Bimgi vol 3 no1

Page 1


SUSUNAN PENGURUS TIM REDAKSI

MITRA BESTARI Prof. Dr. Ratu Ayu Dewi Sartika, Apt., M.Sc. (Universitas Indonesia)

Nita Azka Nadhira Universitas Indonesia Ahlan Universitas Hasanuddin Asri Maulida A. Institut Pertanian Bogor Nuria Wicitania Universitas Muhammadiyah

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, M.S. (Institut Pertanian Bogor)

Rahayu Indriasari, S.KM., MPHCN, Ph.D

Semarang

Nurul Muchlisa Universitas Hasanuddin Rachmi Faricha Universitas Brawijaya Riska Amelia Mulyo Institut Pertanian Bogor

(Universitas Hasanuddin)

TIM HUMAS Dr. Ali Rosidi, S.KM., M.Si (Universitas Muhammadiyah Semarang)

Rahmita Utami R. Institut Pertanian Bogor Nur Khalida A. Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka

Leny Budi Harti, S.Gz., M.Si. (Universitas Brawijaya)

Eva Sujiati Kurnia Universitas Brawijaya Amalia Shabrina Universitas Indonesia Rr Bamandhita R.S. Universitas Indonesia

BOARD OF Director TIM LAYOUT

Rudianto, S.Gz. (Universitas Hasanuddin)

Arizta Primadiyanti Universitas Indonesia Aisyah Putri Utami Universitas Hasanuddin

PIMPINAN UMUM Nindy Apriliani Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka

SEKRETARIS Wahidatul Ukhra A. Universitas Sumatera Utara

BENDAHARA Cindy Ulfiyatur R. Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka

PIMPINAN REDAKSI Waode Asnini R. Universitas Hasanuddin

ii


DAFTAR ISI

ISSN : 2303-3932

Susunan Pengurus................................................................................................................................... Daftar Isi...................................................................................................................................................... Petunjuk Penulisan................................................................................................................................ Sambutan Pimpinan Umum...............................................................................................................

ii iii iv ix

PENELITIAN Model Simulasi Tindakan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 (Analisis Data Riskesdas Sulsel Tahun 2013) Bohari ..................................................................................................................................................................................................................................

1

Substitusi Tepung Hanjeli (Coix lacrima-jobi) dan Tepung Tempe terhadap Kadar Protein dan Mutu Protein pada Biskuit MP-ASI Bayi Febryana Megawati ..................................................................................................................................................................................................................................

9

Hubungan Asupan Karbohidrat dan Indeks Massa Tubuh pada Wanita Premenopause dan Postmenopause di Indonesia (Analisis Riskesdas 2010) M. Rizal Permadi, Idrus Jus’at, Nadiyah .................................................................................................................................................................................................................................. 20

Subtitusi Tepung Hanjeli dan Tepung Tempe terhadap Mutu Fisik, Organoleptik, dan Kadar Kalsium pada Biskuit Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lavrencia Annashopy R ..................................................................................................................................................................................................................................

27

Hubungan Pola Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi Anak Usia 6-23 Bulan di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar Tahun 2013 Rizki Eka Sakti Octaviani ..................................................................................................................................................................................................................................

35

TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA (Docosahexaenoic Acid) Minyak Ikan terhadap Tekanan Darah pada Karyawan Perusahaan Swasta yang Mengalami Hipertensi Jeallyza Muthia Azra .................................................................................................................................................................................................................................. 43

EDITORIAL Optimalkan Pemahaman Masyarakat mengenai 10 Pesan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014 melalui Media Massa yang Komunikatif Nur Afiati Nadhiyah Ellen Natalia .................................................................................................................................................................................................................................. 48

iii


PETUNJUK PENULISAN Pedoman Penulisan Artikel Berkala Ilmiah Mahasiswa Gizi Indonesia (BIMGI) Indonesian Nutrition Student Journal Berkala Ilmiah Mahasiswa Gizi Indonesia (BIMGI) adalah publikasi tiap enam bulanan yang menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaktur. Naskah diterima oleh redaksi, mendapat seleksi validitas oleh peer-reviewer, serta seleksi dan pengeditan oleh redaktur. BIMGI menerima artikel penelitian asli yang berhubungan dengan kelompok bidang ilmu gizi dasar, ilmu gizi terapan, gizi masyarakat, gizi klinis, pendidikan gizi, biokimia gizi, ilmu pangan, sanitasi dan ketahanan pangan, nutrigenomik, serta artikel tinjauan pustaka, laporan kasus, artikel penyegar ilmu gizi dan kesehatan, advertorial, petunjuk praktis, serta editorial. Tulisan merupakan tulisan asli (bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa ilmu gizi.

Kriteria Artikel 1. Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu gizi, ilmu pangan, kesehatan masyarakat, danilmu gizi dasar. Format terdiri dari judul penelitian, nama dan lembaga pengarang, abstrak, dan teks (pendahuluan, metode, hasil, pembahasan/diskusi, kesimpulan, dan saran). 2. Tinjauan pustaka: tulisan artikelreview/sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau ilmu dalam dunia gizi, ditulis dengan memerhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca. 3. Laporan kasus: artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca. Artikel ini ditulis sesuai pemeriksaan, analisis, dan penatalaksanaan sesuai kompetensi ilmu gizi. Format terdiri dari pendahuluan, laporan, pembahasan, dan kesimpulan. 4. Artikel penyegar ilmu gizi: artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang sangat menarik dalam dunia pangan, gizi, dan atau kesehatan, memberikan human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Artikel bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau gizi yang perlu diketahui oleh pembaca. 5. Editorial: artikel yang membahas berbagai hal dalam dunia pangan, gizi dan kesehatan, mulai dari ilmu dasar gizi, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang pangan dan gizi, lapangan kerja sampai karir dalam dunia pangan dan gizi. Artikel ditulis sesuai kompetensi mahasiswa ilmu gizi. 6. Petunjuk praktis: artikel berisi panduan analisis atau tatalaksana yang ditulis secaratajam, bersifat langsung (to the point) dan penting diketahui oleh pembaca (mahasiswa ilmu gizi). 7. Advertorial: artikel singkat mengenai ilmu pangan dan gizi, kesehatan dan atau kombinasi terbaru, beserta penelitian, dan kesimpulannya. Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.

iv


Petunjuk Bagi Penulis 1. BIMGI hanya akan memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada jurnal lain. 2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dan benar, jelas, lugas, serta ringkas. Naskah diketik di atas kertas A4 dengan dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi. Ketikan tidak dibenarkan dibuat timbal balik. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman judul. Batas atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2.5 cm. Naskah terdiri dari maksimal 15 halaman. 3. Naskah harus diketik dengan komputer dan harus memakai program Microsoft Word. Naskah dikirim melalui email ke alamat redaksibimgi@bimkes.org dengan menyertakan identitas penulis beserta alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi. 4. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut: 1. Judul karangan (Title) 2. Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution) 3. Abstrak (Abstract) 4. Naskah (Text), yang terdiri atas: - Pendahuluan (Introduction) - Metode (Methods) - Hasil (Results) - Pembahasan (Discussion) - Kesimpulan - Saran 5. Daftar Rujukan (Reference) 5. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan pustaka harus mengikuti sistematika sebagai berikut: 1. Judul 2. Nama penulis dan lembaga pengarang 3. Abstrak 4. Naskah (Text), yang terdiri atas: - Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas) - Pembahasan - Kesimpulan - Saran 5. Daftar Rujukan (Reference) 6. Judul ditulis dengan huruf besar, dan bila perlu dapat dilengkapi dengan anak judul. Naskah yang telah disajikan dalam pertemuan ilmiah nasional dibuat keterangan berupa catatan kaki. 7. Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup diikuti dengan kata-kata: dkk atau et al. Nama penulis harus disertai dengan asal fakultas penulis. Alamat korespondensi ditulis lengkap dengan nomor telepon dan email. 8. Abstrak harus dibuat dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia. Panjang abstrak tidak melebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul makalah dan nama penulis. v


9. Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Tidak lebih dari 5 kata, dan sebaiknya bukan merupakan pengulangan kata-kata dalam judul. 10. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic). 11. Tabel 12. Gambar 13. Metode statistik 14. Ucapan terima kasih 15. Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, bukan menurut abjad. Contoh cara penulisan dapat dilihat 1. Artikel dalam jurnal i.

Artikel standar Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun 1;124(11):980-3. atau Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124:980-3. Penulis lebih dari enam orang Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leukaemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j Cancer 1996;73:1006-12.

ii.

Suatu organisasi sebagai penulis The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4.

iii.

Tanpa nama penulis Cancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15.

iv.

Artikel tidak dalam bahasa Inggris Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2.

v.

Volum dengan suplemen Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational lung cancer. Environ Health Perspect 1994;102 Suppl 1:275-82.

vi.

Edisi dengan suplemen Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97.

vi


vii.

viii.

Volum dengan bagian Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in non-insulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-6. Edisi dengan bagian Poole GH, Mills SM.One hundred consecutive cases of flap laceration of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8.

ix.

Edisi tanpa volum Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle arthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4.

x.

Tanpa edisi atau volum Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and the effects of blood transfusion on antitumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33.

xi.

Nomor halaman dalam angka Romawi Fischer GA, Sikic BI.Drug resistance in clinical oncology hematology.Introduction. Hematol Oncol Clin North Am 1995 Apr;9(2):xi-xii.

and

2. Buku dan monograf lain i.

Penulis perseorangan Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996.

ii.

Editor, sebagai penulis Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill Livingstone; 1996.

iii.

Organisasi dengan penulis Institute of Medicine (US).Looking at the future of the Medicaid program. Washington: The Institute; 1992.

iv.

Bab dalam buku Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors. Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: raven Press; 1995.p.465-78.

v.

Prosiding konferensi Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-19; Kyoto, Japan. Amsterdam: Elsevier; 1996.

vii


vi.

Makalah dalam konferensi Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and security in medical information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO 92.Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.p.1561-5.

vii.

Laporan ilmiah atau laporan teknis 1. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor: Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment billed during skilled nursing facility stays. Final report. Dallas (TX): Dept. of Health and Human Services (US), Office of Evaluation and Inspection; 1994 Oct. Report No.: HHSIGOEI69200860. 2. Diterbitkan oleh unit pelaksana : Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services research: work force and education issues. Washington: National Academy Press; 1995. Contract no.: AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care Policy and research.

viii.

Disertasi Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and utilization [dissertation]. St. Louis (MO): Washington univ.; 1995.

ix.

Artikel dalam Koran Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates 50,000 admissions annually. The Washington Post 1996 Jun 21;Sect A:3 (col. 5).

x.

Materi audiovisual HIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO): Mosby-Year book; 1995.

3. Materi elektronik i.

Artikel journal dalam format elektronik Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis [serial online] 1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24 screens]. Available from: URL: HYPERLINK http://www.cdc.gov/ncidod/EID/eid.htm

ii.

Monograf dalam format elektronik CDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves JRT, Maibach H. CMEA Multimedia Group, producers.2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995.

iii.

Arsip computer Hemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer program]. Version 2.2. Orlando (FL): Computerized Educational Systems; 1993. viii


SAMBUTAN PIMPINAN UMUM Salam Sehat Gizi Seimbang untuk seluruh mahasiswa Gizi Indonesia Syukur Alhamdulillah, kami panjatkan kehadirat Allah SWT karna atas izin dan ridhoNya jurnal elektronik BIMGI Vol.3 No.1 dapat terbit di bulan Februari ini. Tak lupa shalawat serta salam kita junjungkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang telah banyak mengajari kita sampai kita berada di zaman terang benderang seperti ini. BIMGI (Berkala Ilmiah Mahasiswa Gizi Indonesia) merupakan jurnal elektronik yang berisikan artikel-artikel ilmiah dari mahasiswa gizi yang pertama dan satu-satunya di Indonesia. BIMGI di tahun ketiga ini, telah menerbitkan 5 edisi e-journal yang dapat diakses secara free di website www.bimkes.org. Seperti edisi sebelumnya, BIMGI Vol. 3 No.1 memiliki 7 artikel yang telah melewati proses penyeleksian secara ketat oleh dewan redaksi BIMGI. Artikel yang berkualitas merupakan satu dari beberapa tujuan utama kami dalam menyajikan jurnal elektronik BIMGI ini. Maka dari itu, kami berusaha sangat keras untuk menerbitkan artikel-artikel ilmiah yang berkualitas. Sehingga mahasiswa gizi yang mengirimkan artikel ke BIMGI juga merasa puas bahwa tulisan ilmiahnya memiliki wadah publikasi, serta mahasiswa gizi yang membaca terbitan jurnal elektronik BIMGI merasa terpenuhi keingintahuannya menganai informasi-informasi seputar gizi. Kami berharap dengan terbitnya BIMGI Vol.3 No.1 ini dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi mahasiswa gizi Indonesia. Keberhasilan dan kesuksesan terbitanya BIMGI ini dikarenakan banyak faktor. Satu diantaranya adalah dukungan dari semua pihak terkait. Untuk itu, kami ucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah terlibat baik langsung ataupun tidak langsung dalam membantu penerbitan e-journal ini. Kritik dan saran terhadap BIMGI sangat diperlukan untuk menciptakan BIMGI yang lebih baik lagi kedepannya.

Pimpinan Umum

Nindy Apriliani Putri

ix


Penelitian n

MODEL SIMULASI TINDAKAN PEN NCEGAHAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS T TIPE 2 (ANALISIS DATA RISKESDAS SULSEL TAHUN UN 2013) 1

Bohari 1

Konsentrasi Gizi, Program Studi Kesehatan Masyaraka kat, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Kampus Tamalanrea, Jalan Perintis Kemerdekaan Km.. 10 Makassar, Sulawesi Selatan 90245 Email: Bohmks@gmail.com

ABSTRAK Latar Belakang: Prevvalensi Diabetes Mellitus tipe 2 (DM) yang men eningkat dan biaya pengobatan yang mah hal akan mengakibatkan beban ekonomi yang b berat dan menjadi tantangan utama bagi gi pembuat kebijakan kesehatan. Penelitian bertu rtujuan mengetahui jenis model simulasii ttindakan pencegahan yang paling sesuai dala lam menekan laju peningkatan DM di Sul ulawesi Selatan dengan menggunakan pendekata tan model dinamik. Metode: Desain penel elitian adalah cross sectional. Populasi adalah sseluruh data hasil Riskesdas Sulawesi Selatan Se tahun 2013, khususnya anggota rumah tangga ta (ART) usia 45+ tahun. Sampel penelitian pe yaitu data yang terkait dengan variabe bel penelitian yaitu jumlah DM tipe 2, pre revalensi obesitas, konsumsi makanan/minuman n manis, asin, dan berlemak, buah dan sa sayur, dan aktivitas fisik. Analisis data yaitu analis lisis sistem dinamis dengan menggunakan n program powersim. Hasil penelitian: Selama a 10 tahun (20132022) diestimasikan ke ejadian DM meningkat sebesar 2,86 kali lipat dari ri 692 orang (tahun 2013) menjadi 1984 ora orang (tahun 2022) jika faktor risiko DM tidak dikon ontrol. Peningkatan kejadian DM dapat dicegah d dengan mengontrol berbagai faktor ris risiko yaitu kontrol obesitas mencegah DM sebesar 9,32%, aktivitas fisik mencegah DM M sebesar 7,15%, konsumsi buah dan sa ayur mencegah DM sebesar 24,54%, pengontrola lan konsumsi buah dan sayur, aktivitas fi fisik mencegah DM sebesar 25,3%, dan peng ngontrolan dengan konsumsi buah, sayur ur, aktivitas fisik dan obesitas mencegah DM sebesar 27,41%. Simpulan: Model simu ulasi tindakan pencegahan yang paling sesuai da alam menekan laju peningkatan DM adala lah model VI yaitu kombinasi pengontrolan konsu sumsi buah, sayur, aktivitas fisik, dan obes esitas. Disarankan kepada pemerintah untuk menja jamin ketersediaan dan keterjangkauan b buah dan sayur dan kepada masyarakat untu ntuk meningkatkan konsumsi buah dan say ayur. Kata Kunci: Model Sim imulasi, Pencegahan, Diabetes Mellitus. ABSTRACT Background: Prevalen ence of type 2 Diabetes Mellitus (DM) increase and nd cost of treatment is expensive make eco conomic burden. The study aims to determine type t of simulation models are most appro ropriate precautions to reduce the rate in the incid cidence of Diabetes in South Sulawesi by us using a dynamic model approach. Method: The de esign of this study was a cross sectional al using data of Riskesdas South Sulawesi in 2013, especially members of the house sehold aged 45+ years. The research sample was as data associated with research variable bles are the number of type 2 DM, the obe besity prevalence, consumption of foods/ s/drinks sweet, salty, and fatty foods, fruits and nd vegetables, and physical activity. Data analysis a with dynamic systems using Powersim Program. P

BIMGI Volume 3 No.1 | Janua uari - Juni 2015

1


Result: Showed that in 10 years from now estimated incidence of DM increased in by 2,86x fold from 692 people in the years 2013 to 1.984 people in 2022 if itt was w not controlled diabetes risk factors. Increased In of diabetes could be prevented by contr ntrolling the various risk factors namely control co obesity prevented as many as 9,32%,, physical activity prevented DM amoun unt 7,15%, consumption of fruits and vegetable bles prevented DM accounted for 24,54% %, controlling the consumption of fruits, vegetab tables and physical activity prevented DM 25,3%, 2 and consumption of fruits, vegetables, physical ph activity and obesity to prevent DM M as many as 27,41%. Conclusion: The most appropriate ap strategy to reduce the rate in the th incidence of diabetes is model VI by combinin ing control of fruits and vegetables consu sumption, physical activity, and obesity. It iss recommended to government to ensure e tthe availability and affordability of fruits and vege getables and to the community to increase e fruits and vegetables consumption. Keywords : Simulation on Model, Prevention, Diabetes Mellitus. 1. PENDAHULUAN Diabetes mellit llitus telah menjadi salah satu masalah kes esehatan masyarakat yang paling berpengaru ruh pada abad ke-21. Data Badan Kesehatan an Dunia tahun 2000 di dunia terdapat 171 1 juta penderita DM dan akan meningkat du dua kali, menjadi 366 juta pada tahun 2030. 0. Indonesia sebagai bagian dari region n Asia Tenggara termasuk urutan ke-2 terbanyak penduduknya yang me enderita DM setelah India. Jumlah pende derita DM di India sebanyak 31.705.000 0 (tahun 2000) yang diproyeksikan mencapa pai 79.441.000 pada tahun 2030, sedangka an prevalensi DM di Indonesia mencapaii jumlah 8.426.000 (tahun 2000) yang dipro royeksikan mencapai 21.257.000 pada tah ahun 2030. Artinya, terjadi kenaikan tiga ka kali lipat dalam waktu 30 tahun. Hasil Riset et Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 2 menunjukkan kecenderungan prev evalensi DM di Indonesia meningkat se sebesar 1% yaitu dari 1,1% di tahun 2007 me enjadi 2.1% di tahun 2013. Adapun proporsi si DM pada umur ≼15 tahun yaitu sebesar ar 6,9%. Sulawesi 2. Selatan juga menga galami peningkatan sebesar 2,6% dari 0, 0,8% di tahun 2007 menjadi 3,4% di tahun 2013 dan merupakan salah sat atu provinsi dengan prevalensi DM tert rtinggi ke 3 di 1,2,3 Indonesia . Model simulasi si dibangun untuk tujuan peramalan atau a perencanaan kebijakan, sehingga ga memperkirakan kejadian dan dampak DM D pada masa yang akan datang merupak akan aspek penting untuk perencana aan kesehatan masyarakat, hal ini dis isebabkan prevalensi Diabetes Mellitus sema makin meningkat dari 4 tahun ke tahun . Pen nelitian di Indonesia

menemukan ada dua a model prediksi kejadian Diabetes Melitus tus tipe 2 di daerah urban Indonesia yai aitu berdasarkan kegemukan, tingkat pend didikan, pekerjaan, dan umur serta berda dasarkan obesitas sentral, tingkat pendidika an, pekerjaan, dan 5 umur . Sulawesi Selatan n termasuk salah satu provinsi dengan prevalensi DM tertinggi ke 3 di Indone esia dan berbagai penelitian epidemiolog gi menunjukkan adanya kecenderunga gan peningkatan angka kejadian DM tipe-2 tip di Sulawesi Selatan khususnya daer erah urban seperti kota Makassar dan faktor fa risiko yang semakin tahun semakin meningkat serta mengingat bahwa DM a akan memberikan dampak terhadap kuali alitas sumberdaya manusia dan peningkatan an biaya kesehatan yang cukup besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis modell simulasi tindakan pencegahan yang palin ling sesuai dalam menekan laju peningkata tan DM selama 10 tahun (2013 s/d 2023) dii Sulawesi S Selatan. 2. METODE Jenis penelit litian adalah observasional analitik dengan desain Cross Sectional diman na menggunakan data hasil Riset Kesehatan Ke Dasar (Riskesdas) Sulawesi Se elatan tahun 2013, khususnya anggota rum mah tangga (ART) usia 45+ tahun. Populasi dari pen nelitian ini adalah seluruh data hasil Riskes esdas tahun 2013. Sebanyak 13.121 ART T usia 45+ tahun, dari jumlah tersebutt dilakukan lagi pengecekan kelengkapa an data, terdapat 472 ART yang tidak m memiliki data IMT, sehingga jumlah ART T yang diikutkan

2 BIMGI Volume 3 No.1 | JJanuari-Juni 2015


dalam analisis sistem em dinamis adalah 12.649 ART. Analisis data yaitu ya analisis sistem dinamik dengan men nggunakan program Powersim. Pendekata tan sistem dinamis merupakan salah satu pendekatan pemodelan kebijakan tterutama dalam hal peningkatan pema ahaman tentang bagaimana dan meng gapa gejala dinamis suatu sistem terjadi, d dengan alat analisis yaitu Causal Loop Dia iagram dan diagram alir model kejadian D DM (Gambar 1 dan 6 Gambar 2) . Diagram alir model kejadian DM (Gambar 2) merup upakan diagram yang dibuat di dalam progra gram Powersim yang berdasarkan pada Ca ausal Loop diagram kejadian DM (Gambar ar 1) yang memiliki simbol seperti konstan anta, auxilliary, rate, dan level. Karakteristik ik variabel tiap model

roleh dengan cara simulasi (Tabel 1) dipero menghitung nilai rata-ra rata tiap variabel berdasarkan kelompok DM dan bukan DM. Nilai-nilai tersebut dimas asukkan ke dalam formula yang telah disussun (Gambar 2) di program Powersim. Has asil analisis sistem dinamik (Tabel 2) yaitu tu jumlah kejadian DM dan Bukan DM d diperoleh setelah program dijalankan pad ada setiap model simulasi. Validasi mo model yaitu membandingkan hasil simulasi dengan data riil persentasi DM M tipe 2 (LitbangKementerian Kesehatan RI, R 2013), dengan syarat yang harus d dipenuhi bahwa perbedaan rata-rata peni ningkatan kelipatan penderita DM hasil sim mulasi tidak boleh lebih dari 50% dibanding ngkan dengan data riil persentasi DM.

Gambar 1. Causal Lo Loop Diabetes Mellitus (Modifikasi dari Shoul Maile ile, 2010) Gambar 1 menunjukka kan jika konsumsi makanan berisiko (makanan/ n/minuman manis, makanan asin, dan makanan n berlemak) yang berlebih dapat meningka katkan kejadian obesitas dan diabetes mellitus m (loop1). Aktivitas fisik yang rendah juga ju memberikan dampak pada peningkatan ob obesitas dan pada akhirnya memberikan dampa pak pada kejadian diabetes mellitus (loop 2). Kem emudian Diabetes Mellitus dapat dikurangi/d /dicegah dengan meningkatkan aktifitas fisik dan d asupan serat (buah dan sayur) sehingga da dapat memberikan

BIMGI Volume 3 No.1 | Janua uari - Juni 2015

7

kontribusi pada penurunan obesitas o dan pada akhirnya penduduk bukan penderita p Diabetes Mellitus meningkat (loop 3). Loop L 4 dan loop 5 menunjukkan bahwa pe penduduk bukan penderita Diabetes Mellitus us juga berpotensi menderita Diabetes Mellitu itus jika konsumsi makanan berisiko dan obesit sitas meningkat. Berdasarkan gamba ar 1, kemudian diterjemahkan dalam bent ntuk Diagram Alir Model Dinamik Kejadian DM D pada program Powersim.

3


Gambar 2. Diagram Alir Model el Kejadian DM (pembuatan diagram alir model inii berdasarkan causal loop Gambar 1 yang peneliti te terjemahkan dalam Program Powersim, adapun pa panduan pembuatan diagram am alir tersebut referensinya ada pada no. 6) 2.1. Penjelasan Model I – VI Model ini dibangun un berdasarkan pedoman pengendalian Diabe betes Mellitus dan 8 penyakit metabolik berbasis komunitas k . 1. Model I merupakan an model yang dilakukan untuk menge gestimasi kejadian DM selama 10 tahu hun (2013-2022) tanpa ada kontrol pad ada variabel/faktor yang mempengaruhi kejadian ke DM. 2. Model II merupakan n model yang dilakukan untuk menge estimasi kejadian DM selama 10 tahu hun (2013-2022) dengan mengontrol obesitas yaitu menurunkan prevalensii o obesitas sebesar 4% dari 17,3% (tahun n 2013) menjadi 13,3%, dengan pertim rtimbangan ingin menyamakan prevalenssi obesitas pada ART bukan penderita ita DM sebesar 13,5%. 3. Model III merupakan an model yang dilakukan untuk menge estimasi kejadian DM selama 10 tahu hun (2013-2022) dengan mengontrol akt ktivitis fisik yaitu meningkatkan aktivitas fisik fi menjadi 2,50, dengan pertimbangan bahwa b Mets 2,50 merupakan mets aktivit vitas fisik dengan kategori aktivitas fisik yan ang cukup. 4. Model IV merupakan an model yang dilakukan untuk menge estimasi kejadian DM selama 10 tahu hun (2013-2022) dengan mengontrol ko onsumsi buah 2 porsi dan sayur 3 porsi, dengan

pertimbangan bah ahwa Cukup mengonsumsi buah da dan sayur tiap hari yaitu minimal 2 porsii buah b dan 3 porsi buah selama 7 hari dala lam seminggu. 5. Model V merupakan an model yang dilakukan untuk menge gestimasi kejadian DM selama 10 tah ahun (2013-2022) dengan mengkombinasi sikan pengontrolan terhadap aktivitas fisik ik (mets 2,50) dan konsumsi buah (2 por orsi) dan sayur (3 porsi). 6. Model VI merupaka an model yang dilakukan untuk menge gestimasi kejadian DM selama 10 tah ahun (2013-2022) dengan mengkombinasi sikan pengontrolan terhadap aktivitas fis fisik (mets 2,50), konsumsi buah (2 por orsi) dan sayur (3 porsi) serta menuru runkan prevalensi obesitas pada penderita ita DM. Setiap model mem miliki karakteristik yang berbeda (Tabel 1). Mo Model I merupakan simulasi yang dibuat untuk mengetahui m jumlah kejadian DM apabila tidak ak ada perlakuan terhadap berbagai faktor risiko ris DM. Adapun model II, III, IV, V, dan VII merupakan m model simulasi dengan berbagaii pilihan kebijakan terhadap faktor risiko DM un untuk menekan laju peningkatan kejadian DM M, sehingga dari berbagai model simulasi si tersebut, akan diperoleh jenis model simu ulasi yang paling besar menurunkan angka ke ejadian DM.

4 BIMGI Volume 3 No.1 | Januari-Juni ni 2015


3.

HASIL Variabel

akteristik Variabel Berdasarkan Model Dinamik I – VI Tabel 1. Karak Model el I Model II Model III Model IV Modell V Model VI

Konsumsi Buah (porsi) Konsumsi Sayur (porsi) Konsumsi Makanan/Minuman Manis Konsumsi Makanan Asin Konsumsi Makanan Berlemak Mets Aktivitas Fisik Level Awal (orang) Presentasi Obesitas IMT (%) Delay (Dari Bukan DM 9 Menjadi DM) (Tahun)

DM

DM

DM

DM

DM

DM

Bukan DM

0,52 1,19

0,52 1,19

0,52 1,19

2 3

2 3

2 3

0,44 1.19

0,49

0,49

0,49

0,49

0,49

0,49

0.67

0,35

0,35

0,35

0,35

0,35

0,35

0,37

0,44

0,44

0,44

0,44

0,44

0,44

0,47

1,95 692 17,3

1,95 692 13,3

2,5 692 17,3

1,95 692 17,3

2,5 692 17,3

2,5 692 13,3

2,09 11957 13,5

4

4

4

4

4

Tabel 1 menunjukkan n karakteristik nilai variabel berdasarkan jenis is simulasi pada penderita DM dan bukan pen enderita DM yaitu pada model I menunjukka kan bahwa nilai variabel obesitas lebih tinggi gi pada penderita DM dibandingkan dengan bukan b penderita DM, model II nilai variabel el obesitas pada penderita DM hampir sam ma pada bukan penderita DM, model III nila ilai variabel mets

4

aktivitas fisik lebih tinggi pa ada penderita DM, model IV nilai variabel kon onsumsi buah dan sayur lebih tinggi pada pende derita DM, model V yaitu nilai variabel konsumsi si buah, sayur dan aktivitas fisik lebih tinggi pa ada penderita DM, dan model VI yaitu nilai variabel v konsumsi buah, sayur dan aktivitass fisik lebih tinggi pada penderita DM sedang gkan nilai variabel obesitas hampir sama s besar.

Tabel 2. Hasil Model Dinamik ik Kejadian DM Selama 10 Tahun (2013-2022) dii Sulawesi Selatan Tahun Penderita DM (Orang) Bukan DM (Orang) Model el I Mode II Model III Mode IV Model V ModelVI 2013

692

692

692

692

692

692

11957

2014

739

728

730

707

706

703

12689

2015

813

790

795

747

745

739

13440

2016

912

876

885

808

805

795

14218

2017

1035 5

983

995

887

883

869

15026

2018

1180 0

1109

1125

982

976

956

15870

2019

1347 7

1254

1275

1091

1084

1060

16754

2020

1537 7

1417

1445

1213

1204

1175

17681

2021

1749 9

1599

1633

1348

1337

1302

18654

2022 1984 4 Penurunan Kejadian DM (Orang)

1799

1842

1495

1482

1440

19678

-185 (9,32%)

-142 (7,15%)

-489 (24,54%)

-502 (25,3%)

-544 (27,41%)

Tabel 2 menunjukkan n bahwa kejadian DM selama 10 tahun diestima asikan meningkat 2,86 kali lipat dari 692 oran ang (tahun 2013) menjadi 1.984 orang (tahun n 2022) jika tidak ada kontrol terhadap varia riabel/faktor yang

BIMGI Volume 3 No.1 | Januari - Juni 201 015

mempengaruhi kejadain DM (Model I). Estimasi kejadian DM berda dasarkan kelompok kontrol variabel/faktor yang ng mempengaruhi kejadian DM menunjukkan n bahwa model VI merupakan model yang pal aling besar jumlah

5


penurunan kejadian DM selama se 10 tahun yaitu sebesar 27,41%. 4.

PEMBAHASAN Penelitian ini menun unjukkan bahwa kejadian DM selama10 tahun un (2013 – 2022) diestimasikan mengalami peningkatan pe 2,86x lipat dari 692 orang pad ada tahun 2013 meningkat menjadi 1.984 orang or pada tahun 2022 dengan kelipatan rat ata-rata pertahun sebesar 0,28 kali lipat, hal ini ni dapat terjadi jika tidak ada kontrol terhadap faktor fa risiko yang mempengaruhi kejadian DM. Tingginya kejadian D DM pada tahun 2022 menunjukkan masala lah yang serius. Selain obat, yang terpenting ng bagi penderita DM, yakni merancang kem mbali pola hidup (gaya hidup), terutama po pola makan dan olahraga. Pada tingkat mak akro, peningkatan kejadian DM tipe 2 dik dikaitkan dengan urbanisasi dan transisi lingku kungan, termasuk perubahan pola kerja dari ker erja berat menjadi pekerjaan yang ringan an (sedentary), peningkatan penggunaan komputer dan mekanik, dan meningkatnya ap penggunaan alat transportasi. Pertumbuhan n ekonomi dan transisi lingkungan telah h menyebabkan perubahan drastis dalam p produksi pangan, pengolahan, sistem d distribusi dan meningkatnya aksesibilitas makanan yang 8 tidak sehat . Pria dan wanita ta di seluruh dunia telah mengalami peningkata tan berat badan, sebagian besar sebagai ai akibat dari perubahan pola diet dan pe penurunan tingkat 10 aktivitas fisik . Model dinamik tindak akan pencegahan kejadian DM berdasarkan kelompok k model yang mendapatkan kkontrol pada variabel/faktor yang mempen engaruhi kejadian DM menunjukkan bahwa model VI yaitu model dengan mengkombi binasikan kontrol aktivitas fisik, konsumsi buah, bu sayur, dan penurunan prevalensi obes esitas merupakan model yang paling besar d dalam mencegah kejadian DM, sedang ngkan kontrol variabel/faktor yang mempen engaruhi kejadian DM dilakukan secara terpisa isah menunjukkan pencegahan kejadian DM sangat sedikit, kecuali pada kontrol konsu sumsi buah dan sayur (Tabel 2). Beberapa hasil peneliti litian menunjukkan hal yang positif tentang kema ampuan makanan sumber serat (buah dan n sayur) dalam mengurangi risiko DM,, memperbaiki metabolisme glukosa dan se sensitivitas insulin pada penderita DM. Penelitia itian Wolfram et al (2011), menunjukkan bahwa b dengan meningkatkan konsumsi say ayuran, biji-bijian,

dan serat larut dan tidak ak larut dikaitkan dengan metabolisme glukos osa yang lebih baik pada individu Diabetes da an non Diabetes, perbaikan sensitivitas insulin lin dan homeostasis glukosa yang lebih jelas pada responden dengan pola makan nab bati dibandingkan 11 responden dengan diet yang ng umum . Fujii et al. (2013), menunjukkan bahwa ba peningkatan asupan serat makanan d dikaitkan dengan kontrol glikemik yang lebih ih baik, perbaikan sensitivitas insulin dan mikr ikro inflamasi pada pasien Diabetes tipe 2 dii Jepang sehingga dalam penelitian tersebut, penderita p Diabetes didorong untuk terus me engonsumsi lebih banyak makanan sumbe ber serat dalam 12 kehidupan sehari-hari . Hasil meta analisis pe pengaruh konsumsi buah dan sayur terhadap kejadian k Diabetes menunjukkan bahwa seca cara keseluruhan, buah-buahan dan/atau asup upan sayuran tidak berhubungan jelas denga gan pengurangan risiko kejadian Diabetes tipe 2. Namun, peningkatan konsumsi sayur uran berdaun hijau sekitar satu porsi per hari ri dikaitkan dengan penurunan secara signifika kan yaitu sebesar 14% risiko diabetes DM tipe e 2 dan konsumsi sayuran dapat melindungi gi seseorang dari 13,14 perkembangan Diabetes mel ellitus . Kurangnya bukti kuat bahwa peningkatan asupan buah ah dan sayuran mengurangi risiko Diabetes es Mellitus tipe 2, sehingga mendorong untuk u dilakukan tindakan pencegahan Diabetes D Mellitus dengan pendekatan multi-ce center, seperti yang digunakan dalam Diabe betes Prevention Program (DPP). Percobaan n kklinis yang secara acak membandingkan modifi ifikasi intensif gaya hidup, perawatan stan tandar ditambah metformin, dan perawatan standar ditambah plasebo untuk mencegah h atau menunda perkembangan Diabetes tipe ipe 2 pada individu 15 berisiko tinggi . Intervensii gaya hidup yang difokuskan pada peningka katan diet sehat, meningkatkan aktivitas fisik ik, dan mengatasi hambatan dalam kepatuhan n diet. Lima puluh persen (50%) peserta memenuhi m tujuan penurunan berat badan sebesar s 7%, dan tujuh puluh empat persen (74%) memenuhi tujuan aktivitas fisik 150 m menit per minggu pada akhir intervensi selama a 24 minggu. DPP menurunkan insiden diabet etes sebesar 58% pada kelompok intervens nsi gaya hidup, dibandingkan dengan kelo lompok metformin yang menurun sebesar 31% % selama rata-rata 1 16,17 2,8 tahun masa tindak lanjut . Kebijakan kesehatan m masyarakat global perlu jaminan pada bebera rapa sektor untuk menciptakan lingkungan ma akanan sehat dan

6 BIMGI Volume 3 No.1 | Januari-JJuni 2015


mempromosikan tanggung g jawab sosial perusahaan. Strategi potensi sial termasuk gizi dan kebijakan pertanian ya yang mendukung produksi dan distribusi makanan m sehatmisalnya, melembagakan subsidi s pertanian yang meningkatkan aks ksesibilitas dan keterjangkauan buah-buahan an, sayuran, bijibijian, dan kacang-kacanga gan. Pajak atas minuman manis dan prod duk tidak sehat lainnya ditingkatkan, se sehingga dapat mengurangi konsumsi ma akanan ini dan meningkatkan kualitas diet secara keseluruhan. Berdasarkan pengam amatan peneliti, bahwa penelitian ini mem emiliki beberapa keterbatasan, yaitu sebagai b berikut: 1. Data jumlah Penderita DM yang tersedia masih minim yaitu hanya ya 2 data (tahun 2007 dan 2013), se ehingga peneliti kesulitan melakukan validasi model terhadap output penderita a DM berdasarkan model yang dikembangkkan oleh peneliti dan data real yang ada. 2. Masih terdapat beberapa a faktor risiko DM yang belum dilibatkan n dalam model dinamik yang dibangun n yaitu obesitas sentral, konsumsi makana nan zat gizi makro dan mikro, komposisi tu tubuh, hipertensi, faktor genetik, faktor st stres, dan kadar glukosa darah yang ng dikarenakan keterbatasan informasi. 5.

KESIMPULAN Tindakan pencegahan an yang paling sesuai dalam menekan laju la peningkatan kejadian DM adalah model simulasi s VI yaitu dengan mengkombinasikan kontrol terhadap konsumsi buah ( 2 porsi), say ayur (2 porsi), dan aktivitas fisik (met 2,50), dan d menurunkan prevalensi obesitas (4%) dap apat menekan laju peningkatan penderita DM ssebesar 27,41% dari kondisi awal. 6.

SARAN Adapun saran terkaitit hasil penelitian Bagi Pemerintah: 1)Akksesibilitas dan keterjangkauan penduduk terhadap buah, sayur, kacang-kacangan perlu pe ditingkatkan guna mendukung konsum msi masyarakat terhadap bahan makanan te tersebut. 2)Pajak atas produk makanan/mi minuman manis, makanan berlemak dan pro roduk tidak sehat lainnya ditingkatkan, se sehingga dapat mengurangi konsumsi produ duk tersebut dan meningkatkan kualitas diet secara keseluruhan.3)Upaya promo osi dan edukasi kepada masyarakat mengen enai deteksi dan tindak lanjut dini fakto tor risiko DM.

BIMGI Volume 3 No.1 | Januari - Juni ni 2015

4)Penyediaan lahan terb rbuka hijau bagi masyarakat perkotaan. Kep pada Masyarakat: 1)Agar meningkatkan kons nsumsi buah dan sayur dalam kehidupan seh hari-hari minimal 2 porsi per hari. 2)Agar menin ningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi per erilaku sedentary. 3)Agar mengurangi pola makan m tidak sehat seperti tinggi kalori dan lemak, lem dan rendah serat. 4)Agar mempertahan ankan berat badan ideal (tidak mengalami obesi sitas). DAFTAR PUSTAKA S, Paul Zimmet. 1. Richard Sicree JS, 2011. The Global Burd rden: Diabetes and olerance: IDF Impaired Glucose Tole Diabetes Atlas Fourth th Edition. 2. WHO. 2000. Prevent ention of Diabetes Mellitus. Geneva: Technical T Report Series 84. 3. Litbang Kementerian n Kesehatan RI. 2013. Penyajian Pokok-Pokok Po Hasil Riset Kesehatan Dasa asar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan an Pengembangan Kesehatan Kementeria rian Kesehatan R I. Population Based 4. Rosella. 2011. A P Approach to Diabete etes Mellitus Risk Prediction: Methodolo ological Advances and Practical Applicati ations. University of Toronto. evalensi dan Faktor 5. Irawan D. 2010. Preva Risiko Kejadian Diabet betes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia In (Analisa Data Sekunder Risk iskesdas 2007). Masyarakat, Thesis, Kesehatan Universitas Indonesia. a. 6. Muhammadi, Aminulla llah, E dan Soesilo, B. 2001. Analisis S Sistem Dinamis : Lingkungan Hidup, Sosial, S Ekonomi, Manajemen. Jakarta:: UMJ U Press. 7. Shoul, Mailde. 20 2014. Risk and Protective Factors for or Type 2 Diabetes. Diakses pada 10 Oktober 2014. <http://maileshoul.myy yyefolio.com/Uploa ds/ Type%202%20Diabete etes%20Risk%20a nd %20Protective%20 0factors.pdf> 8. Departemen Keseha hatan RI. 2008. Pedoman Pengend ndalian Diabetes Mellitus dan Peny nyakit Metabolik. Jakarta: Direktoratt Pengendaalian Penyakit Tidak Me enular, Direktorat Jenderal Pengendalia lian Penyakit dan Penyehatan Lingkunga gan. 9. Barbara. 2000. The Natural N History of Type 2 Diabetes: P Practical Point to Consider in Developin ing Prevention and Treatmen Strategies.. Clinical Diabetes. Vol. 18. No. 2 (2000):1 ):1-9. 10. Popkin BM and Ada dair. 2012. Global 7


Nutrition Transition a nd n The Pandemic of Obesity in Develo eloping Countries. Nutr Rev; 70 (2012): 3– –21. 11. Ezzati M and Riboli E.. 2013. 2 Behavioral and Dietary Riskk Factors for Noncommunicable Dise iseases. N Engl J Med; 369 (2013): 954–6 64. 12. Wolfram T and Ismail-Beigi F. 2011. Efficacy of High igh-Fiber Diets in The Management off Type T 2 Diabetes Mellitus. Endocr P Pract.;17(1)(2011) :132-42. o Dietary Fiber 13. Fuji. 2013. Impact of Intake on Glyce cemic Control, Cardiovascular Riskk Factors and Chronicc Kidney Disea ease in Japanese Patients W wth Typ ype 2 Diabetes Mellitus: The Fuku kuokka Diabetes Registry. Nutrition Journal, 12 (2013):159.

14. Cene, Wiley C, Pignon one M. 2011. The Effect of Fruit and Veg egetable Intake on The Incidence of Diabetes. D Clinical Diabetes, vol 29: 3 (2011 11): 113-115. 15. Villegas, et al. 2008. Vegetable V but not Fruit Consumption Redu duces The Risk of Type 2 Diabetes In Ch hinese Women. J. Nutr. 138 (2008): 574 –5 580. 1 Design and 16. DPP Research Group.. 1999. Methods for A Clinica ical Trial in The Prevention of Type 2 Diabetes. D Diabetes Care 22(1999):623–6 34 4. Connor E, Fowler 17. Knowler WC, Barrett-C SE, et al. 2002. Reduction Re in The Incidence of Type 2 Diabetes with Lifestyle Intervention orr M Metformin. N Engl J Med 346(2002):393 –4 403.

8 BIMGI Volume 3 No.1 | Januari-JJuni 2015



1. PENDAHULUAN Masa bayi merupaka kan masa yang penting dalam perkemban angan manusia, karena pada masa ini terja rjadi pertumbuhan dan perkembangan yang dapat mempengaruhi kualitas sumb ber daya manusia di masa mendatang. Pada a tahun pertama, pertumbuhan bayi berlangsu ung sangat cepat dengan dipengaruhi salah h satunya oleh makanan. Makanan memegan ang peran penting dalam pemenuhan kebutuh tuhan gizi untuk pertumbuhan. Seiring berta rtambahnya umur bayi, kebutuhan bayi tehadap p zat gizi semakin meningkat sedangkan kand ndungan zat gizi yang tersedia pada ASI (Air ir Susu Ibu) tidak dapat memenuhinya. Kar arena itu, bayi memerlukan MP-ASI (Makan anan Pendamping Air Susu Ibu) yang merup upakan makanan selain ASI yang diberikan n bayi sesudah berusia 6 bulan . Gizi kurang merupak akan salah satu permasalahan pokok Ind donesia karena berdampak pada rendahnya a kualitas sumber daya manusia. Bayi pada usia 7-8 bulan merupakan salah salah satu atu usia di mana kebutuhan akan zat gizi sem makin meningkat. Masa tumbuh kembang otak ot yang cepat, sebagian besar (80%) terjadi di pada periode 02 tahun yang disebut period de emas (Golden Period). Kekurangan gizi pada p periode ini akan berdampak pada pe pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutn tnya . Untuk memenuhi keb butuhan zat gizi yang meningkat, MP-ASI perl rlu diberikan pada bayi sesudah berusia 6 bu ulan. Masyarakat mengenal adanya dua jenis nis MP-ASI, yaitu MP-ASI lokal dan MP P-ASI pabrikan. Pemberian MP-ASI lokal mer erupakan MP-ASI yang diolah di rumah tang ngga terbuat dari bahan yang tersedia set etempat, mudah diperoleh dengan harga tterjangkau oleh masyarakat . Biskuit bayi merupakan an salah satu MPASI yang diperuntukkan bagi gi bayi berusia 624 bulan. Dibuat dari baha an dasar tepung terigu atau tepung yang lain in seperti serealia, kacang-kacangan, serta biji-bijian yang mengandung minyak dan bah han makanan lain yang sesuai. Biskuit bayi yang y disubstitusi dengan tepung Hanjeli dan an tepung tempe sebagai MP-ASI merupaka kan salah satu inovasi yang dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan MP-ASI yang mengandung tinggi protein d dan mutu protein baik. Bagi bayi, protein b berperan dalam pertumbuhan dan pemelihar araan sel tubuh, sedangkan mutu protein be berperan sebagai 1

2

3,4

10

syarat agar protein dalam lam biskuit dapat dicerna dan diserap oleh tub buh bayi . Hanjeli merupakan salah s satu jenis serealia yang dimanfaatkan n sebagai sumber pangan alternatif dan memililiki kandungan zat gizi yang baik, terutama me emiliki kandungan tinggi protein, zat besi, si, dan kalsium. Kandungan protein pada a hanjeli adalah sebesar 11 gram per 100 gram g bahan . Saat ini hanjeli mulai banyak dikembangkan d di Indonesia daerah Jawa Barat. B Sedangkan pengolahan hanjeli dapat at berupa bubur, lontong, peuyeum, dan tepungnya t dapat digunakan sebagai bahan pengganti p tepung terigu dalam pembuatan brow rownis . Tempe merupakan sa alah satu makanan tradisional Indonesia yan ang berasal dari kedelai dibuat dengan cara ra fermentasi atau peragian. Tempe memiliki kkandungan protein nabati yang tinggi 100 gr tem empe mengandung 20,8 gr protein dan mutu protein pr tempe lebih tinggi sebesar 83% diban andingkan dengan kedelai rebus sebesar 75% %. Produk turunan tempe masih kurang kar arena selama ini pengolahan tempe hanya sebatas s digoreng atau direbus . Departemen kesehata tan RI menetapkan persyaratan kandungan g gizi yang harus dipenuhi dalam 100 gram m makanan bayi (biskuit) antara lain kandung gan energi minimal 400 kkal, kandungan prote tein sebesar 15-22 gr. Kebutuhan protein da alam biskuit bayi instan pada umumnya ya di pasaran menggunakan jumlah AKG (Angka Kecukupan Gizi) sebesar 10 gram dalam 100 gram berat bahan makanan an, jumlah tersebut belum tentu dapat me encukupi angka kebutuhan protein pada ba ayi usia 7-8 bulan pada umumnya. Kebutuha han protein yang disarankan menggunakan kebutuhan ke sebesar 16 gram dalam 100 gra ram berat bahan makanan . Ketetapan mutu prote tein pada MP-ASI tidak kurang dari 70% kase sein standar . Mutu protein ditentukan oleh jenis jen dan proporsi asam amino yang dikandung ngnya. Asam amino yang terkandung dalam prot otein nabati (hanjeli dan tempe) tidak selengkap ap dengan protein hewani, namun dengan p penambahan dua atau lebih sumber protein yang ya berbeda asam amino pembatasnya (han njeli dan tempe) maka dapat saling meleng ngkapi kandungan proteinnya sehingga dapa pat meningkatkan mutu protein . Untuk memudahkan b bayi mengonsumsi hanjeli dan tempe, diperlu rlukan pengolahan lebih lanjut, yaitu mengu ubah hanjeli dan tempe menjadi tepung. Te epung hanjeli dan 1

5

6

7

8

9

10

BIMGI Volume 3 No.1 | Januari-Juni J 2015


tepung tempe tersebut yang ng nantinya dapat digunakan sebagai bahan baku b pembuatan MP-ASI biskuit. Selain dapa pat memudahkan untuk dikonsumsi, mudah cerna, dapat merangsang perkembangan m motorik bayi . Penelitian ini dimak aksudkan untuk mengetahui kadar protein da dan mutu protein pada biskuit bayi yang te telah disubstitusi dengan tepung hanjeli dan tep epung tempe. 11,12

2. METODE PENELITIA IAN Jenis penelitian yang y digunakan adalah penelitian true eks ksperimental dan menggunakan rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan.. Masing-masing perlakuan dilakukan empatt kkali ulangan dan masing-masing ulangan an dilakukan oengukuran secara duplo, sehingga s jumlah sampel terdapat 20 unit. Substitusi pada pembuatan biskuit dari tepu pung hanjeli dan tepung tempe dan tepung g terigu dengan perbandingan sebagai berikut ut : Tabel.1 Komposisi Perband dingan Subtitusi Tepung Hanjeli Tepung Tem mpe Dan Tepung Terigu Bahan

Po

P1

P P2

P3

P4

Terigu

100%

50%

50 50%

50%

50%

tepung hanjeli

0%

10%

20 20%

30%

40%

tepung tempe

0%

40%

30 30%

20%

10%

Butter unsalted

100%

100%

10 100%

100%

100%

gula halus

100%

100%

10 100%

100%

100%

Pada P0 kelompok 1 yaitu kelompok kontrol pembuatan biskuit tan anpa penambahan substitusi tepung hanjeli dan an tepung tempe. Pada P1 kelompok 2 yaitu kelompok ke dengan perlakuan pertama dari pena nambahan tepung terigu 50%, tepung hanjeli 10% 1 dan tepung tempe 40%. Pada P2 yaitu kkelompok 3 yaitu kelompok dengan perlakuan an kedua dengan penambahan tepung terigu gu 50%, tepung hanjeli 20% dan tepung temp pe 30%. Pada P3 yaitu kelompok 4 dengan perlakuan p ketiga dengan penambahan tepun ung terigu 50%, tepung hanjeli 30% dan tepu pung tempe 20%. Pada P4 yaitu dengan per erlakuan keempat dengan penambahan tepun ung terigu 50%, tepung hanjeli 40% dan tepun ung tempe 10%.

BIMGI Volume 3 No.1 | Ja Januari - Juni 2015

2.1 Objek dan Sampel Perhitungan besarny nya pengulangan/ replikasi pada perlakuan subtitusi tepung hanjeli dan tepung tempe dalam d pembuatan biskuit MP-ASI dengan meng nggunakan rumus Tc ( n-1) >15 5 (n-1) >15 n-1 >3 n >4 Keterangan : Tc : Jumlah per erlakuan n : Banyaknya ya pengulangan Berdasarkan hasil per erhitungan replikasi sampel tersebut sebesarr 4 kali replikasi. Sehingga jumlah sampe pel biskuit yang digunakan pada peneliti litian ini adalah sebanyak 4 kali replikasii dan 5 perlakuan sehingga didapatkan 20 sam ampel untuk dapat dilakukan penelitian. 13

2.2 Variabel dalam Pene nelitian Penelitian ini mengg ggunakan variabel yang terbagi menjadi dua ua, yaitu: variabel independent adalah subtitu itusi tepung hanjeli dan tepung tempe dan va variabel dependent yaitu, kadar protein dan mutu tu protein. 2.3 Kriteria Inklusi Samp pel 2.3.1 Hanjeli • Hanjeli jeniss spesies Coix lacryma-jobi • Berwarna coklat lat muda • Berkulit keras • Didapatkan pada p budidaya hanjeli di desa Tiang T Layar Pancur Batu,, Kabupaten Deli Serdang, Medan an Sumatera Utara • Milik ibu Helty Malemta M Ginting 2.3.2 Tempe • Tempe dari jeni nis kedelai spesies Glycine max. Tempe dari biji iji kedelai berwarna • kuning, nampak ak putih • Tempe yang dijual di Sentra Industri Tempe e Sanan kota Malang yang didapatkan dari produksi tem empe Langgeng Makmur milik Ibu Ib Yulianti • Aroma dan warn rna khas tempe 2.4 Kriteria Eksklusi Sebagian hanjeli da dan tempe yang mengalami kerusakan se ebelum dilakukan penelitian.

11


2.5 Lokasi dan Waktu Pe enelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Penyelenggaraan Makan anan Fakultas Kedokteran Universitas B Brawijaya pada tanggal 18-20 Septembe ber 2013 dan laboratorium LSIH Univers ersitas Brawijaya Malang pada tanggal 7-17 Okktober 2013. 2.6 Definisi Operasional 2.6.1. Tepung Hanjeli Tepung Hanjeli dipero roleh dari bahan dasar biji hanjeli yang didapat atkan dari supplier Helty Malemta Ginting di M Medan Sumatera Utara. Sedangkan proses pen enepungan tepung hanjeli diproses di pabri brik penggilingan Anugerah Desa Hulu Kecama atan Pancur Batu kabupaten Deli Serdang Sumatera S Utara, dengan proses tahapan n dimulai dari penjemuran hingga kering, kkemudian digiling untuk memisahkan kulit dengan bijinya, diangin-anginkan agar kulit lit dan biji dapat terpisah, dan kemudian digiling d menjadi tepung. 2.6.2. Tepung Tempe Tepung tempe yang te terbuat dari bahan dasar tempe seberat 28,6 ,6 kg dan yang ditepungkan menghasilkan tepung dengan berat 10,8kg didapatkan n dari proses penepungan dengan tingka kat kehalusan 80 mesh yang dilakukan di Mate teria Medica Batu. Dengan tahapan proses per ertama kali tempe ditimbang dan dicatat, kemud dian dicuci hingga bersih, dikeringkan dengan an cara dijemur hingga kering, dioven dan n terakhir digiling hingga menjadi tepung. 2.7 Kadar Protein Bis iskuit Subtitusi Tepung Hanjeli dan Tepu ung Tempe Nilai protein formul ula biskuit yang diukur dengan Inhouse Meth thod di LSIH, nilai protein diperoleh dengan dikalikan kadar nitrogen dari formula biskui uit dengan faktor konversi 6,25 yang umum di digunakan. Faktor konversi didapatkan dari kada dar N adalah 16% dalam protein dalam suat atu bahan pada umumnya. Dinyatakan dalam m perhitungan : Faktor Konversi (FK) = (kadar N x 100) 1 / 16 = 6, 25 MP-ASI Bikuit Substitus tusi tepung Hanjeli dan tepung tempe adalah h biskuit dengan substitusi tepung Hanjeli, tep epung tempe dan tepung terigu dengan perbandingan 10%:40%:50%; 20%:30%:50% 0%; 30%:20%:50; 40%:10%:50% yang dicamp pur dengan gula halus, butter unsalted dan n tepung terigu. Adonan digiling kemudian dicetak dengan

12

cetakan setebal 3 mm dan d dipanggang dalam oven selama 25 menit pada a suhu 175ĚŠC. 2.8 Mutu Protein Perhitungan mutu protein p ditentukan pada jenis dan proporsi as asam amino yang dikandung pada formula a biskuit dengan mengukur Skor Asam Amin ino, Asam Amino Pembatas, Mutu Cerna, d dan Net Protein Utilization. 2.9 Skor Asam Amino (SAA) (S Merupakan asam ami mino esensial yang paling rendah terdapat dala lam bahan biskuit yang sudah diketahui dar ari data terdahulu dibandingkan dengan asam amino yang sama dalam proein pembanding ((protein anak usia 1-2 tahun). 2.10 Asam Amino Pemb batas Asam Amino yang me emiliki nilai terkecil sebagai pembatas dalam perhitungan SAA seperti: lisin, treonin, triptofan fan, metionin+sistin, sehingga asam amino tersebut dapat digunakan sebagai pertim rtimbangan dalam menentukan batas dalam a asam amino pada biskuit. 2.11 Mutu Cerna (MC) Teoritis Te Mutu Cerna menunju jukkan bagian dari asam amino yang terdapatt pada biskuit dan dapat diserap tubuh dib ibandingkan yang dikonsumsi, dengan cara a teoritis melalui perhitungan SAA dan diintep tepretasikan secara deskriptif. 2.12 NPU (Net Prot otein Utilization) Teoritis Net Protein Utilizatio ation menunjukkan indeks mutu yang memp perhatikan jumlah protein yang dapat dikonsu sumsi atau dicerna dlaam tubuh dengan perhitun ungan NPU teoritis = (SAA SAA x MC) MC)100. 2.13 Prosedur Penelitian an Metode Pembuatan Tepung Han anjeli (pabrik Anugerah,Sumatra Utar ara, 2013) Biji hanjeli yang g telah dicuci, dikeringkan dengan dijemu ur di bawah terik matahari. Biji hanjeli yang g kering kemudian digiling di pabrik penggiling gan Anugerah, biji hanjeli digiling mengg ggunakan mesin penggilingan khusus biji han anjeli digiling 2 kali, sehingga didapatkan beras h hanjeli. Setelah beras hanjeli digiling, d kemudian diangin-anginkan atau dik ikipas agar kulit hanjeli dengan biji hanjeli dapat da terpisah dan

BIMGI Volume 3 No.1 | Januari-Juni J 2015


menghasilkan beras hanjel jeli yang bersih. Beras hanjeli yang bersih kemudian k digiling lagi dengan penggilingan tepung, te sehingga didapatkan tepung hanjeli. 2.14 Metode Pembuatan n Tepung Tempe (Materia Medica Batu, 20 013) Tempe didapat pada a Sentra Industri Tempe Sanan Malang. Temp pe diblanching dengan dikukus pada suhu hu 100 ĚŠC selama Âą 10 menit. Dicuci dan dig igosok pada air mengalir dilakukan sebanya ak tiga kali agar bersih dan ditiriskan. Tem mpe dikeringkan dengan dipanaskan dalam oven o pada suhu 50-60ĚŠC selama 2 hari hingga a tingkat kadar air tempe mencapai 10% kem mudian ditimbang dan dicatat berat kering dari ri tempe tersebut. Tempe digiling dengan alat penggiling pe tepung, disaring dan diayak dengan a ayakan berukuran 80 mesh. 2.15 Metode Proses Pem mbuatan Biskuit Dicampurkan gula ha halus dan butter unsalted aduk hingga terca campur rata dan homogen. Ditambahkan, tepung terigu, tepung Hanjeli, tepung tempe pe. Dibuat Adonan dengan digilas menggunak akan roller pin, setebal 3 mm, kemudian dice etak. Dimasukkan dalam oven dan dipanggang gang dengan suhu 175 ĚŠC selama 25menit, d dikeluarkan dan didinginkan dalam suhu kama ar. 14

2.16 Metode Uji Protein Ditimbang 1-2 gram contoh sampel kemudian dimasukkan ke da alam labu kjedahl lalu ditambahkan 10 gram campuran selen dan 30 ml H2SO4 pekat. Dipanaskan diatas a api kecil sambil digoyang-goyangkan hingga a 5-10 menit, api dibesarkan dan terus dipa panaskan hingga cairan berubah warna menjad adi hijau jernih. Kemudian didinginka kan, diencerkan dengan 250-300 ml air dan n dipindahkan ke labu didih dari 500 ml yang didalamnya di sudah ditambahkan beberapa butirr batu b dididh. Ditambahkan 120 mll NaOH N 30% dan segera disambungkan kedala lam alat penyuling dan disambungkan hingga 2/3 dari cairan telah tersuling. Sulingan yang diterim ma dalam H2SO4 0,25N berlebihan dan dititrasi si kembali dengan NaOH 0,5 Blanko juga dik dikerjakan seperti tahap diatas: 15

Kadar Protein = (blanko- ml NaOH) x N x0,014 4x6,25x100% Gram sampel

BIMGI Volume 3 No.1 | Ja Januari - Juni 2015

2.17 Analisis Mutu Prote tein Mutu protein dari pro roduk biskuit bayi hasil substitusi tepung ha hanjeli dan tempe dinilai berdasarkan SAA, A, Asam Amino pembatas, MC, dan NPU. Skor S Asam Amino, cara mengitungnya adalah sebagai se berikut: Tabel 2. Penentuan SAA Ko onsumsi Pangan Kandungan Asam Amino Bahan Makanan Hanjeli tempe

Berat (g)

Protein (g)

A G

Jumlah Kandungan protein (mg/g)

Lys sin (mg g)

Treonin (mg)

Triptofan (mg)

Metionin + sistein (mg)

b

c

d

E

f

h

i

j

K

l

l

T

R

m

L/P

T/P

R/P

M/P

p AA/gram

Kandungan AA anak usia 12 tahun (mg/g) Tingkat Konsumsi Amino Esensial

52

27

7.4

42

Asam m

n

O

p

Keterangan tabel : a= berat hanjeli dalam biskui uit b= kandungan protein dari da hanjeli dalam biskuit c= kandungan AA Lysin dari d hanjeli dalam biskuit d= kandungan AA Treonin d dari hanjeli dalam biskuit e= kandungan AA Triptofan n dari hanjeli dalam biskuit f= kandungan AA Metionin+s +sistein dari hanjeli dalam biskuit g= berat tempe dalam biskui uit h= kandungan protein da dari tempe dalam biskuit i= kandungan AA Lysin dar ari ikan teri dalam biskuit j= kandungan AA Treonin d dari tempe dalam biskuit k= kandungan AA Triptofan n dari tempe dalam biskuit l= kandungan AA Metionin+s +sistein dari tempe dalam biskuit m= Skor Asam Amino Lysin n= Skor Asam Amino Treonin nin o= Skor Asam Amino Triptofa ofan p= Skor Asam Amino Metion nin+sistein P= Jumlah protein yang terkandung te dalam biskuit L/P= Jumlah Lysin dibagi gi dengan jumlah protein T/P= Jumlah Treonin dibag agi dengan jumlah protein

13


R/P= Jumlah Triptofan dibag gi dengan jumlah protein M/P= Jumlah Metionin+sistei ein dibagi dengan jumlah protein. a. Tempe dan Hanjeli serta ta beratnya (a dan g) yang akan ditent ntukan SAA-nya dimasukkan pada tabel el diatas. Jumlah protein dihitung berdasar arkan jumlah yang terkandung dalam masin ing-masing bahan makanan (b dan h) da an jumlahkan ke bawah sehingga diperole leh P. b. Dihitung kandungan Assam Amino (AA) Lysin, Treonin, Triptofan n, dan Metionin + Sistein berdasarkan jum mlah protein yang terkandung dalam bahan an makanan (c, d, e, f, i, j, k, dan l). c. Dihitung jumlah kanddungan masingmasing asam amino tersebut dalam satuan mg Asam Am mino per gram protein, sehingga dipe eroleh L/P, T/P, R/P, dan M/P. d. Dihitung rasio (perbanndingan masingmasing konsumsi Asam m Amino terhadap Kandungan Asam Amino ino Esensial pada anak usia 1-2 tahun,, dengan rumus sebagai berikut :TKAE = kandungan AA/g proteinkandungan AA anak u usia 1-2 tahun e. Nilai TKAE yang terkecilil merupakan SAA pembatas dari biskuit substitusi s tepung hanjeli. Mutu Cerna Teoritis, cara ra menghitungnya adalah sebagai berikut : Siapkan tabel seperti tab bel Tabel 3. Perhitungan Mu utu Cerna No

Jenis Pangan

Kons. Protein (g)

Mutu M C Cerna ( (MC) 8 82 9 90

1 Hanjeli 2 Tempe Jumlah P Mutu Cerna Teoritis (MC) = J/P = .... ........

Kons. Protein x MC

J

a. Data konsumsi panga gan dimasukkan dalam tabel 4.6 dan dihitung di konsumsi protein tiap jenis pan angan, kemudian dijumlahkan sehingga dip iperoleh P gram. b. Dimasukkan MC dari ri masing-masing bahan makanan yan ang dikonsumsi berdasarkan kelompokny nya. c. Kalikan total konsumsii protein p (P gram) dengan MC dan juml mlahkan hasilnya sehingga didapat J. d. J dibagi dengan P, has asil tersebut yang akan dinyatakan sebagai ai MC teoritis.

14

Net Protein Utilizatio ion (NPU) Teoritis Perhitungan dari NPU dilakukan dengan menggunakan rumus us berikut ini : NPU teoritis = (SAA x MC)100 MC 2.18 Jenis, Cara Pen engumpulan, dan Analisa Data Jenis data yang diam iambil adalah data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari penelitian. D Data yang diambil adalah kadar protein serta m mutu protein pada berbagai substitusi tepung Hanjeli H dan tepung tempe pada biskuit MP-A ASI. Data kadar protein pada biskuit diu iuji menggunakan statistik yang sebelumnya ya dilakukan uji kenormalan. Jika data ter erdistribusi normal, maka uji tersebut menggun nakan uji ANOVA, namun jika data tersebutt tidak terdistribusi normal makan uji yang digu gunakan adalah uji Kruskal Walis. Jika ada pengaruh pe substitusi tepung Hanjeli dan tepun ung tempe, maka dilanjutkan dengan uji Mann n Whitney. Jika dari hasil uji A ANOVA atau uji Kruskal Walis diperoleh value va p >0,05 itu berarti tidak ada pengaruh h subtitusi tepung Hanjeli dan tepung tempe e terhadap kadar protein dan mutu protein. Namun, Na jika value p < 0,05 itu berarti ada pe engaruh substitusi tepung Hanjeli dan tepung g tempe terhadap kadar protein pada biskuit. Sedangkan untuk mutu protein dianalisa secara deskript ptif menggunakan perhitungan dengan mem mbandingkan skor asam amino pembatas dari telur dan kemudian hasilnya dideskript iptifkan. 3. HASIL PENELITIAN N 3.1 Pelaksanaan Peneli elitian Penelitian ini dilakukan an pada tanggal 18 September 2013 hingga tan anggal 17 Oktober 2013. Terdapat 5 perla rlakuan dan tiap perlakuan dilakukan 4 re replikasi sehingga keseluruhan terdapat 20 pe erlakuan (sampel). Dengan kode perlakuan n yang diberikan adalah : P0 : Kelompok perlakua uan tanpa substitusi tepung hanjeli dan te tepung tempe 0% P1 : Kelompok per erlakuan dengan substitusi tepung ha anjeli sebesar 10% dan tepung tempe sebesar se 40% P2 : Kelompok per erlakuan dengan substitusi tepung ha anjeli sebesar 20% dan tepung tempe sebesar se 30% P3 : Kelompok per erlakuan dengan substitusi tepung ha anjeli sebesar 30% dan tepung tempe sebesar se 20%

BIMGI Volume 3 No.1 | Januari-Juni J 2015


P4 : Kelompok perla rlakuan dengan substitusi tepung han njeli sebesar 40% dan tepung tempe seb ebesar 10% Pada substitusi bisk skuit bayi tepung hanjeli dan tepung tempe e yang dianalisis meliputi kadar protein dilakukan di laboratorium LSIH menggu gunakan metode kheldal atau dapat disebutt metode Inhouse pada laboratorium LSIH. Sedangkan S mutu protein menggunakan perh rhitungan dengan menentukan pada jenis dan an proporsi asam amino yang dikandung pada a biskuit substitusi dengan menghitung Asam m Amino, Asam amino pembatas, mutu cern rna, INet Protein Utilizztion. Proses pembuat atan biskuit bayi dilakukan di laboratorium penyelenggaraan p makanan Jurusan Gizi Faku kultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang g. 3.2 Pembuatan Substitu tusi Biskuit Bayi Membuat substitusi bis iskuit bayi dengan tepung hanjeli dan tepung tem empe. Bahan baku yang digunakan antara lain in tepung terigu, tepung hanjeli, tepung tempe, e, butter unsalted, dan gula halus. Dalam pene nelitian ini biskuit menggunakan teknik pan nggang dengan dioven dengan mengatur ur suhunya su secara tepat yakni 175 ̊C agar dapa at matang secara merata. Penambahan formul ulasi ini bertujuan mengetahui perningkatan kad adar protein pada biskuit bayi yang disubstitus usi tepung hanjeli dan tepung tempe 3.3 Formulasi Bisku kuit Bayi yang Disubstitusi dengan Tepun ung Hanjeli dan Tepung Tempe Bahan

Berat dalam Formulasi F (gr) 0

1

2

3

4

Tepung terigu

100

50

5 50

50

50

Tepung Hanjeli

0

10

3 30

20

40

TepungTempe

0

40

2 20

30

10

Butter Unsalted

125

125

1 125

125

125

Gula Halus

65

65

6 65

65

65

Proses pembuatan n biskuit bayi disubstitusi dengan tepung ha hanjeli dan tepung tempe dimulai dengan menca campurkan tepung terigu, tepung hanjeli, tepun ung tempe, butter unsalted dan gula halus. Kemudian Ke bahanbahan tersebut dicampur da an diaduk hingga adonan tercampur rata. Taha hapan selanjutnya adalah penggilingan adonan an menjadi pipih

BIMGI Volume 3 No.1 | Ja Januari - Juni 2015

dengan menggunakan alatt penggiling p adonan mencapai ketebalan 3mm kemudian k dicetak menggunakan cetakan. Ke Kemudian adonan yang telah dicetak diletakka takkan diatas loyang yang sebelumnya diolesii marg margarin dan dioven pada suhu 175 ̊C selama 25 5 menit. 3.4 Kadar Protein `Kadar protein rata-ra rata pada masingmasing sampel biskuit bayii dapat d dilihat pada tabel : Tabel 4. Kadar Protein pada pa Biskuit Bayi yang Disubstitusi dengan Tepung Te Hanjeli dan Tepung Tempe (per 100 gra ram) dari Berbagai Substitusi Perlakuan

Kadar Protein Rata - rata ± SD (gr/100 gr)

Kadar Protein (gr/100 00gr) Menurut Replikas si I

II

III

IV

P0

6,53

6,43

6,41 1

6,41

6,44 ±0,03a

P1

14,74

14,8

14,96 96

15,02

14,88 ± 0,06b

P2

12,94

12,77

11,66 66

13,1

12,62 ± 0,33c

P3

11,18

11,26

10,57 57

10,6

10,90 ± 0,18d

P4

8,28

8,16

8,48 8

8,66

8,39 ± 0,11e

Keterangan : Notasi menunju njukkan perbedaan yang signifikan Keterangan : P0 : Kelompok perlakuan n tanpa substitusi tepung hanjeli da tepun ung tempe 0% P1 : Kelompok perlakuan dengan d substitusi tepung hanjeli sebesar ar 10% dan tepung tempe sebesar 40% P2 : Kelompok perlakuan dengan d substitusi tepung hanjeli sebesar ar 20% dan tepung tempe sebesar 30% P3 : Kelompok perlakuan dengan d substitusi tepung hanjeli sebesar ar 30% dan tepung tempe sebesar 20% P4 : Kelompok perlakuan dengan d substitusi tepung hanjeli sebesar ar 40% dan tepung tempe sebesar 10% Berdasarkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan Shapiro Sh wilk test, didapatkan hasil yang sign gnifikan, dimana p >0.05 sehingga dapat dipe eroleh kesimpulan bahwa data terdistribusii secara normal. Berdasarkan hasil uji sta tatistik One Way ANOVA pada tingkat keperc ercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahw hwa penambahan tepung hanjeli dan tepung tempe te memberikan

15


perbedaan yang signifikan n ( p = 0,00) terhadap kadar protein sebagai bahan substitusi tepung terigu dala alam biskuit bayi. Berdasarkan rata-rata kada dar protein pada masing–masing sampel biskuit bis bayi nilai tertinggi ditunjukkan pada sam ampel P1 (biskuit bayi dengan penambahan ssubstitusi tepung hanjeli 10% dan tepung tempe tem 40%) yaitu sebesar 14,88 ¹ 0,06 gr/1 r/100 gr sampel. Sedangkan rata-rata kadarr protein p terendah ditunjukkan pada sampel P0 P (biskuit bayi tanpa penambahan substitus usi tepung hanjeli dan tepung tempe 0%) yaitu tu sebesar 6,44 ¹ 0,03 g/100 gr sampel. Hasil H uji statistik dengan menggunakan Postt Hoc H Tukey yang menunjukkan hasil bahwa a antara perlakuan tanpa substitusi tepung hanjel jeli 0% dan tepung tempe 0% (P0) dengan perl rlakuan substitusi tepung hanjeli 10% dan tep pung tempe 40% berbeda signifikan.

3.5 Mutu Protein Mutu Protein pada b biskuit substitusi tepung hanjeli dan tepung ng tempe dinilai dengan menggunakan Sko or Asam Amino (SAA), Mutu Cerna (MC),, dan NPU (Net Protein Utilization). Hasil pe perhitungan mutu protein dari produk tersebut ut disajikan pada tabel berikut ini:

16

Tabel 5. Perhitungan Mutu C Cerna Biskuit Bayi Substitusi Tepung Hanjeli dan da Tepung Tempe Proporsi Tepung Terigu : Tepung Hanjeli : Tepung Tempe

Kandungan Protein (g)

SAA

MC

NPU

P0 (100 : 0 : 0)

9

46,73

96

44,86

P1 (50 : 10 : 40)

13,92

89,40

92

82,25

P2 (50 : 20 : 30)

12,94

69,63

90,7

63,15

P3 (50 : 30 : 20)

11,96

53,71

90

48,34

P4 (50 : 40 : 10)

10,98

34,77

89,2

31,01

Pada tabel diatas me enunjukkan bahwa setiap penambahan tepun ung tempe pada komposisi substitusi bisk skuit bayi dapat meningkatkan mutu prote tein seperti Skor Asam Amino dan Net Protei tein Utilization, juga meningkatkan mutu cerna.. Produk dengan nilai kadar protein, Skor asa sam amino dengan pembatas lisin ,dan NPU tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (tepung ng terigu : tepung hanjeli : tepung tempe 50:1 :10:40) sedangkan produk dengan mutu cerna a tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (tepung ng terigu : tepung hanjeli : tepung tempe = 100 0:0:0). Pada Penelitian ini mu utu cerna tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (tepung terigu : tepung hanjeli : tepung tempe te = 100:0:0), namun pada perlakuan P1 P P0 (tepung terigu : tepung hanjeli : tepu pung tempe = 50:10:40)mampu memenuhi hi mutu cerna dari bayi yaitu lebih dari 80 Pada penelitian ini,, kandungan k asam amino tepung hanjeli dis isamakan dengan kandungan asam amino da ari jali, sedangkan kandungan asam amino o tepung tempe disamakan dengan kandun ngan asam amino dari tempe dikarenakan be elum adanya data tentang kandungan asam a amino dari tepung hanjeli dan tepung tempe 4. PEMBAHASAN si Tepung Hanjeli 4.1 Pengaruh Substitus dan Tepung Tempe terhadap Kadar Protein Biskuit Bayi Dari hasil analisis m menggunakan uji statistik One Way Anov ova pada tingkat kepercayaan 95% (p < 0,0 0,05) menunjukkan bahwa tepung hanjeli dan an tepung tempe memberikan perbedaan yan ng signifikan ( p = 0,00) terhadap kadar protei tein sebagai bahan substitusi tepung terigu dalam da biskuit bayi. Berdasarkan rata-rata kad adar protein pada

BIMGI Volume 3 No.1 | Januari-Juni J 2015


masing-masing sampel bis iskuit bayi, nilai tertinggi ditunjukkan pada da sampel P1 (kelompok perlakuan pertam ma) yaitu biskuit bayi dengan penambahan ssubstitusi tepung hanjeli 10% dan tepung te tempe 40% yaitu sebesar 14,88 Âą0,06 gr/1 /100 gr sampel. Sedangkan rata-rata kadarr protein p terendah ditunjukkan pada sampell P0 (kelompok kontrol) yaitu biskuit bayi tan npa penambahan substitusi tepung hanjeli dan an tepung tempe 0% yaitu sebesar 6,44 Âą 0,03 g/100 gr sampel. Sedangkan jika diban andingkan dengan masing-masing perlaku kuan, maka penambahan tepung hanje njeli (10%) dan tepung tempe (40%) pada da perlakuan P1 memiliki kadar protein meningkat m yang signifikan dibandingkan de engan kelompok perlakuan kontrol. Hal ini i dikarenakan kandungan protein pada tep epung hanjeli dan tepung tempe lebih tingg ggi dibandingkan kandungan protein pada tep epung terigu (9,0 gr/100 gr) sehingga se semakin banyak penambahan tepung tepun ng tempe pada pembuatan biskuit bayi, maka m kandungan protein dalam biskuit semakin in meningkat. 4.2. Mutu Protein Produ duk Biskuit Bayi Substitusi Tepung Hanj njeli dan Tepung Tempe Berdasarkan hasil ana nalisa skor asam amino biskuit bayi kontrol dan d biskuit bayi substitusi tepung hanjeli dan an tepung tempe didapatkan skor asam amiino yang paling tinggi terdapat pada perlaku kuan P1 dengan komposisi tepung hanjeli 10% 10 dan tepung tempe 40% yaitu dengan skor sk asam amino 89,40 . Skor Asam Amino (SAA) adalah perhitungan teoritis yang d digunakan untuk menghitung nilai biologis is dari protein dikonsumsi. SAA menunjukk kkan proporsi dari asam amino esensiall yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh uh dibandingkan dengan yang diserap (H Hardinsyah,1989). Pada perhitungan SAA pa ada biskuit bayi substitusi bernilai antara 34,9 4,95-89,40. Hal ini menunjukkan bahwa sekitarr 34,95%-89,40% dari asam amino esensial yan ang diserap dapat dimanfaatkan oleh tubuh.. Tepung tempe merupakan penyumbang pr protein terbanyak pada produk biskuit bayi sub bstitusi. Sehingga semakin banyak penambahan an tepung tempe, semakin tinggi kadar protein dari d produk yang dihasilkan. Dengan tinggin ginya kandungan protein, pembaginya pun akan an semakin tinggi. Asam amino esensiall yang jumlahnya kurang dalam bahan ma akanan disebut sebagai asam amino pem embatas. Dalam

BIMGI Volume 3 No.1 | Ja Januari - Juni 2015

serealia, asam amino pem mbatasnya adalah lisin. Pada perlakuan P0 hingga h P4, asam amino pembatasnya adalah h lisin. Lisin adalah salah satu asam amino yan ang sangat reaktif, karena mengandung gru rup asam amino “bebas� yaitu epsilon-ami mino yang dapat berikatan dengan senyaw wa-senyawa lain. Reaksi dengan senyawa lain la tersebut tidak dapat diserap dan digunaka an oleh tubuh. Hal ini dianggap dapat merugi gikan karena lisin termasuk dalam asam amin ino esensial yang seringkali menjadi asam ami mino pembatas dari protein nabati, terutama serealia. se Jika lisin terikat dalam rantai polipept ptida suatu protein, reaksinya dengan senya yawa lain dapat mengakibatkan penurunan daya d cerna protein (Muchtadi, 2010). Oleh ka karena itu apabila asam amino pembatas yaitu ya lisin tersedia dalam jumlah cukup skore e asam amino>80, maka mutu cerna dari prod oduk tersebut akan lebih baik. Yang dapatt dilakukan untuk menambah jumlah pada m mutu cerna dari produk tersebut diperlukan substitusi dengan menambahkan bahan lain seperti substitusi tepung labu kuning yang mampu meningkatkan mutu cerna dalam da produk. 4.3. Mutu Cerna Berdasarkan hasil an nalisa mutu cerna dari produk biskuit bayi substitusi s tepung hanjeli dan tepung tempe,, didapatkan mutu cerna paling tinggi terdapa at pada kelompok perlakuan P0 dengan ko komposisi tepung hanjeli dan tepung tempe e 0 : 0. Hal ini dikarenakan tepung terigu gu memiliki mutu cerna lebih tinggi daripada te tepung hanjeli dan tepung tempe yaitu sebesarr 96. Perhitungan mutu ce erna menunjukkan jumlah bagian dari protein asam a amino yang dapat diserap tubuh diban andingkan dengan yang dikonsumsi. Perhitunga an mutu cerna ini merupakan cara teoritis unt ntuk menaksir nilai mutu cerna yang dilakukan n melalui penelitian bio-assay. Berdasarkan standar sta dari mutu cerna yang dikonsumsii berkisar 85-92 (Hardinsyah, 1989). Mutu ccerna dari biskuit bayi substitusi tepung ha anjeli dan tepung tempe sudah memenuhii standar. Hal ini dikarenakan pada taraf per erlakuan P1 - P4, mutu cerna biskuit bayi substitusi s tepung hanjeli dan tepung tempe e berkisar antara 89,2-92. Hal ini menunjukka kan bahwa sekitar 89,2%-92% dari asam amin ino esensial yang dikonsumsi dapat diserap oleh ole tubuh. 4.4 Net Protein Utilizati tion (NPU) Berdasarkan hasil analisa an Net Protein Utilization dari produk bisku kuit bayi substitusi tepung hanjeli dan tepung tempe, te didapatkan hasil tertinggi terdapat pada kelompok

17


perlakuan P1 dengan ko omposisi tepung tempe 40% yang nilainya seb ebesar 82,25. Hal ini disebabkan NPU dipeng ngaruhi oleh nilai skor asam amino dan nilai nil mutu cerna. Tepung tempe memiliki mu mutu cerna lebih rendah dibandingkan dengan an tepung terigu. Sedangkan produk yang memiliki m tepung tempe tertinggi memiliki nilaii S SAA paling tinggi karena kandungan proteinny nya paling tinggi, sehingga semakin sedikit pu pula pembaginya. Hal ini dapat mempengaru ruhi Net Protein Utilization-nya. Net Protein Utilizatio tion menunjukkan bagian protein yang dapat dimanfaatkan dim oleh tubuh dibandingkan yang d dikonsumsi. Nilai NPU pada biskuit bayi substitusi su tepung hanjeli dan tepung terigu berkisar antara 31,18–82,25. Hal ini menun unjukkan 31,18%82,25% protein yang dik ikonsumsi dapat dimanfaatkan oleh tubuh. P Perlakuan terbaik pada penelitian ini ya aitu pada P1 (50%:10%:40%). 4.5 Implikasi Penelitian Biskuit bayi substitusi si tepung hanjeli dan tepung tempe dapat dij dijadikan alternatif sebagai MP-ASI karena mem emiliki kandungan protein yang cukup un ntuk memenuhi kebutuhan protein bagi bayii 8 bulan sebesar 93% dari total kebutuhan pro rotein bayi sehari. Selain itu Skor Asam Amino o dan Net Protein Utilization dari produk mampu untuk memenuhi kebutuhan protei tein bayi 8 bulan sebesar 89,40 mg. Namun mutu cerna dari produk ini dianggap kuran ang cukup tinggi karena bahan penyusunnya ya tepung tempe yang memiliki mutu cerna a yang rendah, sehingga tidak mampu meme menuhi kebutuhan mutu cerna dari bayi 8 bulan n yyaitu sebesar 52. Takaran saji untuk bayi da dapat mencukupi kebutuhan protein dalam m sehari yaitu mengkonsumsi biskuit sebany nyak 10-12 keping biskuit perhari. 4.6 Keterbatasan Peneliti itian Pada penelitian biskui uit bayi substitusi tepung hanjeli dan tepun ung tempe ini, keterbatasan penelitian nnya masih menggunakan alat sede derhana dalam pembuatannya yaitu denga gan penggunaan oven dengan suhu tidak sta tabil dan rollerpin. Sehingga pada penelitian an biskuit bayi selanjutnya sebaiknya men nggunakan oven dengan suhu yang stabil serta se pengukuran waktu yang tepat agar hasil ha dari produk biskuit bayi lebih maksim imal dan mesin pencetak adonan agar keteb balan dari produk sama..

18

5. KESIMPULAN atan kadar protein 1. Terdapat peningkat dan mutu protein n pada substitusi tepung tepung han anjeli dan tepung tempe pada biskuit MP-ASI bayi. ha dan tepung 2. Substitusi tepung hanjeli tempe biscuit MP-ASI bayi berpengaruh sec ecara signifikan terhadap peningkata atan kadar protein. Semakin banyak substitusi s tepung tempe yang ditam mbahkan semakin tinggi kadar protei tein dalam biskuit tersebut. 3. Produk biskuit ssubstitusi tepung hanjeli dan tepung t tempe berpengaruh sec ecara signifikan terhadap mutu prot otein (SAA, Asam Amino Pembatass, dan NPU), sedangkan untuk mutu m cerna masih berpengaruh secara ra signifikan. 4. Perlakuan terbaik yang ya terpilih adalah P1 yaitu dengan n substitusi 10% tepung hanjeli dan 40% 4 tepung tempe baik dalam kadarr protein sebesar 14,88 gr/100gr mau upun mutu protein lisin dengan skor 89, 9,40 mg. SARAN 1. Diperlukan mod odifikasi terkait formulasi sehingga p pemipihan adonan dapat sesuai ketebalannya. Diperlukan penggun unaan oven yang dapat mengatur suh hu dan waktu yang tepat dalam pembu buatan biskuit bayi ini. 2. Diperlukan proses d dan alat yang lebih terstandar agar adonan dapat seragam dalam kete etebalannya. Untuk menghasilkan produ duk yang seragam diperlukan penggun naan alat pemipih adonan atau mesin sin ( roller cutting machine/ biscuit mo moulding machine). Diperlukan oven yang mampu mengatur suhu dan n waktu yang tepat dalam pembuatan bi biskuit bayi ini. 3. Penelitian lanjutan an yang dapat dilakukan ada alah dengan menganalisis kad adar karbohidrat, lemak, kadar air ir dan pengujian organoleptik. DAFTAR PUSTAKA 1. Zaki, Ibnu. Pe Pengaruh Lama Penyimpanan Ter erhadap Kualitas Mikrobiologi Biskui uit Bayi Dengan Substitusi Tepung ng Labu Kuning (Cucurbita Moschat atta) dan Tepung

BIMGI Volume 3 No.1 | Januari-Juni J 2015


2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Ikan Patin (Pangasiu sius spp) sebagai MP-ASI. Artikel Pen nelitian. Program Studi Ilmu Gizi Faku kultas Kedokteran Universitas Diponeg goro. Semarang. 2011 ntribusi Zat Gizi Norbertus, R. Kont Makanan Pendampin ping Air Susu Ibu terkait Status Gizi Bayi B 6-12 Bulan. Thesis. Tidak dipublikasikan. Universitas Diponego oro. 2011 Kusumawardani, B. Hubungan H Praktik Higiene Sanitas asi Makanan Pendamping Air Susu Su Ibu (MP-ASI) Tradisional Dengan n Kejadian Diare Pada Anak Usia 6-24 24 Bulan Di Kota Semarang. Skripsi.. Dipublikasikan. Universitas Diponego oro. 2010 Rustanti, N; Noer, R; Nurhidayati, Daya Terima dan Kan andungan Zat Gizi Biskuit Bayi seba bagai Makanan Pendamping ASI dengan de Substitusi Tepung Labu Kun uning (Cucurbita moshichata) dan Tep epung Ikan Patin (Pangasius spp). Artikel. Jurnal Aplikasi teknologi P Pangan. (1): 3. (2012). Persatuan ahli gizi IIndonesia. Tabel Komposisi Panga gan Indonesia. Jakarta: PT. elex me edia komputindo. 2009. Mulyati, Efi. Hanjelili Sebagai Bahan Dasar Brownies. Institut In Pertanian Bogor, Bogor. 2008. Bastian, F; Ishak,E; E; Tawali, A B; Bilang, M. Daya a Terima dan Kandungan Zat Gizi zi Formula F Tepung Tempe dengan Pen enambahan Semi Refined Carrageena nan (SRC) dan Bubuk Kakao. Re esearch Article. Program Studi dan Te Teknologi Pangan Universitas Hasanud uddin Makassar, Indonesia. 2008. Rustanti, N; Noer, R; R Nurhidayati . 2012, Daya Terima a dan Kandungan Zat Gizi Biskuitt Bayi sebagai Makanan Pendampin ping ASI dengan Substitusi Tepung g Labu Kuning (Cucurbita moshichat hata) dan Tepung Ikan Patin (Pangasiu sius spp). Artikel. Jurnal Aplikasi teknol ologi Pangan. (1): 3Amirshahrokhi, A.R. R. Dehpour a, J. Hadjati b, M. Sotoud deh c, M. GhaziKhansari. 7 Methado done ameliorates multiple-low-dose streptozotocininduced type. Diabete tes 44:40. 2008 Depkes RI. Ped edoman Umum Pemberian Makanan n Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) I) Lokal. Jakarta.

BIMGI Volume 3 No.1 | Ja Januari - Juni 2015

gizi.depkes.go.id/asi/ si/Pedoman%20M P-ASI%20Lokal.pdf . Diakses tanggal 20Juni 2013 pukul 21.41WIB. 21 2006. 10.Almatsier, S. Prinsip sip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT.Gram amedia Pustaka Utama. 2003. 11.Rachmawati, M; Su umiyati; Fransisca. Seri Panduan Us Usaha : Tepung Tempe. Jakarta : LIP IPI Press. 2000. 12.Ministry of health’s h’s New Zealand. Food and Nutrition ion Guidelines for Healthy Infants and nd Toddlers (Aged 0–2): A background d paper (4th Ed) – Partially Revised D December 2012. Wellington: Ministryy o of Health. 2008. 13.Sulastri, T.A. Penga ngaruh Konsentrasi Gum Arab Terhadap ap Mutu Velva Buah Nenas Selama Peny enyimpanan Dingin. 2008. Skripsi. Dipublikasikan. Fakultas Pertania nian Universitas Sumatera Utara. 14.Ono, WH. Cita Rasa asa Prima. Jakarta: Setia Kawan. 2008. 15.SNI01-2973-1992. Mutu M dan Cara Uji Biskuit.http://sisni.bssn.go.id/index.php ?/sni_main/sni/detailil_sni/3346. Diakses tanggal 4 Maret M 2013 pukul 18.34WIB.

Nama Tempat Tanggal Lahir Pendidikan Jurusan Fakultas Universitas

Riwayat Penu nulis : Febryana M Megawati S.Gz : Malang : 11 Februar ari 1992 : S1 : Gizi : Kedokteran an : Brawijaya

19


Penelitian n

HUBUNGAN ASUPAN KARBOHID DRAT DAN INDEKS MASSA TUBUH PADA WA ANITA PREMENOPAUSE DAN POSTMEN NOPAUSE DI INDONESIA (ANALISIS RISKES SDAS 2010) 1

2

2

M. Rizal Permadi , Idrus Jus’at , Nadiyah 1

Nutrisionist Universitas Esa Unggul Jakarta Program Studi Ilmu Gizi FIKES Universitas Esa Unggu ggul Jakarta Jalan Arjuna Utara No. 9, Kebon Jeruk Jakarta Barat, DKI Jakarta 11510 Email : permadi.kakak@gmail.com 2

ABSTRAK ada wanita Latar Belakang: Di Indonesia, angka kejadian obesitas pa premenopause 21,6% dan wanita postmenopause 20,3%. Penelitian ian bertujuan mengetahui hubungan n asupan karbohidrat dan indeks massa tubuh pada p wanita premenopause dan po ostmenopause di Indonesia. Metode: Data yang g digunakan adalah Riskesdas 201 10 dengan pendekatan Cross-sectional dan des esain survey analitik. Sampel yang d didapat adalah 6057 wanita premenopause dan 4787 4 wanita postmenopause. Peng gujian statistic menggunakan uji korelasi Pears rson Product Moment dan uji ana nalisis regresi berganda. Hasil: Karakteristik responden didapatkan wanita pre remenopause tinggal di wilayah perkotaan seban anyak 3.540 orang dan perdesaa an 2.517 orang, sedangkan pada wanita postm stmenopause tinggal di wilayah perk rkotaan sebanyak 2.733 orang dan perdesaan 2.054 2. orang. Rata-rata indeks mas assa tubuh wanita premenopause 23,5±3,6 kkg, asupan karbohidrat 207,3±67 7,1 gr dan rata-rata indeks massa tubu buh wanita postmenopause 23,32 32±3,6 kg, asupan karbohidrat 204,4±66,5 gr. g Asupan karbohidrat dan indeks ks massa tubuh berhubungan secara bermakna na (p<0,05). Kesimpulan: Hubunga gan antara asupan karbohidrat dan indeks ma assa tubuh lemah, dengan intrepr pretasi semakin tinggi asupan karbohidrat m maka indeks massa tubuh akan se semakin rendah . Status menopause merupaka kan variabel terkuat yang mempeng garuhi indeks massa tubuh pada wanita premeno nopause dan postmenopause. Kata kunci: indeks mas assa tubuh, asupan karbohidrat. ABSTRACT Background: In Indon onesia, the incidence of obesity is 21.6% in prem emenopausal women and 20.3% of o postmenopausal women. Objective: To id identify the relationship between n intake of carbohydrates and body mass ss index in premenopausal and po postmenopausal women in Indonesia. Methods: We W use data Riskesdas 2010 with a cross-sectional study and analytical survey design. d The samples obtained were ere 6057 premenopausal women and 4787 postm stmenopausal women. The data were ere analyzed using pearson product moment corr orrelation test and multiple regression ion analysis test. Results: There were 3540 corre rrespondents obtained as premenopa pausal women living in urban areas as many as 3,540 3, people and 2,517 women live e in rural, whereas in postmenopausal women liv live in urban areas as many as 2,733 33 people and 2,054 women live in rural. Average e body mass index of premenopausa sal women is 23.5 ± 3.6, 207.3 ± 67.1 grams carbohydrate, ca meanwhile in postmen enopausal women is 23.32 ± 3.6, 204.4 ± 6 66.5 grams carbohydrate. Carbohy hydrate intake and body mass index were significantly s associated (p <0.05). Conclusions: C The relationship between carbohyd ydrate intake

20

BIMGI Volume 3 No.1 | Januari Ja - Juni 2015


and body mass indexx iis weak with interpretation the higher carbohydra drates intake, the body mass indexx would be lower. Menopausal status was the strongest variable affecting bod ody mass index in premenopausal and postm stmenopausal women. ss index, intake of carbohydrates. Keywords: body mass 1.

PENDAHULUAN

njut usia (lansia) Jumlah penduduk lan senantiasa mengalami peni ningkatan seiring dengan makin meningkatnyya usia harapan hidup. Indonesia termasuk negara ne berstruktur tua, dapat dilihat dari persent ntase pendudukan lansia pada tahun 2008, 2009 09 dan 2012 telah mencapai lebih dari 7%, p penduduk lansia tertinggi berjenis kelamin p perempuan yaitu sebesar 8,2%. Perhitu tungan statistik memperkirakan di tahun n 2020 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai m 262,6 juta jiwa dengan jumlah p perempuan yang hidup dalam usia menopausse adalah sekitar 30,3 juta jiwa dan jumlah laki-laki di usia 1 andropause akan mencapai ai 24,7 juta jiwa . Obesitas saat ini sudah m menjadi masalah global. Prevalensinya mening ngkat tidak saja di negara maju tapi juga di negara-negara berkembang. Sebuah penelit litian pada wanita di Spanyol menunjukkkan obesitas berhubungan dengan mu unculnya gejala menopause berat, peneliti litian di Yunani sekitar 44 % wanita postmen nopuase memiliki berat badan lebih, dari angka tersebut 2,3 ,3 20%nya menderita obesitas . Berdasarkan hasil Riskesdas R 2010 bahwa status gizi obesitas lan lansia pada wanita umur 45 -49 dan 50 - 54 tah hun menunjukkan angka yang tertinggi. Dap pat dilihat pada obesitas wanita lansia umur ur 45-49 tahun berdasarkan IMT 21,6% dan an obesitas pada wanita lansia umur 50-54 tah ahun berdasarkan IMT 20,3%. Penelitian yan ang dilakukan di China menemukan terdapatt hubungan yang bermakna antara makanan n atau minuman 4 manis dengan obesitas pada wanita . Penelitian lain menunjukk kkan karbohidrat berhubungan positif dengan o obesitas (r=0,38, 5 p=0,01) (R2=0,46, p<0,000 001) . Penelitian yang dilakukan di Kota Padang P Panjang dengan metode cross sectio tional pada wanita usia 25-50 tahun menunjukan an bahwa adanya hubungan antara asupan kar arbohidrat dengan 6 kegemukan . Tujuan penelitian ini in yaitu untuk menganalisis hubungan asu supan karbohidrat dan IMT pada wanita premenopause postmenopause di Indonesia In dan menganalisis faktor status m menopause serta

asupan karbohidrat, seba bagai determinan indeks massa tubuh wanitita premenopause dan postmenopause di Indon onesia. 2.

METODE 2.1 Tempat Dan Waktu tu Penelitian Penelitian ini men enggunakan data sekunder yang bersumber dari hasil Riset Kesehatan Dasar Kement nterian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2 2010. Pengolahan dan analisis data dilakukan pada bulan April 2014, lokasi penelitian melip liputi 33 provinsi di Indonesia. 2.2 Desain Penelitian Desain penelitian adalah survei berskala besar dengan desi sign potong lintang (cross-sectional). 2.3 POPULASI DAN SAMPEL SA Populasi pada pene nelitian ini adalah semua wanita usia premeno nopause yakni 4549 tahun dan postmenopa pause yakni 50-54 tahun di Indonesia. Adapu pun sampel pada penelitian ini adalah 6057 wanita premenopause usia 45-49 9 tahun dan 4787 wanita postmenopause usia sia 50-54 tahun di Indonesia yang memiliki IMT IM antara 16-35 dan memilki kelengkapan n data-data yang menjadi variabel penelitian. 2.4 ANALISIS DATA Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui distribusi frekue uensi dari variabel yang diteliti dalam penelit litian ini variabelvariabel yang diteliti melipu iputi wilayah, usia, IMT, dan asupan karbohidrat rat. Analisis korelasi Pearson Product Moment mencari m hubungan variabel bebas yaitu asu supan karbohidrat dengan variabel tak beb bas yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT). Analisis regresi menemukan model regresii yyang paling sesuai untuk menggambarkan fa faktor-faktor yang berhubungan dengan varibel el dependen.

21 BIMGI Volume 3 No.1 | Janua uari - Juni


3.

HASIL 4000 3000 2000 1000 0 Pre

Post

Rata-rata umur respon onden berusia 45– 49 tahun yaitu 46 tahun 8 b bulan ± 1 tahun 4 bulan. Dari tabel dapat ter erlihat bahwa usia terendah wanita premenopa ause 45 tahun dan usia tertinggi wanita premen nopause 49 tahun. Sedangkan rata-rata umur responden re berusia Perkotaan 50 – 54 tahun yaitu 51 tahun ta 7 bulan ± 1 Perdesaan tahun 4 bulan. Dari tabel dap apat terlihat bahwa usia terendah wanita pos ostmenopause 50 tahun dan usia te tertinggi wanita postmenopause 54 tahun.

P Grafik 1. Distribusi Wanita Premenopause dan Postmenopause Berdas asarkan Wilayah Distribusi wanita prem emenopause dan postmenopause dibagi menjadi dua berdasarkan wilayah yaknii Perdesaan dan perkotaan. Perdesaan yang d dimaksud adalah kesatuan wilayah yang dihun uni oleh sejumlah keluarga yang dikepalai oleh h seorang kepala desa yang sebagian pendu duduknya bekerja pada sektor petanian, sedan angkan perkotaan ialah daerah permukiman yang y terdiri atas bangunan rumah yangg meru rupakan kesatuan tempat tinggal dari be erbagai lapisan masyarakat, dengan kepad adatan penduduk yang tinggi serta fasilitas as modern dan sebagian besar penduduknya ya bekerja di luar 7 pertanian . tas menunjukkan Pada grafik di atas bahwa distribusi responden n premenopause dengan persentase terbesar tinggal t di wilayah perkotaan yaitu sebanyak ak 3.540 orang (58,44%) dan di wilayah perd rdesaan sebanyak 2.517 orang (41,56%). Ada dapun responden postmenopause dengan pers rsentase terbesar tinggal di wilayah perkotaan n yaitu sebanyak 2.733 orang (57,09%) dan d di wilayah perdesaan sebanyak 2.054 orang or (42,91%). Tabel 1. Usia Wanita Pre remenopause dan Postmenopa pause

Tabel 2. Indeks Massa Tubu buh Premenopause dan Postmenop pause Pre

Post

(n = 605 57)

(n = 4787)

Mean

23.48

23.32

Median

23.10

22.90

Mode

22.0

22.0

Std.

3.63

3.63

Minimum

16.0

16.0

Maximum

35.0

35.0

IMT

Deviation

Berdasarkan tabell di atas dapat diketahui bahwa dari 6057 6 responden premenopause, rata–rata a indeks massa tubuhnya sebesar 23,48 dengan standar deviasi 3,63. Sedangk gkan responden postmenopause terdiri dari ri 4787 responden, rata-rata memiliki indeks massa tubuhnya 23,32 dengan standar deviasi 3,63. Kebanyakan wanita prem emenopause dan postmenopause memiliki IMT T sebesar 22 atau 6,2 % dari total seluruh samp pel. Tabel 3. Asupan Karbohidra rat Premenopause dan Postmenop pause

Mean

207.25

Post (n= 4787) 204,04

52

Median

202.30

198.96

45

50

Mode

97.40

197.10

1.425

1.454

Std. Deviation Minimum

67.12

66.43

50.38

52.15

Minimum

45

50

Maximum

399.44

399.90

Maximum

49

54

Usia

Pre

Post

N

6057

4787

Mean

46.81

51,76

Median

47

Mode Std. Deviation

22

Asupan KH

Pre (n = 6057 7)

BIMGI Volume 3 No.1 | Januari - Juni J 2015


Rata–rata asupan n karbohidrat premenopause sebanyak 207,25 20 gr dengan standar deviasi 67,12 atau 53,96 53 % dari total energi. Dari tabel dapat terliha ihat bahwa asupan karbohidrat terendah premenopause sebanyak 50,38 gr dan asu supan karbohidrat tertinggi sebanyak 399,44 gr. g Adapun dari 4787 responden wanita postmenopause, rata–rata asupan karbohidrat at postmenopause sebanyak 204,04 gr dengan n standar deviasi 66,43. Dari tabel dapat terliha hat bahwa asupan karbohidrat terendah postmenopause sebanyak 52,15 gr dan asu supan karbohidrat tertinggi sebanyak 399,90 gr. Tabel 4. Hubungan Asupan n Karbohidrat K dan Indeks Massa Tubuh Pre remenopause danPostmenopa ause Pre

Post

IM IMT Asupan Karbohidrat

*)

IMT

r

-.028

-.033

(sig)

. .028*

.024*

N

6 6057

4787

signifikan p < 0.05

iatas dapat dilihat Berdasarkan tabel dia bahwa terdapat hubungan yang signifikan (<0,05) antara asupan karboh ohidrat dan indeks massa tubuh pada wanita pre remenopause dan postmenopause di Indonesia.. Tabel 5. Pemodelan Hubungan H Status Menopause, Asupa an Karbohidrat Dan Indeks Massa a Tubuh Model

β

Sta tandar ko oef. β

p-value

(Constant)

24,049

-

0,000

Status Menopause Asupan KH

-0,163

0,022 -0,

0,020*

-0,284

0,039 -0,

0,000*

*)

signifikan p < 0.05

tubuh akan berkurang 0,163 63. Selain itu dapat diprediksi setiap penambaha han asupan 1 gram karbohidrat maka indeks massa m tubuh akan menurun sebesar 0,284. 4.

PEMBAHASAN 4.1 Indeks Massa Tubuh h Berdasarkan data ya yang didapat dari penelitian ini. Rata–rata ind deks massa tubuh wanita premenopause usia ia 45- 49 tahun di Indonesia yaitu 23, 47 7 dengan standar deviasi 3,63. Sedangkan rata–rata indeks massa tubuh untuk wanita ita postmenopause usia 50 – 54 tahun di Indo onesia yaitu 23,32 dengan standar deviasi 3,63 63. Penelitian yang dilakukan di Vietnam, dila ilaporkan rata–rata indeks massa tubuh pada da wanita dewasa umur>18 tahun sebe besar 19,5±1,9. Berdasarkan Survey Kons nsumsi Thailand pada tahun 2010 individu wanitadewasa wa (18 70 tahun), rata – rata mem miliki indeks massa 8 tubuh sebesar 23,1±4,5 . Perbedaan IMT pada usia dewasa dikaren enakan perbedaan 9 proporsi tubuh antar invidu a atau populasi . 4.2 Asupan Karbohidrat at Berdasarkan hasilil yang diperoleh, rata-rata asupan karbohid idrat total wanita premenopause usia 45-49 ta tahun di Indonesia adalah sebesar 207,2 ,25+61,12 gram. Sedangkan rata–rata asupan an karbohidrat total wanita postmenopause usia ia di 50-54 tahun di Indonesia adalah sebesarr 198, 96±66,43. Menurut data Riskesdas 2 2010, wanita di Indonesia umur 19-55 tahun rata–rata 10 mengkonsumsi karbohidra rat 224 gram . Berdasarkan Angka Kecuku kupan Gizi (2013) kecukupan karbohidrat pada da wanita usia 3049 adalah 323 gram dan p pada wanita 50-64 11 tahun adalah 285 gram . Oleh karena itu asupan karbohidrat wanita ita premenopause dan postmenopause masih ih di bawah angka kecukupan yang dianjurkan. n. Survei Konsumsi Thailand pada tahun 2010 10 individu wanita dewasa (18-70 tahun) n), rata-rata mengkonsumsi karbohidratt sebesar 199,1 gr 8 per hari . Pebedaan asu supan karbohidrat dapat terjadi karena perbe bedaan kebutuhan energi, makanan sumber kkarbohidrat dapat memenuhi setengah dari ri total kebutuhan 12 energi .

IMT = 24,049 – 0,163 (Statu tus Menopause)0,284 (Asupan Karb rbohidrat) Dengan model persa amaan ini maka dapat diprediksi bahwa setia tiap kenaikan satu tahun status menopause mak aka indeks massa 23 BIMGI Volume 3 No.1 | Januari - Juni ni


ASI 4.3 ANALISIS KORELAS Hubungan Asupan Karbohid idrat dan Indeks Massa Tubuh Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan uji statistik den ngan uji korelasi pada wanita premnopause m menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat dengan indekss massa tubuh, dengan nilai p = 0,028 (p≤ ≤0,05). Kekuatan hubungan variabel asupan karbohidrat dan indeks massa tubuh ditunjukk kkan dengan nilai r= -0,028. Nilai Korelasi in ini menunjukkan kekuatan hubungan antara a kedua variabel tersebut negatif lemah. Adap apun pada wanita postmenopause menunjukkan an ada hubungan yang signifikan antara asu upan karbohidrat dengan indeks massa tubuh, h, dengan nilai p = 0,024 (p≤0,05). Kekuatan hubungan hu variabel asupan karbohidrat dan inde deks massa tubuh ditunjukkan dengan nilai r = -0,033. Nilai korelasi ini menunjukkan kek ekuatan hubungan antara kedua variabel tersebu but negatif lemah. Hubungan negatif artinya a semakin tinggi asupan karbohidrat ma aka IMT semakin rendah. Hal ini mungkin n terjadi karena terdapat variabel penggang nggu yaitu serat yang tidak dihitung asupan seratnya. Selain itu pada penelitian ini tidak membedakan me jenis karbohidrat kompleks da dan karbohidrat sederhana. Penelitian ini sejalan dengan penelitian pada orang dewasa sa di Kota Padang yang menyatakan terda apat hubungan bermakna antara asupan kar arbohidrat dengan 8 indeks massa tubuh (p<0 0,05) . Hal ini mungkin disebabkan oleh jenis j karbohidrat yang dikonsumsi, dimana karbohidrat ka dibagi menjadi dua jenis yaitu karbo bohidrat kompleks atau karbohidrat sederhan ana. Karbohidrat sederhana lebih mudah dicer erna dibandingkan karbohidrat kompleks. 4.4 ANALISIS REGRESI SI Analisis regresi dilak akukan bertujuan untuk mendapatkan modell yang cocok (fit) dalam menggambarkan hubungan hu antara variabel dependen dan varia riabel independen. Selain itu nilai R square pada da permodelan ini sebesar 0,002 yang berarti rti kedua variabel independen ini menjelaskan n variabel indeks massa tubuh sebesar 0,2 ,2 %. Hasil uji permodelan dapat menun unjukkan bahwa koefisien beta pada usia seb ebesar -0,034 dan nilai koefisien beta asup upan karbohidrat sebesar -0,284. Dengan demikian dari permodelan dapat diprediks ksi bahwa setiap

24

kenaikan usia satu tahun ma aka indeks massa tubuh akan berkurang 0,034 34. Selain itu dapat diprediksi setiap penamb bahan 1 gram karbohidrat maka indeks ks massa tubuh menurun sebesar 0,284. Model analisis regres esi hanya mampu memprediksi nilai IMT sebesar se 0,2%. Ini berarti terdapat faktor lain ain yang mungkin mempengaruhi indeks ma assa tubuh pada wanita premenopause dan wanita postmenopause seperti rti aktivitas fisik, penyakit degeneratif, dan lain ain – lain. Berdasarkan hasil uji uj analisis regresi variabel usia merupakan ssalah satu faktor yang mempengaruhi indek eks massa tubuh karena berperan penting dalam da menentukan pemilihan makanan. Selain ain itu pada usia premenopause dan postm menopause terjadi penurunan sistem persarafan pe yaitu menurunnya hubungan an persarafan, mengecilnya saraf panca a indera. Sistem gastrointestinal, kehilanga an gigi, indera pengecap menurun, esofag gus melebar, rasa lapar menurun, peristaltik me elemah dan timbul konstipasi, serta fungsi absropsi ab melemah. Sistem endokrin menurunya a laju metabolisme 13 . Pada penelitian inii variabel asupan karbohidrat menujukkan ad adanya hubungan yang signifikan dengan inde deks massa tubuh dan dapat mengurangi inde deks massa tubuh pada wanita preme enopause dan postmenopause di Indo onesia. Hal ini kemungkinan terkait d dengan asupan karbohidrat yang banyak dikonsumsi di adalah karbohidrat kompleks yan ang mengandung serat sehingga kenaikan karbohidrat tidak menyebabkan kenaikan inde deks massa tubuh. Jadi terdapat variabel sera rat yang mungkin menjadi variabel penggangg gu dan tidak diteliti oleh peneliti, serta a adanya penyakit komplikasi diabetes melitus tus, penyakit yang banyak dijumpai pada lansia, la bisa jadi merupakan variabel pengga ganggu yang tidak diteliti. Sebagaimana dik iketahui penyakit diabetes melitus cenderung ng mengakibatkan penderita tampak lebih kurus walaupun dengan asupan karbohidratt yang y tinggi. Hasil penelitian inii sejalan dengan penelitian yang menyatakan an bahwa asupan karbohidrat menjadi predikt iktor indeks massa 2 14 tubuh dengan nilai r sebesa sar 0,46 (0<0,01) . Berdasarkan hasil pene nelitian NHANES (National Health and Nutri trition Examination Survey), asupan karbo bohidrat mampu menurukan berat badan, n, terutama jika mengkonsumsi karbohidrat kompleks yang 15 5 banyak mengandung serat . Penelitian yang

BIMGI Volume 3 No.1 | Januari - Juni J 2015


dilakukannya selama 4 tahu hun pada 120877 pada pria dan wanita ta di Amerika menyimpulkan asupan kentan ang menyebabkan 16 penurunan berat badan sebe esar 0,6 kg . 5.

KETERBATASAN PENE ELITIAN

Data status menopause se dikelompokkan menggunakan umur, diam mbil berdasarkan jurnal dan penelitian-penel elitian terdahulu, sehingga tidak dapat me engetahui status menopause yang sesungguhn hnya. Recall dalam Riskesda as 2010 ini hanya menggunakan recall 1 x 24 jjam. Recall yang dianggap representatif terhad adap pola makan sehari-hari adalah minimal 2 x 24 jam dan tidak berturut-turut. Sehingg gga hasil analisa menjadi tidak sesuai dengan d konsep pemikiran yang ada sebelumnya, se ini disebabkan oleh teknik pen engumpulan data asupan yang hanya menggu unakan recall 1 x 24 jam . Selain itu kuesioner er recall 24 jam, yang memerlukan daya ingat at untuk menjawab makanan yang sebelum lumnya mereka konsumsi, sedangkan wanita ita premenopause dan postmenopause yang g dilteliti sudah memasuki usia lansia kelom ompk middle age (45- 59 tahun). Sehingga terjadi te penurunan daya ingat terhadap kejadia ian atau kegiatan yang dilakukan. Sehingga a mengakibatkan data mungkin saja menjadi kurang ku tepat. Selain itu pada pen nelitian ini tidak diketahui secara jelas jenis asupan karbohidrat, asupan lemak ak dan asupan kalsium serta adanya variab abel-variabel yang bisa mempengaruhi indeks ks massa tubuh seperti asupan serat, pen enyakit Diabetes Melitus (DM), serta aktifitass fisik yang tidak diteliti pada penelitian ini. Bias ias infrormasi yang dapat terjadi pada saat waw wancara misalnya pertanyaan dari enumeratorr tidak dimengerti oleh sampel. Hal ini dapa pat menyebabkan sampel menjawab tidak sesu suai bahkan tidak menjawab sama sekali. Kemungkinan Ke lain terjadi kecenderungan the flat lat slope syndrome yaitu kecenderungan bagi rresponden yang kurus untuk melaporkan ko onsumsinya lebih banyak (over estimate) dan n bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan m lebih 17 sedikit (under estimate) . Metode analisis regressi pada penelitian ini memiliki kelemahan yaitu ya tidak dapat digunakan untuk menililai persentase kontribusi asupan karbohidra rat terhadap IMT dan tidak dapat digu gunakan menilai persentase kontribusi meno opause terhadap perubahan IMT.

6.

KESIMPULAN Hasil analisa korelas lasi diketahui ada hubungan negatif r = -0,028 8 dan signifikan (p = 0,028) antara asupan karbohidrat dan indeks massa tubuh pada wanita premenopause, sedangkan an pada wanita postmenopause diketahuii ada hubungan negatif r = -0,033 dan signi nifikan (p = 0,024) antara asupan karbohidrat d dan indeks massa tubuh pada wanita postme menopause. Olehk karena itu wanita prem emenopause dan postmenopause diharapka an meningkatkan konsumsi karbohidrat terut rutama karbohidrat kompleks. Status menopa pause merupakan variabel terkuat yang mem mpengaruhi indeks massa tubuh pada wanita pr premenopause dan postmenopause. Petuga gas kesehatan diharapkan memberikan titindakan promotif dan preventif melalui pen enyuluhan tentang pentingnya memperban anyak asupan karbohidrat untuk mempe pertahankan berat badan ideal agar terc rciptanya derajat kesehatan yang baik sesua uai dengan angka kecukupan gizi yang direko komendasikan oleh pemerintah dan perlu adany nya penelitian lebih lanjut tentang hubungan ind deks massa tubuh pada wanita preme enopause dan postmenopause dengan variabel yang berbeda seperti adanya asup upan serat, asupan karbohidrat sederhana, asu supan karbohidrat kompleks, penyakit degene neratif (DM), dan aktifitas fisik. DAFTAR PUSTAKA 1.

2.

3.

4.

atan RI. Profil Kementerian Keseha Kesehatan Indonesia ia 2005. Jakarta: Departemen Kesehatan n RI. 2007. Fernandez, Alonso et.al. Obesity Is Related To Increas ased Menopausal Symptoms Among Spanish S Women. Journal Menopause Inte nternational Vol. 16 No. 3. (2010) Lambrinoudaki I, Brinc incat M, Erel CT, Gambacciani M, Moen en MH, SchenckGustafsson K, et al. a 2010. EMAS Position Statement: Managing M Obese Postmenopausal Wo Women. Journal Maturitas Vol. 66(3): 323 23-327. (2010) Kim K, Yun SH, Choii BY, & KIM MK.. 2008. Cross- Section tional Relationship Between Dietary Carboh ohydrate, Glycemic Index, Glicemic Load,, and Risk Of The Metabolic Syndrome in a Korean Population. British Jou ournal og Nutrition, 100 (2008): 576-58.

25 BIMGI Volume 3 No.1 | Januari - Juni ni


5.

Megan.,et al. Dietary Var ariety Within Food Groups : Association Wiith Energy Intake And Body Fatness in Men M and Women. American Journal of Clini linical Nutrition Vol. 69 (1999): 440 – 447. 6. Supeni, dkk. Kegemuka ukan (Overweight) pada Perempuan Umur ur 25-50 tahun di Kota Padang Panjang. 2007. 2 Maret 2014 <www.jurnalkesmas.com m/index.php/kesm as/article/view/61/50> 7. Setawan, Ebta. Desa da dan Kota. Kamus Besar Bahasa Indo donesia. Badan Pengembangan dan Pem embinaan Bahasa Kemendikbud. 2012. <http://kbbi.web.id/desa/k a/kota> 8. Jitnarin, Nattine, Vongsv svat Kosulwat, et al. Risk Factor for Overweight O and Obesity among Thai Adu dults: Result of the National Thai Food Cons nsumption Survey. Mdpi Journal Nutrients Vol. V 2 (2010); 60 – 74. 9. World Health Organizati ation. Obesity and Overweight. WHO Medi dia Centre. 2015. <http://www.who.int/med diacentre/factshe ets/fs311/en/index.html> 10. Kementerian Keseha hatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan P Gizi Rumah Sakit 2013. Jak akarta : Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan an Kesehatan Ibu dan Anak. 2013. hatan Republik 11. Kementerian Keseha Indonesia. Pedoman Pelayanan P Gizi Rumah Sakit 2013. Jak akarta : Direktorat

26

12.

13. 14.

15.

16.

Jenderal Bina Gizi Da an Kesehatan Ibu dan Anak. 2013. ian Status Nutrisi. Raylene, M. Penilaian 2008. 23 Mei 2014. <http://lyrawati.wordpres ess.com /2008/07/penilaian-statu tus-nutrisi.pdf> Nugroho. Keperawa watan Gerontik, Jakarta: EGC. 200. Megan et al. Energyy Intake And Meal Portions: Association ions With BMI Percentile In U.S.. North American Association For The Study S Of Obesity (NAASO). 1999. Kant AK, Graubard B BI, Schatzkin A, Ballard-Barbash R. Prop roportion Of Energy Intake From Fat Andsu subsequent Weight Change In The NHANE ES I Epidemiologic Follow-Up Study. American Am Journal Clinical Nutrition Vol. 61 1:1 (1995):11-17. Mozaffarian. Changes es In Diet and Lifestyle and Long- Ter erm Weight gain in Women and Men. The T New England Journal Of Medicine. 20 011.

17. Supariasa, I Nyoman, n,et al,. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. EG 2001. 18. Mourbas, Iswanelly. Hubungan H Jumlah Konsumsi Makanan Ter erhadap IMT Orang Dewasa di Kotamadya dya Padang 1996. Depok: Fakultas Keseh ehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. 1997. 1

BIMGI Volume 3 No.1 | Januari - Juni J 2015


Penelitian n

SUBSTITUSI TEPUNG HANJELI DA AN TEPUNG TEMPE TERHADAP MUTU FISIK, ORGANOLEPTIK OR DAN KADAR KALSIUM PADA BISK KUIT MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-A ASI) Lavrencia Annashopy R 1

1

Program Studi Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya B Jalan Veteran, Malang, Jawa Timur 65145 Email : lavrencia.annashopy@gmail.com

ABSTRAK Latar Belakang: Kebut utuhan kalsium bayi 400 mg/hari. Walaupun tercuk ukupi dari susu dan biskuit bayi komersial ial, tidak semua masyarakat dapat menjangka kau susu formula, sedangkan kandungan an kalsium biskuit bayi komersial berasal dari tambahan ta premiks mineral. Oleh karena ititu, diperlukan alternatif sumber kalsium alami, seperti s hanjeli dan tempe yang dilakukan an penepungan untuk disubstitusikan dalam biskuit, bis agar dapat memenuhi kebutuhan n kalsium harian bayi. Penelitian ini bertujuan u untuk mengetahui kandungan mutu fisik,, organoleptik, dan kadar kalsium pada biskuit MP-ASI M yang telah disubstitusi dengan tepung t hanjeli dan tepung tempe. Metode: e: Penelitian true eksperimental dengan n rancangan acak lengkap dengan empat per erlakuan dan lima replikasi (0%:0%:100,, 40%:30%:30%, 60%:30%:10%, 80%:20%:0%). ). Hasil Penelitian: Terdapat perbedaan yang y bermakna terhadap kadar kalsium biskuit uit (p<0,05) namun tidak menunjukkan per erbedaan yang bermakna pada mutu fisik. Nilai K Kadar kalsium dan 2 mutu fisik antara 46,9 – 144,7 mg/100 gram (p=0,001) dan 0,64 – 3,15 5K Kg/cm (p=0,414). Untuk mutu organolep ptik, terdapat perbedaan bermakna terhadap parameter p warna , tekstur, citarasa, dan aroma, a dengan nilai p=0,000 pada tiap parameter er. Untuk perlakuan terbaik P0 dengan nila ilai hasil (NH) 0,69221. Simpulan: Substitusi tepung te hanjeli dan tempe pada MP-ASI biskuit b memberikan peningkatan terhadap kalsium ium dengan tingkat kerenyahan sama deng ngan biskuit kontrol, namun tidak memberikan pe engaruh bermakna pada mutu organoleptik tik sehingga perlu dilakukan perbaikan proses pe penepungan tempe dan penambahan vanili ili. Kata kunci:biskuit MP--ASI, tepung hanjeli, tepung tempe, kalsium ABSTRACT Background: The requ quirement of calcium in infants ranged from 200-4 400 mg/day which can be fulfilled from infant inf formula and commercial biscuits. However, not n all people can buy infant formula, mor oreover, the calcium in commercial biscuits deriv rived from additives minerals premix. There erefore,we need a natural source of calcium with ith affordable prices such as job’s tear and nd tempeh. To help infants consume job's tear an and tempeh, these foods need to be flour ured which can be substituted in biscuit so, it can ca be expected to meet the daily requirem ement of calcium in infants. The aim of this researc arch is to determine the levels of calcium,, the t organoleptic quality and physical quality in biscuits b that have been substituted with job’s j tear and Tempeh flour. Method: This res esearch was a true experimental study with wit completely randomized design with four treatments tre and five replications (0%:0%:1 :100, 40%:30%:30%, 60%:30%:10%, 80%:20% 0%:0%). Results: Significant differencess in the levels of calcium (p <0,05) but no signi gnificant different in physical quality. The he calcium level and physical quality ranged ed from 46,9 to 2 144,7mg/100g and 0,64 ,64 to 3,15Kg/cm . For the organoleptic quality, the th best product is P0 with value result 0,69221. 0, Conclusion: The substitution of job’ss tear t and Tempeh flour on biscuits can increase in the calcium level with the same physica ical quality result as the control biscuits but, bu no significant effect on the organoleptic qua uality So, it needs improvement on the process pro of flouring and the amount of vanillin. b’s tear flour, tempeh flour, calcium Keywords: biscuit, job’

27 BIMGI Volume 3 No.1 | Januari - Juni 2015


1. PENDAHULUA AN Gizi memegang ng peranan penting dalam siklus kehidupan an manusia terutama pada usia 0-24 bulan lan yang merupakan masa pertumbuhan d dan perkembangan yang pesat. Pada u usia 0-24 tersebut, merupakan masa yyang baik untuk 1 pertumbuhan tulang da an gigi . Salah satu za zat gizi pembentuk tulang dan gigi adalah lah kalsium. Kalsium sangat penting p peranannya untuk pertumbuhan. Kurangn gnya asupan kalsium pada anak-anak akan nm meningkatkan risiko terjadinya fraktura tu tulang pada anak, sehingga anak tidak ak dapat mencapai 2 pertumbuhan tulang se ecara optimal . Kebutuhan kals alsium untuk bayi mencapai 400 mg per hari. Sumber tertinggi kalsium dapat at diperoleh terutama dari Air Susu Ibu (ASI) I) dan susu formula. Namun, tidak semua a masyarakat dapat menjangkau susu for ormula. Selain susu formula, pemberian bis biskuit bayi komersial juga dapat memenuhi hi kebutuhan kalsium harian pada bayi. N Namun, kandungan kalsium pada bisku uit bayi komersial berasal dari bahan tambahan premiks mineral.Untuk itulah, pe perlu adanya sumber kalsium alami dengan an harga terjangkau yang berasal dari baha han makanan. Bahan makanan yang men engandung kalsium, antara lain hanjeli dan n tempe. Kandungan kalsium pada hanjelii a adalah 213 mg per 3 100 gr bahan . Tempe e kaya akan zat gizi. Proses fermentasii pada tempe menghasilkan asam m yang dapat menghambat pertu tumbuhan bakteri patogen dan ini sang ngat penting dalam pembuatan makanan yang y ditujukan untuk kelompok sasaran khus usus seperti bayi dan 4 orang lanjut usia . Da alam 100 g bahan, kadar kalsium pada te tempe cukup tinggi, 5 yakni 155 mg . Untuk memudah hkan bayi mencerna hanjeli dan tempe, mak aka perlu pengolahan lebih lanjut, yakni pene nepungan hanjeli dan tempe. Tepung hanjeli eli dan tepung tempe inilah yang nantinya a dapat digunakan sebagai bahan pembua uatan MP-ASI biskuit. MP-ASI biskuit baik d diberikan pada bayi

karena dapat merangsa sang pertumbuhan gigi pada bayi. Selain itu, itu MP-ASI biskuit juga dapat diberikan seb ebagai finger foods untuk memperkenalkan n berbagai tekstur dan rasa makanan, men ndorong keinginan bayi agar makan send ndiri, serta untuk 6,7 melatih keterampilan mak akan bayi . Penelitian ini bertujuan b untuk mengetahui mutu organo noleptik, fisik, dan kandungan kalsium pada da MP-ASI biskuit yang telah disubstitusi si dengan tepung hanjeli dan tepung tempe. te Hasil dari penelitian ini dihar arapkan mampu memberikan manfaat secara s akademis, yaitu untuk menciptakan an suatu lapangan penelitian baru menge genai pengolahan bahan makanan lokal yan ang dapat dijadikan sebagai MP-ASI biskuit b dengan kandungan tinggi kalsium m yang baik untuk pertumbuhan tulang dan n gigi. g LITIAN 2. METODE PENEL Penelitian ini meru rupakan penelitian true eksperimental den engan rancangan acak lengkap, dengan empat perlakuan dan lima replikasi. Perb rbandingan antara tepung hanjeli, tepung tempe te dan tepung terigu secara berturut-turu urut yakni 0:0:100 (P0), 40:30:30 (P1), 60:3 :30:10(P2), 80:20:0 (P3). P0 merupakan p perlakuan kontrol yang menggunakan tep epung terigu 100 gram yang merupakan resep r biskuit bayi yang telah dilakukan ujiji ccoba sebelumnya pada tanggal 24 Septemb ber 2013. Variabel dalam penelitian ini terb rbagi menjadi dua, variabel bebas dan terika kat. Variabel bebas dari penelitian ini adalah a formulasi substitusi tepung hanj njeli dan tepung tempe. Variabel terikat pada p penelitian ini adalah mutu fisik, organo noleptik, dan kadar kalsium pada biskuit bayi b yang telah disubstitusi dengan tep pung hanjeli dan tepung tempe. Data tingkat kere erenyahan didapat dari analisis meng nggunakan alat Penetrometer. Data mutu m organoleptik yang diperoleh dari uji organoleptik meliputi warna, tekstur tur, citarasa, dan aroma. Tingkat kesukaa aan menggunakan skala hedonik. Paneliss yang digunakan

28 BIMGI Volume 3 No.1 | Januari - Juni 2015


adalah panelis agak terlatih, te sebanyak 20 panelis. Data kandung ngan kadar kalsium didapat dari analisi isis kadar kalsium menggunakan metode e Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS S). Untuk analisis d data, kadar kalsium dan tingkat kerenyahan an dianalisis dengan menggunakan uji One O Way Anova, sedangkan mutu tu organoleptik menggunakan uji Krus ruskal Wallis dengan tingkat kepercayaan n yang digunakan adalah 95%. LITIAN 3. HASIL PENEL 3.1. Mutu Fisik (Ke erenyahan) Hasil analisis uji mutu fisik MP-ASI biskuit berupa nilai kuat k tekan berkisar 2 antara 0,64 – 3,15 5Kg/cm . Substitusi tepung hanjeli dan an tepung tempe cenderung tidak mempengaruhi kerenyahan MP-ASI biskuit b berdasarkan hasil uji One Way AN ANOVA pada tingkat kepercayaan 95% (α<0 0,05), menunjukkan bahwa proporsi tepung ng hanjeli dan tepung tempe tidak memberika ikan perbedaan yang signifikan (p=0,414) terhadap t nilai kuat tekan. Hasil mutu fisik ik berupa kerenyahan dapat dilihat pada gamb mbar 1. 3.2. Organoleptik tik Mutu orgonelpt lptik pada MP-ASI biskuit dengan substit titusi tepung hanjeli dan tepung tempe ini menggunakan metode uji hedonicc dengan 5 skala penilaian. Analisis data ta yang didapat dari uji mutu organoleptik ik menggunakan uji statistik nonparametri trik yaitu ujiKruskal Wallis. Apabila p-val alue < 0,05 maka menunjukkan adanya a perbedaan yang signifikan antar perlaku kuan yang kemudian dilanjutkan dengan uji Mann M Whitney. Tepung hanjelili dan tepung tempe memberikan perbedaa aan yang signifikan

(p=0,000) antara perlakkuan kontrol (P0) dengan biskuit substitusi si (P1,P2, dan P3). Namun, antar biskuit sub ubstitusi, formulasi tepung hanjeli dan tepu pung tempe tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada parameter tekstu tur, citarasa, dan aroma (assymp. Sig > 0,05). Untuk parameter warna, P1 berbeda b signifikan dengan P2 dan P3 (assy symp. Sig < 0,05). Hasil uji organoleptik dapat da dilihat pada gambar 2,3,4 dan 5 di baw awah ini. 3.3. Kadar Kalsium m Hasil analisis kada ar kalsium MP-ASI biskuit berkisar antara 46 6,9 – 144,7mg/100 gram. Substitusi tepung hanjeli h dan tepung tempe cenderung men eningkatkan kadar kalsium sebagaimana disajikan pada gambar6.Sampel perlaku kuan P1 memiliki kadar rata-rata kalsium m tertinggi, yaitu sebesar 140,4 mg per 1 100 gram sampel, sedangkan sampel perla lakuan P0 memiliki kadar rata-rata kalsium m terendah, yaitu sebesar 47,48mg per 100 00 gram sampel. Hasil uji One W Way ANOVApada tingkat kepercayaan 95% (α<0,05), menunjukkan bahwa semakin s banyak proporsi tepung hanjeli dan d tepung tempe memberikan perbedaan n yang signifikan (p=0,001) terhadap kada dar kalsium. Lebih lanjut hasil uji Duncanme enunjukkan bahwa kadar kalsium pada perlakuan p kontrol tanpa adanya tambahan an tepung hanjeli dan tepung tempe (P0) berbeda b signifikan dengan perlakuan yang g lain (P1 hingga P3). Namun untuk P1 dengan P2 tidak terdapat perbedaan yang ng signifikan, baik P1 maupun P2 memilik iliki kadar kalsium yang lebih tinggi dibandin dingkan dengan P0 dan P3.

29 BIMGI Volume 3 No.1 | Januari - Juni 2015


a 100

2,242

1,83 1,438 1,58

1 0 P0

P1

P3

P2

Taraf Perlakuan kuan

100

20 0 P0

65

50

c 50

30

0 P0

P1

P2

P1

P2

P3

Taraf Perlakuan

Gambar 5. Grafik Kesukaa an Panelis Terhadap Variabel Cita itarasa

80

70

60

b

40

25

b

20

5

0 P0

P1

P2

b 30

0 P0

P1

P2

Taraf Perlakuan kuan

P3

Gambar 3. Grafik Kesukaan Pa anelis Terhadap Variabel Tekstur ur

P3

Taraf Perla erlakuan

Gambar 4. Grafik Kesukaa an Panelis Terhadap Variabel Aro roma

c

b 25

50

b

35

a 85 b 35

P3

Taraf Perla erlakuan

a

c

Gambar 2. Grafik Kesukaan Pa anelis Terhadap Variabel Warna Tingkat Kesukaan Panelis (%)

40

b 30

b 20

b 20

60

a 80

b

100

80

Rata-Rata Kadar Kalsium (mg)

Tingkat Kesukaan Panelis (%)

Gambar 1. Nilai Kuat Tekan (Ke Kerenyahan) MPASI Biskuit dengan Substitusii T Tepung Hanjeli dan Tepung Temp pe

Tingkat Kesukaan Panelis (%)

100

2

Tingkat Kesukaan Panelis (%)

Rata-Rata Nilai Kuat Tekan (kg/cm2)

3

150 100

c

140 140,16 140,4

b 98,9

a 47,48

50 0 P0

P1

P2

P3

Taraf araf Perlakuan

Gambar 6. Kadar Kalsium (mg/100 g) MP-ASI Biskuit dengan Subtitusii Tepung T Hanjeli dan Tepung Tem empe Keterangan: - Notasi dengan huruf menunjukkan an perbedaan yang signifikan P0 = 0 : 0 : 100 P = 60 : 30 : 10 P2

jeli : tepung tempe : tepung - Proporsi substitusi tepung hanjel terigu P1 = 40 : 30 : 30 P3 = 80 8 : 20 : 0

3.4. Taraf Perlakuan Terbaik ik Hasil perhitungan indekss efektivitas untuk menentukan mutu MP-ASI biskuit dengan substitusi tepung hanjeli dan n tepung tempe menunjukkan bahwa citaras rasa merupakan variabel terpenting yang mem miliki nilai paling tinggi. Untuk taraf perlakuan te terbaik, pemilihan perlakuan terbaik dilakukan berd rdasarkan hasil uji organoleptik, didapat hasil P0 sebagai se perlakuan terbaik dengan Nilai Hasil (NH) 0,69221. 0

4. PEMBAHASAN 4.1. Mutu Fisik (Keren nyahan) Biskuit Berdasarkan hasil uji uj statistik One Way ANOVA pada tingkat kepe percayaan 95% (p < 0,005) menunjukkan bahwa dengan penambahan tepung hanjel jeli dan tepung tempe tidak memberikan pengaruh h yang signifikan (p = 0,414) terhadap parameter er mutu fisik berupa tingkat kerenyahan pada M MP-ASI. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kerenyah ahan biskuit substitusi setara dengan kerenyahan biskuit b kontrol.

30 BIMGI Volume 3 No.1 | Janu nuari - Juni 2015


Berdasarkan hasil obsservasi subjektif penulis, biskuit substitusi tepu pung hanjeli dan tepung tempe memiliki tingkat kerenyahan k yang berbeda dengan biskuit kom mersial. Namun, biskuit substitusi memiliki satu je jenis karakteristik yang sama dengan biskuit kome ersial, yakni rasa lembut biskuit dimulut, namun un, untuk tingkat kerenyahan biskuit, biskuit substitusi s masih belum dapat menyamai tingk gkat kerenyahan biskuit komersial. Hal ini dap apat dikarenakan komposisi bahan penyusun bisku kuit yang berbeda. Pada biskuit komersial, tersus usun dari bahanbahan seperti tepung terigu, gula ula, minyak nabati, dan pengemulsi nabati.Pengemu mulsi nabati dapat membuat adonan lebih stabil, mudah mengembang, tercampur rata ta, tekstur tidak terlalu padat maupun cair, ser erta tidak mudah 9 berubah karena pengaruh lingkun ungan . 4.2. Organoleptik 4.2.1. Warna Perbedaan warna yang g terjadi warna biskuit dapat disebabkan oleh h adanya reaksi maillard selama proses pemang nggangan. Reaksi maillard merupakan reaksi anta tara gugus amino protein dengan gugus karbonil nil gula pereduksi yang menyebabkan perubahan n warna menjadi 10 kecoklatan . Seperti pada penelitian o oleh Rahmawati (2013) pada penelitian tersebut ut, warna cookies dengan tambahan tepung tempe pe memiliki warna kecoklatan. Selain karena proses es maillard, warna kecoklatan didapat karena wa arna asli tepung tempe berwarna kuning ke ecoklatan. Pada penelitian tersebut, warna yang ng paling disukai oleh panelis adalah cookies dengan de substitusi tepung tempe sebesar 25%. Berbeda B dengan hasil penelitian ini, dimana a panelis lebih 8 menyukai warna perlakuan kontr trol . 4.2.2. Tekstur Pada penelitian ini, teks kstur biskuit yang dihasilkan cenderung renyah. Ha al ini dikarenakan proporsi substitusi tepung hanj njeli lebih banyak dari pada tepung tempe. P Pada penelitian Rahmawati, 2013, semakin tingg gi proporsi tepung tempe, maka tekstur cookies aka kan semakin keras karena rendahnya kandungan an gluten pada tepung tempe mengakibatkan n rongga-rongga adonan yang terbentuk hanya sedikit. se Hasil pada penelitian ini juga berbeda de dengan penelitian oleh Cahyani (2010) diman na penambahan

tepung hanjeli akan menin ningkatkan kekerasan 11 dari tortilla . Berdasarkan peneli elitian yang telah dikembangkan oleh Kutsc schera, pengurangan jumlah tepung hanjeli dapat d meningkatkan kelembutan tekstur dari prod oduk. Dalam penelitian tersebut, untuk tekstur, p penambahan tepung hanjeli sebesar 10 dan 15 % memiliki skor lebih tinggi dari penambahan tep epung hanjeli sebesar 20%. Selanjutnya, penamb bahan tepung hanjeli sebesar 15% dipilih sebag agai proporsi tertinggi yang disarankan untuk m mendapatkan tekstur 12 yang disukai oleh konsumen n . 4.2.3. Citarasa Berdasarkan hasil pe enelitian, P0 memiliki citarasa yang berbeda signifikan dengan perlakuan yang lain. Hal ini in dapat disebabkan karena adanya rasa pahitt pada p MP-ASI biskuit dengan tambahan tepung tempe. t Adanya rasa pahit pada tempe ini dapat at dipengaruhi banyak faktor antara lain adanya ba akteri yang digunakan untuk proses fermentasi tem mpe. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Barus us et al., (2008) dari kelima sampel produsen tem mpe, tiap tempe yang dihasilkan terdapat rasa pa pahit, namun berbeda intensitasnya. Selain bakte kteri, tingginya asam amino lisin pada tempe juga a dapat menyebabkan rasa pahit. Berdasarkan Kus usumaningrum (2004), asam amino lisin memilik liki rasa yang pahit, sehingga tepung tempe ya yang dihasilkan juga 1 13,14 mempunyai rasa yang pahit . Untuk menghilangkan an rasa pahit pada tepung tempe, dapat dilakuk ukan proses blanching untuk mematikan mikroba ya yang ada pada tempe. Blanching merupakan pros roses bahan mentah dimasukkan dalam air ham ampir mendidih atau sudah mendidih selama a beberapa menit. Terdapat dua cara blanchin ing, yakni dengan hot water blanching dan steam am blanching. Steam blanching atau pengukusan n lebih baik digunakan agar zat gizi tidak ikut ter erlarut dalam air dan dapat mematikan spora yan ang ada pada tempe. Dengan proses blanching ini, i akan mematikan mikroba dan membuat enzi zim menjadi non aktif sehingga dapat mengurang ngi rasa pahit pada tepung tempe. Selain pros oses blanching pada pembuatan tepung tempe, fermentasi fe tempe dan suhu pengeringan tepung g tempe juga dapat mempengaruhi citarasa tepung tempe. Berdasarkan penelitian d dari Dewi (2006) fermentasi tempe yang ba baik digunakan untuk pembuatan tepung tempe e yakni yang telah

31 BIMGI Volume 3 No.1 | Janu nuari - Juni 2015


difermentasi selama 36 jam, kare rena mengandung asam amino yang lebih sedik dikit. Untuk suhu pengeringan tepung tempe, sem makin tinggi suhu yang digunakan, maka, asam a amino lisin akan semakin mudah terpecah sehin hingga rasa pahit 15 akan berkurang . 4.2.4. Aroma Dari hasil uji organoleptik, ik, sebagian besar panelis tidak menyukai biskuit d dengan substitusi tepung tempe dan tepung hanje njeli (P1, P2, P3). Sama seperti penelitian oleh Ro Rohmawati (2013) semakin banyak proporsi tepun ng tempe, maka, tingkat kesukaan akan semakin n menurun. Hal ini dapat dikarenakan aroma langu u yang y ditimbulkan dari tepung tempe. Aroma lang ngu pada tepung tempe disebabkan oleh aktivitas a enzim lipoksigenase yang secara alam mi terdapat dalam kedelai. Enzim lipoksige igenase dapat menghidrolisis asam lemak tak jenuh j ganda dan menghasilkan senyawa-sen nyawa volatil penyebab aroma langu, khus ususnya etil fenil 16 keton . 4.3. Kadar Kalsium Biskuit Meningkatnya kadar kalsiu sium pada MP-ASI biskuit ini karena tepung han njeli dan tepung tempe memiliki kadar kalsium ya yang cukup tinggi, yakni 213 mg/ 100 g dan 149 mg/ m 100 g. Hal ini didukung penelitian oleh Rah ahmawati (2013) dimana semua cookies dengan substitusi s tepung tempe memiliki kadar kalsium lebih tinggi dari pada kadar kalsium biskuitit kontrol. Pada penelitian tersebut, nilai tertingg ggi kadar kalsium pada cookies dengan substitus usi tepung tempe sebesar 25 %. Tingginya kada dar kalsium pada MP-ASI biskuit juga dipenga garuhi oleh sifat kalsium dalam bahan makanan tidak ti terpengaruh 3,8 oleh proses pengolahan . Jika dibandingkan deng ngan pemenuhan kebutuhan kalsium bayi, bayii usia 6-8 bulan memerlukan kalsium sebesar 20 200-400 mg dalam sehari. Apabila kebutuhan bayi yi 400 mg sehari, maka, untuk per 100 gram P1, P2, P dan P3 dapat memenuhi kebutuhan kalsium se sebesar 35,10 %, 35,04 %, dan 24,72 % AKG. Hal al ini hampir sama dengan biskuit komersial, di mana m per takaran saji biskuit komersial dapat memenuhi 25% kebutuhan kalsium sehari berdas asarkan AKG. 4.4. Perlakuan Terbaik Berdasarkan tujuan, untu tuk meningkatkan kandungan kalsium pada MP-AS ASI biskuit, maka,

biskuit MP-ASI substitusi si ini telah dapat memenuhi hingga 35% kebu utuhan kalsium harian bayi. Untuk memenuhi hing ingga 35% kebutuhan kalsium, dapat diberikan 10 100 gram biskuit yang setara dengan 7-10 keping g dalam sehari. Satu keping biskuit memiliki berat at 10 hingga 14 gram. Untuk prioritas pemilihan produk, maka, dari penelitian ini, substitusi tep epung hanjeli sebesar 60% dipilih sebagai prop oporsi tertinggi yang disarankan untuk dapat men encapai nilai gizi yang diinginkan, yakni kadar kalsi lsium. Selain itu, pada substitusi tepung hanjeli seb ebesar 60%, dari segi tekstur masih dapat diterima a oleh panelis. Dari hasil perhitunga gan indeks efektivitas untuk menentukan mutu MP P-ASI biskuit dengan substitusi tepung hanjelii dan tepung tempe menunjukkan bahwa ci citarasa merupakan variabel terpenting yang memiliki m nilai paling tinggi dan berdasarkan per erhitungan nilai hasil, didapat P0 merupakan perla lakuan terbaik. Secara keseluruhan, MP-ASI biskui uit substitusi ini tidak dapat diterima oleh panelis secara s organoleptik. Agar dapat diterima a secara organoleptik oleh panelis, maka perlu adanya ad perbaikan baik dari pengolahan hingga penambahan p bahan lainnya. Untuk menghilangk gkan rasa pahit dan aroma langu, dapat dilakukkan proses blanching terlebih dahulu pada tem mpe sebelum tempe ditepungkan. Selain prose ses blanching, untuk mengurangi rasa pahit, tepung te tempe yang paling baik adalah tepung tempe yang berasal dari fermentasi tempe 36 6 jam dengan suhu 0 pengeringan 70 C, kare rena produk yang dihasilkan lebih cerah, kand ndungan asam amino 15 lisin rendah, dan zat gizinya ya masih tinggi . Agar aroma biskuit lebih harum m, ada baiknya bila pembuatan biskuit dengan menambahkan m bahan lain, seperti telur, maizena, a, margarin dan vanili. Vanili dalam pembuatan bis iskuit dapat membuat aroma harum pada biskuit uit, serta mengurangi 17 aroma langu dari tepung tem mpe . 5. KESIMPULAN Dari hasil penelitian da dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan kadar ar kalsium pada MPASI biskuit dengan substitus usi tepung hanjeli dan tepung tempe. Pada m mutu fisik berupa kerenyahan, tidak terdap pat pengaruh yang bermakna, hal ini menunju jukkan bahwa biskuit substitusisama renyahnya dengan de biskuit kontrol. Namun, secara organoleptik tik, biskuit substitusi ini tidak menunjukkan peningka katan yang bermakna sehingga perlu adanya perba baikan.

32 BIMGI Volume 3 No.1 | Janu nuari - Juni 2015


6. SARAN Formulasi biskuit yang ng tepat untuk memenuhi kebutuhan kalsium pa pada bayi yakni 60 % tepung hanjeli, 30% tepung ng tempe, 10 % tepung terigu. Namun dengan n perbaikan pada proses pembuatan tepung tempe, yakni dilakukan proses steamblanching ing terlebih dahulu, pembuatan tepung tempe darii fermentasi fe tempe 0 36 jam, suhu pengeringan tepu pung tempe 70 C untuk mengurangi rasa pahit d dan aroma langu dari tempe, serta untuk member erikan warna yang lebih cerah pada tepung temp mpe. vanili dapat ditambahkan agar aroma bisk skuit lebih harum sehingga dapat meningkatkan mutu m organoleptik. Selain itu, perlu adanya kontrol terhadap proses pemanggangan agar dida idapat hasil biskuit dengan warna seragam. Untuk penelitian selan anjutnya dengan menggunakan tepung hanjeli,i, agar mendapat tekstur yang lebih halus, tepun ung dapat diayak dengan ayakan 100 mesh.

9.

10. 11.

12.

13. DAFTAR PUSTAKA K Anak 1. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Bagian Ilmu Kesehatan Anak ak. FK universitas Udayana. Jakarta: Penerbitt Buku B EGC. 2000. 2. Goulding A, Rockell JE, Blac ack RE, Grant AM, Jones IE, Williams SM. 200 004. Children who Avoid Drinking Cow’s Milk are a at Increased Risk for Prepubertal Bone F Factures. Journal of The American Dietetic Association,2004; A 104 :2 (2004): 250-253. 3. Persagi. Tabel Komposisi Pa Pangan Indonesia. Jakarta: PT. Elex media kom mputindo. 2009. 4. Babu DP, Bhakyaraj R, Vidhyalakshmi V R. 2009. A Low Cost Nutrition F Food “tempeh”- a Review. World Journal of Dairy & Food Sciences 4:1 (2009): 22-27. 5. Direktorat Gizi Indonesia.D Daftar Komposisi Bahan Makanan.Penerbit:Bh hratara. 1967. 6. Rachmawati M, Sumiya iyati F.2000.Seri Panduan Usaha : Tepung T Tempe. Jakarta : LIPI Press. 2000. 7. Ministry of health’s New Zea ealand.2008. Food and Nutrition Guidelines for Healthy Infants and Toddlers (Aged 0–2): 2): A background paper (4th Ed) – Partially Re evised December 2012. Wellington: Ministry of Health. 2008. 8. Rahmawati H. Pengaruh Subtitusi S Tepung Tempe dan Tepung Ik Ikan Teri Nasi (Stolephorus sp.) terhad adap kandungan

14.

15.

16.

17.

Protein, Kalsium, dan Organoleptik O cookies. Skripsi. Program Studi di Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Univers rsitas Diponegoro, Semarang. 2013. Yulianingsih E. Lapora ran Magang :Proses Produksi Biskuit di PT Tiga Pilar Sejahtera Food TBK unit IV Sra ragen, Jawa Tengah. Tugas Akhir. Program D Diploma III Teknologi Hasil Pertanian F Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Mar aret Surakarta. 2007. Winarno, F.G. Kimia a Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedi dia Pustaka Utama). 2004. Sukamto. Perbaikan Tekstur dan Sifat Organoleptik Roti yang ng Dibuat dari Bahan Baku Tepung Jagung dimodifikasi di oleh Gum Xanthan. Skripsi. Univ iversitas Widyagama Malang.2006. Kutschera M, Krasaeko koopt W. 2012. The Use of Job’s Tear (Coix ix llacryma-jobi L.) Flour to Substitute Cake Flo Flour in Butter Cake. Technical Report Facul ulty of Biotechnology, Assumption University, y, Bangkok, Thailand AU J.T. 15:4 (2012): 233 33-238. Kusumaningrum, EN. Pembuatan P Minuman Soygurt dari Sari ri Tempe dengan Menggunakan Bakte kteri Lactobacillus Plantarum. Jurnal Mate atematika, Sains dan Teknologi. 5: 1 (2004) <http://pk.ut.ac.id/jmst/ju jurnal_2004/elizabeth. pdf> Barus T, Suwanto A, Wa ahyudi AT, Wijaya H. 2008. Role of Bacteria in Tempe Bitter Taste Formation: Microbiologi ogical and Molecular Biological Analysis bas ased on 16s RRNA gene. Microbiology Indonesia Ind 2:1 (2008). April 2008. Dewi PK. Pengaruh Lama La Fermentasi dan Suhu Pengeringan Terh rhadap Jumlah Asam Amino Lisin Dan Karakter Ka Fisiko-Kimia Tepung Tempe. Skripsi si. Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Te Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. 2006. Rohmawati AH. Pengaru aruh Substitusi Tepung Tempe pada Flakes Berb erbahan Dasar Tepung Maizena Terhadap Nilai Nil Zat Gizi, Mutu Organoleptik, dan Fisik.. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2013. 20 Zulfa NI, Rustanti N. Nilai N Cerna Protein In Vitro dan Organoleptikk MP-ASI Biskuit Bayi dengan Substitusi Tep epung Kedelai, Pati Garut dan Tepung Ubii Jalar J Kuning. Journal of Nutrition College,Volu lume 2:4 (2013): 439446.

33 BIMGI Volume 3 No.1 | Janu nuari - Juni 2015


RIWAYAT PENULIS Nama Tanggal Lahir Jurusan Fakultas Universitas Tahun Lulus

Annashopy :Lavrenccia Rachmad adani : Malang g, 31 Maret 1992 : S1 Gizi : Fakulta tas Kedokteran : Brawija jaya : 2014

34 BIMGI Volume 3 No.1 | Janu nuari - Juni 2015


Penelitian

HUBUNGAN POLA PEMBERIAN MP- ASI H AS DENGAN S STATUS GIZI ANAK USIA 6-23 BULAN DI WILAYAH P PESISIR KECAMATAN TALLO KOTA MAKASSAR M T TAHUN 2013 1

R Rizki Eka Sakti Octaviani 1

Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, ,Universitas Hasanu uddin Kampus Tamalanrea, Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10 K M Makassar, Sulawesi Selatan 90245 E Email: riezqqeka@gmail.com

ABSTRAK Latar Belakang: Terdap apat kaitan yang sangat erat antara status gizi dan an konsumsi makanan. Dalam pemb berian makanan anak perlu diperhatikan ketepa patan waktu pemberian, frekuensi, jenis, je jumlah bahan makanan, dan cara pem mbuatannya. Penelitian ini bertujuan n untuk mengetahui hubungan pola pemberia rian MP-ASI dengan status gizi anak ak usia 6-23 bulan. Metode: Jenis penelitian obs bservasional analitik dengan desain ya yaitu cross-sectional study. Sampel yaitu semua anak a usia 623 bulan di wilayah pes esisir kecamatan tallo kota makassar yang diam mbil dengan menggunakan teknik exh xhaustive sampling didapatkan 150 anak. Hasil il penelitian: Adanya hubungan frek ekuensi pemberian MP-ASI dengan status g gizi (BB/U) didapatkan nilai siginifika kan (p = 0,000), hubungan umur pemberian MP-A ASI pertama kali dengan status giz izi anak (BB/U) tidak signifikan (p = 0,748),, hubungan pemberian jenis MP-ASII sekarang dengan status gizi anak (BB/U) tidak ssignifikan (p = 0,620), hubungan jum mlah konsumsi energi dengan status gizi anak (BB/U) (B tidak siginifikan (p = 0,570)) d dan hubungan jumlah konsumsi protein dengan n status gizi anak (BB/U) tidak sigini inifikan (p = 0,388). Simpulan: Disarankan agar ar dilakukan penyuluhan kepada ibu tentang t kualitas maupun kuantitas dan pola pem mberian MPASI yang sesuai dengan n usia anak sehingga masalah gizi pada anak dap apat dicegah sedini mungkin. Kata Kunci : Anak usia a6 6-23 bulan, pola MP-ASI, status gizi, wilayah pes esisir

ABSTRACT Background: There is a very close link between nutritional status us and food consumption. In infantt fe feeding need to be considered on time delivery, y, frequency, type, amount of food,, and how to make it. This study aimed to analyze a the relationship between the he pattern of complementary feeding with nutrition onal status of children aged 6-23 mont nths. Method: Type of observational analytic stud udy design is a cross-sectional study. y. Samples that all children aged 6-23 months taken ta using exhaustive sampling tech echniques found 150 children. Result: Showed a relationship r frequency of complemen entary feeding and nutritional status (weight/age ge) obtained significant value (p = 0.0 .000), age relationships MP-ASI giving first time with w a child's nutritional status (weigh ight/age) was not significant (p = 0.748), relatio tionship type assignments MP-ASI is now with child nutritional status (weight/age ge) was not significant (p = 0.620), the th relationship of energy consumption with nutriti ritional status (weight/age) was not sig significant (p = 0.570) and relationship with the e amount of consumption of protein nutritional n status (weight/age) are not significantt ((p = 0.388). Conclusion: Recommen ended that carried information to mothers about ut the quality and the quantity and patt attern of provision of appropriate complementary fe feeding with age so that the child maln alnutrition in children can be prevented as early as possible. Keywords : Children 6 to 23 month, complementary feeding patterns ns, nutritional status, coastal co areas

35 BIMGI Volume 3 No No.1 | Januari - Juni 2015


1.

PENDAHULUAN

Gizi merupakan salah ssatu faktor penting yang menentukan tingkatt kesehatan dan kesejahteraan manusia, di mana m tingkat status gizi optimal akan tercapai a apabila kebutuhan 1 zat gizi optimal terpenuhi . Salah S satu wilayah pesisir yang penting seca ara ekonomi dan ekologi adalah wilayah pesis isir Kota Makassar. Adanya berbagai aktivitas d di wilayah pesisir Kota Makassar telah menyeb ebabkan terjadinya 2 penurunan kualitas lingkungan an . Keadaan status gizi anak an usia di bawah dua tahun (Baduta) merupaka kan kelompok yang rawan gizi dan akan menentu tukan kualitas hidup selanjutnya. Pemenuhan giz izi merupakan hak 3 dasar anak . Penjelasan tentang t makanan pendamping ASI (MP-ASI) I) dan status gizi balita memunculkan masal alah pada aspek hubungan sebab akibat diman ana pemberian MPASI yang kurang tepat mela lahirkan status gizi 4 kurang/status gizi buruk . Program perbaikan giz gizi yang bertujuan meningkatkan jumlah dan n mutu MP-ASI, diantaranya dapat dila ilakukan dengan pemberian MP-ASI kepada anak an dan anak usia 5 6–24 bulan dari keluarga m miskin . Pemberian makanan pendamping ASII yang terlalu dini dapat menyebabkan anak kurang ku selera untuk minum ASI. Sebaliknya, pem emberian makanan pendamping yang terlambat ter dapat menyebabkan anak sulit untuk menerima 6 makanan pendamping . Beberapa penelitian menyatakan m bahwa masalah gizi pada anak diseb ebabkan kebiasaan pemberian ASI dan MP-ASI SI yang tidak tepat (segi kuantitas dan kualitas) s). Selain itu, para ibu kurang menyadari bah ahwa sejak anak berusia 6 bulan sudah mem emerlukan MP-ASI 7 dalam jumlah dan mutu yang g baik . Pada usia 6 bulan, sela lain ASI anak mulai bisa diberi makanan pendam mping ASI, karena pada usia itu anak sudah mempunyai m refleks mengunyah dengan pencer ernaan yang lebih kuat. Dalam pemberian mak akanan anak, perlu diperhatikan ketepatan wa waktu pemberian, frekuensi, jenis, jumlah baha han makanan, dan cara pembuatannya. Adan anya kebiasaan pemberian makanan anak yang tidak tepat, antara lain pemberian maka kanan yang terlalu dini atau terlambat, makana nan yang diberikan 8 tidak cukup, dan frekuensi yan ang kurang . WHO (2001) menyebu butkan bahwa ada 51% angka kematian anak balita disebabkan oleh pneumonia, diare, camp mpak, dan malaria. Lebih dari separuh kematia ian tersebut (54%) erat hubungannya dengan m masalah gizi. Oleh karena itu, prioritas penangan anan utama adalah memperbaiki pemberian ma akan kepada bayi 9 dan anak serta perbaikan gizi izi ibunya .

Hasil pemantauan status s gizi di Kota Makassar tahun 2007 men enunjukkan bahwa jumlah balita yang meng ngalami gizi buruk adalah 31,4%, gizi kurang g sebanyak 19,3% 9 dan gizi baik sebanyak 49, 9,2% . Tallo adalah salah satu kecamatan yang ng terdapat di Kota Makassar. Di antara 15 kel elurahan yang ada, terdapat 3 kelurahan yang g termasuk wilayah pesisir yaitu Kelurahan Buloa, B Kelurahan 2 Lakkang, dan Kelurahan Tallo Ta . Tujuan dari penelitian ian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola ola pemberian MPASI dengan status gizi pad ada anak usia 6-23 bulan. Mengacu dari uraia aian atas, terdapat beberapa hal yang perlu di diperhatikan dalam pemberian MP-ASI pada a anak usia 6-23 bulan, seperti umur pem emberian MP-ASI pertama kali, frekuensi pe emberian MP-ASI, bentuk MP-ASI, serta jumlah j konsumsi energi dan protein yang terkandung t dalam MP-ASI yang akan mem mpengaruhi status gizi anak, khususnya yang g berada di wilayah pesisir. 2.

METODE PENELITIAN AN

Penelitian ini telah h dilaksanakan di wilayah pesisir Kecama atan Tallo Kota Makassar. Jenis penelilitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional nal study. Populasi dalam penelitian ini adalah h seluruh anak usia 6-23 yang terdapat dii wilayah pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar M dengan jumlah populasi sebanyakk 150 anak usia 623 bulan. Sampel diambill d dengan teknik total sampel (exhaustive samplin pling) sebanyak 150 anak. Responden dalam penelitian pe ini adalah semua ibu dari anak usia ia 6-23 bulan yang menjadi sampel. Data pe enelitian diperoleh dengan mengumpulkan dat ata primer dan data sekunder. Data primer er menggunakan kuisioner yang berisi ten ntang karakteristik responden dan sampel dan status gizi sampel. Data sekunder berupa be data jumlah anak usia 6-23 bulan yan ang diperoleh dari puskesmas dan kader posyandu. Data dianalisis menggunakan p program SPSS 16 dalam bentuk distribusi dan an persentase dari setiap variabel penelitian dan d dalam bentuk tabulasi silang (crosstab), ), serta uji statistik chi-square untuk menge getahui hubungan variabel dependen dan inde dependen.

36 BIMGI Volume 3 No.1 | Januari--Juni 2015


3. HASIL 3.1 Karakteristik Responde den Berdasarkan Sosial Dan Ekonomi Tabel 1 menunjukkan n umur ibu paling banyak, yaitu pada kategorii umur u 16-25 tahun sebanyak 78 orang (52%),, ssedangkan paling sedikit, yaitu pada kategori ri umur >36 tahun sebanyak 12 orang (8%). Untuk U pendidikan terakhir ibu paling banyak, k, yaitu tamat SD sebanyak 78 orang (52%), sedangkan paling sedikit, yaitu dengan pendidik dikan terakhir di PT

(Perguruan Tinggi) seba banyak 2 orang (1,3%). Untuk pekerjaan ib ibu paling banyak tidak bekerja atau sebagaii ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 134 orang (89,3%), sedangkan paling sedikit s sebagai PNS/POLRI/TNI sebanyakk 1 orang (0,7%). Untuk pendapatan keluar arga yang paling banyak yaitu Rp. 500 0.000,00 – Rp. 1.000.000,00 sebanyak 69 keluarga (46%), sedangkan yang paling g sedikit < Rp. 500.000,00 sebanyak 27 7 keluarga (18%).

Tabel 1. Distribusi Responden en Berdasarkan Sosial Dan Ekonomi Di Wilayah Pesisir P Kecamatan Tallo Kota Makassar Tahun 2013 Karakte teristik Responden Umur Ibu 16-25 tahu un 26-35 tahu un >36 tahun Pendidikan IIbu Tidak pern rnah sekolah Tidak tama at SD Tamat SD SMP SMA PT Pekerjaan Ibu Ib Tidak beke kerja/IRT Pedagang/ g/wiraswasta PNS/Polri/T ri/TNI Buruh Lainnya Pendapatan Keluarga/Bulan < Rp 500.0 .000,00 Rp 500.000 00,00 - Rp 1.000.000,00 > Rp 1.000 00.000,00 Total

Jumlah (n)

Persentase se (%)

78 60 12

52 40 8

4 6 78 39 21 2

2,7 4 52 26 14 1,3

134 7 1 4 4

89,3 4,7 0,7 2,7 2,7

27 69 54

18 46 36

150

100

Sumber : Da ata Primer, 2013 3.2 Karakteristik Sampel B Berdasarkan Status Gizi Tabel 2 menunjukkan n bahwa jumlah sampel terbanyak berdasarka kan jenis kelamin, yaitu anak laki-laki dengan jumlah j 91 anak (60,7%) dan anak perempua uan sebanyak 59 anak (39,3%). Sedangkan an, berdasarkan umur sampel lebih banyak pada kelompok umur 6-11 bulan (48,7%) dan da paling sedikit adalah pada kelompok umu mur 18-23 bulan (18,7 %). Lebih banyakk sampel yang tergolong kategori gizi buruk, k, gizi kurang, dan gizi baik berdasarkan jenis is kelamin, yaitu sampel dengan jenis kelamin ke laki-laki sebanyak 91 anak dan palin ling banyak, yaitu sampel yang tergolong gizi baik ba sebanyak 71 anak (78%), sedangkan pali aling sedikit yang

tergolong gizi kurang, ya aitu pada sampel dengan jenis kelamin perem mpuan sebanyak 7 anak (11,9%). Lebih bany nyak sampel yang tergolong kategori gizi kura rang, yaitu sampel pada umur 18-23 bulan se sebanyak 11 anak (42,8%), sedangkan palin ling sedikit, yaitu sampel pada umur 12-17 b bulan sebanyak 5 anak (10,2%), dan untuk kategori k gizi baik paling banyak, yaitu sampe pel pada umur 6-11 bulan sebanyak 65 anak (89%), (8 sedangkan paling sedikit yaitu sampell pada umur 18-23 bulan sebanyak 16 anak (57 57,1%).

37 BIMGI Volume 3 No No.1 | Januari - Juni 2015


3.3 Hubungan Umur Pemb berian MP-ASI Pertama Kali dengan Status S Gizi Tabel 3 menunjukkan an bahwa anak yang berstatus gizi buru ruk/kurang yang mendapatkan MP-ASI pada u usia tepat, yaitu sebanyak 27 anak (18%). Hasil H uji statistik (chi-square) antara umur pem emberian MP-ASI pertama kali dengan sta tatus gizi anak menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan (p = 0,748). Pemberian MP3.4 Hubungan Frekuensi P ASI dengan Status Gizi izi Tabel 3 menunjukkan an bahwa lebih banyak anak yang berstatus b gizi buruk/kurang yang mendapa patkan frekuensi

pemberian MP-ASI kurang ng, yaitu sebanyak 26 anak (38,2%). Hasill uji statistik (chisquare) antara frekuensi pe pemberian MP-ASI dengan status gizi anak me enunjukkan bahwa ada hubungan yang signifika ikan (p = 0,000). mberian MP-ASI 3.5 Hubungan Umur Pem Pertama Kali dengan n Status Gizi Tabel 3 menunjukk kkan bahwa anak yang berstatus gizi bur uruk/kurang yang mendapatkan MP-ASI pada da usia tepat, yaitu sebanyak 27 anak (18%).. Hasil uji statistik (chi-square) antara umur pemberian pe MP-ASI pertama kali dengan st status gizi anak menunjukkan bahwa tidak ak ada hubungan yang signifikan (p = 0,748).

pel Berdasarkan Status Gizi di Wilayah Pesisir Kec ecamatan Tallo Tabel 2. Distribusi Sampe Kota Makassar Tahun 2013 BB/U Karaketristik Sampel

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur 6-11 bulan 12-17 bulan 18-23 bulan Total

T Total

Gizi Buruk n (%)

Gizi Kurang n (%)

n

(%)

n

(%)

5 2

5,5 3,4

15 5

16,5 8,5

71 52

78 88,1

91 59

60,67 39,33

2 2 3

2,7 4,1 10,7

6 5 9

8,2 10,2 32,1

65 42 16

89 85,7 57,1

73 49 28

48,67 32,67 18,67

7

4,7

20

13,3

123

82

150

100

Gizi Baik

Sumber: Data Prime er, 2013 Pemberian MP3.6 Hubungan Frekuensi P ASI dengan Status Gizi izi Tabel 3 menunjukkan an bahwa lebih banyak anak yang berstatus b gizi buruk/kurang yang mendapa patkan frekuensi pemberian MP-ASI kurang,, yaitu sebanyak 26 anak (38,2%). Hasil uji uj statistik (chisquare) antara frekuensi pem emberian MP-ASI dengan status gizi anak menu nunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan an (p = 0,000). 3.7 Hubungan Jenis MP-AS ASI dengan Status Gizi Tabel 3 menunjukkan n bahwa terdapat 62 anak (41,3%) yang menda dapatkan MP-ASI dengan konsistensi tepat sesuai dengan umurnya, akan tetapi hanya ya 53 anak yang berstatus gizi baik diband dingkan dengan status gizi anak yang menda dapatkan MP-ASI dengan konsistensi kurang g sebanyak 70 anak yang berstatus gizii baik. Hasil uji

statistik (chi-square) antar tara jenis MP-ASI dengan status gizi anak me enunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang g signifikan (p = 0,620). 3.8 Hubungan Jumlah Ko onsumsi Energi dengan Status Gizi Tabel 3 menunjukka kan bahwa sampel paling banyak mengonsum msi energi kurang dari rekomendasi AKG yai aitu sebanyak 123 anak (82%), akan tetapii hanya 24 anak (19,5%) yang berstatus g gizi buruk/kurang. Sedangkan, anak yang men engonsumsi energi sesuai dengan rekomen endasi sekurangkurangnya 80% dari AKG sebanyak s 27 anak (18%), akan tetapi yang ng berstatus gizi buruk/kurang hanya 3 anakk (11,1%). Hasil uji statistik (chi-square) antara ra jumlah konsumsi kalori dengan status gizi anak an menunjukkan bahwa tidak ada hubungan n yang signifikan (p = 0,570).

38 BIMGI Volume 3 No.1 | Januari--Juni 2015


Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Be Variabel Penelitian Di Wilayah Pesisir sir Kecamatan Tallo Kota Makassar Tahun 2013

Variabel Penelitian Umur Pemberian MP-ASI Pertama Kali Kurang Tepat Frekuensi Pemberian MP-ASI Kurang Tepat Jenis MP-ASI Kurang Tepat Jumlah Konsumsi Energi MP-ASI Kurang Cukup Jumlah Konsumsi Protein MP-ASI Kurang Cukup

Indikator BB/U Gizi Bu uruk/Gizi Gizi baik Kur urang n % n %

11 16

18,1 18

N

(%)

p value

50 73

82 82

61 89

40.67 59,33

0,748

26 1

38,2 1,2

42 81

61,8 98,8

68 82

45,33 54,67

0,000

18 9

20,5 14,5

70 53

79,5 85,5

88 62

59,67 41,33

0,620

24 3

19,5 11,1

99 24

80,5 88,9

123 27

82 18

0,570

20,1 9,7 18

95 28 123

79,8 90,3 82

119 31 150

79,33 20,67 100

0,388

24 3 27 Total Sumber: Data Primer, 2013 13

3.9 Hubungan Jumlah Kon nsumsi Protein dengan Status Gizi Tabel 3 menunjukkan n bahwa sampel paling banyak mengonsumsi si protein kurang dari rekomendasi AKG, yaitu itu sebanyak 119 anak (79,33%), akan tetapii hanya 24 anak (20,1%) yang berstatus giz izi buruk/kurang. Sedangkan, anak yang meng gonsumsi protein sesuai dengan rekomend ndasi sekurangkurangnya 80% dari AKG seb ebanyak 31 anak (20,67%), akan tetapi yang ng berstatus gizi buruk/kurang hanya 3 anak (9,7%). ( Hasil uji statistik (chi-square) antara ju jumlah konsumsi protein dengan status gizi ana nak menunjukkan bahwa tidak ada hubungan ya yang signifikan (p = 0,33).

4. BAHASAN 4.1 Hubungan Umur Pem mberian MP-ASI Pertama Kali Dengan n Status Gizi Pada anak usia 6-23 bulan, selain ASI anak mulai bisa diberi maka kanan pendamping ASI, karena pada usia ters rsebut anak sudah mempunyai refleks men engunyah dengan pencernaan yang lebih ih kuat. Dalam pemberian makanan, anak perlu memperhatikan ketepatan w waktu pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bah han makanan, dan 10 cara pembuatannya . Pemberian MP-ASII yang dikatakan tepat jika diberikan pada um umur < 6 bulan dan pemberian MP-ASI yang ttepat digolongkan pada anak yang diberika an MP-ASI pada 11 umur ≼ 6 bulan . Berdasar arkan hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa b tidak ada hubungan yang signifika kan antara umur pemberian MP-ASI pertam tama kali dengan status gizi anak usia 6-23 b bulan berdasarkan kategori BB/U. Pada peneli elitian ini, diketahui

39 BIMGI Volume 3 No No.1 | Januari - Juni 2015


banyak anak yang berstatus b gizi buruk/kurang yang mendap apatkan MP-ASI pada usia tepat, yaitu seba banyak 27 anak (18%). Adapun perbedaan ha hasil penelitian ini dikarenakan ibu dengan anak ak yang tergolong memberikan MP-ASI pertam ma kali dengan tepat, yaitu setelah anak be berumur 6 bulan, namun dalam perjalanan se selanjutnya, anak tidak mendapatkan MP-ASII yang tergolong baik secara kualitatif dan n cukup secara frekuensi dan kuantitatif m makanan, serta frekuensi sakit anak yang juga ga mempengaruh 12 nafsu makan dan jumlah asup upannya . Penelitian ini bertent ntangan dengan hasil penelitian Sari (2010) di wilayah pesisir desa Weujangka kecam amatan Kuala kabupaten Bireuen yang g menunjukkan bahwa umur pemberian MP-A ASI pertama kali mempunyai hubungan deng ngan status gizi 1 anak . 4.2 Hubungan Frekuensi P Pemberian MPASI dengan Status Gizi izi Pemberian makanan pendamping p ASI yang tepat biasanya diberika kan 3 kali sehari. Pemberian makanan pendam mping ASI dalam frekuensi yang berlebihan atau diberikan lebih dari 3 kali sehari, kem mungkinan dapat 9 mengakibatkan terjadinya diare . Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan a antara frekuensi pemberian makanan pen endamping ASI dengan status gizi anak u usia 6-23 bulan berdasarkan kategori BB/U. Hasil penelitian ini ni bertentangan dengan penelitian Sharma a (2013) yang menunjukkan bahwa bany nyak ibu yang memberikan MP-ASI den engan frekuensi 20 pemberian MP-ASI dengan kejadian k diare . Namun, hasil penelitian ini ni didukung oleh penelitian Firdhani dan Guna nanti (2005) yang menunjukkan bahwa ada hub bungan frekuensi pemberian MP-ASI pada anak dengan kejadian diare. Hal ini menu nunjukkan bahwa anak yang diberi MP-ASI dengan de frekuensi yang tidal tepat, kemu ungkinan tidak mempunyai resiko lebih besa ar untuk terpapar diare dibanding dengan anakk yang diberi MP13 ASI dengan frekuensi yang te tepat . Pada penelitian ini, mayoritas penghasilan per bulan kelua uarga antara Rp. 500.000,00 - Rp. 1.000.000 0,00. Kondisi ini memungkinkan frekuensi pem emberian MP-ASI belum sesuai dengan u usianya. Hasil penelitian ini sesuai den engan pendapat Simondin (2007) yang men ngatakan bahwa pendapatan keluarga merupa pakan faktor tidak langsung yang memengaru ruhi status gizi, karena dengan penda dapatan akan

meningkatkan daya beli dalam d memenuhi 14 kebutuhan pangan keluarga a . 4.3 Hubungan Jenis MP-A ASI dengan Status Gizi Hasil penelitian me enunjukkan bahwa terdapat 62 anak (41,3%) ya yang mendapatkan MP-ASI dengan konsisten tensi tepat sesuai dengan umurnya dan 88 anak yang mendapatkan MP-ASI kur urang tepat, akan tetapi hanya 53 anak yan ang dapat MP-ASI tepat dan berstatus gizi baik aik. Sedangkan, 70 anak mendapatkan MP-AS ASI kurang tepat, namun status gizinya bai aik. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ak ada hubungan yang signifikan antara pemberian jenis makanan pendamping ASII sekarang dengan status gizi anak usia 6-23 b bulan berdasarkan kategori BB/U. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Vita dan Aba bas (2003) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat t pengaruh yang signifikan antara jenis makanan 15 terhadap status gizi anak an . Ibu yang memberikan bubur beras atau at bubur formula kepada anak sebagai MP-A ASI, namun masih ditemukan banyak anak ya yang status gizinya tidak baik. Hal ini juga disebabkan oleh karena jumlah MP-ASI yang ng diberikan masih kurang memadai. Hasil penelitian me enunjukkan jenis MP-ASI berdasarkan kkonsistensi tidak berhubungan dengan status us gizi anak. Hal ini dikarenakan dari hasil penelitian p didapat bahwa kualitas MP-ASI yan ng diberikan masih kurang memadai. 4.4 Hubungan Jumlah Ko onsumsi Energi Dengan Status Gizi Hasil penelitian men enunjukkan bahwa sebanyak 123 anak (82% 2%) mengonsumsi MP-ASI dengan kandunga gan energi kurang dari AKG, sedangkan an anak yang mengonsumsi energi sesuai dengan rekomendasi sekurang-kura rangnya 80% dari AKG sebanyak 27 anak (18 18%). Berdasarkan hasil analisis menunjukkan n bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara a kecukupan jumlah konsumsi energi da ari pemberian MPASI dengan status gizi ana nak usia 6-23 bulan berdasarkan kategori BB/U /U. Berdasarkan penelit litian Wahyu dkk (2012), menyatakan bahw wa penyebab gizi kurang tidak hanya dis isebabkan karena jumlah makanan yang tida idak sesuai, tetapi 16 juga karena penyakit . Ana nak yang mendapat makanan yang baik tetapi karena k sering sakit diare atau demam dapatt menderita m kurang gizi. Demikian dengan anak ak yang makannya

40 BIMGI Volume 3 No.1 | Januari--Juni 2015


tidak cukup baik, maka day aya tahan tubuh makin melemah dan mu udah terserang penyakit. Kenyataan secara a bersama-sama baik makanan maupun peny nyakit merupakan penyebab dari kurang gizi. 4.5 Hubungan Jumlah Kon nsumsi Protein Dengan Status Gizi unjukkan bahwa Hasil penelitian menu total konsumsi protein anakk yang berstatus gizi buruk memang rendah bi bila dibandingkan dengan AKG sehari-hari, dim imana AKG untuk anak umur 0-6 bulan adalah 10 1 gram dengan batas interval minimum 80% dari AKG, yaitu 8 gram. Untuk kecukupan protein, pr sebagian besar sampel mengonsumsi si protein kurang dari rekomendasi AKG, yaitu itu sebanyak 119 anak (79,3%). Berdasarkan an hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kec ecukupan jumlah konsumsi protein dari pem mberian MP-ASI dengan status gizi anak u usia 6-23 bulan berdasarkan kategori BB/U. Adapun pengelompo pokkan interval berdasarkan kecukupan konssumsi energi dan protein dilakukan berdasarka kan rekomendasi Angka Kecukupan Gizi denga gan batas interval bawah sebesar 80% dari ari AKG sesuai rentang umur anak dan bata atas interval atas menyesuaikan dengan ka kategori interval selanjutnya dan nilainya anta tara 100%-120% 17 dari AKG . Sebuah studi yang g dilakukan di Lusaka, Zambia bertentanga gan dengan hasil penelitian ini yang menunjuk ukkan rendahnya asupan protein anak pada konsumsi ko seharihari mereka dengan sing ingkong sebagai makanan pokok. Ketidakcuku kupan protein ini mempengaruhi tingginya p prevalensi gizi 18 buruk dalam populasi ini . Perbedaan P hasil penelitian ini dengan peneliti litian sebelumnya dikarenakan bahwa penelitia ian ini sebagian besar sampel memiliki keb ebiasaan makan dengan frekuensi yang tida dak terartur dan jumlah konsumsi makanan an pokok yang sedikit. Selain itu jika dilihatt dari pendidikan terakhir ibu, sebagian besa ar adalah tamat SD, sehingga pengetahuan an tentang jenis makanan yang dikon nsumsi yang mengandung banyak protein n masih m kurang. Makanan tambahan yang ya baik adalah kaya energi, protein, dan an mikronutrien (terutama zat besi, zink, kals lsium, vitamin A, vitamin C dan folat), bersih d dan aman, tidak terlalu pedas atau asin, muda dah dimakan oleh anak, disukai anak, harga terjangkau dan 19 mudah disiapkan .

5.

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini in menunjukkan bahwa tidak ada hubungan an umur pemberian makanan pendamping ASI AS pertama kali dengan status gizi anak ber erdasarkn BB/U ( p = 0,748). Terdapat hubunga gan yang signifikan antara frekuensi pemb berian makanan pendamping ASI dengan status gizi anak berdasarkan kategori BB B/U (p = 0,000). Tidak ada hubungan yang g signifikan antara pemberian jenis makanan n pendamping ASI sekarang dengan status gizi anak (p = 0,620). Tidak ada hubunga gan yang signifikan antara kecukupan jumlah h konsumsi energi dengan status gizi an nak berdasarkan kategori BB/U (p = 0,5 ,570). Tidak ada hubungan yang signifikan antara a kecukupan jumlah konsumsi protein dengan d status gizi anak berdasarkan kategori ri BB/U (p = 0,388). Disarankan agar dila ilakukan penelitian selanjutnya, agar masalah h gizi yang terjadi pada anak dapat diketa tahui dan dapat dicegah dengan cepat serta dilakukan penyuluhan kepada ibu tentang kualitas maupun kuantitas dan pola ola pemberian MPASI yang sesuai dengan usi sia anak. DAFTAR PUSTAKA 1.

2.

3.

4.

5.

6.

Sari K. Pola Pemberian ian ASI dan MP-ASI Pada Anak 0-2 Tah ahun Ditinjau Dari Aspek Sosial Ekono nomi di Wilayah Pesisir Desa Weujan jangka Kecamatan Kuala Kabupaten Bireu ireuen Tahun 2010, Tidak Diterbitkan, Fakkultas Kesehatan Masyarakat, Universi sitas Sumatera Utara Medan. 2010. Anonim. Profil Kecam amatan Tallo Kota Makassar. (Online). 2012. 11 Januari 2013.<http://kecamatan antallo.blogspot.co m/2012/10/profil-kelura rahan-tallo.htm> Ferreira A et al. Nutri tritional Status and Growth of Indigenouss Xavante X Children, Central Brazil. Nutriti rition Jurnal. 11:3 (2012): 1-9. Deba, U. Perbedaan Status S Gizi Antara Bayi yang Diberi ASII Eksklusif Dengan Bayi yang Diberi MP-ASI M Dini di Puskesmas Perumnas as Kota Kendari, Jurnal SELAMI IPS, 2:2 :21 (2007). Fatimah. Pengetahua uan dan Praktek Keluarga Sadar Gizii Ibu I Balita, Jurnal Kesehatan Masyaraka kat, 4:4 (2010):2325. Helmyati S dan Lestar tariani W. Kejadian Anemia Pada Bayi Us Usia 6 Bulan yang Berhubungan dengan n Sosial Ekonomi Keluarga dan Usia Pem emberian Makanan Pendamping ASI, Berita B Kedoteran Masyarakat, 23:1 (2007 07): 35-40.

41 BIMGI Volume 3 No No.1 | Januari - Juni 2015


7.

8.

9. 10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

Hermina dan Nurfi. Hu ubungan Praktik Pemberian ASI Eks ksklusif dengan Karakteristik Sosial, D Demografi dan Faktor Informasi Tentang ang ASI Dan MPASI (Studi Di Kota ta Padang dan Kabupaten Solok Prov rovinsi Sumatera Barat). Pusat Pe enelitian Dan Pengembangan Gizi Dan D Makanan. Badan Litbang Kesehata tan. Kementerian Kesehatan. 13:4 (2010): 353-360. Maseko M dan Ow waga E. Child Malnutrition and Mortalit ality in Swizeland Situation Analysis off the Immedate, Underlying and Basic ic Causes 2012. African Journal of Foo ood, Agriculture, Nutrisi, and Developmen ent. 12:2 (2012): 5994-6006. Departemen Kesehatan n RI. Pedoman Umum Gizi Seimbang ng. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2007 2 Gibson RS. Ferguson EL. Lehrfeld J. Complementary Foods ds for Infant Feeding in Developing Countries: C Their Nutrient Adequacy and nd Improvement. European Journal Of Clinical C Nutrition. 72 (2008): 421-429. Bogue J. Parental P Perceptions of Feeding Practices in Five European Countries: An Explo ploratory Study. European Journal Of Clinical C Nutrition. 61 (2007) : 946–956. Lande B. Relations Between High Ponderal Index at B Birth, Feeding Practices and Body Mass M Index in Infancy. European Jour urnal of Clinical Nutrition. 59 (2005): 1241 41– 1249. Firdhani E dan Gu unanti I. Pola Pemberian ASI, MP-ASII dan Status Gizi Anak Usia 1-2 Tahun Pada Keluarga Etnis Madura dan Etnis is Arab (Studi Di Puskesmas Pegirian d dan Puskesmas Perak Timur Surabaya) a). Jurnal Pusat Penelitian Dan Pengemb bangan Gizi Dan Makanan, Badan Litba bang Kesehatan, Kementerian Kesehatan.. 8:2 (2005): 3541. Simondon KB. Age at Introduction of Complementary Food d and Physical Growth from 2 to 9 M Months in Rural Senega. European Jour urnal Of Clinical Nutrition. 51 (2007) : 846 46–856. Vita, K dan Abas B.. Studi Dampak Pemberian Makanan P Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) terhadap te Tingkat Pertumbuhan Anak Umu ur 5 Bulan. Pusat Penelitian Dan Pengee eembangan Gizi Dan Makanan. 26:1 (200 03): 1-10. Wahyu D, Heryanto, Ro odhi. Perbedaan Berat Badaan Pada Bay ayi Usia 6 Bulan Yang Diberikan ASII Dengan yang Diberikan MP-ASI D Di Kecamatan

Gunungpati. Pusatt Penelitian dan Pengembangan Gizi zi dan Makanan, Badan Litbang Keseha hatan, Kementerian Kesehatan. 21:8 (2012 2): 433-439. 17. Khoiriyah N. Hubun ungan Pemberian Makanan Pendamping ing ASi (MP-ASI) Dini dengan Diare pad ada Bayi Usia 1-6 Bulan. Jurnal Stikesnu.. 2(1) (2012):1-6. 18. Owino V. Complem ementary Feeding Practices and Nutrie trient Intake from Habitual Complemen entary Foods of Infants and Children A Aged 6-18 Months Old in Lusaka, Zambia bia. African Journal Of Food Agriculture re Nutrition And Development. 8:1 (200 08): 28-47. 19. Hermina dan Prihatin tini S. Gambaran Keragaman Mak akanan dan Sumbangannya terha rhadap Konsumsi Energi Protein Pada An Anak Balita Pendek Di Indonesia. Jurnall B Buletin Penelitian Kesehatan. 39 (2010): 62-73. RIWAYAT PENULIS : Rizki Eka Sakt kti Octaviani Nama TTL : Kendari, 1 Okt ktober 1991 Pendidikan : 1. SDN 14 Madonga Kend ndari 1996-2003 2. SMPN 9 Kendari 2003--2006 3. SMAN 4 Kendari 2006--2009 4. S1 Jurusan Gizi Fak akultas Kesehatan Masyarakat Universi sitas Hasanuddin 2009-2013 5. S2 Jurusan Gizi Keseh ehatan Masyarakat Fakultas Kesehata tan Masyarakat Program Pascasarja rjana Universitas Hasanuddin 2014-seka karang

42 BIMGI Volume 3 No.1 | Januari--Juni 2015


Tinjauan Pustaka

PENGARUH EPA (EICOSAPENTAENOIIC ACID) P D DAN DHA (DOCOSAHEXAENOIC ACID D) MINYAK I IKAN TERHADAP TEKANAN DARAH PADA P K KARYAWAN PERUSAHAAN SWASTA Y YANG M MENGALAMI HIPERTENSI J Jeallyza Muthia Azra

1

1

M Mahasiswa Progam Studi Gizi Masyarakat, Institut Pertanian n Bogor JJalan Raya Darmaga, Kampus IPB Darmaga, Bogor, Jawa Ba arat 16680 E Email: ajeallyzamuthia@ymail.com

ABSTRAK Tekanan darah adalah tekan anan yang dihasilkan oleh dinding arteri jantung ng. Tekanan darah terdiri dari tekanan sistolik saa saat jantung berkontraksi (N: 120 mmHg) dan teka kanan diastolik saat jantung berelaksasi (N: 80 m mmHg). Tekanan darah dengan nilai sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg disebut ut hipertensi. Hipertensi pada karyawan perusahaa aan swasta dengan faktor risiko yang lebih tinggi gi dapat disembuhkan dengan mengonsumsi mak akanan yang dapat menurunkan tekanan darah sseperti EPA dan DHA pada minyak ikan. Omega a 3, EPA, dan DHA mampu menghentikan pemb mbekuan darah, melebarkan pembuluh darah,, dan mengurangi ketebalan dinidng arteri. Katakunci : DHA, EPA, Hiper ertensi, Omega 3, Tekanan darah

ABSTRACT Blood pressure is the pressu sure generated by the arterial of heart. Blood pre ressure consists of systolic blood pressure (N:1 :120 mmHg) and diastolic blood pressure (N:: 80 mmHg). The condition if sistolic > 140 mm mHg and diastolic > 90 mmHg called hypertens nsion. Hypertensive disease of employees in priva rivate companies which has high risk factor can be cured by eating foods that can make blood pre pressure lower such as EPA and DHA in fish oil. Omega Om 3, EPA, and DHA has the ability to stop blood bl clotting, dilate blood vessels, and reduce the thickness of the arterial wall. Keyword :Blood pressure, DH DHA, EPA, Hypertension, Omega 3 1. PENDAHULUAN Masyarakat pada era globalisasi saat ini lebih rentan terkena penya yakit tidak menular dibandingkan penyakit menu nular. Salah satu penyakit tidak menular adala lah tekanan darah tinggi yang juga memicu kejadian ke penyakit kardiovaskuler seperti jantung ng koroner, gagal 1 jantung, stroke, ataupun g gagal ginjal .The seventh report of the Joint National Committee on Preventio tion, Detection, Evaluation, and Treatment nt of HighBlood Pressure (JNC VII) meny nyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan n hipertensi jika tekanan darah sistolik 140 m mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik ik 90 mmHg atau 2 lebih.

BIMGI Volume 3 No.1 | Ja Januari - Juni 2015

Hipertensi sebagai sal alah satu pencetus terjadinya penyakit jantung g dan stroke, ikut andil dalam peningkatan p proporsi kematian penyakit tidak menular tertentu seperti proporsi kematian karena ka penyakit kardiovaskular meningkat dari d 9,1% (tahun 1986) menjadi 26,3% (tahu hun 2001), jantung iskemik dari 2,5% (tahun un 1980) menjadi 14,9% (tahun 2001), dan stroke dari 5,5% 3 (tahun 1986) menjadi 11,5% ,5% (tahun 2001). Kematian di dunia pada tahun t 2004 yang disebabkan oleh penyakkit jantung dan pembuluh darah sebesarr 36,3 %. Angka kematian ini meningkat 28 28% per tahun di negara berkembang. Ber erbagai penelitian

43


epidemiologis yang dilakuka kan di Indonesia menunjukan 1,8-28,6 % penduduk p yang berusia diatas 20 tahun a adalah penderita 4 hipertensi. Penyakit hipertensi dap apat disembuhkan atau dicegah dengan berba bagai cara, salah satu diantaranya adalah den ngan berolahraga dan mengonsumsi makana nan yang dapat menurunkan tekanan darah.. Salah satu studi yang yang dilakukandi Eskim kimo dan Jepang dimana penduduk disana a mengonsumsi lemak hewani dalam jumlah lah dan frekuensi yang tinggi menunjukkan b bahwa penduduk tersebut memiliki angka yan ang rendah untuk terkena penyakit jantung. Lem emak hewani yang dikonsumsi penduduk Eskim imo dan Jepang cenderung berasal dari hewa an laut yaitu ikan laut dan mamalia laut sepert erti ikan paus dan 5 anjing laut (minyak ikan). Min inyak ikan secara tradisional dapat kita peroleh p dengan mengonsumsi ikan, tetapi minyak m ikan yang sudah dikemas dalam ben entuk kapsuljuga dapat menjadi alternatif untuk tuk mempermudah mengonsumsi minyak ikan. kan sumber asam Minyak ikan merupaka lemak rantai panjan ang omega-3, Eicosapentaenoic Aci cid (EPA), Docosahexaenoic Acid (DH HA) yang dapat 5 menurunkan tekanan darah. Cara kerja dari kandungan pada minyak ikan n adalah omega 3 dapat membantu dalam m penghentian penggumpalan darah. Hasil sil metabolit EPA yaitu prostaglandin be erfungsi untuk mengencerkan darah dan da melebarkan pembuluh darah sehing ngga peripheral resistance menurun yang berdampak b pada 6 penurunan tekanan dara rah. Disamping berdampak positif untuk me engatasi penyakit hipertensi, minyak ikan jug ga memiliki efek samping diantaranya mual, berbau b amis, dan gas yang menyebabkan perut menjadi kembung. Cara untuk m mengantisipasinya dapat dilakukan dengan men ngonsumsiminyak ikan sebelum tidur, atau bersama b dengan makanan. Karyawan swasta ta merupakan seseorang atau sekumpula lan orang yang bekerja pada suatu bada dan usaha atau perusahaan swasta dan di diberikan imbalan kerja sesuai dengan perun rundang-undangan yang berlaku baik bersifat harian, ha mingguan, maupun bulanan. Karyaw wan perusahaan swasta memiliki tingkat stress yang umumnya lebih tinggi dan pola maka kan yang kurang teratur dibandingkan pegawa ai negeri. Hal ini disebabkan karena beban n kerja, tekanan kerja, syarat-syarat karir, pro romosi yang tidak jelas, masalah apresiasi, tuntutan atasan

44

yang terlalu banyak, konflik flik dengan teman, serta tidak ada dukungan n dari kolega dan 7 cara memimpin. Oleh karen ena itu, faktor risiko karyawan perusahaan swasta s terhadap hipertensi lebh tinggi Atas dasar uraian diat iatas, maka penulis tertarik untuk mengetah hui lebih lanjut mengenai pengaruh pembe berian minyak ikan yang mengandung EPA da dan DHA terhadap penurunan tekanan dara rah sistolik dan diastolik pada karyawan perusahaan pe swasta yang menderita hipertensi. 2. PEMBAHASAN 2.1 Tekanan Darah Tekanan darah adala alah tekanan yang ditimbulkan pada dinding g arteri. Tekanan darah ada dua yaitu sisto tolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan puncak yang terjadi saat ventrikel berkontraksi. Sementara itu, u, tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang y terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan T darah merupakan rasio antara tekanan sistolik terhadap diastolik. Bahwa a tekanan darah sistolik (atas) adalah punca cak yang tercapai ketika jantung berkontraksii dan d memompakan 8 darah keluar melalui arteri. ri. Tekanan darah sistolik dicatat apabila terdengar bunyi pertama (Korotkoff I) pad da alat pengukur darah. Tekanan darah diastolik (angka bawah) diambil ketika teka kanan jatuh ketitik terendah saat jantung rile ileks dan mengisi darah kembali. Tekanan n darah diastolik dicatat apabila bunyi tida ak terdengar lagi 8 (Korotkoff V). Normalnya tek tekanan darah pada orang dewasa berkisar dar ari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekana an darah orang 9 normal yaitu 120/80. Teka anan darah diukur dalam satuan milimeter air ra raksa (mmHg). Tekanan darah rata ata-rata ataumean arterial pressure (MAP) adalah ad tekanan di seluruh sistem arteri pada satu sa siklus jantung. Tekanan darah rata-rata (TDR) diperoleh 10 dengan rumus sebagai berik ikut: T TDR = 1/3 (TS- TD) + TD TDR: Tekanan Darah Rata-R Rata TS: Tekanan Sistolik TD: Tekanan Diastolik

(1)

Tekanan darah rata--rata inilah yang merupakan hasil perkalian an curah jantung dengan tahanan perifer.Nila ilai tekanan darah tersebut dapat berubah-uba bah sesuai dengan faktor yang berpengaruh padanya seperti curah jantung, isi sekuncup up, denyut jantung,

BIMGI Volume 3 No.1 | Januar ari-Juni 215


tahanan perifer dan sebagain inya maupun pada keadaan olahraga, usia lanju jut, jenis kelamin, suku bangsa, iklim, dan penyakit-penyakit p 10 jantung atau pembuluh darahn hnya. ggi 2.2 Tekanan Darah Ting Tekanan darah tinggi gi atau hipertensi merupakan kondisi medis m dengan peningkatan tekanan darah ah secara kronis dalam jangka waktu lama.. Tekanan darah yang selalu tinggi menjadi ssalah satu faktor risiko untuk stroke, serangan an jantung, gagal jantung, aneurisma arterial,l, dan merupakan 11 penyebab utama gagal ja jantung kronis. Hipertensi adalah kondisi tekanan darah sistoliknya sama atau diatass 140 1 mm Hg atau tekanan darah diastoliknya ssama atau diatas 2 90 mm Hg. Seseorang dikata atatakan hipertensi apabila mempunyai tekanan an darah sistolik >140 mmHg dan tekanan da arah diastolik >90 11 mmHg. Berikut adalah klasifikasi k untuk penderita dalam pengobatan n antihipertensi: a Tabel 1. Klasifikasi Tekana an Darah Untuk Umur 18 Tahun Atau tau Lebih Kategori Tekan anan darah Sistolik Diastolik (mmHg) (mmHg) Optimal <120 <80 Normal <130 <85 Normal tinggi 130-139 85-89 Hipertensi 90-99 140-159 derajat 1 Hipertensi 160-179 100-109 derajat 2 Hipertensi >110 >180 derajat 3 Sumber : The sixth of the joint National Committee on Preventio tion, Detection, Evaluation, and Treatmentt of Hight Blood Pressure (1997) ertensi umumnya Para penderita hiper tidak menyadari bahwa diri mereka sedang terkena hipertensi karena tid idak menimbulkan gejala yang spesifik. Akan n tetapi, apabila hipertensinya berat atau me enahun dan tidak diobati, gejala yang akan n timbul adalah sebagai berikut: sakit kepala, a, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelis lisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi di karena adanya kerusakan pada otak, mata ata, jantung, dan ginjal. Kadang penderita h hipertensi berat mengalami penurunan kesada daran dan bahkan koma karena terjadi pemb bengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalo alopati hipertensif, 12 yang memerlukan penangana nan segera.

BIMGI Volume 3 No.1 | Ja Januari - Juni 2015

Hipertensi berdasarka an penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis : 1.Hipertensi primer atau u esensial yaitu hipertensi yang tidak atau belum diketahui penyebabnya (terdapat pa ada kurang lebih 90% dari seluruh kejadian hipertensi). hip 2. Hipertensi sekunder adala lah hipertensi yang disebabkan atau sebagai akibat ak dari adanya penyakit lain. Hipertensi esensial ial kemungkinan memiliki banyak penye yebab, beberapa perubahan pada jantung dan an pembuluh darah kemungkinan bersama-sam ma menyebabkan meningkatnya tekanan d darah. Hipertensi esensial merupakan salah ssatu faktor resiko penting untuk terjad adinya penyakit cerebrovaskuler dan penyakit pe jantung koroner. Hipertensi esensial ial juga merupakan penyebab kesakitan dan n kematian yang cukup banyak dalam ma asyarakat. Kasus hipertensi esensial meliputi ti lebih kurang 9095% dan 5-10% lainnya ya adalah kasus 10 hipertensi sekunder. Han anya 50% dari golongan hipertensi sekunde der dapat diketahui penyebabnya, dan dari go olongan ini hanya beberapa persen yang dapat diperbaiki 12 kelainannya. Sekitar 5% kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya. Hipe ipertensi ini disebut sebagai hipertensi sekun under. Penyebab tersebut antara lain penyakkit parenkim ginjal (3%), penyakit renovaskule ler (1%), kelainan endokrin (1%), koarktasio sio aorta, kaitan dengan kehamilan, dan ak akibat penggunaan 12 obat. 2.3 Faktor Risiko Hiperten ensi Kejadian penyakit hipe pertensi memiliki beberapa faktor risiko dianta taranya: stres, pola makan, umur, faktor genet etik, jenis kelamin, obesitas, asupan gar aram, peminum alkohol,dan kebiasaan mer erokok. Hipertensi bersifat diturunkan atau bersifat genetik. Individu dengan riwayat ke keluarga hipertensi mempunyai risiko dua kkali lebih besar untukmenderita hipertensii daripada orang yang tidak mempunyai keluarga k dengan riwayat hipertensi. Insidens nsi hipertensi juga meningkat seiring dengan pertambahan p usia dan pria memiliki risiko le lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih ih awal. Obesitas dapat meningkatkan keja ejadian hipertensi karena lemak dapat menim imbulkan sumbatan pada pembuluh darah sehingga se tekanan darah meningkat. Selain itu, itu asupan garam yang tinggi akan menyeba babkanpengeluaran berlebihan dari hormon natriouretik n yang secara tidak langsung aka kan meningkatkan

45


tekanan darah. Kebiasaan n merokok juga berpengaruh dalam menin ningkatkan risiko hipertensi walaupun mekan anisme timbulnya 13 hipertensi belum diketahui sec ecara pasti. 2.4 Minyak Ikan (EPA da an DHA) Minyak ikan merupaka an sumber asam lemak rantai panjan ang omega-3, eicosapentaenoic acid cid (EPA), 5 docosahexaenoic acid (DHA HA). Asam lemak omega-3, EPA, dan DHA ada dalah zat gizi yang dapat menurunkan tekanan an darah. Asam lemak omega-3 membantu tu menghentikan 11 penggumpalan darah. Has asil metabolit EPA yaitu prostaglandin berfungs gsi mengencerkan 14 darah dan melebarkan pembu buluh darah. Asam lemak omega-3 3 terbagi menjadi dua grup yaitu rantai panj njang dan rantai pendek. Asam lemak omega--3 rantai panjang disebut EicosapentanoicAci cid (EPA) dan Docosaheanoic acid (DH HA). Komponen tersebut terdapat pada minyak mi ikan dan dibentuk tubuh dari ALA yyang merupakan asam lemak omega-3 rantaii pendek. p EPA dan DHA dikonversi menjadi horm rmon yang disebut prostaglandin, trombosantin, in, dan leukotrin. Pembentukan ini berfungsi u untuk mengontrol pembekuan darah, inflam amasi, elastisitas 15 pembuluh darah, dan sistem imun. i Beberapa penelitian n menunjukkan bahwa semakin tinggi intak ake asam lemak omega-3, maka akan semak akin rendah untuk terkena risiko jantung kronik. k Hal ini disebabkan oleh kemampua uan prostaglandin untuk mengurangi pembek ekuan sel darah 15 merah dan mengurangi tekan nan darah. Asam lemak omega-6 6 terdiri dari asam linoleat, gamma-linolenic ac acid (GLA), dan docohexapentanoic acid (DHA) sangat penting untuk fungsi kesehata atan membran sel. Asam lemak omega-6 dap apat menurunkan kolesterol LDL, tetapi apab bila intake asam lemak ini sangat tinggi ma maka juga dapat menurunkan kolesterol HD DL. Intake yang tinggi juga dapat meningka katkan kerusakan dari radikal bebas dan risik siko kanker. Oleh karena itu, disarankan untu tuk mengonsumsi 15 asam lemak ini dalam jumlah h yang moderat. Penelitian yang dilakuk ukan di University of Cincinnati (Ohio) Collage e mengemukakan bahwa konsumsi minyak ikan n dengan dosis 23 gram/hari dapat menurunka kan tekanan darah sistolik sebesar 4,4 mmHg da dan tekanan darah 16 diastolik sebesar 6,5 mm mHg. Penelitian meta analisis menunju jukkan adanya penurunan tekanan darah h sistolik/tekanan darah diastolik 0.66/0.35 m mmHg tiap gram konsumsi minyak ikan pada hipertensi. h Suatu

46

meta analisis pada pen nderita hipertensi dengan konsumsi asam llemak omega 3 sebanyak 7,7 gram/h /hari didapatkan penurunan tekanan dara rah sistolik dan diastolik berturut-turut seb banyak 4 dan 3 mmHg. Cara kerja dari kandungan k pada minyak ikan adalah omega 3 dapat membantu dalam penghentian pengg ggumpalan darah. Pemberian DHA akan meng ngurangi ketebalan dinding arteri koroner d dan aorta pada binatang percobaan tikus dengan hipertensi.Hasil metabolit lit EPA yaitu prostaglandin berfungsi untu tuk mengencerkan darah dan melebarkan pembuluh p darah sehingga peripheral resistan ance menurun yang 6 berdampak pada penurunan n tekanan darah. 2

KESIMPULAN Hipertensi atau tekan anan darah tinggi adalah suatu keadaantekan anan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan da darah diastolik >90 mmHg. Hipertensi merupa akan faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung, aneurisma arterial, al, dan merupakan penyebab utama gagall jantung kronis. Karyawan perusahaan swas asta yang memiliki faktor risiko lebih tinggi ter terhadap hipertensi bisa disembuhkan dengan n kandungan EPA dan DHA pada minyakk ikan. Hal ini disebabkan karena kemam ampuan omega 3 dalam penghentian pembek ekuan darah, DHA untuk mengurangi ketebala alan dinding arteri koroner, dan EPA yyang berfungsi mengencerkan darah dan d melebarkan pembuluh darah. DAFTAR PUSTAKA 1. Kabo P. Bagaimana Me enggunakan Obatobatan Kardiovaskulerr secara Rasional. Jakarta : Balai Pe Penerbit Fakultas Kedokteran Universitass Indonesia. 2010. 2. Joint National Commititteon Prevention, Detection, Evaluation,, a and Treatment of Hight Blood Pressure. The Sixth of the Joint National Committe ittee on Prevention, Detection, Evaluation,, a and Treatment of Hight Blood Pressure.. National Institute of Hight Blood Pressure re 98 (1997) :480. 3. Arthur CG, John EH H. Otot Jantung; Jantung sebagai Sebu buah Pompa dan Fungsi Katup-Katup JJantung. Jakarta: Buku Ajar Fisiologi. Edis disi 11. EGC. 2007. 4. Gunawan. Hipertensi.. Yogyakarta : Kanisius. 2005. 5. Webb GP. Dietary Supplement S and Functional Foods. Blac lackweil Publishing Ltd :30 -131. 2006.

BIMGI Volume 3 No.1 | Januar ari-Juni 215


6. Martha CM, James OT,, Meir M JS, Bernard R, Frank MS. The Effec fect of Fish Oil on Blood Pressure in Mild Mi Hypertensive Subjects: a Randomize ized Trial. <http:// www.ajcn.org.> 7. Soewondo S. Relaksasi si Progresif. P Depok : LPSP3 Fakultas Psiko ikologi Universitas Indonesia. 2009. dan Kesehatan. 8. Budiyanto KAM. Gizii d Edisi I. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang g Press. 2002. 9. Smeltzer S and Bare e BG. Buku Ajar Keperawatan Medikall Bedah Edisi 8 Vol.2. Jakarta : EGC. 200 001. 10. Ibnu M. Dasar-da dasar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta : EGC. 1996. 11. WHO. World Health lth OrganizationInternational Society of o Hypertension Guidelines far the Management M of Hypertension. Journall of Hypertension 151:183-17. 1999. 12. Gray HH, Dawkins KD, KD Morgan JM, Simpson IA. Lectu ture Notes : Kardiologi(4rd ed). Jaka karta : Erlangga. 2005.

BIMGI Volume 3 No.1 | Ja Januari - Juni 2015

13. Wade, Hwheir A, Came meron DN. Using a Problem Detection Study S (PDS) to Identify and Compa pareHealth Care Privider and Consume mer Views of Anti hypertension Therapy py. Journal Of HumanHypertension, 17:6 17 (2003): 397 14. Kazumasa E, Norika M. Influence of Age and Sex on High F Fat Diet Induced Increase in Blood Pr Pressure: Nagoya Journal of Medical Science. S Japan : Nagoya University Sch chool of Medicine. 2006. 15. Bean A. The Complete te Guide to Sports Nutrition. London : A &C C Black. 2009. 16. Kristof V, Moniek PMM, PM Johan WM Heemskerk. Fish Oilil C Consumption and Rdection of Arteriall Disease. 2003. <http://www.jn.nutrition.o n.org>

47


Editorial

OPTIMALKAN PEMAHAMAN MASYARA O AKAT M MENGENAI 10 PESAN PEDOMAN GIZII SEIMBANG S (P (PGS) 2014 MELALUI MEDIA MASSA YANG YA K KOMUNIKATIF 1

1

N Afiati Nadhiyah dan Ellen Natalia Nur 1

M Mahasiswa Gizi Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas as Brawijaya Jalan Veteran, Malang, Jawa Timur 65145 Ja Em : afit.nadya@gmail.com Email

Permasalahan gizi, b baik gizi kurang ataupun lebih yang terjadii di masyarakat merupakan akibat perila ilaku konsumsi makanan yang tidak seim eimbang. Untuk mencegah munculnya perm rmasalahan gizi, pemerintah dari banyak ne negara di dunia mengeluarkan Food-bas ased Dietary Guidelines (FBDG), yang memuat m anjuran dan panduan memilih makan anan sehat yang dikonsumsi oleh masyarak akat sehari-hari. FBDG juga berisi anjuran n dan panduan beraktivitas fisik untuk menja njaga agar berat badan berada dalam kead daan sehat. Di Indonesia, FBDG dikenal seb ebagai Pedoman 1 Umum Gizi Seimbang (PUGS S) . Pedoman mengenaii gizi seimbang telah diimplementasikan di Indonesia I sejak tahun 1955. Pedoma man tersebut menggantikan slogan “4 seha hat 5 sempurna” yang telah diperkenalkan se ejak tahun 1952 dan sudah tidak sesuaii lagi dengan perkembangan Ilmu Peng ngetahuan dan Teknologi (IPTEK) dalam bid idang gizi, serta masalah dan tantangan yang g dihadapi. Pada tahun 1995, Pedoman Umum m Gizi Seimbang (PUGS) telah diperke kenalkan dan disosialisasikan kepada masy syarakat, namun masih banyak masalah dan n kendala dalam sosialisasi gizi seimbang, seh ehingga harapan untuk merubah perilaku gizi zi masyarakat ke arah perilaku gizi seim imbang belum 2 sepenuhya tercapai . Agar terciptanya perilaku gizi seimbang dalam masyara rakat, dilakukan pengembangan pada 13 pesan PUGS, dengan alasan pada 13 pesan PUGS terdapat pesan yang tidak mudah m dipahami dan tidak praktis digunakan n sebagai acuan edukasi gizi masyarakat ole leh petugas gizi puskesmas. Sehingga 13 pesan PUGS 2 dimodifikasi menjadi 10 pesan an PGS 2014 . Meskipun telah terda dapat modifikasi pada pesan dalam PGS, tetapi tet tujuan dari pesan tersebut tidak akan p pernah tercapai apabila masyarakat kuran ang memahami informasi mengenai pesan an dalam PGS

48

tersebut, seperti halnya ya ang terjadi pada pesan-pesan dalam pedo oman terdahulu. Kurangnya pemahaman di masyarakat mengenai pesan dalam PGS S terjadi akibat dari terdapatnya kendala dalam sosialisasi serta masih melekatnya perseps psi “4 sehat 5 sempurna” di masyarakat. Oleh O karena itu, diperlukan cara untuk men engatasi masalah tersebut, yaitu dengan cara m mengoptimalisasi media massa yang komuni nikatif, baik iklan, koran, majalah, aplikasi pa ada gadget, dan internet. Seperti yang telah h diketahui bahwa media massa memuat inform masi yang mampu mempengaruhi pikiran, pera rasaan, sikap dan perilaku individu. Sehing gga diharapkan keluaran yang terjadi di m masyarakat, yaitu pesan dapat dipahami dan m merubah persepsi “4 sehat 5 sempurna” yang g tertanam dalam hati dan ingatan masyarakat. Penulisan editorial ini bertujuan untuk memberikan saran dalam mengoptimalkan pemahaman masyarakat men engenai 10 pesan PGS 2014. Penyusunan n editorial ini menggunakan metode stud udi literatur yang didapatkan dari jurnal, buk uku, serta artikel berkala. Manfaat dan Dampak Pelaks ksanaan PGS Hakikat pembangunan n nasional adalah pembangunan SDM seutuhny nya dimana untuk mewujudkan manusia Indonesia In yang berkualitas harus dimulai sejak s usia dini. Pedoman Gizi Seimbang diperlukan d untuk mencukupi kebutuhan nutris risi harian optimal terutama pada window opport ortunity yaitu balita, ibu hamil, ibu menyusui dan n pentingnya 1000 3 hari pertama kehidupan . Berbagai studi menu nunjukkan bahwa periode 5 (lima) tahun per ertama kehidupan anak merupakan ‘masa emas as’ (golden period) atau ‘jendela kesempa patan’ (window opportunity) dalam meletakk kkan dasar-dasar tumbuh kembang seorang se anak. Perkembangan otak manusia sia secara optimal terjadi pada masa janin dan da bayi, mampu

BIMGI Volume 3 No.1 | Januari - Jun uni 2015


berkembang hebat pada ma asa rangsangan sampai dengan usia 8 tahu hun. Masa-masa keemasan inilah yang disebu ut golden period, yang akan menentukan me enjadi generasi 4 yang cerdas tidaknya . Kualitas Ku tumbuh kembang anak pada ma asa ini akan menentukan kualitas kesehata atan fisik, mental, emosional, sosial, kemampua uan belajar, dan perilaku sepanjang hidupnya ya. Oleh karena itu, golden period harus diman anfaatkan sebaik mungkin untuk mengoptim imalkan tumbuh kembang anak sesuai denga gan potensi yang 5 dimilikinya . Adanya pela laksanaan gizi seimbang akan menentukan n kualitas k sumber daya manusia yang ada di suatu su negara, gizi seimbang, bangsa cerdas, be erprestasi. 10 Pesan Pedoman Gizi Seim eimbang (PGS) Di dalam Pedoman Gizi Seimbang 2014, terdapat 10 pesan yang menyempurnakan pedoman n gizi seimbang terdahulu. 10 pesan terseb ebut adalah: 1) syukuri dan nikmati aneka ragam ra makanan, 2) banyak makan sayuran da dan cukup buahbuahan, 3) biasakan men ngonsumsi lauk pauk yang mengandung pro protein tinggi, 4) biasakan mengonsum msi aneka ragam makanan pokok, 5) batasi b konsumsi pangan manis, asin dan n berlemak, 6) biasakan sarapan, 7) biasa akan minum air putih yang cukup dan ama an, 8) biasakan membaca label pada kemas asan pangan, 9) cuci tangan pakai sabun den engan air bersih mengalir, 10) lakukan aktiv tivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan 1,2 normal . Optimalisasi Penyebaran 10 Pesan PGS Status gizi masyaraka kat sangat erat kaitannya dengan faktor pen engetahuan dan 6 perilaku, selain biaya dan n aksesibilitas . Pengetahuan yang tidak memadai dan praktik-praktik yang tidak te tepat merupakan hambatan signifikan terhada dap peningkatan 7 gizi . Salah satu upaya untuk uk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tin tindakan tentang gizi adalah melalui pendidi idikan kesehatan 8 (penyuluhan kesehatan) . Brosur atau leaflet me erupakan media yang baik untuk mengemas informasi i dalam bentuk yang sederhana,, desain yang menarik yang dapat mem mikat pembaca dengan informasi dasar. Bro rosur atau leaflet yang dibuat dengan baik ik akan dapat mempengaruhi pembaca untu tuk berpikir serta mulai melakukan aksi sesu suai instruksi di 9 dalam brosur atau leaflet . Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Suiraoka (2010), menyatakan bahwa ba terjadi

peningkatan nilai pemaham aman masyarakat awam pada penyulu luhan dengan menggunakan leaflet. Media a komunikasi k cetak yang juga menunjang penye yebaran 10 pesan PGS, serta telah terbukti dap apat meningkatkan pengetahuan pembaca yang ng dalam hal ini 6 adalah masyarakat, yaitu media poster . Berdasarkan penelitian yang ng dilakukan oleh Wahdini (2013), menun njukkan bahwa penyuluhan dengan metode e ceramah disertai media poster maupun med edia leaflet dapat meningkatkan pengetahuan n dan sikap ibu 9 balita . Optimalisasi penyebar aran pesan juga menggunakan media komun unikasi elektronik. Teknologi komputer interaktif tif dan multimedia telah berkembang dalam dua ua dekade terakhir sebagai alat untuk edukas asi gizi. Menurut Serrano & Anderson, teknologi ini menggabungkan kemampuan an animasi, video dan musik, serta menyediaka kan peluang untuk meningkatkan keinginan belajar dan 10 perubahan perilaku . Denga gan menggunakan dampak peluang yang dihassilkan oleh media elektronik diharapkan juga a dapat menjadi sarana penyebaran pengetahu huan mengenai 10 pesan gizi seimbang yang ng lebih mudah 11 dijangkau dan diakses oleh m masyarakat . Kesimpulannya ad dalah adanya pelaksanaan gizi seimbang akan a menentukan kualitas sumber daya manu usia yang ada di suatu negara, ditunjang denga gan apabila media cetak dan media elektronik di diperdayagunakan secara optimal dan dilakuka an inovasi-inovasi terhadap media yang ad da, maka tidak diragukan lagi pemahaman an mengenai 10 pesan PGS 2014 akan diperoleh d secara optimal oleh masyarakat, dis disamping dengan digunakannya kata-kata dal alam penyusunan pesan PGS yang lebih mu udah dimengerti. Dengan pemahaman mengen nai 10 pesan PGS 2014 di masyarakat maka akan ak tercipta pula perilaku gizi seimbang dalam masyarakat yang sesuai dengan PGS yang terb rbaru. DAFTAR PUSTAKA 1.

2.

3.

Afriansyah N dkk. Pengem gembangan PesanPesan Gizi Seimbang da dalam PUGS yang Lebih Praktis Digunaka kan Petugas Gizi Lapangan, PGM 2003. 26:2 (2003): 3541. Kementrian Kesehat atan Republik Indonesia. Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014. 20 014. (Online), <http://gizi.depkes.go.id/p /pgs-2014-2> diakses 3 Desember 201 14). Almatsier S. Gizi dalam Daur Kehidupan, EGC, Jakarta. 2011.

49 BIMGI Volume 3 N No.1 | Januari - Juni


4.

PNPM. Petunjuk Teknis nis Pelaksanaan Gizi Buruk: Progra gram Nasional Pemberdayaan Masya yarakat Mandiri Pedesaan. 2010. 5. BKKBN. Panduan Pelaksanaan Kegiatan Bina Keluarg rga Balita yang Terintegrasi dalam am Rangka Penyelenggaraan Penge gembangan Anak Usia Dini Holistik Integrat ratif. 2013. 6. Suiraoka dkk, 2010. Penyuluhan Pe Gizi dengan Media Leaflett KADARZI dan Perilaku Keluarga Sadar ar Gizi Ibu Balita. JIG. 1:1 (2010): 42-52. 7. Pennisi LA et al. How ow to Create an Effective Brochure. University of Nebraska-Lincoln Extens nsion, Institute of Agriculture and Natur ural Resources. 2011. 8. UNICEF Indonesia. Gizi izi Ibu dan Anak (Ringkasan Kajian). UNIC ICEF Indonesia. Jakarta. 2012. 9. Wahdini. Pengaruh Pe enyuluhan Oleh Tenaga Pelaksana Gizii d dengan Metode Ceramah Disertai Med edia Poster dan Leaflet Terhadap Peri erilaku Ibu dan Pertumbuhan Balita Gizi G Kurang di Kecamatan Tanjung Beringin. B Tidak diterbitkan. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakka kat. Universitas Sumatera Utara. 2013. 10. Hermina dan Afriansy syah N. 2010. Pengembangan Perma mainan (GamePlay) Edukasi Gizi Berb erbasis Komputer untuk Murid Sek ekolah Dasar (Development of C Computer-Based Nutritional Education Gameplay for Primary School Student nts). PGM 2010. 33:2 (2010): 161-172. 11. Pramitasuri TI. Sosialisa lisai 4 Pilar Gizi Seimbang: Wujudkan Edukasi yang Komprehensif dengan Konsultasi K Gizi Rutin Terpadu, Jurnal Ilm lmiah Mahasiswa Kedokteran. 2:2 (2014).

50

RIWAYAT PENULIS 1.

Nama : Nur Afiati Nadhiyah Na TTL : Malang, 8 Mei M 1994 Pendidikan : 1. SD NU Kepanjen 2001 01-2007 2. SMPN 4 Kepanjen 200 007-2010 3. SMAN 1 Kepanjen 201 010-2013 4. S1 Jurusan Gizi Kes esehatan Fakultas Kedokteran Univers rsitas Brawijaya 2013-sekarang

2.

Nama : Ellen Natalia lia TTL : Malang, 11 1 Desember D 1993 Pendidikan : 99-2005 1. SDK Sang Timur 1999 2. SMPK Sang Timur 200 005-2008 3. SMAK Almasih 2008-2 2011 4. S1 Jurusan Gizi Kes esehatan Fakultas Kedokteran Univers rsitas Brawijaya 2011-sekarang

BIMGI Volume 3 No.1 | Januari - Jun uni 2015



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.