Bimkgi vol 2 no 2

Page 1


SUSUNAN PENGURUS

Penyunting Ahli drg. Tetiana Haniastuti, M.Kes, Ph.D

Pelindung Sekretaris Jendral Persatuan Senat Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (PSMKGI)

Universitas Gadjah Mada

Dr. drg. Widjijono, S.U. Universitas Gadjah Mada

drg. Lisdrianto Hanindriyo, MPH. Universitas Gadjah Mada

Penasehat drg. Retno Ardhani, M.Sc. Universitas Gadjah Mada

drg. Margareta Rinastiti, M.Kes, Ph.D Universitas Gadjah Mada

drg. Christnawati, M.Kes, Sp.Ort Universitas Gadjah Mada

Pimpinan Umum Mutma Inna Universitas Gadjah Mada

Penyunting Pelaksana

Failasofia

Septika Prismasari Universitas Gadjah Mada Apriliani Astuti Universitas Gadjah Mada Novi Atmania D. Universitas Gadjah Mada Inten Pratiwi Universitas Gadjah Mada Youvanka Arsy Winmirah Universitas Gadjah Mada

Sekretaris

Humas dan Promosi

Nanda Nur Andityas

Navilatul Ula Universitas Gadjah Mada Isti Noor Masita Universitas Gadjah Mada Muhammad Fahmi Alfian Universitas Gadjah Mada Nur Rahmawati Sholihah Universitas Gadjah Mada Diftya Twas Galih Atyasa Universitas Gadjah Mada Novaria Universitas Gadjah Mada

Pimpinan Redaksi Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada

Bendahara Rika Putri S. Universitas Gadjah Mada

Tata Letak dan Layout Mika Cendy Permatasari Universitas Gadjah Mada Ratihana Nurul Indias Universitas Gadjah Mada Amalia Rachmawati S. Universitas Gadjah Mada Nur Amalia Puspitasari Universitas Gadjah Mada

i


DAFTAR ISI

ISSN : 2302-6448

Susunan Pengurus................................................................................................................................... Daftar Isi...................................................................................................................................................... Petunjuk Penulisan ‌‌......................................................................................................................... Sambutan Pimpinan Redaksi..............................................................................................................

i ii iii ix

Research Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Enterococcus faecalis M Fadyl Yunizar, Sri Larnani, Archadian Nuryanti ..................................................................................................................................................................................................................................

1

Efektivitas Antibakteri Ekstrak Kayu Siwak (Salvadora persica) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Porphyromonas gingivalis Abinnahl Ashshobirin, Agung P. Dhartono, Catur Aditya Ramadhany, Ali Taqwim .................................................................................................................................................................................................................................. 12

Pemanfaatan Ekstrak Biji Pepaya (Carica Papaya L) Sebagai Agen Anti Inflamasi pada Gingivitis Novaria, A. Choirunnisa, K. Istiqomah, M.R. Pahlevi, N. Afifah, Suryono .................................................................................................................................................................................................................................. 24

Literature Study Automatic Dental Instrument Processor : Inovasi Prosesor Dekontaminasi Alat Kedokteran Gigi Intan Rizka, Linda Surya, Faisal Rizki .................................................................................................................................................................................................................................. 34

Pemanfaatan Sinar Gamma Sebagai Solusi Sterilisasi Efektif Alat Kedokteran Gigi Karla Monica Wijaya, Rinezia Rahmatunisa Naro, Kurniasari Nur Rahman .................................................................................................................................................................................................................................. 40

Saliva : Biofluid Alternatif Untuk Deteksi Dini Penyakit Sistemik Tiara Oktavia Saputri, Hayu Qommaru Zala, Bramita Beta Arnanda .................................................................................................................................................................................................................................. 50

Case Report Manajemen Perawatan Dental pada Pasien dengan Congestive Heart Failure Disertai Chronic Kidney Disease, Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hipertensi Anrizandy Narwidina .................................................................................................................................................................................................................................. 66

ii


PETUNJUK PENULISAN Pedoman Penulisan Artikel Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (BIMKGI) Indonesian Dental Student Journal

Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (BIMKGI) merupakan publikasi ilmiah yang terbit setiap 6 bulan sekali setiap bulan maret dan September berada dibawah Dirjen Perguruan Tinggi. Dalam mempublikasikan naskah ilmiah dalam berkala ini, maka penulis diwajibkan untuk menyusun naskah sesuai dengan aturan penulisan BIMKGI. Ketentuan umum : 1. BIMKGI hanya memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan oleh publikasi ilmiah lain. 2. Naskah dengan sampel menggunakan manusia atau hewan coba wajib melampirkan lembar pengesahan laik etik dari institusi yang bersangkutan. 3. Penulisan naskah : a. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan baik dan benar, jelas, lugas, serta ringkas. b. Naskah diketik menggunakan microsoft word dengan ukuran kertas A4, dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi, dengan batas margin atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2,5 cm. c. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman judul. d. Naskah terdiri dari minimal 3 halaman dan maksimal 15 halaman. 4. Naskah dikirim melalui email ke alamat redaksibimkgi@bimkes.org dengan menyertakan identitas penulis beserta alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Ketentuan menurut jenis naskah : 1

Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu kedokteran gigi, kesehatan gigi masyarakat, ilmu dasar kedokteran. Format terdiri dari judul penelitian, nama dan lembaga pengarang, abstrak, dan isi (pendahuluan, metode, hasil, pembahasan/diskusi, kesimpulan, dan saran).

2

Tinjauan pustaka: tulisan naskah review/sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau ilmu dalam dunia kedokteran dan kesehatan gigi, ditulis dengan memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca.

iii


3

Laporan kasus: naskah tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca. Naskah ini ditulis sesuai pemeriksaan, diagnosis, dan penatalaksanaan sesuai kompetensi dokter gigi dan dokter gigi muda. Format terdiri dari pendahuluan, laporan, pembahasan, dan kesimpulan.

4

Artikel penyegar ilmu kedokteran dan kesehatan gigi: naskah yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang sangat menarik dalam dunia kedokteran atau kesehatan gigi, memberikan human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Naskah bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau klinis yang perlu diketahui oleh pembaca.

5

Editorial: naskah yang membahas berbagai hal dalam dunia kedokteran dan kesehatan gigi, mulai dari ilmu dasar, klinis, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang kedokteran, lapangan kerja sampai karir dalam dunia kedokteran. Naskah ditulis sesuai kompetensi mahasiswa kedokteran gigi.

6

Petunjuk praktis: naskah berisi panduan diagnosis atau tatalaksana yang ditulis secara tajam, bersifat langsung (to the point) dan penting diketahui oleh pembaca (mahasiswa kedokteran gigi).

7

Advertorial: naskah singkat mengenai obat atau material kedokteran gigi dan kesimpulannya. Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.

Ketentuan khusus : 1. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut: a. Judul karangan (Title) b. Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution) c. Abstrak (Abstract) d. Isi (Text), yang terdiri atas: i. Pendahuluan (Introduction) ii. Metode (Methods) iii. Hasil (Results) iv. Pembahasan (Discussion) v. Kesimpulan vi. Saran vii. Ucapan terima kasih e. Daftar Rujukan (Reference) 2.

Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan pustaka harus mengikuti sistematika sebagai berikut: a. Judul b. Nama penulis dan lembaga pengarang

iv


c. Abstrak d. Isi (Text), yang terdiri atas: i. Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas) ii. Pembahasan iii. Kesimpulan iv. Saran e. Daftar Rujukan (Reference) 3.

Judul ditulis dengan Sentence case, dan bila perlu dapat dilengkapi dengan subjudul. Naskah yang telah disajikan dalam pertemuan ilmiah nasional dibuat keterangan berupa catatan kaki. Terjemahan judul dalam bahasa Inggris ditulis italic.

4.

Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup diikuti dengan kata-kata: dkk atau et al. Nama penulis harus disertai dengan institusi asal penulis. Alamat korespondensi ditulis lengkap dengan nomor telepon dan email.

5.

Abstrak harus ditulis dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia. Panjang abstrak tidak melebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul naskah dan nama penulis.

6.

Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Tidak lebih dari 5 kata, dan sebaiknya bukan merupakan pengulangan kata-kata dalam judul.

7.

Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic).

8.

Tabel dan gambar disusun terpisah dalam lampiran terpisah. Setiap tabel diberi judul dan nomor pemunculan. Foto orang atau pasien apabila ada kemungkinan dikenali maka harus disertai ijin tertulis.

9.

Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, bukan menurut abjad.

Contoh cara penulisan daftar pustaka dapat dilihat sebagai berikut :

1. Naskah dalam jurnal i. Naskah standar Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun 1;124(11):980-3. atau Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124:980-3. Penulis lebih dari enam orang Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leukaemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j Cancer 1996;73:1006-12. ii. Suatu organisasi sebagai penulis v


The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4. iii. Tanpa nama penulis Cancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15. iv. Naskah tidak dalam bahasa Inggris Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2. v. Volum dengan suplemen Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational lung cancer. Environ Health Perspect 1994;102 Suppl 1:275-82. vi. Edisi dengan suplemen Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97. vii. Volum dengan bagian Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in noninsulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-6. viii. Edisi dengan bagian Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap laceration of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8. ix. Edisi tanpa volum Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle arthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4. x. Tanpa edisi atau volum Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and the effects of blood transfusion on antitumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33. xi. Nomor halaman dalam angka Romawi Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology and hematology. Introduction. Hematol Oncol Clin North Am 1995 Apr;9(2):xi-xii.

2. Buku dan monograf lain i. Penulis perseorangan Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996. ii. Editor, sebagai penulis Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill Livingstone; 1996. vi


iii. Organisasi dengan penulis Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid program. Washington: The Institute; 1992. iv. Bab dalam buku Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors. Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: raven Press; 1995.p.465-78. v. Prosiding konferensi Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 1519; Kyoto, Japan. Amsterdam: Elsevier; 1996. vi. Makalah dalam konferensi Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and security in medical information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO 92. Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.p.1561-5. vii. Laporan ilmiah atau laporan teknis a. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor: Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment billed during skilled nursing facility stays. Final report. Dallas (TX): Dept. of Health and Human Services (US), Office of Evaluation and Inspection; 1994 Oct. Report No.: HHSIGOEI69200860. b. Diterbitkan oleh unit pelaksana Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services research: work force and education issues. Washington: National Academy Press; 1995. Contract no.: AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care Policy and research. viii. Disertasi Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and utilization [dissertation]. St. Louis (MO): Washington univ.; 1995. ix. Naskah dalam Koran Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates 50,000 admissions annually. The Washington Post 1996 Jun 21;Sect A:3 (col. 5). x. Materi audiovisual HIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO): Mosby-Year book; 1995.

vii


3. Materi elektronik i. Naskah journal dalam format elektronik Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis [serial online] 1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24 screens]. Available from: URL: HYPERLINK http://www.cdc.gov/ncidod/EID/eid.htm ii. Monograf dalam format elektronik CDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves JRT, Maibach H. CMEA Multimedia Group, producers. 2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995. iii. Arsip computer Hemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer program]. Version 2.2. Orlando (FL): Computerized Educational Systems; 1993.

viii


SAMBUTAN PIMPINAN REDAKSI Assalamu’alaikum wr. Wb. Salam Sejahtera untuk kita semua. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmatNya, sehingga BIMKGI volume 2 edisi 2 dapat diterbitkan. BIMKGI merupakan wadah milik seluruh mahasiswa Kedokteran Gigi se-Indonesia untuk mempublikasikan karya ilmiahnya. Seiring dengan tuntutan akademis dan perkembangan IPTEK, banyak sekali karya-karya ilmiah yang dihasilkan oleh para mahasiswa, namun sayangnya karyakarya ilmiah tersebut tidak publikasikan. BIMKGI lahir sebagai wadah publikasi bagi seluruh mahasiswa Kedokteran Gigi sehingga diharapkan para mahasiswa tidak lagi kesulitan dalam mempublikasikan karyanya. BIMKGI juga diharapkan dapat menjadi motivasi bagi seluruh mahasiswa Kedokteran Gigi se-Indonesia untuk ikut serta dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan berbagi ilmu melalui publikasi karya ilmiah. Sebagai pimpinan redaksi saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengurus BIMKGI atas kerjasa dan kerja kerasnya sehingga dapat menerbitkan berkala ilmiah ini. Terima kasih dan apresiasi kepada seluruh penulis atas kerja keras yang dilakukan dalam usaha ikut mengembangkan ilmu pengetahuan, serta kepada Mitra Bebestari yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk menilai karya ilmiah ini demi hasil yang terbaik.Semoga seluruh karya yang dipublikasikan dalam BIMKGI kali ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi , serta motivasi bagi seluruh mahasiswa kedokteran gigi untuk ikut berkontribusi dalam BIMKGI. Akhir kata, semoga seluruh harapan kami tercapai dan mohon maaf apabila terjadi kesalahan selama proses penyusunan hingga diterbitkannya Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia ini. Kritik dan saran sangat kami nantikan demi perbaikan diedisi selanjutnya. Together We Can, Together We Serve The Best!

Wassalamu’alaikum wr.wb Yogyakarta, 1 Juli 2014

Failasofia

(Pimpinan Redaksi)

ix


Research

PENGARUH KONSENTRASI MINYAK ATSIRI KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii) TERHADAP DAYA HAMBAT PERTUMBUHAN Enterococcus faecalis M Fadyl Yunizar1, Sri Larnani2, Archadian Nuryanti2 1Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada Biomedika Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada Correspondence: Sri Larnani, c/o: Bagian Biomedika FKG UGM Jl. Denta I, Sekip Utara Yogyakarta 55281, Indonesia.Alamat larnani@ugm.ac.id. Tel./Fax: +62274515307. 2Bagian

email:

ABSTRAK Kegagalan perawatan saluran akar disebabkan oleh persistensi mikroorganisme. Enterococcus faecalis menyebabkan proporsi terbesar pada kasus kegagalan perawatan saluran akar. Penggunaan agen antibakteri sebagai bahan irigasi saluran akar digunakan untuk mengurangi infeksi pada saluran akar. Salah satu agen antibakteri yang berasal dari tumbuhan alami adalah minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmannii). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmannii) terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Sebanyak empat plat agar darah yang telah diinokulasikan Enterococcus faecalis. Setiap plat terdiri dari enam sumuran yang ditetesi minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmannii) konsentrasi 20%, 25%, 30%, 35%, 40% dan natrium hipoklorit 5% sebagai kontrol positif. Selanjutnya plat agar darah diinkubasi selama 24 jam. Zona hambat yang terbentuk dihitung dengan menggunakan jangka sorong digital dan dilanjutkan analisis statistik hasil uji one way Anova menunjukkan bahwa konsentrasi minyak atsiri kayu manis berpengaruh signifikan terhadap daya hambat pertumbuhan Enterococcus faecalis (p<0,05). Hasil uji LSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelompok minyak atsiri konsentrasi 20%, 35%, 40% terhadap natrium hipoklorit 5% (p<0,05). Terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok minyak atsiri konsentrasi 25%, 30% terhadap natrium hipoklorit 5% (p>0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah konsentrasi minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmannii) berpengaruh terhadap daya hambat pertumbuhan Enterococcus faecalis. Kata kunci: Minyak atsiri, kayu manis, Enterococcus faecalis, daya hambat, pertumbuhan bakteri

ABSTRACT Root canal treatment failure were caused by the persistence of microorganisms. Enterococcus faecalis contributed the largest proportion in the case of root canal treatment failure. Antibacterial agents for root canal irrigation materials has been widely used to reduce root canal infection. One of the antibacterial agent from natural plant is the essential oil of cinnamon (Cinnamomum burmannii). The aim of this study was to determine the concentration of essential oil of cinnamon (Cinnamomum burmannii) to inhibit the growth of Enterococcus faecalis.Four blood agar plates were inoculated with Enterococcus faecalis. Six wells were placed on each plate, five with essential oil of cinnamon (Cinnamomum burmannii) in concentration of 20%, 25%, 30%, 35%, 40% and 5% sodium hypochlorite well as a positive control. The blood agar plates were incubated for 24 hours. Zone of inhibition were measured by digital sliding caliper and were analyzed statistically. One way Anova test showed significant effect between groups on the inhibition of Enterococcus faecalis growth (p<0.05). LSD test showed significant differences between groups of essential oil concentration of 20%, 35%, 40% with sodium hypochlorite 5% (p<0.05). There was no significant difference between groups of essential oil concentration of 25%, 30% wtih sodium hypochlorite 5% (p> 0.05). It was concluded that essential oil concentration of cinnamon (Cinnamomum burmannii) has inhibition effect of the growth of Enterococcus faecalis. Key Words: Essential oil of cinnamon, Enterococcus faecalis, inhibition of bacterial growth.

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

1


1. PENDAHULUAN

(7,1

Mikroorganisme yang sering ditemukan pada saluran akar di rongga mulut didominasi oleh

bakteri

anaerob.

Bakteri

anaerob

berkembang dalam lingkungan yang tanpa oksigen dan nutrisi dalam jumlah yang terbatas.

Sejumlah

penelitian

telah

melaporkan bahwa bakteri masih mungkin

Sebagian

besar

kegagalan

pada perawatan saluran akar disebabkan karena terjadi persistensi mikroorganisme di intraradikular

dan

ekstraradikular1.

Kasus

yang mengalami kegagalan dalam pengisian bahan saluran akar, Enterococcus faecalis mempunyai proporsi terbesar dibandingkan dengan bakteri

lainnya2.

Enterococcus

faecalis

merupakan

sering ditemukan pada saluran akar di rongga Enterococcus

albicans

(4,1

%),

(2,5%), Eubacterium spp (2,5%), Bacillus spp (2%),

dan

Berdasarkan

Escherichia data

(1,6%)5.

coli

tersebut

Enterococcus

faecalis merupakan salah satu bakteri yang menjadi penyebab infeksi sekunder pada kasus kegagalan perawatan saluran akar. Salah satu bahan antibakteri yang digunakan saat ini adalah natrium hipoklorit, yang digunakan sebagai irigasi saluran akar. Natrium hipoklorit (NaOCl) merupakan larutan irigasi yang paling sering dipakai dengan konsentrasi antara 0,5 – 5,25%6. Natrium hipoklorit

mempunyai

komplikasi

pada

jaringan vital apabila terdapat kelalaian dalam menggunakannya. Kelalaian tersebut dapat

bakteri anaerobik Gram positif coccus yang

mulut3.

Candida

Fusobacterium spp (3,6%), Veillonella spp

bertahan hidup setelah bahan pengisian akar diaplikasikan.

%),

faecalis

merupakan

bakteri yang mempunyai daya resistensi tinggi terhadap penggunaan antibakteri spektrum luas4. Bakteri dan jamur yang ditemukan dalam 100 saluran akar gigi pasien yang mengalami kegagalan perawatan saluran akar dan nekrosis pulpa adalah Stereptococcus spp (14,2%), Porphyromonas spp (12,2%), Enterococcus faecalis (9,6%), Staphylococcus salivarius (8,6%), Provetella spp (8,1%),

menyebabkan edema,

rasa

perdarahan

sakit pada

pada

jaringan,

saluran

akar,

hemorhagi, dan iritasi 7. Jadi, diperlukan suatu bahan

alternatif

yang

dapat

digunakan

sebagai antibakteri untuk mengurangi infeksi pada saluran akar. Masyarakat Indonesia telah mengenal pengobatan

tradisional,

yaitu

pengobatan

yang menggunakan ramuan bahan-bahan alami untuk penyembuhan berbagai macam penyakit. Seiring berkembangnya prinsip back to nature, masyarakat semakin menyukai dan menyenangi pengobatan ini, karena lebih

Lactobacillus spp (7,1 %), Actinomyces spp BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

2


Batang

ekonomis dan lebih alami. Salah satu dari

kayu

manis

(Cinnamomum

bahan herbal tersebut adalah kayu manis.

burmannii) yang mengandung minyak atsiri

Kayu manis memiliki beberapa macam jenis,

telah

salah satunya yang sering digunakan adalah

dengan

Cinnamomum burmannii yang telah banyak

supragingiva

dimanfaatkan sebagai bumbu masak maupun

Ekstrak minyak

bahan penyedap untuk pembuatan kue. Kayu

(Cinnamomum burmannii) telah teruji sebagai

manis juga dapat digunakan sebagai bahan

antibakteri

baku obat untuk menyembuhkan berbagai

dengan konsentrasi efektif sebesar 0,25%14.

macam penyakit seperti obat sakit perut,

Hasil penelitian ini masih terdapat keraguan

antirematik,

dikarenakan pada konsentrasi lain yang di

meningkatkan

menurunkan

tekanan

nafsu

darah

makan,

tinggi,

sakit

terbukti

memiliki

menghambat pada

daya

antibakteri

pertumbuhan

konsentrasi

plak

12,5%13.

atsiri pada kayu manis

pada

Enterococcus

faecalis

ujikan tidak memberikan arti atau bernilai nol.

pinggang serta menghilangkan sakit8. Kayu

Teknik yang paling sederhana untuk

manis mulai banyak digunakan sebagai obat

mengetahui suatu zat tertentu mempunyai

asam urat, nyeri lambung, sakit kepala,

aktivitas sebagai antibakteri adalah dengan

masuk angin, perut kembung, sakit perut,

metode difusi15. Berdasarkan uraian di atas,

diare, sakit gigi, pilek, mual-muntah, hernia,

diduga bahwa konsentrasi minyak atsiri kayu

jantung, sariawan, sakit kuning, asma, dan

manis (Cinnamomum burmannii) yang efektif

menjaga kesuburan wanita9. Baru-baru ini

melalui metode difusi dapat mengurangi

kayu manis juga dikenal sebagai obat yang

pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis,

berkhasiat

sebagai

antihiperkolestrol

dan

sehingga diharapkan akan dapat mengurangi

memiliki

senyawa

antioksidan

untuk

terjadinya infeksi sekunder pada perawatan

mencegah kanker10.

saluran akar.

Kayu manis (Cinnamomum burmannii) mempunyai komponen utama berupa minyak

2. METODE 2.1 Identifikasi Kulit Batang Kayu Manis

atsiri

(eugenol,

safrole,

tannin, kalsium oksalat, dan

sinamaldehide), damar11.

Zat aktif

yang terkandung dalam minyak atsiri kayu manis

adalah

kaneelaldehide

sebesar

98,5%12.

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

Identifikasi dilakukan

kulit

untuk

batang

kayu

memastikan

manis bahwa

tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah

(Cinnamomum

kulit

batang

burmannii).

kayu

manis

Identifikasi

ini

3


dilakukan dengan membandingkan sampel

diinginkan. Setiap konsentrasi yang dibuat

yang

sebanyak

diperoleh

dari

literature

yang

1

ml.

Pembuatan

konsentrasi

diidentifikasi oleh bagian analisis tumbuhan

minyak atsiri ini dilakukan di Laboratorium

alam di Laboratorium Taksonomi Fakultas

Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT)

Biologi Universitas Gadjah Mada.

Unit III Universitas Gadjah Mada..

2.2 Pembuatan Destilasi Minyak Atsiri Kulit

Batang

Kayu

Manis

(Cinnamomum burmanii)

2.4 Pembuatan Suspensi Bakteri Pembuatan suspensi bakteri dibuat dengan standar Brown III yaitu dengan menggunakan

Pembuatan minyak atsiri dari kulit batang

ose

steril

diambil

4-5

ose

bakteri

kayu manis (Cinnamomum burmannii) dengan

Enterococcus faecalis dari sediaan biakan

cara destilasi uap dan air. Sebelumnya, kulit

cair dan dilarutkan dalam 0,5 ml BHI (Brain

batang kayu manis (Cinnamomum burmannii)

Heart Infusion) cair pada tabung reaksi16.

dipecah menjadi kecil-kecil sehingga dapat

Suspensi

lebih mudah untuk didestilasi. Proses destilasi

inkubator selama 3-5 jam dengan suhu 37oC.

memerlukan waktu sekitar 10-12 jam untuk

Suspensi kuman tersebut dilarutkan kembali

mendapatkan hasil akhir berupa minyak atsiri.

dengan media BHI (Brain Heart Infusion) cair

Pembuatan destilasi minyak atsiri dilakukan di

sehingga

Laboratorium

standar konsentrasi bakteri yaitu 108 CFU/ml.

Unit

II

Lantai

1

Fakultas

tersebut

diinkubasikan

kekeruhannya

sesuai

dalam

dengan

Farmasi Universitas Gadjah Mada. 2.5 Uji Kepekaan Bakteri 2.3 Pembuatan

Konsentrasi

Minyak

Atsiri Kayu Manis (Cinnamomum burmanii)

a. Inokulasi Bakteri Cawan petri yang telah berisikan media agar darah, diapuskan bakteri yang

Pembuatan konsentrasi minyak atsiri kayu

telah siap uji ke seluruh permukaan media

manis (Cinnamomum burmannii) sebanyak 5

agar darah dengan ose steril. Biarkan kurang

buah, dengan konsentrasi 20%, 25%, 30%,

lebih 20 menit hingga bakteri mengendap

35% dan 40%. Tahap awal, minyak atsiri

pada agar darah. Jika media sudah siap,

dilarutkan dengan larutan PEG sehingga

dilanjutkan dengan membuat 6 sumuran yang

minyak atsiri dapat larut dengan air. Tahap

berdiameter 5 mm dengan menggunakan

berikutnya, minyak atsiri dicampur dengan

silinder besi. Dari lubang sumuran yang

aquades untuk membuat konsentrasi yang BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

4


terbentuk, dilanjutkan dengan meneteskan

Terhadap

larutan yang akan diujikan.

faecalis

b. Pemberian Perlakuan

Pengukuran

Setiap cawan petri terdiri dari 6

pertumbuhan

Bakteri

Enterococcus

zona bakteri

hambat Enterococcus

sumuran dengan diameter 5 mm yang diisi

faecalis diperoleh dengan pengukuran

dengan natrium hipklorit 5% sebanyak 20Âľl

jarak garis (A-D, a-d, B-E, b-e, C-F, c-f)

sebagai kontrol serta destilasi minyak atsiri

dapat dilihat di Gambar 5. Sebelum

dengan konsentrasi 20%, 25%, 30%, 35%,

dilakukan

dan 40% yang masing-masing sebanyak 20Âľl,

sepanjang (A-D, B-E, C-F) dan diberi titik

dengan menggunakan mikropipet.

pada (a-d, b-e, c-f) sebagai pembatas

pengukuran,

dibuat

garis

antara zona hambat pertumbuhan dengan lubang sumuran. Pengukuran dilakukan menggunakan

jangka

sorong

digital

dengan ketelitian 0,01 mm. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali oleh pengukur yang

berbeda.

Pengukuran

dilakukan

dengan blind method, dimana pengukur Gambar 1. Cawan petri, yang terdiri

tidak mengetahui konsentrasi pada piring

dari 6 Sumuran

petri yang diukur sehingga hasilnya lebih objektif.

c.

Inkubasi Media agar darah yang telah diisi oleh

bakteri Enterococcus faecalis dan bahan perlakuan, dilakukan inkubasi di dalam inkubator selama 24 jam untuk melihat daya antibakteri minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum

burmannii)

terhadap

Keterangan: 1. Lingkaran (abcdef) : lubang yang berisi minyak atsiri 2. Lingkaran (ABCDEF) : zona hambat pertumbuhan

bakteri Enterococcus faecalis. d. Pengukuran Zona Hambat Minyak

Gambar 2. Diagram Pengukuran Zona Hambat Pertumbuhan17

Atsiri

(Cinnamomum

burmannii)

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

5


Pembacaan

zona

hambat

I

burmannii)

terhadap

daya

hambat

pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis

pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis,

dengan

menunjukkan terbentuknya

mengurangi

hasil

pengukuran

zona hambat

diameter A-D terhadap (a-d), zona hambat II

disekitar sumuran yang ditetesi minyak atsiri

dengan

kayu

mengurangi

hasil

pengukuran

manis

(Cinnamomum

burmannii)

diameter B-E terhadap (b-e) dan zona hambat

dengan konsentrasi 20%, 25%, 30%, 35%,

III dengan mengurangi hasil pengukuran

40% dan kontrol positif 5% natrium hipoklorit

diameter C-F terhadap (c-f).

(NaOCl), zona hambat terlihat transparan serta berwarna lebih jernih dibandingkan di

Rumus

pengukuran

zona

hambat daerah

konsentrasi

minyak

atsiri

kayu

sekitarnya

seperti

terlihat

pada

manis Gambar 3.

(Cinnamomum

burmannii)

terhadap

pertumbuhan Enterococcus faecalis, dihitung dengan: (AD-ad) + (BE-be) + (CF-cf) 3 Alat Penelitian 1). Lampu spiritus 2). Ose tangkai panjang 3). Tabung reaksi 4). Rak tabung reaksi 5). Cawan petri steril 6). Inkubator 7). Slinder besi 8). Mikropipet (Pipetman速) 9). Tabung anaerob 10). Zonameter 11). Dandang besar 12). Kondensor 13). Mixer (Maximix速) 14). Pipet tips (Axygen速) 15). Densichek (Vitek速) 16). Laminar Air Flow 17). Alat tulis

BBahan Penelitian 1).Kultur bakteri Enterocoocus faecalis 2).Media bakteri Brain Heart Infusion (BHI) 3). Media agar darah 4). Natrium Hipoklorit 5%, 1ml 5). PEG 1 ml 6). Akuades 1 ml 7). Kulit batang Cinnamomum burmannii

3. HASIL Penelitian mengenai efek konsentrasi minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

Keterangan: 1. Natrium hipoklorit (NaOCl) 5%, rerata diameter 3,79 mm. 2. Minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmannii) 20%, rerata diameter 2,56 mm. 3. Minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmannii) 25%, rerata diameter 3,29 mm. 4. Minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmannii) 30%, rerata diameter 3,66 mm. 5. Minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmannii) 35%, rerata diameter 6,68 mm. 6. Minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmannii) 40%, rerata diameter 6,78 mm. Gambar 3. Rerata diameter zona hambat minyak atsiri kayu manis dan natrium hipoklorit terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Hasil pengukuran zona hambat di atas menunjukkan bahwa konsentrasi minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmannii) yang

6


digunakan dalam penelitian ini mempengaruhi

bakteriostatik. Efek bakteriostatik dapat di uji

daya

dengan metode difusi yang berdasarakan

hambat

pertumbuhan

Enterococcus

faecalis.

dari

suatu

bahan

tertentu

terhadap bakteri18.

Daya Hambat

Zona hambat yang berada disekitar

NaOCl 5%

20 %

25 %

30 %

35 %

40 %

Diameter Zona Hambat

9 8 7 6 5 4 3 2 1 0

sensitivitas

sumuran

pada

transparan

hasil

dan

penelitian

jernih.

terlihat

Zona

hambat

merupakan suatu area yang jernih dan bersih yang mengelilingi cakram/lubang sumuran yang berisi zat antibakteri19. Pengukuran zona hambat bertujuan untuk mengetahui

Rerata Konsentrasi Perlakuan

kemampuan daya hambat suatu obat/agen

Gambar 4. Zona hambat kayu manis dan natrium hipoklorit terhadap daya hambat

antibakteri

terhadap

pertumbuhan

suatu

bakteri. Hasil pengujian ini dipengaruhi oleh

pertumbuhan Enterococcus faecalis. aktivitas antibakteri yang terdiri dari: pH Hasil pengukuran pada Gambar 4

lingkungan,

menunjukkan terjadinya peningkatan diameter

obat/agen

zona hambat ketika konsentrasi minyak atsiri

aktivitas

kayu

waktu

manis

(Cinnamomum

burmannii)

komponen antibakteri,

metabolik inkubasi20.

semakin besar. Rerata diameter zona hambat

metode

difusi

terbesar

melebihi

24

terlihat

pada

konsentrasi

40%.

media, ukuran

stabilitas inokulum,

mikroorganisme Waktu

tidak jam,

inkubasi

dan pada

direkomendasikan dikarenakan

akan

Rerata diameter zona hambat terkecil terlihat

mengganggu kestabilan dari agen antibakteri

pada konsentrasi 20%.

yang telah diteteskan pada cakram 21. Hasil penelitian membuktikan bahwa

4. PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan metode

terdapat pengaruh konsentrasi minyak atsiri

difusi yang hasilnya terbentuk zona hambat

kayu

disekitar

Terbentuknya

terhadap pertumbuhan bakteri Enterecoccus

zona hambat menunjukkan bahwa minyak

faecalis (p<0,05). Hal ini membuktikan bahwa

atsiri kayu manis (Cinnamomum burmannii)

terdapat

dan

konsentrasi

lubang

natrium

sumuran.

hipoklorit

mempunyai

efek

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

manis

(Cinnamomum

kandungan minyak

burmannii)

antibakteri atsiri

kayu

pada manis 7


(Cinnamomum burmannii). Minyak atsiri kayu

natrium hipoklorit 5% memiliki daya hambat

manis

pertumbuhan

(Cinnamomum

burmannii)

bakteri

yang

lebih

kuat

mengandung sinamaldehid, yang memiliki

dibandingkan dengan minyak atsiri kayu

mekanisme aksi sebagai antibakteri pada

manis (Cinnamomum burmannii) konsentrasi

membran

bakteri22.

plasma

mekanisme

terjadinya

pertumbuhan

bakteri,

Empat

20%, 25% dan 30%. Natrium hipoklorit

penghambatan

5,25% memiliki daya antibakteri yang paling

terdiri

dari:

kuat untuk menghambat pertumbuhan bakteri

bakteri,

Enterococcus faecalis26. Konsentrasi efektif

kapiler,

penggunanaan

penghambatan

dinding

sel

pengubahan

permeabilitas

natrium

hipoklorit

pada

penghambatan sintesis protein dan terjadinya

konsentrasi 2,6% -5,25% dapat melawan

gangguan pada metabolisme sel bakteri23.

patogen yang berspektrum luas, termasuk bakteri

Hasil

penelitian

ini

Gram

positif

dan

negatif27.

menunjukkan Mekanisme kerja natrium hipoklorit, terdapat

semakin besar konsentrasi minyak atsiri kayu pada manis

(Cinnamomum

burmannii)

hipoklorit

yang

mempunyai

efek

maka bakterisida. Efek ini terjadi selama adanya

semakin besar daya hambat yang terbentuk. klorin Ekstrak

kayu

manis

(Cl-)

bebas

pada

larutan.

Efek

(Cinnamomum antibakteri disebabkan oleh O2 yang sangat

burmannii) memiliki peningkatan diameter oksidatif dan Cl2, dimana fungsi oksidatif ini zona hambat ketika konsentrasi semakin akan besar24.

Perbedaan

diameter

dari

menghancurkan

sitoplasma

dan

bakteri28.

Efek

zona menghambat

degenerasi

hambat yang terbentuk di asumsikan karena klorin perbedaan

perlakuan

diberikan.

Konsentrasi

konsentrasi

pada

bakteri

menyebabkan

yang penghambatan sintesis protein, penurunan

agen

antibakteri jumlah

nutrisi

dan

pemecahan

DNA29.

mempengaruhi zona hambat yang terbentuk Sebaliknya natrium hipoklorit juga memiliki pada cakram/lubang sumuran25. sifat sangat korosif terhadap logam, bersifat Minyak (Cinnamomum

atsiri

kayu

burmannii)

manis dengan

sangat basa, hipertonik dan memiliki rasa yang sangat tidak menyenangkan30.

konsentrasi 20%, 25% dan 30% memiliki Minyak daya

hambat

bakteri

yang

lebih

atsiri

kayu

manis

kecil (Cinnamomum

burmannii)

dengan

dibandingkan dengan kontrol positif (natrium konsentrasi 35% dan 40% mempunyai daya hipoklorit 5%). Hal ini diasumsikan bahwa BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

8


hambat

bakteri

yang

lebih

besar

20%, 25%, 30%, 35% dan 40% terhadap

dibandingkan dengan kontrol positif (natrium

daya

hipoklorit 5%). Hasil penelitian ini dapat

Enterococcus faecalis. Minyak atsiri kayu

diasumsikan bahwa minyak atsiri kayu manis

manis (Cinnamomum burmannii) konsentrasi

dengan

35%

konsentrasi

35%

dan

40%

hambat

dan

pertumbuhan

40%

memiliki

daya

bakteri

hambat

mempunyai daya antibakteri yang lebih kuat

antibakteri yang lebih kuat dibandingkan

dibandingkan

natrium hipoklorit 5%.

natrium

hipoklorit

5%.

Kandungan konsentrasi zat aktif antibakteri 6. SARAN pada minyak atsiri kayu manis lebih besar

Perlu dilakukan uji klinis lebih lanjut

sehingga melebihi kemampuan zat aktif yang

yakni

ada pada natrium hipoklorit 5%. Kandungan

toksikologi, sehingga diharapkan konsentrasi

utama yang terdapat pada minyak atsiri kulit

minyak

batang kayu manis adalah sinnamaldehid

burmannii)

(65-80%)

dan

Sinamaldehid mekanisme

(5-10%)31.

eugenol

dan aksi

eugenol dengan

memiliki

produk

berupa

uji

farmakologi

dan

uji

atsiri kayu manis (Cinnamomum dapat

dikembangkan

menjadi

obat antibakteri khususnya pada

perawatan saluran akar gigi.

menghambat

metabolisme energi pada bakteri. Hal ini dibuktikan dengan penghambatan sintesis

DAFTAR PUSTAKA 1. Siquera J.F., 2001, Aetiology of Root Canal Treatment Failure: Why Well-

dinding sel bakteri L.monocytogenes dan

Treated Teeth Can Fail, International

menghambat

Endodontic Journal., 34:1–10.

digunakan

enzim

untuk

biosintesis

pembentukan

yang energi32.

2. Mickel A.K., Nguyen, T.H., Chogle, S., 2003, Antimicrobial Activity of Endodontic

Mekanisme minyak atsiri sebagai antibakteri

Sealers

dimulai dari degradasi dinding sel bakteri,

Journal of Endodontics, 29(4): 257-258

dilanjutkan

dengan

merusak

membran

on

Enterococcus

faecalis,

(Abstr.). 3. Siquera, J.F., Machado, A.G., Silveira,

sitoplasma dan membran protein sehingga isi

R.M., Lopes, H.P., De Uzeda, M., 1997,

dari sitoplasma keluar dari dinding sel

Evaluation

bakteri33.

of

The

Effectiveness

of

Sodium Hypchlorite Used With Three Irrigation Methods in The Elimination of

5.

KESIMPULAN Terdapat pengaruh minyak atsiri kayu

Enterococcus faecalis From The Root Canal, In Vitro, International Endodontic Journal., 30: 279-282.

manis (Cinnamomum burmannii) konsentrasi

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

9


4. Heath, C.H., Blackmore, T.K., Gordon,

13. Anita, A., 2010, Daya Hambat Minimum

D.L., 1996, Emerging Resistance in

Ekstrak Kulit Kayu Manis (Cinnamomum

Enterococcus spp., Medical Journal of

burmannii)

Australia., 164(2): 116-120.

Bakteri

5. Ercan, E., Dalli, M., Yavuz, I., Ozekinci, T., 2006, Investigation of Microorganisms in

Infected

Dental

Root

Canals,

Diagnosis Press, 20(2): 166 (Abstr.). 6. Gomes,

B.P.F.A.,

Ferraz,

Plak

Pertumbuhan

Supragingiva,

Penelitian,

Universitas

Laporan Airlangga,

Surabaya (Abstr.). 14. Mutia, R., 2010, Efek Antibakteri Minyak Atsiri

C.C.R.,

terhadap

Kayu

Manis

Terhadap

Enterecoccus faecalis Sebagai Bahan

Vianna, M.E., Berber, V.B., Teixeira F.B.,

Medikamen

Souza-Filho,

Universitas Sumatera Utara, Medan, 35-

F.J.,

Antimicrobial

2001,

Activity

In

of

Vitro Several

Concentrations of Sodium Hypochlorite

Saluran

Akar,

37. 15. 18. Harmita., Radji, M., 2008, Buku Ajar

and Chlorhexidine Gluconate in The

Analisis

Elemination of Enterococcus faecalis,

Kedokteran EGC, Jakarta, 2.

International Endodontics Journal, 34:

Skripsi,

Hayati,

edisi

ke

3,

Buku

16. 20. Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A., 2005, Mikrobiologi Kesehatan edisi

424-428. W.,

2000,

ke

Root

Canal

Jakarta,144-147, 150, 240-252, 345, 607.

Irrigation Literature Review dan Case

17. Reiss, E., Shadomy, H.J., Lyon, G.M.,

7. Hulsman,

M.,

Complication

Reports,

Hahn During

International

Endodontics

Journal, 33: 186-193.

22

(terj.),

Salemba

Medika,

2012, Fundamental Medical Micology, Willey Blackwell, New Jersey, 137.

8. Wijayakusuma, M.H., Hembing W.K.,

18. Lambert, P., 2011, Mechanism of Action

Setiawan D., 1998, Ramuan Tradisional

of Antibiotic and Synthetic Anti-infective

untuk Pengobatan Darah Tinggi, Niaga

Agent, in Denyer, S.P., Hodges, N.,

Swadaya, Jakarta, 53-54.

Gorman,

9. Kurniawati, 2010, Sehat dan Cantik Alami Berkat Khasiat Bumbu Dapur, Mizan Pustaka, Bandung, 94-95.

Hati

Ganas,

Kompas,

2

Desember 2009.

Khasiat

&

Manfaat

B.,

Pharmaceutical Microbiologi 8th edition, Willey Blackwell, Oxford.

2001, Helicobacter pylori Phsiology and Genetics, ASM Press, Washington, 519. 22. Nuryastuti,

11. Faris al-Qiyandi, A.M., 2010, Kembali ke Alam

Gilmore,

21. Mobley, H.L.T., Mendz, G.L., Hazel, S.L.,

10. Astawan, M., 2009, Kayu Manis Tangkal Kanker

S.P.,

Tanaman

T.,

Van

der

Mei,

H.C.,

Busscher, H.J., Iravati, S., Aman, A.T., Krom, B.P., 2009, Effect of Cinnamon Oil

Berkhasiat Obat, Tim Pustaka Lugu

on

Alami, Bekasi, 188.

Formation by Staphylococcus epidermis,

12. Wibisono, W.G., 2011, Tanaman Obat Keluarga

Berkhasiat,

Vivo

Publisher,

Bandarjo-Ungaran, 83.

icaA

American

Expression

Society

for

Biofilm

Microbiology,

72(21): 6850-6855. 23. Kee,

J.L.,

Hayes

Farmokologi-Pendekatan

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

and

R.E.,

1994, Proses

10


Keperawatan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 324-325.

31. Vangalapati, M., Sree,

S.N., Surya,

P.D.V., Avaniggada, S., 2012, Review on

24. Marunung, S.I., Parhusip, A., Wibawa,

Pharmacological Activities and Clinical

Antibacterial

effects of Cinnamon Spesies, Research

Activity from Cinnamon Extract towards

Journal of Pharmaceutical, Biological and

the Damage of Pathogenic Bacteria,

Chemical Sciences, 3(1): 653-663.

F.K.,

2008,

Journal

of

Studies

of

Applied

and

Industrial

Biotechnology, 1: 1-6.

32. Gill,

A.O.,

Holley,

R.A.,

2004,

Mechanisms of Bactericidal Action of

25. Harvey, R.A., Champe, P.C., Fisher,

Cinnamaldehyde

against

Listeria

B.D., 2007, Microbiology 2nd edition,

monocytogenes and of Eugenol against

Lippincot

L.monocytogenes

Williams

&

Wilkins,

Lactobacillus

sakei, American Society for Microbiology,

Philadelphia, 31. 26. Gomes,

and

B.P.F.A.,

Ferraz,

C.C.R.,

Vianna, M.E., Berber, V.B., Teixeira F.B.,

70(10): 5750-5755. 33. Inna, M., Atmania, N., Prismasari, S.,

Vitro

2010, Potential Use of Cinnamomum

Several

burmanii Essential Oil-based Chewing

Concentrations of Sodium Hypochlorite

Gum as Oral Antibiofilm Agent, Journal of

and Chlorhexidine Gluconate in The

Dentistry Indonesia, 17(3): 80-86.

Souza-Filho,

F.J.,

Antimicrobial

2001,

Activity

In

of

Elemination of Enterococcus faecalis,

34. Karaca, H.C., 2011, Evalution of Natural

International Endodontics Journal, 34:

Antimicrobial

424-428.

Against Foodborne Pathogens, Thesis,

27. Mehdipour, O., Kleier, D.J., Averbach, R.E.,

2007,

Anatomy

of

Phenolic

Compounds

University of Kentucky, New York, 37.

Sodium

Hyphochlorite Accidents, Compend Cent Educ Dent, 28(10): 1-6. 28. Kovac, J., Kovac, D., 2011, Effect of Irrigating

Solutions

in

Endodontic

Therapy, Bratisl Lek Listy, 112(7): 410415. 29. Rutala,

W.A.,

Weber,

D.J.,

The

Healthcare Infection Control Practises Advisory Committee (HICPAC), 2008, Guideline

for

Sterillization

in

Desinfection Heatlhcare

and

Facilities,

Departmen of Health Human Services, Chapel Hill, 41. 30. Clarkson,

R.M.,

Moule,

A.J.,

1998,

Sodium Hyphochlorite and it Use as an Endodontic Irrigant, Australian Dental Journal, 43(4): 000-000.

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

11


Research

EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KAYU SIWAK (Salvadora persica) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Porphyromonas gingivalis Abinnahl Ashshobirin1, Agung P. Dhartono1, Catur Aditya Ramadhany1, Ali Taqwim2 1Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokero Correspondence: Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto - Jawa Tengah Email : caturgsw@gmail.com. Nomor telepon: 085781227886 2Dosen

ABSTRAK Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang kronis pada gusi dan jaringan di sekitar akar gigi. Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit periodontal adalah Porphyromonas gingivalis. Penyakit periodontal yang disebabkan oleh bakteri tersebut dapat diminimalisir dengan cara menghambat pertumbuhannya. Belakangan ini, banyak dikembangkan obat dari bahan alam yang ramah lingkungan untuk menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Salah satu tanaman yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis yaitu tanaman siwak (Salvadora persica). Metodologi. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental laboratoris. Kayu siwak yang diperoleh dalam bentuk kemasan, diekstrak mengunakan metode maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Uji antibakteri dilakukan secara in vitro dengan 7 macam perlakuan yaitu: 0,753%, 1,563%, 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%, dan 50%. Uji daya hambat dilakukan dengan menggunakan metode difusi sumuran, sedangkan uji efektivitas dilakukan dengan menggunakan analisis probit untuk mengetahui nilai IC50. Hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukan aktivitas zona hambat terendah dihasilkan pada konsentrasi 6,25% dengan persentase daya hambat 6,22%, sedangkan zona hambat tertinggi dihasilkan pada konsentrasi 50% dengan persentase daya hambat 30,22%. Nilai IC 50 atau konsentrasi yang dapat menghambat 50% pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis yaitu sebesar 49,5%. Hal ini disebabkan senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak kayu siwak mengandung aktivitas antibakteri seperti, saponin, flavonoid, tanin, alkaloid, dan terpenoid. Kesimpulan. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekstrak kayu siwak efektif menghambat pertumbuhan Porphyromonas gingivalis. Kata Kunci: Antibakteri, IC50, Porphyromonas gingivalis, Salvadora persica, Siwak ABSTRACT Background. Periodontal disease is a chronic inflammation of the gums and tissues around the roots of teeth. One of bacteria that can cause periodontal disease is Porphyromonas gingivalis. Periodontal disease can be minimized by inhibiting the growth of that bacteria. At this time, environmentally drugs using natural materials has been developed to inhibit the growth of that bacteria. One of the plants that could be potentially inhibit the growth of bacteria Porphyromonas gingivalis is Siwak (Salvadora persica) Methodology. The research method is experimental laboratory. Siwak extracted by maceration method using 96% ethanol. Antibacterial test use in vitro method with 7 kinds of treatment : 0.753%, 1.563%, 3.125%, 6.25%, 12.5%, 25%, and 50%. Inhibition growth test use diffusion method, whereas effectiveness test use probit analysis to determine the IC 50 values. Research results. The results showed lowest inhibition activity zone produced at concentration 6.25%, with the percentage of inhibition is 6.22%, while the highest inhibition zone produced at concentration 50% with the percentage of inhibition is 30.22%. IC50 value or the concentration that can inhibit 50% growth of bacteria Porphyromonas gingivalis is 49.5%. It’s because the chemical compound that contains in siwak extract have antibacterial activity such as, saponins,

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

12


flavonoids, tannins, alkaloids, and terpenoids. Conclusion. Based on research result, it can be concluded that siwak extract inhibit the growth of Porphyromonas gingivalis effectively. Keyword: Antibactery, IC50, Porphyromonas gingivalis, Salvadora persica, Siwak

1. PENDAHULUAN Penyakit

poket periodontal, kerusakan jaringan

gigi

dan

mulut

ikat, dan resorpsi tulang alveolar.1

menduduki urutan pertama dari daftar

Penyakit periodontal merupakan

10 besar penyakit yang paling sering

masalah

dikeluhkan

menduduki peringkat kedua prevalensi

Persepsi

masyarakat dan

perilaku

Indonesia. masyarakat

terbanyak

kesehatan

setelah

gigi

karies.

yang

Angka

Indonesia terhadap kesehatan gigi dan

kejadian periodontitis bervariasi di setiap

mulut masih buruk. Ini terlihat dari masih

negara, dan memperlihatkan tendensi

besarnya angka karies gigi dan penyakit

peningkatan. Menurut Profil Kesehatan

mulut di Indonesia yang cenderung

Gigi

meningkat. Dua penyakit mulut yang

prevalensi penyakit periodontal pada

sering dialami masyarakat yaitu karies

Pelita IV pada kelompok usia 8 tahun

gigi dan penyakit periodontal. Karies gigi

yaitu 59,89% di kota dan 59,67% di

adalah sebuah penyakit infeksi yang

desa; pada kelompok usia 18 tahun

merusak

tidak

sejumlah 72,44% di kota dan 93,44% di

dapat

desa; dan pada kelompok usia 35-44

menyebabkan nyeri, penanggalan gigi,

tahun sejumlah 88,67% di kota.2 Di

infeksi, berbagai kasus berbahaya, dan

Jawa Tengah jumlah kasus penyakit

bahkan

mematikan.

periodontal

Periodontal

adalah

ditangani,

struktur

gigi.

penyakit

Jika ini

Penyakit

penyakit

dan

Mulut

Indonesia,

mencapai

5.205

bahwa

kasus.

yang

Jawa Tengah menduduki prevalensi

terlokalisasi pada gingiva dan jaringan

terbesar setelah Jawa Timur. Kabupaten

pendukung gigi yang disebabkan oleh

Banyumas

mikroorganisme, maloklusi, dan trauma

penyakit periodontal sebanyak 15.236

kronis yang menghasilkan pembentukan

kasus.3

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

memiliki

jumlah

kasus

13


Penyakit

adalah

tersebut menunjukkan bahwa ekstrak

radang kronis pada gusi dan jaringan di

siwak memiliki zat antibakteri sehingga

sekitar

pada

siwak dapat dijadikan sebagai obat

jaringan periodontal biasanya timbul

alternatif atau obat bahan alam. Kayu

pada saat plak bakterial terbentuk pada

Siwak mengandung berbagai bahan

mahkota gigi, meluas disekitarnya dan

aktif

menerobos

yang

menghambat atau membunuh bakteri.5

gingiva

Obat bahan alam adalah bahan atau

disekitarnya. Penyebab utama yang lain

ramuan bahan yang berupa bahan

dari penyakit periodontal adalah iritasi

tumbuhan,

bakteri.4

mineral, sediaan sari, atau galenik, atau

akar

nantinya

periodontal

gigi.

Kerusakan

sulkus akan

gingiva

merusak

Salah satu contoh bakteri yang dapat

menyebabkan

yang

memiliki

bahan

kemampuan

hewan,

bahan

campuran dari bahan tersebut yang

penyakit

secara turun temurun telah digunakan

Porphyromonas

berdasarkan pengalaman. Masyarakat

gingivalis. Penyakit periodontal dapat

cenderung menggunakan obat sintetik

diminimalisir dengan cara menghambat

atau modern yang menggunakan bahan

pertumbuhan

gingivalis

kimia, sehingga penggunaan obat alam

sebagai bakteri penyebabnya. Usaha ini

perlu dikembangkan. Beberapa faktor

dapat dilakukan dengan berbagai jalan,

yang

salah satunya dengan menggunakan

penggunaan obat bahan alam di negara

bahan

mengandung

maju yaitu usia harapan hidup yang

antibakteri. Salah satu tanaman yang

lebih panjang terus meningkat, adanya

dapat

kegagalan

periodontal

adalah

bakteri

alam

P.

yang

menghambat

pertumbuhan

bakteri P. gingivalis

yaitu tanaman

siwak.

mendukung

dalam

peningkatan

penggunaan

obat

sintetik atau modern untuk penyakit tertentu seperti kanker dan semakin

Tanaman siwak dengan

menguji

terhadap Streptococcus

telah

antibakteri

pertumbuhan mutans.

diteliti

luasnya akses informasi. WHO telah

siwak

merekomendasi

bakteri Penelitian

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

bahan

alam

penggunaan dalam

obat

pemeliharaan

kesehatan masyarakat.6

14


2. METODE Jenis penelitian

Berikut penelitian

eksperimental

ini

adalah

laboratoris

ini

adalah

prosedur

penelitian yang dilakukan a. Determinasi Tanaman

dengan post test only control group

Determinasi tanaman dilakukan

design. Kelompok perlakuan yaitu koloni

di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan

bakteri yang diberi ekstrak kayu siwak

Fakultas Biologi Universitas Jenderal

dengan 7 konsentrasi berbeda yang

Soedirman

akan dibandingkan dengan kelompok

tanaman

kontrol yaitu koloni bakteri diberi DMSO

meminta bantuan ahli botani.

Purwokerto. dilakukan

Determinasi

dengan

cara

b. Pembuatan Ekstrak Kayu Siwak

5%. Alat

yang

digunakan

dalam

(Salvadora persica)

penelitian ini adalah gelas ukur, hot

Kayu siwak diperoleh dalam

plate, cawan porselen uji, tabung reaksi,

bentuk kemasan. Kayu siwak yang

tempat tabung reaksi, mikropipet, vortex

diperoleh berbentuk potongan batang.

mixer, cawan petri, bunsen, inkubator,

Kayu siwak dipotong-potong menjadi

drugalsky, jangka sorong, anaerobic jar,

bagian yang kecil dan dihancurkan

autoclave, pisau, blender, timbangan,

untuk mendapatkan bubuk kayu siwak.

oven,

Kayu siwak dibersihkan terlebih dahulu

kamera,

shaker,

dan

Rotary

Evaporator.

dan dipotong-potong menjadi bagian

Bahan yang digunakan dalam penelitian (Salvadora

ini

adalah

persica),

kayu biakan

siwak bakteri

yang kecil lalu dijemur atau dioven sehingga menjadi kering. Bahan kayu siwak

yang

telah

kering

kemudian

Porphyromonas gingivalis murni, media

digiling agar menjadi serbuk kayu siwak

agar darah, akuades, etanol 96%, kertas

yang siap digunakan untuk

saring, serbuk Mg, HCl:EtOH (1:1), amil

ekstraksi.

alkohol, NH3, CHCl3, H2SO4 2M, larutan

dilakukan dengan menggunakan pelarut

Dragendrof, larutan Mayer, dan larutan

etanol 96%. Proses ekstraksi dilakukan

Wagner.

dengan cara mencampurkan 600 g

Ekstraksi

kayu

proses siwak

serbuk kayu siwak dengan 9 L etanol

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

15


96%, dihomogenkan dengan pengaduk.

perubahan warna menjadi coklat

Setelah homogen dibiarkan selama 24

keruh dengan Reagen Dragendorf.

jam

dengan

ditutup

aluminium

foil.

2) Uji Kualitatif Flavonoid

Setelah 24 jam hasil maserasi disaring

Identifikasi

kandungan

dengan kertas saring didapatkan filtrat I

flavonoid dalam ekstrak etanol 96%

dan

kayu

residu.

dimaserasi

Residu

yaitu

ekstrak

dengan

akuades,

pelarut etanol 96% yang baru. Setelah

kemudian

larutan

tersebut

24

disaring

diteteskan pada kertas saring dan

sehingga mendapatkan filtrat II dan

terbentuk warna kuning pada kertas

residu.

saring

larutan

Residu

menggunakan

siwak

diencerkan

jam,

kembali

kemudian

kemudian

tersebut

dimaserasi

setelah

kembali selama 24 jam dengan pelarut

ammonia.

etanol

identifikasi

96%

yang

baru,

kemudian

diuapi

Uji

dengan

penegasan

kandungan

flavonoid

disaring untuk mendapatkan filtrat III

yaitu menggunakan ekstrak yang

dan

diuapkan hingga kering ditambah

residu.

Filtrat

I,

II,

dan

III

digabungkan untuk diuapkan pelarutnya

serbuk

menggunakan rotary evaporator dan

alkohol|: HCL 2N (1:1). Setelah itu,

waterbath sehingga didapatkan ekstrak

didiamkan

kental yang bebas pelarut, ekstrak ini

Adanya

disebut ekstrak etanol.

ditunjukkan dengan adanya warna

c. Identifikasi

Kandungan

Kimia

dengan menggunakan Pereaksi

dan

2

selama

ml

satu

kandungan

menit.

flavonoid

3) Uji Kualitatif Saponin Uji kualitatif saponin yaitu

1) Uji Kualitatif Alkaloid Uji alkaloid pertama yaitu menggunakan

ekstrak

dengan

menambahkan 10 ml air

panas

pada

didinginkan

lalu

ekstrak

kemudian

ditambah

Dragendorf.

Adanya

kandungan

Adanya ditunjukkan

kandungan

siwak,

dikocok

ditambah HCl 2N dan Reagen

alkaloid

larutan

jingga pada amil alkohol.

Warna

dengan

Mg

HCL

kuat 2N.

saponin

dengan

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

16


ditunjukkan dengan terbentuknya

V1

= volume larutan stok

buih yang mantap pada larutan.

N1

= konsentrasi larutan stok yang

4) Uji Kualitatif Tanin Sebanyak

2

tersedia ml

ekstrak

V2

= volume larutan yang akan

kayu siwak diberi larutan FeCl3,

dibuat

sehingga terbentuk warna hitam.

N2

Perubahan warna menjadi hitam ini

dibuat

menandakan bahwa ekstrak kayu siwak ini mengandung tanin.

kualitatif

Kontrol

dalam

penelitian

ini

adalah 0% atau menggunakan akuades

5) Uji Kualitatif Terpenoid Uji

= konsentrasi larutan yang akan

steril yang akan diujikan pada perlakuan terpenoid

tersebut di atas.

menggunakan pereaksi Liebermann-

e. Pembuatan Media Agar Darah

Burchard. Sebanyak 2 ml ekstrak

Media selektif untuk pertumbuhan

tetes

P.gingivalis meliputi Trypton Soya Agar

anhidrida asetat dan 1 tetes H2SO4

(Tryptone 15 g, Soytone 5 g, Sodium

pekat. Ekstrak kayu siwak positif

Chloride 5 g, Agar 15 g), agar, darah

mengandung

domba, akuades. Sebanyak

kayu

siwak

larutan

ditambah

3

terpenoid

berubah

menjadi

apabila warna

merah.

4,5 gr

Trypton Soya Agar dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer. Sebanyak

d. Pembuatan Larutan Uji Larutan

stok

dibuat

100 dengan

ml

erlenmeyer

ditambahkan dan

ke

diaduk

dalam hingga

konsentrasi x % (b/v). Variasi larutan uji

homogen. Ujung Erlenmeyer ditutup dan

0,753%,

6,25%,

dimasukkan ke dalam autoklaf selama 3

12,5%, 25%, dan 50% dibuat dengan

jam dengan suhu 121째C. Setelah itu,

cara pengenceran dari larutan stok yaitu

ditambahkan darah domba (sebanyak

menggunakan rumus pengenceran.

5% berat medium agar), dan 5 cc

1,563%,

3,125%,

bakteri (yang telah diuji kekeruhan Mc

V1 N1 = V2 N2 Farland 0,5) pada saat suhu 45-55째 C. Keterangan:

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

Larutan dalam Erlenmeyer dimasukkan

17


ke dalam cawan petri setinggi 0,4 cm

bakteri diukur dengan menggunakan

(20

suhu

jangka sorong pada dua sisi yang

ruangan hingga memadat. Setelah itu

berlainan (saling tegak lurus) kemudian

diberikan nama media agar, tanggal

diambil rata-ratanya. Diameter

pembuatan

penandaaan

hambat bakteri yang diperoleh dari hasil

konsentrasi. Sumuran dibuat dengan

pengukuran dikonversikan ke dalam

menggunakan

persentase

ml)

dan

dibiarkan

media

pada

dan

perforator

dengan

diameter 9 mm.20 f.

Uji

Daya

daya

hambat

zona

dengan

menggunakan rumus sebagai berikut.19 Hambat

dengan

Metode Sumuran

đ??ź=

(đ?‘‘1−đ?‘‘2) đ?‘‘2

đ?‘Ľ100%

Medium agar yang telah padat, dibuat

sumuran

dengan

melubangi Keterangan:

media dengan perforator berdiameter 9 I

: daya hambat ekstrak terhadap

mm sebanyak 4 lubang pada setiap bakteri cawan

petri.

Setelah

konsentrasi

ekstrak

dimasukkan

ke

itu,

ketujuh

dan

kontrol

dalam

d2

: diameter sumuran (9 mm)

d1

: diameter zona hambat (mm)

sumuran Persentase

daya

hambat

sebanyak 100 Âľl. Setiap konsentrasi kemudian

dianalisis

dengan

diberi tanda pada cawan petri. Cawan menggunakan analisis probit dan dibuat petri yang berisi media, bakteri dan persamaaan regresi y = a + bx untuk ekstrak tersebut diinkubasi CO2 selama menentukan nilai IC50 dengan x adalah 24

jam

dengan

suhu

37°C. logaritma konsentrasi dan y merupakan

Penghitungan

daerah

hambat

yaitu bilangan probit.

dengan mengamati daerah jernih yang terbentuk pada sekitar sumuran. 3. HASIL g. Analisis Data 2.1 Identifikasi Golongan Data yang diperoleh yaitu berupa Senyawa Kimia diameter zona hambat bakteri pada sekitar sumuran. Diameter zona hambat

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

18


Analisis

golongan

senyawa

reduksi senyawa flavonoid oleh Mg dan

kimia yang terdapat dalam ekstrak kayu

HCl sehingga terbentuk warna merah.

siwak pada penelitian ini menggunakan

Senyawa alkaloid ditunjukkan dengan

metode

terbentuknya endapan

pereaksi

warna.

Hasil

uji

warna jingga

pereaksi warna menunjukkan bahwa

setelah penambahan HCl dan pereaksi

ekstrak

dragendorff.

kayu

siwak

mengandung

Senyawa

flavonoid, saponin, tanin, alkaloid, dan

terbentuk

terpenoid.

penambahan pereaksi vanillin.

Adanya

senyawa

saponin

kayu

siwak

yang

telah

merah

setelah

2.2 Uji Daya Hambat Bakteri

ditunjukkan dengan adanya buih pada ekstrak

warna

terpenoid

Pengujian daya hambat ekstrak kayu

siwak

terhadap

pertumbuhan

ditambahkan dengan aquades. Buih

bakteri P. gingivalis dengan metode

yang

sumuran menunjukkan

terbentuk

pada

disebabkan

adanya

mempunyai

kemampuan

uji

saponin

glikosida

yang

membentuk

hasil bahwa

ekstrak kayu siwak memiliki aktivitas penghambatan

terhadap

bakteri

P.

buih dalam air yang terhidrolisis menjadi

gingivalis. Zona hambat terbentuk di

glukosa. Uji senyawa tanin ditunjukkan

beberapa konsentrasi perlakuan.

dengan

terbentuknya

warna

hijau

Konsentrasi

yang

kehitaman yang berasal dari kompleks

dalam

FeCl3 dengan fenol yang berarti diduga

1,563%, 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%,

adanya senyawa fenol dalam larutan

dan 50%, sedangkan konsentrasi yang

yang

memiliki

diperiksa.

Adanya

senyawa

penelitian ini

digunakan

aktivitas

yaitu, 0,753%,

antibakteri

yaitu,

flavonoid

ditunjukkan

dengan

6,25%, 12,5%, 25%, dan 50% secara

terbentuknya

warna

setelah

lengkap ditunjukkan oleh Gambar 1 dan

oranye

penambahan serbuk Mg dan HCl, terjadi

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

Tabel 2

19


A

B

C Gambar 1. Hasil Uji antibakteri (a)Uji antibakteri konsentrasi 0,753%, 1,563% dan 3,125% (b) Uji antibakteri konsentrasi 6,25% dan 12,5% (c) Uji antibakteri konsentrasi 25% dan 50%

Tabel 2. Perhitungan Persentase Daya Hambat dan Nilai Probit % Konsen Log Pro N Daya trasi Konsentra bit o Ham (%) si (X) (Y) bat - 0,1 1 0,753% 0 0 2 2 1,563% 0,19 0 0 3

3,125%

0,49

0

4

6,25%

0,80

6,22

5

12,5%

1,09

6

25%

1,39

7

50%

1,69

Tabel 1. Diameter Zona Hambat Ekstrak Kayu Siwak

Nilai logaritma konsentrasi dan bilangan

No

Konsentrasi

Rata-rata Diameter Zona Hambat (mm)

1 2 3

0,753% 1,563% 3,125%

9 9 9

4

6,25%

9,56

5

12,5%

10,52

6

25%

10,5

7

50%

11,72

8

DMSO 5%

9

16,8 9 16,6 7 30,2 2

probit

digunakan

tersebut

untuk

dalam

satuan

persamaan garis linear sehingga dapat ditentukan nilai IC50.

Log konsentrasi Persamaan garis linear

panjang

Gambar 2. Persamaan Garis

dikonversikan menjadi persentase daya hambat

yang

digunakan

menghitung nilai probit

kemudian menentukan

Hasil pengukuran diameter zona hambat

0 3,4 6 4,0 4 4,0 3 4,0 8

Linear

untuk

yang dapat

dilihat pada tabel 2.

Persamaan yang dihasilkan dari hasil analisis probit terhadap persentase daya

hambat

yaitu

Y=3,01x-0,101

dengan bilangan r = 0,911. Nilai IC50

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

20


ekstrak

kayu

siwak

terhadap

P.

antibakteri.

Setiap

senyawa

kimia

gingivalis adalah sebesar 49,5%. Nilai

memiliki mekanisme antibakteri yang

IC50 adalah konsentrasi yang mampu

berbeda, alkaloid diduga memiliki cara

menghambat 50% pertumbuhan bakteri

dengan

P. gingivalis.

penyusun

mengganggu

komponen

peptidoglikan

pada

sel

bakteri, sehingga lapisan dinding sel 4. PEMBAHASAN tidak

terbentuk

secara

utuh

dan

Bakteri dapat dihambat atau menyebabkan kematian sel tersebut.8 dimatikan melalui dua cara, yaitu secara Tanin

dan

flavonoid

diduga

fisik dan secara kimia. Secara fisik dapat mengerutkan dinding sel atau melalui

pengaturan

suhu,

tekanan

osmotik

atau radiasi. Secara kimia

membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel. Akibat terganggunya melalui penggunaan bahan antimikroba, permeabilitas, yaitu

senyawa

kimia

yang

melakukan mengganggu

aktivitas

sel

tidak

dapat

bersifat

biologi

aktivitas

hidup

sehingga

sel pertumbuhannya terganggu.9 Terpenoid

mikroba dengan cara mematikan atau diduga memiliki mekanisme dengan menghambat pertumbuhan sel mikroba. cara Penelitian

dengan

senyawa

aktif

terpenoid

menggunakan membentuk antagonis pada permukan

ekstrak

ini

termasuk

kedalam sel yang menghambat proses transduksi

penghambatan

pertumbuhan

bakteri suatu sinyal (faktor pertumbuhan) ke

secara kimia.7 dalam

sel

sehingga

proliferasi

sel

Nilai IC50 ekstrak kayu siwak terhambat.

Menurut

Maryati

et

al.

terhadap P. gingivalis adalah sebesar (2007), saponin mengandung gugus – 49,5%. Nilai IC50 adalah konsentrasi OH yang akan merusak dinding sel yang

mampu

menghambat

50% bakteri dan menembus ke dalam sel

pertumbuhan bakteri P. gingivalis. Hal dengan cara melarutkan lapisan lipidnya ini dikarenakan zat antibakteri yang sehingga

sel

akan

mengalami

terkandung dalam ekstrak kayu siwak kerusakan. Bakteri gram negatif memiliki mampu

berperan

sebagai

zat konsentrasi lipid yang tinggi di dalam

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

21


dinding selnya, sehingga dapat dengan mudah

dilarutkan

oleh

senyawa

3. Dinas Kesehatan Banyumas, 2011, Profil

Kesehatan

Banyumas, saponin.10

Kabupaten

Dinas

Kesehatan

Banyumas, Banyumas.

Beberapa

faktor

yang

menjadi

kelemahan dalam penelitian ini yaitu

4. Eley, B.M., Manson, J.D., 1993, Buku Ajar Periodonti, EGC, Jakarta. 5. Zaenab, Mardiastuti, Anny , V.P.,

terbatasnya waktu dan biaya yang tidak sedikit, sehingga uji fitokimia hanya menggunakan metode pereaksi warna

Logawa, B., 2004, Uji Antibakteri Siwak

(Salvadora

terhadap

Streptococcus

(ATC31987) yang bersifat kualitatif.

persica

dan

Linn) mutans

Bacteroides

melaninogenicus,

Makara

Kesehatan, 8 (2) : 37- 40. 6. Wasito, H., 2011, Obat Tradisional 5. KESIMPULAN DAN SARAN Ekstrak

kayu

siwak

Kekayaan Indonesia, Graha Ilmu, efektif

Yogyakarta. 7. Madigan, Michael T., 2003, Biology

menghambat

perumbuhan

bakteri

P.

gingivalis dengan nilai IC50 sebesar

of Microorganism, Southern Illinois University Carbondale, New York. 8. Juliantina, F.R., Nirwani, B., 2008,

49,5%.

Manfaat Berdasarkan

hasil

tersebut,

Sirih

Merah

(Piper

crocatum) sebagai agen antibakterial

perlu dilakukan penelitian selanjutnya

terhadap bakteri gram poritif dan

untuk

gram negatif, Jurnal Kedokteran dan

mengisolasi

senyawa

yang

Kesehatan Indonesia. terkandung demi mengetahui senyawa yang

paling

aktif

dan

untuk

mengidentifikasi senyawa kimia secara

9. Ajizah,

A.,

2004,

Sensitivitas

Salmonella typhimurium Ekstrak

Daun

Terhadap

Psidium

guajava,

Bioscientiae, 1 (1):31-8. kuantitatif.

10. Maryati, Fauzia, R.S., Rahayu, T., 2007, Uji Aktivitas Antibakteri Minyak

DAFTAR PUSTAKA 1. Fedi, P.F., Vernino, A.R., Gray, J.L.,

Atsiri

Daun

basilicum

L.)

2004, The Periodontic Syllabus Ed.

Staphylococcus

4, EGC, Jakarta.

Eschericia

2. Agtini, M.A., 1991, Epidemiologi dan

Kemangi

coli,

(Ocimum Terhadap

aureus Jurnal

dan

Penelitian

Sains dan Teknologi, 8 (1) : 30-38.

Etiologi Penyakit Periodontal, Cermin Dunia Kedokteran, 72 : 42-3.

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

22


RIWAYAT PENULIS

3. Catur Aditya Ramadhany, Jakarta, 8

1. Abinnahl Ashobirin, Majalengka, 26 mei

1990.

Jurusan

Kedokteran

Maret 1994. Jurusan Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Gigi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Jenderal Soedirman, 2012.

ilmu

Kesehatan,

Universitas

2. Agung Prabowo Dhartono, Jakarta, Agustus

Kedokteran

1993. Gigi,

Kedokteran

dan

Ilmu

Kesehatan,

Universitas

Kesehatan,

Universitas

4. Drg. Ali Taqwim. Dosen Jurusan

Jenderal Soedirman, 2008.

24

ilmu

Kedokteran

Gigi,

Jurusan

Kedokteran

dan

Fakultas

Kesehatan,

Universitas

Soedirman,

ilmu

Ilmu

Fakultas –

ilmu

Jenderal

Jenderal

Soedirman, 2012.

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

23


Research

PEMANFAATAN EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica Papaya) SEBAGAI AGEN ANTI INFLAMASI PADA GINGIVITIS Novaria1, A.Choirunnisa1, K.Istiqomah1, M.R. Pahlevi1, N.Afifah1, Suryono2 1 Mahasiswa 2

Pendidikan Dokter Gigi FKG UGM Dosen Bagian Periodonsia FKG UGM

ABSTRAK Penyakit periodontal adalah salah satu penyakit akibat plak gigi yang paling sering dialami oleh masyarakat Indonesia. Gingivitis dan periodontitis termasuk penyakit periodontal yang sangat banyak ditemukan di kalangan masyarakat. Gingivitis adalah adanya inflamasi (peradangan) pada gingiva yang diakibatkan karena akumulasi plak pada gingiva. Pada penderita gingivitis, gingiva akan terlihat sangat merah, bengkak dan berdarah. Penatalaksanaan gingivitis bertujuan untuk meredakan inflamasi yang terjadi baik melalui scaling dan root planning maupun pemberian NSAID. Penggunaan NSAID memiliki efek samping terjadinya penyakit kardiovaskular, gastro intestinal dan gagal ginjal sehingga perlu dikembangkan bahan baru yang berbasis alami. Biji pepaya merupakan limbah yang ternyata memiliki khasiat medis yang baik sehingga dapat dijadikan alternatif pengobatan gingivitis. Biji papaya dapat diekstraksi untuk diambil zat aktifnya kemudian diolah menjadi obat baru yang memiliki aktivitas antiinflamasi yang sama dengan NSAID namun dengan efek samping yang minimal. Uji fitokimia menunjukkan bahwa alkaloid, flavonoid, glycoside, polifenol, tannin dan saponin terdapat pada biji pepaya. Kandungan flavonoid, alkaloid, dan polifenol dalam biji pepaya memberikan aktivitas antiinflamasi. Flavonoid mampu menstimulasi munculnya PMN dan makrofag pada daerah luka sehingga proses inflamasi dapat berlangsung lebih cepat. Flavonoid juga dapat menghambat metabolisme asam arakidonat menjadi siklooksigenase sehingga akan menurunkan produksi prostaglandin yang berujung pada inflamasi yang lebih terkendali. Flavonoid dapat berinteraksi dengan sitokin inflamasi untuk menstimulasi kemotaksis makrofag dan PMN. Kandungan saponin pada biji pepaya juga dapat meningkatkan kemotaksis dan akumulasi makrofag. Adanya serangkaian aktivitas ini dapat mempercepat proses inflamasi sehingga tahap proses penyembuhan selanjutnya dapat berlangsung. ABSTRACT Periodontal disease is plaque induced conditions that mostly occur in Indonesia. The periodontal disease that most common include gingivitis and periodontitis. Gingivitis is a condition which involve an inflammation process that occurs in gingiva that is caused by plaque accumulation. Patients with gingivitis will present red, inflamed, and bleeding on gingiva. The treatment of gingivitis is done to stop the inflammation process so the healing process can continue either by scaling and root planning or by administration of NSAID. But NSAID have some adverse effects such as cardiovascular disease, gastrointestinal tract disease, and renal failure. So it is needed to develop a new alternative medication for gingivitis based on natural resources. Papaya seed is a natural waste that can be used as an alternative medication. It active compound can be extracted and then fabricated to make alternative medication with potent anti-inflammatory effect but minimal adverse effect. Phytochemical study shows that papaya seed contains alcaloid, flavonoid, glycoside, polifenol, tannin and saponin. These sompunds allow papaya seed to retain antiinflammatory effect.Flavonoid can stimulate accumulation of polymorphonyclear cells and BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

24


macrophages. It can also inhibit the metabolism of arachidonic acid to cyclooxygenase so it can decrease the production of prostaglandin which results in acceleration of inflammation process. Flavonoid can interact with inflammatory cytokine to stimulate chemotaxis of PMNs and macrophages. Saponin in papaya seed can increase chemotaxis and accumulation of macrophages. This simultaneous reaction will result in acceleration of inflammation process and allow healing process to continue.

1. PENDAHULUAN

Berdasarkan

Survei

Kesehatan

Rumah

Profesi kedokteran gigi dihadapkan

Tangga tahun 2004, prevalensi penyakit

kepada penyakit utama penduduk dunia, yaitu

periodontal di Indonesia mencapai 96,5%.

penyakit-penyakit jaringan pendukung gigi

Hasil survei Departemen Kesehatan RI (1999)

(periodonsium)

dan

menunjukkan bahwa di Indonesia, karies gigi

periodontitis. Penyakit inflamasi yang terjadi

menyerang 90,9% penduduk dengan indeks

dalam

oleh

decay missing filling permanent teeth (DMFT)

plak

sebesar 6,4% dan 73,5% penduduk Indonesia

gigi1.Program kesehatan gigi dan mulut telah

menderita penyakit periodontal. Sementara itu

dilaksanakan sejak Pelita I sampai Pelita IV.

menurut hasil Riskesdas 2007, penduduk

Pada tahun 2000 diharapkan bahwa setiap

Indonesia yang menyadari atau mempunyai

orang baik di perkotaan maupun pedesaan

persepsi dirinya bermasalah gigi dan mulut

mendapat

yang

hanya 23%, dan di antara mereka yang

memadahi sehingga mereka dapat hidup

menyadari hal itu hanya 30% yang menerima

produktif baik secara sosial dan ekonomi.

perawatan atau pengobatan dari tenaga

Untuk

juga

professional gigi. Hal ini mengindikasikan

harus mampu memelihara dan meningkatkan

bahwa effective demand berobat gigi sangat

kemandirian di bidang kesehatan. Walaupun

rendah, yaitu hanya 7%. Temuan lain yang

telah dilakukan upaya pelayanan kesehatan

mendukung

gigi dan mulut, angka penyakit gigi dan mulut

perawatan yang sangat rendah, terjadinya

cenderung meningkat2.

keterlambatan perawatan yang tinggi, dan

rongga

akumulasi

seperti

mulut

beberapa

disebabkan jenis

pemeliharaan

mewujudkannya,

Penyakit

gingivitis

bakteri

kesehatan

masyarakat

periodontal

merupakan

penyakit kesehatan gigi dan mulut yang

kerusakan

adalah

gigi

angka

sebagian

besar

kesadaran

berakhir

dengan pencabutan3.

memiliki prevalensi yang tinggi di Indonesia.

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

25


Penyakit periodontal secara umum

Penggunaan NSAID dapat menyebabkan efek

disebabkan oleh dua faktor etiologi yaitu

samping antara lain terjadinya gagal ginjal8,

akumulasi bakteri patogen dan respon host

erosi dinding lambung, serta ulkus dan

terhadap

perdarahan pada saluran pencernaan9.

akan

bakteri.

Bakteri-bakteri

terakumulasi

pada

patogen

subgingiva

dan Indonesia

merupakan

negara

memproduksi toksin serta proteinase. Produk dengan

keanekaragaman

hayati

yang

bakteri ini akan menginduksi respon host yaitu melimpah. Salah satu tanaman yang tumbuh peningkatan

sel-sel

imun

dan

produksi subur di Indonesia dan terbukti memiliki

mediator inflamasi4. potensi Penyakit periodontal

pemanfaatan

adalah

tanaman

yang paling pepaya.Pepaya (Carica papaya L) merupakan

banyak

ditemukan

adalah

gingivitis

dan salah satu tanaman yang memiliki nilai

periodontitis.

Gingivitis

adalah

adanya ekonomis. Biji buah pepaya yang selama ini

inflamasi (peradangan) pada gingiva yang dianggap sebagai limbah ternyata dapat diakibatkan karena akumulasi plak pada dimanfaatkan dalam terapi gingivitis. Aravind gingiva. Pada penderita gingivitis, gingiva et al. (2013) mengemukakan bahwa biji buah akan terlihat sangat merah, bengkak, hingga pepaya memiliki manfaat di bidang kesehatan berdarah5.

Kendati

masyarakat

untuk

begitu,

kesadaran yang lebih banyak dibanding daging buahnya

rutin memeriksakan sendiri10.

kondisi kesehatan gigi dan mulut masing akan

Biji

menemui dokter gigi setelah merasakan

kemampuan

sakit6.

antibakteri. Selain itu biji papaya mengandung

terbilang

relatif

rendah.

Penderita

pepaya

diketahui

sebagai

memiliki

antijamur

dan

penyakit

gingivitis

senyawa bioaktif berupa alkaloid, flavonoid,

meredakan

inflamasi

dan polifenol yang memiliki aktivitas antinyeri

sehingga proses penyembuhan luka dapat

dan antiinflamasi11.Biji dan buah yang masuh

berlanjut. Tindakan pengobatan yang umum

muda menunjukkan aktivitas penghambatan

dilakukan antara lain pembersihan plak gigi

terhadap

(scalling) serta pemberian obat Non Steroid

Efektifitas antibakteri dan antifungal papaya

(NSAID)4,7.

akan lebih baik jika menggunakan pelarut

Pengobatan bertujuan

Anti

untuk

Inflammatory

Drugs

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

bakteri

pathogen

enterik 12.

26


alkohol dibandingkan menggunakan pelarut

yang

tinggi,

traumatik

air13.Terdapat pula adanya efek antiinflamasi

merokok

dari biji pepaya (Carica papaya L.) pada suatu

mulut17. Penyebab sistemik yaitu penyakit-

percobaan dengan hewan uji14. Nayak et al.

penyakit vaskuler dan defek pada fungsi

(2007) juga mengemukakan kemampuan biji

imun16.

dan kebiasaan

oklusi,

kebiasaan

bernapas

lewat

papaya dalam mempercepat penyembuhan Perubahan yang terjadi pada plak luka15. gigi akibat bakteri, baik jenis dan jumlah 2. TINJAUAN PUSTAKA

organisme,

keduanya

menyebabkan

Gingivitis

pelepasan berbagai eksotoksin destruktif, enzim-enzim dan agen berbahaya lainnya.

Gingivitis adalah adanya inflamasi Zat-zat

tersebut

mengakibatkan

reaksi

gingiva yang diakibatkan karena akumulasi peradangan

pada

jaringan

gusi,

plak pada gingiva5.Karakteristik klinis khas menyebabkan gusi menjadi merah, bengkak, dari gingivitis adalah adanya inflamasi pada nyeri tekan dan mudah berdarah pada iritasi gingiva

tanpa

adanya

attachment

loss. yang ringan18.

Gingivitis disebabkan karena interaksi antara Tingkat keparahan peradangan pada

mikroorganisme pada plak, jaringan serta sel-

gingiva dapat diukur dalam indeks gingiva.

sel inflamasi pada jaringan16.

Sel-sel Interaksi

host

dan

plak

yang

berperan

dalam

penyakit

dapat periodontitis adalah sel-sel fagosit seperti

mengalami perubahan karena adanya faktor PMN

(polimorfonuklear),

monosit,

dan

lokal, faktor sistemik maupun kedua faktor makrofag yang merupakan sel-sel imun alami tersebut16.

Etiologi utama gingivitis adalah dan mengaktifkan berbagai sistem seperti

bakteri pada plak gigi,. Etiologi penunjang sistem komplemen dan respon fase akut19. yaitu contohnya adalah seperti tambalan overhanging, debris makanan, tepi tambalan

Newman

dkk.,

(2002)

membagi

yang buruk, susunan gigi yang kurang baik,

gingivitis dalam empat tahap. Tahap pertama

pemakaian alat ortodontik, pemakaian gigi

yang menjadi perhatian dalam penelitian ini

tiruan yang desainnya kurang baik, frenulum

adalah tahap pembentukan lesi awal (initial

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

27


lesion). Respon awal gingiva terhadap adanya

dengan proporsi sel plasma yang besar pada

plak

lesi ini. Bundel kolagen yang utuh semakin

adalah

vasodilatasi

kapiler

dan

peningkatan aliran darah, aktivasi leukosit

sedikit

polimorfonuklear (PMN) dan stimulasi endotel.

terakumulasi

semakin

banyak.

PMN

yang

kolagenolitik

semakin

meningkat

perlukaan

sekaligus

peningkatan

enzim

kolagenase

pertama

terhadap

diproduksi oleh bakteri dan PMN. Kerusakan

mikroorganisme. Sel makrofag akan mulai

akan terus berlanjut menuju ke struktur tulang

terakumulasi setelah beberapa hari16.

yang ada di bawah gingiva sehingga lesi

adalah

memasuki menjadi

sel

yang

daerah pertahanan

pertama

sedangkan

sel

radang

yang Aktivitas karena yang

memasuki tahap 4 yaitu tahap advanced Gingivitis tahap 2 yaitu lesi awal lesion16. (early lesion) menunjukkan kelanjutan proses atau berlangsungnya respon inflamasi akut.

Pepaya

Gingiva secara klinis terihat sangat eritem disertai

bleeding

peningkatan terutama

on

destruksi

serabut

Pepaya adalah buah tropis yang

probing.

Terjadi

merupakan famili Caricaceae dan berasal dari

serabut

kolagen

Meksiko serta Amerika Tengah. Pepaya saat

serabut

ini

sirkuler

dan

telah

banyak

didistribusikan

menuju

dentogingival. Pada tahap ini leukosit PMN

berbagai belahan dunia dan menjadi buah

masih

yang

memegang

peran

dalam

respon

inflamasi yaitu memfagositosis bakteri. PMN telah

menembus

membran

basal

sangat

lazim

dikonsumsi

oleh

masyarakat20.

dan Buah pepaya adalah jenis buah yang

mencapai epitel

gingiva16. keberadaannya tersedia sepanjang tahun21.

Tahap 3 adalah tahap established

Buah pepaya memiliki bentuk buah agak

lesion dan didiagnosis sebagai gingivitis

panjang dan lonjong, ukurannya bervariasi,

kronis. Pada tahap ini pembuluh darah

dari

membesar dan aliran darah pada vena

Banyaknya biji tergantung dari besar kecilnya

melambat. Gingiva mengalami anoksemia

buah. Permukaan biji agak keriput dan

ditandai dengan perubahan warna menjadi

dibungkus oleh kulit ari yang bersifat seperti

kebiruan.

agar atau transparan, kotiledon putih, rasa biji

Seluruh

sel

radang

merespon

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

yang

kecil,

sedang

sampai

besar.

28


pedas atau tajam dengan aroma yang khas.

Analisis

fitokimia

menunjukkan

Kandungan kimia yang terdapat dalam biji

berbagai kandungan bioaktif yang terkandung

pepaya

di masing-masing bagian tumbuhan pepaya.

adalah:

25%

atau

lebih

lemak

campuran, 26,2% lemak, 24,3% protein, 17%

Secara

keseluruhan

alkaloid,

serat, 15,5% karbohidrat, 8,8% abu dan 8,2%

glycoside,

air22.

anthraquinonen terdapat pada biji, daun dan

polifenol,

dan

flavonoid, hidroximetil

akar pepaya.Selain itu biji pepaya spesifik Konsumsi

pepaya

akan mengandung saponin.

meninggakan biji maupun kulit pepaya yang merupakan

limbah

sebenarnya

padahal

menyimpan

limbah

Saponin

memiliki

fungsi

untuk

yang

meningkatkan pembuluh darah baru pada

beragam23. Pepaya merupakan buah yang

luka sehingga suplai oksigen dan nutrisi lebih

memiliki

banyak

banyak

kesehatan.

manfaat

ini

manfaat semua

bidang

dapat

mempercepat

pertumbuhan fibroblast dan kolagen. Saponin

tanaman pepaya memiliki manfaat medis

juga mampu meningkatkan aktivitas makrofag

mulai dari buah, daun, kulit, getah, hingga

menuju daerah yang terluka untuk membunuh

bijinya10. Rebusan daun pepaya sudah lama

mikroorganisme penginvasif25.Saponin dapat

digunakan

malaria

memproduksi sitokin yang dapat menstimulasi

sedangkan bijinya telah terbukti memiliki. efek

munculnya sel-sel yang bertanggung jawab

antiinflamasi

pada

sebagai

obat

dengan

inflamasi

prostaglandin14.

cara

seperti

bagian

serta

dari

mediator

Hampir

dalam

untuk

menghambat histamin

dan

Secara tradisional pepaya

telah digunakan sebagai obat antimalaria, antitumor, antibakteri,

dan antiinflamasi10.

Ekstrak

menunjukkan

fase

inflamasi26.Aktivitas

pepaya

yang

dimiliki saponin berdasarkan studi) adalah aktivitas

antiinflamasi,

antioksidan,

dan

stimulasi sel-sel imun tubuh. Menurut

biji

lain

penelitian,

ekstrak

biji

efek papaya

memiliki

sifat

antinyeri

dan

antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli, antiinflamasi. Kedua sifat tersebut dipengaruhi Shigella

flexneri,

dan

Staphyococcus oleh adanya senyawa bioaktif berupa alkaloid,

aureus24. flavonoid, dan polifenol yang terkandung dalam biji pepaya11. Flavonoid memiliki efek

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

29


antiinflamasi dan antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus

aureus,

Staphylococcus

Bacillus

subtilis,

epidermidis,

Perawatan gingivitis bertujuan untuk menghilangkan

plak

gigi

agar

proses

dan

penyembuhan dapat berlanjut. Inflamasi pada

Propionibacterium acnes27. Flavonoid juga

gingiva dapat diredakan dengan penggunaan

mampu menstimulasi munculnya PMN dan

obat antiinflamasi seperti Non Steroid Anti

makrofag pada daerah luka28. Flavonoid akan

Inflammatory Drugs

meregulasi aktivitas seluler dalam tubuh

gingivitis memiliki dua target. Pertama adalah

terutama

sel-sel

penghilangan

fosfolipase

dan

(NSAID)7. Perawatan

inflamasi,

aktivitas

siklooksigenase

(COX),

scaling dan root planning7. Kedua adalah

produksi molekul proinflamasi dan regulasi

modulasi dan regulasi komponen seluler yang

gena proinflamasi29.

Studi menunjukkan

berperan

adanya

flavonoid

komponen seluler seperti makrofag, maupun

aktivitas

menghambat

enzim

COX,

dalam

menghambat

sintesis prostaglandin dan menekan proiferasi

plak

dalam

leukosit

PMN

dan

kalkulus

inflamasi

serta

melalui

antara

lain

mediator-mediator

inflamasi4.

sel T sehingga dapat meredakan inflamasi30. Penggunaan

NSAID

memiliki

beberapa kerugian diantaranya menyebabkan

3. PEMBAHASAN Gingivitis adalah peradangan pada

gagal ginjal8, ulkus lambung maupun penyakit

gingiva yang disebabkan karena adanya

kardiovaskular9. Penelitian-penelitian saat ini

akumulasi plak yang terbentuk dari aktivitas

banyak mengarahkan kepada substitusi obat

bakteri plak5. Gingivitis ditandai dengan nyeri

antiinflamasi

lokal

gingiva,

menjadi bahan-bahan alami dengan efek

pembengkakan gingiva, perubahan warna

antiinflamasi yang sama namun dengan efek

menjadi

samping yang minimal.

atau

menyeluruh

merah

maupun

pada

kebiruan

serta

bleeding on probing16;5. Gingivitis dapat pula disebabkan

karena

adanya

faktor

lokal

maupun faktor sistemik. Faktor-faktor ini memberikan kontribusi berupa peningkatan retensi plak17

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

yang

memiliki

efek

negatif

Pepaya (Carica papaya L) memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, diantaranya adalah sebagai agen antiinflamasi14. Secara tradisional pepaya telah digunakan sebagai obat

antimalaria,

antitumor,

antibakteri,

30


antiinflamasi10. Pepaya mengandung agen

penghambatan

antioksidan

sehingga inflamasi dapat dikurangi.

mineral,

seperti

karotenoid,

flavonoid,

sebagainya.

vitamin,

antocyanin,

Pepaya

sintesis

prostaglandin

dan

telah

terbukti

mengandung alkaloid, flavonoid, glycoside, polifenol, tannin dan saponin terdapat pada biji, daun dan akar pepaya24. Hampir semua bagian

dari

tanaman

pepaya

memiliki

kandungan yang sama dan memiliki manfaat medis

baik10.

yang

Ekstrak

memiliki sifat antinyeri

biji

papaya

dan antiinflamasi.

Kedua sifat tersebut dipengaruhi oleh adanya senyawa bioaktif berupa alkaloid, flavonoid,

Gambar 1. Mekanisme flavonoid dalam menghambat metabolisme asam arakidonat

dan polifenol yang terkandung dalam biji24.

Flavonoid juga berinteraksi dengan

Flavonoid dan saponin juga telah terbukti

sitokin-sitokin inflamasi lain seperti interferon,

memiliki efek antiinflamasi dan antimikroba27.

nitric oxide, tirosin kinase, dan sitosol kinase.

Flavonoid

Gambar 3 menunjukkan aktivitas flavonoid

juga

mampu

menstimulasi

munculnya PMN dan makrofag pada daerah luka. Dengan aktivitas antibakteri yang dimiliki

dalam proses inflamasi30 4. KESIMPULAN

oleh biji pepaya mengakibatkan berkurangnya proses fagositosis bakteri oleh sel leukosiut PMN

sehingga

fase

inflamasi

akan

Biji pepaya sebagai limbah sisa konsumsi ternyata memiliki nilai medis yang baik terutama di bidang kesehatan gigi dan

berlangsung lebih cepat29

mulut. Adanya kandungan flavonoid, alkaloid, Flavonoid

berperan

dalam

menghambat metabolisme asam arakidonat menjadi Terhambatnya arakidonat

siklooksigenase sintesis akan

COX

(COX). dari

berujung

asam pada

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

saponin, dan polifenol pada biji pepaya memberikan

aktivitas

berpotensi

untuk

pengobatan

gingivitis.

antiinflamasi dijadikan Titik

yang

alternatif

tangkap

dari

kandungan-kandungan biji pepaya terutama

31


pada proses antiinflamasi yang melibatkan sel-sel

inflamasi,

asam

arakidonat

serta

8. Ejaz, P., Bhojani, K., & Joshi, V. 2004. NSAIDs and Kidney. Journal of the Association of Physicians of India, 632-

sitokin-sitokin inflamasi.

640. 9. Wallace, J.L., dan Vong, L. 2008. NSAID

DAFTAR PUSTAKA 1. Sriyono,

N.W.

Induced Gastrointestinal Damage And 2005.Pengantar

Ilmu

Kedokteran Gigi Pencegahan. Medica Fakultas Kedokteran UGM: Yogyakarta 2. Herijulianti

E.

2001.

Pendidikan

Kesehatan Gigi. EGC: Jakarta. 3. Sedyaningsih

ER.

2011.

Sambutan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada Peringatan Bulan Kesehatan Gigi Nasional

2011.

http://www.pdgi.or.id/artikel/detail/sambut an-menteri-kesehatan-republik-indonesiapada-peringatan-bulan-kesehatan-gigi-

4. Messier,C., Epifano, F., Genovese, S., D.

2012.

Licorice

and

its

Potential Beneficial Effects in Common Oro-dental Disease. Oral Disease Vol 18. Pp 32-9. 5. Ababneh, K. T., Hwaij, Z. M., & Khader, Y. S. 2012. Prevalence And Risk Indicators Of Gingivitis And Periodontitis In A MultiCentre Study In North Jordan: A Cross Sectional Study. BMC Oral Health, 1-8. 6. Syafei A. 2010. Kasus Radang Gusi. Available

at

(online)

http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rili s&artikel=2837 (31 Mei 2014). 7. Stephen, J. M. (2012, May 8). Gingivitis Medication. Retrieved October 4, 2012, from

MedScape

Current Opinion in Investigational Disease . Vol 9, pp 1151-6. 10. Aravind, G., Debjit, B., Duraivel, S., Harish, G. 2013. Traditional and Medicinal Uses

OfCarica

papaya.

Journal

of

Medicinal Plants Studies Vol.1, pp 171-7. 11. Anaga, A. O., & Onehi, E. V. 2010. Antinociceptive

and

anti-inflammatory

effects of the methanol seed extract of Carica papaya in mice and rats. African Journal of Pharmacy and Pharmacology, 140-144.

nasional-2011. Diakses 31 Mei 2014.

Grenier,

Disease Design Of GI Sparing NSAIDs.

References:

http://emedicine.medscape.com/article/76

12. Krishna KL, Paridhavi M, Jagruti AP (2008). Review On Nutritional, Medicinal And

Pharmacological

Properties

Of

Papaya (Carica papaya Linn.) Natural Product Radiance 7(4): 364-373. 13. Adejuwon et al, 2011.Antifungal And Antibacterial Activities Of Aqueous And Methanolic

Root

Extracts

OfCarica

papaya linn. (Caricaceae). International Research Journal of Microbiology (IRJM) Vol. 2(8) pp. 270-77, 14. Amazu, L.U., Azikiwe, C.C.A., Njoku, C.J., Osuala, F.N., Nwosu, P.J.C., Ajugwo A.O., Enye, J.C. 2010. Antiinflamatory Activity of the Methanolic Extract of the Seeds of Carica papaya in Experimental Animals. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine, pp 884-6.

3801-medication BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

32


15. Nayak, B.S., Pereira, L.P., Maharaj, D. 2007. Wound Healing Activity of Carica papaya

L

Diabetic

in

Experimentally Induced

Rats.

Indian

Journal

of

Experimental Biology. Vol.45 pp739-43.

of Carica papaya. Int J. Drug Res. Tech Vol.2 pp 399-406. 25. Rahman, M.S. 2000. Khasiat Kandungan Tanaman

Herbal.

Binarupa

Aksara:

Jakarta.

16. Newman MG, Takei RI. 2002. Caranza’s

26. Kimura et al. 2006. Effect Of Gingseng

clinical periodontology9th ed. USA : W.B.

Saponin Isolated From Red Gingseng

Saunders Company.

Root On Burn Wound Healing In Mice.

17. Manson, J.D., dan Eley, B.M. 2013. Buku Ajar Periodonti terj. Kentjana S. Jakarta: Penerbit Hipokrates.

British Journal Of Pharmacology. 148: 860-70. 27. Kuronayagi M. Arakawa T. Hirayama Y.

18. Wong, Donna L; et al. 2009. Buku Ajar

Hayashi

T.

1999.

Antibacterial

and

Keperawatan Pediatrik Vol. 1, Edisi 6.

Antiandrogen Flavonoids from Sophora

Jakarta: EGC.

flavecens. J Nat Prod, 62(12):1595-9.

19. Grossman. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek Edisi Kesebelas. Jakarta : EGC

Flavonoids Isolated From Korea Citrus

20. Owoyele, B.V., Olubori M., Adebukola., Adeoye

A.,

L.

On

Lipopolisaccharide

Induce Mouse Macrophage RAW 264.7

Anti-Inflammatory

Cells By Blocking Of Nuclear Factor

Activities Of Ethanolic Extract Of Carica

Kappa B And Mitogen Activated Protein

Papaya Leaves. Inflammopharmacology.

Kinase (MAPK) Signaling Pathway, Food

Vol. 16 pp 168-73.

Chemistry.

2008.

Ayodele

Autanrium

O.

Soladoye.

Funmilayo.,

28. Kang et al. 2011. Antiinflamatory Effect Of

21. Meutia, A.A., dan Kusnadi, J. 2011.

29. Lafuente, A.G., Guillamon, E., Villares, A.,

Ekstarkasi Antioksidandari Buah Pepaya

Rostagno, M.A., Martinez, J.A. 2009.

(Carica papaya l.) Dengan Menggunakan

Flavonoid

Metode Ultrasonic Bath (Kajian Tingkat

Implications in Cancer and Cardiovascular

Kematangan Volume

Pepaya

Pelarut:

as

Antiinflamatory

Agents

dan

Proporsi

Disease. Inflammation Research Vol. 58

Bahan).

Malang:

pp 537-552.

Universitas Brawijaya.

30. Kaursandhar, H., Kumar, B., Prasher, S.,

22. Kalie, B. M. 2008. Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya: Jakarta.

Tiwari, P., Salhan, M., Sharma, P. 2011. A

23. Zhou, K., Wang, H., Mei, W., Li, X., Lou,

Review

of

Pharmacology

Phytochemistry of

and

Flavonoids.

Y., Dai, H. 2011. Antioxidant Activity of

Internationale Pharmaceutica Sciencia.

Papaya Seeds Extract. Molecules.Vol. 16

Vol. 1 pp 25-41.

pp 6179-92. 24. Ocloo, A., Nwokolo, N.C., Dayie, N. 2012. Phytochemical

Characterization

And

Comparative Efficacies of Crude Extract

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

33


Literature Study

AUTOMATIC DENTAL INSTRUMENT PROCESSOR : INOVASI PROSESOR DEKONTAMINASI ALAT KEDOKTERAN GIGI Intan Rizka,1 Linda Surya,1 Faisal Rizki1 1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

ABSTRAK Praktek kedokteran gigi dapat menjadi sumber penularan infeksi kepada pasien dan dokter gigi jika terdapat kecerobohan dalam prosedur sterilisasi. Hal ini dikarenakan berbagai penyakit dapat menular seperti hepatitis B dan HIV/AIDS. Penyakit tersebut menular dengan perantara darah yang melekat pada alat kedokteran gigi seperti alat kedokteran gigi dasar, tang cabut, bein, dan sebagainya. Sterilisasi dalam bidang kedokteran gigi dapat dilakukan dengan prosedur dekontaminasi yang terdiri dari pre-sterilisasi, sterilisasi, dan penyimpanan. Perkembangan ilmu teknologi kedokteran gigi pada sterilisasi dapat dilakukan secara otomatis dan mudah menggunakan inovasi Automatic Dental Instrument Processor. Kajian pustaka ini bertujuan menelaah inovasi Automatic Dental Instrument Processor sebagai prosesor dekontaminasi alat kedokteran gigi. Automatic Dental Instrument Processor terdiri dari empat bak dan menggunakan continuous roller transport sebagai pembawa alat kedokteran gigi melintasi setiap permukaan bak yang dilengkapi dengan bulu sikat sebagai pembersih. Bak pertama berisi klorin, bak kedua berisi detergen, bak ketiga alkohol dan terakhir pengeringan. Di bagian bawah bak terdapat tank untuk sirkulasi cairan yang mengatur pergantian cairan yang terpakai dengan cairan baru. Penggunaan klorin, detergen, dan alkohol mampu menghancurkan mikroorganisme. Berdasarkan kajian diatas, dapat disimpulkan bahwa inovasi Automatic Dental Instrument Processor sebagai prosesor dekontaminasi alat kedokteran gigi memiliki peran mengurangi penularan infeksi. Kata kunci : Automatic dental instrument processor, sterilisasi, dekontaminasi, alat kedokteran gigi

ABSTRACT The practice of dentistry can be the source of infection communicability to patients and dentist if any slovenliness in a sterilization procedure. It is because various diseases can spread as hepatitis B and HIV/AIDS. The disease spread by intermediate blood attached to an basic instruments of dentistry, dentistry pliers unplug, bein, and so on. Communicability the disease can be prevented with a sterilization procedure properly. Sterilization in medicine can be done with teeth decontamination procedure consisting of pre-sterilization, sterilizing, and storage. Procedure decontamination instruments in dentistry until now is still done manually so maybe communicability infection is still happen. Technology development of dentistry on automatically and sterilization can be conducted easily using dental innovation automatic instrument processor. This study aims to review innovation automatic instrument decontamination processor as dental appliance in dentistry. Dental processor automatic instrument is consisting of four dauntless and continuous roller transport using as a carrier tool dentistry across any surface dauntless equipped with feathers brushes as a cleaning. The first, containing chlorine the second, containing detergen third and last dauntless non alcoholic drying. At the bottom are dauntless tank-busters for circulating fluid set new liquid new state with a liquid. The use of chlorine, detergen, and alcohol are capable to destroy microorganisms. Based on the assessment by way of inconclusive that innovation automatic dental instrument processor as processor decontamination instrument dentistry having role reduce communicability infection. Keywords : automatic dental instrument processor, sterilizing, decontamination, instrument of dentistry

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

34


1. PENDAHULUAN

benar. Perawatan di bidang kedokteran gigi

Praktek kedokteran gigi merupakan salah satu fasilitas pelayanan masyarakat di bidang kesehatan gigi dan mulut. Tindakan perawatan yang dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi antara lain penambalan gigi berlubang,

pembersihan

karang

gigi,

pembuatan gigi tiruan, pencabutan gigi dan bedah

mulut

lainnya.

Tindakan

yang

dilakukan biasanya menggunakan alat-alat kedokteran gigi dasar seperti kaca mulut, kondensor amalgam, sendok cetak reusable, dental handpiece dan alat-alat bedah mulut seperti instrumen bedah, periodontal scaler,

juga merupakan salah satu bidang yang rawan

terjadinya kontaminasi silang antara

pasien

-dokter

dalam

prakteknya,

pelayanan

kedokteran gigi dapat menjadi salah satu sumber penularan infeksi bagi pasien maupun tenaga kesehatan. peraturan

republik

indonesia

812/MENKES/PER/VII/2010

menteri no. fasilitas

pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan

untuk

menyelenggarakan

pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh

pemerintah

dan

gigi, saliva pasien, dental plak, darah, pus, dan cairan krevikular dapat meninggalkan noda

serta

Mikroorganisme –

material

menyebabkan menularkan

menularkan dapat

menyatu

material

dengan

tersebut

infeksi penyakit.

infeksi.

dan

hingga Beberapa

dapat penyakit

yang paling umum adalah influenza, tb, herpes, hepatitis, dan aids.3 Berdasarkan uraian tersebut diatas, perlu disusun karya tulis yang bertujuan untuk memberikan

penjelasan

mengenai

kontaminasi infeksi silang melalui alat-alat dalam pelayanan kedokteran gigi dan solusi

Berdasarkan kesehatan

pasien-pasien,

pasien-perawat. Pada praktek kedokteran

scalpel blades, bur bedah dan sebagainya.1 Namun

gigi,

dan/atau

masyarakat.2

pencegahan

infeksi

melalui

alat-alat

kedokteran gigi menggunakan bantuan alat dengan teknologi baru. Hal ini dikarenakan sampai saat ini tahap sterilisasi dalam proses dekontaminasi dengan cairan kimia masih dilakukan secara manual sehingga kurang efisien waktu dan tingkat penyebaran infeksi tinggi.

Pelayanan dan perawatan yang dilakukan oleh

penyelenggara

kesehatan

dapat

2. PEMBAHASAN Penggunaan alat – alat kedokteran

memberikan potensi penularan infeksi bila proses sterilisasi tidak dilakukan dengan BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

gigi

dalam

pelayanan

kesehatan

untuk 35


mencapai

tujuan

preventif,

diagnostik,

terapeutik, dan rehabilitatif dapat berisiko pada

penyebaran

infeksi.5

Penyebaran

Dekontaminasi secara

otomatis

dapat

dengan

alat

dilakukan Automatic

Dental Instrument Processor. Alat ini terdiri

infeksi ini dapat melalui inokulasi mikroba

dari

dari darah dan saliva yang ditularkan melalui

continuous roller transport sebagai pembawa

jarum atau benda tajam, terpaparnya kulit

alat

yang tidak utuh terhadap lesi oral yang

permukaan bak yang dilengkapi dengan bulu

menginfeksi,

yang

sikat sebagai pembersih. Bak pertama berisi

terinfeksi,

klorin, bak kedua berisi detergen, bak ketiga

percikan cairan yang terinfeksi, menghirup

alkohol dan terakhir pengeringan. Di bagian

bioaerosol yang mengandung material infektif

bawah bak terdapat tank untuk sirkulasi

saat menggunakan handpiece dan scaler

cairan yang mengatur pergantian cairan yang

atau droplet nucleii yang berasal dari batuk,

terpakai dengan cairan baru.

terinfeksi,

permukaan

atau

cairan

jaringan yang

empat

bak

kedokteran

dan

gigi

menggunakan

melintasi

setiap

dan sentuhan permukaan benda mati yang terkontaminasi pada ruangan perawatan atau ruang operasi.6 Berdasarkan Kesehatan

Peraturan

Republik

Menteri

Indonesia

No.

812/MENKES/PER/VII/2010 tentang fasilitas

Gambar 1. Automatic Dental Instrument

pelayanan kesehatan, pelayanan kedokteran gigi

harus

bersifat

preventif.

Processor

Tindakan Bak berfungsi sebagai penampung

preventif dapat diartikan sebagai tindakan cairan

pendekontaminasi

alat–alat

pencegahan terhadap penyebaran infeksi melalui alat – alat kedokteran gigi. Tindakan

kedokteran gigi. Bak terbuat dari bahan fiberglass yang ringan, mudah dibentuk,

pencegahan

dapat

dilakukan

dengan relatif murah dan antikarat. Bak berjumlah

dekontaminasi

alat-alat

kedokteran

gigi empat yang berisi klorin, detergen, alkohol

pakai.8

bekas

Dekontaminasi

dilakukan dan pengering. Bak memiliki panjang dasar

dengan

pre-sterilisasi,

sterilisasi,

dan 21 cm dan panjang permukaan 51 cm, serta

penyimpanan.9,10 panjang dasar 21 cm, lebar 21 cm, dan tinggi 15 cm seperti pada Gambar 1.

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

36


Roll transport terbuat dari stainless

panjang 51 cm, lebar 10 cm dan tinggi 22

steel berbentuk seperti medium duty belt

cm. Prinsip kerja tangki penampung untuk

conveyor dengan modifikasi belt transport

sirkulasi cairan di bak menerapkan sistem

hanya di bagian tepi kanan kiri (dibagian roll)

pompa hidrolik. Penggunaan

dengan lebar 1 cm, sehingga bagian tengah

Automatic

Dental

diawali

dengan

terdapat ruang. Roll transport berfungsi

Instrument

sebagai pengangkut alat-alat kedokteran gigi

memasang alat-alat kedokteran gigi pada

untuk melalui setiap bak yang dilengkapi

cincin

sikat pada setiap permukaan bak. Roll

kedokteran

transport bergerak continuous dengan waktu

pengait alat dinyalakan dan roll transport

90 detik tiap satu bak untuk mengefektifkan

mulai bergerak secara continuous melewati

kerja cairan kimia.

setiap

Sikat berfungsi sebagai pembersih alat-alat

kedokteran

yang

melintasi

Processor

pengait. gigi

bak

Setelah

semua

terpasang

alat-alat

pada

cincin

yang dilengkapi sikat pada

permukaanya. Bak pertama berisi larutan khlorin 0,5 atau 1 ppm yang berfungsi

permukaan sikat. Sikat terbuat dari bahan

sebagai

nilon berbentuk datar dengan panjang 4 cm,

aktivitas spektrum luas, bakteri gram positif

tersusun dengan jarak 0,5 cm dan dipasang

dan gram negatif sama-sama peka; di

saling menyilang, sehingga lebih efektif dan

samping

menjangkau

memperlihatkan aktivitas terhadap spora–

semua

permukaan

alat-alat

kedokteran gigi. Pengait berfungsi sebagai pengunci

spora

sanitaiser

itu

bakteri.

menginaktivasi

paling

kuat

dengan

senyawa-senyawa

Sanitaiser sel-sel

ini

ini

efektif

mikroba

dalam

alat-alat kedokteran gigi selama melintasi

suspensi air dengan waktu kontak 90 detik.

permukaan bak. Pengait terbuat dari resin

Dalam

dengan diameter 1,5 cm. Jumlah cincin

digunakan

pengait yang digunakan yaitu tiga buah dan

konsentrasi khlorin apakah masih layak

ketiga cincin dapat disesuaikan posisinya.

dipakai atau tidak. Lalu bak kedua berisi

Tank atau tangki berfungsi sebagai

pemakaian

detergen

detector

yang

larutan untuk

merupakan

ini

mengetahui

salah

berfungsi

satu

penampung cairan dekontaminasi (cairan

surfaktan.

sisa dan cairan baru sebagai pengganti)

membuang mikroorganisme secara mekanis

yang terbuat dari fiberglass. Tank berukuran

melalui pencucian16. Bak ketiga berisi alkohol

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Detergen

khlorin

untuk

37


90%

bekerja

sebagai

bakterisidal,

tuberkulosidal, fungisidal, dan virusidal. Cara

Control In Dental Health-Care Settings, MMWR; 23(17): 1-76 2. Menteri Kesehatan. 2010. Peraturan

kerja alkohol adalah denaturasi protein. Alkohol juga efektif untuk virus hepatitis B (HBV),

Herpes

simplex

(HSV),

HIV,

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

812/MENKES/PER/VII/2010.

Jakarta: MenKes Republik Indonesia 3. Hati, Asih Puspa. 2009. Kontrol Infeksi

Rotavirus, echovirus, dan astrovirus17. Bak keempat merupakan bak penampung dengan permukaan berlubang-lubang kecil sebagai

Pada

Dunia

Gigi.

Yogyakarta: UGM Press 4. Alwi Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa

pengering seperti pada gambar 1.

Kedokteran

Indonesia.

Jakarta

:

Departemen Pendidikan Nasional Balai

Kelebihan dari alat Automatic Dental Instrument Processor yaitu dapat mencegah

Pustaka. 5. http://www.hukor.depkes.go.id Diunduh 14 November 2013

penyebaran

infeksi

dekontaminasi

dengan

alat-alat

mengubah

kedokteran

gigi

manual menjadi otomatis (tanpa kontak

6. Kohli A., Puttaiah R., 2007. Infections Control

And

Occupational

recommendations

For

Safety

Oral

Health

Professional, India : Dental Council of langsung

dengan

menghemat

tangan),

waktu

dan

sehingga

tenaga

dalam

mendekontaminasi alat-alat kedokteran gigi.

India 7. Menteri Kesehatan. 2007. Pedoman Teknis

Pengendalian

Kesehatan

Resiko

Lingkungan

di

Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas Batas 3. KESIMPULAN Inovasi

Dalam Rangka Karantina Kesehatan,

alat

Automatic

Instrument

Processor

penyebaran

infeksi

Dental

dapat

mencegah

dengan

mengubah

KMK

No.431/Menkes/SK/IV/2007.

Jakarta: MenKes Republik Indonesia 8. Haryanto Yohaner. 2010. Hubungan Motivasi

dekontaminasi manual

alat-alat

menjadi

langsung

kedokteran

otomatis

dengan

(tanpa

tangan),

gigi

kontak

sehingga

Perawat

Pencegahan Ruang

Infeksi

Rawat

Hospital

dengan

Nosokomial

Inap

Cinere

Perilaku

Rumah Tahun

di

Sakit 2010.

Yogyakarta: UPN Press menghemat

waktu

dan

tenaga

dalam

mendekontaminasi alat-alat kedokteran gigi.

9. BDA Advisory Service. Infection control in dentistry, Advice sheet A12. London: British Dental Association, 2003;7-9 10. McCarthy

DAFTAR PUSTAKA 1. Kohn, W.G., Collins, A.S., Cleveland J.L., Harte J.A., Eklund K.J., Malvitz D.M.,2003,

Guidelines

for

Infection

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

GM,

Mamandras

AH,

MacDonald JK.1997.Infection control in the orthodontic office in Canada. Am J Orthod Dentofac Orthop.

38


11. Kuramitsu HK, He X, Lux R, Anderson

21. Alamac. www.alamac.com Diunduh 13

MH, Shi W. Interspecies interactions

November 2013

within oral microbial communities. Am

22. Macam-macam

1996.

Fisika

Kedokteran.

Jakarta: EGC

Reaksi

http://sikatindustri.weebly.com Diunduh 13 November 2013

13. Masmur Indra. 2002. Sintesis 1,9Digliseril

Industri

Indonesia

Soc Mikrobial 2007; 71: 653-670 12. Gabriel.

sikat.Sikat

Nonanadiamina Klorinasi

Terhadap

23. Ring

Binder

Mechanism

Melalui

www.binding101.com

Gliserol

November 2013

Diunduh

14

Diikuti Reaksi Aminasi dengan 1,9-

24. Alamsyah, Sujana. Merakit Sendiri Alat

Nonanadiamina yang Diturunkan Dari

Penjernih Air untuk Rumah Tangga.

Asam Oleat. Medan: USU Press

Ciganjur :PT. Kawan Pustaka Redaksi

14. http://tekpan.unimus.ac.id/wp-

25. Priyantoro,

Suroso

Dwi.

content/uploads/2013/07/SANITASI-

2012.Pembuatan

dan

DAN-SANITIZER-DALAM-INDUSTRI-

Pompa

pada

PANGAN.pdf Diunduh 14 November

Sumber 1,6 Meter.Yogyakarta :YKBB

Hidrolik

Karakteristik Ketinggian

2013 15. Depkes http://ik.pom.go.id/katalog/klorin.pdf Diunduh 14 November 2013 16. http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_th esis/unud-330-401738002bab%20ii.pdf. Diunduh 14 November 2013 17. Nursalam, Dian Nunuk. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika 18. Gruendemann,

Barbara

J.

&

Fernsebner, Billie. 2005. Buku Ajar Keperawatan

Perioperatif.

Jakarta

:EGC 19. Michael F. Ashby & David R. Jones. 1998. Engineering Materials 2: An Introduction

to

Microstructures,

Processing and Design Second Edition. UK: Biddles Ltd, Guildford and Kingd’s Lynn. 20. Akmal, Imelda. 2012. Rumah Ide: Kaca & Fiberglass. --: GM

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

39


Literature Study

PEMANFAATAN SINAR GAMMA SEBAGAI SOLUSI STERILISASI EFEKTIF ALAT KEDOKTERAN GIGI Karla Monica Wijaya,1 Rinezia Rahmatunisa Naro,1 Kurniasari Nur Rahman1 1Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia.

ABSTRAK Dewasa ini autoklaf merupakan alat sterilisasi yang paling sering digunakan dalam kedokteran gigi. Namun anggapan bahwa penggunaan autoklaf mampu mereduksi jumlah mikroorganisme secara signifikan tidak sepenuhnya benar. Hal ini membuktikan bahwa praktisi kedokteran gigi membutuhkan alat sterilisasi yang lebih efektif. Sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang < 1 x 10-11 m. Sinar ini mulai dimanfaatkan dalam proses sterilisasi. Tujuan penulisan studi pustaka ini adalah menelaah lebih jauh efektifitas sterilisasi dengan memanfaatkan sinar gamma. Mekanisme kerja sinar gamma dalam mereduksi jumlah mikroorganisme adalah dengan mengganggu proses sintesis protein sehingga replikasi DNA mikroorganisme tidak terbentuk serta mendestruksi dinding sel mikroorganisme. Selain itu, sinar gamma juga mampu membunuh mikroorganisme yang ukurannya lebih kecil dan resisten terhadap panas seperti nanobakteri. Nanobakteri merupakan mikroorganisme yang berukuran lebih kecil dari bakteri dan erat kaitannya dengan penyakit batu ginjal, plak pada arteri, serta kalsifikasi arteri koroner. Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sinar gamma dapat membunuh mikroorganisme, termasuk nanobakteri, secara efektif selama proses sterilisasi dibandingkan dengan metode sterilisasi yang banyak digunakan sekarang. Kata kunci : sterilisasi, sinar gamma, nanobakteri

ABSTRACT Nowadays, autoclave is a sterilizer which is most commonly used in dentistry. The assumption that the use of autoclave is capable to reduce amount of microorganisms significantly is not absolutely right. This proved that dentists need a more effective sterilizer.Gamma rays is electromagnetic quantum wave which has wavelength < 1 x 10-11 m. This ray has been used for sterilization. The purpose of this study is to analyze further about the effectiveness of sterilizer with gamma rays. Mechanism of gamma rays in reducing amount of microorganisms is by interfered the process of protein synthesis in microorganisms so that the DNA is not formed. Besides, gamma rays also damage the smaller microorganism and heat resistant such as nanobacteria. Nanobacteria is microorganism that has smaller size than bacteria and related to many diseases such as kidney stones, arterial plaque, and coronary artery calcification.From the discussion above, it can be concluded that gamma rays can effectively kill microorganisms including nanobacteria during the sterilization process compared to sterilizer that widely used today. Keywords: sterilization, gamma rays, nanobacteria

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

40


gigi,

1. PENDAHULUAN

namun

masih

dijumpai

beberapa

Sterilisasi alat kedokteran gigi yang

kelemahan seperti membuat korosi alat yang

efektif merupakan hal penting yang sangat

terbuat dari logam non stainless steel, dapat

mendasar untuk mengurangi resiko transmisi

merusak alat kedokteran gigi berbahan

agen infeksi.1 Penelitian membuktikan bahwa

plastik dan karet, serta dapat membuat alat

protein dari mikroorganisme menempel di

kedokteran gigi yang tajam menjadi tumpul.2

beberapa alat kedokteran gigi yang telah

Selain itu, metode sterilisasi moist heat

berkontak

(autoklaf)

langsung dengan jaringan

di

bisa

membunuh

mikroorganisme seperti bakteri, tetapi tidak

dalam mulut.1 Metode

hanya

sterilisasi

yang

sering

bisa membunuh bakteri berukuran lebih kecil

digunakan saat ini antara lain metode moist

yang

heat menggunakan autoklaf, dry-heat, dan

Terdapat studi yang menunjukkan bahwa

unsaturated chemical vapor sterilization.2 Di

kelompok nanobakteri erat kaitannya dengan

Indonesia yang paling umum digunakan oleh

beberapa penyakit pada tubuh manusia,

para

seperti batu ginjal, plak pada arteri dan

dokter

gigi

adalah

autoklaf.

Berdasarkan beberapa penelitian, untuk hasil yang

optimum,

suhu

autoklaf

melekat

di

alat

kedokteran

gigi.

kalsifikasi pada arteri koroner.4 Untuk

yang

itu

diperlukan

metode

direkomendasikan yaitu 121° – 124° C

sterilisasi lain yang lebih efektif dan dapat

dengan tekanan 1,1 – 1,25 bar selama 15

membunuh segala jenis

menit – 30 menit.3 Pada umumnya, para

pada alat kedokteran gigi termasuk bakteri

dokter

dan nanobakteri, yaitu dengan menggunakan

gigi

beranggapan

bahwa

mikroorganisme yang melekat akan terbunuh

sinar

setelah alat disterilisasi. Sterilisasi dapat

gelombang elektromagnetik yang berasal

disebut efektif apabila seluruh permukaan

dari aktivitas subatomik yang memiliki energi

alat

kedokteran

sterilisasi

gigi

sehingga

gamma.

Sinar

mikroorganisme

gamma

adalah

terpapar

bahan

foton >2 x 10-14 J, panjang gelombang <1 x

dinyatakan

bebas

10-11 m, dan frekuensi >3 x 1019 Hz.

kontaminasi.1 Meskipun saat ini metode sterilisasi

Sterilisasi

menggunakan

sinar

memanfaatkan iradiasi sinar gamma dengan

dengan menggunakan autoklaf dianggap

dosis

paling efektif untuk sterilisasi alat kedokteran

terhadap alat kedokteran gigi.5

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

gamma

dan

waktu

pemaparan

tertentu

41


Tujuan penulisan telaah ilmiah ini adalah mengetahui efektivitas sinar gamma sebagai

solusi

sterilisasi

efektif

pada umumnya meminimalkan penggunaan air.6

alat Sterilisasi

menggunakan

sinar

kedokteran gigi. gamma sendiri merupakan jenis metode sterilisasi

radiasi

ionisasi

dengan

2. TINJAUAN PUSTAKA menggunakan gelombang elektromagnetik. 2.1. Sterilisasi Alat Kedokteran Gigi Sterilisasi merupakan sebuah proses dimana

semua

bentuk

mikroorganisme,

termasuk virus, bakteri, fungi, dan spora dihancurkan.6 penting

Sterilisasi

dalam

adalah

langkah

membersihkan

alat-alat Gambar 1. Jenis-jenis Metode Sterilisasi

kedokteran gigi yang telah terkontaminasi

(Sumber: Sultana, Yashmin. Pharmaceutical

atau berpotensi terkontaminasi saliva, darah,

Microbiology and Biotechnology : Sterilization

ataupun cairan biologis lainnya. Sterilisasi

Methods and Principles. July 11, 2007.)

bertujuan untuk memutus rantai infeksi silang 2.2. Autoklaf

dari satu pasien ke pasien yang lain.7

Autoklaf merupakan alat sterilisasi Terdapat berbagai macam metode

dengan menggunakan metode sterilisasi fisik

sterilisasi yaitu sterilisasi fisik, kimia, dan

yang memanfaatkan uap panas pada suhu di

fisikokimia. Metode yang paling dianggap

atas 100째C. Alat inilah yang

efektif

digunakan dalam praktek kedokteran gigi.

adalah

sterilisasi

dengan

paling sering

memanfaatkan uap panas dan tekanan tinggi

Terdapat

pada suhu di atas 100째C atau yang biasa

dibedakan berdasarkan kemampuan mesin

dikenal

dalam

dengan

sterilisasi

menggunakan

dua

macam

mengevakuasi

autoklaf

udara

dari

yang

ruang

autoklaf. Sedangkan untuk instrument yang

steriliasi yaitu gravity displacement autoclave

tidak tahan panas, sterilisasi dapat dilakukan

dan pre-vacuum autoclave.7

dengan menggunakan bahan kimia. Bahan Gravity tersebut

antara

lain

gluteraldehid

displacement

autoclave

atau merupakan jenis autoklaf yang paling sering

campuran

antara

hidrogen

peroksida dijumpai. Kombinasi tekanan udara di dalam

dan/atau peracetic acid. Sterilisasi kimia ruang sterilisasi, uap, dan suhu yang tinggi BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

42


membuat

alat

ini

mampu

membunuh

cara

membuat

protein

sel

mengalami

mikroorganisme yang mengontaminasi alat

koagulasi. Kebanyakan jenis mikroorganisme

kedokteran gigi. Sterilisasi dilakukan pada

pada

suhu 121oC dan tekanan 15 psi selama 15-

terhadap

30

mikroorganisme tersebut akan mati bila

menit.

Setelah

sterilisasi

selesai

alat

kedokteran suhu

tidak

tinggi,

sehingga

melalui

dikeringkan selama 20-45 menit. Sedangkan

autoklaf. Uap yang tersaturasi merupakan

pada prevacum autoclave, udara dalam

agen

ruang sterilisasi dihilangkan terlebih dahulu

berjalan dengan efektif, uap yang dihasilkan

sebelum uap masuk. Cara ini lebih efisien

harus bisa mendorong keluar udara yang

bila

ada di dalam ruang sterilisasi.8

tekanan

udara.

dengan

penggunaan

Sterilisasi

sterilisator

sterilisasi

tahan

dilakukan, alat-alat yang terkemas harus

dibandingkan

proses

yang

gigi

efektif.

menggunakan

Agar

sterilisasi

dengan

menggunakan prevacum autoclave dilakukan pada suhu 132-135oC selama 3-10 menit.8 Autoklaf

memiliki

kemampuan

penetrasi yang baik dan mampu menembus alat-alat kedokteran gigi yang telah dikemas. Selain itu, alat dengan metode ini cocok digunakan pada banyak material instrumen kedokteran gigi. Namun, autoklaf berpotensi menimbulkan korosi pada alat berbahan non

Gambar 2. Autoklaf (Sumber : Sultana, Yashmin. Pharmaceutical Microbiology and Biotechnology : Sterilization Methods

stainless

steel,

berbahaya

pada

alat

and Principles. July 11, 2007. )

berbahan plastik dan karet, dapat membuat 2.3. Sinar Gamma alat-alat tajam tertentu menjadi tumpul, dan

Sinar gamma merupakan gelombang

dapat menyebabkan alat menjadi basah

elektromagnetik yang berasal dari aktivitas

setelah sterilisasi.8

subatomik dengan energi foton > 2 x 10-14 J,

Autoklaf merupakan alat sterilisasi

panjang gelombang < 1 x 10-11 m, dan

yang berbasis tekanan uap panas untuk

frekuensi > 3 x 1019 Hz.5 Sinar ini memiliki

membunuh

panas

energi foton dan frekuensi paling tinggi serta

dapat menyebabkan kematian sel dengan

panjang gelombang paling pendek dibanding

mikroorganisme.

Uap

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

43


sinar – sinar lainnya. Sumber radiasi sinar gamma berasal dari peluruhan inti atom yang salah satunya adalah Cobalt-60 (Co-60).9 Atom Co-60 sering dimanfaatkan untuk sterilisasi peralatan medis karena memiliki kemampuan

mengionisasi

objek

yang

terkena radiasi.9

2.4. Metode Sterilisasi Menggunakan

(Aquino,Katia. Sterilization by Gamma

Sinar Gamma Sterilisasi

Gambar 3. Efek ionisasi radiasi pada H2O

menggunakan

sinar

Irradiation. Federal University of Pernambuco - Department of Nuclear Energy Brazil. 2012.)

gamma adalah proses pembunuhan semua mikroorganisme

dengan

OH- merupakan radikal bebas yang

menggunakan

iradiasi (radiasi tidak langsung) pada dosis tertentu. Sinar gamma akan berpenetrasi ke dalam kemasan pelindung alat kedokteran gigi untuk membunuh mikroorganisme.8 Alatalat tersebut akan tetap steril sampai ketika pelindung dibuka. Pemanfaatan sterilisasi menggunakan sinar gamma telah banyak dipakai pada jarum suntik, obat – obatan,

dapat

memecah

senyawa

Proses radiasi sinar gamma terjadi

melepaskan

pada

(H2)

yang

menghubungkan antar untaian DNA. Radikal bebas ini juga mampu memecah ikatan kovalen pada senyawa fosfat (PO4) yang menghubungkan basa-basa pada DNA dan RNA

serta

ikatan

oksigen

(O2)

yang

dibutuhkan organisme.10 Dengan rusaknya

replikasi

atom

hidrogen

kovalen

ikatan kovalen pada DNA, RNA, dan O2,

dan makanan.9

ketika

ikatan

Co-60 foton.

yang Pada

tidak saat

stabil radiasi

dipancarkan, terjadilah ionisasi yang dapat

organisme

akan

terganggu

sehingga menyebabkan kematian. Selain itu, radiasi juga dapat secara langsung merusak membran

sel,

sitoplasma,

enzim,

dan

metabolisme energi.9

menyebabkan kerusakan komponen kimiawi Penting untuk memperhatikan dosis

pada makhluk hidup. Proses ionisasi ini mengubah H2O yang banyak terdapat di dalam

sel

mikroorganisme

sehingga

menghasilkan senyawa hidroksida (OH-).9 BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

radiasi yang dipakai dalam pemanfaatan sinar gamma sebagai metode sterilisasi. Dosis

radiasi

sterilisasi

dapat

diartikan 44


sebagai jumlah energi yang diabsorbsi per

seperti metode sterilisasi kimiawi, tidak

unit massa (kGy).9 Dosis harus ditentukan

dibutuhkannya suhu yang tinggi selama

berdasarkan jumlah awal mikroorganisme

proses

sebelum dilakukan sterilisasi, jenis – jenis

membedakan

mikroorganisme yang ada, radiosensitivitas

gamma dengan metode sterilisasi moist heat

dari mikroorganisme, dan sterility assurance

(autoklaf)

level

untuk

membunuh bakteri yang ukurannya lebih

membuat steril alat kedokteran gigi. Dosis

kecil dari mikroorganisme yang disebut

radiasi yang akan diberikan juga bergantung

nanobakteri.9

pada densitas alat yang akan disterilisasi.

gamma

Hal ini berhubungan dengan lamanya waktu

menimbulkan

yang

diantaranya dapat mengubah ikatan kimia

(SAL)

yang

dibutuhkan

harus

dicapai

selama

sterilisasi

berlangsung,

serta

metode

yang

paling

sterilisasi

sinar

adalah

kemampuannya

Namun,

dalam

pemakaian

sterilisasi

dapat

beberapa

kerugian,

objek

densitas alat yang akan disterilisasi, maka

menyebabkan diskolorasi pada alat – alat

dibutuhkan dosis radiasi yang lebih tinggi

yang

pula apabila sterilisasi diharapkan berjalan

mempengaruhi

dalam waktu yang singkat.11 Dosis radiasi ini

kedokteran gigi yang terbuat dari PVC, dapat

dapat diukur menggunakan dosimeter. Dosis

menyebabkan korosi pada alat – alat yang

minimum yang direkomendasikan untuk alat

terbuat

– alat medis adalah 25 kGy.9

dibanding metode sterilisasi lainnya.9

Sterilisasi

dan

Kerugian

Menggunakan

Sinar keuntungan

yang

bisa

didapat melalui metode sterilisasi dengan menggunakan sinar gamma. Keuntungan tersebut antara lain radiasi ionisasi sinar gamma dapat terjadi tanpa membutuhkan katalis,

mampu

dari

mencapai

nilai

Sterility

Assurance Level (SAL) yang dibutuhkan oleh alat kedokteran, tidak meninggalkan residu

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

radiasi,

dari

plastik,

ikatan

logam,

Sinar

dan

dapat

polimer

lebih

Gamma

dapat

alat

mahal

terhadap

Mikroorganisme Rongga Mulut

Gamma Banyak

terbuat

2.6. Efek

Sinar

terkena

pula

berlangsung. Oleh karena itu, semakin tinggi

2.5. Keuntungan

yang

sinar

terhadap

gamma memiliki sifat letal

mikroorganisme

rongga

mulut

karena paparan radiasi sinar ini dapat langsung

membunuh

mikroorganisme

dengan menyerang DNA atau RNAnya.12 Sinar

gamma

mikroorganisme

efektif seperti

membunuh Staphylococcus

aureus, Candida albicans, Escerichia coli, Bacillus stearothermophilus, Pseudomonas 45


aruginosa dan lain - lain.12,13 Selain itu, sinar gamma

juga

Coxsackie

mampu

dan

membunuh

virus

sehingga

dapat

HIV

Nanobakteri merupakan organisme yang

sangat

replikasinya

istimewa.

yang

sangat

Kemampuan lambat

dan

membantu kontrol infeksi.9 Paparan sinar

ukurannya yang sangat kecil (0,08 - 0,5 Âľm)

gamma

protein

membuat organisme ini menjadi berbeda. Ia

virulensinya

memiliki bentuk kokus dengan dinding sel

dapat

mengubah

mikroorganisme

sehingga

profil

berkurang dan tidak lagi bersifat invasif.13

yang tebal dan fleksibel.15

Oleh sebab itu, sinar gamma dapat dipakai Nanobakteri tahan terhadap panas, untuk sterilisasi alat kedokteran gigi yang sehingga dipakai

oleh

pasien

dengan

autoklaf

tidak

mampu

penyakit membunuhnya.

Organisme

ini

membuat

menular. kolonisasi 2.7. Nanobakteri Nanobakteri Nanobacterium

dengan

bergantung

pada

keberadaan oksigen. Apabila tidak terdapat yang

disebut

sanquineum

juga

merupakan

organisme berukuran sangat kecil yang ditemukan di darah manusia. Penelitian terakhir menunjukkan nanobakteri memiliki

oksigen, maka tidak akan terbentuk biofilm apatit

dan

bersifat inilah

kolonisasi

patogen. yang

nanobakteri

Kolonisasi

berpotensi

yang

nanobakteri menimbulkan

berbagai penyakit pada tubuh manusia.16

DNA dan masuk ke dalam subgroup alpha2 Protheobakteria.14,15

Penelitian telah membuktikan bahwa nanobakteri memiliki kaitan erat dengan beberapa penyakit pada tubuh manusia, seperti batu ginjal, plak pada arteri, dan kalsifikasi pada arteri koroner. Di dalam kedokteran gigi, nanobakteri berhubungan dengan pembentukan kalkulus gigi, pulp stone, dan batu pada kelenjar saliva.4,16

Gambar 4. Kultur nanobakteri (Sumber : Nanobacteria : Fact or Fiction? Characteristics, Detection, and Medical Importance of Novel Self-Replicating, Calcifying Nanoparticles. Journal of Investigative Medicine 54:385–394. 2006.)

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

46


sinar gamma memiliki kemampuan penetrasi yang lebih jauh. Selain itu, sinar gamma mampu membunuh mikroorganisme memiliki ukuran lebih kecil dan resisten terhadap panas seperti kelompok nanobakteri. Metode sterilisasi ini juga tidak meninggalkan residu yang berbahaya sehingga aman digunakan untuk alat kedokteran gigi. Saat proses Gambar 5. Lapisan apatit yang mengelilingi kolonisasi nanobakteri (Sumber :

sterilisasi berlangsung, metode ini tidak

Nanobacteria : Fact or Fiction?

membutuhkan suhu yang tinggi sehingga

Characteristics, Detection, and Medical

dapat digunakan pada alat – alat kedokteran

Importance of Novel Self-Replicating, gigi yang tidak dapat terkena panas seperti

Calcifying Nanoparticles. Journal of Investigative Medicine 54:385–394. 2006. )

alat yang terbuat dari plastik.

2.8. Pemakaian Sinar Gamma dalam

Pelepasan foton pada atom Co-60

Kedokteran Gigi Saat ini, sinar gamma telah sering

menghasilkan radiasi yang menjadi kunci

dipakai untuk sterilisasi alat - alat dalam

mekanisme sterilisasi dengan metode ini.

lingkup besar seperti pabrik.9 Dalam bidang

Ketika mikroorganisme terpapar radiasi sinar

kedokteran gigi, sinar gamma telah dipakai

gamma, maka membran sel, sitoplasma,

untuk alat - alat yang sifatnya disposable

enzim,

atau sekali pakai seperti sarung tangan,

mikroorganisme tersebut akan terganggu.

masker, jarum suntik, jarum jahit, benang

Radiasi yang dipancarkan memicu terjadi

jahit,

ionisasi

injection

moulded

plastic

barrel,

dan

metabolisme

pada

H2O

energi

di

dalam

pada

sel

injection moulded plastic plunger, cincin

mikroorganisme. Ionisasi yang berlangsung

karet pada dasar plunger, dan lain-lain.17

dapat menyebabkan perubahan komponen kimiawi yang terdapat pada mikroorganisme.

3.

PEMBAHASAN Sterilisasi

gamma

menggunakan

merupakan

proses

sinar sterilisasi

berbasis iradiasi. Metode sterilisasi ini lebih efektif

dibandingkan

sterilisasi

menggunakan

dengan autoklaf

metode karena

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

H2 O

banyak

dijumpai

di

dalam

sel

mikroorganisme. Ionisasi yang terjadi pada H2O menyebabkan sel mengalami lisis dan menghasilkan OH- sebagai radikal bebas. Senyawa

radikal

bebas

ini

memiliki

47


kemampuan

untuk

memutuskan

ikatan

kovalen yang terdapat pada DNA dan RNA,

membunuh semua mikroorganisme pada alat kedokteran gigi.

serta ikatan kovalen pada O2 sehingga siklus kehidupan

mikroorganisme

tersebut

UCAPAN TERIMA KASIH

terganggu dan berujung pada kematian sel.

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-

Rusaknya ikatan O2 menyebabkan Nya, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat asupan oksigen yang dibutuhkan nanobakteri diselesaikan tepat pada waktunya. Ucapan berkurang.

Oksigen

merupakan

senyawa terima kasih kami ucapkan kepada drg.

yang sangat dibutuhkan nanobakteri dalam Nurtami, Ph.D selaku pembimbing kami, membentuk lapisan apatit selama kolonisasi seluruh staff pengajar Fakultas Kedokteran berlangsung.

Nanobakteri

hanya Gigi

Universitas

Indonesia

yang

telah

menyebabkan penyakit bila telah membentuk menyumbangkan ilmunya kepada penulis, kolonisasi.

Dengan

terhambatnya

proses dan

pihak-pihak

lain

yang

telah

turut

kolonisasi, nanobakteria tidak akan bersifat membantu dalam penyusunan karya tulis patogen. ilmiah ini. 4.

KESIMPULAN Metode sterilisasi menggunakan sinar

gamma lebih efektif dibandingkan metode

DAFTAR PUSTAKA 1. Lamb, Beverly.

Cleaning

Instruments

Prior to Sterilization. NHS Manchester. sterilisasi moist heat dengan menggunakan autoklaf karena dapat membunuh bakteri yang

berukuran

lebih

kecil

dari

September 2011. 2. Cuny, Eve et al. Instrument Sterilization in Dentistry. April 2007. 67 – 75. 3. Palenik et al. Improving and Monitoring

mikroorganisme terhadap

suhu

meninggalkan

dan yang residu

bersifat tinggi,

resisten dan

sehingga

tidak aman

Autoclave

Performance

in

Dental

Practice. British Dental Journal Volume 187. December 11 1999. 4. Kolahi, Jafar et al. Transmission of

digunakan.

Hazardous Diseases Via Nanobacterial

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk

mengetahui

efektivitas,

waktu

pemaparan, serta dosis radiasi sterilisasi menggunakan

sinar

gamma

dalam

Contamination of Medical and Dental Equipment. Dental Hypotheses Vol. 4. July – September 2013. 5. Regions

of

The

Electromagnetic

Spectrum. [internet] 2004. [cited 2013 November 17]

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

48


Available from :

15. Kajander, Olavi et al. Nanobacteria and

http://imagine.gsfc.nasa.gov/docs/science

Man. Department of

/know_l1/spectrum_chart.html

Biotechnology

6. Ohio State Dental Board. Infection Control Manual. April 2011. 7. Scottish

Dental

Programme.

Clinical

Effectiveness

Sterilization

Yashmin.

Microbiology

and

University

of

Kuopio

Finland. 1997. 16. Ciftcioglu, Neva et al. Nanobacteria : Fact

of

Dental

Instruments. December 2011. 8. Sultana,

Biochemistry and

or Fiction? Characteristics, Detection, and Medical

Importance

Replicating,

Pharmaceutical Biotechnology

:

Sterilization Methods and Principles. July 11 2007.

of

Calcifying

Novel

Self-

Nanoparticles.

Journal of Investigative Medicine 54:385– 394. 2006. 17. International

Atomic

Energy

Agency.

Trends in Radiation Sterilization of Health

9. Aquino, Katia. Sterilization by Gamma Irradiation.

Federal

University

Pernambuco-Department

of

Care Products. Vienna : 2008

of

Nuclear

Energy Brazil. 10. Marten, Jan et al. Critical Evaluation of Gamma-Irradiated Serum Used as Feeder in the Culture and Demonstration of Putative

Nanobacteria

and

Calcifying

Nanoparticles. Plos One Volume 5. April 2010. 11. International

Atomic

Energy

Agency.

Trends in Radiation Sterilization of Health Care Products. Vienna : July 2008. 12. Tyan et al. The Study of the Sterilization Effect of Gamma Ray Irradiation of Immobilized

Collagen

Polypropylene

Nonwoven fabric Surfaces. December 2002 13. Ruhl et al. Integrity of Proteins in Human Saliva

after

Sterilization

by

Gamma

Radiation. Applied and Environmental Microbiology. Februari 2011 14. Nanobacteria : Facts or Fancies. [internet] 2007. [cited 2013 November 17] Available from : http://www.plospathogens.org/article/info: doi/10.1371/journal.ppat.0030055

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

49


Literature Study

SALIVA : BIOFLUID ALTERNATIF UNTUK DETEKSI DINI PENYAKIT SISTEMIK Tiara Oktavia Saputri,1 Hayu Qommaru Zala,1 Bramita Beta Arnanda1 1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada Correspondence: tiaraoktavia52@gmail.com Universitas Gadjah Mada Jl. Denta Sekip Utara, Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia, 55281 No. telp. 0274-515307, Fax. 0274-515307

ABSTRAK Latar Belakang. Deteksi dini suatu penyakit berperan penting dalam kesuksesan terapi. Penanganan penyakit tahap awal dapat membantu mengurangi dampak buruk berlebih sekaligus menyelamatkan nyawa penderita. Selama ini bahan yang digunakan dalam deteksi dini penyakit adalah darah dan sputum. Namun penggunaan bahan ini bersifat invasif sehingga perlu alternatif lain berupa analisis biofluid saliva. Tujuan. Menelaah potensi biofluid saliva sebagai alternatif deteksi dini penyakit sistemik. Tinjauan Pustaka. Penyakit sistemik merupakan kondisi patologis yang menyebar dan mengenai seluruh sistem tubuh, seperti penyakit jantung, diabetes mellitus, HIV dan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK). Deteksi dini merupakan investigasi kasus pada individu asimptomatik yang bertujuan mendeteksi adanya penyakit pada stadium dini sehingga dapat dilakukan tindakan kuratif. Saliva adalah cairan rongga mulut yang mengandung banyak komponen dan berpotensi untuk pengamatan terhadap kesehatan secara umum. Pembahasan. Penyakit sistemik yang dapat dideteksi menggunakan saliva meliputi diabetes mellitus, penyakit jantung, HIV dan PPOK. Pada penderita diabetes mellitus terjadi perubahan level glukosa dalam saliva. Biomaker MMP-8 dapat ditemukan pada saliva penderita penyakit jantung, beta-2-mikroglobulin dan TNF-Îą pada penderita HIV, IL-8 dan enzim sialidase pada penderita PPOK. Kesimpulan. Biofluid saliva berpotensi sebagai bahan alternatif dalam deteksi dini penyakit sistemik. Kata kunci: biofluid saliva, penyakit sistemik, deteksi dini

ABSTRACT Background. Early detection of disease plays important roles in success of therapy. Disease management in early stages can reduce negative effects. Material that can be used in early detection of disease are blood and sputum. However, those investigations are invasive. Therefore, other detection material is required. Material that can be used is saliva. Purpose. Analyze the potential of saliva as an alternative material in early detection of systemic disease. Literature review. Systemic diseases are pathological condition that spread in body system, such as heart disease, diabetes mellitus, Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), and HIV. Early detection is an investigation, aims to detect the presence of disease in early stages. Saliva is oral cavity fluid containing many components that potential for observation in general health. Discussion. Systemic diseases that can be detected using saliva are diabetes mellitus, heart disease, HIV, COPD. In diabetes mellitus occured glucose level changes in saliva. Biomaker MMP-8 can be found in saliva’s patients with heart disease, beta-2-mikroglobulin and TNF-ι in patiens with HIV, IL-8 and sialidase enzyme in patients with COPD. Conclusion. Saliva can be used as an alternative material in early detection of systemic disease. Keyword: biofluid saliva, systemic disease, early detection

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

50


1. PENDAHULUAN

bahwa 8,3% penduduk Indonesia menderita

Deteksi dini suatu penyakit berperan penting

terapi.

pada tahun 2004. Hipertensi disebut sebagi

Penanganan penyakit pada tahap awal dapat

the silent killer karena penyakit ini tidak

membantu

buruk

disadari oleh penderita. Menurut WHO dan

sekaligus menyelamatkan nyawa penderita.1

The International Society of Hypertension

Salah satu penyakit yang penting untuk

(ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita

dilakukan

deteksi

hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta

sistemik.

Penyakit

kondisi

dalam

kesuksesan

mengurangi

patologis

dini

suatu

hipertensi dan meningkat menjadi 27,5%

dampak

adalah

sistemik yang

penyakit

merupakan

menyebar

diantaranya meninggal setiap tahunnya.3

dan

Diabetes

mellitus

(DM)

adalah

mengenai seluruh sistem tubuh. Beberapa

penyakit gangguan metabolik menahun yang

penyakit yang digolongkan sebagai penyakit

sering dikenal sebagai “mother disease� yang

sistemik adalah penyakit jantung, diabetes

merupakan induk dari penyakit-penyakit lain

mellitus, HIV dan PPOK.

seperti

hipertensi,

penyakit

pembuluh

darah,

salah satu penyebab utama kematian di

Sebagian

besar

negara maju dan berkembang, termasuk

adalah penderita diabetes tipe 2 yang 90%

Indonesia. Hasil Survei Kesehatan Rumah

penyebabnya adalah karena perubahan gaya

Tangga (SKRT) 2001 menunjukkan bahwa di

hidup, kurang aktifitas fisik, diet tidak sehat

Indonesia penyakit kardiovaskuler menduduki

dan tidak seimbang serta merokok.4 Menurut

peringkat pertama sebagai penyebab utama

Behera

kematian yaitu sebesar 26,3%. Infark miokard

sebanyak 150 juta orang di dunia menderita

akut

penyakit

diabetes mellitus yang diperkirakan akan

angka

meningkat dua kali lipatnya pada tahun 2025.5

fatalitas tertinggi dibanding penyakit jantung

Tahun 2005, WHO mencatat bahwa tingginya

lainnya yakni 16,6% dan 14,1% pada tahun

angka

2002 dan 2003.2 Hipertensi merupakan salah

penyakit

satu

terjadinya

pernafasan kronis 7%, dan 2% disebabkan

penyakit jantung. Hasil Survei Kesehatan

karena DM. Konstribusi DM terhadap penyakit

Rumah Tangga (SKRT) 2001 menunjukkan

jantung

merupakan

kardiovaskuler

faktor

salah

yang

utama

satu

mempunyai

penyebab

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

kasus

(2012)

kematian

dunia

besar,

kebutaan.

diabetes

pada

kardiovaskuler

sangat

dan

dan

Penyakit kardiovaskuler merupakan

dkk.

stroke,

jantung

mellitus

tahun

2000

disebabkan 30%,

yang

oleh

saluran

ditunjukkan

51


dengan

adanya

penyakit

pada tahun 1998, PPOK menjadi penyebab

hipertensi pada diabetes di Indonesia dari

kematian kelima dan semakin meluas di

15% menjadi 25% dan 40% - 50% dari

berbagai negara dan diperkirakan, pada tahun

penyakit jantung adalah diabetes.

2020, akan menjadi penyebab kematian

Human

peningkatan

Virus

keempat di seluruh dunia. Prevalensi PPOK di

mampu

beberapa negara berkisar 9 - 10%. Di

menyerang sistem kekebalan tubuh manusia

Indonesia, prevalensi PPOK adalah sebesar

sehingga membuat tubuh rentan terhadap

5,6%.

berbagai penyakit. Infeksi HIV telah menjadi

sering

pandemik yang mengkhawatirkan masyarakat

kesehatan maupun oleh penderita.

(HIV)

Immuno-deficiency

merupakan

virus

yang

dunia, karena disamping belum ditemukan

Meskipun demikian, PPOK masih diremehkan

Bahan

baik

Deteksi

oleh

penyakit

petugas

sistemik

obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit

(diabetes mellitus, penyakit jantung, HIV,

ini juga memiliki “window periode� dan fase

PPOK) saat ini bergantung pada pemantauan

asimtomatik

dalam

sampel darah, urin, sputum, serum atau

perjalanan penyakitnya.6 Penelitian Tejiokem

plasma dan cairan serebrospinal.9 Namun,

dkk. (2011) menyatakan bahwa tahun 2009

penggunaan sampel-sampel tersebut bersifat

diperkirakan 2,5 juta anak diseluruh dunia

invasif dan memberikan ketidaknyaman bagi

menderita HIV. Prevalensi HIV di Indonesia

pasien sehingga diperlukan alternatif lain

secara umum masih rendah, namun terdapat

berupa analisis biofluid saliva.10

yang

relatif

panjang

5% infeksi HIV terjangkit pada pelaku seks dan penyalahguna NAPZA.6 Penyakit (PPOK)

Paru

adalah

pernafasan

yang

yang mengandung banyak komponen penting

Obstruksi

salah dapat

Saliva adalah cairan rongga mulut

Kronis

dan berpotensi untuk pengamatan terhadap

penyakit

kesehatan secara umum.1 Saliva merupakan

menyebabkan

biofluid yang memberikan kemudahan dalam

satu

kematian dan ditemukan secara luas di

pemeriksaan

masyarakat.7 PPOK merupakan penyakit paru

Metode deteksi dini menggunakan saliva

kronik yang ditandai oleh hambatan aliran

bersifat non-invasive dan tidak menimbulkan

udara di saluran napas yang bersifat progresif

luka pada pasien. Selain itu, teknik yang

non-reversibel

atau

reversibel

parsial.8

Menurut World Health Organization (WHO),

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

digunakan

kondisi

lebih

kesehatan

sederhana

dan

individu.

cepat.

Adanya kandungan protein dan materi genetik

52


lainnya yang terkait dengan kesehatan tubuh

individu penderita penyakit jantung dapat

maka

biofluid

berbeda-beda. Penyakit jantung sering tidak

alternatif yang dapat digunakan dalam deteksi

bergejala. Tanda yang timbul dari masing-

dini penyakit sistemik.

masing individu penderita penyakit jantung

saliva

berpotensi

sebagai

dapat berbeda-beda. Pada penderita usia 2. TINJAUAN PUSTAKA

muda, sering terjadi kelelahan akibat organ

2.1. Penyakit Sistemik Penyakit sistemik merupakan kondisi patologis yang menyebar dan mengenai

tubuhnya mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi.12 Pada tahun 2000, penduduk Amerika

seluruh sistem tubuh. Beberapa penyakit yang digolongkan sebagai penyakit sistemik adalah penyakit jantung, diabetes mellitus, HIV dan PPOK. PPOK merupakan penyakit gangguan pernafasan terutama disebabkan oleh kebiasaan merokok. Namun PPOK memiliki bermacam-macam manifestasi klinis yang menyebar luas dari paru-paru, sehingga mempengaruhi

kesehatan

tubuh

secara

sebanyak 35 juta jiwa menderita penyakit jantung, dan diperkirakan tahun 2030 jumlah penderita akan meningkat menjadi 70 juta jiwa. Progresifitas penyakit jantung sangat cepat sehingga banyak terapi dini yang ditawarkan antara

Penyakit kardiovaskular merupakan

2.2. Penyakit Kardiovaskuler jantung

kematian

merupakan

tertinggi

di

dunia.

tanda dari penyakit ini. Penyakit jantung dapat

Tanda-tanda penyakit jantung ialah adanya suatu rasa sakit di pertengahan dada, nyeri menyebar di bagian leher, punggung dan lengan, nafas pendek dengan dada sesak, sering cemas, rasa nyeri dibagian abdomen. timbul

dari

menyerang

jantung

dan

stroke. Stroke terjadi ketika aliran darah ke otak terhambat.12 Contoh lain dari penyakit kardiovaskular adalah hipertensi dan acute myocardial infraction.

berkembang menjadi penyakit kardiovaskular.

yang

yang

pembuluh darah, contohnya adalah penyakit

Serangan jantung merupakan salah satu

Tanda

trombolitik,

kalsium antagonis.13

penyakit

penyebab

terapi

intervensi prekutaneus, beta-bloker terapi,

sistemik atau menyeluruh.11

Penyakit

lain

Hipertensi dapat menjadi tanda awal dari penyakit kardiovaskular lain.14 Evaluasi dari etiologi hipertensi dapat mengurangi resiko penyakit kardiovaskular yang lebih parah

dan

terjadinya

mengurangi

kerusakan

organ.

kemungkinan Dari

sekian

masing-masing

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

53


banyak penderita hipertensi, 33% penderita

(IDDM) terjadi karena adanya destruksi sel

hipertensi

beta

tidak

terkontrol

karena

tidak

pankreas

sehingga

mengakibatkan

terdiagnosis dan hanya 50% yang terkontrol.15

defisiensi absolut insulin, sedangkan pada

Hipertensi

adanya

diabetes mellitus tipe 2 atau Non-Insulin

peningkatan tekanan sistole dengan tinggi

Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) timbul

yang

akibat

ditandai

tergantung

Hipertensi

dengan

pada

merupakan

umur

faktor

individu.

resiko

dari

disfungsi

seluler

dalam

kondisi

resistensi insulin oleh jaringan perifer.20

myocardial infraction.16 Myocardial infraction

Diabetes mellitus merupakan salah

merupakan penyakit yang disebabkan oleh

satu penyakit yang paling banyak dan paling

meningkatnya tekanan darah biasa karena

sering dijumpai di masyarakat. Sebagian

spasmus arteri coronary, embolism arteri

penderita tidak menyadari maupun tidak

coronary, dan menurunnya tekanan darah

terdiagnosa

secara tiba-tiba pasca bedah. Myocardial

menderita penyakit tersebut hingga muncul

merupakan salah satu lapisan dari otot

gejala-gejala yang lebih spesifik. Manifestasi

jantung yang letaknya ditengah. Adanya

klinis diabetes mellitus antara lain poliuria,

gangguan dari otot myocardial biasa disebut

polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

sebagai myocardial infraction.17

badan secara idiopatik.21 Beberapa studi

secara

dini

bahwa

telah

menegaskan bahwa individu yang mengalami 2.3. Diabetes Mellitus Diabetes

hiperglikemia akan menunjukkan perubahan

mellitus

ialah

penyakit kondisi rongga mulut seperti insidensi karies

endokrin

yang

ditandai

dengan

kondisi yang lebih besar, penyakit periodontal, dan

kekurangan produksi insulin sehingga terjadi candidosis.22, 23 perubahan proses asimilasi, metabolisme dan Kumar

dkk. (2003)

menyebutkan,

keseimbangan konsentrasi glukosa darah. sebanyak 90-95% penderita hiperglikemia Berdasarkan

etiologinya,

penyakit

ini mengalami diabetes mellitus tipe 2. Sel beta

diklasifikasikan menjadi diabetes mellitus tipe pankreas tidak mampu mengenali adanya 1 dan tipe 2.18 Menurut Soegondo (2011), keparahan

resistensi

insulin

dan

gagal

diabetes mellitus merupakan suatu kelompok mengatur sekresi insulin untuk memelihara penyakit

metabolik

dengan

kondisi konsentrasi glukosa darah normal.24 American

hiperglikemia kronik.19 Diabetes mellitus tipe 1 Diabetes

Association

(ADA)

telah

atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

54


menentukan

kriteria

untuk

reversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri

mendiagnosa diabetes, yaitu kadar gula darah

dari bronkitis kronik dan emfisema atau

puasa (≼ 126 mg/dl) dan kadar gula darah

gabungan keduanya. Bronkitis kronik ialah

sesaat atau plasma glucose (≼ 200 mg/dl).

kelainan saluran napas yang ditandai oleh

ADA tidak menyarankan penggunaan HbA1c

batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam

untuk

karena

setahun,

selama

berturut - turut, dan tidak disebabkan penyakit

mendiagnosa

rendahnya

tertentu

diabetes

standarisasi

pengukurannya.25

sekurang-kurangnya

dua

tahun

lainnya. Sedangkan emfisema yakni suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh

2.4. Human

Immuno-deficiency Virus

pelebaran rongga udara distal bronkiolus

(HIV) Human (HIV)

Immuno-deficiency

merupakan

virus

Virus

yang

mampu

menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga membuat tubuh rentan terhadap berbagai

penyakit.

Acquired

Immune

Deficiency Syndrome (AIDS) ialah suatu penyakit yang disebabkan oleh retrovirus dan ditandai dengan kondisi immunosupresif berat dan

menimbulkan

neoplasma

infeksi

sekunder

opportunistik,

dan

manifestasi

neurologis. HIV telah ditetapkan sebagai agen penyebab

AIDS.

Kriteria

ambang

terminal, disertai kerusakan dinding alveoli, dan hilangnya kelenturan dinding alveolus yang

menyebabkan

udara

yang

masuk

kedalam paru tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan terperangkap di dalam paru.26 Bronkitis kronik merupakan hasil dari iritasi pada cabang bronkiolus yang menyebabkan peningkatan proporsi sel penghasil mukus dalam epithelium. Sel tersebut mensekresikan mukus sisa trakeobronkiolus yang cukup untuk menimbulkan batuk berdahak.7

batas 2.6. Kondisi Saliva Rongga Mulut

jumlah CD4 bagi penderita HIV ialah kurang dari 200. Sel CD4 merupakan bagian limposit dan sebagai target sel dari infeksi HIV.

Saliva

berperan

penting

pada

kesehatan gigi dan rongga mulut. Saliva merupakan cairan yang terdiri dari sekresi kelenjar ludah dan gingival crevicular fluid.

2.5. Penyakit Paru Obstruktif Kronis Penyakit

Paru

Obstruktif

Kronis

(PPOK) merupakan penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonBIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Terdapat 90% saliva diproduksi oleh kelenjar ludah mayor, antara lain: kelenjar parotis dengan

sekresi

cairan

serous,

kelenjar

submandibula dan kelenjar sublingual dengan 55


sekresi cairan seromucous. Sekitar 10%

prosedur tertentu

saliva diproduksi oleh kelenjar ludah minor

secara cepat untuk membedakan individu

yang terdapat pada mukosa rongga mulut di

yang

bagian lingual, labial, bukal, palatinal, dan

ataupun tampak sehat tetapi sesungguhnya

glossopalatinal. Pada rongga mulut dengan

menderita suatu penyakit. Diagnosis dini dan

kondisi sehat, volume saliva tiap harinya

pengelolaan berkelanjutan sangat penting

berkisar antara 500 ml hingga 1,5 liter.27

untuk menjamin kehidupan yang sehat. Saat

Saliva

mengandung

terlihat

yang dapat digunakan

sehat,

benar-benar

sehat

beberapa

ini praktek untuk pendiagnosaan penyakit

elektrolit (Na+, K+, Cl-, HCO3-, Ca2+, Mg2+,

sistemik seperti diabetes mellitus, penyakit

HPO42, SCN-, dan F-), protein (amilase,

jantung,

musin, histatin, cystatin, peroxidase, lisozim,

pemantauan sampel darah, urin, sputum,

dan laktoferin), immunoglobulin (sIgA, IgG,

serum atau plasma dan cairan serebrospinal. 9

dan IgM), molekul organik (glukosa, asam

Sebagai contoh, pada penyakit diabetes

amino, urea, asam uric, dan lemak).28

mellitus memerlukan pemeriksaan biokimiawi

HIV,

PPOK

bergantung

pada

memulai

dari sampel darah dan urin.30 Pengambilan

pencernaan, mempermudah proses menelan

sampel darah dilakukan secara invasif yaitu

dengan membasahi partikel-partikel makanan,

dengan menusuk jarum pada jari atau lengan

memiliki efek antibakteri melalui efek ganda,

pasien.

pertama oleh lisozim (suatu enzim yang

menderita diabetes perlu dilakukan monitoring

melisiskan

bakteri

kadar gula darah minimal 4 kali dalam sehari

tertentu) dan kedua dengan membilas bahan

untuk mendapatkan sampel darah dengan

yang mungkin digunakan bakteri sebagai

waktu pengujian di laboraturium sekitar 2 jam.

sumber makanan, membantu kita berbicara

Selain itu, ditemukan peningkatan kadar

dengan mempermudah gerakan bibir dan

albumin dan glukosa dalam urin.31, 9

Fungsi

atau

saliva

adalah

menghancurkan

lidah.29

Pada

seseorang

yang

dicurigai

Kekurangan dari penggunaan sampel darah yakni pengambilan sampel bersifat

2.7. Deteksi Dini Penyakit Sistemik

invasif sehingga memungkinkan terjadinya

Deteksi dini merupakan usaha untuk infeksi.9

Pengambilan

sampel

urin

mengidentifikasi atau mengenali penyakit atau memberikan ketidaknyamanan bagi pasien.1 kelainan secara klinis yang belum jelas Sedangkan

pemeriksaan

menggunakan

dengan menggunakan uji, pemeriksaan atau

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

56


sputum

memungkinkan

kontaminasi menurut

kuman

beberapa

orofaring ahli

terjadinya

biomarker.

Saliva

sehingga

biomarker

yang

pemeriksaan

ini

dalam

deteksi

mengandung

berbagai

menjadikannya

berguna

dini

sistemik.14

penyakit

mempunyai nilai diagnostik yang rendah dan

Beberapa

penyakit

sistemik

yang

kurang akurat.

menyebabkan berubahanya molekul saliva antara lain penyakit kardiovaskular, Diabetes

3. PEMBAHASAN

Mellitus, HIV dan PPOK.

Kekurangan

pada

penggunaan Saliva merupakan cairan kompleks

sampel darah, urin, sputum, serum atau yang plasma

dan

cairan

serebrospinal

mengandung

berbagai

zat

seperti

dalam enzim,

hormon,

antibody

dan

beberapa

deteksi dini penyakit sistemik, menyebabkan growth factor sama seperti darah. Zat-zat perlunya digunakan saliva sebagai biofluid tersebut terekspresi dalam saliva dari darah alternatif dalam deteksi dini penyakit sistemik. melewati ruang antar sel dengan cara pasif Alasan

penggunaan

biofluid

saliva

yaitu dan aktif. Banyak komponen darah yang

metode yang digunakan bersifat non-invasive ditemukan

dalam

saliva

sehingga

saliva

dan tidak menimbulkan luka pada pasien.14 sangat potensial digunakan dalam deteksi dini Selain itu, teknik

yang digunakan lebih penyakit sistemik sama halnya dengan serum

sederhana, mudah pengumpulan sampelnya, darah. Konsentrasi zat-zat tersebut dalam cepat dan murah. saliva lebih rendah jika dibandingkan dengan 3.1. Hubungan Saliva dengan Penyakit Sistemik Saliva merupakan cairan yang dapat dijadikan bahan untuk penarikan informasi klinis dalam penegakan diagnosis, prognosis dan test laboratotium baik untuk penyakit rongga mulut maupun penyakit sistemik. Ketika seseorang menderita suatu penyakit sistemik, terjadi perubahan beberapa molekul dalam tubuhnya yang salah satunya dapat

yang ada pada serum sehingga sensitifitas saliva sebagai bahan deteksi dini penyakit sistemik

lebih

dengan

serum.

rendah Namun,

jika

dibandingkan

dengan

adanya

perkembangan teknologi dari tekhnik - tekhnik analisis bahan deteksi dini yang memiliki tingkat

akurasi

yang

tinggi

seperti

nanotechnology dan molecular diagnostics test

memungkinkan

digunakannya

saliva

sebagai bahan deteksi dini penyakit sistemik.1

terekspresikan dalam saliva. Molekul yang berubah tersebut selanjutnya disebut sebagai BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

57


3.2. Biofluid Saliva dalam Deteksi Dini Penyakit Kardiovaskuler

MMP-9 pada penderita infark miokard akut. MMP-9 merupakan suatu endopeptidase yang

Hipertensi yang merupakan tahap secara

fisiologis

berperan

dalam

awal dari penyakit cardiovascular lainnya.14 mendegradasi

protein

ekstraseluler

yang

Hipertensi merupakan salah satu sindrom regulasinya bersamaan dengan sitokin dan metabolisme yang merupakan faktor resiko growth factor. Adanya kenaikan level MMP-9 dari

atherosclerosis,

gagal

jantung

dan pada infark miokard akut menandakan terjadi

stroke.32 Pada penderita hipertensi terjadi sebuah abnormalitas.35 Penggunaan sampel peningkatan level lisozim saliva. Lisozim saliva

yang

dikombinasi

dengan

saliva diproduksi di rongga mulut, berasal dari electrocardiology neutrophil,

dan

merupakan

respon

menunjukkan

nilai

dari sensitivitas yang tinggi yaitu 90 - 100% untuk

infeksi.32

adanya

Qvranstrom

(2008), deteksi acute myocardinal infraction.36

mengatakan

terdapat

peningkatan

level

hubungan

lisozim

antara

saliva

dengan

3.4. Biofluid Saliva dalam Deteksi Dini

hipertensi.32

Diabetes Mellitus

Acute merupakan

myocardial salah

satu

kelainan

kardiovaskular selain hipertensi. Dari 13,2 juta pederita kelainan kardiovaskular, 7,8 juta diantaranya

menderita

infraction.33

Konsentrasi

acute

myocardial

biomarker

saliva

dievaluasi untuk menjadi biomarker alternatif penderita

infark

miokard

akut

dan

menunjukkan hasil yang akurat. Terdapat peningkatan rasio C-Reactive Protein (CRP) pada penderita acute myocardial infraction diikuti

dengan

Metallopeptidase-9 Protein

merupakan

kenaikan (MMP-9).35 marker

Diabetes

infraction

Matrix C-Reactive

dari

adanya

inflamasi sistemik. Miller (2010) mengatakan bahwa terdapat peningkatan level CRP dan

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

mellitus

(DM)

tipe

2

menduduki peringkat kelima penyakit yang sering diderita masyarakat secara global. Oleh

karena

sedikitnya

diagnosis

dan

perawatan yang cukup memadai, diabetes menjadi penyebab terbesar atas kematian pada populasi lanjut usia dan menduduki peringkat

keenam

di

dunia.

Lebih

dari

setengah jumlah penderita masih belum mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes mellitus, terutama DM tipe 2. Diagnosis dini pada diabetes mellitus menjadi penting untuk mencegah komplikasi yang timbul. Berbagai macam alat diagnostik untuk mengukur level glukosa darah telah tersedia di pasaran. Namun, cairan tubuh yang digunakan selama

58


ini hanya terbatas pada darah. Saat ini

maka penting untuk perlu membandingkan

sedang banyak dikembangkan prosedur non-

level salivary glucose dan blood glucose pada

invasive untuk menentukan level glukosa

pasien diabetes dan non-diabetes. Pada

darah tanpa melalui pengambilan darah.

penelitian terkini telah ditemukan bahwa level

Saliva

merupakan

pilihan

marker

glukosa

saliva

pada

pasien

diabetes

yang baik untuk digunakan sebagai deteksi

meningkat secara signifikan dibandingkan

dini penyakit yang sifatnya lebih efektif,

dengan individu non-diabetes.

sederhana, dan non-invasive. Saliva telah

Level glukosa saliva (Fasting saliva

untuk

glucose) pada pasien diabetes berkisar antara

mendeteksi dan mengetahui level glukosa

0-31 mg/dl, sedangkan pada kondisi sehat

darah. Glukosa ialah molekul kecil yang

berkisar antara 0-14 mg/dl. Pada penderita

mampu

diabetes

menjadi

spesimen

yang

berpindah

reliabel

dengan

mudah

pada

tipe

2

ditemukan

adanya

membran pembuluh darah untuk melewati

peningkatan level salivary albumin sebesar

plasma darah menuju ke cairan gingival

73,47

melalui sulkus gingiva dan pada akhirnya

keadaan normal levelnya sebesar 64,50 Âą

berkumpul

38,40 Âľg/ml.

di

whole

saliva.

Glukosa

Âą

31,35

Âľg/ml,

sedangkan

pada

merupakan salah satu komponen darah yang Tabel 1. Level salivary glucose pada kondisi dapat ditransfer melalui epithelium kelenjar

sehat dan penderita DM tipe 2

saliva, sehingga dapat menggambarkan level glukosa dalam darah. Peningkatan

glukosa

darah

pada

pasien diabetes dapat menyebabkan level salivary

glucose

meningkat

sebagai dan

Menurut

kerentanan terhadap serangan penyakit pada

berdasarkan

rongga mulut. Peningkatan level glukosa juga

menunujukkan level salivary glucose pada

dapat

pasien dengan kondisi sehat (control group)

kompensasi

gingiva

terjadinya

terdeteksi (CKG),

pada

homeostasis

cairan

sehingga

krevikular

glukosa

tidak

berasal dari kelenjar saliva. Oleh karena level glukosa meningkat pada kondisi diabetes,

dan

kondisi

Vasconcelos hasil

dkk.

(2010),

penelitiannya

diabetes

mellitus

telah

tipe

2

(experimental group). Penelitian

yang

dilakukan

oleh

Agrawal dkk. (2013), menghasilkan rentang BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

59


level Fasting Plasma Glucose (FPG) dan

Metode pengambilan saliva dalam

Fasting Salivary Glucose (FSG) pada kondisi

deteksi dini infeksi HIV dapat dilakukan

diatetes

dengan 2 cara yaitu saliva yang distimulasi

dan

non-diabetes

menurut

usia

pasien.

dan tidak distimulasi yang kemudian dapat dikumpulkan dalam Salivette, Orapette, OmniSAL ataupun OraSure. Saliva yang telah diperoleh kemudian dilakukan pemeriksaan menggunakan ELISA.37 Immunoglobulin

saliva

merupakan

komponen yang sering digunakan dalam mendiagnosis HIV.38 Komponen imun yang terpengaruh

oleh

immunoglobulin

A

infeksi (IgA)

HIV

yang

yaitu

dibuktikan

dengan adanya abnormalitas kadar IgA saliva Tabel 2. Hubungan usia terhadap level FPG

pada pasien HIV.

dan FSG Penelitian Stark dkk., (1993) menyatakan 3.4. Biofluid Saliva dalam Deteksi Dini Infeksi HIV

bahwa

pada

individu

seropositive

HIV

terdapat peningkatan kadar. Immunoglubulin

Saliva merupakan spesimen yang A (IgA) sebesar 90% dari 135 orang penderita dapat digunakan untuk mendeteksi adanya HIV.39

Menurut

Grimoud

(1998),

terjadi

infeksi HIV pada individu. Saliva memiliki peningkatan kadar IgA saliva yang signifikan sensitivitas yang cukup tinggi dalam deteksi pada

pasien

HIV

CD4

<200.40

Jackson

(2001)

dengan

infeksi HIV yaitu sekitar 95,2% (skala 50Penelitian

Wu

dan

100%) dan spesifisitas 99% (skala 84,1menyatakan bahwa pada individu HIV positif 100%).

Dalam

beberapa

penelitian, terdapat peningkatan kadar IgA saliva yang

sensitifitas

saliva

digunakan

untuk diperiksa

menggunakan

enzyme

mengetahui individu mempunyai seropositive immunoassay.41 terhadap

HIV,

sedangkan

spesifisitas

digunakan

untuk

menentukan

seseorang

Mellanen

dkk.

(2001)

menambahkan bahwa pada pasien HIV juga terdapat peningkatan IgG pada semua fase memiliki resiko rendah terhadap infeksi HIV infeksi HIV, dan pada fase asimtomatik (seronegatif).37

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

60


terdapat peningkatan kadar albumin saliva.42

pada PPOK didapatkan kerusakan pada epitel

Peningkatan kadar IgA berkaitan dengan

saluran

respon pertahanan mukosa oral terhadap

proinflamasi

antigen yaitu terjadi pelepasan IgA prekursor

epithelium

sel plasma dari Peyer’s patch yang bermigrasi

pengerahan

melalui jaringan vascular ke jaringan mukosa

pelepasan enzim proteolitik dan oksigen

seperti kelenjar saliva.43

radikal yang bersifat toksik dari neutrofil. Pada

nafas

akibat sitokin

pelepasan

berupa

respiratori, dan

adanya

IL-8

dari

sehingga

infiltrasi

terjadi

neutrofil,

serta

bakteri rongga mulut dalam sekresi yang 3.5. Biofluid Saliva dalam Deteksi Dini

berkontak dengan permukaan epitel saluran

Penyakit Paru Obstruktif Kronis World Health Organization (WHO), pada

tahun

menjadi

1998,

penyebab

menyebutkan, kematian

PPOK

kelima

diperkirakan, pada tahun 2020, akan menjadi penyebab kematian keempat di seluruh dunia. Prevalensi PPOK di beberapa negara berkisar 9-10%. Di Indonesia, prevalensi PPOK adalah sebesar 5,6%. Meskipun demikian, PPOK masih sering diremehkan baik oleh petugas kesehatan maupun oleh penderita. Oleh karena itu, diperlukan deteksi dini untuk peningkatan

prevalensi

PPOK

dengan menggunakan interleukin-8 (IL-8) dan enzim sialidase dalam saliva.44 Slingsby (2010) menyatakan bahwa IL-8 adalah suatu chemokine yang diproduksi oleh makrofag dan sel lainnya yang fungsi utamanya adalah menginduksi kemotaksis neutrophil. Pada PPOK jumlah IL-8 dominan dan bersifat selektif pada neutrofil. Observasi

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

dan

kemungkinan

melekat

pada

permukaan mukosa.7 Adanya ikatan dengan bakteri rongga

dan

semakin meluas di berbagai negara dan

mencegah

nafas

mulut

menyebabkan

adanya

stimulus

produksi sitokin oleh epitel mukosa, yang kemungkinan sitokin juga dihasilkan dari jaringan mulut seperti gingival crevicular fluid yang

keluar

dari

sulkus

gingival

dan

bercampur dengan saliva, sehingga terjadi kontaminasi pada epithelium saluran nafas bagian distal. Sel epitel yang terangsang akan melepaskan sitokin lain untuk mengerahkan inflammatory cells seperti neutrophil. IL-8 yang

disekresi

oleh

sel

epitel

gingival

meningkatkan pengaturan ekspresi reseptor adhesi

pada

mendorong

permukaan terjadinya

mukosa

kolonisasi

untuk bakteri

pathogen saluran nafas. Konsentrasi level IL8 pada pasien COPD secara signifikan lebih tinggi

dari

individu

normal

yaitu

pada

penderita COPD konsentrasi IL-8 sejumlah

61


21.0Âą1.8 ng/ml dan kondisi pada individu

G (IgG) pada penderita HIV, IL-8 dan enzim

normal sejumlah 3.3Âą0.7 ng/ml.45

sialidase pada penderita PPOK.

Enzim sialidase merupakan enzim hidrolitik dalam saliva yang menghidrolisa

DAFTAR PUSTAKA 1. Lee, Y. dan Wong, D.T., 2009, An

residu

asam

sialat

terminal

dari

sialioglycoconjugates. Pada penderita COPD, individu dengan kebersihan mulut yang buruk

Emerging Biofluid for Early Detection Disease, American Journal of Dentistry, 22(4): 241-248 2. Delima, Mihardja, L., dan Siswoyo, H.,

menyebabkan

meningkatnya

level

enzim

sialidase dalam saliva. Dari kondisi tersebut, enzim sialidase sebagai salah satu variabel

2009, Prevalensi dan faktor determinan penyakit

jantung

di

Indonesia,

Bul.

Penelit. Kesehat., Vol. 37(3): 142-159 3. Rahajeng, E., dan Tuminah, S., 2009,

yang dapat digunakan untuk deteksi dini COPD.

Untuk

mengetahui

level

enzim

sialidase yang dapat dianggap sebagai tanda

Prevalensi hipertensi dan determinannya di Indonesia, Maj Kedokt Indon, Vol. 59 (12): 580-587 4. Depkes RI, 2008, Riser Kesehatan Dasar

terjadinya COPD, maka dilakukan pengujian menggunakan enzyme-linked immunosorbent

(RISKESDAS 2007), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta. 5. Behera, B., Satish, K., Jena, S., Hussain,

assay (ELISA)

M., dan Samal, S., 2012, Prevalence of Hypertension KESIMPULAN

and

Diabetes

Mellitus

Among People Seeking Cataract Surgery

Berdasarkan

pembahasan

yang

diuraikan dalam karya ilmiah ini, disimpulkan bahwa saliva berpotensi sebagai biofluid

in Rural South India, The Internet Journal of Epidemiology,10(2): 2af6 6. Depkes RI, 2006, Situasi

HIV/AIDS di

Indonesia tahun 1987-2006, Pusat Data alternative untuk deteksi dini penyakit sistemik (Penyakit cardiovascular, Diabetes Mellitus, HIV dan PPOK). Pada penderita diabetes

dan Informasi Depaertement Kesehatan R.I, Jakarta 7. Rose, L.F., Genco, R.J., Cohen, D.W., dan Mealey,

mellitus

terjadi

perubahan

level

salivary

glucose. Biomaker lisozim, C-reactive protein (CRP) dan Matrix Metallopeptidase 9 (MMP-

B.L., 2000,

Periodontal

Medicine, B.C. Decker Inc, London, h. 9499 8. Perhimpunan

Dokter

Paru

Indonesia,

2003, Penyakit Paru Obstruktif Kronik 9) ditemukan meningkat levelnya pada saliva penderita

penyakit

cardiovascular,

Immunoglobulin A (IgA) dan Immunoglobulin

(PPOK),

Pedoman

Penatalaksanaan

di

Diagnosis Indonesia,

&

PDPI,

Jakarta. 9. Satria, E., dan Wildian, 2013, Rancang bangun alat ukur kadar gula darah

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

62


noninvasive AT89S51

berbasis dengan

mikrokontroler

mengukur

tingkat

kekeruhan spesimen urine menggunakan sensor fotodioda, Jurnal Fisika Unand, Vo. 2 (1): 40-47

Continuing Medical Education Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, h. 11. 20. Chavez, E.M., Taylor, G.W., Borrell, L.N., dan Ship, J.A., 2000, Salivary function

10. Rathnayake, N., Åkerman, S., Klinge, B.,

and glycemic control in older persons with

Lundegren, N., Jansson, H., Tryselius, Y.,

diabetes, Oral Surg Oral Med Oral Pathol

Sorsa, T., dan Gustafsson, A., 2013,

Oral Radiol Endod, 89: 305-311.

Salivary Biomarkers for Detection of

21. Gustaviani, R., 2006, Diagnosis dan

Systemic Diseases, PLoS One, 8(4):

Klasifikasi Diabetes Mellitus. Buku Ajar

e61356

Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit

11. Agusti, A., dan Soriano, J.B., 2008, COPD as

a

Systemic

Disease,

Journal

of

Chronic Obstructive Pulmonary Disease, 5(2): 133-138

Capstone Press M.,

Kedokteran

Universitas

Indonesia, Jakarta, h. 1879. 22. Twetman, S., Nederfors, T., Stahl, B., dan

12. Gregson, S., 2001. Heart Disease. USA :

13. Khan,

Fakultas

Aronson,

longitudinal

S.,

2002,

observations

Two-year of

salivary

status and dental caries in children with dan

Gabriel.

2006.

Encyclopedia of Heart Diseases. USA : Elsavier Academic Press

insulin-dependent

diabetes

mellitus,

Pediatr Dent., 14(3): 184-8. 23. Karjalainen, K.M., Knuuttila, M.L., dan

14. Malamud, D., dan Isaac, R., 2011, Saliva

Käär, M.L., 1996, Salivary factors in

as A Diagnostic Fluid. Dent Clin North

children and adolescents with insulin-

Am., 55(1): 159-178

dependent diabetes mellitus,

15. Taylor, R., 2005, Taylor’s Cardiovascular Diseases : A Hand Book, Springer, USA 16. Tambayong, J., 2000, Patofisiologi untuk Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran

17. Bartelmo, J., 2000. Myocardial Infraction.

M.,

24. Kumar, Cotran, Robbins., 2003, Robin’s Basic

Pathology,

Bennati,

E.,

Ferlito,

L.,

Passamonte, M., dan Malaguarnera, M.,

7th

ed.,

Elsevier

Diabetes

Care,

publication, New Delhi. 2010,

(diabetesjournals.org), 33 : S1. 26. Gitahafas,

USA : Springhouse 18. Motta,

Dent., 18(4): 306-11.

25. Care,

EGC, Jakarta

Pediatr

2010,

Kesehatan

Paru,

http://www.ilunifk83.com/ (Diakses pada 13 Oktober 2013).

2007, Value and significance of new

27. Brosky, E., 2007, The Role of Saliva in

diagnostic criteria of diabetes mellitus in

Oral Health : Strategies for Prevention

older, Arch Gerontol Geriatr, 45: 103-108.

and Management of Xerostomia. Journal

19. Soegondo, Klasifikasi, Mellitus.

S., dan

2011,

Diagnosis,

Patofisiologi

Kumpulan

Makalah

of Supportive Oncology, 5 (5): 215-225.

Diabetes

28. Mjor, I.A., 1991, Embriologi dan Histologi

Update

Rongga Mulut, Penerbit Buku Kedokteran

Comprehensive Management of Diabetes

Widya Medika, Jakarta, h. 87-88.

Mellitus, Panitia Seminar Ilmiah Nasional

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

63


29. Amerongen, A., 1992, Ludah dan Kelenjar

an

effective

auxillary

method

in

Ludah Anti Bagi Kesehatan Gigi, Gadjah

surveillance of infectious disease, Britisl

Mada University Press, Yogyakarta, h.32-

Lek Listy,Vol. 103(1):38-41

35.

39. Stark, K., Warnecke, C., Brinkmann, V.,

30. Gao, W., 2010, Early detection of type 2

Gelderblom, H. R., Bienzle, U., Pauli, G.,

diabetes mellitus in Chinese and Indian

1993, Sensitivity of HIV antibody detection

adult population, academic dissertation,

in saliva,

Department of Public Health University of

Immunilogy¸Vol. 182 (3): 147-151

Helsinki, Finlandia

Medical Microbiology and

40. Grimoud A-M, Arnaud C, Dellamonica P,

31. Newman, D. J., Mattock, M. B., Dawnay,

Lodter J-P, 1998, Salivary defence factor

A. B. S., 2005, Systemic review on urine

concentrations in relation to oral and

albumin testing for early detection of

general

diabetic complication, Health Technology,

patients. Eur J Oral Sci., Vol.106:979-985

Vo. 9 No 30

parameters

in

HIV

positive

41. Wu, X., dan Jackson, S., 2002, Plasma

32. American Heart Association. 2005. Heart

and Slivari IgA subclasses and IgM in

Diseases and Stroke Association --- 2005

HIV-1-infected

update

Clinical Immunology,Vol. 22 (2): 106-107

33. Qvranstrom, S. 2008. Salivary Lysozyme

42. Mellanen,

Individuals,

L.,

Timo

Journal

Sorsa,

of

Juhani

and Prevalent Hypertension. J Dent Res.

Lähdevirta, Miia Helenius, Kirsti Kari,

Vol 87(5) : 480-484

Jukka

H.

Meurman,

2001,

Salivary

34. Gibler, Brian. 2006. Point-of-Care Testing

albumin, total protein, IgA, IgG and IgM

for Cardiac Biomarkers in the ED : A

concentrations and occurrence of some

Blueprint for Implementation. Emergency

periodontopathogens

Medicine

patients: a 2-year follow-up study. Journal

Cardiac

Research

and

Education Group. Vol. 1

Nano-Biochip

HIV-infected

of Oral Pathology & Medicine. Vol. 30(9)

35. Floriano, Pierre. 2009. Use of SalivaBased

in

Test

for

Acute

:553–559 43. Coogan

MM,

Simon

P,

Sweet,

Myocardial Infraction at the Point of Care :

Challacombe SJ, 1994, Immunoglobulin A

A Feasibility Study. Clinical Chemistry.

(IgA), IgA1, and IgA2 Antibodies to

Vol. 55 (8) : 1530-1538

Candida albicans in Whole and Parotid

36. Miller, Craig. 2010. Current Development

Saliva in Human Immunodeficiency Virus

in Salivary Diagnostics. Biomark Med.

Infection

and

AIDS.

Infection

Vol. 4 (1) : 171-189

Immunity, Vol. 62: 892-896.

and

37. Hodinka, R. L., Nagashunmugam, T., dan

44. Prasojo, Joko. 2004. Hubungan antara

Malamud, D., 1998, Detection of Human

Gejala Bronkial dengan Kejadian Penyakit

Immunodeficiency Virus antibodies in Oral

Paru Obstruktif Kronik pada Perokok.

Fluids, Clin. Lab. Immunol, Vol. 5(4): 419-

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

426

Kedokteran

38. Madar, R., Straka, S., dan Baska, T.,

Universitas

Diponegoro:

Semarang. hal. 1-2

(2002), Detection of antibodies in saliva-

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

64


45. Setiyanto, Hermawan. Soepandi, P. Z., Hartono, S., dan Karuniawati, A.. 2008. Pola

dan

Sensitiviti

Eksaserbasi Akut

Kuman

yang

PPOK

Mendapat

Pengobatan Echinacea Purpurae dan Antibiotik

Siprofloksasin.

Jurnal

Respiratori Indonesia. vol. 28(3): 107-108.

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

65


Case Report

Manajemen Perawatan Dental pada Pasien dengan Congestive Heart Failure Disertai Chronic Kidney Disease, Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hipertensi Anrizandy Narwidina1

ABSTRAK Penyakit sistemik sering muncul dengan abnormalitas struktur rahang dan rongga mulut. Pemahaman yang tepat tentang penyakit rongga mulut dapat mendukung pelacakan, penegakan dianosis dan pengobatan penyakit sistemik yang mendasarinya. Diagnosis yang tepat penting untuk memulai pengobatan yang benar. Dokter pada pelayanan primer serta dokter gigi sebaiknya mengetahui masalah tersebut dan mampu memberikan manajamen perawatan dental. Pasien wanita berumur 47 tahun pada kasus menderita penyakit congestive heart failure dengan disertai komplikasi berupa chronic kidney disease, diabetes melitus tipe II, dan hipertensi. Pasien tidak mengeluhkan mulut kering, hanya jika sariawan timbul lama masa penyembuhannya. Berdasarkan pemeriksaan kondisi di dalam mulut pasien, dapat ditemukan keadaan mukosa mulut pasien yang pucat, resesi gingiva, kalkulus regio anterior bawah, radices gigi 36, dan gigi 11 yang telah avulsi. Tidak ditemukan gigi luksasi atau lesi oral lainnya Kata kunci : penyakit sistemik, anamnesis, rencana perawatan. ABSTRACT Systemic disease often arised with abnormality of jaws structure and oral cavity. Well knowing and understanding about oral cavity disease can help us to anamnese and making diagnose to decide the best treatment planning which will be conducted to patient. The doctor and dentist have to know this problem when they will decide how good dental treatment will be for their patient. Woman 47 years old in this case has systemical diseases, congestive heart disease and complicated by chronic kidney disease, Diabetic Type II, and hypertension. Based on intra-oral examination, reported that mucose oral cavity was pale, gingival recession, calculus in lower anterior arch, radices 36, avulsion 11. Luxation and other oral lession can’t be found. Keywords : Systemic disease, anamnese, treatment planning.

BIMKGI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

66


6. PENDAHULUAN

nefropati, dan retinopati. Temuan-temuan oral

Congestive

Heart

(CHF)

pada pasien dengan diabetes tidak terkontrol

dapat didefinisikan sebagai sindrom sistemik

sangat terkait dengan kehilangan cairan

yang terjadi akibat kegagalan myocardium

dalam

yang menyebabkan cardiac output tidak dapat

perubahan

mencukupi

perubahan-perubahan

kebutuhan

Failure

metabolik

tubuh.

jumlah

banyak

respons

melalui terhadap

urinasi, infeksi,

mikrovaskular

dan

Keadaan tersebut menggambarkan suatu

mungkin peningkatan konsentrasi glukosa di

gejala

kompleks

disebabkan

oleh

dalam saliva. Efek-efek dari hiperglikemia

spesifik.

CHF

mengarah pada peningkatan jumlah urin yang

menggambarkan stadium akhir dari penyakit

mengurangi cairan-cairan ekstraseluler dan

kardiovaskuler yang menuju gagal jantung.

mengurangi

Manifestasi oral kondisi ini tidak berhubungan

menghasilkan mulut kering. Mayoritas pasien

secara langsung dengan CHF, tetapi obat

dengan DM mengalami xerostomia.

beberapa

yang

penyakit

sekresi

saliva,

sehingga

yang digunakan dalam terapi CHF dapat Saliva dari glandula parotis pada menyebabkan xerostomia dan lesi oral. 1 pasien dengan DM tak terkontrol dilaporkan Chronic

Kidney

Disease

(CKD)

mengandung

sedikit

peningkatan

jumlah

menggambarkan suatu keadaan abnormal

glukosa. Beberapa studi melaporkan adanya

dari fungsi dan/atau struktur ginjal. Biasanya

peningkatan

keadaan ini sering tidak diketahui dan muncul

inflamasi gingiva, abses periodontal, dan

bersamaan dengan kondisi sistemik

penyakit

periodontal

krinis

pasien

diabetik.

Perubahan-perubahan

lain

seperti penyakit kardiovaskuler dan diabetes.2

insidensi

dan

keparahan

pada

pasien-

pembuluh darah kecil juga mungkin terjadi DM

tipe

2

merupakan

sindrom pada

jaringan

gingiva

pasien

dengan

dengan kelainan metabolisme karbohidrat dan diabetes. hiperglikemia yang tidak terkendali karena defisiensi sekresi insulin endogen dan atau

Hipertensi

adalah

peningkatan

kombinasi resistensi insulin dan kekurangan

abnormal pada tekanan sistolik dan diastolik.

kompensasi

menghasilkan

Hipertensi terjadi akibat respon peningkatan

termasuk

kardiak output atau peningkatan tekanan

atherosklerosis yang dipercepat, neuropati,

perifer. Berdasarkan etiologinya, hipertensi

komplikasi

insulin, akhir

yang organ

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

67


dibagi menjadi 2 golongan, yakni: hipertensi

jantung dengan CHF. Treatment rutin yang

primer yang tidak diketahui namun banyak

selama ini pasien jalani adalah berupa

faktor yang mempengaruhi, seperti: genetika,

medikasi sebagai berikut: Captopril 3x50 mg,

lingkungan,

Amiodipin 1x10 mg, Furosemid 2x40 mg,

hiperaktivitas,

susunan

saraf

simpatik, sistem renin angiotensin, efek dari

Bisoprolol

sekresi Na, obesitas, merokok, dan stress.

Simvastatin 1x20 mg, Osteocal 3x1 tab.

Sedangkan

hipertensi

sekunder

dapat

diakibatkan karena penyakit parenkim renal.3

1x2,5

mg,

Aspilet

1x80

mg,

Pasien juga memiliki riwayat penyakit gula dan telah menjalani terapi rutin dengan insulin: terapi rutin 3x10 unit. Namun 1 bulan

7. METODE terakhir, pasien tidak suntik insulin. Keluhan Utama: Lemas, sesak nafas, buang air kecil jarang, Riwayat Pribadi: kaki bengkak, perut membesar, batuk. Pasien adalah seorang ibu rumah Riwayat Penyakit Sekarang: tangga dan sudah menikah. Sekitar 2 hari yang lalu, pasien Keadaan Umum : Sedang, Compos Mentris, mengeluhkan

sesak

nafas

memberat, sesak napas

terutama saat aktivitas. Bengkak dirasakan Pemeriksaan jasmani terutama di sekitar perut dan kaki. Kondisi KU

: sedang, CM

TD

: 170/ 100 mmHg

N

: 70x/ menit

R

: 24x/ menit

f

: afebris

TB

: 155 cm

BB

: 65 kg

IMT

:27.05

Lingkar Perut

: 112 cm

Kepala

: CAE, SI -

Leher

: SUP S+2 CmH20

Thorax

: Sim +, KG –

badan tidak demam. Sekitar

3

bulan

terakhir,

pasien

mengeluhkan buang air kecil berkurang dalam sehari (kurang lebih 300 CC). Pasien datang dan pernah berobat di PKM daerah domisili pasien, yakni Pracimantoro dan menjalani rawat inap selama 1 hari, namun keluhan yang

dialami

pasien

dirasakan

belum

membaik sehingga di rujuk di RS. Menurut

keterangan

dari

pasien,

pasien juga memiliki riwayat penyakit CHF dan merupakan pasien rutin kontrol di poli Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

68


Hb

: 10,6

AL

: 7,9

8. PEMBAHASAN

AT

: 380

Seorang wanita berusia 47 tahun datang

AE

: 3,91

ke IGD RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta pada

MCV

:6

26 November 2013, 14.10 WIB. Pasien

MCH

:8

mengeluhkan

S

: 59,3

bengkak – bengkak. Pasien adalah penderita

L

: 23,9

congestive

M

:9,2

komplikasi berupa chronic kidney disease

Creat

: 8,01

(CKD), diabetes melitus tipe II, dan hipertensi.

Alb

: 3,05

Pemeriksaan intraoral pasien menunjukkan

GDS

: 213

OHI

Na

: 136

subgingva, gigi 11 hilang, radices gigi 36, dan

Ca

: 2,19

resesi gingiva di bagian anterior rahang

K

: 0,94

bawah. Pada pasien tidak dilakukan uji curah

sesak

heart

sedang

nafas

failure

akibat

dan

kondisi

(CHF)

disertai

banyaknya

kalkulus

Pemeriksaan sendimen urin ďƒ level bacteria

saliva oleh karena kondisi pasien yang

dan small round cell diatas batas normal

memiliki keterbatasan aktivitas terkait dengan

Pemeriksaan kimia ďƒ level kalium/potassium

komplikasi penyakit pasien.

dan crestinine diatas batas normal.

Penyakit ginjal kronis adalah suatu keadaan

Pemeriksaan Oral, didapatkan bahwa

klinis

yang

ditandai

dengan

penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada

gigi 11 hilang akibat lukasasi, gigi 36 radices.

suatu

Pada mukosa oral didapatkan: gingiva pucat,

pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis

coated tongue, keluhan xerostomia, dan

atau

resesi gingiva di bagian regio gigi anterior

penyakit ginjal di rongga mulut dapat berupa

rahang bawah. OHI pasien= 1,3 (sedang).

xerostomia,

Kalkulus regio anterior rahang bawah hampir

hipoplasi

mencapai

kalkulus serta peningkatan karies. 5

2/3

permukaan

subgingival.

Diagnosis Kerja adalah CHF Stage III disertai DM tipe II, CKD Stage V, dan HT Stage II. BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

derajat

juga

transplantasi

memerlukan

ginjal.

inflamasi email,

4

terapi

Manifestasi

gingiva,

peningkatan

halitosis, plak

dan

Pada penyakit CKD sering muncul ulserasi di mulut. Terdapat 2 tipe uremik

69


stomatitis, pada tipe I, terdapat eritema lokal

tidak bekerja secara maksimal. Pada glandula

atau general di mukosa mulut, dan eksudat

parotis terjadi penggantian jaringan fungsional

pseudomembran tebal abu-abu yang tidak

menjadi

berdarah/ulserasi bila diambil. Gejala lain

atherosclerosis)

dapat berupa nyeri, rasa terbakar, xerostomia,

kualitas dan kuantitas produksi saliva. Adanya

halitosis, perdarahan gingiva, dysgeusia, atau

proses atherosclerosis yang menurunkan laju

infeksi candida. Pada tipe II, dapat terjadi

aliran saliva akan memudahkan akumulasi

ulserasi

bila

tersebut

plak dan sisa makanan.4 Seperti yang telah

diambil.

Tipe

mengindikasikan

diketahui, salah satu fungsi saliva adalah

pseudomembran ini

dapat

bentuk stomatitis yang lebih parah, infeksi sekunder,

anemia

atau

jaringan

lemak

sehingga

(proses menurunkan

sebagai alat self cleansing.

gangguan

Dengan demikian,

jika aliran saliva

hematologik sistemik yang mendasari ayn

terganggu maka proses self cleansing pun

disebabkan

Secara

akan terganggu sehingga akan memperburuk

stomatitis

indeks kebersihan mulut pasien, menjebak

histologik,

oleh kedua

gagal tipe

ginjal. uremik

tersebut menunjukkan proses inflamatorik

sisa

yang berat, dengan infiltrasi berat lekosit pmn

membuat lapisan putih menumpuk. Hal ini

dan

sesuai dengan yang dialami oleh pasien yakni

nekrosis

bakteri

mukosa

yang

sering

mulut.

Kolonisasi

ditemukan

adalah

Fusobacterium, Spirochaeta, atau Candida. 6 Pasien memiliki komplikasi riwayat

makanan

pada

dorsum

lidah

dan

didapatkan hasil pemeriksaan coated tongue dengan nilai skor 2. Karies ditemukan hanya pada 1 gigi, pada gigi 36

namun telah

penyakit gula dan telah menjalani terapi rutin

menjadi

akar.

dengan

ditemukan adanya gigi karies lain atau

insulin:

terapi

rutin

3x10

unit

radices

atau

bahkan

diabetes

pemeriksaan objektif, terdapat kalkulus pada

diklasifikasikan

dialami menjadi

pasien DM

dapat

Tipe

Berdasarkan

Tidak

mengalami penurunan sekresi saliva. Kondisi yang

gangren.

sisa

hasil

II.

regio gigi anterior rahang bawah pasien yang

Umumnya, pasien dengan kondisi komplikasi

sudah mencapai 2/3 permukaan subgingival

metabolik ini, mengalami penurunan sekresi

sehingga mengakibatkan terjadinya gingivitis

saliva. Hal

dan resesi gingiva. 1

tersebut disebabkan adanya

disfungsi glandula saliva. Sel parenkim pada kelenjar saliva mayor seperti glandula parotis BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

Pada pasien juga ditemukan adanya resesi

gingiva

yang

diasumsikan

akibat

70


manifestasi penyakit CHF, CKD, DM, dan

peningkatan aktivitas kolagenase dan formasi

hipertensi pasien akibat adanya destruksi

AGE’S

jaringan periodontal dan pengaruh usia tua

mediator inflamasi seperti TNF Îą, PG-2, dan

pada pasien. Adanya komplikasi metabolik

IL-1

yang

osteoclast,

berasal

dari

penyakit

sistemik

sehingga

yang

menginduksi

akan

produksi

mengakibatkan

resistensi

host

aktivasi

dari

infeksi

menyebabkan asupan oksigen dan nutri pada

menurun dan respon inflamasi meningkat

jaringan berkurang. Hal ini dapat ditemukan

sehingga

terutama pada daerah mukosa oral pasien

periodontal,

yang tampak pucat. Selain itu, ditemukan

akhirnya

adanya gigi yang luksasi dan keluhan pasien

jaringan

tentang giginya yang telah beberapa kali

diperparah dengan adanya kalkulus akan

goyang dan lepas dengan sendirinya. Luksasi

menyebabkan

atau kegoyahan gigi yang terjadi pada pasien

tanggal

diabetes mellitus disebabkan karena adanya

menderita hipertensi stage 2 dengan tekanan

destruksi pada jaringan ikat dan resorbsi

sistole sebesar 170 mmHg dan tekanan

alveolar.4

tulang

Keadaan

tersebut

terjadilah tulang

gigi ikat

kehilangan alveolar,

dapat dan

gigi

dengan

dan

terlepas.

resorbsi

goyah

sendirinya.

serabut

Destruksi

tulang

dan

yang

akhirnya

Pasien

diastole sebesar 100 mmHg.

pada

2,1,4

juga

Tonus

disebabklan oleh adanya mikroangiopati pada

vaskuler pada pasien merangsang syaraf

pembuluh

simpatis yang diteruskan ke sel jugularis dan

jaringan

darah

kecil

periodontal.

yang

menyuplai pada

meningkatkan tekanan darah. Hal ini berefek

jaringan periodontal menyebabkan penurunan

pada kondisi ekskresi pada renin ginjal

ketahanan

pasien,

jaringan

Mikroangiopati

periodontal

terhadap

sehingga

mampu

meningkatkan

infeksi sehingga lebih rentan terhadap faktor

hormon aldosteron yang sebabkan retensi

local dalam rongga mulut seperti plak dan

natrium dan peningkatan tekanan darah.

kalkulus yang menyebabkan pasien mudah

Pada pasien dapat dilihat dengan adanya

terkena

kondisi bengkak pada sekitar perut dan

periodontitis.

Mikroangiopati

menyebabkan penebalan membran dasar pembuluh darah yang mengakibatkan suplai

kaki.3,4,8 Berdasarkan

klasifikasi

ASA

dan

oksigen dan nutrisi ke jaringan menurun,

ORA, pasien pada kasus tersebut tergolong

penurunan fungsi PMN, penurunan proliferasi

dalam ASA tipe IV dan ORA tipe I.

fibroblast

Rekomendasi oral yang dilakukan adalah

gingiva

dan

sintesis

kolagen,

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

71


pasien disarankan untuk banyak berkumur

penyakit sistemik pasien dalam keadaan

dengan air mineral untuk membantu agar

terkontrol dan dapat dilakukan tindakan dental

kondisi

selanjutnya.

rongga

menghindari

mulutnya

trauma

tetap

pada

lembab,

rongga

mulut

Tindakan

dental

sebaiknya

karena akan mudah terjadi ulserasi maupun

dijadwalkan pada pagi hari setelah pasien

perdarahan. Keadaan oral pasien yang perlu

mengkonsumsi obat-obatannya karena pagi

diperhatikan

adalah

calculus.9

Pasien

hari adalah waktu yang terbaik, selain untuk

disarankan untuk membersihkan karang gigi

mereduksi kecemasan pasien, pada siang

dan

hari

melakukan

pencabutan

gigi

ketika

tekanan

darah

puncaknya

disarankan

tiruan

dilakukan tindakan dental, dan pada pagi hari

sebagiannya yang hanya pada area gigi

level glukosa darah sangat ideal sehingga

anterior dengan gigi tiruan sebagian yang

aman untuk pasien diabetes melitus dan

menggantikan semua gigi yang hilang. Dari

suplai oksigen yang baik untuk penderita

rekomendasi tersebut yang saat ini dapat

CHF, CKD, dan hipertensi.4,9 Tindakan dental

dilakukan hanya berupa edukasi kepada

dapat dilakukan ketika pasien sudah dapat

pasien dan keluarga, terkait dengan kondisi

duduk dalam waktu yang cukup lama dan

pasien

pasien sudah tidak merasa sesak napas

yang

mengganti

terbatas

dalam

gigi

melakukan

tidak

mencapai

kondisinya telah stabil. Selain itu pasien juga untuk

sehingga

pasien

baik

untuk

aktivitas.1,3,4

sehingga

Hal yang perlu diperhatikan oleh dokter gigi

dengan nyaman. Sebelum dilakukan tindakan

ketika melakukan penatalaksanaan dental

perlu dilakukan edukasi psikoterapi yaitu

terhadap pasien dengan kondisi seperti ini

menjelaskan secara detail mengenai tindakan

adalah memperhatikan riwayat kesehatan

yang akan dilakukan oleh dokter gigi, serta

pasien. Dokter gigi harus memperhatikan

ketidaknyamanan yang mungkin akan terjadi

kondisi pasien yang menderita CHF disertai

saat perawatan dental hal ini perlu dilakukan

CKD, DM tipe II, dan hipertensi ketika akan

terkait

melakukan scaling, ada baiknya dokter gigi

mengalami

mengkonsultasikan penatalaksanaan kadar

sehingga pasien kemungkinan mengalami

glukosa

adanya depresi. 1

darah

pasien

berikut

dengan

perawatan

dengan

dapat

kondisi

komplikasi

berlangsung

pasien

penyakit

yang sistemik

komplikasi yang dideritanya sehingga kondisi BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

72


Tindakan dental pada pasien yang

penyesuaian posisi kursi dental semisupine

dipaparkan

adalah

atau tegak, disesuaikan dengan kenyamanan

dilakukan secara bertahap, pada kunjungan

pasien. Perubahan posisi kursi dental harus

pertama dapat dilakukan scaling dengan

dilakukan

mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan

meyebabkan

untuk tindakan. Tindakan dimulai dari yang

diperhatikan jika ada tanda-tanda toksisitas

resikonya paling rendah agar meminimalisir

digitalis (takikardi, hipersalivasi, gangguan

kecemasan pasien dan membuat pasien

penglihatan, dll). Perawatan dilakukan dalam

merasa nyaman.1,9 Perawatan scaling dapat

waktu yang singkat dan tidak menimbulkan

dilakukan dengan catatan kadar glukosa

stres pada pasien. Hal yang juga perlu

darah pasien pada kasus yang mengalami

diwaspadai pada pasien di kasus adalah

telah

pada

DM Tipe II < 200 mg/dL.

4

kasus

Scaling dilakukan

dengan

hati-hati

hipotensi

agar

tidak

ortostatik.

Perlu

bawaan CKD stage V, diperlukan konsultasi

untuk mencegah resorbsi tulang alveolar

juga

karena faktor lokal dan mengatasi gingivitis

perawatan yang akan diberikan.2,3,8,9

yang

diderita

berikutnya

pasien.

dapat

Pada

dilakukan

pertemuan pencabutan

dengan

nefrologist

Setelah pencabutan

terkait

rencana

penyembuhan

menutup

dilakukan

darah pasien terkontrol (< 200 mg/dL) dan

pembuatan protesa gigi pada gigi 11 dan 36,

penghentian obat aspilet selama 5 hari

jika diperlukan. Protesa gigi yang digunakan

sebelum tindakan pencabutan. Pemberian

adalah protesa lepasan berbahan valplast

anestesi

pasca

yang elastis dan tidak memerlukan kawat

pencabutan dapat dilakukan seperti biasa.

dengan penjangkar gigi, tujuan menggunakan

Terkait dengan penyakit congestive heart

valplast adalah mengurangi beban terhadap

failure klas III dan hipertensi klas II pada

gigi sehingga mencegah kegoyahan gigi

pasien,

vasokonstriktor

karena resorbsi tulang alveolar yang dialami

sebaiknya dihindari. Perlu ditanyakan pada

pasien dengan komplikasi penyakit sistemik

pasien sebelumnya mengenai waktu makan

tersebut.

dan

penggunaan

analgetika

terakhir dan konsumsi obat atau pemakaian

gigi

pasien

dapat

radices gigi 36 dengan syarat kadar glukosa

lokal

pencetakan

sempurna,

luka

untuk

9. KESIMPULAN

insulin sebelum pasien berkunjung untuk

Pasien wanita berumur 47 tahun

mencegah hipoglikemia. Perlu juga dilakukan

pada kasus menderita penyakit congestive

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

73


heart

failure

dengan

disertai

komplikasi

berupa chronic kidney disease, diabetes

Edition, Elsevier Churchill Livingstone: London. 35. Suwitra, K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik,

melitus tipe II, dan hipertensi. Pasien tidak mengeluhkan

mulut

kering,

sariawan

timbul

hanya

lama

jika masa

Ed 4. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. 36. Scott, S. 2008. Burkett’s Oral Medicine,

penyembuhannya. Berdasarkan pemeriksaan kondisi

di

dalam

mulut

pasien,

dapat

ditemukan keadaan mukosa mulut pasien

Ed 11. Ontario: BC Decker Inc. 37. Bricker, S.L., Langlais, R.P., Miller, C.S., 1994, Oral Diagnosis, Oral Medicine, and Treatment

yang pucat, resesi gingiva, kalkulus regio anterior bawah, radices gigi 36, dan gigi 11 yang telah avulsi. Tidak ditemukan gigi luksasi

Planning,

dental

yang

dapat

direncanakan

untuk

diberikan pada pasien adalah sebagai berikut:

&

Febiger,

Pennsylvania 38. Vesterrinen, M., 2011, Oral Health and Kidney Disease with emphasis on diabetic nephropathy,

atau lesi oral lainnya. Manajemen perawatan

Lea

Institute

of

Dentistry,

University of Helsinki, Department of Oral and

Maxillofacial

Department

of

Disease,

Medicine,

Division

and of

Nephrology, Helsinki University Central edukasi gigi dan mulut, pembersihan karang gigi, pencabutan akar gigi, pemasangan gigi

Hospital, Helsinki, Finland). 39. Sonis, S.T., Fazio, R.C., Fang, L., 1995, Principles and Practice of Oral Medicine,

tiruan valplast.

2nd edition, W.B., Saunders Company, Philadelphia.

DAFTAR PUSTAKA 31. Little J.R., Falace D.A., 2002, Dental Management

of

The

Compromised Patient,

4th

ed.,

RIWAYAT PENULIS

Medically St.Louis :

Mosby

Penulis bernama Anrizandy Narwidina, S.KG, lahir di Dili (saat ini, Republica Federatica

32. Halpin, D., dkk., 2008, Chronic Kidney Diseases,

Early

Identification

and

Timor Leste), Kota Dili, Provinsi Timor-Timur

Management of Chronic Kidney Diseases

pada tanggal 4 Oktober 1990. Laporan kasus

in Adults in Primary and Secondary Care,

ini adalah kasus yang didapatkan penulis

NICE clinical guidelines 33. Ross WF, Salisbury PL. 1994. Uremic

selama menempuh pendidikan profesi di FKG

Stomatitis Associated With Undiagnosed

UGM pada tahun 2013. Penulis menempuh

Renal Failure. Gen Dent; 9/10:410-412

Pendidikan

Dokter

Gigi

di

Fakultas

34. Scully, Crispian & Cawson, Roderick., 2005, Medical Problems in Dentistry 5th

Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia sejak tahun 2008. Saat

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

74


ini penulis telah menyelesaikan pendidikan profesi pada tahun akhir dan telah lulus di universitas tersebut hingga pelantikan dokter gigi bulan Mei 2014.

BIMKGI Volume 2 No.1 | Januari - Juni 2014

75



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.