Backpackin’ fun, relax, low budget
Edisi 2 / Maret - April 2010
m
ala d a p
ro
E g n i l i Kel
0 0 0 1
r a l l Do
n
nga e d a
ny a h lan
n a n ma
6 bu
e t r e +P
31 M ei Frank 14 Ju fu ni Mosc rt 10 Ju ow li Helsi 14 Ju nki li S t ockho 23 Ju lm li Oslo 1 Agu stus Kope nhage n ...
Sega
Surga
ra An
Dunia
akan
dalam
Imaji
a s k a J Dunia n
a ruh l u l e a s J m untuk 400
Salam Ransel !
Memaknai Tiap Rupiah
Segara Anakan 21 Jalan JAKSA 29
CIRE GAL 23
Tamah Bumi ala Backpacker 11
1000 Dollar + Pertemanan = EROPA 6 Bulan! 3
Camping Bareng Anak-Anak 39
Nancy Margaretha 35
2 Salam Ransel ! Memaknai Tiap Rupiah
17Resensi
Travelling in Blog
21 Galeri Imaji indah Segara Anakan
41 Info BI
Launching Backpacker Indonesia
19Aksesori
Memasak Praktis di Alam
PASUKAN BACKPACKIN’
Pimpinan Umum Jeremy Gemarista Pemimpin Redaksi Ambar Arum Tim Redaksi Adi Widiyanto, Hana Ariesta, Muhammad Iqbal, Nizar Wogan, Sri Anindiaty Nursastri, Suci Humaira Sophia, Yeni Diah W Tim Produksi Aditya Hadi Pratama, Ricky Akbar
George Santayana dalam Philosophy of Travel menulis, “Kita butuh waktu untuk pergi merasakan kesunyian sejati, eksistensi tanpa tujuan, beberapa tindakan berbahaya guna memaknai hari libur dan menguji batas kemampuan kita, demi mencicipi kesusahan.” Sepaham! Kami seirama dengan George.
Pun dengan Backpackin’ edisi kedua ini. Kami menyuguhkan cerita kesusahan demi kesenangan tak berbentuk dalam Catper Ciregal dan petualangan Marina menjelajah Eropa dengan uang minim. Menyenangkan jika tiap rupiah yang kita keluarkan punya tutur. Apalagi secara tidak langsung, bisa ikut mendamaikan dunia, simak cerita tentang pengawinan backpacker dengan isu perdamaian dunia di rubrik Bulok. Sekaligus kami suguhkan bincang-bincang dengan Nancy Margaretha, Ambassador Country for Indonesia untuk CouchSurfing, komunitas backpacker yang sedang naik daun di Indonesia. Kami rasa, cerita Jalan Jaksa bisa turut memeriahkan pemaknaan rupiah, terutama di Jakarta. Jalan pendek yang punya cerita panjang sampai telinga manusia Eropa. Beberapa rubrik baru turut kami perkenalkan, seperti Tips, Aksesori, Resensi, dan Galeri. Semua demi kesegaran pembaca sekalian. Beberapa saran dari pembaca juga coba kami akomodir, termasuk penambahan halaman. Tidak akan pernah kami lepaskan gendang telinga dari kritikan pembaca. Sambutan dari para pembaca atas terbitnya Backpackin’ edisi pertama kemarin sungguh memicu semangat kami untuk terus memberikan yang terbaik. Terima kasih dan selamat menikmati Backpackin’ edisi kedua ini. Redaksi
2
Catper
1000 Dollar +Pertemanan = EROPA 6 Bulan!
P
erjalanan ini sudah kurencanakan sejak 2 tahun sebelum keberangkatanku. Selama itu pula aku menabung, cari-cari informasi sekaligus mempersiapkan keberangkatan. Fiuh! Akhirnya kesampaian juga pergi ke Eropa tahun 2006! 1000 dollar yang aku punya setelah dikonversi ke euro, jadinya dapet 700 euro. Uang segitulah yang aku bawa ke Eropa. Ternyata masih ada sisanya pas pulang! Haha!!
Perjalanan bisa diminimalisir berkat beberapa temanku di Eropa, dan yang paling membantu adalah jaringan hospitality di dunia maya. Aku bergabung dengan hospitalityclub.org dan mendapatkan yang aku perlukan untuk backpacking disana: host! Host adalah orang yang bersedia menerima kita di rumahnya, sekaligus mengajak kita mengenal negaranya dengan lebih dalam. Bagiku ini merupakan salah satu cara yang efektif untuk mempromosikan pariwisata suatu negara.
pun heboh! Penduduk memenuhi jalanan, dan bendera Jerman dimana-mana! Akupun ikut larut dalam euforia tersebut bersama ribuan penduduk lain di depan big screen Olympia Stadium. Jerman menang 4 – 2!
14 Juni – 10 Juli 2006 Rusia: Moscow – St. Petersburg – Vyborg (1 euro) Host: Fr. Timothi, Sr, Nadezha, Marina (Moscow), Father Lavr dan keluarga (Vyborg) Aku datang kesini karena undangan Perjalanan bisa Oke! Langsung saja dari Father Timothy diminimalisir berkat yang kutemui tiga takuceritakan pengalabeberapa temanku manku selama 6 buhun yang lalu di Indi Eropa, dan yang lan disana. Sebagai dia. Ternyata disana paling membantu keterangan: aku mesedang berlangsung nambahkan inisial HC adalah jaringan dialog antar agama dibelakang nama host hospitality di dunia dengan seorang guru yang kukenal lewat Sikh, Mr Manjit. Dari maya. hospitalityclub.org, dan sini aku tahu sejarah aku memisahkan rinSikhisme yang berasal cian biaya transport di akhir tulisan. dari seorang saint di India bernama Guru Nanak. Ditengah konflik antar 31 Mei – 14 Juni 20066 agama pada jamannya, beliau Jerman: Frankfurt – Munich – Ber- memberi ajaran yang mengejutkan lin (30 euro) bahwa semua agama itu benar, Host: Okan (Frankfurt), Ninit dan asal para pengikutnya menyelaminDaniel HC (Munich), Sara (Berlin) ya dalam-dalam. Kunjunganku ke Munich bertepaLalu aku ke Red Square! Melihat tan dengan pembukaan World Cup langsung bangunan unik warna2006 yang berlangsung di Jerman. warni yang sangat terkenal di sePada pembukaan ini, tim Jerman luruh dunia itu. Disini aku hanya tanding lawan Costa Rica. Jerman menghabiskan 1 euro buat beli es
4
krim ketika eropa sedang panaspanasnya.
”Freemasons” ujarnya kemudian. Namanya Dirk. Lalu ia memanduku keliling sana sekaligus mentraktir makan. Ternyata Dirk adalah sejarahwan seni yang senang berbagi cerita. Selanjutnya Pavel menemaniku selama di Brussels, kota yang penuh dengan gerai-gerai cokelat lengkap dengan tester gratisnya!
10 -14 Juli 2006 Finlandia: Helsinki (0 euro) Host: Piia HC Inilah kota dengan predikat World’s Best Place to Live In (PBB). Memang benar! Alamnya sangat terjaga, masyarakatnya terbiasa dengan budaya daur ulang, anti rasis, dan menjalankan fair trade. Akupun dibuat terpesona dengan Suomenlinna, benteng di kepulauan yang lokasinya tidak jauh dari pusat kota Helsinki. 14 – 23 Juli 2006 Swedia: Stockholm (0 euro, malah nambah 50 euro!) Host: Tobias HC dan John Kali ini host ku, Tobias, adalah seorang pemain Saksofon jazz. Ia membawaku ke sebuah pulau bernama Gamla Stan yang berisi bangunan-bangunan abad pertengahan. Ajaib! Seiring dengan melajunya kapal feri menuju pulau itu, aku merasa waktu semakin mundur dengan cepat ke beratus-ratus tahun yang lalu. Disana Tobias manggung dengan sebuah band bernama Hermann’s Cafe. Keren! Pengalaman menarik lainnya adalah ketika bersama host ku satunya lagi, John, seorang manajer McD di Stockholm. Aku mendapat kesempatan untuk part-time di McD!
5
Hasilnya? 50 euro, cukup sampai Perancis! Hahaha... 23 Juli – 1 Agustus 2006 Norwegia: Trondheim – Oslo (3 euro) Host: Lisa (Trondheim) Norwegia adalah negara termahal di Eropa, dan negara termahal kedua di dunia setelah Jepang. Tapi disini pengeluaranku cuma 3 euro! Semua itu berkat Lisa, host ku yang baik banget! Aku juga dapet tiket gratis nonton festival musik karena aku bersedia jadi sukarelawan cleaning service di acara itu. Lumayan, bisa liat The Cardigans manggung secara langsung. 1 – 5 Agustus 2006 Denmark: Kopenhagen (0 euro)
10 – 13 Agustus 2006 Luxemburg (0 euro, malah dapet 30 euro dari host!) Host: Carla & Jean Luc HC Selama disini Carla dan Jean Luc benar-benar memanjakanku! Bayangkan, ditraktir makan di resto Host: Bryan HC Italia mewah yang harga sepiringDisini pengeluaranku nol. Sebennya 50 euro, diajak nonton bioernya perlu buat ongkos disana, skop yang harga tiketnya 20 euro, tapi ajaibnya ada seorang imigran Afghanistan yang ngasih 23 krone dikasih parfum Guerlain asli karena ’sudah tidak ada tempat lagi di saat di kereta. Padahal waktu itu kamar mandi’, dan dibekali 250 aku cuma nanya apakah money krones Swedia! Luxemburg.. kota changer di Kopenhagen buka ini tidak memiliki sumber alam, malam apa ga.. tapi masyarakatnya sangat makmur seperti Carla dan Jean Luc. 5 – 10 Agutus 2006 Belgia: Ghent – Brugge – Brussels ”Kami sebuah negara yang berdiri makmur hanya karena permainan (1 euro) Host: Charlotte HC (Ghent), Dirk & ekonomi... Kami melakukan apa Luc (Brugge), Pavel HC (Brussels) pun agar uang mengalir ke sini,” Carla menjawab keherananku. Ketika sedang terpesona dengan Kemudian sambil menyajikan keju katedral di Brugge, tiba-tiba seorang kakek menyapaku. ”Kau tahu berkualitas tinggi di atas meja, ia menjelaskan tentang negaranya: siapa mereka?” tanyanya sambil penurunan pajak, network yang menunjuk deretan patung ksatria sangat luas, dan keterbukaannya di langit-langit. Aku menggeleng.
6
pada imigran. ”Tidak ada masalah antara pendatang dan penduduk asli, karena mereka (pemerintah, red) tahu mereka tidak dapat hidup tanpa orang lain.” Aku hanya bisa terdiam.
bersama dengan sangat seru karena kami sama-sama suka U2! Kamipun nonton DVD ”U2 Live in Chicago” dan bernyanyi bersama. ”Bayangkan jika dunia suatu saat bisa bernyanyi bersama begini! Habislah semua masalah di dunia 13 – 20 Agustus 2006 ini! Kau tahu, masalah di dunia ini Perancis: Paris (15,5 euro) memang hanya batas-batas negHost: Cindy ara!. Jika tidak ada itu, tidak akan Cindy adalah teman sekampusku ada negara-negara yang harus diyang kuliah S2 di Paris. Namun bela melawan yang lainnya!” Lagu ketika aku sampai di Paris, dia lagi One pun mengiringi pembicaraan balik ke Indonesia. Jadi flatnya pin- kami. ”One is not uniformity. Kita ini dah tangan ke aku 100%. Aku pun ’harus’ berbeda-beda. Kalau tidak, mengeluarkan sekitar 7 euro untuk bagaimana bisa carry each other?” belanja makanan selama semingWow! gu. Flatnya Cindy ada di area Germain des-Pres, cuma 10 menit dari 23 – 24 Agustus 2006 Louvre, tempat berdirinya piramida Perancis (2): Nice (0 euro) kaca yang sangat terkenal itu! Host: Michel HC Di sini aku bermalam di apartemen 20 – 23 Agustus 2006 mewah French Riviera milik Michel Spanyol: Barcelona – Lienza (0 yang cuma perlu jalan kaki 3 meeuro) nit untuk sampai ke pinggir pantai Host: Clara (Barcelona), Cathar Nice. Setelah 3 menit itu aku lalui, Community (Lienza) kini laut Mediterania terbentang Perjalananku ke Barcelona sebeluas dihadapanku. Michel mengamnarnya berkat Pavel HC (host ku di bil batu ceper diantara kerikil, keBrussels) yang berteman dengan mudian melemparkan batu tersebut Clara di Barcelona. Pavel menitip- ke laut, membentuk tiga pantulan kan salep bayi buat anak pertama diatasnya. ”Wow, aku selalu ingin Clara yang baru lahir. Namun kebisa melakukannya! Bisakah kau tika aku ke Barcelona, Clara tidak mengajariku?” Michel pun memada. Maka flatnya pun aku tinggali berikan tips-tips nya. Namun tetap dengan asistensi Oriol, adiknya saja, batu yang kulempar langsung Clara. tenggelam. Tak apalah, laut MeditAku dan Oriol menghabiskan waktu erania ini saja sudah cukup menye-
7
garkan mataku... 24 – 30 Agustus 2006 Italia: Florence – Roma – Venice (2,5 euro) Host: Nicola HC (Florence), Maria, Luigi dan Maurizio (Roma), Tom HC (Venice) Italia... tidak perlu kujelaskan lagi, keindahan kotanya luar biasa! Heran, hampir segala hal di Italia be-
gitu indah: Fashion? Semua model ingin masuk Vogue. Lukisan? ada Leonardo da Vinci. Film? Godfather. Musik? Madonna pun keturunan Italia! Makanan? Favorit di seluruh Eropa hingga ke Bandung! Bola? Baru saja menang di Piala Dunia kemarin. ”Apa sih rahasianya?” tanyaku pada Nicola. ”Oh.. Ada yang bilang kami selalu memberikan 110% pada apa yang kami
8
kerjakan.” ”Apa 10% nya?” ”PasCheb karena bangunan-bangunansion,” jawabnya santai. Oh begitu... nya yang kuno tapi memiliki warna pastel yang imut-imut, dan yang 30 Agustus – 1 September 2006 paling ajaib, disapa Dalai Lama Austria: Wina (0 euro) ketika aku menghadiri Forum PoliHost: Fabian HC tik Tahunan di Praha!! Aaahhh!! Pusat kota Wina sangat kental bau Rasanya bisa aku buat satu buku sejarahnya. Semua bangunan dira- khusus tentang perjalananku di wat dengan baik, seakan tidak ter- negeri ini saja! makan usia. Bunyi tapal kuda yang melintas pun menyempurnakan 16 – 29 Oktober 2006 nuansa sejarah tersebut. Lagi-lagi Austria (2): Guntramsdorf – Baden aku tidak mengerluarkan uang sep- – Modling – Grossgmain – Salzerserpun disini. Wina dapat dikelil- burg – Wina (10 euro) ingi dengan berjalan kaki saja, Host: Henning dan Helgard (Gunsedangkan makanan sepenuhnya tramsdorf), Alice (Groggsmain), bareng host. Fabian (Wina) Warga Austria sangat suka menda1 September – 16 Oktober 2006 ki gunung. Akupun memiliki kesemCeko: Praha – Cheb – Karlovy Vary patan pergi hiking ke pegunungan – Ceske Budejovice – Cesky Krum- Rex. Gunungnya bersih, sejuk dan lov – Brno (0 euro) indah... tak heran gunung ini menHost: Ludek dkk, Pavel HC, para jadi tempat pelarian nomor satu mahasiswi Malaysia (Praha), Olga orang Wina dari segala kepenatan (Brno), Milan HC (Ceske Budejov- kota. ice) Disinilah aku mengalami hari-hari 29 Oktober – 5 November 2006 yang campur aduk: ga sengaja Jerman (2): Munich – Bonn – Numketemu para mahasiswi Malaysia di berg – Koln (0 euro) mesjid dan diajak tinggal di asrama Host: Nico dan Thomas(Munich), meraka, ketemu lagi dengan Pavel Margaret (Bonn) HC yang sedang pulang kampung Ini adalah kota terakhirku di Eropa, dari Brussels, terpesona dengan setelah itu aku akan meluncur ke bandara Frankfurt untuk kemudian singgah di Kuala Lumpur sebelum kembali ke Indonesia. 6 jam sebelum check-in di Bandara Frankfurt, aku sempatkan diri menikmati pe-
9
mandangan terindah di Eropa: Katedral Koln. Tinggiannya setara dengan tinggi gedung pencakar langit. Aku tak habis pikir, bagaimana cara mereka membangun katedral dengan detil yang sangat indah seperti ini, ketika dulu teknologinya belum secanggih sekarang? Pertanyaanku tidak terjawab, namun mataku terpuaskan dengan arsitekturnya yang mempesona. Demikian kisahku di Eropa. Terakhir aku keluar 20 euro untuk biaya penggantian tanggal keberangkatan dari Frankfurt menjadi 5 November 2006. Di KL nya gratis berkat host Shirhan HC yang baik banget! Semua pengalaman itu membuatku yakin akan satu hal: bahwa backpacking tidak hanya tentang alamalam indah yang akan kita susuri, tidak hanya tentang kota-kota menawan yang akan kita lewati, tidak hanya tentang sunset dan sunrise yang selalu diburu, tidak hanya itu! Backpacking merupakan peluang bagi kita untuk dapat men-
Backpacking merupakan peluang bagi kita untuk dapat mengenal masyarakat yang tinggal bersama alam mereka, kota mereka, dan matahari dari sudut pandang mereka.
genal masyarakat yang tinggal bersama alam mereka, kota mereka, dan matahari dari sudut pandang mereka. Peluang yang jika tidak kau ambil, maka kita telah kehilangan separuh jiwa para pelancong yaitu : saling berbagi!
Pengeluaran hidup selama di Eropa 83 euro * Dikasih uang saku sama host 80 euro 3 euro! Pengeluaran transportasi selama di Eropa * Frankfurt – Munich – Berlin 30 euro * Berlin – Moscow 135 euro * Moscow – Helsinki 0 euro (dibayarin orang Rusia yang terharu karena saya bela-belain ke negara dia. Hihihi...) * Helsinki – Wina 345 euro (10 negara dari Finlandia sampai Austria) * Wina – Praha 10 euro * Praha – Koln 21,5 euro * Koln – Frankfurt 30 euro TOTAL = 574,5 EURO!!
Budaya Lokal
Tamah Bumi ala
Backpacker
M
ungkin semangat Gandhi tersebut ld i u b h yang juga menggame c i w p n wh i barkan cita-cita para h s o s d t n ons s e e backpacker pului r r i f t d l a e r d han tahun yang u o r n t w u ry e fo hole lalu. Canggihnya e v e h t w h y e teknologi ment l i h i W firm of t h d dorong hal tersen e e a r c o G but semakin kuat. Maka m e pea a m t th sekarang bukan hal yang aneh ha a -M kalau orang dari puluhan ribu kilometer sana bisa langsung akrab dan berbagi banyak hal ketika pertama kali bertemu di lingkungan kita, di rumah kita. Wajar sekali perjalanan jauh membuat peluh berbiak dengan produktif. Hal yang biasa dialami backpacker. Saking biasanya, kenestapaan itu terkadang bukan menjadi gangguan yang berarti lagi. Tapi ada hal lain yang cukup mengganggu dan menjadi pe-
11
mikiran para petualang. Bagaimana mendapatkan keamanan dan kalau bisa kenyamanan dalam tidur malam ini? Tidur menjadi sangat penting karena perjalanan belum berakhir di titik ini, masih ada besok dan besoknya.
Beberapa backpacker mengambil inisiatif untuk beramah tamah dengan warga sekitar. Membicarakan banyak hal agar dapat akrab dengan warga. Satu misi penting: malam ini bisa tidur di rumah warga tersebut. Banyak motif di belakangnya, bisa karena ingin menekan anggaran, atau karena memang ingin mengetahui banyak tentang kebiasaan, budaya, dan cara pandang masyarakat di daerah yang dia kunjungi. Hal ini kurang lebih mirip dengan cikal bakal terbentuknya Servas dulu, pada tahun 1949. Servas adalah sebuah lembaga Internasional non profit non pemerintahan yang punya misi perdamaian dunia. Bersama Servas, para petualang punya kesempatan berkecimpung di kehidupan sang tuan rumah selama 2 hari. Bob Luitweiler membentuk Servas Internasional dengan fondasinya berupa saling pengertian, toleransi, dan cita-cita yang sama. Ia juga dikenal sebagai seorang penggerak perdamaian.
manfaat dari kedatangan tamunya tersebut. Dia bisa mengeksplorasi budaya dan segala hal di daerah asal si tamu. Dari situ diharapkan kadar toleransi semakin pekat. Secara tidak langsung berkontribusi positif pada perdamaian dunia. Perjuangan Bob menarik minat banyak orang yang punya cita-cita sama. Terus berkembang sampai sekarang Servas punya hubungan yang cukup baik dengan PBB, sebagai salah satu konsultan di bidang ekonomi dan sosial. Namun, ada prosedur yang harus dilalui untuk masuk dalam jaringan Servas. Interview dengan National Secretary (NS) di negara masingmasing wajib dilewati untuk mendapatkan “lisensi� menginap di rumah anggota Servas lain. Sebetulnya prosedur ini bukan mempersulit tapi justru memperlancar keberlangsungan sistem, untuk menyortir orang-orang yang punya isi kepala tidak baik.
Setelah lolos interview, anggota akan mendapatkan Letter of InBob gencar mempromosikan jarin- troduction atau lebih dikenal LOI, gan dan cita-cita yang ingin dicapa- semacam surat pengantar yang inya ke khalayak. Sebetulnya dari ditandatangani. Juga paspor yang gerakan tersebut bukanlah terdistempel khas Servas. Katakanlah bentuk simbiosis parasitisme yang sebagai bukti konkret sudah menmerugikan satu pihak. Tapi justru jadi anggota. mutualisme. Pihak yang, katakanlah dikunjungi, bisa mengambil
12
Cap itulah yang menjadi bukti sah masuk ke rumah 13 ribu anggotanya di lebih dari 100 negara, tentunya dengan persetujuan sebelumnya dari sang empunya rumah. Italia adalah negara yang memiliki anggota terbanyak, hampir 2 ribu orang. Indonesia hanya 43 orang. Pemutakhiran host list cukup rutin dilakukan yang kemudian disebarkan ke seluruh anggota sebagai pegangan untuk mempermudah menapak sudut bumi lain. Kalau mau pergi ke kota di negara tertentu, tinggal cari anggota Servas yang ada di kota itu lalu menghubunginya terlebih dahulu. Puluhan tahun berlalu. Banyak anggota di dalamnya yang sudah semakin dekat sehingga saling berbagi cita. Mereka berpikir untuk tidak hanya berbagi atap dan makanan ke sesama anggota. Maka aktiflah mereka di beberapa kegiatan sosial, sebut saja penggalangan dana untuk korban gempa di Kashmir pada 2005 oleh anggotaanggota Servas Pakistan.
Rasa Baru Jaringan Servas sudah cukup besar, tapi sepertinya orang-orang baru yang ingin masuk Servas merasa rumit dengan persyaratan yang dimintai Servas. Belum lagi kewajiban memberikan laporan
13
singkat ke NS sekembalinya ke negara asal. Maka sejak 2004 lahirlah Couch Surfing (CS). Tidak banyak berbeda tentang dasar pemikiran dan cita-citanya. Hanya saja persyaratan untuk menjadi anggota tidak serumit Servas, tidak perlu interview, tidak perlu cap, dan tidak diwajibkan memberikan laporan singkat. Cukup buka website-nya di www.couchsurfing.org kemudian sign up. “You don’t need a couch to join! As long as you anticipate sharing your couch sometime in your lifetime, or have already shared it, you’re 100% welcome here! Cheers!”
begitulah yang tertera di halaman sign up nya. Setelah mengisi form pertanyaan data diri standar, maka tunailah urusan “administrasi”. Hari itu juga sudah sah dikatakan anggota CS.
Lalu muncul pertanyaan, dengan demikian mudahnya menjadi anggota CS, apa aman menjadi host atau traveler di komunitas CS? Nah, ini perbedaan yang cukup signifikan antara CS dan Servas.
Enam tahun kemudian, didukung teknologi informasi yang semakin mengakar rumput, maka membludaklah anggota CS. Tercatat 1.630.188 couchsurfer dari 234 negara di 69.246 kota. Dalam waktu sesingkat itu, CS berhasil membuat 1.895.658 persahabatan dan menerbitkan 3.027.834 pengalaman positif. Itu yang tercatat, sepertinya masih banyak yang belum tercatat.
CS membebankan tanggung jawab tersebut sepenuhnya pada anggota sedangkan Servas punya sortiran awal di sesi interview. Anggota CS sendiri yang harus melakukan verifikasi apa betul niat orang yang akan mengunjunginya atau dikunjunginya sesuai dengan yang di-cita-citakan. Bisa dilakukan dengan melihat profil orang tersebut di website CS. Di situ juga tertulis komentar anggota lain tentang orang tersebut. Muncullah penilaian. Kalau tidak sesuai, hak besar untuk menolaknya. Fakta bahwa 99,6% anggota mempunyai pengalaman positif mungkin bisa membuat semuanya jauh lebih tenang. Pengalaman menarik dialami Wahyudi Panggabean, salah satu anggota CS. Ia termasuk anggota baru, bergabung pada September 2009. Tamu pertamanya cukup membuat kaget, seorang ambassador CS dari Spanyol. Ambassador bisa dikatakan sebagai pemegang keputusan tertinggi di negaranya untuk perihal CS.
14
Tidak mengapa bagi Wahyu, memang ia terbiasa menerima tamu asing sejak sebelum masuk CS. Servis yang diwajibkan pada host hanyalah tempat yang cukup untuk tidur. Wahyu menerabasnya. Ia memberikan jasa penjemputan dari bandara, kamar ber-AC, makan seadanya, ajakan keliling Jakarta, bahkan sampai PC lengkap dengan jaringan internetnya. Semuanya gratis!
Kanada, kepada kru Backpackin’. Steve menjual rumah, mobil, dan seluruh hartanya untuk keliling dunia selama beberapa tahun. Sangat menyenangkan mengenal budaya dan cara pemikiran yang letaknya puluhan ribu kilometer dari Indonesia walau hanya dua jam. Bisa dibayangkan pengalaman yang didapat Wahyu setelah menerima sekian banyak tamu.
Saudara Tua
Kala Backpackin’ tanya, “Kenapa sampai segitunya?” Dia cuma Satu komunitas serupa yang juga jawab, karena ingin cukup happening di berbagi. “Bonusnya, Indonesia adalah Pada tahun 2000, saya jadi tahu orang Hospitality Club (HC). Veit, seorang Spanyol itu juga maUsianya sedikit lebih pemuda umur 22 kan nasi dan dia putahun mendapatkan tua dari CS. Awal ternya grammer bahasa bentuknya cukup untuk inspirasi mendirikan yang paling susah di membuat sumringah HC setelah dunia. Sekaligus saya kita, warga Indonesia. menghisap dapat bonus latihan Pada tahun 2000, Veit, Bahasa Inggris gratis, ROKOK KRETEK seorang pemuda umur hehe, pengaruh banget INDONESIA. 22 tahun mendapatkan loh….” Bahkan, Wahyu inspirasi mendirikan mengaku, dia bisa HC setelah menghisap sekaligus mengamati perbedaan ROKOK KRETEK INDONESIA. logat Bahasa Inggris dari berbagai Empat adiknya yang kesemuanya negara. mengikuti pertukaran pelajar AFS mendukung Veit sepenuhnya. Baru beberapa bulan saja, Wahyu Maka semakin muluslah perjalanan bisa punya kenalan dari Spanyol, HC. New York, Perancis, dan Kanada, tepat di bawah atap rumahnya Dasar pemikiran dan cita-cita yang sendiri. Sekali waktu, Wahyu mem- digarap tidak berbeda jauh dengan perkenalkan Steve, tamunya dari Servas dan CS. Masuk menjadi
15
anggota HC hampir semudah CS, cukup mengisi form ringkas. Lalu sang pengatur di balik layar HC akan menilainya, apakah calon anggota itu layak dijadikan anggota. Tahap itulah yang membedakannya dengan CS. Setelah dirasa sesuai dengan cita bersama, Voila, silakan langsung menikmati keanggotaan.
Steve
Dengan banyaknya pilihan jaringan silaturahmi tersebut, semoga cita-cita besar perdamaian dunia bisa ikut digodok bersama para backpacker. Demi bumi yang lebih indah dan damai…=)
salah satu tamu Wahyudi
oleh : Muhammad Iqbal foto : Wahyudi Panggabean
16
Resensi Travel Blog: Mata – Mata Dunia
Alamat: www.travelblog.org Di dalam blog yang bersifat open source ini kita dapat melihat berbagai kisah dan foto dari berbagai negara. Kita bisa memiliki teman yang bercerita tentang bagaimana ia menelusuri sungai Mekong dan tertawa melihat anak-anak kecil yang sedang berenang di sana. Ada juga yang bertutur tentang perjalanan panjangnya dari Beijing menuju Ulan Bator, ibukota Mon-
17
golia. Ketika dia serasa akan gila karena bosan karena harus duduk di kereta selama 30 jam! Sistem navigasi sederhana yang ada di dalamnya mudah dimengerti dan sangat spesifik. Kota Solo pun memiliki kategori sendiri yang di dalamnya terdapat tiga belas tulisan perjalanan. Akan mudah menemukan teman yang bercerita tentang kisahnya di tempat tujuan kita. Selain catatan perjalanan, situs ini memberikan informasi hotel, hostel, dan penerbangan. Ambil contoh hostel. Sebutlah Bali, ada 45 Hostel yang punya keterangan lengkap fasilitas apa saja yang ada di sana, tuntunan menuju ke penginapan itu dari bandara, sampai bisa cek harganya pada tanggal yang kita inginkan. Ada 21 kota di Indonesia dan 182 negara yang punya penjabaran sama baiknya.
Menelanjangi Sang ’Naked Traveler’
destinasi sampai hal-hal kecil yang menarik perhatian, seperti pengalamannya dengan berbagai jenis pengemis di India. Trinity membuka kesempatan bagi penulis setipe untuk berkontribusi dalam blog ini. Tentu ada syaratsyarat tertentu. Terbuka kemungkinan tulisan itu akan masuk dalam bukunya berikutnya. Ada satu kelebihan dari blog ini yang tidak akan kita dapatkan dari buku yang telah kita baca tersebut, yaitu interaksi. Ketika menjelaAlamat: www.naked-traveler.com jahi dunia Naked Traveler di dunia maya, lalu kita akan membaca seTentu nama Trinity dan buku Naked suatu yang menarik hati kita, maka Traveler karyanya sudah familiar mudah saja berkomentar. bagi petualang Indonesia. Di situs ini, kita akan menemukan berbagai Trinity cukup sering mengunjungi tulisannya yang dimutakhirkan seblog ini untuk sekedar membalas cara berkala. Sama seperti tulisan- komentar-komentar pembacanya. tulisan di dalam bukunya, dalam Terkadang, ia membahas beberapa blog ini pun Trinity menceritakan pertanyaan juga. Mungkin lewat berbagai pengalamannya selama blog ini kita benar-benar dapat mebertualang, mulai dari pandangan- nelanjangi sang ’Naked Traveler’. nya secara umum tentang suatu
18
Aksesori
Memasak Praktis di Alam Oleh : Ambar Arum
M
emasak di alam menjadi ritual wajib para backpacker ketika menjalankan aksinya terutama di gunung. Peralatan seperti nesting dan kompor sudah pasti ada dalam daftar bawaan para backpacker. Banyak pilihan kompor yang dapat dipilih, seperti kompor parafin, kompor gas, dll.
Ini dia yang namanya Trangia!
Namun kini sudah ada kompor camping dari Trangia yang lengkap dan praktis. Trangia memiliki dimensi antara 25x 15 cm. wujudnya seperti nesting namun berbentuk bulat. Didalamnya
lengkap memuat peralatan memasak ala pelancong seperti kompor, teko, penggorengan, penahan angin, serta nesting itu sendiri yang dapat berfungsi sebagai panci. Kompor Trangia menggunakan spiritus. Api dapat menyala nonstop selama kurang lebih 40 menit. Setelah itu, wadah kompor dapat diisi lagi dengan spiritus untuk melanjutkan penggunaan kompor. Umumnya, para pengguna Trangia membawa spiritus dalam wadah botol air mineral bekas sesuai kebutuhan. Setelah spiritus digunakan, botol air mineral dapat dipepatkan sehingga mengurangi beban dan ruang barang bawaan. Ini lebih praktis ketimbang botol gas yang tetap lebih berat dan lebih menghabiskan ruang sekalipun gas sudah habis, padahal kita akan tetap membawa botol tersebut hingga kita menuruni gunung dan menemukan tempat sampah.
Trangia juga dilengkapi dengan penahan angin yang sangat bermanfaat mengingat kita akan memasak di alam terbuka yang tidak memberikan kesempatan untuk memprediksi kedatangan dan kekencangan angin. Dengan demikian nyala api dapat lebih stabil. Hal ini juga membuat Trangia aman untuk digunakan di dalam tenda, apabila cuaca sedang tidak memungkinkan untuk memasak di luar tenda, misalnya sedang hujan. Di Indonesia Trangia dapat dibeli dengan kisaran harga di atas Rp400 ribu. Memang cukup mahal, tapi sangat layak dan berguna untuk dimiliki para pecinta alam. Trangia bisa didapatkan di toko-toko outdoor di kota besar seperti Jakarta dan di beberapa online shop yang menjual khusus peralatan camping. Tips: berikan tanda khusus pada botol wadah spiritus untuk membedakannya dari botol minuman lainnya. Karena warna air spiritus sama seperti air minum biasa. Apabila ceroboh, maka air spiritus dapat
terminum. Ini berbahaya. Salah satu cara memberi tanda adalah dengan memasukan daun ke dalam botol wadah spiritus sehingga
Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
panci penggorengan stik teko kompor tali pengaman penahan angin
warna air spiritus berubah menjadi hijau.
GALERI
sunrise di Pulau Sempu
Karang Bolong
P
ulau Sempu berada di Jawa Timur, tepatnya di Kota Malang. Perjalanan menuju pulau yang diklaim menjadi salah satu pulau yang masih virgin di Indonesia ini membutuhkan waktu sekitar empat jam dari pusat Kota Malang dengan menggunakan jalan darat. Sebelum menuju Pulau Sempu, kita harus mendarat terlebih di desa Sendang Biru. Perjalanan dari Sendang Biru ke bibir pantai Pulau Sempu membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit dengan menggunakan kapal motor berkapasitas sembilan orang. Tiba di bibir pantai, kita masih melanjutkan perjalanan dengan tracking yang akan memakan waktu selama satu setengah jam. Tracking akan dihiasi riuh rendah kicau burung, teriakan monyet, dan pohon tumbang di sana-sini yang membuat tracking menuju Pulau Sempu jadi tidak terasa berat. Tiba di lokasi kita akan mendapat sajian pancaran cahaya dari Karang Bolong, pasir putih, dan hijau tosca air laut yang membuat suasana Pulau Sempu semakin eksotis. foto : Galih Permadi
Segara Anakan dari atas tebing karang
Catper lagi raib. Diperkosa dua kali. Ada beberapa cara menuju Cirebon. Pertama dengan bus, setahuku ada yang dari Pulogadung. Ongkosnya sekitar 30an ribu (tergantung kelas), perjalanan selama tulisan dan foto : Muhammad Iqbal empat jam. Kedua, menggunakan kereta Cirebon dan Tegal memang buCirebon Ekspres (Ekkan menjadi tempat tujuan utama sekutif dan Bisnis) bisa backpacker. Namun keterbatasan sampai dengan tiga dana menjadi tantangan tersendiri jam saja, tapi biayanya 80 ribu! Itupun baru yang membuat trip biasa jadi lebkelas bisnis. Tentu Aku ih seru. Hanya dengan 186 ribu lebih memilih Arum saja sudah cukup mengarungi 3 Tegal, walau mungkin Keraton di Cirebon, Pantai Alam lebih tidak nyaman Indah dan Guci di Tegal, serta tapi jauh lebih murah. Itulah enaknya sering menjelajahi kehidupan dua kota berkunjung ke website tersebut selama 3 hari. KAI dan punya banyak teman di banyak daerah, jadi bisa mendapat Arum Tegal. Satu var- 13 ribu. Pecahan dua banyak pilihan. ian kereta ekonomi puluh ribuanku dituTepat empat jam Aku yang baru pertama kar dengan sebuah sampai Cirebon. Aldi, kunaiki. Beranjak dari tiket, sebuah kupon Pasar Senen (Jakarta) PMI, dan uang 6 ribu. kawanku, sudah siap pukul 15:19, menuju Petugas memperkosa dengan motornya di depan stasiun. SebeTegal di akhir Desem- seribuku tanpa izin, ber 2009. Empat bedisumbangkan ke PMI. lumnya memang Aku minta tolong untuk las ribu rupiah. Aku Setelah berlalu, Aku pesan turun di Cirebaru sadar kupon PMI dijemput, selain karena sudah malam dan bon Prujakan, lebih hanya senilai lima ratidak hapal daerah murah seribu menjadi tus. Berarti lima ratus
CIRE GAL
23
Cirebon, juga untuk pengiritan, hihi. Menginap di rumah Aldi juga termasuk pengiritan, apalagi makan malam dan makan pagi keesokan harinya pun disediakan oleh keluarganya. Bahkan Aku diantar dari rumahnya ke keraton yang akan kukunjungi. Merasa tidak enak, kuisikan bensin motornya, sepuluh ribu rupiah. Ada tiga keraton di kotamadya Cirebon, yaitu Kacirebonan, Kasepuhan, dan Kanoman. Letak ketiganya saling berdekatan, hanya berselang sekitar 1 km.
Kacirebonan yang ku- kuncen keraton. Dia kunjungi pertama. Sepi membuka setiap ruansekali. Aku adalah gan yang ingin kulihat. pengunjung satu-satBanyak kursi antik unya. Seterlihat, orang Ibu seakan “Dulu, orang yang tua sedikit rapuh mesudah dibunuh kata nyangga mengham- dengan keris ini dirinya piriku dan rambutnya dipotong sendiri. mengajak sebagian untuk Dalam masuk ke ditempel di pangkal satu lemari dalam ru- keris.� kaca, ada angan gekumpulan lap berdeuang rubu dengan foto raja piah zaman dulu yang nyengir. Kalau tidak masih menggunakan ada plang Keraton, satuan sen, baik kertas tempat itu lebih mirip maupun logam. Salah rumah hantu. Perabot- satu ruangan memuat perabot tua sudah perabot musik. Namun duduk manis di teras yang kukenal cuma dan di dinding. Ibu tua gamelan, selebihnya tersebut bisa dibilang masih alat musik pukul tapi entah namanya. Di belakang bangunan keraton, rupanya ada aktivitas latihan alat musik tradisional. Mudimudi inilah yang akan
Guci dari atas bukit
24
Mudi-mudi berlatih musik tradisional di Keraton Kacirebonan
meneruskan budaya musik lokal. Menjelang pulang, Aku diminta mengisi buku tamu. Ibu tua tadi memberikan selembar kertas tentang sejarah Keraton Kacirebonan. Kutanya, “Untukku?” Dia mengangguk. Aku selipkan 6 ribu rupiah di buku tersebut. Sepertinya Ibu itu cukup senang menerimanya. Tidak seperti Kacirebonan, Keraton Kasepuhan punya tarif khusus. Tiga ribu rupiah untuk manusia dan dua ribu rupiah untuk kamera. Tempatnya cukup ramai, rapi, dan luas. Wajar kalau tarif ditetapkan. Beruntung, waktu itu
25
Aku datang ketika keris-keris koleksi keraton sedang dibersihkan. Ada kemenyan berasap dan potongan-potongan jeruk nipis yang bertaburan di sekeliling mereka yang sedang membersihkan. Ada satu keris yang pada pangkal bawahnya ada juntaian rambut. Aku tanya, “Itu apa mas?” Dijawab, “Dulu, orang yang sudah dibunuh dengan keris ini rambutnya dipotong sebagian untuk ditempel di pangkal keris.” Kok terdengar sarkastik ya? Rehat sejenak, Aku menuju ke tempat rekomendasi kawanku, kumpulan kios untuk
“moci”. Moci adalah budaya minum teh dari Tegal. Teh yang digunakan jenis tubruk. Dimasukkan dalam poci dari tanah liat. Tahukah kawan, poci yang digunakan tidak pernah dicuci! Sambil meracik, penjual teh poci itu berkomentar “Makin berkerak hitam makin nikmat mas.” Memang betul, bagian dalam poci itu kelam stadium empat! Gula yang digunakan adalah gula batu. Baru kali ini Aku melihat ada jenis gula ini. Bentuknya seperti bongkahan kristal sebesar telur puyuh, memenuhi gelas yang juga dari tanah liat. Gelas itu tak lebih besar dari gelas belimbing. Kalau kebiasaannya begini, hatihati diabetes kawan. Satu poci berharga lima ribu rupiah. Cukup menyenangkan rehat sambil moci. Aromanya, rasanya, menenangkan sekali. Orang Tegal akrab dengan teh Wasgitel: wangi, sedap, legi,
kentel. Lanjut ke Keraton Kanoman. Letaknya di tengah-tengah pasar Kanoman. Bayangkan keraton di tengahtengah pasar! Betul, sangat tidak nyaman. Tempatnya juga kotor, kurang terawat. Koleksinya tidak terlalu banyak. Tidak ada alasan kuat untuk berlamalama di dalamnya. Sudah sore, dalam itinerary-ku, malam ini sudah harus sampai Tegal. Segera bergegas membeli 2 kg jeruk untuk oleh-oleh Aldi dan keluarga, lalu beranjak menuju terminal Cirebon. Pengamen di terminal Cirebon menyebalkan. Selama bus ngetem sekitar setengah jam, ada sekitar 10 pengamen. Naik turun tanpa jeda. Minta dengan memaksa. Dia colek-colek. Calo bus pun tak jelas, tarif berbeda tiap penumpang. Tadinya Aku ditembak dua puluh ribu untuk sampai Tegal. Kutawar, akhirnya sampai
di angka sebelas ribu. Perjalanan bus tidak sampai dua jam. Sebelumnya, Aku sudah janjian dengan kawanku untuk dijemput di halte depan Mal Pacific, mal paling besar di Tegal. Aku diajak tidur di masjid. Tapi sebelum tidur, Aku mampir di warung terdekat untuk makan nasi Lengko, makanan khas Tegal. Semacam pecel, tapi unsur sayurannya lebih sedikit. Cuma ada tahu, tempe, dan tauge yang dibaluri bumbu kacang. Ditemani minuman jeruk hangat Aku cukup membayar tujuh ribu. Sebelum matahari bersinar gagah keesokan harinya, Aku sudah keluar menuju pasar pagi untuk hunting teh tubruk tradisional. Merk-merk Poci, Tong Tji, Guji, Gopek, Pecco, 2 Tang dapat dengan mudah ditemukan. Kalau di Jakarta sulit sekali mencarinya. Sekali lagi dengan bendera pengiritan,
Aku memilih jalan kaki. Walau berjarak 2 km menuju pasar ini, tak apalah. Kalau naik becak akan kena sekitar 10 ribu. Sayang. Hehe. Menuju Pantai Alam Indah (PAI) Aku juga berjalan kaki, sekitar 2 km lagi dari pasar pagi. PAI adalah pantai yang paling bagus di Tegal. Tapi biasabiasa saja menurutku. Cuma ada satu yang spesial, yaitu restoran di tengah pantai, di atas kapal besar. Tapi sekarang, pukul delapan pagi, belum buka. Menuju kapal tersebut, ada jalan khusus yang terbuat dari kayu, panjangnya sekitar 100 meter menuju laut. Di ujung jalan ini angin cukup kencang. Lampu-lampu antik dipajang di pinggir jalan tersebut, berderet rapi. Sepertinya indah kalau malam. Satu tempat yang katanya jadi objek wisata andalan di Tegal: Guci. Merupakan nama satu wilayah 40 km di selatan Tegal, tetangg-
26
anya gunung Slamet. Menuju ke Guci, pertama dengan bus kecil tujuan Bumiayu turun di Yomani. Busnya aneh, hanya enam belas tempat duduk. Sebagai perbandingan, Metro Mini punya lebih dari dua puluh tempat duduk. Tarifnya lima ribu rupiah dengan lama perjalanan satu jam. Dari Yomani, lanjut dengan bus macam itu lagi, menuju Tuwel. Perjalanan setengah sampai satu jam. Jalannya menanjak, menyenangkan sekali. Jalannya sudah aspal mulus, dua jalur. Kanan kiri jalan selalu menghidangkan pepohonan dan gunung. Sesekali saja bata dan beton. Di Tegal, jarang yang menggunakan Bahasa Indonesia. Bahasa Tegal adalah bahasa Jawa blekok-blekok, istilahku. Banyak terdengar huruf “k” yang di-qolqolah-kan dan banyak apostrof. Setiap kalimat bagiku
27
selalu terdengar menggantung, seperti belum habis terucap. Di perut bus, kondektur bicara padaku setelah kuberi lima ribu, “bla bla…blekok-blekok…. bla bla...PITUNGEWU MAS… blekokblekok…” Cuma dua kata yang kutangkap, PITUNGEWU MAS. Untungnya ini terdengar seperti inti kalimatnya. Aku ingat wong pitu. Tujuh. Mungkin tujuh ribu. Kujawab, ”Limangewuooo.” Agak ragu, apa lima dalam bahasa Jawa lima juga ya? Di akhir kalimat, Aku panjangkan dengan lambaian “ooo”. Demikian yang sering kudengar dari Falakh, kawan kuliahku yang dari Tegal. Kuikuti saja. Tuwel adalah titik terakhir sebelum menggapai Guci. Satu-satunya transportasi umum yang bisa dipakai adalah pick up. Warga Guci dan sekitarnya mengandalkan pertanian sebagai motor ekonominya. Pick up
mereka gunakan untuk mengangkut hasil pertaniannya. Jangan heran kalau tiap lima menit ada pick up yang lewat sehingga dijadikan alat transportasi umum, walaupun plat hitam. Ongkos pick up TuwelGuci sebesar sepuluh ribu. Tak perlu bayar tiket masuk Guci lagi. Jaraknya sekitar 6 kilo. Kacang tanah, wortel, dan kol melambai sepanjang perjalanan. Gunung Slamet mengintip lewat kabut tebal di sebelah kiri. Gunung Traju di sebelah kanan. Aku babak belur diberikan pemandangan hijau menenangkan. Sayang tidak kutawar lebih jauh. Geram sekali mendengar informasi warga bahwa tarif pick up itu standarnya 3 ribu saja. Terakhir Aku baru tahu, masalah tawarmenawar, dengan orang Tegal, jangan tanggung-tanggung. Jangan percaya orang yang baru dikenal,
coba konfirmasikan dengan orang lain. Sampai di Guci, ramai sekali. Kebetulan memang sedang libur natal. Aku cuma merendam kaki setengah betis, rileks, layaknya diurut. Sensasi kontrakafein terpapar ke seluruh tubuh meresap sampai ke jaringan saraf. Air yang lewat tidak satu suhu. Kadang dingin, kadang hangat, tapi tidak pernah panas. Merasa tidak puas hanya merendam betis, Aku menuju bukit, hanya jalan setapak kecil yang tersedia. Menanjak sekitar 300 meter dari pemandian air panas yang jenuh
Jangan pernah lewatkan moci di malam hari. Di jalan Ahmad Yani, setiap malam berjamuran lapak kaki lima. Sekitar 30% nya punya fasilitas moci. Di Tegal, teh jauh lebih favorit daripada kopi.
Keris berbulu di Keraton Kasepuhan
manusia itu. Lebih punya fasilitas moci. Di nikmat menikmati Guci Tegal, teh jauh lebih dari atas sini. Tanam- favorit daripada kopi. tanaman warga berGula batunya betulderet rapi. Syahdu luar betul eksotis. Teh yang biasa. dimasukkan ke daKembali ke Tegal. lam gelas makin lama Malamnya Aku bermakin manis seiring jalan menuju alunlarutnya gula. Mungalun. Di manapun kin mirip perjuangan itu, yang namanya hidup, pahit di awal, alun-alun selalu ra(semoga) manis di mai lancar. Seluruh akhir…=) iklan di sekelilingnya adalah iklan teh. Bahkan ada yang namanya Taman Poci. Pengeluaran: Tegal (Senen-Prujakan) 14.000 Sebegitu cintanya Arum Bensin 10.000 masyarakat Tegal Sumbangan di Kacirebonan 6.000 Tarif 1 orang+ 1 kamera 5.000 dengan teh. Jeruk 2 kg 20.000 Jangan pernah Angkot (Kanoman-rumah Aldi) 3.000 Angkot (rumah Aldi-terminal Cirebon) 2.000 lewatkan moci di 11.000 malam hari. Di jalan Bus Cirebon-Tegal Ongkos mal Pacific-Guci PP 35.000 Ahmad Yani, setiap Makan 5x 35.000 Moci 4x 20.000 malam berjamuran Becak (masjid-stasiun) 10.000 lapak kaki lima. Arum Tegal (Tegal-Senen) 15.000 Sekitar 30% nya TOTAL 186.000
28
On The Spot
Jalan Jaksa: 400m untuk Seluruh Dunia oleh : Jeremy Gemarista foto : Galih Permadi Hari ini pukul 8 pagi, Jakarta telah ramai dengan kesibukannya. Wilayah Sudirman – Thamrin sebagai pusat kegiatan bisnis Ibukota pun telah memulai perputaran uangnya. Namun, coba lihat sebuah jalan yang mendunia, jalan sepi yang padat ketika matahari tergelincir, Jalan Sabang namanya. Bangkok punya Khao San Road. Bali punya Jalan Kuta. Jakarta tidak akan pernah mau kalah, ada pula yang namanya Jalan Jaksa. Namun, ehem, mungkin pernyataan dari seorang blogger asing berikut agak membuat dagu kita menunduk: “On Khao San, you can’t escape the neon signs and seizure-inducing strobe lights. On Jalan Jaksa, all they have is one sad looking banner spelling out the name of the street in sagging and half burnt-out Christmas lights. On Khao San, everyone drinks like it’s New Year’s. On Jalan Jaksa, everyone drinks because if they stop drinking, they’ll remember they’re on Jalan Jaksa.” Haha. Agak menggelikan. Tapi, sudahlah, mungkin penulisnya orang Jerman yang hobi mabuk. Kita bu-
29
kan bangsa pemabuk, bukan? Jalan Jaksa terletak tepat di jantung kota, dekat dengan pusat perbelanjaan Sarinah. Cukup berjalan kaki 5 menit dari Stasiun Gondangdia. Juga tidak jauh dari Stasiun Gambir, salah satu stasiun terbesar di Indonesia. Bertetangga dengan Pusat Jajanan Jakarta: Jalan Sabang. Apabila kita menelusuri Jalan Jaksa, kita tidak akan menemui banyak perbedaan dengan jalan-jalan lainnya, terutama di siang hari. Kecuali, kita akan sesekali berpapasan dengan ‘bule’ di trotoar dan melihat beberapa dari mereka sedang asyik membaca Jakarta Post dan meminum secangkir kopi di dalam kafe sepanjang Jalan Jaksa. Selain di Jalan Sabang, Jalan Jaksa sendiri juga memberikan banyak pilihan makanan, mulai dari indomie
rebus dan nasi uduk dengan harga Rp5 ribu sampai rumah makan yang harganya berkisar Rp15-25 ribu. Harga yang sangat masuk akal dan terjangkau. Apalagi untuk sebuah daerah yang menjadi kawasan wisatawan mancanegara (wisman). Sebuah gedung yang lebih mirip yak negara lain lebih lengkap dari rumah dengan bilboard besar bertu- koleksi Gramedia Matraman sekaliskan “Media of Tourism’s” bisa lipun. Beberapa buku yang tampak, menjadi sumber informasi bagi se- yaitu The Fight Club karya Chuck luruh wisman. Gedung tersebut ada Palahuik, Love in The Time of Cholberkat kerja sama era karya Gabriel empat perusahaan Garcia Marquetz. Kisah Jalan Jaksa yang wisata. Segala jenis Mudah menemukan sebenarnya dimulai pada informasi wisata ada buku-buku berbatahun 1968. Seorang di situ. Penerbanhasa selain Bahasa pria bernama Nathanael Indonesia dan Bagan domestik dan Lawalata yang menjabat hasa Inggris. Uniknya paket dari Travel Agent bisa deal sebagai Sekjen Indonesia lagi, buku yang dibeli di tempat itu juga. Youth Hostel Association di toko ini bisa diTelepon umum dan membangun beberapa jual kembali dengan warnet pastinya harga 50% dari pemkamar di rumah yang juga ada. Standar belian. Barter buku mereka tinggali untuk tarif warnet di Jalan merupakan hal yang disewakan. Jaksa adalah Rp10 wajar di sini. ribu per jam. Sejarah Jalan Jaksa Jaksa Cinthiya Book menjadi salah satu ciri khas Jalan Sabang. Walau Disebut Jalan Jaksa karena jalan tidak semegah Gramedia, tapi tersebut adalah tempat tinggal mungkin koleksi buku dari Inggris, siswa-siswa sekolah hukum (ReBelanda, Jerman, Swedia, dan ban- chts Hogeschool) pada masa ko-
30
lonial. Namun, kisah Jalan Jaksa yang sebenarnya dimulai pada tahun 1968. Seorang pria bernama Nathanael Lawalata yang menjabat sebagai Sekjen Indonesia Youth Hostel Association membangun beberapa kamar di rumah yang mereka tinggali untuk disewakan. Hostel itu adalah penginapan pertama yang berdiri di Jalan Jaksa, namanya Wisma Delima.
Kisah Backpacker di Jalan Jaksa
Backpackin’ mencoba mendalami opini seorang wisman yang sedang bertempat di Jalan Jaksa. Gadis berkebangsaan Jerman itu bernama Katrina. Suatu hari dia melakukan sebuah perjalanan ke Kuba dan bertemu dengan seorang pria dari Spanyol bernama Ruben. Mereka pun berjanji untuk melakukan perjalanan bersama mengelilingi Tamu pertama dari Wisma Delima Asia Tenggara suatu hari nanti. adalah sepasang backpacker yang Petualangan dimulai. Saat Backmengetahui tempat tersebut dari packin’ menemui mereka, pada database International Youth Hostel awal 2010 kemarin, telah empat buAssociation. Padahal pada saat itu lan mereka melintasi negara-negaWisma Delima masih dalam tahap ra anggota ASEAN. Laos, Vietnam, pembangunan dan belum ada kadan Thailand telah mereka jelajahi. mar yang siap untuk menampung Hari itu mereka baru saja tiba di mereka. Tapi kedua backpacker Jakarta dari Phuket. tersebut berkata bahwa mereka Tak langsung memutari jalan Jaksa hanya butuh lantai untuk tidur. Ituuntuk mencari tempat menginap, lah kisah awal dari jalan Jaksa yang dengan memanggul ransel besar kita kenal sampai saat ini. di punggungnya, mereka mencari tempat duduk di kafe untuk ma-
Pemandangan siang hari di Jalan Jaksa
kan. Katrina menunggu selama Ruben mencari penginapan.
Ruben di dalam kamar sederhananya,
Sebenarnya tidak sulit untuk mencari penginapan yang murah di tempat itu, hanya berjalan sepuluh sampai lima belas menit pun kita sudah dapat menemukan beberapa tempat yang menyediakan kamar. Tapi entah kenapa Ruben selalu keluar dari penginapan dengan muka kecewa. Berikut wawancara singkat Backpackin’ dengan mereka: Backpackin’ (BP): Bagaimana menurut kalian tentang kualitas penginapan di Indonesia?
Katrina: Kami rasa tidak terlalu bagus. Sebagai contoh di Laos dan Vietnam, dengan 8 Euro (setara dengan Rp100 ribu), kami mendapat kamar dengan fasilitas yang bagus dan tempat yang bersih. Sedangkan disini dengan harga yang sama, kamarnya tidak terlalu nyaman karena kotor dan tidak punya fasilitas yang memadai seperti lemari pakaian.
BP: Ruben, kenapa sih sulit sekali buat kamu untuk menemukan kamar? Walaupun sebenarnya harga tidak terlalu bermasalah bukan?
Wisma Delima bisa dibilang menjadi yang paling dikenal di Jalan Jaksa. Wajar saja, karena wisma inilah yang menawarkan jasa akomodasi pertama kali bagi wisatawan asing Ruben: Hmmm.... tidak bagus. di Jalan Jaksa, seperti dijelaskan di Karena selain tempatnya yang koatas. Empat belas kamar tersedia di tor, saya merasa tempatnya kurang dalamnya. Kamar dengan dua kanyaman dan aman. Selain pakasur dihargai Rp50 ribu sedangkan ian, di dalam ransel ini pun terdapat kamar satu kasur Rp30 ribu. notebook dan beberapa benda berharga lainnya. Saya ingin tempat Nick’s Hostel punya harga yang yang saya tinggali bisa membuat cukup bersaing. Kamar dengan saya merasa aman dan nyaman. kipas angin dan kamar mandi daMungkin kalau saya hanya tinggal lam dibandrol Rp65-70 ribu. Kamar selama satu atau dua hari di sini, ber-AC dengan kamar mandi di luar saya tidak akan bermasalah dendibandrol Rp70 ribu. Kalau mau gan kualitas penginapan tersebut. pengiritan, bisa menyewa kamar Tetapi saya akan tinggal di sini se- dengan 4 kasur, kipas angin, dan lama beberapa hari dan saya mau kamar mandi dalam, per orang hanpenginapan itu....... yaaa tau lah. ya Rp20 ribu. BP: Dan kamu tidak merasa kalau penginapan – penginapan di jalan Jaksa bisa memberikan hal tersebut? Ruben: Hmmmm..... Tidak. Rp20 Ribu per Malam Berani mengatakan pusat mendaratnya backpacker dunia, berarti berani memberikan fasilitas penginapan murah. Sepanjang jalan, ada lima hotel dan delapan hostel/wisma. Tiga yang akan dibahas sekilas: Wisma Delima, Nick’s Hostel,d an Tator Hotel.
33
Menarik memasuki Tator Hotel. Tator adalah singkatan dari Tanah Toraja yang terkenal dengan kuburan batunya itu. Kamar dengan fasilitas kasur besar, AC, kamar mandi dengan air panas dihargai Rp110 ribu. Berkurang Rp5 ribu kalau fasilitas air panasnya dihilangkan. Kamar standar dengan kasur besar, kipas angin, dan kamar mandi dihargai Rp90 ribu. Dengan fasilitas sama, kalau kasur single, harganya menjadi Rp70 ribu. Penyejuk udara menjadi fasilitas wajib di Jalan Jaksa. Mungkin karena kebanyakan wisman berasal dari
negeri empat musim. Kalau kita bermain ke blog wisman yang berbicara tentang Jalan Jaksa, dengan mudah kita akan temukan keluhan panas begitu mengganggu. Juga keluhan tikus dan kecoa yang berkeliaran di waktu malam. Festival Jalan Jaksa Sudah menjadi agenda tahunan, Pemerintah Kota Jakarta mengadakan festival di sepanjang Jalan Jaksa. Biasanya berlangsung berhari-hari. Di dalamnya, kita bisa melihat seni dan kebudayaan Betawi, mulai dari tari bandar Jakarta, wayang barata, hingga Wisma Delima, wisma perlayar tancap. Kata tama di Jalan Jaksa, “Gratis” menjadi gula bagi warga Jakarta untuk menikma- festival. Kritikannya tidak jauh dari ti festival ini. Para backpacker tentu kenyataan yang ada, bahwa terjadi tidak akan melewatkannya. perubahan karakteristik Jalan Jaksa karena banyak wisman yang meLonely Planet Indonesia menyenenggak minuman keras di pinggir butkan festival ini selalu ada tiap jalan, musik hidup di sejumlah tembulan Agustus. Namun, tahun 2009 pat, dan adanya kekhawatiran kakemarin, festival berlangsung sejak wasan itu menjadi tempat prostitusi. pertengahan Juli. Gubernur diberi Ya, betul Pak. Budaya timur harus kesempatan untuk menyampaikan tetap kita pertahankan. sambutannya dalam pembukaan
34
Tokoh
Nancy Margaretha CS Melebihi Google dan Lonely Planet
Dua wadah berbagi komunitas backpacker dunia yang paling happening sekarang, yaitu Couch Surfing (CS) dan Hospitality Club (HC) tentunya punya semacam perwakilan di tiap negara. Pun untuk Indonesia. Nancy Margaretha dipercayakan dalam keduanya, menjadi satu-satunya Country Ambassador for Indonesia untuk CS dan satu dari dua Local Coordinator Volunteer (LCV) untuk HC. Pastinya banyak cerita dari Nancy tentang jaringan silaturahmi di Indonesia dan dunia. Maka Backpackin’ memadatkannya dalam perbincangan berikut: Backpackin (BP): Sampai punya jabatan segitu tingginya, pasti sudah banyak orang yang datang berkunjung ke rumah? Nancy Margaretha (NM): Rekor saya menerima tamu itu di awal 2009 dengan 3 hari berturut-turut kurang lebih 130 tamu datang dan pergi dari dalam dan luar negeri. Waktu itu saya memang membuka rumah karena tradisi open house awal tahun. Waktu open house itu, ada yang bikin saya terharu biru menangis. Seorang anggota dari Sulawesi mampir ke rumah karena mau hadir. Butuh tekat kuat buat anggota Indonesia bisa menyebrang lautan hanya karena ingin bersilaturahmi
35
dengan orang yang sama sekali asing (saya). Kalau tamu luar kebanyakan dari Eropa. Tamu dari dalam biasanya seputaran Jawa dan Sumatra.
Jakarta. Saya cuma melongok nggak percaya.
BP: Seru nih kalau bisa dengar pengalaman paling menyenangkan dan menyebalkan selama jadi host?
NM: Tahun 2007, ada pengalaman menarik di Italia yang menginspirasi saya membangun jaringan silaturahmi di Indonesia. Iseng-iseng saya melamar jadi City Ambassador (duta nusa). Saya percaya konsep every member is an ambassador of any organisation, jadi tanpa status ambassador pun saya sudah berniat jadi sukarelawan. Di akhir 2007, saat sedang melakukan trip sepanjang jalur selatan Australia, saya mendapat berita pengajuan lamaran saya diterima dan sepulang ke rumah (2008) saya belajar tentang menjadi duta nusa lalu mengadakan acara silaturahmi resmi CS pertama yang sesuai konsep CS (open house) di tempat saya sendiri.
NM: Menyenangkan ketika saya duduk di teras rumah, minum teh dengan 10 tamu berbeda ketika berbicara tentang satu negara/tempat yang sama. Keragaman informasi dan pengalaman mereka lebih hebat daripada Google atau Lonely Planet sekalipun. Dan itu gratis :) Yang menyebalkan kalau lihat tamu yang datang dan berharap konsep jaringan silaturahmi seperti hotel service. Terutama traveller barat yang memandang keramahan Asia seperti penyembahan dan perbudakan. Susahnya, orang Indonesia punya budaya ‘tamu adalah raja’. BP: Kalau selama jadi traveler? Pernah ada host yang servis habis-habisan mungkin? NM: Tahun 2007 awal saya di jemput dengan Porsche dari Munich Jerman dengan host saya yang tinggal di Innsburck Austria. Itu sama dengan jauh-jauh di jemput dari airport changi di Singapura ke
BP: Gimana ceritanya bisa terpilih jadi Country Ambassador CS?
BP: Di Indonesia, peningkatan jumlah anggota CS seperti apa? NM: Sejak tahun 2005 jaringan silaturahmi Indonesia bisa dibilang mati. Host-nya itu-itu saja dan tamu tidak bergerak dari statistik 200300 member lokal dengan 100-an traveller (tamu). Pertengahan 2008, Marina Silvia K mengeluarkan buku Euro Back
36
Pack Backpacking Eropa 6 bulan dengan 1.000 dollar sebagai tulisan pertama berbentuk buku yang mengulas jaringan silaturahmi. Padahal cuma satu kata CouchSurfing.com dari ratusan halaman bukunya, tapi dampaknya luar biasa. Kami, para duta, dibanjiri ribuan anggota baru. Tahun 2009, bersama sukarelawan lainnya, formula-formula pengembangan komunitas sudah berjalan sendiri. Akhir tahun 2009 malah kompas mengulas satu halaman penuh ttg CS. BP: Begitu gampangnya masuk jadi anggota CS dan HC, janganjangan di dalamnya jadi ajang cari kawan? NM: CS memang ajang cari kawan atau teman seperjalanan. Yang perlu diketahui, pertama, CS bukan komunitas Friendster atau Facebook yang menunjukkan keabsahan Anda memiliki teman TANPA Anda pernah bertemu secara langsung. Jadi nggak ada tuh yang namanya punya friendlist puluhan ribu sampai harus pakai account Nancy satu, Nancy dua‌. Kalau ada yang begitu berarti bohong besar. Admin CS biasanya menyelidiki keabsahan profil seperti ini di CS. Yang kedua, CS bukan website biro jodoh. Terus terang saya bilang, kalau cuma mau cari bule
37
untuk dikawinin lewat CS, silakan berhadapan keras dengan saya. Saya tidak setuju misi-misi tersembunyi yang hanya mempermalukan derajat bangsa seperti itu. Yang ketiga, CS itu bukan komunitas monetary exchange. Ini organisasi nirlaba. Apapun bentuk penipuan dan komersialisme yang tidak sejalan dengan konsep jaringan silaturahmi di CS pasti ketahuan dan kami sudah ada aturan khusus dengan pelanggaran komersialisme dalam komunitas. Saya rasa justru inilah yang membuat CS di percaya bertahun-tahun di seluruh dunia. BP: Saya dengar, ada rencana mau menerbitkan buku ya? NM: Betul, saya sedang persiapkan buku traveling keliling Eropa dengan budget 500 ribuan/bulan. Ini bukan buku traveling yang menceritakan tempat dan seterusnya. Lebih kepada motivational book bahwa segalanya mungkin. Dalam buku ini, konsep jaringan silaturahmi cukup lengkap saya tuliskan, termasuk yang ada dalam pertanyaan di wawancara ini. BP: Wah, menarik banget. Kami tunggu jatah untuk medianya, hehe. oleh Muhammad Iqbal sumber foto: Nancy Margaretha
38
Tips
Camping Bareng Anak-Anak ”Apa ngga ribet tuh? Kan mereka masih kecil?” ”Kepengen sih, tapi gimana caranya ya? Kan mereka udah kebiasaan dilayanin kalo ngapa-ngapain. Apa bisa ajak mereka jalan jauh dan masak sendiri?” Jawabannya, bisa! Sebagian orang merasa kalau sudah memiliki anak akan ribet melakukan aktifitas backpacking. Padahal sesungguhnya, berpetualang dengan anakanak di alam bebas
justru akan menjadi pengalaman yang menyenangkan, bermanfaat, dan anak-anak pasti menyukainya! Meskipun harus berjalan lebih jauh dari biasanya, dan mem-
39
bawa barang lebih berat dari biasanya, anak-anak memiliki semangat yang sangat tinggi untuk berpetualang. Apalagi kalau dilakukan di alam bebas yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya. Anakanak selalu suka dengan hal-hal yang baru. Hutan, pohon, rumput, air terjun, semua itu akan menjadi taman bermain baginya, menyehatkan bukan?
yang jauh, membawa tas ransel sendiri, dll. 2. Bangun tenda di halaman rumah atau di dalam rumah dan ajak anak Anda untuk tidur di sana agar ia terbiasa dengan ‘tempat tidur’ barunya di alam bebas nanti.
3. Biarkan anak-anak melakukan apa yang Anda lakukan ketika backpacking, seperti membawa ranselnya sendiri (dengan berat Berikut ini adalah hal- yang wajar tentunya), hal yang perlu diperha- mendaki sendiri, ikut tikan ketika mengajak membangun tenda, dan lain sebagainya. anak-anak backpacking (untuk usia 6 – 16 Membatas-batasi mereka hanya akan memtahun): buat anak jadi manja dan Andapun jadi re1. Lakukan latihan pot. Hanya saja bersederhana sebelum siaplah untuk istirahat berangkat, seperti lebih lama dan lebih membiasakan anak jalan kaki dengan jarak sering ketika melaku-
kan perjalanan jauh. Berikan anak Anda waktu yang cukup untuk istirahat ketika mereka merasa lelah.
aktifitas ini juga dapat melatih kemandirian dan kepercayaan diri anak. Berpetualang di alam juga baik untuk kesehatan, sekaligus 4. Bersemangatlah! menambah wawasan Tularkan juga seman- dan menumbuhkan gat itu ke anak sehrasa cinta akan alam ingga rasa lelah akan sejak dini. Jadi, tunggu terlupakan oleh mere- apa lagi? Ayo ajak ka. Persilakan mereka anak anda kemping untuk mengajak teman bersama! jika mereka mau. Teman akan dapat mem- Beberapa rekomenbuat perjalanan jadi dasi tempat untuk lebih bersemangat dan kemping sekeluarga: tidak membosankan 1. Lido, Sukabumi bagi mereka. 2. Taman Nasional Gunung Halimun 5. Libatkan anak3. Sukamantri, Bogor anak dalam mengambil keputusan. Seperti menentukan barang apa saja yang akan Lakukan latihan se dibawa ketika packing, derhana sebelum berangka memilih tempat untuk t Bangun tenda di ha laman membangun tenda, dll. rumah dan ajak an ak Anda Dengarkan pendapat untuk tidur di sana mereka. Biarkan anak-ana Mengajak anak-anak camping bersama memiliki banyak sekali manfaat. Selain mempererat hubungan antara Anda sekeluarga dengan alam,
k melakukan apa yang And a lakukan Tularkan semanga t ke anak Libatkan anak-ana k dalam mengambil keputu san
Sumber: http://www.rei.com/expertadvice/articles/backpacking+kids.html
40
Info BI
Meresmikan Backpackin’ Seorang pramusaji sigap merapikan meja panjang di lantai dua Rumah Makan Warung Desa Dua deret bangku berjejer rapi. Di atas meja sudah tersedia makan malam penggugah selera: kakap asam-manis, sayur kangkung, gurame goreng, juga beberapa mahluk laut lainnya. Para pemangsanya adalah kami, para anggota Backpacker Indonesia (BI). Ini kali kesekian BI mengadakan kumpul-kumpul di Jalan Sabang, Jakarta.
dengan wujud PDF, agar mudah diunduh. Tiga puluh dua kepala hadir malam ini. Pukul 20.00 WIB acara dimulai, telat satu jam karena asyiknya berIde majalah ini tercecengkrama satu sama tus oleh Jeremy Gelain. Tawa terdengar marista. Kemudian tak dari sana-sini. Yang di perlu ia susah-susah ujung sana berteriak menggaet tim redaksi, pada yang di ujung karena tak sedikit sini. Namun, semuanyang ingin menyumya memperhatikan bangkan tulisannya ketika Jeremy memulai ke Backpackin’. Tim acara dengan perkeakan-maredaksi lalu terisi oleh nalan E-Zine (electronkan pada 12 orang. Sudah ada ic magazine) kami. rembulan pembagian tugas yang 22 Desem- jelas di dalamnya. Sebuah LCD besar ber kali ini bukannya Lalu di sinilah kami di dinding memperlitanpa tujuan. Kami di sekarang, membuktihatkan satu per satu sini untuk meresmikan kan bahwa kami bisa. halaman E-Zine. Mulai Backpackin, sebuah Backpackin muncul dari Cover, Editorial,
M 41
majalah elektronik godokan BI. Lima gerhana kami habiskan untuk mengonsepnya semenarik dan seinformatif mungkin.
Catper, sampai Info. Sebelum itu, Jeremy juga memperkenalkan masing-masing anggota redaksi. Air muka kami sangat menunjukkan kelegaan. Senyum selalu tersungging dan wajah kami sumringah. Perkenalan E-Zine disambut cukup baik. Support dari kawankawan lainnya serasa oase bagi kami. Setelah itu, acara diambil alih oleh Nizar. Nizar adalah salah satu anggota tim redaksi. Acara ini dijadikannya ajang perpisahan karena dirinya akan pindah ke negeri adidaya nun jauh di sana. Tanpanya, tak akan ada acara makan-makan enak, hihi. Menyadari kenyataan akan berpisah dengan Nizar, kami bukannya menunjukkan wajah sedih. Beberapa orang mulai ber-shalawat dan kami mulai berbaris. Bersalam-salaman ala hari raya Idul Fitri!
Nizar yang awalnya memasang raut kesedihan, seketika tertawa. Walaupun terpisah jauh, kami yakin akan bertemu lagi dengan Nizar. Perpisahan Nizar diakhiri dengan bunyi piring yang recok dengan sendok-garpu. Beberapa kali tambah es teh manis. Suasana terasa sungguh hangat. Dua jam terasa terlampau cepat. Tepat pukul 22.00 kami beranjak pulang, berkata pada yang lain jangan lupa memberi kabar. Aku, memberi selamat oleh :Sri Anindiaty pada diri sendiri karNursastri ena satu tahap telah foto: Jeremy Gemarista terselesaikan.
42
Camping
=
of
The Art
getting closer to Nature
& getting farther away from the nearest
Cold Beverages
,
, and Hot Shower
- Unknown -
Flush Toilet