BAHASA TETANGGA
RESIDENSI LUMBUNG KELANA KOMUNITAS KAHE DAN GELANGGANG OLAH RASA
BAHASA TETANGGA
BAHASA TETANGGA
Fasilitator Albert Rahman Putra, Biahlil Badri, Dika Adrian “Badik”, Muhammad Riski “Layo”, Muhammad Irvan “Spansan”, Panji Nugraha Penulis
Aza Khiatun Nisa, Amelia Putri, Farah Nabila, Sarah Azmi, Novi Satria Partisipan
Sufty Nurahmartiyanti (Gelanggang Olah Rasa) Yoan Luji (Komunitas Kahe) Publikasi
Panji Nugraha Artwork
Dika Adrian, Sufty Nurahmartiyanti , Yoan Luji Tata Letak
Muhammad Riski
Gubuak Kopi Jl. Lkr. Utara, Kp. Jawa, Tj. Harapan, Kota Solok, Sumatera Barat 27321 +62 85355 348 539 gubuakkopi@gmail.com / www.gubuakkopi.id
Tentang Organisasi
Gubuak Kopi Lembaga Pengembangan Pengetahuan Seni dan Media: Gubuak Kopi, atau lebih dikenal dengan nama Komunitas Gubuak Kopi sebuah kelompok studi budaya nirlaba yang berbasis di Solok, berdiri sejak tahun 2011. Komunitas ini berfokus pada penelitian dan pengembangan pengetahuan seni dan media di lingkup lokal kota Solok, Sumatera Barat. Gubuak Kopi memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan literasi media melalui kegiatan-kegiatan kreatif, mengorganisir kolaborasi antara profesional (seniman, penulis, dan peneliti) dan warga, mengembangkan media lokal dan sistem pengarsipan, serta membangun ruang alternatif bagi pengembangan kesadaran kebudayaan di tingkat lokal. Lumbung Kelana
Lumbung Kelana adalah program residensi yang diinisiasi oleh Lumbung Indonesia – sebuah platform bersama untuk kolektif seni yang menghidupi dan dihidupi oleh tradisi dan praktik yang berhubungan dengan lumbung. Program residensi ini diikuti dan dijalankan oleh 11 dari 12 kolektif seni yang saat ini tergabung dalam Lumbung Indonesia, diantaranya yaitu Serbuk Kayu (Surabaya), Hysteria (Semarang), Pasirputih (Lombok Utara), Komunitas Gubuak Kopi (Solok), Rumah Budaya Sikukeluang (Pekanbaru), Sinau Art (Cirebon), Trotoart (Jakarta), Komunitas Kahe (Maumere), Forum Sudut Pandang (Palu), Siku Ruang Terpadu (Makassar), dan Gelanggang Olah Rasa (Bandung). Tim FIXER dan Gudskul Ekosistem juga berperan aktif sebagai fasilitator dalam terlaksananya program Lumbung Kelana. Masing-masing kolektif seni yang terlibat akan menjadi tuan rumah residensi dan sekaligus partisipan dengan mengirimkan perwakilannya untuk bertandang ke kolektif seni yang lain. Selama 14 hari bersama dengan tuan rumah, para partisipan akan saling belajar dan bertukar pengetahuan serta pengalaman, yang hasil temuan dan juga pembacaannya nanti akan didiskusikan atau dipresentasikan pada hari terakhir program residensi. Dalam program Lumbung Kelana yang menjadi fokus kajian adalah bagaimana strategi kebertahanan kolektif seni, baik dalam konteks finansial, gagasan dan juga lingkungan yang dapat saling menguatkan dan terhubung antar ekosistem lokalnya.
Pengantar Presentasi
Lumbung Kelana adalah salah satu program yang digagas oleh forum kolektif Lumbung Indonesia. Forum ini diinisiasi dan dikelola oleh 12 kolektif/kelompok di sejumlah kota di Indonesia, termasuk Komunitas Gubuak Kopi. Forum ini hadir sebagai kebutuhan untuk saling belajar memahami bagaimana kolektif bekerja, bertahan, dan berkelanjutan sesuai konteks lokasinya. Kebutuhan ini kemudian mendorong kami saling bertukar perwakilan untuk dapat mengalami konteks lokal masing-masing, saling berbagi dan berkontribusi. Komunitas Gubuak Kopi sendiri adalah sebuah kelompok belajar untuk seni dan media di lingkup lokal, Solok, Sumatera Barat. Kelompok ini juga bekerja menjembatani kolaborasi dan pertukaran pengetahuan antara seniman dan warga, serta mengelola ruang kreatif untuk presentasi proyek dan percobaan kreatif. Gubuak kopi melihat seni dan berkolektif adalah upaya terus menerus, yang berlangsung sehari-hari: belajar bersama, merayakan pertemanan, berbenah dan saling menguatkan. Dalam proyek Lumbung Kelana ini, Komunitas Gubuak Kopi kedatangan dua pengelana yang hadir memperkaya sudut pandang kita untuk memahami konteks persoalan kita di Solok. Mereka adalah Sufty Nurahmartiyanti dan Yoan Luji. Sufty salah seorang pegiat seni di kelompok Gelanggang Olah Rasa di Bandung. Selama berproses, ia berkenalan dengan sejumlah tetangga kami di Kampung Jawa, dan juga tanaman lokal, khususnya yang memungkinkan untuk kita seduh bersama. Latar praktik kreatifnya yang dekat dengan dapur dan peracikan minuman, mengajak kita melihat kemungkinan kolaborasi melalui pertukaran cita rasa dalam menyeduh. Bertukar pengetahuan meracik dan memadu rempah di sekitar kita ataupun di luar Kampung Jawa. Berspekulasi dengan cita rasa yang akrab di lingkup lokal, dan usaha yang berkelanjutan untuk kemandirian. Lebih dari itu, menarik pula melihat praktik ini sebagai upaya untuk sadar terhadap pangan yang aman, gaya hidup yang sehat, dan keselamatan lingkungan masa mendatang.
Yohan, dari Komunitas Kahe, Maumere, selama berproses melihat Kampung Jawa sebagai kelokalan yang tidak luput dari peran satu orang ataupun minoritas. Setiap orang mempunyai caranya sendiri untuk berkontribusi dan bersuara dengan gembira. Yoan berkolaborasi bersama teman-teman tuli, merayakan cara lain berkomunikasi secara performatif, mendayagunakan teknologi, dan memperluas publik bahasa – yang selama ini barangkali terbatas.
Menarik melihat proses para partisipan, membangun pertemanan, bertukar pikiran, berbagi pengetahuan, dan saling mengapresiasi inisiatif-inisiatif warga merawat ruang hidup kita. Kehadiran teman-teman ini dan obrolan di halaman teras rumah warga ataupun di halaman belakang Rumah Tamera, adalah model pertukaran pengetahuan yang tidak ingin kami simpan sendiri. Presentasi publik ini bukanlah sebuah hasil, ia adalah bagian dari perluasan persebaran dan pertukaran pengetahuan itu, merayakan pertemanan kita, hidup bertetangga, dan kemanusian yang artistik. Komunitas Gubuak Kopi Rumah Tamera, 28 Januari 2022
Sketsa by : Yohanes
Berjumpa di Solok
Para partisipan residensi ini tiba di Solok pada hari Senin, 17 Januari 2022. Komunitas Gubuak Kopi sebagai tuan rumah, menjamu dua partisipan residensi dari kolektif yang tergabung dalam kegiatan Residensi Lumbung Kelana. Mereka adalah Sufty yang berasal dari Gelanggang Olah Rasa (GOR), Bandung dan Yohanes berasal dari Komunitas Kahe, Maumere. Mereka berdua akan berkegiatan selama dua minggu di Komunitas Gubuak Kopi, Solok.
Berkelana
Keesokan harinya, hari kedua Lumbung Kelana. Saya, Sufty dan Yoan pergi ke Pasar Raya Solok. Kami menyusuri pasar sambil melihat apa yang menarik untuk dimakan hari ini. Rencana awal untuk pergi pagi hari tertunda karena seharian Solok diguyur gerimis yang cukup rapat. Akhirnya jam 1 siang kami baru bisa pergi ke pasar. Sufty membeli bawangbawangan, cumi, dan rempah-rempah lainnya. Masih belum terbayang apa yang akan Sufty masak, tapi yang pasti siapkan dulu bahannya. Lalu Yoan juga tak kalah ingin memperkenalkan masakannya ke kami, ia membeli ikan laut dan beberapa rempah yang akan digunakan.Lanjutkan : https://gubuakkopi.id/2022/01/27/kita-menyapa/
Sketsa by : Sufty
Sketsa by : Sufty
Berkunjung dan Silaturahmi Ketika sore hari kami pergi mengunjungi Pak RT dan Pak RW. Kami terlebih dahulu berkunjung ke rumah Pak RW, ketika kami datang Pak RW sedang duduk santai di dalam rumahnya, sehingg a kedatangan kami tidak mengganggu waktunya. Badri mengenalkan para partisipan residensi ke Pak RW dan memberitahukan bahwa dua minggu kedepan para residensi akan menetap di Rumah Tamera. Lalu Pak RW bercerita soal budaya di Minangkabau yang banyak tidak lepas dari hewan. Banyak pekerjaan sehari-hari masyarakat Minangkabau yang melibatkan hewan, seperti baruak atau kera yang membantu tuannya untuk mengambil kelapa; kerbau yang membantu petani membajak sawah,Lanjutkan : https://gubuakkopi.id/2022/01/27/kita-menyapa/
Sketsa by : Sufty
Atlet Masak Artwork by : Badik
Sketsa by : Sufty
Sketsa by : Badik
Mengenal KAHE
Sketsa by : Yohanes
Isyarat Dalam Kelana
Sketsa by : Sufty “Kita mau nyate” ujar Sufty. Alasan utama ngajak Sufty makan di tempat sate tersebut karena dilayani oleh teman tuli. Sufty memiliki pengetahuan dalam bahasa isyarat dan ingin mempraktekkannya,Lanjutkan : https://gubuakkopi.id/2022/01/24/isyarat-dalam-kelana/
Sketsa by : Sufty
Sketsa by : Badik
Sufty bercerita bahwa beberapa tahun belakangan ia memiliki proyek bersama dengan teman-temannya, UMBARA. Melalui proyek tersebut Sufty dan teman-teman berusaha mengumpulkan informasi berupa pengetahuan “rahasia” yang dibentuk atas kekuatan tradisional dalam bingkai kearifan lokal terkait alam dan religi. Pengetahuan semacam ini hanya bisa didapatkan secara langsung melalui lisan dari orang-orang lokal. Tak hanya sebagai konsumsi pribadi, mereka juga membagikan cerita-cerita yang didapatkan melalui booklet dan platform instagram.
Kita Menyapa Bu Mimi bercerita bahwa mereka tidak hanya fokus pada ekonomi ataupun bisnis, tapi mereka juga memperhatikan konsep “kebertahanan” atau pelestarian. Hal ini dibuktikan dengan pemanfaatan warna alami. Biasanya mereka menggunakan warna sintetis namun sekarang sedang proses pengalihan ke warna alami. Tak hanya itu, Batik Mimi juga mulai mengembangkan ecoprint. Banyak produk yang dibuat dari ecoprint, seperti tas, kain, pakaian, jaket, dan outer.Lanjutkan : https://gubuakkopi.id/2022/01/27/kitamenyapa/
Sketsa by : Sufty
Sketsa by : Yohanes
Sketsa by : Badik
Sketsa by : Sufty
Sketsa by : Yohanes
Rempah-Rempah Pasar Raya Solok
Sketsa by : Sufty
Sketsa by : Sufty
Sketsa by : Sufty
Sketsa by : Sufty
Koleksi Buya Khairani
Sketsa by : Yohanes
Sketsa by : Badik
Pakde Tekno Pada pagi hari, Sufty sudah bangun terlebih dahulu karena sudah membuat jadwal dengan Spansan untuk mengunjungi rumah Pakde Tekno. Ketika saya bangun, ternyata Sufty belum juga berangkat ke rumah Pakde Tekno. Saya coba bantu menghubungi Albert untuk membangunkan Spansan, barangkali dia masih tidur. Akhirnya Spansan datang walau agak telat dari jadwal yang direncanakan.
Rumah Suhey Kami semua bergegas menuju Rumah Suhey. Sufty sudah dikabari oleh Uni Mel untuk segera datang, karena makanan sudah terhidang. Sesampainya di sana, benar saja makanan sudah tersusun rapi, Uncu, pemilik Rumah Suhey dan uni Amel sudah duduk menunggu kami. Kami tidak langsung makan, tetapi menunggu Uni Patrisia, Albert, Yoan, dan Stingki yang belum datang. Sembari menunggu, kami ditawari untuk ngemil karupuak leak.
Sembari makan, Uni Patrisia menjelaskan hidangan apa saja yang dihidangkan saat ini. Ada samba buruak-buruak yang isinya sambal hijau, terong, ikan asin, ubi, dan tahu. Lalu ada jariang samba tanak, yakni jengkol dengan sambal hijau diberi minyak kelapa matang. Ada juga ayam sampadeh, ayam dengan kuah asam pedas. Dan beberapa lauk khas Minangkabau yang saya lupa namanya. Karena kita makan di Rumah Gadang milik keluarga Uncu, Uni Patrisia bercerita tentang “makan baradaik”, yaitu makan beradat ala masyarakat Minangkabau, semisal, etikanya piring diletakkan di bawah,-
Lanjutkan : https://gubuakkopi.id/2022/01/27/ kita-menyapa/
Kebun Kolektif
Agenda selanjutnya kami berkunjung ke rumah Ibu Sufni salah satu anggota ekraf di Solok. Di rumah ibu Sufni terdapat banyak sekali macam-macam tumbuhan, mulai dari untuk Kesehatan, kecantikan, konsumsi, sampai ke tanaman hias. Rumah Ibu Sufni berada di komplek perumahan tidak jauh dari Rumah Tamera. Tamannya terletak di depan rumah Ibu Sufni dan berada di tengah jalan. Sebenarnya taman ini milik bersama warga sekitar perumahan itu, siapa saja boleh mengambil tumbuhan di taman itu, tetapi yang rajin merawat taman itu Bu Sufni dan suaminya. Suasana di taman itu sangat nyaman, disediakan kursikursi di bawah pohon jambu,Lanjutkan : https://gubuakkopi.id/2022/01/27/kitamenyapa/
Sketsa by : Yohanes
Teman Tuli
Sketsa by : Yohanes
Sketsa by : Yohanes
Sketsa by : Yohanes
Open Lab Sabtu, 29 Januari 2022 merupakan hari kedua terakhir program residensi Lumbung Kelana di Komunitas Gubuak Kopi. Esok hari Sufty akan kembali ke Bandung dan lusa Yoan akan kembali ke Jakarta. Malam ini digelar artist talk di Rumah TameraKomunitas Gubuak Kopi dalam rangkaian presentasi seniman residensi lumbung kelana. Dimoderatori oleh saya dengan narasumber dua artist kita, Sufty dan Yoan.
Dokumentasi Open Lab
Open Lab :
Seduh Teh
Sufty melakukan presentasi dalam format “Open lab: seduh teh” kemaren. Setelah pembukaan, 16.00 WIB banyak teman-teman yang ingin mencoba berbagai variasi teh yang dibuat oleh Sufty. Hingga malam Sufty belum istirahat dan masih bertahan di meja untuk membuat teh. Bagi Sufty menyeduh teh merupakan healing. Sebelumnya di Bandung, Sufty juga sudah beberapa kali meracik teh, seperti hempas deru atau tolak angin.
Tapi tentu ini menjadi tantangan bagi Sufty karena perbedaan cuaca Bandung dan Solok menuntutnya untuk menciptakan ramuan teh yang berbeda. Ia harus membuat resep baru. Enam varian teh yang disajikan dalam pameran, 5 di antaranya merupakan resep yang baru ia buat di Solok. Beberapa dari resepnya merupakan respon terhadap tanaman-tanaman yang ia temui di rumah warga ketika residensi.
Presentasi :
Media Performance Saat makan sate kita melihat interaksi langsung Sufty bersama teman-teman tuli. Dan dari sanalah muncul ide bagi Yoan untuk membuat stiker dan juga video bahasa isyarat. Kita punya tetangga tuli, Iqbal yang sering melayani kita ketika membeli sate. Kita tidak pernah berkomunikasi dengan Iqbal karena kita tidak memiliki kemampuan berbahasa yang bisa sama-sama kita pahami.
Hingga kita sadar bahwa sebenarnya kita bisa berinteraksi menggunakan bahasa isyarat. Saat makan sate kedua kalinya bersama Albert, Yoan terpacu dari apa yang disampaikan Albert seperti membuat stiker bahasa isyarat yang bisa mempermudah kita saat berkomunikasi. Ini diberi judul oleh Yoan “Bahasa Tetangga”.
Artist Talk Artist talk dibuka oleh saya sebagai moderator. Di awal saya memperkelankan Yoan dan Sufty, Yoan berasal dari Komunitas KAHE di Maumere, Flores dan Sufty berasal dari Gelanggang Olah Rasa di Bandung. Presentasi Yoan dalam format “Media Performance” dilakukan sebelum artist talk digelar. Ia juga membuat video berisi bahasa isyarat yang diperagakan oleh teman-teman tuli. Teman-teman yang memperagakan adalah Auli, Davit, dan Iqbal. Isyarat yang diperagakan merupakan hal-hal sederhana yang tidak lepas dari perjalanan residensinya sejak di Jakarta dan dua minggu di Kampung Jawa, Solok. Misalnya bahasa isyarat Jakarta, pesawat, dan beberapa lainnya juga disajikan melalui stiker
Sufty melakukan presentasi dalam format “Open lab: seduh teh” kemaren,.Ada enam seduhan, pertama Hempas Deru yang sudah pernah dibuat di Bandung. Kedua, Sapa Pagi merupakan perpaduan bunga kesumba, pandan, sereh, dan mint. Sapa pagi merupakan minuman yang dibuat untuk membangkitkan semangat pagi terkhusus buat yang terkendala bangun pagi, sehingga jika bangun pagi bisa menyapa pagi, bukan siang ya teman-teman.
Ketiga, Puan Rembulan merupakan perpaduan bunga kesemba dan bunga mawar. Bunga mawar didapatkan dari rumah tetangga dan diseduh sesudah melakukan riset yang cukup panjang. Keempat, Teduh Samudera merupakan perpaduan mint, telang, soda, dan selasih. Minuman ini bisa meneduhkan dahaga dalam panasnya siang di Kota Solok. Kelima, Jaga Raga merupakan perpaduan sereh, kunyit, jahe yang sangat berkhasiat dalam menjaga imunitas tubuh, terutama di Solok yang suhunya cukup ekstrem. Keenam Teh Masala merupakan perpaduan susu dan rempah-rempah. Lanjutkan : https://gubuakkopi.id/2022/02/06/rempah-penuh-isyarat/
scan me
Presentasi Yohannes Lumbung kelana di Gubuak Kopi
scan me
Presentasi Publik
Lumbung kelana di Gubuak Kopi
Residensi telah memberikan kesan-kesan yang luar biasa kepada partisipannya. Yoan mengungkapakan bahwa “bertetangga” merupakan hal yang menyerukan yang ia dapatkan selama residensi dan membuatnya rindu rumah. Selain itu, makan bajamba menjadi pertama kalinya, juga makan pakai tangan dan semi bersila menegakkan satu lutut ketika makan. Yoan juga pertama kalinya makan durian dan jengkol di sini. Sedang Sufty lebih tertarik pada kuliner bahkan sketsa yang ia buat semuanya bercerita tentang makanan dan minuman. Sufty juga pertama kali makan bajamba dan juga mencoba banyak makanan baru, juga minuman baru, seperti terong pirus, teh talua, dadiah, dalimo, dan lain-lain.
Terima kasih Pertemanan yang menyenangkan di Solok, sampai jumpa di lain kesempatan teman-teman.