Buku Catatan Proyek: Kurun Niaga (2019)

Page 1

II


KURUN NIAGA

ii


BUKU CATATAN PROYEK

KURUN NIAGA

PENGANTAR ALBERT RAHMAN PUTRA PENULIS BIAHLIL BADRI BIKI WABIHAMDHIKA ILHAM ARRASULIAN NOVI SATRIA SKETSA DIKA ADRIAN HAFIZAN MELLA DARMAYANTI EDITOR DAN DESAIN BUKU ALBERT RAHMAN PUTRA GAMBAR KOLEKSI ARSIP GUBUAK KOPI DITERBITKAN OLEH GUBUAK KOPI - ART AND MEDIA STUDIES Cetakan pertama, Solok, Oktober 2019 300 Eksemplar. *Buku ini merupakan bagian dari publikasi pameran “Kurun Niaga” yang digagas oleh Gubuak Kopi bekerja sama dengan Direktorat Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Pemerintah Kota Solok. iii


iv


v


TENTANG ORGANISASI

Lembaga Pengembangan Seni dan Media Gubuak Kopi atau lebih dikenal dengan Komunitas Gubuak Kopi adalah sebuah Lembaga nirlaba untuk studi seni dan media yang berbasis di Solok, berdiri sejak tahun 2011. Orgniasasi ini berfokus pada pengembangan pengetahuan seni dan media berbasis komunitas di lingkup lokal kota Solok, Sumatera Barat. Gubuak Kopi memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan literasi media melalui kegiatan-kegiatan kreatif, mengorganisir kolaborasi antara profesional (seniman, penulis, dan peneliti) dan warga, mengembangkan media lokal dan sistem pengarsipan, serta membangun ruang alternatif bagi pengembangan kesadaran kebudayaan di tingkat lokal.

Jl. Lingkar Utara - Ampangkualo Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok Sumatera Barat. email: gubuakkopi@gmail.com www.gubuakkopi.id

vi


DAFTAR ISI ... 1 SAMBUTAN .... 2

DAFTAR ISI

PENGANTAR ... 6 BERTUMPUK-TUMPUK PLAKAT MEMINANG TUAN ALBERT RAHMAN PUTRA SETAPAK PENGHUBUNG NIAGA ... 12 NOVI SATRIA MEMINJAM MATA RAFFLES ... 18 ILHAM ARRASULIAN PERTEMUAN ... 24 SKETSA-SKETSA HAIZAN GEJOLAK BERSENDIKAN KOPI ... 38 BIAHLIL BADRI PENYAMBUNG LANGKAH ... 46 SKETSA-SKETSA DIKA ADRIAN LASUANG KAMBA DAN JAUAH YANG DEKAT ... 56 BIKI WABIHAMDHIKA STASIUN DAN PASAR KERAMAIAN .... 62 SKETSA-SKETSA MELLA DARMAYANTI PERFORMER ... 74 PARTISIPAN ... 78 UCAPAN TERIMA KASIH ... 86

1


Salam,

Sejak Agustus 2019, lalu, sejumlah pemuda di Komunitas Gubuak Kopi merancang sebuah proyek seni yang bertemakan jalur perdagangan, silang budaya, dan teknologi transportasi. Proyek sederhana ini merupakan pengembangan dari Program Daur Subur, yang kami gagas sejak tahun 2017 lalu, dalam memetakan dan mengkaji tentang kebudayaan masyarakat pertanian di Sumatera Barat. Ada pun proyek ini belakangan kami beri judul: Kurun Niaga.

Tajuk di atas kami adopsi dari istilah Anthony Reid menamai bukunya Shoutheast Asia in The Age of Commerce (Asia Tenggara Kurun Niaga), 1999. Menjabarkan bagaimana Asia Tenggara priode 1450-1680 berproses dan terhubung menjadi satu kesatuan utuh yang dibentuk oleh interaksi para pedagang di wilayah itu. Pola yang tidak jauh berbeda juga kami temukan selama melakukan studi kecil mengenai jalur trasportasi internal di Sumatera Barat priode 1680-an hingga Pasca-Padri. Interaksi antar kampung dan antar bangsa terhubung oleh sejumlah rencana perdagangan. Hal ini juga berkaitan dengan kemungkinan akses transportasi yang tersedia (dan ada juga yang dibuat tersedia) antara kota konsumen dan produsen. Kita sadari juga, perdagangan dan kemunculan akses dan transportasi ini juga membuka kesempatan silang-budaya dan pertukaran pengetahuan, yang membentuk identitas kita hari ini. Kesadaran ini juga memunculkan asumsi bahwa ada kala sebuah negara atau pemerintahan terbentuk dari sudut pandang atau kepentingan niaga, yang memiliki gejolak naik-turun atas “perbedaan kebangsaan dan perbedaan ideologi�.

Dalam studi kecil ini, kita juga berusaha untuk tidak terjebak menarasikan hal-hal besar yang berjarak dengan konteks kekinian. Selama riset kita mencoba menangkap sejumlah narasi-narasi kecil yang dapat menjadi representasi konteks sosial-ekonomi-budaya pada masa itu, seperti, aksi sabotase yang dilakukan oleh warga, aksi dan atraksi kebudayaan yang dilakukan warga menyambut kedatangan bangsa “mitra niaga�, negosiasi-negosiasi ringan yang dilakukulan warga pada masa lampau, mapun teknologi yang hadir mendukung keterbatasan masa lampau. Pameran ini melibatkan 12 Orang seniman, dan 12 Kolektif, menyumbangkan waktu dan pikiran untuk merespon tema di atas, Gubuak Kopi sebagai kelompok studi seni dan media yang bekerja sejak tahun 2011, secara bertahap mengembangkan pengetahuan dan sejarah kebudayaan lokal melalui praktek-praktek kesenian berbasis riset dan lintas disiplin. Semoga pameran ini dapat memantik pendalaman wacana dari berbagai kalangan, menjadi kaca mata memahami persoalan-persoalan kontemporer di lingkup lokal maupun nasional. Salam. Albert Rahman Putra Ketua Umum Komunitas Gubuak Kopi

2


Diambil dari buku Sumatraantjes (1936) Delpher - Koleksi Gubuak Kopi 3


Mensen op de kade van Padang aan de westkust van Sumatra op de achtergrond het vertrekkende mailschip ‘Insulinde’ met aan boord Gouverneur Generaal Van Limburg Stirum Masyarakat Padang di pelabuhan pantai barat Sumatera dengan latar belakang kapal pengantar surat ‘Insulinde’ yang sedang bertolak bersama Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum. Koleksi Tropenmuseum 4


5


PENGANTAR

BERTUMPUK-TUMPUK PLAKAT MEMINANG TUAN ALBERT RAHMAN PUTRA

6


Melalui perperangan, membangun benteng pertahanan yang sulit direbut, dan memonopoli perniagaan, orang-orang Eropa berhasil menguasai beberapa bandar pelabuhan dan hasil bumi penting yang sebelumnya mempertemukan kawasan ini dengan perekonomian dunia yang sedang berkembang. Peran mereka tetap kecil, pemain-pemain di pinggiran kehidupan kawasan yang berjalan tanpa henti, namun mereka telah mengubah keseimbangan yang rapuh antara perniagaan dan kerajaan.1 1

Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, Anthony Reid. Komunitas Bambu, 2019, hlm. 4

S

ejak awal Agustus 2019 lalu bersama tiga belas orang partisipan kami membaca ulang sejumlah rujukan sejarah dan koleksi-koleksi arsip sejak tahun 1600-an hingga akhir 1800an. Bagi kami pembacaan ini adalah sebuah studi yang menarik, melihat kembali sudut pandang Eropa mencatat Sumatera Barat. Melihat bagaimana perniagaan membuka akses persilangan budaya, sekaligus melihat perniagaan menguasai sebuah tatanan politik. Peristiwa-peristiwa ini, saya kira membantu untuk memperkaya pandangan kita memahami situasi Indonesia hari ini.

Sejak abad 15, telah banyak kapal-kapal pelancong, datang ke pantai barat Sumatera, mulai dari Aceh, Arab, China, Portugis, Belanda, Inggris, Prancis, dan Amerika. Ada banyak hal yang bisa kita catat dari sumber-sumber yang terbatas itu. Keterbukaan masyarakat Minangkabau yang terpusat di pebukitan pada masa itu, menjadi sebuah hal yang unik. Ia berkembang dengan persilangan budaya internal Sumatera maupun eksternal yang difilter terlebih dahulu di pinggiran kawasan, di pantai barat, dan pangkalan-pangkalan besar di timur.

Minangkabau sebagai sebuah ekosistem kebudayaan besar pada masa lampau hampir tidak terjangkau oleh publik Eropa. Sebelum terjadinya perang saudara, Padri, konflik antar bangsa tetap dikelola di wilayah pesisir barat. Salah satu catatan awal menyinggung Minangakabau ditulis oleh Henrique Dias, seorang ahli obat-obatan yang menompang di kapal portugis Sao Paulo. Kapal ini diriwayatkan terseret badai hingga Sumatera pada 21 Januari 1561. Beberapa bulan mereka yang selamat harus membangun kembali kapal untuk berlayar ke tujuan lain. Beberapa kapal bantuan datang untuk mendampingi.

Raja berjarak kurang lebih dua hari dari lokasi itu. Suatu kali putra raja datang, para awak Portugis memberikan beberapa hadiah untuk raja, tapi ia sedikit tersinggung mengetahui kaptennya malah makan ketika ia sedang menampakkan diri. Raja mengatakan bahwa ia bersedia mengawal jika kapten ingin mengirim orang melalui jalur darat, dengan durasi 10 hari. Dan raja ternyata berkeinginan memiliki artileri-artileri milik kapten itu. Raja bersedia menukarnya dengan kapal-kapal besar yang bisa mengantarkan mereka pulang. Tetapi kapten menolak permintaan itu, bahwa artileri itu harus diserahkan pada raja Sekilas para pemimpin terlihat menikmati posisi muda di India. Raja merasa puas dengan jawaban nyamannya dalam waktu yang sangat panjang di itu, dan meminta izin untuk melihat lebih dekat pebukitan, sekalipun bergantung besar pada proartileri itu. duksi-produksi pertanian, pertambangan, dan segala aktivitas warga di nagari. Namun, perhatian Warga sekitarpun menukarkan beberapa barang dan kekawatiran mereka terhadap negeri-negeri pangan dengan sejumlah peralatan seperti pisau tetangga tak pernah lepas. Mereka selalu me- dan paku milik rombongan kapten itu. Semua termikirkan apa-apa yang terjadi di kawasan-ka- kesan cair dan membaur, mereka pun melonggarwasan pintu masuk, kawasan perniagaan besar, kan pengamanan. Tapi ia tidak menyadari 5 hari kawasan saingan. terakhir sampan-sampan berdatangan membawa orang-orang bersejanta, bersembunyi di po7


hon-pohon dan kemudian menyerang mereka, lebih dari 70 rombongan portugis terbunuh. Sementara yang selamat berhasil menaiki kapal dan pergi.1

san ke “Raja Minangkabau” untuk memberi tahu rencana kedatangannya. Direspon oleh Raja Minangkabau dengan mengirim 9 orang utusan untuk menjemput Thomas Dias. Ia mencatat total 37 orag termasuk timnya melakukan perjalanan ke Sebelum Thomas Dias pada tahun 1684 dan pusat Minangkabau. Ia mengaku dibawa melewati dilengkapi Raffles pada tahun 1818 yang mejalur-jalur yang tidak lazim dilewati warga. Mengmasuki pusat Minangkabau, tidak sedikit yang hindari beberapa “kerajaan kecil” yang bisa saja percaya pada narasi Marcopolo, yang menggamcuriga dengan kedatangan mereka. Selain itu, ia barakan Sumatera sebagai negeri yang dihuni juga mendapat respon yang tidak baik dari warga, oleh masyarakat kanibal. Terlihat banyak catatansebab takut akan adanya eskpedisi lanjutan dari catatan pejalan Eropa kesulitan menggambarkan Eropa untuk menaklukkan mereka. Beberapa kali Minangkabau dan Batak. Negeri yang memiliki harus tidur di bawah pohon. Thomas Dias menkonsep pemerintahan yang cukup berbeda dengaku disambut dengan baik di Pagaruyung, dan gan negeri lainnya yang berbasis kerajaan seperti pulang membawa sejumlah kesepakatan. PerdaJawa, atau raja-raja di Sriwijaya, Aceh, dan lainngangan emas di jalur timur, terbuka untuk Malaka. ya.2 Hal serupa diupayakan Raffles atas inisiatifnya. Di Minangkabau, raja adalah pemimpin-pemimpKebesaran pengaruh Minangkabau di sepanjang in kecil yang setara dengan penghulu, dan jumpesisir Sumatera dan pangkalan-pangkalan menlahnya sangat banyak. Menurut Anthony Reid, gantarkannya ke sebagai bangsa Eropa pertama ketika Sriwijaya tidak lagi disebut-sebut pada yang menaiki pebukitan Padang menuju pusat abad 14, beberapa reputasi kerajaan tersebut Minangkabau pada tahun 1818. Ia bertaruh pada bergeser ke hulu Sungai Batang Hari. Di sana termomen-momen yang sempit dan sekaligus stratdapat patung dan prasati tertanda 1347. Menurut egis. Pada masa itu, dikenal dengan masa interReid, kemungkinan kerajaan Budha Raja Adhitiregnum Inggris. Napoleon menguasai sebagian awarman (diduga adalah Dharmasraya) memulai besar Eropa dan mengambil alih kerajaan Belantradisi kekuasaan “raja nan agung” di Sumtera da. Pimpinan Belanda mengungsi ke Inggris, dan Barat bagian tengah, dimana tradisi tersebut hidsejumlah wilayah kekuasaan Belanda melalui seup berdampingan tetapi kurang harmonis dengan buah perjanjian akan dikelola oleh Inggris, salah masyarakat Minangkabau yang matrilineal dan satunya adalah Sumatera Barat. pluralistik. Raffles membuat kesepakatan dengan sejumlah Raja-raja Minangkabau bagi Reid memiliki khapemimpin adat yang juga terdesak oleh Padri. risma yang sangat kuat di seluruh pulau Sumatera Dengan tidak begitu rumit, ia memperoleh kesepada abad 17 sampai 18. Tapi kharisma itu hanya pakatan dan surat untuk Raja Inggris agar tidak terpapar oleh pengaruhnya di setiap pusat niaga membiarkan Belanda kembali ke Padang. Sebagai di Sumatera. gantinya, Raffles meninggalkan sejumlah pasuPada tahun 1684 Gubernur VOC di Malaka men- kannya di Simawang, menjaga warga dari Padri girim Thomas Dias menemui “Raja Minangkabau” Lintau, dan memastikan agar jalur penting antara di Pagarayung. Menurut Reid, tujuannya seder- pusat Minangkabau, menyeberangi Singkarak, hana agar Belanda dapat berdagang langsung melalui Solok (Kubuang Tigo Baleh) ataupun Koto dengan penyedia emas, lada, dan timah Minang- Tangah tetap terbuka untuk Inggris. Niat Raffles kabau, menjadikannya sekutu yang potensial di tidak berjalan dengan baik. 1819, Sumatera Barat tengah konflik yang terus menerus terjadi antara kembali dikuasai Belanda. Siak, Johor, Jambi, Palembang, dan Malaka. Sebelumnya, pada tahun 1600an Belanda memuDias memulai misinya dengan mengirimkan utu- lai peniagaanya dengan setara. Pelakat dan pertukaran utusan menjadi seni politik yang lazim pada 1 Sumatera Tempo Doeloe, Anthony Reid, Komunitas Bambu, 2010. Dalam buku ini Reid mengkurasi sejumlah catatan petulang masa itu. Di Pantai Barat, Belanda dan Aceh tidak yang menarasikan Sumatera pada masa lampau, dan diterjemahkan menjadi mesra dengan plakat semata. Setelah ke Bahasa Indonesia oleh Komunitas Bambu. mendapati pintu masuk ke pantai barat, Belanda 2 Ibid, hlm 186-212; lihat juga: Memoir of the Life and Public membuat sejumlah perjanjian dengan penguaService of Sir Thomas Stamford Raffles by His Widow. Vol. I, London, 1835. sa-penguasa lokal. 1663 para petinggi adat di 8


Painan dan VOC menyepakati “Painansche Contract”3. Kesepakatannya ini memberikan perdagangan secara bebas dan tanpa pajak di wilayah Tarusan dan Air Haji, dan kemudian mendirikan Loji4 di Salido. Tapi VOC selalu menginginkan Padang yang menjadi sentra strategis.

dan diusir paksa. Beberapa penghulu, menaiki pebukitan membangun kerja sama dengan Kubuang Tigo Baleh. 7

Pada 1726, Pauh dan warga Kubuang Tigo Baleh menuju Padang, namun bantuan militer Belanda dari Batavia datang. 1727, para pemimpin Pauh Pada tahun 1667, loji dipindakan ke Padang. Tapi dan Kubuang Tigo Baleh datang ke Padang untuk kota ini tidak begitu aman bagi Belanda, sebab bernegosiasi, dan akhirnya meminta maaf pada Aceh masih memiliki pengaruh yang kuat di sana. Belanda. Salah satu alasan utama permintaan Loji kembali dipindahkan ke Painan, tepatnya di maaf ini adalah karena Belanda menyetop penPulau Cingkuak. Di saat yang sama, loji-loji kecil jualan garam. Tapi, rupanya itu tidak berlangsung dibangun di Pariaman dan Tiku. Tahun 1668, Be- lama, 1728 Pauh menduduki tempat-tempat yang landa mematangkan niatnya. Aceh berhasil diha- dilarang VOC, melakukan sabotase dengan menlau. Sebagian dari orang-orang Aceh yang berpen- geringkan air sawah dan membuat perdagangan garuh pindah ke Pauh. Tapi untuk wilayah pantai dengan Kubuang Tigo Baleh menjadi lebih sulit.8 barat Sumatra, Padang terlalu strategis untuk Pauh memang pintu perdagangan hasil alam pentdilepaskan begitu saja. Keberadaan Aceh di Pauh ing. Ia berada di lembah barat Minangkabau yang dan Koto Tangah, mengerakan semangat perang menghadap ke pelabuhan, di belakangnya memwarga lokal melawan VOC.5 bentang wilayah Kubuang Tigo Baleh, produsen Sejak tahun 1669 hingga 1750an lebih dari 20 rempah yang tidak bisa diakses Eropa hingga Rafkali perang besar terjadi antara Pauh dan Aceh. fles menaikinya pada tahun 1818 tadi. 1679 Pauh mulai berkoalisi dengan para pemiSecara bertahap, setelah segala bunyi plakat dan mpin Tiga Belas Kota (Kubuang Tigo Baleh, yang perjanjian, VOC mulai mendirikan loji-loji, mensekarang disebut sebagai wilayah Kota dan Kabugusasai bandar-bandar pelabuhan besar. Mempaten Solok) yang merupakan produsen rempah berikan gelar-gelar tertentu pada pimpinanutama. Tahun 1688, 5 orang penghulu Pauh tunpimpinan adat yang bisa diasuh. Menanjak duk, dan 9 penghulu masih rewel. Berbagai seran1700an hubungan dagang yang setara mulai bergan kembali terjadi, walau sering kali “marasai” ganti dengan monopoli yang dikuasai VOC. KePauh tak henti-henti memperlihatkan ketidak-tatimpangan. Pada tahun 1668 VOC menandatangi atannya. Tahun 1713, sekitar 500 pasukan, terperjanjian kerjasama dengan penghulu di Barus, masuk pemuka agama, di bawah pimpinan Rajo tak lama setelah Pauh bergolak, Rajo Lelo di BaPutiah dan Rajo Saruaso berada di Padang untuk rus diasingkan karena mulai menyadari dampak menghadang, tetapi “Padang” dibantu oleh para negatif dari VOC terhadap tatanan ekonomi-soawak kapal Belanda dan 120 awak Bugis berhasil sial-politik kerajaannya. menghalau mereka. 6 Melalui para pemimpin lokal yang bisa diasuh, Tahun 1716 Pauh bersedia bekerja sama dengan Belanda memulai permainannya dari pesisir yang VOC dan menetap di wilayah yang ditentukan terus bergerak. Pola-pola di atas hanyalah salah Belanda. Tapi, 1720, Pauh diam-diam kembali satu contoh tentang bagaimana VOC mengambil ke tanah asal. Tahun 1724, VOC mengeluarkan peluang dari kerapuhan antara perniagaan dan perjanjian dengan Pauh bahwa, wilayah itu tidak kerajaan, seperti yang digambarkan dikutipan boleh dihuni. Beberapa warga berusaha kembali awal. “Negara-negara baru” muncul di 16001800an. Ibu kota yang sebelumnya di pedalaman 3 Pemerintahan Daerah Sumatera Barat Dari VOC Hingga Reformasi, Gusti Asnan, Yogyakarta, 2006. Hlm, 20-21. kini bergeser ke pesisir pantai, sesederhana VOC 4 Loji (loge, factory, atau facrorij) berasal dari kata Portugis mendirikan pusat administrasi di sana. Kota-kofeictoria yang berarti tempat tinggal, kantor, atau gudang tempat ta dibangun kembali dengan titik nol yang dekat bangsa tersebut melakukan kegiatan perdagangan di kota-kota seberang laut. Fetoria bisa berupa benteng (kubu pertahanan) dan bisa dengat akses pelabuhan dagang dan askes bantujuga berupa gedung biasa. (Wikipedia – Ensiklopedia Bebas Bahasa an militer. Indonesia (https://id.wikipedia.org/wiki/Loji) diakses pada September 2019) 5 Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang, Rusli Amran. Jakarta, 1981. Hlm 171-188 6 Ibid.

Sejak 1660 Belanda sudah mulai memberikan 7 Ibid. 8 BIJDRAGEN Tot de Taal Land Em Vlokenkunde vam Nederlandsch-Indie, 1887.Hlm 538-541

9


gelar Opperkoopman kepada daerah-daerah yang dianggap betul-betul bisa dijadikan wilayah perdagangan. Pemimpin operasinya kebanyakan berasal dari saudagar dagang dan ada pula beberapa saudagar kecil. 1691 Belanda juga menunjuk Maharaja Indra sebagai penghulu regen baru Belanda. Proses-proses seperti ini sering terjadi, Belanda menunjuk perwakilan-perwakilan Penghulu dengan dalih mempermudah administrasi, satu persatu Belanda berhasil mendirikan “badan”nya di Minangkabau.9 Pintu semakin lebar setelah Padri mulai bergolak di wilayah perbukitaan Minangkabau. Satu persatu wilayah penghasil Akasia dan Cangkeh dikuasai Padri. Rajo Alam dikudeta. Padri mulai membentuk sebuah administrasi baru yang menyerupai sebuah “negara” atau badan yang berbeda dengan prinsip egaliter tradisional Minangkabau. Kudeta Padri dengan cara yang keras membuat sebagian besar masyarakat yang merasa terancam mengundang keterlibatan Eropa. Du Puy, residen Belanda di Padang mendesak pemerintah di Batavia supaya mengerahkan Garnisum Simawang kembali. 1820 Du Puy membuat perjanjian dengan kepala-kepala di pusat atau “pedalaman” untuk penyerahan tanah mereka pada pemerintah Hindia Belanda. 1821 Padri diusir dari Sulik Aia oleh garnisum Belanda, dan berlanjut ke daerah-daerah lainnya, hingga Belanda menguasai dan mengambil alih pemerintahan.10

dayaan, mengantarkan pertanyaan untuk siapa nagara ini dibangun?

Pertanyaan menggebu-gebu ini, saya kira tidak ada salahnya kita lontarkan agak sering. Tidakpun menjadi prioritas, hasrat menguasai ini harus tetap dibentengi dengan nilai-nilai kemanusiaan, atau sekedar jadi lalat di ekosistem perniagaan besar yang kompleks.

Selain itu, Akbar Yumni, seorang kawan pernah menuliskan, bahwa selama ini pengertian sejarah sosial-politik yang berlangsung selalu sejarah yang dibangun oleh negara atau para akdemisi. Sementara warga negara yang sebenarnya adalah subjek sejarah dan sering kali mengalami dampak langsung dari konstruksi sejarah tersebut, tidak diberikan peluang untuk dilibatkan dalam merumuskan sejarah.11 Kolaborasi ini adalah aksi alternatif dalam mengembang wacana sejarah publik. Melibatkan sejumlah partisipan dari generasi hari ini, dari beragam sudut pandang menafsirkan peristiwa sejarah yang tidak ia alami secara langsung. Mengabaikan ataupun merespon sejarah yang ditata oleh negara ataupun akademisi.

Berbekal bagasi situasi sosial-politik-ekonomi hari ini, sejumlah pemuda ini meminjam lagi sejumlah arsip, meminjam sudut pandang para pencatat, menganalisanya kembali untuk memahami peristiwa hari ini yang seolah kita lepaskan dari masa lampau, membaca pola-pola perisitwa memperkaya sudut pandang. Dalam diskusi lain, saya juga ingat Akbar “Negara” atau badan legal untuk memunguti pa- menekankan, ketika kita membaca ulang sejarah, dajak, membuat tentara, mensakralkan bendera, lam sudut pandang tertentu kita juga tengah berada membuat penjara, dan mencetak uang. Hadir dalam situasi sejarah itu sendiri. Secara performatif menggantikan Padri yang belum mendapatkan kita menghubungkan diri secara horizontal dari sejaposisi nyamannya. 1825 Belanda sudah mulai rah yang selama ini berjarak. memberlakukan pajak 5% dari bahan yang dijual di 34 pasar di Tanah Datar dan 14 pasar di Agam. Nederlansche Handle Maatscappij (NHM) mendi- Solok, Oktober 2019 rikan pabriknya di Padang. 1831 Pengumpulan pajak dilakukan melalui para penghulu yang ditunjuk. 1834 Januari, sebuah kontrak yanag berlaku selama tiga tahun ditandatangani oleh Gebernur Jenderal dan wakil NHM di Padang, tentang pendirian dua depot besar di wilayah Minangkabau, dan terus berlanjut. Membangun Negara dari prespektif niaga tentunya manyisakan banyak resiko dan keuntungan, mengabaikan aspek-aspek lingkungan dan kebu9 Op cit. 10 Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Padri, Christine Dobbin. Komunitas Bambu, 2008. Hlm. 185-225.

11

Golden Memories, Forum Lenteng, 2018.

10


11


SETAPAK PENGHUBUNG NIAGA

NOVI SATRIA

12


S

ebuah meja besar yang panjang melintang di tengah ruangan, di sekelilingnya telah tersusun kursi-kursi dengan rapi. Kursi-kursi itu siap untuk diduduki seperti meja-meja yang digunakan ketika rapat di perkantoran. Siang hari, senin, 05 Agustus 2019. Saya dan teman-teman yang berkesempatan hadir pada waktu itu telah berkumpul di Tanah Merah Space, sebuah ruang kreativitas alternatif untuk komunitas-komunitas di Solok, yang juga merupakan sekre baru Komunitas Gubuak Kopi, di Jalan Lingkar Utara, Ampang Kualo.

dimulai dengan mengkaji priode-priode jalur-jalur yang ada di Sumatera Barat. Setelah mengkaji lebih dalam dan dari beberapa referensi yang telah dibaca terdapat beberapa periode jalur trasnportasi internal Sumatera Barat masa dulu, yang kami klasifikasi untuk sementara. Periode pertama yaitu periode jalur setapak, pada periode ini Belanda telah memasuki Sumatera Barat tetapi hanya berada di bawah. Maksud berada di bawah adalah di wilayah pesisir pantai barat, Padang, Pariaman, Tiku, dan lainnya. Beberapa jalur setapak ini hanya bisa dilalui oleh manusia dan kuda beban, karena ukuran dan betuknya yang tidak memungkinkan untuk dilewati kendaraan. Pada periode jalur setapak ini juga ditemui beberapa bentuk jasa angkutan seperti kuda beban, pesilat untuk mengawal agar tidak terjadi perampokan atau hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.

Sebagai partisipan saya menyiapkan barangbarang yang rasanya penting untuk keperluan ketika workshop, seperti buku catatan, pena dan lain-lain. Hari ini workshop yang diselenggarakan oleh Komunitas Gubuak Kopi, dibuka oleh Albert selaku pendiri komunitas ini. Jauh hari sebelumnya Albert telah memberitahu bahwa akan diadakannya Periode kedua, yaitu periode intervensi Belanda workshop yang membahas tentang dinamika di pebukitan atau pusat Minangkabau. Pada masa kebudayaan sebagai dampak perdagangan dan jalur ini Belanda mulai melakukan pembangunan jalur transportasi. transportasi utama yang menghubungkan kota-kota Siang hari yang sedikit panas, semua partisipan penting penghasil kopi, cangkeh, lada, dan lainnya. dengan serius menjalani workshop. Dimulai dengan Salah satu proyek besar adalah rencana pembangunan sebuah artikel yang dibaca oleh Biahlil Badri, salah yang dirancang oleh Van Den Bosch, untuk 25 tahun seorang partisipan, hingga beberapa halaman, mendatang. Beberapa jalur baru, kamar dagang atau kemudian digantikan oleh teman-teman yang lain ruang penyimpanan barang dibangun pada periode hingga artikel tersebut habis dibaca. Artikel ini ini, dan masih menggunakan jasa kuda beban. merupakan draft awal riset yang telah dimulai Periode ketiga yaitu periode ‘batu bara Ombilin’, oleh Komunitas Gubuak Kopi dan sebagai acuan pada periode ini dapat masuknya proyek-proyek kelanjutan proyek ini. kereta api, seperti stasiun dan rancangan kereta Sebagian teman ada yang mencatat, memperhatikan bergerigi. Tidak hanya itu pada periode ini tepatnya dan kadang-kadang ada juga yang telihat sedang pada tahun 1829 adanya pembuatan jalan yang melihat handphone atau HP. Albert menuliskan menghubungkan Padang-Padang Panjang, tentunya di papan tulis sebuah judul “mengkaji dinamika pembangunan jalan itu telah melalui perhitungan kebudayaan melalui jalur transportasi� tentu saja itu yang rumit dan panjang. adalah judul pembahasan saat ini. Pembahasan ini Butuh waktu yang tidak sedikit untuk membahasnya 13


hingga tidak disadari bahwa hari telah beranjak sore, sudah saatnya untuk beristirahat. Diskusi diberhentikan dan dilanjutkan pada esok harinya. Beberapa teman masih berada diposisi duduk semula sambil mengecek HP masing-masing dan beberapa meninggalkan ruangan. Keesokan harinya, Selasa 06 Agustus 2019. Kelas workshop kedua dimulai, setelah makan siang saya dan teman-teman yang hadir sudah bersiap mengambil posisi duduk sebagai mana mestinya. Di siang hari ini, pembahasan workshop dilanjutkan, karena kemarin membahas mengenai periode jalur transportasi, pembahasan sekarang mengenai “halhal kecil yang berkaitan dengan jalur transportasi�. Untuk mengetahui hal-hal kecil yang berkaitan dengan jalur transportasi, pembahasan dimulai dari jalur setapak. Pada masa ini warga bermigrasi untuk beberapa kepentingan, dan karena adanya migrasi ini-pun terbentuknya sebuah jalur transportasi. Kedua hal tersebut memang tidak dapat dipisahkan. Saya dan teman-teman menyimpulkan dari diskusi siang hari ini bahwa migrasi warga disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, keadaan perang yang membuat warga mencari tempat aman untuk tinggal. Kedua karena SDA (sumber daya alam) yang tidak memadai sehingga warga mencari suatu tempat yang SDA-nya dapat dimanfaatkan. Ketiga, karena ingin mendekati pusat niaga atau pusat kota untuk mencari pekerjaan. Keempat, keinginan untuk memperluas wilayah. Kelima, karena adanya sebuah kebiasaan yang disebut merantau. Keenam untuk mencari peluang kerja yang luas. Karena adanya jalur setapak ini tentu berpengaruh kepada peradaban yang ada di sekitarnya, beberapa di antaranya terbentuk perkampungan baru, adanya jasa tukang angkut dan timbulnya beberapa kejahatan seperti perampokan. Ketika mengetahui perampokan juga terjadi pada masa itu, saya teringat bahwa segala hal mempunyai gandengan masing-masing meski dari bentuk yang berbeda. Seperti dampak positif dan negatif dari pembangunan jalur transportasi. Keduanya tidak dapat disamakan dan juga mustahil jika dihilangkan salah satunya.

Tangah-Padang-Kayutanam-LembahAnai-Padang Panjang-Bukittinggi-Tanah Datar). Kelompok lima di Tanah Datar tepatnya (Singkarak-Koto TangahPadang). Kelompok terakhir di Solok (PadangKubuang Tigo Baleh, Banda Sepuluh-Solok Selatan). Untuk lebih mengetahui lagi tentang mengapa adanya alur setapak ini, seperti yang tertulis di dalam cerpen “Giring-Giring Perak� bahwa jalan setapak ini tercipta karena kebutuhan akan garam, kemudian berkembang menjadi jalan dagang pada abad ke lima belas. Jalur ini hanya bisa dilalui oleh orang dan kuda beban. Hingga akhirnya senja kembali menghentikan diskusi, telihat pemandangan yang indah di sekitaran sekre ini. Diskusi kembali dilanjutkan sekitar pukul delapan, kali ini saya dan teman-teman menelusuri catatan Sir. Thomas Stamford Raflles tentang perjalanannya di Minangkabau, Raffles merupakan seorang warga Negara Inggris. Perjalanannya di Minangkabau dimulai pada tahun 1818, Raffles bersama rombongannya meninggalkan Bengkulu dan menuju Padang pada awal bulan Juli. Ketika menelusuri catatan Raffles ini saya dan teman-teman menemui berbagai kesulitan dalam menerjemahkan catatannya yang menggunakan bahasa Inggris. Dari seluruh yang hadir, tidak ada yang mempunyai kemampuan Bahasa Inggris yang baik. Bisa dibanyangkan bagaimana mungkin saya dan temanteman bisa menterjemahkannya, belum lagi teks-teks berbahasa Belanda. Oleh karena itu, penggunaan teknologi dibutuhkan untuk menterjemahkan catatan Raffles ini. Meski telah berupaya menggunakan teknologi yang canggih, saya dan teman-teman masih kesulitan dalam merangkai kata dari terjemahan yang membingungkan. Anehnya, di situlah suasana mulai terasa menyenangkan, mungkin karena beberapa argument berbeda dari masing-masing orang dalam mengartikan kalimat atau karena bahasa yang digunakan dalam terjemahan terdengar konyol. Hingga larut malam saya dan teman-teman masih berusaha menerjemahkan catatan Raffles dan kemudian disalin ke dalam sebuah buku catatan khusus yang ditulis secara bergantian. Karena ditulis secara bergantian maka tercipta-lah berbagai jenis bentuk aksara, seolah-olah menggambarkan penulis aslinya dengan karakteristik tersendiri.

Setelah meminum beberapa teguk kopi, diskusi dilanjutkan dengan membahas jalur-jalur setapak yang diperhatikan khusus oleh Van Den Bosch. Menurutnya terdapat lima klasifikasi jalur sitapak. Kelompok pertama berada di Pasaman, (Air BangisRao, Sasak-Lundar-Bonjol). Kelompk kedua di Malam terasa singkat hari ini, mungkin karena Agam tepatnya (Tiku-Batang Antokan-Bukittinggi). disibukkan oleh catatan Raffles. Akhir dari kelelahan Kelompok ketiga di Pariaman tepatnya (Ulakan-Koto saya dan teman-teman memutuskan untuk beristirahat 14


Kutipan dari surat Raffles dalam Memoir of the Life and Public Service of Sir Thomas Stamford Raffles, London: John Murray, 1830

dan melanjutkan keesokan harinya. Rabu, 07 Agustus 2019. Saya dan teman-teman yang hadir melanjutkan kegiatan workshop, kembali menerjemahkan catatan Raffles. Dalam catatannya Raffles bersama rombongannya menemui banyak hal yang menarik, memasuki peradaban Minangkabau ia juga disambut oleh masyarakat. Malangnya ketika di perjalanan ia juga dikenai biaya beberapa oleh kalangan kecil masyarakat. Perjalanan panjang yang ia lewati dari Padang menuju ke Solok, Raffles dan rombongannya melalui Limau Manih yang tembus ke Gantuang Ciri Kab. Solok melewati sungai, bukit dan jalur yang ekstrim. Hingga sekarang-pun jalur yang dilalui Raffles itu dapat dikatakan tidak lagi dipergunakan untuk aksek dari Solok ke Padang atau sebaliknya, hanya beberapa petulang dan beberapa pemburu kambing hutan. Di Kubuang Tigo Baleh Raffles mendengar banyak informasi mengenai tambang emas. Setelah melewati Solok, Raffles dan rombongan mengarah ke Singkarak. Tepat pada hari Rabu, 22 Juli 1818 mereka tiba di Singkarak, dan melanjutkan perjalanan dengan kapal yang cukup besar menuju Simawang.

Di Simawang mereka disambut oleh petinggi desa dan diberikan tempat penginapan. Kembali tak terasa hari ini berlalu dengan cepat siang yang tampak gagah digantikan oleh malam yang terlihat tenang dan penuh misteri, catatan Raffles yang belum selesai diterjemahkan secara keseluruhan terpaksa dihentikan sementara. Dengan menerjemahkan catatan Raffles ini memberikan pengalaman tersendiri kepada saya, membuat saya berimajinasi menggambarkan bagaimana susah perjalanan di masa lalu, sekaligus memahami sudut pandang para pendatang meilhat Sumatera Barat. Selesai diskusi pada hari ini, dengan sedikit kelegaan hirupan nafas panjang saya menyadari ini hari yang cukup melelahkan dan penuh pengalaman positif. Dengan bersantai sejenak dan kopi yang masih tersisa sayang rasanya jika tidak dihabiskan. Beberapan teman sudah mulai meninggalkan ruangan diskusi dan beristirahat.* Solok, Agustus 2019

15


16


Diambil dari buku SUMATRAS WESTKUST IN BEELD (1920) (PANTAI BARAT SUMATRA DALAM GAMBAR)

17


MEMINJAM MATA RAFFLES ILHAM ARRASULIAN

18


B

eberapa hari terakhir, terkait studi kebudayaan melalui aktivitas perdagangan dan jalur transportasi yang diinisasi oleh Gubuak Kopi, kami membaca sejumlah arsip yang ditulis para petualang ke Sumatera Barat. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah Sir Thomas Stamford Raffles. Sebelum merunut kembali perjalanannya, perlu kita sadari bahwa ia adalah seorang Inggris yang memiliki ketertarikan dalam persoalan kebudayaan dan pengatahuan lokal. Salah satu penelitiannya yang cukup terkenal terkait nusantara adalah The History of Java. Dan lanjutnya ia berpetualang ke negeri Melayu Minagkabau pada awal Juli tahun 1818. Raffles bersama istrinya dan juga seorang Naturalis yaitu Dr. Horsfield, serta rombongannya. Raffles serta istrinya berkebangsaan Britania atau Inggris, sementara Dr. Horsfield dari Amerika. Mereka sebelumnya sudah bertemu di Pulau Jawa ketika Raffles menjabat sebagai Letnan Gubernur pada tahun 1811-1816. Awal bulan Juli 1818, Raffles berangkat dari Bencoolen (Bengkulu sekarang) untuk mengunjungi Padang, ia bermaksud datang untuk mendapatkan informasi mengenai keadaan dan situasi suatu daerah yang ia sebut dengan Menankabu yaitu Minangkabau saat ini.

merupakan seorang pembaharu agama. Raffles pun hendak menuturkan niatnya yang bermaksud positif untuk menjelajah negeri ini, dan memberitahu rute yang akan ia lalui bersama rombongan, sehingga surat pemberitahuan akan kedatangan Raffles pun diantarkan ke pedalaman duluan. Ia membawa serta 200 kuli angkut yang merupakan warga lokal. Ini adalah kali pertama Raffles menuju Negeri Pagaruyung yang merupakan Ibu kota Minangkabau, dengan melewati perbukitan di Limau Manih, Padang. Ya, bukit itu dibaliknya adalah Kab. Solok atau pada masa Raffles disebut Negeri Solok Salayo Kubuang Tigo Baleh. Raffles pun memulai perjalalan pada tanggal 14 Juli 1818 pada sore harinya. Rute yang dilewati oleh Raffles berawal dari Muaro Padang ke Kampung Baru (sekarang menjadi bagian dari Kec. Lubuk Begalung) dan terus ke Limau Manih. Keadaan cuaca pada saat rombongan Raffles di tengah perjalanan adalah hujan lebat, sehingga rombongan memakan banyak waktu 4 sampai 5 jam ke Kampung Baru, dengan menyebrangi sungai-sungai yang ada di negeri tersebut. Kampung Baru menjadi tempat pertama rombongan Raffles beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke Limau Manih. 17 Juli 1818 Raffles dan rombongan pada jam 7 pagi mulai perjalanan kembali ke Limau Manih dan setengah jam kemudian sampai di sana dengan terpukau akan keindahan alam 400 kaki di atas permukaan laut itu. Hingga Raffles pun menuliskan keingginannya, Inggin tetap menguasi Padang.

Ia sangat tertarik dengan wilayah Minangkabau karena merupakan salah satu daerah yang bisa dikatakan belum tersentuh oleh orang asing. Raffles pun tiba di Padang yang merupakan kota pelabuhan, tapi masalahnya Belanda belum pernah ke daerah di belakang bukit dari Kota Padang tersebut. Ya, Solok adalah daerah yang berada di belakang Perbukitan Padang atau disebut oleh orang belanda dengan Padangsche Raffles pun menggambarkan Limau Manih yang Bovenlanden. Ketika di Padang, Raffles membawa merupakan negeri luas, terbentang perkebunan denkuli angkut sebanyak 200 orang dan 50 tentara. gan sungai yang mengalir deras berhulu di Ujung Karang (Ulak Karang, Padang). Rumah-rumah desa Pada saat itu jalan Padang ke Pedalaman Minangini selalu bersebelahan dengan pohon yang gunanya kabau di bawah kekuasaan Tuanku Pasaman yang 19


menaungi tumbuhan kopi mereka.

minta membayar pajak masuk negeri ini sebesar 20 dollar atau istilah negeri ini besarannya yaitu sa tali “Pada saat kedatangan kami di Limau Manih disamsa pau. but oleh pukulan drum besar yang selalu ada di setiap desa-desa besar. Gendang ini terbentuk dari batang Rombongan melanjutkan langkah dari rimbupohon besar yang panjangnya 20 kaki dan diluban- nan tumbuh-tumbuhan, menembus pemandangan gi satu sisinya dan satu sisinya lagi di tutup dengan Gunung Talang yang jelas. Selama perjalanan melperkamen, selanjutnya digantung pada bingkai kayu ereng di pebukitan pun terlihat kiri kanan mereka yang diletakkan merebah/horizontal di bawah satu tubuh subur kopi dan indigo. Tak lama sampailah atap.� Demikian ia menggambarkan. rombongan di pohon beringin besar yang meneduhi sebuah pasar. Di sini mereka dijamu dan disuguhi Raffles kembali melanjutkan perjalanan dan segera buah-buahan dan makanan untuk menambah tenamemasuki belantara rimba, setelah diberitahu oleh ga perjalanan. Dr. Horsfield jika rute ini merupakan pendakian hutan yang sudah terbentuk akibat orang-orang Di sini, tujuan sepenuhnya tertuju kepada pusat dari pribumi sering melewatinya. Setelah itu, rombongan negeri Kubuang Tigo Baleh yaitu Selayo. Raffles pun Raffles menyeberangi sungai dengan batu-batu sun- disambut dengan meriah, begitu meriah dengan sorgai sebagai pijakan. Di sini Raffles melihat trik para ak-sorakan dan musik yang terdengar ke segala penpedagang pribumi yang membawa banyak bawaan juru negeri ini. Selayo merupakan negeri pertama dengan begitu mudah. Melangkah di bebatuan sun- dan bersebelahan dengan Solok, dan di sisi lainnya gai itu. Ia memperhatikan orang-orang itu yang mela- adalah Koto Baru, yang masih dibatasi oleh suntakan sebatang kayu di pundak mereka dan mengikat gai-sungai yang mengalir dan diteduhi pohon-pohon bakul dagang pada kayu tersebut, hal demikian di- kelapa. Hampir seluruh negeri Kubuang Tigo Baleh anggap praktis oleh Raffles. adalah daerah yang bagus untuk bercocok tanam, demikian gumamnya. Setelah melalui perjalanan yang lama Raffles dan rombongan beristirahat di sebuah gedung yang be- Kebanyakan masyarakat Kubuang Tigo Baleh adasar dalam perkiraannya merupakan pos-pos para pe- lah petani dan sebagian adalah peladang. Wajar saja jalan untuk beristirahat. Di situ kita akan dikenakan hingga masa kini pun Solok dijuluki negeri penghasil biaya oleh para pemuda sebagai kas negeri itu ten- beras yang ternama. Pada setiap tanah yang melereng tunya, bisa dibilang ini seperti pos toll saat ini. Lama mereka menanami kopi, indigo, jagung, tebu, dan takian perjalanan, sampailah rombongan di ambang naman penghasil minyak. Di tanah yang mendatar hutan, Bukit Batu tepatnya pos toll yang dinamai Ge- bisa dibilang merata sudah diolah menjadi sawahdung Beo. sawah nan luas yang dibajak oleh kerbau-kerbau. Perjalanan lanjut rombongan pun sampai ke Negeri Gantung Ciri yang merupakan salah satu nagari, bagian dari Kubuang Tigo Baleh. Negeri ini berada paling dekat dengan Padang. Gantung Ciri menjadi tempat untuk beristirahat oleh rombongan.

Ketika berkeliling di negeri ini, Raffles melihat mirisnya masyarakat dalam berpakaian yang mereka kenakan, seperti orang Arab. Mau bagaimana lagi, kekuasaan sekarang berada di pucuk Tuanku Pasaman pemimpin Paderi. Raffles merasa tidak adanya kecocokan memakai baju yang berjubah dan kepala Kemudian rombongan turun ke bawah menuju pusat bersorban bagi para lelaki, dan wanita yang ditutupi dari Negeri Solok Salayo, Kubuang Tigo Baleh dan seluruh badannya hingga yang cuman wajah dan telberkumpul di suatu rumah yang dikira merupakan apak tangan mereka yang tampak. Hanya dua warna milik kepala negeri di daerah Salayo ini. Raffles dan pada pakaian mereka ini putih dan biru. para kepala nagari ini saling memperkenalkan diri dan ia memberi tahu maksud kedatangannya. Berdiam diri yang begitu lama di negeri ini, Raffles dipanggil untuk menghadiri sebuah rapat besar yang Raffles dan rombongan pun menetap 3 hari sembari diisi seluruh tokoh masyarakat di Kubuang Tigo menunggu keputusan para kepala nagari Kubuang Baleh. Raffles mencatat keinginan masyarakat agar Tigo Baleh ini, terkait upayanya untuk mempertahBelanda tak kembali lagi ke Padang. Setelahnya ia ankan Padang agar tidak dikembalikan ke Belanda. memberikan hadiah berupa selembar kain yang lebSalah seorang kepala lokal mengumpulkan seluruh ar dari Inggris, senjata 3 bilah, dan gendang khusus orang yang berpengaruh di Kubuang Tigo Baleh. buatan Inggris yang dimainkan untuk raja negeri Sekian waktu yang termakan, dan rombongan diluar itu. 20


Raffles ahkirnya berasumsi tentang Negeri Kubuang Tigo Baleh yang jelas bukan orang-orang pedagang melainkan para petani atau peladang, dan sebagian lagi penambang. Pedagang-pedagang pribumilah selalu menghubungkan mereka dengan kota-kota. Sebagaimana kata mereka, orang-orang yang mengerti akan urusan berdagang itu adalah mereka yang berada pada jalur tambang emas tepat sebelum memasuki kota. Tambang utama emas itu terletak di belakang Gunung Talang yaitu Tambang Sungai Pagu dan Abu. Terlepas dari itu Raffles melihat bebarapa bangunan yang fungsinya sama dengan Jawa tapi dengan bentuk yang jauh berbeda. Ya, Raffles melihat Rumah Gadang memiliki panjang 60 kaki dan tinggi 30 kaki yang diwarnai merah, hitam, dan putih. Setiap Rumah Gadang terdapat dua lumbung padi (Rangkiang). Selasa di siang hari, 21 Juli. Raffles dan rombongan memulai ekspedisi Pagaruyung dan rute perjalanan yang datar menuju Danau Singkarak. Hamparan sawah yang luas memanjakan mata mereka dengan berjalan di atas pemantangnya hingga tepat di Negeri Kasiak merupakan puncak dari keindahan sawah yang berwarna keemasan seperti di Negeri Serayu kebanggan Pulau Jawa itu. Lama kelamaan pemandangan tertumpu kepada permukaan danau yang secara langsung rombongan telah sampai di Negeri Saniangbaka. Walaupun negeri ini tampak kelam akibat peperangan saudara tapi terbayarkan oleh hamparan indah Danau Singkarak.

menuruni Negeri Simawang terdapat 2 hulu sungai yaitu Kuatan dan Idragiri. Setika di hulu sungai itu Raffles melihat kincir air yang yang dialiri ke ladang dan sawah yang terbuat dari bambu dengan baik. Penemuaan itu membuat Raffles berasumsi bahwa teknologi pertanian tersebut adalah asli berasal dari Minagkabau mengingat belum pernahnya orang luar ke negeri ini, dan hal serupa belum ditemui di Jawa. Pada lereng dataran tinggi Simawang ditumbuhi tabu untuk menghasilkan gula Manih. Alat pembuatan gula terletak di tengah kebun tabu itu terlihat terpasang 2 silinder tegak, yang dibentuk menjadi sekrup atau alur dan diputari oleh tenaga kerbau/sapi untuk memerasnya. Penemuan selanjutnya adalah bebarapa batuan mineral yaitu feldspar, granit, kuarsa, dan mineral lainnya. Setelah berhasil menuruni dataran tinggi Simawang tujuan selanjutnya adalah Ibukota Minangkabau dengan jarak 12 mil dengan menghabiskan waktu 5 jam berjalan. Sembari berjalan Raffles dan rombongan banyak menemukan tambang-tambang emas yang sudah lama dipergunakan, terbukti dengan banyaknya pondok untuk istirahat.

Pada 4 jam perjalanan Raffles dan rombongan mendapati pemandangan pertama Kota Pagaruyung dari kejauhan. Tepatnya berhenti untuk melihat pemandangan ini menandakan kita berada di Suruasa (Saruaso) kota kedua di Minangkabau. Di sini Raffles bertemu dengan Tuan Gadis dari kerajaan, rombongan ditempatkan pada sebuah rumah dengan Setelah berdiam diri yang cukup lama di Saniang- panjang 30 kaki yang terletak di tepian Sungai Emas, baka, Raffles melanjutkan perjalanan ke Simawang pada seberangnya terilihat bangunan kecil yang disedengan menyebrangi Danau Singakarak dengan ja- but surau. rak 14 mil tetapi para kulinya berjalan mengitari da24 Juli 1818 adalah hari dimana Raffles dan romnau karena kapal yang tak cukup memabawa rombongan pertama kali menginjakkan kaki di tanah bongan yang ramai itu. Setiba di Simawang Raffles Pagaruyung. Negeri ini dibangun pada lereng dan pun menghitung ada 7 kota utama di setiap kota terkaki bukit yang disebut Gunung Bongso (Bungsu), dapat pasar yang diteduhi oleh pohon beringin. Pada tepatnya di jurang mengalir Batang Selo yang indah sekitaran danau terlihat kontras warna tepian dari dalam aliran berkelok-kelok mengarungi Saruaso, kejauhan karena banyak macam-macam flora yang dari sinilah Sungai Emas berasal yang muaranya ke ditanam. Ia melihat hal yang mengejutkan, ukuran Sungai Indragiri Riau. Gunung Marapi tampak menekspetasinya saat itu tak mungkin rasanya negeri julang dari penglihatan Raffles di lereng Gunung yang belum tersentuh oleh orang luar ini memiliki Bungsu yang sebagian besar penduduk bermukim. kapal yang bisa mengangkut barang seberat 6 ton diSeluruh sisi gunung dikelilingi pedesaan dan sawahtambah 100 orang yang menurut Raffles serupa densawah yang membentang. gan kapal besar perang di Lautan Cina Selatan. Sepanjang perjalanan Raffles, menurut dugaannya Kapal yang membawa rombongan menepi dan perpernah mengalami bencana dahsyat di masa lalu. jalanan berlanjut menuju ke Simawang. Sampai di Ketika menyusuri bukit-bukit rendah Pagaruyung ia puncak, kami melihat perbukitan yang tinggi tapi menjumpai banyak sekali fosil. Nampaknya, seluruh tidak setara dan di balik bukit tersebut adalah Pahutan di kawasan itu pernah terkubur oleh goncangaruyung dan Gunung Bungsu sesudahnya. Setalah 21


gan mendadak pada permukaan (katastrofe) hebat pada masa itu. Raffles juga memperhatikan batang pohon yang mengalami pemfosilan. Menariknya, batang pohon itu mencuat keluar dari kedalaman tanah.

Minangkabau. Pabrik tembikar kasar di tepian Danau Singkarak terbilang banyak, dan menghasilkan keris yang dipasok ke Padang hingga Bengkulu karena bisa dibilang sebelum Raffles ke pedalaman Minangkabau, Pagaruyung yang populasinya tidak kurang dari 1 juta jiwa secara kekuasaannya luas hingga Ketika itu rombongan Raffles menjumpai beberapa ke pulau-pulau tetangga Sumatera. kolam kecil karena sekitar lokasi itu dulunya banyak bangunan tua yang terkubur. Satu-satunya ditemu- Eksplorasi Lanjutan kan adalah semacam arca yang terdapat di dalam ekembalinya Raffles dari pedalaman Minagkempat batu yang merupakan gerbang masuk sebuah abau, Belanda yang mulai masuk lagi ke Kota kota pada di masa lalu, rombongan menemukan loPadang pada 20 Februari 1821, perlahan mekasi yang dahulunya merupakan tempat berdirinya nerima hasil yang membuahkan pemikiran-peistana. mikiran maju dari ekspedisi Raffles hingga menjalReruntuhan di istana ditemukan batu datar besar akan proyek besar dengan membuat jalur-jalur baru tempat Raja Pagaruyung duduk menghadiri upaca- ke pedalaman ‘Padangsche Bovenlanden’ (Dataran ra. Saat rerumputan liar disingkirkan ditemukanlah Tinggi Padang) ini. istana yang terkubur. Tidak ditemukan prasasti di tempat itu, mungkin karena rombongan tergesa-gesa Jalur-jalur baru ini meliputi Tanah Datar, Solok dan baru sempat memeriksa sebagian saja. Tetapi di yang merupakan kota besar pada saat itu. Belansitu ditemukan arca peninggalan zaman dulu untuk da mendapatkan keuntungan dari pembuatan jalan baru dengan mendapatkan tanah di berbagai daerah mengenang mereka yang sudah meninggal. sebagai ganti imbalannya bantuan memerangi kaum Ketika Raffles kembali ke Saruaso ia menemukan 2 Paderi. Jalur-jalur pun terkuasai dan monopoli beprasasti yang sudah memudar dan tak bisa dibaca, landa mulai beraksi hingga penuhlah kekuasaannya rasanya agak kecewa akan hal itu. Tapi Raffles pun di tanah Minangkabau. sesudah itu melihat sebuah patung Hindu dengan Menurut Prof. Gusti Asnan dalam risetnya “Transukiran yang baik di atas batu bersama istrinya. portation on the West Coast of Sumatra in the NineTanggal 25 Juli, Sabtu sorenya Raffles mulai bertolak teenth Century� menjelaskan ada 5 kelompok jalur ke Padang dari Saruaso hingga berjalan ke Simawang setapak semenjak abad ke 15 hingga pertengahan dan tiba malam hari dan bermalam dan berdiam 19 Masehi, yang biasa digunakan orang-orang dari diri hingga Senin siang 27 Juli. Raffles menemukan gunung atau perbukitan untuk mengambil garam ke jalur-jalur yang mana dilalui masyarakat yang hen- pesisir barat Sumatera. dak ke Negeri Minangkabau, ada 3 rute. Pertama, Negeri Kasiak yang biasa-biasa saja. Kedua, Neg- Pertama, Rute Pasaman yang dibagi 2 jalur (Air eri Saniangbaka yang paling bagus dari jalur yang Bangis-Rao) dan (Sasak-Bonjol-Lundar). Kedua, lain, yang dianggap seperti jalan Sri Menenti di Pu- Rute Agam satu jalur panjang mengikuti arus Batang lau Jawa (semacam jalan ke istana). Ketiga, Negeri Antokan (Tiku-Maninjau-Bukittinggi). Ketiga, Rute Paninggahan merupakan jalur terpanjang dan lebar Padangpanjangyang menghubungi pesirsir pantai yang melalui sungai-sungai tapi bagus jika membawa Pariaman, Ulakan, Koto Tangah, dan Padang dengan satu perjalanan pulang melalui (Kayu Tanam-Lemtunggangan atau ternak. bah Anai-Padangpanjang) hingga di Padangpanjang Perjalanan melalui jalur Paninggahan dilalui Raffles jalur berlanjut ke 2 arah, Bukitinggi dan Tanah Datar. serta rombongan sungai-sungai yang kebetulan deras Keempat, Rute Tanah datar yang dilalui Raffles dan dan bertanjakan pada saat itu cukup membuat kele- rombongan sekembali dari Pagaruyung (Padang-Kolahan dan membuat rombongan terpisah di beberapa to Tangah-Danau Singkarak-Tanah Datar). Kelima, pos-pos toll. Jarak ke bibir Danau Singkarak sekitar Rute Solok dimana Raffles memulai perjalanan ke 6 mil. Ketika itu banyak ditemukan mineral-mineral pedalaman Minangkabau (Padang-Limau Manihseperti Granit, Marmer, bermacam Batu Kapur. Selayo-Solok).

S

Akhir perjalanan pulang Raffles yang selau bersama Perjalanan ke Pantai Barat Sumatera yang dilalui meDr. Horsfield berhasil mengumpulkan tanaman ku- mantik asumsi saya, rute di atas menandakan orangrang lebih 41 macam di perjalanan menuju Negeri orang pantai sebagian besar berasal dari pebukitan 22


atau pusat Minangkabau. Setidaknya ada keterkai- berbagai aspek Gubernur Jendral Van Den Bosch tan asal-asul orang pesisir pantai sebenarnya dari mulai mendatangkan ilmuan-ilmuan untuk meneliti keturunan orang perbukitan dulunya. temuan apa saja yang bisa diambil manfaatnya demi kemajuan kolonial. Penelitian pertama dilakukan Periode di atas memberikan unsur-unsur yang menoleh Ir. C. de Groot Van Embden pada tahun 1858 jelaskan bahwa sebelumnya Belanda awalnya hanya yang menemukan kandungan batu bara di timur Dadi Padang, dan negeri pesisir lainnya. Sistem pialang nau Singkarak, kemudian dilanjutkan oleh Ir. Willem sering berlaku, melihat jalur yang masih sempit dan Hendrik de Greve pada tahun 1867 di Ulu Sungai tak semua petani pergi membawa hasilnya. Barang Batang Ombilin yang bermuara di Sawahlunto. dagangan pun diangkut dari pedalaman oleh tuannya akan menyewa para kuli angkut dan pesilat untuk Dalam penelitian de Greve, diketahui bahwa terdi perjalanan. dapat 200 juta ton batu bara yang terkandung di sekitar aliran Batang Ombilin. Sejak penelitian tersebut Lambat laun jalur-jalur di atas berhasil dikuasai Bediumumkan ke Batavia pada tahun 1870, pemerintah landa, memang sebenarnya rute tersebut di akhir abad Hindia Belanda mulai merencanakan pembangunan 19 itu di kuasai oleh kaum paderi demi pemasokon sarana dan prasarana yang dapat memudahkan ekkebutuhan logistik perang. Hingga datangnya Belansploitasi batu bara. da dengan membawa kemenangan telak dan seluruh tanah Minangkabau berkibar bendera kolonial itu. Pada tahun 1889, pemerintah Hindia Belanda muAlur perdagangan menjadi lebih maju kendati jalur lai membangun jalur kereta api menuju Kota Padang yang dulunya setapak berkembang menjadi jalur pe- sebesar 30.238.000 Gulden untuk memudahkan pendati oleh Belanda demi mudahnya menangkut hasil gangkutan batu bara keluar dari Kota Sawahlunto. pertanian kopi dan akasia pedalaman Minangkabau. Jalur kereta api tersebut mencapai Kota Sawahlunto Ada banyak biaya yang bisa dihemat oleh Belanda, pada tahun 1894, sehingga sejak angkutan kereta api mengingat selama ini terlalu banyak menyewa kuli mulai dioperasikan, produksi batu bara di kota ini angkut, pengawalan, dan durasi yang tidak efektif. terus mengalami peningkatan hingga mencapai ratusan ribu ton per tahun. Hingga tahun 1899 rampung Arah rute tertuju kepada daerah pesisir pantai barat. bersamaan dengan pembangunan Pelabuhan EmmaYa, Padang menjadi muara dagang yang membuat haven (Teluk Bayur sekarang) 3.424.000 Gulden dan pemerintah kolonial berlimpah akan harta atas mopabrik pertambangan batu bara di Sawahlunto juga nopoli dagangnya. Jalur pertama yang diubah dari selesai 1.372.000 Gulden. Tiga proyek pembangunan setapak ke pedati (ditarik kerbau/gerobak) mengdi atas menghabiskan anggaran 35.034.000 Gulden hubungkan Padang dan Padangpanjang via Kayu Tadengan Ir. M. J. Ijzerman sebagai pimpinan proyek. nam-Lembah Anai pada tahun 1833, dan selasai secara keseluruhan di tahun 1841. Bersamaan periode Pembangunan rel kereta api pertama bermula dari dengan itu hampir seluruh rute setapak tadi juga be- Sawahlunto ke Solok sampai Padangpanjang meleralih fungsi jalur pedati yang gunanya menuntaskan wati Danau Singkarak. Ketika di Padangpanjang seluruh kaum Paderi, maka jalur Padangpanjang ke melewati lembah Anai dan Kayu Tanam yang sejaBonjol sebagai pusat markas Paderi via Padang Luar, jar dengan jalur pedati yang dibangun oleh Van Den Bukittinggi yang terbagi pula jalur ke Payakumbuh Bosch seterusnya ke Pariaman dan pemberhentianndan Pangkalan untuk hasil pertanian Kopinya. Hing- ya di Padang. ga tahun 1870-an seluruh kelompok jalur setapak telPembangungan rel kereta api berlanjut di hampir seah beralih pedati. tiap jalur-jalur pedati yang dulunya setapak itu. Jalur Semua pembangunan jalur tranportasi tersebut di- kereta api juga dibangun di Muaro Kalaban-Sawalunkomandoi oleh Gubernur Sumatera kala itu yang to pada tahun 1894, kemudian dibangun juga jalur terkenal dengan sistem kerja paksanya. Ya, Johannes Bukuttinggi-Payakumbuh tahun 1896. Jalur Lubuk Graaf Van Den Bosch yang memulai proyek jalur itu. Alung-Pariaman selesai di tahun 1908, jalur PariaSembari demi meraih kemenangan telak atas Paderi, man-Naras selesai di awal tahun 1911. Muaro Kalakopi dan akasia penuh di setiap gudang distributor ban pun berlanjut ke Muaro Sijunjung yang diselehasil pertanian pada setiap rute perdagangan yang saikan pada tahun 1924. diatur oleh NHM (Nederlansche Handels MaatschMelihat dari daerah yang dilalui sebagian adalah appij). perbukitan, maka kereta api yang melalui jalur ini Setelah berhasil menduduki tanah Minangkabau dari mengunakan lokomotif dengan rel yang bergerigi. 23


Kontruksi rel dibangun untuk menguatkan cengkraman rel saat jalan menanjak. Gigi rel dipasang pada bagian tengahnya. Hingga kini hanya tinggal 2 jalur kereta api yang mengunakan jalur bergerigi di Indonesia. Salah satunya pulau Jawa, pada jalur rel Ambarawa-Bedono yang merupakan bagian dari jalur kereta api Kedungjati ke Yogyakarta, dan Sumatera Barat yaitu Kandang Ampat-Padangpanjang dengan tanjakan 12,7 km dari 15,4 km. Selanjutnnya dari Padangpanjang - Batu Taba mendaki tanjakan 7,6 km dari 18,7 km. Sedangkan dari Padangpanjang - Payakumbuh melalui Bukitinggi 12,9 km dari 52,7 km. Setelah rel-rel dan stasiun kereta api memberikan dampak terhadap lahirnya pemukiman baru di sekitarnya, hingga kini bisa kita jumpai seperti di tepian Danau Singkarak contohnya. Terhitung 230 Kilometer merupakan panjang rel kereta api di tanah Minangkabau ini. Solok, Agustus 2019

24


25


26


27


28


29


30


31


32


33


34


35


36


37


GEJOLAK BERSENDIKAN KOPI

BIAHLIL BADRI

38


A

khir-akhir ini “beragama” sedang maraknya diperbincangkan di Indonesia. Setidaknya pasca-terlapornya mantan wakil Gubernur DKI Jakarta pada 7 Oktober 2016 lalu, kerena diduga melakukan tindak pidana penghinaan agama. Peristiwa ini bermula saat dia melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. Saat berpidato dihadapan warga, yang mengatakan tidak memaksa untuk memilih dirinya pada Pilkada 2017. Pernyataan itu disertai kutipan Surat Al-Maidah ayat 51 yang menuai banyak reaksi publik. Saat itu berbagai media di Indonesia seakan berperang membela keyakinannya masing-masing melalui akun sosial media. Pembelaan terhadap suku dan ras pun begitu. Juga pada saat itu tidak sedikit pula berita-berita “hoaks” berkembang semakin banyak. Begitu sensitif dan berdampak besar jika menyinggung persoalan “keyakinan”. Merasa terpanggil, merasa benar dan tidak bersalah seakan menjadi peluru.

keyakinan. Suku, adat, hingga kulitpun beragam. Saat saya mengakses laman Wikipedia, “ada lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di indonesia. Atau tepatnya 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010” (diakses rabu, 18 September 2019). Dari sekian banyaknya suku bangsa, dan agama, naluri takut kehilangan pun melekat dalam diri dan kelompok. Maka menyangkut persoalan yang di atas sangatlah rumit untuk dibicarakan di hadapan umum.

Beberapa konflik antar agama pernah terjadi, seperti konflik Aceh Darussalam. Tepatnya di daerah Singkil pada tahun 2015 yang diawali dengan demonstrasi umat muslim menuntut pemerintah untuk membongkar sejumlah gereja kristen yang berdiri. Namun, dapat terselesaikan dengan baik. Poso, Ambon, Lampung Selatan, Situbondo dan Sampang pun pernah terjadi karena beragam persoalan keyakinan. Kita tahu yang terpenting dari semua konflik tersebut bukanlah agama mana atau siapa yang benar dan Di Indonesia saat ini ada sekitar enam agama yang salah. Akan tetapi, interaksi sosial yang terjalin densecara resmi diakui, diantaranya, Islam, Protestan, gan baik. Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Keenam agDi Minangkabau konflik mengenai persoalan agama ama tersebut memegang peranan penting dalam kejuga sudah pernah terjadi. Padri, dikenal dengan perhidupan bermasyarakat. Peranan tersebut tak lepas perangan besar akibat perbedaan pandangan tentang dari pengaruh dari masing-masing, yang membenpraktek beragama. Sebetulnya Islam mampu di terituk kebudayaan di tanah air. Banyaknya keyakinan ma dengan baik di tanah Minangkabau. Perkembandan kepercayaan, berbagai konflik antar agama tidak gan fungsi surau adalah salah satu contohnya, surau sedikit terjadi dan juga tak terelakkan. Semua ini sudah ada sebelum Islam masuk ke Minangkabau. seperti terjadi begitu saja. Mengenali suasana yang Istilah surau sudah dikenal di Minangkabau jauh menganut ragam kepercayaan, kita bangsa indonesia sebelum kedatangan Islam. A.A Navis menggambarmeyakini bahwa Pancasila bisa menyatukan semua kan surau merupakan tempat berkumpulnya anak keberagaman. Sejatinya memang begitu, kita akan laki-laki yang sudah akil baligh untuk tidur di malam terlihat aman saja bila semua masyarakat memang hari dan menekuni bermacam ilmu dan keterampimeyakini betul, sebuah Bhineka Tunggal Ika. lan. Ini tidak berubah setelah kedatangan Islam, tetaKeberagaman, tidak hanya dalam kepercayaan dan pi diperluas menjadi tempat ibadah dan penyebaran 39


ilmu keislaman. Jika, Islam di terima dengan baik di Minangkabau, lalu kenapa perperangan terjadi. Masyarakat Minangkabau tidak menolak kedatangannya, dan juga Islam bukanlah agam yang keras. Salamnya saja adalah doa untuk keselamatan orang tersebut. Kalau begitu, tentu saja bukan hanya tentang persoalan keyakinan dalam memeluk kepercayaan saja. Di sekolah, kita belajar sejarah tentang penyebaran agama dan kedatangan nenek moyang. Bahwa beberapa pengaruh tersebut salah satunya adalah melalui interaksi perdagangan. Setelahnya, para pedagang tersebut menikahi para wanita lokal lalu kemudian dengan mudahnya suatu paham disebarkan. Sejatinya perdagangan sangatlah berpengaruh besar pada sebuah kebudayaan. Jati Diri dan Pengaruh Luar. Kegiatan adat masyarakat Minangkabau sangat bergantungan pada perekonomian. Garis keturunan ibu, menjadikan harta pusaka diperoleh dengan cara yang berbeda dari suku-suku lainnya. Upacara-upacara adat yang sangat banyak dan mahal menuntut masyarakat Minangkabau mampu mempertahankan perekonomiannya. Upacara kematian, pernikahan, pemberian gelar, membangun hingga menaiki Rumah Gadang dan tentu masih banyak lagi upacara-upacara lainnya. Kesemuanya ini membutuhkan materi yang tidak sedikit. Tuntutan melaksanakan semua prosesi ini, harus terbayarkan oleh penghasilan suku kaum, atau keluarga yang harus mencari penghasilan tambahan di luar harta pusaka. Kemudian bentuk pekerjaan selain pertanian tercipta dengan adanya pasar-pasar yang mulai berkembang di Minangkabau.

Beberapa kali perekonomian di Minangkabau mengalami pasang surut. Usaha-usaha masyarakat dalam mengembangkan kembali perdaganganya adalah salah satunya dengan memutuskan hubungan perdagangan dengan pihak yang menurut masyarakat Minangkabau merugikan mereka. Pendatang dari luar sangat mempengaruhi perokonomian. Sebelum abad ke-16 Aceh datang ke tanah Minangkabau untuk berdagang. Saat itu Aceh menguasai perdagangan, hingga awal abad 16 Belanda datang, namun belum ada transaksi perdagangan apapun. Tahun 1606 Aceh mengizinkan VOC berdagang dan membangun kantor dagang di Tiku. Perdagangan ini masih tetap dalam pengawasan Aceh, hingga saat meninggalnya seorang Iskandar Muda yang digantikan oleh Iskandar Tani, perdagangan bebas diizinkan Aceh pada belanda pada tahun 1637. Negeri Paman Sam juga sudah pernah menjajaki dataran Minangkabau pada tahun 1788. Kedatangan Amerika juga sama dengan negara-negara lainnya, yaitu ingin mendapatkan barang dagangan langsung dari pusatnya. Perdagangan kopi dan hasil pertanian Minangkabau lainnya meningkat setelah banyaknya permintaan luar negeri atas itu.

Kemakmuran para pedagang Minangkabau, menjadikan mereka lebih mudah untuk menunaikan ibadah haji ke kota suci Makkah. Mereka yang berada di makkah pada tahun 1803 mengalami masa yang mengguncangkan. Kota suci diserbu oleh pejuang-pejuang padang pasir yang tidak saja menyerukan “kembali ke syariat�, tetapi juga menyerukan tuntutan untuk kembali ke ajaran sang Nabi dan sahabat-sahabatnya yang paling fundamental. Mereka adalah kaum Wahabbi dari Arab Timur. Rupanya ajaran mereka sangat berkesan bagi beberapa peziarah Minangkabau sehingga mereka juga bertekad untuk melaksanakan Pada akhir abad ke-18 Minangkabau semakin pembaruan total apabila mereka tiba kembali ke berkembang dalam dunia perdagangannya. Ada rumah. Mereka dikenal sebagai Padri, yang berarti daerah tertentu di Minangkabau Tengah yang sela- orang dari Pedir (Pidie), sebuah kota pelabuhan di ma berabad-abad berperan penting dalam ekonomi Aceh . Dari tempat itu kebanyakan peziarah MinangSamudra Hidia, suatu ekonomi yang dalam banyak kabau memulai pelayarannya ke Arab.2 hal lebih dinamis daripada ekonomi eropa dalam periode yang sama.1 Daerah ini adalah sumber uta- Tentara Wahabbi memasuki Mekkah pada awal tama penghasil pelumas penting untuk ekomi Samudra hun 1803. Walaupun kelompok Wahabbi beberapa Hindia, yaitu emas. Dengan emas, pemerintahan kali ikut menunaikan ibadah haji dan banyak dokdan sistim perdagangan Minangkabau dibangun, trin mereka telah dibicarakan di mekkah sebelum dan juga mempengaruhi kehidupan agama, politik tahun 1803, mereka sesungguhnya bertentangan dan budaya daerah itu. Majunya perdagangan emas dengan para ahli di kota itu. Akan tetapi sekarang, di Minangkabau menarik perhatian petualang-petu- isi ajaran Wahabbi telah langsung dijelaskan kepada alang dari berbagai wilayah untuk datang dan ingin para jemaah dari Minangkabau yang ada di kota itu.3 Para wahabbi tersebut berjihad dengan menimbulmendapatkan barang dagangan dari sumbernya. 1 Christine Dobbin, Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Padri, (London: Curzon Press,1983), hlm 97.

2 ibid, hlm 204. 3 ibid,hlm 206

40


kan kehebohan di Mekkah. Mereka mulai melakukan kekerasan di sepanjang jalan ke Mekkah. Beberapa peraturan dan keharusan yang mereka terapkan seperti menghisap tembakau, memakai sutra, hingga menggunakan tasbih mereka serukan dalam pergerakan untuk meninggalkan kebiasaan tersebut. Suasana inilah yang melatar belakangi pergerakan para Padri di tanah Minangkabau sekembalinya mereka dari kota ini. Kembalinya para jamaah haji Minangkabau dari kota suci Makkah adalah awal dari Padri dimulai, kebiasaan dan perilaku masyarakat yang mereka anggap melenceng dari nilai-nilai Islam dibenahi dengan cara mereka sendiri. Menghisap candu, kegiatan sabung ayam di pasar-pasar merupakan salah satu yang membuat para Padri gelisah. Tokoh-tokoh Padri menyampaikan ajarannya dengan berbagai cara. Pada suatu ketika, dalam tahun 1803, tiga jemaah dari Minangkabau yang telah menyaksikan pendudukan Wahabbi atas Mekkah kembali ke tanah air. Salah seorang yang paling terkenal di antara mereka adalah Haji Miskin. Dia pernah terlibat dalam gerakan kebangkitan lokal yang dipimpin Tuanku Nan Tua sebelum pergi ke Mekkah. Selain Itu, dia sendiri selama empat puluh tahun menganjurkan pertobatan di rumahnya, di desa Batutebal, di Dataran Agam, dekat Koto Tuo. 4 setelah kembali dari Kota Mekkah bersama dua orang rekannya yaitu, Haji Piobang dari Luhak Limopuluh dan Haji Sumanik dari dari Luhak Tanah Datar. Kemudian Haji Miskin mulai berkhotbah di Pandai Sikat. Ia berkerjasama dengan Datuk Batuah yang merupakan seorang penghulu. Di sana Haji Miskin mulai memasuki pasar yang suka melakukan adu ayam jago, minum tuak dan menghisap candu. Ternyata keadaan di sana tidak siap dengan apa yang disampaikan Haji Miskin pada Khotbahnya. Keseruan para pengadu ayam jago atau dikenal dengan sabung ayam mulai terusik ulah kedatangan Haji Miskin di lokasi mereka. Benar saja, kegiatan seperti ini jelas haram bagi Haji Miskin, yang digolongkan pada pejudian. Begitu juga dengan menghisap tembakau dan candu. Setelahnya, usah Haji Miskin berlanjut pada kekerasan, dia membakar balai di Pandai Sikat, kemudian dia pergi ke Kota Lawas untuk melarikan diri dari Pandai Sikat.

Pandai Sikat Haji Miskin pergi menuju daerah yang perekonomiannya maju. Sumber akasia dan kopi membuatnya terpanggil. Kedatangan Haji Miskin ke Kota Lawas juga menjadikan desa pecah menjadi dua kubu yang akhirnya berujung pada perkelahian. Di sini Haji Miskin dan pengikutnya kalah dalam perkelahian. Akhirnya Haji Miskin melarikan diri ke Bukit Kamang di utara.5 Di Bukit Kamang utara, juga ada seorang tokoh Padri, dia adalah Tuanku Nan Rinceh. Di kampungnya masyarakat juga giat dalam pertanian akasia dan kopi. Pada suatu masa, Tuanku Nan Rinceh demi mengabdikan usahanya dia mendirikan sebuah dewan di desanya. Dewan ini didirikannya untuk melindungi para pedagang-pedagang kecil yang dagangannya dirampok. Maka dengan dewan ini mereka bisa menuntut keadilan. Setelah mendirikan dewan ini, pergerakan Tuanku Nan Rinceh berlanjut pada mencatat nama-nama desa yang dikenal sebagai desa perampok itu. Kemudian dia mulai menghancurkannya satu persatu. Dengan munculnya Haji Miskin di Bansa pada kira-kira tahun 1805, tujuan perjuangan Tuanku Nan Rinceh tampak lebih beraspek militan.6 Tuanku Nan Rinceh segera dianggap sebagai sosok dasar Padri. Menurut laporan Belanda pada tahun 1830-an, dia bertubuh kecil, kurus, bertabiat berangasan, dan memiliki mata yang “berapi-api luar biasa�.7 Tuanku Nan Rinceh tidak sabar dengan pergerakannya, dia ingin secepat mungkin menjadikan semua desa menjadi masyarakat Islam. Menurutnya, dia akan langsung bergerak dengan pergerakan jihad akhir, yaitu akan memerangi semua yang tak beriman dengan pedangnya. Ia menganggap dua tahap perang suci lainnya jihad hati, yang ditunjukkan pada daging serta jihad lidah dan tangan, yang ditunjukkan untuk melarang tindakan-tindakan di luar hukum telah gagal di Minangkabau.8 Dasar argumennya adalah bahwa sudah tiba pada saat untuk berjihad dalam kekerasan, karena dengan cara pembiretahuannya dan rekan-rekannya tidak dihiraukan. Tidak hanya itu ia membunuh kakak ibunya karena memakai tembakau. Setelahnya, ia pergi ke Bansa untuk mengumumkan sebuah peraturan atau tata tertib baru yang ekstrim dan harus diikuti.

Perjuangan Haji Miskin tidak satu kali di Pandai Tanda-tanda lahiriah desa yang dulu, yaitu adanya Sikat saja. Kekurangan-kekurangan dalam perjuanadu ayam jago, perjudian, dan penggunaan temgannya dibenahi di daerah yang dikunjungi selanjutnya. Seperti kekurangan guru agama membuat 5 ibid,hlm 208 pergerakannya kurang maksimal. Sama seperti ke 6 ibid,hlm 208 4 ibid,hlm 206

7 ibid,hlm 208 8 ibid,hlm 209

41


bakau, candu, sirih, dan minuman keras telah dilarang. Kini orang harus menggunakan pakaian berwarna putih sebagai lambang kesucian, para wanita harus menutupi wajahnya dan para pria membiarkan jenggotnya tumbuh, tidak boleh memakai perhiasan emas, dan pakaian sutra harus dijauhi. Tidak perlu dikatakan lagi, sembahyang lima waktu sudah menjadi keharusan sistim denda diberlakukan untuk yang melanggar peraturan ini.9 Penggunaan kekerasan seakan menjadi ciri tersendiri bagi gerakan ini. Menggunakan alasan jihad dan melakuklannya penuh dengan ketidaksabaran, menjadikan dasar halal untuk sebuah kekerasan. Strategi-strategi baru Tuanku Nan Rinceh dimulainya pada kampung halamannya di tiga desa di Bukit Kamang, yaitu Dala Magek dan Kota Baru telah menjadi Islam di bawah sistem baru. Strategi ini adalah mengadu desa satu dengan desa lainnya. Ada strategi serupa yang juga berhasil di dalam desa-desa. Terutama di dataran, banyak desa yang memiliki kekayaan dan status yang luar biasa daripada pegunungan. Desa-desa ini dengan mudah dibujuk untuk menerima sistem baru. Di sinilah terdapat kebanyakan desa-desa Padri asli. Setelah beralih iman, desa ini bisa diyakinkan dengan kewajiban moralnya untuk menyerang di daratan dan memeberlakukan sistem baru di sana.10 Semakin banyaknya desa yang diberlakukan sama, lambat laun, Tuanku Nan Tua tidak senang dengan kekerasan yang dilakukan Padri. Ia menolak menggunakan gengsinya untuk menolak tawaran Tuanku Nan Rinceh, dan Ketujuh malin di desa pegungan Canduang, Sungai Puar da Banuhampu membentuk persekutuan dengan Tuanku nan Rinceh di sebut harimau nan salapan. Karena masih adanya rasa kepatuhan kepada guru, mereka kembali memberikan penawaran kepada Tuanku Nan Tua agar mau bergabung dan merestui keinginan mereka. Mereka mengadakan pesta untuk melancarkan perundingan. Akhirnya para pemimpin Padri ini tidak berhasil dalam upaya membujuk sang guru. Tuanku Nan Tua tetap menolak dengan berlandaskan Al-quran dan Hadist, yang mana bahwa dakwah ini tidak haruslah dengan kekerasan.

nya Tuanku Nan Tua kehilangan anak-anaknya dalam peperangan. Kira-kira pada tahun 1811, Haji Miskin pergi ke Limapuluh Kota untuk menyebarkan ajarannya setelah meninggalkan bekas desanya di Bukit Kamang. Ia telah melihat keberhasilan Tuanku Nan Rinceh. Dia menetap di desa Aia Tabik yang kaya kopi di Gunuang Sago.11 Di sini ia mendapat dukungan dari beberapa orang yang berpengaruh, baik penghulu maupun penguasa adat. Tokoh Padri yang berpengaruh lainnya ada di daerah Lintau, yaitu Tuanku Lintau, dia adalah seorang yang cukup kaya. Dia pernah belajar di Natal, kemudian Pasaman. Dia terkesan dengan semangat Tuanku Nan Rinceh dalam pergerakannya, akhirnya pada tahun 1813, ia kembali ke kampung dengan keinginan untuk merubah sikap dan tingkah laku masyakat sekitarnya. Target awalnya adalah keluarga kerajaan yang ia sadarkan dari kebiasan yang melenceng dari Islam. Akhirnya para pemimpin Padri meminta Tuanku Lintau untuk mengajak Yang Dipertuan Sultan Arifin Muningsyah bersama Kaum Adat untuk meninggalkan kebiasaan mereka yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Memang Tuanku Lintau mempunyai hubungan kekerabatan dengan Yang Dipertuan, sehingga dengan ini ia ditunjuk oleh para pemimpin Padri untuk memimpin perundingan. Namun dari perundingan tersebut, tidak ditemukan kata sepakat antara kedua belah pihak, akhirnya kawasan Pagaruyuang diwarnai dengan peperangan yang cukup panjang. Menurut catatan Thomas Standford Raffles, ia telah mendapati negeri ini terbakar sebanyak tiga kali. Gerakan di Tanah Sebelah

Ujung tombak serangan orang Minangkabau atas orang-orang Batak adalah Lembah Rao yang mengikuti Alahan Panjang menerima asas-asas Padri. Rao memiliki tradisi hubungan yang lama dengan dunia Minangkabau lainnya.12 Rao juga menjadi salah satu daerah pertambangan yang paling penting di Minangkabau. Tidak heran juga kalau Tuanku Imam Bonjol melirik ke arah Rao. Sawah yang luas dan juga tanaman kopi menjadikan daerah ini menarik Di Agam, para pemimpin Padri ini mencari Tuanku untuk digarap. Bahwa masyarakat Padri Alahan PanMensiangan, yang cukup berpengaruh di Kota La- jang menyadari ini sebagai dimensi dan kekuatan di was. Selain itu Tuanku Mesiangan juga tertarik pada bidang perdagangan. Gerakan pertama Padri di sini gerakan Haji Miskin. Berbagai tantangan mereka ialah menaklukkan dan mengalih-imankan masajukan kepada Tuanku Nan Tua, yang berakhir pada yarakat sekitarnya. Seperti halnya Rao Mandailing penyerangan ke desa-desa sekitar Koto Tuo. Akibat- 11 ibid,hlm 217 9 ibid, hlm 210 10 ibid, hlm 213

12 ibid, hlm, 280

42


juga kawasan penghasil emas.

menjadi tentara cadangan Belanda.

Dalam kerangka kerajaan dengan pelabuhan-pelabuhan di tanah Batak ini, Bonjol berusaha mengkompensasi ketidakmampuannya berkembang lebih ke selatan pantai Minangkabau. Di sini Bonjol juga ingin menguatkan kedudukan dagangannya.

Pada Desember 1824 Sebuah pandangan yang berbeda dengan Residen sebelumnya, kali ini Kolonel H.J.J.L. de Stuers. Menganggap serbuan yang sangat tergesa-gesa. Dia berpendapat bahwa ingin membuat perjanjian dengan pemimpin utama Padri yang bertujuan untuk menetapkan wilayah kekuasaan masing-masing. Juga beberapa tuntutan yang diberikan Padri atas keprihatinannya terhadap suasana pasar. Salah satunya adalah meminta bantuan Belanda untuk secara bertahap melarang penghisapan candu dan adu ayam jago. Lalu kedua belah pihak berjanji saling melindungi pedagang-pedagangnya.

Persaingan Dagang Tahun 1795 kota pelabuhan Pantai Barat Padang sudah dukuasai oleh Inggris. Sedangkan di pantai sebelah utara Padang, Padri menjadi saingan dagang terhadap Inggris. Kemudian pada abad ke-19 Inggris berada dalam kecemasan bahwa Padri Lintau merebut kekuasaan dan memaksa mereka menyerah. Pada tahun 1818 Juli, Raffles memasuki pedalaman Minangkabau, kedatangannya ingin memiliki suatu wilayah kekuasaan Inggris di Sumatera setelah pulau Jawa dikuasai oleh Belanda pada perang Napoleon. Selain kecintaannya pada sastra melayu kuno. Ketika Meninggalkan Tanah Datar Raffles meninggalkan 1 detesmen di Simawang, untuk menjaga penduduk dari Padri Lintau dan menjaga agar jalur dagang via Singkarak hingga Limau Manih tetap terbuka. Tak lama, garnisum ini dikuasai kembali oleh Residen Belanda di Padang James Du Puy. Kemudian pada tanggal 28 Februari 1821 dilakukan perjanjian antara Du Puy dengan Rajo Alam terakhir Minangkabau (Sultan Syah Alam Bagagar), Tuanku Saruaso beserta calon penghulu dari desa-desa rute jalur emas di Padang. Hasilnya adalah penyerahan pusat wilayah kekuasaan Aditiawarman yang lama sebagai ganti penempatan tentara Belanda di Simawang. Pada bulan yang sama tentara Belanda menduduki Simawang. Maka, sejak inilah konfik antara Belanda dengan Kaum Padri.

Maka, saat inilah Padri mengalami perubahan pada gerakannya, yang semula bersifat kekerasan tidak dapat lagi ia pertahankan lagi. Perubahan juga sudah terlihat beberapa tahun setelahnya ditemui orangorang yang memakan sirih dan menghisap tembakau pada tahun 1824.

Perjanjian yang dinamakan “Perjanjian Masang� pada 15 November 1825 merupakan upaya Belanda untuk berdamai dengan Padri yang pada akhirnya perjanjian tersebut di atas, dilanggar oleh Belanda. Pandai Sikek yang merupakan salah satu kawasan yang memproduksi senjata api diserang. Maka dengan ini tentu saja kekuatan Padri akan melemah. Kemudian Belanda kembali menguatkan pertahanannya dengan mendirikan benteng di Fort de Kock. Penguasaan perdagangan kopi yang belum dianggap sempurna oleh Belanda, kembali berupaya untuk memikirkan ulang upaya pembelian kopi yang lebih menguntungkan. Pada waktu ini, semua kegiatan penjualan kopi dipegang lansung oleh belanda, termasuk Lembah Dataran Solok dengan bukit-bukit sekitarnya, yang diabaikan selama perang Padri, lalu Penyerangan pertama mereka bertempat di Si- diserang dan direbut pada 28 Februari 1838. mawang dan Sulit Air. 1821 Padri diusir dari Sulit Air Setelah menguasai perdagangan, Belanda memberoleh Garnisum Belanda pada 28 April. Pada tahun lakukan pajak sebesar 5% terhadap pedagang-peda1824, kenyataannya Belanda hanya menguasai daergang di pasar. Hal ini memberatkan bagi pedagang ah-daerah pusat seperti Pagaruyuang, Saruaso, SunMinangkabau, keresahan terhadap kekuasaan Begai Tarap, Lima Kaum dan Batipuh, yang sejak abad landa yang semakin ingin untung, masyarakat Mike-17 menjadi mitra dagang VOC di Padang. Pada nangkabau merasa tidak nyaman dengan ini. Pemkondisi ini Padri yang dipimpin oleh Tuanku Imam berontakan atas pajak ini menjadi salah satu alasan Bonjol cukup kuat untuk dikalahkan. Belanda tak harus ada lagi di Tanah Minangkabau. Padri terus melakukan penyerangan, begitu juga den- Guru-guru tarekat beserta murid-muridnya menengan Belanda. Desa-desa yang benar mengikuti pa- tang pemberian pajak pada pedagang Minangkabau. ham Padri tidak akan membuka peluang masuk bagi Perlawanan ini juga dilakukan oleh keluarga raja seBelanda. Namun, juga dengan desa-desa yang tidak belum tahun 1833. senang pada Padri, mereka merasa senang mendapat Setelah sekian lama perperangan antara Padri dan perlindungan dari luar, tidak hanya itu mereka juga Kaum Adat, timbul kesadaran atas gencatan yang 43


mereka lakukan selama ini, bahwanya ini adalah perang sesama saudara. Maka dengan ini perjanjian yang sangat dikenal rata di masyarakat Minangkabau di Puncak Pato yaitu Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah tercipta dengan tujuan persatuan mengusir asing. Kalimat yang disebut sebagai falsafah, secara tidak langsung memengaruhi watak atau kepribadian masyarakat Minangkabau sampai saat ini. Jati diri hingga kemurnian dari asli atau tidaknya masyarakat Minangkabau kerap disandingkan dengan latar belakang agamanya. Perlawanan yang dilakukan masyarakat Minangkabau pada Belanda belum membuahi kemenangan. Penyerangan ini membuat pertahanan semakin melemah. Hingga dari sekian banyak tokoh Padri meninggal dunia, dan Tuanku Imam Bonjol dibuang ke Minahasa, Sulawesi Utara. Perlawanan fisik maupun dagang oleh masyarakat Minangkabau terhadap pendatang merupakan suatu bentuk keinginan untuk memimpin pemerintahan sendiri. Beberapa sistem yang dibawa oleh pendatang di tanah Minangkabau salah satunya untuk penguasaan petani kopi. Juga kunjungan Van Den Bosch pada tahun 1833 yang diikuti denga plakat panjang yang terkenal atau deklarasi panjang kepada penduduk Minangkabau salah satunya juga berkaitan dengan kopi. Selain itu, sesudah, pemberontakan di Minangkabau pada Tahun 1833, Van den Bosch mempertahankan perubahan-perubahan yang menyangkut hubungan dengan urusan intern desa. Seperti penghapusan pajak untuk desa-desa dan menyatakan bahwa semenjak itu pemerintah Hindia Belanda tidak lagi menganggu pemerintahan desa. Sewaktu saya berada di perbatasan Bukittinggi dengan Payokumbuh, saya memesan semangkok kawa, minuman yang dibuat dari sari daun kopi yang telah dikeringkan, kemudian direbus. Waktu itu kawa diberi susu, supaya manis. Latar belakang ini juga sempat saya lihat di internet, bahwanya masyarakat setempat tidak dapat menikmati kopinya dengan bebas, hingga mereka memutuskan untuk meminum kopi dari daunnya saja, Entahlah. Hingga kini pun kopi menjadi hidangan penting bagi masyarakat Minangkabau, sehingganya keinginan ingin menjadikan kopi daerahnya terbaik, kembali dikeluarkan produk kopi dengan kemasan dan bentuk yang menyesuaikan selera para pecinta kopi hari ini. Pada tahun 1890-an, Minangkabau disapu oleh gerakan pembaru ortodoks. Ahmad Chatib adalah seorang pedagang kecil di Agam yang pergi ke Mekkah pada tahun 1876. Di sana ia menjadi guru yang ber-

pengaruh di kalangan murid-murid Minangkabau 13. Kemudian pada tahun 1900 awal gerakan pembaru ini rupanya sudah diturunkan pada murid-murid Ahmad khatib sendiri yang kembali ke Minangkabau untuk hidup sebagai guru agama independen dan di luar kerangka kerja persaudaraan di Minangkabau. Banyak negara atau daerah kecil sekalipun menolak akan terjadinya perang, biaya yang begitu mahal mengancam akan lumpuhnya perekonomian negara tersebut. Mungkin saja pihak yang menang akan mendapatkan wilayah dan “harta�, namun tetap saja mereka telah kehilangan banyak putra-putri mereka. Kita sebut saja “Andalusia� yang dulu menjadi wilayah yang ditaklukan Islam, lalu menjadi Al-Andalus setelah ditakluti, tentunya masih dalam cara perperangan senjata dan dagang. Bahwa sesuatu yang dipaksakan dengan keras tidak akan bertahan lama. Hingga kini kita tahu Islam tidak lagi menjadi mayoritas di sana. Menguasai perdagangan mungkin saja menjadi awal dari pergerakan atau bahkan tujuan dari semua pergerakan merebut kekuasaan. Pada akhirnya mereka menjadi penguasa dengan membentuk sistem dagang hingga pemerintahan. Entah apa yang mengahurskan suatu kelompok atau golongan memutuskan untuk berperang. Pemahaman terhadap suatu paham oleh dua orang yang berlatang pendidikan, lingkungan yang membesarkan, tentu outputnya akan berbeda. Samakin maju dan berkembangnya Islam di dunia, tidak sedikit pergerakan kekerasan yang mengaitkannya dengan latar belakang agamanya, bahkan dituding sebagai bagian dari karakter agama itu sendiri. Terlalu banyak contoh perkara yang mengatas namakan agama, dalam artian kebencian pada yang lain atau kefanatikan yang tidak tepat. Memang dari beberapa sejarah adalah teka-teki, tapi yang terpenting dari semuanya bagi saya adalah memahami sejarah itu sendiri sebagai seni perjalanan, yang berkesan atau bahkan diberi kesan sendiri oleh perancang, pelaku dan sang penulis sejarah itu sendiri.*

13 ibid, hlm, 377

44


Diambil dari buku SUMATRAS WESTKUST IN BEELD (1920) (PANTAI BARAT SUMATRA DALAM GAMBAR)

45


46


47


48


49


50


51


52


53


54


55


LASUANG KAMBA DAN JAUH YANG DEKAT BIKI WABIHAMDHIKA

56


S

ebuah negeri di balik bukit timur Kota Padang yang terkenal dengan kualitas pertanian dan emasnya. Tanah yang subur dan hasil bumi yang melimpah membuat derah ini mashur. Berita ini di sampaikan oleh Sir Thomas Stamford Raffles seorang Inggris yang datang pada tahun 1818 ketika mengunjungi pusat kerajaan Minangkabau. Ketika perang Napoleon beberapawilayah jajahan Belanda diserahkan pada Inggris, termasuk Sumatra Barat, hingga harus dikembalikan setelah perang urusai. Berharap dapat meyakinkan Raja Inggris untuk menguasai Minangkabau, ia membawa sejumlah rombongan dan peneliti untuk membagun kerja sama dengan para pemimpin lokal.

ya. Suku ia sendiri adalah Piliang. Ia tidak bergelar adat, tapi ia menjadi tempat bertukar pikiran, baik dalam kaum maupun nagari. Ia bercerita tentang lasuang kamba (lesung kembar), sebuah alat penumbuk padi dari batu yang memiliki dua buah lobang. Lesung ini sengaja dibuat oleh sebuah keluarga yang mempunyai anak perempuan kembar. Di daerah ini, tanah yang di bawah aliran air bisa dipastikan adalah wilayah persawahan. Kebiasaan pada waktu itu bisa dikatakan rutinitas perempuan di rumah adalah menumbuk padi di lesung. Lesung juga digunakan untuk melumatkan bahan makanan, seperti kerja mesin giling makanan saat ini. Sepasang perempuan kembar itu adalah nenek buyutnya.

Raffles naik dari Padang mengikuti jalan setapak yang biasa masyarakat gunakan sebagai akses membawa hasil bumi menuju pasar di Kota Padang. Ketika Raffles sudah mencapai sebuah bukit, dalam catatannya Raffles menyebut tempat tersebut dengan Bukit Selaya (Salayo), ia merasa bahagia melihat lembah yang subur, 13Kota (yang juga dikenal sebagai Kubuang tigo Baleh) jauh lebih subur dari daerah yang pernah di temui sebelumnya. Ketika itu Raffles menulis surat pada Ratu Inggris, Raffles mengatakan bahwa deerah ini cocok sebagai ganti atas lepasnya pulau Jawa. Benar saja Raffles mencatat di lereng bukit tumbuh budi daya kopi, tebu, dan tanaman penghasil minyak dan dataran bawahnya digunakan sebagi lahan sawah. Kota pertama yang dimasuki Raffles adalah pass tol bawah Gantuang Ciri. Daerah ini merupakan salah satu pintu masuk 13 Kota, dari Kota Padang.

Setelah beranjak remaja terjadi sebuah pertengkaran antara perempuan kembar itu, dikarenakan tidak ada yang mengalah, maka dipilihlah jalan tengah dengan cara memisahkan mereka, yang satu tetap tinggal di Gantuang Ciri dan satunya lagi ikut dengan beberapa rombongan untuk pindah ke Padang. Mereka pergi ke Padang melalui jalur setapak yang sama, yang di tempuh Raffles. Pada waktu itu memang jalur Gantuang Ciri-Limau Manih yang melintasi pebukitan Bukit Barisan merupakan jalur utama masyarakat Kubuang Tigo Baleh ke pusat niaga di Padang. Saya menanyakan kepada Mak Uun bagaimana pendapatnya tentang hubungan kedua daerah itu saat ini?Ia menjawab,

”hubungan kedua daerah tidak bisa dipisahkan karena mereka diikat oleh tali silaturahmi kekerabatan, sampai mereka berketurunan dan beranak-pinak, mereka tetap anak kemenakan dari suku (klan)PilJalur setapak via Solok – Padang ini juga mempuiang di Gantuang Ciri”. nyai cerita bagi masarakat Gantuang Ciri. Seorang ayah tiga orang anak menceritakan kisah keluargan- Ia adalah keturunan ke-empat apabila dihitung dari ya kepada saya. Ia bernama Basrul Bokat yang bia- “nenek lasuang kamba’’. Ia juga mendapat cerita dari sa disapa Mak Uun oleh kemanakan–kemanakann- mamaknya (saudara laki laki dari pihak ibu), keti57


ka ia masih bujang dulu, bahwa ada dunsanak kita di Limau Manih. Hubungan sempat terputus karena peristiwa peri-peri. Peri-peri demikian sebutan masarakat lokal merujuk masa gejolak Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Gantuang Ciri merupakan salah satu daerah penting, sewaktu peri-peri melakukan gerilya di rimba Bukit Barisan. Posisi geografis Nagari Gantuang Ciri yang dibatasi lapisan bukit dengan Padang membuat derah ini cukup strategis.

Akirnya lelaki tua itu bertanya kembali “kok adek sampai tahu dengan rumah itu?” Mak Uun muda pun menjawab, “saya besar dan juga mempunyai orang tua angkat di sana ketika saya SMP, masyarakat di sana bercerita bahwa salah satu Rumah Gadang di sini pernah menjadi basecamp tentara nasiaonal.” Pembicaraan dilanjutkan Mak Uun menceritakan bagaimana keadaan terakhir kampung kecil yang kaya beras itu. Tidak sadar nasi yang dihidangkan sudah dingin, karana asik bercerita pembicaraan pun berakhir. Singkatnya, Gantuang Ciri “dibumi hanguskan”, sebelumnya rumah-rumah di Gantuang Ciri hampir seluruhnya bergaya arsitektur tradisional: Rumah Gadang, yang terbuat dari kayu beratapkan ijuak atau rumbio. Semua perempuan diungsikan ke Cupak (nagari tetangga Gantuang Ciri), laki-laki hilang masuk rimba dan ada yang lari ke perantauan.

Panen padi melimpah saat itu, padi tidak jual langsung seperti sekarang. Padi yang dipanen biasanya disimpan di dalam rangkiang (bangunan tempat penyimpanan padi di Minangkabau). Sekarang, bahkan sebelum padi itu berubah menjadi beras, ia sudah dijual. Ini terjadi karna tuntutan ekonomi yang serba mendesak saat ini. Padi-padi yang disimpan di rangkiang tersebut dulu digunakan untuk memasok makanan ke dalam rimba, dan akhirnya aktivitas nagari ini pun diketahui oleh tentara pusat. Orang Gantuang Ciri meyebutnya Maso Ijok (masa Terutama semenjak mereka berhasil menduduki Sa- bersembunyi atau menghilang dari kampung). Di layo dan bermarkas di sebuah Rumah Gadang. perantauan masarakat merubah identitas mereka agar tidak dikenali, karena pada saat itu orang MiIni dibuktikan ketika Mak Uun muda. Ia merantau nang dianggap sebagai pemberontak dalam citra ke-Jakarta tahun 1995. Ia makan siang di sebuah yang benar-benar negatif. Masa ini membuat semua warung nasi Padang, kemudian datanglah seorang tatanan nagari jadi berantakan, termasuk hubungan paruh baya berbadan tegap yang juga ingin memekeluarga Gantuang ciri dengan Limau Manih. Kosan sebungkus ‘nasi padang’. Sembari menunggu munikasi terputus selama puluhan tahun katanya. pesanan, ia bercerita hal yang biasa jika dalam pertemuan pertama. Ia pun menyebutkan nama dan *** asal. Lelaki tua itu memberitahu Mak Uun bahwa dia juga orang Padang. Ia tinggal di Salayo dan juga tahu Arin, dunsanak Mak Uun bercerita. Pada tahun 2000 tentang seluk beluk daerah Solok. Cara ia berdialog ia dan teman temannya datang Ke Limau Manih unmenggunakan bahasa Minang yang dicampur den- tuk memenuhi panggilan kerja menggarap sawah gan bahasa indonesia, namun berlogat Jawa, mem- yang ada di sana. Arin menginap di rumah Buk Emi, seorang guru di salah satu SD di Limau Manih, dan buat Mak Uun sedikit mengerutkan kening. juga pemilik sawah yang esok hari akan digarap. Mak Uun pun mulai penasaran dengan lelaki tua ini, bahwa jarang sekali orang Minang logatnya seperti Pagi-pagi sambil sarapan, Arin dan Buk Emi berkeitu. Mak Uun mulai mengira-ngira salah satu rumah nalan dan bercerita. Setelah Arin memperkenalkan lelaki tua itu tinggali di Salayo. Perkiraan Mak Uun diri dan menerangkan kampung asalnya, Buk Emi ternyata betul. Tidak sampai di situ Mak Uun juga menyampaikan bahwa ada balahan (kerabat) di Ganmenebak tahun berapa lelaki tua ini meninggalkan tuang Ciri. Arin pun bertanya siapa balahan ibu di Salayo. Tidak salah lagi Mak Uun langsung men- Gantuang Ciri? yam paikan tebakan terakir, “bapak pensiunan ten- Buk Emi menjawab, “mamak saya mengatakan Tamtara?.”tanya Mak Uun. basa, Pono Manih, Datuak Bonsu” Wajah yang sudah mulai ada kerutan itu pun tersenyum sambil tertawa kecil.

Arin pun berkata dalam hati mungkinkah ini? Karena yang disebutkan Buk Emi adalah nama pembe“Benar, saya adalah pensiunan tentara yang sempat sarsuku Piliang Di Gantuang Ciri, tapi Arin belum bertugas di Padang, untuk menuntaskan pergolakan yakin. di sana di bawah pimpinan Harimau Kuranji.” Jawab Arin semakin penasaran, mande saya juga pernah lelaki tua itu sambil menghela nafas. mengatakan bahwa di sini ada balahan sukunya, ko58


munikasi kami terputus semenjak maso ijok dulu. Setelah Arin mengatakan begitu, Buk Emi pun penasaran dan bertanya, siapa nama kerabatmu di sini, yang disebutkan ibumu? Arin Menjawab, dulu ibu saya pernah berpesan “bilo ang ka padang singgah-singgah jeh lah ka Limau Manih, tanyo-tanyo sinan Uwak Santan, baliau dak baranak, kok rumah baliau di Gantiang. Sorang lai laki–laki, Mak Uyun namonyo, rumah di Ilalang, dunsanak awak noh” (kalau kamu ke Padang singgah lah ke Limau Manih, tanya di sana Uwak Santan, dia tidak punya anak. Satu lagi laki-laki, Mak Uyun, rumahnya di Ilalang mereka adalah keluarga kita). Sesaat setelah bercerita, Buk Emi langsung menuju dapur menemui seseorang, lalu kembali dengan seorang wanita tua. “iko Uwak Santan nan ang tanyoan deh” (ini Uwak Santan yang Kamu tanyakan). Arin pun kaget, ternyata dia berada rumah orang yang dia cari-cari selama ini.

berhenti di simpang Selayo (simpang jalan menuju Gantuang Ciri) jalur yang dilalui angkutan Pasar Raya Solok-Gantuang Ciri. Sebuah mobil jenis carry datang. Sopir dari angkutan pun berteriak dari singgasananya, “ka ateh daaa?” (ke atas daaa?) Letak Gantuang Ciri di kaki Bukit Barisan dan jalan yang agak menanjak dari Selayo. Ateh (atas) menjadi kode bagi supir untuk menanyakan pada calon penumpang. Arin pun menaiki mobil tersebut, mobil itu hampir penuh oleh penumpang dan barang-barang hasil belanja penumpang lain. Mobil carry pun melaju melintasi aspal kasar, dan jalan berlubang di daerah Aia Taganang. Sampai hari ini jalanannya masih begitu. Kemudian melewati Sawah Suduik, Kelok Duri, sebuah tikungan tajam dan menanjak, Kubua Harimau, Cagua, Pakan Sinayan, dan Simpang Indah, perbatasan Nagari Gantuang Ciri dengan Nagari Salayo. Sekitar 300 meter dari Simpang Indah, Arin berteriak pada Supir,

“siko ciek pak supir”(saya turun di sini pak supir). “dima kampuang? aa suku? sia namo amak? Kok iyolah ang badunsanak jo deen” (kampung dimana? Carry pun berhenti, Arin turun dan membayar ongSuku mu apa? Siapa nama ibumu? Coba jawab kalau kos sebanyak Rp. 150. Carry pun meninggalkan Arin. memang iya kita bersaudara) tanya Uwak. Dengan tas di bahu kanan, Arin menaiki tangga beton yang kokoh sampai ke halaman rumah. Dari halaSambil senyum-senyum kecil. Arin pun menjawab, man Arin juga harus menaiki tangga lagi untuk sam”kampuang di Gantuang Ciri, suku Piliang, namo pai dirumah orang tuanya, tepatnya posisi rumah Mande Sikaciak, Gala Mamak Tambasa”. (kampung berada di atas jalan. Rumah ini masih ada sampai saya Di Gantuang Ciri, Suku Saya Piliang, Nama Ibu sekarang, Mak Uun menunjukannya pada saya. SesaSaya Sikaciak, Galar Mamak saya Tambasa). mpai di rumah Arin menceritakan apa yang ia temui Uwak Santan bertanya lagi “lai masih ado mande?” di Limau Manih kepada ibunya. Tanpa pikir panjang Nenek Sikaciak pun setuju, (ibumu masih hidup?) “lai”(masih).

“besok kita berangkat ke Padang”.

Inyiak langsung mengeluarkan sejumlah uang dari Keesokan harinya berangkatlah Arin dengan Nenek kaduik (tempat menyimpan uang) dan memberikan Sikaciak ditemani Niak Angah (adik dari nenek Sikaciak yang bernama Nurbaya) menuju Padang, dan kepada Arin sambil berkata, bertemulah kembali keluarga yang terpisah oleh “sudah sawah, pulang ang bisuak bao mande muah, perang saudara ini. kecekan den nak basuo” (selesai berkerja di sawah pulanglah kau ke Gantung Ciri, besok kamu ke sini lagi, Di Padang, Nenek Sikaciak dan Arin disambut oleh Inyiak Santan dan Mak Uyun (saudara laki-laki Nysekalian bawa ibumu, bilang aku ingin bertemu). iak Santan) serta keluarga kecil Inyiak Santan di ruTidak terasa sudah satu jam dialog ini berlangsung, mah. Keesokan harinya datang pimpinan kaum Piljam sudah menunjukan pukul 10.00, Buk Emi pun iang yang bergelar Tambasa juga sama dengan gelar telat berangkat ke sekolah. Selesai berkerja di sawah yang di Gantuang Ciri. tanpa pikir panjang, Arin mengemasi barang dan mengganti bajunya. Setelah pamit, Arin naik an- Di Padang, nenek Sikaciak dan Arin menginap segkot ke Pasar Banda Buek dengan membayar ong- lama satu hari dan pulang ke Gantuang Ciri yang kos Rp. 300. Dilanjutkan menaiki bus Solok–Padang langsung diantarkan oleh pihak Limau Manih, denmelewati Sitinjau Lauik yang terkenal ekstrim. Bus gan niat diri untuk melihat kampung, dan kembali 59


menjalin silaturahmi yang sudah lama terputus. Rombongan dari Limau Manih pun sampai di Gantuang Ciri. Disambut oleh Kaum Tambasa di Gantuang Ciri di Lasuang Kamba, Korong Piliang, di sebuah rumah yang dulunya di atas tanah itu berdiri rumah Gadang Kaum Piliang. Di rumah itu baru lahir seorang bayi perempuan umur tiga hari belum mempunyai nama, Inyiak Tanun memberi nama Narti. Narti adalah nama cucu ia di Limau Manih yang baru lahir beberapa bulan yang lalu. Kata Inyiak Santan sebagai tanda keluarga, lasuang kamba sudah bersatu kembali. Supaya mudah mencari keluarga esok hari, sejak saat itu kedua keluarga saling berkunjung, terlebih ketika ada pernikahan anak kamanakan maupun kematian.

S

***

ebelumnya terjadi perdebatan panas di parlemen Belanda dari tahun 1877-1887 tentang pemilihan jalur yang akan dibangun, masalah uang yang akan dikeluarkan, dan rencana pembuatan rel di Sumatera Barat akan menghubungkan pantai barat atau timur. Rencana ini menjadi perdebatan lagi dengan berbagai alasan. Pertama, segi pengangkutan, lebih mudah ke daerah pantai timur karena kondisi daerah yang datar dan ditunjang dengan aliran sungai yang deras serta langsung menuju Selat Malaka sebagai pusat perdagangan dan bandar internasional. Kedua, suasana politik di pantai barat Sumatera sudah kokoh dan kuat di bawah kekuasaan Belanda. Sedangkan daerah timur Sumatera mengalami kesulitan politis karena masih banyak daerah daerah yang merdeka.

Sesuai hasil kesepakatan antara pemerintah Hindia Belanda dan pihak swasta yang ada di Negeri Belanda, pembangunan jalur kereta api dari Sawahlunto ke Solok sampai Padang Panjang melewati Danau Singkarak, Padang Panjang-Lembah Anai-Kayu Tanam atau di atas Jalan Pedati yang dibangun oleh Van Den Bosch ke Pariaman lalu diteruskan ke Padang. Pengerjaan ini baru selesai pada tahun 1891. (Aulia Rahman, 2017.Hlm 191-192) Stasiun kerata api Solok dapat kita jumpai sampai sekarang di sebelah terminal Pasar Raya Solok, Kampuang Jawa, Kecamatan Tanjung Harapan, Kota Solok. Keberadaan transportasi ini sudah barang pasti membuat akses masyarakat bisa lebih mantap. Stasuin Solok difungsikan sebagai pelayanan penumpang, persilangan dan persusulan antara kereta api batubara dari pertambangan batu bara Ombilin di Sawahlunto yang hendak menuju Pelabuhan Teluk Bayur. Stasiun sudah aktif kembali sejak awal tahun 2003. Selain itu, lebih dahulu lagi pada zaman kolonial, stasiun Solok juga difungsikan untuk menyimpan hasil bumi. Kereta api terakir yang melewati stasiun ini adalah kereta api wisata Danau Singkarak, yang sudah non-aktif secara reguler sejak 2014. Perjalanannya berhenti di stasiun ini. (wikipedia, diakses tanggal 13 Oktober 2019)

Stasiun di Kota Solok memiliki ukuran panjang 54,4 meter dengan lebar 10 meter. Beberapa indikator yang dapat diamati bahwa bangunan ini berasal dari masa Kolonial adalah berupa pintu dan jendela dengan ukuran yang besar. Bangunan stasiun Solok terdiri dari beberapa ruangan yang berfungsi sebagai pelayanan stasiun, seperti loket penjualan tiket. Selain ruangan tersebut, terdapat ruangan terbuka Ketiga, susasana konflik persaingan dagang dan dengan hanya memiliki atap serta ditopang dengan perebutan dominasi pantai timur Sumatera, antara tiang-tiang yang terbuat dari kayu. Ruangan terbuka Inggris dan Belanda sejak perjanjian London tahun ini berfungsi sebagai ruangan tunggu bagi para pen1824. Situasi ini terus memanas sampai tahun 1883. umpang kereta api. Berabagai pertimbangan dan alasan tersebut maka Di jalur kereta api masih ditemukan beberapa perdiputuskan untuk menunda pembuatan jalur kereta alatan lama yang digunakan sebagai pemindah jalapi ke pantai timur Sumatra sampai Belanda men- ur. Terdapat empat buah alat yang berfungsi sebagai gusai pulau Sumatra secara keseluruhan (Penerapan pemindahan jalur kereta api. Pada alat tersebut terTeknologi Rel Kereta Api di Sumatera Barat, Aulia dapat tulisan “Frans Smulders Utrecht� yang besar Rahman, 2017). kemungkinan tulisan ini adalah nama dari produsen Akhirnya diputuskan untuk memilih pilihan kedua, yakni jalur barat. Biaya yang dikeluarkan tidak melebihi ketetapan pemerintah Hindia Belanda. Sehingga total keseluruhan dari Biaya pembangunan kereta api dan pengoperasian fasilitas tambang 5,7 Gulden, laba yang diperdiksi mencapai 9%.

yang memproduksi alat pemindahan jalur kereta api tersebut. Sedangkan pada rel terdapat beberapa tulisan seperti DK 1914 JSST yang diduga tulisan angka tersebut menunjukan angka tahun pembuatan dari rel tersebut dapat diindikasikan sebagai pabrik pembuatanya masih belum dapat dipastikan. Solok sebagai Kotamadya dengan dikeluarkannya 60


peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 8 tahun 1970, diresmikan pada 16 Desember 1970 dan Drs. Hasan Basri sebagai kepala daerah pertama, dengan surat keputusan Mentri Dalam Negri Nomor Pemda 7/9 – 10-313 tanggal 23 November 1970. Di Kota Solok terdapat sebuah pasar yang aktif setiap hari, yang menampung hasil bumi Kota 13, di samping masing-masing nagari mempunyai balai (pasar mingguan). Pasar Kemaraian dulu orang menyebutnya, Pasar Raya Solok kita sebut sekarang. Sebenarnya Pasar Raya Solok dulunya juga sama dengan pasar-pasar mingguan yang ada hampir setiap nagari di Kota 13, yang mempunyai hari balai atau hari pasar itu aktif. Sampai hari ini pasar Solok hari balainya adalah hari Jumat. Bedanya yang saya lihat hari balai dengan hari biasa adalah dari Jumlah pedagang terutama pedagang sayuran, bawang, kentang, cabai, yang datang dari Alahan Panjang. Sayuran-sayuran ini didatangkan dari kebun dan jual langsung oleh pemilik kebun. Tentu saja harganya lebih murah dari harga biasa. Masyarakat sekitar Kota 13 memanfaatkan hal itu terutama yang mempunyai warung-warung eceran di rumah dan menjual lagi pada warga sekitar. Selain pedagang juga berbagai media angkut dan jasa angkut barang juga hadir memeriahkan pasar ini, seperti becak, becak motor bermesin Vespa, yang hari ini juga semakin berkurang. Ada juga bendi yang hampir hanya tersisa kurang dari 10, yang masih ada itu pun jarang keliaatan semua.

Kira-kira tahun 2011 akhir, kala itu mulai menjamurnya pangkalan ojek, di setiap simpang gang, yang tidak ada ijin beroperasi. Membuat angkutan umum kewalahan sampai untuk beliminyak saja tidak cukup. Tapi kita tidak bisa menyalahkan para tukang ojek, masyarakat tentu memilih menggunakan ojek. Karena, bisa kita lihat sendiri, ojek menjanjikan sesesuatu yang lebih dari pada angkutan umum. Misalnya, bisa langsung di antar ke alamat, tidak perlu menunggu berjam-jam di terminal, dan lain-lain.Tidak sampai di sana, target penumpang bagi angkutan umum selain masarakat umum adalah anak sekolah. Sebelum ojek hadir beberapa angkutan di Solokmenjadi primadona, bahkan ada yang ingin sekedar raun bersama supirnya. Setelah motor bisa dikredit, yang biasanya raun dengan angkutan, sekarang sudah pergi ke sekolah menggunakan motor. Teman saya di Gantung Ciri juga begitu, semenjak ia tamat SD lalu ketika sekolah di SMP 1 Kota Solok, pertimbangan dari pada membayar ongkos angkot, lebih baik uangnya ditabung untuk membayar angsuran motor kata bapaknya. Anaknya tamat, kredit motor juga lunas, begitu perkiraannya. Selain itu, motor juga bisa digunakan untuk keperluan lain dirumah. Begitulah kira kira dilema angkutan umum di daerah Solok.

Hari ini di Solok, dari kampung ke kampung pada jam-jam malam terasa sangat jauh sekali bagi yang tidak punya kendaraan motor. Angkot-angkot semakin sepi. Ojek-ojek menaikan tarifnya. Ongkos antar Pasar Solok yang berada di Jalur Lintas Sumatra men- kampung hampir sama dengan orangkos bus Solokjadikannya sangat strategis dan cukup sibuk. Den- Padang. Dengar-dengar teman-teman muda lebih gan adanya terminal, yang menyediakan angkutan senang di Kota Padang. Fasilitas dan wahana lebih ke berbagai tujuan nagari di Kota 13 dan sekitarnya. lengkap, kotanya aktif hingga larut malam. TransAdapun jurusan yang tersedia Solok-Cupak-Talang, portasi sangat lancar. Pulang ke Solok bisa dilakukan Solok-Sumani-Saniangbaka, Solok- Paninggahan, kapan saja, biasanya di akhir pekan, sekedar bertemu Solok-Sulit Air, Solok-Payo, Solok-Koto Hilalang, orang tua atau hal penting lainnya.* Solok-Gantuang Ciri, Solok-Koto Baru, Solok-Singkarak, Solok-Tembok-Kacang. Menurut petugas Dinas Perhubungan yang bertugas di pintu masuk terminal, tempat angkutan biasa memberikan sejumlah uang setiap kali memasuki terminal, begitu selalu saya lihat ketika naik angkutan menuju pasar. Setelah saya bertanya bagaimana keadaan angkutan di terminal sekarang? dengan sedikit menarik nafas uda itu menerangkan, keadaaan angkutan, ya, seperti yang adek lihat, makin lama makin berkurang tidak ada trayek yang bertambah. Malah ada beberapa trayek yang tidak beroperasi lagi, seperti Solok-Gantung Ciri, Solok-Koto Hilalang, Solok-Payo. 61


62


63


64


65


66


67


68


69


70


71


72


73


74


75


PERFORMER

Ethnic Percussion adalah kelompok musik perkusi tradisional nusantara yang aktif mengembangkan motif bunyi dan fenomena terkait tradisi perkusi di Sumatera. Dalam kurasi Kurun Niaga, kelompok ini akan memainkan garapan yang diinterpretasi dari salah satu reportoar kesenian Gandang Tambua, yakni “Kureta Mandaki�. Repertoar ini memiliki karakter motif atau pola bunyi yang merespon kehadiran beat kereta api di pendakian Kayu Tanam - Lembah Anai - Padangpanjang. Menarik melihat tradisi Gandang Tambua ini mendokumentasikan sebuah fenomena bunyi dari perkembangan teknologi transportasi di sekitarnya. Phicoiii adalah proyek solo tari yang digagas oleh Shilvy Choiriah dalam studi eksplorasi gerak dan koreografi. Kali ini ia akan melakukan eksplorasi gerak, menubuh dengan benda yang ada di sekitarnya. Khususnya mengekspresikan pengalaman dan pemahamannya mengenai transportasi dan perjalanan.

Uria Novita adalah salah seorang pendendang yang cukup popular di kalangan warga media sosial. Ia secara spontan dapat merangkai bait dari apa yang ia lihat di sekitarnya, menjadi pantun yang menarik untuk didendangkan. Tradisi ini oleh sebagian besar masyarakat Minangkabau disebut tradisi bagurau. Dibutuhkan kemahiran dalam menyusun kata dan memaknai peristiwa sekitar dalam waktu cepat untuk memainkan tradisi ini. Selain itu, bagurau jo badendang merupakan tradisi tutur yang menarasikan perjalanan dan kisah-kisah oleh masyarakat Minangkabau. Di tangan Novita, tradisi ini menjadi cair dan diminati banyak anak muda.

76


Jumaidil Fidaus Project merupakan proyek musik yang dimotori oleh Jumadil Firdaus, salah seorang komposer di kelompok Cimengster dan salah seorang musisi kelompok Orkes Taman Bunga. Dalam kurasi Kurun Niaga, ia mengembangkan fenomena silang budaya yang ia sebut “perantauan musikal� yang mengeksplorasi benturan frekuensi musik Minangkabau dan “musik barat�.

Candasuara adalah kelompok pertunjukan yang aktif menggarap fenomena budaya maupun fenomena musikal di Minangkabau. Fenomena tersebut dimaknai ulang dalam sebuah pertunjukan yang kompleks. Mengendepankan aspek bunyi kata dan tubuh. Dalam kurasi ini Candasuara menghadirkan karya berangkat dari fenomena benturan-benturan besar budaya yang memaksa sesuatu untuk berubah. Sakali aia gadang, sakali tapian barubah.

Orkes Taman Bunga adalah kelompok musik yang cukup populer di Sumatera tengah sejak 4 tahun terakhir. Karakter musikalnya yang memadukan melayu, dangdut, dan minang, melahirkan pengalaman bunyi yang orisinil. Popularitas kelompok ini juga mengantar nostalgia kita pada musik pop minang masa lampau yang dikenal di kancah nasional, seperti Orkes Gumarang, Orkes Kumbang Cari, Orkes Taruna Ria, Elly Kasim, dan lainnya. Kelompok-kelompok ini dulunya banyak memainkan syair-syair pengalaman perjalanan dan karakter transportasi. Teks-teks itu jika kita lihat sekarang menjadi sebuah dokumentasi yang penting. Ada banyak transportasi yang mucul dalam syair-syairnya tak lagi kita jumpai sekarang, mendengarnya sekarang seperti membongkar arsip. Orkes Taman Bunga dalam kurasi ini mendapat tantangan khusus, menarasikan perjalanan hari ini. 77


Komunitas Pecinta Truck Sumbar Dayon Channel, Om Ded Channel, Sitinjau Lauik Truck Video, Truck Sumbar 32.

Kelompok ini sering kali mendokumentasikan kegagahan truk-truk melewati jalur Sitinjau Lauik, salah satu tikungan sekaligus tanjakan ekstrim untuk jalur Solok – Padang. Berawal dari itu, tidak jarang kelompok ini mendapatkan rekaman-rekaman yang tidak terduga, seperti minibus yang tidak mau mengalah, gagal menanjak, tabrakan, dan sebagainya. Belakangan rekaman-rekaman yang dipublikasi melalui media YouTube ini juga menjadi komoditi ekonomi kreatif sendiri. Ia ditonton jutaan orang, memiliki banyak pegikut, dan diburu iklan. Sudut pandang pengambilan gambar “amatir� dan penataan footage memang lebih sering menyoroti kejadian-kejadian langka, yang juga menjadi catatan antropologis bagaimana warga memahami Sitinjau Lauik dan perisitiwa yang terjadi di sana. Selain itu, barang kali menarik menyimak video ini 100 tahun mendatang, sedikit berbeda dengan menyimak video-video laporan negeri jajahan yang membawa sudut pandang kolonial, video-video ini mewakili sudut pandang yang personal dan barang kali juga jutaan penontonnya.

78


Diambil dari buku MINANGKABAU Overzicht van Land, Geschiedenis en Volk M. Joustra, 1923 79


PARTISIPAN

Albert Rahman Putra, biasa disapa Albert, adalah seorang penulis, kurator, dan pegiat budaya. Merupakan lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, dengan fokus studi pengkajian seni karawitan. Dia adalah pendiri Komunitas Gubuak Kopi dan kini menjabat sebagai Ketua Umum. Albert aktif sebagai penulis di akumassa.org. Ia juga memiliki minat dalam kajian yang berkaitan dengan media, musik, dan sejarah lokal Sumatera Barat. Manager Orkes Taman Bunga. Baru-baru ini ia bersama Forum Lenteng menerbitkan buku karyanya sendiri, berjudul Sore Kelabu di Selatan Singkarak (2018). Peserta program Residensi Penulis Indonesia, oleh Komite Buku Nasional (2018). Biahlil Badri, lahir di Solok 1996, biasa disapa Adri. Pernah kuliah di Institut Seni Indonesia Padangpanjang, dan memutuskan untuk menunda kuliahnya. Ia juga merupakan partisipan dari Lokakarya Daur Subur di Parak Kopi (2019). Inisiator Gantuang Ciri Baralek yang mempersembahkan semua seni pertunjukan aktif di Gantuang Ciri. Juri dalam Alek Bakajang di Gunuang Malintang Limapuluh Kota (2019). Founder kik_ Batuang sebuah metode pengarsipan berbasis media Intagram. Kini ia aktif berkegiatan di Solok, mengisi beberapa agenda musik, ngamen dan berkegiatan bersama Gubuak Kopi. Biki Wabihamdika (Tanggerang, 1996) Biasa disapa Biki, tengah menyelesaikan studi strata-1nya di Institut Seni Indonesia Padangpanjang minat Penciptaan Musik di Jurusan Karawitan. seorang Musisi dan komposer yang berbasis di Gantuang ciri. Direktur program Ilang Bacari, sebagai stage maneger Temu Musik Melayu di Padangpanjang (2018). Inisiator Gantuang Ciri Baralek, pementasan seluruh kesenian aktif di Gantuang Ciri. Pengagas Bukik Limbuku Expo, sebuah program pemetaan kesenian di Nagari Bukik Limbuku, Harau. Saat ini aktif bersama Komunitas Gubuak Kopi, anggota Auto Tune Production, dan juga aktif berkarya di Grup musik Bangkang Baraka. Dika Adrian bisa disapa BADIK, Mahasiswa Seni Rupa Universitas Negeri Padang (UNP). Pernah terlibat di beberapa iven pameran seni rupa di Sumatera Barat. Selain itu badik juga aktif di komunitas Seni Belanak, dan juga mempunyai BDX Cloting, yang memproduksi mercheandiser seperti, sepatu, baju dll, yang di lukis oleh dia sendiri.

80


Hafizan (Padang, 1995) biasa disapa Spis. Pernah kuliah di Pendidikan Seni Rupa di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Padang. Saat ini, ia aktif dalam berkesenian di bersama komunitas-komunitas seni di Sumatera Barat. Ia juga merupakan partisipan dari Lokakarya Daur Subur: Lapuak-lapuak Dikjangi yang digelar Gubuak Kopi di Solok (2017), dan Lokakarya Daur Subur di Padang Sibusuk, yang digelar oleh Gubuak Kopi berkolaborasi dengan PKAN Padang Sibusuk (2018). Pada tahun 2018, ia juga terlibat sebagai salah seorang seniman kolaborator dalam proyek seni Lapuak-lapuak Dikajangi #2 di Solok. Ilham Arrusulian, biasa disapa Caam, lahir di Bukittinggi, 1999, kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Iman Bonjol, Padang dengan studi hukum keluarga. Saat ini ia juga aktif di Suara Kampus, sebuah media yang dikelolaoleh UKM Lembaga Pers Mahasiswa kampusnya. Selain itu ia juga anggota Surau Tuo AMR, sebuah paguyuban alumni Madrasa Tarbiyah Islamiyan Canduang. Partisipan program Daur Subur di Parak Kopi, bersama Gubuak Kopi dan Surau Tuo AMR (2019). Beberapa tulisan Caam juga bisa kita temukan di media-media cetak lokal.

Mella Darmayanti, biasa di sapa Mella. Saat ini tengah menempuh studi pendidikan seni rupa di universitas negeri padang (UNP). Selain itu aktif di bidang seni lukis dan juga anggota SAM BEM FBS angkatan 78. Memiliki ketertarikan di bidang pengarsipan dan menulis. Saat ini ia tengah melaksanakan Praktek Lapangan Kerja di SMP N 1 Solok dan sedang melaksanakan magang di Gubuak Kopi

Novi Satria, biasa disapa Qiting, lahir di Lubuk Basung, 1998. Mahasiswa studi Hukum Tata Negara, Universitas Islam Negeri (UIN) Iman Bonjol Padang. Ia juga merupakan anggota dari perkumpulan Surau Tuo AMR. Selain itu, ia juga aktif berkegiatan di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Iman Bonjol, di kampusnya. Partisipan program Daur Subur di Parak Kopi bersama Gubuak Kopi dan Surau Tuo AMR (2019). Beberapa tulisannya juga bisa kita temukan di media lokal.

81


Palito Club adalah sebuah kelompok belajar kreatif yang berbasis di Kota Solok. Partisipan program Remaja Bermedia, Gubuak Kopi (2019).

Teju Marselen, biasa disapa Teju, Lahir di Talang, Kabupaten Solok tahun 1996. Mahasiswa Program Studi Seni Karawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, seorang musisi dan komposer. Melahirkan sejumlah karya musik pertunjukan maupun musik pengiring tari. Selain itu, ia saat ini juga sibuk mengelola The Jumsuit Home Studio, sebuah studio rekaman minimalis di Padangpanjang.

Volta Ahmad Jonneva, biasa disapa Volta. Lulusan Seni Rupa Universitas Negeri Padang (2019), saat ini aktif sebagai salah satu anggota Komunitas Gubuak Kopi, juga salah satu pendiri Layar Kampus, sebuah inisiatif ruang tonton alternatif di UNP. Tahun 2018 terlibat sebagai tim kuratorial Kultur Sinema #5 di Taman Ismail Marzuki Jakarta, tahun 2019 sebagai kurator sekaligus inisiator Pameran sticker Lem In Aja di Padang.

Yolla Purnamasari, biasa disapa Yolla, adalah seorang mahasiswa Program Studi Televisi dan Film di Institut Seni (ISI) Padangpanjang. Selain aktif di aktivitas kampusnya, Yolla menulis puisi di media sosialnya.

82


Cover buku Sumatraantjes (1936) Delpher - Koleksi Gubuak Kopi 83


diambil dari buku MINANGKABAU Overzicht van Land, Geschiedenis en Volk M. Joustra, 1923 84


85


86


87


Terima kasih kami ucapkan kepada Kedua orang tua kami, keluaga besar Gubuak Kopi, jaringan kerja Daur Subur. Direktorat Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Daerah Kota Solok, Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat Forum Lenteng, Rumah Ada Seni, Surau Tuo AMR, Gajah Maharam Photography, Mak Samsun, Buya Khairani, HMJ Seni Karawitan ISI Padangpanjang, Minang Young Artist Project KS. Belanak, Ladang Rupa, HMJ Seni Rupa UNP, 119 Coffee Shop. Orkes Taman Bunga Family, Ethnic Percussion, Candasuara, Phicoiii, Uria Novita, Jumaidil Fidaus Project. Rekan Media infosumbar, sudutpayakumbuh, Jajak Kaki Solok, Indoartnow, visualjalanan.org

88


89


90


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.