KATA PENGANTAR Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (BIMIKI) merupakan salah satu berkala yang dimiliki oleh organisasi mahasiswa keperawatan yakni Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (ILMIKI). Berkala ini ditebitkan guna memberikan informasi tentang informasi-informasi terbaru dalan dunia keperawatan dan memberikan sarana kepada mahasiswa keperawatan untuk mempublikasikan hasil penelitiannya maupun artikel ilmiah yang lain.
BIMIKI ini secara garis besar menyajikan artikel-artikel ilmiah yang bersikan informasi terbaru tentang keperawatan, termasuk di dalamnya terdapat penelitian asli, artikel tinjauan pustaka, laporan kasus, artikel penyegar ilmu keperawatan dan kesehatan, advertorial, petunjuk praktis, serta editorial. Berkala ini tidak hanya terbatas pada mahasiswa saja, namun juga insane keperawatan pada umumnya.
Atas diterbitkannya Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia edisi kedua ini, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, khususnya kepada seluruh penulis yang berperan aktif, tim penyusun, mitra bebestari dan seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan berkala ini.
Penyusun
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
i
SUSUNAN PENGURUS Penanggungjawab
:
(PSIK FK Universitas Brawijaya) -
Ahmad Rizal (Sekretaris Jenderal ILMIKI)
(PSIK FK Universitas Brawijaya) -
Pimpinan Umum
:
Nuning Khurotul Af’ida
:
-
Tim Layouting (Tata Letak &Ilustrasi):
(PSIK FK Universitas Brawijaya)
:
Devi Septiananingrum
-
Rizky Oktavia P. (PSIK FK Universitas Brawijaya)
:
Ilya Nur Rachmawati (PSIK FK Universitas Brawijaya)
(PSIK FK Universitas Gajah Mada) Pimpinan Redaksi
Bayu Aprilia Yogi Putra (PSIK FK Universitas Brawijaya)
Bendahara
Cinta Astri D. Puspitasari (PSIK FK Universitas Gajah Mada)
-
Ayu Amalia
Amirullah (PSIK FK Universitas Brawijaya)
(PSIK FK Universitas Brawijaya) Sekretaris Umum
Sanda Prima Dewi
Sofyan Adetya Perkasa (PSIK FK Universitas Gajah Mada
Tiara Dea Ananda (PSIK FK Universitas Brawijaya) Dewan Redaksi -
:
Muhamad Zulfatul A’la (Magister Keperawatan Universitas Padjadjaran)
-
Weni Widya Sari (Magister Keperawatan Universitas Padjadjaran)
-
Dwi Retno Selvitriana (PSIK FK Universitas Brawijaya)
-
Andreas A. Pangemanan (PSIK FK Universitas Gajah Mada)
-
Aprilika Tyantaka (Poltekkes Kemenkes Yogyakarta)
-
Dia Amal Indah (PSIK FK Universitas Brawijaya)
Tim Humas (Promosi dan Danus): -
Sifak Nikmatul F. (PSIK FK Universitas Gajah Mada)
-
Septiana Hannani A.P.
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
ii
ISSN : 2338 - 4700
DAFTAR ISI Kata Pengantar
i
Susunan Pengurus
ii
Daftar Isi
iii
Petunjuk Penulisan
iv
Sambutan Pimpinan Umum
vii
PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR MENULAR
RISIKO
(HIPERTENSI
YANG DAN
MEMPENGARUHI
DIABETES
KEJADIAN
MELLITUS)
DI
PENYAKIT
PADUKUHAN
TIDAK JODAG,
KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA Akbar Satria Fitriawan, Rais Hasan, Bayu Fandi Achmad 1 SOLCRISPY : INOVASI SNACK TERUNG UNGU (SOLANUM MELONGENA L.) CRISPY SEBAGAI PEREDUKSI MOTILITAS SPERMATOZOA PADA TIKUS JANTAN Munfada Maulidiya Agustin, Yesi Andriani, Ni Made Putri, Novita Wulan Dari, Yulian Wiji Utami 14 PENGARUH PEMBERIAN TOPIKAL EKSTRAK ETANOL KEDELAI (Glycine max) TERHADAP PEMBENTUKAN JARINGAN EPITEL PADA PERAWATAN LUKA BAKAR DERAJAT II PADA TIKUS WISTAR Rahmatuz Zulfia, Yulian Wiji Utami, Endang Asmaningsih 19
‘
TINJAUAN PUSTAKA PENINGKATAN
KUALITAS
PENDIDIKAN
MAHASISWA
KESEHATAN
MELALUI
PENERAPAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION Hella Meldy Tursina, Muhamad Jauhar, Prasetyo Aji Nugroho 31 TERAPI KOMPLEMENTER PADA PENURUNAN KECEMASAN PASIEN YANG AKAN MENJALANI INTERVENSI KORONER PERKUTAN (IKP) : TELAAH LITERATUR Weni Widya Shari, Suryani, Etika Emaliyawati 37 STUDI
LITERATUR
TERHADAP
MENGENAI
PENURUNAN
EFEKTIFITAS
INTENSITAS
NYERI
TERAPI
RELAKSASI
EPIGASTRIUM
PADA
OTOGENIK PENDERITA
GASTRITIS Reisy Tane 46
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
iii
PETUNJUK PENULISAN Pedoman Penulisan Artikel Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (BIMIKI)
1. BIMIKI hanya akan memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada berkala lain. 2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dan benar, jelas, lugas, serta ringkas. Naskah diketik di atas kertas A4 dengan dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi. Ketikan tidak dibenarkan dibuat timbal balik. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman judul. Batas atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2.5 cm. 3. Naskah terdiri dari minimal 3 halaman dan maksimal 10 halaman. 4. Naskah harus diketik dengan komputer dan harus memakai program Microsoft Word. 5. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian Asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut: a. Judul karangan (Title) menggambarkan isi pokok tulisan secara ringkas dan jelas ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Judul artikel ditulis dengan huruf besar menggunakan font Arial 11 spasi 1. Penulis diharapkan mencantumkan judul ringkas dengan susunan 40 karakter beserta nama penulis utama yang akan ditulis sebagai judul pelari (running title) b. Nama Penulis, tanpa gelar. Jumlah penulis yang tertera dalam artikel minimal 1 orang. c.
Alamat berupa instansi tempat penulis bekerja dilengkapi dengan alamat post lengkap dan alamat email untuk penulis korespondensi.
d. Abstrak, ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dan merupakan intisari seluruh tulisan meliputi masalah, tujuan, metode, hasil, serta simpulan. Abstrak ditulis dalam satu paragraf penuh, dibawah abstrak disertakan 3-5 kata kunci (keywords). Panjang abstrak tidak melebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul makalah dan nama penulis. e. Pendahuluan Pada bagian pendahuluan tuliskan latar belakang, penjelasan mengenai penelitian terkait yang telah lebih dulu dipublikasikan (jika ada). Selain itu dijelaskan pula hal-hal spesifik dalam penelitian. f.
Metode Berisi penjelasan tentang waktu, tempat, teknik, dan rancangan penelitian. Untuk literaturereview, metode berisi teknik dalam mencari literatur.
g. Hasil Ditulis jelas dalam bentuk narasi dan data yang berkaitan dengan tujuan penelitian, bila perlu disertai dengan ilustrasi (lukisan, gambar, grafik, diagram), tabel atau foto yang mendukung data. h. Pembahasan Menerangkan arti hasil penelitian yang meliputi fakta, teori, dna opini. i.
Simpulan dan Saran Berupa kesimpulan hasil penlitian atau hasil literature review dalam bentuk narasi sesuai dengan tujuan penelitian. Saran berisi saran yang dapat diberikan oleh penulis berdasarkan hasil penelitian atau hasil literature review.
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
iv
j.
Pengutipan Kutipan dari referensi atau daftar pustaka dibuat dengan tanda superscript (1), dengan 1 menunjukkan nomor dalam daftar pustaka.
k.
Daftar Pustaka Sedapat mungkin merupakan pustaka terbitan sepuluh tahun terakhir, diutamakan adalah hasil laporan penelitian dna artikel ilmiah dalam jurnal.
l.
Kepustakaan disusun menurut Vancouver style Artikel dalam berkala i. Artikel standar Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun 1;124(11):980-3. atau Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124:980-3. Penulis lebih dari enam orang Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leukaemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j Cancer 1996;73:1006-12. ii. Suatu organisasi sebagai penulis The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4. iii. Artikel tidak dalam Bahasa Inggris Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2. iv. Edisi dengan suplemen Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97. v. Volum dengan bagian Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in non-insulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-6. vi. Edisi dengan bagian Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap laceration of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8. Buku dan monograf lain i. Penulis perseorangan Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996. ii. Editor, sebagai penulis Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill Livingstone; 1996. iii. Organisasi dengan penulis
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
v
Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid program. Washington: The Institute; 1992. iv. Bab dalam buku Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors. Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: raven Press; 1995.p.465-78. v. Prosiding konferensi Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-19; Kyoto, Japan. Amsterdam: Elsevier; 1996. vi. Makalah dalam konferensi Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and security in medical information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO 92. Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.p.1561-5. vii. Laporan ilmiah atau laporan teknis m. Margin penulisan mengikuti aturan 2, 2, 2, 2, font arial 11 spasi 1,5 untuk pendahuluan, metode, hasil, pembahasan, simpulan dan saran, serta spasi 1 untuk abstrak dan daftar pustaka n. Naskah
dikirim
melalui
ke
alamat
redaksi
BIMIKI
(Keperawatan)
:
redaksibimiki@bimkes.org
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
vi
SAMBUTAN PIMPINAN UMUM Rasa syukur yang berlipat ganda, saya ucapkan atas keberhasilan diterbitkannya Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (BIMIKI) pada edisi kedua ini. Setelah melalui perjalanan panjang dan perjuangan yang tiada henti dari semua pihak yang selalu turut memberikan dukungan atas keberhasilan BIMIKI ini. Tantangan merupakan bukan suatu penghalang kesuksesan. Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (BIMIKI) merupakan salah satu berkala ilmiah keperawatan yang ada di Indonesia yang bertujuan untuk menghasilkan berkala mahasiswa keperawatan elektronik yang memberi peluang bagi mahasiswa dalam publikasi ilmiah yang berbasis ilmu dan teknologi. Berkenaan dengan tujuan tersebut, maka diperlukannya sebuah wadah yang mampu menjadi penampung hasil kreativitas mahasiswa khususnya terkait publikasi artikel ilmiah. Penerbitan berkala ini terselenggara atas kerja sama berbagai pihak, antara lain dari organisasi mahasiswa keperawatan yakni Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (ILMIKI) yang diampu langsung oleh Direktorat Jenderal Pendidikan dan Penelitian (PENDPEL) bekerja sama dengan HPEQ Students, serta dukungan berbagai institusi keperawatan di Indonesia. Penerbitan berkala ini membuktikan perjuangan yang tiada akhir, dalam membangun arus keprofesionalan dalam keperawatan dengan menunjang sistem long life learning, dan menutup segala keterbatasan informasi keilmiahan terbaru bagi mahasiswa keperawatan. Harapan yang besar ketika keberadaan berkala ini dapat memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh insan keperawatan di Indonesia. Bermula manfaat ditujukan kepada mahasiswa keperawatan di belahan daerah Indonesia manapun, semoga berkala ini dapat mempermudah dalam mengakses informasi- informasi ilmiah terbaru, maupun wadah penampung kreativitas mahasiswa keperawatan. Akhir kata, saya mohon maaf bila terdapat kesalahan pada penulisan, ataupun petikan katakata yang terdapat pada BIMIKI edisi kedua ini. Sempurna merupakan hal yang masih jauh untuk diucapkan, oleh karena itu, kritik dan saran selalu kami tunggu demi perbaikan pada edisi yang selanjutnya. Hidup mahasiswa! Kobarkan selalu semangat muda, karena suatu saat kitalah pejuangnya.
Nuning Khurotul Af’ida
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
vii
Penelitian
FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (HIPERTENSI DAN DIABETES MELLITUS) DI PADUKUHAN JODAG, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA Akbar Satria Fitriawan, Rais Hasan, Bayu Fandi Achmad Prodi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRAK Latar Belakang : Hipertensi dan diabetes mellitus merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal kronik. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi dan diabetes mellitus diperlukan untuk mengembangkan strategi yang tepat untuk mencegah komplikasi tersebut. Tujuan : Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit tidak menular (hipertensi dan diabetes mellitus) di padukuhan Jodag, kabupaten Sleman, Yogyakarta. Metode : Penelitian case control dengan jumlah sampel 49 orang. Faktor risiko yang diteliti adalah data sosiodemografis, riwayat keluarga, pengetahuan, obesitas, merokok, olahraga, asupan garam, dan asupan gula. Uji Chi square dan fisher exact digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi dan diabetes mellitus, sedangkan regressi logistik digunakan untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh. Hasil : Dari 49 orang responden, 33 responden (67,3%) menderita penyakit tidak menular. Usia>60 tahun, pekerjaan yang ringan, merokok dan tidak berolahraga berhubungan secara signifikan dengan kejadian penyakit tidak menular (P<0,05). Dalam analisis regresi logistik, tidak pernah berolahraga merupakan satu-satunya variabel yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit tidak menular (P = 0,048; OR = 0,20; 95% C.I = 0,041-0,985). Olahraga berkontribusi terhadap kejadian penyakit tidak menular sebesar 44,9% (đ?&#x2018;&#x2026;2 = 0,449). Kesimpulan : Faktor usia, pekerjaan, perilaku merokok, dan olahraga merupakan prediktor terhadap kejadian penyakit tidak menular. Modifikasi gaya hidup sehat berupa olahraga dan intervensi penghentian merokok diharapkan dapat mencegah perkembangan penyakit tidak menular pada masyarakat. Kata kunci : penyakit tidak menular, hipertensi, diabetes mellitus, faktor risiko
ABSTRACT Background : Hypertension and diabetes mellitus are major risk factors for coronary heart disease, heart failure, stroke, and chronic renal failure. Identify the factors that affect the incidence of hypertension and diabetes mellitus is needed to develop appropriate strategies to prevent these complications. The aim of this study is to identify factors affecting non communicable disease at Jodag village, Sleman regency, Yogyakarta. Method : Case-control study with a sample of 49 responden. Risk factors studied were the data sociodemographic, family history, knowledge, obesity, smoking, exercise, salt intake, and intake of sugar. Chi square test and Fisher exact is used to determine the factors associated with the incidence of hypertension and diabetes mellitus, whereas logistic regression is used to determine the most influential factors. Result : Of the 49 respondents, 33 respondents (67.3%) suffering from non-communicable diseases. Age> 60 years, work light, smoke and do not exercise significantly associated with the incidence of non-communicable diseases (P <0.05). In logistic regression analysis, never exercise is the only variable affecting non-communicable diseases (P = 0.048; OR = 0.20, 95% CI = 0.041 to 0.985). Exercise contribute to non-communicable diseases by 44.9% (đ?&#x2018;&#x2026;2 = 0,449). Conclusion : Age, occupation, smoking, and exercise is a predictor of non-communicable diseases. Healthy lifestyle modifications such as exercise and smoking cessation intervention is expected to prevent the development of non-communicable diseases in the community. Key word : Non Communicable Disease, Hypertension, Diabetes Mellitus, Risk Factor
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
1
1. PENDAHULUAN
hipertensi sering tidak terdeteksi, dan ketika
Hipertensi adalah salah satu penyakit
telah didiagnosis, penyakit ini tidak terkontrol
non infeksius utama yang menjadi masalah
secara adekuat. Diantara para penderita
besar
hipertensi,
secara
global.
Hipertensi
adalah
penyebab utama kesakitan dan kematian karena
berhubungan
dengan
hanya
kejadian
Diabetes sekelompok
kongestif, penyakit serebrovaskuler (stroke),
dikarakteristikan
dan penyakit ginjal
Berdasarkan
yang
tekanan
darahnya terkontrol baik.7
penyakit jantung koroner, gagal jantung kronik.1,2,3
25%
mellitus
penyakit
hiperglikemia
adalah
metabolik
yang
dengan yang
kondisi
diakibatkan
oleh
data World Health Organization, hipertensi
gangguan dalam sekresi insulin, aksi insulin,
diderita oleh 1 miliar orang di seluruh dunia.
ataupun keduanya. Komplikasi akut yang
Diperkirakan, tahun 2025 melonjak menjadi
mengancam nyawa pada Diabetes adalah
1,5 miliar tahun
orang.4
2007
hipertensi
menemukan Indonesia
prevalensi
nonketotik
hiperosmolar
syndrome.
Komplikasi jangka panjang dari Diabetes
Yogyakarta
Mellitus adalah retinopati, gagal ginjal kronis,
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun
neuropati perifer yang menyebabkan ulkus
2007
ditemukan
kaki dan amputasi, charcot joint, neuropati
sebesar
35,8%.5
Daerah
Hubungan penyakit
sebesar
hiperglikemia berat dengan ketoasidosis atau
32,2%
persen.
di
Riset Kesehatan Dasar
Istimewa
prevalensi
hipertensi
otonom antara
kardiovaskuler
hipertensi
dan
yang
menyebabkan
gejala
gastrointestinal, genitourinari, kardiovaskuler,
kuat,
konsisten
dan
diabetes berisiko tinggi untuk mengalami
independen. Setiap peningkatan tekanan
aterosklerosis, penyakit jantung koroner, dan
darah sistolik sebesar 20% dari 115 mmHg
stroke.
dan tekanan diastolik sebesar 10 mmHg
lipoprotein yang abnormal sering ditemui
diatas 75mmHg akan meningkatkan risiko
pada penderita diabetes mellitus.8
langsung,
konklusif,
dan
disfungsi
seksual.8
sangat
Selain
itu
Pasien
hipertensi
dengan
dan
profil
kesakitan dan kematian sebesar 2 kali lipat.
Prevalensi dan Insidensi Diabetes
Hipertensi mempercepat terjadinya proses
mellitus terus meningkat dari waktu ke waktu.
atherogenesis, menyebabkan peningkatan
Diperkirakan
risiko proses itu sebesar 2-3 kali. Penelitian
penderita DM dari 171 juta (2,8%) pada
yang
Utara
tahun 2000 menjadi 366 juta (4,4% ) pada
memperlihatkan bahwa hipertensi menjadi
tahun 2030 dengan penderita pria lebih besar
penyebab utama terjadinya 500.000 kasus
dari wanita.9
dilakukan
di
Amerika
akan
terjadi
peningkatan
stroke (250.000 kematian) dan 1.000.000
Baik hipertensi maupun Diabetes
kejadian infark miokardial (500.000 kematian)
mellitus merupakan penyakit yang tidak
setiap tahunnya.1 Hipertensi dikenal juga
dapat disembuhkan melainkan hanya dapat
sebagai
dikontrol.10 Oleh karena itu yang paling
silent
killer
atau
pembunuh
terselubung yang tidak menimbulkan gejala
mudah
atau asimptomatik seperti penyakit lain.
terhadapnya khususnya bagi mereka yang
Survey
bahwa
memiliki resiko untuk menderita. Faktor yang
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
2
nasional
menunjukkan
dilakukan
adalah
pencegahan
berperan pada terjadinya hipertensi, yaitu
masalah kesehatan yang diderita masyarakat
faktor individu seperti umur yang semakin
padukuhan Jodag. Sebanyak 50% kasus
tua, jenis kelamin laki-laki, ras, faktor genetik
penyakit
serta gaya hidup atau lingkungan yang
hipertensi 36% kasus penyakit yang diderita
meliputi menderita penyakit diabetes mellitus,
oleh warga adalah Diabetes Mellitus.
obesitas, stress, merokok, konsumsi garam
yang
diderita
penyakit
tidak
dan kopi/kafein, serta kurangnya aktivitas
Diabetes
Mellitus)
fisik.3,5,11
diperlukan
and Prevention
(2012), faktor risiko DM
adalah
Identifikasi Faktor Risiko terjadinya
yang tinggi, hiperlipidemia, konsumsi alkohol
Menurut Center for Disease Control
warga
menular di
(Hipertensi
dan
Padukuhan Jodag
sebagai
dasar
untuk
mengembangkan intervensi kesehatan yang
adalah riwayat keluarga/genetik, usia yang
tepat
semakin tua, jenis kelamin laki-laki, ras,
menanggulanginya. Dengan intervensi yang
obesitas,
kurang
tepat diharapkan dapat mencegah terjadinya
aktivitas fisik, stress, konsumsi makanan
komplikasi akibat penyakit hipertensi dan
tinggi
diabetes mellitus di masyarakat.5
obesitas
kalori
merokok,
dan
abdominal,
lemak,
mengkonsumsi
hiperlipidemia, alkohol,
Sumberadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman. Padukuhan Jodag berada di dalam puskesmas
Mlati
2.
Berdasarkan data kunjungan puskesmas Mlati 2, ditemukan bahwa penyakit hipertensi menduduki
peringkat
kedua
jumlah
kunjungan tertinggi. Hipertensi dan diabetes mellitus
termasuk
dalam
sepuluh
besar
penyakit di wilayah kerja Puskesmas Mlati II tahun
2011.
Angka
kejadian
hipertensi
sebanyak 3162 kasus sementara angka kejadian diabetes mellitus sebanyak 1070 kasus. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa warga padukuhan Jodag, diketahui bahwa banyak warga yang tidak mengetahui nilai tekanan darahnya. Survey kesehatan cepat yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 1 sampai 3 September
2013
terhadap 179 orang Kepala Rumah Tangga di padukuhan Jodag menemukan bahwa hipertensi
bersamaan
dan
2. METODE PENELITIAN
Padukuhan Jodag terletak di Desa
kerja
mencegah
serta
menderita hipertensi.12
wilayah
untuk
dengan
Diabetes
mellitus menduduki peringkat tertinggi untuk
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
analitik,
dengan
menggunakan
pendekatan kuantitatif dan desain penelitian case control. Penelitian ini dilakukan antara tanggal 1-3 September 2013 di Padukuhan Jodag, Desa Sumberadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Populasi target adalah warga berisiko hipertensi di Pedukuhan Jodag. Kriteria inklusi penelitian ini adalah warga berusia lebih dari sama dengan 45 tahun dan bersedia menjadi responden penelitian. Sampel ditentukan secara
random
menggunakan
sampling perhitungan
dengan menurut
Lemeshow et.al (1997) dan Cochrane et.al (1967),
dan
diperoleh
jumlah
sampel
minimal 20 responden untuk kelompok kasus (kelompok penyakit tidak menular) dan 20 responden untuk kelompok kontrol. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner WHO STEPWISE yang telah dialihbahasakan dan dimodifikasi oleh peneliti untuk mengetahui faktor-faktor
3
risiko penyakit tidak menular.15 Adapun faktor
padukuhan Jodag diperlihatkan oleh tabel 1
risiko
berikut :
yang
diteliti
adalah
data kelamin,
Tabel 1. Gambaran kejadian penyakit tidak
pekerjaan, pendidikan, status pernikahan),
menular (PTM) di padukuhan Jodag pada
riwayat keluarga, pengetahuan, obesitas,
bulan September 2013 (n = 49)
merokok, olahraga, asupan garam, dan
No.
sosiodemografis
(usia,
jenis
Variabel
Frekuensi
Persentase
(f)
(%)
16
32,7
33
67,3
asupan gula. Data tentang nilai tekanan darah digunakan untuk menentukan derajat
1.
Tidak
hipertensi dan diperoleh dengan melakukan
Menderita
pengukuran pada bagian arteri brakialis
PTM
menggunakan spigmomanometer raksa merk
2.
dagang ABN yang telah dikalibrasi dan
Menderita PTM
stetoskop ABN. Data tentang nilai kadar gula darah
sesaat
(GDS)
digunakan
untuk
Berdasarkan tabel 1 diatas, lebih dari
menentukkan status diabetes mellitus dan
setengah (67,3%) responden penelitian di
diperoleh dengan melakukan pengukuran
padukuhan Jodag menderita penyakit tidak
dengan alat pengukur gula darah merk
menular baik hipertensi maupun diabetes
EasyTouch. Data tentang tekanan darah
mellitus.
dikategorikan
kategori
prevalensi Hipertensi sebesar 32,2 % dan
Hipertensi dari Joint National Committee on
Diabetes mellitus sebesar 7,2% pada tahun
Prevention,
and
2007.5,14
7.13
menunjukkan prevalensi hipertensi di DIY
berdasarkan
Detection,
Evaluation,
Treatment of High Blood Pressure (JNC) Data
tentang
gula
darah
dikategorikan
berdasarkan penentuan diagnosis Diabetes Mellitus dari American Diabetes
Association.8
Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square
dan
Fisher
Exact
untuk
mengetahui hubungan antara faktor resiko
Hal
ini
Hasil
sebesar
lebih
Rikesdas
38,5%.
hipertensi
tinggi
yang
tahun
Prevalensi tidak
daripada
2007
penderita
minum
obat
antihipertensi di Yogyakarta adalah sebesar 31,4%.
Sedangkan
prevalensi
Diabetes
Mellitus di Yogyakarta tahun 2007 adalah 5,4%.14
dengan kejadian penyakit tidak menular.
Pola penyakit saat ini memang telah
Analisis multivariat menggunakan uji regressi
mengalami perubahan dari kecenderungan
logistik untuk mengetahui faktor risiko paling
penyakit menular menjadi penyakit tidak
dominan
menular meliputi penyakit degeneratif yang
dalam
mempengaruhi
kejadian
penyakit tidak menular.
merupakan faktor utama masalah morbiditas dan
mortalitas.15
epidemiologi
3.1. Gambaran Penyakit Tidak Menular di
perubahan sosial ekonomi, lingkungan dan perubahan
Prevalensi penyakit tidak menular (Hipertensi
dan
Diabetes
Mellitus)
di
disebabkan
transisi
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Padukuhan Jodag
ini
Terjadinya
struktur
terjadinya
penduduk,
saat
masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak
sehat,
misalnya
merokok,
kurang
aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
4
kalori, serta konsumsi alkohol yang diduga
Analisis bivariat digunakan untuk
merupakan faktor risiko PTM.5,9,15 Hipertensi
mengetahui
dan diabetes mellitus merupakan penyakit
berhubungan dengan kejadian penyakit tidak
tidak menular yang utama dan menjadi
menular hipertensi dan diabetes mellitus di
masalah
dunia
padukuhan Jodag. Uji yang digunakan untuk
termasuk di Indonesia. Penyakit ini bersifat
mengetahui hubugan variabel jenis kelamin,
kronik, progresif, dan dapat berdampak pada
merokok, olahraga, status perkawinan, dan
munculnya
kardiovaskuler,
usia dengan kejadian penyakit tidak menular
serebrovaskuler, dan insufisiensi ginjal yang
adalah uji Chi Square. Sedangkan uji yang
kronik.1,2,11
digunakan
kesehatan
di
seluruh
komplikasi
Prevalensinya Hipertensi dan DM
variabel
faktor-faktor
untuk
risiko
yang
mengetahui
hubungan
keluarga,
pekerjaan,
pengetahuan,
obesitas,
riwayat
meningkat bersamaan dengan meningkatnya
pendidikan,
usia. Beberapa survey epidemiologis yang
konsumsi garam, dan konsumsi glukosa
dilakukan
Eropa
adalah uji Fisher Exact sebagai alternatif.
menyimpulkan bahwa prevalensi hipertensi
Hasil analisis bivariat seperti ditunjukkan oleh
di
Amerika
dan
lansia berkisar antara 53% hingga
72%.16
tabel 2.
Diabetes sendiri juga merupakan gangguan
Uji Fisher Exact digunakan untuk
metabolik yang sering terjadi pada usia
mengetahui
lanjut. Sekitar 90% kasus Diabetes Mellitus
riwayat keluarga dengan kejadian penyakit
didiagnosis sebagai Diabetes Mellitus tipe 2
tidak menular. Dilihat pada tabel 2, memiliki
atau
riwayat keluarga yang menderita PTM tidak
Non
Dependent
Diabetes
Mellitus
hubungan
(NDIDM) yang onsetnya muncul setelah usia
berhubungan
45 tahun. Diabetes Mellitus tipe 2 diakibatkan
kejadian
karena
C.I.=0,373-7,072).
meningkatnya
resistensi
insulin
secara
PTM
antara
bermakna
(p=0,726; Hal
variabel
dengan
OR=1,625;
ini
95
menunjukkan
sehingga menyebabkan gangguan influks
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna
glukosa ke dalam sel.2,8 Hipertensi dan
dalam kejadian PTM antara responden yang
abnormalitas metabolisme lipoprotein juga
memiliki riwayat keluarga dan yang tidak
sering ditemukan pada penderita Diabetes
memiliki riwayat keluarga. Uji Chi Square
mellitus sehingga keduanya berkontribusi
digunakan
terhadap
antara
munculnya
komplikasi.
Dalam
untuk
variabel
mengetahui jenis
kelamin
hubungan dengan
penelitian ini, responden yang dipilih adalah
kejadian PTM. Berdasarkan tabel 2, jenis
yang berusia 45 tahun keatas, sehingga
kelamin tidak berhubungan secara bermakna
merupakan kelompok yang berisiko tinggi
dengan kejadian penyakit menular (p=0,614;
untuk mengalami penyakit degeneratif seperti
OR=0,725; 95% C.I.=0,207-2,542). Hal ini
hipertensi dan diabetes mellitus.
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dalam kejadian PTM antara
3.2. Faktor-Faktor dengan
yang
Kejadian
Berhubungan Penyakit
Tidak
reponden
jenis
kelamin
laki-laki
dan
perempuan.
Menular di Padukuhan Jodag
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
5
Tabel 2. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Tidak Menular (Hipertensi
dan
Diabetes
Mellitus)
di
Padukuhan Jodag Periode Bulan September 2013 (n = 49) Faktor-Faktor yang No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
6.
8.
9.
10.
11.
Kejadian PTM
Berhubungan
Sehat
PTM
Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Persentase
Tidak ada
13
35,1
24
64,9
Ada
3
25
9
75
Perempuan
10
30,3
23
69,7
Laki-laki
6
37,5
10
62,5
< 60 tahun
10
50
10
50
> 60 tahun
6
20,7
23
79,3
Menikah
10
30,3
23
69,7
Sendiri
6
37,5
10
62,5
Berat
9
75
3
25
Ringan
10
27
27
73
Tinggi
2
66,7
1
33,3
Rendah
14
30,4
32
69,6
Ya
1
20
4
80
Tidak
15
34,1
29
65,9
Tidak
13
44,8
16
55,2
Ya
3
15
17
85
Ya
11
50
11
50
Tidak
5
18,5
22
81,5
Tidak
13
34,2
25
65,8
Ya
3
33,3
6
66,7
Rendah
15
33,3
30
66,7
Tinggi
1
25
3
75
p
OR
95% C.I.
0,726
1,625
0,373-
Riwayat keluarga
7,072
Jenis kelamin 0,614
0,725
0,2072,542
Usia 0,032*
3,833
1,09313,45
Status pernikahan 0,614
0,725
0,2072,542
Pekerjaan 0,046*
2,7
0,70410,355
Pendidikan 0,245
4,571
0,38254,657
Pengetahuan 1,000
0,483
0,504,717
Merokok 0,029*
4,604
1,10319,22
Olahraga 0,019*
4,40
1,22215,843
Obesitas 0,666
1,387
0,3146,132
Konsumsi garam 1,000
1,50
0,14415,673
Konsumsi gula BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
6
Rendah
16
33,3
32
66,7
Tinggi
0
0
1
100
1,000
0,667
0,5460,814
10.
Konsumsi garam
11.
Rendah
15
33,3
30
66,7
Tinggi
1
25
3
75
Rendah
16
33,3
32
66,7
Tinggi
0
0
1
100
1,000
1,50
0,14415,673
Konsumsi gula
Uji
Square
0,5460,814
seperti pemendekan telomere, sel progenitor,
mengetahui hubungan antara variabel usia
mikropartikel bersirkulasi, dan faktor-faktor
dengan kejadian PTM. Berdasarkan tabel 2,
epigenetik
usia berhubungan secara bermakna dengan
terhadap terjadinya hipertensi pada lansia.17
penyakit
digunakan
0,667
untuk
kejadian
Chi
1,000
menular
(p=0,032;
yang
Uji
Chi
mungkin
Square
berkontribusi
digunakan
untuk
OR=3,833; 95% C.I.=1,093-13,45). Hal ini
mengetahui hubungan antara variabel status
menunjukkan bahwa responden dengan usia â&#x2030;Ľ
pernikahan
60
Berdasarkan tabel 2, status pernikahan tidak
tahun
dengan
berhubungan kejadian
responden
secara
PTM
berusia<60
signifikan
dibandingkan
tahun.
Nilai
OR
dengan
berhubungan kejadian
kejadian
secara
PTM.
bermakna
penyakit
menular
dengan (p=0,614;
sebesar 3,833 berarti responden berusia â&#x2030;Ľ 60
OR=0,725; 95% C.I.=0,207-2,542). Hal ini
tahun memiliki risiko 3,833 kali lebih besar
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
untuk menderita PTM dibandingkan responden
yang bermakna dalam kejadian PTM antara
berusia <60 tahun. Penelitian-penelitian lain
reponden yang menikah maupun yang sendiri.
juga menunjukkan bahwa risiko mengalami penyakit
tidak
Chi
dengan
responden dengan kejadian penyakit tidak
meningkatnya usia.5,17 Hipertensi dan Diabetes
menular. Dilihat pada tabel 2, pekerjaan
mellitus
memiliki hubungan secara bermakna dengan
diderita
oleh
lansia.
kejadian
untuk memahami hipertensi pada populasi
C.I.=0,704-10,355).
lansia adalah peningkatan disfungsi vaskuler.
bahwa terdapat perbedaan yang bermakna
Beberapa mekanisme yang telah diketahui
dalam kejadian PTM antara responden yang
turut
memiliki
dalam
perkembangan
jenis
(p=0,046;
pekerjaan
Penelitian menunjukkan bahwa kunci gerbang
breperan
PTM
antara
untuk
lurus
prevalens
hubungan
digunakan
semakin
berbanding
mengetahui
Square
(PTM)
meningkat
menular
Uji
Hal
ini
pekerjaan
OR=2,7;
95
menunjukkan
berat
dengan
hipertensi lansia antara lain gangguan dalam
responden dengan pekerjaan ringan. Berdasar
system NO/cGMP, meningkatnya apoptosis
tabel 2. Diketahui nilai OR sebesar 2,7. Hal ini
seluler pada sel-sel endothelial, peningkatan
menunjukkan bahwa responden dengan jenis
konsentrasi metabolit aktif seperti advanced
pekerjaan
glycation end product (AGEs) bersamaan
peningkatan denyut jantung dan irama nafas)
dengan meningkatnya proses oksidasi dan
memiliki risiko 2,7 kali lebih besar untuk
inflamasi. Saat ini penelitian menunjukkan
mengalami
ditemukannya mekanisme molekuler baru
yang
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
ringan
PTM
memiliki
(tidak
dibandingkan jenis
merangsang
responden
pekerjaan
berat
7
(merangsang peningkatan denyut jantung dan
responden yang memiliki riwayat merokok
irama nafas). Hal ini didukung oleh salah satu
berisiko 4,064 kali lebih besar untuk menderita
penelitian yang mengungkapkan bahwa pada
PTM dibandingkan responden yang tidak
responden yang tidak bekerja meningkatkan
memiliki riwayat merokok. Berbagai penelitian
resiko hipertensi 8,6 kali lebih besar daripada
epidemiologis menunjukkan secara kuat dan
responden yang bekerja.18
konsisten hubungan antara merokok dengan
Uji Fisher Exact digunakan untuk mengetahui
hubungan
antara
tingkat
kejadian penyakit kardiovaskuler baik pada laki-laki maupun perempuan. Hasil penelitian
pendidikan dengan kejadian penyakit tidak
sebelumnya
menular.
tingkat
merokok dan hipertensi berhubungan secara
secara
signifikan dimana merokok merupakan faktor
Berdasarkan
pendidikan
tidak
tabel
2,
berhubungan
juga
menunjukkan
hipertensi.19,20,21
bermakna dengan kejadian PTM (p=0,245;
resiko
OR=4,571; 95 C.I.= 0,382-54,657). Hal ini
Merokok
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
karena memiliki kontribusi yang signifikan
yang bermakna dalam kejadian PTM antara
terhadap
responden yang memiliki tingkat pendidikan
kardiovaskuler seperti infark miokard dan
tinggi
tingkat
penyakit arteri koroner. Dalam kandungan
pendidikan rendah. Uji Fisher Exact digunakan
asap rokok diperkirakan terdapat >1015 radikal
untuk
bebas/sedotan.22
dan
responden
mengetahui
dengan
independen
bahwa
dari
merupakan
ancaman
morbiditas
kesehatan
dan
hubungan
antara
penyakt
dengan
proses inflamasi, thrombosis, dan oksidasi
kejadian penyakit tidak menular. Dilihat pada
low-density lipoprotein kolesterol. Penelitian
tabel
saat eksperimen dan klinis saat ini mendukung
pengetahuan
2,
tentang
tentang
pernah PTM
mendapatkan
tidak
informasi
berhubungan
secara
hipotesis
Merokok
mortalitas
bahwa
meningkatkan
paparan
meningkatkan
OR=0,483; 95 C.I.= 0,50-4,717). Hal ini
mekanisme
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
disfungsi kardiovaskuler. Dalam
yang bermakna dalam kejadian PTM antara
dengan
responden
mendapatkan
penting dalam hal ini adalah terganggunya
informasi tenang PTM dengan yang belum
vasodilatasi endothelial (endothelial dependent
pernah mendapatkan infomasi.
vasodilatation/EDV) pada individu perokok
Uji
Chi
pernah
Square
digunakan
untuk
sebagai
potensial
kejadian
akibat
oksidatif
rokok
bermakna dengan kejadian PTM (p=1,000;
yang
stress
asap
untuk
hipertensi,
menurunnya
sebagai
menginisiasi kaitannya mekanisme
biosintesis,
mengetahui hubungan antara merokok dengan
bioavailabilitas dan aktivitas nitric oxide (NO).
kejadian PTM. Berdasarkan tabel 2, riwayat
NO adalah radikal bebas heterodiatomik yang
merokok
bermakna
memiliki fungsi vasodilatasi pada dinding
menular
pembuluh darah.23 Studi menunjukkan adanya
(p=0,029; OR=4,604; 95% C.I.=1,103-19,22).
hubungan yang erat antara merokok dengan
Hal ini menunjukkan bahwa responden yang
penutunan biosintesis, bioavailabilitas dan
sedang atau pernah merokok berhubungan
produksi
secara signifikan dengan kejadian PTM. Nilai
menunjukkan bahwa gangguan NO pada
OR sebesar 4,064 dapat disimpulkan bahwa
perokok
dengan
berhubungan kejadian
secara
penyakit
tidak
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
NO.24,25
diakibatkan
Beberapa
oleh
reaksi
penelitian
reactive
8
oxygen
species
menyebabkan Gangguan
pada
terjadinya
inilah
disfungsi
rokok
yang
endothelial
yang
kombinasi olahraga aerobik dan resistensi
stress
oksidatif.
lebih efektif dalam manajemen gula darah dan
disebut
dengan
yang
meningkatnya tahanan
menyebabkan
dibanding
jika
tidak
dikombinasikan.27,28 Uji Fisher Exact digunakan untuk
dinding arteri sehingga meningkatkan tekanan
mengetahui hubungan antara obesitas dengan
darah pada seorang perokok.23
kejadian PTM. Dilihat pada tabel 2, obesitas
Chi
untuk
tidak berhubungan secara bermakna dengan
olahraga
kejadian PTM (p=0,666; OR=1,387; 95 C.I.=
menular.
0,314-6,132). Hal ini menunjukkan bahwa
Dilihat pada tabel 2, olahraga berhubungan
tidak ada perbedaan yang bermakna dalam
secara
PTM
kejadian PTM antara responden obesitas
(p=0,019; OR=4,40; 95 C.I.=1,222-15,843).
dengan yang tidak obesitas. Uji Fisher Exact
Hal
digunakan untuk mengetahui hubungan antara
mengetahui dengan
Square
total
darah
pada
Uji
perifer
tekanan
hubungan
kejadian
antara
penyakit tidak
bermakna
ini
digunakan
dengan
menunjukkan
kejadian
bahwa
terdapat
perbedaan yang bermakna dalam kejadian
konsumsi garam dengan
PTM antara responden yang berolahraga dan
Dilihat pada tabel 2, konsumsi garam tidak
tidak berolahraga. Dilihat dari nilai OR sebesar
berhubungan
4,40,
bahwa
kejadian PTM (p=1,000; OR=1,50; 95 C.I.=
responden yang tidak berolahraga berisiko
0,144-15,673). Hal ini menunjukkan bahwa
4,40 kali lebih besar untuk menderita PTM
tidak ada perbedaan yang bermakna dalam
dibanding
berolahraga.
kejadian PTM antara responden yang banyak
Beberapa penelitian menunjukkan hal yang
mengkonsumsi garam (â&#x2030;Ľ 3 gram/hari) dengan
sama bahwa olahraga berhubungan secara
responden yang sedikit mengkonsumsi garam
maka
dapat
disimpulkan
responden
signifikan
hipertensi.26
bermakna
dengan
Terdapat
(< 3 gram / hari). Uji Fisher Exact digun akan
peningkatan hipertensi dengan penurunan
untuk mengetahui hubungan antara konsumsi
fisik.19
gula dengan kejadian PTM. Berdasarkan data
aktivitas
dengan
yang
secara
kejadian PTM.
olah
raga
atau aktivitas
Olahraga merupakan elemen kunci dalam
pada
pencegahan dan manajemen diabetes tipe 2.27
berhubungan
Telah diketahui melalui berbagai penelitian
kejadian PTM (p=1,000; OR=0,667; 95 C.I.=
bahwa melakukan aktivitas fisik secara teratur
0,546-0,814). Hal ini menunjukkan bahwa
meningkatkan kontrol gula darah dan dapat
tidak ada perbedaan yang bermakna dalam
mencegah diabetes tipe 2, dan mempengaruhi
kejadian PTM antara responden yang banyak
secara positif terhadap profil lipid, tekanan
mengkonsumsi gula dengan responden yang
darah,
sedikit mengkonsumsi gula.
penyakit
kardiovaskuler,
dan
tabel
2,
konsumsi
secara
gula
bermakna
tidak dengan
meningkatkan kualitas hidup. Dalam kaitannya dengan penyakit diabetes mellitus, olahraga
3.3. Analisis Multivariat Terhadap Faktor-
secara teratur mampu meningkatkan produksi
Faktor yang Mempengruhi Kejadian
dan aksi insulin.27 American College of Sport
Penyakit Tidak Menular
Medicine bersama dengan American Diabetes Association
merekomendasikan
bahwa
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
Regressi
logistik
digunakan
untuk
mengetahui variabel yang paling dominan
9
mempengaruhi
kejadian
penyakit
Ratio (OR) sebesar 0,200
tidak
menular. Variabel yang dimasukkan dalam
bahwa
regressi logistik adalah variabel yang dalam
berolahraga memiliki risiko 0,200 kali lebih
analisis bivariat memiliki nilai p<0,25 yaitu
besar untuk mengalami penyakit tidak menular
usia, pekerjaan, pendidikan, merokok, dan
dibandingkan
olahraga.
berolahraga (OR = 0,200; 95% CI = 0,041-
Hasil
analisis
multivariat
responden
dapat diartikan
yang
responden
tidak
biasa
yang
rutin
diperlihatkan oleh tabel 3 berikut ini :
0,985). Dilihat dari interval kepercayaannya,
Tabel 3. Hasil analisis regressi logistik
maka menunjukkan rentang yang sempit
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
sehingga
kejadian
di
dalam penelitian ini memiliki akurasi yang baik.
padukuhan Jodag Periode September 2013
Dilihat dari nilai Adjusted R Square (đ?&#x2018;&#x2026;2 )
(n=49)
sebesar 0,449 maka dapat diartikan bahwa
penyakit
tidak
menular
mengindikasikan bahwa
temuan
Kejadian PTM No.
1.
2.
3.
4.
5.
Faktor
PTM
Sehat
f
%
f
%
< 60 tahun
10
50
10
50
> 60 tahun
23
79,3
6
20,7
Berat
3
25
9
75
Ringan
27
73
10
27
Tidak
16
55,2
13
44,8
Ya
17
85
3
15
Tinggi
1
33,3
2
66,7
Rendah
32
69,6
14
30,4
Ya
11
50
11
50
Tidak
22
81,5
5
18,5
p
OR
95% C.I.
0,053
0,208
0,042-1,123
0,076
0,109
0,009-1,260
0,065
0,093
0,07-1,156
0,526
0,354
0,014-8,728
0,048*
0,200
0,041-0,985
đ?&#x2018;šđ?&#x;?
Usia
Pekerjaan
Merokok 0,449
Pendidikan
Olahraga
Berdasarkan analisis regressi logistik,
variabel-variabel
dalam
penelitian
ini
Olahraga merupakan satu-satunya faktor yang
memberikan bobot sumbangan sebesar 44,9
mempengaruhi
tidak
% terhadap kejadian penyakit tidak menular di
menular (PTM) pada warga padukuhan Jodag
padukuhan Jodag. Sedangkan sebesar 55,1 %
(p=0,048). Sedangkan faktor-faktor lain seperti
sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
usia, pekerjaan, merokok dan pedidikan tidak
diteliti dalam penelitian ini.
memberikan
terjadinya
pengaruh
penyakit
yang
bermakna
Olahraga merupakan elemen kunci
terhadap kejadian PTM (P>0,05). Nilai Odd
dalam pencegahan dan manajemen diabetes
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
10
tipe 2 dan juga pencegahan dan manajemen
hidup terutama
hipertensi.7,27
olahraga
Berbagai
penelitian
untuk mendorong perilaku
dan
penghentian
merokok
epidemiologis maupun klinis menunjukkan
diharapkan dapat mencegah kejadian penyakit
bahwa olahraga dan aktivitas fisik dengan
tidak menular pada komunitas.
jenis, durasi dan intensitas yang adekuat akan secara signifikan menurunkan tekanan darah dan kadar gula darah, baik sendiri maupun sebagai terapi tambahan bagi farmakologi.7,27 Latihan aerobik dengan intensitas ringan hingga moderat (sekitar 60% hingga 85% denyut jantung maksimum per usia) lebih efektif dalam menurunkan tekanan darah ketika dibandingkan dengan olahraga dengan intensitas yang lebih tinggi. Hal ini didukung oelh beberapa penelitian bahwa tidak ada perbedaan kadar gula darah antara diabetisi yang melakukan olahraga intensitas sedang dengan tinggi.28 Menurut the American College of Sports Medicine, the European Society of Hypertension, dan the European Society of Cardiology merekomendasikan tipe primer olahraga untuk manajemen hipertensi adalah harus bersifat aerobik dan diselingi dengan latihan resistensi. Latihan ini dapat dicapai dengan
jalan
santai,
bersepeda,
atau
berenang selama sekitar 30-45 menit. Latihan isometrik
seperti
angkat
beban
harus
dihindari.7
DAFTAR PUSTAKA 1. Foex,
P;
Sear,
JW.
Hypertension:
and
Treatment.
pathophysiology Continuing
Education
in
Anaesthesia,
Critical Care & Pain ; Volume 4, Number 3, 2004 2. Anania, Pamela C. (2011). Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : Indeks 3. Babatsikou,
Fotoula;
Zavitsanou,
Assimina. Epidemiology of hypertension in the
elderly.
Health
Science
Journal.
VOLUME 4, ISSUE 1 (2010) 4. Yusuf S., Reddy S., Ounpuu S., Ounpuu S., Anand S. 2001. Global burden of cardiovascular disease. Part 1: General considerations,
the
epidemiologic
transition, risk factors and impact of urbanization. Circulation;104:2746-53. 5. Rahajeng, Ekowati; Tuminah, Sulistyowati. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia.
Indonesia,
Majalah
Volum:
59,
Kedokteran Nomor:
12,
Desember 2009 4. KESIMPULAN Prevalensi (hipertensi
dan
6. Kokkinos, Peter F; Giannelou, Angeliki; penyakit diabetes
tidak
menular
mellitus)
Manolis, Athanasios; Pittaras, Andreas.
di
Physical Activity in the Prevention and
padukuhan Jodag adalah sebesar 64,3%.
Management of High Blood Pressure.
Faktor yang berhubungan secara signifikan
Hellenic Journal Cardiology, 2009; 50: 52-
dengan kejadian peyakit tidak menular ini
59
adalah usia, pekerjaan, perilaku merokok, dan
7. American Diabetes Association. Diagnosis
olahraga. Olahraga merupakan satu-satunya
and Classification of Diabetes Mellitus.
faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit
DIABETES
tidak menular. Intervensi-intervensi kesehatan
SUPPLEMENT 1, JANUARY 2012; Pages
yang ditujukkan untuk merubah perilaku gaya
S64-S71
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
CARE,
VOLUME
35,
11
8. Wild,
Sarah;
Roglic,
Gojka;
Green,
New and Old Mechanisms Associated with
Anders; Sicree, Richard; King, Hilary.
Hypertension in the Elderly. International
Global Prevalence of Diabetes : Estimates
Journal of Hypertension, (2012), Pages 1-
for the year 2000 and projections for 2030.
10
Diabetes Care; 27:1047â&#x20AC;&#x201C;1053, 2004
17. Khin, LMM., Tassanee, S., Oranut, P.,
9. Yogiantoro, M. Hipertensi Esensial. In:
Chaweewon,
B.
Risk
Factors
For
Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Peyakit
Hypertension Among Rural Thais. 2011.
Dalam Jilid I Edisi IV. 2006.
Southeast
Jakarta:
Suzane;
Calhoun,
Journal
of
Tropical
Medicine and Public Health. 42(1): 208-
FKUI, pp: 610-14. 10. Oparil,
Asian
Zaman,
Hypertension. Annals Internal Medicine.
Deger, O., Topbas, M. Prevalence of
2003;139:761-776.
prehipertension and Hypertension and
Prevention.
Pathogenesis
217 18. Erem, C., Hachisanoglu, A., Kocak, M.,
for
A.
Amin; of
11. Center
David
M
Disease (2012).
Control
Diabetes
and
Mellitus.
Associated Risk Factors Among Turkish Adults:
Trabzon
Hypertension
Study.
Diakses dari Centers for Disease Control
2008. Journal of Public Health. 31(1):47-
and
58. doi:10.1093/pubmed/fdn078
Prevention:
http://www.cdc.gov/diabetes,
19. Huang, J., Zhang, W., Li, X., Zhou, J.,
http://www.cdc.gov/nchs
Gao, Y., Cai, Y., Lin, X., Lai, X., Wu, Y.,
12. Joint National Committee on Prevention,
Huang, B., Chen, Z., Zhu, S., Chen, Z.,
Detection, Evaluation, and Treatment of
Lin,
High Blood Pressure (JNC). The Seventh
Prevalence
Report
Hypertension un the She Population in
of
the
JNC
(JNC-7).
JAMA.
2003;289(19):2560-72.
Dasar
(2008).
(Riskesdas)
Chen,
G.
and
Analysis Risk
of
The
Factors
of
Fujian, China. 2011. Kidney Blood Press
13. Badan Penelitian dan Kesehatan.
Y.,
Pengembangan
Riset 2007.
Res. 34:69-74. doi: 10.1159/000323164
Kesehatan
20. Asgari, R., Galson, S., Shankar, H.,
Departemen
O'Brien, C., Arole, S. Hypertension, Pre-
Kesehatan Republik Indonesia 14. Bonita R. Surveillance of risk factors for
Hypertension,
and
Factors
a
in
Asssociated Subsistent
Risk Farmer
non-communicable diseases: the WHO
Community in Remote Rural Central India.
stepwise approach. Summary. Geneva:
2012.
World Health Organization; 2001.
10.1007/s10389-012-0536-5
J
Public
Health.
doi
15. Franklin SS, Khan SA, Wong ND, Larson
21. Ambrose, John A; Barua, Rajat S. The
MG, Levy D. Is pulse pressure useful in
Pathophysiology of Cigarette Smoking and
predicting risk for coronary heart disease?
Cardiovascular Disease : An Update.
The Framingham heart study. Circulation
Journal
1999; 100: 354â&#x20AC;&#x201C;60
Cardiology; Vol. 43, No. 10, 2004, pages
16. Mateos-Caceres,
Petra
J;
Zamorano-
Leon, Jose J; Rodriguez-Sierra, Pablo; Macaya, Carlos; Lopez-Farre, Antonio.
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
of
the
American
College
of
1731-1737 22. Kojda,
Georg;
Harrison,
David.
Interactions between NO and reactive
12
oxygen
species:
pathophysiological
in
atherosclerosis,
importance
hypertension, diabetes and heart failure. Cardiovascular Research 43 (1999) 562– 571 23. Barua, Rajat S; Ambrose, John A; EalesReynolds, L; DeVoe, Mary C; Zervas, John
G;
Saha,
Dysfunctional
Dhanonjoy
Endothelial
Nitric
C. Oxide
Biosynthesis in Healthy Smokers With Impaired
Endothelium-Dependent
Vasodilatation.
Circulation.
2001;104:1905-1910 24. Talukder,
Wesley
Saradhadevi
M.
Varadharaj,
Johnson, Jiarui
Lian,
Patrick N. Kearns, Mohamed A. El-Mahdy, Xiaoping Liu, and Jay L. Zweier. Chronic cigarette smoking causes hypertension, increased oxidative stress, impaired NO bioavailability, endothelial dysfunction, and cardiac remodeling in mice. Am J Physiol Heart Circ Physiol 300: H388–H396, 2011. 25. On’Kin, JB Kasiam Lasi; Longo-Mbenza, B;
Okwe,
Nge;
Kabangu,
NK;
Mpandamadi, SD; Wemankoy, O; He, J. Prevalence and risk factors of diabetes mellitus in Kinshasa Hinterland. Int J Diabetes & Metabolism, (2008) 16: 97-106 26. Colberg,
Sheri
R;
Sigal,
Ronald
J;
Fernhall, Bo; Regensteiner, Judith G; Blissmer, Bryan J; Rubin, Richard R; Chasan-
Taber,
Ann;
Braun,
Barry.
Exercise and Type 2 Diabetes. DIABETES CARE,
VOLUME
33,
NUMBER
12,
DECEMBER 2010. Pages e147-e167 27. Sigal RJ, Kenny GP, Boule_ NG, et al. Effects of aerobic training, resistance training, or both on glycemic control in type 2 diabetes: a randomized trial. Ann Intern Med, 2007;147:357–69
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
13
Penelitian
SOLCRISPY : INOVASI SNACK TERUNG UNGU (SOLANUM MELONGENA L.) CRISPY SEBAGAI PEREDUKSI MOTILITAS SPERMATOZOA PADA TIKUS JANTAN Munfada Maulidiya Agustin*,Yesi Andriani*, Ni Made Putri*, Novita Wulan Dari*, Yulian Wiji Utami** *Mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya **Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya ABSTRAK Indonesia menduduki posisi ke empat sebagai negara berpenduduk terbesar di dunia. Dalam menangani pertumbuhan penduduk, program kontrasepsi cenderung fokus kepada wanita daripada laki-laki. Inovasi snack sebagai kontrasepsi pada laki-laki memberikan efek dalam menurunkan motilitas dari spermatozoa. Snack tersebut adalah SolCrispy yang diperoleh dari beberapa bahan yang dicampurkan dengan terung ungu sebagai bahan utamanya. Terung ungu yang mengandung senyawa solasodin diharapkan mampu menghasilkan alat kontrasepsi baru yang mudah didapatkan dan murah karena dapat menurunkan kecepatan gerak dari sperma. Subjek yang digunakan adalah tikus jantan. Penulisan karya ini menggunakan desain true experimental in vivo, posttest only, control group. Metode yang digunakan yaitu melalui pemberian snack SolCrispy yang telah dihaluskan dan diberi air selama 15 hari dengan menggunakan sonde untuk mengetahui motilitas sperma dari tikus jantan. Tikus jantan akan dibagi menjadi empat kelompok dengan pemberian snack yang berbeda. Setelah 15 hari, maka tikus akan diambil spermanya dan diteliti motilitas dari sperma tersebut dan dibandingkan dengan motilitas sperma normal pada tikus jantan. Hasil dari penelitian membuktikan bahwa SolCrispy snack dari terung ungu dapat menjadi salah satu alternatif kontrasepsi pada laki-laki dan membantu menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Kata kunci : kontrasepsi laki-laki, SolCrispy, terung ungu
ABSTRACT Indonesia is the fourth position as the largest population country in the world. In order to ancticipate the growth of the population, contraception program was likely focusing in woman than man. Innovation of snack as a contraceptive for men that give effect to reduce the motility of spermatozoa. The snack is SolCrispy that was made from several composition that mixed with purple eggplant as the main material. The purple eggplant that contain solasodin expected to generate new contraceptives are easily available and cheap because can turn the sperm down. The subjects used were male rats. Writing this work using true experimental design in vivo, posttest only, control group. The method used by giving SolCrispy snack that has been refined and given water for 15 days by using the sonde to determine sperm motility of male rats . Male rats will be divided into four groups with different snack provision . After 15 days , rats will be taken and examined sperm motility of the sperm and compared with normal sperm motility in male rats. The research prove that SolCrispy snack of purple eggplant could be one alternative contraception for man and helps lower the rate of population growth. Keywords : contraception for man, purple eggplant,SolCrispy
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
14
1. PENDAHULUAN
Selain itu, antosianin yang terkandung di
1.1. Latar Belakang
dalam
kulit
terung
ungu
merupakan
Dalam melaksanakan pembangunan
antioksidan yang ampuh dalam scavenger
nasional, Indonesia masih dihadapkan pada
terhadap radikal bebas dan bersifat protektif
masalah
jumlah
terhadap peroksidasi 3.
Menurut
hasil
penduduk
besar. 2010
Penggorengan vakum adalah suatu
menunjukan jumlah penduduk di Indonesia
metode pengurangan kadar minyak pada
terus meningkat mencapai 237.641.326 jiwa
produk
pada tahun 2010 dengan laju pertumbuhan
kandungan nutrisi dari bahan untuk membuat
penduduk (LPP) yang cukup tinggi yaitu 1,49
produk. Teknologi ini dapat digunakan untuk
persen.
jumlah
memproduksi produk keripik dengan tekstur
persentase natalitas di Indonesia yang tinggi.
yang lebih renyah (lebih kering).3 Selain itu,
Saat ini angka kelahiran di Indonesia masih
keripik merupakan bentuk makanan yang
Hal
sensus
yang
ini
terjadi
dilakukan
kelahiran
karena
pertahun.1
mencapai 2,6 juta telah
penduduk
untuk
Upaya yang
menekan
diantaranya
melalui
angka
sambil
maupun camilan. Dengan
melongena
yang
Indonesia masih terbatas. Metode kontrasepsi
penggorengan
pria
temuan
dari
demikian
inovasi
yang
ditawarkan yakni SolCrispy, produk Solanum
Penggunaan kontrasepsi pada pria di
22%
mempertahankan
digemari baik sebagai tambahan makanan
program
Keluarga Berencana (KB).
hanya
tetap
seluruh
metode
vakum
snack
diproses
dengan
diharapan
menjadi
alternatif
dikonsumsi
wanita selain vasektomi. Kontrasepsi pada
khususnya laki-laki sebagai alternatif dalam
pria adalah dengan menggunakan kondom
membantu
dan metode coitus interuptus yang dapat
Selain itu, SolCrispy merupakan snack murah
mengurangi rangsangan seksual serta metode
dan
vasektomi
membantu
dengan
cara
memotong
dan
oleh
dapat
kontrasepsi yang diterapkan pada pria dan
efektif
langsung
yang
menurunkan
yang
motilitas
berefek
menurunkan
masyarakat
tinggi
laju
sperma.
dalam
pertumbuhan
mengikat saluran sperma pria yang dilakukan
penduduk. Dengan terkendalinya laju tersebut,
dengan operasi. Kelemahan alat kontarsepsi
maka dapat menghasilkan keluarga yang
kondom memberikan ketidaknyamanan pada
memiliki kualitas tinggi dan kesejahteraan
pasangan,
dapat meningkat.
vasektomi
menyebabkan
terjadinya
(sterilisasi) gangguan
pada
imunoglobulin.2
1.2. Perumusan Masalah
Solanum melongena L. merupakan tanaman
asli
daerah
tropis
yang
dapat
ditemukan diseluruh Indonesia. Tanaman ini
Bagaimana SolCrispy
dalam
pengaruh mereduksi
pemberian motilitas
spermatozoa pada tikus jantan?
mengandung senyawa alkaloid solasodin atau solanin antara 2,0%-3,5%. Senyawa ini secara signifikan
dapat
menurunkan
kualitas
1.3. Tujuan Program Mengetahui
membran semen manusia seperti motalitas,
SolCrispy
visibilitas, dan integritas membrane sperma.
spermatozoa pada tikus jantan.
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
dalam
pengaruh mereduksi
pemberian motilitas
15
1.4. Luaran yang Diharapkan
Sampel penelitian adalah model tikus
Munculnya alternatif terapi baru untuk
putih (Rattus novergicus) strain Wistar jantan,
mereduksi motilitas spermatozoa pada tikus
berusia 2-3 bulan, berat badan 150-250 gram.
jantan
Dalam
dengan
(Solanum
memanfaatkan
melongena
L.
SolCrispy
Crispy).
Hasil
penelitian
maka jumlah hewan coba untuk masing-
penelitian ini diharapkan mampu memiliki
masing
dasar
menggunakan
teori
tentang
kegunaan
SolCrispy
ini terdapat 4 kelompok,
perlakuan
sebagai alternatif kontrasepsi yang efektif dan
melalui rumus :
murah.
P ( n-1 ) ≥ 15
dapat
Jumlah
dicari
sampel
dengan
ditentukan
Keterangan : 4 ( n-1 ) ≥ 15
2. METODE
P : jumlah perlakuan
2.1. Metode Penelitian Penelitian kuantitatif
ini
secara
adalah
n–1≥4
penelitian
eksperimental
n : banyaknya sampel
murni
n ≥ 5 (pembulatan)
menggunakan desain true experimental in
Jadi dalam penelitian ini jumlah sapel
vivo, posttest only, control group design untuk mengetahui
pengaruh
Solcrispy
terhadap
motilitas spermatozoa pada tikus dengan membagi tikus menjadi empat kelompok. Pada
tiap
perlakuan
minimal
5
ekor
tikus.
Menggunakan tehnik pengambilan sampel dengan simple random sampling.
empat kelompok tersebut, satu kelompok tidak diberikan Solcrispy sedangkan tiga kelompok lain diberi Solcrispy dengan berbagai dosis.
2.4. Prosedur Penelitian Pemeliharaan Hewan Coba Dilakukan
20 ekor tikus jantan Rattus Norvegicus
persiapan
pemeliharaan
hewan coba mulai dari kandang pemeliharaan hewan coba, anyaman kawat, sekam, botol minum, alat semprot, tempat makan, pakan
Kel.1
Kel.2
Kel.3
Kel. 4
cornfeed, hewan berupa tikus jantan rattus norvegicus galur wistar dan seleksi tikus (usia,
4,9 gr
9,4 gr
14,1 gr
Gambar 1. Bagan Desain Penelitian
berat badan, jenis kelamin, kesehatan). Tikus diadaptasikan di dalam
laboratorium
faal
FKUB selama tujuh hari dan dibagi dalam 2.2. Variabel Penelitian -
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Solcrispy (Solanum melongena L. Crispy)
-
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah: motilitas spermatozoa tikus.
empat kelompok. Persiapan Solcrispy SolCrispy terbuat dari terong ungu (Solanum
melongena
l.).
terong
terlebih
dahulu divalidasi di laboratorium taksonomi tumbuhan
untuk
memastikan
jenisnya.
Kemudian, terong dicuci bersih dan diiris 2.3. Objek dan Sampel
tipis,setelah
itu
digoreng
ke
dalam
penggorengan vakum. Setelah jadi, produk
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
16
dihancurkan dengan menggunakan bender
mengalami
untuk memudahkan iduksi ke hewan coba.
keseimbangan sehingga terjadi penurunan
Induksi Solcrispy
motilitas pada sperma. Hal tersebut dibuktikan
Induksi
gangguan
dengan hasil analisa pada motilitas sperma
yang
yaitu p=0,015. Nilai p menunjukkan bahwa
berbeda. Pada perlakuan I diberikan dosis 4,1
terdapat pengaruh berupa penurunan motilitas
g, perlakuan II 9,4 g, dan perlakuan III 14,1 g.
sperma pada tikus jantan setelah pemberian
Induksi
SolCrispy.
dosis
dengan
Solcrispy
dilakukan
dan
pada
berbagai
solcrispy
perubahan
tiga
dilakukan
dosis
dengan
cara
peroral yang dicampurkan dengan pakan cornfeed tikus dengan perbandingan 1:1.
4. KESIMPULAN & SARAN
Pengukuran Motilitas Sperma
4.1. Kesimpulan
Setelah dilakukan perlakuan selama 15 hari, dilakukan evaluasi pada motilitas sperma tikus. Dilakukan pembedahan pada tikus dan mengambil organ epididimisnya, diurut sehingga sperma tikus keluar dan ditampung
dalam
objek
glass. Langsung
dilakukan pemeriksaan secara manual dengan mikroskop.
Berdasarkan dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberian SolCrispy secara oral mampu menurunkan motilitas sperma pada tikus jantan rattus norvegicus karena terdapat perdaan hasil penelitian. Perbedaan berupa ditemukannya perbedaan penurunan motilitas sperma pada pemberian dosis 0, dosis 4,1g, dosis 9,4 g, dan dosis 14,1 g.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Analisa statistik
4.2. Saran
Hasil analisis Willcoxon Z = -2.426, p
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
= 0,015 yang mengartikan bahwa p < alfa. Jika
untuk mengetahui efek samping solcrispy
p < Îą maka Ho ditolak atau dapat diartikan
serta perlu dilakukan pengembangan penelitia
terdapat
untuk mengetahui manfaat lain dari solcrispy
perbedaan
penurunan
motilitas
sperma pada pemberian dosis 0, dosis 4,1g, dosis 9,4 g, dan dosis 14,1 g.
DAFTAR PUSTAKA 1) Syarief, S. Kendalikan Laju Pertumbuhan
3.2. Pembahasan
Penduduk
SolCrispy merupakan makanan yang terbuat dari terong ungu (Solanum melongena L.) yang terlebih dahulu diolah sehingga berbentuk crispy. Pada terong ungu terdapat senyawa solasodin yang dapat mempengaruhi aktifitas ATP-ase dalam sel sperma dibagian tengah
ekor.
Hal
tersebut
menyebabkan
homeostasis internal dari ion kalium dan natrium terganggu. Motilitas sperma yang bergantung
kepada
ion
tersebut
akan
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
Indonesia.
2010.
http://www.targetmgds.org. Diakses pada Desember 2012. 2) Adimulya,
A.
Prospek
Penelitian
dalamBidang Andrologi Untuk Menunjang NKKBS. Bandung : Dalam Simposium Genetika dan Andrologi. 1990. 3) Shyu, S., Hau, L. dan L. S. Hwang. Effect of
Vacuum
Frying
on
The
Oxidative
Stability of Oils. Journal of American OilChemical Society, 75. 1998.
17
4) Alfaina,W. Pengaruh Solasodin Terhadap Diameter
Tubulus
Seminiferus
dan
Gambaran Sel-Sel Spermatogenik Mencit (Mus
Musculus)
Dewasa.
Jurnal
Kedokteran Yarsi 10;56-65. 2002. 5) Baziad
A.
Kontrasepsi
hormonal.Edisi
pertama. Bina Pustaka : Jakarta2002:9810. 6) Dwi.2010. Terung Ungu (Eggplant Local). 7) Handelsman
DJ.
A
hormonal
male
contraceptive: from wish to reality. Med Journ of Aust 2000;176:204-205 Diakses pada tanggal 20 Oktober 2012 8) Saifudin, Pelayanan
Abdul
B.
Panduan
Kontrasepsi.
Bina
Praktis Pustaka:
Jakarta. 2003.
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
18
Penelitian
PENGARUH PEMBERIAN TOPIKAL EKSTRAK ETANOL KEDELAI (Glycine max) TERHADAP PEMBENTUKAN JARINGAN EPITEL PADA PERAWATAN LUKA BAKAR DERAJAT II PADA TIKUS WISTAR Rahmatuz Zulfia*, Yulian Wiji Utami**, Endang Asmaningsih*** *Mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya **Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya ABSTRAK Luka bakar yang paling sering terjadi adalah luka bakar derajat II yang disebabkan oleh agen termal, seperti terkena siraman air panas yang biasa terjadi di rumah tangga. Proses penyembuhan luka bakar meliputi fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Pada fase proliferasi terjadi proses reepitelisasi yang meliputi mobilisasi, migrasi, mitosis, dan diferensiasi sel epitel untuk mengembalikan integritas kulit. Ekstrak etanol kedelai (Glycine max) mengandung isoflavon yang mempunyai mekanisme aktivitas antiinflamasi dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian topikal ekstrak etanol kedelai terhadap pembentukan jaringan epitel pada perawatan luka bakar derajat II pada tikus Wistar. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan sampel terdiri dari 24 ekor tikus putih galur wistar, dipilih dengan simple random sampling menjadi 4 kelompok, yaitu 1 kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan ekstrak etanol kedelai dengan konsentrasi 40%, 60%, dan 80%. Seluruh sampel diinduksi luka bakar derajat II dan dilakukan perawatan selama 15 hari. Analisis data pada variabel menggunakan uji One Way Anova dengan p=0,009 (p<0,05). Hasil uji One Way Anova menunjukkan bahwa terdapat pengaruh ekstrak etanol kedelai terhadap pembentukan jaringan epitel pada perawatan luka bakar derajat II. Uji Post Hoc menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan ekstrak kedelai 60% dengan kelompok perlakuan ekstrak kedelai 40%, dengan p=0.006 < Îą (0.05). Kesimpulan pada penelitian ini yaitu perawatan luka bakar menggunakan ekstrak etanol kedelai (Glycine max) dapat mempercepat pembentukan jaringan epitel. Kata kunci: kedelai, reepitelisasi, luka bakar
ABSTRACT The most common burns are second-degree burns which caused by thermal agents, such as exposed hot water that is happening in a household. Wound healing consist of the inflammation phase, proliferation, and maturation. In the proliferation phase, there is reepithelialization including mobilization, migration, mitosis, and differentiation of epithelial cell to repair the integrity of the skin. Ethanol soybean extract (Glycine max) contains isoflavones which have anti-inflammatory and antioxidant activity. This research aims to determine the effect of topically ethanol soybean extract to the reepithelialization on the second degree burn wound healing in Wistar rat. This research is a pure experimental and the sample consist of 24 rat Wistar strain, that is grouped into 4 groups according to simple random sampling: 1 control group and 3 ethanol soybean extract groups (concentration of 40%, 60%, and 80%). All samples were induced with second degree burns for 15 days. The analysis using One Way Anova test with p=0.009 (p<0.05). The result of One Way Anova test indicate that there are significant ethanol soybean extract to the reepithelialization on the second-degree burn treatment. The result of Post Hoc test show that there there are significant differences between treatment groups extract soybean 60% and treatment group soybean extract 40%, p=0.006 < Îą (0.05). The conclusion of this research is ethanol soybean extract (Glycine max) can increase reepithelialization on the wound healing. Keywords: soybean, reepithelialization, burns
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
19
1. PENDAHULUAN
menunjukkan gambaran granular. Pada fase
Luka bakar adalah kerusakan jaringan
tersebut, luka mulai berkontraksi, kemudian
karena kontak dengan agens, termal, kimiawi,
berlanjut dan luka tertutupi oleh jaringan
atau listrik
[43].
Luka bakar tidak hanya akan
regeneratif sehingga mulai tampak lapisan
mengakibatkan kerusakan kulit, tetapi juga
permukaan kulit (epitelisasi).
mempengaruhi seluruh sistem tubuh pasien.
Reepitelisasi perbaikan
tubuh
untuk
migrasi, mitosis, dan diferensiasi sel epitel.
mengkompensasi sehingga timbul berbagai
Penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh
macam
reepitelisasi, karena semakin cepat proses re-
mampu
komplikasi
penanganan khusus
lagi
yang
memerlukan
[28].
agen termal adalah luka bakar yang paling sering terjadi
meliputi
mobilisasi,
epitelisasi maka semakin cepat pula luka
Luka bakar yang disebabkan oleh [4].
yang
tahapan
Pada pasien dengan luka bakar luas (mayor) tidak
luka
merupakan
tertutup
sehingga
penyembuhan
semakin
luka.
cepat
Kecepatan
dari
Luka akibat tersiram air panas
penyembuhan luka dapat dipengaruhi dari zat-
merupakan salah satu contoh luka bakar
zat yang terdapat dalam obat yang diberikan,
termal yang biasanya menyebabkan luka pada
jika obat tersebut mempunyai kemampuan
sebagian lapisan kulit atau luka bakar derajat
untuk meningkatkan penyembuhan dengan
II. Luka bakar derajat II mengenai epidermis
cara merangsang lebih cepat pertumbuhan
dan sebagian dermis yang menyebabkan kulit
sel-sel baru pada kulit [26].
menjadi tidak elastis dan merah.
Cairan normal salin/NaCl 0,9% atau
Penyembuhan luka merupakan suatu
air steril merupakan cairan isotonis, tidak tok-
hubungan yang kompleks antara aksi selular
sik terhadap jaringan, tidak menghambat
dan biokimia yang akan mengawali proses
proses penyembuhan dan tidak menyebab-
pemulihan integritas struktural dan fungsional
kan reaksi alergi
[12].
dengan menumbuhkan kembali kekuatan pada
dilakukan
manusia,
jaringan yang terluka. Penyembuhan luka
dianggap sebagai pilihan perawatan luka
tersebut meliputi interaksi sel-sel berkelanjutan
dengan biaya rendah, mudah didapatkan, dan
dan
menyebabkan
merupakan agen topikal yang berkhasiat
terjadinya proses inflamasi, kontraksi luka,
dalam perbaikan kulit pada penyembuhan luka
reepitelisasi,
remodeling
bakar derajat II
pembentukan
jaringan
sel-sel
matriks
yang
jaringan, granulasi
dan
dengan
pada
[22].
Dari uji klinis yang normal
salin
Penelitian menunjukkan
bahwa normal salin ber-fungsi secara optimal
angiogenesis. Normalnya perkembangan fase-
dalam
fase penyembuhan luka dapat diprediksi,
bakteri pada luka jika teka-nan mekanik yang
sesuai dengan waktu yang diharapkan
[39].
Selama fase proliferasi, terdapat
mengangkat
ko-toran
dan
jumlah
digunakan saat irigasi adekuat. Akan tetapi alat pencucian luka yang sehari-hari sering
proses reparasi aktif dari jaringan yang rusak.
digunakan
Terbentuk berbagai sitokin yang mengontrol
menunjukkan
pembentukan kolagen dan pembuluh darah
dihasilkan dapat dikategorikan dalam tekanan
baru. Fase itu disebut fase granulasi sebab
rendah
gambaran luka yang sedang menyembuh
mengangkat kotoran dan jumlah bak-teri
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
di
rumah besarnya
sehingga
sakit
Indonesia
teka-nan
pengaruhnya
yang
dalam
20
belum optimal [37].
novergicus) galur Wistar. Pada rancangan ini
Kedelai
satu
terdapat 3 kelompok eksperimen dengan
isoflavon
pemberian ekstrak etanol kedelai konsentrasi
Sebagai
40%, 60% dan 80%, ser-ta 1 kelompok kontrol
salah satu golongan flavonoid, isoflavon juga
dengan pemberian NaCl (normal salin 0,9%).
mempunyai kemampuan sebagai antioksidan
Pemilihan sampel dengan cara simple random
dan mencegah peroksidasi lipid dengan cara
sampling ber-jumlah 24 ekor tikus putih jantan
menghentikan reaksi rantai radikal bebas pada
yang dibagi ke dalam 4 kelompok dengan
oksidasi
masing-masing kelompok berjumlah 6 ekor
tanaman
merupakan
yang
salah
mengandung
genistein, daidzein, dan glycitein
lipid.
senyawa
Antioksidan
yang
dapat
[20].
adalah
menetralkan
suatu atau
tikus.
melawan bahan toksik serta mengurangi terjadinya kerusakan sel pada tubuh yang diakibatkan oleh proses oksidasi radikal bebas [40].
Pembuatan Luka Bakar Derajat II. Menggunakan sterofoam berukuran
Dengan adanya kandungan antioksidan
2x2 cm yang dibalut kasa, dicelupkan pada air
pada ekstrak kedelai, maka diduga tahapan
yang telah mendidih 98째C selama 3 menit,
reepitelisasi yang meliputi mobilisasi, migrasi,
ditempelkan pada kulit punggung tikus selama
dan diferensiasi sel epitel dapat terjadi lebih
30 detik, berdasarkan hasil studi eksplorasi
cepat. Hal ini di-harapkan dapat segera
pada tanggal 31 Oktober 2012 di Laboratorium
mengembalikan inte-gritas kulit yang hilang
Farmakologi FKUB.
pada luka bakar dera-jat II. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian topikal ekstrak
Perawatan Luka Bakar Derajat II. Pembersihan
luka
pada
kelompok
etanol kedelai (Glycine max) terhadap pem-
eksperi-men dilakukan dengan memberikan
bentukan jaringan epitel pada luka bakar de-
NS 0,9% kemudian diberi ekstrak kedelai
rajat II. Penelitian ini juga akan mengidentifi-
konsentrasi
kasi dan membandingkan pembentukan ja-
diencerkan dengan aquades ke dalam spuit 3
ringan epitel pada luka bakar derajat II tikus
cc menggunakan rumus pengenceran sesuai
galur Wistar dengan pemberian normal salin
dengan konsentrasi masing-masing, diberikan
0,9% dan ekstrak etanol kedelai dengan ber-
secara topikal water base sebanyak 0,5 cc
bagau konsentrasi.
pada area luka. Pembersihan luka pada
40%,
60%
dan
80%
yang
kelompok kontrol dengan NS 0,9% kemudian dikompres dengan NS 0,9% sebanyak 0,5 cc
2. METODOLOGI PENELITIAN
yang diberikan dengan spuit 3 cc. Kemudian
Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
secara
true
experimental
luka ditutup dengan kassa steril dan diplester. Perawatan luka dilakukan sekali setiap hari.
menggunakan desain post-test only control group design untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol kedelai (Glycine max) terhadap pembentukan jaringan epitel luka bakar derajat II pada tikus (Rattus
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
Pembuatan Ekstrak Kedelai. Proses
ekstraksi
dengan
metode
maserasi menggunakan 100 gram tepung kedelai (Glycine max) kering yang direndam
21
dengan etanol 96% hingga volume 1000 ml,
Identifikasi Reepitelisasi.
kemu-dian dikocok selama 30 menit dan
Mengiden-tifikasi
pembentukan
didiamkan selama 1 hari hingga mengendap.
jaringan epitel dilakukan dengan mengambil
Setelah itu mengambil lapisan atas campuran
preparat jaringan kulit untuk dibuat slide
etanol dengan zat aktif dan dimasukkan ke
histologi
dalam labu evaporasi 1 liter. Water bath diisi
menggunakan pewarnaan HE (Hematoksilin-
dengan
Eosin).
air
sampai
penuh,
semua
alat
dengan
Slide
pemotongan
histologi
kemudian
vertikal
discan
dipasang termasuk rotary evaporator, dan
menggunakan software Olyvia. Selanjutnya
pemanas water bath disambungkan dengan
dilakukan
aliran listrik. Larutan etanol dibiarkan memisah
reepitelisasi dari hasil scan preparat dengan
dengan zat aktif dan ditunggu hingga berhenti
perbesaran 100x, dibuat kotakan 1x1 mm
menetes pada labu penampung (Âą1,5-2 jam
yang akan digunakan sebagai satuan luas
untuk 1 labu). Hasil yang diperoleh kira-kira ½
untuk menentukan panjang luka total dan
dari tepung kedelai kering. Hasil ekstraksi
panjang
dimasukkan dalam botol plastik dan disimpan
Penghitungan persentase ree-pitelisasi pada
dalam freezer.
luka bakar derajat II menggunakan rumus [18]:
penghitungan
luka
yang
persentase
ditutupi
epitel.
Pengenceran Ekstrak Kedelai. Ekstrak
kedelai
diencerkan
menggunakan rumus:
dibandingkan dengan jumlah kotak yang dilalui
M1 x V1 = M2 x V2
oleh tepi luka untuk kemudian diketahui
Keterangan :
persentase reepitelisasi.
M1
: Konsentrasi sebelum pengenceran
V1
: Volume sebelum pengenceran
M2
: Konsentrasi sesudah pengenceran
V2 : Volume sesudah pengenceran Pengenceran
Jumlah kotak yang tertutupi epitel akan
Uji
asumsi
statistik
menggunakan
SPSS version 17 for Windows. Untuk menguji kedelai
apakah sampel penelitian berdistribusi normal,
dilakukan dengan menambahkan aquades
digunakan uji Kolmogorov-Smirnov (p>0,05).
sesuai rumus di atas, sehingga didapatkan
Uji homogenitas menggunakan Levene test (p
jumlah larutan sebagai berikut:
> 0,05). Uji One Way ANOVA (p < 0,05) untuk
-
-
-
ekstrak
Analisa Data.
Konsentrasi 40% : 1,2 ml ekstrak
mengetahui perbedaan yang signifikan antar
kedelai dilarutkan dengan 1,8 ml
kelompok uji coba dan dilanjutkan dengan uji
aquades.
Post Hoc Tukey HSD untuk mengetahui
Konsentrasi 60% : 1,8 ml ekstrak
kelompok
kedelai dilarutkan dengan 1,2 ml
signifikan di antara kelompok-kelompok uji
aquades.
coba.
perlakuan
mana
yang
paling
Konsentrasi 80% : 2,4 ml ekstrak kedelai dilarutkan dengan 0,6 ml aquades.
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
22
3. HASIL PENELITIAN 3.1. Hasil
Pengukuran
Jaringan
Epitel
Pembentukan
pada
Luka
Baka
Derajat II Pengukuran
pembentukan
jaringan
epitel pada luka bakar derajat II menggunakan rumus
[18].
Setelah melakukan penghitungan
terhadap pembentukan jaringan epitel pada luka bakar derajat II, berikut adalah rerata (mean) dan standar deviasi (SD) pada masing-
Gambar
1.
masing kelompok.
Kelompok (%)
Rerata
Reepitelisasi
Tiap
Tabel 1. Hasil Persentase Reepitelisasi Luka
Hasil rerata masing-masing kelompok
Bakar Derajat II pada Tiap Kelompok (Mean ±
di atas menunjukkan bahwa nilai paling tinggi
SD)
terdapat pada kelompok ekstrak etanol kedelai 60% dengan persentase 82%. Posisi kedua Kelompok
Presentase Reepitelisasi
NS 0,9%
55.20 ± 15.123
terdapat pada kelompok ekstrak etanol kedelai 80% dengan persentase 61,60%. Kelompok kontrol (normal saline 0,9%) berada pada posisi ketiga dengan persentase 55,2%, dan
Ekstrak Ethanol Kedelai 40%
39.40 ± 14.724
terakhir kelompok ekstrak etanol kedelai 40% dengan
Ekstrak Ethanol Kedelai 60%
82.00 ± 21.178
persentase
39,4%.
Hasil
rerata
tersebut menunjukkan bahwa pembentukan jaringan epitel paling cepat terdapat pada
Ekstrak Ethanol Kedelai 80%
pemberian ekstrak etanol kedelai konsentrasi
61.60 ± 16.134
60%. Nilai SD pada tabel di atas merupakan nilai
dari
akar
simpangan
baku
yang
menunjukkan besarnya variasi dari setiap ratarata
(mean)
kelompok.
Nilai
SD
dapat
menunjukkan rentang penyimpangan nilai. Semakin kecil nilai SD bahkan jika mendekati nilai 0 menunjukkan data semakin bagus karena memiliki variansi yang sama atau mendekati homogen [36]. Hasil
rerata
dari
persentase
pembentu-kan jaringan epitel pada masing-
Gambar 2. Gambaran Histologi Pembentukan Jaringan Epitel pada Perwakilan Kelompok Kontrol (Normal Saline 0,9%) (Pewarnaan HE; Perbesaran 100x)
masing ke-lompok juga tampak pada grafik sebagai berikut:
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
23
pemberian
ekstrak
menunjukkan belum
permukaan
ditutupi
Kelompok
etanol
oleh
perlakuan
kedelai
40%
epidermis
yang
epitel dengan
sepenuhnya. pemberian
ekstrak etanol kedelai 60% menunjukkan tepi luka yang seluruhnya ditutupi oleh epitel. Kelompok
perlakuan
dengan
pemberian
Gambar 3. Gambaran Histologi Pembentukan
ekstrak etanol kedelai 80% juga menunjukkan
Jaringan Epitel pada Perwakilan Kelompok
tepi luka yang telah ditutupi epitel, namun
Perlakuan
pada pemberian ekstrak etanol kedelai 60%
Ekstrak
Etanol
Kedelai
40%
(Pewarnaan HE; Perbesaran 100x)
jaringan epitel yang terbentuk lebih jelas. Sesuai
dengan
kriteria
inklusi
sampel
penelitian, bahwa pada tikus yang masih terdapat scab di seluruh permukaan lukanya tidak diikutkan dalam penghitungan. Setelah hari ke-16,
ternyata
di
setiap kelompok
perlakuan memiliki satu ekor tikus yang masih terdapat scab di seluruh permukaan jaringan Gambar 4. Gambaran Histologi Pembentukan Jaringan Epitel pada Perwakilan Kelompok Perlakuan
Ekstrak
Etanol
Kedelai
60%
(Pewarnaan HE; Perbesaran 100x)
luka. Sehingga penghitungan hanya dilakukan pada
tikus
yang
sesuai
dengan
kriteria
sample, yaitu 5 ekor tikus pada masingmasing kelompok.
Analisa Data Berdasarkan
uji
normalitas
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk terhadap pembentukan epitel pada luka bakar derajat II pada kelompok kontrol (NS 0,9%), ekstrak etanol kedelai 40%, 60%, dan 80% didapatkan p-value (nilai Gambar 5. Gambaran Histologi Pembentukan
signifikansi) > Îą (0,05) pada semua kelompok
Jaringan Epitel pada Perwakilan Kelompok
yang menunjukkan bahwa data berdistribusi
Perlakuan
normal.
Ekstrak
Etanol
Kedelai
80%
Berdasarkan uji homogenitas data
(Pewarnaan HE; Perbesaran 100x) Hasil pengamatan gambaran histologi
menggunakan uji Levene (Levene test homo-
pembentukan jaringan epitel pada luka bakar
geneity of variances) terhadap pembentukan
derajat II, pada perwakilan kelompok control
jaringan epitel pada luka bakar derajat II di-
terlihat bahwa hingga hari ke-16 scab belum
dapatkan nilai signifikansi 0,622 sehingga p-
lepas sehingga epitelisasi belum terbentuk
value (nilai signifikansi) > Îą (0,05). Hal itu be-
sempurna.
rarti data mempunyai ragam yang homogen
Kelompok
perlakuan
dengan
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
24
atau varians data sama, sehingga dapat di-
ekstrak
lanjutkan melakukan pengujian mengguna-kan
memiliki pengaruh yang sama dalam me-
uji One Way ANOVA.
ningkatkan pembentukan epitel pada perawa-
Berdasarkan uji statistik One way ANOVA,
pembentukan
epitel
luka
ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak
menunjukkan
40%,
60%
pengaruh
dan
yang
80%
signifikan
terhadap pembentukan jaringan epitel pada luka bakar derajat II. Selanjutnya dilakukan uji Tukey
HSD
perbedaan
untuk
mengetahui
rata-rata
antar
adanya kelompok
perlakuan. Berikut hasil uji post hoc dapat dilihat pada tabel 2.
cenderung
3. PEMBAHASAN Penelitian mengetahui
ini
bertujuan
untuk
pengaruh
pemberian
ekstrak
etanol kedelai (Glycine max) terhadap proses pembentukan jaringan epitel pada luka bakar derajat II tikus galur Wistar. Penelitian ini merupakan penelitian true eksperimental yang terdiri atas 4 kelompok, yaitu 1 kelompok kontrol diberi normal salin 0,9% dan 3 kelompok perlakuan diberi ekstrak etanol kedelai dengan konsentrasi masing-masing
Tabel 2. Hasil Uji Post Hoc Tukey HSD Homogenous Subsets Pembentukan Epitel Luka Bakar Derajat II
40%, 60% dan 80%. Proses pembentukan jaringan epitel pada perawatan luka bakar derajat II dianalisa pada hari ke-16.
Subset (Îą = 0.05) Nama Perlakuan
40%
tan luka bakar derajat II.
0,009, sehingga p-value < Îą (0,05). Maka hal
kedelai
kedelai
bakar
derajat II diperoleh nilai signifikansi sebesar
etanol
etanol
1
2
Berdasarkan uji statistik dari hasil histologi yang dilakukan pada pada hari ke-16, ada pengaruh yang signifikan pemberian ekstrak kedelai konsentrasi 40%, 60% dan 80% terhadap
Kedelai 40%
39.40
NS 0,9%
55.20
55.20
Kedelai 80%
61.60
61.60
kontraksi
luka
dengan
p-value
(0.009) < Îą (0.05). Setelah dilakukan uji pembandingan berganda rata-rata pembentukan epitel antara kelompok perlakuan (kedelai 40%, 60%, dan 80%) terdapat perbedaan Kedelai 60%
82.00
yang signifikan antara kelompok kedelai 40% dengan 60%, dengan p-value (0.006) < Îą
Hasil uji Post Hoc Tukey HSD Homo-
(0.05).
genous Subsets di atas menunjukkan kelom-
Rata-rata pembentukan jaringan epitel
pok perlakuan dengan ekstrak etanol kedelai
yang paling besar terdapat pada ekstrak eta-
80% memiliki nilai paling tinggi dari ketiga
nol kedelai 60% dan pembentukan jaringan
kelompok perlakuan lainnya. Dapat dikatakan
epitel yang paling kecil terdapat pada ekstrak
bahwa kelompok perlakuan dengan ekstrak
kedelai 40%. Pada fase proliferasi yang ber-
etanol kedelai 60% mempengaruhi peningka-
langsung pada hari ke-4 hingga hari ke-21
tan pembentukan jaringan epitel pada pera-
setelah terjadi luka harus terbentuk jaringan
watan luka bakar derajat II. Kelompok kontrol
epitel. Penyembuhan luka sangat dipengaruhi
(normal saline 0,9%) dan kelompok perla-kuan
oleh reepitelisasi, karena semakin cepat ter-
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
25
bentuk jaringan epitel maka akan semakin
membantu hemostasis dan melindungi luka
cepat pula luka menutup, dan fase proliferasi
dari
akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan
Pertumbuhan sel epitel dimulai di bawah scab
[2].
kolagen telah terbentuk
Pada kelompok
perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol
kontaminasi
mikroorganisme.
ini. Sel epitel yang nantinya akan menjadi barier antara tubuh dengan lingkungan luar.
dan
Ekstrak kedelai (Glycine max) sebagai
permukaan luka hampir seluruhnya tertutupi
antioksidan juga diperlukan untuk melawan
epitel,
toksik dan melindungi sel dari kerusakan aki-
kedelai
60%
luas
sehingga
luka
dapat
menge-cil
dikatakan
su-dah
mendekati fase penyembuhan luka.
bat oksidasi radikal bebas. Secara kimiawi
Pada penelitian ini ekstrak etanol ke-
antioksidan dapat memberikan elektron untuk
delai diberikan sebagai terapi pada luka bakar
mencegah terjadinya oksidasi. Secara biolo-
secara topical water base. Terapi topikal dapat
gis, antioksidan dapat mengurangi dampak
menyebabkan daya
negatif proses oksidasi termasuk enzim dan
kerja
yang berbe-da
tergantung pada kandungan zat aktif yang
protein pengikat logam
[40].
[2].
Daya kerja absorbsi ekstrak etanol
Konsentrasi ekstrak etanol ke-delai 40%, 60%,
kedelai konsentrasi 60% terlihat lebih efektif
dan
percepatan
pengaruhnya
Tu-juan
pembentukan
jaringan
pemberian obat secara topikal adalah agar
isoflavonnya
dapat
bahan aktif yang terkandung di dalam-nya
menghambat pelepasan berbagai mediator
dapat menembus lapisan subkutan dan tepat
inflamasi dan melindungi jaringan dari radikal
sasaran untuk mendapatkan efek terapi [33].
bebas. Ekstrak etanol kedelai yang diberikan
terdapat pada ekstrak yang diberikan
80%
mempengaruhi
pertumbuhan
jaringan
Penelitian
epitel.
terdahulu
terhadap
peningkatan
epitel.
Kandungan
bekerja
dalam
menyatakan
secara topikal memperlihatkan hasil yang
bahwa ekstrak etanol kedelai (Glycine max)
mendukung dalam perawatan luka. Pemberian
memiliki
kandungan
pencegah
ekstrak etanol kedelai dapat mempertahankan
penyakit
jantung
pencegah
kelembaban dan menghambat pengeluaran
[7].
cairan dari kulit serta adanya efek peningkatan
senyawa koroner,
osteoporosis, antioksidan, dan antiinflamasi
Sebagai antiinflamasi, ekstrak kedelai dapat
sirkulasi darah ke daerah luka
bermanfaat
etanol
untuk
menghalangi
terjadinya
kedelai
[2].
konsentrasi
80%
tidak
inflamasi memanjang. Inflamasi merupakan
menunjukkan hasil
respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat
pemberian ekstrak etanol kedelai 60% pada
perlukaan pada jaringan lunak yang akan
perawatan luka bakar derajat II. Hal ini dapat
mengawali terjadinya proses hemostasis dan
disebabkan
fagositosis fase
[2].
inflamasi
terhambatnya
Apabila terjadi perpanjangan maka proses
akan
menyebabkan
penyembuhan
luka.
konsentrasi
yang
Efek ekstrak
karena ekstrak
lebih baik
terlalu etanol
dari
pekatnya
kedelai
80%
sehingga jaringan akan mudah teroksidasi dan menghalangi
fase
proliferasi
yang
akan
Pada fase inflamasi yang dapat berakhir
menghambat terjadinya mobilisasi, migrasi,
dalam 3 hingga 7 hari setelah luka juga
mitosis, dan diferensiasi sel epitel
terbentuk scab (keropeng) di permukaan luka.
kondisi yang sangat lembab ujung epitel yang
Scab yang berupa jaringan mati ini akan
terkoyak akan luruh dan dapat difagosit
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
[9][26].
Dalam
26
dengan mudah oleh sel-sel radang sehingga
salin
proses regenerasi selanjutnya akan terhambat
dengan pemberian ekstrak etanol kedelai
[2].
40% ialah 39,4%, ekstrak etanol kedelai Hasil penelitian menunjukkan migrasi
epidermal pada luka superfisial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering, dan perawatan
luka
dengan
ialah
55,2%,
sedangkan
60% ialah 82%, dan ekstrak etanol kedelai 80% ialah 61,6%. 3. Perbedaan
yang
bermakna
terhadap
topikal
proses reepitelisasi luka bakar derajat II
terbukti dapat mempertahankan kelembaban
pada tikus Wistar terdapat pada kelompok
dalam
perlakuan
batas
yang
sediaan
0,9%
diperlukan
untuk
ekstrak
penyembuhan luka. Berdasarkan penelitian
konsentrasi
sebelumnya,
ekstrak etanol kedelai 60%.
ekstrak
etanol
kedelai
juga
40%
etanol
kedelai
dengan
kelompok
memberikan pengaruh signifikan terhadap proses proliferasi luka bakar derajat II pada tikus galur Wistar
[32].
5.2. Saran
Mengingat reepitelisasi
1. Perawatan luka bakar derajat II secara
terjadi pada fase proliferasi, maka dapat ditarik
topikal water base dengan balutan tertu-
kesimpulan bahwa ekstrak kedelai dapat
tup harus lebih diperhatikan perawatan-
mempercepat pembentukan jaringan epitel
nya,
pada luka bakar derajat II.
kassa, kelembaban, kebersihan kandang
baik
dari
pengawasan
balutan
secara kontinyu dan mempertahankan perawa-tan luka secara moist wound
4. KETERBATASAN PENELITIAN Peneliti tidak dapat mengendalikan aktivitas tikus sehingga balutan luka banyak yang terlepas. Hal ini dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka karena membuka pintu masuk kontaminasi bakteri akibat luka tidak dalam keadaan tertutup serta luka tidak
healing
un-tuk
mempercepat
penyembuhan luka ba-kar dan mencegah terjadinya jaringan pa-rut. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai manfaat ekstrak etanol kedelai (Glycine max) untuk perawatan luka bakar derajat II dan cara mencegah
dalam keadaan lembab.
terjadinya komplikasi pada luka bakar, mengingat 5. KESIMPULAN & SARAN
sekali
kandungan
yang bermanfaat pada kedelai.
5.1. Kesimpulan
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
mengenai ekstrak etanol kedelai (Glycine max) sebagai perawatan luka bakar derajat II dalam bentuk sediaan yang lain
1. Pemberian topikal ekstrak etanol kedelai 60% dapat mempercepat pembentukan jaringan epitel pada luka bakar derajat II tikus Rattus novergicus.
pada luka bakar derajat II tikus Rattus dengan
pemberian
seperti sediaan obat padat atau semi padat (salep, krim, dan jel). 4. Mengaplikasikan
penelitian
ini
dalam
praktik keperawatan sebagai upaya untuk
2. Persentase pembentukan jaringan epitel
novergicus
banyak
perawatan luka bakar derajat II dengan ekstrak etanol kedelai (Glycine max)
normal
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
27
melalui
program-program
kesehatan maupun terapi
penyuluhan
8. Droke EA, Hager KA, Lerner MR. Soy
keluarga,
Isoflavones Avert Chronic Inflammation-
memberikan
Induced Bone Loss and Vascular Disease.
mempercepat
Journal of Inflammation, 2007, 4 (17): 1-
masyarakat, individu
alternatif
dalam untuk
penyembuhan luka bakar derajat II.
12. 9. Gayline AB., Patricia B., Valerie C. 2000. Delmarâ&#x20AC;&#x2122;s Fundamental and Advanced:
DAFTAR PUSTAKA 1. Adnan NF. 2007. Tampilan Anak Tikus (Rattus norvegicus) dari Induk yang Diberi Bovine Somatotropin (bST) pada Awal Kebuntingan. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas
Kedokteran
Hewan
Institut
2. Argamula G. 2008. Aktivitas Sediaan Ekstrak
Batang
Pohon
Pisang
Ambon (Musa paradisiaca var sapientum ) dalam Proses Persembuhan luka pada Mencit (Mus musculus albinus). Skripsi. Tidak diterbitkan, Fakultas Kedokteran Institut Pertanian Bogor, Bogor. 3. Baughman,
DC.
2000.
623. 10. Gibson, John. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat (Edisi kedua), Bertha
Sugiarto
(penerjemah),
EGC,
Jakarta.
Pertanian Bogor, Bogor.
Salep
Nursing Skill, Delmar, Canada, p. 575-
Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta, EGC. 4. Betz CL and Sowden LA. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri, 5th Ed, EGC, Jakarta. 5. Church D, Elsayed S, Reid O, Winston B, Lindsay R. Burn Wound Infections. Clinical Microbiology Reviews, 2006, 19(2): 403-
11. Grace PA, Borley NR. 2006. Surgery at a Glance, Pierce A. Grace (3th Ed), 2006. At a Glance Ilmu Bedah, Edisi ketiga, Vidhia Umami (penerjemah), Erlangga, Jakarta, Indonesia. 12. Huda
N.
2010.
Pengaruh
Hiperbarik
Oksigen (HBO) terhadap Perfusi Perifer Luka Gangren pada Penderita DM di RSAL Dr. Ramelan Surabaya. Tesis. Tidak
diterbitkan,
Keperawatan
Fakultas
Program
Ilmu
Magister
Ilmu
Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal
Bedah
Universitas
Indonesia,
Depok. 13. Junqueira, LC. 2007. Basic Histology: Text and Atlas (10th Ed), 2003. Histologi Dasar:
434. 6. Dahlan I, Seswandhana MR. Penggunaan Propanolol untuk Menghambat Proses Katabolisme pada Pasien Luka Bakar: Laporan Kasus. Berkala Ilmu Kedokteran, 2002, 34 (1): 49-55. 7. Danciu C, Soica C, Csanyi E. Changes in The Anti-inflammatory Activity of Soy Isoflavonoid Genistein Versus Genistein Incorporated in Two Types of Cyclodextrin Derivatives. Chemistry Central Journal, 2012, 58 (6): 1-10.
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
Teks dan Atlas, Edisi kesepuluh. Jan Tambayong, EGC, Jakarta. 14. Kurniati W. 2008. Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) dalam Proses Penyembuhan Luka pada Mencit (Mus musculus Albinus). Skripsi.
Tidak
Kedokteran
diterbitkan,
Hewan
Institut
Fakultas Pertanian
Bogor, Bogor. 15. Laksono BB. 2009. Efektifitas Pemberian Ekstrak Daun jambu Mete (Annacardium
28
occidentale L.) dalam Mempercepat Masa
23. Pawiroharsono,
S.
Benarkah
Tempe
Inflamasi Eritema Luka Bakar Derajat II
sebagai Anti Kanker. Jurnal Kedokteran
Dangkal
dan Farmasi MEDIKA, 1998, 12: 815-817.
Pada
Tikus
Putih
(Rattus
novergicus) Galur Wistar. Tugas Akhir.
24. Ponnusha
BS,
Subramaniyam
S,
Tidak diterbitkan, Fakultas Kedokteran
Pasupathi P, Subramaniyam B, Virumandy
Universitas Brawijaya, Malang.
R. 2011. Antioxidant and Antimicrobial
16. Leeson CR, Leeson TL, Paparo AA. 1985.
properties of Glycine Max. International
Textbook of Histology, C. Roland Leeson,
Journal of Current Biological and Medical
1985. Buku Teks Histologi, Edisi 5, Yan
Science, 2011, 1(2): 49-62.
Tambayong,
1996,
EGC,
Jakarta,
Indonesia.
PA,
Perry
Fundamentals
17. Loggia RD, Tubaro A, Dri P. 1986. The Role
25. Potter
of
Flavonoids
Antiinflammatory
Activity
in of
The
Chamolia
of
AG.
Nursing:
1997. Concepts,
Process, and Practice, 4th Ed, Patricia A. Potter, 1997. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep,
Proses,
dan
recucita. Plant Flavonoids in Biology and
Praktik, Edisi 4, Renata Komalasari, Dian
Medicine:
Pharmaceutical
Evriyani, Enie Novieastari, Alfrina Hany,
and Structure Activity Relationships. Alan
Sari Kurnianingsih (penterjemah), 2006,
R. Liss, Inc, Berlin.
EGC, Jakarta, Indonesia.
Biochemical,
18. Low QE, Drugea IA, Duffner LA. Short
26. Prasetyo
BF,
Wientarsih
I,
dan
Communication Wound Healing in MIP-1Îą-
Priosoeryanto BP. Aktivitas Sediaan Gel
/- and MCP-1-/- Mice. American Journal of
Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon
Pathology, 2001, 159 (2): 457-463.
dalam Proses Penyembuhan Luka pada
19. Mei. Senyawa Isoflavon Faktor-II (6,7,4'trihidroksi Isoflavon) pada Tempe Kedelai. Majalah Dunia Biosains, 2009, 27.
Mencit. Jurnal Veteriner, 2010, 11(2): 7073. 27. ]Rao CM, George KM, Bairy KL. An
20. Messina MJ, Wood CE. Soy Isoflavones,
Appraisal of The Healing Profiles of Oral
Estrogen Therapy, and Breast Cancer
and
Risk: Analysis and Commentary. Nutrition
Partial Thickness Burn Wounds. Indian
Jounal, 2008, 7 (17): 1-11.
Journal
21. Moenadjat,
Y.
Pengetahuan Fakultas
2003.
Klinik
Luka
Praktis,
Kedokteran
Bakar
2nd
External
of
(Gel)
Metronidazole
Pharmacology, 2000, 32:
282-287.
Ed,
28. Rohmawati, N. 2008. Efek Penyembuhan
Universitas
Luka Bakar dalam Sediaan Gel Ekstrak
Indonesia, Jakarta.
Etanol 70% Daun Lidah Buaya (Aloe vera
22. Mohajeri D, Mesgari M, Doustar Y, Nazeri
L.) pada Kulit Punggung Kelinci New
M. Comparison of The Effect of Normal
Zealand.
Saline and Silver Sulfadiazine on Healing
Fakultas
of
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Skin
Burn
Histopathological
on
Wounds Study.
in
Rats:
A
Middle-East
29. Rukmana
Skripsi.
Tidak
Farmasi
R,
Yuniarsih
diterbitkan, Universitas
Y.
2012.
Journal of Scientific Research, 2011, 10
Kedelai: Budidaya dan Pasca Panen,
(1): 8-14.
Kanisius, Yogyakarta.
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
29
30. Sabiston,
DC.
1987.
Sabistonâ&#x20AC;&#x2122;s
Sagung Seto, Jakarta.
Essentials Surgery, David C. Sabiston,
39. Thakur R, Jain N, Pathak R, and Sandhu
1987. Buku Ajar Bedah, Petrus Andrianto,
SS. 2011. Practice in Wound Healing
Timan IS, 1995, EGC, Jakarta, Indonesia.
Studies of Plants. Hindawi Publishing
31. Schwartz SI. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu
Bedah.
Edisi
6.
Laniyati
(penterjemah), EGC, Jakarta, 137-138.
Corporation, India. 40. Tisnadjaja Simanjuntak
32. Setyaningsih W. 2010. Pengaruh Ekstrak
D,
Saliman
P.
Pengkajian
dan
Proliferasi Luka Bakar Derajat II Pada
Memiliki
Kandungan
Tikus Putih (Rattus Norvegicus Galur
Antioksidan.
Biodiversitas,
Wistar). Tugas Akhir. Tidak diterbitkan,
199-202.
Kedokteran
Universitas
Brawijaya, Malang.
Silvia, Burahol
(Stelechocarpus burahol (Blume) Hook
Kedelai (Glycine Max) Terhadap Proses
Fakultas
E,
Thomson)
sebagai
Buah
yang
Senyawa 2006,
7(2):
41. Widyanati P, Taslim SA. 2011. Soya max. Program Magister Herbal Departemen
33. Silvander M, Ringstad L, Skold T. 2006. A
Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
New Water-Based Topical Carrier with
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia,
Polar Skin-Lipids. Journal Lipids in Health
Depok.
and Disease, 5 (12): 1-7. 34. Sloane,
Ethel.
Physiology:
42. Winarsi, Hery. 2010. Protein Kedelai dan
2003.
An
Easy
Anatomi Learner,
and Ethel
Sloane, 1994. Anatomi dan Fisiologi untuk
Kecambah: Manfaatnya Bagi Kesehatan, Kanisius, Yogyakarta. 43. Wong,
DL.
2001.
Wongâ&#x20AC;&#x2122;s
Essentials
Pemula, Palupi Widyastuti (penerjemah),
Pediatric Nursing, 6th Ed, Donna L. Wong,
EGC, Jakarta.
2001. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik:
35. Sudigdo S, Sofyan I. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian klinis. Jakarta. Bina
Wong, Edisi Keenam, Agus Sukarna, 2009, EGC, Jakarta, Indonesia.
Aksara. 36. Sugiyono.
2011.
Statistika
untuk
Penelitian, Alfabeta, Bandung,hal. 164183. 37. Sumarno, Komala E, Rahmania NL. 2005. Perbedaan
Jumlah
Pencucian
Luka
Bakteri
Antara
Terkontaminasi
Menggunakan Normal Salin 0,9% dengan Metode Irigasi Tekanan Plabottle (0,9-0,3 psi)
Dibandingkan
dengan
Tekanan
Selang Infus (1,4-1,7 psi) pada Tikus Putih Rattus novergicus Strain Wistar. Fakultas Kedokteran
Universitas
Brawijaya,
Malang. 38. Suriadi. 2004. Perawatan Luka, Edisi 1.
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
30
Tinjauan Pustaka
PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN MAHASISWA KESEHATAN MELALUI PENERAPAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION Hella Meldy Tursina*, Muhamad Jauhar**, Prasetyo Aji Nugroho*** *Mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM **Mahasiswa Fakultas Keperawatan UNPAD ***Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA
ABSTRAK Pendidikan interprofesional adalah langkah penting dalam mempersiapkan kesiapan praktek kolaboratif bagi tenaga kesehatan untuk merespon kebutuhan kesehatan setempat. Proses perawatan yang berpusat terhadap pasien memiliki keefektifan yang baik daripada metode konvensional, dimana perawatan tersebut dapat diwujudkan dengan Interprofessional Practice (IPP). Banyak institusi kesehatan yang terkendala dengan berbagai permasalahan terhadap pelaksanaan Interprofessional Education (IPE) sendiri. Terdapat fenomena menarik dari hal tersebut, yaitu diperlukannya sebuah event yang secara sederhana mampu mengenalkan calon profesi kesehatan terhadap konsep berkolaborasi walau di institusi yang dinaungi tidak menerapkan IPE. Pendekatan hal tersebut juga dapat dicapai di Indonesia dengan penerapan Colaborative Group Discussion (CGD). Collaborative Group Discussion (CGD) yang memiliki konsep sederhana yang dimaksudkan dapat menjadi solusi alternatif dari permasalahan institusi pendidikan kesehatan. Kata Kunci : Pendidikan dan praktik interprofesional, Collaborative Group Discussion
ABSTRACT Interprofessional education is an important step in preparing the readiness of collaborative practice for health workers to respond to local health needs. Process of care based on patient has good effectiveness than conventional methods, where treatment can be realized by Interprofessional Practice (IPP). . Many health institutions with various problems hampered the implementation of the Interprofessional Education (IPE) itself. There is a phenomenon of interest from it, namely the need for an event which simply able to acquaint prospective health professions while collaborating on the concept of institution not-hosted to implementated IPE. This approach can also be achieved in Indonesia with the application of Colaborative Group Discussion (CGD). Colaborative Group Discussion (CGD) has a simple concept that is intended to be an alternative solution to the problem of health education institutions. Keywords: Interprofessional education and practice, Colaborative Group Discussion
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
31
1. PENDAHULUAN
Interprofessional
Semakin meningkatnya pengetahuan dan
sikap
kritis
masyarakat
tentang
Education
(IPE)
adalah salah satu konsep pendidikan yang dicetuskan oleh WHO sebagai pendidikan
kesehatan, maka semakin besar pula bagi
terintegrasi. Menurut
seluruh komponen layanan kesehatan untuk
Advancement of Interprofessional Education
memberikan layanan yang komprehensif dan
menjelaskan
profesional. Fenomena perkembangan dunia
interprofessional adalah kesempatan sebuah
kesehatan secara global saat ini sudah sangat
profesi untuk belajar dengan, dari, dan tentang
maju, kemajuan tersebut diikuti juga dengan
satu sama lain untuk memfasilitasi kolaborasi
peningkatan
saat
biaya
pelayanan
kesehatan
UK
bahwa
praktek.
IPE
Centre for
the
pembelajaran
merupakan
hal
yang
sekitar 7 % sedangkan keselamatan pasien
potensial sebagai media kolaborasi antar
hanya meningkat sekitar 1 % atau 2 % tiap
profesional kesehatan dengan menanamkan
tahunnya.1
pengetahuan dan skill dasar antar profesional
Pelayanan kesehatan yang bermutu
dalam masa pendidikan.7 Interprofessional Practice (IPP) adalah
adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan
pengguna
jasa
pelayanan
terminologi saat ini yang digunakan untuk
kesehatan serta yang diselenggarakan sesuai
mengacu pada dua atau lebih profesi bekerja
profesi.2
sama sebagai tim dengan tujuan yang sama,
Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang
komitmen dan saling menghormati.4,6 Praktek
bermutu diperlukan adanya kolaborasi dari
kolaborasi terjadi ketika beberapa profesi
berbagai profesi kesehatan, The Canadian
kesehatan yang mampu bekerja sama dengan
Interprofessional Health Collaborative (CICH)
pasien, keluarga, staf terkait dan masyarakat
berpendapat bahwa praktik kolaborasi yang
untuk memberikan perawatan berkualitas serta
berpusat pada pasien merupakan kunci untuk
mencapai
menciptakan
yang
Sehingga, berkolaborasi dapat memperkuat
efektif dan meningkatkan outcome pelayanan
sistem kesehatan dan meningkatkan hasil
dengan standar dan etika pelayanan
pada
pelayanan
kesehatan
pasien.3
tujuan
kesehatan
bersama.
pelayanan kesehatan.7
Konsep kolaborasi merupakan sebuah
Salah satu cara mengatasi fenomena
jawaban dari fenomena yang terjadi pada
di atas adalah diperlukannya sebuah event
berbagai profesi layanan kesehatan. Langkah
yang mampu mengenalkan calon profesi
awal membentuk kolaborasi dapat dikenalkan
kesehatan terhadap
mulai dari tahap akademik, yaitu dengan
tanpa harus langsung menerapkan kurikulum
adanya kurikulum terintegrasi. Pelaksanaan
terintegrasi namun bisa memenuhi aspek-
pendidikan
dapat memberikan
aspek penting dalam IPE, seperti kolaborasi,
dampak terhadap perubahan sikap pembelajar
adanya komunikasi yang saling menghormati,
untuk saling mengetahui peran profesi lain,
refleksi,
meningkatkan pengetahuan tentang kolaborasi
keterampilan, dan pengalaman dalam tim
interprofesional dan
interprofesional.7 Pendekatan hal tersebut juga
serta
terintegrasi
meningkatkan
kebiasaan kolaborasi, kualitas
perawatan
pasien.4,5,6
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
penerapan
konsep berkolaborasi
pengetahuan
serta
dapat dicapai di Indonesia dengan penerapan Colaborative Group Discussion (CGD). CGD
32
ini dilaksanakan pada mahasiswa jurusan
sedikit, ketersediaan SDM yang kurang baik,
kesehatan pada tahap akademik, di bawah
serta
koordinasi institusi pendidikan yang berfungsi
sebuah
sebagai
kesehatan di Indonesia.
penyedia
fasilitator
diskusi
dan
sulitnya
simulasi serta penentu topik besar pada tiaptiap
tahap
pelaksanaan
diskusi
maupun
kurikulum
Penerapan dengan
beberapa
kurikulum
menjadi
terintegrasi
IPE
dapat
cara,
institusi
dilakukan
seperti;
Active
discussion, Problem based, Evidence-based
simulasi
medicine,
Penulis
memutuskan
untuk
mengangkat isu pendidikan kesehatan terkait penerapan Interprofesional Education (IPE) dengan mempertimbangkan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa permasalahan ini belum sepenuhnya terselesaikan di dunia, khususnya Indonesia. Penulis kemudian mencari datadata tentang manfaat penerapan IPE dalam tahap akademik, serta komponen-komponen acuan pengembangan IPE. Informasi tersebut sebagian besar diperoleh dari jurnal-jurnal internasional
yang
dipublikasikan
secara
online dalam kurun waktu 10 tahun terakhir serta data-data yang dirilis oleh WHO secara online. Selain itu, penulis juga memperkaya telaah pustaka dengan menilik teori-teori yang berkaitan dengan topik karya tulis melalui beberapa buku teks cetak. Untuk memperoleh
and
dipaparkan,
masalah
penulis
participation,
dan
yang
mencoba
telah mencari
pembelajaran
IPE
dalam
saat mahasiswa dalam masa akademik.6 Penelitian Barr & Reeves menunjukkan bahwa penerapan IPE dapat meningkatkan kolaborasi dan outcome yang baik kepada pasien.4,5,6 Buring
et.
al.
â&#x20AC;&#x153;Interprofessional
dalam
tulisannya
Education:
Definition,
Student Competencies and Guidelines for Implementationâ&#x20AC;?
menyatakan
bahwa
kompetensi mahasiswa dan sasarannya dalam IPE
adalah
organisasi
tim
atau
fungsi
organisasional tim interprofesi, penilaian dan meningkatkan
prestasi
tim
interprofesi,
komunikasi tim interprofesi, kepemimpinan, penyelesaian
konflik
dan
membangun
konsensus, serta mengatur tujuan umum perawatan pasien.8 Kompetensi yang diharapkan pada IPE3 No
beberapa contoh solusi alternatif, penulis mencoba menggali kelemahan dan kekuatan
Reeves
menerapkan konsep kolaborasi lebih efektif
gagasan kreatif yang dapat diterapkan sebagai alternatif
Community
Required most by community. Menurut Glen
2. METODE PENULISAN
solusi
menata
1
Kompetensi
Komponen
utama
kompetensi
Pengetahuan
Strategy association Situation assessment
dari solusi-solusi tersebut.
Teammate characteristic 3. PEMBAHASAN Penerapan
familiarity Interprofessional
Knowledge of team
Education memiliki manfaat yang sangat baik
mission Task â&#x20AC;&#x201C;
dalam mencetak calon profesi kesehatan dari
specific
berbagai aspek, namun kita harus melihat kemampuan sarana prasarana yang relatif
Responsibilities 2
Keterampilan
Flexibility/adaptability Mutual performance
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
monitoring Supporting/back-up behavior
33
2
3
Keterampilan
Sikap
Flexibility/adaptability
Pengembangan metode Colaborative Group
Mutual performance
Discussion (CGD) diharapkan bisa menjadi
monitoring
metode sederhana yang dapat dilakukan antar
Supporting/back-up
institusi
behavior
mengalami kendala penerapan IPE, sumber
Team leadership
pengalaman
Conflict resolution
dalam menerapkan kolaborasi antar profesi,
Feedback
bahkan bisa meningkatkan rasa kemandirian
Closed-loop
selama
communication/
komunikasi,
information exchange
tanggung gugat serta keterampilan skill dalam
Team orientation
penyelesaian kasus.
pendidikan
bagi
kesehatan
mahasiswa
pembelajaran rasa
yang
kesehatan
meliputi:
tanggung
sikap,
jawab
dan
(morale) Collective efficacy
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Shared vision 4
Interprofessional
Team cohesion
Team work
dicetuskan oleh WHO sebagai pendidikan
Mutual trust
terintegrasi. Menurut
pembelajaran
secara
Education
mampu
Interprofessional
(IPE)
adalah salah satu konsep pendidikan yang
Sense of belonging
Proses
Education
UK
Centre for
the
Advancement of Interprofessional Education menjelaskan
bahwa
pembelajaran
mengenalkan konsep kolaborasi mahasiswa
interprofessional adalah kesempatan sebuah
kesehatan, dimana unsur penting dalam hal ini
profesi untuk belajar kolaborasi saat praktek.
adalah
IPE merupakan hal yang potensial sebagai
pembelajar,
terhadap
IPE
mengajar
untuk
dan
nilai
dari
pembelajar tenaga
media kolaborasi antar professional kesehatan
mahasiswa
dengan menanamkan pengetahuan dan skill
kemampuan
memfasilitasi
dalam menanamkan aspek kolaborasi selama
dasar
kegiatan belajar mengajar.3 (Lihat Gambar 1
pendidikan.9 Proses perawatan yang berpusat
dan 2)
terhadap pasien memiliki keefektifan yang Colaborative Group Discussion (CGD)
baik,
antar
profesional
dimana
perawatan
dalam
tersebut
masa
dapat
ini dilaksanakan pada mahasiswa jurusan
diwujudkan dengan Interprofessional Practice
kesehatan pada tahap akademik, di bawah
(IPP). Pendekatan hal tersebut juga dapat
koordinasi institusi pendidikan masing-masing
dicapai
yang berfungsi sebagai penyedia fasilitator
Colaborative
diskusi dan simulasi serta penentu topik besar
Colaborative Group Discussion (CGD) yang
pada tahap pelaksanaan diskusi maupun
memiliki konsep sederhana yang dimaksudkan
simulasi. Organisasi kemahasiswaan bertugas
dapat
sebagai penjaring komunitas mahasiswa dari
permasalahan institusi pendidikan kesehatan.
masing-masing
profesi
kesehatan
di
Indonesia Group
menjadi
dengan
penerapan
Discussion
solusi
alternatif
(CGD).
dari
yang
nantinya akan mengikuti satu sesi pertemuan yang terdiri dari rangkaian diskusi kasus.
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
34
Gambar 1. Keterkaitan IPE, dan IPP terhadap pelayanan kesehatan terhadap pasien
Gambar 2.
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
35
DAFTAR PUSTAKA 1. National
8. Buring,
Quality
Patient
Safety.
Forum. Di
(2009).
akses
dari
Bhushan,
Conway.S,
Broeseker
Duncan-Hewitt
Hansen,
and
(2009).Interprofessional
fety.aspx.
Definitions,
Pelayanan
Kesehatan.
Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Student
W.,
Westberg.
http://www.qualityforum.org/patient_sa
2. Azwar, Azrul. (1996). Menjaga Mutu
A.,
Education:
Competencies,
and Guidelines for Implementation. American Journal of Pharmaceutical Education 2009; 73 (4) Article 59.
3. The Canadian interprofessional health
9. Interprofessional
Education
collaborative. (2008). interprofessional
Collaborative
(2011).
education & core competencies.
Competencies
Diakses dari
Collaborative Practice. Diakses dari
http://www.cich.ca/files/publications/CI
http://www.aacn.nche.edu/education-
CH_IPE-LitReview_May07.pdf pada 4
resources/IPECReport.pdf
April 2012
April 2012.
for
Core
Interprofessional
pada
3
4. Barr Hugh, Della S, Freeth, Hammick marylin, Koppel Ivan, Leeves scott. 2005.
Effective
interprofessional
education: argument, assumption, and evidence. USA: Wiley Blackwell 5. Barr
Hugh.
2005.
Effective
interprofessional education: argument, assumption, and evidence. Oxfort : Blackwell publishing. 6. Freeth, D., Hammick, M., Reeves, S., Koppel, I., Barr, H. (2005). Effective Interprofessional Education: Development, Evaluation.
Delivery Canada
:
and Blackwell
Publishing 7. World
Health
Organization,
Department of Human Resources for Health. Framework Interprofessional Collaborative
for Action on Education
Practice
&
(WHO/HRH
/HPN/10.3). Switzerland. 2010.
This
publication is available from: http://www.who.int/hrh/nursing_midwif ery/en
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
36
Tinjauan Pustaka
TERAPI KOMPLEMENTER PADA PENURUNAN KECEMASAN PASIEN YANG AKAN MENJALANI INTERVENSI KORONER PERKUTAN (IKP) : TELAAH LITERATUR Weni Widya Shari*, Suryani**, Etika Emaliyawati** *Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Padjadjaran (Universitas Sriwijaya) **Dosen Keperawatan Universitas Padjadjaran
ABSTRAK Pelaksanaan Intervensi Koroner Perkutan (IKP) sebagai terapi untuk mengatasi Penyakit Jantung Koroner (PJK) terus meningkat. Meskipun IKP merupakan salah satu intervensi pilihan, dilaporkan masih terdapat pasien yang mengalami kecemasan dari sedang sampai berat saat akan dilakukan tindakan. Mengurangi kecemasan tersebut merupakan hal yang penting, karena kecemasan dapat memperberat penyakit yang diderita serta berperan terhadap morbiditas dan mortalitas pasien. Salah satu Intervensi yang biasa dilakukan untuk mengatasi kecemasan pasien yang akan melakukan IKP adalah dengan terapi non farmakologi. Perkembangan intervensi non farmakologi saat ini berkembang ke arah komplementari yang harus dipilih berdasarkan bukti empiris, manfaat yang diberikan, serta rendahnya efek samping. Kriteria artikel yang dipakai adalah terbitan tahun 2003-2013 dari penyedia akses jurnal yang terpercaya serta beberapa literatur lain yang mendukung. Pembahasan telaah literatur ini terkait masalah kecemasan yang muncul pada pasien yang akan menjalani prosedur IKP, pentingnya pengkajian kecemasan di ranah kritis, terapi komplementer dalam mengatasi kecemasan serta implikasi pada asuhan keperawatan dan penelitian. Kesimpulan telaah literatur ini adalah beberapa terapi komplementer terpilih dapat mengurangi kecemasan dan memiliki manfaat fisiologis lainnya terhadap pasien pre IKP. Dengan adanya perkembangan berbagai terapi komplementer saat ini, maka disarankan untuk memilih terapi komplementer secara tepat dan bijaksana sehingga dapat memberikan manfaat. Kata Kunci : Intervensi Koroner Perkutan (IKP), Kecemasan, Komplementer
ABSTRACT Implementation of Percutaneous Coronary Intervention (PCI) as a treatment for coronary hearth disease is increasing. Although PCI is one option, reported about the prevalence and patterns of patient anxiety experienced moderate to severe by undergoing from this procedure. Reduce this anxiety is important, because the anxiety will aggravate the disease and contribute to morbidity and mortality of critically ill patients. Interventions are usually done with pharmacological and nonpharmacological. The development of non-pharmacological interventions currently developing complementary that should be chosen based on empirical evidence, benefits, and low side effects. Article used in the literature review was published in 2003-2013 and from a trusted provider to access journals. Some literature that supports the writing process are also added in this literature review. Discussion of this literature review related: patients anxiety in undergoing of PCI, the importance of the assessment of anxiety in critical area, the complementary therapies in the management of anxiety and the implications for nursing care and research. The Conclusion is some selected complementary therapies can reduce anxiety and have other physiological benefits to patients in undergoing of PCI. With the development of complementary therapies at this time, suggest to choose complementary therapies appropriately and wisely to benefit. Keywords: Anxiety, Complementary, Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
37
1. PENDAHULUAN
tidak
Pelaksanaan
tindakan
Intervensi
menyenangkan
akan
terjadi
(14).
Kecemasan ini harus segera diatasi karena
Koroner Perkutan (IKP) di seluruh dunia terus
kondisi
meningkat, termasuk di Indonesia. Selama 40
memperberat
tahun terakhir IKP telah berkembang dari yang
Kondisi tersebut akan mempengaruhi status
sederhana
hemodinamik,
berupa
pemasangan
balon
angioplasti sampai kepada pemasangan stent (1).
saat ini
kecemasan
pada
penyakit
pasien
yang
gangguan
akan
dideritanya.
imunitas,
dan
gangguan metabolisme yang mengakibatkan
Di Kanada, pelaksanaan IKP
suplai darah dan perfusi jaringan terganggu.
(2).
Dengan demikian, penyembuhan pasien akan
ada
terhambat sehingga lama rawat menjadi lebih
sekitar 1,3 juta tindakan kateterisasi Jantung di
lama dan biaya perawatan akan lebih besar
Amerika,
(14),(8).
meningkat 36 % dari tahun 1994 s.d 2001 Hamel
memperkirakan
setengah
pelaksanaan
setiap
di
antaranya
(3),
adalah
yang
bisa
dilakukan
perawat untuk mengurangi kecemasan salah
pelaksanaan IKP di Rumah Sakit Hasan
satunya dengan intervensi nonfarmakologi.
Sadikin Bandung selama tahun 2013 tercatat
Perkembangan intervensi non farmakologi
sebanyak 469 orang (4). IKP
saat
non
penyempitan, pembuluh
invasif
merupakan
untuk
ini
(5),(6),(7).
arah
terapi
sumbatan atau kelainan pada
pada penelitian ilmiah, mempunyai manfaat
atau
atau
koroner.
Perbaikan
untuk meningkatkan kesehatan dan aman atau
sumbatan
pembuluh
rendah efek samping (15),(16).
pemasangan
perlu adanya telaah literatur yang sistematis
Tindakan ini dapat menghilangkan
dan membutuhkan pendekatan ilmiah dalam
dengan
ring
Melihat fenomena dan fakta diatas,
(stent)
penyumbatan mampu
ke
komplementer yang harus dipilih berdasarkan
koroner tersebut dapat dilakukan dengan cara balonisasi
berkembang
memperbaiki
darah
penyempitan
demikian
Intervensi
juga
tindakan
IKP
tahun
segera
mempertahankan
sehingga
patensi
penyusunannya. Telaah literatur yang sesuai
arteri
untuk menjawab masalah dan fenomena
koroner dan kerusakan jantung dapat dihindari
tersebut adalah tentang terapi komplementer
(8),(5),(9),(10),(11).
pada penurunan kecemasan pasien pre IKP.
Selain itu, menurut beberapa
hasil penelitian, IKP dapat meningkatkan kualitas
hidup,
menurunkan
resiko
2. METODE
kekambuhan. menurunkan kejadian infark, vaskularisasi membaik, komplikasi perdarahan berkurang serta menurunkan resiko kematian pada pasien PJK (12),(13). merupakan
salah
satu
Meskipun PCI intervensi
pilihan,
beberapa pasien menyatakan cemas dengan prosedur ini. Dilaporkan terdapat prevalensi antara 24-72% pasien dengan kecemasan saat akan dilakukan prosedur IKP. Kecemasan yang terjadi meliputi perasaan takut, tegang atau panik, dan harapan bahwa sesuatu yang
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
Artikel yang digunakan dalam telaah literatur ini menggunakan metode kuantitatif dan
kualitatif
yang
didapatkan
melalui
penyedia jurnal elektronik EBSCO, Springer, Science Direct dan Google Scholar. Laman penyedia jurnal tersebut dipilih karena telah diketahui secara umum sebagai penyedia akses jurnal yang terpercaya. Kata kunci yang dipakai Therapy,
adalah dan
â&#x20AC;&#x153;Anxiety,
Complementary
Percutaneous
Coronary
Interventionâ&#x20AC;?. Kriteria artikel yang dipakai
38
(21).
adalah terbitan tahun 2003-2013 yang tersedia
morbiditas
di perpustakaan universitas serta beberapa
berhubungan dengan kecemasan juga dapat
literatur
memperparah gangguan fungsi jantung
yang
mendukung
dalam
proses
penulisan.
Perubahan psikologis yang (14).
Perawat punya kesempatan untuk mengurangi komplikasi ini dengan cara mengurangi faktor resikonya yaitu kecemasan.
3. PEMBAHASAN
Sumber kecemasan klien PJK yang
Pembahasan hasil telaah literatur ini meliputi : Kecemasan pada pasien IKP, pentingnya pengkajian kecemasan di ranah kritis, terapi komplementer dalam mengatasi kecemasan di ranah kritis, serta implikasi pada
akan menjalani prosedur IKP bisa disebabkan oleh banyak faktor, antara lain cemas akan rasa nyeri, kematian, tidak mengetahui tentang prosedur yang dilaksanakan, ancaman tentang kondisi tubuh, pengalaman yang terkait angina
asuhan keperawatan dan penelitian.
serta cemas terhadap hasil akhir dari prosedur IKP
3.1. Kecemasan pada pasien IKP Salah satu yang menyebabkan masih tingginya angka kematian pada pasien IKP (17).
adalah terjadinya kecemasan
Gallagher,
Trotter, and Donoghue menyatakan bahwa
(18).
Penyebab sumber kecemasan lain
yaitu karena perubahan dalam lingkungan rumah sakit, hilangnya kontrol diri, perubahan konsep diri, hilangnya kemampuan bekerja dan kehawatiran akan masa depan (22).
skor kecemasan pada pasien yang menjalani prosedur IKP menunjukan nilai yang sangat tinggi
(18),
12 dari 40 responden, mengalami
3.2. Pentingnya Pengkajian Kecemasan di Ranah Kritis Kecemasan
tingkat kecemasan tinggi sebelum dilakukan PCI
(19).
70-80
Selain itu, Ikram menunjukan bahwa %
pasien
jantung
kecemasan pada fase akut
mengalami (20).
Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Rudini, bahwa dari 60 responden yang akan menjalani IKP, didapatkan
hasil
sebanyak
27
(45,0%)
mengalami tingkat kecemasan ringan, 24 (40,0%)
responden
mengalami
tingkat
kecemasan sedang dan 9 (15,0 %) responden yang mengalami tingkat kecemasan berat Gejala
kecemasan
penting
(18).
untuk
dideteksi dan diatasi karena kecemasan yang terjadi saat pre procedural IKP merupakan prediksi untuk terjadi kesempatan terjadinya kecemasan pada proses berikutnya
(1),(14).
Komplikasi akibat kecemasan yang tidak teratasi
setelah
dilakukan
tindakan
IKP
diketahui dapat meningkatkan mortalitas dan
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
merupakan
perasaan
ketidaknyamanan yang sering dilaporkan pada pasien sakit kritis di unit perawatan intensif (ICU), tetapi jarang di nilai secara rutin dan sistematis secara
(23).
Padahal, literatur yang ada
luas
menggambarkan
adanya
hubungan antara interaksi tubuh, pikiran dan respon dialami
imun (24).
terhadap
kecemasan
yang
Kecemasan sering diremehkan
karena sering tidak muncul di gejala fisik serta pengkajian dan evaluasi klinis yang dilakukan oleh perawat di ranah kritis masih berdasarkan indikator perilaku dan fisiologis pasien
(14).
Pengkajian kecemasan merupakan tantangan perawat
dalam
mengatasi
pasien
kritis.
Penyakit yang parah, seperti pasien dalam keadaan penurunan kesadaran atau terpasang ventilator
menjadi
hambatan
untuk
berkomunikasi dan mengetahui perubahan
39
(23),(24).
kognitifnya
Meskipun
demikian,
pengkajian kecemasan seharusnya masuk ke dalam
komponen
dilakukan
oleh
tindakan
perawat
yang
di
keperawatan
ranah
(14),
diperlukan
salah
satunya mengkaji kecemasan.
kritis
3.3. Terapi Komplementer dalam Mengatasi Kecemasan di Ranah Kritis
IKP. Monitoring tanda dan gejala kecemasan sangat
komprehensif
harus
khususnya pada pasien yang akan menjalani
tersebut
secara
karena
Perkembangan
intervensi
non
farmakologi saat ini berkembang ke arah
kecemasan yang tidak segera diatasi akan
terapi
menimbulkan akibat serius bahkan berperan
berdasarkan pada rendahnya efek samping
terhadap mortalitas dan morbiditas pasien
(aman), melalui penyelidikan ilmiah yang ketat,
yang sakit kritis
(14),(25).
Pengkajian kecemasan
komplementer
yang
harus
dipilih
dan mempunyai manfaat untuk meningkatkan (15),(16).
juga memungkinkan perawat untuk membantu
kesehatan
pasien dalam mengelolah kecemasan, atau
pengobatan
menyediakan tenaga untuk kesehatan mental
menjabarkan bahwa terjadinya peningkatan
dan manajemen stress
(14).
WHO
dalam
tradisional
strategi
2002-2005
penggunaan pengobatan non konvensional,
Menurut Potter et al.
(25),
penanganan
yang berarti bahwa peningkatan penggunaan
pasien yang menjalani IKP harus dilakukan
terapi komplementer dan alternatif diberbagai
dengan komprehensif karena peran seorang
negara di dunia (15).
perawat
pelaksana
asuhan
Penggunaan terapi komplementer dan
keperawatan tidak hanya mengkaji secara fisik
alternatif juga semakin meningkat di United
tetapi
States. Menurut studi penelitian selama 7
semua
memberikan
aspek
meliputi
biologi,
psikososial, sosial dan spiritual.
tahun, lebih dari 40 % orang dewasa di
Selain itu, dari definisi keperawatan (7)
kritis yang dikemukakan oleh Morton et al.
Amerika menggunakan 1 atau lebih terapi ini (26),(27).
Hal ini didukung oleh National Health
bahwa keperawatan kritis merupakan asuhan
Interview Survey (NHIS) pada tahun 2007,
keperawatan pada pasien yang meliputi aspek
bahwa rata-rata 38 % orang dewasa Amerika
bio, psiko sosial dan spiritual terhadap pasien
menggunakan
kritis yang meliputi aspek promotif, kuratif dan
komplementer (16).
rehabilitatif, sehingga peran seorang perawat
terapi komplementer yang biasa digunakan
di
untuk
ranah
kritis
permasalahan
tidak
fisik
hanya
pasien.
mengatasi
Morton
juga
terapi
dan
Beberapa
menurunkan
kecemasan
alternatif
atau
diantaranya;
tehnik
mengontrol bernafas
mengungkapkan bahwa manusia mempunyai
dalam, relaksasi otot, imagery, menyiapkan
sifat yang holistik yaitu makhluk fisik sekaligus
informasi, tehnik distraksi, terapi energi dan
psikologis dimana kedua aspek ini saling
penggunaan metode koping sebelumnya
berkaitan
satu
sama
lain
dan
saling
Terapi
komplementer
digunakan
dengan
akan
perawatan kesehatan konvensional. Terapi
(7).
komplementer merupakan terapi yang tidak
fisik
manusia
mempengaruhi pula kondisi psikologisnya
Hal inilah yang menjadi alasan bahwa perawat
mempunyai
di ranah kritis juga harus melakukan asuhan
dianggap
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
melengkapi
biasanya
mempengaruhi, sehingga apa yang terjadi kondisi
untuk
(11).
praktek
disiplin ilmu khusus, dimana terapi
utama
oleh
beberapa
40
masyarakat dan serta profesional kesehatan,
Dalam
tetapi dianggap sangat kontroversial oleh
memberikan
orang lain (28).
perawat
Saat
ini
sudah
mulai
memutuskan pilihan
juga
terapi
harus
untuk
komplementer,
memahami
dikembangkan intervensi-intervensi alternatif
bertanggung
di ranah kritis yang merupakan intervensi yang
kelayakan
bersifat
perkembangan pasien, dan kompeten dalam
suportif
untuk
menurunkan
untuk
terapi,
menentukan
mengetahui
status
memberikan terapi itu (28).
kecemasan. Beberapa
intervensi
yang
biasa
dilakukan perawat di ranah kritis dalam
3.4. Implikasi Untuk Keperawatan Kritis dan Penelitian
mengatasi kecemasan yaitu mempromosikan istirahat dan tidur, membina kepercayaan, memberikan
jawab
dan
kepekaan
peralatan ventilator yang menjadi penghambat
budaya, menghadirkan perawat, mengajarkan
dalam berkomunikasi, prosedur invasif, suara
teknik kognitif, imaginery dan latihan relaksasi,
mesin
pernapasan dalam, terapi musik, humor, pijat,
kehilangan privasi, gangguan tidur, nyeri, obat-
aromaterapi dan terapi sentuhan, terapi energi
obatan, isolasi dan kontak minimal dengan
meridian/psikologi
orang-orang terdekat merupakan hal yang
spiritualitas
informasi,
melatih
Lingkungan ICU yang menakutkan,
energi,
(7),(29),(30),(31).
dan
Urden et al.
terapi (24)
juga
yang
membuat
bising
dan
perasaan
tidak
terus-menerus,
berdaya
dan
menyebutkan bahwa ada empat tahapan
kehilangan kontrol serta memicu terjadinya
kegiatan
perasaan cemas pada pasien yang sedang
keperawatan
untuk
mengatasi
kritis (23),(24).
kecemasan pada pasien di ranah kritis: 1. menstabilkan kondisi pasien pada saat krisis
Dalam
ranah
keperawatan
kritis,
dalam hal ini pasien yang akan menjalani
2. memberikan bantuan dengan menilai
prosedur IKP, terapi yang biasa digunakan
gejala serta respon koping pasien
untuk mengatasi masalah kecemasan ini bisa
memperkuat perilaku adaptif pasien
dengan menggunakan intervensi farmakologi
dan menonjolkan fungsi pasien yang
dan
masih baik
membantu
3.
4. menerapkan strategi untuk promosi
non
farmakologi. dalam
Keduanya
mengelola
selama kondisi kritis
(11).
kecemasan
Penggunaan terapi
kesehatan dan kualitas hidup yang
non
baik.
perkembangan terapi komplementer.
Seorang perawat dapat mengusulkan penggunaan
terapi
komplementer
untuk
farmakologi
Disamping komplementer
mengarah
itu,
dapat
penggunaan
pada
terapi
oleh perawat sebagai terapi
mengatasi kecemasan pasien pre IKP jika dia
alternatif dalam mengatasi kecemasan pasien
memiliki pengetahuan dan percaya bahwa
yang
pengobatan ini akan menguntungkan klien
merupakan salah satu intervensi yang dapat
serta harus diberikan secara aman dan etis.
diberikan
Hal ini juga harus bekerja sama dengan
penenang
anggota lain dari tim perawatan kesehatan dan dimasukkan ke dalam rencana perawatan.
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
akan
menjalani
selain
prosedur
memberikan
IKP
obat-obatan
(27).
Penggunaan
terapi
komplementer
yang tepat dan sesuai dengan keyakinan
41
budaya mereka dipercaya memiliki potensi
mandiri
(33),(34).
untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan
yang
didapat
psikologis termasuk untuk mempromosikan
komplementer dalam asuhan keperawatan di
tidur,
ranah kritis, perawat perlu mengenal, mengkaji
mengurangi
kecemasan
ketidaknyamanan
dan
(32).
dan
Penggunaan terapi komplementer di ranah kritis juga merupakan sesuatu yang perlu
dipertimbangkan
menggunakan
karena
pendekatan
terapi
dari
penggunaan
mempelajari
terapi
penggunaan
terapi
komplementer tersebut agar dapat digunakan secara
tepat
merugikan
dan
bijaksana
serta
(28),(32,(33),(35).
pasien
tidak
Penelitian
untuk
terkait jenis-jenis terapi komplementer yang
mengkaji aspek pasien tidak hanya secara
digunakan untuk mengatasi kecemasan pada
fisik saja tapi juga aspek psikologis dan
pasien yang akan menjalani IKP perlu untuk
spiritualitasnya (32).
terus dikembangkan, mengingat trend dan isu
Perkembangan
holistik
ini
Walaupun banyak keuntungan
penggunaan
terapi
saat ini adalah peningkatan penggunaan terapi
komplementer saat ini sudah menjadi trend
komplementer
dan isu serta semakin populer di masyarakat
penyakit.
umum
(27),(33).
Walaupun bukti dasar penggunaan terapi komplementer tersebut masih sedikit, Hal ini tidak mengurangi popularitas penggunaan terapi ini dalam mengatasi penyakit
(15),(16).
Kesulitan dalam mengkaji bukti empirisnya terjadinya
perbedaan
penggunaan
istilah dalam budaya yang berbeda. Asuhan
keperawatan
sebagai komponen kunci dalam filosofi dasar pemberian asuhan keperawatan. Sedangkan, dasar untuk menggunakan beberapa terapi komplementer dalam asuhan keperawatan adalah untuk meningkatkan hubungan perawat pasien,
meningkatkan
kesehatan,
mengurangi kecemasan, dan meningkatkan (34).
Beberapa terapi komplementer terpilih dapat mengurangi gejala psikologis sebagai respon
Dengan demikian, manfaat
adanya
kecemasan
dan
memiliki
manfaat fisiologis lainnya terhadap pasien yang akan menjalani IKP. Dengan adanya perkembangan berbagai terapi komplementer saat ini dalam mengatasi kecemasan pasein pre
yang
menyeluruh dan caring telah diidentifikasi
kenyamanan
berbagai
4. KESIMPULAN
komplementer dalam mengatasi kecemasan.
dan
mengatasi
Banyak literatur yang secara
luas membahas tentang penggunaan terapi
karena
untuk
IKP,
maka
disarankan
untuk
menggunakan terapi komplementer tersebut secara
tepat
memberikan keluarga
dan
bijaksana
manfaat pasien
pada serta
agar
dapat
pasien
kritis,
berkontrubusi
memberikan efek relaksasi, kepuasan dan mengurangi
kecemasan
khusunya
pada
pasien pre PCI. Pemilihan terapi kompelenter tersebut bisa dilakukan berdasarkan bukti empiris,
manfaat
yang
diberikan
serta
rendahnya efek samping.
terapi komplementer cocok dengan tujuan paradigma keperawatan. terapi
komplementer
Penggunaan dalam
praktek
keperawatan juga memberikan kesempatan pada perawat untuk melakukan tidakan secara
DAFTAR PUSTAKA 1.
Astin
F,
K,
Thompson
D.
Prevalence and patterns of anxiety and depression
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
Jones
in
patients
undergoing
42
elective
percutaneous
coronary
angioplasty.
transluminal Heart
Lung
2005;34:393â&#x20AC;&#x201C;401 2.
3.
Hearth
&
5.
Stroke
Foundation.
8.
9.
Critical
Care
Nursing 1st ed. USA : The McGraw Hill
12. Patel M, Kim M., Karajgikar R, Kodali V,
Growing Burden of Hearth Disease and
Kaplish D, Lee P, et al. Outcomes of
Stroke. Canada: Solvay Pharma; 2003
patients
Hamel, WJ. Femoral Artery Closure After
Following
Percutaneus
Cardiac
Intervention.
JACC
Catheterization.
Critical Care
Discharged
the
:
Same
day
Coronary
Cardiovascular
Interventions 2010;3(8)
Buku Registrasi Ruang Angiografi RSUP
13. Rudini D. Hubungan Dukungan Sosial
Dr. Hasan Sadikin Bandung; 2013
dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien
Tim UPF DI-INB PJNHK. Diagnostik
yang
invasif dan intervensi non-bedah di Pusat
Koroner Perkutan di RSUP Dr. Hasan
Jantung Nasional Harapan Kita. 2010.
Sadikin
Diakses
dipublikasikan; 2013
di
URL:http://www.pjnhk.go.id
Menjalani
Prosedur
Bandung.
Intervensi
Tesis,
Tidak
14. Trotter R, Gallagher R, Donoghue J.
Ignativicium DD, Workman LM. Medical
Anxiety
in
Patients
Undergoing
Surgical Nursing : Critical Thinking for
Percutaneous
Coronary
Interventions.
Collaborative Care (5ed. Vol.2). Elsevier
Heart & Lung 2011;40(3);185-192
Sauders; 2010 7.
of
The
[20/12/2013] 6.
Essentials
Companies; 2006
Nurse 2009; 29(1):39-4 4.
(AACN)
15. Watt
GV,
Laugharne
J,
Janca
A.
Morton, PG, Fontaine, DK. Critical Care
Complementary and Alternative Medicine
Nursing : A Holistic Approach (9th ed).
in
Philadelphia
Depression.
:
Lippincott
Wiliams
&
the
Treatment
of
Anxiety
and
Cur
Opin
Medscape,
Wilkins; 2009
Psychiatry
Sole, Klein, Moseley. Introduction to
from
Critical Care Nursing (5th ed). Missouri :
URL:http://www.medscape.com/viewarticl
Saunders Elsevier; 2009
e/568309_print
Keeley, EC, Hillis, LD. PCI for Myocardial Primary
Infarction
with
ST-Segment
2008;21(1):37-42.
16. National Center for Complementary and Alternative Medicine (NCCAM), National
Elevation. New England Journal Medical
Institutes
2007;356:47-54.
Department
Available
from
URL:
Available
of
Health of
Health
(NIH), and
U.S. Human
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJ
Services. What Is Complementary and
Mct063503#t=article. [12 Febuari 2014]
Alternative Medicine (CAM)?. Get the.
10. Davidson,
Bonow
Catheterization
in
RO.
Cardiac
Brounwaldâ&#x20AC;&#x2122;s
Heart
2012. Facts. http://nccam.nih.gov/ 17. Susanne S. Brief Depression Screening
Disease : A Texbook of Cardiovaskular
with
Medicine.
Prognosis
Philadelphia
:
Saunders
Elesevier; 2008 11. Chulay
M,
Association
Coronary Burns
of
the
Critical
SM. Care
PHQ-2
Associated
Following Intervention
with
Percutaneous with
Paclitaxel
American
eluting Stenting. JgenInternMedVidebeck,
Nurses
S.L. (2001). Psychiatric Mental Health
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
43
Nursing 2010. USA : Lippincott Williams & Wilkins
24. Urden LD, Stacy KM, Lough ME. Critical Care
18. Gallagher R, Trotter R, Donoghue J. Pre Procedural
Concerns
Assesment
in
and
Patients
Anxiety
Nursing
:
Diagnosis
Management (6th Edition).
and
Kanada:
Mosby; 2010
Undergoing
25. Potter AG, Perry. PA. Fundamental Of
Coronary Angiography and Percutaneous
Nursing (2nd ed). Australia : Elsevier;
Coronary
2005
Interventionns.
Journal
of
European
Cardiovascular
Nursing
2010;9:38-44
S. Regional Use of Complementary and
19. Eng, et al. Anxiety and Depression Among
Patients
Percutaneous
Before
Coronary
and
After
Intervention
(PCI) at National Hearth Institute (NHI). Medical and Health journal 2007;2(1) 20. Ikram.
Pengaruh
Health
Tingkat
Kecemasan
Pasien
yang
akan
(PCI)
di
RSUP
Dr.
pada
Menjalani
Coronary
Interventions
Hasan
Alternative Therapies by Critical Care Nurses. Critical Care Nurses 2013;25:2. Available
from
URL:http://ccn.aacnjournals.org 27. Khanum F, Razack S. Anxiety- Herbal
Education
terhadap
Percutaneous
26. Lidquist R, Tracy MF, Savik K, Watanuki
Sadikin
Bandung. Tesis, Tidak dipublikasikan; 2012
Treatment: A Review. Research and Reviews
in
Biomedicine
and
Biotechnology 2010;1(2):71-89 28. College of Nurses of Ontario. Practice Guidline:
Complementary
Therapies.
Toronto; 2009 29. Burk L. Single Session EFT (Emotional
21. Maluenda G, Delhaye C, Gaglia MA, Ben-
Freedom Techniques) for Stress-Related
Dor I, Gonzalez MA, Hanna NN. A Novel
Symptoms After Motor Vehicle Accidents.
Percutaneous Coronary Intervention Risk
Energy Psychology: Theory, Research &
Score to Predict One-Year Mortality. The
Treatment 2010;2(2):65-72.
American Journal of Cardiology 2010. Elseiver Inc
30. Salas
M,
Brooks
A,
Rowe
J. The
Immediate Effect of a Brief Energy
22. Ruz MEA, Lennie TA, Moser DK. Effect of
Psychology
Intervention
β- Blockers and Anxiety on Complication
Freedom
Techniques)
Rates After Acute Myocardial Infarction.
Phobias:
A
American
2011;7:155-161
Journal
of
Critical
Care
2011;20:67-74
Pilot
(Emotional on
Specific
Study.
Explore
31. Church D, Yount G, Brooks A. The Effect
23. McKinley S, Madronio C. Validity of the
of Emotional Freedom Technique (EFT)
Faces Anxiety Scale for the assessment
on Stress Biochemistry: A Randomized
of state anxiety in intensive care patients
Controlled Trial. Journal of Nervous and
not
Mental Disease 2011; in press
receiving
Abstrac.
mechanical
Journal
2008;64(5):503-7.
ventilation
Psychosom
Res
Available
from
URL:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
32. Cooke Murfield
M,
Mitchell J.
M,
Tiralongo
Complementary
E, and
alternative medicine and critical care
18440403
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
44
nurses: A survey of knowledge and practices in Australia. 2010 33. Antigoni
F,
attitudes
Theofanidis towards
D.
Nursesâ&#x20AC;&#x2122;
complementary
therapies. Health Science Journal 2009; 3(3) 34. Snyder M, Niska K. Cultural related complementary therapies Their use in critical Care Units. Critical Care Nursing Clinic N Am 2003;15:341â&#x20AC;&#x201C;346. 35. Wang SYC, Yates P. Nurses' responses to
people
with
cancer
who
use
complimentary and alternative medicine. International Journal of Nursing Practice 2006;12(5):pp. 288-294.
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
45
Tinjauan Pustaka
STUDI LITERATUR MENGENAI EFEKTIFITAS TERAPI RELAKSASI OTOGENIK TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI EPIGASTRIUM PADA PENDERITA GASTRITIS Reisy Tane FAKULTAS KEPERAWATAN, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, MEDAN 20154 reisytane1@gmail.com
ABSTRAK Gastritis atau maag merupakan suatu peradangan atau inflamasi pada dinding mukosa lambung. Gastritis dibedakan menjadi dua yaitu gastritis akut dan kronis. Gastritis akut terjadi tiba-tiba dan jika dibiarkan dapat berkembang menjadi g,astritis kronis. Salah satu keluhan yang paling sering dialami oleh penderita gastritis adalah nyeri pada bagian epigastrium. Stres merupakan salah satu faktor pemicu utama penyebab gastritis. Mekanisme terjadinya ulcer atau luka pada lambung akibat stres adalah melalui penurunan produksi mucus pada dinding lambung. Penurunan produksi mucus pada dinding lambung disebabkan oleh efek noreepinephrin dan pengaruh system saraf simpatis. Metode dalam penulisan artikel ilmiah ini adalah melalu studi literature.Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengidentifikasi terapi relaksasi otogenik dalam penanganan masalah nyeri dan memperkenalkan kepada masyarakat umum tentang terapi relaksasi otogenik yang dapat digunakan untuk menurunkan intensitas nyeri epigastrium pada penderita nyeri gastritis. Terapi relaksasi otogenik merupakan bagian dari terapi nonfarmakologis yang bertujuan untuk membantu penderita gastritis agar dapat mengendalikan masalah nyeri epigastrium yang dialami. Kata Kunci : gastritis, nyeri akut, stres, terapi relaksasi autogenik
ABSTRACT Gastritis is an inflamation in the mucosal lining of the stomach. Gastritis classified into two there are acute and cronic gastritis. Acute gastritis occurs suddenly and if left unchecked can develop into cronic gastritis. One of the most common complaints experienced by patients with gastritis is pain in epigastrium. Stress is one of the main factors triggering cause of gastritis. The mechanism of ulcer or stomach ulcer due to stress in though the reduction of mucus production in the stomach wall. Decrease in mucus production in the stomach wall caused by the effects of noreepinephrine and sympathetic nervous system effects produced during stress. Method this research is use literature study. The purpose of this study was identify relaxation autogenic therapy in the treatment of pain problems and introduce to general public about relaxation autogenic therapy, which can be used to reduce pain intensity in patients with gastritis. Relaxation autogenic therapy is part of nonfarmakology therapy that aims to help people with gastritis order to control the problem of epigastric pain they experienced. Keyword: gastritis, acutepain, stress, relaxation autogenic therapy
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
46
1. PENDAHULUAN
psikologis
Saat ini, gastritis atau biasa dikenal
menyebabkan
keparahan
kekambuhan
penyakit
dengan maag merupakan salah satu jenis
mekanisme
neuro
penyakit yang sering diderita oleh masyarakat
mempengaruhi saluran pencernaan.
atau
gastritis
akibat
endokrin
yang
secara luas. DiduniaDi dunia, insiden gastritis
Nyeri merupakan keluhan yang paling
sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk
sering dirasakan oleh penderita gastritis. Nyeri
setiap tahun. Sedangkan di Asia Tenggara,
yang
insiden gastritis sekitar 583.635 dari jumlah
makroskopik disebabkan oleh adanya lesi
penduduk
setiaptahun1.
Di
hasil
penelitian
berdasarkan
Indonesia, Divisi
timbul
pada
gastritis
ini
secara
erosi mukosa dengan lokasi berbeda. Jika ditemukan pada korpus dan fundus, biasanya
Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit
disebabkan
Dalam
yang
daerah antrum, pada umumnya disebabkan
mengalami gangguan pencernaan selama
oleh obat-obatan seperti NSAID. Sedangkan
tahun 2009 sebanyak 86,41 % disebabkan
secara mikroskopik, terdapat erosi dengan
oleh gastritis, 12,59% terdapat ulkus dan 1%
regenerasi epitel, dan ditemukan
disebabkan oleh kanker lambung2.
inflamasi neutrofil yang minimal4.
FKUI
ditemukan
Gastritis
penderita
ditemukan
pada
reaksi sel
Nyeri yang timbul pada penderita
peradangan pada mukosa lambung. Gastritis
gastritis dapat memberikan efek negative
terbagi menjadi dua tipe yaitu gastritis akut
terhadap kondisi fisiologis dan psikologis
dan kronis. Gastritis akut merupakan kelainan
tubuh. Efek secara fisiologis antara lain
klinis akut yang mengakibatkan perubahan
menyebabkan penurunan system imunitas
pada mukosa lambung antara lain ditemukan
tubuh
sel inflamasi akut dan netrofil, mukosa edema,
suatu penyakit atau bahkan menyebabkan
merah
timbulnya tumor.
pendarahan.
terjadi
inflamasi
Jika
atau
dan
adalah
stress.
erosi
Gastritis
kecil
kronik
serta
merupakan
sehingga
Efek
menyebabkan
lain
adalah
keparahan
menyebabkan
gangguan pada lambung yang sering bersifat
disabilitas sehingga mengganggu pemenuhan
multifactor dengan perjalanan klinik bervariasi
activity daily living (ADL). Secara psikologis,
Gastritis (akut) biasanya mempunyai
nyeri kronik dapat menyebabkan depresi.
gejala mual dan rasa nyeri seperti terbakar
Depresi yang dirasakan dapat dipicu oleh
(burning pain) atau rasa tidak nyaman pada
disabilitas yang dialami sehingga mengganggu
bagian epigastrium, sedangkan gastritis kronis
aktivitas dan hubungan interpersonal
yang berkembang secara bertahap biasanya
pada akhirnya
menimbulkan gejala seperti sakit yang tumpul
kualitas hidup.
atau
ringan
(dull
Penanganan nyeri pada penderita
epigastrium dan terasa penuh atau kehilangan
gastritis dapat dilakukan secara farmakologis
selera setelah makan beberapa gigitan. Bagi
maupun
sebagian
farmakologis, pada penderita gastritis dapat
gastritis
pada
menyebabkan penurunan
bagian
orang,
pain)
yang
kronis
tidak
menyebabkan gejala apapun3. Salah gastritis
satu
adalah
faktor
stress
diberikan
non
obat
farmakologis.
gastritis
seperti
Secara
antasida,
pemicu
utama
antasida memang dapat menetralkan pH
psikologis.
Stress
lambung, namun pemakaiannya harus bersifat
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
47
jangka panjang. Hal ini tidak disarankan
sehingga dapat melawan efek akibat stress
karena
yang berbahaya6.
pada
tingkat
yang
fatal
dapat
menyebabkan keracunan alkali atau basa,
Berdasarkan uraian diatas dijelaskan
selain itu penumpukan logam yang menyusun
bahwa
terapi
relaksasi
senyawa obat seperti Alumunium, Calsium,
banyak keuntungan dan masih belum pernah
dan Magneium juga dapat terjadi sehingga
dilakukan pada pasien gastritis oleh karena itu
dapat menyebabkan pembentukan batu ginjal.
penulis
Jadi pengobatan secara farmakologis dalam
Efektifitas
Terapi
jangka waktu panjang dapat memperburuk
Terhadap
Penurunan
kondisi penderita secara perlahan dan tidak
Epigastrium Pada Penderita Gastritis.
tertarik
otogenik
untuk
memiliki
mengidentifikasi
Relaksasi
Otogenik
Intensitas
Nyeri
diketahui. Sedangkan dapat
dilakukan
secara dengan
nonfarmakologi terapi
otogenik. Terapi relaksasi otogenik adalah sejenis autosugestis dan hypnosis untuk diri sendiri,
yang
hormone
juga
merangsang
kebahagiaan,
serta
sekresi
menambah
kekuatan penyembuhan diri secara alami. Teknik relaksasi otogeninik adalah adalah teknik relaksasi dengan gerakan dan intruksi yang lebih sederhana dengan waktu yang lebih efektif dari pada teknik relaksasi lainnya dimana
hanya
memerlukan
2. METODE
relaksasi
waktu
Metode penulisan yang digunakan dalam pengembangan gagasan menggunakan studi literature. Literature yang digunakan dalam metode penulisan didapatkan dari pustaka-pustaka
terkait
seperti
textbook,
maupun sumber-sumber yang berasal dari jurnal
cetak
dan
pembentukan penyususan
elektronik.
gagasan
Selama
hingga
prosedur
juga
tahap dilakukan
konsultasi dengan pakar bidang keperawatan.
15-20
menit5. Penelitian terapi relaksasi otogenik telah dilakukan pada pasien DM dengan hipertensi
berdasarkan
hasil
dapat menurunkan tekanan darah dan glukosa darah pada pasien DM. Relaksasi otogenik ini keunikan
tersendiri
dibandingkan dengan relaksasi lainnya, yaitu dapat memberikan efek pada tekanan darah dan frekuensi nadi segera setelah perlakuan. Beberapa relaksasi
studi
lain
otogenik
menemukan
bermanfaat
bahwa
bagi
lowback
pain.
mengalihkan
respon
berdasarkan
perintah
Relaksasi tubuh dari
otogenik
secara diri
menyenangkan dan merupakan sensasi yang sangat personal yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi pikiran
sadar sendiri,
seseorang,
aktivitas,
dan
mengarahkan mengubah
semua
kehidupan
seseorang. Namun nyeri adalah konsep yang sulit untuk dikomunikasikan oleh seorang klien7. Mekanisme
klien
dengan konstipasi, hemoroid, tuberculosis, DM dan
Nyeri adalah perasaan sangat tidak
peneletian
dibuktikan bahwa terapi relaksasi otogenik
dibuktikan mempunyai
3. PEMBAHASAN & HASIL
gastritis
adalah
terjadinya akibat
nyeri
pada
dirangsang
oleh
perengangan (distensi), kontraksi otot dan peradangan yang dirasakan pada daerah epigastrium. Persarafan lambung spenuhnya berasal dari system saraf autonom yaitu saraf vagus.
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
Impuls
nyeri
akibat
peradangan
48
dihantarkan melalui vagus10
serabut
aferen saraf
pada dinding lambung disebabkan oleh efek
. Distensi pada saluran pencernaan
hormon norepineprin dan pengaruh system
akan menginduksi nyeri melalui reseptor saraf
saraf simpatif yang diproduksi saat stress.
simpatis menuju ke system saraf pusat. Nyeri
Noreepineprin
dan
system
menyebabkan
saraf
yang dirasakan penderita gastritis akut akan
simpatis
kapiler-kapiler
mengalami kekambuhan8.
didinding lambung dan kapiler abdominal
Episode berulang atau kekambuhan
mengalami kontriksi sehingga menyebabkan
berulang gastritis akut dapat menyebabkan
hilangnya lapisan pelindung dinding lambung.
gastritis berkembang menjadi gastritis kronik 12.
Tanpa lapisan (mucus) maka asam lambung
Kekambuhan
dapat
akan merusak jaringan dan kapiler darah
disebabkan karena kontak berulang atau
sehingga menyebabkan perdarahan lambung.
peningkatan factor ofensif atau factor yang
Peningkatan asam lambung sebagai efek
menyebabkan kerusakan mukosa lambung
stress semakin memperparah kerusakan pada
yang terdiri dari asam lambung, pepsin, asam
dinding lambung sehingga memperparah ulcer
empedu,
infeksi
dan perdarahn dilambung. Kerusakan yang
helicobacter pylory yang bersifat gram-negatif,
makin parah ini yang menyebabkan nyeri yang
OAINS (obat anti inflamasi non steroid),
kuat pada epigastrium10.
penyakit
enzim
gastritis
pangkreas,
alcohol, radikal bebas9. Episode berulang atau kekambuhan
pada
gastritis
juga
dapat
3.1 Terapi Relaksasi Otogenik
disebabkan oleh stress psikologis. Stress
psikologis
Relaksasi otogenik adalah relaksasi
menyebabkan
yang bersumber dari diri sendiri berupa kata-
keparahan atau kekambuhan penyakit gastritis
kata atau kalimat pendek atau pikiran yang
akibat
yang
bisa
efek
adalah pengaturan diri atau pembentukan diri
stress pada saluran pencernaan antara lain
sendiri, kata ini juga dapat berarti tindakan
menurunkan saliva sehingga mulut menjadi
yang dilakukan diri sendiri. Istilah otogenik
kering, dan menyebabkan kontraksi yang tidak
secara
terkontrol pada otot esophagus sehingga
memiliki kemampuan untuk mengendalikan
menyebabkan
beragam
mekanisme
mempengaruhi
neuroendokrin
saluran
sulit
pencernaan.
menelan,
peningkatan
membuat
spesifik
fungsi
pikiran
tentram.
menyiratkan
tubuh,
Otogenik
bahwa
seperti
kita
frekuensi
asam lambung, kontriksi pembuluh darah
jantung, aliran darah dan tekanan darah. Ini
disaluran pencernaan sehingga menyebabkan
merupakan konsep yang baru karena selama
iritasi dan luka pada dinding lambung dan
berabad-abad fungsi-fungsi tubuh dianggap
perubahan motilitas usus.
terpisah dari pikiran yang tertuju pada diri
Mekanisme terjadinya ulcer atau luka
sendiri11.
pada lambung akibat stress adalah melalui
Relaksasi otogenik sering juga disebut
penurunan produksi mucus pada dinding
dengan autogenic adalah sejenis auto sugesti
lambung. Mucus yang diproduksi pada dinding
dan hypnosis untuk diri sendiri, yang juga
lambung merupakan lapisan pelindung dinding
merangsang sekresi hormone endorphin, serta
lambung dari factor yang dapat merusak
menambah
dinding lambung. Penurunan produksi mucus
secara alami. teknik yang teruji dan sudah
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
kekuatan
penyembuhan
diri
49
dikenal sejak lama ini memiliki spectrum
lain
aplikasi yang luas.
perhatian, perlahan kenali pikiran tersebut,
Efek positif relaksasi pada penderita nyeri
adalah
memperbaiki
memperbaiki
kualitas
kemampuan
masalah,
menurunkan
meningkatkan
kepercayaan
yang
berusaha
kemudian fokuskan kembali pikiran pada
tidur,
kewaspadaan tubuh.
pemecahan
3. Fase latihan otogenik
kelemahan,
nafas dalam, memejamkan mata dan
nyeri,
bernafas dengan pelan (menarik nafas
meningkatkan keefektifan terhadap tindakan
melalui hidung dan dikeluarkan melalui
lain untuk mengurangi nyeri, memperbaiki
mulut). Ulangi prosedur 3-5 kali (Snyder &
dalam
koping
kemampuan dalam
terhadap
toleransi12.
Perasaan sebagian
dan
Latihan diawali dengan menarik
self
control
diri
mangalihkan
nyeri
besar
Linquist,2002).
pada
distimulus
gastritis
oleh
stress
Setelah nafas dalam, maka dapat dilanjutkan
untuk
sehingga menyebabkan peregangan (distensi)
relaksasi
dan kontraksi otot yang dirasakan pada
yaitu:
daerah epigastrium.
Untuk menghilangkan
a. Praktik berat
sensari
mengurangi
nyeri
lambung
dan
maka
dapat
distensi
otogenik
ini
enam
(Haruyama,
untuk
fase 2012),
membebankan
teknik
perasaan berat pada lengan dan
relaksasi otogenik, otot-otot yang semula
tungkai. Praktik ini mengantarkan kita
berkontraksi
sehingga
pada kondisi tidur dan terjaga. Pada
menurunkan intensitas nyeri dan distensi
praktik ini, badan kita seolah mati dan
lambung.
berat seperti dalam tidur, tetapi otak
dapat
dilakukan
Praktik
masuk
berelaksasi
Langkah-langkah
terapi
relaksasi
kita setengah terjaga. Otak kiri pasif,
otogenik13 .
sementara
1. Persiapan Klien
Inilah tujuan praktik berat.
Ada
tiga
pilihan
posisi
untuk
bagian
kanannya
aktif.
b. Praktik hangat
melakukan relaksasi otogenik yaitu posisi
Teknik ini dijalankan persis seperti
tidur, posisi duduk dan posisi duduk
praktik berat, namun kali ini perasaan
dengan sandaran. Posisi tidur merupakan
hangat berada pada kedua lengan dan
posisi tubuh terbaik untuk melakukan
tungkai.kehangatan itu penting karena
terapi otogenik.
mendorong
2. Konsentrasi dan kewaspadaan
peredaran
dan
aliran
darah. Dengan demikian, oksigen dan
Ketika pertama kali melakukan
bahan
makanan
ditransportasikan
latihan ini yang akan dirasakan adalah
sampai pada sudut terakhir tubuh kita.
bahwa
pikiran
Disamping itu, pada kondisi relaksasi
yang
tampaknya
Konsentrasi
menerawang
dalam
kehal-hal
lebih latihan
penting. ini
mendalam
adalah
menstimulasi
pengeluaran endorphin dan belahan
hanya disini dan hanya untuk saat ini, terutama dalam keadaan tubuh saat ini.
ini,
otak kanan juga diaktifkan. c.
Praktik jantung
Jika pada awalnya menemukan pikiran
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
50
Tujuan praktik ini adalah untuk sedikit mempengaruhi detak jantung dengan
Teknik relaksasi otogenik
sengaja, dan membawa jantung pada kondisi optimal meskipun organ ini sesungguhnya
melaksanakan
System saraf parasimpatis
pekerjaannya secara optimal dengan sangat otomatis. d. Praktik pernafasan Praktik ini memperdalam relaksasi
Asam lambung
Vasodilatasi kapiler lambung
lewat penarikan dan penghembusan nafas yang terpusat dan tenang. e. Praktik perut Praktik ini berperan untuk pendalaman relaksasi
dan
perbaikan
Kontraksi otot / spasme lambung
Relaksasi otot lambung
Iritasi mukosa kerusakan epitel
Aliran darah
darah
didaerah pleksus solar serta rongga perut. f.
Iskemia
Praktik kepala Dalam praktik ini harus berkonsentrasi pada
otak
yang
dingin
dan
Produksi bradikinin, zat proteolitik, histamin
NYERI
membisikkan diri sendiri otak sejuk dan nyaman14. Jika tercapai meditasi
relaksasi
penting
mendalam
untuk
dengan
benar
telah
Penelitian
dalam
hal
ini
telah
menutup
praktik
dilakukan oleh Rabial (2009) pada pasien
yaitu
dengan
kanker dengan nyeri kronis dengan hasil
penarikan kembali. Karena kita berada dalam
sebagai berikut:
semacam kondisi terhipnotis, beberapa waktu
Tabel.1 Hasil pengukuran intensitas nyeri
setelah mengakhiri praktik meditasi. Langkah-
sebelum dan sesudah terapi relaksasi
langkah mengakhiri praktik meditasi, pertama-
Skema
1.
Mekanisme
teknik
Presentase (%)
Frekuensi (n)
Intensitas nyeri
kepala, dan tepukkan tangan 20.
Presentase (%)
buka mata, rentangkan kedua lengan diatas
Frekuensi (n)
kepalkan dengan sekuat tenaga. Kemudian,
Intensitas nyeri
pertama, kepalkan tangan dan sekali lagi
Sesudah terapi
Sebelum terapi
relaksasi
otogenik dalam menurunkan nyeri gastritis (Guyton & Hill, 2007).
Ringan (2-4)
2
25
Ringan (2-4)
5
62.5
Sedang (5-7)
3
37. 5
Sedang (5-7)
3
37.5
Berat (8-10)
3
37. 5
Berat (8-10)
0
0
(M=6.38, SD=2.13)
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
(M=3.75, SD=1.58)
51
Dari
hasil
pengukuran
diperoleh
5. Keefe, F. J. (1996). Cognitive Behavioral
bahwa lebih dari sepertiga responden (37,5%)
Therapy
menunjukkan nyeri pada rentang 8-10 (berat)
Psychologist, 49 (3), 4-5
sebelum dilakukan terapi distraksi dan setelah dilakukan
terapi
diperoleh
bahwa
jumlah
responden pada skala 8-10 (berat) menjadi tidak ada (0%).
For
Managing
the
Clinical
6. Crisp,J., & Taylor, C. (2006). Potter & Perryâ&#x20AC;&#x2122;s Fundamental of Nursing (3ed) Australi : Mosby 715-815 7. Davis, M., Eshelman, E.R., & McKay,M. (1995). Panduan Relaksasi dan Reduksi stress . Jakarta : EGC
4. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terapi relaksasi otogenik sebagai terapi non farmakologis efektif dalam menurunkan intensitas nyeri epigastrium pada pasien penderita gastritis. Terapi relaksasi otogenik dapat dilakukan secara mandiri tanpa bantuan tim medis serta dapat dijadikan sebagai terapi pendukung dalam penanganan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat untuk
penelitian
selanjutnya
sehingga dapat menemukan metode yang lebih baik dan kompleks dalam penangan nyeri.Diharapakan juga dengan adanya terapi relaksasi otogenik dalam penanganan nyeri epigastrium
pada
(September,2007). are
the
trial
Mind-body
data
getting
therapist: stronger.
alternatives therapist, 13(5): 62-64 Mei 27, 2010.
http://www.alternative-
therapiest.com/.web_pdfs/erenst.pdf. 9. Jacob, G.D. (2001). The psiology of maind body interaction : the stress respons and the relaxation respons. The journal of
keluhan gastritis.
dijadikan
8. Ernst, E., Pittler, M.H., Wider, B, Boddy, K.
penderita
gastritis,
prevalensi gastritis di Indonesia berkurang dan
alternative
and
complementary.
http://www.gemini.utb.edu/nurs.3304_84/as sigments/assigment%207%20maind%20bo dy%20fisiology_5921200.pdf 10. Jacob,
R.G.,
Shapiro,
A.,Oâ&#x20AC;&#x2122;Hara,
P.,
Portser, S., Krunger, A., Gudsonist, c., et al.
(1992).
Relaxation
therapy.
http://www.psikosomaticmedicine.org/cgi/co ntent/abstrak/54/1/87.
visi Indonesia sehat dapat tercapai.
11. Saunders, S. 2007. Autogenic therapy : short term therapy for long term gain. DAFTAR PUSTAKA
Februari 7, 2010. British Autogenic Society,
1. Gill, K.M (2003). Social Support and Pain Behavior.Pain, 29(2), 209-217 2. Greenwald,H.P.
(1991).
chairman.
http://www.autogenic-
therapy.org.uk Interethnic
differemces In Pain Perception. Pain, 44(2), 157-163 3. Kozier,B.et.Al.2010.FundamentalKeperawa tan, konsep, proses dan praktik, 689-693. 4. Suddarth & Brunner, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.ed(8), 678690
12. Setyawati,A. 2010. Pengaruh Relaksasi Otogenik Terhadap Kadar Gula Darah Dan Tekanan
Pada
Klien
Diabetes
Mellitus Tipe 2 Dengan Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit DI D.I.Y Dan Jawa Tengah. Hal (115-121) 13. Rabiâ&#x20AC;&#x2122;al, J. 2009. Efektifitas Terapi Perilaku Kognitif
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
Darah
(Cognitive
Behavioral
therapy)
52
Relaksasi
dan
distraksi
pada
Pasien
Dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Skripsi
tidak
dipublishkan.
Medan:
Universitas Sumatera Utara 14. Haruyama, Endorphin
S.
2012.
Sehat
The
Mudah
Miracle dan
of
Praktis
Dengan Hormon Kebahagiaan. Bandung: Mizan Pustaka (241-249)
BIMIKI | Volume 2 No. 2 | Januari - Juni 2014
53