2001. A Taxonomy For Learning, Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objektives. New York: Addison Wesley Logman, Inc. Luxemburg, Jan Van., Bal, Mieke., Weststeijin. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Gramedia Moody. 1979.The Teaching of Literature Nurgiyantoro, Burhan. 1987. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jogyakarta: BPFE. Wellek, Rene., Warren, Austin. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia. *Penulis adalah Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Kedungadem-Bojonegoro
C. Penutup Tes kesastraan yang tepat, yaitu meng ung kap kemampuan apresiasi langsung peserta didik yang bertujuan untuk me ningkatkan kemampuan apresiasinya. Se baliknya, asesmen yang hanya berorientasi pada pengetahuan kesastraan diduga ku rang menunjang peningkatan kemampuan apresiasi. Penilaian hasil belajar kesastraan harus dinilai berdasarkan tiga ranah, yaitu kog nitif, afektif, dan psikomotor. Penilaian ra nah kognitif dapat dilakukan dengan mem berikan pertanyaan “ya” atau “tidak”, serta prosedur nominasi. Sedangkan, penilaian psikomotor dapat diukur dengan tes per buatan. Berdasarkan kategori tes kesastraan Moo dy yang meliputi empat tingkatan, yakni; (1) informasi, (2) konsep, (3) pres pek tif, dan (4) apresiasi diduga akan mam pu mengangkat kecintaan peserta di dik terhadap pembelajaran sastra dan Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014 MAJALAH UNESA
| 31
KABAR BUKU
G
Mewariskan Ilmu, Menebar Inspirasi
ara-gara berebut warisan, se se orang bisa memusuhi saudaranya. Karena masalah warisan, pertum pahan darah dapat terjadi. Harta seringkali memabukkan sekaligus mem butakan. Tak heran, ada pepatah bijak yang menyebut bahwa harta bukanlah warisan terbaik. Ketika moralitas masih menjadi topik ha ngat di dunia pendidikan, semua satu suara bahwa pengetahuan dan budi pe ker ti bisa jadi merupakan warisan yang amat dibutuhkan saat ini. Khususnya oleh generasi-generasi yang kelak melanjutkan pembangunan peradaban bangsa ini. Buku Cermin; Cerita-Cerita Menginspirasi karya kakak-beradik Luthfiyah Nurlaela dan Mariyah Zawawi ini menegaskan uraian tadi. Buku ini tidak mengambil fokus pada aspek atau bidang tertentu untuk dikupas lebih dalam dan detail. Kendati demikian, gaya penceritaan di buku ini lekat dengan gaya feature yang penceritaannya kuat. Karena itu, sulit untuk menilai bahwa ini merupakan buku dari genre A, B, atau genre lainnya. Bisa dikatakan kedua penulis menumpahkan atau lebih tepatnya mencoba berbagi cerita dari pengalaman-pengalaman keseharian mereka. Diari! Inilah ka ta yang cocok untuk menggambarkannya. Na mun, jangan buru-buru menjustifikasi bahwa diari atau semacam catatan harian itu tidak menarik karena –sebagaimana umumnya sifat diari– tidak melibatkan pembaca. Buku Cermin ini berbeda.Yang paling ken tal adalah pesan moral di setiap cerita-cerita yang ada. Topik ibu terlihat dominan dalam buku ini. Dalam artikel berjudul Memaknai Kehilangan, misalnya, Luthfiyah memotret ketabahan ibundanya. Saat sang ayah wafat ketika Luthfiyah menempuh S-2 di Jogja, Luthfiyah amat ter pukul. Yang menguatkannya justru ibunya. Luthfiyah dan saudara-saudaranya tak per nah melihat ibunya begitu terbebani dengan wafatnya ayahanda tercinta.
32 |
Tanpa ragu, Luthfiyah mengguratkan nasihat yang sangat baik. ”Setiap orang me miliki cara yang tidak sama dalam memaknai se buah kehilangan. Namun, setiap orang yakin, kehilangan adalah suatu keniscayaan. Tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali ha rus terus bersyukur bahkan saat kita harus kehilangan. Rasa syukur itu akan menjadi energi abadi dalam diri kita, dan akan selalu memancarkan energi bagi orang-orang di sekitar kita. Meski kehilangan, kita ha rus tetap dapat memberikan makna dan manfaat bagi orang lain. Rasa syukur itulah kuncinya.” (hal. 18). Penegasan tentang rasa hormat kepada sosok ibu juga dituangkan dalam Kasih Ibu Sepanjang Zaman. Mariyah yang bernama lengkap Mariyatul Qibtiyah mengutarakan bahwa siapa pun tidak akan mampu mem balas kebaikan sosok ibu. Karena itu, seraya mengajak para pembaca, Mariyah meng ingatkan bahwa sudah semestinya saling rukun dan mengasihi (hal. 9). Dalam Alquran ditegaskan secara gamblang bahwa seorang anak selayaknya tidak alpa mendoakan orang tuanya.
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
Tema ibu juga terlukis dalam artikel Me nengok Ibu dan Senin Kelabu. Namun, se bagaimana dijelaskan di awal, topik ringan lain juga dibahas dalam buku ini. Mulai persoalan utang, mudik Lebaran, rezeki, coblosan saat pemilu legislatif, hingga kue serabi. Ada tujuh bab yang dirangkum dalam buku Cermin ini. Yaitu, Tentang Ibu dan Bapak, Perjalanan, Keluarga, Introspeksi, Kuasa-Nya, Ternyata…, serta Kuliner. Yang menarik ada lah pernyataan Luthfiyah Nurlaela, salah seo rang penulis buku ini. ”Bagi kami berdua, menulis merupakan salah satu cara kami untuk berbagi dan ber syukur. Ide yang sederhana, pengalaman se hari-hari, selalu mengandung hikmah, selalu mengandung nikmat, sepanjang kita mau mengambil hikmah dan pandai mensyukuri nikmat. Hikmah dan rasa bersyukur itulah yang ingin kami bagikan melalui buku se derhana ini,” tulis direktur PPG Universitas Negeri Surabaya (Unesa) tersebut (hal. v). Kakak Mariyah Qibtiyah Zawawi itu benar. Mengutip kalimat bijak dari penulis senior Si rikit Syah bahwa menulis itu membebaskan dan membuat seseorang menjadi matang da lam mengarungi kehidupan. Luthfiyah dan Mariyah telah melakukan upaya positif sebagai bentuk rasa syukur mereka kepada Tuhan, yaitu dengan menulis. Sastrawan Indonesia Pramoedya Ananta Toer pernah menegaskan dengan lugas bahwa ”Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi, selama ia tidak menulis, maka ia akan hilang ditelan zaman dan dari masyarakat. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Berkaca pada hal itu, buku Cermin ini bu kan sekadar kado ulang tahun yang manis. Lebih dari itu, kedua penulis telah meref leksikan diri dan memberikan warisan ter baik yang tidak lekang oleh zaman melalui catatan-catatan ringan mereka yang sarat ilmu dan inspirasi. Keduanya telah menoreh kan sejarah tersendiri. n [eko prasetyo]
INFO SEHAT
MANGGIS si Anti Diabetes B uah manggis dapat membantu me ngatasi diabetes karena di dal am buah manggis terdapat zat yang dapat memperlambat pro duksi hormon insulin sehingga da pat menurunkan kadar gula dalam da rah dan dapat menstabilkan kadar gula dalam darah. Senyawa antioksidan yang terdapat di dalam buah manggis juga be rmanfaat bagi tubuh kita karena senyawa antioksidan tersebut dapat melawan se rangan radikal bebas yang dapat memper buruk kondisi penderita diabetes. Manfaat buah manggis untuk diabetes lainnya ada lah menjaga berat badan penderita diabetes agar tetap stabil dan terkadang dapat menurunkan berat badan, ini sangat baik bagi penderita diabetes karena jika berat badannya stabil menunjukkan bahwa kadar gula dalam darahnya juga stabil. Buah manggis yang mempunyai b a hasa latin Garcinia mangostana L ini ter nyata juga dapat mencegah penyakitpenyakit yang berbahaya seperti tumor dan kanker. Tak salah banyak orang yang mengonsumsinya apalagi harga buah manggis yang terjangkau. Buah manggis ini juga banyak di tanam di beberapa daerah di Indonesia, jadi kita tak perlu khawatir tentang keberadaannya. Selain daging buah manggis yang mengandung zat yang bisa mencegah diabetes, ternyata manfaat buah manggis untuk diabetes
lainnya juga terdapat pada kulit buah manggis. Kulit ini mengandung zat xanthone yang juga dapat mencegah pe nyakit diabetes yang seringkali menimpa orang yang mempunyai kelebihan berat badan atau obesitas. Zat xanthone juga da pat mengubah makanan menjadi energi dan dapat melunakkan sel-sel kembali. Biasanya obesitas disebabkan karena mu dahnya membran sel kita membesar dan mengeras. Khasiat Utama Lainnya Dalam buah manggis terutama pa da bagian kulit buahnya terdap zat antioksidan yang sangat kuat de ngan kandungan hampir 10 kali lipat dari ka ndungan antioksidan yang berasal dari buah-buahan lainnya. Aama antioksidan tersebut yaitu Xanthone yang mampu menghambat pertumbuhan sel kanker dan mampu melindumgi sel dari serangan radikal bebas penyebab berbagai gang gu an penyakit,sehingga komoditas ini sangat dicari oleh kalangan farmasi untuk diekstrak dan dijadikan bahan baku obat herbal untuk: penyakit kanker, darah tinggi, diabetes, prostat, penyakit paru, ginjal dan lain-lain. Karena khasiat istimewanya tersebut, manggis kemudian dikenal sebagai “ratu buah”, sebagai pasangan durian, si “raja buah”. Manggis berkerabat dengan kokam, asam kandis dan asam gelugur, rempah
bumbu dapur dari tradisi boga India dan Sumatera. Kita sering makan buah ini, tetapi cuma bagian dalamnya saja yaitu dagingnya dan sering kita buang kulitnya, tetapi di balik itu terdapat manfaat yang ada dalam kulit manggis. Beberapa manfaat dan khasiat kulit manggis antara lain: • Memperkuat sistem kekebalan. • Menyembuhkan peradangan. • Memperbaiki komunikasi antar sel. • Mengagalkan kerusakan DNA. • Alat bantu sistem getah bening. • Memelihara optimal fungsi kelenjar gondok. • Mengurangi resistensi insulin. • Membantu penurunan berat badan. • Menyembuhkan kerusakan urat syaraf. • Menyeimbangkan sistem kelenjar endokrin. • Alat bantu dari sinergi tubuh. • Meringankan wasir. • Membantu menurunkan kadar gula dalam darah (hypoglycemia). • Meringankan penyakit kulit kemerahmerahan/bersisik (psoriasis). Itulah beberapa manfaat kulit manggis yang sangat penting untuk kesehatan tubuh sebagai pengobatan tradisional alami yang tidak diketahui oleh sebagian banyak orang, tapi di balik kulit manggis tersebut terdapat banyak manfaatnya. n (MAN/BBS)
Nomor: 76 Tahun XV - Deseber 2014 MAJALAH UNESA
| 33
CATATAN LIDAH
LIMA PULUH TAHUN l Djuli Djatiprambudi
S
aya tertarik dengan kata-kata John Masefield ketika berpidato, 25 Juni 1946, di The University of Sheffield. Menurutnya perguruan tinggi ialah, “... aplace where those who hate ignorance may strive to know, where those who perceive truth may strive to make others see; where seekers and learn ers alike, banded together in the search for knowledge, will honor thought in all its finer ways, will welcome thinkers in distress or exile, will uphold ever the dig nity of thought and learning and will exact standards in these things.” – Intinya, perguruan tinggi adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang membenci kebodohan kemudian berusaha mencari tahu, melihat kebenaran dan ber usaha untuk membuka kebenaran bagi orang lain secara bersama-sama. Menghormati pemikiran dengan sejujur-jujurnya dan menegakkan martabat pemikiran dan pembelajaran dengan sebenar-benarnya. Apakah kita sudah menghormati pemikiran dengan sejujur-jujurnya? Apakah kita juga sudah menegakkan martabat pemikiran dan pembelajaran dengan sebenar-benarnya? Pertanyaan semacam ini penting direnungkan, manakala kita “masih” menyadari sebagai sivitas akademik yang hidup dalam tradisi akademik dengan menjunjung tinggi martabat pemikiran dan kebe naran. Sebaliknya, kita bisa juga menganggap acuh pertanyaan tersebut, ma nakala kita telah meninggalkan martabat perguruan tinggi sebagai agen pe rubahan. Atau, kita meninggalkan makna perguruan tinggi seperti yang dika takan Masefield - where those who perceive truth may strive to make others see; where seekers and learners alike, banded together in the search for knowledge, will honor thought in all its finer ways. Kata-kata Masefield memang bermuatan idealisme ketika perguruan tinggi dipercaya sebagai lembaga kebenaran. Lembaga pencetak jiwa-jiwa revolusioner, kata Bung Karno. Lembaga yang mampu memaknai perubahan masyarakat dan mengartikulasikan kehendaknya secara objektif, kata Soedjat moko. Lalu, di mana posisi Unesa? Ditilik dari usianya yang masih 50 tahun, Unesa memang belum bisa di katakan sebagai perguruan tinggi yang matang dalam konteks paradigma perguruan tinggi modern. Apalagi usia 50 tahun dibandingkan dengan usia perguruan tinggi ternama di Eropa atau Amerika Serikat yang usianya rata-ra ta lebih 100 tahun, rasanya Unesa masih jauh dalam segala hal. Namun, di zaman revolusi informasi seperti yang terjadi sekarang, usia jauh lebih muda, ternyata mampu tumbuh melompat, sejajar dengan pergu ruan tinggi yang usianya lewat seabad. Lihatlah sejumlah perguruan tinggi di Singapura, Korea Selatan, Jepang, China, Taiwan, dan Australia, misalnya, dalam waktu tidak sampai setengah abad mampu memperlihatkan kinerja sebagai perguruan tinggi yang dikelola dengan visioner, mengandalkan sumber daya yang berkompetensi tinggi, profesionalisme dan berintegritas. Kenyataan itu, di Indonesia dalam dua dekade terakhir, sejumlah perguruan tinggi swasta mampu tumbuh sejajar dengan perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia dengan mengandalkan jejaring manajemen digital-global, sumber daya manusia berkompetensi mumpuni, profesionalisme, dan berintegritas tinggi. Bahkan, model manajemen dan prosedur kinerja serta target capaiannya menggunakan standar internasional. Mereka bekerja dengan kesadaran kolektif yang dibangun oleh sistem yang jelas, terukur, dan berdasarkan merit. Sementara itu, Cole (2009) dalam The Great American University meng identifikasi sejumlah indikator yang menopang kesuksesan perguruan ting
34 |
MAJALAH UNESA Nomor: 76 Tahun XV - Desember 2014
gi di Amerika Serikat. Ada delapan indikator utama: (1) kombinasi pe ngajaran dan penelitian; (2) otonomi dan kebebasan mimbar; (3) me ri tokrasi dan sistem kepegawaian; (4) sistem peer-review; (5) kompetisi; (6) merekrut bakat dan kemampuan ca lon mahasiswa dari seluruh du nia; (7) filantropi; (8) pendanaan pe merintah.Delapan indikator ini menarik disimak tatkala kita ingin mengukur posisi Unesa pada usia 50 tahun. Sekalipun, indikator itu berelasi dengan perguruan tinggi di Amerika Serikat, tidak ada salahnya kita mencoba mengukur diri. Memang, harus diakui Unesa belum tampak nyata memiliki tradisi pe ngajaran yang dikombinasikan dengan penelitian. Pengajaran cenderung menjadi fokus utamanya. Inipun belum berjalan sebagaimana mestinya. Me nyiapkan silabus, satuan acara perkuliahan, mengisi jurnal on line, dan menulis bahan ajar, secara ajeg, benar, dan mutakhir tampak masih menjadi sebuah beban berat. Apalagi harus mengintegrasikan pengajaran dengan penelitian, masih menjadi kinerja yang sangat langka. Penelitian juga dikerjakan, namun terkesan kuat kurang memiliki capacity building yang berdampak luas dan memiliki manfaat strategis dalam konteks nasional. Otonomi kampus dan kebebasan mimbar terasa masih seperti barang mewah, karena dalam soal ini, pemerintah masih campur tangan terlalu kuat. Berbagai peraturan perundangan diberlakukan, namun secara umum terlihat jelas, bahwa otonomi tidak sepenuhnya diberikan ke perguruan tinggi. Ber beda dengan Amerika Serikat, pemberian otonomi perguruan tinggi secara penuh merupakan penopang utama kemajuan perguruan tinggi di sana. Sistem pengaturan kinerja dosen dan tenaga kependidikan tidak meng gunakan sistem meritokrasi. Akibatnya, dosen yang berkinerja baik dan dosen yang berkinerja buruk menerima gaji yang sama. Prestasi akademik dan non akademik yang diperolehnya sering tidak mendapatkan makna apa-apa. Sistem peer-review juga tidak berjalan sepenuhnya. Andai kata berjalan, bia sanya diselimuti rasa sungkan atau ewuh-pakewuh sesama sejawat. Padahal, jika model peer-review ini dijalan dengan benar dan terbuka, bersemangat keilmuan, masing-masing dosen akan merasakan manfaatnya. Di pihak lain, atmosfir akademik juga kurang menghadirkan suasana kompetisi. Sebabnya, antara lain juga tidak berjalannya otonomi dan kebebasan mimbar, sistem meritokrasi, dan peer-review yang objektif. Sementara, penerimaan mahasiswa dari luar negeri masih banyak me nemui kendala. Sejumlah kendala tampak pada urusan berbagai peraturan yang terkait dengan penerimaan mahasiswa asing. Hal ini berbeda dengan sejumlah negara yang banyak mempromosikan perguruan tingginya, segala aturan teknis disiapkan sedemikian mudah dan cepat untuk merekrut maha siswa dari negara lain. Filantropi barangkali masih sebagai barang langka. Dunia industri dan orang-orang kaya belum banyak berdiri di balik perguruan tinggi. Dana ope rasional perguruan tinggi, dana penelitian dan pengembangan masih terasa jomplang bila dibandingkan dengan negara tetangga. Dana penelitian dan pengembangan dari tahun ke tahun perguruan tinggi di Indonesia masih ber sikutat di kisaran 0,1% dari GDP. Ini jauh dari Singapura yang 2,36%, Malaysia 0,63%, Thailand 0,25%. Memang, pada usia 50 tahun, sivitas akademik Unesa tidak bisa lagi ber kinerja medioker (baca: serba tanggung). Delapan indikator di atas perlu dijadikan jalan utama untuk masa depan Unesa. Pada usia emas inilah, titik awal “tinggal landas” segera dikobarkan pelaksanaanya. Dan semua sivitas akademik pun menyambutnya dengan gegap-gempita dan penuh tenaga. n (Email: djulip@yahoo.com)