Bimkgi vol 3 no 2

Page 1


SUSUNAN PENGURUS Pelindung

Penyunting Ahli

Sekretaris Jendral Persatuan Senat Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (PSMKGI)

drg. Agustin Wulan Suci D, MDSc

Penasehat

Dr. drg. Didin Erma I., M.Kes

Failasofia

Dr. drg. FX Adi Soesetijo, Sp. Prost

Universitas Gadjah Mada

Universitas Jember

Dr. drg. Banun Kusumawardani, M.Kes Universitas Jember

Universitas Jember

Universitas Jember

Prof. Dr. drg. IDA Ratna Dewanti, M.Si

Pimpinan Umum

Universitas Jember

Intan Rizka Fitria

drg. Niken Probosari, M.Kes

Universitas Jember

Universitas Jember

Pimpinan Redaksi

Penyunting Pelaksana

Junti Rosa Veryani

Zulfa Fithri Universitas Jember Aliful Nisa Noviga Universitas Jember Shabrina Maharani Universitas Jember Christian Agung P Universitas Jember Dwi Sri Lestari Universitas Jember Asyiah Hamasah I Universitas Jember

Universitas Jember

Sekretaris Linda Surya Universitas Jember

Bendahara

Humas dan Promosi

Kharishah Muslihah

Ayu Prativia Yonenda Universitas Jember Vinanti Nur C Universitas Jember Putri Rahmawati Y Universitas Jember Tira Aisah P Universitas Jember

Universitas Jember

Tata Letak dan Layout Wulan Tri Maulinda Universitas Jember Medina Nanda U Universitas Jember Weka D. Bathari Universitas Jember Nadia Kurniasih Universitas Jember Fatimatuz Zahroh Universitas Jember

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

i


DAFTAR ISI

ISSN : 2302-6448

Susunan Pengurus................................................................................................................................... Daftar Isi...................................................................................................................................................... Petunjuk Penulisan ……......................................................................................................................... Sambutan Pimpinan Umum..............................................................................................................

i ii iii ix

Laporan Penelitian Daya Antibakteri Kitin Pada Limbah Kulit Udang Terhadap Bakteri Streptococcus Mutans Yusuf Rizkillah Akbar, Ghiza Barqly, Andika Sulistian, Aulia Elnisa, Agustin Wulan .................................................................................................................................................................................................................................. 1

Deskripsi Jumlah Candida Albicans Pasien Anak Leukimia Limfoblastik Akut Mengalami Oral Mukositis Pada Proses Kemoterapi Ziyada Salisa, Catur Aditya Ramadhany, Vela Niswa Mustaqbali .................................................................................................................................................................................................................................. 6

Efek Pemberian Susu Kambing Peternakan Ettawa Terhadap Densitas Tulang Femur Pada Tikus Wistar Jantan (The Effects Of Giving Milk Of Ettawa Goat Hybrid On Femur Bone In Male Wistar Rats) Alfy Nurlaili Tusmantoyo, Suhartini, Izzata Barid .................................................................................................................................................................................................................................. 14

GAS API (Garlic As Apoptosis Inducer): Studi In Vivo Kemampuan Ekstrak Etanolik Bawang Putih (Allium Sativum) Dalam Menginduksi Sel Apoptosis Pada Tumor Ganas (Displasia) Lidah Eriska Firma Nawangsih, Ulfah Hermin Safitri, Diyah Apliani, Fitria Nur’aini, Naida Dwi Noviyanti .................................................................................................................................................................................................................................. 20

Penambahan Ekstrak Kulit Buah Kakao (Theobroma Cacao L.) Pada Periodontal Dressing Terhadap Kepadatan Kolagen Luka Gingiva Kelinci Isnadia Naba`Atin, Melok Aris Wahyukundari, Happy Harmono .................................................................................................................................................................................................................................. 28

Laporan Penelitian Groel Porphyromonas Gingivalis Pada Penderita Periodontitis Sebagai Pemicu Terbentuknya Aterosklerosis Muhammad Yoga Wardhana, Maria Andisa Mayangsari, Reyhan Mahendra Nur .................................................................................................................................................................................................................................. 39

HWM (Hazardous Wasted Machine)-Kit: Inovasi Alat Pengolahan Limbah Infeksius Mini Kedokteran Gigi

Faisal Rizki, Fatimatuz Zahroh, Ika Ayu Fatimah, Amirullah Satria N., M.Iman Tarnando, Denni Rudiyanto .................................................................................................................................................................................................................................. 49

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

ii


PETUNJUK PENULISAN Pedoman Penulisan Artikel Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (BIMKGI) Indonesian Dental Student Journal

Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (BIMKGI) merupakan publikasi ilmiah yang terbit setiap 6 bulan sekali setiap bulan maret dan September berada dibawah Dirjen Perguruan Tinggi. Dalam mempublikasikan naskah ilmiah dalam berkala ini, maka penulis diwajibkan untuk menyusun naskah sesuai dengan aturan penulisan BIMKGI. Ketentuan umum : 1. BIMKGI hanya memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan oleh publikasi ilmiah lain. 2. Naskah dengan sampel menggunakan manusia atau hewan coba wajib melampirkan lembar pengesahan laik etik dari institusi yang bersangkutan. 3. Penulisan naskah : a. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan baik dan benar, jelas, lugas, serta ringkas. b. Naskah diketik menggunakan microsoft word dengan ukuran kertas A4, dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi, dengan spacing after before 0 cm. Batas margin atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 3343 cm. Jarak antar bab atau subbab yaitu 1 spasi (1 x enter). Font Arial, size 10, sentence case, justify. c. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman judul. d. Naskah terdiri dari minimal 3 halaman dan maksimal 15 halaman. 4. Naskah dikirim melalui email ke alamat redaksibimkgi@bimkes.org dengan menyertakan identitas penulis beserta alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Ketentuan menurut jenis naskah : 1 Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu kedokteran gigi, kesehatan gigi masyarakat, ilmu dasar kedokteran. Format terdiri dari judul penelitian, nama dan lembaga pengarang, abstrak, isi (pendahuluan, metode, hasil, pembahasan/diskusi, kesimpulan, dan saran), dan daftar rujukan. 2 Tinjauan pustaka: tulisan naskah review/sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau ilmu dalam dunia kedokteran dan kesehatan gigi, ditulis dengan memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca. BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

iii


3 Laporan kasus: naskah tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca. Naskah ini ditulis sesuai pemeriksaan, diagnosis, dan penatalaksanaan sesuai kompetensi dokter gigi dan dokter gigi muda. Format terdiri dari judul, nama dan lembaga pengarang, abstrak, isi (pendahuluan, laporan, pembahasan, dan kesimpulan), dan daftar rujukan. 4 Artikel penyegar ilmu kedokteran dan kesehatan gigi: naskah yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang sangat menarik dalam dunia kedokteran atau kesehatan gigi, memberikan human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Naskah bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau klinis yang perlu diketahui oleh pembaca. 5 Editorial: naskah yang membahas berbagai hal dalam dunia kedokteran dan kesehatan gigi, mulai dari ilmu dasar, klinis, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang kedokteran, lapangan kerja sampai karir dalam dunia kedokteran. Naskah ditulis sesuai kompetensi mahasiswa kedokteran gigi. 6 Petunjuk praktis: naskah berisi panduan diagnosis atau tatalaksana yang ditulis secara tajam, bersifat langsung (to the point) dan penting diketahui oleh pembaca (mahasiswa kedokteran gigi). 7 Advertorial: naskah singkat mengenai obat atau material kedokteran gigi dan kesimpulannya. Penulisan berdasarkan metode studi pustaka. Ketentuan khusus : 1. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut: a. Judul karangan (Title) b. Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution) c. Abstrak (Abstract) d. Isi (Text), yang terdiri atas: i. Pendahuluan (Introduction) ii. Metode (Methods) iii. Hasil (Results) iv. Pembahasan (Discussion) v. Kesimpulan vi. Saran vii. Ucapan terima kasih e. Daftar Rujukan (Reference)

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

iv


2. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan pustaka harus mengikuti sistematika sebagai berikut: a. Judul b. Nama penulis dan lembaga pengarang c. Abstrak d. Isi (Text), yang terdiri atas: i. Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas) ii. Pembahasan iii. Kesimpulan iv. Saran e. Daftar Rujukan (Reference) 3. Judul ditulis singkat, padat, dan jelas yang menggambarkan isi naskah. Ditulis dengan Sentence case, Arial, Font 14 pt dicetak tebal dibagian tengah atas dengan uppercase (semua huruf ditulis kapital). Penulisan judul diperbolehkan menggunakan titik dua tapi tidak diperbolehkan menggunakan titik koma dan bila perlu dapat dilengkapi subjudul dengan ketentuan ditulis dengan titlecase, font Arial, size 12 pt, center dan dicetak tebal. Naskah yang telah disajikan dalam pertemuan ilmiah nasional dibuat keterangan berupa catatan kaki. Terjemahan judul dalam bahasa Inggris ditulis italic. 4. Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup diikuti dengan kata-kata: dkk atau et al. Nama penulis harus disertai dengan institusi asal penulis, ditulis dengan titlecase, font Arial, size 10 pt, center dan bold. Alamat korespondensi ditulis lengkap dengan nomor telepon dan email. 5. Abstrak harus ditulis dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia. Panjang abstrak tidak melebihi 250 kata, tidak menuliskan kutipan pustaka dan diletakkan setelah judul naskah dan nama penulis. 6. Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Tidak lebih dari 5 kata, dan sebaiknya bukan merupakan pengulangan kata-kata dalam judul. 7. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic). 8. Tabel dan gambar disusun terpisah dalam lampiran terpisah. Setiap tabel diberi judul dan nomor pemunculan. Foto orang atau pasien apabila ada kemungkinan dikenali maka harus disertai ijin tertulis. 9. Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, bukan menurut abjad.

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

v


Contoh cara penulisan daftar pustaka dapat dilihat sebagai berikut :

1. Naskah dalam jurnal i. Naskah standar Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun 1;124(11):980-3. atau Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124:980-3. Penulis lebih dari enam orang Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leukaemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j Cancer 1996;73:1006-12. ii. Suatu organisasi sebagai penulis The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4. iii. Tanpa nama penulis Cancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15. iv. Naskah tidak dalam bahasa Inggris Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2. v. Volum dengan suplemen Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational lung cancer. Environ Health Perspect 1994;102 Suppl 1:275-82. vi. Edisi dengan suplemen Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97. vii. Volum dengan bagian Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in noninsulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-6. viii. Edisi dengan bagian Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap laceration of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8. ix. Edisi tanpa volum Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle arthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4. x. Tanpa edisi atau volum BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

vi


Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and the effects of blood transfusion on antitumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33. xi. Nomor halaman dalam angka Romawi Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology and hematology. Introduction. Hematol Oncol Clin North Am 1995 Apr;9(2):xi-xii.

2. Buku dan monograf lain i. Penulis perseorangan Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996. ii. Editor, sebagai penulis Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill Livingstone; 1996. iii. Organisasi dengan penulis Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid program. Washington: The Institute; 1992. iv. Bab dalam buku Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors. Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: raven Press; 1995.p.465-78. v. Prosiding konferensi Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-19; Kyoto, Japan. Amsterdam: Elsevier; 1996. vi. Makalah dalam konferensi Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and security in medical information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO 92. Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.p.1561-5. vii. Laporan ilmiah atau laporan teknis a. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor: Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment billed during skilled nursing facility stays. Final report. Dallas (TX): Dept. of Health and Human Services (US), Office of Evaluation and Inspection; 1994 Oct. Report No.: HHSIGOEI69200860. b. Diterbitkan oleh unit pelaksana BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

vii


Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services research: work force and education issues. Washington: National Academy Press; 1995. Contract no.: AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care Policy and research. viii. Disertasi Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and utilization [dissertation]. St. Louis (MO): Washington univ.; 1995. ix. Naskah dalam Koran Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates 50,000 admissions annually. The Washington Post 1996 Jun 21;Sect A:3 (col. 5). x. Materi audiovisual HIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO): Mosby-Year book; 1995.

3. Materi elektronik i. Naskah journal dalam format elektronik Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis [serial online] 1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24 screens]. Available from: URL: HYPERLINK http://www.cdc.gov/ncidod/EID/eid.htm ii. Monograf dalam format elektronik CDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves JRT, Maibach H. CMEA Multimedia Group, producers. 2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995. iii. Arsip computer Hemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer program]. Version 2.2. Orlando (FL): Computerized Educational Systems; 1993.

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

viii


SAMBUTAN PIMPINAN UMUM Assalamu’alaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan kesuksesan sehingga Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (BIMKGI) Volume Tiga Nomor Satu dapat diterbitkan. BIMKGI merupakan suatu wadah yang menaungi seluruh mahasiswa Kedokteran Gigi se-Indonesia untuk mempublikasikan karya ilmiahnya. Manusia dapat dikenal salah satunya melalui tulisannya. Namun, sangat disayangkan jika tidak dipublikasikan dan hanya tersimpan rapi dalam folder. BIMKGI dibentuk dengan harapan seluruh Mahasiswa Kedokteran Gigi se-Indonesia dapat berkontribusi dalam mempublikasikan karya ilmiahnya, sehingga dapat meyumbang perbaikan IPTEK khususnya di bidang kedokteran gigi. Sebagai pimpinan umum, saya mengucapkan terima kasih kepada penulis yang mewakili institusinya untuk berkontribusi kepada BIMKGI dalam mengembangkan IPTEK. Terimakasih kepada seluruh pengurus BIMKGI atas kerja kerasnya dalam penerbitan BIMKGI Volume Tiga Nomor Satu serta kepada Mitra Bestari yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk menilai dan memperbaiki kualitas karya ilmiah pada BIMKGI. Saya berharap semoga seluruh kerja keras untuk menerbitkan jurnal ini dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat luas. Akhir kata, saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam proses penyusunan hingga diterbitkannya Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia Volume Tiga Nomor Satu ini. Kritik, saran serta kontribusi karya ilmiah akan selalu kami butuhkan untuk menyempurnakan peningkatan kualitas BIMKGI kedepannya. Hidup Mahasiswa Kesehatan Indonesia! Jaya BIMKGI! Wasalamu’alaikum wr. wb.

Jember, 26 Juni 2015

Intan Rizka Fitria (Pimpinan Umum)

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

ix


Laporan Penelitian

DAYA ANTIBAKTERI KITIN PADA LIMBAH KULIT UDANG TERHADAP BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS 1

1

1

1

Yusuf Rizkillah Akbar , Ghiza Barqly , Andika Sulistian , Aulia Elnisa , 1 Agustin Wulan 1

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember Correspondence: Jalan Kalimantan No. 37, Jember-Jawa Timur Tel./Fax +6285732762574 Email : ghizajibrila@ymail.com

ABSTRAK Limbah kulit udang yang menumpuk di Indonesia sebanyak 325.000 ton per tahun adalah suatu masalah yang belum dapat diselesaikan. S. mutans, adalah salah satu bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran akar. Keberhasilan dari bahan irigasi saluran akar adalah dalam pembunuhan bakteri saluran akar. Kandungan dari kitin dalam kulit udang dapat dipergunakan sebagai suatu agen antibakteri. Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk mengetahui daya antibakteri dari kitin pada limbah kulit udang untuk menghambat pertumbuhan S. mutans. Total dari 8 plate nutrien dari S. mutans diinokulasikan. Setiap plate terdiri dari 6 disk yang terdiri dari kitin dengan konsentrasi 0,625%, 2%, 5%, 10%, dan asam asetat, 6,25% sodium hipoklorit sebagai kontrol. Setelah itu, plate nutrien ini diinkubasi selama 24 dan 48 jam. Zona inhibisi dihitung menggunakan jangka sorong digital. Penggunaan kitin 10% secara signifikan mampu menghambat pertumbuhan S. mutans dibandingkan kitin 5%, kitin 0,625%, asam asetat 2%, NaOCl 6,25% dan aquades. Data yang ada mengindikasikan keefektifan dari variasi kitin sebagai antibakteri terhadap S. mutans. Kata Kunci : Antibakteri, Kitin, S. mutans., Saluran Akar

ABSTRACT Shrimp shell waste buildup in Indonesia as much as 325,000 tons per year is one problem that has yet to be overcome. Streptococcus mutans (S. mutans). is one of the S. mutans bacteria that cause infection in the root canal. The success of root canal irrigation materials in the killing of bacteria is one determinant of the success of root canal treatment. The content of chitin in shrimp shell waste can be used as an antibacterial agent. The purpose of this study was to determine the antibacterial activity of chitin in shrimp shell waste to the inhibition of the growth of S. mutans. A total of 8 plates so that nutrient in S. mutans bacteria inoculation use. Each plate consists of a 6 disc drops of chitin with a concentration of 0,625%, 5%, 10% and 2% acetic acid, 6.25% sodium hypochlorite as a control. Furthermore, in order to nutrient plate incubated for 24 hours. Inhibition zone formed calculated using a digital caliper. The use of chitin 10 % significantly capable of inhibiting the growth of S. mutans compared with chitin 5 %, chitin 0,625 % acetic acid 2%, NaOCl 6.25% and aquadest. Existing data indicates effectiveness of the variation of chitin as an antibacterial against S. mutans. Keywords : Chitin, S. mutans, Antibacteria, Root Canal Child’s

1. PENDAHULUAN Udang

adalah

di dunia. Diperkirakan dari proses pengolahan komoditas

andalan

udang beku akan dihasilkan limbah sebesar 1

sektor perikanan yang umumnya diekspor

325.000 ton pertahun. Sampai saat ini limbah

dalam bentuk beku. Indonesia merupakan

udang hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak

salah satu negara pengekspor udang terbesar

serta

industri

makanan

dan

belum

dimanfaatkan secara optimal. Sebagai salah BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

1


satu alternatif pemanfaatannya adalah dengan

selama dua jam sehingga ber-pH netral.

pengambilan kitin yang terkandung dalam kulit

Pengeringan dengan oven pada suhu 80°C

udang.

selama 24 jam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui

kemampuan

kitin

sebagai

2.2 Pembuatan Medium Nutrien Agar (NA)

antibakteri terhdap S. mutan.

Media

dasar

dibuat

dengan

cara

ditimbang Nutrient Agar (NA) sebanyak 2,3 2. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

gram, lalu dilarutkan dalam 100 ml aquades

Alat yang digunakan dalam penelitian

(23g/1000

ml)

menggunakan

erlenmeyer.

ini adalah gelas ukur, tabung reaksi, mikro

Sedangkan media pembenihan dibuat dengan

pipet, neraca analitis merk Ohaus, saringan,

cara ditimbang 5,75 gram NA, lalu dilarutkan

ayakan ukuran 50 mesh, pengaduk, pemanas,

dalam

termometer, oven, cawan petri, arloji, kapas

menggunakan

steril, diamond disc, jangka sorong, jarum

masing-masing media dihomogenkan dengan

miller, endo blok, K-file nomor 10-30, paper

stirer diatas penangas air sampai mendidih.

points, cotton pellet, dan endostand stainless

Media-

250

ml

media

aquades

(23g/1000

ml)

erlenmeyer.

Setelah

itu,

yang

sudah

homogen

ini o

steel.

disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 C Bahan

yang

digunakan

dalam

selama

15

menit,

kemudian

didinginkan

o

penelitian ini adalah limbah udang windu

sampai suhu ± 45-50 C. Media dasar dan

(Peneaus Monodon), NaOH p.a E. Merck, HCl

media

pekat p.a E. Merck, asam asetat p.a E. Merck,

pembuatan media pengujian sebagai lapisan

aquades, dan bakteri Streptococcus sp.

dasar danlapisan kedua.

pembenihan

digunakan

dalam

Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratoris dengan. Penelitian dilakukan

di

Laboratorium

2.3 Pengujian Jumlah Mikroba

Mikrobiologi

Cakram kosong diambil dan diletakkan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

pada piring petri steril dengan menggunakan

Berikut ini adalah prosedur penelitian yang

pinset steril. Empat cakram kosong digunakan

dilakukan.

masing-masing

bahan

coba

kemudian

diteteskan 15µl bahan coba menggunakan 2.1 Cara Kerja Pembuatan chitin Pencucian

dan

pembersihan

pipet mikro dan didiamkan selama 60 menit. kulit

Suspensi bakteri dengan konsentrasi 1,5x10

8

udang, pengeringan di bawah sinar matahari

colony forming units

selama dua hari atau oven pada suhu 80°C

secara merata menggunakan kapas lidi pada

selama 24 jam. Deproteinasi (penghilangan

media Mueller Hinton Agar (MHA) dalam piring

protein) menggunakan NaOH konsentrasi 8%

petri. Setelah diusapkan, biarkan selama 30

dengan rasio 1:6 (b/v) pada suhu 80-85°C

menit supaya bakteri meresap kedalam agar.

selama satu jam. Pendinginan, penyaringan,

Setelah persiapan dilakukan, cakram yang

pencucian,

(penghilangan

ditetesi bahan coba diletakkan pada media

mineral) menggunakan HCl konsentrasi 1,25 N

MHA mengikut area yang telah dibuat untuk

dengan rasio 1/10 (b/v) pada suhu 100°C

masing-masing bahan coba. Setelah itu, media

demineralisasi

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

(CFU)/ml diusapkan

2


dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu o

Pada

penelitian

ini

menunjukkan

37 C dan diamati setelah 24 dan 48 jam. Zona

bahwa ada perbedaan yang signifikan antara

hambat yang terbentuk diukur dengan jangka

kelompok kitin 10%, 5%, 0,625%, asam asetat

sorong.

2%, NaOCl 6,25%, dan aquades (Tabel 2).

Klasifikasi

respon

hambat

pertumbuhan bakteri dilakukan berdasarkan metode

yang

sebelumnya.

telah

dikembangkan

9

Hasil pengukuran zona hambat di atas menunjukkan bahwa konsentrasi kitin pada limbah kulit udang windu (Penaeus monodon Fab.) yang digunakan dalam penelitian ini

3. HASIL PENELITIAN

mempengaruhi daya hambat pertumbuhan

Penelitian mengenai efek konsentrasi

Streptococcus mutans.

kitin pada limbah kulit udang windu terhadap

Hasil

pengukuran

pada

tabel

1

daya hambat pertumbuhan bakteri S. mutans,

menunjukkan terjadinya peningkatan diameter

menunjukkan

hambat

zona hambat ketika konsentrasi kitin pada

disekitar cakram yang ditetesi kitin dengan

limbah kulit udang semakin besar. Rerata

konsentrasi 0,625%, 5%, 10%, dan kontrol

diameter zona hambat terbesar terlihat pada

asam asetat 2%, natrium hipoklorit 6,25%,

konsentrasi

Aquades

hambat terkecil terlihat pada aquades steril.

terbentuknya

steril,

transparan

serta

zona

zona

hambat

berwarna

lebih

terlihat

10%.

Rerata

diameter

zona

jernih 4. PEMBAHASAN

dibandingkan di daerah sekitarnya. Tabel 1. Besar zona hambat masing-masing larutan terhadap S. mutans

Penelitian ini menggunakan metode difusi yang hasilnya terbentuk zona hambat

Bahan

Besar Zona Hambat

disekitar cakram. Terbentuknya zona hambat

Aquades

5,64 mm

menunjukkan bahwa Kitin Kulit Udang dan

NaOCl 6,25%

6,00 mm

natrium

Asam Asetat 2%

6,00 mm

mempunyai

Kitin 0,625%

5,99 mm

bakteriostatik dapat di uji dengan metode difusi

Kitin 5%

6,74 mm

yang berdasarakan dari sensitivitas suatu

Kitin 10%

7,42 mm

bahan tertentu terhadap bakteri.

hipoklorit

serta

efek

asam

asetat

bakteriostatik.

Efek

10

Zona hambat yang berada disekitar cakram

Tabel 2. Hasil ANOVA untuk Efek dari

transparan

Berbagai Larutan terhadap S.mutans

Square

Between Groups Within Groups Total

17,000

hasil

dan

penelitian

jernih.

terlihat

Zona

hambat

merupakan suatu area yang jernih dan bersih

Sum of

s

pada

yang mengelilingi cakram/lubang sumuran

Mean df 4

,500

1

17,500

5

Square 4,250

F 8,500

Sig. ,25 1

,500

yang berisi zat antibakteri. hambat

bertujuan

10

Pengukuran zona

untuk

mengetahui

kemampuan daya hambat suatu obat/agen antibakteri

terhadap

pertumbuhan

suatu

bakteri. Hasil pengujian ini dipengaruhi oleh aktivitas antibakteri yang terdiri dari: pH

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

lingkungan,

komponen

media,

stabilitas

3


obat/agen

antibakteri,

ukuran

inokulum,

aktivitas metabolik mikroorganisme dan waktu inkubasi. tidak

10

Waktu inkubasi pada metode difusi

direkomendasikan melebihi 24 jam,

dan menghambat degenerasi bakteri. klorin

pada

bakteri

14

Efek

menyebabkan

penghambatan sintesis protein, penurunan jumlah

nutrisi

dan

pemecahan

DNA.

15

dikarenakan akan mengganggu kestabilan dari

Sebaliknya natrium hipoklorit juga memiliki

agen antibakteri yang telah diteteskan pada

sifat sangat korosif terhadap logam, bersifat

cakram.

10

sangat basa, hipertonik dan memiliki rasa yang

Hasil penelitian membuktikan bahwa

sangat tidak menyenangkan.

16

terdapat pengaruh konsentrasi kitin kulit udang

Kitin kulit udang dengan konsentrasi

terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus

5% dan 10% mempunyai daya hambat bakteri

mutans.

yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol

Menurut

Oku,

11

Pudjihartati, 2006) ,

1994

(dalam

salah satu peranan

positif

(natrium

hipoklorit

6,25%).

Hasil

kitinase pada ketahanan tanaman terhadap

penelitian ini dapat diasumsikan bahwa Kitin

serangan patogen, yaitu melalui pelepasan

kulit udang dengan konsentrasi 0,625%, 5%

elisitor endogen oleh aktivitas kitinase yang

dan 10% mempunyai daya antibakteri yang

kemudian memicu reaksi ketahanan sistemik

lebih kuat dibandingkan natrium hipoklorit

(systemic

6,25%.

acquired

resistance/SAR)

pada

inang.

Kandungan

konsentrasi

zat

aktif

antibakteri pada Kitin kulit udang lebih besar Hasil

penelitian

ini

menunjukkan

semakin besar konsentrasi kitin kulit udang

sehingga melebihi kemampuan zat aktif yang ada pada natrium hipoklorit 6,25%.

maka semakin besar daya hambat yang

Mekanisme kitin kulit udang sebagai

terbentuk. Ekstrak kitin kulit udang memiliki

antibakteri dimulai dari degradasi dinding sel

peningkatan diameter zona hambat ketika

bakteri, dilanjutkan dengan merusak membran

konsentrasi

semakin

besar.

12

Perbedaan

diameter dari zona hambat yang terbentuk diasumsikan

karena

perbedaan

perlakuan

sitoplasma dan membran protein sehingga isi dari

sitoplasma

bakteri.

keluar

dari

dinding

sel

17

konsentrasi yang diberikan. Konsentrasi agen antibakteri mempengaruhi zona hambat yang 12

terbentuk pada cakram/lubang sumuran. Konsentrasi

efektif

Kandungan kitin pada limbah kulit

penggunanaan

natrium hipoklorit pada konsentrasi 2,6%5,25%

dapat

melawan

patogen

positif dan negatif. hipoklorit,

terdapat

Mekanisme kerja natrium pada

hipoklorit

udang memiliki daya antibakteri terhadap perkembangan S. mutans.

yang

berspektrum luas, termasuk bakteri Gram 13

5. KESIMPULAN

yang

mempunyai efek bakterisida. Efek ini terjadi

6. SARAN Diucapkan terima kasih kepada : 1. DIKJEN

DIKTI

(Direktorat

Pendidikan Tinggi)

selama adanya klorin (Cl-) bebas pada larutan.

2. Rektorat Universitas Jember.

Efek antibakteri disebabkan oleh O2 yang

3. Dekanat

sangat oksidatif dan Cl2, dimana fungsi

Jenderal

Fakultas

Kedokteran

Gigi

Universitas Jember.

oksidatif ini akan menghancurkan sitoplasma

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

4


4. Laboratorium

Mikrobiologi

Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Jember. 5. Laboratorium Teknologi Pangan Politeknik Negeri Jember. 6. Laboratorium

Biologi

Fakultas

MIPA

Universitas Jember. 7. Drg. Agustin Wulan Suci D.,M.DSc

DAFTAR PUSTAKA 1. Prasetiyo KW. Pemanfaatan Limbah Cangkang Udang sebagai Bahan Pengawet Kayu Ramah Lingkungan. Bogor: LIPI; 2010. 2. Purwatiningsih. Isolasi Chitin Senyawaan Kimia dari Limbah Kulit Udang Windu (Panaeu monodon) [skripsi]. Bandung: Jurusan Kimia Institut Teknologi Bandung.;1993. 3. Kumar, M. N. V. 2000. “Review of Chitin and Chitosan Applications”. Reactive and Funcitional Polymer,46: 1-27 4. Yadav, A.V., Bhise, S.B., 2004, “Chitosan: A Potential Biomaterial Effective Against Typhoid”, Current Science Vol. 87, No. 9. 5. M, Setya.2008. Efek Khitosan terhadap Kultur Galur Sel HSC-4 dan HAT-7 secara in vitro. Jakarta: Kedokteran Gigi Universitas Indonesia; hlm. 911-24. 6. Y, Andres et al., 2007 Antibacterial Effects of Chitosan Powder: Mechanisms of Action. Environ Technol, Vol. 28 No.12; hlm.13571363. 7. Moynihan P, Petersen PE. Diet, nutrition and the prevention of dental diseases. Public Health Nutrition; 2004; 7(1A): 20125. 6.

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

8. Wijaya D, Samad R. Daya hambat teh hitam, teh hijau dan teh oolong terhadap pertumbuhan S.mutans. Journal of the Indonesian Dental Association; 2005; 55: 82-5. 9. Greenwood D. Antimicrobial and chemotherapy. Michigan: Oxford University Press; 2000. 10. Lambert, P. Mechanism of Action of Antibiotic and Synthetic Anti-infective Agent. In Denyer, SP, Hodges N, Gorman SP, Gilmore B. Pharmaceutical Microbiologi. 8th edition. Oxford: Willey Blackwell; 2011. 11. Pudjihartati E, Siswanto, Satrias I & Sudarsono. 2006. Aktivitas enzim kitinase kasar pada kacang tanah yang sehat dan terinfeksi Sclerotium rolfsii. 12. Mobley HLT, Mendz GL, Hazel SL. Helicobacter pylori Phsiology and Genetics. Washington: ASM Press; 2001: 519. 13. Marunung SI, Parhusip A, Wibawa FK. Studies of Antibacterial Activity from Cinnamon Extract towards the Damage of Pathogenic Bacteria. Journal of Applied and Industrial Biotechnology 2008;1:1-6. 14. Harvey RA, Champe PC, Fisher BD. 2007, Microbiology 2nd edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2007:31. 15. Mehdipour, O, Kleier DJ, Averbach RE. Anatomy of Sodium Hyphochlorite Accidents, Compend Cent Educ Dent 2007; 28(10):1-6. 16. Kovac J, Kovac D. Effect of Irrigating Solutions in Endodontic Therapy. Bratisl Lek Listy 2011; 112(7): 410-415. 17. Rutala WA, Weber DJ. Guideline for Desinfection and Sterillization in Heatlhcare Facilities. Chapel Hill: Departmen of Health Human Services, The Healthcare Infection Control Practises Advisory Committee (HICPAC); 2008: 41.

5


Laporan Penelitian

DESKRIPSI JUMLAH Candida Albicans PASIEN ANAK LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT MENGALAMI ORAL MUKOSITIS PADA PROSES KEMOTERAPI 1

1

Ziyada Salisa ,Catur Aditya Ramadhany ,Vela Niswa Mustaqbali

1

1

Student of Faculty of Dentistry, Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman Jalan. Dr. Soeparno, Kampus Karangwangkal Gedung E, Purwokerto, Jawa Tengah

Tel/Fax. +6285747248246 Email: ziyassa@gmail.com

ABSTRAK Leukimia merupakan jenis kanker anak yang paling sering dijumpai. Perawatan yang dilakukan pada pasien leukimia limfoblastik akut adalah kemoterapi. Salah satu efek samping kemoterapi adalah oral mukositis. Pada lesi oral mukositis dapat terjadi infeksi mikroorganisme yaitu Candida albicans.Tujuan penelitian adalah mengetahui jumlah C. albicans pasien anak leukimia limfoblastik akut yang mengalami oral mukositis pada proses kemoterapi. Jenis penelitian adalah observasional klinis dan laboratoris dengan desain cross sectional. Subjek penelitian yaitu pasien leukimia limfoblastik akut yang sedang menjalani protokol kemoterapi Indonesia tahun 2006 di RS Kanker Dharmais, Jakarta. Dua belas sampel dengan usia 1-18 tahun dinilai derajat keparahan oral mukositis berdasarkan klasifikasi dari WHO. Pemeriksaan jumlah C. albicans dilakukan dengan melakukan usapan pada lesi oral mukositis yang kemudian dikultur pada medium Sabouroud Dextrose Agar dan Chrom Agar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa oral mukositis yang muncul pada fase induksi ditandai dengan lesi kemerahan dengan derajat keparahan oral mukositis grade 1. Fase konsolidasi, oral mukositis ditandai dengan lesi kemerahan yang berubah menjadi ulkus yang semakin dalam yang menyebabkan rasa sakit saat mengunyah, menelan, dan berbicara dengan derajat keparahan oral mukositis grade 1, 3, 4. Oral mukositis pada fase reinduksi ditandai dengan lesi kemerahan disertai ulkus yang rata dengan derajat keparahan oral mukositisgrade 1 dan 2. Pada fase rumatan ditemukan derajat keparahan oral mukositis grade 1 dengan lesi kemerahan. Hasil pemeriksaan jumlah C. albicans fase induksi sebesar 9.903 CFU/ml, fase konsolidasi 16.125 CFU/ml, fase reinduksi 67.975 CFU/ml dan pada fase rumatan tidak ditemukan C. albicans. Kata Kunci: C. albicans, oral mukositis, leukimia limfoblastik akut, kemoterapi

ABSTRACT Leukemia is a type of cancer suferd by children that are commonly found in society. A treatment that can be done by the patient of acute lymphoblastic leukemia is chemotherapy. One of side effects caused by chemotherapy is mucositis oral. In mucositis oral lession, there is a possibility of microorganism infection which is Candida albicans. The purpose of this research was to find out about total of C. albicans children patient suffering acute lymphoblastic leukemia with mucositis oral in the chemotherapy process. The type of this research is observational clinical and laboratory study with cross sectional design. The subjects were patients of acute lymphoblastic leukemia who where undergoing Indonesian chemotherapy protocol in 2006 in RS Kanker Dharmais, Jakarta. There were twelve samplees as old as 1-18 years old who were observed the acuteness extend of mucositis oral based on classification from WHO. The examination of C. albicans was conducted by caress on mucositis oral lession which then be cultured at medium Sabouroud Dextrose Agar and Chrom Agar. The result showed that mucositis oral characterized by lession that appear on the induction phase is characterized by red lession with the severity of mucositis oral grade 1. Consolidation phase, mucositis oral characterized by lession that appear reddish which turned into an increasingly deep ulcer with pain when chewing, swallowing, and speaking to the severity mucositis oral grade 1, 3,cand 4. Mucositis oral in reinduction phase is characterized by flat red lession to the severity of grade 2. In rumatan phase showed to the severity of mucositis oral grade 1 with red lession. The result of C.

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

6


albicans examination in induction phase was 9.903 CFU/ml, consolidation phase was 16125 CFU/ml, reinduction phase was 67.975 CFU/ml and there was no C. albicans in maintenance phase. Keyword: C. albicans, mucositis oral, acute lymphoblastic leukemia, chemotherapy

1. PENDAHULUAN Leukemia

Lesi oral mukositis dapat terjadi pada

merupakan

jenis

kanker

infeksi mikroorganisme baik bakteri, virus

anak yang paling sering dijumpai. Data kasus

maupun jamur, di mana jika lesi tersebut

di RS Kanker Dharmais menunjukkan, sejak

dapat

tahun 2006-2012 rata-rata didapat 75%

menimbulkan

ditumpangi

jamur,

maka

terjadinya

akan

candidiasis.

2

1

Penelitian mengenai oral mukositis serta

Pengobatan leukemia adalah kemoterapi dan

jenis mikroorganisme bakteri dan jamur telah

supportif. Kemoterapi yang diberikan adalah

dilakukan, di mana mikroorganisme patogen

bertujuan untuk menekan, merusak dan

yang

mencegah penyebaran sel kanker yang

mukositis

kasus

kanker

anak

adalah

berkembangbiak

dengan

memiliki

mencegah

cepat.

Selain

sering

ditemukan

adalah

pada

lesi

Streptococcus

oral

dan C.

4

albicans.

penyebaran

Rongga mulut individu yang sehat

pertumbuhan sel kanker, selalu ada efek

menunjukkan bahwa C. albican merupakan

samping dari kemoterapi pada rongga mulut,

mikroorganisme yang hidup bersama dengan

2

mikrobial flora mulut dalam keadaan yang

salah

efek

leukemia.

satunya

Kemoterapi

adalah

yang

oral

diberikan

mukositis. pada

anak

seimbang.

Jika

terjadi

gangguan

pada

leukemia berlangsung lama, pasien berisiko

keseimbangan antara C. albicans dengan

mengalami oral mukositis yang berulang dan

anggota

dapat terjadi oral mukositis yang berat.

organisme

Oral mukositis akibat kemoterapi pada anak

dapat

kemoterapi,

terjadi yaitu

dalam fase

tiap

fase

induksi,

fase

konsolidasi dan fase rumatan. Fase induksi merupakan fase pertama dari kemoterapi yang

bertujuan

ini

berkolonisasi,

mulut

lainnya,

dapat

menginvasi

maka

berproliferasi, jaringan,

menghasilkan infeksi oportunistik.

dan

5

2. METODE PENELITIAN Jenis

penelitian

ini

adalah

sebanyak

observasional klinis dan laboratoris dengan

leukemia, fase konsolidasi

desain cross sectional. Pemeriksaan oral

merupakan fase lanjutan dari induksi yang

mukositis dan pengambilan sampel pada

bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa sel

pasien leukemia limfoblastik akut dilakukan

kanker pada pasien serta fase rumatan

di Bangsal Anak RS Kanker Dharmais,

bertujuan

remisi

Jakarta. Isolasi dan identifikasi C. albicans

dan

dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan

mungkin sel

yang

untuk

telah

mengeliminasi

mikrobial

mempertahankan

didapat.

Fase

induksi

konsolidasi merupakan fase intensif yang harus

dilakukan

di

Rumah

Sakit

dan

mendapat pengawasan dari dokter yang merawat saat dilakukan kemoterapi.

3

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

Indonesia (LIPI), Bogor. Sampel penelitian yang diambil pada penelitian

ini

menggunakan

probability

sampling

accidental.

Metode

teknik

non

dengan

metode

accidental

sampling

7


merupakan pengambilan sampel dengan

status pasien, jenis kelamin, tinggi badan

mengambil kasus atau responden yang

dan berat badan. Penjelasan mengenai

kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat

prosedur penelitian diberikan pada orang tua

sesuai dengan konteks penelitian.

6

Jadi

pasien

leukemia

limfoblastik

melakukan

didapat adalah sampel yang berada di

yang berkaitan dengan identitas subjek

bangsal anak RS Kanker Dharmais, Jakarta

penelitian dirahasiakan dan hanya diketahui

dari tanggal 30 Desember 2013 - 29 Januari

oleh peneliti.

2014 sebanyak 12 pasien. Dalam penelitian

2.

responden

penelitian

yang

memiliki

dijadikan

kriteria

sampel

inklusi

dan

eksklusi sebagai berikut:

Data-data

Cara kerja a. Sterilisasi alat menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C dan tekanan 15 psi selama 15-20 menit

Kriteria inklusi sampel dalam penelitian

b. Pembuatan Medium Inokulum terdiri dari pembuatan Medium Saboraud

ini adalah: 1. Anak

consent.

serta

dalam penelitian ini, besar sampel yang

ini,

informed

akut

penderita leukemia limfoblastik

akut yang sedang menjalani protokol

Dextrose

Agar

(SDA)

dan

pembuatan Medium Chrom Agar c. Pengambilan sampel C. albicans

kemoterapi Indonesia tahun 2006. 2. Anak dengan usia 1-18 tahun.

pada pasien leukemia limfoblastik

3. Anak kooperatif dan bersedia menjadi

akut

responden penelitian.

setelah

pengisian

lembar

persetujuan. Sampel yang diambil

4. Ibu, bapak atau wali dapat diajak bekerja

dari lesi oral mukositis dilakukan

sama dan menyetujui anaknya menjadi

pada saat pagi hari dan pasien

responden penelitian.

diinstruksikan untuk berkumur air

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini

putih terlebih dahulu sebanyak tiga

yaitu pasien yang tidak dapat membuka

kali. Pengambilan sampel dilakukan

mulut

penyakit

dengan menggunakan cotton bud

ataupun

steril.

dengan

baik

temporomandibular

karena

joint

(TMJ)

d. Isolasi C. albicans dilakukan dengan

trismus.

metode

pengenceran,

diambil

2.1 Prosedur Penelitian

sebanyak 0,1 ml ke dalam cawan

1.

Tahap persiapan

petri dan diinkubasiselama 1x24

Perijinan yang dilakukan pertama kali

jam pada suhu 37°C.

yaitu perijinan etik di komisi etik kedokteran

e. Identifikasi C. albicans

umum

f. Perhitungan

UGM

untuk

mendapatkan

Etical

Jumlah

7

C.

albicans

Clearence. Selanjutnya melakukan perijinan

dilakukan dengan metode total plate

rumah sakit ke Bagian Litbang RS Kanker

count.

Dharmais. Data pasien dilihat dari data sekunder yang ada di rekam medis bangsal

3. HASIL PENELITIAN

anak RS Kanker Dharmais yang meliputi

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

8


Tabel 4.1 Karakteristik Klinis Pasien

fase

Leukemia Limfoblastik Akut RS Kanker

sebanyak 4 anak dengan persentase 33,3%,

Dharmais Berdasarkan Fase Kemoterapi

pada fase konsolidasi terdapat 4 anak

No .

dengan persentase 33,3%, fase reinduksi

Kriteria

Jumlah

Persentase

yaitu

fase

induksi

yang

dijalani

berjumlah 3 anak dengan persentase 25,0%, 1

Induksi

4

33,3%

2

Konsolidasi

4

33,3%

dan fase rumatan yang dalam hal ini merupakan

fase

penyembuhan

dijalani

sebanyak 1 anak dengan persentase 8,4%. 3

Reinduksi

3

25,0%

4

Rumatan

1

8,4%

12

100 %

Penelitian dilakukan selama 1 bulan dari tanggal 30 Desember 2013- 29 Januari

Total

2014 di bangsal anak RS Kanker Dharmais, Jakarta. Oral Mukositis yang muncul pada pasien

anak

leukemia

limfoblastik

akut

Sumber: data sekunder Bangsal Anak RS

menunjukan karakteristik yang berbeda di

Kanker Dharmais

tiap

Berdasarkan kemoterapi

yang

Tabel

4.1,

dijalani

oleh

proses

kemoterapi.

Tabel

4.2

fase

menunjukan adanya perbedaan karakteristik

pasien

oral mukositis yang muncul pada fase

leukemia limfoblastik akut terbagi menjadi 4

induksi, konsolidasi, reinduksi dan rumatan.

Tabel 4.2 Karakteristik Derajat Keparahan Oral Mukositis Pasien Leukemia Limfoblastik Akut Pada Proses Kemoterapi Karakteristik

Fase Induksi

Fase Konsolidasi

Fase Reinduksi

Fase Rumatan

Gejala Klinis

nyeri ringan

nyeri mengunyah,

nyeri menelan

nyeri ringan

menelan, dan berbicara Gambaran

lesi

lesi kemerahan

lesi kemerahan

lesi

Makroskopis

kemerahan

ulkus dalam sekitar

ulkus rata

kemerahan

tepi putih

0,5 mm, terkadang

sekitar 0,5 mm,

tepi putih

diselimuti plak putih,

berwarna

berwarna merah, dan

merah,

ukuran >1cm.

terkadang diselimuti plak putih, dan ukuran <1 cm.

Bentuk

Bulat

irreguler

bulat, irreguler

bulat

Oral mukositis

≥1

>1

≥1

≥1

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

9


Lokasi

mukosa

sudut mulut, mukosa

mukosa labial,

mukosa

Penyebaran

labial dan

bukal, mukosa labial,

mukosa bukal,

labial,

bukal

dorsal, ventral dan

dorsal, ventral,

mukosa

lateral lidah

dan lateral lidah

bukal

grade 1, 3, 4

grade 1 dan 2

grade 1

Derajat

grade 1

Keparahan Mukositis Sumber: data sekunder Bangsal Anak RS Kanker Dharmais

Isolasi

dan

C.albicans

Identifikasi C.albicans secara mikroskopis

secara makroskopis dilakukan pada medium

didapatkan menunjukkan sel-sel bertunas yg

Saboroud Dextrose Agar (SDA) dan Chrom

menyerupai

Agar. Hasil isolasi C.albicans pada medium

blastoconidia

SDA memperlihatkan koloni berbentuk bulat,

pembentukan buluh kecambah pada isolat C.

halus dengan permukaan cembung, berwarna

albicans

putih-krem

ragi.

kecambah (perpanjangan filament) setelah

Pemeriksaan makroskopis C. albicans pada

terpapar serum. Hasil tersebut memastikan

medium Chrom Agar menghasilkan koloni

bahwa

dengan bentuk halus dan berwarna hijau.

albicans. Gambaran identifikasi C. albicans

Gambaran C. albicans secara makroskopis

secara

pada medium SDA (Saboroud Dextrose Agar)

Gambar 4.2.

dan

identifikasi

berbau

aroma

hifa (sel

(pseudohifa) berbentuk

terjadi

jamur

ovoid).

pembentukan

yang

mikroskopis

dikultur

dapat

dan Uji

buluh

adalah

dilihat

C.

pada

dan Chrom Agar dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.2 Gambaran mikroskopis C. albicans hasil isolasi dan hasil uji buluh

A

kecambah

B

filament)

Gambar 4.1 Gambaran makroskopis C.

dengan

perbesaran

400x.

albicans pada (A) medium SDA dan (B) medium Chrom Agar

(perpanjangan

Hasil perhitungan jumlah tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini:

Tabel 4.6 Data Jumlah C. albicans Pada Oral Mukositis Pasien Leukemia Limfoblastik Akut RS Kanker Dharmais Pada Proses Kemoterapi No

Fase Kemoterapi

Jumlah Koloni

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

Rata-rata

10


1

Induksi

9.000 CFU/0,1ml

2

Induksi

3

Induksi

19.200 CFU/0,1ml

4

Induksi

1.510 CFU/0,1ml

5

Konsolidasi

20.100 CFU/0,1ml

6

Konsolidasi

7

Konsolidasi

-

8

Konsolidasi

-

9

Reinduksi

-

10

Reinduksi

121.000 CFU/0,1ml

11

Reinduksi

14.950 CFU/0,1ml

12

Rumatan

-

5. 900.000 CFU/0,1ml*

9.903 CFU/ml

12.150 CFU/0,1ml

16.125 CFU/ml

67.975 CFU/ml

-

Sumber: data sekunder Bangsal Anak RS Kanker Dharmais Keterangan*: data ini tidak dimasukkan ke dalam hasil penelitian.

4. PEMBAHASAN Selama

telah dilakukan menunjukkan bahwa derajat

fase

induksi,

pasien

akan

mudah mengalami infeksi rongga mulut yaitu

keparahan oral mukositis terberat terjadi pada fase konsolidasi.

berupa oral mukositis. Oral mukositis yang

3

Berdasarkan

penelitian

yang

telah

muncul pada fase induksi bersifat ringan

dilakukan di RS Kanker Dharmais, gejala klinis

sehingga tanda gejalanya adalah nyeri yang

oral mukositis yang dialami pasien pada fase

ringan pada mukosa rongga mulut. Awal

konsolidasi ditandai dengan lesi kemerahan

munculnya oral mukositis ditandai dengan

dengan ulkus dalam sekitar 0,5 mm, terkadang

13

diselimuti plak putih, berwarna merah, dan

Penelitian yang telah dilakukan di RS Kanker

ukuran >1cm. Oral mukositis ini, berbentuk

Dharmais,

timbul

iregullar dan berlokasi di sudut mulut, mukosa

berwarna merah dengan tepi putih, berbentuk

bukal, mukosa labial, dorsal, ventral, lateral

bulat, berjumlah ≼ 1, dan berlokasi pada

lidah dan berjumlah > 1. Gejala klinis yang

mukosa bukal dan labial. Derajat keparahan

muncul pada fase konsolidasi lebih berat

oral mukositis yang muncul pada fase induksi

dibandingkan pada fase lainnya. Hal ini dapat

adalah grade 1.

ditunjukkan dengan adanya nyeri mengunyah,

adanya kemerahan dan kerusakan epitel.

didapatkan

Setelah

lesi

mengalami

yang

remisi

komplit,

menelan, serta berbicara sehingga pasien

pasien akan memasuki tahap selanjutnya yaitu

akan merasa kesulitan ketika makan, dan

fase konsolidasi. Fase ini dimulai dari minggu

pada akhirnya pasien mengalami penurunan

2

berat badan. Derajat keparahan oral mukositis

biasanya

yang mucul di fase ini adalah grade 1, 3, dan

ke delapan hingga minggu ke duabelas. Kemoterapi

konsolidasi

menggunakan obat dengan regimen yang

4.

berbeda dari fase induksi. Penelitian yang

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

11


Pasien leukemia limfoblastik akut yang

berlokasi di mukosa labial dan mukosa bukal.

mengalami oral mukositis akan mengalami

Biasanya oral mukositis ini berjumlah ≼ 1.

rasa nyeri, gangguan makan, menelan, dan

Derajat keparahan oral mukositis yang mucul

berbicara. Jika hal tersebut dibiarkan terlalu

di fase ini adalah grade 1.

lama

maka

asupan

nutrisi

pasien

akan

3

Berdasarkan hasil

penelitian

di

RS

berkurang. Rasa nyeri yang disebabkan oleh

Kanker Dharmais, didapatkan jumlah rata-rata

oral mukositis akan membuat pasien sulit

C. albicans pada fase induksi adalah sebesar

untuk membersihkan rongga mulutnya. Hal

9.903 CFU/ml , fase konsolidasi 16.125

tersebut

status

CFU/ml dan fase reinduksi 67.975 CFU/ml.

dengan

Data tersebut menunjukkan bahwa, adanya

demikian akan terjadi penimbunan plak pada

jumlah C. albicans yang bervariasi pada setiap

gigi yang nantinya akan menyebabkan karies

pasien

dan penyakit periodontal.

mengalami

dapat

kebersihan

mulut

mengakibatkan yang

buruk,

leukemia oral

limfoblastik mukositis

akut pada

yang proses

Fase ketiga yaitu fase konsolidasi. Fase

kemoterapi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel

ini dimulai dari minggu empat belas hingga

4.6 bahwa jumlah C. albicans ada yang tinggi

minggu ke tujuhbelas. Oral mukositis yang

dan

terjadi pada fase ini ditandai dengan lesi

dikarenakan jumlah C. albicans yang fluktuatif

kemerahan dengan ulkus rata sekitar 0,5 mm,

tiap terjadinya oral mukositis. Jumlah yang

berwarna merah, terkadang diselimuti plak

fluktuatif ini terjadi karena adanya keunikan

putih, dan ukuran <1 cm. Oral mukositis ini,

pada tiap daerah intraoral, efek dari obat-

berbentuk

dan berlokasi di

obatan kemoterapi pada sistem hematopoiteik

mukosa labial, mukosa bukal, dorsal, ventral,

yaitu dengan adanya keadaan neutropenia

dan lateral lidah. Biasanya oral mukositis ini

dan juga adanya kerusakan pada sistem

berjumlah ≼ 1. Berdasarkan hasil penelitian

imunitas tubuh baik lokal maupun sistemik

bahwa, oral mukositis yang muncul pasa fase

serta adanya perubahan komposisi saliva yaitu

reinduksi tidak separah pada fase konsolidasi.

adanya penurunan kapasitas buffer dan tingkat

Berbeda

keasaman.

bulat/iregullar

dengan

penelitian

yang

telah

ada

yang

10

rendah.

Hal

tersebut

9

Hasil tersebut sesuai dengan

dilakukan oleh Popa pada tahun 2008, bahwa

penelitian Napenas dkk. Pada tahun 2008

oral mukositis akan bertambah parah seiring

yang

dengan bertambahnya jumlah siklus terapi.

kesimpulan mengenai perubahan kualitatif dan

Derajat keparahan oral mukositis yang mucul

kuantitatif flora dalam mulut selama perawatan

di fase ini adalah grade 1 dan 2.

8

tidak

kemoterapi.

dapat

memberikan

suatu

11

fase

Jumlah C.albicans yang paling tinggi

kemoterapi dengan tujuan mempertahankan

dalam penelitian ini disebabkan oleh beberapa

remisi yang telah didapat. Pada fase ini,

faktor, pertama terkait dengan efek dari obat

pasien

kemoterapi

Fase

rumatan

menjalani

merupakan

pengobatan

kemoterapi

3

yang

menyebabkan

keadaan

neutropenia

sehingga

rawat jalan. Gejala klinis oral mukositis yang

imunosupresi

terjadi

pasien mudah teinfeksi oleh C. albicans.

pada

fase

rumatan

pasien

akan

dan

9

mengalami nyeri yang ringan dengan lesi

Faktor ke dua yang mempengaruhi tingginya

kemerahan bertepi putih, berbentuk bulat,

jumlah koloni C. albicans adalah kebersihan

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

12


mulut yang buruk, hal ini dikarenakan pasien malas dan takut menggosok gigi serta pasien memiliki

jumlah

sehingga

ketika

trombosit pasien

yang

rendah

menggosok

dikhawatirkan akan terjadi perdarahan.

gigi

12

2.

Hasil dari penelitian di laboratorium diketahui

bahwa

tidak

ditemukannya

C.

albicans pada salah satu pasien, hal tersebut

3.

disebabkan oleh penggunaan nistatin sebagai obat

anti

jamur.

Rumah

Sakit

Kanker

Dharmais sudah menggunakan pemberian nistatin

sebagai

upaya

pencegahan

atau

4.

antisipasi terhadap efek samping kemoterapi, karena segala upaya risiko infeksi terhadap

5.

pasien leukemia akibat imunosupresi adalah besar dan dapat menghambat pengobatan kemoterapi. Faktor lain tidak ditemukannya C. albicans

adalah

karena

kesalah

dalam

pengambilan sampel pada lesi oral mukositis

6. 7.

dan kemungkinan adanya kesalahan dalam laboratorium. 8. 5. KESIMPULAN DAN SARAN Jumlah leukemia

C.

limfoblatik

albicans akut

pasien di

anak

setiap

fase

9.

kemoterapi yaitu fase induksi sebesar 9.903 CFU/ml, fase konsolidasi sebesar 16.125 CFU/ml,fase

reinduksi

sebesar

67.975

CFU/ml, dan fase rumatan tidak ditemukan C.

10. 11.

albicans. Berdasarkan

hasil

penelitian,

dapat

disarankan perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut

mengenai

karakteristik

derajat

12.

keparahan oral mukositis dan jumlah C. albicans pasien leukemia limfoblatik akut pada proses kemoterapi agar mendapatkan data yang lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA 1.

13.

Keperawatan Akut Limfoblastik Leukemia (ALL) Pada AN. F Di Ruang Anak RS Kanker Dharmais, Skripsi, Fakultas Keperawatan Unika De La Salle, Manado, 2013. Mulatsih, S., Astuti, S., Purwantika, Y., Christine, J., Kejadian dan Tatalaksana Mukositis Pada Pasien Keganasan di RSUP Dr. sardjito, Sari Pediatri, 10 (4): 230-235, 2008. Santoso, M., Pengaruh Kemoterapi Fase Induksi dan Konsolidasi Terhadap Mukositis dan Mikroorganisme Rongga Mulut pada Pasien Anak Leukemia Limfoblastik Akut (kajian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta), Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010. Khan, S.A,Wingard, J.R., Infection and Mucosal Injury in Cancer Treatment, J Natl Cancer Inst Monoqr, 29: 31-36, 2001. Gravina, H.G., Moran, E.G., Zambrano, O., Oral Candidiasis in Children and Adolescents with Cancer Identification of Candida spp, Med Oral Patol Oral Cir Bucal, 12 (6): 19-23, 2007. Notoatmodjo, S., Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta:Rineka Cipta, 2010. Ratnaningtyas, I.N., Ekowati, N., Purnomowati., Mampuni, A., Risyano, S., Petunjuk Praktikum Mikologi, Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, 2012. Popa, E., Cancer Therapy Induced Oral Mucositis A Review Epidemiology, Patophysiology and Treatment, Timisoara Medical Journal,58(1): 104-107, 2008. Ballantyne, J, C., Fishman, S.M., Rathmel, J.P, Bonica’s Management of Pain,Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins, 2009 Epstein, J, Burket’s Oral Medicine Edisi ke-11, Ontario: BC-Decker Inc, 2008. Napenas, J.J., Michael, T.B., Farah, K.B., Fhilip, C.F., Peter, B.L, Relationship Between Mucositis and Changes in Oral Microflora During Cancer chemoterpy, Oral Surg Med Oral Pathol Oral Radiol endod, 103: 48-59 2007. Widiaskara, I.M., Permono, B., Ratwita, M., Luaran Pengobatan Fase Induksi Pasien Leukemia Limfoblastik Akut pada Anak di Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya, Sari Pediatri, 12(2): 128-134, 2010. Kostler, T., Oral Mucositis Complicating Chemoterapy and Radiotherapy: Options fof Prevention and Treatment, CA Cancer J Clin, 51: 290, 2001.

Kristianto, I.G.A.D., Ruung, G.N., Thomas, C.D., Rahman, D.W., Asuhan BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

13


Laporan Penelitian

EFEK PEMBERIAN SUSU KAMBING PETERNAKAN ETTAWA TERHADAP DENSITAS TULANG FEMUR PADA TIKUS WISTAR JANTAN (THE EFFECTS OF GIVING MILK OF ETTAWA GOAT HYBRID ON FEMUR BONE IN MALE WISTAR RATS) 1

1

Alfy Nurlaili Tusmantoyo , Suhartini , Izzata Barid

1

1

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember Jalan Kalimantan No. 37, Jember-Jawa Timur Tel./Fax +6285735016883 Email : alfy.nurlaili.t@gmail.com

ABSTRAK Densitas tulang merupakan ukuran yang menunjukkan kepadatan tulang. Apabila nilai densitas mineral tulang normal, maka resiko akan terjadinya fraktur dan osteoporosis akan lebih kecil. Kalsium dibutuhkan untuk proses pembentukan dan perawatan jaringan rangka tubuh serta metabolisme tulang. Sumber kalsium yang utama adalah susu dan hasil olahannya. Susu kambing memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan susu sapi, namun susu kambing belum terlalu diminati masyarakat karena baunya yang kurang disenangi dan merupakan konsumsi yang mahal. Kambing Peranakan Ettawa merupakan salah satu jenis kambing penghasil susu di Indonesia yang memiliki indeks reproduksi yang cukup baik dan banyak dipelihara oleh masyarakat. Sebanyak 10 ekor tikus wistar jantan dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok kontrol diberi makan minum standar sedangkan kelompok perlakuan diberi tambahan diet berupa susu kambing Peranakan Ettawa dengan dosis 3,6 ml/200 gram BB tikus. Setelah 40 hari, tikus kemudian didekaputasi dan diambil tulang femur kanan. Tulang femur kemudian difoto rontgen dan diukur densitasnya menggunakan densitometer. Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna pada densitas tulang femur antara kedua kelompok tersebut dengan tingkat kemaknaan 0.00 (p<0.05). Dapat disimpulkan bahwa susu kambing Peranakan Ettawa dapat meningkatkan densitas tulang femur tikus wistar jantan. Kata Kunci : Densitas, Densitometer, Femur, Kalsium, Susu Kambing Peranakan Ettawa

ABSTRACT Bone density is a measurement showing bone compactness. If the value of bone density is normal, the risk of fractures and osteoporosis will be smaller. Calcium is needed for the formation and maintenance of skeletal tissues and bone metabolism. The main sources of calcium are milk and its processed products. Goat milk has several advantages compared to cow milk, but goat milk has not been widely preferred by the society because of its unpleasant smell and is an expensive consumption. Ettawa Goat Hybrid is one kind of milk-producing goats in Indonesia which have a quite good reproduction index and many maintained by society. A total of 10 male wistar rats were divided into 2 groups. The control group was given standard food and drink while the treatment group was given additional diet in the form of milk of Ettawa Goat Hybrid with a dose of 3.6 ml/200 gram rat weight. After 40 days, the rats then were decapitated, and the right femur bones were taken. The femur bones were then photographed and measured for their density using densitometer. The research results showed that there were significant differences in the bone density of the femur between the two groups with the significance level of 0.00 ( p<0.05 ). It can be concluded that milk of Ettawa Goat Hybrid can increase the femur bone density of male wistar rats. Keywords : Calcium, Densitometer, Density, Ettawa Goat Hybrid's milk, Femur.

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

14


1. PENDAHULUAN

lingkungan di Indonesia dan memiliki indeks

Salah satu unsur mineral yang sangat

5

reproduksi yang cukup baik.

dibutuhkan oleh manusia adalah kalsium. Kalsium

dibutuhkan

untuk

proses

Dewasa belum

terlalu

ini

masyarakat

mengenal

susu

kambing.

susu

kambing

pembentukan dan perawatan jaringan rangka

Beberapa

tubuh serta kegiatan-kegiatan penting lain

dibandingkan dengan susu sapi adalah belum

dalam

Organization

diminati masyarakat karena baunya yang

merekomendasikan jumlah asupan kalsium

kurang disenangi dan merupakan konsumsi

yang dianjurkan untuk orang dewasa sekitar

yang mahal harganya dibanding susu sapi,

700-800 mg per hari. Asupan kalsium yang

serta konsumennya sangat terbatas karena

lebih

umumnya masyarakat mengkonsumsi susu

tubuh.

tinggi

World

Health

diperlukan

pada

anak-anak,

remaja, dan ibu hamil, dianjurkan 1200 mg per

kekurangan

Indonesia

kambing hanya sebatas untuk obat.

1

hari .

6

Ukuran yang menunjukkan kepadatan Susu dan hasil olahannya merupakan

tulang adalah densitas.

Densitas

mineral

sumber kalsium utama yang paling baik dan

tulang adalah marker yang berguna untuk

merupakan penyumbang kalsium terbesar dari

mewakili resiko fraktur tulang.

konsumsi

yang

faktor penting yang dapat berpengaruh pada

dikonsumsi secara rutin dapat memenuhi

rendahnya densitas tulang adalah asupan

kalsium

harian.

Susu

angka kecukupan kalsium harian. Susu kelebihan

kambing

dibanding

2

Salah satu

kalsium. Apabila nilai densitas mineral tulang

memiliki

beberapa

normal, maka resiko akan terjadinya fraktur 8

sapi

untuk

Salah

satu

Dalam bidang kedokteran gigi, faktor

keunggulan susu kambing dari susu sapi

tumbuh kembang tulang memegang peranan

adalah tingginya proporsi butir-butir lemak

penting

dalam

bidang

ukuran kecil (rantai pendek dan sedang),

kualitas

tulang

yang

sehingga

menentukan keberhasilan pergerakan gigi.

pemenuhan

mudah

gizi

susu dicerna,

susu

7

manusia.

kambing dan

lebih

tidak

homogen,

menimbulkan

gangguan pencernaan bagi mereka yang alergi bila mengkonsumsi susu sapi. Kambing

Peranakan

3

dan osteoporosis akan lebih kecil.

Terdapat

(PE)

baik

hubungan

akan

antara

karena sangat

kematangan

tulang, kematangan gigi dan pertumbuhan fasial.

Ettawa

ortodonsi

Kelambatan

dalam

perkembangan

tulang akan menyebabkan kelambatan pola 9

merupakan kambing penghasil daging dan

pertumbuhan fasial.

susu yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi

rendah pada tulang femur atau paha akan

dan

penting

artinya

bagi

masyarakat

4

.

Kambing Peranakan Ettawa adalah salah satu

Densitas tulang yang

diikuti dengan densitas tulang yang rendah 10

juga pada tulang rahang.

ras kambing Indonesia yang merupakan hasil

Berdasarkan uraian tersebut, penulis

persilangan antara kambing lokal Indonesia

ingin melakukan penelitian mengenai efek

yaitu kambing Kacang dengan kambing Ettawa

pemberian susu kambing Peranakan Ettawa

yang berasal dari India. Keunggulan kambing

terhadap densitas tulang femur pada tikus

Peranakan Ettawa sudah banyak dilaporkan,

Wistar

diantaranya

Ettawa ini diharapkan dapat menjadi sumber

beradaptasi

baik

dengan

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

jantan.

Susu

kambing

Peranakan

15


kalsium agar resiko fraktur dan osteoporosis

tikus secara peroral dengan sondase lambung

dapat diturunkan, selain itu diharapkan susu

selama 40 hari.

kambing Peranakan Ettawa dapat menjadi

Setelah seluruh perlakuan selesai,

salah satu alternatif bagi orang yang alergi

tikus pada seluruh kelompok didekaputasi

terhadap protein susu sapi.

dengan menggunakan eter yang diteteskan pada

2. METODE PENELITIAN

kapas

kedalam

Jenis penelian yang digunakan adalah

yang

toples

kemudian

kedap

udara.

dilakukan

rancangan penelitian yang digunakan adalah

sampel tulang femur kanan tikus.

the post test only control group design. dilaksanakan

di

laboratorium

Setelah

dipastikan tikus benar-benar sudah mati, maka

penelitian eksperimental laboratoris dengan

Penelitian

dimasukan

pembedahan

dan

pengambilan

Penentuan kepadatan tulang dapat dilihat dari radiografi tulang. Tulang femur

Biomedik Fisiologi Fakultas Kedokteran Gigi

diletakan

berjejer

pada

imaging

Universitas Jember dan Balai Pengamanan

kemudian

tulang

femur

difoto

Fasilitas Kesehatan (BPFK) di Surabaya.

Pengolahan

Sampel terdiri dari 10 ekor tikus wistar

hasil

foto

rontgen

plate, thorax.

dilakukan

dengan cara digital (Computed Radiography).

jantan yang kemudian diadaptasikan dengan

Selanjutnya

dilakukan

lingkungan kandang selama 7 hari dan diberi

pengukuran densitas dari foto rontgen thorax

makanan standar tikus dan minum setiap hari

dengan densitometer. Pengukuran dilakukan

secara ad libitum. Hewan coba dibagi menjadi

pada bagian lempeng epifisis dengan cara

2 kelompok yakni kelompok kontrol yang tidak

mengapit foto rontgen tulang femur pada

diberi susu kambing Peranakan Ettawa dan

densitometer digital. Pengukuran dilaksanakan

kelompok perlakuan diberi susu kambing

tiga kali kemudian dirata-rata. Nilai densitas

Peranakan Ettawa dengan jumlah masing-

didapat dari optical density seperti yang tertera

masing 5 ekor tikus tiap kelompok.

pada densitometer. Semakin kecil nilai optical

Susu kambing Peranakan Ettawa yang

density berarti sinar-X yang diserap tulang

dipakai dalam penelitian diambil di Dinas

semakin kecil sehingga nilai densitas besar.

Peternakan Garahan, Jember yang dilakukan

Sebaliknya, semakin besar nilai optical density

pasteurisasi terlebih dahulu. Susu kambing

berarti sinar-X yang diserap tulang semakin

dibekukan dalam freezer untuk mencegah

besar sehingga nilai densitas kecil.

berkembangnya kuman yang terdapat didalam air susu dan membuat susu bisa lebih tahan

3. HASIL PENELITIAN

lama. Saat akan diberikan pada tikus untuk

Berdasarkan dilakukan

hasil

yang

penelitian,

diperoleh

perlakuan, susu kambing yang beku tersebut

setelah

menunjukan

dicairkan dengan cara dipanaskan. Pemberian

bahwa nilai rata-rata optical density tulang

susu ke hewan coba tidak boleh lebih dari 2

femur tikus wistar jantan pada kelompok

jam setelah pencairan susu, karena susu akan

kontrol (K) dan kelompok perlakuan (P) adalah

rusak apabila disimpan pada suhu kamar lebih

seperti yang ditunjukan pada tabel 1 berikut:

dari 2 jam. Susu kambing Peranakan Ettawa diberikan dengan dosis 3,6 ml/200 gram BB

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

16


Tabel 1. Hasil Nilai Rata-rata Optical Density Tulang Femur Tikus Wistar Jantan pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan. No

dengan menganalisi data hasil penelitian menggunakan diperoleh

Independent

0,000

T-test

(p<0,05).

Hal

dan

tersebut

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

Perlakuan

Kontrol

1

0,973

1,31

signifikan

2

0,963

1,27

bermakna terhadap densitas tulang femur

3

0,72

1,19

antara kelompok kontrol dengan kelompok

4

0,943

1,33

perlakuan.

5

0,915

1,44

Rerata Âą

0,902 Âą

1,308 Âą

SD

0,104

0,091

Peningkatan

memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata optical density antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Densitas tulang dapat ditunjukkan oleh nilai optical density tulang. Nilai optical density tulang femur yang rendah menunjukan nilai densitas tulang femur yang besar. Sebaliknya apabila nilai optical density tulang femur tinggi maka bahwa

nilai

densitas

tulang

kelompok

Kelompok yang menunjukan densitas tulang lebih tinggi adalah kelompok perlakuan yang mendapat tambahan susu kambing

Sedangkan

kelompok

mendapatkan

yaitu

sebesar

kontrol

tambahan

0,902.

yang

susu

tidak

kambing

Peranakan Ettawa menunjukan nilai densitas tulang yang lebih rendah yaitu sebesar 1,308. Data

yang

diperoleh

yang

kemudian

dilakukan uji normalitas Kolmogorov Smirnov

densitas

tulang

yang mendapat tambahan diet

berupa susu kambing Peranakan Ettawa. Susu kambing mengandung banyak zat gizi seperti kalsium, fosfor, vitamin D, protein, dan zat gizi lain yang baik untuk kesehatan tulang. Asupan nutrisi

merupakan

mempengaruhi

faktor

densitas

yang atau

sangat

kepadatan

tulang, selain faktor lainnya seperti aktivitas fisik, hormon, jenis kelamin, dan usia. Kalsium

Ettawa

perbedaan

ditunjukkan pada kelompok perlakuan yaitu

rendah.

Peranakan

terdapat

4. PEMBAHASAN

Hasil yang ditunjukkan pada tabel 1

menunjukan

atau

penting

yang

metabolisme kompleks.

merupakan sangat

tulang

Tulang

zat

berperan

melalui

secara

mineral dalam

mekanisme

terus

menerus

mengalami peremajaan (remodeling), yaitu keseimbangan dinamik antara penyerapan atau resorbsi tulang oleh osteoklas dan pembentukan tulang oleh osteoblas. Proses remodeling

ini

tidak

terbatas

pada

fase

pertumbuhan saja, akan tetapi berlangsung seumur hidup. Pembentukan tulang terutama 11

dan didapat nilai signifikansi sebesar 0,749 ( p > 0,05 ) sehingga dapat disimpulkan bahwa data

terdistribusi

normal.

Selanjutnya

dilakukan uji homogenitas Levene dan didapat nilai signifikansi 0,800 (p > 0,05) sehingga menunjukan data homogen. Data yang telah diketahui terdistribusi normal dan mempunyai variasi yang homogen, kemudian dilanjutkan

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

terjadi pada masa pertumbuhan.

Mekanisme kalsifikasi tulang pada remodeling tulang adalah terjadinya sekresi molekul kolagen dan substansi dasar oleh osteoblas pada tahap awal. Monomer kolagen berpolimerisasi sehingga membentuk osteosit. Dalam waktu beberapa hari setelah osteosit terbentuk, garam kalsium mulai mengalami

17


presipitasi (pengendapan) pada permukaan

Apabila kadar ion kalsium dalam cairan

serat kolagen. Presipitasi mula-mula terjadi di

ekstrasel

sepanjang serat kolagen yang dengan cepat

merangsang pengambilan kalsium dari tulang

bermultiplikasi

untuk

dan

tumbuh

untuk

kalsium

dengan

hormon

kimia

Ca10(PO4)6(HO)2.

hormon

mempertahankan

menghasilkan produk akhir yaitu hidroksiapatit rumus

rendah,

dalam

akan

konsentrasi

plasma.

kalsitonin

PTH

Sebaliknya

efeknya

ion pada

cenderung

Konsentrasi ion kalsium dan fosfat dalam

berlawanan dengan hormon PTH. Hormon

cairan ekstrasel harus lebih besar daripada

kalsitonin dapat menurunkan kadar ion kalsium

jumlah yang diperlukan agar dapat terjadi

yang berlebih sehingga kadar ion kalsium

12

presipitasi (pengendapan) di tulang. kambing

Peranakan

Ettawa

yang

Susu

diduga

12

menjadi normal kembali.

Pemberian susu

dengan kadar kalsium tinggi seperti susu

mengandung

kalsium

cukup

tinggi

kambing

Peranakan

memungkinkan

terjadinya

prepitasi

pada

dapat mempertahankan keseimbangan kadar 13

kalsium

tulang menjadi tinggi. Hal ini sejalan dengan

berperan

hasil penelitian Hermastuti dan Isnawati (2012)

keseimbangan kalsium secara positif sehingga

yang menyebutkan bahwa pada subyek yang

cadangan kalsium tulang tidak diambil untuk

memiliki asupan kalsium lebih dari AKG

menjaga

(Angka Kecukupan Gizi) semuanya 100%

Pengambilan kalsium dari tulang dalam waktu

memiliki kepadatan tulang yang baik. Terdapat

mekanisme

lama

homeostasis

darah.

dimungkinkan

proses remodeling tulang sehingga densitas

13

serum

Ettawa

penting

Asupan

untuk

mempertahankan

keseimbangan

akan

kalsium

kalsium

menyebabkan

darah.

pengeroposan

14

tulang.

pertukaran ion kalsium antara tulang dengan

Susu

kambing

juga

mengandung

cairan ekstrasel disamping proses remodeling

vitamin D yang dapat membantu proses

tulang. Beberapa kalsium tidak ditimbun dalam

metabolisme kalsium. Vitamin D mempunyai

bentuk hidroksiapatit pada tulang, melainkan

efek yang kuat dalam mengabsorbsi kalsium

dalam bentuk senyawa amorf yaitu suatu

dari saluran pencernaan.

campuran garam seperti CaHPO4, 2H2O,

yang lebih tinggi pada kelompok perlakuan

Ca9(PO4)2. Tulang yang mengandung garam

yang diberi susu kambing Peranakan Ettawa

kalsium amorf tersebut, terutama CaHPO4

juga dimungkinkan karena kandungan protein

yang terikat longgar di dalam tulang selalu

yang dapat meningkatkan densitas mineral

berada dalam keseimbangan timbal balik

tulang. Individu dengan asupan protein rendah

dengan ion kalsium dan fosfat dalam cairan

memiliki

12

ekstrasel. kalsium

Keseimbangan

diatur

oleh

tiga

metabolisme faktor,

hormon

dihasilkan oleh kelenjar tiroid.

keseimbangan

juga

rendah

dan

15

lebih besar.

Kandungan gizi pada susu kambing Peranakan Ettawa seperti kalsium, vitamin D,

Terdapat pengaturan hormonal dalam menjaga

yang

Densitas tulang

mengalami kehilangan densitas tulang yang

paratiroid, vitamin D, dan kalsitonin yang 11

DMT

12

konsentrasi

ion

dan protein serta zat-zat lainnya seperti yang telah

diuraikan

diatas

yang

dapat

kalsium dalam tubuh, yaitu oleh hormon

mengakibatkan peningkatan densitas tulang

paratiroid

femur pada penelitian ini. Hal ini terbukti pada

(PTH)

dan

hormon

kalsitonin.

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

18


kelompok tikus perlakuan yang diberi susu kambing Peranakan Ettawa memiliki nilai densitas tulang yang lebih baik dibandingkan dengan dengan tikus kontrol.

5. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah terdapat efek pemberian susu

kambing

Peranakan

Ettawa

berupa

peningkatan densitas tulang femur pada tikus wistar jantan.

6. SARAN Saran pada penelitian ini adalah perlu dilakukan

penelitian

lebih

lanjut

mengenai

komposisi kandungan gizi yang lebih spesifik pada susu kambing Peranakan Ettawa dan dibandingkan

dengan

kandungan

gizi

susu

kambing jenis lain seperti susu kambing Saneen dan perlu dilakukan penelitian lanjutan yang lebih spesifik tentang kualitas tulang lain seperti menggunakan

SEM

(Scanning

Electron

Microscope). Serta perlu dilakukan upaya yang dapat membuat masyarakat menjadi lebih tertarik mengkonsumsi susu kambing Peranakan Ettawa sehingga dapat meningkatkan densitas tulang, seperti membuat bentuk produk lain selain susu segar misalnya yogurt, keju atau es krim yang berbahan

dasar

susu

kambing

Peranakan

Ettawa.

DAFTAR PUSTAKA 1. Trilaksani W, Salamah E, Nabil M. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Tuna (Thunnus sp.) sebagai Sumber Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 2006; 9(2). 2. Hardinsyah, Damayanthi E, Zulianti W. Hubungan Konsumsi Susu dan Kalsium dengan Densitas Tulang dan Tinggi Badan Remaja. Jurnal Gizi dan Pangan 2008; 3(1).

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

3. Sutama I-Ketut. Pemanfaatan Sumberdaya Ternak Lokal sebagai Ternak Perah Mendukung Peningkatan Produksi Susu Nasional. Wartazoa 2008; 18 (4). 4. Mahardhika O, Sudjatmogo, Prayogi TH. Tampilan Total Bakteri dan pH pada Susu Kambing Perah Akibat Dipping Desinfektan yang Berbeda. Animal Agriculture Journal 2012; 1 (1). 5. Budiarsana IGM. Analisis Ekonomi Usaha Ternak Kambing PE sebagai Ternak Penghasil Susu dan Daging. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 2009 6. Atmiyati. Potensi Susu Kambing sebagai Obat dan Sumber Protein Hewani untuk Meningkatkan Gizi Petani. Temu Teknis Fungsional Non Peneliti. 2001 7. Tahir AM. Gambaran Densitas Mineral Tulang Vertebra Lumbal Akseptor KB suntik DMPA. Maj Obsterit Ginekologi Indonesia. 2009; 33 (2). 8. Suryono, Setiawan B, Martianto D, Sukandar D. Pengaruh Pemberian Susu terhadap Kadar Kalsium Darah dan Kepadatan Tulang Remaja Pria. Media Gizi & Keluarga 2007; 31(1). 9. Pudyani Pinandi Sri. Reversibilitas Kalsifikasi Tulang Akibat Kekurangan Protein Pre dan Post Natal. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.) 2005; 38 (3). 10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 142/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Pengendalian Osteoporosis. 11. Kawiyana I Ketut Siki. Osteoporosis Patogenesis Diagnosis dan Penanganan Terkini. J Peny Dalam. 2009; 10 (2). 12. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan oleh Irawati et al. Jakarta: EGC. 2007. 13. Hermastuti A & Isnawati M. Hubungan Indeks Massa Tubuh, Massa Lemak Tubuh, Asupan Kalsium, Aktivitas Fisik dan Kepadatan Tulang pada Wanita Dewasa Muda. Journal of Nutrition Collage 2012; 1 (1). 14. Masri Erina. Pengaruh Pemberian Kalsium, Vitamin D dan Zat Besi terhadap Kadar Kalsium Serum Tikus Putih (Rattus novergicus) Galur Wistar. Scientia Jurnal Farmasi dan Kesehatan 2011; 1 (1). 15. Setyawati B, Prihatini S, Rochmah W, Pangastuti R. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Densitas Mineral Tulang pada Perempuan Dewasa Muda. Penelitian Gizi dan Makanan. 2011; 34 (2).

19


GAS-API (Garlic as Apoptosis Inducer) : Studi In Laporan Vivo Kemampuan Ekstrak Etanolik Bawang Putih Penelitian (Allium sativum) dalam Menginduksi Sel Apoptosis Pada Tumor Praganas (Displasia) Lidah 1

1

1

Eriska Firma Nawangsih , Ulfah Hermin Safitri , Diyah apliani , Fitria 1 1 Nur’aini , Naida Dwi Noviyanti 1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada Jl. Sosio Humaniora No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta Tel/Fax. +6285647906737

Email : eriskafirmanawangsih72@gmail.com

ABSTRAK Kanker lidah merupakan suatu keganasan pada rongga mulut. Kanker lidah dapat diawali oleh adanya perubahan jaringan (permukaan epitel) yang menunjukkan perubahan morfologi diduga akibat ekspresi genetik awal yang tidak benar yang disebut displasia epitel. Bawang putih (Allium sativum) memiliki kandungan utama yaitu Allicin sebagai agen yang dapat menginduksi terjadinya apoptosis pada sel y kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanolik bawang putih (EEBP) terhadap peningkatan apoptosis yang terjadi pada sel kanker lidah dan mengetahui profil apoptosis yang dihasilkan oleh sel kanker lidah setelah diberi EEBP. Tikus Sprague dawley betina sebanyak 15 ekor, usia 2-3 bulan, berat 80-160 gram dikelompokkan menjadi tiga kelompok (masingmasing kelompok 5 ekor) yaitu (1) kelompok DMBA+EEBP bawang putih dosis 50 mg/ml; (2) kelompok DMBA+EEBP dosis 50 mg/ml; (3) kelompok kontrol DMBA. Induksi kanker lidah dilakukan dengan menyuntikkan larutan 2% DMBA dalam aseton secara intrasubmukosa pada lateral lidah hewan uji, lalu dipelihara selama 5 minggu. Perlakuan ekstrak diberikan secara per oral kepada hewan uji pada awal minggu keenam setiap hari selama 1 minggu. Kemudian semua tikus dikorbankan. Selanjutnya dilakukan pengamatan histopatologi jaringan lidah tikus dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) serta pemeriksaan apoptosis pada jaringan lidah dengan metode TdTmediated X-dUTP Nick End Labeling (TUNEL). Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks apoptosis kelompok EEBP 50 mg/ml adalah 9,04%, kelompok EEBP 500 mg/ml adalah 13,35%, dan kelompok kontrol sebesar 3,94%. Hasil uji One Way ANOVA menunjukkan nilai (p<0,05) yang mengindikasikan bahwa EEBP mampu menginduksi apoptosis sel kanker lidah tikus yang dipapar DMBA. Kesimpulan penelitian ini adalah EEBP dapat meningkatkan apoptosis kanker lidah tikus yang dipapar DMB Kata Kunci: 7,12-dimetilbenz[a]antrasen (DMBA), Allium sativum, apoptosis, kanker lidah ABSTRACT Tongue cancer is one of the malignancy in oral cavity. Tongue cancer can be preceded by changes in epithelium surface due to improper genetic expression at the beginning, which showed morphological changes called epithelial dysplasia, Garlic (Allium sativum) contains Allicin which can induce apoptotic cell. The aim of the study was to understand the effect of the etanolic garlic extract (EGE) on the tongue cancer cell by increasing apoptotic cells. Fifteen female Sprague dawley rats, 2-3 months old, 80-160g body weight divided into three groups (n=5) which are treatment with 50 mg/ml EGE, treatment with 500 mg/ml EGE and control group. Tongue cancer was induced by injecting 2% DMBA on the lateral tongue rats, then observed for 5 weeks. The extract was given for the treatment groups every day for a week. After that the rats were killed. Tongue tissue were stained by using Hematoxylin eosin (HE) after that were stained by using TdT-mediated X-dUTP Nick End Labeling (TUNEL).The result showed that apoptotic index for the treatment group with 50 mg/ml EGE was 9,04%, treatment with 500 mg/ml EGE was 13,35% and control group was 3,94%. The result of One Way ANOVA test showed significantly different result (p<0,05), indicating that EGE can induced apoptotic cell of the tongue cancer rats after DMBA exposure. The conclusion of this study was EGE can increasing apoptotic index of the tongue cancer rats after DMBA exposure BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

20


Key words: 7,12-dimetilbenz[a]antrasen (DMBA), Allium sativu, apoptotic cell, tongue cancer 1. PENDAHULUAN Kanker

Allicin mempunyai banyak target dalam

lidah

merupakan keganasan

6

menghambat pertumbuhan sel kanker. Allicin

pada rongga mulut yang menjadi perhatian

mampu

dunia,

banyak

glioblastoma U87MG manusia melewati jalur

suatu

Bcl-2/Bax. Secara umum, aktivitas antikanker

karsinoma sel skuamosa, yaitu kanker yang

umbi bawang putih terjadi melalui dua jalur

berasal dari jaringan epitel lidah dan banyak

dasar, yaitu: (i) apoptosis yang menyebabkan

karena

ditemukan.

kasusnya

Kanker

ini

yang

merupakan

1

menginduksi

apoptosis

pada

7

menyebar pada lidah dan dasar mulut. Kanker

kematian sel; dan (ii) anti-proliferasi yang

lidah dapat diawali oleh adanya perubahan

menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel

jaringan (permukaan epitel) yang menunjukkan

kanker.

8

perubahan morfologi diduga akibat ekspresi

Untuk mengoptimalkan potensi bawang

genetik awal yang tidak benar yang disebut

putih sebagai agen antikanker terutama kanker

displasia

epitel

lidah, maka perlu dilakukan penelitian untuk

ditemukan, diperkirakan 25% akan berubah

mengetahui pengaruh ekstrak etanolik bawang

menjadi kanker walaupun rangsangan telah

putih (EEBP) terhadap peningkatan apoptosis

epitel.

2

Jika

displasia

lidah

sel kanker lidah tikus Sprague Dawley yang

mengenai sisi lateral dari bagian sepertiga

diinduksi 2% DMBA. Sehingga ke depan umbi

tengah dan dapat meluas ke dasar mulut serta

bawang putih dapat dikembangkan sebagai

pangkal lidah. Kanker lidah lebih sering

salah satu alternatif agen antikanker lidah.

dihilangkan.

Umumnya

kanker

bermetastasis dibandingkan karsinoma mulut 3

lainnya. Etiologi kanker lidah secara umum

2. METODE PENELITIAN

bersifat

multifaktorial

dan

erat

kaitannya

2.1 Desain Penelitian

dengan

gaya

dan

diet,

misalnya

Penelitian

hidup

ini

merupakan

pemakaian tembakau dan konsumsi alkohol.

eksperimental

Jika seseorang mengkonsumsi tembakau dan

mengamati aktivitas apoptosis pada lidah tikus

alkohol

hewan uji yang telah diberikan EEBP dengan

secara

bersamaan,

maka

resiko

terjadinya kanker mulut dan lidah menjadi lebih

laboratorium,

penelitian

yaitu

dengan

konsentrasi 50 mg/ml dan 500 mg/ml.

3,1

besar.

Senyawa DMBA adalah zat kimia yang termasuk

dalam

polycyclic

2.2 Waktu dan tempat penelitian

aromatic

Penelitian

ini

dilaksanakan

di

hidrocarbon (PAH) yang bersifat mutagenik,

Laboratoium

teratogenik,

Fakultas Biologi UGM, Laboratorium Farmasi

karsinogenik,

sitotoksik,

dan

Taksonomi

Fakultas

uji akan menginisiasi pertumbuhan sel kanker

Pengujian dan Penelitian Terpadu (LPPT) Unit

dan menyebabkan mutasi DNA. karsinogenik

DMBA

terjadi

Aktivitas karena

kemampuannya berikatan dengan DNA dan

IV

UGM,

Fakultas

UGM,

Bawah

immunosupresif. Induksi DMBA kepada hewan 4

Farmasi

Tanaman

Laboratorium Kedokteran

Laboratorium

Patologi

UGM,

Anatomi

Laboratorium

Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM selama

5

menyebabkan mutasi somatik.

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

21


empat bulan pada bulan Januari sampai April

ekstrak, formaldehid (Sigma) sebagai larutan

2015.

fiksasi organ, dan TUNEL sebagai pewarnaan untuk mengamati apoptosis.

2.3 Bahan uji Bahan penelitian

uji

yang

ini

digunakan

dalam

adalah umbi bawang putih

2.6 Prosedur Penelitian 2.6.1 Uji In Vivo

(Allium sativum) yang di ambil dari daerah

Tikus

dibagi

dalam

tiga

kelompok

Wonosobo, Jawa Tengah pada bulan Februari

masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor

2015

di

tikus, yaitu (1) kelompok DMBA+EEBP 50

laboratorium Taksonomi Tumbuhan Bawah,

mg/ml; (2) kelompok DMBA+EEBP 500 mg/ml;

Fakultas Biologi UGM. Pembuatan EEBP

(3) kelompok kontrol DMBA. Induksi kanker

dilakukan

di

lidah dilakukan dengan sekali penyuntikan 2%

Farmasi

DMBA secara intrasubmukosa dosis 0,1 ml

UGM. Umbi bawang putih yang telah dibuat

per 100 gram BB tikus pada bagian lateral

serbuk lalu direndam dalam etanol konsentrasi

lidah hewan uji, lalu dipelihara selama 5

96%, kemudian ekstrak dipekatkan dengan

minggu. Pemberian EEBP 50 dan 500 mg/ml

rotary

dan

dilakukan

dengan

Laboratorium

determinasi

teknik

Farmasi,

evaporator.

maserasi

Fakultas

Ekstrak

kemudian

diberikan dengan cara sondasi per oral pada

akuades

sehingga

hewan uji setiap hari selama satu minggu pada

diperoleh konsentrasi EEBP 50 mg/ml dan 500

awal minggu keenam. Pada akhir perlakuan,

mg/ml.

semua tikus dikorbankan dan diambil jaringan

diencerkan

dengan

2.4 Hewan Uji Hewan penelitian Sprague

uji

yang

ini adalah

digunakan tikus

betina

lidahnya.

Semua

diproses

dengan

jaringan

sampel

metode

paraffin

lidah tissue,

dalam

embedding dan dibuat slide preparat dengan

galur

ketebalan 5-10 ď ­m. Slide preparat kemudian

Dawley yang berjumlah 15 ekor

dilakukan

pewarnaan

dengan umur 2-3 bulan, dan berat 80-160

Hematoksilin-Eosin

gram, yang diperoleh dari LPPT Unit IV UGM.

aktivitas

apoptosisnya

Hewan uji ditempatkan dalam kandang dengan

TUNEL.

Pada

0

dengan

(HE)

serta

dengan

penelitian

ini,

pewarnaan dianalisis pewarnaan perlakuan

suhu sekitar 28-32 C, kelembaban nisbi 98%,

terhadap

dan diberi minum ad libitum serta makan

mengamati

berupa pellet. Tikus akan diadaptasi selama 3

konsentrasi 50 dan 500 mg/ml terhadap

hari.

peningkatan apoptosis sel kanker lidah setelah

hewan

uji

pengaruh

dilakukan

untuk

pemberian

EEBP

dipapar 2% DMBA pada lidah. 2.5 Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian

ini

adalah

2.6.2

Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE)

7,12

Tahapan pewarnaan HE yang pertama

dimetilbenz[a]antrasen atau DMBA (Sigma)

dilakukan adalah deparafinasi, yaitu preparat

sebagai bahan induksi kanker, aseton sebagai

dimasukkan ke dalam xilol bertingkat masing-

pelarut DMBA, etanol sebagai pelarut serbuk

masing

umbi bawang putih, akuades sebagai pelarut

adalah

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

lima

menit.

rehidrasi

Tahapan preparat

selanjutnya dengan

22


o

mencelupkannya sebanyak tiga kali ke dalam

selama 1 malam di inkubator pada suhu 45 C.

alkohol bertingkat yang dimulai dari alkohol

Setelah

absolut, 95%, 90%, 80%, 70% masing-masing

jaringan

lima menit. Selanjutnya preparat direndam

kemudian ditambah dengan 50µl TUNEL label

dalam akuades selama lima menit. Tahapan

mix (enzyme

selanjutnya adalah pewarnaan, yaitu preparat

solution) dan TdT. Preparat ditutup dengan

dimasukkan ke dalam pewarna hematoksilin

siliconized cover slip. Preparat kemudian

selama ± 10 menit untuk mendapat hasil

diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 menit

warna terbaik. Preparat dicuci dengan air

di dalam moist chamber. Hal

mengalir selama 30 menit, dibilas dengan

dilakukan karena merupakan reaksi enzimatis.

akuades lalu dimasukkan ke dalam pewarna

Preparat dicuci dengan Phosphate Buffered

eosin selama lima menit. Preparat direndam

Saline (PBS) sebanyak 3 kali dan diinkubasi

kembali dalam akuades untuk menghilangkan

dengan RNase solution pada suhu 37 C

kelebihan eosin. Tahapan berikutnya adalah

selama 30 menit, lalu preparat dicuci lagi

dehidrasi, yaitu preparat dicelupkan sebanyak

dengan

tiga kali ke dalam alkohol bertingkat dari 80%,

selanjutnya

90%, 95% sampai alkohol absolut selama dua

propidium iodide pada suhu ruang selama 10

menit. Selanjutnya, dilakukan clearing dengan

menit. Preparat dicuci dengan PBS sebanyak

memasukkan preparat dalam xylol sebanyak

3 kali dan ditutup dengan cover slide diameter

dua kali dan dikeringkan dengan angin.

18 mm. Pengamatan apoptosis dilakukan

Selanjutnya adalah proses mounting dengan

dengan menggunakan mikroskop fluorosen

entellan.

dengan perbesaran 400x. Sel apoptosis yang

itu

dilakukan

lidah

rehidrasi

preparat

dengan akuades steril,

solution dengan µl labeling

o

ini

dapat

o

PBS

sebanyak 3 kali. Preparat

diinkubasi

dengan

larutan

dihitung adalah sel yang berwarna hijau dan 2.6.3

Pengamatan apoptosis sel dengan

pewarnaan TUNEL

pandang. Perhitungan yang

Deparafinasi potongan

sel tunggal pada 1000 sel dalam 1 lapang

dilakukan

preparat

jaringan

sebelum lidah

dilakukan pada

10 lapang pandang yang berbeda. Sel yang

yang

mengalami

apotosis

terblok parafin dicat menggunakan TUNEL

fluorosensi

warna

Assay, bertujuan untuk menghilangkan parafin.

dilakukan

Potongan preparat jaringan lidah dimasukkan

(Zeiss®) di LPPT UGM. Kemudian dihitung

ke dalam

indeks apoptosisnya.

larutan xylol selama 3 menit.

di

akan hijau.

bawah

mengalami Pemeriksaan

mikroskop

fluorosen

Setelah itu dimasukkan ke dalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat 95%, 90%, 80%,

70%

direndam

(masing-masing selama

preparat dicuci sampai

sisa

menggunakan kemudian

konsentrasi

Hasil perhitungan indeks apoptosis antar

5 menit). Kemudian

kelompok dianalisis menggunakan ANOVA

menggunakan air mengalir alkohol PBS

dicuci

2.7 Analisis data

hilang, selama

(SPSS

versi

16).

Metode

statistik

yang

lalu

dicuci

digunakan adalah statistik parametrik dengan

15

menit,

uji Shapiro-Wilk untuk uji normalitas (bila nilai

menggunakan

akuades

selama 2 menit. Preparat lalu diinkubasi

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

signifikansi

lebih

dari

0,05

maka

data

terdistribusi normal), lalu dilanjutkan dengan

23


uji

homogenitas

homogeinity

varian

of

varians

menggunakanan test

(bila

nilai

signifikansi lebih dari 0,05 maka varian dari dua data atau

lebih populasi data adalah

sama), setelah itu dilakukan uji one wayANOVA dan uji lanjut post-hoc test Tukey HSD dengan taraf kepercayaan 95%.

3. HASIL Gambar

3.1 Induksi DMBA Pada penelitian ini penyuntikan dengan dosis 0,1 ml/kg BB 2 % DMBA pada lateral

2.

Pengecatan

Gambaran HE

HPA

Menggunakan

dengan Mikroskop

Cahaya Perbesaran 400x

lidah tikus Spague dawley setelah 5 minggu secara klinis timbul ulkus yang berwarna kemerahan disertai indurasi (Gambar 1). Pada pemeriksaan

secara

mikroskopis

terlihat

adanya displasia pada epitelium lidah yang mengarah ke kondisi keganasan, yaitu inti sel

A

hiperkromatik (berwarna gelap) dan berukuran besar, disertai mitosis yang abnormal (Gambar 2.)

)AI( sisotpopA skednI 53.31

51 40.9

01 )%( AI esatnesreP 49.3 5 0

lm/gm 005 PBEE

lm/gm 05 PBEE

ABMD lortnok

3.2 Indeks Apoptosis Secara visual pada preparat TUNEL terlihat bahwa indeks apoptosis kelompok

B

pelakuan EEBP dosis 500 mg/ml memiliki indeks

apoptosis

paling

tinggi

jika

dibandingkan dengan kelompok perlakuan EEBP 50 mg/ml dan kelompok kontrol. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.

C Gambar Diwarnai

3.

Jaringan dengan

Lidah TUNEL.

Tikus

yang

Apoptosis

Ditunjukkan dengan Adanya Fluorosensi Hijau pada

Nukleus

Sel.

Fluorosensi

Hijau

Ditemukan pada Kedua Kelompok (ditunjukkan dengan anak panah) yang Mengindikasikan Gambar 1. Gambaran Klinis Lidah Tikus

bahwa terjadi Apoptosis pada Jaringan Ikat Lidah Tikus. Fluorosensi Warna Hijau tampak

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

24


paling Banyak pada Kelompok DMBA+EEBP

statistic menggunakan Tukey test dapat dilihat

500 mg/ml (b), kemudian Kelompok

pada Tabel 2.

Tabel 1. Rangkuman hasil uji Tukey HSD Indeks

apoptosis

dihitung

menggunakan

rumus:

DMBA+E

Signifikansi

EBP 50

Tukey

mg/ml

IA= (sel apoptosis/total sel) x 100% DMBA Persentase indeks apoptosis tertinggi adalah pada kelompok perlakuan EEBP 500 mg/ml

yaitu

sebesar

13,35%,

kemudian

DMBA+ EEBP 500 mg/ml

0,000*

0,000*

-

0,002*

DMBA+EEBP 50 mg/ml

*berbeda signifikan dengan p < 0,05

kelompok perlakuan EEBP 50 mg/ml yaitu 9,04%, dan yang terendah adalah persentase indeks

apoptosis

pada

kelompok

kontrol

DMBA, yaitu sebesar 3,94% (gambar 4).

Pada Tabel 1 terlihat kelompok kontrol DMBA berbeda secara signifikan dengan kelompok perlakuan EEBP 50 mg/ml dan EEBP 500 mg/ml yang artinya ekstrak etanolik bawang putih mampu meningkatkan indeks apoptosis kanker lidah tikus yang diinduksi DMBA. Perlakuan EEBP 50 mg/ml berbeda secara signifikan dengan perlakuan EEBP putih 500 mg/ml yang artinya EEBP 500 mg/ml lebih efektif meningkatkan indeks apoptosis dibandingkan EEBP 50 mg/ml.

Gambar 4. Indeks Apoptosis.

4. PEMBAHASAN Penyuntikan 2% DMBA pada lidah tikus

3.3 Analisis Statistik

setelah

5

minggu

mengakibatkan

tikus

Secara statistik, hasil kuantifikasi indeks

mengalami kondisi prekanker. Hal tersebut

apoptosis masing-masing kelompok perlakuan

sesuai dengan penelitian Chino dkk. (1982),

dalam penelitian ini memberikan hasil yang

bahwa penyuntikan 0,25% DMBA pada lidah

terdistribusi normal dan homogen. Hasil uji

hamster

secara

intrasubmukosa

mampu 9

One Way ANOVA menunjukkan nilai 0,000

menginduksi terjadinya kanker lidah. Hal ini

(p<0,05) yang artinya terdapat perbedaan

terjadi

yang

berikatan

signifikan

mengindikasikan

antar

kelompok.

bahwa

EEBP

Hal

ini

karena secara

metabolit kovalen

reaktif dengan

DMBA DNA

mampu

membentuk DNA adduct. Interaksi tersebut

meningkatkan indeks apoptosis kanker lidah

menyebabkan perubahan genetik pada sel

tikus yang diinduksi DMBA. Setelah dilakukan

menjadi abnormal dan dapat menginisiasi

uji One Way ANOVA dilanjutkan uji post-hoc

karsinogenesis.

10

Tukey HSD. Nilai signifikansi uji analisis

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

25


Hasil penelitian ini menunjukkan adanya

kanker lidah tikus yang dipapar 2% DMBA,

peningkatan apoptosis pada sel kanker lidah

sehingga umbi bawang putih dapat dijadikan

setelah pemberian EEBP. Hal ini karena

salah satu alternatif dalam pengobatan kanker

kandungan zat aktif dalam umbi bawang putih

lidah.

berupa

Allicin

yang

dapat

meningkatkan 1,7

6. SARAN

Pemberian ekstrak etanolik bawang putih akan

Perlu

terjadinya

apoptosis

pada

sel

kanker.

dilakukan

penelitian

tentang

meningkatkan level Bax yang berfungsi untuk

ekspresi p53 pada tikus Sprague dawley yang

menginduksi pelepasan cytochrome c dari

dipapar DMBA setelah pemberian ekstrak

mitokondria ke sitosol. Bax merupakan protein

etanolik bawang putih.

pro-apoptotik

yang

bersifat

heterolog,

sehingga dapat berikatan dengan BCl2 (protein

DAFTAR PUSTAKA

anti-apoptosis), sehingga protein membran

1. Feller, Liviu, et al. ”Oral Squamous Cell Carcinoma : Epidemiology, Clinical Presentation and Treatment”. Journal of Cancer Therapy. 3 (2012): 263 -268. 2. Syafriadi, Mei. 2008. Patologi Mulut: Tumor Neoplastik dan Non Neoplastik Rongga Mulut. Yogyakarta: Penerbit Andi 3. Sudiono, Janti. Pemeriksaan Patologis untuk Diagnosis Neoplasma Mulut. Jakarta: EGC. 2007. 4. Dandekar, S, et al. “Specific Activation of the Cellular Harvey-Ras Oncogene in Dimethylbenzanthracene-Induced Mouse Mammary Tumors”. Mol Cell Biol. 6 (1986): 4104–4108. 5. King, RJ. Cancer Biologi, 2th ed. Surrey: School of Biological Sciences, University of Surrey. 2000. 6. Pizorno JE. dan Murray MT. A Textbook of Natural Medicine: Allium sativum, Edisi ke2. Washington: Bastyr University. 2000. 7. Cha, JH. “Allicin Inhibits Cell Growth and Induces Apoptosis in U87MG Human Glioblastoma Cells through an ERKdependent Pathway”. Oncol. Rep. 28 (2012): 41-48. 8. Hernawan Udhi Eko, dan Setyawan, Arie Dwi. “Senyawa Organosulfur Bawang Putih (Allium sativum L.) dan 9. Aktivitas Biologinya”. Biofarmasi. 1:2 (2003): 65-76. 10. Chino, Takehiro, et al. “Experimental Production of Lingual Tumor by Jet Injection of 9, 10-dimethyl 1, 2benzanthracene”. Matsumoto Shigaku. 9I (1983): 174-182. 11. Smart RC dan Akunda JK. Carcinogenesis, in Hodgson, E., dan Smart, R.C, Introductions to Biochemical Toxicology, 3rd ed. New York: A John Wiley & Sons Inc. 2001.

mitokondria

menurun.

Akibatnya

terjadi

kebocoran dengan terlepasnya isi mitokondria, yang pada akhirnya memicu proses caspasecascade. Bax tidak dimiliki oleh sel normal, sehingga apoptosis hanya akan terjadi pada sel kanker. Meningkatnya level Bax akan meningkatkan Cytochrome

pelepasan c

cytochrome

kemudian

akan

c.

berikatan

dengan Apaf-1 (apoptosis activating factor-1) dan

mengaktifkan

sitosol.

11

caspase-9

di

dalam

Protein mitokondria yang lain seperti

apoptosis initiating factor (AIF) akan memasuki sitoplasma dan kemudian berikatan untuk menetralkan inhibitor apoptosis (Bcl-2), lalu jalur caspase cascade akan aktif Caspase-3 yang merupakan executioner caspase

juga

akan teraktivasi, kemudian berikatan dengan sitoskeleton dan nuclear matric proteins yang menyebabkan gangguan pada sitoskleleton, pecahnya

nukleus,

mengakibatkan

dan

terjadinya

akhirnya 12

apoptosis.

Peningkatan apoptosis ini dapat menjadi salah satu target dalam pengobatan kanker lidah.

5. KESIMPULAN Pemberian EEBP 50 dan 500 mg/ml terbukti mampu meningkatkan apoptosis sel

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

26


12. Potten, Christoper. Apoptosis: The Life and Death of Cells. UK: Cambridge University Press. 2004.

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

13. Macdonal Fiona, Ford Christoper, dan Casson Alan. Molecular Biology of Cancer, nd 2 Ed. London and New York: Garland science/BIOS scientific. 2004.

27


Laporan Penelitian

PENAMBAHAN EKSTRAK KULIT BUAH KAKAO (THEOBROMA CACAO L.) PADA PERIODONTAL DRESSING TERHADAP KEPADATAN KOLAGEN LUKA GINGIVA KELINCI 1

2

3

Isnadia Naba`atin , Melok Aris Wahyukundari , Happy Harmono 1 Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember Bagian Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember 3 Bagian Biomedik, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember Jalan Kalimantan No. 37, Jember-Jawa Timur Tel./Fax +6285383903676

2

Email : isnadianabaatin@gmail.com

ABSTRAK Periodontal dressing yang selama ini digunakan untuk membalut luka setelah dilakukannya prosedur bedah periodontal sebenarnya tidak mengandung bahan yang dapat mempercepat penyembuhan, melainkan hanya membantu penyembuhan karena luka terlindungi. Sehingga diperlukan bahan tambahan dalam periodontal dressing yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka tanpa menimbulkan efek samping. Kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) memiliki kandungan flavonoid dan katekin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan ekstrak kulit buah kakao dalam meningkatan kepadatan kolagen dan persentase penambahan ekstrak buah kakao yang paling efektif berpengaruh terhadap pembentukan kolagen pada luka gingiva kelinci . Subyek penelitian terdiri dari 48 ekor kelinci jantan diberi perlukaan dengan menggunakan punch biopsy pada gingiva labial. Subyek dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan berdasarkan persentase penambahan ekstrak kulit buah kakao yaitu 0%, 5%, 10%, dan 15%. Dekapitasi dilakukan pada hari ke-3, 5, 7, dan 14. Hasil penilitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan (P>0,05) berupa peningkatan kepadatan kolagen pada hari ke-5 antara KP0 dengan KP1 dan KP2. Juga pada hari ke-14 antara KP0 dengan KP2 dan KP3. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak kulit buah kakao mampu meningkatkan kepadatan kolagen pada luka gingiva kelinci dengan presentase penambahan ekstrak yang paling efektif adalah10%. Kata Kunci: Flavonoid, kepadatan kolagen, kulit kakao, periodontal dressing ABSTRACT Periodontal dressing that was a material applied to wrap the wound after periodontal surgery was not actually contain ingredients that can accelerate wound healing, it can accelerate wound healing just by wrapping wound. So that periodontal dressing need the ingredient that can accelerate wound healing without causing any side effects. Cocoa pods (Theobroma cacao L.) contain a mixture of flavonoids and chatechins. This study was to determine potential of cocoa pods extract on periodontal dressing to the collagen dentsity of the rabbit`s gingiva wound. The subject of this study consisted of 48 male rabbits had been given injury to the labial gingiva by using punch biopsy. Subject were devided into 4 treatment groups based on the percentage of cocoa pods extract addition. There are 0%, 5%, 10%, and 15%. Decapitation performed on days 3, 5, 7, and 14. The result showed a significant difference (P>0,05), include increase of collagen density on 5 day between KP0 with KP1 and KP2, and also on 14 day between KP0 with KP2 and KP3. The conclusion was addition of the cocoa pods extract in periodontal dressings potentially increase the collagen density in the rabbit`s gingiva wound with the most effective percentage cacao pods extract was 10%. Keywords: cocoa pods, collagen density, flavonoid, periodontal dressing.

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

28


1. PENDAHULUAN

kurang lebih 73,77% dari berat buah secara

Periodontal dressing merupakan bahan

keseluruhan.

Adanya

komponen-komponen

yang digunakan untuk membalut/membungkus

polifenol dalam biji kakao, tidak menutup

luka bedah setelah dilakukannya prosedur

kemungkinan juga terdapat dalam kulit buah

bedah

dressing

kakao dengan khasiat yang sama. Kulit buah

diperlukan pada tindakan bedah periodontal

kakao mengandung campuran flavonoid atau

dan mutlak diperlukan pada gingivektomi untuk

tanin

menutup luka dan mempercepat kesembuhan

seperti antosianidin, katekin, leukoantosianidin

periodontal.

jaringan gingiva.

1,2

Periodontal

Periodontal dressing ini

terkondensasi

7

dan kuersetin.

dapat

sebagai

penyembuhan,

melainkan

terpolimerisasi,

yang kadang kadang terikat dengan glukosa

sebenarnya tidak mengandung bahan yang memacu

atau

anti

6

Antosianidin memiliki efek bakteri

dan

antiinflamasi.

8

hanya membantu penyembuhan karena luka

Kuersetin memiliki efek sebagai antiinflamasi.

terlindungi.

Katekin

Periodontal

dressing

berfungsi

memiliki

mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi

antimutagenik,

dan

bedah,

antibakteri,

jalan

Pemberian

pendarahan

membantu

pasca

penyembuhan

dengan

efek

antioksidan,

antidiabetes,

antiinflamasi,

antivirus, ekstrak

dan kulit

antikanker. buah

kakao

melindungi luka bedah dari trauma sewaktu

(Theobroma cacao L.) segar memiliki aktivitas

pengunyahan, mencegah timbulnya nyeri sakit

antiinflamasi pada konsentrasi 5%, 10%, dan

yang dipicu oleh berkontaknya luka bedah

15%. Dengan terbuktinya ekstrak kulit buah

dengan

kakao

makanan

atau

lidah

sewaktu

3

9

sebagai

agen

antiinflamasi

maka

pengunyahan. Praktisi sering menambahkan

kandungan flavonoid dalam ekstrak kulit buah

antibiotik

kakao diduga kuat juga mampu mempercepat

dalam

dressing.

penggunaan

Penambahan

antiinflamasi

dalam

periodontal

antibiotk

periodontal

dan

dressing

bertujuan mengurangi sakit postoperative dan 4

proses penyembuhan luka. Pada

tahapan

serabut kolagen

penyembuhan

luka

memiliki peranan penting

memfasilitasi proses penyembuhan luka. Akan

pembentukan jaringan parut dan pembentukan

tetapi

matriks

penggunaan

antiinflamasi

tulang.

Peranan

kolagen

juga

berhubungan dengan memberikan kemampuan

kemungkinan dapat menyebabkan sensitisasi,

pada jaringan dalam melakukan perbaikan dan

reaksi alergi, memunculkan kandidiasis, dan

pembentukan

resistensi.

Sehingga

periodontal

dan dressing

1,5

dalam

antibakteri

diperlukan

tambahan dalam periodontal dressing

bahan yang

dapat mempercepat penyembuhan luka tanpa menimbulkan efek samping.

sebagai

antioksidan

penyembuhan ,

dan

baru

pada

serta

proses

peningkatan

kemampuan jaringan dalam pelepasan jaringan parut yang terbentuk.

11

Berdasarkan

Salah satu tanaman di Indonesia yang berpotensi

jaringan 10

uraian

di

atas

untuk

mengetahui apakah potensi ekstrak kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) pada periodontal

antimikroba alami adalah tanaman kakao

dressing

(Theobroma cacao L.). Proses penanganan

kolagen

tanaman kakao menghasilkan produk ikutan

penyembuhan luka dan persentase ekstrak

(limbah) berupa kulit buah kakao sebesar

kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) pada

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

mampu

meningkatkan

sehingga

membantu

kepadatan proses

29


periodontal

dressing

yang

paling

efektif

kemudian campur dengan mengaduk sampai

meningkatkan kepadatan kolagen pada luka

homogen.

Dilanjutkan

dengan

pembuatan

gingival kelinci.

powder dengan cara: tuangkan rosin sebanyak 28,5 gram dan zinc oxide sebanyak 21,5 gram.

2. METODE PENELITIAN

Campur rosin dan zinc oxide sampai homogen. penelitian

Selanjutnya campur powder 50 gram dan pasta

experimental laboratories, dengan rancangan

50 gram sedikit demi sedikit sampai homogen

penelitian the post test only control group

(100 gram).

Penelitian

ini

adalah

design. Subyek penelitian terdiri dari 48 ekor

Pembuatan periodontal dressing ekstrak

kelinci jantan yang dibagi menjadi 4 kelompok

kulit buah kakao adalah sebagai berikut:

sampel berdasarkan persentase penambahan

Kelompok kontrol (KP0) : formula periodontal

ekstrak kulit buah kakao yaitu KP0 tanpa

dressing yang sudah homogen 100 gram

ditambahkan ekstrak kulit buah kakao pada

tidak ditambahkan ekstrak kulit buah kakao

periodontal dressing, KP1ditambahkan ekstrak

(Theobroma cacao L.).

kulit buah kakao 5% pada periodontal dressing,

Kelompok perlakuan satu (KP1) : formula

KP2 ditambahkan ekstrak kulit buah kakao

periodontal dressing yang sudah homogen

10%, dan KP3 ditambahkan ekstrak kulit buah

95 gram dan ditambahkan ekstrak kulit

kakao 15%. Dengan masing-masing kelompok

buah

terdiri dari 12 ekor kelinci.

sebanyak 5 gram.

Tahap pembuatan ekstrak kulit buah

kakao

(Theobroma

cacao

L.)

Kelompok perlakuan dua (KP2) : formula

kakao

periodontal dressing yang sudah homogen

(Theobroma cacao L.) dilakukan penyerutan

90 gram dan ditambahkan ekstrak kulit

sampai

buah

kakao

adalah

kulit

terbentuk

Kemudian

hasil

segar

buah

serutan-serutan

serutan

halus.

diblender

hingga

kakao

(Theobroma

cacao

L.)

sebanyak 10 gram.

mendapatkan serbuk halus. Serbuk halus kulit

Kelompok perlakuan tiga (KP3) : formula

buah kakao (Theobroma cacao L.) dimaserasi

periodontal dressing yang sudah homogen

dengan pelarut aseton dan aquades dengan

85 gram dan ditambahkan ekstrak kulit

perbandingan

buah

aseton

:

aquades

=

7:3,

sebanyak 2 kali bobot bubuk simplisia (bubuk

kakao

(Theobroma

cacao

L.)

sebanyak 15 gram.

simplisia : pelarut = 1:2), diaduk kemudian

Perlukaan pada hewan coba dilakukan

disaring menggunakan kain kasa. Maserasi

setelah di adaptasikan selama 7 hari, yang

dilakukan sebanyak tiga kali (remaserasi 3X).

sebelumnya telah dianestesi dengan kombinasi

Filtrat

yang diperoleh kemudian diuapkan

ketamin dan xylazin, dan dilakukan punch

dengan rotavapor sampai pelarut tidak tersisa

biopsy pada gingiva labial gigi insisivus kanan

dan

rahang bawah dengan diameter 2,0mm hingga

diperoleh

ekstrak

cair.

Ekstrak

cair

0

dipekatkan dengan oven pada suhu 60 C.

mencapai tulang alveolar. Kemudian luka

Tahap pembuatan periodontal dressing

dibersihkan dengan NaCl 0,9ml dan H2O2 3%.

pasta

Luka dibalut dengan periodontal dressing yang

dilakukan dengan cara: tuang 47,5 gram

telah ditambahkan ekstrak kulit buah kakao

hydrogenated fat dan 2,5 gram zinc oxide

(Theobroma

adalah

diawali

dengan

pembuatan

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

caco

L.)

untuk

kelompok

30


perlakuan dan tanpa penambahan esktrak kulit

kolagen kelinci pada kelompok kontrol (KP0),

buah kakao pada kelompok kontrol. Untuk

kelompok perlakuan satu (KP1), dua (KP2),

meningkatkan retensi, periodontal dressing

dan tiga (KP3) dapat dilihat pada tabel berikut.

ditutup dengan plester dan dijahit dengan

Tabel 1. Rata-rata jumlah skor kepadatan kolagen

benang silk 5,0. Setiap kelompok perlakuan

kelinci pada kelompok kontrol (KP0), kelompok

dibagi menjadi empat sub kelompok sesuai

perlakuan satu (KP1), dua (KP2), dan tiga (KP3)

dengan hari dekapitasi, yaitu pada hari ke-3, 5,

setelah pemberian perlakuan

7, dan 14. Kemudian dilakukan pembuatan preparat

jaringan

dengan

pengecatan

tricrhome mallory dan kepadatan kolagen diamati dengan mikroskop binokuler dengan Keterangan:

perbesaran 400x. Penghitungan peningkatan kepadatan kolagen adalah dengan cara menggunakan kriteria skor yang sudah

XÂąSD :rata-rata jumlah kepadatan kolagen Âąstandar deviasi KP0

ditentukan sebagai

berikut:

dressing tanpa ekstrak kulit buah kakao KP1

Skor 0 =

tidak

terjadi

peningkatan

pembentukan serabut kolagen (sama

KP2

:kelompok perlakuan yang diberi periodontal dressing dengan ekstrak kulit buah kakao 10 %

Skor 1 = terjadi peningkatan pembentukan kolagen

:kelompok perlakuan yang diberi periodontal dressing dengan ekstrak kulit buah kakao 5 %

dengan kelompok kontrol)

serabut

:kelompok kontrol yang diberi periodontal

sedikit;

apabila

ketebalan serabut kolagen kurang dari

KP3

:kelompok perlakuan yang diberi periodontal dressing dengan ekstrak kulit buah kakao 15 %

lebar jarak antar serabut kolagen Skor 2 = peningkatan pembentukan serabut kolagen

sedang;

pabila

kepadatan kolagen kelinci dari tabel diatas,

serabut kolagen sama dengan lebar

menunjukkan pada setiap hari pengamatan

jarak antar sarabut kolagen

(hari ke-3, hari ke-5, hari ke-7 dan hari ke-14)

Skor 3 = peningkatan pembentukan serabut

terdapat peningkatan kepadatan kolagen pada

kolagen banyak; apabila ketebalan

kelompok

serabut kolagen lebih lebar daripada

kelompok kontrol.

lebar jarak antar serabut kolagen.

adalah data ordinal, sehingga data di uji menggunakan

uji

statistik

perlakuan

dibandingkan

dengan

Perbandingan rata-rata skor kepadatan

Data yang diperoleh dari penelitian ini

dengan

Berdasarkan data rata-rata jumlah skor

ketebalan

non-

parametrik yaitu Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney.

kolagen kelinci dari setiap kelompok pada masing-masing hari pengamatan dapat dilihat pada gambar 1. Data yang diperoleh dilakukan uji statistik non-parametrik

yaitu

Kruskal-Wallis

yang

bertujuan untuk mengetahui perbedaan skor 3. Hasil Penelitian Berdasarkan

penelitian

yang

telah

dilakukan, jumlah rata-rata skor kepadatan

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

kepadatan

kolagen

perlakuan

pada

dari

setiap

kelompok

masing-masing

hari.

Berdasarkan uji statistik Kruskal-Wallis pada

31


didapatkan menunjukkan

P<0,05 bahwa

yaitu

0,00.

terdapat

Hal

Berdasarkan

ini

perbedaan

terhadap data masing-masing kelompok.

uji

Mann

Whitney

menunjukkan adanya perbedaan signifikan

Uji

(P>0,05)

berupa

peningkatan

kepadatan

statistik kemudian dilanjutkan dengan uji Mann

kolagen pada hari ke-5 antara KP0 dengan

Whitney (Gambar 2).

KP1 dan KP2, juga pada hari ke-14 antara KP0 dengan KP2 dan KP3 (gambar 3).

Gambar 1. Grafik rata-rata skor kepadatan kolagen kelinci pada kelompok kontrol (KP0), satu (KP1), dua (KP2), dan tiga (KP3) setelah pemberian perlakuan Gambar 2. Hasil uji non parametric Mann Whitney

Gambar 3. Gambaran histologi serabut kolagen pada hari ke-14

Keterangan : A: kelompok kontrol kakao (skor 2) B: kelompok perlakuan A kakao 5% (skor 2)

yang

diberi

periodontal

C D dressing tanpa ekstrak kulit buah

yang Bdiberi periodontal dressing dengan ekstrak kulit buah A

C: kelompok perlakuan kakao 10% (skor 3)

yang diberi Periodontal dressing dengan ekstrak kulit buah

D : kelompok perlakuan yang diberi periodontal dressing dengan ekstrak kulit buah kakao 15% (skor 3)

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

32


3. PEMBAHASAN

(Theobroma

Berdasarkan gambar 1 dan tabel 1,

kelompok

periodontal

Pada hari ke-5 terdapat beda yang signifikan (P<0,05) antara rata-rata kepadatan

penambahan

kolagen kelompok kontrol (KP0H5) yang tidak

ekstrak kulit buah kakao (Theobroma cacao L.)

diberi penambahan ekstrak kulit buah kakao

dengan prosentase penambahan 5%, 10%,

(Theobroma

dan

meningkatkan

dressing dengan jumlah rata-rata kepadatan

kecepatan respon penyembuhan luka pada

kolagen kelompok perlakuan satu (KP1H5)

kelinci yang sebelumnya diberi perlukaan pada

yang ditambahan 5% ekstrak kulit buah kakao

gingiva bagian labial. Peningkatan kecepatan

(Theobroma

respon penyembuhan luka ditandai dengan

dressing dan kelompok perlakuan dua (KP2H5)

adanya peningkatan kepadatan kolagen pada

yang ditambahan 10% ekstrak kulit buah kakao

kelompok perlakuan.

(Theobroma

dressing

15%

ternyata

Kepadatan

yang

pada

diberi

periodontal

perlakuan

L.)

dressing.

terlihat bahwa dibandingkan pada kelompok kontrol,

cacao

dengan

mampu

kolagen

terus

meningkat

rata-rata

cacao

pada

L.)

pada

L.)

pada

periodontal

periodontal

periodontal

Pada hari ke-14 terdapat beda yang

kolagen

signifikan (P<0,05) antara rata-rata kepadatan

dibandingkan

kolagen kelompok kontrol (KP0H14) yang tidak

kelompok kontrol. Rata-rata kepadatan kolagen

diberi penambahan ekstrak kulit buah kakao

tertinggi pada hari ke-14 yaitu pada kelompok

(Theobroma

perlakuan

kelompok

dressing dengan jumlah rata-rata kepadatan

perlakuan tiga (KP3H14). Rata-rata kepadatan

kolagen kelompok perlakuan dua (KP2H) yang

kolagen terendah pada hari ke-3 yaitu pada

ditambahan 10% ekstrak kulit buah kakao

kelompok kontrol (KP0H3).

(Theobroma

mengalami

kepadatan

cacao

L.)

dressing.

sampai hari ke-14. Pada kelompok perlakuan tampak

cacao

peningkatan

dua

(KP2H14)

dan

Pada pengamatan hari ke-3 dan hari ke-

dressing

cacao

cacao

dan

L.)

pada

L.)

pada

kelompok

periodontal

periodontal

perlakuan

tiga

7 tidak terdapat beda yang signifikan (P>0,05)

(KP3H14) yang ditambahan 15% ekstrak kulit

antara

rata-rata

buah kakao (Theobroma cacao L.) pada

semua

kelompok.

kepadatan Yaitu

kolagen

antara

antar

kelompok

periodontal dressing.

kontrol (KP0H3 dan KP0H7) yang tidak diberi penambahan

kakao

pada hari ke-3 pada kelompok kontrol (KP0H3)

periodontal

dengan semua kelompok perlakuan (KP1H3,

dressing dengan kelompok perlakuan satu

KP2H3 dan KP3H3) dikarenakan kolagen yang

(KP1H3 dan KP1H7) yang ditambahan 5%

dihasilkan masih belum seberapa banyak.

ekstrak kulit buah kakao (Theobroma cacao L.)

Sebab pada hari ke-3 paska pemberian

pada periodontal dressing, kelompok perlakuan

perlakuan masih merupakan akhir dari fase

dua (KP2H3 dan KP2H7) yang ditambahan

inflamasi dan awal dimulainya fase fibroplastik.

10% ekstrak kulit buah kakao (Theobroma

Fase inflamasi berlangsung segera setelah

cacao L.) pada periodontal dressing dan pada

terjadi

kelompok perlakuan tiga (KP3H3 dan KP3H7)

sedangkan fase fibroplastik terjadi pada hari ke

yang ditambahan 15% ekstrak kulit buah kakao

3 – 14. Pada fase inflamasi di awali dengan

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

33

(Theobroma

ekstrak cacao

kulit L.)

buah

Tidak adanya perbedaan yang signifikan

pada

perlukaan

dari

hari

ke

0-3

[12]


vasokontriksi

darah

untuk

Fibroblast mampu mensitesis kolagen dalam

kemudian

diikuti

jumlah besar. Oleh karena itu kolagen pertama

vasodilatasi arteriol dan venula. Segera setelah

kali baru dapat dideteksi pada hari ke-3 setelah

terjadi dilatasi pembuluh darah, trombosit

luka, meningkat sampai minggu ke-3 (Gambar

bermigrasi dari aliran darah melewati dinding

4).

mengurangi

pembuluh pendarahan,

pembuluh

darah,

menuju

Trombosit

melepaskan

daerah

sejumlah

luka. faktor

Begitu juga dengan hari ke-7, tidak adanya

perbedaan

yang

signifikan

pertumbuhan (PDGF, TGF β, dan sebagainya)

dimungkinkan

dan sitokin yang menarik

trombosit lain,

fisiologis dari penyembuhan luka itu sendiri.

leukosit (PMN, monosit, dan makrofag), dan

Pada awal paska terjadinya luka, deposisi

fibroblas ke lokasi luka [13]. Kemudian leukosit,

matriks ekstraselular didominasi oleh kolagen

terutama PMN, makrofag dan limfosit juga

tipe III dan fibronektin [11]. Kolagen tipe III dan

bermigrasi dari aliran darah melewati dinding

fibronektin dihasilkan fibroblast pada minggu

pembuluh darah, menuju jaringan interstitial

pertama [15]. Kemudian fibronektin secara

dan membersihkan setiap debris dan mikroba

bertahap

yang menginvasi [14]. Hal ini berlangsung

proteoglikan

sampai hari ke-3. Fibroblas muncul pertama

digantikan oleh kolagen tipe I. Hal ini terus

kali secara bermakna pada hari ke-3. Fibroblas

berlanjut sampai hari ke-7 sehingga deposisi

merupakan

elemen

proses

kolagen tipe III terendah terdapat pada hari ke-

perbaikan

untuk

protein

7 (Gambar 5.)

utama

pada

pembentukan

disebabkan

menghilang sedangkan

oleh

proses

digantikan kolagen

oleh tipe

III

11

struktural.

Gambar 4. Grafik fase penyembuhan luka. Akumulasi matriks kolagen mulai terbentuk pada hari ke-3

Gambar 5. Deposisi Matriks Ekstraseluler pada penyembuhan luka

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

34


Perbedaan

signifikan

rata-rata

menyebabkan

berkurangnya

nyeri

kepadatan kolagen pada kelompok kontrol hari

pembengkakan,

ke-5 maupun pada hari ke-14 (KP0H5 dan

vasodilatasi pembuluh darah dan aliran darah

KP0H14)

lokal, sehingga migrasi sel radang pada area

yang

tidak

diberi

penambahan

mengurangi

dalam

19

terjadinya

ekstrak kulit buah kakao (Theobroma cacao L.)

radang akan menurun.

pada periodontal dressing dengan rata-rata

inflamasi akan berlangsung lebih singkat dan

kepadatan kolagen kelompok perlakuan yang

dapat segera memasuki tahap penyembuhan

ditambahan

ekstrak

kakao

yang selanjutnya yaitu fase proliferasi. Selain

(Theobroma

cacao

periodontal

itu kemampuan proliferasi dari TGF β menjadi

kulit L.)

buah

pada

19

TGF

dressing disebabkan oleh adanya zat-zat aktif

tidak

golongan fenol yang terkandung di dalam

meningkatkan

ekstrak kulit buah kakao (Theobroma cacao

fibroblas

pada

daerah

L.). Polifenol kakao mengandung campuran

fibroblas

inilah

yang

senyawa

meningkatan

flavonoid

yang

tediri

dari

tiga

kelompok yaitu katekin (flavan-3-ols) 37%,

migrasi

β

dan

berfungsi

proliferasi

luka.

Keberadaan

bertanggung

produksi

sel

jawab

fibronektin

dan

pembentukan serabut kolagen.

antosianin 4% dan proantosianidin 58%, serta kuersetin.

terhambat.

20

16

7

Selanjutnya reaksi

Peningkatan

rata-rata

kepadatan

kolagen pada kelompok perlakuan juga dapat

Kemampuan kandungan zat-zat aktif

disebabkan oleh kemampuan antibakteri dari

dalam ekstrak kulit buah kakao (Theobroma

tannin. Adanya perlukaan pada kulit maupun

cacao L.) dalam

meningkatkan rata-rata

mukosa akan menyebabkan selalu adanya

kepadatan kolagen pada kelompok perlakuan

kemungkinan terjadi infeksi oleh bakteri. Hal ini

disebabkan oleh ada efek antiinflamasi dari

dapat terjadi karena daerah yang terluka

flavonoid yang terdiri dari katekin, antosianin

merupakan

dan

dan

berkembangnya organisme penyebab infeksi.

antosianin dalam konsentrasi tinggi berperan

Sehingga pada perlukaan gingiva kelinci pada

sebagai agen antiinflamasi bekerja dengan

penelitian

cara

pemberian agen antibakteri untuk mencegah

proantosianidin

(tanin).

menghambat

Katekin

pelepasan

asam

media

ini

yang

juga

memerlukan 21

membran

terutama tanin yang terkandung dalam ekstrak

jalur

siklooksigenase. Sedangkan pada konsentrasi

kulit

rendah senyawa ini hanya memblok jalur

memiliki

17

sikloogsigenase.

buah

kakao

luka.

adanya

timbulnya

memblok

pada

bagi

arakhidonat dan pelepasan enzim lisosom dari dengan

infeksi

ideal

Flavonoid

(Theobroma

kemampuan

cacao

sebagai

L.)

bahan

Sedangkan tanin bekerja

antibakteri. Sebagai agen antibakteri, tannin

sebagai agen anti inflamasi dengan cara

dalam konsentrasi tinggi bekerja dengan cara

18

menghambat asam arakhidonat. Kemampuan menghambat

enzim

flavonoid sikloogsigenase

mengkoagulasi

atau

menggumpalkan

dalam

protoplasma bakteri, sehingga terbentuk ikatan

dan

yang stabil dengan protein bakteri, sedangkan

lipoksigenase pada inflamasi, mengakibatkan

dalam

konsentrasi

rendah

mampu 22

produksi prostaglandin dan leukotrin dapat

menghambat pertumbuhan bakteri.

berkurang.

senyawa katekin mempunyai kecenderungan

Penekanan

prostaglandin

dan

leukotrin sebagai mediator inflamasi dapat

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

untuk

mengikat

protein

bakteri,

Selain itu

sehingga

35


mengganggu metabolisme bakteri. Potensi

menghasilkan serat-serat kolagen, retikulum,

ekstrak kulit buah kakao sebagai antibakteri ini

elastin, glikosaminoglikan, dan glikoprotein dari

menyebabkan

substansi interselular amorf.

sel-sel

radang

dalam

26

memfagosit bakteri menjadi lebih mudah,

Peningkatan

rata-rata

kepadatan

sehingga sitokin yang dikeluarkan oleh sel-sel

kolagen pada kelompok perlakuan juga dapat

radang lebih sedikit. Oleh karenanya fase

disebabkan oleh kemampuan antioksidan dari

radang berlangsung singkat sehingga dapat

flavonoid yang terkandung dalam ekstrak kulit

dilanjutkan dengan fase proliferasi/fibroplasia

buah kakao (Theobroma cacao L). Ketika

yang kemudian mengakibatkan penyembuhan

terjadi

luka

fosfolipid

lebih

cepat

yang

ditandai

dengan

suatu

perlukaan,

sel

akan

maka

membran

menghasilkan

asam

peningkatan rata-rata kepadatan kolagen pada

arakidonat yang kemudian berlanjut dengan

kelompok perlakuan.

pembentukan mediator proinflamasi seperti IL-

Peningkatan kolagen

pada

disebabkan

rata-rata

kelompok

oleh

kepadatan

perlakuan

kemampuan

juga

flavonoid

1

dan

TNF-α.

proinflamasi munculnya

Dengan

ini

adanya

akan

mediator

mengakibatkan

molekul-molekul

yang

memiliki

terutama kuersetin yang terkandung dalam

elektron tidak berpasangan (radikal bebas).

ekstrak kulit buah kakao (Theobroma cacao L.)

Katekin

mampu 27

berperan

sebagai

dapat merangsang induksi transforming growth

antioksidan.

factor (TGF-β)[23]. TGF-β merupakan protein

radikal bebas yang dihasilkan oleh mediator

sekresi yang terdiri dari tiga isoform yakni TGF-

proinflamasi

β1, TGF-β2 dan TGF-β3. TGF-β1, merupakan

Mekanisme kerja katekin dalam menetralisir

komponen utama. TGF-β1memiliki berbagai

radikal bebas (ROS) adalah melalui gugus -

fungsi

menstimulasi

OH, sehingga menjadi inaktif. Proses tersebut

pembentukan pembuluh darah, sintesis matriks

adalah katekin (-OH) + R (radikal bebas) 

ekstraselluler, inhibisi pertumbuhan sel, dan

katekin (O2+) + RH (Nijdvelt et al. dalam

yaitu

antara

juga migrasi sel. meningkatkan

13

lain

TGF β1 ini akan berfungsi

dan

TNF-α.

Mintroem et al. 2011). Netralisir dari radikal

fibroblas pada daerah luka dan memperluas

Metalloproteinase-9 (MMP-9) merupakan salah

ekspresi gen matriks secara spesifik dengan

satu dari jenis metalloproteinase memiliki peran

menghambat aktifitas produksi dan aktifitas

yang cukup besar pada degradasi matrix

kolagenase sehingga terjadi stimulasi deposisi

extracellular. Dengan demikian kolagen yang

Selain

kuersetin,

proliferasi

IL-1

menetralisir

bebas ini akan menurunkan ekspresi MMP-9.

kolagen.

dan

seperti

mampu

sel

24

migrasi

Katekin

tanin

yang

akan disintesis tidak didegradasi berlebihan.

terkandung dalam ekstrak kulit buah kakao

Pada proses penyembuhan luka, sintesis

(Theobroma cacao L.) juga ikut berperan

kolagen tidak selalu mengalami peningkatan.

25

dalam migrasi dan prolifersi fibroblas.

Pada fase remodeling, sebagian besar serabut

Fibroblas memiliki peranan yang sangat

kolagen yang terbentuk akan dihancurkan dan

penting dalam pembentukan kolagen. Fibroblas

diganti dengan serabut kolagen yang baru

adalah sel yang paling banyak terdapat dalam

yang lebih baik dan cukup kuat terhadap

jaringan ikat berfungsi menghasilkan serat dan

tekanan yang mengenai luka yaitu 40-70% dari

substansi interselular aktif amorf. Fibroblas

kekuatan

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

jaringan

normal.

28

Jika

sintesis

36


kolagen terus

meningkat tanpa diimbangi

4. SARAN

dengan proses remodeling maka malah akan menimbulkan

dampak

buruk

bagi

Saran untuk penelitian yang selanjutnya

proses

adalah perlu dilakukan penelitian lanjutan

penyembuhan luka, dimana akan muncul

tentang pengaruh zat aktif yang terdapat dalam

jaringan granulasi yang berlebihan.

kulit

Berdasarkan tabel 4.1 dan gambar 4.1

buah

sebagai

kakao

(Theobroma

tambahan

kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) yang

penelitian

paling efektif untuk meningkatkan kepadatan

ekstrak kulit buah kakao (Theobroma cacao L.)

kolagen pada luka gingiva kelinci adalah 10%

pada

bukan pada konsentrasi yang paling tinggi

menggunakan persentase penambahan yang

(konsentrasi

berbeda.

Hal

ini

kemungkinan

periodontal

perlu

pada

periodontal

lanjutan

dan

analgesik

L.)

terlihat bahwa persentase penambahan ekstrak

15%).

dressing

agen

cacao

tentang

dilakukan

penambahan

dressing

dengan

disebabkan oleh kandungan zat-zat aktif yang terkandung dalam ekstrak kulit buah kakao

5. UCAPAN TERIMA KASIH

(Theobroma cacao L.) memiliki kemampuan optimum

dalam

meningkatkan

kolagen

adalah

pada

kepadatan

persentase

10%.

Penulis

menyampaikan

terima

kasih

kepada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Dikti) yang telah mendanai penelitian ini

Kemampuan pada suatu zat aktif dalam

melalui

Program

mempercepat penyembuhan luka tidak selalu

Penelitian (PKM-P).

Kreativitas

Mahasiswa

berbanding lurus dengan kenaikan persentase yang diberikan. Tidak semua zat aktif yang

DAFTAR PUSTAKA

terkandung dalam suatu tanaman jika diberikan dalam konsentrasi yang semakin tinggi, dapat

1.

memberikan efek baik yang semakin tinggi pula.

Sebagai

contoh,

kuersetin

akan

memberikan efek toksik terhadap luka jika 29

konsentrasi yang diberikan terlalu tinggi.

2.

3. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan ekstrak kulit buah kakao

3.

(Theobroma cacao L.) berpotensi kepadatan kolagen pada luka gingiva kelinci. Persentase penambahan

ekstrak

kulit

buah

kakao

4.

(Theobroma cacao L.) paling efektif untuk meningkatkan kepadatan kolagen pada luka gingiva kelinci adalah 10%.

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

5.

Lestari C., Widjijono., Murdiastuti K. Pengaruh Ekstrak Gambir Terstandarisasi (Uncaria Gambir (Hunter) Roxb) sebagai Periodontal Dressing terhadapPenyembuhan Luka Gingiva Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Majalah Kedokteran Gigi. 2009. Vol. 16(1):8. Rubianto, Muhammad. Pengukuran Immunoglobulin Pada Kesembuhan Luka Jaringan Gingiva pada Penderita Gingivitis Setelah Gngivektomi dengan Aplikasi Periodontal Pack. Kumpulan Jurnal Pascasarjana Universitas Airlangga. 2000. 61. Newman MG, Takei HH, and Carranza, FA. General Principles of Periodontal Surgery; Carranza’s Clinical th Periodontology. 10 ed. London, New York: PA. 2006. Addy M and Douglas, WH. A Chlorhexidine Containing Methacrylic Gel As A Periodontal Dressing. J. Periodonta. 1975. 46(8): 465-8. Prasetyo S, Wahyukundari M, Harmono H. Potensi Penambahan Ekstrak Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) pada Periodontal Dressing terhadap Jumlah Sel

37


6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13

14. 15.

16.

17.

Makrofag pada Luka Gingiva Kelinci. Unej Jurnal. 2012. Vol. I (1): 1-4. Figueira A, Janick J. New products from Theobroma cacao: Seed pulp and pod gum. New crops. New York. 1993. 475-8. Fraga Cesar G, Hammerstone John F., Lazarus Sheryl A., Schmitz Harold, Keeno Carl L. More Antioxidants in Cocoa. The Journal of Nutrition. 131 (3): 835. Adhikari D.P., Francis J.A., Schutzki R.E., Chandra A., Nair M.G. Quantification and characterisation of cyclo-oxygenase and lipid peroxidation inhibitory anthocyanins in fruits of Amelanchier. Phytochem Anal. 2005. Vol. 16(1):175- 80. Cabrera C., Artacho R., Gime´nez R. Beneficial Effects of Green Tea. Journal of the American College of Nutrition. 2006. Vol. 25, No. 2, 79–99. Mawardi H., Dalimi L., dan Darmosumarto S. Pengaruh Pemberian Ekstrak Propolis Secara Lokal pada Proses Pembentukan Serabut Kolagen Pasca Pencabutan Gigi Marmot (Cavia cobaya). Sains Kesehatan. 2002. 15 (2): 171 Saunders. Sabiston Textbook Of Surgery: The Biologic Basis of Modern Surgical Practice. Canada: Elsevier. 2008. Sabiston DC. Buku Ajar Bedah Bagian I. Alih bahasa oleh Petrus Andrianto dan Timan I.S. Jakarta: EGC. 1995. Robbins S, Cotran RS, Kumar V. “Basic Patology”. Disadur Staf Pengajar Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC. 2007. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Jakarta : EGC. 2001. Leong M, Phillips LG, Wound Healing. Dalam: Sabiston Textbook of Surgery. Edisi ke-19. Amsterdam: Elsevier Saunders. 2012. h. 984-92. Ibtisam. Optimasi Pembuatan Ekstrak Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L.) Menggunakan Metode Perlokasi dengan Parameter Kadar Total Senyawa Fenolik dan Flavonoid. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. 2008. Sabir A. Pemanfaatan flavonoid di Bidang Kedokteran Gigi. Maj. KG Dental Journal Edisi Khusus Temu Ilmiah Nasional III. Surabaya : Airlangga University Pers. 2003.

18. Jeffers M. “Tanin as Anti-Inflamatory Agent”. Tidak Diterbitkan. Thesis. Miami University Oxford, Ohio. 2006. 19. Anindyajati, Tutut Prabantari, Harsini, Widjijono. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Kulit Batang Jambu Mete dalam Bahan Obat Kumur terhadap Proliferasi Sel Fibroblas pada Penyembuhan Luka (In Vivo). The International Symposium on Oral and Dental Sciences. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 20. Lukman K. Penyembuhan Patah Tulang Ditinjau dari Sudut Ilmu Biologi Molekuler. Buletin IKABI. 4 (1): 29-46. Jawa Barat: UNPAD. 1997. 21. Okoli CO, Akah PA, Okoli AS. Potentials of leaves of Aspilia africana (Compositae) in wound care: an experimental evaluation. BMC Complementary and Alternative Medicine. 2007. Vol. 7(24). 22. Poelongan, M., Praptiwi. Uji Aktifitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangosta Linn). Media Litbang Kesehatan Volume XX. 2010. 2. 23. Vinay, Kumar, Abul K. Abbas, Nelson Fausto, Jon Aster. Tissue renewal, regeneration, and repair. Elsevier Inc. 2012. 24. Schwartz S I. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Alih Bahasa: Linda Chandranata. Jakarta: EGC. 1994. 25. Kun L., Diao Y., Zhang H., Wang S, Zhang Z., Yu B. Tanin extracts from immature fruits of Terminalia chebula Fructus Retz. Promote cutaneous wound healing in rats. BMC Complementary and Alternative Medicine. 2011. 11(86). 26. Junqueira L.C., Carneiro J., Kelley R.O. Ed. 8. Alih bahasa: Jan Tamboyang. Judul Asli: Basic Histology. Jakarta: EGC. 1997. 27. Mintaroem, Karyono, Nurdiana H., Aprilianto Eko. Efek Ekstrak Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L) terhadap Ekspresi Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) pada Sel kondrosit dan Luasnya Pannus pada Jaringan Periartikular Tikus Putih Adjuvant Arthriti. UB Jurnal. 2011. 28. Miller, A.L. dan Mackay, D. 2003. Nutrional Suport for Wound Healing. Alternative Medicine Review, 8 (4): 359377. 29. Gomathi KD., Gopinath, M. Rafiuddin Ahmed, R. Jayakumar. Quercetin incorporated collagen matrices for dermal wound healing processes in rat. Biomaterials. 2003. 24 (2767–2772).

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

38


Laporan Tinjauan Pustaka

Groel Porphyromonas Gingivalis Pada Penderita Periodontitis Sebagai Pemicu Terbentuknya Aterosklerosis 1

1

Muhammad Yoga Wardhana, Maria Andisa Mayangsari, Reyhan 1 Mahendra Nur 1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo No. 47, Kampus A, Surabaya, Jawa Timur

Tel./Fax +6282232158001 Email : yogawardhana01@gmail.com

ABSTRAK Latar Belakang: Prevalensi periodontitis memiliki persentase yang cukup besar di Indonesia, yaitu sebesar 70%. Penelitian menemukan bahwa infeksi jaringan periodontal merupakan faktor risiko dari terjadinya penyakit sistemik seperti jantung koroner akibat adanya aterosklerosis pada pembuluh darah. Oleh karena itu, buruknya perhatian pasien terhadap kesehatan mulut dapat mengakibatkan penyakit kardiovaskuler. Tujuan: Penelusuran pustaka ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana GroEL dari P. gingivalis sebagai pemicu aterosklerosis yang dapat berujung pada penyakit jantung koroner. Tinjauan Pustaka: Infeksi jaringan periodontal disebabkan oleh bakteri gram negatif P. gingivalis. Selain menyerang jaringan periodontal, P. gingivalis juga melepaskan endotoksin kedalam pembuluh darah dan menyebabkan inflamasi sistemik yang ditandai dengan kenaikan sitokin proinflamasi seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor-� (TNF- �), dan matrix metalloproteinase (MMP) pada pembuluh darah. HSP 60 P. gingivalis yang disebut sebagai GroEL merupakan peptida proatherogenic, sehingga akan mengaktifkan respon sistem imunitas tubuh manusia melalui reaksi dengan Human Heat Shock Protein 60 (hHSP60) yang akan memicu disfungsi endotelial dan terbentuknya aterosklerosis pada pembuluh darah. Kesimpulan: P. gingivalis sebagai penyebab infeksi kronis jaringan periodontal merupakan pemicu terjadinya aterosklerosis yang berujung pada penyakit jantung koroner. Kata Kunci: Periodontitis, GroEL, hHSP60, Aterosklerosis, P. gingivalis ABSTRACT Background: Periodontitis in Indonesia is quite high with 70% prevalence rate. Studies have found that periodontal tissue infection is a risk factor for the occurrence of systemic diseases such as coronary heart disease due to atherosclerosis in blood vessels. Therefore, poor attention of oral health can cause cardiovascular disease . Objective: The aim of this literature review is to examine how GroEL from P. gingivalis as a trigger of atherosclerosis which resulted to coronary heart disease. Literature Review: Periodontal tissue infections caused by gram-negative bacteria P. gingivalis. Besides attacking the periodontal tissues, P. gingivalis also release endotoxins into the bloodstream and cause systemic inflammation which characterized by the increase in proinflammatory cytokines such as interleukin-1 (IL-1), IL-6, and tumor necrosis factor-ι (TNF-ι); and matrix metalloproteinase (MMP) in the blood vessels. HSP 60 P. gingivalis calles as GroEL is proatherogenic peptide, thus activate immune response system through the reaction with Human Heat Shock Protein 60 (hHSP60) that may result in endothelial dysfunction and the development of atherosclerosis in blood vessels. Conclusion: P. gingivalis as the main factor of chronic infection of periodontal tissues is also a trigger of atherosclerosis which resulted to coronary heart disease. Keywords: Periodontitis, GroEL, hHSP60, Atherosclerosis, P. gingivalis

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

39


1. PENDAHULUAN

satu

Penyakit kardiovaskuler, termasuk aterosklerosis,

merupakan

faktor

pemicu

kardiovaskuler.

terjadinya

penyakit

1

penyebab

Beberapa

contoh

metode

terapi

kematian nomor satu di Amerika Serikat.

aterosklerosis

adalah

pemberian

obat

Diperkirakan satu juta orang meninggal

antiplatelet,

akibat penyakit ini pada tahun 1998 saja.

1

ACE

inhibitor,

statin,

dan

beberapa obat yang memiliki efek anti-

Aterosklerosis dapat menimbulkan plak pada

inflamasi,

pembuluh arteri hingga rupture plak yang

terhadap inflamasi akibat infeksi bakteri

dapat menyebabkan trombosis

sehingga

sebagai faktor risiko juga sudah ada, yaitu

penyakit

pemberian antiobiotik, namun hanya untuk

kardiovaskuler seperti jantung koroner dan

infeksi kronis C. pneumoniae. Antibiotik ini

akan

memicu

berbagai

penyakit serebrovaskuler.

1

Saat ini etiologi

aterosklerosis bukan hanya akumulasi lemak saja, namun juga disebabkan karena adanya proses inflamasi.

1

belum

peningkatan

kasus

kemudian

diikuti

infeksi

kronis

dengan

Mattila

et

yang

penyakit al.

(1989)

bedah

invasif.

menunjukkan

memuaskan

hasil

dalam

aterosklerosis. maksimal

Pada akhir tahun 1980-an mulai terdapat

kardiovaskuler.

pun

serta

4

yang

mengatasi

Terapi

karena

Terapi

masih

belum

belum

diketahuinya

penyebab dan patogenesis aterosklerosis dengan jelas dan yang cenderung terjadi pada penderita infeksi bakteri. Mekanisme infeksi bakteri, termasuk P.

merupakan salah satu pionir dalam studi

gingivalis,

bidang ini, mengungkapkan fakta pasien

aterosklerosis belum sepenuhnya diketahui.

dengan

umum

Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk

memiliki kesehatan gigi dan mulut yang lebih

menelaah mengenai bagaimana mekanisme

infark

miokardial

secara

buruk daripada subjek kontrol.

2

GroEL

Periodontitis adalah penyakit inflamasi

terhadap

pembentukan

Porphyromonas

penderita

periodontitis

gingivalis sebagai

pada pemicu

yang menyerang periodontium. Periodontitis

terbentuk aterosklerosis sehingga nantinya

dapat

sebagian

diharapakan dapat diberikan terapi yang

tulang alveolar dan jika tidak ditangani dapat

tepat pada penderita penderita periodontitis

menyebabkan kehilangan gigi. Periodontitis

yang disebabkan P.Gingivalis yang berisiko

disebabkan

menderita aterosklerosis.

menyebabkan

hilangnya

oleh

sekelompok

mikroorganisme

yang

berkembang

permukaan

di

menempel gigi

dan

disertai

respon imun untuk melawan infeksi bakteri. Berdasarkan penderita kecenderungan

studi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Porphyromonas gingivalis

epidemiologi,

Porphyromonas gingivalis merupakan

memiliki

jenis bakteri Gram negatif yang non-motil.

besar

Secara morfologis, bentuknya batang dan

periodontitis 25-50%

2

lebih

dibanding penderita non periodontis terhadap 3

memiliki

pigmen

hitam.

P.

gingivalis

pembentukan aterosklerosis. Maka dari itu,

termasuk flora normal dalam rongga mulut,

kesehatan rongga mulut merupakan salah

habitatnya

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

ditemukan

pada

biofilm

40


subgingiva.

5

Berdasarkan

kebutuhan

Plak gigi adalah tempat bagi bakteri 10

metabolismenya akan oksigen, P. gingivalis

periodontopatogen untuk hidup.

adalah bakteri anaerob.

akan menyebabkan paparan pada jaringan di

Zat besi dalam bentuk heme dipakai

rongga

mulut

melalui

Plak gigi

pelepasan

oleh P. gingivalis dalam proses pertumbuhan

lipopolisakarida

dan virulensinya. Reseptor pada membran

gingivalis dalam bentuk vesikel oleh bakteri.

luarnya, protease (terutama gingipain) serta

Kemudian

lipoprotein

protein

digunakan

untuk

mengambil

(LPS)

LPS

menuju

akan

pengikat

sulkus

berikatan

dari

host

dengan

membentuk

6

lipopolysaccharide-binding

Adhesin yang memfasilitasi pelekatan

LPB kemudian akan mengikat reseptor CD

P. gingivalis adalah fimbria, hemagglutinin,

14 pada monosit dan makrofag sehingga

7

mengakibatkan pelepasan mediator imun-

heme.

proteinase

(terutama

gingipain).

lipopolisakarida dan polisakarida kapsul.

8

inflamatori

dan

protein

sitokin

(LPB).

yang

dapat

menyebabkan terjadinya proses inflamasi 2.2 Periodontitis

dan nekrosis jaringan.

Periodontitis

merupakan

penyakit

10

Periodontitis

ditandai

kronis yang menyebabkan peradangan pada

pembentukan

jaringan pendukung gigi dikarenakan infeksi

patologis,

dari

tertentu.

periodontal, dan perusakan tulang alveolar.

menyebabkan

Kondisi ini akan menyebabkan gigi tanggal,

kelompok

mikroorganisme

Periodontitis

akan

penghancuran

progresif

ligamentum

bahkan

periodontal

dengan

perusakan

dapat

pockets

serabut

menyebabkan

yang

ligamen

kehilangan

periodontal dan tulang alveolar sehingga

seluruh gigi geligi pada fase yang lebih

menyebabkan

berat.

pembentukan

periodontal dan resesi gingiva.

poket

10

1

Periodontitis disebabkan oleh bakteri

2.3 Aterosklerosis

periodontopatogen yang menyerang jaringan

Aterosklerosis

adalah

penyakit

periodontal. Contoh bakteri yang paling

vaskuler yang ditandai dengan mengeras

berperan

dan menebalnya dinding arteri akibat plak

dalam

periodontitis

proses

adalah

infeksi

kronis

Porphyromonas

9

Gingivalis.

Bakteri

1,9

ateroma.

Plak ateroma terdiri dari lipid,

kolesterol,

dan

kalsium

yang

terbentuk

periodontopatogen

melalui proses kalsifikasi antara deposit

didapatkan dari plak gigi. Plak gigi adalah

darah dan deposit kolesterol pada dinding

massa komlpleks yang berisi bakteri, produk

arteri.

metabolit bakteri, racun, virus, dan sisa

penyempitan lumen arteri, dan jika pecah

makanan.

1

mineralisasi

Plak

gigi

dapat

dikarenakan

mengalami adanya

pengendapan garam-garam mineral yang lamanya sekitar dua minggu sejak plak gigi terbentuk.

9

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

9

Plak ateroma akan menyebabkan

akan menimbulkan trombus yang dapat mengganggu aliran darah. Trombus

pada

9,12

pembuluh

darah

dapat menyumbat aliran darah yang akan menuju jaringan tertentu sehingga akan

41


menimbulkan iskemia dan kematian jaringan.

mengikat

Kondisi ini fatal dan dapat menyebabkan

molekul non protein seperti lipopolisakarida

kematian terutama jika penyumbatan terjadi

dari endoktoksin bakteri.

di jantung (jantung koroner) dan di otak 12

(stroke).

protein,

Dalam

HSP

juga

mengikat

13

proses

pelipatan

untuk

menyintesis protein pada sel dibutuhkan

Aterosklerosis

disebabkan

oleh

interaksi protein kofaktor yang dikenal oleh

faktor genetik, merokok, hipertensi, diabetes

molekul

mellitus, dan yang paling umum adalah

sering disebut sebagai HSP. karena ekspresi

hiperkolesterolemia yaitu tingginya kadar

mereka meningkat pada suhu yang tinggi di

kolesterol dalam darah. bakteri

periodontal

terjadinya

risiko

13

Selain itu, infeksi

dapat

meningkatkan

aterosklerosis

mampu merangsang proses inflamasi.

Molekul

chaperone

dalam sel. Chaperone terbagi menjadi 2, yaitu chaperone dan chaperoin Chaperone

karena 12

chaperone.

merupakan

dan

oligomerik

chaperonin yang

berfungsi

sebagai pemandu dalam pelipatan saat 2.4 Heat Shock Protein

membentuk struktur oligomerik yaitu bentuk

Heat shock protein (HSP) merupakan

matur

protein

pada saat sebelum

dan

suatu protein yang diekspresikan oleh karena

sesudah melewati membran dan membantu

adanya

untuk merubah struktur ke bentuk tidak

heat

shock

response

(HSR).

Berdasarkan pada massa relatif molekulnya,

terlipat pada saat melewati membran. Chaperonin

HSP terbagi menjadi 6 famili yaitu , dari yang

memiliki

14

struktur

terkecil HSPs, HSP40, HSP60, HSP70,

oligometrik dan kompleks terdiri dari HSP 60

HSP90,

(GroEL)

HSP110

yang

terlokalisir

pada

dan

HSP

10

(GroES)

yang

mitokondria, sitosol, permukaan sel dan

ditemukan pada bakteri (sel prokariotik).

ruang ekstraseluler dan juga bisa terlarut

GroEL berfungsi sebagai pengikat protein

dalam aliran darah.

yang terlipat ataupun yang tidak terlipat dan

HSP akan terekspresikan sebagai

menghindari terjadinya agregasi.

15

respons stres pada saat kondisi stres, bisa karena lingkangan ataupun secara fisiologis

3. PEMBAHASAN

dari faktor pertumbuhan differensiasi sel

Periodontitis adalah keradangan kronis

maupun akibat jejas infeksi dari bakteri

pada jaringan periodontal yang disebabkan

patogen. Fungsi utamanya ialah sebagai

oleh mikroorganisme, salah satunya adalah

molekul pendamping yang berfungsi untuk

P. gingivalis. P. gingivalis merupakan flora

mengenal dan mengikat rantai polipeptida

normal dalam rongga mulut. P. gingivalis,

dan menjaga agar tidak terjadi agregasi dan

pada kondisi yang normal, ditemukan dalam

kesalahan dalam pelipatan.

lapisan

HSP memiliki fungsi yang sama yaitu

biofilm

Namun,

ketika

kebersihan rongga mulut tidak dijaga, akan

sebagai adenin nukleotida yang mengikat

terjadi

dan menghidrolisis ATP dan residu hidrofobik

berkembang

residu dari protein substrat,. Selain dapat

hingga

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

gigi.

penumpukan menjadi

daerah

biofilm plak

subgingiva.

dan

yang meluas

Akumulasi

42


populasi P. gingivalis akan terjadi dan

pseupodia sel dan diinvaginasi melalui jalur

memicu

actin-mediated.

respon

imun

tubuh

untuk

Setelah

pertahanan

oleh P. gingivalis.

merusak fungsi sel. Fimbria juga adalah faktor

P

lapisan

mengompensasi kerusakan yang disebabkan

P. gingivalis merupakan flora normal

epitel,

melalui

virulensi

gingivalis

yang

dapat

penting

pada

ketika

perkembangan aterosklerosis. Regulatory T

kebersihan rongga mulut tidak dijaga, akan

cells (Tregs) berperan besar pada respon

terjadi

autoimun

dalam

rongga

mulut.

Namun,

penumpukan

berkembang

menjadi

biofilm plak

dan

yang

dalam

proses

terjadinya

meluas

aterosklerosis. Pada pasien aterosklerosis

hingga daerah subgingiva. Dalam kondisi ini,

dengan infeksi P. gingivalis, ditemukan kadar

terjadi akumulasi populasi P. gingivalis dan

Tregs yang lebih rendah.

hal ini memicu respon imun tubuh untuk

Gingipain

17

memiliki molekul

kemampuan

mengompensasi kerusakan yang disebabkan

mendegradasi

host

seperti

oleh P. gingivalis.

imunoglobulin, komplemen, protein sekuester

P. gingivalis akan menempel pada

hemin, hemolisin, kolagenase, dan protein

permukaan sel host dengan faktor virulensi

jaringan ikat, serta ikut mempengaruhi jalur

yang

indirect

dimilikinya.

penetrasi, Vakuola

lalu yang

Tahap

aktivasi berisi

selanjutnya

autofag

protein

seluler.

menghancurkan

protease sel radang.

inhibitor

18

host

Lipopolisakarida (LPS) dari bakteri

diangkut oleh autofag dan dimanfaatkan oleh

adalah molekul penting bagi respon imun

P. gingivalis untuk bertahan dan bereplikasi

pada infeksi bakteri. LPS pada setiap jenis

di dalam sel host. Ketika autofag terhambat,

bakteri memiliki struktur yang berbeda, oleh

P. gingivalis akan transit ke fagolisosom.

karena itu, respon imun yang dihasilkan juga

Fagolisosom

spesifik.

memiliki

dari

untuk

kemampuan

19

Aktivasi makrofag dan limfosit

menghancurkan P. gingivalis, namun P.

yang dipicu oleh LPS dari P. gingivalis dapat

gingivalis

kemampuan

menyebabkan pelepasan sitokin proinflamasi

bertahan dari mekanisme tersebut meskipun

dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan

prosesnya belum diketahui secara detail.

terjadinya inflamasi sistemik, dengan tanda-

diduga

memiliki

protein

tanda leukosit, C-Reactive Protein (CRP), IL-

berbentuk filamen yang menjulur keluar dari

6, IL-1β, IL-8 tumor necrosis factor alpha

pemukaan sel bakteri. Fimbria pada P.

(TNF-Îą), dan fibrinogen yang lebih tinggi.

gingivalis dapat mengganggu signaling sel

Sitokin

melalui protein/ integrin matriks ekstraseluler

menyebabkan pembentukan proliferasi sel

pada

otot polos endotel dan penebalan dinding

Fimbria

daerah

merupakan

suatu

periodontal.

Kemampuan

proinflamasi

fimbria yang lain termasuk mengikat enzim

pembuluh

darah.

pada saliva, protein matriks ekstraseluler,

merupakan

faktor

bahkan bakteri komensal lain.

16

Pelekatan

fimbria dengan alpha5beta1-integrin akan membuat

P.

gingivalis

ditangkap

oleh

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

tersebut

Inflamasi risiko

dapat

sistemik

bagi

penyakit

kardiovaskuler, termasuk aterosklerosis. Proses

aterogenesis

disebabkan

akumulasi dan modifikasi (oksidasi) lipid

43


pada

dinding

dipengaruhi

arteri

dan

oleh

dapat

proses

juga

inflamasi.

merugikan. Jika sistem imun gagal untuk mengenali

daerah

reaksi

silang,

maka

Komponen elemen inflamasi seperti limfosit

respon imun yang tadinya bersifat protektif

dan makrofag akan teraktivasi pada dinding

akan menjadi patologis.

endotel.

6

Selanjutnya,

akan

Pada kasus ini, terjadinya reaksi

berpenetrasi ke lapisan yang lebih dalam (di

silang imunitas non spesifik terhadap HSP60

bawah

melakukan

manusia terjadi karena adanya asam amino

fagositosis terhadap kolesterol low density

yang homolog sebanyak 50% antara HSP60

lipid (LDL) sehingga menghasilkan foam cell

manusia dan bakteri. Semua manusia dan

lapisan

kemudian

fatty

makrofag

intima)

streaks.

dan

1,22

tahap

hewan menunjukan adanya reaksi immunitas

selanjutnya sitokin akan dilepaskan sehingga

terhadap HSP60 karena kesamaan antigenik

menyebabkan proliferasi dan migrasi sel otot

yang dimilliki antara HSP yang dimiliki sel

polos dari tunika media ke tunika intima serta

prokariotik dan eukariotik. Sehingga tubuh

penumpukan matriks ekstraseluler seperti

akan sulit membedakan HSP60 sebagai

kolagen.

molekul yang ditolerir atau diserang. Antibodi

Proses

ini

Pada

mengakibatkan

terbentuknya plak aterosklersosis.

1,22

anti-HSP60, anti-HSP70

Sitokin proinflamatori dan konsentrasi LPS juga

dapat meningkatkan konsentrasi

salah menyerang jaringan sehingga terjadi reaksi inflamasi pada jaringan.

Human Heat Shock Protein 60 (hHSP60). HSP

memiliki

peran

Pada HSP60 mamalia dan bakteri

dalam

ditemukan bahwa dapat terjadi ikatan ke

presentasi antigen dan pengaktifan makrofag

lipopolisakarida dari endotoksin bakteri dan

dan limfosit. Tahapan presentasi dari antigen

toll-like

tersebut dimulai dari kehadiran antigen pada

menyebabkan respon imun non spesifik

permukaan

termasuk produksi sel proinflamasi dengan

sel.

penting

dan sel T akan

Dalam

respon

nya

receptor

(TLR)

sitokin

sehingga

menanggapi patogen peptida antigenik yang

menstimulasi

ditangkap oleh HSP diangkut menuju MHC

monosit dan juga sekresi TNF-α dan IL-6.

kelas 1, molekul yang mengenali antigen

Selain itu juga dihasilkan molekul molekul

pada rantai δ dan γ di T cell receptor

adhesi pada sel endotel melalui aktivasi

14

produksi

CD14

dari

sel

nuclear factor-ĸ B.

(TCR).

Pada bakteri, didapatkan HSP60 dan HSP70 yang bersifat immunogenik karena apabila

masuk

manusia

kedalam

dapat

sirkulasi

menginduksi

tubuh

produksi

antibodi dan sel T. Pada keadaan sehat, sel T spesifik untuk HSP host akan dikenali sel timus sebagi sel host. Namun pada keadaan patologis, misalnya pada infeksi bakteri patogen,

ekspresi

epitop

HSP

akan

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

44


Gambar 1. Mekanisme Induksi sel fagosit

ekspresi dari HSP pada sel host, khususnya

milik host oleh interaksi HSP - host dan HSP

pada endotel pembuluh darah. HSP akan

- bakteri yang menyebabkan stimulasi respon

menjadi

imun dari host

23

immunogenik

yang

selanjutnya

diproses oleh makrofag dan ditunjukan ke sel

HSP mamalia pada host digunakan

limfosit T dan B sebagai antigen, sehingga

sebagai pemberi sinyal bahaya. HSP akan di

akan terjadi ekspansi besar besar dari sel T

lepaskan dari sel yang rusak untuk bereaksi

dan sel B dan menyebabkan autoimunitas.

dengan sel imun melalui beberapa reseptor,

Selain dari faktor antigen, sistem immune

seperti CD14, TL-2 dan TLR-4. Sinyal

non spesifik juga diaktifkan oleh soluble HSP

tersebut akan menginduksi produksi molekul

(sHSP) yang menyebabkan inflamasi pada

proinflamasi seperti sitokin TNF-Îą, IL-1, IL2.

jaringan vaskuler terhadap ekspresi HSP

Hal tersebut sama terjadi dengan HSP yang

yang berlebihan.

dikeluarkan

bakteri

menginfeksi host.

pathogen

saat

23

penanda

untuk

Kehadiran aterosklerosis

Kadar antibodi HSP60 bisa dijadikan prognosis

sel

akan

T

pada

sangat

lesi

berpengaruh

terhadap pembentuk lesi karena sel T dapat

penyakit

bertindak sebagai efektor dan mengsekresi

aterosklerosis, antibodi tersebut bisa timbul

faktor kemotakik untuk membentuk mast cell,

karena

makrofag, dan sel otot polos.

beberapa

dari

24,25

faktor

seperti

ada

modifikasi akibat adanya oksidasi dan proses

Penelitian

26

menemukan

ekspresi

metabolisme, adanya antigen asing yang

HSP60 pada sel basal dari epitel rongga

berinteraksi

host

mulut dan deretan sel epitel dari poket

kompleks

periodontal, yang merupakan tempat hidup

dengan

sehingga

HSP60

membentuk

pada

immunogenik yang menyebabkan

sel B

bakteri

periodontopatogen.

Sel-sel

mengenal HSP60 dan sel T sebagai antigen

mononuklir pada infiltrat sel inflamasi di

asing, soluble HSP (sHSP) yang terlarut

bawah epitelium poket juga tercat positif

tidak dikenal sebagai protein host oleh sel T

dengan uji imunohistokimia.

27

24

Protein yang serupa dengan GroEL

Pada kasus aterosklerosis, aktivasi dari sel T

dan cirinya sesuai dengan kelompok HSP60

(reseptor CD4) merupakan yang pertama kali

juga

menginvasi pembuluh intima arteri , lalu

periodontopatogen seperti P. gingivalis.

disusul oleh makrofag dan sel otot halus

Protein tersebut berperan sebagai antigen

yang kemudian bertransformasi menjadi sel-

utama pada infeksi bakteri. Pada pasien

sel busa pada komplikasi penumpukan plak

dengan periodontitis, frekuensi dari sero-

dan sel B pada kondisi fisiologis tertentu.

di pembuluh darah.

25

diekspresikan

oleh

bakteri 28,29

positivitas dan titer antibodi dari HSP60 lesi

manusia dan GroEL P. gingivalis lebih tinggi

aterosklerosis ditemukan kumpulan sel T,

dibanding non- penderita. Afinitas dari serum

yang kemudian dikaitkan dengan serum

antibodi

antigen HSP. Stressor sel-sel endotelial akan

GroEL P. gingivalis dari beberapa pasien

menyebabkan faktor risiko yang menginduksi

yang masing-masing bereaksi dengan GroEL

Beberapa

penelitian

pada

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

terhadap

HSP60

manusia

dan

45


P.

gingivalis

dan

manusia,

manusia dan P gingivalis (GroEL) sebagai

bereaksi

antigen. Level antibodi pada pemberian

silang. Terlepas dari respon sel T, respon

HSP60 dan GroEL paling tinggi pada pasien

proliferatif dari peripheral blood mononuclear

dengan aterosklerosis, kemudian selanjutnya

cell (PBMC) diperiksa beserta profil sitokin

pasien periodontitis dan terakhir subjek

pada klonalitas sel T dari pasien periodontitis

sehat. Analisis klonal terhadap T cells

dan kontrol, diikuti dengan stimulasi dari

menunjukkan bahwa populasi T cell tidak

HSP60 manusia rekombinan dan GroEL P.

hanya

gingivalis. PBMC dari pasien periodontitis

HSP60 tapi juga GroEL pada sirkulasi perifer

menunjukkan respon proliferasi yang lebih

pasien aterosklerosis. T cell yang reaktif

tinggi terhadap HSP60 manusia dan lebih

terhadap

rendah

aterosklerosis di sejumlah pasien. Dari hasil

mengindikasikan

HSP60

antibodi

terhadap

GroEL

yang

P.

gingivalis

dibandingkan dengan subjek kontrol.

30

ditemukan

HSP60

pada

pasien

ditemukan

dengan

pada

lesi

ini, disimpulkan bahwa klon T cells memiliki spesifitas yang sama mungkin terlibat pada patogenesis penyakit yang berbeda.

31

Bukti lain mengenai peran T sel spesifik- GroEL telah diteliti oleh Choi et al. (2002) yang menunjukkan deretan T-cell spesifik

GroEL

P.

gingivalis

pada

lesi

ateroma maupun darah perifer. Deretan sel T merupakan campuran dari CD4+ dan CD8+ yang memproduksi sitokin bagian dari Th1 18

dan Th2.

Temuan ini menyimpulkan bahwa

HSP60 dari bakteri terlibat dalam proses imunopatologis aterosklerosis.

32

4. KESIMPULAN Porphyromonas

gingivalis

yang

menyebabkan periodontitis di rongga mulut, memiliki heat shock protein, yaitu GroEL. Gambar 2. Patogenesa aterosklerosis akibat groel p gingivalis

24

Pada manusia terdapat homologi heat shock protein, sehingga memungkinkan terjadinya reaksi silang antara GroEL dengan hHSP60.

Untuk

menyelidiki

kemungkinan

GroEL

dapat

dilepaskan

oleh

bakteri

hubungan di antara kedua penyakit ini,

kemudian

respon imun humoral dan seluler terhadap

darah sistemik yang menimbulkan respon

HSP60

autoimun sehingga memicu disfungsi endotel

pada

pasien

aterosklerosis

dibandingkan dengan pasien periodontitis

bersirkulasi

dalam

peredaran

yang bisa berakibat pada aterosklerosis.

dan subjek sehat menggunakan HSP60

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

46


5. SARAN Diharapkan dari mekanisme GroEL P.gingivalis pada penderita atherosklerosis ini dapat dilakukan penelitian yang nantinya dapat menghasilkan produk antiatherogenic yang

memiliki

aterosklerosis

kemampuan penyakit

mencegah

komplikasi

yang

disebabkan oleh P. gingivalis.

DAFTAR PUSTAKA 1. Hatta Muhammad. Penyakit periodontal dan hubungannya dengan aterosklerosis. [Skripsi] Makassar: Universitas Hasanuddin; 2011. 2. Mattila KJ, Nieminen MS, Valtonen VV, Rasi VP, Kesaniemi YA, et al. Association between dental health and acute myocardial infarction. BMJ. 1989. 298(6676):779-781. 3. Bartova J, Sommerova P, Lyuya-Mi Y, Mysak J, et al. Periodontitis as a risk factor of atherosclerosis: review article. J Immunol Res. [cited 30 January 2015]; 2014(2014); 9 pages; ID 636893, Available from: http://dx.doi.org/10.1155/2014/636893. 4. Atherosclerosis [internet]. 2013 [cited 30 January 2015]. Available from: http://www.merckmanuals.com/profession al/cardiovascular_disorders/arteriosclerosi s/atherosclerosis.html 5. Enersen M, Nakano K, Amano A. Porphyromonas gingivalis fimbriae. J Oral Microbiol. 2013, 5: 20265. 6. Mysak J, Podzimek S, Sommerova P, Lyuya-Mo Y, Bartova J, et al. Porphyromonas gingivalis: Major periodontopathic pathogen overview. J Immunol Res. 2014, 8 pages, 47 6068. 7. Lamont R, Jenkinson H. Subgingival colonization by Porphyromonas gingivalis. J Oral Microbiol Immunol. 2000; 15(6):341-349. 8. Goldman E, Green L. Practical Handbook nd of Microbiology, 2 Edition. Florida: CRC Press; 2009, p. 652. 9. Lusari JG. Analisis c-reactive protein pada penderita jantung koroner dengan periodontitis. [Tesis] Jakarta: Universitas Indonesia; 2012 10. Wangsarahardja Kartika. Penyakit periodontal sebagai faktor risiko penyakit

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

jantung koroner. Universa Medicina. 2005 July-September;24(3): 137-139 11. Permana Reza, et. al. Histomorphometrical analysis of coronary atherosclerosis lesions formation in rat (rattus norvegicus) model. J of Dent Indonesia. 2013;20(3): 73-74 12. Pambudi JR. Faktor faktor prediktor adanya aterosklerosis dan plak aterosklerosis pada pasien artritis reumatoid. [Tesis] Jakarta: Universitas Indonesia; 2013 13. Habich C, Burkat V. Heat shock protein 60: regulatory role on innate immune cells. Cell. Mol. Life Sci. 2007;64:742– 751. 14. Cahyadi H, Tyasrini E, Lucianus J. Peranan Heat Shock Protein pada Patogenesis Penyakit Infeksi dan Penyakit Autoimun. JKM [cited 2015 January 28] 2004; 3(2): 111-117. Available from: http://download.portalgaruda.org/article.ph p?article=72455&val=4914 15. Reißmann S. Mechanism of action of group II chaperonins [Disertasi]. München: LudwigMaximiliansUniversität München; 2007. 16. Amano A. Molecular interaction of Porphyromonas gingivalis with host cells: implication for the microbial pathogenesis of periodontal disease. J Periodontol. 2003: 74(1):90-96. 17. Yang, J, Wu, J, Lui, Y, et al. Porphyromonas gingivalis infection reduces regulatory T cells in infected atherosclerosis patients. PLoS ONE. 2014 9(1):ID e86599. 18. Darveau R, Hajishengalis G, Curtis M. Porphyromonas gingivalis as a potential community activist for disease. J Dent Res. 2012 91(9):816-820. 19. Pratiwi L. Adhesi Porphyromonas gingivalis pada netrofil yang diinkubasi ekstrak kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) [skripsi]. Jember: Universitas Jember; 2012 20. Bainbridge B, Darveau R. Porphyromonas gingivalis lipopolysaccharide: an unusual pattern recognition receptor ligand for the innate host defense system. Act Odontol Scand. 2001; 59(3):131-138. 21. Na H, Lim E, Jeong S, Ryu M, Park M, Chung J. Plasminogen activator inhibitor type 1 expression induced by lipopolysaccharide of Porphyromonas gingivalis in human gingival fibroblast. J Microbiol. 2014;52(2):154-160.

47


22. Purba JBRD. Hubungan kadar high sensitivity c-reactive protein dengan derajat stenosis arteri koroner pada pasien angina pektoris stabil. [Tesis] Medan: Universitas Sumatera Utara; 2012 23. Xu Q, Schett G, Perschinka H, Mayr M, Egger G, Oberhollenzer F et al. Serum Soluble Heat Shock Protein 60 Is Elevated in Subjects With Atherosclerosis in a General Population. Circulation. 2000;102(1):14-20. 24. Mandal K, Jahangiri M, Xu Q. Autoimmunity to heat shock proteins in atherosclerosis. Autoimmunity Rev. 2004;3(2):31-37. 25. Wick G, Perschinka H, Millonig G. Atherosclerosis as an autoimmune disease: an update. Trends Immunol. 2001;22(12):665-669. 26. Singh RB, Mengi SA, Xu Y, Arneja AS, Dhalla NS. (2002). Pathogenesis of atherosclerosis: A multifactorial process. Exp Clin Cardiol. 2002: 7(1), 40–53. 27. Ueki K, Tabeta K, Yoshie H, Yamazaki K. Self-heat shock protein 60 induces tumor necrosis factor-a in monocyte-derived macrophage: Possible role in chronic inflammatory periodontal disease. Clin Exp Immunol 2002;127:72-77.

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

28. Hotokezaka H, Hayashida H, Ohara N, Nomaguchi H, Kobayashi K, Yamada T. Cloning and sequencing of the groESL homologue from Porphyromonas gingivalis. Biochim Boiphys Acta 1994;1219:175-78.
 29. Maeda H, Miyamoto M, Hongyo H, Nagai A, Kurihara H, Murayama Y. Heat shock protein 60 (GroEL) from Porphyromonas gingivalis: Molecular cloning and sequence analysis of its gene and purification of the recombinant protein. FEMS Microbiol Lett 1994;119:129-36.
 30. Tabeta K, Yamazaki K, Hotokezaka H, Yoshie H, Hara K. Elevated humoral immune response to heat shock protein 60 (hsp60) family in periodontitis patients. Clin Exp Immunol 2000;120:285-93.
 31. Yamazaki K, Ohsawa Y, Itoh H, et al. Tcell clonality to Porphyromonas gingivalis and human heat shock protein 60s in patients with atherosclerosis and periodontitis. Oral Microbiol Immunol 2004;19:160-67.
 32. Choi JI, Chung SW, Kang HS, Rhim BY, Kim SJ. Establishment of Porphyromonas gingivalis heat-shock-protein-specific Tcell lines from atherosclerosis patients. J Dent Res 2002;81:344-48.

48


Laporan Tinjauan Pustaka

HWM (HAZARDOUS WASTED MACHINE)-KIT: INOVASI ALAT PENGOLAHAN LIMBAH INFEKSIUS MINI KEDOKTERAN GIGI 1

1

1

2

Faisal Rizki *, Fatimatuz Zahroh , Ika Ayu Fatimah , Amirullah Satria N. , 3 3 M.Iman Tarnando , Denni Rudiyanto 1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember Mahasiswa Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Jember 3 Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Jember Jalan Kalimantan No. 37, Jember-Jawa Timur

2

Email : spongebob_rizki@yahoo.co.id

ABSTRAK Pengembangan pelayanan kesehatan gigi dan mulut setiap tahunnya selalu berkembang seiring dengan peningkatan pembangunan instansi Klinik Kedokteran Gigi (KGK) serta KGK pribadi. Hal ini mengakibatkan semakin banyaknya limbah infeksius padat yang dihasilkan. Hingga saat ini limbah infeksius padat klinik kedokteran gigi sebagian besar masih ditangani sebagaimana layaknya sampah domestik sehingga dapat menimbulkan risiko tinggi penyebaran penyakit infeksi pada manusia serta menurunnya kesehatan lingkungan. Oleh karena itu, dibutuhkan alat yang dapat mengelolah limbah kedokteran gigi secara cepat, mudah, otomatis, dan praktis. Pengolahan limbah dapat dilakukan dengan cepat, mudah, otomatis, dan praktis menggunakan alat HWM-Kit. Kajian pustaka ini bertujuan mengkaji inovasi HWM-Kit sebagai pengolah limbah infeksius padat klinik kedokteran gigi. HWM – Kit ini bekerja dengan prinsip menggabungkan mesin pencacah dan lampu uv. Alat ini akan memotong limbah padat yang berupa handscoon, kapas, jarum dan plastik dengan mata pisau pencacah, yang selanjutnya akan disinari dengan lampu uv, yang efektif untuk mematikan mikroorganisme yang menempel dengan merusak DNA dan RNA-nya, sehingga limbah yang dibuang tidak dapat digunakan kembali dan tingkat keinfeksiusannya dapat diminimalisir. Dari pembahasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa alat HWM-Kit dapat mengurangi pencemaran akibat limbah infeksius padat pada lingkungan dengan prinsip pencacahan dan penyinaran UV. Kata kunci : limbah, infeksius, HWM-Kit

ABSTRACT The development of dental and oral health services is always growing along with increased development agencies Dentistry Clinic (CCC) as well as personal CCC. This resulted the increasing number of infectious solid waste generated. Until now, solid infectious waste dental clinic is still largely domestic waste handled properly so that it can pose a high risk of spreading infectious diseases in humans and the declining health of the environment. Therefore, it is necessary to manage waste dentistry fast, easy, automatic, and practical. Waste treatment can be performed quickly, easily, automatically, and the practical used HWM -kit. This literature review aims to assess the innovation HWM-Kit as infectious solid waste treatment dental clinics. HWM - kit works with the principle of combining thrasher and uv light system. This tool will cut solid waste in the form of handscoon, cotton, needles and plastic with a blade chopper, which would then be irradiated with UV light, which is effective in killing microorganisms that attach to DNA and RNA damage, so that waste is disposed to reused and the infectious level can be minimized. From this discussion it can be concluded that the HWM-Kit can reduce the pollution caused by solid infectious waste on the environment by the principle of cutter and UV irradiation. Keywords : waste, infectious, HWM-Kit

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

49


1. PENDAHULUAN Instansi merupakan

serta

kedokteran

lembaga

gigi

yang

klinik

menyediakan

menurunnya

kesehatan

lingkungan.

Pada pengolahan limbah padat

3

infeksius

sebelumnya menggunakan proses yang cukup

layanan dibidang kesehatan gigi dan mulut

panjang

kepada masyarakat. Semakin tinggi tingkat

incinerator, namun penggunaan incinerator

kebutuhan

pelayanan

dapat menimbulkan pencemaran udara dan

kesehatan gigi dan mulut, semakin tinggi pula

tidak semua sampah padat bisa diproses

tingkat pembangunan dari instansi Kedokteran

terutama sampah dari logam dan botol. Oleh

Gigi

karena

masyarakat

Klinik

(KGK)

pada

serta

KGK

pribadi.

dan

itu,

dihanguskan

dibutuhkan

menggunakan

alat

yang

dapat

Peningkatan jumlah instansi KGK dan KGK

menangani limbah infeksius padat kedokteran

pribadi tidak hanya berdampak positif bagi

gigi secara tepat, cepat, mudah, otomatis, dan

masyarakat dan

praktis.

lingkungan,

namun juga

memiliki dampak negatif antara lain dalam hal

Hazardous Wasted Machine (HWM)-

penanganan limbah medis khususnya limbah

Kit sebagai alat pengolah limbah infeksius

infeksius padat yang kurang tepat. Hal ini

padat mini kedokteran gigi diharapkan dapat

dapat

menimbulkan

penyakit

menjadi solusi pengolahan limbah infeksius

infeksi

pada

menurunnya

padat kedokteran gigi pada klinik kedokteran

kesehatan

penyebaran

manusia

lingkungan.

serta

menteri

gigi. Dampak negatif limbah infeksius padat

No.1204/MENKES/SK/X/2004

klinik kedokteran gigi dan resiko penyebaran

tentang persyaratan kesehatan lingkungan

penyakit infeksi pada manusia serta gangguan

rumah sakit maka setiap fasilitas pelayanan

kesehatan

kesehatan diwajibkan memiliki persyaratan

dengan

khusus

padat

Tujuan : Tujuan dari kajian pustaka ini adalah

Tidak

untuk

kesehatan

untuk

Keputusan

menangani

limbah

khususnya limbah padat infeksius.

1

lingkungan

dapat

penggunaan

menelaah

peran

alat

HWM-Kit.

HWM-Kit

mengatasi

KGK dan KGK pribadi memiliki persyaratan

padat kedokteran gigi pada klinik kedokteran

khusus

gigi sehingga dampak negatif limbah infeksius

menangani

limbah

padat

padat

efek negatif bagi masyarakat dan lingkungan.

penyebaran penyakit infeksi pada manusia

Tingginya jumlah limbah padat infeksius yang

serta gangguan kesehatan lingkungan dapat

dihasilkan oleh instansi KGK dan KGK pribadi,

diminimalisir.

0,73

berdampak

kg/klinik

setiap

negatif

apabila

harinya tidak

segera

ditangani. Hingga saat ini 57,1% dari limbah infeksius padat klinik kedokteran gigi masih sebagaimana

dan

resiko

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Padat Menurut Pruss (2005), limbah padat

sampah

layanan kesehatan infeksius adalah semua

domestik, yaitu dengan menimbunnya terlebih

limbah yang berbentuk padat sebagai akibat

dahulu,

kegiatan

kemudian

layaknya

gigi

akan

2

ditangani

kedokteran

infeksius

infeksius dengan tepat tanpa menimbulkan

yaitu

klinik

limbah

untuk

semua pelayanan kesehatan terutama instansi

untuk

permasalahan

diminimalisir

dilakukan

pengolahan,

sehingga dapat menimbulkan resiko tinggi

layanan

kesehatan

yang

telah

terkontaminasi organisme patogen yang cukup

penyebaran penyakit infeksi pada manusia

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

50


untuk menularkan penyakit pada manusia yang rentan.

4

pirimidin. Sel yang tidak mampu melakukan replikasi akan kehilangan sifat patogenitasnya.

Limbah padat infeksius mengandung

Radiasi ultraviolet yang diabsorbsi oleh protein

berbagai macam mikroorganisme patogen.

pada

Mikroorganisme

kerusakan membran sel dan kematian sel

patogen

tersebut

dapat

memasuki tubuh manusia melalui beberapa

membran sel akan menyebabkan

mikroorganisme.

jalur a) akibat tusukan, lecet, atau luka dikulit, b) melalui membrane mukosa, c) melalui

2.3. Mesin Pencacah

pernafasan, d) melalui ingesti, oleh karena itu

Mesin pencacah merupakan mesin yang

tenaga medis dan lingkungan di sekitar klinik

digunakan untuk memotong supaya memiliki

kedokteran gigi sangat rentan tertular infeksi

ukuran jauh lebih kecil dari semula dan

mikroorganisme apabila pengolahan limbah ini

mempercepat prosesnya. Tujuannnya adalah

tidak ditangani secara serius. Limbah infeksius

untuk menghasilkan alat bantu potong yang

padat kedokteran gigi meliputi handscoon,

ergonomis.

5

tampon, jarum suntik, bahan tambal, cotton pallet, dan cotton roll. Sedangkan pengolahan

3. PEMBAHASAN

limbah yang pada rumah sakit harus melewati

HWM-Kit merupakan alat yang terdiri

beberapa sistem, yaitu autoclaving, desinfeksi

dari penggabungan dua alat yang memiliki

dengan bahan kimia, dan insenerator, yang

prinsip kerja berbeda, sehingga menghasilkan

prosesnya membutuhkan waktu lama dan

suatu alat dengan modifikasi fungsi untuk

tidak praktis. Pengolahan limbah infeksius

pengolahan limbah medis padat kedokteran

padat klinik kedokteran gigi dapat dilakukan

gigi. Adapun alat-alat yang tergabung di

dengan mudah dan efisien menggunakan

dalamnya adalah mesin pencacah dan lampu

HWM-Kit.

UV sebagai sterilisasi. Penggabungan kedua alat ini didasarkan pada fungsinya mesin

2.2. Sinar Ultraviolet

pencacah

sebagai

pemotong

limbah dan

Lampu UV yang digunakan merupakan

kinerja mesin sterilisasi yang terdapat pada

lampu UV berdaya 15 watt yang mampu

lampu UV untuk mematikan mikroorganisme

menghasilkan radiasi maksimum pada panjang

patogen. Prinsip kerja alat pertama, mesin

gelombang 253,7 nm dengan jumlah empat

pencacah, adalah untuk mencacah limbah

buah yang masing-masing diletakkan pada

padat kedokteran gigi baik berupa handscoon,

tiap sudutnya.

cotton pallet, cotton roll, tampon, plastik,

Sinar

UV

akan

bereaksi

dengan

maupun

jarum

suntik.

Mata

pisau

yang

berpenetrasi ke dinding sel mikroorganisme

dimilikinya terbuat dari campuran besi dan

dan mengubah komposisi asam nukleatnya.

baja, memiliki kekuatan yang tinggi, sehingga

Absorbsi UV oleh DNA (atau RNA pada

mampu memotong plastik, kertas, jarum, karet,

beberapa

maupun logam tipis, sehingga akan dihasilkan

virus)

mikroorganisme melakukan

dapat tersebut

replikasi

akibat

menyebabkan tidak

mampu

potongan-potongan kecil, yang selanjutnya

pembentukan

akan sangat mudah terkena sinar UV secara

ikatan rangkap dua pada molekul-molekul

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

merata,

sehingga

mikroorganisme

dapat

51


diminimalisir. Alat ini memiliki bentuk balok

pengaduk pada lorong cermin ini sehingga

yang bagian luarnya terbuat dari alumunium

menambah

dengan spesifikasi ukuran 300X300X850 mm,

Setelah dilakukan penyinaran selama kurang

dan motor penggerak sebesar 1HP dan

lebih sepuluh menit, kemudian portal otomatis

kecepatan dibuat 184 rpm.

bagian bawah lorong kaca akan membuka

daya

pemerataan

penyinaran.

Setelah dicacah, limbah selanjutnya

menuju ke tempat penampungan akhir pada

ditampung pada modifikasi corong prisma di

bagian bawah mesin pencacah kertas, dan

dalam alat penghancur kertas, yang bertujuan

siap untuk dibuang karena telah diminimalisir

untuk memusatkan limbah menuju ke lorong

tingkat keinfeksiusannya.

cermin berisi sinar UV. Untuk menuju lorong cermin sinar UV, limbah harus melewati portal

3.1. Desain Alat

otomastis terlebih dahulu. Tujuan pemberian portal

otomatis

ini

adalah

untuk

memaksimalkan daya kerja penyinaran sinar UV di dalam lorong cermin. Setelah melewati portal cacahan limbah tadi disinari dengan lampu UV di dalam lorong cermin. Lampu UV yang

digunakan

merupakan

lampu

UV

berdaya 15 watt yang mampu menghasilkan radiasi maksimum pada panjang gelombang 253,7 nm dengan jumlah empat buah yang Gambar 1.1. Desain Dalam Alat

masing-masing diletakkan pada tiap sudutnya. Sinar UV akan bereaksi dengan berpenetrasi ke dinding sel mikroorganisme dan mengubah

4. KESIMPULAN Kesimpulan

komposisi asam nukleatnya. Absorbsi UV oleh DNA (atau RNA pada beberapa virus) dapat menyebabkan mikroorganisme tersebut tidak mampu

melakukan

pembentukan

ikatan

replikasi rangkap

akibat

dua

molekul-molekul pirimidin. Sel

pada

yang tidak

mampu melakukan replikasi akan kehilangan sifat patogenitasnya. Radiasi ultraviolet yang diabsorbsi oleh protein pada

membran sel

akan menyebabkan kerusakan membran sel dan

kematian

sel

mikroorganisme.

yang

dapat

diambil

berdasarkan kajian di atas adalah inovasi HWM-Kit

dapat menjadi solusi pengolahan

limbah infeksius padat klinik kedokteran gigi karena

desain

alatnya

inovatif

dengan

menggabungkan mesin pencacah limbah dan mesin

sterilisasi

yang

bekerja

dalam

mematikan mikroorganisme patogen, sehingga tingkat keinfeksiusan limbah padat kedokteran gigi dan penularan ke lingkungan serta tenaga medis dapat diminimalisir.

Kemampuan ini semakin meningkat dengan dipantulkannya sinar-sinar dari lampu UV ini dengan

menggunakan

cermin,

sehingga

semakin merata dan efektif. Selain pemantulan sinar menggunakan cermin juga terdapat alat

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

DAFTAR PUSTAKA 1. Menteri Kesehatan. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

52


2. Wulandari, C. Y, Sukandar. Timbulan Dan Komposisi Limbah Medis Pelayanan Kesehatan Gigi Umum Perorangan. Available at: http://www.ftsl.itb.ac.id [26 Desember 2013 : 21.36 WIB] 3. Widhiarta KY.2012.Analisis Sistem Pengolahan Limbah Medis Puskesmas di Kabupaten Jember, Jember : Bagian Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan keselamatan Kerja FKM UNEJ.

BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

4. Pruss.A, 2005. Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan. Cetakan I, Jakarta: EGC. 5. Nugroho, A., 2006, Perancangan Alat Pemotong Tempe Yang Ergonomis, Skripsi pada Program Studi Teknik Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

53


BIMKGI Volume 3 No. 2 │ Juli – Desember 2015

54


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.