Bimiki vol 2 no 2

Page 1


KATA PENGANTAR Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (BIMIKI) merupakan salah satu berkala yang dimiliki oleh organisasi mahasiswa keperawatan yakni Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (ILMIKI). Berkala ini ditebitkan guna memberikan informasi tentang informasi-informasi terbaru dalan dunia keperawatan dan memberikan sarana kepada mahasiswa keperawatan untuk mempublikasikan hasil penelitiannya maupun artikel ilmiah yang lain.

BIMIKI ini secara garis besar menyajikan artikel-artikel ilmiah yang bersikan informasi terbaru tentang keperawatan, termasuk di dalamnya terdapat penelitian asli, artikel tinjauan pustaka, laporan kasus, artikel penyegar ilmu keperawatan dan kesehatan, advertorial, petunjuk praktis, serta editorial. Berkala ini tidak hanya terbatas pada mahasiswa saja, namun juga insane keperawatan pada umumnya.

Atas diterbitkannya Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia edisi kedua ini, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, khususnya kepada seluruh penulis yang berperan aktif, tim penyusun, mitra bebestari dan seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan berkala ini.

Penyusun

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

i


SUSUNAN PENGURUS  Penanggungjawab

:

(PSIK FK Universitas Brawijaya) -

Ahmad Rizal (Sekretaris Jenderal ILMIKI)

(PSIK FK Universitas Brawijaya) -

 Pimpinan Umum

:

Nuning Khurotul Af’ida

:

-

 Tim Layouting (Tata Letak &Ilustrasi):

(PSIK FK Universitas Brawijaya)

:

Devi Septiananingrum

-

Rizky Oktavia P. (PSIK FK Universitas Brawijaya)

:

Ilya Nur Rachmawati (PSIK FK Universitas Brawijaya)

(PSIK FK Universitas Gajah Mada)  Pimpinan Redaksi

Bayu Aprilia Yogi Putra (PSIK FK Universitas Brawijaya)

 Bendahara

Cinta Astri D. Puspitasari (PSIK FK Universitas Gajah Mada)

-

Ayu Amalia

Amirullah (PSIK FK Universitas Brawijaya)

(PSIK FK Universitas Brawijaya)  Sekretaris Umum

Sanda Prima Dewi

Sofyan Adetya Perkasa (PSIK FK Universitas Gajah Mada

Tiara Dea Ananda (PSIK FK Universitas Brawijaya)  Dewan Redaksi -

:

Muhamad Zulfatul A’la (Magister Keperawatan Universitas Padjadjaran)

-

Weni Widya Sari (Magister Keperawatan Universitas Padjadjaran)

-

Dwi Retno Selvitriana (PSIK FK Universitas Brawijaya)

-

Andreas A. Pangemanan (PSIK FK Universitas Gajah Mada)

-

Aprilika Tyantaka (Poltekkes Kemenkes Yogyakarta)

-

Dia Amal Indah (PSIK FK Universitas Brawijaya)

 Tim Humas (Promosi dan Danus): -

Sifak Nikmatul F. (PSIK FK Universitas Gajah Mada)

-

Septiana Hannani A.P.

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

ii


ISSN : 2338 - 4700

DAFTAR ISI Kata Pengantar

i

Susunan Pengurus

ii

Daftar Isi

iii

Petunjuk Penulisan

iv

Sambutan Pimpinan Umum

vii

PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR MENULAR

RISIKO

(HIPERTENSI

YANG DAN

MEMPENGARUHI

DIABETES

KEJADIAN

MELLITUS)

DI

PENYAKIT

PADUKUHAN

TIDAK JODAG,

KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA Akbar Satria Fitriawan, Rais Hasan, Bayu Fandi Achmad 1 SOLCRISPY : INOVASI SNACK TERUNG UNGU (SOLANUM MELONGENA L.) CRISPY SEBAGAI PEREDUKSI MOTILITAS SPERMATOZOA PADA TIKUS JANTAN Munfada Maulidiya Agustin, Yesi Andriani, Ni Made Putri, Novita Wulan Dari, Yulian Wiji Utami 14 PENGARUH PEMBERIAN TOPIKAL EKSTRAK ETANOL KEDELAI (Glycine max) TERHADAP PEMBENTUKAN JARINGAN EPITEL PADA PERAWATAN LUKA BAKAR DERAJAT II PADA TIKUS WISTAR Rahmatuz Zulfia, Yulian Wiji Utami, Endang Asmaningsih 19

TINJAUAN PUSTAKA PENINGKATAN

KUALITAS

PENDIDIKAN

MAHASISWA

KESEHATAN

MELALUI

PENERAPAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION Hella Meldy Tursina, Muhamad Jauhar, Prasetyo Aji Nugroho 31 TERAPI KOMPLEMENTER PADA PENURUNAN KECEMASAN PASIEN YANG AKAN MENJALANI INTERVENSI KORONER PERKUTAN (IKP) : TELAAH LITERATUR Weni Widya Shari, Suryani, Etika Emaliyawati 37 STUDI

LITERATUR

TERHADAP

MENGENAI

PENURUNAN

EFEKTIFITAS

INTENSITAS

NYERI

TERAPI

RELAKSASI

EPIGASTRIUM

PADA

OTOGENIK PENDERITA

GASTRITIS Reisy Tane 46

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

iii


PETUNJUK PENULISAN Pedoman Penulisan Artikel Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (BIMIKI)

1. BIMIKI hanya akan memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada berkala lain. 2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dan benar, jelas, lugas, serta ringkas. Naskah diketik di atas kertas A4 dengan dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi. Ketikan tidak dibenarkan dibuat timbal balik. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman judul. Batas atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2.5 cm. 3. Naskah terdiri dari minimal 3 halaman dan maksimal 10 halaman. 4. Naskah harus diketik dengan komputer dan harus memakai program Microsoft Word. 5. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian Asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut: a. Judul karangan (Title) menggambarkan isi pokok tulisan secara ringkas dan jelas ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Judul artikel ditulis dengan huruf besar menggunakan font Arial 11 spasi 1. Penulis diharapkan mencantumkan judul ringkas dengan susunan 40 karakter beserta nama penulis utama yang akan ditulis sebagai judul pelari (running title) b. Nama Penulis, tanpa gelar. Jumlah penulis yang tertera dalam artikel minimal 1 orang. c.

Alamat berupa instansi tempat penulis bekerja dilengkapi dengan alamat post lengkap dan alamat email untuk penulis korespondensi.

d. Abstrak, ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dan merupakan intisari seluruh tulisan meliputi masalah, tujuan, metode, hasil, serta simpulan. Abstrak ditulis dalam satu paragraf penuh, dibawah abstrak disertakan 3-5 kata kunci (keywords). Panjang abstrak tidak melebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul makalah dan nama penulis. e. Pendahuluan Pada bagian pendahuluan tuliskan latar belakang, penjelasan mengenai penelitian terkait yang telah lebih dulu dipublikasikan (jika ada). Selain itu dijelaskan pula hal-hal spesifik dalam penelitian. f.

Metode Berisi penjelasan tentang waktu, tempat, teknik, dan rancangan penelitian. Untuk literaturereview, metode berisi teknik dalam mencari literatur.

g. Hasil Ditulis jelas dalam bentuk narasi dan data yang berkaitan dengan tujuan penelitian, bila perlu disertai dengan ilustrasi (lukisan, gambar, grafik, diagram), tabel atau foto yang mendukung data. h. Pembahasan Menerangkan arti hasil penelitian yang meliputi fakta, teori, dna opini. i.

Simpulan dan Saran Berupa kesimpulan hasil penlitian atau hasil literature review dalam bentuk narasi sesuai dengan tujuan penelitian. Saran berisi saran yang dapat diberikan oleh penulis berdasarkan hasil penelitian atau hasil literature review.

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

iv


j.

Pengutipan Kutipan dari referensi atau daftar pustaka dibuat dengan tanda superscript (1), dengan 1 menunjukkan nomor dalam daftar pustaka.

k.

Daftar Pustaka Sedapat mungkin merupakan pustaka terbitan sepuluh tahun terakhir, diutamakan adalah hasil laporan penelitian dna artikel ilmiah dalam jurnal.

l.

Kepustakaan disusun menurut Vancouver style Artikel dalam berkala i. Artikel standar Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun 1;124(11):980-3. atau Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124:980-3. Penulis lebih dari enam orang Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leukaemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j Cancer 1996;73:1006-12. ii. Suatu organisasi sebagai penulis The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4. iii. Artikel tidak dalam Bahasa Inggris Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2. iv. Edisi dengan suplemen Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97. v. Volum dengan bagian Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in non-insulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-6. vi. Edisi dengan bagian Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap laceration of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8. Buku dan monograf lain i. Penulis perseorangan Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996. ii. Editor, sebagai penulis Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill Livingstone; 1996. iii. Organisasi dengan penulis

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

v


Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid program. Washington: The Institute; 1992. iv. Bab dalam buku Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors. Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: raven Press; 1995.p.465-78. v. Prosiding konferensi Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-19; Kyoto, Japan. Amsterdam: Elsevier; 1996. vi. Makalah dalam konferensi Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and security in medical information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO 92. Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.p.1561-5. vii. Laporan ilmiah atau laporan teknis m. Margin penulisan mengikuti aturan 2, 2, 2, 2, font arial 11 spasi 1,5 untuk pendahuluan, metode, hasil, pembahasan, simpulan dan saran, serta spasi 1 untuk abstrak dan daftar pustaka n. Naskah

dikirim

melalui

email

ke

alamat

email

redaksi

BIMIKI

(Keperawatan)

:

redaksibimiki@bimkes.org

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

vi


SAMBUTAN PIMPINAN UMUM Rasa syukur yang berlipat ganda, saya ucapkan atas keberhasilan diterbitkannya Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (BIMIKI) pada edisi kedua ini. Setelah melalui perjalanan panjang dan perjuangan yang tiada henti dari semua pihak yang selalu turut memberikan dukungan atas keberhasilan BIMIKI ini. Tantangan merupakan bukan suatu penghalang kesuksesan. Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (BIMIKI) merupakan salah satu berkala ilmiah keperawatan yang ada di Indonesia yang bertujuan untuk menghasilkan berkala mahasiswa keperawatan elektronik yang memberi peluang bagi mahasiswa dalam publikasi ilmiah yang berbasis ilmu dan teknologi. Berkenaan dengan tujuan tersebut, maka diperlukannya sebuah wadah yang mampu menjadi penampung hasil kreativitas mahasiswa khususnya terkait publikasi artikel ilmiah. Penerbitan berkala ini terselenggara atas kerja sama berbagai pihak, antara lain dari organisasi mahasiswa keperawatan yakni Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (ILMIKI) yang diampu langsung oleh Direktorat Jenderal Pendidikan dan Penelitian (PENDPEL) bekerja sama dengan HPEQ Students, serta dukungan berbagai institusi keperawatan di Indonesia. Penerbitan berkala ini membuktikan perjuangan yang tiada akhir, dalam membangun arus keprofesionalan dalam keperawatan dengan menunjang sistem long life learning, dan menutup segala keterbatasan informasi keilmiahan terbaru bagi mahasiswa keperawatan. Harapan yang besar ketika keberadaan berkala ini dapat memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh insan keperawatan di Indonesia. Bermula manfaat ditujukan kepada mahasiswa keperawatan di belahan daerah Indonesia manapun, semoga berkala ini dapat mempermudah dalam mengakses informasi- informasi ilmiah terbaru, maupun wadah penampung kreativitas mahasiswa keperawatan. Akhir kata, saya mohon maaf bila terdapat kesalahan pada penulisan, ataupun petikan katakata yang terdapat pada BIMIKI edisi kedua ini. Sempurna merupakan hal yang masih jauh untuk diucapkan, oleh karena itu, kritik dan saran selalu kami tunggu demi perbaikan pada edisi yang selanjutnya. Hidup mahasiswa! Kobarkan selalu semangat muda, karena suatu saat kitalah pejuangnya.

Nuning Khurotul Af’ida

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

vii


Penelitian

FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (HIPERTENSI DAN DIABETES MELLITUS) DI PADUKUHAN JODAG, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA Akbar Satria Fitriawan, Rais Hasan, Bayu Fandi Achmad Prodi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRAK Latar Belakang : Hipertensi dan diabetes mellitus merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal kronik. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi dan diabetes mellitus diperlukan untuk mengembangkan strategi yang tepat untuk mencegah komplikasi tersebut. Tujuan : Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit tidak menular (hipertensi dan diabetes mellitus) di padukuhan Jodag, kabupaten Sleman, Yogyakarta. Metode : Penelitian case control dengan jumlah sampel 49 orang. Faktor risiko yang diteliti adalah data sosiodemografis, riwayat keluarga, pengetahuan, obesitas, merokok, olahraga, asupan garam, dan asupan gula. Uji Chi square dan fisher exact digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi dan diabetes mellitus, sedangkan regressi logistik digunakan untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh. Hasil : Dari 49 orang responden, 33 responden (67,3%) menderita penyakit tidak menular. Usia>60 tahun, pekerjaan yang ringan, merokok dan tidak berolahraga berhubungan secara signifikan dengan kejadian penyakit tidak menular (P<0,05). Dalam analisis regresi logistik, tidak pernah berolahraga merupakan satu-satunya variabel yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit tidak menular (P = 0,048; OR = 0,20; 95% C.I = 0,041-0,985). Olahraga berkontribusi terhadap kejadian penyakit tidak menular sebesar 44,9% (đ?‘…2 = 0,449). Kesimpulan : Faktor usia, pekerjaan, perilaku merokok, dan olahraga merupakan prediktor terhadap kejadian penyakit tidak menular. Modifikasi gaya hidup sehat berupa olahraga dan intervensi penghentian merokok diharapkan dapat mencegah perkembangan penyakit tidak menular pada masyarakat. Kata kunci : penyakit tidak menular, hipertensi, diabetes mellitus, faktor risiko

ABSTRACT Background : Hypertension and diabetes mellitus are major risk factors for coronary heart disease, heart failure, stroke, and chronic renal failure. Identify the factors that affect the incidence of hypertension and diabetes mellitus is needed to develop appropriate strategies to prevent these complications. The aim of this study is to identify factors affecting non communicable disease at Jodag village, Sleman regency, Yogyakarta. Method : Case-control study with a sample of 49 responden. Risk factors studied were the data sociodemographic, family history, knowledge, obesity, smoking, exercise, salt intake, and intake of sugar. Chi square test and Fisher exact is used to determine the factors associated with the incidence of hypertension and diabetes mellitus, whereas logistic regression is used to determine the most influential factors. Result : Of the 49 respondents, 33 respondents (67.3%) suffering from non-communicable diseases. Age> 60 years, work light, smoke and do not exercise significantly associated with the incidence of non-communicable diseases (P <0.05). In logistic regression analysis, never exercise is the only variable affecting non-communicable diseases (P = 0.048; OR = 0.20, 95% CI = 0.041 to 0.985). Exercise contribute to non-communicable diseases by 44.9% (đ?‘…2 = 0,449). Conclusion : Age, occupation, smoking, and exercise is a predictor of non-communicable diseases. Healthy lifestyle modifications such as exercise and smoking cessation intervention is expected to prevent the development of non-communicable diseases in the community. Key word : Non Communicable Disease, Hypertension, Diabetes Mellitus, Risk Factor

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

1


1. PENDAHULUAN

hipertensi sering tidak terdeteksi, dan ketika

Hipertensi adalah salah satu penyakit

telah didiagnosis, penyakit ini tidak terkontrol

non infeksius utama yang menjadi masalah

secara adekuat. Diantara para penderita

besar

hipertensi,

secara

global.

Hipertensi

adalah

penyebab utama kesakitan dan kematian karena

berhubungan

dengan

hanya

kejadian

Diabetes sekelompok

kongestif, penyakit serebrovaskuler (stroke),

dikarakteristikan

dan penyakit ginjal

Berdasarkan

yang

tekanan

darahnya terkontrol baik.7

penyakit jantung koroner, gagal jantung kronik.1,2,3

25%

mellitus

penyakit

hiperglikemia

adalah

metabolik

yang

dengan yang

kondisi

diakibatkan

oleh

data World Health Organization, hipertensi

gangguan dalam sekresi insulin, aksi insulin,

diderita oleh 1 miliar orang di seluruh dunia.

ataupun keduanya. Komplikasi akut yang

Diperkirakan, tahun 2025 melonjak menjadi

mengancam nyawa pada Diabetes adalah

1,5 miliar tahun

orang.4

2007

hipertensi

menemukan Indonesia

prevalensi

nonketotik

hiperosmolar

syndrome.

Komplikasi jangka panjang dari Diabetes

Yogyakarta

Mellitus adalah retinopati, gagal ginjal kronis,

berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun

neuropati perifer yang menyebabkan ulkus

2007

ditemukan

kaki dan amputasi, charcot joint, neuropati

sebesar

35,8%.5

Daerah

Hubungan penyakit

sebesar

hiperglikemia berat dengan ketoasidosis atau

32,2%

persen.

di

Riset Kesehatan Dasar

Istimewa

prevalensi

hipertensi

otonom antara

kardiovaskuler

hipertensi

dan

yang

menyebabkan

gejala

gastrointestinal, genitourinari, kardiovaskuler,

kuat,

konsisten

dan

diabetes berisiko tinggi untuk mengalami

independen. Setiap peningkatan tekanan

aterosklerosis, penyakit jantung koroner, dan

darah sistolik sebesar 20% dari 115 mmHg

stroke.

dan tekanan diastolik sebesar 10 mmHg

lipoprotein yang abnormal sering ditemui

diatas 75mmHg akan meningkatkan risiko

pada penderita diabetes mellitus.8

langsung,

konklusif,

dan

disfungsi

seksual.8

sangat

Selain

itu

Pasien

hipertensi

dengan

dan

profil

kesakitan dan kematian sebesar 2 kali lipat.

Prevalensi dan Insidensi Diabetes

Hipertensi mempercepat terjadinya proses

mellitus terus meningkat dari waktu ke waktu.

atherogenesis, menyebabkan peningkatan

Diperkirakan

risiko proses itu sebesar 2-3 kali. Penelitian

penderita DM dari 171 juta (2,8%) pada

yang

Utara

tahun 2000 menjadi 366 juta (4,4% ) pada

memperlihatkan bahwa hipertensi menjadi

tahun 2030 dengan penderita pria lebih besar

penyebab utama terjadinya 500.000 kasus

dari wanita.9

dilakukan

di

Amerika

akan

terjadi

peningkatan

stroke (250.000 kematian) dan 1.000.000

Baik hipertensi maupun Diabetes

kejadian infark miokardial (500.000 kematian)

mellitus merupakan penyakit yang tidak

setiap tahunnya.1 Hipertensi dikenal juga

dapat disembuhkan melainkan hanya dapat

sebagai

dikontrol.10 Oleh karena itu yang paling

silent

killer

atau

pembunuh

terselubung yang tidak menimbulkan gejala

mudah

atau asimptomatik seperti penyakit lain.

terhadapnya khususnya bagi mereka yang

Survey

bahwa

memiliki resiko untuk menderita. Faktor yang

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

2

nasional

menunjukkan

dilakukan

adalah

pencegahan


berperan pada terjadinya hipertensi, yaitu

masalah kesehatan yang diderita masyarakat

faktor individu seperti umur yang semakin

padukuhan Jodag. Sebanyak 50% kasus

tua, jenis kelamin laki-laki, ras, faktor genetik

penyakit

serta gaya hidup atau lingkungan yang

hipertensi 36% kasus penyakit yang diderita

meliputi menderita penyakit diabetes mellitus,

oleh warga adalah Diabetes Mellitus.

obesitas, stress, merokok, konsumsi garam

yang

diderita

penyakit

tidak

dan kopi/kafein, serta kurangnya aktivitas

Diabetes

Mellitus)

fisik.3,5,11

diperlukan

and Prevention

(2012), faktor risiko DM

adalah

Identifikasi Faktor Risiko terjadinya

yang tinggi, hiperlipidemia, konsumsi alkohol

Menurut Center for Disease Control

warga

menular di

(Hipertensi

dan

Padukuhan Jodag

sebagai

dasar

untuk

mengembangkan intervensi kesehatan yang

adalah riwayat keluarga/genetik, usia yang

tepat

semakin tua, jenis kelamin laki-laki, ras,

menanggulanginya. Dengan intervensi yang

obesitas,

kurang

tepat diharapkan dapat mencegah terjadinya

aktivitas fisik, stress, konsumsi makanan

komplikasi akibat penyakit hipertensi dan

tinggi

diabetes mellitus di masyarakat.5

obesitas

kalori

merokok,

dan

abdominal,

lemak,

mengkonsumsi

hiperlipidemia, alkohol,

Sumberadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman. Padukuhan Jodag berada di dalam puskesmas

Mlati

2.

Berdasarkan data kunjungan puskesmas Mlati 2, ditemukan bahwa penyakit hipertensi menduduki

peringkat

kedua

jumlah

kunjungan tertinggi. Hipertensi dan diabetes mellitus

termasuk

dalam

sepuluh

besar

penyakit di wilayah kerja Puskesmas Mlati II tahun

2011.

Angka

kejadian

hipertensi

sebanyak 3162 kasus sementara angka kejadian diabetes mellitus sebanyak 1070 kasus. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa warga padukuhan Jodag, diketahui bahwa banyak warga yang tidak mengetahui nilai tekanan darahnya. Survey kesehatan cepat yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 1 sampai 3 September

2013

terhadap 179 orang Kepala Rumah Tangga di padukuhan Jodag menemukan bahwa hipertensi

bersamaan

dan

2. METODE PENELITIAN

Padukuhan Jodag terletak di Desa

kerja

mencegah

serta

menderita hipertensi.12

wilayah

untuk

dengan

Diabetes

mellitus menduduki peringkat tertinggi untuk

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

analitik,

dengan

menggunakan

pendekatan kuantitatif dan desain penelitian case control. Penelitian ini dilakukan antara tanggal 1-3 September 2013 di Padukuhan Jodag, Desa Sumberadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Populasi target adalah warga berisiko hipertensi di Pedukuhan Jodag. Kriteria inklusi penelitian ini adalah warga berusia lebih dari sama dengan 45 tahun dan bersedia menjadi responden penelitian. Sampel ditentukan secara

random

menggunakan

sampling perhitungan

dengan menurut

Lemeshow et.al (1997) dan Cochrane et.al (1967),

dan

diperoleh

jumlah

sampel

minimal 20 responden untuk kelompok kasus (kelompok penyakit tidak menular) dan 20 responden untuk kelompok kontrol. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner WHO STEPWISE yang telah dialihbahasakan dan dimodifikasi oleh peneliti untuk mengetahui faktor-faktor

3


risiko penyakit tidak menular.15 Adapun faktor

padukuhan Jodag diperlihatkan oleh tabel 1

risiko

berikut :

yang

diteliti

adalah

data kelamin,

Tabel 1. Gambaran kejadian penyakit tidak

pekerjaan, pendidikan, status pernikahan),

menular (PTM) di padukuhan Jodag pada

riwayat keluarga, pengetahuan, obesitas,

bulan September 2013 (n = 49)

merokok, olahraga, asupan garam, dan

No.

sosiodemografis

(usia,

jenis

Variabel

Frekuensi

Persentase

(f)

(%)

16

32,7

33

67,3

asupan gula. Data tentang nilai tekanan darah digunakan untuk menentukan derajat

1.

Tidak

hipertensi dan diperoleh dengan melakukan

Menderita

pengukuran pada bagian arteri brakialis

PTM

menggunakan spigmomanometer raksa merk

2.

dagang ABN yang telah dikalibrasi dan

Menderita PTM

stetoskop ABN. Data tentang nilai kadar gula darah

sesaat

(GDS)

digunakan

untuk

Berdasarkan tabel 1 diatas, lebih dari

menentukkan status diabetes mellitus dan

setengah (67,3%) responden penelitian di

diperoleh dengan melakukan pengukuran

padukuhan Jodag menderita penyakit tidak

dengan alat pengukur gula darah merk

menular baik hipertensi maupun diabetes

EasyTouch. Data tentang tekanan darah

mellitus.

dikategorikan

kategori

prevalensi Hipertensi sebesar 32,2 % dan

Hipertensi dari Joint National Committee on

Diabetes mellitus sebesar 7,2% pada tahun

Prevention,

and

2007.5,14

7.13

menunjukkan prevalensi hipertensi di DIY

berdasarkan

Detection,

Evaluation,

Treatment of High Blood Pressure (JNC) Data

tentang

gula

darah

dikategorikan

berdasarkan penentuan diagnosis Diabetes Mellitus dari American Diabetes

Association.8

Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square

dan

Fisher

Exact

untuk

mengetahui hubungan antara faktor resiko

Hal

ini

Hasil

sebesar

lebih

Rikesdas

38,5%.

hipertensi

tinggi

yang

tahun

Prevalensi tidak

daripada

2007

penderita

minum

obat

antihipertensi di Yogyakarta adalah sebesar 31,4%.

Sedangkan

prevalensi

Diabetes

Mellitus di Yogyakarta tahun 2007 adalah 5,4%.14

dengan kejadian penyakit tidak menular.

Pola penyakit saat ini memang telah

Analisis multivariat menggunakan uji regressi

mengalami perubahan dari kecenderungan

logistik untuk mengetahui faktor risiko paling

penyakit menular menjadi penyakit tidak

dominan

menular meliputi penyakit degeneratif yang

dalam

mempengaruhi

kejadian

penyakit tidak menular.

merupakan faktor utama masalah morbiditas dan

mortalitas.15

epidemiologi

3.1. Gambaran Penyakit Tidak Menular di

perubahan sosial ekonomi, lingkungan dan perubahan

Prevalensi penyakit tidak menular (Hipertensi

dan

Diabetes

Mellitus)

di

disebabkan

transisi

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Padukuhan Jodag

ini

Terjadinya

struktur

terjadinya

penduduk,

saat

masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak

sehat,

misalnya

merokok,

kurang

aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

4


kalori, serta konsumsi alkohol yang diduga

Analisis bivariat digunakan untuk

merupakan faktor risiko PTM.5,9,15 Hipertensi

mengetahui

dan diabetes mellitus merupakan penyakit

berhubungan dengan kejadian penyakit tidak

tidak menular yang utama dan menjadi

menular hipertensi dan diabetes mellitus di

masalah

dunia

padukuhan Jodag. Uji yang digunakan untuk

termasuk di Indonesia. Penyakit ini bersifat

mengetahui hubugan variabel jenis kelamin,

kronik, progresif, dan dapat berdampak pada

merokok, olahraga, status perkawinan, dan

munculnya

kardiovaskuler,

usia dengan kejadian penyakit tidak menular

serebrovaskuler, dan insufisiensi ginjal yang

adalah uji Chi Square. Sedangkan uji yang

kronik.1,2,11

digunakan

kesehatan

di

seluruh

komplikasi

Prevalensinya Hipertensi dan DM

variabel

faktor-faktor

untuk

risiko

yang

mengetahui

hubungan

keluarga,

pekerjaan,

pengetahuan,

obesitas,

riwayat

meningkat bersamaan dengan meningkatnya

pendidikan,

usia. Beberapa survey epidemiologis yang

konsumsi garam, dan konsumsi glukosa

dilakukan

Eropa

adalah uji Fisher Exact sebagai alternatif.

menyimpulkan bahwa prevalensi hipertensi

Hasil analisis bivariat seperti ditunjukkan oleh

di

Amerika

dan

lansia berkisar antara 53% hingga

72%.16

tabel 2.

Diabetes sendiri juga merupakan gangguan

Uji Fisher Exact digunakan untuk

metabolik yang sering terjadi pada usia

mengetahui

lanjut. Sekitar 90% kasus Diabetes Mellitus

riwayat keluarga dengan kejadian penyakit

didiagnosis sebagai Diabetes Mellitus tipe 2

tidak menular. Dilihat pada tabel 2, memiliki

atau

riwayat keluarga yang menderita PTM tidak

Non

Dependent

Diabetes

Mellitus

hubungan

(NDIDM) yang onsetnya muncul setelah usia

berhubungan

45 tahun. Diabetes Mellitus tipe 2 diakibatkan

kejadian

karena

C.I.=0,373-7,072).

meningkatnya

resistensi

insulin

secara

PTM

antara

bermakna

(p=0,726; Hal

variabel

dengan

OR=1,625;

ini

95

menunjukkan

sehingga menyebabkan gangguan influks

bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna

glukosa ke dalam sel.2,8 Hipertensi dan

dalam kejadian PTM antara responden yang

abnormalitas metabolisme lipoprotein juga

memiliki riwayat keluarga dan yang tidak

sering ditemukan pada penderita Diabetes

memiliki riwayat keluarga. Uji Chi Square

mellitus sehingga keduanya berkontribusi

digunakan

terhadap

antara

munculnya

komplikasi.

Dalam

untuk

variabel

mengetahui jenis

kelamin

hubungan dengan

penelitian ini, responden yang dipilih adalah

kejadian PTM. Berdasarkan tabel 2, jenis

yang berusia 45 tahun keatas, sehingga

kelamin tidak berhubungan secara bermakna

merupakan kelompok yang berisiko tinggi

dengan kejadian penyakit menular (p=0,614;

untuk mengalami penyakit degeneratif seperti

OR=0,725; 95% C.I.=0,207-2,542). Hal ini

hipertensi dan diabetes mellitus.

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dalam kejadian PTM antara

3.2. Faktor-Faktor dengan

yang

Kejadian

Berhubungan Penyakit

Tidak

reponden

jenis

kelamin

laki-laki

dan

perempuan.

Menular di Padukuhan Jodag

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

5


Tabel 2. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Tidak Menular (Hipertensi

dan

Diabetes

Mellitus)

di

Padukuhan Jodag Periode Bulan September 2013 (n = 49) Faktor-Faktor yang No.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

6.

8.

9.

10.

11.

Kejadian PTM

Berhubungan

Sehat

PTM

Frekuensi

Persentase

Frekuensi

Persentase

Tidak ada

13

35,1

24

64,9

Ada

3

25

9

75

Perempuan

10

30,3

23

69,7

Laki-laki

6

37,5

10

62,5

< 60 tahun

10

50

10

50

> 60 tahun

6

20,7

23

79,3

Menikah

10

30,3

23

69,7

Sendiri

6

37,5

10

62,5

Berat

9

75

3

25

Ringan

10

27

27

73

Tinggi

2

66,7

1

33,3

Rendah

14

30,4

32

69,6

Ya

1

20

4

80

Tidak

15

34,1

29

65,9

Tidak

13

44,8

16

55,2

Ya

3

15

17

85

Ya

11

50

11

50

Tidak

5

18,5

22

81,5

Tidak

13

34,2

25

65,8

Ya

3

33,3

6

66,7

Rendah

15

33,3

30

66,7

Tinggi

1

25

3

75

p

OR

95% C.I.

0,726

1,625

0,373-

Riwayat keluarga

7,072

Jenis kelamin 0,614

0,725

0,2072,542

Usia 0,032*

3,833

1,09313,45

Status pernikahan 0,614

0,725

0,2072,542

Pekerjaan 0,046*

2,7

0,70410,355

Pendidikan 0,245

4,571

0,38254,657

Pengetahuan 1,000

0,483

0,504,717

Merokok 0,029*

4,604

1,10319,22

Olahraga 0,019*

4,40

1,22215,843

Obesitas 0,666

1,387

0,3146,132

Konsumsi garam 1,000

1,50

0,14415,673

Konsumsi gula BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

6

Rendah

16

33,3

32

66,7

Tinggi

0

0

1

100

1,000

0,667

0,5460,814


10.

Konsumsi garam

11.

Rendah

15

33,3

30

66,7

Tinggi

1

25

3

75

Rendah

16

33,3

32

66,7

Tinggi

0

0

1

100

1,000

1,50

0,14415,673

Konsumsi gula

Uji

Square

0,5460,814

seperti pemendekan telomere, sel progenitor,

mengetahui hubungan antara variabel usia

mikropartikel bersirkulasi, dan faktor-faktor

dengan kejadian PTM. Berdasarkan tabel 2,

epigenetik

usia berhubungan secara bermakna dengan

terhadap terjadinya hipertensi pada lansia.17

penyakit

digunakan

0,667

untuk

kejadian

Chi

1,000

menular

(p=0,032;

yang

Uji

Chi

mungkin

Square

berkontribusi

digunakan

untuk

OR=3,833; 95% C.I.=1,093-13,45). Hal ini

mengetahui hubungan antara variabel status

menunjukkan bahwa responden dengan usia ≼

pernikahan

60

Berdasarkan tabel 2, status pernikahan tidak

tahun

dengan

berhubungan kejadian

responden

secara

PTM

berusia<60

signifikan

dibandingkan

tahun.

Nilai

OR

dengan

berhubungan kejadian

kejadian

secara

PTM.

bermakna

penyakit

menular

dengan (p=0,614;

sebesar 3,833 berarti responden berusia ≼ 60

OR=0,725; 95% C.I.=0,207-2,542). Hal ini

tahun memiliki risiko 3,833 kali lebih besar

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

untuk menderita PTM dibandingkan responden

yang bermakna dalam kejadian PTM antara

berusia <60 tahun. Penelitian-penelitian lain

reponden yang menikah maupun yang sendiri.

juga menunjukkan bahwa risiko mengalami penyakit

tidak

Chi

dengan

responden dengan kejadian penyakit tidak

meningkatnya usia.5,17 Hipertensi dan Diabetes

menular. Dilihat pada tabel 2, pekerjaan

mellitus

memiliki hubungan secara bermakna dengan

diderita

oleh

lansia.

kejadian

untuk memahami hipertensi pada populasi

C.I.=0,704-10,355).

lansia adalah peningkatan disfungsi vaskuler.

bahwa terdapat perbedaan yang bermakna

Beberapa mekanisme yang telah diketahui

dalam kejadian PTM antara responden yang

turut

memiliki

dalam

perkembangan

jenis

(p=0,046;

pekerjaan

Penelitian menunjukkan bahwa kunci gerbang

breperan

PTM

antara

untuk

lurus

prevalens

hubungan

digunakan

semakin

berbanding

mengetahui

Square

(PTM)

meningkat

menular

Uji

Hal

ini

pekerjaan

OR=2,7;

95

menunjukkan

berat

dengan

hipertensi lansia antara lain gangguan dalam

responden dengan pekerjaan ringan. Berdasar

system NO/cGMP, meningkatnya apoptosis

tabel 2. Diketahui nilai OR sebesar 2,7. Hal ini

seluler pada sel-sel endothelial, peningkatan

menunjukkan bahwa responden dengan jenis

konsentrasi metabolit aktif seperti advanced

pekerjaan

glycation end product (AGEs) bersamaan

peningkatan denyut jantung dan irama nafas)

dengan meningkatnya proses oksidasi dan

memiliki risiko 2,7 kali lebih besar untuk

inflamasi. Saat ini penelitian menunjukkan

mengalami

ditemukannya mekanisme molekuler baru

yang

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

ringan

PTM

memiliki

(tidak

dibandingkan jenis

merangsang

responden

pekerjaan

berat

7


(merangsang peningkatan denyut jantung dan

responden yang memiliki riwayat merokok

irama nafas). Hal ini didukung oleh salah satu

berisiko 4,064 kali lebih besar untuk menderita

penelitian yang mengungkapkan bahwa pada

PTM dibandingkan responden yang tidak

responden yang tidak bekerja meningkatkan

memiliki riwayat merokok. Berbagai penelitian

resiko hipertensi 8,6 kali lebih besar daripada

epidemiologis menunjukkan secara kuat dan

responden yang bekerja.18

konsisten hubungan antara merokok dengan

Uji Fisher Exact digunakan untuk mengetahui

hubungan

antara

tingkat

kejadian penyakit kardiovaskuler baik pada laki-laki maupun perempuan. Hasil penelitian

pendidikan dengan kejadian penyakit tidak

sebelumnya

menular.

tingkat

merokok dan hipertensi berhubungan secara

secara

signifikan dimana merokok merupakan faktor

Berdasarkan

pendidikan

tidak

tabel

2,

berhubungan

juga

menunjukkan

hipertensi.19,20,21

bermakna dengan kejadian PTM (p=0,245;

resiko

OR=4,571; 95 C.I.= 0,382-54,657). Hal ini

Merokok

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

karena memiliki kontribusi yang signifikan

yang bermakna dalam kejadian PTM antara

terhadap

responden yang memiliki tingkat pendidikan

kardiovaskuler seperti infark miokard dan

tinggi

tingkat

penyakit arteri koroner. Dalam kandungan

pendidikan rendah. Uji Fisher Exact digunakan

asap rokok diperkirakan terdapat >1015 radikal

untuk

bebas/sedotan.22

dan

responden

mengetahui

dengan

independen

bahwa

dari

merupakan

ancaman

morbiditas

kesehatan

dan

hubungan

antara

penyakt

dengan

proses inflamasi, thrombosis, dan oksidasi

kejadian penyakit tidak menular. Dilihat pada

low-density lipoprotein kolesterol. Penelitian

tabel

saat eksperimen dan klinis saat ini mendukung

pengetahuan

2,

tentang

tentang

pernah PTM

mendapatkan

tidak

informasi

berhubungan

secara

hipotesis

Merokok

mortalitas

bahwa

meningkatkan

paparan

meningkatkan

OR=0,483; 95 C.I.= 0,50-4,717). Hal ini

mekanisme

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

disfungsi kardiovaskuler. Dalam

yang bermakna dalam kejadian PTM antara

dengan

responden

mendapatkan

penting dalam hal ini adalah terganggunya

informasi tenang PTM dengan yang belum

vasodilatasi endothelial (endothelial dependent

pernah mendapatkan infomasi.

vasodilatation/EDV) pada individu perokok

Uji

Chi

pernah

Square

digunakan

untuk

sebagai

potensial

kejadian

akibat

oksidatif

rokok

bermakna dengan kejadian PTM (p=1,000;

yang

stress

asap

untuk

hipertensi,

menurunnya

sebagai

menginisiasi kaitannya mekanisme

biosintesis,

mengetahui hubungan antara merokok dengan

bioavailabilitas dan aktivitas nitric oxide (NO).

kejadian PTM. Berdasarkan tabel 2, riwayat

NO adalah radikal bebas heterodiatomik yang

merokok

bermakna

memiliki fungsi vasodilatasi pada dinding

menular

pembuluh darah.23 Studi menunjukkan adanya

(p=0,029; OR=4,604; 95% C.I.=1,103-19,22).

hubungan yang erat antara merokok dengan

Hal ini menunjukkan bahwa responden yang

penutunan biosintesis, bioavailabilitas dan

sedang atau pernah merokok berhubungan

produksi

secara signifikan dengan kejadian PTM. Nilai

menunjukkan bahwa gangguan NO pada

OR sebesar 4,064 dapat disimpulkan bahwa

perokok

dengan

berhubungan kejadian

secara

penyakit

tidak

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

NO.24,25

diakibatkan

Beberapa

oleh

reaksi

penelitian

reactive

8


oxygen

species

menyebabkan Gangguan

pada

terjadinya

inilah

disfungsi

rokok

yang

endothelial

yang

kombinasi olahraga aerobik dan resistensi

stress

oksidatif.

lebih efektif dalam manajemen gula darah dan

disebut

dengan

yang

meningkatnya tahanan

menyebabkan

dibanding

jika

tidak

dikombinasikan.27,28 Uji Fisher Exact digunakan untuk

dinding arteri sehingga meningkatkan tekanan

mengetahui hubungan antara obesitas dengan

darah pada seorang perokok.23

kejadian PTM. Dilihat pada tabel 2, obesitas

Chi

untuk

tidak berhubungan secara bermakna dengan

olahraga

kejadian PTM (p=0,666; OR=1,387; 95 C.I.=

menular.

0,314-6,132). Hal ini menunjukkan bahwa

Dilihat pada tabel 2, olahraga berhubungan

tidak ada perbedaan yang bermakna dalam

secara

PTM

kejadian PTM antara responden obesitas

(p=0,019; OR=4,40; 95 C.I.=1,222-15,843).

dengan yang tidak obesitas. Uji Fisher Exact

Hal

digunakan untuk mengetahui hubungan antara

mengetahui dengan

Square

total

darah

pada

Uji

perifer

tekanan

hubungan

kejadian

antara

penyakit tidak

bermakna

ini

digunakan

dengan

menunjukkan

kejadian

bahwa

terdapat

perbedaan yang bermakna dalam kejadian

konsumsi garam dengan

PTM antara responden yang berolahraga dan

Dilihat pada tabel 2, konsumsi garam tidak

tidak berolahraga. Dilihat dari nilai OR sebesar

berhubungan

4,40,

bahwa

kejadian PTM (p=1,000; OR=1,50; 95 C.I.=

responden yang tidak berolahraga berisiko

0,144-15,673). Hal ini menunjukkan bahwa

4,40 kali lebih besar untuk menderita PTM

tidak ada perbedaan yang bermakna dalam

dibanding

berolahraga.

kejadian PTM antara responden yang banyak

Beberapa penelitian menunjukkan hal yang

mengkonsumsi garam (≼ 3 gram/hari) dengan

sama bahwa olahraga berhubungan secara

responden yang sedikit mengkonsumsi garam

maka

dapat

disimpulkan

responden

signifikan

hipertensi.26

bermakna

dengan

Terdapat

(< 3 gram / hari). Uji Fisher Exact digun akan

peningkatan hipertensi dengan penurunan

untuk mengetahui hubungan antara konsumsi

fisik.19

gula dengan kejadian PTM. Berdasarkan data

aktivitas

dengan

yang

secara

kejadian PTM.

olah

raga

atau aktivitas

Olahraga merupakan elemen kunci dalam

pada

pencegahan dan manajemen diabetes tipe 2.27

berhubungan

Telah diketahui melalui berbagai penelitian

kejadian PTM (p=1,000; OR=0,667; 95 C.I.=

bahwa melakukan aktivitas fisik secara teratur

0,546-0,814). Hal ini menunjukkan bahwa

meningkatkan kontrol gula darah dan dapat

tidak ada perbedaan yang bermakna dalam

mencegah diabetes tipe 2, dan mempengaruhi

kejadian PTM antara responden yang banyak

secara positif terhadap profil lipid, tekanan

mengkonsumsi gula dengan responden yang

darah,

sedikit mengkonsumsi gula.

penyakit

kardiovaskuler,

dan

tabel

2,

konsumsi

secara

gula

bermakna

tidak dengan

meningkatkan kualitas hidup. Dalam kaitannya dengan penyakit diabetes mellitus, olahraga

3.3. Analisis Multivariat Terhadap Faktor-

secara teratur mampu meningkatkan produksi

Faktor yang Mempengruhi Kejadian

dan aksi insulin.27 American College of Sport

Penyakit Tidak Menular

Medicine bersama dengan American Diabetes Association

merekomendasikan

bahwa

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

Regressi

logistik

digunakan

untuk

mengetahui variabel yang paling dominan

9


mempengaruhi

kejadian

penyakit

Ratio (OR) sebesar 0,200

tidak

menular. Variabel yang dimasukkan dalam

bahwa

regressi logistik adalah variabel yang dalam

berolahraga memiliki risiko 0,200 kali lebih

analisis bivariat memiliki nilai p<0,25 yaitu

besar untuk mengalami penyakit tidak menular

usia, pekerjaan, pendidikan, merokok, dan

dibandingkan

olahraga.

berolahraga (OR = 0,200; 95% CI = 0,041-

Hasil

analisis

multivariat

responden

dapat diartikan

yang

responden

tidak

biasa

yang

rutin

diperlihatkan oleh tabel 3 berikut ini :

0,985). Dilihat dari interval kepercayaannya,

Tabel 3. Hasil analisis regressi logistik

maka menunjukkan rentang yang sempit

terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

sehingga

kejadian

di

dalam penelitian ini memiliki akurasi yang baik.

padukuhan Jodag Periode September 2013

Dilihat dari nilai Adjusted R Square (đ?‘…2 )

(n=49)

sebesar 0,449 maka dapat diartikan bahwa

penyakit

tidak

menular

mengindikasikan bahwa

temuan

Kejadian PTM No.

1.

2.

3.

4.

5.

Faktor

PTM

Sehat

f

%

f

%

< 60 tahun

10

50

10

50

> 60 tahun

23

79,3

6

20,7

Berat

3

25

9

75

Ringan

27

73

10

27

Tidak

16

55,2

13

44,8

Ya

17

85

3

15

Tinggi

1

33,3

2

66,7

Rendah

32

69,6

14

30,4

Ya

11

50

11

50

Tidak

22

81,5

5

18,5

p

OR

95% C.I.

0,053

0,208

0,042-1,123

0,076

0,109

0,009-1,260

0,065

0,093

0,07-1,156

0,526

0,354

0,014-8,728

0,048*

0,200

0,041-0,985

đ?‘šđ?&#x;?

Usia

Pekerjaan

Merokok 0,449

Pendidikan

Olahraga

Berdasarkan analisis regressi logistik,

variabel-variabel

dalam

penelitian

ini

Olahraga merupakan satu-satunya faktor yang

memberikan bobot sumbangan sebesar 44,9

mempengaruhi

tidak

% terhadap kejadian penyakit tidak menular di

menular (PTM) pada warga padukuhan Jodag

padukuhan Jodag. Sedangkan sebesar 55,1 %

(p=0,048). Sedangkan faktor-faktor lain seperti

sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak

usia, pekerjaan, merokok dan pedidikan tidak

diteliti dalam penelitian ini.

memberikan

terjadinya

pengaruh

penyakit

yang

bermakna

Olahraga merupakan elemen kunci

terhadap kejadian PTM (P>0,05). Nilai Odd

dalam pencegahan dan manajemen diabetes

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

10


tipe 2 dan juga pencegahan dan manajemen

hidup terutama

hipertensi.7,27

olahraga

Berbagai

penelitian

untuk mendorong perilaku

dan

penghentian

merokok

epidemiologis maupun klinis menunjukkan

diharapkan dapat mencegah kejadian penyakit

bahwa olahraga dan aktivitas fisik dengan

tidak menular pada komunitas.

jenis, durasi dan intensitas yang adekuat akan secara signifikan menurunkan tekanan darah dan kadar gula darah, baik sendiri maupun sebagai terapi tambahan bagi farmakologi.7,27 Latihan aerobik dengan intensitas ringan hingga moderat (sekitar 60% hingga 85% denyut jantung maksimum per usia) lebih efektif dalam menurunkan tekanan darah ketika dibandingkan dengan olahraga dengan intensitas yang lebih tinggi. Hal ini didukung oelh beberapa penelitian bahwa tidak ada perbedaan kadar gula darah antara diabetisi yang melakukan olahraga intensitas sedang dengan tinggi.28 Menurut the American College of Sports Medicine, the European Society of Hypertension, dan the European Society of Cardiology merekomendasikan tipe primer olahraga untuk manajemen hipertensi adalah harus bersifat aerobik dan diselingi dengan latihan resistensi. Latihan ini dapat dicapai dengan

jalan

santai,

bersepeda,

atau

berenang selama sekitar 30-45 menit. Latihan isometrik

seperti

angkat

beban

harus

dihindari.7

DAFTAR PUSTAKA 1. Foex,

P;

Sear,

JW.

Hypertension:

and

Treatment.

pathophysiology Continuing

Education

in

Anaesthesia,

Critical Care & Pain ; Volume 4, Number 3, 2004 2. Anania, Pamela C. (2011). Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : Indeks 3. Babatsikou,

Fotoula;

Zavitsanou,

Assimina. Epidemiology of hypertension in the

elderly.

Health

Science

Journal.

VOLUME 4, ISSUE 1 (2010) 4. Yusuf S., Reddy S., Ounpuu S., Ounpuu S., Anand S. 2001. Global burden of cardiovascular disease. Part 1: General considerations,

the

epidemiologic

transition, risk factors and impact of urbanization. Circulation;104:2746-53. 5. Rahajeng, Ekowati; Tuminah, Sulistyowati. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di

Indonesia.

Indonesia,

Majalah

Volum:

59,

Kedokteran Nomor:

12,

Desember 2009 4. KESIMPULAN Prevalensi (hipertensi

dan

6. Kokkinos, Peter F; Giannelou, Angeliki; penyakit diabetes

tidak

menular

mellitus)

Manolis, Athanasios; Pittaras, Andreas.

di

Physical Activity in the Prevention and

padukuhan Jodag adalah sebesar 64,3%.

Management of High Blood Pressure.

Faktor yang berhubungan secara signifikan

Hellenic Journal Cardiology, 2009; 50: 52-

dengan kejadian peyakit tidak menular ini

59

adalah usia, pekerjaan, perilaku merokok, dan

7. American Diabetes Association. Diagnosis

olahraga. Olahraga merupakan satu-satunya

and Classification of Diabetes Mellitus.

faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit

DIABETES

tidak menular. Intervensi-intervensi kesehatan

SUPPLEMENT 1, JANUARY 2012; Pages

yang ditujukkan untuk merubah perilaku gaya

S64-S71

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

CARE,

VOLUME

35,

11


8. Wild,

Sarah;

Roglic,

Gojka;

Green,

New and Old Mechanisms Associated with

Anders; Sicree, Richard; King, Hilary.

Hypertension in the Elderly. International

Global Prevalence of Diabetes : Estimates

Journal of Hypertension, (2012), Pages 1-

for the year 2000 and projections for 2030.

10

Diabetes Care; 27:1047–1053, 2004

17. Khin, LMM., Tassanee, S., Oranut, P.,

9. Yogiantoro, M. Hipertensi Esensial. In:

Chaweewon,

B.

Risk

Factors

For

Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Peyakit

Hypertension Among Rural Thais. 2011.

Dalam Jilid I Edisi IV. 2006.

Southeast

Jakarta:

Suzane;

Calhoun,

Journal

of

Tropical

Medicine and Public Health. 42(1): 208-

FKUI, pp: 610-14. 10. Oparil,

Asian

Zaman,

Hypertension. Annals Internal Medicine.

Deger, O., Topbas, M. Prevalence of

2003;139:761-776.

prehipertension and Hypertension and

Prevention.

Pathogenesis

217 18. Erem, C., Hachisanoglu, A., Kocak, M.,

for

A.

Amin; of

11. Center

David

M

Disease (2012).

Control

Diabetes

and

Mellitus.

Associated Risk Factors Among Turkish Adults:

Trabzon

Hypertension

Study.

Diakses dari Centers for Disease Control

2008. Journal of Public Health. 31(1):47-

and

58. doi:10.1093/pubmed/fdn078

Prevention:

http://www.cdc.gov/diabetes,

19. Huang, J., Zhang, W., Li, X., Zhou, J.,

http://www.cdc.gov/nchs

Gao, Y., Cai, Y., Lin, X., Lai, X., Wu, Y.,

12. Joint National Committee on Prevention,

Huang, B., Chen, Z., Zhu, S., Chen, Z.,

Detection, Evaluation, and Treatment of

Lin,

High Blood Pressure (JNC). The Seventh

Prevalence

Report

Hypertension un the She Population in

of

the

JNC

(JNC-7).

JAMA.

2003;289(19):2560-72.

Dasar

(2008).

(Riskesdas)

Chen,

G.

and

Analysis Risk

of

The

Factors

of

Fujian, China. 2011. Kidney Blood Press

13. Badan Penelitian dan Kesehatan.

Y.,

Pengembangan

Riset 2007.

Res. 34:69-74. doi: 10.1159/000323164

Kesehatan

20. Asgari, R., Galson, S., Shankar, H.,

Departemen

O'Brien, C., Arole, S. Hypertension, Pre-

Kesehatan Republik Indonesia 14. Bonita R. Surveillance of risk factors for

Hypertension,

and

Factors

a

in

Asssociated Subsistent

Risk Farmer

non-communicable diseases: the WHO

Community in Remote Rural Central India.

stepwise approach. Summary. Geneva:

2012.

World Health Organization; 2001.

10.1007/s10389-012-0536-5

J

Public

Health.

doi

15. Franklin SS, Khan SA, Wong ND, Larson

21. Ambrose, John A; Barua, Rajat S. The

MG, Levy D. Is pulse pressure useful in

Pathophysiology of Cigarette Smoking and

predicting risk for coronary heart disease?

Cardiovascular Disease : An Update.

The Framingham heart study. Circulation

Journal

1999; 100: 354–60

Cardiology; Vol. 43, No. 10, 2004, pages

16. Mateos-Caceres,

Petra

J;

Zamorano-

Leon, Jose J; Rodriguez-Sierra, Pablo; Macaya, Carlos; Lopez-Farre, Antonio.

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

of

the

American

College

of

1731-1737 22. Kojda,

Georg;

Harrison,

David.

Interactions between NO and reactive

12


oxygen

species:

pathophysiological

in

atherosclerosis,

importance

hypertension, diabetes and heart failure. Cardiovascular Research 43 (1999) 562– 571 23. Barua, Rajat S; Ambrose, John A; EalesReynolds, L; DeVoe, Mary C; Zervas, John

G;

Saha,

Dysfunctional

Dhanonjoy

Endothelial

Nitric

C. Oxide

Biosynthesis in Healthy Smokers With Impaired

Endothelium-Dependent

Vasodilatation.

Circulation.

2001;104:1905-1910 24. Talukder,

Wesley

Saradhadevi

M.

Varadharaj,

Johnson, Jiarui

Lian,

Patrick N. Kearns, Mohamed A. El-Mahdy, Xiaoping Liu, and Jay L. Zweier. Chronic cigarette smoking causes hypertension, increased oxidative stress, impaired NO bioavailability, endothelial dysfunction, and cardiac remodeling in mice. Am J Physiol Heart Circ Physiol 300: H388–H396, 2011. 25. On’Kin, JB Kasiam Lasi; Longo-Mbenza, B;

Okwe,

Nge;

Kabangu,

NK;

Mpandamadi, SD; Wemankoy, O; He, J. Prevalence and risk factors of diabetes mellitus in Kinshasa Hinterland. Int J Diabetes & Metabolism, (2008) 16: 97-106 26. Colberg,

Sheri

R;

Sigal,

Ronald

J;

Fernhall, Bo; Regensteiner, Judith G; Blissmer, Bryan J; Rubin, Richard R; Chasan-

Taber,

Ann;

Braun,

Barry.

Exercise and Type 2 Diabetes. DIABETES CARE,

VOLUME

33,

NUMBER

12,

DECEMBER 2010. Pages e147-e167 27. Sigal RJ, Kenny GP, Boule_ NG, et al. Effects of aerobic training, resistance training, or both on glycemic control in type 2 diabetes: a randomized trial. Ann Intern Med, 2007;147:357–69

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

13


Penelitian

SOLCRISPY : INOVASI SNACK TERUNG UNGU (SOLANUM MELONGENA L.) CRISPY SEBAGAI PEREDUKSI MOTILITAS SPERMATOZOA PADA TIKUS JANTAN Munfada Maulidiya Agustin*,Yesi Andriani*, Ni Made Putri*, Novita Wulan Dari*, Yulian Wiji Utami** *Mahasiswa

Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya **Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya ABSTRAK Indonesia menduduki posisi ke empat sebagai negara berpenduduk terbesar di dunia. Dalam menangani pertumbuhan penduduk, program kontrasepsi cenderung fokus kepada wanita daripada laki-laki. Inovasi snack sebagai kontrasepsi pada laki-laki memberikan efek dalam menurunkan motilitas dari spermatozoa. Snack tersebut adalah SolCrispy yang diperoleh dari beberapa bahan yang dicampurkan dengan terung ungu sebagai bahan utamanya. Terung ungu yang mengandung senyawa solasodin diharapkan mampu menghasilkan alat kontrasepsi baru yang mudah didapatkan dan murah karena dapat menurunkan kecepatan gerak dari sperma. Subjek yang digunakan adalah tikus jantan. Penulisan karya ini menggunakan desain true experimental in vivo, posttest only, control group. Metode yang digunakan yaitu melalui pemberian snack SolCrispy yang telah dihaluskan dan diberi air selama 15 hari dengan menggunakan sonde untuk mengetahui motilitas sperma dari tikus jantan. Tikus jantan akan dibagi menjadi empat kelompok dengan pemberian snack yang berbeda. Setelah 15 hari, maka tikus akan diambil spermanya dan diteliti motilitas dari sperma tersebut dan dibandingkan dengan motilitas sperma normal pada tikus jantan. Hasil dari penelitian membuktikan bahwa SolCrispy snack dari terung ungu dapat menjadi salah satu alternatif kontrasepsi pada laki-laki dan membantu menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Kata kunci : kontrasepsi laki-laki, SolCrispy, terung ungu

ABSTRACT Indonesia is the fourth position as the largest population country in the world. In order to ancticipate the growth of the population, contraception program was likely focusing in woman than man. Innovation of snack as a contraceptive for men that give effect to reduce the motility of spermatozoa. The snack is SolCrispy that was made from several composition that mixed with purple eggplant as the main material. The purple eggplant that contain solasodin expected to generate new contraceptives are easily available and cheap because can turn the sperm down. The subjects used were male rats. Writing this work using true experimental design in vivo, posttest only, control group. The method used by giving SolCrispy snack that has been refined and given water for 15 days by using the sonde to determine sperm motility of male rats . Male rats will be divided into four groups with different snack provision . After 15 days , rats will be taken and examined sperm motility of the sperm and compared with normal sperm motility in male rats. The research prove that SolCrispy snack of purple eggplant could be one alternative contraception for man and helps lower the rate of population growth. Keywords : contraception for man, purple eggplant,SolCrispy

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

14


1. PENDAHULUAN

Selain itu, antosianin yang terkandung di

1.1. Latar Belakang

dalam

kulit

terung

ungu

merupakan

Dalam melaksanakan pembangunan

antioksidan yang ampuh dalam scavenger

nasional, Indonesia masih dihadapkan pada

terhadap radikal bebas dan bersifat protektif

masalah

jumlah

terhadap peroksidasi 3.

Menurut

hasil

penduduk

besar. 2010

Penggorengan vakum adalah suatu

menunjukan jumlah penduduk di Indonesia

metode pengurangan kadar minyak pada

terus meningkat mencapai 237.641.326 jiwa

produk

pada tahun 2010 dengan laju pertumbuhan

kandungan nutrisi dari bahan untuk membuat

penduduk (LPP) yang cukup tinggi yaitu 1,49

produk. Teknologi ini dapat digunakan untuk

persen.

jumlah

memproduksi produk keripik dengan tekstur

persentase natalitas di Indonesia yang tinggi.

yang lebih renyah (lebih kering).3 Selain itu,

Saat ini angka kelahiran di Indonesia masih

keripik merupakan bentuk makanan yang

Hal

sensus

yang

ini

terjadi

dilakukan

kelahiran

karena

pertahun.1

mencapai 2,6 juta telah

penduduk

untuk

Upaya yang

menekan

diantaranya

melalui

angka

sambil

maupun camilan. Dengan

melongena

yang

Indonesia masih terbatas. Metode kontrasepsi

penggorengan

pria

temuan

dari

demikian

inovasi

yang

ditawarkan yakni SolCrispy, produk Solanum

Penggunaan kontrasepsi pada pria di

22%

mempertahankan

digemari baik sebagai tambahan makanan

program

Keluarga Berencana (KB).

hanya

tetap

seluruh

metode

vakum

snack

diproses

dengan

diharapan

menjadi

alternatif

dikonsumsi

wanita selain vasektomi. Kontrasepsi pada

khususnya laki-laki sebagai alternatif dalam

pria adalah dengan menggunakan kondom

membantu

dan metode coitus interuptus yang dapat

Selain itu, SolCrispy merupakan snack murah

mengurangi rangsangan seksual serta metode

dan

vasektomi

membantu

dengan

cara

memotong

dan

oleh

dapat

kontrasepsi yang diterapkan pada pria dan

efektif

langsung

yang

menurunkan

yang

motilitas

berefek

menurunkan

masyarakat

tinggi

laju

sperma.

dalam

pertumbuhan

mengikat saluran sperma pria yang dilakukan

penduduk. Dengan terkendalinya laju tersebut,

dengan operasi. Kelemahan alat kontarsepsi

maka dapat menghasilkan keluarga yang

kondom memberikan ketidaknyamanan pada

memiliki kualitas tinggi dan kesejahteraan

pasangan,

dapat meningkat.

vasektomi

menyebabkan

terjadinya

(sterilisasi) gangguan

pada

imunoglobulin.2

1.2. Perumusan Masalah

Solanum melongena L. merupakan tanaman

asli

daerah

tropis

yang

dapat

ditemukan diseluruh Indonesia. Tanaman ini

Bagaimana SolCrispy

dalam

pengaruh mereduksi

pemberian motilitas

spermatozoa pada tikus jantan?

mengandung senyawa alkaloid solasodin atau solanin antara 2,0%-3,5%. Senyawa ini secara signifikan

dapat

menurunkan

kualitas

1.3. Tujuan Program Mengetahui

membran semen manusia seperti motalitas,

SolCrispy

visibilitas, dan integritas membrane sperma.

spermatozoa pada tikus jantan.

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

dalam

pengaruh mereduksi

pemberian motilitas

15


1.4. Luaran yang Diharapkan

Sampel penelitian adalah model tikus

Munculnya alternatif terapi baru untuk

putih (Rattus novergicus) strain Wistar jantan,

mereduksi motilitas spermatozoa pada tikus

berusia 2-3 bulan, berat badan 150-250 gram.

jantan

Dalam

dengan

(Solanum

memanfaatkan

melongena

L.

SolCrispy

Crispy).

Hasil

penelitian

maka jumlah hewan coba untuk masing-

penelitian ini diharapkan mampu memiliki

masing

dasar

menggunakan

teori

tentang

kegunaan

SolCrispy

ini terdapat 4 kelompok,

perlakuan

sebagai alternatif kontrasepsi yang efektif dan

melalui rumus :

murah.

P ( n-1 ) ≥ 15

dapat

Jumlah

dicari

sampel

dengan

ditentukan

Keterangan : 4 ( n-1 ) ≥ 15

2. METODE

P : jumlah perlakuan

2.1. Metode Penelitian Penelitian kuantitatif

ini

secara

adalah

n–1≥4

penelitian

eksperimental

n : banyaknya sampel

murni

n ≥ 5 (pembulatan)

menggunakan desain true experimental in

Jadi dalam penelitian ini jumlah sapel

vivo, posttest only, control group design untuk mengetahui

pengaruh

Solcrispy

terhadap

motilitas spermatozoa pada tikus dengan membagi tikus menjadi empat kelompok. Pada

tiap

perlakuan

minimal

5

ekor

tikus.

Menggunakan tehnik pengambilan sampel dengan simple random sampling.

empat kelompok tersebut, satu kelompok tidak diberikan Solcrispy sedangkan tiga kelompok lain diberi Solcrispy dengan berbagai dosis.

2.4. Prosedur Penelitian Pemeliharaan Hewan Coba Dilakukan

20 ekor tikus jantan Rattus Norvegicus

persiapan

pemeliharaan

hewan coba mulai dari kandang pemeliharaan hewan coba, anyaman kawat, sekam, botol minum, alat semprot, tempat makan, pakan

Kel.1

Kel.2

Kel.3

Kel. 4

cornfeed, hewan berupa tikus jantan rattus norvegicus galur wistar dan seleksi tikus (usia,

4,9 gr

9,4 gr

14,1 gr

Gambar 1. Bagan Desain Penelitian

berat badan, jenis kelamin, kesehatan). Tikus diadaptasikan di dalam

laboratorium

faal

FKUB selama tujuh hari dan dibagi dalam 2.2. Variabel Penelitian -

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Solcrispy (Solanum melongena L. Crispy)

-

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah: motilitas spermatozoa tikus.

empat kelompok. Persiapan Solcrispy SolCrispy terbuat dari terong ungu (Solanum

melongena

l.).

terong

terlebih

dahulu divalidasi di laboratorium taksonomi tumbuhan

untuk

memastikan

jenisnya.

Kemudian, terong dicuci bersih dan diiris 2.3. Objek dan Sampel

tipis,setelah

itu

digoreng

ke

dalam

penggorengan vakum. Setelah jadi, produk

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

16


dihancurkan dengan menggunakan bender

mengalami

untuk memudahkan iduksi ke hewan coba.

keseimbangan sehingga terjadi penurunan

Induksi Solcrispy

motilitas pada sperma. Hal tersebut dibuktikan

Induksi

gangguan

dengan hasil analisa pada motilitas sperma

yang

yaitu p=0,015. Nilai p menunjukkan bahwa

berbeda. Pada perlakuan I diberikan dosis 4,1

terdapat pengaruh berupa penurunan motilitas

g, perlakuan II 9,4 g, dan perlakuan III 14,1 g.

sperma pada tikus jantan setelah pemberian

Induksi

SolCrispy.

dosis

dengan

Solcrispy

dilakukan

dan

pada

berbagai

solcrispy

perubahan

tiga

dilakukan

dosis

dengan

cara

peroral yang dicampurkan dengan pakan cornfeed tikus dengan perbandingan 1:1.

4. KESIMPULAN & SARAN

Pengukuran Motilitas Sperma

4.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan perlakuan selama 15 hari, dilakukan evaluasi pada motilitas sperma tikus. Dilakukan pembedahan pada tikus dan mengambil organ epididimisnya, diurut sehingga sperma tikus keluar dan ditampung

dalam

objek

glass. Langsung

dilakukan pemeriksaan secara manual dengan mikroskop.

Berdasarkan dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberian SolCrispy secara oral mampu menurunkan motilitas sperma pada tikus jantan rattus norvegicus karena terdapat perdaan hasil penelitian. Perbedaan berupa ditemukannya perbedaan penurunan motilitas sperma pada pemberian dosis 0, dosis 4,1g, dosis 9,4 g, dan dosis 14,1 g.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Analisa statistik

4.2. Saran

Hasil analisis Willcoxon Z = -2.426, p

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

= 0,015 yang mengartikan bahwa p < alfa. Jika

untuk mengetahui efek samping solcrispy

p < Îą maka Ho ditolak atau dapat diartikan

serta perlu dilakukan pengembangan penelitia

terdapat

untuk mengetahui manfaat lain dari solcrispy

perbedaan

penurunan

motilitas

sperma pada pemberian dosis 0, dosis 4,1g, dosis 9,4 g, dan dosis 14,1 g.

DAFTAR PUSTAKA 1) Syarief, S. Kendalikan Laju Pertumbuhan

3.2. Pembahasan

Penduduk

SolCrispy merupakan makanan yang terbuat dari terong ungu (Solanum melongena L.) yang terlebih dahulu diolah sehingga berbentuk crispy. Pada terong ungu terdapat senyawa solasodin yang dapat mempengaruhi aktifitas ATP-ase dalam sel sperma dibagian tengah

ekor.

Hal

tersebut

menyebabkan

homeostasis internal dari ion kalium dan natrium terganggu. Motilitas sperma yang bergantung

kepada

ion

tersebut

akan

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

Indonesia.

2010.

http://www.targetmgds.org. Diakses pada Desember 2012. 2) Adimulya,

A.

Prospek

Penelitian

dalamBidang Andrologi Untuk Menunjang NKKBS. Bandung : Dalam Simposium Genetika dan Andrologi. 1990. 3) Shyu, S., Hau, L. dan L. S. Hwang. Effect of

Vacuum

Frying

on

The

Oxidative

Stability of Oils. Journal of American OilChemical Society, 75. 1998.

17


4) Alfaina,W. Pengaruh Solasodin Terhadap Diameter

Tubulus

Seminiferus

dan

Gambaran Sel-Sel Spermatogenik Mencit (Mus

Musculus)

Dewasa.

Jurnal

Kedokteran Yarsi 10;56-65. 2002. 5) Baziad

A.

Kontrasepsi

hormonal.Edisi

pertama. Bina Pustaka : Jakarta2002:9810. 6) Dwi.2010. Terung Ungu (Eggplant Local). 7) Handelsman

DJ.

A

hormonal

male

contraceptive: from wish to reality. Med Journ of Aust 2000;176:204-205 Diakses pada tanggal 20 Oktober 2012 8) Saifudin, Pelayanan

Abdul

B.

Panduan

Kontrasepsi.

Bina

Praktis Pustaka:

Jakarta. 2003.

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

18


Penelitian

PENGARUH PEMBERIAN TOPIKAL EKSTRAK ETANOL KEDELAI (Glycine max) TERHADAP PEMBENTUKAN JARINGAN EPITEL PADA PERAWATAN LUKA BAKAR DERAJAT II PADA TIKUS WISTAR Rahmatuz Zulfia*, Yulian Wiji Utami**, Endang Asmaningsih*** *Mahasiswa

Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya **Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya ABSTRAK Luka bakar yang paling sering terjadi adalah luka bakar derajat II yang disebabkan oleh agen termal, seperti terkena siraman air panas yang biasa terjadi di rumah tangga. Proses penyembuhan luka bakar meliputi fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Pada fase proliferasi terjadi proses reepitelisasi yang meliputi mobilisasi, migrasi, mitosis, dan diferensiasi sel epitel untuk mengembalikan integritas kulit. Ekstrak etanol kedelai (Glycine max) mengandung isoflavon yang mempunyai mekanisme aktivitas antiinflamasi dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian topikal ekstrak etanol kedelai terhadap pembentukan jaringan epitel pada perawatan luka bakar derajat II pada tikus Wistar. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan sampel terdiri dari 24 ekor tikus putih galur wistar, dipilih dengan simple random sampling menjadi 4 kelompok, yaitu 1 kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan ekstrak etanol kedelai dengan konsentrasi 40%, 60%, dan 80%. Seluruh sampel diinduksi luka bakar derajat II dan dilakukan perawatan selama 15 hari. Analisis data pada variabel menggunakan uji One Way Anova dengan p=0,009 (p<0,05). Hasil uji One Way Anova menunjukkan bahwa terdapat pengaruh ekstrak etanol kedelai terhadap pembentukan jaringan epitel pada perawatan luka bakar derajat II. Uji Post Hoc menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan ekstrak kedelai 60% dengan kelompok perlakuan ekstrak kedelai 40%, dengan p=0.006 < Îą (0.05). Kesimpulan pada penelitian ini yaitu perawatan luka bakar menggunakan ekstrak etanol kedelai (Glycine max) dapat mempercepat pembentukan jaringan epitel. Kata kunci: kedelai, reepitelisasi, luka bakar

ABSTRACT The most common burns are second-degree burns which caused by thermal agents, such as exposed hot water that is happening in a household. Wound healing consist of the inflammation phase, proliferation, and maturation. In the proliferation phase, there is reepithelialization including mobilization, migration, mitosis, and differentiation of epithelial cell to repair the integrity of the skin. Ethanol soybean extract (Glycine max) contains isoflavones which have anti-inflammatory and antioxidant activity. This research aims to determine the effect of topically ethanol soybean extract to the reepithelialization on the second degree burn wound healing in Wistar rat. This research is a pure experimental and the sample consist of 24 rat Wistar strain, that is grouped into 4 groups according to simple random sampling: 1 control group and 3 ethanol soybean extract groups (concentration of 40%, 60%, and 80%). All samples were induced with second degree burns for 15 days. The analysis using One Way Anova test with p=0.009 (p<0.05). The result of One Way Anova test indicate that there are significant ethanol soybean extract to the reepithelialization on the second-degree burn treatment. The result of Post Hoc test show that there there are significant differences between treatment groups extract soybean 60% and treatment group soybean extract 40%, p=0.006 < Îą (0.05). The conclusion of this research is ethanol soybean extract (Glycine max) can increase reepithelialization on the wound healing. Keywords: soybean, reepithelialization, burns

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

19


1. PENDAHULUAN

menunjukkan gambaran granular. Pada fase

Luka bakar adalah kerusakan jaringan

tersebut, luka mulai berkontraksi, kemudian

karena kontak dengan agens, termal, kimiawi,

berlanjut dan luka tertutupi oleh jaringan

atau listrik

[43].

Luka bakar tidak hanya akan

regeneratif sehingga mulai tampak lapisan

mengakibatkan kerusakan kulit, tetapi juga

permukaan kulit (epitelisasi).

mempengaruhi seluruh sistem tubuh pasien.

Reepitelisasi perbaikan

tubuh

untuk

migrasi, mitosis, dan diferensiasi sel epitel.

mengkompensasi sehingga timbul berbagai

Penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh

macam

reepitelisasi, karena semakin cepat proses re-

mampu

komplikasi

penanganan khusus

lagi

yang

memerlukan

[28].

agen termal adalah luka bakar yang paling sering terjadi

meliputi

mobilisasi,

epitelisasi maka semakin cepat pula luka

Luka bakar yang disebabkan oleh [4].

yang

tahapan

Pada pasien dengan luka bakar luas (mayor) tidak

luka

merupakan

tertutup

sehingga

penyembuhan

semakin

luka.

cepat

Kecepatan

dari

Luka akibat tersiram air panas

penyembuhan luka dapat dipengaruhi dari zat-

merupakan salah satu contoh luka bakar

zat yang terdapat dalam obat yang diberikan,

termal yang biasanya menyebabkan luka pada

jika obat tersebut mempunyai kemampuan

sebagian lapisan kulit atau luka bakar derajat

untuk meningkatkan penyembuhan dengan

II. Luka bakar derajat II mengenai epidermis

cara merangsang lebih cepat pertumbuhan

dan sebagian dermis yang menyebabkan kulit

sel-sel baru pada kulit [26].

menjadi tidak elastis dan merah.

Cairan normal salin/NaCl 0,9% atau

Penyembuhan luka merupakan suatu

air steril merupakan cairan isotonis, tidak tok-

hubungan yang kompleks antara aksi selular

sik terhadap jaringan, tidak menghambat

dan biokimia yang akan mengawali proses

proses penyembuhan dan tidak menyebab-

pemulihan integritas struktural dan fungsional

kan reaksi alergi

[12].

dengan menumbuhkan kembali kekuatan pada

dilakukan

manusia,

jaringan yang terluka. Penyembuhan luka

dianggap sebagai pilihan perawatan luka

tersebut meliputi interaksi sel-sel berkelanjutan

dengan biaya rendah, mudah didapatkan, dan

dan

menyebabkan

merupakan agen topikal yang berkhasiat

terjadinya proses inflamasi, kontraksi luka,

dalam perbaikan kulit pada penyembuhan luka

reepitelisasi,

remodeling

bakar derajat II

pembentukan

jaringan

sel-sel

matriks

yang

jaringan, granulasi

dan

dengan

pada

[22].

Dari uji klinis yang normal

salin

Penelitian menunjukkan

bahwa normal salin ber-fungsi secara optimal

angiogenesis. Normalnya perkembangan fase-

dalam

fase penyembuhan luka dapat diprediksi,

bakteri pada luka jika teka-nan mekanik yang

sesuai dengan waktu yang diharapkan

[39].

Selama fase proliferasi, terdapat

mengangkat

ko-toran

dan

jumlah

digunakan saat irigasi adekuat. Akan tetapi alat pencucian luka yang sehari-hari sering

proses reparasi aktif dari jaringan yang rusak.

digunakan

Terbentuk berbagai sitokin yang mengontrol

menunjukkan

pembentukan kolagen dan pembuluh darah

dihasilkan dapat dikategorikan dalam tekanan

baru. Fase itu disebut fase granulasi sebab

rendah

gambaran luka yang sedang menyembuh

mengangkat kotoran dan jumlah bak-teri

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

di

rumah besarnya

sehingga

sakit

Indonesia

teka-nan

pengaruhnya

yang

dalam

20


belum optimal [37].

novergicus) galur Wistar. Pada rancangan ini

Kedelai

satu

terdapat 3 kelompok eksperimen dengan

isoflavon

pemberian ekstrak etanol kedelai konsentrasi

Sebagai

40%, 60% dan 80%, ser-ta 1 kelompok kontrol

salah satu golongan flavonoid, isoflavon juga

dengan pemberian NaCl (normal salin 0,9%).

mempunyai kemampuan sebagai antioksidan

Pemilihan sampel dengan cara simple random

dan mencegah peroksidasi lipid dengan cara

sampling ber-jumlah 24 ekor tikus putih jantan

menghentikan reaksi rantai radikal bebas pada

yang dibagi ke dalam 4 kelompok dengan

oksidasi

masing-masing kelompok berjumlah 6 ekor

tanaman

merupakan

yang

salah

mengandung

genistein, daidzein, dan glycitein

lipid.

senyawa

Antioksidan

yang

dapat

[20].

adalah

menetralkan

suatu atau

tikus.

melawan bahan toksik serta mengurangi terjadinya kerusakan sel pada tubuh yang diakibatkan oleh proses oksidasi radikal bebas [40].

Pembuatan Luka Bakar Derajat II. Menggunakan sterofoam berukuran

Dengan adanya kandungan antioksidan

2x2 cm yang dibalut kasa, dicelupkan pada air

pada ekstrak kedelai, maka diduga tahapan

yang telah mendidih 98째C selama 3 menit,

reepitelisasi yang meliputi mobilisasi, migrasi,

ditempelkan pada kulit punggung tikus selama

dan diferensiasi sel epitel dapat terjadi lebih

30 detik, berdasarkan hasil studi eksplorasi

cepat. Hal ini di-harapkan dapat segera

pada tanggal 31 Oktober 2012 di Laboratorium

mengembalikan inte-gritas kulit yang hilang

Farmakologi FKUB.

pada luka bakar dera-jat II. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian topikal ekstrak

Perawatan Luka Bakar Derajat II. Pembersihan

luka

pada

kelompok

etanol kedelai (Glycine max) terhadap pem-

eksperi-men dilakukan dengan memberikan

bentukan jaringan epitel pada luka bakar de-

NS 0,9% kemudian diberi ekstrak kedelai

rajat II. Penelitian ini juga akan mengidentifi-

konsentrasi

kasi dan membandingkan pembentukan ja-

diencerkan dengan aquades ke dalam spuit 3

ringan epitel pada luka bakar derajat II tikus

cc menggunakan rumus pengenceran sesuai

galur Wistar dengan pemberian normal salin

dengan konsentrasi masing-masing, diberikan

0,9% dan ekstrak etanol kedelai dengan ber-

secara topikal water base sebanyak 0,5 cc

bagau konsentrasi.

pada area luka. Pembersihan luka pada

40%,

60%

dan

80%

yang

kelompok kontrol dengan NS 0,9% kemudian dikompres dengan NS 0,9% sebanyak 0,5 cc

2. METODOLOGI PENELITIAN

yang diberikan dengan spuit 3 cc. Kemudian

Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif

secara

true

experimental

luka ditutup dengan kassa steril dan diplester. Perawatan luka dilakukan sekali setiap hari.

menggunakan desain post-test only control group design untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol kedelai (Glycine max) terhadap pembentukan jaringan epitel luka bakar derajat II pada tikus (Rattus

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

Pembuatan Ekstrak Kedelai. Proses

ekstraksi

dengan

metode

maserasi menggunakan 100 gram tepung kedelai (Glycine max) kering yang direndam

21


dengan etanol 96% hingga volume 1000 ml,

Identifikasi Reepitelisasi.

kemu-dian dikocok selama 30 menit dan

Mengiden-tifikasi

pembentukan

didiamkan selama 1 hari hingga mengendap.

jaringan epitel dilakukan dengan mengambil

Setelah itu mengambil lapisan atas campuran

preparat jaringan kulit untuk dibuat slide

etanol dengan zat aktif dan dimasukkan ke

histologi

dalam labu evaporasi 1 liter. Water bath diisi

menggunakan pewarnaan HE (Hematoksilin-

dengan

Eosin).

air

sampai

penuh,

semua

alat

dengan

Slide

pemotongan

histologi

kemudian

vertikal

discan

dipasang termasuk rotary evaporator, dan

menggunakan software Olyvia. Selanjutnya

pemanas water bath disambungkan dengan

dilakukan

aliran listrik. Larutan etanol dibiarkan memisah

reepitelisasi dari hasil scan preparat dengan

dengan zat aktif dan ditunggu hingga berhenti

perbesaran 100x, dibuat kotakan 1x1 mm

menetes pada labu penampung (Âą1,5-2 jam

yang akan digunakan sebagai satuan luas

untuk 1 labu). Hasil yang diperoleh kira-kira ½

untuk menentukan panjang luka total dan

dari tepung kedelai kering. Hasil ekstraksi

panjang

dimasukkan dalam botol plastik dan disimpan

Penghitungan persentase ree-pitelisasi pada

dalam freezer.

luka bakar derajat II menggunakan rumus [18]:

penghitungan

luka

yang

persentase

ditutupi

epitel.

Pengenceran Ekstrak Kedelai. Ekstrak

kedelai

diencerkan

menggunakan rumus:

dibandingkan dengan jumlah kotak yang dilalui

M1 x V1 = M2 x V2

oleh tepi luka untuk kemudian diketahui

Keterangan :

persentase reepitelisasi.

M1

: Konsentrasi sebelum pengenceran

V1

: Volume sebelum pengenceran

M2

: Konsentrasi sesudah pengenceran

V2 : Volume sesudah pengenceran Pengenceran

Jumlah kotak yang tertutupi epitel akan

Uji

asumsi

statistik

menggunakan

SPSS version 17 for Windows. Untuk menguji kedelai

apakah sampel penelitian berdistribusi normal,

dilakukan dengan menambahkan aquades

digunakan uji Kolmogorov-Smirnov (p>0,05).

sesuai rumus di atas, sehingga didapatkan

Uji homogenitas menggunakan Levene test (p

jumlah larutan sebagai berikut:

> 0,05). Uji One Way ANOVA (p < 0,05) untuk

-

-

-

ekstrak

Analisa Data.

Konsentrasi 40% : 1,2 ml ekstrak

mengetahui perbedaan yang signifikan antar

kedelai dilarutkan dengan 1,8 ml

kelompok uji coba dan dilanjutkan dengan uji

aquades.

Post Hoc Tukey HSD untuk mengetahui

Konsentrasi 60% : 1,8 ml ekstrak

kelompok

kedelai dilarutkan dengan 1,2 ml

signifikan di antara kelompok-kelompok uji

aquades.

coba.

perlakuan

mana

yang

paling

Konsentrasi 80% : 2,4 ml ekstrak kedelai dilarutkan dengan 0,6 ml aquades.

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

22


3. HASIL PENELITIAN 3.1. Hasil

Pengukuran

Jaringan

Epitel

Pembentukan

pada

Luka

Baka

Derajat II Pengukuran

pembentukan

jaringan

epitel pada luka bakar derajat II menggunakan rumus

[18].

Setelah melakukan penghitungan

terhadap pembentukan jaringan epitel pada luka bakar derajat II, berikut adalah rerata (mean) dan standar deviasi (SD) pada masing-

Gambar

1.

masing kelompok.

Kelompok (%)

Rerata

Reepitelisasi

Tiap

Tabel 1. Hasil Persentase Reepitelisasi Luka

Hasil rerata masing-masing kelompok

Bakar Derajat II pada Tiap Kelompok (Mean ±

di atas menunjukkan bahwa nilai paling tinggi

SD)

terdapat pada kelompok ekstrak etanol kedelai 60% dengan persentase 82%. Posisi kedua Kelompok

Presentase Reepitelisasi

NS 0,9%

55.20 ± 15.123

terdapat pada kelompok ekstrak etanol kedelai 80% dengan persentase 61,60%. Kelompok kontrol (normal saline 0,9%) berada pada posisi ketiga dengan persentase 55,2%, dan

Ekstrak Ethanol Kedelai 40%

39.40 ± 14.724

terakhir kelompok ekstrak etanol kedelai 40% dengan

Ekstrak Ethanol Kedelai 60%

82.00 ± 21.178

persentase

39,4%.

Hasil

rerata

tersebut menunjukkan bahwa pembentukan jaringan epitel paling cepat terdapat pada

Ekstrak Ethanol Kedelai 80%

pemberian ekstrak etanol kedelai konsentrasi

61.60 ± 16.134

60%. Nilai SD pada tabel di atas merupakan nilai

dari

akar

simpangan

baku

yang

menunjukkan besarnya variasi dari setiap ratarata

(mean)

kelompok.

Nilai

SD

dapat

menunjukkan rentang penyimpangan nilai. Semakin kecil nilai SD bahkan jika mendekati nilai 0 menunjukkan data semakin bagus karena memiliki variansi yang sama atau mendekati homogen [36]. Hasil

rerata

dari

persentase

pembentu-kan jaringan epitel pada masing-

Gambar 2. Gambaran Histologi Pembentukan Jaringan Epitel pada Perwakilan Kelompok Kontrol (Normal Saline 0,9%) (Pewarnaan HE; Perbesaran 100x)

masing ke-lompok juga tampak pada grafik sebagai berikut:

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

23


pemberian

ekstrak

menunjukkan belum

permukaan

ditutupi

Kelompok

etanol

oleh

perlakuan

kedelai

40%

epidermis

yang

epitel dengan

sepenuhnya. pemberian

ekstrak etanol kedelai 60% menunjukkan tepi luka yang seluruhnya ditutupi oleh epitel. Kelompok

perlakuan

dengan

pemberian

Gambar 3. Gambaran Histologi Pembentukan

ekstrak etanol kedelai 80% juga menunjukkan

Jaringan Epitel pada Perwakilan Kelompok

tepi luka yang telah ditutupi epitel, namun

Perlakuan

pada pemberian ekstrak etanol kedelai 60%

Ekstrak

Etanol

Kedelai

40%

(Pewarnaan HE; Perbesaran 100x)

jaringan epitel yang terbentuk lebih jelas. Sesuai

dengan

kriteria

inklusi

sampel

penelitian, bahwa pada tikus yang masih terdapat scab di seluruh permukaan lukanya tidak diikutkan dalam penghitungan. Setelah hari ke-16,

ternyata

di

setiap kelompok

perlakuan memiliki satu ekor tikus yang masih terdapat scab di seluruh permukaan jaringan Gambar 4. Gambaran Histologi Pembentukan Jaringan Epitel pada Perwakilan Kelompok Perlakuan

Ekstrak

Etanol

Kedelai

60%

(Pewarnaan HE; Perbesaran 100x)

luka. Sehingga penghitungan hanya dilakukan pada

tikus

yang

sesuai

dengan

kriteria

sample, yaitu 5 ekor tikus pada masingmasing kelompok.

Analisa Data Berdasarkan

uji

normalitas

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk terhadap pembentukan epitel pada luka bakar derajat II pada kelompok kontrol (NS 0,9%), ekstrak etanol kedelai 40%, 60%, dan 80% didapatkan p-value (nilai Gambar 5. Gambaran Histologi Pembentukan

signifikansi) > Îą (0,05) pada semua kelompok

Jaringan Epitel pada Perwakilan Kelompok

yang menunjukkan bahwa data berdistribusi

Perlakuan

normal.

Ekstrak

Etanol

Kedelai

80%

Berdasarkan uji homogenitas data

(Pewarnaan HE; Perbesaran 100x) Hasil pengamatan gambaran histologi

menggunakan uji Levene (Levene test homo-

pembentukan jaringan epitel pada luka bakar

geneity of variances) terhadap pembentukan

derajat II, pada perwakilan kelompok control

jaringan epitel pada luka bakar derajat II di-

terlihat bahwa hingga hari ke-16 scab belum

dapatkan nilai signifikansi 0,622 sehingga p-

lepas sehingga epitelisasi belum terbentuk

value (nilai signifikansi) > Îą (0,05). Hal itu be-

sempurna.

rarti data mempunyai ragam yang homogen

Kelompok

perlakuan

dengan

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

24


atau varians data sama, sehingga dapat di-

ekstrak

lanjutkan melakukan pengujian mengguna-kan

memiliki pengaruh yang sama dalam me-

uji One Way ANOVA.

ningkatkan pembentukan epitel pada perawa-

Berdasarkan uji statistik One way ANOVA,

pembentukan

epitel

luka

ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak

menunjukkan

40%,

60%

pengaruh

dan

yang

80%

signifikan

terhadap pembentukan jaringan epitel pada luka bakar derajat II. Selanjutnya dilakukan uji Tukey

HSD

perbedaan

untuk

mengetahui

rata-rata

antar

adanya kelompok

perlakuan. Berikut hasil uji post hoc dapat dilihat pada tabel 2.

cenderung

3. PEMBAHASAN Penelitian mengetahui

ini

bertujuan

untuk

pengaruh

pemberian

ekstrak

etanol kedelai (Glycine max) terhadap proses pembentukan jaringan epitel pada luka bakar derajat II tikus galur Wistar. Penelitian ini merupakan penelitian true eksperimental yang terdiri atas 4 kelompok, yaitu 1 kelompok kontrol diberi normal salin 0,9% dan 3 kelompok perlakuan diberi ekstrak etanol kedelai dengan konsentrasi masing-masing

Tabel 2. Hasil Uji Post Hoc Tukey HSD Homogenous Subsets Pembentukan Epitel Luka Bakar Derajat II

40%, 60% dan 80%. Proses pembentukan jaringan epitel pada perawatan luka bakar derajat II dianalisa pada hari ke-16.

Subset (Îą = 0.05) Nama Perlakuan

40%

tan luka bakar derajat II.

0,009, sehingga p-value < Îą (0,05). Maka hal

kedelai

kedelai

bakar

derajat II diperoleh nilai signifikansi sebesar

etanol

etanol

1

2

Berdasarkan uji statistik dari hasil histologi yang dilakukan pada pada hari ke-16, ada pengaruh yang signifikan pemberian ekstrak kedelai konsentrasi 40%, 60% dan 80% terhadap

Kedelai 40%

39.40

NS 0,9%

55.20

55.20

Kedelai 80%

61.60

61.60

kontraksi

luka

dengan

p-value

(0.009) < Îą (0.05). Setelah dilakukan uji pembandingan berganda rata-rata pembentukan epitel antara kelompok perlakuan (kedelai 40%, 60%, dan 80%) terdapat perbedaan Kedelai 60%

82.00

yang signifikan antara kelompok kedelai 40% dengan 60%, dengan p-value (0.006) < Îą

Hasil uji Post Hoc Tukey HSD Homo-

(0.05).

genous Subsets di atas menunjukkan kelom-

Rata-rata pembentukan jaringan epitel

pok perlakuan dengan ekstrak etanol kedelai

yang paling besar terdapat pada ekstrak eta-

80% memiliki nilai paling tinggi dari ketiga

nol kedelai 60% dan pembentukan jaringan

kelompok perlakuan lainnya. Dapat dikatakan

epitel yang paling kecil terdapat pada ekstrak

bahwa kelompok perlakuan dengan ekstrak

kedelai 40%. Pada fase proliferasi yang ber-

etanol kedelai 60% mempengaruhi peningka-

langsung pada hari ke-4 hingga hari ke-21

tan pembentukan jaringan epitel pada pera-

setelah terjadi luka harus terbentuk jaringan

watan luka bakar derajat II. Kelompok kontrol

epitel. Penyembuhan luka sangat dipengaruhi

(normal saline 0,9%) dan kelompok perla-kuan

oleh reepitelisasi, karena semakin cepat ter-

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

25


bentuk jaringan epitel maka akan semakin

membantu hemostasis dan melindungi luka

cepat pula luka menutup, dan fase proliferasi

dari

akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan

Pertumbuhan sel epitel dimulai di bawah scab

[2].

kolagen telah terbentuk

Pada kelompok

perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol

kontaminasi

mikroorganisme.

ini. Sel epitel yang nantinya akan menjadi barier antara tubuh dengan lingkungan luar.

dan

Ekstrak kedelai (Glycine max) sebagai

permukaan luka hampir seluruhnya tertutupi

antioksidan juga diperlukan untuk melawan

epitel,

toksik dan melindungi sel dari kerusakan aki-

kedelai

60%

luas

sehingga

luka

dapat

menge-cil

dikatakan

su-dah

mendekati fase penyembuhan luka.

bat oksidasi radikal bebas. Secara kimiawi

Pada penelitian ini ekstrak etanol ke-

antioksidan dapat memberikan elektron untuk

delai diberikan sebagai terapi pada luka bakar

mencegah terjadinya oksidasi. Secara biolo-

secara topical water base. Terapi topikal dapat

gis, antioksidan dapat mengurangi dampak

menyebabkan daya

negatif proses oksidasi termasuk enzim dan

kerja

yang berbe-da

tergantung pada kandungan zat aktif yang

protein pengikat logam

[40].

[2].

Daya kerja absorbsi ekstrak etanol

Konsentrasi ekstrak etanol ke-delai 40%, 60%,

kedelai konsentrasi 60% terlihat lebih efektif

dan

percepatan

pengaruhnya

Tu-juan

pembentukan

jaringan

pemberian obat secara topikal adalah agar

isoflavonnya

dapat

bahan aktif yang terkandung di dalam-nya

menghambat pelepasan berbagai mediator

dapat menembus lapisan subkutan dan tepat

inflamasi dan melindungi jaringan dari radikal

sasaran untuk mendapatkan efek terapi [33].

bebas. Ekstrak etanol kedelai yang diberikan

terdapat pada ekstrak yang diberikan

80%

mempengaruhi

pertumbuhan

jaringan

Penelitian

epitel.

terdahulu

terhadap

peningkatan

epitel.

Kandungan

bekerja

dalam

menyatakan

secara topikal memperlihatkan hasil yang

bahwa ekstrak etanol kedelai (Glycine max)

mendukung dalam perawatan luka. Pemberian

memiliki

kandungan

pencegah

ekstrak etanol kedelai dapat mempertahankan

penyakit

jantung

pencegah

kelembaban dan menghambat pengeluaran

[7].

cairan dari kulit serta adanya efek peningkatan

senyawa koroner,

osteoporosis, antioksidan, dan antiinflamasi

Sebagai antiinflamasi, ekstrak kedelai dapat

sirkulasi darah ke daerah luka

bermanfaat

etanol

untuk

menghalangi

terjadinya

kedelai

[2].

konsentrasi

80%

tidak

inflamasi memanjang. Inflamasi merupakan

menunjukkan hasil

respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat

pemberian ekstrak etanol kedelai 60% pada

perlukaan pada jaringan lunak yang akan

perawatan luka bakar derajat II. Hal ini dapat

mengawali terjadinya proses hemostasis dan

disebabkan

fagositosis fase

[2].

inflamasi

terhambatnya

Apabila terjadi perpanjangan maka proses

akan

menyebabkan

penyembuhan

luka.

konsentrasi

yang

Efek ekstrak

karena ekstrak

lebih baik

terlalu etanol

dari

pekatnya

kedelai

80%

sehingga jaringan akan mudah teroksidasi dan menghalangi

fase

proliferasi

yang

akan

Pada fase inflamasi yang dapat berakhir

menghambat terjadinya mobilisasi, migrasi,

dalam 3 hingga 7 hari setelah luka juga

mitosis, dan diferensiasi sel epitel

terbentuk scab (keropeng) di permukaan luka.

kondisi yang sangat lembab ujung epitel yang

Scab yang berupa jaringan mati ini akan

terkoyak akan luruh dan dapat difagosit

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

[9][26].

Dalam

26


dengan mudah oleh sel-sel radang sehingga

salin

proses regenerasi selanjutnya akan terhambat

dengan pemberian ekstrak etanol kedelai

[2].

40% ialah 39,4%, ekstrak etanol kedelai Hasil penelitian menunjukkan migrasi

epidermal pada luka superfisial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering, dan perawatan

luka

dengan

ialah

55,2%,

sedangkan

60% ialah 82%, dan ekstrak etanol kedelai 80% ialah 61,6%. 3. Perbedaan

yang

bermakna

terhadap

topikal

proses reepitelisasi luka bakar derajat II

terbukti dapat mempertahankan kelembaban

pada tikus Wistar terdapat pada kelompok

dalam

perlakuan

batas

yang

sediaan

0,9%

diperlukan

untuk

ekstrak

penyembuhan luka. Berdasarkan penelitian

konsentrasi

sebelumnya,

ekstrak etanol kedelai 60%.

ekstrak

etanol

kedelai

juga

40%

etanol

kedelai

dengan

kelompok

memberikan pengaruh signifikan terhadap proses proliferasi luka bakar derajat II pada tikus galur Wistar

[32].

5.2. Saran

Mengingat reepitelisasi

1. Perawatan luka bakar derajat II secara

terjadi pada fase proliferasi, maka dapat ditarik

topikal water base dengan balutan tertu-

kesimpulan bahwa ekstrak kedelai dapat

tup harus lebih diperhatikan perawatan-

mempercepat pembentukan jaringan epitel

nya,

pada luka bakar derajat II.

kassa, kelembaban, kebersihan kandang

baik

dari

pengawasan

balutan

secara kontinyu dan mempertahankan perawa-tan luka secara moist wound

4. KETERBATASAN PENELITIAN Peneliti tidak dapat mengendalikan aktivitas tikus sehingga balutan luka banyak yang terlepas. Hal ini dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka karena membuka pintu masuk kontaminasi bakteri akibat luka tidak dalam keadaan tertutup serta luka tidak

healing

un-tuk

mempercepat

penyembuhan luka ba-kar dan mencegah terjadinya jaringan pa-rut. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai manfaat ekstrak etanol kedelai (Glycine max) untuk perawatan luka bakar derajat II dan cara mencegah

dalam keadaan lembab.

terjadinya komplikasi pada luka bakar, mengingat 5. KESIMPULAN & SARAN

sekali

kandungan

yang bermanfaat pada kedelai.

5.1. Kesimpulan

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

mengenai ekstrak etanol kedelai (Glycine max) sebagai perawatan luka bakar derajat II dalam bentuk sediaan yang lain

1. Pemberian topikal ekstrak etanol kedelai 60% dapat mempercepat pembentukan jaringan epitel pada luka bakar derajat II tikus Rattus novergicus.

pada luka bakar derajat II tikus Rattus dengan

pemberian

seperti sediaan obat padat atau semi padat (salep, krim, dan jel). 4. Mengaplikasikan

penelitian

ini

dalam

praktik keperawatan sebagai upaya untuk

2. Persentase pembentukan jaringan epitel

novergicus

banyak

perawatan luka bakar derajat II dengan ekstrak etanol kedelai (Glycine max)

normal

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

27


melalui

program-program

kesehatan maupun terapi

penyuluhan

8. Droke EA, Hager KA, Lerner MR. Soy

keluarga,

Isoflavones Avert Chronic Inflammation-

memberikan

Induced Bone Loss and Vascular Disease.

mempercepat

Journal of Inflammation, 2007, 4 (17): 1-

masyarakat, individu

alternatif

dalam untuk

penyembuhan luka bakar derajat II.

12. 9. Gayline AB., Patricia B., Valerie C. 2000. Delmar’s Fundamental and Advanced:

DAFTAR PUSTAKA 1. Adnan NF. 2007. Tampilan Anak Tikus (Rattus norvegicus) dari Induk yang Diberi Bovine Somatotropin (bST) pada Awal Kebuntingan. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas

Kedokteran

Hewan

Institut

2. Argamula G. 2008. Aktivitas Sediaan Ekstrak

Batang

Pohon

Pisang

Ambon (Musa paradisiaca var sapientum ) dalam Proses Persembuhan luka pada Mencit (Mus musculus albinus). Skripsi. Tidak diterbitkan, Fakultas Kedokteran Institut Pertanian Bogor, Bogor. 3. Baughman,

DC.

2000.

623. 10. Gibson, John. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat (Edisi kedua), Bertha

Sugiarto

(penerjemah),

EGC,

Jakarta.

Pertanian Bogor, Bogor.

Salep

Nursing Skill, Delmar, Canada, p. 575-

Keperawatan

Medikal Bedah. Jakarta, EGC. 4. Betz CL and Sowden LA. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri, 5th Ed, EGC, Jakarta. 5. Church D, Elsayed S, Reid O, Winston B, Lindsay R. Burn Wound Infections. Clinical Microbiology Reviews, 2006, 19(2): 403-

11. Grace PA, Borley NR. 2006. Surgery at a Glance, Pierce A. Grace (3th Ed), 2006. At a Glance Ilmu Bedah, Edisi ketiga, Vidhia Umami (penerjemah), Erlangga, Jakarta, Indonesia. 12. Huda

N.

2010.

Pengaruh

Hiperbarik

Oksigen (HBO) terhadap Perfusi Perifer Luka Gangren pada Penderita DM di RSAL Dr. Ramelan Surabaya. Tesis. Tidak

diterbitkan,

Keperawatan

Fakultas

Program

Ilmu

Magister

Ilmu

Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal

Bedah

Universitas

Indonesia,

Depok. 13. Junqueira, LC. 2007. Basic Histology: Text and Atlas (10th Ed), 2003. Histologi Dasar:

434. 6. Dahlan I, Seswandhana MR. Penggunaan Propanolol untuk Menghambat Proses Katabolisme pada Pasien Luka Bakar: Laporan Kasus. Berkala Ilmu Kedokteran, 2002, 34 (1): 49-55. 7. Danciu C, Soica C, Csanyi E. Changes in The Anti-inflammatory Activity of Soy Isoflavonoid Genistein Versus Genistein Incorporated in Two Types of Cyclodextrin Derivatives. Chemistry Central Journal, 2012, 58 (6): 1-10.

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

Teks dan Atlas, Edisi kesepuluh. Jan Tambayong, EGC, Jakarta. 14. Kurniati W. 2008. Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) dalam Proses Penyembuhan Luka pada Mencit (Mus musculus Albinus). Skripsi.

Tidak

Kedokteran

diterbitkan,

Hewan

Institut

Fakultas Pertanian

Bogor, Bogor. 15. Laksono BB. 2009. Efektifitas Pemberian Ekstrak Daun jambu Mete (Annacardium

28


occidentale L.) dalam Mempercepat Masa

23. Pawiroharsono,

S.

Benarkah

Tempe

Inflamasi Eritema Luka Bakar Derajat II

sebagai Anti Kanker. Jurnal Kedokteran

Dangkal

dan Farmasi MEDIKA, 1998, 12: 815-817.

Pada

Tikus

Putih

(Rattus

novergicus) Galur Wistar. Tugas Akhir.

24. Ponnusha

BS,

Subramaniyam

S,

Tidak diterbitkan, Fakultas Kedokteran

Pasupathi P, Subramaniyam B, Virumandy

Universitas Brawijaya, Malang.

R. 2011. Antioxidant and Antimicrobial

16. Leeson CR, Leeson TL, Paparo AA. 1985.

properties of Glycine Max. International

Textbook of Histology, C. Roland Leeson,

Journal of Current Biological and Medical

1985. Buku Teks Histologi, Edisi 5, Yan

Science, 2011, 1(2): 49-62.

Tambayong,

1996,

EGC,

Jakarta,

Indonesia.

PA,

Perry

Fundamentals

17. Loggia RD, Tubaro A, Dri P. 1986. The Role

25. Potter

of

Flavonoids

Antiinflammatory

Activity

in of

The

Chamolia

of

AG.

Nursing:

1997. Concepts,

Process, and Practice, 4th Ed, Patricia A. Potter, 1997. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:

Konsep,

Proses,

dan

recucita. Plant Flavonoids in Biology and

Praktik, Edisi 4, Renata Komalasari, Dian

Medicine:

Pharmaceutical

Evriyani, Enie Novieastari, Alfrina Hany,

and Structure Activity Relationships. Alan

Sari Kurnianingsih (penterjemah), 2006,

R. Liss, Inc, Berlin.

EGC, Jakarta, Indonesia.

Biochemical,

18. Low QE, Drugea IA, Duffner LA. Short

26. Prasetyo

BF,

Wientarsih

I,

dan

Communication Wound Healing in MIP-1Îą-

Priosoeryanto BP. Aktivitas Sediaan Gel

/- and MCP-1-/- Mice. American Journal of

Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon

Pathology, 2001, 159 (2): 457-463.

dalam Proses Penyembuhan Luka pada

19. Mei. Senyawa Isoflavon Faktor-II (6,7,4'trihidroksi Isoflavon) pada Tempe Kedelai. Majalah Dunia Biosains, 2009, 27.

Mencit. Jurnal Veteriner, 2010, 11(2): 7073. 27. ]Rao CM, George KM, Bairy KL. An

20. Messina MJ, Wood CE. Soy Isoflavones,

Appraisal of The Healing Profiles of Oral

Estrogen Therapy, and Breast Cancer

and

Risk: Analysis and Commentary. Nutrition

Partial Thickness Burn Wounds. Indian

Jounal, 2008, 7 (17): 1-11.

Journal

21. Moenadjat,

Y.

Pengetahuan Fakultas

2003.

Klinik

Luka

Praktis,

Kedokteran

Bakar

2nd

External

of

(Gel)

Metronidazole

Pharmacology, 2000, 32:

282-287.

Ed,

28. Rohmawati, N. 2008. Efek Penyembuhan

Universitas

Luka Bakar dalam Sediaan Gel Ekstrak

Indonesia, Jakarta.

Etanol 70% Daun Lidah Buaya (Aloe vera

22. Mohajeri D, Mesgari M, Doustar Y, Nazeri

L.) pada Kulit Punggung Kelinci New

M. Comparison of The Effect of Normal

Zealand.

Saline and Silver Sulfadiazine on Healing

Fakultas

of

Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Skin

Burn

Histopathological

on

Wounds Study.

in

Rats:

A

Middle-East

29. Rukmana

Skripsi.

Tidak

Farmasi

R,

Yuniarsih

diterbitkan, Universitas

Y.

2012.

Journal of Scientific Research, 2011, 10

Kedelai: Budidaya dan Pasca Panen,

(1): 8-14.

Kanisius, Yogyakarta.

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

29


30. Sabiston,

DC.

1987.

Sabiston’s

Sagung Seto, Jakarta.

Essentials Surgery, David C. Sabiston,

39. Thakur R, Jain N, Pathak R, and Sandhu

1987. Buku Ajar Bedah, Petrus Andrianto,

SS. 2011. Practice in Wound Healing

Timan IS, 1995, EGC, Jakarta, Indonesia.

Studies of Plants. Hindawi Publishing

31. Schwartz SI. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu

Bedah.

Edisi

6.

Laniyati

(penterjemah), EGC, Jakarta, 137-138.

Corporation, India. 40. Tisnadjaja Simanjuntak

32. Setyaningsih W. 2010. Pengaruh Ekstrak

D,

Saliman

P.

Pengkajian

dan

Proliferasi Luka Bakar Derajat II Pada

Memiliki

Kandungan

Tikus Putih (Rattus Norvegicus Galur

Antioksidan.

Biodiversitas,

Wistar). Tugas Akhir. Tidak diterbitkan,

199-202.

Kedokteran

Universitas

Brawijaya, Malang.

Silvia, Burahol

(Stelechocarpus burahol (Blume) Hook

Kedelai (Glycine Max) Terhadap Proses

Fakultas

E,

Thomson)

sebagai

Buah

yang

Senyawa 2006,

7(2):

41. Widyanati P, Taslim SA. 2011. Soya max. Program Magister Herbal Departemen

33. Silvander M, Ringstad L, Skold T. 2006. A

Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu

New Water-Based Topical Carrier with

Pengetahuan Alam Universitas Indonesia,

Polar Skin-Lipids. Journal Lipids in Health

Depok.

and Disease, 5 (12): 1-7. 34. Sloane,

Ethel.

Physiology:

42. Winarsi, Hery. 2010. Protein Kedelai dan

2003.

An

Easy

Anatomi Learner,

and Ethel

Sloane, 1994. Anatomi dan Fisiologi untuk

Kecambah: Manfaatnya Bagi Kesehatan, Kanisius, Yogyakarta. 43. Wong,

DL.

2001.

Wong’s

Essentials

Pemula, Palupi Widyastuti (penerjemah),

Pediatric Nursing, 6th Ed, Donna L. Wong,

EGC, Jakarta.

2001. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik:

35. Sudigdo S, Sofyan I. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian klinis. Jakarta. Bina

Wong, Edisi Keenam, Agus Sukarna, 2009, EGC, Jakarta, Indonesia.

Aksara. 36. Sugiyono.

2011.

Statistika

untuk

Penelitian, Alfabeta, Bandung,hal. 164183. 37. Sumarno, Komala E, Rahmania NL. 2005. Perbedaan

Jumlah

Pencucian

Luka

Bakteri

Antara

Terkontaminasi

Menggunakan Normal Salin 0,9% dengan Metode Irigasi Tekanan Plabottle (0,9-0,3 psi)

Dibandingkan

dengan

Tekanan

Selang Infus (1,4-1,7 psi) pada Tikus Putih Rattus novergicus Strain Wistar. Fakultas Kedokteran

Universitas

Brawijaya,

Malang. 38. Suriadi. 2004. Perawatan Luka, Edisi 1.

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

30


Tinjauan Pustaka

PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN MAHASISWA KESEHATAN MELALUI PENERAPAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION Hella Meldy Tursina*, Muhamad Jauhar**, Prasetyo Aji Nugroho*** *Mahasiswa

Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM **Mahasiswa Fakultas Keperawatan UNPAD ***Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA

ABSTRAK Pendidikan interprofesional adalah langkah penting dalam mempersiapkan kesiapan praktek kolaboratif bagi tenaga kesehatan untuk merespon kebutuhan kesehatan setempat. Proses perawatan yang berpusat terhadap pasien memiliki keefektifan yang baik daripada metode konvensional, dimana perawatan tersebut dapat diwujudkan dengan Interprofessional Practice (IPP). Banyak institusi kesehatan yang terkendala dengan berbagai permasalahan terhadap pelaksanaan Interprofessional Education (IPE) sendiri. Terdapat fenomena menarik dari hal tersebut, yaitu diperlukannya sebuah event yang secara sederhana mampu mengenalkan calon profesi kesehatan terhadap konsep berkolaborasi walau di institusi yang dinaungi tidak menerapkan IPE. Pendekatan hal tersebut juga dapat dicapai di Indonesia dengan penerapan Colaborative Group Discussion (CGD). Collaborative Group Discussion (CGD) yang memiliki konsep sederhana yang dimaksudkan dapat menjadi solusi alternatif dari permasalahan institusi pendidikan kesehatan. Kata Kunci : Pendidikan dan praktik interprofesional, Collaborative Group Discussion

ABSTRACT Interprofessional education is an important step in preparing the readiness of collaborative practice for health workers to respond to local health needs. Process of care based on patient has good effectiveness than conventional methods, where treatment can be realized by Interprofessional Practice (IPP). . Many health institutions with various problems hampered the implementation of the Interprofessional Education (IPE) itself. There is a phenomenon of interest from it, namely the need for an event which simply able to acquaint prospective health professions while collaborating on the concept of institution not-hosted to implementated IPE. This approach can also be achieved in Indonesia with the application of Colaborative Group Discussion (CGD). Colaborative Group Discussion (CGD) has a simple concept that is intended to be an alternative solution to the problem of health education institutions. Keywords: Interprofessional education and practice, Colaborative Group Discussion

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

31


1. PENDAHULUAN

Interprofessional

Semakin meningkatnya pengetahuan dan

sikap

kritis

masyarakat

tentang

Education

(IPE)

adalah salah satu konsep pendidikan yang dicetuskan oleh WHO sebagai pendidikan

kesehatan, maka semakin besar pula bagi

terintegrasi. Menurut

seluruh komponen layanan kesehatan untuk

Advancement of Interprofessional Education

memberikan layanan yang komprehensif dan

menjelaskan

profesional. Fenomena perkembangan dunia

interprofessional adalah kesempatan sebuah

kesehatan secara global saat ini sudah sangat

profesi untuk belajar dengan, dari, dan tentang

maju, kemajuan tersebut diikuti juga dengan

satu sama lain untuk memfasilitasi kolaborasi

peningkatan

saat

biaya

pelayanan

kesehatan

UK

bahwa

praktek.

IPE

Centre for

the

pembelajaran

merupakan

hal

yang

sekitar 7 % sedangkan keselamatan pasien

potensial sebagai media kolaborasi antar

hanya meningkat sekitar 1 % atau 2 % tiap

profesional kesehatan dengan menanamkan

tahunnya.1

pengetahuan dan skill dasar antar profesional

Pelayanan kesehatan yang bermutu

dalam masa pendidikan.7 Interprofessional Practice (IPP) adalah

adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan

pengguna

jasa

pelayanan

terminologi saat ini yang digunakan untuk

kesehatan serta yang diselenggarakan sesuai

mengacu pada dua atau lebih profesi bekerja

profesi.2

sama sebagai tim dengan tujuan yang sama,

Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang

komitmen dan saling menghormati.4,6 Praktek

bermutu diperlukan adanya kolaborasi dari

kolaborasi terjadi ketika beberapa profesi

berbagai profesi kesehatan, The Canadian

kesehatan yang mampu bekerja sama dengan

Interprofessional Health Collaborative (CICH)

pasien, keluarga, staf terkait dan masyarakat

berpendapat bahwa praktik kolaborasi yang

untuk memberikan perawatan berkualitas serta

berpusat pada pasien merupakan kunci untuk

mencapai

menciptakan

yang

Sehingga, berkolaborasi dapat memperkuat

efektif dan meningkatkan outcome pelayanan

sistem kesehatan dan meningkatkan hasil

dengan standar dan etika pelayanan

pada

pelayanan

kesehatan

pasien.3

tujuan

kesehatan

bersama.

pelayanan kesehatan.7

Konsep kolaborasi merupakan sebuah

Salah satu cara mengatasi fenomena

jawaban dari fenomena yang terjadi pada

di atas adalah diperlukannya sebuah event

berbagai profesi layanan kesehatan. Langkah

yang mampu mengenalkan calon profesi

awal membentuk kolaborasi dapat dikenalkan

kesehatan terhadap

mulai dari tahap akademik, yaitu dengan

tanpa harus langsung menerapkan kurikulum

adanya kurikulum terintegrasi. Pelaksanaan

terintegrasi namun bisa memenuhi aspek-

pendidikan

dapat memberikan

aspek penting dalam IPE, seperti kolaborasi,

dampak terhadap perubahan sikap pembelajar

adanya komunikasi yang saling menghormati,

untuk saling mengetahui peran profesi lain,

refleksi,

meningkatkan pengetahuan tentang kolaborasi

keterampilan, dan pengalaman dalam tim

interprofesional dan

interprofesional.7 Pendekatan hal tersebut juga

serta

terintegrasi

meningkatkan

kebiasaan kolaborasi, kualitas

perawatan

pasien.4,5,6

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

penerapan

konsep berkolaborasi

pengetahuan

serta

dapat dicapai di Indonesia dengan penerapan Colaborative Group Discussion (CGD). CGD

32


ini dilaksanakan pada mahasiswa jurusan

sedikit, ketersediaan SDM yang kurang baik,

kesehatan pada tahap akademik, di bawah

serta

koordinasi institusi pendidikan yang berfungsi

sebuah

sebagai

kesehatan di Indonesia.

penyedia

fasilitator

diskusi

dan

sulitnya

simulasi serta penentu topik besar pada tiaptiap

tahap

pelaksanaan

diskusi

maupun

kurikulum

Penerapan dengan

beberapa

kurikulum

menjadi

terintegrasi

IPE

dapat

cara,

institusi

dilakukan

seperti;

Active

discussion, Problem based, Evidence-based

simulasi

medicine,

Penulis

memutuskan

untuk

mengangkat isu pendidikan kesehatan terkait penerapan Interprofesional Education (IPE) dengan mempertimbangkan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa permasalahan ini belum sepenuhnya terselesaikan di dunia, khususnya Indonesia. Penulis kemudian mencari datadata tentang manfaat penerapan IPE dalam tahap akademik, serta komponen-komponen acuan pengembangan IPE. Informasi tersebut sebagian besar diperoleh dari jurnal-jurnal internasional

yang

dipublikasikan

secara

online dalam kurun waktu 10 tahun terakhir serta data-data yang dirilis oleh WHO secara online. Selain itu, penulis juga memperkaya telaah pustaka dengan menilik teori-teori yang berkaitan dengan topik karya tulis melalui beberapa buku teks cetak. Untuk memperoleh

and

dipaparkan,

masalah

penulis

participation,

dan

yang

mencoba

telah mencari

pembelajaran

IPE

dalam

saat mahasiswa dalam masa akademik.6 Penelitian Barr & Reeves menunjukkan bahwa penerapan IPE dapat meningkatkan kolaborasi dan outcome yang baik kepada pasien.4,5,6 Buring

et.

al.

“Interprofessional

dalam

tulisannya

Education:

Definition,

Student Competencies and Guidelines for Implementation�

menyatakan

bahwa

kompetensi mahasiswa dan sasarannya dalam IPE

adalah

organisasi

tim

atau

fungsi

organisasional tim interprofesi, penilaian dan meningkatkan

prestasi

tim

interprofesi,

komunikasi tim interprofesi, kepemimpinan, penyelesaian

konflik

dan

membangun

konsensus, serta mengatur tujuan umum perawatan pasien.8 Kompetensi yang diharapkan pada IPE3 No

beberapa contoh solusi alternatif, penulis mencoba menggali kelemahan dan kekuatan

Reeves

menerapkan konsep kolaborasi lebih efektif

gagasan kreatif yang dapat diterapkan sebagai alternatif

Community

Required most by community. Menurut Glen

2. METODE PENULISAN

solusi

menata

1

Kompetensi

Komponen

utama

kompetensi

Pengetahuan

Strategy association Situation assessment

dari solusi-solusi tersebut.

Teammate characteristic 3. PEMBAHASAN Penerapan

familiarity Interprofessional

Knowledge of team

Education memiliki manfaat yang sangat baik

mission Task –

dalam mencetak calon profesi kesehatan dari

specific

berbagai aspek, namun kita harus melihat kemampuan sarana prasarana yang relatif

Responsibilities 2

Keterampilan

Flexibility/adaptability Mutual performance

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

monitoring Supporting/back-up behavior

33


2

3

Keterampilan

Sikap

Flexibility/adaptability

Pengembangan metode Colaborative Group

Mutual performance

Discussion (CGD) diharapkan bisa menjadi

monitoring

metode sederhana yang dapat dilakukan antar

Supporting/back-up

institusi

behavior

mengalami kendala penerapan IPE, sumber

Team leadership

pengalaman

Conflict resolution

dalam menerapkan kolaborasi antar profesi,

Feedback

bahkan bisa meningkatkan rasa kemandirian

Closed-loop

selama

communication/

komunikasi,

information exchange

tanggung gugat serta keterampilan skill dalam

Team orientation

penyelesaian kasus.

pendidikan

bagi

kesehatan

mahasiswa

pembelajaran rasa

yang

kesehatan

meliputi:

tanggung

sikap,

jawab

dan

(morale) Collective efficacy

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Shared vision 4

Interprofessional

Team cohesion

Team work

dicetuskan oleh WHO sebagai pendidikan

Mutual trust

terintegrasi. Menurut

pembelajaran

secara

Education

mampu

Interprofessional

(IPE)

adalah salah satu konsep pendidikan yang

Sense of belonging

Proses

Education

UK

Centre for

the

Advancement of Interprofessional Education menjelaskan

bahwa

pembelajaran

mengenalkan konsep kolaborasi mahasiswa

interprofessional adalah kesempatan sebuah

kesehatan, dimana unsur penting dalam hal ini

profesi untuk belajar kolaborasi saat praktek.

adalah

IPE merupakan hal yang potensial sebagai

pembelajar,

terhadap

IPE

mengajar

untuk

dan

nilai

dari

pembelajar tenaga

media kolaborasi antar professional kesehatan

mahasiswa

dengan menanamkan pengetahuan dan skill

kemampuan

memfasilitasi

dalam menanamkan aspek kolaborasi selama

dasar

kegiatan belajar mengajar.3 (Lihat Gambar 1

pendidikan.9 Proses perawatan yang berpusat

dan 2)

terhadap pasien memiliki keefektifan yang Colaborative Group Discussion (CGD)

baik,

antar

profesional

dimana

perawatan

dalam

tersebut

masa

dapat

ini dilaksanakan pada mahasiswa jurusan

diwujudkan dengan Interprofessional Practice

kesehatan pada tahap akademik, di bawah

(IPP). Pendekatan hal tersebut juga dapat

koordinasi institusi pendidikan masing-masing

dicapai

yang berfungsi sebagai penyedia fasilitator

Colaborative

diskusi dan simulasi serta penentu topik besar

Colaborative Group Discussion (CGD) yang

pada tahap pelaksanaan diskusi maupun

memiliki konsep sederhana yang dimaksudkan

simulasi. Organisasi kemahasiswaan bertugas

dapat

sebagai penjaring komunitas mahasiswa dari

permasalahan institusi pendidikan kesehatan.

masing-masing

profesi

kesehatan

di

Indonesia Group

menjadi

dengan

penerapan

Discussion

solusi

alternatif

(CGD).

dari

yang

nantinya akan mengikuti satu sesi pertemuan yang terdiri dari rangkaian diskusi kasus.

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

34


Gambar 1. Keterkaitan IPE, dan IPP terhadap pelayanan kesehatan terhadap pasien

Gambar 2.

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

35


DAFTAR PUSTAKA 1. National

8. Buring,

Quality

Patient

Safety.

Forum. Di

(2009).

akses

dari

Bhushan,

Conway.S,

Broeseker

Duncan-Hewitt

Hansen,

and

(2009).Interprofessional

fety.aspx.

Definitions,

Pelayanan

Kesehatan.

Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan.

Student

W.,

Westberg.

http://www.qualityforum.org/patient_sa

2. Azwar, Azrul. (1996). Menjaga Mutu

A.,

Education:

Competencies,

and Guidelines for Implementation. American Journal of Pharmaceutical Education 2009; 73 (4) Article 59.

3. The Canadian interprofessional health

9. Interprofessional

Education

collaborative. (2008). interprofessional

Collaborative

(2011).

education & core competencies.

Competencies

Diakses dari

Collaborative Practice. Diakses dari

http://www.cich.ca/files/publications/CI

http://www.aacn.nche.edu/education-

CH_IPE-LitReview_May07.pdf pada 4

resources/IPECReport.pdf

April 2012

April 2012.

for

Core

Interprofessional

pada

3

4. Barr Hugh, Della S, Freeth, Hammick marylin, Koppel Ivan, Leeves scott. 2005.

Effective

interprofessional

education: argument, assumption, and evidence. USA: Wiley Blackwell 5. Barr

Hugh.

2005.

Effective

interprofessional education: argument, assumption, and evidence. Oxfort : Blackwell publishing. 6. Freeth, D., Hammick, M., Reeves, S., Koppel, I., Barr, H. (2005). Effective Interprofessional Education: Development, Evaluation.

Delivery Canada

:

and Blackwell

Publishing 7. World

Health

Organization,

Department of Human Resources for Health. Framework Interprofessional Collaborative

for Action on Education

Practice

&

(WHO/HRH

/HPN/10.3). Switzerland. 2010.

This

publication is available from: http://www.who.int/hrh/nursing_midwif ery/en

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

36


Tinjauan Pustaka

TERAPI KOMPLEMENTER PADA PENURUNAN KECEMASAN PASIEN YANG AKAN MENJALANI INTERVENSI KORONER PERKUTAN (IKP) : TELAAH LITERATUR Weni Widya Shari*, Suryani**, Etika Emaliyawati** *Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Padjadjaran (Universitas Sriwijaya) **Dosen Keperawatan Universitas Padjadjaran

ABSTRAK Pelaksanaan Intervensi Koroner Perkutan (IKP) sebagai terapi untuk mengatasi Penyakit Jantung Koroner (PJK) terus meningkat. Meskipun IKP merupakan salah satu intervensi pilihan, dilaporkan masih terdapat pasien yang mengalami kecemasan dari sedang sampai berat saat akan dilakukan tindakan. Mengurangi kecemasan tersebut merupakan hal yang penting, karena kecemasan dapat memperberat penyakit yang diderita serta berperan terhadap morbiditas dan mortalitas pasien. Salah satu Intervensi yang biasa dilakukan untuk mengatasi kecemasan pasien yang akan melakukan IKP adalah dengan terapi non farmakologi. Perkembangan intervensi non farmakologi saat ini berkembang ke arah komplementari yang harus dipilih berdasarkan bukti empiris, manfaat yang diberikan, serta rendahnya efek samping. Kriteria artikel yang dipakai adalah terbitan tahun 2003-2013 dari penyedia akses jurnal yang terpercaya serta beberapa literatur lain yang mendukung. Pembahasan telaah literatur ini terkait masalah kecemasan yang muncul pada pasien yang akan menjalani prosedur IKP, pentingnya pengkajian kecemasan di ranah kritis, terapi komplementer dalam mengatasi kecemasan serta implikasi pada asuhan keperawatan dan penelitian. Kesimpulan telaah literatur ini adalah beberapa terapi komplementer terpilih dapat mengurangi kecemasan dan memiliki manfaat fisiologis lainnya terhadap pasien pre IKP. Dengan adanya perkembangan berbagai terapi komplementer saat ini, maka disarankan untuk memilih terapi komplementer secara tepat dan bijaksana sehingga dapat memberikan manfaat. Kata Kunci : Intervensi Koroner Perkutan (IKP), Kecemasan, Komplementer

ABSTRACT Implementation of Percutaneous Coronary Intervention (PCI) as a treatment for coronary hearth disease is increasing. Although PCI is one option, reported about the prevalence and patterns of patient anxiety experienced moderate to severe by undergoing from this procedure. Reduce this anxiety is important, because the anxiety will aggravate the disease and contribute to morbidity and mortality of critically ill patients. Interventions are usually done with pharmacological and nonpharmacological. The development of non-pharmacological interventions currently developing complementary that should be chosen based on empirical evidence, benefits, and low side effects. Article used in the literature review was published in 2003-2013 and from a trusted provider to access journals. Some literature that supports the writing process are also added in this literature review. Discussion of this literature review related: patients anxiety in undergoing of PCI, the importance of the assessment of anxiety in critical area, the complementary therapies in the management of anxiety and the implications for nursing care and research. The Conclusion is some selected complementary therapies can reduce anxiety and have other physiological benefits to patients in undergoing of PCI. With the development of complementary therapies at this time, suggest to choose complementary therapies appropriately and wisely to benefit. Keywords: Anxiety, Complementary, Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

37


1. PENDAHULUAN

tidak

Pelaksanaan

tindakan

Intervensi

menyenangkan

akan

terjadi

(14).

Kecemasan ini harus segera diatasi karena

Koroner Perkutan (IKP) di seluruh dunia terus

kondisi

meningkat, termasuk di Indonesia. Selama 40

memperberat

tahun terakhir IKP telah berkembang dari yang

Kondisi tersebut akan mempengaruhi status

sederhana

hemodinamik,

berupa

pemasangan

balon

angioplasti sampai kepada pemasangan stent (1).

saat ini

kecemasan

pada

penyakit

pasien

yang

gangguan

akan

dideritanya.

imunitas,

dan

gangguan metabolisme yang mengakibatkan

Di Kanada, pelaksanaan IKP

suplai darah dan perfusi jaringan terganggu.

(2).

Dengan demikian, penyembuhan pasien akan

ada

terhambat sehingga lama rawat menjadi lebih

sekitar 1,3 juta tindakan kateterisasi Jantung di

lama dan biaya perawatan akan lebih besar

Amerika,

(14),(8).

meningkat 36 % dari tahun 1994 s.d 2001 Hamel

memperkirakan

setengah

pelaksanaan

setiap

di

antaranya

(3),

adalah

yang

bisa

dilakukan

perawat untuk mengurangi kecemasan salah

pelaksanaan IKP di Rumah Sakit Hasan

satunya dengan intervensi nonfarmakologi.

Sadikin Bandung selama tahun 2013 tercatat

Perkembangan intervensi non farmakologi

sebanyak 469 orang (4). IKP

saat

non

penyempitan, pembuluh

invasif

merupakan

untuk

ini

(5),(6),(7).

arah

terapi

sumbatan atau kelainan pada

pada penelitian ilmiah, mempunyai manfaat

atau

atau

koroner.

Perbaikan

untuk meningkatkan kesehatan dan aman atau

sumbatan

pembuluh

rendah efek samping (15),(16).

pemasangan

perlu adanya telaah literatur yang sistematis

Tindakan ini dapat menghilangkan

dan membutuhkan pendekatan ilmiah dalam

dengan

ring

Melihat fenomena dan fakta diatas,

(stent)

penyumbatan mampu

ke

komplementer yang harus dipilih berdasarkan

koroner tersebut dapat dilakukan dengan cara balonisasi

berkembang

memperbaiki

darah

penyempitan

demikian

Intervensi

juga

tindakan

IKP

tahun

segera

mempertahankan

sehingga

patensi

penyusunannya. Telaah literatur yang sesuai

arteri

untuk menjawab masalah dan fenomena

koroner dan kerusakan jantung dapat dihindari

tersebut adalah tentang terapi komplementer

(8),(5),(9),(10),(11).

pada penurunan kecemasan pasien pre IKP.

Selain itu, menurut beberapa

hasil penelitian, IKP dapat meningkatkan kualitas

hidup,

menurunkan

resiko

2. METODE

kekambuhan. menurunkan kejadian infark, vaskularisasi membaik, komplikasi perdarahan berkurang serta menurunkan resiko kematian pada pasien PJK (12),(13). merupakan

salah

satu

Meskipun PCI intervensi

pilihan,

beberapa pasien menyatakan cemas dengan prosedur ini. Dilaporkan terdapat prevalensi antara 24-72% pasien dengan kecemasan saat akan dilakukan prosedur IKP. Kecemasan yang terjadi meliputi perasaan takut, tegang atau panik, dan harapan bahwa sesuatu yang

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

Artikel yang digunakan dalam telaah literatur ini menggunakan metode kuantitatif dan

kualitatif

yang

didapatkan

melalui

penyedia jurnal elektronik EBSCO, Springer, Science Direct dan Google Scholar. Laman penyedia jurnal tersebut dipilih karena telah diketahui secara umum sebagai penyedia akses jurnal yang terpercaya. Kata kunci yang dipakai Therapy,

adalah dan

“Anxiety,

Complementary

Percutaneous

Coronary

Intervention�. Kriteria artikel yang dipakai

38


(21).

adalah terbitan tahun 2003-2013 yang tersedia

morbiditas

di perpustakaan universitas serta beberapa

berhubungan dengan kecemasan juga dapat

literatur

memperparah gangguan fungsi jantung

yang

mendukung

dalam

proses

penulisan.

Perubahan psikologis yang (14).

Perawat punya kesempatan untuk mengurangi komplikasi ini dengan cara mengurangi faktor resikonya yaitu kecemasan.

3. PEMBAHASAN

Sumber kecemasan klien PJK yang

Pembahasan hasil telaah literatur ini meliputi : Kecemasan pada pasien IKP, pentingnya pengkajian kecemasan di ranah kritis, terapi komplementer dalam mengatasi kecemasan di ranah kritis, serta implikasi pada

akan menjalani prosedur IKP bisa disebabkan oleh banyak faktor, antara lain cemas akan rasa nyeri, kematian, tidak mengetahui tentang prosedur yang dilaksanakan, ancaman tentang kondisi tubuh, pengalaman yang terkait angina

asuhan keperawatan dan penelitian.

serta cemas terhadap hasil akhir dari prosedur IKP

3.1. Kecemasan pada pasien IKP Salah satu yang menyebabkan masih tingginya angka kematian pada pasien IKP (17).

adalah terjadinya kecemasan

Gallagher,

Trotter, and Donoghue menyatakan bahwa

(18).

Penyebab sumber kecemasan lain

yaitu karena perubahan dalam lingkungan rumah sakit, hilangnya kontrol diri, perubahan konsep diri, hilangnya kemampuan bekerja dan kehawatiran akan masa depan (22).

skor kecemasan pada pasien yang menjalani prosedur IKP menunjukan nilai yang sangat tinggi

(18),

12 dari 40 responden, mengalami

3.2. Pentingnya Pengkajian Kecemasan di Ranah Kritis Kecemasan

tingkat kecemasan tinggi sebelum dilakukan PCI

(19).

70-80

Selain itu, Ikram menunjukan bahwa %

pasien

jantung

kecemasan pada fase akut

mengalami (20).

Hal ini

didukung oleh hasil penelitian Rudini, bahwa dari 60 responden yang akan menjalani IKP, didapatkan

hasil

sebanyak

27

(45,0%)

mengalami tingkat kecemasan ringan, 24 (40,0%)

responden

mengalami

tingkat

kecemasan sedang dan 9 (15,0 %) responden yang mengalami tingkat kecemasan berat Gejala

kecemasan

penting

(18).

untuk

dideteksi dan diatasi karena kecemasan yang terjadi saat pre procedural IKP merupakan prediksi untuk terjadi kesempatan terjadinya kecemasan pada proses berikutnya

(1),(14).

Komplikasi akibat kecemasan yang tidak teratasi

setelah

dilakukan

tindakan

IKP

diketahui dapat meningkatkan mortalitas dan

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

merupakan

perasaan

ketidaknyamanan yang sering dilaporkan pada pasien sakit kritis di unit perawatan intensif (ICU), tetapi jarang di nilai secara rutin dan sistematis secara

(23).

Padahal, literatur yang ada

luas

menggambarkan

adanya

hubungan antara interaksi tubuh, pikiran dan respon dialami

imun (24).

terhadap

kecemasan

yang

Kecemasan sering diremehkan

karena sering tidak muncul di gejala fisik serta pengkajian dan evaluasi klinis yang dilakukan oleh perawat di ranah kritis masih berdasarkan indikator perilaku dan fisiologis pasien

(14).

Pengkajian kecemasan merupakan tantangan perawat

dalam

mengatasi

pasien

kritis.

Penyakit yang parah, seperti pasien dalam keadaan penurunan kesadaran atau terpasang ventilator

menjadi

hambatan

untuk

berkomunikasi dan mengetahui perubahan

39


(23),(24).

kognitifnya

Meskipun

demikian,

pengkajian kecemasan seharusnya masuk ke dalam

komponen

dilakukan

oleh

tindakan

perawat

yang

di

keperawatan

ranah

(14),

diperlukan

salah

satunya mengkaji kecemasan.

kritis

3.3. Terapi Komplementer dalam Mengatasi Kecemasan di Ranah Kritis

IKP. Monitoring tanda dan gejala kecemasan sangat

komprehensif

harus

khususnya pada pasien yang akan menjalani

tersebut

secara

karena

Perkembangan

intervensi

non

farmakologi saat ini berkembang ke arah

kecemasan yang tidak segera diatasi akan

terapi

menimbulkan akibat serius bahkan berperan

berdasarkan pada rendahnya efek samping

terhadap mortalitas dan morbiditas pasien

(aman), melalui penyelidikan ilmiah yang ketat,

yang sakit kritis

(14),(25).

Pengkajian kecemasan

komplementer

yang

harus

dipilih

dan mempunyai manfaat untuk meningkatkan (15),(16).

juga memungkinkan perawat untuk membantu

kesehatan

pasien dalam mengelolah kecemasan, atau

pengobatan

menyediakan tenaga untuk kesehatan mental

menjabarkan bahwa terjadinya peningkatan

dan manajemen stress

(14).

WHO

dalam

tradisional

strategi

2002-2005

penggunaan pengobatan non konvensional,

Menurut Potter et al.

(25),

penanganan

yang berarti bahwa peningkatan penggunaan

pasien yang menjalani IKP harus dilakukan

terapi komplementer dan alternatif diberbagai

dengan komprehensif karena peran seorang

negara di dunia (15).

perawat

pelaksana

asuhan

Penggunaan terapi komplementer dan

keperawatan tidak hanya mengkaji secara fisik

alternatif juga semakin meningkat di United

tetapi

States. Menurut studi penelitian selama 7

semua

memberikan

aspek

meliputi

biologi,

psikososial, sosial dan spiritual.

tahun, lebih dari 40 % orang dewasa di

Selain itu, dari definisi keperawatan (7)

kritis yang dikemukakan oleh Morton et al.

Amerika menggunakan 1 atau lebih terapi ini (26),(27).

Hal ini didukung oleh National Health

bahwa keperawatan kritis merupakan asuhan

Interview Survey (NHIS) pada tahun 2007,

keperawatan pada pasien yang meliputi aspek

bahwa rata-rata 38 % orang dewasa Amerika

bio, psiko sosial dan spiritual terhadap pasien

menggunakan

kritis yang meliputi aspek promotif, kuratif dan

komplementer (16).

rehabilitatif, sehingga peran seorang perawat

terapi komplementer yang biasa digunakan

di

untuk

ranah

kritis

permasalahan

tidak

fisik

hanya

pasien.

mengatasi

Morton

juga

terapi

dan

Beberapa

menurunkan

kecemasan

alternatif

atau

diantaranya;

tehnik

mengontrol bernafas

mengungkapkan bahwa manusia mempunyai

dalam, relaksasi otot, imagery, menyiapkan

sifat yang holistik yaitu makhluk fisik sekaligus

informasi, tehnik distraksi, terapi energi dan

psikologis dimana kedua aspek ini saling

penggunaan metode koping sebelumnya

berkaitan

satu

sama

lain

dan

saling

Terapi

komplementer

digunakan

dengan

akan

perawatan kesehatan konvensional. Terapi

(7).

komplementer merupakan terapi yang tidak

fisik

manusia

mempengaruhi pula kondisi psikologisnya

Hal inilah yang menjadi alasan bahwa perawat

mempunyai

di ranah kritis juga harus melakukan asuhan

dianggap

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

melengkapi

biasanya

mempengaruhi, sehingga apa yang terjadi kondisi

untuk

(11).

praktek

disiplin ilmu khusus, dimana terapi

utama

oleh

beberapa

40


masyarakat dan serta profesional kesehatan,

Dalam

tetapi dianggap sangat kontroversial oleh

memberikan

orang lain (28).

perawat

Saat

ini

sudah

mulai

memutuskan pilihan

juga

terapi

harus

untuk

komplementer,

memahami

dikembangkan intervensi-intervensi alternatif

bertanggung

di ranah kritis yang merupakan intervensi yang

kelayakan

bersifat

perkembangan pasien, dan kompeten dalam

suportif

untuk

menurunkan

untuk

terapi,

menentukan

mengetahui

status

memberikan terapi itu (28).

kecemasan. Beberapa

intervensi

yang

biasa

dilakukan perawat di ranah kritis dalam

3.4. Implikasi Untuk Keperawatan Kritis dan Penelitian

mengatasi kecemasan yaitu mempromosikan istirahat dan tidur, membina kepercayaan, memberikan

jawab

dan

kepekaan

peralatan ventilator yang menjadi penghambat

budaya, menghadirkan perawat, mengajarkan

dalam berkomunikasi, prosedur invasif, suara

teknik kognitif, imaginery dan latihan relaksasi,

mesin

pernapasan dalam, terapi musik, humor, pijat,

kehilangan privasi, gangguan tidur, nyeri, obat-

aromaterapi dan terapi sentuhan, terapi energi

obatan, isolasi dan kontak minimal dengan

meridian/psikologi

orang-orang terdekat merupakan hal yang

spiritualitas

informasi,

melatih

Lingkungan ICU yang menakutkan,

energi,

(7),(29),(30),(31).

dan

Urden et al.

terapi (24)

juga

yang

membuat

bising

dan

perasaan

tidak

terus-menerus,

berdaya

dan

menyebutkan bahwa ada empat tahapan

kehilangan kontrol serta memicu terjadinya

kegiatan

perasaan cemas pada pasien yang sedang

keperawatan

untuk

mengatasi

kritis (23),(24).

kecemasan pada pasien di ranah kritis: 1. menstabilkan kondisi pasien pada saat krisis

Dalam

ranah

keperawatan

kritis,

dalam hal ini pasien yang akan menjalani

2. memberikan bantuan dengan menilai

prosedur IKP, terapi yang biasa digunakan

gejala serta respon koping pasien

untuk mengatasi masalah kecemasan ini bisa

memperkuat perilaku adaptif pasien

dengan menggunakan intervensi farmakologi

dan menonjolkan fungsi pasien yang

dan

masih baik

membantu

3.

4. menerapkan strategi untuk promosi

non

farmakologi. dalam

Keduanya

mengelola

selama kondisi kritis

(11).

kecemasan

Penggunaan terapi

kesehatan dan kualitas hidup yang

non

baik.

perkembangan terapi komplementer.

Seorang perawat dapat mengusulkan penggunaan

terapi

komplementer

untuk

farmakologi

Disamping komplementer

mengarah

itu,

dapat

penggunaan

pada

terapi

oleh perawat sebagai terapi

mengatasi kecemasan pasien pre IKP jika dia

alternatif dalam mengatasi kecemasan pasien

memiliki pengetahuan dan percaya bahwa

yang

pengobatan ini akan menguntungkan klien

merupakan salah satu intervensi yang dapat

serta harus diberikan secara aman dan etis.

diberikan

Hal ini juga harus bekerja sama dengan

penenang

anggota lain dari tim perawatan kesehatan dan dimasukkan ke dalam rencana perawatan.

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

akan

menjalani

selain

prosedur

memberikan

IKP

obat-obatan

(27).

Penggunaan

terapi

komplementer

yang tepat dan sesuai dengan keyakinan

41


budaya mereka dipercaya memiliki potensi

mandiri

(33),(34).

untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan

yang

didapat

psikologis termasuk untuk mempromosikan

komplementer dalam asuhan keperawatan di

tidur,

ranah kritis, perawat perlu mengenal, mengkaji

mengurangi

kecemasan

ketidaknyamanan

dan

(32).

dan

Penggunaan terapi komplementer di ranah kritis juga merupakan sesuatu yang perlu

dipertimbangkan

menggunakan

karena

pendekatan

terapi

dari

penggunaan

mempelajari

terapi

penggunaan

terapi

komplementer tersebut agar dapat digunakan secara

tepat

merugikan

dan

bijaksana

serta

(28),(32,(33),(35).

pasien

tidak

Penelitian

untuk

terkait jenis-jenis terapi komplementer yang

mengkaji aspek pasien tidak hanya secara

digunakan untuk mengatasi kecemasan pada

fisik saja tapi juga aspek psikologis dan

pasien yang akan menjalani IKP perlu untuk

spiritualitasnya (32).

terus dikembangkan, mengingat trend dan isu

Perkembangan

holistik

ini

Walaupun banyak keuntungan

penggunaan

terapi

saat ini adalah peningkatan penggunaan terapi

komplementer saat ini sudah menjadi trend

komplementer

dan isu serta semakin populer di masyarakat

penyakit.

umum

(27),(33).

Walaupun bukti dasar penggunaan terapi komplementer tersebut masih sedikit, Hal ini tidak mengurangi popularitas penggunaan terapi ini dalam mengatasi penyakit

(15),(16).

Kesulitan dalam mengkaji bukti empirisnya terjadinya

perbedaan

penggunaan

istilah dalam budaya yang berbeda. Asuhan

keperawatan

sebagai komponen kunci dalam filosofi dasar pemberian asuhan keperawatan. Sedangkan, dasar untuk menggunakan beberapa terapi komplementer dalam asuhan keperawatan adalah untuk meningkatkan hubungan perawat pasien,

meningkatkan

kesehatan,

mengurangi kecemasan, dan meningkatkan (34).

Beberapa terapi komplementer terpilih dapat mengurangi gejala psikologis sebagai respon

Dengan demikian, manfaat

adanya

kecemasan

dan

memiliki

manfaat fisiologis lainnya terhadap pasien yang akan menjalani IKP. Dengan adanya perkembangan berbagai terapi komplementer saat ini dalam mengatasi kecemasan pasein pre

yang

menyeluruh dan caring telah diidentifikasi

kenyamanan

berbagai

4. KESIMPULAN

komplementer dalam mengatasi kecemasan.

dan

mengatasi

Banyak literatur yang secara

luas membahas tentang penggunaan terapi

karena

untuk

IKP,

maka

disarankan

untuk

menggunakan terapi komplementer tersebut secara

tepat

memberikan keluarga

dan

bijaksana

manfaat pasien

pada serta

agar

dapat

pasien

kritis,

berkontrubusi

memberikan efek relaksasi, kepuasan dan mengurangi

kecemasan

khusunya

pada

pasien pre PCI. Pemilihan terapi kompelenter tersebut bisa dilakukan berdasarkan bukti empiris,

manfaat

yang

diberikan

serta

rendahnya efek samping.

terapi komplementer cocok dengan tujuan paradigma keperawatan. terapi

komplementer

Penggunaan dalam

praktek

keperawatan juga memberikan kesempatan pada perawat untuk melakukan tidakan secara

DAFTAR PUSTAKA 1.

Astin

F,

K,

Thompson

D.

Prevalence and patterns of anxiety and depression

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

Jones

in

patients

undergoing

42


elective

percutaneous

coronary

angioplasty.

transluminal Heart

Lung

2005;34:393–401 2.

3.

Hearth

&

5.

Stroke

Foundation.

8.

9.

Critical

Care

Nursing 1st ed. USA : The McGraw Hill

12. Patel M, Kim M., Karajgikar R, Kodali V,

Growing Burden of Hearth Disease and

Kaplish D, Lee P, et al. Outcomes of

Stroke. Canada: Solvay Pharma; 2003

patients

Hamel, WJ. Femoral Artery Closure After

Following

Percutaneus

Cardiac

Intervention.

JACC

Catheterization.

Critical Care

Discharged

the

:

Same

day

Coronary

Cardiovascular

Interventions 2010;3(8)

Buku Registrasi Ruang Angiografi RSUP

13. Rudini D. Hubungan Dukungan Sosial

Dr. Hasan Sadikin Bandung; 2013

dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien

Tim UPF DI-INB PJNHK. Diagnostik

yang

invasif dan intervensi non-bedah di Pusat

Koroner Perkutan di RSUP Dr. Hasan

Jantung Nasional Harapan Kita. 2010.

Sadikin

Diakses

dipublikasikan; 2013

di

URL:http://www.pjnhk.go.id

Menjalani

Prosedur

Bandung.

Intervensi

Tesis,

Tidak

14. Trotter R, Gallagher R, Donoghue J.

Ignativicium DD, Workman LM. Medical

Anxiety

in

Patients

Undergoing

Surgical Nursing : Critical Thinking for

Percutaneous

Coronary

Interventions.

Collaborative Care (5ed. Vol.2). Elsevier

Heart & Lung 2011;40(3);185-192

Sauders; 2010 7.

of

The

[20/12/2013] 6.

Essentials

Companies; 2006

Nurse 2009; 29(1):39-4 4.

(AACN)

15. Watt

GV,

Laugharne

J,

Janca

A.

Morton, PG, Fontaine, DK. Critical Care

Complementary and Alternative Medicine

Nursing : A Holistic Approach (9th ed).

in

Philadelphia

Depression.

:

Lippincott

Wiliams

&

the

Treatment

of

Anxiety

and

Cur

Opin

Medscape,

Wilkins; 2009

Psychiatry

Sole, Klein, Moseley. Introduction to

from

Critical Care Nursing (5th ed). Missouri :

URL:http://www.medscape.com/viewarticl

Saunders Elsevier; 2009

e/568309_print

Keeley, EC, Hillis, LD. PCI for Myocardial Primary

Infarction

with

ST-Segment

2008;21(1):37-42.

16. National Center for Complementary and Alternative Medicine (NCCAM), National

Elevation. New England Journal Medical

Institutes

2007;356:47-54.

Department

Available

from

URL:

Available

of

Health of

Health

(NIH), and

U.S. Human

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJ

Services. What Is Complementary and

Mct063503#t=article. [12 Febuari 2014]

Alternative Medicine (CAM)?. Get the.

10. Davidson,

Bonow

Catheterization

in

RO.

Cardiac

Brounwald’s

Heart

2012. Facts. http://nccam.nih.gov/ 17. Susanne S. Brief Depression Screening

Disease : A Texbook of Cardiovaskular

with

Medicine.

Prognosis

Philadelphia

:

Saunders

Elesevier; 2008 11. Chulay

M,

Association

Coronary Burns

of

the

Critical

SM. Care

PHQ-2

Associated

Following Intervention

with

Percutaneous with

Paclitaxel

American

eluting Stenting. JgenInternMedVidebeck,

Nurses

S.L. (2001). Psychiatric Mental Health

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

43


Nursing 2010. USA : Lippincott Williams & Wilkins

24. Urden LD, Stacy KM, Lough ME. Critical Care

18. Gallagher R, Trotter R, Donoghue J. Pre Procedural

Concerns

Assesment

in

and

Patients

Anxiety

Nursing

:

Diagnosis

Management (6th Edition).

and

Kanada:

Mosby; 2010

Undergoing

25. Potter AG, Perry. PA. Fundamental Of

Coronary Angiography and Percutaneous

Nursing (2nd ed). Australia : Elsevier;

Coronary

2005

Interventionns.

Journal

of

European

Cardiovascular

Nursing

2010;9:38-44

S. Regional Use of Complementary and

19. Eng, et al. Anxiety and Depression Among

Patients

Percutaneous

Before

Coronary

and

After

Intervention

(PCI) at National Hearth Institute (NHI). Medical and Health journal 2007;2(1) 20. Ikram.

Pengaruh

Health

Tingkat

Kecemasan

Pasien

yang

akan

(PCI)

di

RSUP

Dr.

pada

Menjalani

Coronary

Interventions

Hasan

Alternative Therapies by Critical Care Nurses. Critical Care Nurses 2013;25:2. Available

from

URL:http://ccn.aacnjournals.org 27. Khanum F, Razack S. Anxiety- Herbal

Education

terhadap

Percutaneous

26. Lidquist R, Tracy MF, Savik K, Watanuki

Sadikin

Bandung. Tesis, Tidak dipublikasikan; 2012

Treatment: A Review. Research and Reviews

in

Biomedicine

and

Biotechnology 2010;1(2):71-89 28. College of Nurses of Ontario. Practice Guidline:

Complementary

Therapies.

Toronto; 2009 29. Burk L. Single Session EFT (Emotional

21. Maluenda G, Delhaye C, Gaglia MA, Ben-

Freedom Techniques) for Stress-Related

Dor I, Gonzalez MA, Hanna NN. A Novel

Symptoms After Motor Vehicle Accidents.

Percutaneous Coronary Intervention Risk

Energy Psychology: Theory, Research &

Score to Predict One-Year Mortality. The

Treatment 2010;2(2):65-72.

American Journal of Cardiology 2010. Elseiver Inc

30. Salas

M,

Brooks

A,

Rowe

J. The

Immediate Effect of a Brief Energy

22. Ruz MEA, Lennie TA, Moser DK. Effect of

Psychology

Intervention

β- Blockers and Anxiety on Complication

Freedom

Techniques)

Rates After Acute Myocardial Infarction.

Phobias:

A

American

2011;7:155-161

Journal

of

Critical

Care

2011;20:67-74

Pilot

(Emotional on

Specific

Study.

Explore

31. Church D, Yount G, Brooks A. The Effect

23. McKinley S, Madronio C. Validity of the

of Emotional Freedom Technique (EFT)

Faces Anxiety Scale for the assessment

on Stress Biochemistry: A Randomized

of state anxiety in intensive care patients

Controlled Trial. Journal of Nervous and

not

Mental Disease 2011; in press

receiving

Abstrac.

mechanical

Journal

2008;64(5):503-7.

ventilation

Psychosom

Res

Available

from

URL:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/

32. Cooke Murfield

M,

Mitchell J.

M,

Tiralongo

Complementary

E, and

alternative medicine and critical care

18440403

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

44


nurses: A survey of knowledge and practices in Australia. 2010 33. Antigoni

F,

attitudes

Theofanidis towards

D.

Nurses’

complementary

therapies. Health Science Journal 2009; 3(3) 34. Snyder M, Niska K. Cultural related complementary therapies Their use in critical Care Units. Critical Care Nursing Clinic N Am 2003;15:341–346. 35. Wang SYC, Yates P. Nurses' responses to

people

with

cancer

who

use

complimentary and alternative medicine. International Journal of Nursing Practice 2006;12(5):pp. 288-294.

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

45


Tinjauan Pustaka

STUDI LITERATUR MENGENAI EFEKTIFITAS TERAPI RELAKSASI OTOGENIK TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI EPIGASTRIUM PADA PENDERITA GASTRITIS Reisy Tane FAKULTAS KEPERAWATAN, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, MEDAN 20154 reisytane1@gmail.com

ABSTRAK Gastritis atau maag merupakan suatu peradangan atau inflamasi pada dinding mukosa lambung. Gastritis dibedakan menjadi dua yaitu gastritis akut dan kronis. Gastritis akut terjadi tiba-tiba dan jika dibiarkan dapat berkembang menjadi g,astritis kronis. Salah satu keluhan yang paling sering dialami oleh penderita gastritis adalah nyeri pada bagian epigastrium. Stres merupakan salah satu faktor pemicu utama penyebab gastritis. Mekanisme terjadinya ulcer atau luka pada lambung akibat stres adalah melalui penurunan produksi mucus pada dinding lambung. Penurunan produksi mucus pada dinding lambung disebabkan oleh efek noreepinephrin dan pengaruh system saraf simpatis. Metode dalam penulisan artikel ilmiah ini adalah melalu studi literature.Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengidentifikasi terapi relaksasi otogenik dalam penanganan masalah nyeri dan memperkenalkan kepada masyarakat umum tentang terapi relaksasi otogenik yang dapat digunakan untuk menurunkan intensitas nyeri epigastrium pada penderita nyeri gastritis. Terapi relaksasi otogenik merupakan bagian dari terapi nonfarmakologis yang bertujuan untuk membantu penderita gastritis agar dapat mengendalikan masalah nyeri epigastrium yang dialami. Kata Kunci : gastritis, nyeri akut, stres, terapi relaksasi autogenik

ABSTRACT Gastritis is an inflamation in the mucosal lining of the stomach. Gastritis classified into two there are acute and cronic gastritis. Acute gastritis occurs suddenly and if left unchecked can develop into cronic gastritis. One of the most common complaints experienced by patients with gastritis is pain in epigastrium. Stress is one of the main factors triggering cause of gastritis. The mechanism of ulcer or stomach ulcer due to stress in though the reduction of mucus production in the stomach wall. Decrease in mucus production in the stomach wall caused by the effects of noreepinephrine and sympathetic nervous system effects produced during stress. Method this research is use literature study. The purpose of this study was identify relaxation autogenic therapy in the treatment of pain problems and introduce to general public about relaxation autogenic therapy, which can be used to reduce pain intensity in patients with gastritis. Relaxation autogenic therapy is part of nonfarmakology therapy that aims to help people with gastritis order to control the problem of epigastric pain they experienced. Keyword: gastritis, acutepain, stress, relaxation autogenic therapy

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

46


1. PENDAHULUAN

psikologis

Saat ini, gastritis atau biasa dikenal

menyebabkan

keparahan

kekambuhan

penyakit

dengan maag merupakan salah satu jenis

mekanisme

neuro

penyakit yang sering diderita oleh masyarakat

mempengaruhi saluran pencernaan.

atau

gastritis

akibat

endokrin

yang

secara luas. DiduniaDi dunia, insiden gastritis

Nyeri merupakan keluhan yang paling

sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk

sering dirasakan oleh penderita gastritis. Nyeri

setiap tahun. Sedangkan di Asia Tenggara,

yang

insiden gastritis sekitar 583.635 dari jumlah

makroskopik disebabkan oleh adanya lesi

penduduk

setiaptahun1.

Di

hasil

penelitian

berdasarkan

Indonesia, Divisi

timbul

pada

gastritis

ini

secara

erosi mukosa dengan lokasi berbeda. Jika ditemukan pada korpus dan fundus, biasanya

Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit

disebabkan

Dalam

yang

daerah antrum, pada umumnya disebabkan

mengalami gangguan pencernaan selama

oleh obat-obatan seperti NSAID. Sedangkan

tahun 2009 sebanyak 86,41 % disebabkan

secara mikroskopik, terdapat erosi dengan

oleh gastritis, 12,59% terdapat ulkus dan 1%

regenerasi epitel, dan ditemukan

disebabkan oleh kanker lambung2.

inflamasi neutrofil yang minimal4.

FKUI

ditemukan

Gastritis

penderita

ditemukan

pada

reaksi sel

Nyeri yang timbul pada penderita

peradangan pada mukosa lambung. Gastritis

gastritis dapat memberikan efek negative

terbagi menjadi dua tipe yaitu gastritis akut

terhadap kondisi fisiologis dan psikologis

dan kronis. Gastritis akut merupakan kelainan

tubuh. Efek secara fisiologis antara lain

klinis akut yang mengakibatkan perubahan

menyebabkan penurunan system imunitas

pada mukosa lambung antara lain ditemukan

tubuh

sel inflamasi akut dan netrofil, mukosa edema,

suatu penyakit atau bahkan menyebabkan

merah

timbulnya tumor.

pendarahan.

terjadi

inflamasi

Jika

atau

dan

adalah

stress.

erosi

Gastritis

kecil

kronik

serta

merupakan

sehingga

Efek

menyebabkan

lain

adalah

keparahan

menyebabkan

gangguan pada lambung yang sering bersifat

disabilitas sehingga mengganggu pemenuhan

multifactor dengan perjalanan klinik bervariasi

activity daily living (ADL). Secara psikologis,

Gastritis (akut) biasanya mempunyai

nyeri kronik dapat menyebabkan depresi.

gejala mual dan rasa nyeri seperti terbakar

Depresi yang dirasakan dapat dipicu oleh

(burning pain) atau rasa tidak nyaman pada

disabilitas yang dialami sehingga mengganggu

bagian epigastrium, sedangkan gastritis kronis

aktivitas dan hubungan interpersonal

yang berkembang secara bertahap biasanya

pada akhirnya

menimbulkan gejala seperti sakit yang tumpul

kualitas hidup.

atau

ringan

(dull

Penanganan nyeri pada penderita

epigastrium dan terasa penuh atau kehilangan

gastritis dapat dilakukan secara farmakologis

selera setelah makan beberapa gigitan. Bagi

maupun

sebagian

farmakologis, pada penderita gastritis dapat

gastritis

pada

menyebabkan penurunan

bagian

orang,

pain)

yang

kronis

tidak

menyebabkan gejala apapun3. Salah gastritis

satu

adalah

faktor

stress

diberikan

non

obat

farmakologis.

gastritis

seperti

Secara

antasida,

pemicu

utama

antasida memang dapat menetralkan pH

psikologis.

Stress

lambung, namun pemakaiannya harus bersifat

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

47


jangka panjang. Hal ini tidak disarankan

sehingga dapat melawan efek akibat stress

karena

yang berbahaya6.

pada

tingkat

yang

fatal

dapat

menyebabkan keracunan alkali atau basa,

Berdasarkan uraian diatas dijelaskan

selain itu penumpukan logam yang menyusun

bahwa

terapi

relaksasi

senyawa obat seperti Alumunium, Calsium,

banyak keuntungan dan masih belum pernah

dan Magneium juga dapat terjadi sehingga

dilakukan pada pasien gastritis oleh karena itu

dapat menyebabkan pembentukan batu ginjal.

penulis

Jadi pengobatan secara farmakologis dalam

Efektifitas

Terapi

jangka waktu panjang dapat memperburuk

Terhadap

Penurunan

kondisi penderita secara perlahan dan tidak

Epigastrium Pada Penderita Gastritis.

tertarik

otogenik

untuk

memiliki

mengidentifikasi

Relaksasi

Otogenik

Intensitas

Nyeri

diketahui. Sedangkan dapat

dilakukan

secara dengan

nonfarmakologi terapi

otogenik. Terapi relaksasi otogenik adalah sejenis autosugestis dan hypnosis untuk diri sendiri,

yang

hormone

juga

merangsang

kebahagiaan,

serta

sekresi

menambah

kekuatan penyembuhan diri secara alami. Teknik relaksasi otogeninik adalah adalah teknik relaksasi dengan gerakan dan intruksi yang lebih sederhana dengan waktu yang lebih efektif dari pada teknik relaksasi lainnya dimana

hanya

memerlukan

2. METODE

relaksasi

waktu

Metode penulisan yang digunakan dalam pengembangan gagasan menggunakan studi literature. Literature yang digunakan dalam metode penulisan didapatkan dari pustaka-pustaka

terkait

seperti

textbook,

maupun sumber-sumber yang berasal dari jurnal

cetak

dan

pembentukan penyususan

elektronik.

gagasan

Selama

hingga

prosedur

juga

tahap dilakukan

konsultasi dengan pakar bidang keperawatan.

15-20

menit5. Penelitian terapi relaksasi otogenik telah dilakukan pada pasien DM dengan hipertensi

berdasarkan

hasil

dapat menurunkan tekanan darah dan glukosa darah pada pasien DM. Relaksasi otogenik ini keunikan

tersendiri

dibandingkan dengan relaksasi lainnya, yaitu dapat memberikan efek pada tekanan darah dan frekuensi nadi segera setelah perlakuan. Beberapa relaksasi

studi

lain

otogenik

menemukan

bermanfaat

bahwa

bagi

lowback

pain.

mengalihkan

respon

berdasarkan

perintah

Relaksasi tubuh dari

otogenik

secara diri

menyenangkan dan merupakan sensasi yang sangat personal yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi pikiran

sadar sendiri,

seseorang,

aktivitas,

dan

mengarahkan mengubah

semua

kehidupan

seseorang. Namun nyeri adalah konsep yang sulit untuk dikomunikasikan oleh seorang klien7. Mekanisme

klien

dengan konstipasi, hemoroid, tuberculosis, DM dan

Nyeri adalah perasaan sangat tidak

peneletian

dibuktikan bahwa terapi relaksasi otogenik

dibuktikan mempunyai

3. PEMBAHASAN & HASIL

gastritis

adalah

terjadinya akibat

nyeri

pada

dirangsang

oleh

perengangan (distensi), kontraksi otot dan peradangan yang dirasakan pada daerah epigastrium. Persarafan lambung spenuhnya berasal dari system saraf autonom yaitu saraf vagus.

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

Impuls

nyeri

akibat

peradangan

48


dihantarkan melalui vagus10

serabut

aferen saraf

pada dinding lambung disebabkan oleh efek

. Distensi pada saluran pencernaan

hormon norepineprin dan pengaruh system

akan menginduksi nyeri melalui reseptor saraf

saraf simpatif yang diproduksi saat stress.

simpatis menuju ke system saraf pusat. Nyeri

Noreepineprin

dan

system

menyebabkan

saraf

yang dirasakan penderita gastritis akut akan

simpatis

kapiler-kapiler

mengalami kekambuhan8.

didinding lambung dan kapiler abdominal

Episode berulang atau kekambuhan

mengalami kontriksi sehingga menyebabkan

berulang gastritis akut dapat menyebabkan

hilangnya lapisan pelindung dinding lambung.

gastritis berkembang menjadi gastritis kronik 12.

Tanpa lapisan (mucus) maka asam lambung

Kekambuhan

dapat

akan merusak jaringan dan kapiler darah

disebabkan karena kontak berulang atau

sehingga menyebabkan perdarahan lambung.

peningkatan factor ofensif atau factor yang

Peningkatan asam lambung sebagai efek

menyebabkan kerusakan mukosa lambung

stress semakin memperparah kerusakan pada

yang terdiri dari asam lambung, pepsin, asam

dinding lambung sehingga memperparah ulcer

empedu,

infeksi

dan perdarahn dilambung. Kerusakan yang

helicobacter pylory yang bersifat gram-negatif,

makin parah ini yang menyebabkan nyeri yang

OAINS (obat anti inflamasi non steroid),

kuat pada epigastrium10.

penyakit

enzim

gastritis

pangkreas,

alcohol, radikal bebas9. Episode berulang atau kekambuhan

pada

gastritis

juga

dapat

3.1 Terapi Relaksasi Otogenik

disebabkan oleh stress psikologis. Stress

psikologis

Relaksasi otogenik adalah relaksasi

menyebabkan

yang bersumber dari diri sendiri berupa kata-

keparahan atau kekambuhan penyakit gastritis

kata atau kalimat pendek atau pikiran yang

akibat

yang

bisa

efek

adalah pengaturan diri atau pembentukan diri

stress pada saluran pencernaan antara lain

sendiri, kata ini juga dapat berarti tindakan

menurunkan saliva sehingga mulut menjadi

yang dilakukan diri sendiri. Istilah otogenik

kering, dan menyebabkan kontraksi yang tidak

secara

terkontrol pada otot esophagus sehingga

memiliki kemampuan untuk mengendalikan

menyebabkan

beragam

mekanisme

mempengaruhi

neuroendokrin

saluran

sulit

pencernaan.

menelan,

peningkatan

membuat

spesifik

fungsi

pikiran

tentram.

menyiratkan

tubuh,

Otogenik

bahwa

seperti

kita

frekuensi

asam lambung, kontriksi pembuluh darah

jantung, aliran darah dan tekanan darah. Ini

disaluran pencernaan sehingga menyebabkan

merupakan konsep yang baru karena selama

iritasi dan luka pada dinding lambung dan

berabad-abad fungsi-fungsi tubuh dianggap

perubahan motilitas usus.

terpisah dari pikiran yang tertuju pada diri

Mekanisme terjadinya ulcer atau luka

sendiri11.

pada lambung akibat stress adalah melalui

Relaksasi otogenik sering juga disebut

penurunan produksi mucus pada dinding

dengan autogenic adalah sejenis auto sugesti

lambung. Mucus yang diproduksi pada dinding

dan hypnosis untuk diri sendiri, yang juga

lambung merupakan lapisan pelindung dinding

merangsang sekresi hormone endorphin, serta

lambung dari factor yang dapat merusak

menambah

dinding lambung. Penurunan produksi mucus

secara alami. teknik yang teruji dan sudah

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

kekuatan

penyembuhan

diri

49


dikenal sejak lama ini memiliki spectrum

lain

aplikasi yang luas.

perhatian, perlahan kenali pikiran tersebut,

Efek positif relaksasi pada penderita nyeri

adalah

memperbaiki

memperbaiki

kualitas

kemampuan

masalah,

menurunkan

meningkatkan

kepercayaan

yang

berusaha

kemudian fokuskan kembali pikiran pada

tidur,

kewaspadaan tubuh.

pemecahan

3. Fase latihan otogenik

kelemahan,

nafas dalam, memejamkan mata dan

nyeri,

bernafas dengan pelan (menarik nafas

meningkatkan keefektifan terhadap tindakan

melalui hidung dan dikeluarkan melalui

lain untuk mengurangi nyeri, memperbaiki

mulut). Ulangi prosedur 3-5 kali (Snyder &

dalam

koping

kemampuan dalam

terhadap

toleransi12.

Perasaan sebagian

dan

Latihan diawali dengan menarik

self

control

diri

mangalihkan

nyeri

besar

Linquist,2002).

pada

distimulus

gastritis

oleh

stress

Setelah nafas dalam, maka dapat dilanjutkan

untuk

sehingga menyebabkan peregangan (distensi)

relaksasi

dan kontraksi otot yang dirasakan pada

yaitu:

daerah epigastrium.

Untuk menghilangkan

a. Praktik berat

sensari

mengurangi

nyeri

lambung

dan

maka

dapat

distensi

otogenik

ini

enam

(Haruyama,

untuk

fase 2012),

membebankan

teknik

perasaan berat pada lengan dan

relaksasi otogenik, otot-otot yang semula

tungkai. Praktik ini mengantarkan kita

berkontraksi

sehingga

pada kondisi tidur dan terjaga. Pada

menurunkan intensitas nyeri dan distensi

praktik ini, badan kita seolah mati dan

lambung.

berat seperti dalam tidur, tetapi otak

dapat

dilakukan

Praktik

masuk

berelaksasi

Langkah-langkah

terapi

relaksasi

kita setengah terjaga. Otak kiri pasif,

otogenik13 .

sementara

1. Persiapan Klien

Inilah tujuan praktik berat.

Ada

tiga

pilihan

posisi

untuk

bagian

kanannya

aktif.

b. Praktik hangat

melakukan relaksasi otogenik yaitu posisi

Teknik ini dijalankan persis seperti

tidur, posisi duduk dan posisi duduk

praktik berat, namun kali ini perasaan

dengan sandaran. Posisi tidur merupakan

hangat berada pada kedua lengan dan

posisi tubuh terbaik untuk melakukan

tungkai.kehangatan itu penting karena

terapi otogenik.

mendorong

2. Konsentrasi dan kewaspadaan

peredaran

dan

aliran

darah. Dengan demikian, oksigen dan

Ketika pertama kali melakukan

bahan

makanan

ditransportasikan

latihan ini yang akan dirasakan adalah

sampai pada sudut terakhir tubuh kita.

bahwa

pikiran

Disamping itu, pada kondisi relaksasi

yang

tampaknya

Konsentrasi

menerawang

dalam

kehal-hal

lebih latihan

penting. ini

mendalam

adalah

menstimulasi

pengeluaran endorphin dan belahan

hanya disini dan hanya untuk saat ini, terutama dalam keadaan tubuh saat ini.

ini,

otak kanan juga diaktifkan. c.

Praktik jantung

Jika pada awalnya menemukan pikiran

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

50


Tujuan praktik ini adalah untuk sedikit mempengaruhi detak jantung dengan

Teknik relaksasi otogenik

sengaja, dan membawa jantung pada kondisi optimal meskipun organ ini sesungguhnya

melaksanakan

System saraf parasimpatis

pekerjaannya secara optimal dengan sangat otomatis. d. Praktik pernafasan Praktik ini memperdalam relaksasi

Asam lambung

Vasodilatasi kapiler lambung

lewat penarikan dan penghembusan nafas yang terpusat dan tenang. e. Praktik perut Praktik ini berperan untuk pendalaman relaksasi

dan

perbaikan

Kontraksi otot / spasme lambung

Relaksasi otot lambung

Iritasi mukosa kerusakan epitel

Aliran darah

darah

didaerah pleksus solar serta rongga perut. f.

Iskemia

Praktik kepala Dalam praktik ini harus berkonsentrasi pada

otak

yang

dingin

dan

Produksi bradikinin, zat proteolitik, histamin

NYERI

membisikkan diri sendiri otak sejuk dan nyaman14. Jika tercapai meditasi

relaksasi

penting

mendalam

untuk

dengan

benar

telah

Penelitian

dalam

hal

ini

telah

menutup

praktik

dilakukan oleh Rabial (2009) pada pasien

yaitu

dengan

kanker dengan nyeri kronis dengan hasil

penarikan kembali. Karena kita berada dalam

sebagai berikut:

semacam kondisi terhipnotis, beberapa waktu

Tabel.1 Hasil pengukuran intensitas nyeri

setelah mengakhiri praktik meditasi. Langkah-

sebelum dan sesudah terapi relaksasi

langkah mengakhiri praktik meditasi, pertama-

Skema

1.

Mekanisme

teknik

Presentase (%)

Frekuensi (n)

Intensitas nyeri

kepala, dan tepukkan tangan 20.

Presentase (%)

buka mata, rentangkan kedua lengan diatas

Frekuensi (n)

kepalkan dengan sekuat tenaga. Kemudian,

Intensitas nyeri

pertama, kepalkan tangan dan sekali lagi

Sesudah terapi

Sebelum terapi

relaksasi

otogenik dalam menurunkan nyeri gastritis (Guyton & Hill, 2007).

Ringan (2-4)

2

25

Ringan (2-4)

5

62.5

Sedang (5-7)

3

37. 5

Sedang (5-7)

3

37.5

Berat (8-10)

3

37. 5

Berat (8-10)

0

0

(M=6.38, SD=2.13)

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

(M=3.75, SD=1.58)

51


Dari

hasil

pengukuran

diperoleh

5. Keefe, F. J. (1996). Cognitive Behavioral

bahwa lebih dari sepertiga responden (37,5%)

Therapy

menunjukkan nyeri pada rentang 8-10 (berat)

Psychologist, 49 (3), 4-5

sebelum dilakukan terapi distraksi dan setelah dilakukan

terapi

diperoleh

bahwa

jumlah

responden pada skala 8-10 (berat) menjadi tidak ada (0%).

For

Managing

the

Clinical

6. Crisp,J., & Taylor, C. (2006). Potter & Perry’s Fundamental of Nursing (3ed) Australi : Mosby 715-815 7. Davis, M., Eshelman, E.R., & McKay,M. (1995). Panduan Relaksasi dan Reduksi stress . Jakarta : EGC

4. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terapi relaksasi otogenik sebagai terapi non farmakologis efektif dalam menurunkan intensitas nyeri epigastrium pada pasien penderita gastritis. Terapi relaksasi otogenik dapat dilakukan secara mandiri tanpa bantuan tim medis serta dapat dijadikan sebagai terapi pendukung dalam penanganan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat untuk

penelitian

selanjutnya

sehingga dapat menemukan metode yang lebih baik dan kompleks dalam penangan nyeri.Diharapakan juga dengan adanya terapi relaksasi otogenik dalam penanganan nyeri epigastrium

pada

(September,2007). are

the

trial

Mind-body

data

getting

therapist: stronger.

alternatives therapist, 13(5): 62-64 Mei 27, 2010.

http://www.alternative-

therapiest.com/.web_pdfs/erenst.pdf. 9. Jacob, G.D. (2001). The psiology of maind body interaction : the stress respons and the relaxation respons. The journal of

keluhan gastritis.

dijadikan

8. Ernst, E., Pittler, M.H., Wider, B, Boddy, K.

penderita

gastritis,

prevalensi gastritis di Indonesia berkurang dan

alternative

and

complementary.

http://www.gemini.utb.edu/nurs.3304_84/as sigments/assigment%207%20maind%20bo dy%20fisiology_5921200.pdf 10. Jacob,

R.G.,

Shapiro,

A.,O’Hara,

P.,

Portser, S., Krunger, A., Gudsonist, c., et al.

(1992).

Relaxation

therapy.

http://www.psikosomaticmedicine.org/cgi/co ntent/abstrak/54/1/87.

visi Indonesia sehat dapat tercapai.

11. Saunders, S. 2007. Autogenic therapy : short term therapy for long term gain. DAFTAR PUSTAKA

Februari 7, 2010. British Autogenic Society,

1. Gill, K.M (2003). Social Support and Pain Behavior.Pain, 29(2), 209-217 2. Greenwald,H.P.

(1991).

chairman.

http://www.autogenic-

therapy.org.uk Interethnic

differemces In Pain Perception. Pain, 44(2), 157-163 3. Kozier,B.et.Al.2010.FundamentalKeperawa tan, konsep, proses dan praktik, 689-693. 4. Suddarth & Brunner, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.ed(8), 678690

12. Setyawati,A. 2010. Pengaruh Relaksasi Otogenik Terhadap Kadar Gula Darah Dan Tekanan

Pada

Klien

Diabetes

Mellitus Tipe 2 Dengan Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit DI D.I.Y Dan Jawa Tengah. Hal (115-121) 13. Rabi’al, J. 2009. Efektifitas Terapi Perilaku Kognitif

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

Darah

(Cognitive

Behavioral

therapy)

52


Relaksasi

dan

distraksi

pada

Pasien

Dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Skripsi

tidak

dipublishkan.

Medan:

Universitas Sumatera Utara 14. Haruyama, Endorphin

S.

2012.

Sehat

The

Mudah

Miracle dan

of

Praktis

Dengan Hormon Kebahagiaan. Bandung: Mizan Pustaka (241-249)

BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014

53



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.