4 minute read

2.6 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

penerima layanan (pelanggan) yaitu orang, masyarakat atau organisasi yang berkepentingan, dan ketiga, kepuasan yang diberikan dan atau diterima oleh penerima layanan (pelanggan). 3. Whole of Government (WoG)

WoG adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang lingkup koordinasi yang lebih luas guna mencapai tujuan pembangunan kebijakan, manajemen program dan pelayanan publik. Oleh karenanya WoG juga dikenal sebagai pendekatan interagency, yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah kelembagaan yang terkait dengan urusan-urusan yang relevan.

Advertisement

2.6 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 Tauhn 2016 dan dilengkapi dengan Petunjuk Teknis Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Tahun 2019. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan. Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian. Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi: pengkajian dan pelayanan resep; penelusuran riwayat penggunaan obat; rekonsiliasi obat;

Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; visite; Pemantauan Terapi Obat (PTO); Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); dispensing sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

2.6.1 Dispensing Sediaan Steril

Dispensing sediaan steril merupakan merupakan salah satu pelayanan farmasi klinik yang diberikan di rumah Sakit. Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Dispensing sediaan steril harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan tujuan : 1. Menjamin sterilitas sediaan 2. Meminimalkan kesalahan pengobatan 3. Menjamin kompatibilitas dan stabilitas 4. Menghindari pemaparan zat berbahaya 5. Menghindari pencemaran lingkungan 6. Meringankan beban kerja perawat 7. Penghematan biaya penggunaan obat

Ruang lingkup dispensing sediaan steril meliputi:

1. Pencampuran Obat Suntik non sitostatika (IV admixture) meliputi: a) pencampuran sediaan intravena ke dalam cairan infus; b) pengenceran sediaan intravena c) rekonstitusi sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai. 2. Penyiapan Nutrisi Parenteral

Merupakan kegiatan pencampuran komponen nutrisi: karbohidrat, protein, lipid, vitamin dan mineral untuk kebutuhan individu pasien yang diberikan melalui intravena. 3. Pencampuran Sediaan Sitostatika

Merupakan kegiatan pencampuran sediaan obat kanker untuk kebutuhan individu pasien dan melindungi petugas dan lingkungan dari paparan zat berbahaya. 4. Dispensing Sediaan Tetes Mata

Merupakan kegiatan pencampuran sediaan tetes mata untuk kebutuhan individu pasien.

Pencampuran obat suntik dan penanganan sediaan sitostatika seharusnya dilakukan oleh apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit, tetapi kenyataannya sebagian besar masih dilaksanakan oleh tenaga kesehatan lain dengan sarana dan pengetahuan yang sangat terbatas, sedangkan pekerjaan kefarmasian tersebut memerlukan teknik khusus dengan latar belakang pengetahuan antara lain sterilitas, sifat fisikokimia dan stabilitas obat, ketidaktercampuran obat serta risiko bahaya pemaparan obat. Selain hal tersebut diperlukan juga sarana dan prasarana khusus yang menunjang pekerjaan hingga tujuan sterilitas, stabilitas dan ketercampuran obat dapat tercapai.

2.6.2 Penanganan Obat Narkotika di Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009, Narkotika adalah zat atau obat dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Oleh karena itu, di dalam Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit juga dijelaskan bagaimana penanganan obat narkotika. Obat narkotika disimpan dalam lemari dengan satu pintu dan dua jenis kunci yang berbeda. Harus ditetapkan seorang penanggung jawab terhadap lemari narkotika dan psikotropika. Kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggungjawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan. Kunci lemari narkotika dan psikotropika tidak boleh dibiarkan tergantung pada lemari. Setiap pergantian shift harus dilakukan pemeriksaan stok dan serah terima yang didokumentasikan. Jika terdapat sisa narkotika maka harus dilakukan pemusnahan sesegara mungkin untuk menghindari penyalahgunaan. Pemusnahan sisa narkotika harus disaksikan oleh dua petugas yang berbeda profesi dan didokumentasikan dalam formulir/berita acara pemusnahan sisa narkotika.

Obat-obatan yang termasuk narkotika tersebut sangat diperlukan dalam bidang kedokteran khususnya dalam proses operasi, pasien yang dirawat di ruang intensif, dan sebagai anti nyeri bagi pasien dengan skala nyeri yang tinggi seperti

nyeri kanker. Obat yang digunakan tersebut merupakan narkotika golongan 2 dan 3. Narkotika yang termasuk ke dalam golongan ini bisa dimanfaatkan untuk pengobatan asalkan sesuai dengan resep dokter. Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan penurunan kesadaran dan ketergantungan jika pemakaiannya berlebihan. Oleh karena itu, di rumah sakit dibuat beberapa Standar Prosedur Operasional untuk mengendalikan penggunaan Obat Narkotika. Mulai dari pemesanan, penyimpanan, peresepan, penanganan sisa narkotika injeksi, pelaporan, hingga penarikannya.

This article is from: