Majalah Unesa Edisi 95

Page 1



WARNA REDAKSI Acara wisuda yang tampaknya berkait erat dengan mahasiswa saja, sesungguhnya melibatkan (jika boleh disebut merepotkan) banyak pihak untuk menyelenggarakannya. Hal ini karena siapa pun menginginkan acara tersebut dapat berjalan semarak, meriah, lancar, sekaligus khidmat. Oleh

Dr. Heny Subandiyah, M.Hum.

W

isuda. Kata yang bermakna peresmian atau pelantikan yang dilakukan dengan upacara. Wisudawan, berarti orang yang sudah menyelesaikan perjalanan panjang sebagai mahasiswa di perguruan tinggi. Dengan kata lain wisudawan adalah seseorang yang sudah menyelesaikan seluruh kewajibannya sehingga dianggap sudah memiliki kompetensi sesuai bidang yang ditekuninya, sehingga dia layak mengikuti wisuda. Ya, wisuda adalah kegiatan yang diharapkan dan dibanggakan oleh siapa saja yang menyebut dirinya mahasiswa bahkan segenap keluarganya. Untuk itu, tidak heran jika setiap acara wisuda selalu diikuti oleh sejumlah keluarga mahasiswa. Acara wisuda yang tampaknya berkait erat dengan mahasiswa saja, sesungguhnya melibatkan (jika boleh disebut merepotkan) banyak pihak untuk menyelenggarakannya. Hal ini karena siapa pun menginginkan acara tersebut dapat berjalan semarak, meriah, lancar, sekaligus khidmat. Itu sebabnya setiap acara ini digelar, dibutuhkan persiapan yang matang dan dibutuhkan

keterlibatan banyak orang. Untuk mencapainya dibutuhkan sejumlah aturan penyelenggaraan. Khidmat dimaknai, di samping penuh kebahagiaan terpatri di dalamnya selaksa doa. Lalu, siapakah para wisudawan Unesa? Apa kompetensi wisudawan Unesa? Wisudawan Unesa adalah mereka yang memiliki kompetensi di bidang pendidikan dan nonkependidikan. Kompetensi ini berdampak pada profesi apa yang nanti dapat mereka masuki, yakni sebagai pendidik (guru) dan sebagai tenaga ahli (sesuai bidang keilmuannya). Profesi guru,

wisudawan memiliki kompetensi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, oleh lembaga-lembaga khusus yang bergerak di bidang keilmuan tertentu. Agar wisudawan dapat menjalankan profesi tersebut, lembaga ini sudah mempersiapkan mereka dengan matang, sejak mereka diterima sebagai mahasiswa. Tentu saja semuanya tidak dapat berjalan baik tanpa peran dosen melalui berbagai program perkuliahan dan pembimbingan, serta peran segenap tenaga kependidikan. Dengan demikian, wisudawan Unesa siap berkiprah dan mengabdi untuk kemajuan bangsa. Sebagai lembaga yang telah mempersiapkan dan mencetak tenaga guru dan tenaga ahli di berbagai bidang keilmuan, Unesa mengucapkan SELAMAT kepada para wisudawan ke---2016. Lembaga percaya, bahwa wisudawan kali ini telah memiliki kompetensi sesuai kebutuhan dan sudah sangat layak untuk siap berkiprah di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta. n

WISUDAWAN UNESA SIAP MENGABDI DI WILAYAH NKRI merupakan satu profesi yang strategis bahkan mulia. Wisudawan memiliki peran untuk ikut terlibat langsung dalam mencerdaskan dan menyelamatkan generasi mendatang. Guru adalah ujung tombak pendidikan. Keberhasilan pendidikan di negeri ini banyak bergantung pada peran guru ketika menjalankan kewajiban dan tugastugasnya. Sebagai tenaga ahli,

Majalah Unesa

*) Kepala Humas Unesa

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

3


DAFTAR RUBRIK

05 Edisi Ini

05

WISUDAWAN DAN KEJUJURAN MEMBIASAKAN KEJUJURAN

Setiap tahun, setidaknya tiga kali Universitas Negeri Surabaya melakukan prosesi wisuda. Itu artinya, ribuan mahasiswa dari berbagai jurusan sudah berpindah status dari mahasiswa menjadi alumni. Tentu, seiring dengan perubahan status tersebut, terbersit harapan besar pada para wisudawan itu agar mampu berkompetisi, memegang teguh integritas dan menanamkan kejujuran pada profesi apa pun sesuai kompetensinya.

08

MENDIKBUD: MENGAJAR ITU PANGGILAN JIWA

E D I S I J U L I 2 0 18 16

25

DARI THE XXIII IFHE WORLD CONGRESS 2016

Prof. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd., bersama Dra. Dwi Kristiastuti, M. Pd., dan Dra. Lucia Tri Pangesthi, M.Pd., menghadiri XXIII IFHE World ­Cong­ress 2016 yang berlangsung 31 Juli – 6 Agustus 2016 di Daejeon Convention Center, Daejeon, Korea Selatan. Bagaimana kisah serunya? Baca laporan Prof. Luthfiyah Nurlaela di halaman 25.

27 22

INSPIRASI ALUMNI Kisah Hidup Cancoko S.E. Menggapai Mimpi sebagai Anggota Dewan di Tuban.

Majalah Unesa ISSN 1411 – 397X Nomor 94 Tahun XVII - Juni 2016 PELINDUNG: Prof. Dr. Warsono, M.S. (Rektor) PENASIHAT: Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si. (PR I), Dr. Ketut Prasetyo, M.S. (PR III), Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M. Litt. (PR IV) PENANGGUNG JAWAB: Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T. (PR II) PEMIMPIN REDAKSI: Dr. Heny Subandiyah, M.Hum. REDAKTUR: A. Rohman, Basyir Aidi PENYUNTING BAHASA: Rudi Umar Susanto REPORTER: Syaiful Rahman, Lina Mezalina, Andini Okta, Murbi, Umi Khabibah, Suryo, Danang, Emir, Khusnul, Aziz, Raras, Puput, Syaiful H FOTOGRAFER: M. Wahyu Utomo, Sudiarto Dwi Basuki, S.H DESAIN/LAYOUT: Arman, Basir, Wahyu Rukmo S ADMINISTRASI: Supi’ah, S.E., Lusia Patria, S.Sos DISTRIBUSI: Hartono PENERBIT: Humas Universitas Negeri Surabaya ALAMAT REDAKSI: Kantor Humas Unesa Gedung F4 Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124, Fax (031) 8280804

4

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

Majalah Unesa


LAPORAN UTAMA

Membiasakan Kebenaran

Setiap tahun, setidaknya tiga kali Universitas Negeri Surabaya melakukan prosesi wisuda. Itu artinya, ribuan mahasiswa dari berbagai jurusan sudah berpindah status dari mahasiswa menjadi alumni. Tentu, seiring dengan perubahan status tersebut, terbersit harapan besar pada para wisudawan itu agar mampu berkompetisi, memegang teguh integritas dan menanamkan kejujuran pada profesi apa pun sesuai kompetensinya. Majalah Unesa

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

5


LAPORAN

UTAMA

PROSESI. Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S didampingi Wakil Rektor I, Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si foto bersama para wisudawan terbaik dalam prosesi Wisuda Unesa ke-86 yang dilangsungkan di GOR Bima Kampus Unesa Lidah Wetan Surabaya, 23 Juli 2016 . foto: HUMAS UNESA

R

ektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S. mengatakan bahwa Unesa dan alumni ibarat orangtua dan anak. Sebagai orang tua, tentu Unesa berharap lulusannya (anak-anaknya) dapat berkiprah dengan baik, sukses, dan memiliki integritas moral ketika menjalani profesi masing-masing. “Kami akan berusaha menjadi orang tua yang baik,” paparnya. Warsono menambahkan, sejatinya potensi yang dimiliki alumni Unesa sudah sangat mumpuni. Fakta di lapangan, profesi alumni Unesa ternyata bermacammacam, dan tidak hanya menjadi guru. Ada yang sukses sebagai politisi. Ada yang berjaya di bidang wirausaha. Ada yang berkarier tinggi sebagai birokrat, kepala

6

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

daerah dan berbagai profesi lain. “Hanya potensi itu masih menyebar dan belum terhimpun kuat dengan Unesa sebagai bagian dari IKA networking,” ungkapnya. Meski demikian, guru besar bidang filsafat itu yakin optimalisasi peran alumni dengan berbagai potensi yang dimiliki akan mampu menjadikan Unesa semakin cepat berkembang dan mencapai kejayaan. Dengan peran alumni, lanjut Warsono, Unesa yang saat ini sudah berstatus BLU (Badan Layanan Umum), akan mampu meningkatkan statusnya menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara) dengan memperkuat entrepreneurship. “Kami akan fokus membangun kualitas di dalam, sedangkan alumni bisa mendorong pengembangan entrepreneur,” tandasnya.

Majalah Unesa

Sementara itu, Wakil Rektor 1, Dr. Yuni Sir Rahayu, M.Si. mengatakan bahwa alumni tidak harus murni berkiprah di bidang pendidikan. Bidang lain juga dapat menjadi pilihan asalkan sesuai dengan kompetensi masing-masing. “Sinergi antara soft skills dan kemampuan akademik sangat diperlukan. Soff skill akan lemah jika kemampuan akademiknya tidak menunjang. Jika keduanya berkombinasi akan menghasilkan hasil yang baik dan maksimal,” ungkapnya. Yuni mencontohkan, di Unesa, mahasiswa berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Setelah lulus, kebanyakan dari mereka kembali ke daerah masing-masing. Nah, saat kembali ke daerah asal itulah, mereka diharapkan dapat berkiprah dengan maksimal sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.


LAPORAN UTAMA MENGELOLA KEBERAGAMAN Keberagaman mahasiswa Unesa yang berasal dari berbagai daerah itu, menjadikan Unesa tempat berbaurnya budaya yang berbeda. Ini menjadi salah satu kekuatan Unesa. “Ketika mereka mengenal dan berinteraksi dalam pola adaptasi itu, mereka dihadapkan pada situasi yang berbeda. Sehingga, ketika lulus nanti ada keterbukaan pandangan untuk berkiprah tidak hanya di Jawa, tetapi juga di luar Jawa,” terang Yuni. Ketika mereka ditempa di Unesa dengan situasi dan kondisi mereka saat belajar, baik melalui pembelajaran di kelas maupun di luar kelas seperti praktik industri, PKL, PPP, dan lain-lain sebetulnya adalah miniatur kehidupan yang dapat mereka aplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan kegiatan dan berbagai tugas yang diberikan, ketanggapan para wisudawan ini dapat diukur apakah mereka dapat menyelesaikan masalah dengan waktu yang relatif singkat. Ketika telah terjun di masyarakat nanti, masalah akan selalu muncul dan harus diatasi dengan cepat. Kondisi-kondisi problem solving yang ada di pembelajaran itulah yang diharapkan para wisudawan ini bisa menjadi problem solver atau pemecah masalah. “Harapannya para wisudawan dapat menjadi fast learner dan menangkap peluang-peluang yang ada di kehidupan bermasyarakat, sehingga mereka bisa berkiprah dan bermanfaat bagi masyarakat,” harapnya. MEMBIASAKAN KEBENARAN Heryanto Susilo, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Non Formal FIP Unesa memaparkan bahwa makna kejujuran tidak hanya melalui lisan, tapi juga perbuatan. Menurut Heryanto, lisan harus sama dengan perbuatan. “Jangan sampai kita seperti peribahasa Tong Kosong Nyaring Bunyinya yang berarti orang yang banyak bicara namun malas dalam bekerja,” ungkapnya. Dosen muda kelahiran Cirebon,

13 Mei 1981 itu mewanti-wanti agar jangan sampai kita seperti peribahasa tersebut, terutama dalam tindakan yang mengutamakan halhal yang sifatnya prinsip. Seperti mengenai tugas dan kewajiban seorang dosen sebagai seorang pendidik di perguruan tinggi. Lanjut Heryanto, hal itu menjadi tolok ukur kepribadian seseorang dalam melaksanakan tugas yang harus dimiliki semua pendidik dan menjadi modal dalam melaksanakan seluruh aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan akademis maupun nonakademis. Apalagi, dosen yang diberi tugas tambahan sebagai pimpinan seperti rektor, dekan, ataupun ketua jurusan. “Tanggung jawab yang telah diberikan itu harus bisa diimplementasikan melalui kejujuran,” ujar Heriyanto. Alumni S1 Unesa Jurusan PLS itu menitikberatkan kejujuran pada dua hal, yakni kejujuran dalam akademis dan dunia kerja. Kejujuran akademis sebagai contoh adalah melaksanakan kegiatan konkret yang sering terjadi tentang karya tulis atau karya ilmiah. Saat ini, mewabah tentang “plagiarisme” itu menjadi hal yang sudah biasa yang bukan miliknya akan tetapi diakui miliknya. “Mengenai karya tulis, kita harus jujur dan ada aturan bagaimana mengutip sebagaimana kaidah yang telah diajarkan sesuai penulisan karya ilmiah,” tandasnya. Apalagi, di era modern ini, sudah terdapat software yang dapat mendeteksi tingkat plagiarisme karya seseorang. Software tersebut harus diberdayakan oleh setiap pegawai, terutama dosen harus mampu mengoperasikan software tersebut sehingga dapat mendeteksi karya tulis yang ditulis sendiri sebelum dipublikasikan ke khalayak umum. “Dari pengoperasionalan alat itu, sudah bisa mengukur sendiri tingkat plagiarismenya,” bebernya. Kejujuran kedua dalam dunia kerja. Sebagai seorang dosen, dalam memberikan perkuliahan kepada mahasiswa harus disampaikan hal yang sifatnya akademis terkait perkembangan,

Majalah Unesa

kesulitan yang dihadapi, khususnya pengetahuan yang sesuai jurusan, sehingga masiswa tahu dan mempersiapkannya mulai dari sekarang. PLAGIARISME DI KALANGAN MAHASISWA Saat ini yang ironis adalah banyak mahasiswa yang “tidak jujur” dengan melakukan plagiarisme. Bahkan, banyak yang menyepelekan sudah menjadi hal yang biasa, terutama saat mengerjakan tugas dari dosen. Fenomena tersebut, lanjut Heriyanto, harus menjadi pemikiran bagi semua akedemisi untuk membuat bimbingan dan pelatihan menulis karya ilmiah bagi mahasiswa. Semisal paper, makalah, ataupun berupa skripsi, tesis dan disertasi. “Sebagai dosen menjadi keharusan untuk mendidik. Sebelum mendidik, tentu kita harus terdidik terlebih dahulu dalam menyamapaikan kejujuran. Istilah saya, jangan membenarkan kebiasaan tapi membiasakan kebenaran,” pungkasnya. n lina meza, aziz avivudin

Heryanto Susilo, M.Pd

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

7


LAPORAN

UTAMA

MENDIKBUD: MENGAJAR ITU PANGGILAN JIWA Mengajar adalah sebuah panggilan jiwa bagi seorang guru. Sikap itu harus tertanam pada diri guru agar mereka bersungguh-sungguh dalam menjalankan proses belajar mengajar sehingga akan menghasilkan lulusan yang kompeten. Demikian dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy.

Ini penting, bagaimana menanamkan kepada jiwa guruguru bahwa mengajar itu adalah panggilan jiwa. Sebuah profesi, jadi bukan hanya menganggapnya sebuah pekerjaan,” katanya usai menghadiri acara simposium dengan tema Hari Ini dan Masa Depan Indonesia di Surabaya beberapa waktu lalu. Menurut dia, kualitas tenaga pendidik berpengaruh terhadap lulusan yang dihasilkan. Jika guru mempunyai kompetensi dan

Muhadjir Effendy

8

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

Majalah Unesa

bersungguh-sungguh dalam mengajar, maka peluang untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas semakin besar. “Kurikulum itu bergantung pada guru-gurunya. Kalau gurunya tidak bermutu maka lulusannya juga nggak akan bermutu,” tambahnya. Muhadjir menambahkan, konsep pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan dasar harus diperjelas. Selain meningkatkan kompetensi guru, di tingkat pendidikan dasar harus tetap dibekali keterampilan di dunia kerja. Tujuannya, agar siswa yang tidak melanjutkan ke jenjang universitas punya kemampuan dan skill sehingga tidak menganggur. “Konsep pendidikan dasar kita tidak jelas. Berkali-kali saya katakan. orang Indonesia baru layak kalau pendidikannya sedasar itu. Lulusan SMP dan SMA Belum tentu melanjutkan maka harus dibekali ke dunia kerja,” tambahnya. Karena itu, Muhadjir akan merumuskan di dalam kurikulum agar nantinya siswa di jenjang pendidikan dasar punya bekal teknik dan bisa terserap di dunia kerja. Selama ini angkatan kerja Indonesia di jenjang pendidikan dasar masih cukup tinggi. “Tenaga kerja lulusan SMP masih tinggi. Bukan hanya SMA. Wajib belajar sembilan tahun orang tua yang tidak menyekolahkan anak sampai sembilan tahun harus diberi pengarahan . Pendidikan SMP pun


LAPORAN UTAMA dan SMU harus diberikan bekal teknik,” jelasnya. Kompetensi Tenaga Pendidik Kompetensi dan kesungguhan tenaga pendidik, termasuk guru dan dosen merupakan persoalan utama yang harus diurai agar menghasilkan lulusan yang baik. Sebab, pendidik harus menanamkan kejujuran kepada siswa/mahasiswa agar kelak bisa berperilaku baik saat lulus sekolah/kuliah. “Akan saya rekap dulu nanti guru ini titik simpul mengurai persoalan yang lain. Kalau kita ingin tenaga kerja berkompetisi di nasional, jangan berharap. Saya sekali lagi banyak gagasan. Kurikulum itu tergantung guru-gurunya,” jelasnya. Langkah awal berikutnya adalah rencana menjadikan kalangan guru yang benarbenar cakap, kompeten dan profesional dalam melaksanakan tugas mendidiknya.“Pemerintah berkewajiban mengembangkan iklim kerja pendidik yang benarbenar kondusif dan inspiratif agar guru berkembang dan maju,” ujar mantan Rektor Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Malang itu. Dia mengatakan, kejujuran perlu ditanamkan kepada siswa sejak dini. Orang tua dan tenaga pendidik harus menerapkan itu kepada anak dan peserta didik mereka. Dia mencontohkan saat ini banyak ditemukan Lembar Kerja Siswa (LKS) dikerjakan oleh wali murid. Hal itu merupakan sebuah praktik ketidakjujuran yang harus dihentikan. ”Kalau pagi-pagi anaknya telat berangkat sekolah dan belum mengerjakan tugas LKS, ibunya sendiri yang mengisi tugas LKS,” katanya. Padahal, lanjut Muhadjir, LKS disediakan untuk dikerjakan oleh siswa. Orang tua hanya mendampingi, bukan yang mengerjakan.»Karena LKS itu untuk siswa, bukan wali murid,» ucapnya. Muhadjir menyebutkan, kasus di Indonesia, terjadi dimulai lemahnya kontrol pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan pendidikan. Kondisi ini pun disebabkan imbas

diberlakukannya otonomi penuh di sektor pendidikan.“Apalagi, jika Indonesia ingin memberlakukan standar nasional pendidikan, kontrol dari pusat mutlak diperlukan,” ujarnya. Namun menurutnya, ia tetap mengapresiasi kinerja Anies Baswedan yang mampu meningkatkan pendidikan terutama dalam infrastruktur.“Pendidikan itu ibarat tanaman. Bukan tanaman yang tergolong yang bisa dipanen dalam hitungan bulan,” imbuhnya. Guru Perlu Tingkatkan Mutu Senada, Ketua Dewan Pendidikan Jatim Zainudin Maliki meminta agar para guru mendorong siswa aktif kreatif dalam proses belajar mengajar. Sehingga, guru juga harus bisa membuat situasi belajar yang efektif dan menyenangkan.“Dan, di sinilah guru banyak yang lemah, mereka hanya ingin siswa lulus,” katanya dalam Simposium pelantikan Perhimpunan Keluarga Besar (KB) Pelajar Islam Indonesia (PII) Jawa Timur 2016- 2020 di Hotel Elmi Surabaya beberapa waktu lalu. Dia mengatakan, profesionalisme dalam proses belajar mengajar sangat penting. Untuk menanamkan kejujuran, siswa harus aktif dan kreatif dan mendorong siswa jujur dalam proses belajar mengajar. Ketika kejujuran tertanam, maka siswa akan terbuka dan bisa mengutarakan kesulitannya.”Guru yang profesional itu tidak banyak bicara tapi mendorong siswa untuk aktif sehingga kepribadian siswa juga akan terbentuk dan mengalami langsung adanya kesulitan, kemudian guru juga bisa dinilai kinerjanya melalui penilaian otentik, bukan dinilai dari sertifikasi dengan beban 24 jam mengajar,” katanya. Dijelaskannya, guru harus jujur dan meningkatkan kompetensinya. Jangan sampai guru disandera dengan sertifikat sehingga tidak menggali kompetensinya. “Ini sangat penting. Karena pada akhirnya hanya memunculkan pabrik sertifikat, bukan menggali kompetensi. Kalau mau memberi

Majalah Unesa

Zainudin Maliki kesejahteraan, beri saja. Jangan dikaitkan dengan sertifikasi,” tandasnya. Zainuddin mengatakan, sudah menjadi tugas guru untuk meningkatkan mutu dan kompetensinya. Selama ini guru cenderung kurang kreatif dan aktif dalam memberikan materi pelajaran. Sehingga, proses belajar mengajar cenderung membatasi kreatifitas siswa. “Kompetensi pendidikan berdasarkan siswa aktif. Jadi yang pakemnya aktif, kreatif, dan menyenangkan,” ujarnya. Dijelaskannya, dalam kurikulum yang terintegrasi, mata pelajaran tidak harus banyak. Guru bisa mengajar secara tim dan mendorong siswa aktif untuk terlibat. “Kalau tidak dibenahi apa mau dualisme terus, tidak perlu takut dituduh ganti menteri ganti kebijakan. Karena memang perlu perbaikan. Solusinya kurikulum harus integreted, tandanya mata pelajaran tidak terlalu banyak, dibawah sembilan, tujuh paling tidak. Siswa dipacu dengan pelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan. Izinkan guru mengajar team teaching, kemudian otentik learning, ini guru harus dipacu,” jelasnya. n(BUDI PRASETYO)

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

9


LAPORAN

UTAMA

KATA MEREKA

Kejujuran memang harus ditanamkan sejak dini. Pandangan tersebut sangat didukung kalangan mahasiswa Unesa yang kini sedang merampungkan studinya. Seperti halnya yang diutarakan Ivo Yuliana dan Lailatul Mardiana berikut ini.

I

vo Yuliana, mahasiswa S1 PGSD Unesa berpendapat bahwa kejujuran harus ditanamkan sejak dini. Oleh karena itu, peran seorang pendidik, terutama guru harus benar-benar ditingkatkan dalam menanamkan kejujuran sejak dini sehingga siswa sudah terlatih dan terbiasa untuk berbuat jujur baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Mahasiswi kelahiran Sidoarjo itu mengatakan, kata kejujuran adalah suatu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai seseorang yang dapat dipercaya dalam perkataan, perbuatan dan pekerjaan sesuai dengan fakta sebenarnya. Penanaman kejujuran harus dimulai dari jenjang pendidikan dasar, karena jika karakter tidak terbentuk sejak dini maka akan sulit untuk mengubah karakter seseorang. Pada jenjang sekolah dasar, terang Ivo, memiliki porsi 60 persen dibandingkan dengan jenjang lainnya. Oleh karena itu guru sebagai pengganti orang tua di sekolah perlu memiliki kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen untuk menjadikan peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia serta menyadarkan pada siswa terhadap pentingnya nilai kejujuran. “Implementasi nilai kejujuran pada siswa sudah ada di Kurikulum 2013 yaitu guru harus memberikan contoh nilai kejujuran di hadapan siswa yang disampaikan terintegrasi dengan mata pelajaran ataupun perilaku di kelas, sekolah maupun luar sekolah,” pungkasnya.

lulusan Unesa dan harus diterapkan dalam segala sendi kehidupan. Bukan hanya sebagai seorang guru, tetapi juga dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat. Kejujuran sebagai seorang guru, tambahnya, dimulai dari kejujuran niat saat mengajar, apakah memang benar-benar dari hati atau hanya ingin mendapatkan imbalan. “Sejauh mana kita jujur dalam dalam mencintai pekerjaan,” terangnya. Selain itu, niat kejujuran juga diterapkan dalam kapasitas menghargai waktu. Sebagai contoh, guru sebagai sumber teladan siswa berarti harus memberikan contoh yang baik, misalnya disiplin terhadap waktu, tidak terlambat dan berkomitmen terhadap semua tugas atau janji yang telah dibuat dengan orang lain. “Itu semua perlu dilakukan agar siswa juga dapat mencontoh perilaku yang baik dari gurunya,” tandasnya.n (AZIZ)

KEJUJURAN DIMULAI DARI NIAT

Lailatul Mardiana, mahasiswa Jurusan PLB FIP memaparkan makna kejujuran sebagai implementasi prospek ke depan saat dia keluar dan menjadi seorang pendidik. Perempuan kelahiran 26 April 1994 asal Tanggulangin Sidoarjo itu menegaskan bahwa kejujuran adalah sebuah hal yang sangat penting dimiliki oleh

10

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

Majalah Unesa

Lailatul Mardiana


LAPORAN KHUSUS

Abdi Unesa untuk NKRI KUNCI berkiprah adalah mampu menklukkan berbagai kondisi di masyarakat. Ketika seseorang tidak mampu menaklukkan berbagai kondisi di masyarakat, untuk berkiprah akan sangat sulit,” ujar Wakil Rektor I Unesa, Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si. Kiprah tidak harus murni di bidang pendidikan, tapi seluruh lini yang ada di masyarakat, sesuai kompetensi masing-masing. Untuk berkiprah di masyarakat, perlu adanya bekal bagi para wisudawan, yakni sinergi antara soft skills dan kemampuan akademik. Soft skills akan matang jika bersinergi dengan kemampuan akademik. Karena softskill akan lemah ketika kemampuan akademiknya tidak menunjang. Dua kombinasi tersebut akan baik ketika bersinergi. Di Unesa, banyak mahasiswa yang memang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Kebanyakan dari mereka kembali ke daerah asalnya masing-masing. Meski belum merata, tapi ada keterwakilan dari berbagai daerah. Harapannya, mereka bisa mewarnai kiprah itu sendiri di tempat mereka kembali dan mengabdi. “Dikatakan merata memang belum, tapi ada keterwakilan dari berbagai daerah. Meskipun masih didominasi wilayah Jawa Timur,” ungkapnya. Keberadaan mahasiswa yang berasal dari luar Jawa Timur, menjadikan Unesa tempat berbaurnya budaya yang berbeda. Hal inilah yang menjadi salah satu kekuatan Unesa. Dengan mereka mengenal dan berinteraksi, dalam pola adaptasi itu mereka dituntut untuk menghadapi situasi yang berbeda, sehingga ketika lulus ada keterbukaan pandangan untuk berkiprah tidak hanya di Jawa, tetapi juga di luar Jawa. Ketika mereka ditempa di Unesa dengan situasi dan kondisi mereka saat belajar, baik melalui pembelajaran di kelas maupun di luar kelas seperti praktik industri, PKL, PPP, dan lain-lain. Sebetulnya adalah miniatur kehidupan yang dapat mereka aplikasikan di kehidupan bermasyarakat. Dengan kegiatan dan berbagai tugas yang diberikan, kecepat-tanggapan para wisudawan ini dapat diukur apakah mereka dapat menyelesaikan masalah dengan waktu yang relatif singkat. Ketika telah terjun di masyarakat nanti, masalah akan selalu muncul dan harus diatasi dengan cepat. Kondisi-kondisi problem solving yang ada di pembelajaran itulah yang diharapkan para wisudawan ini bisa menjadi problem solver atau pemecah masalah. “Harapannya para wisudawan ke-86 Unesa ini dapat menjadi fast learner dan menangkap peluang-peluang yang ada di kehidupan bermasyarakat, sehingga mereka bisa berkiprah dan bermanfaat bagi masyarakat,” harapnya.n

Dr. Supeno, S.Pd., M.Si. Wisudawan Terbaik S3

Bekerja Keras dan Selalu Istiqomah SUPENO dilahirkan di Blitar pada 7 Desember 1974 dari keluarga petani, yaitu bapak Paiman dan ibu Supinah (Alm). Dia merupakan wisudawan terbaik dari Program Studi Pendidikan Sains, Pascasarjana (S3). Anak ke 4 (empat) dari 7 (tujuh) bersaudara ini pernah menjabat sebagai Kaprodi Pendidikan Fisika Universitas Jember. Pendidikan SD hingga SMA ditempuh di Blitar, S1 di IKIP Malang (1993-1997), S2 di ITS (2002-2005). Pada 1997-1998 dia mengajar di SMA Swasta di Malang kemudian 1999 sampai sekarang sebagai Dosen. di Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Jember. Prinsip hidupnya, berkaitan dengan kerja keras, berusaha, dan selalu berdoa serta bermanfaat. “Ciri bahwa kita bermanfaat bagi orang lain adalah orang lain akan merasa kehilangan dengan ketidakhadiran kita di sekitarnya dan sebaliknya pula,” ungkap Pria dengan IPK 3,83 tersebut. Teladan dari orang tua dan peran Isteri menjadi kunci kesuksesannya yang utama. Penelitian Disertasinya tentang desain model pembelajaran yang dapat digunakan untuk membelajarkan keterampilan proses sains dan kemampuan berargumentasi ilmiah. Penelitian ini didasari pada permasalahan yang terdapat dalam pembelajaran fisika, yaitu 1) rendahnya keterampilan berargumentasi ilmiah dan keterampilan proses sains pada siswa, 2) pembelajaran fisika belum membelajarkan keterampilan berargumentasi ilmiah, 3) beberapa model pembelajaran yang telah digunakan untuk membelajarkan keterampilan berargumentasi ilmiah tidak efektif dan efisien. Padahal keterampilan proses sains dan argumentasi ilmiah diperlukan siswa dalam membangun pemahaman konseptual, mengembangkan kemampuan meneliti, memahami manfaat sains, dan memahami nilai-nilai interaksi sosial. Kesan selama menempuh studi S3 ialah, suasana, tuntutan, dan layanan akademis yang ada benar-benar melatih mahasiswa untuk kerja keras, ulet, dan tangguh. “Untuk menyelesaikan studi S3 diperlukan kemandirian yang tinggi. Untuk itu, diperlukan kerja keras yang konsisten (istiqomah) dan memperbanyak diskusi dengan dosen dan teman serta menikmati semua tantangan dan hambatan yang ada agar terasa ringan,” pungkasnya memberikan pesan kepada teman sejawatnya.n (RUDI UMAR)

(LINA MEZALINA)

Majalah Unesa

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

11


LAPORAN

KHUSUS Nisa’ul Machfiroh, S.Pd. Wisudawan Terbaik FIP

Alvita Wulansari, S.Pd., M.Pd. Wisudawan Terbaik S2

Berkah Belajar Ingin Majukan sambil Mengajar Pendidikan Bawean WALAU sempat mundur satu tahun untuk berkuliah, semangat belajar dan meraih cita-cita yang dimiliki oleh Nisa’ul Machfiroh tetap berkobar. Perasaan sedih, tentu pernah menyerang Nisa’ saat itu. Dengan mengisi kekosongan satu tahunnya saat itu, wanita kelahiran Mojokerto tersebut tetap belajar sambil mengajar di sekitar rumahnya. Dengan perjuangannya itulah membuat dia lolos jalur SBMPTN Bidikmisi di tahun 2012. “Memang mustahil untuk kuliah saat itu, tapi dengan niat menuntut ilmu dan atas izin Allah, saya diberi kesempatan untuk kuliah. Alhamdulillah,” ucap syukur wisudawan PGSD tersebut. Kalau ditanya tentang masa-masa kuliah, Nisa’ mengakui hanya diisi dengan belajar dan belajar. Dia juga mengakui tiap minggu pulang kampung demi mengajar murid-murid di sekitar rumahnya itu. Sejak dulu Nisa sudah menjadi guru les privat di kampungnya. Selain itu, dia juga aktif dalam organisasi keagamaan di Mojokerto. Walaupun Nisa’ tergolong kurang aktif selama masa menjabat sebagai mahasiswa S1, tapi dengan fokus belajar dan hasil skripsinya bisa membawa dia menjadi wisudawan terbaik di FIP Unesa. “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas 5 Me­lalui Model Pembelajaran Problem Based Learning Pada Tema Organ Tubuh Manusia dan Hewan di SDN Dukuh Pakis 1 Surabaya” adalah judul skripsi yang telah diselesaikan oleh pengagum Maher Zain ini. Nisa’ mengambil judul ini karena dia berharap pada generasi mendatang tak hanya pintar dalam materi saja, tapi juga mampu mengimplementasikannya ke dalam kehidupan nyata dan mau berpikir kritis serta peduli untuk Indonesia yang lebih baik lagi. “Banyak sekali orang pintar, tapi mereka tidak tanggap dan peduli dengan masalah di sekitar, menanggapi segala sesuatu dengan tidak bijak dan tidak sesuai dengan nilai dan norma yang ada,” ujarnya. Mimpinya menjadi seorang pengajar sudah Nisa’ miliki sejak kecil. Bahkan mimpinya makin meluap saat ia melihat sebuah film India yang mengisahkan tentang guru yang menyelamatkan murid yang mengalami dyslexia dari kebodohan dan ketidakmampuan membaca dan menulis. Perempuan yang lahir pada 14 April 1993 ini ingin sekali menjadi seseorang yang bisa menginspirasi banyak orang dengan giatnya dia belajar dan meraih cita-citanya. n (CHIKITA)

12

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

Majalah Unesa

SYUKUR dan senang menyelimuti gadis asli Pulau Bawean ini. Nilai yang nyaris sempurna dengan IPK 3,94 membuat Alvita Wulansari menjadi wisudawan terbaik Program Pascasarjana Jurusan Matematika. Bagi Vita, sapaan akrabnya, penghargaan ini hanyalah rasa senang sementara. Akan tetapi, makna sesungguhnya dari penghargaan ini adalah rasa tanggung jawab yang perlu ditingkatkan. Berusaha menjadi lebih baik, yang merupakan modal utama untuk meraih kesuksesan. Kesuksesan Alvita dalam memperoleh IPK yang hampir sempurna, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Akan tetapi banyak hambatan dan rintangan dalam mengerjakan tesisnya. Rasa terima kasihnya selalu diberikan kepada dosen pembimbingnya karena tenaga dan pikiran telah diberikan padanya demi memperoleh nilai yang maksimal. Selama itu banyak pengalaman berharga yang dapat dijadikannya sebagai pembelajaran demi masa depannya. Anak dari pasangan Syahrul Arif dan Almarhumah Hindun ini mempunyai cita-cita yang sangat mulia, yaitu ingin memajukan Pulau Bawean di bidang pendidikan agar mampu berkontribusi lebih baik di tingkat nasional. Baginya tanah kelahirannya itu merupakan aset negara yang memiliki peluang besar demi kemajuan bangsa Indonesia. “Menciptakan pendidikan tertinggi di Pulau Bawean merupakan cita-cita besar saya,” ujar gadis 24 tahun itu. Harapan Alvita bagi Unesa adalah Unesa mampu melahirkan generasi bangsa yang unggul dan tangguh. Unggul dapat dinilai dari kontribusi lulusan Unesa dalam mengabdi ke masyarakat. Tangguh juga dinilai dari sisi kualitas. Kualitas lulusan Unesa diharapkan mampu meminimalisasi kesenjangan di dalam masyarakat. Hal ini dapat digambarkan dengan memanfaatkan ilmu para wisudawan yang diperoleh selama berkuliah. n (WAHYU)


LAPORAN KHUSUS Rofiqur Rizqi, S.Pd. Wisudawan Terbaik FIK

Afiyah Maghfiroh, S.S. Wisudawan Terbaik FBS

Memasyarakatkan Praktik Kuliah Olahraga Softball di Luar Negeri SAYA awalnya tidak menyangka akan memperoleh pre­dikat wisuda­wan terbaik ter­se­but. Ya syukur alham­du­lillah semua itu ber­kat dari Allah serta du­ kungan dan motiva­si dari pihak keluarga, do­sen, dan temanteman. Orang tua pun juga berpe­san bahwa jangan lu­pa dengan Allah atas ke­berhasilan ini,” ungka­p Rofiur Rizqi. Rofiur Rizqi, yang la­hir di Surabaya, 26 Juli 1994 putra dari Abdul Muntholib dan Zuhroh mampu menjadi wisudawan terbaik di Fakultas Ilmu Keolahragaan dengan IP 3.74. Bermodalkan kesukaannya berolah raga terutama softball, mampu memberikan ide skripsi yang luar biasa dengan judul “Penerapan Modifikasi Permainan Softball terhadap Motivasi Belajar Siswa dalam Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan pada Siswa Kelas VII MTs. ASSA’ADAH Sampurnan Bungah Gresik”. Dalam penelitiannya, dia ingin mengenalkan kepada peserta didik mengenai softball dan memberikan motivasi untuk bermain softball. Kendala dalam mengerjakan skripsi pasti dijumpai dari rasa malas sampai liburnya sekolah, hingga membuat penundaan penelitian. Selama berada di bangku kuliah, bukan urusan akademik saja yang membuatnya sibuk melainkan urusan organisasi. Hal ini terlihat ketika dia tergabung di organisasi HMJ, UKKI dan UKM Softball dengan memegang jabatan dari ketua hingga wakil ketua. Dia juga termasuk mahasiswa Bidikmisi. Sedangkan untuk saat ini dia disibukkan dalam ajang PON Baseball sebagai official. Dia juga berpesan bahwa “Kunci ini semua bersungguh, berikhtiar dan berusaha. Untuk mengerjakan skripsi atau sesuatu hal yang lain, memang harus sungguh-sungguh agar hasil yang diperoleh juga memuaskan dan kendala yang menghadang terlewati. Selain itu, taat dan patuh kepada Allah, orang tua dan guru-guru agar jalan yang kita tempuh barokah,” tambahnya di sela-sela wawancara.n (MURBI)

PADA wisuda ke-86, Wisudawan terbaik Fakultas Bahasa dan Seni diwakili oleh Afiyah Maghfiroh, dari Prodi Sastra Inggris. Dengan IP 3,78, perempuan asal Pasuruan tersebut berhasil meraih gelar Sarjana Sastra dalam kurun waktu tiga setengah tahun dengan mengankat skripsi yang berjudul “The Representation of Literacy as Power and Danger in J.K. Rowling’s Harry Potter and The Half Blood Prince”. Perempuan yang lahir pada 29 April 1994 tersebut telah mengalami banyak perjuangan selama berkuliah hingga mampu mendapat predikat wisudawan terbaik. Satu di antara pengalaman perjuangan yang paling berkesan adalah Praktik Kerja Lapangan (PKL) di dua negara. Ia beserta teman sekelompoknya, berhasil menjadi mahasiswa pertama di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris yang melakukan PKL di luar negeri. Jika mahasiswa lain melaksanakan PKL satu kali, ia dan teman-temannya melakukannya dua kali. “Itu awalnya kita di-php oleh KBRI Singapura. Mereka awalnya menerima saya dan teman-teman. Ketika KKN, saya dapat info, kalau pihak Fungsi Pendidikan Sosial dan Budaya miskomunikasi dengan atasannya. Akhirnya kita banting stir mencari di Surabaya, dan Alhamdulillah English First (EF) menerima kami dengan cepat. Tapi kami tetap bergerilya ke KBRI di negara ASEAN. Akhirnya, pada minggu terakhir magang di EF, kami dapat pemberitahuan bahwa KBRI Laos menerima kami”, tuturnya. Afiyah, sapaan akrabnya, melanjutkan bahwa tidak mudah menjalani PKL di luar negeri tersebut karena pada pelaksanannya bersamaan dengan perkuliahan, sehingga dapat berakibat pada presensi pada akhir semester. Namun, dengan bermodal tekad dan semangat, ia dan teman-temannya berhasil membuat kesepakatan dengan pihak dosen, yaitu mengerjakan tugas kuliah dan mengejar materi perkuliahan secara individu. Meski dirasa cukup melelahkan, PKL di luar negeri tersebut mampu membayarnya dengan beragam pengalaman lain. Tidak sekadar PKL untuk berpraktik teori, melainkan juga pengalaman dan interaksi dengan orang-orang yang baru dan berkesan. Dengan motto “Something worth has never come easy”, ia mengaku ingin melanjutkan kuliahnya melalui beasiswa GKS di Hankuk University of Foreign Studies, Korea Selatan. Baginya, rahasia dalam meraih kesuksesan terletak pada besarnya usaha, semakin besar usaha semakin besar pula keberhasilan yang digapai. Terbukti, anak kesembilan pasangan Sjueb dan Mukaromah tersebut, berhasil lulus tepat waktu dengan pengalaman dua kali PKL di dua negara.n (ANNISA ILMA)

Majalah Unesa

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

13


LAPORAN

KHUSUS Muhammad Rohman Nudin, S.Pd.

Wisudawan Terbaik FT

Lailatul Ahadiah, S.Pd. Wisudawan Terbaik FMIPA

Memang Ingin Beruntung Bukan Menjadi Cum Laude Mahasiswa Biasa MUHAMMAD Rohman Nudin, S.Pd salah satu wisudawan terbaik se-Universitas Negeri Surabaya dari Fakultas Teknik Program Studi S1 Pendidikan Teknik Elektro Konsentrasi Elektronika Komunikasi. Rohman, putra ketiga dari Bapak Zaini yang bekerja sebagai petani yang satusatunya berkuliah diantara kedua saudaranya. Pria kelahiran Ponorogo, 6 Oktober 1993 ini merupakan penerima beasiswa Bidikmisi. Ia mengaku tidak menyangka akan menjadi wisudawan terbaik pada wisuda ke86 karena sebelumnya tidak pernah mempunyai target untuk menjadi lulusan terbaik namun berkeinginan untuk menjadi lulusan cum laude. Rohman mengaku tidak ada strategi belajar khusus untuk menjadi lulusan terbaik. Ia tertib menjalankan ibadah salat 5 waktu tepat di awal waktu secara berjamaah. Menurutnya itu adalah strategi terbaik. Dan strategi tersebut ia dapatkan dari kajian di Musholah yang diberikan oleh Bapak Agung Dosen Jurusan Teknik Mesin Unesa. “IQ dan EQ itu saling melengkapi. Jika kita mempunyai SQ (Spiritual Quotient) yang baik, maka secara otomatis IQ dan EQ kita juga membaik”, ujar Rohman. Apa yang Rohman dapatkan tidaklah instan. Semua ada prosesnya. Predikat lulusan terbaik tidak ia dapatkan dengan mudah. Ia mulai dari mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan yang menjabat sebaga staf depag pada semester 2 dan 3. Lalu pada semester 4 dan 5, ia menjadi kadep depag. Namun pada semester 6 ia ditawari untuk menjadi ko-as di laboratorium elektronika. Dan karena Rohman memiliki prestasi yang baik, pada semester 7 ia ditawarkan lagi untuk menjadi ko-as di laboratorium fisika. Dan pada semester 8, ia menjadi ko-as di laboratorium pengukuran. Dana pada semester 8 total Rohman menjadi koas di 3 lab sekaligus. Judul skripsi yang mengantar Rohman menjadi wisudawan terbaik adalah “Pengembangan Trainer Operational Amplifier Menggunakan IC-741 pada Mata Kuliah Praktikum 2 Elektronika 2 di Jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri Surabaya”. Usai wisuda, rencananya Rohman akan bekerja di Jurusan Teknik Elektro Unesa untuk membuat buku ajar Fisika Teknik. Sembari itu, ia juga akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dengan mendaftar S2 LPDP. n (ANING)

14

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

Majalah Unesa

LAILATUL Ahadiah, sebagai salah satu, mahasiswa yang namanya akan disebut dalam ceremonial gebyar wisuda Juli ini mencoba membagikan cerita mengapa ia memilih menjadi mahasiswa yang ‘tidak biasa’. Ahadiah, begitu sapaan yang melekat dengannya mengungkapan jika ia merasa beruntung saja bisa sampai di capai yang bisa dibilang memuaskan itu, IPK 3,77. Namun, satu yang ia percaya layaknya sebuah nasihat, ‘siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan menuai hasilnya’. “Begitu juga dengan belajar, yang sungguh-sungguh belajar maka akan memperoleh hasilnya juga, karena sudah menjadi kewajiban kita belajar,” tandasnya. Baginya belajar tidak hanya di bangku kuliah, bahkan lulusan terbaik jurusan sains ini menuturkan, belajar tidak boleh ada habisnya paling tidak sampai dengan fenomena munculnya gagak putih atau hari akhir. Tidak hanya itu, seabrek aktivitas ternyata pernah dilakoni Ahadiah saat kuliah, diantaranya dengan aktif di organisasi jurusannya HMP (Himpunan Mahasiswa Prodi) dan sebagai guru privat. Inilah yang membuat gadis kelahiran Pasuruan ini berbeda, ia menuntut dirinya mampu membagi waktu dan dewasa dalam berpikir maupun bertindak. Tidak jarang demi menjalankan ketiganya, yakni kuliah, organisasi, dan bekerja ia hanya tidur 2-3 jam sehari untuk bisa menyelesaikan tugas yang banyak. Bisa dibilang, usahanya berhasil karena ia mampu mempertahankan IPK di poin 3,77. Praktiknya, Ahadiah mengatakan bila membagi waktu sangat penting karena kegiatan organisasi yang banyak diluar waktu kuliah, keduanya diatur agar sesuai dengan porsinya. Dengan belajar berorganisasi, membantunya untuk menyadari perannya sebagai wanita karier sekaligus wanita dalam kehidupan keluarga nantinya, dalam hal membagi waktu. Poin plus lainnya yaitu kedewasaan. Akademisi kelahiran 21 tahun lalu ini menuturkan bahwa ia tidak mengelak jika berorganisasi juga membuatnya terbiasa dengan masalah. “Organisasi menuntut kita untuk bertanggung jawab dalam mengemban amanah, jadi kita belajar berpikir dewasa dalam menghadapi masalah organisasi,” tandasnya. Belum lagi posisinya sebagai pelajar bukan di kota kelahiran, otomatis jauh dari orang tua menuntut kedewasaan bertindak dan tegar menghadapi masalah apa pun. n (RARAS)


LAPORAN KHUSUS Sebma Nidia Dariati, S.Pd.

Wisudawan Terbaik FISH

Putri Ulfa Kamalia, S.Pd. Wisudawan Terbaik FE

Film Motivasi Harusmkan FE Antar yang Terbaik dengan Prestasi DON’T think to be best but do the best as we can. Jangan berpikir menjadi yang terbaik namun lakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan, merupakan salah satu prinsip Sebma Nidia Dariati wisudawan terbaik Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum. Bagi Sebma, motivasi sangat diperlukan dalam berbagai hal termasuk dalam kegiatan perkuliahan. Uniknnya, setiap mendapat jadwal kuliah baru ia tidak pernah lupa menuliskan sebuah kata motivasi yang dianggap dapat memacu semangatnya dalam menempuh kuliah selama satu semester kedepan. Perempuan yang hobi menonton film ini mempunyai cara belajar tersendiri sesuai dengan karakternya. “Cara belajar saya mudah saja, hanya perlu fokus dan tidak bermalasmalasan” tuturnya. Ia selalu mencatat setiap materi perkuliahan dengan lengkap serta membuat catatan-catatan kecil untuk lebih mudah dibawa kemana saja. Bagi sebagian orang menonton film dianggap menyita waktu dan mengganggu waktu belajar, namun tidak demikian bagi Sebma. Film yang menjadi favoritnya berupa film motivasi dan film sejarah yang sejalan dengan jurusannya. Selain dapat digunakan sebagai sarana hiburan juga dapat sebagai sarana edukasi. Sebma mengakui bahwa sebagai mahasiswa dirinya bukan termasuk dalam kategori mahasiswa yang cerdas. Namun dengan kesadaran tersebut justru memacu dirinya untuk rajin dan tidak menunda pekerjaan. Jika mendapat tugas, ia akan segera mengerjakan dengan sebaik-baiknya. “Saya tidak akan bisa tidur sebelum tugas saya selesai dengan sempurna” ungkap alumni SMAN 1 Bojonegoro tersebut. Mahasiswi kelahiran Bojonegoro, 19 Agustus 1994 itu mengungkapkan bahwa hasil yang baik tidak semata untuk dirinya sendiri, tetapi menjadi kebanggaan orang tua adalah salah satu yang terpenting. Kegagalannya dalam SNMPTN menyulut keinginannya untuk terus memperbaiki kualitas diri, sehingga sejak awal masuk di UNESA ia bertekad untuk lulus dengan predikat cum laude. Jika sekarang IPK 3,70 yang diraihnya menjadi yang tertinggi di FISH, maka hal itu hanya sebuah bonus dari usahanya.n (ILMI).

PUTRI Ulfa Kamalia merupakan mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi yang memperoleh predikat wisudawan terbaik FE. Perempuan kelahiran 18 November 1994 mendapatkan IPK 3.88, Dia menyelesaikan tugas akhirnya dengan judul Analisis Pengetahuan Anggota tentang Koperasi terhadap Sisa Hasil Usaha dengan Partisipasi Anggota Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada KPRI Bhakti Husada) Kabupaten Bangkalan. Dan rencananya akan melanjutkan studi ke S2. “Jangan takut untuk mengembangkan kemampuan terutama dalam penciptaan sebuah karya. Karena, bila selama studi tidak memanfaatkan waktu yang ada, maka muncul penyesalan di kemudian hari,” ungkapnya memberikan motivasi kepada teman-teman Fakultas Ekonomi. Lanjutnya, tidak ada kata menyerah, untuk membuat masa depan lebih indah. Prinsip hidupnya Doa, Usaha, Ikhitiar, dan Tawakkal. Empat hal itulah yang mengantarkannya menjadi seperti saat ini. Selain aktivitasnya berkuliah, dia juga sempat menjadi panitia dalam beberapa kegiatan yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan berbagai kegiatan lainnya, baik di Unesa maupun di luar Unesa. “Saya pernah mendapatkan Juara 1 Lomba Cerdas Cermat Koperasi Tingkat Mahasiswa Se - Jawa Timur tahun 2013. Juara 1 Mawapres tingkat Jurusan Pendidikan Ekonomi FE Unesa, Juara 2 Lomba Baca Puisi Peksiminas Tingkat Unesa, Juara 2 Lomba Berpacu dalam Koperasi (Uji Perkoperasian) Tingkat Koperasi Mahasiswa, Babak Semifinal LKTI Hipoter-2 IPB tahun 2014, dan Juara 3 Lomba Debat Kebijakan Presiden Baru Tingkat Unesa,” pungkasnya. n (SYAIFUL H).

Majalah Unesa

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

15


WARTA

UTAMA

MIMBAR: Rektor Unesa, Prof. Warsono, MS saat membuka kegiatan Forum Pimpinan FPIPS/FIS/FISH eks-LPTK se-Indonesia. foto: HUMAS

Forum Pimpinan FPIPS/FIS/FISH eks-LPTK se-Indonesia

Unesa Dipercaya Jadi Tuan Rumah

F

akultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya (FISH) Unesa menjadi tuan rumah dalam acara Forum Pimpinan FPIPS/FIS/FISH eks-LPTK se-Indonesia. Sebanyak 12 universitas hadir dalam acara tersebut. Mereka adalah Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Makassar, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Negeri Gorontalo, Universitas Negeri Manado, Universitas Negeri Malang, Universitas Negeri Padang, Universitas Pendidik Ganesha, Universitas Negeri Medan, Universitas Pendidikan Indonesia, serta Universitas Negeri Surabaya. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Rabu, 27 Juli 2016 di Hotel Ibis Surabaya. Forum pimpinan tersebut mengusung tema Pendidikan IPS di Abad Pelangi PengetahuanKeterampilan. FPIPS/FIS/FISH sebagai

16

fakultas yang identik dengan pembelajaran untuk hidup dan kehidupan, perlu mengembangkan serta membenahi infrastruktur penyelenggaraan pendidikan di FPIPS/FIS/FISH yang harus diselaraskan dengan perkembangan zaman. Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S, mengungkapkan, tujuan diselenggarakannya forum itu adalah untuk peningkatan kualitas guru terutama pada konsep Kompetensi Dasar (KD) yang akan disampaikan. “Ketika guru tidak bisa memahami substansi KD-nya, maka dia tidak akan bisa mengembangkan materinya. Diharapkan pula forum pimpinan selaku pelaksana kebijakan dapat membantu pemerintah dalam membuat kebijakan. Karena sebagai pelaksana kebijakan, anggota forum merupakan orang yang lebih memahami masalah-masalah yang terjadi dan akan dihadapi oleh kebijakan yang berlaku, seperti pada

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

Majalah Unesa

kurikulum dan RPP,” ungkapnya. Senada, Prof. Dr. Sarmini, M.Hum, Dekan FISH Unesa menjelaskan, forum ini diperkirakan akan mampu menyelaraskan langkah antarsesama LPTK serta mempermudah dalam hal meningkatkan mutu pendidik di seluruh Indonesia dengan menciptakan komunikasi keilmuan antarlembaga yang sama. Sarmini menambahkan, diperlukan peran dan fungsi Dekan, Wakil Dekan, Ketua Jurusan, Ketua Program Studi, Ketua Laboratorium, dan Pengelola Jurnal tingkat Fakultas maupun Jurusan/Prodi. “Pemfokusan ini akan mempermudah proses kerja sama karena pada setiap tingkat diprediksi memiliki masalah yang berbeda dengan konteks yang berbeda pula. Pengelompokan ini diharapkan dapat saling memberi efek timbal balik dan menfokuskan pada kemampuan problem solving,” ungkapnya.n (AZR/DNA)


WARTA UTAMA

Mengawal Pelaksanaan SDGs

S

eminar Nasional bertajuk Jatimonic dan Kesiapan Jawa Timur dalam Menghadapi SGDs digelar Unesa pada 28 Juli 2016 di ruang Bromo kantor pusat Bank Jatim. Hadir dalam seminar tersebut beberapa tokoh sebagai pembicara, yakni Dr. Saiful Rachman M.M M.Pd, Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur, Dr. Andrinof Chaniago, M.A, Sekretatis Jendral Ikatan Sosiologi Indonesia, Prof. Dr. Hotman M. Siahaan, Ketua Dewan Riset Propinsi Jawa Timur sekaligus Guru Besar Sosiologi FISIP Unair, dan dihadiri pula oleh dosen Sosiologi Fisipol UGM. Dr. Sugeng Harianto, M.Si, Ketua Jurusan Prodi Sosiologi mengatakan sebenarnya ingin mendatangkan langsung Pakde Karwo, Gubernur Jatim sebagai keynote speaker karena memilik gagasan Jatimnomic yang telah diimplementasikan selama dua periode menjabat. “Kami sebenarnya ingin Pakde Karwo mengungkapkan kisah suksesnya membangun Jatim yang relatif dikatakan berhasil,” terang Sugeng Harianto. Sugeng berharap ada link atau benang merah antara Jatimnomic dan pelaksanaan SDGs di Jawa Timur. Menurut Sugeng, seminar

itu akan memberikan pencerahan kepada kepala daerah SDGs di daerahnya masing-masing. Meskipun SDGs sudah digagas dan dirumuskan serta sudah menjadi sebuah kebijakan tetapi tidak mudah untuk diimplementasikan di lapangan. Lebih dari 500 peserta dari forum dosen se Indonesia mengikuti seminar tersebut. Tim akademisi Unesa juga mengundang kepala daerah yang mewakilkan kepala badan pemerintah daerah. Mulai Dinas Pendidikan dan dinas terkait, para akademisi, dan para guru. Seminar tersebut juga merupakan langka untuk mengawali agar pelaksanaan SDGs tidak mengalami nasib yang sama seperti MDGs, yang gagal di tengah jalan. Sugeng menjelaskan, keterlibatan Unesa, terutama Program Studi Sosiologi dalam waktu dekat akan menjajaki MOU dengan pemerintah propinsi. Sugeng berharap para akademisi dapat terlibat dalam mengawal SDGs. Paling tidak, ada perguruan tinggi yang memiliki kontribusi mengenai konsep maupun roadmap yang selama ini belum dimiliki pemerintah daerah. “Poin utama MDGs dan SDGs

Majalah Unesa

yang menjadi prioritas adalah menanggulangi kemiskinan. Tahun lalu ditargetkan 50 % angka kemiskinan menurun, ternyata meleset. Secara nasional angka kemiskinan masih 11% , sedangkan di Jawa Timur mencapai 9 %,” paparnya. Secara akademisi, penanggulagan masalah kemiskinan bersifat karitatif yang sifatnya memberi. Seperti bantuan kesehatan, bantuan Raskin, BLT. Karena sifatnya memberi sehingga tidak ada upaya memberdayakan. Semua bantuan dikonsusmsi habis. Oleh karena itu, orang miskin tetap miskin. Bahkan yang lebih parah, dapat menciptakan ketergantungan pada bantuan-bantuan seperti itu akhirnya, menimbulkan kemalasan. “Pada dasarnya, esensi dari bantuan kemiskinan adalah memberdayakan yang miskin supaya tidak lagi miskin,” terang Sugeng. Menurut Sugeng, problem utama adalah masalah lapangan pekerjaan. Dia berharap forum sosialisasi tersebut dapat menjadi salah satu solusi penanggulangan kemiskinan. Selain itu, hasil riset dan studi yang dilakukan oleh tim akademisi, diharapkan mampu menjawab problem tersebut. n(UMI) | Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

17


LENSA UNESA

HALAL BIHALAL Keluarga Besar Unesa alam rangka menjalin ukhuwah dan merajut kebersamaan setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan, keluarga besar Universitas Negeri Surabaya menggelar acara halal bihalal. Acara rutin tahunan itu dilaksanakan di Gedung GEMA kampus Unesa Ketintang pada Senin, 18 Juli 2016. Seluruh keluarga besar Unesa hadir dalam momen maaf memaafkan itu. Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S dan seluruh jajaran pimpinan pusat, para dekan dan jajarannya, kajur/kaprodi dan jajarannya serta seluruh karyawan Unesa tumpek blek dalam suasana saling melepas maaf tersebut. Semoga momen tersebut menjadi perekat untuk mendorong Unesa semakin berjaya. l SH/HUMAS

18

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

HALAL BIHALAL DHARMA WANITA PERSATUAN UNESA KELUARGA besar Dharma Wanita Persatuan Unesa menggelar acara halal bihalal pada Selasa, 19 Juli 2016 di Auditorium Fakultas Bahasa dan Seni Kampus Unesa Lidah Wetan. Acara yang dihadiri keluarga besar Dharma Wanita Unesa itu menghadirkn Ustad M. Ali Misbahul Munir, salah seorang dai kondang asal Surabaya. Kegiatan Halal Bihalal tersebut berlangsung khidmat dan penuh keakraban. l LC/HUMAS)

Majalah Unesa


LENSA UNESA

HALAL BIHALAL KELUARGA BESAR FAKULTAS KEOLAHRAGAAN FAKULTAS Ilmu Keolahragaan menyelenggarakan acara halal bihalal pada Selasa, 12 Juli 2016 di area kolam renang FIK. Acara berlangsung meriah. Selain dihadiri keluarga dosen dan karyawan, halal bihalal yang dikemas sebagai ajang silaturahim itu juga dihadiri tokoh-tokoh FIK yang punya jasa besar. l(LC/HUMAS)

HALAL BIHALAL KELUARGA FBS

Majalah Unesa

MOMEN saling memaafkan juga dilakukan oleh Fakultas Bahasa dan Seni. Dengan mengusung tema Profesionalitas dan Produktivitas Kerja sebagai Identitas Keimanan, keluarga besar FBS mengadakan acara halal bihalal tersebut di Auditorium FBS pada Selasa, 12 Juli 2016. Selain dihadiri oleh keluarga besar FBS baik dari dosen dan karyawan, acara tersebut juga menghadirkan Ustad Abdul Mughni, M.Ag, M.Pdi sebagai penceramah. l LC/HUMAS

| Nomor: 95 Tahun XVII- Juli 2016 |

19


KOLOM REKTOR

Kejujuran merupakan bagian dari etika akademis yang harus dipegang dan dijunjung tinggi oleh masyarakat ilmiah. Kejujuran para wisudawan dalam memperoleh nilai pada saat ujian juga merupakan hal yang tidak kalah penting. Oleh Prof. Dr. Warsono, M.S.

W

isuda merupakan acara yang ditunggutunggu para mahasiswa dan orangtua mahasiswa. Wisuda merupakan puncak acara yang menandai bahwa proses perkuliahan sudah berakhir dan mahasiswa berhak menyandang gelar sesuai dengan jenjang dan jenis program studinya. Sebenarnya, secara yuridis, tanda selesainya proses perkuliahan adalah saat mahasiswa yudisium di fakultas masing-masing. Meski demikian, acara wisuda merupakan momen yang sangat dinantikan oleh mahasiswa dan orangtua. Saat wisuda itulah, para mahasiswa bisa memakai toga disertai gordon sebagai simbol jenjang pendidikan telah dicapai. Saat wisuda, setiap mahasiswa dapat menunjukan prestasi akademik yang telah dicapai. Masing-masing wisudawan dipanggil ke depan untuk menerima fotokopi ijazah dan bersalaman dengan dekan dan rektor sambil disebutkan predikat kelulusannya. Mereka yang memiliki prestasi dengan predikat cumlaude juga diberi tanda selempang bertuliskan cumlaude. Selempang tersebut menjadi promosi sekaligus penanda bahwa yang memakai selempang adalah mahasiswa

berprestasi. Saat mereka dipanggil ke depan, semua hadirin akan mengetahui bahwa dia adalah mahasiswa berpredikat cumlaude. Saat wisuda Juli 2016 kemarin memang tidak semua wisudawan berpredikat cumlaude diberi tanda

WISUDAWAN

prestasi luar biasa, namun kalau dikaji apakah benar predikat cumlaude menggambarkan fakta bahwa mahasiswa telah memiliki prestasi luar biasa. Dari waktu ke waktu, mahasiswa Unesa yang memperoleh predikat cumlaude semakin banyak. Bahkan, ada salah satu program studi atau jurusan yang hampir 75% lulusannya berpredikat cumlaude. Ketika jumlah lulusan yang memperoleh predikat cumlaude lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak berpredikat cumlaude, apakah ini menggambarkan prestasi yang luar biasa? Atau justru menimbulkan pertanyaan, betapa mudahnya memperoleh predikat cumlaude di Unesa? Jika yang muncul di masyarakat adalah pertanyaan kedua, maka yang terjadi justru ketidakpercayaan masyarakat. Selama ini, masyarakat beranggapan bahwa predikat cumlaude adalah predikat luar biasa, yang mudah untuk mendapatkannya. Oleh karena itu, tidak semua wisudawan bisa memperoleh predikat cumlaude. Hanya mereka yang benar-benar luar biasa yang memperoleh predikat cumlaude.

& KEJUJURAN

20

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

selempang. Hanya para wisudawan yang paling tiggi IP-nya di setiap fakultas yang diberi selempang dengan tulisan Adi Wisudawan yang berarti wisudawan terbaik di fakultas. Sudah tentu, mereka yang menyandang gelar sebagai Adi Wisudawan adalah wisudawan yang berpredikat cumlaude. Oleh karena itu, sebelum pelaksanaan wisuda, ada protes dari mahasiswa, mengapa ada perubahan bahwa tidak semua wisudawan berpredikat cumlaude diberikan selempang. Protes tersebut dapat dimaklumi, karena mereka berharap dengan selempang yang dikenakan dapat menunjukkan sebagai mahasiswa berprestasi luar biasa. Predikat cumlaude, seharusnya menggambarkan kualitas dan

Majalah Unesa

Dasarnya IPK Predikat cumlaude didasarkan pada pencapaian Indek Prestasi Komulatif (IPK). Di Unesa, sesuai dengan buku pedoman yang berlaku, predikat


KOLOM REKTOR cumlaude diberikan kepada mahasiswa yang memiliki IPK 3,51 ke atas, sehingga mahasiswa yang mencapai IPK 3,51 sampai 4 akan memperoleh predikat cumlaude. Rentang nilai 3,51 – 4,00 cukup lebar, sehingga peluang untuk memperoleh predikat cumlaude sangat besar. Di sebagian prodi atau jurusan tertentu untuk mencapai IPK 3,51 tidaklah mudah. Di sebagian prodi atau jurusan lain, justru sebaliknya, mahasiswanya dengan mudah mencapai IPK di atas 3,51. Bahkan hampir semua lulusan mencapai IPK di atas 3,51. Harus diakui bahwa nilai itu bersifat subjektif, apalagi untuk ilmu sosial, sehingga sangat bergantung pada apa yang dinilai dan bagaimana dosen menilai. Hal ini berbeda dengan ilmu alam yang lebih exactly sehingga penilaiannya lebih objektif, karena kebenaranya bisa diukur secara kuantitatif. Memang, wisudawan yang memperoleh predikat cumlaude di prodi-prodi Ilmu Alam, termasuk Matematika relatif sedikit dan bahkan sulit, dibandingkan dengan dari ilmu sosial maupun pendidikan. Predikat cumlaude, di satu sisi memang membanggakan kalau itu benar-benar menggambarkan kompetensi yang dimiliki. Di sisi lain, predikat itu juga sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kompetensi yang seharusnya dimiliki. Jika dua sisi itu dipadukan, maka predikat cumlaude seharusnya sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki. Orang yang memiliki predikat cumlaude juga harus mempertanggungjawabkan kompetensi yang harus dikuasai. Jika antara predikat dengan kompetensi tidak sama akan menimbulkan berbagai pertanyaan “miring�. Dalam ilmu sosial ada hubungan antara status dan peran (status and role). Setiap status menuntut suatu peran yang harus diemban. Jika sesorang mampu menjalankan peran sesuai dengan status yang dimiliki, maka status tersebut bisa diapresiasi dengan baik. Misalnya, seorang berstatus sebagai mahasiswa dikonstruksi sebagai seorang yang intelek, yang memiliki kemampuan berpikir secara akademis (runtut, konsisten, objektif, dan logis). Jika dalam

kenyataannya ia tidak mampu menunjukan kemampuan tersebut, maka orang akan mempertanyakan statusnya sebagai mahasiswa beneran atau bukan. Begitu juga predikat cumlaude, bagi para wisudawan, predikat itu sebenarnya merupakan tanggung jawab moral, yang harus dibuktikan bahwa yang bersangkutan benarbenar memiliki kompetensi sangat bagus, sehingga pantas menyandang predikat cumlaude. Oleh karena itu, kita harus jujur menilai diri kita sendiri, apakah kita memang pantas menyandang predikat sebagai wisudawan dengan predikat cumlaude. Kejujuran Bagian Etika Akademis Kejujuran merupakan bagian dari etika akademis yang harus dipegang dan dijunjung tinggi oleh masyarakat ilmiah. Kejujuran para wisudawan dalam memperoleh nilai pada saat ujian juga merupakan hal yang tidak kalah penting. Apakah para mahasiswa ketika ujian melalukan dengan jujur, artinya tidak menyontek? Ketika membuat tugas apakah dikerjakan sendiri atau menyontek pekerjaan orang lain? Semua itu bisa dijawab oleh mahasiswa sendiri. Jika predikat cumlaude diperoleh dengan cara tidak jujur, maka pasti sulit dipertanggungjawabkan, dan justru akan menjadi beban moral. Oleh karena itu, predikat bagi para wisudawan, bukan hal yang luar biasa, yang lebih penting adalah sejauhmana mereka dapat mempertanggungjawabkan predikatnya. Lebih baik memiliki kompetensi melebihi predikat yang disandang, daripada kompetensinya lebih rendah dari predikat yang disandang. Predikat yang diperoleh melalui proses yang tidak jujur akan membebani diri sendiri. Kejujuran juga harus dilakukan oleh para dosen dalam menilai mahasiswa. Dalam ilmu Matematika dan ilmu Alam kejujuran dalam menilai relatif lebih mudah dilakukan, karena kebenaran dalam ilmu Matematika dan ilmu Alam bisa dibuktikan secara empirik. Selain itu, dalam ilmu alam hubungan antarvariabelnya bersifat kausal tunggal. Hal ini

berbeda dengan ilmu sosial yang hubungan variabelnya seringkali sangat kompleks dan tidak tunggal, sehingga kebenarannya hampir tidak pernah tunggal dan mutlak. Oleh karena itu, penilaian dalam ilmu sosial sangat relatif, bergantung pada kejujuran dosennya. Apakah dalam menilai mahasiswa dosen mendasarkan kepada ketercapaian indikator yang telah ditentukan atau menurut “selera�. Kejujuran para dosen dalam menilai mahasiswa juga akan membantu para wisudawan dalam mengemban statusnya sebagai lulusan terbaik atau lulus dengan predikat cumlaude. Jika penilaian terhadap mahasiswa tidak dilakukan dengan jujur, maka akan membebani mahasiswa dengan status yang mungkin berat untuk mereka emban. Marilah kita tegakkan dan junjung tinggi objektivitas dan kejujuran dalam memberi nilai. Kejujuran terhadap kemampuan diri sendiri akan lebih baik daripada sekadar predikat. Bagi para wisudawan, masih belum terlambat untuk jujur kepada diri sendiri, karena masih ada hari esok yang akan dilalui. Kejujuran kepada diri sendiri merupakan modal sosial (social capital) yang akan mengantarkan para wisudawan ke masa depan yang lebih baik. Mari melakukan introspeksi, apa yang kita miliki sebagai keunggulan, dan apa yang menjadi kekurangan kita. Dengan mengakui secara jujur atas apa yang dimiliki, kita bisa menawarkan kepada orang lain sesuatu yang betul-betul dapat dibertanggungjawabkan, sehingga tidak membuat orang lain kecewa. Dengan jujur mengakui kekurangan dan kelemahan, kita mau belajar dari orang lain dan terus untuk memperbaiki diri, sehingga terus berkembang menjadi lebih baik. Mari bangun dan tumbuhkembangkan budaya kejujuran mulai dari diri sendiri, dan mulai dari sekarang. Bila setiap orang telah terbiasa untuk jujur, karakter bangsa akan terbangun, sebab kejujuran merupakan esensi dari karakter. n

Majalah Unesa

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

21


INSPIRASI

ALUMNI

Kisah Cancoko S.E. sebagai Anggota Dewan Tuban

MENJADI MISKIN & TERPINGGIRKAN ITU MENYESAKKAN NAMANYA SANGAT SINGKAT DAN PADAT. CANCOKO, S.E. SEMPAT MERASAKAN PAHITNYA MENJADI ORANG MISKIN DAN TERPINGGIRKAN, ALUMNI S1 MANAJEMEN PEMASARAN FE ITU KINI SUKSES BERKARIER SEBAGAI ANGGOTA DPRD TUBAN. SEPERTI APA KISAHNYA?

M

enjadi orang miskin dan terpinggirkan itu ternyata tidak enak,” ungkap alumni S-1 Manajemen Pemasaran Fakultas Ekonomi Unesa itu mengawali kisahnya berbagi pengalaman pahit yang kemudian menjadi titik tolak bagi dirinya untuk berusaha keras meraih kesuksesan. Cancoko berkisah, menjelang lulus SMA Negeri 2 Tuban, keluarga Cancoko mendapatkan terpaan ujian. Usaha orang tua Cancoko mengalami krisis hingga jatuh bangkrut pada tahun 2000-an. Tanpa bisa berbuat banyak, dia harus merelakan kedua orang tuanya menjadi TKI. Mulanya, pekerjaan orang tua Cancoko sebagai tengkulak gabah. Tidak hanya pada perekonomian keluarganya, kebangkrutan itu juga memicu lahirnya diskriminasi

22

dari keluarga besar terhadap keluarga utama Cancoko (ayah, ibu, dan Cancoko sendiri). Pria kelahiran Tuban, 30 September 1984 itu dipinggirkan dari keluarga besarnya. “Saudara-saudara saya sudah pesimis keluarga saya bisa bertahan (survive). Bahkan, mau pinjam motor saja ke saudara, saya tidak diperbolehkan. Takut dijual,” kenang ayah dari Airlanga Satriadhi Purbaningrum itu. Perlakuan keluarga besar itu ternyata melahirkan tantangan dalam hati Cancoko. Akhirnya, dia berkomitmen untuk menjadi orang sukses. Dia ingin mengubah nasib keluarganya. Dia bertekad kuliah. Apapun caranya. Gayung bersambut, bersamaan dengan Hari Raya Idul Fitri, Pakde Cancoko yang memiliki perusahaan ekspedisi di Perak Surabaya pulang

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

Majalah Unesa


INSPIRASI ALUMNI

KOLEGA: Cancoko bersama Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi Unesa, Dr. Anang Kistyanto, S.Sos., M.Si., dalam sebuah kegiatan.

kampung ke Tuban. Cancoko pun menceritakan kondisi dan keinginannya kepada sang Pakde. Ia kemudian dibawa ke Surabaya sehingga dapat kuliah di Unesa. Sembari kuliah, Cancoko bekerja di perusahaan Pakdenya tersebut. Dia bertugas mencuci mobil, mengepel, mencuci piring, dan sebagainya. Setelah sekian lama ikut Pakdenya, Cancoko merasa ingin tantangan pekerjaan lain. “Kalau saya di sana terus, saya tidak dapat apa-apa kecuali ijazah. Saya butuh kesuksesan, bukan sekadar ijazah. Ijazah tidak menjamin kesuksesan,” pikir Cancoko. Maka, dia putuskan untuk keluar dari perusahaan Pakdenya. Selama tiga bulan pertama, Cancoko hanya mampu makan satu kali setiap hari. Tapi, Cancoko terus optimistis. Dia berpikir, kalau perut sudah lapar maka otak pasti akan berjalan. Alhasil, Cancoko memiliki ide usaha. Dia menceritakan idenya ke salah satu dosen. Sang dosen ternyata

bersedia membantu Cancoko dengan memberikan pinjaman modal usaha. Cancoko membuka photo copy-an, print, dan toko ATK di Unesa kampus Lidah Wetan. Usaha tersebut terus dikembangkan oleh Cancoko. Menjelang lulus dari bangku sarjana, Cancoko telah berhasil melunasi utang orang tuanya dan meminta kedua orang tuanya untuk kembali ke Tuban. Di tengah krisis perekonomian keluarganya dan kesibukan kuliah, Cancoko sangat aktif dalam organisasi. Dia pernah menjabat sebagai Ketua BEM Jurusan Ekonomi Unesa tahun 2005, Ketua BEM Fakultas Ekonomi tahun 2006, Ketua BEM Unesa tahun 2007, dan Kepala Bidang PTKP HMI Komisariat Sosial Budaya Unesa. Bahkan, saat Fakultas Ekonomi memisahkan diri dari Fakultas Ilmu Sosial pada tahun 2006, dialah yang mewakili mahasiswa untuk menandatangani berkas pemisahan tersebut. Nama Cancoko ikut

Majalah Unesa

terpatri dalam dokumen pendirian Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya. Menjadi Anggota DPRD Tuban Semangat berjuang untuk mengubah nasib keluarga yang dimiliki Cancoko terus mengalir di dalam darahnya. Setelah lulus dia memiliki keinginan untuk menjadi anggota DPRD Tuban. Ada dua alasan utama yang mendorong Cancoko terjun ke dunia politik. Pertama, ‘dendam’ Cancoko terhadap sejarah atau masa lalunya. Kedua, impian untuk bisa menolong orang-orang miskin. “Orang miskin memang pasti ada tapi jangan dibiarkan terlalu lama dalam kemiskinan. Hidup miskin itu tidak enak,” tegasnya penuh semangat. Kali pertama Cancoko hendak mencalonkan diri sebagai anggota DPRD, dia harus berusaha datang dari satu pintu ke pintu lain (door to door) untuk meminta dukungan. Cancoko mendatangi rumah-rumah

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

23


INSPIRASI

ALUMNI

warga dengan naik motor GL-Max. Usaha keras Cancoko ternyata berbuah manis. Kendati pun dia memiliki latar belakang termasuk orang yang terkucilkan dan terdiskriminasi, namun Cancoko mendapatkan dukungan yang cukup besar dari warga Tuban untuk menjadi DPRD Tuban. Dia terpilih sebagai anggota dewan Tuban periode tahun 2012-2014. Selesai satu periode, Cancoko mencalonkan diri kembali dan terpilih lagi sebagai anggota DPRD Tuban periode 2014-2019. Selama menjadi anggota DPRD Tuban, banyak hal yang sudah dilakukan oleh Cancoko. Khususnya dalam memengaruhi sistem yang berlaku. Ada dua pengalaman yang cukup mencuat yang pernah dilakukan oleh Cancoko. Pengalaman pertama saat menangani warga yang sakit. Suatu saat, ada seorang warga sakit yang dipulangkan oleh pihak rumah sakit di Tuban karena pasien tersebut tidak mampu membayar. Dengan tegas, Cancoko langsung menjemput pasien tersebut dan membawa kembali ke rumah sakit. Kemudian Cancoko “mendudukkan” kepala dan seluruh pimpinan rumah sakit. “Saya katakan, sapi saya saja kalau sakit, saya kebingungan. Apalagi manusia,” tutur Cancoko tegas. Alhasil, pihak rumah sakit kelimpungan dan Bupati Tuban pun ikut marah kepada pihak rumah sakit tersebut. Pengalaman kedua ketika Cancoko dengan sigap membangunkan rumah nenak miskin di hutan. Suatu saat, Cancoko mendapatkan laporan bahwa ada seorang nenek yang tinggal di hutan di Tuban. Cancoko langsung meluncur ke sana dan menyaksikan secara langsung nasib si nenek. Dia tinggal di sebuah tenda kecil seorang diri. Ternyata masih ada orang semiskin nenek itu di Tuban, batin Cancoko. Menurut informasi yang diterima Cancoko, nenek itu pernah ditawari

24

ALMAMATER: Cancoko (kiri) tak melupakan almamater dan kampus tercinta Unesa. Tampak saat turut dalam kegiatan alumni di Fakultas Ekonomi Unesa yang dihadiri oleh direktur Bank Jatim sekaligus Ketua IKA Unesa, Suroso (dua dari kanan).

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

B I O D AT A S I N G K AT NAMA LENGKAP Cancoko, SE TEMPAT TANGGAL LAHIR Tuban, 30 September 1984 RIWAYAT ORGANISASI Ketua BEM Jurusan Ekonomi, 2005 Ketua BEM Fakultas Ekonomi, 2006 Ketua BEM Unesa, 2007 Kepala Bidang PTKP HMI Komisariat Sosial Budaya Unesa RIWAYAT PEKERJAAN Karyawan Swasta Wirausaha Anggota Dewan Tuban 2012-2014 Anggota Dewan Tuban 2014-2019

Majalah Unesa

dibawa ke panti namun menolak. Dia lebih nyaman hidup di hutan dengan bebas dan bisa mencari makan. Bahkan, kalaupun mau dibuatkan rumah, si nenek minta rumah di hutan. Oleh karena itu, Cancoko memperjuangkan untuk membuatkan rumah yang layak bagi si nenek. Cancoko meyakini bahwa penting seseorang masuk ke sistem dan mengubah dari dalam. “Kalau parlemen jalanan yang biasa demo hanya mampu mengingatkan tapi tidak mampu mengubah lebih banyak ke sistem. Makanya, perlu ada yang masuk ke sistem,” paparnya. Oleh karena itu, kini Cancoko memiliki impian untuk menjadi Bupati Kabupaten Tuban. Tentunya, untuk dapat memberikan perubahan yang lebih besar kepada masyarakat Tuban. n (SYAIFUL RAHMAN)


KABAR MANCA BANGGA: Prof. Luthfiyah Nurlaela, Dra. Dwi Kristiastuti, M. Pd dan Dra. Lucia Tri Pangesthi, M.Pd, berfoto bersama peserta luar negeri di stand PKK Unesa yang memamerkan Nasi Uduk dan Nasi Kuning Instant.

Oleh-Oleh dari The XXIII IFHE World Congress 2016 (1)

Pemerkan Nasi Uduk dan Nasi Kuning Instan Saya bertiga bersama Dra. Dwi Kristiastuti, M. Pd dan Dra. Lucia Tri Pangesthi, M.Pd, menghadiri XXIII IFHE World Congress 2016 yang berlangsung 31 Juli – 6 Agustus 2016 di Daejeon Convention Center, Daejeon, Korea Selatan. Bagaimana kisah serunya presentasi dan tutut pameran makanan di event satu-satunya organisasi dunia yang concern pada ilmu kesejahteraan keluarga dan konsumen tersebut? Beikut tulisan laporan Prof. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd dari Daejeon, Korea Selatan. Majalah Unesa

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

25


KABAR

MANCA

A

ir Asia yang kami tumpangi mendarat mulus di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur (Bandara KLIA 2). Sempat saya lihat matahari senja siap menyembunyikan diri di balik cakrawala. Jam menunjukkan hampir pukul 19.00 waktu Kuala Lumpur. Sebentar lagi maghrib, dan kami bisa menunaikan salat maghrib dan isya sekalian sebelum melanjutkan penerbangan ke Korea Selatan. Saya bersama Dra. Dwi Kristiastuti, M. Pd dan Dra. Lucia Tri Pangesthi, M.Pd. Bertiga kami akan menghadiri XXIII IFHE World Congress 2016 yang berlangsung 31 Juli – 6 Agustus 2016. IFHE singkatan dari International Federation of Home Economics. Merupakan satu-satunya organisasi dunia yang concern pada ilmu kesejahteraan keluarga dan konsumen. Didirikan pada tahun 1908, IFHE adalah sebuah NGO internasional dan memiliki status konsultatif dengan United Nations/ UN (ECOSOC, FAO, UNESCO, UNICEF) dan dengan Konsul Eropa. Anggota IFHE tentu saja adalah para profesional di bidang home economis atau ilmu kesejateraan keluarga, atau ilmu keluarga dan konsumen (family and consumer science). IFHE menyelenggarakan kongres empat tahunan, dan dihadiri oleh ratusan delegasi dari berbagai negara di lima benua. Kalau saat ini Korean Home Economics Association yang menjadi host sebagai wakil region Asia, empat tahun yang lalu, Australia yang menjadi host. Empat tahun yang akan datang, Atlanta sudah dipastikan akan menjadi host-nya. Saya sendiri menjadi member IFHE sejak 2011, dan sejak tahun ini, Bu Lucia dan Bu Dwi bergabung. Jurusan PKK juga baru saja bergabung sebagai organization member tahun ini. Begitu memasuki Bandara KLIA 2, kami langsung menghampiri petugas di bagian informasi. Kami menunjukkan boarding pass kami, dan petugas mengeceknya di komputer di depan dia, serta mengatakan kalau kami harus ke Gate P4 untuk check in nanti. Kami lantas mencari musalah. Tidak sulit karena di mana-mana bisa dengan mudah ditemukan penunjuk arah. Begitu menemukan musalah, kami bersyukur. Musalahnya bersih, sejuk. Sajadah terlipat rapi di rak kayu di sisi

26

PRESENTASI: Prof. Luthfiyah Nurlaela saat mempresentasikan paper hasil penelitiannya di ajang XXIII IFHE World Congress 2016.

kiri musalah dan beberapa mukena menggantung di sisi kanan. Waktu kami akan mengambil air wudhu, terdengar informasi bahwa saat ini sudah waktunya salat maghrib. Pas. Di musalah itu ada beberapa kursi hitam. Saya sempat bertanya-tanya dalam hati, untuk apa kursi-kursi itu. Lantas saya ingat ibu mertua saya yang selalu salat dengan duduk di atas kursi. Jadi untuk orang-orang seperti itulah rupanya. Di luar musalah, saya juga melihat ada baby tafel, tempat yang memudahkan ibu-ibu untuk mengurus bayinya saat berganti popok. Kesan saya, musalah ini ramah. Untuk semua kalangan, termasuk untuk orangorang berkebutuhan khusus dan bayi. Mungkin seharusnya seperti itulah musalah di semua bandara.

| Nomor: 95 Tahun XVII -Juli 2016 |

Majalah Unesa

Di Indonesia, saya melihat sudah ada beberapa bandara yang menyediakan baby tafel, tapi di toilet, bukan di musalah. Saya belum pernah melihat musalah yang menyediakan tempat duduk untuk orang yang tidak bisa salat secara normal. Ibu saya bisa salat dengan berdiri, namun setelah sujud, beliau harus duduk, karena kondisinya tidak memungkinkan untuk berdiri di rakaat selanjutnya. Maka beliau memilih salat sambil duduk di atas kursi. Kursi membantu sekali dalam hal ini, karena tidak mengharuskan beliau duduk di bawah, yang akibatnya harus ‘krengkelkrengkel’ untuk berdiri. Kami akan berlama-lama di KLIA 2 ini karena penerbangan kami masih lima jam kemudian. Perut lapar dan kami menuju restoran di lantai dua. Saat akan


KABAR MANCA

KEBERSAMAAN: Menyempatkan diri jalan-jalan di kota Daejeon Korea Selatan yang bersih dan menyenangkan.

membayar, baru ingat kalau kami tidak memiliki uang seringgit pun. “Sorry, may we pay by Visa? Credit card?” Tanya saya pada petugas, sepertinya keturunan India. “Yes, can, can.” Sungguh beruntung. Lebih beruntung lagi saat menyadari betapa simpelnya berkomunikasi. Orang Malaysia pintar berbahasa Inggris, dan kami mudah sekali memahaminya. Saat tadi kami bertanya “Do you have rice?” Dia menjawab, “Yes, have, have.” Terbak ke Korea Selatan Perjalanan dari Kuala Lumpur menuju Korea kami tempuh dalam waktu sekitar

6 jam 35 menit. Sekitar pukul 01.00 dini hari tadi kami bertolak dari Bandara KLIA 2, dan saat ini, pukul 08.50, kami sudah mendarat di Incheon Airport. Mengikuti arus ke mana para penumpang yang lain bergerak, kami berjalan mengular sambil membaca petunjuk. Menaiki train, mengantre di bagian custom, mengambil bagasi, kemudian menuju meja airport information. Menanya bagaimana caranya kami bisa menuju Daejeon. Petugas memberi tahu kami dengan sebuah peta, dan menunjuk ke satu arah supaya kami bisa memperoleh tiket bus. Di Platform 9B. Ternyata tidak hanya bus yang tersedia, tapi juga taksi. Kami memilih

Majalah Unesa

taksi sebagai alternatif pertama. Demi kepraktisan. Kalau naik bus, kami hanya bisa sampai ke Daejeon Terminal Complex. Masih harus naik bus atau taksi lagi ke Innopolis Guest House Dae Deok, penginapan kami. Penginapan kami sebenarnya di Daejeon juga, tapi bus tersebut tidak sampai ke sana. Wow, ternyata harga taksi cukup mahal, 250,000 Won, atau sekitar 3 juta rupiah. Kami mundur teratur. Beralih ke konter penjualan tiket bus. Membayar 69,000 Won bertiga. Sekitar 828 ribu rupiah. Di Incheon Airport, hampir semua petunjuk ditulis dalam Bahasa Korea. Beberapa petunjuk yang kami bisa baca adalah Transfer, Arrival, Foreigner Passport, Bagagge Claim, dan angka-angka. Selebihnya tak terbaca oleh kami, karena menggunakan huruf Hangeul. Tentang aksara Hangeul, sebuah sumber menyebutkan, Hangeul adalah satusatunya aksara yang diciptakan oleh seseorang berdasarkan teori dan maksud yang telah direncanakan dengan baik. Orang itu adalah Raja Sejong yang Agung (1397-1450), seorang pemimpin sekaligus ilmuwan dan pelopor budaya. Melalui upaya keras bertahun-tahun, ia meneliti unit dasar Bahasa Korea menggunakan kemampuannya sendiri tentang kebahasaan dan akhirnya berhasil menuangkannya dalam bentuk aksara. Dibanding aksara bangsa lain, Hangeul tidak didasarkan pada satu bahasa tulis atau meniru aksara lain, namun unik khas Korea. Hangeul merupakan sistem penulisan yang bersifat ilmiah, didasarkan pada pengetahuan kebahasaan yang mendalam dan asas-asas filosofis. Begitulah yang saya baca sambil menunggu bus di bus stop di bagian depan bandara yang ramai. Sebelum naik bus, saya menyempatkan diri menghampiri vending machine. Rasa haus tak bisa saya tahan karena saya tidak minum semalaman, sejak masuk pesawat. Bodohnya saya. Sudah tidak pesan makanan di pesawat, tidak bawa minuman lagi. Tapi saya beruntung. Waktu saya mau membeli minuman di vending machine, ternyata saya harus membayar dengan koin 1000 Won. Padahal saya tidak punya koin. Dan vending machine tidak menerima jenis uang yang lain,

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

27


KABAR

MANCA

MENYEHATKAN: Salah satu sudut kota Daejeon dengan parkir sepeda angin yang rapi bersih sebagai salah satu sarana transportasi kota.

misalnya uang kertas dan memberi kembalian. Seorang pria membantu saya dan membelikan saya sebotol air mineral dingin dengan uangnya. “Oh, it’s your money.” Kata saya. Dia menggerakgerakkan tangannya dan saya mengartikannya “no problem”. Benar-benar rezeki anak sholehah. Perjalanan dari Incheon menuju Bus Terminal Complex, Daejeon bisa ditempuh selama sekitar 3 jam. Di sepanjang jalan, adalah laut yang mengering, gunung-gunung di kejauhan, bukit-bukit yang rimbun pepohonan, dan bangunan-bangunan menjulang. Semua papan petunjuk dilengkapi dengan tulisan dengan aksara Hangeul. Tibalah kami di Bus Terminal Complex. Sedihnya, tidak ada petunjuk dalam Bahasa Inggris sama sekali. Saya bertanya pada seseorang, dan entah dia bicara apa, tapi saya artikan,“silakan terus saja ke sana”. Syukurlah, seperti mendapat durian runtuh ketika kami dapati seorang

28

pemuda membawa papan nama besar dengan tulisan: XXIII IFHE World Congress and International Conference. Oh, thanks God. Kami langsung menghampiri dia dan menyapa dengan riang-gembira. “We are participants the IFHE Congress from Indonesia”. Dan....bedudak-beduduk bedudak-beduduk. Ternyata dia tidak bisa berbahasa Inggris juga. Tapi dia berbaik hati mengantarkan kami ke tempat taksi mangkal dan menyampaikan pada driver ke mana tujuan kami. Penginapan kami ternyata berada satu kompleks dengan Daejeon Convention Center (DCC), tempat di mana konferensi digelar. Hari ini sebenarnya acara sudah dimulai, namun agendanya adalah IFHE Council/Pre-Congress Conference. Tentu saja kami tidak perlu mengikuti acara itu. Tapi saya sempat mengintip tema precongress, yaitu: Current Status and Future Directions of Home Economics Curriculum around the World. Kami cukup melakukan lapor diri ke

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

Majalah Unesa

panitia saja saat ini. Namun sewaktu kami akan menuju ruang DCC, seorang pemuda berjas lengkap menyambut kedatangan kami dan menanyakan apakah kami sudah melakukan registrasi online dan membayar. Saat saya bilang sudah, dia katakan kalau kami tidak perlu melapor panitia dan sebaiknya langsung istirahat dulu setelah perjalanan jauh. Syukurlah. Pemuda ramah itu mengantarkan kami ke guest house yang ada di sisi kanan DCC. Membantu membawa koper-koper kami. Bahasa Inggrisnya bagus meski dengan logat Korea yang kental. Dia menyampaikan ke resepsionis tentang kedatangan kami, dengan bahasa Korea. Hanya mereka berdua dan Tuhan yang tahu isi pembicaraan mereka. Namun ujung-ujungnya, kami menerima kunci kamar. Bu Dwi dan Bu Lusi di kamar 205 dan saya di kamar 406. Maka siang itu, sekitar pukul 14.30, kami memasuki kamar kami masing-masing di Innopolis Guest House. Tak sabar rasanya membayangkan air mandi yang berlimpah dan tempat tidur yang empuk. Siang itu kami mengemasi semuanya. Membersihkan diri dan menata bagasi bawaan. Juga menyantap makan siang pertama kami di Korea: nasi uduk instan, produksi Bu Dwi. Ya. Selama kami di Korea, kami memasak sendiri. Bukan karena kami tidak punya uang untuk membeli makanan, tetapi memperoleh makanan halal tentu tidak terlalu mudah di negara yang mayoritas penduduknya nonmuslim ini. Guest House menyediakan alat memasak di setiap kamar. Rice cooker, water boiler, kompor listrik, dan sebagainya. Tentu saja mang­ kuk dan sumpit khas Korea. Saya akan mempresentasikan paper saya besok, sedangkan Bu Dwi dan Bu Luci membawa produk penelitian masingmasing, nasi uduk instan dan nasi kuning instan, untuk dipamerkan. Kedua produk itu sudah dipatenkan. Selain membawa produk, Bu Lusi sudah menyiapkan dua bendera merah putih kecil dengan tatakannya yang manis. Besok, merah putih akan berkibar di meja pamer IFHE World Congress 2016.n Ditulis oleh Prof. Luthfiyah Nurlaela M.Pd, Gurus Besar Jurusan PKK, FT Unesa.


RESENSI BUKU

M

MENGAJI DI NEGERI ORANG

engikuti pengalaman para anggota Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di luar negeri selalu menarik. Mengapa? Alasannya, kita bisa belajar banyak hal tentang sejarah, sosio kultural, dan politik suatu bangsa. Yang menarik, tidak sedikit di antara alumnus PPI tersebut yang membagikan pengalaman mereka lewat buku. Kesadaran literasi ini patut diacungi jempol. Buku Catatan dari Istanbul karya Deden M. Darajat ini contohnya. Buku ini memberikan banyak cakrawala baru bagi pembaca tentang sekelumit negara Turki. Deden merupakan alumnus Gontor dan UIN Jakarta yang kemudian mendapat beasiswa studi master (S-2) bidang jurnalistik di Universitas Ankara, Turki. Catatan-catatan Deden selama menempuh pendidikan master inilah yang memberikan warna informasi tersendiri. Barangkali pengalaman si penulis yang pernah menjadi wartawan sebuah koran nasional memberikan nilai lebih tersendiri. Pasalnya, tidak sedikit tulisan di buku ini yang bergaya features dengan bahasa tutur sehingga enak untuk disimak. Buku ini dibuka dengan cerita awal si penulis mendapat beasiswa master di Turki. Dijelaskan bagaimana banyak persyaratan yang harus dipenuhi ketika mengajukan aplikasi dokumen. Di antaranya, dua macam rekomendasi dari dua profesor, surat kesehatan, fotokopi paspor, dan legalisasi ijazah. Semua berkas itu dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, dan Turki. Si penulis mendapat rekomendasi dari Prof. Dr. Komarudin Hidayat (Rektor UIN Jakarta) dan Prof. Dr. Andi Faisal Bhakti, Ph.D. (Guru Besar UIN Jakarta). Dipaparkan pula bahwa penerima beasiswa itu tidak bisa langsung kuliah S-2. Mereka harus mengikuti kursus bahasa Turki selama sepuluh bulan dahulu (hlm. 4). Pengalaman menjalani bulan Ramadhan dan Idul Fitri di Turki pun menjadi cerita yang menarik. Ia membagikan pengalamannya di bulan suci Ramadhan yang terjadi di musim panas yang lebih panjang waktunya ketimbang musim dingin. Azan Subuh berkumandang pada pukul 04.00, sedangkan azan Magrib pukul 20.20

Judul : Catatan dari Istanbul Penulis : Deden Mauli Darajat Penerbit : Zamzam Cetakan : I, April 2016 Tebal : ix + 230 halaman ISBN : 978-602-73858-0-1 Peresensi : Eko Prasetyo

waktu setempat. Lebaran di Turki juga disebutkan tidak semeriah seperti halnya di Indonesia. Sepi. Di sinilah kerinduan akan suasana di tanah air begitu dalam (hlm. 14–15). Soal budaya, masyarakat Turki dikenal dengan budaya minum tehnya. Teh atau cay memang minuman yang amat populer di negeri yang terletak di Semenanjung Anatolia tersebut. Hampir setiap dapur milik orang Turki memiliki teko khusus untuk memasak teh. Begitu populernya cay, sampai-sampai si penulis mengatakan bahwa apa pun makanannya, minumnya adalah cay. Tak heran jika ia mengaku pernah dalam sehari meminum teh lebih dari sepuluh gelas. Sebab, teh memang sudah menjadi budaya di sana (hlm. 61). Bagi kaum muslim, nama Maulana Jalaludin Rumi dan Nasrudin Hoja tentu tidak asing di telinga. Namun, boleh jadi masih ada yang belum tahu jika kedua nama besar tersebut berasal dari Turki. Buku ini juga menjelaskan

Majalah Unesa

pengalaman penulisnya tentang dua nama tersebut. Ketika berkeliling di kota Kerajaan Seljuk itu, ia ikut menonton tarian sufi bernama Sema, yakni tarian yang dibuat oleh pengikut ajaran Rumi. Saat penari melakukan tarian Sema, tangan kanan direntangkan dan telapak tangan menengadah ke atas. Adapun badan penari berputar mengikuti irama yang didendangkan. Makna tangan kanan menengadah adalah menerima rezeki dari Allah, sedangkan tangan kiri yang menghadap bawah bermakna membagikan rezeki kepada sesama. Dengan kata lain, saat menerima kita juga harus sekaligus memberi. Itulah nilai cinta yang ditebar Jalaludin Rumi kepada masyarakat luas (hlm. 76). Jika makam Rumi terletak di pusat Kota Konya, makam Nasrudin Hoja terletak di Kota Asekhir, 130 km dari Konya. Nasrudin Hoja adalah tokoh sufi satir termasyhur di dunia yang hidup di abad pertengahan atau sekitar abad ke-13 Masehi. Ia dianggap sebagai filsuf populis dan orang bijak yang merangkai kisah kebijakannya dengan cerita lucu atau anekdot (hlm. 188). Buku yang terdiri atas tiga bab ini sebagian besar berisi semacam catatan harian si penulis (Deden M. Darajat). Akan tetapi, seluruh catatan ringannya tersebut memiliki nilai yang penting kendatipun yang bersangkutan merasa bahwa itu hanya catatan biasa. Sebagaimana diketahui Turki dikenal sebagai negara yang unik yang kental dengan kuatnya pesona Islam di masa lalu. Meskipun telah menjadi negara sekuler sejak dicanangkan oleh Mustafa Kemal Attaturk pada 1923, jejak kebesaran Islam di masa lalu masih terpancang kuat. Semuanya diceritakan secara sederhana oleh penulis sehingga nyaman disimak dan seakan-akan membuat pembaca larut dalam cerita tersebut. Di antara semua itu, pesan penting yang dapat diambil dari buku ini adalah semangat mengaji atau belajar di negeri orang. Ke luar negeri bukan sekadar rekreasi dan pelesir belaka, melainkan menumbuhkan diri sebagai manusia pembelajar. n Peresensi Alumnus Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya, pemred Media Guru Indonesia

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

29


SEPUTAR

UNESA

Pembekalan PPG Pasca SM-3T Angkatan IV

Rektor: Guru Profesional itu Inspirator dan Motivator

S

ekitar 203 Sarjana PPG Pasca SM-3T Angkatan IV memenuhi Auditorium PPG Lantai 9 Kampus Lidah Wetan Universitas Negeri Surabaya pada Senin, 18 Juli 2016. Mereka mendapatkan pembekalan sebelum berangkat melaksanakan PPL di 23 sekolah jenjang TK, SD, SMP, SMA dan SMK di Surabaya dan sekitarnya. Pembekalan dimulai pukul 13.00 WIB diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, sambutan ketua pelaksana PPG Pasca SM3T, Prof Dr Ismet Basuki, M.Pd dan pengarahan dari Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S. Dalam sambutannya, Prof. Ismet menjelaskanwaktu pelaksanaan PPL

WAFO Permudah Informasi kepada Mahasiswa Baru

30

yang akan dilaksanakan selama 4 bulan mulai 25 Juli hingga November 2016. Peserta PPL akan didampingi 50 Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) dan 50 Guru Pamong sesuai mata pelajaran dari masing-masing sekolah. Sementara itu, Prof. Warsono mengungkapkan bahwa undangundang guru dan dosen mewajibkan setiap guru harus memiliki kualitas akademik, kompetensi sertifikasi pendidik dan menjadi guru yang profesional dalam mencerdaskan anak bangsa. Oleh karena itu, sangat penting bagi mahasiswa yang telah menyelesaikan strata 1 untuk mengikuti Progam Profesi Guru (PPG) selama 1 tahun. “Guru yang telah

G

edung Serba Guna Unesa (Gema) nampak lain dari biasanya. Jumat, 15 Juli 2016, puluhan mahasiswa baru terlihat antre di depan Gedung Serba Guna sejak pagi pukul 05.00 Wib untuk mengambil nomor urut pendaftaran ulang mahasiswa baru jalur SBMPTN. Pendaftaran ulang jalur SBMPTN dilaksanakan selama dua hari mulai Kamis, 14 Juli 2016 dan Jumat, 15 Juli 2016. Pada Kamis (14/7), yang antre mendaftar berasal dari FBS, FIK, dan FE, sedangkan pada Jumat (15/7) berasal dari FMIPA , FIP, FT dan FISH. Pendaftaran ulang dibuka mulai pukul 07.00 hingga pukul 15.00 Wib.

| Nomor: 95 Tahun XVII -Juli 2016 |

Majalah Unesa

menyelesaikan PPG dan memiliki sertifikat PPG mempunyaipeluang besar menjadi guru PNS dibandingkan dengan guru lain yang hanya berijazah strata 1,” papar rektor kepada 203 peserta PPG angkatan IV. Meski demikian, Warsono berpesan agar peserta PPG tidak bangga terlebih dahulu. Sebab, meraka akan diuji profesionalitasnya mengajar dengan melaksanakanPPL. “Guru profesional harus mampu menjadi fasilitator, motivator, inspirator, dan menerapkan strategi, metode, pendekatan pembelajaran yang sesuai bagi peserta didik sehingga pembelajaran tersampaikan secara optimal,” tandasnya. n (AZIZ)

Yang menarik, untuk memudahkan informasi ke mahasiswa baru, semua fakultas serentak mendirikan wafo yaitu warung informasi yang bertujuan memberikan informasi kepada mahasiswa baru seputar PKKMB, Ospek jurusan, dan seputar perkuliahan. Dhany Ersanty, salah satu mahasiswa baru jurusan PLB FIP senang dengan adanya wafo karena sangat membantu memberikan informasi dan pandangan kuliah di Unesa, khususnya di jurusan PLB. “Kakak kakak mahasiswa sangat terbuka ramah dan baik kepada kami,” paparnya.n (AZIZ)


SEPUTAR UNESA Workshop Pembentukan LKPTN

PTN Wajib Punya Lembaga Kearsipan

WORKSHOP: Peserta workshop pembentukan LKPTN di Hotel Santika, Depok.

A

manat UndangUndang RI Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, Pasal 27 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, Pasal 45 menegaskan bahwa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) wajib membentuk Lembaga Kearsipan (LKPTN). Terkait hal itu, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), selaku Lembaga Kearsipan Nasional melaksanakan pembinaan penyelenggaraan kearsipan pada PTN dengan menyelenggarakan Workshop Pembentukan Lembaga Kearsipan Perguruan Tinggi Negeri (LKPTN). Workshop dilaksanakan pada 11 hingga 12 Agustus 2016 di Hotel Santika, Jalan Margonda Raya, Depok. Unesa, sebagai salah satu PTN peserta workshop mengirimkan Djoko Pramono, S.Pd., M.Si., Arsiparis Ahli Muda dari

Kearsipan, Biro Umum dan Keuangan (BUK). Pembicara atau pemateri yang dihadirkan adalah Dr. H. Andi Kasman, S.E., M.M. (Deputi Bidang Pembinaan Kearsipan, ANRI), R. Roro Vera Yuwantari Susilastuti, S.IP., M.Si (Kepala Bidang Asesmen dan Penyiapan Koordinasi Kelembagaan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, mewakili Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana, Kementerian PANRB), Arzaini Zachri, S.T., M.M (Kepala Bagian Tata Usaha dan Protokol, Biro Keuangan dan umum, Sekretariat Jenderal, Kementerian Ristekdikti), Dra. Listianingtyas Murgiwati (Direktur Kearsipan Pusat, Deputi Bidang Pembinaan Kearsipan, ANRI), Dra. Dwi Mudalsih, M.Hum (Arsiparis Ahli Madya, Direktorat Kearsipan Pusat, Deputi Bidang Pembinaan Kearsipan, ANRI) dan Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S (Rektor Universitas Halu Oleo/UHO).

Workshop dihadiri 40 orang peserta yang mewakili PTN dalam lingkungan Kementerian Ristekdikti, Kementerian Agama, dan kementerian/ lembaga lainnya). Workshop tersebut menghasilkan 13 rekomendasi yang akan disampaikan ke DPR RI, Kementerian PANRB, Kementerian Ristekdikti, Kementerian Agama, dan kementerian/lembaga lain yang terkait, ANRI, dan PTN se-Indonesia. “Inti dari rekomendasi adalah setiap PTN wajib membentuk/ memiliki Lembaga Kearsipan Perguruan Tinggi Negeri (LKPTN). “Selain hal ini adalah amanat Undang-Undang, lembaga ini, apapun bentuk dan namanya harus ada organisasi atau satuan kerja yang berfungsi sebagai Lembaga Kearsipan pada sebuah universitas/PT. Tanpa Lembaga Kearsipan, bagaimana mungkin arsip universitas akan terjaga atau terawat dengan baik. Padahal salah satu fungsi

Majalah Unesa

arsip adalah sebagai alat bukti yang sah dari suatu aset atau kekayaan yang dimiliki universitas. Baik itu kekayaan berupa barang inventaris, maupun kekayaan intelektual.” Jelas Djoko Pramono. Workshop juga memberikan penghargaan kepada PTN dari Asosiasi Arsiparis Indonesia (AAI). Penghargaan diberikan kepada (1) Universitas Halu Oleo diterima oleh Rektor UHO, Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S.; (2) Universitas Indonesia (UI) yang diterima oleh Direktur Program Vokasi UI, Prof. Dr. Ir. Sigit Pranowo Hadiwardoyo, DEA.; (3) Institut Pertanian Bogor (IPB) yang diterima oleh Rektor IPB, Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc. Penghargaan diberikan karena prestasi dalam perintisan hingga pengembangan kearsipan di PT. Dalam paparannya, Prof. Usman Rianse menyampaikan bahwa arsip baru dirasakan penting ketika arsip sulit ditemukan pada saat dibutuhkan. Apalagi, dibutuhkan untuk kepentingan audit atau kasus hukum. Oleh karena itu, perlu dibentuk Lembaga Kearsipan (LKPTN) untuk menyelamatkan arsip penting yang berkaitan dengan bukti status intelektual serta pengembangan potensi yang melahirkan inovasi dan karya-karya intelektual lain yang berkaitan dengan fungsi tridharma perguruan tinggi. n(DJP)

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

31


ARTIKEL

WAWASAN

GURU PROFESIONAL PERENCANAAN Oleh NUNUNG DWI ASTUTI, S.Pd*)

Perencanaan merupakan sesuatu yang sangat penting. Semua kegiatan akan berjalan dengan baik jika dilakukan dengan perencanaan yang prima. Sebuah pendapat menyebutkan, jika kita membuat perencanaan dengan bagus, maka kesuksesan seolah sudah berada di genggaman tangan.

S

iapa saja, termasuk seorang guru harus membuat perencanaan secara berkala. Mulai dari rencana tahunan yang disebut Program Tahunan/Prota� (rencana selama setahun yang berhubungan dengan proses pembelajaran), Promes/Program Semester dan yang paling rinci adalah RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang memuat kegiatan harian pertatap muka. Semua perencanaan tersebut harus tersusun secara rinci dan terstruktur. Berkreasi untuk menghadirkan pembelajaran yang tidak membosankan adalah salah satu tuntutan pekerjaan sebagai guru. Artinya, guru yang profesional adalah guru

32

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

yang selalu berinovasi dalam proses pembelajaran. Tetapi hal yang tidak boleh ditinggalkan adalah perencanaan yang baik. Dalam membuat perencanaan, guru harus mempertimbangkan banyak hal, di antaranya adalah referensi metode pembelajaran. Guru harus pandai memilih metode pembelajaran mana yang tepat untuk materi A dan mana yang tepat untuk materi B. Bahkan, terkadang guru harus berinovasi dengan menggabungkan beberapa metode dalam proses pembe­lajaran. Inovasi ini tentu dilakukan dengan perencanaan sebelum proses pembelajaran. Dalam perencanaan ini guru harus merekayasa situ-

Majalah Unesa

asi dalam kelas agar tujuan pembelajaran terpenuhi. Tetapi terkadang, dalam implementasi rencana ini terjadi ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan. Artinya, proses yang direncanakan tidak berjalan dengan lancar. Siswa tidak merespon stimulus yang diberikan oleh guru. Guru kebingungan untuk menarik perhatian siswa. Akibatnya, proses pembelajaran menjadi tidak menyenangkan bagi siswa. Guru yang tidak terbiasa atau belum terlatih menghadapai situasi seperti ini akan panik. Kepanikan itu dapat menyulut tindak kekerasan pada siswa, baik kekerasan fisik maupun kekerasan verbal. Sering terjadi guru-guru


ARTIKEL WAWASAN yang gagal menghadirkan situasi seperti yang direncanakan dalam RPP akan marahmarah di dalam kelas. Hal ini tentu sangat merugikan baik bagi siswa maupun bagi sang guru. Kepanikan ini juga dapat memunculkan sikap negatif guru, yaitu sikap skeptis ataupun apatis dari guru. “Emang Gue Pikirin/EGP”itulah yang ada dalam benak sang guru “Yang penting materi udah habis”, beliau menyimpulkan dalam hati. Suasana yang tidak menyenangkan terus dilanjutkan. Di atas adalah contoh bagaimana guru abal-abal mengantisipasi tantangan dalam pembelajaran. Berbeda dengan “guru profesional“, yang selalu punya rencana cadangan (Plan B) untuk mengatasi kesulitan dalam pembelajaran. Guru tipe ini akan segera beradaptasi bila menghadapi kendala. Bagaikan pilot yang sedang mengen­darai pesawat tempur yang menghadapi awan comolunimbus sang guru akan segera melakukan manuvermanuver untuk menyelamatkan pesawatnya. Demikian juga saat guru menghadapi keadaan dimana harapan/ pe­rencanaan tidak sesuai dengan kenya­taan yang ada maka sang guru segera melaksanakan rencana cadangan/Plan B. Sebagai contoh, guru merencanakan melaksanakan pembelajaran sifat-sifat perkalian dengan menggunakan metode tutor teman sebaya. Tetapi ketika proses pem­ belajaran siswa yang didaulat menjadi tutor ternyata kurang percaya diri (PD) sehingga pembelajaran tidak dapat berjalan dengan lancar. Pada saat menghadapi situasi ini, guru akan mengubah metodenya

mungkin dengan metode tanya jawab atau Quis battle game. Suasana kelas dapat meriah lagi dan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Kemampuan seorang guru untuk berinovasi bukan ditentukan oleh usia dan lama mengajar. Usia yang senior jika mau membuka diri dalam menyambut perkembangan teknologi pembelajaran, maka tinggal menunggu waktu bagi guru untuk menjadi dinosaurus, dan ditinggalkan oleh siswanya. Pengalaman mengajar yang banyak jika tidak disertai dengan kerendah­an hati, maka kesombongan akan menghambat kemajuan sang guru. “Ah, itu sudah pernah aku lakukan…. Ngono kui aku wis tau!!!” kata sang guru pengalaman saat melihat rekannya mencoba menerapkan beberapa metode dalam pembelajaran. Guru model ini akan tertidur dalam memori indah, dan terbangun dalam kenyataan dia telah tertinggal kereta.

Kemampuan seorang guru untuk berinovasi ini didapat karena kesungguhan hati seorang guru dalam membawa suasana menyenangkan dalam proses pembelajaran. Guru model ini selalu ingin belajar, mencoba sesuatu yang menarik hatinya. Metode demi metode dia coba terap­ kan. Pengetahuannya kian hari kian bertambah karena dia mau membuka diri. Dan hal yang paling menonjol adalah guru profesional ini selalu punya rencana B/­Plan B­ saat rencana A gagal atau menemui kendala. Mari kita temukan Plan B dalam setiap rencanaA yang disiapkan. Mari menjadikan proses pem­ belajaran menjadi proses yang menyenangkan bagi siswa kita, sehingga prestasi yang maksimal dapat diraih. n *) Penulis adalah Guru SDN Sudah, Kalitidu, Bojonegoro.

Majalah Unesa

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

33


CATATAN LINTAS

FULL DAY SCHOOL

F

ull day school merupakan ga­ gasan pertama dari Mendikbud baru kita, Prof. Dr. Muhajir Ef­ fendi. Menurut berita di koran, dengan full day school diharapkan lama waktu siswa di sekolah lebih panjang, sehingga proses pengembangan karakter lebih intensif. Dengan full day, siswa tidak terlalu lama di rumah tanpa ada pendampingan orang tua karena kedua orang tuanya bekerja di luar rumah. Mungkin pagi hari orang tua dapat megantar anaknya ke sekolah sambil berangkat kerja dan sore hari menjemputnya sambil pulang kerja. Dengan begitu ketika di sekolah ada pendamping yaitu para guru, ketika di rumah juga ada pendamping yaitu orang tua sendiri. Seperti kebiasaan di Indonesia, ide itu mendapat tanggapan beragam dan bahkan menjadi diskusi berkepanjangan. Arah diskusi pun menjadi tidak jelas, karena setiap penanggap menafsirkan gagasan Pak Mendikbud menurut versinya masing-masing. Media sosial menjadi ajang perdebatan berkepanjangan. Kebebasan menyampaikan gagasan di medsos tampaknya menumbuhkan kontrol diri yang kurang baik di masyarakat kita. Apa sebetulnya yang dipikirkan Pak Mendikbud di balik ide full day school? Jika benar, bahwa muculnya gagasan full day school itu dilatarbelakangi kerisauan beliau karena pendidikan karakter belum optimal, maka itu optimalisasi pendidikan karakter itulah yang harus dipikirkan. Full day school adalah jawaban “hipotetik”, yang masih harus “diuji” kebenarannya. Bahkan full day school barulah salah satu dari sekian banyak wahana untuk mengoptimalkan pendidikan karakter. Bahwa pendidikan karakter perlu segera dioptimalkan rasanya tidak ada orang yang tidak setuju. Banyak pakar yang menyatakan, keruwetan bangsa ini bersumber dari moral atau karakter kita yang kurang baik. Korupsi konon

34

sudah terjadi di semua lapisan dan melibatkan segala profesi. Eksekutif, legistatif, yudikatif, tentara, polisi, pengusaha dan lainnya. Seorang kawan bahkan bertanya “bukankah pengawai yang bermain saat jam kerja itu juga korupsi, yaitu korupsi waktu”. “Bukankah warung yang melayani karyawan makan di jam kerja itu juga membantu terjadinya korupsi waktu oleh karyawan”. “Bukankah nyontek itu benih korupsi, karena ingin mendapat hasil yang baik tanpa mau bekerja keras”. Untuk mengoptimalkan pendidikan karakter, sebaiknya didiskusikan dulu bagaimana proses pendidikan karakter yang efektif. Linckona menyebutkan karakter itu memiliki 3 lapisan yang hirarkhis, yaitu moral knowing, moral feeling dan moral action. Orang yang tahu suatu aturan (moral knowing) belum tentu merasa itu harus dilakukan (moral feeling). Contoh sederhana adalah perilaku kita dalam berlalu lintas. Saya yakin hampir semua pengendara tahu makna rambu-rambu lalu lintas (moral knowing), namun betapa banyak yang tidak merasa itu harus ditaati (moral feeling). Orang yang merasa itu harus dilakukan (moral feeling) belum tentu benar-benar melakukan (moral action), karena situasi di sekitar mungkin mendorong atau memaksanya melakukan itu. Konon ada seorang yang dihukum karena korupsi bercerita, bahwa yang bersangkutan tahu dan sangat yakin apa yang dilakukan itu salah dan bertentangan dengan hukum maupun agamnya. Namun situasi tempat yang bersangkutan bekerja, organisasi dimana yang bersangkutan terikat memaksa harus berbuat begitu. Jadi pendidikan karakter tidak boleh hanya berupa ceramah dan diskusi atau baca referensi yang intinya menambah pengetahuan. Juga tidak boleh hanya sampai pada membaca

| Nomor: 95 Tahun XVII - Juli 2016 |

Majalah Unesa

Oleh Muchlas Samani

biografi tokoh atau bahkan bermain peran, karena itu hanya sampai internalisasi (moral feeling). Diperlukan situasi yang membuat anak-anak terbiasa mengimplementasikan karakter dalam kehidupan sehari-hari. Jadi idealnya kehidupan di sekolah dan di rumah mencerminkan implementasi karakter itu. Dalam teori yang pernah saya baca, pendidikan karakter akan efektif jika dilakukan melalui habituasi (pembiasaan) yang dilanjutkan dengan inkulturisasi (pembudayaan). Untuk itu diperlukan situasi sekolah/rumah yang cocok, diperlukan norma kehidupan (agama sbg sumber) yang relevan dan diperlukan teladan dalam kehidupan keseharian. Nah, dengan begitu sebelum gagasan full day school itu diterapkan secara masal, perlu disiapkan agar situasi di sekolah memenuhi syarat untuk habituasi dan inkulturisasi karakter. Guru dan karyawan di sekolah, serta fasilitas di sekolah juga perlu dipersiapkan agar mendukung implementasi habituasi dan inkulturisasi itu. Apakah habituasi dan inkulturisasi hanya dapat dilaksanakan di sekolah? Tidak. Di rumah dan bahkan di ma­ syarakatpun juga bisa. Asalkan, seperti disebutkan di atas, situasi di rumah dan atau di masyarakat mendukung prinsip habituasi dan inkulturisasi itu. Dengan demikian, jika situasi di sekolah belum memungkinkan dan masyarakat masih belum kondusif, maka rumah menjadi alternatif. Asal­ nya orang tua paham dan bersedia menjadi fasilitator dan teladan penum­ buhka karakter. Untuk itu program par­ enting untuk menyamakan visi antara sekolah dan rumah menjadi penting, agar dalam berjalan seiring dan ber­ bagi peran serta tanggung jawab.n (Blog: muchlassamani.blogspot.com)




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.