4 minute read
Gangguan mood dengan episode manik dan
SEPUTAR KITA
Advertisement
Wabah Covid-19 di Indonesia telah mencapai fase mengkhawatirkan. Sejumlah upaya telah dicurahkan dalam mengatasi permasalahan pandemi ini. Menanggapi hal tersebut, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunaan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), bersama Perhimpunaan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) mengadakan acara webinar bertajuk “COVID-19 and Cardiology” pada Kamis, 16 April 2020. Acara yang dimoderatori oleh dr. Adityo Susilo, SpPD, K-PTI, FINASIM tersebut mengangkat tiga topik mengenai Covid-19 dan keterkaitannya dengan kesehatan kardiovaskular.
Topik pertama dibawakan oleh Ketua PDPI, Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), FISR, FAPSR, dengan judul “Severe Cases of COVID-19: Respiratory and Cardiovascular Consequences”. Pada sesi tersebut, Agus memaparkan contoh kasus berat Covid-19 beserta hasil pemeriksaannya. Beliau menjelaskan proses hingga komplikasi yang terjadi pada kasus tersebut. “Komplikasi kardiovaskular dapat terjadi dalam bentuk aritmia,” jelas Agus. Data menunjukkan bahwa komorbiditas kardiovaskular menduduki peringkat pertama sebagai penyebab terjadinya kasus berat pada pasien Covid-19.
Ketua Umum PAPDI, Dr. dr. Sally Aman
Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP,
menjadi pembicara kedua pada webinar tersebut. Sally membahas tentang “Management of Hypertension and Heart Failure in COVID-19: KABAR ALUMNI
dr. Brian Santoso
Dokter Umum, FKUI 2012
Dilema penyakit jantung pada pasien Covid-19
The Role of ACE-I and ARB”. Sally menjelaskan mengenai penggunaan dua obat lini pertama hipertensi dan gagal jantung pada pasien Covid-19, yaitu angiotensin converting enzyme inhibitors (ACE-I) dan angiotensin receptor II blocker (ARB). SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, menyerang sel tubuh yang memiliki reseptor ACE2. Beberapa literatur diri dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan selama menjadi mahasiswa kedokteran. Selepas mengikrarkan sumpah dokter, Brian bersama dengan teman-temannya belum boleh terjun langsung berpraktik di klinik maupun rumah sakit karena terhalang kepemilikan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter umum. Alhasil, Brian dan para lulusan dokter lainnya harus putar setir menjadi asisten penelitian di rumah sakit atau menjadi tutor ujian kompetensi dokter. Brian yang sudah terbiasa berhadapan dengan pasien dan kehidupan klinik, kini harus dihadapkan dengan persoalan administrasi, penelitian, dan jurnal. Tiga bulan berlalu, akhirnya Brian kembali bergelut di lingkungan klinik dengan
Ambon sebagai salah satu kota terbesar di Kepulauan Maluku memang tampak lebih maju dibandingkan wilayah kepulauan di sekitarnya. Meskipun demikian, ketersediaan perlengkapan maupun keterampilan dalam bidang kesehatan masih sangat terbatas. Sejumlah pengalaman menarik didapatkan Brian selama mengabdi di tanah Ambon, salah satunya saat menghadapi pasien anak dengan kejang. Ia mendapat
'RNXPHQSHQ\HOHQJJDUD
menyampaikan bahwa penggunaan ACE-I dan ARB yang bersifat menghambat reseptor ACE1 dapat meningkatkan produksi reseptor ACE2 dalam tubuh. Fakta tersebut kemudian memancing kekhawatiran dalam penggunaan kedua obat tersebut pada pasien Covid-19. Kendati demikian, belum terdapat studi yang mendukung kebenaran hal tersebut. “Belum ada panggilan untuk menangani pasien gawat darurat yang diduga mengalami kejang. Saat tiba di puskesmas, Brian kemudian melakukan pemeriksaan untuk menilai kondisi pasien tersebut. Menariknya, pasien tersebut ternyata tidak mengalami kejang melainkan hanya menggigil kedinginan. Usai melakukan pemeriksaan, Brian meminta tolong kepada perawat untuk melakukan pengukuran suhu tubuh. Ia juga melakukan edukasi kepada keluarga pasien.
Hal seperti itu tidak terjadi hanya satu atau dua kali, melainkan terjadi hingga beberapa kali. evidence yang membuktikan efek harmful dari ACE-I dan ARB di era Covid-19,” tegas Sally. Oleh karena itu, European Society of Cardiology (ESC) mengeluarkan rekomendasi untuk tetap melanjutkan penggunaan ACE-I dan ARB pada pasien Covid-19 yang sejak awal menerima terapi tersebut. Sebaliknya, pasien Covid-19 yang belum pernah memulai pengobatan ACE-I dan ARB sebelumnya tidak disarankan untuk mendapatkan terapi tersebut.Narasumber ketiga adalah Ketua PERKI, Dr. dr. Isman Firdaus,
SpJP(K), FIHA, FAPSIC, FACC, FESC,
FSCAI. Beliau memaparkan materi “Cardiac Injury in Covid-19: Acute Coronary Syndrome (ACS) and Myocarditis”. Isman menuturkan bahwa terdapat kemungkinan adanya komplikasi ACS pada pasien Covid-19. “Terikatnya reseptor ACE2 berkaitan dengan meningkatnya angiotensin II sehingga terjadi vasokonstriksi yang dapat menyebabkan ACS,” jelas Isman. Berdasarkan laporan dari Eropa dan Amerika Serikat, kemungkinan miokarditis sebagai salah satu bentuk komplikasi dari Covid-19 masih diperdebatkan. Beliau juga menambahkan bahwa masih dibutuhkan banyak penelitian untuk penatalaksanaan komplikasi pasien Covid-19.
Selanjutnya, sesi tanya jawab diadakan untuk melengkapi materi yang disampaikan ketiga narasumber. Di akhir acara, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, SpA(K), juga ikut memberikan sambutan
Pengalaman Berharga di Kota Manise
Komunikasi dan kepercayaan menjadi kunci keberhasilan penanganan
menjalankan program magang di kota pilihannya, Ambon Manise. WDQLD0$
sekaligus menutup webinar. ariestiana Brian mengakui dirinya cukup sering mendapat panggilan gawat darurat untuk pasien anak yang dianggap kejang. Hal ini menggerakkan Brian untuk melakukan edukasi kepada perawat agar tidak keliru dalam membedakan antara pasien menggigil akibat kedinginan dan pasien kejang. Banyak keluhan berdatangan dari orang tua pasien mengenai perawat yang dinilai kurang tanggap menghadapi kondisi anak mereka. Padahal situasinya memang anak tersebut sering kali tidak sedang mengalami kondisi darurat yang memerlukan penanganan segera. Maka dari itu, edukasi kepada perawat penting dilakukan untuk dapat berkomunikasi dan meredakan kepanikan keluarga pasien. Selama bertugas, Brian menyadari pentingnya kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya demi tata laksana pasien yang lebih holistik dan juga komprehensif. Sebagai seorang dokter, ia juga merasakan pentingnya interaksi dokter dengan tenaga kesehatan lain maupun pasien. Menjadi dokter tidak hanya berbicara tentang ilmu yang dibaca dari sejumlah literatur, tetapi juga mengenai terjalinnya kepercayaan pasien kepada dokter yang menanganinya. Edukasi yang tepat dan sesuai juga penting diberikan agar pasien merasa nyaman dan tenang menjalani pelayanan yang diberikan. kareen