ISSN 2302-7851
BIMFI
BERKALA ILMIAH MAHASISWA FARMASI INDONESIA
Volume 2 No. 2 Januari - Juni 2014
BIMFI
INDONESIAN PHARMACY STUDENT JOURNAL
ISSN 2302-7851
Volume 2 No. 2 Januari - Juni 2014
BERKALA ILMIAH MAHASISWA FARMASI INDONESIA
BIMFI
INDONESIAN PHARMACY STUDENT JOURNAL
SUSUNAN PENGURUS BOARD OF TRUSTEE Dr. Ahmad Muhtadi, MS., Apt Dekan Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Dr. Keri Lestari Dandan, M.Si., Apt Pemimpin Redaksi Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
BOARD OF DIRECTOR Rahmi Khamsita, S.Farm., Apt
PENANGGUNG JAWAB ISMAFARSI
PIMPINAN UMUM M. Khairuman Universitas Padjadjaran
WAKIL PIMPINAN UMUM Restri Akhsanitami Universitas Padjadjaran
SEKRETARIS Anggita Sekarsari Universitas Padjadjaran
DEWAN REDAKSI Agus Al Imam B. Universitas Indonesia Sujatmoko Universitas Padjadjaran Oktavia Rahayu A. Universitas Brawijaya Yonika Arum Larasati Universitas Gadjah Mada
PUBLIKASI Retno Rela Mahanani S. Universitas Indonesia Ade Putri Yulianti Universitas Tanjungpura Jihan Shasika Rani Universitas Andalas Nia Anzini Universitas Tanjungpura Aris Setiyo Universitas Airlangga Prima Ramadhani Universitas Andalas Muliawati Universitas Hasanuddin
HUMAS DAN PROMOSI Rhesa Ramadhan UIN Syarif Hidayatullah Citra Utami Universitas Hasanuddin Fitri Wulandari Universitas Indonesia Hartika Guspayane Universitas Indonesia Astina Sicilia Universitas Indonesia
Fitri Arum Sari Universitas Indonesia
TATA LETAK DAN LAYOUT BENDAHARA Adiba Hasna Ramadhani Universitas Padjadjaran Sulistiyaningsih Universitas Indonesia
PIMPINAN REDAKSI Nita Kristiani Universitas Gadjah Mada
ii
Mutiara Annisa M. Institut Teknologi Bandung Septian Anggadibya Universitas Padjadjaran Hesti Lestari Universitas Padjadjaran Khalidazia Universitas Andalas Diah Lestari Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
ISSN 2302-7851
Susunan Pengurus................................................................................................................................... Daftar Isi...................................................................................................................................................... Petunjuk Penulisan................................................................................................................................ Setitik Ilmu................................................................................................................................................. Sambutan Pimpinan Umum...............................................................................................................
ii iii iv ix x
PENELITIAN Formulasi Ekstrak Seduh Hepatoprotektor dari Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata) Willi Tri Andika, Sujatmoko, M. Khairuman ..................................................................................................................................................................................................................................
64
Preparasi, Karakterisasi dan Uji Efektivitas Lotion Fitosom Ekstrak Pegagan (Centella asiatica) pada Mencit (Mus musculus) Balb/c Model Dermatitis Kontak Iritan Oktavia Rahayu A, Pipit Sulistiyani, Zulkarnaen, Putri Fitri Alfiantya, Edwina Narulita Sari ..................................................................................................................................................................................................................................
71
Activity Test of Lumbricus rubellus Protein Isolate on Bacillus subtilis with Agar Difussion Method V. Noviani, T. Terrawati, F. D. Anggraini, S. E. Suherman, M. A. Taufik ..................................................................................................................................................................................................................................
82
Aktivitas Inhibisi Pseudomonas aeruginosa oleh Protein Cacing Tanah dengan Metode Difusi Cakram Susanti, Fitri Devi M, Zila Khuzaimah, Intan WS, Ika S, Riska R ..................................................................................................................................................................................................................................
87
ADVERTORIAL Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dalam Sediaan Masker Peel Off sebagai Antioksidan Sri Rahayu Evrilia, Hana Nopia, Sri Yannika ..................................................................................................................................................................................................................................
94
Potensi Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn) sebagai Obat Kumur untuk Pengobatan Karies Gigi Farah Naufal Kartiwa, Bella Fikka Gamila ..................................................................................................................................................................................................................................
101
TINJAUAN PUSTAKA Potensi Oksitosin sebagai Peptida Terapetik Antiobesitas dan Antidiabetes Dewi Okta Briana, Oktavia Rahayu A ..................................................................................................................................................................................................................................
109
iii
PETUNJUK PENULISAN Pedoman Penulisan Artikel Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (BIMFI) Indonesian Pharmacy Student Journal
Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (BIMFI) adalah publikasi tiap enam bulanan yang menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaktur. Naskah diterima oleh redaksi, mendapat seleksi validitas oleh peer-reviewer, serta seleksi dan pengeditan oleh redaktur. BIMFI menerima artikel penelitian asli yang berhubungan dengan kelompok bidang ilmu farmakologi, farmasetika,teknologi sediaan farmasi, farmakognosi, fitokimia, kimia farmasi, bioteknologi farmasi, artikel tinjauan pustaka, laporan kasus, artikel penyegar ilmu kedokteran dan kesehatan, advertorial, petunjuk praktis, serta editorial. Tulisan merupakan tulisan asli (bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa farmasi.
Kriteria Artikel 1. Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu farmasi, kesehatan masyarakat, dan ilmu dasar farmasi. Format terdiri dari judul penelitian, nama dan lembaga pengarang, abstrak, dan teks (pendahuluan, metode, hasil, pembahasan/diskusi, kesimpulan, dan saran). 2. Tinjauan pustaka: tulisan artikel review/sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau ilmu dalam dunia farmasi, ditulis dengan memerhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca. 3. Laporan kasus: artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca. Artikel ini ditulis sesuai pemeriksaan, analisis, dan penatalaksanaan sesuai kompetensi farmasi. Format terdiri dari pendahuluan, laporan, pembahasan, dan kesimpulan. 4. Artikel penyegar ilmu farmasi: artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang sangat menarik dalam dunia farmasi atau kesehatan, memberikan human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Artikel bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau farmasi yang perlu diketahui oleh pembaca. 5. Editorial: artikel yang membahas berbagai hal dalam dunia farmasi dan kesehatan, mulai dari ilmu dasar farmasi, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang farmasi, lapangan kerja sampai karir dalam dunia farmasi. Artikel ditulis sesuai kompetensi mahasiswa farmasi. 6. Petunjuk praktis: artikel berisi panduan analisis atau tatalaksana yang ditulis secara tajam, bersifat langsung (to the point) dan penting diketahui oleh pembaca (mahasiswa farmasi). 7. Advertorial: artikel singkat mengenai obat atau kombinasi obat terbaru, beserta penelitian, dan kesimpulannya. Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.
iv
Petunjuk Bagi Penulis 1. BIMFI hanya akan memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada jurnal lain. 2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dan benar, jelas, lugas, serta ringkas. Naskah diketik di atas kertas A4 dengan dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi. Ketikan tidak dibenarkan dibuat timbal balik. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman judul. Batas atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2.5 cm. Naskah terdiri dari maksimal 15 halaman. 3. Naskah harus diketik dengan komputer dan harus memakai program Microsoft Word. Naskah dikirim melalui email ke alamat bimfi@ismafarsi.org dengan menyertakan identitas penulis beserta alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi. 4. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut: 1. Judul karangan (Title) 2. Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution) 3. Abstrak (Abstract) 4. Naskah (Text), yang terdiri atas: - Pendahuluan (Introduction) - Metode (Methods) - Hasil (Results) - Pembahasan (Discussion) - Kesimpulan - Saran 5. Daftar Rujukan (Reference) 5. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan pustaka harus mengikuti sistematika sebagai berikut: 1. Judul 2. Nama penulis dan lembaga pengarang 3. Abstrak 4. Naskah (Text), yang terdiri atas: - Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas) - Pembahasan - Kesimpulan - Saran 5. Daftar Rujukan (Reference) 6. Judul ditulis dengan huruf besar, dan bila perlu dapat dilengkapi dengan anak judul. Naskah yang telah disajikan dalam pertemuan ilmiah nasional dibuat keterangan berupa catatan kaki. 7. Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup diikuti dengan kata-kata: dkk atau et al. Nama penulis harus disertai dengan asal fakultas penulis. Alamat korespondensi ditulis lengkap dengan nomor telepon dan email. 8. Abstrak harus dibuat dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia. Panjang abstrak tidak melebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul makalah dan nama penulis.
v
9. Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Tidak lebih dari 5 kata, dan sebaiknya bukan merupakan pengulangan kata-kata dalam judul. 10. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic). 11. Tabel 12. Gambar 13. Metode statistik 14. Ucapan terima kasih 15. Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, bukan menurut abjad. Contoh cara penulisan dapat dilihat 1. Artikel dalam jurnal i.
Artikel standar Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun 1;124(11):980-3. atau Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124:980-3. Penulis lebih dari enam orang Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leukaemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j Cancer 1996;73:1006-12.
vi
ii.
Suatu organisasi sebagai penulis The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4.
iii.
Tanpa nama penulis Cancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15.
iv.
Artikel tidak dalam bahasa Inggris Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2.
v.
Volum dengan suplemen Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational lung cancer. Environ Health Perspect 1994;102 Suppl 1:275-82.
vi.
Edisi dengan suplemen Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97.
vii.
Volum dengan bagian Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in non-insulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-6.
viii.
Edisi dengan bagian Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap laceration of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8.
ix.
Edisi tanpa volum Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle arthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4.
x.
Tanpa edisi atau volum Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and the effects of blood transfusion on antitumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33.
xi.
Nomor halaman dalam angka Romawi Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology and hematology. Introduction. Hematol Oncol Clin North Am 1995 Apr;9(2):xi-xii.
2. Buku dan monograf lain i.
Penulis perseorangan Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996.
ii.
Editor, sebagai penulis Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill Livingstone; 1996.
iii.
Organisasi dengan penulis Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid program. Washington: The Institute; 1992.
iv.
Bab dalam buku Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors. Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: raven Press; 1995.p.465-78.
v.
Prosiding konferensi Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-19; Kyoto, Japan. Amsterdam: Elsevier; 1996.
vii
vi.
Makalah dalam konferensi Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and security in medical information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO 92. Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.p.1561-5.
vii.
Laporan ilmiah atau laporan teknis 1. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor : Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment billed during skilled nursing facility stays. Final report. Dallas (TX): Dept. of Health and Human Services (US), Office of Evaluation and Inspection; 1994 Oct. Report No.: HHSIGOEI69200860. 2. Diterbitkan oleh unit pelaksana : Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services research: work force and education issues. Washington: National Academy Press; 1995. Contract no.: AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care Policy and research.
viii.
Disertasi Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and utilization [dissertation]. St. Louis (MO): Washington univ.; 1995.
ix.
Artikel dalam Koran Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates 50,000 admissions annually. The Washington Post 1996 Jun 21;Sect A:3 (col. 5).
x.
Materi audiovisual HIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO): Mosby-Year book; 1995.
3. Materi elektronik
viii
i.
Artikel journal dalam format elektronik Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis [serial online] 1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24 screens]. Available from: URL: HYPERLINK http://www.cdc.gov/ncidod/EID/eid.htm
ii.
Monograf dalam format elektronik CDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves JRT, Maibach H. CMEA Multimedia Group, producers. 2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995.
iii.
Arsip komputer Hemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer program]. Version 2.2. Orlando (FL): Computerized Educational Systems; 1993.
SETITIK ILMU Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (BIMFI) Indonesian Pharmacy Student Journal Satu-satunya jurnal mahasiswa farmasi Indonesia
Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (BIMFI) atau Indonesian Pharmacy Student Journal merupakan berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia (ISMAFARSI) setiap enam bulan sekali. Berkala ilmiah ini merupakan langkah awal ISMAFARSI dalam memenuhi kebutuhan mahasiswa farmasi akan berkala ilmiah dan upaya pemetaan penelitian terkait ilmu kefarmasian di Indonesia. Maka dari itu, BIMFI berazaskan dari, oleh, dan untuk mahasiwa. Kriteria jenis tulisan yang tercantum dalam BIMFI adalah penelitian asli, tinjauan pustaka, laporan kasus, artikel penyegar, editorial, petunjuk praktis, dan advertorial yang dibuat oleh mahasiswa farmasi Indonesia. Karya ilmiah yang dipublikasikan merupakan artikel terbaik yang sudah menjalani tahap penyaringan dan penilaian. Hal tersebut didukung oleh sistem redaksional yang digunakan, yaitu seleksi oleh editor dan redaktur, serta penilaian oleh mitra bestari, yang ahli di bidangnya masing-masing. Karya ilmiah yang dimuat dalam BIMFI terbagi dalam kelompok bidang ilmu, seperti Farmakologi, Farmakoterapi, Farmasetika, Teknologi Sediaan Farmasi, Farmakognosi, Fitokimia, Kimia Farmasi, Analisis Farmasi, Mikrobiologi Farmasi, dan Bioteknologi Farmasi. Karya yang dipublikasikan adalah tulisan asli (bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa farmasi. Sebagai tahap awal penyebaran, BIMFI dalam bentuk cetak akan dibagikan ke beberapa Fakultas atau Prodi Farmasi di Indonesia. Pada tahap selanjutnya, BIMFI akan dibagikan ke seluruh Fakultas atau Prodi Farmasi, Asosiasi Institusi Farmasi, Organisasi Profesi Farmasi, dan beberapa perpustakaan di Indonesia untuk menjamin penyampaian informasi kepada para mahasiswa farmasi Indonesia. Selain itu, BIMFI juga tersedia dalam bentuk electronic journal yang bisa diakses di website. Dengan demikian, BIMFI diharapkan dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa farmasi akan informasi ilmu kefarmasian.
ix
SAMBUTAN PIMPINAN UMUM Salam dari Pimpinan Umum, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan kesempatan sehingga BIMFI ini bisa kembali hadir di dunia kefarmasian Indonesia. Salawat selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan umat manusia hingga akhir zaman. Terima kasih tak lupa diucapkan kepada seluruh pihak yang telah terlibat dalam proses perjalanan hingga terbitnya BIMFI ini. Menulis sebuah artikel ilmiah bagi sebagian besar mahasiswa farmasi mungkin bukan menjadi hal baru. Namun, untuk mempublikasikan karya yang telah dibuat, masih kurang membudaya bagi mahasiswa. Sebagai wadah jurnal mahasiswa farmasi pertama dan satu-satunya di Indonesia, BIMFI telah berhasil menjadi konsumsi yang produktif untuk perkembangan ilmu kefarmasian bagi mahasiswa dan akademisi farmasi. BIMFI dapat dijadikan acuan referensi jurnal bagi mahasiswa sesuai kebutuhannya. Melalui BIMFI, ISMAFARSI telah menunjukkan kesungguhannya dalam mendukung Dirjen Dikti Kemendikbud Republik Indonesia, mengenai Wajib Publikasi Ilmiah bagi S1, sehingga dapat memberikan manfaat bagi perkembangan jumlah publikasi ilmiah di Indonesia. Memasuki tahun kedua, BIMFI telah tersebar luas di beberapa kampus farmasi dari Aceh hingga Manado dan menoreh prestasi sebagai Sub BIMKES (Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Indonesia) terbaik. BIMFI diharapkan dapat terus menjadi salah satu wadah mahasiswa melatih budaya mempublikasikan tulisan ilmianya. Dengan adanya berkala ilmiah ini, kami juga berharap dapat melakukan pemetaan terhadap penelitian terkait ilmu kefarmasian di Indonesia. Dengan mengingat bahwa ilmu kefarmasian terbagi dalam banyak bidang ilmu, artikel-artikel yang dipublikasikan dalam BIMFI diklasifikasikan menjadi beberapa jenis tulisan. Sebanyak 4 artikel penelitian, 2 artikel advertorial, dan 1 artikel tinjauan pustaka dimuat pada edisi ini. Hanya artikel yang berkualitas dan terbaik yang bisa dimuat di BIMFI karena artikel-artikel yang masuk telah melalui proses seleksi yang panjang dan proses revisi dari dewan redaksi bersama mitra bestari. Terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf apabila ada kesalahan yang telah penyusun lakukan. Sampai berjumpa pada edisi berikutnya. Partisipasi teman-teman mahasiswa farmasi akan selalu kami nantikan. Semoga berkala ilmiah ini dapat terus membawa manfaat bagi kita semua. Hidup Mahasiswa Farmasi Indonesia! Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
M. Khairuman
x
Penelitian
FORMULASI EKSTRAK SEDUH HEPATOPROTEKTOR DARI EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata) Willi Tri Andika1*, Sujatmoko1, M. Khairuman1 1
Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran *Corresponding author’s email : willi.triandika@gmail.com
ABSTRAK Masalah kesehatan yang muncul sering kali lambat disadari kemunculannya, seperti masalah kerusakan hati yang sulit dideteksi. Karena itu diperlukan suatu agen praktis sehari-hari yang dapat mencegah kerusakan hati akibat makanan maupun xenobiotik. Penelitian ini ditujukan untuk membuat formulasi ekstrak seduh sambiloto (Andrographis paniculata) yang memiliki andrografolid dengan aktivitas antihepatotoksik yang baik. Penelitian ini dimulai dengan melakukan praformulasi untuk menentukan dosis, ekstraksi simplisia sambiloto menggunakan metode soxhletasi dengan pelarut etanol 95%, kemudian dilakukan karakterisasi ekstrak cair, pengentalan ekstrak, karakterisasi ekstrak kental, dan tahap formulasi. Hasil rendemen ekstrak yang didapatkan sebanyak 4,33% b/b;pH 6;enam bercak berpendar pada sinar UV 254 nm dan UV 366 pada ekstrak cair dan tiga bercak pada sediaan dengan eluent etil asetat:kloroform:metanol 0,66:8,9:0,44; kadar air 20% v/b; bobot jenis 0,815; kerapatan 0,784 g/mL; kadar sari larut air 6%; kadar sari larut etanol 17% dan DER 23,11. Didapatkan formula untuk ekstrak seduh untuk dua kali pemberian sebagai berikut: ekstrak sambiloto 2,7 g; NaCMC 1%; PGA; 2%; propil paraben; 0,05%, amilum 30%; sukrosa 40%. Kata kunci: sambiloto, hepatoprotektor, formulasi ekstrak seduh ABSTRACT Health problems are mostly late to be aware of, for instance liver damage which is almost impossible to detect in early stage. Due to this problem, a practical daily agent of hepatoprotector caused by foods and xenobiotics is highly needed. This research aimed to formulate an instant granule of sambiloto (Andrographis paniculata) that has andrographolide a good antihepatotoxicity agent. This research began with preformulation to determine dose, extraction of sambiloto simplisia by soxhletation using ethanol 95% as solvent; then characterization of liquid extract and extract thickening was done, and next step was formulation. The rendemen result came up with 4,33% w/w; pH 6; six fluorescents spotted under UV 254 nm and UV 366 nm for liquid extract and three fluorescents spotted for the granule, eluent consisted of ethyl acetate:chloroform:methanol 0,66:8,9:0,44 were used; water content 20% v/w; specific grafity 0,815; density 0,784 g/mL; extract dissolved in water 6%; extract dissolved in ethanol 17%; and DER 23,11. Formula earned from analysis for two dose of instant granule: sambiloto extract 2,7 g; NaCMC 1%; PGA; 2%; propyl paraben; 0,05%, amylum 30%; andsucrose 40%. Keywords: sambiloto, hepatoprotector, instant granule formulation
64
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
1. PENDAHULUAN Saat
ini,
dan beberapa mineral seperti kalium, kalsium,
semakin
masalah
dan natrium. Sambiloto secara empiris bersifat
kesehatan yang muncul karena pola hidup yang
menurunkan panas atau panas dalam, antibiotik,
kurang
antipiretik, antiradang, antibengkak, antidiare,
sehat.
Hal
banyak
ini
mengakibatkan
penggunaan obat kimia semakin meningkat yang
dan hepatoprotektif. Herbanya efektif
diiringi dengan efek sampingnya yang cukup
infeksi
berat bagi tubuh. Kedua masalah tersebut
(immunostimulan).
membuat
beralih
hipoglikemik, hipotermia, diuretik, antibakteri, dan
herbal karena efek terapi
analgetik. Rasa pahit dan dingin dari sambiloto
yang dipercaya dan efek samping yang relatif
akan memasuki meridian jantung dan paru-paru,
ringan dibandingkan obat kimia.
meningkatkan kekebalan tubuh seluler, serta
masyarakat
menggunakan obat
Sambiloto
mulai
dikenal
dengan
berbagai
nama di beberapa daerah. Masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebutnya dengan
dan
merangsang Sambiloto
untuk
fagositosis memiliki
efek
meningkatkan aktivitas kelenjar-kelenjar tubuh. Zat berkhasiat
aktif
andrographolid
sebagai
terbukti
hepatographolid (4)
(3)
yaitu
bidara, sambiroto, sandiloto, sadilata, sambilata,
melindungi hati dari zat toksik.
takilo, paitan, dan sambiloto. Di Jawa Barat
mengalami kerusakan maka enzim SGPT dan
disebut dengan ki oray, takila, atau ki peurat.
SGOT yang ada di dalam sel hepar akan keluar
Sementara itu nama-nama asing sambiloto
dan masuk ke dalam peredaran darah sehingga
adalah chuan xin lian, yi jian xi, dan lan he lian
jumlah enzim SGPT dan SGOT dalam darah
(Cina), kalmegh, kirayat, dan kirata (India), green
meningkat. Dengan adanya peningkatan kadar
chiretta, dan king of bitter (Inggris). Sambiloto
merupakan
(1)
Jika sel hati
SGOT, yang merupakan enzim mitokondria,
tanaman
asli
menunjukkan adanya kerusakan
akut
yang
India. Biasanya, tanaman ini tumbuh liar di
dilepaskan oleh sel-sel yang rusak. Sedangkan
ladang atau di tempat-tempat terbuka lainnya.Di
SGPT proporsinya yang besar di dalam hati,
Indonesia, tanaman ini banyak dijumpai di Jawa,
peningkatannya
Sumatra, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara,
lebih
spesifik
kerusakan hati dan pada SGOT.
daripada
(4)
dan kepulauan Maluku. Sambiloto tumbuh subur di daerah yang memiliki ketinggian sekitar 1-1200 meter di atas permukaan laut (dpl). Pohon sambiloto
berbentuk
tema
dengan
tinggi
mencapai 35-95 cm. Daunnya memanjang dan berwarna hijau tua. Bunganya berukuran kecil dan
berwarna
berukuran
kecil,
putih
keunguan.
berbentuk
berwarna hijau kekuningan.
Buahnya
silindris,
dan
(2)
Sambiloto mengandung lakton seperti deoksiandrografolid, andrografolid, 14-deoksi-11, 12-didehidroandrografolid,
Gambar 1. Struktur andrografolid Ekstrak
seduh
merupakan
neo-andrografolid,
sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari
dan homoandrografolid, Selain itu, sambiloto juga
partikel kecil serbuk. Tujuan pembuatan ekstrak
mengandung flavonoid, alkana, keton, aldehid,
seduh adalah untuk mempercepat penyajian,
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
65
dapat
mengakomodasi
memperbaiki
rasa
dosis
dari
besar,
ekstrak
dan
soxhlet dan ditambahkan dengan pelarut dan
sambiloto.
batu didih.Kemudian dipanaskanhingga pelarut
Keuntungan ekstrak seduh antara lain:
terlihat pekat. Ekstrak etanol yang diperoleh,
1. Memudahkan masyarakat terutama anak-
diuapkan
sampai
diperoleh
ekstrak
kental
anak maupun orang dewasa yang sulit
dengan menggunakan rotary evaporator dengan
meminum obat, baik dalam bentuk tablet, pil,
suhu 500C. Hasil evaporator dikisatkan diatas
ataupun kapsul
penangas air sampai diperoleh ekstrak yang
2. Lebih mudah terdispersi (lebih mudah larut)
lebih kental dengan bobot yang konstan.
3. Lebih stabil dibanding sediaan cair 4. Lebih mudah dalam pengaturan dosis.(5)
2.4. Standardisasi Ekstrak Standardisasi
2. METODE
dilakukan
Penelitian Fitokimia
dilakukan
Fakultas
di
Laboratorium
Farmasi
Universitas
dengan
ekstrak
sambiloto
menetapkan
beberapa
parameter, yaitu :
Padjadjaran, Sumedang. Penelitian dilakukan
1. Ekstrak Cair
mulai September hingga November 2012. Bahan
A. Penetapan pH
yang digunakan antara lain: simplisia sambiloto
Penetapan
pH
dilakukan
dengan
(Andrographis paniculata), amilum, pulvis gummi
mencelupkan kertas indikator pH universal
arabicum, natrium CMC, propil paraben, talkum,
ke dalam ekstrak cair.
dan sukrosa.
B. Pola Dinamolisis C. Pola KLT
2.1. Formulasi Berdasarkan jurnal penelitian Sambiloto memiliki aktivitas hepatoprotektor pada tikus yang berbobot 200 g pada dosis 500mg/KgBB.
2. Ekstrak Kental A. Rendemen Ekstrak
(6)
Dosis tersebut setara dengan 5,4 g ekstrak pada
Rendemen ekstrak ditetapkan dengan rumus:
manusia, dengan dosis yang cukup besar tersebut
sehingga
untuk
mempermudah
Rendemen (%) =
dimana: BE = Berat Ekstrak Kental
penggunaan maka dibuat dalam sediaan ekstrak seduh.
X 100 %
BS = Berat Simplisia B. Organoleptik Ekstrak Pemeriksaan organoleptik ekstrak kental
2.2. Pengumpulan Bahan Bahan simplisia yang digunakan berasal dari inventaris Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran.
dilakukan
menggunakan
pancaindera
yang
meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau, dan rasa. C. Penetapan Bobot Jenis Ditimbang piknometer dengan volume
2.3. Ekstraksi Metode ekstraksi yang digunakan adalah soxhletasi, dengan menggunakan pelarut etanol 95%. Sejumlah simplisia dimasukan dalam alat
66
tertentu dalam keadaan kosong.
Kemudian
piknometer diisi penuh dengan air dan ditimbang, sehingga
kerapatan
air
dapat
ditetapkan.
Kemudian, piknometer dikosongkan dan diisi
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
penuh dengan ekstrak, lalu ditimbang, sehingga
Kemudian
kerapatan ekstrak dapat ditetapkan. Bobot jenis
disaring. Filtrat air sebanyak 20ml diuapkan
ditetapkan dengan rumus :
dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah
selama
18
jam
dan
ditara.Residu dipanaskan pada suhu 105ËšC
BJ (ekstrak) =
hingga bobot tetap.Kadar sari larut dihitung
Dimana : KE = Kerapatan Ekstrak
dalam persen terhadap ekstrak awal.
KA = Kerapatan Air
G. Kadar Sari larut Etanol
D. Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 2 gram, lalu
Penetapan kadar air ditetapkan dengan cara distilasi toluen. Sebanyak 2 gram ekstrak kental ditimbang dengan seksama lalu dibungkus dengan aluminium foil, kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bundar dan ditambahkan toluena 100 ml. Alat distilasi dipasang. Labu dipanaskan hati – hati hingga toluen mendidih. Tabung penerima
didiamkan
dibiarkan
mendingin
sampai
temperatur kamar. Pemanasan distilasi diatur sampai kira-kira 4 tetes toluene jatuh dari kondensor setiap detiknya. Destilasi dilakukan
dimaserasi dengan etanol 95% selama kurang lebih 24 jam menggunakan labu bersumbat sambil
dikocok
berkali-kali
selama
6
jam
pertama. Kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring cepat menghindarkan penguapan etanol. Filtrat sebanyak 20 ml diuapkan dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Residu dipanaskan pada suhu 105ËšC hingga bobot tetap. Kadar sari larut etanol dihitung dalam persen terhadap ekstrak awal.
sampai semua air menguap dan air dalam penampung tidak bertambah lagi (lebih kurang
2.5 Pola Kromatografi Lapis Tipis Sediaan dilarutkan dalam etanol 95%.
selama 1 jam). Setelah lapisan air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dan dihitung kadar air dalam persen terhadap berat
plat silika gel. Eluen yang digunakan terdiri dari
E. Kadar Minyak Atsiri Labu alas bulat 1 L dihubungkan dengan pendingin dan buret berskala.Ekstrak kental ditimbang sebanyak 100 gram, dimasukkan dalam labu kemudian ditambahkan 200 mL air Labu
penangas berlangsung
tempuhnya. Kemudian ditotolkan sediaan yang sudah dilarutkan dengan etanol tersebut diatas
ekstrak semula.
suling.
Disiapkan plat silika gel dan ditentukan jarak
dipanaskan
udara, dengan
sehingga lambat
menggunakan penyulingan tetapi
teratur.
Setelah penyulingan selesai, dibiarkan kurang
etil asetat, kloroform dan metanol dengan perbandingan 0,66 : 8,9 : 0,44. Setelah eluen jenuh, maka silika gel yang telah ditotolkan larutan sediaan tersebut dimasukkan ke dalam eluen. Ditunggu hingga senyawa yang tertarik tersebut naik hingga batas. Dihitung nilai Rf nya dan dilihat bercak pada sinar UV 254nm dan 366nm.
lebih 15 menit, volume minyak atsiri pada buret dicatat. Kadar minyak atsiri dihitung dalam % v/b.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Formulasi
F. Kadar Sari larut Air
Formulasi
Ekstrak ditimbang sebanyak 2 gram, lalu dimaserasi
dalam botol tertutup berisi
air-
kloroform selama kurang lebih 24 jam. Sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama.
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
sediaan
ekstrak
seduh
sambiloto dilakukan berdasarkan studi pustaka yang menunjukkan bahwa zat andrographolid yang
terkandung
dalam
daun
sambiloto
67
merupakan bahan aktif yang berkhasiat salah
propilparaben 2-8 kali lebih efektif sebagai
satunya sebagai hepatoprotektor.
penghambat pertumbuhan bakteri disbanding
Formula umum :
paraben jenis lain, selain itu propel paraben
 Untuk dosis 1 hari pemberian: 5,4 gram
mudah larut dalam air, yang akan menjadi pelarut
 Untuk pembuatan 1 sachet:
dari sediaan ekstrak seduh ini.
R/
Amilum digunakan selain sebagai pengisi
Ekstrak Sambiloto
2,7g
NaCMC
1%
juga sebagai zat pengikat yang membantu
Gom Arab
2%
proses pengeringan ekstrak, karena ekstrak yang
PropilParaben
0.05%
digunakan masih berupa ekstrak kental. Amilum
Amilum
30%
akan mengikat air dari ekstrak, amilum juga akan
Sukrosa
40%
meningkatkan daya kohesi dan adhesi dari sachet,
bahan-bahan lain, sehingga akhirnya diperoleh
masing-masing sachet memiliki berat bersih 9,64
serbuk yang halus dan kering, serta tidak akan
g. Dengan aturan pakai sehari dua kali satu
menjadi lengket dan basah. Karena ekstrak
sachet.
sambiloto memiliki rasa yang sangat pahit, maka
Sediaan
dibuat
menjadi
2
bentuk
perlu penambahan pemanis, pemanis yang
sediaan farmasi yang berupa suspensi kering,
digunakan adalah sukrosa sebanyak 40% dari
maka Na-CMC dan gom arab perlu digunakan
total sediaan.
Ekstrak
seduh
merupakan
sebagai suspending agent, sehingga ketika ekstrak tersebut diseduh dengan air hangat maka
3.2. Standardisasi Ekstrak
akan segera terdispersi dan tidak membentuk
1. Ekstrak Cair
gumpalan. Digunakannya dua jenis suspending
A. Penetapan pH
agent yang berbeda dikarenakan mekanisme
pH yang diperoleh untuk ekstrak sambiloto
kerjanya
ini adalah 6.
yang
berbeda,
gom
arab
akan
mempengaruhi viskositas dari ekstrak seduh
B. Pola Dinamolisis
sehingga membuatnya mengental, sementara Na-CMC mendispersikan partikelnya sehingga tidak terbentuk gumpalan. Propil
paraben
digunakan
sebagai
pengawet, yang bekerja sebagai bakteriostatik, atau
menghambat
Digunakannya
No. Bercak 1. 2.
68
pertumbuhan
propilparaben
ialah
bakteri. karena
Gambar 2. Pola dinamolisis
Tabel 1. Pola kromatografi lapis tipis ekstrak cair Rf Pengamatan Sinar tampak UV254 nm UV366 nm 0,15 Tak berwarna Ungu Coklat 0,45 Tak berwarna Ungu Ungu
Pereaksi -
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
2. Ekstrak Kental Tabel 2. Standardisasi Ekstrak Kental No. 1.
Penetapan Ekstrak Kental Rendemen Berat simplisia
230 gram
Berat ekstrak kental
9,95 gram
Rendemen 2.
3.
Bentuk
Ekstrak Kental
Warna
Hijau Tua
Rasa
Pahit
Bau
Bau khas sambiloto
Penetapan Bobot Jenis Berat piknometer kosong
11,71 gram
Berat pikometer + air
21,33 gram
Berat air
9,62 gram 0,962 g/ml
Berat piknometer + ekstrak
19,55 gram
Berat ekstrak
7,84 gram
Kerapatan ekstrak
0,784 g/ml
Berat ekstrak uji
2 gram
Volume air
0,4 ml 20% v/b
Penetapan Kadar Minyak Atsiri Berat ekstrak uji Volume minyak atsiri Kadar minyak atsiri
500 gram 0 ml 0 % v/b
Penetapan Kadar Sari Larut Air Berat cawan
115,71 gram
Berat cawan + sari
115,77 gram
Berat sari Kadar sari larut air 7.
0,815
Penetapan Kadar Air
Kadar air
6.
10 ml
Kerapatan air
Bobot jenis eksttrak
5.
9,95/230 x 100% = 4,33 % b/b
Pemeriksaan Organoleptis
Volume piknometer
4.
Hasil
0,06 gram 6 % v/b
Penetapan Kadar Sari Larut Etanol Berat cawan
133,54 gram
Berat cawan + sari
133,71 gram
Berat sari
0,17 gram
Kadar sari larut etanol
17 % b/b
Pada tabel 2 standardisasi ekstrak didapatkan
pengisi ekstrak seduh karena dapat mengikat air
kadar air yang masih cukup tinggi 20% v/b hal ini
dan mengeringkan sediaan.
merupakan alasan dipilihnya amilum sebagai zat
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
69
Tabel 3. Pola KLT sediaan dan KLT Ekstrak Rf
Ekstrak
Sediaan
0,056 0,27 0,34 0,61 0,8 0,87 0,044 0,278 0,3 0,53
Sinar tampak Kuning Hijau Biru -
Pengamatan UV254 nm UV366 nm Ungu Ungu Ungu Ungu Kuning
366 nm
Kuning Biru Kuning Merah Merah Kuning Biru -
Pereaksi -
254 nm
Gambar 3. Pola KLT sediaan dan ekstrak.
Kromatogram pada tabel 3 dan gambar 3 dari ekstrak dan sediaan memiliki perbedaan jumlah dan
seberapa besar khasiat yang dimiliki sediaan sebagai hepatoprotektor.
Rf bercak yang disebabkan oleh
NaCMC dan gom arab yang kuat mengikat zat
DAFTAR PUSTAKA
aktif sehingga tidak terbawa oleh pelarut.
[1]
4. SIMPULAN
[2]
Simplisia
sambiloto
diekstraksi
menggunakan metode soxhlet dan dibuat ekstrak
[3]
kental yang dibuat menjadi sediaan dengan bentuk serbuk seduh, dengan tambahan amilum,
[4]
sukrosa, propil paraben sebagai pengawet, natrium CMC dan gom arab. [5] 5. SARAN Dari hasil penelitian ini disarankan untuk
Prapanza, I & Marianto, L. A. Khasiat dan Manfaat Sambiloto. Agromedia Pustaka. Jakarta. 2003. Utami, P.Tanaman Obat untuk Mengatasi Rematik dan Asam Urat. Agromedia Pustaka. Jakarta.2003. Suryo, J. Herbal Penyembuh Wasir dan Kanker Prostat. Bentang Pustaka. Yogyakarta. 2010. Wahyuni, Sri. Pengaruh Daun Sambiloto (Andrographis Paniculata, Nees) Terhadap Kadar SGPT dan SGOT Tikus Putih. Jurnal Gamma Universitas Muhamadiyah Malang. Jurnal Gamma, 2005. (1): 1. Chaerunnisa, Anis Yohana, dkk. Farmasetika Dasar. Widya Padjadjaran. Bandung. 2009.
dilanjutkan pengujian aktivitas sediaan dan
70
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Penelitian
PREPARASI, KARAKTERISASI, DAN UJI EFEKTIVITAS LOTION FITOSOM EKSTRAK PEGAGAN (Centella asiatica) PADA MENCIT (Mus musculus) Balb/c MODEL DERMATITIS KONTAK IRITAN Oktavia Rahayu A1*, Pipit Sulistiyani1, Zulkarnaen1, Putri Fitri Alfiantya2, Edwina Narulita Sari3 1
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya 3 Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya *Corresponding author’s email : oktavia.rahayu_adianingsih@rocketmail.com 2
ABSTRAK Dermatitis Kontak Iritan (DKI) merupakan penyakit kulit yang sering terjadi akibat paparan zat iritan yang menginduksi inflamasi kulit tanpa melibatkan produksi antibodi. Pendekatan terapeutik DKI hanya berupa pemberian kortikosteroid topikal atau sistemik, yang tentunya dapat memberikan efek samping dalam jangka panjang seperti atrofi kulit. Salah satu tanaman herbal di Indonesia, yaitu pegagan (Centella asiatica) mengandung glikosida saponin triterpenoid yang mempunyai efek sebagai antiinflamasi. Pada penelitian ini telah dilakukan pengujian efek ekstrak dan fitosom ekstrak herba pegagan dalam bentuk sediaan lotion terhadap DKI pada mencit model dermatitis kontak iritan. Fitosom ekstrak dibuat sebagai model drug delivery system untuk meningkatkan efek terapi ekstrak pegagan. Ekstrak dan fitosom ekstrak dikarakterisasi dengan menggunakan spektroskopi FT-IR, LCMS/MS, dan SEM. Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas sediaan lotion fitosom ekstrak pegagan (L2) yang dibandingkan dengan lotion ekstrak pegagan tanpa diformulasikan dalam bentuk fitosom (L1) sebagai penatalaksanaan dermatitis kontak iritan. Simplisia herba pegagan diekstraksi secara maserasi dengan pelarut etanol selama 24 jam dengan re-maserasi 3 kali. Dermatitis kontak iritan diinduksi dengan sodium lauril sulfat (SLS) yang diaplikasikan sehari sekali selama 3 minggu pada kulit dorsal mencit Balb/c. Mencit dikelompokkan menjadi 6 kelompok: kontrol negatif, kontrol positif, kelompok perlakuan preventif (L1, L2) dan kelompok perlakuan kuratif (L1,L2). Perubahan patologi dievaluasi menggunakan pewarnaan H & E. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa rentang diameter fitosom antara 1,39-2,06 Îźm.Spektrum FT-IR menunjukkan fitosom memiliki pola serapan dengan jenis ikatan O-H, C-H, C-O, dan C=C. Hasil spektogram menunjukkan adanya asiatikosida dengan berat molekul m/z 957,00 yang dikalkulasikan untuk m/z 468,30; m/z 469,54; dan m/z 470,89. Asiatikosida yang terkandung pada setiap gram ekstrak adalah 3,02% dan pada fitosom adalah 0,342%. Uji mutu farmasetik yang dilakukan adalah tipe emulsi berupa m/a dan pH 5. Uji ANOVA menunjukkan bahwa pemberian kedua jenis lotion secara bermakna menurunkan jumlah leukosit dan spongiosit pada jaringan kulit (p=0,00). Kesimpulan penelitian adalah bahwa pemberian lotion fitosom ektrak pegagan dapat digunakan untuk alternatif penatalaksanaan dermatitis kontak iritan, baik sebagai preventif maupun kuratif, serta menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan lotion yang mengandung ekstrak saja. Kata kunci: fitosom, lotion, DKI, preparasi, karakterisasi, Centella asiatica
ABSTRACT Irritant contact dermatitis (ICD) is among the most common skin disorders in human that induce skin inflammation without the production of specific antibodies. The most common therapeutic approach for these disorders currently relies upon the systemic or topical aplication of corticosteroids. Although these medications generally improve clinical symptoms, systemic and/or local side effects can occur with prolonged used. A herbal drug such as Centella asiatica (in Indonesia is known as pegagan) containing triterpenoid saponins which acts as anti inflammatory. In this research the effectiveness of extract and phytosome of pegagan extract in form of lotion agains ICD in mice has been caried out. Phytosome of extract acted as a model of drug delivery system to increase its therapeutic effects. Extract and phytosome were characterized by using FT-IR, LC-MS/MS spectroscopy and SEM. However, no study has been conducted to investigate Centella asiatica as anti inflammatory of mice
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
71
with irritant contact dermatitis models. Centella asiatica extract-phytosome serves as novel drug delivery system consisting of microscopic vesicle that enhanced the therapeutic effect of plant extracts. Whether topical application of these herbal extracts display preventive and/or therapeutic effects on irritant contact dermatitis, thereby avoiding the potential side effects of conventional drug. The aim of research is to formulate Centella asiatica extract-phytosome and to characterize this formulation. Also to formulate lotion containing Centella asiatica extract-phytosome and determine whether this lotion exerts preventive and/or therapeutic effects on ICD mice models. We also compare the effect of lotion containing Centella asiatica extract-phytosome and lotion containing Centella asiatica extract only. Centella asiatica extract-phytosome was formulated by mechanical dispersion method. Complex formation was confirmed by carrying out SEM, LC-MS/MS and FT-IR analysis. Irritant contact dermatitis was established by topical sodium lauryl sulphate (SLS) as irritant. SLS was applied once daily for 3 weeks on the dorsal skin of hairless mice. The patological changes induced by irritant were evaluated using H&E staining. SEM showed Centella asiatica extract-phytosome diameter range of 1,39-2,06 Îźm. Asiaticoside as the marker compound with antiinflammatory properties was follows m/z 957,4 as parent mass with 468.30 m/z, 459.54 m/z, 470.89 m/z as product ion. Our results demostrate that this lotion of Centella asiatica extract-phytosome exhibits both therapeutic and preventive effects in chronic irritant contact dermatitis. Lotion containing Centella asiatica extract-phytosome also results better effication in ICD than lotion containing Centella asiatica extract only. These results suggest that this lotion of Centella asiatica extract-phytosome could provide an alternative regimen for the prevention and treatment on irritant contact dermatitis. Keywords: phytosome, lotion, ICD, preparation, characterization, Centella asiatica
1. PENDAHULUAN
terhadap zat iritan yang terjadi melalui dua
Dermatitis Kontak (DK) adalah reaksi peradangan spongiosis
kulit di
yang
epidermis
ditandai dan
dengan
mempunyai
mekanisme, yaitu kerusakan fungsi sawar kulit akibat zat iritan dan terjadi pelepasan mediator inflamasi
pada
sel
epidermis.
DKI
dapat
prevalensi terbesar dari tipe dermatitis lainnya.
disebabkan oleh zat-zat yang bersifat iritan
Kurangnya
seperti pelarut, minyak pelumas, asam, dan
pengetahuan
dan
kesadaran
masyarakat mengenai DK serta meningkatnya
alkali.(2)
penggunaan
dalam
dinyatakan bahwa DKI memiliki prevalensi lebih
menyebabkan
besar dari DKA, yaitu sebesar 80%.(3) Besar
meningkatnya insidensi penyakit ini. Dari data
kemungkinan bahwa DKI akan timbul pada orang
kunjungan pasien baru di RS Dr. Pirngadi
yang pernah menderita dermatitis atopik (DA),
Medan, selama tahun 2000 terdapat 3.897
yaitu
pasien baru di poliklinik alergi dengan 1193
paparan benda asing karena riwayat atopik juga
pasien (30,61%) dengan diagnosis dermatitis
merupakan salah satu faktor predisposisi dari
kontak. Dari bulan Januari hingga Juni 2001
DKI.
terdapat 2.122 pasien alergi dengan 645 pasien
dirasa masih mempunyai banyak kekurangan.
(30,40%) menderita DK. Kasus DK sebenarnya
Misalnya saja penggunaan sarung tangan saat
diperkirakan sekitar 10-50 kali lipat dari data
bekerja.
statistik yang terlihat karena adanya kasus yang
menyebabkan
kehidupan
tidak dilaporkan.
bahan-bahan
kimia
sehari-hari
(1)
(4)
Pada
suatu
studi
reaksi
epidemiologi
Indonesia
hipersensitivitas
akibat
Upaya pencegahan yang sering dilakukan
Penggunaan
sarung
kelembaban
tangan yang
dapat berlebih
sehingga menyebabkan zat kimia berbahaya
Secara medis, dermatitis kontak terbagi
semakin
mudah
berinteraksi
dengan
kulit.
menjadi dua, yaitu dermatitis kontak iritan (DKI)
Sedangkan barrier cream hanya digunakan
dan
sebagai perlindungan.
dermatitis
kontak
alergik
(DKA).
DKI
merupakan respons imunologi nonspesifik kulit
72
penggunaan
obat
(5,6)
Ditinjau dari segi terapi,
antiinflamasi
golongan
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
kortikosteroid sebagai terapi DKI dalam jangka
daripada liposom sehingga biovailabilitas dan
waktu yang lama dapat menyebabkan efek
efikasinya pun meningkat.(13)
samping terhadap kulit. Pegagan
(7,8)
atau
Dewasa ini sangat banyak produk kosmetik memiliki
nama
latin
yang
dikembangkan
sebagai
cosmeceutical
Centella asiatica merupakan tanaman yang
dengan pengembangan DDS seperti liposom
banyak
secara
yang bertujuan untuk meningkatkan penetrasi
ethnomedicine pegagan sering digunakan untuk
obat ke dalam kulit. Berdasarkan data-data yang
pengobatan berbagai macam penyakit, yaitu
ada, kami mencoba untuk memberikan alternatif
sebagai wound healing, antiinflamasi, antipiretik,
penatalaksanaan DKI yang lebih efektif, yaitu
diuretik,
memiliki
perpaduan upaya preventif sekaligus kuratif
kandungan glikosida saponin triterpenoid yang
dengan membuat suatu rancangan formulasi
berperan
ditemukan
dan
Indonesia,
lainnya.
dalam
asiatikosida,
di
proses
asiatic
madecassoside.
Pegagan
acid,
inflamasi,
yaitu
sediaan lotion anti DKI dari ekstrak pegagan
madecasid,
dan
sebagai zat aktif yang diformulasikan dalam
(9,10)
bentuk fitosom untuk optimalisasi DDS sehingga
Drug delivery system (DDS) didefinisikan
diharapkan model penggunaan fitosom ekstrak
sebagai formulasi atau alat untuk membantu
pegagan dalam sediaan lotion mampu menjadi
proses pemberian obat ke dalam tubuh dan
salah
meningkatkan efikasi dan keamanannya melalui
berbasis alam.
satu
modalitas penatalaksanaan
DKI
pengendalian laju, waktu, dan tempat pelepasan obat di dalam tubuh. Salah satu aplikasi dari drug
2. METODE
targetting adalah sistem partikulat, yaitu berupa
2.1. Alat dan Bahan
(11)
Bahan-bahan yang digunakan dalam
Fitosom adalah suatu teknologi terbaru dalam
penelitian ini adalah simplisia herba pegagan
formulasi
ini
(Centella asiatica) didapatkan dari Balai Materia
memperbaiki
Medika Batu Jawa Timur, asiatikosida sebagai
farmakokinetika bahan aktif obat herbal. Fitosom
internal standard didapatkan dari Sigma Aldrich
merupakan pengembangan dari produk herbal
Singapura, etanol 70%, soy lecithin, gom arab,
konvensional
parafin cair, gliserin, setil alkohol, butylated
mikrosphere,
nanopartikel,
obat
dikembangkan
herbal
dan
yang
untuk
dengan
liposom.
saat
mengikat
komponen
ekstrak tanaman herbal dengan fosfatidilkolin
hydroxytoluene
(fosfolipid) sehingga dapat dihasilkan produk
propilparaben, air bebas CO2, sodium lauril sulfat
yang mempunyai tingkat absorbsi yang lebih baik
(SLS) 0,25%, eter, larutan Harris Hemaktosilin,
dibandingkan
dan larutan Eosin (HE), alumunium foil.
konvensional.
dengan (12)
ekstrak
herbal
Berbeda dengan liposom, pada
(BHT),
Alat-alat
yang
metilparaben,
digunakan
adalah
lipofilik
maserator, rotary evaporator, cawan porselen,
berinteraksi melalui ikatan hidrogen dengan
batang pengaduk, spatula, gelas beaker, mortir
kepala polar fosfolipid sehingga obat akan
dan stamper, penangas air, vacuum drying,
terdistribusi merata di kepala fosfatidilkolin yang
fourier
bersifat lipofil. Sedangkan pada liposom tidak
chromatography - mass spectra / mass spectra
terjadi interaksi demikian. Perbedaan inilah yang
(LC-MS/MS),
menyebabkan
(SEM).
fitosom
bagian
polar
absorbsi
dari
bagian
fitosom
lebih
baik
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
transform
infrared
scanning
(FT-IR),
electron
liquid
microscopy
73
disaring dan dilakukan penghilangan pelarut 2.2. Subjek / Hewan coba Subjek
penelitian
menggunakan ini
adalah
model
rotary
evaporator
hingga 0
didapatkan ekstrak kental dengan suhu 40 C.
mencit balb/c, berusia 6-8 minggu, berat badan
Penghilangan
berkisar
vacuum drying dilakukan selama 30 menit
25-35
gram.
Perawatan
dan
pemeliharaan mencit dilakukan di Laboratorium
kandungan
air
menggunakan
dengan suhu tidak lebih dari 400C.
Farmakokinetika Program Studi Farmasi Fakultas 2.5. Preparasi Fitosom
Kedokteran Universitas Brawijaya. Penelitian
desain
Fitosom ekstrak pegagan dipreparasi
eksperimen murni di laboratorium secara in vivo
menggunakan evaporasi pelarut. 5 gram soy
menggunakan rancangan randomized post test
lecithin dilarutkan ke dalam 5 ml etanol 70%
only
6
pada gelas beaker dan letakkan diatas magnetic
kelompok penelitian dimana setiap kelompok
stirrer pada suhu 40oC selama 30 menit (v =
terdiri
1500
controlled
atas
4
ini
menggunakan
group
ekor
design.
mencit.
Terdapat
Kelompok
1
rpm).
Ekstrak
pegagan
ditambahkan
merupakan kelompok kontrol negatif (mencit
setetes demi setetes ke dalam gelas beaker yang
sehat tanpa diberi perlakuan), kelompok 2 adalah
mengandung soy lecithin dan dibiarkan selama 5
kelompok kontrol positif (mencit yang diinduksi
jam. Pelarut dihilangkan menggunakan vacuum
SLS 0,25% sebagai hewan model dermatitis
pada suhu 40oC menggunakan rotary evaporator.
kontak iritan), kelompok 3 adalah kelompok mencit yang diinduksi dengan SLS 0,25% dan
2.6. Karakterisasi Fitosom Esktrak Pegagan
diberikan L1, kelompok 4 adalah kelompok
1. Identifikasi gugus fungsi
mencit yang diberi L1 kemudian diinduksi dengan
Spektra ekstrak, lecithin dan fitosom
SLS 0,25%, kelompok 5 adalah kelompok mencit
ekstrak pegagan ditentukan menggunakan FT-IR
yang diinduksi SLS 0,25% dan diberikan L2, dan
Shimadu di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas
kelompok 6 merupakan kelompok mencit yang
Matematika
diberi L2 kemudian diinduksi dengan SLS 0,25%.
Universitas Brawijaya.
2.3. Pemeliharaan hewan coba
2. Uji kualitatif dan kuantitatif asiatikosida
Mencit balb/c dipelihara dan diberikan
dan
Ekstrak
Ilmu
dan
Pengetahuan
fitosom
Alam,
dikarakterisasi
minumsn secara ad libitum di kandang yang
menggunakan LC-MS/MS (UHPLC: Acella tipe
terbuat dari bak plastik dengan tutup kandang
1250, hypersil gold colomn, thermo scientific;
dari anyaman kawat.
MS-MS: TSQ quantum access max, triple quadropole) di Laboratorium Kimia Politeknik
2.4. Ekstraksi Setiap
Negeri Malang. 400
gram
serbuk
simplisia
pegagan ditambahkan dengan 2 liter etanol 70% dan diaduk
3. Visualisasi partikel
selama 30 menit pada awal
Bentuk dan ukuran partikel divisualisasi
perendaman menggunakan overhead stirrer.
menggunakan SEM di Laboratorium Sentral Ilmu
Campuran dalam maserator disimpan selama
Hayati, Universitas Brawijaya Malang.
1x24 jam dengan re-maserasi 2 kali. Setelah itu
74
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
2.7. Formulasi Sediaan Lotion
kelompok
preventif,
sebelum
diinduksi
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan
menggunakan SLS diberikan lotion terlebih
dua lotion sesuai dengan formula pada Tabel 2.1.
dahulu sebelumnya, dan untuk kelompok kuratif,
Gom arab ditaburkan ke dalam mortar
SLS diberikan setiap hari selama tiga minggu
yang berisi air, dibiarkan mengembang dan
terlebih dahulu.
digerus ad homogen. Parafin cair dimasukkan, diaduk hingga campuran membentuk korpus
2.9. Pengecekan
ad homogen. Kemudian dimasukkan BHT dan
1.
ad
homogen.
Kulit Potong
jaringan
sekitar
1cmx1cm.
dan
Jaringan difiksasi mengunakan formalin 10%
propilparaben ditambahkan sebelum fitosom dan
selama 24 jam, dicuci dengan air mengalir
dihomogenasi menggunakan stirrer. Kemudian
selama 15 menit, dan dimasukkan ke dalam
dilakukan uji mutu farmasetik lotion yang meliputi
kapsul embedding. Proses dilanjutkan dengan
uji
dehidrasi, clearing, dan impregnansi, ditanam ke
organoleptik,
tipe
Metilparaben
dan
Pembuatan Preparat Jaringan Epidermis
setil alkohol yang sudah dilelehkan sebelumnya, diaduk
Leukosit
Spongiosa
emulsi (gom:air:parafin=1:2:3). Gliserin kemudian dimasukan ke dalam korpus emulsi dan digerus
Jumlah
emulsi,
pH,
dan
homogenitas.
dalam paraffin blok.
Tabel 2.1 Formula Lotion
2. Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE) Sampel jaringan kulit yang telah diiris
Lotion 1 (L1)
Lotion 2 (L2)
Ekstrak pegagan 5%
Fitosom ekstrak
diletakkan di atas gelas objek, direhidrasi dengan
pegagan 5%
alkohol
Gom arab 20%
Gom arab 20%
Hematoksilin, cuci dengan alkohol bertingkat.
Parafin cair 30%
Parafin cair 30%
Tetesi dengan Eosin, cuci dengan alkohol
Setil alkohol 10%
Setil alkohol 10%
bertingkat, bilas dengan aquades, keringkan.
Gliserin 15%
Gliserin 15%
Kemudian bilas dengan air mengalir, keringkan.
Metilparaben 0,18%
Metilparaben 0,18%
Tetesi
Propil paraben 0,9%
Propil paraben 0,9%
coverslip
BHT 0,1%
BHT 0,1%
Aquadest ad 100%
Aquadest ad 100%
bertingkat.
dengan
Tetesi
emelian
dan
dengan
tutup
Harris
dengan
3. Pemeriksaan histopalogi Slide kulit hasil pengecatan HE diperiksa
2.8. Induksi Dermatitis Kontak Iritan dan
BX51 dengan kamera DP71 12 Megapixel.
Pemberian Sediaan Lotion Induksi
DKI
dengan
menggunakan Mikroskop Olympus Photo Slide
SLS
0,25%
dilakukan setiap hari selama 3 minggu pada
2.10. Analisis Data Hasil pengukuran mencit kontrol dan
bagian dorsal mencit yang sudah dibersihkan bulunya
dengan
kelompok
kontrol
ukuran positif,
1cmx1cm. pemberian
Untuk SLS
perlakuan dianalisa secara statistik dengan dengan
menggunakan
program
IBM
SPSS
dilakukan setiap hari selama tiga minggu tanpa
Statistics 20 dengan tingkat signifikansi 0,05 (p =
perlakuan tambahan. Sedangkan untuk seluruh
0,05). Langkah-langkah uji hipotesis komparatif
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
75
dan korelatif adalah uji normalitas data, uji
ekstrak etanol positif mengandung saponin dan
homogenitas varian, uji One-way ANOVA, dan
tanin. Ektrak kemudian difomulasikan dalam
Post hoc test.
(14)
bentuk fitosom dan dilakukan karakterisasi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
3.1. Karakterisasi Fitosom Ekstrak Pegagan Pegagan mengandung senyawa saponin
Identifikasi gugus fungsi Sampel
yang
dianalisis
dengan
spektrofotometer FTIR adalah ekstrak, lecithin,
triterpenoid yang mempunyai efek antiinflamasi,
dan
yaitu asiatikosida, sehingga ekstrak ini dapat
keduanya. Perubahan gugus fungsi ekstrak,
dimanfaatkan dalam pengobatan DKI. Hal ini
lecithin, dan fitosom dapat dilihat pada Gambar
ditunjang
3.1 dan Tabel 3.2.
dengan
penggunaannya
secara
empiris, yaitu untuk pengobatan ezcema dan wound
healing.
(15)
merupakan
campuran
Hasil analisis FT-IR fitosom dapat dilihat bahwa telah terjadi perubahan pola spektrum
menembus
serapan IR dari ekstrak menjadi fitosom yaitu
membran kulit adalah memiliki koefisien partisi
terjadi pergeseran bilangan gelombang dari
yang tinggi atau lipofilik, sedangkan komponen
3413,77 cm-1 ke 3392,55 cm-1; 2931,60 cm-1 ke
kimia yang terkandung dalam ekstrak pegagan
2925,81 cm-1; 1689,10 cm-1 ke 1743,53 cm-1;
cenderung bersifat polar, terutama asiatikosida
1647,10 cm-1 ke 1633,59 cm-1; 1519,80 cm-1 ke
karena mengandung gugus gula yang bersifat
1515,94 cm-1; 1452,30 cm-1 ke 1415,65 cm-1;
polar. Untuk itu, diperlukan modifikasi kepolaran
1373,22 cm-1 ke 1377,08 cm-1; 1269,07 cm-1 ke
dari ekstrak untuk meningkatkan absorbsinya ke
1232,43 cm-1; 1054,99 cm-1 ke 1058,85; 864,05
dalam kulit, dengan memformulasikannya dalam
cm-1 ke 923,84 cm-1; 804,26 cm-1 ke 802,33 cm-1;
bentuk fitosom. Untuk meningkatkan stabilitas
dan 777,26 cm-1 ke 719,40 cm-1. Kemudian,
dan akseptabilitas dari fitosom tersebut, fitosom
terbentuk
diformulasikan dalam sediaan lotion.
gelombang 3392,55 yang merupakan vibrasi N-H
senyawa
salah
yang
satu
karakterisitik
Namun,
fitosom
dapat
Dari 400 gram serbuk simplisia pegagan didapatkan ekstrak kental seberat 72,8 gram.
serapan
baru
pada
bilangan
ulur dan 3010,67 yang merupakan vibrasi ulur alkena karbon primer.
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa
Gambar 3.1. Perbandingan spektra IR antara ekstrak, lecithin, dan fitosom
76
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Tabel 3.2. Interpretasi spektra IR
Ikatan
Bilangan gelombang (cm-1)
Jenis vibrasi
-O-H
Ulur
Ekstrak
Lecithin
Fitosom
3413,77
3313,48
3392,55
3338,55 -N-H
Ulur
-
3313,48
3392,55
I
Ulur
2931,60
2925,81
2925,81
2854,45
2854,45
-C-H I I
Ulur
-
3008,75
3010,67
Ulur
1689,10
1743,53
1743,53
Ulur
1647,10
1650,95
1633,59
=C-H I -C=O I
I
-C=CI
I
1620,09 Ulur
1519,80
1527,52
1515,94
Tekuk
1452,30
1463,87
1460,01
1411,80
1377,08
1415,65
-C=CC-H
1373,22
1377,08
C-N
Ulur
1269,07
1226,64
1232,43
C-O
Ulur
1054,99
1064,63
1143,71 1058,85
C-H
2.
Tekuk
864,05
921,99
923,84
804,26
869,84
802,33
777,26
829,33
719,40
Uji Kualitatif dan Kuantitatif Senyawa
terhadap muatan. Hasil spektogram LC-MS/MS
Asiatikosida
ekstrak dan fitosom (Gambar 3.2) menunjukkan
LC-MS/MS memberikan informasi lebih
adanya asiatikosida dengan berat molekul m/z
terstruktur sehingga identifikasi senyawa secara
957,00 yang dikalkulasikan untuk m/z 468,30;
kualitatif
lebih spesifik dibandingkan HPLC
m/z 469,54; dan m/z 470,89. Linearitas variasi
karena pada LC-MS/MS tidak hanya waktu
standar asiatikosida 250 ppb sampai 1250 ppb
retensi yang diamati, tetapi juga pemisahan ion
versus luas area kromatogram memberikan R =
suatu senyawa.(16) Uji konfirmasi pada LC-
0,9905 dengan persamaan regresi Y = 114,86x-
MS/MS dilakukan untuk mengetahui fragmentasi
3834,4. Hasil uji kuantitatif menunjukkan bahwa
ion asiatikosida untuk memperkuat identifikasi
setiap 1 gram ekstrak pegagan mengandung
kualitatif dengan melihat perbandingan massa
3,02% asiatikosida dan setiap 1 gram fitosom
2
mengandung 0,342% asiatikosida. B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
77
3.
Visualisasi Partikel Scanning
Electron
Microscopy
(SEM)
digunakan untuk mengetahui bentuk dan ukuran dari
partikel
fitosom.
Dari
hasil
analisis,
didapatkan fitosom berbentuk spheric dengan diameter 1,39-2,06 Îźm (Gambar 3.3). 3.2. Uji Mutu Farmasetik Sediaan Lotion Dilakukan
optimasi
formulasi
lotion
dengan perbedaan konsentrasi setil alkohol sebagai stiffening agent, yaitu 5% dan 10%. Dari optimasi
yang
dilakukan,
maka
Gambar 3.3. Visualisasi bentuk dan ukuran partikel fitosom
digunakan
formula lotion dengan konsentrasi setil alkohol
Dari uji organoleptik, didapatkan bau
sebesar 10%. Kemudian dilakukan formulasi
lotion berupa bau khas pegagan dan berwarna
lotion dan uji mutu farmasetik yang meliputi uji
coklat muda. pH lotion harus sesuai dengan pH
organoleptik, tipe emulsi, pH dan homogenitas.
kulit, yaitu 4,7–5 untuk meminimalisasi iritasi yang
kemungkinan
preformulasi,
timbul.(17)
dinyatakan
Pada
bahwa
studi
eksipien-
eksipien yang digunakan dalam formulasi lotion ini bersifat non iritan. Hal ini didukung dengan pH akhir lotion yang sesuai dengan pH kulit, yaitu 5. Sedangkan tipe emulsi lotion adalah minyak
dalam
air
(m/a),
sesuai
dengan
spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya, dimana tipe m/a dapat meningkatkan hidrasi karena kandungan air lebih tinggi dibandingkan tipe a/m sehingga dapat meningkatkan kelembaban dari kulit.
Kulit
percepatan
yang
lembab
penyembuhan
memungkinkan
dermatitis
kontak
iritan, dan juga dapat meminimalisasi efek iritasi yang
timbul
Konsistensi
jika lotion
terpapar sudah
zat sesuai
iritan.
(18)
dengan
spesifikasi yang diinginkan dan lotion terbukti tersebar merata jika dioleskan (homogen). 3.3. Pengaruh Gambar 3.2. Kromatogram LC dan fragmentasi spektra MS/MS
Pemberian
Lotion
sebagai
Penatalaksanaan DKI Pemeriksaan histopatologi preparat kulit meliputi perhitungan jumlah sel leukosit yang merupakan marker terjadinya inflamasi dan
78
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
identifikasi
spongiosa
yang
merupakan
keduanya dapat digunakan sebagai manajemen
karakteristik dari dermatitis kontak iritan. Pada
terapi preventif untuk DKI. Namun demikian,
pengecatan H & E dan menggunakan program
kelompok preventif L2 dengan kelompok kontrol
Scan Dot Slide OlyVIA dapat dihitung jumlah
negatif memiliki nilai signifikansi yang lebih besar
leukosit dan spongiosit dalam kulit mencit
jika dibandingkan dengan kelompok preventif L1
(Gambar 3.4).
dengan kelompok kontrol negatif.
Apabila
dibandingan antara kelompok kuratif L1 dan kelompok kuratif L2 dengan kelompok kontrol negatif, kelompok kuratif L2 mempunyai nilai signifikansi
yang
lebih
besar
dibandingkan
dengan kelompok kuratif L1. Kelompok kuratif L1 menunjukkan nilai p=.000 sedangkan kelompok kuratif L2 menunjukkan nilai p=.578. Hal ini menunjukkan bahwa lotion L2 menunjukkan efek Gambar 3.4. Pemeriksaan histopatologi preparat kulit dengan pewarnaan H&E: (A) Kontrol Negatif (B) Kontrol Positif, (C) Kuratif L1, (D) Preventif L1, (E) Kuratif L2 dan (F) Preventif L2 Uji
ANOVA
didapatkan
nilai
p=0,00
penyembuhan
kulit
mencit
lebih
cepat
dibandingkan dengan lotion L1. Dari data spongiosit antara kelompok kontrol negatif dan preventif L1 didapatkan nilai p=.069. Pada kelompok kontrol negatif dengan preventif L2 didapatkan nilai p=.116. Kelompok
(p<0,05) antar kelompok (Gambar 3.5). Pada
preventif L1 dan L2 menunjukkan nilai p yang
kelompok preventif L1, preventif L2, kuratif L1
tidak signifikan, hal ini menunjukkan kelompok
dan kuratif L2 jika dibandingkan dengan kontrol
preventif L1 dan L2 memiliki perbadaan jumlah
positif menunjukkan hasil yang signifikan yaitu
spongiosit yang tidak bermakna. Pada kelompok
0.000. Sedangkan jika dibandingkan dengan
preventif L1 dan L2 didapatkan nilai p=.781.
kontrol
Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik makna
negative
menunjukkan
nilai
tidak
signifikan atau p>0.05 hanya kuratif L1 p< 0.05. sehingga
lotion
dapat
digunakan
sebagai
klinis bahwa kedua lotion L2 dapat digunakan sebagai alternatif terapi preventif untuk DKI. Sementara
penatalaksanaan dermatitis kontak iritan.
itu
jika
dibandingkan
antara
kelompok kontrol negatif dengan kelompok 3.4. Efektivitas Lâ&#x20AC;&#x2122;ADERMA dalam Optimasi
kuratif
L1
didapatkan
nilai
p=.017.
Pada
Drug Delivery System Penatalaksanaan
kelompok kontrol negatif dengan kuratif L2
Dermatitis Kontak Iritan
didapatkan nilai p=.999. Hal ini menunjukkan
Perbandingan
jumlah
leukosit
antara
kelompok preventif L1 dan kelompok preventif L2 menunjukkan hasil yang tidak signifikan
bahwa kelompok kuratif L2 memiliki tingkat kesembuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan kelompok kuratif L1.
dengan nilai p=.724. Hal ini menunjukkan bahwa
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
79
Gambar 3.5. Grafik Jumlah Leukosit dan Spongiosit di setiap kelompok perlakuan.
4. SIMPULAN
[2]
Fitosom ekstrak pegagan mempunyai diameter 39-2,06 μm. Uji mutu farmasetik yang dilakukan adalah tipe emulsi m/a dan pH 5. Kedua lotion digunakan untuk penatalaksanaan dermatitis kontak iritan. Lotion yang mengandung
[3]
bahan aktif fitosom ekstrak pegagan mempunyai efek terapi lebih baik dibandingkan lotion yang mengandung bahan aktif ekstrak saja. [4] 5. SARAN Perlu dilakukan optimasi stabilitas fitosom dan lotion. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
[5]
terkait efek samping yang ditimbulkan pada kulit mengenai penggunaan lotion dalam jangka
[6]
panjang. 6. UCAPAN TERIMA KASIH
[7]
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat
Jenderal
Pendidikan
Tinggi
atas
[8]
dukungan finansial dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian 2013, serta kepada Universitas Brawijaya atas dukungan fasilitas yang dibutuhkan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1]
80
Sumantri, M.A., Tertanti TF, Sriwahyuni TM. Dermatitis kontak. Swamedikasi (4) : 5-17. 2009.
[9]
[10]
Hicks, Shari P., Kirsty J. Swindells., Maritza A. Middelkamp-Hup., Martine A. Sifakis., Ernesto Gonza´lez., Salvador Gonza´lez. Confocal Histopathology of Irritant Contact Dermatitis in Vivo and The Impact of Skin Color (Black vs White). 2003. J Am Acad Dermatol : Vol. 48 (5) : 727-34. Soebaryo, Retno Widowati. Prediksi Klinis Dermatitis Kontak-Tangan pada Pekerja dengan Kondisi Diatesis Atopi-Kulit. Disertasi. Jakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. 2001. Indriani, Fitria. Pengaruh Riwayat Atopik terhadap Timbulnya Dermatitis Kontak Iritan di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta. Skripsi. Surakarta: Universitas Negeri Surakarta. 2010. English J.S.C. Current Consept of Irritant Contact Dermatitis. Occupt Environ Med, Vol. 61: 722-726. 2012. Gűnter, K dan LOFFLER H. Prevention of Irritant Contact Dermatitis among Health Care Worker by Using Evidence-Based Hand Hygiene: A Review. Industial Health. 2007. (45) : 645-652. 65-465 Katzung, Bertram, G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Salemba. 2001. Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Weels BG., Posey LM. Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, 7thEd. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008. European Medicine Agency. Assesment Report of Centella asiatica (L.) Urban, Herba. London. 2012. Somchit MN., Sulaiman MR., Zuraini A., Samsudin L., Israf DA., Moin S. Antinociceptive and Antiinflammatory Effects of Centella. IndianJ Pharmacol, 2004. vol 36 (6): 377-380.
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
[11]
[12]
[13]
[14]
Li X and Jasti BR. Design of Controlled Release Drug Delivery Systems. New York: McGrawHill. 2006. Sharma S and Roy RK. Phytosome: an Emerging Technology. International Journal of Pharma Research and Technology, 2010. Vol.2(s):1-7 Acharya, NS., Prihar G.V., Nacharya SR. Phytosome : Novel Approach for delivery Herbal Extract with Improve Bioavailability. International Journal of Pharmaceutical Science. 2011. Vol:2(1): 144-160. Dahlan, M. Sopiyudin. Seri Statistik: Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan; Uji Hipotesis dengan Menggunakan SPSS Program 12 Jam. Jakarta: Arkans. 2004. Hal. 4-26; 90-101.
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
[15]
World Health Organization. WHO Monographs on Selected Medicinal Plants Volume 1. Geneva. 1999. [16] Turnipseed SB, Andersen WC, Karbiwnyk CM, Madson MR and Miller KE. Multiclass, multi-residue liquid chromatography/tandem mass spectrometry screening and confirmation methods for drug residues in milk. Rapid Communications in Mass Spectrometry, 2008.Vol.22 (10): 1467â&#x20AC;&#x201C;1480. [17] Lambers H., Bloem P., Finkel. Natural Skin Surface pH is on Average Below 5, Which is beneficial for its resident. Pubmed. 2006. Vol 28(5) : 359-370 [18] Mayo Clinic Staff. Dermatitis. Mayoclinic. 2012. Diakses tanggal 2 februari pukul 7.30 WIB
81
Penelitian
ACTIVITY TEST OF LUMBRICUS RUBELLUS PROTEIN ISOLATE ON BACILLUS SUBTILIS WITH AGAR DIFUSSION METHOD V. Noviani1*, T. Terrawati1, F. D. Anggraini1, S. E. Suherman1, M. A. 1 Taufik 1
Faculty of Pharmacy, Padjadjaran University *Corresponding authorâ&#x20AC;&#x2122;s email : vero_chacha@yahoo.com
ABSTRAK Secara empiris, cacing Lumbricus rubellus sering digunakan sebagai obat tradisional tambahan untuk membantu pengobatan penyakit tifus. Lumbricus rubellus dipercaya dapat membunuh bakteri berdasarkan protein yang dikandungnya. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kerentanan bakteri Bacillus substilis terhadap isolat protein Lumbricus rubellus. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh fraksi protein cacing terhadap zona hambat yang ditimbulkan (sehingga diambillah fraksi dengan nilai absorbansi tertinggi) yaitu 0,527, 0,643, and 0,434 (nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi protein cacing). Metode yang digunakan adalah difusi agar dengan melihat zona inhibisi (zona bening) yang terbentuk sebagai suatu tanda timbulnya efek dan dilakukan pembandingan terhadap baku pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zona inhibisi tidak terbentuk yang menunjukkan bahwa isolat protein cacing belum memberi efek terhadap bakteri Bacillus subtilis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa isolat protein cacing kurang tepat untuk digunakan dengan konsentrasi rendah. Konsentrasi isolat protein cacing perlu ditingkatkan untuk mendapatkan titik penghambatan terutama dalam hal menimbulkan efek bagi tubuh. Kata kunci: isolat protein, nilai absorbansi, zona inhibisi, Lumbricus rubellus, Bacillus subtilis
ABSTRACT Empirically, worms Lumbricus rubellus used as an auxiliary drug of typhoid that believed could kill bacteria with their protein. Observation was used to acknowledge the susceptibility of Bacillus subtilis toward Lumbricus rubellus worm protein isolate. This practice tried to test the suceptibility of Lumbricus rubellus toward protein isolate which was got through protein isolation based on different absorbances (higher absorbance of all fraction), those absorbances are 0,527, 0,643, and 0,434 (absorbance value is comparable with concentration). The method which used was agar diffusion to test the inhibition zone as meaning gave effect at all fraction, and those fractions were compared with standard protein isolates. The result showed that the inhibition zones were not formed, it showed that the worm protein isolate did not give effect to the bactery. This discovery suggested that this worm protein isolate is not proper to used, moreover the concentration of this isolate needs to be increased in order to get the inhibition point. This work increases our understanding of the inhibition method. Keywords: proten isolate, absorbance value, inhibition zone, Lumbricus rubellus, Bacillus subtilis
82
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
1. INTRODUCTION
Recentrifugated at 1000 rpm in 2 minutes. The
In this experiment, dried Lumbricus
pellet was washed with m9 buffer.
rubellus was subjected to protein extraction and
Sephadex g 100 which had been used
then the protein results, tyrosine and tryptophan,
for gel filtration chromatography, was made in
was tested to Bacillus subtilis. The process was
such prosedure. Sephadex g 100 powder was
performed with m9 buffer, sucrose solution,
expanded in plenty tris HCl buffer untuil it formed
nematode solubilization buffer, tris HCl buffer,
gel.
isolation of nematode protein, sephadex g100, and minimum inhibition concentration test.
acts
NSB 7 ml solubilized the pellet and put in microwave.
The
solution
was
added
with
M9 buffer is used in this experiment and
protease inhibitors 2 l and protein dye 10 l then
as
was heated in 7 minutes. The warm solution was
solvent.
Potassium
dihydrogen
phosphate 3 g, was mixed with sodium hydrogen
centrifugated
phosphate 6 g, sodium chloride 5 g, and 1 ml
Supernatan was taken and centrifugated in 5
magnesium phosphate 1 m. Then, aqua destillata
minutes. Supernatan was decanted from its
was added to the solution and stirred them till
sediment.
homogeneous and put in 4°C. Sucrose solution
in
5 minutes
Afterwards
the
at
6000
rpm.
supernatan
was
then being made from 35 g sucrose was mixed
purificated
with aqua destillata till 100 ml in volumetric flask
method. The column was filled up with gel till 10
and storaged in 4°C.
cm while tris HCl buffer was added continuosly.
with
gel
filtration
chromatografy
As a buffer, nematode solubilization
Then added the supernatan 500 l while
buffer (NSB) was used. Etanolamin 30 l was
continuosly added the buffer on it. After the gel
mixed with 40 l edta 0,5 m, 100l pmsf 0,1 m,
colored, collect 2 ml each fraction in 20 vials. All
ditiotreitol 50 l 1 m, and 100 l inhibitor
fractions
were
tested
with
protease. Then aqua destillata was added till 10
spectrofotometry uv-vis, in 260 nm and 280 nm
ml. Tris HCl buffer also a buffer that been used in
wavelength.
this experiment. Tris powder was weighed till
absorbance on 0,2-0,8 were tested in disc
0,151 gram and aqua destillata was added till
diffusion method. Made 6 reservoirs in the solid
100 ml. Then added HCl 1 n until its ph reached
mixture mha with Bacillus subtilis bacteria
6,8. After the ph reached, added aqua destillata
suspension in petri dish. Each reservoir was filled
until its volume was 200 ml.
with
Then
the
chloramphenicol
fraction
10
mg/ml,
which
had
nematode
Nematode protein isolation took place
protein extract, ethanol 5% as a blanco, and 3
next. Nematode powder was weighed till 1 g and
fraction with the highest absorbance, are 0,5. All
added m9 buffer as much as nematode buffer.
of them added within 25 l. After that, the petri
Then it was centrifugated in 2 minutes at 1000
dish was incubated in 18-24 hours and observed
rpm. Next the buffer was changed with a new one
the clear zone.
and recentrifugated. Buffer was decanted. After that, added sucrose solution 4°C to it and
2. MATERIAL AND METHODS
centrifugated
2.1. Isolation of Worm Protein
in
5
minutes
and
nematode
removed to a new centrifugation tube and added water
to
solubilize
the
sucrose
residu.
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Isolation of worm protein was done by washing used sucrose and taking worm proteins.
83
Process of washing began with the powder in the
suspense, was poured into the flask filtration and
capsule weighed as much as 1 gram. Worm
gas removed from the gel to remove trapped air.
powder put into centrifuge tubes and added with
Gel
7 ml of glucose solution. Closed centrifuge tubes
development time depends on the type of gel.
and then centrifuged at 1000 rpm (~200 g) for 5
Dried gel buffer should be added gradually with
minutes. After the separation, sucrose solution in
stirring
centrifuge tube removed. The water added as
Suspended a gel matrix back twice in the volume
many as 7 ml and centrifuged again at 1000
of bed.
buffer
volume
suspense
(swelling
slowly
buffer)
using
stir
and
bar.
(~200 g) rpm for 2 minutes. Water in centrifuge
Placed in a vertical column on the stand.
tubes removed and added 7 ml of m9 buffer three
End capped column using a cotton swab that has
times alternately centrifuged at 2000 rpm for 2
been
minutes. Leave some fluid removed and let the
suspension was poured into a column with the
worm pellet in the tube.
appropriate volume to fill a column with the
dampened
by
tris
HCl
buffer.
Gel
Protein worms was taked by added
perfect height to form fields are required.
nematode solubilization buffer (NSB) to the worm
Carefully added 1 cm tris HCl buffer solution
pellet. Nematode solubilization buffer (NSB) were
above the gel layer. Protein samples inserted
made by mixing 56 ml of 0.25 m edta, 21 ml
with care as much as 50 ml in the buffer solution.
ethanolamine, 20Îźl 10x protease inhibitor and
Tris HCl buffer was added slowly through the
6.223 ml distilled water ad. Tube was closed and
column wall. The addition of buffer should be
put into the microwave for 25 seconds at high
maintained not run out and done continuously so
temperatures. Added 5 ml and 20 ml dye protein
that the columns are not dry and cracked. Faucet
protease inhibitors into the tube. Tube is heated
is opened and made shelters column fractions in
above the boiling water bath for 7 minutes.
a bottle vial up to 20 fractions. Each fraction was
Lysate was taken and put in a new tube and then
measured by using hplc absorbance detector at a
centrifuged for 5 minutes. The lysate was
wavelength of 260 nm and 280 nm and
centrifuged back if supernatant and pellet not
determined the three fractions with the highest
separated perfectly. Supernatant was transferred
absorbance.
to a new tube using a micropipette. Precipitate was removed and the supernatant saved in centrifuge tube.
2.3. UV-VIS Spectrophotometry Three fractions had highest absorbance identifying using uv-vis spectrophotometry to
2.2. Gel Filtration Chromatography
determine the content of the protein contained.
Gel filtration chromatography began with weight as much as 1 gram matrix gel sephadex
2.4. Test Activity Against Microbial Protein
g-100. Gel matrix was developed in buffer fg a
Three fractions had highest absorbance
day before used in order to inflate the gel matrix
were diluted or concentrated to have a 0.5 nm
perfectly. After the gel expanded, the gel particles
absorbance. Mha media poured into the petri
which not inflate perfectly was decanted. Gel that
dish and added to 750 ml bacterial culture of
has been expanding, suspended again in buffer
escherichia coli, shaken until homogeneous and
fg with the same volume to create thick
allowed to solidify. The base of the dish is divided
84
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
into six equal zones. Each zone perforated using
After
worm
supernatant
has
been
the perforator. Chloramphenicol, blank form of
acquired, continued by purity process with gel
ethanol, extract worms and three fractions of 50
filtration chromatography. The principle of this
ml put into the reservoir using a micropipette.
method was protein separation based on its size.
Petri dish wrapped and incubated at 370C for 18-
It meant that small size endured in gel matrix and
24 hours. Inhibition zone formed after incubation
needed longer elution. Meanwhile bigger size
was observed.
passed gel matrix quickly. Gel matrix was sephadex g-100, had fractionation range about
3. RESULT AND DISCUSSION
4000-100000. Buffer solution, tris HCl (ph 6.8) as
The protein does not produce inhibitory
an eluent in this method. When sample was put
diameter of the test bacteria. It can be concluded
into column, there was something had to notice,
that the protein in this concentration and
one of them was sample had to put into column
absorbance could not have activity against
through the wall of column to prevent disruption
Bacillus subtilis.
of gel matrix.
This study used a capsule of extract
The result of this process was 20 vials of
Lumbricus rubellus worm in dust. Worm was
fractions had been collected. This result was
washed by m9 solution and sucrose solution. M9
expecting as a worm protein, especially pure
solution
kh2po4,
tyrosine and tryptophan. All of the fractions, then
na2hpo4, nacl, and mgso4. The used of this
analyzed by hplc detector to get the value of
solution was to cut and clean the worm. While,
absorbance. The measurement was done by two
sucrose solution as a substance that gave
kinds of uv wavelength, on 260 nm and 280 nm.
hypertonic environment so that content of the
It was because the protein was no color and had
worn could be emerged (osmosis). Process of
amine groups. Absorbance on 260 nm was
worm’s washing with sentrifugation and the result
bigger than 280 nm because the principle was
was a brown worm pellet. Then process of isolate
bigger wavelength had smaller absorbance. It
worm protein used a nematode solubilization
caused by white ray in each wavelength could be
buffer, protein coloring 2x, and 2µl 100x protease
selected more detail in the prism. Big absorbance
inhibitor which could inhibit scattering of protein
indicated there was still much protein in the
to peptides or their monomers. Worm protein was
fractions, and the other hand, small absorbance
isolated by heating at the “high” temperature,
was indicated there were few proteins. For the
sentrifugation,
heating
zero absorbance (transmittance 100 %) showed
process, worm protein would be denatured and
that there was no protein anymore. It could be
out of the cell, when sentifugation process, the
explained below:
was
a
solution
and
contained
cooling.
When
unwanted components would be lost. As well as cooling
process,
worm
protein
would
be
renaturated again. The results of all process were 4.25 ml green-brown worm supernatant.
A = -log t = log 1/t A: absorbance T: transmittance Absorbance that taken in this study was three highest value (Table 1).
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
85
Table 1. Absorbance value from the fractions
5. SUGGESTION This
suggested
that
this
Lumbricus rubellus protein isolate is not proper to
Absorbance
Fraction
discovery
260 nm
280nm
used, moreover the concentration of this isolate
1
0.597
0.527
needs to be increased in order to get the
3
0.788
0.643
inhibition point.
21
0.295
0.233 6. ACKNOWLEDGEMENT We would like to thank all who have
4. CONCLUSION This worm protein isolation process begins with the extraction. The extraction process
helped completing this study in the planning, implementating, until writing this article.
ends with a centrifugation. Supernatant was 4.25 ml of brownish green solution. The supernatans
DAFTAR PUSTAKA
are stored into a test tube and kept in ice to
[1]
prevent protein damage. Next is fractionation process. Fractionation performed using the gel filtration chromatography method by filtering proteins by spesific gel which is then passed by
[2]
tris-HCl buffer solution and then stored in a vial per 5 ml (20 vials). Then, absorbance value of the
fractions
were
measured
with
high
performance liquid chromatography detector. Absorbance was measured at two kind of
[3]
Cho, j.h., c.b. Park, y.g. Yoon dan s.c. Kim. 1998. Lumbricin i, a novel proline-rich antimicrobial peptide from the earthworm: purification, cdna cloning and molecular characterization. Biochim. Biophys. Acta. 1408 (1): 67â&#x20AC;&#x201C;76. Madigan m, martinko j. Brock biology of microorganisms (11th ed.). Prentice hall. 2005. Young, v.r. Protein and amino acids. In: present knowledge in nutrition. 8th edition. Bowman ba and russel rm (eds). International life sciences institute, washington dc. Chapter 5, pp. 43-58. 2001.
wavelengths, on 260 and 280 nm. After that, activity testing of the protein was obtained against the bacteria Bacillus subtilis. However, it turns out that the protein does not produce inhibitory diameter of the test bacteria. It can be concluded that the protein does not have activity against the bacteria Bacillus subtilis.
86
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Penelitian
AKTIVITAS INHIBISI Pseudomonas aeruginosa OLEH PROTEIN CACING TANAH DENGAN METODE DIFUSI CAKRAM Susanti1*, Fitri Devi M1, Zila Khuzaimah1, Intan WS1, Ika S1, Riska R1 1
Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran *Corresponding authorâ&#x20AC;&#x2122;s email: zhang.susanti@yahoo.co.id
ABSTRAK Bagi sejumlah orang, cacing tanah merupakan binatang yang menjijikan. Namun, dibalik tubuhnya yang panjang dan kurus tersimpan berjuta-juta manfaat. Cacing tanah terkenal sebagai penggembur tanah, makanan burung, dan digunakan sebagai umpan memancing. Ternyata hewan ini juga bermanfaat bagi dunia medis dan kesehatan. Orang-orang biasanya menggunakannya untuk pengobatan tifus, diare, sirkulasi darah, pencernaan, antipiretik, dan menjaga kesehatan kulit. Orangorang mengonsumsinya dalam bentuk kapsul yang mengandung bubuk kering cacing tanah. Cacing tanah merupakan sumber protein yang baik. Pseudomonas aeruginosa merupakan suatu bakteri gram negatif, dan berbentuk batang. Pseudomonas aeruginosa biasanya menginfeksi saluran paru, saluran kencing, luka bakar, luka, dan juga menyebabkan infeksi darah lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fraksi protein cacing tanah dalam penghambatan aktivitas Pseudomonas aeruginosa. Protein diisolasi dari kapsul cacing tanah. Protein berwarna kemudian dimurnikan dengan kromatografi kolom.Absorbansi dari 21 fraksi yang dikumpulkan diukur dengan detektor spektrofotometri UV. Tiga fraksi dengan absorbansi tertinggi digunakan untuk uji inhibisi pertumbuhan bakteri dengan metode difusi cakram. Fraksi-fraksi ini dapat menghambat pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dengan diameter zona hambat sebesar 1,1 cm; 1,2 cm , dan 1,175 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein cacing tanah dapat menghambat pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa. Kata kunci: cacing tanah, inhibisi, Pseudomonas aeruginosa, difusi cakram
ABSTRACT For some earthworms are disgusting animals. However, behind the long and slimy body is apparently saved a million benefits. Earthworms are known as bulking soil, bird food, and used as fishing bait. It turns out that the animal is also beneficial in the medical world and health. People usually use it for treatment of typhus, diarrhea, blood circulation, digestion, antipyretic, and maintain healthy skin. People consume it in capsules containing dried earthworm powder. Earthworms are good sources of protein. Pseudomonas aeruginosa is a gram-negative, and rod-shaped bacterium. Pseudomonas aeruginosa typically infects the pulmonary tract, urinary tract, burns, wounds, and also causes other blood infections. The research was aimed to study the effect of earthworm protein fraction in inhibition of Pseudomonas aeruginosa activity. Protein was isolated from earthworm capsules. The colored protein was then purified by column chromatography. The absorbance of 21-collected fractions were measured by UV-spectrophotometry detector. Three fractions with highest absorbance were used for bacterial growth inhibition test. The disk-diffusion method was used. These fractions can inhibit the growth of Pseudomonas aeruginosa with the inhibition zone diameters are 1,1 cm; 1,2 cm; and 1,175 cm. The results indicated that earthworm protein can inhibit the growth of Pseudomonas aeruginosa. Keywords: Earthworm protein, inhibition, Pseudomonas aeruginosa, disk diffusion
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
87
1. PENDAHULUAN
sentrifugator, beaker glass, oven, waterbath,
Cacing tanah termasuk hewan tingkat
corong buchner, klem dan statif, kolom, vial,
rendah karena tidak mempunyai tulang belakang
detektor spektrofotometri UV, spiritus, cawan
(invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas
petri, pipet, mikropipet, perforator, inkubator,
Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini
penggaris. Bahan-bahan yang digunakan dalam
adalah Megascilicidae dan Lumbricidae.
(1)
penelitian ini adalah serbuk cacing tanah yang
Bagi sebagian orang, cacing tanah masih
dikeluarkan dari kapsul cacing tanah, aquadest,
dianggap sebagai makhluk yang menjijikkan
sukrosa,
larutan
dapar
M9,
Nematode
dikarenakan bentuknya, sehingga tidak jarang
Solubilization Buffer (NSB), protein marker 2X,
cacing masih dipandang sebelah mata. Namun
inhibitor protease, larutan dapar Tris, Sephadex,
terlepas dari hal tersebut, cacing ternyata masih
kapas, nutrien agar, kloramfenikol, ekstrak cacing
dicari oleh sebagian orang untuk dimanfaatkan.
tanah dan etanol.
Menurut sumber, kandungan protein yang dimiliki cacing tanah sangatlah tinggi, yakni mencapai
2.2 Sukrosa pencuci cacing
58-78 % dari bobot kering. Selain protein, cacing
Serbuk cacing tanah dikeluarkan dari
tanah juga mengandung abu, serat dan lemak
dalam kapsul dan ditimbang 1 gram. Kemudian,
tidak jenuh. Selain itu, cacing tanah mengandung
ditambahkan sukrosa dan disentrifugasi segera
auxin yang merupakan hormon perangsang
pada 1000 rpm selama 5 menit. Lalu, segera
(1)
dikeluarkan dari permukaan cairan ke tabung
tumbuh untuk tanaman.
Manfaat dari cacing adalah sebagai
sentrifugasi baru. Air ditambahkan segera untuk
Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk
melarutkan sisa sukrosa, dan disentrifugasi
penyembuhan
penyakit.
Secara
tradisional
dengan kecepatan 1000 rpm (~200 G) selama 2
cacing
dipercaya
dapat
meredakan
menit. Pellet cacing direndam dalam sedikit
tanah
demam,
menurunkan
darah,
larutan dapar M9. Larutan dapar M9 digunakan
menyembuhkan bronkitis, reumatik sendi, sakit
untuk memindahkan cacing ke tabung sentrifuga
gigi dan tipus.
tekanan
(2)
Mengenai
baru. Kemudian, pellet dicuci 3 kali dengan M9 kandungan
protein
dalam
(secara bergantian, lakukan sentrifugasi 2000
cacing tanah, dimana cacing tanah memiliki
rpm selama 2 menit dan ganti M9). Cairan
kadar protein yang cukup tinggi. Maka cacing
dibuang dan pellet cacing dibiarkan dalam
berpotensi
untuk
tabung.
antimikroba
sehingga
dimanfaatkan
sebagai
dilakukan
pengujian
kebenaran tentang cacing tanah
terhadap
mikroba
yang
diujikan
pada
bakteri
Pseudomonas aeruginosa.
2.3 Pengambilan protein cacing Nematode Solubilization Buffer (NSB) ditambahkan dengan volume yang sama dengan volume pellet cacing. Kemudian dipanaskan 0
2. METODE
dalam oven pada suhu 90 C selama 1 menit.
2.1 Alat dan Bahan
Setelah itu, 2 ÂľL protein marker 2X dan 20 ÂľL
Alat-alat
dalam
inhibitor protease ditambahkan kedalamnya. Lalu
penelitian ini adalah timbangan analitik, tabung
dipindahkan ke dalam tabung sentrifugasi baru
reaksi, rak tabung reaksi, tabung sentrifugasi,
dan dipanaskan pada waterbath. Setelah itu,
88
yang
digunakan
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
disentrifugasi
dengan
kecepatan
6000
rpm
selama 5 menit. Kemudian, lisat diambil.
Setelah
itu,
Pseudomonas
750
碌l
suspensi
aeruginosa
bakteri
diinokulasikan
ke
dalam masing-masing cawan petri dan disebar 2.4 Pemurnian protein
merata.
Setelah
gel
memadat,
perforator
Sephadex ditimbang sebanyak 1 gram
digunakan untuk membuat 1 reservoir pada
dan dilarutkan dalam 30 ml larutan dapar Tris.
masing-masing area cawan petri.Lalu, masing-
Gel dikembangkan dan disaring dengan corong
masing reservoir diisi dengan 50 碌L zat uji
buchner. Larutan dapar tris ditambahkan lagi dan
(ekstrak cacing tanah, kloramfenikol, sampel
gel disuspensikan. Kemudian, kolom diletakkan
blanko berupa etanol, fraksi 1, fraksi 2, dan fraksi
vertikal pada statif dan disumbat dengan sedikit
3) sesuai label. Cawan-cawan petri ini kemudian
kapas yang sudah dicelupkan dalam larutan
diinkubasi pada 37 C selama 24 jam.Setelah itu,
dapar Tris. Sedikit larutan dapar Tris dimasukkan
cawan-cawan petri tersebut dikeluarkan dari
ke dalam kolom dan kecepatan aliran dari kolom
inkubator dan diukur diameter zona inhibisinya.
0
dicoba. Bila kecepatan alirnya sudah sesuai, gel dimasukkan ke dalam kolom dan dibiarkan hingga gel tidak turun lagi sampai suatu batas
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari
hasil
kromatografi
filtrasi
gel
yang tetap dan Tris berada 1 cm di atas gel
diperoleh 20 fraksi dan masing-masing fraksi
tersebut. Lalu supernatan cacing dimasukkan ke
sebanyak 2 mL, absorbansi dari masing-masing
dalam
fraksi diukur menggunakan spektrofotometri UV-
kolom.
Eluat
ditampung
dalam vial
terkalibrasi masing-masing 2 ml hingga 20 vial.
vis. Hasil absorbansi ditampilkan pada tabel 1.
Kemudian, kapas dikeluarkan dan dicuci dengan merendamnya dalam larutan dapar Tris dan ditampung 2 mL di vial ke 21. Lalu, eluat dalam masing-masing vial diukur absorbansinya dengan detektor spektrofotometri UV pada 位= 260 nm dan 位=280 nm. 2.5 Uji kerentanan Pseudomonas aeruginosa menggunakan difusi cakram Cawan petri dibagi menjadi 6 area sama besar dan dilabeli. Ada 2 cawan petri yang
1,5 a b 1 s o 0,5 r 0 b 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 a n -0,5 No Vial s i absorbansi 260 nm absorbansi 280 nm
digunakan dalam penelitian ini.20 ml nutrien agar dituang ke dalam masing-masing cawan petri.
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Gambar 1. Grafik Nomor Vial Terhadap Absorbansi
89
Tabel 1. Absorbansi Eluat Cacing
Nomor Vial 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Absorbansi 位260 nm 位280 nm 0,533 0,520 0,321 0,263 0,431 0,415 0,445 0,436 0,341 0,295 0,352 0,301 0,255 0,156 0,632 0,472 1,072 0,760 0,714 0,517 0,519 0,410 0,180 0,219 0,097 0,077 0,057 0,042 0,004 -0,011 0,009 -0,004 -0,019 -0,033 -0,008 -0,020 -0,028 -0,041 -0,013 -0,025 0,018 -0,005
Cawan petri 1 sebelum inkubasi
Cawan petri 1 setelah inkubasi
Cawan petri 2 sebelum inkubasi
Cawan petri 2 setelah inkubasi
Gambar 2. Perbandingan cawan petri 1 dan 2 sebelum dan setelah inkubasi
90
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Uji kerentanan terhadap bakteri Pseudomonas
kisaran netral, dapar tris biasanya digunakan di
aeruginosa dengan metodedifusi cakram dengan
laboratorium biologi.
menggunakan 6 larutan uji yang berbeda yaitu
Lisis sel adalah langkah pertama dari
antibiotik, ekstrak cacing, 3 fraksi sampel, dan
ekstraksi DNA. Hal ini dilakukan dengan dapar
blanko berupa etanol. Berdasarkan pengamatan
tris dan mengandung EDTA (ethylene diamine
dari kedua cawan tersebut dimana cawan I dan
tetraacetic acid). EDTA mengikat kation bivalen
cawan II menunjukkan adanya zona hambat
seperti kalsium dan magnesium. Karena ion-ion
yang ditunjukkan pada tabel 2.
ini membantu menjaga integritas membran sel, menghilangkan ionâ&#x20AC;&#x201C;ion tersebut dengan EDTA
3.1 Pembuatan Dapar Tris Tris,
atau
akan mendestabilisasikan membran. Dapar Tris
tris
(hydroxymethyl)
adalah
komponen
utama,
peran
utamanya
aminomethane, merupakan penyangga biologis
adalah untuk menjaga pH dapar stabil pada titik,
yang umum, yang digunakan selama proses
biasanya 8,0. Selain itu, tris mungkin berinteraksi
ekstraksi DNA. Selama ekstraksi dari sejumlah
dengan LPS (lipopolisakarida) di membran,
sumber, DNA adalah pH sensitif. Selama lisis sel,
sehingga mengacaukan membran lebih lanjut.
penghilangan komponen seluler yang tidak
Pertama timbang sebanyak 1,2114 gram
diinginkan dan pengendapan, tris digunakan
tris kemudian dilarutkan dalam 100 ml air. Tris
untuk mempertahankan pH yang stabil. Selain
bersifat hidroskopik, tidak mudah larut dalam air,
itu, tris memainkan peran yang sangat penting
dan tersedia dalam kemurnian tinggi. Ini tidak
dalam lisis sel. Karena pH dapat mempengaruhi
mengendapkan garam kalsium, stabil dalam
dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor seluler,
larutan pada suhu kamar selama berbulan-bulan,
mempertahankan pH yang stabil sangat penting
dan
bagi eksperimental ilmu pengetahuan. Dapar
sistem enzim. Setelah dilarutkan dalam 100 ml
biologis, seperti tris, penting karena dapat
air, kemudian diatur hingga pH 6,8. Karena pH
mempertahankan
awal dapar tris adalah 10, sehingga larutan HCl
efeknya
dapat
pH
yang
stabil
menggeser
meskipun pH
Tris
tampaknya
ditambahkan
tidak
sampai
menghambat
pH
6,8.
banyak
Setelah
(hydroxymethyl) aminomethane, dengan pKa 8.1,
mendapatkan pH 6,8, air ditambahkan hingga
dapar yang efektif antara pH 7 dan 9. Karena
volumenya 200 mL.
Tabel 2. Diameter zona inhibisi dari 6 larutan uji dalam cm
Cawan petri I áş&#x2039; II áş&#x2039;
F1
F2
F3
Antibiotik
1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1
1,1 1,2 1,15 1,3 1,2 1,25
1,1 1,3 1,2 1,2 1,1 1,15
3,3 3,0 3,15 2,9 2,8 2,85
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Ekstrak cacing 2,0 2,5 2,25 2,1 2,1 2,1
Sampel Blanko -
91
3.2 Isolasi protein cacing
Fraksi yang diambil memiliki absorbansi 0,632,
Bubuk cacing dicuci dengan larutan
1,072, dan 0,714.
sukrosa karena tonisitas larutan sukrosa sama dengan tonisitas cacing sehingga protein tidak rusak, kemudian disentrifugasi selama 5 menit
3.4 Uji kerentanan Pseudomonas aeruginosa menggunakan difusi cakram
pada 1000 rpm, maka dihasilkan pemisahan.
Uji kerentanan terhadap Pseudomonas
Lapisan atas adalah cairan, lapisan bawah
aeruginosa menggunakan difusi cakram. Dibuat
berupa padatan. Lapisan atas dicuci, sedangkan
sebanyak 6 lubang pada media, satu lubang
lapisan padat dipindahkan ke dalam tabung baru,
untuk antibiotik kloramfenikol, satu untuk ekstrak
tambahkan air dan kemudian disentrifugasi
cacing , satu untuk blanko yaitu etanol, dan tiga
kembali untuk menghilangkan sisa sukrosa.
lubang untuk tiga fraksi yang telah ditentukan
Kemudian disentrifugasi selama 2 menit pada
sebelumnya. Pengujian dilakukan duplo dan
2000 rpm. Setelah itu, cacing dicuci dengan
diinkubasi pada suhu 37o C selama 18-24 jam .
larutan M9, disentrifugasi kembali selama 2 menit
Dari pengamatan setelah inkubasi, hasil
pada 2000 rpm. Sentrifugasi dilakukan sebanyak
rata-rata diameter zona inhibisi yang diperoleh
3 kali.
dari fraksi 1, 2, dan 3 pada media dalam cawan pertama berturut-turut adalah 1,1 cm, 1,15 cm ,
3.3 Pemurnian protein dengan kromatografi filtrasi gel Dari
dan 1,2 cm, sedangkan antibiotik kloramfenikol memiliki diameter zona inhibisi sebesar 3,15 cm,
hasil
kromatografi
filtrasi
gel
dan ekstrak cacing memberikan diameter zona
menggunakan fase diam sephadex G100 dan
inhibisi sebesar 2.25. Dalam cawan kedua,
dapar tris, sampel protein cacing dimasukkan
diperoleh zona hambatan untukfraksi 1, 2, 3,
dan dielusi hingga memperoleh 20 vial fraksi
kloramfenikol,
dengan setiap penampungan sebanyak 2 mL.
adalah 1,1 cm, 1,25 cm, 1,15 cm, 2,85 cm, dan
Fraksi ke 21 diperoleh dari hasil pencucian kapas
2.1 cm. Sedangkan blanko tidak memberikan
penyumbat kolom yang ditampung sebanyak 2
zona inhibisi pada pengujian yang dilakukan.
mL. Semua eluat diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometri
UV-Vis
pada
bakteri
yang
diperoleh
pertumbuhan
dapat
berturut-turut
dihambat
diketahui
Pseudomonas oleh
antibiotik
kloramfenikol , fraksi 1 , fraksi 2 dan fraksi 3 serta
menunjukkan data absorbansi berentang dari -
ekstrak cacing yang ditandai dengan adanya
0,005 hingga 1,072. Hasil ini tidak memenuhi
zona inhibisi. Kloramfenikol dapat menghambat
hukum Lambert-Beer (0,2-0,8). Dalam proses
bakteri Pseudomonas aeruginosa karena sifat
elusi, hasil eluat ke-1 hingga 12 memiliki
kloramfenikol adalah bakterisida yang berarti
absorbansi dalam rentang 0,2-0,8, sedangkan
dapat membunuh gram positif dan gram negatif
hasil eluat ke-13 sampai 20 memiliki absorbansi
(termasuk sebagian besar strain MRSA), serta
kurang dari 0,2. Berdasarkan grafik absorbansi,
anaerob. Dari pengamatan hasil pemurnian dari
diambil
fraksi protein dapat disimpulkan bahwa protein
titik
pengukuran
hasil
cacing
absorbansi
tiga
dari
bahwa
aeruginosa
panjang gelombang 260 dan 280 nm. Hasil
Dari
ekstrak
tertinggi
untuk
menguji
kerentanan terhadap Pseudomonas aeruginosa.
cacing
menginhibisi
aktivitas
terhadap
Pseudomonas aeruginosa.
92
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
4. SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Tiga fraksi protein cacing tanah dengan absorbansi tertinggi dapat menginhibisi aktivitas Pseudomonas
aeruginosa
yang
ditunjukkan
dengan diameter zona inhibisi dari F1, F2, F3
[1] [2]
Budiarti, Cacing Tanah, Jakarta: Penebar Swadaya; 1992. Sayuti, Fahri., Pedoman Praktis Budidaya Cacing Tanah, Bandung: Pusat Latihan Dan Pengembangan; 1999.
berturut-turut 1,1 cm, 1,2 cm, dan 1,175 cm.
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
93
Advertorial
PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DALAM SEDIAAN MASKER PEEL OFF SEBAGAI ANTIOKSIDAN 1*
1
1
Sri Rahayu Evrilia , Hana Nopia , Sri Yannika 1
Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran *Corresponding authorâ&#x20AC;&#x2122;s email: evrilia27@gmail.com
ABSTRAK Pengembangan sediaan masker peel-off berbasis kulit buah manggis sangat berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia sebagai salah satu negara penghasil manggis yang cukup besar di dunia. Masalah utama dari antioksidan berbasis kulit buah manggis ini adalah stabilitas penyimpanannya yang rendah. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu produk dengan stabilitas yang lebih baik namun tidak mengurangi manfaat kulit buah manggis, salah satunya adalah dengan mengembangkannya menjadi formulasi sediaan masker peel-off. Tujuan dari penulisan gagasan ini adalah untuk memberikan perspektif nilai tambah dari kulit buah manggis sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas sehingga dapat dimanfaatkan untuk mencegah penuaan dini. Metode penulisan berdasarkan analisis sintesis yang memanfaatkan pustaka dari berbagai sumber pustaka. Gagasan yang diajukan berisi sistem pemecahan masalah limbah kulit buah manggis sehingga dapat diaplikasikan dalam formulasi sediaan masker peel-off yang digunakan untuk menghambat penuaan dini yang disebabkan oleh radikal bebas dari sinar UV. Trend masyarakat yang lebih memilih back to nature ataupun healthy lifestyle turut mendukung terjadinya peningkatan permintaan pasar akan antioksidan dalam formulasi masker peel-off. Maka dari itu penulis memberikan sebuah solusi nyata untuk memanfaatkan potensi besar dari antioksidan yang dihasilkan dari kulit buah manggis kedalam formulasi sediaan masker peel-off yang diharapkan dapat memberikan efek yang positif bagi kesehatan masyarakat. Kata kunci : antioksidan, kulit buah manggis, masker peel off. ABSTRACT A peel-off mask preparations with mangosteen rind as bases has the potential to be developed in Indonesia as one of the mangosteen-producing countries in the world. The main problems of mangosteen peel-based antioxidants are low storage stability. Therefore, itâ&#x20AC;&#x2122;s necessary to develop a product with better stability but doesnâ&#x20AC;&#x2122;t reduce the benefits of mangosteen rind, one of which is to develop it into a dosage formulation peel-off mask. The purpose of this idea is to provide value-added perspective of mangosteen rind as an antioxidant that can counteract free radicals and is used to prevent premature aging. The writing method based on analytical synthesis that utilizes a library of literature sources. This idea is to solve the problem of waste containing mangosteen rind that can be applied in a peel-off mask formulation that prevent premature aging caused by free radicals from UV rays. Trend of the people who prefer back to nature or healthy lifestyle contributed to the increased market demand for antioxidants in the peel-off mask formulations. Thus the authors provide a real solution to harness the great potential of antioxidants produced from mangosteen rind into dosage formulations peel-off mask that is expected to provide positive effect on public health. Keywords : antioxidants, mangosteen rind, peel-off mask.
94
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
1. PENDAHULUAN
kendaraan bermotor, asap rokok, air yang
Peningkatan degeneratif peneliti
di
prevalensi
Indonesia,
pangan
dan
penyakit
memotivasi
para
Indonesia
untuk
gizi
terpolusi, radiasi sinar ultraviolet dan makanan yang mengandung lemak tak jenuh.
(3)
Kandungan kimia kulit manggis adalah
mengeksplorasi senyawa-senyawa antioksidan
xanton, mangostin,
yang berasal dari sumber alami. Tingginya
tannin. Menurut hasil penelitian kulit buah
biodiversity kekayaan alam dan bahan-bahan
manggis memiliki aktivitas HIV tipe I, antibakteri,
indigenous
antioksidan dan anti metastasis pada kanker
yang
dianugrahkan
oleh
Tuhan
kepada bangsa Indonesia, merupakan potensi
usus.(4)
yang sangat berharga dan bermanfaat untuk kesehatan masyarakatnya . Manggis
(1)
(Garcinia
garsinon, flavonoid dan
Berdasarkan kandungan dan khasiat tersebut, kulit buah manggis berpotensi untuk
mangostana
L.)
dikembangkan menjadi suatu sediaan kosmetik
Merupakan salah satu buah tropika unggulan
salah satunya dalam bentuk masker gel. Masker
nasional
primadona
gel merupakan masker yang praktis, setelah
penghasil devisa negara. Produksi manggis
kering masker tersebut dapat langsung diangkat
tahun 2007 mencapai 112.722 ton. Namun, mutu
(biasa dikenal dengan sebutan masker peel-off).
buah manggis yang dihasilkan sebagian besar
Zat
masih rendah. Buah manggis pada umumnya
berinteraksi dengan kulit wajah. Manfaat masker
dikonsumsi daging buahnya sedangkan kulitnya
gel antara lain dapat mengangkat sel kulit mati
yang mencakup 他 bagian dibuang. Hal ini sangat
agar kulit bersih dan segar, mengembalikan
disayangkan karena peningkatan nilai ekonomis
kelembutan kulit, dan dengan pemakaian teratur
buah
dapat mengurangi kerutan halus pada kulit
Indonesia dan menjadi
manggis
memanfaatkan
dapat kulitnya.
dilakukan
dengan
Penelitian-penelitian
aktif
pada
masker
dapat
lebih
lama
wajah.(5)
fitokimia sebelumnya menyatakan bahwa kulit
Melihat permasalahan limbah kulit buah
buah manggis (KBM) dapat menjadi salah satu
manggis ini diperlukan berbagai solusi yang tepat
sumber xanthone yang merupakan senyawa
untuk
flavanoid dengan berbagai manfaat. Beberapa
permasalahan
penelitian membuktikan bahwa tingkat kematian
memindahkan
dari penyakit jantung koroner berbanding terbalik
masalah baru. Salah satu solusi yang dapat
terhadap konsumsi senyawa flavonoid. Senyawa-
dilakukan ialah dengan memanfaatkan kulit buah
senyawa flavonoid juga dapat mencegah stroke,
manggis ini sebagai formulasi sediaan masker
menghambat pertumbuhan sel tumor, bersifat
peel-off
anti-inflammatory, antiviral, dan memiliki aktivitas
didalamnya. Mengingat radikal bebas tersebar di
antimikroba.
(2)
memecahkan tersebut masalah
dengan
dan
meminimalisir dengan
atau
memafaatkan
tidak
menimbulkan
antioksidan
lingkungan tempat kita hidup, misalnya udara
Menjadi tua memang tak bisa dihindari,
yang terpolusi oleh asap kendaraan bermotor,
tetapi memperlambat timbulnya penuaan dapat
asap rokok, air yang terpolusi, radiasi sinar
diusahakan mulai
bebas
ultraviolet dari sinar matahari dan makanan yang
merupakan salah satu penyebab utama penuaan
mengandung lemak tak jenuh. Oleh karena itu,
yang banyak tersebar di lingkungan tempat kita
diharapkan
hidup, misalnya udara yang terpolusi oleh asap
pemanfaatan antioksidan dari kulit buah manggis
sekarang.
Radikal
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
dengan
adanya
gagasan
95
sebagai sediaan masker peel-off ini dapat memperlambat dapat
timbulnya penuaan
memberikan
efek
yang
2.2 Antioksidan
sehingga
positif
bagi
kesehatan masyarakat.
Antioksidan
didefinisikan
sebagai
senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. sumber
antioksidan
dapat
(7)
Sumber-
dikelompokkan
2. PEMBAHASAN
menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik
2.1 Kulit Buah Manggis
(antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa
Kajian
terkini
telah
reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan
membuktikan khasiat dan kelebihan kulit buah
hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh
manggis dengan penemuan sejenis bahan aktif
antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya
di dalam buah manggis yang dikenal sebagai
untuk makanan dan penggunaannya telah sering
xanthone. Xanthone ialah suatu bahan kimia aktif
digunakan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil
dengan strukturnya yang terdiri dari 3 cincin dan
hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil
ini menjadikannya sangat stabil dalam keadaan
hidoksi
panas atau dingin. Terdapat lebih dari 200 jenis
Antioksidan-antioksidan
bahan xanthone di alam tetapi lebih dari 40 jenis
antioksidan alami yang telah diproduksi secara
xanthone terdapat dalam kulit buah manggis dan
sintetis untuk tujuan komersial. Antioksidan alami
ini
terbanyak.
di dalam makanan dapat berasal dari (a)
Sebuah riset membuktikan, xanthone di kulit
senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu
manggis terbentuk sejak buah berumur satu
atau dua komponen makanan, (b) senyawa
buan setelah bunga mekar. Pada umur satu
antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi
bulan, kadar xanthone di kulit manggis sebesar
selama
14,67 mg/g dan berturut-turut meningkat sesuai
antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan
umur buah : 2 bulan (16,21 mg/g), 3 bulan (15,47
ditambahkan
merupakan
melalui
kandungan
sains
yang
mg/g) dan 4 bulan (15,68 mg/g). Bahkan kadar
quinon
proses
(TBHQ)
tambahan pangan.
tersebut
pengolahan,
ke
dan
makanan
tokoferol. merupakan
(c)
senyawa
sebagai
bahan
(7)
xanthone justru meningkat menjadi 34,36 mg/g jika buah disimpan hingga 4 minggu setelah dipetik.
(6)
Kulit
2.3 Radikal Bebas Radikal bebas merupakan suatu molekul
manggis
mengandung
yang relatif tidak stabil dengan atom yang pada
xanthone sebagai antioksidan sangat dibutuhkan
orbit terluarnya memiliki satu atau lebih elektron
dalam tubuh sebagai penyeimbang prooxidant
yang tidak berpasangan. Karena kehilangan
(reducing
radicals,
pasangannya itu, molekul menjadi tidak stabil
carboncentered, sinar UV, metal, dll) yang ada di
dan radikal. Supaya stabil molekul ini selalu
lingkungan manusia. Kandungan xanthone ini
berusaha mencari pasangan elektronnya, yaitu
juga lebih banyak dibandingkan xanthone yang
dengan cara merebut elektron dari molekul lain
terkandung pada buah manggis. Selain sebagai
secara membabi buta. Karena itulah dia disebut
antioksidan,
radikal bebas.
radicals,
di
dalam
yang
oxidizing
kulit
manggis
juga
(7)
terkandung berbagai zat yang bermanfaat untuk kesehatan serta kecantikan. .
96
(6)
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
2.4 Mekanisme Antioksidan Menghambat
segar, mengembalikan kelembutan kulit, dan
Radikal Bebas
dengan pemakaian teratur dapat mengurangi
Mekanisme kerja antioksidan memiliki
kerutan halus pada kulit wajah.
(5)
dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi
Bahan-bahan pembentuk gel yang biasa
utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi
digunakan meliputi gom-gom alam (tragakan,
atom
yang
karagenan, pectin, agar, dan asam alginat),
mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut
bahan semisintetik (metilselulosa, hidroksi etil
sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat
selulosa, dan hidroksipropilmetil selulosa), dan
memberikan atom hidrogen secara cepat ke
polimer
radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke
polietilen-polioksipropilen, dan gelatin). Poliviniol
bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal
alkohol digunakan untuk bahan pembentuk gel
antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih
yang cepat kering, memberikan lapisan yang
stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua
kuat dan plastik, kontak yang baik dan untuk
merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu
pengobatan, memberikan perlindungahn pada
memperlambat
kulit dengan tampilan yang baik.(8)
hidrogen.
berbagai pemutusan
Antioksidan
laju
(AH)
autooksidasi
mekanisme
diluar
rantai
autooksidasi
dengan
sintetik
(carbopol,
plivinil
alkohol,
mekanisme dengan
2.6 Masker Peel Off Kulit Buah Manggis
pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih
Salah
satu
direkomendasikan 2.5 Masker Peel Off
langkah
untuk
yang
menambah
variasi
dalam pemanfaatan antioksidan dalam buah
Masker peel off merupakan salah satu
manggis
ini
yaitu
gagasan
untuk
jenis sediaan masker yang praktis dan mudah
menggaplikasikan kulit buah manggis sebagai
saat penggunaannya, selain itu sediaan masker
sediaan masker peel-off.
ini telah diaplikasikan untuk anti penuaan dini. Masker peel off terbuat dari bahan karet, seperti
1. Ekstraksi kulit buah manggis
polivinil alkohol atau damar vinil asetat. Masker
Serbuk simplisia kulit buah manggis
peel off biasanya dalam bentuk gel atau pasta
ditimbang
yang dioleskan ke kulit muka. Setelah alkohol
ditempatkan ke dalam maserator yang bagian
yang
menguap,
dasarnya telah dilapisi kapas, kemudian ke
tipis
dan
dalam maserator dimasukkan pelarut metanol â&#x20AC;&#x201C;
transparan pada kulit muka. Setelah berkontak
air dengan perbandingan 9 : 1 sebanyak 600 ml.
selama 15â&#x20AC;&#x201C;30 menit, lapisan tersebut diangkat
Proses maserasi tersebut didiamkan selama 24
terkandung
terbentuklah
dalam
lapisan
masker
film
yang
dari permukaan kulit dengan cara dikelupas.
(8)
Masker gel merupakan masker yang
sebanyak
500
gram
kemudian
jam, sambil sesekali dilakukan pengadukan. Setelah
24
jam
maserat
ditampung.
langsung
dengan
dengan menggunakan pelarut metanol - air
sebutan masker pell off). Zat aktif pada masker
dengan perbandingan 9 : 1, selama 24 jam
dapat lebih lama berinteraksi dengan kulit wajah.
sambil sesekali dilakukan pengadukan. Setelah
Manfaat
dapat
24 jam maserat dikeluarkan dan ditampung.
mengangkat sel kulit mati agar kulit bersih dan
Kemudian ke dalam maserator dimasukkan
masker
(biasa
gel
dikenal
antara
lain
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
dilakukan
dan
praktis, setelah kering masker tersebut dapat diangkat
Kemudian
dikeluarkan
remaserasi
97
pelarut metanol â&#x20AC;&#x201C; air dengan perbandingan 1 : 1,
pipet sehingga menghasilkan Filtrat B kemudian
didiamkan selama 24 jam sambil sesekali
ditempatkan di dalam cawan penguap hingga
dilakukan pengadukan. Setelah 24 jam maserat
kering. Untuk pengujian senyawa monoterpenoid
dikeluarkan
hasil
dan seskuiterpenoid diteteskan larutan vanillin
untuk
10% dalam H2SO4 pekat melalui pinggir cawan,
kemudian dilakukan proses pemekatan ekstrak
sedangkan untuk pengujian senyawa steroid dan
dengan menggunakan alat rotari evaporator.
triterpenoid dengan cara diteteskannya larutan
dan
penampungan
ditampung.
pelarut
Seluruh
dicampurkan
pereaksi Liebermann Burchard. 2. Penapisan fitokimia A. Uji alkaloid
3. Uji DPPH
Pengujian senyawa alkaloid dilakukan dengan
cara
dibasakan
simplisia
dengan
telah
digerus
ml
amonia
atau
1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
(ι,ι-difenil-βpikrilhidrazil)
merupakan
suatu
10%,
radikal bebas yang stabil dan tidak membentuk
ditambahkan 5 ml kloroform sambil digerus kuat,
dimer akibat delokalisasi dari elektron bebas
dan lapisan kloroform disaring dengan pipet yang
pada seluruh molekul. Delokalisasi elektron
disumbat dengan kapas. Filtrat dimasukkan ke
bebas ini juga mengakibatkan terbentuknya
dalam tabung reaksi, ditambahkan ke dalamnya
warna ungu pada larutan DPPH sehingga bisa
HCl 2 N, dan dikocok kuat sehingga terbentuk 2
diukur absorbansinya pada panjang gelombang
lapisan. Lapisan asam dipipet dan dibagi menjadi
sekitar 520 nm. Ketika larutan DPPH dicampur
3
pertama
dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom
ditambahkan pereaksi Mayer, tabung reaksi
hidrogen, maka warna ungu dari larutan akan
kedua ditambahkan pereaksi Dragendorff, dan
hilang seiring dengan tereduksinya DPPH. Uji
tabung reaksi yang ketiga digunakan sebagai
aktivitas
blanko.
metode ini berdasarkan dari hilangnya warna
B. Uji flavonoid
ungu akibat tereduksinya DPPH oleh antioksidan.
bagian,
pada
10
yang
DPPH
tabung
reaksi
Pengujian senyawa flavonoid dilakukan
antioksidan
dengan
menggunakan
Intensitas warna dari larutan uji diukur melalui
dengan cara menambahkan air panas ke dalam
spektrofotometri
simplisia yang telah digerus, dipanaskan, dan
gelombang sekitar 520nm. Hasil dari uji ini
disaring.
tersebut
diinterpretasikan sebagai EC50, yaitu jumlah
ditambahkan serbuk Mg, larutan HCl 2 N, dan
antioksidan yang diperlukan untuk menurunkan
amilalkohol. Tabung reaksi dikocok kuat dan
konsentrasi awal DPPH sebesar 50%
Filtrat
yang
didapat
UV-Vis
pada
panjang
didiamkan sehingga memisah. C. Uji
monoterpenoid,
seskuiterpenoid,
steroid, dan triterpenoid Pengujian
senyawa
4. Rancangan Formulasi Masker peel off ekstrak kulit buah
monoterpenoid,
seskuiterpenoid, steroid, dan triterpenoid dapat
manggis (Garcinia mangostana L.) diformulasi tiap 60 gram (Tabel 1).
dilakukan secara bersamaan. Caranya dengan menggerus simplisia dengan eter kemudian di-
98
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Tabel 1. Formulasi masker peel off kulit buah manggis Bahan
Formula 1 Formula 2 (%) (%) Ekstrak kulit manggis * * Veegum 10 10 Asam Stearat 5 5 Propylenglycol 10 10 Triethanolamin 2 2 Propil paraben 0,02 0,02 Metil Paraben 0,18 0,18 Alpa tokoferol 0,001 0,001 Olive oil 0,1 0,1 Cetyl alcohol 2 2 Perfume 0,1 0,1 Aquadest ad100 ad100 Keterangan : * konsentrasi tergantung uji DPPH 5. Pembuatan masker peel off
buah
Formula 3 (%) * 10 5 10 2 0,02 0,18 0,001 0,1 2 0,1 ad100
(stress
condition)
Formula 4 (%) * 10 5 10 2 0,02 0,18 0,001 0,1 2 0,1 ad100
yang
Formula 5 (%) * 10 5 10 2 0,02 0,18 0,001 0,1 2 0,1 ad100
bertujuan
untuk
Fase air yaitu aquadest, ekstrak kulit
mempercepat proses peruraian dari bahan-
manggis,
bahan
metyl
paraben,
veegum,
dan
untuk
mempersingkat
waktu
triethanolamin, propil paraben, alpha tokoferol,
pengujian. Masker gel diuji kestabilannya dengan
dan cetyl alcohol. Fase minyak yaitu asam
mensiklus antara dua temperatur yaitu 5째C dan
stearat, olive oil, dan propilenglycol.
35째C selama 10 siklus, masing-masing siklus
Pembuatan masker peel off dilakukan dengan memanaskan terlebih dulu aquadest o
berdurasi 12 jam. 1. Pengamatan Organoleptis
sampai suhu 50 C. Tambahkan ekstrak kulit
Pengamatan organoleptis dilakukan untuk
buah
mengetahui ada tidaknya perubahan warna
manggis,
metyl
paraben,
veegum,
triethanolamin, propel paraben, alpha tokoferol,
dan
cetyl alkohol (Fase air). Campuran minyak
dipaksakan.
terdiri dari asam stearat, olive oil, propilenglycol o
bau
yang
terjadi
selama
kondisi
2. Viskositas
yang dilelehkan pada suhu 60-70 C. Setelah
Selain
pengamatan
fase minyak tercampur semua, tambahkan
dilakukan
campuran fase air sedikit demi sedikit hingga
menggunakan Viskometer Brookfield. Alat ini
semua tertuang kemudian dinginkan.
memiliki digunakan
6. Evaluasi sediaan masker peel off
organoleptis
pengukuran
keuntungan dan
viskositas
antara
sampel
uji
lain
juga dengan
mudah
bisa mudah
ditampung. Koefisien keseragaman untuk
Evaluasi kestabilan sediaan gel sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat dilakukan untuk menentukan kestabilan gel secara fisik
pengukuran viskositas menunjukkan hasil yang sangat signifikan. 3. Nilai Yield
karena evaluasi tersebut merupakan salah satu
Sediaan masker gel menunjukkan tipe aliran
uji
Non-Newton yaitu plastis dimana semua
atau
tolak
ketidakstabilan
dari
ukur
untuk
sediaan.
mendeteksi Pengujian
ini
kurva formula tidak dapat melalui sumbu
dilakukan dengan metode kondisi dipaksakan
tekanan geser dan ketiganya memiliki nilai
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
99
yield, dimana nilai yield adalah besarnya gaya
3. SIMPULAN
atau tekanan geser yang harus dilampaui
Berdasarkan kandungan dan khasiat,
agar suatu system dapat mengalir. Nilai yield
kulit buah manggis berpotensi dikembangkan
dan viskositas saling berhubungan karena
menjadi sediaan kosmetik dalam bentuk masker
semakin tinggu viskositas, maka nilai yield
masker peel off. Zat aktif pada masker dapat
semakin besar.
lebih lama berinteraksi dengan kulit wajah. Manfaat masker peel off antara lain dapat
4. pH Sediaaan
masker
gel
di
uji
pH
untuk
mengangkat sel kulit mati agar kulit bersih dan
mengetahui sama tidaknya dengan pH kulit,
segar, mengembalikan kelembutan kulit, dan
sehingga sediaan dapat digunakan.
dengan pemakaian teratur dapat mengurangi
5. Uji iritasi
kerutan halus pada kulit wajah.
Sediaan masker peel off di uji iritasi pada kulit kelinci apakah menyebabkan iritasi atau tidak
4. SARAN
sebelum digunakan ke manusia.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
7. Pengujian Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
pemanfaatan
kulit
buah
manggis
(Garcinia mangostana L.) sebagai antioksidan
Kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan
yang potensial dan optimasi formulasi masker
dengan fasa diam silica gel GF245 dan fasa
peel off dari kulit buah manggis (Garcinia
gerak kombinasi pelarut dengan perbandingan
mangostana L.) sebagai antioksidan.
yang cocok. Pelat silica gel GF 254 disiapkan dengan ukuran 10x1 cm untuk 1 kali totolan,
DAFTAR PUSTAKA
kemudian ekstrak cair ditutulkan pada garis awal
[1] Hanif, Sekilas Mengenal Radikal Bebas dan Bahayanya, http://www.smallcrab.com (diakses 24 Februari 2013), 2001. [2] Shadine, M., Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke dan Serangan Jantung, Cetakan I, Penerbit Keenbooks, Jakarta, Hal. 57, 2010. [3] Fransworth, N.R., Biologycal and Phytochemical Screening of Plants.Journal of Pharmaceutical Science, Reheis Chemical Company, Chicago, Pages 262264, 1996. [4] Flick, E.W., Cosmetic and Toiletry Formulations edisi 7, Noyes Publication, New York, 1999. [5] Balsam M.S and Edward Sagarin, Cosmetics Science and Technology, WilleyInterscience, USA, 1972. [6] Sunarjo, Garcinia Mangostana, http://www.pusatherbal.web.id/ (diakses 8 Maret 2013), 2008. [7] Draelos, Z.D. Cosmetic dermatology products and procedures. John Wiley & Sons. Singapore. 2010. [8] Ansel, H.C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press, Jakarta. 1989.
dengan menggunakan pipa kapiler, biarkan beberapa saat hingga pelarutnya menguap. Pelat silica kemudian dimasukkan ke dalam eluen yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan cairan pengembang, dengan perbandingan 6:4 (nhexan
:
etil
asetat).
Proses
kromatografi
dihentikan sampai cairan pengembang berada di garis depan, kemudian angkat pelat biarkan sampai kering. Amati pola kromatografi di bawah lampu UV 254 dan 366 nm, kemudian hitung Rf pada setiap bercak yang teramati, sebelumnya disemprotkan terlebih dahulu penampang bercak asam sulfat 10% dalam methanol dan didapatkan rentang RF 0,2-0,3.
100
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Advertorial
POTENSI EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn) SEBAGAI OBAT KUMUR UNTUK PENGOBATAN KARIES GIGI 1
1
Farah Naufal Kartiwa* , Bella Fikka Gamila 1
Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran *Corresponding authorâ&#x20AC;&#x2122;s email: farahkartiwa@ymail.com
ABSTRAK Karies gigi merupakan permasalahan mulut dan gigi yang sering dijumpai di masyarakat. Saat ini pengembangan penggunaan tanaman sebagai pengobatan tradisional telah memberikan inovasi untuk mengatasi karies gigi. Salah satu tanaman yang berpotensi adalah daun jambu biji. Penelitian menunjukkan bahwa daun jambu biji memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri penyebab karies gigi Staphylococcus mutans. Ekstrak daun jambu biji terbukti dapat menghambat dan membunuh Staphylococcus mutans pada konsentrasi masing-masing 2% dan 3,5%. Studi pustaka ini akan membahas tentang sifat antibakteri dari ekstrak daun jambu biji dan melihat potensinya dalam bentuk sediaan obat kumur yang digunakan untuk mengobati karies gigi. Kata kunci: ekstrak daun jambu biji, karies, obat kumur
ABSTRACT Dental caries is a mouth and teeth problems that often found in the community.The current development of the use of plants as traditional medicine has been providing innovations to address dental caries. One of the plants that potentially is guava leaves. Research has shown that guava leaf as antimicrobial acivity against Streptococcus mutans bacteria cause dental caries. Guava leaf extract proved to inhibit and kill Streptococcus mutans on each 2% and 3,5% concentration. This review focused on antibacterial properties of guava leaf extract and its potential in the form of a mouthwash used to treat dental caries. Keyword: guava leaf extract, caries, mouthwash
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
101
aktivitas antimikroba(6). Penelitian yang dilakukan
1. PENDAHULUAN Karies gigi merupakan penyakit gigi dan
oleh Jayakumari, et. al. (2012), menunjukkan
mulut yang sering terjadi. Di Indonesia karies gigi
bahwa pemberian ekstrak daun jambu biji
merupakan penyakit endemik dengan prevalensi
(Psidium
dan derajat keparahan yang cukup tinggi.(1)
antimikroba terhadap bakteri penyebab karies
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga
gigi Staphylococcus mutans.
(SKRT) tahun 2004, tingkat prevalensi karies di Indonesia adalah 90,05% dari jumlah penduduk Indonesia.
(2)
guajava
Linn.)
memiliki
aktivitas
(7)
Pemanfaatan ekstrak daun jambu biji sebagai
pengobatan
karies
gigi
dapat
Selain itu, Riset Kesehatan Dasar
diaplikasikan ke dalam salah satu bentuk sediaan
(Riskesdas) tahun 2007 menyebutkan bahwa
farmasi, yaitu obat kumur. Penggunaan sediaan
prevalensi karies aktif di Indonesia mencapai
obat kumur yang relatif mudah, praktis, dan
46,5%.
(3)
mudah dijangkau oleh masyarakat dapat menjadi
Karies gigi merupakan penyakit infeksi
nilai tambah bagi ekstrak daun jambu biji sebagai
yang disebabkan oleh demineralisasi email dan
pengobatan karies gigi yang efektif. Oleh karena
dentin yang erat hubungannya dengan konsumsi
itu, tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mengkaji
makanan yang bersifat kariogenik. Karies gigi
sifat antibakteri dari ekstrak daun jambu biji
terjadi akibat peran dari bakteri yang terdapat
dalam menghambat Streptococcus mutans serta
pada
mulut
potensi pengolahannya menjadi sediaan obat
mutans.
(3)
yang
Telah
disebut
banyak
Streptococcus
penelitian
yang
kumur.
membuktikan adanya korelasi positif antara jumlah bakteriStreptococcus mutans pada plak gigi dengan prevalensi karies gigi. Penggunaan
(4)
2.1 Karies Gigi sebagai
Karies gigi adalah penyakit infeksi dan
pengobatan tradisional telah dilakukan oleh
merupakan suatu proses demineralisasi yang
masyarakat Indonesia sejak dulu. Salah satu
progresif
tanaman
yang
tanaman
2. PEMBAHASAN
diduga
memberikan
khasiat
melawan karies gigi adalah daun jambu biji. Jambu
biji
(Psidium
guajava
pada
jaringan
mahkota dan akar gigi.
(8)
keras
permukaan
Faktor utama yang
menyebabkan terjadinya karies gigi adalah host Linn.)
(gigi
dan
saliva),
substrat
(makanan),
dikenal dengan nama jambu klutuk termasuk
mikroorganisme penyebab karies dan waktu.
dalam family Myrtaceae, berasal dari Brazil,
Karies gigi hanya akan terbentuk apabila terjadi
Amerika Tengah dan tersebar hampir di seluruh
interaksi antara keempat faktor berikut.
(10)
negara Asia. Jambu biji merupakan salah satu
Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai
produk hortikultura yang termasuk komoditas
dengan adanya plak di permukaan gigi. Sukrosa
internasional.
(5)
(gula) dari sisa makanan akan diproses oleh
Penelitian tentang ekstrak daun jambu
bakteri yang menempel pada plak gigi menjadi
biji telah banyak dilakukan. Dari penelitian-
asam laktat. Asam ini akan menurunkan pH
penelitian tersebut disebutkan bahwa ekstrak
mulut menjadi kritis (5,5). Penurunan pH yang
daun jambu biji memiliki aktivitas farmakologis,
berulang-ulang
antara lain sebagai anti-inflamasi, anti-diare,
mengakibatkan
dalam
waktu
demineralisasi
tertentu
akan
yang
antioksidan, antimutagenik dan juga memiliki
102
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Streptococcus
berlanjut menjadi karies di permukaan gigi lalu meluas ke arah pulpa.(11)
mutans
bersifat
asidourikartinya dapat hidup di lingkungan asam
Karies sering dimulai pada pit dan fisur,
dan sekaligus bersifat asidogenik yang dapat (7)
interproksimal gigi, dan bagian servikal gigi.
menghasilkan asam.
Karies
atau
meningkat
sementum, dan menyebar ke dalam lapisan gigi.
sedangkan
Perkembangan karies dimulai dengan tanda-
metabolismenya apabila berada dalam suasana
tanda dini seperti bercak putih (white spot) dan
yang asam. Hal ini terjadi karena adanya sistem
demineralisasi opak pada permukaan gigi. Hal ini
daya proton yang digunakan untuk transport
disebabkan karena terjadi pelepasan ion kalsium
nutrisi
dan fosfat dari prisma enamel. Pada keadaan ini
lingkungan dengan pH yang rendah dan kadar
permukaan gigi masih terlihat utuh, namun
glukosa tinggi, yang diatur oleh kandungan ion
terlihat garis putih di bagian servikal vestibulum
hidrogen yang meningkat pada keadaan asam.
dan
Streptococcus mutans mampu menurunkan atau
dimulai
palatal
gigi
dari
lapisan
insisivus.
enamel
White
spot
ini
pada
Metabolisme bakteri ini
pH
yang
bakteri
yang
sangat
akan
menembus
melambat
dinding
seperti permukaan gigi incisivus maksila, area pit
suasana asam yang akan menyebabkan kondisi
dan fissur serta dibawah kontak point diantara
ini semakin menguntungkan untuk metabolisme
gigi geligi. Pada tahapan ini, lesi yang terbentuk
itu sendiri dan tidak menguntungkan bagi spesies
masih bersifat reversibel dan dapat diatasi
lain yang hidup pada waktu bersamaan.(14) Streptococcus
dengan penjagaan oral hygiene yang baik, aplikasi fluor, dan perubahan diet. Tahapan
memfermentasi
seterusnya
pada
lapisan
dentin
gigi
pada
mutans
dapat
yang
menempel
karbohidrat
permukaan
mulut
pada
mempertahankan
melibatkan
rongga
sel
ditemukan pada area yang mudah tertimbun plak
turut
pH
rendah,
menggunakan
karena permukaan enamel telah mengalami
glucosyltransferase
destruksi.
kelihatan
adhesive glucan. Bakteri dan adhesive glucan
kekuningan dan lunak apabila diekskavasi Pada
akan melekat pada pelikel di permukaan gigi
tahapan ini juga akan menunjukkan molar
yang disebut sebagai plak gigi. Selain adhesive
maksila mengalami lesi permulaan pada bagian
glucan, senyawa lain yang dihasilkan dari
Dentin
tersingkap
servikal, proksimal, dan oklusal.
dan
(12)
fermentasi
karbohidrat
mutans adalah 2.2 Streptococcus mutans
untuk
enzim
oleh
menghasilkan
Streptococcus
asam laktat. Asam ini akan
menyebabkan demineralisasi permukaan enamel
Beberapa penelitian melaporkan bahwa
gigi dan membentuk karies.
(15,16,17)
bakteri Streptococcus mutans merupakan agen penyebab karies yang paling sering ditemukan. Streptococcus mutans merupakan flora normal di
2.3 Penatalaksanaan Karies Gigi Penatalaksanaan
karies
gigi
dapat
dalam rongga mulut. Bakteri ini termasuk dalam
dilakukan melalui proses identifikasi faktor risiko,
jenis cocci gram positif yang nonmotil (tidak
pencegahan karies berdasarkan faktor risiko, dan
bergerak), mempunyai diameter 0,5-2.0 ď m,
restorasi
berpasang-pasangan, berantai pendek, sedang dan panjang serta non kapsul.
kerusakan.
gigi
yang
telah
mengalami
(18)
(13)
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
103
Identifikasi faktor risiko karies dapat
serta
standar
uji
siprofloksasin
5
µl/disc
dibedakan menjadi karies risiko rendah, karies
dijenuhkan ke dalam paper disc berdiameter 6
risiko sedang, dan karies risiko tinggi. Dalam
mm.
proses pencegahan, terdapat beberapa faktor
agar yang telah dicampur dengan bakteri uji,
yang harus dicegah, yaitu diet, kebersihan mulut,
kemudian diinkubasi selama 24 jam pada 37oC.
flour,
Zona hambat di sekitar paper disc diamati untuk
dan
fisur
silen.
penatalaksanaan karies
Pada
tahap
akhir
adalah restorasi gigi.
Paper disc ditanam pada media nutrien
menunjukkan
ada
tidaknya
pertumbuhan
Restorasi diperlukan jika permukaan gigi menjadi
mikroba. Dari hasil pengamatan diketahui zona
berlubang. Bahan yang biasa dipakai untuk
hambat
restorasi gigi adalah semen glass ionomer.
Streptococcus mutans adalah sebagai berikut:
ekstrak
daun
jambu
biji
terhadap (21)
Semen tersebut berfungsi dengan baik sebagai bahan
tambal
permanen.
untuk
gigi
sulung
maupun
(18)
Tabel 1. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Jambu Biji Terhadap Streptococcus mutans Menggunakan Meode Disc Difussion
S. No
2.4 Daun Jambu Biji
Treatment
Concentration (µg/ml)
Daun jambu biji memiliki kandungan minyak esensial dengan kandungan utama αpinene, β-pinene, limonene, mentol, terpenil asetat, isopropil alkohol, longisilen, karyofilen oksida,
β-copanene,
farnesene,
1
ME
2
EAF
4
IF
5
Standard
humulene,
selinene, cardinene, dan curcumene. Selain itu, daun jambu biji juga diketahui mengandung asam triterpen dan flavonoid, serta avicularin dan 3-L-4-piranosid yang memiliki aktivitas antibakteri yang kuat dengan merusak struktur membran selnya.(20) Jayakumari et. al. (2012) melakukan pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak daun
25 50 75 100 25 50 75 100 25 50 75 100 25
Zone of Inhibition (in mm) for S. Mutans 10.5 14 16 17.5 11.5 17.5 20 20.5 12 16 18 19.5 25
jambu biji. Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Streptococcus mutans, yang merupakan agen penyebab karies gigi. Pengujian
aktivitas
antibakteri
dilakukan dengan menggunakan metode disc diffusion serta penentuan minimum inhibitory concentration (MIC). Bakteri induk Streptococcus
Gambar 1. Zona Hambat Ekstrak Daun Jambu Biji Terhadap Streptococcus mutans Menggunakan Meode Disc Difussion
mutans diinkubasi dalam nutrient broth selama o
24 jam pada 37 C.
(21)
Pada metode disc difussion, bahan uji
dengan : ME – Ekstrak Metanol Daun Jambu Biji;
berupa ekstrak metanol daun jambu biji dan
EAF – Fraksi Bioaktif Daun Jambu Biji;
fraksinya (konsentrasi 50 µl/disc dan 100 µl/disc)
IF – Fraksi Flavonoid Daun Jambu Biji
104
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Selain penelitian yang dilakukan oleh
Obat kumur memiliki berbagai komposisi
Jayakumari et. al. (2012), aktivitas antibakteri
bahan aktif sesuai tujuan penggunannya masing-
ekstrak daun jambu biji terhadap Streptococcus
masing. Salah satu bahan aktif yang umum
mutans juga diuji oleh Hermawan (2012) dengan
terdapat di dalam obat kumur yaitu bahan
menentukan nilai kadar hambat minimum (KHM)
antibakteri yang memiliki fungsi mengurangi
dan kadar bunuh minimal (KBM). Pada pengujian
jumlah mikroorganisme dalam rongga mulut(24).
KHM dan KBM, konsentrasi ekstrak daun jambu
Sedangkan bahan inaktif dalam suatu obat
biji yang digunakan adalah 1,5%, 2%, 2,5%, 3%
kumur diantaranya adalah air sebagai penyusun
dan 3,5% dari konsentrasi indukan 10%.
(7)
Kadar
terbesar volume larutan; alcohol; pemanis seperti
dengan
gliserol, sorbitol, karamel, dan sakarin; zat
menggunakan metode dilusi tabung. Hasil uji
pemberi rasa (flavouring agent); humektan; zat
dilusi tabung menunjukkan bahwa KHM pada
pengemulsi; serta bahan pewarna.
Hambat
Minimal
konsentrasi tersebut
(KHM)
ditentukan
2%,
karena
pada
konsentrasi
tampak
jernih.
Sedangkan
(24,25,26,27)
Pada sediaan obat kumur, bahan yang
pada
berperan
tidak
surfaktan. Humektan berfungsi agar zat aktif
ditemukan adanya efek penghambatan. Pada
dalam sediaan obat kumur tidak menguap
konsentrasi 2%, 2,5%, 3%, dan 3,5% terdapat
sehingga
efek penghambatan pertumbuhan bakteri karena
kontak zat aktif pada gigi serta memperbaiki
konsentrasi
yang
lebih
kecil
1,5%
hasil uji dilusi tabung tampak jernih. Bunuh
Minimal
streaking
(KBM)
masing-masing
(7)
ditentukan
penting
adalah
membantu
humektan
memperpanjang
dan
waktu
Kadar
stabilitas bahan dalam jangka waktu lama.(28)
dengan
Selain itu, humektan juga menjaga kelembutan
konsentrasi
pada
obat
kumur
dan
mencegah
terjadinya
media Brain Heart Infusion agar (BHIA) yang
pengerasan.
kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada
sebagai humektan dalam obat kumur antara lain
o
Bahan-bahan
yang
digunakan
suhu 37 C. Dari hasil penghitungan koloni yang
sorbitol, propilenglikol, dan gliserol.(29)Selain itu,
tumbuh didapatkan KBM ekstrak daun jambu biji
gliserin yang dapat berperan sebagai bahan
sebesar 3,5%.
(7)
pelarut dan pengatur kekentalan juga sering digunakan sebagai humektan dalam sediaan
2.5
obat kumur.(30)
Obat Kumur Obat
yang
Surfaktan dalam sediaan obat kumur
mulut,
selain memberikan produk akhir yang jernih juga
rasa
berfungsi membantu pengangkatan plak dan
segar, digunakan untuk membersihkan mulut dan
sisa-sisa makanan dari gigi. Surfaktan yang
gigi serta memiliki efek terapeutik dengan
merupakan
agen
menghilangkan infeksi atau mencegah karies
menurunkan
tegangan
digunakan
kumur untuk
adalah
membilas
cairan rongga
mengandung zat antiseptik, memberikan
gigi.
(22)
pembusa
juga
permukaan
dapat
sehingga
Obat kumur memeiliki kelebihan yaitu
memungkinkan pembersihan sampai ke sela-sela
kemampuannya menjangkau tempat yang paling
gigi. Interaksi surfaktan dan kotoran gigi yang
sulit dibersihkan dengan sikat gigi.
(23)
membentuk misel juga membantu pencegahan pembentukan plak gigi.(31,32)
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
105
2.6 Potensi Penggunaan Obat Kumur dengan Bahan Aktif Ekstrak Daun Jambu Biji
pada konsentrasi hingga 30%. Selain itu, gliserin juga berfungsi meningkatkan kelarutan (co-
Secara umum, komposisi obat kumur
solvent) bahan aktif dalam obat kumur.(31,35)
ekstrak daun jambu biji terdiri dari aquadest,
Bahan pemanis yang sering digunakan dalam
pelarut, surfaktan, humektan, pemanis, pemberi
sediaan obat kumur di antaranya Na sakarin dan
rasa, pewarna, dan zat aktif. Jumlah aquadest
sorbitol. Keduanya memiliki tingkat kemanisan
dalam
akan
yang lebih tinggi dari sukrosa, tetapi sorbitol
mempengaruhi volume akhir serta viskositas obat
memiliki kelebihan sebagai humektan disamping
kumur.
sediaan
obat
kumur
ini
(31)
pemberi rasa manis.(36)
Sebagai
kumur
Bahan tambahan lainnya dalam obat
digunakan etanol 70%. Etanol digunakan untuk
kumur yaitu zat pewarna, misalnya sandalwood
melarutkan
dapat
atau bahan pewarna sintetik yang diklasifikasikan
ketika
dalam Colour Index (CI) oleh Society of Dyers
penggunaan obat kumur. Selain itu, etanol juga
and Colourist; pemberi rasa, yang paling sering
dapat berfungsi sebagai co-solventyang dapat
digunakan
meningkatkan
misalnya
zat
memberikan
pelarut
dalam
pemberi efek
rasa
obat
dan
menyegarkan
kelarutan
zat
aktif
dalam
yaitu asam
mentol;
serta
benzoat.
Selain
pengawet, itu,
untuk
pembawanya yaitu aquadest, tetapi, penggunaan
mengatur pH sediaan juga ditambahkan buffer
co-solvent ini dibatasi dengan alasan toksisitas.
Na fosfat (Na2HPO4).(36)
Konsentrasi maksimal etanol 70% dalam obat .(31,33)
kumur umumnya sebesar 15%
Formula sederhana obat kumur dapat ditunjukkan dalam tabel berikut:(31)
Surfaktan digunakan dalam formulasi obat kumur karena dapat menurunkan tegangan permukaan cairan sehingga membantu proses
Tabel 2. Formulasi Sediaan Obat Kumur Ekstrak Daun Jambu Biji
pembersihan rongga mulut. Surfaktan juga dapat
Komposisi
Konsentrasi (%)
meningkatkan kelarutan zat aktif dalam obat
Ekstrak daun jambu biji
0,25
kumur dengan cara membentuk misel. Jika zat
Etanol 70 %
aktif bersifat hidrofil atau larut dalam air, molekul
Na sakarin
0,15
zat aktif akan berada di dalam misel, sementara
Mentol
q.s.
jika zat aktif tidak larut dalam air, molekulnya
Gliserin
10
akan berada pada permukaan misel. Mekanisme
Pewarna FD & C Blue
ini kemudian akan menghasilkan larutan obat
no.1, CI 42090
kumur yang bening.
(31,33)
Salah satu surfaktan
Na fosfat
6
q.s. 0,15
yang umum digunakan dalam sediaan obat
Na lauril sulfat
1
kumur yaitu Na lauril sulfat yang oleh The
Asam benzoat
0,05
International Journal of Toxicology disarankan
Aquadest
Ad 100 ml
penggunaannya tidak lebih dari 1% untuk tujuan keamanan.
(34)
Formulasi obat kumur ekstrak daun
Sebagai humektan dalam sediaan obat
jambu biji secara sederhana dapat dilakukan
kumur, yang umum digunakan antara lain
dengan mencampurkan terlebih dahulu ekstrak
gliserin.(31) Sebagai humektan, gliserin digunakan
daun jambu biji, gliserin, dan Na lauril sulfat yang
106
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
masing-masing telah dilarutkan dalam aquadest. Mentol yang telah dilarutkan di dalam etanol lalu
[5]
ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam campuran pertama sambil diaduk. Selanjutnya,
[6]
Na sakarin, Na fosfat, dan pewarna ditambahkan ke dalam campuran dan diaduk hingga homogen. Larutan
yang
dihasilkan
sebelum akhirnya dikemas.
kemudian
disaring [7]
(31)
3. SIMPULAN Daun jambu biji (Psidium guajava) dapat digunakan dalam pengobatan karies gigi karena kemampuannya pertumbuhan
dalam bakteri
[8]
menghambat
penyebab
karies
[9]
Streptococcus mutans. Daun jambu biji memiliki kandungan avicularin dan 3-L-4-piranosid yang memiliki aktivitas antibakteri yang kuat. Adanya sifat antibakteri ini memungkinkan ekstrak daun
[10]
jambu biji untuk digunakan sebagai zat aktif dalam suatu sediaan obat kumur. 4. SARAN 1.
[11]
Diperlukan optimasi dan penelitian lebih lanjut formulasi obat kumur.
2.
Dilakukan
penelitian
toksisitas sediaan agar
untuk
menguji
penggunaannya
secara klinis dapat dipertanggungjawabkan.
[12] [13]
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
Metaliri, M. Efek Antibakteri Infusum Kulit Anggur (Vitis Vinifera) Varietas Probolinggo Biru terhadap Strepiococcus mutans Asal Saliva In Vitro[Skripsi], Jakarta: Universitas Indonesia; 2007. Depkes RI. Survei Kesehatan Nasional: Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004. Volume 3. Jakarta: Badan Litbangkes; 2005. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2007, Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2008. Worotitjan, Mintjelungan, dan Gunawan. Pengalaman Karies Gigi serta PolaMakan pada Anak Sekolah Dasar di Desa Kiawa B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
[14] [15]
[16]
[17]
Kecamatan Kawangkoan Utara. Jurnal eGiGi (eG) 2013; Vol. 1; No. 1: 59-68. Parimin SP. Jambu Biji: Budi Daya dan Ragam Pemanfaatannya. Jakarta: Penebar Swadaya; 2007. Prabu, G.R., Gnanamani, A., Sadulla, S.J. Guajaverin: A Plant Flavonoid as Potential Antiplaque Agent Against Streptococcus mutans. J Journal of Applied Microbiology 2006; 101: 487-495. Hermawan R. Uji Aktivitas Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn.) sebagai Antimikroba Terhadap Bakteri Penyebab Karies Streptococcus mutans Secara In Vitro [Skripsi]. Malang: Universitas Brawijaya; 2012. Angela A. Pencegahan Primer pada Anak yang Berisiko Karies Tinggi. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.) 2005; Vol. 38; No. 3: 130– 134. Dukic OL, Juric H, Dukic W, Glavina D. Factors Predisposing to Early Childhood Caries (ECC) in Children of Pre-School Age in The City of Zagreb [Dissertation]. Zagreb (Croatia): School of Dental Medicine, University of Zagreb; 2001. Brogårdh-Roth S, K Stjernqvist, L Matsson, G Klingberg. Parental Perspectives on Preterm Children’s Oral Health Behaviour and Experience of Dental Care During Preschool and Early School Years. Int J Paediatr Dent 2009: 243–250. Mohamad, Salman Salim Bin. Karies Gigi Pada Anak Usia 20-40 Bulan Dengan Kelahiran Prematur Di RSU DR. Pirngadi Medan [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2011. Marsh PD, Martin MV. Oral Microbiology. 5th Ed. New York: Elsevier; 2009. Gronroos L. General Bacteriology Aspects of Mutans Streptococci Disseratation Mannaheimintie [Review of literature]. Helsinki: University of Helsinki; 2000. Fujiwara T. Etiology and clinical symptoms of dental caries. Foods Food Ingredients J 2005; 210; 4. Taubman M. Imagine: A World Without Cavities. Massachusetts Society Med Res 2007: 1-3. Anne AS. Indeks DEF-T dan DMF-T Masyarakat Desa Cipondoh dan Desa Mekarsari Kecamatan Tirtamulya Kabupaten Karawang. Jurnal Kedokteran Gigi Unpad 2008: 1-4. Sasmita dan Pertiwi. Identifikasi, Pencegahan, dan Restorasi sebagai Penatalaksanaan Karies Gigi pada Anak. [Tinjauan Pustaka]. Bandung: Universitas Padjadjaran; 2009.
107
[18]
[19]
[20]
[21]
[22]
[23]
[24]
[25] [26]
[27]
[28]
108
Vargas AD, Soto HM, Gonzalez HVA, Engleman EM, Martinez GA. Kinetics of Accumulation and Distribution of Flavonoids in Guav a (Psidium guajava). Mexico: Agrociencia; 2006. Jayamukari, J. Anbu, V. Ravichandiran, S. Nithya, Asheini Anjana, and D. Sudharani. Evaluation of Toothace Activity of Methanolic Extract and Its Various Fraction from The Leaves Psidium Guajava Linn. Akande OO, Alada ARA, Aderinokun GA, et al. Efficacy of different brands of mouthwash rinses on oral bacterial loud count in healthy adults. African Journal of Biomedical Research. 2004; 7: 125-6 Claffey, N. Essential oil Mouthwash: A Key Component in Oral Health Management. J. Clin Periodontal 2003; 30 (suppl.5): 22-24. Waksman Foundation for Microbiology. The antebacterial action of mouthwash; 2013 [cited March 15 2014]. Available from: http://www.waksman-foundation.org/ labs/rochester/mouthwash.htm Amtha, R. Kelainan Mukosa Mulut Akibat Penggunaan Obat Kumur. M I Kedokteran Gigi FKG Usakti 1997; 35: 71-7 Sudiono, J. Pengaruh Pemakaian Obat kumur Senyawa Fenol Terhadap Gambaran SEM Epitel Mukosa Bukal Mulut Tikus. M I Kedokteran Gigi FKG Usakti 1999; 38: 70-5. Harris, N.O., Christen A.G. Preventive Primary Dentistry 2nd edition. California: Appleton and Lange, 1987. Jackson, E.B. Sugar Confectionary Manufacture 2nd edition. Cambridge: Cambridge University Press; 1995. Cawson, R.A & Spector, R.C. Clinical Pharmacology in Dentistry. 4th ed. Churchill Livingstone; 1987. Fauzi, Y. Kelapa Sawit: Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan Pemasaran Edisi Revisi 44. Jakarta: Penebar Swadaya; 2002.
[29] [30]
[31]
[32]
[33]
[34]
[35]
[36]
[37]
Mitsui, T. New Cosmetic Science. Tokyo: Elsevier; 1997. Shanebrook, A.C. Formulations and Use of Surfactantc in Toothpastes; 2004 [cited March 15 2014]. Available from: http://www.eng.buffalo.edu/courses/spring 04/ce457_527/Adam.pdf Pharmpress. Oral Pharmaceutical Solution; 2008 [cited March 15 2014]. Available from: http://www.pharmpress. com/files/docs/ft_pharm_dosage_sample.p df Bailey, T. SLS Free; 2014 [cited March 15 2014]. Available from: https://www.slsfree.net Rowe, R.C., Paul J.S., Marian E.Q. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Washington D.C.: The Pharmaceutical Press, 2009. Storehagen, S., Nanna O. og S.M. Dentrifices and Mouthwashes Ingredients and Their Use, 2003 [cited March 15 2014]. Available from: https://www.duo. uio.no/bitstream/handle/10852/33076/Stor ehagen_Ose_Midha.pdf?sequence=1 Widodo, D. E. Peranan kumur-kumur dalam Perawatan Periodontal. Jakarta: Kumpulan Naskah Ceramah Ilmiah Kongres Nasional XIV PDGI, 1980: 140144. Fernandes, M. R. V. Et al. Assesssment of Antioxidant Activity of Spray Dried Extracct of Psidium guajava Leaves by DPPH and Chemiluminescence Inhbition in Human Neutrophils; 2014 [cited May 5 2014]. Available from: http://www.hindawi.com/ journals/bmri/2014/382891/ Maryati. Derajat Keasaman (Ph) Saliva pada Rongga Mulut Berkaries dan Tidak Berkaries; 2008 [cited May 5 2014]. Available from: http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/796
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Tinjauan Pustaka
POTENSI OKSITOSIN SEBAGAI PEPTIDA TERAPETIK ANTIOBESITAS DAN ANTIDIABETES 1*
1
Dewi Okta Briana , Oktavia Rahayu A 1
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya *Corresponding authorâ&#x20AC;&#x2122;s email: dewiobriana@gmail.com
ABSTRAK Beberapa tahun terakhir, peptida banyak dikembangkan sebagai terapi untuk obesitas. Dalam artikel ini, kami telah mengkaji potensi dan efikasi dari oksitosin (OXT) pada terapi obesitas dan diabetes melitus tipe 2. Berdasarkan pada studi hewan coba dan beberapa studi yang telah dilakukan pada manusia, OXT memiliki efek terapetik sebagai antiobesitas dan antidiabetes melitus tipe 2 dengan mengontrol berat badan, meningkatkan sekresi insulin, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, dan menurunkan perlemakan hati, sehingga OXT sangat potensial untuk dikembangkan sebagai peptida terapetik obesitas dan diabetes melitus tipe 2. Penelitian lebih lanjut mengenai studi pada manusia perlu dikembangkan untuk mendapatkan dosis optimal dan menentukan durasi terapi dengan OXT pada pasien obesitas dan diabetes melitus tipe 2. Kata kunci: OXT, obesitas, diabetes, peptida, hormon
ABSTRACT Recently, peptide has being developed to treat obesity. In this article we have reviewed the potency and efficacy of oxytocin (OXT) on obesity and type 2 diabetes mellitus. Based on animal models and some human studies, OXT exhibited therapeutic effects on obesity and type 2 diabetes mellitus type 2 by improving weight control, increasing the secretion of insulin, increasing the sensitivity of insulin receptor, and lowering fatty liver. In conclusion, OXT is potential peptide for being developed as therapeutic peptides for obesity. Further investigations as human clinical studies are needed to obtain the optimum dose and duration of treatment with OXT in obese and type 2 diabetes mellitus patients. Keywords: OXT, obesity, diabetes, peptide, hormone
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
109
1. PENDAHULUAN
kebingungan. Sedangkan terapi farmakologi lain
Obesitas merupakan sebuah kondisi
yang sering digunakan seperti Orlistat bekerja
yang disebabkan oleh beragam etiologi yang
dengan cara yang berbeda dari beberapa
dapat berhubungan dengan konsekuensi terkait
antiobesitas yang telah disebutkan, yaitu dengan
dengan kondisi kesehatan dan fungsi tubuh.
melakukan penghambatan terhadap penyerapan
Prevalensi
lemak di usus.(3)
obesitas telah meningkat sebanyak
dua kali lipat sejak tahun 1980. Pada tahun 2008,
Obesitas dapat menyebabkan beberapa
lebih dari 1,4 juta orang dewasa, yang berusia 20
komplikasi
tahun atau lebih mengalami kondisi overweight.
hipertensi,
Dari jumlah tersebut, lebih dari 200 juta pria dan
penyakit serebrovaskuler, penyakit pernapasan,
hampir 300 juta wanita mengalami obesitas. 35%
osteoartritis, penyakit ginjal kronik, dan kanker.
dewasa berusia lebih dari 19 tahun mengalami
Dewasa ini, tidak sedikit para peneliti dan dokter
overweight pada 2008, dan 11% mengalami
berlomba-lomba untuk menemukan terapi yang
obesitas. 65% populasi dunia hidup di negara
tepat bagi kondisi obesitas. Dan saat ini yang
dimana kondisi overweight dan obesitas menjadi
paling sering dikembangkan adalah oksitosin
penyebab
(OXT) dengan menginduksi mekanisme periferal
kematian
underweight.
melebihi
kondisi
(1)
seperti
diabetes
dislipidemia,
melitus,
penyakit
jantung, (4)
dan sentral, menggunakan serangkaian efek
Menurut National Heart, Lung, and Blood (NHLBI),(2)
Institute
serius
overweight
metabolik yang menguntungkan.(5)
didefinisikan
Dalam studi ini, kami bertujuan untuk
sebagai rentang indeks massa tubuh (IMT) 25 â&#x20AC;&#x201C;
mengulas potensi dan efikasi oksitosin sebagai
29,9 kg/m2, dan derajat yang lebih tinggi, yaitu
salah satu pendekatan terapi untuk obesitas,
obesitas, didefinisikan sebagai rentang IMT
dengan mengkaji beberapa jurnal artikel yang
dalam tiga kelas, obesitas kelas pertama 30 â&#x20AC;&#x201C;
menyajikan
2
2
34,9 kg/m , kelas kedua 35 â&#x20AC;&#x201C; 39,9 kg/m , dan
data
hasil
penelitian
preklinik
maupun riset biomolekuler.
2
kelas ketiga â&#x2030;Ľ40 kg/m . Beberapa
terapi
farmakologis
telah
dikembangkan untuk mengatasi obesitas yaitu diantaranya
dengan
2.1 Regulasi Hipotalamik dan Endogen
penggantian
Pusat perintah komunikasi antara otak
leptin, antagonis prolaktin, topiramat, agonis
dan tubuh adalah hipotalamus. Hipotalamus
satietin, agonis kolesistokinin (CCK), dan agonis
mengatur seluruh sistem homeostatik termasuk
amylin. Sebagian besar dari terapi tersebut
ritme sirkadian, tidur, suhu tubuh, regulasi stres,
diketahui
perilaku
dapat
pemberian
2. PEMBAHASAN
mempengaruhi
sistem
seksual,
dan
keseimbangan
air.
serotonergik dengan menghambat re-uptake atau
Hipotalamus juga meregulasi asupan makanan.
menstimulasi pelepasan serotonin dengan efek
Dua
samping yang mungkin muncul berupa hipertensi
makanan terletak di daerah infundibular dari
pulmonari. Bahkan obat antiobesitas yang telah
hipotalamus, yaitu arcuate nucleus (ARC) dan
disetujui oleh Food and Drugs Administration
area perifornical. Di dua area ini terjadi beragam
(FDA) seperti sibutramin juga memiliki efek
interaksi dari neuropeptida yang berbeda-beda.
samping potensial berupa hipertensi, pusing,
Dalam hal tersebut, neuropeptida yang berperan
penglihatan
penting dalam regulasi asupan makanan yaitu
110
terganggu,
amnesia,
dan
daerah
kunci
pada
regulasi
asupan
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
neuropeptida Y (NPY), agouti-related protein
dan menghambat traktus gastrointestinal. Sistem
(AGRP), alpha-melanocyte-stimulating hormone
menurunkan
(alpha-MSH),
aktivasi MCH dan orexin, dan menghambat
cocaine-amphetamine-regulated
transcript (CART, yang juga dapat diaktivasi oleh
kadar
neuron CRH dan TRH.
glukosa
serum
melalui
(3)
obat), melanocyte-concetrating hormone (MCH),
Sistem regulasi hipotalamik menerima
dan orexin. Pengendalian di hipotalamus ini
timbal balik dari perifer. Sebagai bagian dari
menerima timbal balik dari periferal melalui
regulasi jangka pendek dari asupan makanan,
neuropeptida
ghrelin disekresikan oleh dinding lambung ketika
seperti
kolesistokinin (CCK).
leptin,
ghrelin,
dan
(3)
lambung dalam keadaan kosong. Peptida ini
Asupan makanan diregulasi oleh arcuate nucleus
hipotalamus
neuronal
kompetitif.
sistem
brain barrier/ BBB) dan menstimulasi neuron
yang
NPY/AGRP pada arcuate nucleus. Hal ini akan
melibatkan neuropeptida NPY dan AGRP akan
mengindukasi sensasi lapar yang berhubungan
menstimulasi
sedangkan
dengan kadar ghrelin. Ketika dinding lambung
sistem kedua yang melibatkan Îą-MSH dan CART
melebar ketika ada asupan makanan, maka usus
akan menekan kebutuhan asupan makanan.
halus akan merilis kolesistokinin (CCK), yang
Masing-masing sistem akan saling menghambat
beraksi pada ujung saraf sensori vagal, setelah
satu sama lain. Neuron MSH/CART sangat
sinyal ditransduksikan ke nukleus NTS, maka
sensitif terhadap glukosa dan menjadi aktif ketika
neuron
jumlah glukosa dalam sirkulasi dalam rentang
berakhir pada pembatasan asupan makanan.(3)
asupan
dengan Sistem
dua
kemudian menembus sawar darah otak (blood
pertama
makanan,
NPY/AGRP
akan
dihambat,
yang
normal, sehingga inhibisi dari NPY/AGRP terjadi dan nafsu makan dapat ditekan. Sebaliknya, jika
2.2 Mekanisme obesitas
kadar glukosa dalam sirkulasi menurun, maka
Regulasi asupan makanan yang masuk
neuron NPY/AGRP akan mengaktifkan sejumlah
ke dalam tubuh berpusat pada hipotalamus dan
neuron lain di area perifornical hipotalamus
mendapat
melalui reseptor MC4 (reseptor Îą-MSH, tipe 4).
neuronal maupun humoral, jika terjadi gangguan
Sel ini akan mengekspresikan MCH dan orexin,
pada salah satu tahap regulasi tersebut, maka
menuju ke area pusat yaitu solitary tract (nucleus
berat badan berlebih (overweight) dapat terjadi.
tractus solitarius/NTS) di batang otak untuk
Selain kecacatan pada sistem leptin, yang mana
meregulasi asupan makanan. Mekanisme ini
sangat
akan
vagal
patogenik dalam gen yang terlibat dalam regulasi
nucleus dan aktivasi subsekuen dari traktus
asupan makanan telah ditemukan. Beberapa
gastrointestinal. Pada waktu yang sama, pada
penelitian melaporkan penemuan mutasi pada
nukleus paraventrikular di hipotalamus, grup
gen untuk reseptor MC4 yang mana pada
neuron
beberapa kasus dapat menyebabkan obesitas
menghasilkan
lain
akan
stimulasi
dorsal
dihambat
sehingga
timbal
jarang
balik
dari
ditemukan,
perifer melalui
sejumlah
(6)
mutasi
menyebabkan aktivasi CRH dan ACTH yang
parah dengan hiperinsulinemia.
akan meningkatkan laju metabolisme basal
menunjukkan bahwa mutasi pada gen POMC
melalui TRH dan TSH, dan menurunkan asupan
dan
makanan melalui aktivasi sistem saraf simpatis
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
reseptor
ghrelin
obesitas pada anak.
dapat
(3)
Studi lain juga (7)
menyebabkan
(8)
111
insulin dan memperbaiki berat badan.(10) Selain
2.3 Oksitosin Oksitosin
(OXT)
merupakan
hormon
itu,
OXT
juga
dapat
menurunkan
asupan
neurohipofisial yang berperan penting dalam
makanan, berat badan, massa lemak viseral, dan
proses kelahiran dan menyusui pada mamalia
ukuran adiposit dengan pemberian secara infus
melalui aksi periferalnya. Penelitian baru-baru ini
dengan
mendokumentasikan peran OXT dalam sistem
diimplan selama 13 hari pada tikus DIO ( Diet
saraf pusat (SSP), termasuk dalam pemeliharaan
Induced Obesed), OXT juga memperbaiki lemak
maternal,
liver
aspek
sosial,
dan
peningkatan
minipumps
dan
secara
intoleransi
subkutan
glukosa
yang
tanpa
pembelajaran dan memori. Selain itu, peran
mempengaruhi tekanan darah yang normal pada
fisiologis OXT dalam metabolisme energi juga
tikus DIO, sehingga OXT dianggap sebagai
telah dilaporkan. OXT diproduksi oleh neuron
terapi baru bagi penderita hiperfagia.
hipotalamus dan berupa neuropeptida yang
Berikut
data
hasil
(9)
penelitian
yang
tersusun atas sembilan asam amino, dirilis
menunjukkan OXT mampu menurunkan berat
secara lokal di otak atau sistemik melalui terminal
badan pada DIO dibandingkan kontrol dan OXT
akson di pituitari posterior. OXT adalah peptida
mampu menurunkan asupan makanan pada DIO
katabolik
dibandingkan dengan kontrol (Gambar 2.1):
dan
anorektik,
OXT
dapat
menghasilkan salah satu atau kedua efek tersebut bergantung pada rute dan periode pemberian OXT.(9) OXT bertindak sebagai satiety hormone atau hormon yang bertugas memberikan timbal balik berupa rasa kenyang pada hewan karena keduanya bekerja secara perifer dan sentral untuk mengurangi nafsu makan. Selain itu, makanan dan agen yang menginduksi anoreksia, seperti
kolesistokinin
sekresi
OXT
mengurangi
dari
(CCK),
hipofisis
asupan
menyebabkan dan
makanan.
kemudian Hal
ini
menunjukkan bahwa baik rasa mual dan kenyang mengaktifkan hipotalamus oksitonergik jalur yang mengontrol penghambatan pencernaan. OXT baik yang diberikan secara intraperitoneal atau intraserebroventrikular,
dapat
mengurangi
asupan makanan dan menunda rasa lapar.(3) 2.4 Mekanisme
Kerja
OXT
sebagai
Antiobesitas dan Antidiabetes Oksitosin
(OXT)
mampu
bertindak
sebagai agen antidiabetes dengan menurunkan
Gambar 2.1 Injeksi OXT subkutan menurunkan 9 asupan makanan dan berat badan
intoleransi glukosa melalui peningkatan sekresi
112
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Injeksi intraperitonial dari OXT dapat
metabolik, dan penyakit kardiovaskuler, serta
menekan asupan makanan dan menginduksi
dapat meningkatkan risiko sirosis dan kanker
ekspresi c-Fos di hipotalamus dan batang otak.
hati.
Tiga jalur yang diperkirakan menjadi mekanisme
berkontribusi
kerja OXT sebagai antiobesitas dan antidiabetes,
tersebut. Mekanisme OXT bekerja pada hati
yaitu
telah dilaporkan bahwa OXT secara langsung
OXT
yang
diinjeksikan
menginduksi
(13)
Penghambatan akumulasi lemak hepar mencegah
terjadinya
penyakit
(14)
anoreksia, jalur BBB ke jalur arcuate nucleus
mempengaruhi sintesis glikogen di hepatosit
(ARC) dan jalur vagal aferen. Jalur ARC
dan OXT juga menimbulkan regulasi sentral dari
dipertimbangkan sebagai pusat pertama yang
metabolisme kolesterol hepatik, sehingga dapat
mempengaruhi sinyal perifer, termasuk hormon
disimpulkan bahwa OXT bekerja dengan efek
yang berpenetrasi melalui BBB. Hasil penelitian
langsung dan tak langsung yang dimediasi oleh
menunjukkan setelah injeksi intraperitonial OXT,
sistem saraf pusat.
(15)
terjadi ekspresi c-Fos pada nucleus tractus solitarius
(NTS).
Hasil
penelitian
yang
menunjukkan adanya ekspresi c-Fos ini pada ARC
setelah
injeksi
menunjukkan
bahwa
menyebabkan
anoreksia
intraperitonial injeksi
OXT
OXT
sebagian
ip
dengan
mengaktivasi neuron anorektik di ARC, termasuk neuron POMC.(9) Injeksi ip OXT juga menginduksi ekspresi c-Fos di NTS dimana ujung saraf vagal berakhir sehingga saraf aferen vagal dapat menjadi jalur alternatif bagi OXT periferal.(11) Sebelumnya, periferal
telah
dari
diketahui
kolesistokinin
bahwa
injeksi
juga
dapat
menginduksi ekspresi c-Fos pada NTS, area postrema
(AP),
locus
coerulus
(LC),
paraventrikular nukleus (PVN), bagian dari otak yang juga diaktivasi oleh injeksi OXT perifer sehingga diperkirakan bahwa injeksi periferal OXT dapat menginduksi anoreksia melalui BBBARC dan atau melalui jalur saraf aferen vagal.
Gambar 2.2 Efek Metabolik Oksitosin (OXT)
(12)
OXT mampu menurunkan massa lemak
3. SIMPULAN OXT memiliki efek terapetik sebagai
dengan berbagai mekanisme termasuk aksi anorektik sentral, aktivasi saraf simpatik yang dimediasi
sentral,
dan efek periferal
pada
adiposit. OXT juga memperbaiki kadar lemak hepar.
(5)
Lemak hepar merusak metabolisme
glukosa dan lemak sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2, sindroma
antiobesitas dan antidiabetes melitus tipe 2 dengan mengontrol berat badan, meningkatkan sekresi
insulin,
meningkatkan
sensitivitas
reseptor insulin, dan menurunkan perlemakan hati sehingga OXT sangat potensial untuk dikembangkan sebagai peptida terapetik obesitas dan diabetes melitus tipe 2.
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
113
4. SARAN Perlunya dikembangkan penelitian lebih lanjut mengenai studi pada manusia sehingga didapatkan dosis yang optimal dan durasi terapi dengan OXT pada pasien obesitas dan diabetes melitus tipe 2. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
114
WHO. Obesity and Overweight Facts Sheet. March, 2013. Available from http://www.who.int/mediacentre/factssheets/f s311/en/ NHLBI. 2000. The Practical Guide Identification, Evaluation, and Treatment of Overweight and Obesity in Adults. NIH Publication Number 00-4084. Görtzen, Angelika and Rüdiger W. Veh. Obesity – an Introduction to Molecular Mechanisms. Dtsch Arztebl 2007; 104(17): A 1166–71. Malnick, S.D.H. and H. Knobler. The medical complications of obesity. Q J Med 2006; 99:565–579. doi:10.1093/qjmed/hc l085 Deblon N, Veyrat-Durebex C, Bourgoin L, Caillon A, Bussier A., and Petrosino S. 2011. Mechanisms of the anti-obesity effects of oxytocin in diet-induced obese rats. PLoS One, Vol. 6 (9):p.e25565. DOI : 10.1371/ journal.pone.0025565. Farooqi IS, Yeo GSH, and Keogh JM. 2000. Dominant and recessive inheritance of morbid obesity associated with melanocortin 4 receptor deficiency. J Clin Invest; 106: 271–9. Krude H, Biebermann H, Luck W, Horn R, Brabant G, and Grüters A. 1998. Severe early-onset obesity, adrenal insufficiency and
red hair pigmentation caused by POMC mutations in humans. Nature Genetics; 19: 155–7. [8] Baessler A, Hasinoff MJ, and Fischer M. 2005. Genetic linkage and association of the growth hormone secretagogue receptor (ghrelin receptor) gene in human obesity. Diabetes ; 54: 259–67. [9] Maejima Y1, Iwasaki Y, Yamahara Y, Kodaira M, Sedbazar U, and Yada T. 2005. Peripheral oxytocin treatment ameliorates obesity by reducing food intake and visceral fat mass. Aging (Albany NY). 2011 Dec;3(12):1169-77. [10] Zhang H, Wu C, Chen Q, Chen X, and Xu Z. 2013. Treatment of Obesity and Diabetes Using Oxytocin or Analogs in Patients and Mouse Models. PloSONE 8(5): e61477. doi:10.1371/journal.pone.0061477. [11] Schwartz GJ. 2006. Integrative capacity of the caudal brainstem in the control of food intake. Phil Trans R Soc B; 361: 1275‐1280. [12] South EH, Ritter RC. 1988. Capsaicin application to central or peripheral vagal fibers attenuates CCK satiety. Peptides; 9: 601‐612. [13] Monteiro R, and Azevedo I. 2010. Chronic inflammation in obesity and the metabolic syndrome. Mediators Inflamm; 2010: pii: 289645. [14] Ariño J, Bosch F, Gómez‐Foix AM, and Guinovart JJ. 1989. Oxytocin inactivates and phosphorylates rat hepatocyte glycogen synthase. Biochem J; 261: 827‐ 830. [15] Vanpatten S, Karkanias GB, Rossetti L, and Cohen DE. 2004. Intracerebroventricular leptin regulates hepatic cholesterol metabolism. Biochem J; 379: 229‐233.
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Indeks Antioksidan
94-100
Bacillus subtilis
82, 83, 85-87
Cacing tanah Centella asiatica
87-89, 93 71-73
Diabetes Difusi cakram DKI
109, 110, 112-114 87, 89, 91, 92 71-73, 75, 76, 78, 79
Ekstrak daun jambu biji
101, 102, 104-107
Fitosom Formulasi ekstrak seduh
71, 73-78, 80 64
Hepatoprotektor Hormon
64, 66, 68, 70 109, 111-113
Inhibisi Isolat protein
87, 89, 91-93 82
Karakterisasi Karies Kulit buah manggis
71, 74, 76 101-105, 107 94-100
Lotion Lumbricus rubellus
71-73, 75, 76, 78-80 82, 83, 85, 86
Masker peel off
94, 97-100
Nilai absorbansi
82
Obat kumur Obesitas OXT
101, 102, 105-107 109-114 109, 110, 112-114
Peptida Preparasi Pseudomonas aeruginosa
109-113 71, 74 87-89, 91-93
Sambiloto
64-69
Zona inhibisi
82, 85
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
115
www.bimkes.org
Organized by:
Supported by:
IKATAN SENAT MAHASISWA FARMASI SELURUH INDONESIA UNIVERSITAS DIREKTORAT JENDERAL PADJADJARAN PENDIDIKAN TINGGI