Edisi Februari Maret 2011

Page 1

Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011

Sor-

Bukan Anggota

Kami Lagi

Terbi 16 halaman

FB; Bahana Mahasiswa

Website; bahanamahasiswa.com

No. 263 Tahun XXVII Edisi Februari-Maret 2011

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa


Bahana Mahasiswa Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011 Edisi Februari-Maret 2011

Peluang Masih Ada

Kuliah Di Pariwisata Mahal

mahasiswa soal dana pengembangan pendidikan ini. Terima kasih. Mahasiswi Pariwisata FISIP UR

2

Tak Dapat Buku Tabungan KEPADA kepala bagaian keuangan UR yang mengurus tabungan mahasiswa. Waktu saya ambil buku tabungan di fakultas, nama saya tidak ada. Padahal saya sudah daftar ke Bank BNI. Bagaimana solusinya? Mohon bantuannya. Terima kasih.

Terima kasih pada Bahana yang bersedia memuat keluhan saya. Kepada Dekan MAHASISWA dan tim perumus Statuta Verboden Dilanggar Terus dan Ketua Prodi Ilmu Pariwisata FISIP memang sedang ‘berperang’. Misi mahaUR yang terhormat, saya mahasiswa Ilmu KEPALA Keamanan UR yang terhormat. siswa harus ada wakil mereka duduk di senat. Pariwisata. Saya ingin bertanya tentang Saya ingin bertanya, mengapa tak ada lagi Sedang tim perumus punya misi bertolak alokasi dana pengembangan pendidikan pengaturan lalu lintas bagi mahasiswa yang belakang. Berbagai alasan dikemukakan unFA yang kami setor tiap semester. Surat melawan arus atau verboden. Ini bisa bikin tuk menghapus mahasiswa dari kursi senat. Mahasiswa FKIP UR edaran tentang rincian mata kuliah dan mahasiswa jadi tak paham dan selalu langgar Alasan pertama, tidak ada universitas lain kegunaan biaya itu malah buat kami binaturan. Saya juga berharap mahasiswa yang di seluruh Indonesia yang masih ada wakil Kirimkan saran dan kritik anda gung. Selain itu, terlalu berat bagi kami ngakunya intelektual harus sadar lalu lintas soal permasalahan di UR ke mahasiswa. Tentu alasan ini tidak berdasar. untuk setor Rp 1 juta per semester. Belum kalau tak ingin membahayakan orang lain. Setiap universitas punya kebijakan masingFB; Bahana Mahasiswa lagi uang SPP, uang praktek guiding, uang Terima kasih. masing. Tak mesti ikut-ikutan bukan? Email; bahanamahasiswa@ KKN, yang juga harus kami pikirkan. Ada yang bilang mahasiswa kurang panSaran saya, perlu pembahasan MN yahoo.com tas ikut pengukuhan guru besar dan wisuda. lebih lanjut antara dekan, prodi, dan Mahasiswa FMIPA UR Masak mahasiswa mengukuhkan guru besar dan mewisuda mahasiswa lain yang sudah tamat? Sementara ia masih kuliah? Ini pun alasan tak berdasar. Tentu mahasiswa boleh ikut dalam pengukuhan guru besar dan wisuda. Siapa saja boleh ikut bukan? Orang tua, kakak, adik, saudara, kerabat, maupun Kalimat-kalimat itu jadi pembuka Lapopedagang serta penjual bunga, juga hadir ran Pertanggung Jawaban (LPJ) Made Ali. saat moment wisuda. Ia bacakan LPJ selama dua tahun kepemimBila jadi anggota senat, mahasiswa pinannya. Hari itu, Ahad (3/4) Bahana adakan dianggap terlibat politik praktis. Pemilihan KAMI kembali ke tangan pembaca. Meski Mereka datang dalam rangka ikut workshop Musyawarah Tahunan (Mustah). Usai LPJ, rektor 2009 lalu dijadikan contoh. Saat itu terbit April, kami masih menyebut edisi menulis Panjang, Dalam, dan Terasa di Training dilanjutkan pemilihan tiga pemimpin BahaAdi Hamdani memang tak terang-terangan Februari-Maret. Kami tentu akan terbitkan Center Sei Rokan, Kandis. Ini kerjasama Eka na—Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi, menyatakan calon rektor pilihannya. Namun edisi April 2011. Rentang bulan-bulan itu, Tjipta Foundation dengan Bahana Mahasiswa. dan Pemimpin Perusahaan. Lovina terpilih bukan berarti bisa dijustifikasi ia terlibat banyak momen sederhana, sampai penting Selama seminggu (30/1-5/2), workshop di- sebagai Pemimpin Umum dan Pemimpin politik praktis? Saat itu, Adi berpegang pada yang Bahana lalui. ampu Andreas Harsono dari Pantau Jakarta Perusahaan, sedangkan Aang Ananda Suherasas luber dan jurdil. Pada Februari, Bahana dikunjungi Tekad. dan Chik Rini dari WWF Aceh. man terpilih sebagai Pemimpin Redaksi. “SePada dasarnya, mahasiswa ingin aspirasi Tekad adalah tabloid mahasiswa milik JuruMinggu (6/2), sehari setelah workshop, lamat ya Moy (akrab Lovina dipanggil)…” mereka tersalurkan di senat. Juga turut jadi san Ilmu Komunikasi FISIP UR. Banyak Bahana adakan launching dan bedah buku Sempena Mustah, sehari sebelumnya, Basalah satu pengambil kebijakan di kampus. hal yang dibahas selama dua jam kunjungan ‘A9ama’ Saya Adalah Jurnalisme karya An- hana bikin acara maraton. Temanya, Mengabdi Menurut mereka, jalannya, ya harus ada Tekad. Salah satunya soal Forum Pers Maha- dreas Harsono di Perpustakaan Soeman HS Pada Masyarakat. Pagi diisi dengan launching wakil mahasiswa yang duduk di senat. Solusi siswa (Fopersma) Riau. Aang Ananda Suher- Pekanbaru. buku Secuil Kisah 26 Alumni Bahana, launchyang ditawarkan para anggota senat—pe- man, Koordinator Fopersma Riau tawarkan ing website Bahana www.bahanamahasiswa.com, nyaluran aspirasi melalui Pembantu Rektor Tekad untuk bergabung di Fopersma. “Kita Mempertahankan Bahana tetap hidup diusia 26 serta diskusi New Media. Siangnya diskusi III—tak mereka setujui. Bagi mereka, PR III ada evaluasi koran setiap kali masing-masing tahun, tentu saja berada diantara proses: dialektika Fopersma Riau tentang elemen jurnalisme, selama ini belum mewakili seluruh aspirasi LPM cetak. Ada juga diskusi rutin tentang pemikiran perubahan, kerja-kerja kreatif, tentu dan malam diskusi HTI di Pulau Padang. mahasiswa. jurnalisme atau isu yang sedang hangat saja ada suka-duka. Duka terbesar saat melihat Pada momen itu pula, LPM Aksara dari Jurus andalan tim perumus Statuta dan dibahas,” jelas Aang. Tekad welcome dengan budaya Tridarma Perguruan Tinggi tidak hidup Universitas Muhammadiyah Riau (Umri) para anggota senat: Pedoman Penyusunan ajakan Aang. dalam sebuah universitas, perlahan menjangkiti nyatakan kesediaannya bergabung dengan Statuta dan Organisasi Perguruan Tinggi generasi Bahana. Senang, saat aktifitas kreatifitas Fopersma Riau. bikinan Biro Hukum dan Organisasi De- SELAIN Tekad, sebulan sebelumnya, Bahana baru muncul dari ruang redaksi; riset, wawancara, partemen Pendidikan Nasional. Prof. Aras disambangi LPM se-Sumatera. Ada 11 LPM analisis dan menulis. Selebihnya, ya, belajar, belajar Pembaca setia, Mulyadi, Pembantu Rektor I sekaligus Ketua dari Aceh, Medan, Padang, dan Lampung. dan belajar, lalu bersikap! Edisi kali ini Bahana bikin liputan soal Tim Perumus Statuta 2011 bilang, pedoman ini baru diperoleh akhir Maret 2011. Pedoman secara tegas nyatakan tak ada wakil mahasiswa di senat. Mahasiswa juga memprotes jurus ampuh ini. Mereka sebut ini hanya petunjuk teknis. Mereka tetap berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 pasal 41 ayat 3. Di sana memuat salah satu unsur anggota senat; unsur lain yang ditetapkan foto: Aang BM foto: Aang BM foto: Aang BM foto: Ahlul BM senat. Artinya semua keputusan ada di Serah terima jabatan Pemimpin Umum Bahana Pembicara launching Pemateri pada diskusi ‘New Media’ tangan senat, termasuk soal memasukkan wakil mahasiswa. STT: Surat Keputusan Menteri Penerangan RI No.1031/SK/Ditjen PPG/STT/1983. ISSN:0215 -7667 Pasalnya, PP Nomor 60 ini multitafsir. Penerbit: Lembaga Pers Mahasiswa Bahana Mahasiswa UR. Penasehat: Prof. Dr Ashaluddin Pada pasal 30 ayat 3 dinyatakan anggota Jalil, M.S (Rektor Universitas Riau). Drs. Rahmat, MT (Pembantu Rektor III Universitas Riau). senat terdiri dari pimpinan UR, guru besar, Pemimpin Umum/Pemimpin Perusahaan: Lovina Pemimpin Redaksi/Redaktur Pelaksana: Aang dekan, dan wakil dosen di tiap fakultas. Tak Ananda Suherman Bendahara Umum/Sekretaris Umum: Erliana Litbang: Ahlul Fadli Redaktur: ada unsur mahasiswa. Erliana Reporter: Ahlul Fadli Fotografer: Ahlul Fadli Artistik/Lay Out/Ilustrator: Ari Mashuri MS Dari semua perdebatan, satu hal krusial Sirkulasi:Ahlul Fadli Perpustakaan dan Dokumentasi dan Staf Iklan: Ahlul Fadli Alamat Redaksi/ terabaikan. Tim perumus tak mencantumTata Usaha/Iklan: Kampus Universitas Riau Jl. Pattimura No.9 Pekanbaru 28131 Telp.(0761) 47577 kan pedoman Statuta baru itu dalam lanFax (0761) 36078. Dicetak pada: PT. Riau Pos Graindo Pekanbaru. Isi di luar tanggung jawab dasan penyusunan Statuta UR 2011. Bila Email: bahanamahasiswa@yahoo.com. tim berkeras pedoman penyusunan milik FB: Bahana Mahasiswa Depdiknas itu dijadikan landasan utama Website: www.bahanamahasiswa.com

Mengabdi Pada Masyarakat

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa


Sempena

Mohd. Zulfikar

Anggar Floret dari Vikar

Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011

Unri

Seninya lebih banyak. Kuncinya kesabaran dan kecepatan.

Disini, Di sudut hati aku mengucap Di balik rindu aku berkhayal Di pelana rindu aku berharap Di bawah sayapmu aku bernaung. Unri, Dengarkanlah aku walau sedetik waktu Pahami aku walau sekejap berlalu Temani aku dan tetap denganku Aku ingin mencurahkan sejuta rasa dan warna di hatiku Aku ingin bercerita tentang mimpi kepadamu.

urusan,” ujarnya menirukan ucapan si dosen. Vikar kini bergabung di Holiday MTQ, sebuah sanggar pelatihan anggar di Pekanbaru. Ia tengah sibuk persiapan untuk ikut Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012 di Riau. “Bebe-rapa bulan lagi ke Depok ikut pra-PON,” ujarnya.

Unri, Biarkan aku tertidur di pelukanmu Bermimpi dan memejamkan mata sejenak untuk melihat hari esok Membunuh kegelapan malam dan menyambut kesejukan pagiku.

Unri, Temani aku mengayuh cobaan dalam gemuruh hidup Karena kamu yang telah memSENI BELA DIRI ANGGAR GUNAKANperkenalkan hidup kepadaku.

Istimewa

Oleh Erliana IKAR TELAH BIKINORANG anya bangga. Ia jadi peserta terbaik pada kejuaraan anggar tingkat nasional di Samarinda, Kalimantan Timur, pertengahan Februari tahun lalu. Lebih berkesan lagi karena prestasi itu berhasil diraih bertepatan dengan hari ulang tahunnya. Mohd. Zulfikar, nama lengkapnya, menggeluti olahraga “elit” ini sejak kelas dua SMA. “Elit karena tak semua orang bisa memainkannya. Olahraganya juga latihan pedang. Unik,” kata Vikar. Bukan satu kali itu Vikar peroleh prestasi dari anggar. Sejak 2007, sudah banyak kejuaraan diraihnya. Tahun 2009 ia bawa pulang Emas Junior dan Senior di kejuaraan Bupati CUP Aceh Utara. Terakhir Desember 2010 lalu, ia dapat peringkat ke-13 pada kejuaraan inter-nasional South East Association Fencing Federation (SEAFF). “Tentu ini berkat Coach Yon Rizal juga,” katanya. Yon Rizal adalah pelatih anggar Vikar. tu-

VIKAR BERASAL DARI KABUPATEN

Bengkalis. Lahir pada 16 Februari 1991. Masa kecil dilalui di kampung halamannya. Sekolah Dasar 055 Bengkalis, Madrasah Tsanawiyah (MTs) Bengkalis, lalu SMA Negeri 1 Bengkalis. Setelah lulus, lanjutkan studi ke Universitas Riau Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (Faperika). Sejak kuliah, satu kekecewaan dirasakan Vikar setiap kali ikut pertandingan anggar. Ia mengaku tak pernah dapat bantuan dana dari universitas, meski selalu bawa nama universitas tiap kali tanding. “Udah dua kali ajukan bantuan dana ke rektorat, tapi tak pernah dires-pon,” akunya. Jadi, selama ini ia hanya perolah dana dari Pemerintah Propinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten Beng-kalis bila ikut kejuaraan anggar. Selain soal dana, kendala lain yang dirasakan Vikar soal izin kuliah. “Susah banget.” Satu kali ia minta izin ke dosen ingin berangkat tanding anggar. “Itu sih resiko kamu, kalau mau pergi ya pergi, kalau mau masuk silahkan. Saya tak ada

pedang. Bila dipadukan dengan gerak tipu olahraga gulat, menghasilkan gerakan ke depan (lunge). Ada tiga jenis senjata dalam anggar; floret, sabel, dan degen. Floret digunakan untuk putra maupun putri. Bentuknya langsing, lentur dan ringan, ujungnya datar atau bulat tumpul dan berpegas. Bila ditusukkan dapat naik atau turun. Pelindung tangannya kecil, cukup untuk melindungi bagian tangan saja. Bagian atas diberi isolasi. Bagian bawah senjata digunakan untuk menangkis dan menekan, bagian ujung untuk menusuk. Bidang sasaran yang harus diserang adalah bagian togok, yaitu dari pangkal paha ke atas sampai pangkal lengan dan leher. Sabel khusus untuk putera. Bentuknya segitiga dengan sudut tidak tajam, seperti parang kecil atau tipis, makin ke atas makin pipih dengan ujung ditekuk, supaya tidak runcing. Dengan pelindung tangan penuh menutupi seluruh tangan sampai pangkal tangkai. Bagian bawah digunakan untuk menangkis dan bagian atas untuk memarang, sedang ujungnya digunakan untuk menusuk. Bidang sasaran yang diserang mulai dari panggul ke atas sampai kepala dan seluruh lengan. Degen juga khusus putera. Bentuknya segitiga berparit yang digunakan untuk memasang kabel, pada pangkal tebal sampai ke ujung makin kecil, namun kuat agak kaku. Ujungnya datar bersih serta berpegas yang berfungsi sebagai tombol pada waktu menusuk. Pelindung tangannya besar. Bila ingin menangkis gunakan bagian bawah degen, kalau ingin menusuk gunakan bagian ujungnya. Ia bisa menyerang seluruh tubuh, mulai dari ujung kaki sampai kepala serta seluruh tangan. Vikar biasanya pakai senjata floret, atau biasa disebut foil. “Seninya lebih banyak. Kuncinya kesabaran dan kecepatan,” tutupnya. ***

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa

Khoirul Amru Nst Teknik kimia UR 2010

Minoritas dan Realita Kenyataan “Mari bergabung! Mari membangun!” Entah kepada siapa Satu seruan tanpa balasan Entah berapa seruan Satu visi tanpa sambutan Pandang keluar... orang membangun Lihat kesana...semua bersatu. “Akan apakah kita hari ini?” Hari ini untuk besok Tanpa kenyataan pasti Hanya rencana panjang tak berujung Tak bertepi tergores di bawah kertas Sadar tapi tak bergerak Tahu diri tapi tak ada niat berubah. “1, 2, 3, 4, 5...” di sini Di sana “50, 51, 52... 1000” Seakan takdir memutus fatwa Minoritas miskin rupa Minoritas miskin cara, miskin hati. “Tak jelas” Hancur!!!! Ya! Selamanya tak jelas Jika yang bernyawa tak memperjelas... Bruk...!!! Atap minoritas ambruk, rubuh… Tak bertuan. Nitasumiati


Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011

Karikatur

Menolak ‘Keluar’ ‘Hilangnya’ perwakilan mahasiswa—BEM—dari keanggotaan senat buat mahasiswa meradang. Sempat dua kali aksi di rektorat.

Bahana Mahasiswa

RAPAT MULAI TELAT. Sekitar pukul 22.00 Adi Hamdani, Katua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Riau (UR), sampaikan tujuan rapat. Malam itu, 4 April 2011, untuk kesekian kalinya BEM UR agendakan pertemuan guna bahas draf Statuta UR 2011; tentang hilangnya perwakilan mahasiswa—BEM—di senat. Menurut Adi, 7 April akan digelar rapat senat. Salah satunya pembahasan Statuta. Beberapa BEM fakultas hadir; ada BEM FISIP, Faperta, Faperika, FKIP. Juga perwakilan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) universitas. “Hari Kamis, 7 April 2011, senat akan rapat,” kata Adi. Berrjalan waktu, pembahasan mengerucut untuk bentuk aksi penolakan. Semua sepakat, dibawah komando BEM UR, akan lakukan aksi pada hari Rabu dan Kamis, 6 dan 7 April 2011. Nofri Andri Yulan, pengurus BEM UR dipercaya jadi koordinator lapangan. 15 menit sebelum pukul 00.00 rapat bubar. FEBRUARI 2011. UR lakukan Musyawarah Perencanaan dan Pengembangan (Musrenbang). Adi tak hadir. “Tak ada undangan.” Pembahasan draf Statuta UR 2011, di kalangan kelembagaan mahasiswa, mulai diperbicangkan. “Saya tahu usai Musrenbang. Ternyata draf Statuta yang baru tak me-masukkan perwakilan mahasiswa lagi,” kata Adi. Adi segera telusuri. Ternyata benar. Menurut Adi, pada rapat senat akhir 2010, Rektor sampaikan pada tim perumus agar statuta cepat dibahas. BEM UR segera lakukan rapat antar kelembagaan. Pada 3 Maret 2011, pembahasan digelar. Rapat itu diwarnai perkataan, “Kalau begini kita seperti sudah dikangkangi.” Ada juga yang katakan harus lakukan aksi. Forum bersepakat akan lakukan kajian akademis. “Ok, nanti kita akan hadirkan dosen hukum yang mengerti soal aturan, kita akan kaji apakah mutlak mahasiswa harus keluar dari anggota senat,” kata Adi. Rapat kembali berlanjut. 12 Maret 2011, ditaja di Saung samping jembatan Kupu-kupu. Hadir saat itu BEM UR, FISIP, FMIPA, Faperika, dan dua UKM; Bahana Mahasiswa dan Ar-Royan. Beberapa kesepakatan diambil. Seperti akan dilakukan kajian hukum soal Statuta dan digelarnya mimbar bebas sembari pengumpulan tanda tangan di jalan simpang tiga samping UP2B. Senin, 14 Maret 2011. Masih pagi. Berdiri tenda di jalan samping UP2B dengan hiasan

Oleh Aang Ananda Suherman

“ Foto: Aang BM

Edisi 1-15 Mei 2010

4

spanduk bertuliskan ‘Jangan Remehkan Mahasiswa’ atau ‘STOP pengkerdilan mahasiswa’. Hari itu BEM UR lakukan mimbar bebas. Selain pengurus BEM UR, Dian Wahyudi, Ketua BEM FISIP, lakukan orasi. “Kita kembali diremehkan kawan-kawan. Demokrasi tidak berlaku lagi di Unri ini, dan kita sebagai mahasiswa apakah hanya bisa diam kawan-kawan?” “Kalau tidak, kita tuntut Rektor kawan-kawan, yang mengambil kebi-jakan, yang telah melakukan tindak tirani,” kata Dian dengan pengeras suara. Sembari silih ganti orasi, satu persatu mahasiswa singgah dan bubuhkan tanda tangan. Ada sekedar tanda tangan, ada juga yang tuliskan komentar singkat; g’ ada mahasiswa, g’ ada universitas. Bukan cuma objek, tapi kami juga punya hak. Rektor hanya bisa umbar janji tapi hasilnya NOL!!! . senat merupakan amanah penghianat mahasiswa. Jangan abaikan kami, kami bukan bang TOYIB. SE: Seharusnya, NA: nasib mahasiswa lebih T: terpikirkan oleh rektor. Pembahasan soal dihapusnya mahasiswa sebagai perwakilan senat pada draft statuta, kembali berlanjut. Kali ini BEM FISIP fasilitasi pertemuan di aula dekanat FISIP lantai 2. Pukul 10.00 diskusi dimulai. Sayang hanya dua BEM fakultas yang hadir: FISIP dan Faperika. “Sebenarnya ini penting untuk BEM, tapi kondisinya begini,” kata Dian. Diskusi itu menghadirkan Isril, Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP UR. Saat itu, ia bilang, memang tak tegas menyatakan mahasiswa harus keluar dari keanggotaan senat. “Dulu karena dinamika yang ada, akhirnya mahasiswa masuk, sekarang tergan-tung dinamika,” kata Isril, sekretaris senat UR tahun 2003. Tapi baru-baru ini, setelah keluarnya Pedoman Penyusunan Statuta dan Organisasi Perguruan Tinggi buatan Biro Hukum dan Organisasi Departemen Pen-didikan Nasional tahun 2011, “Kondisinya juga tak bisa disamakan dengan sekarang.” Hasil diskusi hari itu, mahasiswa optimis untuk perjuangkan mahasiswa untuk masuk senat kembali. Usai makan siang, kembali dilakukan pertemuan. Kesepakatannya dibentuk tim 9, meliputi Ketua BEM se Fakultas. Pertemuan berikutnya, 18 Maret 2011, ditaja di Bahana. Kembali, tak semua BEM yang hadir. Hanya tiga BEM; FISIP, Faperta, dan FT. tambah BEM UR. “Ini susahnya kita,” kata Adi. Rapat berlangsung dua jam. Hasilnya akan dibikin pernyataan sikap menuntut agar mahasiswa tetap jadi anggota senat. Pada 4 April 2011, BEM sebar surat pernyataan sikap ke tiap lembaga mahasiswa.

Takutnya mahasiswa demo karena tidak ada yang mengakomodir. Apa lagi ada isu kenaikan uang kuliah, bisa jadi mahasiswa turun dan aksi. Dan kawan-kawan sudah sepakat ini harus diperjuangkan sampai akhir apa pun caranya kita lakukan

Adi Hamdani, Ketua BEM UR Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa


Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011 Bahana Mahasiswa Edisi 1-15 Mei 2010

5

Foto: Erli BM

PENJELASAN-Aras Mulyadi didampingi Usman Tang beri penjelasan di tengah aksi mahasiswa

BERI KOMANDO--Yulan, Koordinator Lapangan beri komando sebelum massa aksi tuju rektorat.

Foto: Erli BM

Bahana juga terima surat itu. Isinya meminta agar senat perwakilan mahasiswa (BEM) tetap ada dan disahkan jadi anggota senat. NOFRI ANDRI YULAN, sibuk pagi itu, 6 April 2011. Jalan depan BEM UR ditutup. Alasannya, agar mahasiswa yang lewat, ikut bergabung dalam aksi. Sesuai kesepakatan rapat 3 April, aksi akan digelar di Rektorat. Pagi itu massa aksi sekitar 50 orang. Pukul 10.15 mereka jalan dari sekretariat BEM ke rektorat. Sampai di rektorat, security sudah berdiri berjajar di depan. Mereka diketuai Suko. Di bawah komando Yulan, mereka menuntut mahasiswa mesti masuk anggota senat. Mereka berorasi. Beberapa tim ne-gosiator melobi Suko untuk memanggil Aras Mulyadi, Ketua tim perumus Statuta, Usman Tang, dan tim perumus. Di sela-sela itu, mahasiswa terus berorasi. Andri dari FISIP bacakan puisi. Dia tiba-tiba masuk ke dalam gedung rektorat. Itu membuat security bereaksi dan menghalang-halangi Andri masuk. Andri terus bacakan puisi dengan lantang. Setelah itu, mereka terus berorasi. “Siapa lagi yang akan menyuarakan ini kalau tidak mahasiswa? Para anggota senat lain saya yakin mereka sibuk dan tidak ada waktu untuk mengurus beginian,” kata Adi Hamdani lantang. “Kebijakan rektorat tidak

Kaca pecah saat aksi

pernah berpihak pada mahasiswa.” Hampir dua jam berorasi, beberapa orang tim perumus turun menemui mahasiswa. Ada Usman Tang, Aras Mulyadi, dan Dodi Haryono. Aras, saat itu jawab bahwa berdasarkan pedoman penyusunan statuta bahwa tidak ada mahasiswa masuk dalam keanggotaan senat. Senat hanya mengurus soal akademis. Aras jelaskan aturan itu masih baru, baru didapat oleh PR II pada tanggal 26 Maret 2011 saat ia menghadiri pertemuan di Aceh. Seorang massa aksi bertanya, “Bagaimana salurkan semua aspirasi mahasiswa? Sementara mahasiswa yang tahu kondisi riil di lapangan tak duduk di senat?” Dijawab Aras Mulyadi dan ditegaskan Usman Tang bisa melalui PR III. “Semua tergantung komunikasi antara mahasiswa dan PR III,” kata Usman Tang. Terakhir, Age Pranata, Wakil Ketua BEM UR, “Apakah mungkin, pada draf itu mahasiswa masuk?” “Ini bukan hasil final, nanti akan ditentukan lagi di senat, dan keputusan final ada di tangan Mendiknas. Dia yang mengesahkan draft statuta,” kata Aras. Aksi selesai dan mahasiswa membubarkan diri. Mereka berjanji akan datang lagi esok hari dengan membawa massa lebih besar. ESOK HARINYA, Kamis 7 April 2011. Tepat sidang senat universitas, mahasis-wa kembali aksi di rektorat. Sesuai kata Adi, hari itu rapat se-nat. Agenda senat saat itu salah satunya pembahasan draft Statuta. Pukul 10.15 mahasiswa jalan ke rektorat. Yulan, kembali pimpin massa. Begitu sampai, mereka langsung orasi bergantian. Makin lama jumlahnya makin ramai. Satu per satu mahasiswa datang dan bergabung. Jumlah-

nya dua kali lipat massa sebelumnya. Sambil berorasi, mereka satu langkah demi satu langkah maju ke depan. Security dan Menwa berdiri berjajar meng-hadap massa aksi. Semakin lama mahasiswa dan security semakin dempet. Suasana se-makin panas. Massa aksi mendesak untuk masuk ke dalam gedung rektorat. Pukul 11.15 massa aksi putuskan untuk masuk. Terjadi aksi dorong-dorongan antar mahasiswa dan security serta Menwa. Security dan Menwa halangi massa aksi masuk ke dalam. Jumlah security dan Menwa yang tak seimbang dengan mahasiswa, memaksa sebagian massa di bagian depan berhasil masuk ke dalam gedung. Aksi dorong-dorongan ini sebabkan pintu masuk, terbuat dari kaca, retak. Melihat itu, massa aksi mundur. PR III datang menenangkan mahasiswa yang dianggapnya mulai anarkis. Debat terjadi bersama PR III. Pukul 11.30. Mahasiswa ngotot tetap ingin masuk. Mereka berjanji tidak akan bertindak anarkis. PR III bersikeras tidak izinkan mereka masuk. Alasannya, pasti akan anarkis. Ia tak percaya mahasiswa seramai itu tidak anarkis bila sudah di dalam. “Buktinya saja pintu ini sudah pecah kok,” kata Rahmad. Sementara itu massa aksi mulai panas dan situasi makin kacau. Korlap sibuk tenangkan massa. PR III lalu bertanya, siapa yang bersedia bertanggung jawab kalau masuk tidak akan anarkis? Ia minta satu orang bersedia bertanggung jawab. Remon bersedia bertanggung jawab. PR III tetap ngotot tidak mau. Ia lalu pergi ke barisan belakang massa dan duduk di dekat tiang bangunan. Remon ambil alih massa. “Saya pikir kita sudah deal dengan PR III,” katanya. Ia mengarahkan massa untuk baris dua berbanjar dan masuk dengan tertib. Pukul 11.45 massa masuk ke dalam gedung dan menuju lantai empat gedung rektorat, tempat sidang senat pembahasan Statuta sedang berlangsung. Begitu sampai lantai empat, ruang senat sudah kosong. Rapat sudah selesai. Seratusan massa aksi duduk berjejer di lantai empat. Adi Hamdani beri informasi soal sidang senat. “Rapat tadi ditutup. Belum ada kesepakatan

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa

perwakilan mahasiswa masuk atau tidak sebagai anggota senat. Draft ini akan dibahas lagi dalam pertemuan se-lanjutnya.” Massa aksi lalu bubar. BEM UR kembali adakan rapat soal statuta, 11 April 2011. Kali ini di sekre UKMI Al-Mizan FH. Lagi-lagi tak semua BEM fakultas yang hadir. “Ini harus kita evaluasi,” kata Dian. “Katanya tak sepakat kita keluar dari senat, tapi melihat komitmen kawan-kawan BEM fakultas begini, kita terima sajalah.” Menurut catatan Bahana, BEM FISIP yang intens hadir tiap rapat pembahasan keluarnya senat mahasiswa dalam draf statuta UR 2011. Dan tak pernah sama sekali semua BEM fakultas kumpul bahas soal ini. MENURUT ADI, jika hasilnya mahasiswa tetap keluar dari anggota senat, aspirasi mahaiswa tak terakomodir lagi. Jika, kata Adi, pengambilan keputusan tentang mahasiswa tak libatkan senat mahasiswa, “Takutnya mahasiswa demo karena tidak ada yang mengakomodir. Apa lagi ada isu kenaikan uang kuliah, bisa jadi mahasiswa turun dan aksi. Dan kawan-kawan sudah sepakat ini harus diperjuangkan sampai akhir apa pun caranya kita lakukan.” Ambil kebijakan, kata Dian, perlu dari berbagai perspektif. “Salah satunya dari mahasiswa, karena sebagai pelaku.” Dian inginkan mahasiswa tak hanya jadi objek, karena bagian civitas akademika, Intinya mahasiswa dan dosen harus terlibat dalam pengambilan kebijakan di senat. “Hanya untuk pengambilan kebijakan. Untuk yu-disium, wisuda dan pengukuhan guru besar, tak usah dilibatkan,” kata Dian. Hamdani, Ketua BEM UR tahun 2004, menilai ini model NKK/BKK gaya baru. “Ini harus diperjuangkan di forum BEM tingkat nasional, karena yang memutuskan adalah Menteri, “Itu harus dilakukan aksi di pusat.” lovina, erli


Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011 Bahana Mahasiswa Edisi 1-15 Mei 2010

6

KECEWA-Masa aksi penolakan dikeluarkannya mahasiswa dari senat kecewa saat bisa masuk ke rektorat malah rapat senatnya sudah bubar

Foto: Erli BM

Pedoman Terbit, Mahasiswa Hilang Oleh Lovina

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA adan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unversitas Riau (UR) intens koordinasi dengan lembaga mahasiswa se-UR dua bulan terakhir. Dari catatan Bahana, kru Bahana menghadiri enam kali rapat koordinasi atas undangan BEM UR. Tanggal 12 Maret di Saung UR (pondokan di bawah jembatan kupu-kupu), 17 Maret di gedung FISIP UR, 18 Maret di sekretariat Bahana, 4 dan 7 April di BEM UR, serta 11 April di sekre UKMI Al- Mizan FH UR. Semua rapat membahas soal Statuta UR—pedoman dasar penyelenggaraan kegiatan di UR. Ia merupakan acuan dasar dalam membuat peraturan umum, peraturan akademik, dan prosedur operasional yang berlaku di UR. Statuta Universitas Riau harus disahkan tahun ini. Tim perumus Statuta sudah bekerja sejak Agustus tahun lalu, beberapa saat sebelum bulan puasa. Tim diketuai Prof. Aras Mulyadi, Pembantu Rektor I UR. Ia dibantu

Pedoman penyususnan Statuta 2011 mengatur senat hanya mengurus soal akademis. Ia juga menghilangkan unsur mahasiswa di senat. sekitar 30 anggota, terdiri atas dua dosen di tiap fakultas ditambah perwakilan di tiap biro universitas. “Tim ini dibentuk rektor,” kata Prof. Aras. Kerja mereka merumuskan isi Statuta, disampaikan ke fakultas, lalu dibawa ke rapat senat universitas. Dua kali pembahasan di senat universitas, namun belum final. Anggota tim lalu ditambah dekan tiap fakultas. Hasil rumusan 30 anggota beserta para dekan ini dibawa lagi ke rapat senat 7 April lalu. Ternyata belum final juga. Rektor putuskan Statuta dirumuskan ulang dan dibahas kembali pada rapat senat bulan depan.

Menurut Prof. Adel Zamri, dekan FMIPA UR, ada beberapa hal dalam Statuta yang getol diperdebatkan pada rapat senat universitas. Di antaranya menyangkut Organisasi dan Tata Kerja, syarat jadi dekan, hingga keanggotaan senat. Hal terakhir ini jadi fokus bahasan tiap kali pertemuan lembaga mahasiswa yang digagas BEM UR.Perwakilan

mahasiswa di senat universitas—sudah delapan tahun ada—akan dihilangkan. Ia secara gamblang diatur dalam pasal 16 ayat dua draft Statuta 2011, “Anggota senat UR terdiri atas para dosen tetap berjabatan guru besar, pimpinan UR, para dekan, dan dua orang wakil dosen tetap dari masing-masing fakultas.”

Pembuatan Statuta oleh tim perumus didasarkan pada pasal 100 Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi. Ia tertulis jelas pada poin “menimbang” dalam draft Statuta. Pasal 100 itu menyatakan susunan organisasi perguruan tinggi wajib berpedoman pada bab VIII PP Nomor 60 ini. Bab VIII ini menjadi inti perdebatan mahasiswa dengan tim perumus Statuta. Mahasiswa ngotot tetap duduk di senat universitas. Sedang tim perumus tetap kekeuh tak masukkan unsur mahasiswa sebagai anggota senat. Meski saling kontra, mereka

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa

sama-sama berpedoman pada bab VIII PP Nomor 60 tahun 1999. Namun tim perumus mengacu pada pasal 30 ayat 3. Di sana tertulis, “Senat perguruan tinggi terdiri atas guru besar, pimpinan perguruan tinggi, dekan, dan wakil dosen.” “Tidak ada unsur mahasiswa kan? Karena itu kita tak masukkan mahasiswa, juga pegawai,” kata Prof. Usman Tang, salah seorang anggota tim perumus bagian notulensi. Mahasiswa tak mau kalah argumen. “Pada pasal 41 ayat 3 ada kalimat “unsur lain yang ditetapkan senat”. Artinya, kebijakan memasukkan mahasiswa atau tidak, diputuskan oleh senat universitas. Ini jadi pegangan kita,” tegas Adi Hamdani, Ketua BEM UR. Lengkapnya pasal itu berbunyi, “Senat universitas/institut terdiri atas para guru besar, pimpinan universitas/institut, para dekan, wakil dosen, dan unsur lain yang ditetapkan senat.” Menurut Adi, mahasiswa harus duduk di senat agar semua aspirasi bisa tersampai-


Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011 Bahana Mahasiswa Edisi 1-15 Mei 2010

kan serta bisa ikut mengambil keputusan di setiap rapat senat. “Ingat, mahasiswa juga bagian dari civitas aka-demika,” kata Adi lagi. Berbagai argumen lain datang dari anggota senat universitas untuk melemahkan pandangan Adi Hamdani. Prof. Usman Tang bilang, “Coba lihat universitas-universitas lain di seluruh Indonesia, universitas mana yang memasukkan mahasiswa sebagai anggota senat? Hanya Universitas Riau,” tegasnya. Prof. Aras Mulyadi bilang, “Menyalurkan aspirasi tidak mesti duduk di senat, bisa melalui Pembantu Rektor III.” Prof. Zulkarnaini dari FE serta Mexsasai Indra, dosen Hukum Tata Negara FH UR sepakat dengan Prof. Aras.

Prof. Adnan Kasry pun sepakat. “Selama ini apakah semua aspirasi mahasiswa tersalurkan? Mahasiswa hanya satu di senat, kalau voting pasti kalah.” Ia juga kemukakan argumen lain. “Selama ini mahasiswa ikut menentukan pengusulan guru besar, ikut pakai toga mewisuda mahasiswa lain. Bagaimana bisa begitu? Sementara ia masih maha-siswa, tapi sudah pakai toga dan mewisuda mahasiswa yang sudah tamat. Tidak bisa dong.” “Lalu mahasiswa pasti terlibat politik praktis saat pemilihan rektor,” tegasnya. Dosen Faperika UR ini mencontohkan saat pemilihan rektor 2009 lalu. “Harusnya BEM buka siapa calon pilihannya di depan seluruh mahasiswa, kalau benar mewakili aspirasi mahasiswa. Bila perlu adakan dulu pemira guna menentukan calon rektor pilihan mahasiswa, secara terbuka. Ini kan tidak. Artinya mahasiswa tidak independen, bisa disetir calon rektor. Itu tidak boleh,” jelasnya.

TAHUN 2000, Prof. Muchtar Ahmad, Rektor UR kala itu, ikut program kepe-mimpinan dan mutu pendidikan tinggi di Inggris. Salah satu hasil program itu, yakni adanya wakil mahasiswa di senat (hanya satu orang) yang menjelaskan fungsi dan kedu-dukannya serta masalah yang dihadapinya. Menurut Prof. Muchtar, Universitas Warwick di Inggris merasakan manfaat adanya wakil mahasiswa di senat universitas, meski haknya dibatasi. Sepulang dari Inggris, Prof. Muchtar ceritakan hasil pertemuannya itu kepada Ariffien Mansoer, Pembantu Rektor III saat itu. Ariffien menilai apa yang dilakukan oleh Universitas Warwick patut dicontoh. Ia berencana lakukan hal yang sama di Universitas Riau—memasukkan wakil mahasiswa di senat universitas. Prof. Muchtar Ahmad setuju. “Unri termasuk paling awal menerapkan ini di Indonesia,” kata Prof. Muchtar. Peraturan Pemerintah Nomot 60 tahun 1999 pasal 41 ayat 3 dijadikan peluang bagi

Prof. Muchtar untuk memperkuat keputusannya. Pertimbangan lain; menghidupkan kembali otonomi universitas, kekurangan anggaran dan mengurangi sentralisasi, desakan peningkatan mutu dan tuntutan persaingan, serta pendidikan intelektual atau masyarakat akademis.

“Ada beberapa kali sidang senat sejak tahun 2000 untuk sampai kepada masuknya wakil mahasiswa ke dalam Statuta Universitas Riau tahun 2003,” kata Prof. Muchtar. “Saat itu tidak ada senat yang menentang,” tambah Ade Angga, Ketua BEM UR periode 2003-2004. Karena semua anggota senat sepakat, maka sejak disahkannya Statuta 2003, Ade Angga resmi duduk di senat sebagai wakil mahasiswa. “Meski saya akui saat itu lumayan sulit dalam memperjuangkan aspirasi mahasiswa karena saya sendiri dan anggota senat rata-rata usianya sudah tua,” katanya. Isril, dosen Ilmu Pemerintahan FISIP UR

Aras Mulyadi

foto: Aang BM

juga sekretaris senat tahun 2003 menyatakan masuknya wakil mahasiswa di senat karena kondisi dan situasi saat itu. “Pergolakan sangat terasa sekali,” akunya. Isril menilai itu tak bisa disamakan dengan kondisi sekarang. “Apalagi setelah ada pedoman penyusunan ini,” katanya. Pedoman yang dimaksud Isril adalah Pedoman Penyusunan Statuta dan Organisasi Perguruan Tinggi buatan Biro Hukum dan Organisasi Departemen Pendidikan Nasional tahun 2011. Menurut Prof. Aras Mulyadi, tim perumus juga mengacu pada pedoman ini dalam menentukan keanggotaan senat. Prof. Aras jelaskan, pedoman ini baru diedarkan akhir Maret lalu saat pertemuan dengan pendidikan nasional di Aceh. Pedoman ini mengatur soal keanggotaan

Selama ini apakah semua aspirasi mahasiswa tersalurkan? Mahasiswa hanya satu di senat, kalau voting pasti kalah Prof . Adnan Kasry

senat. Ia menegaskan anggota senat terdiri dari wakil dosen yang profesor, wakil dosen yang bukan profesor, wakil unsur pimpinan dan fakultas, dan pemimpin unit kerja yang tugas dan wewenangnya mempunyai rele-vansi tinggi dengan perumusan norma dan ketentuan akademik. “Di sini tidak ada disebutkan unsur mahasiswa. Jadi keputusan kita sudah benar, dikuatkan oleh pedoman ini,” tegas Prof. Aras. Adi Hamdani masih tak mau kalah. Ia menilai pedoman penyusunan itu hanya petunjuk teknis yang dibuat pendidikan nasional. “Kalau dari aspek hukum, lebih tinggi peraturan pemerintah daripada petun-juk teknis,” tegasnya. Kesimpulannya, ia tetap jadikan PP Nomor 60 tahun 1999 pasal 41 ayat 3 sebagai acuan. Pendapat Adi diamini Mexsasai Indra. “Memang betul PP lebih tinggi daripada petunjuk teknis. Tapi masalahnya sekarang, PP itu multi tafsir,” katanya. Multi tafsir karena ada dua pasal yang kontra produktif,

Mexsasai Indra

Istimewa

yakni pasal 30 ayat 3 dan pasal 41 ayat 3 yang diperdebatkan Prof. Usman Tang dan Adi Hamdani di atas. “Karena itu, keputusan tim perumus menjadikan pedoman ini sebagai acuan perumusan Statuta sudah tepat. Unsurunsur anggota senat dalam pedoman ini sama seperti pasal 30 PP Nomor 60 tahun 1999,” tegas Ketua Konstitusi FH UR ini.

Meski begitu, Prof. Adnan Kasry menilai draft Statuta mesti dirombak ulang. Pe-nyebabnya, draft belum mencantumkan pedoman penyusunan Statuta sebagai acuan rumusannya. “Masih berpedoman pada PP Nomor 60 tahun 1999. Selama acuannya masih PP itu, mahasiswa tetap berpeluang duduk di senat karena ada poin “unsur lain yang ditetapkan senat”,” tegasnya. Ia juga berpendapat, bila mahasiswa ingin sampaikan aspirasi, tak mesti duduk di senat. Ia berikan dua solusi; bisa minta guru besar atau anggota senat lain untuk sampaikan aspirasi mahasiswa, atau bikin permohonan tertulis kepada ketua senat supaya bisa hadir di rapat senat untuk sampaikan aspirasi. “Itu sah-sah saja,” ujarnya.

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa

7

Prof. Zulkarnaini, guru besar FE juga beri solusi lain—selain melalui PR III. Ia lebih sepakat bila mahasiswa perjuangkan satu pasal dalam Statuta, dimana wakil mahasiswa bisa turut mengambil ke-bijakan strategis menyangkut maha-

siswa. “Jadi setiap pengambilan keputusan strategis pada rapat senat atau rapat DPH, mahasiswa mesti diundang. Bila tidak, mereka bisa protes karena itu sudah diatur dalam Statuta.” Mexsasai tak sepakat dengan usul Prof. Zulkarnaini. “Itu malah membuat wilayah abu-abu. Saya khawatir akan terjadi perdebatan lagi. Kriteria menentukan kebijakan strategis itu apa sih? Bisa saja senat anggap kebijakan itu tak strategis, sehingga mahasiswa tidak diundang. Di situ kan letak problemnya,” jelas Mex. Prof. Adnan Kasry juga tak sepakat. “Itu salah alamat. Sekarang senat hanya mengurusi akademis. Jadi kalau mau bahas soal mahasiswa, tempatnya di dewan pertimbangan,

Usman Tang

foto: Erli BMI

bukan di senat.” Pernyataan Prof. Adnan tertera dalam Pedoman Penyusunan Statuta dan Organisasi Perguruan Tinggi pada bagian fungsi dan kewenangan senat. Bahana dapat salinannya. Ia memang berkutat pada akademis; kebijakan akademik, norma aka-demik, kurikulum, gelar akademik, peng-hargaan akademik, kode etik, ketentuan akademik, penjaminan mutu, mimbar akademik, otonomi keilmuan, tata tertib akademik, kinerja dosen, pengusulan pro-fesor. “Ya, hanya tok ngurusin akademis,” tegas Prof. Aras Mulyadi. Bila mahasiswa tetap ingin duduk di senat, satu-satunya jalan, kata Prof. Adnan Kasry, minta Mendiknas merubah Pedoman Penyusunan Statuta Dan Organisasi Perguruan Tinggi itu. “BEM bisa bahas itu dengan BEM se-Indonesia untuk memberi pressure pada Mendiknas.” Ade Angga berpikiran sama. “Saya sarankan mahasiswa menggugat ke pengadilan melawan pedoman tersebut.” Baginya, pedoman itu anti demokrasi karena tak memasukkan unsur mahasiswa. ***


Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011

8 Ahmad Jamaan

Tak Pernah Pergi dari Jurnalistik Oleh Lovina PUKUL 22.00, AWAL APRIL ITU, Ahmad Jamaan datang ke Bahana Maha-siswa. Ia jadi pemateri Diklat Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Dasar yang ditaja Bahana. Materinya: Sekilas Bahana. Banyak soal Bahana diceritakan mantan Pemimpin Umum Bahana ini. Banyak pula ‘peninggalan’ Ahmad selama aktif di Bahana. Ada kipas angin, kursi, AC. Barang-barang itu hingga kini masih ‘mengabadi’ di Bahana. Utama, ia perjuangkan agar Bahana punya sekretariat lebih layak. Hasilnya, kini sekre-tariat Bahana merupakan sekretariat terbesar se-Indonesia. “Bagi saya, semua yang dijalani di Bahana adalah suka.” Ahmad Jamaan memang sangat menikmati proses di Bahana. AHMAD JAMAAN LAHIR DI Pekanbaru, 17 Agustus 1973. Pernah aktif sebagai Wapres Komahi, Sema SMF, SMPT, Ketua HMI Pekanbaru, Pendiri Cerdes Yogyakarta, LPAD Riau, Inisiator dan Penasehat Himpunan Mahasiswa Pasca Riau Yogyakarta. Aktif dalam asosiasi staf akademisi (Asasi). Ahmad Jamaan merupakan alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) yang kini berprofesi sebagai dosen di almamaternya. Banyak hal yang dilalui Pimpinan Umum kedua Bahana ini, sampai akhirnya Ahmad menjadi akademisi.

PERKENALANNYA DENGAN Bahana diawali karena seringnya ia ‘bermain’ di sana, terutama bila senggang kuliah pagi dan siang hari. “Kalau pulang dulu pakai ongkos, jadi lebih baik menunggu di Bahana sambil membaca koran atau majalah. Bila sudah waktunya kuliah siangnya baru masuk kelas lagi,” kenangnya. Kesenangan membaca sudah dijalani Ahmad sejak kecil. “Dengan membaca, saya merasa mengetahui banyak hal yang terjadi dunia ini. Apa lagi membaca adalah jembatan ilmu,” ujarnya. Di Bahana, selain membaca, ia juga sering berdebat dan berdiskusi soal apa saja dengan kru Bahana. Mulai dari sosial, politik, agama, dosen, KRS hingga ujian skripsi. Setiap kejadian yang ia alami selama di Bahana, hal menarik baginya. “Terutama saat diskusi. Kami sering berteking mempertahankan pendapat masing-masing,” ujarnya. Meski sering berbeda pendapat, bagi Ahmad, dari situlah ia dapat ilmu dari para senior-seniornya. Sebut saja Abu Bakar Siddik dan T. Zulmizan F. Assagaff. Kejadian menarik pertama yang diingatnya, saat ia diterima menjadi reporter. Tulisan reportase yang dibuatnya bukan saja dikritik habis Zulmizan—Pimpinan redaksi Bahana saat itu—juga dicoret-coret hingga tak lagi berbentuk. “Banyak kalimat yang tak menyambung dan lebih banyak opini daripada fakta,” ujarnya menirukan ucapan

“Bagi saya, semua yang di jalani di Bahana adalah suka.”

Zulmizan saat itu. Ahmad hanya bisa diam dan menerima kekeliruannya. Ia tidak down. Baginya, itu bentuk perhatian kepadanya. Sejak itu, Ahmad berazam perbaiki kualitas tulisannya dengan rajin menulis. Kejadian tak terlupa juga terjadi saat Ahmad memutar otak untuk mendapatkan ruang representatif bagi sekretariat Bahana. “Dulu ruangannya sempit, pengap, dan letaknya tersudut. Tapi beragam aktivitas dan inspirasi dari ruangan itu,” ujarnya. Agar dapat berkreasi lebih lapang, beberapa kali ia meminta pada rektorat mendapatkan ruangan yang lebih representatif namun tak ada respon. Ini dimaklumi mengingat proses perkuliahan masih kekurangan ruangan. Anehnya, saat itu ada seorang mahasiswa yang menguasai beberapa ruangan di Gobah untuk organisasi ektern kampus. Ruangan yang ‘dikuasainya’ lebih dari enam, namun yang digunakan hanya satu. Ia melobi agar Bahana dapat meminjam sebagian ruangan sembari ikut menjaga dan membersihkan ruangan yang kosong melompong itu. Seluruh ruangan di sebelah gedung Dharma Wanita itu dikelola dan menjadi sekretariat Bahana. IA BERGABUNG DI BAHANA TAHUN kedua setelah selama setahun ia berinteraksi dengan aktivis Bahana. “Mereka sering berdiskusi dan berdebat tentang berbagai topik hangat. Lama kelamaan saya merasa sesuai dengan ‘iklim’ di Bahana saat itu. Ketika ada penerimaan kru baru, saya ditawari bergabung,” katanya. Banyak hal yang diperoleh Ahmad selama di Bahana. “Dulu waktu pertama kali bicara di depan forum yang banyak orang, merasa kurang percaya diri,” katanya mengenang. “Tapi beberapa waktu kemudian jadi terbiasa. Apa lagi pengelola Bahana dengan mudah memberi peluang kepada kru untuk men-dapatkan pendidikan dan pelatihan ke berbagai tempat,” kenangnya. Ia mengaku juga belajar kepemimpinan dari sistem yang dibangun di Bahana. “Saya memimpin dengan sistem kekeluargaan seperti yang selalu diajarkan para pendahulu di Bahana,” lanjutnya. Karena kecintaannya pada Bahana, usai menuntaskan teori di Jurusan HI, ia tak langsung menyelesaikan skripsi. Ia malah memperpanjang ‘kuliahnya’ sampai ia wisuda satu setengah tahun kemudian. Ahmad mengaku tak banyak gebrakan yang dilakukannya saat itu, hanya ada sedikit perubahan. Seperti menghidupkan diskusi rutin tiap bulan, mengubah format per-wajahan, menghidupkan tradisi evaluasi kinerja aktivis Bahana melalui SWOT sambil berkemah, menjalin sinergi dengan aktivis koran kampus lain. Ia juga menghidupkan kembali kegiatan Kuliah Jurnalistik Lapangan

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa

(KJL), dan mengubah moto Bahana dari Pengawal Wawasan Nusantara dan Alma-mater menjadi Mengembangkan Tradisi Akademis yang Kritis. Tamat kuliah, ia dan dua temannya dari koran kampus Gagasan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Pekanbaru, merancang keberangkatan ke Jakarta. Saat itu aksi mahasiswa menurunkan Soeharto memang sedang marak. Ketiganya lalu ingin melihat dari dekat peristiwa sejarah kejatuhan Soeharto. Belum lagi penguasa Orde Baru itu turun, ia dapat informasi ada pembukaan pendidikan di Lembaga Pers Doktor Soetomo (LPDS) Jakarta. Melalui LPDS, ia mendapat beasiswa dari Ford Foundation guna mengikuti pelatihan di sana. Usai pendidikan, ia sempat ditawari bergabung di harian Bali Pos berkantor di Jakarta. Karena situasi saat itu genting, aksi-aksi mahasiswa mulai tak terkendali, akhirnya ia memutuskan kembali ke Pekanbaru sepekan sebelum Soeharto menyerahkan kuasa ke BJ Habibie. DI PEKANBARU IA SEMPAT bergabung ke beberapa media harian sembari mendirikan LSM Lembaga Pemberdayaan dan Aksi Demokrasi (LPAD) dengan beberapa teman aktivis. Pada saat yang sama ia juga bergabung dengan AJI (Aliansi Jurnalis Independen). AJI dikenalnya saat masih aktif di Bahana, karena organisasi ini adalah musuh Orde Baru, banyak diisi para aktivis jurnalis yang medianya dibreidel Harmoko, Menteri Penerangan saat itu. Setelah sekian lama bergabung ia dipercaya menjadi ketua AJI Pekanbaru. Setelah menjadi bagian dari jurnalis profesional, bukan jurnalis kampus, ia merasa ada kesenjangan yang terjadi. Menurutnya, menulis di media massa juga tak selepas menulis di media kampus. “Di media massa banyak terbentur kepentingan. Baik pemodal, narasumber, pemangku kekuasaan, dan lainnya,” akunya. Sejak tahun 2005, ia mengabdi di almamaternya. Ahmad Jamaan menjadi dosen. “Peluang untuk meningkatkan skill dan menyalurkan ilmu lebih besar,” aku pria yang pernah mengajar di UIN Suska Riau tahun 2000 dan Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) tahun 2002. “Setidaknya dapat meningkatkan tradisi akademik yang sudah pernah dibangun.” Meski kini aktif sebagai akademisi, anak bungsu dari enam bersaudara ini mengaku tak meninggalkan dunia jurnalistik. “Sampai sekarang saya masih diminta untuk berbagi ilmu jurnalistik.” HAMPIR DUA JAM, AHMAD JAMAAN memberi materi malam itu. Padahal malam itu, ia ada rapat panitia International Humanitarian Law Debate Competition 2010 yang ditaja Jurusan HI kerjasama dengan Palang Merah Internasional. Demi Bahana, ia tinggalkan rapat itu. ***


Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011

9

Sekilas Tebing yang Tinggi

SIRINE PANJANG SPEED BOAT Porti Express nyaring memanggil-manggil medio Ramadhan 1431 Hijriah. Petugas syahbandar memeriksa tiket penumpang. Penuh hati-hati Marhum Buntat. “Sewaktu meninggal dari Bergeraklah armada atau penjajab pimpenumpang turuni dermaga menuju kapal mulut Marhum Buntat keluar semacam batu pinan Panglima Besar Muda Tengku Bagus putih itu. Awak kapal melepas ikatan tali permata. Itu buntatku, kata Marhum Buntat. Saiyid Thoha pada awal Mu-harram tah-un dari dermaga. Pukul 08.58, memutar haluan Sejak itu ia dipanggil Marhum Buntat,” kata 1805 Masehi diiringi beberapa pembesar 180 derajat, perlahan kapal itu mening- H. Kazier, Ketua Lembaga Adat Melayu Kerajaan Si-ak, ratusan laskar galkan pelabuhan Sei Duku, Tanjung Rhu, Selatpanjang. Makam ini dikelilingi pagar dan h-ulu balang Pekan-baru. dari semen setinggi hampir dua meter. Lu- m-enuju Ibarat dalam bus, ada sekitar 30 penu- mayan luas. Pulau mpang duduki kursi fiber. Suara mesin, desir Aang Ananda Suherman dan saya meng- T e b i n g air, dan suara penumpang menyatu. Pukul hitung ada 69 makam keturunan tengku. Satu Tinggi. 10.00, kapal menambat di sebuah pelabuhan makam besar beratap warna kuning berdiri Merrakyat, Perawang. Penumpang turun, menuju kokoh. Itulah makam Marhum Buntat. e k a t i b a bus. Bus melaju, dua jam kurang lima menit Makamnya sudah turun beberapa sentimeter; d i t e b i n g bus tiba di Pelabuhan Tanjung Buton, Ka- antara kepala dan kaki tak lagi rata. Hutan Alai. bupaten Siak. Panglima itu Penumpang kembali naik kapal Porti segera mengExpress, ukuran lebih panjang. Ini transit SEBELUMNYA SELATPANJANG hujam keristerakhir. KPukul dua siang itu, Selatpanjang ebelumnya Selatpanjang bernama Negeri nya memberi menyambut tiga kru Bahana. Hawa panas Makmur Kencana Bandar Tebing Tinggi. s a l a m p a d a laut dan terik mentari terasa menyengat Nama itu berubah, sejak hasil perjanjian Ta n a h A l a i . kulit. Gerah. antara Marhum Buntat dan Belanda. Pada 4 Tanah Alai tak Selatpanjang berada di mulut sungai September 1899, Tengkoe Soelong Tjantik m e n j awa b. I a besar Siak dan Kampar. Ia jadi penghubung Alwi sebagai Wakil Sultan Siak IV berunding m-eraup tanah antara Riau Daratan dan Riau Kepulauan. dengan Van Huis, konteliur Belanda. s-ekepal, terasa Dekat dengan Malaysia dan Singapura. Ia Belanda ingin Negeri Makmur Kencana panas. Ia melejadi tempat persinggahan. Bandar Tebing Tinggi diganti menjadi Se- pasnya. “MenDi dalam pelabuhan kami bertemu latpanjang. Tjantik Alwi tak ingin hilangkan urut Siak IVse-pan-jang tukang becak ojek. Kami kenalan. Cerita nama itu karena bernilai sejarah. Sultan peng e-tahuan il k a Tanpa W i ebaga seputar Selatpanjang. Ia bilang namanya Am. insiden apapun,tikkedua Alwi sbelah pihak sepakat den, tanah Alai n ja T g n “Di sini yang banyak suku Melayu dan Cine menyebut e Soelo Negeri Makmur Kencana Bandar ini tidak baik Tengko (Tionghoa),” sebut Am kentalalogat Tekhas n a k Tebing Tinggi; Selatpanjang. “Saya dapat dibuat sebuah M melayu kepulauan. Ia juga menyebut etnis cerita dari ayah saya, saat perundingan ber- neg-eri karena Bugis, Jawa, dan Minangkabau mendiami langsung tak terjadi apa-apa,” kata Tengku tanah Hu-tan kabupaten termuda di Riau itu. Pada tang- Syarifah Akmaliah Ismail di rumahnya, tak Alai a-dalah gal 19 Desember 2008, DPR RI mengesah- jauh dari Masjid Raya. Masyarakat senang ta-nah jankan pembentukan Kabupaten Kepulauan menyebut Selatpanjang. Sebab pergantian t a n . B a r u Mer-anti di Riau terpisah dari Kabupaten nama itu, Syarifah dan Kazier tidak tahu. b i s a b e rBeng-kalis. Tengku Syarifah Akmaliah Ismail bersama k e m b a n g Dua becak motor. Am dan temannya suaminya Tengku Amhar Indraperdana Saiyid m e n j a d i mengantar kami. Tak sampai tiga menit kami Multazam menghimpun sejarah berdirinya s e b - u a h turun di depan sebuah rumah bercorak mela- Negeri Makmur Kencana Bandar Tebing Tinggi n e g e r i yu dari papan. Ongkos Rp 30 ribu untuk dua Selatpanjang dalam bentuk buku setebal 88 d a l a m becak motor. Am tersenyum men-inggalkan halaman. m a s a kami. Sebelum pergi, pria bermisai itu bilang Sultan Siak VIII Assyaidis Syarif Ali w a k t u sewa motor sehari Rp 100 ribu. Bensin susah Abdul Jalil Syaifuddin, biasa disapa Sultan yang lama,” kata dicari. Di sini tak ada pom bensin. Syarif Ali memberi titah kepada Panglima sang panglima dihadapan pembeDari depan Masjid Raya, kami jalan kaki Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha un- sar Siak dan anak buahnya. kelilingi kota Selatpanjang. Perempat jalan tuk mendirikan Negeri atau Bandar di Pulau Panglima bertolak menyusuri pantai Teuku Umar, kami bertanya pada penjual Tebing Tinggi. Selain tertarik pada pulau itu pulau ini. Lalu, terlihat sebuah tebing yang pempek Palembang.”Makamnya tak jauh. karena Sultan pernah singgah, tujuan utama tinggi. “Inilah gerangan yang dimaksud Ikuti aja jalan lurus ini. Di sebelah kanan,” Sultan ingin himpun kekuatan melawan oleh ayahanda Sultan Syarif Ali,” pikirnya. kata pria itu. “Saya salah satu keturunannya.” kerajaan Sambas, Kali-mantan Barat—ter- Armada merapat ke Tebing Tanah Tinggi Kebetulan sekali. Kami janji akan wawancara indikasi bersekutu dengan Bel-anda ya-ng bertepatan tanggal 07 April 1805 Masehi. setelah kunjungi makam. tel-ah khi-anati perjanjian setia dan mencuri Di usia masih 25 tahun itu, dengan Letaknya pas di depan kantor korem. Di mahkota Kerajaan Si-ak. Negeri at-au Bandar mengucap bismillah Panglima melejit ke pinggir jalan. Makam itu bernama Tengkoe ini nantinya se-bagai ujung t-ombak per-ta- darat yang tinggi sambil memberi salam. Soelong Tjantik Saijet Alwi, Selatpandjang hanan ketiga setelah Bukit B-atu dan Mer-bau “Alha-mdulillah tanah tinggi ini menjawab 1880-1908. Masyarakat kerap menyebut untuk menghadang pen-jajah dan lanun. salam den,” katanya. Tanah diraupnya, terasa

“...Negeri ini nantinya akan berkembang aman dan makmur apabila pemimpin dan penduduknya adil dan bekerja keras serta menaati hukum-hukum Allah.”

sejuk dan nyaman. Ia tancapkan keris di atas tanah—lokasinya kira-kira dekat komplek Bea Cukai sekarang. Sambil berkata, “Deng-arkanlah oleh kamu sekalian di tanah Hutan Tebing Tinggi inilah yang amat baik didirikan sebuah negeri. Negeri ini nantinya akan berkembang aman dan makmur apabila pemimpin dan penduduknya adil dan bekerja

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa

Oleh Made Ali

foto: M

Aang B

keras serta menaati hukum-hukum Allah.” Panglima itu berdiri tegak dihadapan semua pembesar kerajaan, laskar, hulu balang, dan bathin-bathin sekitar pulau. “Den bernama Tengku Bagus Saiyid Thoha Pang-lima Besar Muda Siak Sri Indrapura. Keris den ini bernama Petir Terbuka Tabir Alam Negeri. Yang den sosok ini den namakan Negeri Makmur Kencana Bandar Tebing Tinggi.” Setelah menebas hutan, membuka wilayah kekuasaan, berdirilah istana panglima besar itu. Pada 1810 Masehi Sultan Syarif Ali mengangkat Panglima itu sebagai penguasa pulau. Kala itu, sebelah timur negeri berbatasan dengan Sungai Suir dan sebelah barat berbatasan dengan Sungai Perumbai. ***


Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011

Dialog Masalah FISIP BADAN Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakul-tas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau (UR) taja dialog terbuka, Rabu (16/2) di Gedung Auditorium FISIP. Dialog mempertemukan antara pimpinan dekanat, jurusan, program studi, staf administrasi dengan kelembagaan mahasiswa. Tujuannya agar mahasiswa bisa sampaikan aspirasi terhadap berbagai masalah di kampus. Ada beberapa masalah yang dilontarkan mahasiswa. Pengisian KRS, pembagian kelas tak jelas, kenaikan SPP mahasiswa baru yang signifikan, semester pendek ditiadakan, diskriminasi dari dosen, sampai persoalan kartu parkir. Satu per satu ditanggapi.

Ali Yusri, Dekan FISIP menanggapi soal semester pendek yang akan di tiadakan. “Ini kebijakan atasan (rektor), bukan fakultas. Jadi kita tak bisa berbuat apa-apa,” katanya. Lalu Pembantu Dekan II, Herry Suryadi jelaskan soal kekurangan ruang kelas. “Tak hanya mahasiswa yang kekurangan ruang kelas, dosen pun kalau ke kampus tak mau lagi mampir ke ruangan dosen karena dipakai untuk ruang kelas.” Rencananya, lanjut Herry, dalam waktu dekat akan dibangun gedung dosen dan gedung lembaga mahasiswa. Giliran Syafri Harto, Pembantu Dekan III memberi tanggapan. Ia berbicara soal kartu parkir. “Peraturannya tetap berlaku, mahasis-wa yang menghilangkan kartu parkir

akan didenda Rp 100 ribu,” tegasnya. Menurutnya, peraturan ini tak hanya bertujuan menambah ketertiban parkir, namun juga meningkatkan keamanan sepeda motor. “Ini solusi terbaik,” simpulnya. Terkait keberatan yang disampai-kan mahasiswa, Syafri menjawab enteng. “Kalau ingin dihapus, ya sudah hapus saja. Tapi jangan ada yang mengadu lagi kalau ada kehilangan motor.” Dialog makin serius. Adrius, seorang mahasiswa FISIP menawarkan agar dibikin perjanjian hitam di atas putih. “Supaya hasil dialog ini tak hanya basa-basi saja,” katanya. Dian Wahyudi, Ketua BEM FISIP sepakat. “Hasil dari dialog ini akan disebarkan ke seluruh mahasiswa,” jelasnya. *8

Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum, Dekan FH terpilih berikan kuliah umum, 17 Maret 2011. Sebelumnya Sunarmi dosen USU Medan.

foto: Erli BM

BOM-IKA Up-Grading dan Kuliah Umum BADAN Otorita Mahasiswa Ilmu Kelautan (BOM-IKA) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (Faperika) Universitas Riau bikin up-grading dan kuliah umum untuk mahasiswa semester akhir. “Disampaikan juga kemana saja dunia kerja para alumni perikanan,” kata Zulkariman, Ketua Pelaksana. Tema acara Prospek Kerja Sarjana Kelautan Dan Perikanan dalam Menghadapi Persaingan Global, diadakan di Ruang Atlantik Faperika, Kamis (24/2). Untuk up-grading, peserta diberi pengetahuan organisasi tentang administrasi dan kesekretariatan oleh Sekretaris HMI Cabang Pekanbaru, advokasi oleh Nofri Andi Yulan dari Sospol BEM UR, dan manajemen organisasi oleh Ari nugraha dari bidang advokasi BEM UR. Sedang kuliah umum, BOM-IKA hadirkan tiga pemateri. Pertama Irwan Effendi, Kepala Dinas Kelautan Propinsi Riau. Lalu ada Syafriadiman, dosen Faperika sebagai pemateri kedua, dan Dedi Adrian Kusuma, alumni Faperika sebagai pemateri terakhir. Fadli

Wisuda Angkatan Ke-87 foto: Aang BM Suasana Seminar nasional lingkungan yang ditaja BEM UR di lantai 4 gedung Rektorat. Fadil Nandila dari Jikalahari jadi moderator.

Hima Bahasa Indonesia Budayakan Sas-

“DINAS Pariwisata dan Dinas Pen-didikan tak seharusnya meng-hiraukan acara yang menjunjung tinggi nilai budaya di Pekan-baru,” keluh Hendra, Ketua Pelaksana Perhelatan Akbar Himpunan Mahasiswa (Hima) Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UR. “Proposal yang kami ajukan tak ditanggapi sama sekali,” ujarnya kesal. Meski begitu, perhelatan akbar yang diagendakan selama se-minggu (7-13/3) ini tetap terlaksana. Perhelatan akbar merupakan agenda tahunan Hima Bahasa Indonesia FKIP. Tahun ini, mereka usung tema Men-

junjung Sastra, Menjulang Sastra, Menggali Marwah. Aneka lomba diadakan untuk me-meriahkan acara. Ada lomba puisi, lagu melayu, balas pantun, debat, lomba mading, dan baca tulis cerpen. Pesertanya pun beragam. Mulai dari tingkat SD hingga mahasiswa se-Propinsi Riau. Perhelatan akbar ditutup dengan seminar. Usai seminar diumumkan para peme-nang lomba. “Potensi para pelajar di bidang bahasa dan sastra harus dikembangkan,” kata Hendra men-jelaskan tujuan acara perhelatan akbar. *8

SABTU pagi (26/2) Universitas Riau (UR) adakan wisuda angkatan ke-87. Sama seperti wisuda lalu-lalu, ada sekumpulan mahasiswa berbaju hitam panjang, syal di leher dan toga di kepala, blitz kamera, para orang tua, anak-anak, undangan dan para pedagang dadakan—penjual bunga dan aneka ma-kanan serta jajanan—kumpul jadi satu. Tenda-tenda disusun memanjang di depan Rektorat. Pagi itu, Rektor UR, Ashaluddin Jalil, beri sambutan. Ia paparkan kondisi kekinian UR, tentang guru besar, dan kontribusi UR kapada masyarakat. Di akhir pidato, ia berpesan agar Universitas Riset segera terwujud melalui kerjasama seluruh civitas akademika. Para pemuncak UR juga diumumkan pagi itu. Pemuncak satu Yenni Anita Dewi dari Fakultas Ekonomi Jurusan, IPK 3,83. Pemuncak dua Sri Rahayu dari fakultas dan jurusan yang sama, IPK 3,79. Pemuncak tiga Zulhafizah dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, IPK 3,78. fadli

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa

From Zero be Hero

DELAPAN ratusan mahasiswa Universitas Riau memenuhi Gedung Rektorat Lantai IV pada Minggu (27/2). Mereka menghadiri training Melejitkan Dahsyatnya Potensi yang ditaja Unit Kegiatan Mahasiswa (UKMI) Ar-Royyan. “Ini di luar target. Sebelumnya kami hanya targetkan 300 peserta,” ujar Ferry Fadli, Ketua Ar-Royyan saat itu. Training ini dikhususkan pada mahasiswa baru dengan tema From Zero be Hero. “Harapan utamanya agar kedekatan dengan mereka tak terputus,” kata Ferry. Aswirman, seorang trainer dan konsultan PT RAPP hadir sebagai pemateri. Ia jelaskan filosofi zero be hero. “Semua manusia di dunia pasti melewati tahap zero ini, yaitu nol. Namun apapun itu, kita wajib bersyukur karena kita merupakan makhluk Tuhan paling sempurna,” ujar Wirman. Selain trainer, panitia juga menghadirkan Helmi Hidayat sebagai entertainer acara. Ia memberikan aneka games seru, juga senam otak yang membuat para peserta lebih rileks. Fauzi, salah seorang peserta berpendapat, ini acara paling seru yang pernah diikuti. “Kalau biasanya ikut seminar pasti ngantuk, tapi ini nggak,” kata mahasiswa Hubungan Inter-nasional FISIP ini. *8

Faisal Pimpin Kopma Lagi UNIT Kegiatan Mahasiswa (UKM) Koperasi Mahasiswa (Kopma) Universitas Riau rapat anggota tahunan di hari terakhir bulan Februari silam. Acara diadakan di ruang DPH Fakultas Teknik. Sekitar pukul 09.00, perwakilan dari Dinas Koperasi Propinsi Riau buka acara. Turut hadir anggota Kopma UIN Suska Riau pada rapat anggota tahunan ini. Ada beberapa rangkaian kegiatan. Pembacaan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) anggota Kopma periode 2010-2011, pembahasan Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART), lalu pemilihan Ketua Kopma periode 2011-2012 dan pemilihan badan pengawas. Muhammad Faisal, Ketua Kopma katakan acara ini dibuat untuk mengganti pengurus lama dengan yang baru. “Periode saya sudah habis, harus ada penggantinya.” Muhammad Faisal kembali terpilih sebagai ketua Kopma periode 20112012. LPJ-nya juga diterima. Beberapa perubahan dalam AD/ART; lambang dan lokasi. “Sebelumnya lokasi Kopma di Unri Gobah, sekarang di Panam,” katanya. Untuk program jangka pendek, Faisal akan benahi usaha Kopma dan bikin baju lembaga. fadli


Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011 USAI BULAN PUASA TAHUN LALU, Muhammad Yazid bin Tomel mulai sakitsakitan. Bermula dari sakit tangan. Sempat sembuh, tak berapa lama Yazid sakit batuk dan sesak napas. Setelah minum obat, sakitnya hilang. Kemudian datang sakit mencret. Bawa berobat. Sembuh lagi. Setelah itu kondisi tubuhnya melemah, cairan tubuh berkurang drastis. Yazid langsung dilarikan ke rumah sakit. Beberapa hari kemudian, ia kembali sehat. Namun pada 21 September 2010 kondisinya mulai drop. Dua hari kemudian ia meninggal dunia. “Nggak ada firasat sama sekali,” kata menantu Yazid, isteri dari anak pertamanya. Isteri Yazid, Asnah binti Usman, telah mendahului Yazid dua bulan sebelumnya. “Mungkin karena tak bisa berpisah. Mereka dekat sekali.” Muhammad Yazid dimakamkan pada 24 September 2010 sekitar pukul 10.00, sebelum Shalat Jumat, di tanah pekuburan Masjid Al Hadi Taqwa RT 01/RW 02, Dusun Langgam,

Desa Teluk Latak, Kecamatan Bengkalis. Ia tutup usia 85 tahun, meninggalkan delapan anak, 30 cucu, dan 20 cicit. HARI ITU IA MENINGGAL, terserang demam tinggi. Salah satu tangannya agak bengkak. Tapi ia langsung bangkit ketika diminta menari Zapin. Tertatih-tatih, ia masuk ke arena. Penonton menahan napas. Irama gambus lagu Bunga Cempako mengalun. Satu, dua, tiga, empat, lelaki uzur itu bergerak ke depan dan ke belakang seiring dengan irama petikan gambus dan entakan marwas. Raut wajah Muhammad Yazid begitu gembira saat membawakan tarian, dan itu membuat tariannya memancarkan keanggunan luar biasa. Cerita ini diliput Sita Planasari Aquadini dari Tempo. Ia datang langsung ke Desa Meskom, Bengkalis. Yazid dikenal sebagai maestro Zapin Desa Meskom. Puluhan tahun ia ajarkan tari Zapin pada warga Meskom—mulai dari anak SD hingga orang tua. Mereka latihan Zapin di pekarangan rumah. Hampir tiap sore Meskom penuh dengan orang menari Zapin. Tak heran bila hampir semua warga desa pintar menari Zapin, baik lelaki maupun perempuan. Hingga kemudian Meskom dikenal dengan sebutan Kampung Zapin. Di Meskom, tradisi Zapin diteruskan turun-temurun. Begitu pula dengan instrumen pengiri-ngnya—gambus dan marwas. Desa Meskom terletak 13 kilometer ke arah selatan dari Kota Bengkalis. Desa ini amat sederhana. Jalanan setapak menuju desa sudah diaspal, namun lebarnya hanya cukup dilewati satu kendaraan roda empat. Jika

Rentak Zapin Tanpa Yazid

Oleh Lovina

berpapasan, salah satu terpaksa mengalah.

Kamis, 14 Oktober tahun lalu saya bersama tiga kru Bahana menyambangi Desa Meskom. Sepanjang jalan setapak kami telusuri. Namun tak tampak anak-anak berlatih Zapin. Zainuddin, salah seorang guru Zapin mengakui kini sudah jarang warga Meskom latihan Zapin di pekarangan rumah, termasuk anak-anak. “Anak di sini rata-rata sudah pandai Zapin, jadi latihan kalau ada acara saja,” kata Zainuddin. Keadaan begini sudah dua tahun berjalan. “Dulu mereka belum tahu gerakan Zapin, jadi kita ajarkan mulai dari dasar, bersama Pak Yazid juga,” lanjutnya. Zainuddin ingat pesan Yazid agar Zapin selalu ditularkan ke generasi penerus. “Itu warisan orang-orang tua dulu,” katanya menirukan perkataan Yazid. Seingat Zainuddin, ia terakhir kali jumpa dengan Yazid sebulan sebelum puasa. Saat itu Yazid datang ke rumah mencari gambus. “Dia mau ada acara, tapi tak ada gambus,” cerita Zainuddin. Cerita Dolah hampir sama dengan Zainuddin. Dolah tetangga Zainuddin, rumahnya beberapa petak dari rumah Zainuddin. Menurut Dolah, Yazid terakhir kali datang ke rumahnya hendak cari gambus. “Katanya habis dari rumah Zainuddin, tak dapat, dia datang ke sini,” ujar Dolah. Untung Dolah punya dua gambus. Ia lalu berikan ke Yazid. “Setelah itu tak ada jumpa lagi. Sempat dengar kabar dia sakit, eh tiba-tiba meninggal. Cepat sekali,” kata Dolah. Dolah pembuat gambus, salah satu alat musik—selain marwas—yang dimainkan saat menari Zapin. Meski Dolah jarang sekali menari Zapin bersama Yazid, ia punya kesan mendalam pada sang maestro. Waktu kecil, dua anak Dolah diajarkan Zapin oleh Yazid. Salah satunya bernama Rosila. “Saya belajar Zapin waktu SMP, sudah lama,” kata Rosila. Kini ia berusia 27 tahun, sudah berkeluarga dengan satu anak. Rosila cerita, guru mereka saat itu ada tiga orang; Yazid, Zainuddin, dan Baharudin. Namun Rosila pertama kali kenal Zapin dari Yazid. “Biasanya Pak Yazid ngajar soal gerakan,

kadang jalan, kadang pecah-pecah gerakan. Sering marah juga kalau kita tak bisa-bisa gerakan yang diajarkannya,” ceritanya. Kini Rosila tak rutin lagi berzapin. “Sesekali ikut kalau ada festival.” Baharudin, guru Rosila lainnya, saat Bahana temui, sedang mengajarkan Zapin di salah satu sekolah SMP di Bengkalis. “Mereka hendak ikut lomba Zapin,” kata Baharudin. Ditanya soal kepergian Yazid,ia pun merasa kehilangan. “Kehilangan dalam artian, kalau dulu ada undangan menari saya harus ke rumahnya dulu, mengajaknya ikut menari. Penonton selalu ingin lihat Yazid tampil, di mana pun acaranya,” ceritanya. Menurut Baharudin, tarian Yazid sangat khas. “Ada gerakan tertentu yang bisa bikin orang tersenyum, tertawa, kadang terkejut. Pose-pose gerakan yang khas, yang tak dijumpai pada anak-anak kita sekarang.” Ini yang bikin orang selalu ingin melihat dan merindukan penampilan Yazid di setiap kesempatan. “Itulah, apakah ada yang me-nyamai dia atau seperti dia besok,” kata Baharudin. Meski sama-sama pengajar Zapin, Zainuddin dan Baharudin kerap bertanya soal gerakan Zapin pada Yazid. “Dia selalu ajarkan gerakan baru temuannya sendiri. Kalau tidak mengerti atau lupa, kita selalu tanya dia,” kata Zainuddin. Baharudin beri contoh konkrit. “Misal gerakan Cino Buto, dia ajarkan sama kita. Sekarang saat kita tak paham, tak tahu lagi mau bertanya pada siapa. Jadi gerakan itu mati, tidak berkembang.” ZAPIN BERASAL DARI BAHASA Arab, zafn, berarti kaki yang bergerak cepat. Kesenian ini bermula dari Hadramaut, Yaman, dan tersebar ke berbagai penjuru dunia seiring penyebaran Islam pada abad ke-13. Asimilasi budaya menumbuhkan karakter tersendiri bagi Zapin Melayu. Bentuk pir gambus Melayu, misalnya, lebih ramping dibanding versi asli dari Hadramaut. Denting gambus Melayu pun lebih lembut dan melodius. Melodi gambus ditemani tabuhan lima rebana atau marwas. Dua marwas sebagai penentu tempo dan tiga lainnya mengisi tekstur musik. Seluruhnya menciptakan rentak Melayu yang khas. Ada beberapa gerakan dalam Zapin Melayu; menongkah (mendayung), siku keluang

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa

(gerak sayap burung keluang), dan tukar kaki menirukan gelombang susul-menyusul. Dan setiap gerakan punya makna filosofis. Mardiyah Chamim dari Tempo pernah menulis tentang Zapin di Bengkalis. Ia mewawancarai Yazid, awal tahun 2010 lalu. Yazid cerita soal makna filosofis gerakan Zapin pada Mardiyah. “Gerak menongkah berarti hidup harus tabah,” kata Yazid. “Ayunan dayung harus mantap meskipun ombak datang. Cabaran hidup itu biasa.” Sedangkan gerak meniti batang berarti hidup harus hati-hati jika tak hendak terjebak dalam kubangan masalah. Lalu ada gerak tukar kaki yang menirukan gelombang yang susul-menyusul. “Artinya, hidup itu harus tekun, terus-menerus berusaha,” kata Yazid. Detail yang melekat pada penari pun punya makna. Lima kancing baju dan lima langkah kaki dalam setiap serial gerakan merupakan simbol rukun Islam. “Ragam sembah namanya,” kata Yazid. Mardiyah Chamim menulis riwayat perjalanan Zapin. Riwayat ini diceritakan oleh Yazid yang didengarnya dari sesepuh dan gurunya. Pada masa Kerajaan Siak Indragiri, abad ke-17, Zapin adalah seni istana. Penari Zapin khusus diundang menari di hadapan raja. Dengan teknik silat kelas tinggi, penari bergerak luwes dan ringan. Permadani atau tikar yang diinjaknya tak boleh sedikit pun bergeser, apalagi sampai kusut berlipat. Zaman berganti. Kerajaan Siak digantikan kolonialisme Belanda. Zapin tak lagi di istana, tapi masuk kampung. Ia lalu dikembangkan oleh Abdullah Noer, seniman asal Deli, Medan, pada 1930-an di Bengkalis. “Beliau guru kami,” kata Yazid. Setelah Indonesia merdeka, Zapin mekar di Bengkalis. Perhelatan warga kampung, seperti pernikahan dan khitanan, hampir selalu dimeriahkan Zapin. Pamor Zapin sempat redup pada 1980-an. Saat itu Orde Baru berkuasa. Awal 2000, dengan bubarnya Orde Baru yang diikuti penerapan otonomi daerah, Zapin mekar kembali. Pamornya kian bersinar seiring melejitnya lagu Laksamana Raja di Laut yang dinyanyikan Iyeth Bustami. SEKITAR SEBULAN USAI kepergiannya, Muhammad Yazid menerima penghargaan Anugerah Sagang Kencana. Ia diberikan dalam rangka 15 tahun usia Anugerah Sagang. Anugerah Sagang dihelat oleh Yayasan Sagang, sebuah institusi kebudayaan Melayu yang diprakarsai Rida K Liamsi, pendiri Riau Pos Group. Yazid dinilai layak terima Anugerah Sagang Kencana karena perjuangannya memelihara dan mengembangkan seni tradisi Zapin Melayu. Yazid juga pernah menerima Anugerah Seniman Tradisi dari Dinas Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Propinsi Riau tahun 2005 serta Anugerah Kebudayaan sebagai Maestro Seni Tari Zapin dari Pemerintah Republik Indonesia tahun 2010. Anugerah maestro Zapin ini diterima beberapa saat sebelum maut menjemputnya. “Yazid menari dan mengajar Zapin sejak usia delapan tahun hingga akhir hayatnya,” kata Zainuddin. Selama itu, Yazid sudah men-


Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011 Kesehatan

Kulit Terkelupas Selektif Pilih Sampo

SEBELUMNYA saya ucapkan terima kasih pada BM yang memuat keluhan saya. Terima kasih juga pada dokter yang memuntuk mengantis-ipasi rambut bercabang dan beri jawaban. Saya mahasiswi berusia 21 tahun. Laypecah-pecah. Potong rambut yang simple agar aknya perempuan seusia saya, saya pun tak susah merawatnya. mengalami gangguan kulit berupa jerawat Selanjutnya, jangan catok rambut bila tak di wajah. terlalu penting. Ini bisa membuat rambut rusak Untuk menghilangkan jerawat-jerawat dan patah. Terakhir, rambut jangan diikat atau itu, beberapa bulan ini saya menggunakan dikepang. Jika diikat, jangan terlalu kencang. produk penghilang jerawat. Hasilnya, jerIni juga jadi penyebab rambut patah. Semoga awat di wajah saya sedikit berkurang. Hanya bermanfaat. Selamat mencoba. *** saja, kulit jadi kering dan terkelupas. Yang Wulan A.F ingin saya tanyakan, apakah pengelupasan Mahasiswi FKIP UR 09 kulit wajah ini berbahaya? Apakah ini efek dari produk yang saya pakai? Terima kasih atas penjelasannya.

SEMUA perempuan pasti ingin berambut indah. Tentu saja butuh perawatan rutin. Namun, terkadang ini jadi kendala, terutama bagi yang punya aktifitas padat. Soal keuangan juga tak bisa disepelekan. Berikut beberapa tips merawat rambut tanpa biaya mahal. Pertama, keramas dua hari sekali. Dengan begitu, rambut jadi lebih bersih. Jika rambut kotor, bisa keramas sekali sehari. Rambut yang terlalu kotor bisa membuat pertumbuhannya jadi te-rhambat. Kedua, pakai jenis sampo sesuai kondisi ram-but. Bila rambut berminyak, gunakan sampo dari bahan jeruk nipis. Sebaliknya, bila Anda berambut kering, gu-nakan sampo varian santan. Ketiga, creambath tiga buan sekali. Jika tak bisa ke salon, lakukan di rumah. Disamping itu, potonglah ramut dua bulan sekali. Ini dilakukan

Febry Shinta Mahasiswi Fisika FMIPA UR Jawaban dr. Mona Amelia M. Biomed

Bagi yang punya tips menarik, kirim ke

bahanamahasiswa@yahoo.com.

Dear Febry Shinta, Prinsip kerja rata-rata obat jerawat adalah keratolitik. Artinya, melisiskan atau meng-hancurkan lapisan keratin kulit. Jika lisis hancur, gumpalan inti jerawat akan

mudah keluar. Jika Anda menggunakan bahan keratolitik tanpa mengeluarkan isi jerawat, jerawat hanya akan berhenti peradangannya, tidak nyeri lagi, kulit mengelupas, tapi dengan warna dasar yang menghitam. Warna hitam ini menu-njukkan bahwa pori-pori masih terisi inti jerawat. Ada juga jenis obat jerawat yang selain bersifat keratolitik juga mengoksidasi. Hasilnya jerawat malah meradang. Namun untuk diketahui, kulit yang meradang lebih tipis dibandingkan yang sudah hilang gejala peradangannya. Obat jenis ini biasanya mengandung peroksida dan terasa panas atau agak perih. Pengobatan jerawat yang benar dengan mengekstraksi atau mengeluarkan isinya sehingga pori-pori teraliri lagi oleh darah. Di samping itu, kulit juga bisa beregenerasi kembali dan warnanya sama dengan warna asalnya. Ini membuat pengelupasan hanya berlangsung sementara dan hilang sendiri dengan proses renewal kulit. Kulit jerawat yang tidak diekstraksi cenderung tidak mampu beregenerasi sehin-gga kulit mengelupas dan tidak pernah berakhir. ***

IKLAN

KUPON MINDA Kirimkan jawaban anda dengan melampirkan KUPON minda dan fotokopi KTM ke redaksi Bahana Mahasiswa JL. PATTIMURA NO. 9 GEDUNG H KAMPUS UR GOBAH.

1 Mind-A 1

2

3

5

4

6

7 8 9 11

10

TELP. (0761) 47577 email: bahanamaha17 siswa@yahoo.com FB: Bahana Mahasiswa

12 13 15

14

16

18

MENDATAR 1.Kartu Keluarga 2.Alas atau daras 7.Tembang cilik 9.Organisasi Masyarakat 10.Kelompok senyawa organic yang memngandung nitrogen 12.Bahasa inggris (berakhir) 14.Orang luar / belum dikenal 16.Lobang besar di alam 17.Office boy

MENU1.Judul lagu 3.Zat pembersih noda 4.International Organization for Standarization 5.Lezat, enak, gurih 8.Pendidikan Anak Usia Dini 11.Seni bergerak (tak baku) 13.Slah satu nama urat 15.Aliran air 16.Nama daerah di Sulawesi Sulawesi

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa


Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011

Imam Shofwan

Ibu-Ibu Tang-

Bergiat di Yayasan Pantau Sehari-hari advokasi persoalan bencana lumpur Lapindo

Setelah perjuangan panjang dan melelahkan karena sering dikibuli Lapindo selama 2 tahun lebih.

AGAIMANA NASIB SATU kearga patrilinial di desa; jika suami, bagai tulang punggung keluarga, tak berfungsi dengan baik atau lumpuh sama sekali. Bagaimana keluarga ini melanjutkan hidup sehari-hari? Bagaimana sekolah anak-anak mereka? Bagaimana kalau mereka sakit? Dan daftar pertanyaan panjang lainnya yang masih bisa diuraikan dengan jawaban yang terbata-bata. Pertanyaan lebih nakalnya: bagaimana jika kelumpuhan ini terjadi massal? Anda pasti membayangkan hal-hal yang buruk. Tapi ini bukan bayangan. Ini adalah fakta yang sudah dua tahun setengah ini berlangsung di dekat kita. Sangat dekat. Ini adalah kisah ribuan suami yang pekerjaannya direnggut oleh bencana Lapindo dan istri-istri dan anak-anak perempuan, dengan segala keterbatasannya, dipaksa untuk menanggung beban keluarga semuanya. Ya, semuanya. Perempuan pertama bernama Asfeiyah (45 tahun), ibu rumah tangga di pasar baru Porong. Suaminya Sanep (45 tahun), sebelum bencana Lapindo, adalah seorang pengrajin emas yang sudah lebih dari tiga tahun tidak bekerja lagi. “Orangnya bodoh, buta huruf, bisa baca tapi tak bisa nulis, jadi pemalu,” Asfeiyah mencoba menerangkan kenapa suaminya jadi

luse-

pengangguran. Suaminya memang berhenti jadi pengrajin emas beberapa tahun sebelum bencana lumpur. Saat itu, keluarga Asfeiyah masih tinggal di Renokenongo. Asfeiyah menjadi tukang jahit dan suaminya bekerja sera-butan. “Kalau ada yang mengajak bekerja, kalau tidak ya tidak, nggak bisa cari sendiri,” jelas Asfeiyah. Di Renokenongo, sebelum bencana Lapindo, Asfeiyah sering mendapat orderan dari tetangga yang minta dibikinin baju. Seminggu dua kali dia dapat order, itu menurut itungan paling jarang Asfeiyah. “Lumayan bisa dapat Rp 50 ribu (per potong),” jelas Asfeiyah. Kehidupannya di Renokenongo memang sulit tapi di pengungsian lebih sulit lagi. Sekarang tak ada lagi orang yang minta dibikinin baju, kalau ada paling cuma tambal baju alias vermak. Kalau boleh memilih, Asfeiyah tentu lebih memilih untuk tinggal di Renokenongo. Untung tak dapat diraih, malang tak bisa ditolak. Bencana lumpur Lapindo datang begitu tiba-tiba dan tak memberi pilihan lain pada Asfeiyah sekeluarga selain pindah ke pengungsian di pasar baru Porong. Dan ini bagai mimpi buruk buatnya. Semua anggota keluarganya tak satupun yang bekerja dan dia satu-satunya yang banting-tulang untuk semua anggota keluarga. Tiap hari Asfeiyah musti mengumpulkan uang 50 ribu Rupiah untuk makan semua keluarga dan beberapa bulan terakhir ini pendapatannya sering kurang dari itu. Hanya pada bulan tiga sampai delapan Asfeiyah bisa bekerja normal sebagai penjahit. Pada bulan-bulan itu banyak orderan dari perusahaan-perusahaan paka-ian. Kalau dia bisa menyelesaikan sesuai tenggat, tiap minggu 400.000 Rupiah bisa dia dapatkan. Dan ini berarti Asfiyah musti enam belas jam di mesin jahit tiap harinya. Mulai jam 4 pagi sampai jam 4 sore dan jam 8 malam hingga jam 11.

yang keempat dan karena tidak ada pekerjaan dia menggunakan uang tersebut untuk modal dagang pakaian. Meski tak ramai Asfeiyah tiap harinya bisa dapat pemasukan sekitar 30.000 Rupiah. Sementara uang untuk makan semua keluarganya adalah 50.000. Asfeiyah tak punya pilihan lain selain menggunakan uang rumahnya untuk makan. Bayangan untuk bisa mendapat rumah lagi pun perlahanlahan mulai dia hapus. “Yang penting semua keluarga bisa makan, Mas,” kata Asfeiyah. Marah, sedih, putus asa, perasaanperasaan ini dipendam Asfeiyah karena tak ingin keluarganya pecah. “Kalau marah, cek-cok, takut kehilangan suami,” tutur Asfeiyah. “Tapi kalau nggak marah nggak tahan, Mas.” Tak hanya Asfeiyah yang dipaksa menjadi tulang punggung keluarga. Seorang ibu warga Perumahan Tanggul Angin Anggun Sejahtera I juga mengalami nasib yang sama. Nama ibu itu, Noor Hani (44 tahun). Dia kini meng-ontrak rumah di Sidokare, Sidoarjo. Alasannya tentu jelas karena rumahnya sudah punah dimakan lumpur.

SETELAH PERJUANGAN PANJANG

Hani juga berusaha supaya dapat pema-sukan tambahan. Dia melukis dan bikin gambar meja-kursi belajar dan suaminya diminta membikin barangnya. Namun itu belum cukup menutupi kebutuhan keluarga. Hani lantas ber-dagang keliling pakaian dan kue supaya asap dapurnya tak padam.

dan melelahkan karena sering dikibuli Lapindo selama 2 tahun lebih. Asfeiyah dan keluarga-keluarga lain di pasar baru Porong yang tergabung Paguyuban Warga Renokenongo Korban Lapindo (Pagar Rekorlap) mendapatkan 20 persen uang aset mereka. Meski tak sesuai keinginan, warga tak bisa menolak cara pembayaran yang dilakukan Minarak Lapindo, yakni dengan cara mencicil. Bulan ini Asfeiyah mendapatkan cicilan

Bu Hani, siswa Madrasah Aliyah Khalid bin Walid biasa memanggil namanya, adalah guru di MA tersebut. Sebelum ada lumpur suaminya Hendra Jaya (44 tahun) punya bengkel reparasi dinamo di rumahnya. Dia sudah punya langganan dari tetangga-tetangga di sekitarnya. Namun lumpur Lapindo menenggelamkan bengkel itu dan suaminya pun praktis tidak bisa bekerja lagi.

Bagi guru swasta yang gajinya tak lebih dari 100 ribu Rupiah per bulan dan suami yang menganggur tentu bencana Lapindo jadi pukulan berat bagi keluarga ini. Keluarga ini mesti pontang-panting untuk menutupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Dengan tiadanya pemasukan Hani mencoba mem-perkecil pengeluaran. Caranya dengan meng-urangi jatah makan sehari-hari. “Berasnya saya kurangi dan ganti singkong yang sama mengandung karbo-hidrat,” Hani berusaha menahan air matanya saat mengatakan ini.

Empat orang anaknya tak semuanya bisa menerima kesulitan ini. Hanum Anggraini (15 tahun), anak pertamanya yang duduk di SMU II Sidoarjo, bisa menerima kenyataan

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa

ini dan bisa bersabar. “Tapi yang kecil suka protes, saya mencoba mengarahkannya dengan agama,” tutur Hani. Tapi namanya juga anak-anak masih suka rewel dan protes. Tak hanya ibu-ibu yang rumahnya sudah terendam lumpur yang merasakan dampak bencana Lapindo ini. Ibu Christina, warga Glagaharum, juga merasakan dampak tidak langsung bencana Lapindo. Christina adalah istri Hafidz Affandi, kepala desa Glagaharum periode 1990-1998 dan 1998-2007. Keluarganya cukup terpandang dan kaya. Tanahnya luas, punya toko bangunan, dan pabrik sepatu di pasar wisata Tanggulangin. Setelah tidak jadi kepala desa praktis pendapatan mereka bertumpu dari toko bangunan dan pabrik sepatu. Toko ini sebelum ada lumpur mendatangkan pen-dapatan yang luar biasa besar bagi keluarga Christina. Seharinya bisa Rp 9-12 juta. Saat itu, semua kebutuhan delapan anaknya bisa dipenuhi bahkan berlebih. Misalnya; semua anaknya kalau sudah masuk SMP pasti dibelikan sepeda motor dan dibikinkan SIM. Lalu kalau anaknya minta dibelikan laptop atau sepatu yang harganya jutaan, saat itu juga akan dibelikannya. “Dulu kalau mau datang ke pesta kawankawannya, pasti bajunya baru,” kenang Christina. Sekarang semua sudah berubah. Tepatnya sejak bencana Lapindo dua tahun lalu, satu persatu langganan Christina hilang. “Dulu langganannya dari Siring, Ketapang, Kedungbendo, Jatirejo, Reno-kenongo, dan lainnya,” tutur Christina. Sekarang desadesa itu sudah tenggelam dalam lumpur dan tak ada lagi pesanan buat Christina. Pendapatannya menurun drastis hingga Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta seharinya. Lima dari enam karyawannya di toko bangunan dia pulangkan dan kini tinggal dia dan seorang pelayan toko yang masih bertahan. Gudang-gudang tempat penyimpanan semen dan kayu juga sekarang kosong karena permintaan yang terus berkurang. AKHIR TAHUN LALU, CHRISTINA meminjamkan secara gratis gudang ini untuk yayasan Khalid bin Walid dan digunakan untuk sekolah. Christina tak tega melihat gedung sekolah Khalid bin Walid di Renokenongo tenggelam. “Saya juga punya banyak anak yang masih sekolah, bagaimana kalau ini menimpa saya,” tutur Christina. ***


Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011

Purnama di Sydney I

INGIN KUTUMPAHKAN cahaya bulan di telapak tang-anku, lalu kugenggam erat. Kudekap, kusimpan di sudut jemari agar suatu saat bila kita bertemu, kupersembahkan untukmu. Lihatlah cahaya yang ditumpahkan bulan itu ke bumi, meliuk indah, menari di bilur laut. Lebur dalam gelombang, namun kemilaunya tetap di puncak debur. Tak hendak kalah, terus menari, menggantikan tugas camar siang tadi. Malam ini laut menari di bawah cahaya bulan. Pasir mendesis lirih. Aku duduk sendiri menatap bulan, tenggelam dalam hiruk pikuk Sydney. Semua peristiwa kembali runut di pikiranku. “Lihatlah cahaya bulan itu,” ucapmu waktu itu, ketika laut mulai pasang. Kita duduk berdua di pelataran darling habour. Tempat rehat anak muda di jantung kota Sydney. Tak peduli pada hingar bingar suara musik. Kita terlena menatap bulan. “Aku jadi ingat Kute,” katamu dengan lidah Bali-mu yang kental. Kau akhirnya berhasil meng-ajakku bicara setelah hampir 1 jam kita duduk di sini. Aku terlena dengan pikiranku sendiri, bermain dengan alam khayalku sambil menatap bulan. Aku memang suka menatap bulan. Sejak usia kanak aku selalu memaksa ayah untuk duduk di beranda kala bulan purnama tiba. Di sebuah desa kecil, di hulu Sungai Rokan, aku menatap bulan hampir setiap purnama. Dan saat melanjutkan kuliah di kota, ayah selalu rindu kupaksa menatap bulan. Akhirnya karena sudah terbiasa dengan keinginanku mengajaknya menatap bulan, ayah selalu duduk di beranda rumah hanya untuk menatap bulan, sendiri. Karena tak hendak sendiri di dalam rumah hingga tengah malam, kebiasaan menatap bulan itu pun tertular kepada ibu. Ibu dan ayah pun akhirnya selalu setia menatap bulan, kala purnama datang. Dalam suratnya ibu bercerita, “Setiap bulan purnama Ibu dan Ayahmu selalu duduk di beranda. Kami seperti melihatmu menari sambil memainkan biola.” Akh, surat ibu selalu mengundang air mata. Betapa aku ingin melihat wajah yang sudah renta itu. Namun keinginan untuk bertemu selalu dipatahkan oleh rutinitas hidup di negari orang. Kini aku tidak lagi hidup di ibu kota negeriku, tapi sebuah negeri yang jauh, di sebuah benua yang terletak di selatan pulau Papua. Artinya, aku tidak hanya bersaing untuk hidup dengan orang-orang sebangsa-ku, namun suku lain, dan ini memerlukan kerja keras. Jika tidak, aku hanya akan jadi pecundang. Hampir dalam setiap suratnya ibu berpesan, walau jauh di negeri orang, namun aku harus tetap menjadi diri sendiri. “Kau mesti terus jadi Melayu, resam dan marwah nenek moyangmu jangan sampai lekang,” begitu kata-kata ibu yang vulgar dan aku bayangkan “Upacara pamarisuda kariphubaya,” jawa-bmu sambil tersenyum. Pada intinya upacara itu untuk menetralisir atau mengembalikan energi. Dalam kepercayaan kami di Bali, usai pengeboman itu, khususnya di tempat ke-

Murparsaulian Manajer Program Riau Televisi Pernah tinggal di Australia

Istimewa

jadian, banyak energi jahat. Jadi energi jahat tersebut harus diusir dari tempat tersebut dan dikembalikan lagi ke energi sebelumnya. Tanpa dikomandoi kita berdua kembali tiba-tiba terdiam. Udara makin dingin. Kuketatkan krah switer dengan melu-ruskannya ke atas hingga menutupi leher. Kutatap purnama itu, tanpa sadar kembali terbayang purnama di kampungku nun kini jauh. Kuakui walaupun kota ini indah dengan segala kemegahan dan kecanggihan teknologinya, namun purnama di kam-pungku tetap lebih indah. Cahaya bulan yang jatuh ke dedauan di samping rumah, jauh lebih indah dari cahaya rembulan yang jatuh di atas gedung-gedung pencakar langit di sini. Siluh, aku biasa memanggilmu dengan sebutan itu. Aku ambil dari namamu Siluh Putu Gayatri. Aku tahu kau tak setuju kupanggil Siluh, karena panggilanmu biasanya Gayatri. Siluh adalah panggilan nama pertama yang kau dengar, dan itu dari mulutku, sahabatmu. Begitulah, setelah saling berdiam diri, kita kembali larut dalam cerita kita masing-masing. Mengapa kita sampai bisa akhirnya ketemu di kota ini. Aku ingat betul. Kita bertemu ketika aku belanja di Pedy’s Market, di bagian pasar tradisional di basement. Pasar ini sangat dekat dengan kampusku. Memang yang belanja di situ golongan menengah ke bawah. Termasuk aku yang kerja sambil kuliah di sini. PERTEMUAN KITA TAK DISENGAJA . Ketika aku sedang memilih-milih buah anggur yang harganya lebih murah di sini dari pada di Indonesia. Tanpa sadar aku diamati oleh seorang gadis, yang matanya kukenal betul. Pertamanya aku agak ragu itu adalah kau. Namun aku melihat keyakinan di matamu, kalau yang kau lihat benar-benar aku. Saujana! Sapamu memekikkan telingaku, tanpa mempedulikan orang-orang di sekitar kita kaget dan memelototi kita. Kita berangkulan, dan saling pegang kepala, seperti kebiasaan kita bila berjumpa pertama kali setelah sekian lama tidak bertemu. “Ya, aku Saujana. Temanmu yang manis itu,” ujarku

tanpa mempedulikan pedagang anggur yang menyodorkan 2 kilo anggur yang telah ditimbangnya. Itulah awal pertemuan kita di sini untuk kedua kalinya setelah terpisah hampir 1 tahun. Semenjak itu hari-hariku mulai berwarna dengan kehadiranmu dan persahabatan kita. Namun, hampir 1 tahun di sini, kau tak mau terus terang tentang pekerjaanmu. Pun, ketika aku ingin bermain di apartemenmu, kau selalu mengelak. Aku tak ingin memaksamu. Aku hanya tahu, penampilan-mu berkelas, rapi dan modis. Kau gadis Bali yang berpenampilan modern, dan aku tetap dengan penampilan yang dari dulu tak berubah. Kau selalu bertanya, apakah gadis Melayu semuanya pakai kerudung sepertiku? Dan aku selalu menjawab, tidak semuanya. Dan pertanyaanmu akan lebih panjang lagi. Kenapa tidak? Kan katanya perempuan Islam mesti pakai kerudung, kenapa bisa beda-beda? Dan pertanyaanmu yang satu ini tidak pernah kujawab, dan cukup hanya dengan mengangkat bahu, walau kutahu betapa kecewanya engkau. Hari-hari yang kita lalui tak terasa, hampir 2 tahun kita di sini. Kulihat hidupmu terus mengalami perubahan. Kini kau punya mobil, sedang aku masih konsentrasi menyelesaikan tesisku dan juga mesti tetap bekerja. Tiba-tiba dan tak pernah terbayangkan sebelumnya. Kau memilih untuk kembali ke Bali, dan meninggalkan semua pekerjaan dan kemewahan yang telah kau dapat di sini. “Aku rindu menari, bermain di Kute dan sembahyang di Pura,” tulismu dalam secarik kertas yang kau selipkan di pintu rumahku. Setelah itu aku tak pernah mendengar kabarmu lagi. Kau kembali menjadi perempuan misterius. Begitulah dirimu. Apabila kita telah berpisah, begitu pelit untuk berbagi komunikasi denganku. Bahkan untuk SMS pun kau tak mau. Aku ingin memulai, namun tak tahu nomormu yang baru. Sudah 2 kali kau menghilang dari hari-hari kita yang indah. Dan jujur, aku sangat kehilangan. Ups, dingin begitu menusuk tulangku. Aku seakan terjaga dari tidur pulas. Kulihat jam, rupanya sudah hampir 5 jam aku duduk

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa

sendiri di sini. Kusadari, aku tidak lagi duduk menatap bulan di sini bersamamu, tapi sendiri. Hampir tengah malam. Aku bingkas dari tempat dudukku. Tak mungkin aku berjalan kaki menuju ke apartemen malam-malam begini. Taksi yang kulambai berhenti persis di sampingku. Di dalam taksi piki-ranku bermain lagi. Aku ingat surat ibu yang datang petang tadi. “Saujana, kapan kau pulang? Bagaimana dengan sekolahmu? Apakah belum cukup juga waktumu untuk sekolah? Ibu rindu. Begitu banyak peristiwa yang terjadi di sini. Aceh, kota kebanggaan Ayahmu telah tersapu tsunami. Riau kini sedang diselimuti asap. Sebelumnya banjir melanda kampung kita, namun kau jangan anggap enteng dulu. Banjir kali ini dahsyat, hingga menyebabkan Wak Sani kena penyakit jantung karena keramba-kerambanya hanyut dibawa air. Begitu pula Tuk Salim hampir gila karena puluhan kerbaunya mati. Dalam situasi seperti ini, Ibu memerlukanmu. Ibu selalu merindukanmu. Mungkin karena itulah Ayahmu memberimu nama Saujana Rindu. Kau selalu menjadi ladang kerinduan kami.” SURAT IBU SINGKAT, NAMUN mampu menguras air mataku dan menyebab-kan dada. Taksi terus melaju. Sudah lebih tengah malam, di tengah kebekuan malam, taksi berhenti dan kembali melaju. Aku melangkah satu-satu menuju pintu. Sung-guh, aku tak tahu apa kata-kata yang mesti kutulis untuk ibu, namun aku sangat harus membalas surat itu. Sedangkan rembulan itu belum juga berhasil kugenggam. ***

Redaksi menerima tulisan, asal sesuai dengan misi pers mahasis­w a. Tulisan berupa naskah asli, karya orisinil, belum pernah di­p ub­l ikasikan di media massa ma­n apun, dan diketik rapi dua spasi. Redaksi berhak melakukan pe­n yuntingan sepanjang tidak mengubah hakikat dan makna tuli­s an. Bagi tulisan yang tidak di­m uat akan menjadi milik redaksi


Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011

S

Kekuatan Jejaring Sosial

ITUS PERTEMANAN ATAU jejar- ing sosial menjadi semakin populer. I n i tak lepas dari kekuatan ranah maya y a n g mampu memobilisasi massa dan mem-pengaruhi dunia nyata. Sebut saja penggalangan duku-ngan Facebookers untuk Komisi Pembera-ntasan Korupsi (KPK). Melalui grup “Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Rianto”, hitungan hari, pendukungnya capai sejuta lebih. Gerakan sama sebelumnya dibuat untuk mendukung Prita Mulyasari, ibu rumah tangga yang ditahan karena berseteru dengan rumah sakit. Dalam ensiklopedia online Wikipedia, jejaring sosial atau jaringan sosial disebut sebagai suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang diikat dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dan lain-lain. Penelitian dalam berbagai bidang akademik telah menunjukkan bahwa jaringan sosial beroperasi pada banyak tingkatan. Mulai dari keluarga hingga negara, dan memegang peranan penting dalam menentukan cara memecahkan masalah, menjalankan organisasi, serta derajat keberhasilan individu dalam mencapai tujuannya.

Saat ini membentuk jejaring sosial bukan perkara sulit. Sebab melalui internet, semua orang di belahan bumi manapun dapat berkomunikasi tanpa sekat ruang dan waktu. Persis seperti ramalan Marshall McLuhan dalam Understanding Media: Extension of A Man pada awal tahun 60-an lalu, perkem-bangan teknologi komunikasi akan menja-dikan dunia sebagai sebuah desa global (global village). Terbentuk dari penyebaran informasi yang sangat cepat dan masif di masyarakat, serta sangat terbuka dan dapat diakses oleh semua orang. KINI HAL ITU SUDAH TERBUKTI. Global village jelaskan tak ada lagi batas waktu dan tempat yang jelas. Informasi dapat berpindah dari satu tempat ke belahan dunia lain dalam waktu yang sangat singkat, gunakan teknologi internet. McLuhan saat itu meramalkan pada saatnya nanti, manusia akan sangat tergantung pada teknologi, terutama teknologi komunikasi dan informasi. Kenyataan itu tak dapat diingkari lagi. Bahkan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, saat berkompetisi jadi orang nomor satu di negeri itu, telah memanfaatkan internet untuk menjaring pendukung. Sehingga ia dinilai telah memindahkan politik kepre-sidenan masuk ke abad digital. Barack Obama punya situs jejaring sosial yang pop-

uler, tercatat antara lain Facebook, Twitter, My Space, Linkedin, Friendster hingga You Tube. Hasilnya? Meski belum ada penelitian resmi berapa persen sumbangan suara yang didapat dari kampanye via jejaring sosial tersebut, Barack Obama kini sudah menempati Gedung Putih. Begitu juga “advokasi” para Facebookers terhadap Prita dan Candra-Bibit yang membuat mereka mendapat penangguhan penahanan. Kekuatan jejaring sosial tidak hanya dalam hal dukung mendukung, tapi juga sudah masuk ke berbagai dimensi kehi-dupan. Mulai dari mencari teman yang tidak ketemu selama puluhan tahun, hingga mencari barang hilang. Tengok saja beberapa judul berita di media massa yang melibatkan situs jejaring sosial berikut: Pemilik Kamera Ditemukan Lewat FB, Facebook Gagalkan Anak Bunuh Diri, Facebook Bantu Tangkap Perampok dan masih banyak lagi.

Parlemen Online MELIHAT KEKUATAN JEJARING sosial tersebut, tak heran kalau kemudian muncul istilah parlemen online. Bahkan menurut peneliti LIPI, Jaleswari Pramo-dhawardani, parlemen online berhasil jala-nkan fungsi parlemen sebenarnya di Senayan. Setidaknya kasus Prita versus Rumah Sakit Omni dan KPK versus Polri, yang mereka usung, ikut memengaruhi kebijakan publik yang diputuskan kemudian (Kompas, Jumat, 6 November 2009) Demonstrasi model online diperkuat parlemen jalanan, akan jadi kekuatan besar. Bahkan mampu melebihi peran parlemen sebenarnya, yang kurang responsif melihat berbagai persoalan sensitif di mata publik. Berkembangnya parlemen online ini menandakan komunikasi rakyat punya bargaining position kuat di negara demokrasi. Maka vok populi vok dei jadi bermakna usai dunia menjadi global village.

Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Pimred Vivanews Karaniya Dharmasaputra di blognya menulis: “Sejumlah pengamat politik dan media meyakini gelombang pesan di Twitter–yang cuma 140 karakter itu–ternyata telah memainkan peran penting dalam mengobarkan revolusi!”. Fenomena itu antara lain telah terjadi di Moldova, negara kecil eks Uni Soviet di tenggara Eropa. Pada awal April 2009 lalu, para pemrotes yang sebagian besar anak muda mema-nfaatkan Twitter, Facebook, dan SMS untuk meng-organisir demonstrasi anti komunis. Sekitar 20

ribu orang turun ke jalan, berdemo di depan istana Presiden Vladimir Voro-

nin, dan bahkan menduduki gedung parlemen di Chisinau, ibu kota Moldova. Saking takutnya, pemerintah akan metoda baru revolusi ini, di hari itu jaringan internet di Chisinau tiba-tiba putus di tengah kerusuhan. Natalia Morar si pemimpin “Revolusi Twitter” ini, awalnya hanya berharap pesan yang dikirimnya melalui Twitter akan mengumpulkan ratusan orang saja. Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh membelalakkan mata. Semakin kuatnya jejaring sosial di dunia maya ini, tak lepas dari perkembangan teknologi world wide web yang melangkah ke era Web 2.0. Dimana teknologi internet menjadi mudah diakses (open source) dan memungkinkan semua pengguna saling memberi

masukan (komunikasi dua arah). Sehingga terjadilah demokratisasi dalam dunia digital.

Tak heran kalau kemudian seorang citizen journalist menulis gagasan radikal di sebuah portal berita, bentuk Dewan Perwakilan Facebookers (DPF). Alasa-nnya, dunia maya kini sudah tidak lagi berada di awang-awang. Tapi sudah menjadi gerakan pragmatis yang bisa mengubah nasib orang, mengubah kons-talasi politik, atau bisa saja suatu saat akan mengubah wajah dunia. Melihat realitas yang terjadi akibat pengaruh jejaring sosial, kekuatan ini tidak bisa dianggap remeh. Apalagi saat ini informasi dan komunikasi sangat terbuka. Begitu juga peran media massa dalam mentransformasi pesan dari jejaring sosial ke khalayak yang lebih luas. Maka situs jejaring sosial bukan cuma untuk berbagi urusan cinta dan sambal belacan. Lebih dari itu, jejaring sosial telah merevolusi komunikasi antarmanusia, bahkan komu-nikasi politik. ***

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa

Muhammad Badri Dosen Ilmu Komunikasi UIN Suska Riau Koordinator Bidang Organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru


Bahana Mahasiswa Edisi Februari-Maret 2011

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa

IKLAN

16


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.